Antara Budi Dan Cinta 5
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long Bagian 5 menghancurkan tulang tangannya. Xiao Tie merasa sakit hingga air matanya menetes, tapi dia tetap bertahan. Dia mengatupkan giginya setelah itu baru dia berkata, "Aku sudah menjelaskan semuanya kepadamu, mengapa kau masih menarikku?" Tubuh Meng Xing-hun mulai gemetar, tiba-tiba dia melayangkan tangannya dan menampar wajah Xiao Tie. Hanya terdengar suara 'PLAK. Kemudian rumah itu berubah menjadi sunyi seperti di kuburan. Meng Xing-hun seperti sudah dikubur di dalam tanah. Dia melepaskan tangan dan selangkah demi selangkah mundur ke belakang. Dengan gemaetar Xiao Tie berkata, "Kau sudah memukulku. Kau bisa memukul seorang perempuan." Xiao Tie membalikkan tubuh dan berlari keluar. Dia bertekad tidak akan kembali lagi ke sini. Baru saja dia berlari keluar dia mendengar suara tangis Meng Xing-hun. Dia menangis seperti anak kecil. Dia mengira dia hanya bisa meneteskan darah tidak akan menangis. Walaupun harus menangis, harus bersembunyi terlebih dahulu. Langkah Xiao Tie langsung berhenti, seperti ditarik oleh seutas tali. "Sewaktu aku menangis, hanya dia yang menenangkanku." Dan dia pun kembali ke rumah itu, mendekati Meng Xing-hun. Dengan ringan membelai rambutnya. Meng Xing-hun menahan tangisnya dan berkata, "Seharusnya aku jangan memukulmu, aku pun tidak boleh dengan sengaja menyakitimu, Apakah kau dengan sengaja menyakitiku?" Xiao Tie menghela nafas dan dengan lembut berkata, "Apakah kau percaya bahwa aku sedang membohongimu" Mengapa aku harus berbohong kepadamu?" Meng Xing-hun berdiri dan memeluk Xiao Tie dengan erat, dia kembali tertawa dan berkata, "Benar, mengapa kau harus membohongiku" Buat apa aku harus berbohong kepadamu" Aku benar-benar seperti binatang telah memukul seorang perempuan." "Benar, kau bukan orang," jawab Xiao Tie. Ini adalah cinta. Ada sedih, ada manis, ada suaru daya tarik yang tidak dapat dijelaskan dan daya tarik ini sangat aneh. Ada orang yang berjauhan dan mereka sama sekali tidak ada hubungan apa-apa namun pada saat bertemu tiba-tiba sudah menempel, ditarik pun tidak bisa. Meng Xing-hun dan Xiao Tie seperti itu. Ooo)dw(ooO BAB 9 Dini hari. Meng Xing-hun berdiri di sisi jalan kecil itu, melihat sebuah rumah tembok yang kecil dengan dindingnya berwarna merah hati dan atapnya berwarna abu. Di luar adalah sebuah taman bunga yang kecil dan ditanami oleh beberapa jenis bunga yang sedang mekar. Entah itu bunga Mawar atau bunga Chrysan. Tidak terdengar ada suara juga tidak terdengar ada langkah orang. Dari luar tampak sebuah jendela yang lampunya masih menyala. Di dalam rumah itu pasti ada yang menunggu dari kemarin malam dan dia menunggu hingga larut. Xiao Tie terus memandang jendela itu, dengan pelan dia berkata, "Itu adalah rumahku yang sekarang." "Rumahmu yang sekarang" Apakah kau mempunyai rumah yang lain?" "Ya." "Rumahmu banyak juga," Tanya Meng Xing-hun. Xiao Tie hanya tertawa dan menjawab, "Sebenarnya hanya ada. satu, tempat yang sekarang tidak bisa disebut rumah." "Kenapa dengan rumah yang dulu?" Xiao Tie menjawab dengan sedih, "Bukan aku tidak mau tinggal di rumah itu, tapi rumah itu tidak mau menerimaku lagi." Sepertinya Xiao Tie tidak ingin membicarakan masa lalunya, dengan segera mengganti topik pembicaraan. Xiao Tie berkata lagi, "Karena di sini bukan rumahku, oleh sebab itu aku. selalu tidak mau diantar olehmu." "Mengapa sekarang kau mau kuantar?" "Sekarang aku sudah tidak peduli. Aku ingin memperkenalkan...." "Memperkenalkan siapa?" Mata Xiao Tie berubah menjadi lembut dan dia berkata, "Memperkenalkan seseorang, aku berharap kau bisa menyayanginya sama seperti aku menyayangi dia." Wajah Meng Xing-hun berubah, "Aku pikir sebaiknya aku tidak usah bertemu dengannya dulu." Xiao Tie memandang Meng Xing-hun dan berkata, "Apakah kau kira aku akan memperkenalkanmu pada orang itu?" Meng Xing-hun balik bertanya, "Bukankah itu maksudmu?" "Aku tidak bermaksud seperti itu, aku yakin kau tidak ingin bertemu dengannya." "Apakah orang itu ada di sini?" "Dia tidak ada di sini." "Kalau begitu siapa yang akan kau perkenalkan kepadaku?" Xiao Tie tidak langsung menjawabnya tapi menarik tangan Meng Xing-hun masuk ke dalam rumah itu. Jalan sangat sepi. Dengan perlahan mereka berjalan di jalan yang penuh dengan batu kerikil dan orang yang berada di dalam rumah mendengar suara langkah mereka. Ada yang berteriak, "Apakah ibu sudah pulang" Bao-bao ingin melihat." Pintu terbuka dan ada seorang gadis kecil dengan mata mengantuk menuntun seorang anak kecil keluar. Anak kecil itu kelihatan masih mengantuk, pada saat melihat Xiao Tie dia segera tertawa dan berlari menghampirinya. Kemudian anak itu berteriak, "Ibu sudah pulang, Baobao kangen Ibu, Ayo gendong Bao-bao!" Xiao Tie pun berlari menghampiri anak itu dan berkata, "Sini, ibu gendong dan cium." Xiao Tie dengan erat menggendong anak itu, seperti tidak ingin melepaskannya lagi. Anak kecil itu terus memandangi Meng Xing-hun. Meng Xing-hun membalikkan tubuhnya, hatinya sangat kacau, entah apa yang dirasakannya, entah itu manis, pahit, atau asam. Setelah lama Meng Xing-hun baru tahu bahwa Xiao Tie sedang menggendong anak kecil itu dan sudah berdiri di hadapannya dengan mata yang lembut memandangnya kemudian berkata, "Ayo Bao-bao, panggil paman." Anak itu tertawa seperti malaikat, kemudian dia segera memanggil, "Paman......." Dan dia bertanya lagi, "Apakah paman baik?" Dengan lembut Xiao Tie berkata, "Paman ini sangat baik seperti Bao-bao." "Bila paman baik, Bao-bao ingin cium paman." Dan anak iu berlari memeluk Meng Xing-hun. Tiba-tiba Meng Xing-hun merasa dadanya panas, dia hampir meneteskan ah mata. Dia menggendong dan memeluknya dengan erat. Ini adalah pertama kalinya dia menggendong anak, dia berharap anak yang berada dalam gendongannya adalah anak kandungnya sendiri. Hatinya mulai sedih lagi. Xiao Tie memandang mereka, sorot matanya menjadi lembut dan tidak terasa ah matanya menetes. Dengan lembut dia berkata, "Di luar sangat dingin, lebih baik Bao-bao ikut kakak masuk." Wajah tawa anak itu segera menghilang dan hampir menangis, kemudian berkata, "Apakah ibu mau pergi lagi?" "Ibu tidak akan pergi. Ibu hanya ingin ngobrol dengan paman setelah selesai akan menemani Bao-bao kembali." "Apakah ibu tidak membohongi Bao-bao?" "Bao-bao anak baik, ibu tidak akan membohongi Baobao." Anak itu segera tertawa lagi dan turun dari gendongan Meng Xing-hun, dengan tawa yang lucu anak itu berkata, "Bao-bao anak baik, Bao-bao masuk dulu, ibu akan senang." Segera dia berlari masuk, di ambang pintu dia mengeluarkan kepalanya kemudian melambaikan tangan ke arah Meng Xing-hun. Meng Xing-hun pun membalas lambaian tangannya, dia ingin tertawa namun wajahnya kaku. Pada saat anak itu sudah masuk, Xiao Tie membalikkan badan melihat Meng Xing-hun. Meng Xing-hun tertawa dengan terpaksa dan berkata, "Anak itu sangat manis dan lucu." Xiao Tie mengangguk, dengan sedih dia berkata, "Dia sangat manis, sangat lucu, tapi juga sangat kasihan." Meng Xing-hun pun menarik nafas dan berkata, "Benar, sungguh sangat kasihan." Xiao Tie menundukkan kepalanya dan berkata, "Sekarang kau sudah tahu mengapa aku harus pulang." Meng Xing-hun mengangguk. Dengan suara sedih Xiao Tie berkata, "Dia sudah tidak punya ayah, sekarang dia tidak boleh tidak mempunyai ibu." Meng Xing-hun menjawab, "Aku mengerti." Meng Xing-hun pasti mengerti, di dunia ini tidak ada orang yang lebih mengerti dari dia bahwa anak yang tidak punya ayah dan ibu sangat menyedihkan. Dia sendiri pun sering bangun tengah malam karena bermimpi buruk. Pada saat dia terbangun wajahnya sudah penuh dengan air mata. Dengan sedih Xiao Tie berkata, "Walaupun orang tua sudah melakukan kesalahan namun anak-anak tidak bersalah. Aku tidak tega melihat dia bersedih seumur hidupnya." Meng Xing-hun lama terpaku kemudian dia berkata, "Aku harus pergi, kau tidak perlu mengantarku." "Kau mau pergi begitu saja?" "Kau tidak tega, begitu pun denganku." "Bila aku tinggal di sini, pasti akan merasa sedih tapi bila pergi akan lebih sedih lagi." Xiao Tie menariknya dan berkata, "Kau jangan pergi. Masih banyak yang harus dibicarakan." "Katakanlah, aku siap mendengar," kata Meng Xinghun. "Sekarang kau sudah tahu anak ini adalah anak orang itu." "Ya." "Pada saat tahu aku hamil, aku sangat benci, sangat membenci orang itu juga membenci diri sendiri dan juga membenci anak itu. Aku bertekad bila anak ini sudah lahir akan ditenggelamkan sampai mati." Meng Xing-hun mendengar. "Begitu anak ini lahir, pertama kali melihatnya, melihat wajah kecil yang merah, kebencian di dalam hati berubah menjadi cinta." Suara Xiao Tie masih seperti mimpi, pelan dia melanjutkan lagi, "Aku melihat dia tumbuh menjadi besar, melihat dia semakin lucu. Saat menyusuinya pun aku merasa daya hisapnya makin liari makin kuat. Aku merasa waktu itulah aku baru dapat melupakan kesedihan dan kegalauan." Meng Xing-hun terbatuk, bila dia tidak batuk akan meneteskan air mata lagi. "Waktu itu aku baru tahu seumur hidup tidak akan bisa meninggal kan dia. Dia butuh diriku, aku lebih membutuhkan dia. Demi dia semua kesedihan bisa ditahan. Aku juga memutuskan untuk bertahan hidup." Dia menghela nafas dan melanjutkan, "Bila aku tidak rela meninggalkan anak ini, pasti tidak bisa meninggalkan orang itu. Orang itu tahu karena itu dia belum pernah berpikir aku bisa berubah dan melawannya." "Kau sudah berubah," kata Meng Xing-hun. "Benar, aku sudah berubah, bila tidak ada dirimu mungkin selamanya aku tidak akan berani. Tapi kau memberiku keberanian, sekarang aku bertekad akan meninggalkan dia." Mata Meng Xing-hun tiba-tiba menjadi terang. "Apakah benar kau bertekad seperti itu?" Xiao Tie berhadapan dengannya dan bertanya, "Sekarang aku hanya ingin bertanya kepadamu, apakah kau mau menerima diriku dan anakku?" Meng Xing-hun memeluknya erat dan dengan lembut berkata, "Kau pernah berkata bahwa anak itu tidak berdosa. Anakmu adalah anakku." "Apakah benar seperti itu?" "Ya, aku sungguh-sungguh." "Kelak bila kita menemui banyak kesulitan, apakah kau tidak akan menyesal?" "Aku tidak akan menyesal, mati pun tidak akan menyesal." "Apakah benar mati pun tidak akan menyesal?" "Asal sudah pernah hidup, mati pun tidak apa-apa. Bila bersamamu, aku baru bisa hidup." Mereka berdua berpelukan sepertinya dunia ini sudah ada dalam pelukan mereka. Angin berhembus pelan, kabut dengan perlahan mulai menghilang. "Apakah kau suka kupu-kupu?" tanya Xiao Tie tiba-tiba. "Ya," jawab Meng Xing-hun heran. "Aku sangat senang kupu-kupu, karena aku merasa nasib sebagian orang seperti kupu-kupu, terlebih untuk diriku." "Kau?" "Pada suatu hari aku melihat pelayanku memasukkan kupu-kupu ke dalam lembaran buku, waktu itu aku sangat Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo marah namun pelayanku mengatakan sebuah pendapat dan membuatku terharu." "Apa yang dia katakan?" tanya Meng Xing-hun. "Dia berkata bahwa kupu-kupu mati kerena dia, tapi dia menjaga keindahan kupu-kupu itu, hidupnya sudah sangat berharga. Walaupun dia tidak menangkap kupu-kupu itu, kupu-kupu itu akhirnya akan mati juga, mungkin cara matinya lebih menyedihkan." Dan Xiao Tie tertawa berbareng sedih dan berkata, "Oleh karena itu bila aku tiba-tiba meninggal, kau pun tidak perlu bersedih karena akhirnya hidupku berharga juga. Aku tahu ada kau akan selalu mengingatku." "Mengapa kau bicara seperti itu" Kau kan tidak akan meninggal." Xiao Tie tidak bicara lagi dan diam dalam pelukan Meng Xing-hun. Entah berapa lama dia baru berkata, "Kau pulang dulu, dan tunggulah aku." "Bagaimana dengan dirimu?" "Aku harus membereskan barang, kemudian aku akan membawa anakku mencarimu." Meng Xing-hun menggelengkan kepalanya dan berkata, "Lebih baik aku menunggu di sini." "Mengapa?" "Karena aku khawatir." "Anak bodoh! Tidak perlu khawatir, aku tidak akan membohongimu." "Kau pasti tidak akan membohongiku tapi bila ada apaapa bagaimana?" tanya Meng Xing-hun. "Tidak akan terjadi apa-apa. Orang itu sementara ini tidak akan datang. Aku akan membereskan semua barangbarang di sini biar selamanya dia tidak akan bisa mencariku." Xiao Tie dengan lembut membelai wajah Meng Xinghun. "Kau tidak perlu khawatir, aku akan mencarimu segera. Aku sudah memutuskan untuk hidup bersamamu, meskipun hanya satu hari, aku rela." Bila kau pernah jatuh cinta, kau akan mengerti maksud Xiao Tie dan kau pun akan menyetujuinya asalkan dapat saling mencintai, sehari saja kau sudah merasa bahagia. Dengan perlahan Meng Xing-hun menyusuli jalan pulang, jalannya sangat sempit dan berliku-liku, tapi dia terus berjalan. Tiap orang harus terus melangkah, apa pun jalan yang dia pilih. Meng Xing-hun sudah terbiasa hidup sendiri namun sekarang ini dia merasa sendirian itu sangat menyakitkan dan menyiksa. Meng Xing-hun percaya bahwa Xiao Tie akan mencarinya namun hatinya tidak tenang, dia merasa sepertinya akan terjadi suatu hal yang buruk. Perasaan ini membuatnya tidak nyaman. Seekor anjing pemburu yang sudah terlatih namun bila sedang birahi, gerakannya akan menjadi lambat. Meng Xing-hun tidak merasa ada seseorang yang berada di dalam kegelapan terus menguntitnya. Mata orang itu memandang Meng Xing-hun penuh kebencian dan cemburu. Bila sorotan mata itu bisa membunuh orang, mungkin sekarang Meng Xing-hun akan mati tergeletak di pinggir jalan. Meng Xing-hun sudah menjauh, barulah orang itu keluar dengan marah dia berkata, "Kalian akan menyesal, walaupun aku tidak membunuh kalian tapi pada suatu hari kalian akan menyesal mengapa tidak cepat-cepat mati." Walaupun dia marah namun hatinya segera tenang kembali. Seseorang yang sedang marah masih terlihat tenang artinya dia akan melakukan apa yang sudah dia ucapkan. Meng Xing-hun mendorong pintu dan dia baru menyadari bahwa Gao Lao-da sudah ada di dalam rumah. Dia sedang duduk di atas tempat tidur. Di bawah sinar lampu dia terlihat begitu muda dan cantik. Kecantikannya dapat membuat laki-laki menjadi sesak begitu pula dengan Meng Xing-hun. Gao Lao-da menatap wajah terkejut Meng Xing-hun dengan tersenyum dia berkata, "Kau tidak menyangka aku ada di sini bukan" Kau kaget?" Meng Xing-hun mengangguk. Dengan marah Gao Lao-da berkata, "Dulu bila ada orang yang berdiri dalam jarak beberapa puluh meter saja kau dapat segera merasakannya, sekarang kau menjadi lamban Apa yang membuatmu berubah?" Meng Xing-hun menunduk karena dia tidak dapat menjelaskan dan tidak mungkin menjelaskan kepada Gao Lao-da. Dengan dingin Gao Lao-da berkata, "Bila rubah sedang birahi, dia akan masuk ke dalam perangkap si pemburu, bagaimana denganmu?" "Aku adalah manusia bukan seekor rubah." "Orang pun ada masa pubernya." "Di sini tidak ada perangkap dan kau bukan pemburu." "Kalau aku adalah pemburu, bagaimana?" tanya Gao Lao-da. "Sekarang kau sudah mati." Gao Lao-da memelototinya dengan lama akhirnya dia tertawa dan berkata, "Kau masih seperti dulu, tidak membuatku kecewa." Dan Gao Lao-da melanjutkan lagi, "Apakah kau tahu, apa julukanmu?" "Dijuluki apa pun tidak masalah bagiku." Gao Lao-da tertawa dan berkata, "Kau dijuluki, sebagai 'paku' karena siapa pun yang bertemu denganmu kepalanya pasti akan berlubang, begitu pula denganku." "Kalau begitu, seharusnya kau tidak perlu kemari, tugas yang kau berikan aku tidak pernah lupa," kata Meng Xinghun. "Apakah aku tidak boleh menjengukmu" Jangan lupa sewaktu kau kecil dulu, sehari pun kau tidak mau kutinggal." Meng Xing-hun menundukkan kepalanya setelah lama bara dia berkata, "Aku tidak pernah akan lupa, selamanya tidak akan lupa." Dengan lembut Gao Lao-da berkata, "Ye Xiang sudah memberitahuku mengenai dirimu. Aku tahu kau terluka, maka aku ke sini untuk menjengukmu. Walaupun aku sangat sibuk tapi aku menyempatkan diri untuk bertemu denganmu." Gao Lao-da tertawa manis dan berkata, "Dulu kau pernah mencuri talas di sawah orang lain kemudian digigit oleh anjing pemilik sawah itu selama beberapa hari kau harus berbaring di tempat tidur tidak dapat berjalan." "Ya, aku ingat, saat itu kau teras menjagaku sampai sembuh." Meng Xing-hun bukan tipe orang yang kacang lupa akan kulitnya. Namun setiap kali dia teringat kepada masa lalunya, membuat dia merasa sedih. "Kelihatannya lukamu sudah sembuh," kata Gao Laoda. "Sudah lebih baik." "Kalau begitu, kapan kau akan kembali melakukan tugasmu" Bukan aku mendesakmu tapi sekarang adalah kesempatan yang paling tepat." "Kesempatan apa?" "Diam-diam Lao-bo sedang bersiap-siap untuk bertarung melawan dengan Wan Peng-wang. Bila orang sepertimu menjadi anak buah Lao-bo, dia akan sangat senang." "Lao-bo akan menyelidiki aku terlebih dahulu." "Benar juga." "Bila dia tahu aku berasal dari mana, dia akan melakukan sesuatu terhadapku." Namun di dunia persilatan tidak ada yang tahu Meng Xing-hun adalah orang yang bagaimana, seolah-olah dia itu datang dari langit. "Lao-bo akan terus menyelidiki dirimu namun bila dia masih tidak tahu identitasmu dia akan langsung membunuhmu." "Apakah aku yang akan membunuhnya atau membiarkan dia membunuhku?" kata Meng Xing-hun. Gao Lao-da tertawa dan berkata, "Kau bukan orang yang tidak punya identitas, aku sudah mempersiapkan identitas palsumu." "Siapa identitasku?" "Margamu Qing, bernama Tiong-thian, rumah di Ludong, kau adalah keponakan Tuan Qing yang kedua, dari kecil mengikuti pegawai Tuan Qing berdagang di luar negeri, karena itu kau jarang ada di Tiongkok dan tidak ada yang mengenalmu." Gao Lao-da tertawa kemudian melanjutkan, "Kau tahu bahwa Tuan Qing berhutang budi kepadaku bila aku mengatakan kau adalah keponakannya, dia tidak akan berani menolak." "Apakah saudara-saudara Tuan Qing pun ingin berteman dengan Lao-bo?" tanya Meng Xing-hun. "Karena kau selalu ingin menjadi yang terbaik, pertentangan antara Lao-bo dan Wan Peng-wang sudah mengguncang dunia persilatan. Anak muda bila ingin mencari nama dan ingin terkenal, tentunya ini adalah kesempatan yang paling baik." Meng Xing-hun terus menatap Gao Lao-da, dia sangat mengagumi Gao Lao-da walaupun dia adalah seorang perempuan dan masih muda, tapi rencana yang disusunnya sangat sempurna. Mungkin seorang tetua dunia persilatan pun akan kalah pintar dengannya. Gao Lao-da pun terus memandangi Meng Xing-hun, sorot matanya sangat tenang, melihat sorot mata Gao Lao-da seperti itu, Meng Xing-hun merasa curiga, perempuan yang ada di hadapannya adalah perempuan yang sangat kejam. Dia ragu apakah perempuan ini yang pernah menolongnya waktu mereka kecil kemudian membesarkan mereka" Dan demi mereka supaya tidak kelaparan dia rela mengorbankan semuanya. Kadang-kadang Meng Xing-hun merasa curiga kepadanya, apakah karena rasa kasihan ataukah mempunyai maksud lain maka perempuan ini menolong mereka" Mungkin Gao Lao-da ingin menjadikan mereka sebagai modalnya di masa yang akan datang, namun Meng Xing-hun berusaha mengenyahkan pikiran seperti itu. Meng Xing-hun tidak ingin menjadi orang yang tidak tahu diri. Dari kantung pakaiannya, Gao Lao-da mengeluarkan dua buah buku tulis dan dia berkata, "Ini adalah catatan keluarga Qing. Keluarga Qing di Lu-dong adalah sebuah keluarga besar, kau harus ingat ada yang bernama Qing Xiong-tian, dia adalah ayahmu. Pada waktu usiamu 10 tahun dia sudah meninggal." "Dia meninggal karena apa?" tanya Meng Xing-hun. "Meninggal karena sakit." Gao Lao-da berpikir sebentar lalu berkata, "Katanya Qing Xiong-tian mati karena suatu penyakit yang memalukan, lebih baik kau tidak menjawabnya, bila ada yang menanyakannya." "Buku yang satu lagi berisi apa?" tanya Meng Xing-hun. "Ini adalah catatan pribadi Qing Xiong-tian sewaktu dia berlayar. Di dalam buku ini pun tercatat mengenai kehidupannya, dan juga orang-orang yang dikenalnya, juga berisi tempat-tempat yang pernah disinggahinya, tempat yang pernah dia tinggal. Kau harus mengingatnya." "Bagaimana dengan pegawai Tuan Qing?" "Mereka sudah ke luar negeri lagi, dalam waktu 2 hingga 3 tahun mereka tidak akan pulang. Kau tidak perlu khawatir mereka tidak akan membocorkan rahasia ini." "Aku hanya mengkhawatirkan satu hal." "Apakah kau takut Lao-bo akan mencari Qing Xiongtian yang asli." "Benar." "Kau tidak perlu khawatir, dia tidak akan bisa mencari yang asli." "Mengapa?" Dia merasa aneh, dia tahu biasanya Gao Lao-da bila ingin melenyapkan satu orang itu sangat mudah. Gao Lao-da terus memandang Meng Xing-hun dan bertanya, "Apa yang kau pikirkan lagi?" "Tidak ada." "Sekarang giliranku yang bertanya, apakah kau akan pergi?" Meng Xing-hun menatap ke luar jendela. Angin berhembus dari tempat yang jauh. Daun berguguran dihembus oleh angin, dengan pelan Meng Xinghun berkata, "Bila bukan kau yang mengasuhku aku tidak akan bisa bertahan hidup hingga sekarang, kau tahu kapan pun aku akan melakukannya demi dirimu." Sorot mata Gao Lao-da berubah menjadi lembut, "Aku tidak mau demi diriku kau harus mati, aku ingin demi diriku kau harus terus hidup." "Aku sudah tidak memiliki orang tua lagi juga saudarasaudara, demi dirimu aku rela mati juga rela tetap hidup, tapi sekarang...." "Sekarang ini mengapa?" Dengan erat Meng Xing-hun memegang daun jendela lalu berkata, "Sekarang aku harus tetap hidup demi diriku sendiri." Mata Gao Lao-da yang lembut tiba-tiba berubah menjadi dingin dan bertanya, "Apakah kau ingin meninggalkanku?" "Aku tidak bermaksud seperti itu, aku hanya ingin...." Gao Lao-da memotong kata-katanya, "Apa yang ingin kau sampaikan, aku sudah mengerti." Sorot matanya sangat dingin tapi suaranya berubah menjadi sangat lembut, "Apakah kau sudah mempunyai kekasih?" Meng Xing-hun terdiam, diam artinya dia mengakuinya. Kata Gao Lao-da lagi, "Kau tidak perlu berbohong, ini adalah suatu kabar baik, aku pun senang mendengarnya hanya saja...." "Dia sangat baik." Gao Lao-da tertawa namun tawanya sama sekali tidak ada kehangatan, kemudian dia berkata, "Aku ingin tahu Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo orang yang sudah membuatmu jatuh cinta, pasti perempuan itu sangat cantik." "Apakah kau menyetujui hubunganku dengannya." "Aku setuju saja, sudah waktunya bagimu untuk berkeluarga. Bila kau sangat mencintainya aku pun akan menyetujuinya." Meng Xing-hun membalikkan badannya, matanya bersorot penuh rasa terima kasih. Gao Lao-da malah membalikkan badannya dan bertanya, "Kalian akan pergi ke mana?" "Sekarang ini masih belum tahu, tapi aku akan mencari suatu tempat yang tenang." "Kapan kalian akan pergi." Meng Xing-hun mengambil dua buah buku yang diletakkan di atas meja oleh Gao Lao-da dan berkata, "Setelah aku menyelesaikan tugas ini." Ini adalah tugas terakhir yang dilakukan Meng Xing-hun untuk membalas budi kepada Gao Lao-da. Gao Lao-da masih menatap Meng Xing-hun, sorot matanya sangat lembut dan berkata, "Tugas kali ini sangat berbahaya, bila kau tidak ingin melakukannya, aku tidak akan menyalahkanmu." Meng Xing-hun menjawab, "Aku tetap akan pergi, karena aku sudah berjanji kepadamu." "Apakah kau sanggup melakukannya?" Dengan tersenyum Meng Xing-hun menjawab, "Kau tidak perlu khawatir, orang yang harus merasa khawatir adalah Sun Yu-bo." Meng Xing-hun tidak pernah merasa sangat percaya diri walaupun kali ini tugas yang diberikan sangat berbahaya dia tetap akan menyelesaikan nya. Dia merasa dirinya bertambah dewasa dan lebih pintar, apakah semua ini disebabkan oleh cinta" Cinta membuat orang lebih kuat, lebih berani, dan lebih percaya diri. Cinta dapat membuat segalanya berubah tidak terkecuali yang satu ini.... cinta mengubah dirimu tapi tidak dapat mengubah orang lain. Gao Lao-da dengan tersenyum kemudian melenggang pergi. Di tempat yang agak jauh ada sebuah kereta kuda yang mewah sedang menunggunya, dengan tersenyum Gao Laoda masuk ke dalam, si kusir yang tadinya merasa tidak sabar menunggu, sekarang tampak sangat riang dan berkata, "Nyonya begitu gembira, pasti ada hal yang membuat Anda begitu gembira." Si kusir belum pernah melihat tawa Lao-pan-niangnya yang begitu senang, riang, siapa pun yang melihatnya pasti akan ikut merasa gembira. Setiba di Kuai-huo-lin, hari belum begitu gelap. Gao Lao-da menemani tamu-tamunya minum. Wajahnya selalu tertawa manis hingga tamu-tamunya merasa heran dan bertanya, "Lao-pan-niang, mengapa hari ini tampak begitu gembira?" Setelah larut malam, Gao Lao-da pulang ke rumah, pelayannya pun merasa aneh. Walaupun air untuk mandi sudah dingin tapi dia tidak marah. Dengan tersenyum dia menyuruh pelayannya tidur dan menutup pintu kamar. Tiba-tiba dia membalikkan badan dan menghancurkan semua barang yang ada di kamar. Meng Xing-hun terus menunggu di depan pintu rumah. Pada saat Xiao Tie datang dia langsung melihatnya. "Betul saja dia datang, anaknya pun dibawa." Seumur hidup Meng Xing-hun belum pernah merasa begitu bahagia dan gembira. Dia merasa pada waktu mempunyai perasaan yang tidak enak malah terdengar lucu. Anak itu sedang tidur, dengan lembut Xiao Tie membaringkannya di tempat tidur. Dia melihat anaknya kemudian menatap Meng Xing-hun. Sorot matanya penuh dengan kebahagiaan dan kepuasan, lembut seperti air danau di bawah sinar matahari senja. Meng Xing-hun merentangkan tangannya menyambut Xiao Tie untuk masuk ke dalam pelukannya, dengan suara puas dia berkata, "Sekarang aku adalah milikmu." Dengan lembut Meng Xing-hun mengelus kulit yang licin itu dan berkata, "Ya, sekarang kau adalah milikku." Xiao Tie memejamkan mata dan bertanya, "Apakah kau ingin memakanku?" "Benar, pelan-pelan aku akan memakanmu." Dan Meng Xing-hun dengan pelan menggigit telinga Xiao Tie. Xiao Tie tertawa geli dan berkata, "Jangan, nanti anak ini akan terbangun." Anak kecil itu sudah duduk dengan sepasang matanya yang besar memandang mereka berdua. Xiao Tie mendorong Meng Xing-hun, walaupun di depan anak kecil dia merasa malu. Anak kecil itu tertawa dan berkata, "Ibu mencium paman, pasti paman sangat baik." Meng Xing-hun pun tertawa kemudian menggendongnya dan berkata, "Bao-bao juga baik, paman ingin mencium Bao-bao." "Aku sudah mengantuk, mari kita pulang, Bu." Xiao Tie berkata dengan lembut, "Bao-bao tidurlah di sini, sekarang rumah ini adalah rumah kita." Anak kecil itu menggelengkan kepalanya dan berkata, "Bao-bao tidak mau tinggal di rumah ini, rumah ini sangat kotor dan berantakan. Bao-bao tidak bisa tidur." Xiao Tie memandang Meng Xing-hun dengan terpaksa dia berkata, "Bao-bao tidurlah dulu, nanti paman akan membawa kita ke tempat yang lebih nyaman." Anak itu tertawa dan berkata, "Kalau paman berbohong, ibu tidak akan mau mencium paman lagi." Dia menarik tangan ibunya kemudian memejamkan matanya lagi, dia berkata, "Paman akan membawa Bao-bao ke tempat yang lebih nyaman, di sana banyak bunga dan tempat tidurnya pun sangat nyaman." Dia melihat tempat itu di dalam mimpinya dan segera dia tertidur pulas. Meng Xing-hun merasa hatinya sangat sakit, dia memang akan mencari tempat yang lebih nyaman, dia ingin kelak keluarganya hidup sehat. Tiba-tiba dia merasa dia tidak sanggup memenuhi permintaan Bao-bao. Cinta tidak dapat mengubah segalanya, tidak dapat menyulap rumah gubuk ini menjadi rumah yang hangat dan tidak dapat menyulap rumput dan sinar matahari menjadi makanan Bao-bao. Xiao Tie melihat Meng Xing-hun, dia sudah mengetahui isi hati Meng Xing-hun, dengan lembut Xiao Tie berkata, "Kau jangan khawatir asal kita dapat berkumpul, hidup susah pun tidak apa-apa." Sebenarnya Xiao Tie memiliki beberapa perhiasaan namun dia tidak membawanya. Xiao Tie bertekad meninggalkan semua yang dia miliki. Meng Xing-hun sangat berterima kasih kepada Xiao Tie, dia tahu Xiao Tie akan meninggalkan semua miliknya tapi anak itu.... Tiba-tiba Meng Xing-hun menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata, "Walau bagaimanapun aku tidak dapat membiarkan anak ini hidup susah." Dia bertekad untuk segera membereskan tugasnya. Saat tugasnya selesai, honor yang diterima dari Gao Laoda pasti sangat besar. "Apakah kau mau menungguku selama 10 hari di sini?" "Paman tidak berbohong bukan?" "Mengapa harus menunggu selama 10 hari?" tanya Xiao Tie. "Aku masih ada pekerjaan, begitu selesai aku akan mendapat honor yang lumayan dan hidup anak ini akan lebih terjamin." Xiao Tie berkata, "Namun kau harus meninggalkan kami selama 10 hari." "Hanya 10 hari, mungkin aku bisa pulang lebih cepat." Xiao Tie menundukkan kepalanya, "Dulu aku merasa 10 hari itu sangat cepat namun sekarang sudah tidak sama lagi. Walau sehari aku sangat sulit melewatinya." Dengat erat Xiao Tie memeluk Meng Xing-hun dan berkata, "Karena setiap saat aku selalu mengkhawatirkanmu bila kau tidak berada di sisiku, aku entah bagaimana?" Dengan lembut Meng Xing-hun berkata, "Kau harus bertahan, demi masa depan kita, masa depan, anak ini, maka aku harus pergi." "Bisakah kau memberitahuku ke mana kau akan pergi?" Meng Xing-hun ragu untuk menjawabnya namun dia berusaha tertawa dan berkata, "Kelak aku akan memberitahumu, tapi sekarang ini aku tidak bisa." Dengan sedih Xiao Tie berkata, "Apakah yang kau lakukan sangat berbahaya maka itu kau tidak memberitahuku karena kau takut aku khawatir." "Kau tidak perlu merasa cemas, walaupun pekerjaan ini berbahaya aku mampu mengatasinya." "Apakah kau pasti akan pulang?" "Ya, aku pasti pulang," jawab Meng Xing-hun dengan pasti. Lalu dengan tertawa dia pun mencium Xiao Tie dan berkata, "Walaupun kakiku dipatahkan orang, aku tetap akan merangkak pulang." Xiao Tie memandang sosok Meng Xing-hun sampai menghilang di kejauhan, setelah itu dia menangis kembali. Entah mengapa hatinya merasa tidak tenang, Xiao Tie merasa akan terjadi sesuatu kepada Meng Xing-hun. Apalagi saat mendengar kata-kata Meng Xing-hun yang tidak enak, "Walaupun kakiku dipatahkan, aku tetap akan pulang." Xiao Tie ingin selalu berada di sisinya tapi dia tidak dapat melakukannya. Karena dia tahu untuk urusan lakilaki, perempuan lebih baik jangan ikut campur dan Xiao Tie pun tidak mau ikut campur, karena hal itulah akan membuat Xiao Tie menyesal seumur hidup. Namun bila Xiao Tie tahu bahwa apa yang akan dilakukan oleh Meng Xing-hun tidak lain adalah membunuh orang dan tahu siapa yang akan dibunuh, dia tidak akan menyesal karena sudah ikut campur. Karena yang dilakukan oleh Meng Xing-hun akan membuat mereka berdua menyesal seumur hidup. Gao Lao-da melihat keping-keping barang yang sudah dilempar dan hancur karena dibanting olehnya. Sepasang tangannya tampak gemetar. Seumur hidupnya belum pernah dia merasa semarah itu. Selama ini apa pun yang dia inginkan dengan cara apa pun dia bisa dapatkan. Begitu barang yang diinginkannya sudah diperoleh dia tidak akan melepaskannya lagi, kecuali barang tersebut sudah hilang nilainya. Dia sudah membuang semua barang-barang yang tidak berharga juga membuang orang-orang yang sudah tidak berguna lagi. Seperti saat dia membuang ingusnya. Sekarang ini Meng Xing-hun yang sudah dibesarkan dengan susah payah akan meninggalkannya demi perempuan lain, semua ini membuat dia tidak dapat menerimanya. Kemarahannya seperti kobaran api membakar hati dan juga pikirannya. Dan dia harus melampiaskannya. Walaupun sudah banyak barang yang rusak, namun kemarahannya belum berkurang. Dia adalah seorang perempuan yang berusia 37 tahun. Dia ingin melampiaskannya di tubuh seorang laki-laki. Kulit yang baru saja dimandikan, di bawah sinar lampu terlihat sangat putih dan mulus, seperti kulit wajah bayi. Baju tidur yang terbuat dari sutra dilepaskannya, kaki yang panjang dan mulus keluar dari baju yang teronggok. Perutnya rata, tubuhnya masih langsing dan menarik. Perempuan semacam dia masih banyak laki-laki yang menginginkannya. Pada saat laki-laki memandangnya seperti melihat sepotong daging empuk. Dia tidak salah mengukur daya tariknya namun dia tidak ingin melakukannya. Tubuh perempuan seperti umpan hanya bisa dilihat lakilaki tapi tidak dapat diperoleh. Baginya laki-laki itu sejenis ikan yang aneh. Pada saat umpannya tertelan, dia tetap akan melarikan diri. Istri muda lebih baik dari istri tua. Pelacur lebih baik dari istri muda. Diam-diam mencuri lebih baik dari pada pelacur. Sudah lama Gao Lao-da mengetahui cara berpikir lakilaki, sudah lama dia menaklukkan laki-laki dengan daya tarik sex. Oleh karena itu pada suatu malam di tahun-tahun yang lalu, pada saat musim panas yang sangat panas, dengan tubuh telanjang dia mengguyur air dingin ke tubuhnya, dia pun tahu ada beberapa pasang mata sedang memandangi tubuh telanjangnya. Malam itu yang melihat dia telanjang ternyata bukan Meng Xing-hun saja. Dia tidak melarang mereka melihatnya, dia juga tidak menutupi tubuh telanjangnya, sebaliknya dia dengan perlahan membiarkan tubuh mulusnya dilihat dengan jelas oleh anak-anak asuhnya. Dia merasa senang dilihat oleh orang secara sembunyisembunyi. Setiap kali pada saat ada yang mencuri pandang ke arahnya, dia akan merasa senang. Pada malam itu, dia sudah mengetahui dua hal. Anakanak asuhnya sudah dewasa. Dalam hati mereka, dia bukan hanya sebagai seorang ibu dan teman tapi juga seorang perempuan. Dia mengetahui hal ini karena itu dia yakin anak-anak asuhnya tidak akan mengkhianatinya. Pertama kalinya dia gagal, adalah saat di rumah kayu Meng Xing-hun. Gao Lao-da tidak menyangka bila Meng Xing-hun bisa Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menahan diri sejauh itu. Pada saat Meng Xing-hun berlari keluar dari rumah kayu itu, Gao Lao-da sangat marah dia ingin mencincang Meng Xing-hun menjadi daging cincang. Seorang perempuan bila ditolak laki-laki dia akan merasa malu dan marah, mungkin emosi seperti ini tidak dipahami oleh laki-laki. Saat itu Gao Lao-da menahan kemarahannya karena dia tahu kesempatan lain akan datang. Dia sungguh tidak menyangka Meng Xing-hun akan tega meninggalkannya. Dia membuka jendela, angin berhembus sangat dingin. Nafsu birahinya seperti kobaran api, angin yang dingin pun tidak dapat memadamkannya, malah kobaran itu semaian besar. Xiao He sekarang sudah tidak berguna namun Gao Laoda tahu di mana dia dapat mencari Ye Xiang. Botol arak sudah kosong. Botol arak yang dipegang Ye Xiang selalu kosong. Dia tidur dengan posisi telungkup di tanah, dia menekan tanah dengan sekuat tenaga, dia menganggap tanah itu adalah jelmaan istrinya. Walau hatinya sudah retak namun badannya tidak cacat. Seperti seorang laki-laki normal yang berusia 30 tahun setiap saat dia bisa melampiaskan nafsu birahinya. Apalagi setelah minum arak, arak selalu membuat seorang laki-laki menginginkan perempuan. Apalagi arak pun dapat membuat seorang perempuan begitu menginginkan lakilaki. Benar. Satu-satunya yang tidak sama adalah bila laki-laki sudah mabuk yang dia pikirkan adalah banyak perempuan, tapi bila perempuan yang mabuk dia hanya memikirkan seorang laki-laki. Laki-laki yang dipikirkan oleh perempuan itu adalah laki-laki yang sudah meninggalkannya. Ye Xiang adalah seorang laki-laki, maka dia memikirkan banyak perempuan, dari perempuan pertama yang dikenalnya hingga perempuan terakhir, dia memiliki banyak perempuan tapi kebanyakan adalah pelacur yang dapat dibeli dengan uang. Namun perempuan yang pertama untuknya sudah dijual oleh Ye Xiang seumur hidupnya. Perempuan itu berbeda dengan perempuan lainnya. Tiba-tiba terdengar ada yang tertawa, suaranya seperti lonceng. Ye Xiang membalikkan badannya, dia melihat Gao Laoda sudah berdiri di hadapannya. Dia menahan kemarahannya, dengan dingin dia berkata, "Aku sudah tahu kau ke sini untuk mencariku." "Oh?" "Kau seperti seekor anjing betina, bila tidak ada laki-laki, anjing liar pun kau cari juga." Gao Lao-da tertawa mendengar ucapan Ye Xiang. "Dan kau adalah anjing liar yang kucari." Dia sengaja membiarkan baju sutranya terbuka tertiup angin, supaya tubuh yang biasa dilihat oleh Ye Xiang dapat terlihat dengan jelas. Tiba-tiba Ye Xiang menarik kaki Gao Lao-da, dan Gao Lao-da terjatuh di tubuh Ye Xiang. Angin masih berhembus. Nafas Ye Xiang sudah mulai tenang. Gao Lao-da sudah berdiri dengan pandangan dingin, dia melihat Ye Xiang dan berkata, "Aku tahu kau sudah tidak dapat melakukan tugas dengan baik, sekarang melakukan hal. ini pun kau tidak sanggup." Dengan dingin Ye Xiang tertawa, "Karena aku menganggap kau adalah seekor anjing betina, kau tidak pantas mendapatkan kenikmatan ini." Karena sangat marah wajah Gao Lao-da menjadi sangat merah dia mengetatkan giginya kemudian berkata, "Kau jangan lupa, siapa yang mengijinkanmu bisa hidup sampai sekarang. Aku bisa membuatmu tetap hidup atau membuatmu mati." "Aku tidak pernah akan lupa, aku selalu hormat dan berterima kasih kepadamu, sampai aku tahu bahwa kau tidak lebih dari seekor anjing betina. Kau pun menganggap kami adalah anjing-anjing yang kau beri makan dan hanya ingin kami menggigit orang demi dirimu." Gao Lao-da memelototinya, tiba-tiba dia tertawa dan berkata, "Kau selalu bicara seperti itu tapi aku tahu hatimu selalu teringat padaku." "Benar, aku selalu memikirkanmu. Bila aku mau melampiaskan nasfuku aku selalu memikirkanmu tidak pernah memikirkan perempuan itu, aku tidak berani membayangkan dia." "Dia siapa?" tanya Gao Lao-da. Ye Xiang tertawa dan menjawab, "Dia seorang perempuan." "Apakah di hatimu ada perempuan lain?" Ye Xiang kembali tertawa dan berkata, "Benar, hanya ada dia seorang." "Sebenarnya dia siapa?" "Dia lebih cantik darimu dan lebih anggun darimu, dan dia lebih baik darimu." Setelah mendengar kata-kata Ye Xiang, Gao Lao-da sangat marah, tiba-tiba Gao Lao-da. malah tertawa terbahak-bahak dan bertanya, "Apakah kau tahu bahwa Sun Yu-bo mempunyai seorang anak perempuan?" Wajah Ye Xiang langsung membeku. "Pergilah dan tanyakan kepada Sun Yu-bo, apakah dia mengakui dia mempunyai seorang anak perempuan" Karena anaknya sudah mencoreng wajah Sun Yu-bo, sebelum menikah dia sudah hamil terlebih dahulu." Karena sedih wajah Ye Xiang berubah, dia pun tahu tidak ada rahasia yang tidak diketahui oleh Gao Lao-da. Kata Gao Lao-da lagi, "Yang lucu adalah begitu anaknya sudah lahir, masih belum diketahui siapa ayah anak itu." Di mata Ye Xiang, sudah terbayang seorang perempuan yang cantik dan suci sedang berdiri di bawah sinar matahari senja melihat sepasang kupu-kupu yang sedang terbang. Dia adalah dewi di dalam hatinya dan juga kekasih dalam setiap mimpi Ye Xiang. Ye Xiang meloncat dan berkata, "Tidak! Kau bohong! Dia bukan perempuan seperti itu!" "Apakah kau tahu sebenarnya dia perempuan yang bagaimana" Apakah kau benar-benar mengenalnya?" Ye Xiang tidak mau menjawabnya. Ini adalah rahasianya yang paling dalam, dia ingin rahasia ini tetap terkubur hingga dia mati. Tapi dia pun tahu bila bukan karena perempuan ini, Sun Yu-bo tidak akan menyuruh Han Tang mencarinya. Dan dia pun tidak akan menjadi Ye Xiang yang sekarang ini. Dengan tertawa Gao Lao-da tertawa, "Sebenarnya Sun Yu-bo sangat ketat menjaga anak perempuannya, tidak mengijinkan laki-laki mana pun mendekatinya. Begitu melihat ada laki-laki yang mendekatinya orang ini akan langsung lenyap." Tawanya lebih kejam dari kata-kata Ye Xiang tadi. Gao Lao-da berkata lagi, "Namun Sun Yu-bo lengah, saat melihat perut putrinya membuncit dia merasa sangat menyesal demi menjaga nama baik dan martabatnya, Sun Yu-bo mengusir putrinya keluar dari rumahnya. Semenjak itu Sun Yu-bo tidak mengakui dia sebagai putrinya lagi." Dengan gemetar Ye Xiang berkata, "Semua perkataanmu bohong, aku tidak percaya sedikit pun." Gao Lao-da tertawa dan berkata, "Sebenarnya kau harus percaya pada semua omonganku, kau sudah pernah bertemu dengan putri Sun Yu-bo, kau pun sudah pernah bertemu dengan anak yang sudah dilahirkannya bukan?" Ye Xiang mundur beberapa langkah kemudian dia terjatuh dan terduduk di tanah. "Ada satu hal lagi, mungkin kau tidak akan percaya karena aku pun seperti itu. Perempuan yang begitu genit masih saja ada orang yang mencintainya." Tanya Gao Lao-da sambil tertawa, "Coba kau tebak, siapa laki-laki itu?" Ye Xiang mengetatkan giginya. Gao Lao-da tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Kau pasti tidak dapat menebaknya karena yang mencintai putri Sun Yu-bo itu tidak lain adalah Meng Xing-hun." Tubuh Ye Xiang dingin seperti es. Gao Lao-da berkata lagi, "Yang lebih lucu lagi, putri Sun Yu-bo juga mencintai Meng Xing-hun dan mereka bertekad untuk kawin lari." Dengan gemetar Ye Xiang berkata, "Aku tidak percaya, jika benar apa yang kau katakan aku menduga kau pun tidak tahu." Dengan ringan Gao Lao-da berkata, "Siapa yang bilang aku tidak tahu, aku lebih tahu banyak dari dirimu." "Bila kau sudah tahu mengapa masih menyuruh Meng Xing-hun membunuh ayahnya." Dengan dingin Gao Lao-da berkata, "Ini adalah tugasnya dan harus dilaksanakan, bagaimana pun Meng Xing-hun tidak tahu siapa ayah perempuan ini." Kalimat terakhir diucapkan dengan suara kecil oleh Gao Lao-da, seakan-akan dia bicara kepada dirinya sendiri. Ye Xiang tidak mendengarnya karena dia sudah tidak ingin mendengar lagi. "Apa yang sedang kau pikirkan" Apakah ingin memberitahu Meng Xing-hun?" Ye Xiang sambil tertawa berkata, "Aku mengira kau sangat mengerti hati seorang laki-laki, sekarang aku mengerti kecuali menjadi anjing betina tidak ada hal lain yang kau ketahui." Dengan marah Gao Lao-da berkata, "Bila kau mengerti hati seorang laki-laki, kau pun harus tahu laki-laki pun seperti perempuan, bisa cemburu bila sudah cemburu lebih menakutkan dari perempuan." Gao Lao-da tertawa melihat Ye Xiang, seorang laki-laki yang tenang bisa menjadi gila. Bila sedang cemburu dia akan melakukan hal yang tidak disangka olehnya sendiri. Gao Lao-da tertawa dan berkata, "Benar, bila Sun Yu-bo mengenal putrinya dan dia pun akan tahu siapa pembunuh ayahnya, mungkin saat itu kau masih ada kesempatan." Ye Xiang memejamkan matanya dan berkata, "Sekarang aku hanya mengkhawatirkan satu hal." "Kau mengkhawatirkan apa?" "Aku khawatir Meng Xing-hun tidak akan sanggup membunuh Sun Yu-bo." Wajah Gao Lao-da berubah menjadi misterius dengan pelan dia berkata, "Kau tidak perlu khawatir sebab dia mempunyai kesempatan yang baik, sangat sangat baik." Ye Xiang mengerutkan dahinya dan bertanya, "Mengapa?" "Kau pasti tidak menyangka, dan siapa pun tidak akan menyangka." Ye Xiang bertanya lagi, "Musuh Sun Yu-bo kan sangat banyak?" "Yang menyuruhku untuk membunuh Sun Yu-bo bukan musuhnya melainkan temannya sendiri." Dan Gao Lao-da berkata lagi, "Kau harus ingat, musuh tidak begitu menakutkan yang lebih menakutkan adalah teman sendiri." Dengan diam Ye Xiang termenung kemudian berkata, "Aku tidak mempunyai teman." "Meng Xing-hun adalah temanmu," kata Gao Lao-da. Ada pepatah yang mengatakan, lebih baik percaya kepada musuh dari pada teman. Banyak yang dikhianati oleh teman, kau hanya waspada pada musuh tidak waspada pada teman sendiri. Gao Lao-da adalah perempuan yang pintar namun dia sudah salah bicara, "Teman tidak menakutkan, yang lebih menakutkan adalah kau tidak tahu yang mana teman dan yang mana musuh." Ooo)dw(ooO Meng Xing-hun menggali lubang di bawah sebuah pohon, seorang Meng Xing-hun yang teliti tidak akan meninggalkan jejak karena sedikit saja berbuat ceroboh maka akan membuat nyawanya melayang. Nama-nama yang tercantum di buku itu semua sudah dihafalkan oleh Meng Xing-hun dan dia yakin dia akan ingat semua nama itu. Dia akan mulai menjalankan tugasnya. Tugas pertama biasanya dia jalankan dengan tidak tenang namun selanjutnya dia akan terbiasa. Namun kali ini hatinya tidak setenang biasanya. Apakah ini karena tugastugasnya yang dulu hanya merupakan, balas budi kepada Gao Lao-da" Sedangkan kali ini dia ingin menggapai tujuan hidupnya" Meng Xing-hun mengakui kali ini dia membunuh orang karena sangat berharap bisa mendapat honor yang besar. Honor ini akan dia berikan kepada orang-orang yang dia cintai. Dia pun tidak berani berpikir karena dia sendiri tahu pikiran semacam ini sungguh memalukan. "Sun Yu-bo harus dibunuh." "Membunuh demi kebenaran adalah hal lain, ini semua karena honor yang sangat aku butuhkan." Hati Meng Xing-hun penuh dengan kesedihan, dia sangat ingin lari dari semua ini. Dia berdiri dan menghela nafas, berjalan menuju taman bunga milik Lao-bo, walaupun sudah malam, dia tidak ingin menunggu lagi. Hanya satu hal yang dia tahu, "Sudah tahu salah namun masih ingin melakukan." Artinya walaupun membuatnya sedih dia masih ingin melakukannya. Taman bunga Lao-bo di bawah sinar bulan terlihat sangat indah, tidak terlihat ada orang dan juga suara. Hanya tercium wangi bunga yang dihembus oleh angin malam. Tidak ada penjaga taman bunga, bahkan pintunya tidak dikunci. Meng Xing-hun melangkah masuk. Dia berjalan beberapa langkah, tiba-tiba terdengar bunyi lonceng dan 18 buah panah keluar dari semak-semak. Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Meng Xing-hun pun bergerak seperti panah, meloncat dengan cepat dalam sekejap mata sudah berdiri di taman bunga chrysan. Bunga terlihat begitu cantik. Taman ini lebih aman, pikirnya. Tapi di dalam bunga chrysan, golok sudah beterbangan. Empat buah golok. Satu menusuk kaki, satu menusuk ke arah pinggang dan satu lagi dalam posisi menunggu, entah akan menusuk ke arah mana. Satu lagi jatuh dari atas kepala, siap untuk memenggalnya. Karena pohon bunga chrysan sangat pendek, dia tidak dapat bersembunyi atau membantu meloncat ke tempat yang lebih tinggi, terlihat Meng Xing-hun akan terkena tusukan golok-golok itu. Mungkin hanya satu kali tusukan atau bahkan empat buah tusukan. Tapi Meng Xing-hun tidak terkena tusukan itu, memang dia tidak bisa meloncat namun dia menurunkan tubuhnya sejajar dengan pohon bunga Chrysan. "Bila satu jalan sudah buntu, kau harus mencari jalan yang lain." Kepandaian Meng Xing-hun tidak semua didapat dari gurunya, kepandaian gurunya tidak lincah tapi kepandaian Meng Xing-hun sangat lincah, bila tidak lincah dari dulu dia sudah mati. Dia banyak belajar dari pengalamannya. Tubuhnya sudah masuk ke dalam semak-semak bunga. Begitu dia masuk dia langsung menginjak golok yang mengarah ke kakinya dan mengayunkan tangan memukul tangan yang memegang golok yang akan menusuk ke arah pinggangnya. Karena badannya diturunkan, golok yang akan memenggal kepalanya pun meleset dan golok yang satu lagi ditendang olehnya. Dia tidak menggunakan jurus yang aneh. Jurusnya biasabiasa saja. Tapi gerakannya sangat tepat dan cepat. Walaupun tangan Meng Xing-hun memegang golok ternyata di balik semak-semak tampak lebih banyak golok lagi. Tubuhnya belum turun sudah ada golok yang terbang siap menyerangnya lagi. Tiba-tiba ada suara yang berwibawa berkata, "Berhenti!" Suara ini lebih ampuh dari mantra-mantra untuk menghentikan setan. Segera taman bunga itu menjadi sepi kembali seperti semula, tidak ada penjaga, tidak ada suara dan tidak ada orang, hanya tercium wangi bunga yang dihembus oleh angin. Tapi Meng Xing-hun tahu bahwa Lao-bo sudah datang. Hanya perintah Lao-bo yang dapat berpengaruh begitu dasyat. Begitu dia turun dia sudah melihat Lao-bo. Sebenarnya di tempat itu banyak orang namun Meng Xing-hun hanya melihat Lao-bo seorang diri. Walaupun saat itu Lao-bo berdiri di antara banyak orang namun yang tetap terlihat adalah Lao-bo. Dia memakai baju berwarna abu, terlihat sangat tenang, sepasang matanya berkilau, dia memandang Meng Xinghun dari atas ke bawah dan tertawa kemudian dia berkata, "Sobat, kepandaian mu sangat bagus." Meng Xing-hun tertawa dan dengan dingin berkata, "Sebenarnya kepandaian ku disiapkan untuk menghadapimu namun sekarang...." "Sekarang bagaimana?" tanya Lao-bo. "Sekarang aku jadi tahu bagaimana cara seorang Lao-bo menghadapi teman, aku sangat kecewa." Meng Xing-hun tertawa dengan dingin, dia ingin berlalu dari tempat itu. Lao-bo pun tertawa, "Kau menganggap tempat ini bisa masuk dengan seenaknya keluar pun dengan seenaknya?" Dengan marah Meng Xing-hun berkata, "Memangnya aku sudah mencuri apa darimu?" "Tidak ada." "Apakah aku sudah membunuh anak buahmu?" "Juga tidak." "Lalu mengapa aku tidak boleh pergi?" "Karena aku tidak tahu apa alasanmu datang ke sini?" "Bukankah tadi sudah kukatakan," kata Meng Xing-hun. "Bila kau ingin berteman denganku, ini bukan waktunya karena orang yang datang malam-malam begini biasanya adalah seorang pencuri atau perampok bukan seorang teman." "Bila aku ingin berteman, tidak perlu memilih waktu bila aku ingin membunuhmu aku pun tidak perlu memilih waktu yang tepat." "Apa sebabnya?" Dengan dingin Meng Xing-hun menjawab, "Kapan pun sama saja, hanya orang idiot yang menganggapmu selalu tidak waspada kemudian bisa membunuhmu." Lao-bo tertawa dan berkata, "Apakah orang ini seperti orang idiot?" Di belakang Lao-bo berdiri Lu Xiang-chuan dan Lu Man-tian. Kata Lu Xiang-chuan, "Tidak mirip." Dengan dingin Meng Xing-hun berkata lagi, "Aku adalah orang idiot, aku tidak menyangka hanya waktu siang hari Lao-bo baru mau berteman." Kata Lao-bo, "Siang hari pun kau pernah datang kemari, mengapa kau tidak mau berteman denganku waktu itu?" Meng Xing-hun terkejut, dia tidak menyangka bahwa Lao-bo bisa mengenali wajahnya yang biasa di antara sekian banyak orang. Walaupun dia terkejut dia berusaha tetap tenang dengan ringan dia berkata, "Waktu itu aku datang bukan untuk berteman." "Apakah waktu itu kau ke sini hanya untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku?" "Tidak juga, aku hanya ingin melihat siapa yang bisa aku kenal lebih dekat, Anda atau Wan Peng-wang?" "Mengapa aku yang kau pilih?" "Karena aku tidak pernah berteman dengan Wan Pengwang." Lao-bo tertawa terbahak-bahak kemudian membalikkan badannya dan bertanya, "Apakah kalian tahu orang ini memiliki satu kebaikan?" Lu Xiang-chuan tersenyum dan berkata, "Orang ini sangat jujur." "Aku rasa, kau pasti masih ingat namanya." "Tadinya aku memang ingat, namun sekarang aku sudah lupa." Lao-bo mengerutkan dahi dan berkata, "Mengapa kau bisa lupa?" "Waktu itu dia datang bukan untuk berteman, dan dia tidak pernah menggunakan nama aslinya, untuk apa kita masih mengingat namanya." Lao-bo mengangguk dan berkata, "Apakah kau mempercayai kata-katanya?" "Kata-katanya tidak enak didengar namun biasanya kata-kata yang tidak enak didengar adalah kata-kata yang sebenarnya, kecuali orang idiot bila ada yang berbohong pasti sangat enak didengar di telinga." "Apakah dia seorang yang idiot?" Lu Xiang-chuan melihat Meng Xing-hun dengan tersenyum kemudian berkata, "Dia bukan orang idiot." Meng Xing-hun pun melihat dia kemudian berkata, "Paling sedikit aku berniat berteman denganmu." Lao-bo tertawa terbahak-bahak, "Benar, kau bukan seorang idiot dan kau baru saja mendapat seorang teman baik." Lao-bo menepuk pundak Lu Xiang-chuan dan berkata, "Bawalah dia masuk. Malam ini kau yang menjamu tamu." Semenjak tadi Lu Man-tian terus memandang Meng Xing-hun, sekarang dia baru berbicara, "Tunggu! Kita belum tahu namanya." Lao-bo tersenyum dan berkata, "Namanya mungkin palsu tapi teman tidak ada yang palsu, dia adalah temanku, tidak perlu menanyakan namanya lagi." Meng Xing-hun melihat Lao-bo. Lao-bo adalah orang yang bisa diajak berteman. Walaupun dia hanya berpura-pura atau memang benarbenar ingin berteman, pengaruhnya sangat besar. Di depan orang seperti Lao-bo jarang ada orang yang dapat berbohong. Namun Meng Xing-hun dapat berbohong karena dia memakai nama Qing Xiorig-tian. Lu Man-tian bertanya, "Qing Xiong-tian, kau lahir di mana?" "Lu-dong." Mata Lu Man-tian seperti seekor elang, dia bertanya lagi, "Kau siapanya Tuan Qing?" "Keponakannya." Lu Man-tian bertanya lagi, "Apakah kau pernah bertemu dengannya beberapa waktu yang lalu?" "Pernah." "Apakah penyakit asmanya sudah membaik?" "Dia tidak mempunyai penyakit asma," jawab Meng Xing-hun. Jawaban Meng Xing-hun membuat dia puas. Meng Xing-hun menganggap orang itu adalah 'si bodoh' karena siapa pun. tahu bahwa Tuan Qing tidak mempunyai penyakit asma. Menguji orang dengan cara seperti itu sangat bodoh dan terlihat lucu. Meng Xing-hun ingin tertawa, tapi begitu mendengar Lu Man-tian memainkan lempengan besinya dia tahu bahwa pertanyaan Lu Man-tian tadi tidak bodoh dan lucu. Dia pun ingat dia pernah bertemu dengan Lu Man-tian di Kuai Huo Lin, saat itu dia memegang lempengan besinya melewati jembatan, semua orang sangat hormat kepadanya. Waktu itu Meng Xing-hun merasa aneh dan sekarang dia sudah mengerti. Orang yang ingin membunuh Sun Yu-bo adalah dia, Lu Man-tian. Waktu itu Lu Mao Tian datang ke Kuai Huo Lin untuk menyewa anak buah Gao Lao-da untuk membunuh Sun Yu-bo. Sekarang dia sedang menguji Meng Xing-hun hanya untuk mendapat kepercayaan Lao-bo lebih dalam lagi. Sebenarnya orang itu sudah tahu siapa Meng Xing-hun sebenarnya. Orang itu tidak bodoh namun sangat menakutkan, golok yang dipegang lebih menakutkan, walaupun Sun Yu-bo teliti dia akan menjadi lengah. Rumah Lu Xiang-chuan sangat rapi semua barangnya pun tersusun rapi. Karena rumah itu tidak ada nyonya rumah maka rumah ini selalu tidak terlihat seperti rumah. Lu Xiang-chuan membuka pintu kamar dan berkata kepada Meng Xing-hun, "Kau bisa tidur di sini, selimut dan seprai baru diganti." "Terima kasih." "Kau pasti lapar." "Sangat lapar dan lelah, tidak makan pun dapat dengan cepat terlelap." "Lebih baik kau makan dulu baru tidur," kata Lu Xiangchuan. Lu Xiang-chuan membawa lampu dan berkata, "Ikutilah aku!" Mereka berjalan menuju pintu lain, begitu membuka pintu itu di dalamnya adalah dapur." Lu Xiang-chuan memasang lampu, dia sudah siap untuk memasak, dengan tersenyum dia bertanya, "Kau suka makanan manis atau asin?" "Aku tidak suka makanan yang manis." "Aku pun begitu, di sini ada sosis dan ayam. Aku rasa memasak nasi goreng saja sudah cukup." "Itu pun sudah cukup." Meng Xing-hun merasa aneh orang seperti Lu Xiangchuan masih mau masuk dapur dan memasak sendiri. Lu Xiang-chuan tahu bahwa Meng Xing-hun akan merasa aneh melihatnya seperti itu, dengan tersenyum dia berkata, "Semenjak Lin Xiu pergi, aku sering terbangun tengah malam dan memasak, mungkin dengan memasaklah aku baru merasa senang." Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Aku belum pernah masuk dapur untuk memasak." Lu Xiang-chuan mengambil 3 butir telur dari dalam lemari, tiba-tiba dia bertanya, "Mengapa kau tidak bertanya siapa itu Lin Xiu?" "Apakah aku boleh bertanya?" Sepertinya Lu Xiang-chuan tidak mendengar kata-kata Meng Xing-hun, setelah lama dia baru berbicara, "Lin Xiu adalah istriku." "Dimana dia sekarang?" Setelah lama dia baru menjawab, "Dia sudah mati." Lu Xiang-chuan memecahkan 3 butir telur itu, dia merasa sedih tapi tangan yang mengocok telur terlihat mantap. Meng Xing-hun merasa Lu Xiang-chuan seperti dirinya sangat kesepian sulit mendapatkan teman untuk mengobrol. Dengan pelan Lu Xiang-chuan mengocok telur itu, tibatiba dia tertawa dan berkata, "Orang seperti diriku walau sudah mempunyai kedudukan yang tinggi malah tidak mempunyai teman." "Ya, aku mengerti." "Mari kita makan, sepertinya kita bisa menjadi teman atau mungkin dapat berubah lagi." Lu Xiang-chuan melanjutkan lagi, "Mungkin kau akan jadi anak buahku atau malah akan bersaing ketat denganku, mungkin waktu itu kita tidak bisa menjadi teman lagi." "Namun ada satu hal yang tidak bisa berubah." "Hal apa?" Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Seperti nasi goreng dimasak dengan telur, terbuat dari nasi dan telur, tidak mungkin menjadi nasi dimasak daging." Lu Xiang-chuan ikut tertawa dan berkata, "Semenjak pertama kali melihatmu, aku sudah tahu kau bisa menjadi Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo temanku dan aku berharap persahabatan kita akan seperti nasi dimasak dengan telur." Nasi goreng telur itu sangat enak, masakan sosis dengan ayam pun tidak kalah lezatnya. Pada waktu nasi diisi ke dalam mangkuk, Lu Xiangchuan mengeluarkan seguci arak dan bertanya, "Kita minum dulu baru makan atau kau lebih suka makan dulu baru minum?" "Aku tidak minum arak." "Apakah kau takut bila sedang mabuk kau akan mengatakan hal yang sebenarnya?" "Ada orang walaupun sudah mabuk tidak akan mengatakan hal yang sebenarnya," kata Meng Xing-hun tertawa. Dia mulai makan. Lu Xiang-chuan terus menatapnya dan berkata, "Kelihatannya bila kau sudah menentukan sesuatu orang lain akan kesulitan mengubahnya." "Memang aku seperti itu." "Mengapa kau memutuskan ke sini?" kata Lu Xiangchuan tertawa. Meng Xing-hun tidak menjawabnya, sepertinya dia memang tidak ingin menjawabnya. "Bukankah kau tahu, nasib kita belakangan ini sedang tidak mujur," kata Lu Xiang-chuan. "Nasibku baik-baik saja." "Apakah kau percaya kepada nasib?" tanya Lu Xiangchuan. "Aku seorang penjudi, biasanya penjudi selalu percaya kepada nasib." "Penjudi, itu dapat dibagi ke dalam beberapa jenis, kau jenis yang mana?" tanya Lu Xiang-chuan. "Penjudi hanya ada dua macam, yang menang dan yang kalah." "Artinya kau tipe penjudi yang menang." Tanya Lu Xiang-chuan. "Sebab aku selalu teliti dan selalu memasang taruhan dengan tepat," kata Meng Xing-hun dengan tersenyum. "Aku berharap kali ini kau pun jangan kalah." Dia tidak minum arak, hanya makan nasi. Meng Xing-hun dengan tertawa berkata, "Aku belum pernah makan nasi begini lezat, bila kau berganti profesi, kau pasti akan menjadi koki yang terkenal." "Bila aku berganti profesi menjadi penjudi, bagaimana?" "Sekarang pun kau sudah menjadi seorang penjudi sepertinya kau pun akan selalu menang," jawab Meng Xing-hun. Lu Xiang-chuan tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Tidak ada orang yang mau kalah, kecuali bila nasibnya tiba-tiba menjadi buruk." Meng Xing-hun menghela nafas dan berkata, "Sayangnya semua orang pasti akan mengalami nasib yang kurang mujur, mungkin ini adalah masalah seorang penjudi." "Karena itu, bila kita sedang mujur, kita harus mendapatkan keuntungan yang banyak. Bila sedang sial, kalah bukan berasal dari uang kita," kata. Lu Xiang-chuan. Lu Xiang-chuan berdiri dan menepuk-nepuk pundak Meng Xing-hun, dengan tertawa dia bertanya, "Kau masih menginginkan apa?" "Sekarang aku ingin sebuah tempat tidur," jawab Meng Xing-hun. "Laki-laki sepertimu pada saat memikirkan tempat tidur, pasti juga sedang memikirkan hal yang lain." "Apa itu?" "Perempuan." Dia membuka pintu dan setelah itu berkata, "Bila kau menginginkan seorang perempuan, bukalah pintu ini." Meng Xing-hun menggelengkan kepalanya. "Kau tidak perlu sungkan dan tidak perlu malu, ini adalah hal yang wajar seperti bila kau sedang lapar kemudian makan nasi." Meng Xing-hun menggelengkan kepalanya lagi. Lu Xiangchuan agak terkejut dan bertanya, "Apakah kau tidak suka perempuan?" "Aku suka perempuan, tapi aku lebih suka kalau perempuan itu adalah perempuanku," jawab Meng Xinghun. Mata Lu Xiang-chuan terlihat menyorot dengan tidak enak kemudian dia bertanya, "Apakah kau sudah memilikinya?" Meng Xing-hun mengangguk dan tersenyum. "Apakah kau setia kepadanya?" Meng Xing-hun mengangguk tegas. "Apakah dia pantas untukmu?" "Dalam hatiku di dunia ini tidak ada perempuan yang lebih baik dari dirinya." Sebenarnya Meng Xing-hun tidak ingin mengatakan halhal yang sangat pribadi. Namun kali ini dia sangat membanggakannya, biasanya laki-laki akan mengatakan hal seperti ini kepada teman-temannya. Seperti seorang perempuan tidak akan menyimpan bajunya di dalam lemari paling bawah dia akan memakai dan memamerkannya. Wajah Lu Xiang-chuan berubah seperti ada orang yang menusuk ke dalam hatinya. Apakah dia pernah dibohongi oleh seorang perempuan" Setelah agak lama dia baru berkata, "Di dunia ini jarang ada orang yang mau berkorban demi seorang perempuan, apalagi seorang penjudi yang begitu mempercayai perempuan, dia akan kalah" Tiba-tiba dia tertawa dan menepuk-nepuk pundak Meng Xing-hun, "Kali ini aku berharap kau tidak salah bertaruh." Di luar hampir terang. Ooo)dw(ooO BAB 10 Meng Xing-hun belum tidur, dia merasa senang sekaligus takut. Dia merasa Lao-bo bukan orang yang susah untuk didekati dan Lao-bo bukan orang yang pintar menurut perkiraan Meng Xing-hun. Lao-bo adalah orang bukan dewa yang tidak dapat dikalahkan. Seumur hidup Lao-bo yang dia banggakan adalah caranya bersahabat. Sekarang temannya sendiri yang mengkhianati Lao-bo. Meng Xing-hun merasa kasihan kepada Lao-bo. Lu Xiang-chuan pun orang yang aneh. Bila dilihat dari penampilan luar dia sangat kejam dan dingin, mempunyai banyak kesedihan dan rahasia yang tidak dapat dibicarakan kepada orang lain. Yang paling aneh dia menganggap Meng Xing-hun adalah temannya, dia tidak mengintrogasi Meng Xing-hun, malah membicarakan masalah pribadi dengannya. Hal ini malah membuat Meng Xing-hun merasa sedih. Dia tidak ingin mengkhianati orang yang menganggap dia sebagai teman namun sekarang dia harus melakukannya. Dia teringat kepada Xiao Tie hatinya menjadi hangat dan rasa bahagia menyelimuti dirinya. Apa yang sedang dilakukan Xiao Tie sekarang" Apakah sedang memeluk anaknya dan tidur, atau sedang merindukan dirinya" Teringat Xiao Tie hanya seorang diri, diam di sebuah rumah yang kecil dan kotor, dan sedang menunggu kepulangannya, merindukan dia, hati Meng Xing-hun merasa sakit dan risau. Meng Xing-hun bersumpah, bila tugasnya selesai dia akan segera pulang dan kembali ke sisi Xiao Tie. Dia pun bersumpah akan setia kepada Xiao Tie, tidak akan meninggalkan Xiao Tie demi perempuan lain. Meng Xing-hun teringat kata-kata Lu Xiang-chuan. Di dunia ini jarang ada perempuan yang bisa mengubah seorang laki-laki. Tapi Meng Xing-hun tidak beranggapan seperti itu, karena Lu Xiang-chuan tidak mengerti pribadi Xiao Tie, bila dia mengenal Xiao Tie, dia akan setuju dengan semua perbuatan Meng Xing-hun. Sayangnya Lu Xiang-chuan tidak akan pernah mengenal Xiao Tie. Meng Xing-hun menghela nafas dan hatinya sudah tenang, karena dia memiliki orang yang setia kepadanya dan Meng Xing-hun pun percaya Xiao Tie tidak akan mengkhianatinya. Bila seorang lelaki memiliki seorang perempuan yang begitu setia, ini adalah hal yang sangat baik. Tiba-tiba dari luar jendela terdengar suara yang sangat ringan. Meng Xing-hun langsung loncat seperti seekor kucing dan melihat ke luar jendela. Dia membuka jendela, di dalam kabut pagi ada seorang yang melambaikan tangan kepadanya, dia adalah Lu Mantian. Akhirnya Lu Man-tian muncul juga Meng Xing-hun memasuki taman bunga Chrysan dengan bertelanjang kaki berdiri di atas tanah yang kering, embun yang berada di atas bunga terasa dingin. Sorot mata Lu Man-tian tampak lebih dingin dari embun pagi. Lu Man-tian memelototi Meng Xing-hun dengan suara berat dia berkata, "Sekarang apa kau tahu siapa aku?" Meng Xing-hun mengangguk. "Siapa kau?" tanya Lu Man-tian. "Seharusnya kau tahu siapa aku," Tanggap Meng Xinghun. Lu Man-tian terus melihatnya, akhirnya berkata, "Mengapa kau baru datang sekarang" Seharusnya setengah bulan yang lalu kau sudah ada di sini." "Kalau aku datang lebih awal, aku pasti sudah ada di dalam peti. mati sekarang." Lu Man-tian tertawa, "Kau sangat hati-hati." "Aku bukan orang yang gegabah karena itu sekarang aku masih dapat hidup." "Seharusnya kau tidak perlu begitu hati-hati karena aku ada di sini, kau tidak perlu takut," kata Lu Man-tian. Wajah Lu Man-tian di dalam kabut seperti orang yang sudah mati, bila dia tertawa wajahnya tampak lebih jelek lagi. Dalam liati Meng Xing-hun tiba-tiba muncul kebencian yang amat sangat, dengan dingin dia berkata, "Kau adalah sahabat Lao-bo, aku tidak menyangka kau tega mengkhianatinya." Lu Man-tian tidak marah dengan ringan dia berkata, "Banyak hal yang tidak kau pahami. Ini adalah kehidupan. Bila seseorang ingin mencapai kedudukan yang lebih tinggi dia harus menginjak kepala orang supaya bisa naik." Meng Xing-hun berbicara, "Aku tidak mengerti dan tidak ingin mengerti." "Apakah Gao Lao-da belum memberitahu sesuatu kepadamu?" Meng Xing-hun menggelengkan kepalanya. Tanya Lu Man-tian lagi, "Apakah kau tahu kau datang ke sini dengan tujuan apa?" Meng Xing-hun mengangguk. "Baiklah, kapan kau akan mulai bekerja." "Begitu ada kesempatan." "Tidak akan ada kesempatan, Lao-bo selalu tidak memberi kesempatan, menunggu 10 tahun lagi pun belum tentu ada kesempatan." Lu Man-tian tertawa dan berkata lagi, "Kau harus bisa membuat keputusan." "Karena itu...." "Karena itu kau sama sekali tidak perlu menunggu, kau dapat membuat kesempatan kapan saja," Potong Lu Mantian. "Kapan aku mulai bergerak?" tanya Meng Xing-hun. "Hari ini, sore hari." Lu Man-tian membalikkan badannya pelan-pelan dan berkata, "Kadang-kadang kita harus bergerak dengan cepat, semakin cepat semakin baik, jangan memberinya kesempatan untuk bertahan." Sejak tadi Meng Xing-hun hanya mendengar. Kata Lu Man-tian lagi, "Lao-bo sangat menyukai bunga, setiap sore dia pasti akan jalan-jalan di taman bunga sambil melihat-lihat bunganya. Ini adalah kebiasaan yang dia lakukan selama berpuluh-puluh tahun dan tidak pernah berubah." "Apakah dia berjalan-jalan hanya seorang diri?" "Dia tidak mau ditemani, karena pada waktu sore dia gunakan untuk berpikir, banyak hal yang penting yang dia putuskan pada saat berjalan-jalan." "Mungkin di dalam taman bunga banyak perangkap." Lu Man-tian mengangguk dan tiba-tiba dia berhenti di sebuah pohon bunga chrysan, tiap hari Lao-bo pasti berhenti di sini. "Apakah di sini ada perangkap?" tanya Meng Xing-hun. "Ada, tapi aku bisa membuat perangkap ini tidak berfungsi." Tiba-tiba dia jongkok dan mencabut sebuah pohon bunga Chrysan. Karena pohon itu masih hidup, bila dicabut akarnya pun akan ikut tercabut. Di bawah pohon Chrysan terdapat sebuah lubang. "Turun dan lihatlah," kata Lu Man-tian. "Tidak perlu." "Baiklah, hari ini di sore hari kau bisa bersembunyi di sini dan jangan lupa membawa senjatamu." Tiba-tiba dia bertanya lagi, "Kau memakai senjata apa?" "Tergantung," jawab Meng Xing-hun. "Bila keadaannya seperti ini, bagaimana?" tanya Lu Man-tian. "Aku memakai senjata rahasia." "Senjata macam apa?" "Senjata yang cepat dan tepat." Dia merasa puas dan berkata lagi, "Baiklah, biasanya Lao-bo melihat bunga dengan teliti, karena ini wilayahnya, dia tidak akan menyangka akan ada orang yang mau membunuhnya." Tanya Meng Xing-hun, "Berapa persen kesempatan untuk membunuh?" Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "70%, kecuali...." Meng Xing-hun memotong kata-katanya, "70% sudah cukup, biasanya 50% saja aku sudah bisa membunuh." "Dengar-dengar kau belum pernah gagal," kata Lu Mantian. Dengan tersenyum Meng Xing-hun berkata, "Masalahnya bukan terletak pada berapa persen kesempatan itu datang melainkan apakah kau dapat memanfaatkan kesempatan itu." Dengan tersenyum Lu Man-tian berkata, "Kelihatannya aku tidak salah mencari orang." "Benar." "Apakah kau masih ada pertanyaan yang lain?" "Kapan aku harus ke sini" Apakah akan ada orang yang tahu kalau aku ke sini?" tanya Meng Xing-hun. "Pertanyaan yang bagus!" Lu Man-tian menanam kembali pohon itu baru dia berkata, "Di sini waktu makan malam lebih awal, pada waktu makan biasanya ditandai dengan suara lonceng, waktu itu walaupun kau berada di mana pun kau harus segera datang ke sini." "Segera?" "Benar, segera. Hanya pada saat itulah aku dapat menjamin tidak akan ada orang yang melihatmu." Dan dia melanjutkan lagi, "Bila kau salah melangkah, kau akan mati." Meng Xing-hun membersihkan kakinya yang penuh tanah dia kembali ke tempat tidurnya. Sekarang persiapannya sudah matang, hanya menunggu waktu yang tepat. Seperti menggambar seekor liong yang hampir selesai tinggal menggambar titik matanya saja. Semua berjalan dengan lancar. Tidak seperti yang disangkanya pada waktu awal, seharusnya dia merasa puas. Namun dia tidak tahu mengapa dia masih merasa ada kesalahan yang tidak nampak" Dia sendiri pun tidak mengerti. Rencananya begitu sempurna, sedikit dipermudah karena dibantu oleh orang lain. Biasanya Meng Xing-hun selalu menyusun rencananya sendiri. Meng Xing-hun tidak mau nasibnya bergantung kepada orang lain, sekarang ini pun dia tidak terlalu percaya kepada Lu Man-tian. Lu Man-tian adalah dalang pembunuhan ini. Dia ingin membunuh Lao-bo dan juga dia. Tidak ada alasan mencurigai Lu Man-tian karena Meng Xing-hun yakin Lu Man-tian tidak akan mengkhianati dia. Meng Xing-hun berusaha membuat hatinya tenang. Dia tidak mempunyai kegiatan lain, hanya menunggu sore tiba. Siang hari. Bila Lao-bo sedang makan siang, biasanya dia senang mengobrol, dia menganggap dengan mengobrol bisa mengumpulkan banyak informasi. Orang yang bisa bercakap-cakap dengan Lao-bo adalah teman yang dapat dipercaya dan juga teman dekatnya. Namun hari ini Lao-bo tidak seperti itu. Karena Meng Xing-hun diundang makan siang bersama Lao-bo. Dengan tersenyum Lao-bo berkata, "Biasanya anak muda senang makan daging, bisa menambah tenaga, bila 2 hari tidak makan daging aku akan merasa lesu." Meng Xing-hun tidak sungkan lagi, dia mulai makan daging itu, dengan tertawa Lao-bo berkata, "Dulu kau sering berlayar, apakah makanannya enak?" "Lumayan." "Kokinya pasti berasal dari bagian selatan, apakah benar?" "Koki di kapal kami ada 3 orang, hanya ada satu orang yang berasal dari selatan, yang lain adalah orang utara, karena itu makanan kami ada yang berasal dari utara dan selatan." Wajah Meng Xing-hun tetap tenang, namun hatinya mulai takut. Meng Xing-hun yakin dalam waktu setengah hari Lao-bo sudah tahu siapa itu Qing Xiong-tian. Kalau bukan karena catatan dari Gao Lao-da yang sempurna, Meng Xing-hun pasti sudah kalang kabut. Pertanyaan Lao-bo sangat biasa namun bila Meng Xinghun tidak menjawab dengan hati-hati, makan siang ini tidak akan selesai dimakannya. Untung saja jawaban Meng Xing-hun tidak ada yang salah. Makan siang seperti ini tidak nyaman untuk Meng Xing-hun, dia pun tidak tahu sejak tadi dia sudah makan sayur apa saja. Dia hanya merasa celananya sudah basah oleh keringat dingin yang terus menerus keluar. Lu Xiang-chuan yang duduk di sisinya tidak banyak bicara, begitu selesai makan dia langsung keluar menuju taman bunga Chrysan, dia baru berkata dan tersenyum, "Tadi Lao-bo menyuruhku untuk membawamu berkeliling melihat-lihat taman bunganya, apakah kau mengerti maksudnya?" Meng Xing-hun menggelengkan kepalanya, sekarang dia berpura-pura menjadi orang bodoh. Kata Lu Xiang-chuan lagi, "Maksud Lao-bo adalah kau sudah hampir menjadi orang kami, artinya kau hampir diterima menjadi anak buah Lao-bo." "Hampir menjadi anak buah Lao-bo?" "Ya, hampir." "Mengapa hampir" Apakah ada yang kurang?" "Yang kurang adalah kau belum pernah membunuh seseorang demi dia." Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata lagi, "Kau tidak perlu tergesa-gesa, kesempatan akan datang dengan sendirinya." Meng Xing-hun pun ikut tertawa dan berkata, "Kesempatan apa" Membunuh orang" Atau dibunuh?" Lu Xiang-chuan diam dengan lama baru dia berkata, "Bila kita tidak membunuh pasti akan dibunuh. Ada orang yang mengira dia tidak akan mati, dia baru sadar pada saat dia hampir dibunuh dan kesempatan membunuh pun seperti itu." "Apakah kau juga tidak menyangka bahwa Sun Jian akan terbunuh?" Wajah Lu Xiang-chuan langsung berubah dan bertanya, "Apakah kau kenal dengannya?" "Terbunuhnya Sun Jian sudah bukan rahasia di dunia persilatan." Lu Xiang-chuan tertawa kecut, "Benar, ini adalah kemenangan Wan Peng-wang, mereka menjebaknya." Meng Xing-hun bertanya lagi, "Yi-qian-long mengkhianati Lao-bo juga sudah bukan rahasia lagi." Lu Xiang-chuan terdiam lama kemudian dengan dingin dia berkata, "Dia bukan pengkhianat." "Apakah itu benar?" Lu Xiang-chuan dengan dingin berkata, "Dia belum pantas disebut pengkhianat karena menjadi seorang pengkhianat harus berani namun dia adalah seorang pengecut." "Mengapa dia disebut pengecut?" tanya Meng Xing-hun. "Sebenarnya dia adalah teman baik Lao-bo tapi pada saat dia tahu Lao-bo dalam bahaya, dia langsung melarikan diri dan dia membawa semua harta benda Lao-bo." "Mengapa kalian tidak mencarinya?" "Kami sudah mencarinya namun tidak pernah menemukannya, katanya dia sudah ada di suatu pulau di negeri Jepang karena istrinya adalah orang Jepang." ooo)dw(ooo BAB 11 "Kalau begitu Lao-bo tidak mempunyai musuh," kata Meng Xing-hun. Dengan ringan Lu Xiang-chuan berkata, "Apakah kau merasa taruhannya tidak tepat?" Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Teman juga diperhitungkan apakah banyak atau sedikit, yang harus diperhitungkan adalah apakah dia adalah teman yang sesungguhnya." Meng Xing-hun memandang ke tempat yang jauh kemudian berkata, "Teman itu kadang -kadang harus kurang dari satu atau lebih dari satu." Meng Xing-hun melihat Lu Man-tian yang sedang berjalan di. jembatan kecil. Lu Xiang-chuan tidak melihatnya. Sekarang sudah lewat tengah liari dan sore akan segera tiba. Awan hitam menutup langit, liari mulai gelap. Angin mulai berhembus dingin. Seseorang mengenakan baju hijau sedang melewati jembatan, di ujung jembatan adalah menuju kebun bambu. Jendela terbuka dan Lu Man-tian duduk di depan jendela, dia sedang memegang kuas tapi dia tidak menulis, hanya termenung sambil menatap ke luar jendela. Seseorang yang memakai baju abu masuk ke dalam kamar Lu Man-tian dan jendela segera ditutupnya. Begitu jendela ditutup, si baju abu baru mengangkat kepalanya, terlihat wajahnya yang biasa. Hanya wajah yang biasa-biasa saja, orang-orang tidak akan menyangka bahwa dia adalah seorang pengkhianat. Karena itu tidak ada yang tahu bahwa Feng Hao adalah seorang pengkhianat, Lu Man-tian berkata kepada Feng Hao, "Semua rencana sudah diatur, dia sudah putus asa. Sore ini akan mulai bergerak." Wajah Feng Hao terlihat sangat puas namun dia masih bertanya, "Apakah dia akan mengubah keputusannya?" "Tidak mungkin karena perintah Gao Lao-da belum pernah dibantah olehnya, apalagi...." Feng Hao tertawa dengan kejam dan berkata, "Dia tidak begitu pandai kelihatannya." Feng Hao tertawa dan berkata lagi, "Pada dasarnya rencana ini dia tidak tahu, siapa pun tidak akan ada yang tahu." Hari sudah sore. Udara sangat dingin tapi taman bunga Chrysan tetap tenang seperti biasanya. Meng Xing-hun dan Lu Xiang-chuan bersiap-siap untuk pulang. Sejak tadi mereka terus berjalan berkeliling, hampir semua sudut taman sudah dijelajahi. Sekarang Meng Xinghun merasa dia tidak melihat sesuatu yang istimewa di taman bunga itu. Yang dilihatnya hanya bunga dan pohon, dia sudah menyelidiki kalau-kalau ada hal yang terlewat dari pandangan matanya dan taman bunga itu seperti tamantaman yang lain, biasa-biasa saja. Yang Meng Xing-hun tidak tahu adalah di tempat itu ada berapa orang tinggal, dan perangkapnya di pasang di mana saja" Kapan mereka bergantian menjaga rumah Lao-bo" Kekuatan Lao-bo sudah sampai sejauh mana" Hanya kata-kata Lu Man-tian yang dia ingat: 'Lao-bo tidak akan memberi kesempatan kepada orang lain untuk membunuhnya.' Bila bukan Lu Man-tian yang mengkhianati Lao-bo, Meng Xing-hun pun tidak mempunyai kesempatan untuk membunuh Lao-bo. Tidak ada yang mengetahui bagaimana pola pikir Lao-bo dan tidak ada yang tahu sampai di mana kekuatan Lao-bo yang sesungguhnya. Meng Xing-hun berpikir, 'apakah bila dia sudah menjadi teman Lao-bo hatinya akan lebih senang'" Lao-bo adalah sosok yang sangat menakutkan tapi dia tidak menyebalkan. Kadang-kadang bisa dikatakan sangat lucu, di dunia masih banyak orang yang lebih jahat dari Lao-bo. Dan Lu Man-tian adalah salah satunya, orang seperti ini harus dibunuh. Meng Xing-hun merasa bila dia disuruh untuk membunuh Lu Man-tian, dengan senang hati dia akan melakukannya dan hatinya pun akan lebih tenang. Di dalam taman bunga sangat sepi, tidak ada orang maupun suara. Apakah Lao-bo tahu akan ada orang yang membunuhnya" Sebenarnya Meng Xing-hun tidak ingin membunuh Laobo, dia dan Lao-bo sama sekali tidak ada permusuhan dan juga kebencian. Biasanya bila ingin membunuh seseorang alasannya adalah benci kepada orang itu atau sangat marah. Hati Meng Xing-hun sudah tenang begitu pula dengan wajahnya. Tiba-tiba Lao-bo tertawa dan berkata, "Kau belum tahu mengenai hal ini tapi bila sudah bertahun-tahun kau akan bisa mendengar dan merasakan bila ada seseorang yang akan membunuhmu." Lao-bo melanjutkan, "Bila mendengar sesuatu harus menggunakan telinga dan juga pengalaman. Pengalaman berasal dari saat kita menghadapi bahaya dan kesedihan. Dan itu adalah pengalaman yang sangat berharga. Pengalaman membuat orang menjadi lebih pintar dan hidupnya lebih panjang." Meng Xing-hun menatap wajah Lao-bo yang penuh dengan guratan pengalaman dan kesedihan. Meng Xing-hun diam-diam menghormati Lao-bo, dengan tulus dia berkata, "Kata-kata Anda tadi, akan kuingat selalu." Tawa Lao-bo sangat hangat, dengan tersenyum dia berkata, "Aku selalu menganggap Lu Xiang-chuan sebagai anakku sendiri. Sekarang aku pun berharap demikian kepadamu." Meng Xing-hun menundukkan kepalanya, dia tidak berani menatap wajah Lao-bo. Meng Xing-hun merasa Lao-bo sudah berdiri di hadapannya seperti seorang raksasa dan dia adalah orang kerdil. Dia pun merasa bahwa dia adalah orang yang sangat licik. Saat itu Lu Xiang-chuan sudah kembali dan ada orang yang memakai baju abu-abu berdiri di belakangnya, orang Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo itu menggendong kotak obat dan tangannya memegang sebuah lonceng. Tiba-tiba tubuh Meng Xing-hun menjadi kaku. Dia tidak menyangka si penjual obat itu adalah Ye Xiang. Sudah lama tidak melihat Ye Xiang yang begitu bersemangat. Dia terlihat bersemangat dan tenang, sewaktu melihat Meng Xing-hun, dia tidak melihat dengan sembunyi-sembunyi dan wajahnya tidak menampakkan ekspresi apa pun. Ye Xiang seperti tidak mengenali Meng Xing-hun. Setelah lama Meng Xing-hun baru dapat tenang kembali, pertama kalinya dia merasa dirinya lebih bodoh dari Ye Xiang. Dan dia tidak tahu maksud Ye Xiang datang ke sini. Sepertinya Lao-bo pun tidak tahu, dengan tersenyum Lao-bo bertanya, "Kau datang tepat pada waktunya, karena kami saat ini membutuhkan seorang tabib." Dengan tertawa Ye Xiang bertanya, "Apakah di sini ada yang sakit?" "Tidak ada, hanya ada orang yang terluka dan mati." "Orang yang mati" Aku tidak bisa menolong orang mati." "Kalau orang yang terluka, kau punya obatnya bukan?" tanya Lao-bo. "Aku tidak mempunyai obat itu juga." "Jadi kau bisa mengobati penyakit apa saja?" "Aku tidak dapat mengobati semua penyakit." "Kalau begitu, kau menjual obat apa?" "Aku pun tidak menjual obat, di dalam kotak obat ini hanya ada sebilah golok dan sebuah guci arak." Wajah Ye Xiang sama sekali tidak ada ekspresi, dengan ringan dia melanjutkan kembali, "Aku tidak dapat mengobati orang sakit hanya bisa meminta nyawa orang." Begitu kalimat ini diucapkan dan mulut Ye Xiang, hati Meng Xing-hun hampir meloncat keluar. Lao-bo malah tertawa dan berkata, "Kau kemari untuk membunuh orang. Baiklah, di sini banyak orang, kau ingin membunuh yang mana?" "Bila aku ke sini untuk membunuh, orang, orang yang akan kubunuh adalah kau, namun sekarang ini aku tidak ingin membunuhmu " "Oh?" Kata Ye Xiang lagi, "Aku belum pernah memilih orang sebelum membunuh syaratnya kalau cocok, siapa pun akan kubunuh kecuali kau." "Mengapa?" tanya Lao-bo. Wajah Lao-bo seperti tertawa, sepertinya dia tertarik dengan kata-kata Ye Xiang. "Aku tidak mau membunuhmu karena aku tahu aku tidak akan sanggup membunuhmu." Dengan tertawa Ye Xiang berkata lagi, "Di dunia ini, bila masih ingin hidup dia tidak akan mau membunuhmu. Orang yang ingin membunuhmu adalah orang gila. Sedangkan aku bukan orang gila." Lao-bo tertawa terbahak-bahak, "Kau bukan orang gila, tapi kau terlalu tinggi menilaiku." "Karena aku ingin selamat," kata Ye Xiang. "Orang hidup mungkin akan dibunuh, dan aku masih hidup." "Kaupun akan dibunuh orang hanya saja waktunya belum tiba." "Kapan?" tanya Lao-bo. "Bila kau sudah tua." "Apakah sekarang aku sudah tua?" "Sekarang kau belum tua, masih lincah dan masih teguh memegang prinsip, tidak seperti orang tua yang lain yang memiliki pikiran sempit." Dengan dingin Ye Xiang berkata lagi, "Tapi aku yakin suatu hari nanti juga akan mati, begitu juga dengan semua orang." Lao-bo tertawa lagi tapi sorot matanya sudah berubah dan dia berkata, "Kau datang kemari bukan untuk membunuh lalu kau ke sini untuk apa?" "Apakah aku harus mengatakan yang sebenarnya." Dengan tersenyum Lao-bo berkata, "Kau jangan berbohong walau hanya satu kata." Akhirnya Ye Xiang mengaku, "Aku kemari untuk mencari putrimu." Tiba-tiba wajah Lao-bo berubah, dengan sinis dia berkata, "Aku tidak mempunyai anak perempuan." "Kalau begitu aku mencari orang lain yang bernama Sun Tie." "Aku tidak mengenalnya." "Aku tahu kau tidak akan mengakui dia sebagai putrimu karena aku ke sini untuk membawanya pergi," kata Ye Xiang lagi. "Membawa dia pergi?" tanya Lao-bo heran. "Kau tidak menginginkannya, tapi aku masih mau." "Kemana kau akan membawanya?" tanya Lao-bo galak. "Kau sudah membuang dia, biar aku saja yang membawanya pergi ke tempat yang dia inginkan." Mata Lao-bo menyorot tajam dan tampak lebih merah, rambutnya pun sudah berdiri sehelai demi sehelai. Tapi Lao-bo masih mencoba menahan diri, dia terus melihat Ye Xiang dan bertanya lagi, "Sepertinya aku kenal denganmu." "Memang kau pernah bertemu denganku," kata Ye Xiang. "Beberapa tahun yang lalu aku pernah bertemu denganmu dan...." Ye Xiang memotong kata-katanya, "Dan menyuruh Han Tang mengusirku, mengusirku ke tempat yang aku sendiri pun tidak tahu ke tempat mana." "Kau tidak mati?" Ye Xiang hanya tertawa, sebelum sempat dijawab Laobo sudah berdiri di hadapannya, menarik baju dan mengangkat tubuh Ye Xiang. Dengan nada galak Lao-bo bertanya, "Apakah anak Xiao Tie adalah anakmu?" Ye Xiang tidak menjawab. "Bicara! Ayo bicara!" kata Lao-bo dengan sangat marah. Lao-bo mengguncang-guncangkan tubuh Ye Xiang, sepertinya tulang-tulang tubuh Ye Xiang hampir lepas semua. Wajah Ye Xiang tidak berubah sedikit pun, dengan ringan dia berkata, "Kalau kau terus menarik bajuku, aku tidak dapat bicara." Mata Lao-bo terus melihat Ye Xiang, bola matanya seperti akan keluar, urat nadi di dahinya pun sudah bertonjolan. Lu Xiang-chuan sangat terkejut dia belmu pernah melihat Lao-bo begitu murka dan belum pernah melihat Lao-bo tidak dapat menahan emosinya. Meng Xing-hun sangat terkejut, mendengar nama Sun Tie, dia lebih terkejut lagi. Mimpi pun dia tidak menyangka orang yang akan dibunuhnya adalah ayali dari kekasihnya. Sekarang dia sudah tahu apa tujuan Ye Xiang ke sini, tidak lain adalah memberitahu hal ini, jangan membuat kesalahan yang akan membuat kau menyesal seumur hidupmu. Demi Meng Xing-hun dan Sun Tie, Ye Xiang rela mengorbankan segalanya, termasuk nyawanya. Sekarang Meng Xing-hun beru mengerti orang yang dicintai oleh Ye Xiang adalah Sun Tie, demi Xiao Tie dia rela mati. "Mengapa" Mengapa?" "Apakah ayali anak Xiao Tie adalah Ye Xiang?" Meng Xing-hun merasa bumi dan langit berputar sangat kencang, semua hancur di depan matanya. Dia pun merasa sudah hancur, tidak sanggup menahan beban yang begitu berat, dia yakin sebentar lagi dia akan roboh. Lao-bo tampak gemetaran dan masih berdiri di hadapan Ye Xiang, seluruh tubuhnya gemetaran. Akhirnya dengan suara gemetaran Lao-bo bertanya, "Baiklah! Sekarang katakan siapa ayah anak itu, apakah kau?" "Bukan," jawab Ye Xiang. Ye Xiang menghela nafas dan berkata, "Tapi aku berharap aku adalah ayah anak itu, demi Xiao Tie aku rela berkorban untuk menjadi ayah anak itu." "Binatang! Anak haram itu...." Lao-bo berteriak. Ye Xiang memotong, "Mengapa kau harus membenci anak itu" Anak itu tidak bersalah dia tidak mempunyai ayah, itu sudah cukup menyedihkan baginya. Seharusnya kau yang jadi kakek harus lebih sayang kepadanya." "Siapa kakeknya?" tanya Lao-bo. "Kau adalah kakeknya." Ye Xiang pun menaikkan nadanya dan berkata lagi, "Mau tidak mau kau harus mengakuinya, anak itu adalah darah dagingmu juga." Kata-kata Ye Xiang belum selesai dan Lao-bo sudah mengayunkan tangannya ke wajah Ye Xiang. Ye Xiang tidak mengelak karena dia tahu dia tidak akan bisa mengelak, pukulan Lao-bo seperti petir dan juga seperti seekor ular, lebih cepat dari petir dan lebih ganas dari ular. Ye Xiang tidak dapat melihat arah kepalan tangan Laobo, dia hanya tahu di depan wajahnya sudah menjadi gelap, bumi dan langit sepertinya terbelah menjadi dua. Dia belum pingsan, kepalan tangan Lao-bo sudah mendarat di perutnya. Sekarang rasa sakit malah membuatnya sadar, dia membungkukkan tubuh dan muntah. Darah bercampur dengan air empedu yang palit, semua keluar dari mulutnya. Dia hanya merasa mulutnya pahit, asam, dan amis. Perasaan Meng Xing-hun hancur berantakan. Dia tidak bisa bertahan dan sudah tidak tahan lagi. Hampir saja dia membantu Ye Xiang. Tapi Meng Xing-hun bisa menahan diri, bila tidak dia juga akan mati. Ye Xiang sudah mengorbankan nyawanya untuk dia, apakah semua ini tidak berharga" Dia mati pun tidak bisa menutup mata begitu saja. Meng Xing-hun tidak tega membiarkan Ye Xiang diperlakukan seperti itu. Ye Xiang masih terus muntah. Kepalan tangan Lao-bo seperti hukuman yang paling kejam membuat Ye Xiang merasa kesakitan. Lao-bo melihat Ye Xiang, kemarahannya sudah dilampiaskan dan Lao-bo sudah tenang kembali, dia hanya terlihat sedikit kelelahan. Tiba-tiba Ye Xiang yang sedang muntah meloncat. Seuntai lonceng yang dipegangnya memuntahkan puluhan bintang terang, titik-titik terang ini lebih cepat gerakannya dari terang bintang meteor. Tangan kanannya memegang pedang pendek, tubuhnya seperti sudah menyatu dengan pedang. Kilauan pedang terus melayang dalam muntahan bintang-bintang yang terang. Cahaya titik-titik itu dan kilau pedang menutupi jalan Lao-bo untuk maju bahkan mundur. Serangan yang mendadak dan sangat dahsyat tidak ada yang bisa bertalian atau mengelak. Meng Xing-hun tahu Ye Xiang adalah seorang pembunuh yang sangat menakutkan, tapi Meng Xing-hun belum pernah melihat aksi Ye Xiang dengan mata kepalanya sendiri. Dan sekarang dia benar-benar sudah menyaksikan. Dulu dia sempat sangsi apakah benar Ye Xiang sudah membunuh banyak orang. Sekarang Meng Xing-hun percaya. Pukulan Ye Xiang sangat tepat waktunya dan membuat orang lain tidak percaya. Kesempatan yang diperoleh dan tidak direncanakan adalah waktu yang tepat. Hanya sekali serangan tidak memberi kesempatan kepada musuh untuk mundur. Kejam, tepat, dan cepat. Ini adalah syarat untuk bisa membunuh orang, dan ini adalah bagian yang paling penting. Tiga syarat ditambah satu artinya adalah 'mati'. Orang yang pernah bertemu dengan Ye Xiang dalam waktu dekat ini tidak akan percaya bahwa dia masih bisa menyerang seperti itu. Sepertinya dia sudah, kembali menjadi Ye Xiang yang dulu. Persahabatannya dengan Meng Xing-hun dan rasa cintanya kepada Sun Ti yang membuatnya seperti itu. Ini adalah serangan terakhir. Tidak ada yang bisa mengelak. Tidak ada yang bisa mengelak kecuali Lao-bo. Pedang pendek sudah terbang, saat jatuh pedang itu sudah terbelah menjadi dua. Tubuh Ye Xiang masih terbang, tangan kanannya sudah putus. Lao-bo masih berdiri di sana seperti seorang dewa. Walaupun dia sudah mengelak dari titik-titik bintang itu tapi Meng Xing-hun melihat banyak titik-titik bintang mengenai dada Lao-bo, paling sedikit ada empat hingga lima titik. Meng Xing-hun melihatnya dengan jelas. Meng Xing-hun tahu bagaimana dahsyatnya senjata rahasia ini karena senjata itu yang disiapkannya untuk membunuh Lao-bo. Siapa pun yang sudah terkena senjata itu, dia akan segera roboh dan meninggal. Tapi Lao-bo tidak roboh dan juga tidak mati. Senjata rahasia sudah mengenai tubuh Lao-bo, titik-titik itu seperti mengenai besi, terdengar suara 'TING', itu suara senjata rahasia yang terjatuh. Lao-bo adalah seorang raksasa dan seorang yang sangat hebat. Namun, bagaimana pun dia bukan orang yang terbuat dari besi. Akhirnya Meng Xing-hun tahu di bawah baju Lao-bo yang kumuh ada selapis baju yang tidak biasa. Meng Xinghun tidak tahu apakah baju itu terbuat dari sutra namun dia tahu baju itu bisa menahan senjata rahasia. Bila Meng Xing-hun memakai senjata ini untuk Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo membunuh Lao-bo, tidak akan berhasil mungkin dia yang akan mati. Hal ini sudah membuatnya mengerti. Pengertian ini datangnya bukan dari pengalaman melainkan dari pengorbanan nyawa Ye Xiang. Ye Xiang berusaha untuk berdiri tapi dia terjatuh lagi. Dia berada di dalam posisi telungkup seperti seekor anjing. Tiba-tiba dia tertawa terbahak-bahak, "Aku tidak salah, benar-benar tidak salah." Tawanya seperti orang gila dan dengan sedih dia berkata, "Aku benar-benar tidak sanggup membunuhmu, tidak akan ada, orang yang sanggup membunuhmu." "Banyak orang yang bisa membunuhmu," kata Lao-bo. Setelah mengatakan kalimat ini, Lao-bo membalikkan tubuh dan pergi. Dia tidak melihat Ye Xiang tapi melihat Lu Xiangchuan. Lu Xiang-chuan sudah mengerti maksud Lao-bo. Lao-bo ingin orang ini mati tapi dia tidak ingin membunuh orang yang sudah terluka parah. Bila Lao-bo tidak ingin melakukannya, Lu Xiang-chuan yang harus melakukannya. Dengan dingin Lu Xiang-chuan memandang Ye Xiang yang masih berusaha berdiri, Lu Xiang-chuan bertanya kepada Meng Xing-hun, "Mana golokmu?" "Aku tidak mempunyai golok," jawab Meng Xing-hun. "Apakah kau membunuh orang tidak menggunakan golok?" "Aku memakainya tapi aku menggunakan golok orang lain, semua senjata aku mahir menggunakannya," jawab Meng Xing-hun. Meng Xing-hun sudah mulai tenang dan bisa menjawab pertanyaan Lu Xiang-chuan. Lu Xiang-chuan melihat Meng Xing-hun dengan puas, tiba-tiba dia mengambil pedang pendek milik Ye Xiang dan bertanya, "Apakah kau bisa menggunakan pedang ini untuk membunuh orang?" "Bisa." Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Kau belum pernah membunuh orang demi Lao-bo dan ini adalah kesempatan yang baik." Tawa Lu Xiang-chuan mulai aneh, dengan pelan dia berkata lagi, "Pernah kukatakan, kau tidak perlu tergesagesa kesempatan akan datang dengan sendirinya. Apakah kau percaya pada kata-kataku?" Meng Xing-hun sama sekali tidak mendengar kata-kata Lu Xiang-chuan. Pedang sudah pendek, sekarang pedang sudah terbelah menjadi dua, bentuknya jelek dan tidak pantas. Meng Xing-hun menerima pedang itu dari tangan Lu Xiang-chuan dan berjalan menghampiri Ye Xiang. Meng Xing-hun tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Di telinganya dia hanya mendengar suara 'WENG'. Bumi dan langit sedang berputar, apa pun tidak dapat dia dengar dan apa pun tidak dapat dilihat lagi. Namun dia tahu maksud Ye Xiang, berpura-pura tidak tahu dapat dia lakukan. Untuk kesempatan seperti ini Ye Xiang sudah lama mempersiapkan dirinya, dia pun sudah lama menunggu datangnya kesempatan ini. Dia sudah siap untuk tidak pulang bila sudah datang ke sini. Hidupnya pun sudah tidak berarti lagi. Ye Xiang berharap Meng Xing-hun dapat bertahan hidup demi dirinya. Ye Xiang menganggap Meng Xing-hun adalah bayangannya, dia menyerahkan cinta dan hidupnya di tangan Meng Xing-hun. Meng Xing-hun adalah penerus hidup Ye Xiang jarang ada orang yang dapat mengerti perasaan seperti ini. Tapi Meng Xing-hun mengerti, dia tahu Ye Xiang rela mati di tangannya, tapi Meng Xing-hun tidak tega dan tidak sanggup. Dia mati pun tidak tega melakukannya. Pegangan pedang diikat dengan kain sutra, dan pegangan itu sudah basah karena tangan Meng Xing-hun terus mengeluarkan keringat dingin. Meng Xing-hun melempar pedang itu dan berkata, "Aku tidak mau membunuh orang ini." Lu Xiang-chuan terus melihat Meng Xing-hun dan bertanya, "Apakah dia adalah temanmu?" "Aku bisa membunuh teman, tapi tidak membunuh orang yang sudah terluka parah." "Apakah demi Lao-bo pun kau tidak sanggup?" Lu Xiang-chuan terus menatap Meng Xing-hun, dia tidak marah atau kaget, tidak ada ancaman atau pun paksaan. Lu Xiang-chuan tidak bicara separah kata pun, dia membiarkan Meng Xing-hun beranjak dari sisinya. Meng Xing-hunpun tidak membalikkan badannya. Tidak jauh dia berjalan, dia mendengar suara Ye Xiang yang dibunuh. Meng Xing-hun tidak membalikkan tubuh juga tidak meneteskan air mata. Air mata Meng Xing-hun baru keluar setelah malam larut dan di sekelilingnya tidak ada orang. "Xiao Tie adalah putrinya Lao-bo." "Kau tidak sanggup membunuh Lao-bo." Ye Xiang mengorbankan nyawanya, hanya ingin memberitahu dua hal itu kepada Meng Xing-hun. Dan hal itu tidak dapat dilakukan oleh Ye Xiang. "Apakah aku sanggup?" Meng Xing-hun bersumpah dia harus bisa. Dia berhutang banyak kepada Gao Lao-da, namun dia akan memakai cara lain untuk membalasnya. Tugas membunuh Lao-bo harus dilepaskan, sekarang dia harus segera meninggalkan tempat ini. Apakah dia bisa pergi" Di luar taman banyak kuburan, di dalam kuburan itu adalah teman-teman Lao-bo. "Siapa pun yang sudah masuk dalam perkumpulan kami tidak akan bisa keluar dari perkumpulan ini, hidup atau mati sama saja." "Bila mati, kau harus mati di sini." "Meski hidup atau mati, Lao-bo akan mengurusmu dengan baik." Kata-kata ini diucapkan oleh Lu Xiang-chuan kepada Meng Xing-hun sewaktu mereka melewati kuburan. Sewaktu Lu Xiang-chuan mengatakan hal itu, hatinya merasa tidak enak. Meng Xing-hun tidak tahu apakah maksud Lu Xiangchuan adalah untuk memperingatinya atau pada waktu itu hatinya sedang tidak enak. Meng Xing-hun merasa sikap Lu Xiang-chuan kepadanya sangat aneh, apalagi tadi, sepertinya dia sudah tahu hubungan antara dia dan Ye Xiang, dan sepertinya dia pun tahu rahasia Meng Xing-hun. Lu Xiang-chuan tidak memaksa Meng Xing-hun melakukan sesuatu yang tidak ingin dilakukan. "Mungkin Lu Xiang-chuan akan melepaskanku, tapi bagaimana dengan Lu Man-tian?" Begitu pikiran Meng Xing-hun mulai tenang, banyak hal yang bisa dipikirkan. "Ye Xiang saja tahu Lao-bo tidak akan bisa mati tapi mengapa Lu Man-tian tidak tahu?" Hubungan Lu Man-tian dengan Lao-bo sangat erat, mereka saling mengerti lebih dari siapa pun. "Dia sudah tahu aku tidak sanggup membunuh Lao-bo tapi masih menyuruhku melakukannya." Air mata Meng Xing-hun sudah mengering, telapak tangannya penuh dengan keringat dingin, tiba-tiba Meng Xing-hun mengetahui rencana Lu Man-tian. Lu Man-tian lebih jahat dari yang disangkanya. Yang paling penting adalah Lu Man-tian bukan menyuruhnya membunuh Lao-bo melainkan menjadikan Meng Xing-hun sebagai tangga dan Lu Man-tian menginjak tangga ini untuk sampai ke posisi yang lebih tinggi. Meng Xing-hun menghapus sisa air matanya, lalu duduk dan menunggu. Dia menunggu Lu Man-tian. Dia mengetahui bahwa Lu Man-tian tidak akan membiarkan dia pergi, pasti dia akan datang ke sini untuk mencarinya. Lu Man-tian datang lebih awal dari perkiraannya. Lu Xiang-chuan belum pulang dan di rumah itu tidak ada siapa pun. Begitu Lu Man-tian membuka pintu, Meng Xing-hun sudah mendengar suaranya. Langkahnya sangat berat dan pelan, seperti pulang ke rumahnya sendiri dan dia sangat percaya diri. Terlihat dia sangat tenang, siapa pun tidak akan tahu bahwa dia adalah seorang pengkhianat. Siapa pun yang mengkhianati Lao-bo, hatinya tidak akan tenang tapi Lu Man-tian adalah pengecualian. Wajahnya selalu tersenyum, seperti menganggap orang lain itu bodoh dan idiot. Meng Xing-hun menahan amarahnya dengan dingin dia bertanya, "Mau apa kau ke sini?" Dengan tersenyum Lu Man-tian balik bertanya, "Aku ke sini hanya melihat apakah kau sudah siap, karena waktunya sudah tiba." "Aku belum siap," jawab Meng Xing-hun. Lu Man-tian mengerutkan dahi dan berkata, "Mengapa belum siap" Walaupun kau sudah berpengalaman tetap harus ada persiapan." "Aku belum siap untuk membunuh orang." Dengan marah Lu Man-tian berkata, "Kau tetap harus membunuh dia." Meng Xing-hun tertawa dingin dan berkata, "Bila aku harus membunuh, orang yang kubunuh bukan Lao-bo tapi kau." Lu Man-tian sangat terkejut dan bertanya, "Mengapa aku?" "Karena aku tidak suka kepalaku diinjak-injak orang dan aku tidak mau menjadi tanggamu." "Tangga" Apa maksudmu dengan tangga?" tanya Lu Man-tian. "Kau menyuruhku kemari bukan untuk membunuh Laobo karena kau pun tahu aku tidak akan sanggup membunuh Lao-bo." Wajah Lu Man-tian tetap datar, tapi matanya mulai mengecil dan dia berkata, "Kalau begitu, mengapa kau menyuruhku datang ke sini?" "Mungkin kau mempunyai rencana membunuh Lao-bo dan kau yakin kau akan berhasil." "Kalau begitu seharusnya kau tidak perlu datang kemari." "Kau hanya tidak mau bertanggung jawab terhadap 'pembunuh' karena kau takut ada yang akan membalaskan dendam Lao-bo dan kau lebih takut orang lain tidak akan setuju kau menggantikan posisi Lao-bo. Oleh karena itu kau menyuruhku menjadi kambing hitam dan menanggung nama si 'pembunuh' ini." Ucap Lu Man-tian, "Teruskan ucapanmu!" Meng Xing-hun melanjutkan lagi, "Kau menyuruhku menunggu di lubang bunga Chrysan untuk membunuh Laobo dan kau tahu aku tidak akan memiliki kesempatan untuk bertarung dan pada waktu itu kau akan menangkapku terlebih dahulu." "Lalu bagaimana?" tanya Lu Man-tian. "Sejak awal kau sudah tidak percaya kepadaku dan Laobo pun tidak percaya bahwa semua rencana ini disusun olehmu dan kau sudah menangkap seorang pembunuh. Tentu saja Lao-bo akan lebih percaya lagi kepadamu." "Kemudian bagaimana?" "Dan kau menunggu kesempatan yang tepat untuk membunuh Lao-bo." "Apakah aku sanggup membunuh Lao-bo?" Dengan dingin Meng Xing-hun menjawab, "Karena kau adalah teman lama dan teman baik Lao-bo, kau tahu kekurangannya, apalagi kau sudah merencanakan semua ini dengan sempurna dan Lao-bo tidak akan siap dengan seranganmu." "Oleh karena itu kau menganggap akulah yang memiliki kesempatan paling besar membunuh Lao-bo," kata Lu Man-tian. "Di dunia hanya ada satu orang yang sanggup membunuh Lao-bo dan orang itu adalah kau." Tiba-tiba Lu Man-tian tertawa, tawanya sangat aneh dan dia berkata, "Terima kasih. Tapi sepertinya kau terlalu, tinggi menilaiku." Kata Meng Xing-hun, "Bila kau sudah membunuh Laobo, kau akan menegumumkan bahwa kau sudah menangkap si pembunuh dan dendam Lao-bo sudah dibalaskan. Orang-orang tidak akan curiga dan pada saat itu kau akan menggantikan posisi Lao-bo." Meng Xing-hun melanjutkan lagi, "Semua ini adalah rencanamu, kau bukan saja mengkhianati Lao-bo, kau juga mengkhianatiku." "Kau mempunyai mulut, kau bisa saja bicara." "Siapa yang akan percaya kepada kata-kataku" Apalagi kau tidak akan memberi kesempatan kepadaku untuk bicara." Lu Man-tian menatap Meng Xing-hun, wajahnya tetap datar, setelah lama dia baru bicara, "Tidak kusangka, ternyata kau pintar juga, untuk seorang pembunuh seharusnya kau tidak begitu pintar." Dengan tersenyum, Lu Man-tian membantu Meng Xinghun memberikan penjelasan. "Membunuh adalah pekerjaan yang sangat berbahaya dan suatu hal yang bodoh. Membunuh demi orang lain adalah tindakan yang lebih bodoh lagi. Bila ada orang yang pintar dia tidak akan mau melakukannya." Meng Xing-hun merasa sedih karena semua kata-kata Lu Man-tian tidak salah. Kata-katanya sangat menusuk hatinya. Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lu Man-tian menikmati kesedihan Meng Xing-hun dan dari sorot matanya dia terlihat sangat puas. Dengan santainya dia berkata, "Orang yang pintar biasanya ada satu penyakit, mereka sangat takut pada kematian." Tanggap Meng Xing-hun, "Orang yang takut mati tidak akan mau menjadi seorang pembunuh." Kata Lu Man-tian, "Kau dulu tidak begitu pintar, sekarang kau sudah tahu bahwa hidup ini sangat menyenangkan, hidup lebih baik dari pada mati." Lu Man-tian tertawa lagi dan berkata, "Apakah kau tahu orang tadi bernama Ye Xiang?" Meng Xing-hun mengatupkan mulutnya. Lu Man-tian menjelaskan, "Pasti kau sudah tahu, karena dia adalah teman baikmu, tapi kau membiarkan dia mati di depan matamu. Sedikit pun kau tidak memiliki perasaan, semua itu karena apa?" Dengan tersenyum Lu Man-tian menjawab sendiri, "Karena kau sudah lebih pintar, kau tidak mau mati bersamanya walaupun kau memiliki alasan lain, semua ini hanya membohongi dirimu sendiri." Hati Meng Xing-hun terasa sakit. Dia melihat Ye Xiang mati di depan matanya, dia selalu meng-anggap dia mampu bertahan. Kematian Ye Xiang harus dibalaskan dan demi Ye Xiang dia harus bertahan hidup. Namun kata-kata Lu Man-tian seperti sebuah jarum. Tiba-tiba Meng Xing-hun merasa semua tindakannya bukan tindakan mulia, dia melakukan semua itu mungkin hanya karena dia takut mati. Sekarang dia benar-benar tidak ingin mati. Dengan pelan dia berkata, "Kau tidak salah, sampai sekarang belum ada yang mencurigaiku tapi aku akan menceritakan kepada orang-orang siapa kau sebenarnya dan kapan waktu pun aku bisa mengantarkanmu kepada kematian." Dia melihat Meng Xing-hun, seperti seekor kucing yang mengincar tikus dan sudah menangkapnya. Dengan tersenyum Lu Man-tian berkata lagi, "Kalau kau mau terus bertahan hidup, kau harus mendengar semua kata-kataku, karena kau sudah tidak mempunyai pilihan lagi." Dengan marah Meng Xing-hun berkata, "Bila aku membunuh artinya aku juga harus mati." "Bila kau melakukannya dengan baik, aku akan terus membiarkanmu hidup. Aku dapat mencari orang lain yang dapat, menggantikan kematianmu. Aku akan menghancurkan wajah orang itu dan berkata kepada orangorang bahwa itu adalah kau. Kalau sudah begitu kau dapat pergi ke tempat di mana orang-orang tidak mengenalmu. Bila kau tidak mencari-cari masalah denganku, tidak ada orang yang bakal mencari-cari masalah kepadamu." Dengan tersenyum dia berkata lagi, "Aku akan memberikan honor yang tinggi, kau dapat hidup dengan makmur. Bila orang dapat hidup makmur, nama baik tidak perlu dipedulikan." Ooo)dw(ooO BAB 12 Senyum Lu Man-tian sangat menarik, demikian juga dengan tawaran yang dia berikan. Meng Xing-hun ragu-ragu. dan berkata, "Apakah katakatamu dapat dipercaya?" "Kau harus percaya, sebab ini adalah kesempatanmu satu-satunya, kau tidak ada pilihan lain." Lu Man-tian pergi dengan rasa percaya diri yang tinggi, "Kau jangan berbuat macam-macam, kau tahu kau tidak punya pilihan lain." Meng Xing-hun ibarat ikan yang sudah berada di dalam jala Lu Man-tian. "Apakah tidak ada jalan lain?" "Walaupun tidak ada jalan lain, aku tetap tidak akan membunuh Lao-bo." Apalagi Meng Xing-hun tahu bahwa kata-kata Lu Mantian tidak dapat dipercaya. Walau bagaimanapun Lu Man-tian pasti akan tetap membunuhnya, 'Lao-bo adalah ayah Xiao Tie, aku tidak mau membunuhnya.' Dia tahu Lu Man-tian akan membunuhnya, 'Apakah aku hanya bisa pasrah terima mati"' Kadang-kadang kematian adalah menuju suatu kebebasan. Dulu Meng Xing-hun pernah ingin melakukan dengan cara ini, membebaskan dirinya. Dia merasa jenuh, kematian untuk seorang Meng Xinghun tidak sulit dicapai dan tidak perlu merasakan kesedihan. Tapi sekarang ini bagaimana" Musim gugur, sore datang lebih awal. Walaupun bunga chrysan mulai layu tapi dalam udara sore itu masih terlihat begitu indah. Bunga Chrysan sama dengan kupu-kupu, pada saat mekar sangat indah begitu pun pada saat layu. Tiba-tiba Meng Xing-hun teringat kepada kata-kata Xiao Tie. Nyawa kupu-kupu sama dengan hidup bunga Chrysan begitu lemah dan pendek. Tapi mereka membawa keharuman dan hidup mereka sangat indah. Nyawa mereka sangat berharga walaupun mereka sudah mati tapi mereka tidak mati dengan begitu menyedihkan. Apakah nyawa orang akan seperti itu" Berapa lama hidup seseorang" tidak menjadi masalah, yang paling penting adalah bagaimana dia bisa hidup" Dan apakah hidupnya itu menjadi berharga" Dalam hembusan angin malam terdengar suara lonceng. Hati Meng Xing-hun tiba-tiba menjadi ciut. Dia berdiri kemudian melangkah keluar. "Aku tidak boleh mati." Selama ini. dia belum pernah merasa hidup, jadi dia tidak boleh mati begitu saja. Tapi bagaimana cara supaya dia dapat tetap hidup" Bunga chrysan pun bila sudah waktunya akan menjadi layu. Barisan bunga mekar lebih awal, paling indah di antara bunga-bunga yang lain namun mereka pun layu lebih cepat. Biarpun jari-jarinya masih seperti pada waktu dia muda dulu, kuat dan tenang namun hatinya sudah tidak seperti waktu dia muda dulu. Waktu muda dulu dia tidak peduli apapun. "Bila bunga Chrysan sudah layu, masih ada bunga mei dan bunga Tao, aku dapat menikmati bunga-bunga lain setahun penuh, untuk apa aku merasa sedih karena bungabunga itu sudah layu, apalagi menangisi layunya bunga Chrysan." Bila bunga sudah layu, dia sudah kering lagi. Apakah orang pun seperti itu" Lao-bo belum pernah merasa kasihan kepada orang lain dan juga tidak pernah merasa sedih dengan kematian orang, karena orang sudah mati tidak berharga lagi. Lao-bo belum pernah mengingat barang-barang yang sudah tidak berharga dan yang sudah dibuangnya. Tapi pikiran seperti itu sekarang sudah mulai berubah. Dia merasa seseorang sudah mengingatkannya kepada sosok yang selalu dia rindukan. Apakah dia masih hidup atau sudah mati" Bukan pikiran seperti itu yang dia pikirkan melainkan perasaan di antara mereka berdua. Sekarang Lao-bo lebih mementingkan perasaan. "Apakah ini adalah perasaan orang yang sudah, tua" Apakah aku sudah mulai tua?" Lao-bo menghela nafas dan mengangkat kepala melihat Meng Xing-hun yang sedang berjalan ke arahnya. Walaupun wajah Meng Xing-hun terlihat tersenyum, langkahnya begitu cepat dan ringan, dalam kegelapan mata Meng Xing-hun terlihat berkilau, kulit tubuhnya begitu kencang, tubuhnya begitu padat, begitu lurus. Dia masih muda. Lao-bo melihat pemuda itu, hatinya tergiur melihat kemudaan Meng Xing-hun. Mungkin lebih tepat dikatakan iri dari pada tergiur. Sebenarnya Sun Jian adalah satu-satunya penghibur Laobo dan satu-satunya alasan dia tetap hidup, namun sekarang Gerbang Siluman 1 Pendekar Rajawali Sakti 109 Darah Di Bukit Serigala Misteri Mayat Darah 1