Bara Maharani 2
Bara Maharani Karya Khu Lung Bagian 2 kearah kereta mentereng itu, mendadak ia merasa terperanjat, kiranya sepasang mata dari kusir itu amat tajam bercahaya, sepasang keningnya menonjol tinggi2 sekilas memandang siapapun tahu kalau tenaga lwekangnya amat sempurna. "Waah....celaka...rupanya aku telah bertemu dengan jago lihay" pikir pemuda she Hong-po ini. "Kusirnya saja sudah begitu ithay, apa lagi majikannya....". Tanpa sadar matanya dialihkan keatas kereta. Horden tersingkap kesamping, terdengar suara teguran yang merdu berkumandang keluar: "Tio Hot-hoat mana yang kau maksudkan "Tio Cien !". Seraut wajah gadis yang cantik dengan sanggul yang tinggi muncul dari balik horden jendela, disusul munculnya pula seorang dayang kecil berbaju merah berdiri dibelakang dara ayu tadi. Pandangan mata Hong po Seng jadi cerah, pikirnya : ,,Oooh, ternyatahanya seorang dara ayu, ditinjau dari dandanannya yang agung dan mentereng jelas kepandaian silataya belum tentu lihay !" Dalam pada itu gadis ayu tadi sudah melongok keluar jendela memandang sekejap kearah mayat yang terbelah jadi dua diatas permukaan salju, biji matanya berputar memandang pula sekejap kearah Hong-po Seng yang duduk bersila diatas tanah, dari perubahan wajahnya nampak jelas betapa terkejut dan kagetnya gadis itu. "Hey, apakah kau yang bacok Hoe hoat kami jadi dua bagian ?" mendadak terdengar dayang dalam kereta menegur. Melihat dayang itu baru berusia belasan dan sifat kekanak2annya belum hilang, timbul rasa senang dan simpatik dalam hati Hong- po Seng ia segera tersenyum dan mengangguk. "Mengapa kau bunuh dirinya ?" kembali dayang cilik itu bertanya. "Aku sendiripun tak tahu. ia hendak main bunuh diriku terpaksa aku dahului dirinya ?" "Oh Sam!" mendaduk terdengar gadis ayu itu berseru. "Coba ambillah pedang antiknya itu dan perlihatkan kepadaku !" Mendengar perintah itu sang kusir kereta tadi segera loncat turun dari tempat duduknya, sungguh hebat gerakan tubuh orang ini bukan saja enteng bahkan sama sekali tak bersuara. Hong po Seng sudah menyadari akan kelihayan lawannya, melihat orang itu meloncat kearahnya, dengan cepat ia !oncat bangun dan bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan. "Hey, lebih baik kau jangan melawan.." terdengar dayang cilik itu berseru lagi. "Kalau tidak maka kau bakal rugi dan menderita sakit !" Sementara seruan itu baru saja berkumandang, kusir tadi telah meluncur kehadapan Hong? po Seng, tangannya segera berkelebat marampas pedang baja itu. Tentu saja sianak muda itu tak sudi menyerah dengan begitu saja, pedang bajanya diputar lalu membabat kebawah, dalam waktu singkat partarungan seru telah berkobar. Sungguh lihay kepandaian silat yang dimiliki kusir itu, tangan kanannya menyerang kesana sebentar membabat kemari, semua sarangan tak pernah berpisah dari urat2 ini ditubuh Hong Po Seng, sementara telapak kakinya menjulur menarik tiada hentinya coba merampas pedang baja itu. Serangannya cepat, aneh dan tidak berada dibawah Kok See Piauw. Diam-diam Hong Po Seng marasa cemas bercampur gelisah, dari gerakan tubuh musuhnya yang gesit dan cepat dia tahu kepandaian orang berlipat ganda lebih tinggi dari kepandaian sendiri, ditambah pula ia baru saja menyelesaikan pertarungan sengit dan bahu kirinya telah terluka tak mungkin baginya untuk merebut kemenangan. Mau lari" kemana dia harus pergi" mau mandah dibekuk" tentu saja ia tak sudi., . satu2nya jalan yang ia miliki hanyalah bertempur sampai titik darah penghabisan. Meskipun kecerdasan otaknya luar biasa, apa daya kekuatan tidak memadahi, sebelum ia memperoleh satu akal bagus untuk menghindarkan dari maut, sebuah totokan kilat dari kusir itu telah menghajar diatas pinggangnya. Totokan itu datangnya mendadak dan diluar dugaan, baik dipunahkan maupun dihindari sudah tak sempat lagi, dalam gugup kegelisahnya hawa murni diatas pusarnya ditekan kebawah jalan darah diatas pinggangpun segera bergeser setengah coen dari tempat semula. Tatkala serangan totokan dari kusir itu mengenai tubuh Iawannya, tiba2 ia merasa ujung jarinya tergelincir kesamping lalu mental baIik tanpa terasa tegurnya sambil tertawa. ,,Bocah cilik, hebat benar kepandaianmu, rupanya ilmu tersebut bernama Hoei Si-Kang wan terbang melayang bukan:". Hong- po Seng menjerit kesakitan setelah terkena sodokan tersebut, pedang bajanya segera diperkencang dan mengirim tiga buah serangan berantai yang sangat gencar. Menghadapi serangan2 maut semacam itu, kusir tadi tak berani gegabah, buru-buru ia mundur kebelakang berulang kali. Haruslah diketahui ilmu pedang yang digunakan sianak muda itu paling banyak mennggunakan tenaga, setelah hawa murninya makin menipis permainan ilmu pedangnya jadi kacau, senjata berat lima puluh dua kati itupun bukan membantu malahan menjadi beban yang berat, setiap saat ada kemungkinan terlepas dari cekalannya. Dalam hal ilmu silat segala yang dipaksakan merupakan pantangan paling besar, meski dalam hati ada niat apa daya tenaga tidak memadahi, setelah saling bergebrak dua puluhan jurus tiba2 pergelangan kanannya kena dicengkeram oleh kusir kereta itu, sekujur badannya jadi gemetar keras, hawa murni jadi buyar, ketiaknya jadi kaku dan badannya roboh terjengkang diatas permukaan salju. Melihat musuhnya telah roboh kusir kereta itu memungut pedang baja tadi dari tangan Hong-po Seng kemudian diangsurkan kedalam kereta. Gadis cantik itu menerima senjata tersebut kemudian dibolak balik melihatnya beberapa saat, tiba2 jarinya mengentil diatas tubuh pedang baja itu hingga berbunyi gemerencingan yang nyaring. "Pedang itu terbuat dari baja murni yang sukar didapatkan dalam kolong langit." ujar kusir itu dari samping kereta. "Golok mustika maupun pedang mustika sukar uniuk menebas kutung senjata tersebut, benda ini terhitung salah satu benda mustika dalam dunia persilatan." Gadis cantik itu melirik sekejap kearah Hong-po Seng yang mengeletak diatas tanah, lalu tanyanya kepada kusir itu : ,,Pernahkah kau dengar dahulu ada orang yang pernah menggunakan senjata tajam seperti ini?" Kusir itu berpikir sebantar lalu menggeleng "Enghiong kenamaan yang ada dalam Bu-lim tak seorangpun yang pernah menggunakan pedang baja seperti ini." Maksud dari ucapan itu jelas sekali, manusia kenamaan yang tersohor dalam dunia kangouw tak seorangpun yang tak dikenal olehnya apa lagi senjata andalan yang yang mereka gunakan. Gadis cantik itu mengangguk perlahan, sorot matanya dialihkan kembali kearah Hong?po Seng, lalu tegurnya. "Kau adalah anak murid dari partai mana" Hong-po Seng yang menggeletak diatas tanah merasakan sesuatu siksaan yang sukar di lukiskan dengan kata2, mellhat gadis itu bertanya dengan wajah tawar, iapun menjawab dengan suara hambar : "Ilmu silat berasal dari keluarga sendiri, aku tak pernah angkat guru!" .,Ehmm! ilmu silatmu tidak lemah, semestinya keturunan dari keluarga kenamaan, apa she mu" dan siapa pula nama besar dari ayahmu?"" Sudah tentu tak mungkin bagi Hong-po-Seng untuk menjawab sejujurnya, tapi diapun tidak ingin memalsukan nama ayahnya, segera sahutnya dengan suara melantur. "Aku she Hong-po, ayahku telah banyak tahun tutup usia, kini setelah aku jatuh ketanganmu, rasanya lebih baik tak usah kusebut kan lagi nama ayahku almarhum!" Sepasang alis gadis cantik itu berkerut kencang, rasa tidak senang terlintas diatas wajahnya, sesudah termenung sebentar katanya kepada Oh Sam si kusir kereta itu. "Coba geladah sakunya, andaikata tiada hal yang mencurigakan lenyapkan saja jiwanya." Raut wajah gadis itu cantik jelita bagaikan bidadari, sungguh tak nyana hatinya keras dan telengas, memandang jiwa manusia bagaikan rerumputan, sungguh tidak sesuai dengan wajahnya yang cantik jelita itu. Setelah mendapat perintah kusir itu segera mendekati tubuh Hong po Seng tanpa mengucapkan sepatah katapun, dengan cepat seluruh sianak muda itu diperiksa dengan seksama. "Aaaai.. tak usah kau geledah lagi! "tukas Hong-po Seng sambil menghela napas panjang. "Tiada tanda2 yang mencurigakan dalam sakuku, silahksn kau turun tangan secepatnya!". "Hmmm, tutup mulutmu, kau tidak berhak untuk melarang diriku melakukan pemeriksaan." Diam2 Hong-po Seng menghela napas dan pejamkan matanya rapat2. "Aaaai .. ibu mengharapkan putranya jadi seekor naga, siapa sangka harapannya hanya sia2 belaka" ia berpikir didalam hati "Meskipun mati hidup manusia berada ditangan Thian, tapi aku mati dalam keadaan penasaran!". Bila seseorang telah mendekati ajalnya seringkali otaknya jadi makin cerdas dari keadaan biasa, ia teringat kembali akan teratai racun "Tan-Hwee-Tok-Lian,", teringat puIa surat dari ibunya. Ia tahu ibunya hendak menggunakan kemustajaban dari teratai beracun itu untuk menyembuhkan luka dalam yarg dideritanya serta pulihkan kembali tenaga dalam yang dimilikinya, setelah itu munculi kembali didalam dunia persilatan untuk membereskan rekening lama. Berpikir sampai kesitu ia merasa amat menyesal dan kecewa, ia merasa tidak seharusnya ia beradu jiwa dengan Hoe hoat she-Tio itu, bukan saja sama sekali tak ada hasilnya malahan hawa murni yang ia miliki jadi lemah, selembar jiwanya dikorbankan dengan percuma dan yang paling penting lagi ia bakal menyia-nyiakan harapan ibunya yang mengasingkan diri diatas gunung terpencil. Samentara pelbagai ingatan berkelebat dalam benaknya dan diam2 ia merasa amat menyesal, Oh Sam sikusir kereta itu telah selesai menggeledah seluruh pakaiannya, kecuali sebuah kepingan perak tiada benda lain yang ada disitu. Maka hawa murninya segera dikumpulkan di atas telapak kanan siap dihantamkan kebawah, mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, cepat ia tarik pakaian si anak muda itu kemudian memeriksa bahu kirinya. "Aah !" jeritan kaget bergema diangkasa. "Lapor siocia, orang ini telah merubah wajahnya dengan obat merubah muka !" Sebenarnya gadis cantik itu telah menarik kembali tubuhnya kedalam kereta, ketika mendengar seruan tersebut, ia segera melongok kembali keluar jendela, sekilas memandang segera temukan meski raut wajah Hong- po Seng hitam pekat bagaikan pantat kuali, namun dari batas leher hingga kebawah berwarna putih bersih, nampak suatu perbedaan yang menyolok sekali antata warna putih dan hitam itu. Hong-po Seng sebenarnya telah pejamkan mata menantikan kematian, ketika secara tiba2 rahasianya ketahuan orang ia segera buka mata menyapu sekejap sekeliling tempat itu. Betapa gusarnya sewaktu melihat Oh Sam sedang melepaskan pakaian yang ia kenakan, dengan rasa jengah bercampur marah bentaknya : ,,Sejak dilahirkan aku memang bertubuh belang apa salahnya kalau keadaanku begini" Hemmm buat apa kalian kaget dan menjerit-jerit seperti orang edan ?" ,,Coba singkap ujung baju orang itu!" mendadak terdengar gadis cantik itu berkata kembali. Oh Sam segera menyingkap ujung baju Hong po Seng, tampaklah meskipun sepasang tangan pemuda itu hitam pekat tapi dari batas sikut keatas ternyata berkulit putih bersih juga, seolah2 belum pernah tetkena sorot sinar matahari. "Bekas telapak yang membekas diatas lengannya berbentuk sembilan ruas, apakah ia sudah termakan oleh pukulan sakti Kioe Pit Sin orang?" kembali gadis itu menegur. Kiranya diatas bahu kiri sianak pemuda itu tertampak Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo jelas telapak berwarna hijau yang terpatah patah persis berjumlah sembilan ruas. Oh Sam segera mengangguk. "Bagaimana menurut pendapat siocia"' tanyanya. Biji matanya yang jeli berputar kesana kemari, sebentar memandang tubuh Hong-po Seng yang putih, sebentar memandang pula wajahnya yang hitam pekat, akhirnya timbul rasa ingin tahu dalam hati gadis itu serunya: "Bawa kembali kedalam markas dan periksa yang seksama". Selesai berkata tubuhnya lenyap dibalik kereta. Oh Sam segera mengangkat tubuh Hong-po Seng dan loncat naik keatas tempat duduknya, ia letakkan tubuh sianak muda itu disisinya setelah itu cambuk kulit kijangnya diayunkan ketengah udara, diantara ledakan pecut yang nyaring kereta itu bergerak kembali kearah utara dengan cepat. Kereta megah itu buatannya sangat kuat dan indah, ilmu mengendalikan kereta dari Oh Sam pun sangat tinggi ditambah pula keempat ekor kuda kuning itu telah mendapat pendidikan yang cukup lama, meski berlarian diatas permukaan salju namun larinya tetap tenang dan mantap. Angin dingin berhembus kencang seoIah2 golok tajam mengiris iris badan, amat tersiksa rasanya ditubuh. Jalan darah Hong po Seng tertotok membuat ia tak sanggup mengerahkan hawa murninya untuk melawan rasa dingin, beberapa saat kemudian wajahnya telah berubah jadi pucat pias begaikan mayat, ke empat anggota badannya jadi kaku dan sukar bergerak lagi. Tapi ia tidak bicara maupun buka suara, sambil pejamkan matanya ia pura-pura mengantuk. Padahal yang benar hawa murninya per?Iahan2 dihimpun kembali untuk membebaskan jalan darah yang tertotok. Dibawah salju, mendadak muncul seorang pria berbaju hitam tampak dari kejauhan, ketika orang itu berjumpa dengan kereta berwarna kuning emas tersebut, dengan cepat segera menyingkir ketepi jalan seraya buru2 menjura. "Saudara Oh Sam ! kiong hie.... kiong hie selamat tahun baru...!". Oh Sam diatas kereta tetap duduk dengan angkuhnya, sampai biji matapun tidak melirik barang sekejap kearah orang itu, sahutnya hambar: "Liem Hiang cu, bagus.... bagus....itu! Tio hoe hoat menantikan dirimu disebelah depan sana". Sementara berbicara, kereta kuda telah melewati dari sisi tubuhnya dengan cepat. Sebelum tengah hari tiba2 kereta telah masuk kedalam kota Keng Chiu, jalan darah Hong Po Seng yang tertotok pun hampir berhasil ditembusi, tiba2 terdergar Oh Sam membentak rendah, kereta kuda itu telah berhenti didepan sebuah bangunan besar, suara ucapan tahun baru segera bermunculan dari sekeliling tempat itu. Tatkala Hong-po Seng membuka matanya, ternyata kereta telah berhenti dipintu depan markas besar perkumpulan Sin Kie Pang cabang kota Keng-chiu, didepan pintu telah penuh dengan orang yang menyambut kedatangan mereka, semua orang sama2 memberi hormat kepada kusir tersebut sambil menyebut dirinya Oh Sam-ya. Dengar sinar mata tajam Oh Sam menyapu sekejap wajah orang2 itu, tiba2 ia bertanya. ,,Kwa Hoa Tongcu kenapa tidak kelihatan" "Lapor Sam-ya!" seorang kakek berjubah hijau segera menjawab. "Kemarin malam telah terjadi keonaran, Hoen tongcu serta dua orang pembantu telah lenyap tak berbekas, tadi sebenarnya ada seorang Tio loo hoe-hoat serta seorang Liem thangcu menjadi tamu kami, tapi entah bagaimana jejak merekapun tiba-tiba lenyap tak berbekas!" Oh Sam dengan wajah keren mendengus dingin, ia tidak menanggapi perbuatan itu. Kakek berjubah hijau itu segera berkata lebih jauh. "Sebenarnya dalam markas kami telah menawan orang-orang tawanan perempuan, mereka adalah berasal dari keluarga Chin Pek Cuan, tapi setelah bentrokan kemarin malam mereka telah terlepas semua, peristiwa ini telah kami laporkan kemarkas besar harap Sam-ya suka memberi pertimbangan " Hong-po Seng yang kebetulan mendengar pula pembicaraan itu dalam hati merasa amat girang, sekalipun ia sendiri terjatuh ditangan orang tetapi bagaimanapun juga kesulitan yang dihadapi keluarga Chin berhasil ia selesaikan dengan balk, atas perintah dari ibunya sedikit banyak diapun bisa mempertanggung jawabkan diri. Tampak Oh Sam ulapkan tangannya melarang kakek berjubah hijau itu bicara jauh, ia berpaling dan tanyanya: "Siocia, apakah kau hendak turun dari kereta untuk bersantap lebih dahulu?" "Tak usah!" gadis cantik dalam kereta itu menyahut. "Kau makanlah cepat sedikit, kemudian kita lanjutkan kembali perjalanan kita." Oh Sam mengiakan, sebelum meninggalkan kereta tersebut, mendadak ia putar tangannya melancarkan totokan kembali keatas jalan darah 'Tiong Khek' ditubuh Hong-po Seng, setelah itu baru masuk kedalam ruangan. Tindakan tersebut kontan membuat Hong-po Seng jadi meringis, pikirnya dalam hati. ,,Aai ... sudah, sudahlah," rupanya kusir kereta itu adalah seorang jago kawakan yang sangat lihay, untuk meloloskan diri dari tangannya mungkin jauh lebih sukar daripada naik keatas langit !" Rupanya sebelum jalan darah 'Thian Ci" yang tertotok lebih dulu tadi sempat ditembusi. Oh Sam telah menambahi dengan sebuah totokan lagi diatas jalan darah "Tiong Khek" jelas kusir itu takut kalau pemuda itu berhasil membebaskan diri dari pengaruh totokan dan melarikan diri. Sesaat kemudian muncul tiga orang dari dalam ruangan, diatas tangan mereka masing-masing membawa sebuah nampan yang penuh berisi makanan lezat, dayang cilik tadi segera membuka pintu kereta dan menerima hidangan tersebut. Hong- po Seng yang sudah sehari semalam tidak bersantap dengan cepat perutnya jadi keroncongan setelah mencium bau harum air liur tak tertahan mengucur keluar. Kereta kuda itu diparkir dipinggir jalan, Hong po Seng segera alihkan sinar matanya menengok kesana menengok kemari, ia berharap bisa melihat wajah keluarga Chin sekali lagi. Tetapi sayang sekali meski letak markas besar cabang perkumpulan Sin Kie Pang terletak ditepi jalan raya, tapi bagi orang2 yang tiada perlu kebanyakan suka berputar lewat jalan lain ditambah pula hari itu adalah hari Tahun Baru, banyak toko tutup dan banyak orang lebih suka berada dirumah, sekalipun Hong-po Seng sudah setengah harian lamanya menengok kesana menengok kemari, tak sesosok bayangan manusiapun berhasil dia jumpai. Kurang lebih sepertanak nasi kemudian Oh Sam telah muncul kembali diambang pintu, ia langsung menghampiri jendela kereta dan membisikkan sesuatu kedalam. JILID KE 3 Wajah Hitam yang sulit dibersihkan TERDENGAR gadis cantik yang berada di dalam kereta itu segera berkata: "Biarlah kupikirkan lebih dahulu baru kita bicarakan lagi!" Kedahsyatan ilmu silat yang dimiliki Oh Sam sukar dicarikan tandingannya dalam kalangan dunia persilatan, tetapi sikapnya terhadap gadis cantik itu ternyata menghormat dan tunduk seratus persen. Mendengar sahutan tadi ia lantas mengiakan dan kembali ke tempat duduknya di depan kereta, sekali sentak tali les, kereta itu kabur kembali ke depan dengan gerakan cepat. Beberapa saat kembali sudah lewat, kereta kudapun telah keluar dari pintu utara kota Keng-Chiu, mendadak dari balik ruang kereta menggema keluar suara sentilan jari. Diikuti suara dari gadis cantik tadi berkumandang datang: ,,Bawa orang itu ke dalam kereta, aku ada persoalan yang hendak kutanyakan kepadanya". Oh Sam segera menghentikan keretanya dan mencengkeram tubuh Hong Po Seng masuk ke dalam ruang kereta, dayang cilik tadi telah membuka pintu kereta, Oh Sam pun segera melangkah masuk ke dalam keretanya: ,,Pemuda ini memiliki berbagai macam ragam kepandaian aneh, siocia barus berjaga-jaga atas kelihayannya!". Gadis cantik itu mengangguk ketus, dayang cilik itupun menutup kembali pintu kereta menurunkan korden dan kereta berangkat kembali menuju keutara. Hong Po Seng duduk dengan punggung bersandar di atas dinding kereta, sepasang matanya berputar ke sana ke mari mencari pedang baja miliknya. Tampaklah dalam ruang kereta sebelah kanan terletak sebuah kursi empuk yang dapat digunakan untuk duduk ataupun tidur, di sudut kiri terdapat sebuah meja kecil, empat belah dinding tertutup oleb korden yang halus dan indah, selembar kulit harimau terbentang di atas lantai, sebuah lantai keraton tergantung di atas kereta dan di atas dinding kereta terdapat sebuah lemari kecil, dalam lemari itu terdapat beberapa macam barang antik serta beberapa jilid buku. Sambil bertopang dagu gadis cantik itu duduk di atas kursi empuk sementara dayang cilik tadi duduk di atas kasur sutera di bawah kaki majikannya. Tiga buah nampan berisi makanan terletak di atas meja kecil dan sama sekali belum disentuh. Sedangkan pedang baja milik Hong Po Seng tidak nampak bayangannya. Tiba-tiba terdengar dayang cilik itu menegur dengan suara merdu: "Hay, siapa namamu?" "Aku she Hong Po bernama Seng!" sahut si anak muda itu tanpa ragu-ragu, sorot matanya menyapu sekejap ke atas wajah gadis itu kemudian balik tanyanya: ,,Dan siapa pula nama nona berdua?" Sebagai seorang pemuda yang sejak kecil telah di didik keras oleh ibunya, kesopanan selalu diutamakan olehnya dalam setiap pergaulan. ,.Aku bernama Siauw Ling!" terdengar dayang cilik itu menyahut sambil tertawa. ,.Sedang siocia kami she Pek, siapa namanya ....... Rahasia! Kau tak boleh tanya dan tak boleh tahu". Hong Po Seng tertawa hambar. ,,Nona Pek, kau memanggil cayhe datang kemari entah ada persoalan apa?"?". Gadis cantik itu termenung beberapa saat lamanya, kemudian ia baru bertanya dengan suara hambar. ,,Orang yang mewariskan ilrau silat kepadamu apakah pernah membicarakan soal kelihayan dari ilmu pukulan Kioe-Pit-Sin-ciang?" Hong po Seng mengerti dibalik ucapan tersebut pasti ada sebab-sebabnya, ia jadi terkesiap. ,,Cayhe belum lama terjunkan diri ke dalam dunia persilatan, pengetahuanku sangat cetek dan pengalamanku boleh dibilang belum ada, entah sampai di manakah kelihayan dari ilmu pukulan Kioe-Pit-Sin-ciang itu?" Ketika didengarnya si anak muda itu sama sekali tidak menyebutkan nama dari yang orang telah mewariskan ilmu silat kepadanya, di atas wajah sang gadis yang cantik jelita itu terlintas senyuman mengejek. "Hmmm, tidak sampai tiga hari, lengan kirimu bakal jadi cacad! Dapatkah jiwamu tertolong hal ini harus dilihat dari nasibmu, apakah kau punya rejeki atau tidak". Hong-po Seng semakin terkesiap mendengar perkataan itu, pikirnya dalam hati: "Serangan yang dilancarkan Kok See Piauw dalam keadaan tergopoh-gopoh dan gelisah paling banter cuma menggunakan tenaga dua bagian belaka, dan jelas ilmu pukulan "Kioe Pit Sin Ciang" itu tak beracun, kenapa hanya luka yang demikian kecilnya bisa mengakibatkan lenganku jadi cacad" Bahkan menurut gadis ini jiwaku bisa terancam" Aneh ..... sungguh tak habis mengerti..............". Terdengar gadis cantik itu telah berkata lagi dengan nada dingin: "Kau anggap, aku sedang menakut-nakuti dirimu atau membohongi dirimu"... Hmm!" "Aaaai akupun tahu tiada berguna menakut-nakuti, cuma saja ...... setelah aku terluka, mau sedih atau menyesal apa gunanya, toh nasi telah berubah jadi bubur!'. "Hmmm .... belum tentu begitu, asal kau punya keinginan untuk tetap melanjutkan bidup, aku punya kepandaian untuk menyelamatkan selembar jiwamu!". "Kalau didengar nada pembicaraannya ...... rupa nya aku harus memohon sendiri ........." pikir Hong Po Seng. oooOooo Dari sikap lawannya yang termenung tak bicara, gadis cantik itu mengerti bahwa hatinya sudah digerakkan oleb perkataannya barusan, ia lantas tertawa hambar. "Semua orang yang di kolong langit banya tahu bahwa ilmu pukulan "Kioe Pit Sin Ciang" adalah suatu ilmu pukulan yang sangat lihay, namun tak seorangpun yang Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tahu di manakah letak kelihayannya, yang dimaksudkan "Kioe Pit Sin" di sini sama sekali bukan berarti akibat pukulan yang berpatah-patah jadi sembilan bagian". "Aaah! benar, semestinya orang-orang baru bisa berpikir sampai kesitu" batin Hong Po Seng ketika mendengar gadis itu menghentikan pembicaraannya, terpaksa ia buka suara; ,,Pengetahuan maupun pengalaman nona sangat luas, hal ini membuat cayhe merasa amat kagum, tapi aneh apa yang dimaksudkan sebagai "Kioe Pit" dalam ilmu pukulan ini?". "Ilmu pukulan ini aneh dan istimewa sekali, bagi korban yang terkena oleh pukulannva, dilarang makan sekenyang-kenyangnya dilarang minum sepuas-puasnya, dilarang bergembira berlelebihan, dilarang sedih kelewatan batas, tak boleh kedinginan dan tak boleh kepanasan ..... ". Berbicara sampai di sini, sinar matanya dialihkan keatas ujung baju Hong Po Seng yang terbakar hangus oleh api, serentetan sikap mengejek terlintas di atas wajahnya. Hong Po Seng tertegun dan melongo, pikirnya: ,,Aaah, benar. Setelah aku terluka mula-mula tubuhku kepanasan oleh kobaran api kebakaran, setelah itu aku kedinginan oleh tiupan angin dan salju, setelah itu harus berlarian dan bertempur semalam suntuk, tenta saja keadaan bertempur runyam ...". Tiba-tiba ia teringat kembali sewaktu kemarin malam masih berada di dalam lorong rahasia milik keluarga Chin, waktu itu ia pernah jatuh pingsan satu kali dan hampir saja jatuh terjengkang, hanya saja ketika itu peristiwa tersebut sama sekah tidak diperhatikan, kini ia sadar dan menjadi paham, jelas itulah akibatnya dari kambuhnya luka bekas terkena pukulan. "Siauw-Ling! bebaskan jalan darahnya yang tertotok" merdadak terdengar gadis cantik itu berseru. Dayang cilik itu manis, ia rnendekati sisi tubuh Horg Po Seng kemudian menggerakan telapaknya menabok di atas jalan darah "Thin-Ci" di tubuh pemuda tersebut. " Sudah cukup?" tanyanya kemudian sambil tertawa ,,Bebaskan pula jalan darah Tiong-Kheknya!". Buru-buru dayaitg cilik itu menepuk pula di atas jalan darah "Tiong-Khekhiat" sehingga jalan darah yang tertotok itu segera tergetar bebas. Diam-diam Hang Po Seng mengatur pernapasannya dan mengalirkan hawa murni ke seluruh tubuhnya, ia bermaksud hendak melancarkan peredaran darah dalam badannya. Siapa sangka tiba-tiba kepalanya pusing tujuh keliling, seluruh tubunya bergetar keras kemudian roboh terjengkang ke atas lantai, seketika itu juga ia jatuh tak sadarkan diri. Ucapan dan gadis itu sedikitpun tidak salah, ilmu pukulan Kioe Pit Sin Ciang yang muncul pada saat ini jauh berbeda dengan sepuluh tahun berselang, kekejaman kesedihan, serta kehebatan racunnya boleh dibilang mematikan setiap korban yang terkera oleh pukulan tersebut, hanya saja selama sepuluh tabun Boe Liang Sin Koen tak pernah tinggalkan goa pertapaannya sedangkan Kok See Piauw pun belum lama terjun ke dalam dunia persilatan, sampai di manakah kehebatan dari ilmu pukulan tersebut hanya beberapa orang saja yang tabu. Ketika menjumpai Hong Po Seng jatuh tak sadarkan diri di atas lantai, dayang cilik itu segera berjongkok dan memeriksa tubuh pemuda tersebut, katanya kemudian: "Siocia, apakah kau hendak menerima orang ini sebagai pembantu kita" ....". Dengan ujung jarinya yang dibasahi oleh air ludah ia gosok-gosok wajah Hong Po Seng yang tajam pekat itu keras, ujungnya lebih jauh: ,,Andaikata wajah orang ini tidak dipoles dengan obat penyaruan, aku pikir ia pasti tampan dan menarik!". "Coba kau totok jalan darah "Jien Tiong"nya!" terdengar gadis cantik itu menitahkan. Mendengar perintah dari majikannya dayang cilik itu segera melancarkan sebuah rotokan di bawah lekukan hidung pemuda tersebut, seluruh tubuh dan kulit badan Hong Po Seng tergetar keras, dalam waktu singkat ia siuman kembali dari pingsannya. ,,Heng po Seng, dengarkan baik-baik!" kata gadis cantik itu dengan wajah adem. Aku bernama Pek Koen Gie Pek Loo Pangcu ketua dari perkumpulan Sin Kee Pang adalah ayahku!" Sejak semula Hong po Seng telah menduga sampai di situ maka ia tidak sampai kaget setelah mendengar pengakuan dari dara ayu tersebut, sepasang telapaknya segera menekan ke atas lantai coba merangkak bangun. Siapa sangka karena sedikit mengerahkan tenaga itulah luka di atas bahu kakinya terasa amat sakit hingga merasuk ke dalam isi perutnya, tubuh jadi lemas dan sekali lagi ia roboh terjengkang di atas lantai. Dayang cilik yang ada di sisinya segera memayang ia bangun, katanya: ,,Eeeea kau harus sedikit tahu diri, jangan sampai menjengkelkan atau menggusarkan siocia kami!". ,,Terima kasih atas perhatian diri nona cilik" sabut Hong po Seng tertawa hambar. ,,Entah nona Pek masih ada petunjuk apa lagi" Cayhe siap mendengarkan dengan seksama!". Setelah jatuh pingsan dan siuman kembali, wajah pemuda itu dari hitam pekat kini berubah jadi kuning pucat, sepasang matanya suram tak bersinar, suaranya untuk berbicara pun lemah tak bertenaga, seakan-akan seseorang yang sedang menderita sakit parah. Pek Koen Gie sema sekali tidak terharu oleh keadaan orang, katanya perlahan-lahan: ,,Kemarin malam di rumah keluarga Chin Pek Cuan telah terjadi peristiwa, kebetulan kaupun berada di kota Keng-chiu, bahumu terluka oleh pukulan, pakaianmu terbakar sebagian oleh api, jelas tak bisa dipungkiri lagi kau pasti sudah turut campur dalam peristiwa itu bukan begitu?". Semangat Hong Po Seng segera berkobar setelah mendengar dara itu mengungkap kembali peristiwa di keluarga Chin. "Nama besar Boe Liang Sin Koen telah menggetarkan seluruh Liok lim, ia mempunyai seorang murid yang bernama Kok See Piauw, meski ilmu silat yang dimilikinya jauh lebih kuat dari aku orang she Hong Po, menurut pendapat caybe, alangkah baiknya kalau pihak perkumpulan Sin Kee Pang jangan ikut campur dalam persoalan keluarga Chin ini". Pek Koen Gie dapat menangkap arti lain dalam perkataan tersebut, jelas pemuda itu sedang menyindir perkumpulan Sin Kee Pang yang sedang membaiki Kok See Piauw dengan harapan bisa menggaet Boe Liang Sin Koen berpihak kepada mereka, diam-diam dia jadi naik pitam: "Pihak perkumpulan Sin Kee Pang kami telah kehilangan tiga orang dan kematian seorang Hoe Hoat" serunya sambil tenawa dingin. ,,Apakah hutang darah ini harus kami catat atas namamu!". ,,Hmmm. ketiga orang itu telah kubacok mati semua, mayat mereka telah kulempar ke dalam kobaran api, saat ini mungkin abunya pun sudah musnah terhembus angin. Kalau memang kalian mau mencari balas, catat saja keempat lembar jiwa itu atas namakul" Pek Koen Gie mendengus dingin, dalam waktu singkat di atas wajahnya yang cantik jelita terlintas hawa dingin yang menggidikkan hati. ,,Hmmm kau tak usah menanggung dosanya Chin Pek Cuan, selama mereka ayah dan anak masih hidup di kolong langit, cepat atau lambat pasti akan terjatuh ke dalam jaring perkumpulan Sin-Kie-Pang!". Hong-po Seng jadi sangat gelisah. ,,Nona kau sengaja mengucapkan kata-kata seperti ini bukankah kasarnya ada maksud memaksa diri cayhe" Entah kau ada perintah apa yang hendak diutarakan kepada cayhe, katakanlah asal aku Hong-po Seng dapat kerjakan pasti akan kulakukan". Pek Koen Gie tertwa dingin. ,,Rupanya kaupun terhitung seorang manusia cerdik!" ia merandek sejenak. ,,Anak buah perkumpulan Sin-KeePang bukanlah manusia yang boleh dibunuh oleh orang luar, andaikata kau ingin melepaskan diri dari persoalan ini satu-satunya jalan hanya menyumbang tenaga bagi perkumpulan kami. Mengingat usiamu masih muda, kepandaian silatmu tidak lemah dan merupakan seorang manusia berbakat yang punya kemungkinan besar untuk maju, persoalan yang telah lewat tak akan kubicarakan lagi, aku tanggung jika keluarga Chin tidak akan mengalami ancauan bahaya apapun!". Mula-mula Hong-po Seng tertegun, kemudian ia jadi paham dengan duduknya perkara. ,,Oooh, ternyata huhungan antara nona dengan BoeLiang san bukan hanya hubungan biasa, kalau tidak tak nanti kau berani mengucapkan kata-kata sesumbar itu!" ,,Hanya mendengar nada ucapanku saja ia bisa menebak maksudnya, kecerdikan orang ini benar-benar sukar dicarikan tandingannya di kolong langit ....." diamdiam Pek Koen Gie berpikir. Melihat ia sedang pejamkan mata seolah-olah lagi berpikir, iapun segera menanti dengan tenang tanpa mengganggu. Hong po Seng diam-diam memikirkan kembali situasi yang dihadapi sekarang, dimulai dari keselamatan keluarga Chin ibunya yang meagasingkan diri di atas bukit, serta nama ayahnya almarhum yang cemerlang dalam Bu-lim ..... akhirnya ia tertawa getir. "Nona!" katanya kemudian. "Tidak sulit bagiku untuk menggabungkan diri menjadi anggota perkumpulan SinKie Pang, tapi kesulitan justru terletak pada ketidak tulusan hatiku, aku tak dapat bersikap setia dengan sepenuh hati kepada kalian. Nona, bagaimana pandanganmu mengenai hal ini ?" ,,Persoalan itu tidak sulit untuk diatasi" jengek Pek Koen Gie sambil tertawa dingin. ,,Kalau kau berani mengkhianati perkumpulan, maka kau akan kuhukum menuruti peraturan, aku rasa hal ini bukan merupakan satu kesulitan". Ia merandek sejenak, lalu tambahnya : ,,Menurut penglihatanku, kesulitan justru terlerak pada upacara untuk masuk jadi anggota, aku takut kau sulit untuk menuruti!". ,,Upacara masuk jadi anggota bagaimana maksudmu ?" tolong nona suka menjelaskan!". "Hmm, kalau dibicarakan semestinya sederhana dan gampang sekali, cukup asal kau suka berlutut dibadapanku, mendengarkan nasehat serta teguranku kemudian mengijinkan aku menancapkan tiga batang jarum beracun penempel tulang di atas tubuhmu maka secara resmi kau telah kuterima sebagai anggota perkumpulan Sin Kie Pang. Bagaimana" apakah kau perlu mempertimbangkan lagi?" Merah padam selembar wajah Hong-po Seng begitu selesai mendengar perkataan itu, hawa amarah yaog bergelora dalam rongga dadanya sukar dikendalikan lagi. Saking gusarnya luka di atas bahunya seketika kambuh kembali, pandangan jadi gelap dan sekali lagi ia jatuh tak sadarkan diri . . . ,,Siocia, kenapa kau ajukan peraturan seperti itu?" terdengar dayang cilik itu menegur dengan wajah tertegun bercampur tercengang. Dahulu belum pernah kudengar ada peraturan semacam ini!" Pek Koen Gie tertawa dingin. "Watak serta tabiat orang ini kukoay sekali, kalau dikatakan ia tidak takut mati ternyata ia sangat takut menghadapi kematian, kalau dikatakan takut mati ternyata ia mempunyai sikap memandang suatu kematian bagaikan pulang ke rumah, terhadap manusia semacam ini siapapun bisa dibikin apa boleh buat, oleh karena itu aku perlu menghina dirinya habis-habisan, bila ia berani menghianati diriku maka sekali hantam akan kubereskan selembar jiwanya". Dayang cilik itu seperti mengerti seperti pula tidak mengerti atas pembicaraan majikannya, terdengar ia berkata: "Orang ini sangat cerdik, ilmu silatnya tentu bagus juga bukankah lebih baik kalau siocia menerima menjadi pembantu yang setia?"". Sambil berkata ia totok kembali jalan darah "Jien Tiong" di lekukan hidung Hong-po Seng, pemuda itupun siuman kembali. Perlahan-lahan si anak muda itu membuka matanya, mententeramkan hatinya dan berpikir: "Sebelum persoalan-persoalan yang dibebankan kepundakku kuselesaikan secara baik, aku tidak boleh mati. sebab kalau tidak aku bakal menyia-nyiakan jerih payah ibuku sela na ini. Tetapi kalau disuruh aku menerima penghinaan yang demikian besarnya, mungkin sukrna ayah yang berada di alam baka pun akan ikut merasa malu sebinpga sepanjang masa beliau tak bisa pejamkan mata. Aaaa ..... sungguh bikin aku jadi serba salab, nana yang harus kulakukan?". Semakin dipikir kepalanya makin pusing, hatinya makin putus asa....... mendadak ia mendongak, sinar matanya terbentur dengan sorot mata gadis itu empat mata terbentur jadi satu mengakibatkan sekujur tubuh Hong Po Seng bergetar keras saking kagetnya. Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sepasang alis Pek Koen Gie kontan berkerut, ujarnya dengan nada dingin: ,,Apakah kau telah mengambil keputusan?"". Hong Po Seng mententeramkan kembali hatinya dan memandang lagi ke atas wajah gadis itu, ia temukan di balik biji matanya yang jeli terkardung sifat kejam yang amat sangat, tanpa terasa pikirnya dalam hati: ,,,Gadis ini tentu mempunyai dendam sakit hati lain terhadap diriku, kalau tidak mengapa ia begitu benci dan sakit hati terhadap diriku?"...." Mana ia tahu Pek Koen Gie sejak kecil sudah terbiasa dimanjakan. belum pernah ia mengalami penghinaan ataupun pandangan rendah dari orang lain, sebagai orang yang halus di luar keras di dalam sudah tentu hatinya tersinggung terlebih dahulu tatkala gadis itu mengetahui bahwa Hong Po Seng sama sekali tidak memandang sebelah matapun terhadap perkumpulan Sin Kee Pang yang besar itu. Ditambah pula kecantikan wajah Pek Koen Gie bagaikan bidadari, setiap berjumpa dengan dirinya tentu tertarik dan terpesona oleh kecantikan wajahnya, siapa tahu Hong-po Seng bukan saja tidak tertarik kepadanya, bahkan seakan-akan menganggap kecantikan wajahnya hanya suatu kejadian yang lumrah dan tak usah dikejutkan, tentu saja gadis itu merasa amat tersinggung, gengsinya terasa diturunkan oleh sikap pemuda itu. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya rasa sakit hati dan benci dalam hati gadis she Pek itu, ia bersumpah hendak membalas dendam, ia berjanji hendak menghina pemuda itu habis-habisan. Lama sekali Hong po Seng termenung dan mempertimbangkan persoalan itu, tapi ia belum berhasil juga melepaskan dari simpul mati tersebut, akhirnya sambil menghela napas pikirnya : ,,Meskipun ini hari aku menyerah, belum tentu ia mau melepaskan diriku dengan begini saja, penghinaan yang lebih besar tentu akan kualami dikemudian hari. Daripada menanggung derita dan siksaan lebih baik kusudahi saja hidupku sampai di sini. Setelah mengambil keputusan demikian, ia lantas mendongak dan berkata: ,,Nona, cayhe sudah mengambil keputusan." Badannya lemah tentu saja hal ini mempengaruhi suaranya hingga kedengaran amat lirih, mendadak Pek Koen Gie naik pitam, tanpa menantikan selesainya ucapan itu katanya: ,,Manusia konyol, apa yang hendak kau katakan" kalau bicara jangan lemah lembut seperti cacing kepanasan, utarakanlahdengan sedikit bersemangat " "Bagus! bagi cayhe urusan mati hidup adalah suatu peisoalan kecil, sebaliknya kehormatan dan gengsi adalah masalah besar, aku telah mengambil keputusan untuk menempuh jalan mati saja!" Pek Koen Gie semakin naik pitam setelah mendengar perkataan itu, dengan tangan kaki gemetar serunya. ,,Kalau sekarang juga kubereskan jiwamu. Hmm, terlalu enakan bagimu" ..... Berbicara sampai di situ ia lantas ulapkan tangannya ke arah Siauw Leng. Melihat kode majikannya dayang cilik itu buru-buru mengetuk dinding kereta. Kereta kuda itu segera berhenti, pintu di buka dan Oh Sam melongok ke dalam. Siauw Leng segera memberi tanda, tanpa mengucapkan sepatah katapun Oh Sam mencengkeram tubuh Hong-po Seng dan dibawa keluar dari ruang kereta. Sejak semula Hong-po Seng sudah tiada tenaga untuk memberikan perlawanan, iapun menyadari bila hawa amarahnya berkobar niscaya ia bakal jatuh tak sadarkan diri, oleh sebab itu sambil menahan rasa mangkel dan sedih yang berkecambuk dalam hatinya, ia biarkan dirinya dibawa keluar kereta , dan meneruskan perjalanan menuju ke Utara. Ilmu pukulan Kioe Pit Sin Ciang benar-benar sangat lihay, hasil latihan Hong po Serg yang susah payah selama banyak tahun ternyata tidak sanggup menahan sebuah gebukan ringan ilmu pukulan tersebut. Kini terhembus oleh angin dingin dan badai salju, ditambah pula rasa lapar yang tak terhingga dalam waktu singkat ia jatuh pingsan kembali. Oh Sam cuma melirik sekejap ke arahnya, sedikitpun orang ini tidak menunjukkan rasa kasihan, simpatik ataupun maksud untuk menolong, sikapnya acuh tak acuh. Di musim salju yang dingin siang jauh lebib rendek dan malam, ketika sore hari baru menjelang tiba diudara sudah gelap gulita, sejak jatuh tak sadarkan diri tadi Hong-po Seng belum sadar kembali, sementara Oh Sam pun melarikan kereta kudanya cepat-cepat menuju ke luar kota Seng-Chiu. Mendadak suara derap kaki kuda yang amat santar berkumandang datang dari arah depan belasan ekor kuda jempolan dengan gagah dan cepatnya menerjang keluar dari balik pintu kota menyongsong kedatangan mereka. Dari jauh memandang rombongan tersebut. Oh Sam segera menghardik keras: "Siapa di situ?"?". ,,Yang baru datang benarkah Oh San ya?"" sahutan nyaring menggema tiba. Sementara pembicaraan masih berlangsung ke dua belah pihak telah saling berdekatan, terdengar suara ringkikan kuda menjulang keangkasa, dua belas orang mendatang bersama-sama loncat turun dari atas kuda dan berdiri penuh rasa bormat di depan pintu kereta. Korden kereta tersingkap, Pek Koen Gie menengok sekejap keluar sambil bertanya: ,,Loe Hoen Tongcu, kalian datang kemari dengan menggembol senjata tajam apakah telah terjadi suatu peristiwa diluar dugaan?"". Pria kekar yang menggembol golok besar bergagang emas pada punggungnya itu segera maju menjura, lalu menjawab: "Barusan hamba sekalian memperoleh laporan kilat yang mengatakan di dusun sebelah timur telah kedatangan serombongan manusia yang sangat mencurigakan, keadaan mereka seperti orang yang sedang meugungsi . . ". ,,Aku akan menantikan laporanmu di ruang kantor cabang" tukas Pek Koen Gie tanpa menantikan orang itu menyelesaikan kata-katanya. ,,Andaikata rombongan itu adalah keluarga dari Chin Pek Cuan, segera tangkap semua dan gusur kedalam kantor, jangan lepaskan barang seorangpun diantara mereka dan jangan kalian celakai pula jiwa mereka!" Habis berkata ia ulapkan tangannya. Orang she Loei itu mengiakan dengan penuh rasa hormat, diikuti oleh anak buahnya masing-masing meloncat naik ke atas kudanya. Mendadak Oh Sam meloncat ke depan jendela katanya : ,,Chin Loo jie adalah seorang manusia pemberani sudah tersohor akan kekerasan hatinya ia tak sudi menyerah kepada musuhnya dan tidak takut mati untuk menangkap beberapa orang itu hidup-hidup, hamba rasa beberapa orang ini masih belum mampu untuk melakukannya". "Ehmm, kalau begitu kaupun ikut pergi!". Seketika ada seseorang yang menyerahkan kuda tunggangannya untuk Oh Sam sedang ia sendiri menggantikan kedudukan sebagai kusir kereta. Dalam waktu singkat Oh Sam beserta orang-orang itu telah berlalu dari Kereta kuda masuk ke dalam kota dan langsung menuju ke markas perkumpulan Sin Kee Pang cabang kota Seng Chiu, Pek Koen Gie turun dari kereta mengangguk terhadap orang-orang yang menyambut kedatangannya kemudian langsung menuju ke ruang dalam. Siauw Leng dengan menjinjing sebuah kotak terbuat dari emas menyusul di belakangnya diikuti orang yang bertindak sebagai kusir tadi membopong lubuh Hong po Seng. Orang itu membawa tubuh pemuda she Hong po ini menuju ke sebuah ruang besar dan menyandarkan dirinya di atas sebuah kursi besar, sementara meja perjamuan telah dipersiapkan di tengah ruangan. Selesai cuci muka dan ganti pakaian Pek Koen Gie muncul dalam ruangan itu diiringi serombongan wanita. Pek Koen Gie duduk di kursi utama, dua orang wanita mengiringi dikedua belah sampingnya sedang sisanya mengitari di depan meja, terdengar suara pembicaraan yang nyaring dan ramai berkumandang memenuhi seluruh ruangan, semua orang bergembira ria kecuali Pek Koen Gie seorang, wajahnya selalu murung dan kesal jarang sekali ia buka suara untuk bercakap-cakap apalagi tertawa. Di tengah perjamuan, seorang dayang muncul sambil membawa sebuah nampan, di atas nampan terletak secawan air jahe serta sembilan buah mangkok kecil, dalam mangkok masing-masing diisi dengan cuka, minyak kayu putih, arak kuning, air jeruk serta pelbagai macam obat-obatan lainnya dan segumpal kapas Siauw Leng tertawa cekikikan, dengan wajah berseri-seri ia mendekati tubuh Hong po Seng, mula-mula ia cekoki pemuda itu semangkok air jahe, kemudian dengan menggunakan kapas yang dicelupkan ke dalam minyak kayu putih ia mulai menggosok wajah Hong po Seng yang berwama hitam pekat itu. Sepertanak nasi telah lewat namun warna hitam di atas wajah Hong po Seng sama sekali tak luntur ataupun berubah, maka Siauw Leng mengambil lagi segumpal kapas yang direndam dengan air cuka, namun obat perubah warna itu benar-benar sangat hebat, meski sudah digosok berulang kali hasilnya tetap nihil, wajah Hong po Seng tetap hitam pekat seperti sedia kala. Siauw Leng jadi amat kecewa, melibat si anak muda itu mulai mendusin kembali ia segera goyang-goyangkan tubuhnya sambil berteriak keras ,,Hey Hong po Seng, sebenarnya wajahmu sudah kau polesi dengan obat apa?" Pek Koen Gie sendiripun merasa ingin tahu bagaimana gerangan wajah sebenarnya dari pemuda itu, ia berhenti minum dan alihkan sinar matanya ke arah sana, demikian pula dengan puluhan pasang mata lainnya berbareng dialihkan ke atas wajah Hong po Seng. Pemuda she Hong po yang baru saja mendusin dan pingsannya hanya memandang sekejap ke arah sekelilingnya dengan wajah mendelong lama sekali ia baru bertanya ; "Nona apa yang kau tanyakan?" "Eeei", wajahmu telah kau polesi dengan obat apa?" teriak Siauw Leng. Hong po Seng tahu kematian tak akan terbindar dari dirinya, ia jadi malas buka suara. tapi iapun takut dayang cilik itu ribut tiada bentinya maka ia menyahut: ,,Sejak aku berusia tujuh tahun, setiap hari wajahku kugosok dengan air obat, tiga tahun kemudian wajahku telah berubah jadi begini dan mungkin selama hidup wajahku tak akan pulih kembali seperti sedia kala, nona cilik aku lihat lebih baik kau tak usah buang tenaga dengan percuma" ,,Hey. sampai di mana sih kelihayan dari rnusuhmusuh besarmu?"" hingga kau pandang persoalan yang kecil jadi masalah besar?"" mendadak terdengar Pek Koen Gie mendengar dengan suara dingin. Sorot mata Hong-po Seng berkilat, ia melriik sekejap ke arahnya seakan-akan hendak mengucapkan sesuatu namun akhirnya ia batalkan maksud tersebut dan pejamkan kembali matanya. Siauw-Leng si dayang cilik jadi kheki, sambil mencibirkan bibirnya ia menyingkir dari situ. Perempuan yang duduk di sebelah sisi Pek Koen Gie mendadak menimbrung dengan suara lantang : ,,Hey bocah muda, perduli siapakah musuh besarmu asal kau mohonkan bantuan serta perlindungan dari siocia kami, meski Thian Ong Loo-cu ataupun Giok-HongThay Tie tak nanti mereka berani mengganggu selembar jiwamu!". Hong-po Seng tetap pejamkan matanya dengan mulut membungkam, terhadap ocehan perempuan tersebut ia sama sekali tidak ambi gubris. Diam-diam Pek Koen Gie jadi mendongkol, ia angkat cawan araknya dan sekali teguk menghabiskan isinya, mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia berpikir : ,,Senang hidup takut mati adalah kebiasaan dari manusia, sekarang ia berlagak angkuh dan sombong tidak lebih karena terdorong oleh emosi belaka, asal aku dapat memancing rahasia hatinya dan berhasil mengetahui kelemahannya maka ia akan takut menghadapi kematian, asal dalam hatinya sudah timbul rasa takut menghadapi kematian, tidak terlalu sulit bagiku untuk menaklukan dirinya". Berpikir demikian ia lantas tertawa dingin katanya: ,,Hong Po Seng, kematianmu telah berada di ambang pintu, bila kau masih terdapat pekerjaan atau tugas yang belum sempat diselesaikan utarakan saja kepadaku, mengingat kau mempunyai beberapa bagian semangat seorang ksatria, setelah kau mati aku dapat perintakan orang-orang untuk menyelesaikannya!". "Antara kau dengan aku terpisah oleh paham yang berbeda, aku rasa tidak baik kalau kita beterjasama" Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tampik Hong Po Seng dengan suara hambar, matanya melotot besar. "Maksud baik dirimu lebih baik kuterima di dalam hati saja, aku tak berani merepotkan diri nona". Meski ia diluar bicara demikian, dalam hati terbayang kembali wajah ibunya yang penuh kasih sayang, teringat kembali ucapan ibunya bahwa hanya teratai racun empedu api saja yang dapat menyembuhkan sakitnya serta memulihkam kembali kepandaian silatnya, tanpa sadar titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya. Haruslah diketahui bagi orang ksatria lebih baik mati terbunuh daripada menerima penghinaan, meskipun Hong Po Seng mempunyai keinginan untuk melanjutkan hidup namun andaikata ia disuruh berlutut di hadapan Pek Koen Gie sambil mendengarkan nasehat serta tegurannya, hai itu boleh dibilang merupakan suatu penghinaan yang maha besar bagi seorang manusia, juga merupakan penghinaan terhadap keluarga kakek moyangnya. Oleh karena itu setelah dipikirkan pulang pergi, ia merasa kematian adalah jalan yang terbaik baginya untuk ditempuh. Kini terpancing oleh Pek Koen Gie, tanpa sadar air mata telah membasahi wajahnya. Pek Koen Gie pribadi sebagai seorang putra pangcu yang paling berkuasa di kolong langit pada hari-hari biasa selalu andalkan kekuasaan ayahnya untuk berbuat sewenang-wenang, mengikuti adatnya setelah Hong Po Seng menyinggung perasaan halusnya sebagai seorang wanita, ia bersumpah untuk membalas dendarn sakit hati ini. Sekarang melihat si anak muda itu telah mengucurkan air matanya, ia jadi girang, biji matanya mengerling sekejap kearah Siauw Leng memberi tanda. Siauw Leng adalah seorang dayang yang masih muda, watak kekanak-kanakkannya belum hilang, ia takut sebelum sempat melihat wajah sebenarnya dari Hong-po Seng dia keburu mati, maka menjumpai keringanan mata majikannya, ia segera mengambil semangkok nasi dan diberikan kepada seorang dayang disisinya sambil berpesan : "Lengan toaya itu tidak leluasa uatuk bergerak, cepat kau suapin dirinya hingga kenyang!". Hong-po Seng sudah seharian penuh tidak bersantap, perutnya sejak semula sudah terasa amat lapar, dalam keadaan seperti ini diapun ogah untuk memperhatikan adat istiadat lagi, di bawah suapan dayang tadi dalam waktu singkat ia telah menghabiskan dua mangkok nasi. Suasana di dalam ruaagan ini nyaman dan hangat, selesai bersantap merasa semangatnya pulih kembali, keempat anggota badannyapun sudah mulai terasa segar, maka ia lantas pejamkan matanya diam-diam mengatur napas. Setelah menderita siksaan seharian penuh, semangat dan kekuatan Hong-po Seng mengalami kerusakan yang sangat hebat, dalam semedinya ia temukan seluruh uraturat penting di atas bahu kirinya telah tersumbat, meski lengan kirinya mungkin jadi cacad nanun jiwanya masih dapat diselamatkan, maka dari itu ia tidak terlalu merasa kuatir. Selesai berlatih beberapa saat lamanya ia merasa badannya jadi lelah, pandangannya berkunang dan ia tertidur nyenyak. Pek Koen Gie sendiri selesai bersantap berbicara sejenak dengan perempuan-perempuan itu, karena hatinya murung ia segera berpamitan dan kembali kekamarnya. Siauw Leng mengikuti majikannya duduk tepekur di atas meja ..... lama kelamaan ia sendiri terlelap dalam tidurnya. Kentongan ketiga . . . kentongan keempat.,. kentongan kelima ayam mulai berkokok suara ketukan Bok Hie dari kaum paderi berkumandang di tengah kesunyian. Mendadak terdergar suara derap kaki kuda secara lapat-lapat berkumandang datarg. Pek Koen Gie tersentak bangun dari tidurnya, sepasang biji mata yang bening memancarkan cahaya tajam, tanpa sadar ia melirik sekejap kearah Hong Po Seng. Siauw Leng pun tersentak bangun dari tidurnya, dengan mata masih mengantuk ia beiseru: ,,Siocia. apakah air tehnya sudah dingin?" Hong po Seng pun baru saja mendusin dari tidurnya, mendengar suara hiruk pikuk di luar ruangan yang bercampur dengan isak tangis kaum wanita dan bocah cilik mula-mula ia tertegun, sementara suara gaduh tadi sudah semakin dekat dengan ruangan mereka. Mendadak korden tersingkap. Oh Sam masuk ke dalam lebih dabulu diikuti anak buah kantor cabang kota Keng Chiu yang menggusur sembilan orang tawanan, dalam waktu singkat mereka sudah berada dalam ruangan semua. Diam-diam Hong po Seng melirik sekejap ke arah orang-orang itu, ia temukan salah seorang dara berbaju hijau yang ada di situ bukan lain adalah Chin Wan Hong puteri kesayangan dari Chin Pek Cuan, dengan hati terperanjat ia loncat bangun, teriaknya ; ,,Nona Chin, dimanakah ayahmu?" Waktu itu Chin Wan Hong sedang memayang seorang nenek tua yang rambutnya telah beruban semua, melihat kemunculan Hong-po Seng di tempat itu ia berdiri tertegun, lama sekali baru sahutnya ; ,,Ayah serta engkohku menguatirkan keselamatanmu maka kemarin malam mereka memisahkan diri untuk mencari dirimu, sekarang entah mereka berada dimana?"?". Dengan tajam ia perhatikan sekejap wajah pemuda itu lalu tanyarya berubah: ,,Kau terluka parah ?"?". Hong-po Seng menggeleng. ,,Tidak terlalu menguaitrkan !". Sinar matanya rnerayap sekejap kesekeliling ruangan, ia temukan diantara sembilan orang lainnya ada enam orang adalah perempuan dan seorang adalah bayi yang masih kecil, di samping itu terdapat seorang kakek berjubah hijau serta seorang pria berusia tiga puluh tahunan, tubuh mereka berdua telah basah oleh lepotan darah segar, sepasang tangannya dibelenggu di atas panggung. Oh Sarn berjalan mendekati majikannya lalu membisikkan sesuatu kesisi telinganya, Pek Koen Gie segera mengangguk tiada hentinya. ,,Chin Wan Hong!" mendadak ia menegur dengan nada dingin. "Tiga orang manusia dari kantor cabang kota Keng-Chiu apakah mati di tangan kalian ayah dan anak?"?". Hong-po seng cepat berpaling, dengan wajah gusar timbrungnya dari samping: "Bukankah cayhe sudah berkata berulang kali, ketiga orang itu modar diujurg pedang bajaku. mengapa nona menuduh orang lain yang bukan-bukan?"". Pek Koen Gie tertawa seram. "Baiklah. siapa duluan siapa belakangan sama saja!" ia menoleh dan menambahkan "Loe Tongcu perintahkan orang untuk siapkan alat siksaan! ...." Untuk menyiksa seseorang caranya berbeda jauh dengan cara membunuh orang, ketika dilihatnya Hong-po Seng sama sekali tidak dibelenggu dan takut si anak muda itu mcmberikan perlawanannya hingga anak buahuya tak sanggup melayani, mendengar perintah tersebut buru-buru Loe Hoen Tongcu menjura. ,Biarlah hamba turun tangan sendiri!". Tangannya berkelebat mencabut keluar golok besar gagang emas dari atas punggungnya kemudian dengan langkah lebar maju ke depan. Hong-po Seng putar otaknya dengan cepat ia tahu percuma baginya untuk melawan, maka sambil bulatkan tekad ia berdiri tak berkutik di tempat semula. Selangkah demi selangkah Loe Hoen Tong berjalan semakin dekat, kaki-kakinya mendadak ditekuk, tiga jari tangan kirinya menusuk kehadapan matanya sementara lengan menggapai membacok-bacok kepala lawan. Cahaya emas tampak berkelebat lewat, sebentar lagi batok kepala Hong Pe Seng bakal berpisah dengan badannya". Mendadak Chin Wan Hong menjerit, keras dan membentak sambil menahan isak tangis; ,,Turggu sebentar!". Loe Hoen Tongcu terperanjat dia ingin menarik kembali serangannya namun tak sempat, disaat yang kritis itulah mendadak pergelangan tangannya terasa bergetar keras, tahu-tahu golok emasnya sudah lerjepit oleh dua jari tangan Oh Sam. Kendati begitu tak urung leher kiri Hong po Seng termakan juga oleh bacokan tersebut hingga muncul sebuah bekas luka yang panjangnya mencapai dua coen, darah segar-segar mengalir keluar dengan derasnya. Bagaimanapun juga Oh Sam adalah pelayan lama keluarga Pek, dengan mata kepala sendiri ia saksikan Pek Koen Gie menginjak dewasa, terhadap tabiat serta tingkah laku majikan mudanya ini ia mengetahui sangat jelas, ia tahu andaikata majikannya ada niat membinasakan Hong po Seng, sejak semula pemuda itu telah dibunuhnya! jiwa si anak muda itu dapat selamat hingga kini jelas menunjukkan kalau ia mempunyai tujuan lain karena itulah disaat yang kritis ia telah menjepit gagang golok orang. "Loe Hoen tongcu tunggu sebentar!" serunya. "Siocia sedang menyelidiki siapakah pembunuh yang sebenarnya dari ketiga orang kita, coba kita dengar dulu apa yang hendak diucapkan perempuan itu!" Lolos dari lubang kematian Hong po Seng merasakan hatinya jadi kosong. setelah termangu-mangu beberapa saat lamanya ia baru berpaling ke arah Chin Wan Hong. Tampaklah sepasang mata gadis itu telah basah oleh air mata, timbul rasa iba dan kasihan dalam hati kecilnya segera ia berkata: "Nona Chin, sebetulnya aku tidak ingin memberitahukan kepadamu, tapi setelah kejadian berubah jadi begini akupun terpaksa harus berbicara sesungguhnya. Chin Wan Hong mengangguk. ,,Apa yang hendak kau katakan, utarakanlah keluar, bila tidak ingin dikatakan janganlah kau ucapkan!". Hong-po Seng tertawa ramah, "Ayahmu telah melepaskan budi yang tak terhingga besarnya kepada keluarga Hong-po kami, aku Hong po Seng sengaja datang ke kota Keng Chiu bukan lain adalah untuk membalas budi kebaikan tersebut. Setelah terjadinya penstiwa seperti ini kendati aku Hong-po Seng harus mengorbankan selembar jiwaku keselamatan seluruh keluarga Chin harus kupertahankan terlebih dahulu, kalau tidak aku bakal malu pulang ke rumah, daripada tugasku tak terselesaikan lebih baik aku mati di sini saja". Chin Wan Hong tertegun beberapa saat lamanya, mendadak ia berpaling ke arah Pek Koen Gie seraya berkata : "Keluarga paman Yap kami sama sekali tidak tersangkut dalam peristiwa ini, nenekku dan ibuku juga bukan orang-orang dunia persilatan, andaikata kau suka melepaskan mereka pergi, segera akan kuberitahukan siapakah pembunuh yang sebenarnya" ,,Heee. .heee. "pandai amat kau berbicara" jengek Pek Koen Gie sambil tertawa dingin. "Baiklah, coba kau katakan lebih dahulu siapakah pembunuh yang sebenarnya?" ,,Ketiga orang itu semuanya mati di ujung senjataku," sahut Chin Wan Hong dengan air mata bercucuran" ,,Mayat mereka telah kami buang ke dalam lorong rahasia keluarga kami, aku rela mengorbankan jiwaku untuk menebus dosa tersebut." Meski perkataan itu diutarakan halus, luwes tanpa emosi namun sikapnya kukuh dan teguh rupanya dia hendak korbankan selembar jiwanya demi menyelamatkan seluruh jiwa keluarganya: "Hemm, polos amat jalan pikiranmu!" jengek Pek Koen Gie sambil mendengus dingin ,,Orang-orang dari perkumpulan Sin Kee Pang bukan manusia sebangsa gentong nasi yang bisa dipermainkan seenaknya, dengan andalkan kepandaian silat yang kau miliki masa mampu untuk mencabut selembar jiwanya Kwa-Thay"'' "Heng-jie!" tiba-tiba nenek tua berambut putih itu buka suara, "Nenekmu telah berusia tujuh puluh lima tahun, sudah masanya bagiku untuk mati kau mohonkan saja kepada nona itu untuk melepaskan paman Yapmu sekeluarga, kita orang-orang dari keluarga Chin akan tetap tinggal di sini." ,,Loo Thay Koen'" mendadak kakek berbaju hijau itu menyela sambil tertawa tergelak!' Dewasa ini seluruh penjuru kolong langit telah dijajah oleh kaum iblis serta manusia-manusia laknat yang terkutuk, bagaimanapun juga aku Yap See Ciat pernah mempunyai nama besar dalam dunia persilatan, kini keadaanku terdesak hingga harus bersembunyi di desa menjadi petani, bila aku tidak korbankan selembar jiwaku demi keadilan, akan ditaruh kemanakah selembar wajahku ini?" Hong po Seng yang mendengar perkataan itu diamdiam menghela napas panjang pikirnya : ,,Aaai",.jaman apakah ini" kenapa kaum kesatria dan patriot-patriot gagah hanya bisa main bersembunyi belaka" sekali unjukkan diri, kematian segera Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mengancam jiwa raganya" Tiba-tiba Pek Koen Gie betseru keras: ,,Bagus! Kalau memang kalian pingin mati semua, akan kupenuhi harapanmu semual", ia menoleh dan hardiknya : ,,Gusur mereka semua keluar dari sini dan babiskan nyawa mereka !" Dari perubahan wajah dara cantik itu Loe Hoen Tongcu mengerti babwa majikan mudanya ini benarbenar sudah naik pitam, keputusan yang diambilpun bukan gertak sambal lagi, dengan golok tersoren ia segera melangkah ke depan siap memenggal batok kepala kakek berambut hijau itu. Hong po Seng terperanjat menghadapi situasi semacam itu, cepat-cepat dia mendongak dan tertawa keras. Suaranya keras, tinggi dan melengking amat menusuk pendengaran, suaranya jauh lebih tak enak didengar dari pada isak tangis yang menyedihkan, begitu panjang dan keras gelak tertawanya sampai air muka semua orang berubah hebat, darah segar mulai mengucur dan ujung bibirnya membasahi wajah dan dadanya. Pek Koen Gie segera meloncat bangun, sambil mendepak meja hardiknya keras-keras : .,Hong-po Seng..." apa yang kau tertawakan ?"?" "Hm . . Hm . , betapa gagahnya perkumpulan Sin Kee Pang ha .. ha ". . betapa jantannya jago-jago perkumpulan panji sakti"....... Dengan langkah lebar ia maju kemuka, kernudian bertekuk lutut dan jatuhkan diri berlutut dihadapan dara ayu itu. Tindakan ini benar-benar luar biasa sekali, kecuali Siauw Leng si dayang cilik yang mengetahui duduk perkara sebenarnya, baik para jago dari perkumpulan Sin Kee Pang maupun para ang-gota keluarga dari Chin Wan Hong sama2, tertegun dan berdiri melongo, mata mereka terbelalak lebar-lebar, tak seorangpun mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Pek Koen Oie sendiri walaupun dalam hatinya memang ada niat untuk menghina dan mempermalukan si anak muda itu, namun setelah Hong Po Seng jatuhkan diri berlutut dihadapannya tak urung ia dibikin terkesiap juga sehingga untuk beberapa saat lawannya berdiri ter mangu-mangu. Lama sekali ...... akhirnya ia tertawa seram. ,,Hmm ..... Hmm.. Hong Po Seng, apa maksudmu berlutut di hadapanku?" "Apalagi?"" sahut Hong Po Seng sambil angkat kepalanya." Tentu saja masuk menjadi anggota perkumpulan Sin Kee Pang! Kesusahan dan kesulitan hanya bisa dibebaskan dengan kematian, ternyata kematianpun tidak mudah diperoleh" Pek Koen Gie betul-betul naik pitam, telapak tangannya langsung diayun menggaplok pipi sianak muda itu keras-keras. Hong po Seng mendengus berat, setelah isi perutnya terluka ia tak sanggup mengerahkan tenaga dalamnya untuk melawan, termakan gaplokan tersebut dalam mulutnya segera terasa ada sesuatu yang mengganjal, ketika disemburkan ke atas telapak, tampaklah benda itu bukan lain adalah tiga biji gigi yang berlumurkan darah segar. OoOoO 5 Pada dasarnya Chin Wan Hong adalah seorang nona yang balus lembut dan berhati penuh welas kasih, setelah menyaksikan penderitaan serta penghinaan yang diterima Hong po Seng, hatinya jadi amat sedih seperti diiris-iris dengan pisau, ia meraung keras: ,Manusia she Pek! nonamu akan beradu jiwa dengan dirimu!" Bagaikan macan betina yang terluka ia menubruk ke arah lawannya dengan suatu tubrukan ganas. Tempo dulu semasa Yap Soe Cat masih berkelana di dalam dunia persilatan, dengan andalkan ilmu telapak dan ilmu pedangnya ia berhasil memperoleh julukan sebagai "Ceng Lian Kiam Khek" atau si Jago Pedang rambut hijau, andaikata pada malam ini tiada Oh Sam yang turun tangan membantu, orang-orang dari perkumpulan Sin Kee Pang belum tentu bisa menangkap pertarungan tersebut. Sekarang. kendati sepasang telapaknya telah terbelunggu namun setelah menyaksikan Chin Wan Hong turun tangan, iapun segera genjotkan badannya mengirim satu tendangan kilat kearah OhSam. Sayang seribu kali sayang, walaupun kedua orang itu turun tangan hampir pada saat yang bersamaan, apa daya kekuatan mereka masih belum sanrgup menandingi kepandaian lawannya. Melihat datangnya serangan, Ob Sam segera mengigos ke samping diikuti secara beruntun ia melancarkan tiga buah serangan sekaligus ... dalam satu kesempatan punggung Yap Soe Ciat berhasil dihajar hingga membuat tubuhnya mencelat keluar dari ruangan, sedangkan Pek Koen Gie dalam sekali ayunan tangan saja telah berhasil menotok jalan darah dari Chin Wan Hong. Pria berusia tiga puluh tahunan yang ikut tertawan bukan lain adalah putra dari Yap Soe Ciat, melihat. ayahnya sudah turun tangan diapun segera melancarkan satu tendangan dahsyat menghajar lambung Loe Hoen Tong?cu Situasi serba kacau ini mengejutkan bayi dalam pondongan salah satu keluarga Yap, tangisan keras dengan cepat bergema memenuhi ruangan, suasana jadi kacau dan suara hiruk pikuk melanda di mana-mana. Hong po Seng jadi gelisah bercampur cemas dalam keadaan yang tertekan batinnya ia tak sanggup mempertahankan diri, tidak ampun agi si anak muda itu jatuh tak sadarkan diri. Mendadak terdengar Pek Koen Gie membentak gusar: ,,Gusur keluar mereka semua siapkan kereta dan segera lanjutkan perjalanan". Begitu perintah tersebut diucapkan para anggota perkumpulan Sin-Kee-Pang segera menggusur para tawanan keluar dari ruangan salah satu diantaranya mencengkeram tubuh Chin Wan Hong yang menggeletak di atas tanah, sedang yang lain mencengkeram tubuh Hong po Seng. Siapa sangka mendadak Pek Koen Gie me lancarkan satu tendangan kilat menghajar tubuh orang itu, membuat tubuhnya mencelat keluar dan ruangan dan untuk sesaat tak sanggup bangun. Kemarahan gadis she Pek itu tidak sampai di sana saja, ia depakkan kakinya ke atas lantai hingga beberapa ubin retak berserakan setelah itu baru berlalu dari sana. Suasana dalam ruangan pulih kembali dalam kesunyian hanya Hong-po Seng seorang masih menggeletak terlentang di atas tanah, suasana di luar ruangan hening dan sepi ....... jelas anggota keluarga Chin serta Yap telah digusur keluar semua dari tempat itu. Kurang lebih sepenanak nasi kemudian Pek Koen Gie muncul kembali dari ruang dalam ia melirik sekejap ke arah tubuh Hong po Seng yang mengeletak di atas tanah kemudian meneruskan langkahnya menuju ke ruang depan, Siauw Leng si dayang cilik itu mengikuti di belakangnya, ia perintahkan dua orang dayang lainrya menggotong tubuh si anak muda itu berjalan keluar mengikuti di belakangnya. Kereta kuda telah siap menanti di beranda luar, para anggota perkumpulan Sin-Kee Pang cabang kota Seng Chiu telah menanti semua di bawah undak-undakan untuk menghantar keberangkatan majikan mudanya. Setelah turun dari undak-undakan batu, mendadak dari sakunya Pek Koen Gie ambil keluar sebuah panji kecil terbuat dari kain kuning sambil menyerahkan benda itu ketangan Loe Hoen Tongcu pesannya: "Perintah kepada para kantor cabang di tujuh propinsi, persengketaan antara perkumpulan Sin Kee Pang dergan Chin Pek Cuan untuk sementara waktu ditangguhkan hingga waktu yang tak terbatas, seandaianya orang she Chin itu yang sengaja mencari gara-gara, diperkenankan melawan dirinya dan bawa kemarkas besar, tetapi dilarang mengganggu keselamatan jiwanya, selesai menyampaikan perintah, Tanda perintah" Hong Loei Leng ini segera dikirim balik kepadaku!". Loe Hoen Tongcu mengatakan berulang kali, dengan tangan gemetar segera menerima angsuran Tanda perintah tersebut. Kiranya "Hong Loei Leng"' adalah tanda perintah kelas utama di dalam perkumpulan Sin Kee Pang, di dalam perkumpulan hanya Pek Koen Gie serta ayahnya saja yang masing-masing memegang sebuah. Organisasi perkumpulan Sin Kee Pang amat luas, peraturan amat ketat, berjumpa dengan tanda peraturan itu sama halnya dengan bertemu dengan orangnya sendiri, dengan panji kecil itu di tangan kemanapun kita pergi dan apapun yang kita minta segera akan terpenuhi, sampaipun ingin mencabut jiwa seseorang nanti tak ada seorang manusiapun yang berani membangkang, saking besarnya kekuasaan panji tersebut hingga boleh dibilang hampir sebanding dengan kekuasaan seorang pangcu. Meski Loe Hoen Toagcu sudah banyak tahun berbakti kepada perkumpulan Sin Kee-Pang, baru kali ini ia melihat dan menerima panji kekuasaan tersebut. Siauw-Leng perintahkan kedua orang dayang itu untuk menggotong tubuh Hong-po Seng naik ke atas kereta, sementara Pek Koen Gie setelah memeriksa cuaca katanya: "Oh Sam kau boleh istirahat sebentar, pilih orang lain untuk menggantikan sejenak kedudukanmu!". Selesai berkata ia ulapkan tangannya dan masuk ke dalam ruang kereta diiringi salam perpisahan dari anak buahnya. Dalam pada itu udara gelap dan mendung, seorang lelaki berjubah hitam meloncat naik ke atas kereta menggantikan Oh Sam sebagai kusir, di tengah ayunan cambuknya kerata bergerak menuju ke utara. Dalam ruangan Hong-po Seng berbaring di atas kulit harimau, Siauw Leng mengganjalkan selimutnya sebagai bantal pemuda itu. Di bawah sorot cahaya lampu tampak air mukanya pucat pias bagaikan mayat, noda darah masih mengotori ujung bibirnya, keadaan pemuda itu kelihatan mengerikan sekali. Rupanya dayang cilik ini merasa radaan takut, terdengar ia berseru : ,,Siocia, orang ini tak bisa diganggu terus-terusan, aku lihat lebih baik kita lepaskan saja" "Hmmm! andaikata mau mengganggu dirinya terus kenapa?" jengek Pek Koen Gie sambil mendengus dingin, ia merandek sejenak setelah memandang sekejap kearah dada pemuda itu katanya lagi : ,,Lepaskan jubah luarnya dan buang keluar. Hmmm sudah ternoda darah ditambah bekas hangus terbakar . . . Huh . . . sungguh membuat hati orang jadi jemu!" Siauw Leng melepaskan lebih dahulu ikat pinggang Horg-po Seng lalu melepaskan jubah luarnya, dari dalam gentong air ia mengambil sedikit air bersih dan membersihkan noda darah di atas wajahnya. Melihat noda darah sudah bersih namun dayangnya masih saja menggosok wajah pemuda ini tiada hentinya, kontan Pek Koen Gie mengerutkan alisnya. ,,Eeei .... kenapa sih kau menggosok terus wajahnya?"" ia menegur. Siauw-Leng tertawa cekikikan. ,,Aku ingin sekali melihat bagaimana sih wajahnya yang sebenarnya" tampan atau jelek ?"". ,.Cisss", apanya yang menarik. Hmm" coba rentangkan telapak kanannya", Siauw-Leng mengiakan, dilihatnya tangan kanan pemuda itu mengepal kencangkencang dari celah-celah jarinya nampak noda darah, tapi sekalipun sudah dicoba berulang kali genggaman tersebut belum berhasil juga direntangkan. Melihat itu sambil tertawa dayang tadi lantas berseru : "Kencang amat genggamannya, mustika apa sih yang sedang dia pegang?" Sekuat tenaga ditariknya genggaman tangan pemuda itu, dalam sekali sentakan telapak Hong-po Seng berhasil juga direntangkan. Ternyata benda yang dipegangnya itu bukan lain adalah tiga biji gigi, saking kencangnya ia menggenggam sampai telapaknya terluka dan mengucurkan darah. Dayang itu jadi takut, jantungnya berdebar keras dan untuk beberapa saat lamanya ia tak berani berkutik. Mendadak terdengar Hong-po Seng merintih lirih, giginya yang tergerak membuat wajahnya menunjukkan rasa sakit yang tak terhingga, diikuti badannya tak berkutik lagi. Air muka Pek Koen Gie berubah hebat, tapi hanya sebentar saja ia telah berhasil menenangkan kembali hatinya. ,.Hey, ayoh cepatan dikit, kenapa sih kau duduk termangu-mangu belaka . .?" tegurnya. Siauw Leng menjulurkan lidahnya, buru-buru ia membersihkan telapak tangan si anak muda itu dari noda darah dan membungkus ketiga biji gigi tersebut dengan secarik kain. Dari dalam sakunya Pek Koea Gie ambil ke luar sebuah bungkusan kain, dari dalam bungkusan tadi mengambil keluar empat buah botol yang berisitan empat macam obat yang berbeda, ia memilih dua biji di antaranya dan diserahkan ketangan Siauw Leng. Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Menerima dua biji obat itu dayang tersebut memandangnya sekejap, lalu sambil tertawa ia bertanya: "Siocia! bukankah obat ini adalah Jien Ci Wan obat untuk menyembuhkan luka dalam?" lalu obat apa yang satunya lagi ini?" ,,Obat pemunah untuk luka bekas pukulan Kioe Pit Sin Ciaog", Hm! cerewet amat kau si budak cilik!" Habis berkata ia jatuhkan diri berbaring di atas kursi malesnya. Siauw Leng menghancurkan lilin pembungkus pil tersebut lalu menjejalkan obat tadi ke dalam mulut Hong-po Seng, setelah itu dicekokkan pula beberapa teguk air bersih. Pek Koen Gie yang sedang berbaring, mendadak melemparkan selembar kain tersebut. Siauw Leng segera menyelimuti tubuh Hong Po Seng. Setelah minum obat si anak muda itu hanya mendusin sebentar untuk kemudian tertidur kembali dengan nyenyaknya. Suasana untuk beberapa saat lamanya diliputi keheningan yang mencengkam, mendadak terdengar Siauw Leng bertanya sambil tertawa. ,,Siocia, menurut dugaanmu benarkah dia she Hong po?" "Hmm! perduli amat dia mau she apa?" ,,Dia bilang pernah berhutang budi kebaikan yang tiada taranya atas diri Chin Pek Cuan, kenapa Chin Wan Hong tidak mengetahui akan persoalan ini" .,Kepandaian silat yang dimiliki Chin Pek Cuan meski tidak terlalu lihay, namun hubungan persahabatannya amat luas, para jago-jago lihay pada masa yang silam kebanyakan mempunyai hubungan yang erat dengan dirinya. Mengenai persoalan ini setibanya di atas gunung rasanya tidak sulit untuk mengetahuinya" Siauw Leng mengangguk. "Dalam gelisah dan cemasnya Chin Wan Hong siap mengadu jiwa dengan diri Siocia, aku lihat hubungan mereka berdua belum tentu hubungan biasa saja" katanya lagi sambil tertawa. Pek Koen Gie tertawa dingin, ,,Hmm, ngaco belo tidak keruan..., kau anggap segala persoalan hanya kau saja yang tahu?" Siauw Leng terbungkam untuk beberapa saat lamanya ia membisu dalam seribu bahasa. Sesaat kemudian ia berpaling memandang sekejap kearah Hong po Seng, lalu ujarnya lagi sambil tertawa: "Bagaimanapun juga aku tetap merasa bahwa Hong po Seng mempunyai sedikit keistimewaan yang berbeda jauh dengan orang lain, hanya saja aku tidak tahu dimanakah letak keistimewaannya itu!" Pek Koen Gie mendongak dan memandang sekejap kearah dayangnya dengan sorot mata tajam, kemudian melirik kembali ke arah Hong-po Seng katanya ketus: "Kalau kau berani membicarakan soal Hong-po Seng sekali lagi, lidahmu segera akan kupotong jadi dua bagian!" Siauw-Leng tertawa cekikikan, setelah di ancam ia benar-benar tidak berani berbicara lagi. Angin masih berhembus kencang dan salju masih turun dengan derasnya, di tengah getaran bunyi roda kereta sehari telah berlalu dengan cepatnya" Daerah sekitar King-Ouw hingga mencapai Propinsi Su-Cuan sebagian besar terdapat kantor Cabang perkumpulan Sin Kee Pang, malam itu mereka menginap di kota Tay Yong. Ketika kereta berhenti berlari, mendadak Hong-po Seng tersentak bangun dari tidurnya, lubang hidung segera mencium bau barum semerbak yang menyegarkan badan ketika ia membuka matanya tampaknya ia sedang berbaring di dalam kereta, sementara ujung gaun Pek Koen Gie persis sedang menggeser di sisi pipinya ketika dara itu sedang melangkah keluar dari dalam kereta. Siauw Leng segera berjongkok di sisi tubuhnya, terdengar ia menegur sambil tertawa: ,,Bagaimana keadaan lukamu" apakah sudah rada baikan?" Hong po Seng tidak langsung menjawab, ia bayangkan kembali semua peristiwa yang barusan dialami setelah itu balik tanyanya : ,,Semua anggota keluarga Chin dan Yap kini berada dimana?" Siauw Leng tertegun, ia merasa ucapan dari pemuda tersebut meski lama sekali tak berubah namun nadanya kosoag melompong seolah-olah datang dari tempat kejauhan dan bukan muncul dari mulutnya sendiri, ia terbelalak dan untuk beberapa saat lamanya tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. "Bagaimana" apakah telah dibunuh semuanya?" terdengar Hong-po Seng menegur lagi dengan cepasang alis berkerut. Siauw Leng terperanjat buru-buru sahutnya. "Aaah! tidak, mereka telah dilepaskan semua!" Diikuti iapun menceritakan secara bagaimana Pek Koen Gie telah turunkan perintahnya yang ditujukan ke seluruh kantor cabang di tujuh propinsi untuk sementara waktu menunda persengketaan mereka dengan Chin Pek Cuan. Di samping itu menceritakan pula secara bagaimana majikannya telah menghadiahkan obat pemunah baginya. "Bagaimana keadaan lukamu sekarang?" Diam-diam Hong po Seng tarik napas panjang dan mengatur hawa murninya, ia merasa seluruh sumbatan jalan darahnya telah lancar kembali, jelas luka yang dideritanya telah sembuh seratus persen, maka ia lantas menyahut: "Luka yang kuderita sudah hampir sembuh seperti sedia kala, terima kasih atas pemberian obat mujarah dari siocia kalian" Sekali lagi Siauw-Leng dibikin melengak oleh nada ucapannya yang kosong dan hambar. ,,Eeei, gimanasih kau ini?" serunya sambil tertawa ,,Siociaku berarti pula siociamu, jangan membangkitkan hawa amarahnya lagi!"." Hong-po Seng mengiakan, ia singkap selimut yang menutupi tubuhnya lalu bangkit berdiri dan keluar dari kereta, Siauw-Leng segera memimpin jalan ke depannya. Kedua orang itu berjalan menerobosi beberapa buah halaman lebar dan akhirnya menuju ke sebuah beranda sempit, dari situ mereka menuju ke sebuah bangunan loteng yang amat luas. Dalam ruangan telah disiapkan beberapa buah meja perjamuan Oh Sam duduk di meja utama sedang sebagian besar orang yang hadir di sana adalah anggotaanggota perkumpulan Sin Kee Pang. Hong-po Seng merandek sejenak di depan pintu, kemudian ia meneruskan langkahnya menuju ke arah meja perjamuan. Siauw-Leng yang menyaksikan keadaan itu buru-buru meugejar masuk ke dalam ruangan, tapi ia sendiripun tak tahu bagaimana barus mengatur diri si anak muda ini, untuk sesaat dayang itu hanya bisa berdiri di depan pintu sambil memandang bodoh ke arah pemuda tadi. Ketika Hong po Seng melangkah masuk ke dalam ruangan, semua anggota perkumpulan Sin Kee Pang tampak tertegun, tidak terkecuali pula diri Oh Sam sendiri, namun sebagai seorang jago yang sudah berpengalaman dalam dunia persilatan dengan cepat ia dapat mengatasi kericuhan itu, sambil menuding kursi di sisinya, orang she Oh itu lantas berseru : ,,Hong-po Seng mari duduk di sini!" Hong-po Seng menurut dan duduk di sisinya ketika semua orang mendengar bahwasanya Oh Sam membahasai si anak muda itu sebagai saudara, dengan cepat pula pandangan mereka jadi berubah, tak seorangpun di antara mereka berani memandang rendah dirinya. Menanti semua orang telah ambil tempat duduknya masing-masing Oh Sam baru berkata sambil menuding ke arah si anak muda ini: "Saudara ini she Hong-po bernama Seng, berhubung suatu kesalahpahaman ia telah membinasakan Tio Cien Loo Hoe-hoat kita, dan kini kesalahpahaman tersebut telah diselesaikan, mulai kini la telah berbakti untuk perkumpulan kita". Dengan wajah adem dan tiada emosi, dengan sorot mata seram perlahan-lahan Hong-po Seng bangkit berdiri, setelah menjura kesekelilingnya ia duduk kembali di tempat semula, tak sepatah katapun yang diucapkan keluar. Tampak orang yang berada di hadapannya segera menjura dan berkata: ,,Siauw-te Tu Cu Siang, atas kebijaksanaan serta cinta kasih Lo pangcu telah dianugerahi kedudukan sebagai Tongcu cabang kota Tay-Yong" saudara Hong po mohon banyak petunjuk darimu!". Hong-po Seng memperhatikan sekejap wajah Tu Cu Siang, lalu sahutnya tawar: "Aku tak berani menerima penghargaanmu!". Meski ia telah masuk jago anggota perkumpulan dan belum diserahi jabatan, namun Tu Cu Siang sebagai pemimpin satu daerah ternyata memandang hormat terhadap pemuda tersebut, sudah tentu orang yang lain semakin tak perani bersikap kurangajar. Tampak orang yang berada di sisi Tu Cu Siang segera memperkenalkan diri: "Cayhe bernama Tong Keng, menjabat sebagai Piauw tauw perusahaan ekspedisi Tay Yong Piauw kiok!". "Caybe Kho Tian Wie, menjabat ketua dari persekutuan dagang kota Tay-Yong!" sambung yang lain. Kata-kata "Cayhe menyambung" menyambung terus tiada hentinya satu demi satu orang-orang itu memperkenalkan diri membuat Hong Po Seng makin mendengar merasa semakin mendongkol. Rupanva para pedagang kaum hartawan di kota tersebut seratus persen boleh di bilang sudah tunduk di bawah kekuasaan perkumpulan Sin Kee Pang, mereka khusus mengundang anggota perkumpulan itu untuk menjabat pucuk pimpinan dengan jaminan perdagangan mereka bisa berjalan dengan lancar, bukan begitu saja perjudian, pelacuran serta pajak-pajak lainnya boleh dibilang merupakan sumber pemasukan yang subur bagi perkumpulan tersebut, orang lain tidak membicarakan tentu saja Hong po Seng tak tahu sampai sedalamdalamnya. Setelah mengalami penghinaan dan rasa malu yang tak terhingga, dalam sedihnya perangai Hong-po Seng telah berobah hebat, kini ia jarang bicara tersenyum ataupun tertawa, girang atau marah tak pernah ditampilkan di atas wajahnya, wajah yang murung, dingin dan kaku menimbulkan rasa bergidik dalam pandangan orang, seakan- akan setiap saat napsu membunuhnya bisa berkobar. Selesai memperkenalkan diri arakpun diteguk berulang kali, sikap Hong po Seng tetap dingin kaku dan jarang berbicara, untung Oh Sam pandai melihat gelagatTiraikasih Website http://kangzusi.com/ banyolan serta pembicaraannya berhasil menyemarakan suasana perjamuan tersebut. Jilid 4: Kakek aneh Telaga Dingin Selesai bersantap, dengan alasan keesokan harinya masih akan melanjutkan perjalanan Oh Sam dibawah antaran Tu Cu Siang kembali kekamarnya untuk beristirahat. Hong-po Seng sendiri setelah menutup pintu, dan mengatur pernapasannya sejenak, segera meniup padam lampu lilin dan naik keatas pembaringan untuk beristirahat. Diam diam pikirnya dalam hati, ,,Setelah kematian gagal kuperoleh sedang penghinaan serta rasa malu teiah kualami satu-satunya jalan yang terbaik bagiku adalah meneruskan hidupku sambil mencari kesempatan untuk membalas dendam sakit hati ini." Berpikir sampai disitu matanya jadi pedat dan tanpa sadar air mata telah mengucur keluar membasahi wajahnya dengan penuh kebencian ia berbisik: ,,Aku harus membasmi perkumpulan Sin Kee Pang sampai keakar akarnya, manusia manusia durjana, manusia laknat dan kaum iblis harus dibasmi habis dari permukaan bumi, terutama sekali Pek Koen Gie, ia terlalu mengandalkan kekuasaan ayahnya untuk berbuat sewenang wenangnya sendiri, orang pertama yang harus kubasmi adalah perempuan keparat itu !. Mendadak ia teringat kembali akan ibunya, maka gumamnya jauh: "Ibu hidup sebatang kara diatas puncak gunung, aku harus mendapatkan teratai racun empedu api itu agar cepat cepat bisa kuantar keatas gunung....". Berpikir sampai disitu ia menghela napas dan pejamkan matanya untuk tidur. Ketika fajar baru menyingsing, Siauw Leng sambil membopong setumpuk pakaian telah berjalalan masuk kedalam kamar, ia segera memasang lampu lentera diatas meja hingga suasana dalam ruangan itu jadi terang benderang. Selama beberapa hari belakangan ini Hong Po Seng boleh dibilang lain hidup dalam penderitaan dan siksaan" ditambah pula luka dalamnya baru saja sembuh: kendati sekarang ada orang yang berjalan dalam kamarnya ternyata ia sama sekali tidak merasa, pemuda itu tetap tertidur dengan pulasnya. Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Siauw-Leng langsung mendekati kesisi pembaringannya, lampu lentera diangkat tinggi tinggi. diam diam ia memperhatikan raut wajah sianak muda itu dengan kesemsem. Tiba tiba ia temukan disamping pembaringan basah oleh air mata, dayang ini segera tertawa cekikikan: serunya: .,Hey Hong-po Seng! ayoh cepat baagun, pakai baju baru, kenakan topi baru dan ayoh merayakan Tahun Baru. haaah... haaah...." Teriakan itu mengejutkan Hong-po Seng, ia segera tersentak bangun dari tidurnya. tampaklah disisi pembaringan telah tertumpuk satu tumpukan pakaian baru, pedang baja miliknya terdapat pula diantaranya bahkan telah diberi sarung kulit ular, disamping itu terdapat pula seutas tali pinggang berwarna kuning. Siauw-Leng meletakan lampu lentera itu ke atas meja, lalu sambil tertawa cekikikan katanya lagi. .,Ayoh cepatan dikit bersantap, sebentar lagi kita bakal melanjutkan perjalanan lagi. Aku harus melayani siocia lebih dahulu !". Selesai berkata dayang itu segera ngeloyor pergi. Mernandang turnpukan pakaian baru dihadapannya Hong po Seng duduk termangu-mangu pikirnya: " Andaikata aku tidak mencuri makanan maka aku bakal mati kelaparan, rupanya apa yang diinginkan manusla belum tentu bisa terpenuhi dengan memuaskan hati. Aaii..terpaksa aku harus bersikap menuruti kaadaan yang kuhadapi". Berpikir demikian maksud hatinya untuk menjadi anggota perkumpuian Sin-Kee-Pang dan bekerja sambil menanti kesempatan baik pun semakin teguh. Sesaat kemudian dua orang dayang masuk kedalam kamar sambil membawa alat untuk mencuci muka, selesai berpakaian dan membersihkan muka buru-buru Hong po Seng sarapan pagi, kemudian setelah menggantungkan pedang bajanya dipinggang ia keluar dari kamar. Kereta kuda telah disiapkan diluar, Tu Cu Siang sambil memimpin anak buahnya menanti disisi kereta, ketika mellhat Hong-po Seng munculkan diri sambil menjura san muka penuh senyuman sapanya: "Hong Po Seng selamat pagi!". "Selamat pagi Tu heng, terima kasih atas perhatianmu yang berharga!". Tu Cu Siang nampak melengak kemudian sambil tertawa buru burut sahutnya: "Aaaah, cuma barang yang tak berharga harap saudara tak usah sungkan-sungkan". Sementara pembicaraan masih berlangsung. terdengar suara dentingan nyaring berkumandang datang, Pek Koen Gie diiringi oleh Siauw Leng telah turun dari atas undak undakan, Hong Po Seng segera naik keatas kereta dan duduk disamping Oh Sam. Ketika tiba duduk didepan kereta biji mata Pek Koen Gie yang bening melirik sekejap bayangan Hong Po Seng kemudian masuk kedalam kereta dan menurunkan horden. Keretapun segera bergerak melanjutkan kembali perjalanannya menuju kearah utara. Demikianlah selama beberapa hari mereka melanjutkan perjalanan disiang hari dan beristirahat dimalarn hari, suatu saat sampailah kereta mereka disebelah.utara Keng Ouw, dan memasukt daerah pegunungan Tay Pa san pusat perkumpulan Sin Kee Pang. Malam itu kereta mereka berhenti ditengah pegunungan dan beristirahat sebentar diudara terbuka, Hong po Seng pun duduk bersemedi diatas kereta menanti fajar telah menyingsing mereka melanjutkan perjalanan meenuju kemarkas besar perkumpulan Sin Kee Pang. Duduk diatas kereta Hong po Seng menyaksikan jalan raya disebelah depan bercabang jadi tiga baglan, masing-masing cabang berhubungan dengan bukit ditiga penjuru, diatas bukit berdiri sebuah benteng dan sekeliling benteng merupakan bangunan rumah yang rapat, diatas tiang bendera masing- masing berkibar sebuah bendera berwarna hitam, terhembus oleh angin utara panji-panji besar itu berkibar dengan megahnya. Mendadak terdengar suara terompet berbunyi panjang diikuti anak panah bersuara berdesingan diangkasa bunyi mercon bergeletar membelah bumi, dalam waktu yang singkat suara sorak sorai yang gegap gempita bergema dari atas markas. Pek Koen Gie melongok keluar dari jendela dan menggoyang-goyangkan tangannya ke arah orang-orang diatas bukit, kurang lebih sepertanak nasi kemudian kereta mereka sudah menembus dua bukit dan menuju katebing gunung. Tengah hari kereta mereka sudah melewati"SamTong" tiga pos penjagaan terdepan dan beristirahat sejenak, Tongcu dari "Sam Tong" diiringi para pelindung hukum, Hiang-cu serta anak buahnya yang berjumlah hampir melebihi seratus orang banyaknya menyambut kedatangan putri pangcu mereka dengan upacara yang megah. Pek Koen Gie setelah berbicara singkat dengan anak buahnya dan kotak berisi makanan telah diangkut naik keatas kereta, perjalanan pun dilanjutkan kembali. Ditengah jalan terdengar suara Siauw-Leng berkumandang keluar dari balik ruangan yang mengundang Oh Sam untuk bersantap. Hong po seng menerima tali les menggantikan kedudukan sebagai kusir, menanti Oh Sam selesai bersantap sianak muda itupun disuruh masuk kedalam untuk menangsal perut. Ketika Hong-po Seng melangkah masuk ke dalam kereta tampaklah Pek Koen Gte sedang duduk sambil bertopang dagu, rupanya dara itu sedang memikirkan satu persoalan, diapun tidak ambil perduli, duduk didepan meja kecil pemuda itu mulai bersantap setelah selesai buru-baru ia buka pintu slap meloncat keluar. "Hong Po Seng..."mendadak Pek Koen Gie menegur. Sianak muda itu berhenti dan menoleh, "Siocia kau ada perintah apa?""tanyanya, "Duduklah lebih dahulu, aku hendak berbicara denganmu!". Hong Po Seng balik kedalam ruang kereta lalu duduk bersila diatas lantai, sikapnya kaku dan tanpa mengucapkan sepatah katapun ia menantikan gadis itu buka suara. Dengan sorot mata tajam Pek Koen Gie menatap wajah pemuda itu tajam tajam, kemudian tanyanya: .,Bagaimana perasaaanmu setelah rnemasuki daerah penting dari perkumpulan Sin Kee pang kami?" Hong Po Seng tertegun untuk sesaat, rupanya ia tak menyangka kalau pertanyaan itulah yang bakal diajukan kepadanya, setelah termenung dan berpikir sejenak jawabnya: "Jago lihay dari perkumpulan Sin Kee Pang banyak bagaikan mega, dengan kepandaian yang cayhe miliki boleh dibilang bagaikan kunang-kunang ditengah sorotan cahaya rembulan". Pek Koen Gie tertawa dingin. .,Hmmm.... hmmm.... dalam ruang tengah dan bawah dari Sam Tong "Belum tentu terdapat jago jago yang benar benar memiliki ilmu silat lihay, tapi setelah kita melangkah lebih kedalam maka kepandaian mereka semua betul betul jauh lebih kosen dari pada dirimu coba kau berpikir yang cermat lagi apa maksud dan tujuanku yang sebenarnya menahan dirimu masuk kedalam perkumpulan Sin Kee Pang ?" "Cayhe telah menyinggung perasaan siocia sedang Siocia merasa terlalu keenakan langsung membinasakan diriku, oleh sebab itu aku sengaja diberi kesempatan untuk hidup lebih jauh agar kau dapat mempermalukan dan sehingga dan sehingga diriku sepuas puasnya, cayhe bodoh tolol, benarkah dugaanku ini?" kata Hong Po Seng dengan sepasang alis berkerut. Pek Koen Gie tertawa hambar. `,Meskipun ucapanmu tidak salah namun belum tentu semuanya benar, aku bukanlah manusia yang suka memelihara bibit penyakit dalam tubuh sendiri, andaikata aku tiada kegunaan lain untuk menahan dirimu." Hmmm, setelah kuhina dan kupermainkan sepuas puasnya sejak semula jiwamu telah kubereskan." Perkataan yang begitu sadis diucapkan dengan nada tenang hal ini menunjukkan betapa kejamnya hati dara ayu ini. Hong-Po Seng balas tertawa dingin jengeknya. "Cayhe bodoh dan tiada berpengetahuan, kepandaian silat yang kumilikipun sangat cetek, entah apa gunanya siocia tetap mempertahankan diriku ?" Mendadak Pek Koen Gie mendongak dan tertawa terbahak-bahak. .,Haaaaah."haaaaah...haaaah,... tak nanti kau berhasil menebaknya . . . !" Ia merandek sejenak lalu dengan air muka yang jauh lebih luwes katanya lagi sambil tertawa. "Berbicara sedikit dengan nada kurang enak manusia semacam kau adalah sisa sisa dari keturunan kaum ksatria gagah, manusia semacam dirimu sudah amat sulit didapatkan pada saat seperti ini, apa lagi orang yang memiliki kepandaian silat semacam dirimu" "Pujian dari siocia membuat cayhe merasa bangga dan kepala besar !" "Hmmm !" Pek Koen Gie mandengus dingin, wajahnya berubah menjadi adem kaku. "Aku harap kau suka berpikir sekali lagi dengan serius, sebenarnya kau ingin mati atau ingin hidup ?". ,,Tidak gampang ayah dan ibuku mamelihara aku hingga demikian besarnya, kenapa aku harus mencari kematian buat diriku sendiri?". "Siocia, bukankah dia pingin hidup" biarlah dia hidup lebih jauh! " tiba-tiba Siauw Leng menyela sambil tertawa. Aaaai.. sebelum obat keparat yang mempolesi wajahnya hilang dari situ, sunggguh membuat aku jadi tak tenteram, makan tak enak tidurpan tak nyenyak !". Kembali Pek Kun Gie mendengus berat. "Hong-Po Seng! terus terang kukatakan kepadamu, ayahku mempunyai seorang musuh kebuyutan yang kini berhasil dikurung dalam perkumpulan Sin-Kee-Pang kami, dia mempunyai sebilah pedang pendek berwarna emas yang panjangnya hanya lima coen, namun tajamnya luar biasa. Pedang pendek itu mempengaruhi sekali kehidupan kami ayah dan anak bagaimana juga kami harus mendapatkan pedang tersebut dari tangannya ". "Siocia, apakah manusia aneh dibawah jeram yang kau maksudkan?" tiba-tiba Siauw-Leng menyela dari samping. "Tutup mulut! siapa suruh kau banyak cerewet". Siauw-Leng jadi ketakutan buru buru ia tutup mulutnya rapat rapat dan tundukan kepalanya. Terhadap dayang cilik ini Hong-Po Seng mempunyai pandangan yang tidak jelek, melihat ia ditegur segera timbrungnya: "Setelah orang itu berhasil dikurung, rasanya untuk mempertahankan selembar jiwanya saja sudah tak mampu. apa susahnya mendapatkan pedang pendek yang ia miliki?"". "Hmmm, pedang emas tidak berada disakunya, tempat penyimpanan senjata tersebutpun hanya dia seorang tahu. andaikata tak mau mengaku terus terang sekalipun selembar jiwanya terancam bahaya, bila kau jadi aku apa yang harus kau lakukan?" ,,Andaikata cayhe yang menghadapi persoalan itu, segera kulepaskan orang tadi dari dalam kurungan "jawab sianak muda itu tanpa berpikir panjang lagi. Mendengar jawaban tersebut Siauw-Leng kontan tertawa cekikikan, buru buru ia menutupi mulutnya dengan tangan. "Bagi kami lebih baik salah membunuh daripada salah membebaskan dirinya: Dan kini kau sudah tetjatuh ditanganku. bila kau tak akan berbakti dengan sepenuh hati, akhirnya hanya jalan kematian yang bakal kau dapatkan. "Tentang soal ini cayhe bisa memahami". Sinar mata Pek Koen Gie berkilat, dengan tajam ia menatap wajahnya sianak muda itu lalu katanya lagi: "Meskipun perkataan diutarakan demikian. kau masih mempunyai satu jalan hidup yang bisa kau tempuh". "Maksud siocia. apakah kau hendak memerintahkan cayhe untuk pergi mencari pedang emas itu?"''. Pek Koen Gie mengangguk. "Seandainya kau beruntung memperoteh pedang emas itu, perkumpulan Sin Kee Pang kami bisa membuka sangkar melepaskan burung gereja, kemudian hari tak akan mencari gara gara dengan dirimu lagi, seandainya kau masih belum dapat melupakan dendam sakit hati ini, setiap saat kau boleh datang mencari aku untuk membalas dendam". "Maksud siocia bagus sekali, bila kau memang ada maksud mendapatkan pedang emas itu maka pertama tama sang pemillk pedang emas itu harus dilepaskan lebih dahulu, biarlah cayhe membuntuti dibelakangaya. Perduli tiga atau lima tahun aku pasti akan menguntilnya terus hingga berhasil mendapatkan pedang pendek itu". Siauw Leng tertawa cekikikan, seraya menu ding kearah pemuda itu serunya: Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Waaah....pinter amat kau putar akal menyusun rencana...andaikata kami melepaskan orang itu, bukankah kaupun mendapatkan kesempatan untuk kabur dari tangan kami" hebat benar otakmu...". "Hmm! idemu ini bukannya tidak termasuk suatu tindakan yang amat sempurna..."terdengar Pek Koen Gie berkata dengan suara dingin."cuma sayang sekali ilmu silat yang dimiliki orang itu tidak berada dibawah kepandaian silat ayahku sendiri, melepaskan harimau dari kandang merupakan suatu mara bahaya yang tak boleh dianggap main main, takutnya justru ia malah balik menggigit orang". "Kalau kau tidak percaya dengan jalan pikiranku, pekerjaan ini jadi lebih sulit untuk dikerjakan, membunuh orang itu berarti gagal mendapatkan pedang emas ttu, sebaliknya kalau menyerahkan pedang emas tadi berarti jiwa sendiri terancam bahaya. andaikata aku jadi dia maka lebih balk aku mencari jalan kematian saja". "Kalau dia adalah kau, sejak dulu dulu kau telah mengaku"teriak Pek Koen Gie gusar. "Hmmm! kau anggap cara kami orang orang dari perkumpulan Sin Kee Pang untuk menyiksa orang bisa dianggap sebagai permainan biasa?"". "Waaah. kalau soal itu cayhe jadi semakin tidak mengerti!". "Kalau dibicarakan sederhana sekali, ilmu silat yang dimiliki orang itu sangat lihay. tetapi membiarkan dirinya hidup malah mendatangkan keunggulan bagi ayahku maka beliau tak sudi melukai dirinya dengan jalan menyiksa". "Oooh, Kiranya begitu. waah....sangguh hebat juga cara orang orang dari perkumpulan Sin Kee Pang menggunakan orang!". Pek Koen Gie dapat menangkap nada sindiran dibalik ucapan tersebut, air mukanya segera berubah jadi dingin kaku, sorot mata penuh napsu membunuh berkilat diatas wajahnya, namun Hong Po Seng tetap berlagak pilon, dia pura pura tidak merasakan akan hal itu. Setelah suasana hening; untuk beberapa saat lamanya, air muka Pek Koen Gie berubah jadi lebih tenang dan ramah katanya. "Orang itu licik dan banyak akal, sulit bagi kita orang orang dari perkumpulan Sin Kee Pang untuk mendekati dirinya, aku akan memberi kesempatan bagimu untuk menjumpal dirinya dan kau boleh berusaha sendiri dengan akal cerdikmu andaikata kau berhasil menemukan kabar berita mengenai pedang emas tersebut, maka akan kubuka sebuah jalan hidup bagi dirimu". "Eeei,..bukankah cayhe pun merupakan anggota dari perkumpulan Sin Kee Pang?" apa sebabnya aku dapat mendekati dirinya?". Pek Koen Gie mengerti dibalik ucapan itu pemuda tersebut menyatakan pula nada sindiran yang tajam, terapi ia tetap tersenyum ewa, ujarnya lebih jauh: "Bukankah sudah kukatakan sejak semula, kau adalah sisa sisa dari keturunan kaum ksatria, dengan terpancangnya merek emas tersebut kendati sipemilik pedang emas itu membenci kita orang orang dari perkumpulan Sin Kee Pang, tetapi belum tentu ia membenci hatimu, aku rasa otakmu tidak terlalu bebal, asal kau bisa bermain setan beberapa saat hingga akhirnya memperoleh kepercayaan dari dirinya, aku rasa harapan mu untuk sukses tidaklah terlalu sukar". "Siocia memiliki otak yang tajam. akal yang banyak dan pikiran yang cerdik, apa salahnya kalau kau terangkan lebih jauh agar kebingungan cayhe bisa sedikit terbuka!", Pek Koen Gie tertawa dingin. "Setelah terkurung selama banyak tahun dalam perkumpulan kami, tak urung akan timbul rasa kesepian dalam hatinya, harapannya untuk melanjutkan hidup akan semakin menipis, mungkin saja dalam keadaan seperti ini dia ada pesan pesan atau pekerjaan yang hendak dititipkan kepadamu, melihat pula usiamu masih mida, pikiran dan hatimu tidak terlalu jahat, siapa tahu kalau karena dorongan emosi maka dia lantas buka beberapa rahasia hatinya kepadamu?" "Aaah, tidak aneh kalau orang orang dari perkumpulan Sin Kee Pang pada jeri terhadap dirinya " batin Hong Po Seng didalam hati. "Rupanya ia bisa menilai sikap serta perasaan hati seseorang ehmm. kepandaian semacam ini memang benar benar sangat lihay !". Berpikir sampai disitu tak tahan lagi hatinya jadi bergidik, sehingga bulu kuduknya pada bangun berdiri. Terdengar Pek Koen Gie berkata lebih jauh: "Sifat untung untungan tidak akan terlepas dari hati manusia. seandainya orang itu sudah tertarik kepadamu siapa tahu kalau dia lantas menerima dirimu sebagai muridnya atau memandang sebagai sahabat karib, dalam keadaan begini lingkungan gerakmu bakal semakin leluasa!". "Maksudmu aku lantas menggunakan akal melawan akal dan menanyakan tempat penyimpanan pedang emas tersebut?" "Eeeeei ...,mana boleh bertindak secara begitu gegabah ?" seru Siauw Leng cepat. "KaIau kau bertanya secara terus terang, orang itu akan segera menyadari akan maksud tujuanmu" Sebaliknya Pek Koen Gie berkata sambil mendengus dingin : "Bencana atau rejeki tiada menentu, hanya manusia yang mencari jalan menurut caranya sendiri sendiri, kau boleh bertindak menuruti kehendak hatimu!" Bicara sampai disini dia lantas ulapkan tangannya. Hong Po Seng segera bangkit berdiri, membuka pintu kereta dan siap meloncat keluar. "Hey Hong Po Seng !" tiba tiba Siauw Leag berseru. " Tubuhmu berada dimarkas kerajaan Cho hatimu berpikir kearah kerajaan Han apakah kau sedang berpuri-pura takluk kepada perkumpulan Sin Kee Pang?" Rasa mendongkol sianak muda itu dasarnya memang tiada tempat untuk disalurkun, mendanger seruan itu dengan nada penuh kebencian segera sahutnya. "Benar, ucapanmu tepat sekali aku masih mengira lagakku tiada kelemahannya siapa sangka manusia rendah dan tak tahu malu masih melihatnya juga, ". Pek Koen Gie naik pitam, dengan amat gusar ia ayunkan telapaknya siap mengirim satu pukulan dahsyat, tetapi ketika dilihatnya Hong Po Seng telah loncat keluar dari kereta niat tersebut akhirnya diurungkan. Seraya menutup pintu Siauw Leng berkata kembali sambil tertawa: "Bocah keparat itu benar benar kurang ajar ia berani memaki kita sebagai manusia rendah!" Dengan pandangan gusar Pek Koen Gie melirik sekejap kearah dayangnya, kemudian jatuhkan diri keatas kursi malas dan berbaring. Ketika malam telah tiba kereta kuda tiba di Sam Tong, memandang, keempat penjuru tampaklah lampu lentera memenuhi hampir seluruh bukit dihadapannya, kereta mereka menerjang masuk kedalam benteng dan berhenti di ruang dalam. Ditengah dentuman mercon dari empat penjuru berkerumun lautan manusia, sebagian besar mereka terdiri dari kaum wanita dan bocah, ketika Pek Koen Gie melangkah keluar dari dalam kereta itu segera dikerumuni banyak orang. Terdengar salah seorang diantara gerombolan perempuan perempuan itu berkata: "Koen Gie cepat pergi keruang Siang-Liong Tim, sebenarnya para Hoe-hoat dan para Hiangcu akan keluar menyambut kedatanganmu, Loo pangcu lah yang menghalangi kepergian mereka". Pek Koen Gie mengangguk lirih, keluar dari kerumunan banyak orang ia melangkah kedepan. Tiba tiba terdengar seorang gadis berseru dari samping: "Para enghiong hoohan dari pelbagai daerah sedang memberi ucapan selamat tahun baru kepada loo pangcu, salah satu diantaranya adalah tamu dari gunung BoeLiang san, dia adalah seorang pemuda tampan" "Sudah kutemui, bukankah dia she-KoK?"" tukas dara ayu itu dengan nada ketus. Hong-po Seng mengikuti dibelakang Siauw Leng, tampak cahaya lampu menyoroti seluruh permukaan, setelah berjalan beberapa saat lamanya sampailah mereka didepan sebuah ruangan besar yang megah dan mentereng beratus-ratus buah meja perjamuan telah di atur disitu, sekilas memandang ruangan tersebut telah dipenuhi dengan manusia, suara pembicaraan dan gelak tertawa berkumandang hingga ketempat kejauhan. Ketika tiba diluar ruangan besar itu mendadak Pek Koen Gie menoleh kebelakang dan memberi tanda kepada Siauw Leng, dayang itu mengiakan dan segera berkata kepada Hong-po Seng yang menguntil dibelakangnya: "Ikutilah diriku, akan kuhidangkan makanan yang lezat untukmu ". Dasar Hong-po Seng memang tidak irgin memasuki ruangan besar itu, mendengar seruan dari Siauw-Leng ia segera mengangguk dan berbelok kesamping kiri. Setelah berjalan beberapa saat lamanya mereka membelok kesebuah jalan sempit yang di kelilingi pohon bambu, cahaya lampu semakin suram dan suara manusia semakin jauh. Setelah keluar dari jalan sempit ditengah pohon bambu kembali mereka berjalan lagi beberapa saat lamanya. Diam-diam Hong Po Seng memperhatikan keadaan disekeilingnya. ketika ia dilihatnya sekeliling tempat itu tiada orang lain dalam hati segera pikirnya: "Saat ini andaikata aku berhasil rnerobohkan SiauwLeng maka detik int juga aku bakal bebas dari pengawasan mereka, tapi kantor cabang perkumpulan mereka tersebar hampir di tujuh propinsi, jarak dart Sam tong bagian atas dan bawah pun terpaut hampir seharian perjalanan kereta kuda, andaikata mereka bisa mengirim kabar dengan cepat, belum jauh aku berlalu dari sini diriku pasti akan tertangkap kembali, aaaai.,...apa yang harus kulakukan?" Belum habis ia berpikir, Siauw Leng telah berhenti berjalan, sambil menuding diatas tanah ia letakan telunjuknya diatas bibir sabagai tanda jangan berisik. Hong Po Seng mendongak keatas dan memandang kedepan, dari tampak kejauhan terlihatlah sebuah kolam yang amat dalam dengan luas puluhan tombak terbentang didepan mata, suasana gelap gulita tak nampak gerakan air pada permukaan kolam tersebut. Kurang lebih lima tombak disekeliling kolam tadi merupakan gundukan tanah yang menon?jol berjejerlah bendera bendera warna kuning yang mengitari kolam tadi, sepintas lalu terlihat amat sepi dan sedap dipandang, Mendadak Siauw Leng enjotkan kakinya melayang kesisi tubuh Hong Po Seng, lalu bisiknya lirih: "Panji-panji berwarna kuning itu pangcu kami sendiri yang mcnancapkan disitu, barang siapa yang berani melewat batas wilayah yang sudah ditetapkan itu hanya bisa masuk dalam keadaan hidup dan keluar dalam keadaan sudah mati." "Kau tidak usah kuatir, toh aku datang kemari alas perintah dari siocia kalian"sahut si anak muda itu hambar, selesai berkata ia segera meIangkah maju kedepan. Siauw Leng segera menarik kembaii tubuh pemuda itu seraya bisiknya lirih: "Meskipun kekuasaan perkumpulan kami sangat besar dan meluas, tapi nona kami sendiri pun tidak berani melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh Pangcu kami itu, tak berani pergi sendiri kesitu sebaliknya malah menyuruh kau. jelas nona kami bermaksud sengaja suruh kau menghantarkan kematian!". Biji matanya berputar dan memperharikan beberapa saat lamanya sekeliling tempat kemudian bisiknya kembali: "Dahulu ada seseorang mendapat tugas dari Pangcu untuk pergi kesitu melakukan suatu pekerjaan, akhirnya orang itupun tidak dibiarkan keluar meninggalkan tempat itu dalam keadaan hidup". Mendengar sampai disini, Hong Po Seng sudah mengerti akan maksud hati Pek Koen Gie yang sebetulnya. diam diam pikirnya: "Sungguh keji dan telengas hati perempuan itu". Tapi pikirannya segera berputar, ia merasa situasi yang mencekam dirinya dewasa ini sudah amat mendesak, jalan hidup atau jalan mati adalah sama saja baginya. Maka ia membelai rambut Siauw Leng yang halus dan tersenyum manis kepadanya kemudian dengan langkah lebar meneruskan perjalanannya menuju kedepan. Kali ini Siauw Leng tidak turun tangan menghalangi perjalanannya, memandang baya ngan punggungnya yang mulai menjauh ia menjulurkan lidahnya dengan mata terbelalak sikapnya bimbang, ragu dan gelagapan. Selangkah demi selangkah akhirnya Hong po Seng tiba juga ditepi kolam, ia melihat dasar kolam itu amat dalam sekali hingga sukar di tembusi dengan pandangan mata, iapun tak dapat melihat jelas apakah didasar telaga tersebut ada airnya atau tidak. Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Setelah berdiri termangu-mangu beberapa saat lamanya, akhirnya ia berteriak keras: "Hey.. apakah dalam telaga ada manusia?"?". "Eeei..! 'seruan tertahan berkumandang keluar dari dasar telaga, diikuti suara yang halus, ramah dan penuh nada kasih sayang menggema datang. "Disini ada munusianya siapakah kau nak?"' Mendengar jawaban yang muncul begitu halus, ramah dan lunak, seketika sianak muda itu merasa sedikit lega hati sahutnya: .,Boanpwee adalah Hong-po Seng, bolehkah aku terjun kebawah?"". "Bolehl Boleh! tentu saja boleh.. anak baik pergilah kearah sebelah barat daya dan loncatlah tiga tombak kedepan, Loohu akan menyambut tubuhmu dari dasar telaga!". "Pepatah kuno mengatakan: Siapa yang mempunyai rasa permusuhan yang sama akan berpandangan dengan sinar persahabatan "pikir Hong po Seng dalam hati. "Kalau memang orang tua itu adalah musuh bebuyutan dari perkumpulan Sin-Kee-Pang, baik atau jelek ada baiknya kujumpai dahulu dirinya!" 0000oo0000000 6 KARENA mempunyai ingatan demikian maka ia lantas mengambil keputusan didalam hati. Teriaknya: "Loocianpwee, boanpwee segera meloncat turun kebawah!". ia mengepos hawa murninya dari pusar dan melayang kearah barat-daya seperti yang diucapkan kakek didasar telaga itu. "Slapa sangka baru tubuhnya melayang turun beberapa tombak kebawah, terdengarlah gelak tertawa seram menggema memecahkan kesunyian. disusul orang tadi menjengek dengan nada mengerikan: "Bocah kecil yang tak tau diri, kematianmu sudah berada diambang pintu.... Hmmm heeeh...heeeh.... kau bakal modar didasar telaga ini....". Hong Po Seng merasa terkejut bercampur gusar setelah mendengar seruan tadi, belum sempat ingatan kedua berkelebat dalam benaknya, mendadak hawa murni dalam tubuhnya buyar tak ada ujung pangkalnya disusul sang badan meluncur kebawah dengan kecepatan tinggi. Tiba tiba....segulung tenaga tekanan yang maha dahsyat dan luar biasa menerjang keluar dari dasar telaga, begitu hebat gulungan tenaga tadi sehingga seketika menahan tubuh Hong Po Seng yang nampaknya Si Rajawali Sakti 8 Pendekar Budiman Hwa I Eng-hiong Karya Kho Ping Hoo Pedang Pelangi 30