Ceritasilat Novel Online

Bila Pedang Berbunga Dendam 4

Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong Bagian 4


Hong Sahutnya jemu, " tidak, kalau mamamu mati
255 tentu siang2 aku sudah menyingkir jauh2 dari engkau,
perlu apa harus membiarkan engkau di sini?"
Coh Hen Hong bercekak pinggang lagi, "Kalau
begitu, kalau sekarang engkau membiarkan aku
hidup, lain apa perlunya?"
"Agar mamamu datang mencarimu, mengerti?" kata
Pui Tiok "Buat apa?"
"Aku ada urusan penting dengan dia, ya, penting
sekali dan harus bertemu dengan dia."
Coh Hen Hong tak mau melayani dan beralih kata,
"Hm, kiranya begitu. Memang kutahu jika engkau juga
bukan manusia baik. Ternyata memang tidak
mempunyai hati yang baik."
Merah padam dan pucat lesi muka Pui Tiok ditunjuk
hidung oleh Coh Hen Hong. Tetapi dia tak mau
menghiraukan lagi dan beralih kepada Kwan Beng Cu,
bisiknya, "Beng Cu, menilik nenek itu telah
memasukkan engkau ke dalam karung tentulah dia
bermaksud tidak baik Rasanya lebih baik
menghindarinya saja."
Pui Tiok tak tahu siapa nenek Ih itu dan tak tahu
pula kalau nenek itu adalah utusan dari istana Cengtekiong. Itulah sebabnya maka dia menganjurkan
Kwan Beng Cu supaya jangan meng hiraukan nenek
itu. Jika saja dia tahu siapa nenek Ih, tentulah dia
akan menyambut kedatangan nenek lh itu dengan
gembira. 256 Yang diketahui saat itu adalah bahwa Kwan hujin itu
anak perempuan dari pemilik istana Ceng te-kiong dan
bahwa Beng Cu adalah cucu-luar dari istana Ceng te
kiong. Bahwa tanpa disadari dia berada bersama Kwan
Beng Cu memang mengandung dua hal yang dahsyat.
Mungkin hal itu merupakan suatu keberuntungan
besar baginya tetapi juga mungkin akan menjadi
malapetaka baginya. Hal itu tergantung bagaimana
pemilik Ceng- te-kiong akan menilainya.
Sebenarnya dalam hati kecil, Pui Tiok tak ingin
terikat hubungan dengan fihak Ceng- te-kiong. Dia
belum tahu apakah bersama Kwan Beng Cu itu akan
merupakan keberuntungan atau malapetaka. Tetapi
yang jelas, orang tentu tak mau mempertaruhkan jiwa
untuk hal - hal yang belum dapat diketahui pasti.
Saat itu perasaan Pui Tiok memang tidak enak. Dia
harus melindungi keselamatan Kwan Beng Cu. Dia
menyadari apabila sampai terjadi sesuatu pada diri
anak itu, uh.. .
Membayangkan hal itu diam-diam mengigillah hati
Pui Tiok. Dia tak berani melanjutkan lamunannya lagi.
Segera dia memimpin tangan Kwan Beng Cu dengan
tangan kanan dan tangan kirinya lain menggapai Coh
Hen Hong, "Kemarilah!"
"Aku tidak bisa jalan," kata Coh Hen Hong.
Kumandang suara nenek Ih walaupun masih
melayang-layang kian kemari tetapi pelahan-lahan
makin dekat. Sudah tentu karena gugup Pui Tiok
marah kepada Coh Hen Hong.
257 "Apabila engkau tidak mau berjalan, akan kututuk
jalan darahmu, kutarik kuncirmu dan kuseret!"
Tetapi Coh Hen Hong tidak takut. Dia juga
menantang, "Bagus. engkau seret aku "
Sangat kuatir kalau bersuara keras nanti terdengar
nenek Ih dan akibatnya tentu celaka maka Pui Tiok tak
mau banyak bicara lagi terus melesat maju.
Siapa tahu ternyata Coh Hen Hong memang anak
perempuan yang keras kepala sekali Begitu Pui Tiok
hendak turun tangan, diapun tundukkan kepala dan
terus menyeruduk dada Pui Tiok. Anak itu benar-benar
sudah nekad hendak mengadu jiwa.
Pui Tiok marah sekali. Dia mengangkat tangan
kanannya dihantamkan kebelakang batok kepala Coh
Hen Hong yang tengah menunduk itu. Jika mengenai,
jelas Coh Hen Hong tentu melayang jiwanya.
Tetapi rupanya Coh Hen Hong memang belum
ditakdirkan mati. Adalah karena dia sangat bernafsu
untuk menyeruduk perut Pui Tiok maka dia bergerak
dengan cepat, tak tahunya kakinya terpeleset, bluk
...... dia jatuh.
Saat itu kalau Pui Tiok memang mau mencabut
jiwanya, memang Semudah orang me balikkan telapak
tangan. Tetapi entah bagaimana, saat itu Pui Tiok
malah menarik pulang tangannya Diam-diam dia sadar
bahwa tindakannya yang terburu oleh emosi tadi,
sungguh berbahaya sekali Sebenarnya dia tak
bermaksud membunuh gadis kecil itu. Hanya karena
marah, dia sampai lupa diri. Waktu Coh Hen Hong
terpeleset jatuh. diam-diam Pui Tiok tergetar hatinya.
258 kalau saja tidak terjadi begitu, tentulah dia terlanjur
membunuh anak perempuan itu.
Kini kemarahannyapun reda dan dengan suara yang
lunak dia berkata, "Sudahlah, jangan ribut, lekas ikut
aku" Sambil berkata dia berjongkok untuk menarik
bangun Coh Hen Hong lalu diajak lari.
Lari sampai tiga lima li, kumandang suara nenek lh
masih terdengar. Tetapi setelah mencapai jarak 10 li
suara nenek itu tak terdengar lagi.
Pui Tiok hentikan larinya dan menghela napas
longgar. Pada saat itu Coh Hen Hong meronta
melepaskan diri dari cekalan Pui Tiok lalu berdiri tegak
di samping. Pui Tiok tak mau mengurusinya dan
berkata kepada Kwan Beng Cu, "Nona Kwan, di mana
tempat tinggal engkongmu itu, apa engkau tahu?"
Bukankah lucu apabila Pui tiok yang sudah tahu
Kwan Beng Cu itu cucu-luar dari pemilik Ceng-tekong,
masih menanyakan alamatnya Tetapi bukan
tidak ada alasan mengapa Pui Tiok bertanya begitu.
Setiap orang persilatan apabila menyebut. nama
Ceng-te-kiong, tentu Semua tahu. Dan mereka yang
mendengar nama itu tentu tergetar hatinya, wajah
berobah. hampir dikata, tak ada orang persilatan yang
senang mendengar nama Ceng-te-kiong itu. Mengapa"
Karena tiada ilmu-silat dan tokoh dalam dunia
persilatan yang dapat mengungguli Ceng-te kiong.
Orang dari istana Ceng-te-kiong juga jarang yang
keluar ke dunia persilatan. Sekalipun begitu tiap
259 perguruan, baik dari aliran Putih maupun Hitam,
pernah menerima surat dari fihak Ceng-te-kiong.
Surat itu berisi permintaan agar penerima nya suka
melakukan sesuatu menurut apa yang diminta dalam
surat itu. Memang permintaan dari Ceng-te-kiong itu bukan
tergolong barang2 yang luar biasa berharganya tetapi
barang itu memang sukar diperoleh.
Misalnya, dua pot tanaman bunga seruni hitam,
beberapa batang pohon bwe hijau, tiga batang ko-bak
(bak atau tinta kuno)
Dan sebagainya tidak berharga besar tetapi aneh
dan sukar diperoleh.
Sudah menjadi hukum tak tertulis bahwa Setiap
orang yang menerima surat permintaan untuk
mencarikan sesuatu, apabila tidak menggubris atau
apabila pada waktunya ketua perkumpulan itu tidak
mengantarkan barang itu sendiri ketempat yang
ditentukan, malapetaka besar pasti akan menimpanya.
Tujuh tahun berselang, ketua partai Tiam jong-pay di
Hunlam telah menerima surat dari istana Ceng te
kiong. Meminta kepadanya dalam waktu satu bulan
supaya mencarikan 72 macam bunga teh yang
berbeda beda dan disuruh mengantarkan ke suatu
tempat didekat telaga Tan-ti.
Ketua Tiam-jong-pay tak begitu menghiraukan.
Dengan membanggakan ilmu pedang Tiam- jong-pay
yang merajai dunia perisilatan, dia malah membuat
pernyataan kepada umum kalau ingin berhadapan
dengan Ceng-te-kiong untuk menentukan siapa yang
lebih unggul, 260 Entah selama satu bulan itu Tiam jong pay
mengadakan persiapan bagaimana, orang tak tahu.
Tetapi yang diketahui orang, diperguruan tersebut
telah timbul peristiwa yang menggemparkan. 72 murid
dari tiga angkatan partai perguruan Tiam-jong-pay
yang kepandaiannya tinggi, semua telah menjadi
mayat di tepi telaga Tian-ti termasuk ketuanya.
Pada waktu itu sudah tentu timbul kegemparan
besar dalam dunia persilatan. Tetapi bagaimana
peristiwa itu berlangsung dan siapa yang melakukan
tiada seorangpun yang tahu. Tetapi Setiap orang
dapat menduga siapakah pelakunya.
Sejak peristiwa itu, setiap orang atau partai
persilatan yang menerima surat permintaan dari Ceng
te-kiong tentu akan berusaha keras untuk
memenuhinya. Memang ada juga orang yang sudah
berusaha keras tetapi ternyata gagal untuk
mendapatkan apa yang diminta Ceng-te-kiong. Nasib
merekapun juga mengenaskan karena harus menjadi
mayat yang terlempar di hutan belantara.
Oleh karena itu maka setiap orang mendengar
nama Ceng te kiong, kepalanya tentu pusing tujuh
keliling. Walaupun begitu termasyhur tetapi anehnya tak
seorangpun yang tahu di mana letak istana Ceng-tekiong
itu. Beberapa tahun yang lalu, pernah 36 tokoh-tokoh
persilatan kelas satu, menerima surat undangan dari
Ceng-te-kiong untuk menghadiri Malam Purnama,
yakni merayakan keindahan bulan purnama pada
261 pertengahan bulan delapan. Rombongan tokoh yang
diundang itu berkumpul di dekat telaga Thay-ou.
Waktu fihak Ceng te kiong mengirim 70 orang
utusan untuk menyambut. Setiap dua orang melayani
seorang tetamu. Ketigapuluh enam tokoh itu semua
ditutup matanya dengan kain lalu mereka dibawa
menempuh penjalanan sampai beberapa hari. Dengan
begitu mereka tidak tahu di mana letak istana Ceng
te-kiong yang sebenarnya itu.
Ketigapuluh enam tokoh itu dengan selamat
kembali ke tempat masing-masing. Tetapi tidak
seorangpun yang berani menceritakan pengalaman
mereka. Selanjutnya bertahun tahun kemudian, ketua istana
Ceng te -kiong itu tidak pernah muncul ke dunia
ramai. Tetapi apabila muncul tentu akan didahului oleh
delapan ekor garuda hijau sebagai pelopor pembuka
jalan. Itulah sebabnya maka begitu Kwan Beng Cu
mengatakan tentang engkongnya, semangat Pui Tiok
seperti terbang.
Pui Tiok mengira Kwan Beng Cu tentu tahu dimana
letak istana Ceng-te-kiong itu. Kalau dia dapat
mengantarkan Kwan Beng Cu ke Ceng-te-kiong dan
diterima dengan gembira oleh pemilik Ceng-te-kiong,
wah, wah, kiranya hal itu akan lebih berharga
daripada mendapatkan kitab pusaka Ih-su-keng.
Tetapi Kwan Beng Cu malah membelalakan mata
dan berseru kaget, "Ceng-te-kiong" Dimana letak
tempat itu aku juga tak tahu!"
262 Pui Tiok terbeliak "Engkongmu tinggal dimana
masa. mamamu tak pernah mengatakan kepadamu?"
Mendengar Pui Tiok menyebut tentang mamanya,
Kwan Beng Cu sedih lagi. Setelah berdiam diri
beberapa saat baru dia berkata, "Tidak. mama tak
pernah mengatakan kepadaku. Dia hanya sering
bilang, engkong itu. tinggal di suatu tempat yang
benar-benar. menyerupai sebuah taman firdaus, alam
kedewaan Tiba-tiba Kwan Beng Cu berhenti dan melanjutkan
lagi, "Pernah kutanyakan kepada mama, mengapa
tidak membawa aku ke sana bermain-main. Tetapi
mama malah menghela napas dan tak menyahut. Aku
.... bagaimana tahu tempat itu?"
Pui Tiok juga tertegun Sambil menggendong, kedua
tangannya dia berjalan mondar mandir, lalu berkata
pula, "Beng Cu, ayahbundamu sudah meninggal dan
engkau masih begitu muda sekali umurmu. Tiada yang
lebih baik daripada kalau engkau tinggal bersama
engkongmu."
Kembali Kwan Beng Cu terisak-isak. Setelah puas
mencurahkan kesedihan dia berkata lagi, "Tetapi aku
tak tahu di mana tempat engkong itu. Aku . . lebih
baik pulang dulu..... antarkanlah aku pulang."
Diam-diam Pui Tiok menimang. Walaupun dengan
bersama Kwan Beng Cu itu dia akan memperoleh
kesempatan untuk berhubungan dengan Ceng-te
kiong, tetapi akibatnya baik atau celaka, dia belum
tahu pasti. Kalau mau selamat, memang paling baik
263 mengantarkan gadis kecil itu pulang dan menyerahkan
kepada sukonya, Si Ciau.
Tengah dia berpikir, Kwan Beng Cu dengan


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menangis berkata, "Apalagi kedua Orangtuaku sudah
meninggal. Aku tak dapat membiarkan jenasah
mereka terlantar di hutan.
Airmatanya mengalir deras seperti hujan. Dalam
waktu beberapa jam saja, seorang gadis kecil yang
manja seperti Kwan Beng Cu, mendadak telah menjadi
dewasa. Setelah mempertimbangkan beberapa saat, Pui Tiok
mengangguk, "Baiklah. Akan kubawamu menemui Si
Ciau. Dia adalah murid pertama dari mendiang
ayahmu, tentu dia dapat mengurus segalanya dengan
baik. Bagaimana kalau sekarang juga kita berangkat?"
Dengan berlinang-linang airmata, Kwan Beng Cu
mengangguk. Selama ini Coh Hen Hong yang berdiri di samping
tidak mau buka suara. Tetapi saat itu baru dia berkata
dengan nada dingin, "Ai, kalau ngomong yang jelas
toh. Jangan pakai kata k i t a Siapa yang akan turut
kalian" Hm, mamaku kan masih hidup, aku kan tak
perlu harus lari kepada Pui toako, Si toako segala!"
Karena marah wajah Kwan Beng Cu sampai pucat,
"Apa" Engkau mau pergi semaumu?" seru Pui Tiok
dengan sarat, "kecuali mamamu mau mengembalikan
barang yang dicuri oleh pamanmu bungkuk itu, baru
engkau boleh bebas pergi menurut sekehendak
hatimu!" 264 Selesai berkata cepat Pui Tiok sudah melesat dan
menyambar lengan Coh Hen Hong. Saat itu Pui Tiok
hanya mengutamakan untuk menangkap gadis liar itu
tetapi dia tidak memperhatikan sikap Coh Hen Hong.
Sebenarnya saat itu sikap Coh Hen Hong aneh
sekali. Kalau saja Pui Tiok mau menyempatkan diri
untuk memperhatikan, tentulah dia akan mengetahui
bahwa saat itu hati Coh Hen Hong sedang tegang
sekali. Tetapi gadis yang keras kepala itu berusaha
keras untuk menekan perasaannya.
Setelah menangkap Coh Hen Hong, Pui Tiok
menggapai Kwan Beng Cu, "Hayo, kita berangkat.
Kwan Beng Cu cepat maju ke samping Pui Tiok dan
mereka lalu ayunkan, langkah. Pui Tiok membawa
Kwan Beng Cu ke tempat jenasah suami isteri Kwan
Pek Hong. Akan tetapi bukan alang kepalang kejut Pui Tiok
ketika tiba di tempat itu ternyata kenyap entah
kemana. "Ih, kemana jenasah Kwan tayhiap dan Kwan hujin"
Apakah telah dibawa Ih pohpoh?"
serunya. Sebaliknya timbullah setitik harapan baru dalam
hati Kwan Beng Cu, ujarnya, "Pui toako, apa engkau
tidak salah lihat, mereka.... mereka tidak mati?"
265 Coh Hen Hong tertawa sinis, "Engkau bermimpi.
Soal ini tentulah disebabkan mayat mereka sudah
membusuk, mungkin telah diseret kawanan serigala!"
Mendengar itu hati Kwan Beng Cu kembali bersedih
dan mendongkol tubuhnya gemetar dan tak dapat
bicara apa-apa.
"Ngaco!" bencak Pui Tiok, "kemungkinan ada orang
yang mengetahui lalu memberitahu ke gedung
keluarga Kwan. Mereka lalu membawa jenasah
pulang. Mari kita lihat ke kota Lin-an saja!"
Kwan Beng Cu mengangguk. Pui Tiok pun menyeret
Coh Hen Hong lagi untuk diajak menuju kota.
Gedung keluarga Kwan itu terletak di bagian barat.
Maka waktu tiba diluar pintu kota Pui Tiok terpaksa
mengambil jalan melingkar. Dia takut kalau nanti
dalam tengah kota yang ramai Coh Hen Hong akan
berontak dan berteriak-teriak. Hal itu tentu akan
menimbulkan kesulitan baginya.
Demikian setelah mengambil jalan mengitari kota
dan tiba di pintu Yong kim-bun dia terus hendak
masuk. Tetapi belum lagi dia memasuki kota,
dilihatnya dari dalam tembok kota telah membubung
asap tebal bercampur dengan kobar api yang menjilatjilat.
Dan saat itu berbondong bondong penduduk, tua
muda, besar kecil, lari keluar pintu kota.
Tahu tentu terjadi sesuatu yang buruk, Pui Tiok
menghadang seorang penduduk, "Paman, ada
kejadian apa?"
266 Orang itu seorang lelaki pertengahan umur.
Mukanya biru, bibir pucat. setelah memandang
beberapa saat pada Pui Tiok baru dia berteriak gugup,
"Celaka, seluruh jalan didalam kota telah dimakan api.
Api itu berasal dari rumah kediaman Kwan tayhiap,
sungguh besar sekali api kebakaran itu!"
Pui Tiok terkesiap, "Sampai bagaimana dahsyatnya
kebakaran itu?" Orang itu tertawa pahit, "Rumahku
dengan asal kebakaran itu terpisah enam buah
jalanan, Juga tetap diganyang. Apakah engkau juga
akan ke kota-barat" Ah, kemungkinan juga sudah
habis" Pui Tiok lalu mengajak Kwan Beng Cu dan Coh Hen
Hong masuk kedalam kota. Saat itu pintu kota penuh
sesak dengan rombongan penduduk yang berdesakdesak
hendak menyelamatkan diri.
Setelah berhasil masuk kota, Pui Tiok juga heran.
Ternyata pemerintah telah mengerahkan sejumlah
besar tentara untuk membantu bujang2 gedung
keluarga Kwan yang berusaha untuk memadamkan
api. Tetapi api terlalu dahsyat.
Tempo hari Pui Tiok pernah menggali lubang
dibawah tanah Untuk menembus masuk kedalam
gedung keluarga Kwan. Dia menyewa sebuah rumah
didekatnya. Karena itu dia pun agak faham dengan
keadaan di sekelilingnya gedung keluarga Kwan.
Tetapi ketika dia memandang kearah tempat itu,
dia mengeluh, Tepat seperti yang dikatakan orang
tadi, asal mula api terbit dari gedung kediaman
keluarga Kwan. Menilik api yang demikian besar,
kemungkinan besar gedung keluarga Kwan itu tentu
267 sudah musnah. Pui Tiok terlongong-longong tidak
dapat bicara. "Oi, rumahku, teriak Kwan Beng Cu menangis
"mengapa dimakan api?"
Memang bukan hanya Kwan Beng Cu seorang tetapi
beratus-ratus orang yang berteriak seperti orang
meratap 'rumahku rumahku". Dengan begitu tak ada
orang mengubris ratap tangis Kwan Beng Cu lagi.
Mendengar itu Coh Hen Hong tertawa sinis "Uh,
itulah yang disebut api dari langit, menunjukkan
turunnya pembalasan untuk kejahatan dari keluarga
kalian." "Engkau masih kecil mengapa hatimu begitu
ganas?" teriak Pui Tiok marah.
Coh Hen Hong jebikan bibir, "Lucu, api kan bukan
aku yang melepas. Kalau kubilang pembalasan
datang, apakah aku salah" Kalau bukan karena
keluarganya banyak melakukan kejahatan, mengapa
kedua orang tuanya mati dan rumahnya habis
dimakan api?"
Pui Tiok deliki mata tetapi tak dapat bicara. Kwan
Beng Cu lebih menderita lagi. Pui Tiok menganggap
kalau nekad menyerbu kedalam api juga tak ada
gunanya maka dia menarik ke dua gadis kecil itu
mundur dari situ.
Coh Hen Hong memang nyentrik. Tahu kalau
sampai membuat Pui Tiok marah bagi dirinya tak ada
manfaatnya, maka melihat wajah pemuda itu
mengerut gelap, iapun tak mau buka suara lagi.
268 Tiga hari kemudian kebakaran besar itu baru
padam. Kota bagian barat berobah menjadi tumpukan
puing. Suara tangis anak-anak dan wanita yang
menggendong anak, mengiang-ngiang tak putus
putusnya memekakkan telinga dan menusuk hati.
Pui Tiok membawa kedua anak perempuan itu
keluar tembok kota. Setelah api padam baru dia
berani masuk kedalam kota. Jalanan yang biasanya
menghubung ke arah gedung keluarga Kwan, ternyata
sulit ditemukan karena tertimbun runtuhan puing.
Asap masih bergulung gulung memenuhi jalan. Mereka
berusaha untuk mencari jalan,
Dimana letak gedung keluarga Kwan, sudah tak
dapat dikenali lagi. Hanya ketika tiba di sebuah
deretan puing batu merah, mereka menduga tentulah
dulunya bekas pagar tembok. Kerangka dan tiang2
gedung sudah musnah semuanya.
Dalam beberapa hari saja telah mengalami
perobahan yang begitu besar dan mengenaskan,
sudah tentu Kwan Beng Cu tidak dapat menahan
kesedihannya Dia menangis keras2.
Pui Tiok merasa kasihan juga atas nasib gadis kecil
itu. Beberapa jenak kemudian baru berusaha
menghibur, "Beng Cu,jangan menangis. tempat
kediamannu sekarang sudah musnah dimakan api,
sukomu dan pembantu2 rumah tangga keluargamu
entah ke mana perginya. Apa yang harus diberatkan
untuk meninggalkan tempat ini" Perlu apa harus
bersedih?"
269 "Aku.... bagaimana tidak bersedih. Aku sekarang
harus berteduh ke mana?" isak
Kwan Beng Cu. Pui Tiok mengelus-elus rambut gadis kecil itu dan
berkata "Sudah tentu engkau masih punya tempat
meneduh. Aku akan mengantarkan engkau mencari
tempat tinggal engkongmu. Di sana engkau tentu
akan diterima dengan senang hati oleh engkongmu"
"Tetapi.... di manakah tempat tinggal engkong?"
seru Kwan Beng Cu.
"Tak perlu kuatir," kata Pui Tiok, "engkongmu
adalah tokoh persilatan yang paling termasyhur. Kalau
kita menyelidiki dengan pelahan lahan, mengapa tak
dapat menemukannya" Sudahlah, tak perlu gelisah."
Kwan Beng Cu menunduk dan mengiakan, "Akan
tetapi selama ini engkong.... belum pernah bertemu
dengan aku . . entah apakah dia mau mengakui aku
atau tidak. Ayahbundaku sudah meninggal, mereka....
juga tidak dapat memberi penjelasan tentang diriku."
Berkata sampai di situ kembali Kwan Beng Cu
menangis terisak-isak.
Melihat Kwan Beng Cu terus-menerus menangis
seperti bayi, walaupun keadaan dirinya sendiri juga
tidak menggembirakan karena sampai saat itu
mamanya juga belum dapat diketahui berada di mana,
tetapi Coh Hen Hong muak melihat Kwan Beng Cu. Dia
malah tertawa gembira untuk mengejeknya.
270 sejak kecil Coh Hen Hong ikut mengembara dalam
dunia persilatan bersama mamanya yang tak waras
pikirannya. Dan diapun seorang anak perempuan yang
keras kepala. Sering dia mengalami hal-hal yang
menyakitkan hati. Jika lain2 anak perempuan sama
mempunyai barang mainan, dia tak punya. Berangkat
dalam alam kehidupan yang sedemikian itu,
menyebabkan pikirannya sempit, dengki dan sinis.
Jika orang bersedih dia harus gembira. Hal itu untuk
menumpahkan kekecewaan yang diderita dalam
kehidupannya selama ini. Sikapnya terhadap Kwan
Beng Cu yang belum dkenalnya itu, merupakan adat
kebiasaan hidupnya.
Dipandangnya wajah Kwan Beng Cu dengan penuh
perhatian. Kata Pui Tiok, dia dan Kwan Beng Cu itu
sebenarnya kakak beradik seayah lain ibu. Seketika
hatinyapun berdebar keras.
tiba-tiba terkilas dalam benak Coh Hen Hong,
Bukankah Kwan Beng Cu Itu belum pernah mengenal
engkongnya pemilik Ceng-te-kiong yang termasyhur
itu" Kalau saja dia memalsu dan mengaku sebagai
Kwan Beng Cu . Begitu mendapat pikiran itu, serentak dia menegur
Kwan Beng Cu, "Hai, tempat tinggal engkongmu itu
apa sungguh seperti tempat dewa" Apakah
engkongmu itu seorang tokoh persilatan yang paling
sakti"' Coh Hen Hong mendadak mengajukan pertanyaan
begitu sudah tentu Kwan Beng Cu dan Pui Tiok tak
tahu apa tujuannya. Karena heran Kwan Beng Cu
271 tidak menyahut melainkan memandang Coh Hen
Hong. Adalah Pui Tiok yang berkata tetapi tidak menjawab
pertanyaan Coh Hen Hong melainkan kepada Kwan
Beng Cu, "Beng Cu, soal engkongmu belum pernah
melihatmu, itu tak jadi apa. engkau masih punya
pedang kecil yang engkau pinjamkan kepadaku,
Pedang itu tentu pedang pusaka milik engkongmu.
Dengan membawa pedang itu, tentu sudah
mengatakan siapa dirimu, masa masih diragukan lagi"
Kwan Beng Cu menganguk. Setelah berdiam
beberapa saat baru ia berkata, 'Pui toako, engkau
sungguh baik kepadaku."
'Ah. jangan berkata begitu," kata Pui Tiok, "karena
saat ini belum tahu dimana letak tempat tinggal
engkongmu, kurasa untuk sementara waktu baiklah
engkau ikut aku ke Peh-hoa nia. Nanti setelah ada


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berita tentang engkongmu, kita terus ke sana.
Andaikata gagal mencari alamat engkongmu, kurasa
ayahku tentu akan dapat mengusahakan dimana
tempat kediaman engkongmu."
Kwan Beng Cu menghela napas dalam2 dan tak
berkata apa-apa.
Tiba-tiba Coh Hen Hong berseru, "Hai, pedang kecil
bagaimana yang engkau katakan tadi, keluarkan
supaya aku dapat melihatnya"
Pui Tiok tidak bodoh. Jika Coh Hen Hong sampai
mengajukan pertanyaan yang aneh, pertama
menanyakan apakah tempat tinggal engkong dari
Kwan Beng Cu itu menyerupai tempat dewa. Dan
272 kedua, sekarang hendak melihat pedang kecil milik
Kwan Beng Cu. Sudah tentu Pui Tiok curiga.
Tetapi dia tidak sampai memikir sejauh itu bahwa
Coh Hen Hong anak perempuan sekecil itu akan
mempunyai rencana begitu rupa. Maka diapun tak
mau mengubris dan hanya deliki mata dan
membentaknya, "jangan usil!"
Coh Hen Hong tak mau menjawab dan saat itu Pui
Tiokpun lalu mengajak berangkat lagi. Dia menyambar
lengan Coh Hen Hong tetapi kali ini Coh Hen Hong
meronta, "Tak perlu ditarik-tarik, aku dapat berjalan
sendiri." "Hm, engkau kira aku suka menarikmu" Kalau mau
jalan sendiri, harus jalan di sebelah muka," dengus Pui
Tiok. Kali ini tampak Coh Hen Hong mendengar kata. Dia
terus melangkah dan berjalan di sebelah muka Pui
Tiok dan Kwan Beng Cu.
Pada hari kedua mereka membeli sebuah kereta.
Dalam 7 - 8 hari mereka dapat menempuh perjalanan
seribuan li. Selama itu dalam penjalanan, Pui Tiok
selalu menggunakan nama ayahnya apabila singgah di
rumah tokoh persilatan setempat. Mereka menyambut
Pui Tiok bertiga dengan baik dan hormat. Tetapi setiap
kali Pui Tiok menanyakan tentang letak kediaman
Ceng te-kiong, mereka Tentu akan berobah pucat dan
tak mau menanggapi pembicaraan lebih lanjut.
Pui Tiok tak berani mengatakan kepada orang
bahwa Kwan Beng Cu itu adalah cucu dari pemilik
istana Ceng-te-kiong.
273 Nama Ceng te-kiong merupakan momok yang
paling ditakuti dan paling dipuja sebagai Bu lim ti cun
atau yang dipertuan dalam dunia persilatan. Sudah
tentu setiap orang persilatan kepingin sekali dapat
berhubungan. Apabila mereka mengetahui asal usul
Kwan Beng Cu. mereka akan berebut untuk
mendapatkannya sebagai barang persembahan agar
mendapat jasa pada Ceng-te-kiong.
Pada hari itu menjelang petang, Coh Hen Hong
yang disuruh menjadi kusir, mencambuk kudanya dan
melarikan kereta. Karena jalanan sempit dan tidak
rata, kuda agak sukar, oleh karena itu maka Coh Hen
Hong agak ngotot mencambuk kudanya dan berteriakteriak
memberi semangat,
Hari makin gelap tetapi masih belum tampak
sebuah desa juga rumah penduduk. Pada saat cuaca
gelap, kereta memasuki hutan.
"Malam ini kita nginap di sini saja," seru Pui Tiok.
Kwan Beng Cu melongok dari jendela. Melihat di
luar gelap gulita, ia tertawa kecut, Pui toako, aku lapar
apakah ada makanan"
Selama dalam perjalanan, mereka selalu mendapat
sambutan dan hidangan dari tokoh-tokoh setempat.
Oleh karena itu mereka tak memikir untuk membekal
ransum. Maka waktu Kwan Beng Cu bertanya begitu,
Pui Tiokpun tertegun,.
Coh Hen Hong loncat turun dari kereta, serunya,
"Mau makan" Uh, gampang saja. Aku paling ahli
menangkap kelinci. Kalau kutangkap dua ekor kelinci
274 nanti kita bikin sate bakar kan malam ini kita akan
makan enak?"
Pui Tiok menyahut tawar, "Ya, engkau bisa
mendapat kesempatan untuk lari, bukan" Sudahlah,
Jangan jual peti kosong dimuka!"
Coh Hen Hong balas tertawa dingin, "Kalau begitu
engkau boleh ikut aku."
Pui Tiok memandang Kwan Beng Cu dan gadis kecil
itu cepat menggelengkan kepala. Jelas, gadis Itu takut
kalau ditinggal seorang diri.
"Baiklah, engkau boleh pergi sendiri. Tetapi kalau
engkau melarikan diri, rasakan saja nanti kalau dapat
kutangkap lagi," seru Pui Tiok
Coh Hen Hong tertawa dingin, "Kalau aku mau
melarikan diri, biarlah tubuhku nanti tumbuh, 8i bisul
busuk!" Mendengar gadis liar itu berani bersumpah. diamdiam
Pui Tiok heran. Kalau memang tak mau
melarikan diri mengapa harus bersumpah begitu rupa"
Tetapi mengapa dia tak mau melarikan diri.
Jika saja karena baru memberi pertanggungan
jawab kepada ayahnya, tentulah Pui Tiok sudah
menggebah pergi gadis liar itu. karena dengan masih
menawan Coh Hen Hong tentulah mamanya akan
datang mencarinya.
Oleh karena itu terpaksa dia harus menawan anak
itu dan membawanya kemana-mana. Padahal benarTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
275 benar merupakan beban berat membawa anak
perempuan yang liar itu.
"Lekas pergi dan lekas kembali. Tiga empat ekor
kelinci sudah cukup, tahu?" serunya.
"tentu saja cukup," kata Coh Hen Hong, "kalau aku
membuat sate-bakar kelinci, uh, lezat sekali asal saja
engkau berani makan,!"
"Mengapa tidak berani makan?" Pui Tiok heran.
Coh Hen Hong tertawa, "Apa tidak takut kalau
kuberi racun?"
Mendengar itu Pai Tiok tertawa gelak-gelak. Dia
tertawa memang ada alasannya. Gunung Poh-hoa itu
terletak di daerah Biau yang masih penuh hutan
belantara, Didaerah itu banyak sekali binatang yang
beracun. Boleh dikata menjadi sumber dari semua
jenis binatang beracun di dunia. Dan persediaan racun
dalam perkumpulan Peh-hoa kau itu lengkap sekali,
oleh karena itu musuh2 Peh hoa-kau sering menjuluki
perkumpulan itu sebagai Peh-tok-kau (perkumpulan
agama seratus racun).
Pui Tiok adalah putera dari ketua Peh-hoa kau.
Sudah tentu dia faham akan segala racun. Maka itulah
sebabnya dia tertawa geli mendengar kata-kata Coh
Hen Hong tadi. Coh Hen Hong juga ikut tertawa lalu lari pergi. Tak
berapa lama dia sudah kembali dengan menjinjing
empat ekor kelinci hidup, terus dilemparkan ke tanah,
serunya, "Aku hendak mencari kulit kayu untuk
membakar kelinci itu!"
276 Dia terus bergegas pergi lagi.
"Pui toako," tiba-tiba Kwan Beng Cu berseru.
"Hm, apa?" tanya Pui Tiok.
"mendadak sontak dia begitu baik kepada kita,
apakah tidak mengandung maksud" Jangan2 dia aka
meracuni kita."
Memang Pui Tiok juga curiga terhadap perobahan
sikap Coh Hen Hong tetapi dia tak
percaya kalau Coh Hen Hong berani berbuat yang
tak baik untuk meracuni mereka. Bukankah tadi Coh
Hen Hong juga sudah mengemukakan kalau Pui Tiok
apa berani makan dan tidak curiga.
Kalau sate itu akan diberi racun. kalau Coh Hen
Hong akan meracuni, masa lebih dulu dia mau
memberi peringatan begitu.
"Memang anak itu kukway," kata Pui Tiok, "bisa
saja kemungkinan dia akan menggunakan kesempatan
apabila aku lengah, terus akan melarikan diri. Tetapi
kalau dia bertindak meracuni kita, mengapa tadi dia
mengatakan begitu?"
"Bisa saja toh," bantah Kwan Beng Cu," untuk
menghilangkan kecurigaan kita. Aku.... aku tidak mau
makan" Pui Tiok tertawa, "Ai, perlu apa begitu. Lihatlah,
kelinci itu masih hidup. Nanti setelah membuat api,
kita sendiri yang membunuhnya kelinci itu dan
277 membakarnya. Kita bakar sendiri dan kita makan
sendiri, takut apa?" Kwan Beng Cu mengangguk
setuju. Pada saat itu Coh Hen Hong datang dengan
membawa ranting pohon, lalu ditumpuk dan disulut
dengan api. Waktu dia hendak mengambil kelinci, Pui
Tiok mencegahnya, "Sudahlah kita akan
membakarnya sendiri."
Coh Hen Hong terkesiap seperti orang yang kaget
karena tak menyangka Pui Tiok akan berkata begitu.
"Mengapa" Apa sungguh takut kalau aku sampai
memberi racun?" tanyanya.
"Sudah, jangan mengurusi aku," kata Pui Tiok,
"coba engkau menyingkir sedikit ke sana."
Tanpa banyak bicara, Coh Hen Hong pun melakukan
perintah. Melihat itu Pui Tiok malah curiga. Tetapi
setelah dipikir-pikir. bagaimanapun juga kalau anak
perempuan itu hendak bertindak negatief, dia tentu
dapat mengatasi.
Dia lalu mengambil dua ekor kelinci, mengajak
Kwan Beng Cu ke tempat api unggun. Setelah
mencekik mati kelinci itu dan dilumuri dengan tanah
liat lalu dibakar. Selama itu, Coh Hen Hong tetap
berdiri ditempatnya dengan diam.
Beberapa saat kemudian, Pui Tiok hendak menusuk
kelinci itu dengan sebatang ranting kayu. Pada saat
ujung ranting menyusup ke tubuh kelinci tiba-tiba
terdengar bunyi pletak.....!
278 Sebenarnya memang sudah biasa kalau ranting
yang dimasukkan api akan memperdengarkan suara
peletekan Pui Tiok dan Kwan Beng Cu pun tidak
curiga. Tetapi pada lain saat tiba-tiba mereka
mencium bau yang harum sekali. Semacam bunga
lan-hoa tetapi bukan bunga lan-hoa.
Serentak Pui Tiok menyadari bahaya. Cepat dia
menarik tangan Kwan Beng Cu diajak mundur. Tetapi
entah bagaimana kedua kakinya terasa lemah tak
bertenaga dan bluk....... diapun jatuh ke tanah.
Menyusul Kwan Beng Cu juga rubuh, menjatuhi Pui
Tiok. Bahkan gadis kecil itu terus pingsan.
Untung Pui Tiok masih kuat tidak sampai pingsan.
Hanya kaki tangannya yang serasa tidak dapat
digerakkan sama sekali.
Serempak terdengarlah Coh Hen Hong tertawa
gembira dia terus menghampiri ke muka Pui Tiok,
menuding pucuk hidung pemuda itu. "Biarpun engkau
licin seperti belut, akhirnya harus minum air
pembasuh kakiku. Sekarang engkau masih mau bilang
apa?" Jangan lagi saat itu Pui Tiok sudah tidak berdaya
sama sekali, bahkan bicara saja tidak dapat.
Andaikata dia masih dapat bicara pun juga tak dapat
menjawab pertanyaan Coh Hen Hong.
Pui Tiok memang masih dapat berpikir. Dia
sekarang menyadari apa yang telah terjadi. Bahwa
Coh Hen Hong ternyata seorang gadis kecil yang licin
dan banyak akal muslihatnya. Sekalipun sejak tadi dia
sudah berjaga-jaga toh akhirnya dia termakan tipunya
juga. 279 Waktu mencium bau bunga yang harum, Pui Tiok
segera tahu bahwa bau harum itu berasal dari
semacam bunga yang ditumbuk halus dan di sebut
Peh-jit-cui atau Mabuk seratus hari Apabila bubuk
racun bius itu dibakar tentu akan mengeluarkan bau
yang sangat harum. Orang yang menghisap bau itu
tentu akan terkena racun. Dalam waktu seratus hari
tak dapat bangun.
Menjaga jangan sampai Coh Hen Hong berbuat
jahat, Pui Tiok membakar kelinci itu sendiri. Tetapi
bagaimanapun juga tetap terjebak dalam perangkap
Coh Hen Hong, yang sebelumnya sudah memasukkan
bubuk Peh-hoa-cui ke dalam api.
Pui Tiok menganggap dirinya pintar. Siapa tahu saat
Itu dia telah jatuh ke dalam perangkap seorang gadis
kecil saja. Ah, bagaimana dia tak marah dan malu"
Coh Hen Hong mengayunkan kaki menendang
tubuh Kwan Beng Cu yang masih pingsan hingga gadis
kecil itu berguling-guling beberapa meter. Kemudian
Coh Hen Hong memburunya, membungkuk dan
menggeledah Kwan Beng Cu untuk mengambil pedang
pusaka. Setelah berhasil mendapatkannya, dia tegak
berdiri dengan agak gemetar karena dilanda oleh rasa
gembira yang sukar dilukiskan. Setelah itu dia berbalik
tubuh dan menghampiri ke tempat Pui Tiok. Dia
tertawa mengejek, "Pui kongcu, Pui toaya, bagaimana
aku harus menghadapimu?"
Selain hanya merentang mata dan memangdang


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gadis kecil itu, Pui Tiok tak dapat berbuat apa-apa
lagi.. 280 'Hm, engkau selalu deliki mata kepadaku. Kurasa
sebaiknya biji matamu itu kukorek saja," serunya
seraya mengacungkan ujung pedang ke arah mata kiri
Pui Tiok dan pelahan-lahan maju menghampiri.
Pedang Ceng leng kiam sebuah pusaka kuno yang
luar biasa khasiatnya. Sinarnya berkilat menyilaukan
mata, tajamnya bukan olah-olah.
Sebelum menusuk, sinarnya yang dingin sudah
menimbulkan rasa sakit sehingga airmata Pui Tiok
bercucuran. Coh Hen Hong tertawa gelak-gelak, "Huh, mengapa
Pui toaya begitu ketakutan sehingga menangis?"
Pui Tiok benar-benar seperti seekor buaya yang
terdampar di atas pasir. Hatinya sakit bukan kepalang
tetapi tak dapat mengatakan.
Dia adalah putera ketua Peh-hoa kau. Tokoh-tokoh
dalam dunia persilatan, sekalipun kepandaiannya lebih
unggul dari dia, tetapi tak berani menghinanya apalagi
memperlakukan seperti Coh Hen Hong, seorang gadis
liar yang tak kenal takut kepada siapapun juga. Dan
celakanya, gadis liar itu amat pendendam atas
perlakuannya selama ini. Bukankah selama ini tak
henti-hentinya dia membentak, memaki dan
menempelengnya"
Saat itu Pui Tiok benar-benar tak dapat berbuat
apa-apa kecuali pasrah nasib. Bagaimana marah,
kejut dan takutnya dapat terlihat pada wajah dan
sinar matanya. 281 Melihat keadaan Pui Tiok, Coh Hen Hong malah
tertawa gembira, "Bagaimana, apakah masih tak rela
menjadi naga-mata satu?"
Pui Tiok tak dapat menyahut melainkan
memejamkan kedua matanya.
"Itu memang sudah watak manusia, maka tak aneh
kalau engkau bernyaili sekecil itu. Uh, wajahmu
memang cakap, kalau pada wajahmu itu di tambah
dengan beberapa guratan, tentu akan lebih bagus lagi,
ha, ha, engkau ini putera ketua Peh-hoa-kau, bukan"
Kalau begitu wajahmu seharusnya juga berhias
seratus bunga baru tepat. biarlah aku yang
mengerjakan hal itu untukmu!"
baru habis berkata, Pui Tiok rasakan di Sebelah
telinganya membias hawa dingin dan tahu-tahu
pedang Ceng-leng kiam di tangan Coh Hen Hong itu
sudah menggurat sekuntum bunga pada wajah Pui
Tiok. Walaupun tidak menggunakan tenaga besar tetapi
kulit pipi Pui Tiok telah terkelupas sehingga darahnya
bercucuran. Kelak kalau luka itu sembuh, tentu tetap
akan meningalkan noda bekas luka. Apabila C0h Hen
Hong menggunakan huruf h o a (bunga) pada
wajahnya ah, kelak bagaimana dia dapat bertemu
orang" Setitikpun Pui Tiok tidak pernah menyangka bahwa
Coh Hen Hong ternyata begitu ganas dan kejam,
memperlakukannya. Dia tak dapat berbuat apa-apa
kecuali deliki mata kepada gadis liar itu"
282 Tetapi Coh Hen Hong tak takut. Dia malah tertawa
mengikik sembari masih mengerjai wajah Pui Tiok.
Dalam beberapa saat, entah berapa huruf h o a yang
digurat Coh Hen Hong pada wajah pemuda itu.
Separoh pipi Pui Tiok berlumuran darah. Pemuda itu
tampak menyeramkan sekali keadaannya.
Coh Hen Hong tertawa gelak-gelak dan mundur
selangkah untuk memandang seperti seorang pelukis
yang tengah menikmati hasil lukisannya dan mencari
kelemahan2 yang harus diperbaiki.
"Benar, sudah ada 7 kuntum bunga. Rasanya kalau
harus melukis seratus bunga, tentu tak ada tempat di
wajahmu," serunya.
Pui Tiok menghela napas dalam hati. Kali ini dia
turun gunung, sudah beberapa kali dia menghadapi
bahaya tetapi dapat selamat. Sungguh tak kukira
kalau sekarang dia harus jatuh ke tangan seorang
gadis kecil yang luar biasa ganasnya. Diam-diam dia
bersumpah dalam hati. Apabila dia masih dapat
selamat kelak jika bertemu dengan gadis liar itu, dia
tentu akan menagih hutang dengan bunga yang
berlipat ganda. Hutang dendam harus dibayar
dendam. "Baik, sekarang pipi yang sebelahnya," seru Coh
Hen Hong. Pui Tiok bulatkan tekadnya dan pejamkan mata
untuk menerima nasib. Coh Hen Hong pun segera
mengayunkan pedangnya tetapi tepat pada saat itu
dari jauh terdengar suara jeritan ngeri.
283 Coh Hen Hong terkesiap dan tegakkan kepala lalu
menjerit, "Mama!"
Kembali suara dari jauh itu berseru nyaring, "Coba
saja engkau mau lari ke mana?" lalu terdengar pula
suara jeritan aneh yang mengerikan.
Coh Hen Hong yang mendengarkan dengan segenap
perhatian segera tahu kalau mamanya sedang dikejar
seseorang. Walaupun berhati kejam tetapi terhadap mamanya,
Coh Hen Hong sangat mencintai sekali.
Tanpa menghiraukan Pui Tiok lagi, dia terus melesat
lari menuju kearah suara mamanya itu.
Waktu Pui Tiok membuka mata dan tak melihat Coh
Hen Hong lagi, diam-diam dia mengeluh. Walaupun
saat Itu dia aman tetapi hanya sementara saja karena
apabila Coh Hen Hong kembali bukankah dia akan
menderita siksa lagi!
Memang racun yang dihisapnya tidak berapa berat
tetapi toh untuk beberapa waktu, dia tak dapat
berkutik. Bagaimana kalau nanti gadis liar itu kembali"
Pui Tiok hanya bingung tanpa dapat berbuat apa-apa.
Sehari semalam itu merupakan saat yang paling
mengerikan dalam hidupnya. Dia menggeletak di
tanah tak berkutik dan Coh Hen Hong setiap saati
akan kembali datang untuk menyiksanya.
Malam itu benar-benar malam jahanam. Dia merasa
malam merayap Lambat sekali. Waktu hari terang
tanah, barulah dia dapat bernapas lega. Dan pada
284 keesokan harinya barulah dia dapat bergerak. Cepat
dia menarik Kwan Bing Cu sampai dua tiga tombak,
kemudian dengan napas terengah-engah dia rebah
dalam semak. Setelah dapat menyusup kedalam semak. dia
menghembus napas longgar. Saat itu kaki dan
tangannya masih lunglai tak bertenaga. Tetapi agak
baik daripada tadi ketika dia menggeletak di tanah tak
berkutik sama sekali.
Di semak itu dia mendekam sampai dua jam,
kembali saat itu malam tiba. Keadaan di sekeliling
penjuru sunyi senyap. Semalam itu Pui Tiok berusaha
untuk menyalurkan tenaga murni untuk menghembus
keluar sisa racun dalam tubuhnya. Dan
semangatnyapun mulai membaik. Tetapi Kwan Beng
Cu tetap pingsan.
Pui Tiok heran mengapa Coh Hen Hong tak muncul
lagi. Sudah tentu dia tak mengharap dara liar itu akan
datang lagi tetapi setelah beberapa lama bersama
gadis kecil itu diapun tahu akan perangainya. Tak
mungkin Coh Hen Hong akan memberi ampun
kepadanya. Kalau tiada suara aneh itu kemungkinan
besar dia dan Kwan Beng Cu tentu sudah habis
riwayatnya. Dengan tidak muncul lagi itu tentulah Coh Hen
Hong mengalami hal-hal yang diluar dugaan.
Walaupun pipi Pui Tiok yang digores tujuh kuntum
bunga itu masih sakit tetapi Pui Tiok tak
menghiraukan. Yang dipikirnya ialah pedang pusaka
Ceng-leng-kiam. Kalau Coh Hen Hong sampai
menderita bahaya tentulah pedang pusaka itu akan
jatuh ke tangan orang.
285 Ceng-leng-kiam adalah pedang pusaka yang jarang
terdapat dalam dunia persilatan. Tak peduli pedang itu
jatuh ke tangan siapa, asal orang itu mengerti silat
apalagi kalau kepandaiannya tinggi, tentulah orarg itu
akan seperti 'burung yang tumbuh sayap", pasti akan
menggegerkan dunia persilatan.
Apalagi sampai terjadi begitu, pastilah fihak Cengtekiong akan tahu dan tentu akan mengirim utusan
untuk mengejarnya. Ah, celaka, dunia persilatan tentu
akan dilanda oleh banjir darah lagi.
Membayangkan hal itu, Pui Tiok makin gelagapan
setengah mati. Ingin dia segera keluar untuk
menyelidiki apakah Coh Hen Hong menderita
kecelakaan atau tidak. Kalau menderita musibah lalu
bagaimana peristiwanya.
Keesokan harinya setelah Sore hari, semangat nya
sudah pulih seperti sediakala. Ia memanggul Kwan
Beng Cu lalu menyusur kearah yang ditempuh Coh
Hen Hong semalam.
Tak berapa Lama dia keluar dari lingkungan hutan.
Dia tak tahu apakah Coh Hen Hong berada di
sebelah muka. Tetapi ada atau tidak, karena keadaan
di jalan sebelah muka itu sunyi sekali, lebih baik dia
berusaha untuk menyadarkan Kwan Beng Cu lebih
dulu. Dia melanjutkan perjalanan. Gunung di sebelah
muka itu tampaknya dekat tetapi waktu menuju
kesana, ternyata juga belasan li jauhnya. Waktu Pui
286 Tiok tiba di gunung itu ternyata hari sudah menjadi
petang. Pui Tiok melanjutkan mendaki dan pada saat hari
gelap dia baru dapat menemukan sebuah gua. Dia
segera masuk kedalam gua itu dan meletakkan Kwan
Beng Cu diatas segunduk batu.
Pui Tiok lalu duduk, setelah menenangkan napasnya
yang terengah-engah, dia mendengar suara gemericik
air dari tengah gua. Dia segera mendengarkan desir
air itu. Ternyata dalam gua terdapat sebuah sumber
air. Dia merangkup air dengan kedua tangannya untuk
memeriksa. Ternyata airnya jernih. Dia meminumnya,
ah, sedap sekali.
Dia segera keluar dari gua mencari bambu dan
kembali masuk lagi untuk mengambil air. Setelah itu
dia curahkan air dalam bambu itu ke kepala Kwan
Beng Cu. Setengah jam kemudian, Kwan Beng Cu mulai
siuman. Dia membuka mata lebar-lebar dan berseru
kaget, "Aku berada di mana ini" Mengapa begini
gelap?" Pui Tiok menyulut korek. Tiba-tiba Kwan Beng Cu
menjerit kaget, "Engkau.... siapa engkau?"
Pui Tiok menghela napas, "Beng Cu, aku " "Oh.
kiranya engkau. Wajahmu .... mengapa berlumuran
darah?" seru gadis kecil itu.
Pui Tiok tertawa kecut, "Beng Cu, walaupun kita
sudah berhati-hati menjaga toh tetap kena termakan
muslihat anak perempuan jahat itu. Kalau, saat ini kita
287 masih hidup, itu tentu karena belum takdir kita harus
mati." Begitu mencium bau wangi, Kwan Beng Cu terus
pingsan sehingga dia tak tahu apa yang telah terjadi
selama ini. Tetapi setelah mendengar keterangan Pui
Tiok, diapun dapat menduga. Sejenak dia tertegun lalu
berseru, "Apakah dia ..... dia melukaimu?"
Pui Tok mengangguk. Dia segera menuturkan
bagaimana tadi Coh Hen Hong telah menyiksanya.
Kwan Beng Cu berangkat besar dalam alam
kesayangan dan kemanjaan kedua orang tuanya.
Sudah tentu dia heran mengapa di dunia terdapat
seorang manusia apalagi gadis kecil yang berhati
begitu tak kenal peri-kemanusiaan. Maka waktu
selesai mendengar penuturan Pui Tiok, Kwan Beng Cu
pun terlongong-longong tak dapat bicara.
Beberapa saat kemudian barulah dia dapat berkata,
"Pui toako, engkau.... bilang kalau dia .... dia itu
taciku?" Pui Tiok tertawa hambar, "Memang dia itu tacimu
tetapi jauh sekali bedanya dengan engkau. Ah, aku
masih kurang hati-hati sehingga wajahku berhias
tujuh kuntum noda bunga."
Kwan Beng Cu memandang wajah pemuda itu. Dari
sinar korek api dia masih dapat melihat jelas. Tiba-tiba
dia berseru, "Pui toako, tak jadi apa. Walaupun
wajahmu terdapat tujuh buah noda tetapi tetap
bagus" Mendengar itu Pui Tiok terkesiap. Buru-buru dia
memandang gadis kecil itu. Dilihatnya gadis kecil itu
288 bersikap sungguh-sungguh. Pui Tiok tertawa, serunya,
"Benarkah itu" Kalau begitu aku berterima kasih
kepadamu."
Kwan Beng Cu berpaling dan menghela napas lalu
bertanya, "Sekarang kita hendak ke mana?"
Dengan kecewa Pui Tiok menjawab, "Kali ini


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepergianku dari Peh hoa nia tidak mendapat hasil
apa-apa. Lebih baik pulang antuk menerima
dampratan."
Rupanya Kwan Beng Cu kasihan kepada Pui Tiok,
buru-buru dia berkata, 'Atau, bawalah aku ke Pehhoania, setelah melihat aku, tentulah ayahmu takkan
marah kepadamu"
"Kenapa?"
"Engkau kan bisa bilang kalau aku ini cucu dari
pemilik Ceng te-kiong. Kalau engkong tahu kalian
memperlakukan aku dengan baik, tentulah dia
berterima kasih dan akan membalas kebaikan kalian."
Sebenarnya Kwan Beng Cu hanya berkata dengan
tanpa sadar karena dia sendiri belum pernah tahu
siapa dan bagaimana engkongnya itu. Dengan
membawa Kwan Beng Cu ke Peh hoa nia,
kemungkinan akan merupakan keberuntungan besar
bagi Peh-hoa-kau tetapi kemungkinan juga akan
merupakan malapetaka besar. Adakah suatu rejeki
atau matapetaka bagi Peh-hoa-kau, Pui Tiok juga
belum tahu pasti. Tetapi hal itu Pui Tiok tak mau
mengatakan kepada Kwan Beng Cu.
289 Pui Tiok tahu kalau perangai Kwan Beng Cu itu
tinggi hati. Kalau dia mengatakan terus terang, Kwan
Beng Cu mungkin akan menganggap kalau dia tak
berani bertanggung jawab untuk melindunginya. Dan
kalau sampai gadis kecil itu mengambek dan lari, wah,
betul-betul tentu akan merupakan malapetaka besar.
Rencana Pui Tiok yalah, lebih dulu dia akan
membawa Kwan Beng Cu ke Peh-hoa-nia. Setelah
bertemu dengan ayahnya, tanggung jawabnya tentu
akan ringan, semuanya tentu akan diambil alih
ayahnya. Pui Tiok tak mau bertindak aneh2 lagi. Setelah
malam itu tiada kejadian suatu apa, keesokan harinya
dia segera berangkat melanjutkan perjalanan.
Walaupun perjalanan selanjutnya harus melintasi
daerah hutan pegunungan yang sunyi senyap, namun
karena makin dekat dengan Peh-hoa nia maka
perasaan Pui Tiok pun longgar.
Begitulah singkatnya pada hari itu keduanya telah
tiba di suatu tempat yang hanya terpaut 100 an li dari
Peh-hoa-nia. Hati Pui Tiok makin longgar.
"Sebelum hari gelap, kita tentu sudah sampai"
katanya. Tetapi tampak Kwan Beng Cu tidak gembira,
katanya, "Selama dalam perjalanan ini, sedikit pun
kita tak dapat mendengar kabar tentang engkongku."
"Tak apa," Pui Tiok menghibur," ayahku tentu dapat
mengantarkan engkau ke Ceng-te-kiong.
290 Kwan Beng Cu tak menjawab. Berjalan kira2
sepuluh li lagi, tibalah mereka di mulut sebuah
lembah. Dua sisi lembah itu terdiri dari karang yang
menjulang tinggi, ditengahnya hanya terbuka lubang
selebar tiga tombak. Keadaannya sungguh
menggerikan. Pada mulut lembah didirikan sebuah papan batu
yang bertuliskan huruf, berbunyi: Ke Peh hoa-nia 70 li.
Tiba di lembah, Pui Tiok bersuit nyaring. Pada lain
saat dari kedua sisi karang tinggi itu terdengar
kumandang ratusan suitan. Kemudian sayup sayup
dari arah jauh sebelah dalam lembah, terdengar suara
suitan dan lalu derap kuda mencongklang deras.
Kumandang lari kuda itu menimbulkan suara yang
bergemuruh seperti pasukan kuda menyerbu di medan
perang. "Pui toako, itu .... apa?" seru Kwan Beng Cu terkejut
ketakutan. Pui Tiok tertawa, "Jangan takut, itulah sebagai
sambutan dari suitanku tadi, sekarang mereka sudah
datang untuk menyambut kita. Beng Cu, daerah
lembah ini daerah kekuasaan Peh-hoa kau. Orang
persilatan, kecuali yang mempunyai hubungan dengan
Peh-hoa-kau, jarang yang berani datang ke lembah
ini. Di sini takkan terjadi apa-apa lagi"
Kwan Beng Cu lega dan mengangguk.
Pada saat itu derap kuda makin dekat dan beberapa
saat kemudian tampak 7-8 ekor kuda tegar lari
mendatangi. Pada jarak beberapa tombak,
291 penunggang kuda sudah menghentikan kudanya.
Karena dihentikan dengan mendadak, kuda itu
meringkik keras, mengangkat kedua kaki depannya.
Tetapi penunggangnya sudah loncat turun dan lari ke
tempat Pui Tiok.
Mereka tegak berdiri dengan sikap menghormat dan
berkata, "karena tak tahu sau-kaucu pulang maka
kami terlambat menyambut. Harap dimaafkan"
"Ah, harap saudara jangan berkata begitu!" kata Pui
Tiok, "apakah kaucu ada?"
Beberapa lelaki tegap itu menyahut dengan hormat,
"Kaucu berada di ruang Cong-than."
"Baik," kata Pui Tiok, "silakan saudara kembali ke
pos saudara masing-masing, aku akan menghadap
kaucu sendiri."
Sambil berkata dia menghampiri ke arah se ekor
kuda yang memakai pelana emas, lalu berseru kepada
Kwan Beng Cu, "Beng Cu, naiklah dulu."
Sekali Loncat gadis kecil itupun sudah naik di
punggung kuda. Pui Tiok lalu ikut naik. Mereka
bersama naik seekor kuda. Kuda tegar itu terus
mencongklang dan dalam beberapa kejab saja sudah
keluar dari lembah.
"Ah...." Kwan Beng Cu mendesah kaget. Ternyata
ujung akhir dari lembah itu jauh bedanya dengan yang
sebelah muka tadi.
292 Makin Lama mereka makin memasuki suatu daerah
yang tenang dan indah alamnya. Dan tak berapa
lama, kembali Kwan Beng Cu terbeliak.
Alam di sebelah muka terdiri dari sederet puncak
gunung, di tengah-tengahnya terdapat Sebuah puncak
yang paling tinggi. Memang pemandangan semacam
itu sudah lumrah terdapat di daerah pegunungan.
Tetapi yang mengherankan, puncak gunung
tertinggi itu penuh dengan pohon2 dan bunga warna
warni. Hampir seluruh puncak tertutup dengan bunga,
bagaikan sebuah taman yang indah.
Dan yang aneh lagi, margasatwa di puncak itu
tenang sekali. Mereka tidak kaget melihat orang, tidak
takut melihat kuda. Burung2 tetap bersantai
mengibas-ngibaskan sayap. Sesaat lupalah Kwan Beng
Cu akan penderitaan hatinya.
JILID 7 Kuda Pui Tiok mencongklang kencang. Setelah tiba
di kaki puncak itu barulah Kwan Beng Cu menghela
napas longgar. "Pui toako, mama sering mengatakan bahwa Ceng
te-kiong tempat kediaman engkong itu merupakan
sebuah taman indraloka. Tetapi setelah menyaksikan
keadaan di sini aku menjadi ragu apakah di dunia ini
terdapat tempat yang lebih indah dari tempat ini...."
Pui Tiok tertawa, "Engkau kan belum pernah ke
istana Ceng-te kiong, bagaimana engkau tahu kalau
293 Ceng-te-kiong itu kalah indah dengan di sini"
Kemungkinan setelah engkau berada di Ceng te kiong
engkau tentu akan melupakan Peh hoa-nia!"
"Tidak, Pui Toako, aku tentu takan melupakan
tempat ini, " kata Kwan Beng Cu.
Pui Tiok hanya tertawa dan tak menyahut. Setiba di
bawah puncak, rombongan yang menunggu di kedua
tepi jalan makin banyak. Pui Tiok melarikan kudanya
langsung masuk dan akhirnya berhenti di sebuah
mulut lembah. Memandang ke muka, Kwan Beng Cu melihat di
tengah lembah itu didirikan sebuah gedung indah
macam istana. Seluruh bangunan dibuat dengan batu
marmar dari lima warna.
Begitu tiba di depan istana, dua orang pengawal
segera menyambut kuda Pui Tiok. Pui Tiok memimpin
Kwan Beng Cu turun dari kuda. Seorang lelaki
pertengahan umur menghampiri.
"Kongcu" kata orang itu, "Siu-poan-koan dan
rombongannya sudah beberapa hari kembali. Siang
malam kaucu memikirkan keadaan kongcu. harap
kongcu segera menghadap."
"Apakah keadaan Siu tongcu sudah agak baik?"
tanya Pui Tiok.
"Belum," sahut orang itu.
Kwan Beng Cu tidak mengerti siapakah Siu tongcu
yang mereka bicarakan itu. Dia hanya mengikuti di
belakang Pui Tiok. Setelah masuk ke dalam ruang
294 gedung, pandang matanya makin silau. Melihat kian
kemari, tak habis-habisnya dia melihat pemandangan
yang menakjubkan. Setelah mereka bertiga melintasi
sebuah lorong lalu tiba di sebuah ruang bunga. baru
terdengar dari ruang itu suara seorang tua berseru,
"Tiok-ji, apa engkau yang pulang?"
"Ya, anak sudah pulang," sahut Pui Tiok.
"Masuklah."
Pui Tiok mendorong pintu, dengan membawa Kwan
Beng Cu ia melangkah masuk. Orang lelaki yang
mengawalnya tadi mengundurkan diri. Dalam ruang
itu tampak seorang lelaki yang tinggi besar tengah
duduk di sebuah permadani emas.
Walaupun duduk tetapi lelaki tua itu setinggi orang
biasa tengah berdiri. mukanya merah segar, matanya
berkilat-kilat tajam seperti manusia dewa. Begitu
masuk, pandang mata lelaki tua itu cepat berkilat ke
arah Kwan Beng Cu sehingga gadis kecil itu mengkeret
nyalinya dan merapat pada Pui Tiok.
Pui Tiok memberi hormat seraya berseru, "'ya ........."
Kwan Beng Cu juga dengan cemas memberi sapa
"Pui lopeh"
Memang lelaki tua tinggi besar itu tak lain adalah
kaucu atau ketua dan Peh hoa kau yang bergelar Peh
Hoa lokay. Dia adalah tokoh terkemuka dari aliran
sesat dunia persilatan.
Peh Hoa lokoay menegur puteranya, "Tiok ji, berita
yang kuterima mengatakan bahwa dalam perjalanan
295 engkau sudah mengajak seorang anak perempuan,
apakah dia?"
"Ya, memang nona Kwan ini," Pui Tiok gopoh2
menerangkan. Sambil berkata itu Peh Hoa lokoy mengawasi Kwan
Beng Cu. Sepasang matanya yang bersinar tajam,
bergerak kian kemari pada diri Kwan Beng Cu
sehingga gadis kecil itu makin tak enak dan makin
merapat pada Pui Tiok.
Peh Hoa lokoay kerutkan alis, "Tiok ji, kemarilah"
Lebih dulu dengan berbisik Pui Tiok menghibur Kwan
Beng Cu, "Beng Cu tak perlu takut Ayah tidak akan
mencelakaimu."
Setelah Kwan Beng Cu mengangguk Pui Tiok pun
maju ke hadapan ayahnya.
"Tiok ji," kata Peh hoa lokoay dengan pelahan,"
walaupun cantik tetapi nona itu masih terlalu kecil
untuk mengerti persoalan. Mengapa engkau
mengajaknya?"
Memang Pui Tiok seorang pemuda yang romantis.
Dalam Peh-hoa-kau dia banyak bergaul dengan gadis2
cantik, Tahu kalau puteranya tidak seperti dirinya
maka Peh Hoa Lokoay mengajukan pertanyaan begitu.
Merah muka Pui Tiok, sahutnya, "Yah engkau salah
paham. Nona Kwan ini seorang gadis yang hebat
sekali asal keturunannya."
Peh Hoa lokoay seorang manusia yang berhati
tinggi dan angkuh. Selamanya dia menganggap
296 dirinya yang paling hebat. Mendengar kata-kata itu,
walaupun putranya yang mengatakan tetapi
telinganya seperti tertusuk.
"Apa yang enkau maksudkan dengan asal
keturunannya hebat itu" Apakah dia itu putri dari
raja?" serunya dingin.
Pui Tiok menekan suaranya serendah mungkin,
"Ayahnya adalah pendekar termasyhur dari Kanglam,
Kwan Pek Hong."
Peh Hoa lokoay serentak tertawa gelak-gelak. Dia
menepuk-nepuk bahu puteranya, "Anakku yang
bagus, ternyata memang hebat engkau. Kusuruh
memcari kitab Ih su-keng, lha kok pulang membawa
anak perempuan Kwan Pek Hong. Tetapi karena
engkau sudah membawanya pulang kemari tak
mungkin Kwan Pek Hong takkan datang kemari "
"Tetapi Kwan Pek Hong tidak mungkin datang
ayah." "Mengapa?"
"Karena dia sudah meninggal." "Hah?" Peh Hoa
lokoay terperanjat, "sungguh sebuah peristiwa besar "
"Tetapi hal yang lebih hebat adalah berikutnya ini.
Isteri Kwan tayhiap itu ternyata Puteri dari pemilik
Ceng-te-kiong. Wut, mendengar itu serentak Peh Hoa lokoay
melonjak berdiri. Akan tetapi kemudian dia duduk
kembali, krek, krek.... terdengar bunyi bereretegan.


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rupanya waktu duduk lagi, dia telah menggunakan
tenaga dalam yang cukup besar sehingga kursi yang
terbuat dari kayu jati, menjadi hancur. Tetapi Peh Hoa
297 lokoay tidak sampai jatuh karena dia segera berdiri
lagi. "A.... pa, engkau berkata apa?" serunya tergagap.
Pui Tiok tak menyangka kalau keterangannya itu
akan menimbulkan reaksi begitu besar kepada
ayahnya yang tampak kaget sekali. Sejenak tertegun,
dia berkata pelahan: "Mama dari nona Kwan adalah
puteri dari pemilik istana Ceng te-kiong. Dan pemilik
istana Ceng-te-kiong itu adalah engkong dari nona
Kwan." Baru selesai Pui Tiok berkata seketika bahunya
terasa mengencang. Lima jari ayahnya telah
mencengkeram bahunya dan lalu menarik ke sisinya,
"Apakah soal itu lain orang ada yang tahu?"
"Tidak," sahut Pui Tiok, "selama dalam perjalanan
aku tak pernah mengatakan hal itu kepada siapapun
juga." "Tetapi apakah sungguh tak ada orang yang tahu
hal itu?" Peh Hoa lokoay menegas tajam. Diam-diam
Pui Tiok berpikir. Apabila mengatakan sama sekali tak
ada orang yang tahu, itu tidak betul karena paling
tidak seorang gadis liar bernama Coh Hen Hong tahu.
Akan tetapi gadis liar itu toh bukan orang yang perlu
diperhitungkan. Dan lagi Pui Tiok pun tak suka
menceritakan takan tentang Coh Hen Hong berarti
harus bercerita lebih panjang lagi, antaranya harus
menceritakan tentang asal usul, tentang tipu
muslihatnya yang berhasil dapat merubuhkan pui Tiok
dan menyiksanya. Sudah tentu Pui Tiok tak mau
mengatakan hal itu karena menganggap bahwa hinaan
yang diberikan Coh Hen Hong itu merupakan peristiwa
besar yang amat memalukan sekali
298 "Tidak ada orang tahu," akhirnya dia menjawab
ayahnya. Pui Hoa lokoay menghela napas longgar, "Kalau
begitu ya sudah."
Pui Hoa lokoay menutup kata-katanya dengan
mengerahkan kedua lengannya dan tahu-tahu Pui Tiok
terdorong ke belakang dengan tubuh terhuyung
huyung. secepat kilat Pui Hoa lokoay melesat kemuka Kwan
Beng Cu terus mengangkat tangan hendak
dihantamkan ke kepala Kwan Beng Cu.
Tindakan Pui Hoa lokoay itu sunguh diluar dugaan
sama sekali sehingga dia terkesiap kaget.
Saat itu Kwan Beng Cu juga seperti tertegun seperti
orang yang kaget. Walaupun andaikata dia hendak
menghindar juga tak mungkn lagi.
Kwan Beng Cu merasa ada setiup tenaga keras
menindihnya. dalam gugup dia menjerit nyaring, "Pui
toako.... Melihat ayahnya hendak membunuh Kwan Beng Cu,
sudah tentu Pui Tiok kaget setengah mati lalu
berteriak keras, "berhenti.. . ." dan serempak dia pun
loncat ke muka, dan menghantam pukulan Peh Hoa
lokoai. Berbareng itu kaki kiri nya menendang Kwan
Beng Cu, plok.... Kwan Beng Cu jatuh ke lantai.
Gerakan Pui Tiok itu pun tak diduga oleh Peh Hoa
lokoay. Karena Kwan Beng Cu jatuh, pukulannyapun
299 tetap meluncur turun dan membentur tangan Pui Tiok
yang menghantam ke atas, plak.........
Ternyata Peh Hoa lokoay menggunakan tenaga
besar untuk memukul. Sudah tentu Pui Tiok tak kuat
menahan. Biarpun Peh Hoa lokoay berusaha untuk
menarik kembali tenaga-dalam nya tetapi pukulannya
tetap melancar. Bagaimanapun juga Pui Tiok tetap
menderita. Pemuda itu mengerang tertahan dan huak..........
mulutnya memuntahkan segumpal darah segar.
0rangnya juga mencelat Ke belakang dan jatuh.
Pukulannya tidak berhasil mengenai Kwan Beng Cu
tetapi malah melukai puteranya, sudah tentu Peh Hoa
lokoay kaget bukan kepalang. Dia tegak terlongong
longong. Saat itu Pui Tiok bergelundungan ke samping Kwan
Beng Cu dan melindungi dara kecil itu seraya berseru,
"Ya, engkau .... apa sudah.....gila?"
Dalam berkata-kata itu mulut Pui Tiok tetap
mengalirkan darah.
Menurut adat kuno, seorang putera harus menurut
kata pada ayahnya. Walaupun Pui Tiok disayang sekali
oleh ayahnya tetapi biasanya dia juga tak berani
kurang ajar terhadap ayahnya. Adalah karena
mengalami peristiwa yang mengejutkan seperti saat
itu, emosinya meluap dan terluncurlah kata-kata tadi
terhadap sang ayah.
Peh Hoa lokoay memandang Pui Tiok sejenak lalu
menjawab, "Engkaulah yang gila. Engkau bersama dia
300 itu sudah gila. Dan engkau membawanya kemari, itu
makin gila. Lalu engkau menghalangi aku
membunuhnya, itu semakin gila lagi!'
"Mengapa?" seru Pui Tiok terengah-engah.
Peh Hoa lokoay pelan-pelan ayunkan Langkah maju
menghampiri. Melihat itu Kwan Beng Cu gemetar
ketakutan, seperti anak domba yang melihat golok
tukang jagal. Walaupun ujung mulutnya berdarah, Pui
Tiok tetap melindungi dara kecil itu.
Setelah tiba di muka Kwan Beng Cu, Peh Hoa
lokoay berseru kepada Pui Tiok, "Engkau biasanya
pintar tetapi kali ini keblinger. Apakah engkau tak
pernah memikir, pemilik Ceng-te-kiong itu tokoh yang
bagaimana, apakah engkau berani menghinanya?"
"Kita tidak bersalah kepadanya, aku malah
menolong cucu perempuannya," seru Pui Tiok.
Peh hoa lokoay tertawa hambar, "Kubilang engkau
goblok, ternyata memang goblok. Pikirlah, mama dari
anak perempuan ini adalah puteri Ceng-te-kiong.
Mengapa menikah diluaran tak ada orang persilatan
yang tahu" Apakah dalam hal itu tiada terjadi apaapa"
Bagaimana engkau dapat memastikan kalau
pemilik Ceng-te-kiong ceng te kiong mengakui anak
perempuan ini sebagai Cucu nya" Ceng-te-kiong itu
kalau gembira atau marah, bukan main.
Taruh kata dia gembira, pun juga tergantung dari
nasibmu. Tetapi kalau sampai berhubungan dengan
dia selama bertahun-tahun apakah engkau dapat
memastikan pada suatu ketika dia takkan marah
kepadamu" Sekali dia marah, jelas nyawamu tentu
301 amblas. Apakah engkau sudah memikir sampai
disitu?" Mendengar kata-kata ayahnya yang panjang lebar
itu, Pui Tiok terlongong-longong melonggo.
Peh Hoa lokoay menghela napas, "Maka lebih baik
engkau menyingkir. Namun sekarang inil tak ada
orang yang tahu, biarlah kuhantamnya anak
perempuan itu sampai mati dan selesailah urusan ini.
Takkan ada yang tahu tentang peristiwa ini. ltulah
cara terbaik untuk menghindarkan bahaya di kelak
kemudian hari!"
Setelah tertegun beberapa jenak, Pui Tiok berpaling
memandang Kwan Beng Cu. Tampak wajah gadis kecil
Itu pucat dan berseru dengan gemetar, 'Pui toakol"
Mau tak mau Pui Tiok menghela napas dalam hati.
Memang dia bukan seorang pemuda yang berbudi dan
memang dalam setiap hal dia selalu memperhitungkan
demi keuntungan diri sendiri. Tetapi dia juga bukan
manusia yang berhati ganas sekali.
Selama bersama dalam perjalanannya ke Peh hoa
nia itu, dalam perasaannya dia menganggap Kwan
Beng Cu itu sudah seperti adiknya sendiri. apalagi
mengingat kebaikan Kwan Beng Cu untuk
meminjamkan pedang pusaka tempo di kandang kuda
dulu, kalau dia hanya berpeluk tangan saja mengawasi
Kwan Beng Cu dibunuh di depan matanya, sudah
tentu dia tak mau.
Dan ketika mendengar jeritan meratap dari gadis
kecil itu, hati Pui Tiok makin lemas. Segera dia
memegang erat2 tangan Kwan Beng Cu dan berkata,
302 "Beng Cu, jangan kuatir. Aku. . takkan membiarkan
ayah mencelakaimu, jangan kuatir."
Kwan Beng Cu mengangguk tetapi tubuhnya masih
gemetar. Pui Tiok berpaling, tetapi sebelum dia sempat
membuka mulut, Peh Hoa lokoay sudah mendahului,
"Tiok-ji, apakah pikiranmu masih limbung"
"Yah, jangan membunuhnya. Kalau engkau tetap
hendak membunuhnya, aku.... akan tinggalkan Pehhoa
nia dan takkan kembali selama-lamanya."
Wajah Peh Hoa lokoay berobah seketika. Dia
regangkan kepala dan berseru, "Apakah engkau
hendak mengancam aku?". Pui Tiok bulatkan tekad
"Ya, yah, engkau harus inggat bahwa apa yang
kukatakan tentu kulakukan. Kalau engkau membunuh
Beng Cu aku pun akan pergi dan takkan pulang
bertemu dengan engkau lagi!"
Berkata Peh Hoa lokoay dengan dingin kalau begitu,
bagimu dia itu lebih penting dari ayahmu, bukan?" Pui
Tiok tertawa rawan, "Bukan begitu. Aku hanya minta
agar engkau jangan membunuhnya Dan mengapa
harus berbuat sekejam itu?" Peh Hoa lokoay tidak
menjawab. Dengan mengendong kedua tangan dia
berjalan mondar mandir Beberapa waktu kemudian
baru dia berkata lagi, "Tidak bisa Kalau tidak
membunuhnya kelak banyak sekali bahayanya" Pui
Tiok paham akan perangai ayahnya. Dia tahu kalau
ayahnya memang hendak membunuh Kwan Beng Cu.
Tetapi tadi begitu hantamannya tak mengenai
mengapa tidak menyusuli dengan hantaman lagi"
Kalau begitu tentulah masih ada harapan
303 "Kuulangi lagi kata-kataku tadi, yah, kalau engkau
membunuhnya, aku takkan pulang! serunya Peh Hoa
lokoay mondar-mandir Lagi beberapa langkah lalu
berhenti, "Kalau minta aku tak membunuhnya, juga
boleh. Tetapi ada beberapa syaratnya. Kalian harus
patuh." Pui Tiok menghela napas longgar lalu,
berpaling kepada Kwan Beng Cu. Tindakannya itu
sebagai isyarat untuk meminta pendapat Kwan Beng
Cu. Kwan Beng Cu pun cepat mengangguk.
Pui Tiok berpaling kepada Peh Hoa lokoay, katanya,
"Ya, silakan bilang apa syaratmu itu, biar kami
mendengarkan." Dengan suara aneh dan keras
berkatalah Peh Hoa lokoay, "Syarat yang kukatakan
ini harus dipatuhi. Huh, apa itu mau mendengarkan
saja" Kalau tidak, demi kepentingan seluruh warga
Peh hoa kau lebih baik aku tak mempunyai anak
pembangkang seperti engkau."
"Baik, kami tentu akan mematuhi," kata Pui Tiok.
Mendengar itu wajah Peh Hoa lokoay baru agak
tenang, ujarnya, "Pertama, di muka maupun di
belakang orang, kalian berdua jangan sekali kali
mengatakan tentang cucu perempuan pemilik Ceng te
kiong, apakah kalian sanggup?". Tanpa banyak pikir
lagi, Pui Tiok dan Beng Cu memberi pernyataan, "ya,
sanggup". Kata Peh Hoa lokoay lagi, "kedua, tempat tinggal
kalian, akan kutentukan sendiri. Sekali kali tak boleh
keluar dari tempat itu walaupun hanya setengah
langkah saja. Apa kalian sanggup?"
304 Setelah saling tukar pandang, kedua anak muda itu
terpaksa mengangguk. Dengan berbisik Kwan Beng Cu
berkata, "Pui toako, aku sungguh menyusahkan
engkau." Pui Tiok hanya tertawa pahit tak menjawab
"Nona Kwan, berapakah umurmu tahun ini?" tiba-tiba
Peh Hoa lokoay bertanya.
"Sebelas tahun," kata Kwan Beng Cu setelah
sejenak terkesiap. Peh Hoa lokoay mondar mandir
beberapa langkah lagi lalu berkata "Baik, kalian
tinggal di Peh hoa nia selama enam tahun. Setelah
enam tahun, kalian harus menikah sebagai suami
isteri!" Mendengar syarat yang ketiga itu sudah tentu Pui
Tiok dan Kwan Beng Cu terbeliak. Walaupun masih
kecil tetapi sebagai seorang anak perempuan sudah
tentu Kwan Beng Cu mempunyai naluri malu.
Wajahnya yang pucat ketakuan seketika berobah
merah padam. Pui Tiok juga gelagapan, serunya, "Yah, mengapa
begitu?" Dengan nada sarat Peh Hoa lokoay berkata, "Itu
merupakan suatu rahasia yang menyangkut jiwa.
sudah tentu tak dapat kuterangkan. Sekarang hanya
kita bertiga yang tahu. Berarti rahasia itu menjadi
tanggung jawab kita bertiga agar jangan sampai
bocor. Dan hanya dengan cara begitu akan terjalin
perhubungan yang paling intiem di antara
kita bertiga. Coba pikirkan, apakah ada lain
hubungan yang lebih intiem dari hubungan ayah anak
dan suami dengan isteri?"
305 "Tetapi tidak harus tentu...." belum Selesai Pui Tiok


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bicara, Peh Hoa lokoay sudah membentaknya, 'Tutup
mulutmu! Jika tidak begitu kelak dia tentu akan
menikah dengan lain orang dan engkau sendiri juga
begitu. Sebagai suami isteri, tentu merundingkan
segala apa. Apakah engkau dapat memastikan kalau
rahasia itu takkan bocor?"
Sebenarnya bukan karena Pui Tiok tak mau
mengambil Kwan Beng Cu sebagai isteri. Tetapi umur
Kwan Beng Cu itu masih kecil dan dia anggap hal itu
lucu. Maka dia hanya menyanggah jalan pikiran
ayahnya yang aneh itu.
"Yah, taruh kata rahasia itu akan bocor, tetapi kita
kan belum tahu apakah akan mendapat
keberuntungan atau malapetaka?" katanya.
"Benar," sahut Peh hoa lokoay dengan nada sarat,
"beruntung atau celaka, memang sama-sama
kemungkinannya. Tetapi bukankah itu suatu
pertaruhan jiwa" Engkau mau bertaruh atau tidak"
Engkau mau bertaruh begitu apa tidak?"
Mendengar sampai dua kali ayahnya mengulang
pertanyaan itu, mau tak mau tergetar juga hati Pui
Tiok. Dia tak dapat bicara lagi.
Peh Hoa lokoay agak tenang, tanyanya,
"Bagaimana, kalian apa sanggup mentaati?"
Setelah berpikir sejenak Pui Tiok menjawab,
"Bagiku, apa yang jadi persoalan lagi" Tetapi karena
hal itu menyangkut peristiwa penting dalam hidup
maka lebih baik engkau juga tanyakan pada nona
Kwan." 306 "Nona Kwan, bagaimana pendapatmu?" Tanya Peh
Hoa lokoay. Kwan Beng Cu mengangkat kepala. Wajahnya
tampak kebingungan. Bagaimanapun dia itu masih
kecil, dalam waktu mendadak diharuskan mengambil
putusan seberat itu, bagaimana hatinya tidak tegang"
Dia memandang Pui Tiok, bibirnya bergerak-gerak
tetapi tidak dapat mengeluarkan kata kata.
Terpaksa Pui Tiok menghiburnya, "Beng Cu, tak
perlu takut. Suka atau tidak, bilanglah dengan bebas!"
Tiba-tiba wajah gadis kecil itu merah dan dengan
berbisik berkata, "Ya, suka."
"Dan bagamana engkau sendiri Tiok ji, tiba-tiba Peh
Hoa lokoay berseru.
"Sudah tentu mau saja," Peh Hoa lokoay bertepuk
tangan. Serentak dua orang lelaki dan dua orang
wanita, melangkah masuk.
Menuding pada Pui Tiok dan Kwan Beng Cu, Peh
Hoa lokoay memberi perintah, "Bawalah mereka ke
tempat terpisah. Jaga dan layanilah sebaik-baiknya.
Selama enam tahun, mereka tidak boleh
meninggalkan tempatnya dan tak boleh ada orang
yang masuk ke tempat mereka. Dengar tidak?" Dua
pasang laki perempuan setengah umur itu gopoh
mengiakan dan maju menghampiri. Yang laki menuju
kepada Pui Tiok dan yang perempuan menghampiri
Kwan Beng Cu. Diam-diam Pui Tiok mengeluh dalam
hati. Dia kenal keempat orang itu. Mereka adalah
tokoh Peh-hoa-kau yang berkepandaian tinggi,
307 Dengan begitu agaknya ayahnya memang tidak mainmain
dan benar-benar akan melaksanakan
perintahnya. Dengan begitu bukankah berarti dirinya
akan seperti dipenjara selama enam tahun"
Pui Tiok membuka mulut tetapi baru mau bicara,
kedua lelaki itu terus mengapit di sebelah kanan kiri
Pui Tiok terus mengajaknya berjalan keluar. "Yah,
lukaku belum sembuh betul!" teriak Pui Tiok.
mengharap agar ayahnya mau merobah dan
meringankan keputusannya. Tetapi siapa tahu,
ternyata Peh Hoa lokoay berhati keras sekali. Dia
hanya berkata dingin, "Kutahu kalau luka dalammu
belum sembuh. Setelah berada di tempat tinggalmu,
engkau boleh beristirahat dan pelan-pelan berusaha
untuk menyembuhkannya."
Pui Tiok tak dapat bicara lagi. Berpaling ketempat
Kwan Beng Cu dilihatnya gadis kecil itu juga sudah
dibawa ke luar oleh kedua wanita tadi. Kwan Beng Cu
sempat memandang Pui Tiok. Dan ketika pandang
mereka beradu, keduanya saling tertawa rawan.
Memang kisah Pui Tiok dengan Kwan Beng Cu itu
agak ganjil. Hubungan keduanya memang baik tetapi
mereka dipaksa untuk menjadi suami isteri. Pada hal
umur mereka terpaut banyak. Dan kini mereka tak
boleh saling bertemu selama enam tahun, kelak kalau
bertemu mungkin mereka kikuk seperti orang yang
tak saling mengenal tetapi pada saat itu akan
merupakan hari di mana mereka berdua akan terikat
sebagai suami isteri.
Perasaan Pui Tiok saat itu tidak keruan rasanya.
Sebelum dia sempat bicara, kedua lelaki sudah
setengah menyeret, membawanya keluar.
308 Dia berulang kali berpaling tetapi Kwan Beng Cu
yang dibawa oleh kedua wanita tadi sudah cepat
menghilang. Hati Pui Tiok tak keruan rasanya. Dia kira
dia setelah membawa Beng Cu pulang, ayahnya tentu
girang sekali. Walaupun tidak tahu di mana letak
Ceng-te-kiong tetapi ayahnya tentu dapat mengirim
surat undangan kepada tokoh-tokoh persilatan untuk
berkunjung ke Peh hoa nia merundingkan ke putusan
bersama untuk menghadapi Ceng-te-kiong.
Kemungkinan hal itu tentu terdengar fihak Ceng-te
kiong yang tentunya pemilik Ceng-te-kiong akan
datang sendiri ke Peh-hoa-nia. Dan pada saat itu
tentulah akan terjadi keramaian besar di Peh-hoa-nia.
Tetapi sekarang ternyata perkembangannya jauh
berlainan dengan apa yang dibayangkan. Dia sendiri
harus dipenjara selama enam tahun. Dan Kwan Beng
Cu pun demikian juga.
Dia mengikuti kedua lelaki itu menuju ke sebuah
halaman kecil. Di situ terasa dingin2 sejuk dan rawan
tidak menyenangkan.
Dia segera jatuhkan diri terus tidur. Karena telah
berhari-hari menempuh perjalanan ditambah pula
dengan hatinya yang kesal mengkal, dia terus terlena.
Pada waktu membuka mata ternyata sudah gelap.
Dia merasa sekelilingnya gelap namun dia merasa
bahwa ada orang yang duduk di sebelah ranjangnya.
"Siapa?" cepat dia menegur.
309 Ternyata dari arah kegelapan itu muncul suara
orang dan ternyata adalah ayahnya sendiri. "Tiok-ji,
aku, tidurmu pulas sekali," kata Peh Hoa lokoay.
Memang Pui Tiok tak berani bersungut sungut di
muka ayahnya tetapi dalam hati dia masih
mendongkol, katanya, "Jika tidur lalu suruh apa"
Enam tahun lamanya kalau aku bisa tidur terus,
alangkah enaknya!"
Mendengar itu Peh hoa lokoay menghela napas.
"Tiok-ji, dalam hati engkau tentu penasaran
kepadaku, bukan" Aku berbuat begini karena demi
kebaikanmu. Kuharap dalam enam tahun ini engkau
mencurahkan semangat dan perhatianmu untuk
meyakinkan ilmusilat. Dengan bakat dan kecerdas?n
otakmu, engkau tentu akan memperoleh kemajuan
pesat sekali. Demi menjaga dan ber hati-hati,
selanjutnya aku takkan datang menemui engkau lagi.
Tadi, apa yang telah kumiliki telah kutulis semua
Walaupun ilmu kepandaianku itu tidak sesakti seperti
pelajaran dalam kitab Ih-su keng, tetapi paling tidak
mutunya juga mencapai 7 - 8 bagian dari Ih-su-keng.
Selama enam tahun ini apabila engkau sungguhsungguh
belajar. kelak engkau tentu dapat mewarisi
kepandaianku sampai tujuh bagian '
Kata 2 ayahnya itu telah menggetarkan hati Pui
Tiok. Dia teringat bagaimana dalam waktu turun
gunung kali ini, dia baru tahu sampai di mana tataran
kepandaian yang di milikinya. Apabila benar-benar
hendak terjun dalam dunia persilatan, apakah dia
mampu melakukan apa-apa" Apabila enam tahun
kemudian dia dapat mewarisi kepandaian ayahnya
sampai 7 - 8 bagian saja, tentulah lain lagi
keadaannya. 310 Maka setelah tertegun sejenak, dia baru berkata,
"Baik, aku akan melakukan perintahmu yah, tetapi
kuminta engkau jangan mempersulit nona Kwan lagi.
Tetapi dia tak mendengar suara dari ayahnya lagi.
Dia terkejut, "Yah, mengapa engkau diam saja?"
Tetapi dia seorang yang cerdik. Cepat dihentikan
kata-katanya karena dia menyadari kalau ayahnya
sudah tak berada di situ.
Dia segera menyalakan lampu, ternyata memang
benar. Hanya dia seorang diri yang berada dalam
ruangan situ. Dan di atas meja terdapat sebuah kitab
yang tebal, berisi tulisan dan gambar.
Pui Tok mengambil kitab itu, dia mengangkat
kepala memandang lampu. Dia tahu bahwa selama
enam tahun ini kemungkinan besar ayahnya tentu
takkan menemuinya.
Apa boleh buat, Pui Tiok pun terpaksa membuka isi
kitab itu . Di sebuah ruangan yang tak jauh dari tempat Pui
Tiok, Kwan Beng Cu sedang tengkurap di ranjang dan
menangis sedih. Tiba-tiba dari belakang terdengar
setiup angin melesat.
Kwan Beng Cu cepat hentikan tangis dan berputar
tubuh. Ternyata entah bagaimana datangnya, tahutahu
Peh Hoa lokoay sudah berdiri di ruang situ.
311 Wajah Kwan Beng Cu berobah tetapi sikap dan
suaranya tetap tenang, "Engkau tetap mau
membunuh aku, bukan?"
Wajah Peh Hoa lokoay mengerut serius dan
memandangnya beberapa jenak lalu berkata, "Ah,
tidak. Karena sudah berjanji takkan membunuhmu
masa aku akan menjilat ludahku lagi" Nona Kwan, aku
hendak bertanya sedikit hal kepadamu."
Wajah Kwan Beng Cu mulai reda tetapi ia menangis
lagi, "Soal apa, apa yang kuketahui tentu akan
kuberitahu kepadamu."
"Waktu mamamu menikah dengan ayahmu, apakah
engkongmu tahu" Apakah engkau pernah bertemu
dengan engkongmu?"
Kwan Beng Cu gelengkan kepala, "Aku tak tahu.
Aku hanya mendengar mama mengatakan tentang
engkong, Selamanya aku belum pernah melihat
engkong." Peh Hoa lokoay mengangguk, "Katau begitu
mamamu tentu mengajarkan engkau berbagai ilmu
silat yang hebat?"
"kepandaianku hanya biasa-biasa saja." sahut Kwan
Beng Cu, "tetapi mama pernah memaksa aku supaya
menghafalkan banyak sekali pelajaran silat. Sampai
sekarang aku masih dapat menghafalkan dengan
sempurna."
"0, itu baik sekali, ya baik sekali,"seru Peh Hoa
lokoay" kepandaian tidak tinggi bukan karena
mamamu kurang mampu memberi pelajaran
312 kepadamu. Tetapi karena engkau belum mampu
mengerti. Selama enam tahun ini, engkau tinggal
seorang diri disini, engkau boleh merenungkan
Pelajaran lisan yang engkau hafalkan diluar kepala itu.
Dalam tiga tahun nanti tak perlu engkau ter buru-buru
mencapai hasilnya, hanya renungkan dan camkan
dengan hati-hati. Nanti tiga tahun berikutnya, engkau
baru mempraktekkan dalam latihan. Kuharap dalam
enam tahun kemudian, engkau dapat menguasai ilmu
silat yang secara lisan telah engkau hafalkan diluar
kepala itu. Percayalah, engkau tentu akan hebat."
"Aku.... aku harus tetap tinggal disini selama enam
tahun?" seru Kwan Beng Cu.
Peh Hoa lokoay berjalan mondar mandir sembari
menggendong kedua tangannya, kemudian berkata,
"Nona Kwan, soal itu memang terpaksa begitu.
Peribahasa mengatakan orang yang tak sayang pada
dirinya sendiri, tentu akan dikutuk Thian" . Demi
keselamatan kami berdua ayah dan anak, demi
keselamatan beratus ratus anak buah Peh-hoa-kau,
aku terpaksa bertindak begini. Dan lagi enam tahun
kemudian, engkau tentu tak dapat mengatakan asal
usul dirimu lagi"
Kwan Beng Cu gelengkan kepala, "Aku....
engkongku, apakah dia benar-benar begitu ganas?"
"Nona Kwan, dalam kenyataan sekarang ini engkau
adalah menantuku. Aku hanya punya se orang putera,
masa aku akan memperlakukan engkau sebagai orang
luar dan menghinamu" Tentu saja tidak"
Merah muka Kwan Beng Cu. Dia tak mau berkata
apa-apa lagi. 313 "Sebenarnya, selain kita bertiga, apabila ada
seorang lain lagi yang tahu tentang soal ini, habislah
riwayat kita, "kata Peh Hoa lokoay yang diucapkan
begitu serius, mau tak mau jeri juga hati Kwan Beng
Cu. Tiba-2 terlintas dalam pikirannya. Dalam
persoalannya itu tidak hanya mereka bertiga saja


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang tahu tentang asal usul dirinya, tetapi masih ada
seorang lagi yaitu Coh Hen Hong.
Teringat hal itu wajah Kwan Beng Cu tampak
berobah, katanya, "Ah.... masih ada seorang lain .
yang tahu asal usul diriku."
Serentak wajah Peh Hoa lokoay berobah pucat.
Kedua tangannya memegang bahu Kwan Beng Cu,
"Apa" Engkau bilang apa" Masih ada seorang lagi yang
tahu" Mengapa Tiok ji tidak bilang" orang itu.... orang
itu.... .siapa" lekas bilang!"
Ketegangan Peh Hoa lokoay itu makin membuat
Kwan Beng Cu gugup sehingga dalam menberi
keterangan tidak dapat tersusun dengan genah, 'Dia
seorang anak perempuan, lebih besar sedikit dari aku.
Dulu aku tak pernah bertemu. Dia pernah melempar
aku dengan bola salju. Dia anaknya seorang
perempuan gila. Tetapi Pui toako mengatakan kalau
anak perempuan itu taciku. Sebenarnya dia ikut
bersama Pui toako dan aku dalam perjalanan ke Peh
hoa nia ini tetapi di tengah jalan dia telah berbalik
pikiran dan menggunakan tipu muslihat. Hampir saja
kami berdua dibunuhnya, sekarang entah kemana
perginya anak perempuan itu!" Peh Hoa lokoay
tertegun. Dia tak mengerti apa yang diceritakan Kwan
314 Beng Cu itu. Semula dia merencanakan akan segera
pergi dan menemui Pui Tiok untuk menanyakan hal
itu. Tetapi tiba-tiba dia menimang. Kalau semula Pui
Tiok tak mau menceritakan peristiwa itu kalau ditanya
lagi kemungkinan anak itu tentu tetap tak mau
menceritakan dengan sejujurnya. Padahal peristiwa itu
penting sekali, dia harus mendapat keterangan yang
sebenarnya. Dari pada bertanya pada Puil Tiok lebih
baik dia meminta keterangan pada Kwan Beng Cu.
Dia menarik tangan Kwan Beng Cu diajak duduk,
katanya, "Nona Kwan, jangan gugup. Ceritakanlah
kejadian itu dengan tenang dan jelas.
Kwan Beng Cu mengangguk, "Baiklah, aku akan
menceritakan."
Memang benar, Kwan Beng Cu lalu mulai bercerita
dengan teratur. Sejak pada saat dia ikut sukonya (SI
Ciau) naik tandu keluar untuk melihat pemandangan
alam, lalu bertemu dengan Coh Hen Hong dan
mamanya, satu demi satu diceritakan dengan jelas
dan terperinci.
Sudah tentu seorang tokoh seperti Peh Hoa lokoay
memang tokoh pintar. Segera dia dapat menduga
siapakah wanita gila yang membawa ular itu.
Dia segera teringat bahwa wanita gila itu bernama
Coh Bwe Nio. Dahulu pernah dia membawa Coh Bwe
Nio ke gunung Peh hoa-nia tetapi Coh Bwe Nio
melarikan diri. Mengapa sampai melarikan diri adalah
karena wanita cantik itu tak mau dijadikan gundiknya.
315 Dan diapun tahu bagaimana hubungan antara Kwan
Pek Hong, Kwan hujin dan Coh Bwe Nio. Tetapi
sekarang dia tidak mau mempedulikan hal itu tapi
yang dipikirkan yalah bahwa ternyata masih ada
seorang lain lagi yang tahu akan rahasia diri Kwan
Beng Cu. Diam-diam timbullah keputusan ngeri dalam hati
ketua Peh Hoa kau itu. Orang keempat atau Coh Hen
Hong, yang tahu tentang rahasia diri Kwan Beng Cu
itu, harus dibunuh.
Setelah berbicara beberapa saat dengan Kwan Beng
Cu, Peh Hoa lokoay lalu berdiri.
"bagaimana" Apakah tidak jadi persoalan apa-apa?"
tanya Kwan Beng Cu. Yang dimaksud yalah tentang
Coh hen Hong itu.
Hampir saja Peh Hoa lokoay marah dan hendak
mendamprat anak perempuan itu. Itukan urusan
penting, urusan yang menyangkut jiwa seluruh anak
buah Peh-hoa-kau, mengapa anak perempuan itu
masih bertanya lagi"
Seketika meluapkan nafsu kemarahannya. Hampir
saja dia hendak menghancurkan Kwan Beng Cu, agar
urusan habis sampai disitu dan kelak tidak
menimbulkan bahaya lagi.
Tetapi pada lain saat, terbayanglah dia akan sikap
dan pernyataan puteranya, Pui Tiok, bahwa kalau
Kwan Beng Cu dibunuh, Pui Tiok akan minggat dan tak
mau pulang selama-lamanya.
316 Pui Tiok adalah putera tunggal yang amat
disayanginya. Putera yang menjadi segala tumpuan
harapannya. Kalau anak itu sampai melaksanakan
ancamannya lalu bagaimanakah dia" Haruskah dia
kehilangan seorang putera yang amat dikasihinya itu"
Dan lagi diapun teringat bahwa dihadapan Pui Tiok
dan Kwan Beng Cu, dia berjanji takkan mencelakai
Kwan Beng Cu. Dia telah mengemukakan tiga syarat
dan kedua anak itupun sudah bersedia menerima.
haruskah dia menarik kembali ucapannya". Baik
sebagai seorang ketua dari perkumpulan besar seperti
Peh hoa kau, maupun Sebagai seorang ayah, sudah
tentu dia tak mau dianggap sebagai seorang manusia
yang tidak ber tanggung jawab atas ucapannya.
Andaikata dia membunuh Kwan Beng Cu, rasanya
juga takkan dapat menolong keadaan. Malah kalau
membiarkan anak perempuan itu di Peh-hoa-nia, kelak
apabila fihak Ceng-te kong mengetahui hal itu dan
akan bertindak dengan kekerasan, dia masih
mempunyai pegangan. Bukankah Kwan Beng Cu dapat
dijadikan sandera untuk menekan fihak Ceng-tekiong"
Cepat sekali pertimbangan2 Itu melintas dalam
benak Peh hoa lokoay dan secepat itu pula dia lalu
menekan perasaannya dan dengan nada yang tenang
dia berkata, "Ah, tak jadi apa. Coh Hen Hong itu kan
hanya seorang anak perempuan kecil dan lagi juga
menjadi tacimu, takut apa?"
Tetapi.... Pui toako bilang, meskipun dia masih kecil
tetapi ganas sekali," kata Kwan Beng Cu terbata-bata.
317 Peh Hoa lokoay memang belum pernah melihat Coh
hen Hong. Sudah tentu dia tak tahu bagaimana sifat
dan sikap anak itui. Peh hoa lokoay seorang ketua
perkumpulan termasyhur dan seorang tokoh silat yang
saktt. Sudah tentu dia tak gentar mendengar ucapan
Kwan Beng Cu. Masa dia takut kepada seorang anak
perempuan kecil dan liar seperti Coh Hen Hong"
"Ah, tidak soal," katanya, "jangan kuatir dan
tinggallah di sini dengan tenang."
Habis berkata dia terus melesat pergi.
Kwan Beng Cu yang tinggal seorag diri di ruang itu.
kembali merenungkan nasibnya. Enam tahun, ya,
enam tahun itu bukan waktu yang sedikit. Enam tahun
lamanya dia harus tinggal di situ. Walaupun bukan
seorang pesakitan yang dijebloskan dalam penjara
tetapi keadaanya tidak jauh berbeda. Enam tahun dia
tidak boleh ke luar dari tempat itu, tidakkah sama
artinya seperti orang dipenjara"
Memikirkan hal itu, dia kembali menangis tersedusedu....
Sementara Peh Hoa lokoay segera menuju ke Congthan
atau paseban besar dari perkumpulan Peh-hoakau.
Paseban itu merupakan sebuah ruang besar.
Begitu Peh Hoa lokoay muncul maka beberapa kojiu
(jago silat) yang berada diruang cong-than
serempak berdiri selaku penghormatan. Peh hoa
lokoay langsung menuju ke kursi besar.
"Bunyikan genta, kumpulkan seluruh anak buah
Peh-hoa-kau di sini!" serunya.
318 Dua orang lelaki segera mengiakan dan melangkah
keluar. Tiba di pintu mereka mengambil dua buah palu
besi lalu dipukulkan kepada genta besar yang
tergantung di serambi.
Bunyi genta itu mengaum-aum bagaikan guruh
yang menggelegar menyusup gumpalan awan.
Bunyinya bergema sampai keluar lembah.
Membunyikan genta raksasa untuk memanggil anak
buah, memang hanya dilakukan oleh Peh Hoa kau
apabila menghadapi peristiwa genting.
Setiap anak buah Peh-hoa kau yang mendengar
kumandang genta itu, serempak berbondong bondong
menuju ke paseban besar.
Peh Hoa lokoay duduk di kursinya dengan sikap
yang serius. Di sebelah kanannya berdiri Seorang
lelaki pertengahan umur berwajah putih bersih. Dia
adalah yu-poan-koan. Sedang tempat di sebelah kiri
yang biasanya ditempati Siu Peng, tampak kosong
karena Siu Peng yang menjabat sebagai Co-poan-koan
masih belum sembuh.
Kursi yang tersusun di kedua samping sang ketua,
pelahan-lahan makin lama makin penuh terisi
orangnya. Para tongcu atau kepala bagian paseban,
semua telah hadir lengkap.
Setelah bertalu-talu setengah jam lamanya, barulah
genta itu berhenti. Tetapi telinga setiap orang rasanya
masih terngiang ngiang dengan kumandangnya
sampai beberapa saat.
319 Setelah seturuh anak buah Peh-hoa-kau dari kepala
tongcu sampai pada kerucuk, hadir semua, dan
tempat duduknya yang berada di tempat ketinggian,
Peh Hoa lokoay mengeluarkan pedang. Berpuluh tahun
dia mendirikan dan membina perkumpulan Peh hoakau.
Kini hasilnya telah melahirkan sebuah Peh-hoa
kau yang besar, termasybur dan disegani dunia
persilatan. Diam-diam terhibur juga hati Peh Hoa
lokoay. Setelah genta berhenti, Peh Hoa lokoay
mengangkat tangan dan serentak seluruh hadirinpun
diam. Setelah itu barulah Peh hoa lokoay dengan nada
serius berseru "Peh-hoa-nia sedang menghadapi
bahaya besar. Kapan bahaya itu akan datang, aku tak
dapat mengatakan dengan terus terang. Tetapi kalau
kita tak dapat menemukan seseorang maka bahaya itu
tentu akan segera datang!"
Beratus-ratus, hadirin yang berada dalam paseban
besar itu tak ada yang bersuara. Mereka hanya
mencurah pandang kearah ketuanya. Walaupun mulut
tak berani bicara tetapi pandang mereka meminta
penjelasan kepada sang ketua.
Setelah berhenti sesaat, Peh Hoa lokoay berkata
pula, "Setiap tongcu supaya meninggalkan seorang
wakil tongcu untuk menjaga paseban besar ini. setiap
kelompok ko jiu, setiap 10 orang, yang delapan orang
supaya pergi mencari orang yang mungkin akan
menyebabkan kehancuran Peh-hoa kau itu. Begitu
ketemu harus lekas di bunuh"
320 Sekalian anak buah Peh hoa-kau saling bertukar
pandang. suasana paseban tetap sunyi karena tak ada
yang bicara. Mengapa"
Mereka memang sudah mendengar jelas ucapan
ketuanya tetapi mereka benar-benar tidak mengeriti
apa yang dimaksudkan. Mencari orang yang dapat
menyebabkan Peh hoa kau hancur" Siapakah orang
itu. Kalau dapat menyebabkan Peh-hoa kau hancur,
tentulah orang itu sakti sekali kepandaiannya lalu
kalau ketemu orang itu, mana mungkin dapat
membunuhnya" Peh Hoa lokoay menghela napas
untuk melonggarkan ketegangan hatinya. Kemudian
dia berkata pula, "Orang itu, seorang anak perempuan
berumur 12-13 tahun. Dia pakai she mamanya yaitu
dari marga Coh, namanya Hen Hong!" Setiap rapat
besar dengan panggilan membunyikan genta, tentu
akan mendengarkan soal
yang penting sekali. Dalam rapat itu ketua akan
memberi keterangan. Kecuali ketua siapapun yan
hadir, tidak boleh buka suara. Tetapi saat itu karena
mendengar penjelasan Peh Hoa lokoay yang begitu
mengejutkan sekali sudah tentu mereka tanpa disadari
mendesuh kaget.... Beratus-ratus orang serempak
mendesuh sehingga menimbulkan kumandang suara
yang bergemuruh.
Beberapa saat kemudian setelah gema suara itu
reda, barulah orang-orang sama menyadari
kesalahannya. Mereka merasa telah melanggar
peraturan tata tertib sidang. Mereka mengira, Peh Hoa
lokoay tentu marah dan akan mendamprat. Siapa tahu
diluar dugaan, ternyata tidak. Walaupun sikap dan
wajahnya masih serius tetapi ketua itu tidak bicara
apa-apa melainkan tertawa pahit.
321 Ternyata Peh Hoa lokoay mempunyai pertimbangan
lain. Saat itu dia memang memerlukan orang untuk
mencari Coh hen Hong, Memaki hanyalah dapat
melonggarkan kemarahan tetapi tak dapat menolong
keadaan dan melenyapkan ancaman bahaya.
Maka setelah suara gemuruh itu reda, barulah dia
berkata lagi, "Peh-hoa kau memang aku yang
mendirikan. Selama berpuluh tahun ini telah mencapai
kemajuan dan perkembangan yang besar.
Setiap orang tahu akan hal itu, dunia persilatanpun
mengakui. Kalau tadi kukatakan bahwa Per-hoa kau
bisa hancur di tangan seorang anak perempuan kecil,
tentulah tak ada orang yang percaya. Tetapi aku


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebagai seorang ketua, masa akan bersendau gurau"
Lakukan saja apa yang kuperintahkan tadi!"
Sejenak dia berhenti dan tertawa kecut lagi lalu
berkata pula, "Apabila kalian turun dari Peh hoa-nia,
sekali kali jangan menggunakan nama Peh-hoi-kau.
Dan jangan sekali-kali cari perkara diluaran,.
Sekalipun ada orang yang menghina dan memakimaki
Peh-hoa-kau, jangan kalian layani. lni untuk
menjaga jangan sampai tujuan besar menjadi
terlantar dikarenakan urusan lain yang tidak penting.
Jika ada yang berani menimbulkan onar di luaran,
pasti akan menerima hukuman perkumpulan yang
paling berat!' Seluruh anak buah Peh-hoa-kau menerima amanat
sang ketua dengan chidmat.
322 Peh Hoa lokoay memberi isyarat tangan Seraya
berseru, 'Setelah ke luar dari sini, kalian boleh segera
mulai berangkat!'
Walaupun dalam hati masih bingung namun tak ada
seorangpun dari anak buah Peh-hoa-kau yang berani
bertanya meminta penjelasan lagi. Mereka segera
mengundurkan diri dari paseban. Yang masih tinggal
di situ hanya yu-poan koan seorang.
Peh Hoa lokoay berbangkit, katanya, "Yu poankoan,
aku juga akan tinggalkan Peh-hoa-nia untuk
mencari anak perempuan itu. Sekalian aku hendak
mengawasi gerak gerik anak buah kita di luaran,
jangan sampai mereka menimbulkan keonaran."
"Ya," sahut Yu-poan-koan dengan hormat.
"Yu-poan-koan," kata Pui Hoa lokoay pula, "Urusan
di sini kuserahkan kepadamu, Engkau harus benarbenar
melakukan dua pesanku. Pertama, jangan
sampai ada orang tahu kalau aku meninggalkan Pehhoania. Kedua, jangan sekali kali ada orang yang
menemui Tiok-ji serta anak perempuan yang datang
bersamanya itu. Mengerti?"
"Ya," sahut yu-poan koan.
Peh Hoa lokoay menepuk-nepuk bahu orang
kepercayaantya itu, 'Setelah peristiwa ini selesai dan
Peh-hoa-kau tentu akan makin berkembang besar
lagi, sudah tentu harus memerlukan wakil kaucu
(ketua). Dalam hal ini engkaulah yang kupandang
sebagai calon yang paling tepat."
'Ya," kembali yu-poan koan mengiakan.
323 "Sekarang, pergilah," Peh hoa lokoay memberi
perintah. Setelah yu-poan koan pergi, Peh Hoa lokoay
mondar-mandir sambil menggendong kedua
tangannya. Memang begitulah kebiasaan ketua Peh
hoa-kau itu. ApabiLa menghadapi urusan penting yang
sukar dipecahkan dia tentu mondar-mandir sambil
mengendong kedua tangannya.
Beberapa saat kemudian barulah dia tinggalkan
paseban cong-than.
Sekarang kita ikuti Coh Hen Hong.
Dalam perasaannya. pada malam itu yalah pada
saat dapat merubuhkan Pui Tiok dan merampas
pedang Ceng leng-kiam milik Kwan Beng Cu adalah
saat yang paling menggembirakan tetapi juga paling
menyedihkan dalam hidupnya.
yang membuat dia gembira sekali yalah karena
akhirnya dia dapat merubuhkan Pui Tiok dan Kwan
Beng Cu, merampas pedang milik Kwan Beng Cu.
Bukan saja telah menghina habis habisan pada Pui
Tiok, pun dia telah memberi tanda mata yang takkan
terlupakan seumur hidup yalah guratan pedang pada
mukanya yang berbentuk tujuh kuntum bunga.
Coh Hen Hong benar-benar telah merasa puas
karena dapat menumpahkan penasarannya selama dia
diperlakukan kasar oleh Pui Tiok.
Dan yang membuat sedih hatinya yalah karena dia
mendengar lengking jeritan mamanya. Dia serentak
lari menuju ke tempat itu. Tetapi oh, ma ma....
setelah dua tiga li berlari dia memang mendapatkan
324 mamanya tetapi bukan mamanya yang masih hidup
melainkan mamanya yang sudah menggeletak
menjadi mayat. Tak salah lagi bahwa tubuh yang menggeletak di
atas segunduk batu besar itu adalah mamanya.
Semula dilihatnya mamanya tak bergerak dan Setelah
dia merayap naik ke atas batu dan mendekapnya
ternyata mamanya sudah tidak bernapas lagi.
Menilik tubuhnya yang masih hangat, jelas belum
lama mamanya itu meninggal. Memang dalam
pandangan orang, mamanya itu seorang wanita yang
tidak normal pikirannya tetapi dalam hati sanubari Coh
Hen Hong, wanita itu adalah satu-satunya ibu yang
dicintainya. Ibu yang menjadi sandaran hidup, tempat
di mana dia dapat merasakan keteduhan dan
kedamaian. Tetapi sekarang mamanya telah meninggal.
Seketika dia merasa menjadi manusia sebatang kara
di dunia ini. Sejak saat itu. tiada tempat lagi baginya
untuk membagi suka dan duka, mencurahkan gembira
dan sedih. Segala derita, dia sendiri yang akan
menanggungnya. Kejam, sungguh kejam segala manusia di dunia ini.
Mengapa satu-satunya orang yang dicintainya, harus
dibunuh" Namun saat itu suasana di sekeliling sunyi senyap.
Coh Hen Hong tidak kuat menahan derita yang
menyiksa saat itu. Dia memeluk mayat ibunya dan
menangis sedih.
325 Tepat pada saat itu adalah waktu Pui Tiok sedang
dicengkam rasa cemas kalau2 Coh Hen Hong akan
balik kembali. Ternyata sampai Coh Hen Hong tidak
kembali lagi karena sedang menumpahkan seluruh
airmatanya. Entah sudah berapa lama Coh Hen Hong
nenumpahkan airmatanya itu sehingga mayat
mamanya pelahan-lahan menjadi beku kaku. Pada lain
saat dara kecil itu mengangkat mukanya. Tampak
sepasang matanya bengap dan pipinya basah kuyup
dengan airmata.
"Ma, aku pasti akan membalaskan sakit hatimu!"
tiba-tiba dia berseru nyaring.
Dia hanya melampiaskan dendam penasaran nya
tanpa mengetahui siapakah yang telah membunuh
mamanya dan bagaimanakah mamanya telah
menderita kematiann. Tetapi jelas dia telah
menyertakan sumpah hatinya dalam pernyataan yang
di lantangkan dengan suara nyaring itu.
Lalu dia membuat liang dengan pedang pusaka
Ceng leng-kiam. Setelah menanam jenasah mamanya
dengan baik lalu dia menebas sebatang pohon dan
ditancapkan pada makam itu sebagai tanda. Kelak
setelah dia dapat melaksanakan pembalasan barulah
dia akan datang untuk bersembahyang ke situ lagi.
Selesai melakukan penguburan, kembali dia
teringat pada Kwan Beng Cu. Akan tetapi dia tidak
beminat untuk kembali ke tempat Pui Tiok lagi. Karena
dia memperhitungkan, pada saat itu tentulah Pui Tiok
sudah dapat bergerak dan tentu sudah membawa
pergi Kwan Beng Cu.
326 Pada hal sebenarnya, setelah terang tanah barulah
Pui Tiok dan Kwan Beng Cu tinggalkan tempat itu.
Mungkin belum takdirnya Pui Tiok dan Kwan Beng Cu
harus mati. Coba pada saat it Coh Hen hong kembali,
dalam luapan lahar dendam penasaran yang
mengempa dalam hati nya, saat itu dia tentu akan
menyiksa Pui Tiok dan Kwan Beng Cu lebih ngeri lagi.
Setelah berlutut di hadapan pusara mamanya dan
mengucapkan sumpah berat untuk menuntut balas,
Coh Hen Hong lalu pelahan-lahan tinggalkan tempat
itu. Karena dilanda kesedihan, pada saat mengubur
mamanya, Coh Hen Hong tak memeriksa pakaian
mamanya untuk mencari barangkali meninggalkan
barang apa-apa. Juga karena usianya masih kecil,
diapun tuk tahu apa saja yang dibawa pamannya yang
bungkuk ketika melarikan diri dar gunung Peh-hoania.
Dan karena Coh hen hong tidak memeriksa pakaian
mamanya maka kitab pusaka Ih su keng yang berisi
pelajaran ilmu silat sakti itu pun ikut terkubur
bersama Coh Bwe Nio atau mama dan Coh Hen Hong.
Waktu sudah meninggalkan tempat itu, Coh Hen
Hong sama sekali tak memikirkan soal itu karena
seluruh pikiran dan perhatiannya hanya tertumpah
pada satu tujuan: menuntut balas atas kematian
mama yang dicintainya itu.
Dia lari dan terus lari ke muka. Setelah hari terang
tanah, baru dia terbeliak gelagapan sendiri. Dia
berhenti. 327 Menuntut balas" Menuntut balas kepada siapa"
Siapakah musuh yang telah membunuh mamanya itu"
Di mana tempat tinggalnya" Ah, sama sekali dia tak
tahu hal itu. Sampai lama dia tegak berdiri ditingkah sinar
matahari yang pelahan lahan makin panas. Tetapi dia
tak merasakannya. Bahkan dalam terik matahari itu
dia merasa gemetar kedinginan. Dan kembali pecah
tangisnya. Jika saat itu dia tak mendengar derap kuda lari
yang tiba-tiba muncul, tentulah dia masih menangis
terus. Derap kuda ini telah menghentikan tangisnya. Dia
memang seorang anak perempuan yang keras kepala.
Tidak mau dia menangis dilihat orang. Dia
mengangkat muka dan memandang menurut arah
suara lari kuda itu.
Tampak tiga ekor kuda bulu merah, mencongklang
sekencang angin. Saat itu sinar matahari panas sekali.
Coh Hen Hong menutupkan tangannya ke dahi untuk
mengaling matanya dari sinar matahari. Tetapi dia
tetap tak dapat melihat jelas siapa ketiga penunggang
kuda yang datang itu.
Dalam beberapa kejab saja, ketiga kuda tegar bulu
merah itupun tiba di depannya dan melintas kencang.
Tiba-tiba timbul lagi perangainya yang suka usil!"
"Cis!" dia meludah ke tanah dengan suara muak,
"sok garang saja!"
328 Sebenarnya dia bicara dengan pelahan dan
seharusnya ketiga penunggang itu tak mendengar
nya. Tetapi entah bagaimana, tiba-tiba kuda yang di
belakang sendiri meringkik keras, penunggangnya
meregangkan tubuh tegak dan menghentikan kuda
itu. Begitu kuda yang di belakang berhenti, kedua kuda
yang di mukapun setelah meluncur dua tombak
jauhnya, juga berhenti. Saat itu Coh Hen Hong baru
dapat melihat jelas. Ternyata ketiga penunggang kuda
itu terdiri dari dua orang lelaki dan seorang wanita.
Yang berhenti paling dulu tadi adalah Si penunggang
wanita Itu. Wanita itu berwajah cantik. Sepasang alis seperti
lukisan, mengenakan pakaian warna biru, Umurnya
sekitar 30 an tahun. Dia berpaling dan berkilat-kilat
memandang Coh Hen Hong.
Jika lain orang. tentu akan merasa kikuk kalau
dipandang lain orang begitu rupa. Tetapi tidak
demikian dengan Coh Hen Hong. Dia malah bercekak
pinggang dan menegakkan kepala dengan sikap
meremehkan, dia balas menatap wanita itu.
Kedua penunggang lelaki memutar kuda dan
serempak berseru, "Sam moay, mengapa engkau itu?"
Wanita itu mengangkat cambuk dan menuding pada
Coh Hen Hong, "Toako, jiko, lihatlah pedangnya itu!"
Yang dimaksudkan yalah pedang yang terselip pada
pinggang Coh Hen Hong, pedang Ceng leng-kiam yang
berkilau-kilauan ditingkah sinar matahari.
329 Walaupun bertahun-tahun dibawa mengembara
oleh mamanya, tetapi karena mamanya seperti orang
gila maka selama itu tak pernah Coh Hen Hong
berhubungan dengan orang persilatan Coh Hen Hong
hanya bergaul dengan kawanan gelandangan dan
pengemis. Oleh karena itu dia tak tahu sama sekali
pengalaman dalam dunia persilatan.
Kalau orang lain, tentulah kuatir dengan membawa
pedang pusaka seperti pedang Ceng leng kiam itu.
Setiap saat dan setiap detik, bahaya akan datang dan
setiap orang persilatan yang tentu akan berusaha
untuk merampas pedang itu.
Tetapi tidak demikian dengan Coh Hen Hong. Dia
malah dengan garang menyelipkan begitu Saja di
pinggangnya. Dan Itu orangpun tentu tidak akan
bersikap seperti dia saat itu. Orang menuding pada
pedang di pinggangnya, dia malah merasa bangga dan
gembira, "Hai...." kedua lelaki itupun serempak berseru kaget
setelah melihat pedang yang ditunjukkan kawan
wanitanya. Serentak mereka loncat turun dan lari
menghampiri Coh Hen Hong.
Kedua pria itu mengenakan pakaian yang indah dan


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berwibawa. Sudah tentu Coh Hen Hong takut. Dia
loncat mundur dan berseru, "Hai, kalian mau apa"
Jangan kira kalau aku begitu mudah engkau gertak!"
Sambil berteriak itu dia masih tetap bercekak
pinggang seperti gaya seorang anak liar.
330 Kedua lelaki itu setelah tiba di hadapan Coh Hen
Hong dan melihat sikap anak perempuan itu, tidak
mau mengejar dan berseru, "Adik kecil, jangan takut."
Coh Hen Hong tegakkan kepala menyahut ketus,
"Lucu. siapa yang takut pada kalian?"
kedua lelaki saling bertukar pandang. Waktu
mereka hendak bicara, wanita tadi juga turun dari
kudanya dan menghampiri.
"Siau-moaymoay, kita ingin berkenalan mau tidak?"
serunya dengan ramah.
Siau-moaymoay artinya adik perempuan kecil.
Coh Hen Hong memandang ketiga penunggang
kuda itu. Diam-diam dia mendapat kesan jika ketiga
orang itu bertubuh kokoh dan berwibawa. Apa
salahnya kalau berkenalan dengan mereka, pikirnya
Coh Hen Hong mengangguk, "Baik."
"Baik!" kata wanita itu," karena berkenalan maka
kita harus saling memperkenalkan diri. Aku dari marga
Ki, karena Jatuh pada urutan ketiga maka orang
menamakan aku Ki Sam Nio. Dan engkoh yang ini
adalah Lim In toako, sedang engkoh yang itu adalah
Ho Thian Jing ji-ko."
Coh Hen Hong tak tahu siapa Ki Sam Nio, Ho Thian
Jing. Dia baru pertama kali itu mendengar nama2
mereka maka diapun tak memberi reaksi suatu apa
kecuali hanya berkata "Ya, kuingat."
331 ketiga orang itu saling berpandang. Kembali Ki Sam
Nio berkata, "Kami bertiga juga punya sedikit nama.
Orang persilatan memberi gelar Kim to (golok emas),
Gin kou (kait perak), Thiat-tong (parang besi) Tigapendekar
dari Jwan-se."
Ternyata perkenalan diri dari Kim Sam Nio itu
memberi buah. memang Ki Sam Nio, Lim In dan Ho Thian Jing itu
tukoh2 persilatan yang termasyhur.
mereka bertiga sebenarnya bukan saudara
seperguruan melainkan berasal dari perguruan yang
berbeda yakni dari Go-bi-pay, Ceng-sia-pay dan Kiambunpay. Namun karena sejak kecil sudah saling mengenal
maka hubungan mereka sangat intiem sekali melebihi
saudara kandung. Setelah berangkat dewasa, mereka
masing-masing mempunyai peruntungan sendiri2.
Mereka mendapat pelajaran ilmu silat dari tiga orang
tokoh sakti. Pada umur 20 tahun dengan sepasang thiat kau
(gaetan besi) Ki Sam Nio telah mengemparkan dunia
persilatan. Jarang sekali jago silat yang mampu
menandinginya. Oleh saudara2 seperguruan, dia
diangkat sebagai ketua perguruan Kim bun pay.
Mengenai kisah ketiga orang ini, entah berapa
banyak macam cerita yang tersebar dalam dunia
persilatan. Begitu luas cerita itu tersebar di dunia
persilatan hingga sampai anak kecilpun tahu dan takut
mendengar namanya. itulah sebabnya maka Coh Hen
332 Hong juga pernah mendengar cerita tentang nama
ketiga orang itu.
Cuh Hen Hong benar-benar seperti bermimpi.
Dia tak menyangka sama sekali bahwa tokoh dalam
dongeng yang hidup dalam khayalannya mendadak
muncul di hadapannya dan bahkan mau berkawan
dengannya. Sesaat Coh Hen Hong tertegun kesima. Karena
kurang pengalaman, dia tak tahu bagaimana harus
berbuat. Ki Sam Nio yang kaya akan pengalaman segera
mengetahui bahwa anak perempuan itu kesima karena
pernah mendengar namanya. Ia tertawa ujarnya,
"Siau-moaymoay, apakah kami berharga menjadi
kawanmu?" "Tentu saja, tentu saja," Coh Hen Hong gopoh
mengangguk. Kemudian dia bertanya, "Kalau aku
menjadi kawan kalian dan kita berempat bersamasama,
apakah kelak orang persilatan akan memberi
julukan Empat pendekar-Jwanse?"
Jwanse adalah nama sebuah propinsi.
Mendengar pertanyaan Coh Hen Hong sedemikian
itu. Ki Sam Nio dan kedua kawannya terbeliak. Selama
berkelana dalam dunia persilatan, entah sudah berapa
banyak pengalaman mereka menghadapi bermacammacam
bahaya dan pengalaman. Tetapi baru pertama
kali itu mereka bertemu dengan seorang anak
perempuan yang begitu nyentrik. belum pernah
333 mereka menerima pertanyaan seganjil seperti yang
meluncur dari mulut Coh Hen Hong.
Adalah Ki Sam Nio yang cepat dapat menguasai
keadaan, segera menjawab, "Ya, kalau hubungan kita
sudah erat dan sering bersama-sama, tentulah dunia
pesilatan akan memberi julukan begitu."
Coh Hen Hong juga seorang anak yang cerdas dan
tajam perasaannya. Melihat ketiga orang itu saling
bertukar pandang dan sikapnya ragu2, kemudian
mendengar jawaban Ki Sam Nio begitu rupa, tahulah
Coh Hen Hong bahwa Tiga-pendekar Jwanse itu
kurang senang. Cepat Coh Hen Hong mendengus dan tertawa
dingin. "Sebenarnya tak ada julukan semacam itupun
tak apa. aku juga tak peduli. Aku....aku...."
Tiba-tiba dia tak melanjutkan kata-katanya karena
teringat akan keterangan Kwan Beng Cu mengenai
engkong yang menjadi pemilik Ceng-te-kiong. Diamdiam
Coh Hen Hong memang akan berusaha untuk
menuju ke Ceng te kiong dan akan mengaku kalau
dirinya itu Kwan Beng Cu.
Menghadapi Tiga pendekar Jwan-se yang di
anggapnya begitu congkak dan membanggakan
gelarannya, diam-diam Coh Hen Hong memutuskan,
apa salahnya kalau sekarang dia mengaku sebagai
cucu dari pemilik Ceng-te kiong untuk menggertak
ketiga pendekar itu"
Cepat Coh Hen Hong segera berkata, "Aku....uh,
engkongku kalau ke luar tentu diiring oleh delapan
334 ekor burung garuda hijau yang menjadi pelopor jalan.
Tentunya lebih berwibawa dari kalian. Apakah kalian
pernah mendergar tentang engkongku itu?"
Sebenarnya Coh Hen Hong hanya hendak jual
kegarangan untuk menggertak. Tetapi ternyata hal itu
membuat ketiga pendekar terkejut dan gembira
sekali. "Tentu saja kami tahu siapa engkongmu itu. Siaumoaymoay,
kiranya engkau ini dari istana Ceng-tekiong.
Pemilik Ceng-te-kiong itu adalah..... " Ki Sam
Nio hentikan kata-katanya Coh Hen Hong sudah
membulatkan tekad dan serentak berseru,
"Engkongku!"
Mendengar itu tiba-tiba dari sebelah kanan dan kiri,
Lim In dan Ho Thian Sing melesat maju. Tetapi pada
saat itu juga, Ki Sam Nio merentangkan kedua
lengannya. jelas dia bermaksud mencegah Lam In dan
Ho Thian Jing berbuat Sesuatu.
Tetapi tampaknya Coh Hen Hong acuh tak acuh
terhadap gerak gerik ketiga orang itu. Dia pura-pura
tak tau. Kim Sam Nio menarik tangan anak perempuan itu,
katanya, "0, makanya pinggang-nya menyelip pedang
Ceng leng-kiam. Engkau masih kecil dan berjalan
seorang diri. Apakah engkau hendak menuju ke
lembah Lian-hoan-koh di sebelah muka itu?"
Mendengar pertanyaan itu Coh hen Hong melongo,
tanyanya, "Aku hendak ke lembah Lian hoan-koh"
Perlu apa aku harus ke sana?"
335 "Apa engkau tak tahu?" tanya Ki Sam nio, "apakah
engkau tak tahu kalau engkongmu suruh kami
mengantarkan barang ke lembah Lian hoan koh dan
suruh menerimakan barang itu kepada orang
suruhannya?"
Coh Hen Hong memang sungguh tidak mengerti
persoalan yang gawat itu. Tidak tahu pula dia
bagaimana perasaan ketiga orang saat itu
Seolah seperti tak terjadi suatu apa, enak saja Ia
menjawab, "Mana aku tahu" Tetapi tak apa, aku akan
ke sana juga."
"Siau-moaymoay" kata Ki Sam Nio pula. "engkau
tentu bersama orang dari lembah itu meninggalkan
Ceng-te-kiong, bukan?"
"ya," sahut Coh Hen Hong tanpa banyak pikir,
Cepat Ki Sam Nio bertanya, "Apakah engkau tak
keberatan untuk menceritakan tentang beberapa
orang yang berada di lembah Lian hoan koh itu?"
Mendengar itu wajah Lim In dan Ho Thian Jing
tampak tegang. Rupanya mereka ingin juga
mendengar keterangan dari Coh Hen Hong.
Mendapat pertanyaan itu, Coh Hen Hong berpikir.
Kalau dia mengatakan tak tahu, tentulah ketiga orang
itu akan meragukan dirinya. Tetapi kalau mengatakan
tahu, tentulah mereka akan menanyakan tentang
nama2 orang di lembah Lian hoan koh. Lalu
bagaimana dia harus memberi keterangan" Kalau lain
orang menjadi Coh Hen Hong tentulah saat itu akan
kelabakan. Tetapi dasar Coh Hen Hong itu setan kecil,
336 cepat sekali terlintas sesuatu dalam benaknya. Dia ter
tawa gelak-gelak, serunya, "Apalagi kalau bukan
beberapa orang Itu saja, mana aku ingat sekian
banyak?" Dengan jawaban itu dia memperkecil arti orangorang
yang hendak ditanyakan Ki Sam Nio itu. Ki Sam
Nio bertiga agak berobah wajahnya. Mereka saling
bertukar pandang dan bermain isyarat tangan.
Saat itu Coh Hen Hong mengira kalau dia berhasil
menghapus pertanyaan mereka. Dia gembira karena
nyatanya Ki Sam Nio tidak mendesak bertanya lagi.
Sudah tentu dia tak sempat memperhatikan gerak
gerik ketiga orang itu.
Ki Sam Nio tertawa, "Siau moaymoay, sebenarnya
kami hendak ke lembah Lian hoan koh. Di sana
mungkin nanti akan terjadi sedikit peristiwa yang
kemungkinan nanti engkau tentu takut. Maka lebih
baik engkau jangan ikut ke sana saja."
Memang Ki Sam Nio tajam sekati otak nya. Dalam
waktu singkat saja dia sudah dapat mengetahui bahwa
Coh Hen Hong itu seorang anak perempuan yang
keras kepala dan tak mau mengalah pada orang. Maka
diapun menggunakan siasat. Kalau di minta supaya
Coh Hen Hong ikut ke Lian-hoa-koh, mungkin anak itu
akan bersikap jual mahal tak mau. Tetapi kalau dia
melarangnya kemungkinan Coh Hen Hong tentu
berkeras hendak ikut.
Ternyata siasat Kim Sam Nio, itu berhasil, Serentak
Coh Hen Hong membusungkan dada dan berseru
garang, "Fui takut apa" Hm aku tak takut segala apa."
337 "Baiklah!" sahut Ki Sam Nio, "kalau begitu mari ikut
kami dan silahkan naik kuda."
Coh Hen Hong juga cerdik. Saat itu dia menyadari
kalau termakan siasat orang yang berhasil membuat
panas hatinya. Tetapi karena sudah terlanjur berkata,
dia takut untuk menarik kembali Terpaksa dia terus
loncat dan segera disambut tangan Ki Sam Nio yang
sudah berada diatas kuda. Ketiga ekor kuda pun terus
lari melanjutkan perjalanan lagi.
Ketiga pendekar Jwanse dan Coh Hen Hong masingmasing
mempunyai rencana sendiri. Tiga pendekarJwanse cemas2 gembira atas pertemuan mereka
dengan Coh Hen Hong. Tetapi mereka tak tahu
bagaimana akibatnya nanti. Adakah hal itu akan
merupakan berkah atau malapetaka bagi mereka.
Sebenarnya perjalanan ketiga pendekar itu sudah
Tujuh Satria Perkasa 3 Duri Bunga Ju Karya Gu Long Perawan Lembah Wilis 3

Cari Blog Ini