Ceritasilat Novel Online

Cula Naga Pendekar Sakti 9

Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe Bagian 9


untuk mengadu pula pedangnya. Sekali lagi kedua
pedang itu berbentrok. tapi.. . aneh" sungguh, sekali
mi Jjentrokan itu tidak mengeluarkan suara!
Yap Cu Siang kaget dan heran. la membuka
kedua matanya lebar-lebar untuk mencari tahu, apa
sebabnya. Di lain saat, pedang si pemuda baju putih seolaholah
sudah kena "dihisap" oleh pedang Thio Yu
Liang. Beberapakali ia berkutet, tapi pedang itu
tetap tak dapat di tarik pulang. Ternyata, kali ini
Thio Yu Liang sudah mengerahkan tenaga Im-jiu
yang sangat tinggi guna "menghisap" pedang
lawannya ! Beberapa saat kemudian, keringat sudah
mengucur dari dahi pemuda baju putih.
"Bagaimana ?" mengejek Thio Yu Liang.
"Tak apa-apa !" menyahuti si pemuda baju putih
sembari mesem tawar, tak tahu dengan ilmu apa,
tiba-tiba badan si pemuda baju putih mencelat dan
pedangnya sudah terlepas dari "ikatan" musuh.
688 Kejadian itu adalah karena salah Thio Yu Liang
sendiri. Barusan, sesudah berhasil menghisap
senjata musuh, dalam sejenak ia "memandang
rendah lawannya dan lalu mengejek dan selagi
bicara, perhatiannya terpecah.
Si pemuda baju putih yang lihay luar biasa,
sungkan menyia-nyiakan ketika baik ini dan dengan
sekali membetot, ia melepaskan pedangnya dari
"hisapan" tenaga Im-jiu. Berbareng dengan itu, ia
meloncat ke samping Thio Yu Liang dan menikam
sekali. Dengan sangat menyesal Thio Yu Liang berkelit
dengan gerakan "Tui-po-lian-hoan?" (Mundur
berantai) dan kemudian membabat dengan
pedangnya dalam usaha untuk "menghisap" pula
pedang musuh. Tapi kali ini si pemuda baju putih tak
dapat dijebak lagi. Dengan gerakannya yang sangat gesit, bagaikan
kupu-kupu yang beterbangan di antara bungabunga,
ia melayani Toa Congkoan itu. Thio Yu Liang
menjadi kaget, heran dan kagum dengan berbareng.
Beberapakali, pedangnya hampir menempel
pedang si pemuda baju putih, akan tetapi pada detik
yang terakhir bocah itu selalu dapat meloloskan
senjatanya dari "ikatan" Mendadak Thio Yu Liang
tergoncang hatinya. Sesudah memperhatikan ilmu
pedang si bocah, mendadak ia ingat akan seorang
Tayhiap (pendekar besar) yang sekarang sudah
689 mengundurkan diri dari pergaulan umum dan besar
kemungkinan sudah meninggal dunia. Apakah bocah
ini ahliwaris dari pendekar besar tersebut"
Sesudah bertempur lagi beberapa lama, Thio Yu
Liang menjadi sadar dan mendapat jalan untuk
menhadapi musuhnya. la segera merobah cara
bersilatnya dan mengutamakan pembelaan diri.
Akan tetapi, dalam pembelaan diri itu, ia berlaku
sangat awas dan segera balas menyerang, begitu
ada kesempatan. Dilayani secara begitu, dengan
perlahan si pemuda baju putih menjadi lelah dan
napasnya mulai tersengal-sengal.
Sementara itu Yap Cu Siang mengawasi jalannya
pertempuran dengan hati berdebar-debar. Kedua
orang itu sedang bertempur dengan menggunakan
ilmu pedang yang paling tinggi dan sekali salah jiwa
bisa melayang. Walaupun tidak terlalu paham akan
ilmu pedang, ia mengetahui bahwa si pemuda baju
putih, tuan penolongnya, berada di bawah angin.
Ketika itu, dengan mengatur jalan
pernapasannya, Yap Cu Siang sudah pulihkan
kembali aliran darahnya dan perasaan kesemutan
sudah menjadi hilang. Maka itu, sambil membentak
keras, ia mengambil Biantonya dan bergerak untuk
menyerbu ke dalam gelanggang pertempuran.
Sebagai seorang berpengalaman, Thio Yu Liang
sangat awas matanya. Begitu Yap Cu Siang
bergerak, ia pindahkan pedangnya ke tangan kiri
690 dan merogo sakunya dengan tangan kanan. Sembari
membacok dengan tangan kiri sehingga si pemuda
baju putih terpaksa mundur dua tindak, ia
mengayun tangan kanannya dan melepaskan jumlah
Thie-lian-cie ke arah kedua lawannya.
Sekarang Toa-congkoan ini sudah tidak
menghiraukan lagi soal tingkatan dan dalam
kekuatirannya akan dikerubuti, ia malah tidak
merasa malu untuk menggunakan juga senjata
rahasia. Yap Cu Siang yang baru terluka kakinya, tak
begitu gesit gerakannya, sehingga dua butir Thieliancie mampir di lehernya dan ia kembali jatuh
terguling. Begitu rubuh, ia meloncat bangun lagi dengan
gerakan "Lee Hie Ta Teng" ( Ikan Gabus Meletik )
dan pada detik itu ia mendengar si pemuda baju
putih berteriak : "Bagus !"
Di Iain saat, seperti hujan gerimis, belasan biji
catur berbentuk bulat kecil menyambar ke arah Thio
Yu Liang. "Bagus!!!" teriak Yap Cu Siang, kegirangan.
Dengan gerakan "Pek Ho Ciong Thian" ( Burung
Ho Putih Menembus Awan ), Thio Yu Liang meloncat
keatas sambil mengebas dengan pedangnya.
Dengan suara ?"tringggg !", "trangggg !?",
sejumlah biji catur kena dibikin terpental tapi dua
691 antaranya menyambar terus. "Kena kau !" Berteriak
si pemuda baju putih sambil melompat menikam.
Biar bagaimana lihaypun, Thio Yu Liang tak dapat
berkelit lagi dari dua biji catur itu yang menyambar
kedua pundaknya. "Bagus !," ia berseru sambil
mengerahkan tenaga dalamnya dan menggoyang
pundaknya, Dua biji catur itu tepat mengenai
sasarannya, tapi lantas jatuh ke tanah lantaran kena
ditolak tenaga dalam Thio Yu Liang, yang berbareng
dengan itu sudah mengangkat pedangnya untuk
menyambut serangan si pemuda baju putih.
Si pemuda baju putih kaget tak kepalang. Bahwa
sepuluh antara duabelas biji caturnya kena dipukul
jatuh, sudah cukup mengagumkan. Tapi menolak
senjata rahasia itu dengan tenaga dalam adalah
kejadian yang tak pernah diduga-duganya.
"Nama besar Thio Yu Liang sungguh bukan nama
kosong," ia memuji dalam hatinya. "Tak heran,
dalam dunia Kang-ouw ia mempunyai nama yang
besar..!" Melihat keadaan yang berbahaya, tanpa
memperdulikan lukanya. Yap Cu Siang kembali
putarkan goloknya dan maju ke medan
pertempuran. Sekonyong-konyong si pemuda baju putih bersiul
panjang dan nyaring. Di lain saat bagaikan terbang
tubuhnya sudah melayang di udara, tangannya
692 menjambret baju Yap Cu Siang, dan ketika ia
menjejak kedua kakinya, badannya sudah melesat
ke atas, kemudian hinggap di atas punggung
kudanya yang terus kabur bagaikan kilat.
"Thio Yu Liang, sebetulnya aku memiliki
perhitungan dengan kau, tapi kukira sekarang bukan
saatnya! Nanti kita bertemu lagi !" Terdengar suara
si pemuda baju putih nyaring menggema ditempat
itu. Thio Yu Liang buru-buru cemplak tunggangannya
dan mengubar. Kuda Toa-cing koan ini bukan kuda
sembarangan tapi kuda si pemuda baju putih itu
cepat sekali, dan dalam waktu singkat sudah
terpisah jauh, semakin lama jarak antara mereka
jadi semakin jauh dan akhirnya Thio Yu Liang hanya
dapat melihat satu titik-putih yang dengan cepat
menghilang dari pemandangan.
Jilid ke 16 Toa-congkoan ini tak bisa berbuat apa-apa-apa
dia cuma menghela napas jengkel dan penasaran.
Tiba-tiba ia merasakan pundaknya sakit, segera dia
buka bajunya dan melihat dua tapak biji catur yang
berwarna merah di kedua pundaknya. Masih untung
senjata itu tak beracun. Kalau beracun tentu kedua
tangannya sudah tak dapat digunakan lagi...
693 Dengan diliputi penasaran yang sangat gusar,
Thio Yu Liang melarikan kudanya lagi, dia berusaha
untuk mengejar terus. Dia yakin, sejauh-jauhnya
pemuda baju putih itu menyingkir, toh akhirnya
akan beristirahat juga. Thio Yu Liang berharap masih bisa mengejar
pemuda yang tampaknya masih belum hilang bau
pupuknya tapi lihay ilmu silatnya itu...
Yap Cu Siang yang menggemblok di punggung
kuda, merasakan seperti juga dibawa terbang di
udara. Hatinya berdebar-d-bar, ia tak nyana seekor
kuda dapat berlari sedemikian cepat. Selagi ia mau
menengok ke belakang untuk menghaturkan terima
kasih kepada penolongnya, kuda itu melompati
suatu selokan dan hampir-hampir ia jatuh
terpelanting. Buru-buru ia menjepit perut kuda
terlebih keras dan tidak berani menengok ke
belakang. "Jangan bicara ! Hati-hati !" membentak si baju
putih sembari memecut udara dan kuda itu lantas
saja lari terlebih keras Tak lama kemudian fajar sudah menyingsing dan
sibaju putih menahan kudanya. "Sekarang sudah
boleh berhenti," katanya sembari meloncat turun
dari kudanya dengan paras muka tidak berobah dan
napasnya juga tidak tersengal-sengal.
694 "Kuda ini benar-benar kuda yang bagus dan
jarang terdapat dalam dunia." memuji Yap Cu Siang
kagum memandang kuda itu-Kemudian: "Apa
sekarang aku boleh mengetahui nama tuan yang
mulia ?" Pemuda baju putih tak menyahut. Mendadak
tangannya dilonjorkan dan golok Bianto yang
tergantung di pinggang Yap Cu Siang sudah pindah
kedalam tangannya. Bagi seorang ahli silat,
melindungi senjatanya adalah satu kebiasaan yang
otomatis. Begitu tangan si baju putih menyambar, tangan
Yap Cu Siang pun bergerak, tapi ia kalah cepat dan
dilain saat, pemuda itu sudah menyekal Bianto dan
mengawasi senjata itu dengan paras muka
bersangsi, mukanya berobah. Dia mengamat-amati
dua tulisan pada samping gagang golok sebelah
bawah: "Yang-kee" (Leluhur Yang).
Yap Cu Siang terkejut. "Dari mana kau dapat golok mustika ini ?"
menanya si baju putih. "Ini adalah golok Yang Bu In," jawabnya.
Muka si baju putih berobah, matanya tampak
berkilat tajam memandang Yap Cu Siang.
695 "Yang Bu In dari kota Siauw An (sekarang Lengan)
di jalan Yang-ceng ?" menegasi pemuda baju
putih. Yap Cu Siang heran, dia mengawasi si pemuda,
kemudian mengangguk. "Ya," jawabnya kemudian.
Kenapa Yang Bu In menyerahkan golok
leluhurnya kepadamu ?" tanya si pemuda.
"Yang Bu In sekeluarga terfitnah, dianiaya orangorang
congtok dan semua itu atas perintah kaisar,"
menyahuti Yap Cu Siang. Sekeluarga Yang Pehpeh
ditangkap dan sekarang ditahan oleh congtok di
Leng-an, atas tuduhan Yang Pehpeh diam-diam
memihak pada... pada..."
Yap Cu Siang ragu ragu, pemuda baju putih
mengawasi tajam. "Pada siapa ?" tanyanya.
"Pada Giam Cu, yang kini tentaranya mulai
bergerak dari utara..!" melanjutkan Yap Cu Siang.
"Apakah benar Yang Bu In membantu Giam Cu ?"
tanya pemuda baju putih itu.
Yap Cu Siang kembali ragu-ragu. la tidak kenal
pemuda baju putih ini. bagaimana ia bisa bicara
terus terang " Tapi, ingat pemuda baju putih ini
telah menolongi jiwanya, segera dia bicara terus
696 terang: "Benar ! Setengah tahun yang lalu Yang
Pehpeh telah menyumbang selaksa tail untuk
mengurangi beban Giam-Cu terhadap belanja
tentara pencinta negeri. Bahkan, Yang Pehpeh sudah
menjanjikan pada akhir tahun ini akan menyerahkan
seluruh harta miliknya yang ada untuk bantu
perjuangan Giam Cu, bahkan ia sendiri akan ikut
dalam pasukan Giam Cu. Tapi siapa sangka... siapa
sangka anjing-anjing Kaisar telah mencium semua
itu, sekeluarga Yang Bu In ditangkap..!"
"Hemmm, kapan ditangkapnya?"
"Seminggu yang lalu... itupun atas perintah


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

firman kaisar yang dibawa Kim-cee (utusan Kaisar),
yang kini masih berdiam di Leng-an."
"Di mana Yang Bu In ditahan sekarang?" tanya
pemuda baju putih itu lagi.
"Di markasnya tiekoan !" menyahuti Yap Cu
Siang. "Selain Yang Bu In, siapa-siapa saja keluarganya
yang ditawan ?" "Yang Pehpeh suami isteri, beberapa orang
pelayan, mungkin berjumlah delapan orang."
"Kabarnya Yang Bu In mempunyai seorang puteri,
bahkan sudah menikah. Bagaimana dengan puteri
dan mantunya ?" 697 Yap Cu Siang memandang curiga pada pemuda
baju putih itu, ia ragu-ragu. Bagaimana pemuda
baju putih ini bisa mengetahui begitu jelas tentang
keluarga Yang " Golok leluhurnya, puterinya, mantu
dari keluarga Yang..."
"Mereka... mereka sedang berkelana, sehingga
lolos dari jaring orang-orang tiekoan dan para
pahlawan istana kaisar... yang saat itu ikut
mengepung gedung Yang Pehpeh," akhirnya Yap Cu
Siang memberikan keterangannya juga. "Hanya
sayang, usahaku untuk menolongi Yang Pehpeh dan
isterirya gagal, sehingga aku dikejar dan dikuntit
oleh anjingnya Kaisar yang tadi telah dihajar oleh Injin
(tuan penolong). Aku bermaksud cepat-cepat
memberi laporan kepada Giam Taijin ..."
Pemuda baju putih itu menghela napas,
menghunus Bianto yang lalu disabetkan ke udara
beberapa kali. la mendongak dan tertawa
berkakakan, tertawa yang nadanya menyayatkan
hati. la memang pernah melihat golok ini,
diperlihatkan oleh Yang Bu In. Benar Yang Bu In
mempergunakan pedang sebagai senjatanya, karena
ia meyakinkan ilmu pedang, tapi golok Bianto ini
adalah golok warisan leluhur yang dihormati
keluarga Yang. Beberapa tahun yang lalu ia pernah bersama
Yang Bu In dan keluarganya melihat golok leluhur
keluarga Yang beberapakali, karenanya segera ia
698 bisa mengenali golok Bianto ini waktu pertamakali
melihatnya di tangan Yap Cu Siang.
"Bagus !" ia berseru. "Biar bagaimana, pun juga
Yang Bu In tidaklah mengecewakan, la tidak mensiasiakan
harapan rakyat dan juga Giam Cu Tayjin !"
Yap Cu Siang tergoncang hatinya dan mendengar
perkataan sipemuda baju putih tampaknya ia
mempunyai hubungan yaug rapat dengan keluarga
Yang Bu In. Pemuda itu lalu memasukkan Bian-to ke dalam
sarungnya dan gantung senjata itu dipinggangnya
sendiri. "Mohon tuan sudi mengembalikan golok itu
kepadaku," kata Yap Cu Siang.
"Kenapa ?" ia menanya.
"Aku dapat mengerti jika In-jin (tuan penolong)
menyukai golok ini," kata Yap Cu Siang. "Semenjak
dulu orang kata: Golok mustika harus diserahkan
kepada orang gagah, pupur wangi harus
dipersembahkan kepada wanita cantik. Menurut
pantas memang aku harus mempersembahkan
senjata itu kepada In-jin. hanya sayang, sungguh
sayang, waktu terakhir kali aku bertemu Yang
pehpeh sudah berpesan kepadaku supaya
menyerahkan golok itu kepada orang lain dan
699 disebelan itu. didalamnya tersembunyi satu urusan
besar. "Urusan apa ?" menanya si baju putih dengan
suara tawar. "Golok ini harus kuserahkan kepada puteri dan
mantu Yang Pehpeh, yaitu Yang Lan lihiap dan
Khang Thiam Lu, suaminya."
"UntuK apa diserahkan kepada Yang Lan lihiap
dan suaminya ?" tanya pemuda baju putih itu.
"Sebagai bukti atas seluruh keterangan yang
akan kusampaikan kepadanya, juga meneruskan
pesan Yang Pehpeh, agar Yang Lan lihiap bersama
suaminya bersama-sama pergi menemui Giam Cu
Tayjin, untuk membantu perjuangan Giam Tayjin
melawan Kaisar penjajah !"
Pemuda baju putih itu menghela napas, dia
menggeleng perlahan. "Biarkan golok ini kuserahkan
sendiri kapada Yang Lan lihiap. Sekarang terpenting
adalah menolongi Yang Pehpeh !" katanya.
Yap Cu Siang ragu-ragu. "Siapakah In-jin sebetulnya ?" Tanya Yap Cu
Siang akhirnya. Pemuda baju putih itu memberitahukan namanya
sambil bersiap-siap untuk berangkat melompat
700 keatas kudanya. Temyata pemuda baju putih itu
tidak lain Giok Han. "Naiklah," katanya sambil menepuk punggung
kudanya menganjurkan Yap Cu Siang. Tanpa berayal
lagi Yap Cu Siang melompat kebelakang punggung
kuda itu, yang kemudian dilarikan Giok Han mutar
kembali menuju ke Leng-an.
Dengan kudanya yang bisa lari sangat cepat,
dalam dua hari Giok Han berdua Yap Cu Siang sudah
sampai dipintu kota sebelah timur.
Sudah hampir empat bulan Giok Han turun
gunung, karena Tai Giok Siansu anggap seluruh
kepandaian sudah diwariskan kepadanya dan sudah
waktunya pula muridnya ini turun gunung, selain
mencari tambahan pengalaman, juga untuk
menyelidiki perkembangan terakhir. Yang
diutamakan dalam pesan Tai Giok Siansu sebelum
keberangkatan Giok Han, muridnya harus
menyelidiki keadaan negeri pada saat itu dan apa
saja yang dilakukan oleh Tang San Siansu!
Tugas lainnya, kalau memang keadaan memaksa.
Giok Han harus segera membantu perjuangan Giam
Cu, Tugas yang dipikul oleh Giok Han bukanlah
tugas yang ringan, karena selain ia harus
menyelidiki tentang Tang San Siansu, juga
membantu perjuangan Giam Cu.
701 Menyelidiki tentang Tang San Siansu memiliki
hubungan erat dengan persoalan yang mengancam
keselamatan Siauw Lim Sie, sedangkan tugas
menghubungi Giam Cu memiliki kepentingan yang
jauh lebih penting lagi yaitu untuk membantu
perjuangan para pencinta negeri mengusir Kaisar
penjajah itu ! Waktu pertama kali turun gunung, yang diingat
olch Giok Han adalah Yang Bu In. la bermaksud
mengunjungi dan berharap bisa bertemu dengan
Lam Sie, pelayan yang setia itu. Juga Khang Thiam
Lu diharapkan berada dirumah Yang Bu In, untuk
dimintai keterangan sejelas-jelasnya tentang
peristiwa pembunuhan keluarga Giok oleh orangorang
Kaisar ! Siapa tahu, dalam perjalanan menuju ke Leng-an,
justeru ia melihat Yap Cu Siang tengah terancam
oleh Thio Yu Liang, segera ia turun tangan
menolongi Yap Cu Siang, yang akhirnya
menyebabkan Giok Han mengetahui keluarga Yang
telah tertimpa bencana oleh orang-orang Kaisar !
Pada pintu kota sebelah timur tampak banyak
sekali serdadu-serdadu penjaga pintu.
Giok Han mengajak Yap Cu Siang ke pintu kota
sebelah barat. Disitu tampak gelap dan agak sepi,
hanya beberapa orang serdadu penjaga pintu kota.
702 "Kita pergi kepintu sebelah utara," kata Giok Han
dengan suara perlahan. Dengan hati-hati mereka
lalu jalan disepanjang tembok, supaya tidak terlihat
oleh serdadu-serdadu penjaga. Kuda Giok Han sudah
ditambat belasan li jauhnya sebelum mereka tiba
dipintu kota Leng-an ini.
Tapi baru saja mau biluk di satu ujung tembok,
dari sebelah utara kelihatan mendatangi lima
serdadu peronda yang membawa lentera. Mereka
kaget dan lalu mepet ke tembok.
Tapi rupanya mereka sudah terlihat oleh para
peronda, yang lanta; berhenti dan seorang serdadu
yang jalan paling dahulu, angkat lenteranya dan
matanya mengawasi keempat penjuru.
"Barusan aku lihat beberapa bayangan hitam, tapi
lantas menghilang," "katanya pada kawan-kawannya.
"Mana bisa ! Mungkin kau kebanyakan tenggak
susu macan!" kata seorang kawannya.
"Jangan bicara main-main ! "kata serdadu itu
dengan suara mendongkol. "Aku sama sekali tidak
minum arak. Barusan jelas-jelas aku lihat beberapa
bayangan. Coba kita cari di bawah tembok." Sehabis
berkata begitu ia jalan ke jalan ke arah tembok
sembari acungkan lenteranya, diikuti oleh empat
kawan-kawannya. 703 Begitu ia datang dekat, tangan Giok Han
menyambar dan tiang lentera jatuh serta padam. Di
lain saat, Giok Han sudah menotok jalan darahnya
yang membikin ia jadi bungkam tak bersuara. Baru
saja tadi ia berteriak: "Penjahat !", empat serdadu
lainnya sudah kena dibikin rubuh oleh Yap Cu Siang,
yang sudah menotok jalan darah keempat peronda
itu. Penjaga loteng tembok kota rupanya sudah
dengar suara ribut-ribut itu. "Penjahat apa ?"
seorang berteriak dari atas. Dengan cerdik Yap Cu
Siang baru-baru nyalakan lentera yang lantas
diangkat tinggi dan menyahut: "Kami ronda malam.
Barusan ada beberapa penjahat yang lari ke jurusan
selatan!" Di atas tembok kota lantas muncul beberapa
lentera. "Kenapa tidak dikejar ?" berteriak salah
seorang di atas. "Kami juga mau mengejar. Hayo, kalian tolong
bantu kami!" berseru lagi Yap Cu Siang. Tingginya
tembok kota kurang lebih 3 tombak dan dalam yang
gelap, orang-orang yang di atas tentu tidak dapat
lihat jelas muka orang-orang yang berada di bawah
Yap Cu Siang lantas saja lari ke arah selatan dan
di atas tembok kota segera terdengar suara tindakan
yang ramai. Sesudah lari beberapa puluh tindak, Yap
Cu Siang kembali berteriak: "Nih, dia ! Hayo lekas !
Cepat !" 704 Para serdadu yang sudah turun ke bawah lantas
mempercepat tindakannya dan lari mengikuti suara
Yap Cu Siang. Selang tidak lama Yap Cu Siang sudah balik dan
berkata: "Nah, ini dia penjahat-nya !" Dan dia
kerahkan tenaganya, dalam sekejap ia berkelebatan
ke sana-sini, maka rubuhlah para pengawal pintu
kota itu. Gesit sekali Yap Cu Siang kemudian
melompat ke atas tembok kota.
Giok Han pun sudah lompat lincah sekali ke
tembok pintu kota. "Kau bersembunyi di sekitar
tempat ini, aku akan pergi ke gedung tiekoan" pesan
Giok Han. Sesudah berlari-lari tidak lama di atas gentenggenteng
rumah, tibalah Giok Han di gedung tiekoan
la memiliki ginkang tinggi, maka mudah saja ia
melakukan perjalanan di atas genteng-genteng
rumah penduduk tanpa menimbulkan kecurigaan
apa-apa. Gedung tiekoan dikurung dengan tembok
tinggi. Giok Han mendekam diatas genteng rumah
seorang penduduk dan memandang keadaan di
gedung tiekoan, Di bagian belakang pekarangan
gedung terdapat tiga atau empat kamar, sedang di
sebelah selatan-timur terdapat satu lorong panjang
yang di kedua pinggirnya dipasang lankan yang
terukir indah sekali. 705 Giok Han tahu, bahwa itulah ada kamar-kamar
yang digunakan oleh keluarga tiekoan. Seperti
seekor burung walet, ia hinggap ringan diatas
tembok, dan kemudian loncat turun dalam
pekarangan gedung tiekoan tanpa mengeluarkan
suara. Waktu itu sudah jam dua lewat tengah
malam, sedang keadaan di situ sunyi senyap. Hatihati
sekali Giok Han hampiri sebuah kamar yang
mempunyai beberapa jendela, terukir dengan kaca
yang indah. la mendekati satu jendela kaca dan mengintip ke
dalam kamar yang lampunya masih terangbenaerang.
Kamar itu ternyata adalah kamar tulis.
Seseorang yang berpakaian indah kelihatan sedang
menulis surat, dan tanpa melihat mukanya Giok Han
segera dapat pastikan bahwa orang itu adalah
tiekoan Leng-an yang bernama Cu Sin Tek.
Sesudah menghunus pedang pendeknya, Giok


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Han buka pintu, singkap tirai dan loncat ke belakang
tiekoan. Melihat api lilin bergoyang. Cu Sin Tek
letakkan pitnya dan niat memanggil orang. Tapi
pundaknya sudah dicekal dengan tangan yang kuat,
sedang sebatang pedang berkelebat di depan
matanya. Cu Sin Tek bergidik sebab ia rasakan
dinginnya hawa pedang yang sudah menempel pada
tenggorokannya. "Mau mati apa mau hidup ?" tanya Giok Han
dengan suara perlahan. 706 Dengan gemetar sekujur badan dan keringat
dingin keluar diri dahinya, Ca Sin Tek manggutmanggutkan
kepalanya. "Beberapa hari berselang, bukankah ada datang
satu kim-cee (utusan kaisar) ?" tanya lagi Giok Han.
Cu Sin Tek kembali manggutkan kepalanya.
"Di mana adanya kim-cee itu ?" Giok Han
menanya pula. Tiekoan itu menganga dan buat
sementara tidak dapat menjawab.
"Kalau kau gagu, tulis saja di atas sepotong
kertas," kata Giok Han sembari tertawa.
Cu Sin Tek tahu, ia sekarang sedang berhadapan
dengan orang yang berkepandaian tinggi. la tahu,
jika membandel, jiwanya bisa melayang. Mengingat
begitu, ia lantas angkat pitnya dan menulis di atas
kertas. Giok Han lalu baca bunyinya tulisan yang seperti
berikut : "Kim-ce Kui sekarang berdiam di ranggon
dalam gedungnya cong-tok Leng-an."
Tanda-tangani !" Giok Han memerintah.
Muka Cut Sin Tek jadi pucat. Melihat ia ayalayalan,
Giok-Han tandelkan pedang pada lehernya
dan membentak : "Lekas !"
707 Lantaran takut mati, ia terpaksa angkat lagi
pitnya dan menulis perkataan : Tiekoan Leng-an Cu
Sin Tek." di-bawahnya kertas itu.
Sembari mesem Giok Han lipat kertas itu yang
lantas dimasukkan ke dalam kantongnya. "Tiekoan
Taijin," kata Giok Han seraya kebaskan pedang di
depan mukanya. "Sekarang aku mau minta
pertolonganmu. Apa kau dapat menyanggupi ?"
"Bisa, bisa," kata sang tiekoan.
"Bagus ?" kata lagi Giok Han. "Sekarang aku mau
tanya: "Apakah kau yang suruh tangkap Yang Bu ln
dan keluarganya ?" Cu Sin Tek manggutkan kepala.
"Mereka merebut kedosaan apa ?" tanya Giok
Han lagi. "Kaisar telah perintah Kim-cee Kui Hoa datang di
sini buat membekuk pemberontak. Aku cuma
melaksanakan perintah..." menerangkan Cu Sin Tek.
"Dusta !" Giok Han membentak. "Ada orang lihat
mereka dirantai dan diseret oleh serdadu-serdadumu
dan kau sendiri memperlakukan mereka galak
sekali. Mereka adalah keluarga baik-baik, keluarga
Yang tidak pernah melakukan kedosaan apapun juga
terhadap negara, siapa yang telah fitnah mereka."
708 "Itu... itulah di luar pengetahuanku. Mohon
mohon sudi mengampuni. . ." kata Cu Sin Tek
dengan suara meratap. Giok Han keluarkan suara di hidung dan berkata
lagi: "Yah, sudahlah. Sekarang aku mau coret
namanya Yang Bu In. Mulai dari sekarang, kau tidak
boleh ganggu lagi keluarga Yang. Juga kauharus
perintahkan orang membebaskan mereka, Jika kau
membandel, aku akan ambil kepala anjingmu. Kau
mengerti ?" Tiekoan itu jadi gemetar sekujur badan. "inilah
firmannya Kaisar," kata ia dengan suara serak. "Dan
semua ini atas perintah yang telah disampaikan Kimcee
Taijin. Kalau aku tidak . . . tidak melaksanakan
perintah . . . aku sendiri bisa celaka."
Mata Giok Han mendelik. "Aku tak perduli !" ia
membentak "Jika kau langgar Yang Bu In dan
keluarganya, kau harus tahu Liong Kak Sin Hiap
tidak boleh dibuat main-main ! "
Mendengar perkataan Giok Han, hati Cu Sin Tek
kuncup. "Baiklah." katanya. "Kalau memang kau
memerintah aku begitu . . . aku akan . . .
mematuhi." Giok Han manggut-manggutkan kepalanya.
"Sesudah kau berjanji begini, dan akan menuruti
709 setiap perintahku, akan kuampuni jiwa anjingmu.
Tapi kalau nanti kau main gila, aku akan binasakan
Kim-cee dan kirim surat yang barusan kau tulis
kepada pembesar negeri, dengan mengatakan
bahwa pembunuhan itu diperintah olehmu !"
Tiekoan itu mencelos hatinya, kembali keluarkan
keringat dingin. "Jangan begitu, hohan. Aku tentu
tidak berani main gila," ia meratap dan merintih.
"Sekarang kau perintahkan orangmu untuk
membebaskan Yang Bu In dan keluarganya !"
bentak Giok Han. Tiekoan itu ketakutan setengah mati, Giok Han
menyeretnya ke dekat tirai, Giok Han berdiri di balik
tirai, sedangkan tangan tiekoan dicekal masuk ke
balik tirai, mata pedang menandal di punggungnya
terhalang hanya tirai. Tiekoan itu menggigil
ketakutan, mata pedang yang tajam menembusi
jubahnya dan kulitnya lecet perih.
"Cepat kau panggil orangmu dan keluarkan
perintahmu agar Yang Bu In dan keluarganya
dibebaskan !" Tiekoan tidak berani main gila, karena sekali
pedang itu menghujam, habislah riwayatnya. Segera
dia berteriak memanggil orang dengan suara serak,
diperintahkan membebaskan Yang Bu In, isterinya
dan para pelayannya. 710 "Perintahkan antar mereka sampai keluar pintu
kota !" bisik Giok Han perlahan.
Tiekoan itu tidak berani membantah, dia juga
perintahkan orangnya agar mengantarkan Yang Bu
ln sekeluarga sampai keluar pintu kota. "Masingmasing
diberi seekor kuda !" bisik Giok Han lagi dan
tiekoan itupun mengeluarkan perintahnya seperti itu.
Orangnya jadi memandang bingung atas sikap
tiekoan, tapi tiekoan yang merasa pundaknya sakit
karena mata pedang ditekan lebih keras oleh Giok
Han, jadi membanting kaki dengan muka meringis:
"Cepat laksanakan perintah !" teriaknya ketakutan.
Orang tiekoan tidak berani berayal, segera Yang
Bu In sekeluarga dibebaskan, masing-masing diberi
seekor kuda dan diantar sampai di luar pintu kota.
Di sana Yang Bu In semua disambut oleh Yap Cu
Siang, yang girang bukan main. Mereka menjauhi
pintu kota, seperti yang telah dipesan Giok Han tadi
sebelum ia berpisah dari Yap Cu Siang.
Setelah menunggu setengah jam sejak orang
tiekoan melapor perintah telah dilaksanakan, dan
setelah pengawal tiekoan mengundurkan diri, Giok
Han menyeret tiekoan ke dekat meja tulisnya...
Keluarga Yang telah kehilangan hartanya, mereka
terpaksa tidak bisa berdiam lagi di Leng-an, berarti
rumah dan harta mereka lenyap. Kau perintahkan
orangmu untuk mengambil separoh dari hartamu,
untuk kubawa dan nanti kuberikan kepada Yang Bu
711 In, agar mereka tidak menjadi susah karena fitnahan
ini!" Kaget Cu Sin Tek. Mendengar Giok Han suruh ia
bagi hartanya separuh yang akan dibawa buat Yang
Bu In, tubuhnya menggigil keras dan mukanya
pucat. Cu Sin Tek sangat kikir mendadak merasakan
sesak napasnya dan ia rubuh dalam keadaan
pingsan. "Binatang ini pandang harta seperti juga jiwanya.
Benar-benar menyebalkan !" menggerendeng Giok
Han. Dengan perasaan mendongkol, ia potong
kuping kiri pembesar rakus dan kemudian berlalu
dasi kamar itu, buat menyusul Yap Cu Siang.
Yang Bu In dan lain-lainnya di luar pintu kota,
yang di ajak untuk berlalu sejauh, mungkin, karena
ia yakin dalam waktu dekat pasti ada pasukan
tiekoan yang akan mengejar mereka.
Lantaran perasaan sakit, Cu Sin Tek sadar dari
pingsannya. Begitu mengetahui hilangnya sebelah
kuping, ia segera menjerit sekeras suara. Waktu itu,
kepala pengawal tiekoan yang bernama Ciu Leng
Kiauw kebetulan baru pulang habis meronda.
Hatinya terkesiap mendengar jeritan dari kamar
tulisnya tiekoan dan memburu ke situ.
Mendadak ia lihat sesosok bayangan hitam loncat
ke atas tembok. "Celaka !" ia berseru dan
mengetahui bahwa tiekoan telah disatroni
712 pembunuh, la lantas loloskan gendewanya dari
punggungnya dan melepaskan sebutir peluru, tapi
bayangan hitam itu, yang gerak kannya luar biasa
gesit, sudah loncat turun keluar tembok.
"Ada pembunuh !" Ciu Leng Kiauw berseru buat
panggil orang-orangnya. sedang ia sendiri lalu loncat
ke atas tembok. la memandang ke bawah, tapi
orang itu sudah tidak kelihatan bayang-bayangannya
lagi. Mendengar teriakan Ciu Leng Kiauw, belasan
pengawal yang menjaga di luar kantor tiekoan
memburu ke situ, tapi "penjahat" sudah tidak
kelihatan mata-hidungnya lagi.
Pada hari-hari biasa, tiekoan Cu Sin Tek larang
para pengawalnya, terhitung juga Ciu Leng Kiauw,
masuk ke pekarangan belakang, yaitu ke gedung
tempat tinggal keluarganya. Malam itu, sehabis
pulang meronda, ia bermaksud untuk istirahat, siapa
tahu mendengar jeritan tiekoan dan melihat sesosok
bayangan tamu tak diundang. Lantaran begitu, ia
lalu masuk ke dalam buat melihat keadaan tiekoan
dan hatinya berdebar keras.
Sesudah perintah belasan orang pengawal periksa
seluruh pekarangan, ia segera loncat turun dari atas
tembok dan pergi ke dalam kamar tulis. Api lilin
masih terus menyala terang, sedang semua barang
tidak ada yang terganggu. Tapi di atas lantai
menggeletak tubuhnya sang tiekoan dengan
berlumuran -darah dan dalam keadaan pingsan.
713 Hati Ciu Leng Kiauw mencelos. la tubruk badan
majikannya dan raba dadanya yang ternyata masih
hangat dan napasnya masih berjalan seperti biasa.
la angkat tubuh pembesar itu dan baru tahu bahwa
kuping kiri tiekoan telah "dicuri" oleh tamu malam
tak diundang itu. Ciu Leng Kiauw segera dukung tubuh tiekoan
yang dibawa keluar dari kamar tulis. Di luar ia
bertemu dengan isteri pembesar itu dan pelayanpelayan
yang pada datang lantaran dengar suara
ribut-ribut. Sesudah memesan supaya seorang
pelayan sediakan somthung, ia bawa tiekoan ke
kamar tidurnya, di mana ia lebih dahulu pakaikan
obat luka pada kupingnya tiekoan dan kemudian beri
makan Seng-hun-yo (obat buat bikin sadar orang
pingsan). Beberapa saat kemudian, Cu Sin Tek sadar dan
lalu dikasih minum Som-thung, supaya pulih
kekuatannya. Sesudah semangatnya pulih kembali,
Cu Sin Tek segera perintah isteri dan pelayanpelayannya
berlalu dan minta Ciu Leng Kiauw
seorang berdiam dalam kamarnya.
Sesudah semua orang tinggalkan kamarnya, Cu
Sin Tek segera berkata dengan suara di hidung :
"Ciu Leng Kiauw, hukuman apa kau harus dapat ?"
Kepala pengawal tiekoan itu jadi gemetar dan
buru-buru berlutut seraya berkata : "Toaya, aku
tahu, aku berdosa..."
714 "Kedudukanmu adalah sebagai kepala pengawal
dan kau makan gajinya negara, sedang akupun
perlakukan kau cukup baik," kata lagi sang tiekoan.
"Tapi ternyata, kau tidak mempunyai kebecusan.
Sekarang aku.." Mendadak ia ingat satu kupingnya
yang di potong Giok Han. Mukanya jadi merah
padam lantaran malu dan gusar, sehingga Ciu Leng
Kiauw lah yang menjadi korban hawa amarahnya:
"Ciu Leng Kiauw !" ia membentak. "jiwaku
hampir-hampir mampus dalam tanganmu! Sekarang
aku mau tanya: "Kau mau bicara apa di
hadapanku?" Kepala pengawal yang lacur itu tak berani angkat
mukanya. la cama manggut-manggutkan kepalanyadan
terus berlutut. Melihat yang ditanya tidak menyahut, tiekoan
membentak pula: "Binatang ! Aku beri batas waktu
tiga hari. Dalam waktu tiga hari kau harus bekuk
pembunuh itu !" "Toaya, mohon Toaya jangan terlalu bergusar."
berkata Ciu Leng Kiauw dengan suara gemetar "Aku


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mohon tanya, bagaimana romannya pembunuh itu "
Apa dia tinggalkan namanya atau tidak?"
"Biasanya kau suka bicara besar dan bilang
banyak mengenal orang-orang Kang-ouw. Tapi
sekarang. orang itu yang katanya bergelar Liong Kak
715 Sin Hiap kau masih belum tahu !" kata si tiekoan
dengan suara gusar. Mendengar gelaran Liong Kak Sin Hiap, alis Ciu
Leng Kiauw mengkerut. la belum pernah mendengar
gelaran itu, sungguh mati dia tidak tahu entah siapa
orang yang memakai gelaran Liong Kak Sin Hiap itu,
yang berusaha coba membunuh cukongnya ini.
"Pergi! Dalam tiga hari kau mesti membereskan
perkara ini !" Demikian Cu Sin Tek membentak
dengan suara galak. Ciu Leng Kiauw tak dapat berbuat Iain dari pada
berlalu sambil manggut-manggutkan kepalanya.
Kembali ke kantornya, sambil membentak-bentak
ia perintahkan para pengawal untuk melakukan
pengejaran. Hatinya mendongkol bukan main. Tapi
tak lama kemudian belasan pengawal yang
diperintahkan pergi menangkap penjahat pulang
dengan beruntun dan hasilnya nihil.
Sekarang giliran Ciu Leng Kiauw buat bersikap
galak. Sembari mendelik dan menggebrak meja, ia
membentak: "Mana penjahatnya ?"
"Kami sudah pergi ke segala pelosok kota Lengan.
tapi tidak dapatkan orang yang dicurigai," jawab
salah seorang di antara pengawalnya itu.
716 Ciu Leng Kiau melampiaskan kemendongkolan
hatinya pada para pengawal itu. la gebrak meja
sekuat tenaga, sehingga piring mangkok pada
terguling. "Binatang!" ia membentak seperti caranya
tiekoan membentak dia tadi. "Aku beri batas waktu
tiga hari ! Dalam tiga hari kalian harus bekuk
penjahat itu ! Kalau tidak, seorang akan ku persen
tigapuluh rotan ! Hayo, pergi !"
Mendengar makian dan batas waktu itu, belasan
pengawal tersebut tentu saja jadi sangat ketakutan.
Tapi apa mereka bisa berbuat " Mereka hanya pergi
mencari lagi, dan yang menjadi sasaran adalah
beberapa orang rakyat jelata yang tidak tahu apaapa
jadi sasaran kemarahan para pengawal tiekoan
ini, yang main bentak dan pukul ! Bahkan ada satudua
orang yang digusur ke gedung tiekoan buat
diperiksa, dengan alasan orang-orang itu harus
dicurigai sebagai penjahat!
Sekarang mari kita tengok Giok Han, Dari gedung
Tiekoan ia segera menyusul Yap Cu Siang.
pertemuan dengan Yang Bu In dan Lam Sie, pelayan
tua yang setia itu, mengharukan. Tapi Giok Han
sadar mereka tidak boleh buang-buang waktu,
segera mengajak mereka berlalu secepat mungkin,
semakin jauh semakin baik buat mereka, karenanya
rombongan ini tidak beristirahat melakukan
perjalanan dua hari dua malam terus menerus.
717 Barulah akhirnya di sebuah perkampungan kecil
mereka beristirahat. Mereka melepaskan rindu. Lam
Sie malah sampai memeluk Giok Han sambil
menangis, mendengarkan cerita majikan kecilnya,
yang kini telah jadi dewasa. Setengah hari mereka
melepaskan lelah, akhirnya Giok Han bilang pada
Yap Cu Siang: "Yap-toako, kita tak bisa berlamalama
di sini, kalau sampai barisan tiekoan mengejar
sampai di sini, kita akan repot. Kita harus segera
melanjutkan perjalanan. Yang Pehpeh tentu bersedia
ikut dengan Yap-toako pergi menemui Giam Cu
Taijin, untuk bergabung dengan mereka " Aku
sendiri harus pergi ke suatu tempat menyelesaikan
suatu urusan. Nanti aku akan menyusul kalian
bergabung menjadi satu . . .!"
Setelah berunding, memang Yang Bu In dan Yap
Cu Siang menyetujui untuk pergi bergabung dengan
Giam Cu. Segera mereka berpisah. Lam Sie,
berpisah kembali dengan Siauwya nya dengan
linangan air mata, rasa rindunya masih belum lagi
terpenuhi, sekarang mereka sudah harus berpisah
lagi. Tapi menyadari akan bahaya yang bisa menimpah
mereka, maka akhirnya merekapun melanjutkan
perjalanan dengan cepat, dipimpin Yap Cu Siang
untuk bergabung dengan Giam Cu. Golok leluhur
keluarga Yang sudah dikembalikan Yap Cu Siang
pada Yang Bu In. 718 Giok Han mengantarkan kepergian rombongan
teman-temannya itu dengan mata merah karena
menahan tangis. la pun sangat rindu pada Lam. Sie,
pelayan keluarganya yang sangat setia dan kini
sudah tua benar. Tapi, Giok Han memiliki kepentingan mendesak
yang mengharuskan mereka berpisah. Setelah
rombongan Yang Bu In lenyap dari pandangan
matanya, Giok Han menghela napas, memutar
kudanya dan dilarikannya keras-keras . . . .
Giok Han melarikan kudanya cepat sekali ke arah
utara, ia menuju ke propinsi Kang-souw. Sesudah
melakukan perjalanan beberapa lama ia tiba di
Hankouw. Giok Han masuk ke dalam kota kira-kira tengahhari
dan ia merasa lapar sekali. Selagi mencari-cari
tempat penangsel perut, ia melihat sebuah restoran
besar dipinggir jalanan yang ramai dan memasang
merek Kim-hong-louw (Rumah makan Burung Hong
mas) dengan huruf-huruf emas yang besar-besar.
"Rumah-makan itu agak luar biasa," pikir Giok
Han. la meraba sakunya, ternyata hanya mempunyai
seratus lebih uang tembaga, tak cukup untuk makan
dan minum arak. "Biarlah aku makan saja semangkok mie,"
pikirnya sambil menambat kudanya pada tempat
tambatan kuda. 719 Sesudah itu dengan membawa bungkusannya,
periahan-lahan ia naik ke loteng. Melihat baju
pemuda itu yang sederhana dan kotor oleh debu,
seorang pelayan lantas saja menghadang di tengah
jalan seraya berkata: "Tuan, makanan di atas loteng
mahal-mahal harganya . . . tidak ada harganya yang
murah ...." Giok Han mengawasi tawar pada pelayan
mendadak ia tertawa besar dan berkata dengan
suara nyaring : "Asal makanan enak dan arak sedap,
berapapun mahalnya harga makanan itu tak
kuhiraukan!" Si pelayan menyingkir dengan rasa sangsi, ia
mengawasi Giok Han terus mendaki tangga loteng.
Ruangan loteng itu besar, bersih dan diperlengkapi
dengan perabotan yang halus nan indah. Para tamu
yang sedang makan minum rata-rata berpakaian
mentereng mewah, sebagai tanda bahwa mereka
orang-orang beruang. Seperti kawannya yang
menghalangi di bawah loteng, pelayan di atas
lotengpun memandang rendah kepada Giok Han
yang berpakaian sederhana dan kotor. Sesudah
beberapa lama duduk di situ, masih saja tak seorang
pelayan datang menghampirinya.
Giok Han jadi semakin mendongkol. Selagi ia
mempertimbangkan apa yang harus dilakukan, di
tengah jalan tiba-tiba terdengar suara ribut, disusul
dengan suara tertawa seorang wanita.
720 Giok Han duduk di pinggir jendela Iantas saja
melongok ke bawah. la melihat seorang perempuan
dengan rambut terurai dan muka serta pakaian
berlepotan darah, sedang menari-nari di tengah
jalan sambil mencekal sebatang golok, sebentar
menangis dan sebentar tertawa. "Ah, orang gila,"
pikir Giok Han. Lalu lintas terganggu, banyak yang menonton
dari sebelah kejauhan, ada yang ketakutan, ada pula
yang kelihatannya merasa kasihan, tapi tak
seorangpun yang berani mendekati perempuan
sinting itu. Mendadak perempuan edan itu menuding
merek Kim-hong lauw dan bertepuk tangan sembari
tertawa terpingkal-pingkal...
"Siangkoan loya !" ia berteriak. "Biarlah kau
berusia sejuta tahun, kaya dan mulia lengkap
semuanya. Aku si tua berlutut di sini, supaya Langit
yang mempunyai mata, melindungi kau seumur
hidup!" la berlutut dan membenturkan kepalanya diatas
tanah, sehingga jidatnya mengeluarkan darah. Tapi
agaknya, sedikitpun perempuan edan itu tak merasa
sakit. la terus manggut-manggutkan kepala sembari
berteriak-teriak: "Siangkoan Loya ! Di waktu siang,
biarlah kau mendapat segantang emas, di waktu
malam segantang mutiara ! Kaya besar, kaya-raya,
ratusan anak, ribuan cucu."
721 Dari dalam rumah makan sekonyong-konyong
keluar seorang lelaki yang tangannya memegang
kipas. Dilihat dari gerak-geriknya lelaki itu seperti
pengurus rumah makan. "Peng Sieso !" ia membentak. "Kalau mau jual
lagak gila pergilah ke tempatmu. Pergi ! Jangan
mengacau di sini. Kau dengar ?"
Wanita itu tak menggubris bentakan orang, ia
masih terus berlutut sembari sesambatan. Si
pengurus rumah makan mengulapkan tangannya
dan dari dalam rumah makan segera keluar dua
orang lelaki bertubuh tinggi besar kekar.
Seorang merampas golok di tangan Peng Sieso,
sedang yang seorang lagi mendorongnya dengan
keras, sehingga wanita itu terguling-guling
jumpalitan ke tepi jalan.
Peng Sieso berdiri terpaku dengan mulut
ternganga, untuk sementara tak mengeluarkan
sepatah kata. Mendadak ia memukuli dadanya
sendiri dengan kedua tangannya dan berteriak-teriak
sembari menangisi: "Ohhh ! Sayangku ! Sungguh menyedihkan cara
kebinasaanmu. Langit mempunyai mata, kau tidak
mencuri dan gegares daging ayam orang!"
"Kubacok kau jika kau masih terus rewel !"
bentak lelaki yang tadi merampas goloknya.
722 Peng Sieso tak menjadi jeri, ia menangis semakin
keras. Si pengurus rumah makan melirik semua
penonton dan ia mencapat kenyataan bahwa mereka
semua mengunjukkan wajah tak puas. la
mengibaskan kipasnya dan tersenyum tawar, ia
mengulapkan tangannya dan masuk kembali ke
dalam Kim-hong-lauw bersama dua orang anak
buahnya yang bertubuh tinggi besar.
Melihat lelaki gagah menghina seorang wanita
lemah, lagi pula wanita sinting, Giok Han sebenarnya
sudah ingin menyelak. Akan tetapi mengingat wanita
itu adalah seorang tidak beres pikirannya, sedapat
mungkin ia menahan sabar.
Tiba-tiba ia mendengar pembicaraan dua tamu
yang duduk pada meja sebelah belakang. "Dalam
urusan ihi Siangkcan Loya keterlaluan." kata seorang
di antaranya dengan perlahan. "Apakah dia merasa
enak hati sesudah mengambil jiwa manusia yang
mati karena tindasan pengaruhnya ?" Giok Han
terkejut. "Tak dapat kita terlalu menyalahkan Siangkoan
Loya," kata seorang lain. "Jika seorang
kehilangannya apa, tentu saja ia akan
menanyakannya. Siapa suruh perempuan itu berotak
miring, membelek perut anaknya sendiri ?"
Giok Han tak dapat menahan sabar lagi.
Mendadak ia menengok ke belakang dan kedua
orang itu kaget, segera berhenti bicara.
723 Mereka itu, yang satu gemuk dan yang lain kurus,
mengenakan thungsha sutera yang mahal harganya
dilihat dari dandanan mereka, kedua orang ini
adalah orang orang kaya. Giok Han tahu kaum pedagang paling sungkan
banyak urusan dan jika ia menanya secara biasa
mereka pasti tak mau memberi keterangan. Berpikir
begitu, ia berkata sambil memberi hormat: "Sejak
berpisah di Kwitang sudah berapa tahun kita tak
bertemu muka, Apa jiewie (tuan berdua)
memperoleh banyak keuntungan ?"
Teniu saja mereka heran karena memang tak
mengenal Giok Han, Tapi sebagaimana biasa,
seorang pedagang selalu bersikap ramah tamah.
Maka segera mereka balas hormat. "Boleh juga,
terima kasih," jawab mereka.
"Sekarang siauwte datang kesini membawa
selaksa tail perak." kata Giok Han. tujuanku adalah
untuk membeli barang, tapi karena belum


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mempunyai kenalan, sedang aku sendiri sangat
asing dengan keadaan di sini, aku masih merasa
sangsi. Sekarang kebetulan bertemu dengan kalian,
aku tentu bisa minta pertolongan."
Mendengar "selaksa tahil perak", wajah kedua
orang itu lantas saja berseri-seri. "Tentu saja, tentu
saja," kata mereka dan mengundang Giok Han
duduk semeja dengan mereka.
724 Giok Han tidak berlaku sungkan. "Tadi jiewie
bercakap-cakap dan aku mendengar kata-kata
tentang mengambil jiwa manusia karena tindaan
pengaruh," kata Giok Han.
"Bolehkah aku mengetahui, urusan apakah itu ?"
Muka kedua pedagang itu berobah. Waktu
mereka mau menolak, Giok Han sudah mengulurkan
kedua tangannya memencet tangan mereka, hampir
berbareng, kedua orang itu mengeluarkan teriakan
tertahan. Muka mereka jadi pucat pias. Mendengar
teriakan itu beberapa pelayan dan tamu segera
menengok ke arah mereka. "Tertawa !" bentak Giok Han berbisik. Mereka tak
berani membantah. Segera tertawa meringis,
melihat di situ tak terjadi apa-apa yang luar biasa,
semua orang tidak memperhatikan mereka lagi.
Kedua orang itu mengeluarkan keringat dingin,
tangan mereka ssolah-olah dijepit dengan jepitan
besi, keras dan menyakitkan sekali. "Dulu aku
penjahat besar dan bisa bunuh manusia tanpa
berkedip. Sekarang aku sudah jadi orang baik-baik,
dengan selaksa tahil perak ingin membeli barang.
Tapi sayang aku tak mempunyai uang. Aku ingin
meminjam dari jiewie, seorangnya lima ribu tahil..."
Mereka kaget. "Aku . . . aku tak punya," jawab
mereka hampir bersamaan. 725 "Baiklah," kata Giok Han. "Tapi kalian harus
menceritakan kepadaku bagaimana manusia itu
yang dipanggil Siangkoan Loya mengambil jiwa
orang dengan menggunakan tindasan pengaruh.
Siapa yang menceritakan yang paling jelas, aku
membebaskannya dari tugas meminjamkan uang.
Aku akan mencari orang lain sebagai gantinya."
Keruan saja kedua pedagang itu manggutmanggut.
"Baik, baik, baiklah," jawab mereka
terburu-buru. Giok Han mesem, hatinya geli bukan main.
Melihat si gemuk lebih pandai bicara dia bilang:
"Yang gemuk bicara lebih dulu baru yang kurus
Siapa yang ceritanya tak jelas, dialah yang harus
meminjamkan uang padaku."
Sehabis berkata begitu, Giok Han melepaskan
cengkeramannya. Dibuka bungkusannya dan
memperlihatkan isinya yang hanya beberapa potong
baju dan sebilah pedang pendek yang berkilauan. la
mengambil sumpit gading dari aias meja, sekali
diketukkan pada pedangnya yang dihunus separuh,
sumpit itu menjadi empat potong. Keruan saja
kedua pedagang itu tambah ketakutan, keringat
dingin mengucur cari sekujur tubuh. Hati mereka
berdebar-debar. "Siauwya," kata si saudagar gemuk. "jangan
kuatir, aku akan menceritakan seterang-terangnya.
Tanggung... aku tanggung lebih jelas dari dia..."
726 "Mana boleh begitu?" memotong si kurus.
"Biarkan aku cerita lebih dulu, pasti lebih jelas."
"Diam !" bentak Giok Han. "Lebih dulu aku mau
dengar cerita si gemuk ini !" dan tangannya
menunjuk si gemuk. "Baik, baik," si kurus ketakutan.
"Siauwya," kata Li gemuk. "Biarlah aku mulai.
Tapi aku mengharap supaya ceritaku dirahasiakan,
jangan sampai diketahui orang lain."
"Jika kau takut, sudahlah ! Biar dia saja yang
bercerita !" kata Giok Han. Sambil berkata begitu dia
berpaling pada si kurus. "Cerita, aku mau cerita," kata si gemuk gugup
dan tergesa-gesa. "Orang yang biasa dipanggil
Siangkoan Loya itu bernama Siang-koan Giok Lin,
orang yang paling kaya dalam kota ini. Dia berjuluk
Hiat-sin-cu (Si Malaikat Darah). Disini ia membuka
rumah perjudian, juga rumah makan ini dan
beberapa tempat usaha merupakan toko-toko besar
jadi miliknya. la seorang kaya berpengaruh besar,
pergaulannya luas, dianggap sebagai ahli silat nomor
satu di seluruh Kang-souw. la pun mewajibkan para
pembesar negeri, pintu-pintu perguruan silat, atau
para pedagang becar, harus setiap bulannya
membayar "pajak" padanya. Tapi urusan itu aku
tidak begitu jelas..."
727 "Ya, ya, aku tahu. Dia hartawan kaya merangkap
sebagai perampok besar !" kata Giok Han.
"Gedung Siangkoan Giok Lin sudah besar dan
luas, tapi belakangan ini sesudah memiliki gundik ke
sebelas ia ingin mendirikan sebuah gedung pula
yang nama Cap-it-lauw (Ranggon ke sebelas), untuk
dijadikan tempat tinggal gundik ke sebelas itu. la
bermaksud mendirikan gedung baru di belakang
gedungnya yang sudah ada dan tanah yang ia
penuju adalah kebun sayur Peng Sieei.
Kebun itu satu-satunya sumber nafkah Peng
Sieso dan suaminya, Ho Sun dan keluarganya
berjumlah lima orang. Siangkoan Loya memanggil
Ho Sun mengatakan mau membeli tanah itu lima
tahil perak. Temu saja Ho Sun menolak. Siangkoan
Loya menambah dan menanbah lagi jumlah uang itu
tamrai sepuluh tahil, tapi tetap ditolak Ho Sun.
Menurut Ho Sun, uang sangat manis, biar seratus
tahil sebentar saja akan habis di makan. Tapi kebun
sayur tak bisa habis. Asal mau mengeluarkan
tenaga, keluarganya tak akan mati kelaparan.
Siangkoan Loya jadi gusar dan mengusir dia.
Kemarin muncullah peristiwa mencuri ayam." Si
gemuk menyusut keringatnya.
Dia melanjutkan lagi. "Di pekarangan belakang
gedung Siangkoan Loya dipiara ratusan ekor ayam.
Kemarin ia kehilangan seekor. Pelayan-pelayan
Siangkoan Loya mengatakan bahwa pencuri ayam iiu
728 anak kedua dan ketiga keluarga Ho. Mereka mencari
di kebun sayur dan benar saja di situ kedapatan
banyak bulu ayam. Mentah-mentah Peng Sieso
menolak tuduhan itu. la mengatakan anak-anaknya baik-baik dan tak
mungkin mencuri barang orang lain. la balas
menuduh bahwa bulu ayam itu sudah sengaja
dilemparkan dari dalam tembok gedung Siangkoan
Loya. Orang-orang Siangkoan Loya mencari kedua
anak Ho Sun, mereka menyangkal mencuri ayam.
"Eh, apakah pagi ini kau sudah makan?" ta-nya
Siangkoan Loya. Anak ketiga manggut-manggut:
"Makan dengan daging ayam tentu enak ! " kata
anak itu yang tak tahu urusan "Anak ini sudah
mengaku, kau masih bersikeras tak mau mengakui,"
kata Siangkoan Loya. Lantas ia mengadu pada
tiekoan dan beberapa pengawal tiekoan menangkap
Ho Sun. "Peng Sieso yakin seyakin-yakinnya kedua
puteranya tak nanti mencuri ayam, dan tahu
memang agaknya ingin sekali makan daging ayam"
karenanya ia mengatakan kalau makan dengan
daging ayam tentu enak, itulah kata-kata anakanak.
la pergi ke gedung Siangkoan Loya mencari
keadilan. Tapi yang diperoleh pukulan dan
tendangan. la menemui tiekoan, tapi tiekoan sudah makan
uang suapan, berbalik menyiksa Ho Sun, agar mau
729 mengaku. Dengan susah payah akhirnya Peng Sieso
bisa menemui suaminya di penjara. Suaminya
berlumuran darah, badannya babak belur, sudah tak
bisa bicara.Jangan . . . jual . . . tidak curi. . ." suara
Ho Sun tak jelas. Peng Sieso jadi mata gelap. Begitu pulang
membawa anaknya yang ketiga dan sebilah golok
sayur, memanggil tetangga-tetangganya. ia pergi ke
kuil Cung-am-sie. Tetangge-tetangganya menyangka
Peng Sieso ingin minta mereka jadi saksi karena
mau bersumpah, lantas saja ikut.
Di depan patung Malaikat Pak-tee-ya, Peng Sieso
bilang: "Anakku tak nanti mencuri barang orang,
tahun ini ia baru-berumur empat tahun. Dia masih
belum bisa bicara betul. Di depan Siangkoan Loya
dia bilang makan dengan daging ayam sangat enak,
hinaan ini tidak bisa kucuci sedang tiekoan sudah
makan sogokan tidak berlaku adil. Jalan satusatunya
memohon keadilan Pak-te-yaya." Setelah
berkata begitu dia belek perut anaknya yang ke tiga
dengan golok sayurnya !"
Giok Han menggidik, hatinya panas. "Apakah
betul kejadiannya begitu ?" tanyanya.
Si gemuk dan si kurus ketakutan, manggutmanggut.
730 Giok Han menghunus padangnya dan
menancapkan pedangnya di atas meja. "Cerita terus
!" bentaknya. "Kejadian... kejadian itu tak ada sangkut-pautnya
denganku..." kedua pedagang itu ketakutan.
Giok Han berdiri angker, para pelayan tak berani
mendekati, hanya berdiri mengawasi dari kejauhan.
"Bilanglah, apakah dalam perut anak Peng Sieso
terdapat daging ayam ?" bentak Giok Han.
"Tidak," jawab si gemuk. "Yang kedapatan hanya
sayur-sayuran. Mulai saat itu Peng Sieso jadi gila."
"Di mana rumah orang she Siangkoan ?" Belum
lagi si gemuk menyahuti, dari arah belakang Giok
Han terdengar suara dingin tapi bengis: "Anjing
mana yang jual lagak di sini ?" Muncullah enam
orang bertubuh tinggi besar. Para pelayan dan
pengurus rumah makan ini kaki, tangan Siangkoan
Giok Lin, melihat teman mereka ingin menangkap
orang yang mengacau di rumah makan, segera
mengambil macam-macam senjata untuk
membantu. Orang yang jadi kepala segera memaki: "Hei
anjing bau, cepat ikut tuan besarmu !" dia
mengebaskan rantai besi. 731 Giok Han tidak perdulikan dia, menoleh pada
kedua pedagang. "Cerita jiewie sangat jelas, dan
terima-kasih atas semua ini, aku tidak jadi
meminjam uang dari kalian, sekarang kalian boleh
pergi I" Kedua pedagang itu cepat-cepat menyingkir
dengan hati masih berdebar-debar ketakutan.
Giok Han menghela napas menoleh kepada si
pemimpin kaki tangan Siangkoan Giok Lin yang
galak itu, tanpa berkisar dari tempatnya tangan Giok
Han menyambar dan tepat sekali menghajar pipi
orang tersebut. Sesudah menggampar dia menotok jalan darah
Cie-kiong-hiat dan Hong-hu-hiat, segera juga si
galak terpelanting, bergulingan di lantai berkelojotan
! Diambilnya rantai si galak, sekali Giok Han
menyabet, rantai itu melibat enam kaki tiga orang
lainnya, sekali disentak mereka bertiga jatuh
terguling. Pengurus rumah makan mendekati sambil
mengebaskan kipasnya, matanya tajam dan
mulutnya tersenyum dingin.
"Aku mempunyai mata tak bisa melihat gunung
Thaysan yang besar, sehingga aku tak tahu hari ini
seorang gagah datang berkunjung !" katanya
dengan sikap licik. 732 "Eh, Siangkoan Giok Lin pernah apa dengan kau
?" tanya Giok Han dingin.
"Aku bekerja di bawah perintahnya... Siangkoan
Loya sekarang sedang sibuk mengurus
pengangkatan Hongsiang sebagai salah seorang
pahlawan Kaisar, maka tak bisa menyambut
kedatangan tuan." Dengan berkata begitu, dia mau
menggertak Giok Han semakin naik.
"Hemmm, suruh orang she Siangkoan datang
menghadap padaku !" perintahnya.
Muka si pengurus rumah berobah, dia orang
kepercayaan Siangkoan Giok Lin, diserahi mengurus
rumah makan milik Siangkoan Giok Lin.
Kepandaiannya tidak seberapa, tapi dia licin sekali.
Melihat Giok Han sulit diajak bicara, Kwa Tin Bun, si
pengurus rumah makan itu, mengayunkan kipasnya
hendak menotok pundak Giok Han.
"En, eh, jangan terlalu hormat," kata Giok Han
sembari tertawa, mudah dia menangkap kipas
lawan, membetot dan waktu Kwa Tin Bun terhuyung
ia menepuk pundak pengurus rumah makan itu,
yang lantas jatuh berlutut, karena kedua lututnya
mendadak lemas. Menyaksikan ini, anak buah


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siangkoan Giok Lin yang lain tidak berani turun
langan, hanya berdiri bingung.
Kaki kanan Giok Han menginjak punggung Kwa
Tin Bun. Dia celingukan dan melihat seorang pelayan
733 berpakaian sebagai koki rumah makan itu. "Eh,
kalau masak daging tulang punggung, kau
mengambil daging apa ?"
"Da... daging babi," jawab koki itu "Diambil dari
kiri kanan tulang punggung babi. Boleh masak asam
manis, boleh masak pakai lada dan garam,
semuanya lezat sekali. Apa Siauwya mau sayur itu
?" Dengan bengis Giok Han merobek baju Kwa Tin
Bun. "Di sini ?" tanyanya sembari mengusap-usap
tulang punggung orang. Koki itu terkesiap, ia hanya
mengawasi dengan mulut ternganga dan tak dapat
memberi jawaban. "Ampun, Siauwya !" Kwa Tin Bun memohon
dengan suara serak, meratap tak hentinya.
Memang bukan maksud Giok Han untuk
mengambil jiwa Kwa Tin Bun, ia hanya ingin
memberi sedikit hajaran, supaya manusia ini
merasakan sedikit penderitaan. la mengangkat
pedangnya dan menggores punggung Kva Tin Bun.
"Cukup setengah kati?" tanyanya.
"Cu... cukup," jawab koki itu gemetar.
Terbang semangat Kwa Tin Bun, ia merasakan
kesakitan luar biasa di punggungnya dan menduga
bahwa dagingnya benar-benar sudah dipotong.
734 Sekujur badan Kwa Tin Bun jadi bergemetaran, tak
hentinya ia membenturkan jidat di lantai loteng.
"Siauya !" ia meratap. "Perintahlah aku, jika kau
ingin memerintah, ampunilah selembar jiwaku !"
Giok Han merasa manusia ini sudah cukup
mendapat hajaran. "Apakah kau masih berani
membantu Siangkoan Giok Lin melakukan kejahatan
?" tanyanya. "Tidak... tidak berani," jawabnya cepat.
"Baiklah," kata Giok Han. "Sekarang antarkan aku
menemui orang she Siangkoan itu !"
"Baik, baik, baik Siauwya...!" menyahuti Kwa Tin
Bun tanpa ayal. Dengan langkah lebar Giok Han mengikuti Kwa
Tin Bun menuju ke rumah Siangkoan Giok Lin. Akan
tetapi di luar pintu sudah ada beberapa orang
tentara berpakaian lengkap melintang tepat di
ambang pintu. Pemimpin dari pasukan tentara
tiekoan yang mungkin berjumlah belasan orang itu,
adalah seorang bertubuh tinggi besar dengan
cambang yang lebat. "itulah gedungnya Siangkoan Loya ...I" menunjuk
Kwa Tin Bun ketakutan, tubuhnya masih gemetar
dan rasa sakit di punggungnya membuat dia
ketakutan memperoleh tambahan hajaran si pemuda
kurus tapi galak ini. 735 Giok Han mengangguk mendengus dan
melangkah maju menghampiri pintu gedung itu.
Si pemimpin barisan pengawal tentara yang ada
di depan rumah Siangkoan Giok Lin sudah maju
memapak, dengan muka yang bengis dia tertawa.
"Bocah, kau baik ?" tanyanya.
"Pembesar bau, kau baik ?" Giok Han balik
mencaci. "Kau pengen dihajar?" tanya pemimpin tentara
negeri itu sembari menyengir.
"Tak salah !" jawab Giok Han. Bahkan
membarengi dengan perkataannya, tangannya di
ulur. Sebelumnya pemimpin barisan tentara ini
seorang murid pintu perguruan Kun-lun-pay tingkat
ketiga belas, memiliki kepandaian lumayan.
Tapi berhadapan dengan Giok Han, entah
mengapa, ia tidak bisa melihat jelas meluncurnya
tangan si pemuda kurus berbaju putih ini- yang telah
diduga sebagai pengacau di rumah makan milik
Siangkoan Giok Lin, seperti yang telah di laporkan
tadi oleh orang-orangnya Siangkoan Giok Lin, tahutahu
tubuhnya terjengkang kena didorong kuat
sekali oleh telapak tangan Giok Han.
Dorongan telapak tangan Giok Han pun bukan
dorongan sembarangan, sebab begitu terdorong,
736 ada tiga tulang rusuk pemimpin pasukan tentara itu
yang patah, terdengar suara "krekkkk, kreekkkk"
dan tubuhnya rubuh terjengkang kelojotan sebentar,
kemudian pingsan tidak sadarkan diri !
Kawan-kawannya jadi kaget, semuanya
menghunus golok dan tombak, mengepung Giok
Han. Tapi Giok Han melangkah maju terus, dia
mengelak beberapa bacokan, selalu tangannya
bergerak sambil ia melangkah maju, maka
terlemparlah beberapa tubuh yang terbanting
berkelojotan di tanah tidak bisa bangun ! Sisa
tentara negeri jadi gentar menyaksikan itu, mereka
masih mengurung, tapi tidak berani maju
menyerang. Kwa Tin Bun sudan cepat-cepat angkat kaki
begitu ditinggal Giok Han. Sedangkan Giok Han terus
melangkah masuk ke ruang dalam gedung
Siangkoan Giok Lin yang sangat besar.
"Orang she Siangkoan, keluarlah untuk bicara
denganku !" teriak Giok Han. Suaranya bergema
dalam gedung yang mewah dan megah itu.
Dari dalam keluar seorang pemuda berpakaian
mewah, dengan diiringi empat orang tukang pukul
yang masing-masing bersenjata tajam.
"Bocah, siapa kau" A pa yang kau kehendaki
mengacau di sini ?" bentak pemuda berpakaian
mewah itu setelah datang dekat dengan Giok Han.
737 Mata Giok Han tajam mengawasi pemuda itu,
kemudian kepada anak buah pemuda itu.
"Hemmmmm, masih ada hubungan apa kau dengan
Siangkoan Giok Lin ?" tanya Giok Han.
"Apa kehendakmu mencari ayahku ?" bentak
pemuda itu yang tidak menyahuti pertanyaan Giok
Han, malah balik bertanya.
"Bagus ! Rupanya kau anak si bangsat she
Siangkoan!" Kata Giok Han.
Pemuda berpakaian mewah itu memang anak
Siangkoan Giok Lin, dia bernama Siangkoan Ok.
Umurnya hampir duapuluh empat tahun di bulan
citgwee mendatang, sejak kecil ia banyak belajar
ilmu silat dari berbagai guru, maka dari itu tak
pernah kenal takut. Sekarang biarpun sudah menerima laporan dari
anak buahnya tentang pengacauan Giok Han di
rumah makan milik ayahnya, dia tidak gentar
sedikitpun, apa lagi melihat Giok Han masih berusia
begitu muda. Tapi bukan main kagetnya ketika tahu-tahu tubuh
Giok Han segesit burung walet sudah melayang di
depannya. Dia sejak kecil sudah meyakinkan ilmu
pukulan yang mengandalkan kekuatan gwakwang
(tenaga luar), maka kedua tangannya menghantam
kuat ke tubuh Giok Han yang tengah meluncur.
738 Namun, tahu tahu tubuh Giok Han seperti
lemasnya sepotong karet, bisa meliuk ke samping,
mata Siangkoan Ok berkunang-kunang. karena kena
kepalan tangan Giok Han. Saat itu Siangkoan Ok
masih berusaha untuk menyelamatkan diri, dia
membuang diri ke samping, berputar sambil
berseru: "Tangkap dia...!" Baru habis dia berkata begitu,
tengkuknya dirasakan baal, telah ditotok Giok Han,
kaki Giok Han pun sudah mendupak pinggangnya,
tidak ampun lagi tubuh Siangkoan Ok terjungkel
jumpalitan bergulingan di lantai dan sebelum ia
sempat tahu apa-apa, tangan Giok Han sudah
menotok Hong hu-hiat nya, seketika tubuhnya
kejang. Semua terjadi dalam waktu singkat, tidak lebih
dari empat detik ! Orang-orang yang bersama
Siangkoan Ok jadi berdiri kesima. Begitu tersadar
segera mereka menyerbu dengan senjata masingmasing.
"Mundur !" bentak Giok Han, pedangnya sudan
ditandalkan diperut Siangkoan Ok.
Untuk kedua kalinya empat orang itu jadi
terkesiap, mereka merandek melihat jiwa majikan
muda mereka terancam bahaya, tidak seorangpun
berani maju. 739 "Panggil Siangkoan Giok Lin keluar !" bentak Giok
Han lagi dengan suara tawar.
Salah seorang diantara keempat orang.itu segera
berlari kedalam. Tak lama kemudian keluar seorang
lelaki setengah tua kurus jangkung dengan thungsha
mentereng mewah terbuat dari sutera Souwciu yang
terkenal, melangkah cepat sekali.Mukanya tampak
muram, matanya bersinar tajam. Lengan jubahnya
dikebaskan. "Siapakah Siauwhiap " Kudengar kau mencariku
?" tanyanya dengan sikap yang angkuh. "Dan...
bersalah apakah anakku sehingga diperlakukan
seperti itu oleh Siauwhiap ?"
Giok mengawasi tajam lelaki jangkung kurus
tersebut. "Engkaukah Siangkoan Giok Lin ?"
"Tidak salah... kalau Siauwhiap ada persoalan,
mari kita bicara baik-baik di ruang dalam..."
Jilid ke 17 "Hemmm, aku ingin memberitahukan kepadamu,
anakmu ini sudah mencuri burung walet yang
kubawa..." "Dusta !" teriak Siarigkoan Giok Lin tanpa
menunggu Giok Han habis bicara. "Mana mungkin
anakku mencuri burung... burung waletmu ?"
740 "Kau tidak percaya ?" tanya Giok Han mengejek.
"Hemmm, dengarkan dulu! Dia telah mencuri dua
ekor burung walet yang kubawa bersusah payah,
karenanya aku datang kemari ingin
membuktikannya. Berlutung aku sudah bisa bertemu
dengannya..!" "Dusta ! Kau jangan bicara kurang ajar!" bentak
Siangkoan Giok Lin dengan tubuh menggigil
menahan murka, tapi dia tidak bisa menerjang
maju, biarpun ilmunya tinggi sebab jiwa anaknya
terancam kalau sampai ia menerjang untuk
menyerang Giok Han. "Mari kita dengarkan pengakuannya !" kata Giok
Han. "Nanti kita bisa membuktikan secara bersamasama.
benarkah dia pencuri burung waletku itu !"
Siangkoan Giok Lin tahu alasan yang di
kemukakan Giok Han mengada-ada, tapi dia tidak
berdaya, hanya menahan gusar yang meluap sampai
dirasakannya berdenyut di kepala. Dia cuma
mengawasi dengan mata yang tajam.
Giok Han mencengkeram pundak Siangkoan Ok,
yang waktu itu tiarap di lantai tanpa berdaya. Selain
ia tertotok jalan darah Hong-hu-hiatnya, juga
pundaknya kena dicengkeram keras sekali, justera
pada jalan darah Bie-hiong-hiatnya, sehingga begitu
kena dicengkeram sakitnya bukan main, sampai
keringat mengucur berketel-ketel sebesar biji
jagung. 741 "Ei, pencari tak bermalu, apakah kau yang sudah
mencuri kedua ekor burung waletku ?" bentak Giok
Han. "Ti... ti..." Tapi pundaknya dicengkeram Giok Han
semakin keras, sakitnya sampai terasa ke sumsum
tulang-tulang-nya. Dia meringis, dan akhirnya tak
kuat menahan rasa sakit itu ketika Giok Han
mengerahkan tenaga pencetan yang lebih kuat.
"Cepat mengakui perbuatan hina dinamu !"
bentak Giok Han. "Be... benar... aku yang mencuri burung waletmu
itu !" terpaksa Siangkoan Ok membenarkan tuduhan
Giok Han. "Berapa ekor ?" tanya Giok Han lagi.
"Bukankah kau tadi bilang .... dua ekor?"
Siangkoan Ok merintih karena rasa sakit yang
semakin hebat. Muka Siangkoan Giok Lin merah padam. Dia
menjejak kakinya, tubuhnya melesat kepada Giok
Han, tangannya menyambar kuat sekali kearah
kepala Giok Han. Tapi Giok Han waspada, tangan kirinya masih
tetap mencengkeram pundak Siangkoan Ok, tangan
kanannya menangkis pukulan tangan Siangkoan
742 Giok Lin. "Dessss...!" dua kekuatan beradu di tengah
udara. Tubuh Siangkoan Giok Lin terpental sampai tiga
tombak, tapi dia hinggap di lantai dengan tidak
kurang suatu apa. Mukanya saja yang jadi pucat,
karena segera dia tahu pemuda kurus berbaju putih


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang tampaknya lemah ini memiliki kekuatan yang
tidak boleh diremehkan. Tubuh Giok Kan juga tergetar akibat
tangkisannya terhadap pukulan Siangkoan Giok Lin.
Hemm, tua-bangka ini tidak boleh dipandang
ringan...!" pikir Giok Han. Dia mengerahkan tenaga
mencengkeram lagi pundak Siangkoan Ok sambil
tertawa dingin. "Bukankab kedua burung waletku itu
telah kau makan?" bentaknya lagi pada Siangkoan
Ok. "Ya... ya... aduhhhh, ampunilah aku... aduhhhh."
Jawab yang pasti, apakah kedua burung waletku
itu telah kau masak dan makan?"
"Ya... ya, aku telah makan!" menyahuti
Siangkoan Ok sekenanya karena rasa sakit yang
dideritanya hampir-hampir tidak tertahan lagi.
Giok Han mendengus mengejek memandang
Siangkoan Giok Lin. "Nah, kau sudah mendengar
pengakuan anakmu, bukan ?" Kita semua sudah
mendengarnya! Dialah pencuri hina dina !"
743 Siangkoan Giok Lin mengetahui pemuda baju
putih ini berkepandaian tinggi, menahan rasa
gusarnya, dia merangkapkan kedua tangannya.
"Siauw-hiap," katanya. "Kalau anak ku bersalah,
maafkanlah. Berapa kerugianmu, akan kuganti
sepuluh kali lipat. Lepaskanlah anakku, mari kita
bicara...!" "Hemm, enak saja kau bicara ! Kedua burung
waletku itu adalah walet-walet ajaib. Kedua burung
walet itu bisa bicara, bisa tertawa, bisa menangis !
Sekarang kedua burung yang begitu bagus telah
digares bangsat hina dina ini, kau ganti selaksa tahil
pun tidak bisa memadai kehebatan kedua burung itu
! Aku tidak akan puas kalau belum membuktikan
sendiri, apakah benar-benar dia sudah gegares
kedua burung waletku, atau memang dia hanya
menyembunyikan kedua burung waletku itu"
Dan tangan kanannya membetot baju Siangkoan
Ok, "breeettttt !" baju itu robek lebar dan tampak
perut Siangkoan Ok yang putih mulus agak gendut.
"Akan kubelek perut ini, apakah benar-benar dia
sudah gegares burung-burungku itu!"
Muka Siangkoan Giok Lin jadi pucat pias. Semua
orang yang berada di ruang itu pun jadi memandang
pucat dengan mulut ternganga. Tubuh Siangkoan
Giok Lin menggigil menahan kegusaran yang sudah
meluap. 744 Tapi dengan anaknya berada dalam ancaman di
tangan Giok Han, apa yang bisa dilakukannya.
Keringat sudah mengucur deras di muka Siangkoan
Giok Lin. "Sahabat, sebutkan apa yang kau kehendaki !
Katakanlah, janganlah mempermainkan kami seperti
ini !" kata Siangkoan Giok Lin dengan suara penuh
kegusaran. "Kalau kau kehabisan uang dalam
perjalanan, asal kuperintahkan orang-orangku untuk
menyediakannya. Janganlah kau bergurau seperti ini
!" Giok Han tertawa dingin. "Siapa yang bergurau dengan kau " Aku
bersungguh-sungguh ingin melihat dan
membuktikan apakah di perutnya terdapat daging
burung-burungku itu...!" setelah berkata begitu.
Giok Han menggerakkan pedangnya"
"Tahan !" teriak Siangkoan Giok Lin. Tapi Giok
Han tidak perduli, dia menggores perut Siangkoan
Ok beberapakali, seketika kulit perut itu terluka dan
mengucurkan darah. Siangkoan Ok menjerit-jerit seperti babi hendak
dipotong, ketakutan bukan main. Saking ketakutan
lenyap malu dai harga dirinya, dia memekik: Thiathia...
oooo, tolong aku... dia ingin membunuhku,
ingin membelek perutku !"
745 Muka Siangkoan Giok Lin jadi merah, pucat dan
kehijau-hijauan bergantian, tubuhnya menggigil
keras. "Baiklah !" katanya kemudian sambil membanting
kaki. "Sebutkanlah sahabat, dengan apa jiwa anakku
bisa ditebus" Aku akan menyetujui apa yang kau
inginkan sebagai ganti-tukar jiwa anakku !"
Giok Han tertawa dingin. "Kau berikan aku
selaksa tahil perakpun aku tidak akan senang kalau
belum membuktikan apakah benar-benar dia sudah
makan daging burung waletku !" menyanuti Giok
Han. "Ampunilah aku . . . oooo, jangan belek Perutku
...!" "meratap Siangkoan Ok. Semua orang di ruang
itu jadi kebingungan, mereka tidak tahu apa yang
harus diperbuat. Sejahat-jahatnya Siangkoan Giok
Lin, tapi melihat perut anaknya digores berlumuran
darah seperti itu, dan katanya mau dibelek, jadi
runtuh semua kesombongannya. Dari kemarahan
yang menyala-nyala meluap sampai kekepala,
sekarang tubuhnya jadi lemas dan dia berkuatir
bukan main. "Sahabat. kita belum pernah bertemu
sebelumnya, kita seperti air taut dengan air sumur
yang tidak pernah saling mengganggu. Marilah kita
bicara terus terang, kalau kau mau perintah,
746 perintahkanlah, aku pasti akan memenuhi semua
permintaanmu!" "Hemmm, terlalu gampang jika bicara, apakah
kau kira kedua burung waletku itu kalah
berharganya dengan hartamu ?" bentak Giok Han.
"Bukan begitu maksudku... kau dengar dulu
perkataanku, sahabat..."
"Hemmm, lihat, aku ingin membelek perutnya,
mari kita buktikan !" kata Giok Han. Dia menggores
lagi perut Siangkoan Ok. Semua ini hanya ingin
memberi hajaran kepada Siangkoan Giok Lin ayah
dan anak, tapi sesungguhnya dia tidak
menginginkan jiwa Siangkoan Ok. dia menggores
tidak terlalu dalam. Tak urung darah memancur
keluar deras sekali, perut yang semula putih mulus
jadi merah. Siangkoan OK kesakitan, ketakutan setengah
mati waktu merasa mata pedang melukai perutnya.
Dia menjerit-jerit dan akhirnya pingsan tak sadarkan
diri akibat ketakutan yang tak tertahankan !
Siangkoan Giok Lin putus asa, dia murka luar
biasa, mukanya jadi bengis sekali. "Baiklah ! Kau
bunuhlah ! Tapi, kau juga jangan harap bisa
meninggalkan tempat ini, tubuhmu akan kucingcang
jadi laksaan potong. .. !"
747 Waktu berkata begitu Siangkoan Giok Lin
melangkah maju menghampiri Giok Han, mukanya
menyeramkan, telapak tangannya terangkat,
memancarkan warna merah, karena ia sudah
mengerahkan tenaga khikang pada kedua
lengannya, siap menerjang dan menyerang Giok
Han. Melihat Siangkoan Giok Lin menyerangnya juga
Siangkoan Ok sudah pingsan. Giok Han
melemparkan tubuh putera Siangkoan Giok Lin,
tubuh pemuda itu akan terbang kalau saja
Siangkoan Giok Lin tidak cepat-cepat mencelat gesit
menjambuti tubuh anaknya. Segera dia memberikan
kepada dua orang anak buahnya yang telah maju
didekatnya. Dengan mata menyala bengis dia
menghadapi Giok Han, yang sudah berdiri dengan
sikap mengejek. "Sahabat, kita tidak saling kenal satu dengan
lain," kata Siangkoan Giok Lin bengis, "Tapi kau
sudah melakukan penghinaan yang melampaui
batas! Sepak terjangmu sudah sama perbuatan
manusia sinting, aku Siangkoan Giok Lin ingin mainmain
denganmu, minta petunjukmu..!"
"Manusia terkutuk Siangkoan !" bentak Giok Han
dingin. "Kedosaan apapun telah kau lakukan, bahkan
sekarang sudah melewati takaran! Dengan
pengaruhmu kau menindas yang tak berdaya untuk
menerima kesengsaraan. Bahkan kudengar sekarang
kaupun sudah menjadi anjingnya Kaisar."
748 Siangkoan Giok Lin tertawa berkakak-kakak, kini
pulih sikap sombongnya. Tanpa dibawah ancaman
keselamatan anaknya, dia bisa berlaku tenang.
Dengan angkuh dia menyahuti: "Sedikitpun tidak
salah ! Kalau kau sudah mengetahui bahwa aku
akan diangkat oleh Hongsiang sebagai orang
terhormat di Kang-sauw ini, mengapa kau tidak
cepat-cepat berlutut meminta pengampunan dariku"
Anugerah Hongsiang begitu cemerlang dan dalam
waktu dekat akulah satu-satunya orang paling
berkuasa di Kang-sauw ini, congtok, tiekoan dan
pembesar negeri di propinsi ini harus mematuhi
setiap perintahku, karena akulah pengawas yang
diangkoat oleh Hongsiang !"
"Anjing rendah hina dina tidak tahu malu!"
memaki Giok Han gusar. "Manusia seperti kau harus
dilenyapkan, agar berkurang kesengsaraan rakyat."
Giok Han juga baru tahu, mengapa Siangkoan
Giok Lin bisa mengharuskan setiap pembesar negeri
setiap bulan mengantarkan "upeti" padanya Dia
bukan hanya membentak, pedangnya sudah
berkelebat menyilaukan mata ke arah tenggorokan
Siangkoan Giok Lin, tubuhnya begitu gesit, sehingga
orang-orang di ruang itu tidak melihat cara
bergeraknya ! Siangkoan Giok Lin kaget, matanya silau oleh
sinar pedang, tapi iapun tahu tidak boleh, berdiam
diri saja. Cepat-cepat dia melompat ke samping
kanan, maksudnya ingin mengelak. Namun,
749 "bretttt!" baju di pundaknya kena disontek ujung
pedang Giok Han, robek dan terlihat kulit pundaknya
yang merah oleh darah karena kulit pundaknya telah
tergores cukup dalam ! Giok Han tidak bertindak sampai di situ saja,
tubuhnya melesat cepat dan sudah berdiri di
samping Siangkoan Giok Lin, pedangnya berkelebat
lagi. Sekali ini pedangnya mengincar pinggang
Siangkoan Giok Lin, ia menikam dengan jurus "Tian
Ek Mo In" atau "Biruang Sayap Mengusap Awan",
satu jurus maut kalau tidak bisa dihindarkan oleh
lawannya. Ancaman itu hebat, Siangkoan Giok Lin
menyadarinya, ia tidak menoleh lagi mengelak
dengan "Hun Kang Toan Liu" atau "Membendung
Sungai Memutuskan Aliran", sambil tubuhnya miring
tanpa merobah kedudukan kedua kakinya, kemudian
tangannya membarengi merabah pinggangnya,
tahu-tahu tangannya sudah menggenggam senjata
yang cukup aneh yaitu semacam cambuk, hanya
saja cambuk lemas itu penuh oleh duri, sebab
senjata itu terbuat dari tulang ikan cucut dilengkapi
oleh lapisan baja ! itulah senjata andalan Siangkoan
Giok Lin, yang selama ini mengangkat namanya
menjagoi di Kang-sauw ! Dalam detik-detik berbahaya untuk keselamatan
jiwanya, Siangkoan Giok Lin menotok pedang Giok
Han dengan ujung gagang pecutnya itu, berbareng
juga tubuhnya berputar tahu-tahu cambuknya yang
750 luar biasa itu menyambar ke arah leher Giok Han.
Kalau mengenai sasaran, niscaya leher Giok Han
sama saja seperti disate, yang bisa mematikan !
Kaget juga Giok Han melihat senjata lawannya
dan cara bergeraknya yang cukup aneh.. Tapi, ia
tidak membuang waktu menabas dengan
pedangnya. "Tringgg !" pedang membentur cambuk
aneh lawan, maksudnya hendak menabas putus, tapi
kenyataan cambuk itu merupakan senjata mustika
yang tidak dapat dipapas oleh senjata tajan apapun,
karena dibuat sedemikian rupa kuatnya!
Siangkoan Giok Lin tertawa mengejek, tangannya
tidak berhenti bergerak cambuknya sudah
menyambar dengan elukan yang aneh, seperti
seekor naga yang memutar tubuhnya dengan ganas
ke arah batok kepala Giok Han !
Alis Giok Han berdiri, dia mendongkol karena
beberapakali gagal mendesak lawannya. Melihat
berbahaya, serangan Siangkoan Giok Lin sekali ini,
segera ia merobah cara bersilatnya, sekarang
mempergunakan Lo-han Kiam-hoat (Ilniu Silat
Pedang Arhad), pedangnya diputar secepat titiran,
sinarnya se-peiti menguning Giok Han, bahkan hawa
yang dipantulkan dari putaran pedang itu dingin
sekali mendesak Siangkoan Giok Lin, yang mau tak
mau harus mundur tak kuat untuk menerjang terus.
Mempergunakan lawannya sedang mundur Giok
Han membarengi mempergunakan jurus "Lo-han
751 Liu-seng" atau "Arhad Sapu Bintang" dan sama


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pesatnya seperti melesatnya bintang sapu, pedang
Giok Han menyambar. "Aduhhh !" Tubuh Siangkoan Giok Lin terhuyung
mundur sambil tangan kiri memegangi tangan
kanannya, mukanya meringis menahan sakit, hampir
saja cambuknya terlepas dari genggaman,
pergelangan tangannya kena ditikam cukup dalam
oleh mata pedang Giok Han.
Tidak buang waktu Giok Han melompat sambil
menikam dengan "Lo-han Tek Seng" atau "Arhad
Memetik Bintang". akan menyelesaikan pertempuran
itu dengan tikaman maut ke perut lawannya.
Mata Siangtoan Giok Lin terbuka lebar-lebar. la
tahu bahaya yang mengancam ke selamatan
jiwanya, tapi ia tidak berdaya lagi. Tikaman itu
selain cepat dan mengandung maut, juga tangan
kanan Siangkoan Giok Lin seperti kaku tak
bertenaga sulit diangkat menggerakkan cambuk
durinya. Untuk melompat mundur mengelakkan,
sudah tidak keburu lagi, inilah detik-detik yang
mengandung maut untuk Siangkoan Giok Lin, semua
orang yang menyaksikan dengan mata terbuka
lebar-lebar kaget tanpa bisa memberikan
pertolongan, mereka hanya mengawasi saja pedang
Giok Han meluncur dan akan menikam pada
sasarannya. Tampaknya sudah tak ada jalan hidup
buat Siangkoan Giok Lin. 752 Giok Han sendiri memang bermaksud menyudahi
hidup jago Kangsouw yang selalu bertindak
sewenang-wenang ini, melenyapkan penyakit buat
orang-orang yang tak berdaya yang selama ini
ditindasnya. Dia yakin tikamannya sekali ini tak
mungkin bisa di hindarkan oleh lawannya.
"Tranngggg ..." pedang Giok Han mendadak
menikam benda keras yang terbuat dari besi, sampai
pedang itu melengkung dan mental ke samping.
Tangannya tergetar kesemutan, ia kaget dan
melompat kesamping kanan dua kaki. Di depannya
berdiri seorang Lhama berjubah merah berkepala
botak tapi beralis tebal, hidung mancung dan bibir
tebal. Tubuh Lhama itu gemuk dampak, tangannya
mengelus-elus mangkok baja yang tadi
dipergunakan untuk menahan mata pedang Giok
Han yang ingin menikam Siangkoan Giok Lin.
Mulutnya tengah tersenyum sambil gumamnya:
"Akhhh, hampir saja mangkok sedekahku dibikin
rusak. Celaka aku si pendeta miskin kalau mangkok
sedekahku rusak, tidak mungkin bisa meminta
sedekah lagi!" Ditimang-timang mangkok baja itu, yang biasa
memang dibawa-bawa oleh setiap Lhama, yang
dipergunakan untuk meminta derma. Cuma bedanya
dari mangkok sedekah Lhama yang Iain, yang
terbuat dari kayu, justeru mangkok sedekah Lhama
753 ini, yang mungkin berusia 50 tahun, terbuat dari
baja, berkilauan terkena cahaya mengkilap.
Siangkoan Giok Lin seperti baru lolos dari lobang
maut, tercengang sejenak, kemudian tanpa buang
waktu ia melompat mundur. Melihat Lhama itu,
mukanya yang semula pucat pias seketika jadi
terang berseri-seri. "Fat-sang Hoat-ong . . . kebetulan Hoat-ong
datang ! Tangkaplah pemberontak itu !" Teriak
Siangkoan Giok Lin nyaring.
Lhama itu menoleh tersenyum pada Siangkoan
Giok Lin. "Taijin, tugas suci seorang pendeta
bukanlah menangkap manusia, tapi menangkap
siluman ! Seorang pendeta memiliki kesalehan dan
welas asih, kalau dia mau pergi, aku tak akan
menahannya !" Fat-sang Hoat-ong seorang Lhama dari Lhasa
yang sengaja diundang oleh Kaisar, menjadi jago
andalan Kaisar dalam menghadapi para pendekar
silat Tionggoan yang akhir-akhir ini bangkit semakin
banyak untuk mendukung pemberontak.
Sebagai Hoat-ong (guru agama). Fat-sang
merupakan orang terhormat dan di kagumi oleh
semua Mentri maupun para pembantu Kaisar. la
memiliki ilmu silat yang tinggi. Tapi, tadi waktu
menangkis tikaman pedang Giok Han, ia kaget tak
terkira. 754 Memang tampaknya Fat-sang Hoat ong tenangtenang
saja, sesungguhnya dia heran tangannya
sampai tergetar keras dan pedang si pemuda tidak
terlepas dari cekalan, bahkan Giok Han tidak kurang
sesuatu. Sebab itu, ia tidak mau sembarangan bentrok
dengan Giok Han, ia sengaja memberi jalan kepada
Giok Han untuk pergi meninggalkan tempat ini.
Kedatangannya di-gedung Siangkoan Giok Lin
bertepatan saat ia melihat jiwa Siangkoan Giok Lin
terancam di mata pedang Giok Han, ia cepat turun
tangan menangkis dengan mangkok sedekahnya
sehingga selamatlah jiwa jago Kang-souw itu.
Giok Han sendiri tahu pendeta Lhama ini rupanya
bukan pendeta sembarangan, memiliki kepandaian
yang tak bisa diremehkan. la penasaran, sebab
belum bisa merubuhkan Siangkoan Giok Lin,
matanya menatap tajam. "Siapakah Taisu". tanyanya dingin. Fat-sang
Hoat-ong membawa sikap seperti di tempat itu tidak
ada seorangpun yang bisa dihormati, ia tersenyum
tanpa menoleh kepada Giok Han, hanya mengusapusap
mangkok bajanya. "Hanya pendeta miskin yang beruntung
dianugrahi Hongsiang kedudukan sebagai Guru
Negri! Nah, pergilah kau. pendeta selalu memiliki
welas asih dan pantang untuk membunuh kalau
tidak terpaksa !" 755 Giok Han tertawa mengejek. "Ooooh, tidak
tahunya Guru Negara," dingin suaranya. "Baik,
beruntung sekarang aku bertemu dengan Guru
Negara, tentu saja akan tidak mau sia-siakan
kesempatan untuk minta petunjuk darimu !"
Belum lagi suaranya habis, pedangnya sudah
menyambar cepat sekali sekaligus menikam tiga
kali. dengan "Lo-han Gin Hong" (Arhad Pelangi
Perak), "Lo-han Kian-yo" (Arhad Menuntun kambing)
dan "Lo-han Kie-hwee" (Arhad Memangkat obor).
Ketiga jurus cari Lo-han kiam hoat ini sama-sama
dahsyat, tenaga tikaman yang disertai oleh tenaga
dalam yang kuat dan cara menikam yang sulit
diterka sebetulnya merupakan jurus-jurus yang tak
mudah untuk dielakkan. Tapi, Fat-sang Hoat-ong tenang-tenang saja,
mangkok bajanya seperti memiliki mata waktu ia
mengendalikannya, terdengar "tringgggg," tiga kali
dan ketiga serangan Giok Han bisa ditangkisnya
sama kuatnya. "Apakah kau tidak mau berterima kasih diberi
jalan hidup dan malah memilih jalan kematian ?"
bentak Fat sang Hoat-ong nyaring
Giok Han tidak menyahuti, dia menikam
beberapakali lebih dahsyat, angin berkesiuras
ditimbulkan dari pedangnya yang berputar tak
hentinya mengincar bagi yang mematikan di tubuh
Fat-sang Hoat-ong. 756 Tapi Lhama ini benar-benar tangguh, karena ia
bisa menghadapi semua serangan Giok Han dengan
sangat mudah. Sampai akhirnya barulah Fat-sang
Hoat-ong kaget, ketika ia menangkis pedang Giok
Han, mendadak pedang itu melejit dan tahu-tahu
menikam kearah lehernya ! Untung saja Lhama ini
lihai, sehingga cepat bisa menghindarkan tikaman
itu. Tidak-urung hati Fat-sang Hoat-ong berdebar dan
keringat dingin mengalir keluar. "Pemuda ini
berbahaya.." pikirnya dan ia tidak berani
meremehkan lagi, menghadapinya lebih hati-hati.
Semua orang yang menyaksikan perkelahian
yang tengah berlangsung jadi mengawali kagum,
betapa dua sosok bayangan, yang satu merah dan
yang satunya lagi sosok bayangan putih, berkelebatkelebat
lincah sampai sulit diikuti oleh pandangan
mata orang biasa. Siangkoang G.iok Lin sendiri menggidik. Matanya
kabur melihat kedua orang yang tengah berkelahi
itu. Coba kalau Fai-sang Hoat ong tidak keburu
datang, niscaya ia sukar menghadapi Giok Han yang
ternyata sangat lihay. Diam-diam Giok Han mengeluh juga walau pun ia
memiliki ilmu pedang yang aneh dan dahsyat, tapi
kalah latihan dan pengalaman dibandingkan dengan
Fat-sang Hoat-ong. Setelah Lhama itu mencurahkan
757 seluruh perhatian menghadapinya serius, seketika
Giok Han merasa agak terdesak.
Benar Fat-sang Hoat-ong seringkali kaget
menerima serangan yang aneh dari Giok Han, tapi ia
menang tenaga dan pengalaman maka ia bisa balik
mendesak Giok Han. Setelah bertempur lebih dari limapuluh jurus,
diam-diam Fat-sang Hoat ong kagum campur heran.
"Aneh, siapa bocah ini " Mengapa ilmunya demikian
aneh dan juga tidak rendah " usianya masih
demikian muda kalau dibiarkan dia angkat kaki,
kelak merupakan bibit penyakit di depan mata!"
Karena berpikir begitu, Fat sang Hoat-ong
merobah cara bertempurnya. Tubuhnya yang gemuk
dampak ternyata bisa berkelebat ke sana kemari
lincah sekali, mangkok baja nya seperti topi baja
yang berulang kali menyambar akan menungkrup
kepala Giok Han. Tentu saja, kepala Giok Han akan pecah jika
mangkok baja itu sekali saja bisa menungkrap
kepalanya, sebab setiap serangan mangkok baja
Lhama itu disertai tenaga khikang yang kuat !
Giok Han terdesak, semakin lama ia semakin
berkurang balas menyerang, hanya mengelak dan
menangkis setiap serangan Lhama ini. Memang tidak
mungkin Lhama itu bisa merubuhkannya dalam
seratus atau duaratus jurus, namnn Giok Han pun
758 tampaknya tidak mungkin bisa mendesak pendeta
itu. Sebab itu ia berpikir untuk menyingkir dari
tempat ini. karena jika sampai kehabisan tenaga dan
Siangkoan Giok Lin serta orang-orangnya ikut
mengepungnya, jelas dirinya sulit meloloskan diri.
Berpikir begitu Giok Han segera berseru nyaring,
pedangnya berkelebat-kelebat dahsyat, dan tahutahu
tubuhnya melompat terapung ke belakang,
berjumpalitan untuk menjauhkan diri dari Fat-sang
Hoat-ong. "He-heh-heh, mau pergi kemana, bocah?"
mengejek Fat-sang Hoat-ong, segera tangannya
bergerak. Mangkok bajanya itu seperti meteor
menyambar pesat ke arah kepala Giok Han, Angin
sambaran mangkok baja kuat sekali, mengejutkan
Giok Han. Dia memiringkan kepalanya menghindar, tapi
tidak urung waktu mangkos. baja lewat di samping
telinganya terasa pedas pedih, menandakan kuatnya
tenaga melontar yang dipakai oleh Lhama tersebut!
Mangkok baja itu menyambar terus kedepan, amblas
ke dalam tembok, sampai terlihat hanya pantat
mangkok belaka ! Giok Han tidak membuang waktu melompat ke
atas penglari, kemudian melompat lagi ke luar
pekarangan, tubuhnya ringan melompati tembok
pekarangan. Siangkoan Giok Lin dan orang-orangnya
759 berteriak-teriak waktu melihat Giok Han hendak
menyingkir dari situ, mereka beramai-ramai
menyerang dengan senjata rahasia. Tapi Giok Han
sudah lenyap di balik tembok.
Segera mereka memburu, melompati tembok dan
tiba di luar pekarangan. Namun disitu sudah tak
tampak bayangan Giok Han lagi.
"Kejar !" teriak Siangkoan Giok Lin. -"Jangan
biarkan dia lolos, tangkap mati atau hidup !" ,
Fat-sang Hoat-ong sampai diluar pekarangan
dengan sikap yang diagung-agungkan. tubuhnya
yang gemuk dampak berjalan perlahan-lahan seakan
memang tidak berkeinginan mengejar. "Biarkan dia
pergi, aku sengaja membiarkan dia pergi!" Kata
Lhama itu, nyaring suaranya.
Siangkoan Giok Lin memandang tercengang
kepada Lhama itu. Tampaknya dia tidak puas.
"Hoat-ong, dia... dia pemberontak yang
memusuhi Hongsiang. Tadi dia begitu beringas
mengetahui aku bekerja untuk negara ..." bilang
Siangkoan Giok Lin tidak puas.
"Pendeta selalu welas asih dan penuh


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

prikemanusiaan ! Untuk menangkap dia sangat
mudah, sama dengan membalikkan telapak tangan.
Tapi dia masih sangat muda, kelak dia bisa merobah
760 pendiriannya... sengaja aku lepaskannya !"
menyahuti Fat-sang Hoat-ong sombong.
Siangkoan Giok Lin diam tidak bilang apa-apa
lagi, tapi dari mukanya tampak rasa tak puas. Di
hatinya dia berpikir: "KaIau memang kau sanggup
merubuhkan, tentu tadi kau sudah merubuhkannya !
Justeru kau tidak berdaya apa-apa terhadapnya...!"
Fat-sang Hoat-ong melihat sikap tak puas
Siangkoan Giok Lm, dia tertawa dingin. "Sudahlah,
Siangkoan Loyacu. Kalau bocah itu kelak berani
banyak lingkah lagi di sini akan kubuktikan dalam
lima jurus untuk membekuknya !" katanya dengan
sikap acuh tak acuh, angkuh.
Siangkoan Giok Lin seorang licik dan cerdik, kalau
tidak mana mungkin dia bisa memperoleh
kepercayaan Kaisar " Karena dari itu cepat dia bisa
menyesuaikan diri dengan keadaan. Dia tertawa
bergelak-gelak. "Ya, kalau Hoat-ong berada di sini, jangan kata
bocah tengik itu, biarpun setan iblis akan kabur
begitu melihat bayangan Hoat-ong ! Beruntung
Hoat-ong datang tepat waktunya, jika tidak kita
sudah tak bisa mengobrol lagi ! Ha-ha-ha-hah !"
Kemudian dia repot perintahkan orang-orangnya
buat mempersiapkan meja perjamuan untuk
menjamu tamu kehormatan tersebut.
761 "Aku datang kemari membawa pesan rahasia dari
Hongsiang," bilang Fat-sang Hoat-ong setelah
masing-masing duduk di depan meja perjamuan.
"Hongsiang bilang, Siangkoan Loyacu seorang yang
setia kepada negara dan pandai bekerja, maka
Hongsiang ingin mempercayai untuk melakukan
suatu pekerjaan besar untuk Loyacu. Tentu saja,
kalau sudah rampung, Loyacu akan dianugerahi
pangkat yang pantas dari Hongsiang..!"
Muka Siangkoan Giok Lin berseri-seri. "Walaupun
harus terjun dalam minyak panas mendidih,
Siangkoan Giok Lin akan mengabdi penuh kesetiaan
pada Hongsiang!" Katanya bersemangat.
"Bagus !" mengangguk Fat sang Hoat-ong
"Hongsiang mendengar akhir-akhir ini cukup banyak
pemberontak yang berkumpul di Kang-souw,
mengingat Loyacu memiliki banyak sahabat, maka
Loyacu diminta untuk menghimpun mereka,
kemudian memberantas mereka. Caranya terserah
pada Loyacu, Hong-siang percaya sepenuhnya, ingin
mengadu dombakan mereka agar kekuatan
pemberontak itu lemah, ataupun juga cara
melakukan pemberantas dengan tangan besi. Tentu
Loyacu sanggup melaksanakan permintaan
Hongsiang, bukan ?" "Itu urusan gampang, Hoat-ong ! Percayalah,
Siangkoan Giok Lin akan melaksanakan tugas itu
seperti yang diharapkan Hongsiang. Sekarang,
marilah kita tenggak arak kegembiraan !"
762 Fat-sang Hoat-ong walaupun seorang Lhama, tapi
tak segan-segan mengangkat cawan araknya dan
meneguk isinya, mereka bercakap-cakap sambil
tertawa-tawa. ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------Kemana perginya Giok Han " Ternyata ketika ia
melompati tembok dan meloncat turun ke tanah,
ada sosok bayangan berkelebat tidak jauh darinya,
"sssttrt. ikut aku !" bisik sosok bayangan itu, yang
bergerak gesit sekali. Giok Han tercengang sejenak, tapi segera
mengempos Ginkang mengikuti sosok bayangan itu,
yang mengajaknya menyelinap ke dalam semak
belukar. Tampaknya sosok bayangan ini mengenal
benar keadaan di tempat tersebut. Di belakang
terdengar suara ribut-ribut, terdengar juga suara
Siangkoan Giok Lin yang tengah perintahkan orangorangnya
untuk melakukan pengejaran dan mencari
Giok Han. Setelah mengikuti beberapa saat sosok bayangan
itu, Giok Han sampai di balik sebidang tembok yang
agak kotor, tidak tampak seorang manusiapun di
situ. Di sebelah kanan tidak jauh dari situ tampak
keranjang-keranjang sampah, yang tidak teratur
berantakan. Seekor kucing mengorek-ngorek
763 sampah yang tercecer. Sosok bayangan itu
menendang perlahan mengusir kucing itu",
kemudian memutar tubuhnya.
Sejak mengikuti, Giok Han melihat bentuk yang
ramping dan tidak terlalu tinggi. tapi gerakan sosok
bayangan itu sangat gesit. Dia menduga-duga entah
siapa orang ini. la yakin sosok bayangan ini
seseorang yang tidak bermaksud tak baik padanya,
karena ia yang mengajaknya menyingkir dari
kejaran Siangkoan Giok Lin dan orang-orangnya.
Sekarang orang ini sudah berdiri menghadap
padanya, ia bisa- melihat jelas mukanya. Usia orang
ini masih muda, tapi mukanya kotor, pakaiannya
pun ternyata kotor, biarpun tidak ada yang robek.
Melihat cara berpakaiannya, selintas dapat diambil
kesimpulan pemuda ini seorang pengemis. "Terima
kasih atas bantuanmu," kata Giok Han memberi
hormat, "kau telah membantu aku menyingkir dari
kejaran orang she Siangkoan itu !"
Pengemis muda ini mengawasi Giok Han sambil
cengar-cengir, katanya: "Siapa perduli dengan
urusanmu " Aku membawamu kemari karena ada
pekerjaan yang ingin kuberikan kepadamu."
"Pekerjaan " Pekerjaan apa ?" tanya Giok Han
heran melihat sikap pengemis muda ini. "Siapakah
kau ?" 764 Pengemis muda itu menekan topi butut yang
menutupi kepalanya sampai melesak ke dalam
menutupi sebagian besar keningnya, mulutnya
masih cengar-cengir. "Kulihat kau memiliki tenaga
yang cukup kuat, bagaimana kalau sekarang kau
membantuku membersihkan sampah-sampah yang
tercecer di sini " Tempat ini terlalu kotor,
sebelumnya merupakan tempat peristirahatanku
yang paling enak." Giok Han tersenyum. la tahu, itulah alasan yang
dibuat-buat oleh pengemis muda ini, mengelak
ucapan terima kasihnya. Dari cara dia berlari cepat
tadi sudah bisa dipastikan pengemis muda ini
bukanlah sembarang pencemis "Baik. Mari kita
bersihkan tempat ini."
Giok Han mengerahkan tenaga dalamnya,
disalurkan pada kedua lengannya, kemudi ui
menggerak-gerakkan keduatangannya, diputar-putar
seperti kitiran, maka kenas maupun kotoran-kotoran
lainnya berterbangan. Dalam waktu singkat sebagian
tempat itu sudah jadi bersih. Si pengemis muda
tertawa "Hehe kau kacung nomor satu di dalam
dunia ini !" katanya.
Pengemis muda itu menjatuhkan diri duduk di sisi
tembok, menyender di situ, memejamkan matanya
dan tidak perduli lagi pada Giok Han.
Melihat lagak pengemis muda ini. Giok Han
berdiri ragu-ragu, kemudian dia bilang: "Saudara,
765 kukira tidak ada lagi yang harus kukerjakan, aku
mau pergi...!" Pengemis muda itu tetap menyender di tembok
dengan mata terpejam, seakan tidak mendengar
perkataan Giok Han. Namun waktu Giok Han
melangkah belasan tindak, pengemis muda itu
memangggil: "Hei pekerjaanmu belum selesai,
mengapa mau pergi cepat-cepat ?"
Giok Han menahan langkah kakinya, menoleh
tersenyum pahit. "Maafkan, aku masih punya urusan
penting yang harus kuselesaikan. Nanti kalau ada
kesempatan kita pasti bertemu lagi dan mengobrol
panjang lebar. Akur ?"
Pengemis muda itu meloncat berdiri, bertolak
pinggang. "Ooo, jadi kau tidak mau menepati
janjimu ?" Matanya mendelik, tapi bola matanya
bening dan jernih, mukanya kotor dengan mata
melotot seperti itu membuat pengemis muda ini
tampaknya lucu. Giok Han tersenyum. "Janji " Aku pernah berjanji apa padamu, saudara
?" "Bukankah tadi kau sudah berjanji menyatakan
sanggup membantuku membersihkan tempat ini ?"
766 Mendongkol juga Giok Han mendengar jawaban si
pengemis. Tadi dia memang mengira si pengemis
mau membersihkan tempat ini dan meminta
bantuannya, mengingat si pengemis telah
memberitahukan jalan lolos dari kejaran Siangkoan
Giok Lin dan orang-orangnya, maka Giok Han
bersedia membantunya. Tetapi siapa tahu pengemis muda ini keterlaluan,
ia enak-enak mengawasi saja setelah sebagian
tempat itu dibersihkan Giok Han, pengemis muda
tersebut malah duduk menyender di tembok dan
tidur ! "Bukankah aku sudah menepati, janjiku
membantumu membersihkan tempat ini "
Yang sebagian lagi tugasmu untuk
membersihkannya. bukankah sejak tadi kau belum
ikut membersihkan tempat iai ?" bilang Giok Han.
Muka si pengemis cemberut. Sikapnya benarbenar
membuat Giok Han jadi heran. "Aneh,
pengemis ini lagaknya seperti seorang gadis remaja
yang sedang mengambek. Hu ! Dia terlalu rewel,
lebih baik aku meninggalkannya saja..."
"Pemuda malas ! Tubuh saja besar dan
tampaknya kuat, tapi kerja ringan seperti ini saja
tidak sanggup kau selesaikan!" mengoceh pengemis
itu. 767 "Nanti jika aku memiliki kesempatan datang
kemari, akan kubersihkan lagi sebagian tempat ini
yang masih kotor. Nah, aku mau pergi dulu !"
"Mau pergi, pergilah ! Siapa yang mau
melarangmu " Pergi ! Hayo pergi ! Aku juga tidak
mau melihat mukamu lagi !" pengemis itu
tampaknya tidak puas, mukanya cemberut masam.
Lagaknya benar-benar mirip seorang gadis yang
tengah mendongkol dan ngambek.
Giok Han tak perduli sikap pengemis itu,
walaupun hatinya merasa tidak enak, dia mernutar
tubuh dan melangkah pergi.
Giok Han bermaksud mencari rumah penginapan,
dia berlari-lari melewati beberapa jalan yang sudah
sepi, karena hari sudah malam. Tapi ketika ia
kebetulan menoleh ke-belakang, Giok Han jadi
tercengang. "Kau . . . ?" dia tidak bisa meneruskan
perkataanya. Pengemis muda itu ternyata sudah berdiri di
depannya, dia sejak tadi rupanya mengikuti.
"Kenapa ?" tanya si pengemis aseran. "Apakah
aku tidak boleh memakai jalan ini ?"
"Bukan . . . bukan begitu," jawab Giok Han agak
tergagap. "Tapi .... kau mengikutiku ..."
768 "Cisss, pemuda ceriwis " Siapa yang mengikutimu
?" bentak pengemis itu dengan muka berobah
merah. Tampaknya dia gusar.
"Kawan, kalau memang kau mau, mari kita
mencari rumah penginapan, nanti kita bisa
mengobrol . . " kata Giok Han yang tidak ada pilihan
lain, karena dia yakin pengemis ini memang
mengikutinya sejak tadi. "Cuiii, siapa kesudian mengobrol dengan kau"
Aku sedang menuju pulang ke rumahku, bukan
mengikutimu ! Hmm, apakah kau kira ini jalanan
milik kakek moyangmu sehingga hanya kau seorang
yang boleh memakainya ?"
"Bukan begitu maksudku . . ."
"Lalu apa maksudmu ?" Pengemis itu mendelik
bertolak pinggang dan mulut yang dimonyongkan,
lagaknya ini tampak jadi Iucu sekali. Pengemis ini
berusaha membawa sikap galak, tapi bukannya
tampak galak malah kelihatannya jadi lucu.
Kewalahan juga Giok Han menghadapi sikap si
pengemis, dia menggoyang-goyang kepala. "Baiklah,
kalau begitu aku pergi dulu."
"Pergi ! Siapa kesudian menahan-nahan kau "
Hmm, huhuh !" mendengus si pengemis beberapa
kali. 769 Giok Han melanjutkan langkah kakinya tidak
perduli dengan sikap si pengemis. Hanya ia merasa


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aneh. Si pengemis lucu sekali, mempunyai perangai
yang aneh. Walaupun si pengemis bersikap kekanakkanakan
seperti itu, Giok Han tidak jadi gusar,
malah merasa geli sendirinya.
Setelah melewati dua lorong, dia menoleh.
Ternyata si pengemis berada di belakangnya. Melihat
Giok Han menoleh, si pengemis menahan langkah
kakinya, membuang pandang ke samping kanan
seakan-akan sedang mencari sesuatu, Giok Han
tersenyum. "Entah apa maunya dia mengikutiku terus?" Dan
dia jadi waspada, karena kuatir justru pengemis ini
bermaksud kurang baik padanya. Melihat muka dan
lagaknya, pengemis ini jelas bukan pengemis yang
tak baik, tapi mengapa dia mengikuti terus.
Giok Han melangkah lagi, dia menikung. Tapi
sengaja berdiam di balik tembok tikungan, menanti
di situ. Tak lama kemudian muncul si pengemis yang
setengah berlari, rupanya kuatir kehilangan jejak
Giok Han. "Apa kabar, kawan ?" sapa Giok Han dan
mengejutkan pengemis itu, sampai ia terloncat ke
belakang dengan muka yang pucat dan kemudian
merah padam, karena kepergok serta tertangkap
basah oleh Giok Han. "Apa maksudmu mengikutiku
terus menerus ?" tanya Giok Han lagi.
770 "Kau... kau pemuda ceriwis !" bentak si pengemis
dengan muka cemberut, malah tangannya sudah
melayang akan menampar muka Giok Han.
"Mulutmu harus dihajar agar lain kali tidak berani
mengeluarkan kata-kata ceriwis..."
Giok Han miringkan kepalanya mengelak, tapi
mendadak dia merasakan dadanya berkesiuran
angin. Dia kuatir senjata rahasia, segera si pemuda
meloncat ke belakang. Waktu itu si pengemis lewat
di sampingnya, ngeloyor pergi.
Giok Han berdiri tertegun di situ beberapa saat,
sampai akhirnya menghela napas, menggoyanggoyang
kepala karena benar-benar ia merasa heran
terhadap kelakuan si pengemis. "Benar-benar aneh
pengemis itu..!" pikirnya. Dan ia melanjutkan lagi
langkahnya untuk mencari rumah penginapan.
Baru melangkah beberapa tindak, mendadak
muka Giok Han berobah, ia berseru kaget dan
meraba dadanya. Sekuntum bunga terbuat dari
emas murni, menempel di bajunya. Ukurannya tidak
besar, seperti kancing baju lainnya, tapi, bunga itu
bisa menempel di bajunya merupakan kejadian yang
mengejutkan karena pasti bunga emas ini milik si
pengemis. Giok Han tambah heran, melihat ini ia
tahu kepandaian dan kecepatan tangan pengemis itu
luar biasa. Kalau tadi dipergunakan sebagai senjata
rahasia, bukankah dia bisa dicelakai si pengemis "
771 Kenyataannya, pengemis itu cuma menyantelkan
bunga emas itu di bajunya. Apa maksud pengemis
itu meninggalkan perhiasan yang mungkin juga bisa
dipergunakan sebagai senjata rahasia ini " Giok Han
mengawasi teliti bunga emas itu, akhirnya
diputuskan dia harus meminta keterangan dari
pengemis itu. Tubuhnya melesat cepat mengejar ke
arah depan, tapi bayangan si pengemis sudah
lenyap. Mata hidungnya sudah tak terlihat.
Lima lorong jalan yang dilewati Giok Han. tapi si
pengemis sudah menghilang tak terlihat
bayangannya. Akhirnya Giok Han menghela napas,
memasukkan bunga emas ke dalam sakunya. Siapa
pengemis muda itu " Kelakuannya benar-benar
aneh. Berjalan tidak jauh, Giok Han melihat subuah
rumah penginapan, seorang pelayan
menyambutnya, ketika Giok Han memasuki rumah
penginapan tersebut. Kamar yang di berikan cukup
bersih dan besar, Giok Han mencuci muka dan
rebahkan diri di pembaringan untuk istirahat.
Walaupun ia tidak mau memikirkan tentang diri
pengemis muda yang aneh, namun tetap saja
pikirannya teringat kepada pengemis yang sangat
aneh gerak-geriknya itu. Dia benar-benar jadi
diliputi tanda-tanya. apa sebetulnya keinginan si
pengemis " Dia menghilang kemana " Apa
maksudnya meninggalkan bunga emas di bajunya "
772 Tapi akhirnya Giok Han tersenyum. Bunga emas
itu adalah barang yang cukup berharga. Dia bisa
mempergunakan untuk pembayaran sewa kamar di
penginapan ini. la jaga berpikir besok untuk
mendatangi lagi rumah Siangkoan Giok Lin, guna
mengadakan perhitungan. Pemuda ini memejamkan
matanya dan tidur pulas. Keesokan paginya, Giok Han bangun dengan
tubuh segar. la mencuci muka, Waktu merapihkan
rambutnya, pelayan masuk membawakan santapan
untuknya, makanan yang terbuat dari sarang-burung
Yan-oh. Giok Han mengerutkan kening melihat
makanan itu. "Lo-tiamhoa, aku tidak memesan
makanan itu..." memberitahukan Giok Han raguragu,
"mungkin kau salah kamar..."
Pelayan penginapan yang berusia lanjut
menggoyangkan kepala sambil tertawa. "Tidak,
kongcu. Aku tidak salah masuk kamar. Makanan ini
memang dipesan untukmu. Malah akan menyusul
beberapa makanan lainnya lagi buat kongcu."
Giok Han tertawa. "Lo-tiamhoa, dengarlah. Aku
tidak mempunyai banyak uang. Jika kau memaksa
makanan ini untukku, nanti setelah kumakan dan
tak bisa membayar, kau akan menyesal..."
Pelayan tua itu tersenyum. "Jangan kuatir,
kongcu. Kau tidak perlu membayar satu ci juga !"
773 "Apa " Aku tak usah membayar?" Pelayan itu
mengangguk cepat. "Benarr kongcu tidak usah
membayar, karena semua makanan untuk kongcu
telah dibayar penuh untuk hari ini. termasuk sewa
kamar. Kalau memang kongcu masih memiliki
urusan bermaksud menginap lagi satu dua hari,
itupun sudah dibayar penuh. Oya. kongcupun
diminta setelah bersantap untuk mencoba jubah
yang telah selesai dibuatkan untukmu."
Bukan kepalang heran Giok Han. dia jadi
mengawasi si pelayan dengan mulut terbuka tak
percaya pada apa yang didengarnya. Akhirnya dia
nyengir. "Lo- tiamhoa, kau jangan bergurau ...."
Si pelayan memperlihatkan sikap sungguhsungguh,
katanya: "Mana berani aku bergurau
dengan kongcu. Aku telah memberitahukan yang
sebenarnya. Silahkan dimakan Yan-oh-nya, kongcu.
Kalau dingin tentu berkurang lezatnya ..."
Bingung Giok Han menghadapi kejadian ini. Siapa
yang melakukan semua ini, yang telah membayar
penuh semua perhitungan sewa kamar termasuk
makanan, juga kata si pelayan ia telah dikirimi jubah
baru!" Si pelayan tehh mengundurkan diri. Giok Han
berdiri ragu-ragu, namun akhirnya dla tertawa.
"Untuk apa aku pusing-pusing ! Orang bermaksud
baik padaku dengan membayarkan seluruh
perhitunganku pada rumah penginapan ini, kalau
774 nanti bertemu dengannya urusan akan menjadi jelas
sendirinya. Tapi, apakah mungkin semua ini
pekerjaan Siangkoan Giok Lin, yang sengaja hendak
mengambil hati dan coba mempengaruhi aku dengan
semua ini " Tapi, tak mungkin. Siangkoan Giok Lin
pasti akan datang dengan senjata tajam bersama
orang-orangnya, untuk membunuhku ! Tidak
mungkin dia melakukan perbuatan baik seperti ini !
Namun mungkinkah makanan itu sudah dicampur
racun ?" Karena berpikir begitu, segera Giok Han
menghampiri pintu. Dia memanggil pelayan tadi,
yang segera datang. "Lo-tiamboa, kau membuatkan Yanoh terlalu
banyak, aku membagimu separoh. Nah, makanlah !"
kata Giok Han sambil menyodorkan semangkok Yanoh
yang dicampur dengan buah leci, sedangkan
semangkok sarang burung walet yang dicampur
dengan anggur, dibiarkan saja di meja.
Si pelayan menggoyang-goyangkan tangannya,
mukanya berobah dan tampaknya dia jadi sibuk
sekali. "Mana boleh begitu "! Mana boleh begitu ?"
"Hayo makan !" bentak Giok Han.
"Sungguh-sungguhkah kongcu membagi Yan-oh
untukku?" tanya si pelayan tua itu akhirnya.
"Ya, makanlah."
775 "Biar kubawa ke belakang saja, nanii kumakan di
sana !" Giok Han maju mencekal lengan si pelayan.
"Makan di sini !"
"Oooo, inilah peristiwa yang belum pernah terjadi
di rumah penginapan ini, sejak didirikan sampai
sekarang. Tapi, baiklah ! Kongcu tampaknya kuatir
makanan ini beracun, bukan ?"
Giok Han diam saja. Si pelayan tua segera
memakan habis semangkok Yan-oh, akhirnya
mengusap-usap perutnya. "Terima kasih atas
kebaikan kongcu." Dia memutar tubuh mau pergi,
tapi Giok Han menepuk pundaknya.
Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San 10 Asmara Berdarah karya Kho Ping Hoo Pendekar Pedang Dari Bu Tong 26

Cari Blog Ini