Ceritasilat Novel Online

Pendekar Baja 6

Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long Bagian 6


Ternyata dalam lengan bajunya masih menyimpan sebuah
Am-gi lawan, padahal jari tangannya saja tidak bekerja, tapi
kedua begal besar yang beroperasi di Loh-be-ouw telah
disikatnya. Melihat demonstrasi menangkap Am-gi, lalu balas menyerang
pula hanya dengan lengan baju saja, seluruh hadirin sama
kagum, tapi sikap Ong-kongcu tetap wajar dan tak acuh,
seolah-olah membunuh orang bukan perbuatan jahat, keruan
hadirin sama melongo dan tiada yang berani menanggapi
perkataannya. Cu Jit-jit juga terkesiap, pikirnya, "Pemuda yang kelihatan
lemah lembut ini ternyata memiliki kungfu yang luar biasa,
hatinya kejam dan tindakannya ganas, sungguh mimpi pun
orang tidak menyangka ...."
Waktu ia menoleh, tiba-tiba dilihatnya kacung yang berdiri di
belakangnya itu juga tengah mengawasinya dengan
tersenyum, matanya yang lincah melirik sana-sini, seperti
banyak persoalan hendak diberitahukan kepadanya.
Heran dan gusar hati Jit-jit, pikirnya, "Kenapa keparat ini
menatapku sedemikian rupa" Mungkinkah dia kenal aku"
Wajahnya memang seperti pernah kukenal, tapi kenapa aku
tidak ingat di mana pernah bertemu dengan dia?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Dia duduk termenung, sedang si gadis baju putih, Pek Fifi,
dengan lembut berdiri di sampingnya, senyumnya yang
menarik sungguh siapa pun akan tergiur.
Tapi bagaimanapun Jit-jit sukar mendapatkan jawaban, pikir
punya pikir, akhirnya dia teringat kepada Sim Long. "Di mana
Sim Long" Sedang apa dia sekarang" Apakah dia juga sedang
merindukan diriku?" Tiba-tiba didengarnya Auyang Hi berkata di sampingnya
dengan tertawa, "Perjamuan makan malam sudah disiapkan,
nona Cu ikut hadir?"
Selama dua hari ini, baru sekarang Jit-jit mendengar
perkataan ramah terhadap dirinya. Cepat dia menarik napas,
dengan tertawa dia mengangguk serta berdiri.
Baru sekarang didapatinya separuh hadirin sudah
meninggalkan tempat ini, mayat juga sudah digotong pergi,
tanpa terasa merah mukanya, diam-diam dia tanya diri sendiri,
"Kenapa setiap merindukan Sim Long aku lantas linglung dan
lupa daratan?" Santapan yang dihidangkan memang hebat, bukan saja
banyak jenisnya, juga makanan kelas satu semua. Lengjisiansing melalap hidangan dengan lahap, apa yang disenangi
seperti dituang saja ke dalam perut.
Selama hidup Cu Jit-jit juga belum pernah makan sepuas dan
sekenyang ini, entah dari mana datangnya selera, yang terang
perutnya memang lapar. Hanya Ong-kongcu dan dua orang lagi yang jarang
menggerakkan sumpitnya, agaknya menonton orang makan
saja perut mereka ikut kenyang.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Sambil makan Auyang Hi masih terus mencerocos hingga
makanan di mulutnya sering tersembur keluar, di samping
minta maaf karena sejak bertemu dia tidak kenal bahwa Cu
Jit-jit adalah putri kesayangan keluarga Cu, ia pun sibuk
memperkenalkan Cu Jit-jit kepada hadirin lainnya. Jit-jit ogah
melayani pembicaraannya, paling hanya mengangguk atau
menggeleng dengan tertawa.
Mendadak Auyang Hi berkata, "Ong-kongcu ini juga putra
keluarga terhormat di Lokyang, asal nona Cu melihat
perusahaan bermerek Ong-som-ki, semua itu adalah milik
keluarga Ong-kongcu, bukan saja dia ...."
Mendengar "Ong-som-ki", hati Jit-jit seketika seperti kena
cambuk sekali, darah seketika bergolak hingga apa perkataan
Auyang Hi selanjutnya tidak diperhatikan lagi. Waktu dia
memandang ke sana, Ong-kongcu dan kacungnya yang cakap
itu pun sedang mengawasinya dengan tertawa.
Ong-kongcu tertawa sambil memperkenalkan diri, "Cayhe she
Ong, bernama Ling-hoa ...."
Dengan suara gemetar Jit-jit menukas, "Kau ... kau ... toko
peti mati itu ...." Ong-kongcu tertawa, "Apa maksud nona Cu?"
Wajah Jit-jit yang sudah merah karena menenggak arak
seketika pucat, matanya terbeliak menyorotkan rasa kaget dan
ngeri, pikirnya, "Ong-som-ki ... jangan-jangan Ong Ling-hoa
ini pemuda bergajul yang berhati iblis itu .... Ah, betul, kacung
itu bukankah gadis berbaju putih itu, pantas aku merasa
mengenalnya, dia mengenakan pakaian lelaki hingga aku
pangling padanya ...."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Melihat Jit-jit pucat dan menggigil, Auyang Hi kaget dan
heran, tanyanya dengan menyengir, "Nona Cu, engkau ...."
Dengan menggigil mendadak Cu Jit-jit melompat berdiri,
"blang", kursi yang didudukinya tergetar roboh, Jit-jit
menyurut mundur, serunya gemetar, "Kau ... kau ...."
mendadak dia putar tubuh terus angkat langkah seribu seperti
melihat setan. Terdengar beberapa orang berteriak-teriak di belakang, "Nona
Cu ... tunggu ... nona Cu!"
Di antaranya terselip juga suara Pek Fifi yang minta dikasihani,
"Nona Cu, bawa serta hamba ...."
Mana Jit-jit berani berpaling. Entah sejak kapan di luar turun
hujan deras, Jit-jit juga tidak menghiraukan lagi, dia terus lari
ke depan tanpa membedakan arah, juga tidak peduli jalan
apa. Sorot mata Ong Ling-hoa yang mengandung daya iblis itu
seperti mengejar di belakangnya.
Memang benar ada orang mengintil di belakangnya, bila dia
berhenti, orang itu segera seperti akan menubruknya.
Lari dan lari terus sampai napas Jit-jit sudah ngos-ngosan,
kedua matanya juga sukar terpentang lagi karena diguyur air
hujan, dia tahu bila dirinya terus berlari di tengah hujan
begini, andaikan tidak mati juga pasti akan jatuh sakit.
Lapat-lapat dilihatnya bayangan beberapa rumah di depan,
satu di antaranya ada cahaya yang menyorot keluar, pintunya
juga seperti terbuka, Jit-jit tidak peduli lagi, langsung dia
menerobos ke dalam, begitu berada di dalam rumah dia lantas
rebah di lantai. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Setelah mereda napasnya baru dia sempat perhatikan
keadaan setempat, rumah ini ternyata sebuah biara bobrok
yang sudah lama tidak terawat, galagasi terdapat di manamana, patung pemujaan pun sama roboh.
Tepat di tengah ruang pemujaan ada api unggun yang sedang
menyala, yang duduk di tepi api unggun memanaskan badan
adalah seorang nyonya berbaju hijau dan sedang
mengawasinya dengan heran, waktu dia menoleh, hujan
masih tertuang dari langit, mana ada bayangan orang
mengejarnya. Setelah tenangkan diri, Jit-jit membetulkan badan dan
menyapa dengan tertawa, "Popo (nenek), bolehkah aku ikut
memanaskan badan?" Sikap nyonya berbaju hijau kelihatan welas asih, tapi hanya
mengangguk tanpa bicara. Rambut Jit-jit semrawut, pakaian basah kuyup dan lengket di
badan hingga potongan badannya yang menggiurkan tampak
jelas, diam-diam dia bersyukur, "Untung seorang perempuan
tua, kalau lelaki bukankah amat memalukan."
Namun demikian ia pun merasa kupingnya panas, dengan
perasaan malu dan tidak tenteram dia membetulkan
rambutnya, hingga wajahnya yang molek kelihatan jelas.
Agaknya nyonya berbaju hijau itu pun tidak menyangka gadis
yang basah kuyup ini bisa sedemikian cantiknya, sorot
matanya yang semula dingin mulai kelihatan ramah, dengan
menggeleng kepala dia berkata, "Kasihan, pakaianmu basah
kuyup, apa tidak dingin?"
Jit-jit menarik napas, tubuhnya memang lagi menggigil,
mendengar perkataan orang seketika dia tambah gemetar,
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
meski sudah berada di pinggir api unggun, pakaian basah
yang lengket di badannya terasa sedingin es.
Dengan suara lembut nyonya berbaju hijau berkata, "Di sini
tiada orang lelaki, lebih baik kau buka pakaian basahmu,
setelah dipanggang kering tentu akan merasa hangat."
Walau sungkan dan rikuh, tapi rasa dingin yang merasuk
tulang tak tertahan lagi, terpaksa Jit-jit mengangguk, perlahan
dia mulai membuka baju. Meski di hadapan sesama
perempuan, tak urung merah juga muka Jit-jit, cahaya api
menambah merah pipinya, menyinari potongan tubuhnya yang
aduhai .... Tiba-tiba Cu Jit-jit bersuara tertahan, pakaian dalamnya tak
berani dilepas lagi, padahal pakaian dalam juga basah kuyup
hingga hampir tembus pandang, cepat ia berjongkok, dan
berharap pakaiannya lekas kering.
Mendadak di luar seperti ada orang berdehem perlahan.
Keruan Cu Jit-jit kaget, badannya mengkeret, serunya dengan
gemetar, "Sia ... siapa di luar?"
Suara serak tua berkata di luar tembok, "Hujan sangat lebat,
orang beragama biar berteduh di emper saja."
Legalah hati Cu Jit-jit, katanya, "Orang beragama ini memang
orang baik, bukan saja tidak mau masuk, jendela pun tidak
dilongoknya ...." Belum habis dia bicara, mendadak terdengar terkekeh tawa,
katanya, "Walaupun ada orang baik di luar, tapi ada Siaujin
(manusia rendah) di dalam."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Sungguh tidak kepalang kejut Cu Jit-jit, cepat dia meraih
pakaian untuk menutup dada, lalu mendongak ke arah
datangnya suara. Tertampak di atas belandar yang penuh
debu dan galagasi menongol sebuah kepala, sepasang
matanya yang mirip mata kucing sedang menatap Cu Jit-jit.
Malu, gusar, dan kaget Jit-jit, ia mendamprat, "Kau ... siapa"
Berapa lama kau di ... di situ?"
"Sudah cukup lama untuk menonton seluruhnya," ujar orang
itu dengan tertawa. Wajah Jit-jit menjadi merah, repot dia membetulkan
pakaiannya, tarik sini, sana terbuka, tarik sana, sini
tersingkap, serbarepot, saking malu sungguh kalau bisa ingin
sembunyi ke dalam tanah saja.
Orang itu tergelak, katanya, "Sayang sekali mataku ini masih
kurang untung, pakaian nona yang terakhir belum dibuka,
wah, sayang ...." Malu dan gusar, segera Jit-jit mencaci, "Keparat, bajingan kau
...." Mendingan dia tidak memaki, karena caci makinya, orang itu
segera melompat turun, Jit-jit menjerit kaget, tambah gencar
caci makinya. Tampak lelaki ini berpakaian jaket kulit yang sudah lusuh,
bagian dadanya terbuka, tangan kiri pegang buli-buli arak, di
pinggang terselip sebatang golok pendek tanpa sarung,
usianya belum tua, tapi wajahnya penuh berewok, alisnya
hitam tebal, matanya mirip mata kucing dan sedang
mengamati Cu Jit-jit dari kepala sampai kaki.
Makin garang Jit-jit memaki, makin senang lelaki itu.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Begitu Jit-jit bungkam, lelaki itu lantas berkata dengan cengarcengir, "Kan tidak kubuka pakaian nona, tapi nona sendiri
yang membuka pakaian, tentu juga tidak kurintangi, namun
nona justru memakiku begitu rupa, bukankah engkau ini tidak
kenal aturan?" Malu dan gemas Jit-jit bukan main, ingin rasanya dia gampar
muka orang, tapi mana dia berani berdiri, terpaksa dia
membentak, "Kau ... keluar, setelah ... setelah aku
mengenakan pakaian."
"Di luar hujan lebat dan dingin, nona tega suruh aku
kehujanan di luar. Daripada nona kesepian, bukankah lebih
baik kutemani." Semula Jit-jit kira si nyonya berbaju hijau pasti seorang tokoh
dunia Kangouw, melihat kejadian ini pasti akan membelanya.
Siapa tahu nyonya itu malah menyingkir ke pinggir dengan
muka pucat ketakutan. Berputar mata Jit-jit, mendadak dia tertawa dingin, "Tahukah
kau siapa aku" Hm, inilah Moli (iblis perempuan) Cu Jit-jit,
memangnya boleh dibuat permainan olehmu" Kalau tahu diri
lekas kau-lari saja, supaya tidak mati sia-sia di sini."
Julukan "Moli" sekenanya dia sebut, maksudnya hanya untuk
menggertak orang. Semula lelaki itu melenggong, tapi segera
tertawa, katanya, "Sebaliknya apa kau tahu siapa aku?"
"Kau siapa" Apa bedanya kau dengan babi, anjing, binatang
...." "Ketahuilah," ujar lelaki itu sambil tepuk dada, "Hok-mo-kimkong (raksasa penakluk iblis) adalah nama besarku, lebih baik
kau menurut saja, jangan ...."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Rasa gusar mendadak merangsang Jit-jit, bila dia sudah nekat,
umpama telanjang bulat juga berani berdiri, apalagi sekarang
dia masih pakai baju dalam, mendadak dia melompat bangun,
jengeknya, "Baik, kau ingin lihat, ini, silakan lihat, lihatlah
yang jelas ... sebentar lagi nona akan mencungkil kedua
matamu." Mimpi pun lelaki itu tidak menyangka ada perempuan seberani
ini, dia benar-benar terkejut, badan yang montok terpampang
di depan matanya, entah kenapa ia malah tidak berani
memandangnya. Jit-jit tambah nekat, dia maju selangkah pula, tanpa terasa
orang itu menyurut mundur dengan mata terbelalak.
Mendadak seorang mendengus di luar jendela, "Hm, maling
cabul, keluar!" Tampak sesosok bayangan seperti patung berdiri di luar
jendela, kepalanya mengenakan caping bambu, dagunya
berjenggot, dalam kegelapan tidak terlihat jelas wajahnya,
hanya tampak punggungnya menyandang pedang, ronce
hiasan pada tangkai pedang tampak bergoyang tertiup angin.
Lelaki tadi kaget, katanya, "Kau suruh siapa keluar?"
"Kecuali kau, siapa lagi?" jengek orang di luar itu.
Lelaki itu tertawa, katanya, "Bagus, jadi aku ini maling cabul!"
Mendadak dia melompat melewati kepala Cu Jit-jit dan
melayang keluar pintu. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jit-jit tidak mengira Ginkang orang ini sedemikian tinggi,
terkejut juga hatinya, segera tertampak cahaya pedang
berkelebat membendung pintu.
Badan lelaki itu terapung di udara, kedua kakinya menendang
beruntun, begitu cahaya pedang terdesak ke samping, lelaki
itu melesat keluar di bawah hujan, terdengar gelak tawanya,
lalu bentaknya, "Hidung kerbau keroco, memangnya kau ingin
berkelahi?" Bayangan di luar jendela memang seorang Tojin kurus kecil,
gerak-geriknya lincah, sinar pedangnya berkelebat lagi
menusuk dada lelaki itu. "Ilmu pedang bagus!" puji lelaki itu sambil angkat buli-buli
araknya untuk menangkis, "trang", buli-buli arak itu ternyata
terbuat dari baja, pedang si Tojin tergetar ke samping, hampir
terlepas dari cekalannya.
"Tenaga pergelangan hebat," Tojin itu pun memuji. Dalam
jangka ucapan tiga patah kata, sekaligus ia pun menyerang
tiga jurus, cepat sekali serangan berantai ini sehingga lelaki itu
tidak sempat balas menyerang dengan cara semula.
Melihat kungfu kedua orang ternyata merupakan tokoh kosen
tingkat tinggi dunia persilatan, kaget dan heran Cu Jit-jit,
sesaat dia jadi melongo. Untung perempuan berbaju hijau di belakangnya lantas
bersuara lirih padanya, "Nona, lekas pakai baju sekarang!"
Merah muka Jit-jit, katanya dengan menunduk, "Ya, terima
kasih!" Cepat dia kenakan bajunya yang masih basah, lalu melongok
keluar, tertampak di tengah hujan sinar pedang berkelebat
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
bagai sambaran kilat naik-turun, begitu cepat hingga hujan
lebat pun tidak tembus, air muncrat ke mana-mana.
Ilmu pedangnya kelihatan tidak begitu lihai, tapi kecepatannya
luar biasa, sinar pedangnya membawa desing angin tajam.
Makin dipandang makin heran, ilmu pedang Tojin ini juga
tidak di bawah Giok-bin-yau-khim Sin-kiam-jiu Ji Yok-gi yang
termasuk salah satu ketujuh jago kosen ....
Agaknya lelaki itu pun mulai gelisah, "Hidung kerbau, aku
tidak ada permusuhan denganmu, apa benar kau ingin
mencabut nyawaku?" "Peduli siapa kau dan apa sebabnya, asalkan bentrok
denganku, maka dia harus tahu pedangku selamanya tiada
ampun bagi lawan." Lelaki itu kaget, katanya, "Orang yang tidak bermusuhan
denganmu juga kau bunuh?"
"Dapat mati di bawah pedangku sudah terhitung untung
baginya," Tojin itu menjengek.
Dengan suara keras lelaki itu berteriak, "Sungguh keji ...."
Dalam pembicaraan singkat ini si Tojin telah menyerang
belasan kali, lelaki itu terdesak, sedikit lena jaket kulitnya
tertebas sobek oleh pedang lawan. Bulu domba pada jaketnya
bertebaran di bawah hujan lebat.
Lelaki itu menjadi gugup, pedang si Tojin mendadak
menyambar lewat buli-bulinya terus menusuk dada kiri, pada
urat nadi yang mematikan. Serangan ini sungguh berbahaya,
kejam dan telak. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Tak tertahan Cu Jit-jit berteriak, "Orang ini tidak perlu
dihukum mati, ampuni saja jiwanya!"
Sebetulnya tak perlu Jit-jit bersuara, sebab baru separuh dia
bicara, mendadak selarik sinar putih berkelebat dari pinggang
lelaki ini menyongsong tusukan pedang "Cring", si Tojin
tergetar mundur tiga langkah, mata Cu Jit-jit cukup jeli, dia
lihat ujung pedang si Tojin terkutung sebagian.
Lelaki itu tertawa keras, katanya, "Tojin keparat, kau dapat
memaksa aku menggunakan golok pusaka di pinggangku, ilmu
pedangmu boleh dipasang dalam deretan lima ahli pedang Bulim zaman ini." Si Tojin melintangkan pedang di depan dada, siap menunggu
serangan balasan lawan. Tak tahunya lelaki itu tidak balas
menyerang, di tengah gelak tertawanya mendadak ia
melompat mengapung tinggi ke atas, gelak tawanya
berkumandang di udara, serunya, "Adik manis, lain kali kalau
buka baju harus periksa dulu sekitarnya, ingat ya ...." Suara
gelak tertawanya semakin jauh dalam sekejap saja lantas
lenyap. Tojin itu masih berdiri tegak di tengah hujan, air hujan
menetes dari pinggir capingnya seperti kerai air.
Jit-jit terkesima, serunya kemudian, "Toya ini silakan masuk
kemari, biar kuaturkan terima kasih."
Perlahan Tojin itu membalik badan dan melangkah masuk ke
situ. Terasa oleh Jit-jit kehadiran Tojin ini seperti membawa
nafsu membunuh. Betapa pun orang adalah penolongnya,
meski segan melihat wajah orang, tak dapat dia membuang
muka. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Setelah Tojin itu masuk, Jit-jit memberi hormat, "Atas
pertolongan Totiang barusan ...."
Mendadak Tojin itu menukas, "Tahukah kau siapa aku dan
kenapa kutolongmu?" Jit-jit melenggong, tak tahu bagaimana harus menjawab.
Berkata pula si Tojin dengan dingin, "Soalnya akan kubawa
dirimu, maka tak boleh kau jatuh ke tangan orang lain."
Kaget Cu Jit-jit, serunya, "Kau ... siapa kau?"
Tojin itu mendorong capingnya ke atas hingga tampak jelas
mukanya. Di bawah cahaya api yang bergerak-gerak
tertampak mukanya kuning dan kurus, di antara mata alisnya
tampak mengandung rasa dingin dan culas, siapa lagi dia
kalau bukan Toan-hong-cu, kepala biara Hian-toh-koan dari
Ceng-sia, satu di antara ketujuh jago kosen Bu-lim masa kini.
Melihat dia, perasaan Jit-jit lantas tenteram, batinnya,
"Kiranya Toan-hong-cu, lelaki tadi mengatakan dia patut
dijajarkan di antara lima ahli pedang zaman ini, ternyata juga
tidak salah tebak. Lalu dari mana datangnya lelaki itu"
Kungfunya ternyata mampu menandingi salah satu dari
ketujuh jago kosen Bu-lim, kenapa belum pernah kudengar
tokoh macam itu di Bu-lim?"
Hati berpikir mulut pun berkata, "Sungguh beruntung dapat
bertemu dengan Toan-hong Totiang di sini, tadi Totiang bilang
hendak membawa diriku, entah untuk keperluan apa?"
"Karena Hoa Lui-sian itulah, tentunya kau tahu sendiri."
Diam-diam Jit-jit terkejut, tapi lantas katanya, "Hoa Lui-sian
sudah berada di Jin-gi-ceng, apakah Totiang belum tahu?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Kalau benar, boleh kau antar aku melihatnya ke sana."
"Maaf, aku masih ada urusan, mau lihat, boleh kau pergi
sendiri." Mencorong gusar sinar mata Toan-hong-cu, katanya bengis,
"Perempuan bernyali besar, berani kau membual di
hadapanku, sudah puluhan tahun kumalang melintang di
dunia Kangouw, memangnya mudah kau tipu begini saja?"
"Setiap patah kataku benar, jika urusanku tidak penting, tentu
boleh kuantarmu ke sana."
"Bila berurusan denganku, urusan penting lain harus
dikesampingkan dulu."
Kecuali Sim Long, terhadap siapa pun Jit-jit berani mengumbar
adat, seketika matanya mendelik, adat pemberangnya
kambuh, serunya gusar, "Aku justru tidak mau pergi, kau mau
apa, jangan berlagak, betapa kehebatanmu, pedang pun
ditebas kutung orang ...."
Air muka Toan-hong-cu berubah kelam hardiknya beringas,
"Mau tidak mau harus pergi!"
Sinar pedang berkelebat, kedua pundak Jit-jit segera
terancam. Jit-jit jadi nekat, "Kau kira aku takut?"
Jit-jit memang tidak takut kepada siapa pun, walau lawan
bersenjata pedang, jago kosen kenamaan pula, bila
kemarahannya sudah membara, apa pun tidak dihiraukan lagi.
Tahu-tahu dia memapak sambaran pedang malah, dengan
gerakan menangkap Kim-na-jiu-hoat dari Hoay-yang-pay yang
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
meliputi 72 jurus, maksudnya hendak merebut pedang Toanhong-cu. Toan-hong-cu menyeringai, katanya, "Sungguh budak yang
tidak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, biar kubikin
cacat lengan kananmu dulu sebagai hajaran."
Pengalaman tempur Cu Jit-jit kurang luas, tapi otaknya cerdik,
mendengar ancaman orang, dia malah membentak, "Baik, bila
kau melukai tempat lain di badanku berarti kau ini binatang!"
Tampak dia bermain secara terbuka, kecuali lengan kanan,
bagian lain boleh dikatakan tidak terjaga, pertahanan
dipusatkan pada lengan kanannya tok, maka daya serangnya
cukup hebat hingga Toan-hong-cu ditandingi sama kuat.
Toan-hong-cu menyeringai, katanya, "Budak busuk dan licin!"
Pedangnya berkelebat, "sret", ujung pedang menusuk dada
kiri Cu Jit-jit. Dada kiri Cu Jit-jit memang tidak dipertahankan, jika pedang
Toan-hong-cu tidak tertebas buntung, tusukan ini tentu sudah
melukai kulit dagingnya, namun demikian tetap dia terlambat
berkelit, "bret", baju pundaknya tersobek hingga pundaknya
terlihat jelas. Kejut dan gusar Jit-jit, dia memaki, "Jelek-jelek kau ini
seorang tokoh besar, ucapanmu ternyata tidak dapat
dipercaya." Jit-jit tidak tahu bahwa di hadapan orang banyak Toan-hongcu pernah meludahi hidangan di atas meja, lalu perbuatan
kotor apa pula yang tidak berani dilakukannya"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Sambil menyeringai pedangnya mendadak menyungkit ke
atas, serangan keji dan kotor, yaitu Liau-im-sek, yang ditusuk
adalah bagian selangkangan.
Sekuatnya Jit-jit menghindar, sungguh tak terpikir olehnya
bahwa tokoh seperti Toan-hong-cu juga dapat menyerang
seorang gadis dengan cara yang rendah begini, saking malu
dan gusarnya, pipi Jit-jit jadi merah, makinya, "Binatang, kau
... kau binatang." "Biar hari ini kau jatuh di tangan binatang," dalam beberapa
patah katanya itu, beruntun Toan-hong-cu menyerang enam
kali. Kaget, gusar, dan malu Jit-jit, ia terkurung sinar pedang
lawan, terdesak hampir tidak mampu balas menyerang, Toanhong-cu menyeringai, gerak pedangnya tambah berani lagi,
mengusap dada, menyontek perut, menyungkit selangkangan,
semua gerakan keji dan kotor.
Jit-jit merasa pedih membayangkan dirinya bakal terjatuh ke
tangan orang rendah ini. Sekujur badan sudah berkeringat,
kaki tangan lemas, rasa takut merangsang benaknya, tidak
kepalang rasa sedih hatinya.
Dalam pada itu si nyonya baju hijau agaknya sangat
ketakutan, namun tidak lupa dia menambahi kayu kering ke
dalam api unggun, asap putih lantas mengepul dan memenuhi
ruangan biara. Desing angin pedang sementara itu telah mengoyak pakaian
di depan dada Jit-jit, demikian pula bagian punggungnya,
wajah Jit-jit sudah pucat dan takut.
Toan-hong-cu sebaliknya tambah beringas, gerak pedangnya
makin gencar, makin gila. Tampangnya yang semula kelihatan
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
dingin, mungkin karena kehidupan puluhan tahun yang
mengharuskan dia mengekang nafsu sehingga menjadikan
sifatnya yang nyentrik. Kini nafsu berahinya yang terpendam sekian tahun telah
meledak, membuatnya tersiksa dan hampir gila.
Dengan pedang buntung di tangannya dia berusaha
menyalurkan nafsu yang terpendam itu, jadi bukan ingin
selekasnya menundukkan Cu Jit-jit melainkan membikin nona
itu meronta dan merintih, makin Jit-jit ketakutan dan
menderita, makin puas hatinya dan terlampias.
Setiap manusia pasti punya nafsu yang membara, cuma cara
melampiaskannya yang berbeda.
Untuk melampiaskan nafsunya, Toan-hong-cu ingin menyiksa
orang, sehingga orang itu menderita. Setiap kali bergebrak
dengan musuh dan melihat musuh kesakitan, meronta dan
meratap minta ampun baru dia merasa puas. Oleh karena itu
tak peduli siapa musuhnya, betapa pun tangguh lawannya,
serangannya pasti ganas. Menghadapi sorot matanya yang membara bagai binatang
kelaparan, wajahnya yang mirip orang kesetanan, Jit-jit jadi
gugup, hingga kaki tangan pun terasa lemas, akhirnya dia jadi
nekat dan membatin, "Begini Yang Kuasa menghukumku,
biarlah aku mati saja."
Tatkala dia ambil keputusan nekat hendak menerjangkan
tubuhnya ke ujung pedang lawan, pada saat itulah dilihatnya
air muka Toan-hong-cu mendadak berubah, gerak pedang
mendadak mengendur dan berhenti. Hidungnya tampak
mengendus-endus seperti mencium sesuatu, lalu menoleh
mengawasi si nyonya berbaju hijau, sorot matanya tampak
gusar dan ngeri pula, serunya dengan suara serak, "Kau ...
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
kau ...." mendadak ia mengentak kaki serta membentak, "Tak
nyana hari ini aku terjungkal di sini."
Belum habis bicara mendadak ia melompat ke atas dan
jumpalitan di tengah udara terus melesat pergi, tak tersangka
tenaganya seperti putus tengah jalan, "blang", ia terbanting
jatuh menumbuk kosen jendela, caping di kepalanya terpental
jatuh, badan pun terguling ke pecomberan, menggelinding
dua kali, dengan pedang buntung dia menopang badan dan
merangkak bangun, lalu kabur dengan cepat.
Kejut dan heran Jit-jit, sesaat dia melenggong, "Jelas dia
sudah menang, kenapa melarikan diri malah dengan cara
serunyam itu?" Waktu dia menoleh, asap putih masih mengepul dari api
unggun, nyonya berbaju hijau duduk kaku seperti patung di
tengah asap putih yang makin melebar. Wajahnya yang
semula kelihatan welas asih kini mengulum senyuman aneh
sehingga orang merasa ada semacam kekuatan gaib meliputi
dirinya. Terkesiap hati Jit-jit, ucapnya dengan suara gemetar,
"Mungkinkah ... mungkinkah dia ...."
Belum habis bicara seketika ia pun merasa kaki-tangan lemas
lunglai, kepala juga pening dan pandangan gelap.


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kini dia baru sadar kenapa Toan-hong-cu melarikan diri,
nyonya berbaju hijau yang kelihatan welas asih ini ternyata
seorang iblis jahat, asap putih itu mengandung racun yang
membius kesadaran orang. Siapa dia" Untuk apa dia berbuat
demikian" KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Tapi Jit-jit tidak sempat berpikir lagi, rasa kantuk mendadak
menyerang dirinya, kelopak mata terasa berat ... akhirnya dia
rebah. ***** Waktu Jit-jit siuman, bukan saja badan terasa kering dan
hangat, malah kini dia tidur di suatu tempat yang empuk,
seperti tidur di gumpalan awan. Rasa dingin, lembap, takut,
dan panik sudah hilang semua, terbayang kejadian yang lalu,
sungguh dia merasa seperti bermimpi buruk.
Waktu dia menoleh, dilihatnya si nyonya baju hijau tetap
duduk di sebelahnya, tempat itu ternyata sebuah hotel, Jit-jit
tidur di atas ranjang, nyonya berbaju hijau duduk di pinggir
ranjang. Wajahnya pulih kembali welas asih, dengan lembut
dia mengelus pipi Jit-jit, dengan suara lembut dia berkata,
"Anak baik, sudah bangun, kau sakit, tidurlah lagi."
Terasa oleh Jit-jit jari orang seperti ular berbisa, ingin
didorongnya, tapi tangan terasa lemas tak bertenaga.
Dia terkejut dan ingin tanya, tapi hanya bibirnya yang
bergerak, suara tidak dapat keluar dari mulutnya.
Sekali ini Jit-jit betul-betul melenggong kaget, "Perempuan
siluman ini telah membuatku bisu."
Walau banyak pengalaman ngeri yang dialaminya tapi rasa
takut dan ngeri sekali ini sungguh jauh lebih besar daripada
yang sudah. Nyonya berbaju hijau berkata pula penuh kasih sayang, "Coba
lihat, begini pucat mukamu, pasti parah penyakitmu, lekas
istirahat. Sebentar bibi akan membawamu keluar."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Jit-jit hanya bisa mengawasi, dia ingin berteriak, "Aku tidak
sakit, tidak sakit ... kau perempuan siluman ini mencelakai
aku." Tapi meski dia mengerahkan segenap tenaga tetap tidak
mampu mengeluarkan suara.
Dalam keadaan mengenaskan ini, nasib selanjutnya dan apa
pula yang akan menimpa dirinya sungguh tak berani dipikir
lagi, dia hanya mengertak gigi supaya air mata tidak menetes.
Tapi apa pun, air mata tak tertahan lagi.
Nyonya baju hijau itu keluar sejenak, waktu datang lagi
langsung ia menghampiri dan mengangkat Jit-jit, seorang
pelayan hotel ikut masuk dan mengawasi Jit-jit dengan
pandangan kasihan, katanya dengan menghela napas,
"Lohujin, engkau sungguh sabar dan telaten."
Nyonya berbaju hijau tertawa getir, katanya, "Murid
perempuanku ini sejak kecil sebatang kara, seorang cacat lagi,
kalau bukan aku yang merawat dia, lalu siapa akan
mengasuhnya .... Ai, mungkin sudah nasib, apa boleh buat."
Pelayan itu menghela napas berulang kali, katanya, "Engkau
orang tua memang baik hati."
Jit-jit tidak tahan dipandang kasihan, tak tahan pula
mendengar percakapan itu.
Dadanya hampir meledak, rasanya ingin mengeremus bulatbulat perempuan siluman ini. Tapi apa boleh buat, lalat pun
dia tidak mampu membunuhnya, terpaksa bungkam dan
membiarkan apa saja yang dilakukan perempuan siluman atas
dirinya. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Perempuan berbaju hijau membopongnya keluar dan
dinaikkan ke punggung seekor keledai, tiba-tiba si pelayan
hotel menyusul keluar, dia mengeluarkan sekeping perak, dia
memburu maju serta menyisipkan uang itu ke tangan si
nyonya baju hijau, katanya, "Uang sewa kamar tak perlu
bayarlah, uang ini kau bawa saja buat sangu di jalan."
Nyonya berbaju hijau kelihatan seperti terharu, katanya
tersendat, "Kau ... orang baik."
Pelayan itu juga hampir menangis, dia kucek mata terus putar
kembali ke dalam hotel. Ingin rasanya Jit-jit menggampar orang baik tapi ceroboh ini,
diam-diam dia mengumpat, "Memangnya matamu buta,
perempuan siluman ini kau anggap orang baik, kau ... lekaslah
mampus saja biar manusia seluruh dunia ini mampus,
mampus seluruhnya." Keledai dituntun ke depan, air mata meleleh membasahi pipi
Jit-jit, mau dibawa ke mana dirinya" Apa tujuan orang
membawanya pergi" Orang di jalan banyak yang memerhatikan mereka, biasanya
bila Jit-jit berada di jalan raya memang sering menarik
perhatian orang banyak, untuk ini dia tidak perlu merasa
heran. Anehnya sekarang, sekali melihat dirinya, orang-orang
itu lantas melengos dan tidak berani memandangnya pula.
Jit-jit ingin supaya orang memandangnya berulang kali supaya
mereka tahu bahwa dirinya sedang menjadi tawanan nyonya
berbaju hijau, tapi bukan saja orang-orang itu tidak tahu,
malah sama melengos dengan rasa jijik.
Sungguh dongkol, heran, dan marah sekali Jit-jit, ingin dia
menjatuhkan diri saja dari punggung keledai supaya mati di
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
jalan raya, tapi nyonya berbaju hijau memapahnya dengan
kencang, bergerak pun dia tidak bisa.
Entah berapa lama dari betapa jauh mereka menempuh
perjalanan, yang terang matahari makin panas.
Tiba-tiba si nyonya baju hijau berkata dengan suara lembut,
"Apa kau lelah, di depan ada warung teh, nanti kita istirahat
dan menangsel perut, ya?"
Makin lembut sikap nyonya berbaju hijau itu, makin benci Jitjit, rasanya belum pernah dia membenci perempuan yang satu
ini. Warung teh itu di pinggir jalan, sudah banyak kereta kuda,
warung itu penuh tamu. Ketika melihat si nyonya baju hijau membimbing Jit-jit masuk,
pandangan tetamu juga kasihan dan simpati padanya.
Sungguh Jit-jit hampir gila, jika sekarang ada orang mampu
membikin dia bicara, bisa mengatakan betapa jahatnya
perempuan siluman ini, disuruh berbuat apa pun dia mau.
Semula warung ini sudah tiada tempat kosong, tapi begitu
mereka masuk, beberapa orang segera merelakan tempatnya,
seakan-akan orang-orang itu merasa kasihan dan simpati
terhadap nyonya tua yang welas asih ini.
Dalam hati Jit-jit berharap Sim Long mendadak muncul, tapi
manusia sebanyak ini, mana ada bayangan Sim Long, dalam
hati dia mengumpat, wahai Sim Long, di manakah kau
mampus, memangnya kau sudah minggat dan tidak
menghiraukan diriku lagi" Mungkin ada perempuan lain yang
memikatmu" Kau bangsat keji, kau tega meninggalkan aku.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Menghadapi keadaan ini, dia lupa bahwa dia sendiri yang
meninggalkan Sim Long, bukan Sim Long yang meninggalkan
dia. Bila perempuan gusar pada orang lain, biasanya memang mau
menang sendiri, bila orang itu adalah lelaki yang dicintainya,
alasan apa pun jangan harap dapat membuatnya mengerti.
Mendadak sebuah kereta besar ditarik dua ekor kuda berlari
datang dan berhenti di depan warung, kudanya kuda pilihan,
keretanya juga bercat baru hingga mengilap. Sais mengayun
cemeti, tangan yang lain menarik tali kendali, lagaknya dibuatbuat. Sikapnya garang. Banyak tamu dalam warung berkerut
kening, pikir mereka, "Yang menumpang kereta ini besar
kemungkinan orang kaya mendadak."
Tampak sais kereta melompat turun, dengan sikap hormat ia
membuka pintu kereta. Dari dalam kereta terdengar orang
batuk-batuk beberapa kali, lalu keluar seorang dengan
perlahan, tingkahnya memang tidak ubahnya sebangsa orang
yang baru kaya. Badannya yang tambun justru mengenakan
pakaian ketat warna cokelat, baju yang pantasnya dipakai
orang yang tiga puluh kati lebih kurus daripada dia.
Jilid 9 Usianya sudah mendekati setengah abad, tapi berdandan
seperti pemuda bangsawan atau anak pembesar, tangan kiri
menjinjing sangkar burung kenari, tangan kanan memegang
pipa tembakau, sabuknya emas dengan beberapa kantong
bersulam tergantung di pinggang, seakan khawatir orang tidak
tahu dirinya kaya, maka kantong yang penuh berisi uang itu
semua terbuka tutupnya hingga logam kuning kelihatan
gemerlapan. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Orang banyak memang dapat melihat tingkah lakunya, tapi
semua orang hampir muntah karena mual terhadap laki-laki
gendut berbau tengik ini, celakanya di belakangnya ikut keluar
seorang gadis berbaju putih yang cantik bagai bidadari, seperti
burung dara saja lengket di samping si gendut.
Kalau si gendut memuakkan, gadis ini bak teratai yang
tumbuh di dalam lumpur, cantik sekali, terutama sikapnya
yang seperti minta dikasihani, lelaki mana pun akan tergiur.
Melihat kedua orang ini, sungguh senang Jit-jit bukan main.
Kiranya lelaki tambun ini bukan lain ialah Keh-pak-bwe, gadis
jelita itu jelas adalah Pek Fifi yang pantas dikasihani.
Melihat Pek Fifi kembali terjatuh ke tangan Keh-pak-bwe, mau
tak mau hati Jit-jit jadi sedih dan kasihan, tapi dalam keadaan
seperti sekarang ini, setiap melihat orang yang dikenalnya,
dirasakan seperti kedatangan penolong yang akan
membebaskan dirinya. Waktu itu kebetulan ada sebuah meja kosong di sebelah kiri
Cu Jit-jit, Keh-pak-bwe dengan langkah dibuat-buat membawa
Pek Fifi berduduk di meja itu, kebetulan duduk di depan Cu
Jit-jit. Jit-jit berharap dan menunggu Pek Fifi akan angkat kepala,
malah ia pun berharap Keh-pak-bwe akan melihat dirinya,
maka ia melotot mengawasi kedua orang ini hingga lama,
sampai mata terasa pegal.
Akhirnya Pek Fifi angkat kepala, Keh-pak-bwe juga
memandangnya sekejap. Tapi sekali pandang laki-laki kikir
yang suka menggasak uang orang ini seketika mengunjuk rasa
jijik, dia meludah ke samping terus melengos ke arah lain.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Demikian pula sorot mata Pek Fifi juga mengunjuk rasa
kasihan, tapi dia diam saja seperti tidak mengenalnya, tidak
tersenyum, tidak mengangguk atau menyapa.
Keruan Jit-jit heran, marah, dan kecewa, kalau Keh-pak-bwe
bersikap tak acuh kepadanya masih dapat dimaklumi, tapi Pek
Fifi, apakah dia tidak kenal budi"
Akhirnya dia hanya menghela napas, batinnya, "Sudahlah,
manusia di dunia ini memang banyak yang tidak tahu balas
budi, apa gunanya aku hidup di dunia ini?"
Sungguh ia kecewa dan putus asa, tekad untuk mati makin
menggelora dalam sanubarinya.
Didengarnya si nyonya baju hijau berkata kepadanya, "Anak
baik, kau dahaga, minumlah teh ini."
Jit-jit berpikir, "Cara lain untuk membunuh diri tidak ada, biar
aku mogok makan minum saja."
Air teh yang dituang ke mulutnya kontan disemburkan ke atas
meja. Air teh berceceran di atas meja yang mengilap sehingga
mirip sebuah cermin. Tanpa terasa Jit-jit menunduk,
mendingan dia tidak melihat permukaan meja, karena apa
yang dilihat pada permukaan meja seketika membekukan
darahnya. Dengan air teh yang tumpah di atas meja, dia dapat
bercermin melihat muka sendiri, dilihatnya wajah yang
kelihatan bukan lagi wajah cantik molek dulu, tapi seraut
wajah yang tak keruan bentuknya, hidung yang semula
mancung sekarang berubah jadi peyot, bibir yang tipis mungil
kini berubah merot, muka yang halus kini berubah kisut,
wajah yang cantik seperti bidadari dahulu sekarang lebih mirip
hantu. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Sungguh tidak kepalang kaget Jit-jit, remuk redam hatinya.
Umumnya orang perempuan memandang kecantikan melebihi
jiwa sendiri, bahwa wajah yang dulu begitu ayu kini rusak jadi
begini, betapa luluh perasaannya, ia membatin, "Pantas
sepanjang jalan orang yang melihat aku sama merasa jijik dan
keheranan, tak heran pula Pek Fifi jadi tidak mengenalku lagi
...." Sekarang dia ingin menggembor, ingin menangis, ingin mati
pun sukar terlaksana, mendadak dia mengertak gigi dan
menumbuk meja sekuatnya. "Brak, prang!" meja ambruk, cangkir piring dan perabot
lainnya sama berantakan, Jit-jit juga jatuh terguling di lantai,
menggelinding di antara pecahan beling.
Tetamu menjadi panik, si nyonya baju hijau tampak gugup
dan kerepotan, Pek Fifi dan beberapa orang lain memburu
datang membantu si nyonya untuk memapah Jit-jit. Seorang
menghela napas dan mengawasi dia, katanya, "Nona, lihatlah
betapa sabar dan kasih sayang orang tua ini merawat dan
menjagamu, kau harus turut nasihatnya, jangan lagi berbuat
hal-hal yang mendatangkan kesulitan bagi beliau dan juga
untuk dirimu sendiri."
Ternyata si nyonya baju hijau sedang mencucurkan air mata,
katanya, "Sejak kecil keponakanku ini memang sudah cacat,
dasar nasibnya jelek, dilahirkan dalam keadaan seperti ini,
maklum bila wataknya juga rada pemberang, jangan kalian
salahkan dia." Hadirin menggeleng kepala mendengar ucapan si nyonya,
banyak pula yang menghela napas, semua bersimpati
padanya. Jit-jit dipapah duduk kembali di atas kursi, mau
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
menangis juga tak keluar air mata. Siapa pula yang tahu
betapa sengsara dan tersiksa hatinya" Siapa pula akan tahu
betapa jahat dan keji tujuan si nyonya berbaju hijau, siapa
pula yang dapat menolong dirinya" Ia benar-benar putus asa,
umpama Sim Long sekarang berdiri di depannya juga tidak
akan mengenalnya lagi, apalagi orang lain, jangan harap
orang lain akan menolongnya.
Pek Fifi mengeluarkan saputangan untuk mengusap air mata
di pipi Jit-jit, katanya perlahan, "Cici, jangan menangis, walau
kau ... walau kau dihinggapi penyakit, tapi ... tapi ada
sementara gadis yang berparas cantik hidupnya justru lebih


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menderita daripadamu ...." gadis lemah ini agaknya teringat
akan nasib sendiri, tak tertahan lagi air matanya meleleh.
Dengan sesenggukan dia berkata pula, "Apa pun engkau
masih ada yang merawat dan memerhatikan dirimu seperti
bibi ini, sebaliknya aku ... aku ...."
Mendadak Keh-pak-bwe membentak, "Fifi, lekas kembali!"
Bergetar badan Pek Fifi, seketika mukanya pucat, cepat ia
mengusap air mata, diam-diam ia melolos sebuah peniti
bermutiara dan disisipkan ke tangan si nyonya baju hijau, lalu
lari balik ke sana. Nyonya baju hijau itu melenggong mengawasi bayangan
punggungnya, gumamnya sambil menghela napas, "Nona
yang baik hati, semoga Thian selalu melindungimu."
Suara lembut yang penuh kasih sayang, wajah yang arif
bijaksana, sungguh seorang tua yang terpuji. Tapi siapa tahu
di balik wajahnya yang baik itu tersembunyi sebuah hati yang
jahat, hati iblis. Cu Jit-jit menatapnya, air matanya hampir berubah menjadi
darah. Dia teringat kepada Ong Ling-hoa dan Toan-hong-cu,
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
meski kedua orang ini rendah dan kotor, keji dan culas, tapi
dibandingkan nyonya ini, mereka masih terhitung orang baik.
Kini wajah sendiri sudah rusak, jiwa-raganya tergenggam di
tangan si iblis, kecuali ingin lekas mati, harapan apa lagi yang
didambakannya" Dengan keras dia mengertak gigi, sebutir
nasi pun tidak mau makan, setetes air pun tidak mau minum.
***** Ketika malam tiba, di bawah bantuan pelayan hotel yang
simpatik dan berkasihan, nyonya baju hijau memasuki sebuah
kamar yang terletak di pojok barat, tempat yang sepi serta
tenang. Perut Jit-jit sudah keroncongan, tenggorokan kering, baru
sekarang dia tahu kelaparan adalah siksaan yang tidak enak,
tapi dahaga lebih menyiksa lagi, lehernya seperti dibakar.
Setelah mengantar minuman, pelayan hotel keluar sambil
menghela napas, akhirnya tinggal Jit-jit dan si nyonya berbaju
hijau, iblis jahat itu berdiri di depan Jit-jit dan menatapnya.
Mendadak si nyonya menjambak rambutnya, katanya dengan
menyeringai, "Budak busuk, kau tidak mau makan minum,
memangnya ingin mampus?"
Mendadak Jit-jit membuka matanya, dengan penuh kebencian
dia tatap orang, walau mulut tidak mampu bicara, tapi sorot
matanya menampilkan tekad ingin mati saja.
"Setelah terjatuh di tanganku, ingin mampus" ... hehehe, tidak
begitu gampang. Kukira lebih baik kau tunduk dan menurut
saja, kalau tidak ...." mendadak tangannya melayang pulangbalik, muka Jit-jit ditamparnya.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Memangnya sudah benci dan nekat, Jit-jit tetap menatapnya
dengan mendelik. Sorot matanya yang penuh dendam seperti
mau bilang, "Aku bertekad akan mati, apa pula yang
kutakutkan" Mau pukul mau bunuh boleh kau lakukan."
Si nyonya menyeringai pula, katanya, "Budak busuk, tak
nyana watakmu sebandel ini, kau tidak takut ya" .... Baik,
ingin kubuktikan apa kau takut tidak."
Waktu mengucapkan kata terakhir, mendadak suaranya
berubah logat seorang lelaki, kedua tangan terus meraih paha
Jit-jit. Walau sudah terbuktikan nyonya baju hijau ini berhati keji,
jahat dan culas, tapi mimpi pun tidak terbayang oleh Jit-jit
bahwa perempuan ini samaran seorang lelaki.
"Bret", tahu-tahu si "nyonya" merobek pakaian Jit-jit, sebelah
tangannya lantas meraba dada Jit-jit yang hangat.
Air mata bercucuran, badan Jit-jit bergetar keras, meski tidak
takut mati, mana bisa dia tidak ngeri bila dirinya dijamah dan
dihina oleh tangan kotor iblis laknat ini.
Nyonya baju hijau itu tertawa terkial-kial, katanya,
"Sebetulnya aku ingin melayanimu dengan baik, akan
kuantarkan ke suatu tempat untuk hidup bahagia, tapi kau
tidak tahu kebaikan, terpaksa aku mencicipi dulu keindahan
tubuhmu ...." Badan Jit-jit masih di bawah remasan tangan si iblis, dadanya
yang putih kenyal itu kini sudah mulai bersemu merah karena
belaian jari jemari iblis itu.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Jit-jit tidak bisa menghindar, juga tidak dapat melawan, ingin
marah pun tidak mampu, sorot matanya hanya menampilkan
rasa mohon belas kasihan.
Nyonya berbaju hijau tertawa senang, katanya, "Kau takut
sekarang?" Dengan menahan duka dan marah, dengan penasaran Jit-jit
mengangguk. "Selanjutnya kau mau tunduk dan menurut perintahku?" desak
si nyonya. Di bawah cengkeraman tangan iblis, apa yang bisa dilakukan
Jit-jit kecuali mengangguk. Wataknya keras, sejak kecil sudah
biasa mengumbar adat, tapi berada di tangan iblis ini,
terpaksa dia tunduk dan patuh.
"Bagus, kan begitu seharusnya," si nyonya tertawa. Suaranya
berubah pula, berubah lembut, perlahan dia mengusap muka
Jit-jit, katanya, "Anak sayang, bibi akan keluar sejenak, segera
aku kembali." Iblis ini ternyata memiliki dua wajah dan dua suara. Hanya
dalam sekejap dia bisa berubah menjadi seorang lain.
Jit-jit hanya bisa mengawasi orang keluar dan menutup pintu,
ia tak tahan lagi dan menangis.
Terhadap nyonya ini sungguh ia sangat takut, meski si nyonya
keluar, tapi dia tidak berani sembarang bergerak, hanya ingin
melampiaskan rasa takut, duka, marah, putus asa dan terhina
lewat air matanya yang tak terbendungkan lagi.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Air mata membasahi pakaian, bantal dan selimut, dia terus
menangis dan menangis sampai lemas dan tanpa terasa dia
tertidur lelap. ***** Di tengah mimpinya mendadak terasa angin dingin meniup
dadanya, Jit-jit kedinginan dan terjaga dari tidurnya.
Waktu ia membuka mata, pintu sudah terbuka, iblis jahat itu
sudah pulang. Di bawah ketiaknya mengempit sebuah
bungkusan besar panjang, setelah menutup pintu, perlahan
dia turunkan buntelan besar itu di atas ranjang, katanya
dengan tertawa, "Anak baik, nyenyak tidak tidurmu?"
Melihat senyumnya, mendengar suaranya, kembali gemetar
badan Jit-jit, kalau senyum dan suaranya sejelek dan sejahat
hatinya masih mending, makin ramah dan welas asih senyum
dan suaranya semakin mengerikan baginya.
Waktu Jit-jit menoleh ke sana, kembali perasaannya seperti
diguyur air dingin. Buntelan besar itu ternyata berisi seorang
gadis berbaju putih, tampak pipinya merah jambu, pelupuk
matanya terpejam, tidur pulas dengan senyum dikulum, siapa
lagi kalau bukan Pek Fifi.
Fifi yang harus dikasihani ternyata juga jatuh ke tangan iblis
laknat ini. Dengan gemas Jit-jit pandang si nyonya, sorot matanya
diliputi rasa dendam dan benci.
Kalau sorot matanya dapat dibuat membunuh orang, entah
berapa kali nyonya berbaju hijau itu akan mampus di bawah
tatapan matanya. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Tampak orang itu mengeluarkan sebuah kantong kulit hitam,
dari dalam kantong dikeluarkan sebilah pisau kecil tipis dan
sebuah kaitan yang mengilat, sebuah jepitan, sebuah sendok,
sebuah gunting, tiga botol porselen kecil dan ada lagi lima
macam peralatan yang tidak diketahui namanya seperti setrika
mini, serupa mainan anak-anak saja.
Cu Jit-jit tidak tahu untuk apa peralatan itu, dia mengawasi
dengan terkesima. "Anak baik," ujar si nyonya, "kalau kau tidak takut mati kaget,
boleh kau menonton dari samping, kalau tidak, bibi
menasihatimu memejamkan mata saja."
Segera Jit-jit memejamkan mata, didengarnya si nyonya
berkata, "Kau memang anak baik ...."
Selanjutnya didengarnya suara gemerencing alat-alat yang
bersentuhan, suara membuka tutup botol, suara gunting
bekerja, suara tepukan perlahan ....
Berhenti sejenak lalu terdengar si nyonya meniup berulang
kali, lalu pisau mengiris sesuatu diselingi rintihan perlahan Pek
Fifi. Di tengah malam sunyi, semua suara itu terdengar dengan
mengerikan, selain takut Jit-jit juga heran dan tertarik, tak
tahan lagi, diam-diam ia mengintip ke sana. Sayang nyonya
baju hijau itu berdiri mungkur mengalangi pandangannya,
kecuali terlihat kedua tangannya sibuk bekerja, bagaimana
keadaan Fifi dan apa yang sedang dilakukan si nyonya baju
hijau, sama sekali tidak terlihat.
Terpaksa ia memejamkan mata pula, kira-kira sepemasakan
air, terdengar pula gemerencing alat-alat, suara botol ditutup,
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
kantong diikat. Terakhir nyonya itu menghela napas lega dan
berucap, "Sudah selesai."
Waktu Jit-jit membuka mata dan memandang ke sana,
seketika ia melongo. Nona jelita Pek Fifi yang berwajah cantik itu kini sudah
berubah menjadi seorang perempuan setengah umur dengan
rambut beruban, bermuka burik, alis tipis, hidung pesek dan
bibir tebal, jeleknya sukar dilukiskan.
Nyonya itu tertawa senang, katanya, "Bagaimana dengan
kepandaian operasi bibi" Kini umpama ayah-bunda bocah ini
berada di depannya juga tidak mengenalnya lagi."
Sudah tentu Jit-jit tidak mampu bicara.
Nyonya berbaju hijau tertawa riang pula, dia membelejeti
pakaian Pek Fifi, sebentar saja nona itu sudah telanjang bulat.
Di bawah penerangan lampu badan Pek Fifi mirip domba yang
akan disembelih, meringkuk di tempat tidur, sungguh kasihan,
tapi juga menarik. "Sungguh dara jelita yang mengagumkan ...." kata nyonya
berbaju hijau dengan tertawa. Serasa meledak kepala Jit-jit,
mukanya merah panas, lekas dia pejamkan mata lagi, mana
berani menonton lebih lanjut.
Waktu dia membuka mata pula, si nyonya sudah memberi
pakaian kasar rombeng warna hijau kepada Fifi, kini anak dara
itu betul-betul telah berganti rupa.
Nyonya berbaju hijau tertawa bangga, katanya, "Terus terang,
bila kau tidak menyaksikan sendiri, dapatkah kau percaya
bahwa nyonya buruk di depanmu ini adalah gadis jelita yang
kasihan itu?" KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Rasa gusar kembali membakar hati Jit-jit, malu dan menyesal
pula, kini baru dia tahu bagaimana proses dirinya waktu
mukanya dipermak menjadi sejelek setan ini, jalannya operasi
tentu sama dengan Pek Fifi tadi. Dalam hati dia membatin,
"Asal aku tidak mati, akan datang suatu hari akan kupotong
kedua tanganmu, mengorek kedua bola matamu yang pernah
melihat badanku, supaya selama hidupmu tak dapat lagi
melihat dan meraba, biar kau rasakan betapa sengsara orang
hidup tersiksa." Bila dendam membara, keinginan untuk hidup lantas
menggelora, dalam hati dia bersumpah apa pun yang terjadi
dia harus bertahan hidup, peduli siksa derita apa pun yang
akan dialaminya, dia tidak mau mati secara penasaran.
Nyonya itu masih terus tertawa riang, katanya, "Tahukah kau,
bicara tentang ilmu tata rias kecuali ajaran Hun-bong-siancu
dulu, kuyakin tiada orang kedua lagi di dunia ini yang mampu
menandingi bibimu ini."
Mendadak tergerak hati Jit-jit, teringat olehnya kemahiran Ong
Ling-hoa, pemilik perusahaan "Ong-som-ki" yang juga pandai
ilmu rias itu, rasanya dia tidak lebih asor daripada perempuan
ini. Dalam hati dia membatin, "Mungkinkah Ong Ling-hoa
keturunan Hun-bong-siancu" Apakah nyonya setengah umur
berdandan seperti permaisuri dengan kepandaian yang
mahatinggi itu adalah Hun-bong-siancu?"
Sungguh ia ingin memberitahukan penemuannya ini kepada
Sim Long, tapi selama hidupnya ini apakah dapat bertemu
pula dengan Sim Long, harapannya terlalu kecil, dia hampir
tidak berani mengharapkannya lagi.
***** KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Hari kedua pagi-pagi mereka bertiga melanjutkan perjalanan.
Jit-jit tetap menunggang keledai, sebelah tangan si nyonya
menuntun keledai dan tangan yang kiri menggandeng Pek Fifi.
Fifi dapat berjalan, karena si "nyonya" tidak membikin lumpuh
badannya, sebab ia tahu gadis lemah ini tidak bakal melawan.
Cu Jit-jit tidak berani memandang Pek Fifi, dan tidak ingin
melihat Pek Fifi yang sedang menangis dan juga tampak takut
dan ngeri itu. Maklum, kalau Jit-jit yang berwatak keras saja ketakutan,
apalagi gadis lembut dan penurut seperti Pek Fifi, meski tidak
dipandang juga dapat dimaklumi Jit-jit.
Tapal keledai berdetak, air mata bercucuran, debu
beterbangan tertiup angin menyampuk muka, sorot mata
orang lalu yang menaruh belas kasihan, semua itu terjadi
serupa kemarin. Perjalanan yang bisa membuat orang gila ini entah akan
berakhir kapan" Siksa derita yang tidak tertahankan ini apakah
tidak akan berakhir"
Mendadak sebuah kereta besar berkabin muncul dari depan.
Kereta ini tiada bedanya dengan kereta umum yang lewat di
jalan raya ini, kuda penarik kereta tampak kurus, sudah tua
dan lelah. Tapi yang menjadi kusir kereta ternyata adalah Kim
Bu-bong yang tindak tanduknya serbamisterius, yang duduk di
samping Kim Bu-bong dengan gagah, siapa lagi kalau bukan
Sim Long. Jantung Cu Jit-jit seperti hendak melompat keluar, tidak
kepalang rasa girangnya. Seketika kepala terasa pening,
pandangan juga kabur, air mata tidak terbendung lagi.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Dengan sepenuh hati dia ingin berteriak, "Sim Long ... Sim
Long ... tolong aku ....!"
Sudah tentu Sim Long tidak dapat mendengar suara hatinya,
anak muda ini hanya memandang Jit-jit sekejap, kelihatan


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghela napas, lalu menoleh ke arah lain. Kereta itu berjalan
lambat karena keledai penarik kereta terlalu lelah dan berlari
ogah-ogahan. Sungguh cemas, gemas dan benci hati Cu Jit-jit, hampir gila
rasanya. Hatinya seperti dirobek-robek, keluhnya, "Sim Long,
O, Sim Long ... tolonglah ... pandanglah diriku, aku inilah Cu
Jit-jit yang merindukanmu siang dan malam, apakah kau tidak
mengenalku lagi?" Dia rela mengorbankan apa pun asal Sim Long dapat
mendengar jeritan hatinya, tapi sayang, Sim Long tidak
mendengar apa pun. Siapa pun tidak menduga mendadak si nyonya berbaju hijau
malah mencegat kereta yang datang dari depan, tangan
disodorkan sambil meratap, "Tuan yang membawa kereta,
sudilah memberi sedekah menolong kaum sengsara ini, Thian
pasti akan memberkahi kalian panjang umur dan banyak
rezeki." Sim Long mengunjuk rasa heran, ia heran nyonya ini bisa
mengadang kereta dan minta sedekah. Siapa tahu Kim Bubong lantas merogoh saku dan menyisipkan selembar uang ke
tangannya. Jit-jit melototi Sim Long, hampir saja dia meneteskan darah.
Hatinya meratap juga mengumpat, "Sim Long, O, apa betul
kau tidak mengenalku lagi, kau jahat, tidak tahu budi, keparat
yang tidak punya hati, sekilas pun kau tidak sudi
memandangku lagi." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Sim Long memang tidak lagi memandangnya, perhatiannya
hanya tertuju kepada nyonya berbaju hijau dan Kim Bu-bong.
Nyonya berbaju hijau sedang bergumam, "Orang yang berhati
baik, Thian pasti membalas kebaikanmu."
Wajah Kim Bu-bong tetap kaku, tidak mengunjuk sesuatu
perasaan, cemeti diayun, "tar", kereta berjalan pula.
Runtuh rasanya seluruh raga Jit-jit, walau dia tahu jelas Sim
Long tidak mungkin mengenalnya, tapi sebelum bertemu
dengan Sim Long, dalam hatinya masih terbetik setitik
harapan, dan harapan itu akhirnya juga nihil.
Roda kereta gemeretak di jalan raya, makin lama makin jauh,
membawa pergi segala harapannya, kini dia benar-benar tahu
bagaimana rasanya putus asa, sungguh perasaan yang aneh.
Kini hatinya tidak lagi sedih, tidak marah, tidak takut, dan
tidak menderita, segenap jiwa raganya sekarang seperti sudah
mati rasa. Hanya kegelapan yang terbentang di depannya,
tiada sesuatu yang dapat dilihatnya, tiada yang bisa
didengarnya lagi, mati rasa ini seperti menyeluruh, mungkin
inilah perasaan putus asa total.
Jalan raya ini sangat ramai, orang bersimpang-siur, ada yang
riang gembira, ada pula yang sedih, ada yang berjalan dengan
enteng dan cepat, ada pula yang melangkah dengan berat dan
seperti hendak mencari sesuatu, ada pula yang ingin
melupakan .... Tapi siapakah yang dapat benar-benar
merasakan putus asa"
Kereta yang ditunggangi Sim Long dan Kim Bu-bong sudah
ratusan tombak jauhnya. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Angin dingin mencambuk muka, lekas Sim Long menarik turun
topi beledunya yang mahal tapi sudah butut itu, tanpa
menghiraukan Kim Bu-bong, dia menguap dan mementang
kedua tangan, gumamnya, "Tiga hari ... sudah tiga hari tanpa
menemukan apa-apa, tiada yang kulihat, padahal waktu yang
ditentukan sudah makin dekat ...."
"Ya, benar, mungkin sudah tiada harapan lagi," ujar Kim Bubong. Tersimpul senyum kemalasan di wajah Sim Long, katanya,
"Tiada harapan" .... Kurasa harapan tetap ada."
"Benar, tiada persoalan apa pun di dunia ini yang dapat
membuatmu putus asa."
"Tahukah kau apa harapan satu-satunya yang kudambakan?"
berhenti sejenak karena Kim Bu-bong tidak menjawab, lalu
Sim Long melanjutkan, "Harapan kita satu-satunya hanya
pada Cu Jit-jit, dia lenyap seperti ditelan bumi, tentu karena
dia menemukan sesuatu rahasia, dia gadis yang tinggi hati
dan keras kepala .... Dia ingin seorang diri menyelidiki rahasia
itu, maka diam-diam dia minggat. Kalau tidak, biasanya ia
tidak suka pergi sendirian."
"Benar, pikiran siapa pun tak bisa mengelabui kau, apalagi isi
hati Cu Jit-jit," ujar Kim Bu-bong.
Sim Long menghela napas, ujarnya, "Tapi sudah tiga hari kita
tak berhasil menemukan dia, pasti dia sudah jatuh ke tangan
musuh, kalau tidak, menuruti wataknya, di mana pun berada
dia pasti menarik perhatian orang, sedikit banyak kita bisa
mencari tahu tentang dia."
Mendadak Sim Long tertawa dan memotong, "Aku bicara
panjang lebar, beruntun empat kali kau jawab benar, janganKANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
jangan kau sedang memikirkan sesuatu ... padahal tidak perlu
kau jawab." Lama Kim Bu-bong termenung, perlahan dia menoleh ke arah
Sim Long dan menatapnya dengan tajam, katanya kemudian,
"Tebakanmu memang benar, saat ini aku memang sedang
memikirkan sesuatu, tapi soal apa yang kupikirkan" Dapat kau
terka?" Sim Long tertawa, "Mana bisa kuterka ... aku hanya heran."
"Heran apa?" "Di tengah jalan bertemu dengan seorang nyonya yang tidak
dikenal, tapi sekali rogoh saku kau beri selembar uang senilai
selaksa tahil kepadanya, apakah ini tidak patut diherankan?"
Kim Bu-bong berdiam pula, ujung mulutnya mengulum
senyum, katanya kemudian, "Apakah tiada sesuatu kejadian di
dunia ini dapat mengelabui matamu?"
"Ya, memang tidak banyak."
"Bukankah kau pun seorang yang murah hati?"
"Betul, kalau aku punya uang selaksa tahil dan melihat orang
yang harus dikasihani, pasti juga akan kuberikan selaksa tahil
padanya." "Cocok kalau begitu."
Sim Long menatapnya, katanya, "Tapi aku ini berasal dari
keluarga yang miskin, sebaliknya kau bukan, kelihatannya kau
bukan orang yang suka merogoh kantong memberi sedekah
kepada orang miskin, kenapa nyonya itu tidak minta sedekah
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
kepadaku atau kepada orang lain, dia justru minta
kepadamu." Kepala Kim Bu-bong menunduk, gumamnya, "Apa pun tak
dapat mengelabui kau ... apa pun tidak bisa mengelabui kau
...." mendadak dia angkat kepala, sikapnya kembali dingin dan
kaku, suaranya pun berat, "Betul, dalam hal ini memang ada
segi yang patut diherankan dan menarik perhatian, tapi aku
tidak bisa menjelaskan."
Pandangan mereka beradu, keduanya sama bungkam,
akhirnya Sim Long tersenyum.
"Senyummu kelihatan aneh," kata Kim Bu-bong.
"Rahasia hatimu, meski tidak kau katakan, dapat juga
kuterka." "Kalau bicara jangan terlalu yakin."
"Bagaimana kalau aku menebaknya."
"Boleh saja kau tebak, urusan lain mungkin bisa kau tebak,
tapi soal ini ...." sampai di sini dia menahan perkataannya,
sebab kelanjutannya dikatakan atau tidak tetap sama.
Kereta keledai ini masih terus maju perlahan, Sim Long
mengawasi debu yang mengepul di kaki kuda, katanya pula,
"Sejak berkenalan denganku, persoalan apa pun tiada yang
kau rahasiakan, hanya soal ini ... soal ini pasti besar sangkut
pautnya dengan dirimu, hal ini tidak perlu kutanyakan juga
dapat diketahui?" "Ya ...." Kim Bu-bong tetap tenang.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Bila soal ini ada sangkut pautnya dengan dirimu, kuyakin
pasti besar pula sangkut pautnya dengan Koay-lok-ong ...."
kelihatannya dia memerhatikan debu, padahal setiap
perubahan sikap dan gerakan Kim Bu-bong tidak terlepas dari
pengamatannya, sampai di sini air muka Kim Bu-bong
benarlah mulai ada perubahan.
Segera Sim Long berkata pula, "Karena itu, menurut
pendapatku, nyonya yang harus dikasihani itu pasti juga ada
hubungan dengan Koay-lok-ong, sikapnya yang kasihan itu
mungkin hanya pura-pura belaka."
Sampai di sini dia tidak melanjutkan lagi, ia menatap wajah
Kim Bu-bong, bibir orang kelihatan terkancing rapat, kulit
mukanya juga dingin. Kereta terus maju, angin dingin menampar muka, kedua
orang ini saling tatap, masing-masing sama ingin menyelami
isi hati lawan. Dari air muka Sim Long agaknya Kim Bu-bong ingin menebak
ada berapa banyak yang diketahuinya" Sebaliknya dari
perubahan air muka Kim Bu-bong juga Sim Long ingin tahu
ada berapa banyak yang diketahuinya"
Kereta itu maju ratusan tombak pula. Akhirnya air muka Kim
Bu-bong yang dingin beku itu mulai cair. Hati Sim Long
tergerak, namun dia menahan perasaannya, karena dia tahu
inilah detik-detik yang menentukan. Ia tahu bila dirinya tak
tahan dan buka suara, maka jangan harap lagi Kim Bu-bong
akan mau bicara. Akhirnya Kim Bu-bong buka suara. Setelah menarik napas
panjang, lalu berkata, "Betul, nyonya itu memang murid Koaylok-bun." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Sim Long tidak mau membuang kesempatan, tanyanya
segera, "Di bawah Koay-lok-ong kau bertugas pemegang
uang, kedudukanmu tinggi dan penting tapi hanya sedikit
mengangguk kepala perempuan itu dapat minta sekian banyak
uang darimu, jelas kedudukannya tidak di bawahmu, lantas
siapakah dia" Apakah salah satu dari duta besarnya" Tapi
mengapa dia seorang perempuan?"
Setiap patah katanya laksana cemeti, begitu deras ia melecut
sehingga Kim Bu-bong tidak diberi kesempatan berganti napas
karena setiap patah pertanyaan ini tepat mengenai
sasarannya. Kim Bu-bong tidak berani menatap sorot mata Sim Long, ia
diam sejenak, mendadak dia balas bertanya, "Tahukah kau
kecuali Hun-bong-siancu yang mahir ilmu tata rias yang diakui
nomor satu di dunia ini, masih ada orang atau perguruan lain
yang juga mahir?" Sim Long berpikir sejenak, katanya kemudian, "Ilmu tata rias
sebetulnya tidak terlingkup dalam ilmu silat, seorang yang lihai
dan nomor satu ilmu tata riasnya belum tentu seorang pesilat
kenamaan ...." mendadak dia menepuk paha dan berteriak
tertahan, "Aha, apakah maksudmu Suto dari Sancoh?"
Kim Bu-bong tidak angkat kepalanya, juga tidak bersuara, tapi
mengayun pecut menyabat pantat kuda sekeras-kerasnya,
namun kuda penarik kereta ini sudah tua dan kurus, betapa
pun keras dia memukulnya tetap tak bisa berlari lagi.
Terpancar rasa senang dan bergairah pada sinar mata Sim
Long, katanya, "Keluarga Suto bukan saja terkenal menguasai
ilmu tata rias yang luar biasa, malah juga mahir Ginkang, Amgi dan obat bius, demikian pula dalam hal kepandaian urutmengurut, semuanya berada pada tingkat paling tinggi.
Kebesaran nama keluarga mereka dahulu hanya sedikit lebih
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
asor daripada Hun-bong-siancu. Berita yang tersiar di
kalangan Kangouw belakangan ini mengatakan keluarga Suto
mulai runtuh karena banyak melakukan kejahatan sehingga
mendapat kutukan Thian, namun di antara anggota
keluarganya masih ada juga yang hidup di dunia ini.
Berdasarkan nama kebesaran dan kepandaian mereka, bila
masuk ke dalam lingkungan Koay-lok-bun, kuyakin dapat
menduduki jabatan salah satu keempat duta besarnya."
Kim Bu-bong tetap membungkam.
Sim Long bergumam pula, "Kalau aku menjadi Koay-lok-ong,
bila ada sanak keluarga Suto mau masuk ke perguruanku,
maka kedudukan atau jabatan apa yang akan kuserahkan
kepadanya ...." Air mukanya semakin cerah dan tampak bercahaya,
sambungnya, "Keluarga Suto tidak gemar arak, Duta Harta
sudah diduduki orang ... kukira manusia Suto itu bukan jenis
lelaki yang suka berkelahi dan bernyali besar, tapi jika anak
murid Suto disuruh mengoleksi gadis-gadis cantik di seluruh
jagat ini, kurasa tiada orang lain lagi yang lebih tepat, betul
tidak?" Dengan suara dingin Kim Bu-bong menjawab, "Apa pun tidak
pernah kukatakan, semua itu kau sendiri yang menebaknya."
Berkilau sinar mata Sim Long, lama dia pandang angkasa, lalu
berkata, "Kalau aku menjadi murid keluarga Suto, cara
bagaimana aku akan mengoleksi gadis-gadis cantik di dunia ini
untuk Koay-lok-ong" Cara bagaimana aku akan menunaikan
kewajiban" ...." perlahan dia mengangguk, lalu meneruskan,
"Ya, pertama aku sendiri sudah tentu harus menyamar
menjadi seorang perempuan, dengan demikian kesempatan
untuk bercengkerama dengan gadis-gadis akan jauh lebih
banyak." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Sorot mata Kim Bu-bong mulai memancarkan rasa kagum.
Sim Long berkata lebih lanjut, "Gadis yang berhasil kuculik,
untuk membawanya keluar perbatasan sejauh itu jelas kurang
leluasa, maklum gadis cantik umumnya pasti menarik
perhatian orang banyak, tapi kalau aku mahir tata rias,
dengan mudah bisa saja kurias gadis cantik itu menjadi nenek
reyot atau perempuan apa saja yang buruk rupanya sehingga
sekilas pandang cukup membuat orang jijik, kalau aku
khawatir gadis itu berontak dan tidak tunduk pada perintahku,
akan kucekok dia sejenis obat sehingga sepanjang jalan dia
tidak bisa bicara atau ribut lagi."
Kim Bu-bong menarik napas panjang, sesaat dia menoleh dan
memandang bocah yang tidur pulas di kabin kereta, ia
bergumam, "Kelak kalau bocah ini bisa memiliki setengah
kepandaian Sim-siangkong sudah lebih dari cukup."
Rupanya sepanjang hari bocah itu bekerja berat dan keletihan,
kini tidurnya pulas sekali, tentu saja tidak mendengar
ucapannya. Padahal meski kata-katanya ditujukan kepada si
bocah, tapi secara tak langsung dia seperti mau berkata, "Sim


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Long, kau memang cerdik, semua rahasia ini telah kau tebak
dengan betul." Sudah tentu Sim Long merasakan juga pengakuan dari
ucapannya yang tidak langsung ini, katanya dengan
tersenyum, "Putar kembali!"
"Kembali?" Kim Bu-bong berkerut kening.
"Dua gadis yang berada di sampingnya itu, pasti gadis dari
keluarga baik-baik, apa tega aku melihat mereka jatuh ke
dalam cengkeramannya?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Mendadak Kim Bu-bong tertawa dingin, kembali ia menoleh
kepada bocah itu, katanya, "Kelak bila kau sudah dewasa, ada
beberapa urusan jangan kau tiru seperti apa yang dilakukan
Sim-siangkong ini, urusan kecil tidak bisa sabar akan
menggagalkan urusan besar, nasihatku ini harus selalu kau
camkan dalam sanubarimu."
Sim Long tersenyum, dia tidak bicara lagi, namun kereta
belum juga diputar balik.
Sesaat kemudian mendadak Kim Bu-bong tersenyum dan
berkata kepada Sim Long, "Banyak terima kasih."
Selama bergaul beberapa hari dengan Kim Bu-bong, baru
sekarang Sim Long melihat dia tersenyum, senyuman yang
timbul dari relung hatinya yang dalam.
Dengan tertawa Sim Long bertanya, "Soal apa kau berterima
kasih padaku?" "Besar tekadmu menyelidiki jejak Koay-lok-ong, jelas kau pun
tahu kali ini Suto Pian pasti akan melaporkan hasil kerjanya
kepada Koay-lok-ong, sebetulnya secara diam-diam kau bisa
menguntitnya, tapi karena Suto Pian sudah melihat kau
seperjalanan denganku, jika kau menguntitnya, jelas, aku
akan ikut bersalah dan mendapat hukuman, lantaran diriku
terpaksa kau lepaskan kesempatan baik ini, namun sama
sekali engkau tidak pernah menyinggung kebaikanmu ini
kepadaku, untuk ini aku mengucap terima kasih padamu?"
Lelaki aneh yang berwatak kaku dan pendiam ini kini
melimpahkan isi hatinya, nada suaranya kedengaran
mengharukan. "Sesama kawan mengutamakan tahu sama tahu, bila kau
dapat menyelami isi hatiku, apa pula yang kuminta?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Keduanya saling pandang sekejap, namun hati sanubari
mereka sudah bertaut, kata-kata hanya akan berlebihan
belaka. Dari arah depan mendadak berkumandang suara senandung
seorang dengan lantang, tertampak seorang lelaki muda
berperawakan kekar tinggi tengah melangkah dari tepi jalan.
Perawakannya yang setinggi delapan kaki itu sangat gagah,
berdada lebar, alis tebal, mata besar, pada pinggangnya
terselip sebatang golok pendek tanpa sarung, pada tangannya
menjinjing sebuah buli-buli arak, sambil bersenandung dia
menenggak arak sepuasnya. Rambutnya semrawut, baju
bagian dadanya terbuka lebar, kakinya mengenakan sepatu
butut, pakaiannya kotor, namun langkahnya gagah dan tegap,
sikapnya seperti dunia ini milikku, seperti jalan raya ini tiada
orang lain lagi. Sudah tentu perhatian orang yang lewat di jalan raya ini
tertuju kepadanya, tapi perhatian pemuda ini justru tertuju ke
wajah Sim Long. Sim Long memandangnya dengan tersenyum, lelaki itu juga
balas tersenyum, katanya mendadak, "Boleh menumpang
kereta ini?" "Silakan," sahut Sim Long.
Memburu maju dua langkah, lelaki muda itu melompat ke atas
kereta dan berjubel di samping Sim Long.
Dengan nada dingin Kim Bu-bong berkata, "Arah tujuanmu
berlawanan dengan kami, kami akan pergi ke arah datangmu,
apa tidak salah kau menumpang kereta ini?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Pemuda kekar itu mendongak dan bergelak tertawa, katanya,
"Seorang lelaki menjadikan empat penjuru sebagai rumahnya,
setiap tempat di dunia ini adalah tujuanku, ingin pergi atau
mau datang boleh sesuka hati, hidup bebas melanglang
buana, kenapa tidak boleh?"
Mendadak dia angkat tangan dan menepuk pundak Sim-Long,
katanya, "Mari, minum seceguk."
Sim Long tertawa, dia terima buli-buli orang, terasa buli-buli
ini terbuat dari baja, dengan bernafsu dia menghirup satu
ceguk, araknya terasa harum, ternyata arak simpanan yang
paling wangi dan jarang ada di pasaran.
Kedua orang ini tidak saling tanya asal usul, tidak tanya she
dan nama, tapi seceguk demi seceguk hingga dalam sekejap
arak sebuli-buli penuh telah dihabiskan mereka berdua.
Pemuda itu bergelak riang, serunya, "Lelaki hebat! Peminum
baik!" Belum lenyap gelak tertawanya, Kim Bu-bong menghentikan
kereta di sebuah kota kecil, air mukanya kelihatan masam,
katanya dingin, "Tujuan kami sudah sampai, saudara ini
silakan turun." Pemuda itu terus menarik Sim Long turun, katanya, "Baiklah,
kau boleh pergi, aku ingin mengajaknya minum beberapa
cawan lagi." Tanpa menunggu reaksi orang dia tarik Sim Long dan diajak
memasuki sebuah warung kecil yang kotor dan gelap.
Bocah dalam kabin kereta tiba-tiba tertawa, katanya,
"Mungkinkah orang ini gila" Agaknya dia juga tahu sikap Simsiangkong yang meremehkan segala persoalan, kalau orang
lain tentu sudah dibuatnya gemas."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Kim Bu-bong mendengus sekali, katanya, "Jaga kereta!"
Waktu dia masuk ke dalam warung, sementara Sim Long dan
pemuda tadi sudah menghabiskan tiga cawan, sepiring daging
rebus juga sudah disajikan di atas meja.
Dari restoran besar termewah yang ada di dunia ini sampai
warung kotor dan paling murah, semua pernah dikunjungi Sim
Long, demikian pula hidangan paling lezat sampai makanan
paling kasar di dunia ini juga pernah dirasakan olehnya. Peduli
ke mana ia pergi, apa pun yang dimakannya, semua sama
saja, begitulah sikapnya.
Dengan kaku Kim Bu-bong menyusul datang terus duduk
dengan dingin, dia tatap pemuda itu, sampai lama dia
menatapnya, mendadak dia menegur, "Sebetulnya apa
kehendakmu?" "Hendak apa" Hendak minum arak, ingin bersahabat," sahut
pemuda ini. "Kau ini orang macam apa, memangnya kau kira aku tidak
bisa melihatnya?" jengek Kim Bu-bong.
Pemuda itu bergelak tertawa, serunya, "Betul, aku memang
bukan orang baik, memangnya tuan orang baik. Kalau aku ini
perampok, mungkin Anda bandit besar."
Berubah air muka Kim Bu-bong, pemuda itu malah angkat
cawan araknya, katanya dengan riang, "Mari, mari! Biar
rampok kecil macamku ini menyuguh secawan arak kepada
bandit besar." Telapak tangan Kim Bu-bong berada di bawah meja, sumpit di
atas meja seperti mendadak kena ilmu sihir, entah bagaimana
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
tiba-tiba mencelat terus melesat dengan desing yang keras,
kedua sumpit mengincar kedua bola mata si pemuda.
"Khikang bagus!" puji pemuda itu. Sambil mengucap kedua
patah kata itu, si pemuda pentang mulut dan tepat menggigit
sepasang sumpit itu terus ditiupnya kembali ke sana, dengan
membawa suara mendesing meluncur balik mengincar mata
Kim Bu-bong. Pergi-datang sepasang sumpit ini sedemikian cepat hingga
sukar diikuti oleh pandangan mata orang biasa.
Sim Long hanya tersenyum, sumpit yang meluncur di udara
mendadak lenyap tak keruan parannya, waktu mereka
menunduk, ternyata sumpit sudah berada di tangan Sim Long,
entah dengan cara bagaimana dan dengan gerakan apa Sim
Long menyambar sepasang sumpit yang meluncur kencang
dan dalam jarak sedekat ini.
Taraf kepandaian si pemuda jelas di luar dugaan Kim Bu-bong,
tapi betapa tinggi kungfu Sim Long, jelas juga di luar dugaan
si pemuda. Maklum kepandaian mereka sudah termasuk jago top dunia
persilatan, sesaat mereka bertiga saling pandang dengan
kaget dan heran. Perlahan Sim Long taruh sepasang sumpit di depan Kim Bubong, sikapnya tetap wajar dan ramah, cawan arak terus
diangkatnya pula, seolah-olah kejadian barusan tidak pernah
ada. Kim Bu-bong tidak bersuara, juga tidak memegang sumpitnya
dan cawan, dalam hati sedang berpikir sejak kapankah muncul
seorang pemuda kosen ini dalam dunia Kangouw"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Pemuda itu pun tidak menghiraukan lagi kehadirannya, dia
tetap makan minum sepuasnya bersama Sim Long, makin
tenggak makin banyak, lambat laun pemuda itu mulai mabuk,
tiba-tiba dia berdiri serta bergumam, "Tunggu sebentar, Siaute
mau ke belakang." Mendadak ia sempoyongan dan "bruk" ia ambruk dan
menjatuhi meja, keruan hidangan di atas meja tumpah
berantakan. Kim Bu-bong tengah melamun, karena tidak menduga, badan
basah kecipratan kuah dan hidangan.
"Maaf, maaf," cepat pemuda itu membersihkan pakaian Kim
Bu-bong dengan lengan bajunya. Tapi Kim Bu-bong lantas
mendorong pemuda itu hingga sempoyongan.
"Ai, aku bermaksud baik, kenapa saudara memukulku malah
...." dengan langkah sempoyongan pemuda itu lari ke
belakang. Kim Bu-bong menatap Sim Long, katanya, "Maksud keparat ini
sukar diraba, kenapa kau bergaul dengan dia, lebih baik ...."
mendadak berubah air mukanya, serentak ia membentak
dengan beringas, "Celaka, kejar!"
Tapi Sim Long lantas menariknya, katanya dengan tertawa,
"Kejar apa?" Masam muka Kim Bu-bong, tanpa bersuara dia meronta dan
hendak mengejar. Sim Long berkata, "Apakah ada milikmu digerayangi dia?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Dia mengambil barangku, akan kucabut nyawanya!" berkilat
sorot mata Kim Bu-bong, segera dia balas bertanya, "Dari
mana kau tahu dia mengambil barangku?"
Tersenyum Sim Long, tangannya terangkat dari bawah meja,
ternyata menggenggam setumpuk uang kertas dan sebuah
kantong kecil mungil. Kim Bu-bong heran, tanyanya, "Ini ... cara bagaimana bisa
berada padamu?" "Dia mencomot uang kertas ini dari badanmu, maka aku pun
mencomotnya dari kantongnya, sekaligus kuambil juga
kantong kulit kecil ini."
Beberapa kejap Kim Bu-bong menatapnya lekat-lekat,
akhirnya tersembul pula senyuman tulus dan penuh
pengertian, perlahan dia duduk pula terus menenggak arak,
katanya kemudian, "Sudah belasan tahun aku tak minum arak,
secawan arak ini kuminum untuk sahabatku, pencopet sakti
nomor satu di kolong langit ini."
Dengan tertawa sengaja Sim Long bertanya, "Siapa itu
pencopet nomor satu" Apakah pemuda tadi?"
"Kecepatan tangan bocah itu sudah cukup mengejutkan, tapi
selama Sim Long masih hidup, orang lain jangan harap bisa
memperoleh julukan copet nomor satu di dunia ini."
Sim Long bergelak tertawa, "Sudah memaki orang sebagai
copet, malah dibilang julukan baik segala. Nah, aku tidak
berani menerima julukan baik ini."
Segera dia kembalikan uang kertas kepada Kim Bu-bong, lalu
berkata pula, "Coba kita periksa apa isi kantong kulit saudara
yang ingin mencopet uangmu itu."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Simpanan uang dalam kantong si pemuda ternyata tidak
banyak, hanya uang receh beberapa keping saja.
Sim Long geleng kepala, katanya, "Dinilai dari gerak-geriknya,
kuyakin dia bukan lelaki rudin yang kurang penghasilan, siapa
tahu hanya memiliki uang receh yang tak berarti ini, mungkin
dia terlalu royal menghamburkan uangnya."
"Kalau memperolehnya gampang, membuangnya juga pasti
mudah," ujar Kim Bu-bong.
Dengan tertawa Sim Long mengeluarkan secarik kertas dari
dalam kantong kecil itu, ternyata bukan uang tapi secarik
surat, gaya tulisannya jelek, isinya berbunyi:
Kepada yang terhormat Liongthau Toako.
Sejak Toako mencekok arak, hingga Siaute mabuk tempo hari,
terpaksa Siaute juga mencekoki orang lain sampai mabuk, aku
sendiri selama ini belum pernah mabuk lagi, haha. Memang
amat menyenangkan. Selama beberapa hari ini Siaute
mendapat penghasilan lumayan, tapi aku selalu tunduk pada
nasihat Toako, selain kubagikan kepada mereka yang
membutuhkan, seperti juga Toako, sekarang Siaute sering
kelaparan, makan tidak tetap, namun setiap malam tidur di
dalam biara bobrok, meski hidup agak menderita, namun
perasaanku lega dan gembira, baru sekarang aku percaya
kepada ucapan Toako membantu kesulitan orang lain rasanya
memang jauh lebih menyenangkan dibanding menunaikan
tugas apa pun. Membaca sampai di sini, Sim Long tersenyum, katanya,
"Bagaimana, pemuda ini memang seorang murah hati,
bukan?" KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Sim Long membaca lebih lanjut.
"Poa-loji memang betul melakukan perbuatan kotor,
memerkosa gadis keluarga baik-baik, aku sudah
menghukumnya dengan memotong anunya, To-lotoa
melakukan korupsi, Tam It-seng berbuat serong, To Bian-ci
ingkar janji, ketiga keparat ini membuat Toako marah, maka
Siaute mengiris sebelah kupingnya, tapi si tukang makan Lo
Ciu telah mencurinya untuk teman arak, saking dongkol,
kuping Lo Ciu juga kuiris dan kusuruh dia makan kuping
sendiri untuk teman arak pula. Haha, mungkin nikmat dia
makan kuping curian, tapi betapa lucu air mukanya waktu dia


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

makan kupingnya sendiri sulit kulukiskan dengan alat tulis ini,
sayang Toako tidak menyaksikan sendiri, namun sejak kini Lo
Ciu sudah menyatakan kapok, tidak berani makan daging
manusia lagi." Membaca sampai di sini, Kim Bu-bong yang biasa bersikap
kaku dingin jadi geli juga.
Lebih lanjut surat itu berbunyi:
"Untung masih ada Kam Bun-goan, Ko Ci, Kam Lip-tik, Seng
Hiong, Liok Ping, Kim Tek-ho, Sun Ciu-un dan para cucu
lainnya, ternyata mereka mau bekerja keras untuk Toako,
semua tugas mereka kerjakan dengan baik, karena puas
Siaute mewakili Toako menjamu mereka makan-minum
sepuasnya, hahaha, setelah kenyang baru Siaute sadar
kantong kosong, sepeser pun tidak punya, konon pemilik
restoran ini seorang kikir dan tamak, dengan mata melotot
orang banyak lantas tinggal pergi dengan begitu saja, sebelum
pergi malah minta pinjam kepada kasir restoran lima ratus
tujuh puluh tahil perak tunai, seluruhnya disumbangkan
kepada Hiong-lusit yang berjualan wedang kacang di seberang
jalan untuk menikahkan putranya.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Satu hal perlu Toako ketahui, saudara-saudara yang hidupnya
menderita dalam wilayah ini sudah banyak yang kita rangkul,
seluruhnya berjumlah lima ratus delapan puluh empat orang,
Siaute sudah ajarkan cara bagaimana mengadakan kontak
rahasia, bila di tengah jalan menemukan 'kambing gemuk'
yang mencurigakan, harus berusaha memberitahukan kepada
Toako. Hahaha, perkumpulan kita sekarang sudah
beranggotakan ribuan orang, kekuatan kita sudah tidak kecil
lagi, lain kali bila Toako mabuk minum arak, jangan lupa
mencarikan nama baik untuk perserikatan kita."
Di bagian bawah bertanda tangan "Ang-thau-eng" (Elang
Kepala Merah). Habis membaca surat itu, Sim Long berseru, "Bagus, bagus,
siapa nyana pemuda yang masih begitu muda ternyata
mampu mengendalikan ribuan orang dan menjadi Liongthau
Toako (pemimpin) mereka."
"Karena itulah kau dan aku disangka sebagai 'kambing gemuk'
yang patut digerayangi isi kantongnya," demikian ucap Kim
Bu-bong. "Waktu kau berikan uang kertas ini kepada Suto Pian tadi
mungkin terlihat oleh anak buahnya, lalu dia mendahului di
depan dan mencegat kita," ujar Sim Long, lalu sambungnya,
"Setiap nama yang disinggung dalam surat ini, kecuali si Ciu
Jing, semua adalah orang-orang gagah, terutama Ang-thaueng yang menulis surat ini, seorang begal besar yang sudah
lama terkenal. Konon Ginkang orang ini tidak kalah
dibandingkan Toan-hong-cu dan lain-lain, bahwa tokoh selihai
ini juga sudah ditundukkan oleh pemuda ini, bagaimana sepak
terjang pemuda ini dapatlah dibayangkan, terutama caranya
merampas milik si zalim dan dibagikan kepada yang miskin,
patut kita berkenalan dengan dia."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Kembali Kim Bu-bong hanya mendengus saja tanpa memberi
komentar. "Apakah kejadian barusan masih kau pikirkan dalam hati?"
Tanpa menjawab pertanyaan ini, Kim Bu-bong balas bertanya,
"Apa lagi isi kantong itu?"
Sim Long angkat kantong kulit itu dan dituangnya, ternyata
ada dua benda jatuh di atas meja, yang sebuah adalah seekor
kucing batu jade sebesar ibu jari. Tampaknya hanya perhiasan
sederhana saja, namun berkat tangan seorang ahli, ternyata
bentuk kucing kecil ini kelihatan begini elok dan laksana hidup
tulen. Setelah diteliti, di bagian bawah lehernya terukir sebaris
huruf kecil yang berbunyi, "Ukiran Him Miau-ji, untuk
disimpan, dilihat, dan dibuat main sendiri."
Sim Long tertawa, katanya, "Rupanya pemuda itu bernama
Him Miau-ji (si Kucing)."
Dengus Kim Bu-bong, "Melihat tampangnya dia memang mirip
kucing." Sim Long bergelak tertawa sambil memandang benda kedua,
tapi gelak tertawanya seketika lenyap, air muka pun berubah
hebat. Kim Bu-bong heran, tanyanya, "Benda apa pula ini?"
Benda kedua itu adalah sekeping batu jade bundar yang
bolong bagian tengahnya, bentuknya mirip mainan kalung,
warnanya hijau pupus mengilap, kelihatan elok sekali, mainan
kalung seperti ini terlalu umum, tapi setelah Kim Bu-bong
membolak-balik dan memeriksanya, seketika ia pun
mengunjuk rasa kaget dan heran.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Ternyata di atas mainan kalung batu jade itu berukir dua
huruf "Sim Long".
Kim Bu-bong berkata dengan heran, "Batu mainanmu,
mengapa bisa berada di tangannya" Mungkinkah sebelumnya
dia telah menggerayangi isi kantongmu?"
"Batu mainan ini bukan milikku," ucap Sim Long.
"Bukan milikmu, bagaimana mungkin terukir namamu?"
"Batu mainan ini sebetulnya milik Cu Jit-jit."
Tambah terkejut Kim Bu-bong, serunya, "Batu mainan nona
Cu bagaimana bisa berada padanya, mungkin ... mungkin ...."
"Peduli apa sebabnya, kalau mainan ini berada di tangannya,
maka dia pasti tahu di mana Cu Jit-jit sekarang, apa pun yang
terjadi kita harus mencari dan tanya kepadanya."
"Dia sudah pergi jauh, ke mana kita akan mengejarnya?" ujar
Kim Bu-bong. Tapi sebelum Sim Long menjawab dia sudah
menjawabnya sendiri, "Tidak sukar, bila di jalan raya kita
memergoki kawanan gelandangan, dari mulutnya tentu bisa
kita mencari tahu jejak si Kucing."
"Benar, kalau ratusan anak buahnya tersebar di sepanjang
jalan raya ini, memangnya khawatir takkan menemukan
jejaknya" .... Ayolah cepat!" lenyap suaranya, orangnya sudah
berkelebat ke luar pintu.
Cuaca lembap, mega mendung, angin berembus dingin, tak
jauh di pinggir jalan dalam sebuah kuil bobrok menyala
seonggok api unggun, belasan lelaki duduk mengelilingi api
unggun itu, mangkuk kosong berserakan, guci arak pun
berjungkir balik. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Orang-orang itu sedang berkeplok sambil bernyanyi, suaranya
berpadu dan riang, "Si Kucing, si Kucing, pendekar kelana
nomor satu di Kangouw, ahli menggerayangi kantong,
merampas yang kaya menolong yang miskin, setiap orang di
empat penjuru ikutan memujinya sebagai si Kucing yang tiada
duanya ...." Di tengah paduan suara yang gembira bercampur gelak tawa
itu, mendadak seorang bernyanyi solo dengan suara tenor di
luar kuil, "Daripada disebut si Kucing yang tiada duanya, lebih
tepat dinamakan si Kucing yang suka mabuk."
Sesosok bayangan tampak bersalto beberapa kali di udara,
lalu meluncur turun di pinggir api unggun, siapa lagi dia kalau
bukan si Kucing yang beralis tebal.
Orang-orang itu segera bersorak sambil berdiri, "Toako sudah
pulang!" Seorang lantas bertanya, "Apakah Toako sudah berhasil?"
Si Kucing menatap tajam satu per satu hadirin ini sambil
berputar, alisnya menegak, matanya bercahaya, katanya
dengan tertawa, "Memangnya kapan kalian melihat si Kucing
gagal dalam tugasnya?"
Mendadak ia menepuk pundak seorang lelaki bermuka kuning
yang duduk di pinggir api unggun katanya, "Go-losi, matamu
memang tidak lamur, kedua orang itu memang punya asal
usul luar biasa, pinggangnya juga gemuk, namun betapa
tinggi kungfu mereka sungguh mimpi pun tak pernah
terduga." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Lelaki bernama Go-losi tertawa, katanya, "Betapa pun tinggi
kungfunya, memangnya dia mampu menahan kelincahan
tangan Toako?" Si Kucing mendongak sambil bergelak, katanya, "Memang
betul, biarlah kuperlihatkan kepada kalian barang apa saja
yang berhasil kugaet dari sakunya. Cukup segenggam yang
kuperoleh ini, mungkin lebih dari cukup untuk hidup tenteram
puluhan keluarga miskin di luar pintu utara itu."
Tapi demi tangannya menepuk saku pinggang, gelak tawanya
seketika berubah menjadi menyengir, air muka pun berubah
hebat, tangan yang sudah merogoh saku ternyata tak mampu
dikeluarkan lagi. Keruan hadirin melenggong, semua heran dan kaget, seru
mereka, "Kenapa, Toako?"
Lama si Kucing terlongong di tempatnya, akhirnya ia
bergumam, "Lihai benar, sungguh lihai."
Di bawah cahaya api unggun tertampak keringat sebesar
kacang berketes-ketes di atas jidatnya, mendadak dia
bergelak tertawa sambil mendongak, serunya, "Gerakan
bagus, lelaki hebat, hari ini si Kucing baru dapat bertemu
dengan tokoh semacam ini, umpama terjungkal juga rela."
Go-losi bertanya, "Siapakah yang Toako maksudkan?"
Si Kucing segera mengacungkan jempol, katanya, "Bicara soal
ini, betapa tinggi kungfunya, mungkin jarang ada tandingan di
kolong langit ini, tindak tanduknya yang ramah, tutur katanya
yang halus, terus terang jarang terlihat olehku selama hidup
ini, bila aku ini seorang cewek, kecuali dengan dia, aku
bersumpah tidak mau kawin."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Go-losi makin heran, tanyanya mendesak, "Siapakah dia
sebenarnya?" "Dialah pemuda tampan di antara kedua kambing gemuk itu,"
sahut si Kucing. Seluruh hadirin bersuara heran, semua melongo, berkata pula
Go-losi, "Toako memujinya begitu rupa, kuyakin dia pasti luar
biasa, tapi ... entah ...." dia hentikan perkataannya demi
melihat tangan si Kucing yang merogoh saku itu sudah sekian
lama masih belum ditarik keluar lagi.
Si Kucing tertawa, katanya, "Dalam hati kau sangsi, tapi tak
berani tanya, betul tidak" Baik, biar kujelaskan. Aku berhasil
menggerayangi seluruh uang kepunyaan orang itu, di luar
tahuku sakuku berbalik juga digerayangi olehnya, lebih celaka
lagi, dompetku juga ikut jatuh ke tangan pemuda itu,
bukankah hal ini dapat dikatakan tak berhasil mencuri ayam
malah kehilangan segenggam beras?"
Peristiwa yang memalukan, kalau orang lain, siapa mau
bercerita akan hal ini di hadapan anak buahnya sendiri, tapi si
Kucing justru omong seenaknya dengan tertawa riang.
Keruan hadirin saling pandang, tiada yang bersuara.
Si Kucing tertawa pula, katanya, "Untuk apa kalian berlagak
seperti ini" Dapat bertemu dengan tokoh seperti itu sudah
untung bagiku, kehilangan barang tak berarti apa-apa, pula
barang itu juga bukan milikku."
"Tapi ... tapi dompet Toako itu ...." Go-losi tergegap.
"Dompet itu juga tak berarti, yang harus kusayangkan adalah
kucing kemala yang kuukir dengan golok pusakaku ini, namun
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
...." mendadak berubah air muka si Kucing, teriaknya, "Wah
celaka, masih ada benda lain dalam dompetku itu."
Kehilangan barang apa pun si Kucing tidak perlu cemas,
namun demi teringat pada barang yang berada dalam dompet
itu, seketika muka si Kucing berubah hebat, jelas benda itu
sangat berarti dan tinggi nilainya.
Cepat Go-losi bertanya, "Benda apa?"
Sesaat lamanya si Kucing termenung, katanya kemudian
dengan menyengir, "Benda itu kutemukan di sebuah kuil
bobrok, tapi ... tapi ...." akhirnya dia menghela napas dan
menengadah, "tapi benda itu jelas milik pribadi nona itu."
Go-losi berkerut kening, beberapa kali dia membuka mulut
seperti ingin tanya apa-apa, tapi tidak berani mengutarakan isi
hatinya. "Kalian tentu ingin tahu siapa nona itu, bukan?" ucap si
Kucing. Go-losi tertawa geli sendiri, katanya, "Apakah nona itu adalah
... adalah Toako punya ... Toako punya ...." hadirin tertawa
gemuruh menyambut pertanyaan Go-losi yang kepalang
tanggung itu. Si Kucing tertawa riang, katanya sambil membusungkan dada,
"Betul, gadis itu memang menggiurkan, paling cantik dalam
pandanganku, tapi siapa dia sebetulnya, siapa namanya,
sampai saat ini aku pun tidak tahu."
Berkedip Go-losi, katanya, "Apakah perlu Siaute mencari
tahu?" KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Tak usah," ucap si Kucing tertawa kecut, "Ai, sejak hari itu
aku melihat wajahnya, dia mendadak seperti menghilang
begitu saja, beberapa kali aku mondar-mandir di sepanjang
jalan raya, namun tak kulihat pula bayangannya."
Sejenak kemudian, mendadak dia putar badan dan melangkah
keluar. "Toako, mau ke mana?" serempak semua orang bertanya.
"Apa pun dompetku itu harus kuminta kembali, aku pun ingin
bersahabat dengan pemuda itu, bila kalian tiada tugas, boleh
tunggu saja di sini," belum habis si Kucing bicara bayangannya
sudah lenyap di luar kuil.
Go-losi mengawasi bayangan punggungnya, gumamnya,
"Beberapa tahun aku melanglang buana, sungguh belum
pernah kulihat seorang gagah jujur, bijaksana dan berjiwa
besar seperti Him-toako, kita bisa menjadi saudaranya,
sungguh beruntung besar, manusia seperti dia memang
ditakdirkan untuk menjadi seorang pemimpin besar. Dia
hendak mencari orang, bagaimana juga harus kubantu."
Sambil bicara bergegas ia pun berlari keluar.
***** Senja belum tiba, si Kucing sudah berada di jalan raya, agar
dapat menemukan jejak Sim Long dan Kim Bu-bong, dia tidak
mengembangkan Ginkangnya yang hebat.
Setelah mengayun langkah sekian lamanya, tampak dari
depan datang seorang nyonya berpakaian hijau dengan tubuh
terbungkuk-bungkuk, sebelah tangan menggandeng seorang
anak perempuan, tangan yang lain menuntun seekor keledai,
dengan langkah terseok-seok. Gadis yang di atas keledai dan
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
yang digandeng itu bermuka jelek sekali, jarang ada


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perempuan sejelek itu di dunia ini, sampai si Kucing juga tidak
tahan dan meliriknya dua kali.
Dua kali lirikan ini cukup berarti, mendadak dia ingat nyonya
baju hijau ini bukan lain adalah nyonya yang membuat api
unggun di dalam kuil bobrok kemarin, pada waktu itu pula si
nona cantik menggiurkan itu mencopot pakaian dan
memanggang bajunya. Sekilas dia berkerut alis, setelah bimbang sejenak, mendadak
ia mengadang di depan ketiga orang dan satu keledai itu
sambil membentang kedua tangannya, katanya dengan
cengar-cengir, "Masih kenal aku tidak?"
Beberapa kali si nyonya baju hijau mengawasinya naik-turun,
lalu berkata dengan tertawa dibuat-buat, "Toaya apakah mau
memberi sedekah?" Si Kucing tertawa, katanya, "Kau tidak mengenalku, aku masih
mengenalmu. Hari itu kau sendirian, mengapa sekarang
berubah menjadi bertiga" Apakah kau melihat nona itu?"
Semula Cu Jit-jit sudah putus asa, kini jantungnya berdebar
pula, dia masih kenal pemuda bergajul ini, sungguh tak nyana
pemuda bergajul ini bisa mencarinya.
Terdengar nyonya berbaju hijau itu berkata, "Apa satu jadi
tiga segala" Nona apa" Toaya, apa yang kau maksudkan, aku
tidak tahu, kalau Toaya ingin memberi sedekah, lekaslah
memberi, kalau tidak aku mau pergi saja."
Si Kucing menatapnya dengan melotot, katanya, "Kau betul
tidak tahu atau hanya pura-pura tidak tahu" Nona yang
malam itu buka baju di dalam kuil itu masa sudah kau
lupakan" Nona yang bermata bundar besar, mulut kecil ...."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Nyonya berbaju hijau seperti teringat mendadak, jawabnya,
"O, maksudmu, nona yang mengeringkan pakaiannya pada api
unggun itu. Ai, sungguh cantik sekali, cuma ... malam itu dia
lantas pergi ikut si Tosu yang berkelahi dengan kau itu,
kudengar katanya menuju ke timur, agaknya Toaya tidak
menemukan dia." Si Kucing menghela napas kecewa, ia tidak tanya pula, baru
saja dia membalik badan, mendadak terasa gadis berwajah
buruk di samping nyonya baju hijau itu seperti menunjukkan
pandangan ganjil padanya. Segera dia menghentikan langkah
sambil berkerut kening, ia merasa heran, dia tidak dapat
berpikir lebih cermat, sementara si nyonya baju hijau sudah
melangkah pergi sambil menggandeng gadis buruk dan
keledainya. Hati Cu Jit-jit kembali tenggelam, selanjutnya dia tidak berani
menaruh harapan setitik pun.
Si Kucing mengguncang buli-buli araknya, isinya sudah
kosong, dia menghela napas panjang, perasaannya kesal dan
hampa, sesaat dia berdiri bingung, entah apa sebabnya.
"Toako!" mendadak didengarnya seorang memanggil di
belakang. Ternyata Go-losi memburu datang dengan napas ngosngosan, sikapnya kelihatan aneh, si Kucing heran, tanyanya,
"Ada apa?" Menuding punggung si nyonya berbaju hijau Go-losi mendesis,
"Kedua ... kedua 'kambing gemuk' itu pernah memberi uang
kepada nyonya baju hijau itu sehingga dapat kulihat sakunya
cukup padat." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Oo ...." si Kucing melengak.
"Mata Siaute cukup tajam, sekilas pandang kulihat uang yang
mereka berikan kepada nyonya baju hijau itu berhuruf merah,
itu berarti nilai setiap uang kertas itu di atas lima ribu tahil."
Tergerak hati si Kucing, katanya dengan mendelik, "Kau tidak
salah melihat?" "Tanggung tidak salah," sahut Go-losi.
Bertaut alis tebal si Kucing, katanya, "Kalau hanya memberi
sedekah kepada si miskin di tengah jalan, tak mungkin sekali
rogoh kantong mengeluarkan uang lima ribuan, aku percaya
nyonya baju hijau ini pasti ada hubungan erat dengan kedua
orang itu. Kalau kedua orang itu orang aneh dunia Kangouw,
maka nyonya berbaju hijau itu pasti juga bukan orang
sembarangan, tapi dia justru berpura-pura selemah itu ...
kurasa ada sesuatu yang kurang beres."
Mendadak dia putar balik dan memburu ke arah si nyonya
baju hijau. Langkahnya semakin dekat, tapi nyonya baju hijau seperti
tidak merasakan. Sorot mata si Kucing jelalatan, dengan gerak
cepat mendadak dia cengkeram pundak si nyonya baju hijau,
kelima jarinya penuh dilandasi tenaga dalam, setiap insan
persilatan bila mendengar sambaran angin sekuat ini pasti
segera tahu bila pundak tercengkeram, tulang pundak pasti
teremas hancur. Tapi nyonya baju hijau tetap seperti tidak merasakan apa-apa,
namun mendadak langkahnya seperti tersaruk batu hingga
sempoyongan ke depan, pada detik terakhir itu dia
meluputkan diri dari cengkeraman si Kucing.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Si Kucing tertawa, katanya, "Ternyata memang punya kungfu
bagus!" Nyonya itu berpaling dan bertanya dengan bingung, "Kungfu
bagus apa" Toaya, aku tidak mengerti apa yang kau katakan."
"Peduli kau tahu atau tidak, ayolah ikut padaku."
"Mau ... mau ke mana?"
"Kulihat kau terlalu miskin dan hidup sengsara, hatiku tidak
tega, ingin kuberi sedekah padamu."
"Terima kasih atas maksud baik tuan, sayang aku harus
menempuh perjalanan dengan membawa kedua keponakanku
ini ...." Mendadak si Kucing membentak, "Mau atau tidak mau harus
ikut." Mendadak dia melompat ke punggung keledai dan segera
menepuk pantatnya, karena kesakitan keledai itu segera lari
kencang seperti kesetanan.
Keruan si nyonya baju hijau melengak, berubah air mukanya
makinya dengan gusar, "Bajingan, kembali!"
Si Kucing tergelak, serunya, "Aku memang bajingan, caramu
itu pantas untuk menghadapi kaum pendekar, orang lain
mungkin tak mampu berbuat apa-apa terhadapmu, tapi
menghadapi bajingan seperti diriku, hehehe, memangnya
bajingan peduli amat terhadap permainanmu ini."
Walau kurus, dalam sekejap keledai itu telah lari lebih dua
puluhan tombak. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Nyonya berbaju hijau mencak-mencak, teriaknya, "Penculik,
rampok ... tolong ...."
Dari kejauhan si Kucing berkaok, "Betul, aku memang rampok,
tapi adakah rampok yang takut pada orang baik, sebaliknya
orang baik sama takut kepada rampok, sampai pecah
tenggorokanmu juga tak ada orang berani menolongmu."
Lari keledai semakin jauh, dalam sekejap lagi hampir lenyap
dari pandangan mata. Akhirnya si nyonya berbaju hijau tidak tahan, sambil
mengertak gigi, sekali raih dia peluk pinggang Pek Fifi, tanpa
hiraukan apakah orang lain kaget dan melongo, sekali tarik
napas dia melompat jauh ke depan terus mengudak dengan
kencang. Ginkang dan gerak tubuhnya memang luar biasa, meski
sebelah tangannya mengempit seorang, tapi beruntun empat
kali lompat naik-turun dia sudah meluncur dua puluhan
tombak. Kedua kaki si Kucing mengempit keras perut keledai, sebelah
tangan memeluk gadis buruk rupa, alias Cu Jit-jit, sebelah
tangan terus-menerus menepuk pantat keledai supaya lari
lebih cepat, katanya sambil tertawa, "Nah, kelihatan
belangnya sekarang, akhirnya dapat kupaksa menunjukkan
kungfumu." "Memangnya kenapa kalau dipaksa?" jengek si nyonya baju
hijau dengan benci, "apa kau kira bisa hidup lagi?"
Beberapa kali lompatan pula, jelas dia akan dapat menyusul
keledainya yang berlari kencang itu.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Tak tersangka mendadak si Kucing angkat Cu Jit-jit terus
melayang tinggi dari punggung keledai, serunya dengan
tertawa, "Boleh kau kejar aku dulu dan bicara lagi nanti."
Sekali meluncur tiga tombak ke depan, keledai tanpa
penumpang itu ditinggalkan, tapi dia yakin yang dikejar
nyonya baju hijau bukan keledai melainkan penunggangnya
yang bermuka buruk dalam rangkulannya ini.
Jika murid didik kaum pendekar jelas tak sudi melakukan
perbuatan yang memalukan ini, tapi lain dengan si Kucing
yang tidak peduli tentang sopan santun segala, asal tujuannya
suci dan dapat tercapai, perbuatan apa pun berani
dilakukannya. Agaknya nyonya berbaju hijau tidak menduga bajingan tengik
ini memiliki Ginkang selihai itu, dirinya ternyata tidak mampu
menyusulnya, keruan ia gugup bercampur gusar pula, segera
bentaknya, "Berhenti, marilah kita bicara secara baik."
"Bicara soal apa?" tanya si Kucing.
"Sebetulnya apa kehendakmu" Turunkan dulu keponakanku,
urusan bisa dirundingkan."
Sementara itu mereka sudah hampir mencapai kuil bobrok itu.
Si Kucing tertawa riang, katanya, "Berhenti juga boleh. Tapi
lebih dulu kau harus berhenti mengejar, baru nanti aku akan
berhenti, kalau tidak meski tiga hari tiga malam, jangan harap
kau dapat menyusul aku, kukira kau sendiri maklum akan hal
ini." "Bangsat, bajingan!" maki si nyonya baju hijau. Tapi terpaksa
dia menghentikan langkahnya, "Apa kehendakmu" Katakan!"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Si Kucing juga berhenti dalam jarak lima tombak, katanya
dengan tertawa, "Apa pun tidak kuinginkan, aku hanya ingin
tanya beberapa patah kata saja."
Berkilat sorot mata si nyonya baju hijau, wajahnya tidak
kelihatan welas asih lagi, desisnya penuh kebencian, "Lekas,
tanya soal apa?" "Ingin kutanya lebih dulu siapa sebetulnya kedua orang yang
memberi uang kertas itu kepadamu?"
"Seorang murah hati yang kebetulan lewat di jalan, mana aku
mengenalnya?" "Kalau kau tidak kenal dia, memangnya dia mau memberi
uang kertas sebanyak itu kepadamu?"
Berubah pula air muka si nyonya baju hijau, serunya beringas,
"Baiklah kuberi tahu padamu, kedua orang itu begal besar
yang kupegang rahasianya, mulutku terpaksa disumbat
dengan uang supaya rahasia itu tidak kubocorkan. Tentang di
mana sekarang kedua orang itu, terus terang aku tidak tahu."
Si Kucing tertawa terkial-kial, katanya, "Kalau betul kedua
orang itu begal besar, pasti kau ini sekomplotan dengan
mereka. Manusia macam dirimu ini, mengapa membawa dua
gadis buruk muka dalam perjalanan, kurasa pasti ada suatu
yang tidak beres ...."
"Ini ... ini bukan urusanmu," bentak nyonya baju hijau dengan
gusar. "Aku si Kucing justru suka mencampuri urusan orang lain,
meski urusan kecil yang tiada sangkut pautnya denganku, bila
kebentur di tanganku, urusan harus dibikin jelas baru puas
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
hatiku. Hari ini kalau aku tidak membekuk kau, tentu kau tak
mau bicara sejujurnya."
Mendadak dia menggembor keras, "Hai, saudara-saudara,
ayolah keluar!" Lenyap suaranya, maka berbondonglah puluhan orang
menerjang keluar dari dalam kuil.
Si Kucing menyerahkan Cu Jit-jit sambil berpesan,
"Sembunyikan gadis ini di tempat yang rahasia dan jaga baikbaik ...." Sambil mengiakan anak buahnya merubung maju, sementara
si Kucing sendiri melompat balik ke hadapan si nyonya berbaju
hijau, katanya, "Nah, boleh mulai."
Nyonya baju hijau menyeringai, jengeknya, "Kau ingin
mampus" Baik!" Dalam berkata "baik", sekaligus ia sudah menyerang tiga
jurus. Agaknya dia tidak berani meremehkan pemuda bergajul
yang kurang ajar ini, meski sambil mengempit Pek Fifi, tapi
tiga jurus pukulannya telah mengerahkan seluruh tenaganya.
Gerakan si Kucing segarang harimau, berputar laksana
langkah naga, secepat kilat dia berkelit tiga kali, katanya
dengan tertawa, "Mengingat kau ini seorang perempuan, biar
aku mengalah tiga jurus lagi."
Sikap si nyonya baju hijau tampak prihatin, bentaknya bengis,
"Baik, jangan kau menyesal."
Segera kaki kiri melangkah ke depan, tubuh setengah
berputar, telapak tangan kanan didorong perlahan, mulut
membentak pula, "Inilah jurus pertama."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Tampak kelima jarinya setengah tertekuk, bentuknya mirip
tinju tapi bukan tinju, seperti telapak tangan juga bukan
telapak tangan, gerak serangannya lamban, sampai setengah
jalan serangannya, lawan masih bingung dan tak dapat
meraba ke arah mana serangannya akan dilancarkan.
Si Kucing berdiri tegak bergeming, matanya menatap telapak
tangan lawan yang satu ini, sorot matanya tampak prihatin,
namun ujung mulutnya mengulum senyuman acuh tak acuh.
Setiba di tengah jalan mendadak telapak tangan nyonya baju
hijau itu terayun ke atas dan menghantam telinga kiri si
Kucing. Letak kuping kiri merupakan tempat sepele, dengan sendirinya
tidak terduga bahwa lawan bakal menyerang tempat ini,
dengan perkataan lain pertahanan paling lemah pada bagian
ini. Si Kucing merasa di luar dugaan, dalam repotnya dia tidak
sempat berpikir, ia mengegos ke kanan, tak tahunya si nyonya
baju hijau seperti sudah memperhitungkan gerakannya yang
berkelit ke kanan ini, hanya bagian tubuh atas saja yang
berkisar tanpa menggeser kedua kakinya, ini berarti ruang
lingkup gerak tubuhnya tidak besar, maka begitu badan si
Kucing miring ke kanan, telunjuk jarinya segera menjentik,
yang digunakan adalah sebangsa Tan-ci-sin-thong atau tenaga
jari sakti, sejalur angin tajam segera menyambar ke lubang
telinga si Kucing.

Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lubang telinga dengan genderang kuping adalah titik terlemah
pada tubuh manusia umumnya, biasanya cukup orang
mengorek kuping dengan gulungan kertas saja akan
menimbulkan rasa sakit, apalagi nyonya berbaju hijau ini
menyerang dengan landasan tenaga murni, meski tidak
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
kelihatan bentuknya, yang jelas tajamnya melebihi sebatang
paku, bila terkena tenaga selentikan jarinya, genderang
telinga bisa pecah. Sungguh tak pernah terpikir oleh si Kucing bahwa nyonya
berbaju hijau itu bisa melancarkan serangan sekeji ini, kecuali
manusia berhati culas dan jahat, mustahil bisa memikirkan
serangan keji ini. Cepat si Kucing mengkeret kepala dan menjengkang badan
serta mundur beberapa kaki. Tapi betapa cepat sambaran
angin jentikan lawan, walau dia sempat berkelit, tak urung
jidatnya keserempet juga hingga kulit jidatnya jadi merah.
Seketika si Kucing berjingkrak gusar, bentaknya, "Apa ini juga
terhitung satu jurus?"
Baru saja dia membentak, tahu-tahu si nyonya baju hijau
menubruk tiba pula dan melancarkan jurus kedua, yang
diincar adalah bagian berbahaya di bawah perut, jurus
serangan ini lebih keji lagi, saat itu badan si Kucing lagi
doyong ke belakang, tenaga belum sempat dikerahkan, maka
nyonya baju hijau yakin jurus kedua ini pasti akan
menamatkan riwayat lawan.
Di luar tahunya, kekuatan fisik si Kucing sungguh tak
terbayang oleh siapa pun, tenaga murni tubuhnya ternyata
bagai arus air yang mengalir tak terputus-putus.
Dia menarik napas, dengan tangkas ia menyurut mundur
beberapa kaki pula, begitu dia kerahkan tenaga pada tungkak
kakinya, mendadak dia melompat ke udara, sekali
berjumpalitan kembali ia berada lagi di hadapan si nyonya
berbaju hijau. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Jilid 10 Bukan saja mampu meluputkan diri dari dua jurus serangan
keji, gerak-gerik lawan ternyata juga aneh dan lincah, mautidak-mau si nyonya tampak gugup, bentaknya beringas,
"Masih ada sejurus, sambutlah!"
Kembali telapak tangannya didorong perlahan, gayanya mirip
jurus pertama tadi. Si Kucing menjengek, "Tadi sebetulnya sudah cukup tiga
jurus, tapi apa alangannya aku mengalah sejurus lagi."
Beberapa patah kata ini tidak pendek, tapi selesai
diucapkannya, pukulan telapak tangan si nyonya baju hijau
juga baru mencapai setengah jalan, si Kucing berdiri sekukuh
gunung, bola matanya menatap tajam seperti mata harimau,
siap menunggu serangan lawan dan segera akan melancarkan
serangan balasan mematikan.
Terdengar nyonya berbaju hijau menghardik, "Kena!"
Telapak tangan berhenti bergerak, tapi kaki kanan mendadak
melayang, menendang selangkangan.
Jurus serangan yang tak terduga oleh lawan, namun si Kucing
masih sempat berkelit meski agak kelabakan.
Mendadak lengan baju si nyonya mengebas, puluhan bintik
sinar lembut menyambar keluar dan berkembang melebar,
tiga tombak di kanan-kiri si Kucing terjangkau oleh bintik sinar
kemilau itu, betapa pun tinggi kungfu si Kucing, kali ini jelas
tak mampu menyelamatkan diri dari am-gi atau senjata
rahasia yang ganas ini. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Pendekar Guntur 13 Pendekar Mata Keranjang 2 Bara Di Jurang Guringring Misteri Pulau Neraka 6

Cari Blog Ini