Ceritasilat Novel Online

Pendekar Guntur 19

Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong Bagian 19


kami sangat kagum. Kau tahu..." berkata sampai disitu, ia
berhenti, kemudian sambungnya sambil tersenyum: "Urusan luitai juga ikut jadi
beres karenanya!" Khiam Lo Ang segera juga menceritakan pembicaraan diluar tadi dengan Bin Tian
Ong. Kwang Tan bangun dari pembaringannya, ia mengawasi dua orang itu, kemudian dia
menggeleng perlahan: "Maaf locianpwe ada apakah sebenarnya?"
"Aku siorang tua, aku ingin minta secangkir arak kegirangan." menyahuti Khiam Lo
Ang. "Aku juga!" kata Siang Bu, yang ikut tertawa.
"Apa" Arak kegirangan apakah itu?" sipemuda lelah bertanya dengan sikap heran.
Khian Lo Ang mengawasi terus, hanya saja sekarang ia berhenti tertawa.
"Laote bagaimana kau lihat ilmu silat Giok Cu dan Lin Eng?" tanya Khiam Lo Ang
kemudian. Ditanya begitu, muka Kwang Tan merah.
"ilmu silat mereka cukup....!" sahutnya.
Khiam Lo Ang menepuk tangan, dia tertawa.
"Bagus! "serunya, "Maka, jadilah aku siorang perantaraan yang sukses...."
Kwang Tan segera menggelengkan kepalanya.
"Tidak, tidak dapat, locianpwe." katanya. "Nona itu masih ada orang tuanya! Lagi
pula, sekarang ini Bengkauw tengah berjuang, dan aku tengah melaksanakan tugas
yang diberikan memakan oleh Kauwcu, maka dari itu, mungkin masih
waktu dua tahun atau lima tahun lagi, atau mungkin pula sepuluh tahun,
perjuangan Bengkauw baru selesai! Karena itu tidak
bisa aku sekarang ini membicarakan urusan wanita, maafkanlah locianpwe!" Setelah
berkata begitu, Kwang Tan membungkukkan tubuhnya, ia memberi hormat kepada jago
tua itu dengan memperlihatkan sikap menyesal.
Khiam Lo Ang tertawa, ia mengangguk. "Untuk itu kami memang mengetahui, asal kau
mau mengucapkan satu patah kata saja, bahwa kau setuju dengan kedua nona itu,
mereka akan menantimu, sampai kapanpun juga, sepuluh tahun... dua puluh tahun,
atau lima puluh tahun, mereka akan tetapi menantikanmu!"
Muka Kwang Tan berobah merah.
"Terlebih bijaksana sekarang ini kita tidak membicarakan dulu urusan jodoh!
Karena mengikat tanpa waktu yang pasti, hal itu akan membuat hatiku tidak
tenang, locianpwe, karena membatasi kebebasan kedua nona itu! Tapi itu. Tapi aku
berjanji, begitu perjuangan Beng kauw selesai, maka aku akan mulai memikirkan
urusan jodoh!" Khiam Lo Ang tersenyum, sedangkan didalam hatinya ia berkata: "Pemuda ini benar2
keras hati dan memang dapat dipercaya untuk perjuangan, dimana ia tetap
mencurahkan seluruh perhatiannya untuk perjuangan yang Hemm! Jika saja Bin Laote
bisa memperoleh berhasil! menantu
beberapa saat lagi, seperti dia, tentu tidak akan kecewa..!" Begitulah, setelah
bercakap-cakap tampak Khiam Lo Ang bersama Siang Bu minta diri dan kemudian
hasil pembicaraan mereka dengan Kwang Tan telah disampaikan kepada Bin Tian Ong.
"Dia benar, Memang sekarang ini justeru kitapun harus berusaha mendukung dan
membantu Bengkauw. Biarlah, sementara ini memang lebih baik kita tidak
membicarakan urusan jodoh! Tapi yang pasti, memang kita mengetahui ada kecocokan diantara
mereka, hanya sang waktu juga kelak yang akan menentukan sekarang yang
terpenting sekali adalah berjuang membantu Bengkauw...?"
Semua orang setuju, Dan mereka sore itu mengadakan perjamuan, untuk menghormati
Kwang Tan, membuat pemuda itu jadi kikuk dan canggung.
Apalagi Khiam Lo Ang tidak hentinya telah bergurau me nyindir2 tentang hubungan
Kwang Tan dengan kedua nona manis itu, membuat pipi Kwang Tan sering kali
berobah merah, karena dia malu bukan main.
Setelah perjamuan itu telah berlangsung, Kwang Tan baru mengemukakan maksudnya
yang hendak pamitan besok pagi melanjutkan perjalanannya ke kotaraja! ia
menjelaskan bahwa persoalan di Bin Ke Cung telah selesai.
Karenanya ia dapat segera meninggalkan tempat ini untuk melanjutkan
perjalanannya, guna melaksanakan tugas yang diberikan Thio-Bu Kie, Kauwcu
Bengkauw. Begitulah, dengan perasaan berat. Bin Tian Ong dan yang lainnya berusaha untuk
membujuk sipemuda, agar berdiam dulu beberapa saat di Bin Kie Cung, tapi juga
mereka menyadari betapa pentingnya tugas yang tengah dilakukan oleh Kwang Tan.
Mereka tidak berani mendesak terus, hanya mereka mengatakan, jika Kwang Tan
bermaksud kembali ke-tengah Bengkauw, agar ia mencari mereka, karena mereka
dalam beberapa hari ini beramai-ramai, akan pergi menggabungkan diri dengan Bengkauw.
Kwang Tan memberikan janjinya, dan ia pun mengucapkan syukur atas kesediaan dari
jago2 tua itu, yang bermaksud untuk membantu Bengkauw.
Begitulah, perjamuan itu berlangsung sampai larut malam, baru mereka berpisahan.
malam, baru mereka berpisahan.
BEGITU matahari fajar menyingsing, Kwang Tan telah pamitan dengan Bin Tian Ong
dan yang lainnya. Juga kepada Giok Cu dan Lin Eng.
Kedua gadis itu tampak merasa berat harus berpisah dengan pemuda yang mereka
kagumi itu. Juga semangat mereka seperti ikut terbawa oleh kepergian Kwang Tan.
Mereka memesan agar Kwang Tan sering-sering mengunjungi mereka.
Kwang Tan melarikan kudanya dengan cepat, sehingga ia membuat dirinya terkurung
dengan debu, sampai kepala dan tubuhnya, juga kuda tunggangannya itu, tertutup
seluruh-nya, tinggal matanya saja yang bersinar.
Inilah disebabkan, selama tiga hari dan dua malam ia melarikan terus kudanya
tanpa pernah berhenti, ia hanya singgah seperlunya saja.
Setelah masuk wilayah propinsi Shoatang, dari Liauwshia ia memotong ke Tainen
dan Hamtan, menuju ke Ciokecung, tadi saja ia singgah di See-ho, untuk tiba di
Cio-kecung. ia harus melalui lagi perjalanan tiga atau empat ratus lie,
sedangkan waktu itu lewat tengah hari.
Ia menduga diwaktu sebelah depan, Karena magrib, ia akan sampai dikota itu untuk
minum pun ia tidak menghentikan kuda nya, ia terus saja melarikan kuda tunggangannya dengan keras
dan cepat. Mulanya Kwang Tan berpikir Liauw-shia melintasi
kecamatan Tek koan lalu kekota Chong-ciu, terus kekotaraja, Namun ia pikir,
setibanya dikota raja, dimana ia akan segera mulai kerja dan juga jarak yang
akan ditempuh jauh lebih sulit.
Karenanya, ia memutuskan mengambil jalan ke Hamtan. Ditengah jalan ia berpikir.
"Entah dikotaraja apa yang akan kuhadapi. Mudah2an saja tugas yang diberikan
Thio Kauwcu dapat kulaksanakan sebaik-baiknya."
Mulai lohor, tibalah Kwang Tan di Kho-ip. Jauh didepannya, samar-samar dia
melihat tembok kota kecamatan itu, yang ia duga masih ada seperjalanan kurang
lebih tiga-puluh lie. Maka ia mencambuki kudanya yang dilarikan dengan cepat.
Jauh di sebelah depan, Kwang Tan melihat debu mengepul naik, sewaktu
mendekati telinganya pun mendengar derap kaki kuda yang cukup banyak, segera ia
melihat lima penunggang kuda tengah melarikan kuda tunggangan mereka dengan
cepat. Dua orang penunggang kuda terdepan
membawa seorang laki2 tua, dan yang
yang seorang seorang lagi membawa seorang wanita yang tengah menangis sedih.
"Pasti mereka orang2 jahat !" pikir Kwang Tan. Maka ia segera menghadang
ditengah jalan, cambuknya disabetkan kedepan.
Dua penunggang kuda terdepan kaget, mereka menahan kuda mereka. Karena itu
mereka diterjang tiga ekor kuda yang dibelakang, yang agaknya tidak sempat
menahan kuda mereka masing2.
Syukur dua ekor kuda yang didepan itu tidak rubuh, penunggangnya telah
berteriak-teriak memaki dengan suara yang kasar.
Untuk sejenak, kelima penunggang kuda itu melengak, mata mereka melihat,
penghadangnya adalah seorang pemuda yang penuh debu baik kudanya maupun
penunggangnya, dan mirip dengan mereka sendiri, yang keadaannya sangat kotor dan
penuh debu. "Eh, bocah kurang ajar. kau cari mampusmu sendiri "!" akhirnya salah seorang
diantara mereka membentak "Apakah kau tidak memiliki biji mata sehingga kau
berani merintangi Se-san Ngo Kui "!" berkata begitu ia berhenti sejenak,
kemudian membentak dengan suara meninggi dan bengis sekali, "Cepat minggir !"
Kwang Tan memang seperti ingin mencari gara2, tidak mau menyingkir. Pula julukan
Se San Ngo Kui benar2 menarik perhatiannya, julukan yang berarti Lima Setan dari
Se San. "Aku tidak perduli siapa itu Se San Ngo Kui !" sahutnya berani sekali, ia malah
tertawa dingin, "Bukankah sekarang ini siang hari" Bagaimana kalian berani
menculik orang" Jika kalian mau lewat, boleh, asal kalian tinggalkan kedua orang
itu !" "Rupanya bocah ini orang asing !" kata penunggang kuda yang bicara tadi, Dia
terus tertawa terbahak2. "Eh, apakah kau tidak pernah menyelidiki dulu, siapa
kami ini" Apakah kau sudah bosan hidup" Kalau benar bocah, serahkanlah jiwamu !"
Malah setelah berkata begitu, ia segera maju dan menghunus goloknya, untuk
membacok. Kwang Tan tertawa mengejek, sambil berkelit ia mengulurkan tangan
kirinya, untuk mana orang itu menjerit secara tiba-tiba sekali dan goloknya
terlepas, jatuh ketanah. Sedangkan tubuhnya dibetot sampai dilain saat wanita
ditangannya dapat ditolongi.
Penunggang kuda itu kaget. Dialah penculik, tetapi dia segera menjerit-jerit
kesakitan, karena Kwang Tang memperkeras pijitan tangannya.
Empat orang penunggang kuda lainnya jadi terkejut dan marah, segera mereka
memaki tidak hentinya, hanya saja, karena penuh debu, kemurkaan itu tidak tampak
jelas pada wajah mereka. Cuma mata mereka saja yang mencorong.
Kwang Tan mengawasi ia tertawa terbahak-bahak nyaring sekali,
"Apa itu Se San Ngo Kui?" tanyanya mengejek, "Tidak lebih tidak kurang gentong
arak dan kantong nasi belaka! Cepat kalian turunkan orang tua itu!"
Empat orang itu tampak bingung, mereka saling mengawasi. Saudara mereka telah
berada ditangan lawan. Akhirnya, dengan terpaksa sekali menurunkan orang tua
itu. "Sekarang lepaskan kakak kami?" kata yang seorang diantara mereka, yang meminta
Kwang Tan melepaskan tawanannya itu.
Kwang Tan tertawa, cekalannya dilepaskan maka jatuhlah korbannya bagaikan
layangan putus! "Baru sekali ini dan merupakan pertama kali kalian berbuat jahat
dan karang ajar didepanku, mau aku memberikan pengampunan" katanya dingin dan
bengis. "Tapi dilain waktu, jangan kalian mengharap pula pengampunan, sekarang
tinggalkan dua ekor kuda kalian!" Se San Ngo Kui mati kutunya.
"Baik!" kata mereka yang segera kabur dengan lima orang naik diatas punggung
tiga ekor kuda, dua ekor kuda mereka ditinggalkan begitu saja seperti perintah
Kwang Tan. Kwang Tan mempertemukan orang tua itu dengan si wanita muda untuk menanyakan hal
yang terjadi pada diri mereka, Orang tua itu menangis, ia bilang: "Aku Ciang
Kiam, dari Lousan, Holam, pekerjaanku hanya sebagai
petani, lantaran musim kemarau, aku jadi hidup sengsara.
Dengan mengajak cucuku ini, aku mau mencari adikku yang berdagang kuwe diKho-ip.
Kasihan saudara itu, ia telah menutup mata pada lima tahun yang lalu dan rumah
tangganya berantakan. Celaka untuk kami, kami keputusan uang belanja. lebih celaka, kami bertemu
dengan Se San Ngo Kui, cucuku hendak di rampas, karena aku melawan, akupun
dibawa lari sekalian. Syukur kau menolongi, tuan penolong !"
Kwang Tan berkasihan, ia mengawasi gadis itu, yang rambutnya kusut dan bengul
matanya memerah, dimana mukanya sangat kotor, tapi wajahnya cantik. Ia lantas
memberikan sepotong emas seharga dua tail, serta perak
hancur, ia pun bilang: "sekarang kalian pergi dengan menunggang kuda ini pula ke Ho lam, uang emas ini
untuk modal dagang kecil2 an dan perak hancur ini buat belanja diperjalanan !"
Ciang Kiam bersyukur bukan main, bersama cucunya mereka berlutut memberi hormat
dan menghaturkan terima kasih mereka yang tak terhingga.
"Sekarang cepatlah kalian pergi !" kata Kwang Tan. Bahkan ia mengantarkan sampai
diluar kota Kho-ip, dimana kakeknya dan cucunya itu menuju ke jalan lain, ia
sendiri terus menuju ke Cio ke-cung, sebuah tempat yang ramai.
Dari sini ke Utara orang dapat menuju kekota raja, jika kebarat kekota Taygoan,
ia lantas mencari rumah penginapan, untuk paling pertama membersihkan tubuh dan
salin pakaian, kemudian ia pergi keruang besar untuk bersantap.
Disini ia menarik perhatian tamu2 lainnya, karena ia merupakan seorang pemuda
yang tampan dan gagah, ia pesan makanan dan dahar seorang diri, sambil sering
melihat sekelilingnya. Dengan begitu, ia lantas melihat dua orang di meja kiri
tengah mengawasi dia. Mereka itu masih muda, yang seorang hitam manis, sedangkan yang satunya lagi
tampan. Mata mereka tajam juga dan ada pedang dipunggung mereka, Pasti mereka
berdua merupakan akhli Kiamhoat dan mengerti ilmu silat.
Masih ada dua orang lain, yang agaknya memperhatikan pemuda ini. Yang seorang
adalah seorang tua pendek gemuk, yang telah ubanan dan kumisnya yang lanang,
dengan ubun-ubun kepalanya yang botak.
Tapi kedua tangan orang tua yang pendek gemuk ini besar dan tampaknya kuat,
matanya juga memiliki sinar
yang merah serta tajam bercahaya. Dia memandang sambil bersenyum.
Yang lain lagi adalah seorang gadis, bajunya abu2 dan singsat, kepalanya dilibat
sabuk kuning. ia membalut pedang dengan ronce hijau dan panjang, nampak wajahnya
muram berduka. Ia mengawasi, tetapi segera melengos ketika sinar matanya bentrok dengan sinar
mata Kwang Tan. "Pasti mereka semua orang Rimba Persilatan." pikir Kwang Tan, Ia
kurang pengalaman, tapi luas
pengetahuannya, yang mana banyak membantunya, sehingga ia bukanlah seorang
Kangouw hijau. "Mereka pasti sama dengan aku, hanya gadis itu. entah apakah kesulitan yang
tengah dialaminya, tampaknya ia begitu muram dan berduka."
Karena itu, iapun mengawasi gadis itu sampai beberapa kali. Kedua orang pemuda
itu, juga orang tua pendek gemuk itu, dan sigadis, sama kesannya waktu mereka
melihat Kwang Tan, yang muda dan tampan gagah.
Mereka tidak dapat melihat apakah orang mengerti silat, meski cuma berpikir:
"Coba dia meninggalkan ilmu surat dan mempelajari ilmu silat, dia berbakat baik
sekali!" Hal itu disebabkan Kwang Tan memang berpakaian sebagai pelajar, kutu buku.
Setelah menegur arak, kulit muka Kwang Tan bersemu dadu, ia menambahkan
cawannya, karena sudah lapar, ia pun berdahar dengan cepat.
Ketika hendak bangkit ia melihat menghampiri si gadis menyerahkan seorang
pelayan selembar kertas. Melihat kertas itu, muka sigadis jadi pucat pasi.
"Mana dia si pembawa surat?" gadis itu bertanya perlahan.
"Setelah menyerahkan surat, dia segera pergi!" jawab si pelayan
Gadis itu mengangguk. Setelah pelayan itu pergi, alisnya mengkerut, wajahnya
semakin guram. Tiba-tiba orang tua yang pendek gemuk itu tertawa dan berkata: "Tidak lain tidak
bukan tentulah kawanan tikus menghina seorang gadis yang harus dikasihani! Untuk
apakah berduka, nona" Apakah kau menyangka aku si orang tua tidak akan
mengulurkan tangan"!"
Nyaring suara orang tua itu, sampai semua tamu lainnya menoleh dan mengawasinya.
Ia tetap saja bersikap seperti tidak ada orang lain disitu, ia minum araknya
dengan bebas dan sikapnya seperti juga diruangan tersebut hanya dia seorang
diri, ia mengenyam makanannya dengan lahapnya.
Mendengar suara orang itu, Kwang Tan merobah sikapnya ia batal bangkit
meninggalkan mejanya, ia ingin melihat perkembangan lebih jauh.
Segera terlihat sigadis menghampiri orang tua itu, ia
memberi hormat dan berkata per-lahan: "Aku tahu kau bukanlah orang sembarangan,
locianpwe, maka dari itu aku mohon sekali pertolonganmu. Dari jauh aku tiba
disini, tapi sijahat tidak sudi melepaskan aku!"
"Kau duduk, nona Gin!" berkata orang itu "Aku tahu kau terpaksa masuk dalam
rombongan Kui Bwee Pang. Aku kagum kau yang keluar dari lumpur dengan tubuh
tidak kena terkotorkan. Kau tahu, tanpa aku, tidak nantinya kau dapat lolos
sampai disini. Pasti aku nanti menolong kau sampai diakhirnya, walau pun aku
tahu lawanmu itu lihay!"
Orang tua itu berkata perlahan seperti gadis tadi bicara padanya. Tapi Kwang Tan
bisa mendengar jelas, Maka ia pikir:
"Baik aku pun membantu gadis ini. Menurut perkataan siorang tua, rupanya memang
gadis itu tengah dalam kesulitan. Hemmm, Kui Bwee Pang memang semakin
keterlaluan, selama dalam
perjalanan telah sering aku mendengar tentang sepak terjangnya anggota2 Kui Bwee
Pang yang kurang terpuji...!" Waktu itu, kedua pemuda itu pun menghampiri


Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siorang tua, untuk memberi hormat, sambil bertanya: "Locianpwe, apakah locianpwe
bukannya Ang Cit Ku Locianpwe "!"
Orang tua itu mengawasi, sampai akhirnya ia tersenyum sabar, ia pun segera
menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku tidak sangka ada orang yang bisa mengenali
aku si tua yang belum mau mampus. Kalian tahu dari mana
bahwa aku bernama Ang Cit Ku "!"
Pemuda bermuka hitam itu segera menyahut "Aku yang muda adalah Bun Lay dan ini
saudara bernama Giok Bian San. sungguh beruntung sekali kami berdua bisa bertemu
dengan supek disini !"
Orang tua itu tampak girang sekali, sampai ia berjingkrak bangun dengan mata
yang bersinar. "Apa"!" ia berseru, "Jadi kalian ini adalah murid Bu Tong Pay yang baru
mengangkat nama selama ini" Ternyata tajam sekali matanya si Kiong San situa
kepala botak sehingga ia berhasil mendidik kalian berdua! Inilah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kebetulan, aku memang lagi memerlukan pembantu! Nona ini tengah didesak oleh Kui
Bwee Pang, maka ada baiknya kalian berdua membantunya!"
Kwang Tan girang mengetahui orang tua itu adalah Ang Cit Ku. ia telah sering
kali mendengar bahwa Ang Cit Ku memang seorang yang luar biasa, ia juga telah
lama hidup mengasingkan diri, karena sudah tidak mau mencampuri urusan dunia persilatan
lagi. Tapi siapa tahu, sekarang ia bisa bersemu dengan Ang Cit Ku, inilah benar2
menggembirakan sekali. Kwang Tan juga segera memutuskan, bahwa ia harus membantu gadis tersebut, tentu
urusan adalah penasaran dan lawan dari gadis itu lihay.
Kui Bwee Pang memang telah cukup lama mengembangkan sayap! Sejak Cu Goan Ciang
naik takhta, dimana selama itu, baiknya, keadaan negeri kacau, maka telah timbul
banyak sekali pintu perguruan maupun berbagai macam perkumpulan, yang semuanya
berusaha memiliki anggota sebanyak-banyaknya, terdiri dari orangorang yang
memiliki ilmu silat tinggi.
"Eh sute mengapa si pemuda itu selalu mengawasi kita?" tiba2 Giok Bian San
berkata perlahan sekali. Mereka baru merasa bahwa Kwang Tan memang tengah
mengawasi mereka saja. "Dia tentu heran melihat gerak-gerik kita kaum Rimba Persilatan!" menjelaskan si
sute, Bin Lay, sambil tertawa, "Sinar matanya dia tidak bercahaya sesat, tidak
usah kita usil padanya! Memangnya kita dapat melarang orang memandang kita!"
"Benar!" kata Giok Bian San kemudian. "Kau tidak adil! Kita memang sering
memandangi orang, mengawasinya, mengapa orang lain tidak boleh memandang kita?"
Dan ia tertawa. "Jika memang kita usil dengan mereka, berarti kau dan aku tidak
adil!" Sutenya cuma tersenyum. sedangkan waktu itu Cin Siu Hoa hanya menunduk dengan
sikap gelisah. Ang Cit Ku melirik tajam kepada Kwang Tan, agaknya hatinya tertarik sekali,
bahkan akhirnya ia tertawa, ia menepuk meja dua kali, sambil berkata seorang
diri. "Akh, mengapa dia mirip dengan dia" Aneh, heran!"
Sampai disitu, Kwang Tan tidak berdiam diri lebih lama, ia menghampiri orang tua
tersebut, dia memberi hormat sambil bertanya: "Locianpwe, boanpwe menghunjuk
hormat!" Orang tua she Ang itu melirik dan kemudian tanyanya: "Anak, siapa kau?" dia
berdiam sejenak, Kemudian dia
meneruskan lagi pertanyaannya: "Dan apakah kau mengerti ilmu silat"!"
Kwang Tan tersenyum, dia bilang: "Boanpwe seorang perantauan, yang senang
menyaksikan alam yang indah diberbagai tempat. Kebetulan singgah disini !"
itulah jawaban untuk mengalihkan pertanyaan.
Kwang Tan sudah dipersilahkan duduk bersama mereka, Tampaknya memang Ang Cit Ku
tidak menaruh kecurigaan, demikian juga yang lainnya, karena melihat halus sikap
pemuda ini! Malah mereka masing2
memperkenalkan nama, sedangkan Kwang Tan menyebutkan nama lamaran sebagai Ouw Tan. Waktu itu, sigadis
dengan baju abu2, yaitu Cin Siu Hoa, tampak menunduk berduka. Surat yang tadi
diterima dari pelayan, benar2 membuatnya jadi bergelisah sekali.
"Nona Cin." kata Ang Cit Ku hening sejenak, dengan sikap yang tetap riang dan
tersenyum2. "Dimana kawanan tikus itu menjanjikan pertemuan denganmu"!"
Cin Siu Hoa merogoh saku mengeluarkan sehelai kertas yang kemudian tersebut,
maka adalah: "Surat itu dikirim kepada Cin Siu Hoa yang telah melarikan diri,
sebentar jam tiga kau harus datang melaporkan diri di markas cabang. Jika engkau
melanggar perintah, kematianlah bagianmu!"
Tanda tangan dari surat itu adalah tanda tangan yang berbunyi Hoan Lu. Hoan Lu
merupakan ketua cabang Kui Bwe Pang, yang telah perintahkan kepada Cin Siu Hoa,
yang pernah menjadi anggota perkumpulan tersebut agar melapor kepada markas cabang dari
perkumpulan tersebut. Tentu saja untuk menerima hukuman.
Dengan sikap dan wajah sangat berduka, Cin Siu Hoa berkata perlahan: "Hoan Lu
ialah satu diantara empat hiocu terkejam dari Kui Bwee Pang. Dengan datangnya
dia mungkin akan ikut delapan belas Lo Han locu (Pemimpin delapan belas Arwah),
Serta anggota lainnya yang
jumlahnya tentu tidak kurang empat atau lima puluh orang. Maka itu, jumlah kita
terlalu kecil!" "Ini benar juga!" kata Bun Lay kemudian sambil mengerutkan alisnya. "Mana dapat
sekarang kita menabuh gembreng untuk meminta bantuan?"
Mendengar perkataan Bun Lay, Ang Cit Ku rupanya tersinggung, ia bilang: "Jangan
kuatir, mengapa kita harus takut." Dan setelah Kwang Tan, sambil
engkau ternyata tidak takut bukan!?" ia serahkan kepada orang tui she Ang
mereka melihat bersama2, bunyinya itu
berkata begitu, ia menoleh kepada tertawa lebar ia bilang, "Kongcu, Kwang Tan
tersenyum, dia menggeleng dan menyahut. "Ya, locianpwe!" "Nah lihat, seperti Ouw
Kongcu yang tidak mengerti ilmu silat ia tidak takut, mengapa kita harus jeri
menghadapi sebangsa manusia seperti Hoan Lu?"
Tapi kemudian sipendek gemuk ini, Ang Cit Ku, berdiam diri dengan sepasang alis
dikerutkan, tampaknya ia tengah berpikir keras.
Kwang Tan juga berpikir ia segera ingat kepada Sin Liong Say Houw Leng, lencana
hadiah yang diperolehnya dari Toakonya, kakak angkatnya, Maka segera juga ia bertanya kepada Ang Cit Ku: "Locianpwe, kau
memikir untuk melindungi nona Cin, menyingkirkan diri atau kau bermaksud pergi
ke bukit untuk menempur mereka "!"
Sebelum menjawab pertanyaan Kwang Tan, Ang Cit Ku
mengawasi pemuda ini, kemudian barulah ia menyahuti sambil tertawa:
"Kongcu, mana bisa kami tidak menempur mereka! Kami dari kalangan
berdiri tegak diatas rimba persilatan aliran lurus, yang
keadilan! Walaupun kami harus membuang jiwa, tapi kami harus tetap melindungi
keadilan dari keangkara-murkaan !" Gagah sekali waktu ia berkata begitu, cuma
saja cara berkata dari Ang Cit Ku, sipendek gemuk ini jenaka, karenanya membuat
semua orang tersenyum. "Kui Bwee Pang telah mengatur orang2nya disekitar rumah penginapan ini, Coba
mereka tidak melihat aku situa bangka disini, mungkin mereka sudah menyerbu
tidak nantinya mereka mau berlaku demikian sabar !"
Kwang Tan tertawa. "Untuk mencari bala bantuan, gampang sekali !" katanya tertawa. "Nanti aku pergi
sebentar !" Ang Cit Ku mengerutkan alisnya, ia tidak yakin dengan perkataan
"kutu buku" tersebut "Engkau mengerti persoalannya atau tidak, Minta bantuan
kemana yang kau maksudkan "!"
"Minta bantuan yang locianpwe inginkan!" menyahuti Kwang Tan tersenyum. Ang Cit
Ku tersenyum lagi, dia bilang: "Akh, aku tahu, tentunya engkau hendak
menghubungi yang berwajib buat
melaporkan urusan ini" Duduklah! jangan pergi kemanamana! Duduklah!"
"Begini locianpwe!" Kwang Tan segera memberikan penjelasan, "Dulu waktu masih
kecil, aku senang sekali dengan permainan ilmu silat, jika memang ayahku tidak melarang aku mempelajari
terus ilmu silat, tentu aku telah dapat memiliki kepandaian cukup tinggi.
Tapi ayahku menghendaki agar aku mempelajari ilmu surat dan nanti dapat ikut
ujian negara dikota raja! walaupun demikian, diberbagai kota, aku memiliki
banyak kawan, yang umumnya mereka memiliki kepandaian tinggi. Dikota ini, akupun banyak
sekali memiliki kawan, Karena dari itu, aku bermaksud meminta bantuan mereka,
agar dapat membantu locianpwe!"
"Benar?" Pemuda ini segera melangkah buat pergi, sebelumnya ia menegas kau lagi: "Cuma
sebentar saja, aku akan segera kembali!"
Malam itu merupakan malam gelap tanpa bulan, bintang2pun jarang, hanya ada
lentera rumah penginapan yang menerangi jalanan.
Disebelah sana, dipusat keramaian kota, tampak cahaya penerangan. Pusat
keramaian itu jauh juga terpisahnya dari rumah penginapan.
Setelah bersangsi sebentar, Kwang Tan menuju kesana, Belum lagi sepuluh langkah,
ia telah dirintangi seorang yang bertubuh jangkung yang muncul dari sebelah
depan, ia jadi mendongkol, dia anggap orang terlalu galak sudah mengganggu padanya.
"Apakah kau menghadang aku, tuan?" tanyanya dengan suara dan sikap yang bengis.
Si-Jangkung kurus itu tertawa, sikapnya licik sekali dan juga matanya
memancarkan sinar yang tajam. "Anjing buduk cilik, bukankah kau kawan nya
siperempuan pelarian itu dan juga si-anjing tua bangka tidak tahu diri?" la
balik bertanya, sikapnya tetap kejam dan
bengis, seperti juga ia tidak
memandang sebelah mata terhadap Kwang Tan.
"Kalau benar bagaimana?" tanya Kwang Tan menegasi. "Kalau bukan, juga
bagaimana?" "Kalau memang benar, itulah bagus! Kau harus ikut denganku." mendadak sekali,
dia meluncurkan tangan kanannya, untuk menyambar lengan sipemuda.
Gerakan yang dilakukannya cepat sekali, ia yakin tentu akan berhasil mencekal
tangan pemuda didepannya, karena ia melakukannya dengan bersungguh2.
Kwang Tan tidak memandang sebelah mata serangan tangan sijangkung kurus itu, dia
juga tidak berkelit, dia membiarkan tangannya dicekal, hanya saja ia kaget waktu
ia merasakan tangan yang keras.
Tangan orang itu ternyata memakai besi, Dengan segera ia mengutik dua jari
tangannya, untuk mana si jangkung kurus mengeluarkan seruan kaget, sebab seluruh
tubuhnya jadi kaku dengan tiba2 sekali, selanjutnya ia tidak dapat bersuara
lagi. Kwang Tan tertawa dan berkata dengan suara yang dingin: "Aku ingin sekali
melihat, apakah aku yang menemani kau atau memang kau yang menemani aku! Dan
memang kulihat, ada baiknya untuk sementara waktu ini kau menemani aku!" Lalu ia
balik menuntun tangan orang itu untuk diajak pergi.
Diluar keinginannya, sijangkung mengikutinya. Lucunya Kwang Tan, dikala orang
diam saja, ia mengoceh seorang diri, ia juga tertawa-tawa, seperti juga dua
orang kawan yang tengah berjalan sambil mengobrol disebabkan merekalah kawankawan lama yang baru bertemu pula....!
Memang dijalan itu, dibagian mana saja, terdapat matamata yang ditempatkan oleh
Kui Bwee Pang, dan mereka itu setiap kali melirik atau mengawasi dengan sinar
mata heran atau bercuriga, sebab sipemuda berjalan bersama si
jangkung kurus, teman mereka.
Kwang Tan berjalan terus sampai disebuah gang kecil, disitu ia melepaskan
tangannya, untuk terus menepuk pundak sijangkung kurus itu, sambil katanya
dengan suara yang perlahan:
"Aku mau minta kau menanti aku disini sebentar saja, aku akan segera kembali
kemari, kau jangan kemana-mana ya "!"
Terus ia berjalan dengan cepat, sedangkan sijangkung kurus tetap berdiri diam
bagaikan patung, karena ia telah ditotok sipemuda, ia cuma bisa mengawasi
bengong dengan bola mata yang mencilak2 tidak hentinya, bergelisah dan bingung.
Sebab tidak bisa menggerakkan tubuhnya atau juga sepasang tangan dan kakinya.
Tempat ramai itu ternyata memang cukup penuh sesak oleh orang yang berlalu
lalang, tiba disana Kwang Tan bertemu seorang pengemis berusia pertengahan ia
memiliki muka yang kotor dan dekil, rambutnya juga kusut.
Dengan mengulur sebelah tangannya, ia minta derma
dan uang kepada orang yang berlalu lintas didepannya dan didekatnya, ia
mendekati pengemis tersebut sambil mengulurkan tangannya.
Untuk menyelipkan sesuatu kedalam telapak tangannya, itulah bukan hanya uang,
melainkan Sin Liong Houw Say
Leng, Melihat lencana kebesaran partainya tersebut, yang terbuat dari perunggu,
kagetnya pengemis tersebut bukan kepalang, ia mengawasi tajam.
Kwang Tan melihat bola mata pengemis itu mencilakcilak tidak hentinya, ia
tertawa, ia menarik pulang tangannya untuk menyimpan lencananya didalam sakunya,
sambil berbuat begitu. ia bilang: "Aku mempunyai urusan sangat penting! Tolong
kau memberitahukan kepada ketuamu, agar segera dikirim anggota yang lihay
kemarkas cabang Kui Bwe Pang diatas bukit. Aku bentrok dengan mereka, aku mohon
bantuanmu. Jamnya adalah kira-kira
jam tiga. Pesanku, sebelum aku muncul jangan turun tangan dulu !"
Pengemis usia pertengahan itu segera menekuk sebelah lututnya.
"Boanpwe akan turut perintah!" katanya dengan sikap hormat sekali, ia pun telah
menyebut dirinya dengan sebutan Boanpwe, atau orang yang lebih muda
tingkatannya. Tanpa mengatakan suatu apa pun juga. Kwang Tan kembali ke gang tadi, untuk
menarik sijangkung kurus, guna kembali ketempat semula mereka bertemu.
Disini ia membebaskan orang dari totokannya, dengan dingin ia bilang: "Dengan
kepandaianmu ini kau berani main gila didepanku" Hemmm! sekarang lekas bubarkan
semua penjagaanmu disekitar rumah penginapan ini!"
Kemudian dengan memperlihatkan sikap bersungguhsungguh dan bengis, Kwang Tan
bilang lagi: "Jika sebentar kau pergi bertemu dengan Hoan Lu, maka katakan
kepadanya bahwa sebentar jam tiga nona Cin akan pergi kesarang kalian!"
Segera ia memutar tubuhnya, untuk masuk kedalam rumah penginapan. Didalam, Bun
Lay berempat dengan Ang Cit Ku, Cin Siu Hoa dan Giok Bian San, telah menantikan
dengan hati bertanya2, entah apa yang hendak di lakukan pemuda yang tampaknya lemah itu, dan
gerak-geriknya begitu halus.
Melihat Kwang Tan muncul, semuanya menoleh dengan wajah yang tampak bertanyatanya. "Bagaimana dengan bala bantuanmu kong cu?" tanya Ang Cit Ku sambil mengerling,
tapinya ia tersenyum. ia melihat pemuda ini adalah seorang pemuda pelajar, tentu
ia tidak memiliki ilmu silat. Andaikata memang ia memiliki ilmu silat, itulah
kepandaian yang tidak berarti.
Tapi, ia juga tidak mau mengecewakan pemuda tersebut, tampaknya memang Kwang Tan
bermaksud membantu mereka, Karena dari itu, ia membiarkan saja pemuda itu tadi
berlalu. Dan sekarang Kwang Tan telah kembali, diam2 didalam hati Ang Cit Ku terkejut
juga diluar rumah penginapan banyak berkeliaran orang-orang Kui Bwee Pang,
tentunya pemuda itu tidak gampang2 meninggalkan rumah penginapan ini.
Dan sekarang ia telah kembali tanpa kurang sesuatu, menimbulkan kesan aneh
dihati Ang Cit Ku. "Apakah memang ia memiliki ilmu yang lumayan?" Diam2 dia terpikir dalam hatinya.
Sekarang Kwang Tan telah menyahuti: "Beres, locianpwe!" dan ia meneruskan lagi
dengan sikap bersungguh. "Jam berapa kita berangkat?"
Ang Cit Ku tertawa, dia telah bilang: "Sekarang belum juga jam dua, buat apa
kesusu" sahutnya "Aku siorang tua masih minum belum cukup..!"
Kwang Tan mengawasi Bun Lay dan Giok Bian San, kedua pemuda itu hanya memandang
kepada Kwang Tan dengan sikap ragu2.
"Apakah kau akan ikut serta dengan kami ?" malah Bun Lay telah bertanya begitu.
Kwang Tan mengangguk. "Ya.... walaupun mempelajari ilmu silat, kepandaian yang terlalu begini-begini dulu aku pernah
dan biarpun tidak memiliki tinggi, tapi jika hanya untuk menghadapi penjahat,
kukira aku masih sanggup...!" Mendengar jawaban Kwang Tan yang bersemangat
seperti itu, tampak Ang Cit Ku dan kedua pemuda itu, Giok
Bian San dan Bun-Lay, tersenyum.
Mereka tidak mau mengecewakan Kwang Tan, biar bagaimana memang pemuda itu
memperlihatkan ia bersungguh2 untuk ikut serta menghadapi orang-orang Kui Bwee
Pang perkumpulan Hantu bunga Bwee.


Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Walaupun memang mereka yakin kepandaian Kwang Tan yang dikenal mereka dengan
nama Ouw Tan itu tidak lihay, namun mereka menghargai semangat pemuda tersebut.
Waktu itu sambil tertawa Ang Cit Ku telah bilang: "saudara Ouw, siapakah itu
bala bantuanmu"!"
Kwang Tan memainkan matanya, mengedipkannya, kemudian baru menjawabnya. "ilmu
sejati tidak disampaikan kepada enam telinga, maka dari itu, setelah tiba
saatnya, baru akan ketahuan!"
Nona Cin merasa kurang enak dihati. Untuk urusannya, ia harus membuat orang
pusing dan mungkin menghadapi bahaya, Maka dengan sorot mata yang bersyukur, ia
mengawasi Kwang Tan. Kwang Tan bisa melihat sikap gadis itu, berduka dan berkuatir, maka pemuda ini
tertawa. "Jangan takut atau berkuatir, nona!" ia menghibur sambil tertawa lebar, "Malam
ini bencana akan berobah menjadi keselamatan!"
Gadis itu bersenyum juga tanpa mengatakan apa2 dan kedukaannya tidak juga lenyap
wajahnya tetap guram dan ia menghela napas sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya. Ia telah mengawasi Kwang Tan dengan sikap bersyukur sekali.
Kwang Tan melihat sikap gadis ini, ia menoleh kepada Giok Bian San dan Bun Lay,
dia bilang: "Nona Cin memperoleh gempuran bathin hebat sekali, lihat, bagaimana
dia sangat berduka!"
Kedua pemuda itu cuma bersenyum saja. mereka tidak mau menggoda pemuda pelajar
yang tampaknya memiliki semangat tinggi itu, juga sigadis tengah berduka,
karenanya mereka tidak mau menggoda menambah kedukaan gadis itu saja.
Ang Cit Ku sendiri terus meneguk araknya sampai menepuk2 tangannya sambil
tertawa, ia bilang: "Anak2 jangan keterlaluan ya! Hati-hati nanti pembalasan
datang !" Mendengar perkataan Ang Cit Ku seperti itu, Cin Siu Hoa likat sendirinya. ia
mengerti tentunya orang itu telah dapat menangkap arti sinar matanya tadi ia
segera menunduk. Sedangkan Ang Cit Ku sambil meneguk araknya, masih terdengar tertawa-tawa.
"Baik, mari kita berangkat sekarang!" kata Ang Cit Ku kemudian ia tertawa lebar,
dan meletakkan sepotong perak diatas meja, setelah mana ia melangkah paling
dulu. Kwang Tan semua mengikuti tanpa banyak bicara. Waktu itu sudah jam dua. Diluar
sudah jarang orang berlalu lalang. Waktu Kwang Tan mengawasi dengan cermat, ia
mengawasi tidak jauh dari tempat mereka, ada si jangkung kurus bersama lima
orang kawannya, tengah berdiri dengan wajah yang bengis.
Ia menjadi mendongkol bukan main dan segera juga ia melangkah cepat, lantas
dengan satu lompatan ia tiba, dihadapan mereka. Tepat dihadapan si-jangkung
kurus. Sambil tertawa dingin ia bilang: "Aku lihat kau tidak kenal kapok, tuan!
Apakah kataku tadi?"
Si jangkung kurus itu waspada, sekarang iapun berani, karena ia berada bernama
kelima orang kawannya, dia telah bilang dengan sikap bengis dan bersiap sedia
untuk menyerang kepada lawan, jika saja dirinya ini terancam:
"Tadi aku alpa!" sahutnya keras, "Kau jangan jumawa! Aku menerima perintah dari
Hoan Hiocu untuk jadi penunjuk jalan."
Kwang Tan memperdengarkan ejekan: "Hemm!" mendadak tangan kirinya menyambar
lengan orang itu, lalu tangan kanannya menggaplok, menyusul itu, tangan kirinya
dilepaskan sambil didorongkan dan kaki kanannya
terangkat. Tidak ampun lagi si jangkung menjerit keras.
"Aduh !" tubuhnya terpental membentur kelima orang kawannya, sehingga mereka
terhuyung dua orang diantaranya turut rubuh terjengkang.
Kwang Tan terus memandang tajam pada yang tiga orang, ia tertawa dingin dan
membentak mereka: "Cepat kalian lari sambil menggoyangkan ekor kalian atau
kalian akan mengalami sama dengan apa yang telah kalian lihat!"
Ketiga orang itu jeri, dengan masing-masing menolongi tiga kawannya, mereka lari
ngacir ketakutan meninggalkan tempat itu.
Ang Cit Ku dan yang lainnya jadi berdiri bengong tertegun. Hebat sepak terjang
Kwang Tan! Mereka tidak menyangka bahwa pemuda ini yang tampaknya lemah,
begitu sebat dan ternyata lihay luar biasa, Begitu tangan kirinya akan bergerak,
segera musuhnya itu dapat dibikin jungkir balik, mulutnya juga sangat tajam.
Sedangkan Bian San dan Bun Lay yang melihat itu diam2 jadi kagum bukan main.
Biasanya mereka kagum diri sendiri. Merekalah murid-murid orang lihay, merekapun
sudah berkelana. Tapi sekarang mereka heran.
Nona Cin pun mengawasi tajam, sinar matanya menunjukkan dia kagum sekali.
Bukankah Kwang-Tan mirip seorang pelajar yang lemah" Tapi yang disaksikannya
tadi justeru memperlihatkan Kwang Tan hebat dan lihay sekali.
Mereka berjalan terus kebukit yang terpisah dari tempat itu hanya lima belas lie
disebelah timur, sedang penduduknya cuma kurang lebih empat ratus keluarga.
Tempat itu dinamakan bukit karena disana sini ada
gundukan-gundukan tanah yang tinggi dan sepi. Jadi, untuk bertarung disana,
tempat itu memang tepat sekali.
Ang Cit Ku ingin menguji ilmu meringankan tubuh dari Kwang Tan dan kedua orang
keponakannya, yaitu Bian San dan Bun Lay. Segera juga ia lari keras dan cepat
sekali, tubuhnya seperti bayangan saja berkelebat-kelebat.
Sebentar saja ia telah melewati tujuh atau delapan lie . Segera ia heran dan
kagum. Sipemuda dengan cepat dan mudah dapat mendampinginya, sedangkan Bian San
dan Bun Lay serta Cin Siu Hoa tertinggal jauh dibelakang,
napas mereka juga memburu keras dan cepat, berbeda dengan Kwang Tan yang dapat
berlari mengikuti disampingnya dengan mudah sekali.
Untuk menantikan Cin Siu Hoa dan berdua Bian San serta Bun Lay, Ang Cit Ku
memperlambat larinya. Waktu itu Bian San dan Bun Lay telah dapat menyusul, mereka berdua menggenggam
tangan Kwang Tan. "Saudara Ouw, hebat ilmu meringankan tubuhmu!" memuji mereka. Sedangkan Kwang
Tan cuma tersenyum dan lalu mengeluarkan kata-kata merendahkan diri.
-ooo0dw0ooo Jilid 31 MEREKA kemudian berlari lari terus. Angin dingin menyampok muka mereka,
sedangkan Ang Cit Ku tambah kagum juga, ia tidak menyangka bahwa pemuda yang
semula dikiranya sebagai kutu buku, memiliki kelihayan demikian hebat.
Dikala mendekati bukit, dua sosok bayangan muncul dari pinggiran, segera
mendengar suara mereka yang tegas sekali:
"Apakah ada Tianglo dari Kaypang disana?"
Kwang Tan menduga orang2 itu adalah dari pihak Kaypang, yaitu partai pengemis ia
segera melompat untuk mendahului keempat orang kawannya, ketika ia sampai
didepan kedua orang itu, mereka menekuk sebelah lutut, sambil berkata nyaring.
"Kim Lung Pa dari Cio-kee-cung bersama muridnya, Cit Liong In, menyambut
Tianglo!" "Jangan banyak peradatan Kim Cusu!" kata Kwang Tan sambil cepat2 memimpin bangun
mereka. "Malam ini aku mengajak beberapa orang kawan untuk mengurus satu
persoalan. Dan kau membawa berapa banyak saudara?"
"Dua puluh lima orang." sahut Kim Lung Pa dengan sikap menghormat sekali, "Mohon
tanya Tianglo, mereka hendak diatur bagaimana?"
"Kalian bersembunyi saja disekitarku," Kwang Tan memberitahukannya. "Kecuali aku
terdesak, kalian jangan memperlihatkan diri! Pengaruh Kui Bwee Pang memang besar
sekali jangan kita menimbulkan ancaman bahaya di belakang hari."
Kim Lung Pa mengangguk mengerti sambil memberikan janjinya dengan sikap
menghormat. Kwang Tan mengawasi Cit Liong In, pengemis yang berusia setengah baya.
"Saudara Cit, pandai kau bekerja!" katanya kemudian. "Aku mewakili Tianglo kita
memberikan pujian padamu!" "Terima kasih!" berkata Cit Liong In.
"Sekarang cepat kalian mengatur!" bilang Kwang Tan memberikan perintahnya. Kedua
pengemis itu nenekuk pula kaki mereka, lantas mereka menghilang ditempat dari
mana tadi mereka muncul. Ang Cit Ku dan yang lainnya telah menyusul, mereka mementang mata mereka karena
heran bukan main. "Hebat sekali kau kongcu!" kata Ang Cit Ku kagum. "Kapan kau menjadi Tianglo
dari Kaypang!" Kwang Tan tertawa. "Aku ini adalah Tianglo tiruan." sahutnya. "Aku cuma batoknya belaka, tanpa ada
isinya!" Ang Cit Ku menduga pasti ada rahasianya ia terpaksa menutup mulut,
melainkan alisnya mengkerut. Karena
Kwang Tan telah berlari pula, ia pun segera menyusulnya, demikian juga dengan
yang lainnya. Cuma saja Ang Cit Ku dan yang lainnya tambah kagum dan diam2 menghormati pemuda
ini, mereka melihatnya biarpun usia Kwang Tan menyimpan diri, karena masih muda,
ia pandai sekali ia dapat mengelabui matanya,
betapa ia seperti seorang kutu buku yang tidak mengerti ilmu silat.
Padahal ia seorang yang lihay sekali dan bahkan memiliki kedudukan tinggi,
sebagai Tianglo dari Kaypang. Betapa tidak mengherankan dan mendatangkan rasa
kagum yang sangat. Segera juga mereka tiba di kota bukit itu. Dari jendela berbagai rumah tampak
cahaya sinar api, Lalu diantara suara ramai, terlihat munculnya tujuh atau
delapan orang. Diantara mereka itu, seorang yang bertubuh tegap, telah berkata dengan nyaring,
diiringi sebelumnya oleh tertawanya: "Ang Locianpwe maaf, Hoan Lu telah terlambat menyambut!"
Ang Cit Ku tertawa lebar, ia menyahuti. "Hoan Hiocu, kau terkenal di empat
penjuru lautan, aku si orang she Ang
telah lama mendengarnya. Aku tidak sangka bukan orang yang mendekati, hanya
jalanan yang menghampiri, maka juga dibukit ini kami bertemu satu dengan yang
lainnya!" "Ohhhhh, Ang Locianpwe bagus kata-katamu itu." kata orang she Hoan itu.
Tadinya mereka berada ditempat yang gelap, atau lantas mereka dapat melihat
jelas dan tegas satu dengan yang lainnya. Pihak Kui Bwee Pang telah menyalakan
delapan buah obor besar, yang apinya segera memancarkan cahayanya yang terang
benderang. Ketika Hoan Lu melihat nona Cin Siu Hoa ia membentak: "Cin Siu Hoa! partai kita
memperlakukan engkau dengan baik, mengapa kau minggat! Mengapa disepanjang jalan
kau melukai saudara-saudara kita" Hari ini atas perintah Pangcu, aku hendak
membekuk kau! Apa katamu sekarang?"
Siu Hoa pun gusar sekali, ia memandang dengan mata yang bersinar dan gigi yang
terkertak nyaring, karena rupanya nona Cin merasakan dadanya berdegup seperti
hendak meledak oleh amarahnya.
"Tua bangka jahanam!" ia berteriak berani sekali "Menyesal nonamu tidak dapat
membeset kulitmu untuk gegaras dagingmu! Mengapa kau berulangkali membujuk
pangcu memaksa mengambil aku menjadi gundiknya" Bukankah itu suatu kejahatan
dari otakmu?" Dibeber berterang keburukannya, Hoan Lu gusar bukan main, Tapi ia masih dapat
tertawa dingin, suaranya seram. Lantas ia menuding si nona, menyusul mana segera
terlihat munculnya lima atau enam puluh orang, yang terus melakukan pengepungan,
mengurung, ia bilang, suaranya dalam:
"Manusia yang mau mampus, lihatlah saudara-saudara ini yang akan membekuk kau
untuk dibawa pulang ke gunung, jangan kau menyeret-nyeret celaka pada
sahabatsahabatmu, baik-baik saja kau ikut kami, aku tanggung akan
keselamatanmu!" Cin Siu Hoa jeri juga melihat begitu banyak orang Kui Bwee Pang, mukanya jadi
pucat, sedangkan Ang Cit Ku tenang2 saja, bahkan ia dapat tersenyum2.
Cin Siu Hoa melirik kepada Bian Sian, ia telah tertawa dingin. sedangkan Bun
Lay, tengah berwaspada dengan sikap serius. Hanya Kwang Tan yang tengah berdiri
dengan sikap seenaknya, seperti juga ia memandang ringan kepada musuh-musuhnya.
Sedangkan sigadis Cin Siu Hoa telah maju mendekati Hoan Lu. ia bilang "Hoan Lu,
jangan kau mengandalkan jumlah yang banyak." katanya itu disusul dengan tertawa dinginnya. "Aku tetap
tidak akan jeri berurusan dengan engkau, manusia hina."
"Ya!" bentak Bun Lay berani sekali. "Memang kami tidak jeri berurusan dengan
manusia tidak berguna seperti kalian. Buat apa kalian banyak tingkah dihadapan
kami" Nona Cin merupakan seorang nona yang bebas dan
merdeka kemana ia hendak pergi, dan dia juga tidak mau menyusul dirinya kepada
Kui Bwee Pang, mengapa kalian hendak menawannya?"
Hoan Lu tertawa dingin. "Kau siapa tuan?" tanyanya dengan suara dan sikap yang dingin, Bagaimana kau
berani banyak lagak didepanku.
Sengaja Bun Lay bersikap jumawa.
"Tuan mudamu adalah Bun Lay!" ia memperkenalkan diri, "Kau telah mendengar jelas
bukan!" Hoan Lu terkejut sekali. "Kabarnya didalam dunia Kangouw muncul dua juga muda,
apakah salah seorang adalah dia ini?" diam2 Hoan
Lu berpikir didalam hatinya
ia pun segera mengawasi tajam, sampai akhirnya ia bilang: "Kiranya kau! Aku
ingin belajar kenal dengan kepandaiannya."
Hiocu itu maju untuk menghadapi Bun Lay tapi baru saja ia bergerak, orang
dibelakangnya melompat kedepan. "Tongcu, serahkan dia padaku!" katanya sambil
memperkenalkan diri sebagai Khek Siu, iapun langsung berkata dengan mengejek
kepada Bun Lay. "Pemuda tidak tahu diuntung, justeru tanah merah ini adalah
tempat buat kuburanmu!"
Bun Lay tertawa dingin, ia segera maju menyerang, Kedua tangannya meluncur
kearah pundak, Khek Siu kaget. inilah tidak pernah disangkanya. Tapi ia masih
bisa mundur sambil kedua tangannya dirapatkan untuk mengacip tangan penyerangnya
tersebut. Bun Lay tertawa dingin lagi, kedua tangannya ditarik pulang, Disamping itu, kaki
kanannya digeser, kaki kirinya menyusul untuk berada disisi lawannya, dan tangan
kirinya meninju kepunggung.
Memang gesit gerakannya itu, sampai Kwang Tan bersenyum memujinya. Tidak kecewa
Bun Lay menjadi murid dari partai kenamaan bahkan juga namanya cepat sekali
terkenal di dalam rimba persilatan.
Khek Siu menyambut tangan lawannya, tetapi ia kalah sebat, punggungnya kena
terhajar matanya pun berkunang-kunang. menyingkir.
Tapi Bun Lay menyusuli lagi dengan depakan pada kempolan musuh, maka sekalian
dengan itu, tubuh Khek Siu telah terjungkel meloso jatuh tujuh atau delapan
tombak jauhnya. Hoan Lu terkejut. Terlalu cepat akhir dari pertempuran tersebut. Khek Siu adalah
seorang diantara delapan Lohan yang berada di bawahannya, golongan Lo Han Tong.
ia mengetahui dengan bahwa Khek Siu telah mencapai tingkat enam atau tujuh dalam
ilmu dalam dan ilmu luar. Dengan terpaksa ia perintahkan orangnya menggotong
bawahannya tersebut. Segera muncul orang yang kedua, yang lantas memperkenalkan diri sebagai Jiauw
Yah, si Malaikat gelarannya.
kecuali merasa sakit, ia melompat untuk
Iapun telah memaki Bun Lay sebagai binatang cilik yang mencari mampus, bahkan ia
telah berkata: "Kau terimalah kematianmu sekarang ini?"
Dia membarengi dengan menyerang mempergunakan kedua tangannya yang dibalik,
sehingga terlihat senjatanya, Ngo Tok Kwee Jiauw Liam, arit mirip cakar ayam
yang telah dipakaikan racun disekujur senjata tersebut, maka jika mengenai
sambaran ditubuh lawan, niscaya korban senjata ini akan keracunan dengan segera.
"Anjing cilik tidak tahu mampus, apa kau tidak mau mengeluarkan senjatamu?"
"Malam ini kau harus tegurnya jumawa sekali.
merasakan racunku yang memutuskan arwah."
Bun Lay gusar, tapi waktu ia hendak menghunus pedangnya, Bian San sudah melompat
kedepan. "Suheng, berikanlah aku yang katanya. Bian San tampaknya sudah tangannya yang
gatal, karenanya ia ingin mewakili Bun Lay. sedangkan Bun Lay tertawa ia mundur.
Bian San menghunus pedangnya, ia mengulapkan itu kedepan lawannya yang jumawa
itu, itulah tantangannya secara membungkam. Sebab memang tidak sudi ia banyak
bicara. Jiauw Yan menjerit saking gusar, ia lantas menyerang. Bian Sin menggeser ke
samping, pedangnya ia membabat. Atas itu orang Kui Bwee Pang itupun berkelit,
sesudah mana dengan gesit dia maju pula, untuk menyerang.
layani bangsat ini!"
tidak bisa menahan Sekali ini dia menyerang saling susul, untuk mendesak.
Senjatanya dipakaikan racun, yang telah diborehkan dengan baik sekali, siapa
yang terkena senjata itu, celakalah orang itu!
Bian San berlaku tenang, ia putar pedang nya untuk membela diri, itulah ilmu
pedang yang sangat tinggi sekali. Sinar hijau dari pedangnya berkilauan,
anginnya bagaikan men-deru2 hebat sekali, Maka serulah pertempuran yang terjadi
diantara mereka. sedangkan dipihak Kui Bwee Pang, yaitu Jiauw Yan, memang jauh


Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebih lihay dari Khie Siu.
Akhirnya Bian San melayani terlalu lama. jadi habis sabar, tidak sudi ia
Mendadak ia bersiul, lantas ia
menyerang tiga kali beruntun, ia mengincar tiga jalan darah Sin-ciang, Kiebun
dan Khie-hay. Baru sekarang Jiauw Yan terkejut. Sinar pedang menyilaukan matanya
menyambar kesana kemari menimbulkan angin yang sangat dingin.
Cepat-cepat ia menutup diri dengan sepasang aritnya itu. Bian San maju terus,
pedangnya segera meluncur. Sia-sia Jiauw Yan menutup diri, pedang tokh menyambar
juga tanpa bisa dicegah,sampai dia menjerit dan mandi darah, tubuhnya rubuh.
Tapi dikala tubuh, ia melontarkan aritnya yang seketika terbang menyambar kepala
lawannya, itulah arit yang ditangan kanan.
Untuk membela diri tampak Bian San hendak menangkis dengan pedangnya.
"Jangan!" teriak Bun Lay. "Mundur !"
Bian San kaget, tidak sempat ia menarik pulang pedangnya, maka kedua senjata
beradu. Lantas racunnya arit menyambar kearah musuh.
Ang Cit Ku melihat ancaman bahaya untuk sipemuda, ia berseru sambil melompat
maju, kedua tangannya dipakai menyerang dengan pukulan "Udara Kosong" maka dari
itu racun yang bagaikan pasir, meluncur kelain arah, kearahnya Hoan Lu!
Hiocu itu terkejut. ia lompat mundur, sambil melompat seperti itu, iapun
menyerang dengan pukulan Udara Kosong. Maka pasir beracun itu berhamburan
ketempat kosong. Coba ada yang tubuhnya menjadi bingung, takutnya bukan main.
Bian San gusar sekali, maka ia lompat kepada Hauw Yan. Dia menikam leher musuh
sehingga darah musuh muncrat menyembur keras sekali, memerahi sekitar tempat
itu. Hoan Lu menyadari bahaya dan atas isyaratnya, orang2nya semua maju mengepung
rapat sekali, siap untuk menerjang. Ia sendiri tertawa menghina, katanya. "Ang
Taihiap, tidak pantas perbuatanmu itu! Tidak pantas kau mencampuri urusan
orangku yang buron melarikan diri buat berhianat! Sedang sekarang kau melukai
dua orang kami, dua murid dari Lo Han Tong!
"Baiklah kau serahkan wanita busuk itu, agar permusuhan dapat dibikin habis.
Jika tidak, hemmm! Aku mau lihat apa kau bisa lolos dari bukit ini?"
Ang Cit Ku tidak jeri, ia tertawa terbahak-bahak nyaring. lolos dan mengenai
tubuhnya, pasti hitam dalam sekejap, ia kaget dan "Hoan Hiocu, urusan didalam
dunia mesti diurus orang dalam dunia juga!" katanya. "Disini tidak ada soal anggota melarikan diri atau
bukan. Aku malu untuk Kui Bwee Pang, karena untuk seorang anggota wanita saja,
kalian datang dalam jumlah sangat besar! Baiklah kau ketahui, aku hendak
mencampuri urusan ini! Aku dengar lihay sekali lenganmu yang berpasir hitam, Hek See Ciang, maka
dari itu jika kau tidak puas, kau keluarkanlah ilmu andalanmu itu !"
Bukan kepalang gusarnya Hoan Lu, tanpa mengatakan sepatah perkataanku segera
juga tubuhnya melesat buat menyerang Ang Cit Ku, dahsyat sekali ia mengincar
batok kepala si-pendek ini.
Kembali Ang Cit Ku tertawa, hanya saja sekarang ia masih mengibaskan tangan
bajunya yang gedombrangan, ia telah mempergunakan ilmu silatnya yang dia beri
nama Ngo Heng Ciang atau Tangan Lima Logam.Tangan mereka lantas bentrok secara hebat
sekali, sama-sama mereka mundur dua tindak.
Ang Cit Ku kagum atas ketangguhan musuh, maka ia segera menyerang, Dengan tangan
kiri ia mengibas kekanan, tangan kanannya berbareng menyerang keiga musuh.
Hoan Lu tertawa dingin, tangan kirinya menangkis, ia mempergunakan jurus:
"Burung Hong Menghadap Kelangit" tapi Ang Cit Ku bersiasat dengan tangan kirinya
yang tadi dipakai menggertak, ia menyerang lagi!
Inilah yang tidak disangka oleh Hoan Lu, ia kena terhajar sampai tubuhnya
mental, tapi dia tidak rubuh, maka itu, musuhnya mendesak terus. Dalam gusarnya.
iapun melakukan perlawanan yang sama serunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ang Cit Ku tidak menyayangkan tangannya, terus menerus ia menyerang hebat untuk
saling bentur, maka itu, lewat delapan puluh jurus, Hoan Lu sudah mandi peluh,
benar ia belum terkalahkan, tapi ia sudah merasakan tangannya tidak dapat lagi
bertahan lebih lama ternyata ia yang terdesak hebat.
Manyaksikan demikian, kawanan Lo Han berseru, terus saja mereka maju untuk
mengeroyok. Semenjak tadi, mereka memang mengepung dengan waspada. Lantaranya
majunya mereka, maka kurang lebih lima puluh kawan mereka, yang mengurung dari
sebelah luar, juga sudah memperciut kepungan mereka.
Ang Cit Ku gusar sekali melihat cara orang-orang Kui Bwee Pang dengan sikap
tidak tahu malunya itu, sedangkan Bian San dan Bun Lay jadi gusar dan murka,
sambil berseru mereka maju untuk merintangi kawanan Lo Han tersebut, agar Ang
Cit Ku tidak terkeroyok oleh mereka.
Hoan Lu mendapat hati, karena majunya kawan2nya itu, perlawanannya jadi gigih
lagi dari itu, tidak dapat Ang Cit Ku segera merubuhkannya!
Hati nona Cin Siu Hoa jadi tidak tenteram, tidak dapat dia berdiam diri saja,
menyaksikan orang mengadu jiwa untuknya. Maka ia menghunus pedangnya, bermaksud
melompat maju. "Tahan !" mencegah Kwang Tan dengan cepat sambil menggelengkan untuk kau turut
siasatku, jangan kuatir, musuh tidak akan dapat mencapai maksudnya!"
Cin Siu Hoa berdiam diri saja, tapi ia tetap tidak tenang hatinya, ia bergelisah
karena menguatirkan keselamatan Ang Cit Ku dan kedua pemuda itu. Bian San dan
Bun Lay. kepalanya dan tersenyum. "Berbahaya
maju, nona... kau dapat menggagalkan Akhirnya dalam suatu kesempatan dia menoleh
memandang kepada Kwang Tan, dimana Kwang Tan waktu itu tengah tersenyum
kepadanya, maka iapun bersenyum.
Kwang Tan tidak ikut maju disebabkan majunya Bian San dan Bun Lay. ia mengerti
jika ia turun tangan, sigadis Cin tidak ada yang lindungi.
Ia segera memikirkan akal lain ia segera pasang mata sekelilingnya, Dengan cepat
ia telah memperoleh jalan. "Nona Cin." ia berkata kemudian, dengan suara yang
perlahan, "Aku hendak turun tangan, kau baik2 jaga dirimu, juga jangan sampai
kau kena dibokong!" Setelah berkata seperti itu, sipemuda memperdengarkan suaranya seperti "Naga
Mengalun" lantas tubuhnya bergerak. Sejenak saja ia sudah masuk dalam gelanggang
pertempuran. Cin Siu Hoa heran dan kagum, cuma sekelebatan atau orang telah lenyap dari
sampingnya. Hoan Lu tengah menyerang Ang Cit Ku atau mendadak ia merasakan lengannya yang
kanan jadi kaku kesemutan didepan matanya berkelebat sesosok bayangan, bayangan
dari seorang pemuda tampan yang muncul begitu tiba2 didepannya.
Nyata lengannya itu dijepit tiga jari tangan sipemuda, dadanya terus terasa
sesak, mengalirnya darah bagaikan mandek.
"SEMUA berhenti!" berseru Kwang Tan, dengan suara yang angker dan sikap yang
keren, suaranya juga sangat nyaring berpengaruh.
Ang Cit merasakan siapa tahu biasa. Didalam hati ia diam-diam bilang: "Pemuda
ini benar-benar hebat sekali, hemm jarang ada orang selihay dia!"
Sedangkan Bian San dan Bun Lay baru saja merubuhkan empat orang, ketika mereka
melihat majunya sipemuda, bahkan luar biasa hebatnya kepandaian Kwang Tan yang
mereka saksikan, sehingga mereka jadi girang dan kagum sekali.
Dengan berbareng mereka melompat mundur dan berdiri disisi Cin Siu Hoa. Ku
memandang heran betapa Hoan Lu akan muncul sipemuda dengan gerakan dan kagum, ia
telah kehabisan tenaganya, yang luar
Pertempuran tercengang. "Hoan Lu. tanya Kwang berhenti dengan segera, Semua penjahat kau sekarang hendak
mengatakan apa"!" Tan dengan suara yang dingin pada pemimpin Kui Bwee Pang
tersebut. Bahkan berulangkali sengaja Kwang Tan memperdengarkan suara tertawa dinginnya.
Muka Hoan Lu berobah merah padam dan pucat bergantian, ia kaget mendapatkan
pemuda yang tidak dikenalnya itu demikian lihay.
Ia mengerti, rusaklah lengannya andaikata ia berusaha meronta. Tapi ia benar2
berkepala besar, kepala batu dan juga selalu angkuh terhadap siapapun juga.
Memperoleh pengalaman pahit seperti ini sikap congkaknya malah telah membuat ia
tidak mau mengakui begitu saja bahwa ia menyerah.
"Aku alpa maka aku tertipu kau?" katanya berani, "Apa yang harus kukatakan"
Tidak takut aku untuk mati, hanya sayang dirimu, kau tidak akan lolos dari
tangan kami juga!" Kwang Tan tertawa lagi. "Hemmm! jadinya kau mengandalkan jumlah yang banyak?" katanya kemudian mengejek
"Baiklah!" ia lantas berpaling kesamping untuk berkata nyaring: "Saudara Cit
Liong In dengarlah baik-baik! silahkan kalian memperlihatkan diri kalian agar
mereka ini bisa melihat!"
Suara itu disambut seruan diempat penjuru mereka, lantas bergeraknya dua
puluh lebih orang, yang lantas mengambil sikap mengurung rombongan Kui Bwee Pang
itu. Menyaksikan demikian semangat Hoan Lu seperti meninggalkan raganya. kagetnya
juga tidak terkira. "Hoan Lu" kata Kwang Tan tertawa mengejek, "Ini dia sicangcorang mau menangkap
tonggeret! Dibelakangnya ada siburung gereja! Maka percuma saja segala
siasatmu." Kata2 ini disusul dengan tenaga menjepit yang diperkeras, atas mana pemimpin
Kui-Bwee Pang segera memperdengarkan jerit kesakitan yang hebat.
Tiba2 saja ia merasa seperti digigit ratusan ular berbisa, yang pagutan nya
keras sampai keulu hatinya. Membuat Hoan Lu merasa gatal dan sakit luar biasa,
di luar kehendaknya, ia mengucurkan air mata.
"Anjing tua, dengarlah baik2! " Kwang Tan membentak keras, "Asal kau menerima
baik dua syarat dariku, kau akan memperoleh pengampunan! Jika memang tidak mau
menerima kedua syarat itu, kau akan merasakan siksaan tujuh hari yang akan
meminta jiwamu pada hari kedelapan!"
"Aku orang she Hoan akan menerimanya, kau sebutkan saja, tuan!" kata Hoan Lu
lemah, ia putus asa dan terlalu menderita, ia sudah tidak sanggup untuk
menderita lebih jauh, telah luntur pula nyalinya, tidak ada keberaniannya.
Maka dari itu, ia menurut saja, hebat pula ancaman lawannya, jika ia
membangkang, maka ia akan menderita sehebat itu selama tujuh hari, selewatnya,
maka menemui ajalnya, Dia belum mau mati. Makanya, tanpa memperdulikan rasa malu
lagi, dia menyerah dan menurut saja.
"Yang pertama!" berkata Kwang Tan keras. "Mulai hari ini dan seterusnya, tidak
dapat kau mempersulit nona Cin Siu Hoa! jika apa saja yang terjadi pada diri
nona Cin, engkau yang bertanggung jawab. Lalu yang ke dua adalah, mulai besok,
kau harus bubarkan markasmu disini! Sepak terjangmu selanjutnya hanya terbatas
dalam propinsi Thoasay saja, Bagaimana?"
Selesai berkata begitu, Kwang Tan mengawasi sambil tertawa, menanti jawaban.
Hoan Lu mati kutunya, ia mengangguk berulang kali tanpa bersuara. Kwang Tan
tertawa, ia melepaskan jepitannya, untuk dengan cepat menotok jalan darah ciangbun dari orang she Hoan tersebut, sambil tertawa ia berkata:
"Aku tahu kau sangat licin, terpaksa aku berbuat begini. Kau telah tertotok
buyar tenagamu, maka itu selama setahun, tidak dapat kau mempergunakannya pula
tenagamu, atau kau akan terluka ulu hatimu! Aku telah memberikan nasehatku ini,
kau harus menurutinya baik2, agar tidak menyesal sesudah terlambat, agar jangan
kau nanti sesalkan aku! Totokanku ini tidak dapat dibebaskan
oleh orang lain, siapapun orang itu!"
Ia kemudian memperlihatkan wajah yang bengis, dan berkata lagi! "Aku mengetahui
kau tidak puas, maka aku hendak memperlihatkan kau! Kau beritahukanlah orang2mu
untuk mereka berhati-hati2..."
Hoan Lu takut bukan main, ia menarik napas berduka. Setelah ditotok seperti itu,
ia merasakan tenaganya buyar, tangan dan kaki nya semakin beku ia berdiam,
walaupun ia sangat mengdongkol dan murka. Dengan sinar mata guram ia memandang
sekalian Lohannya. Se-konyong2 sekali terdengar siulan panjang yang diperdengarkan oleh Kwang Tan,
tubuhnya berkelebat atau dalam sekejap mata saja, ia sudah kembali ketempatnya,
dimana ia berdiri sambil menggendong tangan dengan wajah berseri-seri.
"Apakah artinya semua ini?" pikir Hoan Lu, heran ia lantas memandang keenam
belas Lo Han, lantas ia jadi melongo. Mereka itu terlihat berdiri diam dalam
berbagai sikap yang berlainan.
Semua mata mereka mendelik, alis mereka bangun, tangan mereka lagi mengancam
dengan senjata masingmasing, Mereka benar2 mirip patung-patung Lo Han dirumah2
suci. Juga Ang Cit Ku berempat jadi tercengang. Hebat pemuda ini memperlihatkan
kepandaiannya. "Hoan Lu!" kata pula Kwang Tan, tertawa dingin,
"Masih ada satu hal yang kau harus ingat dan jangan melupakannya sampai kapan
pun juga! Jika nanti kau bertemu ketuamu beritahukan pada dia bahwa dalam waktu
dua tahun mungkin aku akan datang berkunjung kemarkasnya, digunungnya itu..."
Setelah berkata begitu, Kwang Tan menoleh kepada kawan-kawannya dan pemuda itu
bilang: "Cit Liong In, mari kita pergi!" Lantas ia melangkah meninggalkan semua
musuh itu. Rombongan Cit Liong In lenyap, sedangkan Ang Cit Ku berempat mengikuti si pemuda
menghilang juga didalam gelapnya sang malam hanya kesunyian yang ada ditempat
itu, karena Hoan Lu dengan anak buahnya cuma berdiam bengong saja penuh
ketakutan, marah dan putus asa menjadi satu.
WAKTU itu adalah bulan keempat. Saat dari pohonpohon atau bunga Yang-liu paling
kuat memancing rupa2 perasaan manusia.
Didalam sebuah rumah penginapan di sebelah selatan Cio ke ciung, dengan kedua
tangan memegangi tiang pembaringan Kwang Tan tengah memandang keluar jendela dimana terdapat sebuah
taman yang penuh dengan pohon2 Yang liu tengah tertiup angin sehingga bergoyang2
lembut dan lembaran2 bunganya terbang kedalam kamar memenuhi lantai.
Pula diwaktu pagi, langit terang dari cahaya matahari yang memancarkan sinarnya
yang kuat. Langit bersih dari segala mega, warnanya biru. Pemuda ini memandangi
langit, ia tengah melamun, maka juga terdengarlah suara bersenandungnya.
Malam tadi Kwang Tan pulang kerumah penginapan sesudah jam empat lewat. Tidak
dapat ia memejamkan mata. Disepanjang jalan tadi semua orang bungkam, kecuali
Cin Siu Hoa yang tidak hentinya menyatakan terima kasihnya.
Sedangkan Ang Cit Ku bertiga bungkam, karena mereka tengah berpikir keras,
semuanya heran memikirkan tentang lihaynya sipemuda, tibanya dirumah penginapan,
setelah saling memberi selamat malam, mereka masuk kedalam kamar masing- masing.
Sedangkan Bun Lay dan Giok Bian Sian heran atas kesebatan si pemuda. Ia cuma
berkelebat, lantas musuh menjadi seperti sekumpulan tanah liat dan patung!
Mereka melainkan melihat bayangan yang melesat, tidak lebih dari itu. Namun
mereka merasakan ilmu silat mereka sudah mahir, sebelumnya mereka merasa bahwa
didalam rimba persilatan sulit sekali orang menandingi mereka.
Tapi siapa tahu, justeru sekarang menyaksikan kepandaian Kwang Tan yang luar
biasa, mereka sekarang merasa ilmu silat mereka itu memang terlalu rendah dan
masih terpaut jauh dibandingkan dengan kepandaian yang dimiliki Kwang Tan.
Demikian juga apa yang dirasakan oleh Ang Cit Ku, karena semula ia beranggapan
dirinya yang paling lihay. Pada dua puluh tahun yang lalu ia sudah menjagoi
rimba persilatan, dan ia pun sudah dianggap sebagai tokoh tangguh dalam rimba
persilatan. Namun sekarang, menyaksikan kepandaian yang dimiliki Kwang Tan, seketika tampak
bahwa Ang Cit Ku seperti rendah diri, dimana ia merasakan kepandaiannya jadi
tidak memiliki arti apa2 lagi, dan ia masih memerlukan waktu empat puluh tahun
jika ingin mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai oleh Kwang Tan!
Karena itu, Ang Cit Ku tidak hentinya berpikir keras, karena ia menyadarinya,
walaupun bagai mana, tentunya guru Kwang Tan seorang tokoh persilatan yang luar
biasa sekali. Dan yang membuat mereka malu justeru pertama kali bertemu dengan pemuda itu,
mereka menduga bahwa Kwang Tan tidak memiliki kepandaian apa2, mereka
meremehkannya sebagai kutu buku, yang tidak mempunyai kepandaian ilmu silat.
Siapa tahu justeru pemuda yang mereka anggap lemah itu, adalah seorang pemuda
yang memiliki kepandaian begitu luar biasa hebatnya! Belum pernah ia melihat
orang lain yang memiliki kepandaian sehebat itu, maka tidak tahulah dia,
sesungguhnya Kwang Tan dari partai persilatan mana". Walaupun ia luas
pengalamannya dan pengetahuannya.
Pula aneh sekali, belum berusia dua puluh tahun pemuda itu sudah jadi Tianglo,
suatu kedudukan yang tinggi didalam partai pengemis, dimana Kaypang-pun
merupakan sebuah perkumpulan pengemis yang memiliki pengaruh
hebat didalam daratan Tionggoan, dengan peraturan yang sangat keras dan disiplin
yang tinggi. Lalu, mengapa seorang pemuda bisa menjadi tianglonya"
Disamping sangat kagum, juga Ang Cit Ku memikirkan siapa sebenarnya pemuda itu.


Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia muda dan gagah, Dimana
ia jadi teringat kepada Cin Siu Hoa, sigadis yang memang dikasihaninya! Dimana
ia sebatang kara, tidak memiliki sanak atau famili.
Setelah bebas kali ini, kemana ia harus tempatkan diri" Maka itu, ia telah
menghela napas tidak hentinya.
Ang Cit Ku tengah memikirkan keadaan Cin Siu Hoa, justru sigadis malah waktu itu
tengah menangis dengan sedih mengalirkan air mata, karena ia sendiri tengah
bingung, sekali ini ia telah lolos dari Hoan Lu dan orang2nya, dan ditolong oleh
Kwang Tan berempat dengan Ang Cit Ku, Giok Bian San, Bun Lay.
Karena itu, dia tidak akan disiksa dan tidak mengalami penderitaan lagi, ia
telah bebas, Tapi, kemana ia akan pergi" Kemana" ia bingung sekali, juga ia
teringat betapa dirinya sebatang kara, maka ia jadi berduka dan menangis sedih
sekali. Kwang Tan sendiri masih lama juga berdiam didalam kamarnya, ia telah memikirkan
untuk cepat2 berangkat ke Utara, tapi pertemuannya dengan Ang Cit Ku membuatnya
terpaksa menunda perjalanannya.
Ia sangat iba mendengar riwayat Cin Siu Hoa yang menyedihkan, dan ia
benar-benar aman, perjalanannya. harus menolong sampai si gadis
Karenanya ia harus menunda
Pa, katanya: "Jangan Kim Toako." Waktu itu Kim kedatangannya tergesa seperti itu
untuk memberitahukan satu urusan yang penting, Ternyata peristiwa malam tadi,
sudah segera tersiar luas sekali, Kui Bwee Pang sudah
Benar ia berhasil dengan usahanya untuk menolong Cin Siu Hoa, dimana Cin Siu Hoa
telah bebas, tapi ia seperti telah membuka rahasianya.
Akhirnya ia menghela napas, bangkit untuk pergi keluar. Baru saja ia mau
melangkah, atau telinganya mendengar suara langkah kaki. Cepat sekali seseorang
tampak berdiri dihadapannya. Ketika ia memperhatikaa orang itu, tidak lain Kim
Lung Pa. Malah Kim Lung Pa telah menekuk sebelah kakinya, ia berlutut memberi hormat,
katanya: "Tianglo, Kim Lung Pa memberi hormat."
Segera juga Kwang Tan memimpin bangun Kim Lung banyak adat peradatan, bangunlah
Lung Pa baru mengerti, bahwa ditarik mundur, sayang sekali Kwang Tan terang2an
menyebut nama Cit Liong In, dengan demikian orang2 Kui Bwee Pang mengetahui
bahwa Kaypang membantui si pemuda.
Kui Bwee Pang telah menganjurkan kepada beberapa ketua perkumpulan ditempat itu
untuk menegur Kaypang, yang dikatakannya sudah menimbulkan kekacauan dan
ketentraman ditempat itu rusak karenanya.
Pihak Kui Bwee Pang juga telah menanyakan halikhwalnya sipemuda, agar
diselidiki. Salah satu perkumpulan
perkumpulan yang mendukung Kui Bwee Pang adalah
yang bernama Liong Hauw Pang. partai
Liong Hauw Pang memiliki pengaruh diberbagai propinsi Utara ini.
Diam-diam ia telah menjadi tulang punggung beberapa orang pangeran dan juga
golongan partai2 yang belum begitu kuat selalu bernaung dibawah Panji Liong Hauw
Pang. Karena itu tidak menguntungkan buat Kaypang jika bentrok dengan Liong Hauw-Pang
tersebut. Waktu itu Cit Liong In pun telah pergi menemui Liong Hauw Pang, untuk menjelaskan bahwa pihak Kaypang tidak kenal
orang yang membawa lencana partai Kay pang itu, sebab pihak Kaypang cuma kenal
lencana dan tidak mengenal orang.
Tetapi jika Liong Hauw Pang tidak mau mengerti juga, tentu akan terjadi
bentrokan. Kwang Tan jadi bengong. Hebat sekali orang rimba persilatan. Urusan
kecil saja dapat berekor panjang, Bukankah ia cuma menolongi orang" Mengapa
sekarang orang hendak memusuhinya" Liong Hauw Pang keterlaluan!
Dan Kwang Tan jadi mendongkol, maka ia berpikir untuk menyatroni perkumpulan itu
memberi rasa dan mengajar adat.
Sedangkan Cit Liong ia telah berhasil untuk memberikan keyakinan bahwa pihak
Kaypang tidak mengenal orang, tapi mengenal lencana pada pihak itu, kalau sampai
memang pihak Liong Hauw Pang masih mendesak Kaypang, berarti Kwang Tan harus
berusaha untuk menegakkan pengaruh Kaypang.
Kim Lung Pa setelah memberikan laporan segera mengundurkan diri. Setelah Kim Lung
Pa berlalu, Kwang-Tan jadi berdiri tertegun ditempatnya, sampai ia mendengar
suara langkah kaki. segera ia melihat munculnya Ang Cit Ku berempat, Mereka
telah bersenyum kepadanya.
"Ouw Tan Laote, kau bangun terlalu pagi." Sapa Ang Cit Ku yang memanggil Kwang
Tan dengan sebutan Ouw Tan Laote, adik Ouw Tan, karena memang Kwang Tan
memberikan nama sasarannya itu waktu pertama kali mereka bertemu.
Dan yang hebat, Ang-Cit Ku sebagai tokoh rimba persilatan yang memiliki nama
besar, memangginya dengan sebutan adik, padahal usia Kwang Tan masih muda
sekali. "Sampai sekarang ini aku belum dapat tidur!" menyahuti Kwang Tan. "Karena sang
fajar segera tiba, aku terus tidak tidur lagi!"
Ang Cit Ko melangkah masuk, segera duduk ditepi pembaringan ia melirik sejenak
waktu berkata. "Laote, aku siorang tua juga tidak dapat tidur, Aku terus
memikirkan ilmu kepandaianmu tadi malam, Dapatkah kau
memberitahukan aku, sebenarnya padaku berasal dari partai mana?"
Inilah yang Kwang Tan tidak sangka, untuk sejenak, ia melengak. "Hal ini, aku
sendiri pun tidak mengetahui jelas!"
akhirnya ia menyahuti. "ilmu kepandaian itu bukan hal yang luar biasa, ia cuma
berpokok pada kejelian mata, ialah menyerang dikala orang tidak bersiaga dan
tidak berwaspada. Coba pihak sana sudah siap sedia pasti hasilnya tidak seperti
yang telah terjadi."
Namun Ang Cit Ku menggelengkan kepalanya berulang kali, ia bimbang akan
keterangan pemuda ini, karena ia yakin bahwa Kwang Tan tentu mendustainya.
"Tidak disangka Laote, kau pandai menyembunyikan diri," kata Ang Cit Ku
kemudian. "Karena kau tidak sudi bicara, aku juga tidak berani memaksa, Ada satu
lagi, kau demikian muda, bagaimana kau bisa menjadi tianglo dari Kaypang."
Kwang Tan tertawa. Justeru itulah kecerobohannya, kesalahan yang tidak akan
dilupakannya seumur hidupnya, dimana Kwang Tan kelak akan jauh lebih hati-hati
dalam melakukan sesuatu, seperti ia menyebut Cit Liong In secara berterang, yang
membawa akibat cukup tidak sedap buat Kaypang.
"Jika aku bicara, locianpwe, kau tentu tidak percaya!" menjelaskan Kwang Tan.
"Aku pernah menolongi seorang pengemis tua. ia mau membalas budi, maka
diberikannya aku sebuah lencana seraya mengatakan, jika dalam keadaan bahaya,
aku dapat mempergunakan itu untuk meminta bantuan kaum pengemis. Kalau pihak
Kaypang melihat lencana itu mereka menganggapnya aku sebagai seorang
tiang lo partainya, sebagai wakilnya."
Ang Cit Ku menggelengkan kepalanya, bukan main sangsinya atas keterangan
sipemuda. "Semua itu hanya alasan belaka!" katanya kemudian. Tapi Kwang Tan pura-pura
tidak mendengar menggerutunya si jago tua itu.
Cin Siu Hoa telah memberi hormat kepada sipemuda untuk menghaturkan terima
kasih. "Jangan!" kata Kwang Tan cepat, tangannya dikibaskan perlahan-lahan.
Nona Cin merasakan dorongan tenaga, yang mencegah ia menjura lebih jauh! Ia jadi
mengawasi dengan sorot mata heran.
"Nona Cin, jangan mempergunakan banyak adatperadatan itu " kata Kwang Tan,
"Adalah sudah kewajiban kita untuk saling bantu dan menolong orang lemah!"
Kemudian dia memandang pada Bun Lay dan Bian San, untuk meneruskan perkataannya.
"Saudara Bun dan saudara Giok Bukankah benar untuk menolong orang hingga
akhirnya." Kedua pemuda itu heran, mereka mengawasi. Kwang Tan tersenyum, ia bilang pula:
"Nona Cin sudah lolos dari ancaman Kui Bwee Pang, tapi ia tetap sebatang kara,
ia tidak bersanak kadang, maka ia aku pikir baiklah kalian berdua saja yang
bersedia kiranya memujikan kepada
partai kalian, bahwa nona Cin memang sangat baik dan dapat di pertanggung
jawabkan watak dan sifatnya agar ia dapat diterima menjadi murid partai kalian!
"Agar dengan demikian nona Cin dapat berlindung dan belajar ilmu silat lebih
jauh?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar perkataan Kwang Tan seperti itu, kedua pemuda tersebut tertawa.
"Saudara Ouw, walaupun kau tidak menyebut demikian, kami berdua sudah
memikirkannya!" menjawab Bun Lay sambil tersenyum.
"Jika nona Cin dipujikan kepada guru kami, tentu guru kami sudi menerimanya,
kebetulan guru kami belum memiliki murid akhli waris"
Cin Siu Hoa girang bukan main mendengar pembicaraan itu, sampai dia mengeluarkan
air mata, ia bersenyum, dia lantas menghaturkan terima kasihnya.
"Ahhh, celaka betul!" mendadak Ang Cit Ku berseru nyaring sekali "Eh, kalian
enak saja bicara, kalian membuat aku si-tua jadi kesepian."
Kwang Tan dan yang lainnya terkejut, tapi akhirnya mereka tertawa, Hebat jago
tua itu yang sangat jenaka. Baru orang berhenti tertawa atau mereka mendengarkan
suara yang nyaring sekali, seperti juga ingin memecahkan angkasa, segera mereka
melihat diluar jendela tampak tiga orang, yang dua tua, mukanya gelap, tubuhnya
kurus, bajunya hitam. Yang seorang lagi keningnya sebelah kiri ada empat buah tai lalat warna merah.
Yang ketiga ialah seorang muda tampan dengan baju putih, sepasang alis panjang,
cuma kulit mukanya yang putih, putih kebiru-biruan, sedangkan
matanya yang tajam memain tidak hentinya, suatu tanda kelicikannya. Dia terus
memandang sigadis, mulutnya tersenyum ceriwis sekali.
Menyaksikan pemuda yang berada diantara kedua kawannya itu, tubuh Cin Siu Hoa
jadi menggigil mukanya juga jadi berobah pucat, seperti juga berobah bagaikan
masa mayat. Sebaliknya Ang Cit Ku tertawa lebar, terus ia berkata: "Kukira siapa, tidak
tahunya Thian Tee Siang Mo (Sepasang Iblis Langit dan Bumi)!" sambil berkata
begitu, dengan tangannya menolak kedepan ia melompat keluar
dari jendela. Kwang Tan berempatpun menyusul dengan segera.
Pekarangan diluar jendela itu, yang empat tombak persegi, dengan kedua pihak
berdiri masing2, tampak menjadi sangat sempit sekali.
Kedua orang yang disebut sebagai Thian-Tee Siang Mo itu. sepasang siluman dari
Langit dan Bumi. melompat mundur dua tindak ketika Ang Cit Ku melompat keluar.
Ditempat berdirinya, mereka tampak tersenyum sinis dan congkak. "Orang she Ang,
jangan berpandangan cupat!" kata mereka, "Belum apa2 segera juga kau menyerang
kami! Kami bukan mencari kau! Mengertilah! Hutang kita yang lama, nanti datang
kesempatan dan waktunya untuk dilunaskan!"
"Lalu mau apa kau datang kemari?" tanya Ang Cit Ku dengan suara yang tawar.
Orang tua muka hitam yang bermuka merah itu tertawa tawar. "Orang tua she Ang.
inilah rumah penginapan!" katanya. "Kau dapat datang kemari, kami juga, Mari
kita bercakap2 dengan terus terang. Kami datang kemari karena ajakan tuan ini !"
Dan dia segera juga menunjuk sipemuda serta menambahkannya:
"Mari aku mengajar kenal, ini Giok Bian Pek Ie (Muka Kumala Berbaju Putih) Wu
Sin, murid terpandai dari Tang Chin, yang sengaja datang kemari untuk bertemu
dengan nona Cin Sin Hoa!"
Terkesiap juga Ang Cit Ku bertiga dengan Bun Lay dan Bian San, karena mereka
sekarang mengetahui bahwa pemuda berbaju pulih itu adalah muridnya Tang Chin,
iblis yang sangat menakutkan dari gunung Himalaya.
Mereka juga telah mendengar hebatnya Giok Bian Pek Ie Wu Sin, dimana Wu Sin
merupakan tokoh muda yang sangat tangguh sekali, Dan sekarang mengetahui siapa
itu berpakaian putih tersebut Ang Cit Ku menunjukkan sikap menghormat, tapi nyatanya
Wu Sin malah tidak menghiraukannya, ia bahkan memperdengarkan suara dihidungnya,
matanya tajam dan galak, ia tetap menatap Cin Siu Hoa, akhirnya ia tertawa.
"Baiklah Adik Cin, sekarang kau sudah keluar dari Kui Bwee Pang, maka itu
dapatlah kau ikut kakakmu pulang keHimalaya, Kakakmu akan memberi jaminan
padamu, untuk selanjutnya pihak Kui Bwee Pang tidak akan mengganggu padamu."
Cin Siu Hoa berdiam diri, ia sudah menduga orang akan mengucapkan kata2 seperti
itu. Melihat sigadis berdiam diri saja, Wu-Sin mengulurkan tangannya.
Cin Siu Hoa menyingkir kebelakang Kwang Tan, matanya menatap benci sekali!
Sedangkan Ang Cin Ku gusar melihat sikap jumawa dan galak ditambah ceriwis dari
orang she-Wu tersebut, ia mendorong kearah pemuda itu sambil bentaknya: "Bocah
yang baik, bagaimana kau berani berlaku kurang ajar dihadapanku siorang tua"!"
Wu Sin memperdengarkan suara mendengus hidungnya tangannya yang dipakai
menyambar Cin Siu Hoa telah diputar balik, buat menyambuti tenaga dorongan Ang
Cit Ku. Kedua tangan itu segera juga bentrok keras, segera tampak tubuh orang tua itu
mundur setindak, sedangkan Wu Sin miring pundaknya, itulah bukti, bahwa tenaga
dalam mereka memang hebat dan lihay.
Dan dilihat hasil serangan itu memperlihatkan Iwekang Wu Sin masih menang
sedikit dari Ang Cit Ku. Ang Cit Ku sendiri kaget tidak terkira. Pemuda itu tangguh bukan main, ia lantas
melihat juga Thian Te Siang Mo mengawasi ia sambil tertawa dingin, suatu tanda
mereka memandang hina kepadanya, ia jadi gusar dan darahnya meluap.
"Bocah, mari coba sambut lagi satu kali." berseru Ang Cit Ku sambit menyerang.
Wu Sian tertawa dingin, memang ia tidak berkelit ia menyambut bahkan terus
sampai lima kali. Pertama kali bentrok, pundak mereka masing-masing terangkat, begitu yang kedua,
ketiga, keempat dan kelima kalinya, Ang Cit Ku mundur empat tindak. Diluar
dugaan, ia mundur diserang lebih dulu oleh Wu Sin.
Dengan muka yang bengis Wu Sin bilang. "Ang Cit Ku, kalau bukan tuan mudamu
memandang nona Cin, hari ini pasti aku hajar mampus kau."
"Belum tentu sahabat." Ang Cit Ku tertawa lebar.
"Orang tua she Ang!" berkata Thian Tee Siang Mo yang bertahi lalat merah, yang
suara memperdengarkan nada mengejek. "Jika kau menghendaki keputusan, disana ada
tempat yang lapang, dimana kaki dan tangan bebas merdeka, agar jika kau mampus,
jangan sampai kau penasaran!"
"Hemmm! Aku siorang tua she Ang belum waktunya mati!" kata Ang Cit Ku balik
mencemooh. "Raja Akherat memberitahukan, menangkap aku ini berabeh! Maka juga
lebih baik kalian yang pergi dulu."
la mengawasi Wu Sin untuk menantang "Kau berani pergi atau tidak?"
Wu Sin tertawa terbahak2, bengis sekali mukanya dan matanya memancarkan sinar
yang tajam. "Karena engkau ingin mampus lebih cepat mengapa tuan mudamu tidak
mau pergi" "jawabnya. Suaranya menyeramkan sekali, membuat orang menggidik
sendirinya! Dengan mata tajam dan membenci Ang Cit Ku mengawasi Wu Sin, setelah mana ia
melompat melewati tembok pekarangan. Sangat gesit gerakannya, ia segera disusul
oleh Thian Tee Siang Mo! Wu Sin berdiri tegak ditempatnya, ia mengawasi Cin Siu Hoa sambil tersenyum,
benar2 tampan dan manis. Cuma sinar mata nya itu memain tidak hentinya.
Bian San dan Bun Lay kuatir Cin Siu-Hoa nanti diterjang, mereka menjagai dengan
pedang terhunus dan waspada.
Wu Sin mendelik kepada kedua pemuda itu kembali ia mengawasi sigadis.
"Adik Cin," kata Wu Sin kemudian. "Untukmu, aku telah memikirkan banyak
hari tidak perduli bagaimana sikapmu terhadapku, hatiku tetap ada padamu, maka
juga selanjutnya kemana kau pergi, kemana aku akan menyusul. Bahkan sampai
diujung langit juga!"
Baru sekarang, setelah berkata begitu, ia melompat melewati tembok.
Kwang Tan terus berdiam saja. Menyaksikan kegesitan Wu Sin, ia kagum. Dilain
pihak, pasti ada sebabnya mengapa Cin Siu Hoa agak jeri pada pemuda itu. Maka ia
anggap pasti ia harus turun tangan pula. Akhirnya Kwang Tan bersenyum.
"Mari kita pergi menonton!" katanya, mengajak ketiga orang kawannya. Berempat
mereka melompat keluar, Mereka melihat sebuah tegalan luas didekat mana ada
kurang lebih tiga puluh rumah. Di kiri kanan ada pengempang serta serombongan
bebek dan angsanya. Ang Cit Ku dan Wu Sin sudah berhadap-hadapan siap sedia, Mereka jalan berputaran
saling mengawasi, mulut mereka bungkam. Setelah empat putaran, mendadak Ang Cit
Ku telah berseru, kedua tangannya menyerang.
Wu Sin tidak menyambut serangan itu, ia berkelit dan berputar terus. Baru
setelah di serang lagi, ia menangkis dan melayani berkelahi. Merekalah tandingan
yang setimpal. Sampai tiga puluh jurus mereka tetap seimbang.
Setelah menonton sekian lama, Kwang Tan diam-diam berkata didalam hatinya: "Ang
Lo cianpwe terkenal, tidak dapat namanya dirusak karena bocah ini!" ia terus
bilang kepada Bian San dan Bun Lay:
"Saudara Bun dan saudara Giok, tolong kalian lindungi nona Cin, waspadalah
kepada Thian Tee Siang Mo, agar mereka jangan main gila!"
Setelah itu ia ber tindak kedalam gelanggang seraya berkata: "Ang Locianpwe,
buat melayani manusia jumawa ini cukuplah aku seorang diri! Mari berikan
kesempatan kepada Boanpwe untuk turun tangan!"


Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendengar itu Ang Cit Ku segera lompat keluar gelanggang. Lompatannya itu ialah
yang dinamakan "Mengejar Gelombang Seribu Lapis", ia percaya si pemuda sanggup melawan Wu Sin,
tapi tokh ia masih memesan: "Laote hati-hati."
Melihat majunya Kwang Tan, hati Wu Sin panas. Tanpa merasa ia jadi jelus dan
cemburu. Sebab pemuda ini, yang
tampan selalu mendampingi Siu Hoa, sehingga ia menduga si gadis tidak melayani
dia karena ada saingan-nya ini.
"Siapa kau"!" tegurnya dengan suara dan sikap yang bengis, "Mungkinkah kau orang
yang semalam menunduki pihak Kui Bwee Pang"!"
"Tidak salah, itulah aku yang rendah!" menyahuti Kwang Tan tertawa tawar,
"Tentang siapa aku, kau tidak sederajat untuk menanyakannya?"
"Kau terlalu jumawa." kata Wu Sin dingin. "Lebih2 kau berlagak dan bertingkah di
depanku !" Wu Sin mengetahui musuh lihay, tapi ia tetap percaya kepada dirinya
sendiri, atas kemampuannya dan kepandaiannya. Ia masih bimbang apakah lawan ini
tidak menyiarkan berita secara berlebihan, dan juga orang-orang
lainnya tidak bercerita asap saja ngepul, membesar2kan tentang ketangguhan
pemuda ini. Sikap pendiam diri Kwang Tan pun membuatnya percaya bahwa pemuda ini justeru
terlalu dipuji-puji melebihi dari kebenarannya.
Waktu itu Kwang Tan juga memperdengarkan suara tertawa mengejeknya.
"Kau juga terlalu jumawa." katanya tawar, sikapnya adem dan dingin sekali.
"Sudahlah sahabat, jangan mengadu lidah saja!" Wu Sin membentak "Kau sambut dulu
tanganku, masih banyak kesempatan kelak untuk berlaku sombong." Kata2 ini segera
diakhiri dengan serangan tangannya yang mendatangkan sambaran angin menderu-deru
sangat kuat sekali. Kwang Tan berdiri tegak, sambaran angin tidak mengganggunya, ia
telah menutup diri dengan ilmu pukulan Gunturnya, Karena Kwang Tan sekarang
telah mencapai tingkat kepandaian yang tinggi, maka kekuatan dari ilmu Pukulan
Gunturnya itu dapat dipergunakan sekehendak hatinya.
Dia bisa merobah ilmu Pukulan Guntur itu, jika untuk menyerang akan hebat sekali
akibatnya, lawan akan hangus, jika dipergunakan untuk menutup diri, hawa Sinkang
Guntur itu bagaikan perbentengan yang sangat kuat dan tangguh sekali,
menyelubungi tubuhnya. "Heran!" pikir Wu Sin, yang jadi takjub juga melihat serangannya tidak memberi
hasil apa2, padahal ia begitu menyerang sudah mempergunakan ilmu yang
diandalkannya. Malah, lawannya yang masih berusia begitu muda, tidak mengalami sesuatu apapun
juga, Karena-nya Wu Sin tidak mengetahui, entah Kwang Tan mempergunakan ilmu
apa. "Sekarang giliranmu menyambut seranganku!" berkata Kwang Tan tertawa dengan
sikapnya yang tenang. "Aku ingin melihat kau sesungguhnya berderajat atau tidak
untuk berlaku jumawa."
Kata2 Kwang Tan itu disusul dengan serangan ketiga dari jurus ilmu pukulan
Guntur nya, Dulu waktu Kwang Tan pertama kali menguasai ilmu Pukulan Guntur,
memang sangat dahysat sekali, ilmu pukulan itu, namun hanya bersifat keras saja,
yaitu korban yang diserang niscaya akan menjadi hangus dan mati.
Tetapi justeru sekarang ini, ia telah mencapai tingkat yang lebih sempurna luar
biasa dan mahir, berkat petunjuk yang diberikan Thio Sam Hong dan Thio Bu Kie,
karenanya Kwang pukulan Gunturnya Tan dapat mempergunakan ilmu itu dengan baik sekali, sekehendak
hatinya, bisa lunak dan kemudian keras. Bisa juga ia mempergunakannya dengan
bergelombang, ia mempergunakan jurus ketiga dari ilmu pukulan Gunturnya itu pun
tidak sepenuh tenaganya, karena dia tidak mau membunuh Wu Sin, yang diketahuinya
tidak memiliki salah apa2 dengannya, hanya kebetulan memang Kwang Tan cuma ingin
menolongi nona Cin. Wu Sin bukan sembarangan orang, ia pun berbakat disamping memiliki kepandaian
tinggi. Dalam usia lima tahun ia telah dibawa oleh Tang Chin, tokoh rimba
persilatan yang berpengaruh sekali dan ditakuti oleh segala macam golongan,
dimana Wu Sin naik gunung dan mulai
kejahatan, tetapi ia cacatnya ialah sangat dididik ilmu silat.
Ia sedikit sekali melakukan kecipratan tabiat buruk
gurunya, membawa adanya sendiri, Jika ada sesuatu yang dia sukai, walaupun
bagaimana sulit, pasti dia harus memperolehkannya, belum dapat belum juga ia mau
sudah, seperti keinginannya ini.
Cin Siu Hoa, belum dapat dia belum mau berhenti. Belum lama ia berkenalan,
lantas namanya dikenal dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dimalui, bahkan disebabkan ia selalu mengenakan baju serba putih, juga mukanya
tampan sekali, iapun memperoleh gelaran Giok Bian Pek Ie atau Muka Kumala
Berbaju Putih. Semua orang mengetahui bahwa Giok Biau Pek Ie Wu Sin adalah murid tunggal Tang
Chian, yang sangat ditakuti dan disegani itu, semua orangpun jeri berurusan
dengan guru sipemuda. Disamping itu, Wu Sin sendiri memang lihay, Karena semua itu, menghadapi Kwang
Tan, ia jadi penasaran. Segera ia menyerang lagi, sekarang sambil menatap
lawannya, ia mempergunakan pukulan "Cin San Khin Kang" atau "Menggetarkan
Gunung." itulah pukulan yang hebat, yang dapat meremukkan tulang dan
menghancurkan tubuh! Setelah menyerang seperti itu, Wu Sin jadi heran, Akibat dari pukulannya ialah
seperti kerbau2an tanah lempung yang kecemplung kedalam laut, serangannya itu
tidak mendatangkan akibat apa2 buat Kwang Tan.
Sebaliknya ada angin rasanya dingin,
disusul yang menyambar kemukanya, dengan tenaga lemah menolak tubuhnya, tenaga
mana lama-lamaan berobah jadi kuat semakin kuat dan semakin kuat!
Dia mau melawan, tapi sudah tidak keburu lagi, segera juga ia seperti ditindih
gunung, kaki tangannya kaku,
mulutnya bungkam. tubuhnya-pun tertolak mundur perlahan2.
Bersamaan dengan itu, kaki mata, hidung, mulut, telinga dan lobang-lobang
peluhnya, keluar darah tidak hentinya sehingga dia tidak lagi sipemuda yang
tampan, ia mirip dengan hantu yang bermandikan darah, menyeramkan dan
menakutkan sekali. Pula mundurnya itu dari perlahan semakin lama jadi semakin
cepat. Akhirnya waktu Kwang Tan menarik pulang tangannya, maka tubuh Wu Sin jatuh
terguling ditepi empang kepalanya masuk kedalam air.
Thian Tee Siang Mo kaget tidak terkira, mereka lompat untuk menolongi! Mereka
memperoleh kenyataan kedua mata sipemuda tertutup rapat, mukanya pucat pias
seperti kertas. Darah yang tadi melumuri mukanya telah tercuci bersih oleh air, Yang paling
mengejutkan, dada pemuda itu baik pakaiannya maupun kulit dia telah hangus,
seperti terbakar api. Kwang Tan sangat mendongkol untuk kejumawaan Wu Sin dan
kejahatannya terhadap Cin Siu Hoa, ia beranggapan orang akan merusak rimba
persilatan malang melintang sekehendak hati mengandalkan kepandaiannya yang
memang tinggi itu, karenanya Kwang Tan melayani dengan mempergunakan ilmu
pukulan Gunturnya. Mulanya, ia menangkis serangan, untuk dipunahkan lalu ia membalas ia menolak
terus, sampai lawan itu mati daya, ia memang dapat menempel, menarik dan
menolak, disamping menyentil dan meninjau dan yang hebat luar biasa itupun dapat
dikendalikan dengan baik sekali oleh Kwang Tan.
Segera juga ia mendorong, dari perlahan jadi keras, maka rubuhlah Wu Sia yang
tekebur itu. Thian Tee Siang Mo mengangkat tubuh Wu Sin, mereka menolong sebisa
mereka, Wu Sin tetap tidak sadarkan diri, membuat mereka bertambah kaget dan
berkuatir. Yang bertahi lalat merah segera mengangkat kepalanya mengawasi Kwang Tan tajam,
terus ia bilang dengan mulut menyeringai: "Tuan, kau telah menerbitkan onar
besar! Aku siorang tua hendak mengantar Wu Sin pulang ke gunungnya, Jika Tang
Chin menanyakan segala hal pada kami, bagaimana kami menjawabnya?"
"Hemm!" jawab Kwang Tan, "Siapa yang suruh kalian menyatroni orang dan
menghinanya" Onar ini kalian sendiri yang mulai! Apakah kalian tidak dapat
menjawab dari hal yang sebenarnya kepada Tang Chin?"
Orang tua itu tertawa menyeringai karena terpaksa sekali, jeri dan marah.
"Walaupun demikian, Tang Chin, bukanlah orang yang gampang diajak bicara!"
katanya, "Ketika Wu Sin mau berangkat kemari, kami sudah mencegah tetapi ia
memaksa...!" "Sudah, sudah, kau jangan bicara terus!" Kwang Tan memotong. "Aku tahu, kalian
serba salah." Sambil berkata pemuda ini menghampiri musuhnya, terus juga ia menotok di
dadanya. "Dilain jam ia akan tersadar." ia memberitahukannya, "Untuk sementara habislah
tenaganya, maka janganlah sekali2 ia mempergunakan tenaganya. Dengan
kepandaiannya Tang Chin, tidak sulit untuk dia memulihkan kesehatan muridnya.
Tentang she dan namaku, sulit untuk aku memberitahukannya kepada kalian. Tapi aku mengharap juga agar nanti kalian
membawa kata2ku. Nanti aku akan pergi pesiar ketempat Tang Chin, untuk
berkenalan dengannya!"
Thian Tee Siang Mo menghela napas lega, wajah mereka tidak berkuatir lagi.
"Tuan, cukup sudah kata2mu ini!" kata yang bermuka hitam. "Kami telah menerima
budi, tetapi dikuatirkan sulit buat kami membalasnya!" Kemudian dia berpaling
kepada Ang Cit Ku, untuk berkata sambil bersenyum:
"Orang tua she Ang, sampai bertemu lagi!" Segera ia bersama memondong tubuh Wu
Sin, dibawa pergi kawannya.
Kwang Tan mengajak sahabat-sahabatnya kekamar mereka.
Ang Cit Ku tertawa dan berkata dengan sikap sungguh2 sekali: "Laote, aneh
kepandaian yang kau miliki! jangan kata sekarang ini, mungkin di jaman dulu,
orang belum pernah melihatnya!"
Sebagai orang tua dan akhli silat ternama juga Ang Cit Ku tidak pernah mengenal
ilmu silat yang dipergunakan Kwang Tan, membuatnya jadi heran dan kagum bukan
main. Dulu maupun sekarang, mungkin tidak ada duanya orang yang memiliki kepandaian
sehebat Kwang Tan. itulah sebabnya, walaupun usia Kwang Tan masih muda, namun
Ang Cit Ku jadi tambah menghormatinya.
Sebagai pemuda yang pandai membawa diri, Kwang Tan segera tertawa dan iapun
merendahkan diri, ia tidak melayani jago tua itu lagi, kemudian ia menoleh
kepada Cin Siu Hoa. "Nona Cin," katanya kemudian, "Dapatkah kau menceritakan hubungan apa yang ada
antara kau dengan Wu Sin"!"
Cin Siu Hoa sangat membenci Wu Sin ia tidak berdaya, sebenarnya ia hendak
menangis tetapi didepan banyak orang ia berhasil menahan diri dan mengeraskan
hatinya, kembali sekarang ditanya si pemuda, tidak dapat ia mempertahankan air
matanya lagi, segera juga ia menangis, air matanya mengucur deras.
Dengan itu, dapatlah ia melampiaskan kesengsaraan hatinya. Baru setelah sedikit
memberikan keterangannya.
kekesalan dan reda, ia bisa Cin Siu Hoa ialah puterinya Cin Miao, seorang guru silat yang
masih rendah kepandaiannya. Tidak dapat Cin Miao mengangkat nama, dirumah
seorang terpaksa ia hartawan bekerja sebagai dikampung centeng asalnya.
dikecamatan Hengyang, Shoasay.
Ia memiliki satu cacad, gemar sekali minum arak, sehingga seringkali ia lupa
daratan dan mabok2an. Tapi ia berhati baik dan jujur, maka majikannya, si
hartawan, menghargai sekali padanya. ia diberi dua ruangan rumah agar ia dapat
bersama anak dan isterinya tinggal.
Maka dari itu, ia bekerja sungguh2 untuk majikannya. Waktu Cin Siu Hoa masuk
usia tujuh tahunan diberikan pelajaran ilmu silat. Sayang sekali kepandaiannya
rendah, ia tidak bisa mendidik puterinya itu jadi pandai, sebaliknya Cin Siu
Hoa, ia tertarik sekali dengan ilmu silat, ia belajar rajin dan tekun sekali.
Pada suatu malam, tibalah saat malang. Malam itu Cin Miao minum banyak sekali,
di waktu pulang kekamarnya, ia segera tidur nyenyak.
Justeru malam itu. beberapa puluh orang jahat datang menyerbu, Mereka masuk
dengan melompati tembok pekarangan. Para penjahat itu merampok sambil membunuh.
Lima orang penjahat masuk kekamar Cin Miao, ia kaget dan bingung, tapi belum
apa2, ia sudah dibacok mati. Nyonya Cin Miao pun ikut dibunuh.
Cin Siu Hoa kaget, sampai ia pingsan. Ketika ia siuman, ia mendapatkan dirinya
rebah dipembaringan. Kamar bukan lagi kamarnya. Didepannya berdiri seorang tosu
atau imam tua yang tengah mengawasinya dan wajahnya juga luar biasa. Imam itu
tengah tertawa dan bertanya: "Anak, kau sudah lapar atau belum"!"
Untuk pertanyaan itu, Siu Hoa hanya dapat mengangguk saja karena memang ia telah
lapar. Dalam usia tujuh tahun, Siu Hoa sudah mengerti banyak juga, ia
mendapatkan kenyataan ia berada diatas gunung yang penuh dengan pohon2. ia tidak
menanyakan hal orang tuanya, yang ia ketahui sudah terbinasa, ia hanya mengetahui imam ini pasti ada
hubungannya dengan ayahnya.
Seterusnya Cin Siu Hoa berdiam digunung itu bersama si-imam. Setelah lewat lama,
ia baru mengetahui bahwa imam itu bernama It San Tosu, sedangkan gunung itu
pusatnya partai Kui Bwee Pang, Nama gunung adalah LuLiang San dan letaknya
markas Kui Bwee Pang terletak diselat Ouw A Cui.
Sedangkan It San Tosu adalah suheng atau kakak seperguruan dari Tie Siang Kang,
Pangcu atau ketua dari Kui Bwee Pang. Semua orang Kui Bwee Pang memiliki wajah
yang bengis, tapi lama kelamaan sigadis terbiasa lagi melihat mereka itu.
It San Tosu menyukai Siu Hoa, ia mengajari ilmu silat sungguh2, ia menganggap
Siu-Hoa sebagai anak, iapun telah minta agar ia dipanggil sebagai ayah angkat.
Sepuluh tahun Siu Hoa berdiam diri diatas gunung, sampai ia berusia tujuh belas
tahun. Siu Hoa adalah seorang gadis yang cantik. Banyak orang Kui Bwee Pang yang
tertarik padanya. Malang ada It San Tosu dan sigadis sendiripun bagaikan mawar
berduri, tidak ada yang berani ganggu sigadis.
Sebenarnya It San Tosu jahat dan kejam, tapi ia melindungi Siu Hoa seperti juga
anak nya sendiri, iapun sangat sayang sekali pada putri angkatnya ini.
Kemudian atas permintaan Tie Siang-Kang, yang disetujui oleh It San Tosu, maka
Siu Hoa diberi pekerjaan sebagai penulis partai, untuk mengurus surat2.
sedangkan It San Tosu tidak mencurigai sutenya, Adik seperguruannya.
Karena itu, setiap Siu Hoa berada berdekatan dengan Siang Kang, dan waktu luang
cukup banyak bagi Siang Kang untuk mendekati sigadis. Segera juga terlihat,
Siang Kang memang sangat menggilai sigadis, dimana Siu Hoa sendiri tidak
menghiraukannya, pernah karena urusan sigadis, It San Tosu bentrok dengan
sutenya, yang ditegurnya.
Masih juga Siang Kang mencoba terus mendekati membujuk sigadis. Karenanya,
saking berduka, sering juga Siu Hoa menangis seorang diri dikamarnya. Lalu pada
suatu hari, dikala Siu Hoa bekerja dikantornya, It San Tosu
datang bersama seorang pemuda tampan, yang diperkenalkannya kepada si gadis. Dialah Wu Sin, dan
ia melihat bahwa pemuda ini memiliki tabiat yang kurang benar. Karena itu, Siu
Hoa pun tidak menyukai pemuda yang tampan itu. Wu Sin sering mengajak Siu Hoa
jalan2 ketempat yang indah, memang
digunung itu terdapat banyak sekali tempat2 yang indah pemandangannya.
Karena memandang kepada gurunya atau juga ayah angkatnya itu, Siu Hoa tidak
menolak ajakan tersebut. Tapi suatu kali, si gadis telah diperdayakan oleh Wu
Sin, sehingga selanjutnya ia tidak mau bergaul dengan pemuda itu, bahkan ia takut
didekati pemuda tersebut.
Siang Kang mengetahui kelakuan Wu Sin, ia menyindirnya. Wu Sin mendongkol dan
berlalu dari Lu Liang San. Diwaktu ia hendak pergi meninggalkan gunung
itu, ia bersumpah bahwa ia belum mau sudah sebelum memperoleh si gadis Cin.
Tidak lama It San Tosu mendampingi putri angkatnya itu, karena kemudian ia jatuh
sakit. Siu Hoa merawatnya siang dan malam.
Penyakit yang diderita oleh imam itu tidak mau juga sembuh sangat berat dan
berkepanjangan. Maka suatu kali, Siu Hoa pegangkan tangan ayah angkatnya itu,
yang sebentar sadar sebentar lagi pingsan.
It San Tosu telah balas menggenggam tangan anaknya, dimana ia menghela napas
berulang kali kemudian dengan tertawa sedih ia bilang penuh kasih sayang:
"Anak Cin, aku tidak menikah, aku tidak memiliki turunan, tapi aku memperoleh
engkau, aku juga seperti memiliki anak sendiri. Sayang aku sakit. dan usiaku
sudah lanjut. Aku kuatir jika kelak aku menutup mata, kau tidak ada yang lindungi.
Mungkin setelah aku mati, kau akan diganggu suteku.
Maka sekarang sebelum aku mati aku mau mendayakan suatu akal dan usaha untuk


Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencegah hal itu terjadi.
Tempo hari sayang aku terlambat, tidak dapat aku menolongi ayahmu, itu pula sebabnya aku membawa kau
kegunung ini sebenarnya, mendapatkan sebatang pedang majikan ayahmu itu
mustika, hal itu telah diketahui oleh penjahat. Lantas saudagar itu dibunuhnya,
dia dirampok dan dibunuh serumah tangga. Waktu aku
menyusul, aku terlambat, ayah dan ibu sudah mati...!"
Siu Hoa menangis, karena ia berduka sekali, guru merangkap ayah angkatnya itu
telah mengungkap lagi peristiwa masa lalunya.
Diwaktu itu It San Tosu menghela napas, iapun berkata lagi: "Sudahlah anak,
jangan menangis." ia membujuk. "Perkara sudah terjadi, menyesalpun sudah
terlambat, Aku menyesal dimana aku tersesat tapi aku beruntung, aku akan mati baik, Inilah
sebabnya mengapa aku biasa membunuh tanpa sebab. Aku mau dulunya tidak merobah
cara hidupku, tapi aku mengalami kesulitan percobaan untuk merobah kelakuan dan jalan
hidupku sukar sekali. "Ada orang-orang yang membenciku. Adalah karena terpaksa, aku menumpang pada
Siang Kang. Sudah sepuluh tahun aku tidak pernah turun gunung. Mungkin orang
telah lupa kepadaku. Mungkin orang telah tidak mengingat lagi
padaku dan juga tidak ada
orang yang membenciku mencari terus jejak ku.... karena itu, sekarang aku puas
juga..." It San Tosu berhenti sejenak, baru kemudian ia melanjutkan lagi,
katanya:"Aku tahu kau ingin dapat membalas sakit hati ayah dan ibumu, tapi sulit
kau menyelidiki siapa dia. Orang-pun tidak akan memberitahukan padamu, sekarang aku beritahukan kepadamu,
dialah Bo Beng Sie, tongcu atau ketua cabang diSucoan Barat, setelah aku merawat
kau, dia dipindahkan ke-Sucoan. Selama sepuluh
tahun belum pernah dia datang pula kesini, sekarang ini kepandaian kau masih
belum bisa menandingi dia, maka dari itu, jika kau telah meninggalkan Lu Liang
San, kau harus berguru pula pada guru yang pandai.
Barulah diwaktu itu kau dapat menuntut balas, Tadinya aku menginginkan kau
menerima jodohmu dengan Wu Sin, sayang sekali justeru kau tidak penujui dia.
Dalam hal jodoh, aku tidak mau memaksamu dan itu terserah kepada perjalanan
nasibmu saja dan jodoh mu ini sehelai Leng-kie bendera perintah, kau simpan
baik-baik!" Ia kemudian menambahkan lagi. "Kukira aku tidak dapat tahan sampai lusa, maka
itu baiklah besok malam kau minggat dari sini. Lengkie ini bisa menolong kau
lolos. Kau boleh menyingkir kejurusan kotaraja. Selanjutnya, terserah pada
peruntunganmu !" Cin Siu Hoa menangis sedih sekali, ia malah sampai pingsan tidak sadarkan diri.
It San Tosu berduka, ia berdiam sambil memejamkan matanya saja.
Besok malamnya, benar2 keadaan It San Tosu jadi semakin buruk juga, Beberapa
kali ia pingsan. Paling belakang setelah sadar, ia desak Cin Siu Hoa agar si gadis cepat2 angkat
kaki. Kali ini si gadis menurut, buntalannya, dan membekal ia segera
mempersiapkan sedikit perak hancur, ia
minggat dengan membawa pedangnya.
Waktu mau berpisah, tiga kali Siu Hoa paikui pada imam yang menjadi guru dan
merangkap sebagai ayah angkatnya merangkap itu. Ia pun berjanji, ayah angkat
tersebut jika memang guru
punya umur panjang, suatu saat kelak ia akan menjenguknya. Dengan air mata
berlinang bercucuran, ia pun segera berlalu meninggalkan gunung itu.
Beruntung bagi Cin Siu Hoa, diwaktu ia minggat, ia dilihat Ang Cit Ku. ia segera
diikuti. Dibeberapa tempat penjagaan, ia dirintangi dan dihalangi-halangi tapi
dengan alasan mau cari obat buat It San Tosu, ia dilepaskan juga.
Demikianlah setelah terang tanah, ia sudah tiba dikaki gunung, terus ia memasuki
kota kecamatan Lie sek. Pada hari pagi ketiga, benarlah It San Tosu meninggal
dunia dengan bibir tersenyum, karena ia puas telah dapat mati dengan baik,
walaupun dulunya ia seringkali membunuh orang.
Heran sekali Siang Kang ketika memperoleh kenyataan Cin Sui Hoa tidak ada.
Kecurigaannya segera timbul, iapun segera perintahkan anak buahnya agar pergi
mencari kesegala penjuru, sekalian untuk memberitahukan berbagai cabang, guna
bantu mencari si gadis yang harus ditangkap
hidup, sebab ia kuatir gadis itu kelak membuka rahasia partainya.
Didalam kota Lie sek, setelah istirahat, sambil bersantap, maka Cin Siu Hoa
telah melanjutkan perjalanannya menuju ke-Kauw shia, melewati Thaygoan, keluar
dari Ceng-keng, tiba di Ciohon.
Selama itu Ang Cin Ku tetap melindunginya, dan mengikutinya terus, sampai
akhirnya ia terkejar juga oleh orang2 Kui Bwee Pang,
Bercerita sampai disitu, Cin Siu Hoa menangis.
Kwang Tan bertiga terharu.
"Sudahlah nona Cin, janganlah kau berduka!" Giok Bian San menghibur. "Nanti kami
mengantarkan kau pada suhu kami. Setelah kau tamat pelajaranmu, jangan kuatir
sakit hatimu tidak terbalas."
Siu Hoa mengucapkan terima kasih, ia terhibur juga, hatinya jadi lega.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eh, anak2, kalian sudah bicara habis belum?" tiba2 Ang Cit Ku telah berteriak
menegur. "Kalian tahu, ilarku ini sudah keluar!"
Kwang Tan tertawa. "Locianpwe tidak mengetahui bahayanya arak!" ia bilang
sambil tertawa, "Mari, aku buktikan dengan syair: "Kaisar Peng bercelak karena
arak ada racunnya, Lie Thay Pek ditepi sungai rusak tubuhnya. Maka, tuan
janganlah minum air tak berbudi, setelah mabok hati orang tidak sehat lagi!"
itulah sajaknya locianpwe."
Kedua biji mata Ang Cit Ku mencilak tidak hentinya, terbuka lebar-lebar. "Kau
tahu apa, laote!" katanya kemudian. "Kebaikan arak banyak sekali! Nanti aku si
orang tua memberitahukan kepadamu! Arak itu dapat membantu sipendekar sampai
nyalinya menjadi besar dan
dapat membikin si pelajar tambah indah gubahannya, baik sajak maupun syairnya.
Arakpun sangat baik untuk menggadangi sang Rembulan dan Bunga. Ada juga yang
mengatakan, minum arak tidak dapat sinting, itulah yang paling menyenangkan.
Maka itu, bagaimana mungkin bisa dibilang arak itu jahat."
Mendengar perkataan Ang Cit Ku itu, semua orang tertawa.
"Benar-benar locianpwe, kau benar!" kata Kwang Tan kemudian, "Nah, mari kita
pergi kedepan untuk minum!"
-ooo0dw0ooo Jilid 32 SETELAH bersantap, hari sudah lewat tengah hari, Ang Cit Ku berempat masih asyik
minum arak, sampai akhirnya Cin Siu Hoa diajak oleh Giok Bian San dan Bun Lay
untuk berangkat, maka berpisahanlah mereka dari Ang Cit Ku dan Kwang Tan. Nona
Cin telah mengucurkan air mata.
Kwang Tan segera memberitahukan kepada Ang Cit Ku, bahwa ia pun ingin pulang
kerumah penginapan buat beristirahat, karena ia letih dan mengantuk.
"Pergilah kau beristirahat !" kata Ang Cit Ku tanpa curiga, "Aku belum minum
cukup !" ia kembali keruang makan sedangkan Kwang Tan mengawasi sambil
tersenyum. Seorang diri Ang Cit Ku minum sampai matahari doyong kebarat, "Akh, heran bocah
itu !" pikir Ang Cit Ku kemudian, "Dia tidur nyenyak sekali !" Segera ia
bangkit, untuk pergi ke kamar Kwang Tan. Ketika ia menolak daun pintu, segera
juga ia mendapatkan kamar yang kosong, Diatas meja ada sehelai kertas, ia
mengambilnya untuk dibaca.
Sekarang barulah ia ditinggal pergi, Kwang mengetahuinya, bahwa ia telah Tan
menjelaskan mengapa ia memisahkan diri ialah karena ia harus cepat2 melakukan
perjalanan penting. Ia pun Bengkauw, bertemu lagi dengannya kelak, dapat menyusulnya ke Bengkauw.
Ang Cit Ku menepuk meja cukup keras. "Setan cilik, kau berani menipuku!"
serunya, ia segera berangkat ke arah Shoasay, untuk mencari Kwang Tan. Karena ia
belum mau berpisah dengan pemuda yang
kepandaiannya dikaguminya itu.
pergi ke Kotaraja untuk melaksanakan tugas
memberitahukan dan jika Ang bahwa sesungguhnya ia dari Cit Ku bermaksud hendak
Tapi, selanjutnya ia tidak berhasil
Kwang Tan, sehingga terpaksa ia Bengkauw, untuk mencari Kwang Tan. menemukan
jejak bergegas pergi ke Tapi setelah bertemu dengan beberapa orang tokoh
Bengkauw, ia pun diberitahukan bahwa Kwang Tan belum lagi kembali. Sehingga Ang
Cit Ku berdiam bersama orang
orang Bengkauw beberapa saat lamanya. Ia tetap bertekad hendak menunggu sampai
Kwang Tan kembali, Karena dari itu, mereka itu jadi banyak membantui Bengkauw,
karena setelah ia mengetahui Kwang Tan berasal dari Bengkauw, Ang Cit Ku pun
hendak bekerja buat Bengkauw. Thio Bu Kie yang disampaikan maksud Ang Cit Ku, dengan senang hati meluluskan
permintaannya dan memberikan tugas padanya.
Dan Thio Bu Kie sangat kagum atas kerja Kwang Tan, karena pemuda itu, yang
diberikan tugas kekota raja, untuk menyelidiki keadaan disana, ternyata selama
dalam perjalanan, telah berhasil menarik perhatian dan simpati maupun rasa kagum
dari para pendekar gagah yang banyak telah menggabungkan diri dengan Bengkauw.
Dari jago yang menggabungkan diri, selain Ang Cit Ku, Bin Tian Ong, Khiam Lo Ang
dan lain-lainnya, Bu Kie pun mendengar betapa sepak terjang Kwang Tan dengan
kepandaiannya yang menakjubkan itu.
Diam-diam Bu Kie menghela napas dalam-dalam, ia pun berpikir: "Memang anak itu
akan mencapai tingkat yang tinggi sekali dalam ilmu silatnya yang luar biasa
hebatnya itu ! Kelak, jika ia berlatih selama sepuluh tahun lagi, mungkin didalam rimba
persilatan sudah tidak ada orang yang bisa menandinginya ! Sayang sekali kalau
suatu saat ia merobah pikirannya yang berbahaya kalau ia berpikir untuk
bertindak sekehendak hatinya!
Kepandaian yang merupakan bahaya setinggi dimiliki Kwang Tan tidak kecil, kalau
Pangeran Perkasa 10 Pendekar Naga Geni 18 Bukit Kepala Singa Pedang Keadilan 28

Cari Blog Ini