Ceritasilat Novel Online

Jurus Tanpa Bentuk 7

Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira Bagian 7 dari perkenalanku dengan ilmu silatnya sangat mengerikan. Aku tidak ingin membiarkannya menyiksa orang-orang takberdaya dengan Ilmu-Ilmu Penggoyah Sukma yang kejam dan sukar dilawan siapapun juga. TOPENG itu masih melekat di sana. Seorang mabhasana melangkah, seperti akan membukanya. "Biarkan," kataku, "biarkan saja begitu." Bahkan ketika segala mayat kami bakar, topeng itu pun ikut dibakar dengan tetap menempel pada wajahya. Seperti keinginan pemilik topeng itu, untuk dikenal sebagai pribadi dengan topeng seperti itu pada wajahnya, yakni topeng tertawa. Hanya itulah sisa rasa hormatku kepadanya. Tamat sudah riwayat Pendekar Topeng Tertawa. Memang tak bisa lain. Hanya kuperhatikan rambutnya yang putih dan panjang. Tentunya ia sudah berumur. Apalagi jika pasangan pendekar yang mengasuhku itu pun mengenal namanya, sehingga bisa membedah Ilmu Penggoyah Sukma itu dengan segala cirinya. Sayang bahwa pendekar tak terkalahkan itu telah menjadi orang bayaran, tidak lagi membela mereka yang lemah dan tertindas, sehingga sebetulnya tak layak disebut pendekar lagi. Dalam usia yang sudah berumur, apakah lagi yang masih bisa menggodanya" Jika pun bukan bayaran penyebabnya, apakah sesuatu yang lebih penting baginya sehingga sudi terlibat urusan duniawi ini, tetapi telah menjebaknya ke dalam Jurus Penjerat Naga" Aku sendiri heran dengan pertarunganku ini. Rasanya ilmuku naik beberapa puluh tingkat. Semula aku hanya nekat karena tidak tahan melihat penderitaan para korban, tetapi TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ aku ternyata dapat mengimbangi, dan kemudian mengatasi Pendekar Topeng Tertawa itu. Padahal tidak ada jalan pintas dalam ilmu silat, karena segalanya harus dipelajari dan dilatih dengan ketat. Apakah yang telah terjadi" Asap dari pancaka telah membubung ke udara. Matahari menjelang terbenam. Suara-suara serangga kembali menguasai hutan. Kulihat para mabhasana itu. Jalan hidupku saat ini sedang berjalin dengan jalan hidup mereka. Aku terlibat justru pada saat menghindarinya. Apa boleh buat" Meski malam kemudian turun, kami tetap meneruskan perjalanan, karena benda-benda upacara dalam pedati ini sudah ditunggu. (Oo-dwkz-oO) Episode 37: [Serigala Putih dan Naga Dadu] KETIKA umurku memasuki empat tahun, yakni tahun 775, seorang pendekar mendatangi pondok kami di Celah K ledung. Tidak jelas bagiku saat itu siapa dia dan apakah kiranya yang dibicarakan dengan kedua orangtuaku, tetapi sekarang aku mulai meraba betapa kedatangannya tentu berhubungan dengan pembebasan tanah. Tahun itu memang saat pembangunan Kamulan Bhumisambhara tahap pertama, tentu di atas tanah yang dalam prasasti telah menjadi s ima. Namun dalam kenyataan, ceritanya berbeda. Pendekar itu telah datang dengan cerita seperti berikut, seperti yang kemudian diceritakan pasangan pendekar itu kepadaku. "Mereka mendatangkan orang-orang golongan hitam untuk mengusir penduduk yang bertahan di atas tanahnya untuk pergi, yang jika tidak dituruti tentu berakhir dengan kematian, atau petaka mengerikan yang lebih menakutkan daripada kematian. Penduduk semula melawan, tetapi apa yang dapat dilakukan orang awam terhadap golongan hitam" Tentara TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Rakai Panamkaran yang seharusnya membela mereka bagaikan lenyap ditelan bumi ketika dibutuhkan. 'Apakah para pendekar akan tetap berdiam terhadap nasib sesama dalam penderitaan"', demikianlah pendekar itu membawa kabar tentang kemalangan dan ketidakadilan yang berlangsung. "'Sepasang Naga dari Celah Kledung telah lama dikenal bersikap tanpa ampun kepada golongan hitam. Mengapakah kini keduanya berdiam diri dan berpangku tangan terhadap ketidak adilan di sekitarnya"' Begitulah pendekar itu terus menggugah rasa keadilan kami, dan tentu saja kami menjadi geram, terutama setelah pendekar itu menceritakan, bahwa dalam suatu bentrokan, apa yang semula dikiranya sebagai golongan hitam ternyata adalah tentara Rakai Panamkaran itu sendiri! Begitulah ia menyampaikan persoalan ini kepada kami, karena jumlah tentara itu terlalu banyak untuk dihadapinya sendirian; pun ia mempunyai gagasan bahwa ibarat ular mengapa bukan kepalanya saja yang dipukul untuk menyelesaikan persoalan. "MASALAHNYA ini bukanlah sekadar perkara terdapatnya seekor ular, tetapi ular dengan banyak kepala yang tidak kita ketahui keberadaannya, karena berada di balik topeng kehidupan sehari-hari. Jadi, hanya para perusuh yang mengusir penduduk itu sajalah, yang mengaku sebagai golongan hitam padahal tentara, yang untuk sementara jelas keberadaannya." Sambil berjalan aku teringat lanjutan kisah itu. Bahwa pasangan pendekar itu berangkat menuju tempat yang kemudian disebut Kamulan Bhumisambhara, dan membantai para golongan hitam gadungan yang bercokol di sana. Tidak usah diceritakan lagi betapa ganasnya Sepasang Naga dari Celah Kledung itu menghapus segenap pasukan yang menyaru tersebut dari muka bumi, menyisakan genangan darah yang bau amisnya belum akan hilang setelah berhari-hari. Cerita yang lebih seru adalah betapa ketika pasangan pendekar itu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kembali ke Celah Kledung, pendekar yang telah mereka minta menjagaku selama mereka pergi, ternyata telah raib bersama diriku! "Sulit kami ceritakan kembali perasaan yang kami alam i anakku, kami telah empat tahun merawatmu dan kini lenyap bersama pendekar yang kami kenal sebagai Pendekar Serigala Putih itu. Dalam empat tahun itu, tidak pernah secara bersama-sama kami meninggalkanmu. Kini sekali dititipkan, terjadi peristiwa seperti ini. Namun kami tidak saling mengeluarkan sesal berkepanjangan. Tak sampai sehari kami pergi dan bertarung, karena mengerahkan kecepatan Jurus Naga Berlari di Atas Langit, tetapi tentu lebih dari cukup baginya untuk segera melarikan kamu! Masih ingatkah dikau akan peristiwa itu anakku?" Dalam kacamata seorang anak berusia empat tahun yang periang, aku hanya teringat betapa senangnya berada di atas bahunya, sementara Serigala Putih itu berkelebat dari pohon ke pohon. Aku merasa bagaikan terbang, seperti jika aku berada di bahu ayah atau ibuku. Aku tertawa-tawa riang gembira, tiada sadar sedang berada dalam penculikan. Aku hanya teringat bahwa di sebuah kedai, aku boleh memilih makanan apa saja yang tersedia di meja. Lantas setelah itu pada sebuah kota kami terbang dari atap ke atap, sebelum akhirnya melesat masuk ke sebuah tandu yang berada di atas seekor gajah. Kalau tidak salah Serigala Putih membunuh seseorang yang berada di dalam tandu itu, meski aku tidak menyadarinya, sehingga ketika aku tertidur karena punggung gajah yang berayun-ayun itu, sebetulnya di sebelahku tergolek manusia dengan leher yang patah. Ketika aku terbangun, aku hanya tahu sudah berada dalam gendongan ibuku dan tandu itu sudah hancur. Kami berada di atas punggung gajah dan di kejauhan kulihat ayahku sedang mendesak Serigala Putih ke tepi sebuah jurang. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Serigala busuk! Alangkah beraninya dikau menipu dan menculik anak Sepasang Naga. Dikau tentu mengerti apa yang selayaknya dikau lakukan sekarang, mati karena pedangku atau kau bunuh dirimu dengan senjatamu sendiri!" "Salah alamat membunuhku, wahai Naga, lagipula anak ini bukan di sana tempatnya!" Saat itu toya Serigala Putih sudah terpental, dan aku hanya teringat pedang ayahku meluncur ke lehernya. Ibuku membalikkan tubuh supaya aku tidak me lihatnya. Tak ada yang kuingat lagi sebagai anak berumur empat tahun setelah itu. Hanya ibuku yang mempersoalkannya kemudian setelah aku lebih dewasa. "Kami tidak pernah tahu apa hubungan antara pembebasan tanah yang tiada semena-mena itu dengan penculikanmu oleh Serigala Putih. Apakah itu sekadar cara mengalihkan karena berencana menculikmu, ataukah memang berkepentingan dengan kedua-duanya. Kami hanya tahu bahwa suatu garis lurus memanjang yang menyeberangi dua sungai dan satu bukit sedang dibebaskan tanahnya, demi pembangunan tiga kuil Mahayana dalam satu garis lurus agar memungkinkan perziarahan dalam upacara Waisak. Memang banyak tanah kosong, tetapi tanah yang memenuhi syarat ManasaraSilpasastra dan Silpaprakasa kebetulan selalu menjadi tempat pemukiman. Tidak semua desa yang dilewati garis ini penduduknya memeluk Siwa atau Mahayana, sehingga kepentingan agama negara itu tidak selalu mereka rasakan wajib untuk dimaklumi. Tidak kusangka Serigala Putih itu, yang sebetulnya sudah kita kenal lama sekali. Aku berprasangka baik bahwa ada suatu kekuasaan yang menekannya, tetapi tentu ia sudah tahu kemungkinannya. Menculik anak Sepasang Naga dari Celah Kledung sama dengan mencari kematian." Waktu itu ibuku belum mengungkap riwayatku yang sebenarnya, sehingga sampai sekarang aku tidak mempunyai TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ nama. Namun kalimat Serigala Putih, "Anak ini bukan di sana tempatnya," sempat kudengar meski tiada pernah kutanyakan pula. KINI ketika, aku menulis catatan ini dalam umur 100 tahun, aku tahu betapa tidak semua pertanyaan akan mendapatkan jawab. Kita hanya bisa menjalani kehidupan kita, suka maupun tidak suka, tanpa kepastian mendapat jawaban paling benar atas pertanyaan-pertanyaan kecil maupun besar. Pertanyaan kecil, misalnya anak siapakah aku sebenarnya; pertanyaan besar, misalnya kenapa pula dunia dan kita semua harus ada. Kita memang dapat menggali dan memperbincangkan jawaban-jawaban mana yang paling dapat diterima dan siapa tahu benar. Namun agaknya kebenaran bukanlah sesuatu yang bisa dipertanyakan, dengan jawaban yang menjamin kepastian. Kudorong terus pedatiku dalam gelombang jalanan melewati malam. Kuseret hatiku yang letih dengan begitu banyak pertanyaan. (Oo-dwkz-oO) PARA pendekar seperti Serigala Putih itu bisa bertukar peran menjadi seorang petualang. Mereka menjual gagasan kepada penguasa dan melaksanakannya. Atau mereka bergabung dengan pasukan kerajaan, atau menjadi pengawal istana, yang rahasia maupun terbuka, sehingga dengan ilmu silat di atas rata-rata mereka mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mencapai kedudukan yang tinggi. Mereka yang tidak memiliki jaringan di sekitar istana kemungkinan besar bergabung dengan kelompok perlawanan, dan juga mereguk keuntungan. Kedudukan tinggi, gemerincing inmas, dan daya pikat asmara mewarnai permainan kekuasaan, tempat siapa pun, termasuk para pendekar, berminat memainkan peran di dalamnya. Namun para pendekar yang tergiur kemapanan duniawi seperti ini, lebih banyak perannya dipermainkan daripada memainkan peran. Ilmu silat mereka yang tinggi TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kurang berguna dalam permainan licin di sekitar kekuasaan, bahkan ilmu silat itu kemudian hanya menjadi semacam alat bagi tukang pukul dan tidak lagi memberi sumbangan dalam perburuan kesempurnaan. Pendekar Serigala Putih tidak berasal dari Yawabumi, ia datang dari negeri tempat banyak serigala menguasai hutan, gunung, dan padang rumputnya. Ia disebut Serigala Putih karena selalu mengenakan rompi kulit serigala berwarna putih yang kebal senjata tajam. Ia datang bersama rombongan kapal dagang yang berlabuh di pantai utara. Mula-mula sebagai pengawal, tetapi kemudian memisahkan diri. Wajahnya tampan, selalu tersenyum, dan penguasaan bahasanya pun cepat sekali. Rambutnya yang hitam berkilat dan panjang sampai menutupi punggung sering mengundang kekaguman perempuan. Setidaknya itulah cerita ibuku. "Siapa yang tidak akan percaya kepada Serigala Putih itu," katanya, "perbincangannya selalu menarik dan kepribadiannya sangat mandiri. Pasti terdapat pengaruh yang luar biasa kepadanya, sampai tega menjadi seorang penculik anak." Seorang pendekar yang memisahkan diri biasanya mempunyai tujuan untuk belajar ilmu s ilat dari para mahaguru terkemuka. Seperti Naga Emas yang datang bersama I-t'sing, tingkat ilmu silat Serigala Putih tentu juga sudah tinggi sekali. Namun bagi seorang pendekar yang melalui ilmu silat berusaha menggapai kesempurnaan hidup, tiada ilmu silat yang terlalu rendah untuk dipelajari. Apalagi ilmu silat dari Yawabumi. Adapun para pendeta dari negerinya yang besar, yang dikenal sebagai Negeri Atap Langit saja datang belajar ilmu-ilmu persiapan ke Sriwijaya sebelum berangkat ke Nalanda; mengapa pula para pendekarnya tidak harus belajar ilmu-ilmu silat dari para mahaguru silat ternama di Y awabumi" DALAM perbincangan di sebuah kedai jauh di kemudian, cerita tentang Serigala Putih mencuri anak kecil dan mati terbunuh oleh ayah dari anak kecil itu, salah seorang dari TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Sepasang Naga dari Celah Kledung, rupanya telah menjadi dongeng. Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Alkisah, dalam perburuannya mencari ilmu dari guru ke guru, sampailah Serigala Putih ke hadapan Naga Dadu, penguasa dunia persilatan Kubu Tenggara, seorang lelaki pendekar yang sangat termasyhur kecantikannya dan seolaholah tidak pernah bertambah tua. Apakah kecantikan Naga Dadu adalah kecantikan seorang perempuan" Sama sekali tidak. Kecantikannya adalah kecantikan seorang lelaki, tetapi yang sungguh-sungguh cantik jelita tiada tara. Sebaliknya, memang naga yang hebat ini seorang pendekar silat sakti mandraguna, tetapi segala jurus silat untuk senjata Kipas Kencana yang dimilikinya ternyata lemah gemulai seperti tarian halus wanita. Serigala Putih segera menempur Naga Dadu, karena untuk menyerahkan diri sebagai murid, biasanya ia menempur pendekar terkenal yang telah ia dengar kedahsyatannya. Dari pertarungan itulah akan dinilainya apakah ia perlu belajar ilmu silat atau tidak kepada lawannya tersebut. Jika keputusannya tidak, tentu karena ia sudah mampu membunuhnya. Jika ia merasa perlu belajar karena lawan tak bisa dikalahkannya, maka ia akan membungkuk dalam-dalam, kalau perlu bersujud dengan dahi menyentuh tanah, untuk segera menjura dan memohon kepada lawannya agar sudi menerima dirinya sebagai murid. Biasanya pula lawannya tersebut akan sangat tersanjung dan tidak ragu-ragu menurunkan rahasia ilmunya kepada murid baru yang tangguh tersebut. Namun desasdesus mengatakan bahwa kemudian Serigala Putih akan membunuh gurunya tersebut jika rahasia ilmu silatnya sudah dia kuasa i. Maka, nama Serigala Putih memang berembus di sungai telaga dunia persilatan Yawabumi, tetapi dengan tidak terlalu harum. Senjata toya putih milik Serigala Putih terbuat dari campuran logam yang dilebur jadi satu dan tidak terpatahkan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Kerasnya luar biasa, batu pun remuk meski hanya terserempet, di samping tenaga dalamnya yang memang sangat tinggi. Barangsiapa lengah dan tergebuk oleh toya itu niscaya remuk redam tulang-tulangnya dan tewas dengan kesakitan luar biasa. Gaya bertempur Serigala Putih pun mencengangkan. Toya putihnya bagaikan baling-baling tempat ia beterbangan kian kemari. Maka apabila toyanya itu sudah berputar, tiada seorang lawan pun dengan senjata apa pun dapat menembus dan menyentuhnya. Namun jika ia pun ta kmampu menyentuh apalagi me lumpuhkan lawan, saat itulah ia akan merendahkan diri begitu rupa agar diterima menjadi muridnya. Naga Dadu, naga dunia persilatan Kubu Tenggara yang ditantang bertarung di hadapan murid-muridnya ketika sedang bercengkerama sembari menikmati petikan kecapi tampak sangat terganggu, meski keanggunannya membuat ia berusaha keras tidak memperlihatkan itu. Naga Dadu terkenal karena dandanan busananya yang luar biasa. Meski ia seorang lelaki, ia mengenakan ken berbunga-bunga untuk perempuan yang menutupi seluruh tubuhnya. Lengan baju sutranya sangatlah lebar, bersambung tanpa potongan yang jatuhnya terhampar lebar dan longgar sampai mata kaki. Kakinya beralas sandal yang menutupi seluruh jari kakinya, sedikit kulitnya yang terlihat tampak putih dan halus seperti kaki perempuan. Wajah cantik jelitanya yang terkenal, bahkan melebihi kecantikan seorang perempuan, nyaris seperti bidadari meski jelas seorang lelaki. Rias wajahnya begitu halus, tetapi tegas dan meyakinkan dengan lengkungan alis, celak mata, dan pemerah pipi yang membuatnya bagaikan sebuah topeng, tetapi topeng yang jelita dan penuh pesona. Seperti juga Serigala Putih, rambut Naga Dadu sangat hitam dan panjang, tetapi jauh lebih terawat dan berkilat. Terpotong rapi ujungujungnya, melingkar rata di sekitar bahunya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Dengan senjata Kipas Kencana berwarna emas, Naga Dadu bertarung seperti penari yang gerakannya pelan sekali. Tentu saja itulah Jurus Kipas Maut yang tak terkalahkan itu, bahwa kelambanannya lebih cepat dari yang tercepat. Maka mesti gerakannya seperti terlalu lamban, sangatlah bisa mengimbangi, bahkan kemudian mendesak toya Serigala Putih. Sangatlah aneh pemandangan itu, bahwa meski Naga Dadu menari dengan sangat lamban, toya putih yang berputar seperti baling-baling itu tidak pernah mengenainya. Kemudian terdengar tampelan mendadak kipas itu pada toya putih yang mengepung seperti baling-baling dan mendadak saja Serigala Putih sudah jatuh terkapar dengan kaki bersendal Naga Dadu yang telah menginjak dada. Toya putihnya yang terpental menancap pada sebuah pohon besar. NAGA Dadu menggunakan Kipas Kencana berwarna emas itu untuk mengipasi dirinya. "Serigala Putih namamu, dan tantanganmu sangat mengganggu. Sudah selayaknyalah membunuhmu." "Aku menantangmu untuk jadi muridmu. Terimalah aku." "Serigala Putih, jangan kau sangka aku tidak pernah mendengar kabar tentang seorang pendekar bangsa Tartar yang selalu membunuh gurunya setelah mewarisi rahasia ilmunya." Serigala Putih mencoba bangun, tetapi kaki Naga Dadu terus menekannya. "Guru! Itu hanyalah bualan kosong para pemimpi! Percayalah kata-kataku!" Naga Dadu membentak, tetapi dengan nada yang sangat tertata, sesuai dengan rias wajahnya sebagai topeng yang sempurna. "Guru! Guru! Jangan panggil aku guru sebelum dikau penuhi syaratku!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Naga Dadu mengangkat kakinya dari dada Serigala Putih, lantas berbalik memunggungi Serigala Putih yang segera bangkit. "Apakah syarat itu Guru!" Naga Dadu mengerutkan dahi. "Dikau masih memanggilku Guru?" "Maafkan diriku Yang Mulia Naga Dadu, mohon katakanlah persyaratanmu, aku pasti akan memenuhinya!" Naga Dadu tersenyum tanpa diketahui Serigala Putih. "Menculik anak Sepasang Naga dari Celah Kledung." Serigala Putih tersentak. "Ah! Mereka adalah sahabatku!" Naga Dadu melenggang pergi sembari mengipas-ipas. "Itu bukan urusanku. Tapi itulah persyaratanku." (Oo-dwkz-oO) Episode 38: [Benarkah Serigala Putih Mengalah Kepada Naga Dadu"] Menjadi pertanyaan besar bagi dunia persilatan, mengapa Serigala Putih bersedia menuruti kehendak Naga Dadu untuk menculikku, anak Sepasang Naga dari Celah Kledung. Memang benar seorang pendekar akan mengorbankan segalanya untuk mendapatkan ilmu, tetapi seorang pendekar juga tidak akan melanggar keutamaan apapun yang menjadi kehormatan seorang pendekar. Sejauh dikenal dunia persilatan Serigala Putih bukanlah jenis pendekar yang akan menjual jiwanya kepada iblis meski ilmu silatnya akan bertambah ratusan tingkat. Maka, meskipun Jurus Kipas Maut yang dikuasai Naga TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Dadu memang akan sangat memikat bagi pendekar manapun untuk mempelajarinya, mereka tidak percaya Serigala Putih memenuhi persyaratan Naga Dadu, hanya untuk kehilangan nyawa, benar-benar karena ingin menguasai Jurus Kipas Maut. Aku mendengar semua ini dalam suatu perbincangan di kedai. Bukan hanya satu kedai, melainkan dari kedai ke kedai dengan pembicara yang tidak pernah sama. Dunia persilatan memang dipenuhi banyak pendekar yang terkenal sebagai pendiam. Di antara para pendekar yang pendiam itu bahkan beberapa di antaranya bagaikan tidak pernah berbicara sama sekali. Namun kepandaian berbicara dan bercerita pada dasarnya bukanlah tabu di dunia persilatan. Mereka yang suka bercerita akan memesan arak dan dikerumuni para pendengarnya. Para pendengar itu bisa dari kalangan sungai telaga dunia persilatan, tetapi bisa juga orang-orang awam yang sangat menikmati cerita dan di antara cara memaknai kenikmatan itu adalah menceritakannya kembali, juga dari kedai ke kedai, dengan segenap penafsiran mereka tentunya, sehingga tentulah sudah tidak terlacak lagi bagaimanakah peristiwa yang sebenarnya sungguh-sungguh telah terjadi. NAMUN tentu saja aku merasa berkepentingan mendengarnya, ketika suatu saat mendengarnya, kelak setelah aku benar-benar menjadi seorang pengembara, karena bukankah secara tidak langsung itu juga menyangkut diriku" Demikianlah disebutkan betapa Serigala Putih itu sebenarnya telah jatuh cinta kepada Naga Dadu, berkat pesona kecantikan wajah dengan segala riasannya yang bagaikan mengungguli kecantikan seorang wanita. Memang kecantikan Naga Dadu adalah kecantikan riasan, karena meskipun tanpa riasan wajahnya tetap halus dan tampan, bukankah betapapun ia berkelam in pria" Dengan gerak ilmu silatnya yang lemah gemulai, kecantikan Naga Dadu makin nyata dan memesona, seolah-olah ilmu silatnya adalah suatu gerak tari yang ditujukan untuk memperlihatkan pesona TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ keindahannya. Karena memang bukan hanya wajah, melainkan segenap kediriannya adalah pesona belaka. Pernah kudengar kata pepatah, kecantikan seorang perempuan adalah sumber kemalangannya. Meski aku tidak percaya dengan kepastian kalimat itu, aku mendengar bahwa memang kecantikan Naga Dadu, meski ia bukan seorang perempuan, juga menjadi sumber perkara, terutama bagi lawan-lawannya. Dalam hal Serigala Putih misalnya, berkembang cerita bahwa ia sengaja mengalah bukan sekadar untuk mempelajari Jurus Kipas Maut, tetapi juga agar dapat selalu berada di dekat Sang Naga Dadu, penguasa dunia persilatan Kubu Tenggara yang untuk mencapai kedudukannya telah menumpahkan darah yang tak terhitung jumlahnya. Seorang pendekar yang datang dari seberang lautan seperti Serigala Putih, niscaya tidak akan terlalu dangkal ilmunya. Berangkat sebagai seorang pendekar, tentu saja Serigala Putih akan mempersiapkan segalanya untuk menghadapi para pendekar di setiap tempat yang disinggahinya. Bahkan mereka yang pernah menyaksikan pertarungan Serigala Putih sebelum berhadapan dengan Naga Dadu pernah bercerita seperti berikut. Seorang pendekar yang hanya bisa bersilat dalam keadaan mabuk, sehingga kalau bersilat harus sambil meminum arak dari dalam kendi, dan karena itu digelari Sang Peminum, pernah mati kutu berhadapan dengan Serigala Putih. "Bagaimana dia tak akan mati kutu," ujar sang pencerita, juga sambil menenggak arak, "jika ketika mulutnya sudah terbuka dan arak dari dalam kendi mengucur keluar, maka Serigala Putih menggerakkan tangannya ke depan, dan mendadak cairan arak itu menjadi beku dan dingin sekali. Baik yang sudah keluar kendi maupun yang masih berada di dalam kendi." Mengubah udara menjadi sangat dingin sehingga membuat arak membeku tentu membutuhkan tenaga dalam yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sangat tinggi. Tidak ada alasan kenapa Serigala Putih tidak dapat membekukan aliran darah dengan kemampuan seperti itu. Namun dalam kenyataannya ia terkalahkan oleh gerak lamban Naga Dadu dan akhirnya bahkan terbunuh di ujung pedang ayahku. Tak urung cerita itu sampai ke telinga Naga Dadu, dan siapakah yang begitu suka mendengar cerita tentang kemenangan karena lawan yang mengalah seperti itu" "Jadi bagaimana lagi aku harus membuktikan keunggulanku atas Serigala Putih itu" Sayang sekali ia tak kubunuh saja waktu itu. Atau apakah aku harus menantang Sepasang Naga dari Celah Kledung yang telah membunuhnya?" Saat aku mendengar cerita itu, aku teringat bahwa Serigala Putih menyatakan betapa tempatku bukanlah bersama orangtuaku. Apakah ia mendengarnya dari Naga Dadu" Kemudian, apakah kiranya yang membuat persyaratan Naga Dadu agar Serigala Putih dapat diterima sebagai murid adalah menculik anak Sepasang Naga dari Celah Kledung, yang adalah diriku" KAMI semua masih mendorong pedati berisi peralatan upacara sima itu. Berbagai peristiwa yang dialam i rombongan ini, telah membuat perjalanan terhambat, dan karena itu harus ditukar dengan meneruskan perjalanan tanpa istirahat. Sebuah upacara yang dianggap suci memperhitungkan waktu dan tidak ingin menjadi bagian yang mengacaukannya. Pada malam hari kami tetap melangkah di bawah cahaya rembulan, kusaksikan tanduk kerbau penghela pedati-pedati ini bercahaya keperak-perakan bagaikan suatu hiasan. Kulihat jalan lurus ke depan yang tampak terang meskipun malam dengan sawah di kiri-kanan yang juga keperak-perakan. Sunyi sekali rasanya malam. Dalam keheningan ditingkah derakderik roda pedati di jalan tanah, aku teringat segala ajaran dari kitab Sang Hyang Kamahayanan Mantranaya: TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Bhatara Hyang Buddha dari masa lalu, yang telah mencapai Kebuddhaan Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dengan sempurna pada masa dahulu seperti Bhatara Vipasyi, Visvabhu, Krakucchanda, Kanakamuni, Kasyapa, mereka itu adalah para Buddha dari masa lalu. Bhatara Buddha yang akan datang, akan dimulai dengan Buddha Maitreya, diakhiri dengan Bhatara Samantabhadra. Mereka para Buddha dari masa yang akan datang Akan mencapai tingkat Kebuddhaan di masa mendatang. Buddha masa sekarang adalah Sri Bhatara Sakyamuni, Buddha yang harus kamu anggap Sebagai yang Tertinggi (Hyang), yang ajarannya harus kamu ikuti dengan sepenuh hati Mereka adalah Tiga Hyang Buddha dari masa lalu, sekarang, dan mendatang. Dalam usia 15 tahun, aku bukan orang yang boleh dianggap paham ilmu-ilmu agama, tetapi sejak kecil aku sering mendengar perbincangan ayah dan ibuku, yang meski bagiku tidak pernah jelas memeluk Mahayana atau Siwa, atau aliran kepercayaan apapun yang telah menjadi tertekan, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sering mengundang pendeta maupun pedanda ke pondok kami. Mereka diundang tidak untuk mengajari, melainkan untuk berbincang kian kemari, sementara aku terkantukkantuk di pangkuan mereka, tetapi yang dalam kenyataannya sering teringat kembali kalimat-kalimat mereka. Tidak ada jalan (marga) lain yang dapat menuntun ke arah pencapaian Kebuddhaan. Jalan yang paling baik yaitu Mahayana jika di kuti dapat menjadi jalan untuk dapat tiba di Nirvana. ang Hyang Mahayana ini, sebagai jalan yang paling baik, akan saya ajarkan kepada Anda. Sebaiknya dengarkanlah baik-baik, karena inilah cara yang benar untuk mencapai sorga, juga yang dapat memberikan kebahagiaan yang agung (kamahodayan). Mahodaya berarti kebahagiaan lahir dan batin (wahyadhyatmikasuka). Kebahagiaan lahir ialah kesucian, kekayaan, keperwiraan, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kehormatan, keningratan. Kebahagiaan batin ialah Kebahagiaan di dunia tanpa penderitaan, terbebas dari kesakitan, ketuaan, kematian, kebahagiaan atas kesempurnaan pengetahuan yang tertinggi (anuttara wara samyaksambo-dhisuka), dan atas tercapainya kelepasan (moksa). Demikianlah inti kebahagiaan lahir dan batin jika mengikuti dan melaksanakan ajaran yang agung Mahayana. Karena Ananda sedang berusaha untuk memantapkan pengertian terhadap Kamahayanan, bulatkanlah tekad Ananda dalam mencapai Kebuddhaan. Para rohaniwan yang diundang datang ke pondok kami di Celah Kledung itu barangkali mengira betapa orangtuaku itu ingin belajar agama dan barangkali memang itu ada benarnya; yang tidak akan pernah mereka duga adalah betapa kedua TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ orangtuaku itu berusaha menggali sesuatu dari ilmu-ilmu agama demi kesempurnaan ilmu silat. Dalam usia 15 tahun, aku belum terlalu menyadarinya. Namun dalam usia 100 tahun, merenungkan kembali semua itu, ternyata kecenderunganku untuk memanfaatkan ilmu-ilmu agama demi ilmu s ilat telah kukenal dari orangtuaku. Pengertian seperti lahir dan batin, yang dalam kenyataannya tidak terpisahkan sebagai Mahodaya, telah dimanfaatkan pasangan pendekar itu untuk mengembangkan Ilmu Pedang Naga Kembar yang tiada duanya. Apa yang lahir menyembunyikan yang batin, tetapi menebak suatu kepastian batin dari yang tampak adalah kesia-siaan. Dengan caranya sendiri pasangan pendekar itu telah menafsirkan kerangka berpikir keagamaan ke dalam pencapaian ilmu persilatan. Jurus-jurus Ilmu Pedang Naga Kembar yang penuh dengan jebakan dikembangkan berdasarkan kerangka gagasan lahirbatin golongan Mahayana; ibarat berhadapan dengan Naga Kembar, lawan tak akan pernah mampu memastikan, manakah naga yang sedang mengancam dan manakah naga yang hanya bayangan. Namun kedua orangtuaku mampu menjadikan pula naga kembar itu kedua-duanya sebagai bayangan maupun kenyataan yang mengancam. Dengan demikian gerakan mereka selalu luput dari penafsiran, sehingga sebagai pasangan pendekar mereka tak terkalahkan. MENJELANG fajar merekah, kami berhenti di tepi sebuah sungai untuk beristirahat sebentar. Di samping kami memang harus menunggu tukang perahu yang akan menyeberangkan pedati-pedati ini ke seberang. Pagi masih dingin. Para mabhasana melepaskan kerbaukerbau agar mereka dapat berkubang dan mandi di tepi sungai yang besar itu. Ke tepi sungai itu banyak orang menantikan tukang perahu untuk membawa barang-barang maupun diri mereka sendiri untuk menyeberang, sehingga tempat penyeberangan itu menjadi tempat yang ramai. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Dengan kata ramai, artinya terdapat sebuah kedai, penginapan, dan sebuah pasar kecil. Terdapat juga gardu tempat perahu yang lalu lalang ataupun bersandar harus membayar pajak kepada hulu wuattan atau pengawas jembatan dan jalan. Meski sungai ini karena luasnya tak berjembatan, peranan tukang perahu sebagai pengganti jembatan dan penghubung jalan yang mendapat upah tak luput dari sasaran petugas pajak kerajaan. Berikut ini adalah sebagian peraturan menyangkut tugas Pengawas Perkapalan seperti tertulis dalam Arthasastra sejauh yang bisa kuingat: Pengawas Perkapalan harus memperhatikan kegiatan mengenai perjalanan laut dan penyeberangan pada mulut sungai, maupun penyeberangan pada danau alam, danau buatan dan sungai, dalam sthaniya dan kota-kota lain Desa di tepi dan sisi harus membayar pajak yang ditentukan Nelayan harus membayar seperenam tangkapan mereka sebagai sewa kapal Pedagang harus membayar sebagian barang sebagai pajak menurut apa yang berlaku di pelabuhan, mereka yang naik kapal raja harus membayar sewa untuk perjalanan itu Mereka yang memancing kulit keong besar dan mutiara harus membayar sewa untuk kapal, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ atau berlayar dengan kapalnya sendiri dan tugas pengawas ini sudah dijelaskan pada tugas Pengatur Tambang Seperti telah kuceritakan, aku pernah mempelajari Arthasastra dari seorang guru, sebagai salah satu pelajaran yang kudapatkan dalam pengembaraanku mempelajari segala macam ilmu dari guru ke guru. Namun sebenarnya orangtuaku memiliki juga Arthasastra, bertumpuk dengan kitab-kitab lain dalam peti kayu. Semenjak belajar membaca aku sering diamdiam mengejanya, karena gambaran dunia yang diberikan Arthasastra itu bagiku yang masih kecil menarik sekali. Meskipun isinya peraturan-peraturan wajib dalam tata negara, tetapi setiap kata yang tertulis bagiku menjadi sumber pengetahuan tentang dunia. Peraturan tentang Pengawas Perkapalan itu misalnya, menuntut aku untuk mengenal segala kata di sana dengan cara mengetahui maksudnya. Maka, meskipun belum pernah menyaksikannya sendiri, sete lah bertanya dan mendapat jawaban atas arti setiap kata, terbayangkanlah sebuah dunia tempat kapal berlalu lalang, tempat jual beli berlangsung, dan kehidupan menjelma. Sebuah kitab tentang peraturan sama menariknya bagiku dengan berbagai kitab lain yang bercerita tentang kepahlawanan dan cinta seperti yang dibacakan ibuku. Hari masih pagi, suasana masih sepi, tetapi kedai di tepi sungai ini tidak pernah tutup, karena tempat penyeberangan ini agaknya merupakan jalur lalu lintas yang ramai. Aku yang selama ini hanya hidup di sekitar Celah Kledung, dan jika diajak dalam perjalanan hampir selalu menghindari kota, untuk kali pertama melihat sebuah tempat seperti ini. DARI dalam kedai terdengar suara riuh orang tertawatawa, dan kudengar pula suara perempuan. Waktu kutengok ke arah suara-suara itu, kulihat di depan pintu seorang lelaki TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tinggi besar yang berotot berdiri tegak, membopong seorang perempuan yang masih juga tertawa-tawa. Perempuan itu tidak terlalu cantik, tetapi rias dan dandanannya membuat ia menarik perhatian. Ia mengenakan ken merah tua berenda emas dari pinggang ke bawah, dengan rambut panjang yang menutupi dadanya. Pipinya disapu warna merah dan bibirnya tampak bergincu pula. Mata perempuan itu sangat tajam dan jalang, aku bergetar ketika diliriknya sampai tertegun tak bergerak menatapnya. Mataku terus mengikutinya ketika lelaki tinggi besar yang setengah mabuk itu membopongnya ke rumah penginapan yang berdinding bambu. Mungkin aku telah mengenal Harini dan juga telah mengalam i betapa cinta dapat menggairahkan jiwa dan raga, tetapi aku sungguh tidak mengerti betapa cinta juga dapat diperjualbelikan. Pemimpin rombongan yang telah menerima aku bekerja itu menepuk punggungku dari belakang. "Apakah yang dikau pandangi itu, Bocah?" Aku telah dipanggil Tuan Pendekar sebagai ganti Bocah, tetapi kali ini aku dengan tegas disebutnya Bocah kembali. Apakah caraku memandang perempuan itu yang membuatku dipanggil Bocah" "Bocah Tanpa Nama, dikau belum pernah me lihat seorang pelacur?" Aku lantas mengalihkan pandang. Tidak tahu harus menjawab apa kepada penjual pakaian itu. Tentu saja aku juga pernah membaca peraturan tentang pelacuran dalam Arthasastra tanpa mampu membayangkan dunia yang digambarkannya, karena setiap kali aku bertanya mengenai arti pelacur pada masa kecilku, pasangan pendekar yang mengasuhku itu hanya dapat saling memandang sambil tersenyum. Aku tidak pernah dapat memahami arti senyuman itu. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Ketika aku masih mendesak juga, ibuku menjawab. "Pelacur itu, anakku, perempuan yang bekerja sebagai penghibur." "Menghibur siapa" Orang-orang yang sedih?" Ibuku tersenyum lagi. ''Bukan orang yang sedih, anakku, tetapi orang yang ingin bersenang-senang." "Jadi kalau Ibu ingin bersenang-senang, Ibu juga mencari seorang pelacur?" Aku teringat pasangan pendekar itu tertawa terbahakbahak. Ayahku kemudian berkata. "Bacalah bagian itu lagi, nanti jika dikau sudah dewasa, anakku, maka dikau nanti akan mengerti sendiri." Saat kulihat sendiri seorang pelacur dibopong seorang pria dari kedai menuju penginapan, yang sebetulnya juga rumah pelacuran, belum bisa kupastikan apakah diriku yang berusia 15 tahun sudah bisa disebut dewasa. Namun dari dalam rumah penginapan itu tiba-tiba terdengar jeritan. (Oo-dwkz-oO) Episode 39: [Membela Pelacur dan Diserbu Perompak Sungai] JERITAN itu membuat semua orang pada pagi yang dingin Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo itu tertegun. Para penjaga yang berada di gardu pajak segera berlompatan ke sana, dan terlihatlah lelaki yang tinggi besar itu telah terkapar bergelimang darah. Perempuan yang disebut TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ pelacur itu telah membunuhnya dengan sebilah pisau yang masih terus dihunjamkannya. "Matilah dikau pengkhianat durjana! Telah kau bunuh suamiku dari belakang dalam pertempuran meski berada di pihak yang sama! Matilah dikau! Matilah dikau! Matilah dikau!" Para penjaga di gardu pajak berlompatan ke sana dan segera meringkus perempuan itu. Ia terus meronta ketika mereka berusaha mengikatnya. "Dibunuhnya suamiku karena menghendaki diriku! Bebaskan aku! Sudah menjadi hakku untuk membunuhnya!" Para penjaga membawanya ke gardu. Para mabhasana yang melihat kejadian itu menggeleng-gelengkan kepala. Mereka yang keluar dari kedai segera membicarakannya. "Mereka baru saja keluar dari sini, tak sangka perempuan itu berniat membunuhnya." "Kalau memang benar apa yang dikatakannya, ia harus dibebaskan dari hukuman." SEBAIKNYA, apa yang dikatakannya sulit dibuktikan di pengadilan. Ia akan mati terbakar!" "Atau mati tenggelam." "Ayo kita bertaruh! Dia akan ditenggelamkan atau dibakar?" Para penjudi itu lantas ramai-ramai bertaruh. Mereka telah berjudi semalaman dan masih saja bertaruh setelah terang tanah. Aku teringat hukuman bagi pelacur jika membunuh seorang lelaki, menurut Arthasastra hukuman akan berupa pembakaran di atas api penguburan atau ditenggelamkan ke dalam air. Jadi, ketika lelaki itu dibakar, maka perempuan itu sebagai pembunuhnya akan dibakar bersamanya. Namun ditenggelamkan ke dalam air juga tidak akan kurang tersiksa. Aku merasa pembelaan diri perempuan itu harus didengar, tetapi siapakah yang akan mendengarkannya" Tempat ini jauh TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ terpencil dari kotaraja, hukum terlalu sering berjalan tidak semena-mena. Dengan memeriksa Arthasastra, sebenarnya bisa dibayangkan perjalanan hidup seorang pelacur. Pengarah Para Pelacur harus mengangkat sebagai pelacur dengan seribu pana seorang gadis dari ke luarga pelacur atau dari keluarga bukan pelacur, yang sangat cantik, muda, dan seni wati dan seorang wakil pelacur untuk separo usaha keluarg a bila seorang pelacur lari atau meninggal puterinya atau saudara perempuannya harus menjalankan usaha keluarga atau ibunya harus menyediakan seorang wakil pelacur bila tidak ada, raja harus menghapus usaha itu sesuai kelebihan dalam hal kecantikan dan perh iasan ia harus dengan seribu pana mengangkat giliran terendah, menengah, atau tertinggi (untuk keha diran) agar menambah hormat dengan payung, pembawa air, kipas, tandu, kursi, dan kereta bila kehilangan kecantikan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ia harus mengangkat sebagai Ibu harga tebusan adalah 24.000 pana untuk seorang pelacur 12.000 pana untuk pute ra pelacur sejak umur delapan tahun yang terakhir harus bekerj a sebagai pengamen raja budak perempuan seorang pelacur yang sudah lewat masa kerjanya harus bekerja di gudang atau dap ur seseorang yang tidak dapat mengerjakannya harus dikekang harus membayar upah bulanan 1,25 pana ia harus mencatat pembayaran para tamu, hadiah, penghasilan, pengeluaran, dan keuntungan seorang pelacur dan harus melarang tindakan pengeluara n berlebihan memberikan perhiasan untuk disimpan orang la in selain ibunya denda 4,25 pa na menjual atau menjanjikan miliknya denda 50,25 pana cedera yang terliha t TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ denda 24 pana cedera badan d ua kali lipat denda 50,25 pana memotong telinga denda 1,5 pana dalam hal kekerasan untuk gadis yang eng gan denda tertinggi ditentuka n (jika ia bersedia) adalah dana teren dah untuk kekerasan jika seorang pria mengekang pelacur yang tidak bersedia atau membantunya melarikan diri atau merusak kecantikannya dengan melukai denda 1.000 pan a atau denda ditambahkan sesuai pentingnya kedudu kan sampai dua kali lipat uang teb usan bila seorang pria melukai pelacur yang diangkat denda akan tiga kali uang tebusan untuk membunuh seorang ibu, puterinya, atau budak perempuan yang hidup dari kecantik annya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ akan dikenakan denda tertinggi u ntuk kekerasan dalam semua hal, denda pelanggara n pertama dua kali lipat untuk pelangga ran kedua tiga kali lipat untuk pelanggaran ketiga dan apapun bisa dilakukan untuk pelanggaran keempat seorang pelacur yang tidak mendekati lelaki atas perintah raja akan mendapat seribu pukulan dengan cambuk atau denda 5.000 pana seorang pelacur yang setelah menerima bayaran memperlihatkan ketidak sukaannya akan didenda dua kali pembayaranny a bila menipu dalam hal kehadirannya kepada para tamu yang menginap harus membayar delapan kali jumla h pembayaran kecuali bila sakit atau ada kekurang an pada pria bila pelacur itu membunuh seorang pria hukuman berupa pembakaran di atas api penguburan atau ditenggelamkan di dalam air bila seorang pria merampas perhia san barang atau pembayaran TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang diwajibkan bagi seor ang pelacur pria itu akan didenda delapan kali jum lah itu menjual atau menjanjikan miliknya denda 50,25 pana cedera yang terliha t denda 24 pana cedera badan dua kali lipat denda 50,25 pana memotong telinga denda 1,5 pana dalam hal kekerasan untuk gadis yang eng gan denda tertinggi ditentuka n (jika ia bersedia) adalah dana terendah untuk kekerasan jika seorang pria mengekang pelacur yang tidak bersedia atau membantunya melarikan diri atau merusak kecantikannya dengan melukai denda 1.000 pan a atau denda ditambahkan sesuai pentingnya kedudu kan sampai dua kali lipat uang teb usan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ bila seorang pria melukai pelacur yang diangkat denda akan tiga kali uang tebusan untuk membunuh seorang ibu, pute rinya, atau budak perempuan yang hidup dari kecantikannya akan dikenakan denda tertinggi u ntuk kekerasan dalam semua hal, denda pelanggaran pertama dua kali lipat untuk pelangg aran kedua tiga kali lipat untuk pelanggaran ketiga dan apapun bisa dilakukan untuk pelanggaran keempa t seorang pelacur yang tidak m endekati lelaki atas perintah raja akan mendapat ser ibu pukulan dengan cambuk atau denda 5.000 pana seorang pelacur yang setelah menerima bayaran memperlihatkan ketidak sukaannya akan didenda dua kali pembayarannya bila menipu dalam hal kehadirannya kepada para tamu yang menginap harus membayar delapan kali juml ah pembayaran kecuali bila sakit atau ada kekurang an pada pria TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ bila pelacur itu membunuh seo rang pria hukuman berupa pembakaran di atas api penguburan atau ditenggelamkan di dalam air bila seorang pria merampas perhia san barang atau pembayaran yang diwajibkan bagi seor ang pelacur pria itu akan didenda delapan kali jum lah itu IA beranjak ke arah gardu, tempat perempuan itu ditahan dan kerumunan sudah dibubarkan. Suasana mungkin sepi, tetapi kurasa ini bukanlah tempat yang sunyi. Kami menyandarkan seluruh pedati di tempat penitipan dan bermaksud istirahat sebentar di penginapan sebelum menyeberang, sambil menunggu hasil kerja Naru itu. Kulihat tadi ia mengambil pundi-pundi dari dalam pedati, sehingga takbisa kuhindarkan kesan betapa ia akan menyuap para petugas itu. Kutatap sekitarku, inilah salah satu dari tempat penyeberangan yang banyak terdapat di Yawabumi Tengah bagian se latan, salah satu dari 47 naditirapradesa yang artinya tempat-tempat di tepi sungai. Istilah itu berhubungan dengan dua pengertian, yakni tempat penyeberangan maupun pelabuhan sungai. Adalah pelabuhan sungai yang jauh lebih ramai, meski tempat penyeberangan ini tidak bisa dianggap sunyi. Aku segera mandi di tepi sungai dan memasuki penginapan, artinya sebuah rumah panjang berdinding bambu yang menyediakan tikar. Rasanya lelah sekali badanku dan aku langsung jatuh tertidur begitu menyentuh tikar. (Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ WAKTU aku terbangun, hari sudah sangat siang dan tubuhku rasanya sangat penat. Baru kemudian kusadari pelacur yang hampir saja dihukum mati itu sudah bersimpuh di sampingku. Lantas muncul Naru, yang tampaknya juga seperti baru bangun dari tidur. "Aku hanya bisa membebaskan dia jika membelinya, Bocah, tidak ada pengadilan di sini, kecuali jika mau kembali ke kotaraja." Aku mengerti, rombongan ini dinanti di Ratawun, arah sebaliknya. Perempuan ini telah dibebaskan dari hukuman, tetapi ia kini menjadi seorang budak. Apakah ia masih ingin menjadi seorang pelacur" Jika mampu, ia bisa membeli dirinya sendiri dengan uang hasil pekerjaannya nanti. Seperti bisa membaca pikiranku, Naru berkata. "Perempuan ini tidak ingin menjadi pelacur lagi. Ia merasa jalan hidupnya mengikuti dirimu." Mengikuti diriku" Bagaimana mungkin" Namun Naru sudah menyahutku. "Biarlah perempuan ini mengikuti perjalanan kita," katanya, "biarlah dialam inya sendiri bahwa mengikuti dirimu tidaklah mungkin." Maka, perempuan yang sebelumnya bekerja sebagai pelacur itu akhirnya sudah berada bersama kami ketika semuanya, dengan segala pedati, muatan, dan kerbaukerbaunya, telah Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo berada di atas perahu tambang penyeberangan berjenis akirim agong. Dua penambang bertubuh tinggi kekar berdiri di depan dan belakang, mengarahkan perahu ke seberang yang tempatnya tidak tepat berada di seberangnya, melainkan agak menyerong. KUPANDANGI sungai itu, begitu luas dan bergerak malas, meski kutahu ketenangan permukaan ini sangat mengecoh. Air sungai ini berwarna cokelat, menyilaukan karena pantulan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ cahaya matahari. Dari seberang datang berpapasan perahu pengangkut akirim agong yang lain. Memang sepanjang bengawan ini terdapat pasar-pasar di tepi sungai, yang menyatu atau berada di dekat pelabuhan sungai. Kemudian terlihat sebuah delta. Nanti setelah melewati delta tersebut baru akan terlihat pangkalan tambang di seberang sungai tempat kami diturunkan. Delta itu cukup besar, bahkan terdapat semak-semak dan pepohonan. Jika malam pastilah menyeramkan sekali. Entah kenapa perasaanku mengatakan sesuatu akan terjadi. Perahu mengikuti arus yang semula tampak pelan, tetapi kemudian bertambah lama bertambah cepat. Sudah bukan rahasia lagi bahwa sungai yang menjadi lalu lintas perdagangan juga memancing kehadiran para perompak sungai. Tukang tambang juga mengenali para perompak dan itulah sebabnya mereka dibayar mahal, karena selain bertugas menyeberangkan para pedagang dan barang-barangnya, juga berkewajiban melindunginya pula. Maka menjadi tukang tambang berarti harus mempunyai ilmu silat yang tinggi. Bukan sembarang ilmu silat biasa, karena ancaman bahaya yang mereka hadapi datang dari para perompak sungai yang sangat menguasai cara bertarung di atas perahu maupun di dalam air. Kemudian apa yang kukhawatirkan terjadilah. "Tuan, waspadalah dan siapkan senjata-senjata Tuan. Kita kedatangan tamu," ujar tukang tambang yang di depan. Lantas ia berkata kepada temannya di belakang. "Radri, bersiaplah! Kawan-kawan lama itu tidak kapok juga dengan gebukan kita!" Radri menyahut dari belakang. "Biarkan gerombolan astacandala itu datang Sonta! Sudah lama kita tidak main-ma in dengan mereka!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku melihat sekeliling dan baru sadar betapa kami sedang diserbu dari segala jurusan oleh sekitar limapuluh orang, yang berenang sangat cepat ke arah kami dengan pisau di mulutnya. Kecepatannya membuktikan bahwa mereka adalah para perenang andalan, dan bahwa mereka tiba-tiba muncul agaknya karena sebelum itu mereka datang entah dari mana dengan cara menyelam. Betapapun, aku harus menghindari pertarungan di dalam air. NAMUN apakah mungkin" Limapuluh manusia yang menggigit sebilah pisau menyilang di mulutnya melaju dengan cepat seperti ikan lumba-lumba. Dengan hanya berdiri semuanya di atas perahu ini saja, kami semua akan tercebur ke sungai. Aku ingin tahu apa yang dilakukan Sonta dan Radri, kedua tukang tambang yang bertanggung jawab atas keselamatan barang maupun jiwa kami. Perempuan yang mengikuti kami itu kulihat mengambil sebilah golok milik entah siapa yang tergeletak di situ. Kulihat pegangannya kuat dan mantap. Rasanya tidak mungkin ia tidak mengenal ilmu silat. "Siaga semuanya! Siaga! Siaga! Siaga!" Sonta dan Radri memberi aba-aba. Para mabhasana juga telah memegang golok. Kulirik Sonta dan Radri hanya akan menggunakan dayungnya. Mereka tampak gagah dan perkasa. Namun laju kelimapuluh perompak yang datang meluncur sambil membawa pisau di mulutnya itu sungguh mendebarkan hati. "Siaga! Siaga! Siaga! Bacok saja setiap orang yang mendekat!" Dalam jarak beberapa depa dari perahu, para perompak yang terdepan melejit ke atas dan ke depan seperti ikan lumba-lumba, di udara mereka mengambil pisau dari mulutnya, lantas sembari me layang turun ke atas perahu berusaha membacok setiap orang dari kami. Namun para mabhasana menyambut mereka dengan sambaran golok. Seorang perompak ambruk di perahu dengan isi perut TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ berhamburan, seorang yang lain terpental kembali ke sungai dengan lengan putus dan segera dihanyutkan arus, sementara yang lain berhasil mendarat di perahu dan memburu kami dengan penuh nafsu pembunuhan. Para perompak ini hanya berkancut seperti orang sadhu, tetapi tubuh mereka dirajah dengan gambar kalajengking tanda gerombolan mereka. Suasana di perahu hiruk pikuk karena para perompak berkelahi sambil berteriak-teriak dan menjerit-jerit seperti kera. Perempuan itu menguasai ilmu beladiri dengan sangat baik, meski tampaknya tidak memiliki tenaga dalam. Setiap kali seorang perompak menusukkan pisau, perempuan itu selalu berhasil mengelak, bahkan melesakkan goloknya ke arah belakang yang langsung bersarang dalam perut lawannya, yang tentu saja akan meraung kesakitan. Di atas perahu yang kini sudah dipenuhi perompak, ia mengelak dan mengelak sembari menusukkan goloknya ke depan dan ke belakang tanpa melihat lagi, dan selalu menelan korban yang akan meraung keras sekali dengan darah bercipratan. Para perompak tak hanya melompat ke atas seperti ikan lumba-lumba, tetapi juga hilang menyelam ke dalam air sebelum akhir muncul di tepi perahu untuk meloncat naik dengan sebat sembari mengambil pisau di mulutnya. Para mabhasana bergerak ke sana kemari membacoki perompak yang melejit dari bawah, yang tentu saja tidak membiarkan dirinya agar bisa dibacok dengan mudah. Suara golok beradu pisau terdengar berdentang-dentang ditingkah suara jerit dan raungan kera, yang menjadi teriakan panjang ketika sambaran golok mengoyak tubuh mereka. Sonta dan Radri memutar dayungnya seperti angin puting beliung. Setiap kali mengenai badan pasti meretakkan tulang dan setiap kali mengenai kepala pastilah yang terkena kehilangan nyawa. Suara anginnya terdengar gemuruh mengerikan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Majulah kalian tikus-tikus sungai! Majulah! Serahkan nyawamu supaya lahir kembali sebagai musang! Hahahahahaha!" "Jangan terlalu cepat Sonta! B iarkan mereka sadar sebelum meninggalkan dunia! Hohohohoho!" Namun sebanyak perompak yang dilumpuhkan, sebanyak itu pula perompak yang datang meluncur di sungai seperti ikan lumba-lumba mengepung dari segala arah. Sebagian dari mereka bahkan menyelam ke bawah perahu dan mulai menggoyang-goyangnya pula! (Oo-dwkz-oO) Episode 40: [Apakah Menulis Itu"] PEMBACA yang Budiman, izinkan diriku yang tua ini beristirahat sebentar. Dalam usia seratus tahun, meskipun aku masih mampu bertarung tiga hari tiga malam tanpa makan dan minum, kalaulah ada lawan yang bisa bertahan selama itu, menuliskan riwayat hidupku ini ternyata tak kalah memakan tenaga. Terasa benar sekarang bahwa aku ini memiliki pinggang dan tulang belakang. Aku telah duduk dan menulis terus menerus menggoreskan pengutik pada kepingkeping lontar itu lebih dari satu bulan di teras rumah, sampai tetangga-tetangga mengira aku seorang kawi. Selama itu aku harus menjaga samaranku dengan terus-menerus menyemir rambutku yang seluruhnya sudah memutih agar tetap tampak hitam. Begitupun, aku tetaplah terlihat sebagai orang tua, dan pemandangan orang tua menulis tidaklah terdapat di kalangan rakyat jelata. ORANG tua yang menulis menjadi warga istana, rumahnya pun tidak akan terlalu jauh dari sana. Rakyat hampir semuanya tidak bisa membaca dan menulis. Hanya mereka TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang mempunyai tekad kuat ingin membaca dan menulis akan menghabiskan waktunya untuk belajar dari seorang guru, dan pada saatnya akan mengabdikan hidupnya kepada pekerjaan membaca dan menulis tersebut. Sedangkan tekad tersebut hanya dapat dimiliki seseorang yang bukan saja merasa membaca dan menulis adalah baik, tetapi juga merasa dan yakin akan mampu melakukannya dengan baik. Berbeda denganku, yang hanya mengikuti saja kebiasaan pasangan pendekar yang mengasuhku, yang selalu menghubungkan segala pengalaman kepada pemikiran dalam kitab-kitab, sehingga aku terbiasa melihat orang membaca dan membicarakan isinya, di kalangan rakyat biasa kemampuan membaca dan menulis berada di luar jangkauan pemikiran. Kitab-kitab sampai kepada rakyat dengan suatu cara, yakni lewat seorang juru dongeng yang akan menceritakan kembali isi kitab-kitab sebagai hiburan, seorang guru agama yang menjadikan kitab-kitab itu sebagai pedoman, atau melalui seorang pembaca yang akan membacakannya di depan orang banyak, sebagai hiburan maupun pendidikan. Dengan cara itulah isi kitab-kitab dikenal dan dapat digambarkan kembali dalam bentuk wayang topeng, tarian, maupun patung dan gambaran cerita yang ditatahkan pada batu. Memang, dari antara mereka yang menyukai dan senang membicarakan isi kitab itu jugalah akan muncul seseorang yang dianggap berbakat dan layak dilatih untuk menulis. Dari sanalah para kawi yang bekerja untuk kepentingan istana akan mencari penggantinya, tetapi yang memang akan lebih sering ditemukan di keluarganya sendiri. Ini membuat mereka yang menguasai kemampuan membaca dan menulis memiliki kekuasaan, karena mengetahui lebih banyak, bahkan menguasai pengetahuan itu untuk diri mereka saja, sehingga menggenggam kesahihan untuk mengatur dunia. Bukankah telah kuceritakan tentang terdapatnya prasasti yang berisi kutukan" Aku yakin sepenuhnya, betapa penggubah kalimat maupun pengukir TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kalimat kutukan pada batu atau lempengan logam tersebut juga tidak percaya, bahwa yang dibuatnya itu akan benarbenar berakibat dengan terkutuknya para pelanggar maklumat. Mereka hanya tahu betapa aksara yang tertuliskan itu, karena makna yang diungkapnya, memungkinkan dianggap sebagai sakti dan bertuah. Kemungkinan inilah yang mereka manfaatkan untuk menguasai. Mereka yang mengetahui akan menguasai mereka yang tidak mengetahui, karena bagi yang tidak mengetahui, dunia ini memang penuh dengan daya kuasa yang menentukan atas dunia dan kehidupan mereka. Telah kuceritakan betapa para penulis sebagian besar menjual jiwanya kepada penguasa, demi keselamatan dan kesejahteraan hidup mereka, karena dalam ketidak mampuannya menguasai pengetahuan, para penguasa sering merasa kurang terancam jika para penulis yang menguasai pengetahuan itu disingkirkan. Ini terjadi jika dirasakan betapa seorang penulis tampaknya tidak akan terlalu setia kepadanya, dan menulis apapun tanpa bisa diatur dan diperiksanya karena tidak mampu membaca. Maka penawaran atas kenyamanan dan keamanan pribadi adalah cara terbaik bagi penguasa istana untuk mengukuhkan dan mengabadikan kekuasaannya. Jika tidak, seorang penulis layak disingkirkan, apakah itu diasingkan, atau dibunuh beserta seluruh keluarganya. Kemungkinan terakhir inilah yang sangat mungkin membuat seorang penulis memilih untuk bekerja di bawah perlindungan istana. Namun aku tetap menjalankan perananku sebagai pembuat lontar. Dengan itu kuharap pemandangan bahwa aku selalu menulis jika sedang tidak membuat lontar menjadi wajar, meski sebetulnya pembuat lempengan lontar dari lembarlembar daun rontal bukanlah dari golongan yang bisa menulis. Tidak ada lagi yang bisa kulakukan selain itu, karena telah kuputuskan untuk terus menuliskan apapun yang bisa kuingat. Dalam umur seratus tahun, setiap orang pantas TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ memperhitungkan betapa maut akan menjemputnya setiap saat, sedangkan aku tidak ingin mati penasaran tanpa mengetahui sebab musabab yang pasti, kenapa aku diburu dan dilombakan untuk mati dengan hadiah 10.000 keping inamas seperti itu. Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Aku memang harus tetap waspada, karena di negeri ini, siapapun yang buta huruf tetap tahu nilai mata uang. Meskipun tidak hidup sebagai pembaca dan penulis, para tikshna atau pembunuh bayaran setidaknya mampu membaca pengumuman tentang seseorang yang diburu dengan hadiah uang. Padahal para tikshna ini sungguh terlatih mencari seseorang yang menghilang. Maka sembari menulis, aku tidak pernah melepaskan kewaspadaan. Tulisanku sendiri tidak memuaskan. Aku ingin mengurutkan riwayat hidupku satu persatu, mengulang kembali hari ke hari tanpa ada yang luput, tetapi bukan saja ingatanku yang sangat terbatas, melainkan juga kemampuanku bercerita secara runtut itulah yang juga menjadi masalah. BUKAN saja urutan waktunya tidak berjalan dalam suatu garis lurus, melainkan terlalu sering setiap kali meloncat ke belakang, karena setiap kali harus menceritakan sesuatu yang berada di masa lalu dalam catatan atau ingatan seseorang, bahkan bisa saja terjadi merupakan ingatan atas ingatan lagi. Cerita yang hanya kudengar dari ingatan seseorang atas ingatan seseorang pula, tetap harus kuceritakan sebisabisanya secara utuh bukan" Karena aku ingin menuliskan segala sesuatu yang dapat dituliskan, bukan sekadar karena akan selalu ada gunanya, tetapi juga karena semakin banyak yang terungkap dari masa laluku, semakin terbuka kemungkinan untuk membongkar teka-teki keberadaanku sekarang ini sebagai manusia yang diburu untuk dimusnahkan. Memang benar aku telah menyusun sejumlah dugaan seperti yang telah kuceritakan, tetapi tanpa bukti bahwa dugaanku tidak keliru. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Namun usaha menuliskan kembali segala sesuatu selengkap-lengkapnya juga membuatku khawatir atas panjang tulisan dan lamanya waktu penulisanku. Jika aku mengawali cerita sejak umur 15 tahun, ketika pasangan pendekar yang mengasuhku itu pergi meninggalkan aku, takberarti aku tidak mempunyai ingatan atas tahun-tahun sebelumnya. Masalahnya, jika dari masa selama aku berumur 15 tahun itu saja masih sedikit sekali yang kuceritakan dari ingatanku, lantas akan berapa lama lagikah aku masih akan menuliskan seluruh riwayat hidupku" Sudah kukatakan tadi, duduk menulis terus-menerus bagi orang tua seperti aku ini ternyata bukan tanpa akibat. Kadangkala anak-anak tetangga datang menggangguku. "Kakek tua! Kakek tua! Kenapa selalu duduk menulis tanpa pernah bekerja?" Rupanya mereka terbiasa melihat orang tuanya berangkat keluar rumah untuk bekerja. Pemandangan bahwa seseorang hanya duduk dan menulis terus-menerus setiap hari tampaknya mengherankan. Namun di antara anak-anak yang selalu ingin tahu itu terdapat salah satu yang cerdas dan berani. Ia tidak ingusan, ia tidak telanjang, ia tidak menggigit jari, dan ia tidak pernah lari kalau ditakut-takuti. Matanya sungguh tajam dan ia dengan berani mendekat begitu saja kepadaku, memperhatikan aku mengguratkan aksara yang membentuk kalimat di atas lembaran lontar. Ia suka berdiri lama sekali, memperhatikan aku, lantas memperhatikan tulisanku. "Kakek melakukan apa?" Begitulah akhirnya suatu hari ia bertanya. "Kakek sedang menulis," jawabku sekenanya. Karena, bukankah aku sedang menulis dan sedang berjuang keras mengingat segala hal dari masa lalu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Apakah menulis itu?" Pertanyaan seperti ini membuat aku berhenti menulis, karena memang tidak bisa dijawab dengan mudah, apalagi jika yang bertanya adalah seorang anak kecil umur enam tahun. Bahkan kukira aku sungguh tidak berdaya menjawabnya, dalam pengertian bahwa aku memang tidak tahu, apakah sebenarnya menulis itu. Memang, seperti kupelajari dari pasangan pendekar yang mengasuhku, aku telah belajar membaca, dan karena itu bisa juga menulis, tetapi aku dan juga kedua orang tua asuhku itu banyak membaca bukan dalam rangka menulis, melainkan untuk belajar ilmu silat. Menurut orang tua asuhku itu, kitab bisa menjadi pengganti guru, sehingga jika seorang guru tidak bisa ditemukan, kitab ilmu s ilat bisa memberikan segalanya sebagai pengganti seorang guru. Maka apakah sebenarnya menulis itu sama sekali tidak pernah kupikirkan. Meskipun aku telah mampu membaca semenjak usia kanak-kanak karena mengikuti kehidupan kedua pendekar itu, yang kemudian kupikirkan hanyalah ilmu persilatan dan bukan tentang penulisan itu sendiri. Bahkan kurasa aku tidak menyadari sepenuhnya, bahwa dalam kehidupan di Yawabumi ini, selain terdapat raja, abhiseka, rakai, mapatih, mahamantri, haji, senapati, samget, nayaka, rama, wiku, pedagang, perajin, pemungut pajak, pekerja seni, tukang celup warna, dan pembuat gula, terdapatlah para penulis. Aku hanya senang membaca dan menghargai keberadaan kitab-kitab sebagaimana orangtuaku telah mengumpulkannya dalam sebuah peti kayu. Namun tiada terpikir olehku bahwa segala kitab itu mulai tertulis sejak aksara pertama, menjadi kata, membentuk kalimat, menjelma susunan pengertian yang mendorong perbincangan dalam kepala pembacanya. Betapa benda mati berwujud lempengan lontar tergurat-gurat itu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mampu menghidupkan jiwa dan pemikiran pembaca, dan semua itu diberikan oleh seorang penulis. Aku nyaris tidak pernah terlalu memikirkan soal itu, karena aku membaca untuk mencari kebahagiaan, bukan menambah beban pikiran, meski kitab yang baik memang selalu berhasil merangsang pemikiran. Jadi, aku memang tidak tahu apakah sebenarnya menulis itu, tetapi aku juga tahu bahwa pertanyaan anak kecil yang seperti itu tidak boleh dijawab dengan seadanya, karena jawaban apapun akan dibawanya seumur hidup. "SIAPA namamu Nak," kataku. "Namaku Nawa," katanya. Maka kuambil lembaran lontar yang belum ada tulisannya, dan kugoreskan pengutikku untuk membentuk aksara na. "Coba lihat, aksara ini berbunyi na." Nawa mengulang pelan, terbata-bata, sembari menunjuk huruf tersebut. "Ak-sa-ra i-ni ber-bu-nyi na." Kemudian kutuliskan aksara wa di sampingnya. "Kalau ini buny inya wa." Mulutnya menirukan. "Wa..." Kemudian kutunjuk na, kemudian wa, sementara mulutku menirukan. ''Na-wa...." Lantas anak itu mengulanginya dengan mantap. "Nawa!" Ia tertawa-tawa sendiri sambil mengulang-ulang kata itu, sambil menunjuk dirinya sendiri. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Na-wa! Na-wa! Na-wa!" Aku tersenyum. Bukankah anak kecil memang selalu menyenangkan" Tentu saja asal ia tidak telanjang dan kotor, tidak ingusan sampai bibir, yang sebentar-sebentar diserap hidungnya ke atas, tidak memasukkan jari ke dalam mulut, dan tidak me ledak tangisnya setiap kali seseorang mendelikkan mata kepadanya. Kuambil tangannya agar memegang pengutik itu. Kubimbing untuk menggurat lembaran lontar yang masih kosong. "Sekarang tulislah namamu sendiri..." Kuguratkan, melalui tangannya yang memegang pengutik, aksara na. "Nah, ini berbunyi Na...." Disusul aksara wa. "Dan ini Wa.... Coba baca sekarang...." Ia melirikku sebelum mengejanya. "Na....Wa...." Kemudian ia menatapku lagi. "Nawa mau menulis banyak-banyak." Kutatap anak lelaki itu. Matanya bening. Rambutnya hitam legam. Apakah berarti aku harus mengajarinya" Aku tidak pernah mengangkat seorang murid pun dan tidak pernah merasa membutuhkannya, tetapi itu dalam ilmu persilatan, karena aku tidak pernah yakin apakah seseorang tidak akan memanfaatkannya untuk kepentingan dirinya sendiri, jika tidak untuk suatu tindak kejahatan. Terlalu sering kudengar cerita tentang bagaimana murid mengkhianati cita-cita perguruannya begitu rupa, sehingga sang guru harus turun gunung sendiri untuk membunuh murid yang sudah dididiknya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dengan susah payah. Kita tidak pernah tahu untuk apa sebuah ilmu diturunkan. Dalam dunia persilatan, ada ilmu yang hanya dimiliki satu orang saja, ada yang dimiliki oleh sedikit orang seperti seorang guru dengan dua atau tiga murid, dan ada yang sengaja diajarkan dalam suatu perguruan. Kadang begitu luasnya ilmu silat yang disebarkan ini, sehingga perguruan itu menamakan dirinya partai, dan seperti semua partai tentunya mempunyai tujuan untuk berkuasa. Dalam hal ini tentu menguasai dunia persilatan. Namun anak ini tidak ingin belajar ilmu s ilat, ia ingin belajar menulis. Tentu saja ia tidak tahu siapakah diriku sebenarnya. Baginya aku hanyalah seorang tua pembuat lontar yang di sela-sela pekerjaannya, yakni saat daun direndam dan dikeringkan, selalu duduk dan menulis. Apakah aku harus menolaknya pula" Berbeda dengan ilmu s ilat yang merupakan pilihan bagi mereka yang ingin hidup di jalan seorang pendekar, maka ilmu surat, begitulah istilah bagi dunia tulis menulis ini, kurasa merupakan hak setiap orang. Sama seperti hak setiap orang untuk melihat dunia dengan matanya. Maka, kepadaku, anak berusia enam tahun yang menyebut dirinya Nawa ini belajar menulis. Aku merasa sedih menyadari diriku bukanlah seorang penulis yang menguasai seluk-beluk dunia penulisan dengan baik. Dalam dunia persilatan, Pendekar Tanpa Nama adalah nama yang telah menjadi dongeng; dalam dunia penulisan siapalah diriku ini" Kupersalahkan diriku sendiri kini, kenapa aku tidak pernah belajar menulis dengan sungguh-sungguh kepada para kawi ternama maupun tidak ternama karena menyembunyikan diri, ketika kesempatan untuk itu masih terbuka. (Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ KITAB 3: KESEMPURNAAN dan KEMATIAN (Oo-dwkz-oO) Episode 41: [Gerombolan Kera Gila] AKU belajar membaca hanya untuk memperdalam ilmu silatku. Hidupku penuh dengan gelimang darah para pendekar yang tewas dalam pertarungan melawanku. Memang, sebagian besar merupakan pertarungan yang adil, dan untuk sebagian yang lain adalah diriku yang mengalami ketidakadilan pertarungan, misalnya dikeroyok oleh ratusan orang; sebegitu jauh akulah yang selalu keluar sebagai pemenang. Namun dengan semua itu tidakkah dunia persilatan ini menjadi dunia yang sia-sia" T idakkah sia-sia jika seseorang belajar ilmu silat bertahun-tahun bahkan berpuluhpuluh tahun hanya untuk terbunuh dalam pertarungan demi kehormatan, yang sama sekali bukan merupakan keadaan tak terhindarkan" Tidak seperti mati ketika membela diri, kematian dalam dunia persilatan adalah kematian yang dipilih sendiri, sebagai akibat jalan seorang pendekar yang memburu pemenuhan hidup dalam kemenangan atau kematian. Aku yang setelah berumur seratus tahun hanya tahu bagaimana membunuh kini harus mengajari seorang anak tanpa dosa agar bisa membaca dan menulis" Layakkah aku" Namun anak itu terus bertanya dan aku tidak punya waktu untuk berpikir apakah akan terus mengajari atau menghindarinya. "Langit! Bagaimanakah menulis langit?" Maka aku mengajarinya bukan saja menulis langit, tetapi bagaimana cara memanfaatkan aksara yang dikenalnya, agar TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ bisa menuliskan kata apa pun tanpa harus bertanya kepadaku lagi. Aku sadar, aku belum pernah dan belum mampu menjawab pertanyaan Nawa sebelum bisa membaca dan menulis: Apakah menulis itu" Namun setidaknya kuharap dengan belajar membaca dan menulis itu sendiri, setidaknya ia Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo memahami pengertian paling sederhana yang selama ini kuhayati tentang menulis, yakni mencatat dan menyampaikan. Mencatat, karena kita memindahkan segala sesuatu ke dalam tulisan; menyampaikan, karena tulisan adalah sesuatu yang dibaca, siapa pun pembacanya, meskipun itu penulisnya sendiri. PERAHU tambang berjenis akirim agong ini sebetulnya lebih mirip rakit daripada perahu, karena memang hanya digunakan untuk penyeberangan. Namun memang ini rakit yang besar sekali, karena bisa memuat lima pedati, lima kerbau, dan para mabhasana, masih ditambah diriku, perempuan itu, dan kedua tukang tambang itu sendiri. Terbuat dari balok-balok kayu besar yang dirapatkan dengan ikatan sulur rotan, dengan lantai balok-balok kecil yang tersusun melebar di atasnya, yang meskipun sama sekali tidak rata, cukup memadai bagi roda-roda pedati dengan segala muatannya itu. Rakit sebesar ini tampak kecil di sungai yang luas dengan berbagai jenis arus yang berbeda-beda kecepatannya di berbagai bagian sungai. Mereka yang tidak mengenal berbagai jenis arus yang tidak terlalu tampak dari permukaan ini, jika sembarang berperahu begitu saja tanpa bertanya-tanya, bisa terputar-putar mendadak tanpa tahu sebabnya. Permukaan air sungai tampaknya tenang, tetapi arus di bawahnya menghanyutkan. Sangat menghanyutkan. Begitu menghanyutkan. Sehingga jika seseorang terjatuh pada arusnya yang deras, maka ia akan segera langsung tenggelam dan menghilang. Tak peduli ia bisa berenang atau tidak bisa berenang. Maka tentunya para perompak sudah sangat mengenal letak berbagai arus sungai besar ini, sehingga TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mereka dapat datang meluncur seperti ikan lumba-lumba dari segala arah. Sebagian orang telah tiba di perahu dan menyerang sembari berteriak-teriak seperti kera, membuat suasana gaduh, rusuh, dan menimbulkan kepanikan. Namun para anggota rombongan tampaknya tenang, aku bersyukur para mabhasana yang nyaris tidak menguasai ilmu silat itu mampu memusatkan pikiran dan membela diri dengan jurus apa adanya, yang betapapun berguna menyelamatkan diri mereka dari kematian. Sebagian dari para perompak itu bahkan sudah tewas di tangan perempuan yang sebelumnya bekerja sebagai pelacur itu, yang entah darimana kini telah memegang dua golok. Tak ada seorang perompak pun berhasil menyentuhnya. Namun tidak berarti keadaan sudah aman, karena bukan saja para perompak masih berdatangan seperti ikan lunbalumba, melainkan mereka telah menggoyang perahu tambang ini dari bawah pula. Dalam kemiringan tertentu roda-roda pedati ini bisa menggelinding turun dan kerbau-kerbaunya bisa terseret masuk ke sungai dan tentu ini sangat berbahaya. Sementara itu yang menyerbu dari air telah melompat ke udara seperti ikan lumba-lumba, tangan mereka bergerak mengambil pisau yang digigitnya, lantas turun dengan gerak membacok ke segala sasaran. Aku bergerak cepat, berkelebat menyabet mereka sekaligus dengan kecepatan yang tidak bisa diikuti oleh mata, dan mereka mendarat di atas perahu tanpa bernyawa lagi. "BUANG mayatnya ke sungai! Buang mayatnya!" Tanpa disadari s iapa pun aku sudah berada kembali di atas perahu itu. Kubantu mereka membuang mayat-mayat bergelimpangan, karena yang harus dilakukan adalah melemparkan mayat-mayat itu ke arah kawan-kawannya yang masih datang menyerbu. Mereka yang masih meluncur di air seperti ikan lumba-lumba itu biarlah berpikir dua kali ketika TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mayat kawan-kawannya yang bersimbah darah menimpa mereka. Selain itu, mayat-mayat itu memang harus dibuang untuk memperluas ruang gerak di atas perahu. Namun kini mereka yang menggoyang semakin berdaya. Aku tak tahu bagaimana cara mengatasinya, karena meskipun aku telah dilatih kedua orangtuaku bertarung di dalam air, kuduga para perompak ini mempunyai kelebihan karena sangat mengenal sungai ini. Terbukti mereka tetap di bawah ketika perahu tambang ini mendadak makin cepat meluncur karena arus yang tiba-tiba menderas, bahkan perahu tambang ini telah berputar-putar pula. Mereka manfaatkan kesibukan Radri dan Sonta yang sibuk menghadapi serangan dari udara. Maka sekali lagi aku berkelebat, kali ini menghadang mereka yang melayang seperti ikan terbang itu di udara, kugerakkan dua pedang dengan Jurus Dua Pedang Menulis Kematian untuk memastikan hasilnya, dan dengan menjejak mayat terakhir yang masih melayang turun aku mendarat di perahu. Kedua tukang tambang itu mengerti maksudku, karena adalah tugas mereka menyelamatkan perahu. Sonta segera menyelam dari belakang dan Radri dari depan, sementara para mabhasana dan perempuan itu menusuknusukkan senjata di antara celah-celah balok mencari sasaran. Sebentar kemudian darah menyembur dari balik celah-celah itu. Kemudian dengan masih berteriak kesakitan, tampak satu persatu para perompak lepas dan terapung-apung tanpa daya, sementara perahu meluncur cepat meninggalkan mereka. Kecepatan perahu ini taktersusul lagi oleh mereka yang belum mencapai perahu, kini perahu sudah bersih dari perompak, hanya darah mereka berceceran di mana-mana. Namun perahu berputar semakin cepat, sementara Sonta dan Radri agaknya masih bergulat di bawah perahu. Dengan setengah nekad aku masuk ke dalam air, menuju ke balik perahu, tentu tanpa pernah melepaskan pegangan tangan kiri pada tali rotan di antara balok. Sonta dan Radri masih saling mencekik dengan lawan masing-masing di dalam air, sementara tangan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kiri masing-masing juga berpegangan pada tali rotan. Aku mengerahkan tenaga dalam sepenuhnya, agar pedang di tangan kananku bisa bergerak dengan kecepatan yang sama seperti jika tidak berada di dalam air. Sekali putar selesailah sudah, kedua perompak yang terlepas cekikannya itu tenggelam diserap kedalaman. Darahnya yang berhamburan segera menyatu dengan air sungai. Ketika kami bertiga naik ke atas perahu tambang, di sisi sebelah kanan sudah terlihat delta, dan perahu meluncur di antara jeram dengan kecepatan tinggi. Namun Radri dan Sonta, kedua penambang kami yang luar biasa itu, sudah siap di tempat masing-masing dengan dayung yang mampu diandalkan untuk mengarahkan perahu tambang ini. Aku terkesiap, karena justru delta itulah yang disebut-sebut sebagai sarang para perompak sungai. Benar juga, pada dahan-dahan pohon besar yang menjorok sampai ke atas sungai, sehingga perahu kami takbisa menghindar untuk tidak lewat di bawahnya, tampaklah para perompak bergelantungan dan berlari-lari di atasnya seperti kera. "Waspadalah Tuan! Gerombolan Kera Gila masih menghadang!" Jadi nama gerombolan perompak sungai itu adalah Gerombolan Kera Gila. Sejak tadi telah kuceritakan cara mereka bertempur yang selalu sambil berteriak-teriak seperti kera. Namun mengapa harus disebut Kera Gila" Itu baru akan kuketahui nanti. Sekarang gerombolan perompak sungai itu sudah berada di atas perahu karena mereka telah meloncat turun dari dahan-dahan tempat kami lewat di bawahnya. Aku berloncatan ke sana kemari di atas perahu karena banyaknya para perompak itu. Pada setiap dahan yang rimbun di atas selalu ada perompak yang meloncat turun dan langsung menyerang dengan belati yang mereka ambil dari mulutnya. Teriakan mereka gegap gempita sepanjang dahan-dahan yang masih akan lama terlewati maupun di atas perahu ini sendiri. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Mereka semua mengenakan serban hitam di kepalanya, hanya berkancut, yang juga hitam warnanya, tetapi belati mereka berkilat-kilat di bawah cahaya matahari. Aku sangat khawatir dengan keselamatan para mabhasana yang harus menghadapi keadaan berat seperti ini. Mereka memang telah membela diri dengan baik menghadapi serangan satu persatu di ruang sempit perahu. Namun telah kulirik di atas itu para perompak juga memegang panah, sumpit, dan tombak yang siap dilemparkan. MESKIPUN tidak menggunakan tenaga dalam, serangan rahasia dari tempat yang tidak diketahui bagi orang awam sangatlah berbahaya. Sedangkan bagi seorang pendekar saja, jika ia lengah sedikit pasti akan terlambat menangkisnya, padahal senjata semacam itu biasanya beracun. Maka aku pun berkelebat ke atas, dengan Jurus Dua Pedang Menulis Kematian kubabat semua perompak itu tanpa kecuali seperti menebas rerumputan. Aku meloncat dari dahan ke dahan sementara perahu tambang itu mengalir di bawahnya, sehingga kadang-kadang ada perompak yang jatuh ke atasnya. Para mabhasana itu hanya perlu membuangnya karena tentu sudah tidak bernyawa. Namun ternyata bahwa perompak itu cukup banyak, sehingga dari dahan pun aku harus melesat ke perahu untuk menangkiskan serangan panah, sumpit, dan tombak itu. Demikianlah aku meloncat dari perahu ke dahan untuk membantai dan kembali ke perahu lagi, dan aku belum bisa berhenti sebelum delta ini terlewati. Suasana sungguh riuh rendah karena angin bertiup kencang, sementara daun-daun berbunyi karena angin maupun perkelahian. Di antara dedaunan yang berkerosak itulah aku melesat dan setiap kali kedua pedangku bergerak, siapapun yang terjangkau di sekitarku pastilah nyawanya tercabut seketika. Seperti buahbuahan yang rontok mereka berjatuhan, ke sungai, ke perahu, atau tergelantung begitu saja terjepit dahan-dahan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Lantas, seperti tiba-tiba saja, delta itu sudah terlewati dan sungai itu menjadi lebar kembali. Tampaklah pelabuhan di seberang, tempat kami harus merapat nanti. Kudengar Radri berteriak kepada Sonta. "Sonta, katakanlah kepadaku Sonta, siapakah mereka dan apakah kiranya yang telah dibawa oleh Tuan-tuan kita ini" Sudah terlalu sering kita berhadapan dengan astacandala Gerombolan Kera Gila itu, tetapi belum pernah para pengecut itu berani mati seperti sekarang ini." "Bagaimana aku akan mengetahuinya Radri" Bukankah kita belum pernah terpisah semenjak terpaksa menambang karena tanah kita diambil demi kuil pemujaan" Mereka tampaknya datang dari kota dan tampaknya membawa barang-barang penting, bagaimana mungkin aku mengetahuinya Radri?" Semula aku tidak mengerti cara mereka berbicara, tetapi perempuan yang menentukan dirinya sendiri harus mengikuti diriku ke mana pun aku pergi itu, kemudian berkata. "Mereka bukan penduduk daerah ini Tuan, bagi mereka mungkin tidak sopan menanyakan sesuatu yang seharusnya tidak menjadi urusan mereka, tetapi kali ini tindakan Gerombolan Kera Gila itu memang lebih dari biasa, sehingga mencurigakan mereka. Apalagi Tuan tampaknya telah membantai mereka, hampir semua, kecuali pem impinnya." Aku terdiam. Aku tanpa sengaja telah mengamankan daerah ini, atau telah menambah kesulitan mereka" "Gerombolan ini punya pemimpin" Siapa namanya?" "Dialah yang disebut Kera Gila itu Tuan, murid tokoh persilatan yang disebut Naga Hitam." Dadaku berdegup. Naga Hitam lagi. Jejaknya bagaikan ada di mana-mana. Namun usaha para perompak ini tidak berhubungan dengan diriku, melainkan dengan barang-barang wdihan dan berbagai alat upacara ini. Kami harus menjelaskan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ semuanya karena aku merasa kami masih akan membutuhkan pertolongan kedua tukang tambang itu. Aku memperkirakan pemimpin perompak yang disebut Kera Gila itu masih akan berusaha menggagalkan pengiriman barang-barang ini. Bukanlah karena barang-barang ini mesti dirampok, melainkan karena upacara peresmian sima yang menggunakan barangbarang ini harus digagalkan. Mereka telah mengetahui jalur perjalanan dari kotaraja ke Ratawun, jadi kupikir lebih baik mengubah jalur perjalanan itu. Namun karena dengan itu perjalanan menjadi lebih lama, harus dikirim seseorang untuk memberitahukan berita keterlambatan tersebut. Kuungkapkan gagasanku kepada Ranu dan juga kami ceritakan segalanya kepada kedua penambang tersebut. "Ah, Tuan, sebaiknya kita turun di pelabuhan yang lebih jauh di selatan, perjalanan bisa sampai sehari semalam, tetapi jalan darat ke Ratawun menjadi lebih singkat," ujar Radri setelah mengetahui persoalannya. Namun karena tetap akan terlambat, maka sebaiknya tetap dikirim seseorang yang memacu kuda untuk sampai ke sana. Siapa" Jelas diriku diandalkan Ranu untuk tetap bersama pedati-pedati dengan segala muatannya ini, dan bagiku memang tidak ada pilihan lain. "Siapa di antara kalian yang berani menuju Ratawun?" Suara arus sampai terdengar jelas karena semua orang terdiam. "Kukira bisa dua orang, meskipun kita harus membeli budak di jalan untuk mendorong pedati." MASALAHNYA bukan perjalanan, melainkan kemungkinan tetap dicegat sisa Gerombolan Kera Gila, jika bukan Si Kera Gila sendiri. Konon ia diberi nama Kera Gila karena Ilmu Silat Kera Gila yang dikuasainya. Dengan kedua tangannya ia biasa merobek-robek tubuh dan wajah lawan. Aku tidak bisa TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ membayangkan perbendaharaan ilmu silat Naga Hitam, Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo hampir setiap murid memiliki ilmu s ilat berlainan. "Biar sahaya yang berangkat Tuan," tiba-tiba terdengar suara di luar lingkaran. Perempuan itu memang tidak disertakan dalam perundingan. Namun kami semua masih teringat kegagahannya dengan dua golok. Meskipun tidak mempunyai tenaga dalam, ketangkasan seperti yang kusaksikan itu sangat bisa diandalkan. Aku terharu dengan perjalanan nasib perempuan itu, yang kini bersimpangan dengan urusan kami. "Perempuan gagah, siapakah namamu?" Perempuan itu tetap menunduk. Aku masih teringat, ketika ia dibopong sebagai pelacur oleh lelaki tinggi besar yang dibunuhnya, pandangan matanya yang jalang telah membuat dadaku berdebar-debar. Agaknya itu hanyalah pandangan sebuah peran. Sejak mengikuti rombongan kami, karena telah dibebaskan Ranu dengan pembayaran kepada para pejabat yang mewakili kerajaan, terlihat betapa menjadi pelacur baginya hanyalah sebuah pekerjaan, yang telah dijalaninya demi sebuah pembalasan dendam. Kini ia menyerahkan hidupnya kepada orang yang telah menyelamatkannya dari pembakaran. Namun bukan berarti aku siap mengorbankannya jika tawaran itu kupenuhi. Betapapun perempuan ini merupakan pilihan terbaik dalam keadaan seperti sekarang. Karena ia masih diam, aku bertanya lagi. "Perempuan gagah, apalah salahnya kami mengetahui dikau punya nama" Adakah sesuatu yang melanggar peraturan?" Ia menghela nafas panjang, tetapi tidak mengangkat kepala ketika menyebutkan namanya dengan perlahan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Campaka...." Kami saling berpandangan. "Campaka, tahukah dikau kemungkinan yang akan dikau hadapi dalam perjalanan?" "Sahaya mengetahui sepenuhnya Tuan, karena telah memikirkannya." Ia bukan saja gagah, tapi juga cerdas. Ia memang lebih tua dariku, jauh lebih tua bahkan. Mungkin usianya 25 tahun. Namun kukira pengalaman telah membuatnya jauh lebih matang. Tentu baru setelah berumur 100 tahun ini aku mampu menilai, bahwa dalam hal cinta ia sangat kurang perhitungan. Tentu, apakah masih bernama cinta jika segala sesuatunya diperhitungkan bukan" Namun dalam umur 15 tahun ketika itu, yang kurasakan hanyalah kekaguman. "Bahwa dikau akan dicegat sisa Gerombolan Kera Gila, jika bukan Si Kera Gila sendiri" Apa yang akan dikau lakukan?" "Percayalah kepada diri sahaya Tuan. Sahaya seorang pelacur dan Si Kera Gila adalah langganan sahaya, pasti sahaya akan bisa menghadapinya." "Si Kera Gila langgananmu" Bagaimana caranya?" "Ia selalu datang menyamar, hanya sahaya yang mengetahui dirinya adalah Kera Gila." Aku tidak bertanya lebih lanjut, meski masih ada pertanyaan tersisa, yakni apakah selama ini Kera Gila tahu bahwa Campaka ini mengenalnya, atau tidak mengetahui sama sekali, karena hal semacam ini akan ikut memengaruhi nasibnya jika bersua. Aku percaya dia tahu apa yang sedang dilakukannya. Namun kutanyakan juga sesuatu yang lain, "Campaka, dikau tidak harus berangkat jika merasakannya sebagai sesuatu yang berat. Bagaimana jika dikau alami sesuatu yang mengerikan?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Sahaya hanya seorang pelacur, Tuan. Jika sahaya mati, siapa pun di dunia ini tidak perlu merasa kehilangan. Berilah sahaya kuda yang segar, semoga tugas ini akan dapat sahaya jalankan." Aku merasa berat melepaskannya, dan merasa tidak pantas. Namun keterampilannya bermain golok yang telah kusaksikan hari ini memberikan kepadaku keyakinan, bukan karena dengan itu dapat diimbanginya Kera Gila yang ternama, tetapi karena keberanian dan kecerdasannya pasti akan menyelamatkannya. Tentu saja ini pertimbangan yang juga terdorong oleh perasaan seorang remaja, yang sangat terkesan dan terpesona oleh seorang perempuan yang baginya tampak begitu dewasa. Dadanya yang ketika kulihat pertama kali tertutup oleh rambutnya yang panjang, telah ditutup dengan ikatan selembar kain ke punggungnya. Rambutnya yang panjang pun telah dimasukkannya ke dalam kain serban yang melingkari kepalanya, sehingga sepintas lalu ia akan tampak sebagai lelaki. Dua golok kini tersoren di punggungnya, sungguh bagaikan seorang pendekar. Selama percakapan Campaka selalu menundukkan kepala, tetapi kurasa ia tahu bagaimana aku telah memandanginya. (Oo-dwkz-oO) Episode 42: [Pertarungan Malam] PERAHU tambang mengikuti arus di sungai yang besar. Radri di depan dan Sonta di belakang tampak bisa mengendalikannya tanpa kesulitan berarti. Hari menjelang senja, tetapi langit masih terang, di tepi sungai kulihat orang mandi, memasang bubu, dan mencuci. Mereka melihat ke arah kami dan kami melihat ke arah mereka. Mereka tentu melihat pedati-pedati lengkap dengan kerbaunya di atas perahu tambang ini, tetapi aku tidak tahu apa yang mereka TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ pikirkan. Kusaksikan anak-anak gembala menunggangi kerbaunya. Ada kerbau, ada sapi, banyak anjing tampak berkeliaran. Kadang terdengar sayup-sayup celoteh mereka yang berada di tepi sungai, ditingkah suara tertawa-tawa para petani yang kembali dari sawah. Di belakang mereka hutan bambu yang rimbun dan pohon-pohon kelapa menghalangi pandangan langsung ke desa mereka. Dari arah perahu, pemandangan seperti itu menimbulkan berbagai pertanyaan padaku: Siapakah mereka, datang darimana, sejak kapan berada di sana" Yawabumi belakangan ini menyaksikan kedatangan orangorang asing di sepanjang pantai utara. Sebagian di antaranya mungkin saja menyusuri sungai ini. Orang-orang keling yang tegap dan hitam, orang-orang negeri atap langit yang kecil, putih, dan berkuncir rambutnya, serta orang berkulit putih tegap perkasa dan melintang kumisnya. Mereka membawa barang-barang yang semula tidak dikenal di Yawabumi, untuk dipertukarkan dengan hasil bumi. Tanaman memang tidak tumbuh di semua tempat, tetapi yang tumbuh di Yawabumi rupa-rupanya berguna untuk obat-obatan, pewangi, dan banyak hal yang belum terlalu dikenal. Sebaliknya penduduk Yawabumi tidak sepenuhnya mengerti pengolahan bahanbahan hasil buminya sendiri, kecuali yang bisa dimakan-maka semula kain sutera harus dibayar mahal sebelum mampu meniru dan membuatnya sendiri. Namun dalam hal meniru, penduduk Yawabumi dapat melakukannya dengan cepat sekali, dengan hasil yang mencengangkan, sehingga untuk keperluan sehari-hari kemudian tidak tergantung pedagang negeri asing lagi. Banyak desa kemudian dikenal dengan keterampilan tertentu yang berbeda dengan desa-desa lain yang telah memiliki keterampilannya masing-masing, yang hasilnya beredar ke seluruh negeri. Pada usia 15 tahun, kenyataan semacam itu kukenali sedikit demi sedikit, bersama dengan terserapnya aku dalam kenyataan hidup sehari-hari. Memang benar selama diasuh TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Sepasang Naga dari Celah Kledung aku kadang-kadang diajak keluar, bahkan cukup sering diajak beranjangsana ke desadesa di sekitar Celah Kledung itu. Tentu kedua orangtua asuhku itu selalu berkata, "Tidak perlu mereka tahu bahwa kita adalah orang-orang persilatan, kita menyamar sebagai pengelana yang mencari ilmu kesempurnaan hidup." Maka, aku pun sedikit banyak mengenal kehidupan orang-orang awam. Di setiap desa itu selalu ada guru yang dituakan, dan mereka itu memiliki kitab-kitab yang bisa dibaca, sehingga orangtuaku merasa ada gunanya mempelajari pengetahuan yang mereka kuasai. Namun sebegitu jauh, betapapun kehidupanku bersama kedua orangtuaku itu adalah kehidupan para pendekar yang ingin mencapai kesempurnaan hidup melalui ilmu persilatan. Kehidupan orang awam tidaklah menjadi perhatian utama, meski mereka tidak melupakannya. "TIDAK ada jalan hidup yang lebih mulia dibanding jalan hidup yang lain," kata ibuku, "jalan hidup seorang pendeta tidaklah lebih tinggi dari jalan hidup tukang emas. Ukuran kesempurnaan pendeta tidaklah lebih tinggi dari ukuran kesempurnaan tukang emas, begitu pula ukuran kesempurnaan pendekar silat tidaklah lebih tinggi dari ukuran kesempurnaan petani bawang, karena dalam setiap jalan, kesempurnaan menunjukkan pencerahan. Ingatlah itu selalu Anakku." "Lantas apakah ukuran tinggi dan rendah untuk membandingkannya, Ibu?" "Tidak ada ukuran untuk membandingkannya, Anakku, bahkan sesama pendekar silat sebetulnya takmungkin saling membandingkan kesempurnaannya, karena kesempurnaan adalah ukuran masing-masing." "Jadi kenapa para pendekar harus saling bertarung Ibu, jika kesempurnaan adalah ukuran masing-masing?" "Pertarungan hanyalah sekadar cara untuk merayakan kesempurnaan itu Anakku, bukan siapa kalah dan siapa TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ menang ukuran kesempurnaannya, karena yang kalah dapat menjadi sempurna dalam kematiannya, tetapi yang menang belum tentu sempurna dalam kemenangannya." "Jadi apakah kesempurnaan itu Ibu?" "Kesempurnaan adalah pencapaian dari segala kemampuan, Anakku, masalahnya kita tidak pernah tahu apa yang dapat kita capai sebelum mencapainya." "Jadi apakah artinya pencapaian dalam kematian itu Ibu?" Aku teringat Ibu tersenyum dan mengusap kepalaku. "Itulah rahasia kesempurnaan, wahai Anakku sayangO" Perahu tambang masih melaju sementara langit mulai meremang. Hari ini beberapa pekan sudah memasuki bulan Asuji , pertanda setiap saat hujan akan mulai turun. Kudengar bisikan sungai yang seperti selalu menceritakan sesuatu, sementara aku termenung-menung teringat orangtuaku. Ke manakah mereka pergi" Mengapa dikatakannya pergi untuk tidak kembali" Apakah mereka bertarung dengan seorang pendekar mahasakti sehingga kematiannya adalah pasti" Ataukah mereka berhadapan dengan sebuah partai besar yang akan mengeroyoknya, ataukah dengan pasukan kerajaan yang besar sehingga kematiannya bukanlah sesuatu yang mustahil" Aku tidak yakin betapa Sepasang Naga dari Celah Kledung itu bisa dikalahkan, tetapi aku juga percaya mereka tidak akan pernah muncul kembali, karena mereka tidak akan pernah menyatakan sesuatu yang tidak pasti. Aku sendiri, sete lah mereka beritahukan betapa aku bukanlah anak mereka sendiri, lantas merasa tidak berhak menuntut apapun. Bukankah mereka telah limabelas tahun merawat seorang anak yang tidak pernah diinginkannya" Tanpa tersadar air mataku mengambang. Kuhapus sebelum semua orang di atas perahu melihatnya, tetapi Naru memandangku seperti orang yang mengerti meski sama sekali tidak bertanya. Sungai besar ini berkelak-kelok bagaikan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ takberujung, meski aku tahu ini akan berakhir di lautan yang belum pernah kusaksikan. Kini kusadari betapa masih miskin pengalamanku dan betapa menjadi pengembara adalah keinginan yang paling memenuhi cita-citaku, yakni melihat semua tempat yang belum pernah kulihat. Namun dengan sendirinya, demi jaminan keselamatanku di dunia yang belum sepenuhnya kukenal, aku harus menguasai ilmu silat yang tidak sekadar cukup untuk membela diri, melainkan juga takterkalahkan. Aku belum ingin mati dalam kesempurnaan seorang pendekar, aku tidak ingin mati terlalu dini karena aku masih ingin melihat dunia. Kami telah meninggalkan Campaka di pelabuhan sungai yang berada di dekat delta, Naru telah membelikan untuknya seekor kuda perkasa yang segera dicongklangnya menyusuri jalan ke Ratawun, tempat para pejabat negara menantikan barang-barang ini. MEREKA harus diberi tahu bahwa barang-barang ini akan datang terlambat dan harus diberi tahu pula sebab-sebabnya, agar para pejabat itu tidak sembarang menyalahkan para mabhasana sederhana yang telah berjuang keras melebihi tugasnya, bahwa mereka hampir pula menjadi korban dari akibat yang tidak menjadi tanggungjawab mereka. Sebaliknya para pejabat itulah yang harus menyadari, betapa rawan urusan tanah yang dijadikan sima ini telah dimanfaatkan lawan-lawan kekuasaannya, bahkan sampai menumpahkan Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo darah, demi kepentingan yang menjadi tugas mereka untuk menyelidikinya. Campaka langsung memacu kudanya tanpa menoleh lagi, ketika kami baru akan makan dari perbekalan yang baru saja kami beli. Sungguh ia seorang perempuan pemberani. Jika ia mendapatkan guru silat yang tepat, betapa akan sangat meningkat kemampuannya. Ini mengingatkan diriku kepada keadaannku, yang sama sekali belum memiliki kemampuan cukup untuk menghadapi Naga Hitam. Sedangkan Naga Hitam TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ itu sudah jelas sedang memburu diriku untuk mencabut nyawaku. Namun kapankah waktuku untuk memperdalam ilmu" Berbagai peristiwa yang melibatkan diriku menuntut keterlibatanku untuk membela mereka yang lemah dan tidak berdaya. Aku tidak bisa menghindarinya demi kepentingan diriku sendiri. Dalam keadaan begini suatu pilihan yang sadar harus dilakukan, karena aku tidak ingin menyesali apa pun yang telah menjadi keputusanku. Setidaknya aku harus mengantar para mabhasana dengan barang-barang yang telah dipesan ini dengan selamat sampai ke Ratawun, tempat upacara penyerahan sima akan diadakan. Kini apabila kami menyusuri sungai dalam senja yang mulai meremang, kubayangkan pula Campaka melaju sendirian di atas kudanya dan akan melaju terus sepanjang malam. Bagaimanakah kiranya jika Kera Gila itu mencegatnya" Apakah jaminannya, bahwa sebagai pelacur yang selalu menerima kepala perompak sungai itu sebagai langganannya, lantas perempuan itu tidak dirobek-robek sebagai ganti kekecewaannya" Aku menjadi gelisah dengan kemungkinan itu, meski tahu betapa Campaka adalah perempuan yang banyak akalnya. Namun seandainya pun tidak ada masalah dengan barangbarang dalam pedati ini, tidakkah seorang perempuan yang pergi sendiri seperti itu, tidak seperti mengundang bahaya" Dalam kegelapan sepanjang perjalanan, petualang manakah yang tidak akan menguji kemampuannya untuk mengganggu Campaka" Kugeleng-gelengkan kepalaku dengan keras, bagaikan mengusir berbagai bayangan tentang Campaka, mencoba meyakinkan diriku sendiri betapa segala kekhawatiranku adalah berlebihan. Kucoba memikirkan sesuatu tentang cara memperdalam ilmu silatku, agar setiap saat siap menghadapi Naga Hitam, bahkan bila perlu menantangnya lebih dahulu. (Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ SAAT itu senja telah menjadi malam dan di balik kegelapan kulihat sesuatu berkelebat. Kewaspadaanku meningkat tinggi, segera kupasang ilmu pendengaran Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang yang belum pernah kumanfaatkan. "Jika dikau menggunakan ilmu ini, anakku," kata ayahku, "pendengaranmu akan sama baiknya dengan para pendekar silat yang buta, yang telah menggunakan telinganya sebagai mata mereka. Namun dikau juga harus menutup mata seperti mereka." Demikianlah kupejamkan mataku, lantas kudengar hujan datang dari kejauhan. Masih ribuan depa dari perahu ini, tetapi aku sudah mendengar hujan itu datang menderu. Tentu bukan hujan itulah yang ingin kuketahui keberadaannya, melainkan bayangan berkelebat yang tidak bisa diikuti oleh mataku. Dengan menguasai ilmu meringankan tubuh yang tinggi, seorang pendekar silat dapat berkelebat tanpa bisa diikuti oleh mata, tetapi dengan ilmu silat yang kukuasai, kelebat pendekar silat mana pun selalu bisa kuikuti. Maka apabila bayangan yang berkelebat ini hanya bisa kutangkap sebagai kelebat bayangan sahaja, tentu ilmu meringankan tubuh manusia yang berkelebat tersebut sudah sangat tinggi sehingga hanyalah dengan ilmu pendengaran Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang akan bisa kulacak jejaknya seberapa ringan pun bobot tubuhnya, karena ilmu pendengaran ini terarah kepada gesekan tubuh dengan udara. Dengan segera kutangkap langkah-langkah ringan di atas air menuju diriku! Aku tak sempat memberitahukan apapun kepada kawan-kawanku. Kutarik dua pedang dari punggungku tanpa membuka mata dan segera menyambut bayangan berkelebat menyerbu itu dengan Jurus Penjerat Naga. PADA saat itu pula hujan tiba di perahu tambang dan menyiram kami dengan curah kelebatan yang luar biasa. Aku mengerahkan segenap ilmu pendengaranku untuk memisahkan hujan dari gerakan luar biasa penyerang ini. Ia TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tidak menggunakan senjata, ia menggunakan kedua tangannya, dan tangannya itu tidak memukul, melainkan mencakar. Sudah pasti inilah Si Kera Gila! Aku menghindar kian kemari dan cakarnya sempat membaret punggung dan dadaku. Gerakannya aneh tidak seperti s ilat biasa. Tubuh agak membungkuk, kaki suka naik tanpa perlu, dan tangan jika sedang tak menyerang tergantung lurus seperti kera. Namun Ilmu Silat Kera Gila ini menuntut perilaku seperti kera pula. Maka sebentar kemudian ia mendesis-desis dan disusul menjerit-jerit seperti kera. Kupilih untuk tetap memejamkan mata, karena aku tahu jika kubuka aku akan disergap kegelapan dan tirai hujan sehingga makin sedikit kemungkinan melihat bayangan berkelebat secepat itu. Dengan hanya mendengar suara gambaran keberadaannya sangat jelas, tidak terpengaruh oleh kegelapan dan tirai hujan. Kubiarkan ia menyerangku dalam jebakan Jurus Penjerat Naga dan kuayunkan kedua pedang pada gerakan terakhir, tetapi yang kali ini kugunakan Jurus Dua Pedang Menulis Kematian. Wuzz! Wuzz! Terdengar jeritan membahana di sela derasnya hujan dan halilintar. Kedua tangan Kera Gila telah kubabat putus, tetapi ia menghilang karena meloncat ke sungai. Luar biasa! Ia belum mati! Padahal gabungan kedua jurus ini seharusnya memustahilkan kegagalan. Meski bagi Kera Gila kehilangan kedua tangan cakarnya itu boleh dianggap sama dengan kematian, aku tidak melepaskan kewaspadaan. Bukankah bagi kepala gerombolan perompak sungai ini air bagaikan rumahnya" Benar juga. Saat kubuka mata sesosok bayangan muncul dari dalam air, menubrukku dari samping, dan membawaku masuk tercebur ke dalam air. Aku merasakan tubuhku dibekap dan sebuah gigitan menancap di leherku. Sungguh jurus gila dari Ilmu Silat Kera Gila! Ia sudah kehilangan dua tangan dan masih bisa menggunakan mulutnya! Di dalam air aku tidak TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ bisa melihat apapun, dan ketika kututup mataku ternyata aku tidak bisa memisahkan bunyi apapun! Ilmu pendengaran Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang hanya memisahkan bunyi pergerakan yang menggesek udara dan tidak berguna di dalam air! Gigitan Kera Gila di leherku sangat berbahaya dan tidak menancap lebih dalam hanya karena kukerahkan tenaga dalam pada tempat gigitannya, sehingga leherku itu menjadi sekeras kayu jati. Namun ini tidak bisa dibiarkan lebih lama, karena seperti cakarnya, gigitannya tentu juga beracun adanya, sesuai dengan nama ilmunya yang mengembangkan segenap perilaku kera. Gigitan dan cakar kera yang sesungguhnya tentu tidak beracun sama sekali, tetapi inilah Ilmu Silat Kera Gila. Dalam penanganan orang-orang golongan hitam, ilmu silat aliran apa pun selalu dihubungkan dengan racun yang mematikan. Aku masih memegang dua pedang di tanganku, aku harus melepaskannya jika ingin membebaskan diri dari terkaman Ilmu Silat Kera Gila ini. Tidak ada jalan lain, terpaksa kulepaskan kedua pedangku itu. Kukerahkan tenaga dalam sepenuhnya ke dalam kedua lenganku. Kuarahkan tangan kiriku mencengkeram tengkuk Si Kera Gila sampai gigitannya terlepas, bersama tangan kanan keduanya mencengkeram tengkuk itu dan menariknya sampai terbalik di hadapanku. Aku tidak dapat melihat apa pun di dalam air sungai pada malam berhujan lebat seperti itu, kecuali suatu sosok dengan kedua tangan yang sudah terbabat putus. Aku tidak boleh lengah, maka kuajukan tangan kananku ke dadanya dengan Jurus Telapak Darah. Dari arah mulutnya langsung tersembur cairan kehitaman yang sudah pasti adalah darah. Lantas kulepaskan tangan kiriku karena nyawa Kera Gila jelas sudah melayang, dan tubuhnya langsung diserap kedalaman air dalam kegelapan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku segera meluncur ke permukaan sungai. Hujan deras menyambutku dan arus sungai membawaku. Tak kulihat perahu tambang itu. Aku melenting ke atas dan berkelebat di antara hujan memanfaatkan apapun yang tampak mengambang. Aku melesat ke hilir karena mungkin saja perahu tambang itu melaju cepat ketika aku diseret Kera Gila ke dalam air. Namun meski kuperkirakan betapa semestinya aku telah mendahuluinya, karena aku menggunakan Jurus Naga Berlari di Atas Langit, ternyata perahu tambang itu tidak tampak lagi! Apakah mereka telah mengalami sesuatu dan tenggelam" Mengingat keterampilan Radri dan Sonta kurasa hal itu tidak mungkin. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Membayangkan perahu tambang besar dengan pedati-pedati beserta kerbau penghelanya itu aku merasa sangat khawatir. Apakah yang telah terjadi" Bagaimana nasib para mabhasana " Terbayang olehku, kedua tangan bercakar Kera Gila yang putus masih ada di atas perahu itu. (Oo-dwkz-oO) Episode 43: [Ingatan Matahari dan Ketenangan Rembulan] AKU berdiri di atas sepotong kayu mengikuti arus sungai. Hujan makin deras. Aku tidak bisa melihat apa pun. Namun ketika kilat bersabung dan bumi untuk beberapa saat mendadak terang benderang, sempat kulihat berpuluh-puluh sosok dengan wajah menyeringai sedang mengintai dan siap menerkam dari atas pohon. Aku terkesiap, sisa anak buah Si Kera Gila masih cukup banyak! Agaknya mereka siap menuntut bela atas kematian junjungannya. Ketika kilat bersabung untuk kedua kalinya, di antara tirai hujan terlihat mereka bergerak serentak dari kedua tepi sungai dan menyerbuku. Mereka semua berlari di atas air. Jelas, anak buah Kera Gila yang datang menyerbuku ini ilmu s ilatnya jauh TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ lebih tinggi dari mereka yang berenang seperti ikan lumbalumba. Gerakan mereka cepat dan ringan, seperti kelelawar memangsa ikan, yang nyaris tak menyentuh air untuk memangsa sebelum kembali mengudara, dan kali ini mereka semua bermaksud memangsa diriku! Apakah mereka yang telah melenyapkan perahu tambang itu" Namun mereka tidak memberi aku kesempatan berpikir, orang-orang pertama yang bersenjata belati panjang berkilat itu telah berada di hadapanku, kuputar tubuhku dan tanganku Lembah Akhirat 1 Raja Naga 19 Dewa Pengasih Bandit Penyulam 3

Cari Blog Ini