Ching Ching 13
Ching Ching Karya ??? Bagian 13 "Ah, why does he leave on his birthday?" "His birthday celebration is still eight years away. The guests are early!" gerutu Chia Wu Fei, murid kelima Pek San Bu KOan itu. Para tamu meski merasa tersindir, berlagak tidak mendengar saja. Mereka tidak datang untuk mencari ribut, bahkan justeru mereka yang punya kepentingan. Maka dari itu sindiran Wu Fei ditelan saja dengan mendongkol. Chun Kian melirik adik seperguruannya. Chia Wu Fei berlagak tidak tahu, terus saja masuk ke dalam. Tunggu punya tunggu, Li Wei Ming tak juga pulang, padahal hari telah menjadi gelap, tidak sopan untuk terus diam disitu tanpa diundang. Para tamu menjadi gelisah sementara Chun Kian dan Yuk Lau sepakat takkan menawarkan tempat tanpa persetujuan guru mereka. Akhirnya ada juga yang tidak betah berdiam saja. Mewakili semuanya ia menghampiri Miaw Chun Kian. "Actually, we do have other business to discuss with your teacher. But since he's not here, you can act as his pr considering you're the first student of this school." "I'm flattered. But if it's really important, I think you'd better talk directly to Teacher," kata Chun Kian merendah. "Gurumu sengaja menghindari kami, biarpun kami menunggu juga toh tak bisa terlalu lama. Memangnya kami tiada kerjaan lain?" Seorang wanita setengah baya menyahut dengan ketus. Ching Ching 397 Miaw Chun Kian mengenali orang sebagai Hu Yong Giok Tiap (Kupu kupu kemala tamanmelati). Wanita ini adalah pemimpin perguruan Hu Yong Pay di selatan. Perguruan yang hanya menerima anak perempuan sebagai murid. Dan X1 ini memangnya terkenal bermulut pedas. "Boanpwee rasa suhu tidak sengaja menghindar." bantah Chun Kian halus,"hanya saja beliau tidak menduga akan kedatangan cu-wi sekalian." "Sudahlah, tiada guna mempersalahkan orang lain." melerai seorang tetamu. Miaw Chun Kian belum pernah bertemu dengannnya. Akan tetapi melihat betapa orang ini belum sampai seumur gurunya, akan tetapi jenggotnya sudah melebihi dada, pula melihat senjata orang yang serupa pit dari besi, lantas ia segera tahu orang berjuluk Tian Sie Su Sing (Pelajar berjenggot panjang) bernama Sie Kong. Orang itu berkata lagi, "Urusan kami tidak melulu hanya dapat diselesaikan gurumu, malan kukira kau lebih dapat membantu mengenai persoalan ini." "Ah, Sie Tay-hiap terlalu menyanjung. Kalau boleh kutahu, urusan apakah kiranya itu" Andaikata tidak melanggar aturan perguruan, dan tidak melanggar kupunya prinsip, senang hati boanpwee (aku yang muda) membantu." "Urusan ini adalah mengenai Lie Siaw Li Hiap....." Tian Sie Su Sing sengaja menggantung ucapannya untuk melihat reaksi Chun Kian dan Yuk Lau. Si pemuda she Yuk nampak agak terkejut, sebenarnya Miaw Chun Kian juga tak kalah kaget, akan tetapi ia lebih dapat menahan perasaannya. "Lie Mei Ching memang pernah menjadi murid di Pek San Bu Koan, akan tetapi kedudukannya tersebut sudah dicopot oleh Suhu sendiri, bahkan untuk selanjutnya ia tak boleh menginjakkan kaki di tempat ini lagi. Maka boleh dibilang urusannya tidak ada sangkut paut dengan kami." "Memang benar. Akan tetapi Lie Siaw Lie Hiap adalah adik angkatnya Yuk-heng disini bukan?" Tian Sie Su Sing berpaling pada Yuk Lau. Si pemuda she Yuk menjadi pucat. Ia tak dapat bersuara untuk beberapa lama. Pandangan setiap orang menuju kepadanya. Mau tak mau gentar juga Yuk Lau. "Memang benar. Lie Mei Ching adalah adik angkatku. Akan tetapi hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan perguruan kami. Dan kalau adikku ada berbuat salah kepada cu-wi sekalian, biarlah aku mewakilinya memohon maaf." Yuk Lau sudah akan berlutut, akan tetapi Tian Sie Su Sing lekas memapahnya berdiri. "Oh, bukan...bukan. Ah, Yuk-heng rupanya salah mengerti. We only want to enquire the whereabouts of Lie Siaw Li Hiap, bukan mau menuntut balas!" "Ah, andaikata Ching-moy tiada berbuat salah, kenapa cianpwee sekalian mencarinya?" "Ini... Apakah kau tahu dimana dia adanya?" Yuk Lau berkerut kening. Tien Sie Su Sing mengerti. Pemuda itu tentu mengharap pertanyaannya dijawab lebih dahulu. "Hehhhh, baiklah, kiranya kami memang harus berterus terang. Semenjak kami mendengar bahwa Lie Mei Ching belum mati, bahkan dapat pulang dengan selamat dari Kim Gian Siang Coa Ko (sarang siluman ular) maka kami sepakat untuk menemui Lie Kouwnio guna menanya kediamannya siluman tersebut untuk kemudian beramairamai menyerbu dan membasmi kawanan siluman disana. Kami sudah mencari kemanamana, akan tetapi seperti kau tahu Pek Eng Pay sudah hancur, sedangkan di tempatnya si tukang copet Ban Jiu Touw Ong juga tak ada, satu satunya kerabat hanya engkau dan Yuk Toa-hu. Maka kami mencari kemari." "Nah, setelah kau tahu maksud kami, apa kau tidak segera memberi tahu dimana adanya nona Lie?" bertanya pula Hu Yong Giok Tiap. " I'm very sorry, but I'm afraid I can't help you in this matter." Ching Ching 398 "Kenapa pula" Kau tidak mau memberi tahu dimana tempatnya Lie Mei Ching?" "Pada sesungguhnya aku tiada mengetahui di mana adikku berada. Memang ia pernah datang sekedar menjenguk Kong-kong, tapi kemudian pergi tanpa berpesan." "Bohong!" menuduh Hu Yong Giok Tiap. "Memangnya kau tidak mau memberi tahu kenapa pakai segala macam alasan?" "Aku tiada berdusta. Akan tetapi andaikatapun kutahu, tak mungkin kuberitahukan pada Cianpwee sekalian?" "Huh, aku jadi curiga, Lie Mei Ching sengaja sembunyi, kalian menutup- nutupi. Jangan jangan sama-sama sudah bersekutu dengan Kim Gin Siang Coa Pang?" "Cianpwee harap jangan menuduh sembarangan." "Tuduhanku beralasan. Kau sengaja tidak memberitahu, gurumu juga hilang dengan tiba-tiba. Apa bukan sekongkol namanya" Kini kutahu kebusukan kalian. Kelak bila kutemukan Lie Mei Ching, kubunuh sendiri dia!" "Siapa hendak bunuh siapa ?" mendadak terdengar suara dari luar. Bersamaan dengan itu seseorang memasuki ruangan dengan gagahnya. "Suhu!" berseru Yuk Lau dan Miaw Chun Kian berbareng. "Cu-wi, kedatangan cu-wi sekalian terlambat kuketahui. Harap diimaafkan kalau aku telat menyambut." "Ha, Lie Wei Ming, kalau boleh kutahu, darimana saja kau?" "Kalau Hu Yong Giok Tiap yang terhormat ingin tahu, sepanjang pagi ini aku menikmati hawa sejuk pegunungan, mengaggumi pemandangan alam yang indah, tenang dan damai tanpa segala keributan. Untuk kemudian menyadari bahwa diriku bukan orang muda lagi." Li Wei Ming tersenyum. Tian Sie Su Sing tertawa, kemudian maju kehadapan Sang guru besar. "Kebetulan Li tay-hiap pulang cepat, jadinya kesampaian maksudku untuk mengucapkan selamat ulangtahun kepadamu." "Aha, terimakasih, terimakasih. Rupanya saudaraku Tian Sie Su Sing belum melupakan hari jadiku, sungguh aku merasa tersanjung." Kemudian buat beberapa lamanya Li Wei Ming sibuk menerima ucapan selamat dari kanan kiri. "Ah, kalian sudah berbaik hati mau mengunjungi aku, sambutanku malahan kurang meriah. Bagaimana kalau sekarang kita bersantap dulu sekedarnya" Aku bermaksud menyulang secawan arak untuk sahabat semua. Ah-Kian, Ah-Lau, cepat keluarkan suguhan!" Yuk Lau dan Chun Kian segera saja pergi ke belakang. Tak berapa lama kemudian telah disiapkan makan-minum buat semua orang. Urusan mengenai Ching- ching jadi tertunda buat beberapa lamanya. Akan tetapi setelah perjamuan selesai, kembali Hu Yong Giok Tiap membawa persoalan ke permukaan. Sedari tadi memang dia yang paling tidak sabar menanti jawaban. Yang lainnya meski sama penasaran, tetapi sungkan untuk membuka pembicaraan lebih dahulu. Maka mereka diam diam berterimakasih pada si Kukupu kupu kemala. Sebelum menjawab pertanyaan orang, Li Wei Ming menghela napas. "Mengenai nona Lie, aku juga tidak mendengar banyak. Yang kutahu hanyalah bahwa ia belum mati, melainkan ditawan oleh Kim Gin Siang Coa Pang. Cara bagaimana ia dapat lolos, atau bagaimana keadaannya sekarang aku sendiri tidak tahu." "Tetapi bukankah engkau adalah.....eh, pernah menjadi gurunya?" "But you are ... ehm, were her teacher?" "That's true. Unfortunately, Miss Lie did a "Benar. Sayangnya Lie Kouwnio pernah melakukan kesalahan besar sehingga aku Ching Ching 399 sendiri terpaksa memutuskan hubungan guru-murid. Selanjutnya kami tiada bertukar kabar lagi." "Kami telah menanya hal yang sama pada Yuk-Lau Siaw-hiap, akan tetapi nnampaknya ia enggan membantu. Padahal urusan kami dengan Lie Kouwnio hanya sekedar mohon petunjuk demi untuk membasmi partai jahat. Bagaimana menurut pandangan Li Tayhiap?" "Aku mengerti maksud baik saudara semuanya, akan tetapi urusan keluarga murid sendiri tak dapat aku mencampurinya......" "Akan tetapi muridmu itu sebenarnya adalah cucu adik seperguruanmu. Jadi kau sendiri tak dapat dibilang orang luar dalam hal ini." Li Wei Ming tak dapat berkata kata. Memang benar, Yuk Long, Yuk-Toahu yang terkenal adalah juga adik seperguruannya. "Li Tay-hiap, dalam hal ini bolehkah kami menanyai muridmu sekali lagi?" "Tentu. Akan tetapi aku juga tidak dapat nanti terlalu memaksa." "Asal Tay-hiap mau bantu menanyakan, rasanya sudah cukup." kata seorang. Yang lain setuju. Masing-masing sama berpikir, apabila gurunya sendiri yang menanya, mana mungkin Yuk Lau berani berdusta selagi menjawab" Yuk Lau segera dipanggil datang. Pemuda itu ditanyai sekali lagi. Akan tetpi dengan sikap menyesal sekaligus lega, ia menjawab sama. "Teecu (murid) benar-benar tidak tahu dimana adanya Gie-moy (adik angkat). Tempo hari dia pergi tanpa berpamit lagi." "Baiklah. Kau boleh pergi." kata gurunya. "Tunggu. Kami dengar perhubungan Lie Mei Ching tidak melulu hanya dengan Yuk Siaw-hiap seorang. Kabarnya ia juga cukup akrab dengan murid yang lain." Li Wei Ming memang sudah mendongkol, tambah kesal sedari tadi terus dipaksa. Ia memanggil juga Miaw Chun Kian dan Chia Wu Fei. Keduanya ditanyai hal serupa. Miaw Chun Kian tegas tegas menjawab tidak tahu, sedangkan Wu Fei cuma menggeleng saja. Sekilas matanya melirik Yuk Lau bersamaan pemuda itu juga menatapnya. "Nah, kalian lihat sendiri. Kiranya persoalan ini boleh dicukupkan sampai disini ?" "Sebentar." kata Tian Sie Su Sing. Ia menghampiri Wu Fei. "Wu Siaw-hiap, kapan terakhir kau bertemu Lie Kouwnio?" dia bertanya. Wu Fei gelagapan. "Eh,.....entah, rasanya sudah lama." "Berapa lama" Setahun" Sebulan" Atau baru kemarin?" Chia Wu Fei nampak terkejut, tapi ia tiada berkata-kata. Kepalanya tunduk menekuri lantai. "Hmm, kau tidak menyangkal bahwa baru kemarin menemui Lie Kouwnio?" "Lie Tay-hiap, it seemed that your student has the guts to lie in front of you," menjengek Hu Yong Giok Tiap. Muka Li Wei Ming merah padam. Ia merasa dipermalukan didepan semua orang. "Chia Wu Fei, you dare lie in front of your teacher?" membentak dia. Wu Fei menggeleng. Serta merta lututnya ditekuk. "Teacher, Sute didn't lie!" membela Chun Kian. "He didn't say anything, did he" He didn't say that he didin't know, or that he did" Li Wei Ming menyadari kebenaran kata muridnya tertua. Maka ketika menghardik Wu Fei suaranya tidak terlalu keras lagi. "Kuberi kesempatanmu untuk berterus terang. Andaikata masih juga berbohong aku sendiri yang akan turun tangan menghukum!" "Teacher, I ... I ..." "Tell me, do you know where Miss Lie is?" Ching Ching 400 Wu Fei nodded. "I do. But I also promised not to tell anyone." Hu Yong Giok Tiap mendelik, "Meskipun ini menyangkut kepentingan semua orang, untuk membasmi yang jahat, apa kau masih tidak mau omong?" "Janji seorang jantan, biar mesti mati juga tidak boleh dilanggar!" berseru Wu Fei dengan gagahnya. Diam diam Li Wei Ming merasa bangga akan keteguhan muridnya. Namun ia juga enggan kehilangan muka. Dalam hatinya ia sendiri tidak tahu harus bagaimana. "Bocah, biar bagaimana kau harus bawa aku pada Lie Mei Ching itu. Aku punya dendam sedalam lautan terhadap Kim Gin Siang Coa. Sedapatnya kubalas selekas mungkin. Maka kau bawalah aku padanya!" tahu tahu Hu Yong Giok Tiap sudah berada di hadapan Wu Fei sembari menodongkan pedang terhadap pemuda itu. "Tapi ini......" Li Wei Ming hendak bicara namun keburu dipotong oleh si kupu-kupu kemala. "Li Tay-hiap, ini urusanku dengan muridmu seorang. Baik kau maupun perguruanmu tidak tersangkut paut. Demikian juga kupunya partai tak ikut campur. Tapi andaikan kau turun tangan berarti hubungan baik kita disudahi saja. Aku tak berniat sakiti muridmu, hanya kalau terpaksa......" Li Wei Ming tahu, Hu Yong Giok Tiap juga takkan sembarang membunuh orang. Maka ia tidak lekas turun tangan. Wu Fei sendiri tidak perdulikan orang. Seperti tidak dengar perkataan Hu Yong Giok Tiap ia tunduk saja di depan gurunya. "Eh, tak perlu kita pakai cara kasar. Kalau benar ia baru menemui Lie Kouwnio kemarin hari, berarti nona itu bersembunyi disekitar sini saja, sebab kalau tidak pasti ia bertemu salah satu dari kita diperjalanan bukan?" kata Tian Sie Su Sing. "Benar. Kita begini banyak orang, masa tidak dapat mencarinya disatu gunung begini saja?" sambut yang lain. "Kalau begitu segera saja kita bergerak!" berseru beberapa orang. Sedang keadaan ribut-ribut begitu mendadak tercium bau wangi menyengak disusul satu kabut kuning menyelimuti keseluruh orang. "Uap beracun, tahan napas!" seru Lie Wei Ming. Ia lantas bergerak menotok jalan darah ketiga muridnya supaya tidak keracunan. Ia sendiri telah tutup pernapasan sembari mengebut ngebut mengusir uap beracun yang datang. Peringatan Li Wei Ming tergolong lekas, tapi toh masih ada beberapa orang terguling sementara mereka yang kungfunya tinggi telah menutup pernapasan dan juga berusaha mengusir hawa beracun itu. Uap Kuning yang menghalangi pandang mata itu tidak lama bertahan. Sebentar kemudian semua hilang lenyap dari penglihatan. Pandangan menjadi terang jelas seperti biasa. Hampir serempak semua melihat satu pisau menancapkan surat di belandar rumah. "Yang berniat membikin susah Lie Kouwnio berarti cari mati!" Hu Yong Giok Tiap membaca keras keras. Padahal sebenarnya tak perlu karena semua telah dapat membaca isi surat itu. "Who sent this letter?" "Siapa lagi kalau bukannya si bocah sombong she Lie. Mentang mentang telah dapat keluar dari Kim Gin Siang Koay Ko ia lantas besar kepala. Hah, dasar bocah rendah !" memaki Hu Yong Giok Tiap. "It's not Miss Lie!" Lie Wei Ming said. He looked outside and yelled, "Saudara yang ada diluar sana, sudah datang kenapa tidak menampakkan diri ?" Dari luar terdengar angin menderu. Tahu tahu sesosok manusia dengan baju hitam Ching Ching 401 menutupi kepala sampai kaki sudah berada ditengah tengah ruangan. Bandannya yang tergolong tinggi berdiri gagah, mukanya tertutup kain hitam memberikan kesan seram. Li Wei Ming maju menyoja. "May I know your name and where you are from?" Sosok hitam itu tidak menjawab. Ia mengacungkan pedang ke arah kertas. Matanya menyapu semua orang, seperti juga menegaskan isi surat. "We mean no ill will toward Miss Lie, we just want to inquire something. If you know where she is, I hope you would tell us. I promise, I will not even bother her hair." Sosok hitam itu hanya mendengus tak percaya. Ia membalikkan badan hendak pergi, namun Yuk Lau keburu menghadang. "Tay-hiap," ia menghormat. "Before you go, can you leave your great name. If I see my sister later, I can tell her, so she can thank you." Namun orang itu tak ambil peduli. Tanpa menoleh pada Yuk Lau ia melanjutkan tindakannya. Ini sebenarnya merupakan suatu penghinaan meskipun tidak tergolong berat, namun nyata nyata merendahkan si pemuda she Yuk. Untung Yuk Lau termasuk Ching Ching Karya ??? di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sabar, lagipula orang ini membela adik angkatnya, maka kedongkolan ditelan saja tanpa memperpanjang masalah. Sebaliknya dengan Hu Yong Giok Tiap yang lekas naik darah. Wanita itu ikut menghadang jalan orang. "Tanpa memberitahu nama atau menunjukkan tempatnya Lie Mei Ching, aku tak ijinkan kau pergi!" katanya. Orang itu tetap tidak gubris. Bukan main marahnya Hu Yong Giok Tiap. Kali ini ia tidak saja mencegat, tapi sekalian ayun senjata. "Berani kau anggap main-main ucapanku?" geramnya gusar. Sosok berbaju malam itu tidak kelihatan berkelit. Ia malah seperti tidak bergerak sama sekali. Yang bikin heran adalah mendadak saja Hu Yong Giok Tiap tersungkur jatuh. Dipipinya tampak segaris luka yang tak berapa lama kemudian terus saja mencucurkan darah. Mendadak terdengar suara berkeplok dari luar. Disertai tawa orang memuji, "Lihai, sungguh lihai. Tak nyana setelah lama tak memegang pedang ternyata toako masih mahir menggunakannya." Pemilik suara muncul dipintu, Semua orang melihat kearahnya. Segera saja roman muka mereka berubah pucat semua. Lantaran geram, benci, dendam, tapi juga ketakutan. "Siaw-tee, what are you doing here?" Chang Lun tertawa. "Carrying out Mother's orders, of course. What do you think" I should be asking you. Didn't you say that you were going to Kokan?" Tahulah semua orang. Sosok hitam itu tak lain adalah Chang Houw adanya. "So it is true. Lie Mei Ching ternyata adalah anteknya Kim Gin Siang Coa Pay. Tak heran ia boleh keluar hidup hidup dari sana!" "Jangan sembarangan omong!" Chia Wu Fei berseru, melompat kehadapan Hu Yong Giok Tiap yang barusan berbicara. "Buktinya ada di depan mata, masih tuduh aku sembarang omong?" bantah Hu Yong Giok Tiap. "Nanti dulu," Chang Houw buka penutup mukanya seraya menyela. "Miss Lie ..." "Memang Lie Kouwnio sudah kami anggap orang sendiri. Malah tak lama lagi ia bakal menjadi enso-ku," potong Chang Lun. "Siaw-te.....!" Chang Lun membentak. Tapi suaranya hilang oleh keributan di luar. Sejumlah murid Pek San Bu Koan yang berlarian masuk ruang pertemuan. "Fire!" seru mereka gugup. "There's a fire!" Ching Ching 402 Lie Wei Ming melompat menghampiri. "Where's the fire?" "Teacher ... everywhere ... everywhere's on fire!" Pada saat bersamaan di dalam ruangan mulai terasa panas. Kiranya bangunan dibelakang ruangan situ juga sudah mulai terbakar. Chang Lun tertawa. "Tak usah repot-repot berusaha memadamkan. Semua bangunan sudah kena api yang dilemparkan anakbuahku. Tinggal gedung ini masih selamat karena kakakku ada disini. Sebentar kami juga akan pergi. Tapi........" Belum lagi beres Chang Lun bicara. Banyak orang segera berlari keluar. Namun segera terdengar jeritan seram, suara senjata beradu dan banyak yang mundur kembali dalam keadaan terluka. "You all should've listened to me. Outside, my men are waiting. Whoever comes out before I leave, will be killed. Whoever comes out after I leave, will be torn by arrows. For your information, our poison-arrow squad is better than the palace's. Also, we don't use ordinary poison." Chang Lun told them like telling a story. Chang Lun memberitahu dengan cara seperti bercerita saja. Tapi sikapnya itu tidak berani dipandang enteng yang lain. Mereka juga tak punya nyali pergi keluar. Memang mereka tak takutt panah. Kena satu-dua saja kalau bukannya tepat dijantung atau leher, tak lantas menyebabkan kematian. Yang lebih ditakuti adalah racun di mata panah. Semua tahu kelihaian racun Kim Gin Siang Coa Pang melebihi jahatnya racun Ban Tok Pang. Mereka lebih takut mati merana sebab racun-racun itu. "We needn't be afraid. As long as he doesn't leave, this place won't be burnt. Why don't we kill them both. That way, they won't come out ever!" mengusul seseorang. Beberapa pendekar lantas setuju. Tak peduli rasa malu dan sikap kesatria, beramai-ramai mereka mengurung Chang Houw dan Chang Lun. "Bagus. Rupanya kepingin lekas mati, ya" Toako, mereka ini cukup aku saja yang hadapi." Sambil tertawa tawa Chang Lun melayani. Para pendekar silih berganti melawan dua pemuda itu. Begitu satu terpukul, yang lain segera ambil posisinya. Akan tetapi Chang Lun tak berniat main lama-lama. Setelah pamer beberapa jurusnya, ia mulai menurunkan tangan jahat. Satu persatu pengepungnya roboh tanpa nyawa. Jeritan dan darah menakuti seisi ruangan. Belum lagi api dan asap yang masuk ke dalam. Li Wei Ming tak sanggup lagi melihat para pendekar dibantai di kediamannya. Ia melompat kehadapan Chang Lun, menangkis kipasnya yang hendak bunuh orang. "Tell me, cara bagaimana supaya kau lepaskan kami semua?" "Kau mau mereka bebas" Suruh mereka tunduk dibawah panji-panji Kim Gin Siang Coa Pang!" "That's not possible!" "Alright, paling tidak kau harus tunduk pada kami." "If I agree, will you let them all go?" "What do you think?" Chang Lun balik menanya. "Teacher!" sisa murid Pek San Bu Koan serentak berseru. "Don't buy into his words!" "Ah, your students agree to die together," Chang Lun mendengus. "I will decide!" kata Li Wei Ming berseru. Entah ditujukan pada murid-muridnya ataukah pada Chang Lun. "Sungguh ksatria. Li Tay-Hiap, apapun keputusanmu, kami tak akan menyalahkan engkau. Sebab kami tahu kau selalu memikirkan kepentingan orang banyak." kata Ching Ching 403 Thian Sing Su Sing. Kata kata yang licik menjebak. Sebab dengan begitu secara halus ia menyuruh Liee Wei Ming menyetujui usulan Chang Lun demi kebebasan yang lain. Tapi Li Wei ming bukan orang yang gampang terhasut orang lain. Semua keputusan adalah pemikirannya sendiri. Ia tahu tindakan mana yang baik. "Baiklah!" katanya. Aku setuju. Harap kau ijinkan semuanya keluar." "Biasanya seorang yang mengaku tunduk padaku akan segera berlutut" Li Wei Ming merasa dadanya panas. Matanya juga pedas. Ia merasa amat terhina. Tapi demi semua kawannya......... Chang Lun tertawa. "Kau seorang kesatria, aku juga laki laki. Baiklah, semua orang boleh keluar dari sini." Pemuda itu bersuit dua kali guna memberi tanda kepada anak buahnya. Bergegas semua menerobos keluar. Tinggal anak-murid Pek San Bu Koan masih termenung ditempat, tidak percaya bahwa kini mereka menjadi murid anteknya partai paling jahat. "Semua yang keluar dari Pek San Bu Koan akan mati!" terdengar suara nyaring membelah angkasa, disusul satu selendang putih membentang, membelit tiang-tiang penyangga ruangan. Satu sosok putih meluncur enteng diatasnya. Dia berhenti tepat dihadapan Chang Lun. "Diluar sana berlapis pasukan pembunuh. Siapa berani menapakkan kaki diluar batas perguruan tak mungkin selamat!" "Lie Mei Ching! Pada akhirnya kau muncul juga!" berseru Hu Yong Giok Tiap dari luar gedung. "Hendak membantu calon suamimu?" Ching-ching sebenarnya sedang bersembunyi. Ia mendirikan pondok di dalam hutan di gunung itu. Kedatangan para pendekar diketahui, tapi sengaja ia tak mau tampakkan diri. Akan tetapi pada tengah malam ia terbangun lantaran terang dan hawa panas diluar. Terlihat kobaran api yang besar, arahnya dari Pek San Bu Koan. Tahulah si nona ada yang tidak beres. Dengan mengerahkan ginkang ia datang secepatnya ke perguruan tersebut. Diperjalanan ia melihat bayaangann anakbuah Kim Gin Siang Coa bersiaga. Maka ia bergerak makin cepat memberitahukan bahaya. Mana tahu begitu datang malah dituding pula. Gadis berbaju putih itu menoleh ke pintu. "Calon suami yang mana?" tanyanya. "Jangan berlagak pilon. Adik iparmu telah mengatakan semuanya!" Ching-ching lantas mengerti. "Liar!" serunya. "Chang Lun, berani kau cemarkan nama baikku" Aku bersumpah merobek mulutmu yang lancang itu!" "Toaso...."Chang Lun menggoda. Belum lagi ia selesai bicara, mulutnya hampir kena tampar selendang orang. Chang Lun segera menangkis, akan tetapi selendang malahan melibat lengannya dan menariknya pula. Sejenak adu tenaga antara Chang Lun dan Ching-ching. Selendang terentang makin tegang, makin tipis. Mendadak selendang itu putus! Keduanya terpaksa undur. Chang Lun terhuyung tiga langkah, sedangkan Ching-ching hampir jatuh ketanah. Namun lekas gadis itu melemparkan selendangnya ke belandar rumah dan berayun kembali berdiri di atas kain terentang. Belum lagi tegak berdirinya, si nona sudah menyerang sekali lagi. Chang Lun mengeluarkan kipasnya melawan selendang lemas yang menyambar. Ia bersiap menarik jatuh si nona bilamana sabuk kain itu melilit lagi. Mana tahu mendadak selendang lemas itu menegang. Ketika berbentur dengan kipas, mengeluarkan suara seperti dua benda keras bertumbuk. Namun begitu ketangkis, selendang segera menjadi lemas kembali, terulur membelit leher orang, mencekik dengan kuat. Chang Lun hendak menebas dengan kipasnya, tapi selendang yang membelit leher dilepas dengan bertenaga seperti juga memutar gasing. Karena tak siap, Chang Lun terpelanting terputar beberapa langkah. Mulailah pemuda itu merasa marah. Ching Ching 404 "Kau sendiri minta, hari ini juga kubuat kau minta ampun padaku!" Chang Lun melompat sampai hampir menyentuh atap. Kipasnya terkatup, sedia menyerang. Pemuda itu mengembangkan tangan seperti elang, hendak menendang dari atas. Sebelum terkena tendangan, Ching-ching lebih dulu ulurkan selendang membelit kaki orang. Mana tahu Chang Lun mendadak buka kipas. Sejumlah senjata rahasia meluncur. Ia sendiri menukik, mengitar lewat samping, hendak menebas pinggang si nona. "Awas senjata rahasia!" berbareng tiga murid tertua Pek San Bu Koan melompat menangkisi jarum-jarum halus yang ditebar. Akan tetapi seorang lain bertindak lebih dulu dari mereka. Chang Houw memutar pedang, menangkis senjata rahasia, sementara kakinya menendang pinggang Chang Lun. Sebelum adiknya terpental, lebih dulu disambar dan ia sendiri bersuit sembari melompat keluar. "Cuwi, aku berkata yang sesungguhnya Lie Kouwnio tak ada hubungan apa-apa denganku. Semua perkataan adikku dusta belaka. Dan lantaran Li Tay-hiap telah setujui syarat kami, maka kami juga takkan mengalangi kalian keluar dari Pek San Bu Koan. Lie Kouwnio, mengenai kelancangan adikku, kelak kami akan datang meminta maaf padamu!" Suara Chang Houw makin lama makin jauh. Belum lagi habis bicaranya, bayangan orangnya sudah lebih dulu lenyap. Kepergiannya diiringi suara berderap langkah sepasukan yang tak kelihatan dimana. Namun begitu suasana senyap, semua tahu bahwa Chang bersaudara dengan seantero anakbuahnya telah pergi. Namun para pendekar itu belum berani pergi. Di dalam ruangan juga sunyi senyap. Ching-ching berdiri lemas diatas selendang. Ketiga murid tertua Pek San Bu Koan juga tidak bersuara, sementara Li Wei Ming masih berlutut. Keadaan itu berlangsung beberapa lamanya. "Chun Kian!" mendadak Wei Ming memanggil muridnya tertua. Kesemua murid menghampirinya. "Aku hendak bicara dengan toa-komu dulu." maka yang lain lain segera menyingkir. "Teecu disini suhu!" Miaw Chun Kian turut berlutut. "I have something to say to you. While I am speaking, I hope you will not cut in or protest. After I am finished, I want you to take all your brothers and sisters out. Then burn this room, let all of the building burn to the ground. Then ..." "Ada pesan yang mau kusampaikan. Selama aku berkata, harap kau jangan menyela atau membantah. Setelah selesai aku berbicara padamu, bawalah semua adikmu keluar. Bakar juga ruangan ini, biarkan hangus runtuh semua gedung. Selanjutnya..." Li Wei Ming mengeluarkan sebuah kitab dari balik bajunya. "This is a book of a new style I've created. I wish I had time to give you guidance. Study it with your brothers and sisters. The five of you have to aid the destruction of the Snake School. When my wish is done, you will dismiss all your brothers and sisters. The White Mountain School is no more. They can search for a new Teacher. Forget all the Skills you have learn here. Seed for a good teacher and a good school. Are you capable?" "Buku ini mengenai ilmu yang kucipta. Sayang tiada waktu memberi petunjuk. Pelajarilah bersama adik-adikmu. Kelak berlima kalian harus bantu menghancurkan partai ular. Apabila tercapai pesan gurumu ini, bubarkan kesemua adikmu. Pek San bu Koan sudah runtuh. Mereka boleh cari masing masing guru baru. Lupakan semua ajaran Pek San Bu Koan. Carilah masing-masing guru dan partai yang baik. Apakah kau sanggup?" Ching Ching 405 "But why do I have to do this" Is it not ..." "Tapi kenapa teecu harus berbuat begitu. Bukankah....." "A-kian, I have taught you to think. Think so that you can then act without having to ask. Have you not still learned that yet?" Chun Kian terdiam. "Now, ask Miss Lie to see me. Not order, but ask her as one of the Warriors. salah satu pendekar." Pemuda itu menurut. Ia menghampiri Lie Mei Ching. "Lie Lie-hiap, my Teacher wishes that you would kindly see him." "Lie Lie-hiap, suhuku bermohon supaya engkau sudi datang kepadanya." suara Chun Kian bergetar. Ia mulai mengerti maksud suhunya. "Kenapa begitu sungkan?" Ching-ching heran. Tapi demi melihat roman muka Chun Kian ia pun tak banyak tanya lagi. Diulurnya selendang supaya terentang rendah dihadapan Li Wei Ming. Tak sampai menyentuh tanah, ada jarak sekitar satu dim. Ching-ching berlutut diatasnya sembari mengentengkan badang sehingga selendang itu terentang seperti tidak diberati bobot si nona. Li Wei Ming diam diam memuji tingginya ginkang Ching-ching. "Miss Lie, you have chase away mengusir the Chang brothers, I am most grateful." "Don't mention it. Cianpwee harap jangan sungkan They left of their own free will, not because of me." "Bagaimanapun you have a part in it. engkau ambil bagian didalamnya. And now you Dan Kouwnio telah sudi datang padaku, bukankah perlu kuberterimakasih?" "Cianpwee adalah orang yang boanpwee hormati dan kagumi. Selama ini Boanpwee yang tak berani menemui. Sekarang malahan diundang, bukankah suatu kehormatan?" "Aku ini orang yang tak pandai berbasa-basi. Sekarang inipun undanganku adalah untuk minta pertolonganmu." "Cianpwee tinggal menyebutkan, pasti segera boanpwee laksanakan." "I dare not ask you to be my student, but mau tak mau I have to ask you to help my students to destroy the enemy with the ilmu yang kuwariskan. With it, the reputation of Pek-san-bu-koan can be restored, if only a little. If you would not ..." Dengan demikian mengembalikan sedikit kedudukan Pek San Bu Koan. Tapi apabila kouwnio tidak berkenan ..." "It is an honor, sir." Ching-ching membungkuk sampai kepalanya menyentuh pinggiran selendang. "I dare not ask to be your student, but I hope you will grant me one wish. If you approve, I wish to consider your students as my brothers and sisters." Li Wei Ming tahu, Ching-ching senang hati meluluskan permintaannya. Gadis itu juga masih menganggap saudara kepada murid-muridnya berarti juga menganggap dia sebagai guru, tapi tak berani menyebut lantaran takut dianggap lancang. "Ching-ching," panggilnya, "your teacher has one more favor to ask." Ching-ching merasakan hatinya gembira dipanggil murid. Matanya basah karena haru. Disampingnya Miaw Chun Kian malah sudah sibuk mengusap air mata. "Teacher, teecu siap laksanakan semua perintah suhu." "When the time comes, do not let anyone hinder my wish. niatanku." "What do you mean?" "Chun Kian, mulai sekarang, murid Pek San Bu Koan boleh menggunakan ilmu apapun untuk melawan Kim Gian Sian Coa Pang. Selama tidak digunakan untuk berbuat keji." "Yes, I understand." "Now, bring all your brothers and sisters out. Don't forget to light the fire." Ching Ching 406 "Teecu permisi." Miaw Chun Kian mengajak Ching-ching pergi. Gadis itu mengikut dengan heran. Pun ketika semua tiba diluar, setelah membawa sekalian jasad para pendekar yang terbunuh, gadis itu masih belum mengerti. "Toako, ini....." "Kita keluar!" Lantaran masih teralang sumpahnya, Ching-ching keluar dengan melompat, menjejak Ching Ching Karya ??? di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sekali ke wuwungan atap dan kemudian duduk di dahan pohon diluar. Miaw Chun Kian menutup pintu. Adik adiknya yang lain bertanya tanya. "Toako, what about Teacher?" "Is he not coming out with us" Chun Kian tidak menjawab. Ia mengumpulkan ranting, menumpuknya di depan pintu. "Toako, what are you doing?" Miaw Chun kian Mengambil suluh, menyundut ranting-ranting kering. "Toako, kau mau membakar suhu" Have you gone crazy?" Ching-ching juga tidak mengerti. Dengan mengulur selendangnya ia hendak merebut obor di tangan Chun Kian. Pemuda itu berkelit. "When the time comes ..." pemuda itu berteriak dengan gemetar. Teriakan yang ditujukan pada si nona. Ching-ching understood. She had promised to help her teacher kill himself. Hatinya tergetar. But a promise is a promise. Maka si nona menarik mundur selendangnya dan malah digunakan menyusut air mata. "Toako, what is this?" Yuk Lau dan Wu Fei juga mengalangi. Tahu tahu selandang putih menyambar lagi, mengenai jalan darah kedua pemuda itu. "Siapapun tidak boleh mengalangi!" seru si nona. "Apa kau sudah dipengaruhi gadis iblis itu?" Hu Yong Giok Tiap bertanya. "This is my teacher's wish. Teacher would rather die than ruled by evil." Chun Kian melanjutkan pekerjaannya. Rupanya Chang Lun juga telah menebar bubuk api di sekitar tempat itu, maka api pun segera berkobar melahap gedung dengan suara berkeretak. Chun Kian tidak banyak buang waktu. "Suhu berpesan supaya kami meninggalkan tempat ini. Sebelum itu sebaiknya mengantar tamu. Silakan!" Ia mengusir secara halus. "Tunggu, tujuan kami kemari adalah mencari nona Lie!" seru seseorang. Yang lain seperti diingatkan, lantas berhenti bertindak, menoleh pada Chingching. "Sebelum berkabung seratus hari,tak nanti kuberikan apa yang kalian mau." seru Ching-ching. "Kalau ada seorang saja yang datang menemuiku sebelum waktunya, maka aku akan bungkam selamanya!" "Kalau kita tak usah memaksa lagi." kata Thian Sing Su Sing."Tapi seratus hari lagi boleh kita kembali guna menyembahyangi Lie Tay Hiap." pendekar itu mendului pergi. Yang lain juga tak mau lama-lama disitu dan segera perrgi. Tinggal anak murid Pek San Bu Koan masih memandang api yang berkobar buat beberapa lama. Satu persatu mulai berlutut didepan gedung yang terbakar. Terakhir adalah Miaw Chun Kian. Ching-ching membentang selendang diantara dua batang pohon dan turut berlutut. Penghormatan terakhir pada guru mereka. Tiga hari lamanya murid-murid Pek San Bu Koan masih tinggal di gunung putih. Setelah itu Miaw Chun Kian mengumpulkan mereka semua menyampaikan amanat gurunya. Ching Ching 407 "Before he died, Teacher asked me to mengumpulkan lima muridnya untuk mempelajari ilmu yang diciptakan untuk menghadapi Kim Gin Siang Coa Pang. Ching-ching sekarang ada disini bersama kita, tapi In Sioe Ing entah berada dimana." Adik adik seperguruannya segera mengerti. "Suhu tentu ingin supaya kita bangun kembali kejayaan Pek San Bu Koan. Ilmu yang beliau ciptakan bisa membantu." "Kalau begitu Suheng dan Ching-ching tidak usah pusing. Biar kami saja yang mencari Su-ci. Kelak kalau Pek San Bu Koan sudah tegak kembali bolehlah kami belajar dari suheng sekalian." "Ternyata adik-adikku begini bijaksana. Kalau suhu tahu, tentu beliau merasa bangga." Begitu nama suhunya disebut, kesedihan kembali masuk ke hati masing masing. Chun Kian tidak membiarkan lama-lama. "Baiklah. Kalau begitu sekarang saja kita pencaran. Nanti kira-kira sebulan lagi kita kembali berkumpul. Tapi apabila ada yang menemui Su-moy sebelum itu boleh memberitahukan pada kami. Kami akan menanti dibalik gunung. Semua mengannguk mengerti. Tanpa buang tempo lantas berpencar. Chun Kian dan yang lain pergi ke balik gunung diantar Yuk toahu yang selama ini ikut bersembunyi dengan Ching-ching. "Su-siok, kami akan tidur di gedung uji saja. Sehari hari akan berlatih dipelataran, sampai disini saja susiok mengantar." "Aku akan diam di pondoknya Ching-ching saja dekat dari sini." "Tapi..." "Nanti tiap hari akan kutinggalkan makanan, jadi kalian bisa sepenuhnya berlatih." "Begitu juga baik." kata Ching-ching. "Nanti sekali-kali aku membantu Kongkong." "Tak usah. Kau berlatih saja. Jangan kecewakan gurumu. Nah, aku tinggalkan sampai disini saja. Jaga diri kalian." "Kong-kong juga." mereka saling berpamit. Miaw Chun Kian, Yuk Lau, Chia Wu Fei dan Ching-ching memasuki gedung ujian. "Senjatanya Ching-ching ada di ruang senjata. Kita ambil bersama." Mereka melewati lorong-lorong batu. Ching-ching jadi ingat pengalamannya dulu. Tapi ia merasa heran. Selama mereka lewat, tak terdapat satupun jebakan.Mereka tiba di ruang senjata. Chun Kian segera menuju satu pojokan, mengambil satu kotak segi empat. "Ching-ching, kau ambillah pedangmu." "Pedangku" " sambut Ching-ching keheranan melihat wujud pedang itu yang ternyata sama persis dengan miliknya dulu. Sebuah pedang lemas yang bisa dibawa melingkar pinggang."Bukankah pedangku sudah dilipat patah?" "Pedang yang dipatahkan suhu dulu sebenarnya adalah pasangan pedang yang ini. Kabarnya dulu pedang ini dipakai dua kakak beradik atau apa. Yang jelas setelah kau pergi, Sian-suhu(mendiang guru) menyimpan potongan pedang itu dan menyimpan keduanya diruangan ini. Mengapit pedang milik Sian-Ji-suci" kata Wu Fei. Setelah mengambil senjata, Chun Kian mengeluarkan kitab pemberian gurunya dan bersama dengan adik-adiknya meneliti keseluruhan buku tersebut. Ternyata kitab itu terdiri dari lima bagian yang terpisah. Isinya banyak berupa gambar yang ditambahi keterangan. "Buku ini bisa dibagi-bagi sesuai jurus dasar dari ilmu pedang teratai yang Ching Ching 408 sudah kita kuasai. Begini saja. Kita masing masing mempelajari satu, memilih satu ruangan untuk berlatih sendiri-sendiri, dan setiap tiga hari kita bertemu untuk berlatih bersama, bagaimana" " "Sendiri sendiri. Bagaimana kalau ada bagian yang tidak dimengerti?" tanya Wu Fei. "Kalau begitu boleh tanya yang lain, asal jangann terlalu sering." "Aku akan pakai ruangan dibelakang situ, yang tadi kita lewati." kata Chun Kian. "Aku sebelahnya." "Aku belakangnya" "Aduh, aku dipaling ujung!" keluh Wu Fei. "Mulai sekarang, jangan pikirkan hal lain selain berlatih. Mengerti?" Yang lain mengangguk. Siang itu juga mereka mempelajari bagian masing- masing. Entah sudah berapa lamanya mereka berlatih. Suatu kali ketika mereka berlatih, Yuk Toahu datang membawa berita. "Mereka sudah menemukan Sioe Ing. Ia ada di The Po Tiong (kelenteng pusaka bumi)" "Mau apa dia disitu?" "Katanya dia mau jadi Nikouw(biarawati)" "Lantas?" "Dia bilang dia takkan kembali." "Ai, dia sudah pilih jalan hidupnya. Apalagi yang bisa kita lakukan?" "Aku akan menyusulnya!" "Jangan. Sebagai Nikouw ia tak boleh membunuh, harus meninggalkan masa lalu. Jangan ganggu lagi." Cegah Chun Kian. "Tapi kalau begitu ilmu yang kita pelajari akan banyak sekali kelemahannya." "Kalau begitu, biar aku yang pelajari dua bagian." kata Chun Kian. "Su-heng, bagian Su-ci harus menggunakan tenaga Im. Biar aku yang melaksanakan." kata Ching-ching. "Sudahlah. Nanti kalau berlatih bersama, kita saling menambal kekurangan masingmasing. Begitu saja. Tak perlu satu orang menanggung semua." "Berarti kita harus berlatih duakali lebih giat." "Apa boleh buat." "Jangan pikir duakali beratnya. Pikirkan betapa senang kalau dapat mencincang habis partai siluman ular itu." Ching-ching memberi semangat. "Kau benar!" Wu Fei tersenyum dan semenjak itu ia tak banyak mengeluh lagi. -oOo- Tak terasa tiga bulan telah lewat. Tiba saatnya sembahyang 100 hari kepergian guru mereka. Sisa murid Pek San Bu Koan berlutut sembari memegang hio didepan bekas reruntuhan perguruan mereka yang hangus, mendoakan arwah guru mereka. Tapi belum lama kemudian mulai berdatangan wakil dari partai-partai lain. Masing-masing membawa hio dan menancapkannya ditanah, didekat papan nama Pek San Bu Koan yang tidak jelas lagi tulisannya. Kemudian mereka menunggu sampai upacara selesai. Tanpa berkata semua sudah tahu tujuan kedatangan tiap orang. Semua menunggu Ching-ching. Tapi gadis itu sendiri tengah sujud begitu khusyuk, berlutut menunduk diatas selendang putih yang terbentang satu dim diatas tanah. Tiada yang berani mengganggu si nona, kuatir ia melaksanakan sumpahnya tidak akan membuka rahasia markas Kim Gin Siang Coa Pang. Maka meski dengan penasaran, semua menunggu, memaksa diri untuk bersabar. Susul menyusul tiap orang datang. Ada yang mewakili kelompoknya, ada yang datang atas nama sendiri. Dari mereka diantaranya datang juga Wang Li Hai. Pemuda itu Ching Ching 409 merasakan sikap bermusuhan dari para murid Pek San Bu Koan. Tapi ia tak perduli, sama tidak perduli pada para pendekar yang lain. Maka dari itu ia sengaja memisahkan diri. Kedatangannya cuma untuk menemui Ching-ching, lain tidak. Mentari sudah tinggi diatas kepala. Hampir semua orang sudah ada di situ. Tapi kemudian datang menyusul seorang wanita muda mengenakan pakaian berwarna kelabu. Rambutnya digelung sederhana dipuncak kepala tanpa hiasan. Kedatangannya tidak menarik perhatian. Baru ketika setelah menancapkan hio, ia ikut berlutut diantara anak-murid Pek San Bu Koan, barulah semua menengok kepadanya. Memang ia tak lain In Sioe Ing adanya. Bukan main kegirangan semua murid perguruan. Mereka ingin menyapaa, ingin bertanya. Namun kesemua sama tak mau merusak suasana hening yang khusyuk, maka merekapun bungkam. Setelah kedatangan In Sioe Ing menyusul pula datang serombongan orang. Dari pakaian seragam berwarna hijau, kiranya adalah orang Cheng Kok Pai. Diantara mereka terdapat pula Thio Lan Fung dengan ayahnya. Diam diam semua saling pandang. Semua sudah dengar kabar burung mengenai bentrokan antara In Sioe Ing dengan nona she Thio itu. Dengan tegang masingmasing menunggu reaksi nona she In terhadap seterunya. Akan tetapi betapa mereka kecewa melihat In Sioe Ing hanya tunduk saja membaca doa dengan roman tidak berobah. Menjelang sore, Miaw Chun Kian mendului berdiri meninggalkan reruntuhan Pek San Bu Koan. Semua murid berdiri dan para tamupun hendak pergi juga. Tapi tidak demikian halnya dengan Ching-ching. Ia masih tak bergeming diatas selendangnya dengan sikap yang sama sedari pagi. Agaknya Ching-ching belum berniat untuk menyelesaikan sembahyang. Tetamu yang sesungguhnya lebih berkepentingan dengan si nona mulai kehilangan kesabaran. Terutama sekali Yao Soat Bwe yang bergelar Hu Yong Giok Tiap itu. "Bocah itu kiranya sengaja mempermainkan kita." cetusnya kesal. "Tak cukup kita menunggu dari pagi apa mesti juga menunggu semalaman. Dikiranya kita tidak capek ?" "Biarlah kita menunggu barang sebentar lagi. Kulihat Lie Siaw Lihiap juga sudah lelah menahan berat tubuhnya mengentengkan badan. Lihat, bukankah selendang tak lagi terentang tegang, tapi agak turun mendekati tanah?" Thian Sie Su Sing menyabarkan. Memang demikian halnya. Ilmu mengentengkan badan milik Ching-ching boleh dibilang sudah mendakati tingkat kesempurnaan. Akan tetapi setiap kepandaian ada batasnya. Begitupun si Nona. Setelah seharian mengentengkan badan, bagaimana mungkin ia tidak habis tenaga" Mengetahui keadaannya diketahui orang lain, Ching-ching pun merasa tiada gunanya berlama-lama lagi. Ia lantas mengebaskan selendang melilit satu dahan. Badannya berayun diudara sebelum ia melompat, hilang dari pandangan. "Dia kabur!" kemarahan Hu Yong Giok Tiap kini sudah sampai ke ubun-ubun. "Hayo kita kejar!" katanya sembari menghunus pedang. Tanpa berpikir panjang yang lain ikut-ikutan mengeluarkan senjata masingmasing, terus mengejar si nona she Lie layaknya mengejar penjahat buron. Wang Li Hai melihat gelagat tidak baik, segera hatinya menjadi gelisah. Lekas ia melesat maju paling dulu. Dalam pikirnya ia akan mengejar Ching-ching guna melindungi bila terjadi sesuatu. Namun mereka tak usah mengejar terlalu jauh. Ching-ching tengah berdiri jarak lima tombak di depan. Kiranya ia hanya pergi keluar dari tanah Pek San Bu Koan agar dapat berpijak dengan leluasa. Ching Ching 410 "Kenapa kalian semua menguhus senjata" Apa mau membunuhku secara beramai-ramai?" si nona menjengek. Baru saat itu kesemuanya sadar, mereka menghunus senjata tanpa guna. Dengan malu-malu mereka turunkan pedang-tombak. Malah ada yang langsung menyarungkan kembali senjatanya. "Lie Kouwnio, tempo hari kau berjanji handak memberitahukan kepada kami letaknya sarang sepasang siluman ular begitu selesai sembahyang seratu hari kematian gurumu. Nah, sekarang kami datang menagih janji!" seru Hu Yong Giok Tiap yang paling gusar, menutupi rasa malu lantaran paling duluan megambil tindakan bodoh. "Ai, kupikir kalian memang tahu terimakasih lantas datang menyembahyangi Suhu, tak tahunya ada maksud tertentu." Ching-ching mencibir. "Kouwnio, tujuan kedatangan kami yang utama memanglah hendak sembahyangi arwahnya Li Tay-hiap. Akan tetapi tempo hari kebetulan kau berjanji pula. Apabila kami menagih janji hari ini, maksudnya bukan lain daripada menyingkat waktu saja." "Aku tidak pernah mengumbar janji dihadapan kalian!" "Tempo hari kau bilang akan....." "Aku ingat betul. Tempo hari kataku, 'sebelum seratus hari, tak nanti kuberikan apa yang kalian mau. Kalau ada seorang saja yang datang menemuiku sebelum waktunya, maka aku akan bungkam selamanya.' Tapi aku tak pernah berjanji akan mengatakan hari itu juga. Terserah kepadaku akan mengatakannya duaratus hari kemudian atau malah seribu hari kemudian." "Kau......" Thian Sie Su Sing tak bisa berkata-kata lagi, menyadari apa yang dibilang si Nona tiada salahnya sama sekali. "Memang sejak semula kusudah menduga!" Seru Hu Yong Giok Tiap. Pedangnya kembali diacungkan kemuka. "Kiranya benar kau adalah anteknya Kim Gin Siang Coa Pang. Barangkali betul kata bocah she Chang bahwa kau sudah terhitung iparnya!" "Hu Yong Giok Tiap, kali ini kau benar-benar kelewat batas!" Ching-ching menjadi gusar. Sindiran akan hubungannya dengan Chang Houw memang selalu membuatnya marah. "Bukankah kata-kataku itu benar" Kau memang punya hubungan gelap dengan orang she Chang!" "Tidak!" Seseorang berseru. "Itu bohong! Tidak mungkin!" "Wang Kongcu!" Wang Li Hai berdiri didepan Ching-ching, seolah hendaak melindungi si nona. "Dia tunanganku. Kami belum putus hubungan, mana bisa ia dengan orang lain?" "Hmmh," Hu Yong Giok Tiap mendengus. "Setahuku Wang Kong-cu malahan sudah menjalin hubungan dengan Thio Lan Fung lebih dulu. Mana bisa sekarang mengaku tunangannya lain orang?" Merah padam muka Wang Li Hai. Di belakang sana Thio Lan Fung juga menggigit bibirnya lantaran malu dan marah. Sedangkan ayah si nona she Thio menggeram gusar. Ching-ching melihat, sekarang bukan dia saja dipermalukan, Wang Li Hai juga terseret. Dalam hati gadis itu puas, akhirnya ada juga yang mengungkapkan isi hatinya terhadap pemuda she Wang itu. Akan tetapi demi melihat Wang Li Hai tidak beranjak, pun hatinya masih merasa sayang, mana dia tega berdiam diri" "Ai, Hu Yong Giok Tiap, rupanya lantaran kau sendiri tiada berhubungan dengan laki-laki, makanya kau malah sibuk dengan perhubungan orang lain?" Ching ching Baru Bab 1 2 jam lalu (26) Ching Ching Karya ??? di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ching Ching 411 Baru Bab 2 2 jam lalu (12) Baru Bab 3 2 jam lalu (10) Baru Bab 4 2 jam lalu (12) Baru Bab 5 2 jam lalu (9) Baru Bab 6 2 jam lalu (11) Baru Bab 7 2 jam lalu (8) Baru Bab 8 2 jam lalu (10) Baru Bab 9 2 jam lalu (16) Baru Bab 10 2 jam lalu (10) Baru Bab 11 2 jam lalu (9) Baru Bab 12 2 jam lalu (8) Baru Bab 13 2 jam lalu (10) Baru Bab 14 2 jam lalu (6) Baru Bab 15 2 jam lalu (9) Baru Bab 16 2 jam lalu (8) Baru Bab 17 2 jam lalu (13) [Tulis Komentar]Anggota Online 41 Anggota 3 Tersembunyi 91 Tamu heru budhary anung asmawih harmanto RudyRasyidi Fredy Syaiful rudin peds kikim amir Supadi djes wangxiaohu biksubuji soman soep Kiamhaipopo Hardi999 fary gendantic chingthing wida asep_ay Pheol chiku_em w13t4 teblokoto christianindo Salanare jopin kuku_kebo taruna jony_indo guyinwonder rduyk Hock wahyu71 Aquarius AgusJ"We're not," kata si pemuda. "We're taking another path." Selagi berkata mata pemuda itu berbinar dan senyumnya seperti senyum seorang anak kecil yang ingin memperlihatkan sesuatu yang hebat kepada sobatnya. Sejenak Ching terpana seolah melihat orang lain dan bukan Chang Houw, putra biang iblis dijaman itu. Tak sadar kakinya berhenti. Chang Houw menoleh heran. "What is it?" tanyanya. "Nothing," kata Ching. Wajah anak kecil yang sedang bergembira itu hilang. Tergantikan rupa seorang pemuda dewasa yang mempunyai wibawa besar. Dalam hati si nona merasa kecewa. Tak terlalu jauh mereka berjalan, tiang-tiang batu makin sedikit dan akhirnya tidak ada lagi. Kini di depan mereka cuma ada satu lubang lebarnya seperentang tangan, tingginya sepinggang, dan amat gelap. "Do we have to crawl in there?" tanya Ching. "No. This is what we're gonna do." Tahu tahu Chang Houw duduk. Ia menoleh dan tertawa gembira. "I'll put out the torch. We'll slide down this hole and down. You better sit in front. Don't get scared if we slide fast." Melihat betapa Chang Houw gembira, Ching tahu ia akan mengalami hal menyenangkan. Maka denga bersemangat ia mengikuti tindakan Chang Houw. "Okay, I'm putting out the torch. Now, to go forward, you must push back with your hands to the sides. After that, you just let go and you'll slide on your own." "Okay." Ching melakukan apa yang diikatakan Chang Houw. Tahu-tahu ia sudah memasuki lorong gerap yang licin dan menurun. Turun-turun terus. Ching- ching melaju dengan cepatnya. Ia merasa angin menerpa mukanya dan menyibak rambutnya ke belakang. Tanpa terasa ia berteriak antara girang dan tegang. Agak jauh dibelakangnya terdengar Chang Houw berseru-seru riang. Ching Ching 412 Mendadak lorong licin yang gelap itu habis. Ching merasakan badannya terhenti suatu tempat yang empuk dan halus. Ia merabanya dan ternyata adalah pasir kering. "Get out of the way! Get out of the way!" terdengar suara Chang Houw. Ching berusaha bangkit. Tapi susah sekali berdiri diatas pasir halus yang melesak kalau diinjak. Tang keburu ia menyingkir ketika Chang Houw tiba dan tak dapat menghentikan lajunya. Ia melompat supaya tidak menabrak Chiing-ching. Tapi, tidak tertabrakpun si nona sudah jatuh lebih dulu. Keduanya terjungkal tengkurap dengan muka menghadap pasir. Keruan saja butir-butir halus itu masuk ke dalam mulut dan hidung mereka. Keduanya duduk sambil menyemburkan pasir di dalam mulut. Tahu-tahu mereka sudah tertawa bersama layaknya dua orang yang sudah lama berkawan. "Puah. We have to wash up before we leave. My servants might get suspcious if we go home like this." "You know the way, lead on," Kata Ching. Ia tidak merasa terlalu sungkan lagi. Chang Houw meraba-raba dinding mencari sesuatu. Tak berapa lama ia sudah menyalakan obor. Dan pergi ke satu tempat. Disana ada selokan kecil yang jernih airnya dimana mereka dapat mencuci muka dan bahkan minum airnya. "We can get out now. And Miss Lie, I hope you can keep what happened today between us." "I won't tell anybody," Ching promised. Chang Houw led the way. Tak lama kemudian mereka sudah keluar dari suatu guha yang tertutup tirai tanaman. Seluruh mulut guha itu seolah dipenuhi tanaman hijau yang menggantung dari atas sampai kebawahnya menyeruapai tirai. Chang Houw membetulkan lagi letaknya sehingga dilihat dari luar, nampak seperti batuan lain yang sama tertutup tanaman. Tak seorangpun akan tahu dibelakangnya terdapat satu guha besar. Ternyata hari sudah hampir gelap. Tapi mereka tak kuatir karena membawa obor. Dan para pelayan yang mengiringi juga tak jauh tempatnya. Dalam perjalanan pulang mereka tak saling bercakap. Cuma terkadang saling melirik sambil tersenyum. Now they shared a pleasant secret. Only they could know. Chang Houw mengantar Ching sampai ke kamarnya. Mereka saling berpamit sambil senyum senyum. A-lian yang melihat jadi terheran heran. Ketika Chang Houw berlalu, pelayan itu lantas menanya kepada si nona. "Miss, where did Master take you" We waited an awful long time. We saw you climb up that steep stone mountain, but didn't see you came back down. And suddenly you and Master were behind us. And all the way back I saw you glanced at each other, smiled at each other. What happened, actually" Sambil mengoceh, A-Lian menggiring si nona mandi. Ia melayani dengan telaten, tapi mulutnya tak berhenti. Sementara Ching cuma tertawa tawa saja tak mau memberi tahukan membuat si pelayan benar penasaran bukan buatan. Esoknya, begitu bangun Ching lekas beberes rapi. Ia berharap hari ini Chang Houw hendak mengajaknya ke tempat kemarin. Sayang hujan turun dengan deras. Diluar basah, dan Ching dapat membeyangkan betapa sulit naik ke batu besar dalam hujan. Karenanya ia cuma bisa berdiam dikamar. Buat perintang waktu ia memain Khim sambil memperhatikan hujan yang masih terus saja. Ching terbawa alunan lagu yang mengisahkan keindahan kampung halaman. Ia jadi teringat saat suci-nya di Sha Ie mengajari lagu ini. Teringat suci-nya, teringat pula pada gurunya, dan kakeknya, di negeri jauh. Rasa rindu mengusik kalbunya. Ching Ching 413 Namun sekarang ia tengah dikurung disini. Kesepian, tiada berteman. Entah dapat keluar hidup ataukah tidak. Tak sanggup Ching meneruskan permainan. Jari jarinya berhenti bergerak. Namun ia tak mendapatkan keheningan. Satu alunan lain melanjutkan lagunya. Suara suling yang begitu jernih sayup sampai ke telinga. Mengalahkan deru hujan. Ching mencari datangnya suara. Tapi tirai air mengahalangi pandangan ke luar sana. Hanya saja lamat-lamat tampak sosok seorang gagah berdiri di seberang kolam. Tegak diguyur air melimpah. Tak perlu Ching melihat siapa, sudah tahu dia. Pastilah Chang Houw adanya. Tapi apa-apaan dia berhujan hujan macam begitu " Bunyi seruling tambah keras. Tidak lagi sekedar berbunyi, tapi merasuk kalbu tiap yang mendengar. Mengajak ikut berlagu. Tanpa sadar Ching was carried away. Her fingers began to move again on her harp. Paduan bunyi-bunyian indah terdengar amat merdu. Selaras berirama atas suatu lagu. Entah barangkali lagu yang mereka mainkan sampai ke telinga para dewa, atau bagaimana. Begitu lagu berakhir, hujan pun berhenti. Kini Ching dapat melihat jelas ke seberang kolam di muka kamar. Chang Houw berdiri disana. Bajunya dan rambutnya basah, tapi samasekali tidak mengurangi kegagahannya. Sejenak mereka saling adu mata. Saling menatap dengan pikiran masing- masing. Ching lekas tersadar. Menutupi rasa jengah, kembali jari-jarinya memetik dawai. Kali ini lagu yang riang-gembira. Dan suara suling diseberang sana menyahuti. Sekali lagi merampungkan satu lagu. "That was beautiful!" A-Lian tahu-tahu saja sudah ada di belakang si nona. Ching kaget. Ia sama sekali tak mendengar kedatangan pelayan ini. "How long have you been there?" she asked. "Not long. Miss, please play one more song. The sounds of the harp and the flute were so beautiful. Especially played by you and Master." Ching menangkap sindiran orang. Serta merta ia cemberut. "Play it yourself!" A-Lian realised she had mispoken. Lekas ia berlagak mengumpak. "No, no! I just want to listen. I didn't know you had such skills that can compare with Master's. Master knows a lot about songs and literature. I thought nobody can beat him. Now I know you can play as good as Master. But do you know as much as Master?" "Hmm, you're underestimating me?" Ching bit the bait. "The question you should be asking is the other way around. Does he know as much as I do?" A-Lian smiled silently. "I can bet you, any song that you play, Master can accompany you." "We'll see," kata Ching. Jari-jarinya bergerak lagi. Lagu lain mengalun. Bersamaan suara suling juga terdengar. Seperti yang sudah tahu lebih dulu lagu apa mau dimainkan. Begitu terdengar Chang Houw menyahuti dengan benar, Ching-chinng segera berhenti, mengganti lagi dengan lagu yang lain. Dan kalau dapat disahuti ia ganti lagi. Lagu yang terdengar cuma sepootong sepotong saja tentu tak dapat dibilang enak didengar. Malah memusingkan bagi yang tidak mengerti musik. A-Lian sendiri tidak lagi menikmati yang dimainkan. Ia masih tinggal disitu hanya untuk mengetahui mana yang unggul antara Si nona dengan tuan rumah. Berpuluh lagu telah tersahut. Hampir semua lagu yang Ching kenal sudah diperdengarkan. Gadis itu sampai kebingungan mana lagi yang belum dimainkan. Untung ia dipihak yang maju duluan, Chang Houw sekedar mengiringi. Tapi kalau pemuda itu lebih dulu, entah Chinng-ching sanggup menyahuti atau tidak. Ching Ching 414 Berapa jenak persaingan itu terhenti. A-Lian bersorak girang. "Ternyata benar Kong-coe tak ada yang mengalahkan." "Not necessarily." kata Ching. Hatinya mulai panas dilecehkan seorang pelayan. Ia bertekad tak mau kalah. Segera jemarinya memain lagi. Kali dini diperdengarkan suatu lagu yang menghentak sukma. Menggugah hati untuk maju berperang. Memang lagu itu tak lain adalah lagu perang dari negeri Shaie. Ching sengaja memperdengarkannya kali ini. Hampir yakin ia bahwaa Chang Houw takkan sanggup menyahuti. Tapi ia kecelik. Sebentaran mendengar saja Chang Houw sudah dapat mengikuti. Suara sulingnya tidak mengalun, tapi tersentak terputus-putus. Tepat sama dengan irama yang Ching mainkan. Gadis itu terkejut. Apakah Chang Houw pernah mendengar lagu itu" Apakah ia pernah pergi ke Sha-Ie" Padahal di negeri tersebut yang tahu mengenai lagu perang itu juga tak banyak. Meski kaget, tapi Ching tak sampai hilang akal. Lekas ia mengganti lagunya. Sekarang yang dimainkan adalah lagu tarian dewi perang. Lagu yang hanya boleh didengar di kalangan istana Sha-Ie saja. Memang kemudian Chang Houw terdiam. Ia terpaku mendengar bunyi Khim yang dimainkan. Nada-nada lembut yang mengalun, sebentar kemudian berubah bersemangat. Tak sadar Chang Houw bergerak-gerak. Mula mula hanya kakinya mengetuk-ngetuk. Namun kemudian gerakkannya menjadi cepat. Tahu tahu ia sudah memainkan satu tarian yang terdiri dari jurus-jurus ** andalannya ! Ching sendiri kaget melihat itu. Ia hanya bermaksud mengalahkan Chang Houw dalam hal Khim (musik). Ketika ia tahu Chang Houw tidak dapat menyahuti permainannya gadis itu senang dan tambah bersemangat. Mana tahu kemudian si pemuda memamerkan jurus-jurus ** nya yang selama ini belum tertandingi. Si nona tentu saja tak menyia nyiakan kesempatan. Sebagai seorang yang gemar akan Bu (silat) segera ia pasang mata mengikuti gerakan Channg Houw sembari mengingat. Sambil begitu tak lupa ia terus memainkan kecapi di bawah tanganya. Sayang sebelum rampung ** seluruhnya, lagu telah habis. Tapi paling tidak Ching had committed to memory more than three quarters of the jurus tersebut! Chang Houw berhenti bergerak. Ia berdiri mematung keheranan. What was he doing just now" Dancing" He had never learned to dance. Bingung pemuda itu menoleh pada si nona yang tengah memperhatikan dari balik 'kurungannya'. Ching berlagak tidak tahu. Ia mengelus-elus Khim sambil berkata, "A-lian, sekarang kau tahu siapa lebih unggul, aku atau majikanmu ?" Tapi kata-katanya tidak mendapat jawaban. Hanya deru napas tersengal yang dapat didengar. Heran Ching menoleh. Tertampak A-Lian duduk ditanah. Napasnya ngos-ngosan, di keningnya peluh berleleran. "He, A-Lian kenapa kau ?" "Sio-cia........ham..hamba tak kuat. Entah kenapa kaki dan tangan tidak terkendali, maunya bersilat. Lihat, kalau barusan lagu tak berhenti, bisa mati lelah aku." Kata A-Lian sembari atur napasnya. "Kenapa bisa begitu sio-cia?" Ching cuma mesem saja. Ia sendiri tak tahu sebabnya. "Sio-cia, aku mengakui. Kalau dalam soal Khim, engkau unggul setingkat dari Kong-cu. Tapi apakah berani adu dalam Bun (sastra) ?" Ching tertawa. Selain Khim (musik) ia juga menguasai Bun, Bu dan Tiok (catur). Takut apa" Lagi pula ia kepingin tahu sampai mana hebatnya si Kong-cu yang dijagokan pelayan ini. Maka ia ganti meleceh, "Tanya kongcu-ya mu apa dia berani melawan aku ?" "Bagus!" A-Lian bersorak. "Segera kuundang Kong-cu kemari." Dalam sekejapan dara Ching Ching 415 pelayan itu menghilang. Lupa dia akan lelahnya barusan. Akalnya berhasil. Sekarang si nona mau mengundang majikannya. Dua-tiga langkah lagi maka ia akan melayani seorang nyonya muda! Berbulan Ching bergaul dengan Chang Houw, semakin ia mendapati bahwa pemuda itu layak dijadikan teman mengobrol, teman memain, dan lawan yang tangguh. Ia dapat menandingi si nona dalam hal apapun mulai music, chess, literature, sampai silat. Tak jarang berdua mereka habiskan waktu berdiskusi soal macam-macam, seharian. Terkadang kalau bosan mereka pergi ke gua diatas bukit batu. Berlama-lama memandangi cahaya bintang di dalam goa. Mereka semakinn akrab meski masing-masing belum mengubah panggilan sapa mereka, namun permusuhan hampir terlupa. Sampai suatu ketika. Saat Ching dan Chang Houw tengah bermain catur di dalam taman. Mendadak terdengar satu lengkingan tajam membelah angkasa. Chang Houw yang Giliran jalan terhenti tangannya di udara. Roman mukanya berubah ubah. Terheran Ching memandangi. Terlebih sewaktu pemuda itu tergesa pamit. "Miss Lie, today I have some business to attend to. I have to postpone our game. I better take you to your room now." "What kind of business?" Ching bertanya ingin tahu. "Important business." "Does that whistle mean that you must go?" Chang Houw replied by nodding his head. "Go then," Ching said. "But I want to stay here." "But ..." "Why" Can't I?" Ching menantang. Sampai sekarang sifat tak mau kalah dan tak sudi diperintah itu belum lenyap. Dan Chang Houw paham betul wataknya. Maka dari itu ia mesem saja. "Whatever you say," katanya. Ia yakin sebentar kemudian Ching akan bosan dan balik sendiri ke kamar. "Excuse me." Ia melirik A-lian yang mendampingi si nona. Pelayan itu mengangguk. Ia akan menjaga Ching sebaik baiknya. Ketika Chang Houw berlalu, tak sabar Ching bertanya pada A-Lian. "Do you know what that whistle meant?" "Young Master already told you, it meant that he was wanted." "Who called him" Why was he in such a rush?" A-Lian didn't reply. She just bowed her head. "Is it his father" His mother?" Ching melanjutkan bertanya. "Your mother-in-law," a cynical voice said. Serempak Ching dan A-Lian menoleh. Dari balik gunung-gunungan di taman itu muncul seorang pemuda perlente yang membawa kipas. "You ...!!" Ching mendesis geram. "Yes, it's me. Your brother-in-law." sahut pemuda itu seraya tertawa. Ia mendekati si nona. "Sister-in-law, I Chang Lun congratulate you." Ching Ching Karya ??? di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Brak! Sekali menghentak berkelebatan berpuluh benda putih dan hitam menghambur ke arah Chang Lun. Pemuda itu kaget menyangka diserang senjata rahasia. Lekas ia berputar dan mengabas kesana-kemari dengaan kipasnya. Ketika menyadari benda apa yang beterbangan tadi ia tertawa. "You became much fiercer. I congratulated you and you throw me these chess stones?" Sekali lagi satu benda melayang. Kali ini papan caturnya sekali. Tapi Chang Lun sudah siap. Ia menyambuti sambil terbahak. "So you want to fight. Okay. So you'll know that I'm not below my brother." Ching Ching 416 Setengah mati Ching menahan amarah yang memuncak. Ingin ia membunuh Chang Lun saat itu juga ditempat. Dan setelah berbulan terlupakan, kini sakit hatinya kembali merasuk. Untuk yang pertama kali setelah beberapa bulan terakhir ia menyesali lweekangnya yang terlenyap. Namun meski dendam terhadap pemuda ini tak terukur lagi, Ching masih tahu diri. Sekarang bukan saatnya. Lebih baik ia menghindar buat sementara. Lain waktu Chang Lun pasti mendapat ganjaran. Kalau perlu dengan menggunakan kakaknya. "A-lian, let's go. The air stinks here. I want to go back to my room," katanya pedas. Si Pelayan tak bersuara. Mengikut saja ia kepada si nona. Dalam haati berharap supaya Chang Lun tak sampai berbuat macam macam. Bisa runyam nantinya. Tapi harapannya tidak terkabul. Chang Lun malah menghadang di hadapan Ching- ching. "Where are you going" He just left you for a minute and already you're looking for your husband" I can keep you company." Ching berlagak tidak mendengar dan tidak melihat. Tapi mukanya berobah merah. Matanya menyala-nyala dan mulutnya terkatup rapat sampai tinggal menyerupai segaris merah. "Wow, she's angry. And prettier too. I guess you like it here. Your face is glowing. You even gained some weight." Habis sudah kesabaran Ching diperhinakan sedemikian. Tangannya terayun hendak menggampar mulut orang. Tapi Chang Lun terlebih gesit menangkap pergelangannya. "Aduh, marah lagi. Kenapa......Aduh!" Dalam jengkelnya Ching menginjak kuat kuat kaki sipemuda. Ia tahu ia tak berdaya sekarang. Yang diandalkan cuma naluri semata. Naluri buat melawan, buat menumpahkan kemarahan. Yang dilakukan juga bukan gerakan silat. Sekedar berbuat. Tapi benar saja, Chang Lun tidak menduga. Ketika merasa sakit dikaki, tangannya melepaskan. "A-Lian!" Ching memanggil pelayannya dengan suara gemetar. Si pelayan buru buru mendului menunjukkan jalan. Tapi Chang Lun belum puas memperolok gadis ini. Lekas ia mencegat kebali. "Okay then, no more sweet talk. Are you really going to marry my brother?" Ching melongo. Chang Lun ini apakah masih memperolok-olok " Tapi ia tidak lagi cengengesan seperti tadi. Kali ini wajahnya angker. Matanya tajam berkilat. "Even if you killed me, I--" Plak! Giliran Chang Lun menampar. Ching menekap pipinya yang terasa pedas. Matanya mencorong memandang si pemuda. Tapi Chang Lun tak kalah garang. Melotot sama galak. "I knew you were a spy. You get nice with my brother, so you know where our hideout is. Then you'll escape, telling everybody where it is, so they can wipe us out. How low! Bitch!" Ching menatap tajam. Sebenarnya sama sekali tak ada niatan dia berbuat seperti apa yang dituduhkan Chang Lun. Namun kini hatinya sedang panas. Ia bertekad adu jiwa sekarang juga dengan pemuda ini. Maka itu ia balas memaki. "So what" Didn't you do exactly the same thing with my cousin, A-lan" Now I'm just following in your footsteps. So you're mocking yourself!" Perkataan Ching tepat mengena. Chang Lun tak dapat berkata kata. "You just wait. I'll kill off your family the same way you did mine!" "Go ahead and try. But not before I make you a cripple. I'll cut off your arms and legs. I'll scar your face, so that no even Houw can recognize you. I'll make you suffer for the rest of your life. You can't die, you can't take revenge. Ching Ching 417 Your life will be worthless." Sambil berkata Chang Lun berkelebat mendekat. Ching bersiaga. Begitu Chang Lun datang, ia akan membenturkan kepala sekuat tenaga. Biar kepala mereka hancur sama-sama. A-Lian yang melihat gelagat makin gawat, lekas menghadang di hadapan Chang Lun. Gadis itu berlutut memohon. "Siaw-kongcu, ampuni Sio-cia. She was lying. Honest!" "Stupid servant. Kau sendiri dengar dia memaki dengan kurang ajar. Why are you defending her" You want to defect" Huh"!" "I don't dare. But, please, don't act on your own. How will I explain to Master?" "I'll handle my brother. Out of my way!" sekali mendepak A-Lian terpental sampai dua tombak. "Master, don't! She won't be able to fight you. She has no strength left!" A-Lian masih berteriak. "No strength?" Chang Lun terhenti. Tapi kemudian ia melanjutkan. "What's the difference" Even if she had her strength, she would still die by my hands!" Chang Lun maju lagi. Ching berdiri gagah. Tak gentar ancaman si pemuda. Tapi belum lagi Chang Lun melanjutkan tindakan, tahu tahu satu bayangan berkelebat. Mendadak saja pemuda perlente itu terjengkang kebelakang, tak kuasa bangkit. Ching menoleh. Chang Houw berdiri disana. Mukanya merah. Ia marah. "Apologize to Miss Lie!" he ordered his brother. "Brother ... I ..." "Do it!" nada suara Chang Houw mengandung perintah yang tak bisa dibantah. Bahkan Chang Lun tak berani menentang. Ia bangun mengusap bibirnya yang berlepotan darah. "Alright. This time I, Chang Lun, beg for your forgiveness." setelah bicara pemuda itu terus berkelebat menghilang. Chang Houw menoleh kepada Ching. Tapi gadis itu tengah membalikkan badan. Ia tak mengucap sepatah kata. "Miss Lie ...," dia memanggil. Tapi Ching tidak menyahut. Menolehpun tidak. Gadis itu berjalan menuju satu pintu batu. Ia tahu disitulah jalan terdekat kembali ke kamarnya. A-Lian memandu di depan. Gadis itu juga tak berani bersuara. Ketika Ching menghilang di balik pintu, sekelebat Chang Houw melihat kilatan air dimatanya. Esok harinya ketika Chang Houw datang berkunjung, Ching tak mau menerima. A-Lian memberi laporan bahwa sejak semalam gadis itu tidak bersuara. Menangispun tidak. Hanya duduk diam dipembaringannya. Tidak makan, tidak minum. Tidak berbuat apaapa. Berhari hari cuma itu saja tingkahnya. Lebih celaka daripada sewaktu ia datang pertama. Dulu masih marah-marah, masih memaki. Sekarang cuma diam dan diam. Akhirnya pada hari kelima Chang Houw masuk ke kamarnya tanpa diundang. Terperangah ia melihat pujaan hatinya kusut masai. Mukanya pucat, rambutnya berantakan. Matanya menatap kosong. Sungguh menghibakan. Tergetar hati Chang Houw dibuatnya. Ingin pemuda itu memeluknya, menghiburnya. Membiarkan sang pujaan menangis di dadanya. Tapi Ching tidak bersuara. Tidak mendengar dan tidak melihat apa-apa. Ia tidak mengeluh. Apalagi menangis. Hanya setiap kali matanya mengedip, kentara hatinya menahan siksa. Derita yang ditimbulkan dendam yang terlalu dalam. Tanpa daya buat membalas. Chang Houw tak dapat hanya berdiri menatap. Ia mendekat, duduk di sisi Ching Ching 418 pembaringan. Saat itu pertama kali ia berani memegang tangan Ching terang-terangan. Menggenggamnya erat. Seolah dengan jalan demikian ia dapat memberi kekuatan pada si nona. Ia juga tak berkata kata. Perasaannya tak perlu diucapkan. Ching takkan mendengar. Tapi ia bisa merasakan. Si nona muda telah mengetahui segala isi hatinya, seperti juga dia bisa membaca hati si gadis she Li. Hanya dua hati. Melebihi seribu kata. For a while they sat without moving. A-lian stared from the corner. Waiting. Touched. Realizing that her master's wish would never come true. Between her master and Lie Ching was a deep ravine, a splitting difference. Black and white. Love and hate. Batas yang semu, yet endless. "Lian, you take care of her. I'll be back." Chang Houw berkata. Sekelebatan saja bayangannya sudah menghilang. Ada sesuatu yang mesti ia lakukan. Yesterday, when he was summoned by his parents, Chang Houw knew that something was going to happen. Every time both his parents called, sitting side by side like prosecutors, meant that they were going to discuss something important. And he didn't guess wrong. Even as he paid his respects, his mother asked him, "Well?" Only one word. But so meaningful. Chang Houw knew. His mother was asking about Miss Lie. But he did not know how to answer. So he kept silent. His head bowed. "Well?" his mother asked again impatiently. "Did she agree?" "I haven't asked her," Chang Houw replied. "You haven't" It's been almost a year dan you haven't even asked her" Does she know about your feelings for her?" "I think she does?" "So what are waiting for?" His mother heran. "Do you know how she feels toward you?" Chang Houw was silent. Ching's feelings" He didn't know. He couldn't tell. The girl was stubborn. Unpredictable. At one moment she seemed close and attainable. At other, she could be as cold as a snowy peak. Chang Houw didn't know. "A year. That's too long to wait. Ask her tomorrow and get this cleared. If she doesn't make a sastisfying response, you don't have to wait any longer." "But Mother ..." "What?" "She's not like that. If I surprised her, she won't go for it. And she's already so vengeful. I need time to..." "There's no more time. We will make our move next year at the latest. The white community has to be destroyed, or at least admit us as their superior. As number one. Have you forgotten already?" Chang houw hadn't forgot. Being number one in the Warrior World was his goal. The goal his mother had brought him up with. A must. No matter how, no matter what the obstacle. But that was then. Before he had ever met a girl named Lie Mei Ching. Now his goal had almost dimmed, engulfed by the flame of love in his heart. "Houw-ji?" This time his father spoke. With his loud thundering voice, but making his soul serene. Patient. "Yes, Father." "What's your opinion" Do you think Miss Lie wishes to join us?" Chang Houw knew the answer to that. No! But he couldn't say that in front of his mother. "I don't know." "You don't know?" his mother yelled. "You still don't know" You can't even Ching Ching 419 guess?" "My wife, the heart of a woman is deeper than the deepest ocean, harder to predict that the weather. Just look at yourself. Aren't you that way also?" "Yes. But this is just taking too much time..." "Our son knows better about his love. Knows better how to conquer her. If he says he needs a little more time, that means he does need it. It's success that we want." Listening to her husband, the mother finally consented. "One more month. If she still doesn't want to be my student, I myself will take care of her. Understand?" Chang Houw nodded and left with heavy heart. How would he tell Ching about this" She would surely decline. Maybe he'd better delay this. And think of a way to trick the girl into consenting, and to be safe from her cruel mother. But now, after seeing how Ching suffered so, Chang Houw didn't have the heart. She had only met Chang Lun, and what effect did it have on her. Not to mention if she was forced to be his mother's student. Then a member of the family. No. The girl would feel tormented for the rest of her life. He'd better let her go. Chang Houw'd rather lose her that to see her suffer, or to watch her killed. By his own mother! Ching-ching mengawasi kepergian Chang Houw lewat ujung matanya. Ia melihat betapa pemuda itu tergesa. Satu jalan telah terbuka! Sebentar lagi ia pasti segera terbebas. Dan dendamnya akan terbalas. Setelah lama bergaul dan pasang omong dengan Chang Houw, Ching-ching sudah dapat menduga setiap tindakan yang akan dilakukan pemuda itu. Begitupun kali ini. Sesuai janjinya pada Chang Lun, ia akan menggunakan cara licik menipu Chang Houw. Sebenarnya ia benci cara busuk sedemikian. Jiwa pendekar ajaran maha guru Pek San Bu Koan masih membekas. Kalau tidak tentu sudah lama ia terbebas dari kurungan. Tapi kali ini tak ada lain jalan. Chang Lun terlanjur menyulut api dendam yang hampir habis terguyur kebaikan Chang Houw. Kini si nona telah membulatkan tekad. Tak ada lagi yang bisa menghalangi. Esok harinya Chang Houw kembali datang. Kali ini ia menyuruh A-Lian keluar. Ketika tinggal mereka berdua, mulailah Chang Houw bercakap-cakap dengan si nona. "Lie-Kouwnio, Lie-Kouwnio, are you listening to me?" Ia mengguncang tangan Ching-ching. Namun si nona masih menatap lurus ke depan. "Lie Kouwnio, I've arranged so you can leave. But you can't tell anybody about this. I'm going to try to get the antidote for the poison in your body. But first, you must get your strength back. So eat. And drink the medicine. After that, you can get your revenge. I promise, you'll be free next month." Mendengar ini hati Ching-ching bersorak girang. Tak sengaja matanya mengedip lebih cepat. Chang Houw melihat. Ia tersenyum senang. "Now rest up. Beginning tomorrow, I can't visit you anymore. I have to find the antidote. But trust me, I'll do the best I can." Ching-ching puas. Ia akan segera bebas. Apa yang pertama kali akan dilakukannya " Tentu menemui Siaw Kui. Mendadak rindunya menumpuk pada pemuda itu. Ia ingin segera bertemu. Lalu Yuk Toa-hu dan kakek angkatnya. Dan kawan kawanya di Pek San Bu Koan. Bersama sama mereka akan berencana membalas dendam. Ya, bersama-sama.... Sementara Ching-ching sibuk dengan pikirannya, Chang Houw juga mengerut kening. Ia sudah mengetahui bahwa obat racun Sia-kang-tok-see (pasir racun pemunah tenaga) kini disimpan oleh ibunya. Ia harus meminta pada ibunya. Tapi mana Ching Ching 420 mungkin diberi. Bagaimana kalau berdusta bahwa Ching-ching sudah setuju dijadikan murid" Ah, ibunya pasti girang dan memberikan obat pemunah itu dengan sukarela. Tapi kemudian ia juga akan menemui Ching-ching dan terbongkar semuanya. Apa dia harus mengajak Ching-ching bersekongkol, dan ... Tidak! Ching-ching tak mungkin sudi. Ia kenal watak gadis itu. Ia harus berusaha sendiri, tak bisa lain. Tapi cara bagaimana " Hanya satu jalan yang bisa dipikirkan. Mencurinya. Tapi buat mencuri itu ia harus pertaruhkan jiwanya. Beberapa hari Ching-ching menunggu, Chang Houw tidak juga datang. Si Nona sudah putus harapan, sempat berpikir bahwa Chang Houw tak ingin melepasnya dan buat selamanya ia takkan pulih. Tapi dalam hatinya Ching-ching masih menaruh kepercayaan pada pemuda itu. Diam diam ia menduga duga, mana yang menjadi nyata, pikirannya, ataukah perasaan hatinya lebih peka" Ia mendapat jawaban setelah menanti delapan hari lamanya. Chang Houw datang dengan membawa sebuah kotak di tangannya. Tanpa berkata-kata ia memberikan pada si nona, yang sudah tahu, apa isi kotak itu. Pemuda itu cuma mengawasi betapa Ching-ching bergirang menerima kotak tersebut. "Chang Kong-coe, I?Thank you. I do not know what to say," kata Ching-ching. Senyumnya mengembang, wajahnya berseri. Tak lama lagi ia akan kembali menjadi Ching-ching yang dulu, yang gagah, dan bebas. Chang Houw tak berkedip melihat pemandangan dihadapannya. Lihatlah, bahkan bidadari sekalipun takkan dapat menyamai kecantikan si nona sekarang ini. Tidak buat Chang Houw. Semua capai-lelahnya untuk mendapat pemunah itu lenyap mendadak. Ia tak ingat berapa kali jebakan senjata rahasia hampir membunuhnya. Terlupakan betapa ia hampir mati di kamar rahasia ibunya. Dengan melihat kegembiraan sang pujaan hati adalah lebih dari cukup buat membayar deritanya semalam. Ching-ching masih bergembira beberapa saat. Menyadari betapa Chang Houw mengawasi, ia menjadi jengah sendiri. Mereka sama terdiam, sibuk dengan pikiran sendiri-sendiri. Tahu tahu Chang Houw teringat sesuatu. Napasnya tersentak. "Miss Lie, when you've recovered, will you leave immediately?" "Of course, I don't have any business with?" mendadak Ching-ching tediam. Kembali dia diingatkan pada dendam keluarganya. Ching Ching Karya ??? di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Maybe I should tell you. The antidote won't get you better in just a few days. You'll have to take a lot of rest for some time. I think it's best that when you leave this place, you go straight to your grandfather Yok-ong-phoa Yuk Lau. He can treat you until you completely recovered." "I will do what you say." "You can leave in a few days." Suara Chang Houw terdengar lirih. "Wait until I decide who can escort you out." "Thank you." Suara Ching-ching tak kalah pelan. Sebenarnya tak enak hati ia menerima begitu banyak kebaikan Chang Houw. Tapi mau bagaimana lagi " Lagi lagi mereka membisu. Entah berapa lama. Sampai akhirnya Chang Houw bangkit dan berpamit pada si Nona. Sampai kemudian Chang Houw menuju kamarnya sendiri, ia terus mengenangkan Nona She Lie itu. Teringat olehnya kegembiraan Ching-ching, tapi dalam sekejapan terlihat kembali murung. Kenapa" Apakah dia merasa sedih lantaran harus meninggalkan tempat ini" Harus meninggalkan Chang Houw" Ataukah dia cuma berpura-pura di depannya" Tapi sebentar lagi nona itu akan pergi. Itu yang terlebih membebani pikiran Chang Houw. Kemudian untuk selanjutnya mereka takkan pernah berkawan lagi. Tidak akan pernah lagi. Sebab Ching-ching mendendam pada keluarganya, dan ia takkan Ching Ching 421 mungkin membiarkan siapapun menyakiti Ayahnya, Ibunya, atau adiknya. Tapi ia juga tak mau Ching-ching celaka. Aih, sebenarnya kemanakah hatinya lebih berat " Kepada Ching-ching atau kepada keluarganya " Chang Houw tak dapat menjawab. Sekalipun ia telah mengurung diri dalam kamar mencari jawabnya. Hatinya pedih mengingat sebentar lagi akan pepisahan dengan kecintaannya. Menyesal ia tak boleh lebih lama berada dekat dengannya. Chang Houw memejamkan mata. Terbayang wajah Ching-ching saat cemberut, saat marah, saat berduka, waktu tertawa, tersenyum, bicara........ Chang Houw tak ingin kehilangan itu semua. Namun ia tak dapat memiliki si Nona. Akan tetapi ada satu cara. Ia dapat menyimpan semua kenangan akan Ching-ching dalaam gambar ! Segera pemuda itu mengambil gulungan kertas dan kuas. Lekas tangannya bekerja. Ia harus menyelesaikannya. Semuanya. Mumpung ia masih ingat, sebelum hatinya pedih oleh perpisahan, dan dendam. Chang Houw mencurahkan segenap pikiran dan tenaga pada pekerjaannya sehingga tak menyadari akan lewatnya sang waktu. Tak kurang dari tujuh buah lukisan telah selesai ketika suara ketukan di pintu kamarnya terasa mengganggu. Dan tanpa dipersilahkan, tamu tak diundang telah masuk kedalam. Chang Houw berusaha menyembuanyikan semua hasil pekerjaannya, namun tamunya yang tak lain adiknya sendiri, telah lebih dulu melihat. "Ah!" serunya setelah pulih dari terkejut. Ia mendekati sebuah lukisan. "Let's see. What's my brother doing" Hmm, it's a pity this painting is too beautiful. Prettier that the real person. Much prettier. "Do you need something?" Chang Houw berlagak tidak dengar komentar Chang Lun. "Toako, you're really crazy about her. You can get in trouble because of these paintings, you know." "What do you mean?" "You were too busy painting to greet Mother home, weren't you?" "Mother won't be back in three days." "Those three days are passed already! She came home this afternoon. She waited for you all day in the big room, but you didn't come. I wanted to tell you, but she didn't let me. She had a very important news. She wanted to tell you first. But you were too busy painting life-size people!" "Is that true" Whoa, I better go to her!"kata Chang Houw tergesa. "No use. She's already gone to rest. That's why I can come here to tell you. Be careful, Toako. You know how she hates to be belittled, let alone by her own son." "Yes, I know that." Chang Houw terduduk lemas. Chang Lun hanya menggelengkan kepala. Sebentar kemudian ia pergi ke kamarnya sendiri. Chang Houw menoopang kepala dengan tangan di dahi. Ia telah berbuat kesalahan besar dengan mengabaikan ibunya. Oh, bagaimana bisa" Padahal ia tahu betul, ibunya adalah pencemburu yang paling benci dinomorduakan. Bahkan dengan suaminya sendiri ia tak meu kalah. Dari sepasang siluman ular ia yang memakai julukan ular emas, sedang semua tahu emas lebih tinggi nilainya dari perak. Sekarang, dia, anak kesayangan Kim Koay Coa, yang diharapkan dapat menggantikan orang tua menjadi yang nomor satu di kolong langit, malah berani melupakan ibunya. Sang ibu pasti marah besar. Apalagi kalau tahu apa yang menyebabkan. siapa yang menjadikan sedemikian. Takkan ada ampun ! Chang Houw bergegas bangkit. Ia harus bertindak. Sekarang! Sebelum semuanya terlambat! Ching Ching 422 Satu bayangan tampak menyelinap kedalam kamar batu dimana Lie Mei Ching tengah terlelap. Gerakkannya amat cepat dan ringan tandanya orang berkepandaian tinggi. Sosok itu mendekati tempat tidur dan terpekur mengawasi si nona. Namun saat kemudian tanggannya lebih cepat bergerak ke muka orang. Ching-ching tersentak dari mimpinya. Ia tak dapat bernapas. Seseorang mencoba membunuhnya! Gadis itu menjerit dan meronta, berharap datang pertolongan dari Sang Tuan Rumah. Tapi suaranya hanya serupa pekik yang hampir tak terdengar. Tak ada gunanya berontak. Tangan yang memegangnya terlalu kuat. "Sssssh, it's me!" came a soft whisper. Ching recognized the voice. It was Chang Houw himself. What was he doing here this time of night" "I will take off my hand, but you have to keep quiet." Ching had no other choice than nod her head. "I am going to get you out of this place, but we have to do it quietly. Get your clothes. I'll wait outside." Ching-ching bergegas-gegas. Sebentar saja ia sudah siap dengan baju ringkas. Malam ini ia akan bebas! Dipandangnya sebentar kamarnya dari dalam kegelapan. Ia tak akan kembali lagi ke sini. Tak akan pernah! Dara itu tak berlama-lama. Segera disambarnya kotak pemberian Chang Houw kemarin dulu. Isinya belum disentuh, tapi kalau mau benar-benar pergi tentu barang itu tak boleh ketinggalan. Begitu sampai di luar kamar, Chang Houw meraih tangan Ching-ching. "Stay close behind me. I'm going to get you out of here, but until we are out, you cannot make any noise. Otherwise, we both could die." Ching-ching nodded. Berbimbingan dengan Chang Houw, they both moved silently ... Chang Houw membawa Ching-ching melewati lorong gelap yang panjeng dan berbelok-belok. Entah bagaimana Kong-cu itu dapat berjalan sangat cepat dalam kegelapan. Sedetik juga tak pernah ia merasa ragu akan jalan jalan yang ditempuhnya. Diam diam Ching-ching merasa bersyukur bahwa Chang Houw memegang tangannya erat. Kalau tidak, ketinggalan dua langkah saja pasti dia sudah tersesat jalan. Belum lagi ia tak dapat lihat apa-apa. Tapi bersama Chang Houw ia selalu merasa aman. Tindakannya juga mantap meski dalam gelap. Entah berapa lama sudah mereka berjalan. Tahu tahu Chang Houw berhenti. Dengan sendirinya Ching-ching juga tidak melangkah. Mereka berdiri dalam kegelapan dan keheningan beberapa lama. Ching-ching tak tahu ada apa, namun ia tak berani bertanya mengingat peringatan Chang Houw tadi. Tahu-tahu Chang Houw menghela napas. Terdengar nadanya seperti orang menyesal. "We're caught." katanya lesu. "Tak ada gunanya main menggelap lagi." "Now what?" tanya Ching-ching kecewa. Mendadak terdengar suara 'blang' beberapa kali. Seketika tempat itu terang benderang. Pintu-pintu rahasia disekitar mereka terbuka. Tempat mereka berdiri, yang tadinya serupa lorong, kini berada di tengah tengah satu ruangan. Beberapa orang laki berdandan serupa maju membawa obor. Beberapa lagi menghunus pedang. Kemudian terdengar suatu suara menggeleser halus. Pelan, tapi berirama. Suaranya berkumandang di semua tempat. Ching-ching sampai bingung darimana arah datangnya. "Anak mempersembahkan hormat pada ibu tercinta." belum lagi orangnya tiba, Chang Houw sudah mengucap salam dengan amat hormat. Satu pintu rahasia terbuka lagi. Dari gelap muncul satu orang perempuan. Ching Ching 423 Pakaiannya dari sutera merah bersulam benang emas. Meski dalam kegelapan juga nampak berkilau. Apalagi terkena cahaya api, maka makin indah kelihatannya. "Houw-ji, where are you taking her?" Chang Houw did not answer. He stood with his head bowed. Wanita yang disebut ibu oleh Chang Houw melangkah semakin dekat. Dengan kepala tegak dan hati berdebar Ching-ching pentang mata. Sekarang. Ya, sekarang ini ia akan dapat melihat satu orang yang namanya begitu ditakuti kalangan Bu-lim belakangan ini. Nama yang menggetarkan hati tiap orang, namun tak pernah terlihat wujudnya. Wanita itu dengan anggun melangkah maju. Cahaya obor pelan-pelan menerangi mulai dari kaki terus ke atas. Semakin mendekat semakin jelas rupanya. Wanita itu berhenti dihadapan Ching-ching dan Chang Houw. "Miss Lie, how are you?" tanyanya sambil pamer satu senyum. Tapi Ching-ching malah bergidik melihat senyumannya. Sambil membelalak tak percaya ia mundur selangkah. "You ... you ..." Selama kejadian, tangan Chang Houw belum lagi dilepas. Kini lantaran Ching-ching mundur, jadinya tangan yang bertaut itu kelihatan oleh semua orang. Si wanita juga melihat. Kemudian ia menyusul melirik anaknya. Chang Houw mesti tahu diperhatikan sang bunda, tidak menjadi jengah. Pegangannya kepada Ching-ching malah makin erat. Si nona yang terpana melihat Kim Koay Coa tidak menyadarinya. "Houw-ji, Houw-ji. Perempuan yang kau kenal tidak kurang. Yang mengincar kedudukan menjadi istrimu juga tak sedikit, kenapa kamu malah penujui gadis kepala batu yang satu ini?" Mendengar teguran Kim Koay Coa, Ching-ching jadi tersadar. Dengan muka merah disentakkannya tangan sehingga terlepas dari genggaman orang. Ia undur lagi beberapa tindak. Tangannya tracung menuding si Ular Emas. "You ... It's not possible! You're dead!" "No. You're wrong. Yo-si-su-thay is dead. I am still alive." Memang Kim Koay Coa itu tak lain dari Yo Si Suthay adanya. "But you're dead! Siaw-kui saw it! "If I'm dead, then how can I stand here right now, in front of you?" jengek Kim Koay Coa. "Your Siauw Kui was wrong. He saw a woman who looked like me and wore a nun's robe." "So it was true. Yo Si Suthay was your disguise." Ching-ching menggumam. "That's right. Sayang lantaran kau waktu itu menaruh curiga maka Yo Si Suthay harus dibunuh mati." Kim Koay Coa tertawa. "Miss Lie, I do have to say, you have keen observation. Nobody knew who I was for many years. But your little nose appeared and my mask was taken off. I must congratulate you." "But ... Then who is Gin-koay-coa?" "You don't really expect me to tell you that, do you" Silakan kau putar otak sekali lagi. Yang mau kuberitahukan adalah bahwa dendamku padamu sudah tertumpuk banyak. Pertama karena kau membunuh ibuku. Kedua karena kau bongkar penyamaranku, yang berarti hilang jerih payahku selama bertahun tahun. Tapi separoh hutangmu kuanggap lunas karena aku juga telah menghabisi ayah-bundamu. Separoh lagi boleh hilang bila kau mau menjadi pengikutku. Ai, sesungguhnya sudah lama kuinginkan kau menjadi pengikut. Lebih baik lagi kalau kau bersedia jadi menantu." Kim Koay Coa tertawa lagi. "Your mother ... Who is your mother?" Ching-ching sibuk putar otak. Siapa gerangan yang pernah dia bunuh dan usianya layak menjadi ibu siluman ini" Selama otaknya Ching Ching 424 berputar, tak habis heran si nona. Yo Si Suthay adalah seorang yang terkenal galak dan berdisiplin. Bicaranya juga jarang, cuma sekadar yang perlu. Namun begitu berganti peran, betapa orang dapat omong banyak dengan lagak genit dan manja, namun tetap punya wibawa. "Lie Kouwnio, kalau kau lupa........." "I haven't forgotten," kata Ching-ching. "Hek-coa-popo itulah tentu ibumu." "You're smart. She is my mother. And you have to die for killing her. Unless you join our family. A life for a life. Your life for my mother's." "Never!" menjerit Ching-ching. "I would never ..." Sekejapan ia melirik Chang Houw yang pias mukanya. Seketika si nona rem mulutnya dan balik omong. "Even if I have to die today, I would never regret I have killed that ugly devil, so do not expect me to go crawling to you to pay for my 'sins'" "Meski kumati hari ini selamanya aku tidak menyesal telah membunuh iblis jelek ibumu itu. Maka jangan harap ku mau bayar hutang- tebus dosa segala." Wajah Kim Koay Coa yang tadinya penuh senyum itu menjadi beku seketika. "Then die!" si nyonya mengeluarkan cambuk. Di pecutkannya ke udara. Terdengar bunyi mendesis bergema. Ching-ching sekilas melihat cahaya ungu memancar dari kulit ular yang dijadikan senjata itu. tahulah dia, racun jahat dioleskan kepada sejata. Sekali terkena, entah bagaimana nasibnya. "Nio ..." terdengar lirih suara Chang Houw. Suara itu entah pedih entah kecewa ataukah berkuatir. "Houw-ji, stay out of this!" berseru Kim Koay Coa. Sekaligus ia lecutkan sekali lagi pecutnya ke arah Ching-ching. Ching-ching tahu, tak ada gunanya melawan. Tenaganya hilang, pula kepandaiannya jauh berada di bawahan siluman ular itu. Namun si nona tak gentar. Ia berdiri dengan sikap siaga. Terasa kuda-kudanya goyah. Tapi Ching-ching sedikitpun tak mau unjuk kelemahan. Selarik sinar ungu menuju muka orang. Ching-ching siap menghindar. Tapi sesungguhnya ia sadar tak mungkin lolos dari sambaran lecut orang. Namun sebagai nona bandel, masa ia mandah saja dibunuh " 'Tarrr' terdengar suara keras ketika pecut mengenai kulit orang. Disusul mengucur darah ke atas tanah. Tapi bukan Ching-ching yang jadi korban. Dalam waktu cuma sekejap mata Chang Houw telah berdiri di hadapan si nona. Pecut melingkari tangannya yang sengaja dipakai menerima. Terlihat bajunya hancur terkena hawa panas pecut beracun. Kulitnya yang putih juga matang biru. Dan darahnya yang menetes berwarna hitam. Inilah tandanya betapa jahat racun di senjata orang. "Chang Houw!" Kim Koay Coa membentak. Nadanya seperti kaget, seperti marah, terlebih lagi menyesal. "Nio, I beg of you. Please let Miss Lie go for now. Just this once." "I ... You ...." Kim-koay-coa was speechless tak dapat berkata-kata beberapa saat lamanya. Kemudian ia melempar satu botol kecil dari sakunya. "Houw-jie, take this antidote." "Nio, I'll take it when Miss Lie is free." "Houw-jie, you're really ..." Kim Koay Coa melotot gusar. "You'll die even before she can leave this place! "Sebelum orang pergi kau sudah keburu mati!" Chang Houw tegak ditempatnya. Botol obat telah digenggam ditangan, tapi ia belum mau mengambil obat penawar. "Master Chang, I do not ask for your protection. Take the antidote," Ching said. She knew the poison was already spreading fast. If Houw did not take the Ching Ching 425 antidote immediately, he could die. That means that he would die in vain because of her. Padahal Ching-ching pantang berhutang budi pada musuh. Chang Houw made no move. Matanya lurus memandang sang ibu. Mulutnya saja bersuara. "A Warrior never take back his own words!" Perkataannya itu ditujukan entah pada Ching-ching atau pada ibunya. Tetapi kedua wanita itu tahu, omongan Chang Houw bukan sembarang diucapkan. Kim Koay Coa memandang dingin wajah anaknya. "If I refuse, would you then die in vain" Miss Lie will die, and you will be dead." "Kalau aku menolak, bukannya kau nanti mati tersia-sia" Lie Kouwnio tidak selamat, kau sendiri terbinasa." Chang Houw went silent. His mother was right. If he were dead, who else would protect Miss Lie" She would never be able to escape this devil's lair. Then again, to die on the same day would be good. They lived as enemy in this life, who knew if they could be together in the next" Kim Koay Coa tahu anaknya keras hati. Percuma ia membujuk sebagaimana. Karenanya ia beralih bicara pada Ching-ching. "Miss Lie, if you surrender, not only I will give you a comfortable life for the rest of your life, but I will also guarantee your safety for the rest of mine. We can all be happy. No one is in debt, no one does any favors for anybody." "Lie Kouwnio, andai kau mau menyerah, bukan saja kuberi kehidupan enak sepanjang hidup. Tapi aku juga menjamin keselamatanmu sampai akhir hayatku. Demikian kita sama sama enak. Semua sama senang. Tak ada yang berhutang, tak ada yang melepas budi." Ching Ching Karya ??? di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ching-ching mengerti maksud si nyonya. Andaikata Chang Houw mati, berarti dia ikut berdosa. Tapi Kim Koay Coa menyebut tentang melepas budi segala. Berarti ia tak tega melihat anaknya mati sekarang. Andaikata Chang Houw tidak tampak menyerah, tentu Ching-ching akan dilepas bebas. "I will not be a two-faced person," Ching replied. "Let us say that I surrender, we both know that I will not do it wholeheartedly. One day, I will bikin celaka kamu, and I would be betraying both sides. No, I choose death over that." "Aku tak mau jadi orang muka dua." sahut Ching-Ching." Andaikatapun sekarang kumenyerah, tapi tidak sepenuh hati. Lain hari pasti kubikin celaka kamu. Maka dari itu daripada menghianati dua pihak, lebih banyak kupilih mati saja." Tampak lamat-lamat senyuman di bibir Kim Koay Coa. Matanya menerawang jauh seperti mengingat sesuatu. Lama tak ada yang bersuara di dalam ruangan situ. 'Bluk' tahu tahu Chang Houw rubuh. Ia memegangi dadanya. Mukanya mengunjuk rasa sakit, tapi mulutnya sedikitpun tidak mengeluh. Kim Koay Coa lekas memburu ke depan. Ching-ching yang terlebih dekat sudah maju selangkah, tapi kemudian berhenti. Ia cuma memandang saja orang kesakitan. "Take this!" Kim Koay Coa mengangsurkan satu buah Tan-wan (obat tablet) kemulut anaknya. Chang Houw closed his eyes. "I'll wait until Miss Lie is safe," his lips moved. Suaranya sudah amat lemah. "Fine, I will do what you want. Miss Lie can go. You have my word." Kepala Kim Koay Coa bergerak sedikit. Dayang yang memegang obor teru membuka satu pintu rahasia. "Orang She Lie silahkan pergi." berseru Kim Koay Coa. Sejenak Ching-ching ragu. Kalau ia pergi, mau tak mau ia menerima budi Chang Houw. Tapi kalau ia diam ditempat, berarti Chang Houw mati. Meski pemuda itu adalah musuhnya, bagaimanapun sikap pemuda itu sudah mendapat simpati si nona. Lantas bagaimana baiknya" Si nona melangkah. Ia berlutut di sampingnya Chang Houw. Diambilnya tan-wan di tangan sang bunda, lalu disuapkannya ke mulut si pemuda. Semuanya dilakukan amat Ching Ching 426 cepat dan tergesa. Baik Chang Houw maupun ibunya terkejut atas tindakan si nona. Saking terpana mulut Chang Houw terbuka. Mudah saja buat Ching-ching membuat pemuda itu telan obat penawar. "Master Chang, bagaimanapun I am in your debt. I do not know how to repay you. I cannot let go my vow of vengeance, but other than that, even if you ask for my life, I will give it to you," si nona berkata. "Miss Lie, how can I ask for repayment when I have not done you any favors" aku tak merasa melepas budi. Bagaimana mungkin minta balas jasa," Chang Houw said. "You are here because I forced you to. As a good host, it is my duty to see you off safely. Now you even have poison in your body. Is it not that I have wronged you?" "Bukankah kedatanganmu kemari juga lantaran aku yang paksa. Sebagai tuan rumah sudah kewajiban kalau kumengantar kau pergi dengan selamat. Malah kini kau sedang keracunan obat. Bukannya aku yang berdosa padamu?" Ching-ching waved this off. "I'm not good with speech. Aku tak pintar basa-basi. I do not like to be in debt. Master Chang, you can ask anything of me and I will try my best to fulfill it. If you do not ask, then I would rather take my own life right here in front of you." Sikap Ching-ching lugas. Meski sungkan di hadapan si tuan muda, tetap saja tak bisa bersikap mengikuti tata peradaban. Chang Houw sudah kenal adat si nona. Maka dari itu tak ayal lagi terus berkata. "Then I will ask this of you. In the future, whatever happens, I wish that you will not fight with me menjadi lawanku pibu (bertarung)." "Which means I cannot kill you," she said. "I accept." Kemudian tanpa berpamit lagi ia terus mengikuti si dayang penunjuk jalan. "Orang she Lie!" memanggil Kim Koay Coa. "Ini!" Ia melemparkan satu buah benda. Dengan sigap Ching-ching menangkap. Begitu menerima ia seketika menjadi pucat sembari meraba saku. Ternyata kotak obat pemberian Chang Houw tidak lagi ditempatnya, justeru berpindah di tangan. Kim Koay Coa telah mengambil tanpa sepengetahuan. Baru Ching-chign menyadari seberapa tinggi ilmu orang. Akan tetapi gadis itu tidak perlihatkan perasaan. Tanpa mengucap sepatah kata ia membalik dan melanjutkan langkah. Chang Houw mengikuti kepergian si nona dengan perasaan kacau. Ia merasa lega, tapi berduka. Seperti ada sesuatu yang hampa dalam hatinya. Hilang terbawa oleh kepergian gadis itu. Namun Chang Houw sadar, bagaimanapun ia dan si nona she Lie berada di dua pihak yang bertentangan. "Andai saja keadaan tidak begini." diam-diam ia membatin. White Mountain dari kejauhan amatlah indah dipandang mata. Puncaknya yang menjulang dilapisi awan. Lerengnya seringkali seperti terhalang kabut tipis. Sesuai namanya Pek San yang menampilkan pemandangan putih belaka. Namun apabila makin didekati, warna putih itu makin pudar. Bahkan apabila telah tiba di kaki gunung itu sendiri, jangan harap melihat salju, atau kabut. Yang ada hanya warna hijau seperti kebanyakan gunung lain. Bahkan lereng gunung Pek San lebih subur. Pohon-pohon besar tumbuh disitu seolah memagari kaki gunung. Di kaki gunung itu Ching-ching berhenti sebentar untuk beristirahat. Dipandanginya alam sekitar yang sudah pernah ia kenal. Tiada yang berubah. Semua masih tampak sama. Tapi sudah berapa lama ia tidak menginjak lereng gunung itu. Setahun" Padahal orang-orang yang kini merupakan kerabatnya terdekat tinggal disitu. Setelah mengaso sejenak, Ching-ching meneruskan berjalan ke tujuan. Rumah tabib Ching Ching 427 Yuk. Ia mesti merepotkan kakek angkatnya itu sekali lagi. Melihat pondok Si Raja Obat, mendadak Ching-ching merasa berdebar. Ia seperti juga pulang ke rumah. Tahu-tahu dirasanya teramat rindu pada sang kakek. Secepatnya ia berlari ke pondok sederhana itu. "Yuk Kong-kong!" sepanjang jalan ia berteriak memanggil. Di pekarangan depan dilihatnya sang raja obat tengah menjemur berbagai macam akar-akaran. Ia memanggil sekali lagi. Melihat siapa yang datang, Yok Ong Phoa amat terkejut. Tangannya gemetar. Akar obat yang mau dijemurnya berantakan ditanah. "Kau..........." ia menuding dengan bingung. Ching-ching tak kalah heran melihat reaksi orang. "Kong-kong, apa sudah lupa" It's me, Ching-ching!" "Ching-ching!" tabib Yuk lantas mendekat. Beberapa batang akar obat terinjak, tapi ia tak ambil peduli. Diperhatikannya muka si nona. "Oh my. You're still alive?" Terbengong Ching-ching jadinya. "When did I die?" "Ah-Lau and Wang Li Hai. They brought home the news that ...Wait, I have to tell them about this." Yok Ong Phoa Yuk Fung menyuruh cucu angkatnya itu menunggu. Ia sendiri terburu buru menuju ke Pek San Bu Koan untuk mengabarkan kepulangan Ching-ching. Sebenarnya Ching-ching sendiri tak tega melihat Kakek itu sedemikian repot. Tapi mau bagaimana. Ia sendiri ingin ketemu dengan kawan-kawan yang lain, padahal sudah disumpah tidak menginjak Pek San Bu Koan lagi seumur hidupnya. Tak terlalu lama, Ching-ching sudah mendengar langkah orang berlari. Benar saja, kemudian ia melihat Chia Wu Fei datang, susul menyusul dengan Miaw Chun Kian dan Yuk Lau. "Ching-moy!" mereka semua berteriak serempak begitu tiba dipondok. Tapi ketika melihat Ching-ching berdiri di depan pintu dengan tertawa, kesemuanya cuma bisa berdiri menjublak. Wu Fei adalah yang paling pertama bergerak. Sekali berkelebat ia menarik rambut Ching-ching. Nona itu tidak menduga, dengan sendirinya tak sempat mengelak. "Aww! Wu Fei-ko apa-apaan?" "Huaa, Ching-ching, you are still alive!" "Of course I am. Kalau sudah mati apa bisa merasa sakit?" gerutu si nona. Serentak yang lain-lain ikut bersorak. Mereka berebut pasang omong duluan dengan si nona. Jelas orang jadi bingung dibuatnya. "Aaaa!" tahu tahu Ching-ching berteriak. Yang lain kaget, terdiam. "Aku mau lebih dulu menanya!" kata si nona galak. "Kalian dapat kabar aku sudah mati dari mana?" "Sam-suheng yang bilang!" menuding Wu Fei. "That's right. Memang aku yang membawa kabar. Aku sendiri mendapatkan di markasnya partai agama di Kong An, dari seorang pemuda bernama Tan Hai Chong. Ia bilang ketika kau ditangkap Kim Gin Siang Coa Pang, mereka membunuhmu ditempat. Mayatmu dibakar, abunya disebar." "Kurang ajar budak itu! Justru Tan Hai Chong itulah yang bersama gurunya mempedayai aku. Jelas dia tahu aku masih hidup. Kenapa pula ia berkata yang bukan-bukan. Eh, darimana Gie-ko (kakak angkat) mengenal dia ?" "Dia pernah ada hutang budi dengan Sian Toa-ko Chow Fuk. Maka dari itu mau memberi keterangan mengenaimu. Tak tahunya kita ditipu mentah-mentah." Wajah Yuk Lau tampak dendam. "Bangsat tak tahu diri!" ia mengumpat. Ching Ching 428 Ching-ching noticed that Yuk Lau called orang sebagai Big Brother. Berarti kedua kakak angkatnya itu sudah berbaikan. Tetapi di depannya Yuk Lau also added 'late'. Seketika wajah si nona pucat. "Apa...apa yang terjadi pada Toa-ko?" "What-what happened to Toa-ko?" "When his teacher caught him talking to me, "Ketika dipergoki gurunya bahwa toa-ko sering bertemu denganku, ia dianggap penghianat dan tiada pengampunan lagi. Karena untuk menyelamatkan aku supaya dapat mencarimu toa-ko melawan habis-habisan gurunya. Ia......." suara Yuk Lau mendadak serak. Ching-ching sendiri amat terpukul. Kepalanya terasa pening. Kakinya lemas. Tak terasa ia jatuh berlutut. "Ching-moy!" Wu Fei memayangnya berdiri."Lebih baik kita bicara di dalam saja!" katanya sambil mendului membawa si nona kedalam. Beberapa saat lamanya Ching-ching tak dapat berbicara. Ia menangis tanpa suara. Tapi kemudian ia tersenyum sambil menghapus airmata. "Paling tidak kini semua orang tahu bahwa toa-ko bukan orang jahat. Soal kematiannya biarlah kelak kita yang membalas." Melihat si nona tidak lagi berduka malah nampak bersemangat, yang lain tertular merasa lebih gembira. Apalagi sebenarnya kematian Chow Fuk sudah lama terjadi. Masa berkabung juga sudah lewat. Tak heran mereka mudah kembali cerah. Semuanya cuma merasakan kegembiraan atas kepulangan Ching-ching yang tak lurang suatu apa. Tidak ada yang tahu betapa perasaan gadis itu yang sesungguhnya. Ia merasa berdosa atas kematian Chow-Fuk. Sedikit banyak ialah yang menyebabkan. Andaikata ia tidak sampai tertangkap oleh Chang Houw, pasti tak ada kejadian macam begini. Dendamnya kembali berkobar. Tapi dipihak lain ia juga merasa berhutang budi pada musuh besarnya itu. Lebih celaka, ia pernah menganggapnya sebagai kawan. "Tahu tidak, gara-gara mendengar kabar kematianmu, kami anak murid Pek San Bu Koan banyak kau bikin repot. Dari berkabung sampai upacara sembahyangan kami lakukan semua. Tahukah " Suhu sampai 40 hari pantang makaan daging." ocehan Wu Pendekar Bodoh 2 Pendekar Rajawali Sakti 62 Tuntutan Gagak Ireng Jaka Lola 12