Ceritasilat Novel Online

Pusaka Jala Kawalerang 11

Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto Bagian 11 pula. Selama hidupnya, baru kali itu ia mendengar macam racun demikian. Siapakah penciptanya" Kalau orang itu bisa menciptakan suatu ramuan racun begitu aneh, tentunya dapat pula menciptakan racun-racun diluar dugaan sbpapun. Tak terasa ia jadi ber-geridik sendiri. Andaikata or&ng itu memusuhinya, rasanya lebih mudah berlawan-lawanan dengan bangsa Iblis atau Siluman. Samar-samar, teringatlah ia kepada cerita Ulupi tentang Wisakarma bertiga yang datang ke pulau Jawa untuk melawan Naradata. Menurut tutur-kata orang, semua ilmu pengetahuan racun bersumber kepada Wisakarma dan Calon Arang. Kalau orang yang bisa meracun Ratna Paramita sudah memiliki kepandaian hebat, tentunya Wisakarma dan Calon Arang lebih hebat dan mengerikan pula. Sekarang ia mau mengerti, apa sebab penduduk dusun melarikan diri dan rela meninggalkan harta-bendanya. Menilik ucapan Rama Paramita, agaknya orang itu berade di sekitar dusun yang sudah Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ditinggalkan penduduknya. Berarti orang itu pulalah yang menyebarkan maut. "Baiklah, aku sudah kena racun dan syukur Ibu berhasil menolong diriku. Tetapi bagaimana dengan Ibu sendiri" Kapan Ibu terkena racun jahat?" Ratna Paramita menegas. "Masih ingatkah engkau, waktu aku menolong seorang pemuda tanggung di dekat jembatan bambu?" Paramita Maliyo mulai. "Tentu saja." Ratna Paramita tidak mengerti maksud ibunya. "Apakah ada hubungannya dengan racun yang mengeram dalam diri Ibu" Bukankah tiada seorangpun yang hadir, kecuali pemuda itu dan aku seorang?" "Anak tolol." Paramita Maliyo menggerembengi. "Jelek-jelek engkau puteri seorang ahli racun pula. Masakan tidak mengerti" Bukankah ada semacam racun yang segera beralih kepada siapa yang berani menyentuh korbannya?" "Ibu maksudkan pemuda tanggung itu?" "Setidak-tidaknya demikian." "Justru itulah yang membuat aku terheran-heran." ujar Ratna Paramita tidak mau mengalah. "Tentang siapa-pun yang menyentuh korban yang terkena racun Pamukswa akan teracun pula adalah ajaran ibu yang pertama kali. Berarti Ibu terlalu faham. Sebaliknya Ibupun tahu cara memunahkannya. Mengapa Ibu sampai kena racunnya?" "Racun ini sudah lama kulupakan. Pemuda tanggung yang kena racun itu, sama sekali tidak dilumuri racun apapun. Andaikata engkau memanggulnya di sianghari, sama sekali bebas dari racun berbahaya yang mungkin menular. Tetapi siapa menduga, bahwa racun itu baru bekerja manakala matahari mulai tenggelam" Jadi jelasnya, racun itu bekerja di malamhari. Tetapi mengapa dia menggunakan racun demikian terhadap Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ seorang pemuda yang belum mengenal dunia?" Paramita Maliyo tercenung-cenung. "Untung, dia masih dapat kutolong. Kalau tidak, bagaimana aku harus mempertanggung jawabkan?" Tidak usah dijelaskan lagi, Paramita Maliyo terkena racun yang bekerja di malam hari. Tetapi yang mengherankan hati Ratna Paramita, mengapa Ibunya menyebut dengan istilah si dia" Agaknya rbunya mengenal siapa yang meracun pemuda tanggung itu. Ibunya sangat menyesali. Mengapa" Kenapa" Ibunya seakan-akan harus ikut mempertanggunajawabkan. Terhadap siapa" Hati-hati Ratna Paramita mencoba mencari kejelasan. Katanya: "Biasanya Ibu tidak berkenan menolong siapapun yang belum Ibu kenal. Apalagi bila si penderita itu terkena racun. Sebab menurut Ibu, kita ini termasuk golongan tukang meracun. Jadi, dengan yang meracun pemuda tanggung itu, kedudukan kita setali tiga uang. Tetapi kenapa Ibu berkenan menolong pemuda itu?" Mereka berdua, Ibu dan anak, sudah bergaul erat selama duapuluh tahun lebih. Di antara keduanya tiada sesuatu yang dirahasiakan atau yang disembunyikan. Tetapi kali ini, Paramita Maliyo seperti merahasiakan sesuatu terhadap puterinya. Karena tidak berani mendesak lebih jauh lagi, wajah Ratna Paramita muram. Gadis itu nampak sedih. Paramita Maliyo dapat membaca keadaan hati puterinya. Segera ia duduk disamping Ratna Paramita. Kemudian berkata menghibur : "Racun itu memang istimewa dan hebat. Tetapi legakan hatimu, racun itu tidak dapat membunuh Ibu. Aku sudah memunahkannya. Sekarang dengarkan kata-kataku. Ingin Ibu menanyakan sesuatu kepadamu." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kata-kata ingin menanyakan sesuatu, diucapkan Paramita Maliyo dengan hati berat. Ratna Paramita jadi tak enak hati. Tak setahunya sendiri, hatinya cemas. Serunya : "Ibu! Ibu hendak menanyakan apa kepadaku?" "Apakah engkau masih memikirkan Swandaka?" Hati Ratna Paramita goncang. Pertanyaan itu diluar dugaannya. Beberapa saat lamanya ia berdiam diri. Lalu menghela nafas dalam. Sama sekali ia tidak sanggup menjawab pertanyaan ibunya. "Ah, ternyata hatimu masih berada padanya." Paramita Maliyo menghela nafas pula. "Ibumu inipun mempunyai pengalaman demikian pula. Maka dapatlah aku memahami dirimu. Anakku, pernahkah engkau mendengar ucapan orang-orang bijaksana pada jaman dulu. Kata mereka, bila seseorang jatuh cinta dia mulai menjadi manusia tolol. Kaupun begitu juga, kini. Tetapi kau tidak perlu ber-kecil hati. Ibumu dahulu mempunyai kekasih hati. Buah hatiku, malah. Diapun sayang padaku. Akhirnya .... aku benar-benar sedih dan kecewa." Paramita berhenti sejenak. Meneruskan : "Pemuda Swandaka itu agaknya tidak menaruh perhatian padamu. Menurut penglihatanku, diam-diam ia menaruhkan harapannya kepada seorang gadis lain yang selalu muncul di sampingnya. Bila kau tetap kepala batu, penderitaan hatimu dikemudian hari jauh lebih hebat daripada apa yang pernah kualami. Sebenarnya, Ibu tidak senang engkau menderita demikian". Sampai disini, yang tergoncang hatinya tidak hanya Ratna Paramita saja, tetapi Diah Mustika Perwita pula yang bersembunyi dibalik arca Tritunggal. Memang, Ratna Paramita tidak dapat melupakan Swandaka. Tetapi mendengar Ibunya pernah mempunyai kekasih hati, tiba tiba saja hatinya sedih. Tak terasa ia berkacakaca. Herannya justru demikian ia ingin mendengar kisah ibunya lebih banyak lagi. Setengah kanak-kanak ia minta keterangan : Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ibu ! Apakah Ibu hendak membicarakan mendiang Ayah" Ayah memang meninggal usia muda. Karena itu, Ibu selalu bermuram durja bila menyebut atau teringat ayah. Tetapi usia itu. bukankah berada diluar kekuasaan manusia" Meskipun kodrat usia manusia ini terlalu pendek, tetapi bila seseorang dapat mencintai seseorang satu hari saja rasanya sudah membahagiakan. Kita perlu bersyukur untuk itu .." Belum lagi Ratna Paramita menyelesaikan kata-katanya, air mata Paramita Maliyo mengalir deras membasahi kedua belah pipinya. Keruan saja Ratna Paramita terperanjat. Berseru dengan suara tercekam : "Ibu ! Apakah ucapanku menusuk hati Ibu" O maafkan, buuu!" "Tidak ! Sama sekali engkau tidak salah. Kaupun tidak menusuk hatiku. Justru aku gembua, karena engkau me miliki pengetahuan demikian sahut Paramita Maliyo. Setelah menyenak nafas dan menghapus air matanya meneruskan : "Ratna, tolong peganglah tanganku! Ibu hendak berbicara kepadamu ..." Ratna Paramita tercengang-cengang mendengar permintaan ibunya. Mengapa ibunya perlu dipegang tangannya" Dengan hati kosong, ia memegang pergelangan tangannya dan memasang pendengarannya. Sementara itu, Paramita berkata dengan sungguhsungguh : "Sewaktu kau berumur enam tahunan, sering engkau bertanya padaku. Begini : di seluruh dunia ini apakah yang kusukai. Sampai hari ini, pertanyaanmu itu belum pernah kujawab dengan jujur. Sekarang, aku ingin menjawab dengan sejujur-jujurnya, meskipun akan menyedihkan hatimu. Terus terang saja, anakku, yang kusukai dan yang kucintai sebenarnya bukan ayahmu." Mendengar ucapan Paramita Maliyo, Ratna Paramita terpaku keheran-heranan. Ia terlongong-longong sampai kedua matanya nyaris tidak berkedip. Lalu berkata dengan tersekat-sekat: Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Bukankah Ibu sering berkata, ayah seorang laki-laki yang baik hati" Bukankah Ibu berkata pula bahwa ayah dan ibu hidup berdampingan dengan bahagia" Bukankah Ibu berkata, ayah dan ibu saling mencintai?" "Waktu itu, engkau masih kuanggap terlalu hijau untuk dapat memahami. Terus terang saja aku membohongimu." Paramita Maliyo berhenti sejenak mengesankan. "Memang aku selalu berkata, bahwa ayahmu seorang yang berhati baik. Akupun berkata, aku dan ayahmu saling mencintai dan hidup berbahagia. Sebenarnya, orang yang kusukai dan kucintai adalah seseorang yang sudah meninggalkan Ibumu, sebelum kau lahir. Sebenarnya pula ingin aku hidup bersuami-isteri dengan dia. Sebab seperti kata-katamu tadi, bisa hidup bersuamiisteri satu hari saja, sudah merupakan suatu kebahagiaan." Ratna Paramita makin heran, tetapi hatinya penasaran pula. Ujarnya dengan hati panas : "Ibu ! Tetapi apa sebab Ibu selalu menyebut orang lain sebagai gambaran ayahku" Lalu .... lalu sebenarnya siapakah ayahku" Benarkah ayahku sudah meninggal?" "Dia masih hidup." jawab Paramita Maliyo dengan tegas. "Sekarang dengarkan pengakuanku. Orang yang kusukai dan kucintai adalah ayah pemuda tanggung tadi. Pemuda tanggung yang kutolong." "Apa?" Ratna Paramita terbelalak dan melepaskan genggaman tangannya. "Kalau begitu, selama ini Ibu mempermainkan diriku dan ayah. Kenapa begitu" " "Bukan ! Tuduhanmu kurang tepat. Malahan sebaliknya, ayahmulah yang mempermainkan diriku. Ah, tentunya engkau tidak percaya. Apakah engkau masih percaya keterangan Ibumu?" Ratna Paramita tercenung. Dahulu, pertanyaan demikian tentu akan dijawab dengan cepat dan tegas. Ia percaya seratus prosen Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ terhadap semua ucapan ibunya. Tetapi kali ini, ia terpaksa berpikir keras. Hal itu terjadi, karena ia heran melihat sikap Ibunya yang aneh. Pikirnya di dalam hati: "Ayah masih hidup. Apa sebab Ibu justru memikirkan orang lain" Kenapa Ibu selalu membohongi diriku, bahwa ayah sudah meninggal" Pasti Ibu diam diam mempermainkan ayah semenjak lama. Terhadap seorang yang berpekertr demikian, dapatkah aku mempercayai lagi?" Paramita Maliyo menatap wajah puterinya. Karena gadis itu, dialah yang melahirkan, meneteki, menyuapi dan membesarkan, maka ibarat madu dan manisnya, dapatlah ia membaca keadaan hatinya. Tak dapat lagi ia menahan diri. Air matanya bercucuran kembali membasahi kedua belah pipinya. Lalu berkata : "Baiklah, kau dengarkan dulu. Aku akan mendongengkan sebuah cerita. Setelah engkau mendengarkan dan mempertimbangkan, kau boleh mengambil kesimpulan. Kau menghendaki Ibumu atau Ayahmu....." Ratna Paramita menahan nafas. Pandang matanya tetap saja terbelalak seolah-olah tiada berkedip. Ia merasa Ibunya seakan-akan seorang makhluk yang asing baginya. Paramita Maliyo sendiri yang sudah dapat membaca keadaan hatinya, menghela nafas. Kemudian mulai bercerita dengan suara perlahan. "Aku seorang yatim-piatu. Tak tahu aku, siapa orang tuaku. Menurut tutur-kata orang, ayah-ibuku mati sengsara. Sewaktu aku baru berumur dua bulan, aku dirawat seorang janda dan dibesarkan. Janda itu bekerja sebagai abdi Ratu Wengker. Sewaktu berumur 8 tahun, aku dibawa menghadap Ratu Wengker. Rupanya Ratu Wengker tertarik kepadaku. Dan aku diambilnya sebagai salah seorang muridnya. Semenjak hari itu, aku bertempat tinggal di istana guruku. Aku dihormati orang dan diperlakukan sebagai puteri Ratu Wengker. Aku diajari beberapa macam kepandaian. Teristimewa ajaran mengenal racun dan tatakerjanya. Hebat kepandaian Ratu Wengker. Kecuali dia Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ termasuk keluarga Raja, budi-pekertinya lemah lembut. Aku merasa bersyukur berada dalam perlindungannya. Andaikata tiada suatu peristiwa yang membuat ingatanku tidak dapat memaafkan, pastilah sampai hari ini aku masih berada disampingnya dan melayaninya sebagai ayah-kandungku sendiri." ia berhenti meayenak nafas. Lalu melanjutkan lagi : "Seringkali aku diajak berjalan melintasi perkebunan Bahkan tidak jarang membawaku berpesiar. Sepanjang jalan, aku diajari ilmu kepandaian jasmani dan mantra-mantra sakti. Bila malamhari tiba, aku diantar tidur sampai ke pembaringan. Malahan tidak jarang dia menunggu diriku sampai tertidur. Pendek kata dia memperlakukan diriku sebagai anaknya sendiri. Diwaktu usiaku menanjak empat belas tahun, mulailah aku merasakan sesuatu yang aneh. Entah apa sebabnya, aku merasa takut dan ngeri bila beradu pandang mata....." Sampai disini Paramita Maliyo berhenti lagi. Ratna Paramita selama itu mengunci mulutnya dengan penuh perhatian. Ia menajamkan pendengarannya seolah-olah takut akan kehilangan sepatah kata ibunya. Diah Mustika Perwita yang bersembunyi di balik arca Tritunggal, ikut pula memasang kuping. Diam-diam ia merasa tertarik mendengarkan cerita Paramita Maliyo. "Barangkali aku mulai dihinggapi suatu pertimbangan perasaan naluri setelah aku haid untuk yang pertama kalinya. Rasa sayangku terhadap guru berbareng ayah-angkatku, tetap tidak berubah. Tetapi sekali lagi kukatakan, entah apa sebabnya setiap kali bertemu pandang, perasaan ngeri merambati seluruh tubuhku." Paramita Maliyo melanjutkan ceritanya. "Ratu Wengker tidak berkeluarga. Memang dia mempunyai seorang permaisuri. Namun permaisuri itu tidak pernah hadir dalam hidupnya. Kabarnya, permaisurinya itu seorang wadam dan bertapa di atas Gunung Anjasmara. Sedangkan permaisuri yang pernah melahirkan puterinya, sudah lama wafat. Karena itu, di dalam istana aku tidak mempunyai seorang teman bermain, kecuali Girisa anak seorang Juru Kebun yang berdiam dalam benteng Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Istana. Girisa seorang pemuda yang berperawakan sedang. Umurnya tiga tahun lebih tua daripadaku. Dia sangat ramah dan pandai melayani keinginanku. Tak mengherankan, dia kuanggap sebagai sahabatku yang kekal." Paramita Maliyo berhenti tercenung-cenung. Meneruskan : "Tak terasa umurku sudah menanjak enambelas tahun. Sekarang aku sudah pandai melihat sesuatu yang sedap. Menurut penglihatanku, Girisa yang sudah berumur sembilan belas tahun terasa agung dan indah sekali. Pada suatu malam, ia menyertai aku duduk di tengah petamanan. Harum bunga dan cerah rembulan, membangunkan perasaan romantis dalam hati kami masing-masing. Pada malam bulan cerah itu, ia menyampaikan perasaan hatinya. Tegasnya, ia mencintai diriku. Terus terang saja, itulah yang kuharapkan. Segera kuterima pernyataan cintanya. Kemudian kami bersumpah hendak hidup sebagai suami-isteri. Sebagai tanda setia aku menghadiahkan sebuah leontin emas bertuliskan huruf namaku. Dia tidak dapat menghadiahkan sesuatu kepadaku, karena memang tidak mempunyai sesuatu yang berharga kecuali ketulusan hatiku. Tak apalah. Aku hanya mengharapkan, agar ayahnya esok pagi melamar padaku. Aku yakin, guru pasti merestui. Setelah ia mengangguk setuju, hatiku girang bukan main. Malam hari itu, aku tertidur dengan hati berbunga-bunga. Tetapi tatkala matahari menjenguk ke persada bumi pada keesokan harinya, terjadi sesuatu diluar dugaan....." "Peristiwa apa?" terlontar pertanyaan Ratna Paramita yang tiba-tiba ikut tegang. "Rupanya guru semalam mengintip pembicaraan kami. Dengan sendirinya mendengar pula bunyi sumpahku. Maka sebelum terang tanah, ia memanggil Juru Kebunnya dan Girisa. Kedua orang itu dipukuli dan digebungi sampai babak belur. Tanpa memberi kesempatan Girisa untuk membuka mulutnya, guru mengusirnya pergi meninggalkan kediamannya. Diapun Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ melarang keluarga Girisa menginjak halaman Istana. Berani melanggar setengah langkah saja, akan dibunuhnya mati." Paramita Maliyo melanjutkan ceritanya. "Tentu saja aku terperanjat mendengar peristiwa itu. Guruku memasuki kamarku dan Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo berdiri tegak di dekat pembaringanku. Dengan suara nyaring ia menegus kelancangan-ku. Katanya, kuangkat martabatmu sebagai puteri bangsawan. Tetapi engkau bergaul di ngan anak seorang Juru Kebun. Sungguh memalukan ! Apalagi membicarakan masalah perjodohan tanpa menunggu persetujuan. Kau anggap apa aku ini" Awas ! Bila aku melihat engkau masih berani menerima kehadiran Girisa, kalian berdua akan kubunuh..... Hatiku tidak hanya merasa terpukul saja, tetapi ketakutan pula. Sebab belum pernah aku mendengar guru berbicara dengan suara selantang itu. Memang apa yang dikatakan benar belaka. Andaikata aku tidak dipungutnya sebagai salah seorang anggauta istananya, tentu saja aku manusia yang tiada memiliki kedudukan dan martabat. Akupun membicarakan masalah perjodohan hanya dengan menuruti kata hati semata tanpa mempertimbangkan tatasusila. Karena merasa bersalah, aku berjanji tidak akan bertemu dengan Girisa lagi. Dengan berjanji demikian, aku berharap akan meredakan amarahnya. Pikirku, bukankah aku dapat membicarakan lagi dengan, pelahan-lahan" Diluar dugaan, kembali lagi aku menghadapi sesuatu yang mengejutkan hatiku ....." Suara Paramita Maliyo tiba-tiba parau dan bergemetar. Duapuluh tahun lebih, peristiwa itu terjadi. Namun masih saja berpengaruh terhadap dirinya. Agaknya, sangat mengesankan sehingga tertanam dalam lubuk hatinya. Dengan suara ketakutan ia meneruskan kata-katanya : "Harus kuakui, bahwa janjiku itu hanya di mulut saja. Sebenarnya, aku merasa tidak dapat berpisah lagi dari Girisa. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Karena hatiku selalu gelisah terus-menerus sepanjang hari, pada suatu hari aku menangis sedih di atas pembaringan. Selagi aku menelungkup menangis sedih, tibatiba rambutku dibelai seseorang. Aku menengadah dan kulihat guruku memandang dengan wajah bengis. Lenganku ditariknya dan aku dipaksa duduk menatap dirinya. Di antara isak tangisku, aku mendengar suaranya meledak : "Mengapa kau menangis" Siapa yang kau tangisi" Apakah engkau tidak dapat menghapus ingatanmu terhadap binatang itu?" Sungguh! Selama aku berada dalam istana, baru kali itu aku mendengar suara guruku sekasar demikian. Kari ia kekasihku diumpamakan sebagai binatang, aku menangis makin sedih. Lalu aku mencoba berkata sejadiyjadinya. Kataku di antara isak tangisku : "Bukankah aku sudah berjanji tidak akan bertemu lagi dengan Girisa" Nah, biarkanlah aku menangis--" Mendengar kata-kataku, wajah guruku makin bengis. Ah, aku benar-benar merasa takut, sampai tangisku terhenti dengan tak setahuku sendiri. "Engkau kurawat ibarat darah dagingku sendiri." ujar guruku. "Kuajari engkau berbagai kepandaian pula. Maka aku berhak melarang engkau kawin dengan binatang itu ! Bahkan siapapun kularang mengawini-mu. Barangsiapa berani melanggar laranganku, akan kurobek-robek tubuhnya seperti aku merobek daun pisang. Campak ucapanku ini!" Aku ketakutan setengah mati sampai tidak pandai berbicara lagi. Setelah dia meninggalkan kamarku, aku mulai mencoba mengerti. Mungkin sekali guruku sangat sayang kepadaku. Bukankah guru mengumpamakan diriku ibarat darah dagingnya" Guru seorang bangsawan tulen, sedang aku anak picisan. Sekarang guru mengaku ingin mengangkat derajatku. Bukankah bermaksud mulia" Hanya saja, kenapa dia melarang diriku kawin" Andaikata aku sudah dianggapnya sebagai anaknyapun, larangan demikian tidak tepat. Apakah aku akan dijadikan seorang pendeta" Benar-benar aku tidak mengerti maksudnya. Pelahan-lahan aku turun dari pembaringan ingin menjenguknya. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Guru duduk di ruang dalam. Wajahnya sudah kelihatan sabar seperti sediakala. Melihat diriku muncul dari kamar, ia berkata dengan lembut : "Paramita ! Delapan tahun aku merawatmu tanpa cela sedikitpun. Engkau hendak membalas budi apa terhadapku?" Mendengar kata-katanya, aku jadi perasa. Dengan air mata berlinangan, aku menyahut: "Guru menghendaki diriku agar jangan meninggalkan guru. Baiklah, aku akan merawat guru untuk selama-lamanya. Aku akan menjaga guru sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tua." "Apa?" bentaknya. Dan kembali lagi wajahnya berubah hebat. Pandangan matanya seolah-olah membersitkan cahaya tajam luar biasa yang sanggup membakar semua yang tidak dikehendaki. "Tidak! Aku tidak menghendaki engkau menjadi anakku!" katanya. "Aku menghendaki engkau menjadi isteriku!" Benarkah ucapan itu terlontar dari mulut guruku" Hampir-hampir aku tidak percaya kepada pendengaranku sendiri. Kepalaku puyeng, telingaku pengang. Dengan mata berkunang-kunang aku menatap wajah guruku. Barangkali seperti caramu memandang wajahku." Paramita Maliyo menatap wajah Ratna Paramita. Meneruskan : "Pada detik ku, kesanku yang agung dan mulia terhadapnya, lenyap sekaligus. Aku merasa seperti sedang berhadaphadapan dengan seekor binatang yang bercaling panjang bermulut lebat dengan kuku-kukunya yang tajam. Dan beberapa detik kemudian, dia berkata dengan suara agak kendor : "Memang semenjak isteriku meninggal, sekian tahun lamanya tak pernah aku bersentuh dengan perempuan lain. Aku benar-benar tenggelam dalam mengejar ilmu kepandaian dan ilmu pengetahuan yang lain. Lambat-laun aku sadar. Aku manusia biasa yang terdiri dari darah dan daging. Bukan dewata yang tidak perlu bersentuhan dengan jenis lain. Paramita, benar-benar aku akan memperisterikan dirimu dan akan kuangkat engkau menjadi permaisuriku yang kelak akan disembah Raja Majapahit Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sendiri. Apakah engkau tidak mau menerima maksudku yang mulia ini" Kau berada dalam perlindunganku semenjak berumur delapan tahun. Tegasnya, jiwamu adalah aku yang melindungi. Maka sudah sepantasnya, engkau adalah milikku. Begitu aku menghendaki dirimu sebagai isteriku, maka engkau harus menjadi isteriku ..." Setelah berkata demikian, ia melompat hendak memelukku. Pada detik itu, entah kekuatan dari mana datangnya, tiba-tiba aku tersadar seperti seorang terbangun dari tidur nyenyak. Begitu dia memelukku, aku menggigit tangannya sekuan tenagaku. Seperti seorang kesurupan aku berteriak-teriak : "Tidak! Tidaaak . . . ! Tidak dapat aku menjadi isterimu. Kau berkata, aku berhutang jiwa padamu" Baiklah, ambillah jiwaku ! Bunuhlah aku!" Aku berhasil merengutkan pelukannya. Lalu aku kabur dengan berteriak-tenak sejadi-jadinya. Guru tidak mengejarku. Mungkin sekali, sesungguhnya ia sangat sayang kepadaku. Atau bukan mustahil, dia merasa malu. Aku dibiaarkan melarikan diri. Padahal, dengan separah katanya, prajuritprajuritnya akan dapat menangkap diriku kembali sangat mudah. Yah . . . betapapun juga, sebenarnya aku berhutang budi padanya. Hal itu makin terasa, setelah aku berada di luar istana. Terasa sekali, apa maknanya aku memperoleh perlindungannya. Tidak hanya itu. Derajat dan martabatku dijunjungnya tinggi. Di sini, di tengah alam seluas ini, aku tidak berarti apa-apa. Andaikata diriku diterkam harimau, tiada seorangpun di dunia yang berseru merasa kehilangan. Dengan berbagai pikiran dan pertimbangan, aku melanjutkan perjalananku. Sewaktu matahari tenggelam, aku bermalam di sebuah Rumah Pemujaan yang kosong. Ya semacam Rumah Pemujaan ini. Entah kapan aku tertidur, tiba-tiba aku terbangun oleh percakapan beberapa orang yang berbicara dengan suara berkobar-kobar. Mereka sedang membicarakan orang-orang pandai di jaman itu. Ada yang menyebutkan nama Nayaka Madu, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Durgampi dan nama guruku sendiri. Lalu seseorang menyebut nama Brajanala, Kepala Suku Girah seorang ahli racun yang ditakuti lawan dan kawan. Menurut tutur-kata orang itu, Brajanala tidak takut andaikata berlawan-lawanan dengan Ratu Wengker atau Nayaka Madu. Dan mendengar pembicaraan itu, hatiku tertarik. Pikirku, ternyata di dunia ini masih ada orang yang berani menentang kesaktian guruku. Dialah Brajanala Kepala Suku Girah. Aku tidak mendengarkan percakapan mereka sampai selesai. Takut akan ketahuan, diam-diam aku menggeleser pergi. Dengan menguatkan diri aku berjalan menjauhi tanpa tujuan. Aku berjalan asal berjalan saja, karena di luar alam gelap pekat. Dua tiga jam kemudian, udara mulai cerah. Fajarhari tiba. Aku menjatuhkan diri di atas pengempangan sawah. Tiba-tiba saja guruku sudah berada di depanku." Ratna Paramita menghela nafas lega tatkala mendengar Ibunya sudah dapat melarikan diri dari Istana Wengker. Tetapi begitu mendengar Ratu Wengker tibatiba berada di depan Ibunya kembali, hatinya menjadi tegang luar biasa. Dengan menekap pergelangan tangan Ibunya, ia menegas dengan suara menggeletar : "Lalu bagaimana" Apakah Ibu tertawan kembali?" "Guru menawanku" Tidak ! Justru akulah yang mengikuti guru pulang ke istana." sahut Paramita Maliyo diluar dugaan. "Mengapa?" Ratna Paramita penasaran. "Pada saat itu, aku sudah memutuskan untuk melarikan diri. Tujuanku hendak mencari perlindungan Brajanala. Karena Brajanala seorang ahli racun, aku perlu mempersembahkan sebuah peti tentang racun pula. Dengan upeti demikian, akan memudahkan caraku untuk memperoleh perlindungannya. Seperti kau ketahui tadi, Ratu Wengker memiliki berbagai ilmu pengetahuan racun. Bahkan aku sempat melihat dua buah Kitab Dendam Empu Bharada http://dewi -kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Racun warisan Resi Wisakarma sumbernya semua racun di dunia. Nah, dengan tujuan itu, aku mengikuti guru pulang ke Istana. Untuk mencapai maksudku, aku perlu bersandiwara selama hampir tiga minggu. Ternyata aku hanya memperoleh sebuah kitab saja. Dan dengan membawa upeti itu, aku bersembunyi di antara kaum Girah." "Ah, syukurlah." Ratna Paramita melepaskan nafas lega. "Tetapi sekarang, datanglah bencana yang lebih hebat lagi." ujar Paramita Maliyo dengan wajah muram. "Apakah Brajanala berbuat tidak senonoh melebihi Ratu Wengker?" Ratna Paramita berseru dengan wajah memucat. "Bukan." jawab Paramita Maliyo. "Ternyata Brajanala seorang satria sejati. Hatinya lurus dan jiwanya bersih." "Lalu siapa yang mendatangkan bencana?" "Itulah kakak-seperguruanku." "Kakak seperguruan Ibu?" Ratna Paramita heran. "Ibu mempunyai kakak seperguruan" Mengapa Ibu tidak pernah menyebut-nyebut namanya" " Diah Mustika Perwita yang cerdas segera dapat menebak siapa kakak seperguruan Paramita Maliyo. Tentunya Bojang Gopak. Tetapi mengapa Paramita Maliyo tidak pernah menyebut-nyebut nama Bojang Gopak di depan puterinya" Padahal, menilik tutur kata Galiyung, Growak maupun Brancah, Bojang Gopak mempunyai hama sendiri yang ditakuti orang. Kenapa dirahasiakan Paramita Maliyo" Wajah Paramita Maliyo kini rusak akibat mempelajari aneka racun yang berbahaya. Rasanya tiada pilihan lain, kecuali menjadi isteri Bojang Gopak. Karena itu tidak ada alasan untuk malu dikenal orang sebagai isteri Bojang Gopak. Malahan, barangkali nama dan martabatnya akan terangkat. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kakak seperguruanku itu termasuk suku Girah." Paramita Maliyo meneruskan ceritanya. Meskipun suku Girah, dia menaruh hormat terhadap orang Majapahit. Tidak Mengherankan, dia gemar bergaul dengan orang Majapahit. Terutama orangorang yang bera&al dari Kahuripan. Dengan usiaku, dia lebih tua dua tahun. Tetapi karena sering mengikuti kemana guru pergi, kepandaiannya mengenai racun jauh lebih mahir dari padaku. Diluar dugaan, diam-diam ia mengincar diriku. Dua tahun kemudian, dengan terangterangan ia melamar padaku dan ingin memperisterikan diriku. Tentu saja lamarannya kutolak. Sebab di dalam lubuk hatiku sudah ada Girisa. Selain itu aku tidak senang tabiatnya. Seperti kau ketahui, orang kawin itu sesungguhnya mengawinkan hati, tabiat dan kepercayaan. Barangsiapa gagal mengawinkan tiga unsur itu, akan gagal pula perkawinannya. Dengan dia, hatiku sudah berada pada Girisa. Tabiatnya tidak kusukai. Hanya tinggal unsur kepercayaan yang mungkin masih dapat didamaikan. Kami berdua samasama mempelajari racun. Maka kamipun kelak, akan hidup sebagai ahli racun. Itulah satu-satunya mata pencaharian yang terbuka bagi kami berdua. Meskipun demikian, aku tidak sudi hidup berumah tangga dengan dia. Karena selalu menggerecoki diriku terus-menerus, aku mengadu kepada guru. Guru menegornya dan mendampratnya. Dan semenjak itu, tiada berani lagi ia mencoba-coba mendekati diriku. Sebulan dua bulan dia kelihatan patuh dan sopan sekali. Justru demikian membuat guru dan diriku terkecoh. Hm ...." Paramita Maliyo terhenti ceritanya. Mendadak saja ia kelihatan murung sekali. Setelah menghela nafas dua tiga kali, ia mencoba melanjutkan tetapi dipotong anaknya. Ujar Ratna Paramita : "Ibu, sudahlah ! Janganlah dilanjutkan lagi, asalkan Ibu berjanji tidak sedih. Ibupun dulu selalu berkata, tidak akan merasa sedih bila berdampingan denganku. Sekarang aku kembali lagi berada di samping Ibu. Aku berjanji dan bersumpah . . .. " Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Anakku, guruku Brajanala seorang insan yang berhati luhur." Paramita Maliyo seperti tidak mendengarkan ujar anak gadisnya. "Meskipun seorang ahli racun, namaun kepandaiannya tidak pernah dipergunakan untuk mencelakakan seseorang. Pekertinya mirip Empu Baradah di jalan Calon Arang. Tetapi dunia ini penuh dengan lika-liku yang aneh. Mengapa seorang guru yang baik mempunya: seorang murid yang durhaka. Seorang murid yang akhirnya sampai hati membunuh gurunya sendiri." "Apa?" Ratna Paramita terkejut. "Seperti yang kukatakan tadi, kakakku seperguruan gemar bergaul dengan orang Majapahit atau Kahuripan. Memang orang-orang Majapahit dan Kahuripan berkebudayaan tinggi daripada suku Girah. Akan tetapi tidak semua orang Majapahit atau Kahuripan berbudi luhur. Salah seorang di antaranya bernama : Sikara Sikanten. Seorang penjahat berdarah dingin. Namanya saja berbunyi Sikara. Artinya senang menyiksa orang. Akan tetapi sebagai teman kakakku-seperguruan, ia pandai membawa diri. Kau tahu sebabnya" Karena kakakku-seperguruan seorang ahli racun yang hampir mewarisi kepandaian guru. Karena belum berpengalaman dan terlalu percaya kepada orang luar Suku Girah, kakakku-seperguruan terbujuk agar mau mencuri harta peninggalan Suku Girah. Kabarnya milik Calon Arang sebagai pusaka kaumnya turuntemurun. Pada suatu hari, aku sedang memetik daun obat-obatan di sebuah kebun yang terletak agak jauh dari pertapaan Brajanala. Diluar dugaan dia membuntuti diriku, setelah berhasil mencuri harta warisan Suku Girah. Sambil memperlihatkan hasil curiannya, dia berkata padaku hendak meninggalkan dusun Girah dengan Sikara Sikanten. Dia mengharapkan dan membujuk diriku agar mengikuti dirinya sebagai suami-isteri. Katanya, dusun Girah terlalu sepi dan miskin. Tiada kesenangan apapun dan hari depan amat suram bagi kaum muda. Masakan orang membiarkan dirinya hidup tersiksa sepanjang hidupnya. Karena itu, mari ikut aku berkelana. Kita cicipi kenikmatan dunia yang sengaja disediakan Dewata Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bagi ummatnya. Tetapi aku menolak ajakan dan bujukannya. Seketika itu juga, wajahnya berubah bengis. Aku tahu, bila wajahnya sudah memperlihatkan kebengisannya, pastilah dia akan menebarkan racun. Dugaanku tepat sekali. Namun belum lagi aku bersiaga, dia sudah mendahului. Tiba-tiba tangannya mengebut, dan aku jatuh tak sadarkan diri. Ali, ternyata dia berbuat lebih mengerikan lagi. Ia memperkosa diriku entah betapa kali. Yang jelas .... semenjak itu, aku mengandung ...." "Ah !" teriak Ratna Paramita dengan rasa ngeri. "Sebenarnya siapakah kakak seperguruan Ibu itu?" Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Namanya Bojang Gopak." "Hm. . . Bojang Gopak ! Akan selalu kuingat namanya ..." "Tetapi engkau tidak akan dapat berbuat sesuatu terhadapnya." ujar Paramita Maliyo. "Kenapa ?" "Sebab dialah ayahmu." Sekiranya orang mendengar ledakan guntur di sianghari bolong, tidaklah sekejut hati Ratna Paramita begitu mendengar ucapan ibunya. Jadi Bojang Gopak, ayah kandungnya" Seketika itu juga, seluruh tubuhnya menggigil dan wajahnya pucat lesi. "Setelah merusak kesucianku, diapun mencelakakan guru." Paramita Maliyo tidak menghiraukan keadaan hati anaknya. "Guru sangat sayang padanya. Gurupun percaya pula tanpa curiga sedikitpun. Waktu itu, guru lagi tidur. Pada saat demikian, Bojang Gopak membuat asap racun. Tetapi karena guru seorang ahli racun, meskipun sudah menghirup hawa beracun beberapa kali, masih dapat bertahan diri begitu tersadar dari tidur lelapnya. Terus saja, guru melompat menerkamnya dan menghajarnya. Sayang, tenaganya sudah punah sehingga sama sekali tidak dapat melukainya. Meskipun demikian, sudah cukup membuat Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ hati Bojang Gopak kuncup. Dia melarikan diri dengan membawa harta hasil curiannya. Selama peristiwa itu terjadi, masih saja aku kehilangan kesadaranku. Sebenarnya Bojang Gopak bermaksud membawa diriku kabur, akan tetapi pikirannya berubah. Dia mengira, guru masih hidup dan pasti akan segera mengejarnya. Maka dengan Sikara Sikanten ia menyembunyikan diri entah di dalam goa atau di dalam lautan. Pendek kata semenjak terjadi peristiwa itu, bayangannya tidak muncul lagi dalam pergaulan. Ia lenyap begitu saja, seperti ditelan bumi. Waktu aku memperoleh kesadaranku kembali, segera ia pulang ke pertapaan. Maksudku hendak mengadukan nasib ku yang malang. Akan tetapi guru justru sedang bergulat dengan maut yang akan merenggutnya. Dengan terpatah-patah guru berkata, bahwa aku harus membalaskan dendamnya. Dan aku dihadiahi sebuah Kitab Calon Arang yang tiada keduanya di dunia ini. Pelajari.... pelajari.... dan kau akan berhasil .... itulah ucapan terakhir guruku yang sangat ku sayang dan kuhormati. Setelah menyerahkan Kitab Calon Arang dan menyampaikan pesan penuntutan balas guru meninggal. Dan pada saat itu, aku tidak ingin hidup lebih lagi. Guruku Brajanala adalah orang tempatku berlindung dari ancaman Ratu Wengker. Sekarang beliau meninggal. Kemana lagi aku harus mencari seorang pelindung setulus guruku Brajanala" Yang sama sekali tak kuduga adalah akibat perkosaan Bojang Gopak. Aku mengandung dan harus menunggu sepuluh bulan lagi untuk melahirkanmu. Pendek kata aku tidak boleh mati dulu sebelum melampiaskan dendam guruku. Dan setelah engkau kulahirkan, aku bahkan tidak ingin mati lagi. Sebab aku harus melindungi dan membesarkan dirimu sampai engkau dapat hidup diatas kaki sendiri" Ratna Paramita terlongong longong mendengarkan tutur-kata ibunya. Sebagai sesama jenis, ia dapat merasakan penderitaan batin Ibunya. Tiba-tiba saja seluruh tubuhnya terjalar rasa dingin. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Lalu bergemetar lembut dengan tak setahunya sendiri. Seperti kepada dirinya sendiri, ia berkata . "Ibu, kau sungguh-sungguh menderita. Pantas Ibu tidak pernah membeberkan rahasia itu kepadaku. Jadi, aku ini anak seorang laki-laki terkutuk. Sudahlah bu ! Dalam hidupku ini, aku hanya mengenal Ibu sebagai orang tuaku. Memang lebih baik menganggap ayah sudah mati." "Tetapi penderitaan itu belum habis sampai disitu. Masih perlu aku menyampaikan cerita kelanjutannya" ujar Paramita Maliyo. "Setelah kau lahir, aku seperti memperoleh suatu harapan baru. Ya seolah-olah kehadiranmu membuka lembaran penghidupan baru bagiku. Entah apa sebabnya, setiap kali melihat cahaya matamu yang bening hatiku tergetar. Aku benci luar biasa terhadap ayahmu namun aku luar biasa pula mencintaimu. Demi dirimu aku pernah berkata, aku akan memaafKan ayahmu. Padahal pesan guru aku harus membunuhnya. Sebaliknya sama sekali tak kuduga Bojang Gopak bersikap lain. Tepat pada waktu engkau berumur satu tahun, datanglah dua orang yang .... "Apakah dia?" potong Ratna Paramita dengan suara menggeletar. Sebenarnya dia hendak menegas apakah yang datang itu ayahnya. Tetapi kata kata ayah itu digantikan dengan ucapan dia. "Bukan ! Bukan dia !" Paramita Maliyo menirukan istilah anak gadisnya. "Yang datang malahan Girisa pemuda yang selama itu berada dalam kalbu hatiku. Pemuda yang kudambakan menjadi suamiku semenjak aku masih berada dalam Istana Ratu Wengker. Tetapi sekarang . . . . bagaimana mungkin aku menjadi isterinya. Aku sudah melahirkan anak haram . . . eh . . . maksudku anak yang tidak kukehendaki lahir karena hubungan dengan laki-laki yang kubenci. Pendek kata, aku tidak berani lagi mengharapkan bisa menjadi isterinya. Meskipun .... ya .. mungkin sekali dia masih mau menerima diriku sebagai isterinya. Akan tetapi, tiba-tiba aku teringat ancaman Ratu Wengker. Bila aku Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berani melanggar ancamannya, kami berdua akan dibunuhnya di tempat. Ancaman Ratu Wengker bukan bualan kosong. Dia dapat membuktikan. Sebaliknya apabila aku berani melanggar ancamannya, akupun tidak dapat membohongi Girisa lagi. Aku bukan lagi gadis suci seperti pada pertemuanku yang pertama kali dengan Girisa sewaktu mengikat janji setia. Pendek kata, aku tidak mempunyai modal lagi untuk bersitegang dan berkeras kepala. Maka aku berkata kepada Girisa, bahwa aku sudah menjadi isteri orang lain. Agar jangan tergoda lagi kehadiranku, dia kuanjurkan agar cepat-cepat beristeri. Mula-mula Girisa tidak percaya kata-kataku. Kupersllahkan dia memeriksa dirimu. Lama sekali ia memperhatikan wajahmu. Akhirnya ia terlongong-longong, karena wajahmu mirip wajahku. Setelah tercenungcenung sekian lamanya, ia berkata : "Baiklah, engkau sudah bersuami dan sudah mempunyai seorang anak. Pastilah engkau hidup berbahagia. Aku bersyukur atas kebahagiaanmu. Tetapi melihat raut wajahmu, sama sekali tidak mengesankan engkau hidup berbahagia. Kenapa" Bukankah engkau menyembunyikan suatu kesulitan besar dalam hatimu?" Tentu saja aku menguatkan hatiku, agar tidak meneteskan air mata. Sewaktu aku menundukkan kepalaku, dia berkata lagi : "Karena engkau sudah berbahagia, aku tidak akan menganggumu lagi. Tetapi keadaan hatiku tetap seperti dulu. Setiap waktu engkau memerlukan tenagaku, panggillah aku ! Atau kau bisa menyusul ke kediamanku. Sekarang kami bertempat tinggal di Daha." Rupanya keluarga Girisa pindah ke Istana Daha melanjutkan pengabdiannya terhadap keluarga Raja. Dan setelah berkata demikian, ia memperlibatkan kalung yang berleontin. Itulah leontinku yang ber-tuliskan namaku. Kemudian dia beranjak dari tempat duduk dan hendak meninggalkan kediamanku. Sekonyong-konyong datanglah Bojang Gopak. Dia berang bukan main melihat diriku berbicara akrab dengari Girisa. Dengan kasar dia memakiku : "Jadi kau anggap aku tidak berani pulang kemari" Lalu engkau mencari laki-laki lain untuk membantu kesepianmu?" Hatiku panas bagaikan terselomot bara api. Tetapi Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ aku tidak berani mengumbar rasa marahku, karena melihat wajahnya sangat bengis. Aku khawatir dia akan mencelakakan Girisa. Apalagi waktu itu, ia memandang Girisa bagaikan seekor harimau hendak menerkam mangsanya. Teringatlah aku pengalamanku dulu, sewaktu tiba-tiba dia menebarkan racun dan kemudian memperkosa diriku. Teringat akan peristiwa itu, tak dapat aku mengendalikan diri. Pendek kata aku harus mendahului, sebelum dia sempat bertindak. Maka kuhajar dia roboh. lalam hal ilmu racun dia jauh lebih pandai daripadaku. Tetapi dalam hal tata-berkelahi, aku menang jauh. Sebab aku murid Ratu Wengker yang mengajariku ilmu pedang dan ilmu berkelahi dengan tangan kosong. Kau sendiri belum pernah melihat ayahmu atau sahabatku Girisa. Karena kehadiran mereka berdua sangat berisik, engkau menangis. Justru engkau menangis, aku jadi tidak sampai hati membunuh Bojang Gopak. Betapapun juga, dia adalah ayahmu. Selagi demikian, irisa yang halus budipekertinya berkata kepadaku : "Semuanya ini akulah penyebabnya. Andaikata aku tidak hadir di sini, tentunya sepasang suami-isteri yang hidup berbahagia tidak akan berkelahi. Benar-benar aku sangat menyesal." Dan diapun menerangkan maksud kedatangannya kepada Bojang Gopak. Ha datang hanya sebagai sahabat lama semasa remaja teruna. Dia minta dengan sangat, supaya Bojang Gopak jangan menuduh yang bukan-bukan. Tetapi Bojang Gopak tidak mempercayai ketulusan hatinya. Masih menggeletak di atas tanah, ia memaki-maki Girisa. Hatiku kembali panas. Ingin aku menghajarnya mati, namun pada saat itu Girisa sudah meninggalkan rumah. Dengan tergesa-gesa aku memburunya untuk mengantarkan kepergiannya. Melihat dia tidak menoleh, aku menghentikan langkahku. Alangkah lemah hatiku pada saat itu. Mestinya aku harus membunuh Bojang Gopak untuk menghindarkan malapetaka yang lain. Sekarang aku ingin memberi penjelasan kepada Girisa tentang keadaanku sebenarnya. Tetapi teringat ancaman Ratu Wengker, aku urung Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ lagi untuk menyampaikan kata-kataku. Karena semua-semuanya itu, membuat diriku hidup sengsara seumur hidup....." "Ibu ! " potong Ratna Paramita. " Jika di dunia ini ada seorang pemuda sesetia paman Girisa, aku tidak akan menghiraukan segala ancaman apapun. Aku pasti akan mngikutinya kemana dia pergi. " Selagi berkata demikian, tiba-tiba teringatlah dia kepada nasibnya sendiri. Hatinya sudah berada pada pemuda Swandaka. Akan tetapi Swandaka sama sekali tidak mirip Girisa, sahabat ibunya. Sekonyongkonyong saja, hatinya pepat. Wajahnya murung dan air matanya membasahi kelopak matanya. Paramita menyusut air mata anak gadisnya. Berkata dengan suara lemah lembut : "Aku tahu, hatimu murung karena kau dirundung duka. Tetapi ibumu jauh lebih berduka daripadamu. Aku sengaja menceritakan semuanya kepadamu agar engkau mengenal sifat dan perangai ayahmu, ia berhenti mengesankan. Meneruskan : "Aku terperanjat tatkala mendengar langkeh ayahmu. Kena hajaranku, lengannya terkilir. Dengan membebat lengannya, ia menguatkan diri untuk menghampiriku. Lalu berkata bengis sambil menahan rasa sakit : "Apakah engkau sudah dapat mengambil keputusan" Baiklah kutegaskan lagi, apakah engkau mau ikut padaku hidup sebagai suamiisteri yang layak?" Dengan suara nyaring aku menjawab : "Tidak! Sampai matipun, aku tidak sudi menjadi isterimu." Wajah Bojang Gopak bertambah bengis. Serunya tyaring pula : "Guru sudah mampus. Di dunia ini tiada lagi leorangpun dapat mengendalikan diriku. Jika aku ingin nembunuhmu, sama mudahnya dengan aku membalikkan tanganku sendiri. Tetapi aku justru tidak mau membunuh-nu. Tetapi aku akan memaksa dirimu agar ikut denganku!' ' 4ku sudah mengenal perangai dan lagak-lagunya. Tentunya lia akan meracun diriku. Tetapi aku tidak takut. Bentakku . 'Apakah Ttau tuli" Aku tidak ikut padamu, kecuali engkau meracun diriku." Dia Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sadar, tidak dapat ia memperlakukan liriku dengan mengadu kekerasan. Eiapun tidak mungkin nembunuhku. Apa yang dapat dilakukan terhadapku, hanyalah menambah kesan bengisnya sambil tertawa atau tersenyum mendongkol. Lalu berkata mengalah : "Baiklah, memang aku tidak dapat memaksa engkau agar ikut padaku hidup sebagai suami-isteri. Mengingat engkau adalah isteriku, tak dapat aku membunuhmu. Sebaliknya, akupun tidak dapat membiaarkan dirimu mengelamunkan pemuda tadi. Tidak dapat, tidak dapat ! . . ." Mendadak saja tangan kirinya bergerak. Dan aku tertutup asap beracun seperti dulu.... " Ratna Paramita memekik terkejut. Oleh kesan cerita Ibunya, ia tahu ayahnya seorang yang berhati busuk. Akan tetapi sama sekali tak diduganya, bahwa ayahnya sampai hati mencelakakan isteri sendiri yang sangat dicintainya. Karena itu dengan suara cemas ia menegas : "Ibu ! Ibu diapakan?" "Syukur aku sudah bersiaga menghadapi segala kemungkinan. Segera aku menahan nafas dan memejamkan kedua mataku." Paramita Maliyo melanjutkan ceritanya. "Tetapi wajahku terasa panas luar biasa seperti terbakar. Sakitnya bukan main. Aku bertempur dengan rasa sakitku. Kepalaku menjadi pening. Dunia seolah-olah kurasakan timbul genggelam tak menentu. Selagi demikian, aku mendengar dia tertawa puas. Berkata setengah memaki : "Nah, rasakan sekarang ! Aku telah membuat dan merubah wajahmu buruk sekali. Kulitmu yang putih terbakar kemerahmerahan. Hidungmu melesak, mulutmu rusak. Tidak dapat kau menyungging senyum lagi. Pendek kata siapapun mengira, kau penjelmaan hantu. Di dunia ini hanya aku seorang yang akan tetap menerimamu sebagai isteriku. Kau tak percaya" Coba panggil pemuda simpananmu tadi ! Aku ingin tahu, apakah dia masih mencintaimu ..." Setelah berkata demikian, dia meninggalkan diriku. Aku mencoba mengejar" Sayang, aku dalam keadaan lupa-lupa ingat. Tiba-tiba kudengar engkau Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menangis. Segera aku berputar arah memasuki rumah. Syukur, kau tidak diapaapakan. Kau hanya menangis saja. Aku menepuk-nepuk pupumu sambil men-deprok di atas tanah. Lalu aku kehilangan kesadaranku selama satu hari satu malam. Beginilah wajahku sekarang, anakku. Aku memang tidak mati, tetapi akupun tidak beda dengan orang mati yang terbangun dari kuburnya . . .. " Tak sanggup lagi Ratna Paramita mengucapkan kata-kata untuk ikut merasakan betapa hebat penderitaan Ibunya. Satu-satunya yang dapat dilakukannya, hanyalah memeluk Ibunya erat-erat. "Oh, Ibu .... kau sangat menderita . . " Diah Mustika Perwita yang bersembunyi di belakang acra Trimurti, ikut dihinggapi rasa ngeri. Wajah bagi setiap wanita adalah mahkota kehadirannya. Sekarang wajah Paramita Maliyo rusak. Kehadirannya seumpama dunia tanpa rembulan. Dahulu ia ikut mengira, wajahnya rusak akibat mempelajari racun. Ternyata tidak demikian. Suami sendiri yang merusak wajahnya. Diapun sekarang mulai mau mengerti tingkahlaku Paramita Maliyo. Perempuan itu tergolong kaum sesat. Akan tetapi tangannya tidaklah segapah pemunuh pembunuh dingin. Dalam segala halnya, dia selalu menimbang-nimbang dengan cermat. Padahal dia seorang ahli racun yang dapat membunuh siapapun dengan mudah. Hal itu, tidak pernah dilakukannya. Ternyata pada jaman mudanya, dia seorang gadis cantik yang lemah lembut, setia dan berbakti. Kalau pada hari tuanya, dia sering uring-uringan disebabkan latar belakang pengalaman hidupnya yang pahit. "Semenjak peristiwa itu, tidak berani lagi aku bertempat tinggal di kediaman guru. Dengan menggendongmu, aku bersembunyi. Syukur, sedikit banyak aku mewarisi sisa kekayaan guru. Dan dengan modal sisa kekayaan guru itu, aku membawamu ke kampung yang kau kenal sekarang. Tiga tahun aku bersembunyi. Selama itu tidak pernah kudengar berita baik Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mengenai Girisa maupun Bojang Gopak. Pada tahun keempat, aku mendengar setitik berita tentang Girisa. Ia sudah berumah tangga dan mempunyai seorang anak lakilaki yang sudah berumur delapan bulan. Anehnya, pada malam harinya, seorang tamu yang tidak diundang datang mengunjungiku. Dia mengaku salah seorang Bojang Gopak. Sekali lagi, ia menegaskan keputusanku. Mau ikut suami atau aku menyerahkan dirimu. Kedua-duanya kutolak. Karena tamu itu bersikeras, terpaksa aku menerjangnya. Ternyata dia tahu diri dan meninggalkan perkampungan kita secepat-cepatnya. Nah, itulah semua yang akan kuceritakan kepadamu. Sekarang, semua keputusan kuserahkan padamu. Kau hendak ikut ayahmu atau ibumu . . .. " "Ibu ! Aku adalah anak yang kau lahirkan. Tentu saja aku milik Ibu dan akan ikut Ibu. ebaliknya, ayah .. . ayah . . . mirip bina . . . eh . . . ayah sangat kejam terhadap Ibu. Aku tidak senang mempunyai ayah sekejam dia . . ." Sahut Ratna Paramita setengah memekik. Paramita Maliyo memeluk Ratna Paramita dan mendekapnya. Lalu berkata : "Sewaktu engkau tidak sudi menghampiriku sebentar tadi, hatiku terpukul. Diluar dugaan, begitu aku mendukung pemuda tadi untuk kubawa masuk ke dalam sebuah rumah, kau justru mengikutiku. Agaknya engkau tidak rela cinta-kasih Ibu terbagi dua. Ratna, kau tahu siapakah pemuda yang kugendong tadi" " "Apakah . . . apakah ... dia putera paman Girisa?" Ratna Paramita mencoba menebak sejadi-jadinya. Diluar dugaan Paramita Maliyo membenarkan. Katanya dengan menyenak nafas : "Benar, dia anak Girisa. Namanya, Tambiring. Kau tahu arti kata Tambiring" Tambiring artinya terlontarkan atau dilontarkan." Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Paramita Maliyo tersenyum. "Ayahnya mungkin merasa kulontarkan cintanya. Sebagai peringatan, dia menamakan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ anaknya yang pertama Tambiring. Hm . . . syukur, aku segera mengenal leontinku sendiri. Tatkala kugeledah sakunya, kutemukan sepucuk surat. Girisa dan isterinya ternyata gugur di medan bakti sewaktu perang antara Majapahit melawan Laskar Nayaka Madu. Dia mengharapkan agar anak laki-lakinya bisa menemukan diriku. Tetapi setelah menyaksikan pekertimu, aku harus minta persetujuanmu." "Persetujuan apa, bu?" "Tambiring kini berada dalam rumah itu. Dia akan sehat kembali seperti sediakala. Sebenarnya ayahnya mengharapkan Ibu merawat dan mengasuhnya sebagai anakku sendiri. Tetapi kulihat engkau tidak mengijinkan aku membagi kasih sayang." "Ah, tidak bu ! Kalau saja aku mengikuti Ibu masuk rumah itu, karena heran melihat Ibu berkenan menolong seorang pemuda yang sama sekali asing bagiku. Sekarang, ternyata dia putera seorang laki-laki yang sangat ibu sayangi. Sudah barang tentu, akupun wajib menyayanginya pula." Paramita Maliyo mencium anak gadisnya sebagai tanda terima kasih. Lalu merogoh sesuatu dari balik bajunya sambil berkata : "Kau terimalah warisan dua kitab sakti ini. Kitab Wisa-karma dan Kitab Calon Arang. Pelajari dua kitab ini dan Kitab Calon Arang. Pelajari dua kitab ini dan kepandaianmu akan jauh melebihi ayahmu. "Eh, kenapa Ibu mewariskan kedua kitab ini kepadaku" Bukankah Ibu tidak ...." "Memang Ibumu tidak apa-apa. Hanya saja aku ingin kau bergaul agak akrab dengan Tambiring. Meskipun jiwa Tambiring sudah tertolong, akan tetapi masih perlu perawatan. Dengan membaca kedua kitab ini, kau akan memperoleh petunjukpetunjuknya." ujar Paramita Maliyo meyakinkan. "Maukah engkau mengambil Tambiring sebagai adikmu" " Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Mengapa Ibu merasa perlu menegas padaku?" "Ratna, belum pernah hatiku bersyukur begitu hebat setelah mendengar ayahnya kawin dan kemudian mempunyai anak. Entahlah, aku seakan-akan dibantu rasa salah terhadapnya. Kini, Girisa tiada lagi. Tinggal anaknya seorang, yang dititipkan padaku. Maka, apakah engkau .... " "Ibu, legakan hatimu. Tambiring adalah adikku." potong Ratna Paramita dengan suara sungguh-sungguh. Paramita Maliyo mendekap anaknya erat-erat lama sekali. Diah Mustika Perwita yang bersembunyi di belakang arca, heran bukan main. Selama ini, ia mengenal Paramita Maliyo sebagai hantu jelek yang berhati kejam. Tak tahunya, dia mengenal makna cinta-kasih dan dapat mencintai seseorang begitu tulus dan mendalam. Pada detik itu pula, ia menaruh hormat kepadanya. "Anakku, sekarang engkau tahu apa sebab aku tidak pernah menyinggung-nyinggung nama ayahmu." bisik Paramita Maliyo. "Setiap kali kau bertanya siapa ayahmu, selalu kujawab ayahmu orang Daha. Yang kumaksudkan siapa lagi, kalau bukan pamanmu Girisa. Sebab sebenarnya aku tidak rela engkau berayahkan seorang laki-laki yang berhati busuk. Sungguh! Di dunia ini, hanya Girisa seorang yang kusayang. Ibumu terlanjur membenci semua lakilaki di seluruh dunia. Maka apabila Ibumu bersikap acuh tak acuh terhadap pemuda Swandaka, engkau bisa memaklumi, bukan?" "Ibu! Sudahlah jangan berkepanjangan membicarakan Swandaka." Ratna Paramita mencoba mengalihkan pembicaraan. "Adik Tambiring masih rebah dalam keadaan teracun. Kenapa Ibu membawaku kemari?" "Karena aku dipaksa untuk bertemu dengan dia." "Maksud Ibu ... . ayah memaksa Ibu" Kapan?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Hm." Paramita Maliyo mendengus. "Dusun ini gelap gulita. Hanya Rumah Pemujaan ini yang menyalakan penerangan. Perbuatan siapa lagi kalau bukan dia. Nyala lampu ini kecuali berarti bahwa dia sudah mengetahui tempat beradaku, berbareng memaksa aku untuk bertemu dengan dia di sini. Berhadap-hadapan dengan dia, tiada seorangpun yang mempunyai kesempatan untuk melarikan diri. Pendek kata tak ada gunanya. Sebab dia akan membuntuti terusmenerus sampai____" Belum lagi Paramita Maliyo menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba terdengar langkah kaki. Lalu disusul dengan suara tertawa pelahan melalui dada. Paramita Maliyo nampak terperanjat. Agaknya ia mengenal siapa yang memiliki nada suara tertawa demikian. Tak dikehendaki sendiri, ia menggigil. Sebat luar biasa ia melompat bangun. Membentak nyaring: "Masihkah engkau berani menemui diriku?" Diah Mustika Perwita melongok sepintas dari belakang arca. Muncullah seorang laki-laki yang berdandan aneh. Kecuali wajahnya buruk, kedua telinganya mengenakan gelang penghias. Hidungnya besar dan ditusuk dengan jarum. Entah ini pertanda apa, ia tidak tahu. Tetapi Paramita Maliyo nampaknya tidak merasa aneh. Kalau begitu, hiasan demikian sudah dikenalnya semenjak jaman mudanya. Hebat, adalah kesan Ratna Paramita. Dia kini mengerti, apa sebab Ibunya tidak pernah menyebut-nyebut ayahnya. Sebaliknya selalu menyebut Girisa sebagai ayahnya yang sudah meninggal. Dan ayah itu berbudi luhur dan berkepandaian tinggi. Ia sangat sedih mendengar pekerti ayahnya yang aseli. Ternyata ayahnya yang berbudi luhur dan berkepandaian tinggi itu, hanya khayal ibunya. Padahal ayah yang berbudi luhur itu adalah ayah pemuda Tambiring. Sedangkan yang akan memasuki Rumah Pemujaan justru ayahnya yang aseli. Ia tidak mau bertatap muka dengan laki-laki itu. Tidak mau! Tidak mau! Justru dia berontak, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ seluruh tubuhnya menggigil. Dia tidak mau melihat wajah ayahnya yang aseli. Yang diinginkan adalah ayah khayal ibu nya. Selagi Bojang Gopak terdengar memasuki Rumah Pemujaan, terdengar pula langkah lari menghampiri pendapa. Kemudian terdengar suara seorang pemuda berteriak kalap: "Jangan masuk! Jangan masuk! Kau tidak boleh mengganggu Ibuku!" Baik Bojang Gopak, Ratna Paramita maupun Paramita Maliyo berpaling ke arah pendapa. Sedetik kemudian Paramita Maliyo seperti tersadar dari mimpinya. Terus membalas menyeru : "Kau memanggil apa terhadapku ?" "Ibu! Kata ayah, siapa yang dapat menolong diriku dari amukan racun, di dunia ini hanya seorang yang mampu. Dialah Ibuku! Ya, aku disuruh memanggil Ibu .. . !" Paramita Maliyo terhenyak. Dia selalu membohongi Ratna Paramita dengan ayah khayalnya dan selalu menyebut Girisa sebagai ayahnya. Agaknya, terhadap Tambiring, Girisapun menyebut dirinya sebagai Ibu khayalan pula. Entah apa sebabnya, tiba-tiba saja ia seperti memahami. Dan tak terasa air matanya meleleh. Suatu rasa bahagia yang tidak pernah dirasakan, merambati seluruh tubuhnya. Terus saja ia menyongsong kedatangan Tambiring dan memeluknya erat. Ratna Paramita yang berada di belakang Ibunya, memperhatikan pemuda yang tadi dilihatnya sepintas. Usia pemuda itu kira-kira tiga atau empat tahun lebih muda daripadanya. Seorang pemuda tanggung berumur enam belas tahun. Menyaksikan betapa Tambiring menganggap Ibunya sebagai ibunya sendiri, ia ikut terharu. Sebaliknya, tidak demikianlah halnya Bojang Gopak. Semenjak tadi ia mengawaskan Paramita Maliyo, Tembiring dan Ratna Paramita. Wajahnya nampak mendongkol dan merasa tidak puas. Langsung saja ia membentak: Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Hai! Salah seorang sahabatku datang mengunjungi. Tetapi engkau mengusirnya dengan kasar. Kau sekarang mengerti maksud kedatanganku ini, bukan?" Paramita Maliyo membungkam. Dengan mata berkilat-kilat ia mengawaskan gerakgerik suaminya. Mau tak mau, Bojang Gopak tergetar hatinya. Mengingat kepandaiannya masih kalah jauh dibandingkan isterinya, ia bergemetaran diluar kemauannya sendiri. Segera ia mengalihkan pandang matanya kepada Ratna Paramita. Berkata setengah berseru: "Hei ! Anak ini mirip benar dengan dirimu semasa engkau masih muda. Ah .. . teringat perlakuanku masa lalu, aku sangat menyesal. Sekarang aku mohon agar engkau berkenan memaafkan kesalahanku." ia menunggu beberapa detik. Lalu berkata kepada Ratna Paramita: "Hei, aku ini ayahmu. Kau tahu atau tidak?" Ratna Paramita mundur selangkah. Pandang matanya tak mau bentrok dengan pandang mata ayahnya. Katanya meledak: "Aku tidak kenal kau! Siapa kau" Aku tidak mempunyai ayah. Ayahku sudah lama mati." Berbareng dengan ucapan Ratna Paramita, Paramita Maliyo maju membentak: "Jika kau mengharapkan aku memaafkanmu, pergilah cepat-cepat!" Wajah Bojang Gopak pucat, tetapi hanya sedetik dua detik. Kemudian tertawa haha-hihi melalui hidungnya. Kali ini pandang matanya mengarah kepada Tambiring. Ia menatap wajah pemuda itu dengan mata berapi-api. "Hrh," ia menggerendeng. "Bocah ingusan ini mirip benar dengan Girisa. Hahaaaaa . .. ternyata tidak hanya bapaknya yang akrab berhubungan. Tetapi anaknya pula. Tetapi hai kau anak Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ jadah! Tak dapat engkau memanggil Ibu kepada isteriku. Aku tidak mengijinkan ... " "Bedebah, pergi!" bentak Paramita Maliyo. "Hm, kau takut aku menyebut-nyebut kekasihmu, bukan?" Bojang Gopak mengejek. "Anaknya sudah begini besar. Apakah cintamu masih saja membara" Baiklah . . . biarlah aku mengulangi pertanyaanku lagi, duapuluh tahun berselang. Sebenarnya kau ingin ikut padaku atau mengikuti Girisa?" Paramita Maliyo marah bukan kepalang. Ia maju selangkah. Bola matanya berputar-putar seolah-olah akan terloncat dari kelopaknya. Membentak dengan suara menggigil: "Bukankah engkau yang membunuh Girisa dan isterinya?" "Aku?" wajah Bojang Gopak berubah. "Setidak-tidaknya atas suruhanmu ?" "Eh! Apakah Girisa sudah mati?" wajah Bojang Gopak pucat sedetik. "Oh . . . kiranya bocah ini keluyuran sampai di desa ini untuk mencari dirimu dan menyampaikan kabar bagus itu." "Kau berpura-pura atau memang sudah tahu Girisa dan isterinya mati di tengah pertempuran" Hm . . . mati di tengah pertempuran. Masakan bisa berbareng dengan isterinya" Isterinya bukan perajurit wanita atau pendekar berkepandaian. Benarkah mati di samping suaminya yang berada di garis depan" Katakan terus terang, siapa yang membunuh mereka berdua!" "Kau menuduh aku yang membunuh mereka?" Bojang Gopak membantah. Lalu menyerah: "Kalau kau bersikeras, aku bisa berbuat apa" " Paramita Maliyo berbimbang-bimbang. Ia maju selangkah lagi. Mendesak: "Baiklah, taruhkata bukan engkau yang membunuh, tetapi terhadap anak Girisa kenapa engkau melakukan tangan jahat" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Apa dosanya" Sebenarnya kau ini masuk golongan manusia atau binatang" " "Seumpama aku tidak teringat padamu, bocah itu sudah mampus tadi-tadi." ujar Bojang Gopak. "Jadi kau mau baik hati, ya?" ejek Paramita Maliyo. "Kau tidak percaya?" "Baik. Kau menyalakan lampu. Maksudmu kau ingin bertemu denganku. Tak usah aku mengusut berkepanjangan. Tentunya sudah semenjak kemarin, kau mengikuti diriku. Tidak menutupi kemungkinan, beberapa hari yang lalu." Paramita Maliyo nerocos. "Kau berharap, aku mengikutimu. Sudah kujawab, aku tidak sudi. Nah, pergilah sebelum aku berbuat sesuatu yang menyesalkan dirimu. Tanganmu gapah membunuh orang. Masakan aku tidak dapat berbuat begitu terhadapmu?" Betapapun juga, Bojang Gopak merasa dirinya seorang laki-laki dan berkedudukan sebagai suami. Seketika itu juga, kehormatan dirinya terbangun. Dengan merah padam ia menyahut: "Bagus ya! Girisa sudah lama mampus. Sekarang kau bersedia merawat anaknya. Ini cinta dinasti bangsat budukan! Coba jawab yang jelas, apa hakmu menjadi janda Girisa" Semenjak kapan kau menjadi isteri Girisa sampai mau merawat anaknya" Baiklah, kalau begitu biar kubunuh saja anak itu. Aku ingin melihat, kau bisa berbuat apa?" Berbareng dengan hilangnya gaung suaranya, tangannya menyambar mencengkeram kepala Tambiring. Paramita Maliyo kaget setengah mati. Ia belum bersiaga menghadapi serangan mendadak. Begitu melihat berkelebatnya tangan Bojang Gopak, ia mengeluh. Tetapi pada detik itu ia memutuskan: " Jika engkau membunuh Tambiring, akupun akan membunuhmu. " Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sebenarnya Paramita Maliyo jauh lebih gesit bila dibandingkan dengan Bojang Gopak. Akan tetapi karena tidak bersiaga, ia kena didahului. Andaikata ia menyusul, tetap masih terlambat. Maka ia hanya dapat menyaksikan apa yang bakal terjadi dengan hati bergemetaran. Tetapi pada detik itu, suatu keajaiban terjadi. Cengkeram Bojang Gopak sudah tiba di atas kepala Tambiring. Sekonyong-konyong ia menjerit kesakitan sambil menarik cengkeramannya. Dan kesempatan itu digunakan Paramita Maliyo untuk melompat sambil melayangkan tangannya. Bojang Gopak melompat mundur sambil berseru: "Bukan main! Kau hebat sekali. Baik, meskipun ilmu kepandaianmu berada di atas diriku, namun aku mempunyai cara lain untuk membunuhmu mampus." Bojang Gopak terperanjat, tatkala tangannya hendak mencengkeram kepada Tambiring. Tiba-tiba saja tangannya seperti tersengat lebah dan kaku dengan mendadak. Ia mengira, Paramita Maliyo yang menyerangnya dengan senjata rahasia. Karena itu, hatinya ciut. Sebab, senjata rahasia Paramita Maliyo pasti mengandung racun berbahaya. Buru-buru, ia memeriksanya. Ternyata sebuah logam kecil berbentuk segi tiga. Dan logam itu sama sekali tidak beracun. Meskipun demikian, ia tidak tahu terima kasih. Masih saja ia memaki-maki kalang-kabut. Paramita Maliyo sendiri heran apa sebab Bojang Gopak tiba-tiba menjerit kesakitan. Padahal sama sekali ia tidak melukainya. Ia tidak menduga, bahwa yang melukai Bojang Gopak sebenarnya Diah Mustika Perwita. Paramita Maliyo bukannya orang yang tidak berkepandaian. Dalam keadaan biasa, pastilah dia mengetahui bahwa ada seseorang yang bersembunyi di dalam ruang Rumah Pemujaan itu. Tetapi karena seluruh perhatiannya dipusatkan kepada Bojang Gopak, pendengarannya maupun prarasanya tidak bekerja sebagaimana mestinya. Mendengar caci-maki Bojang Gopak, Paramita Maliyo membentak dengan suara bengis: Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Jika kau berani mengganggu sehelai rambut anak ini, aku tidak akan mengampuni dirimu lagi. Pendek kata hanya ada satu pilihan. Kau atau aku yang mati." "Hm." "Sebenarnya, aku tidak ingin membunuhmu dengan tanganku sendiri. Tetapi perbuatanmu memaksaku untuk membunuhmu dengan tanganku sendiri. Hal ini terpaksa kulakukan demi melaksanakan pesan terakhir guru kita." Wajah Paramita sudah dirusak Bojang Gopak sedemikian rupa sehingga sangat buruk. Sekarang dia dalam keadaan marah hebat. Wajahnya yang buruk jadi menakutkan dan mengerikan. Meskipun Bojang Gopak sudah biasa bergaul dan bersentuhan dengan mahluk-mahluk beracun, ia merasa gentar juga. Tanpa merasa ia mundur satu langkah lagi kena pandang Paramita Maliyo yang bengis luar biasa. Dengan mati-matian ia mencoba menenangkan hatinya. Ujarnya : "Duapuluh tahun yang lalu aku pernah berbuat salah kepadamu. Duapuluh tahun Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo lebih, malah. Tetapi engkau tetap saja tidak melupakan. Hm . . . Baiklah, kau boleh berbuat apa saja terhadapku. Tetapi dengarkan dulu! Aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu." Paramita Maliyo kena diiagui. Ia tertarik. Orang busuk itu mau berkata apa" Rasa marahnya agak mereda. Menegas: "Kau mau membicarakan apa?" "Ratu Wengker ternyata kaya raya bukan main. Yang terhebat lagi, di dalam kantung harta warisannya yang diperebutkan orang, terdapat tulisan-tulisan sandi yang menunjukkan Goa Harta Karun. Ah, peduli apa" Mari kita gunakan harta warisan itu untuk menggalang suatu kekuatan baru." "Huh!" Paramita Maliyo memotong. Ia heran. Dari mana dan dari siapa Bojang Gopak mengetahuinya, bahwa kantung harta Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ratu Wengker itu pemah singgah di rumahnya. Ia mendongkol berbareng murung. Dan berhadapan dengan Bojang Gopak, rasanya tiada perlu lagi untuk mengingkari meskipun kenyataannya tidak benar. Maka dengan melampiaskan rasa mendongkolnya ia berkata: "Rupanya engkau sudah membuntuti aku semenjak lama. Bagus, ya! Dan mengira, kantung harta warisan itu berada padaku?" "Sebenarnya Nayaka Madu, Gurgampi dan Ratu Wengker tokoh-tokoh yang jarang dilahirkan dunia." Bojang Gopak melanjutkan kata-katanya seakan-akan tidak mendengar ucapan Paramita Maliyo. "Sayang, mereka bertiga kena dirobohkan Pangeran Jayakusuma. Hebat pemuda itu! Sebenarnya siapa Pangeran Jayakusuma itu" Apakah kepandaiannya begitu hebat" Bila benar begitu, nah itulah kesempatan untuk menaikkan pamor kita. Kaupun berjasa melanjutkan balas dendam gurumu. Bukankah Ratu Wengker gurumu pula?" "Huh, kau berbicara tentang balas dendam guru. Bagaimana gurumu yang kau bunuh dengan licik?" ejek Paramita Maliyo. Dan seperti diingatkan, api kemarahannya menyala kembali. "Sudahlah, sudahlah . . . ! Yang mati biarlah mati. Bukankah sudah lama berlalu" Yang penting, kita berdua kini seyogyanya menggalang hidup masa depan." "Bagaimana cara membalas budi gurumu!" bentak Paramita Maliyo. "Oh, perkara guru kita?" jawab Bojang Gopak ke-tolol-tololan. "Itu salahnya guru sendiri. Kau tidak tahu, bukan?" "Apa salahnya guru terhadapmu?" "Coba, kalau dia mengajarkan aku bagaimana caranya menghidupkan orang yang sudah mati, pada saat ini aku pasti menghidupkan guru seperti sediakala." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Paramita Maliyo bergemetaran karena menahan marah. Pada saat itu, dia sudah memutuskan hendak menghajar Bojang Gopak sampai mati. Dengan serentak ia menghunus pedangnya. Tiba-tiba ia melihat pandang mata Ratna Paramita. Hatinya lemas dan ia mengurungkan niatnya. Ujar-nya sengit: "Kau selalu mengucapkan istilah kita. Bukankah kau sudah tahu, aku bukan apaapamu lagi?" "Kalau begitu izinkan aku membawa anakku. Kau sudah mengasuh selama duapuluh tahun lebih. Sebaliknya aku, satu haripun belum. Kalau sekarang kuminta, adil bukan?" "Hm .. . anakmu sudah menjadi seorang gadis yang dapat memutuskan sikapnya sendiri. Berkatalah kepadanya, apakah dia sudi mengikutimu." "Bagus!" seru Bojang Gopak dengan nada gembira. "Kau mau ikut aku,bukan?" Ratna Paramita menangis, karena hatinya kacau-balau. Akhirnya lari bersembunyi di belakang punggung Ibunya. Berkata kepada Ibunya: "Aku tidak mau berpisah dari Ibu." "Nah, kau dengar sendiri, bukan?" ujar Paramita Maliyo kepada Bojang Gopak. "Anakku tidak sudi mengikutimu. Nah, pergilan dengan baik-baik sebelum pikiranku berubah." Bojang Gopak menghela nafas. Lalu tertawa haha-hihi lagi, Menyahut: "Sebenarnya aku bermaksud baik sekali. Demi masa depannya dan demi kejayaan kita berdua. Terus terang saja aku sudah mencarikan seorang mertua yang jempolan dan seorang pemuda yang hebat." "Apa?" Paramita Maliya memekik. Rasa kehormatannya tersinggung hebat sehingga wajahnya jadi merah padam. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Dialah anakku! Apa alasanmu sampai berani lancang mencarikan jodohnya" Tidak! Sampai matipun aku tidak akan memberi izin." "Kau dengarlah dulu, siapa yang kusebutkan sebagai calon mertua dan calon menantu yang gagah perkasa itu". Bojang Gopak mengangkat dadanya. "Dialah Ki Hajar Awu-Awu dan Tunjung Anom. Kau pemah mendengar namanya, bukan" Nah, bila dia menjadi besan dan menantu kita, Pangeran Jayakusuma bukan berarti apa-apa lagi. Pangeran Jayakusuma boleh sakti melebihi Dewa, akan tetapi apakah dia kebal dari racunku?" "Ah!" Paramita Maliyo terkejut di dalam hatinya. "Tadinya kukira dia benar-benar sadar dan akan mohon ampun. Ternyata anganangannya bertambah busuk. Sekarang dia sampai hati hendak menjual anaknya perempuan, demi mencapai khayalnya sendiri. Orang semacam dia, apakah masih dapat diharapkan menjadi manusia yang tahu akan kewajiban?" memperoleh pertimbangan demikian, lantas saja ia menahaskan pedangnya ke samping seraya membentak: "Sebenarnya engkau ini manusia atau binatang" Hm ... belum pernah aku bertemu atau bertatap muka dengan Pangeran Jayakusuma. Meskipun demikian, aku kagum dan memujanya sebagai Dewa menjelma di atas bumi. Kalau Nayaka Madu, Durgampi dan guruku sendiri Ratu Wengker roboh di tangannya, itu sudah wajar. Pangeran Jayakusuma jauh lebih pantas menguasai dunia daripada engkau manusia setengah binatang." "Kentutmu! Apakah kau anggap racunku ddak dapat membunuhnya?" maki Bojang Gopak. "Apakah racunmu bisa menembus kesaktian Pangeran Jayakusuma?" Paramita Maliyo tak mau kalah. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Bagus! Kalau begitu, terpaksa aku mohon pengertianmu. Bukankah Kitab Sakti guruku berada di tanganmu?" Mendengar Bojang Gopak menyebut-nyebut gurunya dua kali berturut-turut, Paramita Maliyo tidak dapat lagi menguasai diri. Tetapi belum sempat ia meledak, Bojang Gopak berbicara lagi: "Sebenarnya akulah murid Brajanala yang aseli. Sedangkan engkau murid setengah jalan. Maka akulah ahli waris guru. Bukan kau! Maka Kitab itupun harus menjadi milikku demi melanjutkan susah payah guru menurunkan ilmunya. Meskipun demikian, tidak pernah aku mengganggumu. Mengingat engkau adalah isteriku. Akan tetapi mendengar jawaban dan sikapmu, sekarang menjadi lain. Terpaksalah aku menuntut hakku. Nah, mana kitab warisan itu?" Paramita Maliyo tidak tahan lagi mendengar ocehan Boiang Gopak. Oleh rasa marahnya yang bergulung-gulung dalam dadanya, ia tertawa terbahak-bahak. Teriaknya: "Hahaha ... engkau memang seorang murid yang baik. Saking baiknya, sampai hati membunuh guru sendiri yang menganggapmu sebagai anak sendiri." Hebat suara tertawa Paramita Maliyo. Telinga Bojang Gopak pengang dibuatnya. Tak dikehendaki sendiri, bulu romanya berdiri tegak. Selagi demikian, ia melihat Paramita Maliyo maju dua langkah. Mau tak mau ia mundur dua langkah pula. Dengan gugup ia berteriak: "Kau mau apa" Kau mau apa?" "Sekalipun hatimu buruk, tak pernah kuduga engkau masih berani menuntut hak mewarisi Kitab guru." sahut Paramita Maliyo dengan suara dingin. "Hm . . . camkan dalam ingatanmu, aku tidak pemah melupakan caramu membunuh guru." "Adik .. adik ..." teriak Bojang Gopak dengan suara bergemetaran. Untuk pertama kalinya itu, ia memanggil adik Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ terhadap Paramita Maliyo. "Yang mati, biarlah mati. Yang mati tidak dapat hidup lagi..." "Memang, yang mati tidak dapat hidup lagi. Tetapi aku belum melaksanakan perintah guru. Duapuluh tahun lebih aku menyabarkan diri. Dan sampai detik ini, aku masih saja berbimbang-bimbang ..." "Apakah guru berpesan untuk membunuh diriku?" bojang Gopak menggigil. "Ya." Bojang Gopak terlongong heran. Akhirnya berkata: "Baiklah, pesan ya pesan. Tetapi tentang kitab warisan itu janganlah kau sangkut-pautkan dengan matinya guru. Sebenarnya, kitab itu kau serahkan aku tidak ?" "Kalau kau sudah roboh terlentang di depanku, kitab warisan guru boleh kau ambil" bentak Paramita Maliyo sambil mengangkat pedangnya. Wajah Bojang Gopak pucat lesi. Dengan lemas ia menjatuhkan diri, karena merasa tidak sanggup melawan isterinya. Ia menjerit memilukan: "Ampunilah aku . . . ampuni aku! . . . Aku sudah taubat..." Melihat Bojang Gopak menjatuhkan diri tanda tak berdaya, pedang Paramita Maliyo terhenti di tengah jalan. Justru pada saat itu, tiba-tiba Bojang Gopak melemparkan dua buah bola merah bergigi hitam kepada Tambiring dan Ratna Paramita. Itulah bola racun yang dapat membunuh orang mati seketika itu juga. Ternyata apa yang dilakukan Bojang Gopak sesungguhnya akal bulusnya belaka untuk mengelabui isterinya. Begitu pedang isterinya terhenti di udara, pada detik itulah ia melepaskan peluru mautnya. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Paramita Maliyo yang mengenal beraneka bentuk racun, kaget setengah mati. Ia menyesal bukan main. Tidak sempat lagi ia menahaskan pedangnya. Dan rasanya tidak mungkin untuk memukul jatuh dua bola merah itu yang berlainan arah. Tanpa berpikir panjang lagi, ia melompat dan menghadang larinya sebuah bola yang mengarah ke Tambiring. Anehnya, pada saat itu pula terdengar suara bluk! Dan tubuh Bojang Gopak terpental mundur menghantam dinding rumah. Hanya saja, Paramita Maliyo yang mengorbankan tubuhnya sebagal perisai Tambiring, roboh pula dengan pe-lahan-lahan di atas lantai. Bojang Gopak tertawa pelahan-lahan. Katanya dengan suara menyeramkan: "Pulanglah dulu ke alam baka. Sekarang kau bisa mengadu kepada gurumu yang tolol itu. Hihihaaaa. . . " Kembali lagi Bojang gopak menaburkan semacam bubuk beracun yang berbahaya. Menyaksikan hal itu, entah dari mana datangnya kekuatan, sekonyong-konyong Paramita Maliyo meletik bangun dan menghadang taburan racun yang nyaris melumuri dirinya. Kemudian terdengar suara bola meledak. Dan Bojang Gopak memekik melengking. Kemudian roboh berkelojotan di atas lantai. Paramita Maliyo heran. Kenapa" Belum sempat ia memperoleh jawabannya, ia roboh kembali untuk yang kedua kalinya dengan rintihan kesakitan. Ia mencoba menembuskan penglihatannya melalui tirai taburan racun yang bertebaran. Samarsamar ia melihat seorang gadis yang cantik berdiri dengan sebilah pedang, dialah Diah Mustika Perwita. Selama itu, Diah Mustika Perwita tidak pernah lepas pengamatannya terhadap gerak-gerik Bojang Gopak. Melihat Bojang Gopak melemparkan bola mautnya, ia menghantamnya dengan pukulan dari jarak jauh ajaran Pangeran Jayakusuma. Bojang Gopak terpental mundur menghantam dinding. Kemudian melompat menahaskan pedangnya. Bola maut dipukulnya balik Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dan menunjam ke tubuh Bojang Gopak. Murid Brajanala yang durhaka itu mati seketika itu juga, setelah memekik melengking. Bola maut yang menghantam dirinya mengandung racun hebat. Sekarang ditambah dengan bubuk racuk pula yang ditaburkan. Keruan saja, ia tidak sempat lagi untuk berkutik. Begitu hebatnya tata-kerja kedua racun itu, sehingga ia mati seperti ayam terpotong kepalanya. "Hai, kau?" Paramita Maliyo terengah-engah. "Benar. Aku Diah Mustika Perwita yang membawa puterimu ke luar kamar." sahut Diah Mustika Perwita dengan suaranya tetap lembut. "Maafkan kelancangan-ku. Tetapi aku sudah mendengar semua pembicaraanmu dan masalah puterimu. Legakan hatimu, aku akan menolong dia mencapai maksudnya." "Ah!" Paramita Maliyo melepaskan nafas lega. Lalu berkata: "Tolong, ambillah sebuah botol yang berada dalam sakuku. Minumkan kepada mereka berdua..." Diah Mustika Perwita tahu apa artinya. Tentunya sebuah botol yang berisikan obat pemunah. Segera ia menggeledah saku Paramita Maliyo. Setelah botol terbuka ternyata isinya tiga buah pel. Ratna Paramita dan Tembiring yang roboh terkena asap racun segera dipejalinya masing-masing sebuah pel. Yang sebuah kemudian dibawanya kepada Paramita Maliyo. "Telanlah! Aku tak usah." ujar Paramita Maliyo dengan tersenyum pahit. "Cepat, telan sebelum kasep. " Dasar Diah Mustika Perwita seorang gadis penurut semenjak kecil, segera ia menelan pel itu. Lalu menegas : "Dan untuk nyonya ?" "Untukku, tiada gunanya." jawab Paramita Maliyo. Kali ini suaranya tenang luar biasa. "Nona, aku tidak mempunyai kesempatan lagi untuk berbicara berkepanjangan. Dengarkan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ permintaanku. Aku mohon nona mengulangi lagi apa yang nona katakan tadi. Nona sudah mendengar pembicaraanku semua?" "Benar, karena sebelum nyonya memasuki ruang ini, aku sudah berada di sini." "Oh ... apa ... saja yang sudah nona ketahui?" "Semenjak di kamarnya, aku sudah menganggap puterimu sebagai adik kandungku sendiri. Akupun hidup sebatang kara, karena itu dapat aku memahami keadaannya. Dia mencintai pemuda Swandaka. Legakan hati nyonya, aku akan menolong Ratna mencapai maksudnya." "Apa?" bisik Paramita Maliyo dengan mata terbelalak heran. "Kalau begitu aku salah sangka. Kukira nona adalah..." Diah Mustika Perwita tersenyum. Menungkas: "Swandaka adalah salah seorang pengawal kakakku Ulupi. Aku sendiri termasuk warga Pangeran Jayakusuma." Paramita Maliyo terbatuk-batuk. Lalu memanggut-manggut pelahan. Berkata: "Kasihan puteri satu-satuku itu. Tetapi sekarang, hatiku lega dan aku bisa pergi dengan tenang. Eh, jangan! Jangan hampiri diriku. Seluruh tubuhku sudah penuh dengan taburan racun berbahaya. Dengarkan saja kata-kataku. Aku memang tidak dapat tertolong lagi. Sebentar lagi aku bakal mati. Untuk selanjutnya ..." ia menyelak nafas. "Nasib puteriku kuserahkan padamu. Sebentar lagi, mereka berdua akan siuman kembali. Katakan padanya, aku sudah rela pergi untuk selama-lamanya. Amalkan isi kitab Wisakarma dan Calon Arang untuk sesama hidup . . . aku selalu merestui apa yang akan dilakukan. Selanjutnya, nona . . . kuserahkan pendidikan budi-pekertinya kepadamu. Salam hormatku kepada Pangeran Jayakusuma yang kuhormati dan kukagumi. Tentang Tambiring . . . apakah nona berkenan ... merawatnya pula ... ?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Jangan cemas, nyonya. Aku akan menganggap kedua-duanya sebagai adik kandungku." sahut Diah Mustika Perwita. Paramita Maliyo memanggut-manggut percaya, mulutnya menyungging senyum. Hatinya lega dan puas luar biasa. Kemudian ia tidak berkutik lagi. Ia meninggal sebelum putennya sadar dari pingsannya. Meninggal dengan wajahnya yang buruk dan tubuh berlumuran taburan racuk jahat Bojang Gopak yang dahulu memperkosanya semasa gadisnya. == T A M A T == Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Document Outline Jilid 8 Dua Musuh Turunan 10 Wiro Sableng 011 Raja Rencong Dari Utara Anak Harimau 3

Cari Blog Ini