Ceritasilat Novel Online

Bayangan Darah 6

Bayangan Darah Karya Pho Bagian 6 terurus lagi. Di sudut pintu, bahkan ada jaring laba-laba yang besar, genteng rumahnya ada yang runtuh, hampir saja mirip dengan sebuah rumah yang tidak berpenghuni. Hati Lauw Nen pun merasa ngeri memandangnya. Pantas kawan karib Go toa hiap, Cit Sa Tau To, hanya mundar mandir di depan, tidak berani masuk menemui Go toa hiap. Mereka berdua baru tiba di pintu, lalu terdengar suara kaki kuda berdetakan. Hua san Sin Liong pun telah tiba. Mereka melihat Lauw Nen bersama Cit Sa Tau To, timbul perasaan heran : "Kenapa saja kau?" Lauw Nen menyahut sembarangan, keduanya tidak bertanya lebih lanjut hingga Lauw Nen merasa sangat lega. Hok Tong Hong dan Hua san Sin Liong berdua memandang sejenak, lalu tak tertahan lagi menghela napas. Hok Tong Hong naik ke anak tangga, tangannya mencekal anting-anting pintu, lalu dipukulnya tiga kali. Sesaat kemudian barulah terdengar ada langkah orang, kemudian pintu itu menguak terbuka. Seseorang yang sudah berusia lanjut mendongakkan kepalanya memandang sesaat, rupanya tidak dapat melihat dengan jelas siapa yang datang berkunjung itu. Hua san Sin Liong yang melangkah masuk lebih dahulu, katanya : "Lo Go, kami telah datang!" Suara Hua san Sin Liong menggeledek terus mengiangngiang hingga mengagetkan orang tua itu, dan tertunduk di atas tanah. Kemudian terdengar suara berat mengalun dari dalam : "Apakah kalian telah datang" Silahkan masuk! He he, bahkan aku pun tidak bisa menyambut, sungguh... sungguh tidak enak." Hua san Sin Liong dan kawan-kawan berempat berbareng menuju ke dalam baru orang tua itu berdiri menutup kembali pintunya. Orang tua itu lalu mengikuti keempat orang itu, mereka melalui ruangan besar yang berdebu; melangkah masuk ke sebuah pintu, kemudian terdengar lagi suara Go Thian Kheng yang berat : "Silahkan kalian belok ke kiri, doronglah pintu ketiga dan akan dapat menjumpai aku!" Suara berat itu, tentu saja berasal dari mulut Go Thian Kheng, hingga membuat Lauw Nen sangat sukar untuk mempercayainya. Dari sini dapat dibayangkan kecelakaan yang menimpa Go toa hiap selama bertahun-tahun ini, sungguh sukar untuk dilukiskan. Setiap Lauw Nen melangkah setindak, debaran hatinya pun bertambah kencang. Tapi kini keadaan telah menjadi sedemikian rupa, taruhlah ia ingin mundur, tentu hal ini tidak mungkin lagi. Setelah Hua san Sin Liong mendorong pintu itu, Lauw Nen berdiri di paling belakang memandang ke dalam. Dilihatnya kamar itu cukup luas, namun perabotnya sederhana sekali, hanya terdapat lima buah kursi dan seorang tua yang kurus kering duduk di salah satu kursi itu. Hua san Sin Liong melangkah setindak tetapi sekonyongkonyong tubuhnya membeku, lalu menjerit : "Kau... kau adalah..." Daging di muka Go Thian Kheng bergerak, entah ia sedang menangis atau sedang tertawa, lalu berkata : "Aku tidak dapat dibandingkan lagi dengan masa lalu, tapi apakah kalian tidak mengenali aku lagi?" Hua san Sin Liong pada saling berpandangan satu sama lainnya, tidak bersuara. Hua san Sin Liong, Hok Tong Hong dan Cit Sa Tau To bertiga sungguh tidak tahu apa yang harus mereka katakan, karena dari atas tubuh orang kurus kering itu tidak lagi dapat diketemukan wajah Go toa hiap pada masa lalu. Lauw Nen tadinya terus tidak bisa bertenang, namun ketika ia melihat Go toa hiap telah menjadi seperti orang mati, hatinya terperanjat dan dapat bertenang. Seorang tua yang kurus kering telah kesurupan lagi, dan tidak dapat bergerak seperti ini, apa yang harus ditakuti" Ketika Lauw Nen tahu tempat yang akan dikunjungi ini adalah rumah Go toa hiap, pinggangnya belum pernah lempeng hingga sampai saat ini. Ia baru dapat membusungkan dadanya melangkah tetap. Go Thian Kheng terus tertawa kering berkepanjangan : "Akhirnya kawan-kawan karibku pada datang, sungguh senang aku. Silahkan duduk, silahkan duduk! Setelah mengalami malapetaka ini, aku tidak lagi bisa bergerak bahkan sepasang mataku pun menjadi buta. Aku kini sama saja dengan tengkorak hidup. Ha ha." Ia berkata sambil tertawa kering, tetapi kata-katanya itu masuk ke telinga ketiga kawan karibnya lalu mereka menjadi terperanjat. Mereka bertiga saling berpandangan sejenak, lalu berteriak bersama-sama : "Lo Go... tetapi hanya kata itulah yang keluar dari mulut mereka, kemudian menjadi senyap kembali. "Eh," Go Thian Kheng merasa heran: "Kenapa Lauw Thian Hauw tidak datang?" "Ayah saya ada sedikit urusan penting, sungguh! Ia tidak bisa datang, maka ia menyuruh saya kemari, paman Go, dengan ini saya memberi hormat." Kata-kata Lauw Nen itu terlepas dari mulutnya, terlihatlah kulit wajah Go Thian Kheng bergerak-gerak sangat mengerikan. Dalam sekejap saja, di bawah kulit wajahnya itu seolah-olah ada beribu-ribu ulat kecil yang bergerak-gerak, hingga sangat mengerikan orang yang melihatnya. Sedangkan dalam tubuhnya meledakkan suara kerekekan. Buru-buru Hok Tong Hong berkata : "Lo Go, kenapa kau" Lauw Thian Hauw tidak datang, memang ia kurang bersahabat. Tapi telah menyuruh anak sulungnya datang, ini sama saja. Apalagi, andaikata terjadi apa-apa, kami bertiga pun sudah bersiap membantumu." Sehabis berkata, Hok Tong Hong baru melihat wajah Go Thian Kheng menjadi normal kembali, suara yang meledak dari dalam tubuhnya pun tidak terdengar lagi. Lama kemudian baru terdengar ia menarik napas panjang : "Baik sekali, baik sekali!" Wajahnya menjadi begitu, hakekatnya karena dalam hatinya memendam suatu perasaan marah yang sangat dalam. Tetapi dalam sekejap saja, ia telah mengatakan baik sekali, baik sekali berulang-ulang, hingga membuat Hok Tong Hong bertiga tidak mengerti apa gerangannya, mereka hanya saling pandang saja. Hanya hati Lauw Nen yang merasa ketakutan, karena memang ia telah berbuat sesuatu kejahatan. Tadi ketika ia melihat wajah Go Thian Kheng, wajah itu memang sangat mengerikan, dan hatinya pun menjadi sangat terperanjat. Lalu ia berpikir dalam hatinya : "Apa yang telah aku lakukan tempo hari, memberikan Thian Ching 24 jurus palsu pada Go Thian Kheng, hal ini hanya Cung San Siong Kiat yang tahu, dan setelah Cung San Siong Kiat menerima hasilnya, entah telah lenyap kemana, tidak pula tahu apakah dia telah dapat menguasai ilmu silat itu" Taruhlah dia telah pandai, tentu dia takkan menyebut persoalan itu di depan Go Thian Kheng. Sedangkan perampokan yang dilakukan bersama Cing li pang di tengah-tengah sungai Yangtze, kecuali pang cu-nya Chen Yauw Cing yang masih hidup, semuanya telah binasa. Kini Chen Yauw Cing tidak tahu berada dimana, perbuatanku itu tentu saja tidak ada yang tahu. Kenapa aku harus takut" Berpikir sampai disini, nyalinya pun menjadi besar, lalu katanya : "Apabila Go lo pek ada pesan, saya pasti lakukan sekuat tenaga. Harap Go lo pek jangan kuatir." "Baik sekali," kata Go Thian Kheng sambil memutar-mutar kepalanya pelan-pelan menghadap Lauw Nen. Terlihatlah sepasang matanya itu terbelalak besar sekali, lobang mata cekung ke dalam, buram dan gelap, hitam dan putihnya tidak dapat dibedakan, nyata sekali bahwa ia tak dapat melihat apa yang berada di depannya. Hati Lauw Nen menjadi takut lagi, tiba-tiba Go Thian Kheng berkata sekata demi sekata : "Sayang sekali kini aku tidak dapat melihat kau lagi, bagaimana wajahmu dahulu bahkan aku tidak ingat lagi. Sungguh aku sangat menyesal kenapa tempo hari tidak melihat wajahmu lebih jelas, supaya sekarang aku dapat ingat akan wajahmu." Kata-kata itu, sangat menyeramkan, bahkan Hok Tong Hong, Cit Sa Tau To dan Hua san Sin Liong yang sama sekali tidak tahu persoalannya itu pun turut menjadi kaku, jangan katakan Lauw Nen lagi. Dengan segera muka Lauw Nen berobah : "Saya... saya tidak perlu diingati oleh lo pek." Go Thian Kheng tertawa kering lagi : "Tadinya memang aku telah melupakan kau, tetapi setengah bulan ini aku terus menerus teringat pada kau." Lauw Nen memang tahu kesalahannya, kata-kata Go Thian Kheng itu membuat dirinya semakin tidak enak. Untuk sesaat ia tidak tahu harus bagaimana menjawabnya, hanya memaksa dirinya tersenyum pula. Cit Sa Tau To adalah orang yang sangat tidak sabaran, sampai disini ia sudah tidak sabar lagi, lalu teriaknya dengan keras : "Lo Go, kau tergesa-gesa memanggil kami kesini, ada persoalan apa" Kalau ada lekas katakan!" Go Thian Kheng memutar lagi kepalanya. Ketika kepalanya bergerak, lehernya menimbulkan suara kerekekekan yang aneh, wajahnya lesu. Sebelum berkata, ia menghela napas dulu : "Rumahku ditimpa malapetaka, aku kira kalian juga sudah mendengarnya." Cit Sa Tau To berkata : 'Ya, kami semua sudah tahu, kau kesurupan pun kami sudah tahu lebih lama lagi. Cuma kami tidak sempat menengok kau, maka kau marah karena ini?" Go Thian Kheng tertawa terkikik-kikik : "Aku kesurupan karena ilmuku yang tidak becus, kenapa aku bisa marah pada kalian" Apa yang ku maksudkan ialah tentang anak-anakku yang mati di tengah-tengah sungai Yangtze." "Oh!" seru Hok Tong Hong bertiga, dan menunggu ucapan Go Thian Kheng seterusnya. Tetapi dalam kesenyapan itulah, tiba-tiba terdengar suara "kek kek kek" dan "tet tet tet". Buru-buru Hok Tong Hong bertiga mencari dari mana mulanya suara itu, rupanya suara itu ditimbulkan oleh Lauw Nen. Suara "kek kek kek" itu adalah giginya yang sedang beradu, sedangkan suara "tet tet tet" itu adalah suara tubuhnya yang sedang gemetar yang menggetarkan kursi. SEBELAS Kalau Lauw Nen lebih tolol lagi, ia pun tidak mungkin tidak mengerti, pada saat ini ia telah berada dalam keadaan yang sangat berbahaya. Tetapi mendengar Go Thian Kheng tidak berbicara tentang persoalan lain, justru mengatakan kejadian di tengah-tengah sungai Yangtze yang telah menelan kedua anaknya itu. Sungguh ia tidak bisa tidak terperanjat, giginya tidak bisa tidak beradu, tubuhnya tidak bisa tidak gemetaran. Hok Tong Hong mengangkat kedua bahunya : "Nak Lauw kenapa kau?" CIT SA TAU TO dan Hua san Sin Liong berdua, meskipun tidak bertanya, tapi dalam hati mereka telah curiga. Bersamaan dengan itu, dalam hati mereka pun terpikir, Lauw Thian Hauw adalah jago silat yang ternama di kalangan kang ouw, kenapa ia mempunyai anak yang begini. Hati Lauw Nen telah berdetak-detak keras hampir saja meloncat keluar dari rongga dadanya. Ditanya oleh HTT, ia ingin menjawab tetapi suaranya hanya berkerokokan dalam tenggorokannya, tidak ada sepatah kata yang keluar. Terdengar suara Go Thian Kheng menyambung lagi : "Menurut perkiraan aku, tubuh nak Lauw tidak enak, ya nak Lauw?" Lauw Nen meronta sekuatnya, katanya dengan terbatabata : "Tet te... ya ya... tet tet... ya... tet tet... ti... tidak enak... tet tet... " "Itu tidak apa-apa, sebentar lagi kau akan menjadi enak," kata Go Thian Kheng. "Se... tet tet... moga... demikian," kata Lauw Nen. CIT SA TAU TO berkata : "Persoalan anak-anakmu itu, kamipun telah mendengarnya. Itu adalah perbuatan orangorang Cing li pang, tetapi setelah kejadian itu, semua orang Cing li pang dari atas sampai ke bawah telah binasa semuanya." Lauw Nen berpikir dalam hatinya, kalau aku tidak bersuara lagi, hal ini semakin tidak enak. Maka ia berkata dengan sekuat tenaganya : "Ya, orang Cing li pang... tet tet... tet tet... telah mati semuanya... tet tet... hal ini... tet tet... tidak dapat diperiksa lagi." Tetapi Go Thian Kheng berkata dengan perlahan-lahan : "Tetapi kejahatan tidak dapat ditutup untuk selama-lamanya. Orang-orang Cing li pang dari atas sampai ke bawah semuanya mati di bawah Cheng Yauw Ting, pang cu Cing li pang itu menelan kedua belas kereta harta itu, lalu kabur jauh-jauh. Tetapi ia telah tertangkap oleh Su te (adik seperguruan) ku yang telah berpisah bertahun-tahun." Go Thian Kheng berkata sampai disitu, terdengar suara gedebuk. Lauw Nen telah terjatuh berikut kursi-kursinya ke tanah. Lauw Nen berkali-kali mengganggu perkataan Go Thian Kheng, hingga membuat Cit Sa Tau To tidak sabar. Lalu bentaknya : "Kenapa lagi kau?" Setelah terjatuh, tubuh Lauw Nen melingkar menjadi satu, dan bergemetar tak henti-hentinya. Karena kepalanya melingkar ke dalam maka tidak tampak wajahnya. Tetapi melihat lingkaran itu pun tidak menyerupai manusia, maka Cit Sa Tau To tak tertahan bertanya pula : "Ada apa" Ada apa?" Go Thian Kheng berkata dengan perlahan-lahan : "Tidak apa-apa, sebentar lagi ia akan baik." Cit Sa Tau To, Hua san Sin Liong, Hok Tong Hong adalah orang-orang yang telah berpengalaman di dunia kang ouw. Betapa lihainya mereka, sampai kini, tentu saja mereka telah tahu seluk beluknya. Maka meskipun hati mereka telah bercuriga namun mereka tidak bersuara lagi, dan tidak pula ada yang mengangkat tubuh Lauw Nen. Go Thian Kheng menyambung lagi : "Su te-ku menangkap Chen Yauw Cing. Begitu mendengar asal usul su te-ku, ia menjadi terbirit-birit, diceritanya seluruh kejadian di tengah sungai Yangtze tempo hari. Rupanya hari itu anak-anakku itu bukan dikalahkan oleh orang Cing li pang, tetapi kalah di bawah tangan seorang yang diundang Cing li pang!" "Siapa orang itu?" bentak CIT SA TAU TO. Go Thian Kheng berteriak nyaring : "Su te bawa Chen Yauw Cing kemari!" Suara teriakannya itu meskipun nyaring, tetapi Bayangan Darah Karya Pho di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mengalun jauh sekali. Dan sekejap saja terdengar suara langkah kaki orang, kemudian pintu terbuka; seorang kurus yang berusia lima puluhan masuk dengan membawa seorang lagi. Setelah terjatuh ke tanah, hampir saja Lauw Nen menjadi pingsan, matanya menjadi hitam berkunang-kunang, hatinya terus menjerit-jerit, tubuhnya terus dilingkarnya erat-erat. Sayang ia tidak memiliki ilmu melarikan diri dari bawah tanah, kalau tidak ia telah masuk ke dalam tanah. Ia menyesalkan dirinya kenapa bisa sampai ke tepi sungai Yangtze dan mengikuti Hok Tong Hong bersama kawan-kawannya sampai kesini, tapi nasi telah menjadi bubur, apa boleh buat, menyesalpun tidak ada gunanya, dan hatinya pun terus berputar-putar mencari akal untuk kabur. Terus sampai ketika orang kurus itu membawa seseorang lagi masuk ke kamar itu, baru dibukanya matanya melirik, dan kagetlah dia. Orang yang dibawa masuk itu adalah Chen Yauw Cing! Lalu ia menjerit sekali "ah". Berikut jeritannya itu, tubuhnya itu pun seolah ditarik oleh suatu tenaga yang dahsyat. Tiba-tiba ia berdiri dan melayang ke atas, lalu "gedebuk" jatuh lagi ke tanah. Padahal kini setiap orang pada duduk semuanya, tidak ada yang bertindak, makanya tubuh Lauw Nen bisa berdiri dan meloncat, semuanya disebabkan karena hatinya merasa sangat kaget, seluruh syarat-syarat dan ototnya menjadi sangat tegang. Lauw Nen tergeletak di atas tanah, orang kurus itu melepaskan tangannya melemparkan Chen Yauw Cing ke bawah. Chen Yauw Cing merangkak dua tindak, tiba-tiba melihat Lauw Nen, lantas berteriak seolah ketemu dengan setan iblis : "Dia! Ya dia! Dialah yang membunuh orang! Dialah yang memperkosa orang!" Setelah Chen Yauw Cing berteriak, Lauw Nen tertawa nyaring : "Tutup mulutmu, apakah soal begini dapat dikatakan dengan sembarangan?" Ia membentak sembari mengulurkan tangan memukul muka Chen Yauw Cing, Chen Yauw Cing tidak sempat mengelak, mukanya telah ketampar dengan cepat sekali, hingga membuatnya terpelanting ke belakang. Tetapi Chen Yauw Cing sempat pula mencekal bahu Lauw Nen, maka ketika ia terpelanting Lauw Nen pun turut terbawa. Lauw Nen berteriak : "Lepaskan aku, aku sudah berjanji dengan kau, setelah berhasil kau boleh ambil harta, aku mau orangnya, sekarang buat apa kau mencekal aku" Lepaskan!" Kedua tangannya memukul serampangan, kedua kakinya menendang-nendang tak karuan, terus menghantam Chen Yauw Cing. Biar Chen Yauw Cing terjatuh ke atas tanah, ia masih membalas. Maka kedua orang itu terus bergumulan di atas tanah, persis seperti dua ekor anjing gila berkelahi. Sampai disini, sungguh Go Thian Kheng tidak perlu berkata apa-apa lagi. Cit Sa Tau To, Hok Tong Hong dan Hua san Sin Liong bertiga, hati mereka telah jelas sejelas-jelasnya. Mereka bertiga serentak berdiri : "Lo Go, kami mengucapkan selamat atas dendammu yang sudah terbalas itu." Go Thian Kheng tertawa kering : "He he aku pun tidak menyangka dendamku itu terbalas secepat ini. Aku mengundang kamu datang bersama Lauw Thian Hauw, maksudku untuk menanyainya, apa yang akan dikatakannya. Tapi tak disangka, Lauw Thian Hauw sendiri tidak datang. Ia menyuruh bangsat ini kemari, kita pun tidak usah bersusah payah lagi. Yo su te, bawalah aku dan tamu-tamu ini keluar!" Orang kurus setengah baya itu mengiyakan, lalu mengangkat Go Thian Kheng, keluar bersama-sama CTT dan meninggalkan Lauw Nen yang masih bergumul dengan Chen Yauw Cing. Kini mereka berdua sama sekali tidak seperti jago silat dari Bu lim, tentu saja tidak dapat diceritakan jurus apa yang dipakai mereka. Setelah orang-orang itu pergi, tiba-tiba Lauw Nen meloncat. Ilmu silatnya memang lebih tinggi daripada Chen Yauw Cing, maka setelah melompat, dilemparnya Chen Yauw Cing ke tembok. Chen Yauw Cing berteriak, lalu tubuhnya mental kembali, lalu diinjak oleh Lauw Nen ke atas tanah. Mulutnya masih berguman : "Kedua belas... kereta itu semuanya berisi intan berlian... yang mahal... " Mulutnya terbuka dan memuntahkan darah segar. Keadaan sangat mengerikan, ketika melihat Chen Yauw Cing. Lauw Nen berada dalam keadaan setengah gila tetapi kini napasnya yang terengos-engos mulai menjadi tenang. Hal yang pertama diketahuinya ialah kamar itu tidak ada orang lagi." Lauw Nen tidak mungkin tidak tahu, kalau mau kabur dari tangan Hua san Sin Liong, Hok Tong Hong dan Cit Sa Tau To bertiga, hal ini sama sekali tidak mungkin. Tetapi mau tidak mau ia harus kabur. Dengan terhuyung-huyung ia melangkah ke pintu dan berhenti sejenak, lalu dibukanya, melongok keluar dilihatnya tidak seorang pun yang ada di luar, hal ini adalah di luar dugaan Lauw Nen. Buru-buru ia lari, baru ia melangkah beberapa tindak, terdengarlah suara gemuruh yang meledak dari keempat penjuru. Kini Lauw Nen telah menjadi seekor burung yang ketakutan. Setelah mendengar suara ledakan itu, belum lagi jelas suara apakah itu dan ia telah menjadi sangat ketakutan. Buru-buru menyurut beberapa tindak, matanya memandang ke depan, dilihatnya dari lorong yang gelap gulita itu ada segumpal barang yang tengah bergulung-gulung menyambarnya. Barang itu bergulung-gulung dicampuri dengan kembang api yang merah. Lauw Nen tidak tahu permainan apakah yang ada di depannya itu. Ia hanya berdiri terpaku, tetapi tidak lama kemudian barulah ia mengerti. Itu adalah segumpal asap yang sedang bergulung-gulung. Kekagetan Lauw Nen kini bukan kepalang tanggung, ia berteriak nyaring. Buru-buru diputar tubuhnya ingin kabur, tetapi tubuhnya baru berputar, ia menjadi terpaku lagi, karena asap di depannya lebih dekat lagi. Buru-buru ia memutar tubuhnya kembali, asap itu telah bergulung dari empat penjuru mengepungnya. Asap itu segumpal demi segumpal seakan terus menghimpit kepadanya. Terasa lehernya seakan dicekek oleh tangan, membuat napasnya sesak. Ia ingin berteriak, tetapi mulutnya baru terbuka, asap telah nyelusup masuk ke dalam mulutnya serasa tenggorokannya disilet. Ia menerjang maju dalam gumpalan asap itu, ia belum melihat lidah apinya tetapi telinganya telah menangkap suara yang meledak, dan kembang api yang menyambar di sekeliling tubuhnya serasa pakaiannya pun telah terbakar, rambutnya pun telah hangus. Ia tidak memperdulikan kesakitan di tenggorokannya, berteriak keras. Meskipun teriakannya keras, namun tertutup oleh suara ledakan yang dahsyat itu. Ia terus berlari, sampai akhirnya ia melihat lidah apinya. Lidah api itu seakan seekor naga berbisa menyambar dirinya. Pada saat ini, suatu perasaan sakit yang mematikan menyerang dirinya dan membuat tubuhnya menjadi melingkar. Ia ingin berteriak tapi tidak bisa lagi, tetapi masih ada suara yang terus timbul dari tubuhnya. Itu suara sate panggang yang biasa kita dengar, suara itu didengar dalam telinganya, seakan ada dua orang yang sedang tertawa. Mereka itu adalah Go Eng Kiat dan Go So Lan. Andaikata kini Lauw Nen tidak terlalu kesakitan, dan tidak berada dalam keadaan setengah sadar, seharusnya ia mendengar suara tertawa seseorang yakni suara tawa Go Thian Kheng. Tetapi kini Lauw Nen sama sekali tidak mendengarnya. Apa yang dirasakannya hanyalah kesakitan, lidah api yang seperti pisau itu terus mengiris-ngiris tubuhnya. Ia berteriak, berbalik, ia belum pernah memikirkan bahwa kematian itu sedemikian sengsaranya. Kini, sejauh 10 tombak dari rumah Go tiu, Hok Tong Hong, Hua san Sin Liong, Cit Sa Tau To, Go Thian Kheng dan Su tenya sedang mengamati rumah yang tengah di telan oleh api. Go Thian Kheng bertanya dengan suara kering parau : "Bagaimana apinya?" Berkata Hok Tong Hong : "Apinya sedang mengamuk, ia tidak mungkin lolos." Dari mata Go Thian Kheng yang keluar itu meleleh air mata : "Eng Kiat dan So Lan berdua, mereka dilahirkan dibesarkan di rumah ini. Kini, orang yang membunuh mereka itu telah dibakar hidup-hidup disini, arwah merekapun akan menjadi tenang, karena itu aku si tua bangka ini telah dapat membalas dendam mereka!" Sampai disini, Go Thian Kheng menghela napas panjangpanjang, helaan itu panjang sekali. Sesaat kemudian, napasnya masih terus menghembus, CIT SA TAU TO menjadi terperanjat lebih dulu, serunya : "Lo Go, kenapa kau?" Tetapi Go Thian Kheng tidak menjawabnya, dan masih tetap menghembuskan napasnya. Tiba-tiba Hok Tong Hong maju setindak, mengulurkan tangannya memegang punggung Go Thian Kheng. Walaupun gerakan tangannya cukup cepat, sebelum tangannya menyentuh punggung Go Thian Kheng, muka Go Thian Kheng telah menjadi pucat pasi. Hok Tong Hong menjadi tertegun, buru-buru menarik tangannya kembali, lalu meraba hidung Go Thian Kheng, tapi napasnya telah hilang. Hok Tong Hong menjadi sedih, isaknya : "Lo Go telah berpulang." Su te Go Thian Kheng memeluk tubuhnya : "Ku ucapkan terima kasih pada kalian bertiga. Suheng ku pernah berkata, kalau dendamnya telah terbalas, ia tidak ingin hidup lebih lama lagi di dunia ini. Ya, kalian bertiga tak usah bersedih." Meskipun mulutnya menghibur orang, tapi suaranya menjadi terisak. Ia tidak berkata lebih lanjut, tubuhnya bergerak ke depan, sekejap saja telah hilang. Orang bertiga itu memutar tubuh mereka, memandang lagi api yang sedang membakar sejadi-jadinya. Mereka bertiga tidak bersuara, hanya memandang dengan membisu. Hingga senja tiba, hari mulai gelap, apinya masih membakar dengan dahsyat hingga memerahkan sebelah langit. Hua san Sin Liong yang berkata lebih dulu : "Kitapun sudah harus pergi." CIT SA TAU TO menghela napas : "Ya, ai, Lo Go mengundang kita karena soal ini, bermimpipun aku tidak dapat membayangkannya." Hok Tong Hong berkata dengan perlahan-lahan : "Ji wi, kita masih belum boleh berpisah." CIT SA TAU TO melotot : "Ada apa lagi, aku tidak mau ikut lagi!" Ketika ia mengucapkan "ada apa lagi", padahal terpikir olehnya, maka baru disusul dengan kata-kata "aku tidak mau ikut lagi". Karena ia tahu, kata-kata Hok Tong Hong itu adalah untuk mengajaknya menemui Lauw Thian Hauw, mereka dengan Lauw Thian Hauw adalah kawan karib, mana mungkin menceritakan perihal anaknya yang telah dibakar hidup-hidup itu kepadanya" Maka katanya ia tidak mau ikut lagi. "Cit Sa, kau tidak boleh tidak pergi," kata Hok Tong Hong. "Pergilah kau sendiri," kata Cit Sa Tau To. "Harus kita bertiga yang pergi, Lo Lauw baru percaya. Kalau aku pergi sendirian, Lauw Thian Hauw tidak mungkin percaya, lalu berhantam, aku tidak melawannya. Kalau begini bukankah kau yang telah mencelakai aku?" kata Hok Tong Hong serasa geleng-geleng kepala. "Memang kau adalah orang yang rewel sekali, hanya berpikir yang bukan-bukan saja. Aku lihat Lo Lauw bukan orang yang tidak mengerti," kata CTTT sambil mendelikkan matanya. "Kau mau pergi, bukan?" tanya Hok Tong Hong. Cit Sa Tau To mengangguk, lalu Hok Tong Hong memutar kepalanya memandang Hua san Sin Liong : "Ai, kalau Lo Lauw tahu soal ini, entah bagaimana sedihnya ia nanti." Cit Sa Tau To berkata dengan tidak sabar : "Jangan ributribut lagi, kalau mau pergi, pergilah sekarang. Kebakaran ini apalagi yang harus dilihat." Lalu mereka bertiga berangkat menuju ke utara. Ilmu mengentengkan tubuh mereka bertiga bukan main cepatnya, melesat di kegelapan bagaikan meteor saja. Mereka terus menuju ke utara. Hari ketiganya tiga di tepi sungai Yangtze, terlihat murid Hua San Pay sedang berkumpul di tepi sungai. Di antara murid-murid Hua San itu, terdapat pula dua orang yang berselendangkan karung berpakaian Toa ha, kedua belah pihak seakan sedang berbicara. Dari jauh, Cit Sa Tau To mendehem : "Orang tua Hua San, tidak seharusnya kau dipanggil Hua san Sin Liong tapi Hua San Ni Couw (belut)." Hua san Sin Liong berkata dengan nada berat : "Kurang ajar!" Cit Sa Tau To menunjuk ke depan, "Kenapa tidak. Coba kau lihat, orang-orangmu sedang mesra-mesraan dengan orang Sang Bun Pang." Hua san Sin Liong pun kurang senang dengan orang-orang Sang Bun Pang, tapi tabiatnya sangat keras. Cit Sa Tau To berkata begitu, ia harus membantah baru senang. Maka katanya : "Orang-orang Sang Bun Pang cuma bertingkah agak aneh sedikit, tapi tidak jahat." "Pasti ramai nih, orang-orang baik tapi bertingkah seperti kematian ibu saja," berkata Cit Sa Tau To. "Memang mereka disebut Sang Bun Pang," kata Hua san Sin Liong. Cit Sa Tau To mendelik ingin berkata lagi. Orang-orang Hua San di depan itu, ada yang telah melihat Hua san Sin Liong dan kawan-kawan, ada seorang yang berteriak : "Suhu datang!" Tujuh delapan belas orang serentak menghampiri, lalu berlutut. Ada seorang yang berkata : "Suhu, ada dua orang Sang Bun Pang yang datang ke Hua San mencari Suhu tapi Suhu tidak ada, maka kami mengajaknya kemari." Hua san Sin Liong mengebaskan lengan bajunya, angin dahsyat yang timbul karenanya itu membangunkan muridmurid Hua San. Lalu ia menengadah melihat orang Sang Bun Pang. Kedua orang itu buru-buru menjura. "Kami memberi hormat pada Ciang Bun." Bayangan Darah Karya Pho di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Hua san Sin Liong mendehem. "Ada apa?" Tadinya ia ingin berkata "Tidak ada hubungan apa-apa antara Hua San Pay dan Sang Bun Pang, ada soal apa?". Tetapi teringat akan kata-kata Cit Sa Tau To yang tidak enak tadi, kalau berkata begitu malah menunjukkan ketakutan padanya. Maka ia hanya bertanya pendek saja "Ada apa?" Mereka berdua berkata seraya membongkok : "Atas undangan Pang cu, harap Hua San Ciang bun datang ke Yen ka cung." Hua san Sin Liong tertegun. "Yen ka cung" Bukankah desa Kauw Bwe Liong Yen Ling?" Berkata mereka berdua : "Yen cung cu telah meninggal. Kematiannya aneh sekali, kami orang-orang Sang Bun Pang curiga soal ini ada hubungannya dengan Lauw Thian Hauw si Singa Emas itu. Tetapi persoalannya bagaimana, masih mau menunggu hasil analisa dari jago-jago silat semua golongan. Ucapan kedua orang itu sangat sopan, tidak membesarbesarkan, tetapi kata-kata mereka itu agak luar biasa, maka didengar oleh orang yang mempunyai hubungan baik dengan Lauw Thian Hauw, kata-kata itu sangat menusuk. Hua san Sin Liong dan Hok Tong Hong berdua hanya mengerutkan alis saja, belum berkata apa-apa. Tapi Cit Sa Tau To telah mewakili : "Kentut, kamu orang-orang Sang Bun Pang, dari atas sampai ke bawah, tidak ada satu yang bukan bajingan. Dengan hak apa, kamu mencurigai orang, siapa tahu kalau Yen Ling itu mati dibunuh oleh orang kamu sendiri?" Tiba-tiba muka orang-orang Sang Bun Pang itu berubah, menengadah serentak :"Anda hanya main-main atau bersungguh-sungguh?" Cit Sa Tau To membentak : "Anak sial, kau dengar dulu dengan jelas. Aku Cit Sa Tau To kapan pernah bermain dengan orang?" Berkata Hua san Sin Liong : "Dimana si Singa Emas itu sekarang?" Kata kedua orang itu : "Dia berada di Yen ka cung... kami telah lama mendengar nama besar Cit Sa Tau To, dan sekarang Tau To menghina kami orang Sang Bun Pang... " Ucapan kedua orang itu belum habis, Cit Sa Tau To telah berteriak : "Mau apa kamu" Aku mau memukul kamu berdua orang-orang bajingan ini!" Diangkatnya tangannya yang sebesar kipas itu. Sebelum dipukul, anginnya telah menderu-deru hingga membuat muka kedua orang itu berubah, serentak turut ke belakang. Cit Sa Tau To tertawa terbahak-bahak : "Memang cepat larinya kaki anjing, kalau terlambat selangkah, mayat kamu sudah bergelimpangan disini." Kedua orang itu tahu, kalau mereka tidak pergi, apa yang dikatakan Cit Sa Tau To pasti bisa dibuatnya. Seorang jago tidak mau menerima kerugian begitu saja, maka mereka memutar tubuh berlari. Cit Sa Tau To masih marah : "Anak sial. Tidak membunuh kamu, hatiku menjadi kesal!" Berkata Hok Tong Hong : "Cit Sa, kau jangan terburu napsu. Sang Bun Pang orangnya banyak, kau tidak boleh mencari kerusuhan!" Karena tadi Cit Sa Tau To sedang memikirkan kalau ketemu dengan Lauw Thian Hauw, bagaimana mengutarakannya. Kebetulan sekali kedua orang Sang Bun Pang itu membicarakan Lauw Thian Hauw adalah pembunuh Yen Ling, maka ia menjadi marah. Saat itu ia hanya marah-marah, dan tidak memperdulikan akibatnya. Diperingati Hok Tong Hong, baru ia merasa ngeri. Meskipun tabiatnya keras, tapi licik juga. Ia tertegun sejenak, lalu tertawa : "Hm, kita bertiga. Mau jadi apa kalau takut pada Sang Bun Pang?" Sekali kata saja, ia telah menyeret serta Hok Tong Hong dan Hua san Sin Liong berdua. Ucapannya itu boleh dikatakan tepat sekali mengenai hati Hua san Sin Liong karena Hua san Sin Liong adalah seorang yang suka sekali bertanding. Taruhlah hatinya marah-marah, tapi ia tak mungkin mengucapkan apa-apa karena kalau ia mengucapkan apa-apa, bukankah itu berarti bahwa ia takut kepada Sang Bun Pang" Tapi Hua san Sin Liong diam saja, Hok Tong Hong tidak mungkin tidak bersuara. Katanya sambil tertawa : "Cit Sa kau licik sekali, kau yang membuat kerusuhan tapi mau mengikutsertakan kami berdua. Aku lihat, kami berdua belum tentu dapat dijebak olehmu." Cit Sa Tau To telah berkeputusan, maka segera ia berkata : "Terjebak atau tidak itu lain soal, dari ucapan kedua orang itu tadi, tampaknya mereka telah menahan Lauw Thian Hauw di Yen ka cung. Masa kita biarkan saja?" Hok Tong Hong tertawa terbahak-bahak : "Tak disangka mulutmu cukup lincah." "Tidak berani, tidak berani. Mari kita sama-sama pergi ke Yen ka cung!" "Kita adalah kawan karib Lauw Thian Hauw, tentu saja kita pergi. Buat apa kau banyak mulut?" kata Hok Tong Hong. "Betul," kata Hua san Sin Liong. Mereka bertiga menyeberang sungai terus menuju ke utara. Mereka boleh dikatakan jago silat kelas satu di Bu lim. Setiap tempat yang dilewati mereka, pasti ada pendatang baru yang mengunjungi mereka. Apa yang diperbincangkan mereka, semuanya soal Yen ka cung tetapi bagaimana keadaan sebenarnya, tidak seorang yang tahu. Padahal hari itu di hari senja, ketika matahari telah tenggelam di ufuk barat, mereka telah tiba di Yen ka cung. Terlihat di depan pintu ada delapan orang Sang Bun Pang berjejer. Mereka itu adalah jago-jago Sang Bun Pang. Hua san Sin Liong bertiga tiba di depan Yen ka cung, kedelapan jago silat Sang Bun Pang itu datang menyambut : "Hua San Ciang Bun, tuan Hok, Pang cu kami telah menunggu lama. Silahkan masuk!" Mereka bahkan tidak menyebut nama Cit Sa Tau To. Hua san Sin Liong dan Hok Tong Hong berdua merasa heran sekali, karena mereka menyilahkan dengan hormat, tentu saja tidak ada alasan untuk menolak. Namun mereka dengan sengaja tidak menyebut Cit Sa Tau To, hakekatnya ingin memalukan Cit Sa Tau To. Sedangkan Cit Sa Tau To datang bersama-sama dan tidak mungkin untuk meninggalkan Cit Sa Tau To seorang diri. Hok Tong Hong maju setindak, lalu menjura pada kedelapan orang itu : "Tuan-tuan kami datang bertiga, beri tahu pada Pang cu kamu, kami datang ke Yen ka cung ada urusan bukan untuk mencari ribut!" Harus diketahui bahwa Lauw Thian Hauw adalah seorang jago silat nomor wahid, jika orang Sang Bun Pang menuduhnya telah membunuh Yen Ling, ini adalah suatu hal besar yang luar biasa. Hok Tong Hong bukan saja telah mengatakan bahwa mereka ingin membela Lauw Thian Hauw, tapi telah pula mengisyaratkan pada orang-orang itu, meskipun Cit Sa Tau To telah menyakiti Sang Bun Pang, tapi kini bukanlah waktunya untuk membuat suatu perhitungan. Sikap kedelapan orang itu baik sekali, setelah mendengar kata-kata Hok Tong Hong, mereka berkata : "Betul sekali ucapan Hok toa hiap, tetapi kalau ada orang yang mengatakan orang-orang Sang Bun Pang dari atas sampai ke bawah adalah bajingan, tentu saja ia tidak mau berkawan dengan kami. Tentu saja ia harus tahu diri, dan pergi jauh-jauh dari sini!" Antara kedelapan orang gitu, hanya satu yang bicara. Tetapi enam belas biji mata, semuanya melirik pada Cit Sa Tau To. Muka kedelapan orang itu menunjukkan pandangan yang menghina. Kini, bukan saja wajah Cit Sa Tau To berubah, bahkan Hua san Sin Liong dan Hok Tong Hong berdua pun turut menjadi marah. Hok Tong Hong berpikir dalam hatinya, jangan mengira Cit Sa Tau To itu adalah buah yang empuk. Dengan mengandalkan banyak orang, kamu akan dapat keuntungan. Kalau aku sudah berkata terus terang dan kamu tidak mau mendengar, buat apa aku menjadi penengah. Maka tidak menunggu Cit Sa Tau To marah, ia berkata lagi : "Orang datang dari jauh-jauh. Mau pergi atau tidak, itu bukan urusan aku!" Ia melihat pada Hua san Sin Liong, keduanya lalu melangkah masuk. Tadinya Hua san Sin Liong dan Hok Tong Hong berdua tahu, setelah tiba di Yen ka cung, antara Cit Sa Tau To dan Sang Bun Pang pasti akan timbul keributan. Maka pada saat mereka datang, mereka telah berdiri di depan Cit Sa Tau To. Sementara itu Hua san Sin Liong masih berada di belakang, terus menggoyang-goyangkan tangan pada Cit Sa Tau To, supaya ia jangan bersuara. Kalau tidak, dengan tabiat Cit Sa Tau To yang berangasan itu, pasti telah marah sedari tadi, mana mungkin bisa bertahan sampai sekarang" Hua san Sin Liong dan Hok Tong Hong berdua melihat orang-orang Sang Bun Pang tidak mendengar kata, ganti mereka menjadi marah, dan bersiap untuk tidak mau turut campur, biarkan saja Cit Sa Tau To sendiri yang ribut. Lalu mereka berdua melangkah maju, meninggalkan Cit Sa Tau To sendiri yang berhadapan dengan kedelapan jago silat Sang Bun Pang. Kali ini tepat mengenai hati Cit Sa Tau To. Ia sengaja untuk mencari ribut, malah ia menahan dirinya untuk tidak menjadi marah. Dengan tertawa cengar cengir ia melangkah maju dua tindak. Cit Sa Tau To adalah seorang jago silat yang tersohor di Bu lim. Meskipun ia melangkah dengan cengar cengir dan tidak segera ingin berkelahi, tetapi wajah kedelapan orang itu sangat tegang. Kedelapan orang itu masih berjejer, tapi tangan kiri mereka memegang tangan kanan kawan yang berada di sebelahnya. Apalagi pegangan itu sangat aneh, telapak ketemu telapak persis seperti orang yang sedang bersalaman dengan erat-erat. Kedelapan orang itu telah menjadi satu. Sementara itu Hua san Sin Liong dengan Hok Tong Hong berdua sedang menggunakan ilmu 'Toan Im Jit Mi (mengirimkan pesan pada yang berkepentingan saja) yang sangat tinggi kepada Cit Sa Tau To : "Hati-hati! Kalau Sang Bun Pang menyuruh mereka menjadi benteng pertama, tentu mereka itu ada asal usulnya. Jangan lengah!" Kata-kata itu, hanya Cit Sa Tau To sendiri yang dengar. Ia tidak menyahut, hanya tertawa-tawa saja, sambil melangkah lagi dua tindak, dan hanya berjarak empat lima kaki dari tempat kedelapan orang itu, memiringkan kepalanya memandang mereka. Sesaat kemudian barulah ia berkata : 'Telah ku lihat di tengah hari. Kalau bajingan, tetap saja bajingan!" Muka kedelapan orang itu berubah, gerakan mereka berubah lagi. Orang yang berada di tengah-tengah mundur, orang yang berada di kedua samping merapat ke dalam. Tadinya mereka berjejer, kini telah membentuk kaki kuda, tetapi tangan kedelapan orang itu masih tetap berpegangan erat-erat satu sama lainnya. Cit Sa Tau To tertawa lagi : "Berubah-rubah masih tetap bajingan!" katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala. Kedelapan orang itu berteriak serentak, dua orang yang paling dekat dengannya tiba-tiba telah mengirimkan pukulan. Orangorang Sang Bun Pang itu semuanya berjumlah delapan orang tetapi karena mereka saling berpegangan, maka yang dapat memukul hanyalah dua orang. Yang satu di kepala, yang satu di buntut. Tangan yang dapat digerakkan pun hanya satu, yang satu lagi masih memegang tangan orang lain. Yang memukul kini adalah orang yang di kepala dan di buntut itu. Terlihatlah mereka membalikkan tangan, yang satu ke atas, yang satu ke bawah. Pukulan mereka itu menderu-deru. Tenaga itu melayang-layang, sukar ditangkap, itulah tenaga Lwe kang yang lembut. Meskipun Cit Sa Tau To masih tertawa cengar cengir tetapi dalam hatinya ia telah mengambil suatu keputusan. Ketika kedelapan orang tadi bergandengan tangan, ia telah melihat bahwa itu adalah suatu ilmu dalam yang dapat saling kirim, dapat mengumpulkan tenaga beberapa orang pada seorang. Tetapi ilmu itu tidak mudah dipelajari, bukan saja orang-orang yang mempelajari ilmu itu harus mempunyai tenaga dalam yang sama, ilmu silat yang sama. Yang lebih penting ialah hati mereka harus bersatu. Ini bukanlah suatu hal yang mudah. Maka di kalangan kang ouw, jarang sekali ada yang mempelajari ilmu tersebut. Tetapi kini, mereka sekali datang delapan orang, ini adalah hal yang lebih sukar lagi. Ilmu ini, tentu saja, lebih banyak orang kekuatannya pun semakin hebat. Mereka berjumlah delapan orang, taruhlah setiap orang mempunyai tenaga dalam selama lima tahun, dijumlah menjadi satu, semuanya meliputi 40 tahun. Maka hati Cit Sa Tau To sungguh tidak berani menganggap enteng kepada mereka. Kini kedua orang itu telah memukul. Cit Sa Tau To berhitung dalam hatinya, biarlah aku terima dulu pukulan mereka itu, supaya aku tahu ada berapa dalam tenaga dalam mereka, baru aku membuat rencana lain nanti. Andaikata bahkan pukulan mereka itu tidak dapat diterima, tentu saja aku tidak perlu melawan mereka lagi. Maka setelah melihat pukulan itu tiba, tubuhnya memendek dan berteriak : "Bagus sekali!" Kedua tangannya membalik menimbulkan angin yang menderu-deru, lalu didorongnya kedua tangannya. Ilmu silat Cit Sa Tau To adalah Ha Mo Sin kang (ilmu menaklukkan iblis) yang keras dari Hek Bun Sin kang, kebetulan sekali menjadi kebalikan dari ilmu Sang Bun Pang yang lembut itu. Setelah pukulannya keluar, suaranya bergemuruh, hampir saja keempat tangan itu beradu. Tetapi saat ini, tiba-tiba terjadilah suatu perubahan. Kedua orang Sang Bun Pang yang di kepala dan di buntut itu, tadinya menyerang Cit Sa Tau To dengan pukulan tangan, tetapi ketika Cit Sa Tau To ingin menerima pukulan itu, tibatiba kedua tangan mereka beradu "plok" mengelak dari hantaman Cit Sa Tau To. Kini mereka saling berpegang. Ketika tangan mereka berpegang, telapak tangan mereka telah menempel dengan erat. Sementara itu, dua orang yang berada di tengah-tengah, kini berpencar. Kedelapan orang itu bergerak serentak. Dan kedua orang yang berada di tengah tadi, kini telah berada di kepala dan yang satu lagi di buntut, dengan cepat sekali telah berada di belakang Cit Sa Tau To. Mereka masing-masing mengulurkan tangan memukul punggung Cit Sa Tau To. Jurus ini bukan saja tenaga mereka Bayangan Darah Karya Pho di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo saling kirim, tetapi gerakan mereka pun menunjukkan ilmu mengentengkan tubuh yang lihai. Perubahan jurus itu adalah ilmu 'It Ji Teng Coa Tin' (barisan ular panjang) dari Sang Bun Pang. Cit Sa Tau To mengulurkan tangannya untuk menerima pukulan orang-orang Sang Bun Pang tapi tidak jadi, sedangkan punggungnya telah terserang. Ini sama sekali tidak diduga oleh Cit Sa Tau To. Cit Sa Tau To tahu kalau ia memutar tubuhnya menghadapi lawannya, lawannya pasti memiliki perubahan yang semakin tidak terduga. Kalau terus-terusan begitu, lama kelamaan ia akan jatuh dalam tangan kedelapan orang itu. Ilmu kedelapan orang itu memang sangat lihai, tapi di antara mereka itu tidak ada satu yang ternama. Andaikata Cit Sa Tau To sampai kalah di bawah tangan orang-orang yang tidak ternama itu, bagaimana ia akan jadi orang lagi di kemudian hari" Maka kini, seluruhnya ia memutar tubuhnya melawan lawannya, atau mengirimkan pukulan ke belakang, tetapi ia tidak berbuat demikian, melainkan mengumpulkan tenaga murninya, mengangkat tubuhnya melesat ke atas. Tiba-tiba tubuh Cit Sa Tau To melayang ke udara setinggi tiga tombak dan berjungkir balik tujuh delapan kali. Tentu saja setiap kali ia berjungkir balik, tubuhnya agak menurun. Setelah tujuh delapan kali jungkir balik, tubuhnya berada di atas tanah. Dan meninggalkan orang-orang Sang Bun Pang itu sejauh delapan tombak. Setelah bebas dari kepungan mereka, ia langsung masuk ke pintu Yen ka cung. Perubahan ini terjadi dalam sekejap saja. Ketika tubuh Cit Sa Tau To berjungkir balik di atas udara, kecepatannya bagai angin puyuh, dari mula sampai akhir, kejadian itu terjadi dalam sekejap saja. Biar barisan kedelapan orang itu berobah semakin hebat lagi pun takkan dapat menghalanginya lagi. Kakinya baru menginjak tanah, lantas ia tertawa : "Hua San, Lo Hok, aku telah masuk. Kenapa kau belum juga datang?" Kedelapan orang itu berkata serentak : "Rupanya Cit Sa Tau To mahir menguasai ilmu angkat kaki seribu!" Ucapan kedelapan orang itu senada, maka suaranya nyaring sekali. Ketika ucapan mereka baru keluar, Cit Sa Tau To berteriak nyaring, tubuhnya melayang kembali ke udara. Dan berjungkir balik lagi. Tadi ia berjungkir balik dari atas ke bawah, tetapi kini, dari bawah ke atas; makin lama makin tinggi. Dalam sekejap saja, telah berjungkir balik tujuh delapan kali, tubuhnya melayang setinggi tiga tombak. Perobahan ini, dibandingkan dengan tadi ketika tiba-tiba ia kabur, boleh dikatakan semakin tidak terduga. Kini ia berada di atas kepala kedelapan orang itu. Ketika kedelapan orang itu masih bingung, terdengarlah suara tertawa besar Cit Sa Tau To dari udara yang menggetarkan bumi. Kemudian diikuti oleh suara nyaring yang memecahkan udara, terlihat tujuh buah sinar yang keluar dari samping tubuh Cit Sa Tau To. Tujuh buah sinar itu menerjang ke bawah dengan kecepatan yang tinggi sekali. Hua san Sin Liong dan Hok Tong Hong berdua melihat tujuh buah sinar itu menyambar ke bawah, hati mereka menjadi terperanjat. Karena mereka tidak menyangka bahwa Cit Sa Tau To akan menggunakan senjata maut... Cit Sek Sin So (pisau ajaib tujuh warna) yang menggetarkan kalangan kang ouw. Senjata itu telah lama tidak digunakannya dan jarang sekali digunakannya kalau tidak terpaksa. Bahkan ia pernah bersumpah, kalau ia menggunakan senjata itu, harus mengenai musuhnya. Kini ketujuh senjata itu ditembakkan serentak, musuhnya berjumlah delapan orang, paling tidak akan ada tujuh orang yang kena; apabila tidak mati, pasti luka parah. Dengan demikian, dendamnya dengan Sang Bun Pang akan diperdalam sedangkan asal mulanya hanyalah karena orang belaka. Ini sungguh adalah suatu hal yang tidak patut sekali. Ketika Hua san Sin Liong dan Hok Tong Hong berdua terperanjat, dari dalam Yen ka cung ada dua orang yang keluar dengan kecepatan meteor. Kecepatan mereka itu tidak kalah dari kecepatan Cit Sek Sin So. Namun mereka datang dari tempat jauh, sedangkan Cit Sek Sin So dari atas, jaraknya hanya tiga tombak saja. Kedua bayangan orang itu, sebelum mereka mendekat, tangan mereka telah melayang. Suara "ces ces" berbunyi tak henti-hentinya, melayanglah belasan senjata rahasia. Ada yang menyambar Cit Sek Sin So, ada yang menyambar Cit Sa Tau To. Senjata rahasia yang menyambar Cit Sek Sin So itu tentu saja ingin menyentuhkan Cit Sek Sin So itu. Tetapi Cit Sek Sin So Cit Sa Tau To itu, walaupun namanya senjata rahasia, tetapi setiap buahnya panjang kirakira dua kaki, semuanya ditempa dari waja murni, berbentuk segi tiga. Kedua ujungnya lancip, tengah-tengahnya gemuk, tajamnya bukan main, setiap batangnya berat 10 kati. Di atasnya dihiasi dengan tiga butir intan. Setiap batang Sin So, warna intannya lain-lain, maka baik siang maupun malam, ketika Cit Sek Sin So itu melayang, terlihat tujuh buah sinar berbeda yang sangat menyilaukan mata. Orang-orang Bu lim yang menggunakan senjata rahasia banyak sekali, berapa macamnya pun tidak terhitung, tetapi kalau mengenai kemewahan dan kekerasan, Cit Sek Sin So boleh dikatakan nomor satu. Cit Sek Sin So itu begitu berat, kalau terpukul dengan senjata kecil, tentu saja tidak ada pengaruhnya. Kini tubuh Cit Sa Tau To melayang lagi ke atas untuk menghindari senjata rahasia yang menyerangnya, sembari berteriak : "Yang mau hidup jangan bergerak!" Kedelapan orang itu, begitu melihat Cit Sek Sin So menyambar, mereka mau melepaskan ilmu tenaga dalam yang saling kirim itu, dan ingin coba kabur. Tiba-tiba mendengar Cit Sa Tau To yang berada di atas kepala mereka itu berteriak demikian. Kedelapan orang itu biasa berkelana di kalangan kang ouw segera sadar lalu mematung tidak bergerak. Lalu terdengar suara "ser ser ser" tujuh kali, antara kedelapan orang itu ada tujuh orang yang merasakan paha kanan mereka menjadi dingin, masing-masing ada sebatang Sin So yang menembusi celana dalam mereka, turun dari kulit kaki mereka dan menancap di samping kaki mereka. Untuk sesaat, ketujuh orang itu sungguh tidak dapat percaya apakah mereka masih hidup di atas dunia ini. Cit Sa Tau To memberatkan tubuhnya turun ke bawah. Tentu saja ketika Cit Sa Tau To menginjakkan kakinya di atas tanah, kedelapan orang itu masih berdiri mematung. Cit Sa Tau To berteriak : "Hei kamu sekalian, ketujuh Sin So ku itu sangat mahal, apakah kalian tidak mau mengembalikannya?" Setelah teriakan Cit Sa Tau To itu, kedelapan orang itu baru tersentak, mereka mengangkat kaki serentak dan surut ke belakang, di atas tanah tertancap tujuh batang Sin So dengan rata, ketujuh orang itu memang betul-betul telah dikenai Sin So, tetapi hanya menembusi celana mereka saja, lalu melesat ke bawah, bahkan tidak melukai kulit mereka barang sedikitpun. Cit Sa Tau To menggunakan tenaga dalamnya sempurna sekali, sasarannya pun tepat sekali, keahliannya itu sungguh sangat menakjubkan. Hua san Sin Liong dan Hok Tong Hong berdua, sampai kini mereka baru merasa lega. Sedangkan kedua orang yang keluar dari dalam tadipun menjadi lega melihat ketujuh orang itu tidak apa-apa. Kedua orang ini tampaknya seperti saudara kembar, alisnya panjang, mukanya pun panjang, wajahnya seakan-akan menangis, sedihnya bukan main, seolah-olah istri mereka dirampas orang, anak-anak mereka dibunuh orang saja layaknya. Kini serentak menjura pada Cit Sa Tau To : "Kami sangat kagum!" Nada mereka pun seperti terisak, hingga membuat orang merasa tidak enak mendengarnya. Cit Sa Tau To menoleh berpapasan muka dengan kedua orang itu, hatinya pun berdetak, pikirnya dalam hati : "Kenapa kedua orang ini" Melihat wajah mereka yang seperti menangis minta dikasihi itu, siapa yang sampai hati berkelahi dengan mereka?" Tabiat Cit Sa Tau To sangat berangasan, tetapi hatinya sangat baik. Serta merta ia pun menjura pada kedua orang itu : "Kalau hati kamu tidak senang, nangislah di tempat jauh. Tidak ada yang saya takuti, cuma takut pada orang yang menangis." Kedua orang itu hanya tertawa pahit dan tidak menjawab perkataan Cit Sa Tau To. Kini yang satunya berkata : "Cit Sek Sin So ini memang luar biasa, katanya tapi barang ini sangat sulit dicari, tentu saja kami kembalikan." Kata yang seorang lagi : "Tentu jangan-jangan kita akan ditertawakan nanti." Siapa Cit Sa Tau To ini, mendengar kedua orang itu berkata demikian, lantas ia tahu meskipun kedua orang itu bertampang sedih, tetapi mereka itu adalah orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi. Mendengar ucapan mereka seakan mereka ingin menunjukkan sedikit kepandaian dengan memainkan Cik Sek Sin So. Aku kesohor karena mengandalkan benda itu, sekali-kali tidak boleh dianggap mainan oleh mereka, lebih baik cepatcepat ku ambil kembali. Berpikir sampai disini, tubuh Cit Sa Tau To beranjak melesat ke depan, tetapi ketika tubuhnya baru bergerak, kedua orang itu telah turun tangan. Harus diketahui bahwa kedua orang itu memang adalah saudara kembar, mereka menjabat wakil Pang cu dalam Sang Bun Pang, mereka adalah Lay Ki dan Lay Nen. Ketika masih kanak-kanak, ketemu dengan peristiwa ajaib, ilmu silat mereka tinggi sekali. Hal ini dapat dilihat dari gerakan mereka ketika melesat dari dalam tadi. Sehabis Lay Kie dan Lay Nen berkata, ketika Cit Sa Tau To masih berpikir, kedua orang itu telah serentak mengangkat tangan kanan mereka, jari tengah mereka digetarkan tujuh kali, dengan kecepatan yang tinggi sekali, setiap getaran menimbulkan suara plek yang lemah, tujuh buah suara telah menyambut ke depan. Sementara ini, Cit Sa Tau To ingin mengambil Cit Sek Sin So-nya. Ia segera berhenti ketika dilihatnya ada empat belas cahaya, setiap dua cahaya menyambar satu Cit Sek Sin So. Melihat keadaannya, kedua orang itu sedang melepaskan senjata rahasia, seakan ingin mementalkan Cit Sek Sin So yang tertancap di atas tanah. Setelah Cit Sek Sin So berhenti, hatinya merasa geli. Jangankan Cit Sek Sin So itu separuhnya tertancap di tanah, taruhlah dicabut dengan tangan, itu pun meminta banyak tenaga. Taruhlah Sin So itu tergeletak di atas tanah, berat setiap batangnya pun melebihi 10kati. Melihat senjata yang dilepaskan mereka, cahayanya halus sekali seperti tidak bertenaga; mana mungkin Cit Sek Sin So dapat dipentalkan! Ia ingin melihat kegagalan kedua orang itu, tentu saja ia tidak mau melangkah lagi, dan laju ke 14 cahaya itu cepat sekali. Baru ia berhenti, terdengarlah suara berdentingan tujuh kali, ke-14 Sang Bun Ting (paku Sang Bun) yang hanya setengah dim panjangnya telah mengenai ketujuh Cit Sek Sin So. Di luar dugaan Cit Sa Tau To, setiap batang Sin So-nya telah mental melayang ke atas kena sambaran dua buah paku Sang Bun. Melihat keadaan itu, hati Cit Sa Tau To sangat terperanjat. Tubuhnya beranjak lagi, menguber, mengambil kembali ketujuh batang Sin So-nya. Tetapi tubuhnya baru bergerak, kedua saudara kembar itu telah menggetarkan kembali jari tengah mereka tujuh kali, 14 batang paku Sang Bun telah melayang lagi. Meskipun gerakan tubuh Cit Sa Tau To sangat cepat, tapi mana dapat dibandingkan dengan kecepatan senjata rahasia yang dilepaskan oleh saudara kembar itu" Dengan membawa desiran angin, ke-14 paku Sang Bun itu telah melampaui Cit Sa Tau To dan telah mengenai ketujuh batang Sin So yang berada di udara. Tubuh Cit Sa Tau To berada di udara, melihat keadaan itu hatinya menjerit. Ia tahu kekuatan paku Sang Bun tu, tadi saja dapat mementalkan Cit Sek Sin So yang masih tertancap di tanah, apalagi sekarang Cit Sek Sin So berada di udara, mana tahan untuk beradu dengan paku Sang Bun itu" Betul saja, ketika hati Cit Sa Tau To menjerit, setelah kena sambaran paku Sang Bun, Cit Sek Sin So-nya telah melayang ke atas bagai anak panah yang terlepas dari busurnya, sekejap saja ketujuh batang Sin So itu telah jatuh ke dalam tembok Yen ka cung. Dalam keadaan begini, Cit Sa Tau To tidak tahu apa yang harus diperbuatnya. Diuber tidak enak, tidak diuber tidak enak hingga membuatnya menjadi canggung. Sementara itu saudara kembar Lay telah mendekat. Ketika Cit Sa Tau To turun ke tanah dan menoleh, mereka bertiga persis berhadap-hadapan. Segera saudara kembar Lay menjura : "Harap dimaafkan, dari atas sampai ke bawah adalah bajingan. Tentu saja gerakan kami agak cepat sekali. Kalau tidak, bukankah kami akan menjadi maling tolol yang sekali maling ketangkap sekali?" Yang harus dihargai adalah, meskipun mereka berada di atas angin dengan melemparkan ketujuh batang Cit Sek Sin So ke dalam tembok Yen ka cung, tetapi wajah mereka tidak menunjukkan rasa congkak. Ketika mereka bicara, suara mereka pun seakan dapat menangis di sembarangan waktu. Untung saja Hok Tong Hong datang melerai, katanya sambil tertawa : "Cit Sa, kedua wakil pang cu Sang Bun Pang telah mengajak Cit Sek Sin So masuk ke dalam. Kau adalah pemilik Sin So itu, tentu kau diundang juga. Mari kita masuk sama-sama. Nanti baru kita bicarakan, walaupun orang-orang Sang Bun Pang lihai-lihai, tapi tidak mungkin sampai menganggap kita enak diganggu." Cit Sa Tau To menggunakan kesempatan ini menahan amarahnya, dan hatinya berpikir : "Kecuali demikian, tidak ada cara lain lagi." Lalu katanya : "Ha ha! Baiklah saya masuk melihat-lihat." Saudara Lay kembar tersenyum dingin : "Andaikata Cit Sa kurang senang, tentu kami akan menyuruh orang mengembalikan Cit Sek Sin So, supaya kau dapat beraksi lagi." Ucapan saudara kembar Lay itu sangat tajam. Cit Sa Tau To melotot, mulutnya terbuka ingin melontarkan kata-kata, tetapi Bayangan Darah Karya Pho di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo ia segera terpikir, Cit Sek Sin So-nya memang jatuh ke dalam tangan orang, kalau melontarkan kata-kata pada mereka dan dibalas, mungkin keadaannya lebih tidak enak lagi; lebih baik diam saja. Maka meskipun mulutnya terbuka, tapi tidak ada suara yang keluar. Hok Tong Hong berkata sambil tertawa besar : "Betul! Biar kita ke dalam melihat, supaya kita dapat bertemu dengan Pang Cu Sang Bun Pang yang jarang sekali muncul di kalangan kang ouw. Silahkan kalian menunjukkan jalan!" Berkata saudara kembar Lay : "Silahkan!" Bersamaan dengan ucapan "silahkan" tubuh mereka telah bergerak maju. Hok Tong Hong, Hua san Sin Liong dan Cit Sa Tau To bertiga mengikuti dari belakang dengan perlahan. DUA BELAS Setelah masuk, hati mereka terperanjat. Karena selama ini Sang Bun Pang selalu bergerak secara sembunyi-sembunyi, namanya dalam Bu lim tidak begitu bagus, kurang dipandang oleh mereka bertiga. Tetapi kini setelah masuk, dilihatnya orang-orang Sang Bun Pang sedang berkumpul bertiga-tiga atau berlima-lima, tampaknya sedang berdiri begitu saja. Tetapi semakin jauh mereka semakin tahu, setiap grup itu telah diatur sebelumnya untuk menduduki posisi tertentu. Andaikata terjadi apa-apa, mereka lantas dapat saling kerja sama menahan musuh. Dapat diatur sedemikian rupa, tentu saja Sang Bun Pang bukan lagi serigala yang terpencar-pencar. Setelah sampai di ruangan besar, telah berkumpul banyak orang. Mereka yang sedang duduk-duduk itu semuanya bukan orang Sang Bun Pang. Hua san Sin Liong, Hok Tong Hong, dan Cit Sa Tau To tahu mereka itu adalah tokoh-tokoh Bu lim yang sangat tersohor. Meskipun belum pernah jumpa, tapi sekali pandang saja sudah tahu, mereka itu memiliki kepandaian tinggi. Dalam ruang itu tidak ada orang Sang Bun Pang, mereka hanya berdiri di kedua samping belakang tiang. Sedangkan di tengah-tengah ruangan itu, ditaruh peti jenazah. Di samping peti jenazah terletak sebuah kursi tinggi besar. Kini seorang tua yang berambut acak-acakan duduk di atas kursi. Di tengah-tengah rambut dan jenggotnya yang sudah memutih bagai salju itu, tampaklah sepasang mata yang menyala bagaikan mata harimau hingga membuat orang yang melihatnya jadi bergidik. Kho Tiang Beng, Pang cu Sang Bun Pang, Hok Tong Hong dan kawan-kawan tahu. Tetapi melihat mukanya baru sekali ini, sementara itu hati mereka bertiga merasa heran. Mungkin orang ini salah belajar, kenapa ia mempelajari ilmu lembek. Andaikata ia mempelajari ilmu keras, ditambah dengan wajahnya, bukankah persis seperti dewa" Mereka bertiga melangkah dengan tegap. Kho Tiang Beng perlahan-lahan berdiri, Lay Kie dan Lay Nen berdua mempercepat langkah berdiri di belakang Kho Tiang Beng, yang satu di sebelah kanan, yang satu di sebelah kiri. Kho Tiang Beng menjura pada Hua san Sin Liong dan Hok Tong Hong seraya berkata : "Ji wi (berdua) silahkan duduk!" Dan anak buah Sang Bun Pang membawakan dua buah kursi, sekali lagi meremehkan Cit Sa Tau To. Hok Tong Hong dan Hua san Sin Liong berdua saling pandang sejenak lalu berkata serentak : "Kami datang ke Yen ka cung, belum memberi penghormatan pada Yan ka cung, mana bisa lantas duduk?" Betapa lihainya kata-kata mereka berdua itu, serta merta mencela Sang Bun Pang menduduki tempat orang, tidak memandang Yen Ling. Lagi pula telah membantah kedudukan tuan rumah Sang Bun Pang dalam Yen ka cung ini, dan mengertikan kita sama-sama tamu. Kho Tiang Beng tertawa dingin : "Rupanya kalian adalah juga kawan baik Yen cung cu?" "Tentu saja," sahut Hok Tong Hong. "Kalau begitu, nanti kami minta keadilan kamu bertiga supaya Yen cung cu tidak mati penasaran, pun supaya pembunuhnya tidak luput dari hukuman!" Cit Sa Tau To membentak : "Kho Tiang Beng, kau ingin mengatakan siapa pembunuhnya?" Kho Tiang Beng berkata dengan perlahan : "Tunggu satu hari lagi, setelah semua orang yang kami undang hadir, anak buah kami akan melaporkan kejadian yang sebenarnya. Jenazah Yen cung cu masih ada, kalian juga boleh melihat sebab kematian Yen cung cu pada waktu itu. Tidak perlu ditunjuk, kita akan tahu siapa pembunuhnya." "Enak sekali ucapanmu, kalau begitu kau menahan Lauw Thian Hauw disini, apa pula maksudnya?" kata Cit Sa Tau To. Kho Tiang Beng ketawa kering : "He he, menahan Lauw Thian Hauw, ini agak lucu bukan" Siapa Lauw Thian Hauw, mana mungkin kami dapat menahannya" Dia sendiri yang datang ke Yen ka cung." Cit Sa Tau To berkata dengan nyaring : "Memang betul, si Singa Emas Lauw Thian Hauw adalah orang jujur, mana dia takut pada orang kerdil yang memfitnahnya?" Nama Singa Emas di kalangan Bu lim memang sangat tinggi. Apalagi kini, orang yang diundang Sang Bun Pang separuhnya adalah teman Lauw Thian Hauw. Orang-orang ini meskipun diundang Sang Bun Pang, tetapi mengenai hal Sang Bun Pang menuduh Lauw Thian Hauw membunuh Yen cung cu, mereka sangat tidak puas. Tetapi terpikir pula oleh mereka, pihak Sang Bun Pang tentu mempunyai cukup bukti. Kalau tidak, perkara ini adalah soal besar, mana boleh dilakukan dengan sembarangan. Lagi pula, ketika mereka tidak di Yen ka cung, Sang Bun Pang melayani mereka dengan sangat hormat, maka mereka tidak bisa marah. Tetapi kini, setelah Cit Sa Tau To berteriak, mereka lantas mempunyai perasaan yang sama, untuk sesaat ruang itu menjadi gemuruh. Kho Tiang Beng berkata dengan nyaring : "Sudah saya katakan, kalau kamu telah memutuskan dengan adil seadiladilnya, bahwa kematian Yen cung cu ini tidak ada hubungannya dengan Lauw Thian Hauw si Singa Emas, kami, orang-orang Sang Bun Pang sebanyak 749 orang rela diperlakukan oleh Lauw Thian Hauw sesuka hatinya. Tapi kini, diminta kalian jangan ribut untuk sementara waktu, boleh?" Setelah Kho Tiang Beng mengucapkan kata-kata itu, para hadirin menjadi tenang. Cit Sa Tau To menjadi tertegun : "Kalau begitu, kami ingin menengok Lauw Thian Hauw." "Besok kamu boleh menengoknya!" kata Kho Tiang Beng dengan dingin. "Tidak bisa, kenapa dia tidak bisa bertemu dengan kami sekarang juga?" Cit Sa Tau To masih berkeras, ia berhenti sejenak lalu sambungnya dengan nyaring sekali : "Lauw Thian Hauw! Lo Hua San, Hok Lo Ko dan aku telah berada di Yen ka cung!" ucapannya itu diteriak dengan tenaga yang cukup, untuk sesaat ruang besar itu penuh dengan suara gema, yang mengumandang tak henti-hentinya. Andaikata Lauw Thian Hauw ada di Yen ka cung ini, pasti dapat didengarnya. Setelah suara Cit Sa Tau To reda, terdengarlah suara ketawa yang mengalun dari jauh. Meskipun suara itu mengumandang dari jauh, tapi telah sampai di ruang besar itu. Suaranya masih tetap dapat menggetarkan anak telinga, tentu saja suara yang senyaring itu dikeluarkan oleh seorang yang berilmu tenaga dalam yang sangat tinggi. Semua orang di ruang besar telah tahu, suara ketawa itu datangnya dari Lauw Thian Hauw. Setelah suara ketawa, terdengar Lauw Thian Hauw berkata : "Cit Sa, kau ya?" Cit Sa Tau To segera menyahut : "Singa Emas Lauw Thian Hauw, dimana kau?" Suara Lauw Thian Hauw terus mengalun tak henti-hentinya : "Tentu saja aku di dalam Yen ka cung. Kini untuk menghilangi kecurigaan, biarlah kita tak jumpa dulu." Hubungan antara Cit Sa Tau To dengan Lauw Thian Hauw sangat erat, begitu ia datang, lantas tidak merasa sungkan pada orang-orang Sang Bun Pang, karena orang-orang Sang Bun Pang telah menahan Lauw Thian Hauw. Kini antara ia dengan Lauw Thian Hauw telah saling sahut menyahut. Ia tahu Lauw Thian Hauw masih baik-baik saja, dan ia menjadi tenang. Lalu ia tertawa : "Ha ha, Singa Emas, setelah persoalannya beres, kita harus main-main dengan Kho Tiang Beng dulu!" "Tentu, tentu," sahut Lauw Thian Hauw. Lalu keduanya tertawa berkepanjangan, suara ketawa itu terus berkumandang tak henti-hentinya. Seluruh orang yang berada di Yen ka cung dapat mendengarkannya. Kini Lauw Thian Hauw berada di sebuah kamar di pekarangan kecil dalam Yen ka cung. Pekarangan itu dikelilingi oleh air, dan merupakan sebuah danau kecil, airnya turun dari gunung, dan mengalir keluar. Airnya jernih, danau kecil itu kira-kira selebar tiga tombak mengelilingi pekarangan kecil. Sementara itu di atas air ada beberapa perahu yang hilir mudik, penumpangnya adalah orang-orang Sang Bun Pang. Orang Sang Bun Pang menempatkan Lauw Thian Hauw dalam pekarangan ini, tentu saja untuk menjaga dia supaya tidak lari sebelum orang-orang yang diundang Sang Bun Pang datang. Tetapi siapa dapat menyangka bahwa Lauw Thian Hauw memang sengaja datang ke Yen ka cung untuk bersembunyi, diusir pun belum tentu dia mau pergi. Ketika Lauw Thian Hauw baru tinggal di Yen ka cung, hatinya masih kuatir. Kuatir So Beng Hiat In akan datang juga, jangan-jangan jago-jago Sang Bun Pang tak dapat menahannya. Tetapi hari demi hari dilewatinya dengan tenang, tidak terjadi apa-apa, hatinya pun menjadi semakin tenang. Setelah suara Cit Sa Tau To masuk ke dalam telinganya, ia semakin gembira, karena beberapa kawan karibnya telah datang. Jangan-jangan Sang Bun Pang mencari ribut kali ini akan berakhir dengan kegagalan mereka sendiri. Hatinya merasa senang, perasaannya pun menjadi lega, ditaruh tangannya di belakang berjalan keluar dengan perlahan. Sampai di tepi danau, dilihatnya perahu-perahu yang hilir mudik dan hatinya merasa geli. Memandang sejenak, lalu melangkah menyusuri tepi danau. Semenjak So Beng Hiat In muncul di tembok rumahnya, baru kinilah ia merasa sangat gembira, seakan melihat nama, reputasi dan kedudukannya yang akan musnah itu menjadi normal kembali. Ia akan menjadi tokoh jempolan di kalangan Bu lim, bahkan kini ia dapat menghadapi So Beng Hiat In yang sangat lihai itu. Kelak bisa terjadi apa-apa lagi" Berpikir sampai disini, hatinya sungguh ingin tertawa terbahak-bahak. Tetapi justru pada saat ini, anak telinganya telah menangkap suara nyaring yang mengalun dari ruang besar : "Kentut, aku mau pergi, dengan hak apa kau melarang aku?" Mendengar suara itu, ia menjadi terpaku. Itu adalah suara Lauw Hung, anak gadis sulungnya! Kenapa Lauw Hung pun datang ke Yen ka cung" Apa yang sedang diributinya" Bagaimana Sang Bun Pang menghadapinya" Lauw Thian Hauw terus memperhatikan Lauw Hung, meskipun Lauw Hung telah dewasa, tetapi masih dianggapnya sebagai anak kecil saja. Maka ketika ia mendengar suara Lauw Hung , segera ia berhenti. Suara Lauw Hung terus mengalun. Tetapi tenaga dalam Lauw Hung tidak dapat dibandingkan dengan Cit Sa Tau To, setiap kata yang keluar dari mulut Cit Sa Tau To yang diucapkan dengan tenaga dalam yang sempurna, dapat didengar jelas oleh Lauw Thian Hauw. Tetapi kata-kata yang keluar dari mulut Lauw Hung, sukar didengar, terputus-puts baru sampai ke telinganya. "Kentut, aku ada urusan penting... kenapa kamu tidak membiarkan aku menemuinya" Aku... harus menemuinya harus... hm... kentut... kentut emak kamu. Kamu mau berkelahi?" Setelah "kamu mau berkelahi?", Lauw Thian Hauw tidak lagi mendengar suara Lauw Hung. Tadinya Lauw Thian Hauw telah berencana, ia ingin tinggal di Yen ka cung dengan tenang. Setelah tokoh-tokoh Bu lim yang diundang Sang Bun Pang telah tiba semuanya, untuk memutuskan dengan adil sebab-sebab kematian Yen Ling. Pada waktu itu, dengan namanya yang tersebar harum di kalangan Bu lim, ditambah lagi dengan kawan-kawan karibnya yang datang ke Yen ka cung itu adalah atas kemauannya sendiri, kesemuanya ini cukup membuktikan bahwa ia bukanlah si tertuduh. Apalagi ketika Yen Ling mati, yang menyaksikannya tidak seorang lain, kecuali orang-orang rumahnya sendiri. Tidak ada bukti, dengan demikian ia mempunyai kebenaran 70 persen untuk mengalahkan tuduhan Sang Bun Pang. Lagi pula ia mempunyai rencana. Setelah ia 256 mengalahkan tuduhan Sang Bun Pang, ia akan tertawa saja, tidak mau menuntut balas pada Sang Bun Pang. Membiarkan Kho Tiang Beng pergi, dengan demikian ia telah berlaku sebagai seorang ksatria sejati, tersiar di kalangan Bu lim. Itu akan menjadi suatu pujian, dan dengan sendirinya namanya akan menjadi semakin harum di kalangan Bu lim. Rencananya memang baik sekali, tetapi suara Lauw Hung yang secara tiba-tiba masuk ke dalam telinganya itu telah merusak segala-galanya. Ia tidak dapat berdiam lebih lagi di situ. Ia harus keluar melihat bagaimana orang-orang Sang Bun Pang menghadapi Lauw Hung, dan apa pula yang dimaksudkan oleh Lauw Hung dengan urusan penting itu" Tiba-tiba ia memutar tubuhnya, mengumpulkan tenaganya melesat ke atas sebuah perahu yang sedang melaju di danau. Tetapi pada detik itu juga suatu pikiran tengah melayang dalam benaknya : "Apakah So Beng Hiat In telah menemui Lauw Hung sebelum datang Yen ka cung. Apa yang dikatakan Lauw Hung urusan penting itu, mungkin dimaksudkannya bahwa So Beng Hiat In sedang mencarinya" Kalau begini, kenapa aku harus keluar" Tetapi, ketika ia berpikir demikian, hatinya telah ketawa getir. Ia tahu bukanlah begitu, Lauw Hung adalah anaknya, mana mungkin ia tidak paham dengan Lauw Hung" Andaikata Lauw Hung telah mendapatkan kabar So Beng Hiat In, ia akan pergi sejauh mungkin. Mana ia mau menempuh bahaya memberitahu hal itu padaku" Kini ia telah datang, ini Bayangan Darah Karya Pho di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo membuktikan bahwa apa yang dibawanya itu adalah kabar baik. Teringat dengan kabar baik, Lauw Thian Hauw tidak dapat sabar lagi, segera ia berteriak melesatkan tubuhnya ke atas. Betapa tingginya ilmu silat Lauw Thian Hauw. Ketika tubuhnya melesat ke atas, timbullah angin dahsyat yang membuat dedaunan di pinggir danau itu pada rebah semuanya. Ketika ia berada di udara, lengan jubahnya berkeprak-keprak bagai seekor burung ajaib. Sekejap saja ia telah turun di sebuah perahu yang sedang laju. Di atas perahu itu ada empat orang Sang Bun Pang. Lauw Thian Hauw tiba-tiba turun dari atas langit, membuat mereka menjadi tercengang tidak dapat bersuara, hanya ternganga. Lauw Thian Hauw tertawa terbahak-bahak, bersamaan dengan suara tawanya itu, tubuhnya telah melesat lagi ke atas. Sekali ini, andaikata ia turun ke bawah, pasti telah mencapai ke seberang. Tetapi orang Sang Bun Pang bukan manusia tempe, apalagi pang cu Kho Tiang Beng lebih berakal lagi. Penjagaan terhadap Lauw Thian Hauw sangat ketat, Lauw Thian Hauw menganggap dirinya akan dengan mudah sekali dapat menerobos keluar, tapi dugaannya itu salah besar. Pertama kali ia meloncat, karena secara mendadak, ia dapat dengan gampang hinggap di atas perahu. Setelah menekankan kakinya, terbang lagi untuk kedua kalinya. Tetapi ketika ia melayang untuk kedua kalinya, dari semaksemak seberang terdengarlah suara busur melepaskan anak panah yang rapat sekali menghujani tubuh Lauw Thian Hauw. Anak panah itu bukan anak panah biasa, bentuknya lain sekali, panjangnya mencapai 4 kaki, lancip sekali bagai tombak. Lagi pula orang-orang yang melepaskan anak-anak panah itu adalah orang-orang yang berilmu tinggi, kecepatan anak-anak panah itu tinggi sekali. Hati Lauw Thian Hauw terperanjat, diulurkannya tangannya memegang sebuah anak panah lalu dilentangkannya menangkis anak panah yang lain, terdengarlah suara "cring cring cring" benda besi beradu, anak panah itu bahkan gagangnya pun terbuat dari besi. Walaupun panah-panah itu dapat dipentalkannya keempat penjuru, tidak ada satu yang mengenai tubuhnya, tetapi tubuhnya tak dapat lagi melayang ke depan dan terpaksa turun ke bawah. kalau ia sampai jatuh sebelum mencapai di seberang, tentu saja ia jatuh di atas air. Hati Lauw Thian Hauw menjadi terperanjat dan marah. Ia terus jatuh ke bawah, sambil mengumpulkan tenaga murninya. Ketika kakinya berada satu kaki di atas permukaan air, tiba-tiba ia menekankan tangannya ke bawah. Ia telah mengumpulkan tenaga murninya ke dalam telapak tangannya, kini setelah ditekankan ke bawah, tenaga murninya menerjang ke bawah bagai ombak dahsyat. Sekejap saja terdengar suara "dung dung" dua kali, air danau terdesak oleh tenaga murninya dan terjadilah air mancur yang besar, memancur ke atas dan tubuhnya melayang ke atas. Tubuhnya di bawa air mancur ke atas, air danau mengguyur ke tubuhnya, tetapi karena tubuhnya mengeluarkan tenaga murni, air danau menempel ke tubuhnya lalu terpental. Untuk sesaat terjadilah sebuah pemandangan yang sangat indah. Kali ini ia mempunyai pengalaman, tubuhnya baru melayang ke atas, lengan jubahnya telah disapunya ke depan. Angin lengan jubah itu menderu-deru menyapu anak-anak panah yang menyerangnya. Sedangkan laju tubuhnya tidak berkurang, dan tubuhnya hampir mencapai seberang. Pada saat ini, ia mengangkat kepalanya memandang ke depan, tibatiba ia menjerit dalam hatinya : "celaka!" Rupanya ketika ia mengalami rintangan tadi, jago-jago silat dari perahu tadi telah meloncat ke tepi danau dan telah berkumpul menjadi satu dengan orang-orang yang bersembunyi dalam semak-semak. Mereka sebanyak 80 orang melingkar menjadi setengah lingkaran. Andaikata Lauw Thian Hauw turun ke tepi danau, ia mau tidak mau harus jatuh ke dalam lingkaran itu. Kecuali ia mundur, kalau ia mundur tentu ia akan jatuh ke dalam air. Lauw Thian Hauw agak ragu-ragu, lalu berteriak. Tubuhnya masih tetap jatuh ke bawah tetapi ketika kakinya menyentuh tanah, tubuhnya telah mental kembali. Ia ingin mengumpulkan tenaga pentalan itu melayang dari atas kepala orang-orang banyak itu. Tetapi baru tubuhnya meloncat, lalu terdengar teriakan dari 80 orang itu. Dan meloncatlah 6 orang untuk menghadangnya, enam buah pedang panjang terus menyerangnya. Lauw Thian Hauw membidik dengan tepat, lalu digetarkannya jari tengahnya yang tepat mengenai ujung sebuah pedang. Ilmu silat orang Sang Bun Pang itu meskipun cukup tinggi, tapi mana dapat menandingi Lauw Thian Hauw" Setelah kena getaran jari tengah Lauw Thian Hauw, pedang itu lantas terpelanting ke udara. Tubuh Lauw Thian Hauw masih di udara, tapi gerakannya lincah sekali. Setelah mengenai sasarannya, tangannya langsung mencengkeram dada orang itu dan mendekatkannya ke depan dadanya. Kelima pedang yang lain, tadinya menyerangnya dengan kencang, namun melihat keadaan itu buru-buru menarik kembali serangan mereka. Lauw Thian Hauw tertawa terbahak-bahak, tubuhnya terus melayang dari atas kepala orang-orang itu, dan dalam sekejap saja telah berada di luar lingkaran. Tubuh Lauw Thian Hauw baru berdiri, di depannya telah berkelebatan sesosok bayangan yang langsung menyerangnya. Kecepatan bayangan itu di luar dugaan, bahkan orang yang berilmu silat sangat tinggi seperti Lauw Thian Hauw inipun menjadi tertegun. Dan pada detik ia tertegun itulah terdengar sebuah suara "plak", pergelangan tangan kanannya telah menjadi kaku. Bukan kepalang tanggung terperanjatnya Lauw Thian Hauw, tapi tidak salah lagi kalau mengatakan Lauw Thian Hauw adalah seorang jago silat kawakan. Setelah pergelangannya kaku, dengan gerakan refleks dilemaskannya kelima jarinya, tapi segera ia membalikkan tangannya menyerang bayangan itu dengan cepat sekali. Namun pukulannya itu memukul kosong, bayangan itu telah surut ke belakang. Ketika orang itu surut, dibawanya serta kawan yang ditawan Lauw Thian Hauw tadi. Dan Lauw Thian Hauw menjadi terperanjat, karena orang yang berada dalam cengkeramannya telah ditolong oleh kawannya. Buru-buru Lauw Thian Hauw menjaga dadanya dengan sebuah tangan, dan memandang ke depan. Apa yang dilihatnya adalah orang Sang Bun Pang. Orang itu bukan orang lain, melainkan Kho Tiang Beng, Pang cu Sang Bun Pang sedang berdiri di hadapannya dengan wajah yang seakan-akan tersenyum. Hati Lauw Thian Hauw menjadi lebih kaget lagi, dan mengumpat dalam hatinya. Jangan kira setan itu tidak seperti manusia, tetapi ketinggian ilmu silatnya memang luar biasa. Jangan-jangan lebih tinggi daripada ilmuku sendiri. Lalu Lauw Thian Hauw berkata dengan suara yang berat : "Kho pang cu, anakku datang. Kenapa kau tidak membiarkannya melihat aku?" Tetapi Kho Tiang Beng tertawa berkepanjangan : "Bagaimana Lauw toa hiap tahu bahwa aku tidak membiarkan anakmu menemui kau?" Lauw Thian Hauw menjadi tertegun : "Mana orangnya?" Kho Tiang Beng menunjuk ke belakang : "Lihat, bukankah dia sudah datang?" Lauw Thian Hauw menengadah, betul saja dilihatnya Lauw Hung sedang membawa seorang anak kecil melangkah maju. Di belakangnya diikuti oleh beberapa jago-jago silat dari Sang Bun Pang. Sekejap saja Lauw Hung telah tiba di hadapannya, dan Lauw Thian Hauw pun sudah tahu yang dibawa Lauw Hung itu adalah cucunya yang berumur sepuluh tahun. Anak Lauw Hung, buru-buru Lauw Thian Hauw bertanya : "A Hung, kenapa kau bawa Siao Tau kemari?" Berkata Lauw Hung : "Thia, kau dengar yang muncul di rumah kita itu... " Lauw Hung berkata sampai disini, Lauw Thian Hauw telah kaget setengah mati. Andaikata persoalan itu dibicarakan, betapa besar akibatnya maka buru-buru ia menggoyang-goyangkan tangannya menghentikan ucapan Lauw Hung. Dan Lauw Hung tahu maksud ayahnya, lalu ia berhenti tidak diteruskannya. Diangkatnya kepalanya memandang ke sekeliling. Lauw Thian Hauw tahu bahwa Lauw Hung pasti ada sesuatu yang sangat penting yang ingin dibicarakannya padanya, lalu ia berkata : "Kho pang cu, ada yang hendak dikatakan anakku padaku, apakah kau dan anak buahmu dapat menyingkir sebentar?" "Lauw toa hiap boleh masuk ke dalam untuk membicarakannya," kata Kho Tiang Beng. Ia menunjuk ke depan, yang dituduhnya itu adalah pekarangan kecil yang selama ini dipakai untuk menahan Lauw Thian Hauw. Lauw Thian Hauw baru menerobos dari dalam, maksudnya pun untuk menemui anaknya. Tadinya ia baru ingin keluar setelah jago-jago silat pada hadir semuanya, dan tidak berniat kabur. Kini mendengar pendapat Kho Tiang Beng yang seakan kuatir ia akan kabur itu, tak tertahan lagi hatinya menjadi panas. Katanya dengan dingin : "Kho pang cu, kau kira aku mau kabur" Terus terang ku katakan, sekarang, andaikata kau minta aku pergi, belum tentu aku mau." "Baik sekali," kata Kho Tiang Beng. Kini, kecuali orang-orang Sang Bun Pang, jago-jago yang diundang oleh Sang Bun Pang pun sudah berdatangan. Orangorang yang tidak berhubungan erat dengan Lauw Thian Hauw, pada berdiri jauh-jauh, sedangkan yang ada hubungan erat pada mengerumuninya. Cit Sa Tau To yang berada paling, teriaknya : "Lo Lauw, mau berkelahi?" Lauw Thian Hauw ingin buru-buru tahu kabar apa yang dibawa oleh Lauw Hung padanya, tidak bermaksud untuk ribut dengan Kho Tiang Beng lebih lanjut. Melihat begitu banyak orang mendekatinya, malah ia tertawa : "Ha ha, harap kalian bersabar dulu, besok kita lihat bagaimana Kho pang cu memutuskan hukumannya. Sekarang anak saya datang, dan kami ingin ngobrol-ngobrol dulu selama beristirahat." Mendengar Lauw Thian Hauw berkata begitu, suasana menjadi tegang menjadi adem kembali. Ada beberapa orang yang telah pergi dari situ, tapi beberapa orang yang mempunyai hubungan yang erat dengan Lauw Thian Hauw seperti Cit Sa Tau To dan kawan-kawan yang mengkuatirkan bahwa pada detik-detik terakhir ini orang-orang Sang Bun Pang akan menggunakan tangan keji untuk menindak Lauw Thian Hauw. Maka mereka tanpa disepakati lebih dulu pada berdiri atau duduk-duduk di luar pekarangan kecil itu, untuk sementara tidak ada maksud mau pergi meninggalkan tempat itu. Melihat keadaan ini, Kho Tiang Beng pun kuatir, janganjangan mereka itu akan menerobos ke dalam untuk menolong Lauw Thian Hauw. Maka ia dengan jago-jago Sang Bun Pang pun berdiam di luar pekarangan kecil, di luar tampaknya mereka sedang melayani tetamu, ngobrol dengan mereka. Tetapi hakekatnya adalah mengawasi kawan-kawan Lauw Thian Hauw, supaya mereka tidak dapat berteriak. Maka keadaan di luar pekarangan itu sangat aneh. Di luarnya adem ayem, tapi dalamnya sangat tegang. Semua orang tampaknya sedang ngobrol dengan asyiknya, tetapi hakekatnya sedang mengawasi gerak gerik lawan mereka masing-masing. Lauw Thian Hauw, Lauw Hung dan anaknya sama-sama masuk ke dalam pekarangan, langsung menuju ke dalam. Setelah melewati pintu berkali-kali, baru tiba di tengah-tengah pekarangan. Lauw Thian Hauw mendengar dengan seksama, di luar pekarangan masih ada orang yang sedang mengobrol, suara mereka samar-samar dapat didengar, ada kalanya seseorang bicara dengan nada yang keras, suara itu dapat didengar jelas, tetapi di dalam pekarangan kecil itu, memang betul-betul tidak ada orang lagi. "A Hung, ada soal apa?" kata Lauw Thian Hauw dengan tergesa-gesa. Lauw Hung pun melirik ke sekeliling. Setelah memastikan tidak ada orang di sekitarnya, baru ia berkata : "Siao Tau, hayo katakan!" Tetapi Siao Tau menundukkan kepalanya membisu. Melihat keadaan ini, hati Lauw Thian Hauw menjadi marah bercampur geli, lagi pula curiga. Karena melihat keadaan ini, ia teringat masa lalu. Ketika Siao Tau berbuat salah, Lauw Hung membawa Siao Tau ke hadapannya untuk dimarahi olehnya. Tetapi kini, malapetaka mengintai dari sekeliling, mati atau hidup belum lagi tahu. Taruhlah Siao Tau telah berbuat kesalahan, masa membawa Siao Tau masuk ke Yen ka cung ini" Segera ia berkata : "A Hung, sekarang waktu apa, kau masih mengajak Siao Tau menyusahkan aku?" "Thia, aku bukan membawa anakku menyusahkan kau. Anak ini terlalu nakal, kau hajar saja dia dengan keras; sudah ku marahi berkali-kali, tetapi masih saja begini," kata Lauw Hung. "Sudahlah, sudah. Dia nakal sedikit, apa salahnya?" kata Lauw Thian Hauw tidak sabar. "Bukan begitu Thia, semua ini gara-gara dia," kata Lauw Hung. Lauw Thian Hauw menjadi terpaku : "Apa" Apa yang dikatakan gara-gara dia?" Lauw Hung memukul kepala anaknya : "Bajingan kecil, hayo katakan. Kalau tidak kau katakan, kong kong (kakek) akan memukul kau sampai mati." Lauw Thian Hauw mengerutkan alisnya : "Siao Tau, ada apa" Lekas katakan!" Perlahan-lahan Siao Tau mengangkat kepalanya : Kong Bayangan Darah Karya Pho di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kong... ibu kata, kalau sudah ku katakan... kau tidak lagi... menghukum aku!" Lauw Thian Hauw membentak : "Jangan bawel, katakan apa sebenarnya?" Siao Tau ragu-ragu, tapi akhirnya berkata juga : "Itu hari... pagi sekali aku sudah bangun. Aku ambil darah babi... " Siao Tau baru berkata hingga disini, muka Lauw Thian Hauw telah berubah. Diulurkan tangan kanannya secara tiba-tiba, kelima jarinya bagaikan kaitan, mencekal bahu Siao Tau. Cekalan itu keras sekali, hingga tulang temulang Siao Tau berbunyi. Ia menjerit kesakitan dan tidak dapat meneruskan ucapannya. Buru-buru Lauw Hung berteriak : "Thia, kau akan mematikan dia, lekas lepaskan. Dengar dulu kata-katanya, ia sudah tahu salah maka ia datang padamu untuk minta ampun." Tangan Lauw Thian Hauw agak kendor sedikit : "Hayo katakan, kau apakan darah babi itu?" Siao Tau mengangkat kepala, berkata sambil terisak : "Ibu, kong kong dia... " "Lekas katakan, kalau kau katakan, kong kong akan melepaskan kau," kata Lauw Hung. "Dengan darah babi itu... aku buat sebuah bayangan orang di tembok," kata Siao Tau. Cekalan Lauw Thian Hauw terlepas, tubuhnya pun surut setindak. Pada detik itu sungguh ia tidak dapat bertahan lagi, terasa matanya berkunang-kunang sedangkan ia sendiri tertawa terbahak-bahak. Sungguh ia tak dapat tidak tertawa. "So Beng Hiat In" di tembok rumahnya sesungguhnya bukanlah bayangan darah, melainkan digambar oleh cucunya dengan darah babi. Ha, ha, So Beng Hiat In telah lenyap dari Bu lim, tetapi bayangan darah itu telah membinasakan seluruh orang rumahnya. Ha, ha, sangat lucu bukan" Lucu sekali. Lauw Thian Hauw tertawa tak henti-hentinya, Siao Tau memandang kakeknya berkata dengan nada putus-putus : "Aku... disuruh menggambar oleh Then kwan ka, kata Then kwan ka... kalau aku menurut katanya, dia akan menangkapkan dua ekor ular buat aku. Kong kong... aku... mengotori tembok itu, lain lagi!" Meskipun Lauw Thian Hauw terus menerus tertawa, tetapi apa yang dikatakan oleh Siao Tau itu masuk semua ke dalam telinganya. Ia pun telah mengerti, kenapa setelah kejadian itu, Then kwan ka lantas menyaru So Beng Hiat In untuk menakuti dirinya. Rupanya kesemua itu adalah suatu siasat licik. Siao Tau telah mengatakan lain kali tidak berani lagi, apakah akan ada sekali lagi" Sebelum bayangan darah itu muncul di temboknya, betapa tinggi kedudukan dan namanya dalam Bu Lim. Tetapi garagara darah babi, gara-gara seorang anak kecil yang nakal telah menggambarkan sebuah bayangan darah di tembok, kesemuanya itu telah berubah sama sekali, rumah telah hancur berantakan. Apakah akan ada sekali lagi" Ia tertawa berkepanjangan : "Tidak ada lain kali, tidak akan ada." Perlahan ia mendesak, nadanya pun semakin lama semakin nyaring : "Tidak ada lain kali, cuma sekali ini saja!" Ia menghampiri Siao Tau, tiba-tiba mengangkat tangannya "ser" dipukulnya ke arah kepala Siao Tau. "Ibu!" teriak Siao Tau. "Thia," Lauw Hung yang berdiri di sampingnya pun berteriak. Kini Siao Tau telah menjadi kaku saking terperanjatnya, berdiri mematung tidak bergerak sedikitpun. Tetapi Lauw Hung berteriak sambil menubruk ke depan. Lauw Hung telah tahu, setelah ayahnya mendengar bahwa bayangan darah itu digambar oleh Siao Tau dan bukan ditinggalkan oleh So Beng Hiat In, ia telah menjadi tidak normal, ia pun tahu pukulan Lauw Thian Hauw yang mendadak itu ingin mencabut nyawa Siao Tau, karena sakit hatinya yang sangat parah. Maka Lauw Hung menubruk, ia tahu sudah terlambat untuk mencegah pukulan Lauw Thian Hauw itu, jalan satu-satunya ialah menyerang Lauw Thian Hauw di bagian lain supaya Lauw Thian Hauw menarik kembali pukulannya. Maka dengan tenaga tubrukannya itu, kedua tangannya telah menyerang pinggang Lauw Thian Hauw. Ilmu Lauw Hung memang tidak lemah. Pukulan kedua tangannya itu bertalian nyawa anaknya, maka ia menggunakan sekuat tenaganya. Pada saat pukulan Lauw Thian Hauw hampir mengenai kepala Siao Tau, terdengarlah suara "Plak plak" dua kali, pukulannya hanya mengenai jalan perdarahannya. Serta merta saja Lauw Thian Hauw kena dipukul dua kali, dan ia terhuyung ke samping setindak. Pukulannya pun masih tetap terhantam ke bawah, tapi bukan mengenai kepala Siao Tau, melainkan mengenai lantai marmer hijau hingga marmer itu pecah berantakan. Dan buru-buru ia menegakkan tubuhnya sambil berkata : "Bagus, A Hung. Bagus sekali! Kau memukul aku?" Pukulan kedua tangan Lauw Hung itu hanya memencarkan sedikit tenaga murninya, maka ia hanya terhuyung setindak saja. Dengan kekuatan tenaganya, sekali-kali tidak mungkin jadi cedera. Tetapi kini Lauw Hung adalah anak kesayangannya, dari kecil dijaganya hingga dewasa. Entah telah berapa banyak perasaan yang dicurahkannya pada diri Lauw Hung, tetapi kini Lauw Hung dengan sekuat tenaga memukul dirinya. Ia tahu ia tidak cedera, bukan karena Lauw Hung kasihan, melainkan karena tenaga Lauw Hung belum sempurna. Andaikata Lauw Hung memiliki tenaga hingga dapat mematikan dirinya, tidak perlu dikatakan lagi, dirinya pasti telah binasa di bawah tangan Lauw Hung. Ketika ia teringat sampai disini, ditambah lagi dengan kejadian yang menimpa dirinya beberapa hari ini, dalam hatinya memang sangat perih. Lalu tiba-tiba ia berteriak, bersamaan dengan teriakannya itu, darah segarnya naik ke atas dan menyembur dari mulutnya, hingga kepala Lauw Hung dan Siao Tau berlepotan dengan darahnya. Melihat keadaan ini, Lauw Hung pun menjadi terperanjat dan membeku, teriaknya : "Thia, kenapa kau, kau kau... " Baru Lauw Hung berteriak dua kali, tiba-tiba tubuh Lauw Thian Hauw telah jatuh di hadapannya. Lauw Hung sangat terperanjat, buru-buru ia mengulurkan tangan memegang tubuh Lauw Thian Hauw. Tetapi kini, urat-urat nadi Lauw Thian Hauw telah terputusputus. Tenaga murninya yang telah terlatih belasan tahun itu, kini semuanya bergemuruh bagai ombak menampar pantai, keluar seluruhnya. Betapa kencangnya tenaga itu, Lauw Hung ingin memegang Lauw Thian Hauw, kedua tangannya baru menyentuh tubuh Lauw Thian Hauw, lalu terdengar suara "krek krek krek", kesepuluh tulang jarinya telah patah seluruhnya. Lauw Hung menjerit karena kesakitan, buru-buru ia menyurutkan tubuhnya ke belakang, tetapi Lauw Thian Hauw masih terus jatuh ke depan. Lalu terdengarlah lagi suara " krek krek" dua kali, tulang pergelangan dan punggungnya telah patah. Tubuh Lauw Thian Hauw menubruk tubuh Lauw Hung, "plak" sebuah suara yang nyaring, tubuh Lauw Hung telah terpental sejauh tujuh delapan kaki, jatuh ke sebuah pohon hingga dedaunan pohon itu berjatuhan. Tubuh Lauw Hung tergeletak di bawah pohon, sudah tidak berbentuk manusia lagi, orangnya sudah mati. Sedangkan Lauw Thian Hauw, setelah menubruk tubuh Lauw Hung, tubuhnya sempoyongan bagai orang mabuk. Dalam tubuhnya menimbulkan suara "kek kek kek" bagai kacang meledak, sekejap saja tubuhnya memiring lalu "blum" terjatuh di atas tanah. Ketika ia roboh, tenaganya pun masih sangat dahsyat, hingga membenamkan marmer hijau ke dalam tanah, seakan disana telah tersedia sebuah lobang untuk dirinya." Ketika Lauw Thian Hauw tertawa terbahak-bahak berkepanjangan, suara ketawanya itu mengalun sampai keluar. Di luar pun menjadi gemuruh, semua orang yang sedang berpura-pura beramah tamah, menjadi diam semuanya. Sesaat kemudian, Cit Sa Tau To membentak : "Kho Tiang Beng, kau main sandiwara?" Kho Tiang Beng pun merasa sangat heran, ia sendiri tahu ia tidak main sandiwara, tetapi malah lawannya main sandiwara. Dengan alasan itu menerobos ke dalam, untuk menolong Lauw Thian Hauw. Maka ia hanya tertawa dingin : "Cit Sa Tau To, kau mau main licik?" Cit Sa Tau To melihat malah ia yang diserang, hatinya menjadi lebih panas lagi. Bentaknya : "Mari kita terobos ke dalam, pasti Lauw Thian Hauw telah dicelakai oleh Sang Bun Pang!" Cit Sa Tau To menuduh orang-orang Sang Bun Pang mencelakai Lauw Thian Hauw. Kini, orang-orang yang berada disini semuanya adalah kawan karib Lauw Thian Hauw, maka semuanya menjadi marah. Mendengar orang-orang itu ingin masuk, segera Kho Tiang Beng berteriak panjang, jago silat Sang Bun Pang segera pula membentuk pagar menghalangi mereka. Cit Sa Tau To menyilang tangannya, dan menggoyangkan tubuhnya lalu menyerang. Tetapi ketika ia menyerang itulah, terdengar teriakan Lauw Thian Hauw "Tidak ada lain kali, tidak akan ada!", kedengarannya bukan seperti sedang diserang orang-orang Sang Bun Pang. Cit Sa Tau To sangat gelisah, tetapi ia tidak berani bertindak gegabah. Ia menarik napas, dengan terpaksa menarik kembali serangannya. Kho Tiang Beng menoleh seraya berkata : "Coba lihat ada apa?" Dua orang anak buahnya telah melesat kembali. Cit Sa Tau To berteriak : Mau lihat, kita sama-sama lihat!" Ia bersama Hok Tong Hong berdua telah melesat lebih dulu. Sementara itu, baik orang Sang Bun Pang atau bukan, semuanya masuk ke dalam pekarangan. Ketika mereka tiba di dalam, Lauw Thian Hauw dan Lauw Hung telah mati tergeletak, hanya Siao Tau yang berdiri mematung. Lalu Cit Sa Tau To menarik tangan Siao Tau sembari berkata : "Ada apa" Siao Tau?" "Wah," Siao Tau menangis, katanya sambil menangis : "Aku cuma menggunakan darah babi menggambar sebuah bayangan orang di tembok. Aku cuma mengotori tembok. Aku cuma menggambar sebuah bayangan darah!" Semua orang yang berada disitu pada saling berpandangan, sedangkan Siao Tau masih berteriak sambil menangis : "Aku cuma mengotori tembok, kenapa harus dipukul sampai mati?" Tiba-tiba saja ada orang yang sudah mengerti, sekejap lagi semuanya sudah mengerti. Setiap orang berdiri, tidak bersuara. Orang rumah Lauw telah mati semuanya, apa yang harus diceritakan lagi" TAMAT Perang Ilmu Gaib 1 Satria Gendeng 07 Pasukan Kelelawar Rahasia Sumur Tua 1

Cari Blog Ini