Bocah Sakti 14
Bocah Sakti Karya Wang Yu Bagian 14 sebuah lubang, dari mana ada menyorot sinar terang keluar. Si bocah heran lalu masukkan tangannya ke dalam lubang. Ketika tangannya dikeluarkan lagi, ia sudah menggenggam barang-barang permata. Diantaranya terdapat satu kalung leher, sepasang anting-anting dan tusuk konde berbentuk kupu-kupu. semuanya terbikin dari batu giok (kumala) dan mengeluarkan sinar berkeredep terang. Apalagi itu tusuk konde yang berbentuk kupu-kupu yang ditatah batu-batu mustika, yang paling terang diantaranya. Rupanya tadi dari dalam lubang ialah yang mengeluarkan sinar terang, untuk kedua kalinya Lo In masukkan tangannya. Kali ini yang dikeluarkan barang-barang permata biasa saja dan beberapa keping uang emas dan perakan. Lo In masih terus memeriksa, Ia masukkan lebih dalam tangannya untuk ketiga kalinya. Tidak ada apa-apa lagi kecuali satu bungkusan kecil enteng. Ia melihat bungkusan itu tidak ada apa-apanya yang menarik dan ia lantas mau ceploskan lagi ke dalam lubang tapi ia urung berbuat demikian ketika ia mendengar seperti ada orang datang. Bungkusan kecil itu bersama perhiasan dan uang yang barusan ia keluarkan telah ia masukkan dalam kantongnya, kemudian ia berlalu dan naik lagi ke atas pohon sementara lubang masih terpentang, tidak keburu Lo In menutupnya lagi. Lo In dari atas pohon melihat orang yang datang itu ada tiga orang, satu diantaranya ada bayangan yang tadi Lo In lihat, Ia kenali sebab ia masih mengenakan kerudung hitam kepalanya. Dua kawannya yang lain, usianya dikira baharu empat puluhan, perawakannya kokoh kuat dan masing-masing membawa senjata pedang. Ketika melihat lubang sudah terbuka, si kerudung hitam menjadi terkejut rupanya sebab ia lantas keluarkan teriakan "Celaka " "Apa yang celaka jite ?" tanya kawannya yang bermuka tirus. Si orang berkerudung tidak menyahut, hanya ia cepat jongkok dan memeriksa lubang dan ternyata isinya sudah terbang, Ia jatuh duduk dan mengeluarkan keringat dingin. Dua kawannya menjadi heran, si muka tirus menanya lagi, "Jite, kau kenapa ?" "Toako, barang-barang yang kusimpan dalam lubang ini semuanya sudah amblas disikat orang. &ntah siapa orangnya yang demikian berani juga tidak mungkin orang dapat menguntit jejakku, yang aku lakukan dengan sangat hati-hati-" Si muka tirus yang dipanggil toako tiba-tiba tertawa dingin. "Jite, kau hendak bermain sandiwara di depan saudara tuamu ?" kata si toako. " Toako, kita bertiga bersaudara sudah bersumpah akan sehidup semati. Buat apa aku mencurangi kalian ?" jawab si kerudung hitam. "Untuk barang-barang lainnya aku tidak perduli, tapi itu "say-cu-leng" kau harus serahkan padaku Dengan tanpa "sayculeng, cara bagaimana aku dapat menduduki kursi Kaucu ?" say-cu-leng itu adalah lencana berbentuk singa-singaan kecil, terbuat dari batu giok murni, mungil tampaknya sebagai gandulan dari kalung leher. Barang mana biasanya ada dibalik baju dari Kaucu (ketua agama) Ngo-tok-kau (agama lima bisa) yang bernama Tonghong Kin, seorang yang berkepandaian silat paling tinggi dalam perkumpulannya. Untuk mengetahui cara bagaimana Say-cu-leng jatuh ditangannya si kerudung hitam, baik kita tinggalkan sebentar Lo In yang sedang menonton tiga saudara yang sedang bertengkar dan melihat kisahnya say-cu-leng seperti berikut. say-cu-leng ada lambang dari Ngo-tokikau. Bukan saja bentuknya mungil dan bisa bercahaya pada waktu malam gelap, juga ada mempunyai khasiat yang anehi dapat menyembuhkan orang yang keracunan dengan cuma meminum air yang direndam lencana tersebut. Dengan sendirinya, peraturan dalam Ngo-tok-kau juga menjadi aneh- Ialah siapa yang memiliki lencana itu dianggap adalah Kaucu mereka walaupun lencana itu telah hilang lantaran Kaucu yang asli dan bahkan Kaucu itu dianggap sebagai anggota biasa saja atau bukan Kuucu mereka Lagi. (Bersambung) Jilid 14 Tong Hong Kin belum lama mengepalai Ngo-tok-kauw. Ialah pada dua tahun yang lalu selagi Ngo-tok-kauw kehilangan Kauwcunya yang bernama Ngo-tok Sianjin (Dewa Lima Bisa), dengan tiba-tiba muncul Tong Hong Kin mempertunjukkan Say-cu-leng. setelah diuji bahwa Say-culeng itu bukannya palsu, maka seketika itu Tong Hong Kin diangkat menjadi Kauwcu dari Ngo-tok-kauw. Jadi barang siapa yang memegang Say-cu-leng, dialah yang menjadi Kauwcu, tidak perduli dia ada berilmu silat tinggi atau rendah. Sudah tentu para anggotanya lebih suka kalau kauwcunya mempunyai kepandaian yang tinggi. Tegasnya mereka menghormati Say-cu-leng, yang terpaksa menghormat pada kewibawaannya yang menjadi Kauwcu. Demikian diantara banyak pemimpin Ngo-tok-kauw, sudah tentu banyak yang ingin memiliki lencana yang istimewa itu. Cuma saja mereka masih mempunyai kepercayaan bahwa merampas lencana di badannya Kauwcu akan merupakan dosa tak berampun. Sepanjang hidupnya akan merasa tidak menemukan ketentraman, seolah-olah dibayangi oleh setannya si Kauwcu yang dianiayanya. Tiga orang dibawahan Kauwcu Tong Hong Kin yang bernama Ang Kek Sui, Coa Keng dan Giam Tee Seng termasuk diantaranya yang mengarah pada lencana istimewa itu. Mereka tidak termasuk pada kepercayaan tersebut dan diam-diam telah bersepakat untuk mencelakakan Tong Hong Kin. Tiga orang itu telah mengangkat saudara, bersumpah sehidup semati apabila mereka berhasil memiliki say-cu-leng dan menguasai Ngo-tok-kauw. Dalam perundingan, Kek sui menyatakan pikirannya kepada dua saudaranya, "Kita sudah jadi saudara. segala apa kita tanggung bersama. Kali ini Jite akan dibawa pergi oleh Kauwcu untuk membuka cabang di kota Teng kwan, jangan lupa sama rencana kita. Dalam perjalanan, begitu Jite dapat kesempatan, habiskan saja jiwanya Kauwcu dan rampas sayculengnya. Dengan lencana itu, kita akan menguasai Ngotokkauw dan dengan begitu kita dapat sesuka hati bergerak. Tidak seperti sekarang, kita rasanya terkekang. Ini tidak boleh, itu tidak boleh. Kauwcu apa seperti Tong Hong Kin itu " Masih mendingan Kauwcu kita Ngo-tok sianjin duluan yang hilang, kita masih dapat bergerak bebas." "sudah tentu aku akan perhatikan rencana kita." sahut Coa Keng. " Harap toako dan samte jangan kuatir. Tapi sebaiknya dengan diam-diam toako dan samte juga menguntit perjalanan kami. supaya kalau aku gagal dan menghadapi bahaya, kalian berdua dapat menolong kesulitanku Jadi ini namanya kita bekerja sama." Kek sui dan Tee seng berkakakan ketawa mendengar perkataan saudaranya itu. "Hal itu Jite jangan kuatir. Tentu kami berdua akan mengikuti dari jauh. Legakan hati Jite dan kerjakan rencana kita supaya berhasil " berkata Kek sui yang membesarkan hatinya Coa Keng yang kelihatannya agak jeri juga kalau bekerja sendirian. Dalam perjalanan ke kota Teng kwan itulah Tong Hong Kin telah dikerjai oleh orang kepercayaannya yang berupa Coa Keng. Dalam satu warung arak di pegunungan Tong Hong Kin kena diloloh sampai mabuk oleh Coa Keng, kemudian dalam keadaan mabuk dibawa pergi oleh Coa Keng. "Teman saudara dalam keadaan mabuk, tidak baik kalau dibawa pergi sekarang." kata pemilik warung ketika melihat Coa Keng sudah panggul Tong Hong Kin di pundaknya. "Kami ada urusan yang penting, maka harus segera meneruskan perjalanan." sahut Coa Keng dengan paras seperti cemas tidak sampai pada waktunya ke tempat tujuannya. Pemilik warung menghela napas ketika melihat Coa Keng tidak dapat dicegah. sebenarnya pemilik warung itu baik juga hatinya. Ia mencegah berlalunya tamu dengan membawa temannya dalam keadaan mabuk sebab pada waktu itu cuaca sudah remang-remang gelap dan sebentar lagi sang malam sudah tiba. Di tengah jalan, Coa Keng telah letakkan tubuhnya Tong Hong Kin. Untuk membikin sang Kauwcu tidak berdaya, ia menotok jalan darahnya. setelah itu ia lantas terindili harta benda yang ada pada pakaiannya Tong Hong Kin, sudah tentu termasuk say-cu-leng yang lantas ia bungkus dengan setangan. Coa Keng kegirangan sebab selain lencana yang sangat diinginkan, juga ia dapatkan beberapa barang perhiasan yang berupa anting-anting, kalung leher dan tusuk konde kemala yang bercahaya terang di waktu malam gelap. Entah dari mana Tong Hong Kin mendapatkan barangbarang perhiasan itu. Ia tidak tahu kalau barang-barang itu belum lama Tong Hong Kin terima dari kawan-kawan akrabnya sebagai tanda mata persahabatan dengan Ngo-tok-kauw yang pada masa itu sangat terkenal namanya. Coa Keng tidak tega untuk membunuh Kauwcunya dengan menggunakan senjata tajam mengingat kebaikannya sang Kauwcu kepadanya sepanjang mereka bergaul dalam perkumpulan. Maka ia lalu lemparkan Tong Hong Kin ke dalam jurang. Pikirnya, biarlah ia mati terbanting di bawah jurang. Berbareng dengan itu, timbul pikiranya untuk memiliki sendiri barang-barang yang sudah ada dalam tangannya, maka ia lalu mencari tempat yang aman untuk mengumpulkan barangbarang rampasannya itu. Dengan cara kebetulan ia menemukan kuburan tua yang dibelakangnya ada lubangnya. Entah lubang bekas apa itu. setelah ia mencabut selembar batu marmer dari kuburan lain yang dipasang sebagai bongpay, ia masukkan barang-barang berharga itu ke dalam lubang dan ditutup rapi dengan batu marmer atau bongpay orang. Ia tidak tahu kalau kerjaannya ada yang memperhatikan ialah jago cilik kita. Belum lama Coa Keng berlalu, ditengah jalan ia berpapasan dengan Kek sui dan Tee seng. sang toako melihat ia sendirian, lantas menegur, "Jite, mau pergi kemana lagi " Bukankah kau sudah selesaikan urusan " Mana itu lencana sakti dari Ngo-tok-kauw ?" Coa Keng agak gugup. Ia tidak mengira bahwa ia akan berpapasan dengan dua saudaranya itu demikian cepat. Dalam perhitungannya, baru pada keesokan harinya mereka akan bertemu satu dengan lain. Tatkala itu ia tidak mempunyai daya untuk mungkir, maka ia lantas menjawab, " Lencana dan barang-barang yang ada pada tubuhnya Kauwcu aku simpan untuk sementara di tempat yang rapi jangan takut " "Takut ?" menggumam Kek sui. " Kenapa kau mengatakan demikian Jite ?" "oo, itu, itu........" gugup Coa Keng menjawab hingga Kek sui menjadi curiga. "Itu lencana hendak kau miliki, bukan ?" Kek sui menyindir. "ohi bukan. Itu barang aku simpan, tiada seorang yang dapat menemukannya." "Jadi, hanya kau seorang saja yang mengetahuinya." "Ya, betul. Aku sudah simpan pada suatu tempat rahasia." " Kalau begitu, sekarang kau antar kami berdua kesana untuk melihatnya." Coa Keng tidak mempunyai alasan untuk menolak. Maka ia lantas ajak kedua kawannya untuk pergi melihat barang yang belum lama dirampasnya. Demikianlah, ketika Coa Keng nampak lubang tempat menyimpan barang rampasannya itu terpentang, bukan main kagetnya sampai jatuh duduk. Nampak saudara tuanya mendesak say-cu-leng, Coa Keng coba merogoh lubang ke bagian paling dalam sebab ia pisahkan benda berharga itu dari barang lainnya. Ternyata siasia saja ia merogoh sebab say-cu-leng sudah terbang. "Toako, minta maaf atas keteledoranku. say-cu-leng sudah tidak ada ditempatnya lagi." berkata Coa Keng separuh meratap kepada Kek sui. Kek sui ketawa sinis. "Tempat penyimpanan yang rapi sekali sampai dengan mudahnya orang mengetahuinya." menyindir Kek sui. Coa Keng tidak menjawab atas sindiran sang toako, sebab memang ia bersalah. Tapi, mana Kek sui dan Tee seng mau percaya atas perkataannya. Tee seng yang dari tadi diam saja telah berkata, "Jiko, jangan banyak alasan. Paling baik lekas keluarkan say-cu-leng dari saku bajumu. Kalau tidaki hm " si kerudung hitam (Coa Keng) melengak mendengar perkataan Tee seng. "Samte, aku bukannya omong main-main. Memang barang itu sudah disikat orang, mana ada dalam kantongku" Kalau tidak percaya, kau boleh geledah badanku." "Hehe." ketawa Tee seng. "sudah angkat saudara masih mau mengibuli. Kau orang apa " Dasar orang she Coa ada berhati ular, makanya begini macamnya " Tee seng berkata sambil mendekati Coa Keng. Ia mulai menggeledah badannya, tidak kedapatan apa-apa. Dalam penasarannya ia samber kerudung coa Keng hinga sekarang tampak wajahnya. Umur Coa Keng ditaksir belum 40 tahun, gerakannya gesit tangkas, wajahnya cakap. Kelebihan inilah yang membikin Tong Hong Kin percaya dan sayang pada coa Keng. si Kauwcu ternyata salah hitung karena dibalik wajahnya yang cakap. ada tersembunyi hatinya yang kejam danjahat. sebagaimana sudah terjadi, sudah ia sumpah sehidup semati menjadi saudara, masih timbul ingatan mengkhianati saudara-saudaranya ingin memiliki say-cu-leng. setelah menggeledah kerudung orang tidak ada hasilnya, Tee seng dalam marahnya sudah menampar Coa Keng Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sehingga terhuyung-huyung dan mataya berkunang-kunang gelap. Coa Keng tidak menduga akan tamparan Tee seng, maka juga demikian mudah ia kena ditampar. Coba ia sudah siap sedia, bagaimana pandainya juga Tee seng bergeraki tidak semudah itu menggampar coa Keng yang cerdik dan licin. "Bagus " seru Kek sui dan lantas tertawa terbahak-bahak melihat Coa Keng terhuyung-huyung kena ditampar adiknya yang nomor tiga. Ketika Coa Keng sudah berdiri tegak lagi, ia mendengar Kek sui berkata, "Coa Keng, sekarang kita tidak ada hubungan saudara lagi. Lekas kau keluarkan say- cu-leng sebelum aku turun tangan kejam " Mendengar perkataan sang toako, Coa Keng tahu bahwa persaudaraannya telah diputuskan. Meskipun ia membela diri bagaimana pun juga, tak bakalan ia dapat membuat dua saudaranya itu mempercayai akan omongannya bahwa sayculeng itu sebenarnya sudah hilang. Memikir demikian, untuk membela diri, ia sudah hunus pedangnya. " Kalian tidak mau percaya akan bicaraku, maka biarlah ini akan menjadi saksinya " Coa Keng sambil acungkan pedangnya. "Haha Pengkhianat " bentak Kek sui gusar melihat Coa Keng menghunus pedangnya dan menantang, "Kau kira dengan pedangmu, kau bisa lolos dari tangan kami ?" sementara itu Tee seng yang juga sudah sangat gusar nampak Coa Keng mau melawan, sudah meloloskan pedangnya dan menyerang Coa Keng. si bekas Jiko menangkis serangan Tee seng kemudian balas menyerang dengan tusukan ke pundak tapi dapat dikelit oleh Tee seng. Ia merangseki pedangnya menabas dari kiri ke kanan, coa Keng berkelit dengan lompat mundur satu tindak. Lalu merapat lagi, mereka bertempur seru. Beberapa jurus sudah dilewatkan, ternyata Tee seng tidak bisa menang dari Coa Keng yang ilmu pedangnya kelihatan lebih pandai. Kek sui tidak tinggal diam, ia lantas mencabut pedangnya juga dan mengeroyok Coa Keng. Lo In enak-enakan saja nonton diatas pohon sambil memikirkan barang yang diperebutkan oleh mereka itu. Katanya lencana singa-singaan, yang bagaimana rupanya ia tidak lihat. Pikirnya, boleh jadi diumpatkan oleh Coa Keng. Dengan turunnya Kek Sui kelihatan pertempuran jadi berimbang karena Tee Seng dapat bernapas lega ada pembantu disampingnya. Kalau tidaki barusan ia sudah dibikin terjungkal oleh Coa Keng yang ilmu pedangnya lebih gesit. Dalam penilaian Lo In , sekalipun Kek sui turun tangan tidak ada gunanya karena ilmu pedangnya kalah oleh Coa Keng. Penilaian si bocah yang lihai memang benar. sebab tidak lama kemudian terdengar jeritan Tee seng yang lompat mundur sambil memegangi bahunya yang kanan bercucuran darah kena ketusuk pedangnya Coa Keng. Melihat adiknya dilukai, Kek sui meluap amarahnya. Ia membentak "Bagus, bangsat pengkhianat Kau berani lukai adikku " Akan aku adu jiwa denganmu " "Haha " Coa Keng mengejek. "Mau adu jiwa itu urusanmu. Tapi yang terang jiwamu sukar lolos dari pedangku Hm Dengan cuma kepandaian sebagini mau menghinaku, Coa Keng " Kau harus belajar dulu 10 tahun lagi. Mungkin pada waktu itu ilmu pedangmu hanya baru sebanding saja dengan ilmu pedangku " Diejek demikian Kek sui makin bernapsu. Ia keluarkan semua kepandaiannya. Akan tetapi percuma saja, terus ia berada di bawah angin. Dengan jurus 'Yap-te-tou-ko' atau 'Dibalik daun mencuri buah' pedang Coa Keng meluncur secepat kilat ke arah ketiak lengan kanan Kek sui yang coba mengelak tapi terlambat karena ujung pedang mengenai juga pundaknya hingga mengucurkan darah. Kek sui ternyata tidak menjadi jeri dengan luka di pundak kanannya itu. Ia pindahkan pedangnya ke tangan kiri. Ternyata ia bisa mainkan pedang dengan tangan kiri seperti juga ia mainkan dengan tangan kanan. sementara itu Tee seng sudah menyerbu lagi membantu toakonya. Tadinya Coa Keng melukai mereka dengan tusukantusukan enteng mengharap mereka menyerah kalah dan menghabiskan persengketaan untuk selanjutnya mereka takluk dan dibawah pengaruhnya. Tapi perhitungannya meleset sebab dua orang itu setelah terluka telah berkelahi seperti banteng ngamuk. Coa Keng kedesak untuk sementara. Perlahan-lahan ia ambil oper lagi serangan. Ketika mereka kewalahan dengan pertahanan coa Keng yang teguh bagaikan tembok. sekarang berbalik Kek sui dan Tee seng yang kelabakan dicecer oleh pedangnya Coa Keng yang berkelebatan seperti halilintar. Malah kali ini coa Keng berlaku kejam. Begitu dapat kesempatan ia tidak sia-siakan untuk merobohkan musuhnya. segera juga terdengar jeritan saling susul terdengar. Kek sui mula-mula yang menjerit karena terpapas lengan kirinya, kemudian Tee seng lehernya kesabet pedang dan putus. "Hahaha " Coa Keng tertawa terbahak-bahak sambil memandang dua korbannya. Tee seng sudah tidak bernyawa, sedang Kek sui merintih- rintih. Meskipun demikian Kek sui tidak tunduk kepada Coa Keng. Buktinya ia membentak, "Bangsat pengkhianat Kau membunuh adikku, lekas kau habiskan juga jiwaku Kalau tidaki ada satu waktu aku akan mencari kau untuk membalas penghinaan ini " "Kek sui, sebaiknya kita jadi sahabat saja." kata Coa Keng. "Memang benar aku tidak memiliki say- cu-leng itu. Barang itu sudah disikat orang. Aku tidak tahu siapa yang menyikatnya. Mari kita bersama-sama menari kembali. siapa tahu kalau memang barang itu berjodoh dengan kita, tidak sukar untuk kita menemukannya kembali " Kek Sui masih tidak percaya dengan omongannya Coa Keng. Maka ia berkata, "Manis benar omonganmu. Biar kau 100 kali bersumpah, aku juga tidak mau percaya padamu si pengkhianat jahat jangan kau membujuk aku, aku adalah seorang laki-laki sejati " "Kau satu laki-laki sejati " Ini dia laki-laki sejati " bentak Coa Keng. Pedangnya juga lantas berkelebat dan kepalanya Kek sui kontan jatuh menggelinding di tanah. Darah segar meluncur keluar dari lehernya Kek sui seakan-akan air mancur. Lo In yang menyaksikan kekejamannya Coa Keng, diam-diam menghela napas. Ia pikir tidak perlu memunculkan dirinya. semuanya orangorang jahat, kalau mereka saling bunuh, itu kejadian wajar. setelah menyeka pedangnya yang berlumuran darah, Coa Keng lalu jongkok dikuburan dan coba merogoh pula pada lubang tempat menyimpan barangnya. Akan tetapi ia lesu sebab memang barang-barang itu telah lenyap. sambil menggerutu, mencaci maki orang yang mengambil barang tersebut, ia berlalu dari tempat itu. Lo In diam-diam geli dalam hatinya. selanjutnya ia bisa tidur pulas diatas pohon karena hatinya sekarang sudah lega, ada punya bekal dalam perjalanannya. Dengan mempunyai uang dalam kantong, Lo In berani unjukkan diri di tempat umum dan memasuki rumah-rumah makan dimana memesan makanan yang enak-enak. Ia beli beberapa stel pakaian dan pakaiannya yang lama tidak ia buang, untuk peringatan ia simpan dalam buntelannya dengan pakaian yang baru. Dengan dirobohkannya orang-orang dari berbagai partai termasuk Lima Rajawali dari Telaga Tong-teng (Tong-teng Ngo-eng), namanya Hek-bin-sin-tong makin populer saja. Untuk menghindarkan hal-hal yang memusingkan, Lo In ambil jalan pegunungan untuk pergi ke kota Gukwan, tempatnya Cit-seng-pay guna melaporkan halnya Lam Kek Ciang dengan dua sahabatnya yang telah menemukan ajalnya karena hawa racun dari gua maut. Meskipun demikian, tidak urung jago cilik kita dalam perjalanannya menemukan hal-hal untuk menambahkan pengalamannya . Pada suatu malam, selagi ia bicarakan sewa kamar dalam hotel Kim An, tiba-tiba masuk dua orang wanita dan pria. Mereka itu adalah suami isteri yang kemalaman dalam perjalanan menyambangi famili yang mengadakan pesta nikah. Mereka pun menyewa sebuah kamar dan mendapat kamar diatas loteng kira-kira terpisah empat kamar dari kamar yang Lo In sewa. setelah suami istri itu memesan pada pemilik hotel supaya disediakan makanan dan dibawa ke kamarnya, mereka lalu naik loteng untuk mencari kamar yang disewanya. Lo In lihat yang pria kira-kira umurnya 35 tahun. Badannya kekar kuat, wajahnya lumayan juga tidak termasuk jelek. sebaliknya yang wanita, usianya dikira 25 tahun. Parasnya lesu karena letih dalam perjalanan, tampak menambah kecantikannya. sebelum masuk tidur Lo In duduk tepekur diatas kursi. Ia memikirkan enci Liannya, dimana dia sekarang " Enci Bwee Hiang juga dimana dia sekarang " Dan enci Leng siong dalam tangannya Lamhay Mo Lie, apakah dia dalam keadaan selamat " Tugas untuk mencari enci Bwee Hiangnya belum ia lakukan, sudah kehilangan enci Leng siong. Lalu sekarang ia terpisah dengan enci Liannya yang baru saja ia dapat berkumpul pula setelah lewat dua tahun. Dimana sekarang enci Lian yang Jenaka dan berandalan itu " Baru saja ia selesai menutup ngelamunnya, hendak naik ke permbaringan tiba-tiba ia mendengar suara minta tolong. Ia pasang kupingnya. suara itu keluar seperti dari kamar suami istri yang membicarakan sewa kamar berbarengan dengan dia. suara minta tolong itu hanya kedengaran satu kali saja lantas tidak kedengaran lagi. suara itu adalah suara perempuan. Mungkinkah wanita yang tadi ia ketemukan itu mendapat kesulitan " Apa ia bertengkar dengan suaminya " Kalau bertengkar saja, kenapa ia harus berteriak minta tolong " Apakah pria itu bukan suaminya " Tidak sempat Lo In untuk memecahkan soal itu. Maka ia lantas molos dari jendela untuk pergi ke sana, Kalau- Kalau ia dapat memberikan pertolongan kepada si wanita yang berbadan lemah lembut itu. Dengan mudah Lo In sudah sampai pada jendela kamar, ternyata jendela sudah terpentang. Ia mengintip. astaga........ satu pemandangan yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. seorang pria diatas ranjang tengah menciumi wanita cantik yang sudah setengah telanjang keadaannya. Wanita cantik itu tidak berdaya kelihatannya. Hanya dari kedua matanya bercucuran air mata. Rupanya ia kena ditotok. Pria yang menciumi itu, Lo In tegasi bukannya pria yang samasama masuk ke dalam kamar. siapakah dia " Kemana pria yang menjadi suaminya wanita cantik itu " Tiba-tiba Lo In kaget nampak lelaki itu berpaling ke arah jendela dimana Lo In mengintip.Jago cilik kita kaget bukannya ketakutan dipergoki. Ia kaget lantaran ia kenali pria yang menciumi si wanita cantik tiada lain adalah Coa Keng. "Nona cantik," Lo In dengar Coa Keng berkata perlahan. "Suamimu aku sudah simpan di kolong ranjang. Kau tak usah malu-malu kerjaan kita ditonton olehnya. Mari, nona manis kita bersenang-senang.........." Coa Keng tutup perkataannya dengan tangannya berbareng bekerja untuk membuka pakaian selebihnya yang menutup tubuh wanita itu hingga wanita itu makin deras mengucurkan air matanya dan sangat ketakutan kelihatannya. Rupanya wanita itu tadi hanya dapat menjerit minta tolong satu kali karena keburu ditotok oleh Coa Keng. Kini ia dalam keadaan tidak berdaya, dirinya akan segera dinodai oleh orang jahat. Tentu saja ia ketakutan dan dalam keadaan tidak berdaya ia hanya mengeluarkan air mata lebih deras saja (menangis). "Ehm " tiba-tiba terdengar suara berdehem dari jurusan jendela hingga Coa Keng sangat kaget dan sebera melepaskan si cantik lalu menghampiri jendela. Dengan gerakan 'Yan-cu-cut-lim' (Burung walet keluar dari rimba), Coa Keng lompat menoblos jendela hendak menguber orang yang jail tadi. si wanita cantik juga dengar suara mendehem tadi. Dalam hatinya dia merasa sangat bersyujur ada bintang penolong datang dan berdoa supaya si penjahat tidak datang lagi. Tapi alangkah kagetnya ketika melihat barusan saja si penjahat lompat keluar dari jendela, sekarang sudah lompat masuk lagi dengan sangat gesit. Hatinya berdebar-debar. Pikirnya, akhirnya ia akan dinodai juga oleh orang jahat tadi. Matanya menatap terus pada orang yang barusan lompat masuk. oh, bukannya si penjahat itu yang datang tetapi adalah anak berwajah hitam yang belum lama ia lihat di kantornya si pemilik hotel. Ia jadi kemalu-maluan lantaran ia dalam keadaan tidak genah dilihat oleh orang sopan. "cici, lekas pakai pakaianmu " tiba-tiba wanita cantik itu dengar si anak wajah hitam berkata berbareng ada angin dari kebasan baju si bocah menyambar pada tubuhnya hingga ia terkejut, kontan seketika itu bebas dari totokan. Bukan main girangnya si cantik, Cepat-cepat ia mengenakan bajunya lagi. setelah mana ia tergopoh-gopoh hendak turun dari pembaringan, maksudnya hendak menghaturkan terima kasih pada Lo In . Tapi ia tidakjadi turun sebab berbareng pada waktu itu ada lompat masuk dari jendela sipenjahat yang ia sangat takuti. Lo In melihat sangat kasihan. "Cici, jangan takut Ada aku disini " Lo In menghibur hingga si nyonya ragu-ragu. Ia ragu-ragu karena Lo In adalah satu anak kecil. Mana bisa melindungi dirinya " Untuk membela diri sendiri saja masih belum tentu ia lolos dari kemurkaannya sipenjahat yang telengas. Tapi hatinya menjadi besar ketika mengingat barusan dengan hanya kebaskan lengan bajunya, Lo In sudah dapat membuka totokan si penjahat atas dirinya. Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Hahaha Kiranya siapa " Tidak tahunya bocah wajah hitam yang jail " kata Coa Keng dengan ketawa menghina pada Lo In . "Bukannya jail," sahut Lo In . "Aku mencegah perbuatanmu yang tidak bagus terhadap isteri orang " "Bagus, bagus sejak kapan kau makan nyalinya macan makanya berani ganggu kesenanganku" Hm Bocah bau, ini rasakan persen dari tuan besarmu " Coa Keng berbareng menghajar Lo In dengan kepalannya yang gede. Lo In hanya sedikit elakkan badannya, kepalan yang segede apa lewat menghajar sasaran kosong hingga Coa Keng sangat terkejut. Barusan si wanita cantik sudah pejamkan matanya melihat Lo In bakal dihajar kepalan sipenjahat yang sebesar kepala bayi. Tapi di saat ia tidak mendengar jeritan Lo In , ia buka matanya. Tampak si bocah sedang ketawa ke arahnya sipenjahat. "cia Keng, pengkhianat " bentak jagoan cilik kita. Coa Keng terkejut mendengar perkataan Lo In . Matanya terbelalak mengawasi pada si bocah wajah hitam. Tiba-tiba ia berkata, "Kau, kaulah orangnya yang......" Tak dapat Coa Keng meneruskan kata-katanya yang semestinya mengatakan 'kau orangnya yang mencuri barangku ' dari sebab amarahnya telah meluap-luap menemukan orangnya yang telah mengambil barang simpanannya dalam kuburan tua. "Kau sudah mencelakakan dirinya Kauwcu, lalu merampas barangnya. Kemudian membunuh mati dua saudara yang telah kau ikat janji untuk sehidup semati. Apakah itu orang baik " Hatimu sangat buruk sekarang kau tambah dosamu dengan niatan mengganggu istri orang. Besar sekali dosamu. Kalau kau tidak lekas membunuh diri di depan tuan kecilmu, mau tunggu kapan lagi ?" Mendengar kata-kata Lo In , amarahnya Coa Keng sudah tidak dapat dikendalikan pula. "Binatang Kau berani buka mulut besar di depan coa Toaya ?" bentaknya, berbareng ia sudah menyerang dengan tenaga maksimum. "Blang " terdengar dinding kamar jebol oleh angin pukulan coa Keng. Tapi Lo In tidak kelihatan. Dia ada dimana " Melekmelek ia lihat barusan Lo In di depannya dan ia mengarahkan pukulan istimewanya kepadanya. Tapi kenyataannya si bocah tidak apa-apa. Ada dimana dia " selagi ia kebingungan mencari, tiba-tiba dari belakangnya terdengar orang berkata, "Coa Keng, pengkhianat Tidak mau bunuh diri sekarang, mau tunggu kapan lagi " Apa tuan kecilmu yang harus turun tangan ?" Makin panas hatinya Coa Keng kena digodai Lo In . Ia putar tubuhnya. sekali lagi ia mengirim serangan ganas, kembali dinding kamar yang jebol. Tentu saja penghuni dari kamar-kamar yang jebol dindingnya pada berteriak ketakutan dan lari keluar dari kamar. sebentar saja malam yang sunyi telah dipecahkan oleh suara teriakan ketakutan. Keadaan menjadi panik ketika penghuni-penghuni kamar pada keluar ketakutan. sementara itu, dalam kamar si wanita cantik, Lo In masih menghadapi Coa Keng yang sedang kalap. Nampak serangan dengan tangan kosong tidak bisa berbuat apa-apa atas dirinya Lo In . Maka Coa Keng mencabut pedangnya. Lo In lompat keluar jendela. Coa Keng kira Lo In ketakutan ia mencabut pedang. Dengan tidak banyak pikir lagi ia lompat menyusul. Kiranya Lo In bukannya takut. Ia tidak ingin membikin si wanita cantik jatuh pingsan lantaran ketakutan melihat Coa Keng menghunus pedangnya. Maka Lo In sudah lompat keluar dari jendela. Di sana ia sudah menanti Coa Keng, yang sebentar lagi sudah ada didepannya dengan pedang berkilauan. "Pedang bagus " memuji Lo In ketika melihat pedang mengeluarkan sinar berkeredep pada malam gelap demikian. "Bangsat cilik " bentak Coa Keng. "Lekas serahkan barangbarang yagn kau ambil Baru aku mau ampunku n selembar jiwamu yang hina." Lo In bukannya takut malah ia tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan coa Keng. "Bangsat cilik, kau tertawakan apa ?" bentaknya dengan sudah siap sama senjatanya. "Aku ketawakun kau, bajingan tengik " sahut Lo In kontan. "Kau maki aku bangsat cilik, kau sendiri bangsat besar yang tidak punya guna " sementara itu, sudah banyak orang yang menonton dari ke jauhan. Melihat Lo In masih anak-anaki mereka ragu-ragu bahwa si bocah bisa menang dari coa Keng yang tinggi besar. sebenarnya dengan mudah Lo In dapat bikin Coa Keng tekuk lutut, tapi dasar anak nakal. Ia mau menggodai orang she Coa itu sampai meledak perutnya saking gusarnya. "Bangsat cilik " teriak Coa Keng dalam kalapnya. "Lekas cabut pedangmu untuk bertahan satu dua jurus dari seranganku, jangan sampai kau mati penasaran " "Untuk melayani orang macam kau, mana ada harganya aku mencabut pedangku " "Kau manusia sombong. Lihat pedangku " bentaknya seraya menyerang dengan jurus 'Am-in-koan-cit' atau 'Awan gelap menutup matahari', pedangnya digetarkan bersuara mengaung, ujung pedang tiba-tiba menusuk ke tenggorokan. "Coa Keng pengkhianat Hampir-hampir jalan nasiku tembus " goda Lo In seraya berkelit dari tusukan pedang coa Keng yang berbahaya. Coa Keng makin gemas diledek si bocah. Ia merangseki pedang diputar sebentar, tahu-tahu menyabet dari kiri ke kanan ke arah leher. Dilihat caranya Coa Keng bersilat dengan pedang, orang she Coa itu bukannya rendah kepandaiannya. sayang, kepandaian silat dan wajahnya yang cakap digunakan ke jalan yang salah sehingga menemukan nasib sial. serangan coa Keng paling belakang adalah serangan mematikan lawan. Pedang diputar sebentar, tahu-tahu menyabet leher. Itu adalah tipu ilmu pedang yang dinamai 'Giam-ong-ki-hwa' atau 'Raja Akherat mengangkat obor'. Lo In tidak berkelit. Tahu-tahu dua jari tangan kanannya menjepit ujung pedang. Coa Keng tahu bahayanya. Ia cepat tarik pulang pedangnya, tapi sudah terlambat. Ujung pedang melekatpada dua jari Lo In . coa Keng kerahkan tenaga dalamnya untuk membebaskan pedangnya dari jepitan dua jari Lo In . Tapi bukannya terlepas, malah ia jadi ketakutan wajahnya. Kenapa " Coa Keng rasakan lwekangnya tidak berguna dikerahkan. sebab makin dikerahkan makin terasa mengalirnya hawa panas ke seluruh tubuhnya. sebentar lagi tampak ia sudah mandi keringat. Ia kertak gigi untuk menahan hawa panas dalam tubuhnya, tidak mau ia roboh ditangan si bocah yang ia masih pandang enteng. Ia tidak tahu si bocah telah menggunakan ilmu apa sehingga bisa menyalurkan hawa panas ke dalam tubuhnya melalui ujung pedang yang dijepitnya. Kiranya Lo In telah menggunakan 'siau-thian-sin-kang' (Ilmu sakti membakar langit) untuk mengajar adat pada Coa Keng. Melihat orang masih bandel, tidak mau menyerah sekalipun sudah mandi keringat, Lo In kasih naik sedikit tekanan hawa panasnya hingga orang she Coa kelabakan kepanasan dan kali ini ia kepaksa berkaok-kaok minta ampun pada jago cilik kita. Dengan sekali sentaki pedangnya Coa Keng sudah pindah tangan. sementara itu, si orang she Coa sudah terkulai roboh dengan hawa panas dalam tubuhnya yang masih belum reda, meskipun pedang sudah tidak berada lagi dalam tangannya. Coa Keng diam-diam putar otaknya untuk kabur dari depannya Lo In . setelah merasa hawa panas sudah mulai reda, ia coba bangun tapi gagal. Kakinya tidak kuat berdiri karena lemas, apalagi untuk disuruh lari. oleh karenanya, niatan untuk kabur dari depan Lo In menjadi lenyap dengan sendirinya. Ia sekarang hanya terima nasib apa yang si bocah akan berbuat atas dirinya. "Orang she Coa, aku belum pernah membunuh orang." kata Lo In , ketika melihiat Coa Keng hendak berdiri sudah jatuh duduk lagi. "Paling-paling juga aku kasih peringatan dengan kedua kupingmu kau potong sendiri Cuma saja dalam hal ini kau sendiri tidak dapat memberi keputusan, masih ada orang yang sebentar akan mengasih keputusan atas kelakuanmu yang tidak sopan " setelah berkata, dengan sekali enjot tubuh Lo In meluncur seperti burung yang tengah melayang, tahu-tahu dia sudah lenyap di balik jendela kamarnya si cantik yang menonton sipenjahat digocok oleh si anak kecil muka hitam. Ia sangat memuji kepandaian Lo In yagn sangat tinggi. Kaget ia ketika dengan tiba-tiba Lo In sudah berada di depannya. "Adik kecil." kata si wanita cantik. "Kau adalah penolong ku, kalau tidak ada kau bagaimana jadinya dengan aku " Hutang budi ini entah dengan apa aku dapat membalasnya." si wanita cantik berkata sambil matanya melirik pada Lo In , kemudian menundukkan kepalanya dengan wajah yang kemerah-merahan. Rupanya ia ingat akan keadaan dirinya yang hampir telanjang tadi disaksikan si bocah wajah hitam. Meskipun masih belum tentu tahu apa-apa, Lo In dapat juga menyelami pikiran si cantik, maka ia menghibur. Katanya, "cici, aku datang menolong hanya secara kebetulan saja. Tidak ada hutang budi segala. Nah, dimana suami enci sekarang ?" "Dia... dia, masih ada di kolong ranjang." sahut si cantik gugup, seperti baru ingat akan keadaan suaminya yang disimpan Coa Keng di kolong ranjang. Cepat Lo In menghampiri kolong ranjang, lalu ia menarik keluar suami si cantik dalam keadaan tertotok. Ia lantas membebaskan dari totokan hingga si suami sial itu dapat menggerakkan pula badannya. "Mana itu bangsat, mana itu bangsat ?" suami si cantik berteriak-teriak kalap. "Hei, kau jangan ribut dulu. Lekas haturkan terima kasih pada adik kecil sebab tanpa adanya dia, kita akan menjadi korbannya sijahat " kata si cantik. orang itu baru sadar, berkat pertolongan si bocah sehingga mereka jadi selamat dari bahaya yang tak terelakkan. Buruburu ia menjura pada Lo In mengucapkan terima kasih, sambil manggut-manggut beberapa kali. Dari pembicaraan lebih jauh, ternyata pria itu bernama The Koan Beng dan yang wanita memang adalah isterinya. Mereka dalam perjalanan untuk menghadiri pesta nikah dari anak perempuan pamannya Koan Beng . Kira-kira 10 lie jaraknya dari rumah penginapan itu, suami istri itu memang sudah diikuti oleh Coa Keng. si orang she Coa rupanya adalah setan pipi licin juga, di samping hatinya yang serakah akan mengangkat nama dalam perkumpulannya. Dengan cara kebetulan ia beradu pandang dengan si cantik, maka hatinya bergejolak tiba-tiba dan napsu jahatnya hendak memperkosa timbul seketika. Ia coba memancing si cantik dengan wajahnya yang cakap, akan tetapi si cantik rupanya sangat setia kepada suaminya yang parasnya kalah jauh dengan coa Keng. Ia tidak layani si orang she Coa ajak ia main mata. Ketika mengetahui bahwa suami isteri itu memasuki hotel dan menginap di sana, maka pada malamnya Coa Keng gunakan kepandaian menyatroni kamar suami isteri itu. The Koan Beng hanya pandai silat pasaran saja. Maka menghadapi kedatangannya Coa Keng ia tidak bisa apa-apa. Akhirnya ia kena ditotok dan disimpan di kolong ranjang. Waktu itu si cantik telah mengeluarkan jeritan minta tolong, yang dapat ditangkap oleh Lo In . Hanya sekali ia dapat menjerit karena keburu ditotok juga oleh Coa Keng, kemudian dalam keadaan tidak berdaya si nona hendak diperkosa. Untung nasibnya si cantik baik juga, keburu jago cilik kita turun tangan. "siao-enghiong (jago cilik)." kata Koan Beng, dengan perasaan penuh rasa terima kasih. "Bila kau datang terlambat sedikit saja, celakalah isteriku menjadi mainannya si orang jahat. Budi yang besar ini dengan cara bagaimana kami suami isteri dapat membalasnya " Tolong siao-enghlong kasih tahu nama siao-enghiong supaya kami suami isteri dapat mencatat di kepala dan setiap waktu untuk mendoakan keselamatan siao- enghiong . " "Ah, toako ini ada-ada saja. Pakai panggil siao-enghiong segala." kata Lo In jenaka. " Cukup dengan 'adik kecil' saja memanggilnya seperti cici memanggil aku barusan. Aku malah lebih senang daripada dipanggil jago cilik segala " The Koan Beng ketawa. Kagum akan sikap sahabat dari jago cilik kita. "Toako, bagaimana keputusanmu dengan sipenjahat?" Lo In menanya. "ohi dia masih ada ?" Koan Beng balik menanya. "Dia masih ada diluar menunggu keputusan toako" sahut Lo In . "Ah, dasar manusia itu mesti mati ditanganku. Bolehnya adik kecil tinggalkan jiwanya untuk aku habiskan Hahaha " Koan Beng ketawa seperti orang gila. setelah itu, ia lantas lari keluar melalui pintu kamar sebab ia tidak bisa lompat dari jendela. Maksudnya untuk melihat Coa Keng dan ia akan habiskan jiwanya dengan tangan sendiri untuk melampiaskan sakit hatinya. Lo In dan si cantik mengikuti dari belakang. "Adik kecil, adik kecil." memanggil si cantik pada Lo In . Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lo In berpaling sambil mera ndek jalannya, menantikan si nyonya datang dekat. "Adik kecil." kata si cantik pula waktu ia sudah jalan berendeng. "Kau hanya sendirian saja " Aku senang kalau kau suka menginap di rumahku untuk beberapa hari saja. Ingin aku membalas sedikit budimu." "Ah, nyonya gede, untuk apa bicara budi." sahut Lo In jenaka. si nyonya melengak disebuti nyonya 'gede'. Tapi hanya sebentaran saja, ia lantas dapat tahu kalau si bocah suka berkelakar dan wataknya Jenaka. Ia sudah lantas bisa imbangi, katanya. "Adik kecil, apa kau tidak keberatan kasih tahu namamu pada enci gedemu?" si nyonya tertawa manis menggiurkan. "Aha, cocok benar nama enci gede." sahut Lo In ketawa nyengir. "Barusan aku kesalahan memanggil nyonya gede, selanjutnya aku panggil Ci-de (Enci gede) saja." si cantik senang melihat reaksi Lo In . Ia lalu kata lagi, "Adik kecil, siapa sih namanya ?" " Ci-de dulu kasih tahu." sahut Lo In tahan harga. si cantik tersenyum, "Adik kecil dulu." kata si cantik, juga tahan harga rupanya. "Kalau begitu, baik kita sama-sama tidak tahu namanya saja." "ohi tidaki tidaki Namaku sian Tin, she Lie " "Namaku hanya satu huruf In, aku she Lo." "Bagus namamu, tapi adik kecil kenapa wajahmu hitam benar ?" "Hahaha Panjang untuk diceritakan. Kalau ada tempo aku nanti beritahukanpada Ci-de." sementara mereka sedang asyik beromong-omong, tibatiba Koan Beng yang sudah jalan duluan kembali dengan tergesa-gesa dan mukanya pucat. Ia berkata, "Adik kecil, orang jahat itu sudah tidak ada di tempatnya " "Masih bisa dia lari?" tanya Lo In heran. "Bukan dia lari. Dia ditolong oleh dua orang kawannya. Menurut keterangan orang yang melihat ketika dia dibawa pergi." Koan Beng kasih keterangan. Lo In anggukkan kepala. "Biarlah dia kabur untuk sementara. Lain kali kalau jatuh ditanganku lagi, tanpa ampun aku musnahkan ilmu silatnya " kata Lo In . Koan Beng dan isterinya saling pandang dengan perasaan ketakutan. "Adik kecil." kata sian Tin, si cantik, "Untuk kau tidak apa-apa kaburnya sijahat Coa Keng. Akan tetapi bagaimana dengan kami suami isteri " Ah, aku takut " "Isteriku kata benar, adik kecil." sang suami menimpali. "Aku tidak punya guna. Kalau dalam perjalanan dicegat oleh Coa Keng dengan kawan-kawannya, kemana lagi nasib kami kalau tidak menjadi korban kebuasannya sijahat " "Biar saja Ci-de yang menghadapi." Lo In berkelakar. Koan Beng bingung atas perkataan Lo In . pikirnya kenapa si bocah pakai menyebut-nyebut 'Ci-de' segala, siapa itu Ci-de " Ia tidak tahu kalau Lo In sudah berkenalan dengan isterinya dan memanggil Ci-de. si cantik mendengar perkataan Lo In , ia tahu si bocah menggodai dirinya. Matanya melirik tajam sambil tarik muka agak merengut, seolah-olah menyesalkan Lo In . Justru si cantik melirik sambil merengut, hatinya Lo In berdebaran. saat itu ia teringat akan lirikan Bwee Hiang yang disusul dengan air muka ditarik merengut. "Enci Hiang, oh......." tiba-tiba saja perkataan itu meluncur dari mulutnya tanpa terasa hingag sian Tin terkejut. si nona yang cerdik lantas menduga bahwa aksinya tadi mengingatkan si bocah kepada temannya, entah siapa nama lengkapnya sebab yang keluar hanya enci Hiang. "Nah, adik kecil, Ci-de sudah tahu." sian Tin menggodai Lo In . "Tahu apa, Ci-de ?" tanya Lo In . " Ci-de tahu sudah. Diam-diam anak kecil ini sudah ada simpanannya." Lo In melengak. Tapi ia lantas ketawa terbahak-bahak. Koan Beng yang mula-mula bingung akan kata-kata 'Ci-de' sekarang baru tahu kalau Lo In memanggil isterinya dengan sebutan demikian. Keadaan yang dihadapi oleh mereka suami isteri demikian gawat, bagaimana isterinya enak-enakan bersenda gurau dengan si bocah muka hitam " Ia tidak mengerti apa tujuannya sang isteri. Ia lantas unjuk muka tidak senang. sian Tin lihat perubahan ini, lantas mengedip pada suaminya hingga Koan Beng merubah lagi air mukanya sebagaimana biasa. Ia bersabar untuk menunggu apa yang sang isteri rencanakan menghadapi urusan yang sangat genting ialah bahaya dari pihaknya Coa Keng. "Adik kecil," terdengar sian Tin berkata pula setelah si bocah berhenti tertawa. "Kau panggil aku Ci-de dan aku panggil kau adik kecil. Tandanya kita sudah mengikat saudara. Maka terhadap suamiku juga kau harus memanggil cihu, baru betul " Lo In melengak heran. Lebihan lagi Koan Beng, ia memandang isterinya dengan penuh pertanyaan, akan tetapi sang isteri tenang-tenang saja. sambil tersenyum ia kata lagi, "Adik In, kita sudah jadi saudara. susah senang ditanggung bersama. Maka Ci-de tidak percaya kalau adik kecil tinggal peluk tangan membiarkan enci dan cihunya pulan menempuh bahaya diperjalanan." Lo In makin bingung mengikuti perkataannya si cantik, sebaliknya Koan Beng sekarang sudah dapat meraba-raba akan tujuannya sang isteri, maka ia lantas tersenyum-senyum. "Adik kecil, kau masih belum paham akan perkataan cidemu ?" tegur sian Tin, ketika melihat Lo In kebingungan. "Enci maksudkan apa dengan perkataan itu ?" tanya Lo In . "Artinya kita sudah jadi saudara, kau harus antar enci dan cihumu pulang " "Kenapa aku jadi punya enci dan cihu disini?" Lo In ketawa nyengir. "Itu sudah ditakdirkan oleh Thian, adik kecil " sian Tin bersenyum manis seraya matanya melirik tajam, lagi-lagi senyum dan lirikan tajam sian Tin mengingatkan ia kepada Bwee Hiang yang kini entah dimana enci Hiangnya itu. Lo In mengerti sekarang bahwa si cantik minta diantar pulang, hanya dalam perkataan si cantik berbelit-belit dan mengikat ia sebagai saudaranya si cantik. sudah terlanjur menolong orang, pikirnya, tidak apa ia antarkan mereka pulang ke kampungnya. Dengan kaburnya Coa Keng memang berbahaya perjalanan suami isteri itu kalau tidak ada yang melindungi. juga Lo In tidak keberatan ketika kemudian sian Tin mendesak untuk angkat saudara. Pikirnya, ia adalah anak piatu. Benar orang bilang bahwa dirinya belum tentu ada satu anak piatu. Malah ayahnya adalah seorang tayhiap (pendekar besar). siapa yang tidak kenal nama Kwee Cu Gie " Tapi, apa benar Kwee Cu Gie itu adalah ayahnya " Kalau Kwee Cu Gie ayahnya, kenapa tidak mencari dia yang terlunta-lunta menjadi anak jembel tempo hari ketika pertama kali ketemu Liok sinshe " siapa dia Liok sInshe " sian Tin kegirangan ketika si bocah tidak menolak untuk angkat saudara dengannya. Dengan begitu, maka Lo In selanjutnya memanggil Koan Beng cihu. sebelum sian Tin menikah dengan Koan Beng, memang ia ada satu gadis yang periang (gembira), suka berkelakar, sangat disayang oleh kedua orang tuanya. setelah ia bersuami, wataknya yang riang gembira seolah-olah tertekan karena Koan Beng tidak suka berkelakar. Kini ia menemukan Lo In , bocah yang sangat Jenaka, girang hatinya sian Tin. Apalagi si bocah dengan senang telah menerima menjadi saudara angkatnya. sian Tin ajak adik angkatnya dan suaminya berunding, apakah perjalanan mengunjungi pesta nikah baik diteruskan atau dibatalkan saja, karena menghadapi bahaya. Untuk Lo In tidak menjadi soal, mau diterukan perjalanan oke saja. Ia bersedia untuk mengantarnya, tidak diteruskan dan kembali pulang ke kampung halaman ya boleh saja, tidak keberatan ia mengantarkan mereka. Dengan adanya urusan Koan Beng suami isteri, maka perjalanan ke kota Gukwan untuk menghadap toako dari citsengpay menjadi tertunda. Ia tidak keberatan, sebab itu tidak begitu penting. Hanya yang ia pikirkan, enci Eng Lian danBwee Hiang, dimana mereka harus dicarinya. Leng siong ia tidak begitu pikirkan, sebab ditangannya Lam hay Mo Lie si nona tidak dalam bahaya. Malah mungin ia menjadi Kim Coa siancu sebagai ganti enci Eng Liannya. Koan Beng mengambil keputusan, lebih baik perjalanan tidak diteruskan dan pulang kembali saja ke kampungnya di Hoa- hiang. Demikian, telah ditetapkan pada besok harinya mereka berangkat pulang. Koan Beng dan sian Tin naik joli, sedang Lo In mengikuti dari ke jauhan dengan jalan kaki sebagai pelindung istimewa. Jago cilik kita sekarang membawa dua belah pedang, yang satu adalah miliknya Lim Kek Ciang yang harus ia kembalikan kepada Cit-seng-pay, sedang satunya lagi ia dapat rampas dari Coa Keng. Pedang yang tersebut belakangan Lo In lupa meminta sarungnya dari si orang she Coa, maka terpaksa ia gunakan sarung darurat yang ia dapat dari salah satu penduduk kampung itu. Ia sebenarnya tidak memerlukan pedang kalau saja ia tidak melihat keistimewaannya pedang coa Keng. Ia sayang pedang ini karena tajamnya dan dapat memancarkan cahaya di waktu malam hari. satu ia gantung di pinggangnya, satunya lagi pedang (coa Keng punya) ia soreng di punggungnya. Dengan dilengkapi dua belah pedang, tampak si bocah hitam makin aksi. Melihat adik angkatnya demikian aksi, sian Tin berkelakar, katanya, "Adik In, dengan membawa dua belah pedang itu tampaknya kau makin kate, bukannya jangkung " "Tentu saja aku kate sebab aku masih anak-anak." jawab Lo In ketawa. " Kalau orang jangkung akan lebih pantas." sian Tin juga ketawa. "Yang jangkung sudah ada, untuk apa enci cari lagi ?" kata Lo In . "Kau maksudkan ?" sian Tin balik menanya dengan heran. "Tuh, dia sijangkung " sahut Lo In seraya jarinya menunjuk pada KoangBeng yang waktu itu sedang bicara dengan tukang joli. sian Tin melengak. Parasnya semu-semu merah, ia pelototi si bocah nakal dengan roman gemas. Reaksi demikian bagi Lo In sudah biasa, ialah dari Eng Lian danBwee Hiang kalau kedua encinya itu kalah digodai. Cuma saja reaksi sian Tin tidak ada efeknya mencubit lengan atau pipinya. Maklumlah sian Tin masih baru berkenalan dengannya atau memang sian Tin malu sudah punya suami. Reaksi sian Tin hanya melotot matanya dan unjuk roman yang gergetan atas godaan Lo In , tapi wajah yang berubah itu hanya sejenak saja, selanjutnya sian Tin biasa lagi, malah senyumnya yang manis memikat kembali memain pada paras mukanya yang cantik menarik. "Adik In, kau nakal betul. Berani godai ci-demu ya " kata si cantik ketawa. sementara itu Koan Beng sudah menggapai isterinya untuk masuk ke dalam joli. Mereka sama-sama naik joli, dikawan oleh Lo In dari kejauhan. Untuk sampai ke Hoa hiang, perjalanan yang ditempuh jauh juga, harus makan waktu sehari semalam kalau naik joli. Lain kalau orang naik kuda umpamanya atau jalan dengan menggunakan ginkang (ilmu entengi tubuh), dalam tempo pendek jarak itu dapat ditempuhnya. Belum sampai setengah perjalanan, dua tukang joli sudah kecapean dan minta mengaso dulu. Terpaksa Koan Beng dan sian Tin menuruti keinginan mereka. Joli dihentikan di bawah sebuah pohon yang rindang. Kong Beng turun dari joli untuk melemaskan pinggangnya yang pegal barusan duduk lama. "Toako, apa kau lihat adik In ada dimana ?" terdengar sian Tin menanya dari dalam joli kepada Koan Beng yang saat itu matanya sedang celingukan mencari Lo In . "Aku sedang melihat-lihat." sahut sang suami. "Entahlah adik In ada dimana sebab aku tidak melihat bayangannya jangan- jangan anak itu diam-diam sudah tinggalkan kita." "Habis bagaimana dengan kita ?" mengeluh sian Tin. "Habis apa mau dikata kalau orang tidak mau antar kita " Kita barusan saja berkenalan dengannya dan belum tahu hatinya, bagaimana kita bisa menaruh kepercayaan atas dirinya " Kau terlalu percaya pada bocah wajah hitam itu, adik Tin." "Toako, kau jangan kata begitu." sian Tin bantah pikirannya sang suami. "Adik In meskipun masih kecil, kepandaiannya sangat tinggi. orangnya polos dan jenaka, maka aku percaya penuh pada adik In. Kau jangan sebut-sebut bocah hitam segala, aku tidak suka dengar perkataan yang menghina adik in.........." "Nah, itu siapa yang datang ?" memotong Koan Beng hingga si cantik terhenti bicaranya, lalu menanya pada sang suami, "Siapa yang datang " Apa adik In ?" sian Tin tidak mendengar Koan Beng menjawab pertanyaannya. Lama ditunggu, belum juga terdengar jawaban Koan Beng. sian Tin lalu menyingkap tirai yang menutupi pintu joli. Ia lihat Koan Beng sedang berdiri dengan tubuh gemetaran. sian Tin heran, kapan ia berpaling kejurusan yang dipandang Koan Beng, hatinya terkesiap. Ia lihat ada sepuluh orang yang berperawakan tinggi besar dikepalakan oleh Coa Keng sedang jalan mendatangi. si cantik menggigil ketakutan. Kedua tangannya dirangkap, seperti memohon perlindungan dari Yang Maha Kuasa. Diamdiam hatinya sangat jengkel karena Lo In tidak kelihatan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo batang hidungnya sedang mereka suami isteri menghadapi bahaya. "Hahaha " terdengar suara Coa Keng berkakakan ketawa. "Dasar kita berjodoh, kenapa kita bisa bersua lagi disini " Enak-enakan kau diam di kolong ranjang, buat apa kau keluar cari kematian yang konyol ?" Koan Beng sangat gusar. Tapi apa ia bisa bikin" Coa Keng terlalu tangguh untuknya, kalau ia menyerang pun sia-sia saja dan kembali ia akan tertotok roboh. Meskipun begitu, ia tidak rela ketika melihat Coa Keng mendekati joli untuk mengganggu isterinya. "Orang she Coa, kau jangan terlalu menghina " bentaknya, berbareng ia menyerang. Koan Beng hanya belajar silat untuk jaga diri dan sedikit kepandaian menyerang. Mana bisa ia melayani Coa Keng yang tinggi kepandaiannya. sambil berkelit dari serangan, berbareng kakinya Coa Keng bekerja dan Koan Beng di lain detik sudah jatuh meloso di atas tanah. Dua tukang joli yang menyaksikan itu jadi ketakutan. Mereka coba mau melarikan diri, sudah terlambat karena seorang kawannya Coa Keng sudah mencegat mereka dan dirobohkan dengan totokan. "Nona cantik, mari keluarkah ketemui kokomu yang merindukanmu " kata Coa Keng seraya menyingkap tirai joli. Tangannya diulur untuk menyolok pipinya Sian Tin. Sian Tin berkelit dengan pelengoskan mukanya, tapi tangan coa Keng yang nakal tak dapat dikelit untuk kedua kalinya. Malah kali ini bukan pipinya yang dicoleki tapi buah dadanya yang diremas dengan napsu oleh Coa Keng. Sian Tin menierit dan meronta-ronta ketika Coa Keng masuk ke dalam joli dan memeluk dirinya menciumi. Sungguh kurang ajar si orang she Coa ini. Tapi apa Sian Tin bisa bikin terhadap Coa keng yang berkepandaian tinggi " Sian Tin sudah kewalahan ketika tangannya Coa Keng yang nakal menggerayangi tubuhnya dan hendak membuka pakaiannya. Pada saat itulah terdengar suara ketawa yang membikin Coa Keng lompat keluar dari daLam j oli. Dengan serentak ia mencabut pedangnya. Kepalanya mendongak ke atas pohon. Di sana tampak si bocah muka hitam tengah uncang-uncang kaki sambil ketawa berkakakan. "Bocah bau " bentak Coa Keng. "Kembali kau usilan dalam urusan tuan besarmu " Hm jangan harap kau dapat lolos dari tangan aku orang she Coa " "Coa Keng pengkhianat " sahut si bocah menggodai. "Tuan kecilmu sudah berlaku murah mengasih jalan hidup, Bukannya bertobat, ini malah kembali mau melakukan kejahatan " "Bocah bau, kau tu..... " bentak Coa Keng yang terhenti ketika mau mengatakan "turun " Ketika melihat tahu-tahu si bocah sudah ada dihadapannya. sepuluh orang kawankawannya Coa Keng telah mengurung Lo In . "saudara-saudara." kata Coa Keng kepada kawankawannya. " Inilah si bocah muka hitam yang menghina Ngo-tok-kauw, perkumpulan kita yang sangat kita junjung tinggi " Kiranya sepuluh orang itu adalah orang-orang Ngo-tokkauw. Mereka dalam perjalanannya menyusul Kauwcunya, ditengah jalan dengan cara kebetulan telah menolong Coa Keng yang kena dilumpuhkan oleh 'Ilmu sakti Membakar Langit' dari Lo In . Pantasan ketika Koan Beng keluar dari hotel tidak menemukan coa Keng lantara ia ditolong oleh kawankawannya yang kepandaiannya tidak lebih rendah dari si orang she Coa. semuanya jago pilihan dari Ngo-tok-kauw. Lantaran pandainya Coa Keng mainkan lidahnya, jago dari Ngo-tokkauw itu merasa tersinggung dan marah pada Lo In . Coa Keng sudah dapat menyulut kemarahan kawankawannya dengan mengatakan bahwa Lo In telah menantangnya untuk memanggil kawan-kawannya mengeroyok si bocah. Coa Keng kata bahwa bocah hitam itu tinggi kepandaiannya. Maka ia dijatuhkan dan mengalami hinaan dan orang-orang Ngo-tok-kauw ditantang Lo In . Demikian mendengar coa Keng mengatakan bahwa si bocah di depan mereka itu yang menghina Ngo-tok-kauw, mereka jadi mendelik matanya. semuanya sangat gusar. Yang membuat emreka heran, kecuali si bocah bawa dua pedang, tidak ada apa-apanya yang ditakuti. Tapi kenapa Coa Keng bisa jatuh ditangannya si bocah " sebaliknya Lo In jadi heran ia difitnah menghina Ngo-tok-kauw. "Hei, orang she Coa " kata Lo In . "Aku hanya berurusan dengan kau satu pengkhianat. Tidak ada sangkut pautnya dengan Ngo-tok-kauw. Kenapa kau bawa-bawa soal Ngo-tok-kauw segala " Kapan aku menghina Ngo-tok-kauw ?" orang-orang Ngo-tok-kauw heran mendengar perkataan Lo In . Tapi Coa Keng tidak mau teman-temannya keburu sadar bahwa ia menghasut dengan tidak beralasan. Maka ia sudah lantas berkata, "Bocah hitam, kau jangan banyak putar lidah Kalau memangnya tidak berani, kenapa menantang Ngo-tok-kauw " Hahaha, sekarang setelah ada orang-orangnya Ngo-tok-kauw disini kau pungir tantanganmu pada Ngo-tok-kauw. Bagus, dasar bocah pengecut " Lo In sebenarnya tidak mau cari-cari permusuhan dengan orang-orangnya Ngo-tok-kauw. Tapi melihat Coa Keng demikian licik memutar duduknya perkara, ia jadi tidak senang. Maka timbullah wataknya yang berandalan dan tidak mau kalah terhadap siapa juga. "Jadi." tiba-tiba Lo In berkata, "Kau sudah kumpulkan orang-orang Ngo-tok-kauw untuk mengeroyok aku anak kecil " Bagus, tidak tahu malu Tua-tua bangka bangkotan mengeroyok anak kecil. sebentar saja dunia Kangouw akan gempar dengan gelak tawanya." Coa Keng melengak mendengar sindiran Lo In , sementara yang lainnya pada berpandangan satu dengan lain. "saudara-saudara, tidak perduli dia satu bocah ingusan. Asal berani menghina perkumpulan kita, itu berarti dia sudah kepingin mampus siang-siang. Maka, marilah semuan maju " orang-orang Ngo-tok-kauw memang paling fanatik, sangat menjunjung pada perkumpulannya. siapa yang berani menghina, tidak pandang bulu, apa dia lelaki perempuan atau anak-anak, main bunuh saja, perkara belakangan. Tidak heran apabila mendengar anjurannya Coa Keng, mereka lantas mengurung rapat untuk membekuk si bocah. Koan Beng yang sudah bangun lagi dari jatuh melosonya ditendang coa Keng, tampak berdiri dengan badan gemetaran, ketika melihat Lo In dikurung rapat. sian Tin dibalik tirai menyaksikan denan hati berdebaran, saban-saban ia pejamkan matanya, merasa ngeri kalau sebentar si bocah kena dibekuk dan disiksa. Mereka yang belum merasakan kelihaiannya Lo In tidak takut maju di depan. sebaliknya Coa Keng berubah jadi pengecut. Ia hanya berkaok-kaok supaya teman-temannya menyerbu sedang ia sendiri tidak bergerak. Benar licik si orang she Coa itu. "Hei, Coa Keng." katanya Lo In seraya turunkan pedang yang ada di pinggangnya. Lalu mencabutnya hingga berkilauan cahayanya kena sorotnya matahari. Ia melemparkan sarung pedang kepada Coa Keng seraya melanjutkan kata-katanya, "Lekas serahkan sarung aslinya sebagai tukaran dari sarung daruratku " Coa Keng menjadi heran melihat Lo In tenang-tenang saja. Dalam keadaan demikian genting untuk dirinya, si bocah masih sempat mau menukar sarung pedangnya. sementara kawan-kawannya, melihat Lo In mencabut pedang dikiranya si bocah mau menempur mereka dengan menggunakan senjata tajam Maka mereka juga sudah pada mencabut senjatanya, pedang, golok dan lain-lainnya. siap untuk digunakan kalau si bocah nanti mau menyerang dengan senjata tajam. "Bocah bau " jawab Coa Keng. "Tidak tahu malu Pedang orang mau dimiliki. Masih ada muka untuk menukar sarungnya lagi. Apa kau kira kebagusan perbuatanmu itu?" "Hehehe " Lo In ketawa. "Dengan halus kau tidak mau kasihi nanti lihat aku pindahkan sarung dipinggangmu itu tanpa kau merasa " Lo In tutup perkataannya dengan suatu gerakan gesit luar biasa hingga orang jadi melongo sebab tahu-tahu sarung pedang Coa Keng sudah ada di tangan si bocah sementara Coa Keng sendiri repot membetulkan tali celananya yang terputus disontek pedang. Lucu kelihatannya kelakuannya Coa Keng waktu itu hingga sian Tin yang ketakutan menjadi ketawa cekikikan. Mendengar si cantik mentertawakan dirinya, bukan main malunya Coa Keng. Dari malu ia menjadi nekad. Cuma bagaimana ia dapat menyerang Lo In sedang celananya sudah putus talinya " Ia berkaok-kaok kepada kawankawannya yang tertegun nampak kegesitan si bocah yang luar biasa itu. sebetulnya mereka jeri melihat kelihaian si bocah wajah hitam. Tapi memikir bahwa mereka berjumlah lebih banyaki tidak mungkin si bocah bisa membikin mereka susah. Maka mereka dengan serentak telah menyerang Lo In . Koan Beng jatuh duduk melihat Lo In diserang berbareng dengan senjata-senjata tajam yang berkilauan sedang sian Tin dengan wajah ketakutan menonton jalannya pertempuran. Dua tangannya dirangkap di depan dada, ia berdoa akan keselamatan adik angkatnya yang dikeroyok begitu banyak orang. Lo In sebenarnya dalam segebrakan saja, ia dapat merobohkan mereka dengan satu jurus dari It-sin-keng. Tapi ia tidak mau membikin orang hilang muka sebab ia tahu yang mengeroyok dirinya itu adalah orang-orang pilihan Ngo-tokkauw. selagi ia enak-enak permainkan lawannya yang sabansaban terkesiap kehilangan Lo In , tiba-tiba si bocah mendengar teriakan sian Tin, "Adik In, tolong......... " Lo In lihat Ci-denya sedang ditarik keluar oleh Coa Keng. segera terdengar suara prang prang saling susul, suaranya senjata tajam yang berjatuhan berbareng sepuluh orang yang mengeroyok Lo In sudah pada terkulai roboh. "Aduh " menyusul suara jeritan Coa Keng, tubuhnya melayang sampai tiga meter di angkasa bebas kemudian 'bluk ' saja jatuh terbanting dengan tidak bisa bangun lagi. Coa Keng sangat licik. Melihat Lo In diatas angin, untuk memecah perhatian si bocah ia lantas hampiri joli yang didalamnya ada si cantik. Ia tarik keluar sian Tin dengan maksud akan dipakai sebagai barang tanggungan supaya Lo In menyerah. Tapi ia tidak perhitungkan kesaktiannya si bocah luar biasa itu. sebelum ia dapat menarik keluar si cantik, tahutahu ia rasakan pantatnya ditendang dari bawah ke atas hingga tubuhnya terapung tiga meter tingginya. Benar-benar kejadian itu diluar dugaannya. Ia jatuh dengan tidak bisa bangun lagi. Benar-benar ia tidak bisa bangun lagi, jiwanya telah melayang seketika. Dari mulut, kucing dan hidung mengeluarkan darah segar. Lo In yang menyaksikan jadi bengong. Ia tidak bermaksud membinasakan Coa Keng. Hanya saking gemasnya ia menendang dengan tenda nan Kim-ke-kiak (Kaki ayam emas) dari It-sin-keng. Lo In tidak mengira bahwa tendangan Kim-ke-kiak demikian dahsyatnya. Cukup satu kali tendang, orang binasa dengan mengeluarkan darah segar daripanca indranya. Lo In tidak sadar bahwa tendangan 'Kaki ayam emas' mengandung lwekang murni yang tidak sembarangan dimiliki oleh jago-jago kelas wahid. Koan Beng menghampiri Lo In yang sedang bengong mengawasi korbannya. Ia barusan menyaksikan Lo In menendang terbang tubuhnya Coa Keng, tapi tidak mengira bahwa si orang jahat bakal menemui ajalnya yang konyol itu. Melihat dari panca indera Coa Kong mengeluarkan darah dan tidak bernapas lagi, Koan Beng diam-diam geleng kepala dan menghela napas. Hampir ia tidak percaya akan kedahsyatan tendangan Lo In , kalau ia tidak menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri "Adikku, benar-benar kau sangat hebat " memuji Koan Beng sambil memegang pundaknya sang bocah yang masih dalam bingung tampak akibat dari tendangan 'Kaki ayam emas'. sementara itu sian Tin juga sudah keluar dari joli dan menghampiri mereka. Ia menekap mukanya sebentaran lantaran merasa ngeri melihat kematiannya Coa Keng dengan mata melotot mengeluarkan darah. Koan Beng pimpin isterinya naik joli lagi. "sudahlahi mari kita teruskan perjalanan." katanya menghibur sang isteri. sementara kepada Lo In , ia berkata, "Adik In, bagaimana dengan sepuluh orang itu yang pada rebah malang melintang " Aku kuatir mereka akan mencahari balas pada keluargaku." Lo In tidak menyahut, sebaliknya ia menghampiri orangorang Ngo-tok-kauw. "Para paman." kata Lo In . "Aku tidak bermusuhan dengan Ngo-tok-kauw. Kalau kalian sampai bergebrak dengan aku, itu karena hasutannya Coa Keng. Aku kasih tahu pada kalian, Coa Keng itu sangat jahat. Bukan saja ia sudah mencelakakan Kauwcu kalian, tapi juga dia sudah membunuh dua saudara angkatnya yang bernama Ang Kek sui dan Giam Tee seng, juga kelakuannya tidak bagus, suka mengganggu wanita baik-baik. Bentrokan dengan aku juga justru lantaran kelakuannya yang tidak bagus itu, dia hendak ganggu enciku dan aku sudah kasih hajaran padanya. Aku kira dia bisa bertobat, tidak tahunya masih membandel dan mau juga membikin susah enciku. Kematiannya adalah hasil dari perbuatannya yang jahat " sepuluh orang Ngo-tok-kauw itu dalam keadaan tertotoki tidak dapat bicara. Hanya matanya saja kedap kedip dan mulutnya seperti ingin bicara. Lo In dapat memahami keinginan orang. Maka dengan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo beberapa kali kebutan dengan lengan bajunya, ia sudah bikin sepuluh orang itu bebas dari totokan. satu diantaranya yang menjadi kepala, telah menghampiri Lo In dan berkata, "Siaohiap. kami sangat berterima kasih atas kebaikanmu tidak membunuh kami. selanjutnya kami tidak akan mencari permusuhan dengan siaohiap." "Apa Coa Keng benar sudah binasa ?" tanya satu yang lainnya. "Kalian boleh periksa sendiri keadaannya." sahut Lo In . Mereka memang barusan lihat Lo In menendang Coa Keng sampai terbang, tapi tidak tahu kalau tendangan Lo In bisa membinasakan orang. Maka, dalam keadaan ragu-ragu mereka menghampiri tubuhnya Coa Keng yang tidak berkutik. Ketika mereka nampak keadaannya Coa Keng yang mengerikan, diam-diam mereka mengkirik bulu badannya. Semua mata disorotkan kepada Lo In seolah-olah tidak percaya jago cilik kita mempunyai tenaga dalam yang demikian dahsyatnya. "siaohiap." kata orang yang mula-mula bicara dengan Lo In . "Aku Teng Hui, meskipun tidak punya kepandaian apa-apa tetapi mendapat kemurahan Kauwcu mengangkat aku menjadi Tiang lo (pengetua). Dengan cara kebetulan kita bisa berkenalan disini. Aku mohon siaohiap suka memberitahukan nama siaohiap yang terhormat." "Tidak halangannya untuk mengikat persahabatan." sahut Lo In ketawa. "Aku she Lo nama In, satu bocah yang kerdil " sementara Lo In bicara, Teng Hui mengawasi saja kepada paras si bocah yang hitam legam seperti pantat kuali. "Ahi siaohiap." kata Teng Hui tiba-tiba ketawa. "Kau tentu bukan lain adalah 'Hek bin-sin-tong' Lo In yang menggemparkan dunia Kangouw pada dewasa ini." Mendengar disebutnya 'Hek-bin-sin-tong' atau si Bocah sakti muka hitam, kawan-kawannya Teng Hui membuka matanya lebar-lebar malah ada yang melelet-leletkan lidahnya. Dalam hatinya mereka pikir, pantesan coa Keng dengan hanya sekali tendang saja sudah melayang jiwanya. Kiranya Hek-bin-sin-tong yang melakukannya. semua orang lantas pada menggutkan kepala pada Lo In sebagai tanda memberi hormat. "Ah, gelaran itu berkelebihan sebab kenyataannya aku tidak punya kepandaian apa-apa." kata Lo In merendah sambil ketawa nyengir. Teng Hui dan kawan-kawannya senang melihat sikapnya Lo In yang tidak sombong, meskipun mempunyai kepandaian yang sukar diukur. Teng Hui lalu minta keterangan cara bagaimana Lo In bisa tahu kalau Coa Keng sudah menganiaya Kauwcu dan membunuh Kek Sui dan Tee Seng. Atas mana Lo In tidak keberatan untuk memberitahukan apa yang ia tahu. Ialah tentang pertempuran dikuburan tua, gara-gara berebut Sayculeng. "Apa siaohiap juga tahu dimana Kauwcu sudah dianiaya ?" tanya Teng Hui. "Paman Teng, aku paling sebal kalau orang memanggil siaohiap segala. Selanjutnya kau panggil aku, adik kecil saja sudah cukup " kata Lo In . Teng Hui dan kawan-kawannya melengaki Tapi diam-diam memuji, anak ini tidak sombong. Panggilan Siaohiap (pendekar cilik) ada lebih pantas, tapi Lo In lebih suka dipanggil adik kecil, sungguh diluar dugaan mereka. Dengan tersenyum, Teng Hui menyahut, "Ya, ya, adik kecil. Coba kau terangkan cara bagaimana Kauwcu kami dianiaya oleh Coa Keng ?" "Aku tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri cara bagaimana Kauwu kalian telah dianiaya oleh Coa Keng. Yang aku tahu semua milik dalam bajunya Kauwcu kalian telah diambil oleh Coa Keng, menurut penuturannya Coa Keng sendiri kepada dua saudaranya yang telah ia bunuh, ialah Kek Sui dan Tee Seng." Teng Hui angguk-anggukkan kepalanya. Ia menyesal Lo In tidak tahu hal Kauwcu mereka. Jadi untuk ia dan kawankawannya ada sukar untuk mencari jejak Kauwcunya sekarang ada dimana. "Paman-paman sekalian." Lo In berkata, ketika mereka mohon diri berpisahan. "Dalam kejadian hari ini adalah aku Lo In yang bertanggung jawab. Maka aku harap kalian jangan membuat susah kepada enciku dan keluarganya. Dimisalkan untuk menuntut, carilah aku si bocah. Dengan senang hati aku nanti melayaninya." "ohi tidaki tidaki" sahut Teng Hui cepat. "Bukankah barusan aku sudah katakan, kami tidak akan mencari permusuhan dengan siao.. eh, adik kecil. sudah tentu kami tidak berani mengganggu enci adik kecil. Hahaha........" Lo In senang atas jawaban Teng Hui. Ia kata lagi, "Ini baru laki-laki. Aku senang dapat mengikat persahabatan dengan kalian paman yang berjiwa laki-laki " "Adik kecil, nanti pada lain kesempatan, pamanmu akan mengadakan suatu meja perjamuan sebagai tanda persahabatan. sekarang sampai disinilah kita berpisahan dahulu kaerna kami harus cepat-cepat menjalankan tugas mencari Kauwcu." kata Teng Hui ketawa. "Bagus, sampai lain kali bersua." sahut Lo In seraya tangannya diangkat menggapai mengucap selamat jalan pada Teng Hui dan kawan-kawannya yang telah berlalu. Ketika Lo In baru saja putar tubuhnya, tiba-tiba ia berbalik lagi karena Teng Hui datang lagi dan berkata, "Adik kecil, aku mohon pertolonganmu. Kalau dalam perjalanan kau menemui Kauwcu kami yang bernama Tong Hong Kin, tolong memberikan perlindungan manakala ia memerlukan bantuan." "Baiki baiki jangan kuatir." menyanggupi Lo In . setelah mengucapkan terima kasihi Teng Hui menyusul kawan-kawannya yang sudah jalan terlebih dahulu. sementara Lo In telah balik menghampiri Koan Beng dan isterinya yang tengah menantikan Lo In sedang bercakap-cakap dengan kawanan dari Ngo-tok-kauw. "Bagaimana adik In, sudah beres ?" tanya sian Tin. "sudahi boleh jalan." sahut Lo In . "Kau ini aneh. siapa yang bawa encimu pulang ?" kata sian Tin, matanya melirik kepada dua orang tukang gotong joli yang masih tinggal rebah tertotok. Lo In ketawa. Dengan satu kebasan lengan baju, dua orang tukang gotong itu sudah lantas bisa bangun bergerak. Heran hati mereka, tapi tidak ada tempo untuk memikirkan sebab sian Tin sudah meneriaki pada mereka untuk segera menjalankan tugasnya. Di lain detik, tampak sian Tin sudah duduk pula bersama suaminya di daLam joli meneruskan perjalanan pulang . Mereka sampai di Hoahiang dengan selamat. Koan Beng suami isteri sangat hormat kepada Lo In karena meraka merasa hutang budi besar sekali pada si bocah sebab kalau tidak ada Lo In , terang mereka sudah tidak bisa pulang kembali ke kampungnya. Lo In senang kepada enci angkatnya yang Jenaka. Mengingatkan ia kepada Eng Lian dan Bwee Hiang sekalipun sian Tin tidak begitu agresif seperti kedua encinya terhadap dirinya yang nakal menantang dicubit. Koan Beng repot dengan pekerjaannya, tidak sering-sering ia menemani Lo In . Itulah yang paling baik sebab Lo In memang tidak begitu betah duduk ngobrol dengan Koan Beng yang sikapnya seperti orang tua. Pendiam, jauh bedanya wataknya dengan sian Tin istertinya yang selalu riang gembira menghadapi tamu kecilnya. Dalam omong-omong ketika mereka duduk berduaan, sian Tin timbulkan urusan Lo In keterlepasan omong 'enci Hiang ' ketika melihat lirikan mata dan paras sian Tin yang ditarik merenggut. sian Tin menanya, "Adik kecil, siapa itu enci Hiang ?" "Enci Hiang yang enci Hiang, habis siapa lagi ?" sahutnya Jenaka. "Adik In, kau jangan bohongi encimu. sekarang kau sudah umur berapa sih ?" "Kalau tidak salah hitung, sudah masuk tujuh belas tahun." "siapa teman-temanmu yang paling baik dengan kau ?" "Temanku banyaki ada tiga, semuanya baik padaku." "Perempuan atau laki-laki ?" "semuanya perempuan." jawab Lo In seperti bangga sikapnya. "Aduh, banyak amat " Kecil-kecil sampai tiga pacarnya." menggoda sian Tin ketawa. Lo In melengak. Tapi ia sudah dapat meraba apa yang dikatakan sian Tin pacar, sambil ketawa ia berkata, "Bersama Ci-de akujudi punya empat pacar. Hahaha. ......" "Hussstt Encimu disini tidak termasuki apa kau mau jadi Coa Keng ?" kata sian Tin, tapi diam-diam ia senang bahwa dirinya ada termasuk dalam hitungan pacar si bocah wajah hitam yang sangat tinggi kepandaiannya. sian Tin tidak tahu, entah kenapa hatinya sangat tertarik pada bocah hitam ini sejak Lo In dapat menolongi dirinya. Kalau ketarik dengan wajahnya, tak mungkin. wajahnya Lo In hitam legam, Ia kapan suaminya Koan Beng. Ketarik oleh kegantengannya, tak mungkin sebab Lo In masih anak-anak. Atau lantaran Lo In sangat Jenaka " Atau apa sian Tin malu hati lantaran tubuh mulusnya laksana bayi telah disaksikan oleh Lo In pada malam menyeramkan itu, dimana ia hampir diperkosa Coa Keng " Entahlah, si cantik masih belum dapat memastikan lantaran apa ia ketarikpada si bocah. Lo In melengak ketika mendengar sian Tin kata 'apa kau mau jadi Coa Keng "' " Ci-de, apa kau pikir pantas aku jadi Coa Keng ?" tanya Lo In . "Pantas kalau parasmu secakap dia dan kalau kelakuanmu semacam dia Hm " si cantik mendengus, wajahnya kemerahmerahan ingat akan pengalamannya. "Ahi aku tak mau jadi Coa Keng." kata Lo In Jenaka. sian Tin ketawa ngikik. " Kalau tidak mau menjadi Coa Keng, kenapa Ci-demu yang sudah punya suami dimasukkan dalam hitungan pacarmu " katanya. " Ci-de, aku tidak tahu apa sih artinya pacar, bukannya teman main-main ?" "Pacar ya pacar, masa anak sudah mulai dewasa tidak tahu artinya pacar ?" Lo In tundukkan kepala, seperti lagi berpikir. Melihat Lo In seperti yang benar-benar belum tahu artinya pacar maka sian Tin berkata, "Pacar itu artinya teman baik denagn siapa kita ada harapan hidup bersama-sama sampai di hari tua. Kau mengerti ?" Lo In masih bingung. Ia menatap si cantik tajam hingga sian Tin tergetar hatinya. sambil tunduk ia berkata lagi, "Adik In, tegasnya apa yang aku artikan pacar adalah teman karibmu yang bakal kaujadikan isteri. Paham ?" sambil ketawa ngikik hingga Lo In yang sekarang baharu terang artinya pacar menjadi tertawa terbahak-bahak. "Aku masih anak-anaki mana aku memikirkan yang begituan " Enci Bwee Hiang umurnya lebih tua lima tahun dariku, enci Eng Lian dan Leng siong masing-masing lebih tua satu tahun. Aku anggap mereka itu enci-enci temanku saja, bukan apa-apa." berkata Lo In dengan wajar dan polos. sekarang sian Tin baharu tahu nama-nama temannya Lo In , malah usianya juga. "Coba adik In sebutkan, siapa-siapa yang kau rasa dekat denganmu diantaran tiga gadis itu." berkata sian Tin seraya bersenyum manis. " Kesatu enci Lian, kedua enci Hiang dan ketiga enci siong. Tapi dengan enci Siong aku belum lama kenal. Meskipun begitu dia sangat baik kepadaku." si bocah membuka rahasia kepada ci-denya. "semua cantik-cantik wajahnya bukan ?" "Ya, begitulah boleh dikatakan." "Yang sama dengan ci-de cantiknya, siapa diantaranya ?" "Enci Bwee Hiang, dia sangat cantik." "Hihihi... " sian Tin ketawa ngikik. "Adik In, kau bisa saja menyamakan orang." "Habis Ci-de yang menanya, apa aku tinggal membisu ?" sahut Lo In ketawa. "Baiklahi sekarang Ci-de dengan enci Hiang sama cantiknya. "Bagaimana kalau dibandingkan dengan enci Lianmu ?" Lo In tidak lantas menyahut. Rupanya ia bingung dengan serentetan pertanyaan sian Tin soal kecantikan. Apakah sian Tin mau dianggap paling cantik " Pikirnya, mana bisa begitu. Enci Liannya lebih cantik dan menarik hati tingkah lakunya, mana sian Tin bisa disamakan dengan Eng Lian " jangan sama Eng Lian, sama Leng siong saja sudah kalah. Tapi untuk membikin supaya hatinya sian Tin tidak kecewa, maka sambil ketawa Lo In berkata, "Hanya sedikit bedanya, enci Lian seketik lebih cantik." "Kalau dengan Leng Siong ?" Sian Tin mendesak dengan penasaran. "Kalau dengan enci Leng Siong, kecantikan Ci-de setengah ketik dibawahnya." Lo In menjawab sambil ketawa haha hihi. Celaka Pikri sian Tin dalam hatinya. Si bocah bilang seketik dan setengah ketik hanya berkata tidak sejujurnya. Kalau yang benar, pasti Eng Lian dan Leng Siong jauh lebih cantik dari dirinya. Sebegitu jauh ia anggap dirinya paling cantik, tidak tahunya kalah jauh dengan tiga kawan karibnya si bocah. Mungkin Bwee Hiang juga, Lo In tidak omong benar dan Bwee Hiang tentu lebih cantik dari pada dirinya. Memikir demikian, tampak Sian Tin menjadi lesu. "Adik In, kau tidak omong dengan sejujurnya, membikin encimu kecewa. Mereka tentu adalah lebih cantik dariku. Kenapa aku mengatakan sama, seketik dan setengah ketik segala " Adik In, tidak baik kau membohongi encimu." Lo In tidak enak hatinya. Memang benar ia membohongi enci gedenya, tapi ya apa mau dikata. Ia hanya dapat Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mengatakan demikian untuk membuat Sian Tin tidak kecewa, tapi akhirnya si nyonya muda yang cantik itu kecewa juga. " Ci-de." kata Lo In mengalihkan pembicaraan. "Sebaiknya kita jangan bicarakan urusan paras cantik tidak cantik. Mari aku bicarakan tentang kelakuan mereka yang sangatjenaka dan mengesankan serta pengalamanpengalaman kita bersama. Pasti ini lebih menarik perhatian untuk Ci-de dengar." "Nahi coba kau mendongeng." sahut Sian Tin yang setuju rupanya pembicaraan dialihkan kepada hal-hal yang gembira. Lo In lalu mendongeng perjalanannya dengan Bwee Hiang dan Eng Lian, tentu saja pada saat-saat yang gembira Lo In ceritakan dan tuturkan juga sedikit tentang ia dan Eng Lian tinggal di Tong-hong-gay, saban hari plesiran naik si rajawali emas. Begitu meresap ceritanya Lo In hingga sian Tin duduk termangu- mangu. Mendadak dalam hatinya timbul keinginan menjadi gadis lagi dan ikut merantau dengan si bocah wajah hitam yang sangat dicintai oleh teman-teman wanitanya. Terdengar ia beberapa kali menghela napas. Ia membayangkan gembiranya perjalanan Lo In dengan Bwee Hiang, bagaimana akrabnya pergaulan si bocah wajah hitam dengan enci Eng Liannya dan bagaimana besar perhatian Leng siong terhadap Lo In . Dan kesimpulannya tentu tiga gadis itu mencintai Lo In tanpa disadari oleh si bocah yang masih belum tahu apa-apa. Ia membayangkan bagaimana ia menikah dengan Koan Beng, pemuda yang usianya jauh lebih tua dengannya. Lelaki pendiam dan sehari-hari hanya sibuk dengan pekerjaannya, tidak ada saat-saat yang gembira sian Tin rasakan dalam hidupnya sebagai suami isteri sudah empat tahun lamanya. Mengingat ini, diam-diam sian Tin iri kepada tiga gadis temannya Lo In yang telah dapat mengikat hatinya si bocah luar biasa itu. Mendadak timbul dalam hatinya suatu keinginan yang bukan-bukan. Ia ingin menguasai Lo In dan bikin selanjutnya si bocah jatuh dibawah pengaruh kecantikannya. Pikirnya, "Dia masih hijau- dalam soal asmara. Biarlah aku ajari dia bagaimana sedapnya orang bermain cinta. sekarang dia masih ketolol-tololan. Lama-lama tentu pintar, setelah aku kasih les dalam tempo singkat. Aku mau lihat, siapa diantara kita berempat yang dapatkan Hek-bin-sin-tong Lo In " Tentu saja sian Tin, sedang Bwee Hiang, Eng Lian dan Leng siong boleh gigitjari. Hi hi hi......." Ini adalah lamunan yang gila-gilaan dari sian Tin. Apakah benar-benar dia dapat menundukkan si bocah wajah hitam dengan gaya dan parasnya yang memang cantik" Entahlah. sian Tin sebenarnya adalah seorang isteri yang setia pada suaminya. Buktinya ia tidak kepincuk dengan paras coa Keng yang jauh lebih cakap dari Koan Beng. Tapi mendadak ia jatuh hati pada Lo In , seorang anak yang masih pentil. sungguh tidak habis dimengerti. Mungkin si cantik ketarik oleh caraTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ caranya Lo In yang kocak Jenaka, oleh kepandaiannya yang maha tinggi, atau oleh perasaan ingin membalas budi atas pertolongannya si bocah kepada dirinya. Tapi yang terang, napsu tidak mau mengalah telah berkecamuk dalam dadanya, ia ingin mengalahkan tiga dara saingannya sekaligus. Dengan seringnya Koan Beng tidak ada di rumah lantaran sibuk dengan pekerjaannya, tidak heran kalau sian Tin yang mengandung maksud tertentu telah melayani Lo In sangat istimewa. Malah dalam waktu-waktu ada kesempatan sian Tin mulai membuat guncang hatinya si anak muda masih hijauuntuk bermain cinta. "Adik In." kata sian Tin ketawa manis selagi mereka duduk mengobrol. " Encimu ingin sekali belajar sedikit ilmu silat untuk menjaga diri sukalah adik In mengajarinya." "Itu urusan kecil. Cuma buat apa " Ci-de toh tidak kemanamana." sahut Lo In . "Apa salahnya kalau bisa sedikit-sedikit untuk menjaga diri, jangan sampai dihina orang seperti Coa Keng malam itu." kata si cantik, sepasang matanya yang halus menatap Lo In sambil tersenyum menggiurkan. Maksud si cantik mengingatkan pada malam itu agar Lo In ingat pada keadaan dirinya (sian Tin) yang tidak berpakaian. Kulitnya yang halus putih dengan sepasang buah dada terbuka setidak-tidaknya telah disaksikan oleh si bocah. Agak genit kelakuan sian Tin, tapi Lo In tidak perhatikan itu. Kelakuan demikian sudah biasa Lo In hadapi dari Eng Lian yang berandalan. Ternyata Lo In tidak memikir pada keadaan malam itu. setelah ia ketawa nyengir, ia berkata dengan wajar, "ci-de mau belajar silat tidak aku keberatan. cuma saja perjalanan jadi ketunda. Aku harus mencari enci Hiang dan Lian, yang sekarang mereka entah ketahan dimana." sian Tin tidak senang Lo In berkata demikian. Dari mana ternyata bahwa si bocah memperhatikan betul kepada Bwee Hiang dan Eng Lian. Tapi sian Tin tidak unjuk perasaan tidak senangnya, sebaliknya ia bersenyum manis dan berkata, "Adik In, begitu besar perhatianmu pada Bwee Hiang dan Eng Lian sampai melupakan pada enci barumu yang memohon pertolongan. Kau tinggal beberapa hari disini. setelah encimu dapat belajar inti sarinya ilmu silat yang kau ajarkan padaku, kau boleh meninggalkan encimu dengan perasaan lega, bukan ?" Lo In pikir tidak jahatnya ia tinggal beberapa hari dalam rumah sian Tin, setelah ia ajarkan sedikit garis-garis besarnya pelajaran ilmu silat, ia akan lantas berlalu dari situ untuk mencari enci Lian dan Hiangnya. Pada malamnya sian Tin bicara dengan Koan Beng bahwa ia mau belajar ilmu silat pada Lo In , untuk mana Koan Beng tidak merasa keberatan. Malah senang hatinya sang isteri ada minat demikian. Ia tidak mengira kalau tujuannya sang isteri lain dari apa yang ia kira. Ia tidak ambil peduli saban hari sian Tin berkumpul dengan Lo In . Malah ia senang sian Tin dapat teman bercakap-cakap karena ia sendiri hampir tidak ada tempo menemani isterinya kongkouw-kongkouw disebabkan kesibukannya sehari-hari. Pada suatu pagi ketika Lo In sedang menunggu sian Tin muncul di ruangan latihan, hatinya tiba-tiba berdebar nampak sian Tin dalam pakaian istimewa. Ia mengenakan celana sutera yang tipis, bajunya demikian ketat hingga sepasang buah dadanya seperti tercetak menonjol. Menggairahkan sekali sian Tin dalam pakaiannya yang istimewa itu karena anggota tubuhnya yang putih tercetak membayang. sanggulnya yang rapih tercantum sepasang bunga mawar menambahkan wajahnya lebih cantik lagi dan mengesankan pada Lo In yang baru kali ini nampak Ci-denya ada demikian istimewa di pemandangannya. "Adik In, bagaimana pendapatmu tentang pakaian encimu ini " Bukankah lebih tepat untuk digunakan dalam latihan " Aku jadi bisa bergerak dengan leluasa." berkata sian Tin sambil jalan mendekati Lo In yang sedang bengong menatap dirinya si cantik, sian Tin belaga pilon nampak si bocah seperti yang kesengsem menatap dirinya dalam pakaian istimewanya. "Hei, adik In. coba kau katakan, bagaimana pendapatmu ?" ia menegur Lo In seraya mencubit perlahan lengan Lo In . si bocah kaget dicubit. " Ci-de, kenapa kau mencubit ?" tanyanya. "Bwee Hiang, Eng Lian dan Leng siong boleh mencubitmu. Apa encimu tidak boleh ?" sahut sian Tin dengan aksi genit. Lo In jadi melongo mendengar jawaban sian Tin. "Baiklah." kata Lo In . "Kalau nanti aku balas mencubit, Ci-de jangan marah " "Cubitlah, nah, cubitlah sekarang. jangan pakai nanti-nanti." sahut sian Tin seraya menyodorkan lengannya yang putih halus dibungkus oleh kain sutera tipis, parasnya bersenyumsenyum dan matanya melirik tajam. Lo In bingung nampak kelakuannya sian Tin yang hebat. Memang Lo In sudah bingung nampak kelakuan si cantik belakangan ini. Dalam mengobrol kata-katanya sering melantur hingga Lo In yang masih hijau- sial cinta menjadi terbuka pikirannya. Lebihan di waktu latihan, kalau Lo In raguragu untuk memegang tangan si cantik untuk memberi petunjukan caranya bersilat, sian Tin malah agresif seakanakan ia girang kalau sering-sering dapat bersentuhan badan dengan si bocah. Bukannya jarang Lo In kepaksa memeluk sian Tin ketika si cantik belagak kepeleset jatuh. Kejadian yang sangat nakal. Eng Lian dalam pandangan Lo In sudah nakal dan berandalan tapi tidak seliar enci gede ini, entahlah apa maksudnya. Demikianlah, ketika k melihat Lo In diam saja disuruh cubit lengannya, sambil ketawa manis, si cantik berkata lagi, "Adik In, kalau tidak berani mencubit encimu, marilah kita berlatih." "Tapi Ci-de......." sahut Lo In , tampak ia ragu-ragu. "Tapi, apa ?" tanya sian Tin heran sambil menatap wajah si bocah. "Tapi Ci-de pakaiannya begitu, aku takut." "Pakaian begini paling cocok untuk latihan. Kenapa kau jadi takut ?" "Ahi aku takut. sebaiknya Ci-de tukar pakaian biasa saja." "Bilang saja terus terang, kau tidak suka mengajari silat pada encimu " kata sian Tin dengan merengut tapi lekas ia bersenyum lagi. "Aku bukan tidak mau mengajari, aku takut........" sahut Lo In gugup, nampak ci-denya seperti kurang senang. "Takutnya kenapa sih ?" sian Tin kepingin tahu. "Aku takut kesalahan pegang lengan enci yang halus itu." jawabnya polos. sian Tin ketawa ngikik genit. Ia berkata, "Ala, sering-sering kau peluk encimu tidak apa-apa, kenapa sekarang banyak cingcong " Mari, lekas kita latihan " sian Tin tidak memberi kesempatan Lo In menjawab. Tangannya yang halus sudah pegang tangan Lo In , ditarik ke tengah ruangan untuk berlatih. Lo In tidak dapat menolaki meskipun hatinya sangat ragu-ragu. Dimulailah latihan sebagaimana biasa. Tapi kali ini Lo In sering-sering hatinya dibikin berdebar nampak sian Tin bergaya dalam pakaian istimewanya. Matanya si bocah rasanya kabur nampak keindahan tubuh sian Tin seperti yang tidak ada tutupnya, saking tipisnya kain yang dipakai si cantik dalam latihanpagi itu segera berbayang tubuh si cantik malam itu di dalam hotel, yang Lo In saksikan dengan tidak menimbulkan reaksi apa-apa dalam hatinya yang masih murni. Waktu itu tubuh sian Tin benar-benar tidak ada penutupnya karena pakaiannya dibukai oleh Coa Keng. saat itu hatinya Lo In tenang-tenang saja. Tapi sekarang, kenapa hatinya jadi berdebaran nampak tubuh yang indah itu dibalik pakaian tipisnya " Kenapa " Lo In menanya pada dirinya sendiri Apakah ia sekarang sudah memasuki usia dewasa " si bocah tidak mengerti. Tapi yang terang, belakangan ini setelah ia mendapat kuliah soal cinta dari sian Tin, pikirannya yang tertutup menjadi terbuka. Mungkin itulah yang membuat si bocah menjadi berdebaran hatinya. Lo In yang sedang menyaksikan sian Tin berlatih sambil sambil termenung, tiba-tiba ia kaget nampak si cantik sekonyong-konyong badannya terkulai hendak roboh. Cepat si bocah datang menyangganya sehingga sian Tin tidak sampai roboh di lantai. "ci-de, kau kenapa ?" tanya Lo In gugup, sian Tin tidak menjawab, hanya matanya menatap Lo In , lesu kelihatannya. " Ci-de, kau kenapa ?" mengulangi Lo In . sian Tin tidak menjawab, sebaliknya ia terkulai seperti kakinya lemas. Dengan begitu, Lo In menjadi repot menahannya. Terpaksa Lo In memeluk erat-erat sian Tin jangan sampai roboh di lantai. Tangannya yang gugup beberapa kali melanggar buah dadanya si cantik tanpa disadari oleh Lo In . " Ci-de, kau kenapa " Apa sakit ?" Lo In mengulangi lagi pertanyaannya. si nona menatap wajah Lo In . "Tolong kau bawa encimu diduduki di atas dipan sana. Kakiku rasanya lemas betul." kata si cantik dengan suara lemah. Tanpa ragu-ragu Lo In memondong sian Tin lalu diduduki di atas dipan dan Lo In masih terus memelukinya tubuh si cantik lantaran sian TIn kelihatannya sangat lemah dan mau terkulai saja badannya. " Ci-de, bagaimana kalau kau rebahan saja ?" tanya Lo In . "jangan, biarkan aku duduk begini." sahutnya, sementara itu ia jatuhkan kepalanya di atas dadanya si bocah, seperti merasakan pusing. "Ci-de, sebaiknya aku panggil pelayan datang untuk antar kau ke kamar beristirahat." kata si bocah yang menjadi kebingungan nampak sian Tin yang barusan demikian sehat dan gesit sekarang berubah menjadi lesu dan tidak berdaya dalam pelukannya. "jangan, jangan " mencegah sian Tin seraya tangannya memegang tangan Lo In . "Aku tidak suka ada orang datang mengganggu kita. Adik In, peluklah encimu lebih erat........" Lo In heran mendengar perkataan si cantik, sebelum hilang herannya tiba-tiba ia lihat sian Tin angkat kepalanya dan menatap padanya dengan bersenyum manis, "Adik In, kepalaku yang pusing akan hilang sendirinya kalau encimu dalam pelukanmu." Lo In tercengang. Ia tidak sempat mananya, nampak matanya sian Tin yang mendadak liar membuat hatinya bimbang hingaa ia diam saja. "Adik In, kenapa kau diam saja " Lekas kau cium bibir encimu. Kau akan rasakan sedapnya orang bermain cinta. Adik In, ohe......." sian Tin mengeluh dengan bibir menantang sedang tangannya memegang tangan Lo In dan ditaruh pada buah dadanya yang sedang naik turun mengikuti debaran hati yang bergelora sekonyong-konyong. Lo In makin bingung nampak kelakuan enci angkatnya. "Adik In, kaujanga tolol. Lekas cium bibir encimu." kata sian Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tin lagi dengan napas agak memburu, seraya tangannya menekan tangan Lo In yang meraba buah dadanya. "Ini adalah ketikanya yang baik kau merasakan sedapnya bermain cinta." Ketika Lo In masih tinggal diam saja, rupanya ia sedang terkesima, si cantik kasih lihat senyumnya yang memikat serta katanya perlahan, "Adik In, jangan tolol. Encimu senang kalau kau berbuat seperti Coa Keng telah perlakukan encimu........." Berbareng sian Tin angkat kemalanya yang berdongak lebih tinggi hendak mencium si hitam yang dalam keadaan bengong. Pada saat itulah tiba-tiba Lo In menggigil badannya seperti kedinginan. Ia bukannya menyambut kecupan bibir sian Tin yang merah sumringahi sebaliknya malah melengoskan mukanya dan melepaskan pelukannya dari si cantik, sian Tin sudah tentu saja menjadi kaget. "Adik In, kau kenapa " Kau marah pada encimu " Apa aku kurang cantik untuk bermain cinta dengan kau " oh, adik In, encimu mencintaimu.........." Lo In sebenarnya sudah sangat gusar, seketika itu ia sudah kepingin menampar saja pipi perempuan tidak tahu malu itu. Tapi wataknya yang sabar tidak mau melukai perasaan orang, maka ia hanya ketawa tawar saja dan jauhkan diri dari sian Tin. "Adik In, kau tidak mau menyambut cinta encimu ?" sian Tin berkata pula dengan tidak pakai malu-malu lagi dan blakblakan terhadap Lo In . " Ci-de." sahut Lo In serius. "Aku masih kecil. Belum waktunya aku bermain cinta seperti katamu........." "TIdaki tidaki kau sudah cukup dewasa " memotong sian Tin kalap. "Tenang, ci-de." kata lagi Lo In . "Bukan itu saja. Kau adalah nyonya rumah dan aku adalah tamunya. Kalau nyonya rumah main gila dengan tamu, lantas ditaruh dimana muka suamimu kalau sampai kejadian busuk itu diketahui umum ?" "Tidak, tidak. Aku benci pada Koan Beng yang seperti patung " seru Sian Tin perlahan. "Aku inginkan kau, bocah nakal Jenaka dan berkepandaian silat tinggi." "soal suamimu seperti patung, itu soal lain." kata Lo In kalem. "satu kali orang sudah bersuami isteri, harus rela untuk menempuh hidup sampai di hari tua, baru betul. Tidak boleh kita punya hati nyeleweng. Aku lihat cihu Koan Beng adalah seorang baiki kau mau pilih yang bagaimana lagi" Dia sangat memperhatikanmu. Kalau dia tidak dapat setiapp saat mendampingimu, bukannya dia tidak mau dan tidak cinta, itu disebabkan oleh kesibukan dengan perusahaannya. Dalam hal ini masih dapat diusahakan agar dia membagi temponya untuk mendampingi kau yang kesepian." Lo In hentikan kata-katanya sejenaki melihar reaksinya bagaimana. Ia lihat sian Tin menundukkan kepala seperti berpikir. "Aku lihat pada malam itu kau mengucurkan air mata ketika hendak dinodai oleh Coa Keng. Aku sangat memuji kesetiaanmu pada suami. Kau tidak kepincuk oleh paras Coa Keng yang jauh lebih cakap dari cihu Koan Beng. Makanya aku mau turun tangan melindungi dirimu dari kehinaan, adalah lantaran aku sangat menghargai dirimu yang sangat setia." Perlahan Lo In lihat air mata mulai menetes turun dari selasela matanya sian Tin. "Sebenarnya aku tidak perlu angkat saudara dengan kau, kalau hatiku tidak menghormati kau sebagai isteri yang setia. sudah cukup dengan tiga teman karibku yang memandang aku sebagai saudaranya. Dengan mengikat tali persaudaraan dengan kau, aku pikir tidak ada jahatnya, malah satu waktu dalam keadaan senggang aku akan pujikan dirimu sebagai tauladan dihadapan enci Hiang, Lian dan Leng siong sebagai satu isteri yang setia kepada suaminya. Aku percaya mereka tentu akan turut memuji dan menghargai dirimu " "Adik In, aku merasa bersalah.........." tiba-tiba kata sian Tin seraya angkat mukanya dengan air mata yang berkaca-kaca. "sukakah kau memaafkan atas perbuatanku yang hina tadi ?" "Aku selamanya memaafkan orang yang mengaku bersalah. semoga Ci-de dengan cihu dapat hidup akur dan bahagia sampai dihari tua." Lo In mendoakan. "sekarang bagaimana dengan perbuatan barusan?" tanya sian Tin. "Anggaplah hal itu tidak pernah terjadi. Kita boleh melupakannya." sahut Lo In . "ohi kau baik sekali adik In....." kata sian Tin sambil menyeka air matanya. Lo In tidak menjawab hanya unjuk ketawa nyengirnya yang khas. sian tin juga mulai kelihatan senyumannya yang manis memikat. Diam-diam ia sangat menghargai adik kecilnya itu. Tadinya ia sudah menghitung matang bahwa dengan pakaian istimewanya bakal membikin terjungkal imannya si bocah. Pada waktu sian Tin menantang di cium oleh Lo In , sian Tin sudah gunakan kepandaiannya memikat. Matanya menatap basah seperti memohon kasihan, dadanya yang berombak dan keluhannya menekan rangsangan napsu birahi dalam pelukan si bocah, semestinya Lo In tak dapat mengendalikan imannya yang teguhi mesti ia gugur dan mencium bibirnya sian Tin yang merah semringah denganpenuh gairah. Tapi heran, si bocah sungguh imannya sangat teguhi meski sebelumnya Lo In sudah dikasih kuliah soal nikmatnya orang main cinta. Lo In seolah-olah tidak ketarik oleh yang demikian, itu menandakan bahwa pribadinya sangat kuat. Coba anak lain, meskipun usianya dibawah Lo In , rasanya tidak kuat menghadapai godaan yang demikian menggairahkan dari sian Tin yang cantik. seperti yang sudah tidak apa-apa lagi yang hendak dibicarakan, tampak Lo In dan sian Tin membisu. Lo In berdiri sedikit jauh dari sian Tin, sedang si cantik masih duduk di atas dipan, dimana barusan telah terjadi sandiwara satu babak. Pada saat itulah tiba-tiba pintu terbuka dan seorang ber jalan masuki Kiranya yang masuk itu bukannya lain adalah Koan Beng. Tentu saja sian Tin an Lo In menjadi terkejut bukan main, mereka mengawasi pada Koan Beng dengan sorot mata menanya. Lo In kaget ketika Koan Beng mementangkan kedua tangannya dan hendak merangkul dirinya. Ia mundur dua langkahi siap menjaga kemungkinan kalau Koan Beng menyerang. sian Tin juga sudah pucat parasnya dan ketakutan. "Adik In, apa kau tidak suka menyambut rasa terima kasih aku?" tiba-tiba Koan Beng berkata, ketika melihat Lo In mundur hendak dipeluk olehnya. Parasnya Koan Beng tampak berseri-seri, bukannya gusar seperti yang diduga semula. "cihu, urusan apa yang membuat kau merasa terima kasih ?" tanya Lo In heran. Koan Beng datang mendekati, lalu memeluk Lo In . Kali ini si bocah tidak bergerak ketika dipeluk Koan Beng. Kiranya itu ada satu pelukan hangat dari tuan rumahi Koan Beng berbisik di telinga Lo In , "Adik In, sungguh aku sangat berterima kasih kepadamu sudah menyadarkan pikiran isteriku yang salah tindak. Aku sangat mencintai dia. semoga dengan nasehatmua yang sangat berharga itu membuat kita selanjutnya hidup bahagia." Lo In terkejut. Kiranya Koan Beng sudah mendengarkan semua pembicaraan ia dengan sian Tin dalam ruangan latihan itu Tapi, apalah Koan Beng juga menyaksikan adegan ia dengan sian Tin berpelukan " sungguh tidak enak pemandangan itu dimatanya Koan Beng kalau benar ia melihatnya. selebar mukanya Lo In dirasakan panas, saking jengah. sebelumnya Lo In dapat mengatakan apa-apa atas bisikannya Koan Beng, ia dengan Koan Beng memanggil isterinya, "Adik Tin, mari sini " sian Tin dengan paras pucat bangkit dari duduknya dan menghampiri mereka. si cantik tak tahu apa yang dibisiki suaminya di telinga Lo In , tapi dilihat dari sikapnya Koan Beng tidak apa-apa terhadap si bocah, maka hatinya jadi tabah. Dengan roman manja ia menanya tatkala sudah berada di depan Koan Beng, "Toako, kau panggil aku ada urusan apa yang hendak dibicaarkan?" "Ha ha ha " tiba-tiba saja Koan Beng ketawa. Ketawa mana membuat Lo In dan sian Tin jadi saling pandang. "Adik Tin dan In. Apa yang terjadi dalam kamar ini, aku sudah tahu semuanya dan dengar." kata Koan Beng, setelah hentikan ketawa nya. "Memang apa yang kau katakan aku sebagai patung, tidak salahnya, adik Tin. Tanpa kejadian pada pagi ini, aku tak menyadari akan kesalahanku. Aku mohon maaf padamu bahwa sekian lama aku sudah telantarkan pengharapanmu. Berhubung dengan repitnya urusan, maka aku tak bisa sabansaban mendampingimu yang kesepian........." "Toako, ah........." sian Tin kata dengan gugup mendengar kata-kata suaminya. "Tunggu dulu, jangan kau potong pembicaraanku." kata lagi Koan Beng. " Kata- kata adik In memang benar. Aku bukan tak mencintaimu, adik Tin. Aku sangat repot, tidak bisa sabansaban mendampingimu. Tapi mulai hari ini, aku akan membagi tempoku untuk membuat kau tidak kesepian seperti yang adik In katakan." Lo In membisu. Kini Lo In dapat kepastian bahwa Koan Beng sudah lama mengintip itu. Tapi kenapa ia tidak tahu " Bukankah kepandaiannya sudah sangat tinggi dan dapat mendengar tindakan orang yang darijarak sangat jauh " Ia ingat bahwa waktu itu ia sedang terkesima menghadapi kelakuan sian Tin yang hebat menggairahkan hingga perhatiannya tak terpencar. Boleh jadi lantara itu, makanya ia tidak mendengar bahwa diluar kamar latihan itu ada orang yang sedang mengintai. sian Tin tampak tundukkan kepalanya mendengar perkataannya Koan Beng. "Adik Tin, kau sedang pikirkan apa ?" tanya Koan Beng tatkala melihat isterinya tunduk saja seperti kemalu-maluan. "Toako" sahut sian Tin sambil angkat wajahnya yang berkaca-kaca dengan air mata. "Kau sudah melihat dengan mata kepala sendiri, aku ini seorang isteri yang hina dina, telah mencurangi suaminya yang baik hati. Maka ijinkanlah sejak hari ini aku keluar dari rumahmu untuk menebus dosaku dengan mencukur rambutku menjadi paderi. Di sana aku siang malam akan berdoa, memohon keselamatan dan kebahagiaanmu..........." "Hehe, mana boleh." sahut Koan Beng. " Kau tetap akan menjadi isteriku yang tercinta." Air matanya sian Tin mengucur deras sekali. Terharu ia mendengar perkataan sang suami yang sangat besar cintanya terhadap dirinya. "Toako, mana bisa kita hidup bahagia sedang apa yang aku lakukan barusan kau sudah saksikan dan mendengarkannya." kata sian Tin dengan penuh penyesalan. "Adik Tin, anggaplah itu seperti tidak terjadi. Kita boleh melupakannya seperti kata-katanya adik Intadi. Apakah kau sudah lupa ?" menghibur Koan Beng. "Toako, aku sungguh baik sekali......." kata sian Tin, menyusul ia lantas jatuhkan dirinya berlutut sambil memeluk kakinya Koan Beng. "Toako, ampunkan dosaku yang sangat besar. selanjutnya aku berjanji akan setia padamu meskipun kau akan perlakukan diriku sebagai budakmu yang hina............" Koan Beng jadi gelabakan melihat isterinya berlutut dan memeluk kakinya sambil meratap. cepat ia angkat bangun dan menghibur, "Adik Tin, kau jangan kata begitu. sudah sejak tadi aku mengampuni dosamu. semua ini ada jasanya adik In kita. Kau seharusnya mengucapkan terima kasih kepada adik In. Aku berjanji untuk selanjutnya aku tidak akan membuat kau kesepian. Aku sangat mencintaimu, adik Tin Bangunlah " Dengan perlahan-lahan sian Tin bangkit dari berlututnya. setelah ia berdiri lalu menghadapi Lo In , ia menjura sambil berkata, "Adik In, kau sudah membikin aku insyaf. Kau telah membuat suamiku sadar akan kelalaiannya memperlakukan isterinya. Budi yang besar ini sungguh bikin encimu berat menanggungnya. Aku doakan saja, semoga kau selamanya dalam selamat dan hidup akur dengan tiga dara yang menjadi teman akrabmu " Lo In membalas hormatnya sian Tin. Tapi diam-diam ia heran sian Tin mendoakan ia supaya hidup akur dengan tiga dara kawannya. Apakah sian Tin maksudkanBwee Hiang, Eng Lian dan Leng siong bakal jadi isterinya nanti " Memikir ke sini hatinya tertawa geli. "ci-de, aku tidak membuat jasa apa-apa. Kalau toh apa yang sudah lakukan telah membuat kalian suami isteri bisa hidup akur dan beruntung, itu dengan cara kebetulan saja dan memang menjadi pengharapanku kalian dapat hidup bahagia." Lo In berkata dengan merendah hingga menarik rasa suka dari Koan Beng dan sian Tin. Bagaimana Koan Beng bisa mengintip sandiwara dalam ruangan latihan itu" sebenarnya pagi itu ia sudah keluar dari rumah untuk mengurus pekerjaannya. Apa mau ia ada ketinggalan suratsurat yang perlu ia bawa, maka ia sudah balik lagi. Kebetulan dalam rumah ia kesomplokan dengan pelayannya sian Tin. Kepadanya ia menanyakan apa isterinya sudah pergi berlatih silat dengan Lo In . sang pelayan anggukkan kepala sambil sedikit mesem. Koan Beng curiga lalu menanya kenapa pelayan itu ketawa mesem. si pelayan menjawab, Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ketawa mesemku bukan apa-apa. Cuma nyonya pagi ini masuk ruangan latihan dengan pakaian yang istimewa." " Istimewanya kenapa ?" tanya Koan Beng kepingin tahu. si pelayan lalu kasih tahu majikannya bagaimana sian Tin mengenakan pakaian yang serba tipis dan serba ketat sehingga hatinya Koan Beng tidak enak. Apa-apaan sang isteri mengenakan pakaian yang segila itu" Tanya dalam hatinya sendiri. Karena merasa curiga, maka ia tidak jadi keluar lagi, sebaliknya ia dengan jalan mengendap-endap telah mendekati ruangan latihan dan mengintip dari jendela apa yang terjadi dalam ruangan itu. Hatinya berdebar-debar gusar nampak pakaiannya sang isteri yang serba ketat dan tipis. Benar-benar dalam pakaian itu sang isteri sangat menggairahkan penglihatannya. Ia tidak mengerti apa maksud sian Tin telah menggunakan pakaian demikian. Ia terus mengikuti perkembangan lebih jauh apa yang akan terjadi. Ketika Lo In tari urat minta sian Tin menukar bajunya, diamdiam Koan Beng puji kejujurannya Lo In , sebaliknya ia jadi benci pada sian Tin ketika ia memaksa Lo In berlatih dengan pakaian yang menggairahkan itu. Tiba-tiba sedang asyiknya memandang tubuh sang isteri dibalik pakaiannya yang ketat dan serba tipis itu, ia kaget melihat isterinya terkulai dan hendak jatuh. Ia lihat Lo In Badai Laut Selatan 7 Satria Gendeng 16 Setan Madat Kisah Membunuh Naga 22