Budi Kesatria 9
Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen Bagian 9 posisi sepuluh tombak.... Setengah harian melakukan perjalanan tiada peristiwa apapun yang terjadi, ketika malam menjelang datang sampailah mereka didalam sebuah kota yang kecil. Meskipun kota itu kecil dan terdiri dan seratus keluarga belaka, akan tetapi berhubung letaknya strategis dan merupakan jalan utama yang didahului oleh para pedagang dan pelancong maka suasana dikota itu ramai sekali, diantara ratusan keluarga ada belasan diantaranya merupakan penginapan serta rumah makan. Teng It Lui serta Chan Yap Cing segera memasuki sebuah rumah penginapan yang paling besar. Siau Ling lihat rumah penginapan itu besar sekali, pada tingkat bawah adalah rumah makan yang cukup mentereng, pada saat itu delapan bagian diantaranya sudah terisi oleh tetamu. Teng It Lui serta Chan Yap Cing segera turun dan kuda, setelah tali les kudanya diterima pelayan, merekapun mengambil kursi yang dekat dengan pintu depan. Perlahan lahan Siu Ling masuk pula kerumah makan itu, ia memilih sebuah meja disudut ruangan, secara diam2 diawasinya semua tamu yang berada didalam rumah makan itu dengan pandangan tajam. Tamu yang berada dalam rumah makan itu terdiri dari aneka ragam manusia, dari pedagang yang berperut gede sampai kuli2 kasar yang berbadan kekar dan berbaju kain biasa. Dengan sorot mata yang tajam Siau Ling menyapu sekejap seluruh rumah makan itu, ternyata tidak nampak seorang jago persilatanpun yang ada disitu, diam2 ia jadi tercengang, pikirnya: "Apakah pihak perkampungan Pek hoa san cung masih belum tahu tentang masuknya rombongan Bu Wie toatiang kedalam wilayah propinsi Ou-lam?"" Sementara ia sedang berpikir, tiba2 terdengar suara derap kali kada berkumandang memecahkan kesunyian, disusul berhentinya dua ekor kuda jempolan didepan pintu rumah makan. Diatas kuda duduklah seorang nenek tua serta seorang nona yang berusia antara enam tujuh belas tahunan. "Toako! aku lihat asal usul kedua orang itu rada kurang beres", bisik Pek-li Peng dengan suara lirih. Siau Ling alihkan sorot matanya menyapu sekejap sekeliling tempat itu, terlihatlah nenek itu berwajah jelek sekali dengan muka yang penuh keriput, sedangkan gadis itu berwajah cantik dengan alis yang lentik, mata bening dan pipi berwajah semu merah. Nenek tua itu memandsng pula sekeliling tempat itu, kemudian perlahan lahan berjalan menuju kemeja yang masih kosong disamping tempat duduk Chan Yap Cing serta Teng It Lui. Berhubung gadis muda itu berwajah cantik jelita sedangkan nenek tua itu jeleknya luar biasa hingga boleh dibilang manusia paling jelek diantara orang jelek lainnya, keadaan yang amat menyolok itu segera menimbulkan perhatian khusus dari semua tamu yang berada didalam ruangan itu. Walaupun kuda tunggangan merka sudah diterima oleh pelayan dan dibawa masuk ke dalam istal kuda, akan tetapi berhubung rumah makan itu sedang ramai ramainya maka sekalipun kedua orang itu sudah duduk amat lama, tidak tampak seorang pelayanpun yang datang menghampiri mereka. Rupanya nenek tua itu sudah tidak sabaran, ia mendeprak meja keras2 sambil berteriak: "Eeei dalam rumah makan ini masih ada manusia yang hidup atau tidak. .?" Seorang pelayan buru2 lari menghampiri sambil berseru: "Loo thay thay" Nenek tua bermuka jelek segera tertawa dingin, tukasnya: "Apakah kalian memandang aku sudah tua dan tak sanggup membayar rekening ini ?"" Sambil berteriak dia merogoh kedalam sakunya ambil keluar sekeping emas murni dan dibuang keatas meja, sambungnya: "Cukup tidak uang itu untuk membayar ongkos makan dan tidur kami nenek dan cucu berdua ?" Emas murni tersebut paling sedkit beratnya ada sepuluh tahil jangan dibilang rumah makan dikota kecil, sekalipun rumah penginapan yang tersohor dikota besarpun masih cukup untuk bersantap dan menginap selama setengah bulan lebih. Sambil tertawa paksa, pelayan itu segera berkata: "Heeehh-heeeh engkau siorang tua jangan marah, kani membuka rumah makan tentu saja mengharapkan tamu dalam jumlah yang banyak, terus terang saja rumah makan kami memang terlalu ramai sehingga pelayanan kurang memadai, harap engkau jangan marah" "Hmm ! sekarang sediakan empat macam sayur yang lezat dengan dua kati arak wangi" seru sang nenek jelek sambil tertawa dingin. Pesanan arak itu mengejutkan semua orang yang ada dalam ruangan, mereka tak mengira kalau dua orang perempuan itu bisa menghabiskan arak sebanyak dua kati dalam sekali tegukan. Rupanya nenek jeiek itu ada maksud menarik perhatian orang, dengan suara keras kembali ia berseru; "Ini hari aku sinenek tua sedang merasa merasa amat gembira pelayan ! malam ini berapa banyak tamu yang ada disini " dan berapa uang arak serta uang sayur yang harus mereka bayar ?" aku sinenek tua akan membayarnya untuk mereka " Pelayan itu nampak tertegun, lalu berkata "Engkau orang tua benar benar pandai bergurau" "Setiap patah kata yang kuucapkan adalah kata2 yang sejujurnya, apakah kau anggap aku sinenek tua tak mampu untuk membayarnya" " ?"Sekalipun engkun banyak uang, juga tidak seharusnya dihabiskan dengan cara ini. "bisik sang pe!ayan. Nenek jelek itu jadi marah sekali, teriaknya keras-keras, "Aku nenek tua punya uang banyak, lagi pula uangku ini didapatkan secara halal dan bersih sedikitpun tidak berbau darah, kenapa aku tidak boleh membuangnya menurut keinginan hatiku?"" Maksud pelayan itu berbisik dengan suara lirih sebenarnya bermaksud untuk mencari muka dihadapan nenek tua itu, tetapi setelah nenek tua itu berteriak keras pelayan itu malahan merasa tak dapat turun dan panggung buru2 sambungnya. "Uang adalah milikmu, mau dipergunakan secara bagaimana tentu saja aku tak dapat mencampurinya... baiklah! akan kuturuti kehendakmu itu" Nenek tua bermuka jelek itu tertawa terahak2 "Haaaaa...haaaaah...haaaaah.... ini hari ada berapa banyak tamu didalam rumah makanmu ini?"" berapa banyak makanan yang telah dihabiskan, rekening mereka semua boleh ditagih atas namaku" Pelayan itu mengerutkan dahinya. "Sudah hampir dua puluh tahun lamanya hamba bekerja sebagai pelayan, teman atau sahabat karib menjamu temannya setiap hari sering terjadi ditempat ini, tetapi belum pernah kujumpai ada pelancong menjamu orang yang tak pernah dikenalnya, bahkan sekaligus membayar rekening dari ratusan orang, coba biar hamba tanyakan dulu kepada majikan, bagaimana caranya memperhitungkan rekening ini" Kalau sang nenek jelek berteriak2 bagaikan disekitar situ sama sekali tak ada orang lain, sebaliknya gadis cantik itu tak pernah ikut berbicara barang sepatah katapun juga, ia duduk disamping dengan senyuman menghiasi bibirnya. seakan2 peristiwa yang demikian anehnya itu sudah terbiasa sekali baginya. Dengan suara bisik Pek li Peng segera berkata: "Gerak garik, situa dan simuda yang satu jelek satu cantik ini aneh sekali bahkan sama sekali tidak biasa, entah mereka datang dari mana?"" kita tak usah makan makanan dari kedua orang itu" Chan Yap Cing serta Teng It Lui pun melototkan sepasang matanya bulat2, ditinjau dari raut wajah mereka nampaknya kedua orang itupun tercengang dan tidak habis mengerti terhadap gerak gerik nenek dan cucu yang aneh itu. Beberapa saat kemudian pelayan itu sudah muncul kembali dihadapan nenek jelek tersebut. Tidak menunggu pelayan itu buka suara, nenek jelek tadi sudah bertanya lebih dahulu. "Apa yang dikatakan oleh majikannu?" "Menurut majikan kami, belum pernah ia berjumpa dengan kejadian seperti ini, tetapi engkau orang tua yang punya uang, kalau memang engkau hendak menjamu semua tamu, tentu saja hambapun tidak leluasa untuk menghalanginya, cuma rumah makan kami adalah tempat yang penting serta didatangi oleh tamu dari pelbagai lapisan masyarakat menurut majikan kami, banyak diantaranya yang tidak suka dijamu orang, oleh karena itu hamba harus bertanya dulu, seandainya ada orang tidak ingin dibayar olehmu, terpaksa akupun tak bisa berbuat apa apa" Nenek tua bermuka jelek itu berpikir sebentar, lalu menjawab. "Baik, coba tanyakan dahulu berapa banyak orang yang tidak suka dijamu oleh diriku." Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa pelayan itu berseru dengan suara lantang. "Toa-ya dan Kek-koan sekalian, Lo hujn ini hendak menanggung rekening arak dan sayur kalian, kami tak bisa mengambil keputusan maka tolong tanyakan adakah diantara kalian yang tidak bersedia dibayari oleh nyonya tua ini....?" Terdengar seseorang dengan suara yang serak dan berat segera berseru lantang. "Selamanya aku siorang tua tidak pernah makan nasi yang datangnya tidak diketahui ujung juntrungnya" Suara lain segera menyambung pula dengan nyaring. "Aku bisa membayar rekeningku sendiri, tak usah orang lain membayarnya bagiku." Siau Ling segera alihkan sorot matanya, tampaklah orang pertama yang buka suara itu berbadan kate kecil dan kekar logat suaranya berasal dari daerah Su chuan celana panjang dan pakaian pendek dari dandanannya bisa diketahui bahwa dia adalah seseorang yang biasa bekerja sebagal Piausu. Orang kedua berbadan tinggi besar dan memakai pakaian ringkas dengan sebilah golok besar tersoren pada punggungnya, usia diantara empat puluh tahunan, rupanya orang itu adalah seorang Busu yang sering kali melakukan perjalanan didalam dunia persilatan. Tampaklah Pek li Peng segera bangkit berdiri dan berteriak dengan suara yang amat serak, "Pelayan aku siorang pertapa biasanya hanya makan nasi yang kasar lauk pauk yang terbatas, akupun tidak bersedia dijamu orang lain" Nenek bermuka jelek itu segera tertawa terkekeh2, serunya, "Anak Yong..! coba tengoklah beberapa orang, toaya itu apa sebabnya mereka tidak bersedia dijamu oleh nenek!" Perkataan semacam ini amat menyimpang dan kebiasaan orang, nenek tua itu dengan wajahnya yang amat jelek serta ucapannya yang begitu sesumbar membuat kebanyakan orang mengira bahwa dia rada sinting, yang aneh ternyata gadis cantik itu segera bangkit berdiri dan per-lahan2 maju kearah depan. Mula mula ia mendekati manusia kate itu lebih dahulu, kepada manusia dengan logat daerah Suchuan itu ia membisikkan sesuatu kemudian pindah pula kehadapan pria kekar berbadan tinggi besar itu dan mengucapkan pula beberapa patah kata kemudian balik kembali ketempat semula. "Nenek ! serunya dengan suara merdu, kedua orang toaya itu dengan memandang di atas wajah cucu telah bersedia untuk dijamu oleh nenek." Nenek bermuka jelek itu menghela napas panjang. "Aaaai..! bagaimanapun juga nenek memang sudah tua.... " sorot matanya segera di alihkan keatas wajah Siau Ling dan Pek li Peng, kemudian menyambung: "Masih ada dua orang toa ya itu, kenapa tidak sekalian kan katakan pula...?"" Yong ji mengamati sejenak wajah Siau Ling dan Pek li Peng, kemudian berkata; "Nenek ! orang lain toh seorang pendeta kalau memang mereka tak bersedia kita jamu cucu lihat lebih baik kita tak usah terlalu memaksa " "Aaah! kalau begitu kita akan kurang menghormati diri mereka kesanalah sebentar dan coba bicarakan kepada mereka berdua akan maksud hati nenek ini" Agaknya Yong ji merasa segan tetapi dengan perasaan apa boleh buat akhirnya dia berjalan pula menuju kehadapan Siau Ling serta Pek-li Peng, setelah memberi hormat dan tertawa merdu katanya: "Menjumpai toa ya berdua!" Melihat gadis itu tersenyum dengan wajah yang cantik, dalam hati Pek li Peng merasa keki sekali, dengan ketus dia segera bertanya. "Ada urusan apa?"" "Siau- li bernama Yong-ji" "Aku sudah tahu sejak tadi" "Nenekku yang sudah tua adalah seorang hartawati yang kaya raya, tetapi berhubung ia terlalu menguatirkan keselamatan cucunya yang mendapat penyakit maka akhirnya nenekku itu jadi rada setengah sinting." "Urusan itu sama sekali tak ada hubungannya dengan kami!" tukas Pek-li Peng dengan cepat. Diatas raut wajah Yong ji yang cantik terlintas rasa gusar yang amat tebal, akan tetapi dalam sekejap mata telah lenyap tak berbekas, sambil tertawa ujarnya kembali, Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Berhubung penyakit sintingnya tidak begitu parah, maka seringkali penyakitnya itu kambuh" "Sayang kami guru dan murid sama sekali tidak mengerti akan ilmu pengobatan, karena itu kamipun tak dapat memeriksakan penyakit nenekmu itu" "Tidak menjadi soal, penyakit sinting itu hanya kambuh setiap setengah tahun satu kali, dikala penyakitnya tidak kambuh maka dia ada bicara ada tertawa, sikapnya ramah tamah sekali, tetapi kalau penyakitnya sedang kambuh maka apa yang dpikirkan ingin sekali dilakukan sampai dapat, sekarang dia hendak menjamu semua tamu yang ada disini, tetapi hanya kalian berdua saja yang belum bersedia" "Tentang soal itu kami sudah mengetahuinya tukas Pek li Peng sambil ulapkan tangannya harap nona suka menyampaikan kepada nenekmu, katakan saja maksud baiknya akan kami terima didalam hati saja, sekarang perut kami belum lapar, setelah beristirahat sebentar kami harus melaku kan perjalanan kembali" Tidak menanti Yong ji berbicara lagi, Pek li Peng segera ulapkan tangannya menyuruh ia pergi. Yong ji merasa apa boleh buat, terpaksa dia balik kembali ketempat semula. "Yong ji! Apakah kedua orang toaya itu tidak bersedia dijamu oleh nenek?"" tanya nenek jelek itu. Yong ji menggeleng. "Selamanya kaum imam memang paling keras kepala, sukar untuk menundukkan hati mereka" "Sungguhkah perkataanmu itu?" tanya nenek bermuka jelek dengan alis berkerut. "Tentu saja sungguh!" "Heeeh...heeeh...heeeh..."nenek tua itu tertawa dingin, "aku lihat engkau sibudak tidak berbicara dengan hati sungguh2!" "Aku telah berusaha dengan sekuat tenaga tapi imam itu tak bersedia, apa yang dapat kulakukan lagi?"?" Nenek tua itu mendengus dingin dan tidak mengajak Yong ji untuk berbicara lagi, sambil melemparkan sekeping uang emas ke tangan pelayan itu tanyanya: "Cukupkah uang emas ku?" "Hamba rasa cukup tidak kurang" Nenek tua bermuka jelek itu segera bangkit berdiri ambil menuding kearah Siau Ling serta Pek li Peng serunya "Kecuali dua orang imam itu, yang lain akan kujamu semua, rekening mereka boleh ditagih atas namaku." Siau Ling merasa gerak gerik dari nenek serta cucunya itu aneh dan kukoay, membuat orang sukar untuk menduga apa yang hendak mereka lakukan, setelah memandang sekejap kearah Pek li Peng ujarnya sambil tertawa. "Dibawah kolong langit yang begini luasnya benar benar terdapat banyak kejadian yang serba aneh, bahkan ada pula orang yang mengidap penyait suka membuang uang, sungguh luar biasa sekali" "Menurut pendapatmu benarkah mereka bersungguh sungguh hencal menjamu orang?" tanya Pek li Peng. "Gerak gerik serta tingkah laku mereka aneh serta sukar diraba dengan mata telanjang, tetapi kalau dilihat dari uang emas yang sudah diserahkan kepada sang pelayan rupanya jamuan itu benar benar akan berlangsung. "Budak itu baru berusia belasan tahun akan tetapi gerak geriknya seperti siluman sekilas memandang sudah dapat diketahui bahwa dia adalah manusia yang aneh, aku tak akan sudi dijamu oleh mereka berdua" Siau Ling alihkan sorot matanya, dia lihat baik nenek tua bermuka jelek maupun perempuan cantik itu sedang mengalihkan sorot matanya mengawasi kearah mereka, pemuda itu segera angkat cawan utuk menutupi separuh bagian wajahnya dan mempergunakan kesempatan itu dengan ilmu menyam paikan suara bisiknya, "Peng ji, nyonya tua serta gadis muda itu tampaknya menaruh perhatian khusus kepada kita, hati hatilah sedikit dan jangan sampai terkena sergapan mereka" Pek li Peng tertawa "Setiap kali kulihat tampang dari budak setan itu hatiku lantas keki dan mendongkol sekali kalau mereka berani menyergap diriku, ini hari aku pasti akan menjagal nenek dan cucunya itu sampai mampus." Dalam hati Siau Ling lantas berpikir: "Dihari2 bisa Pek li Peng selalu penurut dan halus sekali, tetapi sayang rasa cemburunya terlalu besar, sukar kalau dibandingkan dengan kebesaran jiwa enci Gak" Sementara diri masih berpikir, tiba2 terdengar seseorang dengan suara yang tinggi lengking berteriak keras: "Hey pelayan...sayur dan arak kalian kurang bersih, aduuuh..sakit sekali perutku" "Seorang pelayan buru buru lari menghampiri dan berseru: "Toa-ya, mungkin penyakit lamamu kambuh kembali." Siau Ling alihkan sorot matanya kearah orang itu, terlihat olehnya orang itu berdandan sebagai seorang kusir kereta kuda, ikat pinggangnya berwarra biru dengan sepatu terbuat dan rumput, alis matanya segera berkenyit, pikirnya: "Orang ini sama sekali tidak mirip dengan orang persilatan, tentu saja ia tak akan berani mempermainkan pihak rumah makan" Sementara otaknya masih berputar, tiba terdengar jeritan kesakitan berkumandang datang dari sebagian bear tamu yang berada dirumah makan itu mereka pada bangkit berdiri dan memegangi perut sendiri sambil berteriak teriak keras. "Keadaan ini sedikit kurang beres, pikir Siau Ling didalam hati kecilnya, kenapa secara tiba2 orang orang ini bisa sakit perut semua... sungguh aneh sekali!" Ingatan kedua belum selesai berkelebat dalam benaknya terlihatlah manusia kate dari wilayah Suchuan serta pria kekar berdandan busu itupun bangkit berdiri sambil memegangi perutnya sendiri. Kedua orang itu sama2 mengerti akan ilmu silat, rupanya pada waktu itu mereka sedang mengerahkan tenaga dalamnya untuk melakukan perlawanan, akan tetapi sesudah bangkit berdiri mereka tak kuasa menahan diri dan segera berteniak keras. Teriakan pertama disusul oleh teriak2kan berikutnya membuat suasana jadi amat ramai. Siau Ling segera menyingkirkan cawan air teh itu sambil berbisik "Jangan minum air teh itu lagi" Sorot matanya dialihkan keatas wajah Teng It Lui serta Chan Yap Cing, terlihatlah kedua orang itu mengerutkan dahinya rapat2 jelas merekapun sedang mengerahkan tenaga dalamnya untuk menahan rasa sakit yang menyerang perut mereka. "Pengji!" bisik Siau Ling dengan suara lirih, apakah engkau merasakan sesuatu yang kurang beres" Pek li Peng menggeleng. "Aku merasa baik sekali dan sama sekali tidak merasa sakit atau penderitaan apapun juga!" sahutnya. Dalam pada itu nenek tua bermuka jelek itu sudah berteriak dengan suara lantang: "Hmm.. apakah katian semua mengira makanan yang dijamu oleh aku sinenek tua adalah makanan yang enak disantap?"" Sebenarnya seluruh ruangan telah diramaikan oleh jeritan kesakitan yang berkumandang memenuhi seluruh tempat, sesudah nenek bermuka jelek itu buka suara suasana jadi hening dan sepi namun suara rintihan yang amat lirih masih berkumandang tiada hentinya. Ternyata sebagian besar para tamu yang berada dalam ruangan itu sudah tak kuat berteriak lagi saking sakitnya, banyak diantaranya yang berjongkok diatas tanah ada pula yang merangkak2 atau berguling2 menahan rasa sakit ang tiada taranya itu, sepasang tangan mereka sekuat tenaga ditekan pada lambungnya sendiri dengan napas yang terengah2 Siau Ling segera bangkit berdiri dan berjalan kehadapan nenek tua bermuka jelek itu dengan langkah lebar, tegurnya dengan nada dingin: "Nyonya tua....!" Nenek tua bermuka jelek itu berpaling dan memandang sekejap kearah Siau Ling kemudian bertanya: "Apakah toa ya sudah berubah pendirian dan ingin dijamu pula oleh aku sinenek tua ?"" Siau Ling berusaha keras untuk menekan hawa gusar yang berkecamuk didalam dadanya, ia menjawab dengan nada dingin: "Tanpa kulihat bagaimna caranya Lo hujin turun tangan namun racun keji telah kau sebarkan kedalam sayur dan arak dari semua orang yang ada dalam ruangan ini, caramu turun tangan keji betul2 hebat dan luar biasa sekali, membuat aku merasa amat kagum". "Haaahh haaaahh haaahh..." Nenek jelek itu tertawa terbahak bahak, "akan tetapi aku sinenek tua berbuat demikian bukanlah tanpa didasari oleh sebab2 tertentu". Siau Ling tertawa dingin. "Aku percaya semua orang yang berada didalam rumah makan ini sebagan besar tak pernah mengikat tali permusuhan ataupun perselisihan dengan dirimu, mengapa engkau turun tangan keji diatas tubuh mereka" Lo hujin, aku ingin tahu dimanakah letak alasanmu" Nenek tua bermuka jelek itu tertawa ewa: "Sekarang saking sakitnya mereka sudah tak bertenaga untuk berteriak kembali inilah kesempatan yang paling baik bagi kita untuk bercakap cakap..." katanya. Siau Ling memasang telinga dengan seksama, sedikitpun tidak salah ia sudah tidak mendengar suara rintihan lagi, bahkan yang terdengar tinggal suara dengusan tipis yang terengah engah belaka. Sorot matnya segera dialihkan kearah Teng It Lui serta Chan Yap Cing, tampaklah keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar membasahi seluruh mereka, hanya saja kedua orang itu telah mengerahkan segerap kemampuan yang dimilikinya untuk menahan rasa sakit yang menyerang tubuh mereka itu. Terdengar nenek tua bermuka jelek itu berkata: "Kalau seseorang sudah timbul nafsu serakahnya, maka dia harus diberi ganjaran dengan suatu penderitaan yang cukup berat" Setelah tertawa ter-bahak2, sambungnya lebih jauh: "Tetapi seandainya mereka seperti halnya dengn dua orang toaya ini sedikitpun tidak punya rasa serakah dan tak bersedia pula dijamu oleh kami berdua, maka sudah tentu saja mereka selamat dari keracunan" Mendengar perkataan itu Siau Ling segera berpikir dalam hati kecilnya: "Andaikata Peng ji tidak merasa cemburu dan muak terhadap nona itu, mungkin pada ssat ini akupun sudah keracunan dan menderita seperti halnya dengan orang2 itu" "Dalam hati berpikir demikian diluaran ia menjawab dengan nada dingin, "Lo hujin telah melepaskan racun keji kedalam tubuh orang2 yang sama sekali tak ku kenali ini, ebtah apakah maksud serta tujuanmu?"" "Haaah...haaahh...haaahh... pepatah kuno mengatakan: membuang uang melenyapkan bencana, asal merea bersedia menyumbang sejumlah uang dengan sendirinya sakit perut yang dideritanya itu akan sembuh dengan sendirinya" Bicara sampai disitu nenek tua bermuka jelek itu berhenti sebentar, senyum yang semula menghiasi bibirnya seketika lenyap tak berbekas, dengan wajah adem dia berkata. "Toa-ya apakah engkau tidak merasa bahwa pertanyaan yang kau ajukan sudah terlalu berlebihan?"" "Belum pernah kujumpai cara mencari uang dengan cara seperti ini!" Yong-ji yang selama ini membungkam segera tertawa cekikikan dengan merdunya. "Dan ini hari engkau akan terbuka matanya untuk menyaksikan kejadian aneh ini!" sambungnya. Siau Ling memandang sekejap ke sekeliling tempat itu, lalu berkata kembali "Pada saat ini mereka semua telah kesakitan sehingga sama seka tak dapat bergerak lagi apakah Loo-hujin bersiap sedia untuk merampok mereka secara habis2an?"" "Selamanya aku sinenek tua tak sudi menyusahkan orang dengan jalan kekerasan aku hendak memaksa mereka untuk serahkan sendiri harta kekayaannya secara sukarela" "lewat beberapa saat lagi rasa sakit perut yang mereka derita akan jauh lebih berkurang" sambung Yong ji dari samping, pada saat itu bukan saja mereka dapat berbicara bahkan bergerak pula cuma sepeminuman teh kemudian sakit perutnya akan kambuh kembali, bahkan rasa sakit pada saat kedua kalinya ini satu kali lipat lebih hebat dan rasa kesakitan yang pertama kali, jikalau ada orang yang tidak takut mati kesakitan sudah tentu tak usah mengeluarkan uang untuk lenyapkan bencana itu" Beberapa patah kata itu diucapkan dengan suara yang tinggi dan keras rupanya sengaja diucapkan agar semua orang yang berada didalam ruang rumah makan itu dapat mendengar semua. Terdengar nenek bermuka jelek itu berkata lantang: "Yong-ji cepat ambil keluar kantong uang kita sekarang sudah tiba saatnya bagi kita untuk menarik uang" Yong-ji mengiakan dan segera bangkit berdiri, lewat beberapa saat kemudian ia telah masuk kembali kedalam ruangan sambil meletakkan sebuah kantung besar ditas meja. Nenek tua bermuka jelek itu bangkit berdiri ujarnya: "Baik! sekarang kita akan mulai menarik uang...." Per-lahan2 ia berjalan kehadapan Teng It Lui serta Chan Yap Cing ujarnya: "Kalian berdua memiliki ilmu silat yang sangat tinggi, selama ini tak kudengar suara rintihan barang sekejap pun, apakah kalian bersedia mengeluarkan uang untuk membeli obat pemunah?"" Pada saat itu baik Teng It Lui maupun Chan Yap Cing sedang mengerahkan tenaga dalamnya untuk melawan rasa Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sakit dalam perutnya, oleh sebab itu dua orang jago tersebut tetap membungkam dalam seribu bahasa. Nenek tua bermuka jelek itu tersenyum katanya: Ilmu silat yang kalian miliki amat lihay, dengan sendirinya harga yang kuajukan pun harus agak tinggi..." Dia alihkan sorot matanya kearah Teng It Lui, lalu berkata lebih jauh: "Badanmu tinggi kekar dan berotot rasanya seratus tahil perak tidak terlalu banyak" Teng It Lui melototkan sepasang matanya bulat2 dia cuma bisa memandang kearah nenek tua bermuka jelek itu tanpa sangup mengucapkan sepatah katapun.. Sorot mata nenek tua bermuka jetek itu dialihkan pula keatas wajah Chan Yap Cing ujarnya kembali: "Jago gagah yang begitu tampan serta berusia masih amat muda, kalau sampai mati rasanya teramat sayang sekali, dua ratus tahil perak tidak terlalu mahal untukmu" Tenaga dalam yang dimiliki Chan Yap Cing serta Teng It Lui amat sempurna, meskipun mereka telah mengerahkan tenaga dalamnya untuk melawan daya kerja racun keji itu, akan tetapi mereka rasakan bahwa racun yang bersarang ditubuh mereka itu aneh sekali, daya tekannya kian lama kian bertambah besar semakin mereka melawan, racun itu menyerang makin ganas, terpaksa kedua orang itu tak berani mengendorkan diri hingga tak sepatah katapun yang sanggup diucapkan keluar. Terdengar nenek tua bermuka jelek itu berkata kembali: "Kalau memang kalian berdua tidak menampik itu berarti sudah menyetujui dengan harga yang aku sinenek tua ajukan bukan ?"" Sinar matanya segera dialihkan keatas wajah gadis genit itu dan berkata kembali: "Yong ji waktunya sudah hampir tiba!" "Sudah hampir, paling banter tinggal sepeminuman teh lagi" jawab Yong ji setelah termenung sebentar. "Perkataan yang aku nenek tua ucapkan sudah terlalu banyak lagipula aku sudah tua dan jelek kalau ucapanku terlalu banyak mungkin orang lain tak bersedia untuk mempercayainya aku lihat lebih baik engkau saja yang berbicara ! Thian menghendaki umatnya hidup secara damai dan membantu mereka yang sedang menderita melihat kalian bakal mampus bagaimanapun juga kami berdua terpaksa harus turun tangan untuk memberi pertolongan!" Yong ji tertawa dengan suara merdu ia segera berseru. "Toa-ya empek dan paman sekalian, aku harap dengar baik2 perkataan yang hendak kuucapkan ini lewat beberapa saat kemudian sakit perut yang kalian derita bakal berkurang, pada waktu itu kalian semua dapat berbicara dan bisa bergerak pula namun itu bukan berarti rasa sakitnya telah hilang sama sekali sebab keadaan itu bagaikan suasana tenang sebelum terjadinya badai dahsyat, lewat seperempat jam kemudian rasa sakit akan menyerang tubuh kalian untuk kedua kalinya, pada saat itu rasa sakit yang bakal kalian derita beberapa kati lipat lebih dahsyat dan menderita daripada sakit yang untuk pertama kalinya ini" Sorot matanya menyapu sekejap kearah nenek tua bermuka jelek itu, kemudian sambungnya lebih lanjut. "Nenekku adalah seorang manusia berbaik budi yang tak tega menyaksikan semua manusia hidup tersiksa dan menderita dihadapannya tanpa memberikan pertolongan karena itu beliau telah mengambil keputusan untuk turun tangan memberi pertolongan kepada kalian semua, disini telah tersedia obat2an yang akan diberi nilai menurut bentuk manusianya masing2, kalau saudara sekalian ingin sembuh silahkan merundingkan harga obat itu dengan nenekku sendiri, uang diserahkan obat boleh segera diterima sebaliknya bila ada yang tidak ingin disembuhkan kamipun tidak akan memaksa, tapi ada satu hal hendak kuterangkan lebih dahulu, waktu yang tersedia bagi kami berdua untuk berada disini amat terbatas sekali, bagaimanakah keputusan kalian harap segera diberikan" Siau Ling yang berada disamping kalangan, pada saat ini telah mengerti sama sekali sebab musabab semua orang yang ada dalam rumah makan itu bisa pada sakit perut bukan lain adalah hasil permainan gila dan nenek serta cucunya ini, dengan cara inilah rupanya mereka mencari harta. Hanya ada satu hal yang membuat Siau Ling tak habis mengerti, yakni sampai sekarang ia masih belum memahami cara apakah yang telah dipergunakan oleh kedua orang itu sehingga dalam waktu singkat beberapa puluh orang tamu dalam rumah makan itu bisa bersama2 keracunan. Setelah mengalami pelbagai badai dan pertarungan besar, pengalaman yang dimiliki Siau Ling pada saat ini boleh dibilang luas sekali, sebelum ia berhasil mengetahui bagaimana caranya mereka turun tangan sianak muda itu tak berani turun tangan secara gegabah, ia hanya berdiri, disamping kalangan sambil menyaksikan semua tingkah laku kedua orang itu. Beberapa saat kemudian tampaklah seorang hartawan gendut yang berperut besar seperti "cukong" sambil memegang petut sendiri perlahan lahan berjalan maju kedepan katanya: "mau membeli sebutir obat pemunah!" Dengan sorot mata yang tajam nenek tua itu menatap sekejap kearah orang itu, kemudian sahutnya: Toa tauke banyak uang dan kaya seratus tahil perak tak boleh kurang setengek pun!" Tapi sekarang aku tidak membawa uang Perak sebanyak itu!" Kalau begitu serahkan saja semua barang berharga yang kau bawa Sekarang!" Tauke gendut itu tak bisa berbuat apa apa terpaksa ia lepaskan sebuah Begiok dua lembar daun emas serta sisa uang perak sebanyak dua puluh tahil dan diletakkan diatas meja. Perlahan2 diri dalam sakunya nenek jelek ambil keluar sebuah kotak kayu yang kecil dan membuka penutupnya dari saku dia sambil keluar sebutir pil berwarna putih lalu diserahkan ketangan tauke gendut tadi. Obat itu segera ditelan kedalam perut dan tauke gendut itupun merasakan sakit perutnya langsung sembuh, dengan wajah berseri ia segera berlalu dan rumah makan itu. Secara beruntun para tamu lainnya dalam rumah makan itupun segera pada bangkit berdiri untuk minta obat, nenek itupun buka harga menurut penilaian dandanan dari orang iu, paling sedikit sepuluh tahil dan paling tinggi ratusan tahil, tapi ada pula yang cuma dua tiga tahil perak belaka, dalam sekejap mata sebagian besar orang yang ada dirumah makan itu sudah mendapat obat dan berlalu, kini yang tersisa tinggal Siau Ling, Pek li Peng, Teng It Lui, Chan Yap Cing, manusia kate dari propinsi Su chuan serta busu berbadan kekar. Dalam pada itu karung goni yang berada diatas meja telah penuh dengan pelbagai macam perhiasan serta uang, jumlah ditaksir berada diatas seribu tahil lebih, Siau Ling segera berkata "Nyonya tua, aku lihat uang perak sebanyak itu sudah cukup untuk membiayai penghidupan kalian berdua selama beberapa bulan" Dengan sorot yang amat tajam nenek jelek itu menatap wajah Siau Ling tanpa berkedip, kemudian ujarnya: "Kalau pandangan mataku tidak meleset toa ya adalah seorang manusia yang paling berharga didalam rumah makan ini selembar jiwamu bisa dinilai dengan emas seratus tahil, sayang sekali toa-yaa tak bersedia menerima jamuan makan dariku.." Sementara itu mnusia kate dari propinsi Suchuan telah maju kedepan sambil bertanya. "Aku siorang tua aku berapa tahil?" "Haahh...haaahh...haaahh tidak banyak, tidak banyak lima puluh tahil perak sudah lebih dan cukup!" jawab nenek jelek itu sambil tertawa. Rupanya rasa sakit yang menyerang perut manusia kate dari propinsi Su chuan itu sudah tak dapat ditahan tanpa banyak cingcong sambil keluar lima puluh tahil perak untuk ditukar dengan sebutir obat pemunah. Pada waktu itu rasa sakit gelombang kedua sudah mulai bekerja, dengan langkah ter-buru2 busu berbadan kekar itu segera lari menghampiri nenek jelek itu sambil serunya tergagap. "Berapa nilaiku untuk membeli obat penawar itu?"" "Engkau?" Seratus tahil perak tidak bisa kurang" jawab nenek jelek itu sambil tertawa ewa. Pria kekar berbadan busu itu tidak menawar lagi. Sambil menggigit bibir dia ambil keluar seratus tahil perak dan ditukar dengan sebutir obat pemunah. Nenek jelek itu memandang sekejap kearah uang perak yang bertumpuk-tumpuk diatas meja, lalu ujarnya. "Yong ji, bungkuslah uang perak itu dalam satu kantungan!" Kemudian sorot matanya dialihkan keatas wajah Siau Ling dan menambahkan lebih jauh, Too ya, aku lihat engkau begitu terpesona oleh caraku mengumpulkan uang?" "Lo hujin menggunakan cara begini rendah dan terkutuk untuk mengobati penyakit orang, aku lihat engkau benar2 seorang tabib yang paling busuk dikolong langit" Sesudah berhenti sebentar, sambungnya kembali; "Akan tetapi kalau dibandingkan dengan para bandit yang merampol barang kemudian membunuh korbannya, perbuatan ini boleh dibilang rada mendingan.." Nenek itu kontan tertawa dingin. "Too ya, aku harap engkau lebih baik mengurusi dirimu sendiri dan janganlah mencampuri urusan yang sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan dirimu" Sorot matanya beralih memandang sekejap kearah Teng It Lui sertah Chan Yap Ching, kemudian katanya, "Kalian berdua dapat mengandalkan tenaga dalam yang kalian miliki untuk bertahan sampai sekarang, kesempurnaan tenaga murni yang kalian miliki benar-benar membuat hatiku merasa amat kagum, akan tetapi aku harus segera berangkat, waktu yang kumiliki sudah tidak terlampau banyak lagi!" Teng It Lui maupun Chan Yap Ching masih tetap menggertak giginya rapat2 dan sama sekali tak mau menyerah kalah. Selama ini Siau Ling tidak berhasil melihat jelas bagaimanakah caranya nenek jelek itu melepaskan racunnya, karena itu ia tak berani bertindak secara gegabah, tetapi sekarang keadaan serta situasilah yang mendesak ia tak dapat mengulur waktu lebih jauh sekarang keaddaan serta situasilah yang mendesak ia tak dapat mengulur waktu lebih jauh segera ujarnya: "Lo hujin, bagaimana kalau aku yang mewakili kedua orang pendekar itu untuk buka suara?" diluar ia berkata demikian, dalam hati diam2 ia berpikir, seandainya sepasang pedagang dari kota Tiong ciu berada disitu niscaya asal usul dari nenek jelek itu dapat diketahui olehnya. Dalam pada itu Yong ji telah membenahi karung goni itu rupanya mereka siap untuk tinggalkan tempat itu. Tiba-tiba dari balik mata nenek tua yang bermuka jelek itu memancar keluar serentet cahaya tajam yang menggidikkan hati, sambil menyapu sekejap kearah Siau Ling katanya; "Selama aku mengobati penyakit orang, selalu kulaksanakan dengan suatu peraturan yang tertentu!" "Apakah peraturanmu itu?" "Kalau ada orang yang bermaksud mewakili seseorang untuk membayar jumlah uang yang harus dibayar olehnya, maka harga yang kuajukan akan sepuluh kali lipat lebih tinggi daripada harga yang semestinya, aku sudah membuka tarif tiga ratus tahil untuk ekdua orang itu, jika too ya ingin mewakili mereka untuk membayar rekening tersebut, maka uang yang harus engkau bayar adalah tiga ribu tahil perak, atau tiga ratus tahil emas murni, too ya! Engkau merasa tidak keberatan bukan untuk membayar jumlah seperti apa yang kukatakan barusan?" "Duduk kedudukan yang mereka miliki tiga ribu tahil perak memang tidak terhitung banyak, akan tetapi pada saat ini pinto tidak membawa uang kontan. "Too ya boleh menggunakan benda berharga lainnya benda berharga lainnya untuk membayar rekening tersebut. Perlahan lahan Siau Ling cabut keluar pedang pendeknya dari dalam sakunya, mencekalnya dalam genggaman ia bertanya; "Pedangku ini bisa laku berapa?" nenek bermuka jelek itu memandang sekejap kearah pedang pendek yang berada dalam genggaman Siau Ling, kemudian jawabnya : "Too ya, silahkan engkau saja yang membuka harga!" perlahan lahan Siau Ling maju dua langkah kedepan, dan berkata kembali ; "Lo hujin, bagaimana kalau engkau periksa dahulu pedang mustika miliku ini, kemudian barulah buka harga?"" "Pedang itu memang pedang mustika aku sudah mengenalinya dalam pandangan yang pertama tadi" "Pedang mustika tiada terlnlilai harganya, kalau aku buka harga sepuluh laksa tahil perak rasanya tidak terlalu banyak bukan?" "Haaaah...Haaaah... haaaahh... tidak banyak, sedikitpun tidak banyak" jawab nenek bermuka jelek sambil tertawa terbahak-bahak cuma sayang saat menjual pedang yang too ya lakukan bukanlah saat yang tepat..." "Bagaimana tidak tepatnya?" "Kalau diwaktu biasa, sepuluh laksa tahil perak tidaklah terlalu tinggi, tetapi harga itu kalau digunakan untuk menyelamatkan dua lembar jiwa manusia, wah..! kamilah yang rugi besar" sambung Yong ji yang berada disamping dengan cepat. Sekali lagi Siau Ling maju selangkah kedepan, katanya; "Nona, bukalah suara dan tawar dong!" Yong ji memandang sekejap kearah nenek bermuka jelek itu, lalu berkata; Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Oh...! nenek bagaimana kalau kita tawar dua ribu sembilan ratus tahil saja?" "Baik kita tawar dua ribu sembilan ratus tahil! Jawab nenek bermuka jelek sambil tertawa. Ia melirik sekejap kearah Siau Ling kemudian sambungnya; "Kalau engkau menambah seratus tahil perak lagi, kami segera akan serahkan obat pemunah tersebut kepadamu!" Siau Ling telah berhasil menguasai situasi yang menguntungkan, segera ujarnya; "Apakah kalian berdua tidak merasa bahwa cara kalian terlalu ganas!" tangan kanannya didorongkan kedepan, pedang pendek bergeletar menusuk ketubuh nenek tua itu sementara telapak kirinya dibabat kedepan menghajar dara cantik itu. Setelah Siau Ling turun tangan nenek bermuka jelek itu baru menyadari bahwa mereka telah bertemu dengan musuh tangguh, sebelum serangan pedang mencapai sasaran, segulung desiran angin tajam yang sangat kuat telah mengancam depan dadanya ia segera mendengus dingin dan meloncat mundur lima depa kebelakang. Yong ji adalah seorang gadis muda yang kurang pengalaman, ia tak tahu sampai dimanakah kelihayan dari Siau Ling, dengan keras lawan keras ia sambut datangnya serangan tersebut. "Blam...!" di tengah benturan yang amat keras, lengan kanan Yong ji tergetar sampai kaku dan linu, secara beruntun ia mundur sejauh empat lima depa kebelakang, kalau bukan benturan pada sebuah meja mungkin badannya bakal mundur lebih jauh lagi kebelakang. Ternyata Siau Ling sudah mengadakan persiapan, dalam melancarkan serangan pedang maupun telapak tangan tadi, ia telah menpergunakan tenaga serangan yang cukup ampuh. Siau Ling sesudah berhasil memukul mundur nenek tua bermuka jelek itu, dan menghajar mundur Yong ji, dengan gerakan yang cepat tangan kirinya menyambar obat pemunah yang tersedia diatas meja. Diikuti sebuah tendangan dilancarkan untuk menghajar kantong berisi uang perak tadi sehingga mencelat keluar dari ruangan rumah makan! Setelah berhasil merampas kotak kayu berisi obat pemunah tadi, Siau Ling melemparkan kotak itu ketangan Pek li Peng sambil serunya; "Cepat suruh mereka telan obat pemunah tersebut!" bagaikan burung elang tubuhnya mencelat ketengah udara dan menerjang kearah Yong ji. Meskipun nenek tua bermuka jelek itu adalah seorang manusia yang beraksi panjang dan licin, namun ia tak pernah menyangka kalau ilmu silat yang dimiliki Siau Ling begitu lihaynya, melihat sekantung uang peraknya mencelat keluar dari ruang rumah makan, buru2 dia enjotkan badannya menerjang kearah mana kantong berisi uang perak itu jatuh! Tujuan Siau Ling dengan melemparkan kantong berisi uang perak itu keluar ruang rumah makan, bukan lain untuk memecahkan perhatian nenek tua bermuka jelek itu sehingga tak sempat baginya untuk bermain setan dengan dirinya. Setelah menerima kotak kayu berisi obat itu, Pek li Peng dengan cekatan meloncat kehadapan Teng It Lui serta Chan Yap Ching ambil keluar dua biji obat pemunah itu dan dimasukkan kedalam mulut mereka berdua. Sementara Pek li Peng sedang memberi obat pemunah kepada dua orang jago lihay itu, Siau Ling telah menerjang kehadapan Yong ji, pedang pendek ditangan kanannya menotok dengan dadanya, sementara tangan kiri menyambar kearah pergelangan Yong ji serta mencengkeram urat nadinya. Pada waktu itu Yong ji yang kena dihantam oleh Siau Ling sehingga darah panas dalam dadanya bergolak keras belum sempat untuk memulihkan kembali tenaganya, ketika dilihatnya Siau Ling sudah menerjang datang, cahaya pedang ditangan kanannya berkelebat kemuka menusuk dadanya, buru2 ia mengepos tenaga dan menyingkir kesamping. Ia hanya memperhatikan serangan pedang yang berada ditangan kanan Siau Ling dan sama sekali lupa dengan ancaman yang datang dari arah kiri, sebelum ingatan kedua berkelebat dalam benaknya tahu2 urat nadi pada pergelangan kirinya sudah kena dicengkeram. Semua peristiwa itu berlangsung dalam waktu singkat dan cepat, menanti nenek tua bermuka jelek itu berhasil untuk merampas kembali kantong berisi uang perak itu, Siau Ling pun telah berhasil mencengkeram urat nadi Yong ji, katanya dengan dingin; "Lo hujin, kalau engkau tidak menginginkan cucu perempuanmu roboh terkapar bermandikan darah, aku harap engkau jangan bergerak secara sembarangan!" Sambil berkata dia angkat pedang pendeknya dan ditudingkan keatas tenggorokan Yong ji. Nenek tua bermuka jelek itu benar-benar tak berani bergerak secara sembarangan, perlahan lahan dia turunkan karung goni berisi uang perak itu lalu berkata; "Lepaskan Yong ji dari ancaman, uang perak ini kuserahkan semua kepada kalian!" "Hmm! Apakah lo hujin mengira bahwa semua manusia yang berada dikolong langit rata2 pada suka akan uang perak seperti halnya dengan waktakmu itu?"?" "Hmm..! kalau memang engkau tak suka benda itu, kenapa engkau memusuhi diriku" teriak nenek tua bermuka jelek dengan marah. Siau Ling tertawa dingin. "Heeeh...heeeh...heeeh... pertanyaan dari lo hujin benarbenar aneh sekali serunya, dengan caramu yang rendah, kotor dan berbahaya untuk memaksa orang lain serahkan harta kekayaannya sudah patut dikutuk oleh setiap orang yang ada dikolong langit, apakah engkau anggap jalan yang telah kau lakukan itu adalah jalan yang benar?"" nenek tua bermuka jelek itu kembali tertawa dingin "Dimanakah letak ketidak benarannya?" ia berteriak, aku toh tidak turun tangan merampas, juga tidak turun tangan mencuri, merekalah yang sukarela menyerahkan uang tersebut kepadaku, apa sangkut pautnya hal ini dengan diriku?"" "Enteng benar ucapan lo hujin..." "Aku suka akan harta, caraku mendapatkanpun teratur dan tidak secara kasaran, apa salahnya kalau aku berbuat begitu?" saking gusar dan mendongkolnya Siau Ling tertawa dingin tiada hentinya. Heeeh...heeeh...heeeh... lo hujin!" serunya, engkau boleh dibilang merupakan satu satunya manusia yang paling serakah, paling sadis dan paling serakah, paling sadis dan paling tidak pakai aturan diantara orang2 yang pernah kujumpai. "Sekalipun aku tidak pakai aturan dan serakah, apa sangkut pautnya watakku ini dengan dirimu?" ejek sang nenek jelek dengan nada yang amat dingin." "Kalau memang lo hujin tidak pakai aturan, tentu saja akupun tak usah memakai aturan pula terhadap dirimu." "Mengajukan penawaran untuk menebus barang lain, apa salahnya kalau aku gunakan hasil yang kuperoleh pada saat ini untuk menebus kembali selembar jiwa cucu perempuanku?"" Ia alihkan sorot matanya keatas wajah Pek li Peng kemudian tanyanya. "Bagaimana dengan keadaan mereka ?"" Chan Yap Ching menghela napas panjang, sambil berdiri jawabnya. "Aku telah pulih kembali seperti sedia kala!" "Bagaimana keadaan dari Teng ji hiap?" Teng It Lui tertawa dan menyahut. "Racun yang mengidap dalam tubuhku telah punah sama sekali akupun merasakan tubuhku sehat serta kuat kembali" mendengar kedua orang itu sudah pulih kembali kesehatan badannya Siau Ling alihkan sorot matanya kembali keatas tubuh nenek tua bermuka jelek itu katanya; "Pada saat ini lo hujin telah kehilangan semua syarat untuk mengadakan perundingan dengan diriku..." "Hmmm.! Kalau engkau memaksa diriku terus hingga membangkitkan kemarahanku... heeeh...heeeh heeeh...jangan salahkan kalau aku akan mengorbankan selembar jiwa cucu perempuan itu dan menghukum mati kalian berempat" Chan Yap Ching menggerakkan tangan kanannya mencabut keluar tiga bilah pedang pendek dari pinggangnya kemudian dengan nada dingin berseru. "Aku sekalian baru saja meloloskan diri dari bahaya kematian terhadap soal mati hidup suda tidak terlalu dipikirkan dalam hati lagi aku percaya sebelum engkau mampu melepaskan serangan racunmu itu, maka suatu pengorbanan yang amat besar harus kau berikan lebih dahulu." "Lepaskan aku!" tiba2 Yong ji menyela dari samping, "mari kita rundingkan persoalan ini secara baik2" Kelima jari Siau Ling diperkencang dan dibetot kebelakang, Yong ji seketika itu juga merasakan kesakitan hebat sehingga menjerit tertahan dahinya berkerut dan alis matanya berkernyit, keringat dingin sebesar kacang kedelai mengucur keluar tiada hentinya. Perlahan lah nenek tua bermuka jelek itu alihkan sorot matanya menyapu sekejap sekeliling tempat itu, ia lihat baik Teng It Lui maupun Pek li Peng masing2 suda berdiri pada posisi ang berbeda membuat ia segera terkurung dalam kepungan yang rapat sekali, asal pertarungan terjadi mereka pasti akan maju menyerang secara berbarinf dari segala arah. Ketika dilihatnya pula urat nadi pada pergelangan tangan Yong ji yang dicengkeram Siau Ling dicekal dengan begitu kencangnya sehingga dara manis itu memperlihatkan rasa sakit yang tak terhingga, keberanian serta semangat bertempurnya seketika lenyap tak berbekas, perlahan-lahan ujarnya; "Baik, anggap saja hari ini aku sudah terjungkal didalam selokan, ajukanlah syarat2 kalian" "Cara orang ini melepaskan racunnya sama sekali tidak memperlihatkan sedikit pertandapun yang mencurigakan" pikir Siau Ling didalam hati. Lagi pula sekaligus bisa meracuni berpuluh2 orang banyaknya secara bersama, manusia semacam ini memang sangat menakutkan sekali" Ia berpikir sebentar, setelah itu pikirnya lebih jauh... ---oo0dw0oo--- Jilid 16 "Seandainya dia cuma malang melintang seorang diri belaka, dan tujuannya hanya untuk mencari harta kekayaan, keadaan tersebut masih rada mendingan, sebaliknya kalau dia sampai ditarik Shen Bok Hong untuk menjadi komplotannya, entah berapa banyak jago persilatan lagi yang bakal menemui ajalnya ditangan mereka berdua...." Berpikir sampai disini, timbulah napsu membunuh dalam hati kecilnya, dengan suara dingin ia segera berkata "Memandang pada perbuatan kalian berdua yang begitu terkutuk, serta cara melepaskan racun yang sama sekali tidak menimbulkan sedikit gerakanpun, sungguh membuat orang sukar untuk menjaga diri seandainya tujuan lo hujin adalah untuk menjagoi kolong langit, entah berapa banyak pembunuhan serta peristiwa menyedihkan yang bakal berlangsung dalam dunia persilatan". "Hmm!Kalau dikatakan aku suka akan harta kekayaan, hal itu akan kuakui dengan senang hati, akan tetapi selamanya aku belum pernah mencelakai jiwa seorang manusiapun" seru nenek itu bermuka jelek itu dengan suara dingin. "Mungkin saja lo hujin memang memiliki hati yang halus seperti itu, akan tetapi dunia persilatan penuh diliputi berbagai kelicikan, banyak kejadian dalam dunia persilatan yang sukar diduga sebelumnya andaikata lo hujin sampai terseret oleh arus kejahatan dalam dunia persilatan, bukankah keadaan itu bakal berabe dan seperti halnya meninggalkan bibit bencana buat kemudian hari?"" Mendengar perkataan itu nenek bermuka jelek itu jadi amat gusar. Segera bentaknya "Kalian memaksa diriku terus menerus dengan ucapan yang sama sekali tak masuk diakal, rupanya kalian benar2 hendak paksa aku untuk mengadu jiwa?"" "Apabila keadaannya memang sangat mendesak, daripada kejadian ini berlangsung di masa mendatang, aku lihat lebih baik terjadi pada saat ini juga....!" Sorot matanya segera dialihkan kearah Teng It Lui kemudian sambungnya lebih jauh. "Teng jihiap, engkau adalah seorang jago persilatan yang kawakan, banyak pengalaman serta pengetahuan yang kau miliki apakah engkau mengetahui akan asal usul dari nenek dan cucu perempuannya berdua ini ?"" "Aku belum pernah mendengar" jawab Teng It Lui sambil gelengkan kepalanya berulang kali. Siau Ling segera alihkan kembali sorot matanya keatas tubuh nenek bermuka jelek itu ujarnya lagi: "Teng ji hiap sudah berpuluhan tahun lamanya melakukan perjalanan didalam dunia persilatan, akan tetapi ia belum pernah mendengar nama serta asal usul dari kalian berdua hal ini menunjukkan kalau perbuatan kalian didalam dunia persilatan masih belum terlalu lama" "Apa yang sebenarnya kau kehendaki!" seru nenek tua bermuka jelek itu dengan nada dingin, "cepat katakanlah akan tetapi ada satu hal aku hendak menerangkannya lebih dahulu kalau syarat yang kau ajukan terlalu muluk2 maka bukan saja aku tak akan menerima syaratmu itu bahkan kemungkinan besar aku akan mengandalkan kepandaian silat yang kumiliki untuk beradu jiwa dengan kalian" "Hal itu harus dilihat dulu bagaimanakah jalan pikiran lo hujin.." sahut Siau Ling. Setelah berhenti sebentar, dia menyambung lebih jauh: "Pertama engkau harus membawa cucu perempuanmu untuk segera mengundurkan diri dari dunia persilatan, selama lima tahun mendatang dilarang untuk melakukan perjalanan lagi didalam dunia persilatan, disamping itu kalianpun harus mengasingkan diri kesuatu tempat yang terpencil dan jauh dari keramaian dunia. Kalian dilarang untuk menerima undangan diri siapapun jua untuk muncul kembali didalam Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dunia persilatan." "Selain itu?"?" tanya sang nenek jelek dengan cepat. "Jawab dulu, sanggupkah engkau menerima syarat yang barusan kuajukan itu...?"" "Aku sudah pernah berdiam selama puluhan tahun lamanya ditengah hutan serta pegunungan yang terpencil, untuk mengasingkan diri selama lima tahun lagi bukanlah suatu pekerjaan yang terlalu menyulitkan bagiku." "Kedua, asalkan lo hujin dapat mengajukan suatu cara yang bisa menjamin bahwasanya engkau akan menepati janji serta pegan teguH syarat tersebut maka aku segera akan lepaskan cucu perempuanmu ini "Jaminan bagaimanakah yang kau inginkan?" "Asalkan engkau dapat menjamin bahwa dalam lima tahun mendatang engkau tidak akan melakukan kegiatan lagi didalam dunia persilatan." "Aku tak dapat melakukan sesuatu cara apa pun jua!" Siau Ling memandang sekejap kearah gadis manis yang berada dicekalannya, kemudian berpikir didalam hati: "Ilmu melepaskan racun yang dimiliki nenek tua bermuka jelek itu lihay sekali, aku rasa budak inipun pasti sudah mendapat warisan atas seluruh kepandaian yang dimilikinya, kalau aku gunakan perempuan ini sebagai jaminan, maka rasanya dia tak akan berani melanggar perjanjian" Berpikir sampai disini ia segera berkata. "Kami akan menahan cucu perempuanmu sebagai jaminan, asalkan lohujin bisa pegang janji dan selama lima tahun tak akan melakukan perjalanan lagi dalam dunia persilatan, maka kamipun akan melayani cucu perempuanmu ini secara baik2. Lima tahun kemudian akan kulepaskan dirinya kembali sehingga dapat berkumpul kembali dengan dirimu. Mendengar perkataan tersebut nenek tua bermuka jelek itu jadi naik pitam, teriaknya: "Tidak bisa jadi, kami berdua hidup bersama sudah banyak tahun, kalau engkau menahan dirinya sebagai jaminan, alangkah baiknya kalau selembar jiwaku dicabut sekalian saja!" Padahal ketika Siau Ling mengutarakan cara tersebut, dalam hati kecilnya dia sudah merasakan ketidak sesuaian cara itu untuk dilaksanakan, meskipun caranya bagus, namun tindakan itu terlalu kasar dan tidak memakai aturan, Sebelum sianak muda itu sempat buka suara, Ceng Yap Ching telah berkata dengan suara lantang "Kalau engkau merasa cara ini tidak sesuai dengan jalan pikiranmu, aku lihat lebih baik engkau sendiri saja yang mengajukan suatu cara yang lebih baik?" Tiba2 nenek tua bermuka jelek itu menengadah keatas dan tertawa terbahak2. "Haaah..haaah...haaah... Tidak sulit apabila kalian mengharapkan agar aku menerima syarat yang kalian ajukan itu, akan tetapi aku mohon dilangsungkan lebih dahulu suatu pertarungan yang adil" "Bagaimana maksudmu?" Pertarungan adil yang bagaimana?"" "Diantara kalian pilihlah salah seorang jago untuk berduel satu lawan satu melawan diriku, kalau kalian tidak mampu untuk menandingi kepandaian silatku maka lepaskanlah cucu perempuanku itu, jangan campuri soal gerak gerik dari diriku lagi." "Seandainya kami yang beruntung dan berhasil merebut kemenangan?" "Kalau kalian yang menang maka aku akan menyetujui dengan syarat yang kalian ajukan itu aku akan serahkan cucu perempuanku kepada kaiian sebagai jaminan, sementara aku sendiri akan mencari suatu tempat yang terpencil dan jauh dari keramaian dunia untuk melewatkan masa lima tahun yang sepi dan sunyi itu seorang diri" "Ehmm! cara yang kau ajukan itu memang adil sekali!" sahut Siau Ling kemudian. "Kalau memang engkau merasa bahwa cara yang kuajukan itu adil mengapa tidak kalian setujui cara itu?"" "Tentu saja akan kusanggupi..." "Tunggu sebentar!" tiba2 Teng It Lui berseru dengan suara lantang. "Teng jihiap, engkau ada urusan apa?"" Siau Ling segera bertanya. "Kita harus tanyakan dahulu pertarungan yang akan dilangsungkan itu adalah suatu pertarungan dengan cara bagaimana" Andaikata masing2 harus andalkan ilmu silat untuk bertempur, tentu saja kita boleh menerima syarat tersebut sebaliknya kalau dia menggunakan racun keji untuk menjebak kita, lebih baik kita jangan terjebak oleh siasat liciknya itu...." "Ehmm! Masuk diakal juga perkataanmu itu..." "Siapakah yang akan bertarung melawan diriku?"" tanya nenek tua bermuka jelek itu kemudian. "Aku yang akan menghadapi dirimu", sahut Siau Ling serta Ceng Yap Cing hampir bersamaan waktunya. Nenek tua bermuka jelek itu tertawa dingin tiada hentinya. "Too ya ini memiliki ilmu silat yang sangat tinggi dan luar biasa sekali, aku bersedia untuk melangsungkan pertarungan melawan too ya ini saja." "Bagus sekali! Jawab Siau Ling cepat, aku pun dengan senang hati akan melayani dirimu." Nenek tua bermuka jelek itu tertawa dingin, katanya kemudian. "Heeeeh... Heeeeh... Heeeeh... Kita akan saling beradu senjata tajam" ataukah beradu kepalan?"?"" "Tentang soal ini terserah kepada kehendakmu sendiri!" "Aku sinenek tua ingin bertempur dengan kepalan kosong maupun senjata tajam secara bersama!" Kata nenek tua bermuka jelek itu lagi dengan nada dingin. "Apa maksudmu itu?""." "Mula mula kita saling beradu kepalan kosong lebih dahulu. Kalau didalam seratus jurus gebrakan menang kalah masih sukar untuk diientukan, maka kita beradu lagi dengan menggunakan senjata tajam kalau dalam seratus jurus gebrakan dalam senjatapun kita tak berhasil untuk menentukan siapa menang siapa kalah. Terpaksa kita harus saling beradu dalam hal tenaga dalam. Jikalau dalam seratus jurus bertempur dengan kepalan kosong. Menang kalah sudah bisa ditentukan" Apa yang kita lakukan?""." "Siapa yang menderita kekalahan. Dialah orang yang berada dipihak kalah....!" Siau Ling segera berpaling dan menotok dua buah jalan darah penting diatas tubuh Yong ji. Pek li peng menggerakkan tangan kanannya untuk mencengkeram pergelangan kanan Yong ji, lalu serunya: "Serahkan saja orang ini kepadaku!" Siau Ling melepaskan Yong ji lalu perlahan2 berjalan msju kedepan, ujarnya: "lo hujin, sekarang engkau boleh bersiap-siap untuk turun tangan" Meskipun dia memakai baju seorang toosu akan tetapi dalam pembicaraan sianak muda itu tak mampu untuk menirukan gerak gerik serta logat berbicara dari kaum beribadat. Dengan suara dingin dan ketus,nenek tua bermuka jelek itu segera berseru lantang: "Engkau bukan seorang imam ..bukankah begitu?"" "Engkau tak usah menanyakan siapakah aku, kalau bisa menangkan diriku maka sama urusan akan menjadi jelas dengan sendirinya" Nenek tua bermuka jelek itu seketika naik pitam, hawa amarahnya sukar dibendung lagi, dengan mulut membungkam telapak tangannya langsung diayun kedepan menghajar dada lawannya. Angin pukusan amat kuat dan kencang, segulung desiran angin tajam langsung menghajar kearah muka. Siau Ling angkat tangan kanannya dan menyambut datangnya ancaman tersebut deng an keras lawan keras... "Blaaam?" Suatu benturan yang amat dahsyat segera menggeletar diangkasa. Nenek tua bermuka jelek itu merasakan tenaga pukulan yang dilancarkan Siau Ling sangat hebat sekali, tak dapat dikuasai lagi badannya tergetar mundur satu langkah kebelakang. Siau Ling sendiripun merasakan pengelangan tangan kanannya jadi linu dan kaku diam2 diapun merasa amat terperanjat. Pikirnya "Tenaga dalam yang dimiliki nenek tua ini betul2 amat kuat" Berpikir sampai disini, sepasang telapaknya secara beruntun didorong kearah depan, secepat kilat ia lancarkan serangan yang betubi2 kearah nenek tua jelek itu. Rupanya rienek tua bermuka jelek itu telah menyadari bahwa ia telah berjumpa dengan musuh amat tangguh, sekuat tenaga ia berusaha melancarkan serangan cepat untuk merebut posisi yang lebih menguntungkan. Daiam waktu singkat suatu pertarungan sengit yang amat mendebarkan hatipun berlangsung disana. Enam puluh jurus telah berlalu tanpa terasa, rupanya nenek tua bermuka jelek itu telah menyadari bahwa pertarungan dalam seratus jurus tak mungkin dapat menangkan Siau Ling, ia segera merubah posisinya dari menyerang jadi bertahan, ia bersiap siap untuk bertarung sampai seratus jurus kemudian baru mencari kemenangan dalam pertarungan senjata tajam. Akan tetapi serangan demi serangan yang dilancarkan Siau Ling semakin lama semakin cepat, makin lama makin gencar dan luar biasa. Kembali belasan jurus telah lewat, nenek tua bermuka jelek itu sudah digencet dan didesak Siau Ling habis-habisan hingga sama sekali tak bertenaga lagi untuk melancarkan serangan balasan. Keringat dingin sebesar kacang kedelai mulai mengucur keluar membasahi seluruh wajah nenek tua itu, secara paksakan diri kembali ia bertahan sebanyak jurus lagi suatu ketika ia meleset untuk menghindarkan diri dan tak ampun lagi bahu kirinya termakan sebuah pukulan yang amat keras dari si anak muda itu. Serangan tersebut mengenai sasarannya dengan amat berat, menggetarkan sekujur badan nenek tua bermuka jelek itu sehingga secara beruntun mundur empat lima langkah kebelakang dengan sempoyongan, setelah berusaha dengan susah payah akhirnya ia baru berhasil berdiri tegak. Siau Ling segera menarik kembali serangannya dan loncat mundur kebelakang, ujarnya dengan lirih: "Maaf.." Air muka nenek tua bermuka jelek itu berubah jadi hijau membesi, katanya dengan dingin: "Serangan itu berhasil pada jurus yang ke berapa ?"" "Jurus kesembilan puluh tiga ! " "Diantara sembilan puluh tiga gebrakan tersebut sudah berapa kali engkau saling beradu tenaga dengan diriku ?" "Tiga kali!" "Ada suatu hal aku hendak menerangkan lebih dahulu kepadamu!" "Katakanlah, akan kudengarkan dengan seksama!" Aku sudah menderita kekalahan ditanganmu, tentu saja aku harus menuruti perjanjian dan segera mengasingkan diri dari keramaian dunia persilatan... " "Aku lihat lohujin bukanlah seseorang yang biasa mengingkari janji "sela Siau Ling dengan cepat "Aku hendak menerangkan kepadamu bahwasanya diatas telapak tanganku mengandung sejenis racun keji yang sangat aneh sekali, ketika engkau saling beradu tenaga sebanyak tiga kali tadi, racun keji tersebut sudah menempel diatas telapak tanganmu dan menyusup masuk kedalam tubuh, tiada obat lain yang bisa menyelamatkan jiwamu lagi. Setelah aku mengasingkan diri dari keramaian dunia pada akhirnya engkaupun akan menemui ajal", Pek li Peng segera tertawa dingin, ujarnya : "Heeh..heeh..heeh. Lo hujin, aku rasa engkau telah melupakan tentang suatu persoalan" "Persoalan apa" "Cucu perempuan masih berada didalam cengkeraman kami setiap saat kami dapat pula menyelesaikan selembar jiwanya. Nenek tua bermuka jelek itu jadi naik pitam dibuatnya ia segera berteriak keras. "Perkataan yang telah kalian ucapkan masih terhitung atau" tidak?" "Engkau meracuni orang secara diam-diam tentu saja janji pertaruhan tersebut batal dan tidak berlaku lagi!" "Akan tetapi pada waktu itu engkaupun belum mengatakan pula bahwa engkau akan mempergunakan racun, jika obat pemunah tersebut tidak kau serahkan kepada kami, maka engkaupun jangan harap cucu perempuanmu bisa hidup dengan segar bugar di kolong langit." "Kalau kalian mengingkari janji serta mencelakai jiwa cucu perempuanku, maka aku akan pergunakan beribu-ribu lembar jiwa manusia dalam dunia persilatan untuk menebus kematiannya itu!" "Hmmm! Engkau mana mampu untuk meloloskan diri dari tempat ini?" setelah cucu perempuanmu kubunuh maka kami akan mencabut selembar jiwamu, kemudian badanmu akan kami geledah untuk mencari obat pemunah tersebut." Mendengar ancaman itu nenek tua bermuka jelek tersebut segera tertawa dingin tiada hentinya. "Heeeh.. heeeh heeeh kecuali hidung kerbau ini, aku masih belum dapat melihat jelas siapa diantara kalian yang mampu menandingi diriku, sekalipun kalian turun tangan bersama, bila aku ingin melarikan diri rasanya bukanlah suatu pekerjaan yang terlalu menyulitkan bagiku" Siau Ling tertawa ewa, selanya. "Mungkin lo hujin menganggap bahwa racun yang mengeram dalam telapak tanganmu itu amat dahsyat dan luar biasa sekali sehingga cukup untuk membinasakan diriku, akan tetapi kalau aku tidak jeri menghadapi kematian dan tetap Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo memegang janji apakah lo hujin pun akan tetap memegang janjimu semula?"" "Tentu saja aku akan memegang janjiku seperti semula!" "Bagus sekali kalau memang begitu mari kita laksanakan janji kita seperti apa yang telah dirundingkan tadi." Nenek tua bermuka jelek itu memandang sekejap kearah Siau Ling, kemudian dengan nada tercengang serunya; "Benarkah engkau tidak takut mati?" "Tidak takut!" Jawab Siau Ling sambil gelengkan kepala berulang kali "Kalau memang begitu aku akan berpamitan kepada kalian sekarang juga aku akan mengasingkan diri ditengah pegunungan yang terpencil dan selama lima tahun tak akan muncul kembali didalam dunia persilatan, tetapi kalianpun harus baik-baik melayani cucu perempuanku ini apabila dia mendapat sesuatu perlakuan yang tidak genah sehingga terluka atau cedera, bukan saja semua orang yang berada disini harus mengorbankan jiwanya, bahkan dunia persilatanpun akan dilanda oleh badai darah yang sangat mengerikan." "Jangan kuatir, kalau engkau mau pergi pergilah dari sini secepatnya, Nenek tua bermuka jelek itu tidak banyak bicara lagi, tiba2 muncullah dua orang pria kurus tinggi berbaju abu2 yang berjalan masuk kedalam rumah makan secara bersama-sama. Pintu ruangan itu lebarnya hanya lima depa, dengan jalan bersanding maka seluruh pintu itu tersumbat. Sejak menderita kekalahan ditangan anak muda she Siau itu, hawa gusar dan rasa mendongkol yang berkecamuk dalam dada nenek tua bermuka jelek itu belum tersalur, menyaksikan ada dua orang pria menghalangi jalan perginya, ia jadi semakin naik pitam tegurnya dengan suara dingin. Kedua orang pria tinggi kurus yang memakai baju abu2 itu saling bertukar pandangan sekejap mereka masih tetap berdiri tegak ditempat semula tanpa berkutik barang sedikitpun jua. Nenek tua bermuka jelek itu segera berpaling kearah Siau Ling dan bertanya dengan suara lirih: "Apakah engkau kenal dengan kedua orang itu?"" "Aku sama sekali tidak kenal dengan dirinya!" jawab Siau Ling sambil gelengkan kepalanya berulang kali. Mendengar jawaban tersebut napsu membunuh dengan cepat terpancar keluar dari balik mata nenek tua bermuka jelek itu, serunya kemudian dengan nada dingin; "Apakah kalian berdua telah mendapat perintah dari seseorang untuk menyusahkan diriku?"" Sambil berkata tangan kanannya secara tiba-tiba berkelebat kearah depan dan mencengkeram pergelangan tangan pria kurus yang berada disebelah kanannya itu. Dengan cepat pria itu memutar tangan kanannya, tiba2 dengan jari tengah serta jari telunjuknya dia melancarkan serangan balas menotok urat nadi diatas tubuh nenek tua bermuka jelek itu. Dengan cepat nenek tua itu menarik kembali tangan kanannya, tangan kiri bersamaan waktunya bergerak kedepan, sepasang telapak secara beruntun melancarkan serangan berantai. Pria tinggi kurus itu sama sekali tak mau mengalah, tiap serangan dibalas dengan serangan, tiap kepala dibalas dengan kepala sehingga suatu pertarungan yang amat sengitpun terjadi. Dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah saling bergebrak sebanyak belasan jurus lebih. Diantara kedua orang manusia berbaju abu-abu itu hanya orang yang berada disebelah kanan saja yang turun tangan sedangkan orang yang berada disebelah kiri masih tetap berdiri tak berkutik ditempat semula, ia tidak melerai pun tidak turun tangan membantu, sambil berpeluk tangan tetap berdiri menonton jalannya pertarungan itu dari sisi kalangan. Diam-diam Siau Ling mengawasi kedua orang manusia berbaju abu-abu itu dengan seksama, ia lihat mereka berdua mempunyai perawakan badan yang tinggi dan kurus, berdiri didepan pintu persis seperti sepasang bambu yang tinggi. Potongan wajah kedua orang itu aneh sekali, kalau sebelumnya pernah mendengar atau pernah melihat orang itu maka dalam sekilas memandang siapapun akan mengenalinya kembali, akan tetapi sesudah setengah harian lamanya Siau Ling memperhatikan kedua orang itu, namun tak seorangpun diantaranya yang ia kenal. Ketika ia berpaling kearah lain, maka tampaklah Teng It Lui berdiri termangu-mangu ditempat semula, air mukanya menunjukkan sikap yang kereng dan amat serius. Jelas ia merasa amat kaget dan terperanjat sekali dengan kehadiran dua orang manusia berbaju abu2 yang muncul secara tiba-tiba itu. Dalam pada itu, pertarungan antara nenek tua bermuka jelek dengan manusia berbaju abu2 masih berlangsung dengan serunya, menang kalah masih sukar untuk ditentukan, kedua belah pihak sama2 menggerakkan telapak tangannya dan saling beradu sebanyak puluhan jurus. Tiba-tiba lelaki berbaju abu2 itu loncat mundur kebelakang dengan hati terperanjat, serunya dengan dingin. "Diatas tanganmu mengandung racun yang amat keji!" "Sedikitpun tidak salah, diatas tanganku memang mengandung racun yang amat keji.' Napsu membunuh yang amat tebal dengan cepat menyelimuti seluruh wajah manusia berbadan kurus kering itu, dia singkap baju luarnya dan cabut keluar sebatang senjta penggaris kumala panjang, serunya lantang. "Sekarang obat pemunah berada dimana?"" "Berada didalam sakuku!" "Kubunuh engkau obat pemunah itu segera akan kudapatkan!" "Hmm! Yang aku kuatirkan justru engkau tak mampu untuk membinasakan diriku." "Baik!" seru manusia baju abu2 itu sambil ayunkan senjata penggaris kumalanya, "mari kita coba saja" Sambil miringkan badan ia segera maju kedepan. Tiba-tiba manusia baju abu2 yang ada disebelah kiri menghalangi jalan maju rekannya sambil berseru, "Loji, jangan bergerak secara gegabah!" Sorot matanya segera dialihkan keatas wajah nenek tua bermuka jelek itu, serunya, "Apakah engkau adalah Wu Popo?"" Nenek tua bermuka jelek itu tertegun, kemudian sahutnya, "Siapa engkau" Dari mana bisa tahu akan asal usulku?"" "Haaah...haaah...haah... aku adalah Ma Poo!"seru manusia baju abu-abu itu sambil tertawa tergelak-gelak. "Sepasang pendekar dari propinsi Leng lam?"" "Wu Popo, engkau tak usah menempelkan emas diatas wajah kami dua bersaudara, kami sama sekali tidak keberatan orang lain memanggil diri kami dengan sebutan yang ada, orang kangouw menyebut diri kami sebagai sepasang iblis dari propinsi Leng lam saja." "Kalau memang kalian berdua kenal dengan diriku, sudah sepantasnya kalau kuhadiahkan pula obat pemunah untuk mu!" Sambil berkata dari dalam sakunya nenek itu ambil keluar sebutir pil dari kotak emas kemudian diangsurkan kedepan. Manusia baju abu2 itu melirik sekejap kearah obat pemunah tersebut akan tetapi dia sama sekali tidak menerimanya. Ma Poo segera tersenyum katanya, "Lo ji, terimalah obat pemunah itu! Wu Popo bukan orang luar." Manusia baju abu-abu yang ada disebelah kanan segera menyimpan kembali senjata penggaris kumalanya kemudian menerima obat pemunah itu dan dimasukkan kedalam mulut. Siau Ling maupun Ceng Yap Ching sekalian yang menyaksikan orang2 itu dari pertarungan kemudian jadi bercakap-cakap dengan suasana damai dalam hati segera menyadari apabila pembicaraan itu berlangsung terus ada kemungkinan besar sepasang iblis dari propinsi Leng lam itu akan membantu Wu Popo untuk merebut kembali Yong ji dari tangan mereka dan pada waktu itu suatu pertarungan sengit tak akan terhindar lagi. Sedikitpun tak salah terdengar Wu Popo sedang berkata. "Aku baru saja kalah bertarung dengan orang lain sehingga menderita kekalahan total, sekarang juga harus tinggalkan tempat ini aku harap kalian berdua suka menyingkir kesamping!." "Engkau kalah ditangan siapa?" apa pula yang kalian pertaruhkan?"" tanya Ma Po keheranan. "Hmmm! Peristiwa ini tak ada sangkut pautnya dengan kalian berdua." Sambil menjawab Wu Popo segera bergerak menuju kearah luar. Dengan cepat Ma Po merentangkan tangannya untuk menghalangi jalan pergi Wu Popo, serunya: " Wu Popo, mengapa engkau pandang luar terhadap kami berdua ?" engkau pasti kenal bukan dengan Siau yau cu totiang?"" "Kalian berdua kenal dengan Siau yau cu ?" Wu Popo segera menghentikan langkah kakinya. "Kedatangan kami justru karena mendapat undangan dari Siau yau cu totiang untuk datang kemari menyambut kedatangan Wu Popo " sesudah berhenti sebentar, sambungnya lebih jauh. "Sebenarnya kami sudah puluhan tahun lamanya mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan setelah kali ini mendapat undangan dari Siau yau cu totiang, tak bisa tidak terpaksa kami harus turun gunung untuk memenuhi undangan itu" "Aku sendiripun sudah duapuluh tahun lebih tak pernah melakukan perjalanan lagi didalam dunia persilatan, tapi setelah tiap hari datang sepucuk surat undangan dari Siau yau cu hidung kerbau tua itu, lama kelamaan aku jadi tak betah juga sehingga akhirnya munculkan kembali didalam dunia persilatan, sungguh tak nyana nasib kami memang kurang begitu beruntung, dalam suatu pertaruhan aku telah menderiia kekalahan total, bukan saja aku sudah kehilangan muka, bahkan cucu perempuankupun kalah bertaruh ditangan orang " Mendengar perkataan itu, Ma Po segera mengerutkan dahinya, ia berkata perlahan. "Kami dua bersaudara telah mendapat pesan dari Siau yau cu totiang untuk menyambut kedatangan Wu Popo, sepanjang perjalanan kami memburu kesini sungguh beruntung akhirnya dapat ditemukan juga..." "Tidak bisa jadi. "tukas Wu Popo sambil gelengkan kepalanya, aku telah kalah bertaruh dan sekarang harus mengasingkan diri selama lima tahun lagi, tolong kalian berdua suka menyampaikan pesanku kepada Siau yau cu totiang, katakanlah kalau aku tak dapat memenuhi undangannya lagi dan berharap agar dia suka memaafkan!" "Kalah bertaruh kita toh bisa menebusnya kembali"sambung Ma Po dengan cepat, "sekalipun popo sudah kalah, kami dua bersaudara toh dapat membantu dirimu untuk bertaruh pula dengan orang itu" Siau Ling yang mendengarkan pembicaraan tersebut, dalam hati kecilnya segera berpikir. "Oooh...! Rupanya ketiga orang ini adalah bala bantuan yang diundang oleh Siau yau cu untuk membantu pihaknya. Su hay kun cu sudah bekerja sama debgan Shen Bok Hong. Setelah Siau yau cu mengundang kehadiran begitu banyak gembong iblis yang sudah lama mengasingkan diri dari keramaian dunia untuk membantu pihaknya mungkin suatu gerakan secara besar2an bakal dilakukan, aku harus dengarkan pembicaraan mereka secara baik2" Setelah mengambil keputusan didalam hati kecilnya. Diapun berdiri tak berkutik lagi ditempat semula. Tampak wajah Wu Popo berkerut kencang perlahan2 katanya. "Aku sudah kalah bertaruh, tidak panya muka lagi untuk berjumpa dengan mereka!" "Kalau memang begitu harap popo suka menonton dari samping kalangan saja, lihat sajalah kami dua bersaudara akan tuntut kembali modalmu yang sudah kalah dipertaruhkan itu...." Ia memandang sekejap kearah Siau Ling serta Teng It Lui, kemudian tanyanya: "Apakah engkau sudah kalah bertaruh dengan beberapa orang itu?" 00000o00000 76 Rupanya Wu Popo telah digerakkan hatinya oleh perkataan dari Ma Poo ia mundur kesamping dan tidak berbicara lagi. Ma Poo segera alihkan sinar matanya keatas wajah Teng It Lui, ujarnya dengan suara lantang: "Kalau daya ingatku tidak keliru, semestinya engkau adalah Teng ji hiap bukan ?" "Sedikitpun tidak salah pada lima belas tahud berselang kita pernah saling berjumpa dikota Si ciu ! " "haaahh...haaahh... haah... Sungguh hebat daya ingatanmu sedikitpun tidak salah! " jawab Ma Poo sambil tertawa terbahak2. Ia berhenti sebentar senyuman yang semula menghiasi bibirnya tiba2 lenyap tak berbekas dan segera menyambung lebih jauh; "Barang apakah yang telah dipertaruhakan Wu Popo dengan kalian beberapa orang?" Sebenarnya Siau Ling ingin menjawab tapi akhirnya ia batalkan niatnya itu sambil berpikir didalam hati. "Usia Teng It Lui paling besar semua persoalan memang sudah sepantasnya kalau diselesaikan olehnya.... Berpikir sampai disinipun ia segera membungkam dalam seribu bahasa. Teng It Lui memandang sekejap kearah Siau Ling, kemudian menjawab: "Persoalan ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan kalian bedua, lebih baik janganlah terjunkan diri kedalam air Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo keruh ini" Ma Poo kontan saja tertawa dingin. "Heeeh...heeeeh...hereeh....kami dua bersaudara sudah mengambil keputusan untuk mencampuri urasan ini", serunya, "kalau Teng ji hiap tak mau menjawab sejujurnya, terpaksa kami harus...." "Hmm! Tak ada salahnya untuk memberitahukan kepada kalian", tukas Teng It Lui dengan ketus. Maka diapun segera menceritakan apa yang telah dilakukan Wu Popo untuk mencari harta dengan jalan meracuni semua orang. Selesai mendengarkar kisah cerita itui Ma Poo alihkan sorot matanya keatas wajah Siau Ling lalu berkata. "Tooya mendiami kuil manakah selama ini?"" "Kuil Sam Koan dikolong langit" "Hmm! Tekebur amat perkataanmu itu..." Sorot matanya segera dialihkan keatas wajah Pek li Peng dan melanjutkan "Apakah tosu kecil ini adalah murid too tiang?"?" "Aku rasa persoalan ini tak ada sangkut pautnya dengan dirimu!" Ma Poo kembali tertawa dingin; "Heeehh... heeeehh.. heeehh... Wu Popo sudah kalah bertaruh sehingga kehilangan cucu perempuannya, aku akan menebuskan kembali kekalahannya itu!" "Apakah kalian ingin bertaruh lagi dengan diriku?"" "Sedikitpun tidak salah, yang kita pertaruhkan adalah menghapuskan perjanjianmu dengan Wu Popo serta serahkan kembali cucu perempuannya kepada kami....!" "Pertaruhan macam apakah yang hendak kalian ajukan " Katakan saja secara terbuka aku pasti akan melayani keinginanmu itu." "Kalau kudengar dari nada ucapanmu agaknya belum lama engkau masuk menjadi seorang imam!" seru Ma Poo dengan dahi berkerut Rupanya Siau Ling selalu lupa bahwa dirinya sedang menyaru sebagai seorang imam sehingga dalam berbicara maupun tingkah lakunya selalu pula bertindak mengikuti keadaan sehari-hari. Teng It Lui maupun Ceng Yap Ching sama sama mempunyai perhitungan bahwa ilmu silat yang dimiliki Siau Ling jauh diatas kepandaian mereka, semua persoalan memang sudah sepantasnya kalau dibereskan oleh pemuda itu maka kedua orang itu tetap membungkam dalam seribu bahasa. Ma Poo sendiri dari kisah yang diceritakan oleh Teng It Lui barusan telah mengetahui kalau Wu Popo menderita kekalahan ditangan totiang tersebut, andaikata dia harus bengebrak juga melawan dirinya niscaya dia sendiripun akan menderita kekalahan ditangannya, maka ia berusaha mencari suatu cara bertaruh yang kesempatan bagi pihaknya untuk merebut kemenangan jauh lebih besar. Berpikir sampai disini iapun sengaja berkata: "Kalau aku yang mengajukan usul untuk pertaruhan ini, aku kuatir totiang tak berani untuk menerimanya!" Siau Ling tertawa dingin mendengar perkataan itu, serunya dengan cepat: "katakan saja apa caramu itu. Pinto pasti akan melayani kehendakmu itu...." "Aku ingin bertaruh dengan totiang dengan menggunakan suatu cara yang baru!" ..pertaruhan macam apakah itu?"" ..tontiang pilihkan seekor ular berbisa untukku dan aku akan makan ular itu mentah mentah, setelah itu akupun akan pilihkan seekor ular beracun yang lain untuk totiang, seperti halnya dengan aku, totiangpun harus menghabiskan pula ular beracun itu." Siau Ling sama sekali tidak menyangka kalau mereka dapat mengajukan cara Bertaruh yang aneh dan luar biasa seperti ini, ia jadi tertegun dan untuk beberapa saat lamanya tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Menyaksikan keadaan lawannya, dengan dingin Ma Poo segera berkata: "Aku sudah menduga sejak semula kalau totiang pasti tak berani menerima tantanganku ini, ternyata dugaanku sedikitpun tidak salah " Siau Ling mengerutkan dahinya. "Mencabut gigi dimulut harimau, aku sih pernah mendengar orang hendak bertaruh dengan cara makan ular berbisa?"" serunya. "Ini hari toh totiang sudah mendengarnya sendiri, bahkan melibat dengan mata sendiri. Aku akan menelan ular berbisa itu dalam keadaan hidup2" "Tidak membicarakan soal keracunan atau tidaknya sesudah makan ular beracun tersebut" pikir Siau Ling didalam hati, "cukup meninjau dari keadaan sewaktu makan ular berbisa itu sudah cukup membuat orang merasa muak dan ingin tumpah kalau ia benar2 berani memilih seekor ular berbisanya untuk dimakan, nampaknya hari ini aku bakal menderita kekalahan total ditangan orang ini:" Berpikir sampai disitu ia lantas berkata. "Belum pernah pinto mendengar ada orang yang berani makan ular berbisa dalam keadaan hidup2, aku tidak percaya kalau engkau berani makan ular berbisa itu" "Oleh karena itulah aku menantang dirimu uutuk bertaruh!" sambung Ma Poo dengan cepat; Siau Ling segera alihkan sorot matanya ke atas wajah Teng It Lui, ia berharap dari perubahan wajahnya dapat menemukan suatu petunjuk untuk menghadapi kejadian tersebut, siapa tahu wajah Teng It Lui masih tetap diliputi oleh keraguan dan kebingungan. "Apakah totiang merasa menyesal?" ejek Ma Poo dengan suara dingin. "Apakah pinto sudah menyanggupi caramu itu?"" Pada saat ini Siau Ling sudah tahu bahwa maksud kedatangan sepasang iblis dari propinsi Leng lam ini adalah membantu Siau yau cu untuk menarik Wu Popo serta cucunya membantu komplotan mereka, bagaimanakah ilmu silat yang dimiliki kedua orang nenek dan cucunya untuk sementara waktu tak usah dibicarakan, cukup meninjau dari cara mereka lepaskan racun tanpa meninggalkan bekas sudah cukup membuat orang merasa sulit untuk berjaga2 seandainya didalam pertaruhan ini dia menderita kekalahan dengan Ma Poo sehingga perjanjiannya dengan Wu Popo dibatalkan, dengan kerjasama Wu Popo dengan Su hay kuncu dan para jago lihay dan perkampungan Pek Hoa San cung bukankah berarti keadaan musuh bagaikan harimau yang tumbuh sayap. Tetapi sebagai seorang pendekar yang berjiwa besar, meskipun tahu bahwa persoalan ini menyangkut suatu masalah yang besar, akan tetapi perkataan yang telah diucapkan keluar tak mungkin bisa ditarik kembali. Terdengar Ma Poo tertawa dingin dan berkata. "Kalau totiang merasa menyesal dan ingin membatalkan pertarungan ini sebenarnya tidaklah sulit " "Apakah maksudmu mengucapkan kata kata semacam itu ! " seru Siau Ling dengan dahi berkerut. "Asal totiang sebut gelarmu kemudian mengakui bahwa persetujuanmu itu tidak berlaku lagi, maka kita bisa merundingkan cara bertaruh yang lain...." "Siau Ling tertegun lalu berkata: "andaikaka pinto benar2 sudah menyetujui, tentu saja apa yang telah kusetujui itu tak bisa dibatalkan kembali..." "Hmm.. coba bayangkan, apakah engkau telah menyetujuinya atau tidak?" tukas Ma Poo dengan cepat. Air muka Siau Ling berubah jadi amat serius. Ia segera berseru: "Baik, engkau makanlah dahulu, sayang sekali ditempat ini tidak terdapat ular" Ma Poo tertawa dingin, dari dalam sakunya dia ambil keluar sebuah kantong kain, dari dalam kantong kain itu nampaklah berisikan dua ekor ular yang amat kecil. Panjang kedua ekor ular kecil itu hanya tujuh delapan cun, seluruh tubuhnya berwarna putih berbintik2, berkepala segitiga dan lidahnya yang merah mendesis amat menyeramkan, sekilas memandang dapat diketahui bahwa ular tersebut termasuk sejenis ular yang sangat berbisa. "Nah! Pilihkanlah seekor ular itu untukku" kata Ma Poo dengan suara dingin. Menelan ular berbisa dalam keadaan hidup2 merupakan suatu kejadian yang amat langka dalam dunia persilatan, air muka Teng It Lui serta Ceng Yap Ching seketika berubah hebat setelah menyaksikan kesemuanya itu, Dengan pandangan dingin Siau Ling memandang sekejap kearah Ma Poo, lalu ujarnya: "Agaknya setiap waktu dan setiap saat kalian selalu bersiap sedia untuk bertaruh makan ular berbisa dengan orang. Maka ular2 itu selalu dibawa didalam saku!" "Ular itu adalah ular hidup masa diantaranya masih ada yang palsu, lagipula didalam pertarungan ini engkaulah yang jauh lebih beruntung daripada diriku" "Jauh lebih beruntung?" Dalam hal apa k mi lebih beruntung?"?" "Asal aku makan seekor ular dan totiang pun makan seekor ular berbisa. Maka kemenangan sudah berada dipihakmu" "Jadi kalau begitu engkau sudah menduga kalau aku tak berani makan ular itu?"" "Semoga saja totiang berani makan, sehingga aku bisa kalah dalam keadaan yang benar2 puas..." Setelah berhenti sebentar, tambahnya: "Harap totiang suka pilihkan seekor ular beracun untukku" Memandang kedua ekor ular berbisa itu mempunyai bentuk serta potongan yang tidak berbeda Siau Ling segara menuding salah satu diantaranya sambil berkata: "Yang ini saja" Ma Poo segera menangkap bagian tujun cun dari ular berbisa itu. Dengan ditangkapnya bagian yang penting itu, ular tadi tidak berkutik lagi. Ia segera memasukkan ular tersebut kedalam mulut, dan ekor sampat keatas kepala segera dilalap dengan nikmatnya. Siau Ling membelalakkan sepasang matanya bulat2. Dengan wajah tertegun ia saksukan Ma Poo menghabiskan ular berbisa itu hingga sama sekali tak ada sisanya. Pada waktu itu semua orang yang hadir ditempat itu sama2 menyaksikan jalannya peristiwa dengan wajah tegang, suasana sepi tak kedengaran sedikit suara pun. Jelas, perbuatan Ma Poo dengan menghabiskan ular berbisa itu dalam sekali lahapan telah membuat semua orang berdiri terbelalak dengan melongo. Setelah menghabiskan ular berbisa itu, Ma Poo segera alihkan sorot matanya keatas wajah Siau Ling sambil berkata "Totiang sekarang tiba giliranmu!" Secara diam2 Siau Ling telah memperhatikan bagaimana caranya dia menangkap ular berbisa itu. Seperti halnya dengan apa yang dilakukan Ma Poo barusan. Bagian tujuh cun dari ular tadi segera dicekal. Memandang tubuh ular berbisa itu yang peouh dengaan bintik putih, diam2 Siau Ling merasakan arak dan makanan yang sudah berada didalam perutnya terasa mau tumpah semua, Akan tetapi ketika ia teringat kembali akan keselamatan dunia persilatan. Bagaimanapun juga terpaksa harus dimakan juga ular beracun itu, maka dia segera pejamkan matanya dan masukan ekor ular itu kedalam mulutnya. Namun sebelum ia sempat meneruskan perbuatannya, Tiba-tiba ujung bajunya ditarik orang. Disusul terdengarlah Pek li Peng berbisik dengan suara lirih "Lebih baik mengaku kalah saja!" Jari tengah dan telunjuk tangan kanannya segera dikerahkan tenaga dan secara tiba tiba dikebaskan keatas tubuh ular berbisa yang berada dicekalan Siau Ling sehingga tersampok jatuh keatas tanah sambil menggandeng tangan Yong ji maju kedepan katanya; "Orang ini kuserahkan kembali kepadamu kami mengaku kalah." Ma Poo menerima Yong ji dan menepuk bebas jalan darahnya kemudian mengambil ular berbisa yang jatuh ditanah dan dimasukkan kembali kedalam sakunya. "Maaf.. maaf..." katanya sambil memberi hormat. "Hmmm dalam pertaruhan kali ini kami mengaku kalah" ujar Pek li Peng dengan ketus, tapi aku harap kalian semua janganlah sampai bertemu kembali dengan kami sebab dalam pertemuan selanjutnya kita harus mengandalkan kepandaian silat yang sesungguhnya untuk menentukan mati hidup tidak mungkin kami akan menantang dirimu untuk melakukan pertaruhan makan ular lagi" Ma Poo sama sekali tidak menjawab dengan membawa serta Wu Popo sekalian mereka segera berlalu dari sana. Dalam sekejap mata bayangan tubuh mereka telah lenyap dari pandangan Sepeninggalnya beberapa orang itu, Siau Ling menghela napas panjang katanya; "Aku benar benar merasa amat menyesal, pertaruhan yang berhasil kumenangkan akhirnya kalah kembali!" "Pertaruhan makan ular bukanlah perbuatan yang bisa dilakukan oleh setiap orang", sahut Cheng Yap Cing dari samping "Propinsi Leng lam adalah daerah penghasil ular beracun, mungkin saja sedari kecil dahulu mereka sudah berlatih makan ular berbisa, "Sekalipun sedari kecil mereka sudah berlatih kepandaian makan ular berbisa dalam keadaan hidup, belum tentu mereka berani menelan pula leher ular serta kantong berisi racunnya kedalam perut, aku rasa dibalik kesemuanya itu pasti sudah terselip suatu tipu muslihat yang licin" sambung Teng It Lui dengan cepat. Siau Ling mengangguk, "Ia selalu membawa serta dua ekor ular beracun, itu berani bahwa setiap saat ia telah bersiap sedia untuk bertaruh dengan siapapun juga... Orang itu memang sangat berbahaya." "Sekarang kita tak usah membicarakan persoalan ini lagi "tukas Pek li Peng dari samping, "apakah dibalik kejadian itu terselip tipu muslihat atau tidak yang penting kita sudah Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menderita kekalahan ditangan mereka. Persoalan yang paling penting pada saat ini adalah bagaimana caranya untuk menangkap kembali orang itu, tadi aku sudah terangkan kepada mereka jikalau sampai bertemu lagi dikemudian hari maka kita tak akan bertaruh lagi dengan mereka tapi akan bertarung dengan andalkan ilmu silat yang dimilikinya.." Ia memandang sekejap kearah Siau Ling, kemudian melanjutkan: "Andaikata Wu Popo itu sangat berbahaya bagi keselamatan dunia persilatan maka kita tak boleh lepaskan mereka dengan begitu saja kita harus segera melakukan pengejaran dan membasmi mereka dari muka bumi". "Sangat masuk diakal" sahut Teng It Lui dengan cepat, "Sekarang juga mari kita susul mereka" Sesudah membayar rekening rumah makan berangkatlah mereka untuk melakukan pengejaran. Berbubung Siau Ling serta Pek li Peng sama-sama tidak menunggang kuda maka Teng It Lui serta Ceng Yap Ching pun rneninggalkan kudanya untuk melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Dalam pada itu senja hari telah menjelang tiba, pandangan disekeliling tempat itu mulai kelihatan samar2, Keempat orang itu segera mengambil jalan raya dan terus mengejar kearah depan. Malam semakin kelam.. orang yang melakukan perjalanan pun sudah tak nampak lagi,membuat suasana jalan raya itu hening sepi dan menyeramkan. Dengan andalkan sepasang matanya yang tajam Teng It Lui menyapu sekejap kesekeliling tempat itu, namun sejauh pandangannya sama sekali tidak nampak cahaya lampu, ia segera berkata: "Perjalanan yang bakal kita tempuh benar-benar sunyi dan jauh dari keramaian, empat penjuru di sekeliling tempat ini agaknya tidak terdapat dusun atau rumah penduduk" Tiba-tiba Siau Ling teringat sesuatu, ia segera berkata; "Aku rasa Wu Popo masih tak akan rela menderita kerugian dengan begitu saja, mereka pasti akan berusaha untuk membalas dendam terhadap kita semua, sepanjang perjalanan kita harus bertindak sangat hati2 sehingga tidak sampai jatuh kecundang ditangan mereka." "Dalam kolong langit benar2 banyak terdapat kejadian yang serba aneh" kata Ceng Yap Ching dari samping, "kau percaya dan yakin bahwa semua gerak gerik serta perbuatan dari Wu Popo serta cucu perempuannya telah kuperhatikan dengan seksama, akan tetapi aku tidak berhasil melihat jelas bagaimana caranya mereka turun tangan untuk melepaskan racun keji itu, nampaknya ilmu silat bukanlah satu2nya sumber pokok yang kisa dipengunakan untuk mencari kemenangan dalam dunia persilatan." Sementara pembicaraan masih berlangsung sampailah mereka dibawah sebuah pohon besar. Tiba2 Pek li Peng berseru tertahan dan menjerit: "Aaah!Apakah itu?"" Siau Ling sekalian segera hentikan langkah kakinya dan menengadah keatas, tampaklah sesosok mayat mengantung diatas pohon besar. Meskipun kegelapan malam sudah mencekam diseluruh jagad, akan tetapi dengan ketajaman mata beberapa orang itu,mereka dapat melihat jelas bahwasanya benda itu adalah sesosok mayat. "Agaknya sesosok mayat ?"" bisik Ceng Yap Ching dengan suara lirih. "Mungkin seseorang telah dibunuh orang" sambung Teng It Lui, . "Sedikitpun tidak salah pohon besar ini tingginya mencapai tiga tombak lebih, jarak antara mayat itu dengan tanahpun masih ada satu tombak lima depa. Kalau orang itu mencari mati tak mungkin keadaannya demikian." Sambil berkata jago muda dari partai Butong ini segera cabut keluar sebilah pedang Ji kiam yang terselip dipinggangnya dan sekali ayun, pedang pendek itu laksana kilat segera berkelebat kearah depan. Gerakan tangannya benar-benar luar biasa dimana cahaya pedang itu berkelebat lewat, tali penggantung itu segera terkena babat sehingga putus menjadi dua. Setelah tali penggantungnya patah jadi dua bagian, mayat itupun segera terjatuh kebawah. Ceng Yap Ching segera loncat maju kedepan menyambut jatuhnya mayat itu. Ketika dilihat dengan seksama ia segera menjerit dengan hati terkesiap: "Aaah...!Wu Popo..." Terhadap Wu Popo yang bermuka jelek rupanya ia sudah menaruh perasaan waswas yang amat tebal, sekalipun yang ditemukan hanya mayatnya namun tak dapat membendung rasa kagetnya yang luar biasa, cekalannya jadi mengendor dan mayat itu segera terjatuh keatas tanah. Sreeet..! Desiran ringan berkelebat, pedang Jit siu kiam itu terjatuh kembali keatas tanah. Pedang Jit siu kiam milik Ceng Yap Ching tersebut adalah pedang yang dibuat dari baja murni hasil gunung Thin san yang berusia seribu tahun, pedang itu dibuat oleh ciangbunjin partai Butong dua angkatan sebelumnya, bukan saja kuat sekali bahkan tajam luar biasa dan amat berharga sekali, tanpa memperdulikan keadaan dari Wu Popo lagi, buru2 ia ambil kembali pedang pendeknya dan segera disorenkan kembali kedalam sarungnya. Baik Teng It Lui maupun Siau Ling sekalian sama-sama sudah menaruh perasaan was-was yang amat tebal terhadap diri Wu Popo, oleh karena itu semua orang sama-sama tidak menggerakkan mayatnya. Teng It Lui memandang sekejap tubuh Wu Popo yang menggeletak diatas tanah, kemudian bisiknya: "Kejadian semacam ini tak mungkin terjadi, kenapa dia bisa dibunuh orang dan mayatnya digantung diatas pohon?"" Ketika beradu tenaga dengan Wu Popo sewaktu berada dirumah makan tadi, secara diam2 Siau Ling telah mengenakan sarung tangan kulit ular berusia seribu tahun, oleh karena itu dia sama sekali tidak keracunan setelah memandang sekejap kearah mayat Wu Popo, sianak muda itu kembali mengenakan sarung tangan kemudian berjongkok disisi tubuhnya dan memeriksa pernapasannya. "Jangan sentuh dirinya!' Teriak Pek li Peng dengan suara keras. 'Tidak mengapa!" jawab Siau Ling sambil tersenyum, ia julurkan tangannya dan memeriksa pernapasan nenek itu. Teng It Lui agak jera menghadapi nenek bermuka jelek itu, ia tak berani berjalan terlalu dekat, segera serunya. "Bagaimana ?" Dia sungguh2 sudah mati" Atau pura2 mati ?" "Sungguh sungguh sudah mati ! aneh siapa yaa yang sudah bunuh nenek tua itu!" gumam Teng It Lui keheranan, kalau dibilang sepasang iblis dari propinsi Lenglam yang sudah mengerubuti dirinya, meskipun tidak sampai menderita kekalahan ditangannya tetapi kalau ingin membunuh nenek itu bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, apalagi cucu perempuannya tentu akan membantu nenek itu ?"" Dengan sorot mata yang tajam Siau Ling segera memeriksa raut wajah mayat itu, kemudian katanya: "Aku rasa yang mati bukanlah Wu Popo yang asli! " Sambil berkata ia segera mencengkeram raut wajah mayat itu sedikitpun tidak salah segera terlepaslah selembar topeng kulit manusia. Teng It Lui maupun Ceng Yap Ching segera memeriksa wajah mayat itu, ternyata yang mati adalah seorang nenek tua. Ceng Yap Ching segera menggertak giginya rapat rapat dan berseru : "Wu Popo benar benar berhati kejam, telengas dan tak kenal peri kemanusiaan, untuk mencarikan pengganti bagi dirinya, ternyata ia telah membinasakan seorang nenek tua yang sama sekali tak ada sangkut paut dengan dirinya." "Kalau lain kali kita bertemu muka lagi dengan dirinya, jiwa nenek jahat itu tak boleh diampuni lagi." "Oooh toako menurut penglihatanmu orang ini sudah mati berapa lama?"?" tanya Pek Li Peng. Dengan seksama Siau Ling mengawasi wajah nenek tua itu beberapa saat lamanya, kemudian menjawab: "Agaknya belum terlalu lama!" Pek li Peng tersenyum dan segera berjongkok sambil memegang dada nenek tua itu, kemudian katanya: "Hawa panas ditubuhnya belum hilang, jelas kematiannya terjadi belum lama berselang!" Ternyata Siau Ling tak mau langsung periksa dada nenek tua itu sebab pihak lawan adalah wanita, kendatipun sudah tua peyot dan jadi mayat. Pek li Peng menengadah memandang sekejap kearah Teng It Lui lalu berkata dengan lantang: "Locianpwee pengetahuan dan pengalamanmu luar sekali, apakah engkau dapat menebak apa maksud serta tujuan Wu Popo membunuh seorang nenek tua untuk menyaru sebagai dirinya ?" "Kalau dugaanku tidak salah tujuannya pasti akan melepaskan racun dengan menggunakan cara ini" Tiba tiba.... Ploook! Segumpal bubuk halus terjatuh dari tubuh mayat itu dan segera menyebar keempat penjuru. Siau Ling amat terperanjat, buru2 ia loncat mundur kebelakang untuk menghindarkan diri. Terdengarlah suara gelak tertawa yang amat keras bagaikan jeritan kuntilanak bergema memecahkan kesunyian disusul seseorang berseru: "Sedikitpun tidak salah aku hendak melepaskan racun diatas tubuh kalian semua!" Bersamaan dengan bergemanya suara bentakan itu, sesosok bayangan hitam melayang turun dari atas pohon. Teng It Lui, Ceng Yap Ching serta Pek li Peng sama-sama menaruh perasaan jeri terhadap kelihayan Wu Popo didalam melepaskan racun, tetapi mereka sama sekali tidak menduga kalau Wu Popo bakal memasang racunnya diatas mayat seorang nenek tua yang disaru bagaikan wajahnya. Mendengar seruan tersebut mereka tersentak kaget dan segera loncat mundur kebelakang, namun pada saat itulah segulung bau harum yang sangat aneh secara lapat2 masuk kedalam lubang hidung mereka, membuat orang-orang itu segera tutup napas. Siau Ling segera alihkan sorot matanya kearah bayangan hitam yang baru saja melayang turun dari atas pohon itu, sedikitpun tidak salah! Ternyata bukan lain orang itu adalah Wu Popo, hal ini membuat hatinya jadi amat gusar. Sambil tertawa dingin segera ujarnya "Caramu ini benar2 keji dan jahat sekali!" "Selamanya aku tak pernah memikirkan dengan cara apa aku harus turun tangan, yang penting adalah bagaimanakah pembalasan dendam yang kulakukan itu bisa terwujud!" Tetapi engkau jangan lupa, sebelum kami keracunan hebat masih ada sisa kekuatan yang kami miliki untuk membinasakan dirimu" "Akan tetapi dalam melepaskan racun kali ini aku telah mempergunakan cara yang paling cepat dan paling dahsyat." Tiba2 Siau Ling miringkan badannya kemudian menerjang kearah nenek bermuka jelek itu. Wu Popo sepera ayunkan tangan kanannya kedepan, segumpal kabut berwarna putih dengan cepat menerjang kearah depan. Siau Ling mengerutkan dahinya, diam2 ia haturkan hawa murninya dan balas melancarkan satu pukulan kedepan. Pukulan ini benar2 luar biasa sekali, segulung angin pukulan yang sangat kuat dengan cepat menerjang kearah tubuh nenek tua itu. Kabut putih yang sedang meluncur dating sesudah termakan oleh angin pukulan Siau Ling yang kuat itu segera mencelat balik dan melayang kembali kearah tubuh Wu Popo. Dengan cepat Wu Popo meloncat dan menghindarkan diri dari datangnya ancaman tersebut. Menggunakan kesempatan tersebut Siau Ling loncat maju kedepan, telapak kirinya membabat dengan gerak melintang sementara tangan kanannya laksana kilat mencengkeram urat nadi nenek itu. Rupanya Wu Popo sudah mengetahui akan kelihayan dari Siau Ling, ia tarik napas panjang2 kemudian loncat mundur lima depa kearah belakang. Napsu membunuh menyelimuti seluruh wajah Siau Ling, jarinya menyentil kedepan dan ia lancarkan serangan dengan ilmu Sian ci sinkang. Segulung desiran angin tajam segera berkelebat menembusi angkasa dan langsung menyerang kemuka. Baru saja Wu Popo berdiri tegak, angin serangan yang dilancarkan iga Wu Popo! Terdengar nenek tua bermuka jelek itu mendengus berat. Badannya tergetar mundur dua langkah ke belakang hingga jatuh terduduk diatas tanah. Siau Ling segera menerjang maju kedepan siap melancarkan totokan untuk menghajar jalan darahnya, tiba2 dari arah belakang berkumandang datang suara benda berat terjatuh keatas tanah.... Ia segera berpaling kebelakang tampaklah Teng It Lui, Ceng Yap Cing serta Pek li Peng sudah roboh terkapar diatas tanah, hal ini membuat hatinya jadi tertegun. Pada saat itulah terdengar suara Wu Popo yang lirih berkumandang datang memecahkan kesunyian: "Mereka semua telah keracunan hebat!" "Kenapa aku sama sekali tidak merasakan sesuatu apapun?" ejek Siau Ling dengan nada dingin. "Akupun sedang merasa keheranan",setelah berhenti sebentar sambungnya, "aku tidak percaya kalau tenaga dalam yang engkau miliki telah mencapai pada taraf tidak mempan terhadap segala macam serangan racun". Dalam hati kecilnya Siau Ling segera berpikir: "Perduli siapapun dan tenaga dalamnya telah mencapai puncak kesempurnaan yang bagaimanapun, tak mungkin dia bisa kebal terhadap serangan racun, andaikata akupun Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo keracunan dan sampai sekarang racun itu belum mulai bekerja, dibaiik kejadian ini pasti terdapat latar belakang lainnya." Berpikir sampai disini ia lantas berkata, "Walaupun ketiga orang itu keracunan, belum tentu mereka bakal mati, tapi engkau sudah pasti bakal mati diujung telapakku!" Tiba2 ia maju dua langkah kedepan, telapak kanannya segera diayun kedepan. "Jangan kau lukai nenekku!" tiba2 satu jeritan lengking berkumandang datang. Bersamaan dengan bergemanya suara itu, sesosok bayangan manusia melayang turun dari atas pohon besar, dia bukan lain seorang gadis berpakaian ringkas: Kepalanya memakai kain pengikat berwarna hijau, sebilah pedang tersoren pada punggungnya, rasa panik dan gelisah mencekam raut wajahnya yang manis dan menawan itu. Rupanya gadis itu sudah menyadari bahwa kepandaian silat yang dimilikinya masih bukan merupakan tandingan dari Siau Ling, oleh sebab itu ia sama sekali tidak menunjukkan sikap untuk melakukan serangan. Siau Ling mendengus dingin lalu berkata: "Nenekmu pandai sekali menggunakan racun keji, lagipula jadi orang tidak berhati bajik, kalau manusia semacam ini dibiarkan hidup dikolong langit entah berapa banyak orang yang bakal dkelakai olehnya. Nenekmu tak dapat dibiarkan hidup" "Kalau engkau tidak bersedia mengampuni jiwa nenekku, masa engkaupun sama sekali tidak berminat untuk menyelamatkan jiwa rekan-rekanmu itu?"" Tanya Wu Yong dengan sedih. "Sekalipun nenekmu sudah mati. Nona ton masih hidup dikolong langit, aku rasa nona masih memiliki kemampuan untuk membebaskan mereka dari pengaruh racun." "Kalau engkau binasakan nenekku yang selama ini hidup berdampingan dengan diriku, apakah engkau anggap aku bersedia pula membantu dirimu untuk membebaskan kawan2mu dan pengaruh keracunan?"" "Aku rasa pada waktu ini nona tak dapat mengambil keputusan dengan sekehendak hatimu sendiri." "Orang yang beribadah paling mengutamakan kebajikan dan perasaan welas kasih", seru Wu Yong dengan gusar, "engkau toosu hidung kerbau berhati kejam dan telengas hm mm! Sedikitpun tidak mencerminkan kebesaran jiwa seorang manusia yang beribadah." Selama Siau Ling bertindak dan mengambil keputusan dengan berdasarkan kebesaran jiwanya. Kali ini berhubung dia menaruh perasaan was2 terhadap kelihayan nenek itu didalam melepaskan racun, timbullah niatnya untuk membinasakan Wu Popo sehingga melenyapkan bibit bencana bagi umat persilatan di kemudian hari. Kemudian ia baru paksa Wu Yong untuk menyerahkan obat pemunah serta memusnahkan kepandaian silatnya, Siapa tahu Wu Yong telah mencaci maki dirinya dengan kata2 yang tajam, hal ini membuat Siau Ling jadi terbelalak dan gelagapan, untuk beberapa saat lamanya ia tak mampu mengucapkan sepatah katapun. "Bunuhlah aku! "kembali Wu Yong berseru "setelah engkau binasakan nenekku, aku pun akan bunuh diri menyusul nenek kealam baka. Kami dua lembar jiwa harus ditukar dengan kalian tiga lembar jiwa, sekalipun harus mati aku rasa kami akan mati dengan mata meram" "Kalau obat pemunah itu berada didalam saku kalian berdua, setelah pinto membinasakan kalian berdua, obat pemunah itu toh dapat kutemukan pula didalam saku kalian" Wu Yong segera tertawa dingin, jengeknya. "heeeh...heeeh...heeeh... racun yang bersarang ditubuh mereka adalah sejenis racun keji hasil campuran pelbagai macam2 yang dilakukan oleh nenekku sendiri, kalau engkau tidak mengerti bagaimana caranya mencampurkan bahan2 obat itu, darimana pula jiwa mereka bertiga dapat kau selamatkan?"" Wu Popo yang duduk diatas tanab tiba2 loncat bangun, tangan kanannya diayun menunjukkan gerakan seakan2 sedang melepaskan senjata rahasia... Siau Ling sendiri menyatakan bahwa ilmu sentilan Sian ci sinkangnya masih belum berhasil mencapai puncak kesempurnaan, tempat yang dituju meskipun tepat sekali, dan serangan yang barusan dia lancarkan meskipun bersarang telak ditubuh Wu Popo, namun belum tentu melukai dirinya secara telak, karena itu meskipun sedang bercakap2 dengan Wu Popo namun seluruh perhatiannya ditujukan untuk mengawasi semua gerak gerik dari nenek bermuka jelek itu. Tatkala dilibatnya Wu Popo loncat bangun dari atas tanah, ia segera menerjang maju kedepan sambil melancarkan sebuah serangan. Gerakan tubuhnya amat cepat bagaikan sambaran kilat, serangan yang dilancarkan olehnya itu dengan telak bersarang diatas bahu kanan nenek tua bermuka jelek itu. :Blaaam...! Tubuh Wu Popo yang baru saja hendak bangkit berdiri, setelah termakan lagi oleh serangan dari Siau Ling itu, badannya terjungkal sejauh empat lima depa keluar dan roboh terkapar kembali diatas tanah... Wu Yong menggerakkan tangan kanannya, pedang panjang segera dicabut keluar dari dalam sarungnya, cahaya tajam berkilauan dan ia mengirim sebuah lusukan maut kearah tubuh Siau Ling. Sianak muda itu mengigos kesamping tangan kanannya berputar dan mencengkeram ujung pedang lawan yang sedang menyapu datang itu. Wu Yong segera memutar pedangnya dengan sekuat tenaga, maksudnya ia hendak membabat kutung beberapa ruas jari tangan Siau Ling yang sedang mencengkeram senjatanya itu. Siapa tahu tangan kanan Siau Ling yang mencengkeram pedangnya itu kuat bagaikan sebuah jepitan baja, keras dan kuat, sekalipun Wu Yong sudah mencoba dengan sekuat tenaga, bukan saja ia gagal untuk mengutungkan jari2 tangan Siau Ling, bahkan uutuk menggerakan pedangnya barang satu dimpun ia tak mampu. Setelan mengetahui sampai dimanakah taraf kepandaian silat yang dimiliki lawannya sadarlah Wu Yong bahwa dia masih bukan tandingan sianak muda itu, sambil melepaskan pedangnya ia segera lari kesisi tubuh Wu Popo dan menangis tersedu sedu. Suaranya merdu dan menawan hati, meskipun sedang menangis akan tetapi suaranya tetap mempesonakan hati orang. Siau Ling yang menyaksikan kejadian itu segera mengerutkan dahinya, lalu menegur "Eeeeei... Kenapa engkau?"" "Engkau hendak membunuh nenekku, lebih baik bunuhlah juga diriku" "Aaaaai.. perempuan... perempuan selamanya kaum hawa paling susah dilayani" pikir Siau Ling didalam hati, Segera ujarnya dengan suara lantang "Bukankah nenekmu sudah terlalu banyak membunuh orang?"?"". "Tingkah laku nenekku memang agak aneh dan sukar dijajaki oleh manusia, akan tetapi dalam ingatanku belum pernah ia bersungguh sungguh membunuh orang", jawab Wu Yong dengan cepat. "Hmm! Sungguhkah perkataan nona itu?" "Kalau aku bicara bohong barang sekejap pun, biarlah aku mendapat kematian dalam keadaan yang mengerikan!" "Nona tak usah bersumpah, baiklah aku tidak akan membinasakan dirinya." "Dapat dipercayakah perkataanmu itu?" tanya Wu Yong sambil menghapus air mata yang membasahi wajahnya. "Seorang pria sejati tidak akan bicara bohong apalagi menjilat kembali ludah yang telah dikeluarkan, akan tetapi ada suatu hal pinto pun mengharapkan bantuan nona." "Persoalan apa", tanya Wu Yong sambil tertawa. ---oo0dw0oo--- Jilid : 17 "ENGKAU harus selamatkan dahulu ketiga orang rekanku, kecuali membebaskan mereka dari pengaruh racun, engkaupun harus berjanji pula tak akan mengganggu kami lagi." "Oooh...! tentu saja," sahut gadis itu, ia segera memayang bangun neneknya dan berseru: "Ooooh...nenek, obat pemunahnya berada dimana?" "Disebelah kiri, dalam kantong ketiga!" Wu Yong segera menyingkap baju warna hitam yang dikenakan Wu Popo, dari balik baju dalamnya ia cari saku nomor tiga diantara belasan buah saku lainnya. Siau Ling yang menyaksikan kejadian itu diam2 segera Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan 11 Pendekar Gila 2 Kumbang Hitam Dari Neraka Nurseta Satria Karang Tirta 3