Ceritasilat Novel Online

Darah Pendekar 4

Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo Bagian 4 kagetnya, hampir saja senjata di tangan mereka itu terlepas karena tangan mereka tiba - tiba gemetar keras. Yang memiliki mata dingin menyeramkan itu bertubuh tinggi kurus dengan jubah dan pakaian hitam mengkilat dari sutera halus. Inilah gambar si Raja Kelelawar se-perti yang pernah mereka dengar dari dongeng ! Pek - pi Siauw - kwi sendiri menjadi kaget setengah mati. Ia terkenal memiliki ginkang yang hebat, akan tetapi kini ia sama sekali tidak mengetahui akan kedatangan iblis ini, yang tahu - tahu berada di sampingnya, seolah - olah kemunculannya itu menggunakan ilmu iblis dan pandai menghilang saja. Iblis berpakaian hitam ini berdiri dekat sekali di sampingnya, antara ia dan Jai- hwa Toat-beng-kwi si cabul pesolek. Tadi ia mengira bahwa yang berdiri dekat sekali dengannya itu adalah si cabul, demikian pula dengan Jai - hwa - cat itu, yang mengira bahwa yang berdiri di dekatnya adalah si Maling Cantik. Maka, setelah kini keduanya mengetahui bahwa si iblis itu yang datang dan berada dekat dengan mereka, keduanya mundur ketakutan dan cepat-cepat menjauh dengan jantung berdebar dan muka pucat. Dari dalam kuil, tujuh orang pendekar itu me-mandang dengan penuh perhatian dan mereka semua merasa betapa darah mereka berjalan ken-cang, jantung mereka berdebar keras. Dari tempat mereka bersembunyi, mereka dapat melihat jelas. Iblis itu memang mirip gambaran tentang si raja iblis itu, pergi datang tanpa suara seperti pandai menghilang, saking tinggi ginkangnya. Mereka bertujuh sejak tadi selalu memperhatikan keadaan di luar kuil, namun merekapun tidak melihat da-tangnya Raja Kelelawar itu, tahu - tahu tokoh itu sudah muncul di situ. Sementara itu, melihat ke kiri, ke arah Pek-pi Siauw-kwi yang mundurmundur ketakutan, iblis berpakaian hitam itu tertawa. Suara ketawanya juga bernada tinggi, seperti suara ketawa wanita lalu terdengar suaranya yang berwibawa, meme-rintah, "Anak manis, ke sinilah engkau!" Tangan-nya menggapai ke arah maling wanita yang memang berwajah cantik manis itu. Pek - pi Siauw - kwi adalah seorang wanita to-koh kaum sesat yang sudah lama malang melintang di dunia kejahatan sebagai maling tunggal dan ia tidak pernah takut terhadap siapapun juga. Akan tetapi sekali ini, seperti seorang anak kecil melihat sesuatu yang menakutkan, ia mundur-mundur dan menggeleng - geleng kepala sebagai tanda bahwa ia tidak mau mendekati iblis itu, matanya terbelalak dan mukanya agak pucat. Menghadapi penolakan si Maling Cantik, iblis itu mengerutkan alis dan sinar matanya berkilat, lalu dia menggerakkan lengannya ke arah wanita itu dan biarpun kakinya tidak kelihatan melangkah, tahu - tahu dia telah berada dekat wanita itu. Pek-pi Siauw - kwi mencoba untuk mengelak dan me-. loncat untuk menghindarkan diri. Akan tetapi, tiba - tiba saja ia merasa ada tenaga aneh meng-himpitnya dari semua penjuru, yang membuatnya sukar untuk bergerak. Ketika matanya yang keta-kutan itu memandang dan bentrok dengan sinar mata iblis itu, tenaganya mendadak menjadi lemas dan tubuhnya terkulai. Di lain saat tubuhnya sudah dirangkul oleh si iblis yang menggunakan jari - jari tangannya untuk menggerayangi tubuh yang gempal padat itu tanpa si Maling Cantik dapat mencegah sama sekali. Ia hanya menangis ketakutan setengah mati. "Ha - ha, engkau boleh juga..., engkau tidak merusak tubuhmu.... hemm, manis!" Si iblis mencium kulit yang putih itu dan si Maling Cantik menggigil, seluruh bulu tubuhnya meremang. Tiat-ciang Ciong Lek, perampok tunggal yang tubuhnya kekar dan tidak berbaju itu merasa panas isi perutnya melihat betapa rekannya dihina seperti itu. Tadinya dia sendiripun merasa takut dan jerih terhadap si iblis, akan tetapi melihat betapa rekannya mengalami penghinaan, hatinya KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ terbakar dan sesaat dia lupa akan rasa takutnya. Dia mengeluarkan suara menggeram dan bagaikan seekor singa menerkam, dia sudah menggerakkan golok besarnya dan meloncat terus membacokkan golok besarnya itu ke arah punggung iblis yang masih menggerayangi dan menciumi si Maling Cantik itu. Si iblis itu diam saja dan agaknya tidak melihat serangan ini, sedikitpun tidak mengelak atau menangkis, masih menciumi kulit leher yang lunak itu. Semua orang yang melihat serangan ini menahan napas. "Singgg...... dukkk !!" Jilid V BACOKAN golok yang berdesing itu tepat mengenai punggung yang tertutup mantel hitam, membacok dengan kuat sekali, akan tetapi golok itu mental dan mantel itu sedikitpun tidak robek, apa lagi punggungnya. Agaknya terasapun tidak oleh si iblis itu. Tentu saja semua orang, termasuk mereka yang bersembunyi di dalam kuil, terkejut, kagum dan gentar sekali menyaksikan kehebatan iblis itu. Kiranya, iblis inipun menggunakan mantel pusaka yang menurut dongeng memang kebal terhadap segala macam senjata. Kembali terbukti ciri khas dari si Raja Kelelawar ! Setelah bacokan itu mental, barulah iblis itu menoleh dan melepaskan tubuh Maling Cantik yang tadi dipeluknya. Wanita cantik itu terhuyung dan kedua kakinya masih terasa lemas, akan tetapi semangatnya pulih kembali setelah ia dilepaskan dan ia hanya dapat memandang jerih. Kini Tiat-ciang Ciong Lek yang berdiri seperti terpesona memandang iblis itu dan dia bergidik melihat be-tapa sepasang mata yang mencorong itu dingin sekali terasa menusuk jantungnya. Biarpun iblis itu tidak membuka mulutnya, akan tetapi terdengar ada suara siulan dari bibirnya. Siulan ini dijawab oleh suara mencicit dan kelepak sayap. Ternyata binatang kelelawar raksasa yang tadi bergantung di dahan pohon, sudah terbang ke atas lalu menu-kik ke bawah, ke arah si perampok tunggal Ciong Lek! Perampok ini tentu saja cepat menggerak-kan goloknya untuk melakukan perlawanan, akan tetapi tiba - tiba saja dia tidak mampu bergerak goloknya masih diangkatnya tinggi - tinggi dan tu-buhnya seperti mendadak menjadi kaku. Kelela-war raksasa itu meluncur dan menyambar. "Plokk !" Kelelawar itu menerkam ke arah leher si perampok tunggal, mencengkeram leher itu se-bentar dan ketika binatang ini terbang lagi, nampak darah menyembur keluar dari urat nadi leher yang putus tergigit dan terhisap oleh kelelawar itu ! Si perampok tunggal Tiat - ciang Ciong Lek terbela-lak, lalu terdengar lehernya mengeluarkan pekik mengerikan dan tubuhnya terguling dan roboh atas tanah, berkelojotan sebentar lalu terdiam ka-rena darahnya habis, sebagian terhisap kelelawar itu dan sebagian lagi membanjir keluar. Semua orang memandang dengan mata terbelalak dan muka pucat. Kembali si iblis mengeluarkan suara ketawa yang menyeramkan, ketawanya mencicit seperti bunyi kelelawar atau bunyi tikus - tikus bercanda. "Masih ada lagi yang meragukan kemampuanku dan ingin melawanku ?" terdengar dia bertanya sambil memandang ke sekeliling. Tidak ada yang berani menjawab biarpun yang hadir adalah tokoh-tokoh dunia hitam yang biasanya sewenang-wenang dan tidak mengenal takut. Agaknya, nama Raja Kelelawar sudah sedemikian besar pengaruhnya, ditambah kekejaman iblis ini yang mengaku sebagai keturunan Raja Kelelawar, juga kelihaiannya membuat semua orang maklum bahwa mereka berhadapan dengan orang yang pandai sekali. Sin - go Mo Kai Ci si Buaya Sakti dan San - hek-houw si Harimau Gunung adalah dua di antara Sam - ok yang dianggap merajai para anggauta liok - lim di bidang masing - masing. Selama ini, mereka bertigalah yang berdaulat penuh dan dita-kuti semua penjahat, balikan kalau di antara penjahat timbul pertikaian, mereka inilah yang dianggap berhak untuk mengadili dan menjatuhkan keputus-an. Kini muncul si iblis yang mengerikan, dan tentu saja kalau iblis ini hendak mengangkat diri sendiri menjadi datuk kaum sesat, hal ini sama dengan merendahkan nama Sam-ok sebagai raja-raja kaum sesat. Akan tetapi, mereka berdua adalah orang - orang yang berilmu tinggi dan yang dapat melihat bahwa iblis yang baru muncul ini memang hebat bukan main. Si Buaya Sakti dan si Harimau Gunung yang tadi hampir saja berhantam sendiri kini KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ saling pandang dan dari pandang mata ini mereka sudah bersepakat untuk bersama sama menghadapi pendatang baru yang mengancam ke-dudukan mereka ini. San-hek-houw lalu melangkah maju dan ran-tai yang ujungnya bertombak itu telah diiilitkan- nya di pinggang. Dia membungkuk sebagai tanda penghormatan, lalu berkata, suaranya lantang agar terdengar oleh semua tokoh yang hadir. "Kami semua tentu saja mengenal nama mendi-ang yang mulia Bit - bo - ong dan menganggap be-liau sebagai datuk atau raja kami yang kami mu-liakan. Akan tetapi, terus terang saja, kami semua belum pernah mendengar akan adanya murid atau keturunan beliau, dan bukan sekali - kali kami berani menentang keturunan beliau. Hanya kami mohon petunjuk apakah benar bahwa locianpwe adalah keturunan beliau. Kalau memang benar demikian dan kalau memang benar bahwa di antara kami semua tidak ada yang dapat mengatasi kepandaian locianpwe, tentu saja kami semua akan tunduk dan dengan suka hati mengangkat locianpwe sebagai keturunan beliau dan menjadi raja baru kami." Semua orang mengeluarkan suara menggumam menyatakan persetujuan mereka. Si iblis hitam ter-tawa. Wajah yang nampak angker itu tidak bergerak kulitnya, tanda bahwa di luar kulit muka itu dia memakai topeng tipis sehingga mudah diduga bahwa wajah yang menyeramkan ini bukanlah wajah yang sesungguhnya yang berada di balik topeng tipis. "Ha - ha - ha, omonganmu memang benar, San-hek - houw. Dan untung engkau berpendapat demikian, karena kalau tidak, tentu ketiga Sam - ok akan kubunuh lebih dulu. Aku tahu bahwa Tung-hai-tiauw si Rajawali, Sin - go Mo Kai Ci si Bua-ya Sakti, dan engkau sendiri San - hek - houw si Harimau Gunung, merupakan Sam - ok, tiga se-rangkai yang merajai bidang masing-masing di Pegunungan, sungai - sungai, dan lautan. Karena kalian memandang kepadaku maka akupun suka mengangkat kalian meniadi pembantu - pembantu-ku Dan untuk membuktikan bahwa aku adalah keturunan dari Bit-bo-ong, biarlah kalian berdua maju menandingiku. Dengar baik-baik. Kalau dalam sepuluh jurus aku tidak mampu mengalahkan kalian berdua, biarlah aku menarik kembali omonganku dan aku tidak akan mencampuri dunia kalian. Akan tetapi kalau aku menang, siapapun yang berani membantah akan kubunuh. Mengerti " Nah, kalian majulah ! Jangan takut, aku tidak akan Membunuh calon pembantu - pembantuku !" Ucapan ini sungguh tekebur bukan main. Sam-ok terkenal memiliki ilmu kepandaian tinggi, dan sekarang, dua orang di antara mereka ditantang oleh si iblis untuk dikalahkannya dalam waktu sepuluh jurus saja! Si Buaya Sakti dan si Harimau Gunung juga saling pandang dan muka mereka menjadi merah karena merasa marah dan penasar-an sekali. Iblis ini sungguh sombong, dan lebih dari itu, kalau sampai mereka berdua yang menge-royok seorang sampai kalah dalam sepuluh jurus sungguh hal ini akan membuat mereka merasa ma-lu sekali. "Baiklah, locianpwe. Kami mohon petunjuk un-tuk meyakinkan hati kami semua!" kata si Hari-mau Gunung yang sudah melolos rantai dari ping-gangnya sedangkan si Buaya Sakti juga sudah me-langkah maju dengan melintangkan senjata tong-kat bajanya di depan dada. "Bagus, majulah. Aku akan memberi kesempat-an kepada kalian untuk masing masing menyerang-ku selama lima jurus, baru kemudian aku mem-balas, dan kalau kalian dapat bertahan sampai tiga jurus saja sudah boleh dibilang bagus!" kata si iblis itu dan ini menambah kesombongannya. Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Lihat serangan !" Si Buaya Sakti berteriak ma-rah. Biasanya, dalam dunia hitam tidak berlaku segala macam aturan sopan santun, bahkan biasa-nya mereka itu melakukan serangan secara meng-gelap, maka bentakan si Buaya Sakti ini merupa-kan suatu keanehan. Hal ini menunjukkan bahwa biarpun dia marah, pada hakekatnya si Buaya Sakti ini merasa jerih sekali maka dia mengeluarkan se-ruan yang di kalangan persilatan, terutama di kalangan para pendekar, sudah menjadi lajim, yaitu sebelum menyerang, memberi peringatan lebih dulu kepada yang diserang, sebagai tanda kegagahan. Senjata tongkat pendek besar dari baja putih itu amat berat dan kini digerakkan dengan cepat sekali, membuktikan besarnya tenaga si Buaya Sakti itu. Tongkatnya menjadi sinar putih yang besar menyambar ke arah kepala si iblis berpakaian hi-tam, dan tangan kiri si Buaya Sakti masih menyu-sulkan cengkeraman ke arah pusar. Serangan pertama ini sungguh merupakan serangan dahsyat sekali dan dapat mendatangkan maut. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ San-hek-houw si Harimau Gunung lebih cerdik. Melihat rekannya sudah menyerang, dia menggunakan kesempatan ini untuk menggerakkan rantainya dan nampak sinar bergulung - gulung ketika rantainya itu membuat serangan dari kanan ke kiri, dari bawah menyerang kaki lalu terus membubung ke atas, merupakan serangan sinar berpusing yang berbahaya dan sukar sekali dielakkan lawan ! "Satu jurus !" Terdengar suara melengking dari si iblis hitam, akan tetapi hanya suaranya saja yang terdengar oleh dua orang lawan dan oleh semua orang itu, karena dua orang lawan itu telah kehi-langan orangnya! Kiranya, dengan menggunakan ginkang yang sukar dapat diikuti oleh mata saking cepatnya, begitu serangan menyambar, tubuh si iblis itu telah mencelat ke atas sehingga serangan rantai itu tidak mengenai sasaran bahkan kehilang-an sasaran dan tahu - tahu kaki si iblis itu telah berada di ujung tongkat baja putih yang tadi dipergunakan oleh Buaya Sakti untuk menghantam kepa-lanya ! Memang sukar dapat dipercaya kalau tidak dilihat sendiri betapa orang yang kepalanya dise-rang, tahu - tahu sudah berada di atas dan berdiri di atas tongkat yang tadi menghantam ke arah kepala itu. Ketika si Buaya Sakti hendak menggerakkan tongkatnya, tiba - tiba saja tongkat yang diinjak kaki iblis itu menjadi berat dan hampir saja dia tidak kuat menahan lagi. Akan tetapi ti-ba-tiba iblis hitam itu telah meloncat turun lagi sambil tersenyum. Dua orang itu merasa penasaran sekali dan mereka lalu menubruk maju lagi dengan serangan berganda yang lebih dahsyat lagi. Kini rantai itu mengeluarkan suara meledak - ledak dan menghan-tam dari atas dengan lecutan yang membuat ujung-nya berbentuk tombak berkait itu menyambar-nyambar ke arah kepala si iblis hitam, sementara itu, tongkat pendek yang berat itupun sudah me-nyodok ke arah perut. "Dua jurus !" kembali terdengar si iblis hitam berseru dan sekali ini dia tidak mendemonstrasikan kelincahan gerakannya melainkan ketangkasan ke-dua tangannya. Tangan kirinya bergerak ke atas dan tangan kanan bergerak ke bawah dan dengan tepat sekali kedua tangan terbuka itu telah menangkis dua senjata itu. "Plakk! Plaakkk!" Dua orang raja para penjahat itu berseru kaget karena mereka merasa betapa tangan mereka menjadi panas dan nyeri sekali, sedangkan sebelah lengan yang memegang senjata terasa seperti lumpuh. Akan tetapi hal ini hanya sebentar saja dan lenyap setelah si iblis itu menarik kembali tangannya sambil tertawa dan dia sudah siap lagi menghadapi serangan kedua orang itu. Dua orang itu kini menggunakan kecepatan, memutar-mutar senjata mereka menjadi bentuk sinar bergulung - gulung lalu keduanya menyerang dengan cepat. Dan kembali si iblis memperlihatkan bahwa gerakannya jauh lebih cepat dari pada kedua senjata itu, tubuhnya lenyap berkelebatan seolah - olah dia dapat menyusup di antara gulungan sinar kedua senjata itu sambil terus menghitung jurus - jurus penyerangan lawan sampai lima kali dan kedua senjata itu tidak pernah dapat menyentuh ujung bajunya sekalipun! Setelah lewat lima jurus, tiba - tiba iblis hitam itu tertawa melengking disambung suaranya yang terwibawa, "Awas terhadap seranganku!" Dan tiba - tiba saja dua orang raja penjahat itu menjadi bingung dan silau karena tubuh hitam itu berkelebat sedemikian cepatnya sehingga mereka tidak tahu ke mana arah penyerangan lawan aneh ini. "Jurus pertama!" kata raja iblis itu dan dua orang lawannya menggerakkan senjata mereka untuk menangkis dan melindungi diri. Akan tetapi tiba - tiba saja tangan yang memegang senjata terasa lumpuh dan mereka melihat sepasang mata, yang mencorong penuh wibawa, membuat mereka menjadi lemas seketika dan iblis hitam itu hanya sekali menggerakkan kaki, akan tetapi kaki itu su-dah dua kali menendang dan tubuh kedua orang itu terlempar sampai tiga tombak ke belakang dan terbanting keras! Untung bahwa si iblis tidak mempergunakan tenaga sinkang ketika menendang sehingga dua orang itu tidak terluka parah, hanya babak bundas saja karena terbanting tadi. Mereka bangkit berdiri, hampir tidak percaya kalau tidak mengalami sendiri. Mereka telah dirobohkan dalam satu jurus saja ! Akan tetapi mereka bukanlah orang-orang bodoh dan mereka sudah yakin kini bahwa orang berpakaian hitam di depan mereka itu memang memiliki ilmu kepandaian, yang muji-jat sekali dan sudah selayaknya kalau menjadi raja mereka semua. Maka mereka berdua lalu menjatuhkan diri berlutut, menghadap iblis hitam itu! Melihat perbuatan dua orang yang selama ini mereka anggap sebagai raja, tentu saja para tokoh liok-hm yang hadir di situ terkejut bukan main dan satu demi satu merekapun lalu menjatuhkan diri KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ berlutut, termasuk si Maling Cantik Pek-pi Siauw-kwi dan si penjahat cabul Jaihwa Toat-beng-kwi ! "Ha-ha-ha-ha ! Bagus sekali kalau kalian sudah mengakui aku sebagai raja kalian ! Jangan khawatir, seperti yang telah dilakukan oleh kakek-ku dahulu, aku akan memimpin kalian dan dunia hitam kita akan menjadi jaya kembali!" Mendengar ini, semua penjahat yang berkumpul di situ bersorak gembira. Iblis hitam itu mengangkat le-ngan kanannya ke atas dan suara berisik mereka itu tiba - tiba sirap dan berhenti sama. sekali. "Dan aku tetap melanjutkan julukan kakekku, yaitu Bit-bo - ong dan kalian semua harus menyebut ong - ya kepadaku!" Kembali mereka bersorak dan ketika ada yang berteriak, "Hidup ong-ya...!" maka mereka semua juga ikut berteriak-teriak. Akan tetapi kembali Raja Kelelawar itu mengangkat tangan kanannya ke atas dan semua orang terdiam kembali. Dengan muka kelihatan marah Raja Kelelawar atau Bit - bo - ong itu menoleh ke arah kuil dan terdengar suaranya yang melengking tinggi."Siapa berani tidak berlutut kepadaku" Kalian yang berada di dalam kuil, tidak lekas keluar ?" Raja Kelelawar lalu menggerakkan tangannya sambil melangkah mendekati kuil, kedua tangannya mendorong dan terdengar suara keras ketika sebagian dari dinding kuil tua itu ambruk menge-luarkan suara gemuruh dan debu mengebul ke atas! Tentu saja Pek kian dan enam orang lainnya ter-kejut bukan main. Kiranya iblis itu telah mengeta-hui bahwa di dalam kuil ada orangnya dan kalau tadi iblis itu tidak turun tangan adalah karena mengira bahwa mereka juga anggauta dunia hitam. Setelah semua orang berlutut dan hanya mereka yang bersembunyi itu saja yang tidak, agaknya barulah iblis itu tahu dan menegur. Tentu saja tujuh orang yang bersembunyi di dalam menjadi terkejut dan karena mereka tahu bahwa tempat persembunyian mereka telah diketahui orang, maka terpaksa mereka lalu keluar dari pintu kuil, apa lagi karena sebagian tembok dan atap telah ambruk dan tadi terpaksa mereka harus berloncatan menghindar dan kini mereka semua keluar. Kwee Tiong Li yang biarpun masih lemah dari belum pulih kembali tenaganya, merasa bahwa dialah yang menjadi pemimpin dan bertanggung jawab, cepat maju dan memberi hormat kepada Bit - bo - ong atau Raja Kelelawar. "Harap locian-pwe sudi memafkan kami yang tidak sengaja hendak mengintai. Kami hanya kebetulan berada di dalam kuil, lama sebelum locianpwe dan para saudara datang berkumpul di luar kuil." Sepasang mata Raja Kelelawar yang mencorong itu menyapu tujuh orang yang keluar dari dalam kuil, alisnya berkerut dan jelas bahwa dia merasa tidak senang hatinya. "Kenapa kalian bersembunyi dan tidak keluar ?" bentaknya. "Maaf, locianpwe, kami merasa sebagai orang luar maka kami tidak berani mengganggu" "Siapakah kalian ?" "Kami...... kami hanya pelancong-pelancong yang kemalaman di sini " Pemuda itu tidak mau memperkenalkan diri mereka. "Dia itu Kim - suipoa !" Tiba-tiba berteriak seorang, di antara para penjahat yang mengenal pendekar tua itu. "Dan itu dia Pek-bin-houw !" teriak seorang lain. Mendengar disebutnya dua nama ini, tiba - tiba Raja Kelelawar tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, kiranya hanya kaum pemberontak hina " Kalian sudah mengintai kami, harus mampus semua!" Dan diapun lalu mendorongkan tangannya yang sakti ke arah Kwee Tiong Li! Pemuda ini terkejut. Dia masih belum memperoleh kembali tenaganya dan sedapat mungkin dia meloncat ke kiri untuk menghindarkan diri. Akan tetapi tetap saja angin pukulan itu menyambar dan diapun terguling dan jatuh terduduk di bawah pohon depan kuil. Sambil tertawa Raja Kelelawar melangkah dan hendak memukul, akan tetapi pada saat itu, Yang - ce Sam - lo tentu saja sudah meloncat ke depan dan menyerangnya untuk menolong ketua rnereka. "Dessss... !!" Raja Kelelawar mengibaskan tangannya menyambut mereka dan tiga orang Yang - ce Sam - lo yang lihai itupun terlempar dan terbanting jatuh semua ! "Manusia iblis!" Tiba - tiba Pek Lian sudah menerjang dengan pedangnya. "Cringg......!" Pedang itu disampok oleh tangan Raja Kelelawar dan terlepas dari pegangan Pek Lian, dan sebelum Pek Lian mampu mengelak, pergelangan tangan kanannya telah dipegang oleh tangan kanan Raja Kelelawar ! Melihat ini, Kim-suipoa dan Pek - bin - houw segera menerjang KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ ma-ju untuk menolong, akan tetapi Raja Kelelawar menggerakkan kakinya dan dua orang itupun terlempar dan terbanting jauh ! "Heh-heh-heh, ternyata engkau cantik sekali lebih cantik dan manis dibandingkan Maling Cantik. Ha-ha-ha, dan engkau masih perawan. Bagus... !" Pek Lian yang dipegang pergelangan tangan kanannya meronta dan hendak memukul dengan tangan kirinya, akan tetapi ketika dia bertemu pandang dengan iblis itu, tiba - tiba kepalanya terasa pening dan tenaganya menjadi lemas dan habislah semangat melawannya. Iblis itu menariknya dan agaknya hendak mencium, akan tetapi pada saat itu terdengar suara ketawa perlahan dan lembut dari dalam kuil. Mendengar suara ketawa halus yang mengandung getaran sampai terasa oleh jan-tungnya itu, Raja Kelelawar terkejut dan mengangkat muka memandang. Tiba-tiba dari dalam kuil muncul seorang kakek berjenggot putih yang memegang sebatang tongkat butut. Orang tua ini mengangkat tangan kirinya ke atas dan berkata kepada Raja Kelelawar, "Heh - heh - heh, nama Raja Kelelawar terlalu besar dan gagah untuk dirusak oleh perlakuan ren-dah terhadap seorang nona muda. Raja Kelelawar, kalau memang engkau gagah, lepaskan nona muda itu !" Raja Kelelawar sejenak meragu dan dia me-mandang penuh perhatian. Seorang kakek tua yang sederhana saja, dengan jubah seperti pertapa dan tubuhnya agak kecil, akan tetapi ketika bertemu pandang mata dengan kakek itu, Bit - bo - ong baru ini terkejut melihat Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sepasang mata tua itu berkilat - kilat sebagai pertanda bahwa kakek itu bukan orang sembarangan. Dan kakek itu memang cerdik, menantangnya untuk melepaskan gadis itu sebagai orang gagah sehingga kalau tidak dilepas-kannya, sama saja mengakui bahwa dia bukan orang gagah! Maka didorongnya Pek Lian sehingga gadis itu terjengkang, hampir menimpa tubuh Tiong Li yang masih rebah di atas tanah.Kakek itu lalu berkata kepada Pek Lian, "Nona, lekas bantu dia dan menjauhlah dari sini " Pek Lian, dibantu oleh Yang-ce Sam-lo dan juga oleh dua orang gurunya yang sudah datang Mendekat, lalu memapah Tiong Li menjauhi Raja Kelelawar yang kini sama sekali tidak lagi memperdulikan mereka, melainkan menghadapi kakek bertongkat itu dengan sinar mata tajam. Dia tahu bahwa kakek ini adalah orang yang pandai sekali dan dia dapat menduga bahwa sekali ini dia akan menghadapi lawan yang amat tangguh. Dia sama sekali tidak merasa gentar. Tidak ada apapun di dunia ini yang dapat membuatnya merasa takut. Akan tetapi, di depan semua tokoh sesat di mana baru saja dia diangkat sebagai raja - di - raja, dia harus dapat cepat menundukkan orang ini yang dianggap sebagai musuh pertama yang melintang di jalan. Kalau tidak, hal itu tentu akan menurunkan martabatnya yang telah terangkat tinggi sejak kemunculannya tadi. "Orang tua, dengarlah baik - baik. Kalau engkau bisa menandingi ilmuku, maka tujuh orang itu akan kubebaskan. Kalau engkau tidak mampu, mereka semua dan engkau juga akan kubunuh di sini!" Suara yang melengking tinggi itu terdengar mengerikan sekali. Mendengar ini, Tiong Li, Pek Lian dan lima orang tua terkejut bukan main. Mereka kini dapat menduga bahwa suara batuk - batuk yang pernah mereka dengar tanpa melihat orangnya, tentulah kakek bertongkat ini yang melakukannya, untuk memberi peringatan kepada mereka akan bahaya yang mengancam dari para orang sesat yang berkumpul di luar kuil. Akan tetapi kakek itu nampak tenang - te?an saja bahkan lalu terkekeh, kelihatan girang sekali "Heh - heh, benarkah begitu " Ah, terima kasih terima kasih ! Akan tetapi, kalau engkau meman benar keturunan Raja Kelelawar, ilmu yang mana kah yang harus kutandingi " Sejak muda suda' kudengar bahwa Raja Kelelawar memiliki beberap ilmu simpanan yang diandalkan, yaitu antara lain Ilmu Bu - eng Hwee - teng (Loncat Terbang Tanp Bayangan) yang merupakan ginkang yang ama hebat, Ilmu Kim - liong Sin - kun (Silat Sakti Nag Emas) yang merupakan ilmu silat yang amat ting gi mutunya, dan Ilmu Pat - hong Sin - ciang (Ta ngan Sakti Delapan Penjuru) yang merupakan ga bungan sinkang dan sihir! Yang manakah di anta ranya yang harus kuhadapi " Kalau harus mengha dapi semuanya, wah, wah, terus terang saja ak yang tua ini tidak akan mampu menandinginya ! KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Mendengar ucapan itu, Raja Kelelawar meras bangga dan girang sekali karena ucapan itu mengandung pujian- pujian terhadap ilmu - ilmunya yang didengarkan oleh sekian banyaknya oran sehingga derajatnya makin menaik. Akan tetapi diapun sadar bahwa kakek bertongkat yang tela mengenal ilmu - ilmu simpanan dari perguruannya ini jelas adalah seorang yang amat lihai. Dia harus berhati - hati. Orang selihai ini tidak boleh dihadapi! dengan sembrono. Kalau sampai dia dikalahkan di depan semua anak buahnya, tentu namanya akan runtuh. Dan diapun tidak mempunyai permus -hal terlewat- uandang dengan hati diliputi ketegangan, terutama sekali Pek Lian dan kawankawannya yang mengerti bahwa nyawa mereka seolah - olah tergantung kepada kakek bertongkat itu! "Hemmm kalau aku harus melayani ilmumu Pat-hong Sin-ciang, tentu saja aku akan kalah karena aku sudah tua dan sudah puluhan tahun tak pernah berkelahi. Kalau melawan Kim- liong Sin-kun, biarpun aku tidak akan kalah akan tetapi akupun sukar untuk bisa menang. Maka biarlahaku akan mencoba ilmu kesaktian Raja Kelelawar yang pertama tadi, yaitu Bu-eng Hwee- teng yang kabarnya hebat sekali itu." Semua orang, terutama sekali Tiong Li dan ka-wan- kawannya, terkejut bukan main mendengar ucapan kakek itu. Bahkan di antara para tokoh sesat yang hadir di situ, ada yang tertawa ce-kikikan. "Kek-kek-kek ! Tua bangka ini sudah bosan hidup !" Jai-hwa Toat-beng-kwi terkekeh dan mengejek. "Hi-hik, biar melawankupun takkan menang apa lagi mengadu ginkang melawan ongya," kata Pek-pi Siauw-kwi si Maling Cantik. Kaum sesat adalah orang - orang yang tidak memperdulikan kesopanan dan tidak menghirau-kan peraturan, maka biarpun mereka itu amat ta-kut dan takluk terhadap Bit - bo - ong si Raja Kelelawar, namun tetap saja mereka itu bersikap sembarangan dan tidak memakai aturan. Dan Pek-pi Siauw - kwi si Maling Cantik sudah menyebut-nya ong - ya, sebutan untuk raja, pangeran atau juga biasanya untuk menyebut "raja" di antara mereka. Sebutan yang sifatnya menjilat, bukan penghormatan dan penjilatan mengandung rasa takut. Memang pilihan kakek itu amat menggelikan di samping mengejutkan. Hanya orang yang miring otaknya sajalah yang untuk mengadu ilmu mela-wan Raja Kelelawar memilih adu ilmu ginkang. Sama saja dengan bunuh diri, seperti ular mencari penggebuk. Seluruh dunia sudah mendengar bahwa di antara sekian banyak ilmunya yang mujijat, il-mu meringankan tubuh inilah justeru yang sangat diandalkan dan dibanggakan oleh mendiang Raja Kelelawar tua dahulu dan ilmu itu telah meng-angkat namanya setinggi langit. Dunia kang - ouw menganggap bahwa sukar dicari orang yang akan mampu menandingi Bu - eng Hwee - teng, ilmu "terbang" dari raja datuk kaum sesat itu. Sebaliknya, ilmunya yang lain, ilmu silatnya dan ilmu sinkangnya, masih dapat ditandingi oleh para tokoh kang-ouw yang sakti. Dan sekarang, kakek itu memilih ilmu yang hebat itu untuk menandinginya. Gilakah kakek ini " Ataukah memang disengaja untuk menguji kebenaran pengakuan iblis hitam itu bahwa dia benar - benar keturunan mendiang manusia iblis Raja Kelelawar " Si iblis itu sendiri juga merasa amat heran dan terkejut. Dia memandang bimbang. Benarkah ka-kek ini ingin menghadapi ilmu ginkangnya yang tak pernah bertemu tanding itu " Semenjak dia mempelajari ilmu warisan dari Baja Kelelawar, justeru ilmu itulah yang dipelajarinya secara sempurna karena dia tahu bahwa ilmu ginkang Bu-eng Hwee - teng itu sukar dicari bandingannya di dunia persilatan. Apakah kakek ini sudah putus asa ataukah gila, ataukah justeru orang ini malah merasa yakin akan dapat mengatasi ilmu itu " Sia-pakah orang ini " Dia harus waspada karena pilihan yang aneh ini menimbulkan kecurigaan dan mungkin saja mengandung sesuatu di dalamnya. Bagaimanapun juga, dia amat percaya akan kemampuannya sendiri dalam hal ginkang dan selama ini belum pernah ada orang yang mampu menandingi ilmunya. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Kakek itu sendiri, seorang kakek sederhana saja, agaknya maklum bahwa lawannya merasa bimbang atau memandang rendah dan semua orang men-tertawakan dirinya, maka diapun tertawa sambil mengangkat muka memandang ke langit. "Ha - ha - ha - ha ! Kenapa kalian semua heran! mendengar aku ingin menghadapi Bu - eng Hwee-teng, ilmu yang amat tersohor dari mendiang Raja Kelelawar... eh, yang lama itu " Dengarlah kalian semua, aku sejak kecil pertama kali mempelajari ilmu silat adalah tentang ginkang ini. Sebelum belajar silat yang lain aku lebih dulu belajar ilmu meringankan tubuh! Ini penting sekali, karena aku dapat berlari cepat dan kalau kalah berkelahi, aku dapat mengandalkan ginkang ini untuk melari-kan diri dan aman ! Ha - ha - ha !" Semua orang tertawa, mentertawakan kakek pikun yang mereka anggap sudah t;dak waras otak-nya ini. Melihat suasana yang tadinya begitu ter-pengaruh oleh kehadirannya sehingga semua orang nampak serius dan takut kini menjadi hambar oleh suara ketawa mereka karena ulah kakek ini, Raja Kelelawar menjadi marah. Dengan angkuh dia berkata, "Kakek pikun, menghadapi ilmuku Bu-eng Hwee - teng, engkau tidak usah memenangkan, asal dapat melayaninya saja cukuplah sudah. Kalau dapat menandingi saja, engkau boleh membawa pergi tujuh orang itu." "Heh - heh, benarkah itu " Heii, dengarlah semua saudara golongan hitam! Pemimpin baru kalian sudah berjanji dan biarpun golongan hitam, janji seorang pemimpin selalu harus dipegang teguh sebagai lambang kekuasaannya, karena hanya anjing rendah sajalah yang menjilat ludahnya sendiri yang sudah dikeluarkan. Terima kasih, marilah kita mulai. Eh, bagaimana aku harus menandingi ginkang Bu - eng Hwee - teng yang amat hebat itu ?" Dengan suara yang tetap bernada tinggi, iblis berpakaian serba hitamitu berkata, "Ginkang mem-punyai dua manfaat, yaitu untuk berlari cepat dan untuk bergerak cepat dalam perkelahian. Nah, kita pertandingkan keduanya. Pertama - tama, kita berlumba menaruh dua buah batu ini ke atas puncak bukit di depan sana. Siapa yang kembali ke sini lebih dulu, dia menang." "Batu - batu ini ?" Kakek itu menudingkan tongkatnya kepada dua buah batu sebesar perut kerbau yang berada di dekat tempat itu, di depan kuil. "Wah, tentu berat sekali." "Orang yang berani menandingi Bu - eng Hwee-teng tentu tidak sukar membawa batu itu!" Tiba-tiba terdengar suara seorang di antara para tokoh kaum sesat itu. Kakek itu mengangguk - angguk. "Biarlah, biar kucoba tenaga tubuhku yang sudah rapuh ini. Baik, aku setuju. Dan bagaimana dengan pertandingan ke dua " Ingat, aku tidak menantangmu untuk berkelahi!" "Tidak perlu berkelahi. Untuk pertandingan ke dua, kita masing-masing memakai sebatang daun pada lubang kancing baju dan kita saling berlumba mengambil daun itu dari tubuh lawan. Siapa yang kalah dulu dia kalah." "Heh-heh-heh, bagus sekali permainan itu. Aku setuju ! Hayo kita mulai saja sekarang!" kata kakek bertongkat butut itu sambil mengangguk-angguk setuju. Tanpa banyak cakap lagi iblis hitam itu lalu menghampiri dua buah batu. dan sengaja dia memilih batu yang lebih besar dan sekali kaki kirinya bergerak menendang, batu sebesar perut kerbau itu seperti sebuah bola karet yang ringan saja me-lambung ke atas dan diterima oleh tangan kirinya yang menyangganya di atas pundak kiri. Begitu mudahnya! "Bersiaplah membawa batumu !" katanya kepada kakek itu di bawah tepuk sorak para tokoh kaum sesat yang memuji kehebatan tenaga si iblis hitam itu, walaupun banyak di antara mereka yang akan sanggup melakukan hal seperti itu. Kakek itu memandang dengan mata terbelalak, seperti orang terkejut. "Wah, aku yang tua mana sanggup menggunakan tanganku yang sudah lemah ini untuk mengangkat batu sebesar itu " Biar kuminta tolong tongkatku. Hei, tongkat tua, tolonglah aku sekali ini!" Dan tongkatnya itu lalu ditu- sukkan ke arah batu yang sebuah lagi dan "crokkk !" seperti sumpit menusuk ta-hu saja, tongkat itu amblas memasuki batu itu dan ketika diangkatnya, maka kini kakek itu memanggul tongkat yang ujungnya sudah menusuk batu! Tentu saja semua orang melongo menyaksikan ini dan diam - diam si iblis hitam juga terkejut. Kiranya kakek ini memiliki tenaga dalam yang demikian kuatnya sehingga disalurkan melalui tongkat, dapat membuat tongkat itu menusuk batu seperti menusuk benda lunak saja. Karena tidak mau kalah membuat kesan, diapun mengeluarkan suara mendengus dari hidungnya, lalu tiba - tiba saja batu yang disangga tangan kiri itu KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ dilontarkannya ke atas dan ketika batu itu meluncur turun ke arah kepalanya, Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo iblis hitam ini menggunakan tangan kiri yang jari - jarinya diluruskan dan dibuka. "Crokkk!" Tangan itu amblas memasuki batu sampai dekat siku ! Tentu saja semua orang ber-sorak memuji. Kalau kakek itu menusuk batu dengan tongkat, sekarang si iblis hitam yang menjadi pemimpin mereka itu menusuk batu dengan tangan Degitu saja seolah - olah tangan itu telah berobah menjadi golok tajam runcing dan batu itu berobah lunak sekali! "Kakek yang nekat, mari kita mulai. Ingat, kita berlumba meletakkan batu ini di puncak bukit sana itu, lalu kembali ke sini. Kuhitung sampai tiga. Satu... dua... tiga!" Dau orang hanya melihat dua bayangan berkelebat dan tahu-tahu dua orang itu lenyap dari tempat mereka berdiri seperti dua setan yang menghilang saja! Tentu saja semua orang terkejut dan melihat betapa orang - orang yang memiliki kepandaian tertinggi di antara mereka seperti si Buaya Sakti dan si Ha-rimau Gunung memandang ke satu arah, mereka-pun ikut-ikut memandang dan dapat dibayang-kan betapa kagum rasa hati mereka melihat di titik hitam "terbang" menuju ke puncak bukit di depan ! Kehebatan ilmu ginkang dari Raja Kelelawar telah menjadi semacam dongeng, karena Raja Ke-lelawar telah meninggal dunia puluhan tahun yang lalu. Dan sekarang muncul seorang keturunan yang menguasai semua ilmu - ilmunya, termasuk ilmu ginkang luar biasa itu. Memang jarang ada orang yang sanggup menandingi ginkang dari Raja Kelelawar, karena kalau para ahli yang lain hanya mengandalkan kemampuan tubuh latihan dan kekuatan dalam, Raja Kelelawar mempunyai rahasia-rahasia yang tidak diketahui orang lain. Ada alat-alat rahasia yang dipakainya, yang membantunya dapat berlari seperti terbang dan bergerak amat lincahnya. Alat - alat rahasia itu sebagian tersem-bunyi di dalam jubahnya, dan juga di sepatunya yang membuat kakinya seperti menginjak pegas yang dapat membuatnya memantul. Iblis berpakaian hitam itu dapat menduga akan kelihaian kakek yang menantangnya maka diapun mengerahkan seluruh kemampuannya sehingga tubuhnya bagaikan terbang saja. Dia terkejut melihat betapa kadang - kadang ada bayangan berkelebat di dekatnya, dan tahulah dia bahwa kakek itu benar - benar amat luar biasa, dapat menyamai kecepatan gerakannya. Dan dia menjadi semakin penasaran dan terheran - heran ketika dia meletakkan batu besar itu di puncak bukit, diapun melihat batu yang tadi dibawa oleh kakek itu telah berada di situ ! Maka diapun tidak mau menengok lagi ke sana - sini, melainkan "tancap gas" dan ngebut, secepat mungkin dia terbang menuruni puncak bukit! Ketika dia tiba di situ, terdengar sorak-sorai dan tepuk tangan para "anak buahnya" menyambutnya. Baja Kelelawar menjadi girang sekali dan merasa menang, akan tetapi dia mendengar suara terkekeh dan ternyata kakek itupun sudah berada di situ, agaknya bersamaan waktunya dengan dia ! Jantung Baja Kelelawar terasa berdebar dan perutnya panas. Dia merasa ditantang benar-benar ! Jelaslah bahwa biarpun kakek ini tidak dapat dikatakan menang atau mendahuluinya, akan tetapi setidaknya dapat menyamainya ! "Bagus, sekarang pertandingan ke dua kita mu-lai," katanya dengan suaranya yang melengking tinggi. "Pertandingan pertama masih belum dapat menentukan siapa menang siapa kalah !" Berkata demikian, sekali menggerakkan tubuhnya, si iblis hitam telah lenyap dari situ dan sebelum semua orang hilang Kagetnya, tubuhnya sudah melayang turun dari atas pohon dan tangannya membawa dua tangkai daun. Dia memberikan setangkai kepada kakek, itu dan memasukkan yang setangkai lagi ke lubang kancing bajunya. Kakek itupun sambil tersenyum dan terkekeh memasukkan tangkai daun ke lubang kancingnya, lalu menghadapi Raja Kelelawar sambil berkata, "Bu - eng Hwee - teng memang hebat bukan main ! Akan tetapi hendaknya diingat bahwa kita tidak sedang berkelahi, melainkan mempergunakan kecepatan gerakan untuk saling merampas daun, Maka, kita berdua cukup mengerti banwa tidak dipergunakan pukulan dan tangkisan dalam lumba ini, melainkan hanya usaha merampas daun dan pengelakan untuk menyelamatkan daun, jadi sepenuhnya menggunakan kecepatan gerakan. Begitu, bukan ?" Si iblis hitam mengangguk. "Begitulah, dan mari kita mulai!" Berkata demikian, tiba-tiba iblis hitam sudah menggerakkan tangannya, cepat sekali, menyambar ke arah dada kakek itu. "Eeiiiittt, luput !" Si kakek sudah mengelak de-ngan kecepatan yang tak terdugaduga sehingga tubuhnya seperti menghilang saja. Selanjutnya, semua orang melihat betapa tubuh dua orang itu benar - benar lenyap bentuknya, yang nampak ha-nya bayangan berkelebatan sedemikian cepatnya sehingga sukar untuk dapat diikuti dengan pandang mata! Bahkan para KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ tokoh kaum sesat yang sudah tinggi ilmunya menjadi pening dan silau mpnyaksikan gerakan dua tubuh itu dan kadang-kadang bayangan itu seperti menjadi satu, kadang-kadang saling kejar akan tetapi tidak dapat dibe-dakan siapa yang dikejar dan siapa yang mengejar. Bukan main hebatnya permainan kejar - kejaran saling memperebutkan daun ini sehingga seperempat jam lewat sudah, dan semua orang memandang dengan penuh ketegangan. Dua orang yang sedang berlumba itu sendiripun menjadi kagum bukan main karena sampai sekian lamanya, belum juga mereka mampu merampas daun. Iblis sakti itu mengeluarkan suara melengking nyaring karena penasaran. Sungguh di luar dugaannya bahwa dia akan bertemu dengan seorang kakek yang mampu menandinginya! Dan kakek ini keluar pada saat dia memperkenalkan diri kepada dunia lagi! Tiba - tiba kakek itu mengeluarkan seruan kaget karena kini tangan yang mencengkeram ke arah daun itu membalik ke arah lehernya dengan totokan maut! Akan tetapi, kakek ini memang sudah bersiap-siap, maklum akan curang dan kotornya watak seorang dari dunia hitam. Cenat dia mengelak dan pada saat itu, daun di lubang kancingnya telah kena dirampas! Si iblis hitam meloncat ke belakang dan mengangkat tinggi-tinggi daun itu di atas kepalanya. "Hemm, daunmu telah dapat kuambil!" katanya dan semua tokoh sesat bersorak menyambut kemenangan ini. Akan tetapi tanpa dilihat siapa-pun, kakek itu membuka tangannya dan melihat sebuah kancing hitam di telapak tangan kakek itu. Raja Kelelawar terbelalak. Itulah kancingnya, kancing jubahnya! Kalau kancing jubahnya saja dapat diambil kakek itu, apa lagi daunnya. Senga- ja kakek itu tidak mau mengambilnya dan sengaja kakek itu mengalah! Iblis hitam itu adalah seorang yang tingkatnya sudah tinggi sekali, maka diapun maklum bahwa lawan telah mengalah dan memberi muka terang kepadanya. Hal ini berarti bahwa biarpun kakek itu lihai dan mampu meng-atasinya, namun kakek itu tidak berniat buruk dari hanya ingin menyelamatkan tujuh orang itu saja Maka diapun lalu membuang daun itu dan berka-ta, suaranya melengking nyaring. "Sudahlah ! Betapapun juga, ilmu kepandaian mu hebat dan sudah lebih dari cukup untuk membiarkan engkau membawa pergi tujuh orang itu !" Semua tokoh sesat merasa heran karena tadinya mereka mengira bahwa Raja Kelelawar tentu akan membunuh kakek itu bersama tujuh orang lainnya Akan tetapi tidak ada seorangpun di antara mereka yang berani membantah. Kakek itupun membungkuk - bungkuk dan tertawa. "Ahh, ternyata Raja Kelelawar seperti hidup kembali! Kebesarannya sungguh hebat, sesuai dengan perbuatannya dan kegagahannya. Terima kasih, sobat!" Kakek itupun menghampiri Pek Lian dan teman - temannya, lalu berkata. "Orang telah bersikap lunak kepada kita, tidak lekas pergi mau tunggu apa lagi ?" Tujuh orang itu tidak menjawab hanya melangkah pergi meninggalkan tempat itu. Ketika kakek itu hendak pergi juga, tiba-tiba Raja Kelelawar bertanya, suaranya melengking, membuat Pek Lian dan kawan - kawannya terkejut dan merekapun menghentikan langkah dan menengok, siap menghadapi segala kemungkinan. Hal macam apa saja dapat dilakukan oleh orang - orang dari dunia hitam! Akan tetapi, ternyata Raja Kelelawar itu hanya bertanya kepada kakek itu dengan suara mengandung geram, "Kakek, siapakah engkau sebenarnya ?" Kakek itu mencoret - coret tanah dengan ujung tongkat bututnya dan menarik napas panjang ber-ulang - ulang sebelum menjawab. "Aihh, belasan tahun hidup aman tenteram penuh damai di puncak gunung, siapa kira hari ini terpaksa terjun ke dalam kekeruhan dunia. Dan tidak nyana sama sekali bahwa mendiang Raja Kelelawar benar-benar telah mempunyai seorang pewaris sepertimu ini. Sungguh mengagumkan. Terus terang saja, selama hidupku, baru sekali ini aku mengalami bertemu tanding yang membuatku kewalahan dalam ilmu ginkang. Padahal, aku mengira bahwa aku telah mewarisi semua kemampuan mendiang guruku yang terkenal, dengan julukan Bu - eng Sin - yok-ong (Si Raja Tabib Sakti Tanpa Bayangan)." Kakek itu menarik napas panjang lagi dan memandang kagum kepada iblis berpakaian hitam itu. Semua orang terkejut mendengar ucapan kakek itu. Nama Si Raja Tabib Sakti amat terkenal, seperti tokoh dongeng yang sama terkenalnya dengan nama Raja Kelelawar, di jaman dahulu. Juga Pek Lian dan kawan-kawannya memandang heran. Mereka teringat akan keluarga Bu, keturunan dari Raja Tabib Sakti pula, keturunan murid pertama manusia sakti itu. Juga mereka pernah bertemu dengan murid - murid ketua iblis berambut riap-riapan yang jubahnya bergambar naga, sebagai keturunan murid ke dua si Raja Tabib Sakti. Jadi inikah murid, ke tiga Raja Tabib KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Sakti yang dikabarkan mewarisi ginkang dari manusia sakti itu " Pantas ginkangnya demikian hebatnya ! Timbul dalam hati Ho Pek Lian untuk mence-ritakan semua yang telah dialaminya di rumah ke-luarga Bu, tentang perebutan kitab pusaka pening-galan Raja Tabib Sakti, maka iapun melanjutkan langkahnya diikuti oleh kawan-kawannya mening-galkan tempat itu. "Heh - heh - heh, selamat tinggal, Raja Kelelawar, atau engkau hendak mempergunakan julukan lain ?" kata kakek itu kepada si iblis hitam. "Tidak ! Aku tetap memakai nama Bit - bo - ong si Baja Kelelawar untuk melanjutkan nama besar dari nenek moyangku dan mempersatukan semua sahabat di dunia kang - ouw dan liok - lim." "Bagus, Raja Kelelawar, selamat tinggal dan sampai jumpa pula." 'Selamat jalan, dan dalam perjumpaan lain kali, bagaimanapun juga aku tidak akan melepaskan engkau begitu saja!" kata si Raja Kelelawar dengan sikap angkuh untuk meyakinkan hati para pengikutnya bahwa dia "lebih unggul" dari pada kakek itu, walaupun di dalam hatinya dia mengakui bahwa ginkangnya masih setingkat kalah oleh kakek itu. Setelah kakek itu pergi pula mengikuti rom-bongan Pek Lian, si Raja Kelelawar lalu melanjut- kan pertemuannya dengan para tokoh sesat. Dengan suaranya yang melengking tinggi dan penuh wibawa dia lalu berkata kepada dua di antara Sam - ok yang hadir, yaitu Sin - go Mo Kai Ci dan San - hek - houw, "Kalian berdua telah datang dan menyambutku. Itu bagus sekali dan biarlah kalian menjadi pembantu - pembantuku di bidang masing-masing. Akan tetapi mengapa Tung - hai - tiauw tidak muncul di sini ?" Setelah berkata demikian, iblis hitam itu me-mandang ke sekeliling, seolah olah hendak mencari orang pertama dari Sam - ok itu di sekitar tempat itu. Suasana menjadi tegang dan semua orang memandang kepada iblis itu dengan rasa takut, khawatir kalau - kalau raja mereka itu marah. Akhirnya San - hek - houw memberanikan diri menjawab, "Ong - ya, kami semua tidak tahu mengapa dia tidak muncul, mungkin saja terhalang sesuatu." "Selidiki tentang dia!" kata raja datuk sesat itu. "Kalau dia memang sengaja tidak memenuhi panggilanku, kalian berdua bunuh dia dan bawa kepalanya di depanku ! Akan tetapi kalau memang terhalang sesuatu, bantu dia, kemudian ajak dia bersama - sama menghadap padaku." "Akan tetapi, ong - ya, kalau kami sudah bertemu dengan Tung - hai - tiauw, ke Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo manakah kami harus pergi untuk dapat menghadapmu ?" tanya Sin - go Mo Kai Ci. "Datang saja ke kuil ini!" jawab sang raja sing-kat. "Akan ada wakilku di manapun kalian kehendaki untuk menghadapku. Tandanya adalah kele-lawar itu. Di mana ada kelelawar itu, maka di situ akan terdapat seorang wakilku. Dan kalau kalian ingin langsung menghadapku, dapat kalian pergi ke kota raja." "Kota raja......?" Tentu saja dua orang raja kecil kaum sesat itu terkejut sekali. Tentu saja mereka terkejut karena kota raja merupakan tempat terakhir yang ingin mereka kunjungi, tempat yang amat berbahaya karena di kota raja terdapat petugas - petugas keamanan yang berilmu tinggi dan merupakan tempat paling tidak aman bagi penjahat - penjahat yang menjadi tokoh besar dan mudah dikenal orang. "Ya, di kota raja. Di belakang istana kaisar terdapat sebuah kuil kecil. Datanglah ke sana, katakan kepada hwesio penjaga kuil bahwa kalian ingin menghadapku, dan kalau aku kebetulan berada di kota raja, aku akan datang. Seandainya aku tidak sedang berada di sana, dapat kalian meninggalkan pesan kepada hwesio di situ." "Tapi, ong-ya..." San-hek-houw berkata. "Jangan bantah! Tidak ada orang yang berani menggangguku di sana! Cukup, aku hendak pergi sekarang." Akan tetapi dia tidak melangkah pergi, melain-kan memandang ke sekeliling, kepada mereka semua. "Tidak tahukah kalian bagaimana caranya menyambut dan mengantar kepergian Raja Kelelawar, pemimpin besar kalian ?"" Semua orang terkejut dan dua orang raja kecil kaum sesat itu lalu membungkuk dengan dalam, tidak berani memandang. Semua orang mengikuti gerakan mereka. Terdengar suara melengking tinggi yang dibalas oleh lengking suara kelelawar besar yang tadi bergantung pada KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ pohon, lalu terasa oleh mereka angin menyambar. Kemudian sunyi. Setelah beberapa lamanya dan mereka mengangkat muka, ternyata iblis berpakaian hitam itu telah lenyap dari tempat itu ! Maka kini meledaklah suara berisik di antara mereka, membicarakan pemimpin mereka itu. Dan rata - rata mereka merasa gembira sekali karena kalau keturunan Raja Kelelawar ini seperti pada jamannya dahulu, maka dunia hitam akan bangkit dan menjadi jaya! Para pendekar tidak akan sem-barangan berani menindas mereka, bahkan peme-rintahpun akan bersikap lunak. Dan dua orang "raja kecil" yang tadinya hampir saja saling serang itu kini hanya dapat saling pandang, merasa seo-lah - olah ada kekuasaan lain yang mengamati mereka dan merekapun tidak berani berkutik. Mereka merasa seperti seekor harimau yang dicabuti ca-karnya, tidak berani lagi merajalela memperlihat-kan kekuasaan. Betapapun juga, mereka tidak merasa menyesal karena mereka maklum bahwa dengan munculnya seorang datuk besar seperti Raja Kelelawar itu, kedudukan mereka malah lebih terjamin. Apa lagi sebagai pembantu - pembantu raja datuk itu ! Kemunculan kakek yang mengaku sebagai murid Raja Tabib Sakti saja tentu sudah membuat mereka semua ketakutan dan mungkin saja celaka di tangan orang sakti itu kalau saja di situ tidak ada Raja Kelelawar! Maka mereka me-rasa terlindung dan Si Buaya Sakti tiba-tiba ber-teriak, "Hidup Bit-bo-ong pemimpin kita !" Dan semua orangpun lalu menyambutnya dengan sorakan yang sama sampai berkali - kali sebelum mereka bubar dengan kacau seperti biasa menjadi watak mereka yang tak pernah dapat tertib. *** Tujuh orang itu menuruni bukit bersama kakek yang masih berjalan tertatih tatih dibantu tong-katnya. Tidak ada seorangpun di antara mereka yang mengeluarkan kata-kata ketika mereka menuruni bukit itu, meninggalkan kuil kuno yang kini menjadi tempat mengerikan. Mereka semua merasa seolah - olah mata Raja Kelelawar mengikuti mereka sehingga membuat hati terasa tegang dan tidak enak. Akhirnya, kesunyian yang amat mencekam itu dipecahkan oleh si kakek sakti yang terkekeh. "Heh - heh - heh, sejak dahulu nama Raja Kele-lawar selalu mendatangkan perasaan menyeramkan. Sudah lama meninggalkan dunia, tahu-tahu kini muncul lagi dan aku berani bertaruh bahwa Raja Kelelawar yang sekarang ini tidak kalah lihainya oleh Raja Kelelawar yang tua dan yang sudah tidak ada lagi itu. Sungguh berbahaya!" Kakek itu berhenti melangkah dan tujuh orang itupun Menghentikan langkah mereka. Kini mereka telah tiba di kaki bukit, sudah jauh dari kuil itu. Melihat kakek itu duduk di tepi jalan kecil, di atas akar pohon yang menonjol keluar dari permukaan bumi, tujuh orang itu saling pandang lalu merekapun semua duduk menghadapi kakek itu. Bagaimanapun juga, kakek ini telah menyelamatkan nyawa mere-ka dari ancaman tangan maut Raja Kelelawar. Mereka maklum bahwa mereka semua sudah pasti akan mati kalau tidak ada kakek itu. Baru Raja Kelelawar sendiri saja sudah demikian lihainya sedangkan ketua Lembah Yang - ce, Kwee Tiong Li, masih dalam keadaan lemah, walaupun sean-dainya dia dalam keadaan sehat sekalipun dia bu-kanlah lawan Raja Kelelawar. Selain merasa berhutang budi dan nyawa, juga mereka semua ingin bicara dengan kakek ini, menceritakan pertemuan mereka dengan keluarga Bu yang kemudian meli-hat keluarga Bu tertimpa malapetaka sedangkan keluarga itu masih ada hubungan dekat dengan ka-kek ini, masih sekeluarga perguruan. Juga, mereka maklum bahwa kakek ini adalah seorang sakti yang menentang kejahatan dan kelaliman, maka ada ba-iknya kalau mereka "mendekati" orang sakti ini agar kelak dapat membantu mereka menentang kelaliman kaisar dan kaki tangannya. Tanpa menanti kakek itu mengeluarkan suara Kwee Tiong Li lalu mewakili teman temannya memperkenalkan diri sambil memberi hormat, "Lo-cianpwe, setelah menerima budi pertolongan locian-pwe sehingga kami semua masih dapat hidup sam-pai saat ini, perkenankanlah kami memperkenal-kan diri kepada locianpwe." Kakek itu mengangkat tangannya ke atas sambil tertawa. "Heh-heh, jangan kecewa, aku sudah mengenalmu, orang muda. Engkau adalah ketua Lembah Yang-ce, memimpin para pendekar yang sedang melawan kekuasaan kaisar dan namamu Kwee Tiong Li, engkau murid dari pendekar Chu pemimpin besar para pemberontak, bukan ?" Tiong Li mengangguk dan memandang kagum. Kakek itu tidak perduli lalu menoleh kepada tiga orang kakek pembantunya. "Dan kalian ini yang disebut Yang-ce Sam-lo, pembantu ketua Lembah Yang - ce." KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ "Locianpwe sungguh berpengetahuan luas dan berpemandangan tajam," puji seorang di antara Yang - ce Sam - lo. Kembali kakek itu tertawa, ketawanya polos. "Heh - heh, orang yang tahu bukan merupakan hal yang patut dibanggakan. Kalau sudah mendengar dari orang lain, tentu saja tahu, apa sih hebatnya " Aku mendengar nama para pimpinan Lembah Yang - ce dari anak buah Lembah Yang - ce sendiri." Mendengar ini, giranglah hati Tiong Li. "Ah, kiranya locianpwe yang telah menolong para saudara kami pula " Di manakah mereka sekarang, locianpwe ?" "Tidak jauh dari sini, di sebuah pondok tua kosong di dalam hutan kecil. Terpaksa kusembunyi-kan di situ karena aku tahu betapa bahayanya kalau mereka berkumpul di dalam kuil itu lalu bertemu dengan para tokoh sesat yang mengadakan pertemuan. Akan tetapi harap kalian maafkan aku. Orang-orang Lembah Yang-ce itu agaknya sudah terbiasa dengan kekerasan dan selalu mencurigai orang. Mereka tidak percaya kepadaku dan terpaksa aku harus menotok roboh mereka dan membawa mereka turun bukit ke hutan itu. Maaf !" "Ah, kami yang sepatutnya minta maaf kepada locianpwe bahwa para saudara kami itu mencurigai maksud baik locianpwe." "Dan nona ini siapakah " Juga dua orang sauda-ra yang gagah ini " Apakah juga tokoh - tokoh Lembah Yang - ce ?" tanya kakek itu sambil me-mandang kepada Pek Lian dan dua orang gurunya dengan penuh perhatian, terutama sekali kepada Pek Lian kakek itu memandang dengan sinar mata tajam penuh selidik. Tiong Li lalu memperkenalkan Pek Lian dan dua orang gurunya sebagai rekan rekan patriot yang menentang kelaliman kaisar. "Nona Ho Pek Lian ini adalah puteri dari Menteri Ho Ki Liong yang telah ditangkap oleh kaisar dan yang namanya menggemparkan seluruh dunia orang gagah itu." Kakek itu mengerutkan alisnya. "Aku pernah mendengar akan nama besar menteri kebudayaan itu. Bukankah kabarnya beliau itu menentang pembakaran kitab - kitab Guru Besar Khong Cu yang dilakukan oleh kaki tangan kaisar " Apa yang terjadi dengan dia " Mengapa seorang pejabat tinggi yang demikian baiknya malah ditangkap oleh kaisar ?" Tiong Li memandang kepada Kim-suipoa dan berkata, "Kiranya Tan - lo - enghiong yang dapat berceritera lebih jelas mengenai hal itu, atau nona Ho sendiri." Ho Pek Lian lalu menceritakan tentang keadaan ayahnya, betapa ayahnya menentang keputusan kaisar yang dianggapnya keterlaluan dan merusak kebudayaan itu, yaitu menentang pembakaran kitab - kitab yang dianggapnya sebagai kitab - kitab kesusasteraan dan kitab - kitab yang menjadi pe-gangan seluruh rakyat tentang cara hidup tata su-sila mereka. Pada waktu itu, biarpun pelajaran dari Nabi Khong - cu masih belum dianggap sebagai suatu agama dan Nabi Khong - cu sendiri disebut sebagai seorang Guru Besar, namun pelajarannya banyak dianut oleh rakyat sebagai pedoman hidup mereka. Setelah Pek Lian selesai bercerita tentang ayahnya yang ditangkap oleh kaisar, tentu saja karena hasutan - hasutan pembesar - pembesar lalim dan penjilat, Kim - suipoa dan Pek-bin-houw juga menceritakan tentang kelaliman kaisar, bukan hanya memaksa rakyat bekerja sampai mati untuk membangun Tembok Besar sehingga yang jatuh menjadi korban sampai ratusan ribu orang, akan tetapi juga pemerintahan tangan besi yang dijalankan kaisar untuk menekan rakyat, dan semua perbuatan kaisar yang membuat para pendekar diamdiam menentangnya dan menyusun kekuatan untuk memberontak. Mendengar semua itu, kakek ini menarik napas panjang. "Siancai... siancai... siancai... ! Dunia takkan pernah aman, manusia takkan pernah hidup dalam damai selama masih terjadi ke-kerasan- kekerasan. Sudah menjadi penyakit umum bahwa penguasa mempergunakan tangan besi terhadap rakyat, dibantu oleh semua kaki tangannya, dengan seribu satu macam alasan, katanya demi kebaikan kehidupan rakyat. Mengapa para penguasa tidak sadar bahwa rakyat hanya akan menentang karena tidak puas melihat kelaliman mereka" Biasanya, kaisar tidak tahu bagaimana macam para pembantunya yang selalu bertindak sewenang - wenang, memeras dan korup, sama sekali tidak ada ingatan untuk memperbaiki kehidupan rakyat melainkan hanya berlumba untuk mengumpulkan kekayaan bagi dirinya dan keluarganya sendiri saja. Mengapa kaisar sejak dahulu sampai sekarang tidak mau menyadari bahwa dia dikelilingi oleh orang-orang yang sifatnya penjilat ke atas dan menindas ke bawah " Aihh, kapankah ada kaisar seperti Bu Ong KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ yang akan memerintah dengan adil dan bijaksana " Seorang kaisar sepatutnya menggunakan tangani besi terhadap bawahannya, terhadap semua kaki tangannya agar semua pejabat menjadi pejabat yang bijaksana dan baik. Bukan mempergunakan tangan besi terhadap rakyat! Salahnya, hampir semua kaisar tidak menya-dari bahwa dia dibantu oleh iblis - iblis yang ko-rup, yang memeras rakyat akan tetapi selalu mem-buat pelaporan yang baik - baik saja kepada kaisar. Kapankah ada kaisar yang menyelinap di antara rakyat dan menyelidiki sendiri kehidupan rakyat, menyelidiki sendiri cara kerja para pembantunya " Aih, agaknya untuk itu, Thian harus Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menciptakan manusia - manusia yang khas." "Locianpwe benar sekali," kata Kim - suipoa sambil menarik napas panjang. "Sang Bijaksana mengajarkan bahwa sebelum mengatur orang lain, harus lebih dulu dapat mengatur diri sendiri. Se-orang ayah takkan mungkin dapat mendidik anak-anaknya kalau dia sendiri tidak terdidik, karena dia menjadi contoh dari pada anak-anaknya. Seorang pembesar harus mencuci bersih kedua tangannya sendiri terlebih dahulu sebelum dia ingin melihat anak buahnya bersih. Kalau penguasa yang di atas korup, mana mungkin bawahannya jujur dart tidak korup " Akan tetapi, kalau atasannya bersih, tentu dia akan berani bertindak terhadap bawahannya yang kotor." Pek-bin-houw menarik napas panjang. "Siancai..., alangkah akan senangnya kalau keadaan pemerintahan dapat seperti itu. Sayang, kaum atas-an hanya menuntut agar bawahannya bersih, dan hal ini sama sekali tidak mungkin selama dia sendiri masih kotor. Bawahan mencontoh atasan, dan pula, atasan yang kotor mana akan ditaati oleh bawahannya " Sungguh sayang...!" "Munculnya Raja Kelelawar menandakan bahwa kaum sesat kini bangkit dan menjadi semakin kuat. Kalau hal ini ditambah lagi dengan kela-liman kaisar dan kaki tangannya, sungguh amat mengerikan kalau dibayangkan bagaimana akan jadinya dengan nasib rakyat jelata," kata kakek itu sambil menarik napas panjang penuh penyesalan. Keadaan seperti itu tentu akan memaksa orang-orang seperti dia yang tadinya sudah mengasingkan diri dan hidup tenteram dan penuh damai, akan terpaksa terjun ke dunia ramai. Kalau kita memperhatikan percakapan mereka, sungguh banyak terdapat pelajaran yang dapat di-ambil berdasarkan kenyataan hidup. Memang tak dapat dipungkiri kebenaran pribahasa yang me-ngatakan bahwa "guru kencing berdiri, murid ken-cing berlari". Kebaikan seorang guru belum tentu dapat ditauladani muridnya dengan mudah, namun keburukan seorang guru akan dapat diikutinya de-ngan amat cepatnya. Guru dalam hal ini dapat di-perluas menjadi orang tua atau juga kepala suatu kelompok atau seorang pemimpin. Betapapun ke-rasnya seorang ayah melarang anaknya berjudi, kalau dia sendiri seorang penjudi, maka dia tidak akan berhasil. Betapapun kerasnya seorang atas-an melarang bawahannya agar tidak korupsi, kalau dia sendiri tukang korup maka usahanya akan sia-sia. Bawahan selalu condong mencontoh atasan, seperti murid condong mencontoh guru dan anak mencontoh orang tua. Menekan anak, atau murid, atau bawahan untuk meniadi baik, tanpa si orang tua, guru atau atasan lebih dulu membereskan dirinya, tidak akan ada gunanya ! Namun, kekuasaan selalu digandeng oleh kesewenang- wenangan. Orang tua, atau guru, atau pemimpin yang merasa berkuasa, selalu membenarkan dirinya sendiri. Orang tua bilang, berjudi untuk dia tidak apa - apa, akan tetapi tidak boleh untuk anak - anak. Guru mengatakan, tidak sopan sedikit untuk guru tidak mengapa, akan tetapi tidak boleh untuk murid. Atasan bilang, penyalahgunaan wewenang untuk atasan adalah wajar, tapi tidak boleh untuk bawahan ! Seorang kaisar merupakan batang sebuah pohon. Kalau batang itu sehat, ca-bang ranting dan daunnya juga tentu sehat. Akan tetapi kalau batangnya sakit, jangan mengharapkan cabangnya, rantingnya dan daun - daunnya akan tumbuh sehat. "Locianpwe, belum lama ini kami bertiga telah berjumpa dengan murid keponakan locianpwe." Akhirnya Ho Pek Lian berkata kepada kakek itu setelah percakapan mereka mengenai keadaan negara karena kelaliman kaisar itu mereda. Kakek itu memandang kepadanya. "Murid ke-ponakan " Yang mana ?" "Namanya Bu Kek Siang," Pek Lian memberi keterangan. "Bu Kek Siang " Ah, dia itu putera Bu - suheng ! Sudah puluhan tahun aku tidak bertemu dengan dia," kata kakek itu, tersenyum dan wajahnya men-jadi berseri. "Di antara murid suhu, Bu - suhenglah murid yang boleh dibanggakan mendiang suhu." KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ "Memang, beliau adalah seorang pendekar yang amat hebat dan budiman, seorang ahli pengobatan yang dalam menolong manusia tidak memandang bulu, sungguh sayang, seorang pendekar sedemikian hebatnya harus tewas dalam keadaan yang amat menyedihkan," kata pula Pek Lian. Kakek itu tidak nampak terkejut, hanya nam-pak alisnya yang sudah putih itu berkerut seben-tar. "Kek Siang" Tewas?" Hanya itulah tanyanya dan Pek Lian lalu menceritakan semua peristiwa yang terjadi di rumah keluarga Bu itu. Kakek itu menarik napas panjang mendengar betapa murid keponakannya itu bersama isterinya tewas di waktu mengobati puteri tokoh iblis Tai - bong - pai, dan yang membuat dia merasa menyesal adalah bahwa kedua orang murid keponakannya itu tewas di ta-ngan murid - murid keponakan lain, yaitu muridmurid dari ji - suhengnya (kakak seperguruan ke dua). "Hayaaaa...!" Dia mengeluh. "Jadi ji-suheng masih hidup malah mendirikan Perkumpulan Baju Naga. Sungguh luar biasa, sudah tua masih bersemangat! Ji - suheng itu amat lihai, memiliki ilmu silat yang paling hebat di antara kami ber-tiga. Heran, dia bukan orang jahat, kenapa murid- muridnya begitu kejam, tega membunuh Bu Kek Siang yang masih saudara seperguruan " Mungkinkah ji-suheng tua-tua telah berobah ?" Tujuh orang itu tentu saja tidak berani me-nanggapi urusan perguruan orang, apa lagi karena mereka merasa bahwa mereka berada di tingkat yang jauh lebih rendah. Kakek itu menarik napas panjang lagi. "Kedua orang anaknya itu... apakah mereka terluka parah ?" "Bu Bwee Hong tidak terluka, akan tetapi ka-taknya, Bu Seng Kun, terluka parah. Untunglah bahwa mereka adalah ahli - ahli pengobatan yang pandai sekali sehingga agaknya tidak perlu dikhawatirkan keadaannya, locianpwe," kata Pek Lian. "Sudahlah, lain hari akan kujenguk mereka. Se-karang mari kutunjukkan kepada kalian di mana kusembunyikan orang-orang Lembah Yang-ce itu." Kakek itu bangkit dan melangkah dibantu tong-katnya, nampaknya seenaknya saja akan tetapi tujuh orang itu terpaksa harus mengerahkan tenaga Snkang mereka untuk mengikutinya! Bahkan Tiong Li yang masih belum pulih seluruh tenaganya, digandeng oleh dua orang pembantunya dan mereka bertujuh itu harus berlari - larian agar ti-dak sampai tertinggal oleh kakek sakti itu. Ketika mereka tiba di sebuah hutan kecil, kakek itu memasuki hutan dan tak lama kemudian mereka telah tiba di depan sebuah pondok tua. Kakek itu me-mandang ke arah sebuah gerobak yang berhenti tak jauh dari pondok. Kuda penarik gerobak nam-pak sedang makan rumput dengan tenangnya, tak jauh dari gerobak itu. Ketika Pek Lian dan ka-wan kawannya melihat gerobak itu, mereka terke-jut bukan main. Jantung mereka berdebar tegang dan wajah mereka agak pucat oleh rasa khawatir. Dan gerobak itu bergoyang - goyang mengeluarkan bunyi berkereyotan karena memang gerobak tua. Pada saat itu, Pek Lian menoleh dan saling pandang dengan Tiong Li. Mendadak, keduanya me-nunduk dengan muka merah karena malu dan je-ngah. Kembali mereka dihadapkan dengan keca-bulan yang tidak tahu malu dari kakek dan nenek iblis pemilik gerobak! Kakek sakti itupun tidak lama memandang kepada gerobak yang bergoyang - goyang itu, lalu dia melangkah memasuki pondok diikuti oleh tujuh orang pendekar. Akan tetapi, begitu masuk pondok kakek bertongkat itu berseru perlahan, "Siancai... ke mana mereka ?" Tiong Li dan tiga orang Yang - ce Sam - lo me-mandang kepada kakek itu dengan sinar mata pe-nuh pertanyaan. Hati mereka berempat menjadi tegang dan khawatir sekali. Kalau para anak buah mereka itu bertemu musuh dalam keadaan tertotok, tentu tidak akan ada seorangpun di antara mereka yang dapat lolos dan selamat. Akan tetapi, kalau bertemu musuh dan dibunuh, lalu ke mana perginya mayat - mayat mereka " Apakah mereka ditemukan oleh pasukan pemerintah yang menawan mereka semua " Akan tetapi, pasukan pemerintah biasanya tidak bersikap demikian lunaknya dan tentu langsung membunuh orang - orang Lembah Yang - ce, walaupun pada saat itu pemerintah membutuhkan banyak tenaga orang - orang hukuman untuk membangun tembok besar. "Ah, siapa lagi kalau bukan perbuatan dua orang itu ?" tiba - tiba kakek itu berkata dan dia- pun sudah berjalan keluar dari dalam pondok, diikuti oleh tujuh orang itu, menghampiri gerobak yang masih bergoyang - goyang. Kakek itu tidak berani lancang menuduh orang, akan tetapi KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ karena di tempat itu tidak terdapat lain orang kecuali pemilik gerobak yang berada di dalam kendaraan itu, diapun menghampiri untuk bertanya. "Sobat - sobat pemilik gerobak, keluarlah, aku ingin bertanya!" kakek itu berkata dengan suara yang bernada halus. Tujuh orang pendekar itu me-mandang dengan khawatir. Tidak ada jawaban, bahkan gerobak itu makin keras guncangannya dan kini terdengar suara cekikikan genit diiringi suara ketawa parau. Jelas suara laki - laki dan wanita ! Kakek sakti itu mengangkat alisnya dan kembali dia bertanya. "Maaf, sobat - sobat yang berada di dalam gero-bak. Apakah ada yang melihat orang - orang yang tadinya mengaso di dalam pondok itu " Ke ma_ kah perginya mereka " Apa yang telah terjadi de-ngan mereka ?" Pertanyaan ini diajukan oleh ka-kek sakti karena dia maklum bahwa menurut per-hitungannya, pada saat itulah orang-orang Lem-bah Yang - ce itu baru akan dapat pulih dari totok-annya. Jadi tidak mungkin kalau dapat terbebas sebelumnya. Akan tetapi tidak terdengar jawaban dari dalam gerobak dan sendau - gurau di dalam gerobak itu malah lebih seru dan ramai! "Locianpwe, yang berada di dalam adalah dua orang tokoh terakhir dari Ban - kui - to (Pulau Selaksa Setan)..." tiba - tiba Kim - suipoa membisiki kakek sakti itu. Kakek itu mengerutkan alisnya. Akan tetapi sebelum kakek itu menjawab atau melakukan sesuatu, tiba - tiba terdengar suara ke-ras dan gerobak itu bergoyang - goyang keras, lalu terdengar suara gedebugan seperti orang berkelahi disusul maki - makian dan tiba - tiba daun pintu gerobak itu jebol dan terlepas dari kaitannya, disu-sul terlemparnya sesosok tubuh setengah telanjang seorang kakek yang begitu terlempar dari atas ge-robak lalu berjungkir balik dan bangkit berdiri te-rus lari. "Mau lari ke mana kau!" terdengar bentakan dan dari dalam gerobak meloncat seorang nenek yang pakaiannya juga tidak karu - karuan, agaknya dikenakan secara tergesa - gesa dan celananya ma-sih kedodoran. Nenek ini tidak memperdulikan semua orang yang berada di situ, langsung saja mengejar kakek tadi sambil memaki - maki ! Sekejap mata saja sepasang iblis itu telah lenyap. Tentu saja melihat ini, Ho Pek Lian menundukkan mukanya dan merasa jengah sekali. Sepasang iblis tua bangka itu benar - benar keterlaluan sekali ! Tujuh orang pendekar itu tadi hanya memandang dengan bengong, tidak tahu harus berbuat apa, sedangkan kakek sakti hanya menggeleng kepala menyaksikan kelakuan sepasang iblis itu. "Siancai, kiranya Ban - kui - to sampai sekarang masih dihuni iblis - iblis seperti itu. Kalau mereka itu sudah berkeliaran di tempat ramai, hal itupun menjadi tanda - tanda bahwa dunia akan menjadi semakin tidak aman. Ahhh, mana mungkin orang dapat menikmati keheningan lagi melihat munculnya orang - orang seperti Raja Kelelawar dan penghuni Pulau Selaksa Setan itu ?" Mereka mendekati gerobak dan longak - longok mengintai ke dalam. Akan tetapi tidak nampak ada seorangpun manusia di situ, kecuali benda-benda aneh yang mereka duga tentulah barang-barang berbahaya milik sepasang iblis itu. Mereka tidak mengganggu milik orang, Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo melainkan menanti di dalam hutan itu sampai kembalinya sepasang iblis yang tadi lari berkejaran seperti gila itu. Akan tetapi sampai lama sekali, belum juga nampak ada tandatandanya nenek dan kakek itu kembali. Tak lama kemudian, dari dalam hutan mereka melihat banyak orang lewat dan mereka mengenal tokoh - tokoh sesat yang tadi hadir dalam pertemu-an mereka menghadap pimpinan baru mereka, si Raja Kelelawar. Mereka tetap tinggal di dalam hutan dan tidak memperlihatkan diri. Akan tetapi ketika tiba-tiba terdapat serombongan orang menyusup keluar dari balik semak - semak belukar di dalam hutan, tidak jauh dari tempat mereka berada, tujuh orang pendekar itu terkejut dan diam-diam merekapun mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan sambil memandang kepada rombongan orang itu. Mereka itu tadi tidak nampak hadir dalam pertemuan para tokoh sesat. Mereka berjumlah delapan orang dengan pakaian sutera hitam. Kesemuanya adalah wanita yang sudah setengah tua, antara empatpuluh sampai empatpu-luh lima tahun usianya. Rata - rata bersikap gagah dan gerakannya gesit, dan selain pakaian sutera hitam yang ringkas, juga di sanggul rambut mereka terhias tusuk konde dari batu giok. Selagi Pek Lian dan kawan-kawannya memperhatikan, tiba-tiba dari lain jurusan muncul pula rombongan empat orang pria yang memakai seragam putih-putih. Di punggung masing - masing terdapat sepasang pedang panjang dan sikap mereka juga gagah sekali, sedangkan usia mereka kurang lebih empatpuluh KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ tahun. Rombongan empat orang seragam putih inipun tadi tidak kelihatan di antara kaum sesat yang berkumpul di depan pondok di atas bukit. Maka merekapun menduga bahwa agaknya, selain para tokoh sesat yang hadir, kiranya banyak juga terdapat tamu tak diundang yang secara diam - diam berdatangan ke tempat itu secara sembunyi-sembunyi. Ketika kedua rombongan, yaitu delapan orang wanita berpakaian hitam - hitam dan empat orang pria berpakaian putih - putih itu berpapasan di dalam hutan, kedua pihak nampak kaget. "Ah, mereka berempat itu adalah pendekar-pen-dekar Thian - kiam - pang ( Perkumpulan Pedang Langit) yang terkenal itu!" bisik Kwee Tiong Li. Sebagai ketua Lembah Yang - ce, tentu saja dia sudah banyak mengenal atau mendengar tentang perkumpulan - perkumpulan pendekar lainnya. "Perkumpulan macam apakah itu ?" Pek Lian berbisik, ingin tahu. "Itu adalah perkumpulan pendekar pedang yang terkenal gagah perkasa. Kalau di daerah untuk daerah utara, nama Thian - kiam - pang amat ter-kenal, ilmu pedang mereka hebat." Kini muncul pula rombongan para tosu Bu-tong - pai, terdiri dari lima orang tosu. Kedua rombongan terdahulu segera menyingkir, pergi ke jurusan - jurusan yang berlainan. Juga para tosu Bu - tong - pai itu menyingkir. Mereka adalah tokoh - tokoh dari dunia putih, akan tetapi karena mereka semua datang ke daerah itu sebagai pengintai dan tidak saling berhubungan, maka mereka-pun saling menghindar, tidak ingin berjumpa karena kalau mereka berkumpul, berarti mereka tidak dapat bergerak secara sembunyi - sembunyi lagi. Kakek itu makin tertarik dan diapun melangkah keluar dari hutan kecil itu, diikuti oleh Tiong Li, Pek Lian dan teman - teman mereka. Dan ter-nyata banyak bermunculan rombongan - rombongan dan tokoh - tokoh persilatan dari kaum bersih atau dari mereka yang tidak memasukkan dirinya ke dalam kaum bersih maupun kaum sesat, yang ingin berdiri bebas. Melihat betapa banyak orang itu baru mereka ketahui sekarang kehadirannya, diam - diam Ho Pek Lian merasa kagum dan dapat menduga bahwa mereka itu adalah orang - orang yang berkepandaian hebat."Siancai... !" Kakek ahli ginkang yang sakti itu berkata setelah melihat betapa banyaknya para pendekar bermunculan setelah pertemuan para tokoh sesat itu bubar, "Agaknya kemunculan keturunan Raja Kelelawar benar-benar membuat dunia persilatan menjadi geger! Bukankah demikian, sobat yang berada di balik semak - semak itu ?" Kalimat terakhir ini ditujukan ke arah semak - semak yang berada di sebelah kiri, beberapa meter jauhnya dari tempat mereka berdiri. Tentu saja tujuh orang pendekar yang mendengar kalimat ini menjadi terheran - heran kemudian terkejut ketika tiba-tiba melihat tiga orang hwesio muncul dari balik semak-semak itu sambil (mengangkat kedua tangan memberi hormat dengan wajah mereka yang alim dan ramah. "Omitohud..., lo-sicu sungguh bermata tajam bukan main !" seorang di antara mereka memuji. Melihat seorang di antara tiga hwesio berusia kurang lebih enampuluh tahun ini, yang dahinya terhias bekas luka memanjang, Pek-bin-houw Liem Tat cepat maju memberi hormat. "Ah, kiranya Ta Beng losuhu yang berada di sini. Tidak kami kira bahwa para tokoh Siauw- lim - pai juga hadir di tempat ini! Terimalah hormat saya, losuhu." Hwesio itu sejenak memandang wajah Pek-binhouw yang putih, mengingat-ingat, lalu menepuk dahinya dan balas menjura. "Omitohud... bukankah Si Harimau Putih yang berada di sini " Bagaimana kabarnya, sicu " Pinceng mendengar berita bahwa sicu dan kawankawan mengadakan gerakan di Lembah Yang-ce sekarang, meninggalkan Huang-ho. Benarkah ?" Pek - bin - houw Liem Tat lalu memperkenalkan hwesio itu kepada teman temannya. Hwesio itu berjuluk Ta Beng Hwesio, seorang tokoh Siauw-lim - pai, merupakan tokoh ke dua dalam urutan tingkat di Siauw - lim - pai, seorang hwesio yang berilmu tinggi. "Sicu tentu mencari para pendekar Lembah Yang - ce, bukan ?" Tiba - tiba hwesio itu bertanya. "Karena itulah pinceng bertiga sengaja menanti di sini." Lalu Ta Beng Hwesio menceritakan bahwa dia dan dua orang sutenya itulah yang membebas-kan totokan para anak buah Lembah Yang - ce itu. "Pinceng melihat munculnya kakek dan nenek iblis dari Ban - kui - to, maka pinceng merasa khawatir melihat mereka itu dalam keadaan tertotok. Kami membebaskan mereka dan menyarankan agar mereka menjauhi tempat itu dan menanti cu - wi (anda sekalian) sebagai pimpinan mereka di dalam dusun di sebelah utara sana." KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Mendengar keterangan ini, bukan main girang-nya hati Kwee Tiong Li dan tiga orang pembantu-nya. Cepat dia maju dan memberi hormat. "Sung-guh besar budi pertolongan losuhu terhadap kawan-kawan kami. Saya menghaturkan banyak terima kasih." Ketika hwesio itu mendengar bahwa pemuda yang perkasa ini adalah ketua muda dari Lembah Yang - ce, murid dari pendekar Chu Siang Yu, wajahnya berseri girang. "Ah, kiranya sicu adalah murid Chu - taihiap. Sudah lama sekali pinceng tidak berjumpa de- ngan dia. Bagaimana kabarnya ?" "Suhu dalam keadaan baik saja, akan tetapi per-kumpulan kami di Lembah Yang - ce mengalami pukulan hebat dari pasukan pemerintah." Tiga orang hwesio itu mengangguk - angguk karena mereka sudah mendengar akan berita buruk itu dari para anak buah Lembah Yang - ce yang mereka bebaskan dari totokan. Mereka lalu berpisah dan kakek sakti bersama tujuh orang pendekar itu menuju ke dusun yang ditunjuk oleh para hwesio Siauw - lim - pai. *** "Maafkan pertanyaan saya, locianpwe. Akan tetapi setelah menerima budi pertolongan locian-pwe, kami ingin sekali mengenal nama locianpwe yang mulia. Sudikah locianpwe memberitahukan kami ?" Pertanyaan yang diajukan oleh Pek Lian ini melegakan hati enam orang lainnya karena mereka semuapun ingin sekali mendengar lebih banyak dari kakek sakti ini, hanya karena kakek itu lebih sering berdiam diri seperti orang melamun, mereka merasa ragu - ragu dan tidak enak hati untuk bertanya, hanya mengharapkan kakek itu akan memberitahukan sendiri. Akan tetapi, kini Pek Lian yang mungkin sebagai seorang dara yang lincah lebih berani dalam hal bertanya seperti itu, te-lah mewakili keinginan hati mereka, maka kini mereka semua memandang kepada kakek sakti itu dengan penuh perhatian. Kakek itu menarik napas panjang. "Hemm, sudah puluhan tahun aku ingin menyembunyikan diri agar namaku tidak disebut - sebut orang. Siapa tahu, gara - gara Raja kelelawar kedua tanganku menjadi kotor, berlepotan dengan urusan dunia. Datuk - datuk sesat, seperti setan - setan yang keluar dari neraka, telah bermunculan. Biarlah aku menceritakan keadaanku, apa lagi karena kalian telah berkenalan dan menjadi sahabat dari keluarga Bu." Kakek itu mulai bercerita sambil berjalan. Tu-juh orang pendekar mendengarkan dengan penuh perhatian. Gurunya, mendiang Bu - eng Sin - yok-ong atau Raja Tabib Sakti Tanpa Bayangan mem-punyai tiga orang murid. Murid pertama adalah ayah dari Bu Kek Siang dan murid pertama ini me-warisi ilmu pengobatan dan tenaga sinkang yang amat kuat sehingga bagaimanapun juga, dengan kekuatan sinkang itu, dia dapat dikatakan paling unggul di antara tiga orang murid, sesuai de-ngan kedudukannya sebagai murid tertua. Murid ke dua adalah seorang yang berasal dari selatan bernama Ouwyang Kwan Ek, yang mewarisi ilmu pukulan sehingga murid ini memiliki ilmu silat yang amat hebat gerakan - gerakannya. Sedangkan orang ke tiga yang menjadi murid termuda dan yang mewarisi ilmu ginkang adalah kakek bertongkat itu yang bernama Kam Song Ki. Semenjak matinya Raja Tabib Sakti, tiga orang murid ini terpencar dan saling berpisah. Ayah Bu Kek Siang yang bernama Bu Cian itu tinggal di utara. Ouw-yang Kwan Ek yang berasal dari selatan itu kem-bali ke dunia selatan dan tidak pernah terdengar beritanya, sedangkan Kam Song Ki yang memang hidup sendirian saja dan suka merantau, tidak diketahui di mana tempat tinggalnya yang tetap. Tentu saja di samping mewarisi keahlian keahlian itu, masing - masing juga mewarisi ilmu silat yang tinggi, ilmu pengobatan dan ilmu ginkang serta tenaga sinkang. Hanya saja, masing - masing telah mewarisi keistimewaan yang diberikan oleh guru mereka disesuaikan dengan bakat masing - masing pula. "Aku suka merantau, dan aku tidak suka ber-urusan dengan dunia, seperti juga halnya dengan twa - suheng almarhum. Bahkan ji - suhengpun bi-asanya tidak pernah mau merisaukan urusan dunia sesuai dengan pesan suhu yang tidak ingin murid-muridnya mengandalkan kepandaian untuk melakukan kekerasan dan bermusuhan dengan orang lain. Maka, sungguh mengherankan sekali kalau kini ji-suheng selain masih hidup, malah juga mendirikan perkumpulan Liong-i-pang (Perkumpulan Jubah Naga) itu, bahkan telah membunuh murid keponakannya sendiri hanya untuk memperebutkan kitab pusaka." Dia menarik napas panjang dengan penuh penyesalan. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Mendengar penuturan singkat itu, tujuh orang pendekar ini menjadi kagum. Kakek ini murid seorang yang kesaktiannya terkenal seperti dewa, dan memiliki ilmu kepandaian yang sukar diukur tingginya. Namun sikapnya demikian sederhana, tidak ingin namanya dikenal orang, bahkan tidak ingin mempergunakan kepandaiannya untuk bermusuhan dengan orang lain. Dengan kagum Tiong Li lalu memberi hormat. "Penuturan Kam-locianpwe membuka mata kami bahwa makin banyak gandumnya, makin menunduklah tangkainya, makin dalam airnya, makin tenang dan diam. Akan tetapi, kalau para locianpwe seperti Kam-locianpwe tidak mempergunakan kepandaian untuk membendung datuk-datuk hitam yang berkepandaian tinggi, tentu akan lebih parah dan celakalah kehidupan rakyat jelata, dilanda oleh kejahatan mereka." "Itulah yang menyebalkan !"' kata Kam Song Ki sambil menggurat - guratkan ujung tongkatnya di atas tanah di depannya. "Kemunculan iblis-iblis seperti Raja Kelelawar itu mau tidak mau menyeret pula orang-orang tua yang sudah mendekati lubang kubur seperti aku ini untuk ikut pula meramaikan dunia dengan pertentangan-pertentangan antara manusia !" Setelah berkata demikian, kakek itu mempercepat langkahnya sehingga semua orang bergegas Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mengejarnya dan sikap ini seperti menjadi tanda bahwa dia tidak ingin bicara lagi tentang dirinya. Ketika akhirnya mereka tiba di dusun itu, hari telah sore dan keadaan dusun yang agak sunyi itu membuat mereka merasa heran. Bahkan beberapa orang kanak-kanak yang tadinya bermain- main di pekarangan rumah, ketika melihat munculnya delapan orang ini, dengan wajah ketakutan mereka melarikan diri memasuki rumah mereka, rumah pondok miskin. Beberapa orang dewasa yang kebetulan berada di luar rumah juga cepat - cepat memasuki rumah dan menutupkan daun pintu rumah mereka. Jelaslah bahwa penduduk di dusun itu dicekam rasa ketakutan melihat orang asing memasuki dusun mereka. Hal ini hanya berarti bahwa tentu telah terjadi sesuatu yang hebat. Mereka terus memasuki dusun itu dan ketika mereka tiba di tengah dusun, tiba - tiba saja bermunculan puluhan orang penduduk dusun itu, kesemuanya pria dan mereka membawa alat - alat senjata seadanya, mengurung dengan sikap mengancam. Melihat ini, kakek itu tenang - tenang saja, akan tetapi Kwee Tiong Li segera mengangkat tangan ke atas dan berkata dengan suara berwibawa, "Saudara-saudara hendaknya jangan salah menyangka orang ! Kami bukanlah orang-orang jahat dan kami datang untuk mencari teman- teman kami yang kemarin dulu datang ke tempat ini. Jumlah mereka kurang lebih ada limapuluh orang " Dari para pengepung itu majulah seorang laki-laki berusia lebih dari empatpuluh tahun. Suaranya agak parau ketika dia berkata, "Mereka semua telah mati! Semua telah mati!" Tentu saja delapan orang itu terkejut, terutama sekali Tiong Li. "Mati " Kenapa " Siapa membunuh mereka dan mengapa ?" "Malam tadi di sini terjadi pertempuran hebat, antara pasukan pemerintah yang menyergap orang-orang yang agaknya bersembunyi di dusun kami. Kami semua ketakutan, takut terbawa - bawa dan memang ada belasan orang muda di dusun kami yang ikut pula terbunuh karena disangka menyembunyikan mereka. Kami semua bersembunyi ketakutan. Akhirnya, semua orang itu tewas, juga puluhan orang perajurit tewas. Sejak pagi tadi kami penduduk dusun bertugas untuk mengubur semua mayat itu. Mengerikan ! Lebih dari seratus mayat terpaksa dikubur dalam beberapa lubang besar saja, di luar dusun." xx - ? DARAH PENDEKAR " - xx Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo Jilid VI - O - MENDENGAR penuturan ini, pucatlah wajah Tiong Li dan Yang-ce Sam-lo. Juga Pek Lian dan dua orang gurunya terkejut sekali. Bagai-manapun juga, yang terbunuh semua sampai terbasmi habis itu adalah para anggauta pemberontak Lembah Yang-ce, jadi masih rekanrekan mereka sendiri. Pimpinan mereka, Liu Pang, adalah juga pemberontak Lembah Yang - ce yang untuk sementara ini membangun pusat perkumpulan di Puncak Awan Biru. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ "Siapa lagi kalau bukan Jenderal Beng Tian dan dua orang pengawalnya itu yang memimpin penyerbuan ?" kata Pek Lian dengan gemas. Kwee Tiong Li mengepal tinjunya, sepasang matanya merah dan mukanya pucat. "Habis sudah kawan-kawanku.....! Dengan susah payah guruku membimbing mereka, melatih mereka, dan akhirnya, mereka hancur di bawah pimpinanku! Ahhh" Pemuda itu menutupi muka dengan kedua tangannya, merasa berduka dan menyesal bukan main. Melihat keadaan ketua mereka ini, Yang-ce Sam-lo menghibur. "Harap kokcu jangan terlalu menyalahkan dan menyesalkan diri sendiri. Semua ini adalah resiko perjuangan menentang kelaliman dan kematian saudara- saudara kita terjadi di luar kemampuan kita untuk mencegahnya," kata seorang di antara mereka. "Seandainya kita berada di sini sekalipun, kalau dikepung oleh pasukan besar yang dipimpin jenderal itu, apa yang akan dapat kita lakukan untuk menyelamatkan kita semua " Memang, lebih dari limaratus orang anggauta kita gugur sebagai pejuang - pejuang gagah perkasa yang menentang ketidakadilan, akan tetapi pihak tentara pemerintah juga banyak yang tewas di tangan kita. Setidaknya, setiap anggauta kita tentu sedikitnya merobohkan dua orang, sehingga kalau dihitung-hitung, kita masih tidak rugi." Akan tetapi hiburan-hiburan tiga orang pembantunya itu tidak melenyapkan kedukaan hati Kwee Tiong Li yang kehilangan semua anak buah-nya. Dia memukulkan tinju kanannya ke atas telapak tangan kirinya dengan keras sehingga ter-dengar suara nyaring. "Bagaimanapun juga aku tidak mau berhenti sampai di sini saja ! Aku harus menuntut balas. Harap Sam-lo kembali ke lembah dan menyampaikan laporan kepada suhu. Aku sendiri akan mencari jalan untuk membalas dendam ini !" Tiga orang pembantunya hendak membantah karena perbuatan itu tentu saja amat berbahaya bagi keselamatan pemuda itu. "Sam-lo, ini adalah keputusanku sebagai ketua lembah!" katanya de-ngan tegas dan tiga orang itu tentu saja tidak dapat membantah lagi. Ho Pek Lian melihat betapa pemuda yang biasanya bersikap lembut itu kini nam-pak keras, bersemangat dan penuh wibawa sehing-ga hatinya merasa tergetar. Pemuda ini merupa-kan seorang jantan yang gagah perkasa, memba-yangkan kepribadian seorang pemimpin yang he-bat, membuat hati Pek Lian menjadi kagum sekali. "Siancai..., saat kematian merupakan rahasia yang tak pernah terbuka oleh manusia. Siapa sangka aku bermaksud menolong mereka, tidak tahunya karena perbuatanku, malah mereka mengalami pembasmian di sini" kata kakek Kam dengan suara menyesal. Mendengar ini, Kwee Tiong Li cepat menghadapi kakek itu. "Harap locianpwe jangan beranggapan demiki-an karena locianpwe sama sekali tidak bersalah dalam hal ini." "Aku tahu, orang muda... akan tetapi membuat hatiku terasa tidak enak......" tiba-tiba kakek itu berhenti dan cepat menoleh ke belakang. Pada saat itu terdengar bunyi terompet bersahut-sahutan, diiringi sorak - sorai para perajurit dan ternyata dusun itu telah dikepung! Mendengar ini, para penghuni berlari - larian kembali ke rumah masing-masing dan yang tertinggal di dusun itu, di luar rumah, hanya tinggal delapan orang itu saja. Semua penghuni dusun telah bersembunyi ! Delapan orang itu, yang merasa sudah terkepung, tidak mau ikut bersembunyi karena mereka maklum bahwa bersembunyi di dusun kecil itu tidak ada artinya malah - malah akan mencelakakan semua penghuni dusun. Maka, sambil menanti, mereka semua mencabut senjata, siap untuk melawan. Dengan teriakan yang berisik sekali, bermunculanlah pasukan itu dari segenap penjuru dan mereka segera diserbu dan dikeroyok. Pek Lian telah mencabut pedangnya, Kim suipoa Tan Sun mengeluarkan senjata suipoanya sedang-kan Pek - bin - houw juga sudah melintangkan pi-kulan bajanya. Begitu para perajurit menyerbu, mereka bertiga mengamuk bagaikan harimau - ha-rimau kelaparan. Sementara itu, Kwee Tiong Li, biarpun tenaganya belum pulih seluruhnya, juga sudah mengamuk dan menggerakkan pedangnya dengan dahsyat. Tiga orang Yang - ce Sam lo juga sudah menyambut pengeroyokan musuh de-ngan senjata golok tipis mereka. Tujuh orang pen- dekar itu mengamuk dengan penuh semangat, terutama sekali Tiong Li dan Yang - ce Sam-lo yang seolah - olah memperoleh kesempatan un-tuk membalas dendam atas terbasminya seluruh kawan mereka itu. Empat orang ini merobohkan banyak sekali perajurit. Adapun kakek Kam Song KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Ki sendiri hanya melindungi dirinya, menggerak-kan tongkatnya untuk merobohkan semua orang yang menyerangnya, akan tetapi jelaslah bahwa kakek ini merobohkan orang tanpa bermaksud membunuh. Biarpun demikian, tidak ada perajurit yang dapat mendekatinya karena belum juga dekat mereka itu sudah roboh berpelantingan. Akan tetapi, tiba - tiba muncul dua orang berpakaian preman yang menjadi pengawal pribadi, juga sute - sute dari Jenderal Beng Tian yang amat lihai itu! Bukan hanya kedua orang pengawal ini saja, melainkan juga belasan orang perwira yang memiliki gerakan gerakan gesit sekali, tanda bahwa mereka adalah orang - orang yang pandai ilmu silat. Pengepungan semakin ketat, pengeroyokan semakin rapat dan dengan munculnya dua orang pengawal bersama para perwira itu, delapan orang yang dikeroyok menjadi kewalahan juga. Betapapun juga, mereka terus mengamuk dengan hebatnya dan sudah puluhan orang banyaknya roboh, tewas atau terluka sehingga mayat - mayat mulai bertumpuk dan berserakan, suara orang - orang mengaduh dan mengerang kesakitan amat mengerikan. Sore semakin gelap. Satu jam lebih mereka mengamuk, akan tetapi jumlah para perajurit amat banyaknya. Ada ratusan orang! Dan akhirnya, apa yang mereka khawatirkanpun tibalah dengan munculnya Jenderal Beng Tian sendiri! Tadinya, dua orang pengawal pribadi jenderal itu masih me-nemukan kesulitan ketika mereka dihadang dan dibendung oleh tongkat butut kakek Kam, membuat mereka terheran - heran, penasaran dan juga marah karena ternyata tongkat itu membuat mereka tidak mampu banyak bergerak. Akan tetapi sebaliknya kakek Kam yang tidak ingin membunuh, tidak mudah pula merobohkan dua orang pengawal lihai ini seperti yang dilakukannya kepada para pera-jurit. Sedangkan tujuh orang pendekar itu dikeroyok oleh belasan orang perwira yang dibantu oleh puluhan orang perajurit pula. Sampai berdesakan dan sukar sekali untuk bergerak dalam pengepung-an yang ketat itu. Dan kini, jenderal itu sendiri muncul. Tadinya, panglima ini tidak ikut memim-pin anak buahnya. Bukankah menurut penyelidik, yang berada di dusun itu hanya delapan orang pim-pinan pemberontak " Cukup diwakilkan kepada dua orang pengawal atau sutenya saja, para perwi-ra dan pasukan. Akan tetapi, dia memperoleh beri- ta yang mengejutkan bahwa di antara delapan orang itu terdapat seorang kakek yang amat sakti yang membuat kedua orang sutenya tidak berdaya Tentu saja dia menjadi terkejut sekali dan jenderal itupun bergegas menuju ke medan pertempuran. Pada saat dia tiba di tempat, itu, dia masih sempat melihat betapa dua orang sutenya mengeroyok seorang lawan yang tidak nampak bayangannya ! Seolah - olah dua orang sutenya itu mengeroyok setan saja. Tahulah dia bahwa lawan dua orang pembantunya itu adalah seorang ahli ginkang yang amat luar biasa. Sambil mengeluarkan bentakan nyaring, jenderal itu lalu menyerbu dan dua orang sutenya girang bukan main melihat munculnya jenderal yang selain menjadi atasan, juga menjadi suheng mereka itu. Dan pukulan yang dilancarkan jenderal itu terhadap kakek Kam membuat kakek itu mengeluarkan seman kaget. Namun, gerakan kakek itu terlampau cepat sehingga empat serangan yang merupakan rangkaian susul-menyusul dari jenderal itu semua hanya mengenai tempat kosong saja. Dia menduga-duga siapa gerangan orang ini dan diam-diam terkejut bukan main. Kalau pihak pemberontak terdapat orang - orang selihai ini, sungguh amat berbahaya, pikirnya. Bersama dua orang sutenya, dia mengeroyok. Namun tetap saja mereka bertiga menjadi kewalahan karena jauh kalah cepat gerakan mereka. Kadang-kadang kakek itu seperti lenyap saja dan tahu - tahu muncul di atas mereka, di belakang mereka atau di kanan kiri. Dan ma-lampun tibalah. Para perajurit memasang obor sehingga keadaan di situ semakin menyeramkan. Betapapun lihainya, tujuh orang pendekar yang dikeroyok oleh banyak sekali lawan yang tiada habisnya dan tak kunjung berkurang itu, menjadi repot. Mereka kelelahan, Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mandi peluh setelah mengamuk selama hampir dua jam lamanya! Dan akhirnya, tak dapat tertolong lagi, Pek- bin-houw roboh terkena tusukan tombak seorang perwira dari belakang. Tombak itu menancap di punggung dan tembus ke dadanya, darah muncrat dan dia berteriak seperti harimau terluka, membalik dan senjata pikulannya menghantam kepala penyerang-nya sampai pecah. Kemudian dia menubruk ke kiri, merobohkan seorang perajurit, akan tetapi dia sendiripun roboh karena sebatang golok membuat lehernya hampir putus, disabetkan oleh perwira lain. Robohlah Pek - bin - houw Liem Tat sebagai seorang pendekar dan patriot. Melihat ini, Kim-suipoa berteriak marah dan menyerang dengan nekat, menubruk ke arah perwira yang membacok golok tadi. Perwira itu KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ menangkis, akan tetapi go-loknya terpental oleh hantaman suipoa dan ke-pala perwira itupun remuk terkena pukulan suipoa baja. Akan tetapi, pada saat yang sama, dua ba-tang pedang menembus lambung dan dada Kim-suipoa ***[All2Txt: Unregistered Filter ONLY Convert Part Of File! Read Help To Know How To Register.]*** Tg Li dan kakek yang masih dikeroyok tiga oleh Jenderal Beng Tian bersama dua orang sutenya itu. Tiong Li dan Pek Lian masih mengamuk dan keduanya maklum bahwa nyawa merekapun tidak akan tertolong lagi. "Nona Ho, selamat berpisah di sini !" kata Tiong Li sambil memutar pedangnya. Pek Lian terharu sekali, akan tetapi juga bangkit semangatnya melihat pemuda yang gagah perkasa itu! "Selamat berpisah, saudara Kwee. Akan tetapi aku tidak mau mati sebelum membasmi anjing - anjing ini sebanyak mungkin !" Keduanya mengamuk lagi penuh semangat. Kakek Kam mendengarkan semua ini dan hatinya tergerak. Kalau dia menghendaki, tentu dia sudah dapat membunuh tiga orang lawannya. Akan tetapi dia tidak tega untuk membunuh. Kalau dia mau melarikan diripun tidak sukar baginya, akan tetapi dia merasa kasihan kepada dua orang muda itu. Diam - diam dia merasa kagum sekali melihat, gerak-gerik Tiong Li dan Pek Lian. Terutama pemuda itu sungguh membuat hatinya yang tua merasa terharu. Seorang pemuda gagah perkasa yang penuh setia kawan! Sungguh seorang eng-hiong (pendekar) sejati! Dan melihat betapa Pek Lian terhuyung oleh pukulan rayung lawan yang mengenai punggungnya, cepat dia menggerakkan kakinya dan tahu-tahu tiga orang pengeroyoknya sudah kehilangan kakek itu yang kini telah menyambar tubuh Pek Lian sebelum dara itu terguling ro-boh. Dipanggulnya tubuh Pek Lian dan diapun berseru kepada Tiong Li, "Kwee - sicu, mari kita pergi !'" Memang mudah saja bagi kakek sakti yang me-miliki ginkang istimewa itu untuk mengatakan de-mikian, bahkan mudah pula baginya untuk me-loloskah diri dari kepungan ketat dan penge-royokan itu, akan tetapi amat sukarlah bagi Tiong Li untuk melaksanakannya. Pula, dia telah dibakar kemarahan meluap - luap dan sudah diambilnya keputusan untuk mengamuk sampai mati, membela kematian tiga orang pembantunya dan juga dua orang guru Pek Lian itu. Melihat betapa pemuda itu mengamuk makin hebat dan seperti tidak memperdulikan ajakannya, kakek itu berseru lagi, "Orang muda, perlu apa mengorbankan nyawa dengan konyol " Ingat, kelak engkau harus membuat perhitungan dan membalas semua dendam. Kalau mati sekarang, siapa yang akan membalas dendam kelak ?" Ucapan ini sengaja dikeluarkan hanya untuk membakar semangat pemuda itu agar mau meloloskan diri, bukan ucapan yang keluar dari lubuk hatinya. Mendengar ini, Tiong Li menjadi sadar. Semua anak buahnya, berikut tiga orang pembantunya yang setia, telah gugur. Hanya tinggal dia seorang diri. Kalau dia gugur pula, lalu siapa yang akan membalas semua ini." Siapa yang akan melanjutkan perjuangan, membantu para pendekar lain, membantu gurunya " Dia tidak boleh sekedar menurutkan perasaan hati duka dan marah. Akan tetapi, bagaimana dia dapat meloloskan diri dari kepungan begini banyak musuh " Sambil memutar, pedang mengamuk, Tiong Li mencari jalan keluar, namun, sia - sia belaka. Seorang lawan dirobohkan, dua orang menggantikannya. Dua orang dirobohkan, empat orang yang maju. Pedangnya sudah berlumur darah, pakaiannya juga berlepotan darah, darah lawan dan darahnya sendiri. Tubuhnya sudah lelah sekali dan agaknya gerakannya itu hanya dikendalikan oleh semangatnya yang berkobar - kobar. Seolah - olah kesehatannya yang baru berkembang baik dan belum pulih benar itu kini menjadi sembuh sama sekali dengan adanya pertempuran mati - matian ini. Sementara itu kakek Kam Song Ki melihat kesukaran yang dialami pemuda itu. Dia sendiri masih dikepung ketat, bahkan kini Jenderal Beng Tian dan dua orang pengawalnya meneriakkan perintah agar para perwira juga ikut mengepung kakek yang luar biasa lihainya itu. Kakek Kam masih memondong tubuh Pek Lian dan tubuhnya berkelebatan ke sana-sini dan tahutahu dia sudah mendekati Tiong Li. Caranya amat menggiriskan hati para pengeroyoknya karena tubuhnya itu berloncatan atau lebih tepat lagi "beterbangan" melayang-layang, meloncat di antara pundak dan kepala para pengeroyok, kadang - kadang menginjak pundak dan kepala, bahkan menginjak KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ ujung senjata, ba-gaikan seekor burung walet saja tubuh itu kini tahu - tahu sudah mendekati Tiong Li dan menyam-bar tangan pemuda itu. "Pegang erat-erat tanganku dan ikuti gerakan ku. Kau menurut saja, jangan melawan! Dengarkan petunjuk- petunjukku baik-baik. Kalau perlu pejamkan mata, jangan bergerak menurut kemauan sendiri, tapi turuti aku dengan membuta, Ini pelajaran ilmu langkah ajaib yang dapat melolos-kan dirimu dari kepungan!" "Baik... locianpwe !" Tiong Li menjawab. Maka mulailah pemuda itu menurutkan tenaga tarikan, betotan, maupun dorongan tangan kakek itu, mengatur langkahnya sesuai dengan tenaga kakek itu, ke kiri, kanan, ke depan, ke samping, ke belakang, kadang - kadang meloncat rendah dan meloncat tinggi, cepat sekali gerakan itu dan amat aneh, akan tetapi hebatnya, gerakan - gerakan itu membuat dia terbebas dari semua serangan dan kepungan tanpa mengelak satu demi satu seperti yang dilakukannya sendiri tadi. Dia tidak tahu bahwa dia telah dibawa oleh kakek sakti itu melakukan Ilmu Ban-seng- po Lian-hoan (Langkah Selaksa Bintang Berantai). Langkah-langkah ini menurut garis-garis perbintangan dan langkahlangkahnya teratur sedemikian rupa, penuh rahasia sehingga seolah- olah semua gerakan itu telah mendahului datangnya hujan serangan. Melihat ini, seorang di antara pengawal atau sute dari Jenderal Beng Tian menjadi marah sekali! Sambil berseru keras dia menyerang dahsyat ke arah kepala Tiong Li. Pemuda ini terkejut, maklum bahwa dia tidak akan mungkin dapat menyelamatkan diri, akan tetapi dia memejamkan matanya dan dengan membuta dia menurutkan tenaga kakek yang me-ngendalikannya. Dia menggeliat dan meloncat ke depan malah! Tentu saja hatinya terasa ngeri sekali. Dipukul demikian dahsyat mengapa malah meloncat ke depan " Akan tetapi sungguh aneh, karena dia meloncat ke depan ini, dia malah terhindar dari pukulan dahsyat yang ternyata telah datang kecuali tentu saja ke depan, karena si pemukul sama sekali tidak pernah menduga bahwa orang yang dipukul itu malah melangkah maju! Inilah hebatnya Ban - seng - po Lian - hoan itu. Ilmu ini memungkinkan segala gerakan kaki dan tubuh dalam menghadapi pengeroyokan lawan lawannya yang tangguh. "Plak ! Plakk !" tangan kakek itu menampar dan dua orang pengawal itu terhuyung ke belakang dengan muka pucat ketika mereka menangkis. "Pemberontak hina !" Terdengar Jenderal Beng Tian membentak dan pedang panjangnya menyambar. Tiong Li sudah berhasil merampas sebatang tombak yang dibetotnya dari tangan seorang pera-jurit yang menyerangnya dan menggunakan tom bak itu untuk menangkis pedang yang menyambar ke arah kakek Kam. "Trakkkk..... !" Tombak itu patah menjadi dua dan Tiong Li merasakan tangannya sampai ke pangkal lengannya seperti lumpuh ! Dia terke-jut setengah mati, akan tetapi pada saat itu, Jen- deral Beng Tian juga terhuyung ke belakang kare-na ketika pedangnya bertemu dengan tombak di tangan pemuda itu, secepat kilat kakek Kam telah berhasil mendorong punggungnya dan dia merasa betapa hawa yang dingin sekali menyusup ke dalam tubuhnya, membuat dia terhuyung dan cepat - cepat jenderal ini yang tidak mau menderita luka parah segera mengatur pernapasan seperti yang dilaku-kan oleh dua orang sutenya pula. Melihat betapa tiga orang tertangguh itu menghentikan penye-rangan, kakek Kam melihat kesempatan yang baik sekali. "Kwee - sicu, cepat rampas kuda !" Tiong Li yang sejak tadi secara membuta sudah menurut perintah kakek ini, sekarang membuka mata dan melihat seorang perwira menunggang ku-da tak jauh dari situ, diapun meloncat mendekati. Perwira itu menyambutnya dengan bacokan golok, akan tetapi Tiong Li mengelak ke kiri dan me-nyambar lengan perwira itu, menariknya keraskeras ke bawah. Pada saat tubuh perwira itu ter-pelanting ke bawah, Tiong Li meloncat ke atas punggung kuda! Dan pada saat itu pula, seorang lain telah terlempar dari atas punggung kudanya, tak jauh di sebelah depan Tiong Li, dan tubuh Pek Lian melayang ke atas punggung kuda. "Naiki kuda itu dan larilah kalian I" terdengar kakek Kam berseru. Akan tetapi karena Pek Lian menderita luka-luka dan merasa lelah sekali, dara ini tidak dapat mengatur tubuhnya dan ia hinggap di atas kuda itu dalam keadaan terbalik! Akan tetapi sebelum ia terpelanting jatuh, tubuhnya sudah disambar lagi oleh kakek Kam yang tadi merobohkan empat orang perajurit, lalu kakek itupun mem-balapkan kuda, diikuti oleh Tiong Li. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ "Hayo, jangan tidur, anak nakal!" Kakek itu mengguncang-guncang tubuh Pek Lian. "Engkau seorang gadis gagah perkasa, masa baru begini saja sudah turun semangat " Bangunlah, dan naiki kuda ini, larikan secepatnya, aku melindungi dari belakang !" Kembali dia mengguncang. "Mengertikah kau ?" Mendengar kata - kata ini dan karena guncangan- guncangan itu, apa lagi ketika tengkuknya di-totok dua kali oleh jari si kakek sakti, Pek Lian membuka matanya lebar Pedang Tanpa Perasaan 8 Pendekar Hina Kelana 14 Kembalinya Siluman Harimau Kumbang Hantu Seribu Tangan 3

Cari Blog Ini