Anjing Kematian 3
Anjing Kematian The Hound Of Death And Other Stories 1933 Karya Agatha Christie Bagian 3 rupanya begitu. Betapa bodohnya laki-laki. Bodoh... bodoh... bodoh..." Sekonyong-konyong ia bangkit berdiri. Segala emosi tegang yang dirasakan sang pengacara di dalam mangan itu sekarang terpusat pada nada suara Romaine Vole. "Saya benci padanya. Saya benci. Benci! Saya ingin melihat dia digantung sampai mati." 166 Mr. Mayheme merasa takut pada wanita ini, dan pada sorot kebencian membara di matanya. Romaine Vole maju selangkah dan melanjutkan dengan berapi-api, "Barangkali saya akan melihatnya digantung. Bagaimana kalau saya katakan pada Anda bahwa malam itu dia bukan kembali pada jam sembilan lewat dua puluh, melainkan pada jam sepuluh lewat dua puluh" Kata Anda, dia mengaku tidak tahu apa-apa tentang uang yang diwariskan padanya. Bagaimana kalau saya katakan pada Anda bahwa dia tahu tentang itu, dia mengharapkannya, dan melakukan pembunuhan untuk memperolehnya" Bagaimana kalau saya katakan pada Anda bahwa malam itu, ketika pulang, dia mengakui pada saya apa yang telah diperbuatnya" Bahwa ada noda darah di mantelnya9 Bagaimana" Bagaimana kalau saya bersaksi di pengadilan dan mengatakan semua itu?" Sepasang matanya seakan menantang Mr. Mayheme. Dengan susah payah sang pengacara berusaha menyembunyikan kecemasannya yang semakin meningkat, dan memaksakan diri berbicara dengan nada rasional. "Anda tidak bisa diminta memberikan kesaksian melawan suami Anda sendiri..." "Dia bukan suami saya!" Kata-kata itu meluncur begitu cepat, hingga Mr. Mayheme mengira ia salah mengerti. "Maaf" Saya..." "Dia bukan suami saya." Keheningan yang menyusul terasa begitu tajam, hingga jarum jatuh pun akan terdengar. "Saya dulu seorang aktris di Vienna. Suami saya 167 masih hidup, tapi ada di rumah sakit jiwa. Jadi, kami tidak bisa menikah. Saya senang sekarang." Ia mengangguk dengan sikap menantang. "Coba katakan satu hal ini pada saya," kata Mr. Mayheme. Ia berusaha tampak tenang dan tidak emosional, seperti biasanya. "Kenapa Anda begitu getir terhadap Leonard Vole?" Romaine hanya menggelengkan kepala dan tersenyum sedikit. "Ya, Anda tentunya ingin tahu. Tapi saya tidak akan mengatakannya pada Anda. Saya akan menyimpan rahasia saya..." Mr. Mayheme batuk-batuk kecil sedikit dan bangkit berdiri. "Rasanya tak ada gunanya saya memperpanjang percakapan ini," katanya. "Anda akan mendapat kabar lagi dari saya, setelah saya bicara dengan klien saya." Romaine mendekatinya, menatap mata pengacara itu dengan sepasang matanya yang berwarna gelap memikat. "Coba katakan," katanya, "apakah Anda percaya sejujurnya bahwa dia tidak ? ?bersalah saat Anda datang kemari ini?" "Saya percaya," kata Mr. Mayheme. "Orang malang," Romaine tertawa. "Dan sampai saat ini pun saya masih percaya," kata sang pengacara. "Selamat malam, Madam." la keluar dari mangan itu, sambil membawa ingatan akan wajah Romaine yang terperanjat. "Urusan ini akan sangat merepotkan," Mr. Mayheme berkata pada dirinya sendiri sambil melangkah di jalan. 168 Keseluruhan hal ini sungguh luar biasa. Wanita itu juga luar biasa. Wanita yangsangat berbahaya. Wanita bisa sangat jahat kalau sudah menancapkan pisau pada kita. Apa yang mesti dilakukan" Anak muda yang malang itu tidak punya sandaran sedikit pun untuk membantunya. Tentu saja, ada kemungkinan ia memang melakukan kejahatan tersebut... "Tidak," kata Mr. Mayheme pada dirinya sendiri. "Tidak... hampir terlalu banyak bukti yang memberatkannya. Aku tidak percaya pada wanita ini. Dia cuma mengarang-ngarang keseluruhan ceritanya. Tapi dia tidak bakal membawanya ke pengadilan." Ia berharap bisa merasa lebih yakin akan hal itu. Proses pengadilan kepolisian "berlangsung singkat dan dramatis. Saksi-saksi utama untuk kasus tersebut adalah Janet Mackenzie, pelayan almarhumah, dan Romaine Heilger, wanita Austria, kekasih sang tertuduh. Mr. Mayheme duduk selama persidangan, men-^ dengarkan cerita memberatkan yang disampaikan Romaine. Isinya sama seperti yang telah dikatakannya pada Mr. Mayheme dalam wawancara mereka sebelumnya. Tertuduh menahan pembelaannya dan akan diajukan ke pengadilan Mr. Mayheme kehabisan akal. Kasus yang dihadapi Leonard Vole ini benar-benar berat. Bahkan KC terkenal yang disewa untuk menangani pembelaan hanya punya harapan tipis. "Kalau kita bisa menggoyahkan kesaksian perempu 169 an Austria itu, mungkin kita bisa berhasil," katanya ragu-ragu. "Tapi urusan ini sulit sekali." Mr. Mayheme memfokuskan energinya pada satu titik. Dengan asumsi bahwa Leonard Vole mengatakan yang sebenarnya, bahwa ia meninggalkan rumah wanita yang dibunuh itu pada jam sembilan malam, siapa laki-laki yang didengar Janet berbicara dengan Miss French pada jam setengah sepuluh" Satu-satunya titik terang adalah keponakan Miss French yang punya reputasi buruk, dan di masa lalu suka memaksa meminta uang dari bibinya. Mr. Mayheme mendapat tahu bahwa Janet Mackenzie sejak dulu menyukai anak muda itu, dan tak pernah berhenti menyampaikan permintaan-permintaannya pada nyonyanya. Kemungkinan besar keponakan inilah yang berbicara dengan Miss French setelah Leonard Vole pulang, apalagi keponakan ini tak bisa ditemukan di tempat-tempat yang biasa dikunjunginya. Segala penyelidikan Mr. Mayheme di tempat-tempat lain tidak membuahkan hasil. Tak seorang pun melihat Leonard Vole masuk ke rumahnya sendiri, atau meninggalkan rumah Miss French. Tak seorang pun melihat ada laki-laki lain memasuki atau meninggalkan rumah di Cricklewood itu. Segala pertanyaan hasilnya nihil. Semalam menjelang pengadilan keesokan harinya, Mr. Mayheme menerima surat yang akhirnya mengarahkan pikirannya ke jalur yang sama sekali baru. Surat itu datang dengan pos pukul enam. Tulisannya jelek sekali, ditulis di selembar kertas biasa, dan dimasukkan di sebuah amplop kotor dengan prangko yang ditempel miring. 170 Mr. Mayheme membacanya dengan saksama sekali dua kali, sebelum berhasil memahami isinya. Tuan yang baik: Anda pengacara anak muda itu. Kalau Anda ingin perempuan asing norak itu terbuka kedoknya datanglah ke Shaw's Rents Stepney 16 malam ini. Tarifnya 2 ratus pound. Minta ketemu Missis Mogson. Mr. Mayheme membaca dan membaca kembali isi surat yang aneh itu. Mungkin saja surat ini tipuan belaka, tapi setelah ditimbang-timbang kembali, ia jadi semakin yakin bahwa surat itu isinya tidak bohong. Ia juga yakin bahwa itulah satusatunya harapan untuk sang tertuduh. Kesaksian Romaine Heilger benar-benar mencelakakannya, dan argumentasi pembelaan yang akan digunakan bahwa kesaksian ?seorang wanita yang terang-terangan telah menjalani kehidupan yang amoral tidaklah bisa dipercaya adalah argumentasi yang lemah. ?Mr. Mayheme membulatkan tekad. Sudah merupakan tugasnya untuk menyelamatkan kliennya dengan cara apa pun. Ia mesti pergi ke Shaw's Rents. Ia agak kesulitan menemukan tempat itu sebuah bangunan bobrok di wilayah kumuh ?yang berbau memuakkan tapi akhirnya ia menemukannya juga. Ia minta bertemu ?dengan Mrs. Mogson, dan disuruh naik ke sebuah mangan di lantai tiga. Ia mengetuk pintu, tapi tidak ada yang membukakan. Maka ia mengetuk lagi. Pada ketukan kedua, ia mendengar suara terseret 171 seret di dalam, lalu pintu dibuka sedikit sekali dengan hati-hati, dan sebuah sosok bungkuk mengintip ke luar. Sekonyong-konyong wanita itu sosok itu ternyata wanita mendecak dan membuka ? ?pintu lebih lebar. "Anda rupanya," katanya dengan suara serak. 'Tidak ada yang ikut dengan Anda, kan" Tidak ada tipuan, kan" Baguslah. Anda boleh masuk silakan." ?Dengan agak enggan, Mr. Mayheme melangkah masuk ke dalam mangan kecil yang kotor itu, yang diterangi lampu gas yang berkedip-kedip. Ada sebuah tempat tidur yang tidak rapi dan belum dibereskan di sudut, sebuah meja biasa, dan dua kursi reyot. Untuk pertama kalinya Mr. Mayheme bisa melihat seutuhnya sosok penghuni apartemen kumuh ini. Wanita itu berumur setengah baya, bungkuk, dengan rambut kelabu yang kusut dan syal yang dililitkan rapat di seputar wajahnya. Ia melihat Mr. Mayheme rhcmandanginya dan tertawa lagi, decak aneh tanpa nada, seperti sebelumnya. "Heran kenapa aku menyembunyikan kecantikanku, ya" He, he, he. Takut Anda jadi tergiur, eh" Tapi Anda akan melihatnya... Anda akan melihatnya." la menyibakkan syalnya, dan Mr. Mayheme seketika mundur dengan kaget begitu melihat bekas tak berbentuk berwarna merah di wajah itu. Si wanita memakai kembali syalnya. "Jadi, Anda tidak mau menciumku rupanya" He, he, tidak heran. Tapi dulu aku gadis yang cantik belum terlalu lama sebenarnya. Vitriol, Sayang, ?vitriol itulah penyebabnya. Ah! Tapi akan kubalas mereka..." ?172 Mendadak ia menyemburkan serangkaian makian yang sangat kasar. Mr. Mayheme berusaha menghentikannya, tapi sia-sia. Namun akhirnya wanita itu berhenti juga, kedua tangannya membuka dan mengepal dengan gugup. "Cukup sudah," kata Mr. Mayheme dengan tegas. "Saya datang kemari karena saya yakin Anda bisa memberikan informasi untuk membantu membebaskan klien saya, Leonard Vole. Benarkah begitu?" Wanita itu memandanginya dengan tatapan licik. "Bagaimana dengan uangnya, Sayang?" tanyanya serak. "Dua ratus pound, ingat." "Sudah kewajiban Anda untuk memberikan kesaksian, dan Anda bisa dipanggil untuk melakukannya." 'Tidak bisa, Sayang. Aku ini cuma seorang wanita tua. dan aku tidak tahu apaapa. Tapi kalau Anda memberiku dua ratus pound, barangkali aku bisa memberikan satu-dua petunjuk. Mengerti?" "Petunjuk macam apa?" "Bagaimana kalau petunjuknya berupa sepucuk surat" Surat dari perempuan itu. Tidak usah tanya bagaimana surat itu bisa ada di tanganku. Itu urusanku. Surat itu bisa sangat bermanfaat. Tapi aku minta dua ratus pound dulu " Mr. Mayheme menatapnya dengan dingin, lalu mengambil keputusan. "Saya akan memberi Anda sepuluh pound. Tidak lebih. Itu kalau surat ini memang seperti yang Anda katakan." "Sepuluh poundV wanita itu menjerit dan memaki-maki. 173 "Dua puluh," kata Mr. Mayheme, "itu tawaran terakhir saya." Ia bangkit berdiri, pura-pura hendak pergi. Lalu, sambil mengawasi wanita itu dengan saksama, ia mengeluarkan dompetnya dan menghitung lembar-lembar dua puluh satu pound. "Lihat," katanya. "Hanya ini yang saya miliki. Terima atau tidak?" Tapi ia sudah tahu bahwa wanita itu sudah hijau saat melihat uang tersebut. Ia menyumpah-nyumpah dan memaki-maki marah, tapi akhirnya menyerah. Ia beranjak ke tempat tidurnya, dan mengambil sesuatu dari bawah kasur yang compang-camping. "Ini, sialan!" geramnya. "Surat paling atas." Ia melemparkan sebundel surat. Mr. Mayheme membuka ikatan Surat-surat itu dan memeriksanya sekilas dengan sikap tenang dan teratur, seperti biasa. Wanita itu mengawasinya dengan penuh perhatian, namun tidak mendapatkan kesan apa pun dari wajahnya yang tanpa ekspresi. Mr. Mayheme membaca setiap pucuk surat, kemudian kembali ke surat paling atas dan membacanya kembali untuk kedua kalinya. Setelah itu ia mengikat keseluruhan surat-surat itu lagi dengan hati-hati. Semua itu adalah surat-surat cinta, ditulis oleh Romaine Hcilger, dan ditujukan pada seorang pria yang bukan Leonard Vole. Surat paling atas bertanggal hari ketika Leonard Vole ditangkap. "Aku bicara benar, kan. Sayang?" kata wanita itu. "Surat itu bisa menghabisi perempuan itu. kan?" Mr. Mayheme memasukkan surat-surat itu ke sakunya, kemudian mengajukan satu pertanyaan. 174 "Bagaimana surat-surat ini bisa berada di tangan Anda?" "Itu namanya buka rahasia," sahut wanita itu dengan tatapan licik. "Tapi aku tahu satu hal lagi. Aku mendengar apa yang dikatakan perempuan itu di pengadilan. Coba cari tahu, di mana dia berada pada jam sepuluh lewat dua puluh, saat dia mengaku berada di rumah. Tanyakan di Lion Road Cinema. Mereka pasti ingat perempuan cantik dan mencolok seperti itu sialan dia!"? ?"Siapa laki-laki itu?" tanya Mr. Mayheme. "Di surat cuma ada nama depannya." Suara wanita itu menjadi berat dan serak ketika menjawab, kedua tangannya mengepal dan membuka. Akhirnya ia mengangkat satu tangan ke wajahnya. "Laki-laki itulah yang melakukan ini padaku. Sudah bertahun-tahun yang lalu. Perempuan itu merebutnya dariku waktu itu dia masih muda. Dan ketika aku ?mengejar laki-laki itu mencarinya dia melemparkan cairan terkutuk itu padaku! ? ?Dan perempuan itu tertawa terkutuklah dia! Sudah bertahun-tahun aku ingin ?membalas perbuatannya. Aku mengikutinya, memata-matainya. Dan sekarang aku berhasil mendapatkannya! Dia akan menderita karena ini, bukan begitu, Mr. Pengacara" Dia bakal menderita?" "Mungkin dia akan dikenai hukuman penjara beberapa lama karena bersumpah palsu," sahut Mr. Mayheme pelan. "Dipenjara selamanya itu yang kuinginkan. Anda mau pergi, kan" Mana uangku" ?Mana uang itu?" Tanpa berbicara sepatah pun Mr. Mayheme menaruh lembar-lembar uang itu di meja. Kemudian, 175 setelah menarik napas panjang, ia berbalik dan meninggalkan ruangan pengap itu. Ketika menoleh, ia melihat wanita tua itu tengah memandangi uangnya dengan senang. Mr. Mayheme tidak membuang-buang waktu lagi. Ia bisa menemukan bioskop di Lion Road itu dengan cukup mudah. Ketika ia menunjukkan foto Romaine Heilger, petugas bioskop seketika mengenalinya. Wanita itu tiba di bioskop bersama seorang pria sekitar jam sepuluh lewat. Si petugas tidak terlalu memperhatikan pria itu, tapi ia ingat wanita yang bicara padanya tentang film yang sedang dipertunjukkan waktu itu. Mereka tinggal sampai film selesai, sekitar satu jam kemudian. Mr. Mayheme merasa puas. Kesaksian Romaine Heilger ternyata bohong belaka dari awal sampai akhir. Ia mereka-reka semuanya untuk melampiaskan kebenciannya sendiri yang membara. Mr. Mayheme bertanya-tanya, apakah ia kelak akan tahu, apa yang menyebabkan kebencian itu. Apa yang telah dilakukan Leonard Vole pada wanita itu" Leonard Vole tampaknya sangat terperangah ketika Mr. Mayheme melaporkan sikap Romaine terhadapnya. Ia mengatakan dengan emosional bahwa hal itu benar-benar tidak masuk akal namun Mr. Mayheme merasa bahwa setelah ?keterkejutannya yang mula-mula itu. protes-protesnya yang menyusul kemudian sepertinya kurang meyakinkan. Dia pasti tahu. Mr. Mayheme yakin sekali. Leonard Vole tahu, tapi tidak mau mengungkapkan faktanya. Rahasia itu tetap akan tinggal rahasia di antara mereka berdua. Mr. Mayheme bertanya-tanya, apakah suatu hari nanti ia akan tahu 176 Mr. Mayheme melihat arlojinya. Sudah malam, tapi waktu sangat penting. Ia memanggil taksi dan menyebutkan sebuah alamat. "Sir Charles hams segera diberitahu tentang ini," gumamnya pada diri sendiri, sambil masuk ke dalam taksi. Pengadilan atas diri Leonard Vole sehubungan dengan kasus pembunuhan Emily French membangkitkan minat banyak orang. Pertama-tama, sang tertuduh masih muda dan tampan; kedua, ia dituduh melakukan tindak kejahatan yang paling berat, dan ketiga, tampilnya sosok Romaine Heilger, saksi utama dalam kasus tersebut. Fotofotonya banyak dimuat di surat-surat kabar, berikut beberapa cerita fiktif mengenai sejarah dan asal-usulnya. Pengadilan dibuka dalam keadaan cukup tenang. Berbagai bukti teknis ditampilkan sebagai pembuka. Kemudian Janet Mackenzie dipanggil. Ia menyampaikan kisah yang sama seperti sebelumnya. Saat pemeriksaan silang, pihak pembela berhasil membuat wanita itu mengkontradiksikan kesaksiannya sendiri satu-dua kali mengenai penuturannya tentang hubungan Vole dengan Miss French. Pembela menekankan fakta bahwa walaupun Janet mendengar suara laki-laki di mang tamu pada malam itu, tak ada bukti untuk menunjukkan bahwa Vole-lah yang berada di sana, dan pembela Anjing Kematian The Hound Of Death And Other Stories 1933 Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo berhasil menanamkan kesan bahwa rasa cembum dan tak suka pada tertuduhlah yang banyak mendasari kesaksian Janet Mackenzie. Kemudian saksi berikutnya dipanggil. "Nama Anda Romaine Heilger?" 177 Ya."?"Anda berkebangsaan Austria?" "Ya." "Selama tiga tahun terakhir ini, Anda tinggal bersama tertuduh dan menyebut diri Anda istrinya?" Sesaat mata Romaine Heilger bertemu pandang dengan mata laki-laki di kursi tertuduh itu. Ekspresinya aneh dan tak dapat ditebak. "Ya." Masih ada pertanyaan-pertanyaan lain. Kata demi kata fakta-fakta yang memberatkan itu keluar. Pada malam terjadinya peristiwa pembunuhan tersebut, tertuduh membawa batangan besi itu bersamanya. Ia pulang ke rumah pada jam sepuluh lewat dua puluh, dan mengakui telah membunuh wanita tua itu. Mansetnya ternoda darah, dan ia membakarnya di tungku dapur. Ia mengancam Romaine agar menutup mulut. Sementara cerita itu berlanjut, perasaan orang-orang di persidangan, yang semula agak bersimpati pada tertuduh, sekarang sama sekali merasa antipati terhadapnya. Sang tertuduh sendiri duduk dengan kepala tertunduk dan sikap murung, seakanakan sudah tahu bahwa nasibnya telah ditentukan. Namun patut diperhatikan juga bahwa pengacara Romaine berusaha menahan perasaan benci wanita itu. Ia lebih suka Romaine menjadi saksi yang lebih tidak berpihak. Dengan berwibawa dan bersungguh-sungguh, pembela tertuduh bangkit berdiri. Ia menyatakan pada saksi bahwa ceritanya hanyalah isapan jempol belaka, mulai dari awal sampai akhir bahwa saksi bahkan tidak berada di rumahnya sendiri pada waktu yang telah disebutkannya itu, bahwa ia sedang jatuh cinta pada lakilaki lain. dan dengan sengaja berusaha membuat Vole dihukum mati atas kejahatan yang tidak dilakukannya. Romaine menyangkal segala tuduhan tersebut dengan sengit. Kemudian tibalah saat puncak yang mengejutkan itu, ketika surat tersebut ditampilkan. Surat itu dibaca keras-keras di hadapan semua yang hadir, dalam suasana hening mendebarkan. Max tercinta. Nasib telah membawanya ke tangan kita! Dia telah ditangkap karena pembunuhan ya, pembunuhan terhadap seorang wanita tua! Leonard, yang ?kelihatannya tak sampai hati menyakiti seekor lalat pun! Akhirnya aku bisa membalaskan dendamku. Makhluk malang! Akan kukatakan bahwa malam itu dia pulang dengan noda darah di tubuhnya bahwa dia telah mengaku padaku. Aku akan ?membuatnya digantung. Max dan saat digantung, dia akan tahu dan menyadari bahwa ?Romaine-lah yang telah mengirimnya ke tiang gantungan itu. Setelah itu... kebahagiaan untuk kita, Sayang! Kebahagiaan, pada akhirnya*. Dalam persidangan tersebut hadir beberapa orang ahli yang siap memberikan sumpah mereka bahwa tulisan tangan di surat itu memang tulisan tangan Romaine Heilger, tapi itu tidak perlu. Setelah dikonfrontasikan dengan surat tersebut. Romaine langsung bertekuk lutut dan mengakui segalanya Leonard Vole 179 178 memang pulang ke rumah pada jam yang telah disebutkannya, jam sembilan lewat dua puluh. Romaine mengaku bahwa ia sengaja mereka-reka cerita untuk menghancurkan pria itu. Dengan pengakuan Romaine Kcilger, runtuhlah kasus tersebut. Sir Charles memanggil beberapa orang saksinya, sang tertuduh sendiri maju ke depan sidang dan menceritakan kisahnya dengan sikap terus terang dan tegas, tak tergoyahkan oleh pemeriksaan silang. Pihak penuntut berusaha mematahkan perlawanan, tapi tidak terlalu berhasil. Kesimpulan dari Hakim tidak sepenuhnya menguntungkan bagi tertuduh, tapi sudah telanjur timbul reaksi, dan juri tidak membutuhkan waktu lama untuk membuat keputusan. "Kami mendapati tertuduh tidak bersalah." Leonard Vole bebas! Mr. Mayheme yang bertubuh kecil bergegas bangkit dari duduknya, la mesti memberikan selamat pada kliennya. Tanpa sadar ia menyeka pince-nez-nya dengan penuh semangat, tapi kemudian menghentikannya. Baru semalam sebelumnya istrinya mengatakan bahwa membersihkan pince-nez itu sudah mulai menjadi kebiasaannya. Memang aneh, yang namanya kebiasaan itu. Orang-orang yang melakukannya tak pernah menyadarinya. Kasus yang menarik kasus yang sangat menarik. Wanita itu, Romaine Heilger. ?Bagi Mr. Mayheme, kasus tersebut masih juga didominasi oleh sosok eksotis Romaine Heilger. Di mmahnya di Paddington, wanita itu tampaknya hanyalah seorang wanita pendiam yang pucat, tapi di pengadilan ia tampil begitu berapi-api menghadapi latar belakang yang begitu kaku dan serius, la telah menampilkan dirinya dengan berani, bagaikan setangkai bunga tropis. Kalau Mr Mayheme memejamkan mata, ia bisa membayangkan wanita itu, sosoknya yang jangkung dan berapi-api. tubuhnya yang indah agak membungkuk, tangan kanannya mengepal dan membuka tanpa sadar, sepanjang waktu. Aneh sekali, yang namanya kebiasaan. Gerakan tangan Romaine Heilger itu rasanya juga sebuah kebiasaan. Tapi Mr. Mayheme merasa pernah melihat seseorang yang juga punya kebiasaan itu belum lama ini. Siapa kira-kira" Belum lama ini... Ia tercekat saat teringat. Wanita tua di Shaw's Rents itu... Ia berdiri tertegun, benaknya berkecamuk. Tak mungkin... tak mungkin... Tapi, Romaine Heilger seorang aktris. Sang KC muncul di belakangnya dan menepuk bahunya. "Sudah memberi selamat pada orang kita" Dia hampir saja celaka. Ayo kita menemuinya." Tapi Mr. Mayheme mengibaskan tangan orang itu. Hanya satu hal yang diinginkannya saat itu menemui Romaine Heilger secara ?langsung. Bani beberapa waktu kemudian ia berhasil menemui wanita itu. Tidak penting di mana mereka bertemu. "Jadi, Anda bisa menduga," kata Romaine, setelah Mr. Mayheme menceritakan segala yang dipikirkannya. "Soal wajah itu" Oh, itu mudah saja, dan cahaya dari lampu gas itu juga terlalu buram, sehingga Anda tidak melihat rias wajah yang saya kenakan." 181 180 "Tapi kenapa... kenapa..." "Kenapa saya turun tangan seorang diri?" Romaine tersenyum sedikit, teringat saat terakhir kali ia mengucapkan kata-kata tersebut. "Suatu komedi yang sangat rumit." "Sahabatku... saya harus menyelamatkannya. Kesaksian dan wanita yang memujanya tidak akan cukup Anda sendiri mengatakan demikian. Tapi saya tahu sedikit ?tentang psikologi manusia. Kalau kesaksian itu dituntut dari saya sebagai suatu pengakuan, hingga membuat saya tercela di mata hukum, maka dengan segera orangorang akan memberikan reaksi positif bagi si tertuduh." "Dan bundel surat-surat itu?" "Kalau cuma satu yang digunakan, surat yang paling penting, kelihatannya akan seperti apa sebutannya, ya" sengaja dibuat-buat." ? ?"Dan laki-laki bernama Max itu?" "Dia tak pernah ada, sahabatku." "Saya masih tetap berpendapat kita bisa membebaskan dia dengan... eh... prosedur yang normal" kata Mr. Mayheme dengan sikap kecewa. "Saya tidak berani mengambil risiko itu. Masalahnya, Anda mengira dia tidak bersalah..." "Dan Anda tahu pasti dia tidak bersalah" Begitu rupanya," kata Mr. Mayheme. "Mr. Mayheme yang baik," kata Romaine. "Anda sama sekali tidak mengerti. Saya tahu pasti... dia bersalah!" 182 Misteri Guci Biru Jack Harrington mengamati hasil pukulannya dengan kesal. Sambil berdiri di samping bola, ia menoleh ke titik awal memukul bola dan mengukur jaraknya. Wajahnya menyiratkan perasaan jengkel dan muak yang dirasakannya. Sambil mendesah ia mengayunkan tongkat golfnya, membuat dua ayunan dahsyat yang memangkas sebatang dandelion dan sejumput rumput, lalu ia memusatkan perhatian kembali pada bolanya. Berat rasanya menjadi pria muda bemsia dua puluh empat tahun, yang ambisi satusatunya dalam hidup mi adalah mengurangi handicap-nya dalam permainan golf, tapi juga hams memberikan waktu dan perhatiannya terhadap masalah mencari uang untuk hidup. Lima setengah han dalam seminggu Jack terkungkung di kantornya, semacam "kuburan" kayu mahoni di kota. Sabtu siang dan hari Minggu sepenuhnya disediakan untuk golf, dan didorong oleh semangatnya yang menggebu-gebu terhadap olahraga tersebut, ia menyewa kamar di sebuah hotel kecil di dekat lapangan golf Stourton Heath, la bangun jam enam pagi setiap hari, supaya bisa berlatih selama satu jam, sebelum mengejar kereta api pukul 08.46 ke kota. Satu-satunya masalah dalam jadwalnya ini adalah 183 sepertinya ia tak bisa memukul dengan bagus pada jam sepagi itu. Pukulanpukulannya selalu ngawur. Jack mendesah, memegang tongkat pemukulnya erat-erat, dan mengulangi kata-kata bertuah itu untuk dirinya sendiri, "Lengan kanan ayunkan lepas, dan jangan mengangkat muka." Ia mengayunkan tongkatnya... lalu terhenti kaget saat sebuah jeritan nyaring memecahkan keheningan pagi musim panas itu. "Pembunuhan!" seru suara itu. "Tolong! Pembunuhan!" Suara itu suara wanita, dan akhirnya memudar menjadi semacam desahan terceguk. Jack melemparkan tongkatnya dan berlari ke arah suara tersebut. Asal suara itu sepertinya dari suatu tempat yang sangat dekat. Bagian lapangan ini masih sangat liar, dan hanya sedikit sekali rumah yang tersebar di sekitarnya. Malah sebenarnya hanya ada satu rumah di dekat situ, sebuah pondok kecil yang cantik, yang sering kali diperhatikan Jack, karena kesan halus masa lampau yang dipancarkannya. Ke pondok itulah ia berlari. Pondok itu tersembunyi darinya ?oleh sebuah lereng yang ditumbuhi tanaman heather. Jack memutar lereng itu, dan tidak sampai semenit ia sudah berdiri di depan pagar kecil yang digembok. Seorang gadis berdiri di kebun, dan sesaat Jack mengambil kesimpulan yang ?sangat wajar bahwa gadis itulah yang telah menjerit meminta tolong. Tapi ia ?cepat-cepat menyisihkan pikiran itu dari kepalanya. Gadis itu membawa sebuah keranjang kecil di 184 tangannya, setengah terisi oleh rumput liar. Jelas ia baru saja menegakkan tubuh setelah membersihkan sepetak lebar bunga pansy. Jack memperhatikan bahwa kedua matanya juga seperti bunga pansy, halus, lembut, dan gelap, lebih berwarna ungu daripada biru. Sosoknya yang terbalut gaun linen ungu model lurus benar-benar membuat ia seperti bunga pansy. Gadis itu menatap Jack dengan ekspresi kesal bercampur kaget. "Maaf," kata Jack. "Apa tadi Anda menjerit?" "Saya" Tidak sama sekali." Rasa herannya tidak tampak dibuat-buat. hingga Jack merasa bingung. Suaranya sangat lembut dan enak didengar, dengan aksen asing samar. 'Tapi Anda pasti mendengarnya tadi," seru Jack. "Asalnya dari suatu tempat di dekat-dekat sini." Gadis itu melongo menatapnya. "Saya tidak mendengar apa-apa." Sekarang giliran Jack melongo menatapnya. Sungguh mengherankan, gadis itu tidak mendengar suara meminta tolong tadi. Namun sikap tenangnya begitu nyata, hingga Jack tak percaya kalau gadis itu berbohong padanya. "Suara itu datang dari dekat-dekat sini," Jack bersikeras. Sekarang gadis itu memandanginya dengan curiga. "Apa katanya?" tanyanya. "Pembunuhan... tolong! Pembunuhan!" "Pembunuhan... tolong! Pembunuhan!" ulang gadis itu. "Ada yang mempermainkan Anda rupanya. Monsieur. Siapa yang mungkin dibunuh di sini?" Jack memandang sekitarnya, dengan bayangan akan 185 menemukan sesosok mayat di jalan setapak di kebun. Tapi ia masih sepenuhnya yakin bahwa jeritan yang didengarnya tadi benar-benar nyata, bukan sekadar imajinasinya. Ia memandang ke arah jendela-jendela pondok itu. Segalanya tampak begitu tenang dan damai. "Anda mau memeriksa rumah kami?" tanya gadis itu tanpa emosi. Sikapnya jelas sangat skeptis, hingga kebingungan Jack semakin bertambah. Ia membalikkan tubuh "Maaf," katanya. "Jeritan itu pasti asalnya dari tempat yang lebih tinggi di hutan sana." Ia mengangkat topi memberi hormat, dan berlalu dari situ. Ketika ia menoleh lagi, dilihatnya gadis itu sudah kembali meneruskan mencabuti rumput dengan tenangnya. Selama beberapa saat ia mencari-cari di dalam hutan, tapi tidak menemukan tandatanda telah terjadi sesuatu yang tidak biasa. Namun ia masih tetap yakin bahwa tadi ia memang mendengar jeritan itu. Akhirnya ia berhenti mencari, dan lekaslekas pulang untuk sarapan serta mengejar kereta pukul 08.46, yang satu-dua detik lagi akan datang. Ia agak terganggu oleh suara hatinya ketika duduk di kereta. Apakah mestinya ia segera melaporkan apa yang telah didengarnya itu kepada polisi" la tidak melapor semata-mata karena ekspresi heran gadis bunga pansy itu. Gadis itu jelas-jel" curiga ia hanya mengada-ada ada kemungkinan polisi pun berpikiran demikian. Apakah ia benar-benar yakin telah mendengar jeritan itu" Saat ini ia tidak lagi seyakin sebelumnya suatu 186? akibat wajar, karena mencoba menangkap sensasi yang telah hilang. Apakah yang didengarnya itu sebenarnya suara burung di kejauhan, yang ia kira mirip dengan suara wanita" Namun ditepiskannya kemungkinan itu dengan marah. Suara itu memang suara wanita, dan ia mendengarnya. Ia ingat, ia melihat arlojinya tepat sebelum teriakan itu terdengar. Kemungkinan ia mendengar jeritan itu pada jam tujuh lewat dua puluh lima menit. Fakta ini barangkali berguna bagi polisi... kalau kelak mereka menemukan sesuatu. Malam itu, dalam perjalanan pulang, ia memeriksa surat kabar sore dengan harapharap cemas, kalau-kalau ada berita tentang suatu tindak kejahatan. Tapi tidak ada apa-apa, dan ia tidak tahu pasti, apakah mesti merasa lega atau kecewa. Keesokan paginya udara terasa basah begitu basah, hingga pencinta golf nomor ?satu pun tidak bakal antusias untuk berlaga. Jack bangun selambat mungkin, makan sarapannya cepat-cepat, lari mengejar kereta api, dan sekali lagi memeriksa surat kabar dengan penuh semangat. Masih tetap tidak ada berita apa pun tentang penemuan menghebohkan. Begitu pula halnya ketika ia memeriksa surat kabar sore. "Aneh," pikir Jack, "tapi jeritan itu benar-benar kudengar. Kemungkinan cuma anak-anak kecil yang bermain bersama-sama di dalam hutan." Ia keluar rumah pagi-pagi keesokan harinya. Ketika melewati pondok itu, dari sudut matanya ia melihat si gadis sudah ada di kebun lagi, sedang mencabuti rumput. Rupanya ini kebiasaannya. Jack melakukan pukulan pertama yang sangat bagus, dan berharap 187 gadis itu memperhatikannya. Ketika hendak melakukan pukulan berikutnya, ia melihat arlojinya dulu. 'Tepat jam tujuh lewat dua puluh lima menit," gumamnya "Aku ingin tahu..." Kalimatnya terhenti di bibir. Dari belakangnya terdengar jeritan yang sama, yang kemarin dulu begitu mengejutkannya. Jeritan seorang wanita yang sangat ketakutan. "Pembunuhan... tolong! Pembunuhan!" Jack berlari balik. Si gadis pansy sedang berdiri di dekat gerbang. Ia tampak terkejut, dan Jack lari menghampirinya dengan perasaan penuh kemenangan, sambil berseru, "Kali ini Anda mendengarnya, kan?" Kedua mata gadis itu terbelalak, menyiratkan emosi yang tak bisa ditebak, namun Jack memperhatikan bahwa ia mundur ketika didekati, dan bahkan menoleh ke arah rumah, seolah-olah hendak berlari ke sana untuk mencari perlindungan. Ia menggelengkan kepala, terbelalak menatap Jack. "Saya tidak mendengar apa-apa," katanya heran. Jack merasa seakan-akan gadis itu telah memukul bagian di antara kedua matanya. Keheranannya begitu nyata, hingga mustahil bagi Jack untuk tidak mempercayainya. Namun jeritan itu tak mungkin hanya imajinasinya belaka tak mungkin tak ? ?mungkin... Didengarnya gadis itu berbicara lembut hampir-hampir dengan nada simpati. ?"Anda mengalami gangguan saraf bekas berperang?" Dalam sekejap Jack memahami ekspresi ketakutan di wajah gadis itu. dan kenapa ia menoleh ke rumahnya. Ia mengira Jack menderita delusi... 188 Anjing Kematian The Hound Of Death And Other Stories 1933 Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Bagaikan tersiram air dingin, pikiran mengerikan itu muncul dalam benak Jack. Benarkah ia mengalami delusi" Terobsesi oleh kengerian pikiran tersebut, ia membalikkan tubuh dan lekas-lekas pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Gadis itu memandanginya pergi, lalu mendesah sambil menggelengkan kepala, dan meneruskan mencabuti rumput. Jack berusaha mencari penjelasan yang masuk akal dengan dirinya sendiri. "Kalau aku mendengar jeritan itu lagi pada pukul tujui lewat dua puluh lima menit," pikirnya, "berarti aku memang mengalami semacam halusinasi. Tapi aku tidak bakal mendengarnya." Ia merasa gugup sepanjang hari itu, dan pergi tidur lebih awal, dengan tekad untuk membuktikan hal tersebut keesokan paginya. Barangkali dalam kasus semacam ini wajar saja kalau ia malah tak bisa tidur hampir selama setengah malam itu, dan keesokan paginya ia jadi bangun terlambat. Sudah jam tujuh lewat dua puluh menit ketika ia keluar dari hotel dan lari ke arah padang golf. Ia menyadari, tak mungkin ia bisa mencapai spot penting itu pada jam tujuh lewat dua puluh lima. Tapi kalau jeritan yang didengarnya itu hanya halusinasinya belaka, tentunya ia akan mendengarnya di mana saja. Ia terus berlari, matanya terpaku pada jarum-jarum arlojinya. Sudah lewat dua puluh lima menit. Dari kejauhan terdengar gema suara seorang wanita, memanggil-manggil. Kata-katanya tidak jelas, tapi ia yakin suara itu adalah jeritan yang sama dengan yang ia dengar sebelumnya, dan berasal dari titik yang sama pula, di suatu tempat di sekitar pondok itu. 189 Anehnya kenyataan ini justru membuatnya tenang. Bagaimanapun, mungkin saja semua itu tipuan belaka. Walau kelihatannya tak mungkin, bisa saja gadis itu ternyata mempermainkannya Jack menegakkan bahunya dengan penuh keyakinan, dan mengeluarkan tongkat golf dan tasnya. Ia akan memainkan beberapa hole sampai ke pondok itu. Gadis itu ada di kebun, seperti biasa. Pagi ini ia mengangkat wajahnya ke arah Jack, dan ketika Jack mengangkat topi ke arahnya, ia mengucapkan selamat pagi dengan agak malu-malu... Dia tampak lebih cantik daripada biasanya, pikir Jack. "Hari yang indah, bukan?" sapa Jack dengan ceria, sampil menyumpahi kalimatnya sendiri yang klise. "Ya, hari yang indah sekali." "Bagus untuk berkebun, ya?" Si gadis tersenyum sedikit, menampakkan sebuah lesung pipi yang memikat. "Ah, tidak. Bunga-bunga saya membutuhkan hujan. Lihat, semuanya kering dan layu." Jack menghampiri pagar tanaman pendek yang memisahkan kebun itu dari lapangan golf, dan melongok ke baliknya. "Kelihatannya mereka baik-baik saja," katanya dengan canggung, karena menyadari sorot agak iba yang terpancar dalam tatapan gadis itu kepadanya. "Mataharinya cerah sekali, bukan?" kata gadis itu. "Bunga-bunga selalu bisa disirami kalau kepanasan. Tapi matahari memberikan kekuatan dan memperbaiki kesehatan. Saya lihat hari ini Monsieur jauh lebih baik." 190 Nadanya yang seperti menawarkan semangat itu membuat Jack sangat jengkel. "Sial sekali," pikirnya. "Aku yakin dia benisaha menyembuhkanku dengan memberikan sugesti seperti itu." "Aku baik-baik saja," kata Jack. "Bagus kalau begitu," si gadis menjawab cepat dengan nada lembut. Jack sangat kesal karena merasa gadis itu tidak mempercayainya. Ia memainkan beberapa hole lagi, lagi cepat-cepat pulang untuk sarapan. Sambil makan, ia menyadari bukan untuk pertama kalinya bahwa seorang laki-laki yang ? ?duduk di meja sebelahnya tengah mengamatinya dengan saksama. Laki-laki itu berumur sekitar setengah baya, dengan wajah berwibawa. Ia memiliki janggut kecil berwarna gelap dan sepasang mata kelabu yang sangat tajam, sikapnya yang santai dan yakin menandakan ia seorang profesional dari kelas yang lebih tinggi. Jack tahu nama orang itu Lavington, dan ia pernah mendengar gosip-gosip samar bahwa Lavington ini seorang spesialis medis terkemuka. Tapi berhubung Jack bukan pengunjung setia Harley Street, nama itu hanya sedikit sekali artinya baginya, atau bahkan sama sekali tidak berarti apa-apa Tapi pagi ini ia-sangat merasakan tatapan orang itu, dan ia jadi agak takut. Apakah rahasia yang disimpannya jelas-jelas tergambar di wajahnya, dan bisa dilihat setiap orang" Apakah orang ini, berhubung ia seorang profesional, mengetahui bahwa ada yang tidak beres di dalam sel-sel kelabu otaknya yang tersembunyi" 191 Pikiran itu membuat Jack merinding Benarkah itu" Benarkah ia sudah mulai sinting" Apakah keseluruhan peristiwa yang dialaminya hanya halusinasi atau suatu tipuan besar" Dan sekonyong-konyong terlintas dalam benaknya suatu cara yang sangat sederhana untuk menguji solusinya. Selama ini ia selalu hanya sendirian saat mendengar suara jeritan itu. Bagaimana kalau ada orang lain bersamanya" Salah satu dari tiga kemungkinan tentunya bakal terjadi. Suara itu tidak akan terdengar lagi. Mereka berdua sama-sama mendengarnya. Atau... hanya dirinya yang mendengar. Sore itu ia melaksanakan rencananya. Lavington-lah yang ingin ia ajak bersamanya. Tidak sulit bagi mereka untuk terlibat percakapan. Mungkin Lavington sendiri sudah menunggu-nunggu kesempatan itu. Untuk alasan tertentu, jelas bahwa ia tertarik pada Jack. Jack tidak mendapat kesulitan mengajak Lavington main golf beberapa hole bersamanya sebelum sarapan. Mereka berjanji akan bertemu keesokan paginya. Kedua orang itu berangkat pukul tujuh kurang sedikit. Hari itu hari yang sangat sempurna, tak berangin dan tak berawan, tapi tidak terlalu panas. Sang dokter bermain sangat bagus, sedangkan Jack bermain sangat buruk. Keseluruhan pikirannya tertuju pada peristiwa yang bakal terjadi, la terus-menerus melirik jam tangannya. Mereka mencapai tee ketujuh pada pukul tujuh lewat dua puluh. Pondok itu terletak antara tee tersebut dan hole yang dituju. Si gadis, seperti biasa, ada di kebun, ketika mereka lewat la tidak mengangkat wajah. 192 Dua buah bola tergeletak di rumput. Bola Jack di dekat lubang, bola sang dokter agak jauh. Tni dia." kata Lavington. "Aku mesti berhasil, kurasa." la membungkuk, memperkirakan kekuatan pukulan yang mesti diambilnya. Jack berdiri kaku, matanya terpaku pada arlojinya. Saat itu pukul tujuh lewat dua puluh lima menit tepat. Bola tersebut bergulir cepat di rumput, berhenti di tepi lubang, terdiam sebentar, lalu masuk ke dalam lubang. "Pukulan bagus," kata Jack. Suaranya terdengar serak, tidak seperti suaranya sendiri... Ia mendorong arlojinya naik di lengannya, sambil mendesah lega. Tidak terjadi apa-apa. Kutukan itu sudah lewat rupanya. "Kalau Anda tidak keberatan, aku ingin mengisap pipa," katanya. Mereka berhenti sejenak di tee kedelapan. Jack mengisi pipanya dan menyalakannya dengan jemari agak gemetar. Sebuah beban berat serasa terangkat dari pikirannya. "Hmm, betapa indahnya hari ini," katanya sambil memandang ke depan dengan perasaan puas yang amat sangat. "Teruskan, Lavington, pukulanmu." Kemudian terjadilah hal itu. Tepat saat sang dokter hendak melakukan pukulan Jeritan seorang wanita, tinggi dan ketakutan. "Pembunuhan... Tolong! Pembunuhan!" Pipa di tangan Jack yang lemas terjatuh, sementara ia membalikkan tubuh ke arah suara tersebut. Lalu. teringat sesuatu, ia menatap terkesiap pada rekannya. 193 Lavington tengah memandang ke ujung lapangan, sambil menudungi mata. "Agak terlalu pendek cuma melewati bunker, kurasa."?Lavington tidak mendengar apa-apa rupanya. Dunia serasa berpusing. Jack mundur selangkah dua langkah, terhuyung-huyung. Setelah pulih kembali, ia mendapati dirinya terbaring di lapangan berumput pendek, dan Lavington tengah membungkuk di atasnya. "Nah, tenang saja. Tenanglah." "Apa yang terjadi padaku?" "Kau pingsan, anak muda bisa dikatakan begitu." ?"Ya Tuhan," kata Jack, lalu mengerang. "Ada apa" Ada yang kaupikirkan?" "Akan kuceritakan padamu, tapi sebelumnya aku ingin bertanya dulu." Sang dokter menyalakan pipanya sendiri, kemudian duduk di tepi lapangan. "Silakan menanyakan apa saja yang kauinginkan," katanya tenang. "Kau sudah mengamat-amatiku selama satu-dua hari belakangan ini. Kenapa?" Kedua mata Lavington berbinar-binar sedikit. "Pertanyaanmu agak aneh. Kucing boleh saja memandangi raja, bukan?" "Jangan mengalihkan. Aku serius. Kenapa" Aku punya alasan penting, bertanya begini." Wajah Lavington menjadi serius. "Aku akan menjawab sejujurnya. Dalam dirimu 194 aku melihat semua tanda-tanda orang yang sedang mengalami ketegangan hebat, dan aku jadi penasaran, ketegangan apa yang sedang kaualami." "Itu bisa kuceritakan dengan mudah," kata Jack dengan nada pahit. "Aku sudah mau sinting rupanya." Ia berhenti bicara dengan dramatis, namun berhubung pernyataannya itu sepertinya tidak menghasilkan minat dan kecemasan yang diharapkannya, ia mengulangi ucapannya. "Kubilang aku sudah mau sinting rupanya." "Aneh sekali," gumam Lavington. "Amat sangat aneh." Jack merasa tersinggung. "Kurasa hanya itulah kesan yang kaudapatkan. Dokter memang sangat tidak berperasaan." "Ah, ah, sobat mudaku, kau bicara asal saja. Begini, walaupun aku punya gelar dokter, aku tidak berpraktek. Sebenarnya, aku bukan dokter maksudku bukan ?dokter yang menyembuhkan sakit fisik." Jack menatapnya dengan tajam. "Juga bukan dokter jiwa?" "Ya, bisa dikatakan begitu, tapi lebih tepatnya aku menyebut diriku dokter penyembuh jiwa." "Oh!" "Aku mendeteksi nada meremehkan dalam suaramu, tapi kita mesti menggunakan kata tertentu untuk menunjukkan unsur aktif yang bisa dipisahkan dan punya eksistensi tersendiri, lepas dari tubuh yang menjadi rumahnya. Orang mesti berdamai dengan jiwanya, sobat, kau tahu itu" Ini bukan sekadar ajaran religius yang diciptakan oleh para pendeta. Tapi kita sebut saja unsur itu sebagai 'pikiran' atau 'alam bawah 195 sadar', atau dengan istilah apa pun yang lebih berkenan bagimu. Tadi kau tersinggung mendengar nada ucapanku, tapi bisa kuyakinkan padamu, aku memang sangat heran, kenapa seorang anak muda yang punya kepribadian seimbang dan sepenuhnya normal seperti kau ini bisa mengalami delusi bahwa dirinya sudah sinting." "Aku memang sudah sinting. Benar-benar sinting." "Maafkan aku, tapi aku tak percaya." "Aku benar-benar mengalami delusi." "Sesudah makan malam?" 'Tidak, di pagi hari." "Tak mungkin," kata sang dokter sambil menyalakan kembali pipanya yang sudah mati. "Sungguh, aku mendengar suara-suara yang tidak didengar orang lain." "Satu dalam seribu orang bisa melihat bulan-bulan planet Jupiter. Walaupun sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang lainnya tak bisa melihat mereka, itu bukan alasan untuk meragukan keberadaan bulan-bulan Jupiter, dan jelas bukan alasan untuk menganggap orang keseribu itu sinting." "Tapi bulan-bulan Jupiter sudah merupakan fakta ilmiah yang terbukti ada." "Sangat mungkin bahwa apa yang hari ini berupa delusi, kelak menjadi fakta ilmiah yang terbukti nyata." Mau tak mau, sikap tegas Lavington berpengaruh juga terhadap Jack, la merasa jauh lebih tenang dan gembira. Dokter itu mengamatinya dengan saksama selama sesaat, kemudian mengangguk "Begitu lebih baik," katanya. "Masalahnya, kalian 196 anak-anak muda suka terlalu yakin bahwa tak ada apa pun di luar apa-apa yang kalian yakini keberadaannya, sehingga kalian terkejut setengah mati kalau terjadi sesuatu yang membuat keyakinan kalian goyah. Coba kita dengarkan alasanalasanmu menganggap dirimu sudah sinting, lalu kita putuskan, apakah kau memang perlu dimasukkan ke rumah sakit jiwa." Sedapat mungkin Jack memaparkan rangkaian peristiwa yang dialaminya. "Yang tidak bisa kumengerti," katanya, "kenapa pagi ini jeritan itu terdengar pada jam setengah delapan terlambat lima menit."?Lavington berpikir sejenak. Kemudian... "Jam berapa sekarang, menurut arlojimu?" "Jam delapan kurang lima belas," sahut Jack, sambil melihat arlojinya. "Kalau begitu, sederhana saja. Menurut arlojiku, sekarang jam delapan kurang dua puluh menit. Arlojimu terlalu cepat lima menit. Itu point yang sangat menarik dan penting bagiku. Bahkan sangat berharga." ?"Berharga bagaimana?" Jack mulai merasa tertarik. "Yah, penjelasan yang paling jelas, pada pagi pertama itu kau memang mendengar teriakan tersebut mungkin teriakan itu hanya gurauan, mungkin juga tidak. Pada ?pagi-pagi berikutnya, kau mensugesti-kan dirimu mendengar teriakan itu pada jam yang sama." "Aku yakin tidak begitu kejadiannya." "Tidak secara sadar tentunya, tapi alam bawah sadar suka mempermainkan kita, tahu" Tapi, bagaimanapun, 197 penjelasan itu tidak bisa diambil begitu saja. Kalau ini sekadar masalah sugesti, kau pasti akan mendengar jeritan itu pada jam tujuh lewat dua puluh lima menit, menurut arlojimu, dan kau tak mungkin mendengarnya saat jam itu sudah lewat, seperti yang kaukira " "Jadi?" "Jadi... sudah jelas, bukan" Teriakan minta tolong itu menempati waktu dan tempat tertentu di alam semesta ini. Tempatnya adalah di lingkungan pondok itu, dan waktunya adalah jam tujuh lewat dua puluh lima menit." "Ya, tapi kenapa mesti aku yang mendengarnya" Aku tidak percaya pada hantu dan semacamnya segala pemanggilan roh dan sebagainya. Kenapa mesti aku yang ?mendengar teriakan itu?" "Ah, soal itu belum bisa kita ketahui sebabnya saat ini. Anehnya, banyak medium terbaik pada mulanya adalah orang-orang yang sangat skeptis. Bukan orang-orang yang tertarik pada fenomena okultisme yang mendapatkan berbagai manifestasi. Ada orang-orang yang bisa melihat dan mendengar hal-hal yang tidak dilihat dan didengar orang-orang lain kita tidak tahu sebabnya, dan sembilan dari sepuluh ?kemungkinan, mereka tidak ingin melihat atau mendengar hal-hal tersebut, dan mereka yakin bahwa mereka menderita delusi seperti dirimu. Ini sama halnya ?dengan arus listrik. Ada substansi-substansi tertentu yang merupakan penghantar listrik yang baik, dan ada juga yang buruk. Untuk waktu lama, kita tidak tahu sebabnya, dan mesti puas dengan menerima saja kenyataan itu. Tapi sekarang ini kita sudah tahu sebabnya. Aku yakin suatu hari nanti kita akan tahu, 198 kenapa kau mendengar teriakan itu, sementara aku dan gadis itu tidak mendengarnya. Segalanya diatur oleh hukum alam tidak ada yang namanya hal-hal ?supranatural itu. Menemukan hukum-hukum yang mengatur apa yang dinamakan fenomena psikis akan merupakan pekerjaan yang sangat sulit tapi kemajuan yang ?hanya sedikit pun bisa membantu." "Tapi, apa yang mesti kulakukan?" tanya Jack. Lavington mendecak. "Kau orang yang berpikiran praktis rupanya. Nah, sobat mudaku, kau mesti sarapan yang enak, lalu berangkat ke kota tanpa perlu memikirkan lebih lanjut hal-hal yang tidak kaupahami. Sebaliknya, aku akan mengendus-endus dan mencari tahu tentang pondok di sana itu. Aku berani sumpah, di sanalah pusat misteri tersebut." Jack bangkit berdiri. "Baiklah, Sir, aku akan berangkat, tapi..." "Ya?" Wajah Jack memerah malu "Aku yakin gadis itu tidak ada kaitannya," katanya pelan. Lavington tampak geli. "Kau tidak bilang gadis itu cantik. Nah, tenanglah, kurasa misteri itu berawal sebelum dia lahir." Malam itu Jack pulang dengan perasaan ingin tahu yang sangat besar. Sekarang ia sudah menyerahkan kepercayaannya pada Lavington sepenuhnya Dokter itu telah menerima permasalahannya dengan sikap sangat wajar, telah memberikan respons tegas dan sama sekali tidak terpengaruh, hingga Jack merasa sangat terkesan 199 Ia mendapati teman barunya itu tengah menunggunya di koridor, ketika ia turun untuk makan malam. Sang dokter menyarankan mereka makan malam bersama, di meja Anjing Kematian The Hound Of Death And Other Stories 1933 Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo yang sama. "Ada berita, Sir?" tanya Jack dengan harap-harap cemas. "Aku sudah mengumpulkan sejarah keberadaan Heather Cottage, pondok itu. Penyewa pertamanya adalah seorang tukang kebun tua bersama istrinya. Setelah tukang kebun itu meninggal, istrinya pindah tinggal bersama anak perempuannya. Pondok itu jatuh ke tangan seorang pembangun, yang berhasil memper-baharuinya dengan sangat sukses, lalu menjualnya pada seorang pria dari kota, yang menggunakan pondok itu untuk berakhir minggu. Sekitar setahun yang lalu, dia menjual pondok itu pada pasangan bernama Turner Mr. dan Mrs. Turner. Dari kesimpulanku, ?pasangan itu sepertinya agak aneh. Sang suami orang Inggris, istrinya diperkirakan punya darah Rusia seorang wanita yang sangat cantik dan eksotis. ?Mereka hidup sangat tertutup, tidak bergaul dengan siapa pun, dan hampir tak pemah keluar dari kebun pondok itu. Berdasarkan gosip lokal, mereka takut akan sesuatu tapi menurutku kita tidak bisa berpegang pada gosip itu. ?"Lalu, sekonyong-konyong, suatu hari mereka pergi, berangkat pagi-pagi sekali, dan tidak pernah kembali. Agen di sini menerima surat dari Mr. Turner, ditulis dari London, menginstruksikan dia untuk menjual pondok itu secepat mungkin. Perabotnya dijual semua, dan pondok itu sendiri dijual pada seorang Mr. Maulevcrcr. Dia tinggal di situ hanya selama 200 dua minggu lalu dia mengiklankan pondok itu untuk disewakan, berikut ?perabotnya. Orang-orang yang tinggal di situ sekarang adalah seorang profesor Prancis yang sakit radang paru-paru, bersama anak perempuannya. Mereka baru sepuluh hari tinggal di sana." Jack mencerna berita ini tanpa mengatakan apa-apa. "Tapi ini tidak memberikan penjelasan lebih jauh pada kita," katanya akhirnya. "Atau ada?" "Aku ingin tahu lebih banyak tentang pasangan Turner itu," kata Lavington pelan. "Ingat, mereka berangkat meninggalkan pondok pagi-pagi sekali. Sejauh yang dapat kusimpulkan, tak seorang pun benar-benar melihat mereka pergi. Pernah ada yang melihat Mr. Turner sesudahnya tapi tak ada orang yang pernah melihat Mrs. ?Turner." Wajah Jack memucat. "Tak mungkin... maksudmu ..." "Jangan terlalu berdebar-debar dulu, anak muda. Pengaruh orang yang sedang menjelang ajal dan terutama kalau kematiannya berbau kekerasan pada lingkungan ? ?sekitarnya sangatlah kuat. Lingkungan itu bisa saja menyerap pengaruh tersebut, kemudian mentransmisikannya pada seorang penerima yang tepat dalam hal ini ?adalah dirimu." "Tapi kenapa aku?" gumam Jack, tak mau menerima. "Kenapa bukan orang lain yang bisa membantu?" "Kau menganggap kekuatan itu sebagai sesuatu yang punya akal dan tujuan, bukan sekadar buta dan mekanis sifatnya Aku sendiri tidak percaya pada DILARANG MENGKOMBRSILK AN!!! =kiageng80= roh-roh gentayangan yang suka menghantui tempat tertentu untuk tujuan tertentu. Tapi apa yang pernah kulihat, berkali-kali hingga aku tak bisa lagi ?menganggapnya sebagai suatu kebetulan semata-mata adalah semacam gerakan ?meraba-raba yang buta ke arah keadilan. Suatu kekuatan buta yang bergerak di bawah tanah, selalu mengarah ke akhir yang sama itu..." Sang dokter mengguncangkan tubuhnya sendiri seakan-akan hendak mengenyahkan ?suatu obsesi yang menyelimutinya, lalu ia beralih lagi pada Jack dengan senyum ramah di bibirnya. "Mari kita lupakan saja topik ini setidaknya untuk malam ini," sarannya. ? Jack dengan segera menyetujuinya, tapi ia merasa tidak mudah mengenyahkan topik tersebut dari pikirannya. Selama akhir minggu itu, ia mengadakan penyelidikan-penyelidikan gencar sendiri, tapi hasilnya tidak lebih banyak daripada yang sudah diperoleh sang dokter. Ia benar-benar sudah tidak lagi main golf sebelum sarapan. Mata rantai berikutnya datang dari sudut yang sama sekali tak terduga. Suatu hari, sekembalinya di hotel, Jack diberitahu bahwa ada seorang wanita muda menunggunya. Ia sangat terperanjat ketika melihat tamunya adalah gadis di kebun itu gadis bunga pansv itu. Gadis itu tampak sangat gugup dan bingung.?"Maafkan saya, Monsieur, datang menemui Anda seperti ini. Tapi ada sesuatu yang ingin saya katakan pada Anda... saya..." 202 Ia melayangkan pandang ke sekelilingnya dengan tidak yakin. "Masuklah," Jack lekas-lekas berkata, sambil berjalan mendahului ke "Ruang Duduk Wanita" yang sekarang sudah kosong di hotel itu. Ruangan itu suram, dan didominasi oleh beledu merah di mana-mana. "Silakan duduk. Miss, Miss..." "Marchaud, Monsieur. Felise Marchaud." "Duduklah, Mademoiselle Marchaud, dan katakan maksud kedatangan Anda." Felise duduk dengan patuh. Ia mengenakan gaun wama hijau gelap hari ini, dan kecantikan serta pesona wajah mungilnya yang penuh harga diri itu tampak lebih kentara daripada biasanya. Jantung Jack berdebar lebih cepat saat ia duduk di samping gadis itu. "Begini," kata Felise, "kami belum lama tinggal di pondok itu, dan sejak awal kami mendengar bahwa rumah itu rumah kecil kami yang sangat manis ?itu berhantu. Tidak ada pelayan yang mau tinggal di sana. Itu tidak terlalu ?penting - saya bisa memasak dan mengurus rumah itu sendirian." "Mengagumkan," pikir Jack yang hatinya sudah terpikat. "Dia benar-benar mengagumkan." Tapi ia tetap menunjukkan sikap formal. "Menurut pendapat saya, segala ocehan tentang hantu-hantu ini omong kosong belaka sampai empat hari yang lalu. Monsieur, selama empat malam berturut?turut saya mendapatkan mimpi yang sama. Seorang wanita berdiri di sana dia ?cantik, jangkung, dan sangat putih. Di kedua tangannya dia memegang sebuah guci porselen berwarna biru. Dia tampak 203 sangat cemas amal sangat cemas, dan dia terus-menerus mengulurkan guci itu pada ?saya, seolah-olah meminta saya melakukan sesuatu dengan benda itu tapi... ah! Dia ?tak bisa bicara, dan saya... saya tidak tahu apa yang diinginkannya. Begitulah mimpi saya selama dua malam pertama tapi dua malam yang lalu, mimpi saya lebih ?panjang. Sosok wanita dan guci biru itu memudar, dan sekonyong-konyong saya mendengar suaranya berteriak saya tahu pasti itu suaranya dan, oh! Monsieur, ? ?kata-kata yang diucapkannya sama dengan kata-kata yang Anda ucapkan pada saya pagi itu. 'Pembunuhan Tolong! Pembunuhan!' Saya terbangun dengan ketakutan. ?Saya berkata pada diri saya sendiri ini cuma mimpi buruk. Kata-kata yang ?kaudengar itu cuma kebetulan. Tapi kemarin malam mimpi itu datang kembali. Monsieur, ada apa sebenarnya" Anda juga sudah mendengar teriakan itu. Apa yang mesti kita lakukan?" Wajah Felise tampak ketakutan. Kedua tangannya yang mungil terkatup rapat, dan ia menatap Jack dengan pandangan memohon. Jack pura-pura tak peduli, walau sebenarnya tidak demikian. "Tidak apa-apa. Mademoiselle Marchaud. Anda tak usah khawatir. Begini saja, kalau Anda tidak keberatan, saya minta Anda mengulangi keseluruhan cerita ini pada seorang teman saya yang tinggal di sini juga, namanya Dr Lavington." Felise menyatakan kesediaannya, dan Jack pun pergi mencari Lavington. la kembali bersama sang dokter beberapa menit kemudian. Lavington memandangi gadis itu dengan saksama saat Jack memperkenalkan mereka dengan terburu - 204 buru. Dengan beberapa ucapan yang menenangkan, Lavington berhasil meredakan kecemasan gadis itu, kemudian pada gilirannya ia mendengarkan cerita gadis itu dengan penuh perhatian. "Aneh sekali," katanya setelah Felise selesai bercerita. "Anda sudah menceritakan ini pada ayah Anda?" Felise menggelengkan kepala. "Saya tak ingin membuat ayah saya cerna*.- Dia masih sakit keras" matanya basah?oleh air mata "saya tidak mau menceritakan apa pun yang bisa membuatnya cemas ?atau gelisah." "Saya mengerti," kata Lavington dengan ramah. "Dan saya senang Anda datang pada kami, Mademoiselle Marchaud. Seperti Anda ketahui, Hartington ini punya pengalaman serupa dengan Anda. Saya rasa bisa dikatakan kami sudah berada pada jalur yang benar sekarang. Apakah tidak ada hal lain yang Anda ingat?" Felise tersentak. "Tentu saja! Bodoh sekali saya! Justru inilah inti keseluruhan kisah ini. Coba lihat. Monsieur, apa yang saya temukan di balik salah satu lemari, tergelincir dari tempatnya di belakang rak." la mengulurkan secarik kertas gambar yang s>udah kotor pada mereka. Di kertas itu tampak sketsa kasar sosok seorang wanita yang dibuat dengan cat air. Goresan-goresannya sederhana sekali, tapi kemiripannya barangkali cukup nyata. Sosok seorang wanita jangkung berkulit putih, dengan kesan asing yang bukan Inggris di wajahnya, la berdiri di samping meja yang di atasnya tampak sebuah guci porselen berwarna biru. 205 "Saya menemukan kertas ini tadi pagi," Felise menjelaskan. "Monsieur le docteur, itulah wajah wanita yang saya lihat dalam mimpi saya, dan guci biru itu juga sama dengan yang ada dalam mimpi saya." "Luar biasa," komentar Lavington. "Jelas bahwa kunci dari misteri ini adalah guci biru itu. Guci itu kelihatannya seperti guci Cina, barangkali sudah tua. Kelihatannya guci itu memiliki pola timbul yang aneh di permukaannya." "Memang guci Cina," kata Jack. "Aku pernah melihat guci yang sama persis seperti itu dalam koleksi pamanku pamanku kolektor porselen Cina, dan aku ingat pernah ?melihat guci seperti ini beberapa waktu yang lalu." "Guci Cina," renung Lavington. Sesaat ia asyik dengan pikirannya sendiri, kemudian ia mengangkat kepalanya dengan tiba-tiba, kedua matanya berbinar-binar. "Harrington, sudah berapa lama pamanmu memiliki guci itu?" "Berapa lama" Aku tidak tahu." "Berpikirlah. Apakah dia membelinya belum lama ini?" "Aku tidak tahu ya. setelah kupikir-pikir, dia memang membelinya belum lama ?ini. Aku sendiri tidak begitu tertarik dengan porselen, tapi aku ingat dia menunjukkan padaku 'perolehannya akhir-akhir ini', dan guci itu termasuk salah satu di antaranya." "Kurang dan dua bulan yang lalu" Pasangan Turner meninggalkan Heather Cottage dua bulan yang lalu." "Ya, memang dua bulan yang lalu." "Apa pamanmu suka menghadiri acara-acara obral sesekali?" 206 "Dia memang selalu hadir pada acara-acara obral." "Kalau begitu, tidak salah kalau kita mengasumsikan bahwa dia membeli guci porselen itu pada penjualan barang-barang milik suami-istri Turner. Suatu kebetulan yang aneh atau barangkali inilah yang kusebut sebagai uluran tangan ?keadilan yang buta. Harrington, kau mesti segera mencari tahu dari pamanmu, di mana dia membeli guci ini." Jack terperangah. "Kurasa itu tidak mungkin. Paman George sedang bepergian. Aku bahkan tidak tahu mesti menyuratinya di mana." "Berapa lama dia pergi?" "Tiga minggu sampai sebulan, setidaknya." Hening sejenak. Felise duduk menatap kedua orang itu bergantian dengan cemas. "Apa tidak ada yang bisa kita lakukan?" tanyanya dengan takut-takut. "Ya, ada," kata Lavington, dengan nada bersemangat yang ditahan-tahan. "Barangkali agak tidak biasa, tapi aku yakin akan berhasil. Harrington, kau mesti mengambil guci itu. Bawa kemari, dan kalau Mademoiselle mengizinkan, kami akan menginap di Heather Cottage dengan membawa guci biru itu." Jack merasa kulitnya meremang ngeri. "Menurutmu, apa yang bakal terjadi?" tanyanya gelisah. "Aku sendiri tidak tahu tapi aku sepenuhnya yakin bahwa misteri ini bisa ?diungkap dan hantu itu dipaksa keluar. Kemungkinan besar guci itu memiliki alas palsu, dan ada sesuatu disembunyikan di dalam 207 nya. Kalau tidak terjadi fenomena apa pun, kita mesti menggunakan kecerdikan kita sendiri." Felise mengatupkan kedua tangannya. "Gagasan yang sangat bagus," serunya. Kedua matanya berbinar-binar antusias. Jack sendiri tidak terlalu antusias malah dalam hati ia sebenarnya sangat ketakutan, tapi ia tentu saja ? tak sudi mengakui hal ini di hadapan Felise. Sang dokter sendiri bersikap seolah-olah sarannya itu sangatlah wajar. "Kapan Anda bisa membawa guci itu?" tanya Felise, beralih pada Jack. "Besok," sahut Jack dengan setengah hati. Ia mesti meneruskan partisipasinya dalam urusan ini, namun ingatan terhadap teriakan ketakutan yang menghantuinya setiap pagi itu mesti ditekan jauh-jauh dan tidak boleh terlalu banyak dipikirkan. Keesokan sorenya ia berangkat ke rumah pamannya dan mengambil guci yang dimaksud. Ketika melihat benda itu. ia jadi semakin yakin bahwa guci itu memang sama dengan yang ada pada sketsa cat air tersebut, tapi walaupun ia sudah memeriksanya dengan hati-hati, ia tidak melihat tanda-tanda ada wadah rahasia apa pun pada guci tersebut. Sudah pukul sebelas ketika ia dan Lavington tiba di Heather Cottage. Felise sudah menunggu mereka, dan membuka pintu dengan lembut bahkan sebelum mereka sempat mengetuk. "Masuklah," bisiknya. "Ayah saya sedang tidur di ruang atas. Jangan sampai kita membuatnya terbangun. Saya sudah membuatkan kopi untuk Anda di sini." Ia berjalan mendahului ke ruang tamu yang kecil 208 dan nyaman. Sebuah lampu spiritus berdiri di atas perapian. Ia membungkuk di atasnya, dan membuatkan kopi harum untuk mereka berdua. Kemudian Jack mengeluarkan guci itu dari bungkusannya yang berlapis-lapis. Felise terkesiap ketika melihatnya. "Oh... oh," serunya dengan antusias. "Memang itu dia gucinya... saya pasti mengenalinya di mana pun." Sementara itu, Lavington melakukan persiapan-persiapan sendiri. Ia memindahkan segala benda yang ada di sebuah meja kecil, kemudian ia menaruh meja itu di tengah ruangan. Di seputarnya ia meletakkan tiga buah kursi. Kemudian diambilnya guci biru itu dari Jack, dan didirikannya di tengah-tengah meja. "Nah, sekarang kita sudah siap," katanya. "Matikan lampu, dan marilah kita duduk mengitari meja, dalam gelap." Kedua orang lainnya mematuhi. Lalu kembali terdengar suara Lavington. berbicara dari kegelapan. "Jangan memikirkan apa pun kosongkan pikiran Jangan memaksakan pikiran apa-apa.?Ada kemungkinan salah satu dari kita di sini memiliki kekuatan sebagai medium. Kalau demikian halnya, maka orang tersebut akan kemasukan roh. Ingat, tak ada yang perlu ditakuti. Buang jauh-jauh rasa takut dari hati kalian, dan melayanglah... melayanglah..." Suaranya semakin samar, lalu hening. Menit demi menit, keheningan itu semakin berkembang, menyimpan berbagai kemungkinan. Mudah saja bagi Lavington mengatakan "Buang jauh-jauh rasa takut". Bukan rasa takut yang dirasakan Jack melainkan ?rasa panik. Dan ia hampir yakin bahwa Felise pun 209 merasakan hal yang sama. Sekonyong-konyong ia mendengar suara gadis itu, pelan dan ketakutan. "Sesuatu yang mengerikan akan terjadi. Saya bisa merasakannya." "Buang jauh-jauh rasa takut," kata Lavington. "Jangan melawan pengaruh yang mendatangi." Kegelapan terasa semakin pekat dan keheningan pun semakin dalam. Perasaan bakal datang sesuatu yang jahat itu jadi semakin dekat dan semakin dekat. Jack merasa tersedak tak bisa bernapas pengaruh jahat itu sudah sangat dekat...? ?Kemudian saat-saat penuh konflik itu berlalu. Ia serasa melayang, melayang turun kelopak matanya terkatup kedamaian kegelapan... ? ? ?Jack bergerak sedikit. Kepalanya terasa berat - sangat berat, seperti timbal. Di mana ia berada" Cahaya matahari... burung-burung... ia tergeletak menatap langit. Lalu ia teringat kembali semua peristiwa itu. Pemanggilan roh. Ruangan kecil itu..Felise dan sang dokter. Apa yang telah terjadi" Ia duduk tegak, kepalanya berdenyut-denyut sakit, dan ia melayangkan pandang ke sekelilingnya. Ia tengah tergeletak di segerumbulan semak-semak kecil, tidak jauh dari pondok itu. Tidak ada orang lain di dekatnya Ia mengeluarkan arlojinya. Sudah jam setengah satu. Ia terkejut sekali. Jack bangkit berdiri dengan susah payah, kemudian lari secepat mungkin ke arah pondok itu. Felise dan Lavington pasti sangat khawatir ketika ia tidak segera tersadar, maka mereka membawanya ke udara terbuka. 210 Anjing Kematian The Hound Of Death And Other Stories 1933 Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tiba di pondok tersebut, Jack mengeruk pintunya keras-keras, tapi tidak ada jawaban. Bahkan tidak ada tanda-tanda kehidupan di tempat itu. Mereka pasti sudah pergi mencari pertolongan. Atau... perasaan takut yang tak bisa dijelaskan menyelimuti diri Jack. Apa yang telah terjadi semalam" la kembali ke hotelnya secepat mungkin. Ketika hendak bertanya di kantor hotel tersebut, seseorang menghantam tulang rusuknya, hingga ia nyaris terjungkal jatuh. Dengan agak marah ia menoleh, dan melihat seorang pria tua berambut putih terkekeh-kekeh gembira. "Tidak sangka aku pulang, ya" Tidak sangka, bukan?" kata orang itu. "Wah, Paman George, kupikir Paman masih jauh dari sini, entah di mana di Italia." "Ah, nyatanya tidak. Aku mendarat di Dover semalam. Kupikir aku pergi saja ke kota dan mampir menemuimu dalam perjalanan. Tapi coba, apa yang kutemukan" Kau keluar semalaman, ya" Bagus sekali..." "Paman George," Jack menyela dengan tegas. "Ada cerita yang mesti kusampaikan pada Paman. Luar biasa sekali. Aku berani jamin Paman takkan percaya." "Aku juga yakin tidak bakal percaya," kata pria tua itu sambil tertawa. "Coba ceritakan saja, Nak." "Tapi aku mesti makan dulu," Jack melanjutkan "Aku lapar sekali." Ia berjalan mendahului ke ruang makan, dan sambil melahap makanannya, ia menceritakan keseluruhan kisahnya. "Entah apa yang terjadi pada mereka." ia mengakhiri ceritanya. 211 Pamannya seperti kena serangan ayan. "Guci itu," akhirnya ia berhasil berbicara. "GUCI BIRU ITU! Apa yang terjadi dengan guci itu?" Jack melongo menatapnya, tak mengerti, tapi di tengah semburan kata-kata pamannya yang menyusul kemudian, ia mulai mengerti. Kata-kata pamannya keluar bagai rentetan, "Ming unik koleksiku yang paling ? ?berharga nilainya setidaknya sepuluh ribu pound sudah ditawar oleh ? ?Hoggenheimcr, jutawan Amerika itu hanya satu-satunya di dunia cepat katakan, ? ?apa yang telah kaulakukan dengan GUCI BIRU milikku?" Jack bergegas keluar dari ruangan tersebut. Ia mesti menemukan Lavington. Wanita muda di kantor hotel itu menatapnya dengan dingin "Dr. Lavington sudah pergi larut malam kemarin naik motor. Dia meninggalkan ?surat untuk Anda." Jack membuka surat itu. Isinya pendek saja, dan langsung ke pokoknya. SAHABAT MUDAKU YANG BAIK, Apakah masa-masa supranatural sudah berakhir" Tidak juga terutama kalau ?disampaikan dalam bahasa ilmiah yang baru. Salam paling manis dari Felise, ayah yang sakit-sakitan, dan aku sendiri. Kami punya waktu dua belas jam, pasti cukup. Hormatku, AMBROSE LAVINGTON, Dokter Penyembuh Jiwa. 212 Kasus Aneh Sir Arthur Carmichael (Diambil dari catatan-catatan almarhum Dr. Edward Carstairs. M.D., psikolog terkemuka itu.) Akl amat sangat menyadari bahwa ada dua cara yang jelas dalam memandang peristiwa-peristiwa aneh dan tragis yang telah kutuliskan di bawah ini. Aku sendiri tak pernah ragu akan pendapatku. Aku telah diminta menuliskan kisah ini selengkapnya, dan aku percaya bahwa atas nama ilmu pengetahuan, fakta-fakta yang begitu aneh dan tak dapat dijelaskan ini tidak seharusnya dipendam begitu saja. Aku pertama kali mengetahui tentang kasus ini karena telegram yang dikirimkan temanku. Dr. Settle. Selain menyebutkan nama Carmichael, telegram itu tidak terlalu eksplisit. Tapi, sesuai dengan permintaannya, aku pun berangkat naik kereta api pukul 12.20 dari Paddington ke Wolden di Hertfordshire. Nama Carmichael bukannya tidak akrab di telingaku. Aku pernah mengenal almarhum Sir William Carmichael, walau hanya sekilas, dan tidak pernah bertemu lagi dengannya selama sebelas tahun belakangan ini. Aku tahu bahwa ia mempunyai seorang anak laki-laki baronet yang sekarang ini yang umurnya pasti sudah dua ? ?puluh tiga tahun saat ini. Samar-samar aku ingat pernah mendengar desas-desus 213 tentang pernikahan Sir William yang kedua, tapi aku tidak ingat dengan pasti, di luar kesan samar-samar yang tidak begitu menyenangkan mengenai Lady Carmichael yang kedua. Settle menjemputku di stasiun. "Baik sekali kau mau datang," katanya sambil menjabat tanganku. "Bukan apa-apa. Katamu kasus ini berkaitan dengan profesiku?" "Amat sangat berkaitan." "Kasus kejiwaan, kalau begitu?" desakku. "Dengan ciri-ciri yang tidak biasa?" Saat itu kami telah mengambil bagasiku, dan kini kami sudah duduk di kereta kuda yang akan membawa kami dari stasiun ke Wolden, yang jaraknya sekitar tiga mil. Selama beberapa saat, Settle tidak menjawab. Kemudian sekonyong-konyong ia berkata, "Seluruh kejadian ini benar-benar tak bisa dimengerti. Anak muda ini usianya baru dua puluh tiga tahun, sepenuhnya normal dalam segala hal. Anak muda yang ramah dan menyenangkan, dengan sedikit keangkuhan yang biasa. Dia mungkin tidak terlalu cerdas, tapi sangat cakap, seperti umumnya anak-anak muda Inggris dari kelas atas. Suatu malam dia pergi tidur dalam keadaan sehat walafiat, seperti biasanya, dan keesokan paginya dia ditemukan sedang berkeliaran di desa, dalam keadaan setengah gila, tak bisa mengenali orang-orang terdekatnya sama sekali" "Ah!" kataku, merasa tergelitik. Kasus ini tampaknya bakal menarik. "Ingatannya hilang sama sekali" Dan ini terjadi pada..." "Pagi hari kemarin. Tanggal 9 Agustus." 214 "Dan tidak ada apa-apa shock macam apa pun yang kauketahui yang bisa ? ?menjelaskan keadaannya itu?" "Tidak ada " Mendadak aku merasa curiga. "Apa ada yang kausembunyikan?" "T... tidak." Sikap ragu-ragu Settle semakin memperkuat kecurigaanku. "Aku mesti tahu segalanya." "Ini tidak ada hubungannya dengan Arthur. Kaitannya dengan... dengan rumah itu." "Dengan rumah itu," aku mengulangi dengan terperangah. "Kau sudah sering sekali berurusan dengan hal semacam itu. bukan, Carstairs" Kau sudah 'menguji' rumah-rumah yang katanya berhantu. Bagaimana pendapatmu tentang hal itu?" "Sembilan dari sepuluh kasus ternyata merupakan tipuan belaka," jawabku. "Tapi yang kesepuluh... yah, aku pernah menemukan fenomena yang benar-benar tak bisa dijelaskan dari sudut pandang materialistik biasa. Aku memang percaya pada okultisme." Settle mengangguk. Kami baru saja berbelok ke gerbang Park. Ia menunjuk dengan cambuknya ke rumah besar berwarna putih di punggung sebuah bukit "Itu rumahnya," katanya. "Dan... ada sesuatu di rumah itu. Sesuatu yang misterius mengerikan. Kami semua merasakannya... padahal aku bukan orang yang ?percaya takhayul..." "Dalam bentuk apakah unsur yang misterius ini?" tanyaku. 215 Settle menatap rumah di hadapannya itu. "Lebih baik aku tidak menceritakan apaapa dulu padamu. Begini, kalau kau... datang kemari tanpa prasangka... tanpa tahu apa-apa sebelumnya... dan ternyata kau melihatnya juga... nah..." "Ya," kataku. "Memang lebih baik begitu. Tapi aku lebih senang kalau kau bercerita lebih banyak tentang keluarga itu." "Sir William," kata Settle, "menikah dua kali. Arthur adalah anak dari istri pertamanya. Sembilan tahun yang lalu, dia menikah lagi, dan Lady Carmichael yang sekarang ini sosoknya agak misterius. Dia hanya separuh Inggris, dan kurasa dia punya darah Asia di tubuhnya." Ia diam sejenak. "Settle," kataku, "kau tidak menyukai Lady Carmichael." Ia mengakuinya dengan terus terang. "Memang tidak. Sejak dulu ada kesan jahat pada diri wanita itu. Nah, kulanjutkan ceritaku. Dari istri keduanya ini. Sir William mempunyai anak lagi, anak laki-laki uga. sekarang umurnya delapan tahun. Sir William meninggal tiga tahun yang lalu. Arthur mewarisi gelar dan rumah itu. Ibu dan adik tirinya tetap tinggal bersamanya di Wolden. Mereka boleh dikatakan sudah sangat jatuh miskin. Hampir keseluruhan penghasilan Sir Arthur dihabiskan untuk perawatan rumah dan tanah itu. Sir William hanya dapat mewariskan beberapa ratus pound setahun pada istrinya, tapi untunglah hubungan Arthur dengan ibu tirinya baik sekali, dan dia sama sekali tidak keberatan ibu tirinya itu tinggal bersamanya. Sekarang..." 216 "Ya?" "Dua bulan yang lalu. Arthur bertunangan dengan seorang gadis yang manis, namanya Miss Phyllis Patterson." Settle menambahkan dengan suara pelan yang agak emosional, "Mereka seharusnya menikah bulan depan. Miss Patterson tinggal di rumah itu sekarang. Bisa kaubayangkan kecemasannya..." Aku menundukkan kepala tanpa mengatakan apa-apa. Kami sudah dekat dengan rumah itu sekarang. Di sebelah kanan kami, lapangan rumput yang hijau melandai dengan lembut. Sekonyong-konyong aku melihat sebuah pemandangan yang sangat memesona. Seorang gadis muda berjalan perlahan-lahan dari lapangan rumput ke arah rumah. Ia tidak memakai topi, dan cahaya matahari semakin memperindah kilau rambutnya yang keemasan. Ia membawa sebuah keranjang besar berisi bunga-bunga mawar, dan seekor kucing Persia berbulu kelabu yang indah melilitkan tubuh dengan sayang di kakinya sementara ia berjalan. Aku memandang Settle dengan bertanya-tanya. "Itu Miss Patterson," katanya. "Gadis malang," kataku, "gadis malang. Sungguh pemandangan indah, melihatnya membawa mawar-mawar itu dan kucing kelabunya." Aku mendengar suara pelan, dan menoleh cepat pada temanku itu. Tali kendali kuda telah terlepas dari jemari Settle, dan wajahnya pucat pasi. "Ada apa?" seruku. Dengan susah payah ia berhasil memulihkan diri. Beberapa saat kemudian, kami pun sampai, dan 217 aku mengikuti temanku itu ke ruang duduk berwarna hijau. Teh sudah dihidangkan. Seorang wanita setengah baya yang masih tampak cantik bangkit berdiri ketika kami masuk. Ia maju dan mengulurkan tangannya. " "Ini teman saya, Dr. Carstairs, Lady Carmichael." Aku tak bisa menjelaskan gelombang perasaan tak senang yang menyapu diriku saat aku menyambut uluran tangan wanita yang anggun dan memesona ini, yang bergerak dengan keluwesan misterius dan gemulai yang membuatku teringat bahwa ia memiliki darah Asia, seperti dikatakan Settle. "Baik sekali Anda bersedia datang, Dr. Carstairs," katanya dengan suara rendah dan merdu, "untuk mencoba membantu kami dalam kesusahan besar ini." Aku menjawab dengan berbasa-basi, dan ia mengulurkan teh padaku. Beberapa menit kemudian, gadis yang tadi kulihat di pekarangan rumput di luar, masuk ke dalam ruangan. Kucing kelabu itu tidak lagi bersamanya, tapi ia masih membawa keranjang berisi bunga-bunga mawar itu di tangannya. Settle memperkenalkanku padanya, dan ia menyambut dengan penuh semangat. "Oh, Dr. Carstairs, Dr. Settle sudah banyak sekali bercerita tentang Anda. Saya merasa Anda akan bisa berbuat sesuatu untuk menolong Arthur yang malang." Miss Patterson jelas seorang gadis yang sangat cantik, walau kedua pipinya pucat dan ada lingkaran-lingkaran gelap di bawah sepasang matanya yang jujur. "Nona yang baik," kataku, berusaha menenangkan 218 nya, "Anda tidak boleh putus asa. Kasus-kasus kehilangan ingatan, atau kepribadian sekunder, sering kali tidak berlangsung lama. Si pasien bisa kembali ke keadaannya semula, setiap saat." Miss Patterson menggelengkan kepala. "Saya tidak percaya bahwa ini kasus kepribadian sekunder," katanya. "Ini sama sekali bukan Arthur. Ini bukanlah kepribadiannya. Ini bukan dia. Saya..." "Phyllis sayang," kata Lady Carmichael dengan suara lembut, "ini tehmu." Sorot nptanya ketika menatap gadis itu membuatku tersadar bahwa Lady Carmichael tidak begitu menyukai calon menantunya ini. Miss Patterson menolak tawaran teh itu, dan untuk melancarkan percakapan aku berbasa-basi, "Apa kucing Anda tidak diberi sepiring susu?" Miss Patterson menatapku dengan agak heran. "Kucing?" "Ya, kucing yang menemani Anda beberapa saat yang lalu di kebun..." Kalimatku terputus oleh suara barang pecah. Lady Carmichael telah menjatuhkan poci teh, dan air panas di dalamnya tumpah ke lantai. Aku memungut poci itu, dan Phyllis Patterson menatap Settle dengan bertanya-tanya. Settle bangkit berdiri. "Kau mau melihat pasienmu sekarang, Carstairs?" Aku langsung mengikutinya. Miss Patterson ikut bersama kami. Kami naik ke ruang atas, dan Settle mengeluarkan kunci dari sakunya. "Kadang-kadang dia suka kabur mengembara." Settle menjelaskan. "Maka biasanya pintu ini kukunci kalau aku sedang tidak berada di rumah." 219 Ia memutar kunci di lubangnya, lalu masuk ke dalam Anak muda itu sedang duduk di tepi jendela, di mana sisa-sisa cahaya matahari terbenam menyorot masuk dalam lajur-lajur lebar dan kuning. Ia duduk tak bergerak, kedua bahunya agak bungkuk, dan setiap ototnya tampak santai. Mulanya kupikir ia sama sekali tidak menyadari kehadiran kami, namun sekonyong-konyong kulihat bahwa di bawah kelopak matanya yang tidak bergerak-gerak, ia sebenarnya tengah mengawasi kami dengan saksama. Ia menurunkan tatapannya saat beradu pandang denganku, dan mengerjap-ngerjapkan mata. Namun ia tidak bergerak. "Ayolah, Arthur." Settle berkata dengan riang. "Miss Patterson dan seorang temanku datang untuk menjengukmu." Tapi anak muda yang duduk di tepi jendela itu hanya mengerjap-ngerjapkan matanya. Namun sesaat kemudian kulihat ia kembali mengawasi kami dengan ?mencuri-curi dan diam-diam. "Mau minum?" tanya Settle, masih dengan suara keras dan riang, seakan-akan bicara pada anak kecil. Ia meletakkan secangkir susu di meja. Aku mengangkat kedua alisku dengan heran, dan Settle tersenyum. "Memang aneh," katanya. "Dia hanya mau minum susu." Tak lama kemudian, tanpa tergesa-gesa sedikit pun, Sir Arthur bergerak dari posisi duduknya yang agak membungkuk itu, dan berjalan perlahan-lahan menghampiri meja. Sekonyong-konyong kusadari 220 bahwa gerak-geriknya benar-benar tanpa suara, kaki-kakinya juga tidak menimbulkan bunyi ketika melangkah. Tiba di dekat meja, ia meregangkan tubuh dengan nikmatnya, satu kakinya maju ke depan, kaki satunya lagi terjulur ke belakang. Ia meregangkan tubuh sepuas-puasnya, kemudian menguap. Belum pernah aku melihat orang menguap seperti itu! Mulutnya terbuka lebar, seakan-akan menelan keseluruhan wajahnya. Kemudian ia mengalihkan perhatiannya pada susu itu. Ia membungkuk di atas meja, sampai bibirnya menyentuh susu tersebut. Settle menjawab sorot bertanya-tanya di mataku. "Sama sekali tidak mau menggunakan tangannya. Dia seperti sudah kembali ke sifat primitif. Aneh, bukan?" Aku merasa Phyllis Patterson agak merapatkan diri padaku dengan takut. Kutaruh tanganku di lengannya untuk menenangkan. Susu itu akhirnya habis. Arthur Carmichael meregangkan tubuh sekali lagi, kemudian dengan langkah-langkah pelan tanpa suara, ia kembali ke tepi jendela, duduk membungkuk seperti tadi, mengerjap-ngerjapkan mata pada kami. Miss Patterson mengajak kami ke koridor. Seluruh tubuhnya gemetar. "Oh, Dr. Carstairs!" serunya. "Itu bukan dia -sosok di sana itu bukan Arthur! Saya bisa merasakan... saya pasti tahu..." Aku menggeleng-gelengkan kepala dengan sedih. "Otak manusia bisa memainkan tipuan-tipuan aneh, Miss Patterson." 221 Mesti kuakui, aku merasa bingung dengan kasus ini. Unsur-unsurnya sangat tidak biasa. Meski sebelumnya aku tak pernah melihat Arthur Carmichael, ada sesuatu dalam cara berjalannya yang aneh, dan cara ia mengerjap-ngerjapkan mata, yang mengingatkanku pada seseorang atau sesuatu yang tak dapat benar-benar kupastikan. Makan malam berlangsung dalam suasana hening, percakapan diambil alih oleh Lady Carmichael dan aku sendiri. Setelah para wanita mengundurkan diri, Settle menanyakan kesanku tentang nyonya rumah kami. "Mesti kuakui," kataku, "tanpa sebab ataupun alasan jelas, aku sangat tidak menyukainya. Kau benar sekali, dia mempunyai darah Timur, dan rasanya juga memiliki kekuatan-kekuatan sihir yang sangat kentara. Wanita ini mempunyai daya magnetis yang sangat luar biasa." Anjing Kematian The Hound Of Death And Other Stories 1933 Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Settle sepertinya hendak mengatakan sesuatu, tapi mengurungkannya. Sesaat kemudian, ia hanya berkata, "Dia sayang sekali pada anak laki-lakinya yang masih kecil." Selesai makan malam, kami kembali duduk di ruang duduk hijau itu. Kami baru selesai minum kopi, dan sedang bercakap-cakap dengan 'agak canggung mengenai topik-topik hari itu, ketika kudengar si kucing mulai mengeong-ngeong mengibakan di depan pintu, minta diperbolehkan masuk. Tidak ada yang memperhatikan, dan berhubung aku menyukai binatang, sesaat kemudian aku pun bangkit dari kursiku. "Boleh saya membiarkan kucing malang itu masuk?" tanyaku pada Lady Carmichael. 222 Wajah wanita itu menjadi sangat pucat, tapi ia membuat gerakan samar dengan kepalanya, yang kuartikan sebagai tanda mengizinkan. Maka aku pergi ke pintu dan membukanya. Namun tidak ada apa-apa di koridor di luar. "Aneh," kataku. "Saya berani sumpah, tadi saya mendengar suara kucing." Saat aku kembali ke kursiku, kuperhatikan mereka semua tengah memandangiku dengan saksama. Tatapan mereka membuatku jadi merasa agak tidak nyaman. Kami tidur lebih awal. Settle menemaniku ke kamarku. "Segala keperluanmu sudah disiapkan?" tanyanya sambil memandang sekeliling ruangan "Ya, terima kasih." Ia masih berlama-lama dengan agak canggung, seakan-akan ada sesuatu yang ingin dikatakannya, tapi tak sanggup ia ucapkan "Omong-omong," kataku, "katamu ada sesuatu yang tidak biasa tentang rumah ini" Tapi sejauh ini kelihatannya normal-normal saja." "Menurutmu rumah ini suasananya riang?" "Sama sekali tidak, mengingat apa yang sedang berlangsung saat ini. Jelas rumah ini berada di bawah bayang-bayang kesedihan besar. Tapi kalau menyangkut pengaruh abnormal, menurutku sama sekali tidak ada." "Selamat malam," kata Settle cepat-cepat. "Semoga mimpi indah." Dan aku memang bermimpi. Kucing kelabu Miss Patterson sepertinya telah menancapkan sosoknya 223 dalam kepalaku. Sepanjang malam rasanya aku bermimpi tentang binatang malang itu. Aku terbangun dengan mendadak, dan sekonyong-konyong kusadari kenapa kucing itu terasa begitu nyata dalam pikiranku. Binatang itu rupanya tengah mengeong-ngeong tanpa henti di luar pintu kamarku. Tak mungkin aku bisa tidur dengan adanya suara gaduh seperti itu. Maka aku pun menyalakan lilin dan beranjak ke pintu. Tapi lorong di luar kamarku kosong, walau suara meong itu masih terus berlanjut. Sebuah gagasan baru hinggap di benakku. Binatang malang itu pasti terkunci entah di mana, dan tak bisa keluar. Di sebelah kiri adalah ujung lorong, tempat kamar Lady Carmichael berada. Karenanya aku berjalan ke kanan. Tapi baru beberapa langkah aku berjalan, suara meong itu terdengar lagi dari belakangku. Aku membalikkan tubuh dengan cepat, dan suara itu terdengar kembali, kali ini jelasjelas dari arah sebelah kananku. Sesuaiu membuatku merinding, mungkin embusan angin di koridor. Cepat-cepat aku kembali ke kamarku. Suasana sudah hening sekarang, dan tak lama kemudian aku kembali tertidur dan terbangun disambut oleh pagi musim panas yang cerah.?Saat sedang berpakaian, dari jendelaku kulihat si pengganggu tidurku semalam itu. Si kucing kelabu sedang mengendap-endap perlahan-lahan dan mencuri-curi melintasi pekarangan rumput. Kuperkirakan sasaran serangannya adalah sekelompok kecil burung-burung yang sedang sibuk bercericip sambil membersihkan bulu mereka, tak jauh dari situ. Kemudian sesuatu yang sangat aneh terjadi. Si 224 kucing maju dan lewat tepat di tengah burung-burung itu, bulunya hampir-hampir menyapu mereka tapi burung-burung itu tidak terbang pergi Aku jadi tak ?mengerti pemandangan tersebut benar-benar tak masuk akal. ?Begitu terkesannya aku oleh pemandangan itu, hingga aku tak tahan untuk tidak menyebutkannya saat sarapan. "Anda tahu?" kataku pada Lady Carmichael, "bahwa Anda mempunyai kucing yang sangat tidak biasa?" Terdengar suara denting cangkir di tatakannya, dan kulihat Phyllis Patterson tengah memandangiku dengan tajam, kedua bibirnya merekah dan napasnya naik-turun dengan cepat. Suasana hening sejenak, kemudian Lady Carmichael berkata dengan sikap yang jelas-jelas tidak menyenangkan. "Saya rasa Anda keliru. Tidak ada kucing di sini. Saya tidak pernah mempunyai kucing." Jelas bahwa aku telah merusak suasana, maka aku pun cepat-cepat mengubah topik pembicaraan. Tapi masalah ini membuatku bingung. Kenapa Lady Carmichael mengatakan tidak ada kucing di rumah ini" Mungkinkah kucing itu milik Miss Patterson, dan kehadirannya sengaja disembunyikan dari nyonya rumah di sini" Mungkin Lady Carmichael tidak suka pada kucing, seperti sering dijumpai pada orang-orang di zaman sekarang ini. Penjelasan itu sebenarnya sama sekali tidak memuaskan, tapi untuk sementara aku mesti merasa puas dengan itu. Kondisi pasien kami masih tetap tidak mengalami perubahan Kali ini aku melakukan pemeriksaan 225 menyeluruh, dan bisa mempelajarinya dengan lebih saksama daripada malam sebelumnya. Atas saranku, diatur agar Sir Arthur menghabiskan waktu sebanyak mungkin bersama Keluarganya. Selain berharap mendapat kesempatan lebih baik untuk mengamatinya saat ia sedang tidak waspada, aku juga berpendapat bahwa rutinitas sehari-hari ini mungkin bisa membangkitkan sedikit kesadarannya. Namun tingkah lakunya tetap tidak mengalami perubahan. Ia tetap pendiam dan tenang, sepertinya menerawang, namun sebenarnya ia amat sangat waspada, dengan kesan agak licik malah. Ada satu hal yang membuatku terkejut, yakni perasaan sayang yang besar, yang diperlihatkannya terhadap ibu tirinya. Miss Patterson sama sekali tidak diacuhkannya, tapi ia selalu ingin duduk sedekat mungkin dengan Lady Carmichael. dan pernah kulihat ia menggosok-gosokkan kepalanya di bahu wanita itu dengan ekspresi sayang tanpa kata. Aku merasa cemas dengan kasus ini. Mau tak mau, aku merasa ada petunjuk yang lolos dari pengamatanku, yang bisa menjelaskan keseluruhan kasus ini. "Kasus ini sangat aneh," kataku pada Settle. "Ya," sahutnya, "amat sangat... sugestif." Ia menatapku dengan tatapan mencuri-curi. "Coba katakan," katanya. "Apa dia tidak... mengingatkanmu akan sesuatu?" Ucapannya itu mengejutkanku, mengingatkanku akan kesanku sendiri kemarin. "Mengingatkan akan apa?" tanyaku. Settle menggelengkan kepala. 226 "Mungkin itu cuma bayanganku saja," gerutunya. "Cuma bayanganku." Dan ia tidak mau bicara lebih lanjut tentang urusan tersebut. Secara keseluruhan, kasus ini diselubungi misteri. Aku masih juga terobsesi oleh perasaan membingungkan itu, bahwa aku telah kehilangan petunjuk yang bisa menjelaskan kasus ini. Selain itu, ada suatu misteri lain Maksudku, masalah kecil tentang kucing kelabu itu. Dengan satu dan lain alasan, masalah kucing itu membuatku penasaran. Aku bermimpi tentang kucing-kucing aku terus-menerus ?merasa mendengar suara kucing itu. Sesekali, di kejauhan, aku menangkap selintas sosok binatang indah itu. Dan kenyataan bahwa ada misteri yang terkait dengan kucing ini membuatku sangat jengkel. Akhirnya suatu siang aku memutuskan untuk bertanya pada penjaga pintu. "Bisakah Anda memberi tahu saya tentang kucing yang saya lihat itu?" tanyaku. "Kucing, Sir?" ia tampak agak terkejut. "Apa dulu... atau sekarang... ada kucing di sini?" "Nyonya dulu punya kucing, Sir. Hewan peliharaan yang indah. Tapi mesti disuntik mati. Sayang sekali, sebab binatang itu cantik sekali." "Kucing kelabu?" tanyaku perlahan-lahan. "Ya, Sir. Kucing Persia." "Dan Anda bilang kucing itu mesti disuntik mati?" "Ya, Sir." "Anda yakin sekali dia disuntik mati?" "Oh, yakin sekali, Sir. Nyonya tidak mengizinkan kucing itu dikirim ke dokter hewan Nyonya sendiri?227 yang melakukannya. Sudah hampir seminggu yang lalu. Dia dikubur di luar sana, di bawah pohon copper beech itu, Sir." Lalu ia keluar dari ruangan, meninggalkan aku termenung-menung sendiri. Kenapa Lady Carmichael begitu tegas menyatakan bahwa ia tidak pernah mempunyai kucing" Intuisiku mengatakan bahwa masalah kucing yang kelihatannya sepele ini sebenarnya penting sekali. Kucari Settle dan kuajak dia bicara berdua saja. "Settle," kataku, "aku ingin menanyakan sesuatu. Pernah atau tidak pernahkah kau melihat dan mendengar suara kucing di rumah ini?" la tidak kelihatan terkejut dengan pertanyaanku itu. Ia malah seperti sudah menduganya. "Aku pemah mendengarnya," katanya. "Tapi belum pernah melihatnya." 'Tapi pada hari pertama itu," seruku. "Di pekarangan rumput, dengan Miss Patterson!" Ia menatapku dengan tajam. "Aku melihat Miss Patterson berjalan melintasi pekarangan rumput. Itu saja." Aku mulai mengerti. "Kalau begitu," kataku, "kucing itu...?" Ia mengangguk. "Aku ingin tahu, apakah kau kalau tidak diberi-.tahu sebelumnya akan mendengar ? ?apa yang kami semua sudah dengar...?" "Kalau begitu, kalian semua mendengarnya juga?" Ia mengangguk lagi. "Aneh." gumamku sambil berpikir-pikir. "Aku belum pernah dengar ada kucing menghantui suatu tempat." 228 Kukatakan padanya apa yang kudengar dari si penjaga pintu, dan ia menunjukkan ekspresi terkejut. "Itu baru berita bagiku. Aku tidak tahu itu." "Tapi apa artinya?" tanyaku tak berdaya. Ia menggelengkan kepala. "Entahlah. Tapi dengar, Carstairs... aku takut. Suara... suara makhluk itu kedengaran... penuh ancaman." "Penuh ancaman?" kataku dengan tajam. 'Terhadap siapa?" Ia merentangkan kedua tangannya. "Tak bisa kukatakan." Baru malam itulah, setelah makan malam, aku menyadari maksud Settle. Kami sedang duduk di ruang duduk hijau itu, seperti pada malam kedatanganku. Lalu suara itu terdengar suara meong keras yang tidak henti-hentinya dari kucing di luar ?pintu. Tapi kali ini suara itu jelas-jelas bernada marah suara lolongan kucing ?yang galak, tinggi melengking dan penuh ancaman. Kemudian, ketika suara itu tidak terdengar lagi, gagang pintu dari kuningan di luar diguncang-guncang keras, seperti oleh cakar kucing. Settle duduk tegak. "Aku berani sumpah, suara itu benar-benar nyata," serunya. Ia bergegas ke pintu dan membukanya. Tidak ada apa-apa di luar. la kembali ke kursinya sambil menyeka dahinya. Phyllis tampak pucat dan gemetar, Lady Cannichael juga pucat pasi. Hanya Arthur yang berjongkok senang seperti anak kecil, kepalanya bersandar di lutut ibu tirinya. Ia begitu tenang dan sama sekali tidak terganggu 229 Miss Patterson menaruh satu tangannya di lenganku, dan kami naik ke ruang atas. "Oh, Dr. Carstairs," serunya. "Apa itu tadi" Apa maksudnya semua itu?" "Kami pun belum tahu, Nak." kataku. "Tapi saya akan mencari tahu. Anda tak perlu takut. Saya yakin bahaya itu tidak akan menimpa Anda." Ia menatapku dengan ragu. "Menurut Anda begitu?" "Saya yakin sekali," aku menjawab tegas. Aku teringat bagaimana kucing kelabu itu telah melilitkan dirinya dengan penuh sayang di kaki gadis ini, dan aku jadi semakin yakin. Ancaman itu tidak ditujukan terhadap dirinya. Aku agak sulit terlelap, namun akhirnya aku pun tertidur tidak nyenyak, dan terbangun dengan perasaan sangat kaget. Aku mendengar suara garukan keras, seperti ada sesuatu yang dirobek atau dicakar dengan ganas. Aku melompat bangkit dari tempat tidur dan bergegas keluar ke lorong. Pada saat yang sama. Settle juga keluar dari kamarnya yang berseberangan. Suara itu berasal dari sebelah kiri kami. "Kau mendengarnya, Carstairs?" serunya. "Kau mendengar itu?" Kami cepat-cepat menuju pintu kamar Lady Carmichael. Tidak ada yang melewati kami, tapi suara itu sudah berganti. Lilin-lilin kami berkelap-kelip pada panelpanel mengilap pintu Lady Carmichael. Kami saling pandang "Kau tahu suara apa itu tadi?" kata Settle, setengah berbisik. Aku mengangguk. "Suara cakar kucing merobek 230 robek dan mengoyak-ngoyak sesuatu" Aku agak merinding. Sekonyong-konyong aku berseru dan menurunkan lilin yang tengah kupegang. "Coba lihat ini, Settle." Di tembok bersandar sebuah kursi, dan bagian tempat duduknya sudah terkoyak dan robek dalam guratan-guratan panjang... Kami memeriksa kursi itu dengan saksama. Settle menatapku, dan aku mengangguk. "Bekas cakar kucing," katanya sambil menarik napas dengan tercekat. "Tak salah lagi." Matanya beralih dari kursi itu ke pintu kamar yang terkunci. "Itu dia orang yang menjadi sasarannya. Lady Carmichael." Malam itu aku tak bisa tidur lagi. Sampai di sini, situasinya sudah berada pada tahap di mana kami mesti bertindak. Sejauh yang kuketahui, hanya satu orang yang memegang kunci atas situasi ini. Aku curiga Lady Carmichael tahu lebih banyak daripada yang bersedia ia sampaikan. Wajah Lady Carmichael pucat pasi ketika ia turun ke ruang bawah keesokan paginya, dan ia hanya mengaduk-aduk makanan di piringnya. Aku yakin hanya tekad kuatlah yang membuat ia sanggup bertahan seperti itu. Selesai sarapan, aku minta diizinkan bicara dengannya. Dan aku langsung pada pokok permasal ahannya. "Lady Carmichael," kataku. "Saya punya alasan untuk mengatakan bahwa Anda berada dalam bahaya besar." "O ya?" la mengucapkan itu dengan sikap tak peduli yang menakjubkan. 231 "Di rumah ini ada sesuatu," kataku, "suatu... Kehadiran... yang jelas-jelas tidak menyukai Anda." "Omong kosong," gumamnya dengan nada mencemooh. "Jangan harap saya percaya pada omong kosong semacam itu." "Kursi di depan pintu kamar Anda itu," kataku dengan nada datar, "dirobek-robek habis semalam." "O ya?" la menaikkan alisnya, pura-pura terkejut, tapi kulihat bahwa ia sebenarnya sudah tahu hal ini. "Cuma lelucon konyol saja, saya rasa." "Sama sekali tidak," sahutku dengan agak emosional. "Dan saya ingin Anda mengatakan pada saya demi keselamatan Anda sendiri..." Aku diam sejenak.?"Mengatakan apa?" tanyanya. "Apa saja yang bisa menjelaskan masalah ini," kataku dengan nada sungguhsungguh. Ia tertawa. "Saya tidak tahu apa-apa," katanya. "Sama sekali tidak tahu apa-apa." Dan tak ada yang bisa menggoyahkan tekadnya untuk tutup mulut, meski ia sudah diperingatkan akan bahayanya. Namun aku yakin bahwa sebenarnya ia tahu banyak sekali, lebih banyak danpada kami semua, dan bahwa ia memiliki petunjuk yang sama sekali tidak kami ketahui atas kasus ini. Namun kulihat tak mungkin memaksanya berbicara. Tapi aku bertekad untuk mengambil tindakan berjaga-jaga sedapat mungkin, sebab aku yakin sekali wanita itu terancam oleh bahaya yang sangat besar. Keesokan malamnya, sebelum ia masuk ke kamarnya, Settle dan aku lebih dulu memeriksa kamar tersebut 232 dengan saksama. Kami sudah sepakat akan bergiliran berjaga di lorong. Aku mendapat giliran pertama. Tidak terjadi apa-apa. Pada jam tiga pagi, Settle menggantikanku. Aku lelah sekali setelah semalam sebelumnya tak bisa tidur, jadi aku langsung terlelap. Dan aku mendapat mimpi yang sangat aneh. Aku bermimpi bahwa kucing kelabu itu duduk di kaki tempat tidurku, sepasang matanya menatap mata ku dengan sorot permohonan yang aneh. Kemudian, seperti biasanya dalam mimpi, dengan mudah aku mengetahui bahwa makhluk itu ingin aku mengikutinya. Aku pun mengikuti, dan ia membawaku menuruni tangga yang luas itu, langsung ke sayap rumah yang berlawanan, menuju ke sebuah ruangan yang jelasjelas ruang perpustakaan. Kucing itu berhenti sejenak di satu sisi ruang tersebut dan mengangkat kedua kaki depannya, hingga menyentuh salah satu rak buku di sebelah bawah, sementara tatapannya kembali terarah padaku dengan sorot memohon yang mengibakan. Kemudian kucing dan perpustakaan itu memudar, dan aku terbangun mendapati pagi telah datang Giliran jaga Settle juga lewat begitu saja, tanpa kejadian apa pun, namun ia sangat tertarik mendengar cerita tentang mimpiku. Atas permintaanku, ia membawaku ke ruang perpustakaan, yang situasinya persis sama dengan apa yang kulihat dalam mimpiku. Aku bahkan dapat menunjukkan tempat persisnya kucing itu Anjing Kematian The Hound Of Death And Other Stories 1933 Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menatapku dengan sedih untuk terakhir kali. Kami sama-sama berdiri di situ dalam diam, dan kebingungan. Sekonyong-kon>ong sebuah gagasan 233 terlintas di kepalaku. Aku membungkuk untuk membaca judul buku di tempat tersebut. Kuperhatikan ada tempat lowong di antara deretannya. "Ada buku yang telah diambil dari sini," kataku pada Settle. Ia juga membungkuk untuk melihat. "Wah wah," katanya. "Ada paku di bagian belakang sini, yang telah merobek sepotong lembar buku yang hilang itu." Ia mengambil potongan kertas kecil itu dengan hati-hati. Besarnya tidak lebih dari satu inci... namun di atasnya tercetak sebuah kata penting: "Kucing..." "Aku jadi merinding," kata Settle. "Ini benar-benar menyeramkan." "Aku ingin sekali tahu," kataku, "buku apa yang tadinya ada di sini. Menurutmu mungkinkah kita mencari tahu?" "Mungkin ada katalognya di suatu tempat. Barangkali Lady Carmichael..." Aku menggelengkan kepala. "Lady Carmichael tidak bakal mau membentahukan apa-apa." "Menurutmu begitu?" "Aku yakin sekali. Sementara kita menebak-nebak dan meraba-raba dalam gelap, Lady Carmichael tahu persis apa yang terjadi. Dan untuk alasan-alasannya sendiri, dia menolak mengatakan apa pun. Dia lebih memilih menanggung risiko yang paling mengerikan daripada membuka mulut." Hari itu berlalu tanpa kejadian penting apa pun. yang mengingatkanku akan suasana tenang sebelum badai. Dan aku mempunyai perasaan aneh bahwa 234 masalah ini hampir bisa dipecahkan. Aku memang masih meraba-raba dalam gelap, tapi tak lama lagi aku akan melihat. Semua faktanya sudah ada di sana, siap, menunggu sedikit cahaya terang yang akan menyatukan semuanya dan menunjukkan arti penting mereka. Dan memang petunjuk itu datang juga! Dengan cara yang amat sangat aneh! Peristiwanya terjadi ketika kami semua sedang duduk bersama-sama di ruang duduk hijau itu, seperti biasanya sesudah makan malam. Kami semua tidak berbicara. Begitu hening suasana di ruangan itu. Lalu seekor tikus kecil lari melintas di lantai... dan dalam sekejap peristiwa itu terjadi. Dengan satu lompatan panjang, Arthur Carmichael melompat dari kursinya. Tubuhnya yang gemetar melesat secepat anak panah mengejar si tikus. Tikus itu telah menghilang di belakang panel kayu, dan di sanalah Sir Arthur berjongkok begitu ?waspada tubuhnya masih gemetar penuh penantian. ?Sungguh mengerikan, belum pernah aku mengalami saat yang begitu mengagetkan demikian. Aku tak lagi bingung, makhluk apa sebenarnya yang mengingatkanku akan gerakan yang ditunjukkan Arthur Carmichael dengan langkah kakinya yang diam?diam dan sorot matanya yang waspada. Dalam sekejap, penjelasan itu menyapu benakku liar, luar biasa, dan sulit dipercaya. Kucoba menolaknya dan ?menganggapnya tak mungkin tak terbayangkan. Namun aku tak sanggup ?mengenyahkannya dari pikiranku. Aku hampir-hampir tak ingat, apa yang terjadi selanjutnya. Keseluruhan peristiwa itu terasa kabur dan tidak nyata Aku tahu bahwa akhirnya kami naik 235 ke ruang atas dan mengucapkan selamat malam dengan singkat, hampir-hampir merasa takut untuk saling beradu pandang, kalau-kalau kami melihat konfirmasi atas perasaan takut kami sendiri di mata yang lainnya. Settle menempatkan diri di depan pintu kamar Lady Carmichael, mengambil giliran jaga pertama, dan ia akan membangunkanku pada jam tiga pagi. Aku tidak terlalu mencemaskan Lady Carmichael. Aku terlalu sibuk dengan teoriku yang fantastis dan mustahil itu. Kukatakan pada diriku bahwa itu mustahil namun pikiranku selalu ?kembali pada teori tersebut dengan terpesona. Kemudian, sekonyong-konyong, keheningan malam itu terganggu. Settle berteriak memanggilku. Aku bergegas keluar ke lorong Settle tengah menggedor-gedor pintu kamar Lady Carmichael sekuat tenaga. "Sial wanita itu!" serunya. "Dia mengunci pintunya." "Tapi..." "Makhluk itu ada di dalam sana! Bersamanya! Apa kau tidak dengar?" Dari balik pintu yang tertutup itu terdengar lolongan panjang seekor kucing, disusul oleh jeritan yang mengerikan... lagi dan lagi... jeritan yang kukenali sebagai suara Lady Carmichael. "Pintunya!" teriakku. "Kita mesti mendobraknya. Sebentar lagi kita pasti terlambat." Kami pun menghantamkan bahu kami di sana, sekuat tenaga. Akhirnya pintu itu roboh... dan kami hampir-hampir terjungkal ke dalam ruangan 236 Lady Carmichael terbaring bersimbah darah di tempat tidurnya. Jarang aku melihat pemandangan yang lebih mengerikan danpada itu. Jantungnya masih berdetak, namun luka-lukanya sangat parah, sebab kulit tenggorokannya terkoyak dan robek seluruhnya... dengan merinding aku berbisik, "Cakar itu..." Suara kengerian yang bersifat takhayul merambati tubuhku. Dengan hati-hati kubalut luka-luka wanita itu, dan kusarankan pada Settle agar penyebab pasti luka-luka itu dirahasiakan, terutama dan Miss Patterson. Aku menulis telegram yang mesti dikirimkan segera begitu kantor telegraf dibuka, minta dikirim seorang perawat rumah sakit ke rumah ini. Cahaya fajar mulai menyelinap masuk dari jendela. Aku memandang ke pekarangan rumput di bawah sana. "Cepat berpakaian dan keluarlah," kataku lekas-lekas pada Settle. "Lady Carmichael tidak akan apa-apa sekarang." Settle siap tak lama kemudian, dan kami pun beranjak ke kebun bersama-sama. "Apa yang akan kaulakukan?" "Menggali mayat kucing itu," jawabku singkat. "Aku mesti yakin..." Aku menemukan sekop di gudang perkakas, dan kami pun mulai menggali di bawah pohon copper beech yang besar itu. Akhirnya penggalian kami membuahkan hasil. Bukan pekerjaan yang menyenangkan. Binatang itu sudah satu minggu mati, tapi aku melihat apa yang ingin kulihat. "Itu dia kucingnya," kataku. "Sama dengan kucing yang kulihat pada hari pertama aku datang kemari." 237 Settle mendengus-dcngus. Bau almond yang pahit masih tetap bisa tercium. "Asam prussic" katanya. Aku mengangguk "Bagaimana menurutmu?" tanyanya ingin tahu. "Sama dengan pikiranmu." Apa yang menjadi perkiraanku bukanlah hal baru baginya hal yang sama telah ?terlintas juga dalam benaknya, bisa kulihat itu. "Ini mustahil," gumamnya. "Mustahil. Ini bertentangan dengan segala hukum ilmu pengetahuan... hukum alam..." Suaranya semakin pelan dan menghilang dalam nada ngeri. 'Tikus itu semalam," katanya. "Tapi... oh, tak mungkin!" "Lady Carmichael adalah wanita yang sangat aneh," kataku. "Dia memiliki kemampuan okultisme... kekuatan hipnotis. Nenek moyangnya berasal dari Timur. Mana kita tahu, apa yang telah dia terapkan pada makhluk lemah yang manis seperti Arthur Carmichael" Dan ingat, Settle, kalau Arthur Carmichael tetap dalam keadaannya sekarang, sebagai sosok idiot yang begitu memujanya, seluruh tanah itu akan menjadi milik Lady Carmichael dan anak laki-lakinya yang katamu sangat ?disayanginya. Padahal Arthur akan segera menikah!" "Lalu apa yang akan kita lakukan, Carstairs?" 'Tak ada yang bisa dilakukan," kataku. "Kita akan sedapat mungkin berusaha mencegah terjadinya pembalasan dendam terhadap diri Lady Carmichael." Lady Carmichael lambat laun sembuh juga. Luka-lukanya pulih sejauh yang bisa diharapkan barangkah selama sisa hidupnya ia mesti menanggung bekas ? 238 bekas luka akibat serangan mengerikan itu pada tubuhnya. Belum pernah aku merasa begitu putus asa seperti saat itu. Kekuasaan yang mengalahkan kami masih tetap berkeliaran tak terkalahkan, dan walau saat ini "sesuatu" itu tengah berdiam diri, kami hanya bisa menganggap bahwa "ia" sedang menunggu waktu belaka. Aku sudah memutuskan dengan tegas, bahwa Lady Carmichael mesti dibawa pergi dari Wolden, begitu ia sudah cukup sehat dan bisa dipindahkan. Barangkali saja manifestasi mengerikan itu tak bisa mengikutinya. Maka hari-hari pun berlalu. Aku telah menetapkan tanggal 18 September sebagai tanggal kepergian Lady Carmichael. Namun pad" pagi tanggal 14 terjadi sesuatu yang tak terduga-duga. Aku sedang berada di perpustakaan bersama Settle, membicarakan detail-detail kasus Lady Carmichael, ketika seorang gadis pelayan masuk tergopoh-gopoh dengan paniknya. "Oh, Sir," serunya. "Cepatlah! Mr. Arthur... dia jatuh ke kolam. Dia naik ke perahu dan perahu itu terdorong bersamanya. Dia kehilangan keseimbangan dan jatuh ke danau' Saya melihatnya dan jendela." Tanpa menunggu lebih lama lagi, aku langsung lari keluar, diikuti oleh Settle. Phyllis ada di luar dan telah mendengar cerita gadis pelayan itu. Ia ikut lari bersama kami. "Tapi Anda tak perlu takut," serunya. "Arthur perenang yang hebat." Namun aku tetap merasa ngeri, dan aku pun mempercepat langkahku Permukaan danau itu tampak 239 tenang tak beriak. Perahu kosong itu mengapung perlahan-lahan di permukaannya tidak tampak tanda-tanda Arthur di mana pun.?Settle melepaskan mantel dan membuka sepatu botnya. "Aku mau masuk ke danau," katanya. "Kau ambillah kait perahu dan coba mencari-cari dengan perahu satunya. Danau ini tidak begitu dalam." Rasanya lama sekali kami mencari-cari dengan sia-sia. Menit-menit berlalu. Kemudian, ketika kami sudah hampir putus asa, kami menemukannya. Kami pun membawa tubuh Arthur Carmichael yang sepertinya sudah tak bernyawa lagi itu ke tepian. Selama hidupku aku takkan pernah melupakan ekspresi kesedihan yang amat sangat di wajah Phyllis. "Tidak... tidak..." Bibirnya menolak mengucapkan kata yang menakutkan itu. "Tidak, tidak, sayangku," seruku. "Kami akan menyadarkannya, tak usah takut." Namun dalam hati aku merasa harapan kami kecil sekali. Arthur sudah setengah jam berada di dalam air. Aku meminta Settle mengambil selimut-selimut panas dan berbagai keperluan lainnya di rumah, sementara aku sendiri mulai memberikan pernapasan buatan. Selama lebih dari satu jam kami berusaha menyadarkan Arthur Carmichael. tapi tetip tak ada tanda-tanda kehidupan. Kuminta Settle menggantikan tempatku, sementara aku mendekati Phyllis. "Saya khawatir tak ada gunanya," kataku dengan lembut. "Arthur sudah tidak tertolong lagi." Phyllis berdiri diam selama beberapa saat, kemudian sekonyong-konyong ia melemparkan dirinya ke tubuh yang sudah tidak bernyawa itu. 240 "Arthur!" jeritnya putus asa. "Arthur! Kembalilah padaku! Arthur... kembalilah... kembalilah!" Suaranya menggema makin samar, kemudian diam. Sekonyong-konyong aku menyentuh lengan Settle. "Lihat," kataku. Scbersit wama samar merayapi wajah pria muda yang tenggelam itu. Aku meraba jantungnya. "Teruskan memberinya bantuan pemapasan!" seruku "Dia mulai sadar!" Sekarang detik-detik berlalu bagaikan terbang. Dalam waktu yang sangat singkat, kedua mata Arthur Carmichael membuka. Dan sekonyong-konyong aku menyadari perbedaannya. Sepasang mata itu menyorotkan kecerdasan, mata manusia... Dan kedua mata itu tertuju pada Phyllis. "Halo, Phil," kata Arthur dengan lemah. "Kaukah itu" Kupikir kau baru datang besok." Phyllis belum sanggup berkata-kata, tapi ia tersenyum pada Arthur. Arthur melayangkan pandang ke sekitarnya dengan kebingungan yang makin menjadi-jadi. 'Tapi, omong-omong, aku berada di mana" Dan... aduh, aku merasa tidak keruan! Ada apa denganku" Halo, Dr. Settle." "Kau hampir tenggelam... itu sebabnya," Settle menjawab dengan serius. Sir Arthur menyeringai. "Aku sudah sering dengar, sangat tidak menyenangkan begitu sadar dari pingsan. Tapi bagaimana kejadiannya" Apa aku berjalan dalam tidur?" Settle menggelengkan kepala. 241 "Kita mesti membawanya ke rumah," kataku sambil melangkah maju. Sir Arthur menatapku, dan Phyllis memperkenalkanku. "Ini Dr. Carstairs, yang sedang berkunjung di sini." Kami menopang Arthur di kiri-kanan, dan mulai melangkah ke arah rumah. Namun sekonyong-konyong ia mengangkat wajah, seperti baru teringat sesuatu. "Omong-omong, Dokter, ini tidak bakal membuatku berhalangan untuk tanggal 12, kan?" "Tanggal 12?" kataku perlahan-lahan. "Maksud Anda tanggal 12 Agustus?" "Ya... hari Jumat minggu depan." "Hari ini tanggal 14 September," kata Settle lekas-lekas. Sir Arthur jelas tampak kebingungan "Tapi... tapi kupikir sekarang ini tanggal 8 Agustus" Berarti aku sakit selama itu?" Phyllis menyela agak tergesa-gesa dengan suaranya yang lembut. "Ya," katanya. "Kau sakit sangat parah." Sir Arthur mengerutkan kening. "Aku tidak mengerti. Aku sehat-sehat saja ketika pergi tidur semalam... tapi mungkin tidak benar-benar semalam Aku banyak bermimpi. Aku ingat, mimpi-mimpi..." Kerutan di keningnya semakin dalam saat ia berusaha mengingat-ingat. "Ada sesuatu... apa ya" Sesuatu yang mengerikan... seseorang telah melakukannya terhadapku... dan aku marah... amat sangat marah... Kemudian aku bermimpi menjadi kucing ya, kucing. Lucu, kan" Tapi mimpi itu sama sekali tidak lucu. ?Mengerikan malah! Tapi aku tak ingat. Semuanya lenyap begitu saja kalau aku memikirkannya." 242 Kutaruh satu tanganku di bahunya. "Jangan coba memikirkannya, Sir Arthur," kataku dengan sungguh-sungguh. "Lupakan sajalah." Ia memandangku dengan ekspresi bingung, kemudian mengangguk. Kudengar Phyllis menarik napas lega. Kami sudah tiba di rumah. "Omong-omong," kata Sir Arthur dengan tiba-tiba, "di mana Ibu?" "Dia... sakit," kata Phyllis setelah diam sejenak. "Oh, Ibu yang malang!" suara Sir Arthur benar-benar menyiratkan nada cemas yang tulus. "Di mana dia" Ada di kamarnya?" "Ya," kataku, "tapi sebaiknya Anda tidak mengganggu..." Kalimatku terhenti di bibir. Pintu ruang duduk terbuka, dan Lady Carmichael melangkah keluar, mengenakan mantel kamarnya. Matanya terpaku pada Arthur, dan baru kali itu aku melihat sorot mata yang menyiratkan perasaan ngeri yang amat sangat, bercampur perasaan bersalah. Wajahnya hampir-hampir tidak seperti wajah manusia dalam kengerian beku yang ditampilkannya. Tangannya terangkat ke tenggorokan. Arthur melangkah mendekatinya dengan sikap sayang yang kekanak-kanakan. "Halo, Ibu. Jadi, Ibu juga sakit" Wah, aku sedih sekali mendengarnya." Lady Carmichael mundur ketakutan di hadapannya, kedua bola matanya berputarputar. Kemudian, sekonyong-konyong, dengan sebuah jeritan nyaring jiwa yang tersiksa, ia jatuh terjengkang ke pintu yang terbuka. 243 Aku bergegas membungkuk di atasnya, kemudian memanggil Settle. "Sst," kataku. "Bawa Sir Arthur ke atas pelan-pelan, lalu turunlah lagi. Lady Carmichael sudah meninggal." Settle kembali beberapa menit kemudian. "Apa penyebabnya?" tanyanya. "Apa?" "Shock" kataku dengan muram. "Shock karena melihat Arthur Carmichael hidup kembali. Atau bisa dikatakan dia kena hukuman Tuhan." "Maksudmu...," Settle ragu-ragu. Aku menatapnya lekat-lekat, sehingga ia mengerti. "Nyawa ditukar nyiiwa," kataku dengan jelas. "Tapi..." "Oh, aku tahu bahwa kecelakaan aneh yang tak disangka-sangkalah yang telah memungkinkan roh Arthur Carmichael masuk kembali ke dalam raganya. Tapi, bagaimanapun, Arthur Carmicahel sebenarnya telah dibunuh." Settle menatapku dengan setengah takut-takut. "Dengan asam pmssic?" tanyanya dalam nada rendah. "Ya," jawabku. "Dengan asam pmssic" Settle dan aku tak pernah membicarakan keyakinan kami itu. Kemungkinan besar pun tak akan ada yang mau percaya. Berdasarkan sudut pandang umum, Arthur Carmichael hanya mengalami kehilangan ingatan, Lady Carmichael merobek-robek tenggorokannya sendiri karena mengalami histeria sementara, dan kemunculan Kucing Kelabu itu Anjing Kematian The Hound Of Death And Other Stories 1933 Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo hanyalah imajinasi belaka. Namun ada dua fakta yang tak mungkin disangkal 244 lagi bagiku. Satu adalah kursi yang koyak-koyak itu di koridor. Satunya lagi bahkan lebih jelas. Katalog perpustakaan akhirnya ditemukan, dan setelah pencarian yang melelahkan, terbukti bahwa buku yang hilang itu adalah sebuah buku kuno dan aneh mengenai kemungkinan-kemungkinan metamorfosis manusia menjadi binatang. Satu hal lagi. aku bersyukur bahwa Arthur tidak tahu apa-apa. Phyllis telah menyimpan rahasia tentang peristiwa selama beberapa minggu itu di dalam hatinya, dan aku yakin ia tidak akan pernah menyampaikannya pada suami yang amat sangat dicintainya itu, yang telah kembali dari ambang kematian karena mendengar panggilan suaranya. 245 Panggilan Sayap-Sayap Silas Hamer pertama kali mendengarnya pada suatu malam musim dingin di bulan Februari Ia dan Dick Borrow tengah berjalan pulang dari acara makan malam yang Eng Djiauw Ong 26 Pengemis Binal 16 Pemberontakan Subandria Pedang Jimat Lanang 1