Kasus Kasus Perdana Poirot 3
Kasus Kasus Perdana Poirot Poirots Early Cases Karya Agatha Christie Bagian 3 dicurigai. "Langkah kami berikutnya adalah mengunjungi Hotel Russell Square. Mereka segera mengenali Wu Ling dari potretnya. Kemudian kami perlihatkan foto Dyer, tapi kami kecewa karena penjaga pintu tegas-tegas menyatakan bukan dia orang yang datang ke hotel pada pagi naas itu. Setelah berpikir-pikir, kukeluarkan foto Lester. Betapa terperanjatnya aku karena penjaga pintu segera mengenalinya. "'Benar, sir,' katanya meyakinkan, 'dialah laki-laki yang masuk pada pukul 10.30 itu dan menanyakan Tuan Wu Ling. Setelah itu mereka keluar bersama.' "Sudah mulai ada titik terang. Kemudian kami mewawancarai Charles Lester. Ia menemui kami dengan sikap yang amat terbuka. Ia sedih mendengar kematian Wu Ling yang begitu cepat dan siap membantu kami sebisanya. Ceritanya sebagai berikut: Dengan perjanjian, ia datang ke hotel pukul 10.30 untuk menjemput Wu Ling. Tapi, Wu Ling sendiri tidak menampakkan diri. Sebaliknya, pelayannyalah yang keluar dan menjelaskan bahwa majikannya terpaksa pergi tadi serta menawarkan diri untuk mengantar Lester ke tempat majikannya berada. Karena sama sekali tidak curiga, Lester setuju. Lalu, pelayan Cina itu keluar mencari taksi. Mereka naik taksi untuk beberapa lama, menuju dermaga. Mendadak, Lester berubah pikiran menjadi tidak percaya. Dihentikannya taksi dan ia turun tanpa menghiraukan protes si pelayan. Menurutnya, hanya itulah yang ia ketahui. "Dengan sikap seolah-olah puas, kami mengucapkan terima kasih dan minta diri. Segera terbukti bahwa pengakuan Lester tidak benar. Pertama, Wu Ling tidak mempunyai pelayan, baik di kapal maupun di hotel. Kedua, sopir taksi yang mengantarkan mereka memberikan keterangan bahwa Lester tidak meninggalkan taksi dalam perjalanan itu. Sebaliknya, ia bersama pria berkebangsaan Cina itu pergi ke tempat yang kurang terpuji di Limehouse, persis di jantung Chinatown. Tempat yang dituju itu kurang lebih dikenal sebagai sarang opium kelas kambing. Keduanya masuk - dan kira-kira satu jam kemudian laki-laki Inggris ini - yang diidentifikasi dari fotonya - keluar seorang diri dan meminta sopir membawanya ke stasiun bawah tanah yang terdekat. "Reputasi Charles Lester diselidiki. Diketahui bahwa ia terjerat hutang yang besar dan diam-diam gemar berjudi, meskipun karakternya tidak tercela. Tentu saja Dyer tidak luput dari pengamatan. Ada kemungkinan kecil dia menyamar sebagai orang satunya, tapi pikiran ini terbukti sama sekali tidak beralasan. Alibinya selama hari naas itu cukup kuat. Sedangkan pemilik sarang opium tentu saja menyangkal semua tuduhan dengan ketenangan khas Asia Timur. Katanya ia belum pernah melihat Charles Lester. Tidak ada dua pria yang mengunjungi tempatnya pagi itu. Pokoknya, polisi keliru karena tempat itu tidak pernah dipakai untuk mengisap opium. "Penyangkalan pemilik sarang opium itu, walaupun niatnya baik, tidak banyak menolong Lester. Ia ditahan dengan tuduhan membunuh Wu Ling. Harta miliknya diperiksa, tapi tidak ditemukan satu surat pun yang berhubungan dengan tambang itu. Pemilik sarang opium juga dijebloskan ke dalam penjara. Tapi, penggeledahan terhadap tempat tinggalnya tidak menghasilkan apa-apa. Tidak sebatang opium pun ditemukan oleh polisi. "Sementara itu, Pearson gelisah sekali. Dia mondar-mandir di kamarku sambil berkeluh-kesah. "'Anda harus menemukan ide, M. Poirot!' ia terus mendesakku. 'Anda pasti menemukan ide, kan"' "'Tentu saja,' jawabku hati-hati. 'Justru itulah masalahnya - karena mempunyai terlalu banyak gagasan, malah tidak terpusat ke satu arah.' "'Misalnya"' desaknya. "'Misalnya - sopir taksi. Dari dia kita mendapat keterangan bahwa ia mengantar kedua laki-laki ke sarang opium. Ini kan memberi ide. Masalahnya - betulkah tempat itu yang dituju" Andaikan kedua laki-laki itu meninggalkan taksi di sana, masuk ke tempat itu, lalu keluar lewat pintu lainnya untuk pergi ke tempat lain"' "Mendengar perkataanku Pearson tersentak. "'Mengapa Anda tidak berbuat apa-apa kecuali duduk dan berpikir" Apakah kita tidak bisa berbuat sesuatu"' "Orangnya sangat tidak sabaran, engkau tahu ini. "'Monsieur,' kataku tenang dan serius, 'berlari ke sana kemari di sepanjang jalan-jalan Limehouse yang penuh kejahatan, seperti anjing cilik yang tidak diketahui asal-usulnya, bukanlah pekerjaan Hercule Poirot. Tenanglah. Agen-agen saya tetap bekerja.' "Hari berikutnya ada yang harus kusampaikan kepadanya. Kedua laki-laki itu memang melewati tempat yang bersangkutan, tapi tujuan mereka yang sebenarnya adalah sebuah restoran kecil di dekat sungai. Orang-orang melihat keduanya masuk ke sana dan Lester keluar seorang diri. "Lalu - bayangkan kalau peristiwa ini terjadi padamu, Hastings. Satu gagasan tibatiba menguasai Pearson! Dia tidak puas kalau kami sendiri belum pergi ke restoran itu untuk menyelidiki. Aku memprotes, tapi dia tidak peduli. Dia berbicara tentang penyamaran, bahkan disarankannya aku sebaiknya - aku jadi raguragu untuk memberitahumu - sebaiknya aku mencukur habis kumisku! Ya, rien que ?a! Kukatakan bahwa idenya itu menggelikan dan tidak masuk akal. Keindahan tidak boleh dirusak hanya untuk main-main. Selain itu, apa bedanya orang berkumis atau tidak, kalau dia ingin mengisap opium" "Nah, dia menyerah meskipun masih bersikeras dengan idenya itu. Sorenya dia muncul - Mon Dieu, bukan main penampilannya! Dia memakai jas pendek dari kain kasar yang biasa dipakai para pelaut, dagunya kotor dan tidak bercukur; bau syalnya busuk sekali, menyengat hidung. Dan, bayangkan, Hastings, dia menyukai penampilannya yang demikian itu. Sungguh, orang-orang Inggris gila! Diubahnya penampilanku. Kubiarkan dia melakukannya. Bisakah orang mendebat seorang maniak" Akhirnya kami berangkat - bagaimanapun juga, bisakah aku membiarkannya pergi sendirian, dalam kostum samaran kekanak-kanakan itu?" "Tentu saja tidak," aku mengiyakan. "Selanjutnya - kami sampai di sana. Pearson berbicara dengan bahasa Inggris yang aneh. Dia memperkenalkan diri sebagai pelaut serta berbicara tentang soal-soal laut dan kapal yang tidak kumengerti. Ruangan itu kecil, atapnya rendah, dan banyak orang Cina di sana. Kami makan hidangan yang rasanya aneh. Ah, Dieu, mon estomac!" Poirot menepuk-nepuk perutnya sebelum bercerita lagi. "Kemudian, pemilik rumah makan menghampiri kami. Seorang laki-laki Cina dengan wajah yang dihiasi senyuman jahat. "'Anda, Tuan-tuan, tidak suka makanan di sini,' katanya. 'Tuan-tuan datang tentunya untuk menikmati apa yang lebih Tuan-tuan senangi. Pipa isap, eh"' "Pearson menendang kakiku keras-keras. (Dia memakai sepatu pelaut juga!). Lalu ia berkata, 'Aku tidak keberatan, John. Antarkan kami.' "Tuan rumah tersenyum lalu membawa kami ke gudang bawah tanah, melewati pintu jebakan, turun beberapa langkah, naik lagi ke dalam ruangan yang penuh dipan dengan bantalan tidur yang nyaman sekali. Kami berbaring, seorang anak laki-laki berkebangsaan Cina melepas sepatu kami. Saat itu merupakan saat yang paling laris di sore itu. Mereka menghidangkan pipa-pipa opium lengkap dengan pil-pil opium yang masak. Kami pura-pura mengisap, lalu tertidur dan bermimpi. Tapi sewaktu kami tinggal berdua, Pearson memanggilku lirih. Segera ia mulai merangkak sepanjang lantai. Kami berhenti di belakang tirai dan memasang telinga. Orang-orang itu tengah membicarakan Wu Ling. Kami masuk ke kamar lainnya, tempat orang-orang sedang tidur-tiduran dan semacamnya, sampai kemudian terdengar percakapan dua orang. "'Bagaimana dokumen-dokumen itu"' tanya yang seorang. "'Lester, berkas-berkas itu dibawanya,' jawab yang lain dengan bahasa Inggris beraksen Cina yang kuat sekali. 'Dia mengatakan, simpanlah semua itu di tempat yang aman - tempat polisi tidak melihat.' "'Ah! Tapi dia tertangkap basah,' kata yang pertama lagi. "'Dia bebas. Polisi tidak yakin dia berbuat itu.' "Pembicaraan itu berlanjut. Kemudian, rupanya kedua orang itu menuju ke tempat persembunyian kami. Tergesa-gesa kami kembali ke tempat tidur. "'Sebaiknya kita keluar dari tempat ini,' ajak Pearson setelah beberapa menit berlalu. 'Tempat ini tidak sehat.' "'Anda benar, Monsieur,' aku mengiyakan. 'Kita sudah cukup lama bersandiwara.' Kami berhasil meloloskan diri setelah membayar mahal untuk opium. Begitu keluar dari Limehouse, Pearson menarik napas panjang. "'Saya senang sudah keluar dari tempat itu,' katanya. 'Tapi kita telah mendapatkan sesuatu yang dapat kita percaya.' "'Betul sekali,' kataku setuju. 'Saya kira kita tidak akan menemui banyak kesulitan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan - setelah penyamaran malam ini.' "Memang sama sekali tidak ada kesulitan," Poirot tiba-tiba mengakhiri ceritanya. Akhir cerita yang mendadak ini kedengaran luar biasa, sehingga aku menatapnya heran. "Tapi - tapi, di mana dokumen-dokumen itu?" "Di sakunya - tout simplement." "Di saku siapa?" "Pearson, parbleu!" Melihat kebingunganku, Poirot melanjutkan ceritanya dengan lembut. "Engkau belum juga mengerti. Pearson terjerat hutang, sama dengan Charles Lester. Seperti Charles Lester, dia juga sedang berjudi. Dan ia menyusun rencana untuk mencuri dokumen-dokumen Wu Ling. Dijumpainya Wu Ling di Southampton, diajaknya ke London dan dibawanya langsung ke Limehouse. Hari berkabut, sehingga Wu Ling tidak jelas ke mana ia diajak pergi. Kukira cukup sering Pearson mengisap opium di tempat itu. Akibatnya ia mempunyai beberapa teman yang eksentrik. Aku kira dia tidak bermaksud membunuh Wu Ling. Gagasannya adalah salah seorang Cina harus menyamar sebagai Wu Ling dan menerima uang dari penjualan dokumen-dokumen itu. Sampai di sini, rencananya mulus! Tapi, bagi kaki tangan Pearson yang orang Timur, masalahnya jauh lebih sederhana dengan membunuh Wu Ling, lalu melemparkan mayatnya ke sungai. Tanpa berkonsultasi dengan atasannya, mereka bertindak menurut cara mereka sendiri. Bayangkan, betapa ketakutannya Pearson! Mungkin saja ada orang yang melihatnya bersama Wu Ling di kereta. Pembunuhan jelas jauh berbeda dari penculikan biasa. "Keselamatannya terletak di tangan orang Cina yang menyamar sebagai Wu Ling di Hotel Russell Square. Kalau saja mayat Wu Ling tidak ditemukan secepat itu! Mungkin korban sudah memberi tahu tentang janjinya dengan Charles Lester, itulah sebabnya Lester menjemput Wu Ling di hotel. Pearson melihat hal ini sebagai cara yang sangat tepat untuk mengalihkan kecurigaan dari dirinya. Charles Lester akan menjadi orang terakhir yang terlihat bersama-sama Wu Ling. Orang yang menyamar itu diperintahkannya untuk memperkenalkan diri sebagai pelayan Wu Ling, kemudian membawa Lester secepat mungkin ke Limehouse. Di sana, mungkin sekali, Lester ditawari minuman, yang mestinya sudah diberi obat bius. Sejam kemudian, sewaktu keluar dari tempat itu, Lester tidak ingat jelas apa yang telah terjadi. Sebegitu kaburnya, sehingga begitu mengetahui kematian Wu Ling, Lester hilang nyalinya serta menyangkal bahwa ia pernah sampai ke Limehouse. "Dengan demikian, Lester berada di tangan Pearson. Lalu, apakah Pearson puas" Tidak - sikapku membuatnya gelisah dan diputuskannya untuk menuntaskan kasus ini dengan memberatkan Lester. Maka, diaturnya penyamaran itu. Aku, aku hendak ditipunya mentah-mentah. Bukankah tadi kukatakan bahwa penyamarannya kekanakkanakan" Eh, bien, aku pun memainkan peranku. Ia pulang dengan sukacita. Tapi, keesokan paginya Inspektur Miller muncul di pintu rumahnya. Dokumen-dokumen itu ditemukan di sana. Permainan selesai sudah. Dia sangat menyesal karena telah membiarkan dirinya melakukan penyamaran bersama Hercule Poirot! Sebetulnya, hanya ada satu kesulitan dalam perkara ini." "Apa itu?" tanyaku penuh rasa ingin tahu. "Meyakinkan Inspektur Miller! Bukan main makhluk itu! Keras kepala dan pandir. Dan akhirnya dia yang menerima segala pujian!" "Tragis," komentarku. "Ah, aku toh mendapat gantinya. Direksi Burma Mines Ltd. lainnya menghadiahiku saham senilai empat belas ribu pound sebagai sedikit imbalan jasa atas pelayananku. Tidak sedikit, eh" Tapi, kalau engkau menanamkan uang, kuminta tetaplah berpegang teguh pada orang-orang konservatif, Hastings. Berita yang kaubaca di koran itu mungkin tidak benar. Para direktur Procupine mungkin saja terdiri atas orang-orang macam Pearson!" IX KERETA API PLYMOUTH EXPRESS ALEC SIMPSON, RN, keluar dari peron dan masuk ke ruang kelas satu kereta api Plymouth Express. Seorang kuli barang mengikutinya, mengangkat kopornya yang berat. Kuli itu siap mengayunkan kopornya ke atas rak, tapi pelaut muda itu mencegahnya. "Tidak usah - letakkan saja di kursi. Nanti saya naikkan sendiri. Ini ongkosnya." "Terima kasih, Sir." Kuli barang itu pergi sambil mengantongi uang persen yang besar. Pintu-pintu dibanting; lalu suara yang keras dan nyaring meneriakkan, "Khusus Plymouth. Pergantian di Torquay. Lalu Plymouth." Peluit ditiup dan perlahanlahan kereta bergerak meninggalkan stasiun. Letnan Simpson menempati ruangnya seorang diri. Udara Desember terasa dingin menusuk. Dinaikkannya daun jendela. Samar-samar dia mencium bau sesuatu dan dikerutkannya dahinya. Bukan main bau ini! Mengingatkannya pada saat-saat ia terbaring di rumah sakit karena operasi kaki. Ya, khloroform. Benar! Ditutupnya lagi jendela, lalu ia pindah ke kursi yang sandarannya membelakangi mesin. Dikeluarkannya pipa dari sakunya dan disulutnya. Sejenak ia duduk tidak bergerak sambil menatap ke luar, menembus kegelapan malam, dan mengisap pipanya. Akhirnya ia bangkit, membuka kopornya untuk mengambil beberapa koran dan majalah, menutup kopor itu lagi, dan berusaha mendorong kopornya ke bawah tempat duduk - tapi sia-sia. Ada sesuatu yang menahan dorongan tangannya. Dicobanya lagi dengan dorongan yang lebih kuat dan rasa tidak sabar. Masih juga benda itu tertahan, hanya setengahnya saja yang bisa masuk. "Kurang ajar, kenapa kopor ini tidak bisa masuk?" ia menggerutu. Ditariknya kopor itu lalu ia membungkuk dan melongok ke bawah tempat duduk.... Tak lama kemudian terdengar pekikan memecah malam. Kereta berhenti dengan enggan, karena sentakan rem tanda bahaya. *** "Sobat," kata Poirot, "aku yakin engkau sangat tertarik pada misteri Plymouth Express. Bacalah ini." Kuambil surat yang ia jentikkan melintasi meja kepadaku. Isinya singkat dan langsung pada pokok permasalahan. Dengan hormat, Saya sangat berterima kasih apabila Anda dapat menemui saya secepat mungkin. Hormat saya, Ebenezer Halliday Aku tidak begitu mengerti apa hubungan surat itu dengan Plymouth Express. Kutatap Poirot dengan pandangan bertanya-tanya. Sebagai jawaban Poirot mengambil surat kabar kemudian membacanya keras-keras, "Satu penemuan sensasional terjadi semalam. Seorang perwira muda angkatan laut yang sedang dalam perjalanan pulang ke Plymouth menemukan jenazah seorang wanita di bawah tempat duduk ruang keretanya. Ditikam menembus jantung. Segera perwira ini menarik rem tanda bahaya dan kereta berhenti. Korban, yang berumur sekitar tiga puluh tahun dan berpakaian mewah, belum dikenali." "Lalu ada keterangan ini, 'Mayat wanita yang ditemukan di kereta api Plymouth telah diidentifikasi sebagai Yang Mulia Nyonya Rupert Carrington.' Sekarang engkau mengerti, Sobat" Kalau belum, kutambahkan ini - Nyonya Rupert Carrington dulu, sebelum menikah, dikenal dengan nama Flossie Halliday, putri Halliday, raja baja Amerika." "Dan ia memintamu datang" Hebat!" "Aku pernah menangani sebuah kasus kecil untuk dia - perkara pemegang surat-surat obligasi. Lalu, waktu aku di Paris untuk kunjungan kerajaan, Mademoiselle Flossie diperkenalkan kepadaku. Gadis yang menawan! Ramah lagi! Ini yang mendatangkan persoalan. Hampir saja ia membuat skandal yang memalukan." "Bagaimana itu?" "Count de la Rochefour. Un bien mauvais sujet! Bukan orang baik-baik, begitu istilahmu. Petualang sejati yang tahu bagaimana memikat seorang gadis romantis. Untung ayahnya mendengar hubungan ini pada waktunya. Buru-buru dibawanya putrinya kembali ke Amerika. Beberapa tahun kemudian, kudengar dia menikah, tapi aku sama sekali tidak tahu tentang suaminya." "Hmm," aku membuka suara. "Yang Mulia Rupert Carrington juga tidak lebih baik. Uangnya dihabiskan untuk taruhan pacuan kuda. Kubayangkan dolar Halliday tua itu mengalir tepat pada waktunya. Kuakui ia bajingan muda yang ganteng, dengan tingkah laku yang dibuat-buat meyakinkan, padahal sama sekali tidak bermoral. Tidak gampang menjadi pasangannya!" "Ah, perempuan yang malang! Elle n'est pas bien tomb?e! Dia jatuh ke tangan yang salah." "Kukira jelas sekali, bahwa uangnya dan bukan gadis itu yang menarik hatinya. Aku yakin tak lama sesudah pernikahan, hubungan mereka sudah renggang. Akhirakhir ini kudengar desas-desus akan adanya perpisahan resmi." "Si tua Halliday bukan orang tolol. Dia cukup ketat menjaga uang anaknya." "Menurutku juga begitu. Aku tahu Yang Mulia Rupert Carrington katanya sedang Kasus Kasus Perdana Poirot Poirots Early Cases Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kekurangan uang." "Aha! Aku jadi bertanya-tanya sendiri - " "Engkau menduga apa?" "Sobatku yang baik, jangan menyelaku seperti itu. Aku tahu, engkau tertarik dengan perkara ini. Bagaimana kalau kautemani aku menemui Tuan Halliday" Ada pangkalan taksi di sudut sana." *** Waktu beberapa menit cukup untuk membawa kami ke rumah yang luar biasa indahnya di Park Lane, yang disewa tokoh terkemuka Amerika ini. Kami diantar ke perpustakaan dan segera dihampiri oleh seorang pria berbadan besar dan kuat, dengan pandangannya yang tajam serta dagu yang runcing. "M. Poirot?" sapa Halliday. "Saya kira saya tidak perlu mengatakan untuk apa saya memanggil Anda. Anda sudah membaca surat kabar dan saya orang yang tidak pernah membuang waktu. Kebetulan saya dengar Anda berada di London dan saya ingat akan pekerjaan Anda yang memuaskan dalam perkara surat obligasi dulu. Saya tak pernah melupakan nama orang. Saya sudah mendapat orang-orang terbaik Scotland Yard, tapi akan saya kerahkan orang saya sendiri juga. Uang bukan masalah. Justru saya cari uang untuk anak perempuan saya - dan sekarang dia sudah tiada. Akan saya berikan uang saya sampai sen terakhir untuk menangkap bajingan terkutuk itu! Anda paham" Jadi, terserah kepada Anda untuk menangani perkara ini." Poirot membungkukkan badannya. "Saya menerima tugas ini, Monsieur. Bahkan sangat bersedia setelah beberapa kali saya melihat putri Anda di Paris. Nah, saya mohon Anda menjelaskan perjalanannya ke Plymouth dan rincian lainnya yang berhubungan dengan kasus ini." "Well," Halliday menanggapi permintaan Poirot, "pertama, bukan Plymouth yang ditujunya. Dia pergi untuk menghadiri pesta di Avonmead Court, rumah Duchess of Swansea. Dia berangkat dari London dengan kereta api pukul 12.14 dari Paddington dan sampai di Bristol (di sini Flossie harus berganti kereta) pukul 14.50. Kereta api Plymouth Express yang utama melalui Westbury, sama sekali tidak lewat Bristol. Kereta pukul 12.14 itu langsung menuju Bristol, kemudian berhenti di Weston, Taunton, Exeter, dan Newton Abbot. Flossie sendirian saja di ruang kompartemennya sampai Bristol; sedangkan pelayannya di ruang kelas tiga gerbong berikutnya." Poirot mengangguk dan Halliday melanjutkan ceritanya. "Pesta di Avonmead itu mestinya meriah sekali, lengkap dengan dansa. Karena itu putri saya membawa hampir semua permatanya - nilai keseluruhannya mungkin sekitar seratus ribu dolar." "Sebentar," Poirot menyela. "Siapa yang mengurusi permata-permata itu" Putri Anda atau si pelayan?" "Flossie selalu mengurus permata-permatanya sendiri. Menyimpannya dalam tas kecil berwarna biru yang terbuat dari kulit kambing yang lembut." "Teruskan, Monsieur." "Di Bristol, si pelayan, Jane Mason, mengemas tas rias dan gaun rias putri saya yang dibawanya lalu menghampiri kamar tidur Flossie. Jane sangat terkejut karena Flossie mengatakan ia tidak akan turun di Bristol, tetapi akan pergi lebih jauh lagi. Diperintahkannya Mason menurunkan bagasi, dan menaruhnya di ruang penitipan stasiun. Mason boleh menikmati teh di ruang minum, tapi harus menunggu Flossie di stasiun. Ia akan kembali ke Bristol dengan kereta api bolak-balik rute siang. Meskipun terkejut sekali, Mason melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Diletakkannya bagasi di ruang penitipan, lalu ia pergi minum teh. Satu per satu kereta bolak-balik masuk, namun majikannya tidak muncul juga. Setelah kereta terakhir masuk, ia meninggalkan bagasi di tempat itu dan pergi ke hotel di dekat stasiun untuk bermalam. Paginya ia membaca berita tentang tragedi yang menimpa Flossie dan kembali ke kota dengan kereta pertama yang ada." "Tidak adakah penjelasan sehubungan dengan perubahan mendadak rencana putri Anda itu?" "Ada. Menurut Mason, di Bristol Flossie tidak sendirian di kamarnya. Ada seorang laki-laki bersamanya. Saat itu, orang itu sedang berdiri, menatap ke luar jendela yang letaknya agak jauh dari Jane Mason sehingga Mason tidak dapat melihat wajah laki-laki itu." "Ada gang-gang di gerbong kereta yang menghadap ke arah kamar tidur?" "Benar." "Di sebelah mana koridor itu?" "Di sebelah peron. Sewaktu berbicara kepada Mason, Flossie berdiri di koridor." "Apakah Anda tidak ragu-ragu - maaf!" Poirot berdiri lalu meluruskan letak tempat tinta yang agak miring. "Je vous demande pardon," lanjutnya sambil duduk kembali. "Saya selalu merasa tidak enak melihat apa saja yang tidak lurus. Aneh, kan" Tadi saya bertanya, Monsieur, apakah tidak ada keragu-raguan dalam benak Anda bahwa pertemuan yang tidak diharapkan ini mungkin menyebabkan perubahan rencana putri Anda secara mendadak?" "Kelihatannya itu satu-satunya prakiraan yang masuk akal." "Anda tidak dapat menduga siapa laki-laki itu?" Sejenak milyuner itu ragu-ragu, lalu ia menjawab, "Tidak - saya sama sekali tidak tahu." "Sekarang - tentang penemuan jenazah?" "Penemunya seorang pelaut muda yang segera membunyikan tanda bahaya. Di kereta ada seorang dokter. Diperiksanya mayat Flossie. Mula-mula Flossie dibius dengan khloroform, kemudian ditikam. Dokter mengatakan penjelasan ini adalah pendapat pribadinya karena Flossie sudah meninggal kira-kira empat jam. Jadi, pembunuhan itu pasti dilakukan tidak lama setelah kereta meninggalkan Bristol - mungkin sekali antara Bristol dan Weston, atau antara Weston dan Taunton." "Kotak permata itu?" "Hilang, M. Poirot." "Satu lagi, Monsieur. Mengenai kekayaan putri Anda - siapa yang mendapatkannya apabila ia meninggal?" "Segera setelah menikah, Flossie membuat surat wasiat, mewariskan semua miliknya kepada suaminya." Halliday ragu-ragu sebentar, lalu melanjutkan, "Saya perlu memberitahu Anda, Monsieur Poirot. Saya anggap menantu saya adalah bajingan tidak bermoral dan atas saran saya Flossie tengah berusaha berpisah dengan suaminya secara resmi - tidak sulit. Saya mengatur uang Flossie sedemikian rupa sehingga laki-laki itu tidak dapat menyentuhnya seumur hidup Flossie. Tapi, walaupun keduanya telah beberapa tahun berpisah sama sekali, kerap kali Flossie memenuhi permintaan uang suaminya, daripada ia menghadapi skandal terbuka. Bagaimanapun juga, saya bertekad untuk mengakhiri keadaan ini. Akhirnya Flossie setuju dan pengacara-pengacara saya sudah diinstruksikan untuk mengatur prosedurnya." "Di mana Monsieur Carrington sekarang?" "Di kota. Saya yakin kemarin dia berada di luar kota, tapi kembali lagi semalam." Poirot berpikir sebentar, lalu berkata, "Saya kira cukup, Monsieur." "Anda ingin menemui Jane Mason, pelayan itu?" "Kalau Anda tidak berkeberatan." Halliday membunyikan bel dan memberikan perintah singkat kepada pelayan pria yang bertugas menerima tamu itu. Beberapa menit berikutnya Jane Mason masuk. Seorang wanita terhormat yang berwajah keras, tanpa emosi menghadapi tragedi ini, sebagaimana layaknya seorang pelayan. "Saya boleh mengajukan sedikit pertanyaan" Apakah majikan Anda biasa-biasa saja sebelum mengadakan perjalanan kemarin" Tidak gugup atau bingung?" "Oh, tidak, Sir!" "Tapi, di Bristol ia lain sama sekali?" "Benar, Sir, dia menjadi resah - tegang sekali, sehingga kelihatannya Nyonya tidak mengerti apa yang diucapkannya." "Apa yang sebenarnya ia katakan?" "Sejauh yang dapat saya ingat, Nyonya mengatakan, 'Mason, aku terpaksa mengubah rencanaku. Telah terjadi sesuatu - maksudku, aku tidak jadi turun di sini. Aku harus terus. Turunkanlah bagasi dan letakkan di tempat penyimpanan. Setelah itu engkau boleh minum teh dan tunggulah aku di stasiun.'" "'Menunggu di sini, Ma'am"' saya bertanya." "'Ya, ya. Jangan meninggalkan stasiun. Aku akan kembali dengan kereta berikutnya. Aku tak tahu waktunya. Tapi tidak akan terlalu larut.'" "'Baik, Ma'am,' kata saya. Tidak pada tempatnya saya bertanya, meskipun saya merasa aneh sekali." "Tidak seperti biasanya, eh?" "Lain sekali, Sir." "Bagaimana pendapat Anda?" "Well, Sir, menurut saya keputusan Nyonya ada hubungannya dengan laki-laki di dalam kamar itu. Nyonya tidak berbicara kepadanya, tapi sesekali menoleh kepadanya, seakan-akan bertanya apakah yang dikatakan Nyonya benar." "Anda tidak melihat wajah laki-laki itu?" "Tidak. Selama itu dia berdiri membelakangi saya." "Bisakah Anda menggambarkannya?" "Dia memakai mantel kulit anak rusa yang berwarna terang dan peci. Badannya tinggi, ramping, sehat, dan bagian belakang kepalanya berwarna gelap." "Anda tidak kenal dia?" "Tidak, saya kira tidak, Sir." "Bukan pula majikan Anda, Tuan Carrington?" Mason nampak agak tersentak. "Oh, saya kira bukan, Sir!" "Tapi, Anda tidak yakin?" "Postur tubuhnya mirip Tuan - tapi selama ini saya tidak pernah berpikir bahwa laki-laki itu adalah Tuan. Kami jarang melihat Tuan.... Saya tidak dapat memastikan bahwa ia bukan Tuan!" Poirot memungut peniti dari karpet dan mengerutkan keningnya melihat benda itu. Lalu ia berkata lagi, "Mungkinkah laki-laki itu sudah naik kereta sebelum Bristol, sebelum Anda sampai ke kamar majikan Anda?" Mason berpikir. "Saya kira mungkin, Sir. Kamar saya penuh sesak, sehingga saya butuh waktu beberapa menit sebelum berhasil keluar - lalu ada kerumunan orang di peron. Ini agak menahan saya juga. Tetapi, berarti dia cuma punya waktu satu atau dua menit untuk berbicara kepada Nyonya. Saya kira dia lewat koridor." "Itu lebih memungkinkan, tentu saja." Poirot berhenti sebentar, masih dengan kening berkerut. "Anda tahu bagaimana Nyonya berpakaian, Sir?" "Koran-koran menjelaskan sedikit, tapi saya ingin Anda memastikannya." "Nyonya memakai topi kecil tanpa pinggiran dari bulu serigala putih dan cadar putih berbintik-bintik, bawahan dan mantel berhias warna biru - warna biru yang elektrik... begitu kata orang." "Hmm, agak mencolok." "Memang," ujar Halliday. "Inspektur Japp berharap pakaian yang mencolok ini membantu kita menunjukkan tempat pembunuhan terjadi. Siapa saja yang melihat bajunya, pasti ingat." "Persis! Terima kasih, Mademoiselle." Pelayan itu meninggalkan ruangan. "Well," kata Poirot buru-buru berdiri. "Hanya ini yang dapat saya lakukan di sini - kecuali, Monsieur, saya mohon Anda menceritakan segala sesuatunya kepada saya. Semuanya." "Sudah saya ceritakan semua." "Anda yakin?" "Benar-benar yakin." "Kalau begitu, tidak ada yang harus dibicarakan lagi. Saya menolak menangani kasus ini." "Mengapa?" "Karena Anda belum berterus terang." "Saya yakinkan Anda - " "Tidak, ada yang Anda sembunyikan." Hening sebentar. Kemudian Halliday mengeluarkan kertas dari sakunya dan menyerahkannya kepada sahabatku. "Saya kira ini yang Anda cari, Monsieur Poirot - walaupun cara Anda mengetahuinya membuat saya kesal!" Poirot tersenyum, membuka lipatan kertas itu. Sebuah surat yang ditulis dengan tulisan tangan yang tipis dan miring-miring. Poirot membacanya keras-keras. Ch?re Madame, Saya amat gembira karena akan bertemu lagi dengan Anda. Setelah menerima jawaban surat Anda yang amat ramah, saya hampir tidak dapat bersabar lagi. Hari-hari di Paris itu tidak pernah lepas dari ingatan saya. Sayang sekali, Anda harus meninggalkan London besok. Bagaimanapun juga, tidak lama lagi, dan mungkin lebih cepat dan yang Anda duga, saya akan dapat memandang wanita yang bayang-bayangnya telah bertahta di hati saya. Percayalah, ch?re madame, akan rasa sayang saya yang terdalam dan perasaan saya yang tidak berubah - Armand de la Rochefour Sambil membungkuk Poirot mengembalikan surat itu kepada Halliday. "Monsieur, saya kira Anda tidak tahu bahwa putri Anda ingin memperbaiki hubungannya dengan Count de la Rochefour?" "Kabar ini seperti halilintar bagi saya! Saya temukan surat ini dalam tas tangan Flossie. Mungkin Anda tahu, Monsieur Poirot, orang yang dipanggil Count ini adalah petualang paling brengsek." Poirot mengiyakan. "Tapi, saya ingin tahu bagaimana Anda mengetahui adanya surat ini?" Poirot tersenyum. "Monsieur, sebenarnya saya tidak tahu. Tapi, mengikuti jejak dan mengenali debu sigaret saja tidaklah cukup bagi seorang detektif. Ia juga harus seorang psikolog yang baik. Saya tahu Anda tidak menyukai dan tidak mempercayai menantu Anda. Dia mendapat keuntungan dengan kematian putri Anda; penggambaran si pelayan tentang laki-laki misterius itu menunjukkan kemiripan yang cukup kuat dengannya. Walaupun demikian, Anda tidak tertarik untuk mengikuti jejaknya! Mengapa" Pasti karena kecurigaan Anda terarah kepada orang lain. Itulah sebabnya saya menduga Anda menyembunyikan sesuatu." "Anda benar, Monsieur Poirot. Sebelum menemukan surat ini, saya yakin Rupert yang bersalah. Surat ini membuat saya resah sekali." "Benar. Count itu mengatakan, 'Tak lama lagi, dan mungkin lebih cepat dari yang Anda duga.' Jelas dia tidak ingin Anda mencium kehadirannya kembali. Diakah yang meninggalkan London dengan kereta pukul 12.14 dan melewati koridor ke kompartemen tidur putri Anda" Seingat saya Count de la Rochefour juga tinggi dan berkulit gelap?" Milyuner itu mengangguk. "Well, Monsieur, selamat siang. Saya kira Scotland Yard mempunyai daftar permata-permata itu?" "Ya. Inspektur Japp ada di sini. Anda ingin menemuinya?" *** Japp adalah kawan lama kami. Disapanya Poirot dengan godaan yang akrab. "Apa kabar, Monsieur" Tak ada perasaan tidak enak di antara kita, biarpun cara pandang kita berbeda. Bagaimana 'sel-sel kecil otak' itu" Semakin hebat saja?" Poirot tersenyum riang kepada Japp. "Sel-sel itu masih berfungsi, Japp yang baik. Masih berfungsi." "Kalau begitu, baik. Pikirkanlah pembunuhnya. Yang Mulia Rupert atau seorang bajingan" Kami awasi semua tempat, sehingga kami akan mengetahui seandainya permata-permata itu dijual. Pasti, siapa pun pembunuhnya, ia tidak akan menyimpan perhiasan itu untuk mengagumi kemilaunya. Mustahil! Saya sedang berusaha mencari tahu di mana Rupert Carrington kemarin. Kelihatannya ada sedikit misteri. Saya sudah menyuruh orang mengawasinya." "Langkah-langkah pencegahan yang luar biasa. Sayang, mungkin sudah terlalu terlambat," Poirot mengemukakan pendapatnya dengan lembut. "Selalu saja Anda senang bergurau, Monsieur Poirot. Ah, saya akan pergi ke Paddington. Bristol, Weston, Taunton, itulah rute perjalanan saya. Sampai jumpa lagi." "Maukah Anda menemui saya malam ini untuk mengabarkan hasilnya?" "Tentu, kalau saya sudah kembali." "Inspektur yang baik itu percaya pada persoalan-persoalan yang bergerak," bisik Poirot sewaktu Japp berangkat. "Dia mengadakan perjalanan, mengukur jejak-jejak, mengumpulkan debu dan sigaret! Sibuk sekali! Dia bekerja di balik kata-katanya! Kalau kusebut psikologi di hadapannya, engkau tahu apa yang akan dilakukannya, Sobat" Dia akan tersenyum! Dia akan berkata kepada dirinya sendiri, 'Kasihan, Poirot! Dia sudah tua, sudah semakin pikun!' Japp adalah 'generasi muda yang penuh upaya'. Dan ma foi! Mereka sibuk sekali berupaya sampai-sampai tidak melihat bahwa hasilnya sudah kelihatan!" "Apa yang akan kaulakukan?" "Karena kita punya carte blanche, akan kukeluarkan uang tiga penny untuk menelepon Ritz, tempat pangeran itu tinggal. Setelah itu, karena kedua kakiku Kasus Kasus Perdana Poirot Poirots Early Cases Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo agak lembab dan aku sudah dua kali bersin, aku akan kembali ke kamar serta membiarkan diriku beristirahat." *** Tidak kulihat lagi Poirot sampai keesokan harinya ketika kudapatkan ia tengah menyelesaikan sarapannya dengan tenang. "Apa yang terjadi?" aku mencari tahu dengan penuh semangat. "Tidak ada apa-apa." "Japp?" "Aku belum melihatnya." "Pangeran itu?" "Ia meninggalkan Ritz kemarin dulu." "Pada hari pembunuhan itu terjadi?" "Ya." "Kalau begitu, selesai sudah. Jelas, Rupert Carrington!" "Karena Pangeran de la Rochefour sudah pergi meninggalkan Ritz" Engkau terlalu cepat menyimpulkan, Sobat." "Bagaimanapun juga ia harus dibayang-bayangi, ditahan! Tapi, apa motifnya?" "Permata senilai seratus ribu pound adalah motif yang sangat menarik siapa pun juga. Pertanyaan yang menghantui pikiranku sekarang adalah mengapa membunuh Flossie" Mengapa tidak sekadar mencuri permata-permata itu" Toh Flossie tidak akan menuntut?" "Mengapa tidak?" "Karena dia wanita, Sobat. Dia pernah mencintai laki-laki ini. Itulah sebabnya dia akan menerima kehilangan permatanya tanpa membuka suara. Dan si Pangeran adalah psikolog yang luar biasa dalam soal wanita - karena itu ia sukses - pasti tahu benar tentang hal ini! Di pihak lain, kalau Rupert Carrington pembunuhnya, mengapa ia mengambil permata-permata yang akan memberatkannya?" "Untuk membingungkan." "Mungkin engkau benar, Sobatku. Ah, ini dia Japp! Aku kenal betul ketukan sepatunya." Inspektur Japp masuk dengan wajah berseri-seri. "Pagi, Poirot. Baru saja kembali. Saya sudah bekerja dengan baik. Anda sendiri bagaimana?" "Saya sudah menyusun gagasan-gagasan saya," sahut Poirot tenang. Japp tertawa terbahak-bahak. "Orang tua selalu demikian," Japp berkata kepadaku di sela-sela tarikan napasnya. "Prinsip itu tidak berlaku bagi kami orang-orang muda," katanya keraskeras. "Quel dommage?" Poirot mencari tahu. "Anda ingin mendengar apa yang sudah saya lakukan?" "Bolehkah saya menebak" Anda sudah menemukan pisau yang dipakai untuk membunuh, di tepi rel kereta antara Weston dan Taunton, dan Anda sudah mewawancarai bocah penjaja koran yang berbicara kepada Nyonya Carrington di Weston!" Rahang Japp terkatup. "Bagaimana engkau bisa tahu" Jangan katakan kepada saya itu kerja 'sel otak yang hebat itu'." "Saya gembira sekali karena Anda mengakui sel-sel otakku hebat! Apakah Flossie memberi penjaja koran itu uang satu shilling?" "Bahkan dua belas setengah penny!" Japp telah menemukan kembali perangainya dan menyeringai. "Dermawan sekali, orang-orang Amerika yang kaya ini!" "Akibatnya, anak itu tidak akan lupa?" "Persis. Tidak setiap hari ia menerima dua belas setengah penny. Flossie memanggilnya dan membeli dua majalah. Yang satu berkulit muka seorang gadis dalam pakaian biru. 'Itu cocok denganku,' seru Flossie. Oh, anak itu mengingatnya dengan sempurna. Well, ini cukup buat saya. Menurut kesaksian dokter, pembunuhan pasti dilakukan sebelum memasuki Taunton. Saya kira pembunuh membuang pisau seketika itu juga. Saya berjalan di sepanjang rel untuk mencarinya. Benar, pisau itu ada di sana. Di Taunton saya mencari tahu tentang orang yang kita cari itu, tapi stasiun Taunton luas sekali sehingga tidak mungkin orang-orang melihatnya. Mungkin saja pembunuh kembali ke London dengan kereta berikutnya." Poirot mengiyakan. "Mungkin sekali." "Sewaktu pulang, saya mendapat berita lain. Pembunuh telah menyalurkan permata yang didapatnya. Jamrud yang besar digadaikan semalam - oleh salah seorang dari komplotan itu. Menurut Anda siapa orang itu?" "Saya tidak tahu - kecuali orang itu pendek." Japp terpana. "Well, dalam hal ini Anda benar. Dia cukup pendek. Namanya Red Narky." "Sapa dia?" tanyaku. "Pencuri permata yang luar biasa cerdiknya. Tapi, dia bukan orang yang biasa membunuh. Biasanya dia bekerja sama dengan seorang wanita, Gracie Kidd; namun kali ini kelihatannya Gracie tidak terlibat - kecuali dia sudah berangkat ke Belanda dengan sisa barang curian." "Anda sudah menahan Narky?" "Tentu. Tapi, sebenarnya laki-laki lainlah yang kami inginkan - laki-laki yang pergi bersama Nyonya Carrington di kereta api. Jelas, dialah yang merencanakan pembunuhan itu. Sayangnya, Narky tidak mau mengkhianati kawannya." Kulihat mata Poirot menjadi sedemikian hijaunya. "Saya kira," katanya lembut, "saya dapat menemukan kawan Narky itu untuk Anda." "Salah satu gagasan kecil Anda, eh?" Japp memandang Poirot tajam-tajam. "Kadangkadang luar biasa juga bagaimana Anda berhasil melakukan apa yang Anda inginkan, mengingat usia Anda dan lain-lain. Keberuntungan orang lain-lain, tentu saja." "Mungkin, mungkin," bisik Poirot. "Hastings, topiku. Dan sikat sepatu karetku, kalau masih hujan! Kita tidak mungkin mengacaukan pekerjaan tisane itu. Sampai jumpa, Japp." "Semoga berhasil, Poirot." Poirot memanggil taksi pertama yang kami temukan dan meminta sopir menuju Park Lane. Ketika taksi berhenti di luar rumah Halliday, dengan gesit Poirot meloncat ke luar, membayar taksi, dan membunyikan bel. Kepada penerima tamu yang membukakan pintu, ia mengajukan permintaan dalam suara rendah, dan segera kami dibawa ke lantai atas. Kami menuju ke lantai paling atas, lalu diantar masuk ke kamar tidur yang kecil dan rapi. Pandangan Poirot menjelajah sekeliling kamar, berhenti pada kopor kecil berwarna hitam. Ia berlutut di depan kopor itu, meneliti labelnya dengan cermat, lalu mengeluarkan gulungan kecil kabel dari sakunya. "Tanyailah Tuan Halliday kalau-kalau ia mau menemani saya di sini," katanya kepada penerima tamu. Penerima tamu itu meninggalkan kamar. Dengan hati-hati Poirot mengutak-atik kunci kopor dengan tangannya yang terlatih. Dalam waktu beberapa menit kopor itu terbuka. Dinaikkannya tutup kopor. Cepat ia menggeledah dan mengempaskan pakaian-pakaian di dalam kopor itu ke lantai. Terdengar suara langkah-langkah berat di tangga dan Halliday masuk. "Apa gerangan yang Anda lakukan di sini?" tuntutnya sambil menatap tajam. "Monsieur, saya sedang mencari ini." Poirot menarik mantel dan rok bawah bergaris biru terang serta topi kecil tanpa pinggiran dan bulu serigala putih. "Apa yang Anda lakukan dengan kopor saya?" Aku menoleh dan kulihat Jane Mason, si pelayan, sudah berada di kamar. "Tolong tutup pintu, Hastings. Terima kasih. Ya, dan berdirilah dengan punggung bersandar di pintu. Nah, Tuan Halliday, izinkan saya memperkenalkan Anda kepada Gracie Kidd, atau Jane Mason, yang akan segera bergabung dengan kaki tangannya, Red Narky, di bawah pengawalan ketat Inspektur Japp." *** Poirot melambaikan tangannya. "Masalahnya sederhana sekali." Diambilnya lagi sebuah kaviar. "Penekanan pelayan ini tentang pakaian majikannya itulah yang mula-mula menarik perhatianku. Mengapa ia begitu ingin agar perhatian kita tertuju pada pakaian majikannya" Aku mempertimbangkan bahwa hanya dari pelayan itu kita mendengar cerita tentang laki-laki misterius di kereta di Bristol. Menurut kesaksian dokter, Nyonya Carrington mungkin sekali sudah dibunuh sebelum kereta masuk Bristol. Kalau begitu, pelayan ini cuma kaki tangan. Dan seandainya dia kaki tangan, dia tidak menginginkan hal ini diketahui dari kesaksiannya saja. Pakaian yang dikenakan Nyonya Carrington biasanya mencolok. Dan pelayan tentunya tahu apa yang akan dikenakan majikannya. Nah, kalau sesudah Bristol orang melihat seorang wanita memakai mantel dan rok bawah warna biru terang serta topi bulu yang kecil, dia sungguh-sungguh berani bersumpah telah melihat Nyonya Carrington. "Aku mulai merekonstruksi. Pelayan itu menyediakan pakaian duplikat untuk dirinya. Ia bersama kaki tangannya memberi khloroform kepada Nyonya Carrington dan menikamnya antara London dan Bristol, mungkin dengan memanfaatkan terowongan. Jenazahnya digulingkan ke bawah tempat duduk dan si pelayan menggantikan tempatnya. Di Weston pelayan ini harus berusaha supaya ia dilihat orang. Bagaimana caranya" Dari semua kemungkinan, penjual koranlah yang dipilihnya. Dengan memberikan uang persen yang besar, pelayan itu memastikan bahwa si penjual koran akan mengingat dirinya. Ia juga menarik perhatian penjual koran dengan ucapannya tentang salah satu majalah. Setelah meninggalkan Weston, ia membuang pisau ke luar jendela untuk menandai skenario tempat pembunuhan terjadi, lalu mengganti pakaiannya atau mengancingkan mantel kulit tahan hujan di luarnya. Dia turun di Taunton dan secepat mungkin kembali ke Bristol, tempat kawannya - sebagaimana telah diatur - menaruhkan bagasi di tempat penitipan. Lakilaki itu memberikan tiket, sedangkan ia sendiri kembali ke London. Si pelayan menunggu di peron, menjalankan perannya, pergi ke hotel untuk bermalam, lalu kembali ke kota keesokan harinya. Tepat seperti yang ia katakan. "Ketika Japp kembali dari penyelidikannya, ia menguatkan semua kesimpulanku. Japp juga menceritakan bahwa seorang penjahat menyalurkan permata itu. Aku tahu, siapa pun orangnya pasti berlawanan dengan figur laki-laki yang digambarkan Jane Mason. Pada waktu mendengar orang itu Red Narky, yang selalu bekerja sama dengan Gracie Kidd, well, aku tahu di mana aku harus menemukan Gracie Kidd ini." "Bagaimana dengan pangeran itu?" "Semakin memikirkannya, semakin aku yakin dia tidak bersangkut-paut dengan perkara ini. Laki-laki itu terlalu berhati-hati dengan nama baiknya untuk mengambil risiko sebagai pembunuh. Ini tidak sesuai dengan karakternya." "Well, Monsieur Poirot," kata Halliday, "saya berhutang budi kepada Anda. Cek yang akan saya tulis sesudah makan siang ini tidak seberapa dibandingkan jasa Anda." Poirot tersenyum dengan rendah hati, lalu berbisik kepadaku, "Japp yang baik, dia pasti akan mendapat pujian resmi. Tapi meskipun ia sudah menangkap Gracie Kidd, kukira - aku telah membuatnya kesal." X KASUS KOTAK COKLAT MALAM yang mencekam. Di luar angin menderu menakutkan dan air hujan menyiram jendela dengan kerasnya. Aku dan Poirot duduk di depan perapian. Kaki kami terjulur ke dekat nyala api yang ceria. Sebuah meja kecil memisahkan kami. Di sebelahku ada minuman keras, semacam tuak panas yang dimasak sedemikian rupa; sedangkan di sebelah Poirot terhidang secangkir coklat kental berlemak, yang tidak akan pernah mau aku meminumnya! Poirot mereguk coklat kental di cangkir keramik merah muda itu sambil menarik napas dengan penuh kepuasan. "Quelle belle vie!" gumamnya. "Ya, dunia yang menyenangkan," aku mengiyakan. "Aku mempunyai pekerjaan yang baik! Dan engkau, terkenal - " "Ah, Hastings!" protes Poirot. "Engkau memang terkenal. Ini benar! Kalau kurenungkan kembali garis kesuksesanmu yang panjang, aku betul-betul takjub. Aku yakin engkau tidak mengenal apa artinya kegagalan!" "Engkau bergurau kalau berkata begitu." "Tidak, aku sungguh-sungguh. Pernahkah engkau gagal?" "Berkali-kali. Sobatku, apa maksudmu" La bonne chance, keberhasilan tidak selalu ada di pihakmu. Aku pernah dipanggil amat terlambat. Sering kali orang lain, yang bekerja dengan tujuan yang sama, datang lebih dulu ke tempat kejadian. Dua kali aku jatuh sakit persis pada waktu aku berada di tangga kesuksesan. Orang pasti mengalami baik kegagalan maupun keberhasilan." "Bukan itu yang sebenarnya kumaksud," aku menyanggah. "Maksudku, pernahkah engkau gagal total dan meninggalkan satu kasus karena kesalahanmu sendiri?" "Ah, aku mengerti sekarang! Engkau menanyakan kalau-kalau aku pernah bertindak begitu tolol sehingga aku diolok-olok, begitu" Sekali, Sobat - " Pelahan-lahan senyuman dan tampang merenung menghiasi wajahnya. "Pernah sekali aku membuat diriku sendiri menjadi bahan tertawaan." Tiba-tiba ia berdiri tegak. "Lihatlah, Hastings, aku tahu engkau mencatat keberhasilan-keberhasilanku yang tidak seberapa. Catatanmu perlu kautambah dengan satu cerita lagi. Kisah kegagalan!" Dicondongkannya tubuhnya ke depan, lalu dimasukkannya sebuah balok ke perapian. Setelah menyekakan tangannya pada penghapus debu yang tergantung di paku di dekat tungku perapian, ia menyandarkan badannya dan melanjutkan ceritanya. Kegagalan ini (kata M. Poirot) terjadi di Belgia beberapa tahun silam. Pada waktu itu terjadi pertentangan sengit antara gereja dan pemerintah di Prancis. M. Paul D?roulard adalah kepala polisi Prancis yang ternama saat itu. Sudah menjadi rahasia umum bahwa jabatan menteri menantinya. Dia termasuk kelompok antikatolik yang paling ekstrem. Dan tidak diragukan lagi bahwa dalam jalan menuju kekuasaannya nanti, dia akan menghadapi kebencian yang luar biasa. Dalam banyak hal, ia aneh. Meskipun tidak minum minuman keras atau mengisap obat bius, tapi dalam hal-hal lain ia tidak terlalu baik reputasinya. Engkau tahu, Hastings, c'?tait des femmes - toujours des femmes! Soal perempuan! Beberapa tahun sebelumnya ia menikahi seorang perempuan muda asal Brussels yang kaya-raya. Jelas sudah, uang itu berguna dalam kariernya karena keluarganya sendiri tidaklah kaya, biarpun ia berhak memakai gelar M. le Baron kalau ia mau. Pernikahan itu tidak membuahkan anak; dan istrinya meninggal dua tahun kemudian karena jatuh dari loteng. Di antara kekayaan yang diwariskan almarhumah istrinya terdapat sebuah rumah di Avenue Louise, Brussels. Di rumah itulah ia mati mendadak, bersamaan dengan mundurnya menteri yang jabatannya akan ia duduki. Semua surat kabar memuat berita panjang lebar tentang perjalanan kariernya. Kematiannya, yang sangat mendadak setelah makan malam, diberitakan sebagai akibat serangan jantung. Seperti engkau tahu, waktu itu aku termasuk dalam kesatuan detektif Belgia. Bagiku kematian M. D?roulard tidak terlalu menarik. Seperti engkau tahu juga, aku bon catholique. Dan kematiannya kelihatannya merupakan keuntungan bagiku. Tiga hari kemudian, ketika aku baru saja mulai liburanku, seorang perempuan berkerudung tebal, tapi jelas masih sangat muda, mendatangi apartemenku. Aku segera merasa ia seorang jeune fille tout ? fait comme il faut. "Anda Monsieur Hercule Poirot?" tanyanya dalam suara rendah yang terdengar manis. Aku membungkukkan badan. "Dari dinas detektif?" Lagi-lagi aku membungkuk. "Silakan duduk, Mademoiselle." Diambilnya kursi dan disibakkannya cadar yang menutupi wajahnya. Wajahnya mempesona, meskipun penuh air mata, dan seolah-olah dihantui kecemasan yang luar biasa. "Monsieur," katanya. "Saya tahu Anda sekarang sedang berlibur. Karena itu Anda bebas untuk menangani kasus pribadi. Anda mengerti, saya tidak ingin memanggil polisi." Aku menggeleng. "Saya khawatir permintaan Anda ini tidak mungkin saya penuhi, Mademoiselle. Meskipun sedang berlibur, saya tetap bagian dari kesatuan polisi." Dicondongkannya badannya ke depan. "Ecoutez, Monsieur. Saya hanya menginginkan Anda menyelidiki. Mengenai hasil penyelidikan itu, Anda bebas sepenuhnya untuk melaporkannya kepada polisi. Kalau yang saya yakini ini memang benar, kita akan memerlukan semua aparat hukum." Penjelasan ini mempengaruhiku dan aku memenuhi permintaannya tanpa ribut lagi. Wajahnya jadi agak ceria. "Terima kasih, Monsieur. Kematian M. Paul D?roulard itulah yang saya minta Anda selidiki." "Comment?" seruku terkejut. "Monsieur, saya tidak tahu apa-apa - kecuali naluri kewanitaan saya, tapi saya percaya dan yakin - bahwa M. D?roulard mati secara tidak wajar!" "Tapi, tentunya dokter-dokter - " "Dokter bisa saja salah. Ia begitu sehat, begitu kuat. Ah, Monsieur Poirot saya mohon Anda menolong saya - " Gadis yang malang itu hampir saja menjadi tak terkendali. Hampir saja dia berlutut di depanku. Kutenangkan dia sedapat mungkin. "Saya akan menolong Anda, Mademoiselle. Saya agak merasa yakin bahwa kekhawatiran Anda tidak beralasan, tapi akan kita lihat. Pertama-tama saya minta Anda menggambarkan penghuni rumah." "Ada pelayan-pelayan, tentu saja. Jeannette, F?licie, dan Denise si juru masak. Kasus Kasus Perdana Poirot Poirots Early Cases Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Denise sudah bekerja bertahun-tahun; yang lain cuma gadis-gadis desa yang sederhana. Ada juga Fran?ois, tapi dia sudah terlalu tua sebagai pelayan. Lalu ibu Monsieur D?roulard dan saya sendiri. Nama saya Virginie Mesnard. Saya sepupu almarhumah Madame D?roulard yang miskin; dan sudah tiga tahun lebih saya ikut mereka. Ada juga dua tamu yang menginap di sana." "Siapa mereka?" "M. de Saint Alard, tetangga M. D?roulard di Prancis dan seorang kawan berkebangsaan Inggris, John Wilson." "Mereka masih di sana sekarang?" "Wilson, ya, tapi M. de Saint Alard pulang kemarin." "Lalu apa rencana Anda, Mademoiselle?" "Kalau Anda bersedia datang ke rumah dalam setengah jam lagi, saya akan membuat alasan untuk menjelaskan kedatangan Anda. Sebaiknya saya perkenalkan Anda sebagai wartawan. Akan saya katakan bahwa Anda datang dari Paris dan membawa kartu pengenal dari M. de Saint Alard. Kesehatan Madame D?roulard lemah sekali dan ia tidak akan memperhatikan hal-hal kecil." Dengan cara demikianlah aku diterima di rumah itu. Setelah wawancara singkat dengan ibu kepala polisi yang sudah meninggal itu - seorang wanita dengan postur bangsawan dan luar biasa mengesankan, meskipun kesehatannya sudah rapuh - aku bebas. Aku bertanya-tanya sendiri, Sobat (lanjut Poirot), apakah engkau dapat membayangkan sulitnya tugasku ini" Ada laki-laki yang meninggal tiga hari yang lalu. Seandainya ada permainan kotor pada waktu itu, satu kemungkinan saja yang dapat diterima - keracunan! Padahal aku tidak mempunyai kesempatan untuk melihat jenazahnya. Tidak mungkin memeriksa atau menganalisa sarana apa pun yang mungkin dipergunakan. Tidak ada petunjuk apa pun yang dapat dijadikan bahan pertimbangan. Apakah almarhum diracuni" Apakah ia mati secara wajar" Aku, Hercule Poirot, harus menyimpulkannya tanpa bantuan apa pun. Mula-mula kuwawancarai para pelayan. Dengan bantuan mereka aku meringkas kejadian malam itu. Sup diambil sendiri oleh M. D?roulard dari mangkuk besar. Menu berikutnya adalah lauk sayatan daging dan ayam. Akhirnya kolak buah. Semua disiapkan di meja dan Monsieur D?roulard mengambilnya sendiri. Kopi ada dalam teko besar. "Tidak ada apa-apa, Sobat - kalau memang mau meracuni seseorang pasti meracuni yang lain juga!" Sesudah makan malam, Madame D?roulard masuk ke apartemennya ditemani Mademoiselle Virginie. Ketiga laki-laki itu pindah ke kamar kerja M. D?roulard. Di sana mereka mengobrol beberapa saat ketika tiba-tiba, tanpa tanda-tanda apa pun, kepala polisi itu jatuh ke lantai. M. de Saint Alard bergegas ke luar dan menyuruh Fran?ois menjemput dokter. Menurutnya, itu pasti serangan ayan. Tapi, waktu dokter datang, pasiennya sudah tidak tertolong lagi. John Wilson, yang kukenal lewat Mademoiselle Virginie, berumur setengah baya, badannya besar dan tegap. Ceritanya - yang dituturkan dalam bahasa Prancis dengan aksen Inggris yang kuat - kurang lebih sama dengan cerita para pelayan. "Wajah M. D?roulard berubah merah sekali, lalu ia jatuh." Tidak ada yang dapat ditemukan lagi di sana. Kemudian aku masuk ke tempat tragedi itu terjadi, yaitu kamar kerja korban, dan minta ditinggal sendirian di sana. Sejauh ini tidak ada yang mendukung teori Mademoiselle Mesnard. Mau tak mau aku menyimpulkan bahwa teorinya itu hanya khayalan belaka. Jelas gadis itu mencintai almarhum sehingga ia tidak bisa menerima peristiwa ini secara wajar. Meskipun begitu, kuperiksa juga kamar kerja itu dengan cermat. Mungkin saja ada jarum suntik yang dimasukkan ke kursi almarhum sedemikian rupa sehingga mengakibatkan injeksi yang mematikan. Tusukan kecil yang diakibatkan mungkin saja tidak terasa. Tapi tidak kutemukan tanda apa pun yang mendukung teori ini. Dengan putus asa kuempaskan tubuhku ke kursi. "Enfin, kutinggalkan perkara ini!" seruku keras-keras. "Tidak ada tanda di mana pun! Semuanya wajar sekali." Pada waktu mengucapkan kata-kata ini pandanganku tertuju pada sekotak besar permen coklat yang terletak di atas meja di dekatku. Hatiku melonjak kegirangan. Kotak itu mungkin tidak menunjukkan tanda apa-apa sehubungan dengan kematian M. D?roulard, tapi paling tidak hal ini tidak wajar. Kuangkat tutup kotak itu. Isinya penuh, belum disentuh; belum ada satu pun coklat yang hilang - tapi keadaan ini justru membuat keanehan yang lebih menarik perhatianku. Kotak itu sendiri berwarna merah muda, tapi tutupnya biru. Sering kali orang melihat pita biru pada kotak merah jambu atau sebaliknya, tapi kotak dengan tutup berwarna lain tidak. Pasti - ?a ne se voit jamais! Aku belum melihat bahwa penemuan sepele ini akan berguna untukku. Biarpun begitu, kuputuskan untuk menyelidiki karena keganjilannya. Aku membunyikan bel memanggil Fran?ois, dan menanyainya kalau-kalau almarhum tuannya gemar makan permen. Senyum melankolis yang samar-samar terbentuk di bibirnya. "Senang sekali, Monsieur. Tuan selalu menyediakan sekotak coklat di rumah ini. Tuan tidak minum anggur sama sekali." "Tapi, coklat di kotak ini belum disentuh?" Kuangkat tutup kotak untuk menunjukkan isinya yang penuh. "Maaf, Monsieur. Ini kotak coklat yang baru yang dibeli pada hari Tuan meninggal. Yang lama sudah hampir habis." "Coklat sebelumnya habis pada hari kematiannya," kataku pelan. "Benar, Monsieur. Pagi harinya kotak itu saya dapatkan kosong dan saya buang." "Apakah M. D?roulard makan coklat sepanjang hari?" "Biasanya sesudah makan malam." Aku mulai melihat titik terang. "Fran?ois," kataku, "dapatkah kau menyimpan rahasia?" "Kalau perlu, Monsieur." "Bon! Kalau begitu, ketahuilah saya dari dinas polisi. Anda bisa mencari kotak coklat sebelumnya?" Dia pergi dan beberapa menit kemudian kembali membawa sebuah benda yang tertutup debu. Mirip kotak coklat yang kupegang, kecuali bahwa warna kotak itu biru dan tutupnya merah jambu. Kuucapkan terima kasih kepada Fran?ois. Sekali lagi kusarankan agar ia berhati-hati, lalu kutinggalkan rumah di Avenue Louise itu secepatnya. Aku singgah ke rumah dokter yang merawat M. D?roulard. Berhadapan dengannya merupakan tugas yang berat bagiku. Ia menyembunyikan dirinya di balik susunan kata-kata ilmiah yang sulit dimengerti, tapi kukira ia tidak sungguh-sungguh memahami kasus itu. "Peristiwa seperti itu sudah sering terjadi," katanya ketika aku agak berhasil memperdayanya. "Kemarahan yang tiba-tiba menyerang, emosi yang meluap - setelah terlampau banyak makan, c'est entendu - lalu dengan meluapnya rasa marah, darah mengalir ke kepala dan pst! - begitulah!" "Tapi, M. D?roulard tidak sedang marah." "Tidak" Saya yakin ia sudah berdebat sengit dengan M. de Saint Alard." "Mengapa?" "C'est ?vident!" Dokter itu mengangkat bahu. "Bukankah M. de Saint Alard adalah penganut agama Katolik yang paling fanatik" Persahabatan keduanya rusak karena adanya pertentangan antara gereja dan negara. Tidak sehari pun berlalu tanpa diskusi. Bagi M. de Saint Alard, D?roulard bagaikan seorang anti-Kristus." Keadaan ini di luar dugaan dan memberiku bahan pemikiran. "Satu pertanyaan lagi, Dokter. Mungkinkah racun dalam dosis yang mematikan dimasukkan ke dalam sebutir permen coklat?" "Bisa saja," jawabnya lambat-lambat. "Asam perusi murni mungkin saja terlibat dalam kasus ini, kalau tidak ada penguapan mungkin saja tertelan tanpa terlihat tapi, rasanya dugaan ini tidak mungkin. Kalau coklat yang penuh dengan morfin atau strychnine - " Dipandangnya aku dengan muka masam. "Anda tahu, M. Poirot - satu gigitan saja sudah cukup! Yang tidak berhati-hati akan langsung kena." "Terima kasih, M. le Docteur." Aku pergi. Selanjutnya kudatangi toko-toko obat, terutama yang terletak di daerah Avenue Louise. Beruntung aku dari kepolisian. Kudapatkan informasi yang kuinginkan tanpa banyak kesulitan. Hanya sekali aku mendengar tentang racun yang telah dijual ke rumah korban. Beberapa tetes atropin sulfat untuk Madame D?roulard. Atropin termasuk racun yang ganas, sehingga sejenak aku berbesar hati. Namun, gejala-gejala keracunan atropin berkaitan erat dengan keracunan zat lemas, yang gejalanya lain sekali dengan kasus yang tengah kupelajari. Selain itu, resep itu sudah kadaluwarsa. Sudah bertahun-tahun kedua mata Madame D?roulard menderita katarak. Aku membalikkan badan dengan hati kecut ketika ahli kimia itu memanggilku lagi. "Sebentar, M. Poirot. Saya ingat, perempuan yang membawa resep itu mengatakan sesuatu mengenai niatnya pergi ke toko obat Inggris. Anda bisa mencoba pergi ke sana." Kuturuti sarannya. Sekali lagi, dengan menjelaskan status resmiku, kudapatkan informasi yang kuinginkan. Sehari sebelum kematian M. D?roulard mereka membuat resep untuk John Wilson. Cuma tablet-tablet kecil trinitrin biasa. Aku bertanya kalau-kalau aku boleh melihat tablet itu. Dia menunjukkannya dan jantungku berdetak lebih keras - tablet itu terbuat dari coklat. "Apakah ini racun?" tanyaku. "Bukan, Monsieur." "Dapatkah Anda menjelaskan efeknya?" "Untuk menurunkan tekanan darah. Dan diberikan untuk beberapa jenis gangguan jantung - kejang jantung, misalnya. Mengendurkan ketegangan urat nadi juga. Dalam hal penyempitan pembuluh nadi - " Kusela dia. "Ma foi! Penjelasan panjang tidak kuperlukan. Apakah obat ini menyebabkan wajah menjadi merah?" "Pasti." "Andaikata saya menelan sepuluh sampai dua puluh tablet kecil ini, apa yang terjadi?" "Lebih baik jangan mencobanya," jawabnya datar. "Walaupun begitu, Anda mengatakan obat ini bukan racun?" "Banyak obat yang namanya bukan racun, tapi dapat membunuh seseorang," katanya dengan nada biasa. Kutinggalkan toko obat itu dengan berbesar hati. Akhirnya, mulai ada kemajuan! Sekarang kau tahu bahwa John Wilson mempunyai alat yang dipakai untuk membunuh masalahnya, apa motifnya" Dia datang ke Belgia untuk urusan bisnis dan meminta M. D?roulard, yang tidak terlalu akrab dengannya, untuk memberikan tumpangan. Rasanya tidak mungkin kalau kematian M. D?roulard akan menguntungkan dia. Lagi pula, setelah mencari informasi dari Inggris, aku mendapati bahwa sudah beberapa tahun ini ia mengidap penyakit jantung yang menyakitkan itu, yang dikenal sebagai kejang jantung. Oleh karena itu ia berhak menyimpan tablet-tablet kecil itu. Meskipun begitu, aku yakin ada yang membuka kotak coklat - mula-mula dia keliru membuka kotak yang masih penuh itu - mengambil coklat terakhir dan mengeluarkan isinya, lalu menggantikannya dengan sebanyak mungkin trinitrin. Coklat itu besar-besar. Aku yakin dua puluh sampai tiga puluh tablet dapat dimasukkan. Persoalannya, siapa yang melakukannya" Ada dua tamu di rumah itu. John Wilson mempunyai alatnya. M. de Saint Alard motifnya. Ingat, dia fanatik. Dan fanatik agama bisa jadi keterlaluan. Mungkinkah ia mendapatkan trinitrin dari John Wilson, bagaimanapun caranya" Pemikiran lain muncul di benakku. Ah, engkau pasti tersenyum mendengar gagasangagasan kecilku! Mengapa Wilson kekurangan trinitrin" Mestinya dia membawa persediaan cukup banyak dari Inggris. Sekali lagi aku mampir ke rumah di Avenue Louise itu. Wilson sedang keluar. Aku menemui pelayan yang membersihkan kamarnya, F?licie. Tanpa membuang waktu aku menanyakan kalau-kalau beberapa waktu yang lalu Wilson kehilangan sebotol obat dari meja cuci mukanya. Gadis itu menanggapi dengan penuh semangat. Kekhawatiranku benar. Ia, F?licie, yang disalahkan Jelas laki-laki Inggris itu mengira si pelayan telah memecahkan botol obatnya dan tidak ingin mengakui keteledorannya. Padahal pelayan itu tidak pernah menyentuhnya. Tidak diragukan lagi, orang itu pasti Jeannette - yang selalu mencampuri urusan orang lain Kuredakan aliran kata-katanya, lalu minta diri. Sekarang aku tahu semua hal yang ingin kuketahui. Tinggal membuktikannya. Dan ini tidak gampang. Aku boleh yakin bahwa M. de Saint Alard telah mengambil botol obat itu dari meja cuci muka John Wilson, tapi untuk meyakinkan orang-orang lain aku harus menunjukkan buktibukti. Padahal tidak ada apa-apa yang bisa kujadikan sebagai buku! Tidak apa-apa. Aku sudah tahu - ini yang penting. Engkau ingat kesulitan kita dalam kasus Styles, Hastings" Dalam perkara itu lagi-lagi aku sudah tahu - tapi kita perlu waktu lama untuk menemukan rangkaian bukti-bukti untuk membekuk si pembunuh. Aku minta berbicara dengan Mademoiselle Mesnard. Ia segera muncul. Kuminta alamat M. de Saint Alard darinya. Kecemasan merayapi wajahnya. "Mengapa Anda menginginkannya, Monsieur?" "Mademoiselle, alamat ini perlu sekali." Dia kelihatan ragu-ragu - gelisah. "Dia tidak dapat memberi informasi apa-apa. Dia seorang yang pikirannya tidak berada di dunia ini. Hampir tidak diperhatikannya apa yang terjadi di sekelilingnya." "Mungkin, Mademoiselle. Tapi, ia sahabat lama M. D?roulard. Mungkin ada sesuatu yang dapat diceritakannya kepada saya - peristiwa-peristiwa masa lampau, dendamdendam lama - kisah-kisah cinta lama." Gadis itu menggigit bibirnya; wajahnya memerah. "Kalau begitu, baiklah - tapi - tapi - sekarang saya yakin saya keliru. Anda baik sekali, mau memenuhi permintaan saya, namun waktu itu saya sedang gelisah - hampir-hampir putus asa. Sekarang saya mengerti tidak ada misteri yang harus dipecahkan. Saya minta tinggalkanlah perkara ini, Monsieur." Kutatap dia lekat-lekat. "Mademoiselle," kataku, "kadang-kadang anjing menjumpai kesulitan untuk mencium bau tertentu, tapi sekali dia sudah membauinya, tak ada yang dapat membuatnya meninggalkan penemuannya itu! Tentu saja kalau dia anjing yang baik! Saya, Mademoiselle, Hercule Poirot, adalah seperti seekor anjing yang baik." Tanpa berkata sepatah pun ia berlalu. Beberapa menit kemudian ia kembali dengan alamat yang ditulis pada sehelai kertas. Kutinggalkan rumah itu. Fran?ois menungguku di pintu. Dipandangnya aku dengan wajah was-was. "Tidak ada kabar apa-apa, Monsieur?" "Belum, Sobat." "Ah! Pauvre Monsieur D?roulard!" katanya menghela napas. "Saya sependapat dengan jalan pemikirannya. Saya tidak peduli akan pastor-pastor. Saya tidak akan berkata begini di rumah Wanita-wanita... adalah penganut agama Katolik yang saleh - ini baik, mungkin. Madame est tr?s pieuse - et Mademoiselle Virginie aussie." Mademoiselle Virginie" Apakah ia 'tr?s pieuse'" Ia sangat saleh" Mengingat wajahnya yang penuh kecemasan dan air mata seperti yang kulihat pada hari pertama itu, aku jadi bertanya-tanya sendiri. Sesudah mendapatkan alamat M. de Saint Alard aku tidak membuang waktu lagi. Aku tiba di daerah tempat tinggalnya yang besar di Ardennes. Baru beberapa hari berikutnya kutemukan dalih untuk mendapat izin masuk ke rumahnya - bagaimana pendapatmu" - sebagai tukang pipa, Sobat! Untuk memperbaiki sedikit kebocoran gas di kamar tidurnya. Aku berangkat membeli alat-alat sambil mengatur waktu supaya aku dapat Sampai satu jam kemudian, saat - aku tahu - rumah itu kosong. Apa yang kugeledah, aku sendiri hampir tidak tahu. Hanya satu benda yang kuperlukan. Aku yakin tidak akan menemukannya. Pasti dia tidak akan mengambil risiko dengan menyimpan benda itu. Walaupun begitu, sewaktu aku melihat lemari kecil yang dikunci di atas meja cuci muka, aku tidak dapat mengekang godaan untuk melihat apa saja yang ada di dalamnya. Kuncinya gampang dibuka. Almari itu penuh dengan botol-botol lama. Dengan tangan gemetar aku mengambil botol-botol itu satu per satu. Tiba-tiba aku berteriak. Bayangkan, aku memegang botol kecil berlabel toko obat Inggris. Pada label tertulis: "Trinitrinne. Satu tablet bila diperlukan Tuan John Wilson." Kukendalikan emosiku. Aku menutup almari kecil itu, menyelipkan botol ke saku, lalu melanjutkan memperbaiki kebocoran gas! Orang kan harus pakai tata cara. Kemudian kutinggalkan rumah besar itu dan secepat mungkin naik kereta ke negara kelahiranku. Hari sudah larut malam ketika aku tiba di Brussels. Ketika sedang menulis laporan yang akan kusampaikan keesokan harinya, ada pesan datang untukku. Dari Madame D?roulard. Isinya meminta aku pergi ke rumah di Avenue Louise saat itu juga. Fran?ois yang membukakan pintu. Diantarnya aku masuk ke apartemen Madame D?roulard. Wanita itu duduk di kursi besar dalam keadaan gelisah. Tidak ada tanda-tanda akan kehadiran Mademoiselle Virginie. "M. Poirot," katanya, "saya baru saja diberi tahu bahwa Anda bukanlah orang yang Anda perankan. Anda perwira polisi." "Begitulah, Madame." "Anda kemari untuk menyelidiki kematian putra saya?" Sekali lagi aku menjawab, "Begitulah, Madame." "Saya gembira kalau Anda memberitahukan perkembangan yang sudah Anda capai." Kasus Kasus Perdana Poirot Poirots Early Cases Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Aku ragu-ragu. "Sebelumnya saya ingin tahu bagaimana Anda mengetahui semua ini, Madame." "Dari seseorang yang sudah tidak ada di dunia ini lagi." Kata-katanya dan cara mengucapkannya yang penuh kesedihan membuat hatiku berdesir dingin. Aku tidak dapat berkata apa-apa. "Oleh karena itu, Monsieur, saya mohon dengan sangat Anda menceritakan perkembangan yang telah Anda capai dalam penyelidikan ini setepat-tepatnya." "Madame, penyelidikan saya sudah selesai." "Putra saya - " "Sengaja dibunuh." "Anda tahu siapa yang melakukannya?" "Benar, Madame." "Kalau begitu, siapa?" "M. de Saint Alard." Wanita tua itu menggeleng. "Anda keliru. M. de Saint Alard tidak dapat melakukan kejahatan seperti ini." "Bukti-bukti ada di tangan saya." "Sekali lagi saya mohon Anda menceritakan semuanya." Kali ini aku menurut. Kuceritakan setiap langkah yang membawaku pada penemuan itu. Dia mendengarkan penuh perhatian. Pada akhir cerita, ia mengangguk. "Ya, ya, semua seperti yang Anda katakan. Semua, kecuali satu hal. Bukan M. de Saint Alard yang membunuh putra saya. Sayalah yang melakukannya. Ibunya sendiri." Kupandang ia tajam-tajam. Ia mengangguk lagi dengan lembut. "Memang saya minta Anda datang. Atas bimbingan Tuhan yang baiklah Virginie memberitahu saya apa yang telah ia perbuat sebelum ia berangkat ke biara. Dengarkanlah, M. Poirot! Putra saya itu jahat. Dia menuntut gereja. Hidupnya penuh dosa yang tidak terampunkan. Diseretnya jiwa-jiwa lain, selain dirinya sendiri. Tapi, ada yang lebih parah dari itu. Suatu pagi, ketika keluar dari kamar, saya lihat menantu saya berdiri di ujung atas tangga. Ia tengah membaca surat. Dengan tiba-tiba putra saya mendatanginya dari belakang. Dia mendorong dengan cepat, dan menantu saya jatuh. Kepalanya terbentur tangga-tangga marmer. Pada waktu diangkat, ia sudah meninggal. Putra saya seorang pembunuh. Dan cuma saya, ibunya, yang tahu." Sejenak ia memejamkan mata. "Monsieur, Anda tidak dapat memahami kepedihan hati saya, keputusasaan saya. Apa yang harus saya perbuat" Melaporkannya kepada polisi" Saya tidak sanggup memaksa diri untuk berbuat begitu. Itu kewajiban saya, tapi badan saya lemah. Selain itu, apakah mereka akan percaya" Penglihatan saya sudah berkurang untuk beberapa lamanya - mereka akan mengatakan bahwa saya salah lihat. Saya tinggal diam, tapi hati nurani saya tidak tenteram. Dengan tutup mulut, saya sendiri juga menjadi pembunuh. Kekayaan istrinya ia warisi. Dan ia berkembang seperti pohon salam yang menghijau. Sekarang ia akan mendapatkan kedudukan sebagai menteri. Tuntutannya kepada gereja akan bertambah menjadi dua kali lipat. Lalu, ada Virginie. Anak yang malang, cantik, dan pada dasarnya saleh. Virginie terpesona melihat putra saya, yang memang mempunyai daya tarik yang khas dan luar biasa bagi wanita. Saya sadar hal itu tapi tak mampu mencegahnya. Putra saya tidak ingin menikahi Virginie. Akhirnya, tiba saatnya gadis itu siap menyerahkan dirinya. "Kemudian saya melihat ada jalan terbuka bagi saya. Dia putra saya, sayalah yang melahirkannya. Karena itu ia menjadi tanggung jawab saya. Ia telah membunuh seorang wanita, dan sekarang ia akan membunuh jiwa yang lain! Saya masuk ke kamar Wilson untuk mengambil botol obatnya. Sambil bergurau ia pernah mengatakan bahwa tablet yang ada dalam botol itu bisa membunuh seseorang! Saya masuk ke kamar kerja putra saya dan membuka kotak permen coklat yang selalu ada di atas mejanya. Secara tidak sengaja saya buka kotak yang baru. Yang lama juga ada di atas meja. Tinggal satu coklat di dalamnya. Ini mempermudah persoalan. Tak seorang pun yang makan coklat kecuali putra saya dan Virginie. Gadis itu akan saya tahan bersama saya malam itu. Dan semua berjalan seperti yang saya rencanakan - " Madame D?roulard berhenti berbicara. Dipejamkannya kedua matanya sebentar. "M. Poirot, saya berada di tangan Anda. Saya diberitahu bahwa akhir hidup saya tidak akan lama lagi. Saya bersedia mempertanggungjawabkan perbuatan saya ini di hadapan Tuhan Yang Maha Baik. Apakah saya harus mempertanggungjawabkannya di dunia ini juga?" Aku ragu-ragu. "Tapi, botol kosong itu, Madame," kataku untuk mendapatkan lebih banyak waktu. "Bagaimana botol itu dapat menjadi kepunyaan M. de Saint Alard?" "Waktu ia menemui saya untuk pamit, saya selipkan botol itu ke sakunya. Saya tidak tahu bagaimana caranya membuang benda itu. Saya lemah sekali, sehingga tidak dapat bergerak banyak tanpa bantuan orang lain. Kalau orang menemukan botol kosong itu di kamar saya akan timbul kecurigaan. Anda mengerti, Monsieur - " ia menarik badannya tegak-tegak - "saya sama sekali tidak berniat melemparkan kecurigaan kepada M. de Saint Alard! Tidak! Saya kira pelayannya akan menemukan botol kosong itu lalu membuangnya tanpa bertanya-tanya lagi." Aku mengangguk. "Saya mengerti, Madame." "Lalu keputusan Anda, Monsieur?" Suaranya tegas dan tidak bimbang. Kepalanya tetap tegak seperti semula. Aku berdiri. "Madame," kataku, "saya mendapat kehormatan untuk mengucapkan selamat siang. Saya sudah melakukan penyelidikan - dan ternyata gagal! Perkara ini selesai." Sejenak Poirot berdiam diri, lalu berkata pelan-pelan, "Madame D?roulard meninggal hanya seminggu setelah itu. Mademoiselle Virginie melewati masa novisiatnya dan resmi menjadi biarawati. Itulah ceritanya, Hastings. Kuakui, aku bukanlah tokoh yang baik dalam kasus ini." "Tapi, itu bukanlah kegagalan," bantahku. "Apa lagi yang bisa kaupikirkan dalam keadaan seperti itu?" "Ah, sacr?, Sobat," seru Poirot yang tiba-tiba berubah bersemangat. "Tidakkah engkau lihat" Aku betul-betul idiot! Sel-sel otakku tidak berfungsi sama sekali. Selama itu aku sebenarnya mempunyai petunjuk." "Petunjuk apa?" "Kotak permen coklat itu! Apakah engkau tidak melihatnya" Apakah orang yang penglihatannya normal akan membuat kesalahan seperti itu" Aku tahu Madame D?roulard menderita katarak - obat tes atropin itu yang menjadikan aku tahu. Hanya satu orang dalam rumah itu yang penglihatannya sedemikian jeleknya sehingga tidak dapat melihat tutup kotak mana yang seharusnya dipasangkan. Kotak permen coklat itu yang membawaku ke awal jejak. Tapi, sampai pada akhirnya aku malah tidak merasakan kepentingannya!" "Selain itu, psikologiku meleset. Kalau M. de Saint Alard pembunuhnya, ia tidak akan menyimpan botol yang akan memberatkannya. Waktu menemukan botol itu ada padanya malah membuktikan bahwa dia tidak bersalah. Dari Mademoiselle Virginie aku tahu bahwa ia pelupa sekali. Begitulah peristiwa menyedihkan yang telah kuceritakan kepadamu ini. Hanya kepadamu kuceritakan kisah ini. Engkau mengerti, dalam kasus ini aku bukan tokoh yang baik. Seorang perempuan tua melakukan pembunuhan secara amat sederhana dan cerdik, sehingga aku, Hercule Poirot, tertipu mentah-mentah! Sapristi! Tak tahan aku memikirkannya! Lupakan saja. Atau, tidak - ingatkanlah kapan saja menurutmu aku mulai sombong - kelihatannya tidak, tapi mungkin saja itu terjadi." Kusembunyikan senyumku. "Nah, Sobat, engkau harus mengatakan 'kotak permen coklat'. Setuju?" "Setuju." "Bagaimanapun juga," kata Poirot sambil merenung, "ini pengalaman! Aku, yang tidak diragukan lagi berotak paling cemerlang di Eropa saat ini, boleh menjadi rendah hati!" "Kotak permen coklat," bisikku lembut. "Apa, Sobat?" Kupandang wajah Poirot yang lugu pada waktu ia mencondongkan badannya ke depan untuk mengetahui apa yang kukatakan. Hatiku tersentak. Berulang kali sudah aku menderita karena dia. Dan aku, biarpun tidak mempunyai otak terbaik di Eropa, bisa lebih rendah hati! "Tidak apa-apa," kataku berbohong. Kunyalakan pipa lagi sambil tersenyum kepada diriku sendiri. XI RANCANGAN KAPAL SELAM SEPUCUK surat diantar oleh utusan khusus. Kegembiraan dan rasa tertarik terbayang di kedua mata Poirot sewaktu ia membaca surat itu. Dengan singkat, disuruhnya utusan itu pergi lalu dibalikkannya kepalanya kepadaku. "Cepat siapkan satu tas, Sobat. Kita akan ke Sharples." Aku beranjak begitu mendengar nama tempat terkenal di luar kota milik Lord Alloway, Ketua Kementerian Pertahanan yang baru saja dibentuk itu. Lord Alloway adalah anggota kabinet yang terkenal. Sebagai Sir Ralph Curtis, pimpinan sebuah perusahaan rekayasa, beliau meninggalkan nama baik sebagai anggota Majelis Tingkat Rendah dan kini tengah ramai dibicarakan sebagai tokoh masa depan yang paling mungkin diminta untuk menjadi Perdana Menteri jika isu-isu yang beredar sehubungan dengan kesehatan David MacAdam terbukti benar. Di bawah sebuah Rolls-Royce besar menunggu. Sementara mobil meluncur dalam kegelapan, aku menghujani Poirot dengan pertanyaan-pertanyaan. "Apa gerangan yang mereka inginkan dari kita malam-malam begini?" tanyaku menuntut jawab. Waktu itu sudah pukul 23.00 lewat. Poirot menggeleng. "Sesuatu yang mendesak mestinya." "Aku ingat," kataku lagi, "beberapa tahun yang lalu terjadi skandal yang kurang menyenangkan tentang Ralph Curtis - dulu ia masih memakai nama itu - karena ia dituduh memanipulasi saham. Akhirnya terbukti ia sama sekali tidak bersalah. Mungkinkah kasus seperti itu terulang lagi?" "Kan tidak perlu ia memanggilku tengah malam begini, Sobat." Terpaksa aku menyetujui kata-katanya. Sisa perjalanan berlalu tanpa pembicaraan apa pun. Begitu keluar dari London, mobil yang kuat itu melesat sehingga kami tiba di Sharples dalam waktu kurang dari satu jam. Dengan sikap angkuh dan berkuasa seorang pelayan laki-laki langsung mengantar kami ke kamar kerja kecil, tempat Lord Alloway menunggu kami. Ia muncul memberi salam - seorang laki-laki bertubuh kurus dan tinggi, yang kelihatannya benar-benar memancarkan kekuasaan dan vitalitas. "M. Poirot, saya senang sekali bertemu Anda. Untuk kedua kalinya pemerintah memerlukan bantuan Anda. Saya masih ingat benar apa yang telah Anda lakukan untuk kami selama masa perang, sewaktu Perdana Menteri diculik secara mengherankan. Kesimpulan Anda yang sangat mengagumkan - dan kalau boleh saya tambahkan, kearifan Anda" - menyelamatkan situasi." Kedua mata Poirot bersinar sedikit. "Kalau begitu, milor', apakah kali ini juga kasus yang menyangkut kearifan?" "Paling tepat dikatakan demikian. Sir Harry dan saya - oh, biarlah saya memperkenalkan kalian - Laksamana Sir Harry Weardale, perwira utama angkatan laut kita - M. Poirot dan satunya - saya ingat-ingat sebentar, Kapten - " "Hastings," aku menimpali. "Sudah sering saya mendengar tentang Anda, M. Poirot," kata Sir Harry sambil berjabat tangan. "Kasus kami ini masih gelap sekali. Kalau Anda dapat memecahkannya, kami akan sangat berterima kasih kepada Anda." Segera aku menyukai laksamana itu. Pelaut yang kasar tetapi jujur lagi ramah, benar-benar tipe konvensional. Poirot memandang keduanya dengan pandangan minta penjelasan dan Alloway menceritakan permasalahannya. "Tentunya Anda tahu bahwa semua ini sangat rahasia, M. Poirot. Kami baru saja kehilangan sesuatu yang amat penting. Rancangan kapal selam tipe Z yang baru telah dicuri." "Kapan itu terjadi?" "Malam ini - belum lewat tiga jam yang lalu. Mungkin Anda bisa memahami keseriusan bencana ini. Kejadian ini tidak boleh disebarluaskan. Ini prinsip. Saya jelaskan faktanya sesingkat mungkin. Tamu saya akhir pekan ini adalah Laksamana - orangnya ada di sini - istrinya, putranya, dan Nyonya Conrad, yang dikenal luas di kalangan masyarakat London. Yang wanita pergi tidur sore-sore - kira-kira pukul 22.00; begitu juga Leonard Weardale. Sir Harry berada di sini antara lain untuk mendiskusikan konstruksi kapal selam tipe baru ini dengan saya. Oleh karena itu, saya minta Fitzroy, sekretaris saya, untuk mengeluarkan rancangan-rancangan kapal selam dari lemari besi di sudut sana untuk dipersiapkan. Begitu pula dokumen-dokumen yang berhubungan dengan rancangan kapal selam ini. Sementara Fitzroy melaksanakan tugasnya, saya dan Laksamana berjalan-jalan di teras; mengisap cerutu sambil menikmati udara bulan Juni yang hangat. Selesai mengisap cerutu dan mengobrol, kami memutuskan untuk mulai bekerja. Tepat pada waktu kami membelok di ujung teras sebelah sana, rasanya saya melihat sesosok bayangan keluar dari jendela Prancis di sini, melewati teras dan menghilang. Bagaimanapun juga, saya tidak terlalu memperhatikan. Saya tahu Fitzroy ada di ruangan ini dan tidak terpikirkan kalau mungkin telah terjadi ketidakberesan. Di sinilah salah saya. Well, kami melangkah sepanjang teras lalu masuk dari jendela persis pada waktu Fitzroy masuk dari gang. "'Sudah kaukeluarkan semua yang mungkin kami perlukan, Fitzroy"' tanya saya. "'Saya kira sudah, Lord Alloway. Semua berkas ada di atas meja tulis Tuan,' jawabnya. "Kemudian ia mengucapkan selamat malam kepada kami. "'Tunggu sebentar,' kata saya sambil berjalan menuju meja tulis. 'Mungkin ada yang masih saya perlukan yang belum saya sebutkan.' "Sekilas saya teliti berkas-berkas yang ada di atas meja. "'Engkau melupakan berkas yang paling penting, Fitzroy,' saya tegur dia. 'Rancangan kapal selam yang asli.' "'Berkas-berkas itu ada di urutan paling atas, Lord Alloway.' "'Tidak, tidak ada,' saya membantah sambil membalik-balik tumpukan kertas itu. "'Tapi, baru saja saya letakkan berkas itu di sini!' "'Sekarang tidak ada,' saya menambahkan. "Fitzroy maju ke depan dengan wajah kebingungan. Rasanya tidak dapat dipercaya. Kami membolak-balik kertas-kertas di meja; mencarinya di lemari besi; namun akhirnya kami harus menyadari bahwa berkas itu hilang - dan hilang dalam waktu hanya tiga menit, saat Fitzroy tidak berada di ruangan itu." "Mengapa ia keluar ruangan?" tanya Poirot cepat. "Itulah yang saya tanyakan padanya," seru Sir Harry. "Kelihatannya," kata Lord Alloway, "persis ketika Fitzroy selesai menyusun berkas-berkas, ia terkejut mendengar jeritan seorang wanita. Cepat-cepat ia menuju gang. Di tangga ditemuinya pelayan wanita Nyonya Conrad yang berkebangsaan Prancis. Gadis itu pucat sekali dan gelisah serta mengaku telah melihat hantu - sesosok tubuh tinggi berpakaian putih-putih yang bergerak tanpa bersuara. Fitzroy menertawakan ketakutannya lalu menasihatkan, dengan sopan, supaya gadis itu jangan bersikap tolol. Kemudian Fitzroy kembali ke sini, berbarengan dengan kami masuk dari jendela." "Kelihatannya semuanya jelas," komentar Poirot bijaksana. "Satu-satunya persoalan adalah apakah pelayan perempuan itu kaki tangan pencuri" Apakah ia menjerit sesuai rencana dengan teman persekongkolannya yang menunggu di luar" Atau, apakah laki-laki itu cuma bersembunyi di luar sambil mengharapkan kesempatan datang sendiri" Bayangan yang Anda lihat, saya kira sosok laki-laki bukan perempuan?" "Saya tidak dapat memastikannya, M. Poirot. Itu cuma - bayangan." Laksamana mendengus aneh, sehingga menarik perhatian kami. "Ada yang hendak dikatakan M. l'Amiral, saya kira," kata Poirot tenang seraya tersenyum tipis. "Anda melihat bayangan itu juga, Sir Harry?" "Tidak," jawab yang ditanya. "Dan Lord Alloway juga tidak. Mungkin cuma cabang pohon yang bergerak atau apa. Sesudah kami mengetahui pencurian itu, Lord Alloway lalu menduga bahwa ia telah melihat seseorang melintas di teras. Imajinasinya memperdaya dia. Itu saja." "Tidak biasanya saya berimajinasi tinggi," tangkis Lord Alloway sambil tersenyum tipis. "Omong kosong. Kita semua punya daya imajinasi. Kita semua dapat mengakui bahwa kita telah melihat sesuatu yang sebenarnya tidak kita lihat. Saya mempunyai pengalaman cukup lama di laut dan saya berani membandingkan mata saya dengan mata orang darat. Waktu itu saya tengah memandang tepat ke teras. Jadi, saya akan melihat hal yang sama seandainya ada sesuatu." Ia benar-benar berkeras dengan pendapatnya ini. Poirot berdiri dan melangkah cepat ke jendela. "Anda tidak berkeberatan?" tanyanya. "Persoalan ini harus kita selesaikan kalau mungkin." Poirot keluar, menuju teras. Kami mengikutinya. Dari sakunya dikeluarkannya senter dan dimainkannya sinar senter di sepanjang rumput yang membatasi teras. "Di mana ia melintasi teras, milor'?" tanyanya. "Kira-kira berlawanan arah dengan jendela." Poirot terus memainkan senter itu selama beberapa menit, sambil berjalan sepanjang teras, lalu kembali lagi. Dimatikannya senter dan ditegakkannya badannya. "Sir Harry benar - dan Anda keliru, milor'," katanya tenang. "Petang tadi hujan Kasus Kasus Perdana Poirot Poirots Early Cases Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo lebat. Kalau ada orang yang melewati rumput tidak bisa tidak akan ada jejak kaki. Tapi, tidak ada jejak kaki di sana - sama sekali tidak ada." Pandangan Poirot beralih dari wajah laki-laki satu ke yang lain. Lord Alloway kelihatan bingung dan tidak percaya; sedangkan laksamana itu sibuk mengucapkan terima kasih. "Saya tahu saya tidak mungkin keliru," katanya. "Di mana pun saya mempercayai mata saya." Dia adalah potret pelaut tua yang jujur, sehingga aku tidak dapat menahan diri untuk tidak tersenyum. "Karena itu, pelakunya mungkin orang-orang di dalam rumah," kata Poirot lembut. "Mari, kita masuk kembali. Nah, milor', sementara Fitzroy berbicara kepada pelayan perempuan di tangga, mungkinkah orang lain menggunakan kesempatan untuk masuk ke kamar kerja itu dari gang?" Lord Alloway menggeleng. "Sangat tidak mungkin - mereka pasti melewati Fitzroy kalau begitu." "Dan Fitzroy sendiri - Anda percaya kepadanya?" Wajah Lord Alloway memerah. "Sepenuhnya, M. Poirot. Saya jamin sekretaris saya. Mustahil ia terlibat dalam cara apa pun." "Segala sesuatunya tampaknya menjadi tidak mungkin," kata Poirot sedikit keras. "Kemungkinannya rancangan-rancangan itu melekat satu sama lain, berpasangan seperti sayap, dan terbang jauh - comme ?a!" Ia memonyongkan mulutnya dengan kocak. "Rasanya tidak mungkin," celetuk Lord Alloway tidak sabar. "Tapi, saya mohon Anda tidak mencurigai Fitzroy. Pikirkanlah sebentar - seandainya ia ingin mengambil berkas itu, kan lebih gampang baginya untuk menjiplak tanpa mengambil risiko dengan mencurinya?" "Di sini, milor'," kata Poirot dengan nada sependapat. "Anda mengeluarkan perkataan yang bien juste - saya mengerti pemikiran Anda yang teratur dan metodik. L'Angleterre pasti berbahagia mempunyai Anda." Lord Alloway nampak agak malu mendengar luapan pujian yang tiba-tiba ini. Poirot kembali pada persoalan yang tengah dibicarakan. "Ruangan tempat Anda duduk sepanjang petang - " "Ruang duduk" Ya?" "Juga ada jendelanya yang menghadap teras, karena saya ingat kata-kata Anda bahwa Anda keluar melaluinya. Apakah tidak mungkin seseorang keluar melalui jendela kamar duduk ini dan masuk melaluinya juga pada waktu Fitzroy meninggalkan kamar kerja, lalu kembali lewat jalan yang sama?" "Tapi, kami pasti melihatnya," sanggah Laksamana. "Tidak kalau Anda sudah membelok, dan berjalan ke arah lain." "Fitzroy hanya beberapa menit meninggalkan kamar kerja, sama dengan waktu yang kami perlukan untuk berjalan ke ujung lalu kembali." "Itu tidak menjadi soal - ini kemungkinan saja - sebenarnya justru inilah satusatunya kemungkinan yang terjadi." "Namun, tak seorang pun ada di kamar duduk pada waktu kami keluar," Laksamana menjelaskan. "Mungkin mereka masuk setelah itu." "Maksud Anda," ujar Lord Alloway pelan-pelan, "ketika Fitzroy mendengar jeritan pelayan itu dan keluar, seseorang sudah bersembunyi di kamar duduk lalu cepatcepat masuk dan keluar lagi melalui jendela ini, dan meninggalkan kamar duduk tepat ketika Fitzroy sudah masuk ke sini lagi?" "Lagi-lagi pemikiran yang metodik," komentar Poirot seraya membungkukkan badannya. "Anda mengungkapkan masalahnya dengan tepat." "Mungkinkah salah seorang pelayan?" "Atau seorang tamu. Pelayan Nyonya Conrad-lah yang berteriak histeris. Apa yang dapat Anda jelaskan tentang Nyonya Conrad?" Sejenak Lord Alloway menimbang-nimbang. "Tadi saya katakan dia adalah wanita yang dikenal luas dalam masyarakat, dalam arti ia sering mengadakan pesta-pesta besar dan pergi ke mana-mana. Tapi dari mana sebenarnya ia berasal dan bagaimana kehidupannya pada masa lampau tidak banyak yang mengetahuinya. Dia sering mengunjungi lingkungan diplomatik dan kantor-kantor perwakilan asing. Dinas rahasia akan cenderung bertanya - mengapa?" "Saya mengerti," kata M. Poirot. "Dan ia diundang ke sini akhir pekan ini - " "Supaya - boleh kita katakan" - kita dapat mengamatinya dari jarak dekat." "Persis. Mungkin saja ia malah balik menyerang Anda." Lord Alloway nampak malu. Poirot melanjutkan, "Katakanlah, milor', apakah mungkin ia mendengar tentang pembicaraan Anda dan Laksamana?" "Memang," Lord Alloway mengakui. "Sir Harry mengatakan, 'Dan sekarang waktu untuk kapal selam kita! Ayo mulai bekerja!' semacam itulah. Yang lain-lain sudah meninggalkan tempat ini, tapi Nyonya Conrad kembali untuk mengambil buku." "Saya paham," kata Poirot sungguh-sungguh. "Milor', sekarang sudah larut malam, tapi perkara ini mendesak sekali. Saya ingin menanyai semua anggota rumah ini. Segera, jika mungkin." "Tentu saja bisa diusahakan," Lord Alloway menanggapi. "Payahnya, kami tidak ingin perkara ini tersiar lebih jauh. Tentu Lady Juliet Weardale dan Leonard termasuk perkecualian - tapi Nyonya Conrad, kalau ia tidak bersalah, bisa salah mengerti. Mungkin dapat Anda katakan bahwa sebuah dokumen penting hilang, tanpa merinci dokumen apa itu. Atau, terserah bagaimana caranya." "Persis seperti yang ingin saya usulkan," Poirot menanggapi dengan wajah berseri-seri. "Sebenarnya, ketiga orang ini tidak perlu diberitahu. Maaf Monsieur Laksamana, para istri suka - " "Tidak apa-apa," potong Sir Harry. "Semua perempuan membicarakan desas-desus. Saya harap Juliet bisa lebih banyak berbicara dan mengurangi main bridge-nya. Tapi, perempuan sekarang memang begitu. Tidak pernah bahagia kalau tidak berdansa atau berjudi. Akan saya bangunkan Juliet dan Leonard. Setuju, Alloway?" "Terima kasih. Saya akan memanggil pelayan Prancis itu. M. Poirot pasti ingin bertemu dengannya. Lalu ia bisa membangunkan majikannya. Akan saya lakukan sekarang. Sementara itu, akan saya suruh Fitzroy kemari." *** Fitzroy adalah seorang pemuda yang kurus dan pucat, memakai kacamata yang menggantung di hidung, dan ekspresi wajahnya dingin. Pengakuannya praktis sama dengan yang telah diceritakan Lord Alloway kepada kami. "Bagaimana menurut Anda pribadi, Tuan Fitzroy?" Sebagai jawaban ia mengangkat bahu. "Tidak diragukan lagi seseorang yang tahu duduk persoalannya menunggu kesempatan di luar. Ia bisa melihat apa yang terjadi di dalam melalui jendela dan menyelinap masuk pada waktu saya meninggalkan kamar kerja ini. Sayang sekali, Lord Alloway tidak mengejarnya ketika dilihatnya orang itu pergi." Poirot membiarkan Fitzroy dengan keyakinannya. Sebaliknya ia bertanya, "Anda mempercayai pengakuan pelayan Prancis itu - bahwa ia melihat hantu?" "Well, hampir tidak, M. Poirot!" "Maksud saya - bahwa ia betul-betul berpikiran demikian?" "Oh, tentang itu. Saya tidak bisa memastikan. Yang pasti ia kelihatan agak bingung. Diletakkannya tangannya di kepala." "Aha!" seru Poirot seolah telah menemukan sesuatu. "Sungguh begitu" - dia pasti cantik." "Saya tidak memperhatikannya secara khusus," kata Fitzroy dengan tegas. "Saya kira Anda tidak melihat majikannya?" "Sebenarnya ya. Ia berada di balkon, di tangga teratas dan memanggil pelayannya - 'L?onie!' Kemudian dilihatnya saya. Tentu saja ia lalu masuk lagi." "Di lantai atas," ujar Poirot dengan dahi berkerut. "Saya menyadari kehilangan ini sangat tidak mengenakkan bagi saya - atau lebih tepatnya demikian, kalau saja Lord Alloway tidak secara kebetulan melihat orang itu pergi. Bagaimanapun juga saya tidak keberatan kalau Anda mau menggeledah kamar saya - dan diri saya." "Anda betul-betul ingin diperiksa?" "Pasti." Apa yang akan dikatakan Poirot sebagai jawaban aku tidak tahu. Tepat pada detik itu Lord Alloway muncul untuk memberitahu kami bahwa kedua tamu wanita dan Leonard Weardale telah berkumpul di ruang duduk. Kedua perempuan itu mengenakan pakaian rumah yang pantas. Nyonya Conrad adalah seorang wanita cantik berumur tiga puluh lima tahun, berambut keemasan, dan cenderung untuk embonpoint. Lady Juliet Weardale pasti berumur empat puluh tahun, tinggi dan sangat kurus, berkulit gelap, masih cantik, tangan dan kakinya bagus, sedangkan sikapnya gelisah dan lesu. Putranya berwajah agak feminin; kontras sekali dengan ayahnya yang kasar, jujur, serta ramah. Poirot menyampaikan basa-basi singkat, seperti yang telah kami sepakati. Kemudian ia menjelaskan keinginannya untuk mengetahui kalau-kalau ada yang mendengar atau melihat sesuatu pada malam itu, yang mungkin dapat membantu kami. Sambil menoleh kepada Nyonya Conrad, Poirot memintanya menjelaskan apa saja yang telah diperbuatnya malam itu. "Akan saya coba.... Saya naik ke lantai atas dan membunyikan bel untuk memanggil pelayan saya. Karena ia tidak muncul-muncul juga, saya keluar memanggilnya. Saya dengar ia tengah berbicara di tangga. Setelah ia menyikat rambut saya, saya memperbolehkannya pergi - ia dalam keadaan amat tegang. Saya membaca sebentar, lalu tidur." "Dan Anda, Lady Juliet?" "Saya langsung naik dan tidur. Lelah sekali saya malam ini." "Bagaimana dengan bukumu, Sayang?" tanya Nyonya Conrad seraya tersenyum manis. "Buku?" Wajah Lady Juliet memerah. "Ya. Pada waktu saya menyuruh L?onie pergi, kau sedang menaiki tangga. Kau baru saja pergi ke kamar duduk untuk mengambil buku, begitu yang kaukatakan." "OH, ya. Saya memang turun. Saya - saya lupa." Dengan tegang Lady Juliet meremas tangannya. "Anda mendengar jeritan pelayan Nyonya Conrad, milady?" "Tidak-tidak." "Aneh sekali - karena saat itu mestinya Anda berada di kamar duduk." "Saya tidak mendengar apa-apa," suara Lady Juliet terdengar lebih tegas. Poirot beralih kepada si muda Leonard. "Monsieur?" "Tidak melakukan apa-apa. Saya langsung naik dan tidur." Poirot mengelus-elus dagunya. "Wah! Saya khawatir tidak ada yang dapat membantu saya. Mesdames dan Monsieur, saya menyesal - saya sangat menyesal telah membangunkan kalian untuk persoalan sepele ini. Saya minta kalian memaafkan saya." Dengan gerak tangan dan permintaan maaf Poirot menyilakan mereka keluar. Kemudian ia kembali bersama pelayan perempuan berkebangsaan Prancis itu. Seorang gadis cantik yang pandangannya agak liar. Alloway dan Weardale sudah keluar bersama kedua wanita tadi. "Nah, Mademoiselle," kata Poirot dingin, "mari kita mengatakan yang sebenarnya. Jangan mengada-ada. Mengapa Anda menjerit di tangga?" "Ah, Monsieur, saya melihat sosok tubuh yang tinggi - berpakaian putih-putih dari kepala hingga kaki - " Poirot menahannya dengan menggoyangkan jari telunjuknya penuh semangat. "Bukankah tadi saya katakan jangan mengada-ada. Saya akan menerka. Dia mencium Anda, kan" M. Leonard Weardale, maksud saya." "Eh, bien, Monsieur. Bagaimanapun juga, apa arti sebuah ciuman?" "Dalam situasi seperti itu, ciuman wajar sekali," sahut Poirot gagah. "Saya sendiri atau Hastings - tapi katakanlah apa yang terjadi." "Dia muncul di belakang saya lalu menangkap saya. Tentu saja saya terkejut sehingga menjerit. Kalau saja saya sudah tahu, saya tidak akan menjerit - tapi ia menghampiri saya seperti kucing. Kemudian datanglah M. le Secr?taire. M. Leonard lari ke atas. Apa yang bisa saya katakan" Terutama kepada a jeune homme comme ?a - tellement comme il faut" Mafoi, saya mengarang ada hantu." "Semua jelas sudah," seru Poirot riang. "Lalu Anda naik ke kamar Madame, majikan Anda. Omong-omong, yang mana kamarnya?" "Di ujung sana, Monsieur. Sebelah sana." "Kalau begitu persis di atas kamar kerja. Nah, Mademoiselle, saya tidak akan menahan Anda lebih lama lagi. Dan la prochaine fois, jangan menjerit lagi." Setelah mengantarnya keluar, Poirot masuk sambil tersenyum. "Kasus yang menarik, bukan, Hastings" Aku mulai punya sedikit gagasan kecil. Et vous?" "Apa yang dikerjakan Leonard Weardale di tangga" Aku tidak suka dia, Poirot. Dia betul-betul bandot muda, terpaksa aku menyebutnya demikian." "Aku sependapat denganmu, Sobat." "Fitzroy kelihatannya jujur." "Lord Alloway jelas bersikeras tentang hal itu." "Walaupun begitu, ada sesuatu dalam tingkah lakunya - " "Dia hampir-hampir terlalu baik, ya kan" Aku sendiri merasakan. Di pihak lain, Nyonya Conrad jelas agak meragukan." "Dan kamarnya persis di atas kamar kerja," kataku merenung sambil terus menatap Poirot tajam-tajam. Ia menggeleng seraya tersenyum tipis. "Tidak, Sobat, aku tidak percaya bahwa perempuan yang putih bersih itu akan turun lewat cerobong asap atau dari balkon." Selagi Poirot berbicara, pintu terbuka. Betapa terkejutnya aku! Lady Juliet Weardale masuk. "M. Poirot," katanya sedikit terengah-engah, "dapatkah saya berbicara berdua saja dengan Anda?" "Milady, Kapten Hastings adalah bagian diri saya. Anda bisa berbicara di hadapannya tanpa mempedulikannya. Silakan duduk, milady." Lady Juliet duduk sambil terus menujukan pandangannya kepada Poirot. "Yang harus saya katakan - agak sulit. Anda menangani perkara ini. Kalau - berkasberkas itu dikembalikan, apakah persoalannya akan berakhir" Maksud saya, dapatkah berkas-berkas itu dikembalikan tanpa ada pertanyaan?" Poirot memandangnya tajam-tajam. "Biarkan saya memahami Anda, Madame. Berkas-berkas itu akan diserahkan kepada saya - benar begitu" Dan saya harus mengembalikannya kepada Lord Alloway, dengan catatan ia tidak menanyakan dari mana saya mendapatkan berkas-berkas itu?" Lady Juliet mengangguk. "Itulah yang saya maksudkan. Tetapi saya harus yakin tidak akan ada - publisitas." "Saya kira Lord Alloway pribadi tidak menginginkan adanya publisitas," Poirot menjelaskan dengan wajah muram. "Kalau begitu, Anda setuju?" serunya penuh semangat. "Sabar sebentar, milady. Ini bergantung pada kapan Anda menyerahkan berkasberkas itu kepada saya." "Segera." Poirot melirik ke atas, ke jam dinding. "Kapan persisnya?" "Kira-kira sepuluh menit," bisik wanita itu. "Saya setuju, milady." Bergegas ia keluar. Aku memonyongkan bibirku untuk mengeluarkan siulan. "Bisakah engkau menyimpulkan situasi ini, Hastings?" "Bridge," jawabku singkat. "Ah, engkau ingat kata-kata ceroboh Laksamana! Bukan main ingatanmu! Hebat, Hastings!" Kami tidak berkata-kata lagi karena Lord Alloway masuk dan memandang Poirot dengan tatapan minta penjelasan. "Apakah ada gagasan lebih lanjut, Poirot" Saya khawatir jawaban atas pertanyaanpertanyaan Anda agak mengecewakan." "Sama sekali tidak, milor'. Jawaban-jawaban itu cukup memberikan gambaran yang gamblang. Tidak ada gunanya saya berada di sini lebih lama lagi. Karena itu, dengan izin Anda, saya akan kembali ke London." Lord Alloway kelihatan tercengang. "Tetapi - tetapi, apa yang sudah Anda dapatkan" Anda tahu siapa yang mengambil rancangan kapal selam itu?" "Tahu, milor'. Berjanjilah - dalam hal berkas-berkas itu dikembalikan kepada Anda secara anonim, Anda tidak akan menuntut penjelasan lebih lanjut." Lord Alloway menatap Poirot. "Maksud Anda, mengenai uang sebagai imbalan?" "Tidak, milor' - dikembalikan tanpa syarat." "Tentu saja. Ditemukannya rancangan itu sudah luar biasa," kata Lord Alloway perlahan-lahan. Ia masih kelihatan tidak paham. "Kalau begitu, terpaksa saya sarankan Anda untuk bersungguh-sungguh menempuh jalan ini. Hanya Anda, Laksamana, dan sekretaris Anda yang mengetahui adanya kehilangan ini. Hanya mereka saja yang perlu mengetahui bahwa berkas-berkas yang hilang ini sudah kembali. Dan kalau Anda mempercayai saya untuk mendukung Anda dalam segala hal - serahkanlah misteri ini dalam tanggung jawab saya. Anda minta saya mengembalikan berkas-berkas itu - saya sudah memenuhinya. Anda tidak boleh Kasus Kasus Perdana Poirot Poirots Early Cases Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tahu lebih banyak lagi." Poirot bangkit dan mengulurkan tangannya. "Milor', saya senang bertemu Anda. Saya mempercayai Anda - dan pengabdian Anda kepada Inggris. Nasib negara yang akan Anda pimpin ini berada dalam tangan Anda yang kuat dan pasti." "M. Poirot - saya bersumpah di hadapan Anda untuk melakukan yang terbaik. Mungkin ini suatu kesalahan, tapi mungkin juga kebaikan - yang pasti saya percaya kepada diri saya sendiri." "Begitu pula setiap orang besar. Saya - saya juga demikian!" kata Poirot mulukmuluk. *** Dalam beberapa menit mobil muncul di dekat pintu. Lord Alloway mengucapkan selamat jalan dengan keramahan yang luar biasa. "Dia orang besar, Hastings," Poirot membuka suara ketika kami mulai jauh dari tempat itu. "Dia punya kecerdasan, akal, dan kekuatan. Dialah orang kuat yang dibutuhkan Inggris untuk memimpin negara ini melewati masa-masa sulit untuk membangun kembali negara ini." "Aku siap menyetujui semua yang kaukatakan, Poirot - tapi bagaimana dengan Lady Juliet" Haruskah ia mengembalikan berkas-berkas itu langsung kepada Lord Alloway" Apa yang akan dikatakannya kalau ia tahu engkau sudah pulang tanpa memberitahu dia?" "Hastings, aku punya beberapa pertanyaan untukmu. Mengapa, ketika mengatakan itu ia tidak menyerahkan berkas-berkas tersebut langsung kepadaku?" "Karena berkas-berkas itu belum ada di tangannya." "Tepat. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengambil berkas-berkas itu dari kamarnya" Atau dari persembunyian mana pun di rumah itu" Engkau tidak perlu menjawab. Aku akan memberitahumu. Mungkin sekitar dua setengah menit! Tapi ia minta waktu sepuluh menit. Mengapa" Jelas ia harus mendapatkan berkas-berkas itu dari beberapa orang lainnya dan harus memberikan alasan atau berdebat dengan mereka sebelum mereka menyerahkannya. Sekarang, siapa mereka ini" Bukan Nyonya Conrad. Ini pasti. Justru salah seorang keluarganya. Suaminya atau anaknya. Mana yang mungkin" Leonard Weardale mengaku langsung pergi tidur. Kita tahu pengakuannya ini tidak benar. Andaikan ibunya memasuki kamarnya dan mendapatkan kamar itu kosong; andaikan wanita itu turun dengan ketakutan yang tidak terperikan - pemuda itu, putranya, bukan orang baik-baik! Dia tidak menemukan anaknya, tapi kemudian ia mendengar anaknya mengingkari bahwa dirinya pernah meninggalkan kamar. Ia langsung sampai pada kesimpulan bahwa putranyalah yang mencuri. Oleh karena itu ia berbicara kepadaku. "Tetapi, Sobat, kita tahu sesuatu yang tidak diketahui Lady Juliet. Kita tahu Leonard muda tidak mungkin ke kamar kerja karena ia ada di tangga, sedang merayu pelayan Prancis yang ayu itu. Walaupun ia tidak tahu akan hal ini, anaknya punya alibi." "Kalau begitu, siapa yang sebenarnya mengambil rancangan itu" Rasanya kita sudah mencoret semuanya - Lady Juliet, Nyonya Conrad, pelayan Prancis itu - " "Persis. Gunakan sel-sel abu-abumu, Kawan. Jawabnya ada di hadapanmu." Aku menggeleng dengan pikiran kosong. "Ah, kalau saja engkau gigih! Fitzroy keluar dari kamar kerja itu; ditinggalkannya kertas-kertas itu di meja. Beberapa menit kemudian Lord Alloway masuk, menghampiri meja tulis dan berkas itu didapatinya hilang. Hanya ada dua kemungkinan: Fitzroy tidak meninggalkan berkas-berkas itu di meja, tetapi memasukkannya ke dalam sakunya - dan ini tidak masuk akal karena, seperti yang dikatakan Lord Alloway, ia dapat menyalin kapan saja ia mau - atau berkas-berkas itu masih di atas meja sewaktu Lord Alloway menghampirinya - kalau begini, berkasberkas itu masuk ke saku bajunya!" "Lord Alloway pencurinya!" seruku tercengang. "Mengapa" Mengapa, Poirot?" "Bukankah engkau mengingatkanku pada skandal masa lalu" Dia dinyatakan tidak bersalah, begitu katamu. Tapi, misalkan skandal itu benar-benar terjadi" Dalam kehidupan masyarakat Inggris, tidak boleh ada skandal. Apabila skandal itu diungkap oleh seseorang - dia pasti akan mengucapkan selamat tinggal pada karier politiknya. Kita anggap saja ia diperas dan harga yang diminta adalah rancangan kapal selam itu." "Berarti ia pengkhianat keji," seruku. "Oh, tidak, dia bukan orang seperti itu. Ia pandai dan banyak akal. Sobat, andaikan dia menyalin rancangan itu, lalu membuat sedikit perubahan (bukankah dia seorang insinyur yang cerdas") di setiap bagian yang mengakibatkan rancangan itu jadi tidak berguna lagi. Diserahkannya rancangan palsu itu kepada agen lawan - Nyonya Conrad, kukira. Tapi, agar tidak timbul kecurigaan, rancangan itu harus seolah-olah dicuri. Ia berusaha sedapat mungkin supaya tidak ada kecurigaan yang dijatuhkan kepada siapa pun di rumah itu, dengan berpura-pura melihat seseorang keluar melalui jendela. Dalam persoalan ini dia menghadapi ketegaran Laksamana. Maka, kekhawatirannya berikutnya adalah jangan sampai Fitzroy dicurigai." "Semua ini dugaanmu saja, Poirot," kataku menolak. "Ini psikologi, Sobat. Seseorang yang telah menyerahkan rancangan asli tidak akan terlalu peduli akan siapa yang dicurigai. Lalu, mengapa ia sangat mendesak agar tidak sedikit pun rincian kehilangan ini diberitakan kepada Nyonya Conrad" Karena petang harinya ia menyerahkan rancangan yang sudah dipalsukan dan ia tidak ingin Nyonya Conrad tahu pencurian rancangan terjadi sesudah penyerahan itu." "Aku masih sangsi apakah engkau benar," kataku. "Pasti. Aku berbicara kepada Alloway sebagai seorang besar kepada orang besar lainnya - dan ia mengerti dengan baik. Lihat saja nanti." *** Satu hal yang pasti. Pada hari Lord Alloway dilantik menjadi Perdana Menteri, selembar cek dan foto dengan tanda tangan di belakangnya tiba. Di belakang potret itu tertulis, "Untuk kawanku Hercule Poirot yang bijaksana - dari Alloway." Aku yakin ide kapal selam tipe Z itu disambut dengan gembira di lingkungan angkatan laut. Mereka mengatakan kapal selam tipe Z ini akan membawa revolusi modernisasi peralatan perang angkatan laut. Aku juga mendengar bahwa ada suatu kekuatan asing yang berusaha membuat peralatan yang sama, tapi gagal total. Namun, aku tetap menganggap bahwa saat itu Poirot hanya menerka-nerka. Soalnya, dia sering sekali berbuat demikian. XII FLAT DI LANTAI TIGA "NGACO!" gerutu Pat. Dahinya berkerut semakin dalam. Digerayanginya benda kecil yang terbuat dari sutera yang disebutnya tas malam itu. Dua laki-laki muda dan seorang gadis mengawasinya dengan hati waswas. Mereka berdiri di luar pintu flat Patricia Garnett yang tertutup. "Percuma," kata Pat lagi. "Kuncinya tidak ada di sini. Sekarang, apa yang akan kita perbuat?" "Apa artinya hidup tanpa kunci gerendel?" bisik Jimmy Faulkener. Jimmy bertubuh pendek, bahunya lebar, dan matanya yang biru memancarkan kebaikan hatinya. Dengan marah Pat menoleh kepadanya. "Jangan melucu, Jimmy. Ini serius." "Carilah lagi, Pat," ujar Donovan Bailey. "Pasti kuncinya ada di situ." Suara laki-laki ini terdengar malas namun menyenangkan; selaras dengan postur tubuhnya yang kurus dan warna kulitnya yang gelap. "Kalau saja engkau membawanya," Mildred Hope, gadis satunya, membuka suara. "Tentu saja kunci itu kubawa," Pat menanggapi. "Aku yakin kunci itu kuberikan kepada salah seorang dari kalian." Ditolehnya kedua pemuda itu dengan nada menuduh. "Aku minta Donovan membawanya." Akan tetapi tidak semudah itu dia mendapatkan kambing hitam. Donovan menyanggah dengan tegas dan Jimmy mendukungnya. "Aku melihat sendiri engkau memasukkan kunci itu ke dalam tasmu," kata Jimmy. "Kalau begitu, salah seorang dari kalian menjatuhkannya sewaktu mengambil tasku. Aku pernah sekali atau dua kali menjatuhkan tasku." "Sekali atau dua kali!" seru Donovan. "Engkau menjatuhkan tasmu paling tidak Geger Rimba Persilatan 1 Wanita Iblis Pencabut Nyawa Toat Beng Mo Li Karya Kho Ping Hoo Prahara Raden Klowor 2