Mushasi Karya Eiji Yoshikawa Bagian 30
lokasi pertambangan seperti tambang emas di Sado termasuk ke dalam wilayah kekuasaan
langsung shogun. Wilayah kekuasaan shogun tidak dipimpin oleh daimyo melainkan oleh pelaksana
pemerintahan yang memegang jabatan gundai, daikan, dan ongoku bugyo. Kota-kota penting
seperti Osaka, Kyoto and Sumpu dipimpin oleh machibugyo, sedangkan kota pelabuhan
Nagasaki dipimpin oleh Nagasaki bugyo yang ditunjuk oleh shogun dari hatamoto yang
sangat setia pada shogun.
Daftar shogun klan Tokugawa
Tokugawa Ieyasu (1543"1616), berkuasa: 1603"1605
Tokugawa Hidetada (1579"1632), berkuasa: 1605"1623
Tokugawa Iemitsu (1604"1651), berkuasa: 1623"1651
Tokugawa Ietsuna (1641"1680), berkuasa: 1651"1680
Tokugawa Tsunayoshi (1646"1709), berkuasa: 1680"1709
Tokugawa Ienobu (1662"1712), berkuasa: 1709"1712
Tokugawa Ietsugu (1709"1716), berkuasa: 1713"1716
Tokugawa Yoshimune (1684"1751), berkuasa: 1716"1745
Tokugawa Ieshige (1711"1761), berkuasa: 1745"1760
Tokugawa Ieharu (1737"1786), berkuasa: 1760"1786
Tokugawa Ienari (1773"1841), berkuasa: 1787"1837
Tokugawa Ieyoshi (1793"1853), berkuasa: 1837"1853
Tokugawa Iesada (1824"1858), berkuasa: 1853"1858
Tokugawa Iemochi (1846"1866), berkuasa: 1858"1866
Tokugawa Yoshinobu (Keiki) (1837"1913), berkuasa: 1867"1868
Tokoh terkenal dalam keshogunan Tokugawa:
Tokugawa Mitsukuni dari Mito (Mito Komon)
Tokugawa Nariaki dari Mito
Ronin Ronin atau roshi adalah sebutan untuk samurai yang kehilangan atau terpisah dari
tuannya di zaman feodal Jepang (1185-1868). Samurai menjadi kehilangan tuannya akibat
hak atas wilayah kekuasaan sang tuan dicabut oleh pemerintah. Samurai yang tidak lagi
memiliki tuan tidak bisa lagi disebut sebagai samurai, karena samurai adalah "pelayan"
bagi sang tuan. Dalam budaya populer, ronin didramatisasi sebagai samurai tak bertuan, hidup tak
terikat pada tuan atau daimyo dan mengabdikan hidup dengan mengembara mencari jalan
samurai yang sejati. Di zaman Jepang kuno, ronin berarti orang yang terdaftar (memiliki koseki) sebagai
penduduk di suatu tempat, tapi hidup mengembara di wilayah lain sehingga dikenal juga
dengan sebutan furo (pengembara).
Zaman Kamakura dan Zaman Muromachi
Lukisan Ronin sedang merampok rumah pedagang kaya
Di zaman Muromachi dan zaman Kamakura, samurai yang kehilangan pekerjaan dan tempat
tinggal menjadi pengembara. Pada waktu itu, ronin sering menjadi sebab timbulnya
kerusuhan skala kecil di berbagai daerah. Walaupun para daimyo banyak membutuhkan
prajurit untuk berperang, ronin hampir tidak berkesempatan mendapat majikan yang baru.
Situasi keamanan yang buruk menyebabkan ronin membentuk komplotan yang saling berebut
wilayah dan pengaruh, beroperasi sebagai gerombolan pencoleng hingga menimbulkan huruhara.
Zaman Sengoku Di zaman Sengoku, sengoku daimyo yang tersebar di seluruh Jepang memerlukan prajurit
dalam jumlah yang sangat besar, sehingga ronin mempunyai kesempatan besar untuk
mendapat majikan baru. Tidak seperti di zaman Edo, hubungan antara samurai dan tuannya
di zaman Sengoku tidaklah begitu erat. Di zaman Sengoku, samurai banyak yang memilih
jadi ronin atas keputusannya sendiri cuma karena situasi kerja yang tidak memuaskan.
Ada juga samurai yang memilih jadi ronin agar bisa menemukan tuan yang menjanjikan
kondisi pekerjaan dan gaji yang lebih baik. Samurai yang berpindah-pindah tuan juga
tidak kurang jumlahnya, bahkan ada juga ronin yang sukses menjadi daimyo. Semasa
hidupnya, samurai bernama Todo Takatora pernah mengabdi untuk 10 orang majikan. Pada
waktu itu, orang masih bisa semaunya berpindah-pindah kelas, seperti samurai berganti
profesi menjadi pedagang atau petani menjadi samurai.
Zaman Toyotomi dan Zaman Osaka
Setelah Toyotomi Hideyoshi berhasil mempersatukan Jepang, berakhir pula zaman perang
saudara yang berkepanjangan sehingga samurai banyak yang menjadi ronin. Sebagian besar
daimyo tidak lagi perlu memiliki banyak pengikut. Setelah Pertempuran Sekigahara yang
dimenangkan kubu Pasukan Timur, wilayah kekuasaan daimyo Pasukan Barat banyak sekali
yang dirampas sehingga para samurai yang kehilangan pekerjaan menjadi ronin. Di zaman
Keshogunan Edo, pemerintah Bakufu menghancurkan daimyo yang termasuk golongan tozama
daimyo (daimyo yang pernah mendukung klan Toyotomi) sehingga jumlah ronin menjadi
semakin banyak. Pertempuran Osaka Memasuki zaman Edo, jumlah samurai yang dimiliki para daimyo begitu berlebihan sampai
hampir-hampir tidak ada penerimaan samurai baru. Selain itu, hubungan antara majikan
dan samurai menjadi semakin teratur karena pengaruh Konfusianisme. Samurai yang desersi
meninggalkan tuannya tidak lagi akan diterima sebagai abdi daimyo di tempat lain. Dalam
Pertempuran Osaka, klan Toyotomi banyak sekali dibantu para ronin untuk menghadapi
pasukan Tokugawa. Jumlah ronin yang membantu klan Toyotomi dalam Pertempuran Osaka
dikabarkan mencapai 100.000 orang, walaupun banyak di antaranya yang tewas terbunuh.
Zaman Edo Di zaman Edo, penghapusan sebagian besar daimyo mengakibatkan jumlah samurai yang
menjadi ronin makin bertambah banyak. Di akhir pemerintahan Tokugawa Iemitsu, jumlah
ronin melonjak menjadi sekitar 500.000 orang karena peran samurai tidak lagi dibutuhkan
di masa damai. Sebagian besar ronin menjadi penduduk kota atau menjadi petani, sebagian
ronin bahkan pergi merantau ke luar negeri menjadi prajurit bayaran. Sebagian besar
ronin justru hidup menderita dalam kemiskinan di kota-kota dan pemerintah Bakufu
menganggapnya sebagai ancaman keamanan. Ronin banyak yang diusir dari kota dan hanya
boleh tinggal di wilayah-wilayah yang ditentukan. Pemerintah Bakufu bahkan mengambil
tindakan yang lebih kejam dengan melarang ronin mencari tuan yang baru. Kelompok ronin
yang terusir ke sana ke mari akhirnya bersatu di bawah pimpinan Yui Shosetsu dan
berkomplot untuk menggulingkan pemerintah Bakufu dalam Pemberontakan Keian.
Pemerintah Bakufu melarang pengangkatan anak sebagai putra pewaris darurat
(matsugoyoshi), akibatnya garis keturunan daimyo banyak yang terputus karena daimyo
keburu meninggal tanpa memiliki putra pewaris. Keluarga daimyo yang tidak mempunyai
putra pewaris terpaksa bubar dan samurai yang kehilangan tuannya berakhir sebagai
ronin. Setelah pecahnya Pemberontakan Keian, pemerintah Bakufu berusaha memperbaiki
kebijakan terhadap ronin. Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan baru, seperti
melonggarkan larangan mengangkat putra pewaris darurat, mengurangi jumlah daimyo yang
dirampas wilayah kekuasaannya, dan meninjau kembali pembatasan wilayah permukiman
ronin. Peluang ronin mencari majikan baru juga dibuka kembali. Walaupun sudah ada
kebijakan baru, jumlah samurai yang menjadi ronin tidak juga bisa berkurang. Roninronin baru terus bermunculan akibat perampasan wilayah kekuasaan para daimyo yang terus
berlanjut. Situasi Kehidupan Ronin Di zaman Edo, ronin yang sudah kehilangan jati diri sebagai samurai masih diakui
pemerintah sebagai "samurai" dan masih diizinkan memakai nama keluarga samurai dan
membawa katana di pinggang. Sehari-harinya, ronin hidup berdampingan dengan rakyat
banyak di bawah pengawasan pemerintah kota (machi bugyo). Sebagian besar ronin hidup
miskin di rumah-rumah sewa, tapi ada juga ronin yang berhasil menjadi sastrawan ternama
seperti Chikamatsu Monzaemon. Ronin ada yang membuka dojo (tempat berlatih bela diri),
menjadi instruktur bela diri atau menyumbangkan jasa sebagai guru mengajar anak-anak
orang biasa di terakoya (sekolah dasar swasta yang menempel di kuil agama Buddha).
Miyamoto Musashi adalah seorang ronin yang terkenal sebagai jago pedang tanpa tanding.
Akhir Zaman Edo Di akhir zaman Edo, para ronin mulai berperan aktif di bidang politik. Samurai dari
kelas yang disebut goshi (samurai distrik) banyak yang atas permintaan sendiri
meninggalkan wilayah han tempat tinggalnya supaya bisa terjun di bidang politik.
Sakamoto Ryoma adalah salah satu contoh ronin yang berhasil sebagai politisi. Pada
waktu itu, ronin palsu juga banyak bermunculan. Penduduk kota dan petani yang tidak
dilahirkan dari kalangan samurai banyak yang mengaku-ngaku sebagai ronin, memamerkan
katana di pinggang, dan memakai nama keluarga samurai dengan semaunya. Shinsengumi
dianggap sebagai kelompok ronin, tapi anggotanya banyak yang terdiri dari penduduk kota
dan petani. Setelah Restorasi Meiji, identitas ronin ikut dihapus sesuai dengan prinsip Shiminbyodo
(penghapusan semua golongan dan kelas dalam masyarakat).
Ronin dalam cerita fiksi Dalam cerita fiksi, ronin sering digambarkan sebagai yojimbo atau serdadu bayaran. Film
Kurosawa Akira yang berjudul The Seven Samurai and Yojimbo adalah salah satu contoh
film bertema jidaigeki yang menampilkan ronin.
Ronin tampil dalam permainan video Age of Empires III, anime berjudul Tsukikage Ran,
Samurai Champloo, Rurouni Kenshin, dan Final Fantasy X.
Film Hollywood juga tidak ketinggalan mendapat pengaruh dari kisah-kisah ronin, seperti
film Clint Eastwood yang berjudul Man with No Name. Film The Magnificent Seven
merupakan versi Amerika dari film The Seven Samurai karya Kurosawa Akira.
Metafora Ronin Di zaman sekarang, istilah ronin digunakan di Jepang untuk lulusan sekolah menengah
umum yang gagal lulus tes masuk perguruan tinggi atau sekolah lain yang lebih tinggi.
Lulusan SMU yang tidak lagi terdaftar di sekolah manapun diumpamakan sebagai ronin yang
tidak lagi memiliki majikan tempat mengabdi.
Samurai Seorang samurai dalam pakaian tempur, 1860
Samurai adalah istilah untuk perwira militer kelas elit sebelum zaman industrialisasi
di Jepang. Kata "samurai" berasal dari kata kerja "samorau" asal bahasa Jepang kuno,
berubah menjadi "saburau" yang berarti "melayani", dan akhirnya menjadi "samurai" yang
bekerja sebagai pelayan bagi sang majikan.
Istilah yang lebih tepat adalah bushi (harafiah: "orang bersenjata") yang digunakan
semasa zaman Edo. Bagaimanapun, istilah samurai digunakan untuk prajurit elit dari
kalangan bangsawan, dan bukan contohnya, ashigaru atau tentara berjalan kaki. Samurai
yang tidak terikat dengan klan atau bekerja untuk majikan (daimyo) disebut ronin
(harafiah: "orang ombak"). Samurai yang bertugas di wilayah han disebut hanshi.
Samurai dianggap mesti bersopan dan terpelajar, dan semasa Keshogunan Tokugawa
berangsur-angsur kehilangan fungsi ketentaraan mereka. Pada akhir era Tokugawa, samurai
secara umumnya adalah kakitangan umum bagi daimyo, dengan pedang mereka hanya untuk
tujuan istiadat. Dengan reformasi Meiji pada akhir abad ke-19, samurai dihapuskan
sebagai kelas berbeda dan digantikan dengan tentara nasional menyerupai negara Barat.
Bagaimanapun juga, sifat samurai yang ketat yang dikenal sebagai bushido masih tetap
ada dalam masyarakat Jepang masa kini, sebagaimana aspek cara hidup mereka yang lain.
Etimologi Perkataan samurai berasal pada sebelum zaman Heian di Jepang di mana bila seseorang
disebut sebagai saburai, itu berarti dia adalah seorang suruhan atau pengikut. Hanya
pada awal zaman modern, khususnya pada era Azuchi-Momoyama dan awal periode/eraEdo pada
akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 perkataan saburai bertukar diganti dengan
perkataan samurai. Bagaimanapun, pada masa itu, artinya telah lama berubah.
Pada era pemerintahan samurai, istilah awal yumitori ("pemanah") juga digunakan sebagai
gelar kehormat bagi sejumlah kecil panglima perang, walaupun pemain pedang telah
menjadi lebih penting. Pemanah Jepang (kyujutsu), masih berkaitan erat dengan dewa
perang Hachiman. Berikut adalah beberapa istilah lain samurai.
Buke " Ahli bela diri
Kabukimono " Perkataan dari kabuku atau condong, ia merujuk kepada gaya samurai
berwarna-warni. Mononofu " Istilah silam yang berarti panglima.
Musha " Bentuk ringkasan Bugeisha, harafiah. pakar bela diri.
Si " Huruf kanji pengganti samurai.
Tsuwamono " Istilah silam bagi tentara yang ditonjolkan oleh Matsuo Basho dalam haiku
terkemukanya. Arti harafiahnya adalah orang kuat.
Senjata Samurai mengunakan beberapa macam jenis senjata, tetapi katana adalah senjata yang
identik dengan keberadaan mereka, Dalam Bushido diajarkan bahwa katana adalah roh dari
samurai dan kadang-kadang digambarkan bahwa seorang samurai sangat tergantung pada
katana dalam pertempuran. Mereka percaya bahwa katana sangat penting dalam memberi
kehormatan dan bagian dalam kehidupan. Sebutan untuk katana tidak dikenal sampai massa
Kamakura (1185"1333), sebelum masa itu pedang Jepang lebih dikenal sebagai tachi dan
uchigatana, Dan katana sendiri bukan menjadi senjata utama sampai massa Edo.
Apabila seorang anak mancapai usia tiga belas tahun, ada upacara yang dikenali sebagai
Genpuku. Anak laki-laki yang menjalani genpuku mendapat sebuah wakizashi dan nama
dewasa untuk menjadi samurai secara resmi. Ini dapat diartikan dia diberi hak untuk
mengenal katana walaupun biasanya diikat dengan benang untuk menghindari katana
terhunus dengan tidak sengaja. Pasangan katana dan wakizashi dikenali sebagai Daisho,
yang berarti besar dan kecil.
Senjata samurai yang lain adalah yumi atau busar komposit dan dipakai selama beberapa
abad sampai masa masuknyah senapan pada abad ke-16. Busur komposit model Jepang adalah
senjata yang bagus. Bentuknya memungkinkan untuk digunakan berbagai jenis anak panah,
seperti panah berapi dan panah isyarat yang dapat menjangkau sasaran pada jarak lebih
dari 100 meter, bahkan bisa lebih dari 200 meter bila ketepatan tidak lagi
diperhitungkan, Senjata ini biasanya digunakan dengan cara berdiri dibelakang Tedate
yaitu perisai kayu yang besar, tetapi bisa juga digunakan dengan menunggang kuda.
Latihan memanah di belakang kuda menjadi adat istiadat Shinto, Yabusame. Dalam
pertempuran melawan penjajah Mongol, busur komposit menjadi senjata penentu kemenangan,
Pasukan Mongol dan Cina pada waktu itu memakai busur komposit dengan ukuran yang lebih
kecil, apalagi dengan keterbatasannya dalam pemakaian pasukan berkuda. (Sumber:
Wikipedia Indonesia) Pertempuran Sekigahara Lukisan Zaman Edo yang menggambarkan pertempuran Sekigahara
Pertempuran Sekigahara (sekigahara no tatakai) adalah pertempuran yang terjadi tanggal
15 September 1600 menurut kalender lunar (21 Oktober 1600 menurut kalender Gregorian)
di Sekigahara, distrik Fuwa, Provinsi Mino, Jepang.
Pertempuran melibatkan pihak yang dipimpin Tokugawa Ieyasu melawan pihak Ishida
Mitsunari sehubungan perebutan kekuasaan sesudah wafatnya Toyotomi Hideyoshi.
Pertempuran dimenangkan oleh pihak Tokugawa Ieyasu yang memuluskan jalan menuju
terbentuknya Keshogunan Tokugawa.
Dendam akibat Pertempuran Sekigahara berperan dalam melahirkan gerakan menggulingkan
pemerintahan Keshogunan Edo di abad ke-19 yang dimulai dari wilayah han Satsuma dan
Choshu. Pihak yang bertikai dalam pertempuran ini terbagi menjadi kubu Tokugawa (Pasukan utara)
dan kubu pendukung klan Toyotomi (Pasukan Barat). Klan Toyotomi sendiri tidak memihak
salah satu pihak yang bertikai dan tidak ambil bagian dalam pertempuran.
Setelah pertempuran selesai, kekuasaan militer cenderung berhasil dikuasai pihak
Tokugawa sehingga Pertempuran Sekigahara juga terkenal dengan sebutan Tenka wakeme no
tatakai (pertempuran yang menentukan pemimpin Jepang).
Pada saat terjadinya pertempuran belum digunakan istilah Pasukan Barat dan Pasukan
Timur. Kedua istilah tersebut baru digunakan para sejarawan di kemudian hari untuk
menyebut kedua belah pihak yang bertikai.
Perselisihan di dalam pemerintahan Toyotomi
Pemerintah Toyotomi yang berhasil menjadi pemersatu Jepang menyangkal keberadaan
pertentangan tajam antara faksi bersenjata bentukan pemerintah dan pihak birokrat yang
terdiri dari pejabat tinggi pengatur kegiatan beragama, ekonomi dan pemerintahan. Faksi
bersenjata terdiri dari komandan militer pro klan Toyotomi yang pernah diturunkan di
garis depan perang penaklukan Joseon. Bentrokan langsung antar faksi bersenjata dan
pihak birokrat dapat dicegah oleh Toyotomi Hideyoshi dan adik kandungnya yang bernama
Toyotomi Hidenaga. Pertentangan menjadi semakin panas setelah pasukan ditarik mundur dari Joseon dan
wafatnya Toyotomi Hidenaga di tahun 1591. Di akhir hayatnya, Toyotomi Hideyoshi
mengambil sumpah setia para pengikut loyal yang terdiri dari dewanlima menteri dan lima
orang pelaksana administrasi untuk membantu pemerintahan yang dipimpin Toyotomi
Hideyori. Pertentangan di kalangan militer pengikut Hideyoshi mencuat ke permukaan
sejak wafatnya Toyotomi Hideyoshi pada bulan Agustus 1598 di Istana Fushimi.
Tokugawa Ieyasu merupakan salah satu anggota dari dewan lima menteri yang menjadi tokoh
yang sangat berpengaruh. Ieyasu mengatur pembagian wilayah untuk para daimyo berikut
nilai kokudaka untuk setiap wilayah. Ieyasu juga menghapus pelarangan ikatan perkawinan
di antara keluarga para daimyo yang berlaku di zaman pemerintahan Hideyoshi. Maeda
Toshiie yang bertentangan dengan Tokugawa Ieyasu juga diharuskan menandatangani
perjanjian non-agresi dengan Ieyasu.
Setelah Maeda Toshiie wafat di bulan Maret tahun berikutnya (1599), bentrokan
bersenjata terjadi antara faksi birokrat pimpinan Ishida Mitsunari dan faksi bersenjata
pimpinan kelompok Kato Kiyomasa, Fukushima Masanori dan 7 komandan militer. Ishida
Mitsunari kabur bersembunyi ke rumah kediaman Ieyasu dan dituduh Ieyasu bertanggung
jawab atas terjadinya bentrokan. Ishida Mitsunari lalu dipecat sebagai anggota
pelaksana pemerintahan dan dikenakan tahanan rumah di Istana Sawayama.
Ada pendapat yang meragukan cerita Ishida Mitsunari yang kabur bersembunyi di rumah
kediaman Ieyasu, karena peristiwa ini tidak didukung bukti sejarah yang kuat.
Kekuatan penentang Tokugawa Ieyasu tamat dengan habisnya
dan kepulangan para anggota dewan lima menteri ke daerah
yang tidak lagi mempunyai lawan politik memimpin pasukan
Mushasi Karya Eiji Yoshikawa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berangkat ke Osaka dan memimpin pemerintahan dari Istana
karir politik Ishida Mitsunari
masing-masing. Tokugawa Ieyasu
dari Istana Fushimi untuk
Osaka. Tokugawa Ieyasu kemudian berusaha merebut kekuasaan pemerintah dengan cara memanfaatkan
pertentangan antara faksi militer dan faksi birokrat di dalam pemerintahan Toyotomi
yang semakin melemah. Pemicu peperangan Akibat terungkapnya rencana pembunuhan Tokugawa Ieyasu yang didalangi Maeda Toshinaga
(putra pewaris Maeda Toshiie), anggota dewan lima pelaksana pemerintahan yang terdiri
dari Asano Nagamasa, Ono Harunaga dan Hijikata Katsuhisa ikut menjadi tersangka
sehingga dipecat dan dikenakan tahanan rumah. Pasukan Toyotomi yang dibawah perintah
Ieyasu berusaha menangkap Maeda Toshinaga yang dituduh sebagai dalang pemberontakan.
Atas tuduhan pemberontakan ini, Maeda Toshinaga menunjukkan bahwa dirinya merupakan
pengikut pemerintah Toyotomi yang setia dengan memberikan ibu kandungnya Hoshun-in
(Matsu) kepada Ieyasu untuk disandera.
Memasuki tahun 1600, Tokugawa Ieyasu menggunakan kesempatan kaburnya Fujita Nobuyoshi
(mantan pengikut klan Uesugi) untuk mengkritik Uesugi Kagekatsu penguasa Aizu yang
dituduh telah memperkuat diri secara militer. Ieyasu juga memperingatkan kemungkinan
Uesugi Kagekatsu bertujuan menyerang Kyoto sekaligus meminta Kagekatsu untuk datang ke
Kyoto untuk menjelaskan duduk persoalan.
Penasehat Kagekatsu yang bernama Naoe Kanetsugu menolak tuduhan Ieyasu, tapi pasukan
pemerintah Toyotomi mulai menyerang posisi Kagekatsu. Tokugawa Ieyasu yang ditunjuk
sebagai panglima gabungan memimpin pasukan para daimyo yang loyal terhadap Toyotomi
untuk menuju ke wilayah kekuasaan Uesugi di Aizu.
Sepeninggal Ieyasu yang berangkat ke Aizu, Ishida Mitsunari yang selesai dikenakan
tahanan rumah kembali berkelompok dengan Otani Yoshitsugu, anggota dewan pelaksana
administrasi Mashida Nagamori dan Ankokuji Ekei. Kelompok Mitsunari mendapat dukungan
militer dari pasukan Mori Terumoto yang bersama-sama membentuk Pasukan Barat. Kelompok
Mitsunari berencana untuk menyandera istri dan anak-anak para daimyo pengikut Ieyasu
sebelum mengangkat senjata melawan pasukan Ieyasu.
Ieyasu menyadari pergerakan militer Mitsunari sewaktu berada di Oyama (provinsi
Shimotsuke) berdasarkan laporan pengikutnya yang bernama Torii Mototada yang tinggal di
Istana Fushimi. Ieyasu yang sedang dalam perjalanan untuk menaklukkan Uesugi Kagekatsu
di Aizu segera membatalkan rencana menyerang Kagekatsu. Ieyasu lalu mengadakan
pertemuan dengan para daimyo pengikutnya mengenai strategi menghadapi Ishida Mitsunari.
Pertemuan ini dikenal sebagai Perundingan Oyama. Daimyo seperti Sanada Masayuki dan
Tamaru Tadamasa melepaskan diri dari pasukan Ieyasu, tapi sebagian besar daimyo
ternyata memutuskan untuk terus mendukung Ieyasu. Pasukan Ieyasu kemudian menuju ke
arah barat untuk kembali ke Kyoto.
Penjelasan lain mengatakan penaklukkan Uesugi Kagekatsu semata-mata digunakan Tokugawa
Ieyasu sebagai alasan untuk dapat bentrok dengan pasukan Mitsunari. Daerah Kinai
sengaja dibiarkan tidak terjaga untuk mengundang pergerakan pasukan Mitsunari. Istana
Fushimi sengaja ditinggalkan pasukan Ieyasu dan hanya dijaga pasukan Torii Mototada
untuk memancing penyerangan dari pasukan Mitsunari.
Pihak yang saling berhadapan dalam Pertempuran Sekigahara tidak bisa dengan mudah
dibagi dua menjadi Pasukan Timur yang terdiri dari pasukan Tokugawa dan Pasukan Barat
adalah pasukan Toyotomi. Ada pendapat yang mengatakan Pasukan Timur justru terdiri dari
pasukan reguler di bawah pemerintah Toyotomi, sedangkan Pasukan Barat justru merupakan
pasukan pemberontak. Keberadaan Pasukan Barat hampir-hampir tidak diketahui oleh tokohtokoh penting dalam pemerintahan Hideyori. Beberapa pejabat tinggi yang tidak setuju
dengan pergerakan Pasukan Barat juga mengambil sikap pura-pura tidak tahu.
Sebelum Sekigahara Bentrokan bersenjata Pada tanggal 2 Juli 1600, Ishida Mitsunari membujuk Otani Yoshitsugu yang bermaksud
untuk bergabung dengan pasukan Ieyasu agar justru bergabung dengan kelompok Mitsunari
untuk menggulingkan pemerintahan Ieyasu.
Pada hari berikutnya (12 Juli), Ishida Mitsunari, Mashita Nagamori dan Ankokuji Ekei
mengadakan pertemuan rahasia di Istana Sawayama. Dalam pertemuan antara lain disepakati
permohonan untuk menunjuk Mori Terumoto sebagai panglima tertinggi Pasukan Barat. Pada
hari yang sama, Ishida Mitsunari dan kelompoknya menyiapkan pos-pos pemeriksaan di
dekat sungai Aichi untuk menghentikan pasukan yang bermaksud bergabung dengan Pasukan
Timur. Gerakan pasukan Chosokabe Morichika dan Nabeshima Katsushige menjadi terhenti
sehingga akhirnya tidak jadi bergabung dengan Pasukan Timur.
Pada tanggal 17 Juli, Mitsunari menyatakan perang terhadap Ieyasu dengan mengepung
Istana Fushimi yang dijaga pengikut Ieyasu bernama Torii Mototada. Mitsunari
mengeluarkan peringatan kepada Mototada agar menyerah. Mototada menolak pemintaan
Mitsunari sehingga mulai diserang pada tanggal 19 Juli. Istana Fushimi digempur oleh
pasukan Ukita Hideie dan Shimazu Yoshihiro. Pasukan yang dipimpin Mototada bertempur
dengan sengit sebelum menyerah pada tanggal 1 Agustus.
Selanjutnya, basis-basis kekuatan militer Tokugawa seperti Istana Tanabe di provinsi
Tango, Istana Anotsu dan Istana Matsusaka di provinsi Ise, secara berturut-turut
semuanya berhasil direbut pasukan Mitsunari di bulan Agustus 1600. Mitsunari yang
berniat menyerang provinsi Mino memindahkan markas pasukannya dari Istana Sawayama ke
Istana Ogaki pada tanggal 10 Agustus.
Sementara itu, Pasukan Timur terus maju ke arah barat melalui jalur Tokaido tanpa
dipimpin Tokugawa Ieyasu yang sedang berada di Edo. Fukushima Masanori dan Ikeda
Terumasa yang berada di garis depan pimpinan Pasukan Timur berhasil menaklukkan Istana
Gifu yang dikuasai Oda Hidenobu (Sanboshi) pada tanggal 23 Agustus. Ieyasu sedang
berada di Edo mengirimkan surat kepada para daimyo. Ieyasu memanfaatkan Todo Takatora
dan Kuroda Nagamasa untuk membujuk daimyo yang setia pada Toyoto
mi agar tidak bergabung dengan Pasukan Barat. Setelah mengetahui jatuhnya Istana Gifu, Ieyasu dengan segan
memimpin sekitar 30.000 prajurit melalui jalur Tokaido menuju Osaka.
Putra ketiga Ieyasu yang bernama Tokugawa Hidetada diserahi tugas memimpin pasukan
utama Tokugawa yang terdiri dari 38.000 prajurit. Hidetada sedang membawa pasukan
melewati jalur Nakasendo berusaha menaklukkan Istana Ueda yang dipertahankan oleh
Sanada Masayuki tapi gagal. Pasukan Hidetada yang mendapat perlawanan dari pasukan
Masayuki terlambat sampai ke Pertempuran Sekigahara. Akibat datang terlambat di
Sakigahara, Tokugawa Hidetada menerima hukuman dari Ieyasu. Hidetada harus menunggu
tiga hari sebelum bisa menghadap Ieyasu.
Para bawahan Tokugawa Hidetada seperti daimyo wilayah han Ogo bernama Makino Yasunari
dihukum kurungan karena dituduh bertanggung jawab atas keterlambatan pasukan Tokugawa
dan baru dilepas beberapa tahun kemudian.
Ada banyak kecurigaan sehubungan dengan keputusan Tokugawa Hidetada menggunakan pasukan
inti Tokugawa untuk menyerang Sanada Masayuki. Daimyo kecil seperti Sanada Masayuki
sebetulnya tidak perlu diserang apalagi penyerangan dilakukan persis sebelum terjadinya
pertempuran besar. Walaupun tidak sedang dipimpin sendiri oleh Ieyasu, pasukan inti
Tokugawa memerlukan waktu terlalu lama untuk menghadapi Sanada Masayuki yang hanya
memiliki sedikit prajurit. Pendapat lain yang dapat dipercaya mengatakan Ieyasu
menggunakan strategi tidak menurunkan pasukan inti dalam Pertempuran Sekigahara agar
pasukan yang dimilikinya tetap utuh agar bisa digunakan di kemudian hari.
Pendapat lain juga mempertanyakan sebab pasukan Hidetada terlambat datang. Pada
awalnya, Hidetada menerima perintah dari Ieyasu untuk menaklukkan Istana Ueda di
provinsi Shinshu. Perintah menyerang Shinshu dibatalkan oleh Ieyasu setelah mendengar
berita jatuhnya Istana Gifu. Tokugawa Ieyasu mengeluarkan perintah yang baru kepada
Hidetada agar memimpin pasukan menuju provinsi Mino pada tanggal 29 Agustus tapi pada
waktu itu sungai Tonegawa sedang banjir sehingga perjalanan kurir yang membawa pesan
dari Ieyasu menjadi terhambat. Kurir dari Tokugawa Ieyasu baru sampai tanggal 9
September, sehingga keterlambatan Hidetada tidak dianggap sebagai kesalahan berat oleh
Ieyasu. Tokugawa Ieyasu juga baru bergabung lokasi berkumpulnya Pasukan Timur di Akasaka,
Gunung Oka pada malam sebelum pertempuran (14 September 1600).
Pengikut Ishida Mitsunari yang bernama Shima Sakon mengusulkan agar sebagian pasukan
Mitsunari mengambil posisi di sekitar tempat mengalirnya sungai Kuise di Akasaka untuk
memancing Pasukan Timur dan menghabisinya. Peristiwa ini disebut Pertempuran Sungai
Kuise. Ishida Mitsunari dan pimpinan Pasukan Barat terpancing keluar menuju Sekigahara ketika
sedang mempertahankan Istana Ogaki akibat desas-desus yang disebarluaskan Ieyasu
"Lupakan Istana Ogaki, taklukkan Istana Sawayama, maju ke Osaka ." Ada perbedaan
pendapat tentang kebenaran Ieyasu perlu menyebar desas-desus untuk memancing keluar
Ishida Mitsunari dan kelompoknya karena pertahanan Istana Ogaki dikabarkan tidak
terlalu kuat. Posisi pasukan pada pertempuran Sekigahara.
Pada tanggal 15 September 1600, kedua belah pihak Pasukan Barat dan Pasukan Timur
saling berhadapan di Sekigahara. Menurut buku "Sejarah Jepang" yang disusun oleh markas
besar Angkatan Darat Jepang, kubu Pasukan Timur tediri dari 74.000 prajurit dan kubu
Pasukan Barat terdiri dari 82.000 prajurit. Di lembah sempit Sekigahara berkumpul
pasukan dengan total lebih dari 150.000 prajurit.
Penasehat militer dari Jerman bernama Klemens Wilhelm Jacob Meckel yang didatangkan
pemerintah Jepang zaman Meiji mengatakan Pertempuran Sekigahara pasti dimenangkan oleh
Pasukan Barat setelah melihat peta formasi pasukan di Sekigahara. Pasukan Timur dalam
keadaan terkepung dan kemenangan Pasukan Barat sudah di depan mata jika melihat posisi
pasukan Mitsunari di gunung Sasao, pasukan Ukita Hideie di gunung Temma, pasukan
Kobayakawa Hideaki di gunung Matsuo, dan garis pertahanan pasukan Mori Hidemoto di
gunung Nangu. Sekigahara sejak pagi diselimuti kabut tebal. Kelompok pasukan yang ada di samping kiri
dan samping kanan tidak bisa kelihatan. Fukushima Masanori yang ditunjuk Ieyasu sebagai
pimpinan garis depan tidak bisa memutuskan saat tepat melakukan tembakan pertama untuk
memulai pertempuran. Masanori tidak bisa melihat situasi karena tebalnya kabut.
Pertempuran dimulai Kedua belah pihak saling diam berhadapan di tengah kabut tebal. Pada saat kabut
menipis, Ii Naomasa dan pasukan kecil pimpinan Matsudaira Tadayoshi yang berada di
samping pasukan Fukushima bermaksud lewat menerobos. Fukushima Masanori yang sudah
dijanjikan Ieyasu untuk memimpin penyerangan Pasukan Timur di bagian paling depan
menjadi terkejut. Masanori memanggil pasukan yang mencoba menerobos agar berhenti, tapi
dijawab "Mau lihat situasi" sambil langsung maju ke depan. Pasukan kecil yang dipimpin
Tadayoshi secara tiba-tiba menembak ke arah gugus pasukan Ukita Hideie yang merupakan
kekuatan utama Pasukan Barat. Tembakan yang dilepaskan Matsudaira Tadayoshi menandai
dimulainya Pertempuran Sekigahara.
Pasukan Ukita yang dijadikan sasaran juga langsung balas menembak. Sekigahara menjadi
medan pertempuran sengit. Pasukan Fukushima yang terdiri dari 6.000 prajurit dan
pasukan Ukita yang terdiri dari 17.000 prajurit saling desak dan saling bunuh tanpa
bisa maju selangkah pun juga.
Pasukan Kuroda Nagamasa yang terdiri dari 5.400 prajurit dan pasukan Hosokawa Tadaoki
yang terdiri dari 5.100 pasukan secara bersama-sama mengincar pasukan Ishida Mitsunari
dan membuka serangan. Pasukan Shima Sakon dan Gamo Satoie yang berada di pihak Ishida
Mitsunari juga bertarung dengan gagah berani, musuh yang menyerang pasti dipukul
mundur. Ota Gyuichi yang mengalami sendiri pertempuran sengit Sekigahara menulis
sebagai berikut: "Kawan dan lawan saling dorong, suara teriakan ditengah letusan
senapan dan tembakan panah, langit bergemuruh, tanah tempat berpijak berguncangguncang, asap hitam membubung, siang bolong pun menjadi gelap seperti malam, tidak bisa
membedakan kawan atau lawan, pelat pelindung leher (pada baju besi) menjadi miring,
pedang ditebas ke sana kemari."
Ketika pertempuran sudah berlangsung lebih dari 2 jam, Ishida Mitsunari membuat isyarat
asap untuk memanggil gugus pasukan yang belum juga turut bertempur. Mistunari mengirim
kurir untuk mengajak pasukan Shimazu untuk ikut bertempur, tapi Shimazu menolak untuk
bertempur. Mori Terumoto juga tidak bisa ikut bertempur akibat dihalangi di jalan oleh
Kikkawa Hiroie. Ieyasu sebelumnya sudah melakukan perundingan rahasia dengan Hiroie
yang dijanjikan untuk memperoleh wilayah kekuasaan klan Mori.
Pembelotan Kobayakawa Hideaki
Kobayakawa Hideaki yang berada di pihak Pasukan Barat sudah diam-diam bersekongkol
dengan Ieyasu, tapi sampai lepas tengah hari masih bersikap ragu-ragu dan pasukan
Hideaki cuma diam saja. Tokugawa Ieyasu menjadi hilang kesabaran dan memerintahkan
pasukannya untuk menembak ke posisi pasukan Hideaki di gunung Matsuo. Kobayakawa
Hideaki yang masih ragu-ragu akhirnya memutuskan untuk turun gunung dan bertempur untuk
pihak Ieyasu. Pasukan Kobayakawa Hideaki menggempur sayap kanan gugusan pasukan Otani Yoshitsugu.
Walaupun sudah bersekongkol dengan Ieyasu, Wakisaka Yasuharu, Ogawa Suketada, Akaza
Naoyasu dan Kutsuki Mototsuna yang masih menunggu situasi jalannya pertempuran,
akhirnya membelot ke kubu Pasukan Timur. Akibat aksi pembelotan demi pembelotan ke kubu
Pasukan Timur, hasil akhir pertempuran Sekigahara yang seharusnya dimenangkan Pasukan
Barat berubah dimenangkan Pasukan Timur.
Pasukan Barat tercerai-berai
Di tengah keadaan Pasukan Barat yang mulai tercerai-berai, pasukan yang dipimpin
Shimazu Yoshihiro berusaha mundur dengan memotong garis depan menerobos pasukan Ieyasu
sambil terus menerus melepaskan tembakan ke arah gugus tempur Ieyasu. Pasukan Fukushima
menjadi ketakutan melihat kenekatan pasukan Shimazu yang mundur memotong garis depan.
Ii Naomasa dan Matsudaira Tadayoshi berusaha mengejar pasukan Shimazu, tapi malah
tertembak dan luka-luka. Kuda yang sedang ditunggangi Honda Tadakatsu tertembak
sehingga Tadakatsu jatuh dan menderita luka-luka.
Pada akhirnya, pasukan Shimazu berhasil mundur walaupun menderita korban tewas seperti
Shimazu Toyohisa dan Ata Moriatsu dan pasukan yang tersisa jumlahnya tinggal sekitar 80
prajurit. Shimazu Yoshihiro bisa lolos berkat penyamaran Ata Moriatsu yang mengenakan
mantel tempur (jinbaori) milik Yoshihiro yang dihadiahkan oleh Toyotomi Hideyoshi.
Moriatsu bertempur mati-matian dengan lawan yang menyangkanya sebagai Shimazu
Yoshihiro, hingga sadar pasti tewas dan melakukan seppuku. Gugus tempur Pasukan Barat
yang lain juga berhasil dihancurkan atau lari tercerai-berai.
Pertempuran di daerah-daerah
Pertempuran Sekigahara tidak hanya terbatas di provinsi Mino, melainkan juga meluas ke
daerah-daerah lain. Sebelum dan sesudah Sekigahara, di berbagai daerah di seluruh
Jepang seperti di Tohoku, Hokuriku, Kinai, Kyushu terjadi bentrokan bersenjata yang
dapat disebut perang proxy antara daimyo pendukung Pasukan Timur dan daimyo pendukung
Pasukan Barat. Daerah Tohoku Ada cerita yang didasarkan bukti kuat bahwa penghancuran klan Uesugi akibat dijelekjelekkan oleh Hori Hideharu yang berada di pihak Pasukan Timur, tapi dokumen yang
ditemukan belakangan ini justru membuktikan bahwa Hideharu berada di pihak Pasukan
Barat. Dalam mengawasi pergerakan pasukan Ishida Mitsunari, Ieyasu mengeluarkan perintah untuk
kepada Yuki Hideyasu sebagai kekuatan utama dalam mengawasi Uesugi Kagekatsu, dibantu
oleh para daimyo yang mempunyai wilayah yang bertetangga dengan wilayah Kagekatsu
seperti Mogami Yoshiaki, Hori Hideharu dan Date Masamune.
Mogami Yoshiaki yang ingin wilayah yang dekat dengan laut melihat kesempatan emas untuk
merebut wilayah kekuasaan Uesugi menyusun rencana penyerangan bekerja sama dengan Date
Masamune. Pengikut setia klan Uesugi seperti Naoe Kanetsugu yang mendengar rencana ini
mengambil keputusan untuk menyerang lebih dulu daripada diserang. Pada tanggal 9
September 1600, kekuatan Naoe Kanetsugu yang datang dari arah Yonezawa berhasil
mendesak masuk ke dalam wilayah Mogami dan beberapa hari kemudian berhasil mengepung
Istana Yamagata yang merupakan tempat kediaman Mogami Yoshiaki.
Setelah kemenangan Tokugawa Ieyasu dalam Sekigahara, Date Masamune yang berada di bawah
Pasukan Timur mendapat tambahan wilayah sebanyak 7 distrik yang bernilai 1.000.000
koku. Ieyasu memang menjanjikan 1.000.000 koku bagi daimyo yang mau berpihak kepadanya
dalam Sekigahara. Istana Shiraishi yang merupakan wilayah kekuasaan Uesugi kemudian
juga diserang dan dikuasai oleh pasukan Date Masamune.
Mogami Yoshiaki yang panik akibat serangan mendadak dari pasukan Uesugi segera meminta
bantuan pasukan kepada Date Masamune. Di kalangan pengikut Date Masamune seperti
Katakura Kagetsuna berpendapat pasukan Uesugi yang sudah kelelahan bertempur dengan
pasukan Mogami dapat ditaklukkan dengan mudah dan wilayah Yamagata dapat dikuasai tanpa
bersusah payah. Date Masamune perlu menolong klan Mogami karena kehancuran klan Mogami akan membuat
Uesugi Kagekatsu menjadi ancaman langsung bagi Masamune. Pada tanggal 17 September 1600
Date Masamune menunjuk panglima tertinggi Rusu Masakage untuk menyerang pasukan Naoe
Kanetsugu. Ada juga pendapat yang mengatakan Date Masamune kuatir dengan nasib ibunya
yang berada di Istana Yamagata disandera oleh Mogami Yoshiaki.
Berkat pasukan tambahan dari Masamune, pasukan pengikut Sakenobe Hidetsuna yang berada
di pihak Mogami bertempur gagah berani melawan pasukan Naoe Kanetsugu. Pertempuran
menjadi berlangsung seimbang. Istana Hasedo yang dipertahankan Shimura Mitsuyasu hanya
dengan sedikit prajurit ternyata tidak bisa juga ditaklukkan oleh Kanetsugu. Setelah
hasil Pertempuran Sekigahara diketahui oleh kubu kedua belah pihak pada tanggal 29
September, pertempuran secara cepat dimenangkan pasukan Mogami Yoshiaki.
Naoe Kanetsugu segera memerintahkan pasukannya untuk mundur dengan Maeda Toshimasu
berada di bagian paling belakang. Mogami Yoshiaki segera memerintahkan pasukannya untuk
mengejar sekaligus memimpin sendiri penyerangan besar-besaran. Pengejaran ini berubah
menjadi pertempuran yang kacau balau, topi baja yang dikenakan Mogami Yoshiaki sempat
tertembak dan harus bersusah payah melarikan diri sementara pasukan Mogami Yoshiyasu
(putra Yoshiaki) terus melakukan pengejaran. Pada tanggal 4 Oktober, pasukan Kanetsugu
berhasil kembali dengan selamat di Istana Yonezawa.
Daerah Hokuriku Maeda Toshinaga yang merasa harus mendukung penyerangan terhadap Uesugi Kanetsugi
berangkat dari Kanazawa pada tanggal 26 Juli 1600. Memasuki bulan Agustus, Yamaguchi
Munenaga yang bertahan di dalam Istana Daishoji berhasil dikepung oleh pasukan Maeda
Mushasi Karya Eiji Yoshikawa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Toshinaga dan jatuh pada tanggal 3 Agustus. Istana Kitanojo yang dijaga Aoki Kazunori
juga sudah berhasil dikepung, tapi akhirnya pasukan Toshinaga terpaksa mundur dengan
tergesa-gesa akibat kabar bohong tentang pasukan Otani Yoshitsugu yang datang menyerang
dari belakang. Kabar bohong ini konon disebarkan sendiri oleh Yoshitsugu.
Di tengah jalan, Maeda Toshinaga membagi pasukannya menjadi dua. Setengah dari
pasukannya dikirim untuk menyerang Niwa Nagashige yang bertahan di dalam Istana
Komatsu. Pada tanggal 9 Agustus 1600, pasukan Nagashige yang sebelumnya sudah tercerai
berai akibat serangan mendadak kembali dihantam oleh pasukan inti Toshinaga sehingga
korban jatuh dalam jumlah besar di pihak Nagashige. Niwa Nagashige akhirnya menawarkan
perdamaian dan menyerahkan Istana Komatsu. Toshinaga yang berhasil pulang ke Kanazawa
segera menyusun kembali pasukannya dengan tergesa-gesa dan baru berhasil berangkat dari
Kanazawa pada tanggal 12 September 1600 sehingga pada akhirnya tidak berhasil sampai di
Sekigahara. Daerah Kinai Istana Otsu Kyogoku Takatsugu yang berada di kubu Pasukan Timur tidak berhasil mempertahankan
Istana Otsu dan diasingkan sebagai pendeta di kuil Onjoji, Gunung Koya.
Istana Tanabe Hosokawa Tadaoki ketika sedang pergi berperang menitipkan Istana Tanabe di provinsi
Tango kepada Hosokawa Yusai yang hanya ditemani 500 prajurit. Pasukan Barat yang
dipimpin panglima tertinggi Onogi Shigekatsu (penguasa Istana Fukuchiyama) mengepung
Istana Tanabe dengan lebih dari 15.000 prajurit dari pasangan bapak dan anak Koide
Yoshimasa-Koide Hidemasa dan Akamatsu Hirohide. Pertempuran berlangsung seimbang tapi
tidak berlangsung habis-habisan karena beberapa orang komandan kubu Pasukan Barat
seperti Tani Morimoto pernah berguru kepada Hosokawa Yusai yang dikenal ahli dalam seni
menulis Kado. Keadaan pertempuran kemudian tidak lagi menguntungkan pihak Pasukan Timur, sehingga
satu-satunya pilihan Hosokawa Yusai adalah gugur secara terhormat daripada ditaklukkan
musuh. Buku berisi ilmu rahasia seni menulis Kado yang disebut Kokindenju sudah
diputuskan untuk diwariskan semuanya kepada murid yang bernama Hachijonomiya
Toshihitoshinno. Kabar ini diteruskan oleh Hachijonomiya kepada Kaisar Goyozei yang
merasa takut akan kehilangan Hosokawa Yusai. Kaisar mengeluarkan perintah kepada pihak
Pasukan Barat agar menghentikan penyerangan ke Istana Tanabe. Pasukan Barat tidak mau
menghentikan penyerangan begitu saja, lagipula Yusai juga menolak untuk menyerahkan
Istana Tanabe. Pada tanggal 12 September 1600, kaisar mengirim tiga orang utusan
pribadi yang bernama Nakanoin Michikatsu, Karasuma Mitsuhiro dan Sanjunishi Sanuki ke
Istana Tanabe. Hosokawa Yusai akhirnya menerima usulan damai dan menyerahkan Istana
Tanabe kepada Onogi Shigekatsu pada tanggal 18 September 1600.
Sehabis mengusir Hosokawa Yusai dari Istana Tanabe, Onogi Shigekatsu mendengar kabar
kekalahan Pasukan Barat di Sekigahara. Shigekatsu segera pulang melarikan diri ke
Istana Fukuchiyama. Tidak lama kemudian Istana Fukuchiyama dikepung oleh pasukan
Hosokawa Tadaoki yang baru saja menang perang dan pasukan Tani Morimoto yang membelot
ke kubu Pasukan Timur. Shigekatsu memohon agar nyawanya diampuni, tapi akhirnya
terpaksa melakukan bunuh diri pada tanggal 18 November 1600.
Kyushu Kuroda Josui, Kato Kiyomasa, Nabeshima Naoshige sedang berada di wilayah kekuasaannya
masing-masing di Kyushu. Kiyomasa dan Noshige pada awalnya mempertahankan sikap netral,
sedangkan Josui berusaha keras membantu Pasukan Timur dengan tanpa ragu-ragu
menyumbangkan semua uang dan perbekalan yang disimpan di Istana Nakatsu. Berkat semua
yang yang dimilikinya, Kuroda Josui dengan cepat berhasil membentuk pasukan yang
terdiri lebih dari 3.500 ronin.
Sementara itu, Otomo Yoshimune dari kubu Pasukan Barat ingin lebih memanaskan
pertentangan antara kubu Timur-Barat. Yoshimune yang menerima dukungan dari Mori
Terumoto berencana untuk merebut kembali provinsi Bungo. Pada tanggal 9 September 1600,
Otomo Yoshimune menjejakkan kaki di provinsi Bungo yang baru pertama kali dilakukannya
sejak diasingkan. Yoshimune yang mengumpulkan bekas pengikutnya menantang pasukan
Kuroda Josui untuk bertempur di Ishigakihara (sekarang kota Beppu).
Pada tanggal 13 September 1600, kedua belah pihak terlibat bentrokan bersenjata. Kubu
pihak Yoshimune akhirnya menyerah kepada kubu Josui akibat terbunuhnya jenderal dari
pihak Yoshimune. Pada tanggal 15 September 1600, Otomo Yoshimune memutuskan untuk
menjadi biksu setelah menyerahkan diri kepada pasukan yang dipimpin Mori Tomonobu yang
bertempur untuk kubu pasukan Josui. Kato Kiyomasa yang ketika mendengar berita
kemenangan pasukan Josui sedang memimpin bala bantuan untuk Josui dari Kumamoto segera
berbalik arah menyerang wilayah kekuasaan Konishi Yukinaga.
Pasukan Josui terus menyerang dan berturut-turut menaklukkan istana yang terdapat di
Kita Kyushu. Kato Kiyomasa bersama Nabeshima Naoshige kemudian mengepung Istana
Yanagawa dan berhasil memaksa Tachibana Muneshige untuk menyerah. Pada waktu itu,
Tachibana Muneshige sedang bertahan di dalam Istana Yanagawa setelah terlambat datang
di pertempuran Sekigahara. Pasukan gabungan yang dipimpin Josui kemudian merencanakan
untuk menyerang provinsi Shimazu. Shimazu Ryuhaku yang ditinggal untuk menjaga wilayah
milik Konishi Yukinaga menjadi panik atas ancaman pasukan gabungan yang dipimpin Josui.
Ryuhaku mengirim pasukannya untuk memperkuat Kyushu dengan menjadi semakin tegang
menanti serangan dari pasukan gabungan Josui. Penyerangan ke Shimazu yang sudah di
depan mata akhirnya dibatalkan setelah ada perintah untuk menghentikan peperangan dari
Tokugawa Ieyasu. Daerah-daerah lain Kanto Satake Yoshinobu menjadi ragu-ragu dalam menentukan pihak yang perlu didukung.
Yoshinobu sendiri merupakan sahabat dari Ishida Mitsunari, tapi ayahnya yang bernama
Satake Yoshishie menyuruhnya untuk mendukung Pasukan Timur. Pengikut Yoshinobu seperti
Tagaya Shigetsune, Yamakawa Asanobu yang memiliki sedikit pasukan, Soma Yoshitane
semuanya mendukung Uesugi Kagekatsu (kubu Pasukan Barat)
Ise Istana pihak Pasukan Barat yang ada di Ise seperti Istana Anotsu tidak luput dari
serangan pasukan Mori Terumoto yang sedang dalam perjalanan menuju Sekigahara. Penguasa
Istana Anotsu yang bernama Tomita Nobutaka menjadi biksu setelah menyerah. Furuta
Shigekatsu yang menguasai Istana Matsusaka berhasil mengulur waktu dengan menawarkan
perjanjian damai sehingga tidak perlu menyerahkan istana.
Penyelesaian pasca Sekigahara
Lokasi Pertempuran Sekigahara Sekarang
Seusai Pertempuran Sekigahara, Ishida Mitsunari tertangkap oleh pasukan Tanaka
Yoshimasa pada tanggal 21 September 1600, sedangkan Konishi Yukinaga tertangkap tanggal
19 September dan Ankokuji Ekei tertangkap tanggal 23 September tahun yang sama. Para
tawanan kemudian diarak berkeliling kota di Osaka dan Sakai sebelum dieksekusi di
tempat bernama Rokujogawara yang terletak di pinggir sungai Kamo, Kyoto.
Ukita Hideie yang setelah Pertempuran Sekigahara melarikan diri ke provinsi Satsuma
berhasil ditangkap oleh Shimazu Tadatsune di akhir tahun 1603. Ujiee kemudian
diserahkan kepada Tokugawa Ieyasu. Tadatsune dan Maeda Toshinaga yang merupakan kakak
dari istri Hideie (Putri Go) meminta pengampunan atas nyawa Hideie dan dikabulkan oleh
Ieyasu. Hukuman mati Ukita Ujiee dikurangi menjadi hukuman buang ke pulau Hachijojima
setelah menjalani hukuman kurungan di gunung Kuno, provinsi Suruga.
Nastuka Masaie melarikan diri ke tempat tinggalnya di Istana Minakuchi provinsi Omi
tapi berhasil dikejar oleh pasukan Ikeda Terumasa yang bertempur untuk kubu Pasukan
Timur. Masaie melakukan bunuh diri pada tanggal 3 Oktober 1600. Otani Yoshitsugu
melakukan bunuh diri sewaktu mempertahankan diri dari serangan Kobayakawa Hideaki yang
membelot ke kubu Pasukan Timur.
Hukuman untuk Shimazu Yoshihiro tidak juga kunjung berhasil diputuskan. Pada bulan
April 1602, Tokugawa Ieyasu memutuskan wilayah kekuasaan Yoshihiro diberikan kepada
kakaknya yang bernama Shimazu Yoshihisa karena menurut Ieyasu, "Tindakan Yoshihiro
bukanlah (tindakan yang) dapat diterima majikan." Hak Yoshihiro sebagai pewaris klan
juga dicabut dan putranya yang bernama Shimazu Tadatsune ditunjuk sebagai penggantinya.
Mori Terumoto dinyatakan bersalah karena sebagai panglima tertinggi mengeluarkan
berbagai petunjuk untuk mempertahankan Istana Osaka. Wilayah kekuasaan Terumoto
dikurangi hingga tinggal menjadi dua provinsi, yakni provinsi Suo dan provinsi Nagato.
Pada mulanya, Tokugawa Ieyasu menjanjikan seluruh wilayah klan Mori untuk Kikkawa
Hiroie, tapi kemudian janji ini diubah secara sepihak oleh Ieyasu. Kikkawa Hiroie hanya
akan diberi dua provinsi milik klan Mori yang tersisa (Suo dan Nagato) sehingga
pemberian Ieyasu ditolak oleh Hiroie dan kedua provinsi ini tetap menjadi milik klan
Mori. Hak atas semua wilayah kekuasaan Tachibana Muneshige dan Maeda Toshinaga dicabut karena
telah menimbulkan kerugian besar pada pasukan Niwa Nagashige. Muneshige dan Nagashige
kemudian dipulihkan haknya sebagai daimyo lain berkat jasa baik Tokugawa Hidetada.
Muneshige juga menerima kembali bekas wilayah kekuasaannya.
Chosokabe Morichika mengaku bersalah sebagai pembunuh kakak kandungnya yang yang
bernama Tsuno Chikatada akibat kesalah pahaman dan laporan bohong yang disampaikan
pengikutnya. Tokugawa Ieyasu marah besar hingga merampas semua wilayah kekuasaan
Chosokabe Morichika. Wilayah kekuasaan senilai 1.200.000 koku milik Uesugi Kagekatsu dari Aizu dikurangi
menjadi hanya tinggal wilayah Yonezawa bekas kepunyaan Naoe Kanetsugu yang hanya
bernilai 300.000 koku. Satake Yoshinobu yang tadinya menguasai provinsi Hitachi yang bernilai 540.000 koku
ditukar dengan provinsi Dewa yang hanya bernilai 180.000 koku.
Kobayakawa Hideaki berkhianat dari kubu Pasukan Barat dan membelot ke kubu Pasukan
Timur ditukar wilayah kekuasaannya dari provinsi Chikuzen yang cuma bernilai 360.000
koku menjadi provinsi Bizen yang bernilai 570.000 koku. Pada tahun 1602, Kobayakawa
Hideaki yang masih berusia 21 tahun meninggal karena sakit gila, tanpa ada anak pewaris
dan garis keturunannya putus begitu saja.
Wakisaka Yasuharu dan Kutsuki Mototsuna yang membelot ke kubu Pasukan Timur atas ajakan
Kobayakawa Hideaki mendapat wilayah kekuasaan. Pembelotan Ogawa Suketada dan Akaza
Naoyasu justru sia-sia karena wilayah kekuasaan dirampas oleh Ieyasu. Tokugawa Ieyasu
tidak menghargai para pembelot dari kubu Pasukan Barat kecuali Hideaki, Yasuharu dan
Mototsuna. Ogawa Suketada memang dikabarkan mempunyai sejarah pembelotan ke sana
kemari, lagipula putra pewarisnya merupakan sahabat dekat Ishida Mitsunari. Selain itu,
Akaza Naoyasu kabarnya takut mendengar bunyi tembakan. Ogawa Suketada tutup usia
setahun sesudah Pertempuran Sekigahara, sedangkan Akaza Naoyasu menjadi pengikut Maeda
Toshinaga sebelum mati tenggelam di provinsi Etchu pada tahun 1606.
Di pasca Pertempuran Sekigahara, Tokugawa Ieyasu menghadiahkan pada daimyo pendukung
kubu Pasukan Timur dengan tambahan wilayah kekuasaan yang luas.
Hosokawa Tadaoki yang tadinya memiliki provinsi Tango (Miyazu) senilai 180.000 koku
ditukar dengan provinsi Buzen (Okura) yang bernilai 400.000 koku.
Tanaka Yoshimasa yang tadinya memiliki provinsi Mikawa (Okazaki) senilai 100.000 koku
ditukar dengan provinsi Chikugo (Yanagawa) yang bernilai 325.000 koku.
Kuroda Nagamasa yang tadinya memiliki provinsi Buzen (Nakatsu) senilai 180.000 koku
ditukar dengan provinsi Chikuzen (Najima) yang bernilai 530.000 koku.
Kato Yoshiakira dipindahkan dari Masaki (provinsi Iyo) yang bernilai 100.000 koku ke
Matsuyama yang terletak di provinsi yang sama tapi bernilai 200.000 koku.
Todo Takatora dipindahkan dari Itajima (provinsi Iyo) yang bernilai 80.000 koku ke
Imabari yang terletak di provinsi yang sama tapi bernilai 200.000 koku.
Terazawa Hirotaka yang menguasai provinsi Hizen ditingkatkan penghasilannya dari 83.000
koku menjadi 123.000 koku.
Yamauchi Kazutoyo yang tadinya memiliki provinsi Totomi (Kakegawa) senilai 70.000 koku
ditukar dengan provinsi Tosa yang bernilai 240.000 koku.
Fukushima Masanori yang memiliki provinsi Owari (Kiyosu) senilai 200.000 koku ditukar
dengan provinsi Aki dan Bingo (Hiroshima) yang bernilai 498.000 koku.
Ikoma Kazumasa yang menguasai provinsi Sanuki (Takamatsu) senilai 65.000 koku
ditingkatkan penghasilannya menjadi 171.000 koku.
Ikeda Terumasa yang menguasai provinsi Mikawa (Yoshida) senilai 152.000 koku
dipindahkan ke provinsi Harima (Himeji) yang bernilai 520.000 koku.
Asano Kichinaga yang menguasai provinsi Kai senilai 220.000 koku dipindahkan ke
provinsi Kii (Wakayama) yang bernilai 376.000 koku.
Kato Kiyomasa yang menguasai provinsi Higo ditingkatkan penghasilannya dari 195.000
koku menjadi 515.000 koku.
Para daimyo yang bukan merupakan pengikut Tokugawa Ieyasu sebagian besar diusir ke
provinsi-provinsi yang terdapat di sebelah barat Jepang.
Date Masamune yang berangkat dari Oshu untuk bergabung dengan kubu Pasukan Timur juga
tidak ketinggalan menerima hadiah dari Ieyasu. Provinsi Mutsu (Iwadeyama) yang dimiliki
Date Masamune ditingkatkan nilainya dari 570.000 koku menjadi 620.000 koku.
Mogami Yoshiaki yang memiliki provinsi Dewa (Yamagata) ditingkatkan penghasilannya dari
240.000 koku menjadi 570.000 koku.
Pasca Sekigahara, Nilai wilayah yang langsung berada di bawah kekuasaan Tokugawa Ieyasu
bertambah drastis dari 2.500.000 koku menjadi 4.000.000 koku.
Wilayah kekuasaan klan Toyotomi yang sewaktu Toyotomi Hideyoshi masih berkuasa bernilai
2.220.000 koku berkurang secara drastis menjadi 650.000 koku. Pelabuhan ekspor-impor di
kota Sakai dan Nagasaki yang membiayai klan Toyotomi dijadikan milik Tokugawa Ieyasu,
sehingga posisi klan Tokugawa berada di atas klan Toyotomi.
Klan Shimazu dari Satsuma yang kalah dan menderita kerugian besar dalam Pertempuran
Sekigahara dan klan Mori dari Choshu yang dirampas wilayah kekuasaannya menyimpan
dendam kesumat terhadap Tokugawa Ieyasu. Klan Mori dan klan Shimazu harus menunggu 250
tahun untuk dapat menumbangkan kekuasaan Keshogunan Edo yang dibangun Tokugawa Ieyasu.
Film dan sinetron Pertempuran Sekigahara masih jarang diangkat sebagai film atau sinetron, karena
pertempuran hanya berlangsung singkat namun melibatkan banyak sekali pihak yang
bertikai. Aoi Tokugawa Sandai (Taiga drama tahun 2000, produksi NHK) bercerita tentang tiga
generasi dinasti Tokugawa yang dibangun setelah Pertempuran Sekigahara.
Shogun Shogun adalah istilah bahasa Jepang yang berarti jenderal. Dalam konteks sejarah
Jepang, bila disebut pejabat shogun maka yang dimaksudkan adalah Sei-i Taishogun yang
berarti Panglima Tertinggi Pasukan Ekspedisi melawan Orang Biadab (istilah "Taishogun"
berarti panglima angkatan bersenjata). Sei-i Taishogun merupakan salah satu jabatan
jenderal yang dibuat di luar sistem Taiho Ritsuryo. Jabatan Sei-i Taishogun dihapus
sejak Restorasi Meiji. Walaupun demikian, dalam bahasa Jepang, istilah shogun yang
berarti jenderal dalam kemiliteran tetap digunakan hingga sekarang.
Sejak zaman Nara hingga zaman Heian, jenderal yang dikirim untuk menaklukkan wilayah
bagian timur Jepang disebut Sei-i Taishogun, disingkat shogun. Jabatan yang lebih
rendah dari Sei-i Taishogun disebut Seiteki Taishogun (panglima penaklukan orang
barbar) dan Seisei Taishogun (panglima penaklukan wilayah barbar). Gelar Sei-i
Taishogun diberikan kepada panglima keshogunan (bakufu) sejak zaman Kamakura hingga
zaman Edo. Shogun adalah juga pejabat Toryo (kepala klan samurai) yang didapatkannya
berdasarkan garis keturunan.
Pejabat shogun diangkat dengan perintah kaisar, dan dalam praktiknya berperan sebagai
kepala pemerintahan/penguasa Jepang. Negara asing mengganggap shogun sebagai "raja
Jepang", namun secara resmi shogun diperintah dari istana kaisar, dan bukan penguasa
yang sesungguhnya. Kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan Kaisar Jepang.
Sejarah Zaman Nara dan Zaman Heian
Kata "Sei-i" dalam Sei-i Taishogun berarti penaklukan suku Emishi yang tinggal di
wilayah timur Jepang. Suku Emishi dinyatakan sebagai orang barbar oleh orang Jepang
zaman dulu. Sei-i Taishogun memimpin pasukan penyerang dari arah pesisir Samudra
Pasifik, dan di bawah komandonya terdapat Seiteki Taishogun yang memimpin pasukan
penyerang dari arah pesisir Laut Jepang. Selain itu dikenal Seisei Taishogun yang
memimpin pasukan penakluk wilayah Kyushu di bagian barat Jepang.
Dalam perkembangannya, istilah "Sei-i" (penaklukan suku Emishi) diganti pada zaman Hoki
menjadi "Sei-to" (penaklukan wilayah Timur). Namun istilah "penaklukan suku Emishi"
(Sei-i) kembali digunakan sejak tahun 793. Istilah "Sei-i Shogun" (jenderal penaklukan
suku Emishi) mulai dipakai dalam dokumen resmi sejak tahun 720 (Yoro tahun 4 bulan 9
hari 29) ketika Tajihi Agatamori diangkat sebagai Sei-i Shogun. Istilah "Sei-to Shogun"
(jenderal penaklukan wilayah timur) mulai dipakai sejak tahun 788 seperti catatan
sejarah yang ditulis Ki no Kosami (730-797) yang ikut serta dalam ekspedisi ke wilayah
timur. Pada tahun 790, Otomo no Otomaro ditugaskan sebagai Sei-to Taishi (Duta Besar
Penaklukan Wilayah Timur). Dua tahun kemudian, nama jabatan tersebut diganti menjadi
Sei-i Shi (Duta Penaklukan Wilayah Timur), atau bisa juga disebut Sei-i Shogun
(Jenderal Penaklukan Wilayah Timur).
Sakanoue no Tamuramaro diangkat sebagai Sei-i Taishogun pada tahun 797 setelah
sebelumnya menjabat Wakil Duta Penaklukan Wilayah Timur sekaligus Wakil Duta Penaklukan
Suku Emishi di bawah komando Otomo no Otomaro. Pemimpin Emishi bernama Aterei yang
bertempur pantang menyerah akhirnya berhasil ditangkap oleh Tamuramaro dan dibawa ke
ibu kota , sedangkan selebihnya berhasil ditaklukkan. Pada praktiknya, Sakanoue no
Tamuramaro adalah Sei-i Taishogun yang pertama atas jasanya menaklukkan suku Emishi.
Selanjutnya dalam rangka peperangan melawan Emishi, Funya no Watamaro diangkat sebagai
Sei-i Shogun (Jenderal Penaklukan Suku Emishi) pada tahun 811. Perang dinyatakan
berakhir pada tahun yang sama, dan wakil shogun bernama Mononobe no Taritsugu naik
pangkat sebagai Chinju Shogun. Istilah "chinjufu" berarti pangkalan militer yang
terletak di Provinsi Mutsu. Setelah itu, jabatan Sei-i Shogun kembali dipulihkan sejak
tahun 814. Zaman Kamakura Minamoto no Yoritomo memulai karier militer sebagai Toryo (kepala klan Minamoto) di
wilayah Kanto. Jabatan kepala klan bukan merupakan jabatan resmi di bawah sistem hukum
Ritsuryo, dan kedudukan Yoritomo tidak jauh berbeda dengan Taira no Masakado atau
Mushasi Karya Eiji Yoshikawa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pemimpin pemberontak lain di daerah.
Pada tahun 1190, Yoritomo diangkat sebagai jenderal pengawal kaisar (Ukone no Taisho)
yang merupakan posisi resmi dalam pemerintahan. Jabatan sebagai jenderal pengawal
kaisar mengharuskannya tinggal di ibu kota Kyoto. Jabatan ini tidak sesuai bagi
Yoritomo yang berambisi menguasai secara total wilayah Kanto. Yoritomo mengundurkan
diri dari jabatan jenderal pengawal kaisar, namun tetap mempertahankan hak istimewa
sebagai mantan jenderal tertinggi (Sakino-u Taisho).
Setelah mantan Kaisar Go-Shirakawa mangkat, Minamoto Yoritomo diangkat sebagai Seii
Taishogun pada tanggal 21 Agustus 1192. Pemerintahan militer yang didirikan Yoritomo di
Kamakura dikenal sebagai Keshogunan Kamakura.
Pedang Golok Yang Menggetarkan 7 Emptiness Of The Soul Karya Andros Luvena Telur Mata Setan 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama