Samurai Karya Takashi Matsuoka Bagian 10
bertindak berdasarkan emosi."
"Manusia," sahut Shizuka. "Apakah cuma imajinasiku, atau Anda memang memberi-kan penekanan pada kata itu?"
"Ya, aku menekankannya. Aku tidak tahu kau ini apa sebetulnya, tetapi jelas kau bukan manusia."
Lady Shizuka mengangkat lengan kimononya untuk menutupi mulutnya dan
tertawa, matanya berbinar dengan keriangan yang nyaris kekanak-kanakan.
"Betapa serupanya kita, Tuanku, dan betapa tidak serupanya. Pada akhir
kebersamaan kita, Anda telah mencapai sebuah kesimpulan yang sama dengan yang
kudapatkan di awal, ketika Anda pertama kali muncul di hadapanku."
Beberapa saat berlalu sebelum Kiyori akhirnya cukup pulih untuk berkata-kata.
"Ketika aku muncul, di hadapanmu?"
Lady Shizuka bangkit, lapisan kimono sutranya berdesik pelan, bagaikan suara
BUKU II 21 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
Jembatan Musim Gugur dedaunan wisteria yang disentuh lembut oleh angin sepoi-sepoi, dan dia pergi ke jendela sebelah timur.
"Maukah Anda menyenangkan hatiku, Tuanku?"
Kiyori, terlalu terguncang untuk menolak, bangkit berdiri di sampingnya. Shizuka menunjuk hamparan pemaridangan di luar.
"Apa yang Anda lihat?"
"Malam," sahut Kiyori.
"Dan apa ciri-ciri malam yang menonjol?"
Kiyori berusaha keras untuk berkonsentrasi. Mengatur pernapasannya,
melambatkan degup kencang jantungnya, mengabaikan badai pemikiran yang
menekan mata dan pelipisnya, dia berkonsentrasi tentang malam. Di laut, angin
bertiup kencang, menaikkan ombak putih setinggi manusia dan mengempaskannya ke pantai berbatu di bawah. Angin yang sama telah menyapu langit hingga bersih, dan bintang-bintang berkelip tanpa tabir awan atau kabut. Di daratan, desir angin di pepohonan menenggelamkan nyanyian burung malam.
Dia berkata, "Angin kencang, langit jernih, lautan bergolak."
Shizuka berkata, "Memang sudah malam, tetapi tak ada angin sama sekali. Kabut mengalir melintasi lembah-lembah, hanyut ke timur melalui api unggun perkemahan, dan menuju lautan. Di pagi hari, kabut tebal akan kembali ke daratan. Pada jam anjing, ketika kabut terangkat, aku akan mati." Dia tersenyum. "Tentu saja, itu tak ada artinya bagi Anda karena Anda percaya aku sudah mati, dan sudah lima ratus tahun lalu."
"Aku tidak melihat api unggun perkemahan," kata Kiyori.
"Aku tahu Anda tidak melihatnya," kata Shizuka, "karena sebagaimana aku tidak benar-benar ada di sana, Anda tidak benar-benar ada di sini." Dia bergerak tiba-tiba dengan kecepatan tak terduga, dan sebelum Kiyori sempat menghindar, Shizuka
menyentuhnya sekilas. Dia merasakan, bukan kehangatan tangan seseorang, alihalih" "Gelenyar rasa dingin," kata Shizuka, melengkapi pikirannya, "bukan di kulit BUKU II
22 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
Jembatan Musim Gugur tetapi jauh di dalam tulang, bukan rasa dingin yang disebabkan oleh angin utara, tetapi lebih menusuk, seperti sebuah pertanda akan datangnya bencana."
"Ya," sahut Kiyori. "Dan bagimu?"
"Sama," katanya. "Dengar. Apa yang Anda dengar?"
"Angin, naik." "Aku mendengar seruling," katanya. "Lady Ayame, memainkan The Unseen Moon." .
"Aku tahu lagu itu," kata Kiyori. "Ketika Genji masih kecil, dia sering memainkannya."
"Seperti apa bunyinya?"
Kiyori kembali merasakan dingin yang menggigit itu.
Dia berkata, "Angin, naik."
"Ya," sahut Shizuka. "Angin, naik."
Shigeru berlutut di depan altar kuil dalam keremangan cahaya sebatang lilin. Tinggal satu kemungkinan tindakan yang masih terbuka untuknya. Kalau saja di tidak begitu terperangkap dalam pergulatan ambisi pribadinya selama bertahun-tahun ini, dia mungkin bisa melihat selama bertahun-tahun ini, dia mungkin bisa melihat ada
sesuatu yang salah dengan ayahnya. Barangkali, dia tidak akan begitu cepat
mengabaikan gunjingan yang telah didengarnya. Sekarang, semuanya sudah terlambat.
Dia menyalakan dupa pertama dari seratus delapan batang yang akan dibakarnya
selama sembahyang kali ini. Seratus delapan adalah jumlah penderitaan manusia, seratus delapan adalah kurun waktu yang akan dihabiskannya di dalam seratus delapan jenis neraka untuk kejahatan yang akan mulai dilakukannya malam ini. Saat ini, ayahnya pasti sudah tewas, teracuni empedu ikan buntal yang dia masukkan ke dalam makanannya. Setelah upacara pengakuan dosa ini selesai, dia akan menemui istri dan anak-anaknya. Kemudian, hanya keponakannya, Genji, yang akan tersisa. Segera
peluang akan datang dan Genji akan mati pula. Kutukan melihat masa depan akan
berakhir. Bahwa garis darah Okumichi akan berakhir juga merupakan konsekuensi
BUKU II 23 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
Jembatan Musim Gugur yang tak terelakkan. Dengan membungkuk takzim, Shigeru meletakkan dupa di altar penghormatan
untuk arwah ayahnya. "Maafkan aku, Ayah. Kumohon, maafkan aku."
Dia mengambil dupa kedua dan mengulangi langkah-langkah persembahan.
"Maafkan aku, Ayah. Kumohon, maafkan aku."
Kutukan akan berakhir. Pasti berakhir.
"Maafkan aku, Ayah. Kumohon, maafkan aku."
Masa depan seharusnya tidak diketahui. Jika diketahui, ia akan berbalik dan
melahap si pengintip. "Maafkan aku, Ayah. Kumohon, maafkan aku."
Dia berharap, Lord Kiyori tidak menderita. Sebelum merenggut nyawa, empedu
ikan buntal menimbulkan halusinasi yang sangat nyata. Barangkali, dia
membayangkan dirinya dalam pelukan kekasih hantunya untuk terakhir kalinya.
Shigeru menyalakan dupa kelima. Asap mulai memenuhi kuil kecil itu.
Di luar, di langit di atas sana, gumpalan-gumpalan awan tertiup ke pantai oleh angin yang naik. Bulan, yang satu jam lalu purnama dan cemerlang, sekarang
bersembunyi dan tidak terlihat.
1860, Istana Bangau yang Tenang di Edo
Okumichi no kami Genji, ahli waris kekuasaan Wilayah Akaoka yang
berikutnya, duduk bersandar di lantai dalam gaya santainya yang biasa, bertopang pada satu siku, cangkir sake di tangannya, senyum di bibirnya. Sebagian besar dari selusin geisha yang menemaninya sedang menari dan bernyanyi serta memetik dawai koto dan shamisen dengan irama yang riang. Satu geisha duduk di sampingnya, siap menuangkan sake ketika cangkimya perlu diisi lagi. Geisha itu berkata, "Mengapa Anda berhenti bernyanyi, Tuan" Anda pasti sudah tahu liriknya. The Abbot and the Courtesan adalah salah satu lagu paling populer tahun ini."
Genji tertawa dan mengangkat cangkir ke arahnya. "Dalam kontes antara
BUKU II 24 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
Jembatan Musim Gugur menyanyi dan minum, aku khawatir menyanyi selalu kalah." Dia menurunkan
cangkirnya setelah menghirupnya sedikit. Gayanya memang seperti pria mabuk, tetapi matanya, yang jernih dan berbinar, tidak.
Rambut Genji, yang ditata rumit dan formal untuk menyesuaikan kedudukannya
sebagai bangsawan tinggi, agak acak-acakan, dengan sejumput rambut ikal terjulur lepas di dahinya. Itu bukan hanya memperjelas keadaannya yang setengah mabuk,
mrlainkan juga menunjukkan kelemahan, suatu sifat yang juga ditunjukkan dengan kimono yang dikenakannya. Kimononya berwarna terlalu mencolok dan dibordir
terlalu rumit untuk seorang samurai serius berusia 24 tahun, terutama untuk
seseorang yang ditakdirkan menjadi Bangsawan Agung kelak. Di seluruh Jepang,
hanya ada 260 orang bangsawan agung, dan mereka menjadi penguasa mutlak di
wilayah masing-masing. Dalam kasus Genji, ketidakpantasan pakaiannya semakin
ditegaskan oleh wajahnya, yang sudah berada di ambang kecantikan. Bahkan, kulitnya yang halus, bulu matanya yang panjang, dan bibirnya yang penuh dapat mengalahkan penampilan semua geisha yang hadir. Kecuali satu. Dialah yang mendapatkan
perhatian penuh Genji saat ini meskipun dia menyembunyikan minatnya dengan
cukup baik. Mayonaka no Heiko"Keseimbangan Tengah Malam"duduk di seberang
ruangan, bermain shamisen. Dia adalah geisha yang paling dipuji tahun ini. Genji telah mendengar berulang-ulang kabar tentang kesempurnaannya dalam minggu-minggu terakhir ini. Dia tidak terlalu memercayainya. Kabar semacam itu selalu menyebar dari tahun ke tahun. Kecantikan tak tertandingi tahun lalu akan memudar dikalahkan kecantikan baru tahun ini, sebagaimana kecantikan tahun ini akan
memberi takhtanya kepada yang lain tahun depan. Akhirnya, Genji mengundangnya
ke istana, bukan karena berminat, melainkan untuk menjaga reputasinya sebagai
samurai paling dangkal dan tak serius di seluruh Ibu Kota Shogun, Edo.Kini, dia ada di sini, dan di luar dugaan Genji, dia melebihi bahkan gambaran paling liar yang pernah didengarnya.
Seluruh kecantikan sejati selalu tiada banding, sesuatu yang hanya bersifat badani.
BUKU II 25 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
Jembatan Musim Gugur Namun, setiap gerak Heiko begitu sempuma sehingga Genji tidak yakin benar apakah dia sungguh-sungguh melihat atau hanya berkhayal. Caranya membuka dan menutup
jemari tangannya yang halus, caranya memiringkan kepala sedikit ke kanan atau ke kiri, caranya membuka bibir secelah kecil ketika dia terkesiap sopan atas komentar seseorang yang dianggap cerdas, caranya dia memulai senyum, bukan dari mulutnya, melainkan dari matanya, sebagaimana ekspresi tulus tercipta.
Ini bukan untuk menyatakan bahwa bagaimapun dia mempunyai kekurangan.
Matanya tepat berbentuk buah badam lonjong, kulitnya sesempurna salju malam yang jatuh di bawah cahaya bulan purnama pada musim dingin, lekuk-lekuk tubuhnya yang halus di balik kimono merupakan penyempurna ideal untuk kain sutranya yang jatuh, tulang pergelangan tangannya yang kecil menunjukkan kerapuhan tubuh yang
menggoda. Genji be lum pernah melihat seorang wanita secantik itu. Dia bahkan belum
pernah membayangkannya. Geisha di sisinya menghela napas.
"Oh, Heiko itu. Kehadirannya selalu menyulitkan kami untuk menarik minat
siapa pun. Betapa kejamnya hidup ini."
"Siapa yang kaubicarakan?" tanya Genji. "Bagaimana bisa aku melirik orang lain ketika engkau begitu dekat?" Kegagahannya akan lebih efektif jika saja dia menyebutkan nama geisha itu. Tetapi sesungguhnya, Genji tidak lagi dapat
mengingatnya. "Ah, Lord Genji, Anda sangat baik. Tetapi, aku tahu ketika aku dikalahkan." Dia tersenyum, membungkuk, dan berjalan melintasi ruangan ke sisi Heiko. Keduanya
bercakap-cakap sejenak. Heiko menyerahkan shamisennya kepada geisha lain dan
beranjak untuk duduk di samping Genji. Ketika dia berjalan melintasi ruangan, semua mata pria yang hadir mengikutinya. Bahkan Saiki, penasihat Genji, dan Kudo,
komandan pasukan pengawal pribadi Genji, tidak dapat menahan diri. Jika ada
pengkhianat di antara para samurainya, sebagaimana yang dicurigai kakeknya, saat ini adalah waktu yang tepat untuk membunuh Genji. Kecuali, tentu saja, para
BUKU II 26 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
Jembatan Musim Gugur pengkhianat sekalipun, jika ada, juga sedang memperhatikan Heiko. Demikianlah
kekuatan kecantikan. Ia mengalahkan disiplin dan pengkhianatan sekalipun.
"Aku tidak bermaksud mengganggu pertunjukanmu," kata Genji.
Heiko membungkuk dan duduk di sampingnya. Gemeresik halus sutra
kimononya mengingatkan Genji akan bunyi ombak menyayup dari pantai di kejauhan.
"Anda tidak mengganggu, Tuanku," sahut Heiko.
Untuk pertama kalinya, Genji mendengarnya berbicara. Dia mengerahkan seluruh
disiplin dirinya agar tidak tercengang takjub. Suaranya bagaikan denting lonceng, bukan dalam artian serupa, melainkan karena gemanya terdengar tanpa akhir
meskipun suaranya sudah menghilang. Setelah dia begitu dekat, Genji melihat bercak samar di wajahnya. Dia dapat dengan mudah menutupi bercak-bercak itu dengan
make up, tetapi itu tidak dilakukannya. Sedikit cacat itu mengingatkan akan ketidaksempurnaan yang penting dalam hidup itu sendiri, dan betapa hidup itu
singkat dan tidak terduga, Apakah dia benar-benar begitu menarik, ataukah Genji telah mabuk lebih dari yang pura-pura ditunjukkannya"
Aku telah mengganggumu," kata Genji. "Kau tidak lagi bermain shamisen."
"Itu benar," sahut Heiko, "tetapi, aku masih menampilkan pertunjukan."
"Benarkah" Mana alat musikmu?"
Heiko mengembangkan kedua lengannya yang kosong seolah-olah sedang
memamerkan sesuatu. Senyumnya sangat samar dan masih bersisa di bibirnya. Dia
menatap Genji tepat di matanya dan tidak mengalihkan pandangan sampai Genji berkedip, terkejut oleh kata-kata dan juga tatapannya.
"Dan apa jenis pertunjukanmu?"
"Aku berpura-pura menjadi geisha yang sedang berpura-pura tertarik kepada tamunya lebih dari yang dia rasakan sebenarnya," kata Heiko. Senyumnya sedikit lebih jelas sekarang.
"Hm, kau jujur sekali. Tak ada geisha yang kukenal pernah membuat pengakuan seperti itu. Bukankah mengakui ketidaktulusan itu melanggar kode etik profesimu?"
"Hanya dengan melanggar aturan, aku akan mencapai tujuanku, Lord Genji."
BUKU II 27 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
Jembatan Musim Gugur "Dan apakah tujuanmu?"
Di atas lengan kimono yang diangkat Heiko untuk menutupi senyum di bibirnya,
matanya tersenyum cerah kepada Genji.
Katanya, "Jika aku mengatakannya kepada Anda, Tuanku, tak ada lagi yang dapat Anda temukan kecuali tubuhku, dan berapa lama itu akan mempertahankan minat
Anda, betapapun menggoda dan ahlinya?"
Genji tertawa. "Aku sudah mendengar tentang kecantikanmu. Tak seorang pun memperingatkan aku tentang kecerdasanmu."
"Kecantikan tanpa kecerdasan pada wanita bagaikan kekuatan tanpa keberanian pada pria."
"Atau kemuliaan tanpa disiplin pejuang pada ku1 H ng samurai," ujar Genji, dengan seringai mengejek diri sendiri.
"Betapa lucunya kalau saja semuanya seperti itu," kata Heiko. "Aku akan berpurapura menjadi bangsawan yang berpura-pura tertarik kepada tamunya lebih dari
kenyataannya, dan Anda akan berpura-pura menjadi bangsawan samurai tanpa disiplin pejuang."
"Jika kau hanya berpura-pura untuk berpuraini,t, hukankah itu berarti kau benarbenar tertarik kepada tamumu?"
"Tentu saja, Tuanku. Bagaimana mungkin aku tidak tertarik kepada Anda" Aku telah banyak mendengar tentang Anda. Dan Anda begitu berbeda dari bangsawan-bangsawan lain."
"Tidak begitu berbeda dari semua bangsawan lain." kata Genji. "Banyak yang sudah kehilangan kekuatan dan harta mereka untuk wanita, puisi, dan sake."
"Ah, tetapi tak seorang pun kecuali Anda yang tunya berpura-pura begitu." kata Heiko.
Genji tertawa lagi meskipun dia tidak merasa ingin tertawa. Dia meneguk lebih
banyak sake untuk mengulur waktu agar dapat memikirkan apa yang dikatakan Heiko.
Apakah dia benar-benar dapat mengetahui kebohongannya" Ataukah ini hanya
permainan kata-kata geisha"
BUKU II 28 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
Jembatan Musim Gugur "Baiklah, aku bisa berpura-pura untuk berpurapura, yang berarti aku benar-benar seperti apa yang pura-pura kutunjukkan."
"Atau kita dapat membuang semua kepura-puraan," kata Heiko, "dan menjadi diri kita sebenarnya di hadapan satu sama lain."
"Mustahil," kata Genji, dan meneguk sake lagi. "Aku seorang bangsawan. Kau seorang geisha. Kepura-puraan adalah esensi dari keberadaan kita. Kita tidak dapat menjadi diri kita apa adanya sekalipun kita benar-benar hanya berdua sepenuhnya."
"Barangkali, sebagai permulaan," kata Heiko, mengisi kembali cangkir Genji, "kita dapat berpurapura menjadi diri kita yang sebenarnya. Tetapi, hanya ketika kita sedang berdua." Dia mengangkat cangkirnya sendiri. "Maukah Anda bersumpah bersamaku?"
"Tentu saja," kata Genji. "Akan sangat menghibur, jika itu bertahan."
Kakeknya sudah memperingatkannya bahwa bahaya besar akan segera datang dari
para pengkhianat. Kiyori tidak memperingatkannya tentang geisha geisha yang terlalu pintar.
Bagaimana dia akan menafsirkan hal ini" Genji akan memastikan Heiko dan
kakeknya bertemu segera ketika Kiyori kembali ke Edo setelah Tahun Baru. Pada
masa-masa yang tidak pasti ini, satu hal yang dapat diandalkan sepenuhnya adalah penilaian Kiyori. Karena Kiyori dianugerahi kekuatan melihat masa depan secara akurat, dia tak pernah tertipu.
"Apa yang sedang Anda pikirkan dengan begitu serius, Tuanku?" tanya Heiko.
"Kakekku," sahut Genji.
"Pembohong," kata Heiko.
Genji tertawa. Ketika kebenaran tidak dapat dipercaya dan dusta justru
mengungkapkan lebih banyak alih-alih menyembunyikan, keistimewaan apa yang akan dimiliki sebuah hubungan cinta" Sesuatu yang tentu akan sangat mengasyikkan.
Kepala rumah tangganya, Lord Saiki, mendekati Genji.
"Tuan, malam sudah larut. Sudah waktunya membawa para geisha pulang."
"Ah, itu sangat tidak sopan," kata Genji. "Biarkan mereka menginap malam ini.
Kita punya banyak kamar. Sayap selatan bisa digunakan." Kamar-kamar di sana yang BUKU II
29 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
Jembatan Musim Gugur dijadikan hunian para pengawal, baru-baru ini ditinggalkan dua puluh samurai
terbaiknya. Mereka bersama komandan pasukan berkuda, saat ini sedang ditempatkan di Kuil Mushindo, berpura-pura menjadi rahib.
"Tuanku," kata Saiki, menunjukkan seringai paling kejam. "Itu sangat tidak bijaksana. Keamanan kita terancam. Dengan separuh pengawal istana tidak ada,
pertahanan kita benar-benar lemah. Kita tidak akan bisa mengawasi begitu banyak orang."
"Apa yang harus diawasi?" Genji menampik keberatan Saiki selanjutnya sebelum dia sempat menyatakannya. "Apakah kita sudah sedemikian lemah sampai-sampai kita harus takut pada selusin wanita setengah mabuk?"
Heiko berkata, "Aku tidak setengah mabuk, Tuanku. Aku sepenuhnya mabuk."
Dia berbalik menghadap Saiki. "Aku bertanya-tanya, Lord Saiki, apakah itu membuatku dua kali lipat berbahaya, atau sepenuhnya jinak?"
Seandainya orang lain yang menyelanya seperti itu, kemarahan Saiki pasti akan
bangkit. Meskipun demikian, dia tidak tersenyum, dia benar-benar mengikuti
permainan Heiko. "Berbahaya dua kali lipat, Lady Heiko, berbahaya dua kali lipat. Tak diragukan lagi. Dan ketika Anda sedang tidur, Anda bahkan lebih berbahaya dari itu. Karena itulah saya mendesak Lord Genji untuk memulangkan Anda dan teman-teman Anda."
Percakapan itu menggelikan Genji. Bahkan, seorang samurai seserius Saiki tidak kebal terhadap Heiko.
Genji berkata, "Dalam masalah politik dan di medan perang, aku selalu mengikuti nasihat Lord Saiki. Tetapi, dalam urusan geisha dan pengaturan tempat tidur, dengan rendah hati aku harus menyatakan bahwa akulah ahlinya. Siapkan sayap selatan untuk para tamu kita."
Saiki tidak melanjutkan protesnya. Sebagai seorang samurai tradisional, sekali tuannya membuat keputusan, kepatuhan adalah satu-satunya jalan.
Dia membungkuk dan berkata, "Akan segera dilakukan, Tuanku."
Selama pembicaraan Genji dan Saiki yang singkat itu, Heiko telah mengosongkan
BUKU II 30 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
Jembatan Musim Gugur dua cangkir sake lagi. Dia sudah minum banyak semalaman. Kalau saja Genji juga mengikuti keinginannya seperti itu, sudah sejak tadi dia akan tak sadarkan diri.
Heiko tidak dapat lagi duduk bersimpuh dengan tegak dalam posisi klasik seorang bawahan yang sedang melayani. Hal itu, dan kedipan matanya yang agak mengantuk, membuatnya tampak seolah-olah bisa terguling kapan saja. Genji sudah siap untuk menangkapnya jika itu terjadi, tetapi dia ragu Heiko akan membiarkan dirinya
terguling. Itu tindakan yang terlalu klise. Beberapa menit Genji mengenalnya sudah cukup untuk membuatnya yakin bahwa Heiko tidak akan pernah melakukan hal-hal
opyang sudah diduga. Bahkan, efek yang tampak dari kondisinya juga tidak biasa.
Kebanyakan wanita, termasuk geisha paling terlatih di kalangan atas, cenderung menjadi kurang menarik dalam keadaan teerlalu mabuk. Penampilan dan perilaku
yang tidak teratur cenderung terlalu banyak mengungkapkan kenyataan manusia di balik kecantikan ala negeri dongeng.
Namun, sake memberikan pengaruh sebaliknya terhadap Heiko. Meskipun dia
sedikit berayun dari kiri ke kanan, dari depan ke belakang, tak selembar pun
rambutnya lepas dari tataannya, dan riasannya, yang tidak setebal riasan tradisional, bertahan tanpa cacat. Kimono sutra masih membalut tubuhnya dengan sempurna
seperti ketika dia baru datang. Kini pengikat pinggang dan pitanya yang rumit dan resmi tetap anggun seperti semula. Sementara, banyak geisha temannya kehilangan perilaku resmi ketika mereka semakin mabuk, Heiko justru semakin rapi dan serius.
Bagian leher kimononya menutup semakin rapat, sementara bagian bawahnya
membungkus rapi pahanya hingga ke bawah betis, dan dia tetap duduk bersimpuh
dengan resmi. Apa yang perlu dilakukan seorang pria untuk menembus penjagaan
disiplin seperti itu" Alkohol dalam jumlah banyak sering membuat wajah wanita
tampak bengkak. Namun pada Heiko, pengaruhnya hanya membuat kelopak mata
dan daun telinganya merona merah cerah, menegaskan kepucatan wajah khas kamar
dalam yang menggoda. Tak urung itu membuat Genji ingin tahu bagian mana lagi
Samurai Karya Takashi Matsuoka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pada dirinya yang mungkin merona.
Genji tidak mengajak Heiko melewatkan malam itu bersamanya. Dia merasa
BUKU II 31 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
Jembatan Musim Gugur yakin Heiko akan menolak. Dalam kondisi seperti itu, Heiko terlalu anggun untuk menyerah kepada laki-laki mana pun, bahkan calon Bangsawan Agung. Barangkali,
alas an yang lebih relevan bagi Genji adalah, meminta itu kepada seorang wanita yang sedang mabuk akan terlal merendahkan dirinya. Untuk mencapai kedalaman
hubungan yang mulai terbina di antara mereka membutuhkan kesabaran dan
kehalusan. Selama dua belas tahun, dia berpura-pura menjadi lelaki hidung belang, baru kali ini dia benar-benar tertarik pada karakter seorang wanita. Peluang untuk penjajakan yang tulus tidak boleh dihancurkann dengan ketergesa-gesaan. Apakah dia akan begitu berminat seandainya wanita itu tidak begitu cantik" Genji mengenal dirinya terlalu baik untuk membayangkan itu. Dia mungkin mempunyai kesabaran
seorang bodhisatwa, tetapi masih jauh untuk menjadi orang seperti itu.
"Tuanku?" Pelayan yang sedang menyiapkan tempat tidurya, berhenti bekerja dan
memandangnya. Dia telah tertawa keras karena memikirkan kebutuhan-kebutuhannya. "Tidak apa-apa," sahutnya.
Pelayan itu membungkuk dan melanjutkan pekerjaannya. Dua pelayan lain terus
membantunya melepaskan pakaian. Ketika pekerjaan itu selesai, ketiga gadis muda itu berlutut di ambang pintu dan menghormat. Mereka masih berada di dalam kamar,
menunggu perintah selanjutnya. Seperti semua wanita dari kamar dalam, mereka
berwajah sangat cantik. Genji terpisahkan dari pria lain dengan menjadi bangsawan tinggi dengan kekuasaan besar. Namun, dia tetap seorang pria. Selain mengerjakan pekerjaan biasa, mereka bertugas memberikan perhatian lebih intim jika Genji
menghendaki. Malam ini, dia tidak menginginkannya. Pikirannya sudah terpaku
kepada Heiko. "Terima kasih," kata Genji.
. "Selamat malam, Lord Genji," pelayan senior berkata. Ketiga wanita itu kemudian merangkak mundur, keluar dari kamar. Pintu digeser menutup dengan pelan.
Genji menyeberangi kamarnya dan membuka pintu yang menghadap taman di
BUKU II 32 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
Jembatan Musim Gugur dalam istana. Fajar akan menyingsing kurang dari satu jam lagi. Dia senang
menyaksikan matahari pagi menyemburatkan sinar pertamanya pada pepohonan yang
terpangkas rapi, menghasilkan bayangan rumit di dalam kolam batu berpola galur-galur, dan mengilhami burung-burung untuk berkicau. Genji duduk berlutut dalam posisi seiza, meletakkan tangannya dalam sikap meditasi Zen, dan menyipitkan
matanya sampai nyaris terpejam. Dia akan melepaskan semua pikiran dan
kekhawatirannya sedapat mungkin. Matahari akan membangunkannya dari meditasi
ketika sinarnya cukup tinggi untuk meneranginya.
Jika ada orang yang dapat mengamatinya sekarang, mereka akan melihat sosok
yang jauh berbeda dengan pengangguran mabuk beberapa menit sebelumnya.
Posturnya tegak, kekar, dan kukuh. Bahwa dia seorang samurai sama sekali tak
diragukan. Dia seakan-akan sedang bersiap untuk perang, atau untuk ritual bunuh diri.
Seperti itulah kelihatannya.
Namun, di dalam sangat berbeda. Sebagaimana biasanya di awal meditasi, Genji
mendapati dirinya larut dalam khayalan dan lamunan, alih-alih menghentikannya.
Pikiran pertamanya adalah tentang Heiko, kemudian kenyataan bahwa wanita itu
tidak bisa diperolehnya sekarang, dan dengan cepat beralih kepada tiga pelayan yang baru saja pergi. Ume, yang paling montok dan periang di antara mereka, mampu
menghiburnya dalam kesempatan-kesempatan sebelumnya. Barangkali, dia terlalu
terburu-buru menyuruhnya pergi.
Pemikiran itu mengingatkannya pada diskusi yang dilakukannya belum lama ini
dengan seorang misionaris Kristen. Sang misionaris itu dengan sangat serius
menekankan pentingnya "kesetiaan". Dia menyatakan bahwa setelah menikah, seorang laki Kristen tidak boleh tidur dengan wanita selain istrinya. Genji benar-benar terkejut. Bukan karena percaya kepada misionaris itu karena apa yang dikatakannya itu mustahil. Perilaku seperti itu begitu tidak alami sehingga orang asing sekalipun, betapapun anehnya mereka, tidak mungkin patuh menjalaninya. Yang membuatnya
terkejut adalah bahwa pria itu menyatakannya dengan begitu serius. Semua pria
berdusta, tentu saja, tetapi hanya orang-orang tolol yang menyatakan dusta yang tak BUKU II
33 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
Jembatan Musim Gugur seorang pun akan memercayainya. Apa yang menjadi motif sang misionaris itu, Genji bertanya-tanya.
Menebak motif sama sekali tidak menyulitkan kakeknya. Berpandangan jauh ke
depan sejak usia lima belas tahun, dan dianugerahi pertanda akurat yang luar biasa selama bertahun-tahun, Kiyori adalah seseorang yang tahu, dan tidak bertanya-tanya.
Genji telah diberi tahu Kiyori bahwa dirinya akan mendapatkan tiga pertanda. Hanya itu sepanjang hidupnya. Dia juga diyakinkan bahwa tiga pertanda itu cukup untuknya.
Bagaimana tiga pertanda dapat mencerahkan seluruh hidupnya, Genji tak dapat
membayangkannya. Namun, kakeknya tidak pernah salah, jadi dia harus percaya
sekalipun tidak bisa menghindar dari perasaan cemas. Usianya sudah 24 tahun, tetapi dia belum pernah melihat sekilas pun bayangan masa depan.
Ah, dia masih berpikir, alih-alih mengosongkan benaknya. Untunglah dia segera
sadar sebelum pikirannya melayang terlalu jauh. Dia menarik napas dalam-dalam, mengembuskan seluruhnya, dan mulai mengosongkan pikiran.
Satu jam atau satu menit berlalu. Waktu mempunya dimensi yang berbeda dalam
meditasi. Genji merasakan kehangatan sinar matahari pada wajahnya. Dia membuka matanya. Dan alih-alih melihat taman"
"Genji mendapati dirinya berada di antara kerumunan besar manusia yang menjerit-jerit, semuanya mengenakan pakaian dengan selera buruk khas orang asing. Rambut mereka tidak diikat di puncak kepala, tetapi dalam keadaan acak-acakan seperti orang gila dan tawanan. Secara refleks, Genji segera mencari senjata untuk membela diri dari apa yang mungkin mengancamnya, tetapi tak ada senjata yang bisa ditemukannya. Tak seorang pun bersenjata. Itu tentunya berarti tak ada samurai yang hadir. Dia mencoba menemukan pedangnya sendiri. Akan tetapi, dia tidak mampu menggerakkan
kepalanya, matanya, tangannya, kakinya, ataupun bagian-bagian lain tubuhnya, sesuai dengan keinginannya. Tiba-tiba kakinya berjalan di luar kehendaknya menyusuri gang yang panjang, dia tak lebih dari seorang penumpang di dalam tubuhnya sendiri.
Setidaknya, dia mengira, dia berada di dalam tubuhnya sendiri karena dia tidak dapat BUKU II
34 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
Jembatan Musim Gugur melihat huhnya kecuali sekilas tangannya selagi dia berjalan arah podium.
Di sana, seorang pria tua berambut putih mengetuk meja dengan palu kayu kecil.
"Tenang! Tenang! Pengadilan akan segera dimulai!"
Suaranya hilang dalam ingar-bingar perang katakata yang berasal dari kedua sisi gang.
"Terkutuklah kau di neraka!"
"Banzai! Anda telah menyelamatkan bangsa ini!"
"Tunjukkan kehormatanmu dan bunuh dirimu sendiri!"
"Semoga semua dewa dan Buddha memberkati dan melindungimu!"
Suara-suara itu mengatakan kepadanya bahwa dia dibenci dan disanjung dengan
antusiasme yang nyaris setara. Sorakan datang dari sebelah kirinya, kutukan dari kanannya. Dia mengangkat tangannya untuk menyambut sorakan mereka. Ketika itu
dilakukannya, Genji sang penumpang dapat melihat bahwa tangannya memang
miliknya meskipun tampaknya lebih banyak menunjukkan tanda-tanda berlalunya
waktu. Sesaat kemudian, sebuah teriakan terdengar dari sebelah kanan.
"Hidup Kaisar!"
Seorang pemuda menerjang dari sana. Dia mengenakan seragam biru tua tanpa
emblem atau tanda-tanda pangkat. Rambutnya cepak. Di tangannya tergenggam
sebilah pedang wakizashi.
Genji mencoba bergerak untuk menghindar. Tubuhnya bergeming di tempat. Dia
menyaksikan dengan jelas ketika pemuda itu menancapkan pedangya dalam-dalam ke dada Genji. Penumpang atau bukan, dia merasakan sentakan tiba-tiba dan tusukan tajam seolah-olah seekor makhluk raksasa beracun telah menyengatnya. Darah
membuncah mengenai wajah penyerangnya. Sesaat kemudian, Genji baru menyadari
bahwa darah itu miliknya. Otot-otot tubuhnya tiba-tiba mengendur dan dia rubuh ke tanah.
Di antara wajah-wajah yang mengerumuninya, tampak wajah seseorang dengan
kecantikan yang tidak biasa"tidak biasa dalam kadar dan kualitas kecantikannya.
BUKU II 35 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
Jembatan Musim Gugur Matanya berwarna cokelat muda, rambutnya cokelat kekuningan, wajahnya tampak
lebih lebar dan dramatis, menyerupai orang asing. Dia mengingatkannya pada
seseorang yang tidak dapat dikenalinya. Wanita itu berlutut dan, tanpa memperdulikan darahnya, merengkuhnya dalam pelukannya.
Dia tersenyum kepadanya di antara derai air mata dan berkata, "Kau akan selalu menjadi my Shining Prince. " Itu sebuah olok-olok yang menggunakan namanya, Genji, yang sama dengan nama seorang pahlawan fiksi kuno.
Genji merasa tubuhnya mencoba berbicara, tetapi tak ada kata yang terucap. Dia melihat sesuatu berkilat di lehernya yang jenjang dan halus. Sebual liontin berukir simbol fleur-de-lis, bunga lili. Kemudian, dia tidak melihat, mendengar, dan merasakan apa-apa lagi
"Lord Genji! Lord Genji!"
Dia membuka matanya. Pelayannya, Ume, berlutut lutut di sampingnya, wajahnya
tampak cemas. Dia I bangkit dan bertumpu pada satu sikunya. Ketika tak sadarkan diri tadi, rupanya dia telah terjatuh dari; kamamya ke taman.
"Apakah Anda baik-baik saja, Tuan" Maafkan saya telah masuk tanpa permisi.
Saya sedang bekerja di luar dan mendengar bunyi sesuatu jatuh, dan ketika saya memanggil, Anda tidak menjawab."
"Aku tidak apa-apa," sahut Genji. Dia bersandar kepada Ume dan duduk di beranda.
"Barangkali, sebaiknya kita panggil Dokter Ozawa," kata Ume. "Untuk amannya saja."
"Ya, barangkali. Suruh yang lain memanggilnya."
"Ya, Lord Genji." Ume bergegas ke pintu, berbisik kepada pelayan lain yang menunggu di sana, dan bergegas kembali.
"Anda ingin saya bawakan teh, Tuan?"
"Tidak, duduk sajalah bersamaku."
Apakah dia mengalami serangan jantung tiba-tiba" Atau apakah itu, pada
akhirnya, salah satu pertanda yang dijanjikan kepadanya" Tidak mungkin, bukan" Itu BUKU II
36 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
Jembatan Musim Gugur tidak masuk akal. Jika itu sebuah pertanda, itu adalah pertanda tentang kematiannya sendiri. Apa gunanya itu" Dia merasakan ketakutan mendalam yang belum pernah
dialaminya sebelum ini. Barangkali, alih-alih menjadi seorang yang melihat masa depan, dia ditakdirkan untuk mengalami kegilaan dini. Itu sudah sering terjadi dalam keluarganya. Masih pusing akibat terjatuh dan pertanda mimpi atau halusinasi itu, dia kehilangan keseimbangannya.
Lembut, Ume menangkap Genji dengan tubuhnya.
Genji bersandar kepadanya, masih sangat ketakutan. Dia akan mengirim pesan
kepada kakeknya hari ini untuk memintanya segera datang ke Edo tanpa ditundatunda lagi. Hanya Kiyori yang dapat menjelaskan apa yang telah dialaminya. Hanya Kiyori yang dapat menemukan maknanya, jika memang ada makna di dalamnya.
Namun, sebelum kurirnya berangkat, kurir lain tiba dari Kastel Awan Burung
Gereja. Okumichi no kami Kiyori, kesatria dan pemilik hijakan masa depan, Bangsawan
Agung Akaoka yang dimuliakan selama 64 tahun, telah meninggal dunia"
BUKU II 37 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR 2 Mawar American Beuaty 1867, Istana Bangau yang Tenang, Edo
Kerinduan Emily Gibson akan sesuatu yang sulit digambarkan terasa begitu besar.
Seasakan-akan, dia mencium aroma bunga apel yang terbawa angin setiap terbangun pada pagi hari. Itu bukan lagi kenangan akan Lembah Apel pada masa kecilnya yang
menimbulkan kehampaan menyakitkan di dadanya, juga bukan angin khayalan yang
merenggut keharuman dari anggrek di tepian Sungai Hudson. Dia merindukan Lembah Apel yang lain, lembah kecil yang menampung seratus pohon saja, seikit meleb
ihi jarak tembak panah dari Kastel Awan Burung Gereja.
Dia dapat merasakan nostalgia tentang sebuah tempat di Jepang, itu menunjukkan berapa lama dia telah jauh dari Amerika. Sudah berlalu lebih dari enam tahun sejak dia meninggalkan negaranya, dan hampir sama lamanya sejak terakhir kali dia mengaggap Amerika sebagai kampung halaman. Waktu itu usianya hamper tujuh belas tahun.
Sekarang, dia berusia 23 tahun, dan merasa jauh lebih tua. Pada tahun-tahun di antaranya, dia telah kehilangan tunangannya, sahabatnya, dan barangkali yang paling berarti lalah, rasa kesusilaannya. Mengetahui apa yang benar dan melakukan apa yang benar adalah dua hal yang sangat berbeda. Emosi tidak mudah dikendalikan sesuai dengan arahan logika.
Dia jatuh cinta, dan tidak seharusnya dia demikian.
Emily bangkit dari tempat tidur, sebuah ranjang berkelambu dengan empat tiang.
Robert Farrington, atase angkatan laut Kedutaan Amerika, telah meyakinkannya bahwa ranjang itu adalah model terbaru di Amerika. Karena sarannyalah, Emily memesannya.
Keengganan Emily mendiskusikan perabot yang begitu pribadi dengan seorang pria yang bukan keluarga dikalahkan oleh kebutuhannya. Tak ada orang lain yang dapat dimintai saran mengenai masalah itu. Para istri dan putri beberapa orang Amerika di Edo telah menjauhinya. Kali ini, bukan karena kecantikannya, atau lebih tepatnya, terutama bukan BUKU KEDUA
1 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR karena itu, melainkan karena pergaulannya yang begitu akrab dengan seseorang dari Timur. Menurut Letnan Farrington, hal ini merupakan skandal di kalangan kedutaan Barat.
"Apa yang disebut sebagai skandal tentang itu?" Emily pernah bertanya. "Aku misionaris Kristen yang melaksanakan tugas Kristus di bawah lindungan Lord Genji. Sama sekali tak ada yang tidak pantas tentang hubungan kami."
"Itu hanya salah satu sudut pandang terhadap hal tersebut."
"Maafkan aku, Letnan Farrington," kata Emily, bahunya menegang, "Aku tidak melihat cara lain."
"Ayolah. Bukankah kita telah bersepakat bahwa kau akan menjadi Emily dan aku akan menjadi Robert. Letnan Farrington terdengar begitu jauh dan, yah ... berbau militer."
Mereka berada di ruang tamu yang menghadap salah satu halaman dalam Istana
Bangau yang Tenang. Ruangan itu sudah diubah sesuai dengan gaya Barat, awalnya untuk mengakomodasi kehadiran Emily, dan kemudian baru-baru ini untuk menerima tamu-tamu Barat.
"Apakah itu bijak" Bukankah itu berarti aku memaparkan diriku terhadap skandal lebih jauh?"
"Sedikit pun aku tidak percaya pada gunjingan itu," katanya, "tetapi, kau harus mengakui bahwa keadaan membuat prasangka semacam itu tak terelakkan."
"Keadaan apa?" "Tidakkah kau mengerti?" wajah tampan Robert merengut kekanak-kanakan, suatu ekspresi yang tidak disadarinya untuk menunjukkan ketidaknyamanan.
Emily ingin tertawa, tetapi tentu saja ditahannya. Sekalipun merupakan perjuangan tersendiri untuk mempertahankan ekspresi seriusnya, dia berhasil melakukannya.
Dia berkata, "Tidak. Aku tidak mengerti."
Robert berdiri dan berjalan ke ambang pintu yang menghadap taman. Dia berjalan dengan agak pincang. Dengan rendah hati dia menyebutnya sebagai akibat kecelakaan dalam perang. Namun, Duta Besar telah bercerita kepada Emily bahwa Robert
mendapatkan cedera itu dalam aksi angkatan laut di Sungai Mississippi, dan karenanya dia telah dianugerahi sejumlah penghargaan untuk keberaniannya. Emily bersimpati dengan kerendah-hatian Robert. Bahkan, dia menyukai banyak hal tentang Robert, termasuk BUKU KEDUA
2 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR kemampuannya berbicara dengan bahasa lnggris. Barangkali, itulah yang paling
dirindukan Emily selama bertahun-tahun di Jepang"suara orang Amerika.
Setelah sampai di ambang pintu, Robert berbalik menghadapnya. Agaknya, dia merasa perlu berdiri cukup jauh untuk mengatakan apa yang harus dikatakannya. Wajahnya masih merengut. "Kau adalah wanita muda lajang, tanpa perlindungan ayah, suami, atau saudara laki-laki, yang hidup di istana seorang tiran Timur."
"Aku tidak mau menyebut Lord Genji tiran, Robert. Dia seorang bangsawan, seperti seorang duke di negara-negara Eropa."
"Tolong, biarkan aku melanjutkan kata-kataku selagi aku punya keberanian
melakukannya. Seperti yang kukatakan tadi, kau adalah wanita muda, dan lebih-lebih lagi, seorang wanita muda yang sangat cantik. Itu saja sudah cukup untuk menimbulkan gosip dalam keadaan apa pun. Masalahnya menjadi lebih buruk, karena sang 'duke', menurut sebutanmu, yang berbagi atap denganmu?"
Emily menyela, "Aku tidak akan menyatakan seperti itu."
?"adalah orang yang terkenal berhidung belang, bahkan di antara teman-temannya sendiri yang juga berhidung belang. Demi Tuhan, Emily?"
"Aku harus memintamu untuk tidak sembarangan tidak menyebut nama Lord Genji."
"Maaf," sahut Robert. "Aku lupa diri. Tetapi tentunya kau dapat melihat masalahnya sekarang."
"Dan begitukah kau melihatnya?"
"Aku tahu kau seorang wanita dengan kebaikan tak tercela dan moralitas yang sangat teguh. Aku bukan mencemaskan perilakumu. Tetapi, aku khawatir akan keselamatanmu di tempat seperti ini. Sungguh ajaib kau tidak diganggu selama ini. Terisolasi seperti ini, di bawah lindungan seorang pria yang keinginannya adalah titah mutlak bagi para pengikut fanatiknya, apa pun bisa terjadi, apa saja, dan tak seorang pun yang dapat menolongmu."
Emily tersenyum ramah. "Aku menghargai peratianmu. Tetapi, sungguh,
kecemasanmu sepenuhnya tanpa dasar. Orang-orang Jepang tidak melihat penampilanku seperti gambaranmu yang begitu berlebiham. Aku dianggap sangat jelek, tidak berbeda dengan tokoh jahat yang sering muncul dalam dongeng-dongeng mereka, yang
mengembuskan napas api. Orang yang paling tidak membangkitkan gairah dalam diri orang Jepang pastilah hanya aku, yakinlah."
BUKU KEDUA 3 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR "Bukan orang Jepang secara umum yang mencemaskanku," kata Robert, "hanya satu orang tertentu."
"Lord Genji adalah teman sejati," kata Emily, "dan seorang pria yang baik, yang menjunjung tinggi kesusilaan. Aku lebih aman di dalam dinding ini daripada di mana pun di Edo."
"Menjunjung tinggi kesusilaan" Dia dikelilingi pelacur-pelacur secara teratur."
"Geisha itu bukan pelacur. Aku telah berkali-kali menjelaskan itu kepadamu.
Kausengaja menolak untuk mengerti."
"Dia menyembah patung-patung emas."
"Tidak. Dia memberikan penghormatan kepada guru-guru dan leluhurnya dengan membungkuk di hadapan patung Buddha. Aku juga sudah menjelaskan ini."
Robert melanjutkan ucapannya seakan-akan dia tidak mendengar kata-kata Emily.
"Dia telah membunuh puluhan pria, wanita, dan anak-anak tak berdosa, dan menyebabkan banyak orang lainnya terbunuh. Dia tidak hanya menghalalkan bunuh diri, itu saja sudah merupakan dosa, tetapi juga benarbenar memerintahkan orang lain untuk bunuh diri. Dia telah memenggal, atau memerintahkan pemenggalan, banyak musuh politiknya, dan
menambah kekejamannya itu dengan mengirimkan kepala orang-orang malang itu kepada keluarga mereka. Kekejaman seperti itu sulit dipercaya. Ya Tuhan, apakah kau menyebut pelakunya menjunjung tinggi kesusilaan" "
"Tenangkan dirimu. Ini. Minumlah teh ini." Emily perlu jeda itu. Kalaupun tidak sepenuhnya dapat dibenarkan, seluruh permasalahan yang dikemukakan Robert dapat dengan mudah dijawab, kecuali satu. Pembantaian penduduk sebuah desa. Barangkali, jika dia mengesampingkannya dan membicarakan masalah-masalah lain, Robert tidak akan memperhatikan.
Robert duduk. Napasnya menjadi agak berat karena terlalu bersemangat menyebutkan dosa-dosa Genji.
"Maafkan aku," katanya, "Tetapi, apakah kau punya kopi?"
"Sayang sekali tak ada. Apakah kau benar-benar lebih suka kopi ketimbang teh?" Kopi tampaknya menjadi tren terbaru pasca perang di Amerika Serikat. "Bagiku kopi terlalu keras, dan cenderung membuat perutku panas."
"Penemuan baru, menurutku. Selama perang, ketika kopi Brasil lebih mudah
BUKU KEDUA 4 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR diperoleh daripada teh Inggris, aku menemukan manfaat besar dalam kopi. Kopi
membangkitkan energi besar yang sama kuli tidak diberikan oleh teh."
"Kalaupun begitu, kau tampaknya sudah mempunyai energi berlebihan, sama sekali tak lemah," kata Emily "Barangkali, justru seharusnya kau mengurangi konsumsi kopimu."
Robert mengambil teh yang disediakan dan tersenyum. "Barangkali," katanya, dan terus tersenyum kepadanya sedemikian sehingga Emily tahu dia dapat mengalihkan percakapan ke masalah lain hanya dengan sedikit usaha. Namun masalah itu, yang coba diungkit Robert dalam beberapa percakapan sebelumnya, mengandung bahaya tersendiri.
Jadi, Emily mempertahan-kan topik pembicaraan semula.
"Haruskah aku menjelaskan lagi soal geisha dan Buddhisme, Robert?"
"Aku mengakui bahwa penjelasanmu, jika benar, akan sangat beralasan." Dia mengangkat tangan untuk menghentikan protes yang dia tahu akan dilancarkan. "Dan lebih jauh, aku mengakui, setidaknya demi perdebatan ini, bahwa penjelasanmu memang beralasan kuat."
"Terima kasih. Sekarang, kau sendiri sebagai orang militer, tentunya tahu bahwa salah satu tradisi perang samurai terkadang memaksa mereka untuk menghabisi hidupnya sendiri. Menurut ajaran Kristen, ini adalah dosa besar. Tak ada keraguan tentang itu.
Tetapi sebelum mereka beriman, kita tidak dapat mengharapkan mereka mengikuti ajaran yang, saat ini, sama sekali bertentangan dengan tradisi mereka."
"Tampaknya itu sudut pandang yang terlalu lunak bagi seorang misionaris Kristen, Emily"
"Aku tidak membenarkan. Aku hanya memahami, dan hanya itu yang kuminta
darimu." "Baiklah. Teruskan."
"Dan tentang pengiriman kepala?" Emily menarik napas dalam-dalam dan mencoba, tanpa berhasil sepenuhnya, untuk tidak membayangkannya. Dia telah terlalu banyak menyaksikan sendiri periswtiwa semacam itu. ?"itu dianggap tindakan terhormat. Jika Lord Genji tidak melakukannya, itu berarti pelanggaran terhadap semacam kode etik kesatriaan pada dunia samurai."
"Kesatriaan" Bagaimana bisa terpikirkan olehmu menggunakan kata itu untuk menggambarkan tindakan brutal pembantaian dan penjagalan?"
BUKU KEDUA 5 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
Samurai Karya Takashi Matsuoka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
JEMBATAN MUSIM GUGUR "Maafkan aku, Lady Emily" Hanako berlutut di ambang pintu dan membungkuk, tangan kanannya di lantai, lengan kiri kimononya yang kosong jatuh dengan anggun di sampingnya. "Anda kedatangan tamu lain. Aku sudah memberitahunya bahwa Anda sedang menerima tamu, tetapi dia memaksa?"
"Wah, wah, betapa senangnya melihat Anda bersantai, laksamana. Tetapi, apakah Anda benar-benar punya waktu luang begitu banyak untuk dibuang-buang seperti ini?"
Charles Smith tersenyum dan mengangkat sebelah alisnya kepada Robert. Logat
Georgianya, Emily memerhatikan, sangat dilebih-lebihkan, sebagaimana selalu
dilakukannya di hadapan Robert. "Apakah tidak ada lagi rumah untuk dijarah, kota untuk dibakar, dan warga sipil tak berdaya untuk dibombardir?"
Robert serta-merta berdiri. "Itu adalah penghinaan terakhir yang akan pernah kuterima dari seorang pengkhianat seperti Anda, Sir."
" Gentlemen, tolong," kata Emily, tetapi kedua pria itu tidak menunjukkan tanda-tanda mendengarnya.
Charles membungkuk sedikit kepada lawannya. "Aku siap melayani Anda, Sir, waktunya terserah Anda. Dan pilihan senjata, juga terserah Anda."
"Robert!" seru Emily "Charles! Hentikan sekarang juga!"
"Karena aku yang pertama menantang," ujar Robert, "pilihan tentunya pada Anda, Sir."
"Aku terpaksa menolak karena itu berarti memberiku keuntungan yang sama sekali tak adil," kata Charles. "Aku biasanya akan memilih pistol atau pedang, tetapi Anda serta kalangan Anda, aku yakin, jauh lebih nyaman dengan meriam jarak jauh, lemparan obor, dan pengepungan musuh hingga kelaparan."
Jika Emily tidak melemparkan tubuhnya sendiri di antara dua pria itu, tak diragukan lagi mereka akan saling menyerang di tempat. Untunglah, mereka masih memiliki cukup akal sehat untuk berhenti sebelum bertabrakan dengannya.
"Aku malu atas sikap kalian," katanya, menatap mereka satu per satu dengan pandangan mencela. "Kalian adalah pria Kristen terhormat, dan seharusnya memberikan contoh kepada tuan rumah kita. Alih-alih kalian berperilaku barbar, sulit dibedakan dengan golongan terburuk dari bangsa mereka sendiri."
"Tentu saja, aku punya hak menanggapi hinaan yang dinyatakan dengan sengaja," kata BUKU KEDUA
6 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Robert, masih membelalak kepada Charles, yang tentu saja, terus menatapnya dengan garang.
"Jika kebenaran dianggap hinaan," ujar Charles, "maka barangkali kau harus mengkaji tindakan kejam yang menimbulkannya."
"Apa yang lebih kejam daripada perbudakan?" balas Robert. "Kami hanya mengakhirinya, sekaligus pemberontakan kalian juga."
Charles tertawa mengejek. "Seolah-olah kaupeduli tentang nasib orang-orang Negro.
Itu penjelasan dusta, bukan alasan."
"Kecuali kalian menghentikan perdebatan ini segera," kata Emily "Aku terpaksa meminta kalian berdua untuk pergi. Dan jika aku mengetahui kalian saling melakukan kekerasan terhadap satu sama lain, kukira tak mungkin lagi aku akan menemui kalian masing-masing. Selamanya tidak."
Baik Robert Farrington maupun Charles Smith tampak siap untuk saling bunuh
seperti semula, dan tak diragukan lagi akan tetap siap pada waktu lain ketika mereka bertemu lagi. Emily sama yakinnya bahwa mereka tidak akan melakukan itu. Alasan di belakang perselisihan mereka sebenarnya bukan tentang politik secara umum, atau bahkan perang akhir-akhir ini secara khusus. Keluarga Charles memang berasal dari Georgia, tetapi itu beberapa generasi lalu. Charles sendiri lahir di Honolulu, di Kerajaan Hawaii, sebagaimana kedua orangtuanya. Dia adalah ahli waris perkebunan tebu dan peternakan sapi di sana, dan tak pernah menginjakkan kaki di Georgia. Lebih jauh, Emily tahu dari percakapan sebelumnya bahwa Charles adalah seorang revolusionis gigih. Tidak,
sesungguhnya, kemarahan kedua pria itu timbul dari kesamaan keinginan mereka untuk mengikat Emily dalam perkawinan.
Apa yang membuat seorang pria berpikir dia dapat merebut hati wanita dengan
membunuh pria lain" Seolah-olah justru dalam dada lelaki paling, beradab, sisa-sisa kehidupan prasejarah yang tidak berperikemanusiaan siap untuk membangkitkan kembali kekuasaannya pada masa lalu. Sesungguhnyalah, tanpa pengaruh wanita yang meluruskan, bahkan pria terbaik dalam dunia Kristen, seperti Robert Farrington dan Charles Smith, pasti akan selalu berdiri di tepi jurang kemerosotan kembali ke arah barbarisme. Emily sudah menyatakan dengan sangat tegas kepada mereka bahwa kekerasan apa pun, yang tidak mematikan sekalipun, akan membuatatnya langsung mengeluarkan si pelaku dari BUKU KEDUA
7 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR pertimbangannya lebih lanjut.
Memilih salah seorang dari mereka bukanlah keputusan mudah meskipun Emily
bertekad akan melakukannya dalam waktu dekat. Alasan ketergesa-gesaaannya sekarang sama dengan alasannya dahulu ketika menolak untuk mempertimbangkan lamaran siapa pun. Cinta. Cinta yang terdalam dan tak tergoyahkan. Namun sayangnya, justru cinta seperti itu. Tidak dirasakannya bagi kedua pria yang mendambakan uluran tangannya itu.
Setelah lima belas menit Emily berkeras meminta mereka meninggalkannya, kedua
pria itu akhirnya pergi. Emily kemudian masuk ke kamar kerjanya untuk melanjutkan menerjemahkan ke dalam bahasa Inggris Suzume-no-kumo, Awan Burung Gereja, perkamen rahasia yang berisi sejarah dan ramalan klan Lord Genji, Keluarga Okumichi penguasa Wilayah Akaoka.
Di sana, di mejanya, tergeletak sekuntum mawar merah, seperti pagi-pagi sebelumnya sejak vernal equinox, pertanda datangnya musim semi. Mawar itu terdiri dari jenis yang dikenal klan Genji sebagai American Beauty, nama yang mengejutkan untuk sejenis mawar yang hanya berkembang di taman dalam Kastel Awan Burung Gereja. Dia memungut
mawar itu dan dengan lembut mengusapkan kelopaknya yang halus ke bibirnya. Demi cinta, dia akan menikah dengan Robert atau Charles, yang keduanya tidak dicintainya. Dia memasukkan mawar itu ke dalam jambangan kecil yang disiapkannya khusus untuk itu dan meletakkannya di sudut mejanya.
Hari ini, dia akan memulai gulungan perkamen baru. Karena setiap perkamen tidak dinomori atau ditandai, terkadang setelah selesai menerjemahkan, dia baru mengetahui kurun waktu sejarah yang diliputnya. Adalah kebetulan belaka bahwa perkamen pertama yang diterjemahkannya enam tahun lalu adalah gulungan pertama, yang ditulis pada 1291.
Perkamen kedua dari tahun 1641 dan yang ketiga dari tahun 1436. Jika ada dua perkamen yang berkesinambungan, itu bukan karena dirancang demikian. Menurut Genji, itu karena setiap Bangsawan Agung Akaoka ketika membaca sejarah, cenderung membaca ulang
perkamen tertentu lebih sering ketimbang yang lainnya. Akibatnya, urutan, kalaupun ada, teracak dan teracak lagi, berulang-ulang sepanjang masa. Pada mulanya, ketiadaan urutan menyulitkan Emily. Namun segera, kejutannya mulai memikatnya. Persis seperti membuka hadiah Natal, mendapatkan kejutan yang menyenangkan setiap saat.
Terasa demikian terutama ketika, seperti hari ini, tiba waktunya bukan hanya untuk BUKU KEDUA
8 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR membuka gulungan baru, melainkan juga untuk membuka peti baru. Ketidakteraturan sejarah klan ini terjadi juga pada cara penyimpanannya. Perkamen dari decade dan abad yang berbeda disimpan dalam peti-peti yang ditumpuk dalam desain dan ukuran. Karena tidak ada aturan mana yang harus didahulukan, setia kali tiba waktunya untuk memilih peti, Emily membiarkan matanya merayau di antara peti-peti yang ditumpuk di sudut kamar kerjanya. Seperti biasanya, dia akan membiarkan imajinasinya menentukan pilihan.
Peti yang besar atau kecil" Yang menunjukkan ketuaan atau yang baru" Peti buatan Eropa yang tertutup dengan selot besi berkarat" Atau, peti oval hitam mengkilap yang anggun dari Cina" Atau, peti Korea dari kayu cendana yang harum" Akan tetapi, ketika matanya mendarat pada kotak berlapis kulit yang aneh, dia tahu bahwa rasa ingin tahu tidak akan mengizinkannya membuka yang lain. Pada permukaan atasnya, terdapat lukisan yang sudah pudar, tetapi warna aslinya masih tampak jelas. Seekor naga merah yang melingkari puncak gunung biru. Latar belakang pendidikannya pada seni Asia Timur me-mungkinkannya untuk mengenali negara asal sebagian artefak yang dilihatnya. Namun, dia tidak mengenali yang satu ini.
Tutupnya disegel dengan lilin, yang juga melapisi seluruh permukaan kotak. Retakan lilin menunjukkan bahwa kotak itu pernah dibuka baru-baru ini, yang terasa agak aneh.
Genji telah mengatakan kepadanya bahwa sudah menjadi tugas setiap Bangsawan Agung Akaoka untuk membaca sejarahnya secara keseluruhan pada waktu naik takhta. Jadi tentunya, peti itu dibuka sudah lama sekali. Genji pasti sudah menyegelnya kembali dengan lilin setelah dia selesai membaca isinya. Kemudian, membukanya lagi sebelum Emily menerimanya. Dia akan menanyakan ini kepada Genji nanti.
Di dalamnya, selembar kain kasar membungkus isinya. Di dalam kain ini terdapat kain lain, dari sutra yang dibordir dengan warna-warna cemerlang. Ketika Emily membuka lipatan pertama, dia melihat pola mawar, dalam jumlah banyak, berwarna merah, merah muda, dan putih, dengan latar belakang gumpalan awan putih di langit biru cerah. Karena mawar American beauty hampir menjadi simbol tak resmi klan ini, aneh juga bahwa baru kali ini dia menemukannya di antara kain-kain yang selalu membungkus perkamen di dalam peti-peti itu.
Dia membuka gulungan perkamen pertama yang diambilnya dari dalam peti itu.
Tidak seperti semua perkamen lain yang sudah dilihatnya selama ini, yang ini ditulis BUKU KEDUA
9 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR hampir sepenuhnya dalam lambang bunyi Jepang sederhana, yang disebut hiragana. Yang lain kebanyakan ditulis dengan kanji, huruf Cina yang sudah disesuaikan oleh bangsa Jepang untuk menggambarkan gagasan kompleks dalam bahasa mereka sendiri. Kanji sudah terbukti sulit bagi Emily dalam mempelajari bahasa Jepang, tetapi hiragana berbeda. Dia membaca baris pertama tanpa kesulitan berarti.
Lord Narihira mengetahui dari sang pengunjung bahwa kedatangan American
Beauty" Emily berhenti, terkejut, dan membacanya sekali. Ya, dia tidak membuat kesalahan.
Ada tanda fonetik untuk "Amerika?" ah-me-li-ha-nu. Jika kata itu disebutkan, perkamen itu tentunya berasal dari masa setelah Jepang menyadari keberadaan Dunia Baru. Perkamen-perkamen sebelumnya yang sudah diterjemahkannya meliputi sebagian besar sejarah akhir abad ke-18. Barangkali, ini juga berasal dari kurun itu. Dia memulai lagi.
Lord Narihira mengetahui dari sang pengunjung bahwa kedatangan American Beauty di Kastel Awan Burung Gereja akan mengisyaratkan kemenangan akhir klan Okumichi.
Betapa bodohnya Lord Narihira, dia memerintahkan agar mawar ditanam di taman dalam kastel, dan memberi mereka nama Ameican Beauty. Dia berpikir dengan melakukan itu, dia mewujudkan ramalan tersebut menjadi kenyataan. Bukankah lelaki selalu seperti itu, mencoba memaksa sungai mengalir ke arah tertentu, ketimbang memahami alirannya, dan melayarinya dengan mudah ke tujuan alaminya" Sulit membayangkan wanita sebodoh itu, bukan" Ketika kayangan memberikan kekuasaan kepada pria untuk mengatur dunia, dewa-dewa di atas tentu sedang menunjukkan rasa humor yang nakal.
Gaya narasinya sangat berbeda dengan formalitas tulisan-tulisan di perkamen lain yang sudah diterjemahkannya selama ini. Bahasanya yang sudah: kuno memberikan
tantangan tersendiri, tetapi dengan bantuan kamus dwibahasa yang telah disusunnya bersama Genji, dan karena perkamen itu tidak ditulis dengan kanji, dia mampu
memahami apa yang dibacanya dengan relatif mudah. Dia melanjutkan tanpa repot-repot menuliskan terjemahan Inggrisnya. Itu bisa menyusul nanti. Dia terlalu bersemangat.
Dia selesai membaca perkamen itu tepat ketika Genji datang untuk makan siang
bersamanya. Pada saat itu, Emily tahu tulisan berpeti-peti ini tidak hanya berisi Suzume-no-kumo. Sejarah klan tersebut ditulis oleh para bangsawan penguasa wilayah secara turun-temurun, sejak tahun 1291. Sementara penulis perkamen ini pastilah seorang wanita.
BUKU KEDUA 10 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Wanita itu telah mulai mencatat peristiwa-peristiwa bersejarah kurang lebih bersamaan dengan dimulainya tulisan yang resmi.
Dan dia menceritakan, seakan-akan dari pengalaman langsung, peristiwa-peristiwa yang terjadi waktu berabad-abad melampaui masa hidupnya.
1281, Kastel Awan Burung Gereja
"Aku sama sekali tidak mengerti ini," kata Kiyomi, mencebik kepada suaminya. "Mengapa engkau membantu Lord dari Hakata" Bukankah dia musuh klan kita dari generasi ke generasi?"
Masamune menenangkan kuda perang tunggangannya yang tidak sabar. Dia ingin
menghela napas, tetapi lima ratus anak buahnya berkumpul di sekitarnya menunggang kuda mereka masing-masing. Dia tidak bisa melakukan sesuatu yang begitu lemah di hadapan mereka. Dia seharusnya mendengarkan nasihat ayahnya untuk menikahi wanita yang lebih sederhana penampilan dan perilakunya, daripada menikahi wanita cantik yang cerewet dan keras kepala seperti Kiyomi.
"Seperti yang sudah kujelaskan berulang-ulang, tanah air kita yang suci sudah diserang bangsa Mongol."
"Engkau sudah mengatakannya berulang-ulang, Suamiku, tetapi mengatakan saja tidak menjelaskan apa-apa. Wilayah Hakata bukan tanah air kita. Mengapa kita harus peduli jika bangsa Mongol, siapa pun mereka, menyerang Hakata" Biarkan mereka menghancurkan tempat itu. Dengan demikian, musuh kita berkurang satu, bukan?"
Masamune berpaling kepada penasihatnya untuk meminta bantuan. Tetapi lelaki itu, yang dianugerahi pengalaman dan kebijaksanaan, telah memaku perhatian sepenuhnya pada pepohonan di kejauhan sejak beberapa menit lalu.
"Jika Mongol menghancurkan Hakata, hanya soal waktu sebelum mereka sampai di sini."
Kiyomi tertawa. "Aduh, seriuslah. Hakata kan di Pulau Kyushu dan kita berada di Shikoku." Dia mengatakannya seakan-akan itu menjelaskan segala hal yang perlu dipahami.
BUKU KEDUA 11 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Meskipun Kiyomi sudah menjadi istrinya selama sepuluh tahun dan melahirkan tiga anak, dia masih tampak sangat muda bagi Masamune, terutama ketika dia tertawa.
Masamune tidak dapat menemukan alasan untuk marah kepadanya meskipun
ketidaktahuan istrinya tentang politik menjengkelkannya.
Dia membungkuk di atas pelananya. "Aku akan kembali membawa banyak kepala Mongol."
"Jika kau harus membawa pulang sesuatu dari bangsa Mongol, bawalah perhiasan Mongol," katanya. "Aku sama sekali tidak mengerti minatmu terhadap kepala."
Kali ini, betapapun kuat usahanya, Masamune menghela napas sebelum dia
membelokkan kudaya ke arah gerbang kastel. "Selamat tinggal."
Sepeninggal para pria, dayang senior Lady Kiyomi berkata, "Saya mengerti mengapa Anda berperilaku seperti itu, Nyonya, tetapi apakah itu bijak" Bukankah lebih bermanfaat bagi Lord Masamune jika Anda menunjukkan kebijakan sejati Anda daripada berpura-pura bodoh seperti itu?"
Lady Kiyomi berkata, "Jika aku punya pengetahuan yang tidak dapat diperolehnya, atau jika aku dapat memberikan saran yang tidak bisa diperolehnya dari orang lain, ya, keprihatinanmu akan beralasan. Junjungan kita didampingi penasihat-penasihat yang hebat. Dia tidak membutuhkan satu penasihat lagi. Lebih baik dia berpikir aku tidak mengerti sehingga dia tidak khawatir aku akan cemas. Ketika aku muncul dalam
ingatannya, dia akan tersenyum geli. Kemudian, dia akan memusatkan perhatian penuh pada tugasnya. Barangkali, dengan begitu, aku dapat membantunya."
"Tentu saja tak ada keraguan tentang itu," ujar dayangnya yang lain. "Lord Masamune adalah ksatria terhebat Shikoku."
"Shikoku hanyalah satu titik di lautan," kata Lady Kiyomi, "dan pulau-pulau lain di Jepang hanyalah titik-titik lainnya. Khan Agung Kekaisaran Mongol memimpin pasukan dalam jumlah jutaan. Dia dan leluhurnya telah menaklukkan banyak kerajaan yang beberapa kali lebih besar daripada tempat tak berarti ini. Kemungkinan junjungan kita tewas dalam peperangan lebih besar ketimbang kembali."
Mereka berjalan dalam kesunyian ke halaman tempat anak-anak bermain. Di sana
mereka bergabung dalam permainan kanak-kanak dan tidak lagi berbicara tentang perang.
BUKU KEDUA 12 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR "Masamune!" Gengyo, bangsawan penguasa wilayah Hakata, terkejut melihat salah seorang musuh besarnya tiba dengan bala bantuan.
Masamune membungkuk, senyum lebar tampak di wajahnya. Ketidakberdayaan
Gengyo saja sudah cukup membayar kesulitan perjalanan mereka. "Kami datang untuk membantu Anda mengusir penjajah sombong itu."
"Kami ucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada Anda. Sayangnya, kami belum berada pada posisi mengusir. Dengan bantuan Anda, barangkali kita dapat berharap memperlambat laju mereka hingga pasukan utama Shogun tiba."
"Omong kosong! Ketika Mongol datang tujuh tahun lalu, mereka kacau-balau dan melarikan diri begitu kita menyerang." Jika Masamune mencoba mengingat detailnya, dia akan ingat bahwa ucapannya tidak begitu tepat. Peperangan begitu sulit dan penuh genangan darah, dan kalau saja badai tidak dating mengusir kapal-kapal mereka, kemungkinan Mongol telah menguasai medan perang. Namun persepsi tentang invasi pertama sudah mengambil bentuk yang sepenuhnya berbeda, berkat penceritaan berlebihan tentang peperangan-peperangan itu.
"Kali ini jumlah mereka lebih banyak," kata Gengyo, "jauh lebih banyak."
"Apa bedanya" Mari kita serbu sekarang juga. Pasukan barbar mana yang dapat menahan gempuran habis-habisan para samurai?"
Gengyo memberi isyarat agar Masamune mengikutinya. Dia membimbingnya ke bibir
bukit pertahanan yang menghadap garis pantai. "Lihat sendiri."
Teluk, Hakata dipenuhi dengan kapal, ratusan jumlahnya dan ratusan lagi muncul dari kaki langit mendekati pantai. Di daratan, pasukan Mongol itu mendirikan tenda dengan jarak yang rapi, berkelompok-kelompok di belakang bukit pertahanan mereka.
Masamune memperkirakan jumlah pasukan Mongol yang dapat dilihatnya sekitar dua puluh ribu. Namun, perkemahan mereka meliputi daerah pantai hingga hilang dari pandangan di balik perbukitan sebelah barat. Jika semua pasukan yang masih berada di atas kapal telah mendarat, jumlah pasukan Mongol yang sudah berada di Jepang bisa mencapai lima puluh ribu, dengan ribuan lagi yang segera berlabuh.
"Kuda," kata Gengyo. "Anda lihat" Mereka punya kuda juga. Banyak sekali. Apa yang kita dengar tentang mereka, cara mereka menaklukkan Cina dan Korea, dan kerajaan-kerajaan tak dikenal di Timur Jauh, pasti benar. Kami telah mengalami bentrokan kecil BUKU KEDUA
13 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR dengan mereka beberapa kali. Cara mereka bertempur di atas pelana sangat menakjubkan.
Aku tidak ingat mereka bertempur seperti itu sebelumnya." Jelas, Gengyo juga mencoba menata ulang ingatannya. "Pelaut kami dari Wilayah Choshu dan Satsuma yang berani pernah memanjat kapal-kapal itu di malam hari dan membunuh banyak musuh. Tetapi, untuk setiap satu orang yang terbunuh, datang sepuluh penggantinya."
"Muatan apa yang sedang mereka bongkar sekarang?"
"Tabung dan silinder itu?" Gengyo tampak sangat cemas. "Aku tidak tahu. Tetapi, mereka mengarahkannya kepada kita."
"Kapan pasukan Shogun akan tiba?" tanya Masamune.
"Besok. Atau lusa. Mongol mungkin akan m nyerang secara dahsyat siang ini."
Masamune dan Gengyo mengamati pasukan Mongol untuk beberapa menit tanpa
berbicara lagi. Akhimya, Masamune berkata kepada kepala pasukannya, "Singkirkan kuda-kuda ke tempat yang aman. Perintahkan pasukan maju berjalan kaki dengan busur
mereka." Dia menoleh kepada Gengyo. "Mereka harus melintasi dataran terbuka yang luas untuk mencapai kita. Kami akan mematahkan serangan mereka dengan hujan panah
sebelum mereka separuh jalan ke sini."
"Kau!" kepala pasukan Mongol menunjuk Eroghut. "Bawa pasukanmu maju. Kau akan menyerang dengan gelombang pertama."
Eroghut berkata kepada adiknya, "Anjing Mongol, mereka mengirim kita maju untuk mati. Kemudian, dengan pengecut mereka akan menyatakan kemenangan dengan
menginjak-injak tubuh kita."
"Kita tidak akan mati," kata adiknya. "Ingat apa kata ibu. Keturunan kita akan hidup lebih lama daripada keturunan Kublai si Gemuk. Setelah Mongol punah, Ordo Nurjhen akan bangkit kembali."
Eroghut tidak menyahut. Keyakinan adiknya terhadap kata-kata ibu mereka sangat menyentuh. Seperti semua orang yang tersisa dari suku Nurjhen, dia memercayai bahwa ibu mereka adalah penyihir keuturnan Tangolhun yang legendaris, sang penyihir yang dikisahkan memerintahkan Attila yang Agung untuk mengikuti matahari ke arah barat menuju tanah air yang ditakdirkan bagi kaum Hun. Legenda yang sama menyatakan
hubungan darah antara Nurjhen dan bangsa Hun, musuh bebuyutan Mongol. Semuanya BUKU KEDUA
14 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR omong kosong dan dongeng kanak-kanak belaka. Eroghut tidak percaya Tangolhun atau seorang Attila dengan keagungan menakjubkan seperti itu pernah ada. Mengenai
kebangkitan Ordo Nurjhen sendiri"dari mana ordo ini akan bangkit" Sekarang hanya ada beberapa orang yang tidak cukup untuk disebut sebagai sebuah klan sekalipun, apalagi sebuah suku, dan sebuah ordo beranggotakan tidak kurang dari seratus suku. Tidak, Eroghut dan adiknya serta saudara-saudara mereka, kesatria Nurjhen terakhir di muka bumi, akan mati di sini, di tempat menyedihkan yang disebut Jepang. Mereka sudah kalah, dan Mongol yang dibenci sudah menang. Namun, mereka tidak akan mati sendiri.
Eroghut berkata, "Mereka akan memerintahkan kita menyerang benteng di atas bukit sana. Mereka akan mengirim suku Ouighur, Kalmuk, dan Khitan, bersama kita. Gunakan mereka untuk tameng sebisa kalian. Para Mongol akan mengikuti bayangan kita seperti anjing pemakan kotoran. Segera setelah kita mendaki bukit, berbaliklah dan bunuh Mongol."
"Tetapi, bagaimana dengan pasukan Jepang?" salah seorang sepupunya bertanya.
"Begitu kita memunggungi mereka, mereka akan menyerang kita."
"Tidak akan," kata Eroghut, untuk sesaat tidak memercayai kata-katanya sendiri.
"Mereka akan melihat kita adalah musuh dari musuh mereka dan berjuang bersama kita bahu-membahu."
"Eroghut, kau adalah pemimpin klan kita, dan kami akan mematuhimu," sepupunya yang lain berkata, "tetapi, bangsa liar ini pengikut setia pemimpin kejam dan tak berotak yang memuja kematian. Ketika mereka haus darah, mereka tak akan berhenti untuk berpikir. Aku setuju dengan sepupu kita. Mereka akan menyerang kita begitu kita lemah."
"Jika kalian harus mati, apakah kalian lebih suka berperang untuk pemakan bangkai Mongol," kata Eroghut, "atau melawan mereka?" Itu membungkam semua protes.
Kelompok kecil sisa Ordo Nerjhen yang Perkasa itu mengencangkan lapisan pelindung pada kuda-kuda mereka, merapikan baju mereka sendiri, dan maju ke baris terdepan pasukan kavaleri bersenjata lengkap. Di belakang mereka, pasukan artileri dan pelempar roket dari Cina bersiap menembak.
Tanah bergetar oleh derap kuda pasukan kavaleri Mongol yang maju menyerang. Mereka datang dengan kecepatan tinggi, dalam barisan teratur, dengan tombak tertuju ke depan.
BUKU KEDUA 15 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR "Jangan menembak sampai mereka tiba di kaki bukit," seru Masamune kepada anak buahnya.
Sesaat sebelum penyerang tiba di sana, api memancar dari tabung-tabung yang
dipasang pasukan Mongol di pantai, disertai asap dan raungan bagaikan angin murka, dan sesaat kemudian, tak dapat dipercaya, bintang-bintang dan konstelasi meledak di langit siang di atas mereka. Anak buahnya tetap di tempat. Sebagian samurai lain berlarian dan menjerit panik.
"Tembak!" seru Masamune.
Anak panahnya menjatuhkan banyak Mongol tetapi mereka sangat sedikit dan
Mongol sangat banyak. Pertahanan samurai ditembus tanpa kesulitan Tepat ketika mereka di ambang penyerbuan, bagian kanan kavaleri Mongol yang menyerang tiba-tib berputar dan menyerang pasukan mereka sendiri Para pemberontak ini meneriakkan pekikan
perang yang berbeda dengan pasukan Mongol lain, kata kata yang bagi telinga Masamune terdengar seperti "Na-lu-chi-ya-oh-ho-do-su!"
Pengkhianatan tak terduga di dalam barisan mereka sendiri ini membingungkan
pasukan Mongol Meskipun mereka diuntungkan dalam jumlah dan posisi, mereka
menghentikan penyerangan dan mundur. Beberapa waktu kemudian, pemberontak yang terdekat dengan Masamune menepuk dada dengan kepalan tangan.
"Mongol, tidak," katanya dalam bahasa Cina terpatah-patah, "Nurjhen, ya." Dan, sambil berkata dia menunjuk teman-temannya, yang memberikan isyarat serupa dan berkata, "Nurjhen."
Letnan pasukan Masamune berkata, "Apakah mereka sedang berusaha mengatakan bahwa mereka bukan pasukan Mongol, Tuanku?"
"Tampaknya mereka adalah?"dia berusaha menirukan suku kata rumit yang diucapkan kaum barbar itu?"Na-lu-chi-ya."
"Apa itu Na-lu-chi-ya?"
Tepat di atas mereka, bintang-bintang dan konstelasi sekali lagi meledak di langit. Para samurai berteriak dan memeluk tanah sekuat mungkin. Masamune meludahkan pasir dari mulutnya.
"Mereka musuh bangsa Mongol," katanya, "apa lagi yang harus kauketahui?"
Kali ini, ledakan bintang diikuti dengan raungan memekakkan telinga di pantai, BUKU KEDUA
16 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR bunyi benda tak kasatmata beterbangan membelah udara, dan beberapa saat kemudian, ledakan mengerikan terjadi di tengah-tengah mereka.
"Bangun!" teriak Gengyo. "Mereka datang lagi!"
Banyak samurai bangkit, tetapi bukan untuk kembali ke pertahanan mereka,
melainkan untuk berbalik dan lari, sebuah usaha sia-sia. Hujan ledakan yang
berkesinambungan menghancurkan mereka menjadi serpihan-serpihan daging dan tulang berdarah tak peduli mereka tetap di tempat ataupun lari.
Serangan kedua Mongol menembus pertahanan mereka sekali lagi, dan musuh
berkuda berada di tengah-tengah mereka, membunuh dengan pedang dan tombak. Di
belakang pasukan berkuda, muncul para prajurit yang berjalan kaki dengan menembakkan busur aneh yang meluncurkan kilatan jarak pendek. Salah satu kilatan itu menghantam dada Masamune dan dengan mudah menembus baju besinya.
"Ah!" Ada kilatan rasa sakit sesaat, kemudian tak ada rasa sama sekali, hanya pusing seakan-akan tanpa bobot. Seorang prajurit Mongol berkuda menyerbu ke arahnya dengan tombak untuk menghabisinya. Masamune terlalu lemah untuk mengangkat pedang dan bertahan. Kemudian, Na-lu-chi-ya yang pertama berbicara menangkis jatuh tombak penyerang dan menusukkan pedang pendeknya yang berujung ganda di ketiak lawan.
Darah membuncah dan penunggang kuda itu terjungkal.
Sang penolong Na-lu-chi-ya itu tersenyum kepada Masamune dan berkata, "Jangan takut. Hiduplah! Hiduplah!"
Masamune kehilangan kesadarannya. Ketika dia membuka matanya lagi, asistennya
sedang merawat lukanya. Pasukan Mongol sudah pergi. Para samurai menelusuri medan perang untuk mencari teman-teman yang terluka dan membunuh prajurit Mongol yang sudah jatuh. Samurai sudah menang, setidaknya untuk sementara waktu. Masamune melihat para Na-lu-chi-ya tewas di sekelilingnya. Tidak, penolongnya masih bernapas. Dia dapat melihat dadanya bergerak begitu pelan. Salah seorang anak buah Gengyo mendatangi tubuh tak berdaya itu dan mengangkat pedang untuk menusuknya.
"Hentikan!" seru Masamune. "Dia bukan Mongol."
"Dia tampak seperti Mongol."
"Tolol! Kau meragukan kata-kataku?"
BUKU KEDUA 17 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR "Tidak, Lord Masamune, sama sekali tidak." Samurai itu membungkuk.
"Rawat luka-lukanya."
"Baik, Tuan, tetapi lukanya sangat parah. Bagaimanapun dia akan mati juga."
"Kalau dia mati, kita akan mendoakan agar arwahnya beristirahat dengan tenang.
Tetapi, lihat dia belum mati." Na-lu-chi-ya itu telah menyelamatkan jiwanya. Masamune akan membalas budinya jika dia bisa.
Eroghut selamat, tetapi semua saudaranya mati. Adiknya dan sepupu-sepupunya serta semua saudara sedarahnya yang tersisa tewas sudah. Dia tersenyum di antara rasa sakit dan demam selagi gerobak yang membawanya berayun-ayun. Ibunya telahi memperoleh
reputasi sebagai penyihir dan peramal melalui kecerdikan yang digabungkan dengan keberuntungan menebak-nebak dan promosi diri tanpa lelah, selalu menghilang untuk melancarkan kutukan dan berlagak kesurupan ketika seharusnya dia mengurus suami dan anak-anaknya. Sekarang, Eroghut sendirian adalah keseluruhan Ordo Nurjhen. Jika ordo itu harus bangkit lagi, dia akan bangkit dari dirinya, Eroghut, putra Tanghut, dari Nurjhen di Sungai Naga Merah dan Pegunungan Es Biru. Namun, kini tak ada lagi Sungai Naga Merah, atau Pegunungan Es Biru. Bangsa Mongol telah memberinya nama lain
ketika mereka rnenaklukkan sukunya. Dan segera, tak akan ada lagi orang Nurjhen.
Eroghut berharap dapat bertemu dengan ibunya sekali lagi agar dia dapat
menertawakannya. Gerobak itu membawa Eroghut ke pulau lain, yang belakangan diketahuinya bernama Shikoku. Samurai yang didampinginya dalam pertempuran, Masamune, adalah penguasa wilayah yang disebut Akaoka, dan di sanalah mereka tiba sekarang. Meskipun Masamune bersikap tak ubahnya seperti seorang khan, wilayahnya sama sekali tak cukup besar untuk memiliki nama sendiri. Bahkan, seorang Mongol"salah satu dari sekian banyak yang menurut Eroghut memiliki keterampilan berkuda sangat hebat"dapat memacu kudanya dari ujung ke ujung selama kurang dari satu hari.
Pada awalnya, Eroghut dan pimpinan barunya berbicara dalam bahasa Cina terpatah-patah.
"Namaku Masamune. Aku penguasa wilayah Akaoka. Kau?"
"Namaku Eroghut. Aku negeri Nurjhen. Sekarang negeri Nurjhen tidak ada."
BUKU KEDUA 18 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR "Namamu?" Masamune mengulang, kebingungan tampak pada wajahnya.
"Eroghut." "Eh-ho-go-chu?"
"E-ro-ghut." "Eh-lo-ku-cho?"
Orang-orang Jepang ini menyedihkan. Karena bahasa mereka begitu sederhana,
mereka nyaris tidak bisa membentuk kata-kata asing, yang sederhana sekalipun.
"Ghut," kata Eroghut, memendekkan namanya seperti yang biasa dilakukan bayi.
"Ah," ujar Masamune, tampak sangat puas akhirnya, "Go."
"Ya," sahut Eroghut, menyerah, "namaku Go." Dan sejak saat itu, begitulah namanya.
Samurai Karya Takashi Matsuoka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Go mempelajari bahasa Jepang dengan sangat cepat. Tidak sulit untuk membentuk
kata-kata karena hanya ada beberapa bunyi dalam bahasa mereka. Bangsa Jepang mirip bangsa Mongol di satu sisi. Mereka suka berperang. Segera setelah pasukan Mongol meninggalkan pantai-pantai Jepang, terusir oleh badai"sebagaimana pernah mereka alami dalam usaha penaklukan pertama"Masamune mulai memerangi tetangganya di sebelah timur, kemudian di sebelah utara, untuk alasan yang tidak dipahami Go. Tampaknya, kehormatanlah yang lebih terancam daripada daerah kekuasaan, budak, kuda, atau jalur perdagangan. Agaknya, tak ada alasan lain karena cara samurai bertempur"perkelahian tunggal secara massal yang aneh, ketika setiap prajurit mencari seorang lawan dengan kedudukan setara"menjamin bahwa hampir tak ada pertempuran yang menghasilkan
kemenangan mutlak bagi setiap pihak. Pasukan mereka bukan pasukan yang sangat teratur menurut ukuran Nurjhen, melainkan merupakan pengerahan para kriminal liar yang berani dan tidak terkoordinasi.
Ketika samurai mengisahkan pengalaman perang, mereka melebih-lebihkan tidak
hanya keberanian mereka, tetapi juga keberanian musuh mereka, dan menangisi musuh yang mati di samping teman-teman sekubu. Dalam satu perang, seorang bangsawan
musuh, seorang pemuda gemuk berjerawat yang berusia sekitar dua puluh tahun, mati tertindih kudanya sendiri yang rubuh ketika dia berbalik untuk lari. Ketika kisah ini diceritakan belakangan, bangsawan itu menjadi pemuda dengan kecantikan yang
menyilaukan, keberaniannya cukup untuk mengisi dada ribuan laki-laki berani,
kematiannya adalah tragedi yang menimbulkan kesedihan tak tertahankan. Go
BUKU KEDUA 19 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR memerhatikan Masamune dan samurainya minum anggur beras dan menangisi kepergian sang pahlawan. Padahal, para pria itu sangat mengenal sang bangsawan musuh, pernah bertempur dengannya dalam banyak peperangan sebelumnya, dan tahu bahwa dia tidak cantik, bahkan tidak dapat dikatakan tampan, dan keberaniannya ... yah, seberapa banyak keberanian yang diperlukan, mengingat keterampilannya, atau lebih tepat ketidak-terampilannya, untuk memutar kuda sedemikian rupa sehingga binatang itu rubuh
menindih penunggangnya mematahkan lehernya"
Jadi, begitulah Go akhirnya hidup di antara orang-orang barbar yang terlalu dramatis ini meski keberanian mereka tidak diragukan. Dia bertempur bersama mereka dalam peperangan yang tidak bermakna dan tidak beralasan, minum bersama mereka, bernyanyi bersama mereka, dan akhirnya mengisahkan kebohongan konyol yang sama tentang tekad yang menggetarkan langit, kecantikan fisik yang menyilaukan, dan kematian tanpa rasa sakit Mereka hidup tanpa tujuan kecuali untuk berperang, mabuk, dan membangun
mitologi tentang keberanian mereka sendiri.
Go merasa betah. Sebelum kakek Kublai si Gemuk, Genghis yang Terkutuk,
mengumpulkan semua suku di padang rumput, memaksa mereka menjadi Mongol, dan
memberi mereka misi menaklukkan dunia, suku Nurjhen tak jauh berbeda dengan bangsa Jepang. Barangkali, ibunya tidak terlalu salah juga. Barangkali, penduduk pulau primitif ini adalah Ordo Nurjhen yang baru. Menyenangkan juga menghibur diri dengan
pemikiran itu. Keterampilan Go berkudalah yang paling dikagumi Lord Masamune. Dengan
instruksinya, samurai Wilayah Akaoka segera belajar bergerak dalam satuan-satuan yang mampu berubah-ubah denga cepat, alih-alih sendiri-sendiri secara tidak efisien, Satuan-satuan itu sendiri mampu bergabung membentuk satuan yang lebih besar, atau memecah di menjadi satuan-satuan lebih kecil. Bendera isyarat digunakan untuk menyampaikan perintah dalam jarak jauh pada siang hari. Pada malam hari, lampu dan panah api menggantikan fungsi bendera. Semua ini adalah taktik yang juga digunakan bangsa Hun selama berabad-abad ketika menguasai padang rumput Asia Timur. Taktik ini diwarisi oleh suku Nurjhen, dan taktik itu pula yang dicuri dan digunakan Mongol untuk menaklukkan mereka.
Pada musim semi tahun kedua Go hidup di antara bangsa Jepang, pasukan berkuda
BUKU KEDUA 20 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Akaoka yang dilatihnya dengan begitu baik bergerak seperti ksatria Nurjhen pada masa lalu menyerang pasuka kikuk Hojo, yang sepuluh kali lebih besar dari jumlah mereka, dan menghancurkannya dalam pembantaian besar di Pantai Shikoku, Inland Sea. Ketika mereka kembali dari medan perang, Masamune memberikan selirnya yang termuda dan tercantik kepada Go untuk diperistrinya. Pada musim gugur berikutnya, Go menjadi ayah seorang putra, dinamainya Chiaki, menggunakan huruf Cina chi; darah, untuk darah Nurjhen yang mengalir di tubuhnya, dan aki, musim gugur, untuk musim ketika dia dilahirkan.
Semuanya berjalan baik sampai Nurjhen kedua lahir di antara bangsa Jepang. Saat itulah, Go teringat bahwa darah yang mengalir dalam tubuhnya, dan kedua anaknya, juga merupakan darah ibunya yang penyihir, dan darah penyihir lain, Tangolhun dari masa lampau.
1867, Istana. Bangau yang Tenang
"Kulihat kau bekerja keras seperti biasanya," kata Genji.
Emily begitu asyik dengan bacaannya sehingga dia tidak menyadari kemunculan Genji di ambang pintu. Dia yakin Genji sudah berdiri di sana untuk beberapa saat,
memerhatikannya, sebelum berbicara.
"Tidak cukup keras," katanya, menggulung perkamen dengan sesantai mungkin.
Intuisi perempuannya membisikinya bahwa lebih baik, setidak-ya untuk sementara waktu, dia tidak mengungkapkan perbedaan jenis perkamen yang baru tiba.
Penampilan Genji sudah mengalami sedikit perubahan selama enam tahun sejak
mereka bertemu. Di samping luka-luka serius yang dideritanya dalam perang, dia merasakan tekanan besar dari kepemimpinan politik pada masa-masa krisis yang nyaris tanpa akhir, dan jaringan rumit persekongkolan kawan dan lawan yang melibatkan Kaisar di Kyoto, Shogun di Edo, dan komandan-komandan perang yang memberontak di barat dan utara Jepang. Belum lagi kemungkinan campur tangan asing yang harus
dikhawatirkan, dengan angkatan laut Inggris, Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat yang selalu muncul di perairan Jepang. Jika semua itu belum cukup rumit, ada lagi yang harus BUKU KEDUA
21 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR diperhitungkan, Kawakami Saemon.
Saemon adalah putra mantan musuh besar Genji, Kawakami Eiichi, yang pada saat
kematiannya"di bawah pedang Genji"masih menjabat Kepala Polisi Rahasia Shogun.
Saemon adalah putra sulung Kawakami, dari seorang selir yang tidak penting, bukan dari seorang istri, dan diduga membenci ayahnya. Ketika dia dan Genji bertemu tak lama setelah insiden nahas itu, dia menunjukkan setiap isyara pertemanan. Lebih jauh, dia dan Genji berada di pihak yang sama tentang restorasi. Mereka berdua. mendukung
penghancuran pemerintahan Shogun dan pengembalian kekuasaan ke tangan Kaisar
setelah seribu tahun mengalami keredupan politis. Genji tampaknya memercayai laki-laki itu. Emily tidak.
Dia terlalu mirip ayahnya dalam dua hal. Pertama adalah dalam penampilan. Dia
tampan dan bangga akan dirinya, dan Emily sulit memercayai laki-laki ayng
mementingkan penampilan secara berlebihan. Kedua, lebih banyak berbicara daripada berbuat. Dia selalu memberi Emily kesan tidak pernah bersungguh-sungguh dalam setiap perkataannya, dan tidak pernah menyatakan maksudnya yang sebenarnya. Dia tidak berbohong. Akan tetapi, yang diberikannya lebih berupa kesan"kelicinan, kedangkalan, dan kecendeungan arah pengkhianatan"daripada fajta yang dapat dipastikan. Barangkali, hanya keadaanlah yang membuat Emily meragukannya. Dia tidak dapat mencegah dirinya bertanya-tanya mungkinkah seorang putra sungguh-sungguh memiliki perasaan simpati kepada pria yang membunuh ayahnya.
Dia membalas senyum Genji dengan senyum. Senyum Genji tampak tanpa beban
seperti biasa, dan dia masih tampak seperti bangsawan yang tidak memiliki kekhawatiran di luar lokasi hiburan malam. Suatu penampilan yang telah menipu musuh-musuhnya untuk menganggap remeh dirinya, dan kesalahan itu harus dibayar mahal dengan nyawa mereka. Pertumpahan darah tampaknya terjadi dengan kekerapan meresahkan di sekitar Genji, dan menjadi satu faktor lagi yang telah meyakinkan Emily bahwa waktunya untuk meninggalkan Jepang sudah tiba.
Dia belum memberi tahu Genji tentang lamaran-lamaran pernikahan yang
diterimanya, juga tidak memberikan petunjuk apa pun tentang keputusannya untuk pergi.
Dia takut jika dia memberi tahu Genji sebelum waktunya, Genji akan mengatakan atau melakukan sesuatu yang akan menghancurkan tekadnya yang rapuh. Cinta memaksanya BUKU KEDUA
22 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR untuk pergi, tetapi cinta pula yang dapat dengan mudah mencegahnya melakukan itu. Dia aman selama Genji tidak membalas perasaannya. Hidup ini menyakitkan, tetapi rasa sakitnya dapat dia tahan. Setidaknya; dia bersamanya.
Kemudian, mawar-mawar itu mulai muncul." Apakah artinya itu selain bahwa Genji mulai memupuk perasaan terhadapnya, perasaan serupa yang telah lama dipendamnya untuk pria itu" Nasibnya sendiri tidak dicemaskannya. Dia rela melakukan, dosa apa pun, menjalani hukuman apa pun, untuk sungguh-sungguh bersamanya, selama kehadirannya membantu Genji di jalan menuju kebenaran Kristen. Yang paling tidak diingininya adalah menjadi alat untuk melukai Genji. Jika dia mengikuti perasaannya, masalah tanpa akhir akan menimpa Genji, baik di antara masyarakatnya sendiri maupun di antara orang-orang Barat yang akan menentang gagasan seorang Timur, bangsawan atau bukan, beristrikan wanita kulit putih. Usaha Genji untuk memasukkan Jepang ke dalam keluarga bangsa-bangsa beradab akan terancam. Itu pun bisa diabaikannya, jika dia yakin bahwa semua itu adalah bagian dari harga yang harus dibayarnya untuk penyelamatan jiwa abadi Genji. Itu menjadi dilemanya. Apakah memiliki dirinya akan membantu menyelamatkan Genji, atau mendorong pria itu selangkah lagi kea rah siksaan abadi"
"Kulihat pengagum gelap itu telah membawakan mawar hariannya untukmu," kata Genji.
"Dia pasti dapat bergerak seperti siluman," kata Emily. "Tak seorang pun pernah melihatnya, dia juga tak pernah meninggalkan petunjuk samar sekalipun tentang siapa dirinya." Emily tahu dia harus berhenti di situ, tetapi dia tidak sanggup, dan menambahkan, "Perbuatannya tidak kesatria."
"Menurut pemahamanku, tanda cinta tanpa nama seperti itu dianggap sangat wajar di Barat. Apakah aku salah?"
"Tanpa nama dalam jangka waktu tertentu, barangkali. Tetapi, enam bulan agaknya dapat mengubah perasaan tersanjung menjadi terganggu."
"Bagaimana bisa demikian?"
"Orang mulai bertanya-tanya mengapa ini berlangsung begitu lama tanpa tanda-tanda identitas. Mungkinkah, barangkali, ada motivasi yang tidak sepenuhnya sehat?"
"Barangkali, untuk alasan yang baik, pengagummu tidak dapat menyatakan dirinya secara terbuka," kata Genji. "Barangkali mengagumimu, tanpa kemungkinan untuk lebih BUKU KEDUA
23 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR dari itu, adalah yang paling bisa diharapkannya."
Sebelum Emily dapat menahan dirinya, dia berkata, "Jika demikian, perilakunya itu pengecut."
Genji tersenyum. "Keberanian berlebihan, dalam keadaan yang salah, di tempat yang salah, dan pada waktu yang salah, dapat menimbulkan konsekuensi yang jauh lebih buruk daripada kepengecutan."
"Kedengarannya seperti sangat bertentangan dengan apa yang akan dikatakan kebanyakan samurai," kata Emily, kemudian menambahkan dengan tekanan, "Lord Genji."
"Ya, memang begitu, bukan" Barangkali, kelak aku harus menyerahkan kedua
pedangku dan ikatan rambutku."
"Tetapi tidak hari ini," kata Emily.
"Tidak, tidak hari ini."
Emily berdiri dan berpura-pura mengamati langit. Jika dia mendorong Genji ke arah pernyataan terbuka, apa pun pemyataannya, jalannya akan jauh lebih jelas. Apakah cinta telah menyebabkan dia salah mengartikan apa yang tak melebihi penghormat seorang teman dari Genji" Jika demikian, krisis romantis ini hanyalah khayalan, dan ada di benaknya sendiri.
Emily berkata, "Mungkin akan turun hujan. Kita makan siang di dalam saja?"
"Terserah engkau."
Emily telah menyiapkan variasi dari roti lapis mentimun, yang baru-baru ini ditirunya untuk pertama kalinya di kedutaan Inggris. Dia mendapati kombinasi irisan sayuran, diolesi dengan saus buatanya sendiri dari kuning telur kocok dan krim, sangat
menyegarkan dalam kelembapan di awal musimgugu Edo. Genji tidak seperti biasanya sangat pendiam sepanjang makan malam, yang berarti bahwa dia berusaha keras agar tidak memuntahkan makanan yang ternyata menjijikkannya, atau dia masih berpikir tentang mawar tanpa nama itu. Untuk lebih amannya. Dia memutuskan menyingkirkan roti lapis mentimun dari menu pada masa mendatang.
Sejauh ini, usahanya untuk memperluas diet Genji dengan memasukkan lebih banyak makanan Barat telah gagal total. Diakuinya, dia tidak lebih berhasil dalam menyesuaikan diri dengan makanan Jepang. Sebagian besar makanan itu mengandung makhluk-makhluk laut yang aneh, sering dalam keadaan mentah yang diiris langsung dari binatang. Pikiran BUKU KEDUA
24 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR tentang itu saja telah menodai rasa mentimun di dalam mulutnya. Dia harus berjuang mengatasi gelombang rasa mual agar dapat menelan, dan segera mendorongnya dengan teh.
"Ada yang tidak beres?" tanya Genji.
"Tidak sama sekali," sahut Emily, meletakkan rotinya. "Aku hanya tidak begitu lapar sekarang."
"Aku juga," kata Genji, jelas sekali tampak lega mengikuti contohnya.
Mereka berdua kemudian terdiam untuk beberapa lama. Emily mencoba
membayangkan apa yang mungkin dipikirkan Genji. Barangkali, laki-laki itu juga melakukan yang sama tentang dirinya. Suatu pemikiran yang membuatnya senang, dan sudah pasti hanya khayalannya. Tak ada gunanya berkhayal seperti itu. Dia mengalihkan perhatiannya pada hal lain, sesuatu yang mungkin lebih terbuka terhadap pertanyaan.
Emily berkata, "Aku punya pertanyaan tentang perkamen Suzume-no-kumo. Hanya karena ingin tahu, bukan masalah yang berhubungan dengan terjemahan. Apakah yang dianggap sebagai pertanda masa depan itu selalu disampaikan lewat mimpi?"
"Kau telah membaca ramalan-ramalan berusia beberapa ratus tahun, banyak di antaranya sudah terbukti terjadi, dan kau masih bisa menyebutnya sebagai 'anggapan'?"
"Seperti yang telah kukatakan berkali-kali, hanya para Rasul dari Perjanjian Lama" "
?"yang mampu melihat masa depan," kata Genji menyelesaikan pernyataannya. "Ya, kau memang telah mengatakan itu berkali-kali. Aku tidak mengerti bagaimana kau mendamaikan kepercayaan itu dengan apa yang telah kaubaca di perkamen."
"Jika Anda memilih untuk tidak menjawab pertanyaanku, katakan saja," kata Emily, terdengar lebih kesal daripada yang dikehendakinya.
"Mengapa aku harus memilih seperti itu" Jawabannya adalah ya. Setiap kilasan masa depan selalu muncul lewat mimpi."
"Tak pernah dibawa oleh seorang pengunjung tak terduga?"
"Seorang pengunjung?" Ini mungkin pertama kalinya Emily melihat Genji tampak bingung.
"Ya," sahutnya. "Barangkali seorang pembawa pesan."
"Pembawa mana yang tahu tentang masa depan?"
"Yah, dia tak akan tahu, tentu saja. Tetapi, mungkin sebuah laporan biasa entah BUKU KEDUA
25 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR bagaimana diartikan secara khusus oleh sang pelihat masa depan."
"Aku telah membaca keseluruhan Suzume-no-kumo beberapa kali," kata Genji, "dan pembawa pesan tak pernah disebut-sebut."
"Anda benar, aku yakin," kata Emily. "Aku akan memeriksa lagi dengan kamus."
Langkah-langkah cepat mendekati pintu mereka. Itu selalu merupakan tanda-tanda masalah.
Kepala pengawal Genji, Hide, muncul dan membungkuk. "Tuanku, telah terjadi lagi serangan terhadap orang asing, bangsa Inggris."
"Korban tewas?"
"Tidak ada di antara orang asing. Mereka bersenjata pistol. Lima samurai Yoshino terbunuh. Bagaimanapun, Duta Besar Inggris sudah mengajukan protes resmi, baik kepada Shogun maupun Bangsawan Agung Yoshino."
"Betapa tololnya. Apakah mereka tidak pernah belajar" Kupikir, Lord Saemon telah membujuknya untuk menahan diri sampai seluruh dewan penasihat bertemu."
"Tampaknya tidak."
"Kau masih ragu bahwa Lord Saemon dapat dipercaya."
"Tidak, Tuanku, saya tidak merasa ragu sama sekali," sahut Hide. "Saya yakin dia tidak dapat dipercaya."
"Dengan dasar apa kau sampai pada kesimpulan itu?"
"Dia putra Kawakami si Mata Licik." Gerakan mulut Hide ketika menyebutkan nama itu sama seperti jika dia meludahkannya kalau bisa. "Tidak mungkin anak seorang ayah seperti itu bisa menjadi laki-laki dengan kata-kata bermakna."
"Kita harus belajar keluar dari pemikiran seperti itu," kata Genji. "Jika Jepang ingin diterima di antara para Adidaya dunia, ia harus meninggalkan penekanan berlebihan pada garis keturunan dan berkonsentrasi pada keunggulan individual. Para putra tidak boleh secara otomatis dinyatakan bersalah karena perbuatan ayah mereka."
"Baik, Tuanku," kata Hide, sama sekali tanpa keyakinan. Enam tahun lalu, dia adalah salah seorang yang berhasil selamat dari jebakan Kawakami yang berkhianat di Kuil Mushindo. Karena pelatihan dan kecederungan, Hide adalah seorang samurai yang setia terhadap tradisi. Balas dendam adalah satu-satunya motivasi yang dapat dipahaminya BUKU KEDUA
26 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR benar, dan dia mengasumsikan semua samurai adalah sama"kecuali Lord Genji, yang dipandang Hide sebagai nabi yang unik dan menimbulkan ketaktziman tiada banding.
"Kita sebaiknya menemui Lord Saemon," kata Genji kepada Hide. "Kita harus bertindak cepat untuk mencegah situasi semakin tidak terkendali. Para samurai berangasan itu mungkin memutuskan sekarang adalah waktu yang tepat untuk memulai perang
terhadap bangsa asing."
"Baik, Tuanku. Saya akan mengumpulkan pengawal."
"Tidak perlu. Sudah cukup jika kau menemaniku."
"Tuanku," Hide mulai memprotes, tetapi Genji menghentikannya.
"Kita harus menunjukkan kepercayaan diri. Pada masa kini, tidak adanya kepercayaan diri lebih berbahaya daripada tidak ada pengawal." Genji beralih kepada Emily dan berkata dengan bahasa Inggris. "Kau mengerti?"
"Bagian-bagian yang penting, ya," sahut Emily, "Kumohon, berhati-hatilah."
"Selalu," kata Genji, tersenyum. Dia membungkuk dan pergi.
Emily kembali pada perkamen baru dan menerjemahkan paragraf pembuka kata demi kata dengan kamusnya. Tak ada keraguan lagi bahwa di sana dinyatakan, Lord Narihira mengetahui dari sang pengunjung bahwa kedatangan American Beauty d Kastel Awan Burung Gereja akan mengisyarathan kemenangan akhir Klan Ohumichi. Kehadiran kata Amerikalah yang telah membangkitkan minatnya seja pertama kali membaca. Namun, setelah Genji bersikukuh bahwa pertanda hanya muncul dalam mimpi kata pengunjung menjadi lebih menarik. Mereka yang datang ke Istana Bangau yang Tenang untuk menemui Genji
disebut sebagai okyahu-sama, yang berarti "tamu". Namun, penulis perkamen ini telah menggunakan h-o monsha. Emily akan menerjemahkannya sebagai "pengunjung". Namun, secara harfiah, h-o monsha berarti, "orang yang menyeru kepada yang lain."
Perbedaan lain antara kedua istilah itu tiba-tiba disadari Emily dan, untuk alasan yang tidak dapat dijelaskan, membuatnya merinding.
Seorang tamu itu diundang, atau setidaknya diharapkan. Seorang pengunjung belum tentu diundang atau diharapkan.
BUKU KEDUA 27 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Sepanjang rangkaian pertemuannya dengan majelis permusyawaratan yang beranggotakan para bangsawan agung dari pelbagai wilayah, pikiran Genji se1alu tergelincir kembali kepada Emily.
Tentu saja, dialah yang setiap hari meninggalkan mawar untuk Emily. Meskipun tak ada pembicaraan apa-apa, dia menduga Emily tahu bahwa dia menyadari perasaan wanita itu. Pasti Emily percaya bahwa dia hanya memiliki perasaan persahabatan terhadapnya dan tidak lebih dari itu. Semua perilakunya adalah perilaku seorang teman. Apakah dia telah menduga-duga terlalu jauh" Kalau saja Emily seorang wanita Jepang, dia akan yakin sepenuhnya dengan dugaannya. Akan tetapi, Emily sudah jelas bukan orang Jepang, jadi tidak ada yang bisa diyakininya. Yah, nyaris tidak ada. Dia tahu Emily mencintainya.
Tidak seperti Genji, Emily sama sekali tak mampu menyamarkan perasaannya secara meyakinkan.
Namun, sandiwaranya tidak bisa berlanjut terus-menerus. Hari ini, ketika mereka makan siang bersama, hasratnya telah terbangkitkan hanya oleh pemandangan Emily sedang makan-gerakan mulutnya, cara tangannya yang anggun memegang roti, bagaimana mulutnya membuka sesaat sebelum pinggiran cangkir menyentuhnya. Jika perbuatan se-biasa itu sudah sedemikian menggairahkannya sampai dia tidak bisa berbicara, jelas bahwa dia telah mencapai batas kendali dirinya.
Perasaannya, jika diketahui oleh Emily, tak urung akan membuat Emily tidak perlu lagi menahan ekspresi perasaannya sendiri. Ini akan berakhir, menurut pertanda yang telah diterimanya, pada kehancuran dini dirinya. Dalam mimpi itu, Genji telah melihat pertanda tentang kematian Emily ketika melahirkan. Wanita itu akan menjamin
kelangsungan klannya, tetapi dengan melakukan itu, dia akan mati. Genji tidak bisa menerimanya. Dia menolak menganggap pertanda sebagai keniscayaan, seperti setiap pertanda yang telah diterima kakeknya, melainkan sebagai sebuah peringatan. Kakeknya telah menerima nasib tepat seperti gambaran masa depan yang dilihatnya. Genji memilih untuk meyakini per. tandanya hanya merupakan peringatan. Jadi, dia mempertimbangkan peringatan itu. Dia tidak akan membiarkan dirinya mendekati Emily lebih dari sekedar pura-pura menjadi pengagum rahasia.
Emily tak lama lagi akan menerima lamaran pernikahan, baik dari Letnan Farrington, atase angkatan laut Amerika, maupun Charles Smith, petani tebu dan peternak dari BUKU KEDUA
28 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Kerajaan Hawaii. Emily tidak tahu bahwa Genji mengetahui hal ini. Dia tidak tahu bahwa Genji mendekati kedua pria itu justru karena melihat keduanya cocok untuk menjadi suaminya. Genji tahu, pada saatnya mereka akan terpukau oleh Emily karena, dengan kedatangan orang asing yang semakin banyak, Genji telah mengetahui bahwa Emily dianggap memiliki kecantikan luar biasa oleh mereka, bertolak belakang dengan
pengaruhnya terhadap orang-orang Jepang. Betapa anehnya situasi ini. Setelah Genji mencintainya tanpa peduli paras dan rupanya, justru paras dan rupanya inilah yang mampu membuat Emily melupakan cintanya kepada Genji. Pemikiran bahwa dia tak akan pernah melihat lagi Emily, sekalipun sebagai teman, menimbulkan siksaan pedih, tetapi dia akan memilih itu daripada menjadi alat untuk kematiannya.
"Apakah Anda setuju, Lord Genji?" tanya Lord Saemon.
Dia tidak mungkin mengakui bahwa dia tidak mendengar apa-apa karena itu akan
sangat menghina Saemon, dan juga mempermalukan dirinya. Dia bepura-pura perlu
mendengarkan lebih banyak pendapat sebelum sampai pada pendapatnya sendiri, dan dengan demikian dia berhasil menghindarkan penghinaan dan rasa malu. Sulit baginya, tetapi selama sisa pertemuan itu, dia memaksa dirinya untuk tidak lagi memikirkan Emily.
Saemon memahami bahwa Genji terganggu oleh pemikiran lain, tetapi tidak
menunjukkan tanda-tanda bahwa dia mengetahuinya. Ketika pertemuan itu selesai, dia berterima kasih kepada Genji untuk komentarnya yang bijaksana tentang krisis saat ini, meminta maaf atas ketidakmampuannya mengendalikan Bangsawan Agung Yoshino yang sembrono, dan segera bergerak untuk melaksanakan keputusan majelis permusyawaratan yang telah dipercayakan kepadanya.
Untuk sementara ini, dia merahasiakan pemikirannya sendiri. Lagi pula, siapa lagi yang bisa dipercaya sepenuhnya, atau yang memiliki penilaian telah terbukti begitu bijak sehingga nyaris seperti dewa dari waktu ke waktu" Inilah pelajaran yang telah dikenyamnya dengan baik dari ayahnya, almarhum Lord Kawakami, laki-laki paling licik dan penuh tipu daya yang pernah memimpin organ yang paling ditakuti dari pemerintahan Shogun, polisi rahasia.
"Jangan percaya kepada siapa pun di sekitarmu," Lord Kawakami pernah berkata, "tak pedull betapa baiknya kau mengira mengenal mereka."
Sebagai anak yang cerdas, dia menyahut saat itu. "Bagaimana kalau aku sendirian?"
BUKU KEDUA 29 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Dia mengharapkan ayahnya menanggapinya dengan canda, tetapi keseriusannya tak
pernah tergoyahkan. Lord Kawakami berkata, "Maka pandang dirimu dengan kewaspadaan dan kecurigaan, pertanyakan motivasi, kaji pergaulan, carilah jalan-jalan potensial untuk pengkhianatan.
Jika kau menemukannya sebelum musuhmu, kau dapat menutupinya, atau lebih baik lagi, jadikan sebagai umpan jebakan, dan kau akan mendapatkan keuntungan lebih banyak dari apa yang dilihat orang lain sebagai kelemahan."
Saemon sendiri adalah jebakan hidup. Kawakami telah mengatur segalanya sehingga semua orang percaya putranya membenci dirinya. Sebagai putra sulung Saemon wajar berharap menjadi ahli waris Kawakami, dan kelak menjadi penggantinya sebagai
Bangsawan Agung Hino. Sebetulnya, gelar itu tidak terlalu berarti karena Hino adalah wilayah terkecil dan paling tidak penting di antara 260 wilayah di Jepang, tetapi menjadi seorang bangsawan agung berarti memperoleh penghargaan penting berupa martabat dan kehormatan. Ini tidak akan terjadi karena Saemon dikatakan sebagai anak selir yang tidak penting, bukan istri Kawakami. Saemon dibesarkan di istana kecil di daerah pinggiran, lebih menyerupai pertanian terhormat daripada istana, dan tidak menenerima limpahan kemanjaan dan kemewahan seperti yang diperoleh saudara-saudara "tiri"-nya. di kastel utama. Anak seperti itu tentu akan membenci ayahnya.
Saemon, tentu saja, bukanlah anak selir itu, melainkan putra sulung istri Kawakami.
Sejak lahir, Saemon menjadi bagian dari sebuah rencana penipuan. Dia tumbuh dan terkenal karena perasaan bencinya terhadap ayahnya. Dengan perasaan yang benar-benar wajar itu, dia dapat menjadi anggota pelbagai kelompok anti-Shogun. Rencana itu sangat pintar, barangkali bahkan cemerlang, sesuai dengan gaya khas ayahnya. Satu-satunya cacatnya adalah kebencian pura-pura Saemon mencapai kesempur naan yang tidak
diantisipasi Kawakami. Sang putra sungguh-sungguh membenci ayahnya. Dan alasan untuk ini, juga benarbenar wajar. Akibat rencana licik jangka panjang yang di dalamnya dia memainkan peran utama di luar kehendaknya, Saemon tidak dibesarkan oleh ibunya yan berdarah bangsawan, berhati mulia dan penuh kasih di istana yang seharusnya dia warisi. Alih-alih, di diserahkan ke tangan seorang selir yang secara fisik sangat cantik tetapi malas, tak acuh, dan sama sekali BUKU KEDUA
30 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR tidak tertarik kepadanya. Untuk membungkam tangisan si anak, wanita itu
menghukumnya dengan perlakuan-perlakuan seksual yang paling menyimpang, yang
dalam pandangan Saemon kelak, menjadi penghancur perilaku normalnya untuk
selamanya. Pada usia enam belas tahun, dia meracuni wanita itu dengan racun Cina yang bereaksi lambat dan sangat menyakitkan. Menurutnya, hukuman itu sama sekali tidak setimpal, meskipun dari waktu ke waktu, dia masih mengenangnya dengan kepuasan bagaimana wanita itu perlu waktu sebulan penuh untuk mati, pada bulan yang disinari purnama sempurna musim gugur, dan dalam usia dua puluh tahun yang singkat. Pada akhirna, tak ada sebersit pun kecantikannya tersisa, dan apa yang menjadi cirinya yang paling menarik, keharuman seksualnya yang memabukkan, telah membusuk menjadi bau yang begitu
memuakkan sehingga hanya pelayan paling rendah yang pernah mendekatinya, dan itu pun jarang sekali.
Dari ayah dan ibu tirinya, Saemon telah belajar merahasiakan segala sesuatu yang menguntngkan dirinya. Kini, pada waktu krisis datang bertubi-tubi, peluang besar muncul bagi mereka yang mempunyai pandangan jernih.
Dan, siapakah yang mempunyai pandangan lebih jernih daripada orang yang tidak
dibebani dengan gagasan-gagasan palsu tentang kesetiaan, martabat, cinta, kehormatan, ketulusan, tradisi, atau keluarga"
Lord Saemon yakin tak ada orang yang lebih sesuai dengan gambaran tentang laki-laki masa depan kecuali dirinya sendiri.
Waktu untuk bertindak belum tiba, tetapi pasti tiba, dan akan tiba segera. Genji telah mengambil alih kerepotan membunuh ayahnya. Pada akhirnya dia akan membunuh Genji, seperti yang direncanakan ayahnya, tetapi bukan karena kebencian. Genji adalah salah seorang Bangsawan Agung yang dapat menghalangi kenaikannya ketika rejim Shogun Tokugawa akhirnya tumbang. Ini hanyalah masalah praktis, tak lebih.
Dengan pandangan ke masa depan"masa depan yang sesungguhnya, bukan yang
dibayangkan oleh orang-orang lemah yang tertipu"Saemon sudah mulai menyelidiki gunjingan-gunjingan yang telah melingkupi Lord Genji sejak saat kelahirannya.
Kebanyakan merupakan kisah-kisah yang jelas hanya dongeng belaka dan takhayul petani.
Setiap kali bencana mengancam, apakah itu paceklik, perang, wabah, bencana alam, atau BUKU KEDUA
31 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI, Created by : syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Lapangan Golf Maut 4 Pendekar Pemabuk Karya Kho Ping Hoo Empat Pemburu Harta 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama