Empat Serangkai - Pulau Rahasia The Secret Island Bagian 1
Enid Blyton EMPAT SERANGKAI: PULAU RAHASIA THE SECRET ISLAND Penerbit PT Gramedia Jakarta, 1985 Djvu: BBSC Edit & Convert: zhe (zheraf.wapamp.com)
http://www.zheraf.net DAFTAR ISI 1. Awal Petualangan 2. Persiapan yang Mengasyikkan
3. Minggat! 4. Malam Pertama di Pulau
5. Membangun Pondok 6. Pondok Selesai 7. Menyeberangkan Sapi ke Pulau
8. Saat Bersantai - Dengan Akhir yang Mengagetkan
9. Pelancong Mendarat di Pulau
10. Malam Badai di Pondok Willow
11. Nora Mengalami Kesulitan
12. Gua-gua di Lereng Bukit
13. Suasana Musim Panas 14. Jack Pergi Berbelanja
15. Jack Nyaris Tertangkap
16. Anak-anak Dicari 17. Pulau Rahasia Digeledah
18. Pencarian Dihentikan 19. Hidup di Dalam Gua 20. Kabar yang Menggembirakan
21. Akhir Petualangan 1. AWAL PETUALANGAN Mike, Peggy, dan Nora sedang bercakap-cakap sambil duduk di rumput. Wajah mereka
tidak memancarkan kegembiraan. Nora tidak sanggup menahan air matanya yang terus
bercucuran membasahi pipi.
Mereka mendengar seruan pelan.
"Hoooi!" "Itu Jack," kata Mike. "Jangan menangis terus, Nora. Jack pasti bisa membuatmu
bergembira lagi!" Seorang anak laki-laki datang berlari-lari menyusur pagar semak menuju ke arah
ketiga anak itu, lalu duduk di dekat mereka. Kulit mukanya coklat terbakar sinar
matahari. Matanya yang biru cerah nampak bersinar bandel.
"Hai!" sapanya. "Ada apa, Nora" Kau menangis lagi?"
"Ya," kata Nora. Ia menyapu air matanya. "Aku dipukul Bibi Harriet tadi pagi.
Katanya, tirai yang kucuci tidak cukup bersih. Nih, lihatlah - bekas
pukulannya!" Nora memperlihatkan bagian lengannya yang merah kena pukul.
"Keterlaluan!" kata Jack.
"Coba orang tua kami ada di sini, kami takkan mereka biarkan hidup merana
seperti begini," kata Mike. "Tapi kurasa mereka takkan mungkin kembali lagi."
"Sudah berapa lama mereka pergi ?" tanya Jack.
"Lebih dari dua tahun," jawab Mike. "Ayah kan menciptakan pesawat terbang model
baru. ia menerbangkan pesawatnya itu ke Australia, untuk menguji kelaikan terbangnya.
Ibu ikut, karena ia juga suka berkelana naik pesawat terbang. Sebetulnya mereka
sudah hampir sampai ke benua selatan itu. Tapi tahu-tahu tidak ada lagi kabar
berita tentang mereka!"
"Dan Paman Henry serta Bibi Harriet kini beranggapan bahwa orang tua kami itu
pasti lenyap untuk selama-lamanya," kata Nora, ia mulai menangis lagi. "Aku tahu
betul - karena kalau tidak begitu, tidak mungkin kami mereka perlakukan seperti sekarang
ini." "Janganlah menangis terus, Nora," kata Peggy berusaha membujuk. "Nanti matamu
merah! Kan jelek kelihatannya. Lain kali biar aku saja yang mencuci untukmu."
Jack merangkul Nora. Dari ketiga kakak-beradik itu, Nora yang paling
disayanginya. Anak itu yang paling kecil, walau ia sebenarnya saudara kembar
Mike. Wajahnya kecil, dirangkum rambut ikal berwarna hitam pekat. Mike serupa
dengannya, tapi bertubuh lebih besar. Peggy yang berumur setahun lebih tua,
rambutnya berwarna pirang. Tidak ada yang mengetahui berapa umur Jack, ia
sendiri pun tidak tahu! ia tinggal bersama kakeknya, seorang petani kecil. Jack
sangat rajin bekerja di pertanian itu. ia bekerja sekeras orang dewasa. Padahal
beda besar tubuhnya dari Mike tidak begitu banyak.
ia berkenalan dengan ketiga anak itu ketika mereka pada suatu kali mengembara
menyusur ladang. Jack pandai menangkap kelinci, ia juga tahu cara memancing ikan
di sungai, ia mengetahui di mana tempat buah-buahan hutan yang ranum. Pokoknya,
menurut ketiga anak itu, Jack tahu segala-galanya, ia bahkan mengenal nama-nama
burung yang beterbangan di sekitar pagar semak, serta dapat menunjukkan beda
antara ular yang berbisa dan yang tidak.
Pakaian Jack selalu lusuh dan sudah sobek di sana-sini. Tapi bagi Peggy serta
kedua adiknya, itu tidak apa. Jack juga tidak pernah memakai sepatu. Betisnya
bergaris-garis, bekas goresan onak dan duri semak. Jack tidak pernah terdengar
mengomel. Apalagi merengek! ia selalu riang gembira. Ia suka sekali berkelakar.
Ketiga anak yang sedang merasa sengsara itu agak terhibur, karena punya kawan
baik seperti Jack. "Bibi Harriet jahat sekali pada kami, sejak ia merasa yakin bahwa Ayah dan Ibu
pasti takkan kembali lagi," kata Nora sendu.
"Sikap Paman Henry juga berubah," tambah Mike. "Kami sekarang sudah tidak
bersekolah lagi. Aku disuruh membantu Paman, bekerja dari pagi sampai malam di
ladang. Kalau soal itu aku sebenarnya tidak keberatan - tapi kenapa Peggy dan
Mora diperlakukan begitu buruk oleh Bibi Harriet" Mereka kan masih anak-anak!
Masa - segala pekerjaan di rumah dibebankannya pada mereka!"
"Aku yang harus mengerjakan semua cucian sekarang," keluh Nora. "Kalau yang
kecil-kecil saja aku masih mampu. Tapi seprai-seprai kan besar. Mana berat lagi,
kalau sudah basah!" "Sedang segala urusan memasak dijadikan tugasku," kata Peggy. "Kemarin kue yang
kubuat angus, karena oven terlalu panas. Sebagai akibatnya aku disuruh Bibi
mendekam sepanjang hari di kamar tidur, tanpa diberi makan."
"Tapi aku kemudian menyusup masuk lewat jendela, untuk memberikan sedikit roti
dengan keju pada Peggy," kata Mike. "Sialnya, aku ketahuan oleh Paman. Aku
diguncang-guncangkannya dengan begitu keras, sampai setelah itu seluruh badanku
terasa lemas, bayangkan, berdiri pun aku tidak sanggup! Aku tidak diberi makan
tadi malam, sedang sarapanku pagi ini cuma roti sepotong kecil."
"Sudah sejak berbulan-bulan kami tidak diberi pakaian baru," kata Peggy.
"Sepatuku sudah sangat rusak. Aku tidak tahu bagaimana kami nanti kalau sudah
musim dingin, karena mantel kami sudah kekecilan."
"Kalian lebih menderita daripada aku," kata Jack. "Aku belum pernah punya barang
bagus - jadi aku tidak peduli tentang soal itu. Tapi kalian dulu punya segala-galanya,
dan sekarang kalian kehilangan semuanya itu. Ayah dan ibu yang bisa melindungi
kalian, kini juga sudah tidak ada lagi."
"Kau masih ingat pada orang tuamu, Jack?" tanya Mike. "Atau kau sudah selalu
tinggal bersama kakekmu?"
"Aku cuma tahu kakekku itu saja," kata Jack. "Tapi kini ia sudah berapa kali
mengatakan, ingin tinggal pada salah seorang bibiku. Jika niatnya itu sungguhsungguh dilakukan, aku terpaksa hidup sebatang kara. Bibiku itu tidak mau jika
aku juga ikut tinggal di rumahnya."
"Aduh, Jack! Kalau begitu bagaimana kau nanti?" tanya Nora cemas.
"Ah - Aku takkan apa-apa jika ditinggal sendiri," kata Jack. "Soalnya sekarang
kalian! Bagaimana dengan kalian" Tak enak hatiku melihat kalian bertiga begini merana.
Coba kita ini bisa minggat bersama-sama!"
"Percuma - karena pasti akan ditemukan dengan segera, lalu dibawa kembali
kemari," kata Mike. Sikapnya suram. "Itu sudah jelas! Aku pernah membaca berita
dalam koran, tentang anak-anak yang minggat. Polisi selalu berhasil menemukan
jejak mereka, dan kalau sudah ketemu lantas diantar pulang. Coba ada tempat yang
begitu tersembunyi, sehingga tidak mungkin ada yang bisa menemukan kita di sana!
Pasti aku akan minggat. Dan Peggy serta Nora kuajak. Aku tidak tega melihat
mereka dipaksa bekerja keras oleh Bibi Harriet, dan dipukuli dengan seenaknya!"
"Coba kalian dengarkan sebentar," kata Jack dengan tiba-tiba. Ketika temannya
menoleh dengan cepat, karena mendengar nada suaranya yang begitu bersungguhsungguh. "Akan kuceritakan sesuatu yang sebetulnya sangat kurahasiakan. Asal
kalian mau berjanji, takkan menceritakannya pada siapa-siapa!"
"Tentu saja, Jack! Kami berjanji," kata ketiga temannya serempak.
"Kami bisa kauandalkan, Jack," kata Mike.
"Ya - aku juga tahu," kata Jack. "Nah - kalau begitu dengarkan baik-baik. - Aku
mengenal suatu tempat di mana takkan ada yang bisa menemukan kita - jika kita
minggat ke sana!" "Di mana tempat itu, Jack?" seru Peggy beserta kedua adiknya bersemangat.
"Nantilah, kutunjukkan tempat itu malam ini," kata Jack sambil berdiri. "Nanti
pukul delapan kalian ke tepi danau, jika sudah selesai mengerjakan segala tugas.
Kita bertemu di sana. Sekarang aku harus pergi - jangan sampai Kakek marahmarah. Jika itu terjadi, ada kemungkinan aku dikurungnya di kamar dan tidak
boleh keluar lagi sampai besok."
"Kalau begitu sampai nanti malam ya, Jack!" kata Nora, ia tidak sedih lagi,
karena merasa terlipur oleh janji Jack.
Jack pergi sambil berlari-lari. Sedang ketiga kawannya berjalan dengan langkah
berat, kembali ke pertanian paman dan bibi mereka. Ketiga anak itu tadi pergi ke
tepi ladang untuk makan siang disitu. Dan kini mereka harus bekerja kembali.
Banyak seterikaan yang masih harus dikerjakan oleh Nora, sedang Peggy harus
membersihkan dapur. Ruang masak itu besar dan berlantai batu. Peggy tahu bahwa
untuk membersihkannya ia harus bekerja sampai saat makan malam, ia pasti akan
sudah capek sekali saat itu. Belum lagi Bibi Harriet yang tidak henti-hentinya
mengomeli. "Aku masih harus membereskan lumbung," kata Mike. "Tapi saat makan malam nanti
kurasa sudah akan selesai. Setelah itu kita lihat, tempat rahasia mana yang
dimaksudkan oleh Jack tadi."
Ketiga anak yang malang itu mulai sibuk mengerjakan tugas berat masing-masing.
Tapi sementara itu pikiran mereka selalu kembali pada janji Jack tadi. Mereka
sangat ingin tahu. Apakah rahasia Jack" Di manakah tempat tersembunyi yang
dikatakannya tadi" Benarkah mereka akan bisa melarikan diri"
Pikiran yang menyibukkan ketiga anak itu menyebabkan mereka mengalami kesulitan
lagi. Hasil pekerjaan mereka tidak memuaskan Paman Henry dan Bibi Harriet. Nora
dipukul lagi, sedang Peggy dimarahi habis-habisan, sampai menangis tersedu-sedu.
ia disuruh menggosok lantai dapur sekali lagi, sehingga terlambat makan malam.
Mike dibentak-bentak oleh Paman Henry, karena ada jagung tercecer di dalam
lumbung. Anak itu diam saja. Tapi dalam hati ia bertekad akan minggat, apabila itu bisa
dilakukannya tanpa ketahuan. Dan kedua saudara perempuannya akan diajak lari.
"Nora dan Peggy seharusnya bersekolah dan berpakaian rapi yang tidak kekecilan,
serta bergaul dengan teman-teman mereka," kata Mike dalam hati. "Tidak pantas
mereka hidup begini - harus bekerja keras untuk Bibi Harriet, tanpa pernah
diberi apa-apa." Makan malam anak-anak terdiri dari roti dengan keju saja. Mereka memakannya
sambil membisu. Mereka tidak berani berbicara, karena takut dibentak-bentak Bibi
atau Paman. Ketika sudah selesai makan, barulah Mike memberanikan diri berbicara.
"Maaf, Bibi," katanya, "bolehkah kami berjalan-jalan sebentar, sebelum tidur?"
"Tidak boleh!" tukas Bibi Harriet dengan suaranya yang tajam. "Kalian harus
langsung masuk ke tempat tidur. Besok banyak yang harus dikerjakan, dan aku
ingin kalian bangun pagi-pagi sekali!"
Ketiga anak itu berpandang-pandangan dengan perasaan kecut. Tapi mereka harus
mematuhi perintah Bibi. Mereka naik ke tingkat atas. masuk ke ruang tidur besar
yang mereka tempati bersama-sama. Pembaringan Mike terletak di sudut ruangan, di
balik semacam tabir. Sedang Peggy dan Nora menempati tempat tidur yang agak
besar. "Kurasa Bibi dan Paman hendak pergi malam ini! Karena itulah kita disuruh cepatcepat tidur," kata Mike. "Biar saja - nanti kalau mereka ternyata memang pergi,
kita bisa menyelinap ke luar, menemui Jack di pinggir danau."
"Kalau begitu kita jangan berganti pakaian lagi," kata Nora. "Langsung saja
menyusup ke bawah selimut! Jadi nanti tidak perlu membuang-buang waktu lagi.
Langsung saja lari ke danau."
Ketiga bersaudara itu berbaring sambil memasang telinga. Begitu terdengar bunyi
pintu depan ditutup, Mike bergegas meloncat dari pembaringannya dan lari ke
kamar sebelah depan. Dari situ nampak jalan setapak menuju pintu pagar di muka
rumah. Mike melihat paman dan bibinya keluar. Mereka berpakaian rapi. Mike
cepat-cepat lari lagi ke ruang tidur.
"Kita tunggu lima menit," katanya, "setelah itu berangkat!"
Selama menunggu, tidak ada yang berbicara. Kemudian mereka menuruni tangga ke
tingkat bawah, menyelinap ke luar lewat pintu belakang, lalu cepat-cepat lari
menuju danau. Jack sudah menunggu mereka di sana.
"Hai, Jack!" sapa Mike. "Untung saja kami masih bisa datang. Kami sebenarnya
disuruh tidur tadi! Tapi ketika Paman dan Bibi pergi, kami cepat-cepat
menyelinap ke luar lalu lari kemari."
"Apa rahasiamu, Jack?" tanya Nora. "Kami ingin sekali mengetahuinya."
"Kalau begitu dengar baik-baik," kata Jack. "Kalian tentunya juga tahu, danau
ini sangat luas. Tidak ada orang tinggal di sekitar tempat yang liar ini. Hanya
pada dua tempat saja ada rumah-rumah petani serta beberapa gubuk. Nah! Aku tahu
bahwa di sisi selatan danau ini ada pulau kecil. Letaknya lumayan juga jauhnya
dari sini. Aku tahu pasti, orang lain tidak mengetahuinya. Aku yakin, pulau
kecil itu belum pernah didatangi orang. Pulaunya menyenangkan - dan sangat cocok
untuk dijadikan tempat bersembunyi!"
Ketiga temannya mendengarkan dengan mata terbuka lebar. Mereka heran, mendengar
di danau luas itu ada pulau. Mereka sangat ingin bisa hidup bersembunyi di sana,
tanpa ada paman dan bibi yang sering memukul dan mengomeli, serta menyuruh
mereka bekerja keras sepanjang hari!
"Apakah kalian tidak terlalu capek, jika kuajak merintis tepi danau ini" Kita ke
suatu tempat, dari mana pulau yang kuceritakan itu nampak," kata Jack. "Aku
kebetulan saja menemukannya! Pinggiran danau di seberang pulau itu berhutan
lebat yang tumbuh sampai ke tepi air. Kurasa tidak ada orang yang pernah
merintis hutan di situ. Jadi pulauku itu pasti belum pernah dilihat orang lain!"
"Kami ingin melihat pulau rahasiamu itu, Jack!" kata Nora meminta. "Ajak kami
melihatnya, ya" Kami memang capek - tapi kami harus melihat pulau rahasia itu !"
"Kalau begitu kita berangkat saja sekarang," kata Jack dengan gembira, melihat
ketiga temannya sangat bersemangat.
Anak yang biasa berkeliaran tanpa sepatu itu berjalan mendului. Diajaknya ketiga
temannya melintasi padang belantara, menuju sebuah hutan, ia berjalan dengan
gerak lincah dan leluasa, seakan-akan seekor kelinci. Mereka melangkah di tengah
hutan. Kemudian pepohonan mulai menipis. Anak-anak melewati tempat yang lapang. Lalu
masuk lagi ke dalam hutan. Kelihatannya sangat lebat, sehingga anak-anak yang
mengikuti Jack merasa sangsi, apakah bisa ditembus.
Tapi Jack berjalan terus, ia tahu jalan di tengah hutan itu. Akhirnya nampak
kilatan air di depan. Mereka sudah sampai lagi di pinggir danau. Lingkungan di
sekelilingnya hanya nampak remang-remang. Matahari sudah lama terbenam.
Jack menerobos semak belukar dan pepohonan yang tumbuh sampai ke tepi air.
Sesampainya di situ barulah ia berhenti, ia tidak mengatakan apa-apa. Hanya
tangannya saja yang menunjuk sesuatu di depan. Anak-anak yang lain berkerumun di
dekatnya. "Itu - pulau rahasiaku!" kata Jack.
Di depan mereka nampak sebuah pulau kecil, seakan-akan mengambang di atas
permukaan air yang gelap. Pulau itu ditumbuhi pepohonan. Di tengah-tengah ada
bukit kecil. Kelihatannya seperti menyimpan rahasia. Begitu indah dan terpencil letaknya.
Anak-anak berdiri sambil menatap ke arah pulau itu. Semua sangat ingin ke sana
Empat Serangkai - Pulau Rahasia The Secret Island di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ke pulau misterius itu. "Nah," kata Jack setelah beberapa saat ikut membisu, "bagaimana pendapat kalian"
Kita jadi minggat, lalu tinggal di pulau rahasia itu?" "Ya! Setuju!" jawab
ketiga temannya dengan suara berbisik.
2. PERSIAPAN YANG MENGASYIKKAN
Keesokan harinya pikiran Mike, Peggy, dan Nora tidak pernah lepas dari pulau
rahasia yang ditunjukkan oleh Jack pada mereka. Akan bisakah mereka lari lalu
menyembunyikan diri di sana" Mungkinkah mereka nanti bisa hidup di tempat
terpencil itu" Dari mana mereka memperoleh makanan" Apakah yang akan terjadi
jika ada yang datang mencari mereka ke sana" Ketiganya bekerja sambil berpikirpikir, mengatur rencana! Pulau rahasia itu begitu indah dan misterius. Alangkah
senangnya jika mereka saat itu sudah ada di sana, tidak lagi dihujani omelan dan
pukulan! Begitu ada kesempatan untuk bercakap-cakap sebentar, ketiganya lantas
membicarakan pulau itu. "Kita harus minggat ke sana, Mike!" kata Nora.
"Yuk Mike - kita katakan pada Jack bahwa kita mau ikut," kata Peggy.
Mike menggaruk-garuk kepala. Ia merasa sudah tua saat itu. Kepalanya penuh
dengan beban pikiran, ia sangat ingin minggat - tapi akan mampukah kedua
saudaranya hidup liar di sana nanti" Di pulau itu tidak ada tempat tidur. Bahkan
makanan yang biasa pun mungkin juga tidak ada. Lalu bagaimana jika ada salah
seorang dari mereka jatuh sakit" Yah itu sudah risiko. Kalau keadaan di sana nanti ternyata sudah terlalu parah,
mereka kan masih bisa kembali ke rumah Paman dan Bibi.
"Baiklah! Kita jadi minggat," kata Mike memutuskan. "Sebelumnya kita atur dulu
rencananya dengan Jack, ia lebih banyak tahu daripada kita."
Anak-anak mengatur rencana bersama Jack, ketika bertemu lagi dengannya malam
itu. Mata mereka bersinar-sinar. Mereka akan bertualang! Mereka akan mengalami
petualangan seperti yang dijalani Robinson Crusoe - karena mereka pun akan hidup
memencil di sebuah pulau sunyi.
"Kita harus mengatur rencana dengan cermat," kata Jack. "Jangan sampai ada yang
kelupaan, karena kalau kita nanti terpaksa kembali untuk mengambil sesuatu, ada
kemungkinan kita ketahuan!"
"Tidak bisakah kita ke pulau itu sebentar untuk melihat-lihat, sebelum kita
tinggal di sana?" tanya Mora. "Aku ingin sekali melihatnya."
"Baiklah," kata Jack. "Hari Minggu kita ke sana."
"Tapi bagaimana caranya?" tanya Mike. "Apakah kita harus berenang?"
"Tidak," kata Jack. "Aku punya perahu. Aku menemukannya dalam keadaan
terbengkalai, lalu kubetulkan lagi. Sekarang pun air masih masuk sedikit, tapi
itu bisa ditimba ke luar. Kubawa kalian menyeberang dengan perahuku itu."
Dengan perasaan tidak sabar, anak-anak menunggu hari Minggu tiba. Hari itu pun
mereka masih harus bekerja. Tapi biasanya mereka diperbolehkan makan siang
sambil piknik di luar. Saat itu bulan Juni. Siang sudah panjang dan cerah diterangi sinar matahari.
Kebun penuh dengan sayur dan buah-buahan. Anak-anak memasukinya dengan diam-diam
untuk memetik ercis sebanyak mungkin, begitu pula daun selada. Mereka sedikit
sekali diberi makan oleh Bibi Harriet, sehingga selalu terpaksa mencari
tambahan. Menurut Mike itu bukan mencuri, sebab apabila mereka diberi makan yang
sebanding dengan beratnya pekerjaan yang harus dilakukan, maka jatah mereka
seharusnya dua kali lebih banyak daripada sekarang. Jadi mereka hanya mengambil
hak mereka. Ketiga anak itu berbekal sebatang roti, lalu mentega, beberapa iris
daging asap, begitu pula ercis dan selada yang mereka petik sendiri di kebun.
Mike juga mengambil beberapa umbi wortel. Rasanya enak kalau dimakan dengan
daging asap, katanya. Mereka bergegas-gegas mendatangi Jack. Teman mereka itu sudah menunggu di
pinggir danau. Ia menyandang tas berisi bekal makanan pula. Ia memperlihatkan
bekalnya pada anak-anak. Buah ceri dan sebuah kue besar berbentuk bundar.
"Ini pemberian Bu Lane sebagai upah membersihkan kebunnya kemarin," kata Jack.
"Kita akan makan enak nanti."
"Mana perahumu, Jack?" tanya Mora.
"Lihat saja nanti!" kata Jack. "Milikku yang kurahasiakan tidak boleh sampai
dilihat sembarang orang! Kecuali aku sendiri, cuma kalian bertiga saja yang tahu
bahwa aku punya perahu!"
Ia pergi menyusur tepi danau, diikuti ketiga temannya. Ketiga anak itu mencaricari dengan mata mereka. Tapi mereka tidak bisa melihat di mana perahu itu
berada, sampai ditunjukkan oleh Jack.
"Kalian lihat pohon besar dan lebat itu, yang ranting-rantingnya terjurai sampai
menyentuh air?" katanya. "Nah, perahu itu ada di bawahnya! Sama sekali tidak
kelihatan, kan?" Mike bersinar-sinar matanya. Perahu merupakan kegemarannya. Dalam hati ia
berharap, mudah-mudahan Jack nanti akan memperbolehkannya ikut mendayung. Anakanak menghela perahu yang tersembunyi itu dari bawah pohon yang lebat sekali
daunnya. Lunas perahu itu digenangi air. Jack menyuruh anak-anak menimba air itu
ke luar. Dalam perahu ada sepasang dayung yang kelihatan sudah usang. Jack
memasang kedua dayung itu ke sangkutannya.
"Sekarang masuk!" katanya. "Jauh juga aku harus mendayung nanti. Kau mau ikut
mendayung, Mike?" Tentu saja anak itu mau! Kedua anak laki-laki itu menggerakkan dayung mereka
serempak. Perahu meluncur di atas air danau. Matahari bersinar terik. Tapi saat itu ada
angin yang sekali-sekali menghembus lembut Tidak lama kemudian sudah mulai
nampak pulau yang dituju di kejauhan. Mereka mengenalinya, karena di tengahtengahnya ada bukit rendah.
Pulau itu nampak misterius ketika Mike beserta kedua saudaranya untuk pertama
kali melihatnya malam-malam. Tapi sekarang - saat pulau itu seolah-olah
mengambang di atas permukaan air danau yang kemilau dipanasi sinar matahari,
kelihatannya bertambah menarik. Ketika perahu sudah semakin mendekat, anak-anak
melihat pohon-pohon dengan ranting-ranting yang merunduk menaungi air. Mereka
mendengar suara ayam-ayaman yang bertemperasan lari. Anak-anak memandang dengan
asyik. Hanya pepohonan, burung-burung dan binatang liar kecil saja yang ada di
situ. Itu benar-benar pulau rahasia, yang tersedia untuk mereka sendiri saja di mana mereka bisa tinggal dan bermain-main.
"Kita mendarat di sini," kata Jack. Diarahkannya perahu menuju tepi yang
berpantai pasir melandai, lalu ditariknya agak ke atas. Anak-anak berloncatan
turun, lalu memandang berkeliling. Tempat pendaratan itu merupakan ceruk kecil.
Enak berpiknik di situ! Tapi tidak pernah ada orang datang berpiknik ke tempat
itu. Mereka hanya melihat beberapa ekor berang-berang yang berjemur di tempat
yang terpisah-pisah, serta ayam-ayaman yang lari melintas. Tidak nampak tandatanda bahwa di pantai pasir itu pernah ada orang menyalakan api. Tidak ada kulit
jeruk berserakan, atau kaleng-kaleng berkarat. Tempat itu benar-benar masih
belum pernah terjamah tangan manusia.
"Yuk, kita melihat-lihat pulau ini sebentar! Kita tinggalkan saja barang-barang
kita di sini," kata Mike, ia sudah kepingin sekali melihat wujud pulau itu.
Besar sekali kelihatannya, setelah mereka berada di situ.
"Baiklah," kata Jack sambil menaruh tasnya ke pasir.
"Yuk - kita mulai saja dengan petualangan kita," kata Mike mengajak Peggy dan
Nora. Anak-anak meninggalkan ceruk kecil itu. Mereka merintis di bawah pohon yang
besar-besar, menuju bukit. Bukit itu berlereng terjal. Ketika sudah sampai di
puncaknya, anak-anak ternyata bisa memandang jauh sekali ke sekeliling danau.
"Wah! Jika kita jadi kemari untuk tinggal di sini, puncak bukit ini bagus sekali
untuk dijadikan tempat pengamatan!" kata Mike bersemangat. "Dari sini semua yang
ada di sekeliling kita nampak dengan jelas!"
"Ya, memang," kata Jack. "Takkan ada yang bisa datang dengan sembunyi-sembunyi,
untuk menyergap kita!"
"Kita harus kemari! Harus! Harus!" kata Nora berulang-ulang. "Coba kauperhatikan
kelinci-kelinci itu, Peggy. Jinak-jinak! Dan burung itu tadi hampir saja hinggap
di tanganku. Kenapa semuanya begitu jinak, Mike?"
"Kurasa karena mereka belum pernah bertemu manusia," kata Mike. "Ada apa di
balik bukit ini, Jack" Kita ke sana yuk!"
"Di sebelah sana banyak gua," kata Jack. "Gua-gua itu belum pernah sempat
kumasuki. Tapi kita bisa bersembunyi di situ, jika ada orang datang mencari kita kemari."
Mereka menuruni lereng bukit, menuju ke sisi sebaliknya. Lereng itu ditumbuhi
semak belukar serta rumput padang. Jack menunjukkan sebuah gua besar yang
terdapat di lereng sebelah sini. Kelihatannya gelap dan suram. Padahal di luar
cuaca sangat cerah. "Sekarang kita belum bisa memasukinya, karena tidak ada waktu untuk itu," kata
Jack lagi. "Tapi gua merupakan tempat yang sangat baik untuk menyimpan barangbarang kita. Kalau hujan, tidak akan basah!"
Ketika sudah agak jauh lagi menuruni bukit, anak-anak mendengar bunyi
menggeleguk lembut. "Bunyi apa itu?" tanya Peggy sambil berhenti melangkah.
"Aduh - lihatlah! Ada mata air!" seru Mike. "Wah, Jack - dari situ kita nanti
mengambil air! Dingin sekali, dan sangat jernih!"
"Rasanya juga enak," kata Jack. "Aku sudah pernah meminumnya, ketika kali
terakhir kemari. Di sebelah bawah sana ada lagi mata air. Air dari sini
bercampur dengan air dari tempat itu, mengalir ke bawah lewat parit kecil."
Kaki bukit ditumbuhi pepohonan yang membentuk hutan lebat. Di tempat-tempat yang
lapang bertumbuhan semak belukar. Jack menuding ke situ.
"Di sana, saat musim gugur nanti, kita bisa memetik buah-buahan hutan sampai
ribuan,"- katanya. "Kecuali itu aku masih tahu satu tempat lagi yang ditumbuhi semak
berbuah lebat!" "Tunjukkan dong!" kata Mike dengan gembira. Tapi Jack mengatakan bahwa waktu
terlalu sempit, jika mereka masih hendak ke sana pula. Di samping itu buahbuahan hutan belum ada yang ranum.
"Pulau ini besar sekali - tidak mungkin kita bisa menjelajahinya dalam sehari
ini," kata Jack. "Tapi kalian sudah melihat sebagian besar daripadanya! Bukit ini
dengan gua-guanya, mata air, hutan yang lebat - dan di balik hutan itu ada
padang rumput yang berbatasan dengan tepi danau. Tempat ini benar-benar
mengasyikkan!" "He, Jack! Di manakah kita tinggal nanti, kalau sudah minggat kemari?" tanya
Peggy. Ia selalu ingin tahu pasti tentang segala-galanya.
"Kita harus membangun pondok dari kayu," kata Jack. "Aku tahu caranya! Itu sudah
cukup sebagai tempat tinggal saat musim panas. Sedang menjelang musim dingin
nanti, kurasa kita tinggal di salah satu gua."
Ketiga temannya berpandang-pandangan dengan gembira. Pondok kayu yang mereka
bangun sendiri - serta sebuah gua! Mereka merasa beruntung karena berteman
dengan Jack, yang memiliki perahu dan sebuah pulau rahasia!
Setelah itu mereka kembali ke tempat perahu. Mereka sudah lapar, tapi juga
berbahagia. Sesampai di situ mereka langsung makan sambil duduk-duduk di pasir. Menurut
perasaan mereka, belum pernah mereka makan senikmat saat itu. Seekor ayam-ayaman
datang menghampiri. Kelihatannya heran melihat banyak makhluk aneh di pulau
tempat kediamannya. Tapi ayam-ayaman itu tidak lari lagi, melainkan mondarmandir dekat anak-anak sambil mematuk-matuk daun selada.
"Aku ingin bisa tinggal terus di pulau ini seumur hidupku, tanpa pernah menjadi
dewasa. Kalau itu bisa, alangkah senangnya!" kata Nora.
"Yah - setidak-tidaknya kita bisa mencoba hidup di sini selama beberapa waktu,"
kata Jack. "Nah - kapan kita pergi lagi kemari untuk menetap?"
"Dan apa saja yang perlu kita bawa?" kata Mike.
"Gntuk sementara sebetulnya tidak begitu banyak yang kita perlukan," kata Jack
lagi. "Tempat berbaring bisa kita buat dari rumput padang. Kurasa kita perlu berbekal
barang-barang seperti mangkok dan piring kaleng serta pisau. Aku akan membawa
kapak serta pisau perburuan yang sangat tajam. Itu kita perlukan untuk membangun
pondok kita nanti. O ya - dan korek api, untuk menyalakan api unggun. Kita harus memasak makanan
kita sendiri. Aku juga akan membawa kailku."
Pembicaraan mereka semakin membakar semangat keempat anak itu. Akhirnya tersusun
daftar dari apa saja yang perlu dibawa. Barang-barang itu akan mereka bawa
sedikit demi sedikit dan disembunyikan dalam lubang sebatang pohon di pinggir
danau. Lalu kalau saatnya sudah tiba untuk minggat, barang-barang itu akan
mereka bawa ke perahu, siap untuk membangun pondok di pulau itu.
"Kita perlu membawa wajan untuk menggoreng," kata Mora.
"Dan beberapa buah panci," kata Peggy, "serta sebuah cerek. Wah - pasti asyik
kita nanti di sini! Masa bodoh beberapa kali aku dipukul dan diomeli sekarang karena pikiranku akan selalu senang, mengingat-ingat rencana kita yang
mengasyikkan ini!" "Sebaiknya kita tentukan saja kapan kita minggat," kata Jack. "Bagaimana kalau
seminggu lagi" Hari Minggu cocok sekali - karena jika kita tidak pulang-pulang,
orang baru akan mulai mencari saat hari sudah gelap!"
"Ya! Setuju - seminggu lagi!" seru anak-anak. "Wah - Pasti senang kita nanti!"
"Sekarang kita harus pulang," kata Jack, ia berjalan menuju perahu. "Kalau mau,
kau boleh mendayung sendiri, Mike - sedang aku menimba air yang masuk ke perahu.
Ayo masuk, Anak-anak!"
"Siap, Kapten!" seru Peggy dan Nora dengan gembira. Perahu meluncur lagi di atas
air yang mulai gelap dibayangi malam, menuju ke tepi danau.
3. MINGGAT! Sepanjang minggu berikutnya anak-anak sibuk melaksanakan rencana mereka. Bibi
Harriet dan Paman Henry sampai heran melihat perubahan yang terjadi pada diri
Mike serta kedua saudara perempuannya. Mereka nampaknya seperti tidak sedih,
apabila diomeli. Bahkan Nora pun tidak mencucurkan air mata jika dipukul
bibinya. Bibi Harriet tidak tahu bahwa perasaan anak itu dipenuhi kebahagiaan
membayangkan pulau rahasia, sehingga air matanya tidak keluar.
Jack juga membawa sebuah panci, di samping kapak dan pisau perburuan yang tajam,
ia juga menyediakan bekal beberapa pisau, sendok dan garpu untuk makan, karena
anak-anak yang lain tidak berani mengambil dari rumah. Di situ hanya dikeluarkan
jumlah yang diperlukan untuk makan sehari-hari. Karenanya mereka merasa lega,
melihat Jack membawa alat-alat itu.
"Bisakah kalian mengusahakan beberapa kaleng kosong untuk dijadikan tempat
penyimpanan?" tanya Jack. "Aku akan berusaha membawa bekal gula dan bahan-bahan
lain seperti itu, karena itu kita perlukan nanti. Aku beberapa hari yang lalu
diberi uang oleh Kakek, dan dengannya aku akan berbelanja di toko."
"Baik - nanti kubawakan beberapa kaleng kosong," kata Mike. "Paman banyak
menyimpannya dalam gudang. Akan kuambil beberapa kaleng dari situ, lalu kucuci
bersih-bersih. Kau bisa mengusahakan korek api, Jack" Bibi hanya menaruh sekotak
di luar. Sebentar saja itu pasti sudah habis terpakai."
"Aku punya kaca pembesar," kata Jack, ia memperlihatkan benda itu pada anakanak. "Lihatlah! Jika sinar matahari kuarahkan lewat kaca ini ke kertas itu - nah! Kertas langsung terbakar, dan kita sudah punya api!"
"Hebat!" seru Mike. "Kalau begitu kita memakainya saat matahari sedang bersinar,
supaya menghemat korek api!"
"Akan kubawa keranjang jahitanku - karena siapa tahu, mungkin kapan-kapan ada
yang perlu dijahit," kata Peggy.
"Dan aku punya kotak berisi paku dari berbagai ukuran, serta sebuah palu tua,"
kata Mike. "Aku menemukannya dalam gudang."
"Bekal kita semakin lengkap!" kata Jack sambil nyengir puas. "Wah - pasti asyik
kita di sana nanti!"
"Aku ingin cepat-cepat sudah hari Minggu," kata Nora sambil mendesah.
"Aku akan membawa beberapa alat permainan," kata Peggy, "supaya kita bisa
sekali-sekali main, kalau sedang iseng. Bagaimana dengan buku-buku?"
"Itu gagasan yang bagus sekali!" seru Mike. "Ya - kita juga harus berbekal bukubuku. Kapan-kapan kita pasti ingin duduk tenang sambil membaca buku."
Dengan segera rongga dalam pohon tua di pinggir danau sudah penuh dengan
berbagai barang. Saban hari ada saja yang ditambahkan ke situ. Hari ini ada yang
membawa papan. Lalu hari lainnya kentang sekarung, disusul selimut yang tua yang sudah lusuh.
Benar-benar menakjubkan - apa saja masuk ke dalam rongga pohon itu!
Akhirnya hari Minggu yang ditunggu-tunggu tiba. Pagi-pagi benar Mike, Peggy, dan
Nora sudah bangun, mendului paman dan bibi mereka. Ketiga anak itu menyelinap
masuk ke kebun untuk memetik sayuran sebanyak yang berani mereka ambil. Mereka
juga memungut setengah lusin telur segar dari kotak-kotak tempat ayam-ayam
betina bertelur.
Empat Serangkai - Pulau Rahasia The Secret Island di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nora berjingkat-jingkat masuk ke dalam rumah, lalu menuju ke sepen. Apakah yang
bisa diambilnya dari situ" Mestinya sesuatu yang tidak akan langsung ketahuan
oleh Bibi Harriet pagi itu juga. Bagaimana kalau teh" Ya! Begitu pula sekaleng
bubuk coklat, yang disimpan di rak paling atas. Lalu sebungkus kismis dan
sekaleng beras. Sebatang roti yang besar, beberapa kue dari kaleng tempat kue.
Nora memasukkan semuanya ke dalam keranjang yang dijinjing, lalu lari lagi ke
luar. Lama sebelum Bibi Harriet bangun, barang-barang itu sudah diamankan dalam rongga
pohon. Peggy sebetulnya merasa tidak enak jika mereka mengambil apa-apa dari sepen.
Tapi Mike mengatakan bahwa mulai hari itu Paman dan Bibi tidak perlu lagi
memberi mereka makan. Jadi tidak ada salahnya jika perbekalan mereka agak dikurangi sedikit.
"Lagi pula jika kita ini pekerja yang diupah untuk jerih payah kita selama ini,
kita pasti mampu membeli segala barang-barang itu. Kurasa bahkan lebih banyak
lagi," katanya sambil memasukkan tambahan bekal itu ke dalam pohon.
Setelah itu mereka kembali untuk terakhir kalinya ke rumah Paman dan Bibi.
Mereka masih hendak sarapan dulu di situ. Peggy yang memasakkan. Dalam hati ia
berdoa, semoga Bibi Harriet tidak segera melihat bahwa sendok masaknya yang
panjang lenyap, ia juga berharap bahwa Bibi nanti tidak memerlukan lilin, lalu
pergi mengambil dari dalam kotak yang ada di sepen. Soalnya, Peggy tahu bahwa
dalam kotak itu tidak ada lilin lagi.
Semua sudah diambil oleh Mike. Anak itu juga mengambil lentera Paman yang jarang
dipakai. Anak-anak sarapan tanpa bercakap-cakap. Bibi Harriet memandang ke arah mereka.
"Kurasa kalian pasti menyangka boleh berpiknik hari ini!" kata Bibi. "Tapi itu
tidak bisa! Kalian harus membersihkan kebun sayuran, Peggy dan Mora. Dan kau,
Mike - kurasa Paman Henry pasti punya tugas yang harus kaulakukan. Ada yang
mengambil kue dari kaleng penyimpanannya! Karena itu kalian semua hari ini harus
tinggal di rumah!" Ketiga anak itu merasa lunglai. Aduh - kenapa justru hari ini" Selesai sarapan,
Peggy dan Nora disuruh Bibi mencuci piring. Ketika keduanya sedang sibuk dengan
tugas mereka, tahu-tahu kepala Mike tersembul dari balik jendela.
"Psst!" desisnya. "Nanti begitu ada kesempatan, kalian berdua cepat-cepat pergi
ke danau. Tunggu aku di situ. Aku akan menyusul dengan segera!"
Semangat Peggy dan Nora bangkit kembali. Ternyata mereka masih jadi minggat!
Keduanya melanjutkan tugas mencuci bekas-bekas sarapan pagi. Beberapa saat
kemudian mereka melihat Bibi Harriet pergi ke tingkat atas.
"ia hendak menyiapkan pakaian hari Minggu Paman," bisik Nora. "Cepat! Ini
kesempatan yang baik. Kita menyelinap ke luar lewat pintu belakang."
Peggy bergegas mengambil sabun dari lemari persediaan.
"Kita lupa berbekal sabun!" katanya. "Untung saja aku masih sempat ingat!"
Nora memandang berkeliling, untuk melihat apa lagi yang masih perlu dibawa, ia
melihat sebongkah mentega untuk memasak di lemari itu. ia mengambilnya.
"Ini kita perlukan untuk menggoreng!" katanya. "Yuk, Peggy - nanti tidak ada
waktu lagi." Mereka lari ke luar lewat pintu belakang, menuju ke ladang. Dalam waktu lima
menit saja mereka sudah tiba di dekat pohon besar yang berongga. Jack belum ada
di situ. Peggy dan Nora tidak tahu, kapan Mike akan bisa menyusul. Pasti takkan
mudah baginya untuk menyelinap pergi dengan diam-diam!
Tapi anak itu ternyata sudah mengatur rencana. ia menunggu sampai terdengar
suara Bibi Harriet marah-marah di dapur, ketika melihat Peggy dan Nora tidak ada
lagi di situ. Saat itu Mike masuk. "Ada apa, Bibi?" tanyanya pura-pura heran melihat Bibi Harriet marah-marah.
"Ke mana lagi anak-anak itu?" tukas Bibi.
"Kurasa cuma keluar sebentar - mungkin untuk mengambil pakaian dari jemuran,"
kata Mike. "Bagaimana kalau kupanggil masuk?"
"Ya - coba cari mereka! Bilang bahwa mereka akan kupukul, karena berani
meninggalkan pekerjaan yang belum selesai," kata bibinya dengan marah.
Mike bergegas keluar, sambil berteriak pada pamannya bahwa ia pergi karena
disuruh Bibi. Karenanya Paman Henry diam saja. Dibiarkannya Mike pergi. Anak itu
lari melintasi ladang, menuju ke pinggir danau di mana kedua saudaranya sudah
menunggu. Ketiga anak itu berangkulan dengan gembira.
"Mana Jack?" kata Mike. "Katanya ia akan datang selekas mungkin."
"Itu dia!" kata Nora. Benarlah! Mereka melihat Jack berlari-lari melintasi
ladang menuju ke arah mereka, sambil melambai-lambai. Anak itu memanggul sebuah
tas yang nampak berat. Pada saat terakhir tas itu diisinya penuh-penuh dengan
beraneka macam barang: tali, mantel yang sudah usang, dua jilid buku, beberapa
lembar surat kabar, serta macam-macam lagi. Wajahnya berseri-seri.
"Kalian sudah datang! Bagus!" katanya.
"Ya, tapi tadi nyaris saja tidak bisa," kata Nora, lalu menceritakan apa yang
sebelumnya terjadi di rumah.
"Wah! Mudah-mudahan saja paman dan bibi kalian nanti tidak terlalu cepat mulai
mencari," kata Jack.
"Ah, kurasa tidak!" kata Mike. "Paling-paling mereka semakin geram, dan
merencanakan akan memukul kami sampai babak-belur saat kami pulang nanti petang.
Mereka pasti menyangka bahwa kami nekat, pergi berpiknik seperti biasanya pada
hari Minggu!" "Nah! Sekarang banyak yang masih perlu kita kerjakan," kata Jack bersungguhsungguh. "Ini memang rencana yang mengasyikkan - tapi juga berarti bekerja. Dan sebelum
bersenang-senang, kita harus bekerja dulu. Pertama-tama, segala perbekalan harus
kita angkut dari rongga pohon ini ke perahu. Mike! Coba kaukeluarkan barangbarang yang termasuk enteng, lalu kauberikan pada Peggy dan Nora. Kita membawa
yang lebih berat. Kurasa kita harus tiga sampai empat kali bolak-balik, sampai semua perbekalan
ada dalam perahu." Keempat anak itu mulai bekerja dengan bersemangat. Mereka mengangkut sebanyak
yang sanggup mereka pikul. Mereka terengah-engah, karena hawa panas saat itu.
Tapi mereka tidak peduli, karena bukankah sebentar lagi mereka akan berangkat ke
pulau rahasia mereka"
Agak jauh juga mereka harus berjalan ke perahu. Dan mereka harus empat kali
bolak-balik, berjalan dengan hati-hati membawa perbekalan. Tapi akhirnya tidak
ada lagi yang tersisa dalam rongga pohon. Mereka tidak perlu kembali lagi ke
tempat itu. "Uhh, untunglah!" desah Mike. "Setiap kali aku datang lagi ke situ, aku sudah
takut saja kalau-kalau menemukan Paman atau Bibi bersembunyi di situ, siap untuk
mengejutkan kita!" "Aduh, jangan suka begitu, ah!" kata Nora sambil bergidik. "Kita akan
meninggalkan Paman dan Bibi untuk selama-lamanya!"
Anak-anak masuk ke dalam perahu, untuk mengatur letak barang perbekalan di
dalamnya. Untung perahu itu lumayan besarnya. Kalau tidak, mana mungkin barang sebanyak
itu bisa diangkut sekali jalan! Anak-anak harus menimba air yang merendam dasar
perahu dulu, sebelum mereka bisa menaruh barang-barang di situ. Perahu itu
sangat bocor. Tapi itu tidak terlalu mengganggu, asal ada yang selalu menimba
air ke luar. "Nah," kata Jack sambil memandang ke tepi untuk melihat apakah masih ada yang
ketinggalan, "bagaimana - sudah siap semua?"
"Ya, Kapten!" seru ketiga temannya. "Dorong perahu ke tengah!"
Perahu didorong ke air. Mike membantu Jack mendayung, karena perahu bermuatan
sarat itu berat. Perahu itu meluncur dengan lancar ke tempat yang lebih dalam.
"Kita berangkat!" kata Nora. Kebahagiaannya saat itu menyebabkan suaranya agak
serak, seperti hendak menangis.
Setelah itu tidak ada yang berbicara lagi. Perahu meluncur, didayung Mike dan
Jack. Sedang Peggy menimba air yang masuk ke dalam perahu lewat retak-retak di lunas.
Sambil menimba pikirannya melayang, membayangkan bagaimana rasanya nanti, tidak
merebahkan diri di tempat tidur, ia membayangkan perasaan saat bangun di bawah
naungan langit biru cerah - tanpa ada yang menyuruh-nyuruhnya tanpa henti. Peggy
sangat berbahagia saat itu!
Jauh juga perjalanan menuju pulau. Matahari semakin menanjak di langit Keempat
petualang cilik itu semakin kepanasan. Akhirnya Nora menuding ke arah depan.
"Itu pulau kita!" serunya bergairah. "Pulau rahasia!"
Jack dan Mike berhenti mendayung sejenak. Perahu terapung-apung di air yang
tenang, sementara keempat anak itu melayangkan pandangan ke arah pulau sunyi
yang tersembunyi letaknya di tengah danau. Itu pulau mereka! Pulau mereka
sendiri. Pulau tak bernama!
Pulau Rahasia! Mike dan Jack mulai mendayung kembali, mengarahkan perahu ke ceruk kecil yang
tepinya dinaungi ranting-ranting pohon yang terjurai sampai ke air. Begitu
haluan menyentuh tepi, dengan segera Jack meloncat dari perahu lalu menariknya
ke atas pasir. Anak-anak yang lain berlompatan turun pula, lalu memandang
berkeliling. "Kita benar-benar sudah sampai!" seru Nora memekik-mekik, sambil berjingkrakjingkrak dengan gembira. "Kita berhasil melarikan diri. Kita akan tinggal di
pulau kecil yang indah dan tersembunyi ini!"
"Ayo, Nora - bantu kami!" kata Jack. "Masih banyak yang perlu dikerjakan sebelum
gelap!" Nora bergegas membantu. Muatan perahu harus dibongkar lagi. Dan itu bukan
pekerjaan enteng. Untuk sementara perbekalan ditaruh saja di pantai, di bawah
pepohonan. Akhirnya pekerjaan itu selesai juga. Anak-anak merasa gerah. Belum
lagi lapar dan haus! "Aduh, aku haus sekali!" ujar Mike sambil mengerang.
"He, Peggy - kau masih ingat jalan menuju ke sumber air yang waktu itu?" kata
Jack dengan nada bertanya. "Masih" Kalau begitu tolong ambilkan air dari sana
dengan cerek ini, ya" Kita minum dan makan dulu sedikit!"
Peggy lari mendaki bukit sampai ke puncak, lalu menuruni lereng belakangnya,
menuju ke mata air. Sesampainya di sana diisinya cerek sampai penuh.
Setelah itu ia kembali ke tempat anak-anak yang lain, yang sementara itu sudah
menyiapkan mangkok-mangkok kaleng untuk tempat minum. Mike sudah mengeluarkan
sebatang roti, beberapa potong wortel, keju seorang sepotong, serta kuenya.
Asyik sekali anak-anak itu makan! Mereka bercanda dan tertawa-tawa. Selesai
makan mereka merebahkan diri, menjemur badan di bawah sinar matahari. Mereka
memejamkan mata. Semua capek, karena habis bekerja keras. Satu per satu anak-anak itu terlelap.
Jack yang paling dulu bangun, setelah beberapa lama tidur, ia menegakkan
tubuhnya. "He - apa-apaan kita ini!" serunya. "Kita masih harus mencari tempat tidur yang
cocok untuk malam ini, lalu membuat pembaringan! Masih banyak lagi yang perlu
kita kerjakan. Ayo, semua bangun! Kita harus bekerja!"
Anak-anak bekerja dengan giat, karena senang berada di tempat yang begitu
menyenangkan. Peggy dan Nora mencuci bekas tempat makan mereka dengan air danau, lalu menjemur
semuanya supaya lekas kering. Sedang Mike dan Jack membawa perbekalan ke tempat
yang aman, lalu menutupi semuanya dengan mantel tua supaya tidak basah kena
hujan nanti. Besok mereka akan mulai membangun pondok.
"Sekarang kita mencari tempat untuk tidur, lalu membuat pembaringan di situ,"
kata Jack. "Wah- pasti asyik nanti, untuk pertama kali tidur di Pulau Rahasia
kita!" 4. MALAM PERTAMA DI PULAU
"Kalau menurutmu, di manakah sebaiknya kita tidur?" tanya Peggy sambil
memperhatikan lingkungan di sekitar ceruk kecil itu.
"Yah," kata Jack, "kurasa sebaiknya di bawah pepohonan yang lebat. Jadi jika
nanti malam hujan turun, kita takkan terlalu basah. Tapi kurasa malam ini takkan
hujan. Cuaca nampaknya tenang."
"Di sana ada dua batang pohon besar yang rindang," kata Mike, ia menuding ke
suatu tempat yang berbatasan dengan ceruk. "Bagaimana jika kita mencari tempat
di situ saja?" "Setuju," kata Jack. "Kita harus mencari tempat yang di dekatnya ada semak,
supaya terlindung dari gangguan angin. Kita ke sana saja sekarang."
Keempat anak itu mendatangi kedua pohon rindang itu, yang dahan-dahannya
menggelantung hampir menyentuh tanah. Di bawahnya tumbuh rerumputan lembut. Enak
rasanya berbaring di situ. Seempuk berbaring di atas kasur! Sedang di sisi utara
ada semak berduri. "Tempat ini rasanya sudah cocok," kata Jack. "Peggy dan Nora tidur di sana! Di
situ, yang ditumbuhi rumput tebal dan dikelilingi belukar. Sedang aku dan Mike
di sebelah luarnya, untuk menjaga. Tempat ini aman dari gangguan hujan, karena
dinaungi pohon rindang!"
"Ya, memang - tempat ini bagus sekali!" seru Nora bergembira. Menurut
perasaannya waktu itu, tak ada ruang tidur lain di dunia ini yang lebih indah
daripada tempat di tengah-tengah kehijauan tetumbuhan itu. ia merebahkan diri di
rumput. "Wah, empuknya!" katanya. "Eh - ada sesuatu yang berbau wangi di sini!"
"Kau mencium bau tanaman rempah liar," kata Jack. "Itu dia - tumbuh di tengah
rerumputan. Kau masih akan menciumnya sebelum kau terlelap nanti, Nora!"
"Tapi rumput ini takkan terasa begitu empuk lagi, jika kita sudah beberapa jam
berbaring di atasnya," kata Mike. "Apakah tidak lebih baik jika di atasnya kita
hamparkan daun pakis?"
"Ya, memang," kata Jack. "Yuk, kita ke bukit. Di sana banyak pakis. Kita ambil
sebanyak mungkin, lalu kita jemur sampai kering. Semakin empuk pembaringan,
semakin nyenyak pula tidur kita nanti. Asyik, berbaring di atas rumput empuk dan
dinaungi langit penuh bintang!"
Anak-anak naik ke bukit. Masing-masing mengambil daun pakis sepemeluk, lalu
membawanya ke tempat yang terang untuk menjemurnya sampai kering. Mereka juga
mengambil tanaman padang yang mereka tebarkan tebal-tebal di atas pembaringan di
bawah pohon. Empuk sekali kelihatannya! Tiupan angin tertahan semak yang
mengelilingi, sementara ranting-ranting pohon di atas kepala melambai-lambai dan
menimbulkan bunyi seperti bisikan lembut.
"Nah - sekarang tempat tidur kita sudah siap," kata Jack. "Kini kita mencari
tempat penyimpanan untuk barang-barang. Tapi jangan terlalu jauh dari air,
karena kita memerlukannya untuk mandi dan mencuci piring dan mangkok."
Sementara itu anak-anak sudah lapar lagi. Mereka menghabiskan sisa kue tadi
pagi, ditambah dengan roti yang diisi dengan ercis yang mereka kupas sambil
makan. "Nanti malam kita makan lagi atau tidak?" tanya Mike.
"Kita minum coklat saja, dengan sepotong kue lagi," kata Jack. "Bekal kita
jangan sampai terlalu cepat habis! Besok aku akan memancing ikan."
"Bagaimana jika kita mulai membangun pondok kita besok?" tanya Mike, ia ingin
melihat maksud Jack, ketika ia mengatakan bisa membuat rumah.
"Ya, besok kita mulai membangunnya," kata Jack. "Sekarang Peggy dan Nora mencuci
bekas tempat makan kita lagi, sementara aku dan Mike mencari tempat yang baik
untuk menyimpan perbekalan."
Sementara kedua anak perempuan itu pergi ke air untuk mencuci piring dan
mangkuk, Jack dan Mike berjalan ke arah darat. Di sebelah atas pantai mereka
menemukan tempat yang diinginkan!
Di tempat itu ada busut pasir yang di sebelah atasnya ditumbuhi beberapa pohon
yang sudah tua. Ranting-ranting pepohonan itu merunduk, sedang akar-akar nampak
bertonjolan, karena-tanah pasir di situ dihanyutkan air hujan. Di bawah akarakar itu terdapat semacam gua dangkal.
"Nah - itu dia tempat yang kita cari!" seru Jack bergembira. "Nora! Peggy! Coba
kemari sebentar - lihat tempat yang kami temukan ini!"
Peggy dan Nora datang berlari-lari.
"Wah," seru Peggy dengan gembira, "akar-akar besar yang melintang itu bisa kita
jadikan rak, untuk tempat piring, mangkuk, dan kaleng-kaleng makanan! Tempat ini
mirip sepen kecil!" "Nah, kalau begitu kalian ambil perbekalan kita dari pantai dan kalian atur
rapi-rapi di sini," kata Jack pada Nora dan Peggy. "Aku dan Mike sekarang ke
sumber air di balik bukit untuk mengisi cerek ini. Sekaligus kami akan melihat
apakah tidak ada mata air yang lebih dekat. Jauh juga kan, kalau harus ke balik
bukit setiap kali kita perlu air!"
"Bolehkah kami ikut?" tanya Peggy.
"Jangan! Kalian harus mengatur barang-barang kita di sini," kata Jack. "Itu
harus dilakukan selekas mungkin, karena siapa tahu mungkin nanti hujan. Jangan
sampai perbekalan kita rusak kena air."
Jack dan Mike pergi mendaki bukit yang terdapat di belakang ceruk, sementara
Peggy dan Nora sibuk mengatur barang-barang dalam rongga di bawah akar
Empat Serangkai - Pulau Rahasia The Secret Island di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pepohonan. Kemudian kedua anak laki-laki itu memencar, mencari mata air.
Ternyata Mike yang berhasil! Sumber itu sangat kecil. Air yang jernih mengucur
ke luar dari bawah batu dan mengalir seperti air terjun kecil ke bawah, menyusup
di sela semak dan rerumputan. Alirannya dapat dikenali dari rerumputan tinggi
yang tumbuh di kiri-kanannya.
"Kurasa alirannya masuk ke danau," kata Mike. "Walau sumber ini sangat kecil,
tapi airnya yang keluar bisa kita pakai untuk mengisi cerek. Tempat ini kan
tidak sejauh sumber yang di balik bukit. Sumber itu baru akan berguna bila kita
nanti terpaksa tinggal dalam gua selama musim dingin, karena letaknya
berdekatan." Cerek diisi sampai penuh. Sangat menyenangkan rasanya berdiri di lereng bukit,
menikmati kehangatan sinar matahari musim panas. Lebah dan kupu-kupu beterbangan
di sekeliling mereka. Burung-burung berkicau. Dari arah air terdengar suara
ayam-ayaman memanggil bersahut-sahutan.
"Yuk, kita ke atas bukit," kata Jack. "Aku ingin tahu, apakah dari sana kita
bisa melihat orang yang datang ke pulau!"
Kedua anak laki-laki itu mendaki bukit sampai ke puncaknya, lalu memandang
berkeliling. Tapi mereka tidak melihat orang datang. Air danau sangat tenang. Biru jernih
warnanya. Anak-anak merasa seolah-olah mereka hanya sendiri saja di bumi.
Setelah itu mereka turun lagi ke ceruk, sambil membawa cerek yang sudah diisi
air. Nora dan Peggy menunjukkan dengan bangga, betapa rapi mereka mengatur
perbekalan. Akar-akar besar yang melintang dijadikan rak. Sedang dasar rongga
dangkal itu dijadikan tempat menaruh berbagai peralatan seperti kapak, pisau
perburuan, palu serta paku-paku, dan macam-macam lagi.
"Untungnya tempat ini selalu kering," kata Peggy. "Jadi cocok dijadikan sepen apalagi letaknya begitu dekat dengan pantai. He, Jack-di manakah kita akan
membangun pondok nanti?"
Jack mengajak teman-temannya ke ujung barat ceruk itu, di mana ada pepohonan
yang membentuk hutan kecil, ia menerobos hutan itu, lalu menunjukkan tempat
lapangan yang terdapat di tengah pepohonan.
"Inilah tempat yang cocok," katanya. "Takkan ada yang menyangka bahwa di sini
ada pondok - jika kita sudah membangunnya! Hutan ini begitu lebat ditumbuhi
pepohonan, sehingga kurasa cuma kita berempat saja yang tahu bahwa orang bisa
memasukinya!" Mereka asyik berunding tentang pondok mereka, sampai akhirnya semua merasa
capek. Setelah itu mereka kembali ke pantai. Jack mengusulkan minum coklat panas dan
makan sepotong kue lagi, dan setelah itu tidur!
ia menyalakan api unggun, dibantu Mike. Di sekitar situ banyak terdapat rantingranting kering berserakan, begitu pula kayu berukuran lebih besar. Nyala api
bergerak-gerak, seperti menari-nari. Senang rasanya memperhatikan! Jack tidak
bisa memakai kaca pembesarnya untuk menyalakan kertas atau ranting kering,
karena sinar matahari sudah tidak panas lagi. Saat itu sudah senja. Matahari
sudah rendah letaknya di langit sebelah barat Karenanya Jack menyalakan api
unggun dengan menggunakan korek api.
Setelah itu ia menjerang air di atasnya.
"Mulai besok lebih baik cerek kita gantungkan di ranting-ranting yang kita
tegakkan membentuk segi tiga di atas api," katanya. "Dengan begitu air lebih
cepat mendidih." Tapi tidak ada yang peduli, betapa lama air baru mendidih saat itu. Anak-anak
berbaring menengadah di pasir. Mereka menatap langit malam sambil mendengar
bunyi kayu berdetakan dimakan api. Tercium bau asap kayu terbakar, berbaur
dengan kewangian tetumbuhan liar.
Akhirnya uap air mulai mengepul keluar dari corong cerek. Terdengar bunyi
gelegak air mendidih. Nora membuat minuman coklat yang kemudian dituangkan ke dalam empat buah
mangkuk. "Kita tidak punya susu," katanya. "Tapi kalau gula, ada!"
Mereka meneguk minuman panas itu sambil mengunyah kue. Walau tanpa susu, rasanya
mereka belum pernah meminum coklat seenak saat itu.
"Aku senang melihat nyala api," kata Nora. "Aduh, Jack - kenapa kaupadamkan
lagi?" "Soalnya, ada kemungkinan kita dicari orang malam ini," kata Jack, "dan asap
yang mengepul di pulau ini akan menyebabkan tempat persembunyian kita ketahuan!
Ayo, sekarang tidur semua! Besok kita akan bekerja keras!"
Peggy pergi ke air untuk mencuci mangkuk bekas minum coklat. Setelah itu anakanak masuk ke ruang tidur mereka yang hijau beralaskan rumput dan pakis.
Matahari sudah terbenam. Pulau itu diselubungi keremangan malam.
"Malam pertama di sini!" kata Mike, ia berdiri sambil memandang ke arah danau
yang tenang., "Hanya kita berempat saja yang ada di sini, bahkan tanpa ada atap
yang menaungi-tapi walau begitu aku sangat bahagia!"
"Aku juga!" seru anak-anak yang lain. Peggy dan Nora masuk ke pembaringan mereka
yang terlindung di balik kepungan semak. Mereka merebahkan diri di situ, tanpa
berganti pakaian. Untuk apa" Bukankah mereka tidur di luar" Mike melemparkan
selimut yang sudah lusuh pada mereka.
"Selimuti tubuh kalian dengannya," katanya. "Malam ini kalian mungkin agak
kedinginan, karena baru pertama kali tidur di luar. Tapi kalian nanti tidak
merasa takut, 'kan?"
"Tidak," kata Peggy. "Kan ada kalian berdua di dekat kami! Lagi pula, apa yang
perlu ditakuti di sini?"
Mereka berbaring di atas rerumputan empuk, lalu menyelimuti tubuh dengan
selimut. Hamparan daun pakis terasa lebih empuk dibandingkan dengan tempat tidur keras
mereka di rumah. Peggy dan Nora tidur berangkulan. Mereka memejamkan mata, dan
sesaat kemudian sudah terlelap
Tapi Mike dan Jack tidak secepat itu tidur. Mereka berbaring di atas hamparan
rumput dan pakis, sambil mendengarkan bunyi-bunyian malam. Terdengar suara
seekor landak yang lewat. Di atas kepala nampak samar kelebatan sayap kelelawar
mencari mangsa. Bau wangi tetumbuhan liar menghambur ke mana-mana. Seekor burung
berkicau memperdengarkan suaranya yang merdu sambil bertengger di tengah
rerumputan tinggi dekat air. Kicauannya dibalas burung sejenis. Jack tahu burung
apa itu. Sejenis burung malam, katanya.
"Dan itu," sambungnya, "kau dengar suara memanggil-manggil itu" Itu suara burung
hantu." Keduanya mendengarkan burung hantu itu berseru-seru selama beberapa saat.
"ia mencari mangsa," kata Jack menjelaskan.
"Apa mangsanya?"
"Tikus," jawab Jack. "He, Mike! Coba kauper-hatikan bintang-bintang yang
kemerlip di langit."
"Begitu jauh kelihatannya," kata Mike sambil menatap langit malam yang kelam,
penuh ditaburi bintang yang berkelap-kelip. "Kau baik hati, Jack - mau mengajak
kami ke pulau rahasiamu ini."
"Bukan karena baik hati, tapi karena memang itu keinginanku dari semula," kata
Jack. "Sekarang mudah-mudahan saja kita tidak ketahuan lalu dipaksa pulang. Tapi akan
kujamin bahwa tidak ada yang bisa menemukan kita! Aku sudah menyusun rencana
untuk itu." Tapi kata-katanya sudah tak terdengar lagi oleh Mike. Matanya terpejam, ia tidak
lagi melihat bintang-bintang di langit. Bunyi burung hantu tak didengarnya lagi.
ia sudah tidur pulas, mimpi membangun rumah yang indah bersama Jack.
Akhirnya Jack tertidur pula. Kelinci-kelinci bermunculan dari liang-liang mereka
di bawah semak. Mereka seakan-akan heran melihat keempat anak yang sedang pulas
di atas rumput Makhluk apakah mereka itu"
Anak-anak tidur tanpa bergerak-gerak. Kelinci-kelinci akhirnya berani
berkeliaran di dekat mereka sambil bermain-main. Pada suatu saat seekor di
antaranya secara tak sengaja lari melintas di atas. tubuh Mike. Tapi anak itu
tidak menyadarinya. Tidurnya sangat nyenyak!
5. MEMBANGUN PONDOK Keesokan paginya Jack yang paling dulu bangun. ia dikejutkan suara seekor burung
yang berkicau sambil bertengger di atas pohon di dekat situ.
"He, Mike! Bangun! Matahari sudah tinggi," kata Jack sambil membangunkan
temannya yang berbaring di sisinya.
Begitu bangun, Mike langsung duduk. Mulanya ia tidak tahu di mana ia berada.
Tapi kemudian nampak senyumannya melebar. Ya-tentu saja - mereka berada di Pulau
Rahasia! Asyik! "Peggy! Nora!" serunya memanggil. "Ayo bangun!"
Kedua anak perempuan itu terbangun, lalu cepat-cepat duduk. Di manakah mereka"
Kenapa sekeliling mereka hijau" Ah - betul juga, mereka tidur di tengah alam
terbuka, di Pulau Rahasia!
Dengan segera keempat anak itu sudah berada kembali di pantai ceruk. Jack
mengajak teman-temannya mandi di danau. Sangat menyenangkan mandi di situ, walau
airnya mula-mula terasa dingin. Anak-anak tidak membawa handuk. Karenanya mereka
mengeringkan tubuh dengan sehelai kain karung yang sudah usang. Sehabis mandi,
perut terasa kosong. Tapi Jack tidak diam saja selama itu. Sebelumnya ia telah
memasang pancing di danau. Ketika semua sedang asyik mandi-mandi, ia melihat
pelampung kailnya bergerak-gerak, timbul-tenggelam. Jack langsung memeriksa, dan
tidak lama kemudian dengan bangga ia meletakkan empat ekor ikan yang lumayan
besarnya di atas pasir. Dengan segera ia membuat api untuk memasak ikan.
Mike pergi membawa cerek untuk mengambil air. Peggy mengeluarkan beberapa butir
kentang yang besar dari karung. Umbi itu dimasukkannya ke dalam abu panas tanpa
dikupas. Jack mengambil penggorengan dari tempat penyimpanan. Ditaruhnya sedikit
mentega untuk memasak dalam penggorengan itu. ia hendak menggoreng ikan, yang
sebelumnya sudah dibersihkan.
"Entah bagaimana keadaan kami jika kau tidak ada," kata Mike dengan kagum,
sambil memperhatikan Jack yang sibuk bekerja. "Wah - pasti nikmat sarapanku
nanti!" Semua menikmati hidangan sarapan pagi itu, walau teh yang diminum tidak begitu
enak, karena tidak ada susu.
"Sayang kita tidak bisa mengambil susu," kata Jack dengan nada agak menyesal.
"Sekarang cuci dulu piring dan mangkuk, Nora. Kau juga, Peggy. Bereskan semuanya
- dan setelah itu kita mulai membangun pondok!"
Setelah piring dan mangkuk selesai dicuci dan semua dibereskan, Jack mengajak
mereka menerobos hutan yang lebat. Tidak lama kemudian mereka sampai di tempat
lapang di tengah hutan itu.
"Nah - begini rencanaku membangun pondok kita," kata Jack. "Kalian lihat batangbatang pohon yang masih kecil di sana itu" Itu satu - lalu itu - dan yang dua
itu - serta kedua batang yang di sana. Jika pohon-pohon kecil itu kita
bengkokkan ke arah tengah, pucuk-pucuknya akan saling bertemu. Rantingrantingnya kita jalinkan, kita jadikan kerangka atap. Dengan kapakku nanti
kupotong beberapa batang pohon kecil lagi. Batang dan dahan yang agak besar kita
pergunakan untuk membuat dinding. Kita tancapkan ke tanah di antara keenam pohon
yang kita jadikan kerangka atap. Celah-celah kita sisipi dengan ranting-ranting
yang kita jalinkan melintang. Setelah itu lubang-lubang yang masih ada kita
sumpal dengan rumput dan pakis. Nah - selesailah pondok kita yang indah, lengkap
dengan atap, serta tahan angin dan hujan. Bagaimana pendapat kalian?"
Teman-temannya mendengarkan rencananya itu dengan bersemangat. Asyik! Begitu
mudahkah caranya membangun pondok"
"Benar-benar bisakah kita membuatnya, Jack?" kata Mike. "Kedengarannya sih bisa
- dan pohon-pohon kecil itu cukup jauh jaraknya untuk dijadikan kerangka pondok
yang lapang. Sedang kurasa pucuk-pucuknya memang akan saling bertemu kalau kita bengkokkan ke
tengah." "Yuk - kita mulai saja sekarang!" seru Nora sambil berjingkrak-jingkrak ia sudah
tidak sabar lagi. "Aku akan memanjat pohon yang pertama," kata Jack. "Karena berat badanku,
pucuknya pasti akan melengkung jika panjatanku sudah cukup tinggi. Kalian harus
menangkap pucuk pohon itu dan memegangnya kuat-kuat, sementara aku turun.
Setelah itu kupanjat pohon berikutnya, untuk melengkungkan pucuknya ke tengah.
Kedua pucuk kita ikat. Setelah itu kupanjat lagi pohon berikutnya, dan begitu
seterusnya. Jika keenam pucuk pohon sudah kita ikat, kemudian kita potong
beberapa dahan yang panjang untuk dijadikan penjalin atap pondok kita. Nantilah
kutunjukkan caranya."
Jack memanjat sebatang pohon muda yang berbatang langsing tapi panjang-panjang
dahannya. Pohon itu ternyata bisa dilengkungkan dengan mudah. Mike beserta kedua
saudaranya dengan segera memegang pucuk pohon itu, sementara Jack turun lalu
memanjat pohon berikut. Batangnya langsung melengkung. Pucuknya menyentuh pucuk
pohon pertama yang masih dipegang oleh ketiga anak yang ada di tanah.
"Ikatkan kedua pucuknya, Mike!" seru Jack "Peggy! Ambil tali yang kubawa
kemarin!" Peggy bergegas mengambilkan tali itu, lalu menyerahkannya pada Mike. Anak itu
mengikat pucuk kedua pohon yang saling bersentuhan dengannya.
"Sudah mulai kelihatan seperti atap!" seru Nora bersemangat. "Aku ingin duduk di
bawahnya, ah!" Anak itu duduk di bawah pucuk kedua pohon yang menaungi. Tapi Jack langsung
berseru memanggilnya, "Ayo berdiri, Nora! Kau harus ikut membantu! Aku sudah memanjat pohon yang
ketiga sekarang - nah, pegang pucuknya! Cepat!"
Nora dan Peggy menyambar pucuk pohon yang terayun ke bawah, lalu memegangnya
kuat-kuat. Pucuk itu menindih pucuk kedua pohon yang sudah diikatkan. Dengan segera Mike
mengikat pucuk itu ke ujung-ujung pohon yang sudah saling bertaut.
Sepanjang pagi anak-anak itu sibuk. Saat makan siang, keenam pucuk pohon sudah
saling diikatkan. Jack menunjukkan cara menganyam ranting-ranting supaya
membentuk atap yang rapat.
"Jika pohon-pohon ini kita pergunakan dengan cara begitu, dedaunannya masih akan
tumbuh terus sehingga membentuk atap yang sangat rapat," katanya menjelaskan.
"Nah! Walau pondok kita belum berdinding, tapi kita sudah bisa berteduh di
bawahnya saat hujan!"
"Aku ingin makan," kata Nora. "Aku sudah lapar sekali - diberi makan keong pun
kurasa aku mau!" "Coba ambilkan empat butir telur," kata Jack. "Kita memakannya dengan kentang.
Telur bisa kita rebus dalam panci, sedang kentang kita masih cukup banyak. Kalau
telur sudah matang, kita merebus kentang yang kemudian kita lembutkan. Sekalisekali enak juga makanan begitu. Di samping itu kita bisa mengunyah-ngunyah
wortel, ditambah dengan buah ceri."
"Makanan kita aneh," kata Peggy sambil pergi mengambil telur dan panci, "tapi
aku menyukai-nya! Ayo, Nora - bantu aku! Kupaskan kentang sambil menunggu telur
rebus kita matang. Dan kau, Mike - ambilkan air, ya! Nanti kurang."
Tidak lama kemudian telur sudah direbus dalam panci. Peggy dan Nora mengupas
kentang, sementara Jack mencuci wortel, ia juga mengam-bil air untuk minum,
karena semua merasa haus.
"Kurasa lebih baik kau memancing ikan lagi untuk makan kita nanti malam, Jack,"
kata Peggy. "Mudah-mudahan agak lama juga kita masih memiliki persediaan.
Kelihatannya makan kita selalu banyak, sih."
"Soal itu memang sudah kupikirkan," kata Jack sambil memperhatikan air perebus
kentang yang mulai mendidih. "Kurasa sekali-sekali aku harus pergi dengan perahu
ke darat, guna mengambil perbekalan lagi. Aku bisa memperolehnya dari ladang
Kakek. Di situ banyak kentang, sedang telur bisa kuambil dari kandang ayam.
Beberapa ekor di antaranya milikku. Aku juga punya sapi betina, pemberian Kakek
ketika sapi itu masih kecil."
"Coba kita punya ayam dan sapi betina di sini!" kata Peggy. "Kalau itu ada, kita
takkan kekurangan susu dan telur!"
"Tapi bagaimana cara mengangkut binatang-binatang itu kemari?" kata Mike sambil
tertawa. "Aku setuju dengan gagasan Jack, yang hendak sekali-sekali mengambil
perbekalan ke darat, ia bisa pergi malam-malam, ia kan tahu jalan. Lalu sudah
kembali sebelum pagi."
"Tapi itu berbahaya," kata Peggy kurang setuju. "Bagaimana kalau ia ketahuan
lalu tidak diizinkan kembali kemari" Bagaimana kita nanti kalau Jack tidak ada?"
Anak-anak makan dengan lahap. Menurut mereka, belum pernah mereka makan kentang
dengan telur senikmat saat itu. Matahari bersinar terik. Cuaca hari itu sangat
cerah. Sehabis makan Nora berbaring, lalu memejamkan mata. ia mengantuk.
Tapi Jack membangunkannya lagi.
"Jangan tidur, Nora," katanya. "Kita masih harus meneruskan pekerjaan kita
membangun pondok. Kau dan Peggy mencuci alat-alat makan kita lagi seperti biasa,
sementara aku dan Mike mendului bekerja membangun pondok. Siang ini kita mulai
membuat dindingnya."
"Malas ah! Aku mengantuk," kata Nora. Anak itu memang agak pemalas. Rasanya
Empat Serangkai - Pulau Rahasia The Secret Island di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lebih enak jika bisa tidur-tiduran sebentar, sementara anak-anak yang lain
meneruskan pekerjaan. Tapi Jack tidak suka melihat anak yang semangatnya mengendur. ia menyentakkan
Nora sehingga terbangun, lalu mendorong anak itu.
"Ayo bekerja, Pemalas!" katanya. "Aku pemim-pin di sini! Lakukan apa yang harus
kaukerjakan!" "Siapa bilang kau pemimpin" Aku tidak tahu," kata Nora dengan sikap agak
merajuk. "Tapi sekarang kau tahu," kata Jack, ia menoleh ke arah Peggy dan Mike.
"Bagaimana pendapat kalian?"
"Ya, kau pemimpin kita, Jack," kata kedua anak itu serempak. "Siap, Pak
Pemimpin!" Setelah itu anak-anak mulai bekerja. Nora dan Peggy pergi ke tepi danau untuk
mencuci alat-alat makan serta membereskannya dengan rapi. Mereka memasukkan
beberapa potong kayu lagi ke dalam api supaya tetap menyala. Menurut Jack, apa
gunanya setiap kali menyalakan api lagi" Kan lebih gampang jika diusahakan agar
api yang sudah ada tetap menyala. Setelah itu Peggy dan Nora menyusul kedua anak
laki-laki yang sudah lebih dulu masuk ke dalam hutan.
Jack sudah menebang beberapa batang pohon ramping yang masih muda, serta
memotong dahan-dahannya yang panjang.
"Yang ini kita tancapkan ke tanah, untuk dijadikan tonggak-tonggak dinding,"
katanya. "Mana sekopnya, Mike" Kau tidak lupa membawa-nya, 'kan?"
"Tidak - ini dia," kata Mike. "Apakah aku harus menggali lubang untuk tempat
menancapkan tonggak-tonggak itu?"
"Ya," kata Jack. "Gali yang agak dalam."
Mike sibuk menggali lubang di bawah terik sinar matahari, untuk tempat Jack
menancapkan tonggak-tonggak. Peggy dan Nora membersihkan ranting-ranting dan
dedaunan dari pohon-pohon yang sudah ditebang.
Semua bekerja keras sampai saat matahari mulai terbenam. Pondok yang dibangun
belum selesai. Untuk itu diperlukan waktu beberapa hari. Tapi setidak-tidaknya
atap yang rapi sudah ada, begitu pula sebagian dari dinding. Anak-anak sudah
dapat membayangkan wujud pondok mereka jika selesai nanti. Pondok mereka itu
sudah jelas akan lumayan besarnya, serta sangat kokoh. Mereka merasa bangga.
"Cukup sebegini saja kerja kita hari ini," kata Jack. "Kita semua sudah capek.
Coba kuperiksa sebentar, barangkali ada ikan yang kena pancingku."
Tapi sekali itu pancing tidak mengena. Anak-anak tidak bisa makan ikan malam
itu. "Kita masih punya roti sedikit, serta kismis sekotak," kata Peggy. "Begitu pula
beberapa lembar daun selada serta mentega untuk masak. Bagaimana jika itu saja
yang kita makan?" "Soal makanan kelihatannya akan merepotkan kita," kata Jack sambil termenung.
"Kalau air, cukup banyak! Sebentar lagi kita akan sudah punya rumah. Tapi kita
perlu mengusahakan makanan! Kalau tidak, bisa kelaparan kita nanti. Kurasa
sebaiknya aku menangkap kelinci saja."
"Aduh - jangan, Jack!" kata Nora. "Aku suka pada kelinci, karena lucu sekali
kelihatannya." "Aku juga suka pada kelinci, Nora," kata Jack. "Tapi jika mereka tidak ditangkap
untuk dimakan, jumlah mereka nanti akan menjadi terlalu banyak sehingga
merepotkan petani. Kau sering makan pastei daging kelinci, 'kan" Pasti kau menyukai, hidangan itu!"
"Memang," kata Nora. "Yah - kalau begitu apa boleh buat, asal kau yakin bisa
menangkap tanpa menyebabkan binatang itu cedera atau kesakitan."
"Serahkan saja urusan itu padaku," kata Jack. "Aku pun tidak suka menyakiti
binatang! Tapi aku tahu cara menguliti kelinci. Itu pekerjaan laki-laki, jadi biar aku
serta Mike saja yang melakukannya. Asal kalian berdua nanti bisa memasaknya beres! O ya, ngomong-ngomong, waktu itu Peggy kan mengatakan bahwa alangkah
baiknya jika di sini ada sapi dan beberapa ekor ayam betina. Aku sudah berpikirpikir mengenainya. Kurasa kita bisa membawa mereka kemari. Setelah itu kita bisa
enak!" Mike, Peggy, dan Nora memandang Jack sambil melongo. Ada-ada saja anak itu!
Bagaimana mereka bisa mendapat sapi perah dan ayam betina"
"Sudahlah, siapkan dulu makan malam kita," kata Jack pada Peggy dan Nora, ia
tersenyum memandang wajah mereka yang terheran-heran. "Aku sudah lapar! Besok
kita lanjutkan pemikiran kita. Sekarang kita makan dulu. Setelah itu membacabaca sebentar, lalu tidur. Besok kita teruskan membangun pondok."
Tidak lama kemudian keempat anak itu sudah asyik mengunyah-ngunyah roti dengan
mentega serta daun selada. Kismis tidak jadi disertakan, karena hendak disimpan
untuk lain kali. Setelah makan mereka membaca buku sebentar, selama langit masih
terang. Kemudian mereka mandi di danau, lalu merebahkan diri di pembaringan
mereka yang terbuat dari dedaunan.
"Selamat tidur," kata Mike. Tapi tidak ada yang menjawab. Anak-anak yang lain
sudah pulas. 6. PONDOK SELESAI Keesokan paginya anak-anak sudah siap lagi untuk meneruskan pekerjaan membangun
pondok mereka di tengah hutan. Mereka sudah sarapan roti dengan ikan. Untung
saja Jack berhasil memancing beberapa ekor pagi ini, karena perbekalan yang
dibawa sudah sangat menyusut. Kentang masih banyak. Tapi kecuali itu tidak
banyak lagi yang tersisa. Jack sudah bertekad dalam hati untuk menyeberang ke
darat dengan perahu malam itu, untuk mengusahakan perbekalan tambahan. Sudah
jelas bahwa soal makanan yang akan paling merepotkan.
Sepanjang pagi keempat anak itu sibuk bekerja membangun pondok mereka. Jack
menebang pohon yang masih muda secukupnya, untuk dijadikan tonggak-tonggak
dinding. Mike menggali lubang-lubang untuk dijadikan tempat menancapkan tonggaktonggak itu. Setelah itu mereka berdua menancapkan tonggak-tonggak sedalam
mungkin. Peggy dan Nora bertepuk tangan dengan gembira, melihat betapa rapi
dinding yang dibuat oleh Jack dan Mike.
Tonggak-tonggak ditancapkan dengan jarak yang agak jarang. Setelah itu Jack
menunjukkan pada Peggy dan Mora, bagaimana caranya menjalinkan ranting-ranting
yang lentur secara melintang pada tonggak-tonggak untuk mengisi bagian-bagian
yang renggang. Setelah diketahui caranya, pekerjaan itu ternyata tidak begitu
sulit. Tapi anak-anak kepanasan karena sibuk bekerja.
Pagi itu Mike sampai belasan kali mondar-mandir mengambil air untuk minum. Anakanak meneguk air yang sejuk itu dengan nikmat. Sinar matahari pagi itu sangat
panas. Tapi mereka bisa berteduh di dalam hutan lebat.
"Bangunan kita sudah mulai kelihatan mirip pondok sekarang," kata Jack dengan
perasaan senang. "Lihatlah - nanti pintu akan kita pasang pada lubang di sebelah
depan sini. Daun pintu kita buat dari dahan-dahan panjang yang dijalini ranting. Kita juga
akan membuat semacam engsel, sehingga daun pintu bisa bergerak membuka dan
menutup. Tapi untuk sementara kita belum memerlukan pintu."
Hari itu juga seluruh tonggak dinding sudah selesai ditancapkan. Peggy dan Nora
juga sudah cukup banyak menjalinkan ranting-ranting pengisi bagian-bagian yang
renggang, sehingga dinding pondok nampak kokoh dan rapat.
"Zaman dulu, celah-celah yang masih ada diisi dengan tanah liat yang dibiarkan
mengering," kata Jack. "Tapi kurasa tidak ada tanah liat di pulau ini. Jadi
celah-celah harus kita sumpal dengan rumput kering. Itu pun sudah mencukupi.
Sedang tonggak-tonggak yang kita tancapkan ke tanah nanti akan tumbuh dan
berdaun lagi, sehingga dinding pondok kita akan menjadi semakin rapat."
"Bagaimana maksudmu-tonggak-tonggak itu akan tumbuh lagi?" tanya Mike kurang
mengerti. "Tongkat kan tidak mungkin bisa tumbuh?"
Jack tertawa nyengir. "Tapi kalau tongkat dari kayu jenis ini, bisa!" katanya. "Potong saja salah satu
dahan, lalu singkirkan semua daun dan tunas. Setelah itu tancapkan ke tanah.
Lihat saja, nanti dahan itu akan berakar serta bertunas, dan lambat-laun tumbuh
menjadi pohon. Tumbuhan jenis ini sangat ulet, seolah-olah tidak bisa mati!"
"Wah! Kalau begitu pondok kita akan tumbuh terus, sepanjang tahun," seru Nora.
"Lucu!" "Kalau bagiku, itu bagus!" kata Peggy. "Pasti menyenangkan sekali, tinggal dalam
pondok yang tumbuh di atas kepala. Berakar, bertunas, dan berdaun! Nama apa yang
enaknya kita berikan pada pondok kita, Jack?"
"Pepohonan yang kita jadikan kerangka, namanya willow," kata Jack. "Jadi kurasa
nama yang cocok ialah Pondok Willow."
"Ya, itu nama yang bagus," kata Peggy. "Aku suka nama itu. Aku suka pada
semuanya di sini. Aku senang berada di sini - cuma kita berempat saja, di Pulau
Rahasia. Asyik, bertualang seperti ini!"
"Cuma sayangnya, bekal makanan kita kurang," kata Mike. Anak itu seakan-akan
tidak pernah tidak merasa lapar. "Itu satu-satunya yang tak kusukai dalam
petualangan ini." "Betul," kata Jack. "Soal itu harus kita bereskan. Tapi jangan khawatir - kita
pasti bisa mengatasinya."
Malam itu tinggal kentang saja yang masih tersisa untuk dimakan. Jack mengatakan
bahwa segera setelah hari gelap ia akan pergi dengan perahunya, untuk melihat
apa yang bisa diambil di pertanian kakeknya.
ia memasang lilin dalam lentera. Tapi lilin itu tidak dinyalakannya, karena
nanti dilihat orang nyalanya.
"Kalian menunggu aku kembali, ya," kata Jack pada ketiga kawannya. "Dan biarkan
api unggun menyala terus. Tapi jaga jangan sampai terlalu besar - karena nanti
dilihat orang." Mike serta kedua saudaranya menunggu dengan sabar. Rasanya lama sekali Jack pergi. Nora
merebahkan diri di atas selimut usang. Tahu-tahu ia sudah terlelap. Tapi Peggy
dan Mike masih menunggu terus. Mereka melihat bulan muncul di langit dan
menerangi lingkungan dengan sinarnya. Pulau- rahasia itu kembali terselubung
suasana misterius. Bayang-bayang gelap terhampar di bawah pepohonan. Air yang
berkecipak menyentuh pasir pantai, berwarna hitam - segelap malam. Tapi agak
jauh di tengah, warnanya keperak-perakan, karena memantulkan sinar bulan. Hawa
malam itu panas. Anak-anak merasa gerah. Padahal mereka tidak memakai
penyelubung tubuh. Rasanya waktu yang berlalu sudah berjam-jam, ketika akhirnya terdengar kembali
bunyi dayung. Mike lari ke tepi air dan menunggu di situ. Dilihatnya perahu
meluncur di atas air yang diterangi sinar bulan, ia berseru, memanggil Jack,
"Hai, Jack! Semuanya beres?"
"Ya!" Itu suara Jack. "Semua beres - dan kecuali itu ada beberapa kabar baru," sambung anak itu.
Haluan perahu menggeleser di atas pasir. Mike menariknya sampai ke tempat yang
lebih tinggi, sementara Jack meloncat ke luar.
"Aku membawa sesuatu untuk kita," kata Jack. Cahaya bulan menampakkan deretan
gigi yang putih. Anak itu tertawa nyengir. "Coba kaumasuk-kan tanganmu ke dalam
perahu, Nora!" Nora melakukannya - lalu terpekik. "Ada sesuatu yang hangat, empuk dan berbulu
di situ," katanya. "Apa itu, Jack?"
"Enam ekor ayam betinaku," jawab Jack. "Aku tadi menemukan mereka tidur sambil
bertengger di pagar. Langsung saja kutangkap dan kuikat, supaya tidak bisa
bergerak! Wah, berat juga waktu aku tadi harus menggotong semuanya ke perahu. Tapi mulai
sekarang kita takkan pernah kekurangan telur! Ayam-ayam itu takkan mungkin bisa
lari dari pulau ini!"
"Hore!" seru Nora dengan gembira. "Kita akan bisa menikmati telur saat sarapan
pagi, makan siang dan sore!"
"Kecuali itu apa lagi yang kaubawa?" tanya Mike.
"Jagung untuk makanan ayam," jawab Jack. "Begitu pula beberapa kotak berisi
bermacam-macam benih. Aku mengambilnya dari lumbung persediaan. Lalu susu
beberapa kaleng, serta sebatang roti yang sudah agak tua. Dan sayuran, banyak
sekali!" "Dan ini ada buah ceri," kata Nora, ia mengambil beberapa tangkup buah ceri yang
merah dari dalam perahu. "Kau memetiknya tadi, Jack?"
"Ya," kata Jack. "Aku mengambilnya dari pohon dalam kebun kami, yang kebetulan
sedang berbuah lebat."
"Kau melihat kakekmu?" tanya Mike.
"Ya - tapi ia tidak melihat aku," kata Jack sambil meringis, "ia hendak pergi tinggal bersama bibiku. Pertaniannya akan dijual. Ada orang yang dimintai tolong
memberi makan pada ternak yang ada di situ, sampai tempat itu sudah laku. Jadi
kurasa sebaiknya aku berusaha mengambil sapi milikku, lalu kusuruh berenang
kemari!" "Jangan konyol, Jack," kata Peggy. "Itu kan tidak mungkin!"
"Siapa bilang"!" kata Jack. "Tapi coba kalian dengar dulu - aku tadi mendengar
kakekku berbicara dengan dua orang temannya. Orang-orang bingung, karena kita
tahu-tahu menghilang! Tidak ada yang tahu ke mana kita pergi. Mereka mencari ke mana-mana - sampai ke
desa-desa dan kota-kota sekitar sini!"
"Wah!" desah ketiga temannya. Mereka agak ngeri. "Mungkinkah mereka nanti
mencari kita kemari?"
"Siapa tahu - itu mungkin saja," kata Jack. "Aku memang agak cemas, kalau asap
api unggun akan menyebabkan kita nanti ketahuan. Tapi itu urusan nanti! Kita
tidak perlu bingung sekarang."
"Polisi juga ikut mencari, Jack?" tanya Peggy.
"O ya," jawab Jack. "Seperti yang kudengar, semua sibuk mencari. Lumbunglumbung, tumpukan jerami, dan parit-parit diperiksa. Semua kota yang letaknya
sampai dua puluh mil di sekitar sini didatangi, karena ada dugaan bahwa kita
bisa saja minggat dengan jalan membonceng truk. Para pencari sama sekali tidak
menduga bahwa kita sebenarnya hanya dekat-dekat saja!"
"Bagaimana dengan Bibi Harriet" Apakah ia bingung?" tanya Peggy.
"Wah - bukan bingung lagi namanya," kata Jack sambil nyengir. "Kan sekarang
tidak ada lagi yang bisa disuruh-suruhnya mencuci dan membersihkan lantai. Tapi
kurasa cuma itu saja yang dipikirkannya! Yah - untung kakekku akan tinggal di
rumah bibiku. Dengan begitu aku akan bisa mondar-mandir dengan bebas ke sana,
tanpa dilihat olehnya. Aku tadi kerepotan membawa ayam-ayam betinaku. Mereka
mematuk-matuk sambil menggelepar-gelepar. Aku sudah khawatir saja, jangan-jangan
ada yang mendengar keributan itu. Aku menyesal, kenapa Mike tidak kuajak."
"Di mana kita menaruh mereka?" tanya Mike, sambil membantu Jack membawa ternak
petelur itu ke darat. "Sebaiknya kita taruh saja dulu di Pondok Willow, sampai besok pagi," kata Jack.
"Pintu bisa kita sumpal dengan sesuatu nanti."
Keenam ekor ayam betina yang ribut berkotek-kotek itu mereka masukkan ke dalam
pondok. Setelah itu ambang pintu mereka sumbat dengan ranting dan pakis. Ayam-ayam
betina itu lari ke salah satu pojok lalu meringkuk ketakutan di situ. Mereka
tidak ribut-ribut lagi. "Aku capek sekali," kata Jack. "Sekarang kita makan ceri sedikit, lalu setelah
itu tidur." Keempat anak itu makan buah ceri yang sudah ranum. Setelah itu mereka pergi ke
ruang tidur mereka yang terletak di tengah alam terbuka. Daun-daun pakis yang
dipetik dan digelar agar kering di lereng bukit sementara itu sudah menjadi
layu. Peggy dan Mora mengangkut dedaunan itu lalu menghamparkannya di tempat
pembaringan mereka berempat.
Pembaringan mereka malam itu rasanya semakin empuk dan wangi, dibandingkan
dengan sebelumnya. Keempat anak itu sudah capek. Mike dan Jack masih bercakapcakap sebentar. Tapi Peggy dan Nora langsung pulas.
Keesokan paginya mereka bangun agak Kesiangan. Peggy yang paling dulu terjaga.
Sesaat ia agak heran, karena mendengar suara-suara yang tidak biasa - suara
berkotek-kotek. "Ah, tentu saja - itu kan ayam-ayam betina yang dibawa Jack kemari," katanya
dalam hati. Peggy berdiri. Diloncatinya kedua anak laki-laki yang masih tidur,
ia berlari ke Pondok Willow. Disingkapkannya sedikit ranting-ranting yang
menyumbat ambang pintu. Setelah itu ia menyelinap ke dalam. Ayam-ayam betina bertemperasan ke sudut
ketika melihat Peggy masuk.
Anak itu melihat empat butir telur di tanah. Rupanya empat dari enam ayam betina
itu bertelur. Bagus! Pasti nikmat sarapan nanti. Peggy bergegas meraup keempat
butir telur itu, lalu bergegas keluar lagi. Ambang pintu disumpalnya kembali
dengan ranting-ranting. Tidak lama kemudian api unggun sudah berkobar. Peggy
memanggil ketiga anak lainnya, ketika mereka bangun sambil mengusap-usap mata.
"Sarapan sudah siap!" serunya. "Ayam-ayam tadi bertelur untuk kita, sebutir
seorang!" Anak-anak cepat-cepat mendatangi tempat di mana sarapan sudah tersedia.
"Sehabis sarapan saja kita mandi," kata Mike. "Aku sekarang lapar sekali."
Empat Serangkai - Pulau Rahasia The Secret Island di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kita harus menyelesaikan pondok kita hari ini juga," kata Jack. "Kita juga
harus menentukan, apa yang harus kita lakukan dengan ayam-ayam betina itu.
Mereka belum bisa kita biarkan berkeliaran selama mereka belum mengenal tempat
tinggal mereka yang baru ini. Selama itu kita perlu menaruh mereka dalam semacam
kandang." Sehabis sarapan keempat anak itu membuat semacam kandang berukuran kecil bagi
keenam ayam itu. Dengan tongkat-tongkat pohon willow mereka membuat pagar. Pagar
itu dibuat agak tinggi, sehingga tidak mungkin bisa diloncati ayam-ayam itu.
Jack membuatkan sarang-sarang dari dedaunan pakis, dengan harapan ayam-ayam
betina itu mau bertelur di situ. ia menebarkan jagung di tanah, yang dengan
segera dipatuk-patuk oleh keenam ayam betina itu. Rupanya mereka juga sangat
lapar. Peggy mengambilkan air untuk minuman mereka.
"Sebentar lagi mereka pasti akan sudah tahu bahwa ini tempat tinggal mereka yang
baru, lalu akan bertelur di sini," kata Jack. "Nah - sekarang kita teruskan
membangun Pondok Willow! Peggy, Nora - kalian berdua menyumpal celah-celah yang
masih ada dengan rumput dan dedaunan pakis, sedang aku dan Mike akan
menyelesaikan pintu."
Tidak lama kemudian semua sudah sibuk bekerja. Peggy dan Nora senang mendapat
tugas menyumpal celah-celah di dinding dengan rumput empuk serta dedaunan pakis,
agar angin dan hujan tidak bisa masuk ke dalam. Keduanya begitu asyik bekerja,
sehingga tidak melihat betapa bagus daun pintu yang dibuat oleh Mike dan Jack
dan ranting-ranting willow yang dianyam. Mereka dipanggil oleh kedua anak lakilaki itu. Dengan bangga Jack dan Mike memamerkan hasil pekerjaan mereka.
Daun pintu itu bahkan dilengkapi dengan semacam engsel, sehingga bisa digerakkan
membuka dan menutup. Buatannya sangat rapi - walau sisi atasnya agak kependekan,
sehingga lubang pintu tidak sepenuhnya tertutup. Tapi anak-anak cukup puas.
Pokoknya pondok mereka sekarang sudah berdaun pintu yang bisa dibuka dan ditutup
dengan mudah. Ruang dalam pondok sangat gelap apabila pintu ditutup. Tapi itu malah menambah
keasyikan! "Wah - aku lapar dan haus sekali sekarang," kata Mike setelah selesai bekerja.
"Rasanya mampu menghabiskan seluruh persediaan makanan kita!"
"Ya, kita perlu mengisi perut dulu," kata Jack. Bekal roti sekarang sudah cukup
banyak lagi, begitu pula kentang dan sayuran. Sekarang kita masak buncis saja.
Buncis yang kupetik bagus-bagus! Tolong periksakan pancing, Mike - mungkin ada
yang mengena." Ternyata seekor ikan danau yang agak besar terkail. Mike menaikkan ikan itu ke
darat, untuk dimasak. Tidak lama kemudian anak-anak sudah mengendus-endus dengan
nikmat, mencium bau ikan digoreng. Hidangan makan kali itu sangat sedap. Ikan,
kentang, roti, buncis, buah ceri. Mereka minum coklat dengan susu dari salah
satu kaleng yang dibawa oleh Jack.
"Kita memerlukan susu segar," kata Jack sambil meminum susu coklatnya. "Akan
kucari akal, bagaimana enaknya menyeberangkan Daisy, sapiku itu, kemari."
"O ya, Jack - kita sekarang sudah bisa menyimpan sebagian dari barang-barang
kita di dalam Pondok Willow, 'kan?" kata Peggy. "Perbekalan kita di tempat
penyimpanan yang sekarang dimasuki semut Rongga itu cocok kalau untuk menyimpan
perkakas seperti palu dan paku - tapi kalau makanan, kurasa lebih baik disimpan
dalam pondok. Apakah kita juga akan tinggal di dalamnya, Jack?"
"Yah - kurasa kita akan lebih sering berada di luar," kata Jack. "Tapi pondok
itu tempat tidur yang nyaman bagi kita jika hawa malam dingin atau kebetulan
hujan. Kita juga bisa berlindung di dalamnya, saat cuaca buruk. Pondok Willow
itu semacam rumah bagi kita."
"Aku belum pernah tinggal di rumah yang begitu menyenangkan seperti Pondok
Willow," kata Nora. "Asyik rasanya, hidup begini!"
7. MENYEBERANGKAN SAPI KE PULAU
Beberapa hari sudah berlalu. Anak-anak sibuk terus, karena banyak sekali yang
perlu dikerjakan. Daun pintu Pondok Willow terlepas, sehingga harus dipasang
kembali dengan lebih kokoh. Keempat anak itu pernah sibuk sehari penuh, mencari
seekor ayam betina yang lepas. Akhirnya Jack menemukannya di bawah semak. Ayam
itu ternyata bertelur di situ.
Setelah itu pagar kandang ayam ditinggikan, karena dikira ayam itu lepas dengan
jalan terbang meloncatinya. Tapi kemudian Mike menemukan lubang di pagar, ia
merasa yakin bahwa ayam itu lolos lewat situ. Dengan segera lubang itu disumbat
dengan dedaunan pakis. Keenam ayam betina itu ribut berkotek. Tapi nampaknya
mereka mulai kerasan. Mereka selalu bergegas mendatangi Nora, apabila anak itu datang dua kali sehari
untuk memberi makan. Menurut Mike, lebih baik dibuat dua bilik dalam Pondok Willow, daripada hanya
satu ruangan besar saja. Dengan begitu bilik sebelah depan bisa dijadikan
semacam ruang duduk, dengan tempat menyimpan makanan di pojok. Sedang bilik
belakang dijadikan ruang tidur. Lantainya bisa dihampari rumput dan pakis,
supaya empuk. Usul Mike diterima. Anak-anak lantas membangun dinding pemisah dari batangbatang pohon willow. Bagian tengahnya dibiarkan terbuka, sehingga merupakan
lubang pintu. Tapi mereka tidak memasang daun pintu di situ.
Senang rasanya, memiliki pondok dengan dua kamar!
Suatu petang Jack menghampiri api unggun di ceruk pantai dengan menjinjing
sesuatu. Mike memperhatikan jinjingan itu.
"Kau menangkap kelinci, Jack!" katanya. "Dan kau juga sudah mengulitinya,
sehingga tinggal dimasak saja!"
"Aduh, Jack - kenapa harus kautangkap?" kata Mora. "Aku senang sekali melihat
mereka bermain-main di sekitar kita saat malam hari."
"Aku tahu," kata Jack, "tapi kita juga perlu makan daging. Kau tidak perlu
sedih, Nora - kelinci ini tadi sama sekali tidak sempat menderita! Dan kau kan sudah sering
makan pastei kelinci di rumah."
Walau begitu anak-anak tidak begitu bergembira saat memasak kelinci itu. Tapi
mereka senang bahwa sekali itu mereka tidak usah makan ikan. Mereka sudah mulai
bosan, makan ikan setiap hari. Nora mengatakan bahwa ia merasa tak mampu menatap
kelinci yang bermain-main di sekitar mereka malam itu.
"Kalau di Australia, kelinci dianggap binatang perusak, seperti tikus ladang di
sini," kata Jack. Anak itu nampaknya berpengetahuan luas. "Jika kita ini di Australia,
pasti kita merasa berjasa, karena telah menyingkirkan beberapa ekor binatang
perusak." "Tapi kita bukan di Australia," kata Peggy. Setelah itu tidak ada lagi yang
menyinggung-nyinggung soal itu. Mereka makan sambil membisu. Selesai makan,
Peggy dan Mora pergi mencuci piring dan mangkuk seperti biasanya, sedang Jack
dan Mike mengambil air di sumber, untuk dimasak besok pagi. Setelah itu mereka
mandi di danau. "Kurasa akan kucoba menyeberangkan sapiku malam ini," kata Jack selesai mandi.
"Tak mungkin kau bisa melakukannya, Jack!" kata Nora kaget.
"Aku ikut, Jack," kata Mike. "Kau nanti pasti memerlukan bantuan."
"Memang," kata Jack. "Kita berangkat begitu hari sudah gelap."
"Wah, Jack!" seru Peggy dan Nora dengan gembira, membayangkan sebentar lagi
mereka akan punya sapi di situ. "Lalu di mana kita menaruhnya?"
"Kurasa sebaiknya di sisi seberang pulau," kata Jack. "Di sana tumbuh rumput
makanan sapi. Daisy tidak suka makan rumput semak belukar yang tumbuh di sini."
"Bagaimana caramu membawanya kemari nanti, Jack?" tanya Mike. "Kurasa takkan
gampang memasukkannya ke dalam perahu."
"Kita tidak perlu memasukkannya ke dalam perahu, Konyol!" jawab Jack sambil
tertawa. "Daisy akan kita suruh berenang di belakangnya!"
Anak-anak memandangnya dengan mulut ternganga karena heran. Setelah itu mereka
tertawa. Lucu - sapi berenang di belakang perahu, menuju ke Pulau Rahasia!
Ketika hari sudah gelap, Jack berangkat bersama Mike. Peggy dan Nora menunggu
sampai perahu sudah meluncur ke tengah danau. Setelah itu mereka kembali ke
Pondok Willow, karena malam itu hawa tidak sehangat biasanya. Mereka menyalakan
lilin, lalu duduk sambil mengobrol di dalam. Asyik rasanya sendirian di pulau
rahasia mereka. Jack dan Mike mendayung perahu di danau, menuju tempat yang biasanya dijadikan
tempat Jack mendarat Tempat itu tersembunyi letaknya, di bawah dahan pepohonan
yang terjurai menyentuh air. Perahu ditarik ke darat Setelah itu keduanya
berjalan merintis hutan. Tidak lama kemudian mereka sampai di ladang yang mengelilingi rumah kakek Jack.
Anak itu memandang ke arah rumah kecil itu. Tidak nampak cahaya terang di situ.
Rupanya kakeknya sudah pergi. Beberapa ekor sapi dan kuda ada di lapangan dekat
situ. Kedua anak laki-laki itu mendengar ringkikan seekor kuda.
"Kaulihat gudang yang di sana itu, Mike?" kata Jack dengan suara pelan. "Di
dalamnya ada beberapa utas tali. Tolong ambilkan seutas, sementara aku mencari
sapiku. Tali-tali itu disimpan di sudut dekat pintu."
Mike melintasi lapangan, menuju bangunan gudang reyot yang terdapat di sudutnya,
ia berjalan tersaruk-saruk dalam gelap. Sementara itu Jack mendatangi kawanan
sapi. Mulutnya memperdengarkan bunyi-bunyi lirih, memanggil-manggil. Seekor sapi
betina belang coklat yang besar datang menghampirinya.
Jack menyalakan sebatang korek api, yang dengan segera dilindunginya di balik
telapak tangan. Diterangi nyala korek itu diperhatikannya sapi yang menghampiri.
Ternyata memang Daisy, sapi yang dibesarkannya sendiri sejak masih kecil. Jack
mengusap-usap hidung Daisy yang halus, lalu berseru dengan pelan memanggil Mike,
"Mana talinya, Mike" Cepatlah sedikit! Daisy sudah kutemukan."
Mike menggerayang di sudut gudang, mencari tali. Akhirnya ia menemukan seutas
tali yang cukup panjang. Sambil membawa tali itu ia mendatangi Jack.
"Bagus," kata Jack. Dengan cepat diikatkannya tali itu ke leher sapi betinanya.
"Sebelum kita pergi, aku masih ingin masuk ke rumah sebentar - karena siapa
tahu, mungkin di situ ada sesuatu yang berguna bagi kita."
"Mungkinkah ada handuk di situ?" tanya Mike. "Tidak enak rasanya, mengeringkan
tubuh dengan kain karung sehabis mandi."
"Nantilah kulihat, barangkali ada yang tertinggal," kata Jack, lalu menyelinap
pergi ke rumah kakeknya yang sudah tidak ada penghuninya lagi. Pintu rumah itu
terkunci. Tapi Jack bisa masuk dengan mudah, lewat jendela. Begitu berada di
dalam ia menyalakan korek api, lalu memandang berkeliling. Dalam rumah kecil itu
hanya ada dua ruangan. Satu ruang duduk, dan sebuah kamar tidur. Tidak ada lagi
sepotong perabotan pun di situ.
Semua sudah dibawa pergi. Jack memeriksa di balik pintu dapur. Ternyata handuk
besar masih tergantung di situ. Untung saja! Handuk itu sudah sangat dekil, tapi
rasanya masih bisa menjadi bersih kembali kalau dicuci. Setelah itu Jack melihat
ke balik pintu kamar tidur. Ya - handuk besar yang biasanya digantungkan di situ
juga masih ada. Rupanya Kakek tidak sempat memeriksa ke situ ketika pergi.
Jack berpikir-pikir sebentar, sambil menatap karpet usang yang terhampar di
lantai. Bagaimana jika itu juga dibawa" Tapi akhirnya ia membatalkan niat itu. Hamparan
rumput bersih masih lebih empuk daripada karpet usang itu!
Setelah itu ia pergi ke bangunan gudang kecil yang terdapat di belakang rumah.
Di situ ia menemukan sebuah kotak kayu yang sudah tua. Isinya semua pakaiannya.
Rupanya Kakek menaruh semuanya di situ. Rupanya mungkin karena ia beranggapan
tidak ada gunanya repot-repot membawa semuanya itu. Pakaian itu memang sudah
agak robek-robek dan lusuh tapi setidak-tidaknya itu pakaian! Dalam peti itu ada tiga helai kemeja,
beberapa rompi, celana panjang, sehelai mantel panjang, sepasang sepatu yang
sudah tua, serta sehelai selimut lusuh!
Jack tersenyum gembira. Semuanya itu akan dibawanya ke pulau, karena pasti
berguna apabila cuaca mulai dingin nanti, ia berpikir-pikir, bagaimana cara yang
sebaiknya untuk membawa segala pakaian itu. Akhirnya semua dipakainya sekaligus.
Ketiga helai kemeja, rompi-rompi, celana panjang, sepatu butut, lalu mantel
panjang, dan akhirnya selimut tua yang diselubungkannya menutupi tubuh, ia
nampak sangat aneh, dengan segala pakaian itu!
Setelah itu ia pergi ke kebun. Kantung-kantung pakaiannya semua diisi penuhpenuh dengan buncis, ercis serta kentang. Setelah itu ia kembali ke tempat Mike
yang menunggu bersama Daisy, sapi betinanya. Anak itu pasti sudah capek, karena
harus terus memegangi tali yang mengikat Daisy!
Sambil menyandang kedua helai handuk lusuh, Jack berjalan dengan langkah lambat
melintasi lapangan, menghampiri Mike.
"Aku sudah khawatir saja, jangan-jangan kau takkan kembali lagi," kata Mike
dengan nada agak jengkel. "Apa saja yang kaulakukan selama itu" Sapi ini sudah
mulai bosan, berdiri terus di dekatku."
"Aku tadi menemukan banyak dari pakaianku," kata Jack, "dan begitu pula sehelai
selimut tua serta dua lembar handuk. Sebentar lagi sapi betina ini boleh
bergerak badan sedikit! Yuk, kita berangkat! Kau yang membawa handuk dan selimut
ini, sementara aku menuntun Daisy."
Mereka melintasi ladang dan merintis hutan, menuju ke tempat perahu. Sapi betina
itu melenguh-lenguh, ketika harus berjalan di tengah hutan. Rupanya ia tidak
senang berjalan di sela-sela pepohonan, karena tidak bisa melihat jalan.
"Ssst - jangan ribut, Daisy," desis Jack ketakutan. "Nanti kita ketahuan."
Tapi sapi betina itu melenguh lagi dengan sedih. Ia berusaha berhenti, tidak mau
meneruskan langkah. Tapi Jack dan Mike menariknya agar berjalan terus.
Kedua anak laki-laki itu harus memeras tenaga, menghela sapi betina itu ke
tempat perahu mereka. Baru dua jam kemudian mereka sampai di tepi danau. Napas
mereka terengah-engah. Keringat bercucuran. Sementara itu Daisy melenguh-lenguh
terus, makin lama makin nyaring. Jack mulai menyesali niatnya, membawa sapi
betina itu menyeberang ke pulau. Bagaimana jika bunyi lenguhannya nanti didengar
orang" Bagaimana jika sesudah berada di pulau rahasia mereka, Daisy melenguhlenguh terus" Kalau nanti ada orang datang memeriksa, bagaimana"
Tapi akhirnya Daisy berhasil juga dibawa ke tempat perahu. Jack membujuk-bujuk
sapi betina malang yang ketakutan itu agar mau melangkah masuk ke air. Daisy
melenguh dengan keras, sampai Jack dan Mike kaget setengah mati. Tapi akhirnya
sapi itu mau juga masuk ke air. Mike dan Jack naik ke perahu, lalu mendayungnya
ke tengah. Tali pengikat leher Daisy sudah ditambatkan ke bagian buritan perahu.
Dengan begitu mau tidak mau, sapi itu harus ikut berenang, kalau tidak ingin
terseret-seret di belakang perahu.
Pengalaman itu benar-benar tidak enak bagi sapi betina itu, yang belum pernah
pergi dari lapangan tempat ia biasa merumput. Paling-paling hanya ke gudang saja
setiap sore, untuk diperah susunya! Sapi betina itu menggerak-gerakkan kakinya,
berenang dengan gaya aneh. Kepalanya terangkat tinggi-tinggi, ia sama sekali
tidak melenguh, karena terlalu ketakutan.
Jack menyalakan lentera, yang setelah itu ditaruhnya di haluan. Malam sangat
gelap, dan Jack tidak ingin perahunya membentur batang kayu yang mungkin saja
ada dalam air. Perahu didayung ke tengah danau, menuju Pulau Rahasia. Mau tidak mau, Daisy
terpaksa berenang mengikuti perahu, karena lehernya tertambat dengan tali ke
buritan. "Jalan juga ideku," kata Jack setelah beberapa saat.
"Ya," kata Mike, "tapi untung saja cuma seekor yang kita seberangkan, dan bukan
sekawanan." Setelah itu mereka mendayung sambil membisu, sampai Pulau Rahasia mulai nampak
samar di depan haluan. Peggy dan Nora mendengar bunyi kecipak dayung, lalu
bergegas ke pantai membawa lilin.
"Kalian membawa sapi betina itu, Jack?" seru mereka.
"Ya," balas Jack dan Mike. "Ia berenang dengan tenang di belakang perahu. Tapi
kasihan - ia tidak suka disuruh berenang!"
Perahu ditarik ke atas pasir pantai. Setelah itu sapi betina yang menggigil
karena dingin dan ketakutan dihela ke luar dari air. Jack berbicara pada sapinya
itu dengan suara lemah lembut. Daisy merapatkan diri pada anak itu, karena
merasa bingung dan takut. Hanya Jack saja satu-satunya yang dikenal olehnya di
tempat asing itu. Karena itulah ia ingin dekat-dekat dengan anak itu. Jack
menyuruh Mike mengambil karung tua lalu membantunya mengeringkan sapi yang basah
kuyup dan kedinginan itu.
"Di mana kita menaruhnya malam ini, Jack?" tanya Mike.
"Di kandang ayam," kata Jack. "Daisy sudah biasa hidup bersama ayam-ayam itu,
dan mereka pun sudah mengenalnya. Di situ kan banyak rumput kering serta daun
pakis. Kita bisa mengambilkan tambahan lagi untuk tempatnya merebahkan diri.
Nanti kan dengan cepat ia akan merasa nyaman dan hangat, ia juga pasti senang
mendengar suara ayam-ayam betina berkotek-kotek pelan."
Daisy didorong masuk ke kandang ayam. Sapi betina itu merebahkan diri di atas
rumput kering yang hangat, ia agak merasa terlipur mendengar suara kotekan ayam
Empat Serangkai - Pulau Rahasia The Secret Island di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ayam yang terganggu dari tidur mereka.
Peggy dan Nora sangat asyik melihat sapi betina itu datang ke pulau. Tidak
bosan-bosannya mereka bertanya tentang petualangan Mike dan Jack sewaktu
membawanya dari rumah kakek Jack. Akhirnya kedua anak laki-laki itu yang bosan.
"Wah, Jack! Kau gemuk sekali sekarang!" seru Nora dengan tiba-tiba. ia
mendekatkan lentera yang dijinjingnya ke dekat anak laki-laki itu, supaya bisa
melihat lebih jelas. Anak-anak yang lain memandang dengan heran ke arah Jack, yang diterangi sinar
lentera. Ya - anak itu nampak gemuk sekali!
"Kau bengkak, ya?" tanya Peggy dengan cemas. Jack tertawa keras-keras.
"Bukan, bukan bengkak!" katanya. "Aku tadi menemukan beberapa helai pakaianku
dalam sebuah kotak, lalu semuanya kubawa kemari. Dan cara paling gampang ialah
memakai semuanya sekaligus. Lalu semuanya saja kupakai. Itulah sebabnya kenapa
aku nampak gendut!" ia memerlukan waktu agak lama untuk menanggalkan segala pakaiannya itu, karena
ia melakukannya sambil tertawa bersama anak-anak yang lain. Peggy melihat bahwa
pakaian Jack itu sudah berlubang-lubang. Untung aku membawa jarum dan benang,
katanya dalam hati. Nantilah, akan ditambalnya pakaian Jack! Dan selimut tua itu
Petualang Dari Nepal 2 Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung Misteri Pulau Neraka 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama