Ceritasilat Novel Online

Topeng Hantu 1

Goosebumps - Topeng Hantu Bagian 1


Chapter 1 "MAU jadi apa kau Halloween nanti?" tanya Sabrina Mason.
Diaduk-aduknya makaroni kuning di baki makan siangnya dengan
garpu, tapi tidak dimakannya.
Carly Beth Caldwell menarik napas dan menggeleng. Lampu di
langit-langit ruang makan siang membuat rambut cokelat lurusnya
berkilau. "Entahlah. Mungkin jadi tukang sihir."
Sabrina ternganga. "Kau" Tukang sihir?"
"Yah, kenapa tidak?" tanya Carly Beth sambil menatap
temannya di seberang meja.
"Kukira kau takut tukang sihir," jawab Sabrina. Disuapkannya makaroni segarpu
penuh dan mulai mengunyah. "Makaroni ini dari karet," katanya kesal, dikunyahnya
kuat-kuat. "Ingatkan aku untuk membawa makan siang sendiri."
"Aku tidak takut tukang sihir!" kata Carly Beth, matanya yang hitam berkilatkilat marah. "Kau kira aku penakut, kan?"
Sabrina tertawa. "Ya." Disentakkannya kepalanya untuk
memindahkan ekor kuda rambutnya ke punggung. "Hei, jangan makan makaroninya.
Betul, Carly Beth. Rasanya tidak enak." Diulurkannya tangannya untuk mencegah
Carly Beth mengangkat garpu.
"Tapi aku lapar sekali!" kata Carly Beth.
Ruang makan semakin padat dan ribut. Di meja sebelah,
sekelompok anak laki-laki kelas lima sedang main lempar-lemparan
kotak susu yang masih setengah terisi. Carly Beth melihat Chuck
Greene membulat-bulatkan tumpukan buah warna merah dan
menjejalkan benda lengket itu ke dalam mulutnya.
"Hiii!" Ditunjukkannya wajah jijik pada Chuck.
Lalu ia berbalik menatap Sabrina. "Aku bukan penakut,
Sabrina. Cuma karena semua orang suka menakut-nakuti aku dan - "
"Carly Beth, minggu lalu bagaimana" Ingat" Di rumahku?"
Sabrina merobek bungkus keripik jagung dan menawarkannya pada
temannya di seberang meja.
"Maksudmu masalah hantu itu?" tanya Carly Beth sambil
mengerutkan kening. "Itu sih benar-benar konyol."
"Tapi kau percaya," kata Sabrina dengan mulut penuh keripik.
"Kau benar-benar percaya lotengku ada hantunya. Mestinya kau lihat wajahmu
ketika loteng berderak-derak, dan kita mendengar suara
langkah kaki di atas sana.
"Jahat sekali," kata Carly Beth sambil membelalakkan matanya.
"Lalu ketika kau dengar suara langkah kaki menuruni tangga,
wajahmu jadi putih semua dan kau menjerit," kata Sabrina mengingat-ingat. "Itu
kan cuma Chuck dan Steve."
"Kau tahu aku memang takut hantu," kata Carly Beth, wajahnya merah padam.
"Dan takut ular, kumbang, suara-suara keras, kamar gelap,
dan - tukang sihir!" kata Sabrina.
"Aku tidak mengerti kenapa kau suka sekali menakut-nakuti
aku," kata Carly Beth cemberut. Disingkirkannya baki makan
siangnya. "Aku tidak tahu kenapa semua orang suka sekali menakut-nakuti aku. Kau
juga, padahal kau teman akrabku."
"Maafkan aku," kata Sabrina tulus. Diulurkannya tangannya ke seberang meja dan
diremasnya pergelangan tangan Carly Beth. "Kau gampang ditakut-takuti, sih.
Susah rasanya menahan diri untuk tidak mengganggumu. Ini. Mau keripik lagi?"
Didorongnya bungkus keripik ke arah Carly Beth.
"Suatu hari nanti akan kutakut-takuti kau," ancam Carly Beth.
Temannya tertawa. "Tidak mungkin!"
Carly Beth terus cemberut. Umurnya sudah sebelas tahun. Tapi
badannya kecil sekali. Dan dengan wajah bulat dan hidung pesek
(yang dibencinya dan diharapkannya akan jadi mancung), ia jadi
kelihatan jauh lebih muda.
Sabrina sebaliknya, tinggi, hitam, dan berpenampilan canggih.
Rambutnya yang hitam lurus diikat jadi ekor kuda di belakang, dan matanya yang
berwarna gelap besar sekali. Semua orang yang melihat mereka berdua mengira
Sabrina berusia dua belas atau tiga belas
tahun. Tapi sebetulnya justru Carly Beth yang lebih tua sebulan dari temannya.
"Mungkin aku tidak akan jadi tukang sihir," kata Carly Beth serius sambil
bertopang dagu. "Mungkin aku akan jadi monster menjijikkan, yang bola matanya
tergantung-gantung dan cairan hijau kental mengalir di wajahku dan - "
Suara barang pecah membuat Carly Beth menjerit.
Beberapa detik kemudian ia baru sadar itu cuma suara baki
makanan jatuh ke lantai. Ia berbalik dan melihat Gabe Moser, yang memerah
wajahnya, berlutut dan mulai membersihkan makanannya
dari lantai. Ruang makan ribut dengan suara sorak-sorai dan tepuk tangan.
Carly Beth terduduk di kursi, ia merasa malu karena tadi
menjerit. Napasnya baru saja kembali normal ketika ada tangan kuat
mencengkeram bahunya dari belakang.
Teriakan melengking Carly Beth bergema ke seluruh ruangan.
Chapter 2 IA mendengar suara orang tertawa. Di meja lain, ada yang
berteriak, "Bagus, Steve!"
Carly Beth secepat kilat menoleh dan melihat temannya, Steve
Boswell, berdiri di belakangnya, wajahnya tersenyum jahil. "Kena kau," katanya
sambil melepaskan cengkeramannya di bahu Carly Beth.
Steve menarik kursi di sebelah Carly Beth dan bersandar di situ.
Teman akrabnya, Chuck Greene, mengempaskan tas ke atas meja dan
duduk di sebelah Sabrina.
Steve dan Chuck mirip sekali, orang bisa mengira mereka
bersaudara. Dua-duanya tinggi dan kurus, dengan rambut cokelat
lurus, yang biasanya ditutup topi bisbol. Mata mereka sama-sama
cokelat tua dan konyol senyumnya. Keduanya mengenakan jins pudar
dan kaus lengan panjang berwarna gelap.
Dan mereka berdua suka sekali menakut-nakuti Carly Beth.
Mereka senang membuatnya terlonjak kaget, membuatnya terlompat
dan menjerit. Berjam-jam mereka memikirkan cara baru untuk menakutnakutinya. Carly Beth selalu bertekad tidak akan pernah - tidak akan
pernah - tertipu gurauan konyol mereka lagi.
Tapi sampai saat ini mereka selalu menang.
Carly Beth selalu mengancam akan membalas mereka. Tapi
selama mereka berteman, ia belum berhasil mendapatkan ide yang
cukup baik. Chuck mengambil sisa-sisa keripik Sabrina. Dengan main-main
Sabrina menepuk tangannya. "Ambil punyamu sendiri."
Steve mengangsurkan bungkusan kertas alumunium kumal ke
depan hidung Carly Beth. "Mau sandwich" Aku tidak mau makan
yang ini." Carly Beth mengendus-endus curiga. "Sandwich apa" Aku lapar
sekali!" "Ini sandwich isi daging kalkun. Nih," kata Steve,
diserahkannya pada Carly Beth. "Terlalu kering. Ibuku lupa
mengoleskan mayonaise. Kau mau?"
"Yeah, tentu. Terima kasih!" teriak Carly Beth. Diambilnya sandwich itu dari
tangan Steve dan dibukanya bungkus
alumuniumnya. Lalu digigitnya dengan lahap.
Ketika mulai mengunyah, dilihatnya Steve dan Chuck
menatapnya sambil tersenyum lebar.
Ada yang terasa aneh. Agak lengket dan asam. Carly Beth
berhenti mengunyah. Steve dan Chuck tertawa sekarang. Sabrina kelihatan bingung.
Carly Beth menggeram jijik dan diludahkannya sandwich yang
sudah dikunyahnya tadi ke serbet. Lalu dibukanya roti sandwich itu dan melihat ada ulat cokelat besar tergeletak di atas daging kalkun.
"Ohh!" Sambil mengerang ditutupinya wajahnya dengan kedua tangannya.
Pecah tawa di ruangan itu. Tawa kejam.
"Aku makan ulat. A-aku bisa sakit perut!" erang Carly Beth. Ia melompat berdiri
dan menatap Steve marah. "Tega sekali kau,"
katanya. "Ini tidak lucu. Ini - ini - "
"Itu bukan betul-betul ulat, kok," kata Chuck. Steve masih tertawa sehingga
tidak bisa bicara. "Hah?" Carly Beth memandangi ulat itu dan perutnya terasa mual.
"Bukan betul-betul ulat. Dari karet. Ambil saja," desak Chuck.
Carly Beth ragu-ragu. Anak-anak di seluruh ruangan yang besar itu berbisik-bisik dan
menudingnya. Dan tertawa-tawa.
"Ayo. Bukan ulat sungguhan kok. Ambillah," kata Chuck
sambil meringis. Carly Beth mengulurkan tangan dan dengan segan diambilnya
ulat itu dari sandwich dengan dua jari. Ulat itu terasa hangat dan lengket.
"Kena lagi!" kata Chuck sambil tertawa.
Astaga! Ulat betulan! Sambil berteriak ketakutan Carly Beth melemparkan ulat itu
pada Chuck, yang tertawa terbahak-bahak. Lalu ia melompat pergi,
menjatuhkan kursi. Ketika kursi itu jatuh ke lantai dengan suara ribut, Carly
Beth menutup mulutnya dan lari sambil muntah dari ruang
makan. Masih terasa! pikirnya. Aku masih bisa merasakan ulat itu di mulutku! Akan kubalas
mereka, pikir Carly Beth pahit sambil berlari-lari.
Akan kubalas mereka. Pasti.
Ketika didorongnya pintu dan bergegas pergi ke kamar mandi
anak perempuan, suara tawa kejam itu masih terdengar sampai ke
aula. Chapter 3 SETELAH sekolah usai, Carly Beth bergegas jalan di aula
tanpa bicara dengan siapa-siapa lagi. Didengarnya anak-anak tertawa dan
berbisik. Ia tahu mereka menertawakannya.
Semua anak-anak di sekolah sudah tahu tadi siang Carly Beth
Caldwell makan ulat. Carly Beth, si penakut. Carly Beth, yang takut pada
bayangannya sendiri. Carly Beth, yang gampang sekali ditipu.
Chuck dan Steve memasukkan ulat sungguhan, ulat cokelat
yang gemuk, ke dalam sandwich. Dan Carly Beth memakannya.
Dasar brengsek! Carly Beth berlari-lari sepanjang jalan menuju rumah, sejauh
tiga blok. Semakin lama ia semakin marah.
Tega sekali mereka melakukannya padaku! Mereka kan temantemanku. Mengapa mereka menganggap lucu sekali kalau berhasil
menakut-nakuti aku" Ia menyerbu masuk ke dalam rumah, dengan napas terengahengah. "Ada orang di rumah?" teriaknya, ia berdiri di ruang tengah dan bersandar
di pegangan tangga untuk menenangkan napas.
Ibunya bergegas keluar dari dapur. "Carly Beth! Hai! Ada apa?"
"Aku berlari-lari dari sekolah," kata Carly Beth sambil melepaskan jaket
birunya. "Kenapa?" tanya Mrs. Caldwell.
"Sedang ingin saja," kata Carly Beth murung.
Mom mengambil jaket Carly Beth dan menggantungkannya di
dalam lemari depan. Lalu diusapnya rambut Carly Beth yang cokelat dan halus.
"Dari mana kau dapat rambut lurus begini?" gumamnya.
Mom memang selalu bilang begitu.
Carly Beth tahu ia tidak mirip dengan ibunya. Ibunya tinggi,
gemuk, rambutnya berwarna tembaga dan keriting, dan matanya hijau-kelabu
bercahaya. Mom sangat enerjik, jarang bisa berdiri diam, dan bicaranya juga
cepat sekali. Hari ini Mom mengenakan baju hangat kelabu bernoda cat dan
celana ketat lycra hitam. "Kenapa muram begitu?" tanya Mrs.
Caldwell. "Mau cerita?"
Carly Beth menggeleng. "Tidak usah deh." Ia tidak mau
menceritakan pada ibunya bahwa ia tadi jadi bahan tertawaan di
Sekolah Menengah Walnut Avenue.
"Kemarilah. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu," kata Mrs. Caldwell sambil
menarik Carly Beth ke ruang duduk.
"Aku - aku sedang malas, Mom," kata Carly Beth, ia menjauh.
"Aku - " "Ayolah!" desak ibunya, dan ditariknya Carly Beth ke seberang ruang tengah.
Carly Beth selalu tidak bisa menang berdebat dengan ibunya. Mom seperti angin
ribut, menyapu semua yang merintangi
jalannya. "Lihat!" seru Mrs. Caldwell sambil tersenyum dan menunjuk ke gantungan mantel.
Carly Beth mengikuti arah pandangan ibunya - dan berteriak
terkejut. "Itu - itu kepala!"
"Bukan cuma sekadar kepala," kata Mrs. Caldwell, wajahnya berseri-seri. "Ayo.
Lihat dari dekat." Carly Beth maju beberapa langkah mendekati gantungan
mantel, mata yang berada di kepala itu membalas tatapannya.
Beberapa saat kemudian ia baru mengenali rambut yang cokelat lurus itu, mata
cokelat, hidung pesek, pipi bulat. "Ini aku!" teriaknya sambil mendekat.
"Ya. Sebesar aslinya!" kata Mrs. Caldwell. "Aku baru pulang dari kursus seni di
museum. Baru hari ini aku selesai membuatnya.
Bagaimana?" Carly Beth mengambil kepala itu dan diamatinya. "Persis sekali dengan aku, Mom.
Betul. Apa bahannya?"
"Semen Paris," jawab ibunya, diambilnya kepala itu dari Carly Beth dan
diangkatnya sehingga Carly Beth jadi berhadap-hadapan
dengan kepala itu. "Kau harus hati-hati memegangnya. Kepala ini rapuh. Tengahnya
kosong, lihat?" Carly Beth menatap kepala itu, dipandangnya matanya sendiri.
"Seram - seram juga," gumamnya.
"Maksudmu karena hasil karyaku bagus sekali?" desak ibunya.
"Seram saja rasanya," kata Carly Beth. Dipaksanya dirinya untuk mengalihkan
pandangan dari tiruan dirinya itu, dan dilihatnya Mom sudah tidak tersenyum.
Mrs. Caldwell kelihatan tersinggung. "Kau tidak suka, ya?"
"Suka kok. Benar-benar bagus, Mom," jawab Carly Beth cepat-cepat. "Tapi,
maksudku, untuk apa Mom repot-repot membuatnya?"
"Karena aku sayang padamu," jawab Mrs. Caldwell singkat.
"Karena apa lagi" Carly Beth, reaksimu aneh sekali. Aku benar-benar setengah
mati membuat kepala itu. Kukira - "
"Maafkan aku, Mom. Aku suka kok. Betul, aku suka," kata Carly Beth. "Tadi aku
cuma terkejut, itu saja. Kepala itu hebat. Mirip sekali dengan aku. Aku - aku
sedang kesal saja." Carly Beth menatap patung itu lama-lama. Matanya yang
cokelat - mata cokelatnya sendiri - membalas tatapannya.Rambutnya
yang cokelat berkilau terkena sinar matahari siang dari jendela.
Kepala itu tersenyum padaku! pikir Carly Beth, mulutnya
ternganga. Aku melihatnya! Aku baru saja melihatnya tersenyum!
Tidak. Pasti karena permainan cahaya.
Itu kan cuma patung kepala dari semen, katanya dalam hati.
Jangan ketakutan sendiri, Carly Beth. Belum cukupkah kau
mempermalukan dirimu sendiri hari ini"
"Terima kasih, Mom," katanya kaku sambil mengalihkan
pandangan. Ia tersenyum terpaksa. "Lebih baik ada dua kepala, kan?"
"Betul," kata Mrs. Caldwell senang. "Kebetulan, Carly Beth, kostum bebekmu sudah
jadi. Kutaruh di tempat tidurmu."
"Hah" Kostum bebek?"
"Kau melihat ada kostum bebek di pusat perbelanjaan, ingat?"
Dengan hati-hati Mrs. Caldwell meletakkan patung kepala itu ke
tempat mantel. "Kostum yang berbulu-bulu itu. Kau bilang pasti lucu jadi bebek


Goosebumps - Topeng Hantu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pada Halloween ini. Jadi kubuatkan kau kostum bebek."
"Oh. Betul," kata Carly Beth, kepalanya pusing. Benarkah aku ingin jadi bebek
konyol pada Halloween ini" pikirnya. "Aku akan naik dan melihatnya, Mom. Terima
kasih." Carly Beth benar-benar lupa pada kostum bebek. Aku tidak mau
tampil manis pada Halloween ini, pikirnya sambil menaiki tangga ke kamarnya. Aku
ingin tampil menakutkan. Ia pernah melihat beberapa topeng yang sangat menakutkan di
etalase toko peralatan pesta baru yang terletak beberapa blok dari sekolah. Ia
tahu salah satu pasti tepat.
Tapi sekarang ia harus berjalan-jalan memakai bulu, semua
orang pasti akan berkwak-kwak padanya dan meledeknya habishabisan. Tidak adil. Kenapa ibunya selalu mendengar semua
perkataannya" Meskipun Carly Beth memuji kostum bebek yang ada di suatu
toko, tidak berarti ia ingin jadi bebek konyol pada Halloween nanti!
Carly Beth berdiri ragu di depan kamarnya. Entah kenapa pintu
kamarnya tertutup. Ia tidak pernah menutup pintu kamar.
Didengarnya dengan cermat. Rasanya ia mendengar suara orang
bernapas di dalam kamar. Seseorang atau sesuatu.
Suara napas itu makin keras.
Carly Beth menempelkan kupingnya ke pintu. Ada apa di dalam
kamarnya" Cuma ada satu cara untuk mengetahuinya.
Carly Beth mendorong pintu sampai terbuka - dan berteriak
terkejut. Chapter 4 "KWEEEEEEK!" Sambil berteriak mengerikan, seekor bebek berbulu putih yang
besar sekali, matanya melotot liar, melompat ke arah Carly Beth.
Ketika Carly Beth mundur karena kaget, bebek itu memukulnya
dan membantingnya ke lantai ruang tengah.
"KWEEEEEK! KWEEEEEK!"
Kostum itu jadi hidup! Itulah yang mula-mula dikira Carly Beth.
Lalu ia segera sadar apa yang sebenarnya terjadi.
"Noah - pergi kau!" perintahnya sambil berusaha
menyingkirkan bebek besar itu dari atas dadanya. Hidungnya terkena bulu-bulu
putih. "Hei - geli!" Carly Beth bersin.
"Noah - ayolah!"
"KWEEEEEK!" "Noah, aku serius!" katanya pada adik laki-lakinya yang berusia delapan tahun.
"Buat apa kau pakai kostumku" Mestinya itu
kostumku, kan." "Aku cuma mencobanya," kata Noah, matanya yang biru
menatap Carly Beth dari balik topeng bebek warna putih-kuning. "Kau ketakutan,
ya?" "Sama sekali tidak," kata Carly Beth berbohong. "Sekarang bangunlah! Kau berat!"
Adiknya tidak mau bergerak.
"Kenapa kau selalu menginginkan barang-barang milikku?"
tanya Carly Beth marah. "Tidak," jawab adiknya.
"Dan kenapa kau selalu menganggap menakut-nakuti aku itu
lucu?" tanyanya. "Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau kau jadi takut setiap kali aku bilang
buu," jawab adiknya kesal.
"Bangun! Bangun!"
Adiknya berkwak-kwak beberapa kali lagi sambil mengepakngepakkan sayapnya. Lalu ia berdiri. "Boleh kupakai kostum ini"
Kostum hebat." Carly Beth mengerutkan kening dan menggeleng. "Badanku
jadi penuh bulu begini. Kau berganti bulu!"
"Berganti bulu" Apa artinya?" desak Noah. Dibukanya
topengnya. Rambutnya yang pirang basah karena keringat dan
bergumpal di kepalanya. "Artinya kau akan jadi bebek gundul!" kata Carly Beth.
"Aku tidak peduli. Kostum ini untukku, ya?" tanya Noah, diamatinya topeng bebek
itu. "Pas untukku. Betul!"
"Entahlah," kata Carly Beth. "Mungkin saja." Telepon di kamarnya berbunyi.
"Pergilah, oke" Pergilah terbang ke utara atau ke mana saja," katanya, dan
bergegas mengangkat telepon.
Ketika berlari ke meja, dilihatnya tempat tidurnya penuh
dengan bulu-bulu putih. Sebelum Halloween tiba, kostum itu sudah
keburu hancur! pikirnya. Diangkatnya gagang telepon. "Halo" Oh, hai, Sabrina. Yeah.
Aku baik-baik saja."
Sabrina menelepon untuk mengingatkan Carly Beth bahwa
Festival Karya Ilmiah di sekolah diadakan besok. Mereka harus
menyelesaikan proyek mereka, model sistem peredaran planet yang
dibuat dari bola pingpong.
"Datanglah setelah makan malam," kata Carly Beth. "Sudah hampir selesai kok.
Tinggal dicat saja. Ibuku akan membantu kita
membawanya ke sekolah besok."
Mereka mengobrol sebentar. Lalu Carly Beth membuka rahasia
hatinya, "Aku tadi marah sekali, Sabrina. Waktu makan siang hari ini.
Kenapa Steve dan Chuck menganggap melakukan hal-hal seperti itu
padaku lucu sekali?"
Sabrina diam sejenak. "Kurasa karena kau gampang sekali
ditakut-takuti, Carly Beth."
"Gampang ditakut-takuti?"
"Kau sedikit-sedikit menjerit," kata Sabrina. "Orang lain juga ketakutan. Tapi
mereka tidak terlalu ribut seperti kau. Kau kan tahu Steve dan Chuck. Mereka
tidak benar-benar bermaksud jahat kok.
Mereka cuma menganggapnya lucu."
"Yah, menurutku sama sekali tidak lucu," jawab Carly Beth kesal. "Dan aku tidak
mau gampang ditakut-takuti lagi. Aku serius.
Aku takkan menjerit atau ketakutan lagi."
**************** Semua karya ilmiah sudah dipajang di panggung auditorium,
siap untuk dinilai juri. Mrs. Armbruster, kepala sekolah, dan Mr.
Smythe, guru ilmu pengetahuan alam, berjalan memeriksa semua
karya ilmiah sambil menulis sesuatu di catatan mereka.
Sistem peredaran planet, yang dibuat Carly Beth dan Sabrina,
berhasil sampai ke sekolah dengan selamat. Planet Pluto agak peot, yang tidak
berhasil diluruskan meskipun mereka sudah berusaha
setengah mati. Dan Bumi terlepas terus dari kawatnya dan melambung di lantai.
Tapi kedua gadis itu sepakat bahwa hasil karya mereka
kelihatan cukup bagus. Mungkin tidak terlalu mengesankan seperti karya Martin
Goodman. Martin membuat komputer dari bahan-bahan sisa. Tapi
Martin sih memang jenius. Dan menurut pikiran Carly Beth, para juri tidak
mengharap anak-anak lain jadi jenius juga.
Carly Beth memandang ke sekeliling panggung yang ramai dan
ribut, dilihatnya ada karya-karya menarik lainnya. Mary Sue Chong membuat
semacam lengan robot listrik yang bisa mengangkat gelas
atau melambai-lambai. Dan Brian Baldwin punya beberapa gelas kaca berisi bahan
cokelat kotor yang katanya adalah bahan beracun.
Ada yang menganalisa zat kimia yang terkandung di dalam air
minum kota mereka. Dan ada yang membuat gunung berapi yang akan
meletus saat kedua juri mendekat.
"Proyek kita biasa-biasa saja," bisik Sabrina gelisah pada Carly Beth, matanya
menatap kedua juri yang terkagum-kagum melihat
komputer buatan Martin Goodman sendiri. "Maksudku, punya kita cuma bola-bola
pingpong dicat dan dipasang pada kawat."
"Aku suka proyek kita," kata Carly Beth. "Kita bekerja keras membuatnya,
Sabrina." "Aku tahu," jawab Sabrina berkeluh kesah. "Tapi tetap cuma biasa-biasa saja."
Gunung berapi itu meletus, mengeluarkan cairan merah. Para
juri tampak terkesan. Beberapa anak bersorak.
"O-oh. Mereka datang," bisik Carly Beth, dimasukkannya
tangannya ke dalam saku jins. Mrs. Armbruster dan Mr. Smythe,
dengan wajah tersenyum tanpa henti, mendekat.
Mereka berhenti untuk mengamati display lampu dan kristal.
Tiba-tiba Carly Beth mendengar teriakan ribut dari panggung di
belakangnya. "Tarantulaku! Hei - tarantulaku kabur!"
Ia tahu itu suara Steve. "Mana tarantulaku?" teriak Steve.
Beberapa anak berteriak terkejut. Yang lain tertawa.
Aku tidak akan mempan ditakut-takuti, pikir Carly Beth sambil
menelan ludah. Carly Beth tahu ia paling takut pada tarantula. Tapi sekali ini ia bertekad
tidak akan menunjukkan perasaan takutnya.
"Tarantulaku - kabur!" teriak Steve, suaranya mengalahkan suara ribut anak-anak.
Aku tidak akan mau ditakut-takuti. Aku tidak akan mau ditakuttakuti, kata Carly Beth berulang-ulang dalam hati.
Tapi ia lalu merasakan ada sesuatu menggigit betisnya dan
membenamkan capitnya yang berbulu ke dalam kulitnya. Teriakan
Carly Beth terdengar sampai ke seluruh auditorium.
Chapter 5 CARLY BETH menjerit dan menjatuhkan sistem peredaran
planetnya. Ia menendang-nendang, berusaha menyingkirkan tarantula.
Planet-planet dari bola pingpong berlompatan di lantai.
Ia menjerit lagi. "Ambil laba-labanya! Ambil!"
"Carly Beth - stop!" kata Sabrina. "Tidak ada apa-apa! Tidak ada apa-apa!"
Lama baru Carly Beth sadar semua orang tertawa. Dengan
jantung berdebar-debar, ia berbalik dan melihat Steve berlutut di belakangnya.
Digerakkannya jari-jarinya seperti sedang mencubit. "Kena
lagi," katanya sambil menyeringai.
"Tidaaak!" teriak Carly Beth.
Ia baru sadar ternyata tidak ada tarantula. Steve-lah yang
mencubit kakinya. Carly Beth mengangkat kepala dan melihat anak-anak di atas
panggung tertawa semua. Mrs. Armbruster dan Mr. Smythe juga
tertawa. Sambil berteriak marah, Carly Beth menendang bagian samping
Steve. Tapi ia mengelak. Tendangannya meleset.
"Bantu aku memunguti planet-planetnya," didengarnya Sabrina bicara.
Tapi Sabrina kelihatan jauh, jauh sekali.
Carly Beth cuma bisa mendengar debaran jantungnya dan suara
tawa anak-anak di sekelilingnya. Steve sudah berdiri. Ia dan Chuck berdiri
berdekatan, menyeringai pada Carly Beth, saling bertepuk
tangan tinggi-tinggi. "Carly Beth - bantu aku," kata Sabrina.
Tapi Carly Beth berbalik, lompat turun dari panggung, dan
berlari di sela-sela kursi auditorium.
Aku akan membalas Steve dan Chuck, tekadnya. Sepatunya
berdetak-detak keras di atas lantai semen. Aku akan menakut-nakuti mereka,
BENAR-BENAR membuat mereka ketakutan!
Tapi bagaimana caranya"
Chapter 6 "OKE. Pukul berapa kita ketemu?" tanya Carly Beth,
diletakkannya gagang telepon di antara dagu dan bahunya.
Di seberang sana, Sabrina berpikir-pikir sebentar. "Bagaimana kalau pukul
setengah delapan?" Sekarang sedang Halloween. Mereka sedang merencanakan
bertemu di rumah Sabrina, lalu pergi minta permen ke semua tetangga di sekitar
situ. "Semakin cepat semakin baik. Kita bisa dapat permen lebih
banyak," kata Sabrina. "Steve sudah meneleponmu?"
"Ya. Sudah," jawab Carly Beth suram.
"Ia minta maaf?"
"Yeah, ia minta maaf," gumam Carly Beth sambil
membelalakkan mata. "Memangnya kenapa. Maksudku, ia sudah
membuat aku malu di depan anak-anak satu sekolah. Buat apa ia
minta maaf?" "Kurasa ia merasa tidak enak," jawab Sabrina.
"Semoga saja ia merasa tidak enak!" teriak Carly Beth. "Jahat sekali dia!"
"Memang keterlaluan," kata Sabrina setuju. Tapi ia lalu menambahkan, "tapi kau
harus mengakui memang agak lucu juga
kelakuannya." "Aku tidak mau mengakui apa pun!" bentak Carly Beth.
"Hujan sudah berhenti?" tanya Sabrina, mengalihkan
pembicaraan. Carly Beth menyibakkan tirai dan memandang ke luar jendela
kamar tidurnya. Langit malam kelihatan kelabu. Awan-awan hitam
melayang rendah. Tapi hujan sudah berhenti. Jalanan tampak mengilat basah
diterangi cahaya lampu jalanan.
"Sudah tidak hujan. Aku harus pergi sampai ketemu pukul
setengah delapan nanti," kata Carly Beth terburu-buru.
"Hei, tunggu. Apa kostummu?" desak Sabrina.
"Kejutan," kata Carly Beth, ditaruhnya gagang telepon.
Kejutan untuk diriku sendiri juga, pikir Carly Beth, ia melirik
sebal pada kostum bebek berbulu yang tergulung di kursi pojok.
Carly Beth merencanakan akan pergi ke toko peralatan pesta
baru itu sepulang dari sekolah dan mengambil topeng paling jelek, paling
menjijikkan, paling menakutkan yang mereka miliki. Tapi
Mom tadi menjemputnya dari sekolah dan menyuruhnya tinggal di
rumah dan menjaga Noah selama dua jam.
Mrs. Caldwell baru pulang pukul lima lewat lima belas.
Sekarang sudah hampir pukul enam kurang lima belas. Pasti toko
perlengkapan pesta itu sudah tutup, pikir Carly Beth. Dipandangnya kostum bebek
sambil mengerutkan kening.
"Kwek kwek," katanya suram.
Ia berjalan ke cermin dan menyisir rambutnya. Mungkin
sebaiknya dicoba saja ke sana dulu, pikirnya. Mungkin toko itu buka sampai malam
saat Halloween. Dibukanya laci paling atas lemari pakaiannya dan
dikeluarkannya dompet. Uangnya cukup tidak untuk membeli topeng
yang bagus dan menakutkan"
Tiga puluh dolar. Tabungan seumur hidupnya.
Dikumpulkannya uangnya dan dijejalkannya ke dalam dompet
lagi. Lalu sambil memasukkan dompet ke saku jins, disambarnya
mantel dan ia bergegas turun dan keluar dari pintu depan.
Udara malam terasa dingin dan lembap. Carly Beth susah payah
mengancingkan mantelnya sambil berlari ke toko peralatan pesta. Di rumah sebelah
ada lampu labu menyala di jendela depan. Di rumah di sudut ada kerangka dari
kertas tergantung di teras depan.
Angin berembus di sela-sela pepohonan gundul. Dahan-dahan
di atas kepalanya bergoyang dan berderak-derak seperti lengan-lengan kurus.
Malam yang amat mengerikan, pikir Carly Beth.
Ia berlari lebih cepat. Ada mobil berlalu pelan, memancarkan
cahaya putih terang yang melayang-layang seperti hantu ke seberang jalan.
Sambil memandang sekilas ke seberang jalan, Carly Beth
melihat rumah tua Carpenter membungkuk di halamannya yang gelap
dan penuh semak-semak. Semua orang bilang rumah tua bobrok itu
dihantui oleh orang-orang yang terbunuh di dalamnya ratusan tahun yang lalu.
Carly Beth pernah mendengar lolongan mengerikan dari rumah
tua itu. Ketika ia seumur Noah, Steve dan Chuck dan beberapa anak lain


Goosebumps - Topeng Hantu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memberanikan diri pergi ke rumah itu dan mengetuk pintunya.
Carly Beth malah kabur pulang. Ia tidak pernah tahu apakah anakanak lain berani masuk ke dalam rumah.
Sekarang Carly Beth merasa sangat ketakutan ketika bergegas
melewati rumah tua itu. Ia sangat mengenal lingkungan ini. Seumur hidup ia
tinggal di situ. Tapi malam ini kelihatan lain di matanya.
Apakah karena kilauan basah setelah hujan tadi"
Tidak. Karena perasaan berat yang terasa di udara. Kegelapan
yang lebih pekat. Cahaya jingga mengerikan dari labu-labu
menyeringai di jendela. Teriakan pelan hantu dan monster yang
menunggu untuk melayang-layang bebas di malam kemenangan
mereka. Halloween. Sambil memaksa semua pikiran mengerikan itu menyingkir dari
ingatannya, Carly Beth membelok di sudut. Tampak toko kecil
perlengkapan pesta. Etalasenya terang, menampakkan dua deret
topeng Halloween, yang menatap ke luar jendela.
Apa tokonya masih buka"
Sambil menyilangkan jari, Carly Beth menunggu truk lewat,
lalu cepat-cepat berlari menyeberang jalan. Ia berhenti sebentar untuk mengamati
topeng-topeng di etalase. Ada topeng gorila, topeng
monster, topeng makhluk luar angkasa berambut biru.
I,umayan bagus, pikirnya. Cukup jelek tampangnya. Tapi
mungkin di dalam ada yang lebih menakutkan.
Lampu di dalam toko masih menyala. Ia mengintip dari balik
kaca etalase. Lalu dicobanya memutar kenop pintu.
Tidak bergerak. Dicobanya lagi. Dicobanya menarik pintu supaya terbuka. Lalu
dicobanya mendorong. Tidak. Tidak mungkin. Ia terlambat. Tokonya sudah tutup.
Chapter 7 CARLY BETH menarik napas lalu mengintip ke balik kaca.
Dinding toko kecil itu penuh topeng. Topeng-topeng itu seperti
membalas tatapannya. Mereka menertawakan aku, pikirnya sedih. Menertawakan aku
karena terlambat. Karena toko ini sudah tutup, dan aku harus memakai topeng
bebek konyol pada Halloween nanti.
Tiba-tiba ada bayangan gelap mendekati kaca, menutupi
pandangan Carly Beth. Carly Beth tersentak, lalu mundur selangkah.
Sesaat kemudian ia baru sadar bayangan itu ternyata seorang
pria. Pria berpakaian hitam, menatapnya, wajahnya tampak terkejut.
"Anda - Anda sudah tutup?" teriak Carly Beth dari balik kaca.
Pria itu membuat gerakan untuk memberitahu ia tidak bisa
mendengar Carly Beth. Dimasukkannya anak kunci dan dibukanya
pintu sedikit. "Ada yang bisa kubantu?" tanyanya pendek. Rambutnya hitam
mengilat, dibelah tengah, dan kelihatan licin. Kumisnya hitam kecil seperti
pensil. "Anda masih buka?" tanya Carly Beth takut-takut. "Saya perlu topeng Halloween."
"Sudah malam sekali," jawab pria itu, ia tidak menjawab pertanyaan Carly Beth.
Dibukanya pintu sedikit lagi. "Kami biasanya tutup pukul lima."
"Saya benar-benar ingin membeli topeng," kata Carly Beth semantap mungkin.
Mata pria itu yang hitam dan kecil menatap tajam. Wajahnya
tetap tanpa ekspresi. "Masuk," katanya pelan.
Ketika Carly Beth melewatinya masuk ke toko, dilihatnya pria
itu mengenakan jubah hitam. Pasti kostum Halloween, kata Carly
Beth dalam hati. Aku yakin ia tidak mengenakannya terus.
Dialihkannya perhatiannya ke topeng-topeng di dinding.
"Topeng seperti apa yang kaucari?" tanya pria itu sambil menutup pintu.
Tiba-tiba Carly Beth ketakutan. Mata hitam pria itu menyala
seperti batu bara yang terbakar. Ia kelihatan aneh sekali. Dan Carly Beth berada
di dalam toko terkunci ini bersamanya.
"Y-yang menakutkan," ia tergagap.
Pria itu menggosok-gosok dagunya sambil berpikir. Ia
menunjuk ke dinding. "Topeng gorila cukup populer. Bulunya asli.
Aku yakin masih punya persediaan satu lagi."
Carly Beth menatap topeng gorila itu. Ia tidak terlalu ingin jadi gorila.
Terlalu biasa-biasa saja.
Tidak cukup menakutkan. "Hmmmm... Anda punya yang lebih
menakutkan?" tanyanya.
Pria itu menyibakkan jubahnya ke belakang bahu. "Bagaimana
kalau topeng kekuningan yang kupingnya runcing itu?" usulnya sambil menunjuk.
"Aku yakin itu topeng salah satu tokoh Star Trek.
Aku masih punya beberapa."
"Tidak." Carly Beth menggeleng. "Saya perlu topeng yang benar-benar menakutkan."
Pria itu tersenyum aneh. Matanya tidak berkedip menatap mata
Carly Beth, seperti berusaha membaca pikirannya. "Lihat saja sekelilingmu,"
katanya sambil menggerakkan tangan. "Semua persedianku yang masih tersisa ada di
dinding." Carly Beth menatap topeng-topeng itu. Dilihatnya ada topeng
babi dengan hidung panjang dan jelek, darah menetes dari
moncongnya. Lumayan, pikirnya. Tapi tidak terlalu tepat.
Di sebelahnya ada topeng manusia serigala yang penuh bulu,
dengan taring yang runcing dan putih. Terlalu biasa, pikir Carly Beth.
Matanya melirik topeng hijau Frankenstein, topeng Freddy
Krueger yang ada tangannya juga - lengkap dengan jari-jari pisau
yang panjang - dan topeng E.T..
Tidak terlalu menakutkan, pikir Carly Beth, ia mulai merasa
agak putus asa. Aku perlu sesuatu yang bisa membuat Steve dan
Chuck mati ketakutan! "Nak, aku terpaksa menyuruhmu cepat-cepat memilih kata pria
berjubah itu pelan. Ia sudah berjalan ke balik meja kecil di depan dan sedang
memutar anak kunci lemari kasir. "Kami sudah tutup."
"Maaf," kata Carly Beth. "Aku cuma - "
Telepon berbunyi sebelum ia sempat menjelaskan. Pria itu
cepat-cepat mengangkatnya dan mulai berbicara pelan, ia
memunggungi Carly Beth. Carly Beth berjalan ke belakang toko, sambil berjalan
diamatinya semua topeng. Ia melewati topeng kucing hitam dengan
taring kuning panjang yang jelek. Topeng vampir dengan darah merah menetes dari
bibirnya tergantung di sebelah topeng botak Paman
Fester yang sedang tersenyum dari The Addams Family.
Bukan, bukan, bukan, pikir Carly Beth sambil mengerutkan
kening. Ia ragu-ragu ketika melihat ada pintu sempit yang terbuka
sedikit di belakang toko. Ada ruangan lain" Adakah topeng-topeng
lain di belakang sana"
Ia memandang ke depan toko sekilas. Pria tadi, tertutup
mantelnya, masih memunggungi Carly Beth sambil berbicara di
telepon. Dengan ragu-ragu didorongnya pintu untuk mengintip ke
dalam. Pintunya berderit. Cahaya jingga pucat menyinari ruangan
belakang yang kecil dan gelap itu. Carly Beth melangkah masuk - dan tersentak
kaget. Chapter 8 DUA lusin rongga mata kosong menatap Carly Beth.
Ia ternganga ngeri melihat wajah-wajah rusak dan hancur itu.
Cuma topeng, pikirnya. Dua rak topeng. Tapi topeng-topeng itu
begitu jelek, begitu aneh - begitu nyata - napasnya jadi tercekik.
Carly Beth mencengkeram kusen pintu, pelan-pelan masuk ke
ruang belakang yang kecil itu. Dengan diterangi cahaya jingga
remang-remang, diamatinya topeng-topeng jelek itu.
Ada topeng berambut kuning, tipis, dan panjang, yang tergerai
di atas dahinya yang hijau dan menonjol. Kepala tikus hitam berbulu tampak dari
sela-sela rambut, mata tikus itu bersinar seperti dua permata hitam.
Di lubang mata topeng di sebelahnya tertancap paku besar.
Darah kental dan kelihatan basah mengalir dari mata itu; turun ke pipi.
Di topeng yang lain tampak seolah-olah kulitnya mengelupas,
menampakkan tulang kelabu di baliknya. Seekor serangga hitam
besar, sejenis kumbang aneh, muncul di sela-sela gigi hancur
berwarna hijau-kuning. Carly Beth merasa ngeri campur gembira. Ia masuk ke ruangan
itu. Lantai kayunya berderak-derak.
Ia maju selangkah lagi mendekati topeng-topeng yang aneh dan
menyeringai itu. Mereka kelihatan begitu nyata, sampai rasanya jadi mengerikan.
Wajahnya rinci sekali. Kulitnya seperti terbuat dari
daging, bukan dari karet atau plastik.
Ini baru tepat! pikirnya, jantungnya berdebar-debar. Ini dia yang kucari-cari.
Baru ditumpuk begitu saja sudah kelihatan menakutkan!
Dibayangkannya Steve dan Chuck melihat salah satu dari
topeng-topeng ini mendatangi mereka malam-malam.
Dibayangkannya dirinya berteriak menyeramkan dan melompat dari
balik pohon dengan mengenakan salah satu topeng.
Dibayangkannya wajah anak-anak itu yang ketakutan.
Dibayangkannya Steve dan Chuck menjerit ngeri dan lari pontangpanting. Tepat. Tepat! Betapa lucunya. Kemenangan besar!
Carly Beth menarik napas dalam-dalam dan maju mendekati
rak. Matanya terpaku pada topeng jelek di rak bawah.
Kepalanya botak dan menonjol. Kulitnya kuning-hijau dan bau.
Matanya yang besar dan terbenam berwarna jingga dan kelihatan
seperti bersinar. Hidungnya lebar dan pesek, masuk ke dalam seperti hidung
tengkorak. Bibirnya yang hitam ternganga lebar,
menampakkan taring binatang yang runcing-runcing.
Sambil menatap topeng seram itu, Carly Beth mengulurkan
tangan untuk mengambilnya. Dengan perasaan segan dipegangnya
bagian dahi topeng itu. Dan ketika ia menyentuhnya, topeng itu berteriak.
Chapter 9 "OOH!" Carly Beth menjerit dan menarik tangannya.
Topeng itu menyeringai padanya. Matanya yang jingga bersinar
terang. Bibirnya seperti berkerut di a tas taring-taringnya.
Tiba-tiba ia merasa pusing. Apa-apaan ini"
Ketika terhuyung-huyung mundur dari rak, ia sadar teriakan
marah itu bukan berasal dari topeng.
Teriakan itu berasal dari belakangnya.
Carly Beth berbalik dan melihat pemilik toko yang berjubah
hitam melotot padanya dari depan pintu. Matanya yang hitam
mengilat. Bibirnya mencibir jahat.
"Oh. Saya kira - " kata Carly Beth sambil memandang topeng tadi sekilas. Ia masih
merasa bingung. Jantungnya berdebar-debar
kencang di dada. "Aku menyesal kau melihat semua ini," kata pria tu dengan suara yang pelan dan
mengancam. Ia maju mendekati Carly Beth,
mantelnya melambai-lambai.
Mau apa dia" pikir Carly Beth sambil tersentak ketakutan.
Kenapa ia menghampiri aku seperti itu" Mau diapakannya aku"
"Aku menyesal," katanya lagi, matanya yang hitam kelam
menatap tajam. Ia maju selangkah lagi.
Carly Beth mundur. Lalu ia berteriak kaget ketika punggungnya
mengenai rak pajang tadi.
Topeng-topeng mengerikan itu terlonjak dan tergetar, seperti
hidup. "Apa - apa maksud Anda?" akhirnya ia berhasil bicara. "Saya saya cuma - " "Aku menyesal kau melihat semua ini karena mereka tidak
dijual," kata pria itu pelan.
Ia melangkah melewati Carly Beth dan menegakkan salah satu
topeng di sandarannya. Carly Beth menarik napas lega keras-keras. Ia tidak bermaksud
menakut-nakuti aku, pikirnya. Aku yang ketakutan sendiri.
Dilipatnya tangannya di depan mantel dan dipaksanya
jantungnya berdetak normal lagi. Ia menyingkir ke samping ketika
pemilik toko merapikan topeng-topengnya, dipegangnya hati-hati,
diusapnya rambut topeng-topeng itu dengan satu tangan, dengan
lembut dibersihkannya dahi mereka yang menonjol dan berlurnuran
darah. "Tidak dijual" Kenapa tidak?" desak Carly Beth. Suaranya terdengar kecil dan
melengking. "Terlalu menakutkan," jawab pria itu. Ia berbalik dan tersenyum pada Carly Beth.
"Tapi saya ingin yang benar-benar menakutkan," kata Carly Beth. "Saya ingin yang
itu." Ia menunjuk topeng yang dipegangnya tadi, topeng yang mulutnya terbuka dan
ada taring-taring tajam mengerikan. "Terlalu menakutkan," kata pria itu lagi, dikesampingkannya jubahnya.
"Tapi sekarang kan Halloween!" protes Carly Beth.
"Aku punya topeng gorila yang benar-benar menakutkan," kata pria itu sambil
memberi tanda pada Carly Beth supaya kembali ke
ruangan depan. "Sangat menakutkan. Kelihatan seperti sedang
menggeram. Kujual murah karena sekarang sudah malam."
Carly Beth menggeleng, tangannya terlipat di depan dengan
sikap membandel. "Topeng gorila tidak akan membuat Steve dan Chuck ketakutan,"
katanya. Ekspresi wajah pria itu berubah. "Siapa?"
"Teman-teman saya," kata Carly Beth. "Saya harus memiliki topeng yang itu,"
katanya. "Benar-benar menakutkan, saya sampai hampir tidak berani memegangnya.
Tepat." "Terlalu menakutkan," ulang pria itu, dipandangnya topeng itu.
Dibelainya dahinya yang hijau. "Saya tidak bisa menanggung
akibatnya." "Kelihatannya hidup sekali!" kata Carly Beth. "Mereka berdua bisa pingsan. Saya
tahu. Lalu mereka tidak akan berusaha menakut-nakuti saya lagi."
"Nona..." kata pemilik toko itu, dipandangnya jam tangannya dengan tidak sabar.
"Aku harus menyuruhmu memilih. Aku orang sabar, tapi..."
"Tolonglah!" Carly Beth memohon. "Tolong jual ke saya! Ini.
Lihat." Dirogohnya saku jins-nya dan dikeluarkannya uang yang dibawanya tadi.
"Nona, saya..."
"Tiga puluh dolar," kata Carly Beth sambil menjejalkan
gumpalan uang ke tangan orang itu. "Saya bayar tiga puluh dolar.
Cukup, kan?" "Bukan masalah uang," kata orang itu. "Topeng-topeng ini tidak dijual." Sambil
menarik napas kesal ia berjalan ke pintu yang menuju ke depan toko.
"Tolonglah! Saya memerlukannya. Saya sangat
memerlukannya!" Carly Beth memohon sambil mengejar pria itu.
"Topeng-topeng itu terlalu hidup," kata pemilik toko sambil menunjuk rak. "Aku
peringatkan kau - " "Tolong, ya" Ya?"
Pria itu memejamkan mata. "Kau akan menyesal."
"Tidak. Tidak. Saya tahu saya tidak akan menyesal!" teriak Carly Beth
bersemangat, dilihatnya pria itu akan segera menyerah.
Pria itu membuka mata. Ia menggeleng. Carly Beth tahu ia
sedang berdebat sendiri. Sambil menarik napas, dimasukkannya uang tadi ke dalam saku
mantel. Lalu dengan hati-hati diangkatnya topeng itu dari atas rak,
diluruskannya telinganya yang runcing, dan diserahkannya pada Carly Beth.
"Terima kasih!" teriaknya, cepat-cepat disambarnya topeng itu dari tangan
pemilik toko. "Tepat! Tepat!"
Dipegangnya hidung pesek topeng itu. Rasanya lembut dan
hangat. "Terima kasih sekali lagi!" teriaknya sambil bergegas ke depan,


Goosebumps - Topeng Hantu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dipegangnya topeng itu kuat-kuat.
"Perlu dibungkus tas?" teriak pria itu.
Tapi Carly Beth sudah keluar dari toko.
Ia menyeberang jalan dan berlari pulang. Langit gelap. Tidak
ada bintang. Jalanan masih mengilat basah karena hujan tadi siang.
Malam ini akan jadi malam Halloween paling hebat, pikir Carly
Beth senang. Karena malam ini aku akan membalas dendam.
Ia tidak sabar ingin melompat ke hadapan Steve dan Chuck. Ia
ingin tahu apa kostum mereka. Mereka berdua berencana ingin
mengecat wajah dan rambut mereka dengan warna biru dan jadi
Smurf. Payah. Benar-benar payah.
Carly Beth berhenti di bawah lampu jalanan dan diangkatnya
topeng tadi, dipegangnya di kedua telinganya dengan dua tangan.
Topeng itu menyeringai padanya, dua deret gigi runcing tampak di
balik bibirnya yang tebal dan liat.
Lalu dikepitnya di bawah satu tangan dan berlari pulang.
Ia berhenti di ujung jalan masuk dan Dipandangnya rumahnya,
jendela depan terang semua, lampu teras memancarkan cahaya putih
ke halaman. Aku harus mencoba menakut-nakuti seseorang dengan topeng
ini, pikirnya bersemangat. Aku harus melihat seberapa hebatnya.
Ia terbayang wajah adiknya yang sedang meringis.
"Noah. Tentu saja," katanya keras-keras. "Noah harus merasakan akibat
perbuatannya." Sambil tersenyum senang, Carly Beth cepat-cepat berlari di
jalan masuk. Ia tidak sabar ingin menjadikan Noah korban
pertamanya. Chapter 10 CARLY BETH mengendap-endap masuk dari pintu depan dan
dilemparkannya mantelnya ke lantai. Rumah itu tiba-tiba terasa sesak dan panas.
Aroma manis sari buah apel panas yang sedang dimasak,
menyambutnya. Mom benar-benar bersemangat menyambut Halloween ini,
pikirnya sambil tersenyum.
Sambil berjingkat-jingkat di ruang tengah, topengnya di depan,
Carly Beth memasang telinga. Noah, di mana kau"
Di mana kau, kelinci percobaanku"
Noah selalu menyombongkan diri ia jauh lebih berani daripada
Carly Beth. Ia selalu menaruh kumbang di punggung Carly Beth dan
ular karet di tempat tidurnya - apa saja yang bisa membuat kakaknya menjerit.
Carly Beth mendengar suara langkah kaki di atas. Noah pasti
sedang di kamar, pikirnya. Mungkin sedang memakai kostum
Halloween. Di saat-saat terakhir Noah memutuskan ingin jadi kecoak. Mrs.
Caldwell terpaksa pontang-panting mengobrak-abrik rumah, mencari
bahan untuk membuat antena runcing dan batok punggungnya.
Yah, kumbang kecil itu akan terkejut, pikir Carly Beth jahat.
Diperhatikannya topengnya. Topeng ini pasti bisa membuat kecoak
lari terbirit-birit ke kamar mandi!
Ia berhenti di ujung bawah tangga. Terdengar suara ingarbingar musik dari kamar Noah. Lagu heavy-metal lama.
Sambil mencengkeram leher topeng erat-erat, diangkatnya
topeng itu ke atas kepalanya, lalu dipakainya.
Ternyata bagian dalamnya cukup hangat. Topeng itu lebih pas
dari yang dikira Carly Beth. Baunya aneh, agak masam, seperti koran-koran lembap
yang bertahun-tahun disimpan di garasi atau loteng.
Ditariknya terus di kepalanya sampai ia bisa melihat dari lubang
mata topeng. Lalu diusapnya kepala yang menonjol dan gundul di atas kepalanya
dan ditariknya bagian leher topeng.
Mestinya aku tadi bercermin dulu, sesalnya. Aku tidak tahu
kelihatan bagus atau tidak.
Topeng itu terasa sangat pas. Suara napasnya bergema ribut di
dalam hidung topeng yang datar. Dipaksanya dirinya tidak
memedulikan bau masam yang tercium di hidungnya.
Dipegangnya pegangan tangga erat-erat ketika naik ke atas.
Susah melihat anak tangga dari balik lobang mata. Ia terpaksa naik pelan-pelan,
satu-satu. Musik heavy-metal itu berhenti ketika ia sampai di atas. Ia
mengendap-endap di ruang tengah dan berhenti di depan kamar Noah.
Carly Beth merapatkan kepalanya ke pintu dan mengintip
kamar Noah yang terang benderang. Noah berdiri di depan cermin,
sedang merapikan antena kecoak di atas kepalanya.
"Noah - aku datang menjemputmu!" panggil Carly Beth.
Ia terkejut ketika mendengar suaranya jadi parau dan dalam.
Sama sekali tidak seperti suara aslinya!
"Hah?" Noah terkejut dan berbalik.
"Noah - kutangkap kau!" Carly Beth melengking, suaranya
dalam, serak, jahat. "Tidak!" teriak adiknya memrotes. Meskipun wajahnya tertutup riasan kecoak,
Carly Beth tahu adiknya jadi pucat.
Carly Beth melompat masuk ke kamar, tangannya terkembang
seperti siap menerkam. "Tidak - tolonglah!" teriaknya, wajahnya ketakutan. "Siapa kau" Bagaimana bagaimana kau bisa masuk?"
Ia tidak mengenali aku! pikir Carly Beth girang. Dan ia
setengah mati ketakutan! Apa karena wajah mengerikan ini" Suaranya yang parau dan
dalam" Atau dua-duanya"
Carly Beth tidak peduli. Topeng ini sukses besar! "Kutangkap kau!" jerit Carly
Beth, ia terkejut sendiri mendengar betapa mengerikannya suaranya dari balik
topeng. "Tidak! Kumohon!" kata Noah memohon-mohon. "Mom!
Mom!" Noah mundur ke tempat tidur, seluruh tubuhnya gemetar, antenanya bergetar
ketakutan. "Mom! Toloooong!"
Carly Beth meledak tertawa. Suara tawanya terdengar
menggemuruh. "Ini aku, tolol!" teriaknya. "Penakut sekali kau!"
"Hah?" Noah yang masih meringkuk di tempat tidur melotot menatapnya.
"Kau tidak mengenali jins-ku" Baju hangatku" Ini aku,
goblok!" teriak Carly Beth dengan suara parau.
"Tapi wajahmu - topeng itu!" Noah tergagap. "Aku - aku benar-benar ketakutan.
Maksudku - " Ia ternganga menatap Carly Beth, diamatinya topeng itu.
"Kedengarannya seperti bukan suaramu, Carly Beth," gumamnya. "Kukira - "
Carly Beth menarik bagian bawah topeng, mencoba
melepaskannya. Rasanya panas dan lengket. Ia terengah-engah ribut.
Dicobanya menarik topeng itu dengan dua tangan. Topeng itu
tidak bergerak. Dipegangnya telinganya yang runcing dan mencoba
menariknya. Ditariknya. Sekuat tenaga.
Dicobanya menarik topeng dari atas kepala. Tidak bergerak.
"Hei - topengnya tidak mau lepas!" teriaknya. "Topengnya tidak mau lepas! Chapter 11 "APA-APAAN ini?" teriak Carly Beth, ditarik-tariknya topeng dengan dua
tangannya. "Hentikan!" teriak Noah. Suaranya kedengaran marah, tapi matanya tampak
ketakutan. "Berhentilah bercanda, Carly Beth. Kau membuat aku takut!"
"Aku tidak bercanda," kata Carly Beth dengan suaranya yang parau. "Aku benarbenar tidak - bisa - melepaskannya!"
"Lepaskan! Tidak lucu kau!" teriak adiknya.
Dengan susah payah Carly Beth berhasil menyelipkan jarinya
ke bawah leher topeng. Lalu ditariknya dari kulitnya dan
dilepaskannya dari kepala.
"Wuh!" Udara terasa sejuk sekali dan wangi. Dikibas-kibaskannya
rambutnya. Lalu dilemparkannya topeng itu pada Noah. "Topeng hebat, ya?" Ia
tersenyum. Noah membiarkan topeng itu jatuh di tempat tidur. Lalu raguragu diambilnya dan diamatinya.
"Dapat dari mana kau?" tanyanya, dipegangnya gigi-gigi topeng yang runcing.
"Di toko perlengkapan pesta yang baru," kata Carly Beth sambil mengusap keringat
dari dahinya. "Rasanya panas sekali di dalamnya."
"Boleh kucoba?" tanya Noah, dimasukkannya tangannya ke
lubang mata. "Jangan sekarang. Aku sudah terlambat," kata Carly Beth ketus.
Ia tertawa. "Kau tadi benar-benar kelihatan takut."
Noah melemparkan topeng itu pada kakaknya lagi, dahinya
berkerut. "Aku cuma berpura-pura," katanya. "Aku tahu itu tadi kau."
"Masak!" jawab Carly Beth, dibelalakkannya matanya. "Itu sebabnya kau menjerit
seperti orang gila, ya?"
"Aku tidak menjerit," bantah Noah. "Aku cuma pura-pura.
Supaya kau senang." "Yeah. Betul," gumam Carly Beth. Ia berbalik dan berjalan ke pintu, diputarputarnya topeng di tangan.
"Bagaimana caramu mengubah suara begitu?" teriak Noah.
Carly Beth berhenti di pintu dan berbalik menatap adiknya.
Wajahnya yang tersenyum berubah bingung.
"Suaramu yang dalam yang paling menakutkan," kata Noah
sambil menatap topeng di tangan Carly Beth. "Bagaimana caramu melakukannya?"
"Entahlah," jawab Carly Beth serius. "Aku betul-betul tidak tahu."
?b?k?l?w?s.bl?gsp?t.c?m ************** Ketika sampai di kamar, ia tersenyum lagi. Topengnya sukses.
Sukses besar. Noah mungkin saja tidak mau mengaku, tapi ketika Carly Beth
menyerbunya sambil menggeram-geram dari balik topeng mengerikan
ini, ia nyaris terlonjak ke luar dari batok kecoaknya.
Hati-hati, Chuck dan Steve! pikirnya girang. Kalian yang
berikut! Ia duduk di tempat tidur dan melirik jam radio di meja samping
tempat tidur. Masih ada waktu sebelum menemui teman-temannya di
depan rumah Sabrina. Cukup waktu untuk memikirkan cara terbaik untuk membuat
mereka ketakutan setengah mati.
Aku tidak ingin sekadar mengejutkan mereka, pikir Carly Beth
sambil mengusap-usap gigi topeng yang runcing. Itu sih, terlalu biasa-biasa
saja. Aku ingin melakukan sesuatu yang akan mereka ingat selalu.
Sesuatu yang tidak bisa mereka lupakan.
Dielusnya telinga runcing topeng. Tiba-tiba ia mendapat akal.
Chapter 12 CARLY BETH mengeluarkan sapu tua dari dalam lemari.
Dibersihkannya debu tebal dan diamatinya tangkai kayu sapu yang
panjang. Tepat, pikirnya. Diperiksanya lagi untuk meyakinkan bahwa ibunya masih
berada di dapur. Ia yakin ibunya tidak akan setuju dengan apa yang akan
dilakukan Carly Beth. Mrs. Caldwell masih mengira Carly Beth akan mengenakan
kostum bebek. Sambil mengendap-endap masuk ke ruang tengah, Carly Beth
melangkah ke rak di atas perapian dan menurunkan patung semen
kepala yang dibuat ibunya.
Memang benar-benar mirip aku, pikir Carly Beth, dipegangnya
patung itu setinggi pinggang dan diamatinya dengan cermat. Kelihatan hidup
sekali. Mom sangat berbakat.
Hati-hati diletakkannya kepala itu di tangkai sapu. Tidak jatuh.
Dibawanya ke depan cermin ruang tengah. Aku kelihatan
seperti sedang membawa kepalaku yang tertancap di tongkat, pikir
Carly Beth, mengagumi apa yang dilihatnya di cermin. Matanya
bersinar-sinar girang. Hebat! Disandarkannya kepala dan tangkai sapu ke dinding dan
dipasangnya topeng. Sekali lagi tercium bau masam. Panas di dalam topeng itu
seperti membungkusnya. Topeng itu merapat di kulitnya ketika dikenakan.
Ketika dipandangnya cermin, ia nyaris ketakutan sendiri.
Topeng ini kelihatan seperti wajah asli, pikirnya, tidak bisa
mengalihkan pandangan. Mataku kelihatan seperti bagian dari topeng saja. Tidak
kelihatan kalau aku sebenarnya memandang dari lubang
mata. Digerak-gerakkannya bibir yang mengerikan itu beberapa kali.
Gerakannya seperti bibir asli, pikirnya.
Sama sekali tidak kelihatan seperti topeng.
Kelihatannya seperti wajah yang kasar dan hancur.
Dengan kedua tangannya, diratakannya dahi yang menonjol,
diusapnya di atas rambut.
Hebat! katanya dalam hati berulang-ulang, semakin lama
semakin bersemangat. Hebat!
Topeng ini tepat sekali! pikirnya. Aneh rasanya pria di toko
perlengkapan pesta itu tidak mau menjualnya. Topeng ini topeng
paling menakutkan, paling mirip, paling jelek yang pernah dilihatnya.
Malam ini aku akan jadi teror di Maple Avenue! pikir Carly
Beth sambil mengagumi bayangannya di cermin. Anak-anak akan
bermimpi buruk tentang aku selama berminggu-minggu!
Terutama Steve dan Chuck, katanya sendiri.
"Moom!" gumamnya, senang mendengar suara paraunya sudah terdengar lagi. "Aku
siap." Diambilnya tangkai sapu, hati-hati dijaganya keseimbangan
patung kepala di atasnya, dan berjalan ke pintu.
Suara Mom menghentikan langkahnya. "Carly Beth - tunggu
sebentar," panggil Mrs. Caldwell dari dapur. "Aku ingin lihat bagaimana
penampilanmu mengenakan kostum bebek!"
"O-oh," geram Carly Beth keras. "Mom tidak akan suka melihat aku begini."
Chapter 13 CARLY BETH berdiri kaku di pintu. Didengarnya suara
langkah kaki Mom makin mendekat di ruang tengah.
"Biar kulihat dulu, Sayang," teriak Mrs. Caldwell. "Kostumnya pas?"
Mungkin mestinya kuceritakan perubahan rencanaku pada
Mom, pikir Carly Beth dengan perasaan bersalah. Mestinya aku
bilang, tapi aku tidak mau menyakiti perasaan Mom.
Sekarang Mom pasti akan terkejut. Dan ia akan marah sekali
kalau melihat aku mengambil patung buatannya.
Ia akan menyuruh aku mengembalikannya ke rak.
Ia akan mengacaukan segalanya.
"Aku agak terburu-buru, Mom," teriak Carly Beth, suaranya dalam dan parau di
balik topeng. "Sampai nanti saja, oke?" Dibukanya pintu depan.
"Tunggu sebentar, aku ingin melihat kostum buatanku yang
kaupakai," teriak ibunya. Ia berbelok di sudut dan kelihatan sedikit.
Mati aku, pikir Carly Beth sambil menggeram. Aku tertangkap
basah. Telepon berbunyi. Suaranya bergema keras di dalam topeng
Carly Beth. Ibunya berhenti dan berbalik ke dapur. "Oh, sialan. Sebaiknya kuangkat. Mungkin
ayahmu menelepon dari Chicago." Ia kembali ke dapur. "Nanti saja kulihat, Carly
Beth. Hati-hati, oke?"
Carly Beth menarik napas lega. Hampir saja, pikirnya.
Sambil menjaga keseimbangan tiruan kepala di tangkai sapu, ia
bergegas ke luar. Ditutupnya pintu dan berlari di halaman depan.
Malam sudah terang dan dingin. Bulan bersinar pucat, tampak
di atas pepohonan gundul. Daun-daun kering beterbangan di kakinya ketika ia


Goosebumps - Topeng Hantu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berjalan menuju trotoar. Rencananya ia akan bertemu Steve dan Chuck di depan rumah
Sabrina. Carly Beth sudah tidak sabar.
Ketika ia berlari, kepalanya terlonjak-lonjak di tangkai sapu.
Rumah di sudut sudah dihias untuk menyambut Halloween. Lampulampu jingga berderet di atas teras. Dua ukiran labu besar yang
tersenyum terdapat di sisi pintu. Kerangka dari karton diletakkan di ujung jalan
muka. Aku suka sekali Halloween! pikir Carly Beth senang. Ia
menyeberang jalan ke blok Sabrina.
Pada malam Halloween yang dulu-dulu, ia selalu ketakutan.
Teman-temannya selalu mengganggunya. Tahun lalu, Steve
memasukkan tikus karet yang kelihatan hidup ke dalam kantong
hadiahnya. Ketika Carly Beth merogoh ke dalam kantong itu, ia merasa ada
sesuatu yang lembut dan berbulu. Dikeluarkannya tikus itu dan
menjerit sekuat tenaga. Saking takutnya, permennya jadi tumpah
semua ke jalan. Menurut Chuck dan Steve lucu sekali. Sabrina juga
menganggap begitu. Mereka selalu merusak Halloween-nya. Menurut
mereka asyik sekali menakut-nakuti Carly Beth dan membuatnya
menjerit. Tahun ini bukan aku yang akan menjerit, pikirnya. Tahun ini,
aku yang akan membuat semua orang menjerit.
Rumah Sabrina terletak di ujung blok. Ketika Carly Beth
berjalan cepat-cepat ke sana, dahan-dahan pohon gundul bergetar di atasnya.
Bulan menghilang di balik awan, dan tanah jadi gelap.
Kepala di ujung gagang sapu terlonjak dan nyaris jauh. Carly
Beth memelankan langkahnya. Dipandangnya kepalanya,
dipindahkannya pegangannya di gagang sapu.
Mata di patung kepala itu menatap lurus ke depan, seperti
menjaga-jaga datangnya bahaya. Di kegelapan, kepala itu kelihatan seperti kepala
asli. Bayang-bayang yang bergerak di atasnya ketika Carly Beth berjalan di bawah
dahan-dahan gundul membuat mata dan
bibirnya seperti bergerak.
Carly Beth berbalik ketika mendengar suara tawa. Di seberang
jalan, sekelompok anak-anak sedang mendatangi teras yang terang
benderang. Dengan diterangi lampu teras, Carly Beth melihat hantu, Kura-kura
Ninja, Freddy Kreuger, dan putri raja bergaun pesta merah muda dan bermahkota
kertas timah. Anak-anak kecil. Dua ibu
mengawasi mereka dari ujung jalan masuk.
Carly Beth mengamati mereka mendapat permen. Lalu
diteruskannya perjalanan ke rumah Sabrina. Ia naik ke teras depan, diterangi
cahaya dari lampu teras. Ia bisa mendengar suara-suara dari dalam rumah, Sabrina
sedang meneriakkan sesuatu pada ibunya dan
suara TV di ruang duduk. Carly Beth merapikan topeng dengan satu tangan.
Diluruskannya mulutnya yang terbuka dan bergigi tajam. Lalu ia
memeriksa apakah kepalanya aman di gagang sapu.
Diulurkannya tangan untuk memencet bel pintu rumah
Sabrina - lalu berhenti. Ada suara-suara di belakangnya.
Ia berbalik dan memicingkan mata menatap kegelapan. Dua
anak yang mengenakan kostum mendekat sambil main dorongdorongan di trotoar. Chuck dan Steve! Aku datang tepat pada waktunya, pikir Carly Beth senang. Ia
melompat turun dari teras dan merunduk di balik semak-semak.
Oke, teman-teman, pikirnya bersemangat, jantungnya berdebardebar. Bersiap-siaplah menerima kejutan.
Chapter 14 CARLY BETH mengintip dari atas semak-semak. Kedua anak
itu sudah sampai di tengah jalan masuk. Kostum mereka tidak
kelihatan karena terlalu gelap. Salah satu mengenakan mantel panjang dan topi
lebar ala Indiana Jones. Carly Beth tidak bisa melihat yang satu lagi.
Ia menarik napas dalam-dalam dan bersiap-siap melompat ke
luar. Dipegangnya gagang sapu erat-erat.
Seluruh tubuhku gemetaran, pikirnya. Topeng itu tiba-tiba
terasa panas. Seolah-olah karena ia terlalu bersemangat, topeng itu jadi panas.
Napasnya menderu-deru di dalam hidung topeng yang
datar. Sambil berjalan pelan, bermain-main saling menghalangi
dengan bahu seperti pemain sepak bola, anak-anak itu berjalan ke
ujung jalan masuk. Salah seorang mengatakan sesuatu yang tidak bisa didengar
Carly Beth. Temannya tertawa keras, cekikikan melengking.
Sambil mengintip, Carly Beth mengawasi sampai mereka
hampir sampai tepat di depan semak-semak.
Oke - sekarang! katanya dalam hati.
Sambil mengangkat gagang sapu dengan kepala melotot di
atasnya, ia melompat ke luar.
Kedua anak itu menjerit, terkejut.
Ia melihat mata hitam mereka terbelalak lebar ketika ternganga
melihat topengnya. Ia meraung marah. Lolongan yang dalam dan bergemuruh
sehingga ia sendiri ketakutan.
Begitu mendengar suara menakutkan itu, mereka berteriak lagi.
Yang seorang malah jatuh berlutut di jalan masuk.
Mereka berdua melotot memandangi kepala yang bergerakgerak di gagang sapu. Kepala itu seperti terbelalak menatap mereka.
Carly Beth melolong lagi. Mula-mula pelan, seperti datang dari
jauh, lalu melengking tinggi, parau dan dalam, seperti auman binatang marah.
"Tidaaaak!" teriak salah satu anak.
"Siapa kau?" teriak temannya. "Jangan ganggu kami!"
Carly Beth mendengar suara langkah kaki yang menginjak
daun-daun kering di jalan masuk. Ketika mengangkat pandangan,
dilihatnya ada wanita bermantel tebal berlari-lari menghampiri.
"Hei - mau apa kau?" tanya wanita itu, suaranya melengking marah. "Kau menakutnakuti anak?anakku, ya?"
"Hah?" Carly Beth menelan ludah. Dipandangnya kedua anak yang ketakutan itu.
"Tunggu!" teriaknya, sadar mereka bukan Chuck dan Steve.
"Mau apa kau?" tanya wanita itu terengah-engah. Ia mendekati kedua anak itu dan
memegang bahu mereka. "Kalian berdua baik-baik saja?"
"Yeah. Kami baik-baik saja, Mom," kata anak yang
mengenakan mantel dan topi lebar.
Anak yang satu lagi memakai riasan putih dan hidung badut
merah. "Ia - ia mengaget-ngageti kami," katanya pada ibunya sambil menghindari
tatapan mata Carly Beth. "Ia agak membuat kami
ketakutan." Wanita itu berbalik marah pada Carly Beth dan menggoyanggoyang jarinya. "Kau tidak punya kerjaan lain selain menakut-nakuti anak kecil"
Kenapa tidak kau pilih yang seumur denganmu?"
Biasanya Carly Beth akan minta maaf. Ia akan menerangkan
pada wanita itu bahwa ia keliru, ia bermaksud menakut-nakuti orang lain.
Tapi tersembunyi di balik topeng jelek, masih terdengar rasanya
lolongan aneh yang tiba-tiba keluar dari tenggorokannya, ia tidak mau minta
maaf. Ia merasa... marah. Dan ia tidak tahu kenapa.
"Pergi!" teriaknya parau sambil menggerak-gerakkan gagang sapu dengan sikap
mengancam. Kepala itu - kepalanya - menatap
kedua anak yang terkejut itu.
"Apa kau bilang?" tanya ibu mereka, suaranya tegang karena makin marah. "Apa kau
bilang?" "Kubilang pergi!" bentak Carly Beth dengan suara yang begitu dalam, begitu
menakutkan, sehingga ia sendiri ketakutan.
Wanita itu melipat tangan di depan mantelnya yang tebal.
Matanya menyipit menatap Carly Beth. "Siapa kau ini" Siapa
namamu?" desaknya. "Kau tinggal di sini?"
"Mom - ayo kita pergi saja," desak anak yang berdandan seperti badut sambil
menarik-narik lengan mantel ibunya.
"Yeah. Ayolah," kata saudaranya.
"Pergi. Aku PERINGATKAN kalian!" geram Carly Beth.
Wanita itu tetap bergeming, tangannya terlipat rapat, matanya
menyipit menatap Carly Beth. "Meskipun sekarang Halloween, bukan berarti kau
boleh - " "Mom, kami ingin dapat permen!" kata si badut memohon,
ditariknya lengan mantel ibunya makin kuat. "Ayolah!"
"Kita cuma buang-buang waktu saja di sini!" keluh saudaranya.
Carly Beth terengah-engah, suara napasnya terdengar menderuderu dari balik topeng. Aku kedengaran seperti binatang, pikirnya, bingung. Apa
yang terjadi pada diriku"
Ia bisa merasakan kemarahannya semakin memuncak. Suara
napasnya menderu-deru di dalam topeng yang ketat. Wajahnya terasa panas seperti
terbakar. Kemarahannya terasa sampai ke dada. Seluruh tubuhnya
bergetar. Ia merasa seperti akan meledak. Akan kukoyak-koyak wanita ini! tekad
Carly Beth. Chapter 15 AKAN kukunyah-kunyah dia! Akan kumakan dagingnya sampai
ke tulang! Pikiran-pikiran mengerikan terlintas di kepala Carly Beth.
Ia menegangkan otot, mengambil kuda-kuda, dan bersiap-siap
menerkam. Tapi sebelum ia bergerak, kedua anak itu menarik ibu mereka.
"Ayo pergi, Mom."
"Yeah. Ayo pergi. Dia gila!"
Yeah. Aku gila. Gila, gila. GILA. Kata itu terus berulang-ulang,
menggemuruh di dalam pikiran Carly Beth. Topengnya terasa makin
panas, makin ketat. Wanita itu memandang dingin pada Carly Beth untuk terakhir
kalinya. Lalu ia berbalik dan membawa kedua anaknya pergi.
Carly Beth menatap mereka sambil terengah-engah. Ia ingin
Pendekar Remaja 3 Pendekar Rajawali Sakti 148 Putri Randu Walang Perjanjian Dengan Roh 1

Cari Blog Ini