Ibu Sinder Karya Pandir Kelana Bagian 2
berpaling pada Ivonne. Terbukti Ivonne pun danseur yang cukup
tangguh. Tepat jam satu dinihari, Van Hoogendorp menutup
pesta dansa. Ia, Fien, dan Ivonne menempatkan diri kembali di
pendapa. Satu demi satu tamu-tamu meninggalkan Besaran,
setelah berjabatan tangan dengan keluarga Van Hoogendorp.
Keluarga Suprapto berjalan kaki pulang. Tiba di rumah, yang
paling banyak bicara Sinder Suprapto. Tak henti-hentinya ia
memuji-muji anaknya. "Heh, Bu, itu Tuan Besar dan Nyonya
http://dewi-kzanfo/ 67 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah dalam genggaman Suhono, apalagi si Nonik calon dokter
itu. Sudah tidak bisa lepas dia dari Suhono."
"Jangan berlebihan memuji-muji. Pak," kata Bu Sinder.
"Hono, jangan didengarkan ocehan ayahmu. Kau jangan lupa
daratan, Hono." "Ah, apa yang dapat kubanggakan. Bu" Aku hanya seorang
penganggur," jawab putranya itu.
"Apa" Penganggur?" potong Sinder Suprapto. "Heh, tunggu
saja. Gupermen nanti yang akan merengek-rengek agar kau mau
kerja dengan Gupermen. Lihat saja nanti."
30 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Ibu Sinder dan Suhono diam saja. Mereka sudah mengenal
tabiat Suprapto. Suhono berpikir, ibunya begitu akrab dan
lancar bercakap-cakap dengan Nyonya Besar. Aneh! Karena itu
kemudian Suhono memberanikan diri untuk bertanya, "Bu,
bahasa apa yang Ibu gunakan dengan Nyonya Besar?"
Suprapto yang tampak agak terperanjat. Melihat reaksi
suaminya itu Ibu Sinder segera tanggap bahwa suaminya dan
Nyonya Besar itu pasti sering menggunakan bahasa Jawa pula.
Cepat Ibu Sinder menjawab, "Bahasa Melayu pasar, Ngger."
Suhono masih belum percaya. Sepanjang yang diketahuinya,
ibunya kelihatannya tidak begitu mahir berbahasa Melayu
pasar, apalagi Fien. Karena ibunya kelihatannya tidak bersedia
mengungkapkannya, ia lalu tidak bertanya-tanya lagi. Pikirnya,
ada dua kemungkinan. Ibu yang berpura-pura tidak bisa
berbahasa Belanda selama ini, atau Fien van Hoogendorp yang
berpura-pura tidak paham bahasa Jawa. Tante Winarsih bukan
main fasihnya berbahasa Belanda. Apa benar Ibu sama sekali
tidak paham bahasa Belanda" Ah, Ibu tak bisa terus-menerus
berpura-pura. Satu-dua hari dapat menyembunyikannya, tapi
http://dewi-kzanfo/ 68 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertahun-tahun... tidak mungkin. Kemungkinan kedua yang
31 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
lebih masuk akal, Fien yang menguasai bahasa Jawa, tapi ia
malu untuk menggunakannya. Berbahasa Jawa akan merendahkan derajatnya sebagai seorang istri Belanda totok
yang berkedudukan tinggi. Tapi mengapa dengan Ibu ia bersedia
menggunakannya" Sehabis membaca surat dari kemenakannya, Herman, yang
mengabarkan bahwa ia sudah tiba kembali di Semarang, Ibu
Sinder meneruskan pembatikannya. Diangkatnya canting batik
tinggi-tinggi, meniupnya, lalu diletakkannya paruh canting itu
pada kain mori yang sudah digambarinya motif-motif wayang
Arjuna-Sembadra. Sambil membatik pikirannya tertumpu pada
hubungan anaknya, Suhono, dengan Ivonne yang semakin
menjadi akrab. Pikirnya, anaknya tidak sedang bermain-main,
sebaliknya tampaknya Ivo juga tidak sedang iseng. Yang
mengherankan. Tuan Besar dan Nyonya Besar tidak
menghalang-halanginya. Bahkan sudah sering mengundang
makan malam. Anaknya seperti acuh tak acuh saja terhadap
panggilan penempatan yang tak kunjung tiba. Aneh! Risi
rasanya. Ayahnya berpacaran dengan ibunya. Anaknya
berpacaran dengan anaknya. Apalagi kalau Suhono dan Ivo itu
bersungguh-sungguh lalu tahu tingkah laku orangtuanya. Apa
32 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
jadinya nanti. Ah, seperti Arjuna dengan Banowati saja. Anakanaknya juga berpacaran. Malam itu, dua remaja dewasa sedang berjalan-jalan
menyelusuri jalur kereta api tebu. Sejuknya sinar bulan yang
hampir purnama, angin sepoi-sepoi yang membelai-belai
rambut masing-masing, heningnya suasana yang hanya
diganggu oleh derik cengkerik dan serangga malam, mendorong
dua remaja dewasa berlainan jenis itu untuk jatuh dalam
pelukan masing-masing. Terengah-engah Ivonne berbisik,
http://dewi-kzanfo/ 69 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Suhono, Suhono, Suhono."
Sebaliknya Suhono tidak memberikan kesempatan pada Ivonne untuk berbisik-bisik dan
Ivonne membiarkannya. Melihat gubuk di tengah-tengah lahan
yang sedang disiapkan untuk ditanami tebu itu, Suhono berbisik,
"Ada gubuk, Ivo, mudah-mudahan tak ada orangnya."
Ivonne diam dan membiarkan dirinya digandeng Suhono
menuju gubuk itu. Gelora jiwa dua insan itu memang sudah
terlalu menggebu-gebu. Gubuk beratap daun-daun tebu kering
dan beralas anyaman kulit bambu tidak menghalang-halangi
33 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
sepasang muda-mudi itu untuk melanjutkan niatnya. "Hati-hati,
Hono, aku sedang subur-suburnya," bisik Ivonne di telinga
Suhono. Paduan suara kodok besar-kecil melatarbelakangi desah dan
rintihan. Beberapa waktu kemudian kembali dua insan berlainan
jenis itu menyelusuri jalur rel sempit, berbalik arah. Ivonne
mengajak temannya itu beristirahat duduk-duduk di atas rel.
Suhono menurut saja. "Indah, indah lingkungan ini," gumam Ivonne. "Holland dan
Insulinde, tambatan hatiku. Jiwa ragaku milikmu berdua. Dua
tahun yang lalu aku ikut Papi dan Mami berlibur di negeri datar
di tepi laut itu. Holland selalu memberikan kesan tersendiri
kepadaku. Aku mencintainya, tapi di sana aku merasa
kehilangan sesuatu. Kehilangan negeri yang sepanjang tahun
dimanjakan oleh sang surya. Begitu aku menginjakkan kakiku
kembali di bumi ini, lagi-lagi aku merasa kehilangan sesuatu.
Kehilangan sejuknya kelahiran kembali alam di musim semi dan
melankolinya musim gugur. Salju di musim dingin memiliki daya
tarik tersendiri. Aku selalu merasa terombang-ambing oleh dua
dunia. Tak pernah aku bisa mantap berdiri di atas kedua kakiku.
Tidak hanya lingkungan alamnya saja yang sangat berpengaruh
http://dewi-kzanfo/ 70 34 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terhadap diriku, tapi juga lingkungan sosialnya. Yang satu bebasindividualistis, yang lain akrab-komunal."
"Yang mana yang paling kausukai, Ivo?"
"Itulah persoalannya, Hono," jawab Ivonne sambil
menengadah melihat bintang-bintang yang bertaburan di langit
raya. "Aku tidak tahu. Dua-duanya begitu mengikat jiwaku.
Mungkin aku telanjur salah berpijak. Masa kecilku kulewatkan di
bumi ini, sampai aku lulus pendidikan dasarku di Europese
Lagere School (Sekolah Dasar untuk anak-anak Belanda).
Pendidikan sekolah menengah kuselesaikan di Holland, lima
tahun lamanya. Kembali di Jawa, aku memasuki Geneeskundige
Hogeschool (Sekolah Tinggi Kedokteran) dulu. Tiga tahun sekali
aku berlibur di Holland. Itulah sebabnya aku hidup di antara dua
dunia. Menjawab pertanyaanmu yang kaukemukakan di pesta
dansa waktu itu, apa aku bisa mencintai seorang Inlander,
dengan tegas kini dapat kujawab... ya! Tapi apa aku bersedia
menjadi istri seorang Jawa, aku belum bisa menjawabnya.
Benar, Nenek seorang wanita Jawa, tapi aku tak pernah hidup
dalam lingkungan keluarga Jawa. Aku sangsi apa aku mampu
menyesuaikan. Terus terang, sekarang ini aku mencintai seorang
insinyur Jawa. Maaf, Hono, sesuai dengan pertanyaanmu, aku
mencintai seorang Inlander dengan sepenuh hatiku. Tetapi
untuk menjadi istri insinyur itu, aku masih ragu-ragu.
Sebaliknya, aku tidak ingin insinyur itu menjadi seorang
35 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Belanda. Akan hilang nilai pengikatnya bagiku." Dengan sertamerta Ivonne mendekap Suhono sambil berkata terbata-bata,
"Aku mencintaimu, Hono."
Isak tangisnya menyayat-nyayat hati insinyur muda itu.
"Sudahlah, Ivo. Kita berdua masih memerlukan waktu
pengendapan untuk pemahaman diri, menguji hati kita masingmasing. Kita tidak perlu tergesa-gesa mengambil keputusan.
http://dewi-kzanfo/ 71 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Biarlah waktu berlalu dulu. Jangan salah paham. Aku
mencintai mu, Ivo." Setelah Ivonne mampu mengatasi emosinya, Suhono
mengajaknya pulang dengan berkata, "Sudah agak malam, mari
kuantar pulang." Sementara itu Sinder Suprapto dan istrinya duduk-duduk
santai di atas tikar tempat pembatikan. Suprapto menikmati
minuman teh gula Jawa, menemani Ibu Sinder yang sedang
membatik. Sambil membatik Ibu Sinder berpikir apakah tepat
saatnya untuk mempersoalkan hubungan anaknya dengan
Ivonne. Tiba-tiba Suprapto bertanya, "Apa yang sedang
kaupikirkan. Bu?" "Aku merisaukan hubungan yang semakin akrab antara
36 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Suhono dan Non Ivo. Tampaknya mereka tidak sedang mainmain." "Tak perlu kaurisaukan, Ro. Mereka sudah dewasa dan lagi,
apa salahnya punya menantu nonik. Bukan nonik sembarangan.
Kau tahu sendiri, Ivo baik hatinya. Calon dokter lagi. Dua-duanya
bisa mandiri." Kini Ibu Sinder memperoleh ketegasan bahwa suaminya
menyetujui keakraban anaknya dengan Ivo, bahkan tak
berkeberatan bila Ivo jadi menantunya. Pikir Ibu Sinder,
memang tak ada salahnya, tapi hatiku belum merelakannya.
Ada sesuatu yang mengganjal. Entah apa.
"Aku tahu, Ivo anak baik dan begitu hormat dan sayang
kepadaku tampaknya. Tetapi entah. Pak, otakku meluluskan,
tapi hatiku belum. Selalu merasa waswas saja, seperti
membiarkan dua anak kecil bermain-main di tepi sumur."
http://dewi-kzanfo/ 72 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, kau terlalu takut pada bayanganmu sendiri, Ro," kata
Suprapto. Tiba-tiba Ibu Sinder berhenti membatik dan bergeser
menghadap suaminya. Ditatapnya muka dan mata suaminya,
lalu berkata, "Pak, ada hal yang perlu kusampaikan padamu.
37 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Kalau kau memang setuju dan merestui hubungan Suhono dan
Non Ivo, ada ketidakserasian yang perlu disingkirkan." Sebelum
suaminya sempat bertanya-tanya. Ibu Sinder meneruskan katakatanya. "Dalam cerita wayang ada kisah yang mirip. Raden
Arjuna dan Dewi Banowati, permaisuri Jakapitana. Dua-duanya
membiarkan anak-anaknya bermain cinta. Itu cerita wayang,
tapi hal semacam itu tidak mustahil bisa terjadi dalam
kehidupan kita." Segera Suprapto dapat menangkap apa yang dimaksud oleh
istrinya. Contoh itu menyangkut hubungannya dengan Fien van
Hoogendorp. Ia terperanjat
bercampur malu istrinya mengetahuinya, padahal ia cukup hati-hati. Suprapto masih
memberanikan diri bertanya untuk mendapat kepastian. "Apa
yang kaumaksudkan. Bu?"
Sambil tersenyum Ibu Sinder menjawab, "Maaf, Pak, bukan
maksudku membongkar-bongkar kejadian-kejadian yang telah
lewat. Sejak aku nikah denganmu. Pak, aku sadar bahwa aku
beruntung memperoleh suami yang ganteng, gagah, tapi aku
sadar pula bahwa cobaan dan godaan akan selalu membuntuti
perkawinan kita. Kau seorang pria yang mempunyai daya tarik
kuat bagi wanita dan kau bukannya seorang Resi Bisma. Aku
cukup terlatih untuk menghadapi kemungkinan itu. Aku hidup
dan dididik dalam lingkungan yang padat persoalan wanita.
38 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Duniaku dulu dunia laki-laki. Wanita wajib tunduk pada aturanaturan yang ditentukan oleh kaum pria. Winarsih mungkin
secara naluriah memberontak terhadap adat yang http://dewi-kzanfo/ 73 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengekangnya. Aku tidak. Aku menerima apa adanya, sehingga
apa pun yang terjadi di sekitarku itu bagiku adalah hal yang
lumrah saja. Bibi Dumilah selalu berkata, 'Di rumah ia
sepenuhnya suamimu, tapi begitu keluar pintu, kau harus bisa
mengikhlaskannya'. Ajaran Bibi itu kupegang teguh. Sampai kini
aku bisa menerimanya. Aku tak akan menghalang-halangi
hubunganmu dengan Nyonya Besar, Pak. Dulu aku hanya
mengkhawatirkan kedudukanmu, tapi sekarang ini lain duduk
ceritanya. Pak. Seandainya itu sampai diketahui oleh Nona Ivo
Ibu Sinder Karya Pandir Kelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan Suhono, lalu bagaimana" Itulah yang akhir-akhir ini
kurisaukan. Risi, tidak enak rasanya."
Mendengar penjelasan istrinya yang diucapkan dengan
39 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tenang dan mantap itu Suprapto tak mampu berkata-kata. Ia
menunduk dan matanya mulai berkaca-kaca. Setelah ia mampu
menguasai perasaannya, ia pun berkata, "Ro, kau boleh percaya
boleh tidak. Aku tidak memulainya, bahkan aku mula-mula
mencoba menghindarinya. Aku sadar siapa aku dan siapa dia,
tapi wanita itu bukannya orang yang mudah menyerah begitu
saja. Ia sadar akan daya tarik yang dimilikinya. Tapi bukan daya
tariknya yang mengalahkan diriku, Win, tapi kenekatannya.
Wanita itu seolah-olah tidak mempedulikan martabatnya lagi
sebagai Nyonya Besar. Akhirnya aku memilih jalan yang lebih
aman. Kupenuhi kemauannya. Dengan demikian ia bisa
dikendalikan, sehingga tidak membahayakan dirinya, martabat
suaminya, maupun kedudukanku sebagai sinder. Win, kau tentu
akan berkata, ah, itu alasan yang dicari-cari untuk pembenaran
diri. Terserahlah, Ro. Kini keadaan makin lebih rumit lagi.
Percayalah, Win, aku tak akan berkeberatan melepaskannya,
tapi Nyonya Besar belum mau mundur selangkah pun."
http://dewi-kzanfo/ 74 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Masih tetap menatap suaminya itu Ibu Sinder berkata,
"Kalau aku boleh bertanya. Pak, bagaimana tanggapan Nyonya
Besar terhadap hubungan Hono dan Nona Ivo?"
40 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Dia tidak hanya menyetujui, tapi malah ikut mendorong,"
jawab Suprapto. Ibu Sinder mengalihkan pandangan ke arah halaman. "Begitu
besarkah cinta Nyonya terhadap dirimu, Pak?" gumam Bu
Sinder seperti kepada dirinya sendiri.
"Apa maksudmu. Bu?"
"Lewat anaknya dan anak kita ia ingin tetap menjalin
hubungan dengan dirimu, Pak."
Suprapto diam. Ibu Sinder melanjutkan, "Ketahuilah, Pak,
kukira Nyonya Besar jujur terhadap diriku. Ia menyukaiku dan
ketahuilah. Pak, aku juga menyukainya. Kau pasti tahu juga
bahwa Nyonya Besar pandai berbahasa Jawa. Waktu pesta
dansa dulu aku sendiri terheran-heran. Ia mengajakku bercakapcakap dalam bahasa Jawa. Begitu halus budi bahasanya. Lahiriah
ia tampak tinggi hati, tapi sebenarnya hatinya baik. Dengan jujur
dapat kukatakan padamu. Pak, seandainya dia itu wanita Jawa
dan masih bebas, aku tak akan keberatan ia jadi maru-ku."
Tiba-tiba suami-istri yang sedang sibuk bercakap-cakap itu
terganggu oleh ketukan pada pintu depan rumah. Percakapan
pun terhenti. "Suhono pulang. Pak. Tolong bukakan pintu. Lain kali saja
kita lanjutkan," kata Bu Sinder mengakhiri percakapan.
(Oo-dwkz-Oki-Ray-oO) JENAR CEBOL KEPALANG 41 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
http://dewi-kzanfo/ 75 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jarum-jarum jam waktu berputar dengan cepatnya. Api
peperangan telah membakar seluruh daratan Eropa.
Balatentara Dai Nippon di kawasan Asia-Pasifik unggul di manamana. Manchuria, Tiongkok Timur, Hongkong, Filipina, IndoCina, Muangthai, Birma, Malaya, Sumate-ra, Borneo, Sulawesi,
dan Maluku telah jatuh dalam kekuasaan Dai Nippon.
Akhirnya pada bulan Maret tahun 1942, Jenderal Ter
Poorten di Kalijau menandatangani penyerahan tanpa syarat
Tentara Hindia-Belanda kepada balatentara Dai Nippon.
Hapuslah Nederlands-Indie dari peta bumi politik dunia. Pulau
Jawa dikuasai oleh balatentara Dai Nippon dengan pusat
pemerintahan tetap di Batavia, dengan nama barunya Jakarta.
Sementara itu sepasukan tentara Jepang menduduki
Madugondo. Van Hoogendorp dan pegawai-pegawainya
diperintahkan untuk tetap terus bekerja. Serta-merta penduduk
mengibarkan bendera Merah-Putih. 42 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pihak balatentara membiarkannya. Di sana-sini berkumandang Indonesia Raya.
Rakyat Madugondo bergembira dan berbesar hati. Masa
penjajahan Belanda telah lewat, zaman kemerdekaan akan
menyusul. Namun kegembiraan itu hanya berlangsung singkat.
Balatentara Dai Nippon melarang pengibaran bendera MerahPutih dan yang boleh berkibar hanyalah bendera Dai Nippon
saja. Menyanyikan lagu Indonesia Raya dilarang, diganti dengan
kewajiban menyanyikan lagu Kimigayo - lagu kebangsaan
Jepang. Pada suatu pagi hari, Sinder Suprapto dan istrinya dudukduduk santai di atas lincak di depan rumah. Berbagai macam
pikiran dan harapan berkecamuk dalam benak Suprapto. Tibatiba Ibu Sinder yang duduk di sampingnya itu bertanya, "Apa
yang sedang kaupikirkan. Pak?"
http://dewi-kzanfo/ 76 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tak mengira, dalam beberapa hari Belanda begitu saja
menyerah pada balatentara Nippon," jawab Suprapto penuh
emosi. "Habislah riwayat Belanda di bumi kita ini. Kemerdekaan
sudah di ambang pintu."
43 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Ramalan Jayabaya menjadi kenyataan sudah."
"Apa yang dikatakan Jayabaya, Bu?" Sinder Suprapto
bertanya. "Begini bunyinya," jawab Ibu Sinder. "Tekane bebantu
saka Nusa Tembini, ke-kulitan jenar, dedeg cebol kepalang, iku
kang bakal ngebroki tanah Jawa kene. Pangrehe mung sakumuring jagung suwene, nuli boyong nang negarane dewe Nusa
Tembini. Tanah Jawa bali nyang asale sakawit (Datanglah
bantuan dari Nusa Tembini, berkulit kuning, pendek-pendek
tubuhnya. Merekalah yang menduduki Pulau Jawa dan
memerintah selama umur jagung. Mereka pulang ke negerinya
Nusa Tembini. Pulau Jawa kembali pada asal-mulanya)."
Sambil termenung Sinder Suprapto berkata, "Kalimat
terakhir itu. Bu, merupakan suatu teka-teki. Pulau Jawa kembali
pada asal mulanya. Apa itu akan berarti bahwa Belanda akan
kembali lagi?" "Tidak pernah ada jangka yang menggunakan kata-kata
terang-benderang," jawab Bu Sinder. "Tafsiran setiap orang bisa
beda-beda. Aku tidak percaya Belanda akan menjajah kembali
tanah Jawa ini. Jangka Jayabaya itu ada penutupnya. Pak.
Bunyinya begini: Tutupe jangka lan weca ingsun wasitani: Tebu
sakuyun, ana wedon saka lor kulon, akemul mori putih, ateken
tebu wulung (Tentang penutup ramalan itu kuberikan petunjuk
sebagai berikut: Serumpun tebu, ada mayat hidup dari barat
laut, berselimut kain kafan, bertongkat tebu ungu tua)."
http://dewi-kzanfo/ 44 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
77 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ro, kau lebih tahu tentang persoalan ramalan. Tentang
jangka yang pertama itu jelas, kecuali kalimat terakhir. Apa
makna jangka yang kedua itu. Bu?" potong Suprapto.
Sambil tersenyum Ibu Sinder menjawab, "Tadi kukatakan,
ramalan atau jangka itu bisa diartikan atau ditafsirkan macammacam. Menurut pendapatku kalimat 'tanah Jawa bali asale
sakawit' berkaitan dengan jangka kedua. Ada mayat hidup dari
barat laut. Mayat tetap mayat, jadi ada yang sudah mati tapi
kembali lagi. Berselimut kain kafan. Kalau sudah diselimuti kain
kafan pasti akan dikubur. Bertongkat tebu ungu tua. Untuk apa
tongkat itu" Pertama, mayat hidup itu berdiri saja susah, harus
pakai tongkat. Kedua, tongkat itu juga bisa dipakai sebagai
senjata." Percakapan suami-istri itu terganggu oleh dering bunyi
pesawat telepon. Sinder Suprapto bangkit, lari menuju pesawat
telepon di ruang depan rumah. Langsung ia mengangkat tangkai
telepon, "Ya, haloo... haloo... Sinder Suprapto di sini.... Baik,
Tuan, baik." Ibu Sinder yang sudah berdiri di samping suaminya bertanya,
"Ada apa. Pak?"
Dengan wajah tegang Suprapto menjawab, "Telepon dari
45 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Sekretaris, disuruh kumpul di Besaran. Hari Minggu, ada apa?"
Suprapto keluar ke halaman
rumah. Ibu Sinder mengikutinya. Suprapto mengenakan seragam putih-putihnya. Kepada
istrinya dia berpesan, "Jangan pergi-pergi ya. Bu. Tunggu sampai
aku kembali." Ibu Sinder mengangguk. Suprapto berangkat.
"Zaman akan berubah. Ya Tuhan, lindungilah Suhono,"
gumam Ibu Sinder. http://dewi-kzanfo/ 78 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suprapto naik sepeda menuju Besaran. Tiba di Besaran
rekan-rekan sekerjanya banyak yang sudah tiba lebih dahulu.
Van Hoogendorp sendiri yang memeriksa apa pegawai-pegawai
yang harus hadir pagi itu sudah ada semua. Administrator itu
gelisah. Tak lama kemudian sebuah mobil sedan memasuki
halaman, diikuti oleh dua truk, yang satu kosong, lainnya
memuat serdadu-serdadu Jepang bersenjata lengkap.
Beberapa pembesar Jepang keluar dari mobil. Van
Hoogendorp menyongsongnya dan mempersilakan mereka
duduk di atas kursi yang memang disediakan untuk mereka.
Serdadu-serdadu Jepang turun dari truk dan menyebar
46 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mengepung gedung Besaran itu. Suasana menjadi semakin
tegang. Bagi pegawai-pegawai Madugondo lainnya tidak
disediakan tempat duduk. Mereka berdiri menghadap
pembesar-pembesar Jepang itu. Jepang-jepang itu duduk tegak
di atas kursi masing-masing dengan pedang-pedang samurai
tegak di antara kaki-kaki mereka. Duduk mematung melihat
lurus ke depan. Wajah Van Hoogendorp menjadi semakin pucat,
tapi ia berusaha keras untuk tidak memperlihatkan
ketakutannya kepada pegawai-pegawainya.
Rasa tegang memuncak pada saat seorang pembesar Jepang
yang duduk di tengah berdiri lalu mengucapkan pidatonya.
Seorang Jepang lain ikut berdiri, menerjemahkan isi pidato
dalam bahasa Belanda. Kata pembesar Jepang itu, "Tuan-tuan, mulai hari ini.
Perkebunan dan Pabrik Gula Madugondo dikuasai oleh
pemerintah Balatentara Dai Nippon. Tuan-tuan supaya lebih giat
bekerja. Untuk kemakmuran bersama di Asia Timur Raya.
Balatentara Dai Nippon percaya bahwa Tuan-tuan akan taat dan
setia kepada Pemerintah Balatentara. Barangsiapa menghambat
kelancaran jalannya pemerintahan, sengaja atau tidak sengaja,
http://dewi-kzanfo/ 79 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
47 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
akan dihukum mati. Pimpinan Madugondo akan dipegang oleh
Yamaguci San. (Jepang yang disebut namanya itu berdiri,
membungkuk sambil berkata, "Haik, Fukuda San," lalu duduk
kembali.) Selesai!" Pembesar itu memalingkan kepalanya ke arah Van
Hoogendorp yang duduk di sebelahnya. Kata pembesar Jepang
itu, "Tuan Administrator, Tuan dan istri Tuan supaya siap
berangkat. Sekarang juga." Penerjemah menjelaskan sesuatu
kepada Van Hoogendorp. Administrator itu menjadi semakin
pucat. Ia masuk ke dalam rumah dan seperempat jam kemudian
keluar lagi sambil menjinjing sebuah koper kecil, diikuti oleh
istrinya, Fien van Hoogendorp, yang juga membawa koper kecil.
Seorang sersan tentara Jepang membimbing Van Hoogendorp
suami-istri naik truk kosong. Sesaat sebelum meninggalkan
pendapa Besaran itu, Fien van Hoogendorp, dengan mata
merah, masih sempat memandang ke arah Sinder Suprapto.
Pandangan mata sekejap yang penuh arti bagi Suprapto.
Pandangan mata minta diri. Suprapto hanya mengangguk kecil.
Setelah itu pembesar-pembesar Jepang dan pegawainya
pergi meninggalkan Madugondo. Pegawai-pegawai teras yang
ditinggal begitu saja saling pandang-memandang. Apa yang
harus diperbuat. Pimpinan Madugondo sudah tidak ada lagi.
Kata Masinis Kepala kepada Sekretaris, "Tuan Vermeulen, siapa
yang memegang tampuk pimpinan di Madugondo sekarang ini"
Jonkheer sudah dibawa pergi."
48 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Tadi disebut nama Yamaguci," jawab Sekretaris yang
tampak kebingungan itu, "pembesar Jepang yang berdiri lalu
membungkuk-bungkuk tadi. Tapi kapan ia akan kemari lagi, aku
tidak tahu." http://dewi-kzanfo/ 80 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tuan Sekretaris, Tuanlah yang paling senior di Madugondo
ini. Pimpinlah Madugondo sebelum ada kepastian," kata Sinder
Suprapto. Pegawai-pegawai teras yang lain menyetujui desakan
Suprapto, sekalipun Vermeulen sendiri sebenarnya tidak
bersedia untuk memegang pimpinan. "Baiklah," katanya. "Nah,
mari pulang. Besok kita kerja seperti biasa." Kepada kepala
rumah tangga Besaran, Sekretaris memerintahkan agar tetap
Ibu Sinder Karya Pandir Kelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjaga gedung Besaran itu.
Tiga hari kemudian Yamaguci muncul di Madugondo. Ia
membawa serta stafnya, yang terdiri dari lima orang ahli
perkebunan dan pabrik gula. Terbukti Yamaguci pandai
berbahasa Indonesia. Sepasukan tentara Jepang tetap
diperbantukan padanya di bawah pimpinan Sersan Mayor
Kongga. Dua minggu kemudian setelah ia sudah memahami
seluk-beluk Madugondo, pegawai-pegawai Belanda totok
49 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
disingkirkannya. Mereka diangkut pergi entah ke mana.
Pegawai-pegawai Indo-Belanda masih tetap diperbantukan.
Yamaguci tidak lama tinggal di Madugondo. Ia digantikan oleh
seorang Jepang lain bernama Yoshisawa, yang sama sekali tidak
paham bahasa Indonesia. Pada suatu hari Wedono-Demang mendapat perintah untuk
mengumpulkan rakyatnya di alun-alun Madugondo. Yoshisawa
mengucapkan pidatonya dalam bahasa Jepang. Orang mengira
bahwa pidatonya itu akan diterjemahkan. Terbukti tidak. Selesai
berpidato, rakyat yang mendengarkannya itu bertepuk tangan
gegap-gempita, sekalipun rakyat tidak tahu apa isi pidatonya itu.
Yoshisawa bukannya bangga pidatonya mendapat sambutan
tepuk tangan, tapi sebaliknya, ia marah-marah sambil
mengumpat-umpat, " Bagero, bagero!"
http://dewi-kzanfo/ 81 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suprapto dan Sugondo pulang bersama-sama. "Nippon gila,"
kata Sugondo. "Apa dia tidak tahu bahwa kita belum paham
bahasa Nippon" Ee, rakyat tepuk tangan, marah-marah dia. Apa
maunya?" "Memang baru zaman edan, mau apa?" tanggap Suprapto.
Beberapa hari kemudian baru diketahui mengapa Yoshisawa
50 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
itu marah-marah. Isi pidatonya i tu sebetulnya merupakan suatu
ancaman, karena terbukti banyak terjadi pencurian tebu oleh
penduduk. Penerjemah yang diharapkan datang, sampai akhir
pidato tak juga muncul karena terserang malaria.
Kehidupan di Madugondo semakin mencekam. Pegawaipegawai takut membuat kesalahan, sebab bukan teguran yang
diterimanya, tapi tamparan. Pegawai-pegawai Indo-Belanda ada
yang terpaksa menyerahkan anak-anak gadisnya kepada
penguasa-penguasa Jepang itu. Mereka ditakut-takuti dengan
bayangan interniran yang penuh derita itu.
Pada suatu malam, seperti biasanya, Suprapto dan Ibu
Sinder berbincang-bincang di atas tikar pembatikan. Pada wajah
Sinder Suprapto tergambar adanya rasa ketidakpastian.
"Kau selalu kelihatan gusar. Pak. Ada apa?"
"Terus-terang, Bu, mula-mula dalam hati kusambut hangat
kedatangan Nippon di bumi kita ini, tapi lambat-laun aku sangsi.
Benarkah Nippon akan memerdekakan kita" Tidak ada tandatanda ke arah itu. Malahan kekejaman-kekejaman makin
merajalela saja. Kemarin Mandor Darmin dihajar habis-habisan
oleh Tuan Mikimoto si pengawas bangsat itu."
"Apa kesalahannya, Pak?" Ibu Sinder bertanya.
http://dewi-kzanfo/ 82 51 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebenarnya ia tidak bersalah. Ia kedapatan sedang merokok
di tepi kebun. Kalau di tengah-tengah kebun aku bisa mengerti,
sebab kalau ceroboh melempar puntung rokok, bisa
mengakibatkan kebakaran. Ini di tepi kebun, jauh lagi. Ee,
dihajar sampai bengkak mukanya. Aku protes. Kutanyakan
kepadanya mengapa Darmin sampai dihajar. Dia mengumpatumpat dalam bahasa Nippon. Hanya kata-kata 'Bagero' saja
yang dapat kutangkap. Daripada cari perkara, aku. pergi. Ke
mana Nippon maunya" Anehnya, ada dua Nippon lainnya,
sama-sama pengawas, beda sekali sikapnya. Tindakan-tindakan
keduanya benar-benar wajar. Akhirnya kuketahui bahwa
mereka bukan orang Jepang. Mereka orang Formosa (Taiwan).
Mereka juga tidak suka pada Jepang. Setan-setan gundul itu
mau menangnya sendiri saja."
"Hati-hati, Pak. Jangan asal bicara. Jangan gegabah. Kita
sekarang ini sedang menghadapi orang-orang cupet nalar."
"Aku mau tidur, besok kerja berat," kata Suprapto sambil
bangkit meninggalkan tempat pembatikan.
Madugondo telah berubah wajah. Pemuda pekerja kebun
maupun pabrik disusun dalam satuan-satuan barisan. Mereka
memperoleh latihan-latihan dasar militer. Senapan-senapan
kayu menjadi pegangan pemuda-pemuda sehari-harinya. Pagi,
siang, sore, setiap tempat terbuka, tidak pernah kosong dari
pemuda-pemuda 52 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
yang berlatih. Berbagai organisasi kepemudaan dibentuk, seperti Keibondan yang tugasnya
menjaga keamanan kampung, Seinendan yang disiapkan untuk
serdadu-serdadu pada waktunya. Tamparan dan tendangan
menjadi alat dan cara untuk menegakkan disiplin. Sersan Mayor
Kongga memegang pimpinan semua organisasi kepemudaan di
Madugondo. Ia menjadi seorang yang paling ditakuti. Seperti
Nippon-nippon lainnya yang memegang kekuasaan, Kongga juga
http://dewi-kzanfo/ 83 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memelihara beberapa wanita gula-gula, di antaranya seorang
gadis Indo. Nippon menegakkan kepatuhan dengan jalan menanamkan
rasa takut pada bawahannya. Pegawai-pegawai pabrik tidak
luput dari rasa takut itu. Tampar dan tempeleng adalah ganjaran
bagi orang-orang yang melakukan kekeliruan kecil, dan aniaya
bagi mereka yang berbuat salah, menurut ukuran Nippon. Dua
orang pembantu masinis mati di ujung bayonet kena tuduhan
sabotase. Mesin-mesin uap pabrik memang sudah tua-tua.
53 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Bocor adalah hal yang biasa-biasa saja. Masinis-masinis sanggup
memperbaikinya dengan cepat. Dua pembantu masinis itu
terlambat melaporkan, akhirnya bayonet Kongga-lah yang
bicara. Bulan berganti tahun. La mbat-laun balatentara Dai Nippon
tidak mampu lagi menutup rapat udara di atas Pulau Jawa.
Pesawat-pesawat terbang Sekutu kadang-kadang muncul.
Latihan-latihan menghadapi bahaya udara ditingkatkan. Setiap
rumah harus memiliki lubang perlindungan. Lampu-lampu tidak
boleh memancarkan sinarnya ke mana-mana, harus diselubungi
agar sinar yang sudah terbatas itu hanya mengarah ke bawah.
Bahan makanan makin langka, sebab petani harus
menyerahkan bagian terbesar dari hasil panen kepada Nippon,
untuk keperluan logistik perang mereka. Mayat orang yang
tinggal kerangka dan kulit, begitu saja tergeletak di tepi jalan.
Nippon juga giat membangun kubu-kubu pertahanan.
Dikerahkannya penduduk untuk dijadikan pekerja Romusha.
Ribuan mati keletihan dan kelaparan di berbagai tempat.
Madugondo juga tidak luput dari penderitaan sebagai akibat
usaha perang yang dijalankan oleh Nippon. Sepulang dari
kebun, Suprapto menemukan istrinya membatik dengan mata
http://dewi-kzanfo/ 84 54 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merah membengkak. Ia langsung saja mendekatinya dan
bertanya, "Ada apa lagi. Bu" Salahku apa?"
"Kau sama sekali tak ada hubungannya dengan apa yang
sedang aku rasakan. Mari kuantar ke gudang belakang."
Suprapto mengikuti istrinya menuju ke gudang. Begitu
membuka pintu, Suprapto melihat seorang yang tidur di atas
tikar. Suprapto terkejut bukan main berhadapan dengan
manusia yang tinggal kerangka berkulit itu, tapi melihat dada
orang itu masih naik-turun ia merasa lega. "Siapa dia?"
tanyanya. Ibu Sinder tidak menjawab pertanyaan suaminya, ia hanya
berkata, "Biarkan dia tidur, Pak. Mari kujelaskan." Suami-istri
lalu kembali duduk di tempat pembatikan.
"Aku menemukan orang itu tergeletak di halaman depan,"
kata Ibu Sinder. "Semula kukira orang itu sudah meninggal.
Ternyata belum. Dibantu Embok dan Diman kuangkat orang itu
ke gudang. Kutidurkan di situ. Orang itu sudah kelaparan, tapi
terlalu berbahaya untuk begitu saja menyuruhnya makan.
Kubuatkan tajin beras merah. Kusuapi sendok demi sendok.
Perutnya tidak boleh terlalu kenyang. Kuberikan minuman air
hangat gula aren, hanya secangkir. Ia lalu tidur, kecapekan.
Besok baru boleh makan bubur yang cair."
Tanpa disadari, 55 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mata Suprapto ikut berkaca-kaca mendengarkan penjelasan istrinya itu. "Ribuan orang sudah
bernasib seperti dia," gumamnya.
Dua minggu kemudian seorang berusia sekitar tiga puluh
tahun sedang bersih-bersih di halaman depan rumah Sinder
Suprapto. Dialah orang yang ditolong oleh Ibu Sinder. Kini ia
menjadi pembantu keluarga itu. Diceritakannya pengalamannya
http://dewi-kzanfo/ 85 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada Suprapto dan istrinya. Karsimin, begitu namanya,
bersama beberapa orang lainnya ditunjuk oleh desanya untuk
mewakili desa menjadi pekerja Romusha. Ia berasal dari desa
Sumberpucung dekat Lumajang. Bersama orang-orang Romusha
lainnya ia diangkut dengan kereta api ke Banten. Di Banten ia
bersama ribuan Romusha lainnya membangun jalur kereta api
ke Malingping di Banten Selatan. Ia tak tahan penderitaan yang
menimpanya: kerja berat, makan kurang. Akhirnya bersama
beberapa teman lainnya ia melarikan diri. Terdamparlah ia di
Madugondo hanya dengan celana goni sebagai penutup tubuh.
56 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Sekalipun sudah kuat kembali ia tidak berani kembali ke
desanya. Takut ditangkap polisi. Suprapto mengizinkannya
untuk tinggal di rumahnya, sampai keadaan memungkinkan
untuk meneruskan perjalanan ke Sumberpucung. Karsimin
bukannya orang miskin di desanya. Ia memiliki sebidang tanah
yang hasilnya cukup untuk menghidupi istri dan dua anaknya.
Suprapto tahu bahwa ribuan orang melarikan diri dari Banten
dan ia tahu pula bahwa Nippon sama sekali tidak berusaha
untuk mengembalikan mereka ke tempat kerjanya. Mereka toh
akan tetap menerima pekerja-pekerja baru yang datang dari
seluruh penjuru Pulau Jawa.
Sinder Sugondo sedang mengawasi pemuatan batangbatang tebu ke atas lori. Setelah seluruh lori-lori sudah dipenuhi
dengan batang-batang tebu, Sugondo memerintahkan masinis
lokomotif untuk segera berangkat ke lapangan penimbunan
dekat pabrik. Perlahan-lahan kereta api tebu atau yang lazim
disebut muntit melaju, diikuti oleh pandangan mata Sinder
Sugondo. Lega rasa hati Sugondo, sebab gandengan lori-lori itu
adalah gandengan yang terakhir untuk hari itu. Sugondo
terkejut bukan kepalang ketika melihat lori yang paling belakang
keluar rel dan mulai miring-miring. Ia dan pekerja-pekerjanya
http://dewi-kzanfo/ 86 57 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berlari-lari mengejar kereta api. Maksudnya akan menahan lori
yang miring-miring itu, namun terlambat sudah. Lori itu
terguling dan membawa serta empat lori lainnya. Muatan tebu
tumpah-ruah dan lima lori tergeletak di tepi jalur. Kereta api
tebu berhenti. Sugondo kebingungan. Tidak sulit untuk
mengembalikan lori-lori di atas rel, tapi masalahnya, ia tidak
memiliki cukup pekerja untuk memuat tebu-tebu ke atas lori
lagi, tepat pada waktunya. Ia akan terlambat masuk lapangan
penimbunan. Salah-salah malah ia nanti dituduh menjalankan
sabotase. Sugondo sudah kehilangan akal sama sekali. Masinis
lokomotif dan pekerja-pekerja menunggu-nunggu perintahnya,
tapi ia masih saja berdiri mematung. Sementara itu masinis
melihat sebuah dresin sedang mendekat.
"Itu Sinder Prapto!" teriaknya.
Suprapto sendiri dari jauh sudah melihat lori-lori yang
terguling. "Darmin," perintahnya. "Kau balik kanan. Bawa dresin
ini. Kerahkan semua tenaga yang ada kemari. Sinder Sugondo
dalam kesulitan." Suprapto meloncat turun dan Darmin memerintahkan
pendayung-pendayung untuk kembali. Begitu melihat wajah
Sugondo, Sinder Suprapto sadar, bahwa ia harus berbuat
sesuatu. Suprapto, menepuk-nepuk bahu temannya sambil
berkata, "Jangan khawatir, akan kubantu. Pekerja-pekerjaku
akan datang. Mari mulai. Jangan sampai kehilangan waktu."
58 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Sugondo, Suprapto, dan pekerja-pekerja mulai mengembalikan lori-lori ke atas rel. Kemudian batang-batang
tebu dimuat kembali ke lori-lori. Tak lama kemudian Mandor
Darmin datang berlari-lari diikuti oleh pekerja-pekerja Sinder
Suprapto. Pemuatan kembali selesai dalam waktu cukup
Ibu Sinder Karya Pandir Kelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
singkat. Kereta api tebu berangkat lagi. Sugondo ikut naik.
http://dewi-kzanfo/ 87 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebelum berangkat Sugondo masih bertanya, "Bagaimana
dengan kau. Mas Prapto?"
"Cepat, berangkatlah. Jangan sampai terlambat," jawab
Suprapto tegas. Semula Suprapto hendak melihat-lihat bagian kebun yang
lain. Pekerjaan pemuatan batang-batang tebu ke lori sudah
separuhnya selesai. Kini ia sendiri sudah kehilangan waktu yang
sulit terkejar. Suprapto dan Mandor Darmin meloncat naik
dresin dan melaju ke tempat pemuatan yang menjadi tanggung
jawab Sinder Suprapto. Pekerja-pekerjanya berlari-lari di
59 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
belakang dresin. Tiba di tempat, mereka langsung bekerja,
namun waktu tidak tersedia lagi. Sinder Suprapto akan tetap
terlambat tiba di lapangan penimbunan tebu.
Kereta api tebu Suprapto memasuki lapangan penimbunan.
Sudah menunggu di tempat itu Nippon pengawas yang
dibencinya, Mikimoto. Di sampingnya berdiri Sersan Mayor
Kongga. Dibiarkannya Suprapto dan anak buahnya membongkar
muatan tebu dan menumpuknya di lapangan itu. Suprapto tahu
bahwa ia akan menerima hukuman. Ia tahu apa hukuman itu,
sebab Kongga berdiri di sana. Begitu selesai, kepada anak
buahnya Suprapto memerintahkan, "Lekas pulang. Jangan lamalama tinggal di sini. Biar aku sendiri yang menghadapi."
Lingkungan lapangan penimbunan memang sudah agak
gelap. Suprapto terlambat dua jam.
"Suprapto San, kemari!" bentak Mikimoto.
Suprapto mendekat. Nippon itu membentak, "Bagero, kau
terlambat! Malas kau! Tahu kau, Suprapto, gula tidak boleh
terlambat di medan perang. Mengerti"!"
"Mengerti, Mikimoto San," jawab Suprapto asal saja.
http://dewi-kzanfo/ 88 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Langsung saja tangan Mikimoto diarahkan ke pipi Suprapto.
60 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Secara naluriah Suprapto memalingkan kepalanya. Tangan
Mikimoto menyambar angin. Nippon pengawas itu naik pitam.
Kakinya maju menyambar perut Suprapto. Kongga membantu
kawannya menghajar Suprapto. Suprapto sadar bahwa ia tak
boleh melawan. Ia membiarkan dirinya menjadi bulan-bulanan
dua Nippon itu. Suprapto pura-pura jatuh pingsan. Kongga dan Mikimoto
meninggalkan lapangan penimbunan. Dibiarkannya Suprapto
menggeletak di atas tanah. Tiba-tiba muncul Mandor Darmin
dan Mandor Durahman. Mereka memberanikan diri untuk
menolong sindernya, dengan risiko dihajar pula oleh Nipponnippon itu. Dua orang Nippon itu membiarkannya. Suprapto
dipapah pulang oleh mandor-mandornya. Kepada anak buahnya
itu Suprapto berpesan, "Jangan kau-ceritakan apa yang dialami
Ndoro Sinder Sugondo. Tutup mulut saja. Darmin, kau
menghadap Pak Sinder Sugondo. Katakan padanya aku minta
agar Sinder Gondo tutup mulut tentang lori-lori yang terguling
itu. Lekas." Durahman memapah sindernya pulang. Darmin lari menuju
rumah Sinder Gondo. (Oo-dwkz-Oki-Ray-oO) Akhir tahun 1944. Nippon sudah terdesak di semua medan
pertempuran. Pulau Jawa tidak hanya sering diintai oleh
pesawat-pesawat terbang Sekutu saja, tapi beberapa kota
seperti Surabaya dan Semarang telah langsung diserangnya.
61 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Sementara itu Nippon juga makin takut pada gerakan-gerakan
bawah tanah yang bersifat anti-Nippon. Pikirnya, bila gerakangerakan anti-Nippon itu dibiarkan, dapat tumbuh menjadi
gerakan pemberontakan. Penangkapan-penangkapan membabihttp://dewi-kzanfo/ 89 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
buta lebih sering dilakukan dengan tuduhan agen Sekutu atau
mata-mata musuh. Beberapa sinder Indo-Belanda ditahan dan
dianiaya sampai meninggal. Tuduhannya yang itu-itu juga, matamata musuh. Beban kerja Sinder Suprapto dan Sinder Sugondo
semakin menjadi berat karena kekurangan sinder, namun
penguasa perkebunan tidak mau tahu tentang kesukarankesukaran yang dihadapi oleh para sinder.
Minggu pagi hujan rintik-rintik dibarengi dengan kilatan
halilintar dan gemuruhnya guntur. Sinder Suprapto sedang
menikmati sarapan pagi ditunggui istrinya.
Seusai makan Suprapto bertanya kepada istrinya, "Win, kau
tampak gelisah saja akhir-akhir ini. Ada apa. Bu?"
"Entahlah, Pak. Selalu ada-ada saja. Serba salah. Memegang
gelas lepas, dandang di atas tungku api terguling. Tergelincir di
kamar mandi. Aku sendiri tidak tahu, mengapa?"
"Kau terlalu mengkhawatirkan anakmu, Suhono, Win,"
62 29. TUSUK KONDAI PUSAKA S.D. Liong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tanggap Suprapto. "Serahkan segala sesuatunya kepada Tuhan.
Tenanglah. Badanmu agak susut sekarang. Jangan sampai jatuh
sakit. Bu." "Kau benar Pak, wajah Suhon
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
6330. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
http://cerita-silat.mywapblog.com ( Saiful Bahri - Seletreng - Situbondo )
o selalu terbayang-bayang di
mukaku. Aku sudah mencoba untuk mengatasinya," kata Ibu
Sinder. "Ah, mungkin Hono yang kangen. Kalau kau juga selalu
memikirkannya, Hono akan terpengaruh. Bu. Ro, aku berangkat
ya." Suprapto berangkat meninggalkan rumah. Di bawah hujan
rintik-rintik Ibu Sinder melepas suaminya sampai ke tepi jalan.
Suprapto langsung menuju tempat tunggu dresin. Durahman
dan pendayung, Katam dan Dipo, sudah menunggunya. Dalam
http://dewi-kzanfo/ 90 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perjalanan menuju kebun. Mandor Durahman berkata, "Ndoro,
apa tidak bisa ditambah mandornya. Tambah sinder kukira sulit,
Ndoro. Aku dan Darmin sama pendapat. Ngadimun dan Paijo
kiranya pantas sudah untuk dijadikan mandor kebun Ndoro."
"Sudah kita ajukan kepada Mikimoto. Nippon-nippon tidak
mau mengerti saja. Ah, percu..."
Tiba-tiba udara berubah menjadi terang-benderang. Hanya
sekejap! Sedetik kemudian suara ledakan dahsyat menyusul.
Sepi kembali. Tahu-tahu Katam dan Dipo sudah tidak berada di
1 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tempat duduknya lagi, jatuh terpelanting di tepi jalur, pingsan.
Beberapa pekerja kebun melihat dengan mata kepala sendiri
apa yang terjadi di hadapan mereka.
Darso, Subehan, dan Jito berdiri mematung, menganga.
Mereka tidak percaya melihat apa yang baru saja disaksikannya
itu. Dresin Sinder Suprapto disambar petir. Untuk beberapa saat
kaki-kaki tiga pekerja itu seperti terpaku di tanah. Mereka baru
sadar kembali setelah melihat orang-orang berlari-lari di atas
jalur rel. Langsung mereka membuang pacul-paculnya dan lari
menuju tempat musibah. Dresin masih tetap berdiri di tempat.
Orang-orang yang datang menolong itu, begitu melihat keadaan
Sinder Suprapto dan Mandor Durahman memalingkan
kepalanya. Wajah keduanya berwarna biru kehitam-hitaman,
terbakar. Mandor Gumbreg, anak buah Sinder Sugondo
memerintahkan, "Di, Sardi, lekas beri tahukan Ndoro Sinder
Gondo. Lekas!" Pekerja yang diperintah oleh Gumbreg itu lari mencari
Sinder Sugondo. Sekitar setengah jam kemudian baru Sugondo
tiba di tempat. Ia melihat dua sosok tubuh yang diselimuti
sarung. Duduk lunglai di sampingnya, pendayung Katam dan
Dipo. Dua pendayung itu selamat, tak ada tanda-tanda cedera
http://dewi-kzanfo/ 91 2 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sedikit pun. Sugondo menyingkap sarung. Begitu melihat wajah
temannya, ia tidak mampu menahan tangisnya. Pekerja-pekerja
di sekitarnya yang sudah mampu menguasai perasaannya,
begitu mendengar tangis Sugondo, jadi ikut menangis kembali.
Sugondo sadar bahwa ia harus berbuat sesuatu. Ia bangkit,
melihat ke kanan dan ke kiri, kemudian memerintahkan,
"Angkat Sinder Suprapto, letakkan di dresinku. Mandor
Durahman di dresin yang ini. Ayo lekas!"
Mandor Gumbreg menampar-nampar pipi-pi-pi Katam dan
Dipo. Mereka sadar lingkungan kembali, tapi mereka seperti
orang yang bingung saja. Sugondo memerintahkan lagi,
"Gumbreg, kau di dresin ini. Aku di sana. Ke rumah sakit. Ayo
lekas!" Dua pekerja tanpa diperintah langsung loncat naik ke tempat
pendayung. Dua dresin itu melaju menuju Madugondo. Hujan
rintik-rintik, kilat berloncatan dari gumpalan awan yang satu ke
gumpalan yang lain. Ledakan gemuruh menyusul.
(Oo-dwkz-Oki-Ray-oO) Dua wanita sebaya usia sedang duduk-duduk di atas kursi
rotan di beranda belakang rumah. Melihat wajah-wajah dua
wanita lewat lima puluhan itu orang tidak akan menduga bahwa
mereka itu adalah kakak-beradik. Yang seorang berwajah
tenang berwibawa, sedangkan yang lain berwajah cerah cerdas.
"Sebaiknya Mbak Tik tinggal bersamaku saja dulu di
3 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Semarang," Winarsih membuka pembicaraan. "Masih ada
kamar untuk Mbak Tik."
"Terima kasih, Sih. Aku menunggu kedatangan Jeng Gondo.
Sudah kuputuskan untuk bermukim di Yogya."
http://dewi-kzanfo/ 92 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mengapa memilih Yogya, Mbak?" Winarsih bertanya.
"Entahlah, sejak kecil aku tertarik pada kota itu. Aku senang
kalau diajak Romo Bendoro pesiar ke Yogya," jawab Winarti.
"Aneh, orang Sala asli, memilih Yogya," tanggap Winarsih.
"Kalau dianggap aneh, ya memang aneh, tapi mungkin ada
pengaruhnya dari Bibi Dumilah. Ibumu asal Yogya. Almarhumah
banyak bercerita tentang kota Yogya."
"Mbak, aku kadang-kadang heran. Kau lebih dekat dengan
ibuku. Bibi Dumilah. Aku lebih dekat dengan ibumu. Ibu
Bendoro," gumam Winarsih.
"Memang serba kebalikan. Sliramu Landa (Kau Belanda), aku
Jawa." Winarsih tertawa terbahak-bahak lalu berkata, "Mungkin
kau lebih beruntung, Mbak. Kau bisa menikmati hasil
kebudayaan Jawa. Aku iki Landa dudu, Jawa dudu, Bongbei
nganggo kelu (Aku ini Belanda bukan, Jawa pun bukan, orang
4 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Bombai pakai)." Ibu Sinder tersenyum. "Bongbei apa Jawa, kita sama
sekarang. Sama-sama janda. Sama-sama punya anak tunggal
laki-laki. Kuhargai, Sih, kau menawarkan tempat berteduh, tapi
aku melihat jauh ke depan. Waktu masih kecil pun kau dan aku
selalu bertengkar saja, tapi kalau berpisah, saling merindukan."
Winarsih mengangguk-angguk lalu berkata, "Kau betul,
Mbak, tapi untuk sementara saja, sebelum Mbak Tik punya
tempat tinggal." "Sekali lagi terima kasih, Jeng, tapi aku sudah menentukan
pilihanku. Jeng Gondo menawarkan rumah kepadaku.
Temannya mau menjual rumahnya. Murah lagi, sekalipun letak
http://dewi-kzanfo/ 93 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rumah itu agak kurang menguntungkan. Dekat Balokan,
kampung tempat wanita-wanita sesat jalan. Tapi tak apalah. Di
sana pun untuk sementara sifatnya, aku hanya menunggu
sampai Suhono pulang. Itu saja."
"Mbak, andaikata kau itu seorang lelaki, kau tak perlu
pusing-pusing cari rumah. Hak waris pakai Dalem Kusumojaten
dan hak waris bagi hasil tanah persawahan Romo Bendoro akan
jatuh kepada Mbak Tik. Sayang Ibu Bendoro tidak menurunkan
5 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
seorang laki-laki. Hak-hak itu kembali ke tangan Keraton."
"Begitulah ketentuannya. Sudahlah, untuk apa mempersoalkannya. Kalau soal lama diungkit-ungkit rasa sesal
saja yang akan timbul. Seandainya harta kekayaan Romo
Bendoro tidak dihabiskan di gelanggang adu ayam, wanita, dan
meja judi... Seandainya, kalau... dan seterusnya. Sudahlah!"
Pembicaraan Winarti dan Winarsih tiba-tiba terganggu oleh
kedatangan Ibu Sugondo yang muncul begitu saja di hadapan
mereka. Istri sinder itu langsung lewat halaman samping masuk
beranda. "Lho, Jeng Gondo, kapan datangnya?" tanya Ibu Sinder
sambil berdiri "Baru saja, Mbakyu. Pulang ke rumah sebentar, aku lalu
langsung kemari. Kebetulan sekali, rumah belum dijual," jawab
Ibu Sugondo. "Mari, mari duduk, Jeng. Kenalkan dulu, Adik," kata Ibu
Sinder. Bu Gondo menceritakan hasil pertemuannya dengan pemilik
rumah di Kampung Gandekan itu, yang letaknya tidak jauh dari
Kampung Balokan. Rumah belum terjual.
Ibu Sinder Karya Pandir Kelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
http://dewi-kzanfo/ 6 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
94 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku ingin melihat rumah itu, Jeng, berikanlah padaku nama
dan alamat pemiliknya," kata Ibu Sinder menanggapi hasil
perjalanan Ibu Sugondo ke Yogya itu.
"Tak usah, Mbakyu, aku sendiri yang akan mengantar
Mbakyu," jawab Bu Gondo.
Beberapa hari kemudian Ibu Sinder diantar oleh Bu Gondo
berangkat menuju Yogyakarta. Mereka menginap semalam di
rumah Winarsih. Tiba di Yogya dua wanita itu menginap di
sebuah losmen yang cukup baik. Keesokan harinya langsung
menuju ke Gandekan. Ibu Mangun yang akan menjual rumah itu
kebetulan sedang bepergian. Pak Mangun yang ada di rumah.
Setelah dipersilakan duduk. Ibu Sugondo langsung membuka
pembicaraan, "Pak Mangun, kami datang untuk melihat-lihat
rumah. Apa Pak Mangun masih tetap berniat menjual rumah
ini?" "Kuasa rumah ini bukan aku. Dik, tapi istriku. Rumah
warisan, tapi memang betul, istriku masih tetap ingin
menjualnya. Kalau Adik ingin melihat-lihat, silakan," jawab Pak
Mangun. Ibu Sinder dan Bu Gondo lalu melihat-lihat rumah, diantar
oleh Pak Mangun. Tidak memerlukan waktu lama, sebab rumah
7 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
itu rumah kecil dan sama sekali tidak ada halamannya. Tempat
buang air dan air leding tersedia, bahkan di dalam kamar mandi
itu ada sumurnya. Ibu Sinder merasa cocok dengan rumah itu.
Rumah berimpit-impitan dengan rumah tetangga, di tepi gang
kecil beraspal. Saluran pembuangan air cukup baik.
Tak seberapa lama kemudian Bu Mangun pulang. Mereka
langsung membicarakan harga dan cara pembayaran. Ibu
Mangun tidak berkeberatan kalau pembayarannya dilakukan
dalam bentuk perhiasan emas dan sebagian lagi dalam bentuk
http://dewi-kzanfo/ 95 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
uang tunai. Ibu Sinder memang tidak ingin kehilangan waktu.
Emas perhiasan sudah dibawa, tersimpan rapi, aman, dalam
kantong, dijahit pada setagennya. Di lain pihak Bu Mangun ingin
secepatnya melepaskan rumahnya. Ia merasa risi karena
semakin banyak rumah di sekitarnya yang dijadikan
pemondokan bagi wanita-wanita sesat jalan.
Setelah tawar-menawar, kedua belah pihak sepakat tentang
harganya. Pembayaran akan dilakukan dalam bentuk perhiasan
emas saja, diperhitungkan berat dan karatnya. Ongkos garapan
tidak diperhitungkan. Nilai emas ditetapkan pada hari jual-beli.
Lalu Ibu Sinder menghitung-hitung, bahwa hanya dengan gelang
8 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
sebelah yang dibawanya itu rumah sudah dapat terbeli.
Ibu Sugondo memang wanita yang cekatan dalam persoalan
jual-beli. Ia tahu sudah bahwa Ibu Sinder membawa perhiasan
dan agar tidak kehilangan waktu. Bu Gondo menawarkan,
"Bagaimana, Yu, kalau hari ini kita selesaikan. Apa Yu Mangun
bisa membawa juru taksir gadai ke Kemantren" Nanti kami akan
membawa barangnya." "Baik, tapi sulit untuk mencari juru taksir hari ini dan lagi
Kemantren harus diberitahu juga. Itu urusanku semua.
Bagaimana kalau besok pagi jam sebelas kita bertemu lagi di
Kemantren?" jawab Bu Mangun setelah berpikir sejenak.
Ibu Sinder dan Ibu Sugondo menyetujuinya. Mereka lalu
pulang ke losmen. Tiba di losmen Bu Gondo langsung membayar
biaya penginapan dan mengajak Ibu Sinder pergi. Waktu Ibu
Sinder bertanya mengapa mereka begitu tergesa-gesa pergi. Ibu
Gondo hanya menjawab, "Nanti akan kujelaskan, Mbakyu."
Mula-mula mereka naik becak, kemudian ganti naik andong,
naik becak lagi, seolah-olah berkeliling tanpa tujuan. Akhirnya
http://dewi-kzanfo/ 96 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka berhenti di muka sebuah losmen dan di losmen itulah
mereka menginap. 9 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Atas desakan Ibu Sinder, Bu Gondo sambil tertawa
menjawab, "Begini, Mbakyu. Orang tahu sudah bahwa kita
punya perhiasan. Ah, sekadar untuk amannya, jangan sampai
orang tahu kita menginap di mana. Justru sekarang ini kupilih
losmen yang agak murahan. Siapa yang akan mengira Mbakyu
membawa perhiasan." Ibu Sinder tersenyum.
Keesokan harinya dua wanita itu langsung pergi ke
Kemantren. Bu Mangun memang wanita yang gesit. Juru taksir
gadai sudah ada di tempat dan Kemantren pun sudah
menyiapkan surat-surat jual-beli. Sekalipun surat-surat itu
bersifat sementara, tapi sah hukumnya. Dengan surat-surat
rumah dan tanah di tangan. Ibu Sinder dan Ibu Sugondo lagi-lagi
berkeliling-kelilirtg. Mereka menemukan losmen yang sederhana, tapi bersih. Sesuai perjanjian, dua minggu kemudian
Bu Mangun harus sudah mengosongkan rumahnya, tapi ia akan
tetap menunggu sampai Ibu Sinder datang.
Keesokan harinya Ibu Sinder dan Ibu Sugondo pulang ke
Madugondo lewat Semarang, menginap semalam di rumah Bu
Sastro lagi. Esok paginya naik kereta api, turun di Brebes dan
melanjutkan perjalanan pulang ke Madugondo naik dokar.
Penguasa Nippon Madugondo hanya memberi waktu satu
10 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
setengah bulan kepada Ibu Sinder untuk meninggalkan rumah
dinas itu dan hanya dalam waktu sebulan rumah dinas itu sudah
bisa dikosongkan. Perabot rumah tangga dibagi-bagikan kepada
mandor-mandor. Ibu Sinder hanya membawa serta apa yang
sangat diperlukan saja. Rumah barunya terlalu kecil. Mbok
Soma tetap tinggal di Madugondo, ikut anaknya yang diperistri
seorang mandor kebun. Karsimin memberanikan diri untuk
http://dewi-kzanfo/ 97 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pulang ke kampung halamannya. Sedangkan Diman ikut Ibu
Gondo. Selesai membenahi rumah, Ibu Sinder dikejutkan oleh
kedatangan tetangga-tetangganya. Ia mempersilakan tamutamunya masuk. Tetangga-tetangganya itu membawa minuman
dan makanan dan memperkenalkan diri kepada Ibu Sinder.
"Apa kami boleh membantu. Bu?" tanya mereka kepada Bu
Sinder. "Terima kasih, sudah hampir selesai," jawab Ibu Sinder.
"Kalau perlu apa-apa silakan datang. Bu," kata salah seorang,
"pindah rumah memang repot."
Tetangga-tetangga yang berdatangan meninggalkan rumah
Ibu Sinder. Di atas meja kecil di sudut ruang depan itu Ibu Sinder
11 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
melihat teko minuman, gelas, dan berbagai penganan yang
ditinggalkan oleh tetangga-tetangga yang belum, dikenalnya itu.
"Begitu baik orang-orang kampung ini," gumam Ibu Sinder.
Tak lama setelah itu muncul seorang lelaki yang belum
dikenalnya. "Saya ketua RT di sini. Bu. Selamat datang di
kampung kami. Martotenoyo nama saya, tapi teman-teman
sekampung memanggil saya Pak Noyogenggong. Rumah saya
hanya beberapa puluh meter saja dari sini. Kalau perlu bantuan,
datang saja. Bu," katanya sambil melihat ke arah jam dinding
antik. "Terima kasih. Dik. Maaf ya. Ibu belum sempat lapor," jawab
Ibu Sinder. "Ah, tidak apa-apa, tidak perlu tergesa-gesa. Saya pergi dulu,
Bu. Mau ke kelurahan," kata Pak Noyo.
http://dewi-kzanfo/ 98 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keesokan harinya Ibu Sinder pergi ke kelurahan
mendaftarkan diri sebagai penduduk baru. Kemudian ia
memerlukan datang di rumah
Pak Noyogenggong. Ketua RT itu sedang pergi. Ia diterima
oleh istrinya, yang di kampung itu dipanggil dengan sebutan
Den Nganten. Ia hampir sebaya usianya dengan Ibu Sinder, lebih
12 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
muda sedikit. "Memperkenalkan diri, Bu," kata Ibu Sinder. "Suprapto nama
mendiang suamiku." "Oo, Ibu yang menempati rumah Bu Mangun" Aku
Martotenoyo. Teman-teman kampung gemar bercanda, Bu.
Tanpa bubur merah nama suamiku diganti. Noyogenggong, Bu,"
kata Bu Marto sambil tertawa.
Melihat setumpuk kain batik di atas meja, Ibu Sinder
menyeletuk, "Dik Marto membatik?"
"Ah, tidak, Bu, ini hanya dagangan. Hanya satu-dua yang
batik asli, lainnya cap-capan. Aku juga jualan di pasar, ya
lumayan untuk tambah-tambah belanja."
Ibu Sinder mengamati kain-kain itu satu demi satu.
"Ibu membatik?" tanya Bu Marto.
"Sudah lama tidak mengerjakan. Mudah-mudahan belum
lupa," jawab Ibu Sinder.
"Kalau nanti Ibu membatik lagi, hasilnya jangan diberikan
orang lain ya, Bu. Aku nanti yang menjualkan."
"Sampaikan Pak Marto ya Bu, aku datang unjuk hidung," Ibu
Sinder mohon diri. "Tentu, tentu, Bu."
http://dewi-kzanfo/ 99 13 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa hari kemudian Ibu Sinder mengadakan selamatan.
Yang diundang hanya tetangga dekat saja. Rumahnya terlalu
kecil. Bu Martotenoyo banyak membantu. Selesai selamatan Bu
Noyo tetap tinggal. Kepada Bu Noyo Ibu Sinder bertanya, "Di
mana aku bisa beli kain mori, Bu" Tidak perlu cap Sen, asal agak
halus saja." "Jangan khawatir, Bu. Aku punya hubungan. Tidak perlu
bayar creng, nyicil tiga bulan," jawab Bu Noyo.
Keesokan harinya Ibu Sinder diantar Bu Noyo membeli
peralatan untuk membatik dan secara kebetulan Bu Noyo masih
bisa mengusahakan kain mori cap Sen beberapa lembar. Atas
tanggungan Bu Noyo, kain mori bisa dicicil tiga bulan.
Ibu Sinder mendapatkan seorang pembantu a nak gadis desa
yang baru belasan tahun umurnya, Jakem namanya. Ibu Sinder
bertekad untuk bisa menyambung hidup dengan membatik. Ia
melihat adanya peluang yang baik. Kain batik dibeli orang tidak
untuk dipakai, tapi untuk disimpan. Harga terus menanjak. Ibu
Sinder juga melihat peluang lain, jual-beli, atau jual jamu-jamu.
Suatu malam Ibu Sinder duduk-duduk di ruang depan yang
sempit itu, sambil mendengarkan siaran "Ketoprak Mataram".
Jakem, pembantunya, duduk di atas tikar di dekatnya. Pikir Ibu
Sinder, Beda benar dengan rumah di Madugondo. Jatah lampu
listrik hanya seratus lima puluh Watt saja. Tanpa disadarinya ia
teringat akan suaminya yang sudah tiada itu. "Pak, mengapa kau
14 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
meninggalkan aku?" gumam Bu Sinder.
Ibu Sinder terkejut mendengar Jakem bertanya, "Ada apa,
Bu?" "Ah, tidak ada apa-apa."
http://dewi-kzanfo/ 100 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semula Jakem memanggil "Ndoro" kepada Ibu Sinder. Ibu
Sinder melarangnya. Lamunannya beralih ke anaknya yang
sudah untuk sekian tahun lamanya tidak pernah ada beritanya.
Namun firasatnya sebagai wanita lewat lima puluh tahun itu
memberinya petunjuk bahwa Suhono baik-baik saja.
Sementara itu tersebar luas berita di antara keluarga dan
handai-tolan Ibu Sinder, bahwa Sinder Suprapto ditangkap
Kenpetai Nippon. Ia dituduh menjadi mata-mata musuh dan
mati dianiaya. Tersiarnya berita semacam memang tidak tanpa
alasan. Kebetulan di Madugondo ada seorang masinis
pembantu bernama Suprapto juga. Dialah yang ditangkap
dengan tuduhan sabotase, karena ketel uap pabrik meledak.
Saat itu Suprapto itulah yang sedang mendapat tugas jaga.
Akibat pemberitaan yang simpang-siur itu, saudara-saudara
mendiang Sinder Suprapto dan Ibu Sinder, takut untuk
mengunjungi Ibu Sinder di Gandekan. Mula-mula Ibu Sinder
15 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
agak heran mengapa surat-suratnya tidak mendapat tanggapan
yang diharapkan. Isi surat hanya suatu pemberitahuan bahwa ia
bermukim di Yogya. Beberapa surat balasan yang diterimanya bernada hambarhambar saja. Baru kemudian ia mengetahui bahwa tersiar berita
tentang sebab-musabab meninggalnya suaminya, yang salah
alamat itu. Pada suatu hari datang menjenguk saudara sepupu Ibu
Sinder. Raden Mas Pujitomo, yang datang bersama seorang
wanita dan seorang anak kecil berumur sekitar sepuluh tahun.
Begitu Ibu Sinder mempersilakan tamu-tamunya duduk, wanita
itu tidak bersedia duduk di atas kursi. Ia duduk di atas tikar
pembatikan yang ada di sudut ruangan. Anak kecil itu seperti
melekat saja pada wanita itu, bermanja-manja tiduran di atas
http://dewi-kzanfo/ 101 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pangkuannya. Ibu Sinder mengulangi ajakannya agar wanita itu
Ibu Sinder Karya Pandir Kelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mau duduk di atas. Tetapi wanita itu tetap menolak dengan
menjawab, "Di sini saja, Ndoro, Ndoro Mas rewel."
Yang dimaksud dengan "Ndoro Mas" itu tidak lain ialah anak
kecil itu. Ibu Sinder tahu bahwa anak kecil itu adalah anak
saudara sepupunya dengan wanita yang duduk di bawah itu.
16 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Canggung rasanya Ibu Sinder melihat istri saudaranya duduk di
bawah. Ia sudah merasa asing dengan tata-cara Kusumojaten.
Lebih-lebih waktu mendengar wanita itu menyebut "Ndoro
Mas" kepada anaknya sendiri. Tiba-tiba anak itu bangkit lalu
menempati kursi di samping ayahnya. Istri Pujitomo tetap
duduk bersila di atas tikar. "Dulu Bibi-bibi juga begitu. Akulah
yang sudah berubah," gumam Ibu Sinder dalam hati.
Kemudian Pujitomo yang duduk sambil memegang tongkat
membuka pembicaraan dengan berkata, "Diajeng, aku datang
untuk menjenguk Diajeng. Keluarga di Sala baik-baik saja, tak
kekurangan suatu apa..."
Belum lagi Pujitomo dapat melanjutkan kata-katanya,
terdengar suara bakiak-bakiak bersentuhan pada aspal lorong di
depan rumah dan tak seberapa lama kemudian lewat wanitawanita yang hanya berkain dan ber-BH saja. Kata-kata jorok dan
tak senonoh masuk telinga Pujitomo.
Setelah wanita-wanita itu lewat Pujitomo melanjutkan,
"Maafkan aku, Diajeng. Kalau aku boleh bertanya, mengapa
Diajeng memilih tempat tinggal seperti ini. Apa tidak ada
tempat lain yang lebih sesuai dengan martabat Diajeng?"
Dalam bahasa Jawa tinggi-halus Ibu Sinder menjawab,
"Kangmas harus dapat memahami bahwa aku dengan sangat
tergesa-gesa harus meninggalkan Madugondo. Aku tidak
http://dewi-kzanfo/ 102 17 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempunyai simpanan begitu banyak untuk mampu membeli
rumah yang lebih baik."
"Aneh Diajeng," potong Pujitomo. "Kau bisa pulang ke Sala.
Kalau tidak untuk selamanya ya untuk sementara. Keluarga
sanggup menampung Diajeng. Sekali lagi jangan kau sakit hati.
Masuk kampung ini saja orang sudah merasa risi. Rasa-rasanya
seperti semua orang memperhatikannya."
"Kangmas, aku memang tidak punya jalan lain. Aku tidak
mau merepotkan keluarga di Sala. Hanya sementara saja di sini,
Kangmas, sambil menunggu Suhono pulang."
Tiba-tiba saja terdengar seorang wanita menjelih-jelih. Ruparupanya wanita itu sedang dihajar oleh seseorang. Terdengar
kata-kata, "Sundel! Awas, kalau kau minggu depan tak
membawa uang pulang. Kau harus pergi. Sana kembali ke desa."
Ibu Sinder menunduk. Iba hatinya mendengar ratap tangis
wanita di rumah sebelah. Wanita itu sedang dihajar induk
semangnya. Raden Mas Pujitomo diam, geleng-geleng kepala
dan tak lama kemudian ia minta diri kepada Ibu Sinder. Pergi
menggandeng anaknya Raden Mas Hendro. Bibi Podang, yang
bekas pesinden itu, membuntutinya.
(Oo-dwkz-Oki-Ray-oO) Pada suatu hari Ibu Sinder mempunyai keinginan yang kuat
18 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
untuk melihat-lihat Kampung Balokan di malam hari.
Keinginannya itu disampaikannya kepada Bu Noyo. Sambil
tertawa Bu Noyo berkata, "Aneh Ibu Prapto. Jauh-jauh dari
Brebes tidak ingin melihat Keraton, atau Taman Sari, atau
Imogiri, eee malah kepingin melihat Balokan di waktu malam.
Baiklah, kuantar nanti. Bu."
http://dewi-kzanfo/ 103 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada malam yang sudah ditentukan, dua wanita itu masuk
kampung Balokan. Mereka jalan-jalan santai lewat loronglorong sempit dan halaman orang. Oleh Bu Noyo ditunjukkan
warung-warung di mana wanita-wanita itu menunggu tamutamunya. "Wanita-wanita itu duduk-duduk saja di warung itu.
Nanti akan berdatangan laki-laki hidung belang. Itu, tuu, Bu,
lihat," jelas Bu Noyo.
Ibu Sinder menyaksikan kedatangan beberapa kaum pria di
warung itu. Mereka lalu duduk-duduk sambil bercanda dengan
wanita-wanita sesat jalan itu. Minum-minum dan makanmakan. Setelah terjadi kecocokan, si pria hidung belang dan si
wanita sesat itu pergi. "Ke mana mereka, Bu Noyo?" tanya Ibu Sinder. "Mari, kita
ikuti saja," jawab Bu Noyo.
19 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Dua sejoli pria-wanita itu masuk rumah sewaan milik Bu
Gombloh. Di ruang depan duduk-duduk beberapa pasang priawanita. "Ini tempat mereka main, Bu," kata Bu Noyo. "Rumah
sewan, yang punya Bu Gombloh namanya. Mari masuk saja."
Ibu Sinder membuntuti Bu Noyo. Begitu masuk, Bu Noyo
menemui Bu Gombloh yang sedang duduk-duduk. "Lho, Bu
Noyo. Mari duduk," tegur Bu Gombloh.
"Kenalkan, Ibu Prapto. Warga baru di Gandekan," jawab Bu
Noyo. Meja-kursi untuk menerima tamu itu letaknya di sudut ruang
tengah. Tampak dari tempat itu petak-petak yang pintupintunya hanya ditutupi dengan sehelai gorden saja. Sebentar
kemudian keluar seorang pemuda hanya mengenakan celana
kolor, diikuti oleh seorang wanita yang menutupi tubuhnya
dengan sehelai kain. Mereka menuju ke belakang, ke sumur
http://dewi-kzanfo/ 104 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk membersihkan diri. "Masih perlu kain. Bu" Kali ini banyak
yang baik, tapi ya cap-capan semua. Sayang kalau tidak diambil.
Bu," kata Bu Noyo kepada Ibu Gombloh.
"Ah, tidak. B u, baru krisis. Tamunya tidak banyak akhir-akhir
ini. Entah apa sebabnya."
20 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Sengaja Bu Noyo banyak berbicara untuk mengulur-ulur
waktu. Maksudnya, memberi kesempatan kepada Ibu Sinder
untuk melihat-lihat. Tak lama kemudian mereka minta diri, dan
melanjutkan peninjauannya. Kadang-kadang mereka juga disapa
orang. Jawab Bu Noyo wajar-wajar saja, "Maaf, Den, ditunggu
suami." Tapi setelah yang menyapa itu sudah agak jauh. Ibu
Noyo menyeletuk, "Heh, laki-laki nggak tahu diri. Masa wanita
setua kita mau diajak main. Gila!"
Ibu Sinder hanya tersenyum. Sambil terus berjalan. Ibu Noyo
menjelaskan, "Kampung Balokan ini campur-aduk. Bu. Warung
merah, rumah hijau, dan rumah penduduk biasa berimpitimpitan, tapi penduduk di sini bisa hidup berdampingan tanpa
kesulitan. Bu. Umumnya wanita-wanita itu dari desa datangnya.
Rupa-rupanya kehidupan di desa semakin sulit. Makin banyak
saja yang datang. Tentu germo-germo itu pilih-pilih. Cukup ya.
Bu?" "Terima kasih Bu," jawab Bu Sinder. "Baru kali ini aku
sempat melihat perkampungan semacam ini. Sekali lagi terima
kasih." Ibu Noyo singgah sebentar di rumah Ibu Sinder. Melihat
gawangan dan mori yang hampir selesai dibatik Ibu Noyo
ternganga. "Waduh, waduh, waduuuuh! Tidak salah lagi. Jangan
diberikan orang lain ya. Bu" Untuk aku ya. Bu. Sekar Tanjung,
bukan main ukel-nya. Jarang yang bisa mengerjakan serapi ini,
rumit, memerlukan ketekunan dan keterampilan."
21 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
http://dewi-kzanfo/ 105 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Di mana ada tukang babar yang mengerjakan babaran yang
baik. Bu?" tanya Ibu Sinder.
"Ada Bu, ada. Den Bekel, di Wirobrajan sana. Agak mahal
sedikit, tapi batikan semacam ini kalau tidak di-babar baik-baik,
waduuh... sayang." Hubungan Ibu Sinder dengan Bu Noyo semakin akrab. Ibu
Sinder yang membatik. Ibu Noyo yang memasarkan.
(Oo-dwkz-Oki-Ray-oO) Pada suatu hari datang Winarsih, atau Bu Sastro, yang
diantar oleh Herman, anaknya, yang kini sudah duduk di Sekolah
Menengah Tinggi, SMT. Dengan mata berlinang-linang Ibu
Sinder memeluk adiknya. Winarsih menginap di rumah Ibu
Sinder. Sehabis makan malam wanita kakak-beradik itu
berbincang-bincang. Sedangkan Herman pergi menjumpai
kawan-kawannya dari GASEMA - Gabungan Sekolah Menengah
Mataram. Kata Ibu Sastro yang lebih dikenal sebagai "Ibu Sep" karena
mendiang suaminya semasa hidupnya pernah menjabat Kepala
Stasiun, "Macam-macam berita yang masuk telingaku, Mbak.
Ada yang mengatakan Mbak Tik sudah jadi germo sekarang ini."
22 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Ah, biarkan mereka berkisah," potong Bu Sinder. 'Terus
terang aku betah di sini, Sih. Tetangga-tetangga baik dan
wanita-wanita sesat itu bukannya orang jahat. Baik-baik
sebenarnya mereka. Umumnya mereka datang dari desa. Di
desa mereka kelaparan karena setoran padi makin berat.
Terpaksa mencari hidup di kota. Biarlah aku tetap di sini saja.
Nantinya terserah Suhono."
http://dewi-kzanfo/ 106 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, aku sendiri tidak mempedulikan desas-desus itu. Aku
tahu keadaan Mbak Ajeng. Punt uit (titik)! " Winarsih
menanggapi. "Aku sudah pasrah, Sih," kata Ibu Sinder.
"Kau bisa hidup hanya dengan membatik, Mbak?"
Sambil tersenyum Ibu Sinder menjawab, "Ketahuilah, Sih.
Harga kain batik tangan itu begitu memuncak sekarang, tapi aku
juga tidak hanya bertumpu pada membatik saja. Aku pedagang
candak kulak sekarang, jual-beli apa saja. Barang datang sendiri,
pembeli pun datang sendiri. Dan aku bisa hidup."
"Syukurlah, Mbak."
Sejenak Bu Sastro diam, kemudian ia berkata, "Mbak,
sebenarnya aku agak mencemaskan Herman. Ia dengan
23 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
beberapa temannya kelihatannya sibuk, tapi bukannya sibuk
belajar atau sibuk berolahraga atau latihan Seinendan, tidak.
Mbak. Ada kesibukan yang mereka rahasiakan. Sudah
kuingatkan. Jangan melakukan hal-hal yang membahayakan.
Jawabnya, ya-ya saja, tapi jalan terus."
"Dugaanmu apa. Sih?"
" Ondergrondse actie barangkali. Mbak, gerakan bawah
tanah. Heh, anak bengal," keluh Bu Sastro, "mau melawan
Nippon." "Melawan Nippon" Itu bermain-main dengan api," Ibu
Sinder menanggapi, "Tolong, Mbak, nasihatilah anakmu Herman. Mungkin mau
nurut," kata Winarsih. "Oo, kalau bapaknya masih ada, dihajar
dia." http://dewi-kzanfo/ 107 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ibu Sinder tersenyum, lalu katanya, "Banyak hal yang kita,
sebagai orangtua, sudah tidak bisa mengikuti lagi. Tetapi nanti
akan kucoba Sih." Herman pulang. Dengan sengaja Winarsih pergi tidur lebih
dulu. Ia memberi kesempatan kepada kakaknya agar bisa bebas
berbicara dengan Herman. 24 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Herman menemani Ibu Sinder duduk-duduk sambil
mendengarkan klenengan lewat radio.
"Sudah ke mana saja, Ngger?" tanya Ibu Sinder.
"Ah, ke mana, Bu" Main-main di tempat kawan-kawan kok.
Boleh tanya. Bu?" kata Herman. "Itu, Bu, tentang ramalan
Jayabaya. Katanya orang kulit kuning mata sipit itu hanya
seumur jagung di sini. Sudah berapa tahun sampai sekarang?"
Ibu Sinder tersenyum. Mendengar pertanyaan Herman itu
Ibu Sinder merasa bahwa Herman memang sedang berbuat
sesuatu. "Jangka tetap jangka, Her. Tafsirannya bisa macam-macam.
Seumur jagung tidak berarti umur tanaman jagung. Itu hanya
perlambang saja. Arti yang sebenarnya aku tidak tahu."
"Bu, Ibu percaya pada ramalan Jayabaya?" potong Herman.
Ibu Sinder agak kebingungan. Jawaban apa yang akan
diberikan. "Ramalan tetap ramalan, Ngger. Bisa benar, bisa
meleset," jawabnya tegas.
"Aku percaya. Bu," kata Herman cepat. "Nippon kalah terus
sekarang ini. Mundur terus. Bu. Menurut orang-orang pandai di
Jakarta, pasti Nippon akan kalah. Tinggal menunggu waktu saja.
Nippon kalah, Belanda kembali, apa kita mau menyembah
Belanda lagi?" http://dewi-kzanfo/ 108 25 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam sinar mata kemenakannya itu. Ibu Sinder dapat
menangkap tekad yang bulat untuk berbuat sesuatu. Entah apa
yang akan dikerjakannya, tapi jelas sesuatu yang dapat
membahayakannya. Anak muda sering kehilangan pengamatan
kewaspadaan. Ia hanya dapat memperingatkan saja.
"Ngger, aku wanita tidak makan sekolahan," kata Bu Sinder.
"Aku hanya pesan, Her, waspadalah selalu, jangan sampai kau
kehilangan pengamatan yang jernih. Itu saja, Her, pesan Bude."
Sejenak Herman diam. Ia mencoba memahami apa yang
dipesankan oleh budenya itu. Budenya dapat menduga bahwa
ia sedang mengerjakan sesuatu yang berbahaya. Memang
begitulah kenyataannya.
Ibu Sinder Karya Pandir Kelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
" Matur nuwun, Bu, aku akan waspada selalu...."
Bu Sastro yang sambil tiduran mendengarkan percakapan
anaknya dan kakaknya itu hanya bisa geleng-geleng kepala saja.
Ia tahu, anaknya seorang yang keras kepala. Kalau ia sudah
mempunyai maksud tertentu, sulit untuk mencegahnya. Namun
ibunya itu juga tahu, bahwa anaknya tidak akan mengerjakan
sesuatu tanpa dipikirkannya dengan semasak-masaknya, apalagi
kalau barang sesuatunya itu mengandung risiko.
" De mens wikt, God beschikt - manusia berikhtiar, tapi
Tuhan yang menentukan," gumam Winarsih.
Bu Sastro hanya tinggal semalam di rumah Ibu Sinder.
26 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Keesokan harinya ia dan Herman pulang ke Semarang. Ibu
Sinder mengantarkannya sampai ke Stasiun Tugu.
Sementara itu, rumah yang berimpitan dengan rumah Ibu
Sinder semakin padat penghuninya. Wanita-wanita sesat jalan,
banyak yang mondok pada Bu Denok, seorang wanita setengah
umur, gemuk, pendek, dan berwajah bundar. Bu Denok bersikap
http://dewi-kzanfo/ 109 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sopan terhadap Ibu Sinder. Kadang-kadang ia datang
berkunjung. Orang tak akan mengira Bu Denok adalah induk
semang wanita-wanita sesat. Ia seorang periang, murah senyum
dan tawa, tapi kalau sudah sedang marah ia berubah sifat sama
sekali. Berteriak-teriak tak mempedulikan lingkungannya,
mengumpat-umpat dengan menyemprotkan kata-kata kotor tak
senonoh. Tak jarang pula wanita-wanita yang dianggap bersalah
itu dihajarnya habis-habisan.
Dengan caranya yang khas, yaitu dengan jalan bercerita dan
berkisah. Ibu Sinder mencoba melunakkan sikap yang kadangkadang meledak-ledak itu.
Pagi itu Bu Denok berkunjung ke rumah Ibu Sinder. Ia ikut
duduk di atas tikar pembatikan. Sudah menjadi kebiasaan Ibu
Sinder menerima teman-teman akrabnya sambil membatik.
27 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Bu, aku datang sebenarnya untuk minta maaf kepada Ibu,"
kata Bu Denok. "Lho, Dik, minta maaf karena apa" Dik Denok tidak punya
kesalahan apa-apa terhadap diriku. Ada apa, Dik?"
"Begini, Bu," jawab Bu Denok, "Ibu Prapto tahu, aku kadangkadang kehilangan keseimbangan. Terus terang saja Bu, entah
bagaimana, kalau sedang pusing aku bisa marah tak terkendali."
"Oooo, itu, Dik," jawab Bu Sinder sambil tersenyum.
"Bukan itu saja. Bu," kata Bu Denok cepat. "Sehabis marahmarah, aku jadi les-lesan, Bu. Lemas!"
Kini Ibu Sinder tahu bahwa Bu Denok mengidap darah tinggi.
Kemudian ia berkata, "Ah, itu bisa diobati. Dik. Mau coba" Nanti
kubuatkan jamunya, tapi Dik Denok juga harus berusaha untuk
menahan diri. Tidak boleh makan banyak-banyak, sak madyo
http://dewi-kzanfo/ 110 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saja dan banyak makan sayuran dan buah, Dik. Kurangi makan
garam." "Sungguh, Bu, pesan Ibu akan kukerjakan. Asal bisa sembuh
saja," Bu Denok menanggapi.
"Baik, kalau begitu besok kemari lagi ya. Dik" Jamunya akan
kusiapkan, tapi kalau Dik Denok tidak mengurang-ngurangi,
28 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
jamu itu tak ada gunanya. Tidak akan manjur."
Bu Denok memenuhi apa yang dipesankan oleh Ibu Sinder
itu. Ia taat minum jamu ramuan Ibu Sinder, mengurangi makan
garam, dan banyak makan sayuran dan buah-buahan. Bentakbentak dan teriak-teriakan makin lama makin kurang terdengar,
untuk kemudian lenyap sama sekali.
Kesembuhan Bu Denok menarik perhatian tetanggatetangga Ibu Sinder.yang lain dan Bu Denok secara terus terang
menceritakan kemanjuran jamu-jamu yang diberikan Ibu Sinder
kepadanya. Akibatnya, tetangga-tetangga yang mengidap
penyakit tertentu berdatangan dan Ibu Sinder mencoba
memberinya jamu yang kiranya cocok, tapi kalau ia kurang tahu
jamu apa kiranya yang diperlukan, ia memberikan nasihat agar
pergi berobat ke dokter saja.
Jamu Ibu Sinder makin terkenal di antara penduduk di
sekitar kampung Gandekan, bahkan sampai meluas ke kampung
Balokan. Semula Ibu Sinder memberikan jamu-jamu itu secara
cuma-cuma saja. Ia senang dapat menolong sesama umat,
tetapi lambat-laun sangat memberatkan uang belanjanya.
Terpaksa ia lalu memungut biaya untuk pembelian bahan
bakunya, seperti laos, kencur, kapulaga, jahe, kunir, asem, dan
sebagainya. Ibu Sinder masih 29 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tetap mengandalkan kehidupannya pada kain batiknya, yang tidak kekurangan
pemesan. Sementara itu lingkup kehidupan Ibu Sinder tetap
http://dewi-kzanfo/ 111 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terbatas pada kampung Gandekan dan sekitarnya saja. Apa yang
terjadi di luar lingkungan itu tidak menyentuh kehidupan Ibu
Sinder. Pada suatu sore hari Ibu Sinder diajak Bu Noyo berjalanjalan. Ibu Sinder memenuhi ajakan sahabat karibnya itu. Setelah
menyelusuri Jalan Malioboro, Bu Noyo mengajak Ibu Sinder
mampir di Warung Harjo dekat Kepatihan. Mereka masuk
restoran kecil itu. Di sudut ruangan duduk dua perwira,
shodanco dari Pasukan Pembela Tanah Air, PETA. Setelah
duduk, Ibu Sinder memperhatikan dua pemuda PETA yang
sedang lahap makan itu. Pikirnya, "Gagah-gagah dan tangkas
prajurit-prajurit itu. Bangsaku belajar olah keprajuritan sekarang
ini." Ibu Sinder teringat akan pembicaraannya dengan 30 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
kemenakannya Herman. Gumamnya dalam hati, "Apa ada
hubungannya dengan prajurit-prajurit muda ini" Ah, itu soal
Herman." Ibu Sinder terkejut mendengar tawaran, "Mau pesan apa,
Bu?" "Ah, apa saja, Bu. Dik Noyo lebih tahu apa yang enak di sini.
Aku manut saja," jawab Ibu Sinder.
Bu Noyo lalu memesan gudeg komplet dan es kopyor kepada
seorang pelayan. Tak seberapa lama kemudian pesanan datang.
Kedua wanita itu menikmati hidangan itu. Bu Noyo tampak
gelisah. Ia seperti mengharap-harap sesuatu. Sebentar-sebentar
melihat ke jalan. Kegelisahan Bu Noyo tidak luput dari
pengamatan Ibu Sinder. Tiba-tiba seorang lelaki berusia sekitar
enam puluhan masuk. Begitu melihat Bu Noyo lelaki itu
langsung menegurnya, "Lho, Dik Noyo. Njanur gunung, masuk
restoran." http://dewi-kzanfo/ 112 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, sekali-kali kan boleh, Mas," jawab Bu Noyo. "Oya,
kenalkan, Bu Prapto, sekampung dengan aku."
Ibu Sinder mengangguk, sedangkan laki-laki yang tampak
masih gagah untuk umurnya itu berkata, "Aku Darsosugondo,
31 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Bu, teman Pak Martotenoyo. Dipun sekecakaken, monggo."
Darsosugondo lalu mencari tempat duduk. Ia memilih
tempat di sudut, tapi dari tempat itu ia dapat mengamati Bu
Noyo dan Bu Sinder. Ibu Sinder dan Bu Noyo meninggalkan
Warung Harjo lebih dulu daripada Darsosugondo. Mereka
langsung pulang. Sepekan kemudian Bu Noyo berkunjung ke rumah Ibu
Sinder. Setelah berbincang-bincang tentang pesanan dan
penjualan kain batik gubahan Ibu Sinder, Bu Noyo berkata hatihati, "Mbakyu, masih ingat priyantun yang kita jumpai di
Warung Harjo dulu" Itu, Pak Darsosugondo."
"Masih, masih, ingat aku, yaa," jawab Bu Sinder. "Ada apa.
Bu, mau pesan kain lengkap dengan destarnya apa?"
Mendengar jawaban Ibu Sinder itu Bu Noyo tertawa
terbahak-bahak. "Oo, lebih dari itu Mbakyu," jawab Bu Noyo. "Bukan hanya
kain dan destar gubahan Ibu Sinder yang diingininya, tapi juga
sang penggubah." Ibu Sinder tampak agak terkejut. Tanggapnya, "Maksudnya?"
"Maaf ya, Mbakyu. Aku tak dapat menahan ketawa. Begini
letak persoalannya," kata Bu Noyo. "Sudah agak lama Pak
Darsosugondo mengamati Ibu Prapto. Terus terang. Mas Darso
sedang menduda. Istrinya meninggal empat tahun yang lalu.
Anak-anaknya sudah mentas semua. Ia kesepian jadinya. Ia
http://dewi-kzanfo/ 32 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
113 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
minta tolong kepadaku untuk dicarikan jodoh. Waktu Ibu Prapto
berkunjung ke rumahku beberapa waktu yang lalu ia melihat
Ibu. Sejak itu ia tertarik pada pribadi Ibu Prapto. Nah, inggih
nyuwun pangapunten, akulah yang mengatur pertemuan Mas
Darso dan Mbakyu di Warung Harjo. Sekarang Bu Prapto sudah
mampu melihat penampilan Mas Darso. Ia pensiunan Anjun
Lanbao. Sumonggo." Sambil tersenyum Ibu Sinder bergumam, "Wah, aku baru
ditontoni - wanita setua aku ini. Kukira hanya mau pesan kain
dan destar." Lagi-lagi Bu Noyo terpingkal-pingkal mendengar gumam Ibu
Sinder itu. Ibu Sinder melanjutkan, "Dik Noyo, matur nuwun. Bu
Noyo memperhatikan nasibku. Kuakui terus terang, Mas Darso
memang pria yang masih kelihatan tampan. Sampun dados
penggalih ya, Dik. Aku tidak bisa memutuskannya sendiri. Aku
punya anak yang harus diminta pertimbangannya, tapi ia jauh di
Ambon sana, di seberang. Sampai sekarang tidak pernah ada
hubungan antara diriku dan anakku itu. Maklum zaman perang.
Aku tak berani memutuskan apa-apa tanpa persetujuan anakku
itu. Ketahuilah, Mbakyu. Dia anak tunggal dan dia pun belum
tahu bapaknya sudah tidak ada lagi."
33 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Bu Noyo yang melihat mata Ibu Sinder berkaca-kaca ikut
menangis. Ia dapat merasakan apa yang sedang dirasakan oleh
sahabatnya itu. "Maafkan aku, Mbakyu, kalau aku menyinggung perasaan
Mbakyu," katanya pelan. "Aku dapat memahaminya."
"Tak apa. Dik. Suatu kehormatan bagiku. Mas Darso
memperhatikan diriku. Harap disampaikan. Aku belum bisa
memutuskan apa-apa. Purbowisesa (wewenang) ada pada
anakku." http://dewi-kzanfo/ 114 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah peristiwa hari itu. Bu Noyo tak pernah menyinggungnyinggung lagi persoalan Darsosugondo. Namun keakraban
hubungan antara Ibu Sinder dan Bu Noyo tidak terpengaruh
karenanya. (Oo-dwkz-Oki-Ray-oO) Seperti biasanya pagi itu Ibu Sinder sedang tekun membatik.
Semula ia mengira batik gubahannya itu akan kurang
mendapatkan pasaran, terbukti tidak. Kali ini gubahannya
diberinya nama "Sekar Kedaton".
Tiba-tiba ia dikejutkan oleh kedatangan kemenakannya,
Herman. Ibu Sinder sama sekali tidak mengharapkan
34 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
kedatangannya. Ia bangkit merangkul kemenakannya lalu
membimbingnya masuk rumah. Herman meletakkan ranselnya
di atas tempat tidur budenya, lalu duduk di depan budenya di
meja makan. Herman tampak agak gelisah. Melihat kegelisahan
kemenakannya itu Ibu Sinder bertanya, "Ibumu baik-baik saja,
Her?" "Baik-baik saja, Bu."
"Kau datang tiba-tiba ada keperluan apa, Her?"
"Ada hal penting yang perlu kusampaikan kepada Bude. Aku
berjumpa dengan Ivonne, Bu."
Ibu Sinder agak terperanjat mendengar nama "Ivonne"
diucapkan oleh kemenakannya itu. Kata Ibu Sinder cepat,
"Berjumpa Nona Ivo di mana, Ngger?"
"Di kamp interniran, Bu," jawab Herman. "Ceritanya begini.
Aku punya kenalan seorang tukang kayu, orang Cina. Pada suatu
hari ia mendapat order untuk memperbaiki kamp interniran
Bangkong, bekas susteran. Kayu-kayunya banyak yang dimakan
http://dewi-kzanfo/ 115 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rayap. Nippon khawatir kalau atapnya runtuh. Secara sambil lalu
kukatakan pada Cina itu, apa aku boleh ikut" Aku ingin melihat
interniran 35 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Belanda-Belanda perempuan. Cina itu tak berkeberatan. Aku menyamar sebagai pembantu tukang kayu
Cina itu. Di salah satu gang aku berjumpa seorang wanita yang
agak kurusan. Semula aku tak mengenalinya, tapi wanita itu
terus membuntuti saja. Tiba di tempat sepi wanita Indo-Belanda
Ibu Sinder Karya Pandir Kelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu memberanikan diri bertanya. Ia menegurku dalam bahasa
Indonesia, yang bengkak-bengkok. Kata wanita itu, 'Kau tukang
kayu"' "'Betul, Nona' jawabku. 'Aku pembantunya Cina yang sedang
memperbaiki atap gedung. Ada apa, Nona"'
"Lama ia mengamati wajahku, lalu berkata. 'Aku dulu punya
kawan yang mirip dengan kau. Sebelum aku diinternir. Dulu, di
Madugondo' Mendengar kata-kata wanita itu baru aku
mengenali Ivo kembali. Kukatakan padanya, apa tidak ada
tempat yang aman untuk berbicara. Aku diminta untuk
mengikutinya dan membawa serta alat-alat pertukangan. Aku
mengerti maksudnya. Kalau berjumpa dengan wanita-wanita
lain, rasa-rasanya aku mau dimakan saja oleh mereka. Maklum,
Bu, semua wanita dan sudah beberapa tahun mereka berada di
situ. Akhirnya kami menemukan tempat yang sepi. Ivo purapura menunjukkan tiang yang sudah penuh rayap dan harus
diganti karena berbahaya. Aku pura-pura jongkok memeriksa
36 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tiang itu. Kukatakan pada Ivo, 'Aku mengenalmu sekarang. Kau
Ivonne, bukan"' "Aku langsung berbicara dalam bahasa Belanda. Kukatakan
padanya bahwa aku saudara sepupu Suhono. Baru Ivo ingat
siapa aku ini. Kami pernah berjumpa di pemandian. Ia ingin
merangkulku, tapi tidak berani. Ia menangis. Pertama-tama
yang ditanyakan. Bude. Kukatakan Bude sehat-sehat saja. Di
http://dewi-kzanfo/ 116 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yogya sekarang dan kuceritakan bahwa Pakde Prapto sudah
meninggal. Yaa, kukatakan padanya apa adanya. Akhirnya baru
ia menanyakan Suhono. Belum sempat bicara banyak-banyak
aku sudah dipanggil Bah Kwee. Ivonne pesan agar aku mau
menyampaikan salam hormatnya kepada Bude. Kepadaku ia
berkata bahwa ia masih tetap mencintai Suhono.
"'Sampaikan kepada Suhono' katanya, 'aku tetap mencintainya' Itu, Bu, yang ingin kusampaikan."
Mendengar cerita Herman itu Ibu Sinder diam, matanya
37 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
berkaca-kaca. "Ivo, kau masih ingat pada ibumu. Ya Tuhan, lindungilah
anakku yang satu itu," gumam Bu Sinder.
Ibu Sinder bangkit dari tempat duduknya, lari menuju ke
kamar mandi. Herman mendengar isak tertahan budenya yang
bersembunyi di kamar mandi itu. Tak lama kemudian Ibu Sinder
duduk kembali menemani kemenakannya. Tampak ia
membasuh mukanya. "Bagaimana keadaanmu sendiri, Her"
Tidak ada apa-apa, Her?" tanya Bu Sinder.
"Ah, biasa-biasa saja. Bu. Nippon pasti kalah. Bu, dan kita
sudah bertekad, tidak mau dijajah siapa pun. Tidak Nippon,
tidak Belanda, tidak Sekutu. Maaf, Bu, aku mau pergi sebentar.
Ingin bertemu dengan kawan-kawan di sini."
" Tobiil, sampai lupa. Minum kopi dulu, Her," seru Bu Sinder,
sambil menghilang ke dapur.
Setelah menghabiskan kopinya Herman pergi. Ibu Sinder
melanjutkan membatik, tapi tidak banyak kemajuan. Ia
mengenang kehidupannya kembali. Masa-masa jayanya di
Madugondo. Terbayang-bayang di hadapannya sepasang mudamudi yang sedang menjadi buah bibir orang.
http://dewi-kzanfo/ 117 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
38 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Suhono dan Ivonne. "Suhono, kalau kau memang masih
mencintai Nona Ivo, kini aku akan merestuinya sepenuh hati,"
ucap Bu Sinder dalam hati.
(Oo-dwkz-Oki-Ray-oO) MAYAT DARI BARAT - UTARA Proklamasi Kemerdekaan Indonesia mengejutkan kota
Yogyakarta. Beberapa hari kemudian suasana kota berubah
total. Ibu Sinder yang selama ini seolah-olah mengurung diri,
mulai terbuka matanya. Ia ingat apa yang dikatakan oleh
kemenakannya, Herman. Apa kita mau menyembah Belanda
lagi"! Harapan tumbuh dalam hati Ibu Sinder. Mungkin dalam
jangka waktu yang tak lama lagi ia akan dapat bertemu kembali
dengan anaknya, Suhono. Perang sudah berakhir.
Pagi itu, seperti hari-hari sebelumnya. Ibu Sinder sedang
asyik membatik. Tiba-tiba terdengar suara sentuhan bakiak
bakiak pada lantai lorong di muka rumah. Ibu Sinder menoleh
dan lewat pintu rumah yang terbuka itu ia melihat beberapa
wanita lewat. Seorang di antara mereka berhenti di muka pintu,
menyapa Ibu Sinder dengan berkata, "Sudah hampir selesai.
Bu?" "Ya, begitulah," jawab Ibu Sinder. "Barangkali besok lusa
sudah dapat langsung di-babar, Nduk. Jangan berdiri saja di
muka pintu, ayo masuk."
"Terima kasih. Bu, sebentar lagi kami datang," jawab wanita
39 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
itu. "Tak pantas berpakaian begini."
http://dewi-kzanfo/ 118 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memang wanita itu berpakaian sangat minim, hanya berkain
dan ber-BH saja. Wanita itu minta diri lalu meninggalkan rumah
Ibu Sinder. Ibu Sinder meneruskan membatik.
Tak lama kemudian wanita-wanita yang baru lewat itu
datang, tapi sekarang tidak berpakaian serba minim lagi. Sopansopan mereka berdandan, bahkan ada yang mengenakan
perhiasan. Sentuhan bakiak-bakiak pada lantai lorong tidak
terdengar. Wanita-wanita itu meninggalkan sandal masingmasing di tepi lorong lalu berbondong-bondong masuk rumah.
Ruang yang sempit itu dipenuhi oleh wanita-wanita yang ingin
mendengarkan Ibu Sinder berkisah. Sambil terus membatik Ibu
Sinder menyambut mereka dengan berkata, "Ambil tikar lagi.
Kalian sudah tahu di mana tempatnya."
Dua wanita langsung pergi ke belakang, yang seorang
mengambil tikar lalu digelarnya dekat Ibu Sinder, yang lain
langsung ke dapur. Piring-piring berisi berbagai makanan
diletakkan di atas tikar, lengkap dengan cangkir dan gelas berisi
minuman teh dan kopi. Wanita-wanita itu lalu berdesakdesakan mengelilingi Ibu Sinder. Ibu Sinder masih saja dengan
40 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tekunnya membatik. Wanita-wanita itu mengagumi hasil karya
Ibu Sinder. Seorang wanita yang bernama Tomblok bertanya, "Kalau
sudah jadi nanti bisa laku berapa, Bu?"
"Aku belum tahu dengan pasti, Nduk, tergantung pada hasil
babaran-nya nanti," jawab Bu Sinder sambil tersenyum.
"Ah, kalau batikan Ibu Sinder pasti langsung diambil Toko
Mataram," celetuk Paikem.
"Namanya apa, Bu, kain corak semacam ini?" tanya Tinah.
http://dewi-kzanfo/ 119 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ooo goblok, masa tidak tahu. Wahyu Tumurun itu,"
tanggap Darsi. "Ah, kain semacam itu hanya Bendoro-Bendoro saja yang
boleh pakai. Kalau kita-kita ini parang rusak saja sudah terlalu
moncer," Paikem menimpali lagi
"Lain dulu lain sekarang, Nduk," Bu Sinder menanggapi. "Kita
sudah merdeka. Siapa pun boleh memakai kain Wahyu
Tumurun. Tidak ada larangan. Zaman sudah berubah".
"Wah, kalau aku yang pakai dikira Den Ajeng nanti," kata
Emi. "Den Ajeng tai kucing, paling banter dikira gundik Cina," sela
41 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Umik, wanita bertubuh padat menggairahkan.
Wanita-wanita yang lain tertawa. Ada yang meneruskan,
"Gundik Bah Tong" Lagi-lagi wanita-wanita itu tertawa. Nama
Bah Tong memang tidak asing lagi bagi mereka. Kebanyakan
mereka adalah langganan Bah Tong. Pakaian dan perhiasan yang
mereka pakai mereka sewa dari Bah Tong. Bah Tong orangnya
gemuk, pendek ipel-ipel, kepala gundul penuh pitak bekas lukaluka. "Bah Tong, heh. Tokek Cina loyo, mejen sudah," celetuk
Umik, "Mana bisa ia piara gundik. Biar duitnya berkarungkarung, kalau hanya di-uyel-uyel saja siapa yang mau." Gelak
tawa meledak. Ibu Sinder membiarkan saja wanita-wanita itu berbincangbincang. Ia sudah biasa mendengar obrolan wanita-wanita itu.
Ia tersenyum penuh pengertian. Tanya Tinah, wanita yang
sangat muda usianya, "Kapan Den Herman kemari lagi, Bu?"
http://dewi-kzanfo/ 120 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Herman pernah datang pada waktu Ibu Sinder sedang
bercerita Kisah Panji Asmarabangun kepada wanita-wanita itu.
Kebetulan waktu itu Herman ikut mendengarkan, sehingga
wanita-wanita itu mengenalnya.
42 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Hus, jangan sembarangan!" bentak Tomblok. "Jangan
kauganggu-ganggu Den Herman. Sundel cengkir! Masih banyak
pemuda lainnya!" Ibu Sinder tidak menghiraukan bentakan Tomblok.
Jawabnya, "Mungkin hari-hari ini ia akan datang. Sering jedaljedul sekarang." Kini justru yang membentak itu yang menanggapi. "Kalau
Den Herman, biar dia setiap malam datang akan kulayani
dengan senang hati. Gratisan boleh."
Kulit-kulit kacang pun bertaburan ke arah Tomblok.
" Gebleg, aksini, melarang, eee, jebule arep dipek dewe."
Ibu Sinder tersenyum. Ia sama sekali tidak merasa
tersinggung wanita-wanita itu membicarakan kemenakannya. Ia
memahami bahwa wanita-wanita itu tak pernah lagi mengenal
lingkungan kehidupan yang sopan dan terpuji.
"Bu, bagaimana kelanjutannya, Bu?" suara Ti-nah
meningkah. Ibu Sinder memang telah berjanji akan melanjutkan Kisah
Ramayana. "Sudah sampai di mana, ya?"
"Sampai perjumpaan Dewi Sinta dan Prabu Rama, Bu. Di
Taman Soka," sahut Emi.
"Oya, baiklah," Ibu Sinder menanggapi.
http://dewi-kzanfo/ 121 43 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wauto... Tiba saat yang dinanti-nanti oleh seluruh barisan
prajurit kera. Prabu Ra mawijaya diantar oleh adiknya Lesmana,
Wibisana, Sugriwa, dan Anoman memasuki Taman Soka yang
indah laksana kaswargan itu. Dewi Sinta didampingi oleh Dewi
Trijata, anak Wibisana. Dengan penuh kesabaran dan
ketawakalan Dewi Sinta yang sudah mandi jamas dan
berdandan itu menunggu kedatangan sang suami yang sangat
dirindukannya. Rombongan Prabu Rama tiba. Suami dan istri
berdiri tegak berhadap-hadapan. Bertahun-tahun mereka
dipisahkan oleh nasib, oleh kejamnya angkara murka. Baik
Prabu Rama maupun Dewi Sinta tetap berdiri mematung, tak
sepatah kata pun terucap. Mereka hanya saling pandang saja.
Prabu JRama-wijaya dalam seragam tempur keprajuritan, darah
Rahwanaraja masih melekat pada seragamnya. Ia tampak
tampan dan perkasa. Sebaliknya, Dewi Sinta tampak pucat,
kurus kering, sebagai akibat dari penderitaannya, namun
kecantikannya masih tetap menyilaukan siapa yang tahan
memandangnya. Namun apa yang diharap-harapkan oleh
pengiring Prabu Rama belum saja terjadi. Kemesraan yang
mereka bayang-bayang-kan sebelumnya, tapi yang mereka
saksikan kini, kebekuan belaka. Bahkan mereka terperanjat
melihat Prabu Ra mawijaya memalingkan muka, membalik
membelakangi Dewi Sinta. 44 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Hati Dewi Sinta terasa seperti disayat-sayat sembilu,
merasa dirinya tidak diperlukan lagi oleh suaminya, merasa
tidak dipercayai lagi. Ia tahu bahwa suaminya itu meragukan
kesuciannya Dewi Sinta tetap tegak berdiri disaksikan oleh
Raden Lesmana, Wibisana, Sugriwa, Anoman, dan Trijata.
Mereka semua menundukkan kepala, tak kuasa melihat Dewi
Sinta. http://dewi-kzanfo/ 122 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tiba-tiba Dewi Sinta memerintahkan, 'Anakku Ngger
Senggana, buatkan api unggun bagiku. Aku akan melakukan pati
obong' "Anoman tak percaya akan apa yang didengarnya itu. Ia
masih saja berdiri menunduk. Perintah Dewi Sinta tegas,
' Angger Ramandaya-pati, ibumu memerintahkan'.
"Syahdan, kayu api unggun raksasa telah disiapkan di tengah
alun-alun Alengka. Seluruh wadyabala Ramawijaya dengan hati
berdebar-debar menunggu kedatangan Dewi Sinta. Tidak lama
kemudian muncul Dewi Sinta dalam pakaian putih-putih
mendekati kayu api unggun. Dengan tenang ia memerintahkan,
' Angger Senggana, nyalakan' Dalam sekejap api unggun
menyala-nyala. Api menjilat-jilat ke angkasa. Barisan Pancawati
45 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
bergerak mundur, tidak tahan panasnya api unggun. Kecantikan
Dewi Sinta tampak menyilaukan. Dengan tenangnya ia
memasuki lautan api itu. Terdengar geram barisan kera. Namun,
Ibu Sinder Karya Pandir Kelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
beribu-ribu prajurit Ramawijaya itu melihat suatu keajaiban
yang belum pernah dilihatnya. Api yang menjilat-jilat itu tidak
kuasa melukai kulit Dewi Sinta.
"Tiba-tiba angin puyuh berdesis-desis dan menderu-deru di
tengah lapangan itu dan dalam sekejap padamlah api unggun.
Tampak Dewi sinta dalam gandengan Hyang Batara Hendra,
segar-bugar. Tepuk tangan gegap-gempita. Prabu Ra mawijaya
mendekat dan menerima Dewi Sinta kembali dari tangan Hyang
Batara Hendra. Lenyaplah utusan Hyang Giri Nata itu. Yang
tinggal hanyalah Prabu Ramawijaya dan Dewi Sinta yang sedang
berpegangan tangan. Terharu wadyabala Pancawati melihat
adegan kemesraan gustinya."
http://dewi-kzanfo/ 123 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudian Ibu Sinder berkidung mengisahkan kemesraan
Ramawijaya dan Dewi Sinta. "Nah, Anak-anakku, itulah Kisah
Sinta Obong." Wanita-wanita yang mendengarkan Ibu Sinder itu diam.
Mereka mencucurkan air mata, di sana-sini terdengar isak.
46 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Wanita-wanita bukannya menangisi nasib Dewi Sinta, tapi
sebenarnya sedang menangisi nasibnya sendiri. Ibu Sinder
memahaminya. Matanya ikut berkaca-kaca.
Darsi memecah keheningan suasana dengan bertanya, "Bu,
mengapa Prabu Ramawijaya berbuat begitu kejam terhadap
istrinya, padahal ia Ratu Binatara titisan Betara Wisnu.
Mengapa?" Sambil tersenyum Ibu Sinder menjawab, "Itulah kebesaran
jiwa Prabu Rama. Ia tahu dengan pasti istrinya masih tetap suci
murni. Prabu Dasamuka tak pernah kuasa menyentuh Dewi
Sinta. Tapi, ya tapi, apa prajurit-prajurit Prabu Rama mau
percaya" Prabu Rama ingin menghapus keragu-raguan itu.
Martabat dan kehormatan tahtanya bisa goyah karenanya.
Sebaliknya Dewi Sinta pun memahaminya. Hanya bukti
keajaiban saja yang bisa meyakinkan wadyabala Ramawijaya itu
dengan laku obong, dan dengan datangnya Betara Indera,
kesangsian itu hapus."
Wanita-wanita itu mengangguk-angguk, memuji-muji kewicaksanaan Prabu Rama.
Tiba-tiba mereka mendengar tembakan dan ledakan gencar
di kejauhan. Pertempuran sedang berlangsung. Entah di mana.
Wanita-wanita itu diam, gemetar.
47 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Keesokan harinya tersiar kabar bahwa Gedung Kenpeitai
diserang pemuda di bawah pimpinan seorang pemuda ganteng
http://dewi-kzanfo/ 124 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bernama Suharto. Sore-sore suara gaduh terdengar di loronglorong sekitar rumah Ibu Sinder. Tak lama kemudian pemudapemuda bersenjatakan klewang, bambu runcing, tombak,
parang, keris, dan senjata api lewat di muka rumah. Pemudapemuda itu berteriak-teriak, "Merdeka, merdeka! Siaaap,
siaaap!" Ibu Sinder tidak sedang membatik. Ia duduk-duduk saja di
atas kursi tamu. "Inikah yang selama ini kauperjuangkan, Her"
Ramalan Jayabaya benar. Seumur jagung, tiga setengah tahun,
bukan tiga setengah bulan. Lalu apa yang dimaksud dengan
' Tutupe jangka lan weca, ingsun wasitani: Tebu sekuyun, ana
wedon saka lor Kulon, akemul mori putih, ateken tebu wulung Tentang penutup ramalan itu kuberikan petunjuk sebagai
berikut: serumpun tebu, ada mayat hidup dari barat laut,
berselimut kain kafan, bertongkat tebu ungu tua '" Apa tafsirku
itu benar" Hanya Tuhan yang Mahatahu," ucapnya dalam hati.
Kini Ibu Sinder tidak seperti waktu-waktu sebelumnya,
bersikap acuh tak acuh terhadap perkembangan tanah airnya.
48 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tidak, kini ia tekun mengikuti berita-berita lewat radio.
Ketenangan wanita usia lewat setengah abad itu lagi-lagi
diganggu oleh kedatangan wanita-wanita tetangganya. Mereka
berpakaian aneka ragam, sopan-sopan. Tanpa dipersilakan
mereka langsung masuk lalu duduk-duduk di atas tikar
pembatikan. Ibu Sinder bangkit dari tempat duduknya, lalu
menggabungkan diri dengan wanita-wanita itu. Mereka
berbincang-bincang simpang-siur.
"Ada apa, Nduk?" tanya Ibu Sinder.
"Rame, rame Bu," jawab Tomblok. "Zaman siap-siapan
sekarang ini. Markas-markas Nippon diserang pemuda, direbut
http://dewi-kzanfo/ 125 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
senjatanya. Nippon-Nippon menyerah. Dulu gagahnya begitu,
nglentruk sekarang."
"Bu, wah. Bu, senjata bertruk-truk di tangan pemuda,"
timpal Emi. "Aku lihat sendiri. Bu. Dibagi-bagikan."
Setelah kesimpang-siuran pembicaraan itu reda Darsi
bertanya, "Bu, merdeka sudah kita sekarang. Merdeka itu
bagaimana sih. Bu?" "Aku bukan wanita yang makan sekolahan, Nduk," jawab Bu
Sinder. "Kalau tak salah, merdeka itu artinya, kita tidak
49 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
diperintah bangsa lain lagi. Belanda tidak, Nippon pun tidak.
Yang kuasa kita sendiri."
"Raja kita sekarang kata orang Bung Karno. Betul, Bu?" tanya
Tinah. "Ya begitulah," jawab Bu Sinder.
" Ngarsa Dalem Kanjeng Sinuwun lalu bagaimana, Bu" Bukan
raja lagi beliau?" Tomblok bertanya.
Ibu Sinder sendiri agak kebingungan. Setelah berpikir
sejenak ia berkata, "Ngarsa Dalem ya tetap ngasta Sultan. Raden
Werkudara itu kan tetap raja di Jodipati, tapi ia tunduk pada
Prabu Yudistira, Ratu Ngamarta. Begitu juga Ngarsa Dalem.
Beliau tetap Ngarsa Dalem Sultan Yogya, taat kepada Bung
Karno. Begitu kira-kira, Nduk. Aku sendiri juga kurang paham."
Tinah mengangguk-angguk sambil bergumam, "Oooo,
begitu." "Heh, kemayu, kaya ngerti-ngertio, Tiin, Tin," bentak
Tomblok. "Bu, kalau sudah merdiko, apa pekerjaan kita-kita ini masih
diperbolehkan. Bu?" tanya Darsi.
http://dewi-kzanfo/ 126 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lama Ibu Sinder diam. Ia tidak tahu apa jawabannya. Setelah
50 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
berpikir sejenak ia berkata, "Begini, Nduk. Jangan kalian merasa
tersinggung, ya" Merdeka atau tidak, kalian sedang sesat jalan,
melakukan pekerjaan yang tidak layak bagi kemanusiaan. Aku
tahu, Nduk, kalau kalian bisa menemukan jalan lain, pasti kalian
akan meninggalkannya. Itu aku yakin. Nah, apabila kita sudah
merdeka, tentunya apa yang kurang pada tempatnya, wajib kita
jauhi. Di alam merdeka kiranya tidak pantas kalau masih ada
kampung... masih ada... maaf ya, Nduk... masih ada kampung
seperti Balokan ini. Tapi apa itu mungkin dihapus begitu saja"
Tentu tidak. Entah di belakang hari."
"Bu, apa kiranya... kiranya..." tanya Paikem.
"Apa yang kaumaksudkan, Nduk. Katakanlah," jawab Ibu
Sinder. "Apa kami boleh belajar membatik, Bu" Siapa tahu. Kalau
kami dilarang melacurkan diri oleh Ngarsa Dalem, lalu
bagaimana" Kami harus punya kepandaian lain," kata Tinah.
Tomblok kini yang mengangguk-angguk, Tinah membalas,
"Heh, Yu Tomblok, kemayuuuu, kaya ngerti-ngertio, woooo."
"Eee, lonte ijo, njaluk tak krawus kowe ya" bentak Tomblok.
Ibu Sinder menengahi dengan berkata, "Bisa-bisa saja, Nduk,
tapi membatik itu tidak mudah. Bagaimana kalau belajar
meramu jamu saja dulu, Nduk" Tapi ikut membiayai lho."
"Tentu, tentu, Bu. Jangan khawatir," jawab Darsi.
Wanita-wanita yang lain mengamini.
Setelah wanita-wanita itu pergi, Ibu Sinder berpikir
51 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
bagaimana mengajar mereka meramu jamu. Ia menemukan
jawabannya. http://dewi-kzanfo/ 127 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hari-hari berikutnya Ibu Sinder sibuk mempersiapkan
tempat untuk mengajar meramu jamu. Semula ia putus asa.
Tempatnya terlalu sempit. "Ah, asal mulai saja dulu,"
gumamnya. (Oo-dwkz-Oki-Ray-oO) Sementara itu revolusi kemerdekaan berkecamuk dengan
dahsyatnya. Misi Sekutu datang untuk mengadakan pembicaraan dengan pemimpin-pemimpin Indonesia. Tentara
Inggris mendarat di Pulau Jawa atas nama Sekutu. BKR, Badan
Keamanan Rakyat, dibentuk di mana-mana. Konflik bersenjata
terjadi antara pasukan-pasukan Inggris dengan pejuang-pejuang
kemerdekaan. Meledaklah "Pertempuran Lima Hari" di
Semarang. Menyusul pertempuran-pertempuran yang dahsyat
52 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
antara Tentara Inggris dan para pejuang di Surabaya.
Pertempuran Ambarawa menyusul. Tentara Inggris didesak
masuk Semarang kembali. Pengangkatan Sudirman menjadi
Panglima Besar dengan pangkat Jenderal. Presiden dan Wakil
Presiden hijrah ke Jogyakarta. Bandung jadi lautan api.
Tawanan-tawanan perang Jepang diserahkan kepada Sekutu
oleh Republik. Bulan Mei 1946, Herman baru muncul kembali di kediaman
Ibu Sinder. Melihat kemenakannya kembali Ibu Sinder begitu gembira,
sampai meneteskan air mata
"Ibumu bagaimana, Her?" tanya Ibu Sinder kepada
kemenakannya yang sudah menyandang pangkat Letnan Satu
itu. "Masih tetap di dalam kota. Bu. Ibu baik-baik saja."
"Di mana saja kau selama ini, Her?" tanya Ibu Sinder.
http://dewi-kzanfo/ 128 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ceritanya panjang. Bu. Pada kesempatan lain aku akan
bercerita. Siapa tahu pengalamanku akan digubah Bude menjadi
'Serat Herman Kesampar Kesandung'."
Ibu Sinder tersenyum, lalu dengan gaya penuh kasih sayang
53 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
menjewer telinga Herman sambil berkata, "Kakak dan adik sami
mawon. Suka menggoda ibunya."
"Bu, ada kejadian yang perlu kusampaikan kepada Bude, tapi
dengan syarat Bude jangan menangis," kata Herman.
"Heh, Anak bandel, ayo lekas katakan."
"Aneh, aneh. Bu, entah kebetulan entah bagaimana, aku
tidak tahu, tapi aku bertemu lagi dengan Mbak Ivonne." Dengan
sengaja Herman berkelakar agar budenya tidak terkejut. Dengan
sengaja ia berkata Mbak Ivonne".
"Nduk, kau dan Suhono... Apa kelanjutannya?"
Herman meneruskan, "Aku bertemu lagi dengan Ivonne di
Salatiga. Aku mendapat tugas untuk menyerahkan para
interniran yang sudah di tangan Republik kepada pihak Sekutu.
Aku mengawal truk-truk interniran dari Salatiga ke Srondol,
dekat Semarang. Di Srondol interniran itu diserahkan ke Sekutu
dan selanjurnya diangkut ke Semarang. Tahu-tahu di Salatiga
Ivonne berada dalam truk yang kukawal itu. Aku terkejut bukan
main, tapi ia tampak lebih sehat daripada waktu di interniran
Jepang. Republik merawatnya dengan baik. Ivonne sangat
terkesan akan perlakuan Republik terhadap kaum interniran."
Dengan sabar Ibu Sinder mendengarkan 54 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
cerita kemenakannya. Gumamnya, "Syukurlah, anakku selamat. Lalu
bagaimana, Her?" http://dewi-kzanfo/ 129 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lagi-lagi Mbak Ivonne yang lebih dulu mengenali diriku,"
lanjut Herman. "Aku dalam seragam tentara sudah. Yang
ditanyakan pertama-tama keadaan Ibu. Kujawab kalau Bude
baik-baik saja. kemudian ia menanyakan Mas Hono. Kujawab
bahwa kami belum menerima berita. Aku minta padanya, kalau
ia di Semarang supaya menemui ibuku di Semarang. Kuberikan
alamat Ibu kepadanya. Ia tampak senang sekali. Aku titip
sesuatu padanya. Ambon telah diduduki oleh Belanda. Ivonne
yang berada di daerah pendudukan Belanda tentu lebih mudah
untuk menghubunginya di Ambon. Nah, kalau sudah ada
beritanya, aku minta agar ia mengabari ibuku di Semarang.
Kalau Ibu Semarang sudah menerima berita, tidak terlalu sulit
untuk meneruskan berita itu kepada Bude. Mbak Ivonne
menyanggupinya, malah kalau mungkin dia sendiri yang akan ke
Ambon mencari Suhono, terlepas Suhono sudah beristri atau
belum. Ia juga ingin mendapat kepastian bahwa Mas Hono
Ibu Sinder Karya Pandir Kelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masih segar-bugar. Lagi-lagi ia berkata, bahwa ia masih tetap
55 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mencintai Mas Hono."
"Anakku, Ngger, Ivo, begitu dalam cintamu kepada Suhono.
Aku tidak mengira. Semoga Tuhan melindungimu, Ivo," gumam
Bu Sinder. Kata Herman lebih lanjut, "Ivonne menangis sewaktu harus
berpisah dengan aku di Srondol. Katanya, 'Selama hayat masih
dikandung badan, aku akan tetap mencari Suhono sampai
ketemu'." Sepeninggal Herman, Ibu Sinder tampak lebih gembira.
Harapannya, kalau tidak ada aral melintang, Suhono pasti akan
mengabari Winarsih. Setahun sudah revolusi kemerdekaan berlangsung. Setapak
demi setapak kekuasaan Republik menjadi semakin nyata dan
http://dewi-kzanfo/ 130 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mantap. Perkiraan dunia internasional bahwa Republik akan
hanya mampu bertahan beberapa bulan saja meleset sama
sekali. Landasan kekuasaan dan kekuatan Republik terletak di
Pulau Jawa dan Sumatera. Di kedua pulau itu Belanda hanya
mampu menduduki kota-kota besar saja, seperti Jakarta,
Bandung, Semarang, Surabaya, Palembang, Padang, dan Medan,
dan kota-kota itu dikepung oleh pasukan-pasukan Republik.
56 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Belanda belum memiliki kekuatan untuk bisa melebarkan
sayapnya. Bala bantuan berangsur-angsur didatangkan dari
Negeri Belanda untuk memperkuat kedudukan Belanda.
Hari Minggu, pagi-pagi, Ibu Sinder sedang asyik membatik.
Suasana tenang dan damai di rumah sederhana itu, seolah-olah
suasana revolusi tidak menyentuh kehidupan wanita berusia
lepas setengah abad itu. Pesawat radio tua mengumandangkan
suara siaran klenengan Radio RRI Yogyakarta.
Lagi-lagi Ibu Sinder dikejutkan oleh kedatangan wanitawanita yang begitu saja masuk dan langsung ikut duduk di atas
tikar pembatikan, mengelilingi Ibu Sinder. Ibu Sinder terus saja
asyik membatik seperti tidak menghiraukan kehadiran wanitawanita itu. Ibu Sinder yang di kampung itu lebih terkenal dengan
panggilan "Ibu Prapto" memang menjanjikan untuk melanjutkan
kisahnya tentang Wong Agung Menak, atau Amir Ambyah,
sebuah kisah Arab sebelum tarikh Nabi, kepada wanita-wanita
itu. "Sudah sampai di mana ya, dulu itu?" tanya Ibu Sinder.
"Imam Suwongso akan berangkat ke medan perang dan
berpamitan pada Kadarwati, Bu," kata Sukiyem. (Baca:
Kadarwati, Wanita dengan lima Nama, Pandir Kelana)
Mulailah Ibu Sinder dengan kisahnya. Baru separuh jalan,
terdengar suara seorang wanita, "Kulo nuwun."
http://dewi-kzanfo/ 131 57 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitu melihat wanita itu berdiri di muka pintu, Darsi
menegur, "Lho, Bu Mirah. Silakan, silakan."
Ibu Sinder berhenti membatik, melepaskan kacamata lalu
menatap wanita yang masih saja berdiri di muka pintu itu.
"Silakan, Bu Mirah," sambutnya.
Ibu Sinder hendak bangkit berdiri, tapi wanita yang dipanggil
"Bu Mirah" itu mencegahnya dengan berkata, "Silakan
melanjutkan. Bu, aku akan ikut mendengarkan."
Wanita-wanita itu bergeser memberikan tempat bagi Bu
Mirah. Setelah Bu Mirah duduk ia memperkenalkan diri dengan
berkata, "Aku Mirah, Bu, penduduk Kampung Balokan."
"Bu Mirah, siapa yang tak mengenal Bu Mirah di kampung
ini?" kata Bu Sinder. "Aku Suprapto."
"Maaf, Bu, sudah agak lama aku bermukim di Balokan, tapi
belum sempat sawan unjuk hidung."
Ibu Sinder tersenyum, mengamati wajah yang cantik
menarik itu. Segera Ibu Sinder dapat menangkap bahwa yang
menyebut dirinya Mirah itu bukanlah seorang wanita pedagang
candak kulak biasa. "Boleh kulanjutkan dulu ya, Jeng," kata Bu Sinder kemudian.
"Jangan panggil aku 'Jeng', Bu. Terlalu berat bagiku. Kuwalat
aku nanti. Aku anak desa, Bu."
58 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Ibu Sinder hanya tersenyum dan melanjutkan kisahnya.
Dengan indahnya Ibu Sinder mengisahkan cumbu rayu Imam
Suwongso yang hendak meninggalkan istrinya, Kadarwati,
berangkat ke medan laga. Wanita-wanita itu hanyut dalam kisah
Imam Suwongso-Kadarwati yang dibawakan oleh Ibu Sinder.
Nama Kadarwati yang terus disebut-sebut itu sangat
http://dewi-kzanfo/ 132 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengejutkan Bu Mirah. Ia teringat kembali perjalanan hidupnya
yang sudah dibuangnya jauh-jauh dari ingatannya. Bu Mirah
berusaha keras untuk menguasai perasaannya, namun emosi
yang disembunyikannya itu tidak luput dari ketajaman
penglihatan Ibu Sinder. Dengan sengaja Ibu Sinder memperpendek ceritanya. Kata
Ibu Sinder mengakhiri ceritanya, 'Sekian dulu ya, lain kali
kulanjutkan. Aku tidak sampai hati membiarkan tamuku dudukduduk di lantai." Wanita-wanita itu tahu bahwa Ibu Sinder ingin berbicara
dengan Bu Mirah. Wanita-wanita itu berbenah lalu minta diri
pulang ke pondokan masing-masing. Setelah wanita-wanita itu
pergi Ibu Sinder mempersilakan tamunya duduk di atas kursi.
Ibu Sinder menghentikan pembatikannya, masuk ke dalam dan
59 30. Pedang Ular Merah Kho Ping Hoo m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tidak lama kemudian keluar membawa dua gelas kopi.
"Tidak usah repot-repot, Bu," kata Mirah.
"Ah, ada tamu penting. Silakan, Jeng," kata Ibu Sinder.
Ibu Sinder memandang wajah Bu Mirah dengan tajam,
seolah-olah ia sedang mempelajarinya, kemudian ia berkata,
"Maaf ya, Bu, setuju atau tidak aku akan memanggil Bu Mirah
Bergaya Sebelum Mati Dua 1 Kisah Tiga Kerajaan Sam Kok Romance Of The Three Kingdom Karya Luo Guan Zhong Mahluk Dari Dunia Asing 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama