Ceritasilat Novel Online

Terpesona Disidratul Muntaha 4

Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa Bagian 4


dalam gambar berikutnya. Salah satu prinsip dasarnya adalah kelancaran peredaran darah di
seluruh tubuh. Jika darah tidak beredar lancar ke suatu bagian tubuh,
maka dipastikan daerah tersebut akan mengalami gangguan, karena
kekurangan gizi dan oksigen. gangguan itu bisa mulai dari rasa nyeri,
kesemutan, sampai pada kerusakan jaringan. Maka, kita harus selalu
menjaga kelancaran peredaran darah di seluruh tubuh kita.
Kaki adalah bagian tubuh yang memiliki sangat banyak jaringan saraf
yang tersebar di telapak kaki. Maka, orang yang selalu aktif bergerak akan
menstimulasi jaringan sarafnya dan biasanya memiliki tubuh yang sehat.
Tentu, selama dia bisa menjaga keseimbangan kondisinya.
4 Seseorang yang aktif dalam hidupnya ternyata memiliki kemampuan
atau daya tahan tubuh yang lebih besar terhadap oenyakit dibandingkan
dengan orang-orang yang pasif. Kaki berperan penting untuk menciptakan
imunitas tubuh itu. Sebenarnya bagi orang yang aktif tidak terlalu sulit untuk menjaga
kesehatannya. Masalahnya, banyak orang modern yang kurang gerak
disebabkan jenis pekerjaannya yang memang menuntut demikian. Terlalu
banyak duduk atau diam di suatu tempat. Untuk itu, dia harus sering
menstimulasi telapak kakinya.
Kaki disebut juga sebagai 'jantung kedua', karena ia berfungsi untuk
membantu memompa aliran darah ke seluruh tubuh. lebih dari 40 persen
otot tubuh terdapat di bagian kaki. Gerakan-gerakan pada kaki akan
membantu memompa darah untuk mengalir ke seluruh tubuh dengan lebih
lancar. Darah berasal dari jantung dan diedarkan ke seluruh tubuh lewat
pembuluh nadi utama - arteri - pembuluh arteri _ cabang arteri - pembuluh
kapiler - urat saraf, dan kemudian kembali ke jantung. Karena sebagian
besar otot berada di daerah kaki maka gerakan-gerakan kaki akan
memberikan efek seperti 'memeras' yang berasal dari ribuan serat otot yang
berada di sekitar pembuluh kapiler kaki. Seperti memeras susu sapi saya
layaknya. Mekanisme inilah yang berfungsi untuk pumping agar darah
mengalir lebih baik ke seluruh tubuh.
Akibat gaya gravitasi bumi, sebagian besar darah memang cenderung
5 mengumpul di kaki. Ini juga disebabkan karena kaki berfungsi untuk
menunjang sebagian besar berat badan kita. Sehingga, jika kita merasa
badan kaku-kaku dan pegal-pegal akibat kurang gerak atau duduk dalam
posisi tertentu terus menerus, gerak-gerakkanlah kaki anda.
Atau lari-lari kecil. Maka, peredaran darah akan lancar kembali. Inilah
pula salah satu sebab, kenapa shalatnya orang Islam mesti bergerak.
Bukan diam dalam posisi tertentu saja. Gerakan berdiri, membungkuk dan
bersujud, ikut membantu melancarkan peredaran darah ke seluruh organ
yang vital. Kembali pada berwudlu untuk menyeimbangkan kondisi badan,
usapan air pada kaki, tangan dan kepala akan menstimulasi terjadinya
penyeimbangan itu. Seorang kawan yang ahli akupuntur menyarankan,
bahwa saat berwudlu jangan hanya menyiramkan air ke anggota badan,
melainkan juga mengusap dengan cara menekan bagian-bagian itu.
Stimulasinya akan berjalan lebih efektif. Bukan hanya menstimulasi lewat
dinginnya air wudlu, melainkar. juga lewat usapan yang setengah memijat.
Di PDF kan Oleh : AnesUlarNaga
http://anesularnaga.blogspot.com
PAHAMI, BUKAN MENERJEMAHKAN
Problem terbesar umat Islam di Indonesia adalah tidak begitu paham
6 terhadap makna shalatnya. Kenapa bisa demikian" Salah satunya, karena
kita tidak begitu memahami makna ucapan-ucapan atau doa-doa yang ada
di dalam shalat kita. Saya kira ini adalah 'problem umum' umat Islam yang
tidak menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa sehari-harinya.
Seringkali, yang terjadi, kita hanya 'mengetahui' terjemahannya saja.
Atau lebih bagus lagi, kita telah 'hafal' terjemahannya. Dan, begitulah cara
bershalat kita: kita melakukan shalat dengan cara 'mengartikan' alias
'menerjemahkan'. Dan, bukannya memahami maknanya.
Karena itu, saya ingin melakukan 'pendekatan' yang berbeda dalam
mencapai kekhusyukan shalat. Bukan dengan cara menerjemahkan,
melainkan dengan cara 'memahami' makna bacaannya.
Secara umum, bacaan dalam shalat sebenarnya adalah bacaan yang
diulang-ulang dari rakaat ke rakat berikutnya. Perbedaannya cuma pada
doa iftitah yang dibaca di awal shalat, dan tasyahud akhir yang dibaca pada
akhir shalat Karena itu jika kita memahami bacaan-bacaan dalam satu
rakaat saja, kita sebenarnya sudah memahami seluruh Shalat kita.
1. Takbir Bacaan yang paling banyak kita ucapkan dalam melakukar Shalat
adalah takbir. Sejak awal, kita telah membukanya dengan takbir, yang kita
kenal sebagai Takbirat al Ihram. Dan kemudian, hampir di seluruh gerakan
peralihan kita mengucapkan takbir kecuali saat i'tidal atau bangkit dari
ruku Apakah makna dari kalimat Allahu Akbar itu"
Dari segi arti terjemahannya, kita semua sudah tahu bahwa Allahu
Akbar adalah ' Allah Maha Besar'. Sayangnya kebanyakan kita hanya
sekedar menerjemahkan bukan memahami. Maka, pada saat kita
7 bertakbiratul Ihram itu Allahu Akbar, hati kita langsung menyusulinya
dengan kalimat ' Allah Maha Besar'.
Sebenarnya akan lebih baik, kalau kita langsung memahami makna
Allahu Akbar itu. Bagaimanakah kita mesti memaknai kata Allahu Akbar
alias Allah Maha Besar itu ".
Pada dasarnya, kalimat ini dimaksudkan untuk menyadarkan' kita
bahwa Allah adalah Dzat yang demi kian 'Besar'. lebih besar dari apa pun
yang sudah kita anggap paling besar.
Kalau kita tahu bahwa yang paling besar dalam kepahaman kita
adalah gunung, maka Allah adalah Dzat yang lebih besar daripada gunung.
Kalau yang kita tahu yang paling besar adalah Bumi, maka Allah adalah
Dza yang jauh lebih besar daripada Bumi. Kalau yang kita tahu yang paling
besar di alam semesta ini adalah langit, maka Allah adalah Dzat yang jauh
lebih besar daripada langit Dan seterusnya.
Lantas, bagaimana caranya agar kita memperoleh 'rasa' Kebesaran
Allah, sehingga shalat kita lebih khusyuk" Agaknya kita mesti melakukan
proses penghayatan terhadap 'Kebesaran-Nya'. Untuk itu, ambillah contoh
'sesuatu' yang menurut anda paling besar. Dalam hal ini, langit adalah
'sesuatu' yang paling besar dalam perbendaharaan ilmu kita. Maka untuk
menghayati Kebesaran Allah akan sangat baik jika kita memahami
kebesaran langit. Langit adalah makhluk Allah yang paling besar. Dia menciptakan
langit ini tujuh tingkat. langit pertama adalah langit yang paling 'kecil', dan
langit ketujuh adalah langit yang paling besar.
Untuk memperoleh nuansa Kebesaran Allah itu akan sangat baik
8 kalau kita menghayati kembali pembahasan tentang langit pertama, sebagai
objek, sebagaimana telah kita bahas di depan. Inilah langit yang paling
dekat dengan kita, sehingga bisa langsung kita amati dan kita rasakan.
QS. Ash Shaaffaat (37) : 6
Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan
hiasan, yaitu bintang-bintang"
Jadi, langit yang dihiasi dengan bintang-bintang itu adalah langit
pertama. langit inilah yang setiap saat kita pandang. ban langit ini juga
yang dewasa ini menjadi obyek penelitian para ahli astronomi.
Saya kira anda masih bisa merasakan nuansa yang muncul dari
pembahasan kita di bagian depan. Betapa planet Bumi yang kita tempati
bersama 5 miliar manusia ini, ternyata adalah planet yang sangat kecil
dibandingkan dengan keberadaan langit - atau kita sebut saja alam
semesta. Dalam shalat, saya seringkali membayangkan betapa kita sedang
melesat di angkasa raya naik 'kendaraan' yang bernama Bumi. Besarnya,
tak ubahnya seperti sebutir debu di keluasan alam semesta. Dan di atas
kendaraan 'debu' itulah saya sedang shalat dan berkomunikasi dengan
Allah Sang Pencipta yang Maha Besar.
Dengan cara itu, saya lantas bisa merasakan betapa kecilnya manusia
ini di hadapan Allah. Lha wong Bumi saja seperti debu. Apalagi manusia.
Ukuran kita sedemi-kian kecilnya. Sangat tidak layak untuk dibandingkan.
Nggak ada apa-apanya. Waktu yang kita miliki juga demikian singkatnya.
Bayangkan, usia alam semesta yang sangat raksasa irii kira-kira
9 sudah 12 miliar tahun. Sedangkan manusia hanya berumur puluhan
tahun. Maka dari segi waktu, juga tidak ada apa-apanya untuk
dibandingkan. QS. Al Baqarah (2) : 255 Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia
Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya );
tidak menqentuk dan tidak tidur: Kepunyaan-Nya apa yang di
langit dan di Bumi. Tiada yang dapat memberi syafa' at di siSi
Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa- apa yang di hadapan
mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui
apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Ku rsi Allah meliputi langit dan Bumi. Dan Allah tidak merasa berat
memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Nah, inilah kurang lebih makna Allahu Akbar itu. Dengan membaca
kalimat tersebut diharapkan di benak kita terbayang betapa besarnya alam
semesta, dan betapa kecilnya kita. Apalagi Allah yang menciptakannya. Dia
adalah Dzat yang 'Benar-Benar Maha Besar'! Sedangkan kita adalah
makhluk yang 'benar-benar sangat kecil'.
Makna Allahu Akbar yang demikian dahsyat itu oleh Allah diajarkan
untuk diulang-ulang di dalam shalat kita. Apa maksudnya" Agar kita
benar-benar merasakan betapa besar Aliah, Tuhan kita itu.
Sehingga, sejak takbiratul ihram, sebenarnya 10 Allah sudah mengarahkan kita agar kita mengecilkan diri kita di hadapan Allah yang
Maha Besar. Jika kita berhasil merasakan betapa kecilnya kita di hadapan
Aliah dan betapa Besarnya Dia, maka sungguh kita telah melakukan start
yang sanqat baik dalam shalat kita.
Jadi target pertama dalam shalat kita ialah: kita harus bisa
mengecilkan diri di hadapan Allah. Bahkan kalau bisa - saking kecilnya sehingga kita 'hilang' di hadapan-Nya. Semakin 'hilang' kita semakin baik
efeknya buat mencapai kekhusyukan.
Kenapa begitu" Ya, semakin kita bisa Membesarkan Allah, maka
semakin kecillah kita. Bertambah Besar Dia, bertambah kecil pula kita.
Dan, ketika kita bisa mem-besarkan Allah dalam skala tidak berhingga,
maka kita pun 'lenyap' di hadapan-Nya. Itulah yang kalau dalam ilmu
matematika dikatakan: sebesar apa pun 'suatu angka; jika dibandingkan
dengan angka 'tak berhingga; maka ia akan menjadi nol.
Akan tetapi, yang dimaksud 'lenyap' di sini bukan 'hilang kesadaran'
kita. Melainkan 'hilang eksistensi' kita. Justru kesadaran kita menjadi
'menguat'. Bukan untuk menyadari kehadiran 'eksistensi kita' melainkan
semakin menyadari kehadiran 'Eksistensi Aliah'.
Ketika kesadaran kita hanya mengarah keberadaan :aku' maka
kesadaran kita itu telah kita batasi demikian sempitnya. Kita tidak lagi
waspada bahwa kehidupan ini bukan hanya 'aku; melainkan 'kita', yang
terdiri dari berbagai macam makhluk yang mengisi alam semesta.
Nah, pada saat 'aku' hilang dalam shalat itu, maka yang ada hanyalah
'kita', yaitu 'aku' dan 'DIA'. Di sinilah kita merasakan 'kebersamaan' dengan
11 Allah. Inilah yang dikatakan Allah sebagai innallaha ma'ash shaabiriin
(sesungguhnya AKU 'bersama' orang yang sabar) di dalam shalatnya,
sebagaimana Dia firmankan.
QS. Al Baqarah(2): 153 Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah)
dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar.
Yang terasa pada saat takbiratul ihram itu adalah 'kebersamaan'
seorang hamba dengan Penciptanya. Dimana kita begitu kecilnya, namun
DIA begitu Besarnya. Dia Maha Meliputi kita semua. Seluruh Alam semesta,
termasuk Bumi dan kita berada di dalam-Nya. Inilah yang digambarkan
Allah dalam ayat berikut ini.
QS. An Nisaa' (4): 126 "Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di Bumi,
dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu.
2. Doa Iftitah Seusai bertakbiratul ihram, maka kita telah memasuki 'pintu gerbang'
shalat. Yang pertama kita baca adalah doa iftitah alias doa pembuka.
Kebanyakan kita membaca doa berikut ini.
"inni wajjahtu wajhiya lilladzii fatharassamaawaati wal ardha
haniifan musliman wa maa anaa minal musyrikin. Inna shalaati
wanusukii wamahyaaya wamamaatil lilIaahi rabbil 'aa lam iin. Laa
syariikalahu wa bidzaalika umirtu wa anaa minal muslimiin"
"Sesungguhnya kuhadapkan wajahku kepada Tuhan yang
menciptakan langit dan Bumi selurus-lurusnye dengan penub
12 berserah diri, dan aku bukanlah dari golongan orang-orang yang
menyekutukan Allah. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup
dan matiku, hanya untuk Tuhan Semesta Alam. Tidak ada serikat
bagi-Nya dan dengan itu aku diperintahkan, dan aku adalah
golongan orang-orang yang berserah diri. "
Coba kita cermati doa pembuka itu. Setidak-tidaknya ada 3 hal yang
ditegaskan untuk membangun kekhusyukan shalat kita.
1. Meniatkan menghadapkan 'wajah' kita hanya kepada Allah.
2. Meniatkan untuk tidak menyerikatkan Allah.
3. Meniatkan untuk berserah diri sepenuhnya kepada-Nya.
Apakah makna dari ketiganya" Yang pertama, dengan membaca doa
iftitah itu kita membangun komitmen bahwa kita sedang menghadap Allah.
Dimanakah Allah" Apakah Dia ada di hadapan kita" Apakah Dia berada di
arah kiblat" Tentu kita jangan salah persepsi. Allah bukan hanya berada di
hadapan kita. Allah juga bukan hanya berada di arah kiblat. DIA adalah
Dzat Maha Besar yang keberadaannya meliputi segala sesuatu. Maka,
dalam waktu yang bersamaan DIA berada di segala penjuru makhluk-Nya.
Karena DIA meliputi segala-gala ciptaan-Nya, sebagaimana telah kita bahas
di bagian depan. Ia Maha Besar sekaligus Maha Halus. Ia Maha Luas dan Maha Tinggi,
tetapi sekaligus Maha Dekat. Karena itu Dia menegaskan bahwa selain
meliputi langit dan Bumi, keberadaan Allah adalah lebih dekat dari pada
urat leher. QS. Qaaf (50) : 16 13 Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih
dekat kepadanya dari pada urat lehernya,
Dengan demikian, maka tidak ada arah tertentu yang harus kita tuju
dalam menghadapkan wajah kepada Allah itu. Arah kiblat adalah 'sekadar'
menyamakan arah dan gerak jamaah shalat saja. Tetapi tidak berarti Allah
berada di arah kiblat. Hal ini ditegaskan oleh-Nya dalam ayat yang lain.
QS. Al Baqarah (2) : 142 Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan
berkata: ''Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari


Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat
kepadanya?" Katakan: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia
memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan
yang lurus. QS. Al Baqarah (2) :115 Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun
kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Luas lagi Maha Mengetahui.
Kedua ayat tersebut memberikan gambaran yang jelas kepada kita
bahwa kiblat boleh berpindah dari Masjidil Aqsha ke masjidil Haram, tetapi
intinya tetap sama, yaitu 'menghadap' kepada Allah yang Esa. Kenapa"
Karena, barat dan timur itu adalah milik Allah. Kemana pun kita
menghadap di situ kita 'bertemu' Allah.
Jadi, makna dari 'menghadapkan wajah' kita kepada Allah dalam doa
14 iftitah tersebut haruslah dipersepsi secara kritis. Allah bukan berada di
salah satu penjuru mata angin, melainkan meliputi seluruh fisik dan
kesadaran kita. Bahkan Dia telah menginformasikan, bahwa Dia tahu persis apa yang
dibisikkan oleh hati kita, karena sesungguhnya Dia hadir begitu dekatnya,
lebih dekat kepada kita dibandingkan urat leher kita sendiri. Ya, dengan
kata lain, Allah mengetahui kondisi kita lebih dari diri kita sendiri! Dan
itulah memang kenyataannya.
Dengan demikian, kita bisa merasakan, bahwa meng-hadapkan wajah
kita kepada-Nya adalah bermakna 'menghadapkan' atau mengisi seluruh
kesadaran kita dengan kehadiran Allah. Apalagi, di dalam doa tersebut
ditambahkan kata haniifa, yaitu selurus-Iurusnya. Tidak ada perhatian lain
lagi, selain kepada Allah.
3. AI Fatihah Surat Al Fatihah disebut juga ummul kitab, alias ibu kitab alias inti
san Al Qur'an. Kalau kita mau membahas surat ini, barangkali akan
menjadi buku tersendiri sebagaimana buku-buku lain yang berjudul
'Samudera al Fatfhah' yang disusun oleh Bey Arifin, atau buku yang
disusun oleh Achmad Chodjim, yang berjudul ' AI Fatihah, Membuka Mata
Batin dengan Surah Pembuka'
Namun demikian, saya berusaha mengajak pembaca untuk menyelami
barang sedikit apa yang terkandung di dalam Al Fatihah, supaya bisa
memberikan makna pada kekhusyukan shalat kita.
AI Fatihah adalah surat yang wajib dibaca di dalam shalat.
Tidak sah shalat seseorang kalau dia tidak membaca Al Fatihah,
15 kecuali dalam shalat berjamaah.
Berkaitan dengan intisari kandungan Al Qur'an itu, saya teringat
kepada ajaran almarhum ayahanda saya, Syech H Djapri Karim. Beliau
mengatakan bahwa seluruh kandungan Al Qur'an itu, ringkasan nya ada
pada surat Al Fatihah. Karena itu, Al Fatihah menjadi surat yang mesti kita
baca dalam shalat. Bukan berarti, lantas, kita tidak perlu mempelajari Al Qur'an, dan
hanya cukup membaca Al Fatihah saja. Yang dimaksudkan adalah, pokokpokok ajaran Al Qur'an telah tergambar di dalam Al Fatihah.
Seterusnya, intisari kandungan Al Fatihah itu, kata beliau, adalah
terkandung di dalam kalimat Bismillahi rrahmaani rrahiim. Karena itu,
kalimat 'basm allah' ini diajarkan untuk diucapkan pada setiap mau
memulai perbuatan atau amalan yang baik.
Dan kalau kita ringkas lagi, lanjut beliau, kalimat basmalah itu intinya
ada pada kata Allah. Maka, beliau mengajarkan agar kata ' Allah' ini kita
baca pada setiap tarikan dan keluaran nafas kita. Dengan kata lain, kita
selalu ingat kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring
seperti yang difirmankan Allah dalam QS. An Nisaa' (4): 103, yang telah kita
bahas di depan. Itu adalah salah satu upaya untuk selalu 'membingkai hati dan
kesadaran' kita dengan dzikrullah. Namun akan semakin mendalam makna
yang kita peroleh, kalau kita paham akan makna yang tersirat dalam
ucapan-ucapan itu. Karena itu, marilah kita selami beberapa ayat dalam
surat Al Fatihah tersebut.
Bismillahi rrahmaanirrahiim
16 Inilah kalimat yang selalu ditempatkan di bagian awal Surat-surat
dalam Al Qur'an (kecuali QS. At Taubat). Dan ini pula kalimat yang
dianjurkan kepada kita untuk selalu mengucapkannya ketika akan
memulai perkerjaan atau perbuatan yang baik.
Kalimat basm allah adalah kalimat universal yang menggambarkan
betapa Allah adalah Tuhan yang selalu memberikan kasih sayang-Nya yang
tidak berhingga kepada seluruh makhluk-Nya.
Ada dua sifat yang Dia perkenalkan kepada kita, yaitu Ar Rahman dan
Ar Rahim. Kedua kata ini menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah,
vol. I, hlm 21, berasal dari akar kata yang sama, yaitu Rahim.
Kedua sifat itu memiliki makna yang hampir sama, yaitu sifat Allah
yang penuh kasih sayang kepada segala makhluk-Nya. Hanya saja ada
bedanya, Ar Rahman menunjuk kepada kasih sayang yang telah dicurahkan
kepada makhluk-Nya. Sedangkan Ar Rahim lebih menunjukkan sifat kasih
sayang Allah yang melekat pada Dzat-Nya. Dengan kata lain, Allah memiliki
sifat Ar Rahim, yang kemudian diberikan kepada makhluk-Nya lewat sifat
Ar Rahman. Dengan menyebut dua sifat itu, Allah sepertinya ingin menegaskan
kepada kita bahwa Dia adalah Dzat yang benar-benar menyayangi dan
mengasihi makhluk-Nya. Bukan hanya bersifat Kasih Sayang, tetapi juga
memberikan kasih sayang itu kepada makhluk-Nya, tanpa batas.
Betapa banyak kasih sayang-Nya yang telah diberikan kepada kita,
meskipun kita tidak memintanya, yang kalau kita uraikan bisa menjadi
buku tersendiri. Namun untuk memperoleh gambaran, cava coba cuplikkan
satu contoh saja, yaitu soal kesehatan kita.
17 Pernahkan anda berpikir tentang denyut Jantung di dalam dada kita"
Siapakah yang mengatur denyut itu, padahal kita tidak pernah
memintanya. Denyut jantung kita oleh Allah diatur mengikuti kondisi
tertentu. Dalam 1 menit untuk orang dewasa berkisar 70 denyutan, dengan
tekanan darah normal sekitar 120l80 cmHg. Apakah yang terjadi jika
kondisi itu berubah" Kita bakal mengalami gangguan kesehatan.
Jika tekanannya terlalu tinggi, maka kita dikatakan terkena penyakit
tekanan darah tinggi yang bisa membahayakan pembuluh darah, karena
bisa pecah dan berbagai efek serius lainnya. Sedangkan kalau terlalu
rendah, maka kita akan terkena penyakit tekanan darah rendah, dimana
kita sering pusing-pusing dan 'loyo' karena suplay makanan dan gizi di
dalam tubuh kita tidak maksimal.
Anda bisa merasakan, betapa Allah menjaga kondisi aktifitas jantung
kita terus menerus agar kita sehat dan bisa beraktifitas dengan sempurna.
Bahkan, jantung itu memiliki kemampuan untuk menyesuaikan dengan
kebutuhan badan. Misalnya ketika berolahraga.
Pada saat berolahraga, metabolisme di dalam tubuh meningkat. Tubuh
kita membutuhkan suplai oksigen dan zat-zat gizi yang lebih besar ke
seluruh tubuh terutama jaringan otot. Maka, jantunglah yang bertugas
memompa darah untuk membawa kebutuhan zat-zat yang dibutuhkan
tubuh tersebut. Artinya, jantung kita lantas berdenyut lebih kencang.
Siapakah yang mengendalikan gerakan memompa lebih kencang itu"
Padahal kita kan tidak memintanya" Dialah, Allah yang mengendalikan
terus menerus secara cermat segala kebutuhan badan kita.
Bahkan bukan hanya jantung yang dikendalikan untuk berdenyut
18 lebih kencang, paru-paru kita juga dikendalikan-Nya agar bernafas lebih
cepat pada saat berolahraga itu. Jika tidak, maka kita bakal kekurangan
oksigen dan bisa kolaps. Kalau kita memiliki kesempatan untuk mempelajari kerja organ-organ
tesebut secara lebih mendetil, kita bakal terkagum-kagum oleh kecanggihan
pengendalian sistem dalam tubuh tersebut. Sebab dalam waktu yang
bersamaan, selain jantung dan paru-paru, Allah juga mengendalikan fungsi
organ ginjal dan sistem keringat kita.
Bayangkan betapa canggihnya Allah mengen-dalikan fungsi organorgan dalam tubuh kita secara harmonis. Kebutuhan zat-zat dalam otot
disuplai oleh jantung lewat darah, namun oksigennya dikendalikan
berdasarkan gerakan paru-paru, dalam waktu yang bersamaan sistem
kelenjar keringat kita juga diaktifkan untuk menurunkan suhu badan yang
kelewat panas akibat aktifitas fisik kita, dibantu oleh sistem ekskresi ginjal.
Sungguh sebuah 'orkestra' yang sangat harmonis dan menakjubkan, yang
jika gagal salah satu akan menyebabkan problem besar dalam kesehatan
kita. Satu contoh saja yang kita ungkapkan, namun kita sudah bisa
merasakan betapa Allah Maha Rahman dan Maha Rahim. Dia adalah Dzat
yang Maha Pemberi lewat sifat-Nya yang Maha Pemurah dan Maha
Menyayangi. Untuk membangun perasaan kita bahwa Allah adalah Rahman dan
Rahim, memang kita harus menghaditkan contoh sebanyak-banyaknya
dalam realitas kehidupan kita. Saya kira, masing-masing kita memiliki
pengalaman tertentu yang mengesankan berkaitan dengan sifat Allah yang
19 Rahman dan Rahim itu. -Mungkin berkaitan dengan rezeki, kesehatan,
pekerjaan, keluarga dan lain sebagainya. Guna-kanlah pengalaman itu
untuk membangun 'rasa' Rahman dan Rahim Allah dalam benak kita, pada
saat rnenqucapkan kalimat basm allah di awal shalat. Insya Allah kita bakal
merasakan kehadiran-Nya dalam Shalat yang khusyuk.
Alhamdulillahi rabbil 'aalamiin
Kalau bacaan basm allah membawa nuansa hati kita kepada Kasih
Sayang Allah dengan segala sifat pemurah-Nya, maka hamd allah ini
memberikan penegasan dengan cara mengucapkan terima kasih kepadaNya. Kesadaran tentang betapa banyaknya kasih sayang yang telah kita
terima dari-Nya itu, kita gunakan untuk 'menyulut' hati kita agar
memahami makna saat mengucapkan alhamdulillahi rabbil 'aalamiin.
(Segala puji bagi Allah, Tuhan alam semesta)
Maka nuansa yang muncul pada ayat ke dua Al Fatihah itu adalah
rasa syukur yang mendalam atas segala nikmat-Nya Kepada siapakah kita
mengucapkan rasa syukur itu" Tentu saja, kepada Tuhan sang Penguasa
alam semesta. Di sini muncul penegasan berikutnya, bahwa Allah Yang Maha
pemurah dan Maha Penyayang itu adalah Dzat yang mengendalikan dan
memelihara segala yang ada ini. Dan karena itu Dia adalah Dzat yang
mengetahui kunci segala rahasia yang terkandung di dalamnya.
Sebagaimana Dia firmankan dalam ayat yang lain, berikut ini.
QS. Thahaa (20) : 6 Kepunyaan-Nya -Iah semua yang ada di langit, semua yang di
Bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah
20 tanah. QS. Al Baqarah (2) : 212 Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendakiNya tanpa batas." QS. Ibrahim (14) : 34 Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala
apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung
nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.
Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari
(nikmat Allah). Selain itu, kalimat hamd allah juga memberikan gambaran kepada kita
bahwa Allah adalah Tuhan yang tidak menganggur. Ia adalah Tuhan yang
selalu dalam kesibukan, mengendalikan segala kejadian dan peristiwa yang
terjadi di seluruh penjuru alam, yang jumlahnya bertriliun-triilun kejadian
atau malahan tidak berhingga.
Dalam detik ini saja, Allah menentukan kejadian dalam jumlah tak
berhingga. -Mulai dari mengendalikan agar jantung kita tetap berdenyut,
paru-paru yang terus bergerak, otak yang selalu berfungsi normal, menjaga
kerja panca indera kita, sampai kepada menentukan segala perputaran
benda langit yang jumlahnya bertriliun-triliun, menggelar bermiliar-miliar
reaksi kimiawi, menakdirkan kelahiran dan kematian makhluk-makhlukNya, memberi-kan rezeki, serta masih banyak lagi peristiwa yang tersebar di
seluruh penjuru alam semesta. Jumlahnya tidak akan pernah bisa kita
hitung, sebagaimana Allah mengungkapkan dalam firman-Nya.
QS. Luqman (31) : 27 21 Dan seandainya pohon .. pohon di Bumi menjadi pena dan laut
(menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah
(kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan)
kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana." Ar Rahman Ar Rahim Ayat ini membangun persepsi, betapa Allah adalah Dzat yang benarbenar memiliki sifat Kasih Sayang yang sempurna. Dan bukan hanya itu,
tetapi Dia selalu memberikan Kasih sayang-Nya itu kepada seluruh
makhluk-Nya tanpa terkecuali.
Di dalam seluruh kejadian yang kita alami selalu terkandung Kasih
Sayang-Nya. Baik itu kejadian yang kita anggap menyenangkan maupun
yang tidak menyenangkan, di dalamnya selalu ada hikmah yang
menunjukkan pada kasih sayang Allah kepada makhluk-Nya. Suatu ketika
nanti, jauh setelah kejadian, barulah kita tahu bahwa kejadian yang kurang
mengenakkan pun ternyata mempunyai hikmah. Tentu saja bagi mereka
yang mau mengambil pelajaran dari kejadian itu.
Karena itu, meskipun sudah ditegaskan dalam ayat pertama basm allah - Allah perlu menegaskan kembali sifat Rahman dan Rahim-Nya
di ayat ketiga. Ini sekaligus menunjukkan bahwa sifat Rahman dan Rahim
Allah itu lebih dominan dibandingkan sifat-sifat yang lain. Di dalam Al
Qur'an kata Rahim diulang sebanyak 114 kali, sedangkan kata Rahman
diulang sebanyak 57 kali. Kata ' Allah' diulang sebanyak 2.698 kali.
Maliki yaumiddiin Ayat ini biasa diterjemahkan sebagai: Penguasa Hari Kemudian atau
22 Pemilik Hari Kemu.dian. Memang makna Malik (dibaca pendek) adalah
'Raja' atau 'Penguasa' . Sedangkan Maalik (dibaca panjang) adalah
bermakna Pemilik. Kedua cara baca itu boleh dilakukan.
Dalam ayat ini ada dua informasi yang perlu kita selami maknanya.
Yang pertama Hari Kemudian. Dan yang kedua adalah Penguasa sekaligus
Pemilik. Pada bagian yang pertama, Allah mengingatkan kepada kita bahwa
kehidupan di Dunia ini sebenarnya belum final. Ada kehidupan yang kedua
yang justru 'lebih kekal' dan lebih baik. Karena itu jangan sampai terjebak
pada kehidupan Dunia. Kita bisa mengalami masalah serius pada
kehidupan kedua kita nanti.
Tapi bagi yang menyadari bahwa kehidupan Dunia hanya sementara,
serta menjadikannya sebagai perjuangan untuk kehidupan berikutnya,
maka mereka akan berbahagia di 'Hari Kemudian' . Sungguh kebahagiaan
Dunia hanya semu belaka, sedangkan kebahagiaan Akhirat bersifat lebih
kekal dan lebih baik. (Bagi yang ingin mendalami lebih jauh, silakan baca serial buku
sebelum ini yang berjudul "Ternyata AKHIRAT TIDAK KEKAL".)
Sementara itu, Allah juga mengatakan bahwa Dia adalah Penguasa
dan sekaligus Pemilik 'Hari Kemudian' . Artinya, Allah ingin menegaskan kepada kita, kalau ingin
selamat dan berbahagia di Hari Kemudian,
mintalah petunjuk dan pertolongan kepada-Nya. Sebab Dialah yang paling
tahu tentang Hari Kemudian itu. Jangan meminta kepada yang lain.
Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin
Hanya kepada-Mu kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami minta
pertolongan. Ayat ini nyambung langsung dengan ayat sebelumnya. Setelah
23

Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kita menyatakan bahwa Dialah Pemilik dan Penguasa Hari Kemudian, maka
kita mengikutinya dengan pernyataan berikutnya, bahwa hanya kepadaNyalah kita mengabdi, dan hanya kepada-Nya pula kita meminta
pertolongan. Ayat ini mengandung pengajaran untuk bertauhid hanya kepada Allah.
Janganlah mengabdi kepada yang selain Allah, dan jangan pula meminta
pertolongan kepada yang bukan Allah. Seluruh pengabdian dan harapan
kita fokuskan hanya kepada Allah, Sang Maha Perkasa dan Maha Agung.
Ini merupakan penjabaran dari kalimat tauhid laa ilaaha illallaah.
DI ayat lain Allah menjabarkan dengan sangat mendasar, bahwa kita
memang mesti melandasi keyakinan tauhid kita dengan logika yang baik.
Hal itu dikemukakan-Nya dalam ayat berikut ini.
QS. Al Qashash (28) : 88.
Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah tuhan,
apapun yang lain, Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia, Tiap-tiap sesuatu pasti binasa kecuali Allah, BagiNya lah segala penentuan, dan hanya kepada- Nya lah kamu
dikembalikan. Ini sungguh ayat yang sangat menarik untuk dikaii Namun saya hanya
ingin mengambil salah satu sisinya saja. Allah mengatakan janganlah kita
menyembah tuhan lain selain Allah, karena segala sesuatu selain Allah
bakal binasa. Jadi kenapa kita mesti bertuhan kepada sesuatu yang bakal
binasa dan tidak kekal. Hanya Allah lah yang layak kita jadikan Tuhan
Inilah Setidak-tidaknya yang mesti terbayang dan ' hidup' dalam benak kita
ketika melakukan shalat. Terutama saat membaca surat Al Fatihah
24 Ihdinash shiraathal mustaqim
Ayat-ayat di dalam Al Fatihah terus mengalir membangun kepahaman
yang utuh, Setelah kita membangun komitmen untuk hanya kepada Allah
yang Penyayang dan menguasai Hari Kemudian, maka berikutnya kita
benar-benar meminta pertolongan kepada-Nya, dengan mengucapkan ayat
ke enam ini "Tunjukilah kami jalan yang lurus" Atau dalam tafsir Al
Misbah, Quraish Shihab, diterjemahkan sebagai : "Bimbinglah kami menuju
jalan yang lebar dan luas."
Kalimat sederhana ini memiliki dua makna pokok, yaitu 'jalan yang
lurus, lebar dan luas' ( shirath al mustaqiim) dan permohonan petunjuk ( Ihdinaa), Maka kita
menangkap kesan bahwa hidup ini harus terus
berupaya untuk berada di jalan yang lurus dan lapang itu, Jalan yang
bakal membawa kita kepada kehidupan yang lebih baik di dunia maupun di
akhirat, Namun, untuk bisa selalu berada di atas jalan yang lurus dan lapang
itu kita mesti meminta pertolongan dan petunjuk hanya kepada Allah.
Karena Dialah yang Menguasai Hari Akhir, Dialah yang memelihara alam
semesta, dan Dialah Dzat yang Maha Pemurah lagi Sangat Menyayangi.
Maka, sebagaimana Dia katakan di ayat yang lain, bahwa Allah lah
tempat meminta, Dan jika kita meminta kepada-Nya pasti akan dikabulkan,
asalkan kita benar-benar hanya memper-Tuhan-kan Dia saja,
QS. Al Baqarah (2) : 186 Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku,
maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon
25 kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada?Ku, agar
mereka selalu berada dalam kebenaran.
Itulah makna dari 'Ihdinash shiraathal mustaqiim'. Agar makna
kalimat ini lebih terasa, maka kaitkanlah dengan berbagai permasalahan
hidup yang sedang kita hadapi. Apa pun masalahnya, serahkanlah kepadaNya, sambil mengucap-kan: " Tunjukilah kami jalan yang lurus dan lapang'.
Dalam shalat, saya sering mengkaitkannya untuk memohon tambahan
ilmu pengetahuan dan hikmah agar saya bisa memahami kehidupan ini
lebih baik. Dan yang paling penting, saya memohon agar dibimbing untuk
semakin dekat kepada-Nya dan kembali kepada-Nya dalam kualitas terbaik
saya alias khusnul khatimah ...
Shiraathalladziina an'amta 'alaihim
"Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau beri nikmat;" Betapa
konkretnya doa dalam surat Al Fatihah ini. Dalam penggalan ayat tersebut
di atas, Allah mengarahkan kita agar berdoa secara strategis dan aman.
Apa maksudnya" Ada orang yang berdoa dengan cara menyebut dan meminta secara
spesifik, misalnya minta rezeki, minta kekuasaan, dan lain sebagainya
tanpa paham apakah permintaannya itu akan memberinya kenikmatan.
Seringkali karena keterbatasan pengetahuan kita, permintaan yang kita
mohonkan itu justru menimbulkan bencana di waktu mendatang.
Maka Dia mengajari kita bahwa berdoa yang 'strategis' adalah yang
meminta hasil akhimya, yaitu kenikmatan. Dengan kata lain, kalau minta
rezeki mintalah rezeki yang membawa kenikmatan. Jika meminta
26 'kekuasaan' mintalah yang membawa kenikmatan. Kalau meminta
kesehatan dan umur panjang, juga' mintalah yang memberikan
kenikmatan. Ya, secara umum mintalah kepada Allah sesuatu yang
memberikan kenikmatan. Bahkan, yang lebih menarik bukan sekedar hasil akhirnya, melainkan
seluruh proses yang kita jalani kita mintakan berisi kenikmatan. Karena
itu, isi doa'anya adalah mohon agar dibimbing ke jalan yang berisi penuh
kenikmatan. Betapa hebatnya doa ini, seluruh proses dan hasilnya berisi
kenikmatan! Ghairil maghduubi 'alaihim waladhdhoollin
Apakah jalan kenikmatan itu" Ayat di atas menggambarkan, sebagai :
'bukan (jalannya) mereka, yang dimurkai dan bukan (jalannya) mereka yang
sesat. Ada dua golongan manusia yang harus kita jauhi dalam kehidupan ini
yaitu orang yang ' dimurkai' dan orang yang ' sesat' sedangkan orang-orang
yang memperoleh kenikmatan, ada empat golongan sebagaimana
diinformasikan Allah di dalam Al Quran, berikut ini dalam Al Qur'an, berikut ini.
QS. An Nisaa' (4): 69 Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu
akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat
oleh Allah, yaitu: Nabi-Nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati
syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang
sebaik-baiknya." Keempat golongan yang memperoleh kenikmatan itu adalah: para Nabi,
para shiddiiqiin, syuhada' , dan orang-orang yang saleh. Para Nabi adalah
27 orang pilihan yang memang diutus oleh Allah untuk mengajak manusia
'kembali' ke jalan Allah. Mereka adalah orang-orang pilihan yang terjaga
dari dosa-dosa, dan akan memperoleh kebahagiaan Dunia dan Akhirat.
Yang kedua adalah Shiddiiqiin, yaitu orang-orang yang selalu menjaga
kebenaran dan kejujuran dalam hidupnya. Mereka juga selalu
memperjuangkan kebenaran itu apa pun yang bakal menimpanya. Mereka
adalah orang-orang yang terpelihara di sisi Allah.
Yang ketiga adalah syuhada, yaitu orang-orang yang menjadi pejuang
dalam menegakkan kalimat Allah di muka Bumi. Mereka mengorbankan
Jiwa dan raganya demi tegaknya agama Allah. Tentu Allah akan
memberikan balasan yang berlipat ganda atas keikhlasan mereka
memperjuangkan agama Allah itu.
Dan yang keempat adalah orang-orang yang saleh, yaitu mereka yang
selalu berusaha berbuat kebajikan serta bermanfaat untuk umat manusia
seluruhnya. Dia orang yang banyak banyak menolong, meniru sifat-sifat
Allah yang Maha Penyayang, Maha Pemberi, Maha Adil, dan Maha
Pemelihara. Mereka adalah orang-orang yang disayangi Allah karena
kesalehannya. Sebaliknya, di antara manusia ada orang-orang yang pekerjaannya
menimbulkan keonaran, menciptakan masalah bagi lingkungannya,
membuat kerusakan serta hal-hal yang merugikan orang lain. Dengan
sendirinya orang yang demikian adalah orang-orang yang menentang ajaran
Allah. Dia menentang sifat-sifat Allah yang Universal dalam kehidupannya,
seperti kasih sayang, keadilan, kejujuran, kedamaian, kesejahteraan dan
28 lain sebagainya. Maka orang yang demikian pantas menerima kemarahan.
Baik dari Allah maupun dan manusia seluruhnya.
Dalam Al Qur'an. kata maghdub 'alaihim dikaitkan dengan orang-orang
Yahudi. Menurut Quraish Shihab dalam buku tafsirnya, kata ghadlab di
dalam Al Qur'an diulang sebanyak 24 kali. Dan 12 kali diantaranya
digunakan untuk menggambarkan kemarahan terhadap orang Yahudi.
Sedangkan sisanya digunakan secara bervariasi berkait dengan berbagai
pelang.garan oleh orang-orang musyrik, munafik dan sebagainya.
Kalau kita melihat perilaku orang-orang Israel (Yahudi) dewasa ini
yang demikian 'beringas' dan tidak mempedulikan nilai-nilai kemanusiaan
terhadap orang Palestina, dan umat Islam pada umumnya, barangkali kita
menjadi paham tentang makna ayat tersebut. Dan itu sudah terjadi sejak
zaman Nabi Musa, dahulu kala.
Maka kita berdoa kepada Allah agar tidak dijadikan orang-orang yang
'beringas' seperti itu. Orang-orang yang tidak paham dan tidak
mempedulikan nilai-nilai kemanusiaan. Yang pada gilirannya, hanya akan
menciptakan kesengsaraan dan kehancuran dimana-mana. Kita justru
ingin menjadi orang-orang yang bermanfat seperti keempat golongan
pembawa kenikmatan hidup, di atas.
Sedangkan golongan yang kedua, adalah golongan orang sesat.
Golongan ini digambarkan sebagai orang-orang yang tidak tahu arah dalam
hidupnya. Mereka tersesat, justru setelah tahu kebenaran. Mereka tahu
ada petunjuk di dalam Islam, tetapi mereka tidak mau untuk mengikutinya.
Baik karena kedangkalan pemahamannya maupun dikarena-kan
kesombongannya. 29 Ada beberapa ayat di dalam Al Qur'an yang meng-gambarkan Adh
dhalfun (orang yang tersesat). Di antaranya adalah ayat-ayat berikut ini.
QS. Ali Imran (3) : 90 Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian
bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima
taubatnya; dan mereka itulah orang-orang yang sesat.
QS. Al Hijr (15) : 56 Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat
Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat".
Kedua ayat tersebut memberikan gambaran yang jelas kepada kita
bahwa orang yang tersesat adalah mereka yang 'bingung' dan tidak tahu
jalan kebenaran. Meskipun mereka tadinya beriman, mereka kemudian
kembali menjadi kafir. Meskipun mereka tahu bahwa Allah adalah Maha
Berkuasa dan Maha pemurah, tetapi mereka tetap juga berputus asa,
seperti orang-orang yang tidak memiliki Tuhan.
Maka, dalam ayat ketujuh ini, kita memohon kepada Al-Iah agar tidak
dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang tersesat. Kita ingin
menjadi orang yang berpegang teguh kepada tali Allah, sehingga hidup kita
tidak terombang-ambing dan sejahtera di Dunia maupun di Akhirat nanti.
Demikianlah doa yang kita panjatkan kepada Allah sepanjang surat Al
Fatihah. Surat yang menjadi 'jiwa' dari shalat kita. Di dalamnya kita
mengakui Kebesaran, Keagungan dan kemaha-pemurahan Allah, sekaligus
kita memohon kepada-Nya agar hidup kita dibimbing menuju kepada
kenikmatan hidup di Dunia dan Akhirat.
4. Ruku', Sujud dan Tasbih
30 Ruku' , sujud dan tasbih adalah gerakan dan bacaan pokok di dalam
shalat. Hal ini telah dilakukan sejak zaman Nabi Ibrahim, Musa, Daud,
Sulaiman, Isa sampai Muhammad. Hal Itu dikemukan oleh Allah dalam
berbagai ayat-Nya. QS. Al Baqarah (2) : 125 Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah)'
tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan
jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah
Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah
rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i" tikaaf, yang
ruku' dan yang sujud. QS. At Taubah(9):112 "Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat,
yang memuji (Aliah), yang melawat, yang ruku", yang sujud, yimg
menyuruh berbuat me' rut dan mencegah berbuat mungkar dan
yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orangorang mu 'min itu." QS. Ali 'Imran (3) : 43 Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukulah bersama
orang-orang yang rukuk: QS. Al Fath (48): 29 Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan
keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka
dari bekas sujud. Dan berbagai ayat lainnya yang menggambarkan tentang ruku' dan
31 sujud sebagai gerakan pckok dalam shalat, sejak zaman rasul-rasul
sebelumnya sampai orang-orang beriman kini. Kata rakaat sendiri diambil
dari kata ruku' sehingga, juga dijadikan batas hitungan satu rakaat Artinya,
jika dalam shalat berjamaah, seorang makmum tidak bisa mengikuti imam
saat ruku' (terlambat) maka dia dihitung belum melakukan rakaat tersebut.
Sebaliknya, jika dia bisa mengikutinya, meskipun tidak sempat mengikuti
bacaan Al Fatihah yang dibaca imam, dia tetap dihitung satu rakaat.
Ruku' dan sujud adalah gambaran tunduknya seorang hamba kepada
Tuhannya. Di sanalah segala rasa penghormatan, ketaatan dan pengakuan
kita ucapkan hanya untuk Allah. Karena itu dalam keadaan ruku dan
sujud itu kita mengucapkan subhana rabbiyal'azhiim ("Maha Sud Tuhanku
Yang Maha Agung') dan Subhana rabbiyal a'laa ("Maha Sud Tuhanku Yang
Maha Tinggi') Kedua bacaan itu diperintahkan oleh Rasulullah SAW untuk dibaca
dalam shalat kita, seiring dengan turunnya wahyu dalam QS. Al Haaqqah
(69): 52 dan QS. Al A'laa (87): 1. Peristiwa itu diceritakan dalam hadits
shahlh yang diriwayatkan oleh 'Uqbah bin Amir, sebagai berikut:
"Ketika turun 'Fa-sabbih bi-ismi rabbika al-azhiimi; (maka
sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Agung - QS. Al Haaqqah
(69):52), Rasulullah SAW bersabda: jadikanlah itu dalam ruku'mu.
Dan ketika turun wahyu 'sabbih-isma rabbika al-a'laa' (Sucikanlah
nama Tuhanmu yang Maha Tinggi - QS. Al A'laa (87): 1), maka
beliau bersabda, jadikanlah itu dalam sujudmu':
Kita melihat keterkaitan yang sangat erat antara gerakan ruku' -sujud
dengan bacaan yang kita baca. Sambil ruku' dan sujud itu kita
32 mengagungkan dan memUji Kebesaran Allah.
Dan yang menarik, hal ini bukan hanya dilakukan manusta,
melainkan juga oleh makhluk Allah lainnya. Hal itu terungkap dari ayatayat di bawah ini, dan banyak ayat lainnya di dalam Al Qur'an.
QS. An Nuur (24) : 41 Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih
apa yang di langit dan di Bumi dan (juga) burung dengan
mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara)
shalat dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka kerjakan." QS. Al Isra' (17) :44 Langit yang tujuh, Bumi dan semua yang ada di dalamnya
bertasbih kepada Allah. Dan tak ada sesuatupun melainkan
bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekallian tidak mengerti
tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi
Maha Pengampun."

Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

QS. Al Insaan (76) :25-26
Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang. Dan
pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan
bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari.
Kita melihat, bahwa ada alur berpikir yang jelas. Shalat adalah identik
dengan ruku' dan sujud. Sedangkan ruku' dan sujud identik dengan
bertasbih. Maka, shalat identik dengan bertasbih kepada Allah. Dan hal ini
dikemukakan Allah pada QS. An Nuur (24): 41 di atas secara trasparan.
Bahwa seluruh makhluknya, di langit dan di Bumi melakukan shalat
33 kepada-Nya dan bertasbih. Hanya saja tidak semua kita mengerti cara
shalat dan tasbih mereka.
Maka kini kita tahu, betapa sentralnya posisi ruku' , sujud dan tasbih
di dalam shalat kita. Itulah saat-saat seorang hamba begitu dekatnya
kepada Sang Pencipta Yang Maha Agung dan Maha Perkasa.
Karena itu, sungguh sayang jika kita melewat-kan saat-saat ruku' dan
sujud itu begitu saja, tanpa memberikan kesan yang mendalam di hati.
Hayatilah saat-saat kedekatan dengan Allah Itu sepuas-puasnya. Rasakan
kehadiran-Nya, menyelimuti seluruh kesadaran kita. Dan rasakan pula,
pada saat itu kita larut bersama seluruh makhluk-Nya di alam semesta
yang juga sedang bertasbih mengagungkan Kebesaran-Nya ... !
5. Duduk Tasyahud Ada dua kali kita duduk tasyahud di dalam shalat.
Khususnya shalat yang terdiri dari tiga atau empat rakaat. Yaitu,
tasyahud awal dan tasyahud akhir. Tasyahud awal adalah sunnah.
Sedangkan tasyahud akhir adalah fardhu.
Dalam hal tasyahud awal, Rasulullah SAW pernah tidak melakukannya
dalam shalat dhuhur, dan kemudian menggantinya dengan sujud sahwi.
Yaitu sujud 2 kali setelah tasyahud akhir, sebelum salam. Karena itu, para
ulama sepakat bahwa tasyahud awal adalah sunnah, bukan fardhu. Jika
itu fardnu, maka pada saat itu Rasulullah SAW pasti akan mengulangi
tasyahud awalnya. Lantas apakah makna tasyahud" Tasyahud akhir adalah saat-saat
dimana kita akan segera mengakhiri shalat kita. Inti dari tasyahud ini
adalah harapan kebahagian dan penegasan kembali komitmen kita
34 terhadap Allah sebagai Tuhan satu-satunya yang layak kita sembah. Dan
muhammad adalah utusan-Nya, yang membawa risalah-Nya, serta menjadi
'guru besar' kita dalam memahami firman-firman-Nya. Karena itu, bacaan
tasyahud memuat hal-hal tersebut.
Salam sejahtera penuh berkah, dan shalawat ( rahmat) yang baik
hanyalah milik Allah. Semoga salam sejahtera ditetapkan kepada engkau
wahai Nabi, dan rahmat serta berkah dari Allah SWT. Dan semoga pula
salam sejahtera dilimpahkan kepada kami dan kepada semua hamba Allah
yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah. Dan aku
bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.
Kalau kita merincinya lebih jauh, tasyahud itu diawali dengan
penegasan keyakinan kita bahwa segala berkah, rahmat dan hal-hal yang
baik di alam semesta ini hanya milik Allah belaka. Setelah itu, kita
memohon kepada-Nya agar melimpahkan segala 'kebaikan' itu kepada
Rasulullah SAW, kepada diri kita, dan seluruh orang-orang yang saleh. Dan
akhirnya, kita membangun kembali komitmen keislaman kita dengan
mengucapkan dua kalimat syahadat. Bahwa Allah lah tujuan kita satusatunya di dalam beragama ini, dan bahwa Muhammadlah yang menjadi
utusan-Nya. Dengan adanya komitmen tersebut diharapkan kita tetap teguh setelah
menyelesaikan shalat, seperti difirmankan Allah pada ayat berikut ini,
bahwa setelah selesai shalat kita mesti tetap berdzikir kepada-Nya dalam
keadaan berdiri, duduk dan berbaring.
35 QS. An Nisaa' (4): 103 Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu) ingatlah Allah
di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.
Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah
shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman. Setelah membaca tasyahud, kita dianjurkan untuk mebbaca. shalawat
Nabi, sebagaimana difirmankan Allah berikut Ini.
QS. Al Ahzab(33): 56 Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat
untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu
untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.
Bagaimanakah shalawat yang harus kita baca untuk beliau di dalam
shalat" Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abu
Laila, kebanyakan kita membaca shalawat Nabi sebagai berikut, yang
dikenal sebagai shalawat ibrahimiyah. Sebuah ungkapan penghormatan
dan rasa terima kasih kita kepada Rasulullah SAW dan Nabi Ibrahim
beserta keluarga-keluarga beliau.
Ya Allah berikanlah shalawat (rahmat) kepada Nabi Muhammad
dan keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana telah Engkau berikan
shalawat kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim.
Berikanlah berkah kepada Nabi Muhammad dan keluarga Nabi
Muhammad sebagaimana telah Engkau berikan berkah kepada
Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Di dalam alam ini,
36 sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia.
Dan di bagian terakhir dari seluruh rangkaian shalat, kita dianjurkan
untuk berdoa, memohon pertolongan atas berbagai masalah kehidupan
yang kita hadapi. Dimana, hal ini juga telah kita ucapkan pada saat duduk
di antara dua sujud, dengan redaksi yang diajarkan, untuk mohon
ampunan, permaafan, rezeki, kesehatan, kecukupan, dan lain sebagainya.
Nah, kalau kita merasa masih ada keinginan untuk berdoa memohon
pertolongan-Nya, maka setelah tasyahud- lah waktunya. Setelah tasyahud,
sebelum salam, kita boleh berdoa sepuas-puasnya, mengadukan berbagai
persoalan. Dan memohon pertolongan-Nya. Setelah itu, salam.
6. Salam Di sinilah kita telah sampai pada garis finish 'perjalanan' shalat kita.
Seluruh doa dan pujian-pujian mengalir sepanjang shalat yang khusyu' .
Dimulai dari Takbir yang membesarkan Asma Allah, berserah diri dan
berkomitmen untuk tetap menyembah pada Allah, minta pertolongan hanya
kepada-Nya, sampai kepada ungkapan terima kasih kita kepada Rasulullah
SAW, dan kemudian ditutup dengan doa,
Seluruhnya bermakna Doa dan Dzikir kita kepada Sang Maha Agung.
Sebuah upaya untuk hadir dan menghadirkan Allah dalam seluruh
kesadaran kita. Maka, tidak ada lagi yang bisa menghalangi 'pertemuan'
itu. Kita telah bertemu dengan-Nya dalam seluruh makna shalat kita.
Sebagaimana Rasulullah SAW telah 'bertemu' dengan-Nya saat Mi'raj di
Sidratul Muntaha ... Tapi bisakah kita terpesona, sebagaimana Rasulullah SAW terpesona"
37 Entahlah. Karena semuanya kembali kepada niat dan kesungguhan hati
kita pada saat melakukan 'perjalanan' Mi'raj lewat shalat kita ...
Namun percayalah, Allah begitu dekat dengan kita, lebih dekat
daripada urat leher kita sendiri. Dan, pada detik ini pun, Ola tahu persis
apa yang sedang dibisikkan oleh hati kita. Maka, 'pertemuan' dengan Allah
sungguh begitu dekatnya. Tak perlu kemana-mana, dan tak butuh
menunggu waktu lama. kapenpun kita mau, ambillah air wudlu, hadapkan
wajah ke kiblat, buka mata hati selebar-lebarnya lewat keikhlasan hati kita,
maka Allah akan hadir di dalam kekhusyukan makna shalat kita ...
Semoga keselamatan, rahmat Allah dan barokah-Nya
dilimpahkan kepada Anda semua ...
Di PDF kan Oleh : AnesUlarNaga
http://anesularnaga.blogspot.com
SHALAT: MI'RAJNYA ORANG BERIMAN
Suatu ketika Rasulullah SAW bersabda: Ash shalaatu mi'rajul
mu'miniin. Bahwaa shalat itu adalah Mi'raj nya orang-orang yang beriman.
Setidak-tidaknya, ada 2 hal yang tersirat di dalam sabda Beliau Itu.
Yang pertama, bahwa pengalaman Rasulullah SAW dalam Mi'raj itu
bisa kita rasakan lewat shalat. Dan yang kedua, orang-orang yang bisa
mengalami Mi'raj adalah mereka yang. beriman.
38 Sabda Rasulullah SAW ini sangat menalik untuk kita simak. Bahwa
beliau menyamakan antara Mi'raj dengan shalat. Kenapa tidak disamakan
dengan puasa, atau zakat atau haji. Kenapa mesti dengan shalat" Dan
kenapa itu hanya bisa terjadi pada orang-orang yang beriman saja"
Disinilah terdapat pelajaran 'tersembunyi' yang ingin beliau sampaikan
kepada kita. Dalam persepsi saya, ada 3 hal yang terkandung dalam pelajaran
tersebut: 1. Bahwa shalat memiliki kesamaan proses dengan Mi'raj dalam hal
'perjalanannya'. 2. Bahwa shalat memiliki kesamaan 'tujuan' dengan Mi'raj yaitu
'bertemu' dengan Allah. 3. Bahwa Mi'raj hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang beriman,
yaitu mereka yang menggunakan akal sehatnya untuk mencerna
firman-firman Allah. Demikian pula, shalat yang khusyuk hanya bisa
diperoleh orang-orang yang menggunakan akal sehatnya.
1. Menuju Kekhusyukan Shalat
Dalam hal prosesnya, Rasulullah SAW seakan-akan ingin mengatakan
kepada kita bahwa ibadah shalat itu bagaikan sebuah perjalanan bertingattingkat menuju Dzat Yang Maha Tinggi. Ibaratnya, perjalanan Rasulullah
SAW menembus langit demi langit, bergerak dari langit pertama menuju
langit ke tujuh. Berangkat dari langit Dunia berakhir di langit Akhirat. Dan,
beranjak dari alam materi menuju alam spiritual.
Ini sungguh sebuah pelajaran yang sangat berharga agar kita bisa
mengarahkan kekhusyukan shalat kita. Shalat bukanlah sekedar ibadah
39 fisik. Shalat lebih bermakna melatih batin agar terbiasa terkendali oleh
kehendak Allah, yang 'diwakilkan' kepada hati nurani kita.
Dalam sabdanya, suatu kali Rasulullah SAW menyampaikan bahwa
belum Islam seseorang sampai ia bisa menundukkan hawa nafsunya. Jadi
ukuran keislaman kita adalah terletak pada kemampuan kita
mengendalikan hawa nafsu. Bukan pada hal-hal yang bersifat seremonial
atau aksesoris belaka. Misalnya, kita seringkali mengatakan seseorang
sudah Islam ketika sudah membaca kalimat syahadat, menjalani shalat dan
rukun Islam lainnya, (meskipun dia tidak merasakan maknanya dan tidak
memperoleh dampak ibadah tersebut).
Padahal, bukankah Rasulullah SAW pernah mengatakan, betapa
banyaknya orang yang menjalankan puasa tetapi tidak memperoleh makna
(dampak) puasanya, kecuali hanya lapar dan dahaga saja. Atau, di waktu
yang lain, Rasulullah SAW pernah menyuruh seorang laki-laki untuk
mengulang shalatnya sampai 3 kali, karena laki-laki itu dianggap belum
mengerjakan shalat yang sebenarnya.
Hal-hal di atas menunjukkan kepada kita bahwa ibadah yang kita
lakukan mesti memiliki dampak yang positif sesuai dengan tujuan
keislaman kita, yaitu mampu menundukkan hawa nafsu. Jika belum
memberikan dampak sesuai yang diharapkan, maka ibadah kita itu
sebenarnya belum dianggap ibadah. Persis seperti apa yang dikatakan
Rasulullah SAW tentang puasa atau pun shalat di atas.
Kembali kepada shalat sebagai Mi'raj, maka Rasulullah SAW memilih
segelas susu dan menolak segelas anggur, ketika ditawari Jibril menjelang
keberangkatan menuju dimensi langit yang lebih tinggi. Ketika itu, di
40 masjidil Aqsha, menjelang keberangkatan melintasi langit, malaikat Jibril
membawa 2 bejana. Yang satu berisi anggur, dan yang lainnya berisi susu.
Rasulullah ditawari uatuk memilih salah satunya. Dan ternyata Rasulullah
memilih susu, yang lantas diminumnya. Ketika itu Jibril mengatakan bahwa
pilihan Rasulullah itu sangatlah tepat. "Engkau telah memilih Fitrah, "kata Jibril mengomentari
pilihan Rasulullah SAW. Itulah pelajaran yang diberikan Rasulullah SAW kepada kita menjelang
Mi'raj nya. Bahwa orang yang mau 'bertemu dengan Aliah', harus kembali
kepada hati nurani dan fitrahnya. Susu menggambarkan akal sehat,
sedangkan anggur justru menggambarkan hilangnya akal sehat. Maka,
beliau ingin mengatakan bahwa dalam shalat kita justru harus
menggunakan akal sehat kita untuk bertemu dengan Allah. Maka
bandingkanlah pelajaran Rasulullah SAW ini dengan firman Allah berikut
ini. QS. An Nisaa' (4) 143 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang
kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu mengerti apa yang
kamu ucapkan ... Ayat ini sangat jelas memberikan gambaran kepada kita bahwa shalat
haruslah memahami apa-apa yang kita ucapkan. Kalau tidak, maka kita
shalat seperti orang mabuk saja layaknya. Shalat kita tidak ada maknanya.
Apalagi memberikan dampak pada tingkah laku kita, tentu sangatlah jauh.
Sehingga janganlah heran, meskipun shalat itu dirancang oleh Allah
untuk melatih kita agar terhindar dari perbuatan keji (kotor) dan mungkar
(merugikan), tetapi sehari-hari kita tetap saja melakukan hal-hal yang
tercela. Kenapa" Karena shalat kita tidak kita pahami. Sehingga tidak
41 memberikan dampak apa pun pada tingkah laku kita. Pada hakekatnya,
kita belum shalat. Menggunakan akal sehat memiliki arti agar kita maemempelajari
makna ucapan-ucapan dalam shalat. Saya jadi teringat pada guyonannya
Gus -Mus ketika mernberikan sambutan saat peluncuran buku kedua saya
(Ternyata AKHIRAT TIDAK KEKAL).
Waktu itu, beliau mengatakan, bahwa shalat kita ini lucu, karena
semua doanya sudah berada di 'luar kepala' . Makna hafal 'di luar kepala' itu beliau plesetkan
menjadi 'benar-benar di luar kepala' karena kita sudah
tidak lagi berpikir pada saat mengucapkan doa-doa shalat. Karena sudah
hafal, maka ucapan shalat kita meluncur begitu saja, tanpa makna. "Yang
benar, adalah di dalam kepala," katanya - sambil tertawa. Artinya, pada
saat mengucapkan doa shalat itu harus kita barengi dengan berpikir,
menggunakan akal sehat. Itulah yang diajarkan Rasulullah SAW lewat
pilihannya kepada segelas susu, dan bukan anggur:
Setelah itu barulah Rasulullah SAW melakukan perjalanan menuju
langit ke tujuh untuk 'bertemu' Allah. Maka dimulailah proses 'perjalanan'
kejiwaan Rasulullah SAW, yang bagi kite adalah sebuah perjuangan untuk
menuju pada kekhusyukar shalat. Khusyuk adalah suatu kondisi jiwa yang
fokus dar memahami apa-apa yang kita ucapkan sehingga terjad interaksi
antara kita dengan Allah.
Maka, kekhusyukan dalam shalat ada empat tingkatan. Yang
pertama, adalah orang-orang yang tidak paham sama sekali tentang makna
shalat. Dalam firman Allah di atas, diistilah sebagai 'tidak mengerti apa
yang ia ucapkan' . Orang yang demikian cara shalatnya, dianggap sebagai
42 orang yang 'mabuk' . Tentu saja ia tidak menemukan kekhusyukan di dalam
shalatnya. Yang kedua, adalah orang yang tidak mengerti apa yang ia ucapkan,
namun bisa merasakan kehadiran Allah dalam shalatnya. Ia tahu bahwa ia
sedang 'menghadap' Allah, meskipun tidak paham api! yang dia ucapkan
kepada Allah itu. Dia melakukan interaksi dengan Allah dalam kadar yang
sedikit dan sangat umum. Yang ketiga, adalah orang yang mengerti apa yang dia ucapkan tetapi
seringkali 'terlupa' bahwa dia sedang 'berhadapan' dengan Allah dalam shalatnya. Ia seringkali
terganggu dengan berbagai hal yang ada di
sekitarnya, temasuk yang ada di dalam pikirannya sendiri.
Dan yang keempat, adalah orang yang mengerti apa yang dia


Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ucapkan, sekaligus bisa merasakan kehadiran Allah dalam seluruh
shalatnya. Dia benar-benar merasakan dan memformat shalatnya sebagai
sebuah dialog antara dirinya dengan Allah. Kecuali, sedikit saja, kadangkadang pikirannya terlepas. Tapi ia segera kembali ingat kepada Allah.
Untuk memperoleh kehusyukan Allah menganjurkan beberapa cara,
sebagaiman Dia firmankan di dalam Kitab-Nya.
QS. An Nisaa' (4) : 142 "Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah
akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk
shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya
(dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka
menyebut Allah kecuali sedikit sekali.
QS.At Taubah(9):54 Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari
43 mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada
Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang,
melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta)
mereka, melainkan dengan rasa enggan.
Kedua ayat di atas memberikan gambaran yang menarik kepada kita
tentang kemalasan dalam mengerjakan ibadah. Kemalasan dalam
menjalankan ibadah bisa menunjukkan kualitas seseorang dalam
agamanya. Menurut ayat di atas, kemalasan bisa berarti menunjukkan pada
kemunafikan. Ini jelas terbaca pada ayat di atas, bahwa orang-orang yang
munafik itu kalau berdiri untuk mengerjakan shalat mereka lakukan
dengan malas. Yang ada di benak mereka sebenarnya bukan untuk
beribadah kepada Allah melainkan untuk dipertontonkan kepada orang
lain. Tujuannya bisa bermacam-macam. Ada yang karena politis, ada yang
karena takut, ada juga yang karena bisnis dan lain sebagainya. Intinya
mereka menjalankan lbada bukan karena Allah, tetapi karena orang lain.
Maka, dalam shalatnya mereka juga tidak akan khusyuk. Justru, hatinya
selalu bertanya-tanya, sambil 'lirak- lirik' : "sudah ada nggak ya orang yang melihat shalat ku ini.
Kalau nggak ada, wah sayang sekali,"
Maka, kita harus hati-hati. Apakah kita menjalankan shalat ini dengan
rasa malas" Jika 'ya' , segeralah ubah sikap hati kita itu. Karena ada tandatanda kita ini termasuk orang yang munafik. Dan orang yang munafik
adalah yang orang-orang yang berbohong dalam agama. Mereka menipu
Allah. dan Allah akan membalas tipuan mereka. Demikianlah firman Allah.
44 Kemalasan yang kedua, lebih serius lagi. Hal ini dikemukakan Allah
dalam surat At Taubah. Bukan hanya munafik, kemalasan ternyata juga
bisa menunjukkan pada kekafiran.
Jadi, kafir tidak selalu berarti orang-orang yang berseberangan secara
fisik dengan umat Islam. Tetapi ternyata ada jenis kekafiran dalam hati. Mungkin saja secaca fisik dia adalah orang yang beragama Islam
(ditunjukkan oleh KTP, misalnya). Akan tetapi sebenarnya hatinya tidak
cocok dengan segala ibadah yang diajarkan oleh Islam. Dengan kata ,lain,
hatinya menolak kebenaran Islam. Kalau pun dia menjalankan ibadah,
hanya karena terpaksa saja. Maka, sesungguhnya dia adalah termasuk
orang yang kafir, menurut ayat tersebut.
Coba cermati kembali ayat itu. Allah menolak segala ibadah harta
maupun shalatnya, dikarenakan hati mereka yang kafir. Artinya, mereka
juga menafkahkan harta dan menjalankan shalat, tetapi kata Allah, mereka
menjalankannya dengan rasa malas dan enggan.
Maka, tipikal orang-orang yang demikian pasti tidak akan khusyuk di
dalam shalatnya. Dengan kata lain, jika anda ingin shalat secara khusyuk,
Janganlah melakukan ibadah itu dengan rasa malas. Rasa malas adalah
'musuh' nomor 1 untuk mencapai kekhusyukan.
Cara yang kedua untuk mencapai kekhusyukan adalah dengan
mengucapkan doa-doa shalat secara perlahan-lahan. Hal ini disampaikan
oleh Allah dalam firman-Nya berikut ini.
QS. Al Muzammil (73) : 4 Hai orang yang berselimut (muhammad), bangunlah (untuk
sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu)
45 seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. atau lebih
dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur'an iti: dengan perlahanlahan, sesungguhnya Kami akal menurunkan kepadamu perkataan
yang berat, sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih
tepat (untuk khusyuk dan bacaan di waktu itu lebih berkesan."
Membaca secara perlahan-lahan bisa membantu kekhu syukan kita.
Kalau perlu, tekankan pada setiap kata, sehingg kita bisa meresapkan
maknanya. Bukan hanya menger terjemahannya. (Selama ini, khususnya
kita orang Indonesi yang tidak berbahasa Arab sehari-hari, bukan memahar
maknanya melainkan mengetahui arti terjemahannya.)
Nah dengan mengucapkan secara perlahan itu kita bak merasakan
makna doa itu. Apalagi jika kita melakukannl pada malam hari. Dalam ayat
itu, Allah mengatakan bahv shalat pada malam hari - waktu sahur - adalah
lebih khusyu dan mengesankan.
Memang banyak ulama mengatakan bahwa shalat tahajj pada malam
hari telah menjadi shalat sunnah, sejak turunnya ayat ke 20 surat Al
Muzammil . Namun, kalau kita memang ingin bersungguh-sungguh dalam
shalat kita, maka shalat tahajjud adalah cara yang sangat efektif. Inilah
shalat pertamakali yang diperintahkan Allah kepada Rasulullah SAW, agar
beliau memperoleh kekuatan dan keluasan hati dalam menerima wahyu
Allah. Apalagi, kalau kita memang ingin merasakan shalat sebagaimana
Mi'raj- nya Rasulullah SAW. Shalat tahajjud inilah yang paling mendekati situasi dan kondisinya.
Beberapa hal yang menyebabkan shalat tahajjud
berpotensi khusyuk adalah:
1. Sengaja bangun malam. Kesengajaan bangun malam ini menunjukkan
46 bahwa kita tidak malas dalam mengerjakan shalat. Sebagaimana saya
katakan di depan, kemalasan adalah musuh nomor satu terhadap
usaha untuk mencapai kekhusyukan.
2. Suasana hening pada malam hari menjadikan pikiran kita terfokus
hanya kepada Shalat dan interaksl dengan Allah saja. Hal-hal lain
yang bersifat duniawi kita tinggalkan.
3. Bacaan yang perlahan-lahan dan kita resapkan ke dalam hati. Hal ini
lebih bisa kita laksanakan dibandingkan dengan shalat pada Siang
hari. Biasanya, pada siang hari, kita diganggu oleh kesibukankesibukan lain, sebagaimana firman Allah berikut ini.
QS. Al Muzammil (73) : 7 Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang
panjang (banyak) 4. Lebih-lebih jika kita memahami apa yang kita ucapan.Maka interaksi
dengan Allah bakal benar-benar terjadi dalam shalat kita.
5. Kekhusyukan akan semakin meningkat, jika kita sedang mempunyai
masalah, sebagaimana saat Rasulullah melakukan Mi'raj. Jika tidak
sedang memiliki masalah, maka 'ciptakanlah masalah' dalam pikiran
kita. Misalnya, kita merasakan betapa banyaknya dosa-dosa yang telah
kita perbuat sepanjang kehidupan kita. Atau, betapa sedikitnya ilmu
yang kita miliki, sehingga kita memohon kepada-Nya untuk
membukakan hikmah atas berbagai ilmu-Nya yang tiada berhingga.
Atau kita prihatin kondisi anak-anak kita, atau saudara, famili,
sahabat, masyarakat, bangsa dan negara, dan sebagainya. Problem
kita itu akan memberikan 'muatan' yang sangat bermakna bagi
47 khusyukan shalat kita. 6. Karena itu, dalam setiap shalat, sebelum takbiratul ihram saya selalu
meniatkan untuk memohon kepada Allah agal masalah yang sedang
saya hadapi diberikan jalan keluar. Di sinilah shalat memiliki makna
berdzikir dan berdoa / mohon pertolongan kepada Allah, Sang Maha
Bijaksana. QS. Al Baqarah (2) : 4S Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat.
Dan sesungguhnya yang demikian itu sunggul berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyuk QS.Thahaa(20):14 Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak)
selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikan lah shalat untuk
mengingat Aku. Dua ayat di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa shalat itu
berfungsi sebagai 'cara berdoa' dan 'cara berdzikir' yang diajarkan Allah.
Inilah cara terbaik untuk berdoa dan berdzikir. Akan tetapi selama ini kita
tidak demikian cara berdoa dan berdzikirnya.
Bagi kita, yang disebut berdoa itu justru di luar Shalat Misalnya
sesudah shalat. Sehingga, shalat adalah sekadar kewajiban, sedangkan
'berdoa' sesudah shalat adalah kebutuhan. Apa yang diungkapkan oleh
seorang kawan kepada saya menggambarkan hal itu. Dia mengatakan
begini: Kehusyukan saya di dalam shalat kalah dengan kehusyukan saya
ketika berdo'e.sebeb ketika shalat itu saya hanya merasakan sebagai
kewajiban. Sedangkan ketika berdoa saya merasakan sebagai sebuah
48 kebutuhan Mestinya, shalat adalah proses berdoa itu sendiri. Di dalam shalat
itulah kita meminta petunjuk agar dibimbing di jalan yang lurus. Di dalam
shalat itu kita memohon diberi rezeki kesehatan, ampunan, rahmat dan
lain sebagainya. Ya, shalat itulah cara berdoa kita kepada Aliah. Bahwa di
luar shalat kita masih berdoa, itu adalah sebagai tambahan. Dan memang
begitulah seharusnya dalam seluruh waktu yang kita miliki kita selalu
berinteraksi (http://cerita-silat.mywapblog.com)
http://cerita-silat.mywapblog.com ( Saiful Bahri - Seletreng - Situbondo )
dan berdoa kepada-Nya. Sama juga dengan berdzikir. Cara
berdzikir yang paling baik adalah shalat itu sendiri. Tetapi, yang kita
lakukan persis dengan cara berdoa di atas. Bahwa shalat adalah kewajiban,
sedangkan berdzikir kita lakukan di luar shalat. Coba cermati ayat di atas,
"maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat (berdzikir
kepada) Aku." Shalat justru dimaksudkan sebagai cara untuk mengingat Allah
( dzikrullah). Dan jika kemudian kita merasa dzikir kita masih kurang, Allah
pun mengingatkan kita agar kita tetap melakukan dzikir setelah shalat kita
usai. Artinya, berdzikir itu memang mesti kita lakukan sepansepanjang
waktu yang kita miliki. QS. An Nisaa' (4) : 103 Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah
Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.
Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah
shalat itu (seperti biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman. 2. Untuk Bertemu dengan Allah
Shalat dan Mi'raj memiliki kesamaan dalam hal tujuan, yaitu untuk
bertemu dengan Allah. Karena itu, Rasulullah SAW menyatakan bahwa
shalat bisa menjadi Mi'raj bagi orang-orang yang beriman.
Bagaimanakah kita bisa bertemu Allah dalam shalat kita.
Bukankah Allah adalah Dzat yang ghaib" Yang tidak mungkin
1 tertangkap oleh panca Indra" Yang Nabi Musa pun tidak mampu untuk
melihat-Nya, sehinga beliau pingsan di gunung Sinai ketika ingin melihat
Allah. Ya, Allah adalah Dzat yang Maha Dahsyat, yang kita tidak mungkin
untuk melihat atau mendengar-Nya dengan menggunakan panca indera
dan potensi fisik kita. Kita hanya bisa 'bertemu' Dia dengan menggunakan
potensi Jiwa kita. Potensi 'nafsul -Mu thmainnah' . Potensi akal sehat sebagai
manusia. Dan itulah memang Fitrah kita.
Orang yang tidak menggunakan akal sehatnya dalam kehidupan,
adalah orang yang jiwanya terganggu. Sekaligus orang yang belum
mencapai derajat nafsul -Mu thmainnah' . Atau dengan kata lain, orangorang yang tidak kembali ke Fitrahnya sebagai manusia.
Fitrah manusia adalah akal sehatnya. Orang yang tidak memiliki akal
sehat, dia bukanlah manusia yang sempurna. Karena itu, tidak dikenai
kewajiban dalam beragama. Orang yang gila, orang yang pingsan, orang
yang belum cukup dewasa, orang yang lupa dan seterusnya, adalah orangorang yang terbebas dari kewajiban agama.
Jadi, kewajiban agama ini hanya bisa dijalankan oleh orang-orang
yang berakal sehat. Maka, orang yang berakal sehat ini pulalah yang kelak
akan 'bertemu' dengan Allah. Begitu banyaknya Allah berfirman di dalam Al Qur'an bahwa orang.
yang bakal bertemu dengan-Nya adalah orang-orang
yang berakal sehat. QS. Al Maidah (5) : 58. Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan)
sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan.
Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang
2 tidak mau mempergunakan akal.
QS. Asy Syu'araa (26) : 28
Musa berkata: "Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa
yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu
mempergunakan akal. QS. Az Zumar (39) :1B yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik
di antaranya. Mereka Itulah yang orang-orang yang telah diberi
Allah petunjuk dan itulah orang-orang yang mempunyai akal.
QS. An Najm (53) : 6 Yang mempunyai akal yang cerdas dan menampakkan diri dengan
rupa yang asil. QS. Az Zumar (39) : 21 Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesunggunnya Allah
menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber
sumber air di Bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu
tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi
kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan kemudian
dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesunggnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal. QS. Ath Thalaq (65) : 10 Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka
bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal,
(yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah telah
3 menurunkan peringatan kepadamu.
QS. Allin (72) : 4 Dan bahwasanya: orang yang kurang akal daripada kami dahulu
selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap
Allah" QS. Ar Ruum (30) : 29 Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa
ilmu pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang
yang telah disesatkan Allah" Dan tiadalah bagi mereka seorang
penolongpun. Dan masih banyak lagi ayat-ayat Qur'an yang menjelaskan betapa akal
memiliki posisi yang sangat penting dalam beragama. Bahkan, QS. 65: 10,
di atas mengatakan secara sangat gamblang bahwa yang disebut orang
beriman itu adalah orang yang berakal. Da n sebaliknya, orang-orang zalim
dan kafir adalah orang-orang yang tidak menggunakan akalnya, mengikuti
hawa nafsunya, dan tidak berilmu pengetahuan. QS. 5: 58, QS. 26:28, QS.


Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

30: 29 Begitu juga, Allah memberikan penegasan bahwa yang bisa mengambil
pelajaran hanyalah orang-orang yang berakal. Malahan, libril sebagai
penyampai wahyu Allah digambarkan' sebagai makhluk yang berakal
sangat cerdas. Tidak akan paham ilmu Allah, jika seseorang tidak cukup
cerdas dan berakal sehat.
Apalagi untuk bertemu Allah. Agar kita bisa bertemu Allah, kita harus
memiliki kecerdasan yang cukup dan akal sehat. Karena ternyata Allah
menampakkan Dirinya hanya berupa tanda-tanda (ayat-ayat) di alam
4 semesta. Dan yang bisa menerjemahkan tanda-tanda itu hanyalah orangorang yang berakal dan berilmu pengetahuan. Dengan kata lain kalau ingin
bertemu Allah harus bisa menerjemahkan 'tanda-tanda' tersebut.
Lebih jauh, cobalah cermati ayat-ayat berikut ini. Orang-orang yang
berilmu disejajarkan dengan malaikat, karena merekalah yang bisa
'mengatakan dengan sebenarnya' bahwa hanya Allah-lah Tuhan yang
pantas disembah. QS. Ali Imran (3) : 18 Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Paran malaikat dan
orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada
Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. QS. Al Ankabuut(29): 43 "Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk
manusia ; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang
yang berilmu" QS. Al Baqarah (2) : 197 Berbek allah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan
bertakwalah kepada -Ku hai orang-orang yang berakal.
QS. Ali Imran (3) : 7 Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. DI
antara (isi) nya) ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokokpokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat,
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada
5 kesesatan, maka mereka mengikuti seba-gian ayat-ayat yang
mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari
ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan
Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami
beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari
sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.
QS. Ibrahim (14) : 52 (AI Qur'an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia,
dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya
mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha
Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.
Dengan memahami ayat-ayat Allah itu, maka seseorang bisa 'bertemu'
dengan Allah. Dimanakah 'pertemuan' itu terjadi" Di dalam akal dan
jiwanya, saat terjadi interaksi. Dengan menggunakan indera ke enamnya,
yaitu hati alias kalbu, Lewat sebuah kepahaman.
Begitulah, orang yang paham dan berhasil 'menyaksikan' tanda-tanda
kebesaran Allah yang ada di alam semesta, sesungguhnya dia telah
'bertemu' dengan Allah. Karena ternyata tidak semua orang bisa
'menyaksikan' tanda-tanda itu, meskipun telah terhampar di sekelilingnya.
Hal itu dikemukakan Anah, dalam ayat berikut ini.
QS. Yusuf (12):105 Dan berapa banyaknya tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit
dan di Bumi yang terhadapnya mereka melewati tanpa mereka
perhatikan." 6 Orang-orang yang melewatkan tanda-tanda Kebesaran Allah di alam
semesta adalah mereka yang tidak pernah ' menyaksikan' kehadiran Allah.
Mereka tidak pernah 'bertemu' dengan Tuhan, Sang Perkasa dan Maha
Agung. pertemuan itulah yang dialami oleh Rasulullah SAW dalam Mi'raj-nya.
Di Sidratul Muntaha, di langit ketujuh, beliau telah menyaksikan sebagian
tanda-tanda Kebesaran Allah yang paling besar, sebagaimana difirmankan
Allah berikut. QS. An Najm (53): 18 Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda Tuhannya
yang paling besar. Itulah saat-saat beliau 'bertemu' dengan Allah. Saat itu, yang ada
hanyalah kekaguman seorang hamba terhadap Khaliknya. Tidak ada katakata yang terucap. Karena kata-kata sudah tidak mampu lagi mewadahi
makna yang terkandung di dalam jiwa. Seluruh potensi jiwanya telah
tersedot oleh " Magnet' yang sangat besar yang di dalam-Nya terdapat segala
yang diinginkan jiwa. Rasulullah SAW hanya bisa terpesona menyaksikan
Samudera IlmuYang Tiada Bertepi'.
3. Shalatnya Orang Beriman
Shalatnya orang beriman adalah shalat yang bisa menghantarkan
jiwanya untuk bertemu dengan Allah. Kenapa shalatnya orang beriman bisa
menghantarkan-nya bertemu dengan Allah" Apakah orang yang tidak
beriman tidak bisa bertemu dengan Allah"
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita samakan
dulu persepsi kita tentang kata 'beriman' . Selama ini, bagi kebanyakan
7 kalangan, kata 'Iman' kurang dipahami secara baik. Kebanyakan kita
berpendapat bahwa kata 'Iman' identik dengan kata 'percaya' .
Bagi saya, ini kurang menggambarkan makna yang sesungguhnya.
'Percaya' adalah sebagian saja dari makna 'Iman' . Orang yang beriman
memang memiliki kepercayaan terhadap yang diimani nya. Karena itu dia
bisa menyerahkan apa saja yang dia miliki kepada sesuatu yang
dipercayainya. Akan tetapi, hal ini bisa berarti 'agak negatip' . Maksud saya,
sebuah 'kepercayaan' bisa saja terjadi tanpa adanya proses yang 'mathuk' .
Ya, kita bisa saja percaya kepada seseorang, barangkali, karena
penampilannya yang ' wah'. Dia berjas, berdasi, bawa mobil mewah, HP dan
berbagai aksesoris lainnya. Kita mengira bahwa itu menggambarkan
kebonafidan dia sebagai pengusaha, misalnya.
Tapi sungguh, kepercayaan semacam itu bisa 'sirna' ketika kita tahu
bahwa segala penampilannya itu sekedar 'pinjaman' untuk menutupi
kelemahannya dalam bernegosiasi. Percaya' saja tidaklah cukup. Yang
harus kita lakukan adalah 'yakin' . Ya, keyakinan itulah yang harus kita
dapatkan terlebih dahulu. Baru kemudian kita percaya kepada sesuatu.
Nah, untuk memperoleh keyakinan itu tidak gampang. Ada suatu proses
yang harus terjadi terlebih dahulu. Dan proses itu biasanya bukanlah
proses yang singkat. Kalau dalam terminologi Islam, keyakinan itu bertingkat-tingkat. Mulai dari 'ilmul yaqin, 'ainul yaqin, dan haqqul yaqin. 'Ilmul yaqin adalah keyakinan karena kita
diberitahu oleh orang lain. Kebetulan, orang yang
memberitahu kita adalah orang yang kita percaya. Maka, kita yakin saja
bahwa informasi dia itu benar adanya.
8 Dalam hal berbisnis, barangkali inilah yang disebut sebagai referensi.
Seorang pengusaha dikenalkan kepada kita oleh kawan kita. Maka, kita
percaya atau mungkin yakin bahwa dia adalah pengusaha yang baik. Akan
tetapi, kita harus membukti-kan sendiri, tentang kebaikan dia itu.
Jika kita pengusaha yang cermat, tentu kita tidak ingin berhenti
sampai di situ saja. Kita percaya kepada informasi dari kawan kita itu,
karenanya kita lantas menjalin hubungan bisnis dengannya.
Nah, dalam perjalanan hubungan bisnis itulah kita akan memperoleh
keyakinan yang lebih tinggi. Kita semakin mengenal pengusaha itu yang
sesungguhnya. Kita mulai tahu Jaringan-jaringan yang dia bentuk. Kita
juga, semakin banyak memperoleh informasi dari berbagai sumber tentang
kebonafidan dia. Maka, barangkali waktu itu kita telah mencapai tingkat
keyakinan yang lebih tinggi, yaitu 'ainul yaqin' . Ya, kita telah 'melihat'
sendiri berbagai kebaikan dia.
Namun, belum tentu kebaikan itu berjalan terus. Kita harus terus
mengujinya dalam kurun waktu yang panjang. Jika, setelah berpuluh
tahun kita melakukan interaksi bisnis dengan dia kita tidak pernah
diciderai, maka barulah kita 'haqqul yaqin' bahwa dia benar-benar seorang
yang baik dan bonafide dalam berbisnis. Barulah kita mantap untuk
menyerahkan rasa kepercayaan kita kepadanya.
Begitulah proses beriman. 'Percaya' saja tidaklah cukup. Karena,
kepercayaan belum memberikan jaminan bahwa langkah yang kita pilih
adalah benar. Itulah bedanya keimanan setiap orang. Bahkan bagi setiap
agama. Boleh saja, setiap pemeluk agama mengatakan bahwa ia telah 'beriman'
9 kepada ajarannya. Akan tetapi, bagaimanakah proses beriman itu terjadi"
Jangan-jangan ia bukan beriman, tapi cuma sekedar percaya. Keper-cayaan
semacam itu bisa membuat kita terperosok pada kesalahan. Sebaliknya,
sebuah 'keimanan' tidak akan bisa salah, karena ia telah melewati berbagai
macam ujian yang tidak bisa dibantah lagi. Jika ada seseorang mengatakan
dirinya beriman, tetapi dia masih juga salah, maka patut dipertanyakan
apakah sudah benar cara memperoleh keimanannya' .
Begitulah cara beriman yang diajarkan oleh Allah di dalam Al Qur'an
kepada kita. Jangan asal percaya kepada setiap informasi yang datang
kepada kita. Siapapun dia. Kecuali Rasulullah SAW. Tetapi Rasulullah SAW
kan telah tiada" Artinya, kita tidak akan pernah lagi memperoleh pelajaran
dan Rasulullah SAW secara langsung. Yang terjadi, kita memperoleh
informasi dari berbagai macam sumber. Bisa dari buku, dan guru, kiyai,
mubaligh, sahabat dan lain sebagainya. Maka, kita harus melakukan
proses keimanan secara benar. Lakukan cek ulang terhadap semua
informasi itu. Bukannya kita tidak percaya kepada mereka, tapi Allah mengajarkan
kepada kita bahwa beragama ini adalah tanggungjawab pribadi kita. Sama
dengan berbisnis, kalau kita tidak cermat dan asal percaya kepada orang
lain, maka yang mengalami kerugian adalah kita sendiri. orang lain tidak
akan mau tahu. Paling-paling cuma ikut prihatin.
Beragama juga demikian. Jika kita salah dalam mengambil kesimpulan
dan kemudian diikuti dengan keputusan dan perbuatan yang juga salah,
maka seluruh akibat dan kesalahan kita itu menjadi tanggungjawab kita
pribadi. Tidak ada orang yang ikut bertanggungjawab terhadap kesalahan
10 kita itu. Dengan kata lain, kalau masuk Neraka ya diri kita sendiri yang
menderita. Dan kalau masuk Surga, ya kita juga yang merasakan
kebahagiannya. Informasi semacam ini berulangkali ditegaskan Allah di
dalam Al Qur'an. QS. Shaad (38) : 60 Pengikut-pengikut mereka menjawab : "sebenarnya kamulah. Tiada
ucapan selamat datang bagimu, karena kamulah yang
menjerumuskan kami ke dalam azab, maka amat buruklah
Jahanam itu sebagai tempat menetap"
QS.Shaad(38):64 Sesungguhnya yang demikian itu pasti terjadi, (yaitu) pertengkaran
penghuni neraka" QS. Al Baqarah (2) : 286 Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikannya) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya...." QS. Ar Ruum (30) : 44 Barangsiapa yang kafir maka dia sendirilah yang menanggung
(akibat) kekafirannya itu; dan barangsiapa yang beramal saleh
maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat
yang menyenangkan). QS. Al Israa' (17) : 36 Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
11 pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
Nah, kaitannya dengan shalat sebagai Mi'raj, kata Rasulullah SAW
hanya bisa dialami oleh orang-orang yang beriman. yaitu orang-orang yang
yakin, seyakin-yakinnya bahwa shalat itu memang bisa membawanya
untuk 'bertemu' dengan Allah.
Bagaimana dia bisa yakin" Karena dia sudah melakukan proses seperti
saya ceritakan di atas. Bukan hanya sekedar percaya apa kota orang. Dia
telah melakukan 'cross check' tentang shalat. Bukan hanya ngecek ke
berbagai sumber, melainkan juga sudah berusaha untuk menjalaninya
dengan benar. Ternyata memang benar adanya, bahwa ia bisa 'bertemu'
dengan Allah. Dalam konteks apa ia bertemu dengan Allah" Dalam kepahamannya
tentang makna shalat itu sendiri. Allah lewat Rasul-Nya sudah mendesain
shalat itu sebagai tatacara yang bisa mempertemukan seorang hamba
dengan Tuhannya. Maka, kalau kita kepingin bertemu dengan Allah,
lakukanlah shalat. Allah berulang kali mengatakan itu di dalam firmanNya. QS. Thahaa(20):14 "Sesungguhnya Aku ini adalah Alah, tidak ada Tuhan (yang hak)
selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk
mengingat Aku" QS. Ar Ra'd (13) : 2 Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebaimana) yang
kamu lihat, kemudian dia besemayam di atas ''Arsy, dan
12 menundukan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga
waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya ),
menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya ), supaya kamu meyakini
pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.
QS. Fushshilat (41): 53-54
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri,
sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar.
Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa
sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu" Ingatlah bahwa
sesungguhnya mereka ada dalam keraguan tentang pertemuan
dengan Tuhan mereka. Ingatlah, bahwa sesungguhnya Dia Maha
Meliputi segala sesuatu. QS. Ath Thalaq (65) : 10 Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka
bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal,
(yaitu) orang-orang yang beriman, Sesungguhnya Allah telah
menurunkan peringatan kepadamu.
Surat Ath Thalaq di atas sengaja saya kutip kembali untuk
memberikan penegasan, bahwa yang dimaksud dengan orang-orang yang
beriman itu sebenarnya adalah orang-orang yang berakal. Memang,
sungguh sulit untuk menjadi beriman kalau seseorang tidak menggunakan
akalnya. Paling-paling, dia hanya 'percaya' saja. Sebuah kepercayaan yang
'membabi buta' dan berpotensi sangat besar untuk melakukan kesalahan.
Maka, dalam konteks inilah saya ingin mengemukakan kepada
13 pembaca, bahwa untuk bisa bertemu Allah dalam shalat, kita harus
menjadi orang yang beriman. Dan, agar iman kita benar, kita harus
menggunakan akal. Untuk apa akal itu" Untuk memahami tanda-tanda Kebesaran Allah
yang tersebar di dalam Al Qur'an maupun di alam semesta. Dan ternyata,
tanda-tanda tentang kebesaran Allah itu juga ditebarkan dalam doa-doa
shalat kita. Maka, jika kita ingin bertemu Allah, kita harus memahami doa


Terpesona Disidratul Muntaha Karya Agus Mustofa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

shalat kita. Orang yang tidak paham sama sekali tentang makna shalatnya,
sangat kecil kemungkinan untuk bisa bertemu dengan Allah, sebagaimana
telah kita bahas sebelum ini.
SHALAT YANG MEMPESONA Saya berterima kasih kepada kedua orang tua saya, karena sejak kecil
mengajarkan agama kepada saya bukan sebagai dogma dan doktrin. Bukan
dengan paksaan. Termasuk ibadah shalat. Beliau, ayah dan ibu saya,
mengafarkan shalat sebagai ibadah yang 'menarik' untuk dijalankan,
karena dengan shalat itu kita bisa 'bertemu' dengan Allah yang Maha
Lembut, Pengasih dan Penyayang.
Maka, meskipun sering tergoda oleh beragam kemalasan seorang anak
dan berbagai argumentasinya, 'iming- iming' bertemu Allah itu menjadi
motivasi yang sangat kuat hingga saya beranjak dewasa. Bahwa shalat
adalah cara untuk bertemu Allah.
Tapi, dimanakah Allah" Dia jauh ataukah dekat" Dan kenapa untuk
bertemu dengan-Nya mesti lewat cara shalat"
14 Pertanyaan itu menjadi guidance dalam proses pencarian saya selama
berpuluh tahun. Kini saya mulai melihat 'titik terang' itu. Bahwa Allah
'ternyata begitu dekat' dengan kita, ketika kita 'menyadari' betapa dekatnya
Dia. Dan, Allah tiba-tiba 'terasa begitu jauh' ketika kita 'tidak menyadari'
atau 'lupa menyadari' kehadiran-Nya.
Meskipun, pada kenyataannya, Allah sangatlah dekat dengan kita,
bahkan lebih dekat dari pada urat leher kita sendiri (QS.50: 16). Dia juga
meliputi langit dan Bumi, temasuk kita dan seluruh makhluk-Nya (QS. 4:
126). Namun 'kehadiran-Nya' dalam kehidupan kita, ternyata seiring dan
sesuai dengan kualitas kesadaran yang kita bangun. Ya, di 'KESADARAN'
itulah 'TITIK TEMU' kita dengan ALLAH.
Maka, kita melihat, betapa pertemuan dengan Allah itu bergantung
pada kemampuan kita membangun kualitas kesadaran kita. Ini memang
tidak mudah, karena kesadaran kita kadang naik, kadang turun. Yang saya
maksudkan dengan 'kesadaran' di sini bukan hanya sekedar kondisi
'terjaga' alias tidak pingsan. Melainkan, kemampuan. kita untuk 'melihat'
dan 'merasakan' hakekat suatu kejadian. (Lebih jauh, tentang kualitas
kesadaran itu, saya bahas dalam buku 'MENYELAM KE SAMUDERA JIWA
DAN RUH') Jadi kalau seseorang mengalami suatu kejadian tetapi dia tidak bisa
'melihat' dan 'merasakan' makna yang terkandung di dalamnya, maka dia
sesungguhnya tidak dalam keadaan 'sadar'. Atau setidak-tidaknya,
kesadarannya rendah. Orang yang demikian ini, suatu kali akan bisa
'terjatuh' dalam persoalan yang sama. Bahkan berkali-kali.
Sebaliknya, orang yang sadar, adalah orang yang bisa 'melihat' dan
15 'merasakan' makna atas kejadian tertentu. Dia bisa mengambil pelajaran
dari kejadian itu. Dia peka, bahwa di balik kejadian itu ada 'MAKNA'. Dia
juga paham, bahwa kejadian itu bukanlah sesuatu yang kebetulan terjadi.
Dia berhasil 'melihat' dan 'memahami' bahkan 'merasakan' bahwa ada
'SUATU KEKUATAN' yang hadir di balik kejadian itu. Maka inilah orang
yang 'SADAR' itu. Nah, kesadaran semacam ini memang sangat bergantung kepada
kualitas akal kita. Dalam konteks agama, itulah yang disebut Rasulullah
sebagai kualitas keimanan.
Tapi, untuk mencapai tingkat kesadaran yang demi-kian tinggi, butuh
proses yang sangat panjang. Dan latihan bertahun-tahun. Bahkan mungkin
berpuluh tahun, sepanjang kehidupan. Itulah yang kita lakukan lewat
ibadah shalat. Shalat adalah sebuah proses amalan, sekaligus latihan untuk
membangun kualitas kesadaran. Diharapkan dengan shalat yang baik terus
menerus dan berulang-ulang, kualitas kesadaran kita akan meningkat.
Sehingga akhirnya, kita bisa 'bertemu' Allah dalam seluruh penjuru
kehidupan kita. Rasulullah SAW telah 'bertemu' dengan-Nya, di dalam perjalanan Isra'
Mi'raj. Beliau mengajarkan kepada kita, kalau kita Ingin bertemu denganNya, lakukanlah shalat. Di dalam shalat itulah kita bakal bertemu denganNya. Kapan" Ketika seluruh kesadaran memuncak dalam kekhusyukan
tertinggi shalat kita. Maka, ketika makna shalat telah terefleksi dalam kehidupan kita, Allah
bakal hadir di seluruh penjuru peristiwa yang kita alami. Di dalamnya ada
16 dzikrullah dan doa, yang mengalir sepanjang tarikan dan hembusan nafas
kita. Tidak ada lagi waktu yang terbuang percuma. Seluruhnya berisi pujipujian untuk mengagungkan DZAT Yang Maha Perkasa, seiring tasbihnya
bermiliar-miliar malaikat dan bertriliun benda-benda di alam semesta.
Itulah saat-saat kita Terpesona di Sidratul Muntaha ...
QS.Thaahaa(20):14 Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku,
maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku ...
QS. An Nisaa' (4) : 103 Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat
ingatlah Allah di waktu berdiri,
di waktu duduk dan di waktu berbaring......
QS. Al Israa' (17) : 44 Langit yang tujuh, Bumi dan semua yang ada di dalamnya
bertasbih kepada Allah. Dan tak ada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya,
17 tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun
lagi Maha Pengampun......
......Wallaahu a'lam bishshawab......
Di PDF kan Oleh : AnesUlarNaga
http://anesularnaga.blogspot.com
SELESAI Sekedear Berbagi Ilmu & Buku Attention!!! Please respect the author's
copyright and purchase a legal copy of
this book AnesUlarNaga. BlogSpot. 18 COM Document Outline 32250_102261556489480_100001169083413_18385_2230745_n
@ terpesona di sidratul muntaha_ok
@@ (http://cerita-silat.mywapblog.com)
19 Hong Lui Bun 9 Joko Sableng Muslihat Sang Ratu Tapak Dewa Naga 2

Cari Blog Ini