Topeng Kuning Karya Bois Bagian 2
mengantarkannya dengan Mestrans I. Kini pemuda itu
sudah kembali ke ruang kerja untuk menemani Haris.
"Kenapa, Har?" tanyanya ketika melihat Haris tampak
termenung sambil memandangi sirkuit yang ada
dihadapannya. "Entahlah" sebuah port yang
menghubungkannya dengan perangkat lunak tidak
berfungsi," jawab Haris yang lagi-lagi mengalami
kesulitan, kemudian dia segera meminta bantuan
Rolab untuk memperlihatkan skema sirkuit utama.
Tak lama kemudian, Rolab pun sudah
menampilkannya dengan 3D visual hologram. Setelah
itu Haris tampak mempelajarinya dengan seksama.
Setelah lama berpikir, akhirnya Haris menemukan
131 kesalahannya. "Mmm" lagi-lagi mereka telah
mengecohku, namun kali dengan cara menukar alur
yang penting. Sebab tidak mungkin pin-4 pada port ini
dihubungkan dengan gerbang C-8 pada chip yang ini,
begitu pun dengan pin-6 pada port ini, tidak mungkin
dihubungkan dengan gerbang C-2 pada chip yang ini,"
kata Haris sambil menunjukkannya kepada Bobby.
Saat itu Bobby sama sekali tidak mengerti dengan
apa yang dikatakan Haris, namun karena merasa
tidak enak, dia pun berusaha untuk menganggukangguk
sambil terus mendengarkan penjelasan Haris.
Setelah memperbaiki kesalahan itu, Haris pun
segera melanjutkan pekerjaannya. Sementara itu,
Bobby masih terus setia menemaninya, bahkan dia
selalu siap menyediakan apapun yang Haris
butuhkan. Menjelang pukul 2 pagi pekerjaan perakitan
Alpenten telah selesai. Kini mereka sedang
berkemas-kemas untuk beristirahat di kamar yang
berada di ruang kehidupan.
132 Sekitar pukul sembilan pagi terdengar panggilan
dari Sinta yang minta dijemput, dia akan datang
membawakan sarapan untuk Bobby dan kakaknya.
Haris yang menerima panggilan itu segera menuju ke
anjungan. Sementara itu, Bobby yang baru saja mandi
sedang sibuk membongkar Rolab di ruang pemantau.
Saat itu Pemuda itu tampak sudah melepas semua
bagian yang menjadi penutup sistem hidrolik dan
langsung mengamatinya dengan penuh seksama.
Di ruang makan pada ruang kehidupan, Haris dan
Sinta baru saja tiba. "Kak Bobby mana, Kak?" tanya Sinta seraya
meletakkan makanan di atas meja.
"Mmm" mungkin di ruang pemantau. Semalam
dia bilang mau membongkar Rolab," jawab Haris
seraya mengaktifkan pemasak air otomatis.
"Untuk apa sih dia pakai bongkar-bongkar Rolab
segala" Kayak orang yang mengerti saja," kata Sinta
mengejek. 133 "Biarkan saja, Sin! Mungkin dia mau tahu tentang
teknologi robot," ujar Haris seraya tersenyum.
"Hmm... kalau begitu, aku ke sana dulu ya, Kak."
"Oke, Sin" Setelah mandi aku menyusul!" kata
Haris seraya melangkah pergi. Pada saat yang sama,
Sinta tampak melangkah ke ruang pemantau.
Setibanya di tempat itu, dia langsung menyapa Bobby
yang masih saja sibuk mengamati Rolab. Sementara
itu, Bobby hanya tersenyum menyambut
kedatangannya, kemudian dia kembali sibuk
mengamati Rolab dengan sangat serius. Bobby yang
sok mengerti mengenai teknologi robot tampak garukgaruk
kepala. "Bagaimana, Kak" Sudah tahu apa
kerusakannya?" tanya Sinta.
"Boro-boro tahu kerusakannya. Setelah sekian
lama mengamati kabel-kabel dan selang-selang yang
semerawut ini, kini kepalaku malah menjadi pusing,"
jawab Bobby. "Hihihi" makanya, kalau tidak mengerti jangan
sok mengerti! Mana penutupnya dibongkar semua
134 lagi" Kak, kamu itu kan tahunya cuma pertanian dan
peternakan. Lebih baik kamu menanam bunga di pot
untuk keindahan pesawat ini," canda Sinta mengejek.
"Grrr" kau tuh, ya! Memangnya tidak boleh apa
kalau aku tahu sedikit soal robot," kata Bobby geram
sambil melotot pada Sinta.
"Boleh, boleh" begitu saja kok diambil hati," kata
Sinta yang melihat wajah Bobby tampak kesal.
"Kau sih, mentang-mentang pintar mekanik dan
kelistrikan, merendahkan aku yang cuma tahu soal
pertanian dan peternakan," kata Bobby seraya
meredupkan pandangannya. "Maaf deh kalau kamu merasa direndahkan," kata
Sinta seraya menatap Bobby dengan tatapan
menyesal. "Kau saja, kalau disuruh menanam pohon bunga,
mati melulu," ejek Bobby.
"Iya, iya" aku kan sudah mengaku salah! Kenapa
sih kamu masih memperpanjangnya?" keluh Sinta
seakan mau menangis. 135 "Dasar cengeng. Baru dibilang begitu saja sudah
mau menangis," canda Bobby
"Bobby! Kamu tuh ya?" kata Sinta seraya
mencubit lengan Bobby. "Aduh" aduh"! Sudah, Sin! Sakit tahu." Bobby
tampak meringis seraya mengusap-usap lengannya
yang terasa sakit, kemudian dia segera membalas
cubitan itu. Sinta pun meringis kesakitan, "Jahat kamu, Kak.
Sakit, nih!" keluhnya dengan mata melotot.
Haris yang kebetulan melihat mereka langsung
berkomentar, "Waduh" waduh"! Baru ditinggal
berduaan sebentar, eh sudah berani cubit-cubitan.
Bagaimana kalau aku tinggal lama, bisa-bisa?" Haris
tidak melanjutkan kata-katanya.
"Bisa-bisa apa, Kak" Huh, kamu kan tidak tahu
permasalahannya," kata Sinta dengan mata sedikit
melotot. "Iya, Dik Sinta yang maniiiis. Jangan galak gitu,
dong! Aku kan memang tidak tahu permasalahannya."
136 "Maaf ya, Har. Kalau aku sudah berbuat lancang
pada adikmu. Sungguh apa yang kau lihat itu tidak
seperti kelihatannya," jelas Bobby.
"Sudahlah, Bob! Lupakan saja. Aku percaya kok.
O ya, kalau begitu" ayo kita sarapan sekarang!" ajak
Haris seraya tersenyum, .
"Ayo, Har. Aku juga sudah lapar sekali nih," kata
Bobby bersemangat. Lantas, dengan segera mereka bergerak ke ruang
makan. Setibanya di ruangan itu, mereka langsung
duduk bersama. Saat itu Sinta duduk di sebelah
Bobby, sedangkan Haris duduk di seberang meja.
"Ayo dimakan dong, Sin!" kata Bobby yang melihat
Sinta tidak ikut makan. "Aku sudah sarapan di rumah," kata gadis itu
menolak. "Ayolah, Sin! Makan lagi saja, biar tambah
gemuk," sindir Haris yang belakangan ini melihat pipi
Sinta sedikit tembam. "Kak Haris memperhatikan, saja! Memangnya aku
agak gemuk ya?" tanya Sinta tidak percaya diri.
137 "Tidak gemuk kok. Cuma sedikit mekar," kata
Haris memberi tahu. "O, jadi sekarang Sinta tambah gemuk ya,"
komentar Bobby yang selama ini memang tidak bisa
melihat tubuh Sinta lantaran tertutup gaun kurung
bercadar. "Eh, Sin. Aku yakin, kau pasti tetap gemuk
walaupun cantik. Eh, kau pasti tetap cantik walaupun
gemuk. Tapi ngomong-ngomong, apa yang dikatakan
Haris tadi ada betulnya juga. Mulanya sih memang
sedikit mekar, lantas setelah itu pasti akan seperti?"
Bobby tidak melanjutkan kata-katanya.
"Seperti apa" Ayo coba bilang!" desak Sinta
dengan mata melotot. "Tidak ah, aku tidak mau bilang."
"Baiklah, kalau begitu rasakan ini," kata Sinta
seraya mencubit lengan Bobby.
"Aduh, sakit tahu. Lihatlah, Har! Beginilah adikmu
itu," kata Bobby seraya mengusap-usap lengannya
yang terasa panas. "Hihihi, sukurin! Habis kamu tidak mau bilang,"
tawa Sinta puas. 138 Sementara itu, Haris cuma bisa geleng-geleng
kepala. Sungguh saat itu dia bisa merasakan sesuatu
yang spesial di antara keduanya. Selesai sarapan,
mereka segera kembali ke ruang pemantau. Di
ruangan itu Haris dan Sinta mulai menganalisa
kerusakan Rolab, sedangkan Bobby hanya
memperhatikan saja. Saat itu Haris tampak begitu
serius memeriksa sistem elektroniknya, sedangkan
Sinta tampak begitu serius menganalisa sistem
mekaniknya. Hingga akhirnya, Sinta menemukan kerusakan
pada unit master minyak hidrolik, sedangkan Haris
menemukan kerusakan pada sirkuit penggerak
pompa hidrolik. Setelah kerusakan berhasil diketahui,
mereka pun mulai melakukan perbaikan di ruang kerja
Laboratorium. Saat itu Haris memperbaiki sirkuit yang
mengalami kerusakan dengan mengganti beberapa
komponen yang terbakar, sedangkan Bobby tampak
membantu Sinta yang sedang kesulitan guna
memperbaiki unit master minyak hidrolik.
139 Setelah melakukan perbaikan, akhirnya Rolab
diminta untuk bersandar pada mesin penunjang
kehidupannya. Saat itu semua sistem mekaniknya
segera diperiksa, bersamaan dengan itu di layar
monitor terpampang status kedua lengan Rolab yang
sudah berfungsi sebagaimanamestinya. Setelah
pemeriksaan selesai, Rolab diminta untuk membentuk
kristal sesuai dengan bentuk semula.
Kini Rolab mulai membentuk ulang kristal itu.
Rolab membentuknya dengan cara menggrinda kristal
dengan menggunakan grinda serbuk intan yang
berputar dengan kecepatan tinggi hingga berbentuk
persegi enam. Setelah kristal terbentuk, Rolab segera
mengamplasnya dengan menggunakan amplas
serbuk intan yang juga berputar dengan kecepatan
tinggi. Kini kristal itu tampak sudah mulai mengkilat.
Selanjutnya kristal itu diamplas dengan amplas intan
hingga akhirnya betul-betul mengkilat. Tak lama
kemudian, kristal yang baru dibentuk itu pun siap
digunakan. Sementara itu Sinta sedang sibuk
140 membuat pola komponen sesuai dengan cetak biru
yang sudah dibuatnya. Sedangkan Bobby dan Haris
tampak sibuk mempersiapkan bahan-bahan yang
dibutuhkan. Dua hari kemudian, mereka mulai mengerjakan
pemodifikasian Kapwak. Rolab diminta untuk
mengambil Kapwak di ruang kargo. Lalu dengan
segera android itu bergerak untuk mengangkat dan
membawanya ke ruang kerja di laboratorium. Setelah
itu, dia diminta untuk melakukan pekerjaan
pengelasan dan penambahan pada bagian tertentu
guna memodifikasi Kapwak. Setelah pemodifikasian
selesai, Haris dan Bobby mulai memasang alat
peningkat tenaga yang telah mereka buat. Alpenten itu
dihubungkan dengan sumber tenaga utamanya dan
juga dihubungkan dengan komputer utama yang ada
di Kapwak. Setelah Alpenten terpasang, kemudian
dilanjutkan dengan pemasangan kristal yang sudah
141 terbentuk tadi di antara Alpenten dan sumber tenaga
utamanya. Setelah semuanya terpasang sempurna,
Rolab diminta untuk membawanya ke mesin induk
dan meletakkannya di tempat itu.
Kini tahap awal pengujian mesin waktu. Kapwak
yang baru dimodifikasi merupakan alat transportasi
dua arah yang berguna untuk melewati lorong waktu
di lubang hitam. Karena bersifat dua arah, Kapwak
diharapkan bisa pulang-pergi ke pesawat sesuai
rencana. Hari sudah menjelang sore. Pada saat yang sama,
Bobby tampak pamit untuk pergi ke padepokannya.
Sementara itu, Haris dan Sinta masih tetap di dalam
pesawat, mereka ingin menguji kelayakan Kapwak,
yaitu dengan melakukan pengujian tanpa penumpang.
Sore harinya, di sebuah kamar mandi yang bersih
dan bagus, terlihat seorang gadis tampak
mengenakan basahan sambil berendam menikmati
142 aroma terapi. Dialah Sinta yang baru saja kembali dari
pesawat guna melepas lelah. Saat itu dia tampak
begitu santai, menikmati kenyamanan air hangat yang
berbuih. Selain itu, suasana kamar mandi itu pun
Topeng Kuning Karya Bois di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terasa begitu nyaman. Dinding dan lantainya tampak
dihiasi dengan keramik Italia berkualitas tinggi,
sedangkan warnanya yang lembut semakin
menambah keindahan ruangan itu. Pada saat yang
sama, di dalam pesawat, tepatnya di ruang kerja pada
Laboratorium, Haris terlihat sibuk memperbaiki
sebuah sirkuit yang diambilnya dari Kapwak.
Menjelang sore tadi, Kapwak telah diuji coba untuk
dipindahkan lima menit ke masa depan, tepatnya di
belakang rumah Bobby, dan ternyata benda itu
berhasil muncul di lokasi yang ditentukan lima menit
setelah peluncuran. Haris dan Sinta sangat senang
dengan prestasi itu. Hingga akhirnya Haris semakin
bersemangat untuk melakukan pengujian tahap
selanjutnya. Saat itu dia langsung mengoperasikan
Kapwak untuk kembali ke pesawat lima menit ke
masa depan, dan ternyata benda itu berhasil kembali
143 bersandar di pesawat lima menit kemudian. Lagi-lagi
Haris dan Sinta begitu senang dengan prestasi itu,
namun kesenangan mereka mendadak lenyap ketika
mengetahui Kapwak mengalami kerusakan, saat itu
pintunya tidak bisa terbuka secara otomatis. Begitu
diselidiki, ternyata kerusakan hanya pada sirkuit
sistem mekaniknya. Mengetahui itu, keduanya pun
merasa lega kembali. Kini Haris tampak membolak-balik sirkuit yang
baru saja disoldernya, dia mengamatinya dengan
begitu teliti. Tanpa sengaja, tiba-tiba tangannya
terkena ujung solder yang panas, saat itu kulitnya
yang hitam manis langsung melepuh dibuatnya. Lalu
dengan segera pemuda itu berlari ke ruang medis.
Sesampainya di ruangan itu, dia kebingungan mencari
kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan).
Karena tidak menemukannya, dia pun segera
memanggil Rolab yang berada di ruang pemantau dan
menanyakan perihal kotak tersebut. Rolab
memberitahukan bahwa di pesawat itu tidak ada kotak
P3K, yang ada adalah APCR (Alat Penyembuh Cidera
144 Ringan). APCR adalah sebuah alat penyembuh yang
bentuknya seperti telepon genggam, namun
sayangnya pada saat ini semua alat itu dalam
keadaan tidak aktif lantaran tenaganya tidak pernah
diisi ulang. Mengetahui itu Haris tampak panik, sedangkan
rasa sakit akibat luka bakar terus berdenyut-denyut.
Untunglah saat itu dia tidak kehabisan akal. Lantas
dengan segera pemuda itu pergi ke kamar mandi dan
mengambil sebuah pasta gigi, kemudian dengan
perlahan langsung mengoleskannya ke bagian kulit
yang terbakar seraya meniup-niupnya perlahan. Kini
Haris merasakan rasa dingin di bagian kulitnya yang
terbakar, kemudian dengan serta-merta rasa sakit
yang dirasakannya pun mulai berkurang. Sekarang dia
sudah benar-benar lega, lantas dengan penuh
semangat dia segera kembali ke ruang kerja untuk
melanjutkan pekerjaannya.
145 Menjelang malam, Bobby datang menemui Haris.
Dia memberitahu bahwa malam ini dia tidak mungkin
bisa menginap. Sebab, anak buahnya yang dipercaya
mengelola usaha tanaman dan ikan hiasnya akan
datang ke rumah guna melaporkan perkembangan
hasil usaha. "Begitulah, Har" Sepertinya sepanjang
malam ini aku akan disibukkan dengan hasil laporan
yang akan diberikan nanti. Maaf ya, Har. Kalau malam
ini aku tidak bisa membantumu," kata Bobby dengan
sangat menyesal. "Sudahlah, Bob! Aku mengerti kok," kata Haris
memaklumi kesibukan Bobby.
"Oke deh. Kalau begitu sudah dulu ya," pamit
Bobby seraya mematikan Alkom-nya.
Haris segera menyimpan Alkom-nya dan langsung
melangkah menuju ke ruang dapur. Rupanya dia mau
memasak mi instan untuk mengganjal perutnya yang
lapar. Kebetulan, kemarin Bobby dan Sinta telah
membeli beberapa persediaan makanan dan
minuman seperti : Mi instan, bubur instan, susu
kaleng, kopi, teh celup, gula pasir, dan roti sobek rasa
146 cokelat. Kini Haris tidak harus menunggu Sinta jika
merasa lapar, dia bisa memasak sendiri dengan
menggunakan kompor listrik yang ada di pesawat.
Sambil menunggu mi-nya matang, Haris tampak
membuat segelas teh manis dan meletakkannya di
meja makan. Beberapa saat kemudian, mi instan yang
sedang dimasaknya pun matang. Mengetahui itu,
Haris segera mengangkat dan menuangnya ke dalam
sebuah mangkuk yang sudah ditaburi bumbu. Sejenak
diaduk-aduknya mi itu hingga bumbunya bercampur
rata. Setelah itu Haris membawanya ke meja makan.
Karena lapar, pemuda itu langsung menyantapnya
dengan begitu lahap. Sesekali dia terlihat mengelap
kaca matanya yang terkena uap panas dari mi instan
yang masih mengepul. Di atas sebuah kursi, di depan sebuah meja
belajar yang diterangi lampu hemat energi 15 watt.
Seorang gadis terlihat sedang sibuk mengerjakan
tugas-tugas kampusnya. Rupanya Sinta sedang sibuk
menyelesaikan tugas inofasi yang diberikan oleh
Dosennya. Walaupun terlihat sibuk, sesekali dia pergi
147 ke dapur untuk mengisi gelas minumannya yang
sudah kosong atau mengambil cemilan yang bisa
menemaninya menyelesaikan tugas.
"Nah, akhirnya makalah inofasi teknologi air
mengalir-ku bisa selesai dengan sempurna, aku harap
Dosen akan memberikan nilai A atas temuanku itu,"
katanya dalam hati. Saat itu Sinta begitu senang
dengan sistem pendidikan di kampusnya yang selalu
memberi tantangan kepada setiap anak didiknya, yaitu
dengan memberikan tugas guna membuat alat
keperluan sehari-hari, atau keperluan pertanian
misalnya. Tugas itu sebetulnya tidak wajib, namun
bagi mahasiswa yang mau melakukannya tentu akan
diberikan tambahan nilai sebagai imbalan atas jerih
payahnya. Selain itu, setiap hasil inofasi yang
memenuhi kelayakan tentu akan dipatenkan atas
namanya. Selama ini, Sinta selalu mempraktekkan
teori yang didapatnya dari kampus guna
menyelesaikan tugas yang menantang itu. Pada
setiap riset, biayanya selalu ia minta dari orang
tuanya. Maklumlah, dia itu termasuk orang yang
148 berada. Ayahnya adalah seorang pengusaha yang
cukup sukses. Di tempat berbeda, di sebuah ruang tamu yang
tampak mewah terlihat dua orang sedang membahas
sesuatu. Mereka adalah Bobby dan anak buahnya
yang sedang melakukan pertemuan rutin guna
membahas perkembangan usaha. Tak lama
kemudian, anak buah Bobby tampak membereskan
berkas-berkas yang tergeletak di atas meja, kemudian
segera pamit pulang. Setelah mengantarkan anak
buahnya sampai ke pintu gerbang, Bobby kembali ke
ruang tamu dan duduk di sofa. Kini dia tampak
memegang sebuah map yang ditinggalkan oleh anak
buahnya, saat itu dia sedang mempelajari isi map
dengan seksama. Sesekali Bobby tampak sibuk
menulis sesuatu ke dalam buku catatannya yang
berwarna biru, rupanya dia sedang mencatat
beberapa hasil laporan yang perlu ditindak lanjuti.
Ketika sedang serius-seriusnya mengamati laporan
yang baru saja diberikan, tiba-tiba terdengar bel
rumahnya berbunyi. Saat itu Bobby langsung keluar
149 melihat siapa yang datang, dan begitu mengetahuinya,
wajahnya pun langsung berseri gembira. Ternyata
yang datang itu Mang Udin, pembantunya yang baru
saja datang dari kampung. Saat itu Mang Udin tampak
berdiri di muka gerbang sambil tersenyum ramah, dia
datang dengan membawa oleh-oleh hasil kebunnya
yang berada di Garut. Sementara itu di belakangnya
tampak seorang wanita bercadar yang berdiri
mematung. "Den Bobby, kenalkan ini istri Mamang "Teh
Nuning"," kata Mang Udin memperkenalkan istrinya.
Saat itu istri Mang Udin tampak membuka
cadarnya, "Kenalkan Den nama saya Nuning. Duh,
Den Bobby. Teteh mah tidak nyangka, kalau juragan
teh kasep pisan," puji teh Nuning dengan dialek
Sundanya yang kental. "Makasih, Teh. Senang berkenalan dengan
Teteh," kata Bobby seraya tersenyum sambil
memperhatikan wanita itu mengenakan cadarnya
kembali. 150 "Ayo Mang, silakan masuk!" ajak Bobby kepada
pembantunya. "Iya Den," sahut Mang Udin seraya mengajak
wanita yang sejak tadi terdiam di belakangnya untuk
mengikutinya masuk. Mang Udin adalah seorang pembantu yang setia.
Dia sudah mengabdi pada keluarga Bobby sejak
Bobby masih kecil, namun ketika ayah Bobby
meninggal, Mang Udin kembali ke kampungnya.
Waktu itu, Ibu Bobby memang sedang dilanda
masalah keuangan, sehingga beliau pun tidak mampu
untuk menggajinya. Sebenarnya Mang Udin bersedia
untuk tidak digaji, tetapi ibu Bobby merasa tidak tega
dan menasihati untuk mencari pekerjaan lain yang
bisa menghasilkan uang. Namun setelah ibu Bobby
bekerja di luar negeri"di tanah kelahirannya
Malaysia, Mang Udin dipanggil kembali. Ibu Bobby
memintanya untuk menjaga rumah dan menemani
putranya di rumah itu. Sebulan yang lalu, Mang Udin
pulang ke kampungnya untuk menikah, namun hari ini
dia datang bersama istrinya untuk tinggal dan bekerja
151 kembali di rumah Bobby. Kini Bobby, Mang Udin, dan
istri Mang Udin sudah duduk di kursi tamu.
"O ya, Mang. Saya ingin berbicara dengan
Mamang. Sebaiknya sekarang Mang Udin antar teh
Nuning dulu ke kamar!" Pinta Bobby ramah.
"I ya, Den. Ayo, Ning!" ajak Mang Udin kepada
istrinya. "Iya, A?" balas Nuning. "Permisi" atuh Den
Bobby. Teteh ke kamar dulu nyak," kata Teh Nuning
seraya bangun dari tempat duduknya.
"Mangga, Teh..." balas Bobby.
Mang Udin segera mengantarkan istrinya ke
kamar, sementara itu Bobby masih duduk di ruang
tamu guna melihat-lihat isi laporan sambil menunggu
Mang Udin. Tak lama kemudian Mang Udin sudah
kembali, kemudian segera duduk di hadapan Bobby.
"Den, sebenarnya apa yang Aden ingin
bicarakan?" tanya Mang Udin penasaran.
"Mmm, begini Mang. Saya ingin menyampaikan
sebuah rahasia kepada Mamang," jawab Bobby.
152 "Ra-rahasia" Rahasia apa itu, Den?" tanya Mang
Udin semakin penasaran. "Mang... dengar baik-baik. Di gudang ada sebuah
mesin yang sudah saya tutup dengan terpal. Mesin itu
sangat penting. Saya harap, Mamang bisa
menjaganya selagi saya tidak di rumah, dan saya
harap Mamang tidak sampai menyentuhnya!" pinta
Bobby. "Baik, Den! Saya akan melaksanakan amanat
Aden," janji Mang Udin.
Setelah mempersilakan Mang Udin pergi, Bobby
tampak mempelajari kembali isi laporan yang
diberikan anak buahnya. Keesokan paginya, Haris menghubungi Bobby
dengan Alkom. Dia memberitahukan bahwa
kerusakan sirkuit pada sistem mekanik Kapwak sudah
selesai diperbaiki. Kini saat pengujian selanjutnya,
yaitu dengan menggunakan mahluk hidup sebagai
153 penumpangnya. Dia meminta Bobby untuk membeli
seekor kera sebagai hewan percobaan. Setelah
menerima pesan itu, Bobby pun segera berangkat ke
pasar Pramuka untuk membeli seekor kera.
Di anjungan, Haris dan Sinta sedang
mempersiapkan segala sesuatunya untuk melakukan
pengujian, saat itu mereka sedang menguji ulang
semua kelengkapan Kapwak. Dua jam kemudian,
Bobby datang ke anjungan dengan membawa seekor
kera yang ditempatkan di dalam kurungan.
"Aduh, lucunya kera itu," kata Sinta ceria.
"Iya, Sin. Dia itu memang lucu sepertimu," canda
Bobby. "Dia itu seperti kamu, Kak. Lihatlah! Kalau lagi
garuk-garuk kepala seperti itu, persis sekali seperti
kamu," balas Sinta tidak mau kalah.
"Mulai lagi, deh. Kalian tidak bosan-bosannya, ya.
Selalu saja seperti itu," kata Haris mengomentari.
"Kak Bobby sih yang mulai duluan," kata Sinta.
"Aku kan cuma bercanda," bela Bobby.
Topeng Kuning Karya Bois di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
154 "O ya, ngomong-ngomong" Kasihan sekali ya
bila kera itu dijadikan hewan percobaan," ujar Sinta.
"Iya, sih. Tapi, mau bagaimana lagi?" komentar
Haris. "Benar, Har. Organ tubuhnya kan seperti manusia,
mau tidak mau kita memang harus
menggunakannya," timpal Bobby seraya memasukkan
kera itu ke dalam Kapwak sebagai penumpangnya.
Tak lama kemudian, uji coba pun dimulai. Haris
mengirimnya lima menit ke masa depan dengan lokasi
yang sama seperti pada pengujian pertama, yaitu di
belakang rumah Bobby. Ketika terdengar pesan
"Pemindahan selesai", Haris pun segera
mengoperasikan Mestrans I untuk memindahkan
Bobby ke halaman belakang rumahnya, dan dalam
sekejap Bobby sudah berada di tempat itu.
Kini Bobby tampak menanti kemunculan Kapwak
dengan hati berdebar. Setelah lima menit menunggu,
akhirnya kapsul waktu muncul dengan diawali oleh
sinar putih yang menyilaukan. Kini Bobby sedang
membuka pintunya dan memeriksa kera yang berada
155 di dalamnya. Sungguh betapa senangnya dia saat itu,
dilihatnya kera yang menjadi penumpangnya dalam
keadaan baik-baik saja. Tak lama kemudian, pemuda
itu segera mengoperasikan Kapwak agar bisa kembali
ke pesawat. Setelah itu, dia segera keluar dan
menyaksikan benda itu lenyap dari pandangan.
Kini Bobby sedang menghubungi Haris agar
segera memindahkannya ke pesawat. Dalam sekejap,
pemuda itu sudah kembali ke anjungan. Kini Bobby,
Haris, dan Sinta tampak menunggu kemunculan
Kapwak di pesawat. Setelah lima menit menunggu,
akhirnya kapsul waktu itu muncul dan segera
membuka pintunya secara otomatis. Saat itu
ketiganya sangat senang lantaran melihat kera yang
berada di dalamnya masih tampak sehat, kemudian
mereka pun langsung bersalaman merayakan
keberhasilan itu. Kini alat penguat tenaga telah
bekerja sesuai rencana. Buktinya, kera yang telah
dijadikan uji coba itu masih tampak segar-bugar.
Namun mereka tidak mau gegabah, untuk lebih
meyakinkan, mereka pun segera membawa kera itu
156 ke ruang medis untuk diperiksa. Setelah melakukan
pemeriksaan, yakinlah mereka kalau kera itu masih
dalam keadaan sehat. Kini kera itu sudah dimasukkan
kembali ke dalam kurungan dan langsung
ditempatkan di ruangan pemeliharaan, setelah itu
ketiganya segera kembali ke anjungan dengan rianggembira.
Kini pengujian tahap selanjutnya, yaitu
pengoperasian Kapwak ke masa lalu. Dalam uji coba
ini, Rolab diminta menjadi sukarelawan untuk
mengambil beberapa spesimen pada tahun yang
dituju. Bobby, Haris, dan Sinta sebenarnya berat untuk
menggunakan Rolab, tapi karena itu jalan satunyasatunya
terpaksa mereka melakukannya. Saat itu
Rolab akan dikirim ke masa lalu, yaitu di daerah Judith
River Amerika Utara pada periode Late Cretaceous
(masa ketika dinosaurus ukuran raksasa masih
bertahan hidup). Kini Rolab tampak memasuki
Kapwak. Tak lama kemudian, kapsul waktu itu pun
menghilang dari pandangan.
157 Sambil menunggu Rolab kembali, mereka tampak
berbincang-bincang. "Kak Bobby" Apakah kita tidak
salah bertindak, menggunakan Rolab sebagai
sukarelawan?" tanya Sinta.
"Lho, bukankah tadi aku sudah menjelaskan,
hanya Rolab-lah yang memang bisa melakukan
percobaan itu. Kita kan tidak mungkin menggunakan
kera, sebab hewan itu sama sekali tidak bisa
mengoperasikan Kapwak. Lagi pula, bukankah Rolab
lebih bisa diandalkan untuk mengambil spesimen,"
jelas Bobby. "Bukankah tadi kau juga setuju bila kita
menggunakan Rolab sebagai sukarelawan," timpal
Haris. "Iya sih" tapi setelah kupikir-pikir" kenapa kita
tidak membayar orang saja untuk melakukannya,"
kata Sinta. "Membayar orang" Kau tahu, berapa rupiah yang
kita mesti kita keluarkan untuk membayar orang" Lagi
pula, itu sama saja dengan mencari masalah dan
tidak berprikemanusiaan, masa kita membayar orang
158 untuk melakukan sesuatu yang belum jelas
bahayanya," komentar Bobby.
"Iya, Sin. Kalau orang itu kembali dalam keadaan
selamat mungkin tidak ada masalah. Tapi kalau orang
itu mati, kita juga kan yang susah. Bukan begitu,
Bob?" timpal Haris. "Yup, kau benar, Har," Bobby sependapat.
Mereka terus berbincang-bincang sambil
menunggu Rolab kembali. Namun setelah lama
menunggu, ternyata Rolab belum juga kembali.
Mengetahui itu, mereka pun langsung Khawatir, sebab
sudah satu jam lebih Android itu belum juga kembali.
Ketika mereka sedang berpikir, tiba-tiba terdengar
sebuah pesan yang menyatakan kalau Kapwak akan
segera kembali. Benar saja. Tak lama kemudian,
Kapwak sudah kembali. Setelah pintunya terbuka
secara otomatis, Rolab pun langsung keluar dengan
membawa beberapa spesimen. Saat itu, Bobby, Haris,
dan Sinta sangat terkejut sekaligus gembira
menyambut kedatangan Rolab yang kembali dengan
membawa beberapa buah telur dinosaurus dan
159 beberapa tumbuhan pada zaman itu. Kini mereka
sedang membawa spesimen itu ke ruang Biologi di
Laboratorium dan meletakkannya pada sebuah
tempat penyimpanan. Melihat kesuksesan mesin waktu itu, mereka
nekad melakukan uji coba yang ketiga, yaitu dengan
menggunakan manusia. Mula-mula Haris dan Sinta
agak ragu akan keberhasilan uji coba itu. Namun
setelah Bobby meyakinkan kalau mesin itu bisa
berhasil, bahkan dia sendiri yang akan menjadi
sukarelawannya, akhirnya uji coba pun siap dilakukan.
Setelah Bobby mengemukakan alasannya, kenapa dia
begitu nekad mau menjadi sukarelawan, akhirnya
Sinta pun ingin ikut bersamanya. Semula Haris
keberatan jika adiknya ikut bersama Bobby, sebab
Sinta itu seorang wanita yang memang tidak
diperkenankan untuk bepergian bersama lelaki yang
bukan muhrimnya. Namun karena Bobby bisa
meyakinkan, kalau dia akan menjaga kehormatan
Sinta, bahkan dia akan berusaha melindunginya dari
segala bahaya, akhirnya Haris mengizinkan juga.
160 Begitulah jika setan berhasil memperdaya manusia,
dengan alasan darurat dan karena kepercayaannya
kepada Bobby, akhirnya Haris mau mengizinkan
perkara yang jelas telah dilarang agama. Padahal, jika
lelaki dan perempuan yang bukan muhrim pergi
berduaan, lantas keduanya berhasil diperdaya oleh
setan, maka hal yang tidak diinginkan pun bisa saja
terjadi. Beruntung jika salah satu atau kedua masih
kuat iman, namun kalau tidak tentu apa yang
dikhawatirkan itu bisa benar-benar terjadi.
Sesungguhnya karena itulah agama melarang perkara
seperti guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Kini persiapan keberangkatan mulai direncanakan
dengan matang. Bobby, Haris, dan Sinta mengatur
semuanya bersama-sama. Bahkan agar tidak terjadi
perubahan sejarah dan tidak menarik perhatian, Sinta
menyarankan menggunakan pakaian dan
perlengkapan yang sesuai dengan abad yang dituju.
Bobby menyanggupi penyediaan pakaian, dia akan
memesannya pada seorang desainer kenalan Ibunya
yang tinggal di Jakarta. Sedangkan Haris dan Sinta
161 bersedia mencarikan beberapa perlengkapan yang
diperlukan dengan mencarinya di toko barang-barang
antik. Ketiganya terus membahas masalah itu hingga
sore hari. 162 EMPAT KE BATAVIA eminggu setelah rencana keberangkatan,
Bobby dan Sinta tampak sibuk mempersiapkan
beberapa perlengkapan untuk pergi ke masa lalu"
tepatnya pada masa Jakarta masih disebut Batavia.
Saat itu keduanya tampak sudah mengenakan
pakaian dan aksesoris abad 19 yang membuat
mereka seperti muda-mudi pada zaman itu. Sinta
yang selama ini mengenakan cadar, kali ini terpaksa
cuma mengenakan kerudung agar tidak menarik
perhatian. Maklumlah, menurut sebagian besar
ulama, cadar itu memang tidaklah wajib. Karena
itulah, Sinta berani melepasnya. Selama ini, dia
mengenakan cadar hanya sebagai penyempurna hijab
agar kecantikannya tidak menjadi fitnah. Terbukti,
setelah Sinta melepas cadarnya, kini Bobby lebih
sering memperhatikannya. Maklumlah, selama ini
S 163 pemuda itu hampir tidak pernah melihat wajah Sinta,
dan begitu mendapat kesempatan, dia pun menjadi
terlena. Sungguh bagi Bobby wajah Sinta itu laksana
embun di pagi hari, laksana oase di tengah sahara,
laksana bulan di kala purnama, dan laksana berjuta
bintang di angkasa. Bobby dan Sinta masih terus
mempersiapkan segala sesuatunya, dan setelah
semuanya siap, keduanya lantas segera menuju
anjungan untuk menemui Haris yang saat itu masih
sibuk mempersiapkan kelayakan mesin waktu.
"Bagaimana, Har?" tanya Bobby pada pemuda itu.
"Beres, Bob. Semua sistem sudah aku periksa
dan semuanya dalam kondisi baik. O ya, bagaimana
dengan persiapan kalian" Apa sudah beres semua?"
"Sudah, Har." "Baiklah, kalau begitu segeralah masuk ke
Kapwak!" "Sebentar, Kak. Aku lupa membawa bonekaku!"
kata Sinta gelisah. "Sudahlah, Sin! Kau tidak perlu membawa boneka
segala," kata Bobby.
164 "Tidak bisa, Kak! Aku sulit tidur jika tidak
memegang boneka itu," jelas Sinta merengut.
"Aduh... kau itu sudah besar, Sin. Masa tidur saja
masih ditemani boneka."
"Kamu tuh tidak mengerti, Kak. Boneka itu hadiah
dari?" Sinta tidak melanjutkan kata-katanya.
"Ha-hadiah dari siapa, Sin?" tanya Bobby
penasaran. "Sudahlah"! Kau itu mau tahu saja."
"Huh, dasar pelit. Masa segitu saja tidak boleh
tahu," kata Bobby jengkel.
"Biarin," kata Sinta ringan.
"Sudah, sudah"! Kalau ngobrol melulu kapan
berangkatnya. Ayo, Sin. Lekas naik ke Mestrans I !"
kata Haris tiba-tiba. Mengetahui itu, lantas Sinta pun segera naik ke
Mestrans I, dan begitu Haris mengoperasikannya,
dalam sekejap Sinta sudah hilang dari pandangan.
Kini Sinta sudah berada kamar dan sedang mencari
boneka pandanya yang imut-imut. Ukuran boneka itu
165 sebesar bola kasti dan biasa disimpan di laci tempat
tidurnya. "Aduh, dimana sih boneka itu?" tanya Sinta dalam
hati sambil terus mencari di antara benda-benda yang
tersimpan di laci. "O ya, semalam kan aku
meletakkannya di belakang lemari es." Sinta teringat
ketika menjemur boneka itu di belakang lemari es
setelah mencucinya, lalu dengan segera dia berlari ke
ruang belakang untuk mengambilnya.
"Aduh bonekaku yang lucu, akhirnya kamu bisa
ikut denganku ke Batavia," kata Sinta berbicara
kepada bonekanya. Setelah memasukkannya ke dalam saku, gadis itu
segera menghubungi Haris untuk segera
memindahkannya ke anjungan. Tak lama kemudian,
dia sudah kembali ke anjungan, saat itu di wajahnya
terpancar ekspresi penuh kebahagiaan. "Ayo Kak
Bobby, kita berangkat sekarang!" ajaknya seraya
melangkah memasuki Kapwak.
Tanpa berkata-kata, Bobby pun segera memasuki
Kapwak, kemudian dengan segera dia memasang
166 waktu tahun pendaratan, yaitu tanggal 9 Agustus 1811
sekitar abad 19, di mana dia ingin mengetahui benar
asal-usul suku yang dikenal dengan nama Betawi.
Maklumlah, Bobby itu memang berdarah campuran
Betawi dan Melayu. Ayahnya adalah suku Betawi asli
dan Ibunya berasal dari negeri jiran Malaysia. Bobby
ingin sekali mengetahui asal-usul suku Ayahnya, yang
Topeng Kuning Karya Bois di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kata orang berasal dari keturunan budak. Karena
merasa mempunyai kesempatan, Bobby pun nekad
hendak menyelidiki masa itu. Sinta yang juga
berdarah campuran antara Betawi dan Jawa ingin
mengetahui pula asal-usul suku Ibunya yang berasal
dari Betawi. Kini Bobby sudah siap untuk menekan tombol
peluncuran, dan setelah tombol itu ditekan,
terdengarlah mode suaranya, "Hitungan mundur
pemindahan dimulai. 10... 9... 8... 7... 6... 5... 4... 3...
2... 1... Meluncur..." akhirnya mesin itu meluncur ke
zaman yang dituju. Beberapa saat kemudian,
terdengarlah mode suara yang menandakan mesin
waktu sudah sampai di tempat tujuan. "Pemindahan
167 selesai..." kata si pemandu memberi tahu. Saat itu
Kapwak mendarat di hutan kecil yang jauh dari area
permukiman. Setelah pintu Kapwak terbuka, Bobby segera
keluar dengan waspada, kemudian kedua matanya
tampak mengawasi keadaan sekitarnya dengan
penuh rasa was-was. Sementara itu, Sinta tetap
berada di dalam, menunggu aba-aba dari Bobby.
Setelah dia melihat Bobby memberi tanda aman,
akhirnya gadis itu mulai mengaktifkan Kapwak untuk
segera mengembalikannya ke pesawat. Hal itu
dilakukan demi keamanan Kapwak agar tak
ditemukan orang saat ditinggalkan. Kini Kapwak
sudah siap meluncur, pada saat yang sama Sinta
tampak keluar Kapwak dan bersama-sama Bobby
menyaksikan benda itu lenyap dari pandangan.
Setelah Kapwak kembali ke pesawat, Bobby dan
Sinta segera melangkah pergi"meninggalkan hutan
kecil yang dipenuhi oleh semak belukar. Kini mereka
sedang berdiri di atas tanah lapang berumput sambil
menikmati pesona keindahan abad ke 19. Tak jauh
168 tempat mereka berdiri, terbentang sebuah sungai
yang cukup lebar dan tampak begitu indah"
memantulkan sinar matahari yang seperti kumpulan
mutiara. Sungai itu adalah sungai Ciliwung. Tak lama
kemudian, Bobby dan Sinta tampak melangkah
mendekati sungai, saat itu mereka benar-benar
kagum dengan segala keindahannya. Sungguh
keadaan sungai Ciliwung yang mereka lihat itu sangat
berbeda jauh dengan yang ada di masa depan. Selain
mempunyai ukuran yang cukup lebar, sungai itu juga
mempunyai air yang begitu jernih. Di sungai itu
tampak berlalu-lalang perahu-perahu yang ditumpangi
oleh Madam (nyonya) dan Noni (nona) Belanda.
Kini kedua muda-mudi itu sedang melangkah"
menghampiri sebuah dermaga kecil yang tak begitu
jauh. Setibanya di dermaga, Bobby langsung
menemui seorang laki-laki yang sedang
menambatkan perahu. "Assalamu"alaikum, Bang!" sapa Bobby dengan
logat Betawi yang kental.
169 "Ade ape, ye?" tanya orang itu, juga dengan logat
Betawi yang kental. Bobby lantas segera mengajak orang itu
berbincang-bincang, menanyakan perihal Kota
Batavia yang membuatnya penasaran, hingga
akhirnya, "O ya, Bang" Ngomong-ngomong, pusat
pemerintahannye ade di mane ye?" tanya Bobby pada
orang itu. "O... kalo ntu ada di Weltevreden. Dari sini, elu
bisa naek delman menuju ntu tempat," jelas orang itu.
"O iye, Bang. Ngomong-ngomong, ape Abang
mau beli cincin batu aye?" tanya Bobby seraya
mengeluarkan cincin batu yang diikat oleh perak.
"Wah, cakep bener ni cincin. Emangnye, berape
elu mau jual?" tanya orang itu.
"Berape aje deh, Bang. Soalnye, aye lagi butuh
duit nih," jawab Bobby sambil tersenyum.
"Hmm" Gue cuma punya duit segini, ape elu
mau?" tawar orang itu seraya menyodorkan uang
miliknya. 170 "Kaga ape-ape deh, Bang," kata Bobby seraya
menyerahkan cincinnya dan mengambil uang itu.
"O iye, ngomong-ngomong elu dari mane?" tanya
orang itu. "O, kalo aye dari Jakarta Selatan, Bang!" jawab
Bobby tanpa menyadari ucapannya.
"Jakarta Selatan?" Orang itu tampak garuk-garuk
kepala. "Hmm" Kampung ntu ade di sebelah mane,
ye" Perasaan, dari gue kecil ampe bangkotan kaya
gini, belon pernah denger kalo ada kampung nyang
namenye Jakarta Selatan," kata Orang itu sambil
terus garuk-garuk kepala.
"Eng... Abang asli orang sini, ye?" tanya Bobby
menutup kebingungan orang itu.
"Emm" Sebetulnye bukan. Soalnye Babe gue
dari Bugis dan enyak gue dari Demak. Jujur aje, gue
jadi orang sini lantaran Babe ame enyak gue emang
udeh lame netep di sini," jawab orang itu.
"O, gitu ya, Bang," kata Bobby menganggukangguk.
"O iye, Bang. Makasih ye buat semuanya.
171 Kalo gitu, sekarang aye permisi dulu.
Assalamu"alaikum, Bang?" ucap Bobby.
"Wa"alaikum salam?" balas orang itu.
Tak lama kemudian, Bobby dan Sinta sudah pergi
meninggal orang itu. Kini mereka sedang berjalan
menuju ke jalan utama yang memang tidak begitu
jauh. Setibanya di sana, mereka tampak terkagumkagum
melihat gedung-gedung megah yang berjajar
di sisi jalan, semuanya tampak indah dengan
arsitektur eropa klasik. Sementara itu di jalan utama,
tampak kuda-kuda dan beberapa kereta kuda yang
berlalu lalang. Setibanya di sebuah perempatan jalan,
mereka tampak berdiri menunggu delman yang
menuju ke Weltevreden. Pada yang sama, seorang
pria separuh baya tampak melangkah menghampiri
mereka. "Assalamu"alaikum?" sapa orang itu
memberi salam "Wa"allaikum salam?" balas Bobby menjawab
salam orang itu. "Elu bedua pade mau ke mane?" tanya orang itu
dengan dialek Betawi yang kental.
172 "Kite mau ke Weltevreden, Bang," jawab Bobby
dengan dialek Betawi yang kental pula.
"Kalo gitu" tujuan kite same!" kata orang itu
seraya tersenyum ramah. Tak lama kemudian, Bobby dan orang itu sudah
terlibat di dalam perbincangan yang panjang.
Keduanya terus berbincang-bincang sampai akhirnya
delman yang mereka tunggu tampak melintasi tempat
itu. Kini Bobby, Sinta, dan orang yang baru mereka
kenal itu tampak sudah menaiki delman. Saat itu,
Bobby dan Sinta duduk bersebelahan, sedangkan
orang tadi duduk berhadapan dengan mereka. Ketika
delman sudah melaju kembali, Bobby melanjutkan
perbincangannya. "O iye, Bang. Ngomong-ngomong,
Abang orang asli sini, ye?" tanya Bobby.
"O, kalo Gue sih emang dilahirin dan digedein di
sini. Tapi kalo elu mau tau, sebenernye gue bukan asli
orang sini. Soalnye, Babe gue dari Pajajaran dan
Enyak gue dari Demak. Setau gue, orang asli sini
sebenernye kaga ade. Asal muasal orang-orang di sini
sebenernye dari kampung kecil nelayan nyang
173 sekarang jadi pelabuhan Sunda Kelape. Orang-orang
di kampung nelayan ntu dateng dari Kerajaan Areteun
yang pada taun 452 dikuasain ame Kerajaan Taruma
Negare. Nama "Sunda Kelape" sebenernye dinamain
ame orang-orang pade mase Kerajaan Sunda, nyang
artinye pelabuhan Kerajaan Sunda. Nah, pada mase
ntu banyak orang Pajajaran nyang bedagang di Sunda
Kelape. Terus, lame-lame orang-orang ntu pade
menetep di situ. Setelah Pajajaran dikuasain ame
kerajaan Demak, banyak orang Pajajaran nyang
kawin ame orang-orang Demak. Sekarang, setelah
berkembang jadi kota Batavia nyang sebelumnye
bername Jayakarta, akhirnye banyak orang dari
daerah laen nyang juga pade dateng ke sini dan
menetep lama. Karena ntu, akhirnye banyak dari
orang-orang ntu yang pade kawin antar suku.
Makanye, sekarang di Batavia banyak orang hasil
perkawinan antar suku ntu. Salah satunye ye gue
ini?" cerita orang itu panjang lebar.
Saat mendengar cerita itu, Bobby dan Sinta
tampak mengangguk-angguk paham. Dalam hati, kini
174 mereka sudah merasa lega lantaran sudah bisa
menarik kesimpulan kalau cerita mengenai orangorang
Betawi yang berasal dari keturunan budak tidak
sepenuhnya benar. Sebab, orang-orang Betawi ada
karena perkawinan antar suku dan mereka lama
menetap di Batavia. Bahkan bukan saja dari
kepulauan Nusantara. Mereka juga datang dari
belahan dunia lain. Dialek Betawi pun tercipta karena
adanya keragaman bahasa serta budaya lain yang
berbaur dengan bahasa dan budaya asli terdekat,
yaitu bahasa Melayu dan Sunda.
Kalau boleh disimpulkan, orang Betawi Asli adalah
orang-orang yang menetap di Batavia, yaitu sejak
masih bernama sunda kelapa hingga akhirnya
menjadi Batavia. Tidak peduli dia orang Sunda, Jawa,
Madura, dll. Jadi, kalau dia menetap di Batavia juga
bisa disebut orang Betawi. Seperti halnya sekarang
Jakarta, tidak peduli dia dari daerah mana. Selama dia
menetap lama dan mempunyai KTP Jakarta, dia
disebut orang Jakarta. 175 Mungkin suatu hari nanti, anak, cucu, atau cicit
orang yang sekarang menetap di Jakarta sudah tidak
tahu lagi asal-usul nenek moyangnya. Jika ditanya,
"Kamu orang mana?" Mereka cuma bisa menjawab,
"Saya orang Jakarta" atau bisa jadi mereka bilang
"Saya orang Betawi". Sebetulnya nama Betawi sendiri
berasal dari kata Batavia, yang karena orang-orang
pada masa itu sulit menyebutnya maka tersebutlah
kata Betawi itu. Tapi, ada juga versi lain yang
menceritakan kalau nama Betawi itu berasal dari
julukan keadaan Batavia yang menjijikan. Bobby
sendiri sempat terkejut ketika mendengar versi itu.
Menurut cerita yang didengarnya. Waktu itu, ketika
VOC berkuasa. VOC melarang orang-orang
membuang hajat ke kali dikarenakan kali adalah
sumber kehidupan. Sebagai alternatif, dibuatlah
tempat penampungan. Namun karena waktu itu VOC
sangat korup, tempat-tempat itu pun menjadi
terbengkalai. Akibatnya, Batavia menjadi kota yang
bau dan kotor, hingga akhirnya bencana muntaber
pun tak terelakkan. Waktu itu, setiap orang yang
176 hendak menuju ke Batavia, selalu mengatakan "Saya
akan pergi ke daerah "betai" (daerah yang penuh
dengan kotoran manusia)" hingga lama-kelamaan
orang menyebutnya Betawi. Versi yang lainnya lagi
adalah, ketika terjadi peperangan yang menggunakan
tai (kotoran manusian) untuk berperang. Hingga
akhirnya daerah pertempuran itu penuh dengan
kotoran, dan daerah yang penuh kotoran itu di juluki
daerah "betai" hingga lama-kelamaan menjadi nama
Betawi. Entah versi mana yang benar, Bobby tidak
mau ambil pusing. Tapi dia sempat berfikir kalau
nama Betawi itu rasanya kurang tepat, sebab sebelum
ada Batavia sudah ada kota yang bernama Jayakarta.
Karena itulah sekarang di beri nama Jakarta, yang
berasal dari kata Jayakarta. Bukankah orang-orang di
kota itu memang sudah ada sejak berdirinya Sunda
Kelapa. Menurut sejarah yang pernah Bobby ketahui,
nama Betawi sendiri baru populer sejak abad ke-19,
ketika guru Syaikh Junaid al-Betawi, mengajar di
Masjidil Haram, Mekah. Maklumlah, waktu itu di Arab
Saudi nama-nama tokoh agama diberi gelar dari
177 nama kota kelahirannya. Seandainya waktu itu VOC
tidak mengganti nama Jayakarta dengan nama
Batavia, tentu Syaikh Junaid akan diberi gelar Syaikh
Junaid al-Jayakarta, dan akhirnya nama Jayakarta-lah
yang akan menjadi populer. Tapi sayang, sejarah
memang tidak pernah berandai-andai, kalau sekarang
nama Betawi-lah yang lebih populer rasanya tidak
masalah. Sebab nama bukanlah segalanya, yang
terpenting bagi Bobby adalah bagaimana dia bisa
menjaga nilai-nilai luhur yang pernah diajarkan oleh
para pendahulunya. Mungkin suatu hari kelak, ketika
sudah banyak orang Betawi yang menyadari perihal
sejarah nama itu, tentu mereka lebih suka dipanggil
orang Jayakarta atau Jakarta ketimbang dengan
nama Betawi, yang mana para penjajah dulu dengan
seenaknya telah mengganti nama kota yang
sebelumnya memang pernah ada.
Setelah menempuh perjalanan yang lumayan
lama, akhirnya Bobby, Sinta, dan orang yang bersama
Topeng Kuning Karya Bois di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka sampai juga di tempat tujuan. Kini mereka
telah turun dari delman dan sedang melangkah
178 bersama. Ketika sampai di sebuah persimpangan,
"Nah, kalo elu mau ngeliat-liat pusat kota nyang
terkenal ntu. Elu bisa lewat jalan yang ke sane," jelas
orang tadi. "Iye Bang. Terima kasih. O ya, ngomong-ngomong
Abang mau ke mane?" tanya Bobby.
"Kalo gue mau ke rumah mertua, lewat jalan yang
ntu," jawab orang itu seraya menunjuk ke arah yang
dimaksud. "Kalo gitu, udeh dulu ye,
Assalamu"alaikum," kata orang itu kemudian..
"Wa"allaikum salam?" balas Bobby pelan sambil
mengawasi kepergiannya. Bobby dan Sinta mulai melangkah menyusuri
daerah Weltevreden, saat itu mereka sempat
terkagum-kagum dengan segala keindahannya.
Keindahan akan taman-tamannya, patung-patungnya,
dan masih banyak lagi. "Kak Bobby, lihatlah patung manusia yang ada di
sana itu. Indah ya?"
"Ya, itu memang Indah. Tapi sayang, hal itu bisa
merusak ikidah lantaran menjadi tempat
179 berkumpulnya jin-jin jahat. Di masa kita, mana ada
patung yang seperti itu. Masih ingatkah kau, kalau
semua patung manusia yang ada sepuluh tahun lalu
telah dimusiumkan dan akhirnya diganti dengan
kaligrafi ayat Al-Quran."
"Ya, aku ingat. Masa itu adalah masa yang kelam,
dimana kemungkaran begitu merajalela lantaran
masyarakatnya masih jauh dari nilai-nilai islami. "
Kedua muda-mudi itu terus berkeliling, menikmati
keindahan pusat kota yang tampak teratur rapi.
Setelah puas, mereka pun beristirahat di sebuah
warung kecil guna mengisi perut yang mulai
keroncongan. Kini mereka sudah duduk di sebuah
bangku panjang dan langsung memesan dua piring
gado-gado. Sambil menunggu gado-gado siap, Bobby dan
Sinta tampak mencicipi beberapa makanan kecil yang
tersedia di meja. Saat itu Sinta menikmati sepotong
pisang goreng, sedangkan Bobby tampak melahap
singkong goreng yang empuk. Mereka menikmati
180 makanan kecil itu sambil membicarakan rencana
selanjutnya. "Kak, kita menginap cuma semalam kan?" tanya
Sinta. "Iya, Sin. Sesuai kesepakatan, kita akan menginap
semalam sekedar untuk melihat suasana malam di
kota ini. Besok pagi, tepat pukul sembilan, kakakmu
pasti sudah mengirim Kapwak di lokasi yang sama,"
jawab Bobby. "Awas ya, kalau Kakak sampai melebihi batas
waktu itu." "Tidak akan, Sin. Percayalah! Sungguh aku tidak
mengerti, kenapa kau sampai bicara seperti itu"
Seolah aku ini akan berbuat jahat saja."
"Maaf, Kak. Bukan apa-apa. Kita kan bukan
muhrim. Terus terang, aku khawatir kalau setan
sampai berhasil memperdayaimu."
"Sin" dengarkan aku. Jika aku senantiasa berdoa
dan selalu mengingat Allah, aku yakin Allah pasti akan
melindungiku dari tipu daya setan. Sin, percayalah
padaku, kalau besok pagi kita pasti sudah kembali ke
181 pesawat. Lagi pula, kakakmu sudah mewanti-wanti
aku agar jangan macam-macam. Ya, aku paham betul
bagaimana perasaan seorang kakak jika adiknya
pergi berdua dengan lelaki yang bukan muhrimnya,
dia tentu akan khawatir sekali."
"Benarkah yang Kakak katakan itu?"
Bobby menggangguk. Mengetahui itu, Sinta lantas
kembali berkata-kata, "Kak, maafkan aku karena
sudah meragukanmu. O ya, Kak. Apakah uang kita
cukup untuk menginap malam ini?"
"Hal itu pun sudah kupikirkan, karenanyalah aku
berencana mau menjual lagi cincin perakku yang
bermata Mirah Delima untuk menambah persediaan
uang kita," jelas Bobby.
"Di pasar mana kita akan menjualnya?" tanya
Sinta lagi. "Eng... di mana, ya" Mmm?" Bobby tampak
berpikir, lalu pandangannya tertuju kepada ibu penjual
gado-gado. "Numpang nanya, Bu! Pasar nyang rame
deket sini, pasar ape ye?" tanya Bobby kepada
182 penjual gado-gado dengan dialek Betawi-nya yang
kental. "Kalo pasar nyang rame, sih. Vinckepasser," jelas
si Ibu penjual gado-gado sambil terus mengulek.
"Vinckepasser ntu ade di mane, Bu?" tanya Sinta,
juga dengan dialek Betawi.
"Dari sini ngetanin, Neng," jelas si Ibu.
Bobby dan Sinta tampak mengangguk-angguk,
bersamaan dengan itu gado-gado yang mereka pesan
tampak sudah selesai dibuat. Kini keduanya tampak
menikmatinya dengan begitu lahap. Saat makan,
pandangan mereka terkadang mengarah ke luar"
melihat keramaian suasana Batavia tempo dulu.
Sementara itu di ruang pemantau pesawat, Haris
tampak sibuk mengakses sebuah situs surat kabar
lokal yang cukup terkenal, saat itu dia sedang mencari
informasi terbaru yang berkenaan dengan kota
Jakarta. Maklumlah, belakangan ini sering terjadi
kecelakaan yang diakibatkan oleh cuaca buruk yang
sudah melanda Jakarta sejak sepekan silam. Saat itu
183 di benaknya terlintas keinginan untuk membantu pihak
berwenang yang seringkali mengalami kesulitan
dalam upaya evakuasi. Karena itulah, Haris berniat
memanfaatkan kostum bertopeng kuning untuk
keperluan evakuasi itu. Ketika sedang serius-seriusnya membaca, tibatiba
dari perutnya terdengar suara yang menandakan
kalau dia sudah merasa lapar. Karena tak mau maagnya
kambuh, lantas dengan segera pemuda itu
beranjak ke dapur untuk memasak mi instan.
Sebenarnya Haris bosan juga jika harus memakan
makanan instan terus-menerus. Sekali-sekali dia ingin
makan nasi dengan rendang daging dari rumah
makan padang, saat itu hatinya mengancam akan
pergi ke rumah makan itu sepulang Bobby dan Sinta
dari Batavia. Kini Haris sudah duduk di ruang makan sambil
menikmati mi instan yang masih mengepulkan uap
panas, sesekali dia tampak mengelap kaca matanya
akibat terkena uap panas itu. Saat makan, sesekali
pemuda itu menghirup teh manis yang menjadi
184 minuman favoritnya. Pada saat yang sama, di depan
sebuah warung kecil di Batavia, Bobby dan Sinta
tampak sedang menunggu angkutan yang ke arah
timur. Setelah lama menunggu, akhirnya sebuah
delman tampak melintas"menyusuri jalan yang ada
di hadapan mereka. Mengetahui itu, keduanya segera
menghentikan delman dan bergegas menaikinya. Kini
delman itu sudah kembali melaju, bergerak perlahan
menuju ke Vinckepasser dengan diiringi derap kaki
kuda yang terdengar harmonis.
Setibanya di Vinckepasser, Bobby dan Sinta
langsung melangkah mencari toko perhiasan guna
menjual sebuah cincin lagi. Saat pencarian itu, Sinta
tampak asyik melihat-lihat suasana pasar yang ramai,
kepalanya menoleh kiri kanan"melihat barangbarang
yang dipajang di depan toko. Ketika sampai di
suatu tempat yang terbuka, keduanya melihat orang
ramai tampak berkerumun, sedang menyaksikan
sesuatu. Karena penasaran, mereka pun segera
menghampiri kerumunan itu. Ternyata di tengah
kerumunan, mereka melihat seorang pria kekar dan
185 dua pembantunya yang sedang melakukan atraksi. Si
Pria Kekar itu mengenakan ikat kepala dari kain yang
berwarna hitam. Dia mengenakan jas panjang
berwarna cokelat, berstel celana panjang yang juga
berwarna cokelat. Di pinggangnya terikat sabuk
berwarna hijau, dan pada kedua tangannya dihiasi
dengan aksesoris batu cincin dan gelang akar bahar.
Sedangkan kedua pembantunya memakai ikat kepala
yang juga berwarna hitam, mereka mengenakan kaos
oblong putih dan celana hitam sebatas betis. Seorang
pembantunya mempunyai hidung yang cukup besar,
sedangkan yang satunya mempunyai wajah buruk
dengan bekas luka hampir di seluruh wajahnya.
Ternyata ketiga orang itu sedang mengadakan atraksi
guna menarik perhatian para pejalan kaki yang ramai
berlalu-lalang, yaitu dengan menghibur mereka
dengan berbagai atraksi yang berbau supranatural.
Saat itu, Bobby dan Sinta tampak senang
menyaksikan berbagai atraksi yang ditampilkan itu.
Semuanya memang memikat, apalagi lagi ketika
186 atraksi tidur di atas paku dan berjalan di atas bara,
sungguh membuat keduanya terkagum-kagum.
Kini si Pria Kekar dan kedua pembantunya akan
menampilkan atraksi terakhir, yaitu sebuah atraksi
yang menghebohkan dan bisa membuat para
penontonnya bergidik ketakutan. Benar saja, saat itu
si Hidung Besar langsung mengambil sebuah pisau
dan sebuah palu kayu yang telah dipersiapkan. Kini
dia tampak menempelkan ujung pisau yang
dipegangnya itu ke leher si Muka Buruk. Saat itu si
Muka Buruk tampak tenang, dia terus duduk di atas
gelondong kayu dengan mata tertutup kain. Tak lama
kemudian, si Hidung Besar sudah mengambil ancangancang
siap untuk memukul gagang pisau yang
dipegangnya. Saat itu, kilatan ujung pisau yang
menempel di leher si Muka Buruk sempat membuat
bulu kuduk Sinta merinding, dan ketika palu kayu yang
dipegang si Hidung Besar menghantam gagang pisau,
Sinta langsung memekik seraya memejamkan kedua
matanya. Bersamaan dengan itu, si Muka Buruk
berteriak begitu keras, merasakan ketajaman pisau
187 yang menembus lehernya. Seketika dari luka tusukan
itu tampak mengalir darah segar yang cukup banyak.
Pada saat itu, si Pria Kekar yang ternyata seorang
penjual obat tampak berbicara lantang kepada para
penonton dengan dialek Betawi-nya yang kental,
"Saudare-saudare! Leher pembantu setia saye udeh
ditembus ame piso. Liat tuh! merahnye dareh nyang
keluar!" katanya sambil menunjuk ke arah si Muka
Buruk. Kemudian dia kembali melanjutkan katakatanya,
"Nyang saye pegang eni adalah obat
mujarab warisan pare leluhur. dan dengan obat enilah
saye mau ngobatin luka tusukan ntu!"
Kemudian penjual obat itu segera menghampiri si
Muka Buruk yang tampak merintih kesakitan. Pada
saat yang sama, si Hidung Besar kembali memukul
gagang pisau yang ada di leher si Muka Buruk. Tak
ayal, si Muka Buruk kembali berteriak keras"
merasakan sakit yang bukan kepalang. Kini Si Penjual
Obat sedang berusaha mencabut pisau yang
menembus leher pembantunya, dan ketika pisau itu
tercabut, darah di leher si Muka Buruk langsung
188 muncrat dan mengalir begitu deras. Pada saat itulah si
Penjual Obat segera menaburkan serbuk halus
mujarab yang dipegangnya hingga menutupi luka.
Sungguh menakjubkan, darah yang semula mengalir
deras seketika itu juga berhenti. Bersamaan dengan
itu, rintihan si Muka Buruk pun sirna berganti dengan
siulan yang terlantun merdu.
Bobby yang menyaksikan atraksi itu tampak
geleng-geleng kepala, sedangkan Sinta yang baru
berani membuka matanya tampak tertegun melihat si
Muka Buruk yang baru ditembus pisau tampak bersiul
ria. Selanjutnya penjual obat tadi segera menawarkan
penyembuh luka mujarab itu kepada para penonton.
Beberapa penonton yang berminat membeli obat itu
tampak mengacungkan tangan, sedangkan yang tidak
berminat mulai meninggalkan tempat itu. Si Hidung
Besar berkeliling memberikan obat kepada para
penonton yang mau membelinya. Saat itu, Bobby yang
juga merasa tertarik langsung membelinya.
Mengetahui itu Sinta langsung berkomentar, "Kau
mau saja dibodohi oleh penjual obat itu, Kak."
189 "Ya, aku tahu kalau tukang obat itu ada yang suka
menipu, tapi tidak semuanya kan. Ketika melihat
atraksi tadi bukankah tampak meyakinkan sekali?"
"Memang sih, tapi sepertinya itu cuma trik yang
biasa digunakan oleh para tukang sulap."
"Apa benar begitu, Sin" Padahal yang kulihat tadi
itu benar-benar nyata."
"Ya... namanya juga trik. O ya, Kak. Memangnya
Topeng Kuning Karya Bois di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kakak percaya dengan kemujaraban obat itu?"
"Sin, sebenarnya obat itu tidaklah menyembuhkan,
namun hanya sebagai media saja. Sebab, hanya
Allah-lah yang berkuasa untuk menyembuhkannya.
Ketahuilah, kalau orang mempunyai keyakinan cuma
Tuhan-lah yang bisa menyembuhkan, maka dengan
segelas air bening pun bisa menyembuhkannya. Itulah
yang dinamakan sugesti penyembuhan."
"Kalau memang demikian kenapa kau mesti
membeli obat itu segala?"
"Jawabnya adalah "sugesti". Sebab, aku yakin
kalau di dalam obat ini terdapat bahan-bahan ciptaan
Allah yang berfungsi untuk menyembuhkan luka,
190 sekalipun mungkin saja di dalam obat ini tidak ada
bahan penyembuh luka. Seperti halnya air bening
yang telah di doakan, orang percaya kalau air itu bisa
menyembuhkan karena dia yakin kalau di dalamnya
telah mengandung unsur penyembuh yang di luar
jangkauan pengetahuan manusia."
"Aku benar-benar tidak mengerti dengan
penjelasanmu itu, Kak."
"Itulah rahasia Allah yang memang tidak semua
orang bisa memahaminya. Jika kau mau membaca
buku "Memahami Takdir Keajaiban dan Sunatullah"
karya Bang Bois. Tentu kau bisa memahami hal ini."
"Hmm... kalau begitu, jika ada kesempatan aku
pasti akan membacanya."
Kini Bobby dan Sinta kembali melihat-lihat
suasana pasar. Tak lama kemudian, mereka sudah
menemukan sebuah toko perhiasan. Saat itu Bobby
langsung memasuki toko dan menawarkan cincin
miliknya, "Koh" Aye mau menjual cincin eni," kata
Bobby seraya menunjukkan cincinnya kepada si
Tokeh (Penjual orang cina) yang menjual perhiasan.
191 "Hayaaa, ini cincin emang wenel-wenel wagus.
Welape elu mau jual ini cincin?" tanya Tokeh dengan
logat cinanya. "Berape engkoh berani bayar?" tanya Bobby.
"Hayaaa, kalo owe pikil-pikil ini walang emang
wagus, owe welani wayal ini walang segini," kata
Tokeh seraya menyodorkan uang kepada Bobby.
"Iye, koh. Aye terime," kata Bobby seraya
mengambil uang yang ada di tangan Tokeh.
"Kalo elu punya walang wagus lagi, elu wisa jual
ama owe!" kata Tokeh sambil tersenyum.
"Iye, koh. Udeh ye!" kata Bobby seraya mengajak
Sinta pergi dari tempat itu.
Kini Bobby dan Sinta sudah kembali berjalan-jalan
menyusuri lorong pertokoan sambil melihat barangbarang
yang dipajang di depan toko. Sesekali Sinta
menarik lengan Bobby dan mengajaknya untuk
melihat barang yang dianggapnya unik. Mereka terus
melihat-lihat suasana pasar sampai menjelang
petang. 192 "Kak, makan dulu yuk! Aku lapar sekali nih," kata
Sinta sambil mengusap-usap perutnya yang
keroncongan. "Aku juga, Sin. Kalau begitu, mampir ke warung itu
yuk!" ajak Bobby seraya menunjuk ke arah sebuah
warung makan. Mereka pun segera melangkah memasuki warung
yang menjual makanan khas Betawi. Saat itu, Bobby
memesan nasi dengan sayur asem pakai ikan mas
pepes. Sedangkan Sinta memesan nasi dengan soto
Betawi pakai emping. Setelah hidangan siap, mereka
pun segera menyantapnya dengan begitu lahap. Saat
itu, di sebelah Bobby tampak dua orang lelaki yang
duduk sambil menaikkan sebelah kakinya, yang satu
berkumis tebal, dan satunya lagi bertubuh tambun.
Keduanya tampak asyik ngobrol sambil menikmati
segelas kopi pahit. "Eh, elu denger kaga" Katenye
kemaren serdadu Inggris udah mendarat di sini,"
cerita si Kumis Tebal. 193 "Iye, gue juga udeh denger. Kalo dugaan gue
bener serdadu Inggris itu pasti akan masuk kemari
besok hari," timpal si Tubuh Tambun.
"Kalo gitu, bakal terjadi pertempuran hebat dong,"
duga si Kumis Tebal. "Ya... pasti bakalan begitu," kata si Gendut sambil
mengangguk-angguk. Bobby yang sempat mendengar percakapan
mereka tampak tidak peduli, saat itu dia masih saja
asyik menikmati makanannya. Sementara itu, Sinta
sama-sekali tidak menyimak pembicaraan kedua
orang tadi, dia justru sibuk meminta emping kepada
penjual warung untuk menambah emping di piringnya
yang sudah hampir habis. Usai makan, mereka tidak
langsung pergi, melainkan duduk sebentar untuk
menurunkan nasi yang baru saja masuk ke perut. "O
ya, Kak. Ngomong-ngomong, malam nanti kita
menginap di mana?" tanya Sinta.
"Tenang"! Tadi aku sempat melihat sebuah
penginapan yang tak jauh dari sini. Itu loh, bangunan
yang di sebelah sana itu, yang di atapnya ada patung
194 naga!" kata Bobby sambil menunjuk ke arah yang
dimaksud. Setelah merasa cukup nyaman, Bobby dan Sinta
akhirnya keluar warung dan bergegas menuju
penginapan. Sesampainya di tempat itu mereka
langsung memesan dua buah kamar yang
bersebelahan, saat itu mereka mendapat kamar yang
berada di lantai atas. Tak lama kemudian, keduanya
sudah berada di kamar masing-masing untuk
beristirahat. Sementara itu di ruang pemantau pesawat, Haris
tampak sedang memeriksa Rolab melalui mesin
penunjang kehidupan. Setelah diperiksa, ternyata ada
sedikit kerusakan pada sistem pertahanannya. Kini
Haris sedang berusaha untuk memperbaikinya.
Setelah melakukan perbaikan, akhirnya pemuda itu
menyuruh Rolab untuk kembali ke mesin penunjang
kehidupan. Kini Rolab mulai bersandar di mesin itu, dari
punggungnya tampak keluar sebuah alat yang
kemudian dihubungkan dengan lubang yang ada di
195 mesin. Pada saat yang sama, Haris tampak
mengamati status Rolab melalui layar monitor yang
ada di mesin itu. Setelah mengetahui semua sistem di
tubuh Rolab bekerja dengan baik, akhirnya Haris
mengakhiri proses pemeriksaan. Kini Haris tampak
sibuk me-download data dari memory Rolab. Dia
sengaja melakukan itu guna mengetahui perjalanan
Rolab selama berada di zaman cretaceous.
Setelah semua data di-download ke komputer
utama, akhirnya Haris menyuruh Rolab untuk keluar
dari mesin penunjang kehidupan dan menyuruhnya
mengambilkan segelas minum. Sementara itu dia
sendiri mulai menyaksikan rekaman perjalanan Rolab
di zaman cretaceous dengan menggunakan komputer
utama. Saat itu, Haris sempat tercengang ketika
melihat tayangan seru di layar monitornya"seekor Trex
(Teranosaurus Rex) yang lapar tampak sedang
menyantap seekor dinosaurus kecil, bahkan giginya
yang runcing tampak begitu menyeramkan"
mencabik-cabik mangsanya. Haris terus menyaksikan
petualangan Rolab di zaman cretaceous dengan
196 antusias, sesekali dia mengeleng-gelengkan
kepalanya karena takjub. Di Batavia, di dalam sebuah kamar penginapan.
Sinta tampak sedang menyisir rambutnya yang hitam,
sedang kedua matanya tampak memandangi
kecantikan wajahnya yang terpantul di cermin antik.
Saat itu kedua belah pipinya sudah tidak terlihat
tembam lagi, dan itu semua berkat program diet yang
dijalaninya selama ini. Sementara itu di kamar
sebelah, Bobby tampak asyik menuliskan
pengalamannya selama di Batavia. Dia menulisnya
pada sebuah buku kecil bersampul biru. Sesekali dia
berhenti untuk mengingat kembali apa yang sudah
dialaminya siang tadi. Ketika sedang asyik menulis,
tiba-tiba dia mendengar suara ketukan di pintu kamar.
Mendengar itu, Bobby pun bergegas membuka pintu
kamarnya. "O, kau Sin. Ada apa?" tanyanya seraya
merapikan tatanan rambutnya yang tampak kusut.
"Kak, sudah pukul delapan malam, nih. Jadi tidak
kita jalan-jalan?" tanya Sinta mengingatkan.
197 "Apa! Sudah pukul delapan," kata Bobby terkejut
seraya melihat jam tangan yang tersimpan di saku
celananya, " Kau benar, Sin. Kalau begitu, tunggu
sebentar ya!" pintanya seraya bergegas
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan.
"Memangnya Kakak sedang apa" Kok bisa
sampai lupa waktu begitu?" tanya Sinta lagi.
"Aku sedang menulis pengalaman kita siang tadi,
Sin. Untung saja kau mengingatkanku," jawab Bobby
sambil terus sibuk menyiapkan segala sesuatunya.
"Ayo dong, Kak. Cepat sedikit! Keburu malam
nih," pinta Sinta tampak tak sabar.
"Nah, selesai sudah... Kalau begitu, ayo kita
berangkat!" ajak Bobby seraya melangkah
berdampingan dengan Sinta.
Tak lama kemudian, keduanya sudah berada di
luar penginapan dan sedang menikmati suasana
malam tempo dulu. Saat itu, cuaca tampak cerah
berbintang. Udara malam pun terasa sejuk bagai
menyelimuti kota Batavia. Sementara itu di depan
penginapan, beberapa pedagang tampak mangkal"
198 menjual berbagai jenis makanan. Sungguh malam
yang begitu semarak, bahkan orang-orang pun terlihat
ramai berlalu-lalang di atas trotoar yang diterangi oleh
lampu-lampu jalan yang temaram. Saat itu, Bobby dan
Sinta tampak berjalan menyusuri trotoar, melewati
para pemusik jalanan yang sedang berpentas. Lagulagu
kroncong mengalun merdu mengiringi perjalanan
mereka. Suasana malam itu memang begitu romantis.
Bahkan Bobby dan Sinta berani sekali berjalan sambil
bergandengan bak sepasang kekasih yang sedang
kasmaran. Ketika malam sudah semakin larut,
akhirnya kedua muda-mudi itu segera kembali ke
penginapan. Namun mereka tidak langsung kembali
ke kamar, melainkan menuju ke sebuah kedai yang
ada di depan penginapan. Mereka berbincang-bincang
sambil menikmati segelas bajigur.
"Kak" Apa kesanmu tentang kota Batavia?" tanya
Sinta. "Mmm, Batavia begitu damai. Perencanaan
kotanya sangat bagus, dan rumah-rumahnya pun
indah," jawab Bobby.
199 "Iya, ya, Kak! Kenapa pada zaman kita begitu
semerawut" Tata kotanya tidak karuan dan
kemacetan yang menyebabkan polusi pun begitu
memprihatinkan," kata Sinta seraya meneguk
bajigurnya. "Benar, Sin. Itu semua adalah warisan pemerintah
kita sepuluh tahun yang lalu," timpal Bobby.
"Kapan ya kota kita bisa betul-betul rapi dan
menjadi senyaman ini?" tanya Sinta berharap.
"Sin" Kalau pemerintah kota kita terus konsisten
dengan syariat Islam-nya, yaitu bisa terus amanah
dan tidak korup. Insya Allah, kota kita akan terus
tumbuh berkembang menjadi lebih baik lagi," kata
Bobby seraya meneguk minumannya.
"Kau benar, Kak. Menurut sejarah, Batavia yang
indah ini pada mulanya juga sempat amburadul
lantaran diperintah oleh VOC yang para pejabatnya
begitu korup. Namun setelah setelah VOC dibubarkan
dan administrasinya diambil alih oleh pemerintah
Hindia Belanda, akhirnya Batavia bisa kembali
berjaya," timpal Sinta.
200 Tiba-tiba saja Sinta menguap, rupanya rasa
kantuk sudah tak mampu lagi ditahan. Bobby pun
sudah mulai mengantuk, kemudian dia mengajak
Sinta untuk kembali ke kamar masing-masing. Bobby
mengantarkan Sinta sampai ke pintu kamarnya,
selanjutnya dia segera masuk ke kamarnya yang
berada di sebelah kamar Sinta.
Pagi harinya, Bobby dan Sinta masih terlelap di
kamarnya masing-masing. Tiba-tiba Bobby terbangun
karena suara ledakan yang begitu keras. Rupanya
sebuah bom telah menghantam penginapan
tempatnya berada. Saat itu Bobby langsung panik
lantaran kobaran api sudah memasuki kamarnya. Lalu
dengan segera pemuda itu keluar kamar dan berlari
menuju ke kamar Sinta. Pada saat yang sama, Sinta
tampak keluar dari kamarnya dengan wajah yang
begitu ketakutan. "Ada apa, Kak" Suara apa itu?" tanya Sinta panik.
201 "Sepertinya kita sedang dibom, Sin."
Topeng Kuning Karya Bois di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa" Memangnya sekarang tanggal berapa?"
"10 Agustus 1811," jawab Bobby.
"Astagfirullah"! Aku baru ingat, saat ini kan
penyerbuan tentara Inggris ke Batavia," kata Sinta
seakan tidak percaya. "Aduh, Kak! Bodohnya kita
karena tidak mempelajari sejarah lebih dulu," lanjutnya
kemudian. "Sin, sebenarnya aku sudah mendengar hal ini
sejak kemarin. Itu loh, ketika kita sedang makan di
warung kemarin sore. Namun, aku lupa
memberitahumu." Sinta tampak melotot kepada Bobby," Dasar
Bodoh! Kenapa soal penting begitu tidak kaubicarakan
kepadaku." "Sudahlah...! Semua sudah terlambat. Ayo, Sin.
Kita mesti cepat keluar!" ajak Bobby.
Tiba-tiba sebuah bom kembali menghantam
penginapan. Tak ayal, kini sebagian penginapan
sudah hancur berantakan dan kobaran api pun
tampak kian membesar. Saat itu, Sinta tampak takut
202 bukan kepalang, sedangkan Bobby tampak panik luar
biasa. Karena menyadari jiwa mereka terancam,
Bobby segera menggandeng Sinta dan mengajaknya
berlari menuju tangga. Lantas dengan tergesa-gesa,
keduanya tampak berlari menuruni anak tangga
hingga akhirnya sampai di lantai dasar. Saat itu di
lobby utama, api tampak sudah menyebar hampir ke
seluruh penginapan. Bersamaan dengan itu, para
tamu lain tampak berlarian berusaha menyelamatkan
diri masing-masing. "Aduh, Kak. Aku takut sekali?" kata Sinta resah.
"Tenang, Sin.... Ayo lewat sini!" kata Bobby seraya
memandu gadis itu melewati kobaran api. Pada saat
itu, tiba-tiba saja Bobby melihat sebuah balok kayu
yang terbakar tampak melayang tepat di atas kepala
Sinta. Mengetahui itu, Bobby segera menarik lengan
Sinta dan mencoba melindunginya dari hantaman
benda mematikan itu. Pada saat yang bersamaan,
balok kayu itu tampak berdebum ke lantai dengan
disertai percikan bara yang berhamburan. Namun
sungguh sangat disayangkan, sebuah paku yang
203 menempel di balok kayu itu sempat mengenai lengan
pemuda itu. "Kak Bobby... kau terluka!" seru Sinta panik ketika
melihat luka menganga yang terus mengucurkan
darah. "Tenang, Sin. Bukankah aku mempunyai obat
untuk luka seperti ini," kata Bobby seraya
mengeluarkan obat yang dibelinya waktu itu.
Lalu dengan serta-merta pemuda itu menaburkan
obat tadi ke lukanya. Ajaib... Dengan serta-merta
darah yang semula mengucur akhirnya berhenti
dengan sendirinya. Selain itu, rasa sakit yang
dirasakannya pun berangsur-angsur sirna. Kini Bobby
kembali memandu Sinta untuk melewati kobaran api,
pada saat itu dia melihat berapa orang tampak
tertimpa balok kayu yang terbakar. Jerit dan rintihan
terdengar memilukan. Pada saat yang sama terdengar
pula suara teriakan dan desingan peluru yang berasal
dari luar penginapan. Kobaran api di dalam penginapan sudah semakin
menjadi-jadi, membakar semua bagian penginapan
204 yang memang terbuat dari kayu. Asapnya yang hitam
membuat nafas Bobby dan Sinta menjadi sesak,
namun keduanya tetap bertahan dan terus
melangkah di antara api yang terus berkobar. Setelah
bersusah payah, akhirnya mereka bisa keluar dari
penginapan dan segera lari menjauh. Saat itu mereka
benar-benar terkejut lantaran melihat keadaan di luar
penginapan sudah begitu kacau-balau. Kobaran api
ada di mana-mana, kepulan asap hitam tampak
membumbung tinggi. Orang-orang tampak berlarian
menyelamatkan diri masing-masing. Kuda dan kereta
kuda tampak melaju berlomba-lomba menjauhi
tempat itu. Suasana saat itu benar-benar sudah begitu
mencekam. Bobby dan Sinta ikut berlari untuk
menyelamatkan diri. Mereka terus berlari dan berlari,
hingga akhirnya "Kak Bobby" aku sudah tidak kuat
lagi?" keluh Sinta seraya terduduk lemas di tengah
jalan. "Ayo, Sin! Cepat bangun" kuatkan dirimu!" pinta
Bobby berharap. 205 "Tidak Kak, aku sudah tidak kuat lagi. Sebaiknya
kau selamatkan dirimu saja!"
"Kau bicara apa, Sin. Kalau begitu, ayo... biar
kugendong!" Pada saat itu, tiba-tiba Bobby melihat seekor kuda
yang tak berpenunggang tampak berlari pelan ke
arahnya. "Lihat itu, Sin! Dengan kuda itu kita tidak
perlu berlari lagi.," katanya penuh semangat. "Kau
tunggu di sini ya, aku akan berusaha mendapatkan
kuda itu!" pintanya kemudian seraya bergegas
mengejar kuda itu dan berusaha menungganginya.
Setelah berusaha keras, akhirnya dia berhasil
menunggangi kuda itu dan segera memacunya ke
tempat Sinta berada. Betapa terkejutnya dia ketika
mengetahui beberapa kereta kuda tampak melaju
cepat ke arah Sinta, sepertinya kereta-kereta itu akan
menabraknya dan melindasnya tanpa ampun.
Menyadari apa yang akan terjadi, Bobby segera
memacu kudanya lebih cepat lagi, memacunya
secepat mungkin untuk menyelamatkan Sinta yang
sedang ketakutan. 206 Kini Gadis yang bernama Sinta itu tampak sedang
berusaha berdiri, saat itu dia mencoba
menyelamatkan diri dengan segenap kemampuannya.
Sementara itu, kereta-kereta kuda yang akan melintas
di jalan itu sudah kian mendekat, sepertinya sudah
tidak ada waktu lagi bagi gadis itu untuk melarikan diri.
Namun dalam situasi gawat itu, tiba-tiba "Cepat, Sin!
Raih tanganku!" seru Bobby yang kini sudah berada di
dekat gadis itu. Sinta pun segera meraih tangan Bobby. Pada saat
itu, Bobby tampak membantunya naik ke atas kuda.
Setelah gadis itu berhasil duduk di atas pelana, Bobby
segera memacu kudanya menjauhi tempat itu, yaitu
memacunya menuju ke lokasi Kapwak berada.
Suasana jalan tampak kian kacau-balau, di manamana
banyak orang yang sedang berjuang
menyelamatkan diri. Sementara itu, Bobby masih
terus melaju dengan kudanya, sedangkan Sinta yang
duduk di belakang Bobby tampak berpegangan
dengan begitu erat. Ketika melewati sebuah
persimpangan, tiba-tiba mereka melihat sebuah
207 kereta kuda yang kehilangan kendali. Kereta itu
tampak terguling bersamaan dengan putusnya tali
pengikat kuda, saat itu kuda-kuda yang menariknya
pun terlepas dan lari menjauh. Kini kereta tak berkuda
itu tampak meluncur cepat"terseret di atas jalan dan
hampir saja menabrak kuda yang ditunggangi oleh
Bobby dan Sinta. Saat itu jantung keduanya hampir
saja copot dibuatnya, namun akhirnya merasa lega
lantaran berhasil lolos dari maut. "Huff...
Alhamdulillah" hampir saja," ucap Bobby seraya
terus memacu kudanya menjauhi tempat itu.
Tak jauh dari persimpangan, kira-kira 500 meter di
depan Bobby. Seorang ibu muda sedang berteriakteriak
minta tolong. Kecemasan yang begitu dalam
terpancar di wajahnya yang kusut. Sementara itu di
tengah jalan, seorang anak kecil tampak sedang
kebingungan. Di kanan kirinya melaju kereta kuda
yang saling mendahului. Si Ibu muda terus berteriak-teriak minta tolong, dia
tampak begitu khawatir dengan keselamatan anaknya
yang masih saja kebingungan di tengah jalan. Tiba208
tiba si Ibu melihat sebuah kereta kuda yang tak
berpenumpang tampak melaju cepat ke arah
anaknya. Tak lama lagi, kereta itu pasti akan
menabraknya. Melihat itu, sang Ibu tampak semakin
cemas dan tidak tahu harus berbuat apa, hingga
akhirnya dia cuma bisa pasrah dan menyerahkan
semuanya kepada Sang Pencipta.
Bobby yang kebetulan melihat hal itu segera
memacu kudanya lebih cepat lagi, dia tampak
berusaha keras untuk bisa mendahului kereta kuda
yang sudah semakin mendekati anak kecil itu. Setelah
berusaha dengan gigih, akhirnya Bobby berhasil
mendahuluinya. Kini dia tampak memiringkan badan
guna bisa menggapai pinggang anak kecil itu, dan
"HAP!", Bobby berhasil meraih anak itu dan segera
membawanya ke tepi jalan. Sementara itu, kereta
kuda yang hampir menabrak anak kecil itu terus saja
berlalu. Kini Bobby sedang memperlambat laju kudanya.
Pada saat yang sama, si Ibu muda tampak berlari
menghampirinya, di wajahnya tampak terpancar
209 kebahagiaan yang tiada tara, sungguh dia begitu
bersyukur karena anak semata wayangnya berhasil
diselamatkan. Setelah anak itu diturunkan, Ibunya pun
langsung memeluk dan menciuminya berkali-kali, dari
matanya tampak menetes air mata kebahagiaan. Kini
dia sedang menggendong anak itu seraya
memandang kepada Bobby, "Terima kasih, Bang!"
ucapnya tulus. Mendengar itu, Bobby pun tampak tersenyum.
"Sama-sama, Pok," ucapnya seraya bersiap-siap
untuk melanjutkan perjalanan.
Namun belum sempat dia memacu kudanya, tibatiba
"Tunggu, Bang!" tahan si Ibu seraya menyodorkan
sesuatu kepada pemuda itu. "Ni, Bang. Terimalah!"
ucapnya seraya memberikan seikat cincin perak, yang
di atasnya terdapat tulisan "Muhammad Rasulullah".
"Tidak usah, Pok. Eye udeh seneng kok bisa
ngebantu, Mpok!" "Terima aje, Bang. Sesuai amanat almarhum
suami aye, cincin perak eni musti di kasih buat
pemuda baik, kaya Abang."
210 "Baiklah, Pok. Kalo emang itu udeh amanat suami
empok, aye mau menerimanye," ucap Bobby seraya
menanggapi cincin itu. Setelah berpamitan, Bobby pun segera memacu
kudanya menyusuri jalan yang masih kacau-balau.
Sementara itu, si Ibu muda tampak memperhatikan
kepergian Bobby dengan raut wajah yang berseri-seri,
"Semoga Allah selalu melindungi kalian," teriaknya
mengiringi kepergian pemuda itu.
"Amin?" ucap Bobby dalam hati setelah
mendengar teriakan itu. Kemudian sekilas dia
menengok ke belakang, dilihatnya ibu muda itu sudah
pergi bersama beberapa orang laki-laki dan
perempuan yang tampak mengajaknya menuju ke
tempat yang aman. Bobby terus memacu kudanya menuju lokasi
Kapwak. Sementara itu, Sinta yang duduk di belakang
Bobby masih tampak ketakutan, kota yang kemarin
dilihatnya begitu damai kini tampak begitu mencekam.
Sinta benar-benar tidak menduga kalau mereka harus
berada di tengah-tengah medan pertempuran, dan itu
211 semua lantaran kecerobohan mereka yang tak mau
memperlajari sejarah lebih dulu.
Setelah cukup lama berkuda, akhirnya Bobby dan
Sinta tiba di tepi sungai Ciliwung. Kemudian mereka
segera menuju ke tempat pertama kali mereka
datang, yaitu ke lokasi Kapwak akan muncul.
Setibanya di lokasi, Bobby tampak menghentikan
kudanya dan langsung melompat turun, kemudian
mengulurkan tangannya untuk membantu Sinta. Kini
dia sedang mengajak gadis itu untuk beristirahat
sejenak di bawah pohon yang begitu rindang guna
sejenak meredakan ketegangan.
Mereka terus beristirahat di tempat itu sambil
menunggu kemunculan Kapwak. Pada saat itu Bobby
tampak memperhatikan cincin yang baru diterimanya.
Sebuah cincin yang tanpa sepengetahuannya
merupakan cincin milik Rasulullah yang di buang ke
dalam sebuah sumur dan akhirnya ditemukan oleh
seorang ulama pedagang Arab yang kemudian
berkunjung ke Batavia dan memberikannya kepada
suami ibu muda itu. 212 "Lihat Kak! Kapwak sudah muncul," kata Sinta
tiba-tiba. Bobby pun segera mengalihkan pandangan ke
arah Kapwak. "Kalau begitu, ayo lekas kita ke sana!"
ajaknya seraya meraih lengan gadis itu untuk
bersama-sama menuju Kapwak.
Kini mereka sudah berada di dalam Kapwak dan
sedang bersiap-siap untuk pulang. Tak lama
kemudian, mereka sudah meluncur menyusuri lorong
waktu ke masa depan. Dalam waktu singkat, akhirnya
mereka tiba di anjungan pesawat dengan selamat.
Topeng Kuning Karya Bois di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kini mereka sudah keluar dari Kapwak dengan raut
wajah yang tampak begitu ceria, di bibir mereka
tampak tersungging senyum kebahagiaan. Mereka
pun mengucapkan syukur kepada Sang Pencipta,
yang karena izin-Nya-lah mereka bisa tiba dengan
selamat. Haris yang melihat penampilan mereka tidak
karuan tampak begitu terkejut, "Bobby, Sinta! Apa
yang telah terjadi?" tanyanya heran.
213 "Kami terjebak di medan pertempuran," jawab
Bobby sambil cengengesan.
"Apa" Terjebak di medan pertempuran?" Haris
tampak terkejut. "Betul, Kak. Itu semua karena kecerobohan kita
dalam memilih takdir, sehingga kami terpaksa harus
terdampar di medan pertempuran," kata Sinta dengan
wajah yang tampak tegang lantaran mengingat
kembali kejadian yang baru dialaminya.
Saat itu Bobby dan Sinta langsung menceritakan
pengalaman mereka di Batavia, sedangkan Haris
tampak mendengarkannya dengan begitu antusias.
Dia terus mendengarkan cerita itu dari yang
menyenangkan sampai yang mendebarkan.
214 LIMA AKSI TOPENG KUNING ada suatu siang, matahari tampak mulai
condong ke barat, sinarnya yang menyengat
berpadu dengan dinginnya udara pegunungan. Saat
itu, di sebuah lembah yang indah, sekelebat bayangan
merah, kuning, dan hitam tampak melayang di atas
hamparan hutan yang membentang luas, kemudian
dengan cepat mendarat di sebuah tebing yang curam.
Dialah Bobby yang sedang berlatih dengan kostum
bertopeng kuning di sekitar Curug Nangka. Dia sudah
berlatih sejak pagi-pagi sekali, mencoba semua
kemampuan yang dimiliki oleh kostum canggih itu.
Selama berlatih, pemuda itu sempat melakukan
beberapa kesalahan. Salah satunya ketika dia sedang
melakukan lompatan super untuk menaiki sebuah
tebing yang cukup tinggi. Sungguh pemuda itu telah
salah mengukur tanaga yang akan digunakan, dan
P 215 akibatnya, dia tidak sampai di atas tebing dan
akhirnya terjerembab ke tanah dengan begitu keras.
Untunglah kostum itu dilengkapi dengan sistem tahan
guncangan yang membuatnya tidak sampai cidera,
pemuda itu hanya merasa pusing dan sedikit mual
karena merasakan "G" ("G" Gravity, gaya grafitasi).
Maklumlah, hari ini adalah hari pertamanya berlatih di
luar pesawat. Jadi, dia belum sepenuhnya mengusai
semua kemampuan yang ada pada kostum itu.
Bobby terus berlatih dan berlatih, berusaha keras
untuk dapat mengusai kostumnya hingga menjelang
sore. Sementara itu di tempat lain, seorang wanita
bule bertubuh gemuk dan berkaca mata hitam tampak
melangkah di atas trotoar sebuah toserba. Wanita
bule non muslim itu mengenakan topi bermotifkan
bunga-bunga berwarna biru. Topi yang bertengger di
kepalanya itu tampak begitu serasi dengan gaun biru
yang dikenakannya. Selain itu, dia juga mengenakan
perhiasan yang cukup mengundang perhatian. Pada
pergelangan tangannya berjajar gelang emas,
sedangkan di lehernya tergantung kalung mutiara.
216 Wanita tua itu terus melangkah dengan santai sambil
menenteng sebuah tas yang terbuat dari kulit buaya.
Ketika wanita tua itu sedang asyik melangkah,
tiba-tiba sebuah sepeda motor yang dikenal dengan
"Setan Jalanan" melaju mendekat dan mendadak
berhenti persis di depannya. Orang yang diboncengi
segera turun sambil mengeluarkan sebilah pisau dari
balik jaketnya yang berwarna hitam, lalu dengan sertamerta
menodongkannya kepada si Wanita tua itu.
"Hei, jangan berteriak! Kalau kau mau selamat, cepat
lepaskan semua perhiasanmu dan masukan ke dalam
tasmu itu!" katanya mengancam.
Karena takut, wanita tua itu pun menurut. Dia
segera melepaskan seluruh perhiasannya dan
memasukkannya ke dalam tas. Pada saat itu si
penjahat segera merampasnya dan langsung
melarikan diri. Melihat si penjahat melarikan diri, si
Wanita tua hanya bisa berteriak,
"Rampok"rampok"!!!"
Pada saat yang sama, Sinta dan seorang teman
wanitanya yang baru saja keluar dari toko tampak
217 begitu terkejut mendengar teriakan itu. Namun ketika
melihat Setan Jalanan yang melintas dengan
kecepatan tinggi, barulah dia menyadari apa yang
telah terjadi. Gadis itu pun segera mengaktifkan
Alkom-nya dan menghubungi Haris. "Har, aku perlu
bantuanmu segera!" pintanya agak panik.
Haris yang saat ini sedang sibuk memantau Bobby
tampak terkejut, "Ba-bantuan" Memangnya apa yang
telah terjadi?" tanya pemuda itu cemas.
"Seorang wanita tua baru saja dirampok, Har.
Pelakunya menggunakan sepeda motor," jelas Sinta.
"O, aku kira kau yang dalam bahaya," kata Haris
lega. "Kalau begitu, cepat beritahu aku ke mana arah
lari penjahat itu!" pintanya kemudian.
Sinta pun segera memberikan keterangan
mengenai arah lari si Perampok. Pada saat yang
sama, Haris tampak mencatat koordinat lokasi yang
didapatnya dari Alkom Sinta.
Tak lama kemudian, "Sudah ya, Har. Sekarang
aku akan menghubungi pihak yang berwajib," jelas
Sinta. 218 "Oke Sin. Bye..."
Setelah memutuskan hubungan komunikasi, Haris
segera menghubungi Bobby yang masih saja giat
berlatih. "Bob, ada tindak kejahatan. Bersiaplah untuk
pindah lokasi!" pintanya kepada Bobby.
"Apa! Tindak kejahatan. Kejahatan apa, Har?"
tanya Bobby agak terkejut.
"Sudahlah"! Jangan bertanya-tanya dulu!
Sekarang aku akan segera mengaktifkan Mestrans I,"
kata Haris seraya mengganti tampilan layar monitor di
mesin pemantau konstum menjadi tampilan yang
sama persis dengan yang ada di mesin Peminda.
Baru-baru ini, Haris telah mengetahui bahwa Mestrans
I juga bisa dioperasikan melalui mesin pemantau
kostum. Karenanyalah dia tidak perlu menuju ke
anjungan jika hendak mengoperasikan mesin
tersebut. Sementara itu di lokasi kejadian, dua orang
pemuda tampak sedang menuju ke depan toserba"
tempat ketika Sinta menghubungi Haris. Ketika
mereka sedang asyik melangkah, tiba-tiba mereka
219 dikejutkan oleh seberkas sinar yang tiba-tiba muncul
di depan toserba, kemudian dengan cepat berubah
menjadi seorang manusia super. Saat itu keduanya
langsung tertegun dengan mulut yang menganga
lebar. Kini manusia super yang ternyata si Bobby
tampak sedang memperhatikan keadaan sekitarnya.
"Oke, Har. Sekarang aku sudah ada di lokasi. Kini aku
harus menuju ke mana?" tanyanya kemudian.
Haris pun segera memberitahu arah lari penjahat
itu, dan setelah mendapat petunjuk, "Ok, Har. Kalau
begitu, aku akan segera mengejarnya," jelas Bobby
seraya melesat pergi, dia mengejar kedua penjahat itu
dengan menggunakan fasilitas lari cepat. Kini dia
sedang berlari di antara kendaran bermotor.
Gerakannya tampak begitu lincah, menyelinap di
setiap celah yang kosong. Sementara itu, orang-orang
yang melihatnya tampak terheran-heran. Dalam hati,
mereka pun jadi bertanya-tanya, siapakah gerangan
yang sedang berlari secepat itu"
Kini Bobby mulai memasuki jalan yang terlihat
agak sepi. Tak lama kemudian, dia sudah berhasil
220 menyusul buruannya. Pada saat itu, si Penjahat yang
sedang mengemudikan motor tampak terkejut ketika
melihat kemunculan Bobby yang dalam sekejap sudah
menghadangnya jalannya. Ketika motor hampir
menabrak, dengan serta-merta Bobby bersalto dan
menangkap kerah jaket yang dikenakan si
Pengemudi, kemudian dengan sebuah hentakan kuat,
pemuda itu memaksanya keluar dari jok sepeda
motor. Tak ayal, pengemudi itu pun terpelanting dan
terjatuh ke tepi jalan. Pada saat yang sama, Bobby
tampak mendarat dengan mulus. Sementara itu,
penjahat yang diboncengi tampak panik mengikuti
motor yang terus melaju ke tepi selokan, hingga
akhirnya sepeda motor itu berhenti setelah masuk ke
dalam selokan. Kini Bobby tampak sedang mengikat kedua
penjahat itu dengan tali rem sepeda motor, setelah itu
dia segera menghubungi Haris untuk memindahkan
kedua penjahat beserta barang buktinya ke tempat
kejadian. Dalam sekejap, kedua penjahat dan barang
bukti itu sudah dipindahkan ke depan toserba sesuai
221 dengan koordinat yang sudah dicatat sebelumnya.
Saat itu, para aparat yang sedang bertugas dan
orang-orang yang sedang menonton peristiwa
perampokan tampak terheran-heran dibuatnya,
mereka benar-benar bingung dengan kemunculan
kedua penjahat yang sudah dalam keadaan terikat.
Kini para aparat sedang mengurus kedua penjahat itu
untuk dimintai pertanggungjawabannya.
Kedua penjahat itu adalah orang-orang muslim
awam yang telah di doktrin untuk menghalalkan harta
milik non muslim agar bisa dimiliki, mereka adalah
orang-orang suruhan kaum munafik yang ingin
memberontak lantaran tidak senang dengan
pemerintahan yang islami. Untunglah mayoritas
penduduk tidak termakan oleh doktrin yang mereka
sebarkan, sebab mayoritas penduduk memang
senantiasa setia dengan Khalifah yang mana telah
dipilih berdasarkan petunjuk Tuhan. Bila mereka
berani berhianat dengan mengikuti doktrin kaum
munafik itu, sama saja dengan menghianti Tuhan.
222 Malam harinya, berita di televisi ramai
memberitakan kejadian sore tadi, seorang pahlawan
super telah hadir di kota Jakarta. Manusia berkostum
dengan warna hitam, merah, dan kuning telah
menangkap dua orang penjahat yang selama ini
membuat resah para turis asing yang berkunjung ke
Jakarta. Kini seorang reporter sedang berbicara
mengenai berita itu, "Para pemirsa, seorang pahlawan
super telah hadir di kota kita. Dia mengenakan topeng
berwarna kuning. Siapakah orang yang bertopeng
kuning atau "si Topeng Kuning" itu" Marilah kita
dengar komentar dari orang-orang yang sempat
menyaksikan kejadian itu!" katanya kepada para
pemirsa. "Kejadian itu memang benar-benar aneh," kata
seseorang yang diwawancara.
"Benar, tiba-tiba saja orang bertopeng kuning itu
muncul di depan toserba," timpal salah seorang yang
berada di sebelahnya. "Sepertinya dia memang bukan
orang biasa, dia bisa berlari melebihi kecepatan
kendaraan bermotor," sambungnya kemudian.
223 Segala komentar mengenai si Topeng Kuning
terus bergulir, sampai akhirnya. "Demikianlah
pemirsa. Jangan ke mana-mana! Karena kami akan
kembali setelah pesan-pesan berikut," kata si
Pembaca Berita mengakhiri berita yang
dilaporkannya. Satu minggu kemudian. Tepatnya di daerah
Cilebut Bogor, tak jauh dari kota Jakarta. Di malam
yang agak mendung sekitar pukul tujuh malam,
seberkas sinar mendadak muncul di tengah-tengah
kebun yang tak terurus. Seiring dengan lenyapnya
sinar itu, terlihatlah sebuah benda bulat yang memiliki
diameter kurang lebih dua setengah meter. Benda itu
berdiri tegak di atas kaki penopangnya yang berjumlah
enam buah, dan di bagian sisinya terdapat sebuah
pintu yang bergambar tangan sedang menggenggam
bola dunia. 224 Tiba-tiba pintu benda itu tampak terbuka ke arah
bawah dan beralih fungsi menjadi sebuah tangga,
persis sekali dengan pintu yang ada di pesawat
komersial. Kini seorang berkostum aneh dengan
rambut yang dikuncir tampak keluar. Dia mengenakan
topeng yang menutupi separo wajahnya, yaitu dari
atas dahi hingga sebatas hidung. Topeng itu
mempunyai warna yang berbeda pada kedua sisinya.
Sisi sebelah kiri berwarna kuning, sedangkan yang
sebelah kanan berwarna hitam. Pada kedua bagian
matanya tampak tertutup dengan lensa cembung yang
juga berbeda warna. Mata sebelah kiri berwarna hijau
Topeng Kuning Karya Bois di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan yang sebelah kanan berwarna merah.
Kini orang itu berjalan di kegelapan malam
dengan pandangan malam yang dilihat dari mata
kirinya. Dia terus melangkah menuju ke arah rel
kereta api yang memang tidak begitu jauh. Pada saat
yang sama, sebuah KRL (Kereta Rel Listrik) Pakuan
Express jurusan Bogor-Jakarta sedang melaju dengan
kecepatan tinggi dan sebentar lagi akan melintas di
tempat itu. Ketika KRL itu melintas, dengan serta225
merta orang tadi langsung melompat ke arah KRL
yang sedang melaju begitu kencang. Tubuhnya
melesat cepat dan hinggap di sisi gerbong, kedua
tangannya berpegangan pada sebuah besi di dekat
sambungan. Tampaknya orang itu memanglah bukan
orang biasa, sebab tidak mungkin orang biasa bisa
melakukan hal yang menakjubkan seperti itu.
Kini orang itu sudah berada di atap gerbong dan
sedang berlari menuju ke gerbong terdepan.
Sesampainya di tempat itu, dia langsung berdiri tegak
sambil memperhatikan tangan kanannya yang terbuat
dari besi, kemudian dengan serta-merta dia menekan
sebuah tombol yang ada di pergelangan tangan
besinya itu. Mendadak dari sela jari-jarinya menjalar
seberkas sinar berwarna biru yang pada akhirnya
menyelubungi seluruh tangan besinya. Rupanya saat
itu dia sedang bersiap-siap untuk menjebol atap
gerbong dengan kekuatan tangan besinya. Benar
saja, dalam waktu singkat dia sudah berhasil
menghujamkan tangannya ke atap gerbong dan
mengkuaknya bagaikan merobek kertas. Setelah atap
226 itu terkuak cukup lebar, si Tangan Besi segera
melompat masuk dan mendarat dengan angkuhnya.
Beberapa orang yang berada di dalam gerbong
tampak ketakutan lantaran melihat si Tangan Besi
yang masuk dengan cara demikian, namun hal itu
sama sekali tak berlaku buat seorang turis asing
bertato yang bertubuh kekar, dia tampak
memberanikan diri menghapiri si Tangan Besi dan
mencoba untuk menantangnya. Saat itu, tatapan
matanya yang biru tampak tajam"merendahkan si
Tangan Besi. Lantas dengan serta-merta turis asing berambut
pirang itu menyerang si Tangan Besi, dia memukul
perut penjahat super itu dengan keras sekali. Namun
sungguh disayangkan, pukulan itu bukannya membuat
si Tangan Besi kesakitan tapi justru membuat
tangannya sendiri terasa remuk karena memukul
perut yang sekeras baja. Si Turis Asing Bertato itu
tampak meringis kesakitan sambil memegang
tangannya yang tampak memar. Pada saat itu, si
Tangan Besi langsung mencengkram leher si Turis
227 Asing dengan tangan besinya, kemudian
mengangkatnya tinggi-tinggi seperti orang sedang
bersulang minuman. Saat itu si Turis Asing langsung
meronta-ronta berusaha melepaskan diri, kakinya
tampak menendang-nendang tidak karuan. Melihat
itu, si Tangan Besi tampak menyeringai mengejek,
kemudian dengan segera dia mencekik leher si Turis
Asing itu dengan kekuatan tangan besinya. Tak ayal,
saat itu juga leher si Turis Asing langsung remuk
seketika. Matanya tampak melotot dengan lidah yang
terjulur keluar, darahnya pun tampak mengalir dari
mulut dan hidungnya. Kemudian si Tangan Besi
segera melemparkannya seperti membuang kaleng
minuman yang baru saja diremas.
Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu
tampak bergidik takut bukan kepalang, kemudian
dengan segera mereka berlarian ke gerbong belakang
sambil berteriak histeris. Saat itu Si Tangan Besi tidak
mengejar lantaran memang bukan itu tujuannya
masuk ke kereta. Kini dia tampak melangkah
mendekati pintu masinis dan langsung membukanya
228 dengan paksa. Tak lama kemudian, dia sudah masuk
ke ruangan itu sambil memperhatikan kedua orang
masinis yang sedang bingung melihat kehadirannya.
"Si-siapa kau?" tanya seorang masinis kepadanya.
Si Tangan Besi bukannya menjawab, tapi malah
mengusir keduanya. "Minggir kalian!!! Kalau mau
selamat, cepat pergi dari sini!!" usirnya lantang.
Mendengar itu, kedua masinis itu langsung naik
pitam dan segera menyerang si Tangan Besi. Namun
sungguh disayangkan, mereka itu bukanlah tandingan
si Tangan Besi. Dalam waktu singkat keduanya sudah
dibunuh dengan begitu kejam. Setelah itu, si Tangan
Besi segera mengambil alih kendali KRL dan
menambah kecepatannya. KRL Pakuan Express terus melaju ke pusat kota
dengan kecepatan yang begitu tinggi. Sementara itu di
stasiun Pasar Minggu, Sinta dan seorang teman
wanitanya tampak baru saja pulang dari kampus. Kini
keduanya tampak sedang beristirahat sambil
menikmati sekuteng yang hangat. Selama ini, kedua
gadis itu memang sudah biasa pulang dengan
229 menumpang KRL ekonomi dan turun di stasiun Pasar
Minggu. Maklumlah, mereka memang bukan anak
mami yang biasa diantar-jemput, dan mereka pun
bukan tipe gadis yang suka mengendarai mobil
sendiri. Mereka itu lebih suka pulang dengan
menumpang angkutan umum demi berpartisipasi
mengurangi kemacetan di Jakarta.
Sinta dan temannya tampak masih menikmati
minuman hangatnya masing-masing, saat itu mereka
mendengar pemberitahuan yang menyatakan bahwa
KRL Pakuan Express akan melintas di stasiun itu.
Mengetahui itu, Sinta tak terlalu menghiraukannya,
sebab pemberitahuan seperti itu memang sudah
sering di dengar. Ketika sedang asyik-asyiknya
menikmati sekuteng, tiba-tiba KRL Pakuan Express
sudah tiba dengan kecepatan yang begitu tinggi"
melebihi kecepatan biasanya. Mengetahui itu, Sinta
dan temannya tampak terpaku sambil memperhatiakn
KRL yang terus melaju dengan begitu cepat. Debudebu
dan sampah kertas tampak beterbangan disapu
hempasan angin yang cukup kencang. Bukan cuma
230 itu, surat kabar yang dijajakan di stasiun itu pun ikut
beterbangan. Beberapa orang yang sedang berjalan di
peron tampak terhuyung terkena hempasan angin
KRL yang begitu kencang. Saat itu, teriakan orangorang
yang berada di dalam kereta sempat didengar
oleh Sinta, bahkan dia sempat melihat mereka
berteriak-teriak sambil melambaikan tangan di kacakaca
jendela. Tak lama kemudian, suasana sudah tenang
kembali, KRL Pakuan Express telah melintasi stasiun
itu dan terus menjauh. Sinta yang curiga melihat
kejanggalan itu langsung curiga, "Hmm... tidak
biasanya KRL Pakuan Express melaju secepat itu.
Teriakan para penumpangnya pun sangat
mencurigakan. Kalau begitu aku harus segera
menghubungi Haris," kata Sinta dalam hati seraya
mengeluarkan Alkom-nya dan segera menghubungi
Haris. Kini gadis itu sedang menceritakan perihal
kejanggalan yang dilihatnya. "Begitulah, Kak," kata
Sinta mengakhiri ceritanya.
231 "Kalau begitu, aku harus segera menghubungi
Bobby. Oke, Sin. Sampai nanti ya, Assalam.."
Setelah memutuskan sambungan, Haris pun
segera menuju ke mesin pemantau kostum.
Sementara itu di tempat lain, Bobby dan Mang Udin
baru saja berbelanja di sebuah supermarket. Kini
keduanya sedang melangkah ke pintu utama Mal.
Ketika sedang asyik melangkah, tiba-tiba Alkom
Bobby berbunyi, suaranya terdengar keras bak dering
HP. Mendengar itu, Bobby pun segera menjawab, "
Ada apa, Har?" tanyanya kepada pemuda itu.
Haris segera memberitahukan perihal kejanggalan
KRL Pakuan Express yang dilihat Sinta. "Begitulah,
Bob," kata Haris mengakhiri ceritanya.
"Jadi, sekarang aku harus memeriksa KRL itu?"
tanya Bobby lagi. "Benar, Bob. Sekarang bersiaplah untuk pindah ke
anjungan pesawat!" pinta Haris.
"Tunggu sebentar, Har!" pinta Bobby seraya
menghampiri Mang Udin. 232 "Mang" Mamang pulang sendiri ya! Ini kunci
motorku," pinta Bobby seraya menyerahkan kunci
motornya kepada Mang Udin.
"Lho, memangnya Den Bobby mau ke mana?"
tanya Mang Udin. "Aku ada sedikit urusan. Sudah ya, Mang!" jawab
Bobby seraya pergi meninggalkannya, dia berlari
menuju ke toilet yang ada di Mal itu.
Sesampainya di toilet, "Oke, Har! Sekarang aku
siap untuk dipindahkan."
"Oke, Bob. Bersiaplah!" pinta Haris.
Haris pun segera mengoperasikan Mestrans I.
Setelah menentukan koordinat yang dilacak dari
Alkom Bobby, pemuda itu segera menekan tombol
eksekusinya. Fantastis! Dalam sekejap Bobby sudah
berada di anjungan. Lalu dengan segera pemuda itu
berlari menuju ke ruang pemantau, di mana mesin
penyangga kostum Topeng Kuning berada.
"Hai, Har! Assalam?" Sapa Bobby kepada Haris
yang tampak sibuk di ruangan itu.
233 "Wa"alaikum" Cepat kau kenakan kostum itu,
Bob!" pinta Haris. Bobby pun segera bersandar pada kostum yang
memang sudah terbuka, kemudian... "zing" zing"
zap" klik" zing" zing" zap". klik" zzz". zing"
zing" zap" zap" klik". klik" zzz?", kini Bobby
telah menjadi Topeng Kuning yang siap beraksi. Tak
lama kemudian, manusia super itu sudah berlari ke
anjungan dan segera berdiri di Mestrans I. Sementara
itu, Haris tampak sudah siap untuk memindahkannya,
"Oke, Bob" Sekarang kau akan kukirim pada
koordinat yang kira-kira dekat stasiun Juanda, sebab
menurut perhitunganku saat ini kereta itu kira-kira
baru melintasi stasiun Manggarai," jelasnya kemudian.
"Oke, Har! "Aku sudah siap," kata Bobby.
"Oke, Bob. Selamat bertugas!" kata Haris seraya
mengoperasikan Mestrans I.
Untuk saat ini, Haris tidak bisa menentukan lokasi
koordinat tepat di stasiun, karena dia belum benarbenar
mengusai perhitungan koordinat Mestrans I.
Selama ini dia cuma mengandalkan Alkom untuk
234 menentukan koordinat lokasi dengan tepat.
Karenanyalah dia memindahkan Bobby pada
koordinat di sekitar stasiun Juanda. Sementara itu, di
pusat pengendali lalu lintas KRL sedang terjadi
ketegangan. Seseorang lelaki berkaca mata tampak
menghubungi KRL Pakuan Express yang sedang
melaju cepat. "Hey! Apa yang kaulakukan" Cepat
perlambat kereta itu dan berhentilah di stasiun
Gambir!" perintah orang itu.
"Berhenti katamu, hahaha"!" si Tangan Besi
tertawa terbahak-bahak. "Pak, sepertinya dia tidak mau menghentikan KRL
itu. Jika demikian, KRL itu pasti akan menabrak KRL
Ekonomi yang baru saja meninggalkan stasiun
Juanda," kata rekannya cemas.
"Hai! Apa kau sudah gila" Kau akan menabrak
KRL ekonomi yang berada di depan. Cepat hentikan
KRL itu!" perintah orang berkaca mata dengan nada
marah. 235 "Hahaha"!" lagi-lagi si Tangan Besi cuma
tertawa, kemudian dia menarik kabel alat komunikasi
itu hingga putus. "Wah, orang itu benar-benar sudah gila, dia telah
memutuskan hubungan komunikasi," kata orang
berkaca mata itu cemas. "Gawat! Tak lama lagi pasti akan terjadi tabrakan
yang teramat dasyat," kata rekannya panik.
Di atas KRL Pakuan Express, si Tangan Besi
sudah siap melompat, dan begitu KRL melintasi
tengah kota, tepatnya di dekat lapangan Monas
(Monumen Nasional) tak jauh dari stasiun Gambir. Si
Tangan Besi langsung melompat turun. Bersamaan
dengan itu, dari pergelangan tangan kirinya meluncur
tali pengait yang diarahkan ke sebuah tiang
penyangga listrik KRL. Kini si Tangan Besi tampak berayun dan meluncur
turun melewati rel layang, kemudian mendarat tepat di
jalan raya yang berada di bawahnya. Beberapa orang
yang sedang berkendara di jalan itu sempat
tercengang melihatnya, mereka cuma geleng-geleng
236 kepala sambil terus berlalu. Sementara itu, si Tangan
besi sudah melepas tali pengait dari pergelangan
tangannya, kemudian dengan segera dia melangkah
menuju Monas.
Topeng Kuning Karya Bois di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nah, itu dia emas yang melapisi kristal inti pusat
bumi. Dengan kristal itu aku bisa membuat pesawat
penjelajah waktu. Hahaha"!" kata si Tangan Besi
dalam hati sambil terus memandang ke arah emas
yang bertengger di atas tugu. Pada saat yang sama di
stasiun Juanda, si Topeng Kuning sedang menanti
KRL Pakuan Express yang akan melintas. Tak lama
kemudian, KRL itu sudah terlihat di kejauhan"melaju
dengan cepat tanpa terkendali. Pada saat itu, si
Topeng Kuning segera bersiap-siap melompat ke
atapnya. Begitu KRL melintas, si Topeng Kuning
langsung melompat naik dan berhasil mendarat
dengan mulus. Kini Topeng Kuning sedang berlari
menuju ke gerbong terdepan, dengan maksud
menghentikan laju kereta itu. Ketika melihat atap
gerbong depan sudah terkuak lebar, dia pun langsung
masuk ke dalam. Setibanya di dalam, pemuda itu
237 sempat tercengang ketika melihat mayat si Orang
Bertato yang tergeletak dengan kondisi
memprihatinkan. Kini si Topeng kuning sudah berada di ruang
masinis. Dia sempat bergidik begitu melihat kedua
mayat masinis yang tergeletak dengan kondisi yang
mengerikan. Ketika Topeng Kuning memandang ke
arah depan, betapa terkejutnya dia. Di kejauhan
terlihat sebuah KRL ekonomi sedang melaju pelan,
searah dengan KRL yang dinaikinya. Lalu dengan
segera Topeng kuning menurunkan tuas kecepatan
hingga nol, kemudian dengan segera pula dia menarik
rem hingga setengahnya. Bersamaan dengan itu,
kereta tersentak karena rem yang mulai bergesekan
dengan roda besinya. Orang-orang yang berada di
dalam gerbong berteriak kaget dengan tubuh yang
kehilangan keseimbangan, mereka tampak berusaha
mencari pegangan agar tak terhempas. KRL Pakuan
Express mulai melambat, namun kecepatannya masih
terbilang cepat. KRL ekonomi di depannya tinggal
berjarak 100 meter lagi, dan sepertinya KRL Pakuan
238 Express akan menabrak Gerbong belakang KRL
ekonomi yang berada di depannya. Menyadari itu,
Topeng Kuning pun segera menuntaskan
pengereman KRL Pakuan Express secara penuh.
"CIIIEEET..." lagi-lagi KRL terhentak. Orang-orang
yang ada di dalamnya kembali berteriak sambil
semakin memperkuat pegangannya.
Kini KRL itu sudah kian melambat, namun jarak
dengan KRL di depannya tinggal satu meter lagi.
Mengetahui kereta yang ditumpanginya akan
bertabrakan, si Topeng kuning pun segera melompat
keluar dan "CIIIIT ".BRAKKKK" KREEET".
SRRRKKK?" KRL Pakuan Express menabrak
gerbong belakang KRL Ekonomi. Gerbong pertama
yang merupakan ruang masinis ringsek dan terguling
diikuti dengan gerbong kedua. Untunglah kedua
gerbong itu sudah kosong sewaktu Tangan Besi
membunuh Orang Bertato, sedangkan gerbong
belakang KRL ekonomi yang ditabrak menjadi
ringsek. Tak lama kemudian, KRL ekonomi itu
berhenti melaju. Melihat itu, si Topeng Kuning segera
239 menghubungi mobil ambulan. Setelah itu, dia
bergegas mengeluarkan orang-orang yang terjepit di
gerbong belakang KRL ekonomi yang ringsek.
Sementara itu di silang Monas, si Tangan Besi terus
melangkah mendekati pagar Monas. Kini dia sudah
berada di pagar Monas dan mulai membengkokkan
pagar besinya, saat itu tangannya yang kuat dan
terbuat dari besi membengkokkan pagar itu dengan
mudahnya. Pada saat yang sama, seorang penjaga
yang sedang berpatroli melihat kejadian itu. "Hey! Apa
yang sedang kau lakukan?"?" teriaknya lantang,
Si Tangan Besi tidak menjawab, dia cuma
memandang penjaga itu sambil menyeringai. Pada
saat itu, si Penjaga tampak ketakutan karena
mengetahui orang yang sedang dihadapinya ternyata
mempunyai tangan yang terbuat dari besi. Lalu
dengan segera dia mengeluarkan pistol dan
menodongkannya ke arah si Tangan Besi. "Jangan
bergerak dan jangan coba-coba melawan! Atau" aku
akan menembakmu," serunya seraya menarik kokang
pistol. 240 Si Tangan Besi tampak tersenyum dingin,
kemudian dengan segera dia melangkah menghampiri
si Penjaga yang sudah siap menembak. Melihat orang
yang dihadapinya tak merasa gentar, si Penjaga
tampak semakin ketakutan. "Berhenti! Atau aku akan
benar-benar menembak," teriaknya lagi.
Si Tangan Besi tampak tidak peduli, dia terus
melangkah mendekati si Penjaga yang sangat
ketakutan dan "DOR" DOR "DOR". Si Penjaga
memuntahkan isi pistolnya dan tepat mengenai dada
si Tangan Besi. Saat itu si Penjaga tampak terkejut
bukan kepalang, bahkan dia sempat gemetar lantaran
mengetahui orang yang dihadapinya ternyata tidak
bergeming sedikitpun. Si Penjaga berulang-ulang
menembakkan pistolnya ke arah si Tangan Besi yang
kebal peluru, sampai akhirnya. "KLIK" KLIK"
KLIK?" peluru di pistolnya telah habis. Kini si Penjaga
tampak melongo dengan wajah pucat pasi, bahkan
saat itu kakinya terasa begitu berat melangkah, dan
akibatnya dia cuma bisa pasrah ketika pistolnya
241 dirampas oleh si Tangan Besi dan diremas hingga tak
berbentuk. Setelah melemparkan pistol yang sudah tak
berbentuk lagi, Si Tangan Besi segera mengangkat si
Penjaga tinggi-tinggi dan mematahkan tulang
belakangnya. Si Penjaga tewas seketika di atas lutut
si Tangan Besi dengan mulut dan hidung yang
mengeluarkan darah. Seorang rekannya yang
kebetulan mendengar suara tembakan tiba di tempat
itu, dia sempat menyaksikan kejadian yang baginya
sangat mengerikan"temannya tewas di tangan orang
yang berkostum aneh dengan sangat mengenaskan.
Kini dia sudah melarikan diri untuk meminta
bantuan, sedangkan si Tangan Besi kembali
melanjutkan niatnya untuk naik ke lidah api setinggi 8
meter yang bertengger di puncak tugu. Lidah api
kristal itu berlapis 150 kilogram emas murni karena
belum lama ini telah ditambahkan oleh pemerintah
pusat, yaitu disaat memperingati berdirinya
kekhalifahan pertama 9 Dzulkhijah 1434 Hijriah, dan
lidah api berlapis emas itu disanggah oleh konstruksi
242 perunggu setinggi 14 meter dengan berat 14,5 ton.
Entah bagaimana kristal inti pusat bumi itu bisa ada di
tugu monas, padahal pada saat itu kristal inti pusat
bumi belum ditemukan. Kini penjahat super itu mulai menaiki anak tangga
yang berjumlah 17 buah, kemudian memanjat cawan
tugu yang berketinggian 17 meter dengan
menggunakan pengait yang keluar dari tangan kirinya.
Setibanya di cawan tugu, si Tangan Besi segera
menekan sebuah tombol yang berada di pergelangan
tangan besinya. Bersamaan dengan itu, sebuah mata
bor tampak keluar dari telapak tangan besinya,
kemudian dengan segera penjahat super itu
mengarahkannya ke puncak tugu yang berketinggian
115 meter, kemudian... "SPLAAASSS SRRREEET"
mata bor yang membawa tali tampak meluncur
menuju sasaran. Mata bor yang berputar itu tampak terus meluncur
menuju puncak tugu dan akhirnya "ZZIIING
CREEEPT", mata bor menancap di bawah puncak
tugu bagian tepi. Lagi-lagi si Tangan Besi menekan
243 sebuah tombol yang berada di tangan besinya, lalu
dengan serta-merta tubuh penjahat super itu tampak
meluncur pelan ke atas. Rupanya motor penggulung
yang berada di tangan besinya itu menggulung
kembali tali yang sudah keluar tadi.
Si Tangan Besi terus meluncur ke atas,
sedangkan di bawah tugu mulai berdatangan mobilmobil
polisi dengan lampu yang berkelap-kelip dan
dengan disertai sirine yang meraung-raung. Saat itu
semua personilnya tampak keluar dari mobil masingmasing
dan serentak mengambil posisi. Kini mereka
sudah berada di posisi strategis dan mulai
mengarahkan moncong senjatanya ke arah si Tangan
Besi. Seseorang yang menjadi pemimpinnya tampak
berbicara menggunakan pengeras suara, "Perhatian!
Anda sudah terkepung. Menyerahlah segera!"
Si Tangan Besi tampak tidak mempedulikannya.
Dia masih saja meluncur menuju ke lidah api.
"Sekali lagi, menyerahlah dan segera turun! Atau..
kami akan menembak," teriak Pimpinan polisi itu
mengancam. 244 Kini si Tangan Besi sudah sampai di puncak tugu,
saat itu dia masih saja tidak mempedulikannya.
Mengetahui itu, Pimpinan Polisi tampak begitu gusar,
kemudian dengan segera dia kembali berteriak,
"Tembak!!!?" dan "DOR"DOR"DOR" RAT TAT
TAT TAT" DZING" RAT TAT TAT TAT?". Saat itu
berondongan peluru menghujani tubuh si Tangan
Besi, namun tidak satu pun peluru yang berhasil
menembus kostum si Tangan Besi.
Kini si Tangan Besi sudah mengeluarkan sebuah
senjata yang cukup besar dari balik punggungnya, lalu
dengan segera dia membalas brondongan itu. Saat itu
sinar hijau tampak berkali-kali meluncur dari senjata
Plasma Beam miliknya, dan beberapa dari sinar itu
tampak melesat menuju ke arah mobil dan motor
polisi yang diparkir di bawah tugu. Tak ayal, setiap kali
sinar itu berhasil mengenai mobil dan motor yang
diparkir itu, langsung membuatnya hancur luluh dan
menimbulkan ledakan yang begitu dasyat. Baku
tembak terus berlangsung, sedangkan bala bantuan
terus berdatangan. Kini suasana sudah berubah
245 seperti medan pertempuran. Sementara itu di pesawat
ruang angkasa, Haris tampak sedang berkomunikasi
dengan Bobby. Beberapa menit yang lalu, dia sempat
mendengar panggilan darurat dari frekuensi polisi
yang disadapnya. Kini dia hendak menyampaikannya
kepada si Topeng Kuning, yang saat itu baru
mengeluarkan korban terakhir dari gerbong kereta.
"Hai, Bob. Kau sudah selesaikan menolong
korban-korban itu kan?" tanya Haris.
"Iya, Har. Aku baru saja mengeluarkan korban
yang terakhir," jawab Bobby.
"Kalau begitu, bersiaplah untuk melaksanakan
tugas berikutnya!" "Tugas apa lagi, Har?"
"Ada baku tembak di silang monas," kata Haris
memberitahukan. "Apa! Baku tembak?" Bobby terkejut.
"Benar, Bob. Seseorang ingin mengambil emas
Tugu Monas," jelas Haris.
"O ya, kalau begitu... aku akan segera ke sana."
"Lho! Apa kau tidak perlu kupindahkan dulu?"
246 "Tidak perlu, Har. Aku bisa menggunakan lari
cepat. Tempat itu kan tidak begitu jauh."
"Kalau begitu, cepatlah Bob!"
Topeng Kuning segera berlari dengan fasilitas lari
cepat menuju ke arah Monas. Tak lama kemudian, dia
sudah berada di bawah tugu. Saat itu para aparat
yang melihatnya tampak terpaku, mereka seakan
tidak percaya kalau topeng kuning yang selama ini
ramai diberitakan tiba-tiba muncul di tempat itu.
"Hei, lihat! Bukankah itu si Topeng Kuning!" seru
salah seorang polisi. "Benar, itu si Topeng Kuning!" seru polisi yang
lain. Pimpinan polisi segera memerintahkan anak
buahnya untuk menghentikan tembakan, sedangkan
si Topeng Kuning segera melompat ke tepi cawan
tugu dengan menggunakan lompatan tinggi. Ketika
baru saja mendarat, tiba-tiba seberkas sinar hijau
melesat cepat dan langsung menghantam dadanya.
Tak ayal, hantaman itu membuat Topeng Kuning
247 terhempas dari tepi cawan dan jatuh ke atas rumput
yang sudah menghitam. Haris yang sedang memantau kostum Topeng
Kuning tampak khawatir, kerusakan kostum yang
dipantaunya sudah sebesar 20%. Sementara itu,
Topeng Kuning baru saja bangkit, kemudian dengan
segera dia bersiap untuk kembali melompat. Belum
sempat dia melompat, seberkas sinar hijau sudah
menghantam dadanya lagi. Kini kerusakan kostum
sudah mencapai 45%. Melihat kondisi yang demikian,
Haris semakin khawatir. "Gawat, Bob! Kerusakan
kostum sudah mencapai 45%, sedangkan sistem
pertahanan terus turun sampai 80%," jelasnya
memperingati.
Topeng Kuning Karya Bois di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa!" Bobby tampak terkejut. "Kalau begitu, aku
akan gunakan perisai di tanganku," katanya agak
panik. "Jangan, Bob! Percuma saja, sebab dia
menggunakan plasma beam. Aku yakin, perisai itu
tidak akan mampu menahannya," cegah Haris.
248 "Jadi aku harus bagaimana, Har?" tanya Bobby
bingung. "Berusahalah menghindar!" seru Haris.
Belum sempat Bobby berkata-kata, seberkas sinar
hijau sudah melesat kembali ke arahnya. Melihat itu,
si Topeng Kuning berusaha menghindar. Dengan
gesit dia melompat ke samping sehingga sinar hijau
menghantam tepi cawan tugu dan membuatnya
hancur berantakan. Pecahan pualam pun
beterbangan ke mana-mana.
Sinar Hijau terus ditembakkan ke arah si Topeng
Kuning, pada saat itu si Topeng Kuning selalu berhasil
menghindarinya. Ketika si Tangan Besi hendak
menembak lagi, tiba-tiba dari senjatanya terdengar
suara dan lampu indikator yang berkedip-kedip. "Sial...
senjata ini sudah minta diisi ulang," keluhnya seraya
mengaktifkan mode pengisian dan meletakkannya di
balik punggung. Mengetahui si Tangan besi sudah tak menembak,
dengan segera si Topeng Kuning balas menyerang.
Kini sinar kuning tampak melesat menuju ke arah si
249 Tangan Besi, namun sangat disayangkan, ternyata
sinar itu luput mengenai sasaran. Akibatnya, sebagian
dinding tugu menjadi rusak parah.
"Ups! Aku tidak boleh menggunakan senjata ini.
Bisa-bisa Tugu malah jadi hancur berantakan," kata si
Topeng Kuning menyadari kekeliruannya.
Kini si Topeng Kuning bersiap-siap untuk
melompat naik ke puncak Tugu, yaitu dengan
menggunakan lompatan super tinggi. Sementara itu si
Tangan Besi sedang mengeluarkan alat pengait dari
tangan kirinya dan segera mengarahkannya ke atas
lidah api. Pada saat yang sama, si Topeng Kuning
sudah meluncur ke atas, dari bawah tumit sepatunya
tampak keluar cahaya berwarna biru. Bersamaan
dengan itu, si Tangan Besi sedang berayun naik
menuju ke lidah api, hingga pada akhirnya dia tiba di
lidah api dengan sukses. Kini si Tangan Besi bersiapsiap
untuk mengambil emas yang melekat di lidah api,
dia akan mengupas lapisan emas yang melekat itu
dengan tangan kanannya. Namun belum sempat dia
melakukan itu, tiba-tiba Topeng Kuning sudah berdiri
250 di sebelah kanannya. Saat itu, si Tangan Besi sangat
kesal dengan kehadiran si Topeng Kuning. Lalu
dengan amarah yang meluap-luap, si Penjahat Super
itu segera menyerang. Tak ayal, baku hantam yang
begitu seru pun terjadi. Pertarungan seru antara Topeng kuning dan
Tangan besi masih terus berlangsung. Hingga pada
suatu kesempatan, Topeng Kuning berhasil memukul
wajah si Tangan Besi dengan telak. Saat itu si Tangan
Besi tampak terhuyung, lalu dengan segera dia
mundur selangkah dan bersandar di lidah api. Melihat
itu, Topeng Kuning tak mau menyia-nyiakan
kesempatan, dia segera menendang si Tangan Besi
dengan kaki kirinya. Namun sangat disayangkan, si
Tangan Besi berhasil menghindar dan langsung
menangkap kaki kiri si Topeng Kuning. Pada saat itu,
Topeng Kuning tampak kehilangan keseimbangan,
namun begitu dia masih berusaha untuk
mempertahankannya dengan satu kaki.
Kini si Tangan Besi mencoba untuk menjatuhkan
Topeng Kuning dari puncak Tugu. Mengetahui dirinya
251 akan dijatuhkan, si Topeng Kuning segera
menendang kepala si Tangan Besi dengan kaki
kanannya. Tak ayal, pegangan si Tangan Besi pun
terlepas, bersamaan dengan tendangan telak yang
mengenai kepalanya. Kini si Tangan Besi dan Topeng
Kuning terhempas dari lidah api, keduanya terus
meluncur jatuh. Mengetahui dirinya dalam bahaya, si Topeng
Kuning segera mengeluarkan sepasang sayapnya.
"SEEERRRKKK," susunan sayap yang seperti kipas
mengembang dari balik punggungnya. Kini si Topeng
Kuning tampak melayang-layang memutari tiang tugu
dan terus meluncur menuju ke cawan tugu.
Sementara itu, si Tangan Besi masih meluncur jatuh
ke cawan tugu, dan ketika jarak ke cawan tugu tinggal
10 meter, si Tangan Besi segera menembakkan mata
bornya ke dinding tiang tugu, dan "ZZIIING CREEEPT"
mata bor menancap dengan mantap, bersamaan
dengan itu tubuh si Tangan Besi tampak meluncur
turun dengan perlahan. Kini si Tangan Besi sudah tiba
di lantai Cawan dan sedang menghentakkan ujung
252 mata bor hingga terlepas, kemudian dengan segera
menggulungnya kembali. Bersamaan dengan itu, si
Topeng Kuning baru saja tiba di lantai Cawan dan
langsung menyerang lawannya.
Pertarungan seru kembali berlanjut. Kini kedua
manusia super itu saling baku hantam dengan
kepandaian masing-masing, hingga pada akhirnya si
Tangan besi terdesak"dia sudah tidak mampu lagi
melayani serangan si Topeng Kuning yang
menggunakan jurus-jurus silat Naga Putih. "Gawat!
Kalau terus begini aku pasti kalah," pikir si Tangan
Besi seraya bergegas melarikan diri ke pintu Tugu dan
menjebolnya hingga hancur berantakan.
Melihat musuhnya melarikan diri, si Topeng
Kuning segera mengejar. Sedangkan si Tangan Besi
terus berlari ke ruang kemerdekaan yang berada di
dalam cawan tugu. Ruangan itu mempunyai sisi 45
meter, pada dinding sebelah timurnya terpampang
Sang Saka Merah Putih, relief peta Indonesia, dan
lambang negara Garuda Pancasila yang terbuat dari
perunggu berlapiskan emas. "Oh, tidak di sini.
253 Tempatnya kurang bagus," gumam si Tangan besi
seraya berlari menuju ruang museum sejarah yang
berada di bawah tanah. Akhirnya si Tangan besi tiba di ruangan itu.
Lantainya berada tiga meter di bawah tanah,
sedangkan langit-langitnya lima meter di atas tanah.
Ruang bujur sangkar itu cukup luas, dindingnya
dilapisi pualam dan mempunyai dua belas diorama
sejarah perjuangan bangsa Indonesia di setiap
sisinya. Kini si Tangan Besi bersiap-siap menghadapi
si Topeng Kuning, dia segera mengeluarkan sebilah
samurai laser yang bersinar biru dari pinggangnya.
"Hahaha! Di ruangan ini kau tidak akan bisa
sembarangan menghindar, dan aku yakin sekali, kau
pasti tidak akan berani menggunakan senjatamu itu.
Sebab, hal itu bisa membuat tempat ini hancur
berantakan. Hahaha... !" ujar si Tangan Besi seraya
tertawa terbahak-bahak. Ketika si Topeng Kuning tiba, si Tangan Besi
langsung menyerangnya dengan mengayunkan
pedang samurainya yang tiba-tiba saja mengeluarkan
254 sinar berwarna biru. Sinar biru meluncur mengarah ke
dada si Topeng Kuning dengan begitu cepat. Melihat
itu, Topeng Kuning segera berkelit dan berhasil
menghindari sinar biru yang nyaris saja mengenai
lengannya. Sinar itu terus melesat dan menghantam
sebuah diorama hingga hancur berantakan.
"Hahaha... teruslah menghindar! Dengan begitu
tempat bersejarah ini pasti akan hancur berantakan!"
seru si Tangan Besi seraya kembali menyerang.
Lagi-lagi sinar biru kembali meluncur. Saat itu,
Topeng Kuning sudah siap siaga. "Hmm, ini tak boleh
dibiarkan," gumam si Topeng Kuning seraya
mengaktifkan perisai di tangan kirinya "Srrrk"
Srrreet" Srrrreet?". Susunan yang seperti kipas tibatiba
mengembang dari lengan kirinya dan membentuk
perisai yang melingkar bulat. Sinar biru itu tertahan
perisai tersebut, kemudian dengan segera si Topeng
Kuning balas menyerang dengan menembakkan sinar
kuning dari lengan kanannya. Si Tangan Besi yang
tidak menduga akan serangan itu tidak sempat
255 menghindar, akibatnya dia terpental ke belakang
kurang lebih lima meter. "Sial... aku tidak menyangka kalau dia punya
perisai. Kalau begitu aku harus cepat pergi dari sini,"
keluh si Tangan Besi. Topeng Kuning yang melihat lawannya sudah tak
berdaya segera berlari menghampiri. Ketika jarak
dengan si Tangan Besi sudah mencapai satu meter,
tiba-tiba tubuh si Tangan Besi bersinar terang dan
menghilang tanpa bekas. Topeng Kuning tampak
terpaku sambil mengeraskan kedua kepalan
tangannya, dia begitu kesal melihat musuhnya dapat
melarikan diri. Tiba-tiba si Topeng kuning tersadar,
saat itu dia mendengar suara langkah orang-orang
yang berlari mendekat. Tanpa buang waktu, manusia
super itu segera menghubungi Haris dan memintanya
untuk segera di pindahkan ke anjungan. Sementara
itu, di dalam sebuah benda berbentuk bulat yang
tersembunyi di tengah kebun, si Tangan Besi tampak
begitu kesal. "Kurang ajar, siapa sebenarnya orang
yang bertopeng kuning itu" Berani-beraninya dia
256 menghalangiku. Huh, kalau saja mesin waktuku tidak
mengalami kerusakan, aku pasti sudah pindah ke lain
waktu untuk mengambil kristal itu," keluhnya seraya
mengaktifkan sistem pengisian tenaga untuk alat
transportasi satu arah yang baru saja digunakan saat
melarikan diri. Setelah mengaktifkan sistem pengisian,
dia tampak mempersiapkan rencana guna
menghadapi si Topeng Kuning.
Keesokan paginya surat kabar dan berita televisi
ramai memberitakan kejadian semalam, seorang
pahlawan super lagi-lagi telah beraksi di kota Jakarta.
Si Topeng Kuning telah berusaha mencegah tabrakan
dasyat kereta api dan telah berhasil mencegah
pencurian emas di Tugu Monas.
"Para pemirsa sekalian, kami akan
menginformasikan lagi berita mengenai si Topeng
Kuning. Tadi malam dia telah berusaha mencegah
terjadinya tabrakan dasyat kereta api KRL Pakuan
257 Express dengan KRL ekonomi jurusan Bogor-Kota.
Tanpa usahanya itu tentu akan terjadi tabrakan dasyat
yang bisa menimbulkan korban jiwa jauh lebih besar.
Majikan Pulau Setan 1 Pendekar Slebor 23 Cincin Berlumur Darah Rahasia Gordapala 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama