Once Karya Phoebe Bagian 2
Dokter tersenyum. "Ya, saya rasa itulah yang menjadi sebab gadis ini untuk bertahan. Orang lain sudah menunjukkan tanda-tanda pada dua atau tiga hari jika ia bisa menerima ataupun tidak bisa menerima jantung barunya. Dia gadis yang hebat!"
*** Lavender menanti kata-kata yang datang untuknya hari ini. Ia sudah mendengar banyak ucapan semunggu terakhir. Tapi Do'a itu sudah tidak di dengarnya selama dua hari. Apakah orang itu sudah bosan mendo'akannya" .
Lav, aku datang! Nick. Lavender tau itu. Nick selalu datang setiap sore. Dia sangat rajin melebihi Beth yang menjaganya seharian suntuk dan terus mengajaknya bicara. Lavender pernah merasakan kecupan hangat dari Nick di keningnya, juga di bibirnya beberapa kali.
Kapan kau akan bangun, Lav" Aku takut bosan menanti.
Lawrence memintaku untuk membatalkan pernikahan kami.
Aku rasa Lawrence mengira kalau kau mencintaiku dan dia memintaku
Untuk bersamamu meskipun aku menolak
Bangunlah, Lav, Kau tau kalau aku sangat mencintaimu, kan"
Aku tidak bisa meyetujui permintaan Lawrence
Tapi aku tidak bisa kehilanganmu
Dan Lavender sangat bahagia mendengar itu. Nick menginginkannya" Ingin bersama dengannya" Ternyata Nick benar-benar mencintainya. Kebahagiaan itu terus bersarang di hatinya sampai akhirnya Nick berganti dengan Lawrence setelah selang beberapa jam. Lawrence terisak saat itu. Lavender bisa mendengarnya karena Lawrence sama sekali tidak menyembunyikan isakannya. Ia terdengar sangat terluka.
Aku sudah berfikir panjang.
Kami akan membatalkan rencana pernikahan kami Mungkin aku akan mengatakannya kepada Ayah besok sore Untukmu, untuk segara peyesalanku, Aku bahkan rela melepaskan nyawaku Lav, aku menyayangimu. Percayalah!
Tiba-tiba kebahagiaan di hatinya berganti dengan kesedihan. Lawrence mungkin sangat menderita karena harus berpisah dengan orang yang di cintainya. Ia merasa telah salah mencintai Nick. Lawrence lebih membutuhkan Nick di bandingkan dirinya. Lavender meneteskan airmata. Jika saja ada orang di ruangan saat itu, mereka pasti tau kalau tubuh kakunya sedang bersedih. Hingga tiba-tiba bunyi pintu di buka menyeruak. Lavender ingin menghapus air matanya, tapi tidak bisa. Tidak ada satupun dari anggota tubuhnya yang bisa di gerakkan. Tapi Lavender merasakan sebuah tangan yang hangat menyeka air matanya.
Kau sedang bersedih" Aku juga.
Ah, ya! Aku membawakan bunga Lavender untukmu Dia cantik seperti dirimu Lav, Maafkan aku.
Aku tidak bisa menepati janjiku padamu
Aku tidak bisa menjagamu Aku harus mengikuti ujian besok pagi.
Selama dua hari ini aku mengurusi beasiswa Cookery
Aku juga harus bekerja keras mulai sekarang
Aku tidak memiliki siapa-siapa lagi
Sudah saatnya aku berhenti bermanja
Tapi aku berharap bisa melihatmu dalam keadaan sehat
Cepat sembuh, ya" Lalu do'a itu terdengar lagi.
Tuhan, Aku tau ini belum saatnya
Tapi aku harus mengatakan satu hal yang penting padamu.
Aku jatuh cinta pada Lavender.
Akhirnya aku b enar-benar mencintainya Tapi aku tidak bisa menjaganya lagi.
Maka awasilah dia, Tuhan! Jagalah dia untukku
Dan ampuni segala dosa-dosaku padanya
*** Lavender menghela nafas dengan tamak lalu membuka mata. Akhirnya! Ia memandangi atap rumah sakit dengan pandangan kabur, lalu kembali menjelas dan semakin menjelas. Lavender akhirnya bisa melihat dengan lekukan nyata. Ia memandangi cahaya yang masuk lewat jendela. Sudah hampir siang. Beberapa saat kemudian matanya terpaku pada bunga Lavender yang sudah di susun apik di dalam sebuah Vas kaca berisi air. Sudah berapa lama bunga itu berada disana"
"Ya, Tuhan! Lav. Kau sudah sadar""
Pandangan Lavender beralih kepada orang yang berteriak kegirangan itu. Lawrence, ia segera sibuk memanggil dokter secara manual padahal Lawrence bisa saja menekan tombol darurat. Ia sedang membuang-buang energi. Dalam sekejap ruangan tempat Lavender di rawat menjadi penuh dengan dokter dan perawat. Lavender di periksa secara intensif dan di kabarkan baik-baik saja. Ia sudah sehat. Sebuah keajaiban yang luar biasa.
Lawrence sepertinya sangat senang. Ia segera menelpon semua orang dan perlahan-lahan mereka datang, satu persatu. Dimulai dari Beth, mungkin Beth mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi sehingga ia sampai di tempat itu dalam waktu yang singkat. Beth tidak berhenti bersyukur, ia terus bicara tentang apa saja. Lalu ayahnya, Ayah yang jarang Lavender lihat hari ini memeluknya, membelai rambutnya, mencium keningnya. Ia menatap Lavender dengan kerinduan yang sangat. Akhirnya Lavender bisa merasakan kasih sayang ayah tirinya dengan baik. Selama ini Lavender fikir, ia hanya memiliki Beth dan Deliah. Tapi ternyata ia memiliki banyak orang yang ada di sekitarnya.
Nick datang dan memandang Lavender dengan penuh syukur. Mungkin ia ingin memeluk, ingin mencium. Tapi Nick tidak akan berani melakukan hal itu di depan ayahnya. Nick hanya mengucapkan betapa ia senang menlihat Lavender bisa sadar setelah sekian lama mereka menunggu. Lavender ingin memeluknya, ia juga merindukan Nick. Tapi matanya segera menatap Lawrence yang berusaha
menyembunyikan kecemburuannya. Lavender segera mengulurkan tangannya kearah Lawrence dan wanita itu segera menyambutnya. Lawrence menatapnya bingung.
"Kau ingin mengatakan sesuatu, Lav""
Lavender mengangguk kemudian menoleh kepada ayahnya. Laki-laki itu menggenggam tangan Lavender yang satunya lalu menciumnya. "Ayah, Bolehkah aku belajar di luar rumah setelah pulang dari rumah sakit" Aku ingin kuliah Coockery. Aku ingin menjadi koki!"
Ayahnya tertawa renyah. "Jadi itu yang kau dapatkan setelah koma berminggu-minggu" Aku kira kau akan mengatakan hal apa!. Tenanglah, Ayah akan melakukan apapun agar kau bisa sekolah disana!"
Bab 11 Lavender harus menahan diri beberapa minggu lagi di rumah sakit sebelum ia kembali ke kamarnya yang nyaman di rumah. Ia sudah bisa berjalan-jalan meskipun tidak banyak, sudah bisa naik-turun tangga dan yang paling penting Lavender sudah bisa menghabiskan waktu di Synagogue seperti biasa. Ia tengah berusaha menggapai dapur untuk menemui Deliah saat mendengar percakapan ayahnya dan Lawrence di ruang kerja sang Ayah. Percakapan yang pada akhirnya membuat Lavender hanya bisa menggigit jarinya untuk tetap bertahan di balik pintu sampai perbincangan itu selesai. Atau mungkin ia tidak akan pernah selesai.
"Apakah kau sudah memikirkan ini"" Suara ayah terdengar agak menyimpan kemarahan. Lavender bisa merasakannya.
"Aku sudah memikirkannya. Aku tidak bisa melanjutkan rencana pernikahan itu lagi jika harus mengorbankan Lavender."
"Kau sudah membicarakannya dengan Nick""
"Aku sudah memintanya datang malam ini. Aku akan mengungkapkannya."
"Untuk apa kau melakukan ini, sayang" Kau malah akan menyiksa dirimu."
"Lavender Kolaps karena aku memarahinya. Aku sangat cemburu karena dia terlalu dekat dengan Nick. Aku fikir Lavender menyukainya karena itu aku ingin mewujudkan impiannya untuk memiliki Nick. Kita tidak pernah tau berapa lama Lavender bisa bertahan dengan jantung barunya. Aku harap selamanya!"
"Tapi kau sudah salah mengambil tindakan, Aku tidak akan mem
biarkan Nick menikah dengan Lavender meskipun dia sudah berpisah denganmu. Mendiang ibunyapun tidak akan menyetujui itu. Lavender dan Nick terpaut usia yang sangat jauh, dan satu hal lagi. Semua orang sudah tau tentang rencana pernikahan kalian dan aku tidak ingin nama baik keluarga kita tercemar karena kau membatalkan pernikahan lalu calon suamimu menikah dengan adikmu!"
Lavender nyaris saja menangis. Dia sangat senang dengan pembatalan pernikahan Lawrence dan Nick. Tapi Ayahnya tidak menyetujuinya. Ayahnya bahkan menjamin kalau Nick dan Lavender tidak akan pernah bisa bersama bagaimanapun keadaannya. Sepertinya Lavender harus menyerah pada cintanya. Dia bisa saja meminta Nick membawanya pergi. Tapi Lavender tau bahwa Ouray memiliki kuasa yang sangat runcing yang bisa menembus apa saja. Ayahnya akan
menemukan mereka lalu membuat hidup Nick sengsara. Lavender menahan isakannya, ia tidak bisa mengorbankan hidup banyak orang hanya demi cinta konyolnya yang entah bertahan berapa lama.
"Kau mencintai Nick, kan"" Ayahnya melanjutkan percakapan itu. "Kau fikir Nick juga akan setuju dengan hal ini""
"Karena itu aku akan bertanya padanya..."
Lavender tidak bisa mendengar kata-kata yang selanjutnya. Ia merasakan tubuhnya di tarik oleh seseorang dengan kuat menaiki tangga lantai dua. Bethoven memaksa Lavender untuk masuk kekamarnya dan mengunci pintu. Selang beberapa menit kemudian Beth sudah mengajak Lavender duduk di atas Sofa kamarnya yang membelakangi rak buku. Ia menatap Lavender dengan serius.
"Benarkah kau punya hubungan dengan Nick""
Lavender tidak menjawab. Ia tidak tau harus menjawab apa.
"Lav, Kau tidak bisa berbuat seperti itu. Keluarga ini sudah membuat hidup kita menjadi nyaman. Mereka juga membiayai pengobatan ibu sampai ibu bisa hidup lebih lama dari yang seharusnya bersama kita. Kita bukan hanya berhutang satu nyawa. Kita sudah berhutang dua nyawa kepada mereka. Karena uang mereka kau bisa hidup sampai sekarang."
"Tapi aku mencintai Nick!" Lavender bergumam pelan. Isakannya tidak bisa di tahan lagi.
Beth memandang Lavender dengan perasaan iba. Ia tidak tega melihat air mata adiknya. "Aku tau, tapi Lawrence juga, kan" Sudah berapa lama kau mencintai Nick" Bisa kau bandingkan dengan Lawrence" Kau berfikir harus memiliki Nick karena itu selalu berusaha merebut Nick dari Lawrence kan" Bandingkan dengan cinta yang Lawrence miliki. Dia bahkan rela melepaskan Nick agar Nick bisa bahagia denganmu. Meskipun untuk itu dia harus sakit hati seumur hidupnya."
"Aku juga sakit, Nick cinta pertamaku dan aku tidak bisa memilikinya!"
"Lawrence juga cinta pertamaku dan aku juga tidak mungkin, tidak akan pernah bisa memilikinya!"
Lavender terdiam lama. Ia memandang Beth dengan tatapan terksima. Jadi selama ini Beth mencintai Lawrence" Saudara tirinya sendiri"
"Ya, Aku mencintai Lawrence meskipun tidak pernah mengatakan hal itu kepada siapapun. Sejak pertama kali kita berada di rumah ini, Lawrence selalu berusaha bersikap baik meskipun aku tau itu sulit baginya. Dia memperhatikan kita yang masuk ke rumah ini dalam keadaan lusuh dan itu yang membuatku
mencintainya. Sangat lama aku berusaha memendam perasaanku, Lav. Sampai akhirnya aku berfikir untuk menikmati cintanya selama sepihak begitu ia membawa Nick ke rumah. Aku bahkan sering kesakitan karena itu." "Tapi kau bisa menghadapi Lawrence dengan baik."
"Karena aku mengusahakannya. Tidak ada yang tidak bisa kita lakukan jika kita mau mengusahakannya. Tapi jangan sampai kemauan kita itu merusak kehidupan orang-orang yang berjasa dalam hidup kita. Coba kau bayangkan kehidupan kita tanpa mereka, Aku tidak mungkin bisa melanjutkan sekolah, ibu meninggal lebih cepat dan kau mulai sakit-sakitan. Bayangkan bila aku harus mencuri hanya untuk mendapatkan makanan dan kau harus mengalami kesakitan melebihi apa yang pernah kau rasakan selama ini karena aku tidak sanggup membeli obat untukmu."
"Hentikan!" Lavender menutup kedua telinga dengan telapak tangannya. Ia tidak sanggup mendengarkan semua penjabaran Beth tentang hutang budi mereka pada keluarga ini. Tapi Beth sepertinya belum puas, ia masih
ingin Lavender mendengar lebih banyak. Beth menarik tangan Lavender dengan keras sehingga Lavender tidak lagi bisa menolak.
"Lawrence berusaha keras menggantikan ibu untukmu. Dia tidak ingin kau di besarkan tanpa kasih sayang dan perhatian. Tapi apa yang kau lakukan padanya" Lav, aku mohon usahakanlah cara apapun agar perikahan mereka tidak di batalkan. Jika kau menyayangiku, jika kau menyayangi ibu, hentikan semua ini. Hentikan usahamu untuk merebut Nick darinya. Dia sangat menyayangimu, Lawrence sangat menyayangimu!"
Lavender memejamkan matanya, perih. Ia tidak tau harus bagaimana, tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Hatinya sangat sakit menyadari keadaan hidupnya. Ia menginginkan cinta dari kehidupannya yang sangat singkat tapi cinta itu harus ia rampas dari orang lain. Lamat-lamat Lavender bisa mengenang kembali ucapan Lawrence padanya di rumah sakit.
Untukmu, untuk segara peyesalanku, Aku bahkan rela melepaskan nyawaku Lav, aku menyayangimu. Percayalah!
"Apa yang kau lakukan"" Nick berbisik saat Lavender berhasil menariknya ke perpustakaan sebelum acara makan malam keluarga itu di mulai. Ia baru saja tiba dan sangat senang saat Lavender menyambutnya. Nick kira, ia akan mendapatkan sebuah pelukan. Tapi ternyata Lavender malah memaksanya untuk masuk keperpustakaan rumah itu lalu menyembunyikan diri mereka di balik rak-rak yang tinggi.
"Apakah kau mencintaiku"" Lavender bergumam pelan. Nick terdiam lama, memandangnya dengan tatapan terkesima. "Jawab Nick, apakah kau mencintaiku""
"Kau memanggiku apa" Nick" Aku sangat senang mendengarmu memanggil namaku, bukan Tuan Sherwood seperti yang biasa kaua katakan!" "Jawablah, cepat. Makan malam akan segera di mulai!"
Nick menghela nafas lalu mengangguk. "Aku rasa iya, aku tidak bisa memungkiri kalau aku sudah menganggapmu istimewa beberapa minggu belakangan ini. Aku berusaha menolaknya karena aku tidak bisa meninggalkan Lawrence. Tapi saat kau koma di rumah sakit, aku menyesalinya. Aku ingin terus bersamamu, Lav!"
"Lawrence ingin membatalkan pernikahan kalian. Apa jawabanmu""
"Kalau itu yang terbaik untuk kita aku akan menyetuju."
"Jangan pernah!" Lavender memotong. "Jangan batalkan rencana pernikahan kalian. Aku mohon. Aku sudah bilang, kan" Aku tidak akan pernah membiarkanmu terlibat masalah. Saat itu cukup bagiku jika kau membiarkanku mencintaimu. Aku tidak pernah memintamu membatalkan pernikahan dengan Lawrence. Aku tidak ingin pernikahan kalian di batalkan!"
"Tapi, Lav." "Aku mohon." "Bagaimana denganmu" Bagaimana dengan perasaanku padamu""
"Ini hanya sementara. Suatu saat nanti akan menghilang dengan sendirinya kalau kau merasa bosan." Lavender lalu memeluk Nick erat-erat. Ia merasakan Nick membelai punggungnya dengan sangat lebut. "Aku belum bisa berhenti mencintaimu saat ini, Nick. Tapi aku juga tidak akan membiarkan pernikahanmu dan Lawrence batal. Kita tidak tau berapa lama aku bisa bertahan dengan jantungku yang baru. Selama itu, biarkan aku mencintaimu diam-diam. Itu saja sudah cukup. Aku tidak bisa membuatmu meninggalkan Lawrence dan setelah itu aku meninggalkanmu. Kau tidak boleh kehilangan semuanya hanya karena aku!"
"Lav!" "Menikahlah dengan Lawrence, jika tidak kau akan membunuhku!"
Nick mengangkat wajah Lavender perlahan. Wajah Lavender memerah, ia mungkin berusaha menaha perasaannya yang sebenarnya. Juga berusaha agar tidak menangis sejadi-jadinya sehingga orang bisa mendengar tangisannya. Nick merasa sedih dengan permintaan ini, ia membelai wajah Lavender lembut lalu mencium keningnya. Selang beberapa saat bibir Nick sudah mencium bibirnya lalu berpindah ke leher. Nick sudah bisa menakhlukkan Lavender sehingga mereka sudah berbaring di lantai, gadis itu menggeliat saat Nick mencoba melepas pakaiannya. Lavender belum berhenti menangis.
Tuhan, Ampuni dosaku Ampuni dosaku
"Lav!" Suara Deliah mengetuk pintu perpustakaan terdengar nyaring. Nick menghentikan gerakannya dan memandangi pintu. Lalu berpindah kepada Lavender yang nyaris saja bercinta dengannya. Padahal mereka sudah begitu dekat, Nick sudah mencapai puncak hasratnya dan siap untuk memberi kepuasan k
epada Lavender. Bukankah ini yang Lavender inginkan" Bercinta dengannya" Nick juga sudah menginginkannya. Teramat menginginkannya.
"Lav, cepatlah. Lawrence sudah mencari Tuan Sherwood ke sekeliling rumah. Beth sedang menuju kemari. Kau bisa mati jika dia menemukan kalian berduaan di dalam!"
Lavender segera bangkit dan memperbaiki pakaiannya. Ia memandang Nick sekali lagi dengan tatapan penuh permohonan. "Tolong jangan batalkan pernikahan kalian. Jika kalian sampai batal menikah, kau tidak akan pernah bisa melihatku lagi. Aku bersumpah!"
Nick terpaku, ia tidak tau harus berbuat apa-apa selain membiarkan Lavender keluar dari ruangan itu dan meningalkannya sendiri. Lavender meminta hal yang menyakitkan untuk di lakukan. Dia mungkin tidak sanggup menikah dengan Lawrence bila hatinya terisi oleh orang lain. Tapi jika tidak melakukan itu, Nick tidak akan pernah bisa melihat Lavender lagi seumur hidupnya. Ancaman seperti apa itu" Lavender akan melakukan hal apa"
"Nick, sedang apa kau disana""Suara Beth terdengar dengan jelas. Laki-laki itu berdiri di ambang pintu perpustakaan dan menatap Nick heran.
Nick menepuk bahunya yang mungkin di kotori debu. Ia juga berusaha memperbaiki pakaiannya. Beruntung Nick belum melepas pakaiannya sama sekali seperti yang di lakukannya pada Lavender tadi. Ia bisa lega karena itu. Nick menatap Beth sejenak lalu tersenyum. "Aku mau mengembalikan buku yang ku bawa pulang beberapa hari yang lalu, tapi ku lihat sangat banyak buku yang berserakan di atas meja, jadi aku merapikannya!"
Beth mengangguk mengerti. "Memang selalu begitu, Tapi besok pagi akan ada yang merapikannya. Kau tidak perlu mengkhawatirkan buku lagi. Sekarang kita ke meja makan. Semua orang sudah menantimu. Aku rasa ada hal serius yang harus di bicarakan mengenai pernikahanmu dan Lawrence."
Bab 12 Berthoven membawakan eskrim untuk Lavender. Antri hari ini terlalu panjang dan Beth tau kalau Lavender sudah sangat bosan menanti proses administrasinya selesai. Penundaan selama hampir setengah tahun ini tentu saja cukup membuat Lavender merasa tertekan. Ia merindukan Nick dan harus melihat Nick bersama dengan orang lain karena pernikahan itu sudah di laksanakan. Betapa hancurnya dia. Tapi ia sedang berusaha menepati janjinya kepada Tuhan. Lavender tidak akan merebut Nick dari Lawrence meskipun ia harus terus merasa sakit karena itu.
"Lav, kita pulang saja dulu. Aku harus mengerjakan sesuatu!" Beth berujar pelan. Antrian masih sangat panjang dan Beth sudah bosan menemani Lavender menunggu gilirannya tiba. Masih puluhan orang lagi sebelum nama Lavender di
panggil. Lavender terlihat kecewa. Ia berharap bisa segera terdaftar di Akademi Cookery ini tanpa penundaan lagi karena dirinya sudah menunda selama setengah tahun dan terpaksa mengikuti kelas pada musim semi. Tapi Lavender-pun tidak ingin merepotkan Bethoven untuk menemaninya. "Kalau begitu kau pergi saja. Selesaikan pekerjaanmu!"
"Bagaimana denganmu""
"Aku menunggu sampai namaku di panggil. Aku tidak mau menundanya lagi. Proses penyembuhanku sudah memakan waktu yang sangat lama. Usiaku sudah bertambah satu tahun. Jika menunda lagi maka aku akan membuang banyak waktu dengan menunda-nunda."
Beth menghela nafasnya. "Tapi kau tidak akan menghilang,kan""
"Aku punya ponsel, Beth. Jika aku butuh bantuanmu aku akan menelpon!"
"Baiklah, tapi berjanjilah kau akan baik-baik saja!"
Lavender mengangguk. Beth kelihatan tidak rela melepaskannya, tapi ia tetap melambaikan tangannya dan meninggalkan Lavender di kursi ruang tunggu. Beth benar-benar berjalan pelan menanti fikirannya berubah dan kembali duduk di samping Lavender lagi. Sayangnya, Beth sudah mencapai mobilnya lebih dulu sebelum fikirannya berubah.
*** "Lavender Ouray, silahkan ke Outlet enam!"
Lavender tersentak, ia memandangi jam tangannya dan lega saat namanya di panggil. Sudah jam dua siang dan ia melewatkan makan siangnya untuk menunggu. Lavender memandangi sekelilingnya. Hanya tinggal dirinya dan empat orang lagi. Namanya memang mendapat urutan akhir karena datang kesiangan. Dengan langkah-langkah kelelahannya Lavender berjalan menuju Out
let yang memajang angka enam dalam sebuah layar digital. Ia membawa semua bahan pendaftarannya dan duduk dengan malas menghadapi seseorang yang.Astaga!
"Rex"" Lavender mengerjapkan matanya beberapa kali. Yang di hadapinya benar-benar Rex" "Lav. Kau""
"Maaf, sepertinya aku salah..." Lavender berujar sambil kembali mengambil barang-barangnya yang tadinya di letakkan di atas meja, tapi kata-katanya terhenti saat Rex berhasil menggapai tangannya.
Rex memandang Lavender dengan tatapan maklum, gadis itu ketakutan saat melihatnya. "Kau ingin mendaftar, kan" Kau tidak mungkin menunggu berjam- jam untuk melakukan kesalahan! Duduklah!"
Lavender berusaha melepaskan tangannya dari Rex dan pemuda itu mengerti. Rex kembali meletakkan tangannya di atas meja.
"Duduklah, Lav!" Rex melanjutkan ucapannya. "Aku tidak mungkin melakukan apapun padamu di hadapan banyak orang, kan""
Lavender terdiam sesaat lalu memandangi Rex dengan serius. Beberapa saat kemudian, ia duduk di hadapan Rex dengan kikuk lalu mengeluarkan formulir yang sudah di isinya dan meletakkannya di atas meja. Rex menekap formulir Lavender dengan telapak tangannya lalu menggeser kertas itu medekat. Selang beberapa menit Rex mengetik komputernya dan meminta Lavender menanda tangani beberapa buah surat. Lavender mengerjakan semua permintaan Rex tanpa mengatakan apapun. Ia hanya terus bersikap hati-hati sambil memandangi Rex penuh selidik.
"Kau sudah biasa memasak"" Tanya Rex.
Lavender mengangkat alisnya. "Apa urusannya denganmu""
"Percayalah, ini untuk kepentinganmu,Lav! Bukan untukku!"
"Aku baru ,mencoba beberapa bulan ini."
"Kalau begitu kau di daftarkan untuk mendapat bimbingan khusus." "Olehmu""
"Pihak Fakultas yang menentukannya. Kalau ternyata aku yang terpilih untuk membimbingmu. Berarti kita memang di takdirkan untuk bersama!" Rex tersenyum lebih ramah. Lalu menyilangkan kedua lengannya di atas meja. "Kau sangat takut padaku""
"Tidak!" "Tapi kau menyiratkan seperti itu! Ku fikir kau sudah melupakannya. Itu sudah lama sekali, kan""
"Aku tidak akan penah bisa melupakannya. Kau tau""
"Ya, Aku tau! Dan kau akan terus berhati-hati denganku. Baguslah kalau begitu. Itu artinya kau tidak memerlukan siapapun untuk menjagamu, kan"" Rex kembali memandangi komputernya. "Apa yang membuatmu memilih jurusan Cookery"-ini wawancara tahap awal, untuk mengisi datamu!"
Lavender terdengar mendesah. "Aku tidak tau!"
"Haruskah aku mengetik tidak tau""
"Tulis saja karena aku ingin bisa memasak untuk suamiku suatu saat nanti!"
Rex tertawa renyah dan ketakutan Lavender mulai sirna. Lavender seperti menemukan Rex yang lain dari yang pernah di kenalnya. Tidak, Ia sudah menemukan lagi Rex yang di kenalnya. Itu lebih tepat. Satu-satunya hal yang membuat Lavender merasa tidak mengenal Rex adalah kejadian malam itu dimana Rex hampir saja merusak hidupnya.
"Apanya yang lucu"" Lavender agak membentak.
Rex menggeleng berusaha menenangkan dirinya. "Tidak, kau mengingatkanku kepada Lavender yang ku kenal dulu." "Aku sama sekali tidak berubah, Rex!" "Sudah berapa banyak pacarmu setelah aku"" "Aku tidak mendapatkan seorangpun!"
Ekspresi ceria di wajah Rex berhenti, jawaban Lavender tiba-tiba saja membuatnya merasa bersalah. "Kau sudah makan siang, Lav" Mau makan bersamaku""
"Untuk apa""
"Untuk permintaan maaf!"
"Kau akan menculikku lagi dan."
"Aku tidak akan melakukan hal seperti itu lagi. Percayalah!" Rex memotong ucapan Lavender dengan penekanan khusus. "Aku menyesali semua perbuatanku.
Sungguh! Aku tidak bisa menghentikan diriku untuk menyalahkan diri sendiri atas perbuatanku itu. Seandainya calon kakak iparmu itu tidak datang, mungkin aku sudah megajak teman-temanku untuk menikmatimu secara beramai-ramai. Aku tidak seharusnya merencanakan hal keji seperti itu. Maafkan aku!"
"Aku sedang malas untuk membahasnya. Tapi aku tetap saja tidak bisa menghentikan diriku untuk berhati-hati kepadamu! Ini bukan bagian dari wawancara awal,kan""
"Ya, aku mengerti. Aku tidak boleh terlalu berharap, begitu maksudmu""
Lavender mengangguk. "Tapi aku akan menerima tawaran makan siang gratis itu karena aku sangat lapar. Tapi
aku akan pergi ke tempat itu sendiri dan kau harusnya menyusul setelahku. Aku tidak mungkin pergi bersamamu!"
*** Lavender termenung memandangi makan malamnya. Bukan karena tidak sedang berselera, tapi ia tengah memikirkan pertemuannya dengan Rex hari ini. Ia bertemu lagi dengan Rex dalam keadaan yang sama sekali tidak terduga. Rex adalah seniornya di sekolah Cockery itu. Ia bahkan mengurusi segala pendaftaran Lavender dan berjanji untuk tidak membuat Lavender merasa lelah karena harus bolak-balik. Saat makan siang bersama tadi, Lavender mengajak Beth ikut serta dan Beth lebih banyak bebicara dengan Rex dibandingkan dengan dirinya. Beth sangat menyambut niat baik Rex itu.
"Lav, kau baik-baik saja"" Lawrence menyapanya. Malam ini Lawrence dan Nick akan menginap di rumah lagi. Biasanya Lavender akan bersedih semalaman. Tapi sepertinya malam ini Lavender tidak akan memikirkan Nick. Ia yakin kalau dirinya hanya akan memikirkan pertemuannya dengan Rex. "Kau merasakan sakit lagi" Kau tetap meminum obatmu, kan""
Lavender menoleh kepada Lawrence sejenak lalu tersenyum. "Aku baik-baik saja, aku hanya."
"Hanya memikirkan kejadian tadi siang!" Potong Beth. "Kami bertemu dengan mantan kekasihnya. Siapa namanya Lav"... "
Lavender melirik Nick sekilas dan menyadari tatapan tajam Nick menghujamnya. Dengan kikuk Lavender kembali memandang Beth dan berdelik.
Beth tertawa senang karena merasa sudah berhasil mengganggu adiknya. "Sudahlah, Lav! Kau tidak perlu malu-malu. Kau sudah cukup sehat untuk mencari kekasih baru. Siapa namanya" Rex" Pacarmu yang terakhir sebelum kau
masuk rumah sakit kan" Aku ingat, saat itu kau menangis karena berpisah darinya. Kau bilang masih menyukainya.. "
"Hentikan Beth! Aku tidak mau membahasnya!"
Ayahnya yang sejak tadi memperhatikan Beth mengganggu Lavender tertawa. Ia lalu bergumam dengan sangat bijak. "Kau bisa membawanya kerumah Lav. Jika dia sampai pernah membuatmu menangis karena berpisah berarti kau sangat menyukainya. Ayah ingin melihatnya."
"Mana mungkin aku melakukan itu. Kami hanya bertemu tanpa sengaja dan saling menyapa. Itu saja!"
"Apakah dia melakukan sesuatu yang buruk"" Nick tiba-tiba bersuara. Ekspresinya terlihat sangat khawatir. Tentu saja hal itu di sebabkan oleh perlakuan Rex yang pernah menyakiti Lavender. Hanya Nick yang mengetahuinya.
Lavender melirik keluarganya secara bergantian. Semua orang mengeluarkan ekspresi heran pada wajahnya karena perubahan suasana secara tiba-tiba. Sepertinya nada suara Nick benar-benar mempengaruhi semuanya. Lavender memandang Nick sejenak lalu menunduk. Ia masih tidak bisa memandangi Nick berlama-lama. "Tidak, dia sangat baik!"
"Aku sangat lega mendengarnya. Jangan pernah menyembunyikan sesuatu jika dia menyakitimu, Lav! Aku.Maksudku kami semua sangat khawatir dengan keadaanmu. Kau belum pulih seratus persen dan masih harus di jaga ketat!"
"Ya, aku tau! Aku akan berusaha menjaga diriku!"
"Nick benar, Kau tidak boleh menyembunyikan apapun jika terjadi sesuatu padamu!" Ayahnya berbicara lagi, kembali menyegarkan suasana mencekam yang tiba-tiba saja hadir di antara mereka karena ucapan Nick. "Kalau dia bukanlah orang yang baik untukmu, jangan dekati dia Lav!"
Lavender mengangguk. Ia tidak bisa mengatakan apa-apa untuk yang satu itu.
*** "Ayahmu benar, sebaiknya jangan dekati Rex. Aku tidak ingin dia meyakitimu sedangkan aku tidak ada disana untuk melindungimu lagi!" Nick Sherwood berbisik di kamar Lavender yang terkunci dari dalam. Laki-laki itu memaksa masuk sedangkan selama ini dia tidak pernah melakukan hal itu jika Lavender tidak memintanya. Nick membuat Lavender merasa takut. Takut ketahuan dan takut kehilangan kendali.
"Aku bisa menjaga diriku sendiri!"
"Aku hanya mengkhawatirkanmu! Kau tau bagaimana dia pernah berusaha membunuhmu""
"Berhentilah bersikap seperti ini, Nick. Keluarlah dari kamarku sekarang. Bagaimana bila Lawrence tau" Aku tidak ingin menyakitinya."
"Dia tidak akan tau. Aku mengatakan akan keluar rumah sebentar!" Nick menatap Lavender hangat. Ia sangat merindukan gadis itu. Meskipun sangat dekat, selama setengah tahun ini mereka teras
begitu jauh. "Aku merindukanmu,
Lav!" "Hentikan, Nick. Aku tidak bisa mendengarmu mengatakan hal itu." Lavender menundukkan wajahnya semakin dalam. Lalu, "Karena aku mungkin merasakan kerinduan yang lebih dalam."
"Tapi kau selalu tampak kuat menahan semua ini. Kau tau bagaimana terlukanya aku" Aku sangat senang kau sembuh, tapi aku terluka karena tidak bisa berdekatan lagi denganmu sesering dulu. Aku menyesal meluluskanmu lebih cepat. Seharusnya aku bisa menundanya karena hanya itu satu-satunya cara agar aku bisa berdekatan denganmu!"
"Nick." Nick mendekat, merangkul pinggang Lavender dan merapatkan tubuh gadis itu kepadanya. Lalu mereka bertatapan penuh kerinduan. Mereka selalu begini setiap kali Nick datang kerumah ini, selalu menangatakan hal yang sama dan Lavender akan selalu kehilangan kendali. Ia membiarkan Nick mencium bibirnya lagi dan Lavender hanya bisa meneteskan air mata untuk itu. Ia tidak punya kuasa untuk menolak. Lavender sangat menginginkan Nick dan masih belum berubah. Nick mungkin merasakan isakan Lavender di kedalaman ciumannya. Ia menjauhkan wajahnya dari Lavender dan menatapnya dengan sedih. Nick melepaskan sebelah tangannya dari pinggang Lavender untuk menghapus air matanya.
"Kenapa kau selalu menangis seperti ini""
"Aku merasa sangat bersalah kepada Lawrence! Tidak seharunya kita melakukan ini di sela-sela pernikahan kalian!"
"Kau yang meminta kami untuk mempercepat pernikahan!"
"Aku tidak punya pilihan lain. Bila kau dan Lawrence tidak jadi menikahpun, aku dan dirimu tidak mungkin bersatu, Nick! Ayah tidak akan menyetujui hubungan kita meskipun Lawrence bisa menerimanya. Kita memang tidak pernah di takdirkan untuk bersama."
"Lalu kau fikir tidak masalah jika aku menjadi kakak iparmu asalkan kita terus bersama" Aku juga memikirkan hal itu. Aku tidak akan bisa hidup tanpa melihatmu, jika hubungan kita di ketahui oleh keluargamu, maka mereka akan menjauhkanku darimu sedangkan aku tidak sanggup menahan kuasa ayahmu. Meskipun harus seperti ini, bukan masalah bagiku. Aku juga merasa bersalah, Lav! Tapi hubungan kita ini setidaknya memberikanku harapan untuk terus bertahan hidup."
Lavender menunduk lalu memeluk Nick erat-erat. Ia ingin melepaskan diri dari Nick, ingin bisa tapi tidak bisa. Hatinya berperang setiap kali Nick dan dirinya melakukan hal ini. Dia tidak ingin menyukainya, tapi Lavender tidak bisa menyangkal kalau dirinya menyukainya. Nick menjatuhkan tubuh Lavender di ranjang lalu kembali mengulum bibirnya. Lavender tidak bisa menahan dirinya lagi, ia meledak. Benar-benar meledak. Lavender mendorong tubuh Nick menjauh dari dirinya. Dia tidak pernah bisa melakukan hal itu selama ini dan mungkin tidak akan pernah bisa.
Nick memandang Lavender dengan sedih. Lavender selalu menolaknya. "Kau masih tidak bisa melakukannya" Bukankah kau sendiri yang pernah memintaku untuk melakukan hal itu, Lav" Aku berjanji untuk mengabulkan permintaanmu itu jika kau sembuh. Tapi kenyataannya."
"Aku tidak bisa!" Lavender mendekap tubuhnya sendiri erat-erat. Airmatanya mengalir lagi. "Aku tidak bisa mengkhianati Lawrence lebih jauh. Bagiku cukup menikmati ciumanmu di saat aku merindukannya. Tapi aku tidak akan pernah memaafkan diriku jika melakukan hal yang lebih dari itu! Pergilah, Nick. Kembalilah pada istrimu. Dia pasti menunggumu!"
Nick menghela nafas lalu keluar dari kamar itu dan meninggalkan Lavender sendirian. Lavender merasa kecewa pada dirinya setiap kali ia melakukan hal ini. Ia merasa sangat pedih dan terluka. Tapi Lavender tidak bisa memungkiri kalau hatinya sangat membutuhkan cinta. Hanya Nick yang bisa memberikannya dan ia selalu bertahan dengan sejumput asa tentang itu.
Tuhan, Mengapa kelopakku tidak bisa terbuka lagi" Apakah aku tidak akan bisa mekar selamanya"
Bab 12 Tuhan, Aku tau ini belum saatnya
Tapi aku harus mengatakan satu hal yang penting padamu.
Aku jatuh cinta pada Lavender.
Akhirnya aku benar-benar mencintainya
Tapi aku tidak bisa menjaganya lagi.
Maka awasilah dia, Tuhan! Jagalah dia untukku
Dan ampuni segala dosa-dosaku padanya
Lavender terbangun dengan nafas yang tertengah-engah.
Ia tidak sedang bermimpi buruk, tapi entah mengapa ia merasa khawatir. Sudah sangat lama ia tidak memimpikan hal itu. Tidak, itu bukan mimpi yang sebenarnya ia hanya mendengar gema suara yang membicarakannya. Seseorang itu mengatakan hal yang sangat Lavender takuti.
Aku tidak bisa menjaganya lagi, maka awasilah dia, Tuhan! Jagalah dia untukku dan ampuni segala dosa-dosaku padanya
Lavender mendekap dadanya. Rasa nyeri itu terasa lagi. Sudah sangat lama ia tidak merasakan dadanya sakit seperti saat ini. Lavender menekan jantungnya kuat-kuat berharap rasa sakitnya segera sirna. Hari ini seharusnya Lavender berangkat ke akademi Cookery seperti yang belakangan ini selalu di lakukannya. Tapi dirinya sama sekali belum bisa menghilangkan rasa sakitnya. Lavender segera bangkit dari tempat tidurnya dan berusaha untuk segera bersiap-siap sambil menahan sakitnya. Ia menunda sarapannya dan segera meminta Beth mengantarnya ke kampus. Tidak ada seorangpun di rumah itu yang boleh melihatnya kesakitan. Lavender tidak ingin terkurung lagi di rumah seperti dulu.
Kampus sudah cukup ramai meskipun menurut Lavender, ia berangkat terlalu pagi. Lavender berusaha untuk mencapai Lokernya lalu mengganti pakaiannya dengan seragam koki yang harus di kenakannya. Ia duduk di kelas yang tampak seperti dapur itu seorang diri, menanti teman-teman sekelasnya datang. Lavender masih terus memegangi dadanya karena rasa sakitnya masih belum bia hilang. Ia mengaduh saat merasakan jantungnya seperti tertusuk.
Tuhan, Apa ini" Apakah ini hukuman untuk dosa yang ku lakukan bersama Nick"
"Lav!" Lavender menengadah mencari suara yang akrab di telinganya. Ia melihat Rex membuka pintu kelasnya dengan lebih lebar lalu mendekatinya yang kesakitan. Rex bersimpuh di hadapannya dengan tatapan khawatir.
"Lav, Kau kenapa" Kau sakit""
Lavender menggeleng. "Aku hanya masuk angin!"
"Kalau begitu kita ke klinik!"
"Aku harus mengikuti kelas hari ini. Hari ini pembagian pembimbing, kan" Aku ingin memilih lebih dulu. Karena itu aku datang lebih pagi." "Kalau begitu kau mau minum""
"Aku baik-baik saja, terimakasih!" Lavender berusaha berdiri tapi tiba-tiba ia limbung dan terjatuh lemas tak sadarkan diri. Lavender tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Ia hanya bisa mendengar do'a untuknya bergema sekali lagi.
Awasilah dia, Tuhan! Dan ampuni dosa-dosaku padanya!
"Lav! Bangun!" Rex berteriak keras. Ia berusaha menyadarkan Lavender dengan berbagai cara. Tapi gadis itu tidak bangun juga.
Beberapa saat kemudian keramaian mulai terjadi. Para pelajar mulai memenuhi kelas dan terkejut melihat Lavender terkulai lemas dalam pelukan Rex. Semua orang bertanya-tanya dan tidak ada satu halpun yang ingin Rex katakan. Ia memandangi Lavender masih dengan tatapan khawatir. Rex masih memanggil-manggil Lavender sambil menepuk-nepuk pipinya. Hingga tiba-tiba Lavender terbatuk-batuk, dia sudah sadar dan Rex merasa lega.
"Lav! Syukurlah kau sudah bangun. Aku khawatir karena kau tidak bernafas sama sekali tadi!"
Lavender menatap wajah Rex lama. "Antarkan aku kerumah sakit, tolonglah!"
*** Lavender dan Rex berjalan berjauhan. Kali ini Rex yang menjaga jarak darinya sedangkan selama ini Lavender yang tidak mau di dekati. Lavender memandangi Rex dengan ekspresi heran. Ia berhenti melangkah dan Rex melakukan hal yang sama.
"Apa yang sedang kau lakukan" Kenapa berjalan dalam jarak sejauh itu""
"Bukankah kau tidak suka berdekatan denganku" Ini jarak yang biasa kau ambil saat berjumpa denganku, kan""
Lavender mendesah kesal, ia melangkah mendekati Rex tapi Rex melangkah untuk menjauh, semakin ia berusaha mendekati pemuda itu, Rex terus menghindar hingga akhirnya mereka berkejar-kejaran di halaman rumah sakit. Ada sesuatu yang berbeda hari ini. Lavender sudah merasa nyaman dengan keberadaan Rex dan dia sangat senang dengan itu. Ini mungkin pertama kalinya Lavender tertawa setelah sekian lama. Ia benar-benar puas dengan dirinya hari ini meskipun Lavender harus memegangi dadanya karena ia merasa sakit lagi. Rex berhenti bergerak saat melihat Lavender terduduk di atas aspal sambil memegangi dadanya. Rex berjongkok di h
adapan Lavender masih dalam jarak yang jauh.
"Kau sakit lagi""
"Aku rasa jantungku hanya Shock karena aku tidak pernah berlarian seperti ini!" Jawab Lavender dengan nafas terengah-engah. Ia memandang Rex lalu memiringkan kepalanya. Laki-laki itu mengikuti gayanya dan itu berhasil membuatnya tertawa. "Apa yang terjadi denganku karena tidak mengikuti pelajaran hari ini""
"Kau tidak bisa memilih pembimbingmu sendiri!"
"Lalu"" "Aku yang akan jadi pembimbingmu. Aku juga tidak masuk ke kelas itu karena mengantarmu. Maka aku pastikan tidak akan ada satu anakpun yang memilihku. Maka, mau tidak mau kau harus memilihku. Aku satu-satunya pembimbing yang tersisa dan kau satu-satunya yang belum memiliki pembimbing!"
Lavender mengangguk mengerti. "Kau mau merahasiakan kejadian hari ini,
kan"" "Maksudmu tentang kejadian apa" Aku tidak ingat apa-apa!" Rex memiringkan kepalanya ke sisi lain tubuhnya. Ia bertindak seolah-olah sedang lupa ingatan. Itu artinya Rex setuju untuk merahasiakannya.
"Baguslah kalau begitu!" Gumam Lavender ringan.
"Akhirnya aku tau mengapa aku ketakutan saat itu. Waktu kau mengatakan kalau aku akan menyesal jika memaksakan kehendakku padamu, aku merasa ucapanmu sepertinya sangat mengerikan. Ternyata karena ini" Kau tidak pernah mengatakan kepadaku kalau kau sakit."
"Seharusnya kau bisa menebak mengapa aku tidak di izinkan bersekolah di luar oleh ayahku!"
"Aku fikir karena kau nona besar. Orang kaya di film-film seringkali di gambarkan seperti itu."
Lavender menggunakan tangannya untuk menumpu dagunya sambil memandangi Rex yang jauh darinya dengan tatapan serius. "Sudah berapa lama kau berada di akademi Cookery itu""
"Ini tahun terakhirku. Sudah lima tahun."
"Jadi sewaktu berpacaran denganku, kau sudah belajar disana" Kau tidak pernah bercerita padaku sama sekali tentang apapun."
"Aku harus menceritakan apa" Aku fikir saat itu kau hanya tertarik dengan seks dan saat itu aku juga sama. Aku mendatangimu setiap hari karena dorongan seksual yang menggebu-gebu. Pacarku tidak bisa melakukan seperti yang kau lakukan, makanya..." Ucapan Rex terhenti saat sebuah sepatu melayang menghantam bahunya. Ia memandangi Lavender dengan kesal. Gadis itu akan melempar yang sebelah lagi, dia sudah membuat ancang-ancang yang meyakinkan.
"Jadi sewaktu berpacaran denganku kau punya pacar yang lain""
"Tentu saja! Aku punya pacar yang bisa ku ajak jalan-jalan dan pacar yang bisa memenuhi kebutuhan seksualku tanpa pernah cemburu."
Lavender melempar sepatunya lagi, tapi kali ini tidak mengenai Rex seperti yang sebelumnya. "Aku membencimu! Padahal aku menangis setelah berpisah denganmu waktu itu. Aku bersedih semalaman dan kau."
"Aku senang mendengarnya!"
"Tapi aku tidak senang mendengar pengakuanmu!"
"Baiklah, kau boleh menghukumku untuk itu. Sekarang bagaimana" Mau pulang" Perlu ku telponkan Beth untukmu""
Lavender memandangi Rex sejenak lalu menggeleng. "Kau mau menemaniku ke suatu tempat" Aku ingin melihat pantai hari ini!"
Rex menggeleng. "Aku harus bekerja. Bisakah kita pergi lain kali saja" Aku akan meluangkan waktuku seharian saat itu."
Once Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Baiklah, tapi bolehkah aku melihatmu bekerja""
Rex menggeleng lagi. "Kau tidak akan di perbolehkan masuk ke dapur, kecuali kau duduk di restoran sebagai pelanggan. Maka aku jamin kau tidak akan pernah melihatku disana!"
Lavender berdecak kesal. "Kalau begitu aku akan datang sebagai pelanggan dan menunggumu selesai bekerja!"
*** Semua ucapan Rex benar. Lavender sama sekali tidak bisa melihat Rex karena laki-laki itu bekerja di dapur sedangkan Lavender menantinya di meja tamu sebagai pelanggan. Lavender sama sekali tidak menduga kalau Rex bekerja di restoran yang mengapung, ini pengalaman pertamanya datang ke tempat seperti ini dan pengalaman pertamanya juga yang membuat Lavender harus memandangi pelabuhan dari siang hingga malam hari. Sepanjang pantai di penuhi dengan kerlip lampu yang sangat indah. Restoran ini juga mewah. Padahal Lavender mengira kalau dirinya akan merasa bosan menunggu Rex selesai kerja, ternyata keindahan yang di tawarkan bisa membuatnya betah berlama-lama.
Lavender seringkali meman
dangi pintu pribadi pekerja berharap Rex segera keluar dari sana. Tapi bukankah jam makan malam baru saja di mulai" Rex mungkin baru akan selesai bekerja setelah jam makan malam berakhir. Lavender tidak mengerti mengapa dirinya sangat suka bersama Rex hari ini. Mengapa tiba-tiba dirinya bisa merasa dekat sehingga rela menunggui Rex selesai bekerja selama seharian. Mungkin karena Lavender enggan berada di rumah. Rumah hanya membuatnya mengingat Nick dan segala kesalahannya.
Meskipun Lavender tidak bisa memungkiri kalau dirinya sempat merasa ketakutan karena Rex pernah hampir saja menghabisi nyawanya-dan Lavender masih belum bisa melupakan hal itu-tapi jika harus memilih, Lavender akan selalu berusaha untuk menghindari Nick. Selama ini Lavender selalu berada di rumah dan tidak bisa menghindari kepulangan Lawrence bersama suaminya. Pada akhirnya Baik Lavender maupun Nick harus bersembunyi untuk sekedar berbicara dari hati kehati. Lavender selalu di hantui perasaan takut karena hal itu dan untuk pertama kalinya ia kehilangan rasa takutnya saat berkejar-kejaran dengan Rex di halaman rumah sakit tadi.
"Kau sudah lama"" Beth menepuk kepala adiknya, lembut. Laki-laki itu kemudian duduk di hadapan Lavender dan memanggil pelayan restoran. "Kau belum memesan makanan""
"Aku sudah disini sejak siang tadi. Perutku sudah penuh!" jawab Lavender. Ia terpaksa meminta Beth datang kerestoran itu saat Beth menelponnya khawatir karena dia tidak bisa menemukan Lavender di kampusnya.
"Tadi temanmu di kampus bilang, Kau di bawa Rex kerumah sakit. Ada
7" apa"" "Aku mendadak tidak bisa bernafas. Tapi menurut dokter bukan hal yang aneh. Aku masih berusaha menyesuaikan diri dengan jantung yang baru!"
"Kau membuatku sangat Khawatir. Lalu dimana Rex" Sepertinya aku harus berterima kasih!"
"Kita harus menunggu sampai jam makan malam selesai. Rex bekerja di dapur dan tidak bisa keluar bila tamu restoran seramai ini!" Lavender memandangi seluruh ruangan, Restoran ini sangat ramai padahal para tamu harus melakukan reservasi terlebih dahulu untuk makan malam. Lavender menoleh kepada Beth lagi lalu bergumam pelan. "Beth, bisakah kau tidak menjemputku lagi di kampus""
"Apa" Kenapa""
"Aku bisa pulang sendiri!"
"Tidak bisa! Bagaimana bila terjadi apa-apa. Lawrence dan Nick sangat kecewa karena kau tidak bisa makan malam bersama dengan keluarga seperti biasa. Ini pertama kalinya-selain waktu kau di rumah sakit dulu-dan mereka harus pulang besok pagi ke rumah mereka tanpa melihatmu."
"Aku sudah besar, kan" Apa salahnya aku tidak makan malam bersama keluarga sesekali." Lavender menghela nafas lega. Setidaknya hari ini dia tidak perlu melihat Nick, tidak perlu melakukan kesalahan dengan bermesraan bersama kakak iparnya. Lavender sudah kecanduan dengan Nick dan dia harap dirinya bisa segera berhenti. Lavender tidak bisa melakukan pengkhianatan itu terus. Dia tidak yakin bisa mempertahankan dirinya lebih lama lagi. Bagaimana bila daya tahan Lavender habis dan dia benar-benar menyerahkan dirinya kepada Nick" Lebih buruk lagi bila karena Nick Lavender harus mengandung dan.Lavender tidak sanggup memikirkan segala kemungkinan buruk yang terjadi padanya. "Malam ini kita tidak usah pulang saja!"
Dahi Beth berkerut memandang adiknya. "Kenapa""
"Aku ingin duduk di pelabuhan bersama Rex. Kau mau menemaniku, kan" Dia pembimbing pelajaran dasarku dan aku harus membicarakan banyak hal dengannya. Tapi aku tidak mungkin berdua dengannya malam ini. Bagaimana bila terjadi sesuatu padaku""
"Kau juga bisa khawatir mengenai itu, rupanya!"
"Tentu saja. Aku terlalu cantik untuk di biarkan seorang diri!"
Beth tersenyum jenaka, lalu "Mengapa tidak di bicarakan di kampus saja. Apa harus malam ini""
Lavender terdiam lama. Ia hanya mencari alasan untuk tidak pulang dan memanfaatkan Rex. Tapi Beth benar, mengapa harus di bicarakan malam ini" Rex pasti lelah karena bekerja seharian. Lavender tidak bisa memaksakan kemauannya terhadap Rex. Tapi dia tidak ingin pulang, dia tidak ingin bertemu Nick. Lavender menghela nafas kecewa.
"Lav" Kenapa" Kau ingin bersama Rex lebih lama""
Lavender menggelen g. "Aku hanya tidak ingin pulang malam ini!"
"Apa masalahmu" Kau tidak pernah terlihat bersemangat kalau di rumah. Padahal dulu kau selalu meramaikan rumah dengan kenakalanmu. Apa ada sesuatu yang tidak kau ceritakan padaku" Kau menghindari siapa di rumah""
Lavender menggeleng. "Aku hanya bosan. Aku ingin pindah rumah selama kuliah agar bisa lebih berkonsentrasi untuk belajar. Suasana rumah sangat tidak kondusif untuk kesegaran otakku!"
"Ayah tidak akan setuju dengan itu!"
"Aku tau mengenai hal itu. Tapi mulai sekarang aku akan banyak menghabiskan waktu bersama Rex. Aku harus belajar kepadanya di semester awal ini. Sedangkan Rex hanya punya waktu malam hari setelah dia pulang kerja."
"Kalau begitu Rex saja yang datang ke rumah."
Lavender membulatkan bola matanya tak menyangka, meminta Rex datang ke rumah" Bagaimana bila dia bertemu Nick saat mereka berkunjung ke rumah" Tapi Lavender kemudian berfikir lebih taktis. Jika ia menghabiskan waktu setelah makan malam bersama Rex, maka ia akan terhindar dari Nick. Itu lebih baik bila di bandingkan dengan bayangan tentang menyerahkan dirinya kepada Nick. Mungkin dulu Lavender sangat ingin bercinta dengan Nick, sampai sekarang masih begitu. Tapi untuk saat ini perasaan keinginan itu di hantui oleh perasaan takut yang tidak bisa di singkirkan begitu saja. Lavender tidak ingin di hantui cinta yang di penuhi dengan perasaan takut seperti yang di alaminya sekarang. Dia ingin terbebas dari perasaan seperti itu.
*** Lavender tersenyum getir setiap kali mendengar cerita teman-teman sekelasnya tentang pelajaran bimbingan dasar mereka yang sudah di mulai. Semua pelajar meluangkan waktunya setiap hari untuk mengikuti bimbingan itu sedangkan dirinya belum memulai apa-apa sama sekali. Rex hampir tidak pernah menemuinya lagi semenjak laki-laki itu mengantarkannya kerumah sakit beberapa waktu lalu. Mungkin sangat sibuk atau mungkin merasa terganggu dengan Lavender" Entahlah, Yang jelas Lavender sama sekali belum memiliki kesempatan untuk protes.
"Lavender!" Salah seorang teman sekelasnya menyapa Lavender dengan suara yang sangat halus. Lavender langsung menoleh kepada gadis itu dan tersenyum untuk menyiratkan keramahannya.
"Ya" Ada yang bisa ku bantu""
"Remingthon Cutrberth mengirimi ini untukmu!" Gadis itu mengulurkan secarik kertas yang di lipat rapi kepada Lavender. Lalu, "Dia memberikannya tadi pagi. Hanya saja aku datang terlambat, makanya aku sedikit terlambat memberikan ini padamu. Maafkan aku, ya""
Lavender mengangguk dan megambil titipan untuknya. Ia mengucapkan terimakasih sebelum gadis itu pergi meninggalkannya seorang diri. Remingthon Curtberth" Lavender tidak pernah merasa mengenal orang dengan nama aneh seperti itu. Ia menunda untuk membuka kertas itu dan melihat apa isinya beberapa saat. Lavender masih sibuk mengemasi barang-barangnya dan dia masih harus berganti pakaian. Tapi setelah semuanya selesai, Lavender tidak memiliki alasan lagi untuk tidak membuka kertas itu dan membaca pesan di dalamnya.
Begitu kelasmu selesai Temui aku di taman fakultas. Ada yang harus ku berikan
Rex! Lavender tersenyum tanpa di sadarinya. Jadi Rex bernama Remingthon Curtberth" Lavender tidak pernah mengetahui nama asli Rex selama ini. Ia tidak pernah menanyakannya. Lavender mengira kalau hari ini Rex mungkin akan
memberikan jadwal belajarnya. Mudah-mudahan saja karena ia sudah tidak sabar lagi menghadapi pelajaran-pelajaran dasar itu. Bagaimana mungkin Lavender bisa memulai prakteknya bila pelajaran dasar saja tidak bisa di kuasainya. Lavender mengayunkan langkahnya menuju halaman Fakultas dan menemukan Rex sedang mendengarkan handset dengan khidmat. Ia terlihat sangat menikmati musik yang bergema di telinganya sehingga tidak sadar kalau Laveder sudah berada di dekatnya. Lavender menepuk bahu Rex dengan buku yang di bawanya sehingga Rex menyadari kehadirannya dan menanggalkan Handsetnya secepat mungkin.
"Aku menunggumu dari tadi. Kau lama sekali!" Keluhnya
Lavender duduk di sebelah Rex dan mendesah, "Aku masih harus menyiapkan keperluanku, lalu mengganti pakaian, mengembalikan buku di perpustakaan la
lu menemui." "Yah, jadwalmu sangat padat. Kau tidak perlu menjabarkannya satu persatu."
"Kau ingin memberikan apa" Jadwal belajarku""
Rex berdecak lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah buku catatan yang lusuh dengan sampul pelastik yang sangat tebal. Kertas-kertasnya sudah menguning menandakan kalau buku itu sudah berusia lanjut. "Ini buku catatan penting. Kitab para koki di keluargaku!"
"Maksudmu""
"Ini buku catatan ayahku selama dia menjadi koki, aku juga menggunakannya dan menambahkan beberapa teknik dasar yang harus kau ketahui. Masih banyak halaman kosong disana. Bila menemukan sesuatu, kau harus menuliskannya juga demi berbagi ilmu kelak. Ambillah!"
Lavender mengambilnya dan membuka halaman awal. Disana mungkin tertulis daftar nama-nama pemakai buku ini, semuanya keluarga Curtberth. "Jadi aku orang pertama yang bukan Curtberth""
Rex mengangguk. "Kau harus mempelajarinya, baca baik-baik dan praktekkan di rumah."
"Lalu kau tidak akan mengajarkanku" Aku belajar sendiri"" Lavender tidak bisa meyembunyikan kekecewaannya. "Tapi semua temanku sudah belajar sejak beberapa hari yang lalu. Beberapa di antara mereka sudah praktek. Mereka bertemu dengan pembimbing mereka setiap hari, sedangkan aku."
"Kau ingin bertemu denganku setiap hari""
Lavender menelan ludahnya. Ia ingin bertemu dengan Rex setiap hari" "Tidak! Tentu saja tidak jika bisa."
"Karena itulah aku memberikanmu ini. Aku tau kalau kau tidak akan mau bertemu denganku setiap hari. Lagi pula aku tidak punya banyak waktu karena harus bekerja dan belajar. Jadi berusahalah!" Rex kemudian menepuk-nepuk bagian belakang kepala Lavender perlahan sambil tersenyum. Ia lalu menyodorkan MP3 Playernya kepada Lavender, "Mau mendengar ini""
Lavender menatapnya sejenak lalu meraih handset yang berada dalam genggaman Rex dan memasangkan benda itu di telinga kanannya. Beberapa saat kemudian Lavender mengerti kalau Rex hanya mengulangi satu lagu terus menerus. Lagu yang manis dan menyenangkan, rasa kecewa Lavender berhasil di hapus dengan syair yang membawa kebahagiaan dari MP3 player itu. "Ini lagu
7" apa"" "With Your Love-Cher Lloyd! Kau suka"" Lavender mengangguk. "Syairnya menyegarkan." "Kalau begitu bawalah. Aku mau pergi kerja dulu!"
"Tunggu!" Lavender berteriak nyaring membuat orang-orang di sekitar taman memperhatikan mereka. Rex berhenti bergerak dan menatap Lavender dengan pandangan penasaran. Padahal Rex masih dekat dengannya, dan ia berteriak untuk menghentikan Rex". "Kenapa kau semudah ini memberikan barang-barang berhargamu padaku""
"Aku akan memintanya kembali pada akhir pekan ini." Rex kembali duduk di sebelah Lavender untuk menyampaikan kata-kata yang nyaris saja dia lupakan jika saja Lavender tidak membuatnya mengingat jadwal yang sudah di aturnya. "Akhir pekan ini luangkan waktumu, bisa" Aku akan menunjukkanmu contoh bahan makanan yang bagus dan bermutu tinggi!"
"Aku boleh mengajak Beth""
"Ya, ajaklah dia. Bukan masalah bagiku. Itu malah lebih baik karena aku bisa saja kehilangan kendali seperti dulu dan menyakitimu. Kau berfikir begitu, kan""
"Tidak."Lavender berbohong, tapi kebohongannya tidak bisa bertahan lama setelah melihat tatapan penuh selidik dari mata Rex. "Sebenarnya, iya! Aku masih merasa takut."
"Ya, aku mengerti akan hal itu. Ajaklah Beth, minta dia meluangkan waktunya karena aku akan mengajakmu ke perternakan. Keperkebunan juga! Aku akan mengajakmu ke banyak tempat dan kau harus siapkan staminamu. Bawa obatmu jika kau punya. Jangan sampai penyakitmu kambuh di jalan. Aku harap kau bisa tahan dengan apa yang akan kau alami besok!" Rex kembali
menjauh lagi lalu melambaikan tangannya sambil berjalan mundur. Beberapa saat kemudian Rex menghilang berbaur bersama teman-temannya yang berjalan berkelompok. Sangat ramai.
Lavender mendengus, sepertinya Rex akan memborong semua pelajaran yang harus di ajarkannya selama seminggu kepada Lavender dalam waktu sehari pada akhir pekan besok. Lavender tau kalau ia akan memeras otak, ia mungkin juga akan melihat banyak hal yang menjijikkan di peternakan. Bulu kuduk Lavender meremang seketika. Ia merinding m
engingat apa saja yang bisa di lihatnya pada akhir pekan ini. Ia mengalihkan bayangan-bayangannya dengan membuka-buka buku yang Rex berikan padanya dan membaca apa yang bisa di baca. Lavender bersyukur karena buku itu di tulis dalam bahasa yang mudah di mengerti sehingga ia tidak perlu membuang buku itu karena merasa pusing. Ia membuka lembaran demi lembaran dengan lebih cepat dan menemukan sesuatu. Sebuah brosur Beasiswa Coockery tertanggal hampir setahun yang lalu. Di belakang benda itu tertulis sesuatu, Lavender.
"Ogh" Dia menuliskan namaku""
Bab 13 Lav, Maafkan aku. Aku tidak bisa menepati janjiku padamu
Aku tidak bisa menjagamu Aku harus mengikuti ujian besok pagi.
Selama dua hari ini aku mengurusi beasiswa Cookery
Aku juga harus bekerja keras mulai sekarang
Aku tidak memiliki siapa-siapa lagi
Sudah saatnya aku berhenti bermanja
Tapi aku berharap bisa melihatmu dalam keadaan sehat
Cepat sembuh, ya" Lavender tidak bisa berhenti memandangi brosur beasiswa itu, semalaman ini. Kepalanya terus terngiang-ngiang mengenai serentetan kalimat yang berkaitan dengan beasiswa cookery. Setiap kalimat-kalimat di dalam otaknya itu benar-benar di lafalkan dalam kata-kata yang jelas dan itu pasti untuknya. Suara yang sama dengan suara-suara do'a yang membangunkannya setiap pagi. Lavender meraih buku dari Rex di atas meja dan kembali menyelipkan brosur itu. Ia menggigit bibirnya. Rex kah yang menjenguknya secara diam-diam di rumah sakit waktu itu" Tapi do'a-do'a yang dia dengar...bukankah Rex seorang atheis" Lavender akan meminta Beth menyelidikinya.
"Lav! Boleh aku masuk""
Lavender memandangi jendela kamarnya. Masih gelap, pagi sedang berjuang untuk menjelang. Ia bangkit dari ranjang dan membukakan pintu untuk Deliah. Deliah segera memaksa Lavender untuk mengunci pintu dan kembali duduk di ranjang dengan terburu-buru. Apa yang terjadi"
"Aku ingin bertanya padamu. Kau masih berhubungan dengan Nick sampai sekarang"" Deliah menatapnya dengan serius.
Lavender menggeleng sambil terus menatap Deliah dengan heran. "Belakangan ini tidak lagi. Aku berusaha menghindarinya."
"Bagus. Tapi buruk!"
"Kau sedang mengatakan hal apa" Kau membuatku bingung!"
"Aku mendengar ayahmu bicara dengan Lawrence di telpon semalam. Lawrence sedang mengandung..." "Benarkah"" "Kau senang""
"Tentu saja! Meskipun aku juga tidak bisa memungkiri kalau aku bersedih. Anak itu akan membuat Nick melupakanku." Lavender tidak berusaha menyembunyikan mimik kecewanya sama sekali. Hanya sebentar dan ia tersenyum lagi. "Tapi bagus, kan" Jadi aku tidak perlu berjuang menjauhi Nick lagi. Dia sendiri yang akan menjauhiku setelah itu!"
"Kau yakin" Ada satu hal yang tadinya ku katakan sebagai sesuatu yang buruk. Ayahmu meminta Lawrence untuk pindah bersama suaminya kerumah ini sampai anaknya lahir. Alasannya, Nick tidak memiliki pembantu rumah tangga, di rumah ini juga sangat banyak yang akan menjaga Lawrence."
"Bagus,kan" Ayahku tentu saja mengambil keputusan yang benar!"
"Tapi tidakkah kau menyadari satu hal" Itu artinya Nick akan tinggal di rumah ini dan dia akan bebas menjamahmu. Aku tau kalau kau masih kesulitan mengubur perasaanmu kepada Nick. Tapi bagaimana bila perasaanmu tidak mati-mati juga. Terlebih setelah kalian tinggal di bawah atap yang sama. Semakin sering bertemu akan membuat cintamu pada Nick semakin besar."
"Aku akan berusaha menghindarinya!"
"Bagaimana caranya""
Lavender membisu. Bagaimana caranya" Ia sendiri tidak begitu tau tentang itu yang pasti ia akan berusaha menghindari Nick. Semua masalah dihidupnya semakin rumit sekarang. Lavender Deliah mungkin benar, Lavender bisa saja semakin mencintai Nick karena mereka tinggal seatap. Bagaimana mungkin dirinya bisa mempertahankan diri jika harus bertemu setiap hari. Sedangkan selama ini saja, dimana Nick dan Lawrece hanya datang sebulan sekali tak pelak membuat Lavender nyaris di tiduri Nick berkali-kali. Ia semakin takut dengan keadaan dirinya sekarang. Ia takut menyakiti banyak orang.
"Kapan mereka akan pindah""
"Besok! Itu yang ku dengar!"
"Cepat sekali."
"Kau harus bersiap-siap Lav, atau kau harus membicarakan
masalah ini dengan Nick. Kalian harus berhenti berselingkuh di belakang Lawrence. Kau yang meminta Lawrence untuk segera menikah dengan Nick di saat dia ingin membatalkan pernikahannya demi dirimu. Kau tidak akan tega, kan melihat
Lawrence kecewa sedangkan sekarang dirinya sedang mengandung" Itu akan memberikan luka yang sangat dalam, Lav! Lebih dalam dari lukamu!"
*** Tuhan, Tunjukkan jalanmu Aku harus bagaimana mengindari pengkhianatan ini"
Aku ingin terbebas dari Nick tapi hatiku terus menolak.
Aku membutuhkannya Tapi Lawrence lebih membutuhkannya.
Tuhan, jaga aku dari perbuatan dosa
Jangan biarkan aku melakukan hal itu lagi.
Lavender sudah berdo'a seharian ini. Terus mengulangi do'a-do'a yang sama demi dirinya, juga demi Nick. Hari ini Nick dan Lawrence akan pindah kerumahnya dan Lavender terus di hantui oleh perbuatan salahnya tentang perselingkuhan mereka selama ini. Sudah hampir malam dan Lavender sebaiknya segera kembali ke kamarnya sebelum Nick melihatnya. Apapun alasannya, Lavender tidak ingin bertemu dengannya hari ini. Lavender memandangi pintu samping sebagai tujuannya saat ini. Tapi ia melihat Nick berdiri disana, menatapnya.
Beri aku alasan untuk melarikan diri Tuhan, tolonglah aku...
"Lav!" Beth menghadang langkahnya.
Lavender menghela nafas lega. Nick tidak mungkin menyentuhnya di depan Beth. ia harus berterima kasih kepada Tuhan untuk ini. "Ada apa""
Beth menyodorkan secarik kertas kepada Lavender dan Lavender meraihnya, sebuah alamat tertera disana atas nama Reminghthon Cutrberth. "Dia yang menandatangani surat persetujuan pendonoran itu. Aku perlu memaksa pihak rumah sakit karena ini di rahasiakan. Kau harus berterimakasih kepadaku, Lav!"
"Remingthon Cutrberth, kau tidak salah kan""
"Iya, tentu saja. Kecuali pihak rumah sakit yang membuat kesalahan. Aku hanya menyalin dan tidak mungkin salah. Kau mengenalnya""
Lavender mengangguk. "Rex!"
"Apa" Rex""
"Aku tau namanya dari salah seorang teman sekelas. Selama ini nama Remingthon Curtberth memang sering di bicarakan di kampus. Tapi aku tidak menyangka kalau Remingthon Curtberth adalah Rex. Ternyata dia orang yang ku kenal" Orang yang mendo'akanku setiap malam adalah orang yang ku kenal"" Lavender menggigit bibirnya. Ia sudah curiga sejak melihat Brosur itu, jika saja orang yang mendo'akannya tidak membicarakan mengenai ujian beasiswa yang di dapatnya, Lavender tidak akan percaya kalau orang itu adalah Rex. "Beth, maukah kau mengantarkanku ke alamat ini""
"Ini sudah malam, bagaimana caranya meminta izin kepada ayah""
"Katakan kalau aku mencari keluarga dari orang yang mendonorkan jantungnya padaku. Ah, biarkan aku yang meminta izin pada ayah. Jika aku mendapat izin kau mau mengantarku, kan""
*** Lavender menatap rumah sederhana itu sekali lagi. Bukan rumah yang besar dan ternyata selama ini Rex tinggal di tempat ini. Bila di pandang lebih dalam, hidup Rex sama sekali jauh berbeda dari kehidupan yang Lavender dan keluarga jalani. Rex tinggal di sebuah rumah yang membuatnya harus masuk ke dalam gang yang sempit, sangat berdesak-desakan. Lavender menatap jam di tangannya sekali lagi, sudah hampir jam Sembilan malam. Ia sudah menunggu Rex terlalu lama dan harus membujuk Beth untuk meninggalkannya sendirian karena Beth memaksanya untuk pulang. Untungnya Beth tidak begitu sulit untuk di yakinkan kalau Lavender akan aman meskipun tanpa dirinya. Sepertinya Beth percaya kepada Rex.
Lavender memandangi rumah-rumah di sekelilingnya. Ia menyadari kalau berkali-kali tetangga Rex memandanginya dari jendela. Lavender bergindik, ia mulai ngeri dan merasa di ikuti. Tapi hatinya boleh merasa tenang setelah mendapati Rex berjalan mendekat dan semakin dekat dari ujung gang. Kelihatannya Rex bingung dengan kedatangan Lavender, ia mengubah langkah santainya menjadi langkah-langkah yang cepat begitu menyadari kalau seorang perempuan muda duduk di depan rumahnya.
"Lav"" Rex terdengar heran saat berdiri di hadapan Lavender yang bersandari di dinding rumahnya sejak tadi. "Sedang apa kau disini""
"Aku ingin bicara!"
"Malam-malam begini" Kau tidak takut padaku" Aku bisa saja melaku
kan." "Berhentilah bicara seperti itu. Kau tidak akan melakukan apapun padaku. Kau berjanji akan menjagaku, kan" Kau harus menepati janjimu!" "Lav."
"Aku sudah tau Rex. Kau yang selalu menemaniku setiap malam di rumah sakit. Kau yang membawakanku bunga Lavender, kau yang mendo'akanku setiap saat." Lavender menundukkan wajahnya sebentar lalu memandangi wajah Rex lagi. "Aku sangat berterima kasih, Rex. Aku berhutang nyawa padamu!"
Rex terpaku menatap Lavender yang juga memandangnya. Ia memejamkan matanya sejenak untuk mencari ketenangan lalu membukanya lagi dan tersenyum. Rex menghela nafas seolah-olah ia merasakan kelegaan yang luar biasa mendengar kata-kata Lavender kepadanya. Sekarang Rex merasa sangat tenang. "Kau hanya ingin mengatakan itu" Sekarang mau ku antar pulang""
"Aku di usir" Aku sudah menunggumu berjam-jam disini!"
"Benarkah" Kau seharusnya tau kalau aku bekerja sampai malam."
"Aku benar-benar lupa tentang itu!"
"Lain kali jangan menunggu. Jika aku tidak ada di rumah, pulanglah. Ini daerah rawan, Lav. Sangat banyak penjahat disini. Bagaimana bila terjadi sesuatu padamu!."
"Aku akan baik-baik saja!"
Rex mendesah, Lavender cukup keras kepala dalam hal berdebat. Tapi Rex tidak akan menghabiskan malam dengan berdebat. Ia mengeluarkan sebuah kunci dari saku jeansnya dan segera membuka pintu rumahnya lebar-lebar. "Ayo, masuklah."
Lavender mengangguk lalu melangkah mengikuti Rex untuk masuk. Rumah ini benar-benar kecil, tidak ada ruang tamu, ruang tengahlah yang bertransformasi menjadi ruang tamu dengan Home Theater yang sangat lengkap. Masih di ruangan yang sama terdapat kitchen set yang terlihat sangat bersih. Dapur seorang koki. Di sudut ruangan terdapat sebuah pintu dengan stiker kucing mesir berbentuk animasi dan di sebelahnya terdapat tangga menuju lantai atas. Rex berjalan menuju tangga itu dan dia akan segera naik, mungkin disanalah kamarnya.
"Duduklah, aku meletakkan barang-barangku dulu!" Gumamnya sebelum menghilang.
Lavender duduk di atas sofa yang di lapisi kain beludru hitam pekat. Ia merasa sangat nyaman. Beberapa saat kemudian Rex kembali turun dan memberikan Lavender sekaleng soft drink dari dalam lemari esnya. Laki-laki itu membukakannya untuk Lavender lalu meletakkan kaleng itu di atas meja. Setelah itu Rex duduk di sebelahya dengan tubuh setengah berputar untuk menghadap Lavender, sebelah kakinya naik ke atas sofa dan tangannya tergeletak lelah di sandaran sofa. Lavender memandangi tangan itu, pasti tidak berhenti bergerak seharian ini.
"Kau benar-benar tidak takut padaku""
Ucapan Rex membuka kembali percakapan yang sempat terputus. Lavender menggeleng ringan. "Sekarang sudah tidak lagi."
"Baguslah, aku tertekan setiap kali melihat ekspresi ketakutanmu meskipun kau selalu menyembunyikannya. Apakah sekarang saatnya untuk bicara dari hati kehati""
Lavender mengangkat bahunya. "Aku hanya ingin berterima kasih."
"Tidak perlu di ulangi terus. Sekali saja cukup. Ayahku." Rex menunjuk sebuah gambar di dinding, foto berpigura besar itu berisi gambar Rex dengan seorang laki-laki yang lebih tua darinya sedang memegangi Baracuda besar di atas sebuah kapal. Mereka terlihat sangat akrab. "Ayahku pasti sangat senang saat dia bisa menolong orang lain di akhir hayatnya."
"Dia meninggal karena apa""
"Kecelakaan." Rex tersenyum meskipun hatinya di penuhi beban. "Karena
aku!" "Karena dirimu" Dia menyelamatkanmu""
Rex menggeleng. Aku mendorongnya sehingga dia terjatuh ke jalanan dan sebuah mobil menabraknya. Saat itu aku dan ayahku bertengkar karena dia memergokiku melakukan sesuatu yang." Rex berbisik setelah mengedipkan sebelah matanya kepada Lavender. "Rahasia!"
"Kau pasti sedih."
"Dia satu-satunya yang ku punya, jelas saja aku merasa sangat sedih. Aku sudah cukup menghukum diriku sewaktu dia dirawat dalam waktu yang cukup lama di rumah sakit. Sekarang aku menggantikan tugasnya di restoran mengapung itu. Aku juga harus merawat tanaman kaktusnya di balkon atas, lalu merawat ikannya disana!" Nick menunjuk akuarium besar berisi beberapa jenis ikan di atas meja yang membatasi ruang tengah dan dapur. "Dia meninggalkan
banyak warisan untukku."
Lavender tersenyum. Rex sama sekali tidak kelihatan bersedih. Dia cukup ceria menceritakan tentang kematian ayahnya. "Kau tidak punya keluarga lain""
"Ibuku. Tapi aku bahkan tidak menemuinya sejak ayahku meninggal. Selama ini aku selalu bermanja pada ayah, di berikan banyak uang oleh ibu, dan sekarang aku merindukan saat-saat seperti itu. Ayah dan ibuku bercerai. Ibuku tinggal di Guelph, akhir minggu ini aku akan mengajakmu kesana!"
"Kerumah ibumu""
Dahi Rex berkerut lalu menggeleng. "Ke CLGA, Canadian Livestock Genetics Association!"
"Maksudmu peternakan sapi perah"" "Ternyata kau cukup pintar!"
Lavender mendesah. "Kau sudah mengatakan kepadaku akan membawaku ke peternakan dan ke perkebunan. Apakah di Guelph juga ada perkebunan"" "Ada, tapi aku akan mengajakmu ke Royal Botanic Garden saja!" "Burlington" Sepertinya aku akan sangat kelelahan akhir pekan ini!" Rex tersenyum simpul. "Sekarang sudah saatnya pulang!" "Kau tidak suka aku berlama-lama di rumahmu""
"Ini sudah malam. Di rumah ini hanya ada satu kamar dan aku tidak bisa menerimamu dalam kamar yang sama. Bagaimana kalau aku melakukan sesuatu seperti waktu itu""
"Kau tidak ingin mengajarkanku sesuatu"" Lavender lalu mengeluarkan buku catatan yang Rex berikan kepadanya tempo hari lalu meletakkannya di atas meja. "Aku tidak bisa jika tidak melihat contohnya secara langsung. Ajarilah aku sesuatu sebelum akhir pekan ini!"
Rex menatapnya putus asa. Lavender sepertinya belum ingin pulang. "Kau sudah ku berikan cara mudah, Lav! Sekarang kau memintaku mengajarimu" Kau akan kesulitan jika belajar denganku selama akhir pekan ini!"
"Aku akan mengerjakan apapun, aku butuh contoh."
"Baiklah, ikut aku ke dapur!" Rex berdiri dan melangkah kedapur, Lavender mengikutinya. Sesampainya disana Rex langsung meminta Lavender untuk memegang pisau dan mengeluarkan banyak bawang putih dan meletakkannya di hadapan Lavender. "Bersiaplah menangis malam ini, nona!"
"Apa ini""
"Pelajaran dasar. Kau harus bisa memotong, baru boleh melakukan hal yang
lain." "Memotong bawang""
Untuk malam ini, ya. Besok malam akan berbeda lagi. Sekarang kerjakan dan panggil aku setelah selesai!"
Lavender mendapat contoh dari Rex sebanyak satu kali. Hanya satu kali dan Rex meninggalkannya sendirian di dapur untuk mengerjakan tugasnya seorang diri. Lavender tidak menyesal sama sekali. Meskipun ia harus berusaha keras memotong bawang-bawang itu, meskipun Lavender harus mengeluarkan air mata karena perih, meskipun parfum mahalnya tiba-tiba berubah aroma menjadi bau bawang putih. Dia tidak merasakan adanya kerugian. Lavender hanya merasa kalau ia mulai terbiasa, mulai cepat dan lebih tangkas. Pelajaran pertama dari Rex sangat memuaskan. Dalam waktu satu jam lebih, Lavender berhasil menyelesaikan tugasnya. Ia segera berteriak memanggil Rex dan Rex segera kembali ke dapur untuk memulai pekerjaannya. Setelah mengomentari berbagai macam, Rex kembali mengeluarkan bahan-bahan lain untuk Lavender. Udang, daging, sayur, tomat.
"Aku harus memotong semuanya malam ini""
Rex menggeleng. "Aku akan memberi contoh malam ini. Lihat baik-baik!" Dan Rex beraksi. Dia berhasil mengundang decak kagun Lavender sehingga gadis itu bertepuk tangan begitu Rex menyelesaikan semuanya. Baginya saat ini, Rex terlihat sangat hebat.
"Aku ingin sepertimu!"
"Kau akan segera bisa!"
Rex merogoh saku celananya dan mengeluarkan kunci pintu rumahnya. Ia melepaskan salah satu kunci disana dan menenggelamkannya dalam genggaman tangan Lavender. "ini kunci rumahku. Mulai sekarang kau juga memilikinya. Sepulang kuliah segeralah kemari. Aku akan menuliskan apa yang harus kau potong setiap harinya dan meletakkannya di atas meja itu!" Rex menunjuk meja makan mini di tengah dapurnya. "Beserta sebuah video contoh. Kau bisa pulang setelah menyelesaikan semua tugasmu di rumah ini. Ingat, jangan lupa mengunci pintu kalau kau meninggalkan rumahku, hartaku memang tidak banyak, tapi aku hanya punya ini. Mulai sekarang aku mohon kau ikut menjaga rumahku juga, ya""
Lavender memandangi kunci yang ada di dalam genggamannya. Rex sudah mempercayakan ruma
hnya kepada Lavender" Lavender tidak tau harus bereaksi seperti apa. Tuhan benar-benar menjauhkannya dari Nick. Ia memberikan Lavender tempat pulang yang lain selain rumahnya. Tugas yang Rex beri akan memperkecil kesempatannya untuk bertemu dengan Nick dan melakukan pengkhianatan terhadap kakaknya.
*** Nick Sherwood memandangi gerbang rumah Ouray itu dari jendela kamarnya. Sudah memasuki hari ketiga ia tinggal di rumah ini, namun kesempatannya untuk bertemu dengan Lavender sangat kecil. Anak itu selalu pergi pagi-pagi sekali dan pulang pada jam-jam malam. Lavender juga tidak pernah lagi meninggalkan kamarnya dalam keadaan tidak terkunci. Nick tau kalau Lavender sedang menghindarinya meskipun dirinya masih belum bisa menerima itu. Nick menyesal membiarkan hatinya jatuh cinta pada Lavender, menyesal membiarkan Lavender merasuki jiwanya lebih dalam. Sekarang ia harus menerima akibatnya, menginginkan gadis itu dengan segenap jiwa raganya.
Seandainya Nick mempertahankan ketegasannya sebagaimana di awal-awal, mungkin dirinya tidak perlu terpuruk seperti saat ini. Ia merasa sangat hancur, mencintai seseorang yang mustahil untuk di miliki. Hubungannya dan Lavender yang terus terjadi secara diam-diam selama ini tidak bisa di pungkiri semakin memupuk perasaan yang sejak semula tidak di inginkannya. Nick memandangi Lawrence yang tertidur di atas ranjang. Ia juga tidak tega, tidak ingin menyakiti Lawrence lebih dalam. Tapi haruskah untuk itu Nick mengorbankan perasaannya" Saat bersama Lawrence hatinya tidak sehangat dulu meskipun selama ini Nick selalu berusaha bersikap seperti dulu. Sandiwara ini benar-benar menusuknya. Tiba-tiba kerinduannya kepada Lavender semakin merebak. Apakah ia tidak akan bersama Lavender lagi"
*** Rex terperangah saat pintu rumah tidak terkunci dan kuncinya masih berada di luar. Ini pertama kalinya setelah tiga hari Lavender melakukan kecerobohan seperti ini. Biasanya gadis itu selalu mengunci pintu dari dalam jika dia berada di rumah ataupun setelah ia meninggalkan rumah. Tapi kali ini, Lavender melupakannya. Rex segera masuk kerumahnya dan menutup pintu. Setelah berjalan lebih jauh masuk kedalam rumahnya, Rex medapati Lavender tertidur di atas sofa dengan televisi yang masih menyala. Dia tidak pulang setelah pekerjaannya selesai seperti yang biasa di lakukannya.
Perlahan-lahan Rex memperbaiki posisi Lavender dan menyangga kepalanya dengan bantal. Ia lalu naik ke lantai atas untuk mengambil selimut dan terkejut saat melihat Lavender ternyata sudah bangun ketika Rex sudah kembali. Gadis
itu memandangnya dengan wajah yang sangat mengantuk. Rex mendekat dan melemparkan selimut kepadanya lalu duduk di sebelah Lavender dengan nyaman. "Kau tidak pulang""
Lavender menggeleng. Aku lupa dimana meletakkan kunci, jadi aku menunggumu pulang. Aku tidak bisa meninggalkan rumahmu dalam keadaan tidak terkunci!"
"Kuncinya, kau tinggalkan di sisi luar pintu. Kau ceroboh sekali. Bagaimana jika ada orang yang berniat buruk dan mengambil kuncinya. Atau masuk untuk melukaimu setelah dia mengunci pintu sebelumnya."
"Maafkan aku, aku tidak terfikir untuk memeriksa kesana. Hari ini aku lelah sekali, ada kuliah tambahan dan harus mengerjakan tugas darimu!"
"Mengeluh""
"Tidak, aku hanya bercerita!" Lavender kemudian menepuk-nepuk pipinya agar wajahnya bisa kembali segar. Hal itu membuat pipinya menjadi kemerahan, ia sudah kembali terlihat seperti sebelum tidur. "Aku sudah bisa memasak pasta. Kau mau" Aku bisa membuatkannya!"
"Tidak, aku sudah makan!"
Kali ini Lavender mencibir. "Kau sudah lelah, ya" Sudah ingin istirahat" Aku belum bisa pulang. Beth memintaku menunggu karena dia akan terlambat menjemputku hari ini!"
"Kenapa kau seperti ini, Lav""
Lavender terdiam lalu menoleh kepada Rex. "Maksudmu""
"Kau menerimaku dengan baik setelah apa yang ku lakukan padamu. Kenapa kau harus seperti ini" Aku jadi semakin merasa bersalah tentang kelakuanku padamu waktu itu. Aku berharap kejadian itu tidak ada, kesalahan itu terus membekas setiap kali aku melihatmu. Terlebih saat mengetahui kalau kau di rawat di rumah sakit. Aku benar-benar..."
"R ex," Lavender memotong, "Boleh aku memegang tanganmu""
Rex memandangnya lama lalu tersenyum dan mengangguk. Lavender meraih tangan Rex dan menempelkan di dadanya. Rex hanya bisa diam sambil terus menerka apa yang ingin Lavender katakan. Sayup-sayup Rex bisa merasakan detakan teratur merasuk melalui setiap sendi tangannya. Ia sudah bisa mengerti, Jantung ayahnya ada disana.
"Aku merasa dekat denganmu. Mungkin karena ayahmu ada disini. Kalau aku adalah ayahmu, seberbahaya apapun anakku, seperti apapun kemungkinannya untuk menyakitiku, aku tidak mungkin menjauhinya, kan""
"Ya, aku rasa alasan yang tepat."
"Ini bukan alasan!" Lavender kembali melemparkan tangan Rex kembali kepada pemiliknya dengan kesal. "Kau tidak memandangku seperti dulu lagi, Rex. Kau sudah berbeda. Padahal di rumah sakit kau mengatakan kalau dirimu mencintaiku, sekarang tidak lagi""
Rex tersenyum lebar melihat ekspresi Lavender itu. "Seandainya aku mengatakan bahwa aku masih mencintaimu sampai detik ini, apakah kau mau menjadi kekasihku lagi seperti dulu""
"Aku mau menikah. Kau mau menikahiku""
"Astaga. Aku saja tidak yakin kalau kau mencintaiku dan sekarang kau memintaku menikahimu" Sudahlah, sekarang waktunya berhenti berandai-andai. Ayo ku antar pulang!"
"Tapi Beth bilang."
"Menunggu Beth bisa membuatku tidak tidur semalaman. Aku tidak mungkin istirahat jika kau ada disini. Aku juga tidak mungkin mengizinkanmu tidur di rumahku, terlalu berbahaya. Lagipula kau seharusnya tidur lebih cepat. Besok kita harus pergi pagi-pagi sekali."
Lavender berdecak lalu berdesis. "Baiklah, tapi besok pagi kau akan menjemputku di rumah, kan""
*** "Ini pertama kalinya aku melihat rumah Ouray dari depan." Rex terpaku menatap pintu gerbang yang tinggi menjulang itu. Selama ini Rex hanya mengetahui segelintir tentang rumah Ouray melalui lubang di tembok halaman belakang. Ia benar-benar tidak pernah melihat gerbang yang besar itu, bahkan berniat melirikpun tidak. "Ah, ya! Lubang di halaman belakang itu sudah kau tutup""
Lavender menggeleng. "Aku tidak pernah melakukannya. Terlalu sibuk dengan banyak hal sehingga melupakan niat penting yang satu itu!"
"Ya, kau Nona besar. Sangat mudah untukmu melupakan."
"Jangan sembarangan bicara Rex!" Lavender memotong. "Aku bisa tersinggung kalau kau menyinggung tentang Nona besar."
"Tidak akan ku ulangi lagi! Kalau begitu sekarang aku pulang, sampai jumpa besok!"
"Kau akan menjemputku besok, kan" Kau belum menjawabnya sama sekali!"
Rex mengangguk, "Lewat depan atau belakang""
"Tentu saja lewat depan. Datang lebih pagi, ya" Aku ingin kau sarapan bersama keluargaku. Ayahku pasti senang!" "Sebaiknya jangan. Aku merasa tidak."
"Aku akan pergi jauh, kau harus meminta izin kepada ayahku. Ayahku tidak akan membunuhmu, percayalah. Aku juga sudah sering cerita mengenai dirimu dan ku rasa ayahku akan senang kalau bertemu langsung dengan orang yang menyelamatkan nyawa anaknya."
"Kau berlebihan Lav! Terlalu memberikan harapan!"
Ucapan tentang harapan itu membuat sebelah alis Lavender terangkat. Harapan" Tentang apa" Lavender tidak bisa mengerti mengenai maksud kata-kata Rex barusan. "Aku memberi harapan" Tentang apa""
"Tentang bisa di terima dengan baik di keluarga kaya seperti kalian. Saat berpacaran denganmu dulu-pun aku sama sekali tidak berani bermimpi lebih untuk bisa di terima. Karena itu aku hanya menganggapmu sebagai tempat bersenang-senang. Sekarang kau malah berbuat seperti ini." Rex berhenti sebentar untuki berdecak, dan "Baiklah, aku akan mengusahakan untuk datang lebih pagi besok. Siapkan semua hal yang kau butuhkan. Seharian besok akan menjadi perjalanan paling melelahkan untukmu!" Rex berbalik dan melangkah pergi.
Lavender terpaku untuk beberapa lama karena ucapan Rex barusan. Ia masih bingung, masih kesulitan untuk menerima kalimat demi kalimat yang di ucapkan dalam tempo yang terlalu cepat itu, Lavender bahkan tidak bisa mengingat apapun tentang kata-kata Rex itu. Ia tersenyum karena merasa bodoh. Dengan langkah gontai Lavender kembali masuk ke dalam rumahnya. Ia memang harus tidur lebih cepat, tapi sayangnya hari ini Beth terlambat
menjemputnya sehingga waktu tidurnya pasti berkurang. Besok pagi Lavender akan meminta Deliah menyiapkan keperluannya, semoga saja dia tidak bangun terlalu siang.
"Baru pulang""
Nick Sherwood menghadang Lavender di tangga menuju lantai atas. Jika bukan karena hapal dengan suaranya, Lavender tidak akan menyangka kalau Nick-lah yang menghadangnya. Suasana rumah sudah terlalu gelap karena sebagian orang mungkin sudah tertidur. Hanya bunyi televisi yang berada di dapur meramaikan suasana. Beberapa orang pelayan mungkin masih bangun dan menonton televisi di belakang.
"Aku sangat lelah, permisi!" Lavender berusaha untuk melewati Nick, tapi Nick lebih cepat bergerak dengan merangkul tubuhnya dan mencium bibirnya, Lavender segera memalingkan wajahnya sehingga ciuman Nick terlepas. Nick akan menakhlukkannya seperti bisa. "Apa yang kau lakukan" Bagaimana bila Lawrence atau ayahku melihatnya""
"Mereka sedang tidur!" Nick berbisik sangat dekat degan wajah Lavender, wanita pujaannya.
"Tapi pelayan yang lain belum tidur."
"Kalau begitu biarkan aku masuk ke kamarmu seperti biasa, aku ingin bersamamu sebentar saja! Kau selalu menghindariku Lav! Aku bisa mati kalau kau menghidariku terus. Hari ini kau pergi kemana" Setiap malam kau pergi kemana" Mengapa selalu pulang malam seperti ini""
"Aku belajar!" "Belajar apa sampai jam segini" Biasanya kau pulang sebelum jam Sembilan malam, tapi ini adalah kali pertama kau pulang lebih lama." "Jam berapa sekarang"" "Sepuluh!"
"Jangan berlebihan. Aku hanya terlambat satu jam."
"Mengapa kau terus menghindariku" Kau merasa kalau hubungan kita ini salah" Kenapa tidak dari dulu" Kenapa kau ingin menghentikannya di saat aku ketergantungan seperti sekarang" Kau harus bertanggung jawab dengan ini, kau."
Ucapan Nick terhenti saat merasakan tangan-tangan yang berusaha memisahkannya dari Lavender. Bethoven Ouray berdelik dengan ekspresi keras, dia berusaha melepaskan Lavender dari pelukan Nick dan segera menyembunyikan adiknya di balik tubuhnya. Selang beberapa saat, Bethoven menatap Nick dengan ekspresi tidak suka dan berbisik dengan nada tegas.
"Jadi begini perilakumu terhadap adik istrimu" Ku kira kau pria baik-baik Nick. Karena itu aku menganggapmu pantas menjadi bagian dari keluarga ini. Tapi kau bahkan memluk adik iparmu saat istrimu sedang mengandung anakmu!"
"Beth"" Nick terperangah, ia tidak menyangka akan di pergoki oleh Beth, Beth tidak ada dirumah dan ia sudah meyakinkan itu. Siapa sangka sekarang Beth sedang menatapnya penuh kebencian.
"Jangan pernah ganggu Lavender lagi, atau kau akan menyesal!"
"Kau tidak tau apa-apa, Beth! Aku dan adikmu saling mencintai bahkan sebelum aku dan Lawrence menikah. Dan kami tidak akan bisa di pisahkan oleh
pernikahan itu, aku bersumpah tidak akan ada satu halpun yang bisa memisahkan aku dan Lavender!"
"Diam! Aku sangat menentang cintamu. Aku pastikan kalau ini adalah kali terakhir dirimu menyentuh adikku. Kau tidak akan bisa lagi melakukannya seumur hidupmu. Kau tidak akan pernah bisa!" Beth lalu menarik lengan Lavender keras-kerasn menuju ke kamarnya.
Lavender meringis kesakitan. Ia tau Beth pasti sangat marah karena hal ini. Beth tidak pernah setuju dengan perasaan cinta Lavender terhadap Nick sejak awal. Beth akan memarahinya. Lavender yakin hal seperti itu akan terjadi karena Beth langsung menghempaskan tubuh Lavender ke sofa kamarnya dengan kasar. Ia segera mengunci pintu rapat-rapat dan mendekati Lavender untuk menggenggam bahunya keras-keras.
"Jadi kau masih berhubungan dengan Nick""
Lavender mengangguk, "aku tidak bisa lepas darinya begitu saja, karena itu kami masih berhubungan setelah pernikahannya dan Lawrence!"
"Astaga, Lav! Kau akan menyakiti Lawrence,"
"Aku tau, karena itu aku selalu berusaha menghentikan ini,."
"Tapi kau tidak berhenti. Kau masih membiarkannya memelukmu, meciummu, bagaimana bila ayah tau" Kau sudah membahayakan dirimu, Lav!"
"Aku bersumpah, aku sudah berusaha sekuat tenaga. Aku bahkan berlama-lama di rumah Rex untuk menghindarinya semenjak kepindahannya ke rumah ini. Ini yang pertama setelah kabar kehamilan Lawrence merebak. Aku jug
a tidak menduga kalau ini akan terjadi."
Once Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Benarkah" Aku sudah mengawasi kalian sejak tadi, dan kau sama sekali
tidak melawan saat dia berusaha memelukmu. Kau bahkan membalas ciumannya,
lalu dimana usahamu" Seharusnya kau melawan saat dia melakukan itu."
"Aku sudah berusaha memalingkan wajahku, seharusnya kau melihat itu i"
juga!" "Kelakuan kalian benar-benar memalukan. Kapan kau akan sadar""
"Aku tidak berdaya!" Lavender melemah, Ia tidak bisa menghindari kekecewaan karena Beth terus menyalahkannya. Ia harap Beth mengerti, tapi sepertinya tidak. "Aku mencintainya dan tidak berdaya untuk menolaknya. Harusnya kau memahamiku. Aku juga sangat ingin menghindar dan sejujurnya aku senang kau datang kali ini. Aku juga sudah lelah, Beth! Berkali-kali aku berfikir untuk tidak pulang dan menginap di rumah Rex. Tapi Rex selalu
menghindar untuk berlama-lama denganku. Aku juga ketakutan, Aku takut jika Nick melakukan hal yang lebiih dari memeluk atau mencium." "Ini salahmu!"
"Aku tau, aku yang memulainya dan sekarang aku tidak tau bagaimana cara mengakhirnya. Aku butuh perlindungan. Aku butuh kau dirumah ini untuk menjagaku tapi kau selalu sibuk!"
"Seharusnya kau mengatakan ini sejak awal, kau tau mengapa aku tidak bisa menjemputmu hari ini" Ayah memindahkanku ke California. Semuanya sudah di urus dan aku sama sekali tidak punya alasan untuk menolak. Sekarang siapa yang akan melindungmu di rumah ini""
Lavender terdiam dalam jeda yang sangat panjang. bahkan Beth-pun akan meninggalkannya" "Lalu apa yang harus ku lakukan""
"Kembalilah ke kamarmu dan kunci pintu. Aku akan mencari jalan keluar untuk masalah ini. Tapi berjanjilah untung menghentikannya sekuat tenaga. Kau tidak bisa melakukan ini lebih lama lagi. Aku harap kau mampu menolaknya mulai saat ini!"
Bab 14 Rencana Lavender berubah, ia tidak mengikuti sarapan pagi bersama keluarga hari ini. Pagi-pagi sekali Lavender sudah pergi ke kamar ayahnya dan berpamitan untuk pergi ke Guelph demi melihat peternakan sapi bersama seorang teman. Ia juga menyiapkan banyak barang-barang penting yang sengaja di bawa sesuai dengan kebutuhannya. Lavender juga meminta Deliah untuk menyiapkan sarapan dalam jumlah yang banyak, ia ingin sarapan di rumah Rex sebagai ganti undangan sarapan yang di batalkan secara sepihak. Beth juga bangun lebih pagi demi mengantarkan Lavender ke rumah Rex secepat mungkin. Ia masih memikirkan rencana untu Lavender dan Beth harap, ia menemukannya sebelum Lavender pulang.
Rex cukup terkejut dengan pemandangan yang di dapatnya pagi-pagi sekali di depan pintu rumahnya. Beth mendorong Lavender agar mendekat kepada Rex lalu tersenyum dengan ekspresi aneh. Ia meletakkan barang-barang Lavender di atas lantai dan berbicara dengan nada suara yang lembut.
"Jaga adikku, ku mohon!"
"Tentu saja! Ku fikir aku harus menjemputnya kerumah."
"Pagi ini seisi rumah sibuk. Kami tidak ingin kau melihat kekacauan itu makanya aku mengantar Lavender kemari lebih pagi. Sekali lagi, jaga dia."
"Aku akan mengembalikannya kerumah sebelum malam!"
"Terimakasih! Aku pergi dulu, sampai jumpa!" Beth berbalik dan berlarian menyusuri gang dengan terburu-buru.
Rex memandang Lavender dengan ekspresi aneh, lebih aneh lagi saat melihat tas besar yang di bawanya. "kau mau pindah rumah" Kita hanya pergi seharian, bukannya menginap!"
"Siapa tau, terjadi sesuatu di jalan dan kita terpaksa menginap."
"Tidak akan pernah."
Lavender mencibir kecewa. "Di dalam sana juga ada sarapan untuk kita pagi ini. Aku akan menyiapkannya untukmu!" "Sikap kalian berdua sangat aneh."
"Ini hanya kali pertamanya aku pergi jauh dari rumah, makanya aku dan Beth sedikit kikuk..."
Rex kelihatannya masih curiga meskipun ia berusaha menyembunyikannya. Pandangannya masih terpaku lama kepada Lavender untuk mencari kepastian dan sepertinya ia tidak akan menemukan kepastian apa-apa sekarang. Rex lalu menghela nafas dan bergumam pelan. "Masuklah. Aku bersiap-siap dulu!"
Lavender mengangguk senang lalu membawa masuk barang bawaannya dengan susah payah sehingga gerakannya menjadi lambat. Melihat itu, Rex yang sudah masuk ke rumah lebih dulu kembali l
agi dan membantu Lavender untuk mengangkat barang-barangnya. Rex meletakkan benda itu di atas sofa ruang tengah sebelum ia naik ke kamarnya di lantai atas tanpa bicara. Lavender berusaha untuk mulai menyiapkan sarapan sederhananya dan menati Rex untuk turun di meja makan. Butuh waktu yang cukup banyak bagi Rex untuk bersiap-siap dan baru turun setelah Lavender hampir menantinya selama setengah jam. Laki-laki itu duduk di hadapannya dan mulai menyantap sarapan yang sudah Lavender siapkan untuknya.
"Kau tidak mau aku bertemu dengan ayahmu, makanya kesini pagi-pagi"" Rex bertanya di sela-sela suapannya yang tangkas.
"Tidak. Aku hanya takut terlambat."
"Lalu untuk apa membawa banyak barang seperti itu""
"Siapa tau kita akan menginap."
"Sudah ku bilang itu tidak akan pernah terjadi. Semua barang-barangmu itu tidak mungkin kita bawa. Hanya akan merepotkan. Pisahkan barang-barang yang penting dengan yang kurang penting."
"Tapi semuanya penting!"
Rex meletakkan sendoknya meskipun makanan di dalam piringnya masih tersisa dalam jumlah yang banyak. Ia mendekati tas besar milik Lavender dan mulai memilah-milah barang yang mungkin di bawa untuk di masukkan ke dalam tas sandang milik Rex. Lavender mendengus kecewa. Lagi-lagi Rex bersikap seolah-olah tidak ingin bersama dengannya terlalu lama. Apakah Lavender harus pulang malam ini" Bagaimana bila Nick mengganggunya lagi" Lavender menghela nafas panjang, ia hampir menangis karena hal ini.
*** "Jadi kau juga mengetahui hal ini"" Beth memperbesar matanya menatap Deliah yang hari ini sengaja di bawanya keluar rumah untuk di tanyai tentang hubungan Lavender dan Nick. Beth tau kalau Deliah adalah orang kedua yang dekat dengan Lavender selain dirinya. Tidak, Deliah lebih pantas menduduki urutan pertama karena ia mengetahui apapun yang Lavender rahasiakan dari Beth. "Kenapa kau diam saja melihat mereka melakukan kesalahan""
"Aku tidak tau harus mengatakan apa. Kau tidak akan bisa melakukan apa-apa jika jadi aku. Lavender selalu tersenyum senang setiap kali bertemu dengan Nick, dia akan menangis kalau merindukan laki-laki itu dan aku selalu melihat hal seperti itu. Bagaimana aku bisa melarangnya" Aku juga ingin melihat Lavender bahagia."
Beth menghela nafas berat. Ia ingin marah, tapi kata-kata Deliah benar. Beth juga menginginkan Lavender bahagia sebagaimana Deliah menginginkannya. "Tapi tidak dengan Nick. Hubungan mereka sangat membahayakan keduanya."
"Tenanglah, Beth. Lavender sepertinya juga menyadari itu. Semenjak Lavender mulai berkuliah dia selalu menangis setiap kali Nick keluar dari kamarnya. Entah apa yang mereka bicarakan, yang pasti sejak itu Lavender nyaris tidak pernah mengizinkan Nick untuk masuk ke kamarnya lagi."
"Tapi kau tau apa yang di katakannya kepadaku" Dia tidak berdaya jika sudah berhadapan dengan Nick. Dia tidak bisa melakukan apapun untuk melindungi dirinya dan aku juga khawatir jika Lavender tidak bisa bertahan. Aku akan kembali bertugas di California dan itu harus membuatku jarang berada di rumah lagi. Siapa yang akan mengawasinya""
"Seadainya orang itu ada disini." Deliah mendesah, ia sudah berhasil membuat Beth menatapnya dengan heran.
"TV " 7" "Dia siapa""
"Lavender pernah menceritakan tentang seseorang yang selalu menjenguknya di rumah sakit. Orang itu berjanji akan selalu menjaganya. Semula ku kira Lavender hanya menceritakan mimpinya, tapi aku terus memikirkannya meskipun Lavender sendiri mungkin sudah melupakannya."
"Siapa orang itu""
Delaiah mengangkat bahu. "Lavender bilang, orang itu sepertinya punya hubungan dengan pendonor jantungnya." "Rex""
"Rex" Mantan pacarnya""
Beth mengangguk. "Orang yang berhubungan dengan pendonor itu bernama Remingthon Curtberth, dan Lavender mengatakan kalau itu adalah nama Rex. Aku senang mendengar itu, Rex memang sangat ku percaya karena selama ini sikapnya sangat baik terhadap adikku."
"Baik" Tidakkah kau tau kalau Rex pernah mencoba memperkosa Lavender""
"Apa" Apa maksudmu""
"Bagaimana awalnya hubungan Lavender dan Nick bisa terjadi" Kau tau karena apa" Karena Nick menolong Lavender saat Rex berusaha merusak hidupnya. Lave
nder sendiri yang menceritakannya kepadaku. Semenjak itulah kekagumannya kepada Nick timbul. Dia bahkan terus berusaha membujuk Nick agar laki-laki itu mau menjadi orang pertama yang menidurinya!"
Beth terdiam lama. Jadi begitu hubungan mereka" Dia benar-benar tidak tau apa-apa. Tapi Beth yakin kalau Rex tidak sejahat itu. Atau mungkin dia sudah berubah" Manusia bisa saja berubah, kan" "Kalau begitu aku bisa saja memaksa Rex mempertanggung jawabkan perbuatannya kan""
"Aku tidak mengerti jalan fikiranmu, Beth! Apa yang kau fikirkan sebenarnya""
"Bagaimana kalau dia menggantikanku untuk menjaga Lavender di rumah"" "Dia tidak bisa masuk ke rumah."
"Aku bisa membuatnya melakukan itu. Percayalah padaku!"
*** Burlington, Lavender melihat banyak hal di Royal Botanical Garden. Banyak sekali tanaman disana dan Rex jelas-jelas hanya membuatnya berkeliling untuk melihat-lihat tanaman langka yang tidak mungkin di jadikan bahan makanan. Semula Lavender berfikir seperti itu. Tapi ternyata Rex memberi tahu banyak hal disana tentang tumbuhan-tumbuhan itu. Beberapa tanaman yang sering di temui di semak-semak liar ternyata bisa menjadi bumbu tambahan. Rex juga memperlihatkan buah yang baik dan sayuran yang bagus lalu membandingkannya dengan tanaman lainnya. Memasuki rumah kaca, Lavender sangat terkagum melihat tumbuhan yang seharusnya tidak ada pada musim ini bersemi disana. Rex memberi tahukan kepadanya masa hidup sebuah bunga, bagaimana cara menanamnya dalam suhu seperti apa mereka bertahan, laki-laki yang cerdas. Lavender tidak pernah mengira kalau Rex ternyata adalah laki-laki seperti yang
bersamanya saat ini. Dalam fikirannya saat itu, Rex hanya pemuda biasa yang semuanya tergolong standar, kecuali wajah dan tubuhnya yang ramping itu.
"Kau berubah!" Desis Lavender saat mereka berjalan bersisian meelusuri taman bunga. Rex sedang membimbingnya menuju pintu gerbang karena mereka akan segera menuju halte untuk berpindah ke Guelph. Hari ini sudah siang dan seharusnya mereka mencari makan siang.
Rex menoleh kepada Lavender sejenak lalu memandangi ujung kakinya yang terus melangkah dengan teratur. "Berubah seperti apa""
"Kau jadi terlihat sangat keren!"
"Jadi dulu aku tidak keren""
"Kau keren, tentu saja. Tapi sekarang lebih dari yang dulu. Jadi kau berubah, atau kau tidak memperlihatkan siapa dirimu yang sebenarnya padaku dulu""
"Entahlah, mungkin aku memang sedikit berubah. Hidup sendirian membuatmu mengerti apa yang tidak kau mengerti sebelumnya. Hal positif yang Tuhan berikan untuk menggantikan ayahku adalah aku mengerti banyak hal setelah kehilangannya. Seperti yang ku bilang, selama ini aku hanya bisa bermanja."
"Boleh aku tau apa yang membuatmu dan ayahmu berkelahi""
"Apa kau perlu tau"" Rex mengulurkan tangannya dan Lavender segera menyambutnya. Laki-laki itu sedang berusaha mengamankannya untuk menyebrang jalan dan berhenti di halte. Meskipun akhir pekan, entah mengapa hari ini terasa begitu sepi. "Kau mau makan apa hari ini""
"Aku makan apa saja!" Lavender duduk di sebelah Rex, ia sudah mulai merasa lelah dan tergiur saat melihat bahu Rex di sisinya. "Boleh aku bersandar di bahumu" Aku sangat lelah!"
Rex meraih kepala Lavender dan merebahkanya di tempat yang Lavender minta. Gadis itu tersenyum dan Rex juga melakukan hal yang sama. "Kau sudah harus minum obat""
"Terlambat sedikit juga tidak masalah!"
"Bagaimana rasanya, Lav" Jantung ayahku cukup nyaman""
Lavender mengangguk. "Setidaknya aku tidak terlalu sering merasa sakit seperti dulu. Aku hanya merasa dia berhenti sehingga aku tidak bisa bernafas, tapi itu kadang-kadang. Bahkan belum tentu terjadi sebulan sekali."
"Seperti waktu itu""
"Iya, itu yang kedua kalinya. Aku harap tidak akan pernah terjadi lagi."
"Mengerikan sekali. Aku berfikir bagaimana rasanya merasakan jantung kita berhenti berdetak!"
"Aku sudah sering merasakannya. Yang terparah saat aku masuk rumah sakit waktu itu, sebelumnya aku sudah merasa kalau jantungku mulai melemah, lalu berhenti berdetak sesekali, sakit sekali!"
Rex menepuk-nepuk kepala Lavender pelan. "Setidaknya kau masih bisa hidup sampai sekarang. Aku
cukup senang dengan hal itu-Ah, itu bus-nya! Ayo kita cari makan siang begitu tiba di Guelph!"
Lavender mengangkat kepalanya. Ia melihat sebuah bus berhenti dihadapan mereka. Rex berdiri lebih dulu dan mengulurkan tangannya untuk membantu Lavender berdiri. Entah mengapa Lavender merasa kalau langit yang panas tiba-tiba berubah menjadi sejuk. Ia juga merasakan angin sepoi-sepoi mendamaikannya. Lavender memandangi Rex yang terus menggandeng tangannya menuju bangku penumpang yang berada di belakang.
Tuhan, Dia membuatku damai Kenapa dia tidak seperti ini dulu"
"Apa maksudmu" Kenapa kau mengatakan hal seperti itu di saat-saat seperti
ini"" Beth tertunduk mendengar perkataan ayahnya yang terdengar agak meninggi. Ia terpaksa melakukan ini, terpaksa memaksakan pemikirannya kepada ayahnya demi Lavender. Ia tau kalau idenya sangat sulit di terima oleh ayahnya, tapi walau bagaimanapun Lavender tidak boleh di biarkan di rumah itu tanpa penjagaan sedangkan dirinya akan semakin jarang berada di rumah.
"Adikmu masih sangat muda untuk menikah, Beth!"
"Aku tau ayah!" Jawab Beth dengan halus. Ia berusaha memandangi wajah ayahnya yang duduk dengan gusar di kursi kerjanya. Seharusnya ia tidak membicarakan hal seperti ini di kantor. Tapi jika tidak sekarang, kapan lagi ia bisa melakukannya" "Tapi Lavender sangat ke tergantungan dengan laki-laki itu. Dia bahkan rela menunggui laki-laki itu seharian di restoran tempatnya bekerja hanya untuk pulang bersama. Jadi menurutku lebih baik nikahkan saja mereka."
"Kita tidak tau dia anak siapa."
"Ayahnya adalah orang yang mendonorkan jantung untuk Lavender. Dia orang baik!"
"Jadi dia memanfaatkan mendiang ayahnya untuk mendekati Lavender""
"Aku rasa tidak. Mereka sudah berkenalan sebelum itu. Anak muda itu adalah kekasih Lavender dulu. Aku masih ingat saat Lavender memutuskan hubungannya dengan laki-laki itu, Lavender menangis karena sangat kehilangan, padahal dia sendiri yang menginginkan perpisahan mereka. Laki-laki itu bahkan meminta pihak rumah sakit untuk tidak memberitahukan identitasnya kepada kita, kan" Jika tidak aku pastikan kalau ayah pasti aka memberikan uang dengan jumlah yang banyak sebagai kompensasi. Jika dia menginginkan keuntungan, dia tidak perlu merepotkan diri dengan Lavender, cukup meminta uang kepadamu dan kau pasti akan memberikannya." Beth kemudian menarik nafas dalam-dalam untuk mengunpulkan energi agar bisa melanjutkan ucapannya. "Laki-laki itu bahkan menolak untuk berlama-lama dengan Lavender dan mereka mungkin saja tidak akan sering bertemu jika Lavender tidak mendaftar di Academy Cookery itu. Ku rasa mereka bertemu lagi karena takdir, laki-laki itu menjadi pembimbing Lavender juga karena Tuhan menginginkan mereka bersama."
"Dan dia juga ingin menikah dengan Lavender""
Beth angkat bahu, "Aku tidak yakin!"
"Lalu kau meminta ayah untuk menikahkan adikmu dengan laki-laki yang belum tentu mau menikahinya""
"Tapi Lavender membutuhkannya. Kita tidak tau berapa lama lagi Lavender bisa bertahan. Karena itu, kita tidak bisa menunda kebahagiaannya, kan" Aku ingin adikku bahagia berapa lamapun sisa kehidupannya di dunia ini. Karena itulah, ayah! Bantu aku untuk membujuk laki-laki itu. Demi kebahagiaan Lavender."
*** Guelph, Lavender menatap Rex dengan kesal saat laki-laki itu menyodorkan secangkir susu sapi mentah yang baru saja di perasnya untuk diminum. Semula Lavender merasa sangat bersyukur karena Rex tidak memaksanya untuk mencoba memerah sapi dengan tangan sendiri. Tapi sekarang.
"Minumlah, Lav!"
"Tapi itu mentah. Aku tidak terbiasa meminum susu sapi seperti ini."
"Lalu susu seperti apa yang kau minum" Susu instan" Kau tau kalau susu instan tidak sebaik susu murni""
"Tapi susu instan rendah lemak!"
"Lemak susu baik untukmu. Tidak akan membuatmu gemuk. Minumlah!" "Apa yang akan kau berikan untukku kalau aku meminumnya"" "Apa saja yang kau minta. Asalkan bukan nyawaku!"
Lavender mendesah, ia meraih cangkir kaleng yang Rex sodorkan kepadanya secara perlahan. Entah mengapa baginya susu murni berbau amis. Ia bisa saja tidak meminumnya tapi Rex memaksa dan Lavender sudah kehabisan a
lasan untuk menolak. Lavender harus memaksakan diri untuk meneguk susu itu dan nyaris saja muntah setelah tegukan terakhir. Sayangnya susu itu menolak untuk di muntahkan dan terus bertahan di dalam perutnya. Lavender berusaha menghirup udara sebanyak-banyaknya dan ia merasa lebih segar setelah oksigen memenuhi rongga dadanya.
Rex tertawa renyah melihat tingkah Lavender. Ia berdiri lebih dulu lalu mengulurkan tangannya lagi dan Lavender menyambutnya lagi. Tapi kali ini Rex tidak bertahan untuk menggenggam tangan Lavender seperti yang di lakukannya saat menyebrang jalan di Burlington atau saat mencari bangku kosong di dalam bus. Setelah Rex yakin bahwa Lavender akan berdiri dengan baik, ia segera melepaskan genggamannya dan berjalan lebih dulu sampai Lavender bisa mengimbangainya. Mereka akan pulang karena hari sudah sore. Lavender mendesah kecewa.
"Harusnya kau tidak pemilih. Kau harus bisa mencicipi apapun sebagai seorang koki!" Rex kembali berbicara.
"Aku sedang mengusahakannya. Tapi itu tidak mudah!"
"Sekarang ubahlah menu makanmu. Gunakan susu murni. Negara kita memiliki kualitas sapi perah dan susu terbaik di seluruh dunia tapi kau malah mengkonsumsi susu instan!"
Lavender mengangguk. "Baiklah, tapi boleh kita istirahat sebentar""
"Kau terlalu mudah lelah!"
"Ini pertama kalinya aku banyak bergerak seumur hidupku!"
Rex tersenyum mengerti. Lalu, "Baiklah! Kita duduk disana saja!"
Rex menunjuk ke sebuah lapangan dengan rumput hijau yang membentang, Lavender mengikuti Rex menuju arah yang di tunjuknya dan akhirnya bisa berbaring disana dengan sangat nyaman. Ia harap Rex ikut berbaring di
sebelahnya, tapi Rex terlalu betah untuk duduk dan hanya menoleh kepada Lavender tidak lebih dari sekali.
"Kau tidak suka berdekatan denganku, ya"" Lavender bergumam kecewa.
Rex menoleh lagi kepadanya untuk yang kedua kali lalu tersenyum. "Kenapa harus tidak suka""
"Kau selalu menjaga jarak, Rex! Tidak seperti dulu!"
"Seperti dulu" Kau ingat bagaimana hubungan kita dulu" Apa harus seperti
itu"" Lavender menggigit bibirnya. Ia tidak punya kata-kata lagi untuk melawan ucapan Rex. Interaksi mereka yang dulu benar-benar jauh dari yang sekarang. Rex selalu menemui Lavender setiap sore demi sebuah Oral Sex hariannya dan Lavender tentu tidak mengharapkan hal seperti itu terulang lagi. Dia tidak mungkin melakukan itu. Astaga, mengingatnya saja membuat Lavender malu. Ia memgangi pipinya yang memerah lalu menutupi seluruh wajahnya dengan kedua telapak tangan untuk beberapa saat.
Tawanan Azkaban 6 Tiga Kehidupan Tiga Dunia, Sepuluh Mil Bunga Persik Three Lives Three Worlds, Ten Miles Of Peach Blossoms Karya Tangqi Gongzi Pedang Naga Kemala 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama