Ceritasilat Novel Online

Maya Misteri Dunia 7

Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Jostein Gaarder Bagian 7


sebentar?" Ana tampak lebih mau menerima kenyataan bahwa aku berinisiatif untuk
membicarakan Goya, walaupun dialah yang terjatuh ke atas rumput di dekat kolam
renang seperempat jam kemudian. Saat makan malam, aku hanya mengangguk ke arah
mereka beberapa kali, dan pada saat itu beberapa tamu baru telah berdatangan.
Frank tidak menceritakan apa yang ia lakukan di Oslo hingga akhir April. Jika ia
masih tinggal di Sognsveien, tentunya sungguh berat baginya untuk berjalan
mendaki bukit terjal terakhir dalam perjalanan pulangnya dari universitas. Dan
jika ia mengendarai mobil, tentunya ia harus melewati tempat terjadinya
kecelakaan itu, mungkin beberapa kali sehari. Jika aku menjadi dirinya, kurasa
aku mungkin akan pindah rumah, hanya karena alasan itu saja. Di Croydon, aku
sering mengambil jalan berputar yang panjang supaya aku tidak harus berjalan
melalui rumah sakit tempat Sheila menghabiskan hari-hari terakhirnya.
Frank dan aku memiliki rasa pasrah yang sama terhadap kehidupan. Tetapi, aku
merasa hampir terhina oleh kenyataan bahwa ia dan Vera tidak dapat berbicara.
Mereka memang telah kehilangan
seorang anak, tetapi mereka juga pernah memiliki anak bersama-sama. Aku dan
Sheila telah berusaha selama bertahun-tahun, tetapi kami tidak pernah memiliki
anak. Sheila memiliki solitairenya. Dan aku memiliki novel-novelku.
" Kini aku telah menjelaskan bahwa sejauh ini yang diceritakan oleh Frank mengenai
Fiji memang berdasarkan kejadian-kejadian yang sesungguhnya.
Jika aku memang memiliki sebuah filsafat kesusastraan, maka itu adalah sebagai
berikut: Selama mampu, aku selalu mengembangkan ceritaku dari kejadian-kejadian
asli. Tetapi, aku tidak dapat menggali data tentang segala sesuatu, dan dalam
area abu-abu inilah imajinasi mendapatkan kebebasan. Sementara untuk hal-hal
seperti sejarah seperti model-model Goya, koleksi seni Manuel Godoy, maupun para
pelopor flamenco ada batasan tertentu mengenai apa saja yang bisa menjadi kajian
penelitian sejarah. Di pihak lain, kurasa harus kutambahkan bahwa ada pula
kemungkinan bagi seorang novelis untuk memunculkan sebuah sumber yang hingga
saat itu tak diketahui para sejarahwan profesional. Dan tidak hanya itu. Penulis
bahkan mungkin cukup beruntung untuk mendapatkan akses ke sumber-sumber yang
nyaris tak dikenal yang dapat menampilkan sisi baru dari suatu peristiwa
sejarah. Pada kesempatan ini, aku mengalami beberapa keberuntungan seperti itu,
dan aku menekankan kenyataan ini untuk menunjukkan bahwa banyak dari
apa yang diceritakan dari Fiji dan Spanyol memang cukup autentik.
Aku merasa betapa mengagumkan kemiripan Ana dengan maja milik Goya, dan dalam
buku penuntun resmi Prado, ada keterangan mengenai "Maja yang Telanjang" bahwa
"gambar ini, yang teka-tekinya belum terpecahkan, adalah sebuah lukisan
rahasia". Di situ tertulis "belum terpecahkan". Buku itu tidak mengatakan "tidak
pernah terpecahkan". Tetapi, buku itu menggunakan kata "rahasia". Tepat dua abad
telah berlalu sejak lukisan itu diselesaikan dan masih ada banyak laci tua di
Spanyol, di Sanlucar de Barrameda, misalnya, yang kelak sesuatu mungkin akan
muncul darinya. Hal yang menjadi sebuah jeda yang mengganggu dalam karyaku ini adalah bahwa aku
bertemu dengan Frank di Madrid. Tepat di tengah-tengah novelku, sang tokoh utama
sendiri muncul di the Palace di lokasi, tepatnya. Aku menginap di hotel
eksklusif tersebut hanya karena aku membayangkan Frank duduk di sini sambil
menulis surat panjangnya untuk Vera.
Seminggu sebelumnya, aku telah bertindak terlalu gegabah dan berkunjung ke
Sevilla. Itu adalah sebuah kesalahan. Di sana pun ada kejadian yang sedikit
tidak sesuai bagi novelku.
Aku terpaksa menghindari misa berkabung itu, dan sesungguhnya niat awalku
tidaklah demikian, justru sebaliknya. Kini, setelah Ana Maria Maya meninggal
setelah mengejar seorang kurcaci yang telah memotretnya, aku sangat ingin dapat
menuturkan tentang sekumpulan kaum gipsi yang tengah berduka.
Jadi, apakah yang terjadi di Sevilla"
Terkadang dalam hidup kita, di tengah segala kegiatannya yang monoton, terjadi
sesuatu yang begitu luar biasa sehingga tidak ada karya fiksi yang dapat
melebihinya. Ketika aku memasuki bar di the Palace, Frank telah duduk di sana dengan segelas
bir. Saat itu pertengahan November dan hampir setahun setelah kami bertemu di
Fiji. Masih jelas kesan dalam benakku mengenai dirinya sebagai seseorang yang
agak pendiam yang kujemput di bandara mungil, bersama dua orang Amerika itu.
Kini sudah hampir enam bulan berlalu sejak ia duduk di Hotel Palace sambil
menulis surat panjangnya untuk Vera, atau, lebih tepatnya lagi, sejak aku
membayangkan Frank duduk di sebuah kamar hotel di Madrid dan menulis surat
panjang untuk Vera setelah mereka bertemu di konferensi di Salamanca. Penting
untuk memisahkan kedua cerita itu. Pada November '98, aku telah cukup panjang
menuliskan surat itu walaupun belum sempurna.
Aku bahkan tidak mempertimbangkan kemungkinanku bertemu Frank di hotel yang
sama. Aku tahu ia tinggal di Oslo, dan walaupun sebelumnya ia memang memiliki
hubungan dengan Spanyol, kemungkinan untuk bertemu dengannya di Madrid tentunya
kecil. Bukan Frank yang memberiku petunjuk mengenai the Palace. Petunjuk itu
datang dari Chris Batt di perpustakaan baru di Croydon.
Begitu aku duduk, orang Norwegia itu tersenyum penuh antisipasi dan mengeluarkan
sebuah drawing pen Pilot berwarna hitam dari saku dalamnya.
"Saya lupa mengembalikan pena Anda," ujarnya. "Ini dia!"
Aku tertawa, tetapi tawaku bermakna ganda karena pada kenyataannya, akulah yang
seharusnya berterima kasih kepadanya.
"Saya sudah bilang Anda boleh mengambilnya saja," jawabku, tetapi tetap
mengambil pena tersebut. Aku merasa benda itu memiliki suatu nilai sentimentil.
"Bagaimana kemajuan laporan Anda?" aku bertanya.
"Baik. Sudah hampir selesai. Dan bagaimana dengan novel Anda?"
"Saya dapat mengatakan hal yang sama."
"Anda tengah berlibur di Spanyol?"
Sebenarnya, inilah pertanyaan yang kutung-gu-tunggu.
"Tidak juga." "Mungkin melakukan penelitian?" "Dapat dikatakan begitu, ya." "Menulis sesuatu
mengenai Spanyol?" Aku meletakkan jariku di bibir. "Saya tidak pernah
membicarakan apa yang sedang saya tulis. Dan Anda?"
"Saya tidak keberatan membicarakan laporan saya."
"Maksud saya, mengapa Anda berada di Madrid."
Karena ia tidak segera menjawab, aku menambahkan, "Apakah Anda sedang
mengunjungi Vera?" "Ia tinggal di Barcelona."
"Ah ya, saya ingat Anda pernah menyebutkan hal itu. Apakah Anda bertemu
dengannya di konferensi di Salamanca itu?" Ia mengangguk singkat.
"Tetapi, Anda berdua tidak banyak melakukan banyak kontak?"
"Kita lihat saja nanti," hanya itu yang ia katakan.
"Betul, kita lihat saja nanti," aku mengulangi. "Ia tidak pergi makan siang
dengan Anda hari ini, bukan?"
Ia menggelengkan kepalanya. Jelas terlihat bahwa ia memikirkan semua yang sudah
kami bicarakan. "Wanita itu adalah seorang kawan lama dari universitas. Saya kuliah di Madrid
selama beberapa lama."
"Dan kini, Anda di sini untuk liburan singkat?" Ia mulai menggeliat di kursinya,
tetapi kemudian berkata, "Untuk sebuah akhir minggu panjang yang tak terencana.
Saya menghabiskan beberapa tahun di sini saat masih kecil. Ayah saya adalah
seorang koresponden surat kabar di sini selama empat tahun. Selalu ada sesuatu
yang menarik saya untuk kembali." "Juga Vera, mungkin" Apakah Anda akan menghubunginya?"
Sejauh ini, ia bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaanku, tetapi tidak lebih
jauh lagi. Sekarang ia tersenyum dan berkata, "Ini sudah menjadi semacam
interogasi, bukan?" Ah, memang benar, ini sudah menjadi semacam interogasi. Tetapi, aku harus
berusaha mencari tahu secara garis besar seperti apa medan yang kuhadapi. Juga,
jika mungkin, aku harus memancingnya untuk mencari tahu apakah ia punya hari
luang. Aku pun mengambil jalan memutar.
"Apakah Anda sudah ke Prado dan tempat-tempat seperti itu?"
Kini ia menjadi bersemangat, dan kurasa bukan hanya karena aku telah mengganti
topik. "Sebenarnya, saya berencana untuk pergi ke sana besok," ujarnya. "Kita dapat
pergi bersama-sama, jika Anda ada waktu. Tahukah Anda, ada satu atau dua lukisan
yang ingin saya tunjukkan kepada Anda."
Begitu ya, pikirku, satu atau dua lukisan.
"Goya atau Velazquez?"
Ia tampak menyimpan rahasia.
"Goya," ujarnya.
"Dan, lukisan-lukisan yang manakah khususnya yang Anda maksud?"
Ia menatap lurus-lurus ke dalam mataku. Aku dapat melihat pupil matanya membesar
dipenuhi semangat. "Anda harus melihat lukisan-lukisan itu," ujarnya. "Saya benar-benar yakin akan
menikmati reaksi Anda ketika melihatnya."
Ekspresi wajahnya mendekati kebanggaan, seolah-olah ia memang ikut berjasa dalam
hal yang akan ia ungkapkan. Kemudian, tiba-tiba, ia berjaga-jaga.
"Atau, apakah Anda tahu apa yang saya maksud?"
Tentu saja aku sudah bisa menebak lukisan-lukisan mana yang ingin ia tunjukkan
kepadaku di Prado. Ketika kami di Taveuni, aku mendapatkan keuntungan. Aku
berhasil meminjam sebuah laptop dan modem dari Jochen Kiess, dan dalam waktu
beberapa menit saja aku dapat menemukan gambar-gambar yang jelas dari karyakarya Goya yang paling terkenal. Saat gambar-gambar itu mulai muncul, aku begitu
terperanjat melihatnya sehingga hampir saja aku membuka lebar-lebar pintuku yang
menghadap pepohonan palem dalam keadaan hanya mengenakan pakaian dalam dan
berteriak "Eureka!" Tetapi, aku berhasil menahan diri dan kemudian mencari
situs-situs web untuk mencari informasi mengenai flamenco di Sevilla. Tidak
memerlukan waktu lama untuk menemukan bahwa Ana adalah seorang penari flamenco
terkenal dan bahwa namanya adalah Ana Maria Maya. Setelah itu, keadaan mulai
membentuk momentumnya sendiri. Tidakkah aneh bahwa Laura mulai membicarakan
konsep India kuno maya pada hari yang sama saat aku menemukan nama keluarga Ana"
Kemudian, aku tidak dapat
menahan diri dari godaan untuk meletakkan telunjukku di dahinya dan memanggilnya
dengan namanya yang sesungguhnya. Aku bahkan menyebutnya sebagai sebuah "karya
agung". Dan hasilnya persis seperti yang diceritakan Frank dalam suratnya untuk
Vera. Ana begitu mirip maja milik Goya sehingga tentunya ia sangat muak terusmenerus dihubungkan dengannya, dan mungkin itulah mengapa Jose bereaksi begitu
keras ketika aku menemukan nama keluarga Ana. Sejak saat itu, mereka menjadi
semakin tertutup. Kemudian mendadak Ana jatuh pingsan, dan sekali lagi pingsan
setelah Frank pergi. Aku mulai bertanya-tanya apakah ia memang benar-benar
sakit. "Ada banyak sekali karya Goya di Prado," ujarku.
Jawabanku itu membuat Frank mengira aku tidak mengerti apa yang ia maksud. Ia
menghela napas lega. "Saya rasa, Anda akan sangat kagum," ujarnya.
Percakapan pun berlanjut sebentar. Kami berdua berbicara berputar-putar, dan
bahkan bukan mengenai satu yang sama. Aku pun memutuskan untuk mengatakannya
secara langsung. "Saya akan pergi ke Sevilla besok," ujarku. "Sebenarnya, saya baru pulang dari
sana seminggu yang lalu, tetapi saya akan ke sana lagi untuk berakhir pekan
sebelum kembali ke Inggris."
"Anda harus menyampaikan cinta saya. Sampaikan cinta saya kepada pohon-pohon
jeruk di sana." "Tentu saja, saya berjanji."
Aku bahkan tidak tahu bahwa ia pernah pergi ke sana, tetapi sekarang ia berkata,
"Tentunya pada bulan-bulan ini, Andalusia sangatlah indah."
Ini dia, kupikir. Sekarang!
Aku menatap kedua matanya yang cokelat.
"Anda tidak ingin ikut?"
Ia menatapku sedikit heran. Seakan-akan ia berpikir: ada apa ini"
"Ada sesuatu yang sangat ingin saya tunjukkan kepada Anda di sana."
Ia tertawa keras. "Dan apakah itu?" ia bertanya.
Aku meletakkan jariku di bibir lagi.
"Anda harus melihatnya sendiri, Frank."
Sejauh menyangkut hasrat ingin menunjukkan sesuatu kepada yang lain, skor di
antara kami satu-satu sekarang. Frank menatap ke arah jam dan beringsut dengan
gelisah di kursinya lagi.
"Saya pikir mungkin tidak," ujarnya. "Baik karena alasan waktu maupun uang."
Kurasa ia telah terpancing sekarang.
"Saya akan menangani masalah biaya," ujarku. "Tidak menjadi masalah."
"Terus terang," ujarnya, "sesungguhnya saya telah berencana melakukan perjalanan
pulang melalui Barcelona. Saya hanya harus menelepon terlebih dahulu, dan Anda
tahu, kan, ... saya menunda keputusan saya hingga saat-saat terakhir."
"Anda dapat melakukan keduanya," aku meyakinkan dirinya. "Pertama-tama sehari
atau dua hari di Sevilla, dan kemudian Anda dapat terbang ke Oslo melalui
Barcelona. Kulit Anda mungkin akan menjadi menarik karena terbakar matahari
Sevilla. Orang-orang biasanya menyenangi hal seperti itu."
Si orang Norwegia itu memesan segelas bir lagi dan duduk menimbang-nimbang.
Sementara ia sibuk berpikir, aku menambahkan sambil lalu, "Saya rasa, saya dapat
menjanjikan bahwa Anda tidak akan kecewa, bahkan Anda akan sangat kagum."
Seluruh wajahnya menunjukkan ekspresi bertanya-tanya, kuyakin karena sandiwara
yang kujalankan. "Atau Anda tahu apa yang saya rencanakan?"
Ia meringis, tetapi menggelengkan kepalanya. Aku melanjutkan, "Pemandangannya
sungguh menawan. Saya akan terkejut jika Anda tidak menganggapnya sebagai salah
satu pemandangan terindah yang pernah Anda temui dalam hidup."
Ia mengangkat bahu, dan sekarang, sekarang ia sudah hampir memutuskan.
"Kapankah Anda berencana untuk pergi?"
"Besok pagi. Kereta AVE berangkat hampir setiap jam. Jadi kita bisa makan siang
di atas kereta." Ia berdehem-dehem beberapa kali.
"Bukan ide yang buruk. Sebenarnya, saya belum pernah pergi ke Sevilla. Tetapi
tentu saja, saya tidak dapat membiarkan Anda membayari saya."
"Tentu saja Anda bisa. Bukan saja dengan senang hati saya akan melakukannya; ini
bisa menjadi sebuah penelitian yang sangat berharga."
Sekali lagi ia tertawa keras-keras khas orang-orang Skandinavia.
"Saya harap, Anda akan tidak mengatakan bahwa sayalah objek penelitian itu."
Aku menyalakan sebatang rokok.
"Jangan berkata begitu. Kita mungkin akan sedikit bercakap-cakap mengenai reptil
dan semacamnya, atau spesies terancam di Oseania. Ada banyak yang harus saya
ingat kembali." "Tentu saja. Silakan tanyakan saja."
Kami tinggal di bar itu hingga larut malam dan bahkan sempat sedikit membahas
biologi evolusi. Aku juga mendengar keseluruhan cerita mengenai kecelakaan
tragis yang telah merenggut nyawa putrinya.
Beberapa jam kemudian, kami ada di atas kereta menuju Sevilla. Aku merasa
memainkan sebuah taruhan yang besar, dan aku harus jujur mengakui bahwa entah
bagaimana aku merasa terperangkap dalam jeratku sendiri. Tetapi kini roda-roda
telah berputar. Ketika kereta itu berhenti di Cordoba, tiba-tiba ia mengangkat kepala dan
menepuk dahinya, seakan-akan ada sesuatu yang terlupa.
"Saya belum menunjukkan lukisan-lukisan itu kepada Anda!" serunya.
Tetapi, ia menolak memberitahuku lukisan-lukisan mana yang ia maksud. Ia hanya
mengulang bahwa aku harus melihat lukisan-lukisan tersebut dengan kedua mataku
sendiri. Aku telah memesan tiga kamar di Hotel Dona Maria, dan Frank berkomentar tentang
hal ini. Tetapi, aku menjelaskan bahwa kamar yang satu itu untuk seorang teman
yang akan datang malam itu. Aku tidak begitu yakin apakah ruangan ketiga akan
diperlukan. Aku memberitahunya bahwa ia harus menunggu hingga malam itu untuk
mendapatkan pengalamannya yang tak terlupakan. Sementara itu, kami memiliki
banyak waktu untuk melihat-lihat sekitar.
Aku membawanya melihat katedral dan Patio de los Naranjos, dan sementara kami
berjalan-jalan di antara barisan rapi pohon-pohon jeruk yang sedang dipenuhi
buah-buah yang sudah masak, Frank mengatakan kepadaku bahwa Laura telah
mengirimkan kepadanya sebuah foto merpati langka dengan dada berwarna Jingga
yang ia ambil di Taveuni. Menurutku, hal ini sungguh menarik karena ia sama
sekali tidak tahu apa yang telah kutulis mengenai percintaan kecil mereka di
Pulau Fiji itu.

Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Jostein Gaarder di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kami pergi ke puncak La Giralda, yang aslinya adalah sebuah menara peninggalan
peradaban Islam sebelum akhirnya ditambahi dan diubah menjadi sebuah menara
lonceng. Dari sini, kami mendapatkan pandangan yang sangat indah ke arah kota
putih di kedua tepi Sungai Guadalquivir itu. Kami menyeberangi Plaza virgen de
los Reyes dengan barisan panjang kereta-kereta kuda sewaan dan berjalan menuju
kolam-kolam dan air mancur menyejukkan di dalam Taman Alcazar. Pohon-pohon palem
tumbuh di mana-mana, dan sungguh aneh untuk memikirkan
bahwa sekali lagi aku dan Frank berjalan-jalan melalui pepohonan palem. Rasanya
hampir seperti kembali di Maravu.
Setelah menjelajahi bagian tertua dari taman itu, kami berjalan menembus Puerta
del Privilegio dan melihat ke seberang Jardin de los Poetas yang romantis dengan
kedua buah kolamnya yang dikelilingi pagar semak setinggi satu meter. Frank
berhenti tiba-tiba dan berseru dengan napas tercekat: "Begitu ... indah di sini."
Aku melihat air mata mulai merebak di matanya dan aku pun meletakkan tanganku di
bahunya. Mungkin ia tidak dapat memercayai keindahannya, pikirku, karena dengan
segera ia menyeka air matanya. Mungkin untuk menutupi reaksinya yang emosional,
ia berkata, "Saya seperti merasa mengalami deja vu."
Kami pergi ke podium pengamatan di atas tembok dan kemudian duduk di atas bangku
di dalam petak beralas kerikil di hadapan Puerta de Marchena. Hari itu benarbenar panas, dan aku pun pergi ke kafe dan membeli minuman untuk kami.
Tidak lama kemudian, sesuatu yang aneh terjadi, dan di satu pihak, di sinilah
segalanya dimulai walaupun di pihak lain semua ini dimulai di luar sebuah
sekolah di Oslo, di bandara kecil di sebuah Pulau Fiji bernama Taveuni, di atas
jembatan yang melintasi Tormes, di antara gudang-gudang tua di tepi dermaga
Marseilles, di Barrio Triana di tepi barat Rio Guadalquivir, di dermaga Cadiz
hampir satu abad sebelumnya atau di rumah pedesaan
Duquesa de Alba di Sanlucar de Barrameda belum lagi apa yang akan terungkap pada
malam itu di Sevilla. Untuk mendapatkan perspektif yang lebih luas dan bagiku
sangat penting bahkan kita perlu kembali ke periode Devon ketika amfibi pertama
merangkak ke daratan kering dengan keempat kaki mereka yang primitif, tetapi,
oh, begitu maju. Tetapi, mengapa tidak terus kembali ke Ledakan Besar lima belas
miliar tahun yang lalu ketika ruang dan waktu tercipta" Pada suatu waktu,
penciptaan dari semua cerita terkandung di dalam sebuah nukleus padat yang
berisi kekuatan penciptaan yang belum diledakkan.
Yang terjadi adalah sebagai berikut. Seorang kerdil tiba-tiba datang berlarilari kecil melintasi Puerta de Marchena. Kostum aneh yang dikenakannya
membuatnya tampak seolah-olah ia baru saja datang dari sebuah karnaval. Setelah
itu, tanpa ragu-ragu ia berdiri di hadapan kami dan menatap kami dengan
bersungguh-sungguh. Sesaat kemudian, ia mengeluarkan sebuah kamera dan mengambil
beberapa foto kami, pertama-tama diriku dan kemudian Frank.
"Kau lihat itu"!" teriak Frank.
Orang kerdil itu melarikan diri dan setengah menit kemudian, ia mengintip kami
dari sebuah celah di podium pengamatan. Sekali lagi, ia mengarahkan kameranya
kepada kami dan mengambil satu atau dua foto.
"Orang yang aneh," ujar Frank. "Jelas tingkah laku yang aneh," aku berkomentar.
Tetapi, orang Norwegia itu tidak puas begitu saja. Ia melompat berdiri dari
bangkunya dan berlari mengejar si orang kerdil. Melalui celah-celah di dinding,
aku dapat melihatnya berlari melintasi Puerta del Privilegio, dan ketika ia
kembali beberapa menit kemudian, ia hanya dapat membentangkan lengannya lebarlebar dan berkata, "Ia menghilang begitu saja."
Saat itu pukul setengah lima, dan Alcazar sudah hampir tutup. Kami berjalan
keluar dan sekali lagi memasuki Plaza virgen de los Reyes, masuk ke ganggang
sempit di permukiman lama Yahudi di Santa Cruz, sambil mengintip ke dalam
halaman yang sejuk dan ke atas ke arah deretan kisi-kisi dan balkon-balkon yang
terbuat dari besi tempa. Aku baru seminggu sebelumnya datang ke sana dan dapat
menceritakan kepada Frank bahwa jeruji besi tempa yang mengamankan semua jendela
dan taman itu memiliki dua fungsi. Satu, untuk meningkatkan baik pandangan
maupun pengertian, untuk mencegah kriminalitas dengan mendirikan sebuah
masyarakat yang lebih transparan, tetapi di pihak lain kisi-kisi itu selalu
dalam keadaan terkunci, dan karenanya memberikan keamanan. Pada masa lalu,
gadis-gadis muda dapat duduk di balik kisi-kisi itu, sementara para pengagum
mereka berdiri di luar selama berjam-jam sambil membisikkan kata-kata manis,
tetapi jika kemesraan itu menjadi semakin serius, para pengagum itu harus
"memakan besi". Aku menjelaskan bahwa pada setengah tahun saat
udara lebih hangat, kehidupan sebagian besar masih berlangsung di halaman rumah,
dan jika matahari memancar terik, sebuah atap tenda sering didirikan di atasnya.
Kami minum bir di Plaza de la Alianza dan menatap ke atas ke arah banyak
bugenvil yang menjalari salah satu dinding luarnya. Di belakang dinding luar ini
tumbuh sebuah pohon palem yang gagah, dan di belakangnya lagi kami melihat La
Giralda. Seperti halaman-halaman lainnya di permukiman lama Yahudi itu, halaman
itu dibatasi dengan pohon-pohon jeruk.
Satu jam kemudian, kami meneruskan perjalanan ke Plaza Dona Elvira dengan
bangku-bangku keramiknya yang elegan, dan dari sini aku membawa Frank ke dalam
gang sempit yang disebut "Susona". Aku berkata akan menunjukkan kepadanya
rahasia Santa Cruz. Kami muncul di sebuah lapangan kecil, yang aslinya adalah
sebuah halaman dalam, dan di sini aku menunjuk ke atas ke sebuah ubin keramik
yang bergambar sebuah tengkorak. Ubin ini terletak di dinding di atas sebuah
jendela, dan di bawah tengkorak itu tertulis kata SUSONA.
"Inikah rahasia Santa Cruz?" tanya orang Norwegia itu.
Aku mengangguk. "Susona adalah seorang gadis Yahudi yang hidup pada abad ke-15," aku
menjelaskan. "Diam-diam ia jatuh cinta kepada seorang pemuda Kristen, tetapi
kemudian Susona mendengar bahwa keluarganya sendiri tengah merencanakan sebuah
pemberontakan berdarah melawan orang-orang Kristen terpenting di kota itu. Di
antara mereka yang akan dibunuh adalah kekasih Susona. Maka, Susona pun mendatangi kekasihnya dan memperingatkannya tentang rencana tersebut. Hasilnya
adalah ayahnya dihukum mati dan Susona kemudian dicampakkan kekasihnya.
Kemudian, setelah menjalani hidup yang penuh penderitaan, akhirnya ia meninggal.
Ia memberikan instruksi di dalam surat wasiatnya bahwa kepalanya harus dipotong
dari tubuhnya dan dipertontonkan di luar rumahnya, sebagai peringatan bagi orang
lain. Tengkoraknya tergantung di sana terus hingga akhir abad ke-18, dan
kemudian ubin keramik itu pun dipasang di tempat yang sama."
Di lapangan itu terdapat dua buah pohon jeruk, dan Frank bertanya kepadaku
apakah aku tahu cara menentukan sebuah pohon memiliki buah yang manis atau asam.
Ketika aku menjawab tidak tahu, ia mematahkan sehelai daun dari salah satu pohon
tersebut dan menunjukkan kepadaku bahwa di bawah daun itu terdapat sebuah daun
kecil yang tumbuh pada tangkai yang sama. Itu artinya pohon ini memiliki buah
yang asam. Kami terus berjalan menuju Plaza de los Vene-rables. Di sana pernah berdiri
sebuah rumah sakit untuk para pendeta yang telah pensiun. Ada dua buah restoran
di lapangan itu dan dua pohon jeruk. Kami duduk di salah satu meja di luar dan
memesan segelas manzanilla sebelum memesan makan malam. Sekali lagi kami memulai
topik mengenai evolusi kehidupan; kurasa, Franklah yang memulai percakapan
itu, mungkin agar uang yang kuinves-tasikan dalam perjalanan ke Sevilla ini
membuahkan hasil. Banyak dari apa yang kami diskusikan malam itu berguna untukku
sejak saat itu. Di sinilah ia menceritakan kepadaku tentang tuatara di Selandia
Baru. Sejauh ini, kupikir, pertemuanku dengan Frank di Madrid tidak lain merupakan
kesempatan menggembirakan yang murni dan tak ternoda. Tetapi, saat yang
menentukan hampir tiba, karena saat itu hampir pukul sembilan. Setelah membayar
makan malam, aku membawa Frank melalui ganggang sempit dan keluar ke Plaza Santa
Cruz. Aku menunjukkan kepadanya betapa dekat kami dengan dinding tinggi yang
memisahkan kami dari Taman Alcazar, dan khususnya dengan Jardin de los Poetas.
"Saya rasa, Anda punya sisik di depan mata," ujarku.
Ia tidak mengerti apa yang kumaksud, maka aku menyuruhnya untuk memerhatikan
sekelilingnya baik-baik. Ia menunjuk ke arah salib besi besar di tengah-tengah
lapangan, dan aku memberitahunya bahwa Prancis telah membakar gereja tua yang
pernah berdiri di situ. Itulah asal-usul nama lapangan dan distrik itu. Kami
berjalan mengitari lapangan yang mengelilingi salib baroque tersebut. Kemudian,
tiba-tiba ia melihat sesuatu. Ia menatapku dengan kilatan di matanya, lalu
menghilang ke dalam tabtao flamenco itu, Los Gallos.
"Pikiran saya begitu dipenuhi oleh lukisan-lukisan Goya itu!" ia berseru sambil
menepuk dahinya. "Saya lupa bahwa ia adalah salah satu penari
flamenco yang terkenal di Sevilla!"
Sambil bermain-main, aku memukul bahunya. "Ini akan menyenangkan!" ujarnya,
tetapi aku tidak terlalu yakin ia tidak akan menarik kembali kata-katanya nanti.
Selain sekelompok turis Jepang, bar flamenco itu tidak terlalu penuh, dan kami
pun duduk di sebuah meja yang telah kupesan tepat di depan panggung. Kami
masing-masing memesan segelas brendi, dan Frank tidak mengatakan apa pun, hanya
mengangkat gelasnya ke arahku dengan penuh harap.
Dengan segera acara pun dimulai. Pertama-tama, tiga lelaki yang mengenakan
celana panjang hitam dan kemeja putih datang berbaris menuruni tangga dari
sebuah galeri di ujung lain ruangan itu. Mereka berjalan melalui para penonton
dan mengambil posisi di atas panggung. Salah seorang dari mereka membawa sebuah
gitar, sementara dua yang lain tidak membawa instrumen apa pun kecuali suara
mereka yang penuh perasaan dan irama yang dibawakan oleh kelima jari mereka.
Sang pemain gitar mulai memainkan gitarnya, sementara kedua rekannya bertepuk
tangan dan menjentikkan jari mereka.
Kemudian, wanita itu pun muncul, dengan gemulai dan anggun bagaikan seorang
dewi. Ana turun menuju panggung melalui sebuah tangga melingkar, diiringi tepuk
tangan meriah dari orang-orang Jepang itu, yang tampak jelas mengenali dirinya
sebagian besar karena dirinyalah mereka telah melakukan perjalanan jauh dari
Tokyo, Kyoto, dan Osaka. Ana mengenakan rok merah, syal merah jambu, dan sepatu
merah menyala. Rambut hitamnya diikat membentuk ekor kuda dan dihiasi dengan
sekuntum mawar. "Ana!" Frank berbisik saat wanita itu melangkah ke atas panggung.
Aku mengangguk. "Ana Maria Maya."
"Itukah namanya?"
Aku mengangguk sekali lagi.
"Maya?" "Ssst!" Ana mulai menari. Tariannya sungguh enerjik dan lebih rumit daripada yang
kulihat minggu sebelumnya. Aku memerhatikan adanya kontras yang tajam antara
ekspresi muka yang kaku dan penuh konsentrasi dengan gerakan tangan yang
gemulai, ditambah lagi permainan jari yang elegan, yang mengingatkanku akan
sebuah tahan kuil dari India yang pernah kusaksikan di Orissa.
Acara dilanjutkan dengan tarian-tarian lain, dengan penari-penari yang lain,
tetapi Ana Maria Mayalah yang menjadi bintang terbesar malam itu. Ana menari
dengan lengan dan tangannya, kaki dan jemarinya, perut dan pinggul. Ia tampak
angkuh, ia kejam, ia menggoda, ia jinak. Analah yang paling ingin kutunjukkan
kepada Frank di Sevilla. Aku ingin menunjukkan kepadanya keanggunan anggotaanggota tubuh sang vertebrata pasca hewan yang elastis. Sang amfibi pertama
seharusnya menyaksikan ini, pikirku tahan flamenco cucu buyutnya di Sevilla
dengan menggunakan setiap anggota dari tetrapodanya, setiap otot dan tulang
belakang, setiap sinapsis yang bekerja sama dalam otak. Tetapi, para amfibi
pertama itu tidak banyak tahu ke mana mereka menuju ketika, dalam remang-remang
Devon, mereka merayap tanpa curiga melalui tumbuhan paku-pakuan dan lumutlumutan menuju kencan cinta mereka di tepi kolam-kolam dan kubangan-kubangan
besar. Yang kami saksikan adalah sebuah tahan kemenangan yang penuh kebanggaan,
angkuh dan flamboyan, dan Proto Amphibia dan Proto Amphibius memiliki alasan
yang kuat untuk ikut bergembira bagi semua berudu yang tidak lama lagi akan
memenuhi Danau Paku-Pakuan dan Kolam Ilalang, karena benih mereka tidak tertanam
dengan sia-sia. Yang kami saksikan itu bukan hanya sebuah tahan kemenangan,
melainkan juga derita kematian seorang vertebrata yang hidupnya singkat, karena
tidak lama lagi sebuah lagu yang rendah, serak, dan mendesakpun dimulai, sebuah
lagu mengenai cinta dan kematian, pengkhianatan dan penindasan.
Kemudian, datanglah waktu istirahat. Setelah mendapatkan tepuk tangan, Ana
mengikuti para pemain musiknya ke galeri atas, tetapi tepat pada saat itu, Jose
mendatangi meja tempat kami duduk. Ia menggendong seorang bayi kecil di
tangannya, dan mata Frank pun terbuka lebar karena keheranan. Bayi itu baru
berusia dua atau tiga bulan. Tanpa menyapa Jose, Frank menatap si bayi lalu ke
Jose. "Apakah dia ... anak Anda?" tanyanya. Jose mengangguk dengan bangga dan meringis.
"Ini Manuel," ujarnya, lalu ikut duduk di meja
kami. Tidak lama kemudian, Ana datang dan bergabung dengan kami.
"Senang sekali bertemu dengan Anda, Frank! Ini suatu kejutan."
Frank duduk di sana dengan wajah tanpa ekspresi.
"Berapa usianya?" Pertanyaannya ini seakan ditujukan kepada dirinya sendiri
sekaligus kepada kedua orangtua yang berbahagia itu.
"Sepuluh minggu," ujar Ana.
Ahli biologi itu mulai menghitung dengan jarinya. "Apakah kalian mengetahui hal
ini di Taveuni?" Pertanyaannya tidak terjawab karena tepat pada saat itu, seorang wanita elegan
membawa sebuah tas selempang besar memasuki ruangan dan berjalan ke arah meja
kami. Itu adalah Vera. Perutnya yang besar jelas-jelas menunjukkan kehamilan
yang hanya tinggal dua bulan lagi akan berakhir.
"Vera?" Untuk kedua kalinya hari itu, Frank menggosok-gosok kepalanya dan tampak
terperangah. Mungkin ia mengalami sebuah deja vu lain, karena bukan pertama
kalinya ia melihat Vera dengan perut membuncit.
Vera membungkukkan badan dan memberinya sebuah pelukan. Aku berkata, "Namanya
telah ada di dalam bukuku sejak aku kembali dari Fiji. Kemudian, aku
meneleponnya beberapa kali dari Madrid setelah kita berdua bertemu kemarin
siang. Menurutku, kita berlima harus bertemu. Atau kita berenam. Atau tujuh.
Baru tadi malam aku mengundangnya ke Sevilla."
Aku tahu Frank tidak pernah bertemu Vera sejak pertemuan mereka di Salamanca.
Tatapannya kini berkali-kali kembali mengarah ke perut si wanita yang tengah
hamil, dan saat ia memalingkan tatapannya dari Vera, aku dapat melihat kesedihan
yang mendalam di wajahnya. Ia berusaha keras untuk mempertahankan ketenangan
sosialnya saat menoleh kepada Vera dan menganggukkan kepala ke arah perut si
wanita. "Selamat," ujarnya lemah.
Beberapa saat kemudian, ia menoleh ke arahku dan menatap kedua mataku dengan
tatapan marah. Aku tidak dapat mengatakan dengan pasti apakah ini karena aku
telah mengundang sang ibu hamil itu ke Sevilla, atau karena aku telah
merahasiakan hal ini kepadanya.
Vera tersenyum tidak nyaman. Hal itu membuatku sedikit tidak enak karena akulah
yang menyebabkan dirinya berada di situ. Ia bahkan tidak mendapat kesempatan
untuk menjawab ucapan selamat Frank karena sang gitaris dan kedua cantaor yang
berdiri tegak itu sekali lagi turun dari galeri, berjalan melintasi ruangan itu,
dan menaiki panggung. Setelah mereka menempati posisi mereka, barulah sang ratu
flamenco sendiri berjalan ke atas panggung. Ia menuruni tangga melingkar itu bak
seorang diva ex machina. Vera duduk di antara Frank dan aku dan menatap kami berdua sebelum akhirnya
berbisik, "Kurasa, aku pernah bertemu dengan wanita itu sebelumnya."
Walaupun jelas mengalami trauma mental, Frank tidak kuasa untuk tidak tersenyum.
Ia menatap ke arahku di seberang meja, tidak diragukan lagi kami berdua teringat
betapa, secara terpisah, kami telah berkeliling Maravu sambil berusaha
mengingat-ingat di mana kami pernah melihat Ana sebelumnya.
Ia memandang Vera, dan sekarang, baru sekarang, ia berkata, "Coba pikirkan
tentang Prado." "Tentang Prado?"
"Tentang Goya, kalau begitu."
Mata Vera terbelalak. Kemudian dengan suara begitu keras sehingga aku khawatir
suaranya dapat didengar dari atas panggung, ia berkata, "La Maja Desnuda!"
Baik Frank maupun diriku mengangguk dengan bangga, seolah-olah kamilah yang
bertanggung jawab telah mereinkarnasikan model Goya yang diselubungi mitos itu.
Maka, sekarang Frank bahkan tidak perlu membawaku ke Prado.
"Ia benar-benar persis sama!" bisik Vera.
"Ssst!" ujarku, dan tahan pun dimulai kembali.
" Ketika pertunjukan itu berakhir satu setengah jam kemudian, saat itu pukul
setengah dua pagi. Kini sebuah meja panjang di bar telah dipenuhi dengan
tapas dan manzanilla. Ana dan Jose tetap tinggal di belakang sementara Frank,
Vera, dan aku mendapat kesempatan yang benar-benar dibutuhkan untuk melakukan
analisis situasi. Aku merasa bertanggung jawab atas kejadian yang telah
kudalangi ini dan juga merasa bahwa mereka mungkin membutuhkan seorang ketua.
"Sekarang janganlah merasa malu dengan kehadiran saya di sini," ujarku. "Walau
bagaimanapun, saya adalah satu-satunya orang yang mengetahui latar belakang dari
kedua belah pihak. Itu sering terjadi ketika ada dua orang dewasa yang tidak


Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Jostein Gaarder di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat berbicara kepada satu dan yang lain."
Mereka berdua sama-sama gugup, seperti anak sekolah yang digiring ke hadapan
seorang kepala sekolah yang galak. Aku tidak akan menyembunyikan kenyataan bahwa
aku sedikit menikmati situasi yang kulihat ini.
"Mungkin engkau benar mengenai hal itu," komentar Frank.
Sekali lagi ia mengangguk ke arah perut Vera.
"Hanya beberapa minggu yang lalu kita berbicara di telepon, dan itu adalah
sebuah percakapan yang sangat menyenangkan. Menurutku, alangkah baiknya jika
engkau saat itu memberitahuku bahwa engkau hamil."
Mendengar hal ini, si wanita berubah menjadi sangat serius.
"Aku terlalu pengecut," si wanita mengakui. "Aku takut."
Si lelaki melirik ke arahku sebelum sekali lagi
mengalihkan pandangannya ke si wanita.
"Kuyakin anak ini memiliki seorang ayah." "Frank ...."
"Tapi memang periode perpisahan kita telah berakhir. Maka aku baik-baik saja.
Engkau bebas untuk menikah lagi."
Si wanita menatapku kebingungan, tetapi aku tidak ingin lagi membantunya; mereka
harus bisa mengatasinya sendiri. Aku hanya mengangguk kembali ke arahnya dengan
yakin. Ia meraih tangan Frank, dan si lelaki dengan segera menariknya kembali, tetapi
mata si wanita memohon pengertian saat menatapnya. "Ini adalah anakmu, Frank."
Selama beberapa saat, rona wajah si lelaki mengingatkanku akan rona wajah Ana,
sebelum ia jatuh pingsan di atas meja sarapan di Taveuni. Kemudian, kedua
pipinya memerah dan napasnya sedikit memburu. Seakan-akan aku dapat mendengar
tekanan darahnya meningkat, dan untuk sesaat, aku khawatir ia akan menampar si
wanita. Kemudian, ia berkata dengan tegas, "Itu tidak mungkin."
Si wanita menggelengkan kepalanya.
"Apakah engkau tidak dapat menghitung?" ujarnya.
"Tapi ... kau bercanda!"
Kira-kira pada saat ini aku memanggil seorang pelayan dan memesankan segelas
brendi lagi untuk Frank. Ia perlu ditenangkan.
Kini Vera mulai menjelaskan segalanya.
"Tentunya engkau belum lupa saat kita menghabiskan malam itu bersama di
Salamanca. Engkau kan tidak menghabiskan begitu banyak anggur."
Si lelaki menoleh ke arahku. "Apakah engkau benar-benar ingin mendengarkan semua
ini?" "Ya," hanya itu yang kuucapkan.
Si wanita melanjutkan, "Tidak, aku tidak berani memberitahumu, Frank. Kita telah
membuat sebuah janji tulus untuk tidak bersama lagi. Dan kemudian kita menyadari
bahwa kita berdiri mematung di depan pintu kamar hotelku. Pilihannya adalah
engkau pergi ke kamarmu sendiri atau masuk bersamaku. Engkau masih ingat" Kita
benar-benar setuju bahwa apa yang kita namakan sebagai selingan ini tidak akan
menjadi sebuah awal dari sebuah penyatuan kembali. Karena kita sudah benar-benar
berpisah." "Setidaknya itulah yang kita katakan," Frank mengakui.
"Kemudian, aku meyakinkanmu bahwa tidak akan ada masalah dengan kontrasepsi
malam itu. Bagiku, saat itu adalah salah satu hari teraman dalam bulan itu.
Ketika, entah bagaimana, aku menjadi hamil, aku pun langsung memikirkan Sonja.
Aku menginginkan bayi ini, aku yakin akan hal itu. Aku siap untuk menjadi
seorang ibu tunggal, dan tentu saja aku akan memberitahumu segera setelah
kelahiran. Tetapi, aku harus menunggu, masih ada kemungkinan sesuatu yang salah
terjadi, maksudku ... Tadinya aku akan membiarkanmu memutuskan berapa banyak
kontak yang kau inginkan dengan anak ini. Aku sungguh-sungguh bermaksud
demikian." Frank tidak berusaha menyembunyikan ta ngisnya. "Lanjutkanlah," ujarnya.
"Kemudian, seorang bernama John Spooke menelepon dan berkata bahwa ia pernah
bertemu denganmu di Fiji dan bahwa tanpa disangka-sangka ia telah bertemu
denganmu lagi di Madrid. Ia berkata bahwa engkau mungkin akan menghabiskan akhir
minggu ini di Sevilla, dan ia pun mengundangku kemari untuk menghadiri apa yang
ia sebut sebagai 'pertunjukan flamenco terbesar abad ini'. Dan ia tidak melebihlebihkan, wanita itu sungguh luar biasa. Kupikir, mungkin ini akan memberiku
kesempatan untuk menjelaskan segalanya. Itu terjadi kemarin sore, tetapi
kemudian ia menelepon lagi di tengah malam, hanya untuk memberitahukan bahwa
engkau pasti akan datang ke Sevilla. Ia telah memesan sebuah tiket pesawat yang
dapat kuambil di Bandara Barcelona. Ia juga mengatakan bahwa menurutnya engkau
masih mencintaiku. Kemudian, ia memarahiku atas tingkah laku kita berdua setelah
kecelakaan itu di Oslo."
Karena si lelaki tidak langsung menjawab, Vera pun berkata, "Dapatkah engkau
memaafkanku, Frank" Kehamilanku ini tidak memiliki ikatan apa pun, tidak dengan
dirimu. Tetapi, dapatkah engkau memaafkanku?"
"Berapa lama engkau akan tinggal di sini?" tanya si lelaki.
"Aku tidak tahu. Tiket pulangku untuk hari Minggu pukul setengah empat. Dan
kau?" "Aku tidak tahu. Hingga Senin mungkin."
Ternyata mereka masih membutuhkan seorang perantara.
"Kalian berdua harus tinggal di sini tepat untuk jangka waktu yang sama, dan
kemudian kalian harus memutuskan apakah kalian akan kembali ke Oslo atau
Barcelona. Jika tidak, saya ingin seluruh biaya yang saya keluarkan
dikembalikan." Kami tidak dapat membahasnya lebih lanjut karena tepat pada saat itu, kami
dipanggil untuk mendatangi meja besar yang dipenuhi dengan piring dan gelas,
tapas dan manzanilla. Namun, aku melihat Frank meletakkan telapak tangan
kanannya di atas perut Vera yang bulat dan si wanita pun meletakkan tangannya di
atas tangan si lelaki. Hal ini mengingatkanku akan sesuatu yang dikatakan Ana di dalam mobil yang
berjalan dari dateline menuju Maravu, menurut surat Frank: "Dalam kegelapan
perut yang membesar, selalu ada beberapa juta kepompong kesadaran dunia baru
yang berenang-renang. Para peri yang tak berdaya itu ditekan keluar satu demi
satu setelah mereka matang dan siap untuk bernapas. Setelah itu, mereka tidak
dapat menerima makanan apa pun selain susu peri manis yang mengalir dari
sepasang kuncup lembut daging-peri."
Sebuah pemikiran lain muncul di benakku. Ketika kami semua duduk-duduk di
pepohonan palem di Maravu dan semua orang mengutarakan keyakinan mereka, Ana
mengungkapkan keyakinannya akan adanya sebuah realitas di balik realitas ini.
"Mungkin kita akan bertemu kembali di sebuah
tempat lain dan teringat bahwa ini hanyalah sebuah mimpi," ujarnya. Jadi,
mungkin aku bisa dibenarkan untuk memanfaatkan kebebasan menulis dengan
membiarkan Frank mengubah sedikit pernyataannya itu di dalam surat panjangnya
untuk Vera. Karena sekarang kami semua berkumpul di sini, dan Ana belum
meninggal. Kami minum banyak manzanilla malam itu dan menghidupkan kembali banyak memori
akan Fiji. Di antara kami ada seseorang yang tidak hadir di sana, yaitu Vera,
dan ia ingin mendengar segalanya dari semua orang. Ia sangat terhibur ketika
kami menjelaskan tentang Bill dan Laura, tetapi aku menahan diri untuk tidak
menceritakan kepadanya bahwa Frank dan Laura pergi ke pondok Frank dengan
sebotol anggur yang mereka ambil dari pesta.
Ana dan Jose mengunjungi Taveuni untuk membuat sebuah film dokumenter mengenai
abad ke-21, dan salah satu klipnya direkam pada dateline di pulau itu. Program
itu telah lama dibuat dan disiarkan, dan Jose memberikan satu buah kopi kepada
Frank. Dengan bangga, Ana menambahkan bahwa serial mengenai Fiji tersebut
mengikutsertakan sebuah wawancara pendek dengan Frank. Ia membicarakan
keanekaragaman hayati dan ancaman terhadap habitat-habitat tradisional di
Oseania. Aku dan Frank menjelaskan bahwa kami berdua sama-sama memiliki suatu perasaan
kuat bahwa kami pernah melihat Ana sebelum bertemu dengannya di Taveuni.
"Oh, tidak, jangan!" Ana tertawa.
Ia menyembunyikan wajahnya di balik kedua tangannya dan berkata, "Anda pasti
tidak tahu betapa sering orang-orang mengatakan hal itu kepadaku."
Aku menjelaskan bagaimana aku mengakses internet dan hanya dalam beberapa menit
menemukan beberapa gambar maja milik Goya yang begitu jernih. Aku juga menggali
beberapa materi mengenai bailaora terkenal Ana Maria Maya.
"Kemudian, Anda meletakkan jari Anda di dahi Ana dan secara tidak langsung
mengumumkan bahwa Anda telah menemukan sebuah artikel internet mengenai
dirinya," komentar Jose. "Saya menghubungkan sikap Anda ini dengan komentar Anda
berdua kemudian yang cukup berlebihan bahwa Anda pernah melihat dirinya
sebelumnya, dan saya tahu betapa Ana sangat tidak suka dikenali, baik sebagai
bailaora dari Sevilla maupun sebagai maja milik Goya. Saya rasa, Anda bahkan
sudah mulai mendeskripsikan Ana sebagai sebuah 'karya agung'" Tapi, kita kan
tengah berada di Fiji, di Fiji, demi Tuhan! Bahkan internet pun dapat
disalahgunakan." "Apakah saat itu kalian tahu bahwa Ana hamil?" Frank bertanya lagi.
Mereka berdua menggelengkan kepala.
"Tetapi, mungkin itulah mengapa Anda pingsan di meja sarapan?"
Joselah yang memberi jawaban.
"Benar, kami menyadari hal itu setelahnya. Saya begitu ketakutan ketika ia
mendapatkan serangan itu. Saya pikir, Ana terkena syok anaphylactic
karena ia memang selalu alergi terhadap gigitan serangga. Saat itu memang saya
tidak berpikir terlalu rasional, tetapi saya rasa sebuah tamparan keras mungkin
dapat mengalirkan adrenalinnya."
Maka, percakapan pun mengalir ke sana-kemari, dan botol-botol di atas meja
terus-menerus ditambah. Frank bahkan didenda karena mengintip Ana melalui selasela jarinya ketika Ana tengah berenang di Air Terjun Bouma.
"Saat itulah saya menyadari bahwa hanya wajah Andalah yang saya kenali," ia
menyatakan. "Sehari-hari saya bukanlah seorang tukang intip."
Ana tertawa. "Saya menjadi bertambah mirip maja milik Goya beberapa minggu kemudian."
Pesta itu berakhir sekitar pukul empat pagi, dan aku harus mengantarkan Frank
dan Vera kembali melalui ganggang sempit menuju Hotel Dona Maria. Ketika kami
bertemu dengan penjaga malam hotel, ia memberitahukan bahwa tidak seorang pun
muncul untuk mengklaim kamar ketiga yang telah aku pesan. Frank dan Vera saling
berpandangan selama beberapa saat; mungkin mereka berpikir bahwa mereka pernah
menghadapi masalah serupa di luar sebuah kamar hotel di Salamanca tiga perempat
masa kehamilan yang lalu. Kemudian tawa mereka pun meledak.
"Kurasa, kamarnya cukup untuk kita semua," ujarku. "Tetapi, mungkin kalian dapat
mencarikan seorang istri untuk saya?"
Hal terakhir yang kuucapkan kepada Frank dan
Vera sebelum kami pergi tidur adalah bahwa aku memiliki sebuah kartu pos
bergambar pemandangan La Sagrada Familia yang telah kumal di atas mejaku di
rumah di Croydon, dan bahwa aku harus ingat untuk mengembalikannya pada suatu
hari. Matahari telah tinggi di atas kota itu ketika kami berangkat untuk melakukan
perjalanan panjang pagi itu sebagai satu keluarga besar. Ana dan Jose menemui
kami di Dona Maria dengan Manuel di dalam sebuah kereta bayi bergaris-garis
merah dan hitam, dan dengan segera kami berjalan melintasi Plaza Virgen de los
Reyes, melalui Archivo de Indias ke Puerta Jerez, dan terus ke Paseo de las
Delicias yang mengikuti Guadalquivir. Kemudian, kami memasuki Taman Maria Luisa,
oasis hijau terbesar di antara banyak taman yang dimiliki Sevilla. Pada awalnya
taman itu disumbangkan kepada kota itu oleh Putri Maria Luisa pada 1893 dan di
kemudian hari menjadi lokasi pameran besar Ibero Amerika pada 1929. Dengan
jalan-jalan setapaknya yang bagai labirin, rumah-rumah musim panas dan paviliun,
gua-gua kecil dan bukit-bukit buatan, bunga-bunga dan semak-semak, pepohonan
yang teduh dan pohon-pohon yang tak terhitung banyaknya, Maria Luisa kini adalah
salah satu taman paling rimbun di Eropa.
Dari paviliun-paviliun yang ada, sebuah paviliun Meksiko yang terinspirasi oleh
Maya menarik perhatian kami. Jose menjelaskan bahwa paviliun itu
telah digunakan sebagai klinik bersalin setelah Pameran Dunia, dan sang ibu muda
dan sang calon ibu mendengarkan fakta itu dengan penuh perhatian. Frank
berkomentar bahwa "maya" adalah kata yang digunakan baik oleh kaum Indian
Amerika maupun India di Asia, walaupun tentu saja tidak ada hubungan linguistik
sedikit pun. Jose mengatakan bahwa pernyataan Frank cukup tidak berperasaan dan
menjawab bahwa kata dalam bahasa Spanyol "flamenco" juga berarti flamingo, tanpa
ada hubungan etimologi sedikit pun. Ana dan Jose menceritakan ziarah yang pernah
mereka lakukan ke Saintes Mariesdela Mer. Di sana Ana menari flamenco dalam
sebuah konvensi besar para gipsi dari seluruh Eropa. Di Carmargue, mereka juga
berhasil melihat flamingo-flamingo dari delta Rhone.
Kami berjalan menuju Plaza de America di depan Museum Arkeologi. Seluruh tempat
itu dipenuhi burung merpati putih, dan Ana membawa sekantung biji-bijian untuk
makanan burung. Dengan segera ia pun hilang di tengah awan putih keturunan para
dinosaurus yang sibuk mengepak-ngepakkan sayap, dan sekali lagi Frank
menyinggung tentang foto burung merpati berdada Jingga yang berhasil diambil
oleh Laura. Dari Plaza de America, kami pun memasuki taman itu sendiri. Ana dan Jose
bergantian mendorong kereta bayi mereka, sementara Frank dan Vera menunjukkan
lebih banyak perhatian terhadap satu sama lain. Namun, mereka sama-sama tak
menyadarinya karena Frank selalu menatap Vera ketika si
wanita tengah memalingkan muka, dan Vera hampir selalu mencuri pandang ke arah
si lelaki saat gilirannya untuk mengintip ke dalam kereta bayi atau berpaling
kepada Ana dan Jose. Satu-satunya yang mereka hindari adalah saling menatap ke
dalam mata masing-masing.
Akulah yang meminta Ana dan Jose untuk menceritakan sedikit mengenai asal mula
flamenco di Andalusia. Mereka menjelaskan tentang El Planets dan sang aficionado
terkenal Serafin Esteba-nez Calderon, yang mendapat nama panggilan El Solitario,
"Si Penyendiri". Dalam buku Andalucian Stories yang ditulis pada pertengahan
abad yang lalu, ia memberikan banyak gambaran yang sangat hidup mengenai
lingkungan flamenco di Sevilla pada masa itu, dan tidak hanya dalam kisah Un
baiie en Triana, atau "Sebuah Perayaan di Triana". El Solitario memang layak
disebut sebagai flamencologis yang pertama.
"El Planeta dan El Solitario?" ulang Frank.
Ana mengangguk penuh arti, tetapi Frank terbukti pandai mengenali adanya suatu
hubungan. "Mengingatkanku akan Laura," ujarnya. "Ia selalu membaca buku Lonely Planet."
"Mengagumkan," Jose mengakui, karena ia pun dapat menemukan hubungan itu.
Kami berdiri sambil menatap sebuah papan pengumuman yang memuat daftar semua
burung penghuni taman itu, dan kurasa di tempat inilah Frank menyinggung tentang
orang kerdil aneh yang kami lihat di Taman Alcazar.
Ana meringis. "Ia memang tinggal di sana," ujarnya.
"Tinggal di sana?" "Ya, setidaknya itulah yang dikatakan orang-orang. Ia
berjalan-jalan mengelilingi taman dan mengambil foto-foto Polaroid para turis,
kemudian menjual foto-foto itu dengan harga mahal di pintu keluar. Kata mereka,
ia tinggal di Galeria del Grutesco. Ia telah beroperasi di taman itu selama yang
dapat kuingat dan tidak ada yang tahu berapa usianya."
Kami masuk ke Plaza de Espana yang dibangun untuk pameran besar Ibero-Amerika.
Plaza berbentuk bulan sabit ini dikelilingi kanal-kanal dengan jembatan-jembatan
yang terinspirasi dari Venesia dan sebuah istana bulan sabit yang dibangun untuk
menyimpan hasil industri dan kerajinan tangan Spanyol pada saat Pameran Dunia.
Gedung yang megah ini, yang menghadap matahari dan Guadalquivir, terpisahkan
dari plaza oleh empat buah barisan tiang, yang masing-masing memiliki tiga belas
pilar ganda. Kami melintasi salah satu jembatan itu, dan Ana dan Jose membawa kami mendekati
barisan tiang di sebelah kiri. Mereka menunjukkan bahwa di bawah pagar pembatas
terdapat mozaik keramik rumit yang menggambarkan kejadian-kejadian sejarah
paling penting di setiap provinsi di Spanyol lengkap dengan peta dan lambang
provinsi itu. Jose memberi tahu kami bahwa Spanyol memiliki lima puluh provinsi
ditambah dua buah kota otonomi Spanyol, Ceuta dan Melilla di Moroko.
"Jadi, ada lima puluh dua," ujar Frank. "Sama dengan jumlah kursi di Dewan
Perwakilan Rakyat Fiji."
Permainan mencari hubungan yang dilakukan Frank dan Jose ini telah berubah
menjadi semacam kompetisi, dan Jose pun menjawab:
"Atau jumlah kartu dalam satu set. Kami me-ngalahkanmu tanpa ampun."
Aku memiliki alasan untuk merasa bahwa segala perbincangan mengenai maya dan
kini angka lima puluh dua ini benar-benar menghibur. Dan kurasa, aku mengalahkan
mereka semua ketika mengatakan: "Atau dalam penanggalan Maya kuno. Tahun
astronomi memiliki 365 hari, tetapi mereka juga memiliki tahun ritual yang
berlangsung selama 260 hari. Maka, agar angka-angkanya cocok, penanggalan mereka
memiliki siklus lima puluh dua tahun."
Ana menatapku, dan sekali lagi aku merasa seolah-olah melakukan kontak mata
dengan maja milik Goya.

Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Jostein Gaarder di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Anda bercanda, kan?" ujarnya.
Tetapi, aku menggelengkan kepala.
"Lima puluh dua tahun astronomi sama dengan 18.980 hari, dan jika membaginya
dengan 260 hari penanggalan festival, Anda akan mendapatkan tujuh puluh tiga
tahun ritual. Dua ratus enam puluh hari itu juga dibagi menjadi tiga belas
bulan." Kini, saat kami tengah membicarakan penanggalan dan perhitungan waktu, dan
karena aku masih memegang kendali pembicaraan, aku pun melanjutkan, "Kalian
ingat bagaimana orang-orang telah mulai merencanakan milenium yang baru di
Fiji?" "Itulah mengapa kami pergi ke sana," Jose berkomentar. "Selain Antartika dan
sepetak kecil Siberia, Fiji adalah satu-satunya potongan daratan yang terbagi
dua oleh garis bujur 180?. Tempat itu adalah satu-satunya tempat di Bumi yang di
sana Anda dapat menyeberang dari satu hari ke hari lain tanpa harus mengenakan
sepatu salju." Aku mengangguk sabar. "Tetapi, apakah Anda sudah mendengar kabar terakhir?"
Jose menggelengkan kepalanya, dan aku berkata, "Karena adanya kerumitan dalam
dateline, waktu musim panas, dan waktu terbit matahari, telah timbul kompetisi
yang sengit antara beberapa pulau di Pasifik mengenai siapa yang akan menjadi
yang pertama memasuki tahun 2000. Sesungguhnya, hanya Taveuni dan beberapa pulau
di Fiji lainnya yang benar-benar terletak pada garis bujur 180?. Namun, hanya
demi mengalahkan Tonga dan Pulau Little Pitt yang sangat kecil, sejak tahun ini
untuk pertama kalinya mereka memajukan waktu mereka satu jam. Tetapi tidak hanya
itu ...." "Ayo, lanjutkanlah!" ujar Frank. "Kuharap, Anda tidak akan mengatakan bahwa
mereka telah membangun sebuah hotel mewah di dateline?"
"Tidak, tidak juga. Tetapi, mereka akan mendirikan sebuah 'Monumen Milenium'
pada garis bujur 180? tepat di tempat Ana mewawancarai Frank mengenai spesies
hewan yang terancam di Oseania. Siapa pun yang ingin, dapat memasukkan sebuah
kapsul waktu di dalamnya, yang tidak akan dibuka selama seribu tahun. Anda dapat
menuliskan sambutan untuk milenium keempat dan meletakkannya di dalam sebuah
wadah yang terbuat dari gelas. Wadah tersebut dimasukkan ke sebuah rongga di
dalam batu bata. Rongga itu kemudian ditutup dan batu bata itu dipakai untuk
menyusun monumen tersebut. Satu kapsul waktu hanya berharga lima ratus dolar,
dan ada sebuah organisasi yang akan menjaga monumen itu selama seribu tahun
mendatang. Mereka juga menjamin bahwa kapsul-kapsul waktu itu akan dibuka dengan
sebuah upacara yang layak pada hari Tahun Baru, tahun 3000."
"Saya tidak tahu apakah ada sesuatu yang ingin saya sampaikan melalui kapsul
waktu itu," ujar Jose. "Saat itu masih lama sekali. Bagaimana dengan Anda?"
"Saya merencanakan untuk menyimpan sebuah manifesto dari abad ke-20," ujarku.
"Sebuah manifesto?" tanya Jose. "Sebuah pernyataan politik?"
Aku menggelengkan kepala.
"Saya telah menyusun semacam abstraksi dari konferensi tropis yang kita
laksanakan di Maravu Plantation Resort. Tidakkah Anda semua berpikir bahwa kita
berutang kepada Fiji untuk meninggalkan sebuah resume singkat?" Mereka tertawa.
Ana menjelaskan bahwa provinsi-provinsi di Spanyol dipertunjukkan secara
berurutan dari Alava hingga Zaragoza, dan sementara kami semakin
mendekati barisan tiang-tiang itu, ia menunjuk ke arah pagar dan mulai
menyebutkan: "Alava, Alba-cete, Alicante, Almeria, Avila
Kalimatnya terputus oleh Vera.
"Saya dilahirkan di Almeria!" teriaknya, "di sebuah kota kecil bernama Vera.
Itulah mengapa saya dinamai sesuai dengan kota itu."
Kemudian ia bergegas mendekati peta Almeria dan menunjuk ke arah kota yang
bernama Vera. Sementara kami berdiri di hadapan potongan yang menceritakan Alava, Ana menatap
ke arah Jose dan berkata, "Bolehkah aku memberi tahu mereka sebuah rahasia?"
Kami masih ingat betapa Jose terus-menerus mencegah Ana menjawab beberapa
pertanyaan kami di Taveuni. Kini yang ia lakukan hanya mengangkat bahu sebagai
tanda bahwa si wanita tidak perlu lagi membungkam.
"Kami berjalan-jalan ke sini hampir setiap Minggu," ujar si wanita. "Dan, selama
bertahun-tahun, kami menciptakan cerita-cerita pendek bagi setiap provinsi di
Spanyol. Ketika bepergian, kami mencoba mengingat-ingat semua cerita itu dalam
urutan yang tepat. Atau kami akan menciptakan cerita yang sama sekali baru."
Frank dan aku saling bertatapan penuh arti. Bahkan gumaman kedua orang Spanyol
yang tanpa henti itu akhirnya mendapatkan penjelasan. Aku masih tidak dapat
mengerti apa yang mereka katakan, tentu saja, itu adalah satu alasan yang sangat
bagus mengapa aku membutuhkan Frank sebagai
seorang penerjemah dan perantara, ini adalah sebuah fungsi yang untungnya masih
tidak ia sadari. Kami mulai berjalan perlahan melalui provinsi-provinsi di Spanyol. Ana dan Jose
menunjuk ke arah mozaik-mozaik tersebut dan menceritakan dongeng pendek,
legenda, atau anekdot dari setiap provinsi.
Kini Frank dan Vera mulai bergantian mendorong kereta bayi Manuel. Aku
merenungkan bahwa jika saja bukan karena meteor yang menabrak Bumi enam puluh
lima juta tahun yang lalu, mereka mungkin akan mendorong sebuah kereta telur
sekarang, karena dinosaurus pun pada akhirnya akan menciptakan roda.
Saat kami tiba di Zamora tepat di sisi plaza yang berlawanan, mereka berdua
mendorong kereta itu. Namun, barulah saat kami berdiri di hadapan Zaragoza dan
Jose menceritakan katedral Nuestra Senora del Pilar yang cantik dengan lukisanlukisan dinding karya Goya, mereka mengambil keputusan. Saat mengembalikan
kereta bayi itu kepada Ana, mereka bergandengan tangan dan menatap dengan yakin
ke dalam mata masing-masing. Kini setengah dari lingkaran telah sempurna.
Setengah sisanya adalah surat Frank untuk Vera. Bukan niatku untuk menyatukan
kedua potong setengah lingkaran itu agar menjadi utuh. Aku tidak menyangka akan
bertemu Frank di Rotunda di Hotel Palace. Begitu terjadi, hal itu menimbulkan
banyak sekali sakit kepala bagiku, tetapi juga memberiku banyak ide baru.
Jose menanyakan kepadaku bagaimana kemajuanku dengan buku yang baru mulai kubuat
cata - tannya saat kami bertemu di Fiji, dan sekali lagi aku mengangkat jariku ke bibir
dan menyatakan bahwa aku tidak pernah membicarakan apa yang sedang kukerjakan.
"Saya hanya bertanya bagaimana kemajuannya," Jose mengulangi.
Kini, dengan semua tatapan mengarah kepadaku, aku menyadari betapa tidak masuk
akal, sementara mereka semua telah saling terbuka, aku adalah satu-satunya orang
yang belum menambahkan informasi baru apa pun sejak pertemuan terakhir kami.
Vang lain bahkan telah berhasil menghasilkan dua penduduk baru dunia.
"Buku itu adalah sebuah kisah nyata, yang juga merupakan karya fiksi. Tetapi,
saya tidak tahu yang mana dari keduanya yang lebih mengagumkan. Mungkin itu
karena, dapat dikatakan, keduanya saling tergantung. Mereka bagaikan ayam dan
telur. Tanpa adanya kisah nyata, kisah yang fiksi tidak akan mungkin muncul, dan
tanpa ada kisah yang dikarang, kisah yang nyata tidak akan mungkin terpikirkan.
Juga, tidak mungkin mengatakan di mana awal dan akhir kedua kisah itu. Tidak
hanya permulaannya yang menentukan akhirnya. Akhirnya juga menentukan
permulaannya. Ini sudah pernah kita bicarakan sebelumnya. Tepuk tangan bagi Big
Bang baru terdengar lima belas miliar tahun setelah ledakan itu terjadi."
"Tetapi mengenai apakah kedua kisah tersebut?" Vera ingin tahu.
Aku berpikir keras. "Keduanya mengenai vertebrata." Mata Frank terbelalak. "Vertebrata?" Aku
mengangguk. "Keduanya mengenai sinapsis-sinapsis saraf, dan terutama kuntum terakhir pada
ranting itu. Yang saya maksud adalah primata-primata pasca-hewan. Saya adalah
salah satu dari makhluk luar biasa itu, dan saya telah hidup hingga enam puluh
lima tahun. Maka, sungguh aneh pemikiran bahwa saya diturunkan dari seekor hewan
kecil mirip tikus yang hidup di sini enam puluh lima juta tahun yang lalu atau,
sekalian saja, dari seekor amfibi yang hidup di sini 365 juta tahun yang lalu.
Baiklah, itu bagus! Tetapi, mungkin saja kita baru mencapai tahap kepompong."
Dan kemudian aku menunduk, pertama-tama ke arah kereta bayi yang berisi Manuel,
dan kemudian ke perut Vera.
"Lomba estafet garis keturunan yang sangat besar ini masih belum selesai.
Pengejaran itu akan berlanjut, kawan-kawan, ia akan menjauhkan diri dari kita
dan akan terus berjalan. Tetapi, ke manakah perjalanan panjang ini membawa kita,
masih sangat terlalu dini untuk mengatakannya."
Ana mengangguk tanpa berkata-kata, dan aku mendapatkan perasaan bahwa ia tidak
akan bergegas membaca bukuku jika telah diterbitkan. Tetapi, itu tidak mengapa.
Surat Frank untuk Vera disertai dengan empat kelompok foto dari Taveuni, masingmasing berisi tiga belas foto. Di balik setiap foto, Ana telah menuliskan manifesto yang
selama ini mereka deklamasikan sambil berkeliling. Sementara kami berjalan dari
satu sisi Plaza de Espana ke sisi yang lain dan dari Alava ke Zaragoza aku
berusaha mengutip apa yang kuingat dari manifesto itu kepada diriku sendiri;
satu ungkapan untuk setiap provinsi di Spanyol. Terpikir olehku bahwa Jose harus
ingat untuk memberi tahu bahwa manifesto itu ditulis untuk dibagi di antara dua
pasangan hidup, karena segala perspektif yang diungkapnya hampir tidak mungkin
dipikul siapa pun yang tidak memiliki seseorang sebagai tempatnya bersandar.
Frank tidak lagi begitu berduka seperti saat kami berbicara di pepohonan palem
di Maravu Plantation Resort. Aku membayangkan mungkin sekarang ia merasa sedikit
lebih mudah untuk menerima bayangan tentang keabadian yang hilang. Setidaknya ia
sudah tidak sendirian lagi menghadapi malam kosmik. Kini ia memiliki seseorang
untuk menjalani jalan yang melelahkan itu bersamanya. Ia memang masih seorang
malaikat yang menderita, tetapi keharusan telah mengajarkan malaikat tak
bersayap untuk mencinta. Di Plaza de Espana kami pun berpisah. Ana dan Jose pulang bersama Manuel,
sementara Frank dan Vera mengaku bahwa mereka memerlukan sisa akhir minggu di
Sevilla itu untuk berdua saja.
Maka, sekali lagi aku menemukan diriku sendirian saja. Aku merasakan adanya
suatu ikatan dengan setiap kawan mudaku itu, sebuah ikatan yang
jauh lebih besar daripada yang dapat mereka ketahui.
Sebelum menaiki kereta AVE untuk kembali ke Madrid dan kemudian pulang dengan
pesawat ke Gatwick, aku berjalan-jalan di tepi Guadalquivir, menyeberang di
Puente San Telmo, dan tiba-tiba menemukan diriku telah berdiri di hadapan Gereja
Santa Ana di Triana. Pintu-pintu gereja itu terbuka, dan tiba-tiba, akulah yang
merasa mengalami deja vu yang kuat.
Saat aku berdiri di tengah lapangan di hadapan gereja lokal berwarna kuning tua
itu, sekelompok orang berpakaian hitam perlahan mulai berkumpul. Aku menduga
bahwa sebuah misa berkabung akan berlangsung, dan ketika mereka mulai berbaris
memasuki gereja itu, aku pun mengikuti mereka. Aku tidak banyak mengerti apa
yang dikatakan sang pendeta, tetapi jelas bahwa sang almarhumah adalah seorang
wanita muda karena aku dapat dengan jelas menemukan orangtua dan suaminya.
Tanpa berkata-kata, selama sang pendeta melaksanakan tugasnya, aku mulai
bertanya-tanya kepada diriku sendiri siapakah wanita yang telah direnggut
nyawanya ini, mengapa ia telah dipanggil dan apakah mungkin hal itu adalah
akibat kesalahanku. Saat kami berdiri dan meninggalkan gereja itu, aku melihat si orang kerdil dari
Taman Alcazar. Saat aku melewati pintu gereja, ia mengangkat kepalanya ke arahku
dan mengedipkan mata. Mungkin ia mengenaliku, pikirku, dan walaupun aku tidak
ingat pasti apakah aku membalas kedipan matanya, jelas ia memanggilku dengan
jarinya dan menarikku ke samping dari tengah kerumunan massa. Ia memasukkan
tangannya ke saku dalam mantelnya, mencari-cari di antara setumpuk kecil foto
berwarna, dan kemudian menyodorkan sebuah foto kepadaku. Itu adalah foto diriku
yang tengah duduk di lapangan di depan Puerta de Marchena di Taman Alcazar. Aku
merogoh-rogoh ke dalam kantongku dengan kalut untuk mencari uang kecil, tetapi
orang kerdil itu menolak dengan "De nada, de nada!" Aku berterima kasih sebesarbesarnya, tetapi sebelum aku dapat memerhatikan dirinya dengan baik, ia dan
orang-orang yang lain telah pergi.
Aku berdiri untuk waktu yang lama di lapangan di depan Gereja Santa Ana, sambil
menatap fotoku. Aku hanya melihat apa yang telah kuketahui dan apa yang selama
ini selalu kuketahui. Aku melihat seorang primata yang berduka, dan aku tidak
dapat menemukan kedamaian dalam tatapan tak terhibur yang balik menatapku di
foto itu. Maka, akhirnya aku menyadari bahwa novel yang mulai kutulis ini
sesungguhnya bukanlah mengenai Frank dan Vera maupun Ana dan Jose. Ini adalah
mengenai Sheila dan solitairenya. Dan mengenai diriku.
Hampir dipicu oleh naluri, aku membalikkan foto yang baru saja diberikan
kepadaku itu dan di baliknya, sang orang kerdil telah menuliskan sesuatu dengan
tinta merah. Di situ terbaca: Manusia
mungkin adalah satu-satunya makhluk hidup di seluruh alam semesta yang memiliki
kesadaran akan alam semesta. Maka, melindungi lingkungan hidup di planet ini
bukanlah hanya sebuah tanggung jawab global, melainkan merupakan tanggung jawab
kosmos. Suatu hari, gelap gulita mungkin akan menutupi lagi samudra raya. Dan
sekali ini, Roh Tuhan tidak melayang-layang di atas permukaan air. []
*1 - Ada sebuah dunia. Dari segi probabilitas, hal ini nyaris mustahil. Akan jauh
lebih mungkin jika, seO cara kebetulan, tidak ada apa pun. Dengan begitu,
setidaknya tak ada satu orang pun yang akan menanyakan mengapa tidak ada apa
pun. Bagi seorang pengamat yang netral, dunia ini tidak hanya bagaikan sebuah
fenomena nyaris mustahil yang hanya bisa terjadi sekali. Dunia ini juga
senantiasa merupakan sebuah beban bagi akal sehat. Jika memang akal sehat itu
ada, maksudku akal sehat yang netral. Itulah suara dari dalam batin. Itulah yang
disuarakan Joker. *3. * 5. Di sini dan sekarang, suara itu telah diucapkan keturunan para amfibi.
Dilontarkan oleh keponakan para kadal darat dalam hutan aspal. Pertanyaan yang
diajukan keturunan para vertebrata berbulu itu adalah apakah ada alasan di balik
kepompong tak tahu malu ini yang tumbuh dan tumbuh ke segala arah.
* 4. Seseorang bertanya: Seberapa besarkah kemungkinan sesuatu tercipta dari
ketiadaan" Atau tentu saja sebaliknya: berapa besarkah kemungkinan sesuatu ada
untuk selamanya" Dan apakah bahkan mungkin untuk menghitung kemungkinan suatu
materi kosmos menyeka tidur berabad-abad dari matanya suatu pagi dan tiba-tiba
terjaga, menyadari dirinya sendiri"
Jika tuhan memang ada, tidak hanya ia ulung meninggalkan jejak. Lebih dari
segalanya, ia ahli menyembunyikan diri. Dan dunia bukanlah sesuatu yang pandai
bercerita. Langit masih menjaga rahasia mereka. Tidak banyak desas-desus yang
beredar di antara bintang-bintang. Tetapi, belum ada seorang pun yang melupakan
Big Bang. Sejak saat itu, keheningan meraja, dan semua yang ada di sana pun
bergerak menghindar. Kita masih bisa bertemu dengan sebuah bulan. Atau sebuah
komet. Tetapi, jangan mengharapkan sambutan hangat. Undangan berkunjung tidak
ditulis di angkasa luar. Pada awalnya terjadilah Big Bang, dan hal itu telah lama sekali terjadi. Ini
hanyalah sebuah pengingat akan adanya pertunjukan tambahan malam ini. Anda masih
dapat membeli karcis. Singkatnya, pertunjukan tambahan itu berfokus pada
menciptakan pemirsanya sendiri. Walau bagaimanapun, tanpa adanya pemirsa yang
memberi tepuk tangan, tidaklah masuk akal untuk menyebut acara tersebut sebagai
sebuah pertunjukan. Masih ada tempat duduk yang tersisa.
+ 7. * 9- *10. Sama sekali tidak aneh bahwa Sang Pencipta beristirahat setelah membentuk
manusia dari debu dan meniupkan kehidupan ke dalam lubang hidungnya, sehingga
menjadikannya makhluk hidup. Yang mengejutkan dari kejadian itu adalah Adam yang
sama sekali tidak keheranan.
Siapakah yang dapat menikmati pertunjukan kembang api kosmos jika bangku-bangku
penonton di langit hanya dipenuhi es dan api" Siapakah yang bisa menduga bahwa
amfibi pemberani pertama tidak hanya merangkak satu langkah kecil ke pantai,
tetapi juga melakukan satu lompatan raksasa di atas jalan panjang yang
mengantarkan primata dapat memandangi panorama evolusi mereka yang membanggakan
dari awal jalan yang sama itu" Tepuk tangan bagi Big Bang baru terdengar lima
belas miliar tahun setelah ledakan itu terjadi.
Tidak bisa disangkal, menciptakan dunia seisinya adalah sebuah prestasi yang
patut dikagumi. Walaupun tentu dunia yang mampu menciptakan dirinya sendiri
pantas mendapatkan penghargaan lebih besar. Dan sebaliknya: pengalaman menjadi
sesuatu yang diciptakan tidak ada artinya dibandingkan perasaan yang meluap-luap
karena telah menciptakan diri sendiri dari kehampaan dan berdiri tegak dengan
kedua kakinya. Joker merasakan dirinya tumbuh, ia merasakannya pada lengan dan kakinya, ia
merasa dirinya bukanlah sesuatu yang hanya ia bayangkan. Ia merasakan mulut
manusianya menumbuhkan email dan gading. Ia merasakan ringannya tulang-tulang
iga primata di bawah gaun tidurnya, merasakan denyutan teratur yang berdetak dan
berdetak, memompa cairan hangat ke dalam tubuhnya sekarang.


Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Jostein Gaarder di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

+ 11. 4> 13. Kita melahirkan dan dilahirkan oleh sebuah jiwa yang tak kita kenal. Ketika
teka-teki itu berdiri pada kedua kakinya tanpa dapat terpecahkan, itulah giliran
kita. Ketika impian mencubit lengannya sendiri tanpa terbangun, itulah kita.
Karena kita adalah teka-teki yang tak teterka siapa pun. Kita adalah dongeng
yang terperangkap dalam khayalannya sendiri. Kita adalah apa yang terus berjalan
tanpa pernah tiba pada pengertian.
Joker berjalan di antara para peri dalam penyamaran primata. Ia memerhatikan
sepasang tangan yang ganjil, mengusap pipi yang tidak ia kenal, memegang
alisnya, dan tahu bahwa di dalamnya terdapat sebuah teka-teki menghantui tentang
dirinya, plasma jiwanya, agar-agar dari pengetahuan. Lebih mendekati inti dari
hal-hal tidak akan pernah ia capai. Ia memiliki sebuah perasaan samar bahwa
tentunya ia adalah sebuah otak yang dicangkokkan. Oleh karenanya, ia tidak lagi
merupakan dirinya sendiri.
*?" Sebuah kerinduan menyebar di dunia. Semakin besar dan perkasa sesuatu, semakin
tajamlah terasa kebutuhan akan penebusan. Siapakah yang mendengarkan penderitaan
sebutir pasir" Siapakah yang memasang telinga untuk menyimak keinginan seekor
kutu" Jika tiada satu pun keberadaan, tak seorang pun akan mendambakan apa pun.
" 1. Sesuatu menajamkan telinga dan membuka sebelah mata: naik dari dalam jilatan
api, naik dari dalam sup purba yang kental, naik melalui gua-gua labirin, dan
naik, naik melintasi ufuk stepa.
" 2. Jalan rahasia itu tidak berputar ke dalam, tapi berputar ke luar, tidak memasuki
labirin tapi keluar dari labirin. Keluar, menuju ke atas dari uap hidrogen,
belitan yang berputar-putar, dan supernova yang meledak, jalan rahasia itu telah
berlalu. Tahap terakhirnya adalah jeratan makromolekul yang dibuat sendiri.
" 3- " 4. Seperti kabut sihir, panorama itu muncul, melalui kabut, di atas kabut. Saudara
tiri dari Neanderthal yang ternama memegang alisnya karena tahu bahwa di
belakang dahi primatanya, melayanglah materi otaknya yang lembut, auto-pilot
evolusi, kantung udara festival protein antara khayalan dan materi.
Jerat laba-laba rahasia keluarga terentang mulai dari teka-teki mikro di dalam
sup purba hingga ikan duri berongga peramal dan amfibi tingkat tinggi. Dengan
hati-hati, tongkat estafet telah diteruskan oleh reptilia berdarah panas,
prosimian yang piawai berakrobat, dan kera mirip manusia yang muram. Apakah
persepsi diri secara laten telah tersembunyi jauh di dalam otak sang reptilia"
Tidak pernahkah ada di antara makhluk-makhluk eksentrik mirip manusia yang
mendapatkan firasat membuai tentang master plan itu sendiri"
" 5. " 6. Sang vertebrata tiba-tiba menoleh ke belakang dan melihat ekor penuh misteri
milik sanak saudaranya dalam perenungannya tentang malam tahun-tahun cahaya yang
telah berlalu. Barulah sekarang jalan rahasia itu mencapai titik akhir. Dan
akhir itu adalah kesadaran tentang perjalanan panjang menuju titik akhir itu
sendiri. Yang dapat ia lakukan hanyalah bertepuk tangan: ujung-ujung yang
disimpannya bagi para ahli waris spesiesnya.
" 7. " 8 - Dari ikan dan reptil serta tikus-tikus kecil yang manis, sang primata yang modis
mendapat warisan sepasang mata yang bagus dengan pandangan meneropong. Para ahli
waris dari ikan duri berongga ini mempelajari lintasan-lintasan galaksi di
angkasa, dan tahu bahwa diperlukan beberapa miliar tahun untuk menyempurnakan
penglihatan mereka. Lensa-lensa mereka dipoles dengan makromolekul. Pandangan
mereka difokuskan dengan protein dan asam-asam amino yang sangat terintegrasi.
Terobosan itu muncul dalam arena sirkus otak sang tetrapoda. Di sinilah
kemenangan-kemenangan terbaru spesies itu diumumkan. Di dalam sel-sel saraf
milik vertebrata hangat itu, sumbat botol sampanye yang pertama terbuka. Primata
postmodern akhirnya mencapai wawasan menyeluruh. Dan mereka tak takut: alam
semesta memandang dirinya sendiri dalam sudut pandang yang lebar.
Sang gajah tentulah merasa malu, betapa nenek moyangnya tiba-tiba berbelok ke
sebuah gang buntu tak berujung. Jauh lebih terhormat sang prosimian (primata
purbakala). Mungkin ia memang tampak menggelikan, tetapi setidaknya kemampuannya
mencari arah dapat diandalkan. Tidak semua jalan menuju sang Joker.
" 9. Di dalam bola mata, terjadi benturan antara penciptaan dan cerminan. Bola
penglihatan dua-arah adalah pintu berputar ajaib tempat jiwa pencipta bertemu
dirinya sendiri di dalam jiwa ciptaan. Sang mata yang meneliti alam semesta
adalah mata alam semesta itu sendiri.
" 10. Para peri bukanlah virtual, melainkan vertebrata. Mereka adalah telur ikan,
kecebong, keturunan reptil yang termutasi. Para peri adalah vertebrata berjari
lima, pewaris sah dari tikus-tikus purba, primata tak berekor yang merambat
turun dari pohon, mewakili dentuman terpendam genderang purba.
" 11. " 12. Pada saat ini, planet hidup ini diperintah oleh beberapa miliar hiperindividu
mamalia-master. Mereka semua berasal dari teluk yang sama dan dari perut ikan
duri berongga yang sama. Tidak pernah ada dua orang dari mereka yang persis
sama. Dua orang peri tidak pernah berakhir di planet yang persis sama.
Para peri tidak datang dari luar, tapi dari dalam. Mereka adalah jaring labalaba yang mendapatkan inspirasi mikro dari laba-laba DNA yang riang. Para peri
bukanlah sosok-sosok bayangan di dinding gua. Mereka adalah koloni sel yang
terlalu terdiferensiasi. Mereka bukanlah fantasi. Tetapi, mereka adalah dongeng,
sepenuhnya dongeng. " 13. Joker berdiri di ujung jalan rahasia. Ia tahu bahwa dirinya membawa sebuah
muatan kuno, bukan di dalam kotak dan karung, melainkan di dalam setiap sel di
dalam tubuhnya. Ia melihat betapa Bumi terus mengembangkan pahatan DNA-nya yang
sangat rumit mengikuti ukuran-ukuran yang mendapatkan inspirasi mikro dari
dalam. Siapakah gajah tahun ini" Di manakah burung unta tahun ini" Siapakah,
pada saat ini, yang merupakan primata paling terkenal"
" 1 V 2. Para peri selalu lebih bersemangat hidup daripada waras, lebih fantastis
daripada dapat dipercaya, lebih misterius daripada yang dapat disadari pemahaman
minim mereka. Seperti lebah-lebah pusing yang berdengung dari satu bunga ke
bunga lain di siang hari yang mengantuk di bulan Agustus, para peri musim itu
tetap tinggal dalam habitat urban mereka di langit. Hanya Jokerlah yang mampu
membebaskan diri. Kini, para peri itu berada dalam dongeng, tetapi mereka tidak menyadarinya.
Apakah dongeng benar-benar akan menjadi dongeng jika ia tidak bisa melihat
dirinya sendiri" Apakah kehidupan sehari-hari akan menjadi keajaiban jika ia
terus-menerus berkeliling untuk menjelaskan dirinya sendiri"
" 3. Para peri mengarahkan teleskop radio mereka kepada kabut-kabut di kejauhan di
perbatasan-dongeng yang tertutup. Tetapi, keajaiban itu tidak dapat dipahami
dari dalam, dan para peri itu adalah orang-orang dalam. Para peri hidup di dalam
dunia mereka. Mereka terkungkung oleh beban ontologis teka-teki ini. Mereka
adalah apa yang ada, dan karena itu mereka tak mendapat pemahaman, hanya
perluasan dan kelanjutan.
" 4. Pada ketinggian empat puluh ribu kaki, sepupu kelima para ikan duduk dengan
mapan, mengintip lampu-lampu dari rumah-rumah Hansel dan Gretel di bawah. Bahkan
jika listrik mati, masih ada yang keluar masuk di bawah sana dalam remangremang. Bahkan jika semua bola lampu putus, sebuah aura masih akan muncul dari
tanah. " 5 - Suatu dini hari di Dunia Peri, dan masih setengah gelap, walaupun seratus ribu
cahaya dari dalam menyala dengan api kecil sebelum bola-bola lampu listrik
dinyalakan. Para peri telah mulai terbangun dari mimpi mereka yang lembam,
tetapi sel-sel otak mereka masih saling memutar film satu sama lain. Film
tersebut duduk di bioskop dan menyaksikan dirinya sendiri di layar.
" 6. Para peri mencoba memikirkan beberapa gagasan yang sulit sekali dibayangkan
bahwa mereka tidak bisa memikirkannya. Namun, mereka memang tidak bisa. Gambargambar di layar tidak melompat keluar ke dalam bioskop dan menyerang
proyektornya. Hanya Joker yang menemukan jalan menuju barisan kursi-kursi.
V 7. Para peri memainkan peranan yang merupakan hasil improvisasi bebas di teater
kebudayaan yang ajaib. Mereka semua begitu terhanyut dalam peran mereka sehingga
pertunjukan itu tidak pernah memiliki pemirsa. Tidak ada orang luar, tidak ada
pandangan yang netral. Hanya Jokerlah yang mundur selangkah dan merenungkan
pertunjukan itu. V 8. Ibu peri berdiri di hadapan cermin sambil memeriksa rambut pirang yang tergerai
melewati bahunya yang ramping. Ia pikir, dirinyalah primata betina tercantik di
dunia. Anak-anak peri merangkak di lantai, tangan mereka penuh dengan balokbalok plastik kecil berwarna-warni. Ayah peri berbaring di atas sofa, kepalanya
tersembunyi di balik selembar surat kabar merah jambu. Ia pikir, kehidupan
sehari-hari selalu memuaskan.
V 9 - Bereoneon setelah matahari berubah menjadi sebuah raksasa merah, terkadang
sinyal radio masih dapat ditangkap dalam kabut bintang. Apakah engkau sudah
berpakaian, Antonio" Ayo datang ke Ibu sekarang juga! Sekarang tinggal empat
minggu lagi sebelum Natal.
V 10. Dalam kegelapan perut yang membesar, selalu ada beberapa juta kepompong
kesadaran dunia baru yang berenang-renang. Para peri yang tak berdaya itu
ditekan keluar satu demi satu setelah mereka matang dan siap untuk bernapas.
Setelah itu, mereka tidak dapat menerima makanan apa pun selain susu peri manis
yang mengalir dari sepasang kuncup lembut daging peri.
v 11. Balita-manis yang mengenakan baju bayi biru itu tampak cukup enak untuk dimakan.
Ibu peri memerhatikannya berayun maju dan mundur di atas sebuah papan yang
diikat dengan dua buah tali kokoh dan dipasang pada sebuah dahan pohon pir
besar. Oleh karenanya, ia mengamati percikan siang ini dari api unggun besar
yang ajaib itu. Ia mempelajari segalanya yang ada di dalam kebun kecil itu,
tetapi tidak dapat melihat sinar menyilaukan yang menyatukan semua kebun menjadi
satu. V 12. Ratu Hati adalah bunga bagi dirinya sendiri. Jika ia ingin menghias ruang
tamunya atau bertemu dengan kekasihnya, ia pun memetik dirinya sendiri. Sungguh
suatu keunikan, ia tahu bahwa ia adalah jenis yang langka. Bunga-bunga tulip pun
berlomba-lomba untuk melakukan hal yang sama. Bunga-bunga aster menatapnya
dengan iri. Bunga-bunga lili mengangguk dengan hormat.
"13 Ketika kita mati saat adegan-adegan telah terekam dalam pita seluloid dan dekor
telah dilepas dan dibakar kita adalah arwah dalam ingatan keturunan kita.
Kemudian kita adalah hantu, Sayangku, kemudian kita adalah mitos. Tetapi, kita
masih bersama, kita masih merupakan masa lalu yang bersama, kita adalah masa
lalu yang jauh. Di balik kubah masa lalu yang misterius, aku masih mendengar
suaramu. * 1. Joker menyelinap dengan gelisah di antara para peri bagaikan seorang mata-mata
dalam dongeng itu. Ia telah mengambil kesimpulan, tetapi tidak dapat
melaporkannya kepada siapa pun. Hanya Jokerlah yang ia lihat. Hanya Joker yang
melihat siapa dirinya. *2. Apakah yang dipikirkan para peri saat mereka terbebas dari rahasia tidur dan
tiba dengan bentuk utuh pada suatu hari baru" Apa yang dikatakan statistik"
Inilah pertanyaan Joker. Ia selalu terlompat dengan kekaguman yang sama setiap
kali keajaiban kecil ini terjadi. Ia terperangkap oleh hal ini sama seperti
salah satu permainan sulapnya sendiri. Ini adalah caranya untuk merayakan
dimulainya penciptaan. Ini adalah cara dirinya menyambut diciptakannya fajar
pagi ini. * Joker terbangun dari mimpi-mimpi tak terbelenggu untuk menghadapi kulit dan
tulang. Ia bergegas memetik buah-buah beri malam sebelum siang hari menyebabkan
mereka terlalu masak. Sekarang atau tidak akan pernah sama sekali. Sekarang,
atau tidak akan pernah lagi. Joker menyadari bahwa ia tidak akan pernah bangun
dari tempat tidur yang sama dua kali.
*4. Joker adalah sebuah boneka mekanik yang lepas berkeping-keping setiap malam.
Ketika terbangun, ia mengumpulkan lengan dan kakinya dan menyusunnya kembali
sehingga boneka itu kembali seperti kemarin. Berapa buah lengankah yang ada"
Berapa buah kaki" Dan kemudian ada pula kepala, dengan sepasang mata dan
telinga. Baru setelah itulah ia bisa bangun.
* 5 Ia merasa melayang di ruang yang kosong. Ia tidak bisa terus-menerus seperti
ini. Tidakkah setiap orang layak untuk maju selangkah" Joker melakukan beberapa
gerakan menantang di cermin kamar, berusaha untuk menyingkirkan tatapan tajam
dari hantu dirinya. Tetapi, segalanya memang demikian adanya. Ia menggeretakkan
giginya, mencubit dirinya dalam keajaiban itu.
* 7. *8 Joker begitu dipenuhi asumsi sehingga pada suatu saat yang memusingkan, ia
merasa sangat kuat. Menurutnya, berapa generasi telah berlalu sejak pembelahan
sel yang pertama itu" Berapa banyak kelahiran yang dapat ia hitung sejak mamalia
yang pertama" Inilah saatnya untuk angka-angka besar. Bukankah ia telah setengah
jalan untuk mempersiapkan renungan pagi ini ketika ikan berparu-paru yang
pertama keluar dari permukaan air" Kemudian, sekonyong-konyong, badut mungil itu
merasa muak terhadap kefanaannya. Ia memang memiliki latar belakang yang kaya.
Tetapi, ia tidak memiliki masa depan. Ia memang kaya akan masa lalu. Tetapi,
tidak memiliki apa-apa di kemudian hari.
Tiba-tiba ia telah duduk di atas pelana sebuah perjalanan terkutuk, dari alfa
menuju omega. Ia tidak ingat pernah menaikinya, tetapi kini ia merasakan kuda
liar keberadaan berpacu di bawahnya, dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan
misterius menuju sebuah pemberhentian yang tergesa-gesa.
Joker terbangun di dalam sebuah hard disk organik yang tergolek di atas bantal.
Ia merasakan dirinya berusaha merangkak mencapai pantai sebuah hari baru,
beranjak keluar dari sebuah arus panas halusinasi yang hanya mampu dicernanya
sebagian. Tenaga nuklir apakah yang telah membakar otak para peri" Apakah yang
menyebabkan kembang api kesadaran berdesis" Tenaga atom apakah yang mengikat
sel-sel otak jiwa menjadi satu"
Joker adalah seorang malaikat yang tengah menderita. Adalah sebuah
kesalahpahaman yang fatal yang menyebabkannya mengenakan tubuh dari darah dan
daging. Ia ingin hidup sebagai seorang primata hanya selama beberapa detik
kosmos, tetapi ia telah mencopot tangga surga di belakang punggungnya. Jika
tidak ada yang menjemputnya sekarang, jam biologisnya akan berdetak semakin
cepat dan lebih cepat, dan terlambatlah untuk kembali ke surga.
*10. Pintu keluar dari dongeng terbuka lebar. Seseorang harus melaporkan hal itu,
tentu saja, tetapi tidak ada yang berwenang untuk dilapori. Joker terseret tanpa
ampun ke arah angin dingin dari segala sesuatu yang tidak ada di luar sana. Ia
menyeka setitik air mata. Tidak, kini ia benar-benar menangis. Maka, sang badut
yang cekatan itu pun mengucapkan selamat tinggal dengan sedih. Ia tahu tidak
bisa melakukan tawar-menawar. Ia tahu bahwa dunia tidak akan kembali.
" n. Joker hanya setengah berada dalam dunia para peri. Ia tahu ia akan pergi, maka
ia tunaikan kewajibannya. Ia tahu ia akan pergi, maka ia sudah setengah-pergi.
Ia telah muncul dari segala yang ada dan akan pergi ke Ketiadaan. Begitu tiba,
ia bahkan tidak akan dapat bermimpi untuk pulang. Ia menuju dunia yang di sana
bahkan tidak ada tidur. *12. Semakin dekat Joker dengan ketiadaan abadi, semakin jelas pula ia melihat sang
hewan yang menemuinya dalam cermin setiap kali ia bangun menghadapi hari baru.


Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Jostein Gaarder di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia tidak dapat menemukan kedamaian dalam tatapan memelas seorang primata yang
berduka. Ia melihat seekor ikan yang tersihir, seekor katak yang telah
bermetamorfosis, seekor kadal yang berubah bentuk. Ini adalah akhir dunia,
pikirnya. Di sinilah perjalanan panjang evolusi terhenti mendadak.
" 13. Diperlukan waktu bermiliar-miliar tahun untuk menciptakan seorang manusia. Dan
diperlukan hanya beberapa detik untuk mati.
Novel-Novel yang Tak Kalah Menarik Karya Jostein Gaarder
"Kata banyak orang, filsafat itu sulit. Siapa bilang" Bacalah Dunia Sophie ini,
dan Anda akan tahu, filsafat itu amat mudah dipahami." Dr. Sindhunata?Sophie, seorang pelajar sekolah menengah, mendapat sebuah surat misterius yang
hanya berisikan satu pertanyaan: " Siapa kamu?" Belum habis keheranannya, pada
hari yang sama, dia mendapat surat lain yang bertanya: " Dari manakah datangnya
dunia?" Seakan tersentak dari rutinitas hidup sehari-hari, surat-surat itu
membuat Sophie mulai mempertanyakan soal-soal mendasar yang tak pernah
dipikirkannya selama ini. Dia mulai belajar filsafat.
Pada usianya yang kelima belas tahun, Georg Roed menerima sebuah surat dari
mendiang ayahnya. Dia tak habis pikir mengapa sang ayah, di kala menjelang
wafat, memutuskan untuk menuliskan kisah cintanya dengan seorang gadis
misterius. Si Gadis Jeruk, demikian dia menyebutnya. Seiring Georg membaca surat
itu, dia dituntun untuk menjelajahi alam semesta dan akhirnya mampu menjawab
sebuah pertanyaan yang amat penting yang diajukan ayahnya.
Novel ini akan mempertemukan Anda dengan Petter " si Laba-Laba", tokoh ciptaan
Gaarder yang paling membuat penasaran setelah Sophie dari Dunia Sophie. Sejak
kecil, Petter tak berkawan dan lebih suka menyendiri di dalam dunia yang dia
ciptakan. Dia terobsesi dengan cerita-cerita, terutama dengan cerita Panina
Manina sang Putri Sirkus yang dikarangnya sendiri. Namun, dia tak mau
memublikasikan cerita-ceritanya. Petter memilih menjadi " Penjual Dongeng" yang
memberikan gagasan-gagasan cerita untuk para penulis terkenal.
Dua saudara sepupu, Berit dan Nils, tinggal di kota yang berbeda. Untuk
berhubungan, kedua remaja ini membuat sebuah buku-surat yang mereka tulisi dan
saling kirimkan di antara mereka. Anehnya, ada seorang wanita misterius, Bibbi
Bokken, yang mengincar buku surat itu. Bersama komplotannya, tampaknya Bibbi
menjalankan sebuah rencana rahasia atas diri Berit dan Nils. Rencana itu
berhubungan dengan sebuah perpustakaan ajaib dan konspirasi dalam dunia
perbukuan. Berit dan Nils tidak gentar, bahkan bertekad mengungkap misteri ini
dan menemukan Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken. Dalam petualangan keduanya, kita
akan mendapatkan banyak pengetahuan tentang dunia perbukuan.
JOSTEIN GAARDER Sebelum menjadi penulis profesional, Jostein Gaarder adalah seorang guru
filsafat di sekolah menengah. Kecintaannya pada filsafat membuatnya mulai
menulis buku-buku filsafat dalam gaya yang populer. Pada 1991. tanpa disangkasangka novel filsafatnya. Dunia Sophie (Mizan, 1996), menjadi bestseller
internasional dan pada 1995 menjadi novel terlaris di dunia. Sejak kesuksesannya
itu, Gaarder beralih profesi menjadi penulis profesional.
Selain menulis, Gaarder giat mengampanyekan upaya mewujudkan masa depan yang
berkelanjutan melalui Sofie Foundation yang didanainyadari royalti Dunia Sophie.
Kini Gaarder tinggal di Oslo,Norwegia,bersama istrinya.Siri.
"Berani dan imajinatif." Waterstones Quarterly?"Anda akan selalu menemukan kejutan setiap kali membaca buku Jostein Gaarder,
Maya tidak terkecuali. Sebuah novel yang filosofis, misterius, dan mengejutkan.
Sungguh memikat." Bookcrossing
? Pendekar Sakti 7 Pendekar Hina Kelana 6 Pusaka Penebus Dendam Pendekar Pedang Sakti 18

Cari Blog Ini