The Name Of The Rose Karya Umberto Eco Bagian 11
Abbas itu ...." "Hush," kata Pacificus kepadanya. Dan Alinardo, dengan pandangannya yang
merenung seperti biasa, berkata, "Mereka akan melakukan ketidakadilan lagi ...
seperti pada zamanku. Mereka harus dihentikan."
"Siapa?" tanya William. Pacificus diamdiam memegang tangan William dan
mengajaknya menjauh dari orang tua itu, ke arah pintu.
"Alinardo ... kau tahu ... kami begitu mencintainya. Bagi kami dia mewakili tradisi
lama dan harihari terbaik biara ini ....
Tetapi terkadang ia bicara tanpa memahami apa yang ia katakan.
Kami semua cemas tentang pustakawan baru. Orang itu harus pandai, matang, dan
bijaksana .... Hanya itu yang seharusnya."
"Apa ia harus menguasai bahasa Yunani?" tanya William.
"Dan bahasa Arab, karena sudah tradisi: tugasnya menuntut itu.
Tetapi ada banyak di antara kami yang punya karunia itu. Aku, kalau boleh aku
bilang begitu, dan Peter, dan Aymaro
"Benno tahu bahasa Yunani."
"Benno terlalu muda. Aku tidak tahu mengapa Maleakhi memilihnya sebagai asisten
kemarin, tetapi "Apa Adelmo menguasai bahasa Yunani?"
"Kukira tidak. Tidak, jelas tidak."
"Tetapi Venantius tahu Yunani. Dan Berengar. Baiklah, terima kasih."
Kami pergi, untuk mengambil sesuatu dari dapur.
"Mengapa Anda ingin tahu siapa yang menguasai bahasa Yunani?" tanyaku.
"Karena semua yang meninggal dengan jari menghitam tahu bahasa Yunani. Oleh
karena itu, ada baiknya berharap bahwa mayat selanjutnya adalah di antara mereka
yang tahu bahasa Yunani. Termasuk aku. Kau aman."
"Dan apa pendapat Anda tentang katakata Maleakhi yang terakhir?"
"Kau mendengarnya. Kalajengking. Sangkakala kelima antara lain mengumumkan
kedatangan belalang yang akan menyerang manusia dengan sengat seperti
kalajengking. Dan Maleakhi secara tidak langsung mengatakan bahwa ada seseorang
yang telah memperingatkannya lebih dulu."
"Sangkakala keenam," kataku, "mengumumkan kudakuda dengan kepala singa yang dari
mulutnya keluar asap dan api dan belerang, ditunggangi oleh orangorang berbaju
zirah, merah api dan biru dan kuning belerang warnanya."
"Terlalu banyak hal. Tetapi kejahatan berikutnya mungkin akan terjadi di dekat
kandang kuda. Kita harus mengawasi tempat itu.
Dan kita harus menyiapkan diri kita untuk
sangkakala ketujuh. Masih ada dua korban. Siapa yang paling cocok menjadi calon" Jika tujuannya
adalah rahasia dari finis Africae, calon korbannya adalah mereka yang
mengetahuinya. Dan sejauh bisa kukatakan, itu berarti hanya Abbas tersebut.
Kecuali kalau rencana jahatnya lain. Kau baru saja mendengar mereka, mulai
membuat rencana jahat untuk menyingkirkan Abbas itu, tetapi Alinardo bicara
dalam kata jamak ...."
"Abbas itu harus diperingatkan," kataku.
"Akan apa" Bahwa mereka akan membunuhnya" Aku tidak punya bukti yang meyakinkan.
Aku melanjutkan seakan si pembunuh dan aku berpikiran sama. Tetapi jika ia ingin
mengejar rancangan lain"
Dan jika, khususnya, tidak ada seorang pembunuh?"
"Maksud Anda?" "Aku tidak tahu persis. Tetapi seperti kukatakan kepadamu, kita harus
membayangkan semua tata tertib yang mungkin, dan semua kekacauan." []
Prima Dalam cerita ini Nicholas menceritakan banyak hal sementara mereka mengunjungi
gudang simpanan harta di bawah tanah.
~Lt~\ icholas dari Morimondo, dalam posisinya f_/y yang baru sebagai kepala
gudang, mulai memberi perintah kepada tukangtukang masak, dan mereka sedang
memberikan informasi tentang cara kerja dapur kepada Nicholas. William ingin
bicara kepadanya, tetapi Nicholas minta agar kami menunggu sebentar, sampai saat
ia harus turun ke gudang simpanan harta di bawah tanah untuk memberi petunjuk
pemolesan lemari-lemari kaca, yang masih menjadi tanggung jawabnya; di sini ia
tentu akan punya lebih banyak waktu untuk bercakapcakap.
Tidak lama kemudian, ia benarbenar mengajak kami mengikutinya.
Ia masuk gereja, pergi ke belakang altar utama (sementara para rahib sedang
menata katafalk di tengah gereja, untuk menjaga jenazah Maleakhi), dan
mendahului kami menuruni anak tangga kecil. Sampai ke kaki anak tangga, ternyata
kami berada dalam sebuah ruangan dengan atap melengkung amat rendah yang disangga oleh
pilar-pilar tebal dari batu kasar. Kami berada di gudang bawah tanah tempat
harta biara itu disimpan, suatu tempat yang amat dibanggakan Abbas dan yang
hanya ia izinkan dibuka pada waktuwaktu tertentu dan bagi tamu amat penting.
Pada setiap sisi ada almari dengan dimensi berbedabeda, di dalamnya, bendabenda
yang mengagumkan indahnya berkilauan dalam cahaya obor (dinyalakan oleh dua
asisten kepercayaan Nicholas).
Jubah emas, tiara emas bertatahkan batu mulia, kotak kotak dari berbagai metal
berukir dengan gambargambar, bendabenda terbuat dari niello dan gading. Dengan
amat sangat gembira Nicholas menunjukkan kepada kami sebuah kitab Injil yang
jilidnya memperagakan piagam-piagam menakjubkan dari email, yang membentuk suatu
kesatuan beraneka ragam dari bagianbagiannya, diperindah dengan benang emas
halus dan diperkuat dengan batu mulia untuk menutupi paku-paku. Ia menunjukkan
kepada kami sebuah aedicula dengan dua kolom lapis lazuli dan emas yang
membingkai suatu gambar relief-timbul tentang pemakaman Kristus dari perak bagus
yang di atasnya diberi sebuah salib emas berhias tiga belas berlian pada latar
belakang onyx bergalur, sementara nok kecil itu di bawahnya dihiasi dengan agate
dan rubi. Lalu aku melihat suatu batu tulis terbuat dari emas dan gading yang
dibagi menjadi lima bagian, dengan lima
adegan dari kehidupan Kristus, dan di tengahnya sebuah lampu mistik terbuat dari
kotak-kotak kecil disepuh perak dengan perekat kaca, suatu gambar polikrom di
atas suatu dasar yang putih bagai lilin.
Wajah dan gerakgerik Nicholas, ketika menjelaskan bendabenda itu bagi kami,
berseri-seri bangga. William memuji bendabenda yang sudah ia saksikan, lalu
menanyakan orang seperti apa Maleakhi itu dulu.
Nicholas membasahi satu jarinya untuk menggosok suatu permukaan kristal yang
tidak sempurna polesannya, lalu menjawab sambil tersenyum sedikit, tanpa
memandang wajah William, "Seperti kata orang banyak, Maleakhi kelihatan penuh
pertimbangan, tetapi sebaliknya ia amat sederhana. Menurut Alinardo, ia bodoh."
"Alinardo mengeluh terhadap seseorang pada waktu dulu sekali, ketika ia ditolak
menjadi pustakawan."
"Aku, juga, sudah mendengar percakapan tentang itu, tetapi itu kisah lama,
terjadi paling sedikit lima puluh tahun yang lalu.
Waktu aku tiba di sini, pustakawannya adalah Robert dari Bobbio, dan para rahib
tua mengeluh tentang ketidakadilan terhadap Alinardo. Robert punya seorang
asisten, yang kemudian meninggal, dan Maleakhi, masih amat muda, ditunjuk untuk
menggantikan. Banyak yang bilang bahwa Maleakhi tidak pantas, karena meskipun menyatakan tahu
bahasa Yunani dan Arab, itu tidak benar, ia cuma pandai
meniru, menyalin manuskrip dalam bahasa-bahasa itu ke dalam kaligrafi yang
halus, tanpa memahami apa yang sedang ia salin. Alinardo menyindir bahwa
Maleakhi diberi kedudukan itu demi memenangkan rencana jahat musuhnya, musuh
Alinardo. Tetapi aku tidak mengerti maksudnya. Begitulah kisahnya. Selama ini
selalu ada bisikbisik bahwa Maleakhi melindungi perpustakaan itu bagai seekor
anjing penjaga, tetapi tanpa pengetahuan tentang apa yang ia jaga. Untuk hal
itu, juga mulai ada bisikbisik terhadap Berengar, ketika Maleakhi memilihnya
sebagai asisten. Mereka bilang bahwa pemuda itu tidak lebih pandai daripada
gurunya, bahwa ia cuma seorang yang suka menimbulkan intrik. Mereka juga bilang
tetapi tentunya kau sudah mendengar sendiri rumor itu bahwa ada hubungan aneh
antara Berengar dan Maleakhi .... Gosip lama. Lalu, seperti kauketahui, ada yang
menggunjingkan Berengar dan Adelmo, dan para penulis muda mengatakan bahwa
Maleakhi diamdiam menderita cemburu yang mengerikan .... Dan juga ada bisikbisik
tentang hubungan Maleakhi dengan Jorge. Bukan, bukan dalam artian yang mungkin
sudah kauduga tak seorang pun pernah menggerutu terhadap kebajikan Jorge! tetapi
Maleakhi, sebagai pustakawan, menurut tradisi, seharusnya memilih Abbas sebagai
bapa pengakuannya, sementara semua rahib lain pergi kepada Jorge untuk mengaku
dosa (atau kepada Alinardo, tetapi orang tua itu sekarang hampir pikun) .... Yah,
mereka bilang bahwa di samping itu, pustakawan tersebut terlalu sering
bercakapcakap dengan Jorge, seakan Abbas yang mengarahkan jiwa Maleakhi, tetapi
Jorge yang menguasai tubuhnya, tindakannya, pekerjaannya. Memang, seperti kau
sendiri tahu dan mungkin sudah melihat, jika ada yang ingin tahu letak suatu
buku kuno, sudah terlupakan, ia tidak tanya kepada Maleakhi, tetapi kepada
Jorge. Maleakhi yang menyimpan katalog itu dan yang naik ke perpustakaan, tetapi
Jorge tahu apa arti setiap judul ...."
"Mengapa Jorge tahu begitu banyak hal tentang perpustakaan itu?"
"Dia paling tua, setelah Alinardo; ia sudah tinggal di sini sejak muda. Sekarang
Jorge tentu sudah di atas delapan puluh, dan konon ia sudah buta selama paling
sedikit empat puluh tahun, mungkin lebih lama lagi ...."
"Bagaimana dia bisa begitu pandai, sebelum buta?"
"Oh, ada banyak legenda tentang dirinya. Agaknya dia sudah dikaruniai bakat suci
waktu masih kecil, dan di Castile, tempat asalnya, ia membaca buku karangan para
doktor Yunani dan Arab ketika masih kecil. Dan kemudian, bahkan setelah buta,
bahkan sekarang, ia duduk berjam-jam di perpustakaan, menyuruh orang lain
membacakan katalog dan mengambilkan bukubuku, dan seorang novis akan membacakan
untuknya selama berjam-jam."
"Sekarang, karena Maleakhi dan Berengar sudah meninggal, tinggal siapa yang
memiliki rahasia perpustakaan itu?"
"Abbas, dan Abbas tentu akan menyampaikannya kepada Benno ... jika ia memilih ...?"
"Mengapa kau bilang 'jika ia memilih'?"
"Karena Benno masih muda, dan ia ditunjuk menjadi asisten waktu Maleakhi masih
hidup; menjadi asisten pustakawan lain dengan menjadi pustakawan. Menurut
tradisi, pustakawan kelak akan menjadi Abbas
"Ah, jadi begitu .... Itu sebabnya pos pustakawan begitu dirindukan. Tetapi, apa
dulu Abo seorang pustakawan?"
"Tidak, Abo tidak. Ia sudah ditunjuk sebelum aku tiba di sini, sekarang pasti
sudah tiga puluh tahun yang lalu. Sebelum itu, abbasnya Paul dari Rimini,
seorang aneh yang tentang dia orang menceritakan kisah-kisah aneh. Agaknya ia
seorang pembaca yang amat rajin, ia hafal semua buku di perpustakaan, tetapi ia
punya cacat yang aneh: ia tidak bisa menulis. Mereka menjulukinya Abbas
agrafikus .... Ia menjadi Abbas ketika masih amat muda, kabarnya mendapat dukungan
Algirdan dari Cluny ... tetapi ini gosip antarrahib yang sudah kuno. Bagaimanapun
juga, Paul jadi Abbas, dan Robert dari Bobbio menggantikannya di perpustakaan,
tetapi ia jadi lemah karena suatu penyakit: mereka tahu ia tidak bakal bisa
mengepalai biara ini, dan waktu Paul dari Rimini lenyap
"Meninggal?" "Tidak, dia lenyap, aku tidak tahu bagaimana. Suatu hari ia pergi melakukan
perjalanan dan tidak pernah pulang; mungkin dibunuh oleh begal di tengah perjalanan .... Bagaimanapun
juga, waktu Paul lenyap, Robert tidak bisa menggantikannya, dan terjadi
persekongkolan jahat yang tidak jelas. Abo konon adalah putra kandung tuan tanah
distrik ini. Ia dibesarkan dalam Biara Fossanova; kata orang, sebagai anak muda
ia sudah menunggui Santo Thomas waktu meninggal di sana dan mendapat tugas
mengangkat tubuh yang besar itu menuruni anak tangga sebuah menara yang terlalu
sempit untuk dilewati jenazah itu .... Orangorang jahat di sini menggumam bahwa
itu masa kejayaannya .... Nyatanya, ia dipilih menjadi Abbas, meskipun belum
pernah jadi pustakawan, dan ia diberi instruksi oleh seseorang, aku yakin itu
Robert, tentang semua misteri perpustakaan itu. Sekarang kau mengerti mengapa
aku tidak tahu apa Abbas akan mau memberi instruksi kepada Benno: ini seakan
sudah menunjuk Benno sebagai penggantinya, seorang pemuda tak acuh, seorang ahli
tata bahasa setengah barbar dari Utara Jauh, bagaimana mungkin ia mengenal
negeri ini, biara ini, hubungannya dengan tuan-tuan tanah di kawasan ini?"
"Tetapi Maleakhi juga bukan orang Italia, atau Berengar, dan toh keduanya
ditunjuk ke perpustakaan."
"Ini yang misterius. Para rahib menggerutu bahwa sudah lebih dari setengah abad
biara ini mengingkari tradisinya .... Itulah sebabnya, lebih dari lima puluh tahun
lalu, mungkin lebih awal lagi, Alinardo menginginkan posisi pustakawan itu.
Pustakawan selalu orang Italia orang pandai tidak langka di negeri ini. Dan di
samping itu, kau tahu ...." Di sini Nicholas termangu, seakan enggan mengucapkan
apa yang akan ia katakan. "... kau tahu, Maleakhi dan Berengar meninggal, mungkin
dengan begitu mereka tidak bakal jadi Abbas."
Ia bergerakgerak, melambaikan tangannya di depan wajahnya seakan mau melenyapkan
pikiran yang kurang jujur, lalu membuat tanda salib. "Hanya ini yang bisa
kukatakan" Kau lihat, di negeri ini, selama bertahuntahun sudah terjadi hal-hal
memalukan, bahkan dalam biara, dalam istana paus, dalam gereja .... Konflik untuk
mendapatkan kekuasaan, tuduhan bidah untuk memperoleh stipendium dari seseorang
.... Buruk sekali! Aku mulai kehilangan kepercayaan dalam ras manusia; aku melihat
persekongkolan dan konspirasi istana di manamana. Bahwa biara kami harus menjadi
seperti ini, sarang ular beludak yang muncul lewat sihir gaib dalam apa yang
selama ini merupakan kemenangan para santo. Lihat: masa lalu biara ini!"
Ia menuding harta karun yang berserakan di sekeliling, dan, sementara
meninggalkan salib-salib dan bejana lainnya, ia mengajak kami melihat relikuirelikui, yang mewakili kejayaan tempat ini.
"Lihat," katanya, "ini adalah ujung tombak yang menembus pinggang Sang Penebus!"
Kami melihat sebuah kotak keemasan dengan tutup kristal, berisi sebuah bantal
ungu dengan sepotong besi di atasnya, bentuknya segitiga, dulu sudah aus oleh
karat tetapi sekarang kembali mengilat karena
sering diolesi dengan minyak dan lilin. Tetapi ini masih bukan apa-apa. Karena
di dalam kotak lain, dari perak bertatahkan batu ametis, panel bagian depannya
transparan, aku melihat sepotong kayu mu'tabir dari salib suci, dibawa ke biara
ini oleh Ratu Helena sendiri, ibu dari Kaisar Konstantin, setelah melakukan
perziarahan ke tempat-tempat suci, menggali Bukit Golgota dan makam suci, dan
membangun sebuah katedral di atasnya.
Lalu Nicholas menunjukkan bendabenda lain kepada kami, dan aku tidak bisa
menggambarkan semuanya, karena banyak sekali dan merupakan benda langka. Juga
ada, dalam sebuah kotak dari aquamarin, paku dari salib itu. Dalam sebuah ampul,
ditaruh di atas bantalan dari bunga-bunga mawar yang sudah layu, ada satu potongan mahkota duri;
dan di dalam kotak lain, juga di atas tebaran bunga kering, secarik taplak yang
sudah menguning dari meja jamuan malam terakhir. Dan kemudian ada kantong uang
Santo Mateus, dari rantai-rantai perak. Dan dalam suatu silinder, diikat dengan
sehelai pita ungu yang sudah dimakan usia dan disegel dengan emas, adalah
sepotong tulang dari lengan Santa Anna.
Aku menyaksikan, keajaiban dari semua keajaiban, di bawah sebuah lonceng kaca,
di atas bantalan merah bersulam mutiara, satu potongan dari palungan Betlehem,
dan sobekan sepanjang tangan dari tunik ungu Santo Yohanes Pemandi, dua
sambungan rantai yang mengikat tumit Petrus rasul di Roma, tengkorak Santo
Adalbert, pedang Santo Stephanus, sepotong tulang kering Santa Margaret, sebuah jari Santa
Vitalis, sepotong rusuk Santa Sophia, dagu Santo Eobanus, bagian atas tulang
bahu Santo Chrysostomus, dan cincin pertunangan Santo Yoseph, sebuah gigi Santo
Yohanes Pemandi, cemeti Musa, secarik renda amat halus yang sudah
berlubanglubang dari gaun pengantin Perawan Maria.
Dan bendabenda lain yang bukan relikui tetapi masih mengandung kesaksian abadi
kepada semua keajaiban dan makhluk mengagumkan dari tanah-tanah yang jauh,
dibawa ke biara ini oleh para rahib yang sudah melakukanperjalanan ke ujung
paling jauh dunia ini: seekor basilisk dan hydra yang diisi kapuk, sebuah tanduk
unicorn, sebutir telur yang ditemukan dalam telur lain oleh seorang petapa,
sepotong roti manna yang telah memberi makan orang Hibrani di padang gurun, gigi
seekor ikan paus, sebutir kelapa, tulang belikat dari seekor hewan dari zaman
sebelum Air Bah, gading seekor gajah, tulang rusuk seekor lumba-lumba. Dan
kemudian lebih banyak benda kuno yang tidak bisa dikenali, yang makna relikuinya
mungkin lebih berharga daripada benda itu sendiri, dan beberapa di antaranya
(dilihat dari seni kerajinan wadahnya, dari perak bakar) amat kuno: rangkaian
yang tak ada habisnya dari potongan, tulang, kain, kayu, metal, kaca. Dan piala
dengan serbuk hitam, salah satunya, ternyata berisi abu sisa kota Sodom, dan
yang lain berisi semacam bubuk dari dindingdinding Yericho. Semua benda, bahkan
yang paling sederhana, yang untuk mendapatkannya seorang kaisar tentu mau menyerahkan lebih
dari satu kastil, dan yang mewakili sekumpulan, bukan hanya harta yang amat
tinggi martabatnya, tetapi juga kekayaan materi sebenarnya bagi biara yang
melestarikan bendabenda itu.
Aku terus melihat-lihat, terpana, karena Nicholas sekarang berhenti menjelaskan
The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bendabenda itu, masingmasing toh sudah dijelaskan oleh segulung perkamen; dan
sekarang aku bebas keluyuran seenaknya di tengah pameran keajaiban yang tak
ternilai itu, sambil berulang kali mengagumi bendabenda yang ada di bawah cahaya
terang, berkali-kali melihat sekilas dalam setengah kegelapan, sementara
pembantu Nicholas berjalan ke bagian lain ruang bawah tanah itu dengan obornya.
Aku terpesona oleh potongan-potongan tulang rawan yang kekuningan itu, mistis
sekaligus menjijikkan, transparan dan misterius; oleh sobekan baju dari suatu
zaman yang tak diperingati, kusam, amat tipis, kadang digulung dalam suatu
silinder bagai manuskrip kusam; oleh bahanbahan kumal yang menyatu dengan kain
yang merupakan tempatnya, barang rongsokan suci dari suatu kehidupan yang
dulunya binatang (dan rasional) dan sekarang, dikurung dalam tempat dari kristal
atau metal yang dalam ukuran mini mereka memperagakan hebatnya katedral-katedral
dengan menara dan menara berputar, semuanya seakan juga berubah menjadi bahan
mineral. Apakah ini, waktu itu, caranya tubuh para santo, dikubur, menunggu
kebangkitan daging" Dari potongan-potongan itu, apa organisme yang dalam keagungan penampakan suci
itu bisa direkonstruksi, sehingga mendapatkan kembali setiap kepekaan alami
mereka, bisa merasakan, seperti ditulis oleh Pipernus, bahkan aroma paling kecil
yang membedakan" Aku tersadar dari meditasi ketika William menyentuh bahuku.
"Aku mau pergi," katanya. "Aku akan naik ke skriptorium. Ada sesuatu yang masih
akan kutanyakan ...."
"Tetapi tidak mungkin mendapat buku apa saja," kataku. "Benno sudah diberi
perintah ...." "Aku hanya akan memeriksa kembali bukubuku yang tengah kubaca kemarin; semua
masih ada di skriptorium, di atas meja Venantius.
Kalau mau, kau boleh tidak ikut. Ruang bawah tanah ini suatu epitom indah dari
perdebatan tentang kemiskinan yang sudah kauikuti selama beberapa hari ini. Dan
sekarang kau tahu mengapa saudarasaudaramu mencincang daging satu sama lain
waktu mencitacitakan jabatan Abbas."
"Tetapi apa Anda percaya apa yang secara tidak langsung ditunjukkan oleh
Nicholas" Apakah kejahatan-kejahatan itu berkaitan dengan suatu konflik atas
pelantikan jabatan?"
"Sudah kukatakan kepadamu bahwa untuk saat ini aku tidak mau mengubah
hipotesisku ke dalam katakata. Nicholas mengatakan banyak hal. Dan beberapa
menarik perhatianku. Tetapi sekarang aku
akan mengikuti jejak lain lagi. Atau mungkin jejak yang sama, tetapi dari arah
yang berbeda. Dan jangan terlalu banyak tergoda oleh mantra dari kotak-kotak
itu. Aku sudah melihat banyak potongan salib lainnya, di gereja lainnya. Jika
semua asli, Tuhan kita mungkin tidak hanya disiksa pada beberapa papan yang
dipaku jadi satu, tetapi pada seluruh hutan."
"Guru!" kataku, syok.
"Begitulah, Adso. Dan bahkan ada harta yang lebih kaya. Beberapa waktu yang
lalu, di Katedral Cologne, aku melihat tengkorak Yohanes Pemandi pada usia dua belas tahun."
"Oh, ya?" seruku keheranan. Lalu, karena tibatiba ragu, aku menambahkan, "Tetapi
Yohanes Pemandi dihukum mati pada usia yang jauh lebih tua!"
"Tengkorak yang lain tentunya berada dalam harta karun lain," kata William
dengan wajah murung. Aku tidak pernah tahu kalau ia sedang bergurau. Di
negeriku, kalau bergurau, kau mengatakan sesuatu dan kemudian tertawa terbahakbahak, sehingga setiap orang ikut merasakan gurauan itu. Tetapi William hanya
tertawa kalau mengatakan hal-hal yang serius, dan tetap amat serius kalau diduga
ia sedang bergurau. [] Tersiat Dalam cerita ini Adso, sambil mendengarkan lagu "Dies irae" (lagu perkabungan)
bermimpi, atau mendapat penampakan, terserak mau disebut apa.
illiam pamit dari Nicholas dan naik ke skriptorium. Sekarang aku sudah kenyang
melihat harta karun itu dan memutuskan masuk gereja untuk mendoakan jiwa
Maleakhi. Aku belum pernah menyukai orang itu; dan tidak akan menyangkal bahwa
aku sudah lama yakin ia bersalah dalam semua kejahatan itu. Tetapi sekarang aku
sudah belajar bahwa mungkin ia seorang berengsek yang malang, ditindas oleh
hasrat yang tak terpenuhi, sebuah bejana tanah liat di antara bejana besi, suka
bermuka masam karena jengkel, diam dan mengelak karena sadar bahwa tidak ada
yang bisa ia katakan. Aku merasakan suatu penyesalan tertentu terhadapnya, dan
kukira mendoakan nasib supraalaminya bisa menghilangkan rasa bersalahku.
Gereja itu sekarang diterangi oleh cahaya remang remang, didominasi oleh jenazah
orang malang itu, dan dipenuhi oleh gumam monoton para
rahib yang tengah mendoakan kebaikan orang mati itu.
Di biara di Melk, aku sudah beberapa kali menyaksikan kematian seorang saudara.
Peristiwa itu tidak bisa kusebut peristiwa bahagia, tetapi tampak saleh,
dikuasai ketenangan dan dengan rasa melakukan yang betul. Para rahib bergiliran
jaga dalam bilik orang yang hampir mati itu, menghiburnya dengan katakata yang
baik, dan dalam hati masingmasing mempertimbangkan betapa mujur orang yang
hampir mati itu, karena ia hampir mengakhiri suatu kehidupan baik dan akan
segera bergabung dengan koor para malaikat dalam kegembiraan yang tanpa akhir
itu. Dan sebagian dari kesalehan ini, hawa daba dari kecemburuan suci itu,
disampaikan kepada orang yang hampir mati tersebut, yang akhirnya meninggal
dengan tenang. Betapa berbeda kematian yang terjadi selama beberapa hari ini!
Akhirnya aku menyaksikan dari dekat bahwa seorang korban kalajengking kejam dari
finis Africae meninggal, dan sudah tentu Venantius dan Berengar juga mati dengan
cara seperti itu, sementara mencari kesembuhan dalam air, wajah mereka tampak
putus asa seperti wajah Maleakhi.
Aku duduk di bagian belakang gereja itu, meringkuk untuk mengatasi hawa
menggigil. Aku merasa agak hangat, dan mulai menggerakkan bibirku untuk
bergabung dengan koor para saudara yang tengah berdoa itu. Aku mengikuti mereka
tanpa menyadari apa yang diucapkan oleh bibirku,
sementara kepalaku mengangguk-angguk dan mataku ingin terpejam. Bermenit-menit
lewat: kukira aku tertidur dan terjaga paling sedikit tiga atau empat kali. Lalu
koor mulai menyenandungkan "Dies irae" .... Nyanyian itu membiusku bak narkotika.
Aku benarbenar tertidur. Atau mungkin, lebih dari sekadar mengantuk, aku pulas
karena kelelahan dan amat nyenyak, meringkuk, bagai seorang bayi dalam rahim
ibunya. Dan dalam kabut jiwa itu, sementara menemukan diriku seakan berada dalam
suatu kawasan yang bukan dari dunia ini, aku mendapat penampakan, atau mimpi,
terserah mau disebut apa.
Aku serasa menuruni anak tangga sempit memasuki suatu gang yang rendah, seakan
mau memasuki ruang harta di bawah tanah, tetapi, karena terus turun, aku sampai
dalam suatu gudang bawah tanah yang lebih luas, yaitu dapur dari Aedificium. Itu
jelas dapur, tetapi yang terdengar bukan hanya bunyi oven dan pancipanci, tetapi
juga bentakan dan palu godam, seakan bengkel Nicholas juga bergabung di situ.
Segala sesuatunya menyala merah dari tungku-tungku dan belanga, dan panci yang
mendidih mengeluarkan uap sementara buih-buih besar naik ke permukaan dan
tibatiba meletus mengeluarkan bunyi letup lirih berulang-ulang. Para tukang
masak mengacungkan sepit panas, sementara para novis, yang semua sudah
berkumpul, melompat untuk menangkap ayam dan unggas lainnya yang ditusukkan pada
besi-besi panas itu. Tetapi di dekat situ para tukang besi memalu begitu kuat sampai
memekakkan telinga, dan muncul percikan api dari landasan, bercampur dengan
percikan yang memancar dari kedua oven itu.
Aku tidak bisa memahami apa aku sedang berada di neraka atau dalam semacam
firdaus seperti yang mungkin sudah digambarkan oleh Salvatore, dengan sari buah
menetes dan sosis beterbangan. Tetapi aku tidak sempat membayangkan di mana aku
berada, karena dalam sekejap serombongan orangorang kecil, orang kerdil dengan
kepala berbentuk panci besar sekali, mendorongku ke ambang ruang makan, sambil
memaksaku masuk. Aula itu ditata untuk sebuah pesta. Permadani hiasan dan bendera besar-besar
digantung pada dindingdinding, tetapi gambar yang menghiasi keduanya bukan yang
biasanya dipajang untuk peringatan orang saleh atau perayaan kemuliaan rajaraja. Sebaliknya, gambargambar itu seakan diilhami oleh gambar tepi buku Adelmo, dan
gambargambar itu mereproduksi gambaran Adelmo menjadi kurang aneh dan lebih
lucu: kelinci menari-nari di seputar pohon kehidupan, sungai penuh ikan yang
secara spontan melemparkan diri ke dalam panci penggorengan yang diulurkan oleh
kera-kera berpakaian uskup-koki, monster berperut buncit melompat-lompat di
sekitar ketel mendidih. Di tengah meja duduklah Abbas, mengenakan baju pesta, dengan jubah bagus
bersulam ungu, sedang memegang garpunya yang menyerupai tombak. Di sampingnya, Jorge minum
anggur dari cawan besar, dan Remigio, mengenakan baju seperti Bernard Gui,
memegang sebuah buku berbentuk seperti seekor kalajengking, dengan saleh tengah
membaca kisah kehidupan para santo dan bacaan dari Injil, tetapi itu semua kisah
Yesus yang bercanda dengan para rasul, yang mengingatkannya bahwa ia sebuah batu
dan di atas batu tak tahu malu yang menggelinding di atas dataran itu ia bisa
membangun gerejanya. Atau kisah tentang Santo Yeremias yang mengomentari Kitab
Suci dan mengatakan bahwa Tuhan ingin menggunduli pantat Jerusalem. Dan pada
setiap kalimat yang dibaca oleh Kepala Gudang itu, Jorge tertawa, menjejak-jejak
kaki di bawah meja, dan berteriak, "Kau akan menjadi Abbas berikutnya, demi
perut Tuhan!" Itu katakata Jorge sendiri, Allah, ampuni aku.
Atas isyarat ceria dari Abbas, masuklah prosesi para perawan.
Barisan gemerlapan dari para perempuan yang mengenakan gaun mewah, yang di
tengahnya mulamula kukira ibuku; kemudian aku menyadari kesalahanku, karena itu
jelas perawan mengerikan bagai prajurit siap maju perang. Kecuali itu, ia
mengenakan tiara mutiara putih, dua deret, dan dua untai mutiara jatuh di kedua
sisi wajahnya, menyatu dengan dua deret lain yang bergantung pada dadanya, dan
pada setiap mutiara bergantung sebuah berlian sebesar buah plum. Lebih jauh
lagi, dari kedua telinganya menggantung berderet-deret mutiara biru, yang menyatu
menjadi kalung di dasar lehernya, putih dan kukuh bagai Menara Lebanon.
Mantelnya berwarna biru laut, dan ia membawa sebuah piala emas bertatahkan
berlian yang, entah bagaimana aku tahu, berisi racun mematikan yang pada suatu
hari dicuri dari Severinus. Perempuan ini, cantik bagai dini hari, diikuti oleh
sosok-sosok perempuan lainnya. Seorang mengenakan mantel putih bersulam di atas
gaun warna gelap yang dihiasi selendang ganda bersulam bunga liar dengan benang
emas; yang kedua mengenakan sehelai mantel damas kuning menutupi gaun merah
jambu muda berhiaskan daun-daun hijau, dan gambar dua putaran segiempat besar
berbentuk sebuah labirin gelap; dan yang ketiga mengenakan gaun zamrud saling
berkait dengan binatang kecil-kecil warna merah, dan ia memegang sehelai
selendang putih bersulam; aku tidak mengamati pakaian yang lainlainnya, karena
aku mulai berusaha memahami siapa mereka, yang mengiringi perawan itu, yang
sekarang menyerupai Perawan Maria; dan sepertinya masingmasing membawa segulung
perkamen, atau seakan ada gulungan perkamen yang keluar dari masingmasing mulut
perempuan itu, aku tahu mereka adalah Ruth, Sarah, Sussana, dan perempuan
lainnya dari Kitab Suci. Saat itu Abbas berteriak, "Ayoh masuk, kalian anak-anak pelacur!" dan masuk
barisan lain terdiri atas orangorang suci ke dalam ruang makan itu, dengan
busana indah dan cermat, yang kukenali
dengan jelas. Di tengah kelompok itu ada satu yang duduk di atas singgasana, dia
adalah Allah kita, tetapi bersamaan dengan itu Dia adalah Adam, mengenakan jubah
ungu dengan diadem besar, merah dan putih dengan mutiara dan mirah, yang
mengencangkan jubah itu pada kedua bahuNya, dan ia mengenakan tiara yang serupa
dengan tiara perawan itu pada kepalaNya. Ia membawa sebuah piala yang lebih
besar, darah babi meluap di pinggirannya.
Pribadi lainnya paling suci yang akan kubicarakan, semua kukenal baik,
mengelilinginya, bersama dengan serombongan serdadu pemanah Raja Prancis,
mengenakan baju hijau maupun merah, dengan perisai emerald pucat yang
menonjolkan monogram Kristus. Pemimpin rombongan ini memberi hormat kepada
Abbas, sambil mengulurkan piala itu kepadanya. Pada saat itu Abbas berkata, "Age
primum et septimum de quatuor," dan semua menyanyi, "In finibus Africae, amen."
Lalu semua melantunkan "sederunt".
Waktu kedua rombongan tamu yang berhadapan itu menyebar sedemikian rupa, atas
perintah Abbas Solomon, meja mulai diisi. Yakobus dan Andreas membawa setumpuk
rumput kering. Adam menempatkan dirinya di tengah. Hawa berbaring di atas
sehelai daun. Kain masuk sambil menarik bajak. Abel datang dengan sebuah ember
untuk memerah Brunellus. Nabi Nuh masuk dengan gagah sambil mengayuh bahtera
itu, Abraham duduk di bawah sebuah pohon, Ishak berbaring di atas altar emas
gereja, Musa merangkak ke atas sebuah batu, Daniel muncul dalam pelukan Maleakhi
di atas katafalk, Tobias telentang di atas sebuah ranjang, Yoseph melemparkan
dirinya ke atas sebuah gantang, Benyamin menyandar pada sebuah kantong, dan
masih ada lainnya, tetapi penampakan itu makin membingungkan.
David berdiri di atas sebuah gundukan, Yohanes di lantai, Firaun di atas pasir
(tentu saja, kataku dalam hati, tetapi mengapa"), Lazarus di atas meja, Yesus di
tepi sebuah sumur, Zakheus di atas dahan pohon, Mateus duduk di atas bangku,
Rahab duduk di atas tunggul jerami, Ruth di atas jerami, Tekla berdiri di
bingkai jendela (dari luar wajah pucat Adelmo muncul, seakan memperingatkan
Tekla bahwa ia bisa jatuh, turun ke karang), Susanna di taman, Yudas di tengah
kuburan, Petrus di atas Singgasana, Yakobus di atas sebuah jala, Elias di atas
sadel, Rahel di atas sebuah bungkusan. Dan Rasul Paulus, sambil meletakkan
pedangnya, mendengarkan keluhan Esau, sementara Ayub meratap di atas tumpukan
kotoran dan Rebeca bergegas membantunya dengan sehelai baju dan Yudith dengan
sehelai selimut, Hagar membawa kain kafan, dan beberapa novis membawa belanga
besar yang dari situ Venantius dari Salvemec melompat keluar, seluruhnya merah,
lalu mulai membagikan saren babi.
Sekarang ruang makan itu makin lama makin penuh, dan semua makan dengan lahap;
Yonas menaruh beberapa labu manis ke meja, Yesaya
menaruh sayuran, Yehezkiel buah beri hitam, Zakheus bunga sykamor, Hawa menaruh
daun ara, Rahel apel, Ananias beberapa buah plum sebesar berlian, Lea bawang,
Arron buah zaitun, Yoseph sebuah telur, Nuh anggur, Simeon biji buah pir,
sementara Yesus mulai menyanyi "Dies irae" dan dengan gembira menuang ke semua
hidangan anggur masak yang ia peras dari sebuah batu apung kecil yang ia ambil
dari tombak salah seorang pemanah Raja Prancis.
Pada saat itu Jorge, sambil melepas vitra ad legendum nya, membakar sebuah
semak; Sarah sudah siap mengipasinya, Jefta sudah membawanya, Yesaya sudah
membongkarnya, Yoseph sudah mengukirnya.
Dan sementara Jakub membuka sumur dan Daniel duduk di samping danau, para
pelayan membawa air, Nuh anggur, Hagar kantong kulit binatang, Abraham seekor
anak sapi yang oleh Rahab diikat pada sebuah pancang sementara Yesus memegangi
tali itu dan Elias mengikat kaki hewan itu. Kemudian Absalom menggantungnya pada
rambutnya, Petrus menarik pedangnya, Kain membunuhnya, Herodes menumpahkan
darahnya, Sem membuang isi perut dan kotorannya, Jakub menambah minyak,
Molesadon garam; Antiochus menaruhnya di atas api, Rebeca memasaknya, dan Hawa
yang pertama mencicipinya dan mual, tetapi Adam mengatakan untuk tidak usah
dipedulikan dan memukul punggung Severinus waktu menyarankan untuk ditambah
dengan daun bumbu yang aromatik.
Kemudian Yesus memecah roti dan membagikan beberapa ekor ikan ke sekeliling,
Yakub berteriak karena Esau telah menghabiskan semua bubur, Ishak tengah
menikmati seorang anak kecil panggang, dan Yunus seekor ikan paus rebus, dan
Yesus berpuasa selama empat puluh hari empat puluh malam.
Sementara itu, semua masuk dan keluar sambil membawa permainan pilihan dengan
segala warna dan bentuk, yang dari itu Benyamin selalu mendapat bagian terbesar
dan Maria potongan paling bagus, sementara Martha mengeluh karena selalu harus
mencuci piring, Lalu mereka membagi anak sapi itu, yang sementara itu sudah
tumbuh besar sekali, dan Yohanes diberi kepalanya, Abessalom otaknya, Aaron
lidahnya, Samson rahangnya, Petrus kupingnya, Holofernes kepalanya, Lea
pantatnya, Saul lehernya, Yunus perutnya, Tobias empedunya, Hawa tulang
rusuknya, Maria dadanya, Elisabeth vulvanya, Musa ekornya, Lot kedua kakinya,
dan Yehezkiel tulang-tulangnya. Selama itu Yesus menikmati seekor keledai, Santo
Fransiskus Assisi seekor serigala, Abel seekor biri biri, Hawa seekor lele,
Yohanes Pemandi seekor belalang, Firaun seekor gurita (tentu saja, kataku dalam
hati, tetapi mengapa") dan David sedang makan seekor lalat Spanyol, sambil
menyandar pada nigra sed formosa, buah dada perawan hitam itu sementara Samson
menggigit pantat seekor singa dan Tekla lari sambil menjerit-jerit, dikejar
seekor laba-laba hitam berbulu.
Semuanya jelas mabuk sekarang, dan beberapa terpeleset di atas anggur, ada yang
jatuh ke dalam guci dengan hanya kaki mereka yang mencuat, menyilang bagai dua
pancang, dan semua jari Yesus hitam ketika menyodorkan halamanhalaman buku yang
mengatakan: Ambillah dan makanlah, inilah tekateki dari Synphosius, termasuk
cerita tentang ikan yang adalah putra Allah dan Penyelamatmu.
Sambil berbaring telentang, Adam meneguk, dan anggur itu keluar dari tulang
rusuknya, Nuh mengutuk Ham dalam tidurnya, Holofernes mendengkur, semua tidak
curiga, Yunus tidur nyenyak, Petrus tetap berjaga sampai ayam berkokok, dan
The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yesus bangun dengan terkejut, karena mendengar Bernard Gui dan Bertrand del
Poggetto mengadakan persekongkolan untuk membakar gadis itu; dan ia berteriak :
Bapa, jika Engkau ini kehendak-Mu, ambillah cawan ini dariku!
Dan ada yang menuang seenaknya dan ada yang minum banyak, ada yang mati karena
tertawa dan ada yang tertawa setengah mati, ada yang memikul jambangan dan ada
yang minum dari cangkir orang lain. Susanna berteriak bahwa ia tidak bakal
memberikan tubuh putih cantiknya kepada Kepala Gudang itu dan kepada Salvatore
sebagai ganti seonggok jantung sapi busuk. Pilatus berjalan mondarmandi di
seputar ruang makan bagaikan arwah gentayangan yang minta air untuk membasuh
tangannya, dan Fra Dolcino, dengan topi berhias buah plum, membawakan air itu,
lalu membuka bajunya, sambil menyeringai, dan
menunjukkan kemaluannya yang merah oleh darah, sementara Kain mengejeknya dan
memeluk Margaret dari Trent yang cantik itu: dan Dolcino menangis dan pergi
untuk menyandarkan kepalanya pada bahu Bernard Gui, sambil menyebutnya Paus
Malaikat, Ubertino menghiburnya dengan sebuah pohon kehidupan, Michael dari
Cesena dengan sebuah kantong uang emas, dan Maria Maria memercikinya dengan
racun, dan Adam membujuknya untuk menggigit apel yang baru saja dipetik.
Setelah itu kubah Aedificium terbuka dan dari surga turunlah Roger Bacon naik
mesin terbang, unico homine regente itu. Lalu David memainkan kecapinya, Salome
menari dengan tujuh cadarnya, dan setiap kali sehelai cadar jatuh, ia meniup
salah satu dari tujuh sangkakala dan menunjukkan salah satu dari tujuh meterai,
sampai tinggal amicta sole itu. Setiap orang bilang bahwa tidak ada biara yang
semeriah itu, dan Berengar mengangkat jubah setiap orang, lelaki dan perempuan,
sambil mencium anus mereka semua.
Lalu Abbas mulai marah besar, karena katanya ia telah menyelenggarakan suatu
pesta indah semacam itu dan tak seorang pun memberinya apa-apa; sehingga mereka
semua saling mendesak maju untuk memberinya hadiah dan benda berharga, seekor
kerbau, seekor biribiri, seekor singa, seekor unta, seekor kijang, seekor kuda
betina, sebuah kereta matahari, dagu Santo Eubanus, ekor Santa Ubertina, uterus
Santa Venansia, leher Santa Burgosinna yang diukir seperti piala pada usia dua belas,
dan satu salinan dari Pentagonum Salomonis. Tetapi Abbas mulai berteriak-teriak
dan mereka berusaha mengalihkan perhatian Abbas dengan perilaku mereka, padahal
sebenarnya mereka mulai merampok harta gudang bawah tanah itu, tempat di mana
kami semua berada, dan sebuah buku paling berharga yang bicara tentang
kalajengking dan tujuh sangkakala itu telah dicuri, dan Abbas memanggil semua
pemanah Raja Prancis untuk mencari semua yang dicurigai. Dan, yang membuat
setiap orang malu, para pemanah menemukan sehelai kain berwarnawarni pada tubuh
Hagar, sebuah meterai emas pada tubuh Rachel, sebuah cermin perak dalam dada
Tekla, sebuah pipa di bawah lengan Benyamin, sehelai kain seprai sutra di antara
baju baju Yudith, sepucuk tombak di tangan Longinus, dan istri seorang tetangga
dalam pelukan Abimelek. Tetapi yang terburuk adalah waktu mereka menemukan
seekor ayam jantan hitam pada tubuh gadis itu, dia cantik dan hitam, seperti
seekor kucing hitam, dan mereka menyebutnya seorang penyihir dan seorang Rasul
Palsu, sehingga semua melemparkan diri mereka ke atas gadis itu, untuk
menghukumnya. Yohanes Pemandi memenggal lehernya, Abel membelah tubuhnya, Adam
menyeretnya keluar, Nebukadnezar menulis tandatanda zodiak pada payudaranya
dengan tangan kejam, Elias membawanya pergi dengan sebuah kereta yang menderu,
Noah melemparkannya ke air, Lot
mengubahnya menjadi sebuah pilar garam, Susanna menuduhnya berahi, Yoseph
mengkhianatinya dengan perempuan lain, Ananias memasukkannya ke dalam sebuah
pembakaran, Samson mengikatnya berdiri, Paulus mencambuknya, Petrus menyalibkannya dengan kepala di bawah, Stefanus melemparinya dengan batu, Laurentius
membakarnya di atas sebuah pemanggang, Bartholomeus mengulitinya, Yudas
mengutuknya, Kepala Gudang itu membakarnya, dan Petrus menyangkal segala
sesuatunya. Lalu mereka semua berdiri di atasnya, berak di atas tubuhnya, kentut
di wajahnya, kencing di atas kepalanya, muntah di atas dadanya, menjambak
rambutnya, mencambuki pantatnya dengan obor menyala. Tubuh gadis itu, yang
dulunya begitu rupawan dan cantik, sekarang tercabik-cabik, menjadi potongan
kecil-kecil yang berserakan di antara kotak-kotak kaca dan relikui kristal-emas
dalam ruang bawah tanah itu. Atau, lebih tepatnya, bukan tubuh gadis itu yang
jadi memenuhi ruang bawah tanah itu, tetapi justru potongan-potongan gudang
bawah tanah itu yang, sambil berputar-putar, yang pelanpelan membentuk tubuh
gadis tersebut, sekarang berupa semacam mineral, dan sekali lagi membuyar dan
menyebar, debu suci potongan berakumulasi oleh penghujatan gila. Itu sekarang
seakan sebuah tubuh tunggal yang besar telah, dalam jangka waktu milenia, lebur
ke dalam bagianbagiannya, dan bagianbagian itu telah ditata untuk memenuhi
seluruh ruang bawah tanah itu, lebih indah daripada osarium dari rahibrahib
yang sudah mati, tetapi sepertinya tidak, dan seakan bentuk penting tubuh
manusia itu sendiri, ciptaan paling hebat, telah berserakan menjadi bentuk
sementara yang terpisah dan berganda, dengan begitu mulai menjadi gambar dari
kebalikannya sendiri, bentuk yang tidak lagi ideal tetapi duniawi, dari debu dan
pecahan-pecahan berbau, hanya mampu menandakan kematian dan penghancuran ....
Sekarang aku tidak bisa lagi menemukan orangorang yang berpesta atau hadiah yang
mereka bawa, sekarang semua tamu simposium itu seakan berada dalam ruang bawah
tanah, masingmasing menjadi mumi dalam sisanya sendiri, masingmasing diaphanous
synecdoche, sebagian yang mewakili seluruh dirinya sendiri: Rahel sebagai
sepotong tulang, Daniel sebagai sebuah gigi, Samson sebagai sebuah rahang, Yesus
sebagai sesobek kain ungu. Dan jika, pada akhir acara, pesta tersebut berubah
menjadi pembantaian gadis tersebut, ini sudah menjadi pembantaian universal, dan
di sini aku melihat hasil akhirnya, tubuhtubuh (bukan, seluruh tubuh orang bumi
dan sublunar dari pengikut pesta yang serakah dan haus itu) berubah menjadi satu
tubuh mati, cabik-cabik dan hancur seperti tubuh Dolcino setelah disiksa,
berubah menjadi suatu harta karun yang amat banyak dan indah kembali, direntang
kuatkuat bagaikan kulit seekor binatang yang digantung dan dikuliti, yang, toh
tetap punya saraf-saraf kulit yang mengerikan, isi perut, dan semua organ, dan
bahkan segi-segi wajah. Kulit itu dengan masingmasing lipatannya, kerut merutnya, dan bekas
lukanya, dengan bagian tubuhnya yang rata dan halus, rambutnya yang lebat,
kudis, dada, pudenda, sementara sudah menjadi suatu kain damask yang mewah, dan
payudara, kuku, formasi lancip di bawah tumit, bulu alis, zat mata yang berair,
daging bibir, urat nadi halus di punggung, arsitektur tulang, segala sesuatunya
berubah menjadi serbuk pasir, meskipun tidak ada yang kehilangan bentuknya
sendiri atau penempatannya masingmasing, kaki-kaki menjadi kosong dan lemas
seperti sepatu bot, daging mereka membentang datar bagai sebuah kasula dengan
semua sulaman urat darah ungu, tumpukan isi perut yang berukir, rubi yang keras
dan berlendir dari jantung, tumpukan gigi rata yang ditata bagai kalung mutiara,
dengan lidah bagaikan sebuah liontin biru-dan-merah jambu, jarijari berderet
bagai lilin-lilin ramping, kunci pusar menyimpul lagi benangbenang permadani
perut yang tidak digulung .... Dari setiap sudut ruang bawah tanah itu, sekarang
aku menyeringai ke arah itu, berbisik kepada itu, ditakdirkan sampai mati oleh
tubuh makro yang terbagi di antara kotak-kotak kaca dan relikui dan dibentuk
lagi dalam keseluruhannya yang irasional dan luas, dan itu adalah tubuh yang
sama yang telah dimakan pada perjamuan makan dan jatuh dengan cabul tetapi di
sini, justru, tampak olehku terpasang dalam puing kebutaan dan ketulian yang
tidak bisa diuraikan. Dan Ubertino, sambil menarik lenganku, sambil menanamkan
kukunya pada dagingku, berbisik kepadaku, "Kau lihat, itu sama saja, apa yang
mulamula menang dalam ketololannya dan menyukai dagelannya sekarang berada di
sini, dihukum dan diberi hadiah, dibebaskan dari godaan berahi, dibuat kaku oleh
keabadian, diserahkan kepada kebekuan abadi yang akan melestarikan dan
memurnikannya, selamat dari kerusakan melalui kemenangan kerusakan, karena tak
ada lagi yang bisa diperkecil menjadi debu yang memang sudah debu dan zat
mineral, mors est quies viatoris, finis est omnis laboris ...."
Tetapi tibatiba Salvatore masuk ke ruang bawah tanah itu, wajahnya merah seperti
iblis dan berteriak, "Tolol! Apa kalian tidak bisa melihat bahwa ini Lyotard
yang hebat" Apa yang kalian takuti, Guruku yang kecil" Nih, keju kocok!" Dan
tibatiba ruang bawah tanah itu terang dengan kilas-kilas cahaya merah dan sekali
lagi berubah menjadi dapur, tetapi tidak begitu serupa dapur karena seakan
bagian dalam sebuah rahim, berlendir dan kental, dan di tengah seekor hewan
hitam seperti gagak dengan seribu tangan dirantai pada sebuah panggangan besar,
dan hewan itu menjulurkan tangan-tangan itu untuk merenggut setiap orang di
sekelilingnya, dan seperti petani memeras setandan anggur kalau haus, begitu
pula binatang buas besar itu memeras mereka yang sudah ia renggut sambil tangantangannya meremuk mereka semua, kaki beberapa orang, kepala orangorang lain, dan
kemudian, setelah puas, menyemburkan api yang sepertinya lebih bau
daripada belerang. Tetapi, misteri mengagumkan, adegan itu tidak lagi merangsang rasa takut dalam
diriku, dan aku heran bahwa ternyata aku bisa dengan tenang mengamati "iblis
baik" itu (menurutku begitu), yang setelah tidak ada orang lain kecuali
Salvatore, karena sekarang aku tahu semua tentang tubuh manusia hidup,
penderitaan dan kerusakannya, aku tidak takut apa-apa lagi. Nyatanya, dalam
cahaya api itu, yang sekarang seakan lembut dan ramah, sekali lagi aku melihat
semua tamu pada perjamuan malam itu, sekarang kembali pada bentuk mereka yang
semula, sambil bernyanyi dan menyatakan bahwa segala sesuatunya akan dimulai
lagi, dan di antara mereka tampak gadis itu, utuh dan amat cantik lagi, yang
mengatakan kepadaku, "Itu bukan apa-apa, bukan apa-apa, kau akan melihat: aku
bahkan akan jadi lebih cantik daripada sebelumnya; biarkan saja aku pergi
sebentar dan dibakar di atas pembakaran, lalu kita akan bertemu lagi di sini!"
Dan ia memeragakan di depanku, Tuhan kasihanilah aku, vulvanya, yang ke dalamnya
aku masuk, dan menemukan diriku sendiri dalam suatu gua yang cantik, yang
kelihatannya lembah bahagia dari zaman keemasan, lembap dengan air dan buahbuahan dan pepohonan yang menghasilkan keju kocok.
Dan semua mengucapkan terima kasih kepada Abbas untuk pesta menyenangkan itu,
dan mereka menunjukkan kasih mereka kepadanya dan humor baik dengan
mendorongnya, menendangnya,
mencabik pakaiannya, membaringkannya di atas tanah, sambil memukuli batang
tubuhnya dengan cabang-cabang, sementara Abbas tertawa dan memohon mereka agar
berhenti menggelitiknya. Dan, sambil menunggang kuda yang lubang hidungnya
mengeluarkan awan-awan belerang, masuklah para Rahib Hidup Dina, sambil membawa
kantong-kantong penuh emas pada sabuk mereka yang dengan itu mereka mengubah
serigala menjadi domba dan domba menjadi serigala dan mengangkat mereka menjadi
kaisar dengan persetujuan kumpulan orang banyak itu, yang menyanyikan lagu-lagu
pujian kepada kemahakuasaan abadi Tuhan.
"Ut cachinnis dissolvatur, torqueatur rictibus!": teriak Yesus sambil
melambaikan mahkota durinya. Paus Yohanes masuk, sambil mengutuk keributan itu
dan berkata, "Sampai sekian aku tidak tahu di mana semua akan berakhir!" Tetapi
setiap orang mengejeknya dan, digandeng oleh Abbas, Paus itu keluar bersama
babi-babi untuk berburu jamur di hutan. Aku sudah hampir mengikuti mereka ketika
aku melihat William di satu sudut, muncul dari labirin dan membawa magnet itu,
yang menariknya dengan cepat ke arah utara.
"Jangan tinggalkan aku, Guru!" teriakku. "Aku, juga, ingin melihat apa yang ada
dalam finis Africae!"
"Kau sudah melihatnya!" jawab William, sekarang sudah jauh sekali.
Dan aku bangun ketika katakata terakhir dari nyanyian pemakaman itu hampir
selesai di gereja: 3 "Lucuti dengan ketawa, perotkan mulutmu dengan ejekan" penerj?Lacrimosa dies ilia qua resurget ex faviiia iudicando homo reus: huic ergo parce
deus! Pie lesu domine dona eis requiem.
Suatu pertanda bahwa penampakanku, hanya sekilas seperti semua penampakan, kalau
tidak hanya selama suatu "amin" diucapkan, sudah berlangsung hampir sepanjang
lagu "Dies irae". []
Setelah Tersiat Dalam cerita ini William menjelaskan mimpi Adso kepadanya.
engan pusing, aku keluar lewat pintu utama dan menemukan sekelompok kecil orang
di situ. Para Fransiskan mau meninggalkan biara itu, dan William datang untuk
mengucapkan selamat jalan kepada mereka.
Aku bergabung dalam acara selamat jalan itu, saling berpelukan sebagai saudara.
Lalu aku menanyakan kepada William kapan yang lainnya akan pergi, bersama para
tawanan. Ia memberi tahu bahwa mereka sudah pergi, setengah jam sebelumnya,
waktu kami berada dalam ruang harta bawah tanah, atau mungkin, pikirku, waktu
aku tengah bermimpi. Untuk sejenak aku termangu, kemudian aku sadar lagi. Lebih baik begitu. Aku
tidak akan tahan menyaksikan orangorang malang itu (maksudku Kepala Gudang
berengsek malang dan Salvatore ... dan, tentu saja, maksudku gadis itu) diseret
pergi, jauh dan untuk selamanya. Dan di samping itu, aku
masih begitu dikecewakan oleh mimpiku sehingga jiwaku seakan mati rasa.
Waktu karavan kaum Minorit itu menuju pintu gerbang, untuk meninggalkan biara
ini, William dan aku tetap berdiri di depan gereja, sama-sama sedih, meskipun
untuk alasan yang berbeda. Lalu aku memutuskan untuk menceritakan mimpiku kepada
guruku. Walaupun penampakan itu bentuknya beraneka ragam dan tidak logis,
herannya aku ingat dengan amat jelas, gambar demi gambar, tindakan demi
tindakan, kata demi kata. Dan dengan begitu akan menceritakannya, tanpa
mengurangi sedikit pun, karena aku tahu bahwa mimpi sering merupakan pesan
misterius yang di dalamnya orang pandai bisa membaca ramalan yang jauh.
William mendengarkan ceritaku dengan diam, lalu bertanya, "Apa kau tahu apa yang
sudah kauimpikan?" "Persis apa yang sudah kuceritakan ...," jawabku, putus asa.
"Tentu saja, aku menyadari itu. Tetapi apa kau tahu sampai sejauh mana apa yang
kauceritakan kepadaku sudah ditulis" Kau telah menambahkan orangorang dan
kejadian selama beberapa hari terakhir ini kepada suatu gambar yang sudah
kaukenal baik, karena kau pernah membaca cerita dalam mimpimu itu di suatu
tempat, atau diceritakan kepadamu waktu masih kecil, di sekolah, di biara. Ini
adalah Coena Cypriani."
Aku tetap bingung sebentar. Lalu aku ingat. William betul! Mungkin aku sudah
lupa judulnya, tetapi apa yang membuat rahib dewasa atau novis muda kurang ajar tidak tersenyum
atau tertawa tentang berbagai penampakan, dalam prosa atau sanjak, dari cerita
ini, yang termasuk tradisi masa paschal dan ioca monachorum"d
Meskipun karya itu sudah diberangus atau dimusnahkan oleh kalangan guru novis
yang lebih keras, belum ada satu biara yang di dalamnya para rahib masih saling
berbisik tentang itu, disingkat dan direvisi dengan berbagai cara, sementara
beberapa dengan rajin menyalinnya, sambil menyatakan bahwa di balik sehelai
kerudung keriangan, terdapat pelajaran moral rahasia, dan yang lainlainnya
membantu mengedarkan karena, kata mereka, melalui gurauannya, orang muda bisa
lebih suka menghafal beberapa episode tertentu sejarah suci. Ada satu versi
puisi yang telah ditulis untuk Paus Yohanes VIII, dengan inskripsi "Aku suka
bergurau; terimalah aku Paus Yohanes tercinta, dalam gurauanku.
Dan kalau mau, Anda juga bisa tertawa." Dan kata orang, Charles si Botak diri
telah memang-gungkannya, dengan selubung suatu misteri rahasia lucu, dalam suatu
versi bersanjak untuk menghibur tamu-tamu agung pada perjamuan malam.
Dan berapa banyak celaan yang kuterima dari guru guruku ketika, bersama temantemanku, aku membacakan tulisan dari situ!
Aku ingat seorang rahib tua di Melk yang biasa mengatakan bahwa seorang yang
saleh seperti 4 Masa paskah dan senda gurau biara penerj?Cyprian tidak mungkin menulis hal-hal tidak sopan seperti itu, suatu parodi
Kitab Suci yang disakralkan, yang lebih berharga dari seorang penyembah berhala
dan seorang badut daripada dari seorang martir yang suci ....
Selama bertahuntahun aku sudah melupakan lelucon kekanak-kanakan itu. Mengapa
pada hari ini Coena telah muncul lagi dengan begitu jelas dalam mimpiku" Dari
dulu aku selalu mengira bahwa mimpi adalah pesan suci, atau sejelek-jeleknya
suatu gagap absurd dari memori yang tertidur tentang hal-hal yang telah terjadi
sehari itu. Sekarang aku menyadari bahwa orang juga bisa bermimpi tentang buku
sehingga merupakan mimpi dari mimpi mimpi.
"Tentu saja aku suka menjadi Artemidorus untuk menafsirkan mimpimu dengan
betul," kata William. "Tetapi menurutku, bahkan tanpa ilmu pengetahuan
Artemidorus, jelas mudah untuk mengerti apa yang terjadi. Selama beberapa hari
lalu ini, Anakku malang, kau telah mengalami serangkaian kejadian yang di
dalamnya setiap peraturan yang jujur seakan sudah dihancurkan. Dan pagi ini,
dalam pikiran tidurmu, kembalilah memori dari semacam komedi yang di dalamnya,
meskipun dengan tujuan lain, dunia digambarkan terjungkir. Kau menyelipkan
memorimu yang terbaru, kecemasanmu, rasa takutmu, ke dalam karya itu. Dari
gambaran tepi buku Adelmo kau terus menghidupkan kembali suatu karnaval hebat
yang di dalamnya segala sesuatu seakan akan menuju arah yang salah, dan toh,
seperti dalam Coena, masingmasing melakukan apa yang betulbetul ia kerjakan dalam hidup. Dan
akhirnya kau bertanya kepada dirimu sendiri, dalam mimpi itu, dunia mana yang
palsu, dan apa artinya berjalan dengan kepala di bawah. Mimpimu tidak lagi
membedakan apa menjungkir dan apa yang berdiri tegak, di mana kehidupan dan di
mana kematian. Mimpimu membuat kau mulai meragukan ajaran yang sudah kauterima."
"Mimpiku," kataku sejujurnya, "bukan aku. Tetapi kalau begitu mimpi bukan pesan
The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suci: mimpi adalah ocehan jahat, dan tidak mengandung kebenaran."
"Aku tidak tahu, Adso," kata William. "Kita sudah memiliki begitu banyak
kebenaran sehingga jika hari itu tiba, ketika ada orang yang memaksa untuk
mengambil suatu kebenaran bahkan dari mimpi kita, maka hari Antikristus itu
betulbetul hampir tiba. Dan toh,makin aku memikirkan mimpimu, bagiku seakan makin mengungkapkan. Mungkin
tidak kepadamu, tetapi kepadaku. Maaf saja jika aku menggunakan mimpimu dalam
rangka menggarap hipotesisku: aku tahu, ini suatu tindakan dasar, seharusnya
tidak dilakukan .... Tetapi, aku yakin jiwamu yang sedang tidur memahami lebih
banyak hal daripada yang kupahami selama enam hari ini, dan dalam keadaan
terjaga ...." "Sungguh?" "Sungguh. Atau mungkin tidak. Kurasa mimpimu mulai mengungkapkan karena cocok
dengan salah satu hipotesisku. Tetapi kau telah banyak
membantuku. Terima kasih."
"Tetapi apa yang membuatmu amat tertarik di dalam mimpiku. Ini omong kosong,
seperti semua mimpi."
"Mimpimu punya arti lain seperti semua mimpi, dan penampakan.
Ini harus dibaca sebagai suatu alegori, atau suatu analogi ...."
"Seperti Kitab Suci?"
"Suatu mimpi adalah suatu kitab suci, dan banyak kitab suci yang hanya sekadar
mimpi." [] Sexta Dalam cerita ini pergantian pustakawan direkonstruksi, dan ada informasi lebih
jauh tentang buku misterius itu.
illiam memutuskan untuk naik kembali ke skriptorium, tempat dia baru saja turun.
Ia minta izin Benno untuk memeriksa katalog, dan ia membalikbalik halamannya
dengan cepat. "Pasti di sekitar sini," katanya, "aku baru melihatnya sejam yang
lalu ...." Ia berhenti pada satu halaman. "Di sini," katanya, "baca judulnya."
Di bawah satu kata masukan ada sekelompok empat judul buku, yang menunjukkan
bahwa satu buku berisi beberapa naskah. Aku membaca :
I. ar. de dictis cuiusdam stulti
II. syr. libellus alchemicus aegypt.
III. Expositio Magistri Alcofribae de coena beati Cypriani Cartaginensis
Episcopi IV. Liber acephalus de stupris virginum et meretricum amoribus
"Apa ini?" tanyaku.
"Ini buku kita," bisik William kepadaku. "Itu sebabnya mimpimu mengingatkan aku
kepada sesuatu. Sekarang aku yakin inilah itu.
Dan nyatanya" ia melirik cepat ke halamanhalaman yang langsung sebelum dan
sesudahnya "nyatanya, bukubuku yang kupikirkan ada di sini, semuanya. Tetapi ini
bukan yang ingin kuperiksa. Lihat di sini. Apa kau bawa buku catatan" Bagus.
Kita harus membuat kalkulasi, dan coba ingat-ingat apa yang diceritakan Alinardo
kepada kita lusa yang lalu maupun apa yang kita dengar pagi ini dari Nicholas.
Nah, Nicholas telah bercerita bahwa ia tiba di sini sekitar tiga puluh tahun
yang lalu, dan Abo sudah dipilih menjadi Abbas. Abbas sebelumnya adalah Paul
dari Rimini. Betul" Kita katakan saja pergantian ini terjadi pada 1290, kurang lebih, tidak masalah.
Nicholas juga menceritakan bahwa, waktu ia tiba, Robert dari Bobbio sudah
menjadi pustakawan. Betul" Lalu Robert meninggal, dan pos ini diserahkan kepada
Maleakhi, katakan saja pada awal abad ini. Tulis ini. Namun ada satu periode,
sebelum Nicholas datang, ketika Paul dari Rimini menjadi pustakawan. Berapa lama
dia menempati pos itu" Tidak ada informasi. Kita bisa memeriksa leger biara ini,
tetapi kubayangkan Abbas yang menyimpannya, dan untuk saat ini aku lebih suka
tidak minta untuk melihat itu. Kita andaikan saja Paul ditunjuk sebagai
pustakawan enam puluh tahun yang lalu. Tulis itu. Mengapa Alinardo mengeluh
tentang kenyataan bahwa, sekitar lima puluh tahun yang lalu,
seharusnya ia diberi pos pustakawan dan sebagai gantinya diberikan kepada orang
lain" Apa maksudnya kepada Paul dari Rimini?"
"Atau kepada Robert dari Bobbio!" kataku.
"Agaknya begitu. Tetapi sekarang lihat katalog ini. Seperti kauketahui, judul
itu didaftar menurut urutan penerimaan. Dan siapa yang menuliskan judul-judul
itu dalam leger ini"
Pustakawan. Karena itu, perubahan tulisan tangan dalam halamanhalaman tersebut
bisa kita pakai untuk menetapkan pergantian pustakawan. Sekarang kita akan
melihat katalog ini dari belakang: yang terakhir adalah tulisan tangan Maleakhi,
kau lihat. Dan ini hanya memenuhi beberapa halaman. Biara ini tidak menerima
banyak buku selama tiga puluh tahun terakhir ini. Lalu, kalau kita buka dari
belakang, ada sejumlah halaman yang ditulis oleh tangan yang gemetar. Dengan
jelas aku membaca keberadaan Robert dari Bobbio, yang sakit. Mungkin Robert
tidak lama menduduki posisi ini. Lalu apa lagi yang kita temukan. Halaman yang
ditulis oleh tangan lain, tegak dan percaya diri, seluruh rangkaian penerimaan
buku itu (termasuk kelompok buku yang kuperiksa beberapa saat yang lalu), amat
mengesankan. Paul dari Rimini tentunya kerja keras!
Terlalu keras, jika kau masih ingat bahwa Nicholas menceritakan bahwa ia menjadi
Abbas waktu masih muda. Tetapi mari kita andaikan bahwa pembaca yang rajin ini
memperkaya biara ini dengan begitu banyak buku selama beberapa
tahun. Bukankah kita diberi tahu bahwa ia dijuluki Abbas agrafikus karena cacat
aneh itu, atau penyakit, yang membuatnya tidak mampu menulis" Jadi siapa yang
menulisi halamanhalaman ini" Aku yakin asisten pustakawannya. Tetapi jika
kebetulan asisten pustakawan itu kelak ditunjuk menjadi pustakawan, maka sudah
tentu ia melanjutkan tulisannya, dan kita tentu sudah membayangkan mengapa ada
begitu banyak halaman di sini yang ditulis oleh tangan yang sama. Jadi, kalau
begitu, di antara Paul dan Robert tentunya ada pustakawan lain, dipilih sekitar
lima puluh tahun yang lalu, yang menjadi rival misterius dari Alinardo, yang
mulai berharap, sebagai orang yang lebih tua, untuk menggantikan Paul. Lalu
orang ini meninggal, dan entah kenapa, berlawanan dengan harapan Alinardo dan
harapan orangorang lain, tempatnya diisi Robert."
"Tetapi mengapa Anda begitu yakin ini urutan pergantian yang betul" Bahkan
dengan mempertimbangkan bahwa tulisan tangan ini adalah tulisan pustakawan yang
tak bernama, mengapa tidak bisa Paul juga telah menulis judul-judul dari halaman
yang masih lebih awal?"
"Karena di antara penerimaan yang mereka catat semua adalah bulla dan dekrit,
dan ini diberi tanggal yang tepat. Maksudku, jika kau temukan di sini, seperti
sekarang, Firma Cautela dari Bonifacius VII, bertahun 1296, maka kau tahu bahwa
naskah itu tidak tiba sebelum tahun itu, dan kau bisa menyimpulkan naskah itu
tiba tidak lama setelah itu. Semua tonggak bersejarah ini, boleh dikatakan, ditempatkan sepanjang
tahuntahun tersebut, sehingga jika aku berani mengatakan bahwa Paul dari Rimini
menjadi pustakawan pada 1265 dan menjadi Abbas pada 1275, dan aku menemukan
bahwa tulisan tangannya, atau tangan seseorang lain yang bukan Robert dari
Bobbio, di antara tahun 1265 dan 1285, jadi ada perbedaan waktu sepuluh tahun."
Guruku memang benarbenar tajam. "Tetapi kesimpulan apa yang Anda tarik dari
perbedaan waktu ini?" tanyaku.
"Tidak ada," jawabnya. "Hanya beberapa alasan."
Lalu ia berdiri dan pergi untuk bicara dengan Benno yang masih setia di posnya,
tetapi dengan ekspresi wajah amat tidak yakin.
Ia masih duduk di balik mejanya yang lama dan belum berani menduduki kursi
Maleakhi di dekat katalog. William menyapanya dengan agak dingin. Kami belum
melupakan adegan tidak menyenangkan tadi malam.
"Bahkan dalam posisimu yang berkuasa dan baru, Bruder Pustakawan, aku percaya
kau mau menjawab satu pertanyaan. Pagi itu, ketika Adelmo dan lainlainnya
membicarakan tekateki aneh di sini, dan Berengar langsung mengacu kepada finis
Africae, apa ada orang yang menyebutkan Coena Cypriani?"
"Ya," kata Benno, "apa aku belum cerita kepadamu" Sebelum mereka membicarakan
tentang tekateki Symphosius, Venantius sendiri menyebutkan Coena itu, dan Maleakhi jadi
marah, sambil mengatakan bahwa itu satu karya tidak sopan dan memperingatkan
kami bahwa Abbas telah melarang siapa saja membacanya ...."
"Abbas?" kata William. "Amat menarik. Terima kasih, Benno."
"Tunggu," kata Benno, "aku ingin bicara denganmu." Ia memberi isyarat kepada
kami untuk mengikutinya keluar dari skriptorium, sampai ke tangga yang turun ke
dapur, sehingga yang lainlainnya tidak bisa mendengarnya. Bibirnya gemetaran.
"Aku takut, William," katanya. "Mereka telah membunuh Maleakhi.
"Sekarang tinggal aku yang tahu terlalu banyak. Di samping itu, kelompok orang
Italia itu membenciku .... Mereka tidak menginginkan pustakawan asing lagi .... Aku
yakin yang lainlainnya dibunuh untuk alasan yang ini ... aku belum pernah
menceritakan tentang kebencian Alinardo terhadap Maleakhi, bertahuntahun yang
lalu, kepedihan hatinya."
"Siapa yang merebut pos itu dari dia, bertahuntahun yang lalu?"
"Itu yang aku tidak tahu: ia selalu membicarakan tentang hal itu dengan
samarsamar, dan bagaimanapun juga, itu sejarah lama.
Sekarang mereka semua tentu sudah mati. Tetapi kelompok Italia di seputar
Alinardo sering bicara ... sering menyebut Maleakhi cuma boneka ...
ditaruh di sini oleh seseorang yang lain, dengan keterlibatan Abbas itu .... Tanpa
menyadarinya, aku ... aku sudah jadi terlibat dalam konflik antara dua kelompok
yang bertikai .... Aku baru menyadarinya pagi tadi .... Italia adalah suatu negeri
yang penuh persekongkolan: mereka meracuni para paus di sini, jadi bayangkan
saja seorang pemuda malang seperti aku ....
Kemarin aku belum paham, aku percaya buku itu penyebab segala sesuatunya tetapi
sekarang aku tidak yakin lagi. Dalilnya begini: kau sudah melihat bahwa buku
tersebut telah diketemukan tetapi Maleakhi juga mati ... aku harus ... aku ingin ...
aku lebih suka melarikan diri. Apa saranmu tentang apa yang harus kulakukan?"
"Tenang. Sekarang kau minta nasihat, ya kan" Kemarin malam kau seolaholah
penguasa dunia ini. Pemuda tolol, jika kau sudah membantuku kemarin, tentunya
kita bisa mencegah kejahatan terakhir ini. Kau yang memberi Maleakhi buku yang
membawa kepada kematiannya. Tetapi paling sedikit katakan satu hal kepadaku. Apa
kau memegang buku itu, apa kau menyentuhnya, membacanya" Lalu kenapa kau tidak
mati?" "Aku tidak tahu. Aku bersumpah tidak menyentuhnya; atau, tepatnya, aku
menyentuhnya waktu mengambilnya dari laboratorium tetapi tanpa membukanya; aku
menyembunyikannya di balik jubahku, lalu pergi dan menaruhnya di bawah dipan di
bilikku. Aku tahu Maleakhi terus mengamatiku, maka aku langsung kembali ke
skriptorium. Dan setelah itu, waktu Maleakhi menawarkan untuk menjadikan aku asisten, buku
itu kuberikan kepadanya. Itu cerita lengkapnya."
"Kau jangan bilang bahwa kau bahkan tidak membukanya."
"Ya, aku memang membukanya sebelum menyembunyikannya, untuk memastikan itu
benarbenar buku yang juga kaucari-cari. Buku itu mulai dengan naskah Arab, lalu
aku yakin satu dalam bahasa Syria, kemudian ada satu naskah Latin, dan akhirnya
satu dalam bahasa Yunani ...."
Aku ingat singkatan yang sudah kami lihat dalam katalog itu.
Dua judul pertama didaftar sebagai "ar." dan "syr." Itu adalah buku tersebut!
Tetapi William mendesak, "Kau menyentuhnya dan kau tidak mati. Jadi, menyentuh
saja tidak membunuh. Dan apa yang bisa kauceritakan kepadaku tentang naskah
Yunani itu" Apa kau memeriksanya?"
"Sebentar sekali. Hanya cukup lama untuk menyadari bahwa naskah itu tanpa judul;
itu mulai seakan sebagian hilang ...."
"Liber acephalus gumam William.
"Aku berusaha membaca halaman pertama, tetapi terus terang bahasa Yunaniku amat
lemah. Dan kemudian rasa ingin tahuku tertarik oleh hal kecil lain, berkaitan
dengan halamanhalaman dalam bahasa Yunani itu juga. Aku tidak membuka-buka
semuanya, karena tidak bisa. Halamanhalaman itu bagaimana aku bisa
menjelaskannya" lembap, lengket jadi satu. Sukar sekali memisahkan satu
halaman dari yang lain. Karena perkamennya aneh ... lebih empuk daripada perkamen
lainnya, dan halaman pertama itu sudah rusak, dan hampir hancur. Itu ... yah,
aneh." "Aneh1 adalah kata yang dipakai oleh Severinus," kata William.
"Perkamen itu tidak seperti perkamen .... Seakan seperti kain, tetapi amat halus
Benno melanjutkan. "Charts lintea, atau kertas linen," kata William. "Apa kau belum pernah
melihatnya?" "Aku sudah mendengar tentang itu, tetapi rasanya aku belum pernah melihatnya.
Konon harganya amat mahal, dan tipis. Itulah sebabnya kertas itu jarang dipakai.
Yang membuat orang Arab, kan?"
"Mereka yang pertama membuat. Tetapi juga dibuat di Italia sini, di Fabriano.
Dan juga .... Hei, tentu saja, dengan sendirinya!" mata William bersinar. "Suatu
pengungkapan yang amat menarik dan indah! Selamat, Benno! Terima kasih! Ya, aku
membayangkan bahwa di perpustakaan sini pasti jarang ada charta lintea, karena
tidak ada naskah terlalu baru yang masuk. Dan di samping itu, banyak yang takut
kalau kertas linen tidak bisa tahan berabadabad seperti perkamen, dan mungkin
itu betul. Bayangkan, jika mereka menginginkan sesuatu di sini yang tidak lebih
abadi daripada kuningan ... maka itu adalah charta lintea"
Baiklah. Selamat tinggal. Dan jangan cemas. Kau tidak dalam bahaya."
Kami menjauhi skriptorium sambil meninggalkan Benno yang lebih tenang, meskipun
mungkin tidak sepenuhnya percaya diri lagi.
Abbas itu berada dalam ruang makan. William menghampirinya dan minta untuk
bicara dengannya. Abo, karena tidak mampu menunda, sepakat untuk menemui kami
sebentar lagi di rumahnya. []
Nona Dalam cerita ini Abbas tidak mau mendengarkan katakata William, justru bicara
tentang bahasa permata, dan mengungkapkan satu keinginan bahwa tidak akan ada
investigasi lebih jauh tentang kejadiankejadian tidak menyenangkan yang belum
lama ini terjadi. partemen Abbas itu terletak di atas gedung pertemuan, dan dari jendela ruang
utama yang mewah dan luas, tempat ia menerima kami, pada hari yang jernih dan
berangin itu, melewati atap gereja biara, tampaklah Aedificium yang besar itu.
Abbas, sambil berdiri di dekat jendela, nyatanya sedang merenungkan Aedificium
itu, dan ia menunjukkannya kepada kami dengan suatu sikap saleh.
"Suatu benteng yang terpuji," katanya, "yang proporsi proporsinya merangkum
aturan emas yang menguasai pembangunan bahtera itu. Terbagi atas tiga lantai,
karena tiga adalah angka Trinitas, tiga adalah para malaikat yang mengunjungi
Abraham, lamanya hari yang dilewatkan Yunus dalam perut ikan besar, harihari
yang dilewati Yesus dan Lazarus dalam makam; tiga kali Yesus mohon kepada Bapa
untuk mengambil piala itu
daripadanya, dan tiga kali Dia menyembunyikan diri untuk berdoa bersama para
rasul. Tiga kali Petrus menyangkal Dia, dan tiga kali Kristus muncul ke hadapan
para pengikutnya setelah Kebangkitan. Kebajikan teologis ada tiga, dan ada tiga
bahasa suci, tiga bagian jiwa, tiga kelas makhluk intelektual: malaikat,
manusia, dan setan; ada tiga macam bunyi vox, flatus, pulsus*, dan ada tiga masa
dalam sejarah manusia, sebelum, selama, dan setelah hukum itu."
"Suatu keselarasan hubungan mistik yang menakjubkan," William mengiyakan.
"Tetapi juga bentuk segiempat itu," lanjut Abbas, "kaya akan pelajaran
spiritual. Titik kardinal ada empat, dan musim, unsurunsurnya, dan panas,
dingin, basah, dan kering; kelahiran, pertumbuhan, masa dewasa dan masa tua;
spesies binatang, hewan angkasa, hewan bumi, hewan air dan hewan udara; warnawarna yang membentuk pelangi; dan jumlah tahun yang dibutuhkan untuk membentuk
tahun kabisat." "Oh, yang jelas," kata William, "tiga plus empat jadi tujuh, suatu angka mistik
superlatif, sedangkan tiga kali empat jadi dua belas, seperti jumlah rasul, dan
dua belas kali dua belas jadi seratus empat puluh empat, yang merupakan angka
pemilihan." Dan mendengar peragaan terakhir dari pengetahuan mistik dari jagat
angka yang ideal, Abbas tidak bisa menambahkan apa-apa lagi. Jadi, William bisa
langsung pada masalahnya.
5 Suara, embusan, detak penerj?"Kita harus bicara tentang kejadiankejadian terakhir, yang tentang itu sudah
kurenungkan panjang lebar," katanya.
Abbas itu membalikkan punggungnya ke jendela dan langsung menatap William dengan
wajah galak. "Dengan amat-terlalu lama, mungkin. Aku harus mengaku, Bruder
William, bahwa aku mengharapkan lebih darimu. Hampir enam hari sudah lewat sejak
kalian tiba di sini; empat rahib telah meninggal di samping Adelmo, dua telah
ditangkap oleh Inkuisisi itu keadilan, tentu saja, tetapi kita seharusnya bisa
menghindari rasa malu ini jika inkuisitor itu tidak merasa wajib melibatkan
dirinya sendiri dengan kejahatan-kejahatan sebelumnya dan akhirnya pertemuan
yang sudah kupimpin telah tepatnya karena semua perbuatan keji itu hasilnya amat
disayangkan ...." William diam saja, malu. Tanpa bertanya, Abbas itu betul.
"Itu betul," ia mengakui, "aku belum memenuhi harapanmu, tetapi aku akan
menjelaskan kenapa, Yang Tersuci. Kejahatan-kejahatan ini tidak berakar dari
seorang budak feodal atau semacam dendam turun-temurun di kalangan para rahib,
tetapi dari perbuatan yang, pada gilirannya, berakar pada sejarah amat lama
The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
biara ini ...." Abbas itu memandang William dengan gelisah. "Apa maksudmu" Aku sendiri menyadari
bahwa kuncinya bukan masalah Kepala Gudang yang menjengkelkan itu, yang telah
saling berkait dengan cerita lain.
Tetapi yang lain, ada lagi yang mungkin kuketahui tetapi tidak bisa
mendiskusikannya Kuharap sudah jelas, dan bahwa Anda ingin membicarakan denganku
tentang itu ...." "Yang Tersuci mulai memikirkan suatu perbuatan yang ia dengar dari pengakuan
dosa ...." Abbas itu memalingkan muka, dan William melanjutkan, "Jika Yang Mulia
ingin tahu apa aku tahu, tanpa mendengarnya dari Yang Mulia, bahwa ada hubungan
gelap antara Berengar dan Adelmo, dan antara Berengar dan Maleakhi, nah, yah,
setiap orang di biara ini tahu ...."
Abbas itu amat tersipu, "Kukira tidak ada gunanya membicarakan hal seperti itu
di depan novis ini. Dan aku tidak percaya, karena sekarang pertemuan itu sudah
usai, bahwa Anda masih membutuhkannya untuk mencatat. Pergilah, Nak," katanya
kepadaku dengan angkuh. Karena merasa direndahkan, aku pergi. Tetapi karena ingin tahu, aku jongkok di
luar pintu aula, yang kubiarkan terbuka, sehingga aku bisa mengikuti dialog itu.
William bicara lagi, "Jadi, karena itu, hubungan gelap tersebut, andaikan memang
terjadi, hampir tidak memengaruhi kejadiankejadian menyedihkan itu. Kuncinya ada
di tempat lain, yang kukira Anda sudah bisa membayangkan. Segala sesuatunya
membelok ke arah pencurian dan kepemilikan sebuah buku, yang disimpan rapatrapat dalam finis Africae, dan sekarang sudah kembali ke sana lagi berkat upaya
Maleakhi, meskipun, seperti sudah
Anda saksikan, urutan kejahatan itu dengan demikian tidak menarik."
Lama mereka berdiam diri; lalu Abbas bicara lagi, dalam suara patah-patah, raguragu, seperti seseorang yang terpukul oleh pengungkapan tak terduga. "Ini
mustahil .... Anda .... Bagaimana Anda tahu tentang finis Africae" Apa Anda telah
melanggar laranganku dan memasuki perpustakaan?"
Seharusnya William menceritakan yang sebenarnya, tetapi kemarahan Abbas tidak
mengenal kasihan. Toh, jelas guruku tidak mau berdusta. Ia lebih suka menjawab
pertanyaan itu dengan pertanyaan lain, "Apa Yang Mulia tidak mengatakan
kepadaku, waktu kita bertemu pertama kali, bahwa seseorang seperti diriku, yang
telah menggambarkan Brunellus dengan begitu baik tanpa pernah melihat kuda itu,
tentunya tidak sulit membayangkan tempat-tempat yang tidak bisa ia masuki?"
"Jadi, begitu," kata Abo. "Tetapi mengapa Anda mengira seperti yang Anda
pikirkan?" "Bagaimana aku sampai pada kesimpulanku adalah cerita yang terlalu panjang.
Tetapi serangkaian kejahatan telah dilakukan untuk mencegah banyak orang
menemukan sesuatu yang dianggap tidak diinginkan bagi mereka untuk menemukan.
Sekarang mereka semua yang tahu sesuatu tentang rahasia perpustakaan itu, entah
dengan cara benar maupun dengan muslihat, sudah mati. Hanya tinggal satu orang:
Anda sendiri." "Apa Anda ingin memancing .... Anda ingin memancing kata Abbas.
"Anda salah paham," kata William, yang mungkin memang ingin memancing. "Saya
bilang bahwa ada seseorang yang tahu dan ingin tak seorang lain pun tahu.
Sebagai orang terakhir yang tahu, Anda bisa jadi korban berikutnya. Kecuali Anda
menceritakan kepada saya apa yang Anda ketahui tentang buku terlarang itu, dan
khususnya, siapa dalam biara ini yang mungkin tahu apa yang Anda ketahui, dan
mungkin lebih banyak, tentang perpustakaan itu."
"Di sini dingin," kata Abbas itu. "Mari kita keluar."
Aku cepatcepat pindah dari pintu dan menunggu mereka di ujung atas anak tangga.
Abbas itu melihatku dan tersenyum kepadaku.
"Betapa banyak hal menyedihkan yang pasti sudah didengar rahib muda ini selama
beberapa hari terakhir ini! Ayolah, Nak, jangan membiarkan dirimu sendiri
terlalu sedih. Agaknya kau lebih banyak mendengarkan cerita yang dibayangkan
daripada yang nyata Ia mengangkat satu tangannya dan membiarkan sinar matahari menerangi sebuah
cincin indah yang ia kenakan pada jari keempatnya, emblem kekuasaannya. Cincin
itu berkilauan dengan semua kecemerlangan batubatu permatanya.
"Kau mengenali ini, kan?" katanya kepadaku. "Simbol kewenanganku, tetapi juga
beban batinku. Ini bukan hiasan: ini suatu silogi menakjubkan dari sabda suci
yang harus kujaga." Dengan jarinya ia menyentuh batu permata itu atau, lebih
tepatnya, susunan berbagai batu permata yang membentuk seni manusia dan alam yang luar
biasa menakjubkan itu. "Ini batu kecubung," katanya, "cermin kerendahan hati dan
mengingatkan kita akan kesederhanaan dan kebaikan hati Santo Mateus; ini
kalsedoni, tanda kemurahan hati, simbol kesalehan Yoseph dan Santo Yakobus
Agung; ini jasper, yang meramalkan kesetiaan dan dihubungkan dengan Santo
Petrus; dan sardis, simbol kemartiran, yang mengingatkan kepada Santo
Bartolomeus; ini safir, harapan dan renungan, batu dari Santo Andreas dan Santo
Paulus; dan beril, doktrin kuat, ilmu pengetahuan dan ketahanan menderita,
kebajikan-kebajikan Santo Thomas .... Betapa mengagumkan bahasa batu mulia itu,"
ia melanjutkan, sementara tenggelam dalam penampakan mistiknya, "yang sudah
diterjemahkan oleh tradisi pengasahan batu mulia dari pemikiran Aaron dan
penggambaran Jerusalem surgawi dalam buku rasul itu. Dalam hal ini,
dindingdinding Sion dilapisi dengan batu mulia yang sama seperti yang menghiasi
dada saudaranya Musa, kecuali delima merah, unam dan onyx, yang, telah
disebutkan dalam kitab Keluaran, digantikan dengan kalsedonia, sardis,
krisopras, lazuardi."
Ia menggerakkan cincinnya dan membuat mataku silau oleh kemerlapnya, seakan ia
ingin membuatku terpana. "Bahasa yang luar biasa, kan" Bagi bapa-bapa lain batu
mulia menandakan hal lain lagi.
Bagi Paus Innocent III, rubi memancarkan ketenangan dan kesabaran; akik merah
tua, kemurahan hati. Bagi Santo Bruno, batu akuamarin memusatkan pengetahuan teologis
dalam kebajikan sinarsinarnya yang paling murni. Batu pirus menandakan
kegembiraan; sardis memberi kesan malaikat serafin; ratna cempaka memberi kesan
malaikat serubim; jasper, takhta; krisolit, wilayah; safir, kebajikan, onyx,
kekuasaan; beril, prinsip kuat; rubi, para malaikat agung, dan zamrud, para
malaikat. Ada banyak bentuk bahasa batu mulia; masingmasing mengungkapkan
beberapa kebenaran, sesuai dengan rasa dan interpretasi yang dipilih, sesuai
dengan konteks di mana mereka muncul. Dan siapa memutuskan apa itu derajat
interpretasi dan apa itu konteks yang memadai"
Kau tahu, Anakku, karena mereka telah mengajarimu: itu adalah otoritas,
komentator paling bisa dipercaya dari semua dan paling mengandung prestise, dan
oleh karenanya dengan kesucian. Kalau tidak, bagaimana mau menginterpretasi
tandatanda ganda yang ditetapkan dunia di depan mata pendosa kita, bagaimana
menghindari kesalahpahaman yang ke dalamnya Iblis menggoda kita"
Ingat, betapa Iblis amat sangat membenci bahasa batu mulia, seperti dibuktikan
oleh Santo Hildegard. Binatang buas jahat itu melihat suatu pesan di dalamnya
yang diterangi oleh makna berbedabeda atau derajat-derajat ilmu pengetahuan, dan
tentu ia mau menghancurkannya karena dia, Musuh itu, merasakan gaung dari
keajaiban yang dikuasainya sebelum kejatuhannya dalam
keindahan batubatu mulia itu, dan ia mengerti bahwa cahaya ini dihasilkan oleh
api, yang menyiksanya." Ia mengulurkan cincinnya untuk kucium, dan aku berlutut.
Ia membelai kepalaku. "Dan begitulah, Nak, kau harus melupakan hal-hal, yang
jelas keliru, yang sudah kaudengar selama harihari ini. Kau telah memasuki ordo
terbesar, termulia dari semuanya; dari ordo ini aku adalah seorang Abbas, dan
kau berada di dalam wilayah yurisdiksiku. Dengar perintahku: lupakan, dan semoga
bibirmu tersegel selamanya. Bersumpahlah."
Karena terharu, takluk, sudah tentu aku mau bersumpah. Dan kalian, pembaca yang
baik, sekarang tidak akan bisa membaca kronik setiaku ini. Tetapi pada saat ini
William menyela, mungkin tidak untuk mencegahku bersumpah, tetapi bereaksi
secara naluriah, lepas dari kejengkelan, untuk menyela Abbas itu, untuk
menghancurkan mantra yang jelas ia lontarkan.
"Buat apa anak itu harus berbuat begitu" Saya telah mengajukan suatu pertanyaan,
saya memperingatkan adanya bahaya, saya minta Anda menyebutkan satu nama .... Apa
sekarang Anda menginginkan saya, pula, mencium cincin itu dan bersumpah untuk
melupakan apa yang telah kuketahui atau kucurigai?"
"Ah, Anda kata Abbas itu dengan sedih. "Aku tidak mengharapkan seorang biarawan
miskin memahami keindahan dari tradisitradisi kami, atau menghormati sikap
bungkam, rahasiarahasia, misteri dari kemurahan hati ... ya, kemurahan hati,
dan rasa mendapat kehormatan, dan sumpah diam yang menjadi dasar kebesaran kami
.... Anda telah menceritakan kepadaku satu kisah aneh, satu cerita yang tak bisa
dipercaya. Tentang sebuah buku terlarang yang telah menyebabkan serangkaian
pembunuhan, tentang seseorang yang tahu apa yang seharusnya hanya aku yang tahu
.... Dongeng, tuduhan tak berarti. Omongkan saja, kalau mau: tak seorang pun akan
memercayaimu. Dan bahkan jika suatu unsur dari rekonstruksimu yang penuh anganangan itu betul ... yah, sekarang segala sesuatunya sudah kukendalikan,
yurisdiksiku. Aku akan menyelidikinya sendiri, aku punya sarana, aku punya
otoritas. Sudah sejak awal sekali aku telah melakukan kesalahan, dengan minta seorang
luar, betapapun bijak, betapapun patut dipercaya, untuk menyelidiki hal-hal yang
merupakan tanggung jawabku sendiri. Tetapi kau paham, seperti sudah kaukatakan
kepadaku; sejak awal aku yakin bahwa itu melibatkan pelanggaran sumpah
kemurnian, dan (aku memang lalai) aku ingin seseorang lain untuk memberitahukan
apa yang sudah kudengar dalam pengakuan dosa. Baiklah, sekarang Anda sudah
memberi tahu aku. Aku amat berterima kasih untuk apa yang sudah Anda lakukan
atau berusaha lakukan. Pertemuan kedua kelompok duta itu sudah terlaksana, misi Anda di sini sudah
selesai. Kubayangkan Anda sudah sangat ditunggu di pengadilan kekaisaran;
akhirnya orang tidak membuang orang
seperti Anda. Aku mengizinkan Anda meninggalkan biara ini. Hari ini mungkin
terlalu malam: aku tidak ingin Anda melakukan perjalanan setelah matahari
terbenam, karena jalanan tidak aman.
Anda akan berangkat besok pagi, pagi-pagi sekali. Oh, tidak usah mengucapkan
terima kasih, aku senang Anda berkunjung di sini, seorang saudara di antara
saudarasaudara, bisa menghormati Anda dengan keramahan kami. Anda boleh mundur
sekarang bersama novismu untuk menyiapkan barang bawaan kalian. Aku akan
mengucapkan selamat jalan lagi subuh esok hari. Aku berterima kasih kepada Anda,
dengan sepenuh hati. Tentu saja Anda tidak perlu melanjutkan penyelidikan.
Jangan ganggu lagi para rahib itu. Silakan."
Ini lebih dari mempersilakan pergi, ini pengusiran. William pamit dan kami
menuruni anak tangga. "Ini maksudnya apa?" tanyaku. Aku tidak paham apa-apa lagi.
"Coba susun satu hipotesis. Kau tentu sudah belajar caranya."
"Terus terang, aku sudah tahu bahwa aku harus menyusun paling sedikit dua, yang
satu bertentangan dengan yang lain, dan keduanya tidak bisa dipercaya. Baiklah,
kalau begitu ...." Aku menelan ludah: menyusun hipotesis membuatku gugup.
"Hipotesis pertama: Abbas itu sudah tahu segala sesuatu dan membayangkan Anda
tidak bakal menemukan apa-apa. Hipotesis kedua: Abbas itu tidak pernah
mencurigai apa saja (tentang apa aku tidak tahu, karena aku tidak tahu apa yang
Anda pikirkan). Tetapi, toh ia tetap mengira bahwa itu semua hanya karena
pertengkaran antara ... antara para rahib yang melakukan sodomi .... Sekarang, Anda
toh telah membuka matanya, sudah memikirkan satu nama, punya gagasan persis
tentang siapa yang bertanggung jawab atas kejahatan-kejahatan itu. Tetapi pada
saat ini ia ingin menyelesaikan masalah itu sendiri dan ingin menyingkirkan
Anda, demi menyelamatkan kehormatan biara ini."
"Bagus sekali. Nalarmu sudah mulai bagus. Tetapi kau sudah melihat bahwa dalam
kedua kasus itu Abbas kita memprihatinkan nama baik biaranya. Mungkin saja ia
akan jadi pembunuh atau korban berikut, namun ia tidak ingin kabar buruk tentang
komunitas suci ini terdengar sampai di luar pegunungan ini. Bunuh rahibrahibnya,
tetapi jangan sentuh kehormatan biaranya. Ah, demi William sekarang mulai
jengkel. "Anak haram tuan tanah feodal itu, burung merak yang mendapat ketenaran
karena pernah menjadi penggali kubur Aquinas, kantong kulit kambing yang
digelembungkan yang ada, hanya karena mengenakan cincin sebesar dasar gelas!
Sombong, sombong, kalian semua orang Cluny, lebih payah daripada para pangeran,
bersikap lebih baron daripada para baron!"
"Guru aku menyela dalam nada marah.
"Diam kau, kau terbuat dari bahan yang sama. Kelompokmu bukan orang sederhana,
atau putra-putra orang biasa. Jika seorang petani
mengikutimu, mungkin kau menerimanya, tetapi seperti kusaksikan kemarin, kau
tidak ragu menyerahkannya ke tangan orang sekuler. Tetapi tidak, jika ia salah
seorang dari kelompokmu sendiri, tidak; ia harus dilindungi. Abo mampu
mengidentifikasi orang malang itu, bersedia menusuknya dalam ruang harta bawah
tanah, dan membawa ginjalnya berkeliling di antara bendabenda relikui, asalkan
kehormatan biara ini selamat .... Bagaimana kalau seorang Fransiskan, seorang
Minorit kampungan, telah menemukan sarang tikus dalam rumah sucinya" Ah, tidak,
dengan cara apa pun ini sesuatu yang tidak bisa diterima oleh Abo. Terima kasih,
Bruder William, Kaisar membutuhkan Anda, Anda lihat cincin indah yang kumiliki,
selamat jalan. Tetapi sekarang tantangannya bukan sekadar masalah antara aku dan
Abo, ini adalah antara aku dan seluruh masalah itu: aku tidak akan meninggalkan
temboktembok ini sebelum menemukan. Ia ingin aku berangkat besok pagi, ya kan"
Bagus, ini rumahnya; tetapi besok pagi aku harus tahu. Harus."
"Harus" Siapa yang mengharuskan Anda sekarang?"
"Tidak ada yang pernah mengharuskan kita untuk tahu, Adso. Kita harus, itu saja,
bahkan jika kita tidak sepenuhnya memahami."
Aku masih bingung dan merasa terhina oleh katakata William terhadap ordoku dan
abbas-abbasnya. Dan aku berusaha membenarkan Abo sebagian, dengan menyusun
hipotesis ketiga, sambil melatih suatu keterampilan yang, menurutku, sudah
mulai kukuasai dengan tangkas. "Anda belum mempertimbangkan kemungkinan ketiga,
Guru," kataku. "Selama beberapa hari ini kita telah memerhatikan, dan pagi ini
agaknya cukup jelas bagi kita dari cerita Nicholas dan rumor yang kita dengar di
gereja, bahwa kelompok rahib Italia itu enggan menoleransi pengangkatan
pustakawan asing: mereka menuduh Abbas tidak menghormati tradisi, dan, menurut
pemahamanku, mereka bersembunyi di belakang Alinardo tua, sambil mendorongnya
maju seperti sebuah standar, untuk menuntut suatu pemerintahan biara yang
berbeda. Jadi, mungkin Abbas takut kalau pengungkapan kita akan dijadikan
senjata oleh musuh-musuhnya, dan ia ingin
menyelesaikan masalah itu dengan amat bijaksana ii
"Itu mungkin saja. Tetapi ia masih tetap sebuah kantong kulit kambing yang
digelembungkan, dan ia akan menyebabkan dirinya sendiri terbunuh."
Kami berada dalam kloster. Angin mulai lebih marah sepanjang waktu, sinar
matahari makin remang-remang, meskipun saat itu baru setelah nona. Hari sudah
mulai senja, dan kami tinggal punya waktu sedikit.
"Sudah agak gelap," kata William. "Dan kalau seseorang cuma punya waktu sedikit,
ia harus berusaha tetap tenang. Kita harus bertindak seakan kita masih punya
keabadian di depan kita. Aku punya satu masalah untuk diselesaikan: caranya
menembus finis Africae itu, karena jawaban terakhirnya pasti di sana. Kemudian
kita harus menyelamatkan seseorang, aku belum menetapkan yang mana. Akhirnya, kita harus
mengharapkan sesuatu dari arah kandang kuda, kauawasi tempat ... lihat semua
kesibukan itu ...." Nyatanya, pada jarak antara Aedificium dan kloster itu luar biasa ramai. Sesaat
sebelumnya, seorang novis, muncul dari rumah Abbas, lalu lari ke arah
Aedificium. Sekarang Nicholas keluar dari situ untuk menuju asrama. Di satu
sudut, kelompok pagi itu, Pacificus, Aymaro, dan Petrus, asyik berdiskusi dengan
Alinardo, seakan tengah berusaha meyakinkan dia tentang sesuatu.
Lalu mereka tampak sudah mencapai suatu keputusan. Aymaro menggandeng Alinardo
yang masih enggan, dan pergi bersamanya ke arah kediaman Abbas. Mereka baru saja
mau masuk ketika Nicholas keluar dari asrama, mengantar Jorge ke arah yang sama.
Ketika melihat kedua orang Italia itu masuk, ia membisikkan sesuatu ke telinga
Jorge, dan orang tua itu menggelengkan kepala. Namun, mereka terus saja menuju
gedung pertemuan. "Abbas itu mulai mengendalikan situasi gumam William skeptis. Dari Aedificium
muncul lebih banyak rahib, yang bekerja di skriptorium, dan mereka langsung
diikuti oleh Benno, yang lalu menghampiri kami, lebih cemas daripada sebelumnya.
"Dalam skriptorium jadi resah," katanya kepada kami. "Tak seorang pun bekerja,
mereka cuma mengobrol di antara mereka sendiri .... Apa yang tengah terjadi?"
"Yang tengah terjadi adalah bahwa orangorang yang sampai pagi ini agaknya paling
dicurigai, semua sudah mati. Sampai kemarin setiap orang mengawasi Berengar,
tolol dan licik dan perayu, lalu Kepala Gudang itu, seorang yang dicurigai
bidah, dan akhirnya Maleakhi, begitu tidak disukai orang banyak .... Sekarang
mereka tidak tahu lagi siapa harus mengawasi siapa, dan mereka butuh sekali
menemukan seorang musuh, atau kambing hitam. Dan setiap orang mencurigai yang
lainnya; beberapa merasa takut, seperti kau; lainnya telah memutuskan untuk
menakuti seseorang lain. Kalian semua terlalu resah. Adso, sekali-sekali tengok
kandang kuda itu. Aku akan pergi dan istirahat."
Seharusnya aku heran: pergi dan istirahat padahal William tinggal punya waktu
The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
beberapa jam saja. Rasanya itu bukan keputusan paling bijaksana. Tetapi sekarang
aku sudah kenal guruku. Makin rileks tubuhnya, makin bergelora pikirannya. []
Antara Vespers dan Komplina
Ini secara singkat menceritakan tentang jam-jam panjang penuh kegelisahan.
s~ij" ulit untuk menceritakan apa yang telah ter-0^7 jadi selama jam-jam
berikutnya, antara vespers dan komplina.
William tidak ada. Aku keluyuran di sekitar kandang kuda tetapi tidak melihat
sesuatu yang tidak wajar. Para gembala memasukkan hewan-hewan itu dengan gugup
karena angin kencang; kalau tidak semuanya berjalan dengan tenang.
Aku masuk gereja. Setiap orang sudah siap di tempatnya di antara bangku-bangku,
tetapi Abbas melihat Jorge tidak ada.
Dengan suatu isyarat ia menunda acara doa itu dimulai. Ia ingin menyuruh Benno
keluar mencari orang tua itu, tetapi Benno tidak ada. Ada yang memberitahukan
bahwa mungkin Benno sedang bersiap menutup skriptorium malam itu. Abbas
tersebut, dengan jengkel, mengatakan bahwa sudah diputuskan bahwa Benno tidak
akan menutup apa-apa karena belum tahu aturan menutupnya.Aymaro dari Alessandria
bangkit dari bangkunya, "Jika Bapa berkenan, aku akan pergi memanggilnya ii
"Tak ada yang minta kau melakukan apa-apa," kata Abbas itu singkat, dan Aymaro
duduk lagi, namun sambil melontarkan lirikan yang tak dapat dimengerti ke arah
Pacificus dari Tivoli. Abbas itu menghendaki Nicholas, yang tidak hadir.
Seseorang mengingatkannya bahwa Nicholas sedang menyiapkan makan malam, dan
Abbas itu menunjukkan sikap kejengkelan, seakan ia tidak suka semua orang tahu
bahwa ia kecewa. "Aku menginginkan Jorge di sini," teriaknya. "Cari dia! Kau!" ia memerintahkan
guru novis itu. Seorang lain memberitahukan bahwa Alinardo juga tidak ada.
"Aku tahu," kata Abbas itu, "ia tidak enak badan." Aku duduk di dekat Petrus
dari Sant'Albano dan mendengarnya mengatakan kepada orang yang duduk sebelahnya,
Gunzo dari Nola, dalam dialek vulgar Italia-Tengah yang hanya kupahami sedikit.
"Seharusnya aku mengira begitu. Hari ini, waktu keluar setelah musyawarah, orang
tua malang itu bingung. Abo berperilaku seperti pelacur Avignon!"
Para novis gelisah: dengan kepekaan murni, kekanak kanakan, mereka merasakan
ketegangan menguasai bagian koor, seperti yang kurasakan. Selanjutnya keadaan
jadi sepi dan membingungkan untuk waktu cukup lama. Abbas menyuruh beberapa
mazmur dilantunkan dan ia asal comot tiga yang tidak ditetapkan untuk vespers
oleh Regula. Semua saling berpandangan, lalu mulai berdoa dengan suara pelan.
Guru novis itu kembali, diikuti oleh Benno, yang mengambil tempat duduknya,
kepalanya menunduk. Jorge tidak ada di skriptorium maupun di biliknya. Abbas itu
memerintahkan acara doa dimulai.
Setelah doa itu selesai, sebelum setiap orang pergi untuk makan malam, aku
mencari William. Ia telentang di atas dipannya, berdandan rapi, tak bergerak.
Katanya ia tidak menyadari bahwa sudah malam. Kuceritakan kepadanya secara
singkat apa yang telah terjadi. Ia menggelengkan kepala.
Di pintu ruang makan kami melihat Nicholas, yang beberapa jam lalu telah
mengantar Jorge. William menanyakan apakah orang tua itu langsung masuk untuk
menemui Abbas tadi. Kata Nicholas, Jorge harus menunggu lama di luar pintu,
karena Alinardo dan Aymaro dari Alessandria berada di aula. Setelah disuruh
masuk, Jorge tinggal agak lama di dalam, sementara Nicholas menunggunya.
Kemudian Jorge keluar dan minta Nicholas mengantarnya ke gereja, satu jam
sebelum vespers. Abbas itu melihat kami bercakapcakap dengan Kepala Gudang tersebut. "Bruder
William," ia memperingatkan, "apa Anda masih melakukan investigasi?" Ia
menyilakan William duduk di mejanya seperti biasa. Bagi rahib Benediktin,
keramahtamahan itu suci. Makan malam itu lebih sunyi daripada biasa, dan murung. Abbas makan
terusmenerus, tertekan oleh pikiran-pikiran sedih.
Akhirnya ia menyuruh para rahib buruburu mengadakan komplina.
Alinardo dan Jorge masih belum tampak. Para rahib menunjuk ke arah tempat kosong
orang buta itu dan berbisik-bisik. Waktu acara doa selesai, Abbas minta agar semua mengucapkan doa khusus untuk kesehatan Jorge dari Burgos. Tidak jelas apa
yang ia maksudkan kesehatan jasmani atau kesehatan abadi. Semua paham bahwa
komunitas itu bakal ditimpa malapetaka lagi. Kemudian Abbas menyuruh
masingmasing rahib bergegas, dengan lebih serta merta, ke biliknya
sendirisendiri. Ia memerintahkan bahwa tak seorang pun, dan ia menekankan
katakata "tak seorang pun", boleh berjalanjalan di luar asrama. Para novis yang
ketakutan itu keluar dulu, tudung mereka menutupi wajah, kepala tertunduk, tidak
seperti biasanya saling bercakapcakap, saling mendorong, saling melontarkan
sekilas senyum, saling diamdiam menjegal untuk mendorong kemarahan yang lain
(para novis, meskipun rahib muda, tetap masih anak-anak, dan bentakan guru
mereka tidak banyak berhasil mencegah mereka semua untuk berperilaku seperti
anak-anak, seperti tuntutan usia muda mereka).
Waktu orang dewasa mulai keluar, aku masuk ke dalam barisan, dengan rendah hati,
di belakang kelompok yang sekarang sudah kuanggap berciri "orang Italia".
Pacificus menggumam kepada Aymaro, "Apa kau sungguhsungguh percaya Abo tidak
tahu di mana Jorge berada?" Dan Aymaro
menjawab, "Ia mungkin tahu, dan tahu bahwa Jorge tidak bakal pernah kembali dari
tempat ia berada sekarang.
Bisa jadi orang tua itu menginginkan terlalu banyak, dan Abo tidak
menginginkannya lagi ...."
Ketika William dan aku pura-pura mau istirahat di penginapan, sekilas tampak
Abbas memasuki Aedificium lagi melalui pintu ruang makan yang masih terbuka.
William menyarankan untuk menunggu sebentar; begitu tempat itu kosong sama
sekali, ia menyuruhku mengikutinya. Dengan cepat kami menyeberang daerah kosong
itu dan masuk gereja. [] Setelah Komplina Dalam cerita ini, hampir secara kebetulan, William menemukan rahasia memasuki
finis Africae. agaikan sepasang pembunuh, kami mondar-mandir di dekat pintu masuk itu, di balik
sebuah pilar yang dari situ kami bisa mengamati kapel dengan tengkoraktengkorak
itu. "Abo sudah pergi untuk menutup Aedificium," kata William. "Kalau sudah memalang
pintu-pintu dari sebelah dalam, ia hanya bisa keluar lewat osarium."
"Lalu?" "Lalu kita akan melihat apa yang ia lakukan." Kami tidak melihat apa yang telah
dilakukan Abbas itu. Satu jam lewat dan Abbas masih belum muncul lagi. Ia sudah
masuk ke dalam finis Africae, kataku. Mungkin, jawab William. Karena ingin
sekali menyusun hipotesis lebih banyak, aku menambahkan: Mungkin ia keluar lagi
lewat ruang makan dan mencari Jorge. Dan William menjawab: Itu juga mungkin.
Boleh jadi Jorge sudah mati, aku membayangkan lebih jauh. Mungkin ia berada
dalam Aedificium dan akan membunuh Abbas. Mungkin mereka berdua berada dalam suatu
tempat lain dan seseorang lain sudah menunggu mereka. Apa yang diinginkan
orangorang "Italia" itu" Dan mengapa Benno begitu takut"
Mungkinkah ia hanya berpura-pura, untuk mengecoh kita"
Mengapa ia berdiam agak lama dalam skriptorium selama vespers, jika ia tidak
tahu caranya menutup skriptorium atau caranya keluar"
Apa dia ingin menyusuri gang-gang labirin itu"
"Semua mungkin," kata William. "Tetapi hanya satu hal yang akan terjadi, atau
sudah terjadi, atau hampir terjadi. Dan akhirnya Tuhan Yang Suci mengaruniai
kita dengan kepastian yang cemerlang."
"Apa itu?" tanyaku, penuh harapan.
"Bahwa Bruder William dari Baskerville, yang sekarang mendapat kesan telah
memahami segala sesuatunya, tidak tahu bagaimana memasuki finis Africae itu. Ke
kandang kuda, Adso, ke kandang kuda."
"Dan bagaimana jika Abbas memergoki kita?"
"Kita akan pura-pura jadi sepasang hantu."
Menurutku ini kelihatannya bukan satu solusi praktis, tetapi aku diam saja.
William makin gelisah. Kami keluar dari pintu utara dan menyeberang makam,
sementara angin bertiup dengan berisik dan aku mohon kepada Tuhan agar jangan
berpapasan dengan dua hantu, karena biara itu, pada malam itu, tidak kekurangan
jiwa-jiwa yang gentayangan. Kami sampai di kandang kuda dan mendengar
kudakuda, lebih gelisah daripada biasanya karena cuaca yang marah itu. Pintu
utama bangunan itu dipasangi, setinggi dada manusia, kisi-kisi metal yang lebar,
yang lewat itu tampak bagian dalamnya. Dalam kegelapan, samarsamar kami melihat
bentuk kudakuda itu. Aku mengenali Brunellus, yang pertama di sebelah kiri.
Di kanannya, hewan ketiga dalam urutan itu mengangkat kepalanya, merasakan
kehadiran kami, dan meringkik. Aku tersenyum. "Tertius equi," kataku.
"Apa?" tanya William.
"Tidak ada apa-apa. Aku jadi ingat Salvatore malang. Ia ingin menunjukkan bahwa
Tuhan tahu apa keajaiban kuda itu, dan dengan bahasa Latinnya ia menyebut kuda
itu 'tertius equi1. Yang seharusnya u."
"U?" tanya William yang sudah mendengar ocehanku tanpa terlalu banyak memberi
perhatian. "Ya, karena 'tertius equi' artinya bukan kuda ketiga, tetapi yang ketiga dari
kuda itu, dan huruf ketiga dari kata 'equus' adalah u. Tetapi semua ini omong
kosong William memandangku, dan dalam kegelapan aku seakan melihat wajahnya berubah.
"Tuhan memberkatimu, Adso!" katanya kepadaku.
"Mengapa, tentu saja, suppositio materialis, percakapan itu dianggap de dicto
dan bukan de re ... bodoh sekali aku!" Ia menepuk keningnya begitu keras sampai
aku mendengar suara plak, dan aku yakin tangannya sendiri terasa sakit. "Anakku,
hari ini untuk kedua kalinya kebijaksanaan telah bicara lewat mulutmu, pertama dalam
keadaan bermimpi dan sekarang dalam keadaan terjaga! Lari, lari sana ke bilikmu
dan ambil lampu itu, atau, lebih tepatnya, kedua lampu yang kita sembunyikan.
Jangan sampai ada orang memergokimu, dan langsung temui aku di gereja. Jangan
tanya apa-apa. Pergi!"
Aku tidak bertanya apa-apa dan pergi. Kedua lampu itu berada di bawah dipanku,
sudah diisi dengan minyak, dan tadi aku sudah merapikan sumbunya. Aku menyimpan
pemantik api dalam jubahku.
Sambil mendekap kedua benda berharga itu pada dadaku, aku lari ke gereja.
William berada di bawah tripod dan sedang membaca lagi perkamen yang berisi
catatan Venantius. "Adso," katanya kepadaku. "Jadi 'primum et septimum de quatuor' artinya bukan
yang pertama dan yang ketujuh dari empat, tetapi dari empat itu, kata 'empat'
itu!" Untuk sejenak aku tidak paham, tetapi kemudian aku mendapat pencerahan:
"Super thronos viginti quatuor! Tulisan itu! Bait itu! Katakata itu diukir di
atas cermin!" "Ayo," kata William, "mungkin kita masih tepat waktu untuk menyelamatkan sebuah
jiwa!" "Jiwa siapa?" tanyaku, waktu William memanipulasi tengkoraktengkorak dan membuka
jalan ke osarium itu. "Jiwa seseorang yang tidak sepantasnya mati," katanya. Kami sudah berada dalam
gang bawah tanah itu, dengan lampu menyala, berjalan ke arah pintu yang menuju dapur.
Aku pernah bilang bahwa di situ, sebuah pintu kayu harus didorong dan kau akan
berada di dapur, di balik perapian, di kaki anak tangga melingkar yang menuju
skriptorium. Dan persis ketika mulai mendorong pintu itu, kami mendengar semacam
bunyi terbungkam di dalam dinding di sebelah kiri kami. Bunyi itu datang dari
dinding di sebelah pintu, di mana deretan relung dengan tengkorak dan tulang itu
berakhir. Sebagai ganti relung terakhir, terentang sebuah dinding kosong terbuat
dari balok batu persegi besar-besar, dengan sebuah plakat tua di tengah yang
berhias suatu ukiran monogram yang sudah rusak. Bunyi itu datang, rasanya, dari
balik plakat itu, atau mungkin dari atas plakat itu, yang sebagian terpasang di
atas dinding, dan sebagian hampir di atas kepala kami.
Jika pada malam pertama telah terjadi sesuatu semacam itu, aku tentu langsung
mengira itu suara para rahib yang telah mati.
Tetapi sekarang ini aku cenderung untuk berharap yang lebih buruk dari seorang
rahib yang masih hidup. "Kira-kira siapa, ya?" tanyaku.
William membuka pintu itu dan muncul di balik perapian. Pukulan-pukulan itu juga
terdengar sepanjang dinding yang membatasi anak tangga, seakan ada orang ditawan
di dalam dinding itu, atau kalau tidak, dalam celah (betulbetul tebal) yang
kemungkinan ada di antara dinding sebelah-dalam dapur dan dinding sebelah-luar
menara selatan. "Ada orang terkurung di dalam sana," kata William. "Selama ini aku sudah
membayangkan apakah tidak ada jalan masuk lain ke finis Africae, dalam
Aedificium yang penuh lorong ini. Jelas ada. Dari osarium, sebelum kau sampai ke
dalam dapur, tampak dinding kosong, dan kau memanjat sebuah anak tangga yang
paralel dengan ini, tersembunyi dalam pintu, yang langsung menuju ruang buntu."
"Tetapi siapa yang berada di sana?" berusaha menangkapnya, tetapi yang di atas
tentu sudah memblokir mekanisme yang mengendalikan pintu-pintu itu. Jadi, tamu
itu terjebak. Dan ia meronta-ronta karena, kubayangkan, tidak banyak udara dalam
ruang sempit itu." "Siapa, ya" Kita harus menyelamatkannya!"
"Kita akan segera tahu siapa dia. Dan akan halnya menyelamatkan dia, yang hanya
bisa dilakukan dengan melepaskan mekanisme itu dari atas: kita tidak tahu
rahasia dari ujung ini. Mari kita cepatcepat naik."
Maka kami naik ke skriptorium, dan dari sana ke labirin, dan kami segera
mencapai menara selatan. Dua kali aku harus menahan kecepatan jalanku, karena
angin yang muncul lewat celah-celah malam itu menciptakan arus yang, karena
menembusi gang-gang tersebut, menderu-deru melewati ruang-ruang, membuat
kertaskertas yang berserakan di atas meja bergemerisik, sehingga aku harus
melindungi lampuku dengan tangan.
Tidak lama kemudian kami berada di ruang cermin, kali ini siap untuk permainan
pengrusakan yang menunggu kami. Kami mengangkat lampu untuk menerangi bait di
atas cermin itu. Super thronos viginti quatuor .... Saat itu rahasia tersebut jadi
jelas sekali: kata "quatuor" punya tujuh huruf, dan kami harus menekan huruf q
dan r. Aku berpikir, dengan gembira, untuk melakukannya sendiri.
Cepatcepat kuletakkan lampu itu ke atas meja di tengah ruangan tersebut. Tetapi
aku melakukannya dengan gugup, dan nyalanya mulai menjilat jilid sebuah buku
yang juga ditaruh di sana.
"Awas, tolol!" seru William, dan dengan sekali tiup memadamkan api itu. "Kau
ingin membakar perpustakaan, ya?"
Aku minta maaf dan mulai menyalakan lampu itu lagi. "Tidak usah," kata William,
"lampuku sudah cukup. Nih, pegang ini dan terangi aku, karena tombol itu terlalu
tinggi dan kau tidak bisa meraihnya. Kita harus cepatcepat."
"Bagaimana jika ada seseorang bersenjata di dalam sana?" tanyaku, ketika
William, hampir meraba-raba, berusaha mencari huruf-huruf fatal itu, sambil
berjinjit, meskipun ia jangkung, untuk menyentuh bait tentang kiamat itu.
"Kasih aku cahaya, demi Iblis, dan jangan pernah takut: Tuhan bersama kita!"
jawabnya, agak tidak cocok. Jarijarinya sedang menyentuh q dari "quatuor" dan,
karena berdiri beberapa langkah lebih jauh, aku melihat lebih baik daripada dia
apa yang sedang ia lakukan. Aku pernah bilang bahwa huruf-huruf bait itu seakan
diukir atau ditempel di dalam dinding: jelas huruf-huruf dari "quatuor" itu berbingkai metal, yang di
baliknya telah dipasang mekanisme mengagumkan dan ditutup tembok. Kalau ditekan,
q itu membuat bunyi klik keras, dan hal yang sama terjadi waktu William menekan
huruf r. Seluruh kerangka cermin itu seakan bergetar dan permukaan kacanya
melesak mundur. Cermin itu sebuah pintu, dengan engsel di bagian kirinya.
William menyelipkan tangannya ke dalam celah terbuka yang sekarang tercipta di
antara tepi kanan pintu dan tembok itu, dan menarik ke arah dirinya sendiri.
Dengan berderit, pintu itu membuka keluar, ke arah kami. William menyelip lewat
pintu itu dan aku menguntit di belakangnya dengan lampu kuangkat di atas kepala.
Dua jam setelah komplina, pada akhir hari keenam, di tengah malam yang tengah
melahirkan hari ketujuh, kami memasuki finis Africae. []
Malam Dalam cerita ini, kalau hendak diringkaskan penyingkapan yang tentang itu cerita
ini bicara, judulnya seharusnya sepanjang bab itu sendiri, berlawanan dengan
gunanya. eekarang kami ternyata berada di ambang sebuah ruangan yang serupa bentuknya detiga ruang buntu heptagonal lainnya, dipenuhi bau amat sengak, seperti bau buku
yang lembap. Lampu itu, yang kuangkat tinggi tinggi, mulamula menerangi
kubahnya; lalu, setelah lenganku agak kuturunkan, ke kanan dan ke kiri,
cahayanya yang remang-remang menyinari rak-rak buku sepanjang tembok yang jauh.
Akhirnya, di tengah, kami melihat sebuah meja penuh kertas, dan di balik meja
itu ada sosok yang duduk, yang agaknya sudah menunggu kami dalam kegelapan,
tidak bergerak, andaikan masih hidup. Bahkan sebelum cahaya menerangi wajahnya,
William bicara.
The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Malam yang bahagia, Jorge yang suci," katanya. "Apa kau sedang menunggu kami?"
Sekarang lampu itu, begitu kami maju beberapa langkah, menerangi wajah orang tua
yang memandang kami seakan bisa melihat.
"Kaukah itu, William dari Baskerville?" tanyanya. "Aku sudah menunggumu sejak
sore ini sebelum vespers, waktu aku datang dan mengunci diriku di sini. Aku tahu
kau akan datang." "Dan Abbas itu?" tanya William. "Apa dia yang menimbulkan bunyi di balik anak
tangga rahasia itu?"
Jorge termangu sejenak. "Dia masih hidup?" tanyanya.
"Kukira dia sudah mati sesak napas."
"Sebelum kita mulai bicara," kata William, "tentunya aku mau menyelamatkan dia.
Kau bisa membuka dari sini."
"Tidak," kata Jorge letih, "sudah tidak bisa lagi. Mekanismenya dikontrol dari
bawah, dengan menekan plakat, dan di atas sini sebuah pengungkit akan terkatup,
yang membuka sebuah pintu di belakang sana, di balik kotak itu." Ia mengangguk
di atas bahunya. "Di samping kotak itu kau bisa melihat sebuah roda dengan
semacam imbangan, yang mengontrol mekanisme dari atas sini. Tetapi waktu aku
Mereka Datang Ke Baghdad 4 Dendam Kesumat Pendekar Cinta Karya Tabib Gila Orang Orang Sisilia 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama