Ceritasilat Novel Online

Winnetou Kepala Suku Apache 1

Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May Bagian 1


Winnetou - Kepala Suku Apache
Dr. Karl May Edit & Convert: zhe (zheraf.wapamp.com)
http://www.zheraf.net PENGANTAR Bilamana saya merenungkan orang Indian, selalu terbayang juga tentang orang
Turki. Mungkin ini sekilas tampak aneh, tapi sungguh beralasan. Walaupun di
antara keduanya hanya terdapat sedikit persamaannya, namun mereka serupa dalam
suatu hal, bahwa sepertinya mereka bagian dari masa lalu. Orang Turki selalu
dibandingkan dengan orang sakit, sementara bagi barangsiapa yang tahu selukbeluk
orang Indian, menjulukinya sebagai orang sekarat.
Benar, bangsa kulitmerah ini sedang sekarat! Dari kepulauan Tanah-Api sampai
melampaui danau-danau besar di Amerika Utara tergeletak raksasa yang gering,
dicampakkan oleh nasib pahit yang tidak mengenal belaskasihan. Mereka telah
berjuang sekuat tenaga untuk mengubah nasib buruknya, tetapi sia-sia.
Kekuatannya kian melemah dari hari ke hari, napasnya tinggal tersengal, dan
semangat yang dari waktu ke waktu memberi kehidupan terhadap tubuh mereka kini
telah padam. Suatu isyarat bahwa maut sudah dekat menjemput.
Apakah mereka bersalah atas kematian yang belum saatnya ini" Apakah mereka
pantas ditimpa nasib sekejam itu"
Jika benar bahwa semua yang hidup memiliki hak untuk hidup dan jika prinsip ini
berlaku untuk semua orang tanpa kecuali, baik sebagai pribadi maupun sebagai
kelompok, maka orang kulitmerah pun memiliki hak yang sama untuk hidup, seperti
halnya dengan orang kulitputih. Mereka juga boleh menuntut hak untuk
mengembangkan diri dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan sesuai dengan jati
dirinya. Tentu saja orang bisa membantahnya dengan berkata bahwa orang Indian
tidak memiliki pembawaan dasar untuk membentuk suatu negara. Benarkah demikian"
Saya katakan, tidak! Sayang, saya tidak bisa memaparkan alasan-alasannya karena
saya tidak bermaksud untuk menulis karangan ilmiah tentang hal itu. Orang-orang
kulitputih mendapat kesempatan untuk berkembang secara alami. Secara bertahap
mereka beralih dari budaya berburu ke budaya menggembala ternak, kemudian dari
sana ke budaya bercocoktanam dan akhirnya mencapai budaya industri. Proses ini
berlangsung selama ratusan tahun. Sementara itu orang kulitmerah tidak mendapat
kesempatan itu karena mereka tidak diberi waktu. Sebagai pemburu mereka harus
membuat loncatan yang besar dari tahap pertama ke tahap terakhir. Ketika mereka
dituntut untuk berubah, orang sama sekali tidak berpikir bahwa mereka akan gagal
dan akan terluka akibat perubahan itu.
Bahwa pihak yang lemah harus menyingkir demi pihak yang kuat, ini merupakan
hukum yang kejam. Namun karena hukum itu sudah menyebar dalam alam dan sudah
mendapat pengakuan, maka kita harus menerima bahwa kekejaman seperti itu hanya
merupakan pembenaran kristiani, karena bukankah kebijakan hakiki yang mendasari
hukum itu adalah juga cintakasih sejati" Apakah kita boleh mengatakan bahwa
kepunahan suku Indian berhubungan dengan pembenaran kekejaman seperti di atas"
Ketika orang kulitputih tiba, mereka disambut oleh orang Indian bukan saja
dengan ramah, tapi bahkan juga dengan semacam suatu penghormatan sakral. Imbalan
apa yang kemudian diperoleh orang Indian" Jelas dengan sendirinya bahwa tanah
yang ditempati orang Indian adalah milik mereka. Tetapi tanah itu kemudian
dirampas orang kulitputih. Setiap orang yang pernah membaca kisah terkenal
tentang "Conquistadores" pasti tahu bahwa di sana telah terjadi pertumpahan
darah dan tindakan penuh kekejaman. Dan metode seperti ini terus diterapkan
belakangan. Orang kulitputih datang dengan memasang senyum manis di wajah,
tetapi menyelipkan pisau tajam di pinggang berikut senjata api yang siap
ditembakkan di tangan. Mereka menjanjikan cintakasih dan perdamaian dalam
omongan, namun menebar kebencian dan pertumpahan darah. dalam kenyataan Orang
kulitmerah harus menyingkir setapak demi setapak. Pada mulanya mereka diberi hak
"istimewa" atas wilayah teritorialnya. Tetapi setelah beberapa saat mereka
dikejar dan diusir keluar dari tanahnya sendiri, semakin hari semakin jauh.
Orang kulitputih "membeli" tanah dari orang Indian tanpa membayarnya, atau
menukarkannya dengan barang tak berharga yang tidak bisa dipakai oleh orang
Indian. Bahkan secara diam-diam mereka disuguhkan racun yang disembunyikan di
dalam "Air-api" berikut kemudian penyakit cacar dan penyakit-penyakit lain yang
lebih parah dan menjijikkan. Penyakit itu menghancurkan seluruh suku Indian dan
desa-desanya. Jika kulitmerah menuntut haknya, kulitputih menjawab dengan mesiu
dan peluru. Dan mereka pun harus menyingkir dari senjata kulitputih yang lebih
handal. Karena kecewa, mereka membalas dendam dengan membunuh setiap kulitputih
yang dijumpai. Akibatnya, pembantaian massal yang resmi terhadap kulitmerah pun
tak terelakkan lagi. Oleh karena itu, mereka yang sebenarnya adalah pemburu yang
penuh percaya diri, gagah, berani, mencintai kebenaran, jujur, dan setiakawan;
kini berubah menjadi orang yang licik, penuh prasangka dan suka berbohong.
Tetapi mereka tidak bisa berbuat lain, karena bukan mereka, melainkan orang
kulitputihlah yang bersalah atas semua yang terjadi.
Apa yang terjadi dengan kawanan mustang yang dulu biasa mereka tangkap dengan
gesit dari atas kuda tunggangan, kemana perginya kawanan itu sekarang" Dimana
mereka kini bisa mendapat lagi bison yang menjadi santapannya seperti ketika
ribuan kawanan itu masih berkeliaran di hutan-hutan prairie" Sekarang apa sumber
nafkah mereka" Apakah dari tepung gandum dan daging yang dibagikan kepada
mereka" Lihatlah, betapa banyak bubuk kapur dan bahan asing lain yang terdapat
dalam tepung itu. Siapa yang dapat menyantapnya" Jika sebuah suku dijanjikan
seratus ekor lembu yang sangat tambun, hanya dalam beberapa hari lembu itu telah
berubah menjadi dua atau tiga sapi tua yang begitu kurus bahkan burung ruak pun
enggan menyantapnya. Atau haruskah orang kulitmerah hidup dengan bercocoktanam"
Apakah mereka bisa mengharapkan hasil panenan, sementara mereka tidak mempunyai
hak dan terus didesak serta tidak diberi tempat untuk menetap"
Dulu mereka kelihatan begitu percaya diri dan anggun ketika berkendara melintasi
padang sabana yang luas seraya diterpa oleh lambaian surai kudanya. Dan kini
mereka kelihatan sengsara dan hina dengan pakaian compang-camping yang tidak
mampu menyembunyikan kesengsaraannya. Mereka yang dulu mempunyai tenaga sangat
kuat sehingga mampu membunuh seekor beruang dengan tangan kosong, kini seperti
anjing kudisan yang kelaparan dan berkeliaran dari rumah ke rumah untuk mengemis
sekerat daging atau untuk ... mencurinya!
Begitulah, mereka sudah menjadi orang sekarat yang siap dijemput maut. Dan kita
berdiri terharu di samping tempat tidurnya tetapi menutup mata terhadap
nasibnya. Berdiri di samping tempat tidur seseorang yang akan meninggal
merupakan pengalaman yang menyedihkan. Tapi kesedihan itu akan menjadi seratus
kali lipat jika yang mati itu adalah sebuah sukubangsa. Banyak pertanyaan akan
muncul, terutama: apa yang dapat dihasilkan oleh sukubangsa ini jika mereka
diberikan waktu dan tempat untuk mengembangkan semua bakat dan kemampuannya"
Bukankah itu berarti sebuah budaya yang khas harus hilang dari peradaban manusia
bersama punahnya bangsa ini" Bangsa yang sedang
menghadapi maut ini tidak mampu menyesuaikan diri dengan budaya lain karena
mereka memiliki keunikan tersendiri. Haruskah mereka dibunuh karena alasan itu"
Apakah mereka tidak bisa ditolong" Mengapa bison-bison bisa dipindahkan ke Taman
Nasional Montana dan Wyoming agar binatang ini tidak punah, sementara orang
Indian yang menjadi tuan tanah di sana tidak diberikan tempat tinggal agar
mereka bisa hidup dengan damai dan berkembang secara maksimal"
Namun apa gunanya pertanyaan ini jika kematian mereka tidak bisa dihindari lagi"
Apa gunanya kita mengecam jika semuanya sudah terlambat" Saya hanya bisa
mengeluh tetapi tidak bisa mengubah apa pun. Saya hanya bisa berkabung tetapi
tidak mampu menghidupkan kembali orang mati! Ya ... itulah saya. Tetapi saya
mengenal orang Indian dalam waktu yang lama. Di antara mereka, saya mengenal
seorang yang cerdas, berwibawa, baik hati dan hingga kini dia masih tetap hidup
dalam hati dan ingatan saya. Dia adalah teman paling baik, setia dan rela
berkorban. Dia memiliki tipe asli orang Indian. Dan ketika bangsa ini
dihancurkan, dia pun turut gugur, dia hilang dari kehidupan karena terkena
peluru dari seorang musuh. Saya menyayangi dia tiada duanya dan sampai sekarang
saya mengagumi bangsa yang nyaris punah ini. Dan dia adalah putra terbaik dari
bangsa ini. Seandainya bisa, saya akan memberikan nyawa saya agar dia tetap
hidup seperti dia yang ratusan kali telah mempertaruhkan nyawanya demi saya.
Saya tidak rela dia gugur setelah dia muncul sebagai dewa penolong bagi para
sahabatnya. Namun kiranya hanya jasadnya saja yang musnah sedangkan namanya akan
tetap hidup dalam buku ini, seperti halnya dalam hati saya. Dialah Winnetou,
kepala suku yang agung dari sukubangsa Apache.
Dengan buku ini saya ingin mengenangnya. Dan jika para pembaca mampu melihatnya
dengan matahati dan kemudian membuat penilaian yang adil terhadap suatu
sukubangsa yang memiliki kepala suku itu sebagai pahlawannya, maka saya merasa
sangat tersanjung. -Pengarang SEORANG GREENHORN Pembaca yang budiman, tahukah Anda, apa makna kata "greenhorn?" Ini adalah
sebuah julukan yang sangat menjengkelkan dan bernada menghina. Green artinya
hijau dan kata horn diartikan alat peraba. Jadi greenhorn [Dalam bhs. Indonesia,
maknanya adalah: pemula yang sok tahu. Menurut asalusul kata yang sebenarnya,
greenhorn berarti anak sapi yang tanduknya belum sepenuhnya tumbuh, jadi
konotasinya seseorang yang belum sepenuhnya dewasa. Sedang horn yang diartikan
sebagai alat peraba (dari jenis binatang insek), itu adalah kekeliruan si
pengarang.] adalah orang yang masih hijau, pendatang baru dan belum
berpengalaman di suatu daerah. Dia bertindak hati-hati dan memasang alat peraba
baik-baik supaya tidak ditertawakan.
Greenhorn adalah seseorang yang tidak beranjak dari kursinya ketika seorang lady
[Nyonya (bhs. Ingris).] meminta ingin duduk di situ; dia menyalami tuan rumah
terlebih dahulu, kemudian baru membungkukkan badannya kepada nyonya rumah dan
anakdaranya. Dia seseorang yang terbalik mengisi senapannya. Mula-mula dia
memasukkan sumbat, kemudian peluru dan terakhir mesiu ke dalamnya. Greenhorn
tidak bisa berbahasa Inggris sama sekali, atau dia hanya bisa berbahasa Inggris
yang dibuat-buat. Baginya, Inggris yankee [Nama olok-olok orang Amerikat Serikat
bagian Utara.] atau gaya bahasa orang pedalaman sama-sama memuakkan, sehingga
sama sekali tidak pernah terpikir olehnya untuk mempelajari, apalagi
mengucapkannya. Greenhorn menganggap racoon [Sejenis binatang pemakan daging,
berbulu abu-abu-cokelat dengan bercak hitam seperti topeng di matanya.] sebagai
opossum [Binatang malam, berbulu tebal, bermoncong panjang.] dan menganggap
wanita blasteran negro dengan kulitputih seorang quadroone [Seperempat keturunan
negro.]. Greenhorn merokok cerutu tetapi membenci Sir [Tuan (bhs. Inggris).] yang
mengunyah tembakau dan meludahkannya. Jika ditampar oleh seorang Paddy
(Irlandia), Greenhorn akan berlari mengadu kepada seorang jurudamai dan bukannya
menembak saja orang itu sebagaimana layaknya yankee sejati. Greenhorn menganggap
jejak kalkun sebagai jejak beruang dan menganggap kapal layar sebagai kapal uap
Mississippi. Greenhorn tidak ragu-ragu meletakkan sepatu bootnya yang kotor di
atas dengkul penumpang yang lain, dia pun tidak malu menyeruput supnya dengan
bunyi seperti bison yang sekarat. Greenhorn menggotong sebanyak mungkin karet
spons pembersih wajah dan lima kilo sabun demi kebersihan tubuhnya di padang
prairie. Dia juga menyelipkan sebuah kompas, namun setelah tiga atau empat hari
kemudian jarumnya menunjukkan ke semua
arah kecuali ke utara. Greenhorn mencatat delapanratus ungkapan bahasa Indian,
tapi ketika bertemu dengan seorang kulitmerah untuk pertama kalinya, baru
teringat olehnya, bahwa catatan itu terkirim ke rumah dalam surat terakhir,
sehingga dia tidak bisa mempelajarinya.
Greenhorn membeli mesiu, dan ketika menembak untuk pertama kalinya, dia baru
tahu, seseorang telah memberinya bubuk arang yang dihaluskan. Greenhorn telah
mempelajari ilmu astronomi selama sepuluh tahun, dan selama itu pula dia
mengamati bintang-bintang di angkasa, namun dia tidak tahu jam berapa saat ini.
Greenhorn menyelipkan pisau Bowie ke ikatpinggangnya sehingga jika dia
membungkuk, mata pisaunya akan menusuk pahanya sendiri. Greenhorn akan membuat
api unggun besar saat berada di Wild West, sehingga nyalanya berkobar menjulang
setinggi pohon, dan dia kaget ketika dipergoki dan ditembaki oleh orang-orang
Indian. Greenhorn adalah greenhorn, dan julukan greenhorn semacam itu dahulu
melekat juga pada diri saya.
Tetapi orang keliru kalau mengira saya peduli dengan julukan yang menyakitkan
itu, karena memang menjadi ciri khas setiap greenhorn yang lebih suka menganggap
orang lain greenhorn daripada dirinya sendiri. Sebaliknya, saya merasa pandai
dan berpengalaman, karena saya telah mengenyam pendidikan tinggi dan tidak
pernah gentar menghadapi ujian! Dulu, ketika saya masih remaja, saya sama sekali
tidak berpikir bahwa kehidupanlah tempat belajar yang sesungguhnya yang menguji
siswanya setiap saat dan mereka harus lulus menempuh ujian ini.
Situasi yang tidak menguntungkan di tanah-air dan dorongan naluri telah membawa
saya menyeberangi samudra menuju Amerika, tempat yang kala itu jauh lebih baik
dan menguntungkan untuk karier seorang anak muda yang ulet. Di negara-negara
Timur sebenarnya pun saya bisa menemukan kehidupan yang berkecukupan, tapi ada
dorongan dalam diri saya untuk pergi ke Barat. Dalam waktu singkat saya bekerja
dari suatu tempat ke tempat lain dan mendapatkan uang begitu banyak, sehingga
saya sampai di St. Louis dalam kondisi sejahtera lahir batin. Di sana
keberuntungan membawa saya ke sebuah keluarga Jerman, tempat saya mondok sebagai
seorang guru pribadi. Di keluarga ini saya berkenalan dengan Mr. Henry seorang
pembuat senapan sejati, yang hasil karyanya dikerjakan dengan sentuhan seni.
Dengan kebanggaan orang kuno dia menyebut dirinya the gunsmith [Si pembuat
senapan (bhs. Inggris).] Jika dilihat dari roman mukanya, tampaknya Mr. Henry tidak pernah bergaul dengan
orang lain selain dengan keluarga yang ditinggalinya. Dia bahkan melayani
pelanggannya dengan kasar dan ketus, sehingga mereka ke sana semata-mata hanya
karena kwalitas barangnya. Tapi sebenarnya dia seorang yang sangat baik hati dan
bersahabat. Dia kehilangan istri dan anaknya dalam suatu peristiwa yang
menyedihkan yang tidak pernah diceritakannya. Kendati demikian saya menduga
berdasarkan sebagian ceritanya, bahwa mereka terbunuh dalam suatu perampokan.
Kejadian itu membuatnya menjadi begitu kasar. Mungkin dia tidak menyadari bahwa
dia sangat kasar; tetapi sebetulnya pribadinya lembut dan baik. Saya sering
melihat matanya berkaca-kaca jika saya bercerita tentang kampung halaman dan
keluarga saya, tempat hati saya selalu berlabuh.
Saya tidak tahu, mengapa orang tua itu menaruh simpati yang begitu besar
terhadap saya, padahal saya masih muda dan masih asing di matanya. Sampai suatu
saat dia mengatakannya kepada saya. Sejak saya menumpang di sana, dia lebih
sering berkunjung daripada sebelumnya, menyimak pelajaran dan bercakap-cakap
dengan saya seusai pelajaran. Dan akhirnya dia mengundang saya ke rumahnya.
Undangan semacam ini belum pernah diberikan kepada orang lain. Karena itu saya
bersikap waspada menanggapi undangannya. Sikap ini rupanya tidak disukainya.
Sampai hari ini, saya masih ingat betapa marahnya dia, ketika suatu malam saya
berkunjung, dan dia menerima saya tanpa menjawab ucapan "good evening"[Selamat
Petang (bhs. Inggris).] saya.
"Di manakah Anda kemarin?"
"Di rumah." "Dan kemarin dulu?"
"Juga di rumah."
"Jangan bohong!"
"Saya tidak bohong, Mr. Henry!"
"Pshaw! Anak-anak muda seperti Anda diibaratkan seperti burung yang tidak pernah
tinggal di sarangnya. Mereka akan ngeluyur ke mana saja kecuali ke keluarganya
sendiri." "Kalau begitu menurut Anda, ke manakah saya boleh pergi?"
"Tentu saja ke sini, ke rumah saya! Sudah lama saya ingin menanyakan sesuatu
kepada Anda." "Mengapa tidak ditanyakan?"
"Tentu saja karena saya belum mau."
"Lalu kapan maunya?" "Mungkin sekarang."
"Tanyakan saja, jangan segan-segan," jawab saya sambil duduk di bangku tempat
dia bekerja. Dia memandang saya dengan heran sambil menggelengkan kepalanya dan berkata,
"Segan" Apakah saya harus meminta ijin lebih dahulu kepada seorang greenhorn
seperti Anda apabila saya hendak bertanya?"
"Greenhorn?" tanya saya sambil mengerutkan dahi, karena saya merasa benar-benar
tersinggung. "Saya kira perkataan Anda itu tidak disengaja dan hanya
salah lidah, Mr. Henry!"
"Jangan tersinggung, Sir! Perkataan itu saya ucapkan dengan sengaja. Anda memang
seorang greenhorn. Memang benar Anda mempunyai banyak pengetahuan. Sungguh
mengagumkan apa yang dipelajari orang di Jerman! Anda bahkan sudah tahu jarak
bintang di langit yang dulu ditulis oleh Raja Nebukadnezar pada batu prasasti.
Anda tahu ilmu bumi, ilmu alam dan ilmu lainnya. Dan karena itu Anda menjadi
sombong! Tetapi kira-kira limapuluh tahun lagi, Anda baru akan menyadari apa
yang diperlukan untuk kepandaian yang sesungguhnya! Apa yang Anda ketahui sampai
saat ini sama sekali tidak berarti. Dan kepintaran Anda masih kurang. Anda sama
sekali tidak bisa menembak!"


Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia mengatakan itu dengan nada yang sangat menghina dan dengan penuh keyakinan
seolah-olah dia tahu pasti akan hal ini.
"Tidak bisa menembak" Hm!" jawab saya sambil tersenyum. "Inikah yang ingin Anda
tanyakan pada saya?"
"Ya, memang! Sekarang apa jawaban Anda?"
"Beri dulu saya senapan yang baik, baru akan saya jawab."
Dia meletakkan laras senapan yang sedang disekrupinya, kemudian berdiri
mendekati saya, memastikan dengan pandangan heran dan berseru,
"Memberi Anda senjata, mana mungkin! Senapan saya hanya boleh dipergunakan oleh
orang yang layak memegangnya."
"Saya juga layak," saya menganggukkan kepala.
Dia memandang saya sekali lagi, kemudian duduk kembali, mulai lagi mengerjakan
laras senapannya dan bergumam,
"Dasar greenhorn! Kesombongannya benar-benar membuat saya kesal!"
Saya membiarkannya, karena saya mengenali wataknya. Saya mengambil sebatang
cerutu dan menyulutnya. Seperempat jam lamanya kami saling diam.
Namun, dia tidak tahan lagi. Dia membawa laras itu ke arah lampu, memeriksanya
dan mengatakan, "Menembak itu lebih sulit daripada meneropong bintang atau membaca tulisan pada
prasasti Nebukadnezar. Mengerti" Apakah Anda pernah memegang sebuah senjata di
tangan?" "Tentu saja!" "Kapan?" "Sudah lama dan seringkali."
"Juga membidik dan menarik pelatuknya?"
"Ya." "Dan kena" "Tentu saja!"
Tiba-tiba dia meletakkan laras senapan yang sedang dikerjakannya, memandang saya
lagi dan berkata, "Ya kena. Tapi apanya yang kena?" "Sasarannya, tentu saja."
"Apa" Apakah Anda benar-benar mau membohongi saya?"
"Saya berkata yang sesungguhnya, saya tidak bohong."
"Persetan, Sir! Orang tidak akan percaya. Saya yakin, tembakan Anda hanya
mengenai tembok dan itu pun jika tingginya sembilan meter dan panjangnya
tigapuluh meter. Tapi Anda berbicara begitu serius dan yakin, sehingga membuat
orang jengkel. Saya bukan kanak-kanak, tahu! Greenhorn dan kutubuku seperti Anda
tidak bisa menembak! Selama ini Anda hanya sibuk menggeluti buku-buku berbahasa
Turki, Arab dan bahasa-bahasa konyol lainnya dan Anda masih sempat menyisihkan
waktu untuk latihan menembak" Ambillah senapan tua yang tergantung itu dan
bidiklah seolah-olah Anda hendak menembak. Senapan itu adalah senapan pembunuh
beruang, senapan terbaik yang pernah saya gunakan."
Saya beranjak mengambil bedil itu dan membidik.
"Halloo!" serunya sambil melompat. "Diapakan itu" Anda mengangkat senapan itu
seperti mengangkat sebuah tongkat saja, padahal itu senapan terberat yang saya
kenal! Apakah Anda sekuat itu?"
Sebagai jawaban, saya mencengkeram pinggangnya lalu mengangkatnya tinggi-tinggi
dengan tangan kanan. "Thunder-storm!" teriaknya. "Lepaskan saya. Anda ternyata jauh lebih kuat
daripada Bill!" "Bill" Siapakah dia?"
"Dia anak saya, yang... ah... lupakan saja! Dia sudah meninggal seperti yang
lainnya. Dia bisa tumbuh menjadi pemuda yang tangkas, tetapi meninggal ketika
saya tidak ada. Perawakan Anda mirip dengannya, bahkan mata dan bentuk mulut
Anda mirip, karena itu saya anggap Anda ah, itu bukan urusan Anda!"
Ungkapan kesedihan yang dalam terpancar di wajahnya . Dia mengusap wajah dengan
tangannya, kemudian melanjutkan kisahnya dengan suara yang lebih bersemangat,
"Tapi, Sir, sungguh sayang jika tenaga otot Anda hanya dimanfaatkan untuk
menulis buku, seharusnya Anda berlatih fisik!" "Tetapi saya selalu berlatih!"
"Sungguh?" "Ya!"
"Bertinju?" "Bertinju tidak ada di negeri saya, tetapi senam dan gulat saya ikut."
"Berkuda?" "Ya."
"Bermain anggar?"
"Saya pernah menjadi guru anggar."
"Hei. jangan membual! "
"Anda mau mencoba?"
"Terima kasih! Cukup, saya harus bekerja. Duduklah kembali."
Dia kembali ke tempat kerjanya, dan saya duduk kembali. Kami terdiam cukup lama.
Tampaknya Henry sibuk berpikir tentang sesuatu yang penting. Tiba-tiba dia
menengadah dan bertanya, "Sudah pernahkan Anda belajar matematika?"
"Dulu itu salah satu bidang kegemaran saya."
"Aritmatika, geometri?"
"Tentu saja. " "Pengukuran tanah?"
"Itu kegemaran saya juga. Saya sangat sering bekerja di lapangan dengan teodolit
tanpa tahu kegunaannya."
"Dan dapat mengukur, benar-benar mengukur?"
"Ya, saya dulu sering ikut serta dalam pengukuran horisontal dan vertikal,
meskipun saya tidak merasa sebagai ahli geodesi". "Well - sangat bagus, sangat
bagus!" "Mengapa Anda tanyakan itu, Mr. Henry?"
"Karena saya mempunyai alasan untuk itu, tahu! Anda tidak perlu mengetahuinya
sekarang, Anda akan mendengarnya kelak. Saya harus tahu dulu, apakah Anda bisa
menembak." "Kalau begitu, cobalah saya!"
"Sudah tentu Anda akan saya coba. Jam berapa Anda besok mulai mengajar?"
"Pukul delapan."
"Datanglah pukul enam, kita akan pergi ke lapangan tembak, tempat saya mencoba
senapan saya". "Mengapa sepagi itu?"
"Karena saya tidak mau menunggu lebih lama. Saya sangat penasaran dan ingin
membuktikan bahwa Anda benar-benar seorang greenhorn. Untuk hari ini rasanya
sudah cukup, saya masih mempunyai pekerjaan lain."
Laras senapan itu sudah selesai dikerjakan, dan sekarang dia mengambil sepotong
besi poligon[Persegi banyak] dari sebuah lemari. Ujung besi itu dikikirnya
sampai halus. Saya lihat tiap permukaannya memiliki sebuah lubang.
Demikian asyiknya dia bekerja, sehingga tampaknya dia lupa akan kehadiran saya.
Matanya berbinar-binar dan jika dia mengamati hasil karyanya tersirat rasa
bangga di wajahnya. Potongan besi ini pasti sangat berharga baginya. Saya ingin
tahu apa yang sedang dikerjakannya. Karena itu saya bertanya,
"Apakah itu bagian dari sebuah senapan, Mr. Henry?"
"Ya," jawabnya, seolah-olah dia sudah lupa bahwa saya masih ada di sana.
"Tetapi saya tidak mengenal sistem senapan yang mempunyai bagian seperti itu. "
"Ya memang, senapan ini belum selesai dirakit. Tapi pasti akan jadi 'senapan
Henry'." "Oh.. sebuah penemuan baru"
"Yes!" "Kalau begitu, saya minta maaf karena telah menanyakannya! Ini tentu rahasia!"
Dia memeriksa tiap-tiap lubang dengan seksama dan memutar besi itu berkali-kali
ke segala arah. Kemudian dia coba menyesuaikannya dengan bagian belakang laras
senapan lalu berkata, "Ya, ini rahasia. Tetapi saya percaya pada Anda, Anda bisa menyimpan rahasia
meskipun Anda betul-betul masih seorang greenhorn. Karena itu saya ingin
mengatakan bahwa senapan ini akan menjadi senapan pendek, sebuah repertir yang
dapat menembakkan duapuluh lima peluru." "Tidak mungkin!"
"Jaga mulut Anda! Saya tidak bodoh untuk melakukan suatu yang mustahil!" "Tetapi
bukankah Anda harus membuat lubang-lubang untuk menyimpan duapuluhlima peluru?"
"Saya sudah membuatnya juga. "
"Tempat tersebut pasti besar dan tidak praktis, sehingga mengganggu."
"Sebaliknya, saya hanya membuat satu tempat, praktis dan sama sekali tidak
mengganggu. Besi inilah tempatnya."
"Hm! Saya tidak mengerti bidang Anda, tetapi bagaimana dengan suhu tinggi pada
laras senapan akibat tembakan itu?"
"Justru bahan dan pembuatan laras inilah rahasia saya. Di samping itu, apakah
selalu perlu melepaskan duapuluhlima tembakan berturut-turut?"
"Jarang sekali."
"Jadi besi ini akan berputar, keduapuluhlima lubang itu masing-masing akan
memuat sebuah peluru. Pada setiap peluru yang ada di dalamnya akan tepat
berhadapan dengan lubang laras. Sudah bertahun-tahun lamanya saya memikirkan
kemungkinan ini, tetapi belum pernah dapat saya laksanakan. Sepertinya baru
sekarang akan berhasil. Nama saya, Gunsmith, sekarang sudah dikenal sebagai
pembuat senapan. Jika ciptaan saya ini berhasil, saya akan sangat terkenal dan
mendapat banyak uang."
"Dan mendapat tambahan beban moral."
Dia memandang saya dengan tercengang, lalu bertanya,
"Beban moral" Mengapa?"
"Anda kira, seorang pembunuh tidak punya beban moral?" "Zounds! Maksud Anda,
apakah saya seorang pembunuh?" "Sekarang memang belum!" "Atau saya akan menjadi
pembunuh?" "Ya, bukankah membantu orang melakukan pembunuhan dosanya sama besar dengan
orang yang melakukan pembunuhan itu sendiri?"
"Persetan, saya tidak akan membantu sebuah pembunuhan."
"Memang bukan membantu sebuah pembunuhan, melainkan pembantaian besar-besaran."
"Bagaimana mungkin" Saya tidak mengerti."
"Jika Anda membuat senapan yang dapat menembakkan duapuluhlima peluru berturutturut dan senapan itu jatuh ke tangan orang yang tidak
bertanggungjawab, maka di padang prairie, di hutan, di ngarai, akan terjadi
pembantaian mengerikan. Dan orang-orang Indian yang malang akan ditembak seperti
coyote[Sejenis serigala prairie.] dan dalam beberapa tahun lagi mereka akan
punah. Apakah Anda akan membiarkan hal itu terjadi?"
Dia memandang saya tanpa menjawab.
"Dan jika setiap orang bisa membeli senapan berbahaya ini, maka dalam waktu
singkat, Anda akan memusnahkan ribuan orang, juga mustang, bison dan semua jenis
binatang buas lainnya yang diperlukan orang Indian untuk hidupnya. Ratusan
bahkan ribuan pemburu liar akan menggunakan senapan Anda dan pergi menuju ke
wilayah Barat. Banjir darah manusia dan binatang akan membasahi tanah ini dan
tidak lama lagi daerah-daerah tersebut menjadi tidak berpenghuni."
"'s death!" serunya kemudian. "Apakah Anda ini benar-benar pendatang baru dari
Germany?" "Ya." "Dan belum pernah ke sini sebelumnya?"
"Belum." "Dan belum pernah juga di Wild West sini?"
"Belum." "Ooh.. jadi Anda benar-benar greenhorn, walaupun begitu Anda banyak bicara,
seolah-olah andalah nenek moyang orang Indian dan sudah ribuan tahun hidup di
sini dan sampai sekarang masih hidup! Anak muda, hendaknya Anda jangan coba-coba
membuat hati saya panas. Seandainya perkataan Anda itu menjadi kenyataan, tak
pernah terpikirkan oleh saya untuk mendirikan pabrik senjata. Saya orang yang
kesepian dan ingin menyendiri, saya tidak berniat mendirikan perusahaan dan
mempunyai banyak pegawai."
"Tetapi sebenarnya Anda bisa menjadi kaya dengan membuat hak paten atas penemuan
Anda dan menjualnya."
"Tunggu sajalah, Sir! Sampai sekarang nafkah saya lebih dari cukup. Saya kira
saya masih dapat hidup dengan layak tanpa menjual paten saya. Sekarang
pulanglah! Saya tidak mau mendengar nasihat anak kemarin sore yang belum
berpengalaman, tapi sudah berani menasihati orang tua."
Perkataannya itu sama sekali tidak membuat saya berkecil hati. Dia selalu
begitu, dan saya maklum apa yang dia maksud. Dia menyayangi saya, bertekad
semaksimal mungkin untuk mendukung dan melayani saya. Kami berjabatan tangan,
dan setelah itu saya pergi.
Saya tidak menduga, betapa pentingnya arti malam itu bagi saya, dan tidak
terbersit dalam benak saya, bahwa senjata tua pembunuh beruang yang berat dan
senjata laras pendek yang belum selesai itu berperan begitu besar dalam
kehidupan saya kemudian. Saya gembira menyongsong esok hari, karena sesungguhnya
saya telah bisa menembak dengan baik dan merasa sangat yakin, bahwa saya akan
lulus ujian menembak di hadapan teman tua yang unik itu.
Saya datang tepat pukul enam pagi. Dia sudah menunggu saya, menjabat tangan saya
dan berkata sambil tersenyum sinis,
"Welcome, Sir! Roman muka Anda nampak seakan-akan Anda yakin akan menang. Apakah
Anda mengira bahwa Anda dapat menembak tembok yang saya maksud tadi malam?"
"Saya harap begitu."
"Well, kita pergi sekarang. Saya membawa senapan yang ringan, dan Anda membawa
senapan pembunuh beruang. Saya malas membawa benda seberat itu."
Dia menyandang senapan ringan berlaras dua, dan saya memanggul senapan tua itu.
Sesampainya di lapangan tembak, dia mengisi kedua senapan itu dan menembakkannya
dua kali. Kemudian giliran saya. Saya belum mengenal senapan ini, sehingga
tembakan yang pertama hanya mengenai lingkaran luar. Tembakan yang kedua jauh
lebih baik dan yang ketiga tepat di tengah. Tembakan selanjutnya menembus lubang
yang telah dibuat oleh tembakan ketiga. Keheranan Mr. Henry makin menjadi-jadi,
saya juga harus mencoba senjatanya dan ketika hasilnya sama, dia berteriak,
"Kalau tidak karena kerasukan setan, Anda seorang westman[Istilah ciptaan
pengarang. Maksudnya adalah "man of the west" atau lebih tepatnya ?"frontierman"
yang konotasinya adalah: perintis atau pioner daerah Barat, pemburu prairie, dan
sejenisnya. Supaya otentik, istilah keliru ini tetap dipertahankan.] sejati,
Sir! Belum pernah saya melihat greenhorn seperti itu!"
"Saya tidak kesurupan, Mr. Henry," kata saya sambil tertawa. "Saya tidak mau
berteman dengan setan."
"Menjadi westman adalah tugas bahkan kewajiban Anda, apakah Anda tidak
berminat?" "Mengapa tidak!"
"Well, lihat saja nanti, apa yang bisa dilakukan oleh greenhorn seperti Anda"
Apakah Anda juga bisa menunggang kuda?" "Kalau terpaksa."
"Kalau terpaksa" Hm! Jadi tidak sebaik Anda menembak?"
"Pshaw! Naik ke punggung kuda adalah yang paling sulit. Tapi jika saya sudah
duduk di atas, tidak ada kuda yang melemparkan saya."
Dia melihat saya dengan pandangan menyelidik, apakah saya serius atau
berkelakar, sementara itu saya menunjukkan wajah bersungguh-sungguh, dan dia
berkata, "Anda serius" Apakah Anda berpegang pada surainya" Kalau begitu Anda keliru.
Memang benar, bahwa naik ke punggung kuda yang paling sulit, karena Anda harus
melakukannya sendiri, sedangkan turun jauh lebih mudah dan cepat karena kudalah
yang menjatuhkan." "Tetapi kuda tidak akan melemparkan saya!"
"Begitu" Kita lihat saja nanti! Maukah Anda mencobanya?"
"Dengan senang hati."
"Kalau begitu, marilah! Sekarang baru pukul tujuh, dan Anda masih punya waktu
satu jam. Kita ke rumah Jim Korner, pedagang kuda. Dia mempunyai kuda putih yang
bisa Anda pakai." Kami kembali ke kota dan mencari pedagang kuda itu. Di sana terdapat lahan
ternak yang luas, yang dikelilingi oleh banyak istal. Korner datang sendiri
menyambut dan menanyakan maksud kedatangan kami.
"Anak muda ini bilang, bahwa tidak ada seekor kuda pun mampu melemparkannya dari
pelana," tukas Henry. "Apa pendapat Anda, Mr. Korner" Apakah Anda mengijinkannya
menunggangi kuda putih itu?"
Pedagang itu memandang saya dengan penuh keraguan, kemudian mengangguk tanda
setuju dan menjawab, "Susunan tulangnya tampak bagus, selain itu leher anak muda biasanya tidak mudah
patah seperti orang tua. Jika gentleman[Tuan terhormat (bhs. Inggris).] ini
ingin mencoba kuda putih saya, silahkan saja, saya tidak keberatan."
Dia memberi perintah kepada anak buahnya dan tidak berapa lama keluarlah dua
orang pembantunya menuntun kuda berpelana dari istal. Kuda itu sangat liar dan
meronta-ronta karena ingin melepaskan diri. Mr. Henry mulai mengkhawatirkan
saya, dan meminta saya untuk mengurungkan niat, tetapi saya tidak merasa takut.
Lagipula kesempatan ini saya anggap sebagai kehormatan. Saya diberi sebuah
cemeti dan pemacu pada sepatu lars. Kemudian saya melompat ke atas pelana,
tetapi baru berhasil setelah beberapa kali mencoba. Setelah saya duduk di atas
pelana, kedua pembantu itu segera minggir, dan kuda itu melonjak-lonjak ke atas
dan ke samping. Saya memegangi pelana meskipun belum duduk,
tetapi segera saya memasukkan kaki ke sanggurdi. Kuda itu mulai melawan, namun


Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

usahanya sia-sia. Ketika ia tidak berhasil menakut-nakuti saya, dia menuju ke
dinding untuk melemparkan saya. Tetapi dengan beberapa pukulan cambuk yang
keras, saya menghalaunya kembali ke tengah lapangan. Kini kuda itu mulai
berjuang sekeras-kerasnya melawan saya, sementara saya pun mengerahkan seluruh
kemampuan saya yang hanya sedikit waktu itu karena kurang latihan. Saya tekan
kuda itu sekuat tenaga dengan paha saya, dan akhirnya kuda itu dapat dikalahkan.
Ketika saya turun dari punggung kuda, kedua kaki saya gemetar karena tegang,
sedang binatang itu bersimbah peluh dan mulutnya berbuih. Tetapi, sekarang ia
menuruti setiap perintah saya.
Pedagang kuda itu mengkhawatirkan keadaan kudanya, dia menyelimuti kudanya dan
perlahan-lahan menuntunnya kian kemari, kemudian berpaling kepada saya,
"Anak muda, saya tidak menduga, tadi saya merasa yakin Anda akan terjatuh ke
tanah pada lompatan pertama. Tentu saja Anda tidak perlu membayar, dan jika Anda
mau membantu, datanglah lagi untuk menjinakkan kuda itu. Sepuluh dollar tidak
penting bagi saya, karena ini bukan kuda yang murah, dan jika kuda ini jinak,
maka saya akan mendapat keuntungan besar."
"Kalau Anda setuju, akan saya lakukan dengan senang hati," jawab saya.
Sejak saya turun, Henry belum berkata sepatah kata pun, hanya menggelengkan
kepala. Kemudian dia bertepuk tangan sambil berteriak,
"Greenhorn ini benar-benar luar biasa dan istimewa! Bukannya kuda yang
melemparkannya ke bawah, malahan dia yang menggencet kuda setengah mati. Siapa
yang mengajari Anda, Sir?"
"Kebetulan saja, saya pernah disuruh menjinakkan seekor kuda Hongaria yang agak
liar, yang tidak mau ditunggangi orang. Lambat laun saya menjinakkannya, tapi
nyaris celaka." "Terima kasih untuk kuda yang semacam itu! Saya mengagumi kursimalas tua saya,
yang tidak pernah memberontak kalau saya duduki. Mari kita pergi, kepala saya
sudah pening. Tetapi tidak sia-sia. Saya telah melihat Anda menembak dan
berkuda. Anda telah melakukannya dengan sangat baik."
Kami pulang ke rumah masih-masing. Selama dua hari saya tidak bertemu dia dan
saya tidak punya kesempatan untuk mencarinya. Tetapi pada hari berikutnya, dia
datang mengunjungi saya. Dia tahu, bahwa saya libur.
"Maukah Anda berjalan-jalan dengan saya?" tanyanya.
"Ke mana?" "Ke seorang gentleman, yang ingin berkenalan dengan Anda. "
"Mengapa saya?"
"Coba Anda bayangkan, dia belum pernah melihat seorang greenhorn."
"Kalau begitu saya ikut, dia akan berkenalan dengan kita. "
Saya tahu di balik ajakannya, dia merencanakan suatu kejutan. Kami menyusuri
jalan dan sampailah di sebuah kantor dengan sebuah pintu kaca yang besar. Begitu
cepatnya dia masuk, sehingga saya tidak sempat membaca huruf emas yang tertera
di atas pintu kaca itu, tapi saya yakin, saya sempat melihat-lihat kata office
dan surveying. Dan ternyata saya tidak salah.
Di dalam kantor itu ada tiga orang pria, yang menyambut kami dengan ramah dan
sopan dan kelihatan penasaran. Beberapa peta dan gambar tergeletak di atas meja,
selain itu juga terdapat beberapa macam alat pengukuran. Kami berada di sebuah
kantor geodesi. Saya tidak tahu apa maksud teman saya ini membawa saya ke mari. Dia tidak
menjelaskan kepada saya dan tampaknya ini hanya kunjungan biasa. Sebentar
kemudian percakapan itu menjadi menarik sampai akhirnya pembicaraan beralih ke
benda-benda yang ada di atas meja itu. Ini menguntungkan saya, karena saya bisa
terlibat lebih banyak dalam percakapan mengenai hal-hal itu daripada tentang
situasi Amerika yang belum saya kenal.
Hari ini Henry tampak sangat tertarik pada ilmu ukur tanah. Dia banyak bertanya
dan ingin mengetahui semua hal dan saya asyik menerangkan penggunaan alat-alat
itu serta menjabarkan gambar peta dan rancangannya. Saya benar-benar greenhorn
sejati, karena tidak tahu arah pertanyaan-pertanyaan itu. Baru setelah saya
menguraikan hakekat dan perbedaan pengukuran yang terdapat pada koordinat,
metode kutub dan diagonal, pengukuran perimeter, ketiga pria itu mengedipkan
matanya kepada si pembuat senapan. Kini mengertilah saya maksudnya. Saya bangkit
dari tempat duduk untuk memberi isyarat kepada Henry, bahwa saya ingin pergi.
Dia tidak menoleh dan kami diantar dengan lebih ramah lagi.
Ketika kami sudah jauh dan tidak terlihat dari kantor tadi, Henry berhenti serta
meletakkan tangannya di bahu saya dan berkata dengan wajah berseri-seri,
"Sir, anak muda, greenhorn. Anda telah membuat saya sangat senang. Saya benarbenar bangga pada diri Anda."
"Mengapa?" "Karena anda telah memenuhi bahkan melampaui perkiraan dan harapan
saya!" "Perkiraan" Harapan" Saya tidak mengerti. "
"Anda pun tidak perlu mengerti. Penjelasannya sangat sederhana. Anda pernah
mengatakan, bahwa Anda paham tentang pengukuran tanah. Dan untuk membuktikan
bahwa Anda tidak membual, saya membawa Anda kepada para gentleman tadi. Mereka
adalah kenalan saya dan telah menguji kecakapan Anda. Ternyata Anda lulus."
"Membual" Mr. Henry, kalau Anda menganggap saya seperti itu, saya tidak akan
datang lagi ke rumah Anda!"
"Jangan tersinggung! Anda jangan merenggut kebahagiaan orang tua seperti saya.
Karena itu akan membuat kesan saya terhadap Anda berubah. Seperti Anda ketahui,
ada kemiripan antara Anda dengan anak saya! Sudahkah Anda mendatangi pedagang
kuda itu?" "Setiap pagi." "Dan menunggangi kuda putih itu lagi?" "Ya."
"Apakah ada harapan dapat menjinakkan kuda itu?"
"Saya yakin. Hanya saya ragu, apakah orang yang akan membelinya dapat
menguasainya seperti saya. Ia sudah terbiasa dengan saya dan akan melemparkan
orang lain ke tanah."
"Saya senang, senang sekali, tampaknya ia hanya mau ditunggangi greenhorn. Mari
lewat jalan sini! Saya tahu, di seberang sana ada dining-house terkenal, tempat
makan dan minum yang enak. Anda telah lulus ujian dan kita harus merayakannya."
Saya tidak memahami Mr. Henry. Dia sepertinya telah berubah. Dia yang biasanya
menyendiri dan pemalu, kini ingin makan di sebuah restoran! Wajahnya pun lain
dari biasanya dan suaranya terdengar lebih ramah dan ceria daripada sebelumnya.
Kata ujian menarik perhatian saya, tapi mungkin saja kata itu tidak berarti.
Sejak saat itu setiap hari dia mengunjungi saya dan memperlakukan saya seolaholah dia takut kehilangan saya. Tetapi tampaknya saya tidak boleh membanggakan
diri dulu, karena dia masih tetap menyebut saya dengan istilah greenhorn yang
menyebalkan itu. Anehnya, pada waktu yang bersamaan sikap keluarga yang saya tinggali juga
berubah. Orang tuanya jadi lebih memperhatikan saya, sedangkan anak-anaknya
menjadi lebih ramah. Saya memergoki mereka ketika mereka memandangi saya secara
diam-diam. Saya tidak paham arti tatapan seperti itu. Bagi saya sebenarnya
perhatian itu sangat ramah dan tidak punya maksud terselubung.
Kira-kira tiga minggu setelah kunjungan kami ke kantor itu, suatu petang nyonya
rumah meminta saya untuk tidak keluar rumah, sebab saya akan diundang makanmalam
oleh keluarga itu. Mr. Henry akan datang, dan selain itu mereka juga mengundang
dua orang pria, yang salah satunya bernama Sam Hawkens, seorang westman yang
terkenal. Sebagai seorang greenhorn, saya belum pernah mendengar nama itu,
tetapi saya senang akan berkenalan dengan pemburu yang ulung dan terkenal itu.
Karena saya tinggal serumah, saya tidak perlu menunggu tibanya waktu yang
ditentukan. Beberapa menit sebelum waktunya, saya sudah berada di dining-room.
[Ruang makan (bhs. Inggris).] Di sana saya terkejut, melihat penataan ruang yang
tidak seperti biasanya, tampaknya akan ada pesta.
Si kecil Emmy yang baru berumur lima tahun berada sendirian di ruang itu. Dia
membenamkan jarinya ke dalam manisan stroberi lalu menjilatnya. Ketika saya
masuk, dia menarik jarinya dan menyibak rambutnya yang pirang. Saat saya
mengangkat telunjuk untuk memberinya teguran keras, cepat-cepat dia menghampiri
saya dan berbisik. Agar saya tidak marah, ia mau membuka suatu rahasia yang
dijaganya selama beberapa hari ini, meskipun hati kecilnya merasa bersalah.
Karena merasa kurang mengerti, saya menyuruh dia mengulanginya. Jawabnya tetap
sama, "Your farewell-feast."
Pesta perpisahanku! Itu tidak mungkin! Siapa tahu, anak itu berkata begitu agar
saya tidak marah. Saya tersenyum, kemudian mendengar suara orang yang bercakapcakap di ruangtamu. Para tamu telah datang. Dan saya pun ke ruangtamu untuk
menyambut mereka. Tiga orang tamu datang bersamaan. Ternyata mereka sudah
sepakat datang bersama-sama. Henry memperkenalkan seorang pemuda ganteng yang
acuh tak acuh dan kaku, yang dipanggil Mr. Black; dan kemudian Sam Hawkens,
seorang westman. Dia seorang westman! Saya akui terus terang, wajah saya mungkin bengong ketika
memandangnya. Sosok seperti itu tidak pernah saya lihat sebelumnya, dan kelak
saya akan bertemu dengan sosok-sosok lain yang lebih aneh lagi. Orang itu
berpenampilan sangat mencolok, ditambah lagi gayanya berdiri di ruangan yang
indah itu seperti berdiri di tengah hutan belantara saja. Dia tetap mengenakan
topinya sambil memegang senjata di tangan. Orang pasti membayangkan demikian:
Bahwa di bawah topi tebalnya yang lusuh dan usang dia pasti selalu berpikir
keras. Di sekitar hidungnya yang besar dan menakutkan serta besar pula
bayangannya -sehingga cocok untuk dijadikan jam matahari-, tampak jambangnya
yang tumbuh tak terurus. Karena jambangnya yang lebat itu, selain hidung, yang
tampak adalah kedua mata kecilnya yang cerdik. Kedua mata itu tampak sangat
hidup dan penuh selidik. Dengan pancaran mata yang berseri-seri dia memandangi
saya. Kami saling mengamati dengan seksama. Kelak saya tahu alasannya mengapa
dia begitu tertarik kepada saya.
Organ bagian atas tersebut bertumpu pada tubuh yang tertutup rapat hingga ke
lutut oleh jas berburu dari kulit yang sudah usang yang diperuntukkan bagi orang
yang lebih gemuk. Karena itu manusia kerdil itu tampak seperti anak kecil yang
bermain-main dengan memakai baju tidur kakeknya. Di bawah jasnya yang longgar,
tampak kedua kakinya yang kurus dan bengkok yang terbungkus oleh leggin[Bahan
penutup dari paha hingga ke telapak kaki.] ketat yang sudah usang. Tampaknya
leggin itu dibuat duapuluh tahun yang lalu. Dan dia juga mengenakan sepasang
sepatu lars yang juga longgar, yang jika perlu masih bisa muat satu orang lagi.
Westman terkenal ini memegang senapan. Ketika saya perhatikan dengan teliti,
barang tersebut lebih mirip sebuah gada ketimbang sebuah senapan. Pada saat itu,
tidak terbayang oleh saya adanya figur pemburu prairie yang unik melebihi dia.
Namun tidak lama kemudian saya mengenal dan menghargai karakter asli orang ini.
Setelah memperhatikan saya dengan seksama, dia bertanya kepada Henry dengan
suara kecil seperti suara kanak-kanak,
"Apakah ini si greenhorn muda yang Anda ceritakan itu, Mr. Henry?" "Yes." orang
yang ditanya mengangguk. "Well! Saya menyukainya. Saya harap, dia juga menyukai Sam Hawkens,
hihihihi!" Dengan tawa yang aneh dan khas yang kelak akan saya dengar ribuan kali, dia
berpaling ke arah pintu yang kini terbuka. Tuan dan Nyonya rumah memasuki
ruangan dan menyalami pemburu itu dengan ramah sehingga saya menduga mereka
telah mengenal dia sebelumnya. Kemudian mereka mengajak kami memasuki ruang
makan. Kami mengikuti ajakan ini. Saya heran hingga saat itu Sam Hawkens belum
juga melepaskan topi dan senjatanya. Baru setelah kami duduk, dia berkata sambil
menunjuk senjatanya, "Seorang westman sejati tidak akan jauh dari senjatanya, begitu pula dengan
saya. Saya tidak akan jauh dari si Liddy, senjata saya. Saya akan
menggantungkannya pada paku dinding itu."
Oh, jadi dia menamai senjatanya Liddy! Kelak saya tahu, bahwa para pemburu
prairie mempunyai kebiasaan memperlakukan senjatanya seperti makhluk hidup dan
memberinya nama. Dia menggantungkan senjata serta topi yang unik di tempat
tersebut. Ketika dia melepas topi, betapa terkejutnya saya melihat seluruh
rambutnya menempel pada topinya. Sangat mengherankan, kepalanya tidak berkulit
dan berwarna kemerahan. Nyonya rumah menjerit dan anak-anak berteriak dengan
sangat keras. Dia berpaling kepada kami dan berkata dengan tenang,
"Jangan terkejut, ladies dan mesch'schurs[Tuan-tuan (dialek Barat, asal dari
bhs. Prancis).], tidak ada apa-apa! Dulu saya punya rambut sendiri yang tidak
kalah indahnya dengan rambut anak-anak itu, dan tidak seorang pun berani
menyangkalnya. Sampai pada suatu hari saya berjumpa dengan lusinan orang suku
Pawnee, mereka mencukur rambut saya dan menguliti kepala saya. Mula-mula saya
sangat terganggu, tetapi lama kelamaan saya terbiasa, hihihihi! Kemudian saya
pergi ke Tekama dan membeli scalp[Orang Indian menguliti kulit kepala (scalp)
lawannya sebagai tanda kemenangan.] baru yang kalau saya tidak salah disebut wig
dan saya beli seharga tiga gulungan besar bulu beaver.[Berang-berang, sejenis
binatang berbulu tebal yang hidup di pinggiran sungai.] Bagi saya tidak masalah,
karena kulit kepala yang baru lebih praktis dari yang sebelumnya, terutama pada
musim panas. Wig itu hanya dilepas, jika saya berkeringat, hihihihi!"
Dia menggantungkan topinya di atas senapannya dan memasang kembali wignya.
Kemudian dia melepaskan jasnya dan meletakkannya di sandaran kursi. Jas ini
sudah berkali-kali ditambal dan dipermak dengan sobekan kulit, sehingga pakaian
itu menjadi kaku dan tebal dan hampir tidak tertembus panah Indian.
Kini tampak sangat jelas kakinya yang kurus dan bengkok. Tubuh bagian atasnya
tertutup rompi pemburu yang terbuat dari kulit. Pada ikat pinggangnya terselip
satu pisau dan dua pistol. Ketika dia duduk kembali di kursi, mula-mula dia
memandang saya, kemudian nyonya rumah, dengan pandangan ingin tahu dan bertanya,
"My lady, bukankah lebih baik jika sebelum makan, kita sampaikan rencana kita
terlebih dahulu kepada greenhorn ini, kalau saya tidak salah?"
Ungkapan "kalau saya tidak salah" telah menjadi kebiasaannya. Nyonya rumah
mengangguk lalu berpaling kepada saya. Sambil menunjuk pada tamu yang lebih
muda, ia berkata, "Mungkin Anda belum tahu bahwa Mr. Black ini akan menggantikan Anda."
"Menggantikan ... saya?" tanya saya dengan terkejut.
"Ya, hari ini kita merayakan perpisahan Anda, kami terpaksa mencari guru
baru". "Perpisahan... saya?"
Syukurlah, waktu itu wajah saya tidak dipotret, karena bagaimanapun juga pasti
kelihatan sangat tolol. "Ya, perpisahan Anda, Sir." Nyonya rumah mengangguk sambil tersenyum ramah.
Sementara itu perasaan saya tidak menentu, karena itu tidak ada alasan untuk
tersenyum. Ia menambahkan,
"Sebenarnya Anda harus mengundurkan diri dulu, tapi kami tidak akan menghalangi
kebahagiaan yang akan segera Anda raih. Kami menyayangkan kepergian Anda, tapi
doa kami menyertai Anda. Semoga Tuhan melindungi perjalanan Anda besok pagi!"
"Berangkat" Besok" Ke mana?" tanya saya dengan berat hati.
Sam Hawkens yang berdiri di sebelah saya, menepuk bahu saya sambil tertawa.
"Ke mana" Ke daerah Barat bersama saya. Anda telah lulus ujian dengan gemilang,
hihihihi! Para surveyor yang lain akan berangkat besok dan tidak dapat menunggu
Anda. Anda mau tidak mau harus ikut. Saya, Dick Stone dan Will Parker yang akan
bertugas sebagai pemandu. Kita berangkat menuju pegunungan Canadian dan terus ke
New Mexico. Saya tidak berpikir, Anda akan tinggal di sini dan tetap menjadi
greenhorn!" Kini saya mulai mengerti. Semuanya telah direncanakan tanpa sepengetahuan saya.
Saya akan bekerja sebagai surveyor, pengukur tanah, mungkin untuk salah satu
jalur kereta api panjang yang sudah direncanakan. Betapa senangnya saya! Saya
sama sekali tidak perlu bertanya. Saya menerima informasi itu begitu saja.
Semuanya berkat Henry. Dia memegang tangan saya dan berkata,
"Saya sudah mengatakan pada Anda, mengapa saya suka pada Anda. Anda di sini
bersama orang-orang baik, tapi pekerjaan sebagai guru privat sama sekali tidak
cocok untuk Anda, Sir. Anda harus pergi ke daerah Barat. Karena itulah saya
menghubungi perusahaan Atlantic and Pacific Company dan memintanya untuk
menguji Anda tanpa sepengetahuan Anda. Anda telah lulus dengan baik. Ini surat
pengangkatan Anda." Dia memberikan dokumen itu kepada saya. Ketika saya membaca surat itu dan
mengetahui berapa besar gaji saya, mata saya terbelalak. Selanjutnya dia
berkata, "Anda akan berkuda, jadi butuh seekor kuda yang bagus. Kuda putih yang sudah
Anda jinakkan itu sudah saya beli dan akan saya berikan kepada Anda. Anda juga
perlu memiliki senjata dan untuk itu Anda boleh membawa senjata tua pembunuh
beruang yang berat itu, yang sudah tidak saya perlukan. Dengan senjata itu, saya
yakin tembakan-tembakan Anda akan selalu tepat pada sasaran. Apa pendapat Anda,
Sir, he?" Mula-mula saya tidak kuasa berbicara, kemudian, ketika saya sudah bisa menguasai
diri, saya ingin menolak semua pemberian itu, tetapi tidak berhasil. Orang-orang
baik ini telah bertekad untuk menyenangkan hati saya, dan kalau saya bersikeras
menolak semua hadiah itu, hal itu akan sangat menyinggung perasaan mereka. Untuk
mengakhiri percakapan tersebut, paling tidak untuk sementara waktu, nyonya rumah
mengambil tempat duduk dan kami yang lain terpaksa mengikuti tindakannya. Kami
mulai makan dan pokok pembicaraan tadi tidak disinggung lagi.


Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Baru sesudah makan, saya tahu, apa yang seharusnya saya ketahui. Rel kereta yang
akan dibangun itu terbentang dari St. Louis hingga ke pantai Pasifik melalui
daerah teritorial Indian, New Mexico, Arizona dan California. Menurut rencana,
jalur ini dibagi dalam beberapa seksi penelitian dan pengukuran. Seksi tempat
saya dan tiga orang ahli survey lapangan lainnya yang bekerja di bawah
pengawasan seorang Insinyur Kepala, berada di lokasi daerah hulu Rio Pecos dan
Pegunungan Canadian sebelah selatan.
Ketiga pemandu, Sam Hawkens, Dick Stone dan Will Parker akan membawa kami ke
sana. Di sana kami akan bertemu dengan serombongan westman yang tangguh, yang
bertugas menjaga keamanan kami. Selain itu tentu saja ada perlindungan dari
semua prajurit. Benar-benar di luar dugaan saya, baru hari ini semua itu
dijelaskan yang tentunya agak terlambat. Tetapi meskipun demikian, penjelasan
bahwa semua kebutuhan kami akan dipenuhi, membuat hati saya tenang. Tidak ada
lagi yang harus saya lakukan, selain memperkenalkan diri pada kolega-kolega saya
yang telah menunggu di kediaman Insinyur Kepala. Dengan didampingi Henry dan Sam
Hawkens, saya pergi ke sana dan disambut dengan sangat ramah. Mereka tahu, bahwa
saya pasti terkejut dan karena itu tidak mempermasalahkan keterlambatan saya.
Ketika keesokan harinya, setelah saya berpamitan pada keluarga Jerman itu, saya
pergi ke rumah Henry. Belum sempat saya mengucapkan atas jasanya, dia sudah
mengguncang-guncang tangan saya dengan tulus sambil berkata kasar,
"Sudahlah, Sir! Saya menyuruh Anda pergi, hanya supaya senjata tua saya bisa
digunakan lagi. Kalau Anda kembali, carilah saya dan ceritakan, apa yang telah
Anda alami. Nanti akan terbukti, apakah Anda masih seperti sekarang dan tetap
tidak mempercayai definisi greenhorn seperti yang tercantum dalam buku-buku."
Dia mendorong saya keluar menuju pintu, namun sebelum menutupnya, saya melihat
matanya berkaca-kaca. KLEKIH-PETRA Ketika itu kami berada di penghujung musim gugur yang cerah di Amerika Utara dan
sudah lebih dari tiga bulan kami bekerja. Tetapi pekerjaan kami belum juga
selesai, sementara seksi-seksi lainnya kebanyakan sudah pulang ke rumahnya. Ada
dua alasannya. Pertama, kami bekerja di daerah yang sulit. Rel keretaapi harus dibangun
menyusuri aliran Sungai Canadian melewati padang prairie. Jadi jalur kereta akan
dibangun sampai ke mata air sungai itu. Padahal menurut rancangan, jalur itu
seharusnya dibangun dari New Mexico melalui deretan lembah dan bukit. Seksi kami
bekerja antara Sungai Canadian dan New Mexico dan kami harus terlebih dahulu
menemukan arah yang tepat. Untuk itu kami harus sering menghabiskan waktu untuk
berkuda guna melakukan penjelajahan yang melelahkan dan pengukuran-pengukuran
sebagai perbandingan sebelum kami dapat mengerjakan pekerjaan yang sesungguhnya.
Selain itu, keadaan makin dipersulit karena ternyata kami bekerja pada tempat
yang sangat berbahaya. Di tempat itu berkeliaran suku-suku Kiowa, Comanche, dan
Apache yang sama sekali tidak mau menerima bahwa keretaapi akan melalui daerah
yang dianggap miliknya. Kami harus sangat berhati-hati dan waspada. Tentu saja
hal itu sangat mempersulit serta memperlambat kerja kami.
Untuk menghindari suku-suku Indian ini, kami tidak diperkenankan untuk berburu
karena pasti kami akan meninggalkan jejak yang bisa dibaca oleh orang Indian.
Kami mendatangkan semua kebutuhan dari Santa Fe yang diangkut dengan pedati.
Sayangnya pengangkutan kiriman tersebut tidak tentu, sehingga kami seringkali
tidak bisa melanjutkan pekerjaan karena harus menunggu kedatangan pedati-pedati
itu. Alasan kedua, kerjasama anggota dalam tim. Seperti sudah disinggung, di St.
Louis saya disambut dengan baik oleh Insinyur Kepala dan ketiga surveyor.
Sambutan ini membuat saya berharap, bahwa kami bisa bekerjasama dengan baik dan
sukses. Ternyata saya dikecewakan.
Ternyata teman-teman sekerja itu adalah yankee tulen, yang memandang saya
sebagai greenhorn, 'Dutchman[Nama olok-olok untuk orang Jerman] yang tidak
berpengalaman, dan menghina saya dengan sebutan itu. Mereka ingin menerima gaji
tetapi tidak ingin bekerja
keras. Sebagai orang Jerman yang jujur, saya menjadi batu sandungan dan mereka
bermaksud menyingkirkan saya. Saya tidak terpengaruh dan terus bekerja. Bahkan
setelah lama bekerja, saya sadar bahwa sebenarnya mereka tidak berubah. Mereka
membebani saya dengan pekerjaan yang paling berat, sedangkan mereka sendiri
bekerja seringan mungkin. Saya tidak keberatan, karena saya selalu berprinsip,
bahwa untuk menjadi kuat, orang harus lebih banyak berbuat.
Mr. Bancroft, sang Insinyur Kepala adalah yang paling terpelajar di antara
mereka. Sayangnya, dia gemar minum brandy.[Sejenis minuman keras.] Sudah
beberapa tong minuman yang memabukkan itu dikirim dari Santa Fe. Sejak saat itu
dia lebih memperhatikan brandynya ketimbang peralatan pengukuran. Pernah
terjadi, dia tergeletak di tanah dalam kondisi mabuk berat setengah hari
lamanya. Riggs, Marcy dan Wheeler, ketiga surveyor itu dan juga saya harus ikut
membayar minuman itu setelah mereka berlomba minum dengan Bancroft. Bisa
dibayangkan, orang-orang ini pun seringkali berada di bawah pengaruh minuman
keras itu. Karena saya tidak minum setetes pun, tentu saja saya satu-satunya
yang bekerja. Sementara itu mereka yang berada di bawah pengaruh alkohol hanya
bisa meneguk minuman itu lalu tertidur. Menurut saya, Wheeler adalah orang yang
paling baik di antara mereka, karena dia mengerti, bahwa saya bekerja keras
untuk mereka padahal itu bukan kewajiban saya. Dalam kondisi seperti itu wajar
bila pekerjaan kami tidak cepat selesai.
Kelompok lainnya juga tidak bisa diharapkan. Ketika kami tiba di tempat kami
berkumpul, kami menjumpai dua belas westman yang telah menunggu kedatangan kami.
Sebagai pendatang baru, mula-mula saya sangat menghargai mereka. Tetapi segera
saya tahu, bahwa saya bekerja dengan orang-orang yang bermoral sangat rendah.
Mereka seharusnya melindungi dan membantu pekerjaan kami. Untunglah selama tiga
bulan penuh tidak terjadi apa yang saya khawatirkan karena mendapat perlindungan
yang kurang aman. Sementara itu mengenai prestasi kerja mereka dapat saya
katakan dengan penuh keyakinan, bahwa kedua belas pemalas terparah dari Amerika
ini hanya bisa bersenang-senang.
Betapa menyedihkan harus menegakkan kedisiplinan dalam situasi seperti
itu! Bancroft diberi gelar dan menerima tugas sebagai seorang pemimpin dan dia pun
bertingkah laku demikian. Namun tidak seorang pun mematuhinya. Jika dia memberi
perintah, orang malah menertawakannya. Karena itu dia mengeluarkan
kata makian yang jarang saya dengar, lalu menghampiri tong brandy untuk
melampiaskan kekesalannya. Riggs, Marcy dan Wheeler pun tidak jauh berbeda
kelakuannya. Karena itu sebenarnya saya mempunyai alasan yang sangat kuat untuk
mengambil alih pimpinan. Saya memang melakukannya tetapi dengan cara yang tidak
kentara. Seorang pemuda yang tidak berpengalaman seperti saya tentu saja tidak
akan dihormati sungguh-sungguh oleh orang-orang itu. Seandainya saya begitu
berani berkata dengan nada memerintah, maka pasti saya akan ditertawakan. Tidak,
saya harus bertindak dengan tenang dan berhati-hati, kira-kira seperti seorang
wanita yang cerdik, yang tahu cara mengendalikan suami yang nakal, tanpa
sepengetahuan si suami. Setiap hari saya dipanggil greenhorn kira-kira sepuluh
kali oleh para westman yang setengah liar dan sulit diatur ini. Tetapi tanpa
sadar mereka menuruti perintah saya. Dengan sengaja saya membiarkan mereka
berpikir, bahwa mereka mengikuti keinginannya sendiri.
Dalam urusan itu saya mendapat bantuan yang besar dari Sam Hawkens, dan kedua
sahabatnya yakni Dick Stone serta Will Parker. Ketiga orang ini sangat jujur dan
mereka juga pemburu yang berpengalaman, cerdik dan berani. Pada waktu pertemuan
pertama kami di St. Louis, sifat-sifat itu tidak nampak pada diri Sam. Nama
mereka terkenal di mana-mana. Mereka sering berpihak kepada saya dan menarik
diri dari orang lain tanpa membuat orang-orang itu merasa tersinggung. Terlebihlebih Sam, dia bisa menarik perhatian kelompok yang membangkang itu seperti apa
yang dia inginkan, meskipun dengan caranya yang aneh. Walaupun setiap kali dia
memerintahkan sesuatu dengan suara yang setengah keras dan agak lucu, tetapi hal
itu selalu dikerjakan oleh mereka sehingga tugas saya menjadi ringan.
Antara saya dan Sam diam-diam telah terjalin hubungan batin, saya mengartikan
hubungan itu sebagai sebuah dukungan moril. Dia selalu melindungi saya, dan bagi
saya, dia seperti seseorang yang tidak perlu ditanyai apakah dia setuju atau
tidak. Saya hanya seorang greenhorn sementara dia adalah seorang westman yang
berpengalaman, yang kata-kata dan tindakannya harus saya turuti. Setiap saat
jika ada waktu dan kesempatan, dia memberi saya pelajaran teori dan praktek yang
diperlukan di dunia Wild West dan harus dikuasai. Walau kelak saya mendapat
pelajaran yang lebih tinggi dari Winnetou, harus saya akui bahwa Sam Hawkenslah
guru yang meletakkan dasar bagi pendidikan saya. Sam bahkan mengajari saya
melempar lasso dan mengijinkan saya berlatih melempar senjata berbahaya ini pada
tubuhnya yang kecil dan pada kudanya. Ketika saya semakin berkembang dan suatu
hari berhasil mengalungkan jerat pada setiap lemparan, dia sangat kegirangan dan
berseru, "Ya itu bagus, tuan muda, begitulah caranya! Tetapi jangan menjadi sombong!
Seorang kepala sekolah kadang-kadang harus memuji muridnya yang paling bodoh,
agar murid itu belajar keras dan tidak mengulang kelas. Saya sudah menjadi guru
beberapa westman muda seperti Anda. Mereka mempelajarinya jauh lebih mudah dan
jauh lebih cepat memahami daripada Anda. Tetapi kalau Anda terus berlatih,
mungkin saja orang tidak perlu menyebut Anda greenhorn lagi setelah enam atau
delapan tahun. Sampai di sini Anda boleh merasa senang dengan pengalaman
sebelumnya, bahwa seorang tolol sekali pun bisa menyamai atau bahkan melebihi
seorang yang ahli, kalau saya tidak salah!"
Dia tampaknya mengatakan itu dengan sungguh-sungguh dan saya pun mendengarnya
dengan seksama, tetapi saya tahu betul, sebenarnya dia bermaksud lain.
Dari semua pelajaran ini, prakteklah yang paling saya senangi. Seandainya Sam
Hawkens tidak ada, saya begitu disibukkan oleh pekerjaan sehingga saya tidak
bisa menyempatkan diri untuk berlatih ketrampilan yang seharusnya dimiliki oleh
seorang pemburu prairie. Di samping itu kami berlatih secara diam-diam. Latihan
ini selalu dilakukan di tempat yang sangat jauh dari perkemahan, sehingga orang
lain tidak bisa melihat kami. Sam memang menginginkan demikian. Ketika suatu
saat saya menanyakan alasannya, dia menjawab,
"Semuanya demi Anda, Sir. Anda kurang terampil dalam perkara seperti itu,
sehingga saya bahkan harus merasa malu dengan kemampuan Anda jika orang-orang
lain melihat kita. Nah, sekarang Anda tahu alasannya, hihihihi. Camkanlah itu
baik-baiki!" Akibatnya seluruh anggota kelompok menganggap saya tidak bisa memegang senjata
atau berkelahi. Tetapi hal itu tidak membuat saya sakit hati.
Meskipun ada kendala-kendala yang mengganggu pekerjaan kami seperti yang sudah
disebutkan sebelumnya, namun akhirnya pekerjaan kami mengalami kemajuan,
sehingga mungkin seminggu lagi kami sudah bisa melanjutkan ke seksi berikutnya.
Untuk menyampaikan hal itu, kami harus mengirim seorang kurir. Bancroft
menjelaskan, bahwa dia akan melakukannya sendiri dengan membawa serta salah
seorang westman sebagai pemandu. Penyampaian berita seperti itu sudah biasa,
karena kami harus selalu berkomunikasi, baik dengan seksi sebelumnya maupun
dengan seksi sesudahnya. Baru setelah itu saya tahu, bahwa insinyur yang menjadi
pemimpin kami adalah seorang yang sangat rajin.
Pada hari Minggu pagi ketika Bancroft akan berangkat, dia menganggap penting
untuk mengadakan pesta perpisahan dengan acara minum-minum yang harus diikuti
oleh semua orang. Saya sendiri tidak diundang dan Hawkens, Stone,
dan Parker juga tidak memenuhi undangan itu. Pesta minum-minum itu berlangsung
sangat lama dan baru berhenti ketika Bancroft mulai berbicara melantur. Para
pengikutnya pun sama mabuknya seperti Bancroft. Untuk sementara tidak ada lagi
pembicaraan mengenai perjalanan yang direncanakannya. Dalam kondisi mabuk,
mereka selalu melakukan hal yang sama, menyelinap ke belakang semak-semak untuk
tidur. Apa yang bisa diperbuat sekarang" Kurir harus berangkat dan para pemabuk itu
tertidur sampai sore. Satu-satunya jalan terbaik, sayalah yang harus berangkat.
Tetapi bisakah saya pergi" Saya yakin, selama empat hari kepergian saya,
pekerjaan kami akan tertunda. Ketika saya berunding dengan Sam Hawkens tentang
hal itu, dia menunjuk dengan tangannya ke arah barat dan berkata,
"Anda tidak perlu berangkat, Sir. Anda bisa menitip pesan pada kedua orang yang
datang itu ." Ketika memandang ke arah yang ditunjuk, saya melihat dua orang penunggang kuda
sedang mendekati kami. Keduanya berkulitputih, yang seorang saya kenal sebagai
scout (pencari jejak). Dia telah beberapa kali mengantar berita kepada kami dari
seksi terdekat. Di sampingnya ada seorang penunggang yang lebih muda. Dia tidak
berpakaian seperti seorang pemburu prairie. Saya belum pernah melihatnya, dan
pergi menyambut mereka. Ketika sudah berhadapan, mereka menghentikan kudanya.
Orang yang tidak saya kenal itu menanyakan nama saya. Ketika saya
menyebutkannya, dia memperhatikan saya dengan pandangan ramah dan berkata,
"Jadi, Anda pemuda Jerman yang mengerjakan semua pekerjaan di sini, sementara
yang lain berbaring bermalas-malasan. Anda akan tahu, siapa saya kalau saya
sebutkan nama saya, Sir! Nama saya White."
White adalah nama kepala seksi terdekat di sebelah barat. Kami akan mengirim
kurir kepadanya. Pasti dia sendiri mempunyai alasan, mengapa dia sendiri yang
datang. Dia turun dari kuda, menjabat tangan saya dan melayangkan pandangannya
ke arah perkemahan. Ketika dia melihat para pemabuk di belakang semak-semak
dengan tong brandy, dia tersenyum sinis.
"Mereka mabuk ?" tanya dia.
Saya mengangguk. "Semua?" "Ya. Mr. Bancroft berniat ke tempat Anda, namun sebelumnya ada pesta kecil,
pesta perpisahan dengan minum-minum. Saya akan membangunkan dia dan
"Jangan!" dia memotong pembicaraan saya. Biarkan mereka tidur! Saya senang bisa
bicara dengan Anda tanpa didengar oleh mereka. Marilah kita menyingkir dan
jangan membangunkan mereka! Siapa ketiga pria yang berdiri di samping Anda?"
"Sam Hawkens, Will Parker dan Dick Stone. Mereka adalah scout yang sangat
handal." "Ah, Hawkens, pemburu kecil yang hebat itu. Dia seorang pemburu yang tangkas!
Saya sudah mendengar tentang dia. Ketiganya boleh bergabung dengan
kita." Saya menuruti perintah itu dan melambaikan tangan pada mereka. Kemudian saya
bertanya, "Anda datang sendiri, Mr. White. Apakah ada sesuatu yang penting, yang Anda bawa
untuk kami?" "Tidak ada, saya hanya ingin memeriksa dan saya juga ingin berbicara dengan
Anda. Pekerjaan di seksi kami sudah selesai, sedangkan di seksi Anda belum."
"Penyebabnya adalah medan yang sulit dan saya ingin ..."
"Saya tahu, saya tahu!" dia memotong kalimat saya. "Saya sudah tahu semuanya.
Kalau saja Anda tidak bekerja keras tiga kali lipat daripada yang seharusnya,
maka pekerjaan Bancroft pasti masih belum maju."
"Bukan begitu, Mr. White. Saya tidak tahu, bagaimana Anda bisa berpendapat
keliru seperti itu. Saya bukan satu-satunya yang rajin. Itu memang kewajiban
saya ." "Tenang, Sir, tenang! Ada kurir yang selalu membawa berita dari seksi Anda
kepada seksi kami dan sebaliknya. Saya telah memancing keterangan dari mereka,
tanpa mereka sadari. Anda sangat rendah hati, Anda ingin melindungi para pemabuk
ini. Tetapi saya ingin mengetahui kebenarannya. Sekarang saya menyaksikan
sendiri, bahwa Anda begitu baik untuk berterus terang tentang mereka. Karena
itu, saya tidak akan menanyai Anda. Saya akan bertanya kepada Sam Hawkens saja.
Mari kita duduk di sini!"
Kami mendekat ke kemah. Dia duduk di rumput di depan kemah dan memberi isyarat
dengan tangannya kepada kami agar melakukan hal yang sama. Ketika kami sudah
duduk, dia mulai bertanya kepada Sam Hawkens, Stone dan Parker. Mereka
menceritakan semua kebenaran kepada Mr. White tanpa melebih-lebihkan. Namun
kadang-kadang saya memberikan komentar untuk menghaluskan kenyataan yang
sebenarnya dan untuk membela rekan-rekan sekerja saya. Namun
komentar-komentar saya tidak dihiraukan oleh Mr. White. Sebaliknya berkali-kali
dia meminta saya agar jangan menutup-nutupi keadaan yang sebenarnya.
Kemudian setelah dia mengetahui semuanya, dia meminta saya untuk menunjukkan
gambar-gambar dan catatan harian kami. Sebenarnya saya tidak mau memenuhi
keinginannya. Tetapi agar dia tidak tersinggung saya melakukannya juga karena
saya tahu dia bermaksud baik. Dia memeriksa semuanya dengan seksama dan ketika
dia bertanya pada saya, saya tidak bisa berbohong bahwa saya sendirilah yang
menggambar dan menulis. Nyatanya tidak seorang pun dari rekan kerja saya yang
menggoreskan pena atau menuliskan sebuah huruf.
"Tetapi dari catatan harian ini tidak terlihat, berapa jauh pengukuran yang
dibuat oleh masing-masing," katanya. "Anda sudah terlalu baik terhadap temanteman Anda." Ketika itu Sam Hawkens memperhatikan dengan wajah yang cerdik.
"Rogoh saja sakunya, Mr. White! Di sana terdapat kaleng bekas ikan sardin. Ikan
sardin sudah dikeluarkan dan kini di dalamnya diisi kertas-kertas. Pasti itu
buku harian pribadi, kalau saya tidak salah. Isi buku harian itu pasti sangat
berbeda dengan isi laporan resmi. Dalam laporan resmi dia menutup-nutupi
kemalasan rekan-rekan sekerjanya."


Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sam tahu bahwa saya membuat catatan-catatan pribadi dan meletakkannya di dalam
kaleng sardin yang sudah kosong. Saya merasa tidak enak karena Sam mengatakan
hal itu. White meminta saya untuk menunjukkan catatan itu padanya. Apa yang
harus saya lakukan" Pantaskah saya melindungi teman-teman yang memaksa saya
harus membanting tulang untuk mereka tanpa pamrih, sementara mereka hanya diam
saja" Saya tidak akan merugikan mereka. Selain itu rasanya tidak sopan menolak
permintaan White. Karena itu, saya menyerahkan buku harian saya kepadanya,
tetapi dengan syarat dia tidak boleh mengatakan kepada siapa pun tentang isinya.
Dia membaca buku harian itu, mengembalikannya kepada saya dan berkata,
"Sebenarnya saya harus membawa catatan-catatan ini dan menyerahkannya kepada
orang yang berwenang. Rekan-rekan kerja Anda adalah orang-orang yang tidak mampu
dan tidak layak dibayar satu dollar pun. Sebaliknya Anda, mestinya Anda dibayar
tiga kali lipat. Tetapi, terserah Anda. Saya hanya minta perhatian Anda,
sebaiknya Anda menyimpan catatan pribadi ini dengan baik. Kelak catatan ini akan
sangat bermanfaat. Sekarang mari kita bangunkan orang-orang terhormat
itu." Dia berdiri dan membuat keributan. Para gentlemen itu muncul dari balik semak
dengan pandangan kosong dan wajah yang kusut. Bancroft hendak marah karena
keributan itu menggangu tidurnya. Tetapi dia berubah sopan ketika saya
mengatakan, bahwa Mr. White dari seksi terdekat datang. Keduanya belum pernah
bertemu. Mula-mula Bancroft menawari tamunya segelas brandy. Tetapi dia menawari
orang yang salah. White segera menggunakan tawaran ini sebagai alasan untuk
menyindir. Sindiran seperti itu pasti belum pernah dilontarkan orang lain
sebelumnya kepada Bancroft. Karena merasa heran dia diam sejenak, kemudian dia
menghampiri White, memegang lengannya dan berteriak,
"Tuan, katakan segera siapa nama Anda?"
"Nama saya, White. Anda pasti sudah pernah mendengarnya."
"Dan kedudukan Anda?"
"Insinyur Kepala dari seksi terdekat."
"Apakah ada seseorang di antara kami yang boleh memberi perintah di seksi
Anda?" "Saya kira tidak."
"Nah! Nama saya Bancroft dan saya Insinyur Kepala di seksi ini. Juga tidak
seorang pun dari seksi Anda boleh memerintah saya, termasuk Anda, Mr. White."
"Memang benar bahwa kedudukan kita sama," kata White dengan tenang. "Tidak
seorang pun dari kita harus menerima perintah dari orang lain. Tetapi kalau yang
seorang melihat bahwa yang lain itu merugikan usaha yang seharusnya dikerjakan
bersama-sama, maka dia berkewajiban mengingatkan yang bersangkutan akan
kesalahannya. Tampaknya waktu hidup Anda banyak dihabiskan bersama brandy. Saya
hitung, di sini ada lima belas orang yang mabuk ketika saya tiba di sini dua jam
yang lalu, dan ... "
"Dua jam yang lalu?" Bancroft memotong pembicaraannya. "Jadi sudah lama Anda
berada di sini?" "Memang, saya telah melihat peta-peta rancangan dan saya pun sudah mendapat
penjelasan tentang siapa yang telah melakukannya. Ini memang benar-benar
kehidupan pemalas. Hanya ada seorang yang mengerjakan seluruh pekerjaan, yaitu
dia yang termuda di antara Anda semua!"
Bancroft berpaling pada saya dan mendengus.
"Pasti Andalah yang mengatakan hal itu dan bukan orang lain! Berbohonglah sekali
lagi! Dasar pembohong, penghianat!"
"Bukan," jawab White. "Rekan muda ini justru telah bertindak sebagai gentleman
dan dia hanya mengatakan hal-hal yang baik tentang Anda. Malahan dia
telah melindungi Anda. Saya sarankan, Anda meminta maaf padanya karena Anda
telah menyebutnya pembohong dan penghianat."
"Minta maaf" Tidak akan!" kata Bancroft sambil tertawa mengejek. "Greenhorn ini
tidak bisa membedakan segitiga dari segi empat, tetapi dia berlagak seperti
seorang surveyor. Pekerjaan ini belum selesai karena semua yang dia lakukan
salah dan kami harus membetulkannya. Kalau dia memfitnah dan menjelek-jelekkan
kami pada Anda, maka.. "
Dia berhenti bicara. Berbulan-bulan saya bersabar dan membiarkan orang-orang ini
seenaknya berpendapat tentang saya. Kini tiba saatnya untuk menunjukkan kepada
mereka, bahwa mereka keliru. Saya memegang lengan Bancroft dan menjepitnya
sekeras mungkin, sehingga dia tidak bisa melanjutkan kalimatnya karena
kesakitan. Lalu saya berkata,
"Mr. Bancroft, Anda terlalu banyak minum brandy dan tidak bisa tidur. Saya
yakin, Anda masih mabuk dan perkataan Anda tadi di luar kesadaran Anda."
"Saya mabuk" Anda gila!" jawabnya.
"Ya, mabuk! Karena kalau saya tahu Anda tidak mabuk dan dengan sengaja
menggerutu seperti tadi, terpaksa saya harus membanting Anda ke tanah. Mengerti!
Apakah Anda masih berani mengingkarinya?"
Saya masih mencengkeram lengannya kuat-kuat. Tentu dia tidak pernah mengira saya
akan melakukan hal itu. Sekarang saya melihat dia ketakutan. Namun dia bukan
orang yang lemah. Ekspresi wajah saya tampaknya membuat dia kaget. Meskipun dia tidak mengakui bahwa dia masih mabuk,
tetapi dia juga tidak berani menyanggahnya. Karena itu dia meminta bantuan pada
pemimpin kedua belas westman yang bernama Rattler. Seharusnya orang itu pun
harus membantu kami. "Mr. Rattler, Anda biarkan saja orang ini menyerang saya" Bukankah Anda di sini
untuk melindungi kami?"
Rattler berperawakan tinggi besar dan tampaknya memiliki tenaga tiga sampai
empat orang lelaki. Dia seorang pria kasar dan sekaligus teman minum Bancroft
yang paling setia. Dia tidak menyukai saya dan sekarang dengan senang hati dia
memanfaatkan kesempatan itu untuk melawan saya. Dengan cepat dia menghampiri
saya dan memegangi lengan saya seperti yang masih saya lakukan terhadap
Bancroft. "Tidak, ini tidak bisa dibiarkan, Mr. Bancroft. Anak ini belum bisa memasang
kaos kakinya dan sekarang mau mengancam orang dewasa serta menghina dan
memfitnah mereka. Lepaskan tanganmu dari Mr. Bancroft, anak muda! Kalau tidak
akan saya tunjukkan greenhorn macam apa kamu ini."
Perintah ini ditujukan kepada saya. Dia mengguncang-guncang tangan saya. Itu
lebih baik bagi saya karena dia seorang lawan yang lebih kuat daripada sang
Insinyur Kepala. Kalau saya memukulnya, pasti hasilnya lebih baik daripada kalau
saya memukul Bancroft. Itu akan menunjukkan bahwa saya bukan pengecut. Saya
menarik lengan saya dari tangannya dan menjawab,
"Saya seorang anak kecil, seorang greenhorn" Tarik kembali kata-kata Anda
sekarang juga Mr. Rattler! Kalau tidak, saya akan membanting Anda ke tanah."
"Anda hendak membanting saya?" dia tertawa. "Greenhorn ini benar-benar konyol,
sehingga .. " Dia tidak bisa menyelesaikan ucapannya karena saya meninju pelipisnya, sehingga
dia limbung seperti sebuah karung jatuh dan terkapar pingsan. Beberapa saat
kemudian suasana hening. Kemudian salah seorang kawan Rattler berteriak,
"All devils! Apakah kita akan menonton saja Dutchman ini memukul pemimpin kita.
Balas keparat ini!" Dia menyergap saya. Saya menyambutnya dengan sebuah tendangan ke arah perutnya.
Cara ini akurat untuk menjatuhkan lawan, namun saya harus menjaga keseimbangan
badan karena hanya bertumpu pada satu kaki. Orang itu roboh. Pada saat yang
sama, saya menindih badannya dan saya meninju pelipisnya sampai dia pingsan.
Kemudian saya cepat-cepat melompat, mengeluarkan kedua revolver dari ikat
pinggang dan berteriak, "Siapa lagi, ayo maju!"
Teman-temannya sebenarnya ingin membalaskan dendam karena kedua temannya yang
terkapar. Mereka saling melempar pandang seolah-olah bertanya. Tapi saya
memperingatkan! "Hei, dengarkan saya! Siapa berani melangkah ke arah saya atau mengambil
senjata, akan saya tembak! Kalian mengira saya seorang greenhorn biasa seperti
yang selalu kalian bayangkan. Akan saya buktikan bahwa seorang greenhorn Jerman
dapat melawan dua belas westman macam kalian!"
Ketika itu Sam maju dan berdiri di samping saya sambil berkata,
"Dan saya, Sam Hawkens, ingin mengingatkan kalian, kalau saya tidak salah.
Greenhorn muda dari Jerman ini berada di bawah perlindungan saya. Siapa berani
menyentuh rambutnya sekali pun, sebutir peluru akan menembus tubuhnya. Kalian
lihat bahwa saya sangat serius, hihihihi."
Dick Stone dan Will Parker merasa berkewajiban untuk ikut berdiri di samping
saya untuk menunjukkan bahwa mereka sependapat dengan Sam Hawkens. Tindakan
mereka itu sangat berpengaruh pada pihak lawan. Mereka berpaling dari saya,
menggumamkan umpatan dan ancaman serta mulai sibuk
menyadarkan kedua rekannya yang pingsan. Bancroft menganggap bahwa yang paling
aman baginya adalah masuk ke dalam kemah. White memandang saya dengan terheranheran. Sekarang dia menggelengkan kepala dan berbicara dengan nada penuh
keheranan. "Tetapi Sir, sungguh mengerikan! Saya tidak ingin berurusan dengan tangan Anda.
Anda layak disebut Shatterhand, karena Anda telah merobohkan orang yang tinggi
besar dengan sekali pukulan. Hal seperti itu belum pernah saya lihat
sebelumnya." Julukan itu tampaknya membuat si Hawkens kecil merasa senang. Dia terkekeh-kekeh
kegirangan, "Shatterhand, hihihihi! Seorang greenhorn mendapat julukan pahlawan perang
bahkan sehebat itu! Ya, kalau seorang greenhorn di bawah asuhan Sam Hawkens,
pasti dia menjadi orang besar, kalau saya tidak salah. Shatterhand, Old
Shatterhand! Seperti Old Firehand, westman terkenal yang juga kuat seperti
seekor beruang. Bagaimana pendapat kalian tentang nama ini, Dick, Will?"
Saya tidak mendengar jawaban mereka karena saya harus memusatkan perhatian saya
pada White. Dia menarik tangan saya dan menuntun saya ke pinggir lalu berkata,
"Saya benar-benar suka pada Anda, Sir. Apakah Anda mau ikut dengan
saya?" "Mau atau tidak, Mr. White, saya tidak boleh." "Mengapa?"
"Karena kewajiban, saya harus tetap berada di sini." "Pshaw! Saya yang
bertanggung jawab." "Itu tidak berguna bagi saya, kalau saya tidak bisa mempertanggungjawabkannya
sendiri. Saya telah dikirim ke sini, untuk membantu mengerjakan seksi ini, dan
saya tidak boleh pergi, karena kami belum selesai."
"Bancroft akan menyelesaikannya bersama tiga rekannya."
"Ya, tetapi kapan dan bagaimana" Tidak, saya harus tinggal."
"Tetapi pikirkanlah, itu berbahaya bagi Anda!"
"Mengapa?" "Anda masih bertanya juga" Anda seharusnya mengerti, bahwa orang-orang ini sudah
menganggap Anda sebagai musuh."
"Saya tidak menganggap mereka musuh dan saya tidak melakukan apa-apa terhadap
mereka." "Benar, atau tepatnya sampai sebelum peristiwa tadi. Tetapi sekarang setelah
Anda merobohkan dua di antara mereka, timbul permusuhan antara Anda dan mereka."
"Mungkin. Tetapi saya tidak takut kepada mereka. Justru kedua pukulan saya tadi
pasti telah membuat mereka segan terhadap saya. Selain itu mereka tidak akan
berani menantang saya. Bagaimana pun Sam Hawkens, Stone dan Parker berpihak pada
saya." "Terserah Anda. Keinginan manusia sangat muluk, meskipun sering juga
menjerumuskannya. Sebenarnya saya dapat memanfaatkan Anda. Tetapi maukah Anda
mengantarkan saya pulang beberapa kilometer saja?"
"Kapan?" "Sekarang." "Anda mau segera berangkat, Mr. White?"
"Ya, saya sudah tahu keadaan di sini, sehingga saya tidak perlu berlama-lama
tinggal di sini." "Tetapi Anda harus makan dulu, sebelum berangkat, Sir!" "Tidak usah. Kami
membawa bekal di dalam tas pelana." "Anda tidak ingin berpamitan dengan Bancroft
?" "Tidak." "Tetapi bukankan Anda datang ke sini untuk membicarakan masalah pekerjaan
dengannya?" "Memang. Tetapi hal itu bisa juga saya katakan pada Anda. Bahkan Anda akan lebih
paham daripada dia. Semula saya ingin mengingatkan dia tentang orang
kulitmerah." "Apakah Anda melihat mereka?"
"Tidak secara langsung, hanya dari jejak mereka. Kini sudah musimnya, mustang
dan bison berpindah tempat, bergerak ke selatan. Pada saat itu orang kulitmerah
meninggalkan kampungnya, untuk berburu dan mengumpulkan daging. Suku Kiowa tidak
perlu ditakuti, karena sudah ada kesepakatan antara kita dengan mereka tentang
rel kereta itu. Akan tetapi suku Comanche dan Apache belum tahu tentang itu.
Karena itu kita tidak boleh terlihat oleh mereka. Untunglah, pekerjaan saya
telah selesai dan saya akan meninggalkan daerah ini. Berusahalah agar Anda juga
cepat selesai! Wilayah ini dari hari ke hari akan semakin berbahaya. Pasanglah
pelana kuda Anda dan tanyakan Sam, apakah dia mau ikut?"
"Tentu saja Sam mau."
Sebenarnya hari ini saya mau bekerja. Tetapi ini hari Minggu. Pada hari ini
setiap orang Kristiani berkumpul dan melaksanakan kewajiban agamanya,
sekalipun mereka berada di hutan belantara. Karena itu saya tidak bekerja. Saya
mendatangi kemah Bancroft dan mengatakan kepadanya, bahwa hari ini saya tidak
akan bekerja karena bersama Sam Hawkens saya akan mengantar White.
"Peduli amat dan semoga Anda celaka!" jawabnya. Saya tidak mengharapkan bahwa
doa yang kejam itu terkabul dalam waktu dekat.
Sudah berapa hari saya tidak menunggang kuda. Kuda saya meringkik kegirangan
ketika saya memasangkan pelana. Kuda itu sangat tahan uji dan saya akan sangat
senang mengabarkan hal ini kepada si tua Henry, sang pembuat senapan.
Kami berkuda dengan riang di hari musim gugur yang indah sambil berbincang
tentang rencana pembuatan keretaapi yang hebat itu dan tentang segala hal yang
ada di dalam hati kami. White memberikan petunjuk penting kepada saya yang
berkaitan dengan penyambungan rel ke seksinya. Menjelang siang hari kami
berhenti di tepi sebuah mata air untuk menikmati makanan seadanya. Kemudian
White bersama scoutnya melanjutkan perjalanan, sedangkan kami masih tinggal
beberapa saat sambil berbaring untuk membicarakan hal-hal yang bersifat
keagamaan. Hawkens ternyata pria yang saleh namun dia tidak mau memperlihatkannya kepada
orang lain. Sesaat sebelum kami berangkat pulang, saya membungkukkan badan ke
mata air untuk menciduk air dan minum dengan tangan. Saat itu saya melihat jejak
telapak kaki dalam air yang bening. Tentu saja saya memberitahu Sam. Dia
mengamati jejak kaki itu dengan seksama dan berkata,
"Apa yang diperingatkan Mr. White kepada kita tentang Indian memang benar."
"Sam, maksud Anda, jejak ini berasal dari seorang Indian?"
"Ya, jejak mokassin (sepatu Indian). Bagaimana perasaan Anda, Sir?"
"Saya sama sekali tidak merasakan apa-apa."
"Fi! Anda pasti memikirkan atau merasakan sesuatu."
"Apa yang harus saya pikirkan, selain seorang Indian telah datang ke sini."
"Jadi Anda tidak takut ?"
"Tidak." "Ya, Anda tidak mengenal orang kulitmerah."
"Tapi saya berharap bisa berkenalan dengan mereka. Mereka pasti seperti manusia
lain, seperti musuh-musuhnya dan teman-temannya. Karena itu saya tidak berniat
memusuhi mereka. Jadi, saya kira, saya tidak perlu takut terhadap mereka."
"Anda memang greenhorn, dan akan tetap begitu selamanya. Jangan yakin untuk
dapat memperlakukan orang kulitmerah sebagaimana niat Anda itu. Kenyataannya
akan sangat berbeda. Peristiwa-peristiwa yang terjadi tidak akan bergantung pada
keinginan Anda. Anda akan mengalaminya, saya harap pengalaman ini tidak harus
dibayar dengan cedera atau bahkan nyawa Anda."
"Kapan kira-kira Indian itu berada di sini?"
"Kira-kira dua hari yang lalu. Kita akan lihat juga jejaknya di rumput, kalau
tidak tertutup jejak lain."
"Apakah mungkin seorang pengintai?"
"Seorang pengintai bison, ya. Karena kini hubungan antar suku-suku di sini
sedang baik, mungkin bukan seorang mata-mata perang. Orang itu sangat tidak
hati-hati. Jadi mungkin masih sangat muda."
"Mengapa?" "Seorang prajurit yang berpengalaman tidak akan menginjakkan kakinya ke dalam
air seperti ini karena akan meninggalkan jejak berhari-hari lamanya. Ketololan
seperti ini hanya dilakukan oleh seorang pandir semacam greenhorn kulitmerah,
hihihihi. Sedang greenhorn kulitputih bertindak jauh lebih tolol lagi daripada
greenhorn kulitmerah. Coba ingat itu baik-baik, Sir!"
Dia terkekeh sendiri perlahan dan kemudian bangkit untuk naik ke kudanya. Sam
yang baik memang suka sekali menunjukkan simpatinya kepada saya dengan cara
menyebut saya bodoh. Sebenarnya kami bisa kembali melewati jalan yang kami tempuh tadi. Tetapi
sebagai seorang surveyor, saya berkewajiban mempelajari seluruh wilayah kami.


Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena itu kami membelok dulu sebentar dan kemudian menempuh jalan sejajar.
Pada saat itu kami tiba di sebuah lembah yang agak lebar yang ditumbuhi
rerumputan yang segar. Bukit-bukit di sekelilingnya tertutup semak-semak di
bagian bawahnya dan hutan di bagian atasnya. Lembah itu lurus memanjang kirakira setengah jam perjalanan, sehingga orang bisa memandangnya dari ujung ke
ujung. Baru beberapa langkah kami berjalan di lembah yang indah itu, tiba-tiba
Sam menghentikan kudanya dan memandang seksama ke depan.
"Heigh-day!" Dia maju ke depan. "Itu mereka! Ya, benar, merekalah rombongan yang
pertama." "Apa?" tanya saya.
Saya melihat di kejauhan, sekitar delapan belas sampai dua puluh titik hitam
yang sedang bergerak perlahan.
"Apa?" dia mengulangi pertanyaan saya sambil bergerak-gerak mengikuti irama
langkah kuda. "Mestinya Anda malu bertanya seperti itu! Oh ya, Anda kan
seorang greenhorn, greenhorn yang luar biasa. Orang seperti Anda harus bisa
melihat dengan jeli. Cobalah terka apa yang Anda lihat di depan itu, Tuan yang
terhormat." "Menerka" Hm! Saya kira itu kijang, akan tetapi binatang itu tidak pernah
bergerombol lebih dari sepuluh ekor. Namun, kalau saya perhatikan dari sini,
binatang itu pasti lebih besar dari kijang."
"Kijang, hihihihi!" dia tertawa. "Kijang di dekat mata air Canadian. Anda
sungguh hebat! Tapi hal lain yang Anda katakan tadi juga tidak terlalu salah.
Ya, binatang itu lebih besar dari kijang."
"Kalau begitu, Sam, bisonkah itu?"
"Tentu saja bison! Binatang itu bison, bison sungguhan. Mereka sedang berpindah
tempat. Kawanan pertama yang saya lihat tahun ini. Anda tahu, Mr. White berkata
benar: Bison dan orang Indian! Bukankah kita tadi melihat jejak kaki orang
kulitmerah dan di depan kita ada sekawanan bison" Apa pendapat Anda tentang itu,
heh, kalau saya tidak salah?"
"Kita harus ke sana!"
"Tentu saja!" "Mengamati mereka!"
"Mengamati" Hanya mengamati?" tanyanya sambil memandang saya keheranan.
"Ya, saya belum pernah melihat bison dan ingin mengamati binatang itu di
sini." Saya sekarang merasakan antusiasme seorang ahli ilmu hewan. Bagi Sam hal itu
aneh. Dia melipat kedua tangannya di dada dan tampak agak kecewa.
"Mengintai, hanya mengintai. Sama seperti seorang anak kecil yang mengintai
kelinci melalui celah kecil di kandangnya karena penasaran! Oh, greenhorn, apa
yang harus saya lakukan terhadap Anda! Saya bukan hanya mengamati dan mengintip
mereka, melainkan sya ingin berburu, benar-benar berburu!"
"Hari ini, hari Minggu!"
Pertanyaan saya itu terlontar begitu saja. Dia menjadi sangat marah dan berkata,
"Tutup mulut Anda, Sir! Apa istimewanya hari Minggu bagi seorang pemburu sejati,
apabila dia melihat bison di hadapannya. Berburu bison berarti mendapat daging,
iya kan, daging dan yang lainnya, kalau saya tidak salah! Sekerat daging
pinggang bison masih lebih lezat ketimbang Ambrosius atau Ambrosianna yang enak,
atau apa pun nama makanan para dewa Yunani Kuno itu. Saya harus
mendapatkan pinggang bison meskipun itu membahayakan jiwa saya! Kita melawan
angin, itu baik. Di sini, di tebing lembah sebelah kiri ada sinar matahari
sedangkan di sebelah kanan sana ada bayang-bayang. Kalau kita berlindung dalam
bayang-bayang ini, kita tidak akan terlihat oleh binatang-binatang itu.
"Ayo!" Dia memeriksa "Liddy"nya, memeriksa apakah kedua larasnya beres. Kemudian
dia memacu kudanya ke dinding lembah sebelah selatan. Sambil mengikuti Sam, saya
memeriksa senapan saya, si pembunuh beruang. Dia melihat ini dan segera saja
menghentikan kudanya serta bertanya,
"Anda mau ikut, Sir?"
"Tentu saja!" "Kalau Anda selama sepuluh menit dari sekarang tidak merusak rencana ini, pasti
semuanya akan aman. Bison bukan burung kenari yang dapat kita ajak bermain.
Sebelum Anda berani melakukan aksi berbahaya, terlebih dahulu Anda harus
mengumpulkan banyak pengalaman dengan melewati berbagai rintangan."
"Tapi saya ingin ..."
"Diam dan jangan membantah!" Dia memotong ucapan saya dengan nada yang belum
pernah dia dengar. "Saya tidak ingin mencampuri kehidupan Anda. Hanya kematian
yang akan Anda hadapi. Apa yang Anda inginkan itu, lakukan di lain waktu saja!
Sekarang saya tidak mau dibantah!"
Seandainya tidak ada hubungan baik di antara kami, niscaya saya akan menjawab
dengan sangat kasar. Tapi saya diam saja dan terus berkuda perlahan-pelan
mengikuti dia ke tempat yang teduh. Di tempat itu hutan semakin lebat. Ketika
itu dia menjelaskan pada saya sambil berkata dengan nada yang lebih ramah,
"Sebagaimana yang saya lihat tadi, ada dua puluh ekor. Tetapi Anda pun pernah
lihat, ketika ribuan atau lebih banyak lagi melintasi sabana itu. Dulu saya
melihat kawanan binatang yang terdiri dari sepuluh ribu ekor bahkan lebih
banyak. Itu sumber makanan bagi Indian, dan orang kulitputih telah merampasnya
dari mereka. Orang kulitmerah berhati-hati dengan binatang liar itu karena
binatang itu adalah bahan makanan. Mereka hanya membunuh sebanyak yang mereka
butuhkan. Lain halnya orang kulitputih. Mereka menembaki binatang itu dengan
membabi buta seperti binatang buas yang sedang mengamuk, dan terus saja
membunuhinya hanya untuk menumpahkan darah. Berapa lama hal itu akan
berlangsung, sampai tidak ada lagi bison dan sebentar kemudian juga tidak ada
lagi orang Indian. Inikah takdir Tuhan" Dan begitu pula halnya dengan kuda. Dulu
ada rombongan mustang yang berjumlah ribuan ekor. Kini orang sudah merasa senang
dan beruntung bila melihat seratus ekor kuda bersama-sama."
Pada saat itu kami semakin dekat sampai kira-kira empat ratus langkah dari
kawanan bison itu, tanpa terlihat oleh mereka. Hawkens menghentikan kudanya.
Bison-bison itu sedang merumput di hulu. Di depan sekali berjalan seekor bison
jantan yang sudah tua. Saya terpesona melihat tubuhnya yang besar. Tingginya
pasti sampai dua meter, dan panjangnya mungkin tiga meter. Waktu itu saya belum
bisa menaksir berat seekor bison, tapi sekarang ini saya berani mengatakan,
bahwa bison ini kira-kira berbobot satu setengah ton, suatu bobot daging dan
tulang yang luar biasa. Bison ini masuk ke dalam kubangan lumpur dan bergulingguling di sana dengan asyiknya.
"Itu pemimpinnya," bisik Sam, "yang paling berbahaya dalam kawanan itu. Siapa
berani menghadang dia, harus sudah siap menghadapi kematiannya. Saya akan
mengambil bison betina, yang berada tepat di belakang sebelah kanan bison jantan
itu. Perhatikan, di bagian mana saya akan menembaknya! Di bagian belikat
menyamping terus ke jantung. Itulah yang terbaik. Namun, selain itu, satusatunya tembakan yang paling aman adalah ke mata. Tapi hanya orang yang tidak
waras menembak bison dari depan agar mengenai matanya! Anda tetaplah di sini,
bersembunyilah bersama kuda Anda di dalam semak-semak. Kalau mereka melihat saya
dan kemudian kabur, maka perburuan kita akan sia-sia. Jangan sekali-kali
meninggalkan tempat ini sebelum saya kembali atau memanggil Anda."
Dia menunggu sampai saya bersembunyi di antara dua belukar. Kemudian ia memacu
kudanya, pertama-tama perlahan-lahan sekali dan tidak bersuara. Saya ingin
sekali ikut berburu. Saya sudah sering membaca tentang perburuan bison. Karena
itu bukan hal baru bagi saya. Tetapi ada perbedaan antara cerita di dalam buku
dengan perburuan yang sebenarnya. Pada hari ini untuk pertama kalinya saya
melihat bison dalam hidup. Satwa liar apakah yang telah saya tembak sampai saat
ini" Dibandingkan dengan satwa besar dan berbahaya ini, belum satu pun, sama
sekali belum. Pada waktu itu orang pasti mengira bahwa saya setuju dengan
perintah Sam untuk tidak ikut berburu. Namun yang terjadi justru sebaliknya.
Sebelumnya saya hanya ingin mengamati dan mengintai. Sekarang saya merasakan
dorongan yang kuat yang tidak terbendung untuk ikut berburu. Sam akan memburu
bison betina muda, pfui! Menurut saya, untuk itu tidak diperlukan keberanian.
Lelaki sejati akan memilih bison jantan terkuat !
Kuda saya menjadi sangat gelisah. Ia mendepak-depakkan kakinya ketakutan dan
ingin melarikan diri, karena belum pernah melihat bison. Nyaris saya tidak mampu
mengekangnya. Apakah tidak lebih baik kalau saya tembak saja bison jantan itu"
Saya tidak merasa tegang sedikit pun, malah saya berpikir dengan sangat tenang,
antara ya dan tidak. Akhirnya keadaanlah yang memutuskan.
Sam telah mendekat ke kawanan bison itu hingga tiga ratus langkah. Kemudian dia
memacu kudanya menuju kawanan itu dan melewati bison jantan yang besar itu untuk
mencapai bison betina yang telah ditunjukkan pada saya. Bison betina itu
terhenyak dan terlambat untuk melarikan diri. Sam sampai pada tempat bison itu.
Saya lihat ia menembaknya ketika binatang itu lewat. Bison itu menggelepar dan
menundukkan kepalanya. Saya tidak melihat apakah ia roboh atau tidak, karena
mata saya tertarik pada pemandangan lain.
Bison jantan raksasa sudah bangkit. Dia berpaling kepada Sam Hawkens. Betapa
garangnya binatang itu! Kepalanya besar dan tebal, tengkoraknya bundar, jidatnya
lebar dan dua tanduknya yang pendek tetapi kuat mencuat ke atas. Surai yang
lebat dan kusut membungkus leher dan dadanya. Pundaknya yang tinggi memberi
kesan atau gambaran sempurna tentang kekuatan alam yang dahsyat. Ya, mahluk itu
teramat berbahaya. Sorot matanya menantang manusia yang ingin mengukur
kemampuannya terhadap kekuatan hewan ini.
Saya tidak tahu, apakah saya mau atau tidak. Atau barangkali kuda putih saya
akan membawa saya kabur" Dia melompat keluar dari semak-semak dan hendak ke
kiri. Tetapi saya paksa dia membelok ke kanan dan menuju ke arah bison jantan
itu. Bison itu mendengar saya datang, lalu berpaling ke arah saya. Sambil
memandang saya, ia menundukkan kepalanya untuk menyambut kuda cantik dan
penunggangnya dengan tanduknya. Saya mendengar Sam berteriak keras. Namun saya
tidak punya waktu untuk berpaling ke arahnya. Menembak bison itu tidak
memungkinkan, pertama karena dia tidak berdiri pada sasaran tembak saya, dan
kedua kuda saya akan berontak. Karena ketakutan kuda itu melompat tepat ke arah
tanduk yang sedang mengancam. Bison itu melangkahkan kaki belakangnya ke samping
dan dengan hentakan keras ia mengangkat kepalanya ke atas untuk menusuk kuda
saya. Dengan segala daya saya berhasil sedikit mengelakkan kuda saya. Dia melesat
dengan suatu lompatan ke atas bagian belakang bison itu, sementara pada saat
yang sama tanduknya nyaris menyentuh kaki saya. Lompatan kami jatuh tepat ke
dalam kubangan lumpur, tempat bison itu berguling-guling. Untunglah, saya
melihat itu dan melepaskan kaki dari sanggurdi, karena kuda saya tergelincir dan
kami pun roboh. Bagaimana hal itu bisa terjadi begitu cepat, bagi saya masih
teka-teki. Selanjutnya saya sudah berdiri, tepat di pinggir kubangan itu dengan
tangan memegang senapan kuat-kuat. Bison itu telah berbalik kepada kami dan
melompat dengan hentakan liar ke arah kuda saya yang telah bangkit dan hendak
melarikan diri. Pada saat itu terbuka peluang bagi saya untuk menembak dari
samping. Saya membidik. Sekaranglah saatnya si Pembunuh Beruang yang berat
itu harus dicoba untuk pertama kalinya. Masih satu lompatan lagi bison itu dapat
mencapai kuda saya. Saya kemudian melepaskan tembakan. Bison itu terdiam. Apakah
karena kaget atau karena tembakan saya mengenai sasaran, saya tidak tahu. Segera
saya lepaskan lagi tembakan kedua. Pelan-pelan ia mengangkat kepalanya dan
mengeluarkan lenguhan panjang dengan sekuat tenaga. Kemudian berjalan terhuyunghuyung dan roboh di atas tempat ia berdiri.
Karena senang sebenarnya saya ingin bersorak atas kemenangan yang tidak mudah
ini. Namun ada hal yang lebih penting yang harus dilakukan. Kuda saya berlari ke
arah kanan tanpa penunggang, sementara saya melihat Sam Hawkens sedang berpacu
di pinggiran lembah, dikejar oleh seekor bison jantan yang tidak kalah besar
dari bison yang saya tembak tadi.
Orang harus tahu, kalau marah bison tidak akan melepaskan lawannya dan dapat
berlari mengimbangi seekor kuda. Dalam situasi seperti itu, bison bisa beringas,
gesit dan tidak mudah dikalahkan seperti yang dibayangkan orang. Demikian juga
bison jantan itu berusaha mengejar Sam. Untuk bisa lolos, Hawkens harus berubahubah arah. Hal itu melelahkan kudanya. Bagaimanapun kuda itu tidak sekuat bison.
Karena itu saya harus segera menolongnya. Saya tidak punya waktu untuk memeriksa
apakah bison yang saya tembak tadi betul-betul mati atau belum. Saya cepat-cepat
mengisi kedua laras Pembunuh Beruang dan berlari menyeberangi lembah. Sam
melihat ini. Dia ingin menyongsong bantuan saya dan mengendalikan kudanya ke
arah saya. Dia salah besar, karena dengan cara itu kuda Sam dalam posisi
melintang di depan bison jantan yang tidak jauh di belakangnya.
Saya melihat bison itu merundukkan kepalanya dan menanduk satu kali saja
kemudian mengangkat kuda itu beserta penunggangnya tinggi-tinggi. Ketika mereka
jatuh ke tanah, bison itu tidak melepaskan lawannya tapi terus menusukkan
tanduknya yang dahsyat sambil mengibas-ngibaskan kepalanya. Sam berteriak sekuat
tenaga meminta tolong. Saya masih berada kira-kira seratus lima puluh langkah
dan tidak boleh terlambat sedetik pun. Tembakan saya seyogyanya dilepas dari
jarak yang lebih dekat, tapi kalau saya ragu maka Sam bisa terbunuh. Kalau
tembakan saya tidak mengena, setidaknya saya masih bisa mengalihkan perhatian
bison itu dari Sam ke saya. Karena itu saya berhenti, membidik belikat bison itu
dan melepaskan tembakan. Bison itu mengangkat kepalanya dengan sebuah hentakan,
seolah-olah ia mau pasang telinga dan perlahan-lahan berbalik. Pada saat itu ia
melihat saya kemudian menyerang. Namun kecepatannya sudah berkurang. Itu
menguntungkan saya. Saya dapat mengisi lagi peluru dengan cepat. Ketika hewan
itu tinggal tiga puluh langkah lagi ke arah saya, pengisian sudah
selesai. Ia tidak bisa lagi berlari, hanya berjalan pelan-pelan. Dengan kepala
yang tertunduk rendah dan dengan mata yang merah karena kesakitan, ia melotot
Kelelawar Beracun 3 Serigala Dari Kunlun Long Cu Ya Sim Karya Kwao La Yen Muka Tanah Liat 3

Cari Blog Ini