Dua Menara The Two Towers The Lord Of The Rings Buku Dua Karya J.r Tolkien Bagian 7
bagaimanapun mereka akan menyingkirkan Gollum. Tapi Gollum belum mau
disingkirkan, belum mau. Ia berlutut di kaki Frodo, meremas-remas tangannya, dan
mendecit. "Jangan jalan ini, Majikan!" ia memohon, "Ada jalan lain. Oh ya, memang ada.
Jalan lain, lebih gelap, lebih sulit ditemukan, lebih rahasia. Tapi Smeagol tahu
jalan itu. Biar Smeagol menunjukkannya padamu!"
"Jalan lain!" kata Frodo ragu, menatap Gollum dengan pandangan menyelidik.
"Yaa! Yaa, memang! Dulu ada jalan lain. Smeagol menemukannya. Mari kita
pergi dan melihat, apakah masih ada di sana!"
"Kau tidak menceritakan ini sebelumnya."
"Tidak. Majikan tidak bertanya. Majikan tidak bilang niatnya. Dia tidak bilang
pada Smeagol malang. Dia Cuma bilang. Smeagol, bawa aku ke Gerbang lalu
Halaman | 270 The Lord of The Rings selamat tinggal! Smeagol bisa lari dan bisa baik. Tapi sekarang dia bilang: Aku
mau masuk ke Mordor lewat jalan ini. Jadi Smeagol ketakutan. Dia tak ingin
kehilangan majikannya yang baik. Dan dia berjanji, Majikan sudah membuatnya
berjanji, untuk menyelamatkan Kesayangan-nya. Tapi Majikan akan membawanya
pada Dia, langsung ke Tangan Hitam, kalau Majikan akan lewat jalan ini. Maka
Smeagol harus menyelamatkan mereka dua-duanya, dan dia memikirkan jalan lain
yang dulu pernah ada. Majikan baik. Smeagol baik sekali, selalu membantu."
Wajah Sam berkerut. Kalau ia bisa melubangi Gollum dengan matanya, itu
pasti akan dilakukannya. Pikirannya penuh kecurigaan. Gollum kelihatannya
benarbenar cemas dan ingin membantu Frodo. Tapi Sam ingat perdebatan antara
Gollum dan Smeagol, dan merasa sulit percaya bahwa Smeagol yang sudah lama
ditekan sekarang bisa menang: setidaknya bukan Smeagol yang menang dalam
perdebatan itu. Dugaan Sam adalah: Smeagol dan Gollum (atau yang dalam
hatinya ia sebut Slinker dan Stinker) sudah melakukan gencatan senjata dan untuk
sementara bersekutu: keduanya tak ingin Musuh mendapatkan Cincin; keduanya
berharap Frodo tidak tertangkap, dan tetap berada di bawah pengawasan mereka,
selama mungkin setidaknya selama Stinker punya kesempatan untuk mengambil
"Kesayangan"-nya. Sam tidak yakin ada jalan lain ke Mordor. Syukurlah
masingmasing bagian bajingan jahat itu tidak tahu apa rencana Majikan,"
pikirnya. "Kalau dia tahu Mr. Frodo berusaha menghabisi Kesayangan-nya untuk
selamanya, pasti akan ada masalah, "aku yakin bagaimanapun, Stinker takut sekali
pada Musuh dan pernah berada di bawah perintahnya-sehingga dia mungkin
memilih untuk mengkhianati kami daripada tertangkap basah sedang membantu
kami; dan daripada membiarkan Kesayangan-nya dilebur, munglcin. Setidaknya,
begitulah kecurigaanku. Dan kuharap Majikan akan memikirkan dengan cermat.
Dia bijak sekali, tapi hatinya lembek. Sudah di luar kemampuan seorang Gamgee
untuk menebak apa yang bakal dilakukannya selanjutnya."
Frodo tidak langsung menjawab Gollum. Sementara keraguan ini melintasi
benak Sam yang lamban namun tajam, Frodo justru berdiri menerawang ke arah
batu karang gelap Cirith Gorgor. Cekungan tempat mereka berlindung digali di
sisi bukit rendah, di suatu ketinggian di atas lembah berbentuk parit panjang yang
terletak di antara bukit tersebut dan dinding penopang paling luar pegunungan.
Di tengah lembah berdiri fondasi hitam menara jaga sebelah barat. Dalam cahaya
pagi, jalan jalan yang menyatu menuju Gerbang Mordor sekarang bisa dilihat
jelas, pucat dan berdebu; satu menjulur ke utara; satu menjulur ke timur, masuk ke
dalam kabut yang menggantung di kaki Ered Lithui; dan yang ketiga menjulur ke arahnya.
Dua Menara Halaman | 271 Ketika jalan itu membelok tajam di seputar menara, ia memasuki jalan sempit
dan lewat tidak jauh di bawah cekungan tempat Frodo berdiri. Di sebelah
kanannya, ke arah Barat, jalan itu membelok, menyusuri pundak pegunungan, dan
pergi ke selatan, ke dalam bayang-bayang gelap yang menyelimuti semua sisi
barat Ephel Duath; di luar batas pandangannya, ia berjalan terus sampai ke
daratan sempit di antara pegunungan dan Sungai Besar. Saat memandang, Frodo
menyadari ada gerakan dan gelombang besar di padang. Seperti sepasukan besar
bala tentara sedang berbaris, meski sebagian besar tersembunyi oleh asap dan
uap busuk yang mengalir dari rawa-rawa dan tanah kosong di luamya.
Tap, di sana-sini ia menangkap sekilas kilatan tombak dan topi baja; dan di
atas tanjakan-tanjakan di sisi jalan terlihat pasukan berkuda melaju dalam
rombongan-rombongan besar. Ia ingat pemandangan dari jauh di atas Amon Hen,
hanya beberapa hari yang lalu, meski sekarang terasa seperti sudah bertahuntahun
silam. Dan tahulah ia bahwa harapan yang sempat melambung di hatinya
ternyata sia-sia. Terompet-terompet itu tidak berbunyi sebagai tantangan,
melainkan sebagai sambutan. Ini bukan serangan menyerbu Penguasa Kegelapan
oleh Orang-orang Gondor yang bangkit bagai hantu-hantu dari kuburan keberanian
yang sudah lama mati. Ini Manusia-Manusia dari bangsa lain, dari Eastland yang
luas, berkumpul atas panggilan Penguasa mereka; bala tentara yang berkemah di
depan Gerbang-nya tadi malam, dan sekarang berbaris masuk untuk memperbesar
kekuatannya yang semakin meningkat.
Seolah mendadak menyadari bahayanya kedudukan mereka sendirian, dalam
cahaya pagi yang semakin terang, begitu dekat dengan ancaman besar itu Frodo
cepat-cepat menarik kerudungnya yang tipis kelabu agar erat menutupi kepalanya,
dan melangkah turun ke lembah. Lalu ia berbicara pada Gollum.
"Smeagol," katanya, "aku akan mempercayaimu satu kali lagi. Tampaknya tak
ada pilihan lain, dan sudah takdirku untuk menerima bantuan darimu hal yang
sungguh tak kuduga dan takdirmu untuk membantuku yang sudah lama kaukejar
dengan tujuan jahat. Sejauh ini kau sudah diperlakukan dengan pantas, dan sudah
menepati janjimu dengan sungguh-sungguh. Sungguhsungguh, kataku, dan aku
serius dengan ucapanku," tambahnya sambil melirik Sam, "karena sudah dua kali
kami berada dalam kekuasaanmu, dan kau tidak mencelakakan kami. Kau juga
tidak mencoba mengambil apa yang pernah kaucari. Mudah-mudahan ketiga
kalinya akan terbukti yang terbaik! Tapi aku memperingatkanmu, Smeagol, kau
dalam bahaya." Halaman | 272 The Lord of The Rings "Ya, ya, Majikan!" kata Gollum. "Bahaya mengerikan! Tulang-tulang tulang
Smeagol gemetar memikirkan itu, tapi dia tidak lari. Dia harus membantu majikan
yang baik." "Maksudku bukan bahaya bagi kita bersama," kata Frodo. "Maksudku bahaya
hanya bagi dirimu sendiri. Kau bersumpah demi apa yang kau sebut Kesayanganmu.
Ingat itu! Dia akan memegang sumpahmu; tapi dia akan mencari jalan untuk
memutar balikkannya dan mencelakakanmu. Kau sudah diputar-balikkan. Baru saja
kau menyingkap kan dirimu sendiri padaku dengan sangat bodoh. Kembalikan
pada Smeagol, katamu. Jangan katakan itu lagi! Jangan biarkan pikiran itu tumbuh
dalam dirimu! Kau tidak akan pernah memperolehnya kembali. Tapi hasrat
kepadanya mungkin akan mengkhianatimu sampai ke akhir yang pahit. Kalau
sangat terpaksa, Smeagol, aku akan memakai Kesayangan-mu itu; dan
Kesayangan-mu pernah menguasaimu. Kalau aku, sambil memakainya,
memerintahkanmu, kau akan taat, meski untuk melompat dari tebing curam atau
melemparkan dirimu sendiri ke dalam api. Dan itulah yang akan kuperintahkan.
Jadi, hati-hatilah, smeagol!"
Sam memandang majikannya dengan sikap setuju, tapi juga tercengang:
ekspresi wajah dan nada suara Frodo yang seperti itu belum pernah didengarnya.
Ia selalu mengira bahwa kebaikan hati Mr. Frodo sedemikian tinggi, sampai-sampai
Mr. Frodo seperti buta, tak bisa menilai orang. Tentu saja ia juga berpegang
teguh pada keyakinannya bahwa Mr. Frodo adalah orang paling bijak di dunia (dengan
pengecualian Mr. Bilbo Tua dan Gandalf, mungkin). Gollum sendiri mungkin
membuat kesalahan yang sama-tapi ini bisa lebih dimaklumi, mengingat ia belum
lama mengenal Frodo mengacaukan kebaikan hati dengan kebutaan.
Bagaimanapun, omongan itu membuat Gollum malu dan ketakutan. Ia
menyembah-nyembah di tanah dan tak bisa mengucapkan kata-kata yang jelas,
kecuali Majikan baik. Frodo menunggu dengan sabar untuk beberapa saat,
kemudian berbicara lagi, dengan nada lebih lunak.
"Ayo, Gollum atau Smeagol, kalau kau mau, ceritakan padaku tentang jalan
lain itu, dan tunjukkan kalau bisa, harapan apa yang ada bila lewat jalan itu,
supaya aku tidak merasa bersalah beralih dari jalan yang langsung ini. Aku perlu
cepat." Tapi keadaan Gollum menyedihkan, dan ancaman Frodo membuatnya agak
bingung. Tidak mudah mendapat keterangan jelas darinya, di tengah gumaman
dan decitannya, yang ditingkahi dengan sikapnya merangkakrangkak di lantai
sambil memohon agar mereka berbaik hati kepada
Dua Menara Halaman | 273 "Smeagol kecil yang malang". Setelah beberapa lama, barulah ia lebih tenang,
dan Frodo berhasil mendapatkan informasi sedikit demi sedikit bahwa kalau
mengikuti jalan yang membelok ke barat Ephel Duath, setelah beberapa waktu
mereka akan tiba di persimpangan di tengah lingkaran pepohonan. Di sebelah
kanan ada jalan menuju Osgiliath dan jembatan jembatan Anduin; di tengah, jalan
itu menjulur terus ke arah selatan.
"Terus, terus, terus," kata Gollum. "Kami belum pernah lewat jalan itu, tapi
katanya dia membentang seratus league, sampai kau bisa melihat Samudra Besar
yang tak pernah diam. Banyak ikan di sana, dan burung-burung besar yang makan
ikan: burung-burung baik: tapi kami belum pernah ke sana, sayangnya belum! Kami
tidak pernah mendapat kesempatan. Dan lebih jauh ke sana ada daratan lagi,
katanya, tapi Wajah Kuning di sana panas sekali, dan jarang ada awan,
manusianya garang dan berwajah gelap. Kami tidak ingin melihat negeri itu."
"Tidak!" kata Frodo. "Tapi jangan menyimpang dari jalanmu itu. Bagaimana
dengan belokan ketiga?" "Oh ya, oh ya, ada jalan ketiga," kata Gollum. "Itu
jalan yang ke kiri. Langsung mendaki, naik, berbelok-belok dan mendaki kembali
kebayangan tinggi. Saat dia mengitari batu karang hitam, kau akan melihatnya,
mendadak ada di atasmu, dan kau ingin bersembunyi."
"Melihatnya, melihatnya" Apa yang akan kaulihat?" "Benteng kuno, sangat
tua, sangat mengerikan sekarang. Dulu kami mendengar dongeng-dongeng dari
Selatan, ketika Smeagol masih muda, dahulu kala. Oh ya, kami biasa menceritakan
banyak dongeng di sore hari, sambil duduk di tebing Sungai Besar, di negeri
pohon willow, ketika Sungai juga masih lebih muda, gollum, gollum." Ia mulai menangis
dan menggerutu. Kedua hobbit menunggu dengan sabar. "Dongeng-dongeng dari
Selatan," lanjut Gollum, "tentang Manusia-Manusia tinggi dengan mata bersinar,
rumah mereka yang seperti bukit batu, mahkota perak Raja mereka, dan Pohon
Putih: dongeng indah. Mereka membangun menara-menara tinggi sekali, salah
satunya berwarna putih perak, di dalamnya ada batu seperti Bulan, dan di
sekelilingnya ada dinding-dinding putih besar. Oh ya, banyak sekali dongeng
tentang Menara Bulan."
"Itu pasti Minas Ithil, yang dibangun oleh Isildur, putra Elendil," kata Frodo.
"Isildur yang memotong jari Musuh."
"Ya, Dia hanya punya empat jari di Tangan Hitam, tapi itu sudah cukup," kata
Gollum sambil menggigil. "Dan Dia benci kota Isildur."
Halaman | 274 The Lord of The Rings "Apa yang tidak dibencinya?" kata Frodo. "Tapi apa hubungannya Menara
Bulan dengan kita?" "Well, Majikan, menara itu sudah ada sejak dulu, sampai sekarang: menara
tinggi, rumah-rumah putih, dan tembok; tapi sekarang tidak indah, tidak
menyenangkan. Dia sudah menaklukkannya lama berselang. Sekarang sudah
menjadi tempat mengerikan. Pengembara-pengembara menggigil melihatnya,
mereka merangkak mengelak, menghindari bayangannya. Tapi Majikan terpaksa
lewat jalan itu. Itu satu-satunya jalan lain. Karena pegunungan di sana lebih
rendah, dan jalan yang lama naik dan naik terus, sampai tiba di suatu jalan
pintas di puncak, lalu turun, turun lagi ke Gorgoroth."
Suaranya berubah menjadi bisikan, dan ia gemetar.
"Tapi bagaimana itu bisa membantu kita?" tanya Sam. "Pasti Musuh tahu
semua tentang pegunungannya sendiri, dan jalan itu pasti dijaga sama cermatnya
dengan jalan yang ini. Menara itu tidak kosong, bukan?"
"Oh tidak, tidak kosong!" bisik Gollum. "Kelihatannya kosong, tapi tidak begitu,
oh tidak! Makhluk-makhluk yang sangat mengerikan tinggal di sana. Orc, ya ...
selalu Orc; tapi makhluk-makhluk yang lebih buruk hidup di sana juga. Jalannya
menanjak tepat di bawah baYangan tembok, dan melewati gerbang. Tak ada yang
bergerak di jaIan yang tidak mereka ketahui. Makhluk-makhluk di dalamnya tahu:
Penjaga-Penjaga Tersembunyi."
"Jadi, itu saranmu?" kata Sam. "Agar kita menempuh perjalanan panjang lain
ke selatan, lalu terjebak dalam keadaan yang sama, atau malah lebih buruk,
setelah sampai di sana, itu pun kalau kita bisa sampai?"
"Bukan, bukan begitu," kata Gollum. "Hobbit perlu tahu, harus mencoba
mengerti. Dia tidak menduga ada serangan dari arah sana. Mata-nya ada di
manamana, tapi ada tempat-tempat yang mendapat perhatian lebih besar daripada
yang lain. Dia tidak bisa sekaligus melihat semuanya, belum. Kau tahu, Dia sudah
mengalahkan semua negen di sebelah barat Pegunungan Bayang-Bayang sampai
ke Sungai, dan Dia menguasai jembatan jembatan sekarang. Dia pikir tidak ada
yang bisa sampai ke Menara Bulan tanpa pertempuran besar di jembatan, atau
tanpa banyak kapal yang kehadirannya tak mungkin disembunyikan darinya."
"Tampaknya kau tahu banyak tentang apa yang Dia lakukan dan pikirkan,"
kata Sam. "Apakah kau suka bercakap-cakap dengannya belakangan ini" Atau
hanya bergaul rapat dengan para Orc?" "Hobbit yang tidak ramah, tidak bijak,"
kata Gollum, melirik marah pada Sam dan berbicara pada Frodo. "Smeagol memang
Dua Menara Halaman | 275 sudah berbicara dengan Orc, ya tentu saja, sebelum dia bertemu Majikan, dan
dengan banyak orang: dia sudah berjalan jauh sekali. Dan apa yang dikatakannya
sekarang sudah banyak dikatakan juga oleh orang-orang. Di sini, di Utara, bahaya
besar mengintai Dia, dan kita. Dia akan keluar dari Gerbang Hitam suatu saat,
segera. Hanya lewat jalan itu pasukan besar bisa datang. Tapi di sebelah barat
Dia tidak takut, dan di sana ada Penjaga-Penjaga Tersembunyi."
"Persis!" kata Sam, tidak mau mengalah. "Jadi, kita bisa berjalan maju dan
mengetuk pintu gerbang mereka, bertanya apakah kita sudah berada di jalan yang
benar ke Mordor" Atau mereka terlalu bisu untuk menjawab" Tidak masuk akal.
Lebih baik kita lakukan saja di sini, supaya tidak perlu pergi jauh jauh."
"Jangan berkelakar tentang itu," desis Gollum. "Ini tidak lucu, oh tidak! Tidak
menggelikan. Sama sekali tidak masuk akal, berusaha masuk ke Mordor. Tapi
kalau Majikan berkata aku harus pergi atau aku akan pergi, maka dia harus
mencoba. Tapi janganlah pergi ke kota yang mengerikan itu, oh tidak, tentu saja
tidak. Di situlah Smeagol membantu, Smeagol yang baik, meski dia tidak tahu ada
apa ini sebenarnya Smeagol membantu lagi. Dia menemukannya. Dia tahu jalan
itu." "Apa yang kautemukan?" tanya Frodo. Gollum meringkuk, suaranya merendah
menjadi bisikan lagi. "Sebuah jalan kecil masuk ke pegunungan; kemudian sebuah tangga, tangga
sempit, oh ya, panjang dan sempit sekali. Kemudian lebih banyak tangga lagi.
Lalu..." suaranya semakin rendah lagi "sebuah terowongan, terowongan gelap, dan
akhirnya sebuah belahan kecil, dan jalan tinggi di atas jalan utama. Lewat jalan
itulah dulu Smeagol keluar dari kegelapan. Tapi itu sudah bertahuntahun yang
lalu. Mungkin saja jalan itu sudah lenyap sekarang; tapi mungkin juga tidak, mungkin
tidak." "Aku tidak suka mendengar penjelasannya," kata Sam. "Kedengarannya
terlalu mudah. Kalau jalan itu masih ada, pasti dijaga juga. Bukankah jalan itu
dijaga, Gollum?" Ketika mengatakan itu, ia menangkap atau merasa menangkap
sinar hijau di dalam mata Gollum. Gollum menggerutu, tapi tidak menjawab.
"Bukankah jalan itu dijaga?" tanya Frodo keras. "Dan apakah kau melarikan diri
dari kegelapan, Smeagol" Bukannya diizinkan pergi mengemban tugas" Setidaknya
begitulah dugaan Aragorn, yang menemukanmu di Rawa-Rawa Mati beberapa
Dua Menara The Two Towers The Lord Of The Rings Buku Dua Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tahun yang lalu." Halaman | 276 The Lord of The Rings "Itu bohong!" desis Gollum, cahaya jahat timbul di matanya mendengar nama
Aragorn disebutkan. "Dia berbohong tentang aku, ya dia berbohong. Aku memang
melarikan diri, sendirian. Memang aku disuruh mencari
Kesayangan-ku; aku sudah mencari dan mencari, tentu saja. Tapi bukan untuk
si Jahat. Kesayangan-ku dulu milik kami, milikku. Aku melarikan diri."
Anehnya Frodo merasa yakin kali ini ucapan Gollum tidak jauh dari
kebenarannya; bahwa ia memang berhasil mencari jalan keluar dari Mordor, dan
setidaknya menganggap itu karena kecerdikannya sendiri. Salah satunya, ia
memperhatikan bahwa Gollum menggunakan kata aku. Ia jarang menggunakan
kata itu, dan biasanya itu pertanda bahwa saat ini sisa-sisa sifat jujur dan
tulusnya sedang menang. Tapi, meski Gollum bisa dipercaya dalam hal itu, Frodo tidak
melupakan tipu muslihat Musuh. Mungkin saja "pelarian" itu memang sudah diatur,
dan sudah diketahui di Menara Kegelapan. Bagaimanapun, jelas Gollum masih
menyimpan banyak rahasia.
"Aku bertanya sekali lagi," kata Frodo, "tidakkah jalan rahasia ini dijaga?"
Tapi nama Aragorn sudah membuat Gollum merengut. Ia bersikap sakit hati,
seperti seorang pembohong yang sekali itu menceritakan kebenaran, atau
sebagian kebenaran. Ia tidak menjawab.
"Tidakkah jalan itu dijaga?" ulang Frodo.
"Ya, ya, mungkin. Tak ada tempat aman di daratan ini," kata Gollum,
cemberut. "Tak ada tempat aman. Tapi Majikan harus mencobanya, atau pulang.
Tak ada jalan lain."
Mereka tak bisa memaksanya mengatakan lebih dari itu. Nama tempat dan
jalan tinggi yang berbahaya itu tak bisa diceritakannya. Atau tidak mau. Namanya
Cirith Ungol, nama yang penuh selentingan menyeramkan. Aragorn mungkin bisa
menceritakan pada mereka nama dan maknanya; Gandalf akan memperingatkan
mereka. Tapi mereka sendirian dan Aragorn jauh dari mereka, sementara Gandalf
sedang berdiri di tengah reruntuhan Isengard dan berjuang melawan Saruman,
tertahan karena pengkhianatan. Tapi, saat mengucapkan kata-katanya yang
terakhir pada Saruman, dan saat palantfr jatuh ke dalam api di tangga Orthanc,
pikirannya senantiasa tertuju pada Frodo dan Samwise, menembus jarak sekian
jauh, mencari-cari mereka dengan penuh harapan dan rasa iba. Mungkin Frodo
merasakannya, meski ia tidak tahu, seperti ketika berada di Amon Hen, mesti ia
percaya bahwa Gandalf sudah mati, sudah pergi selamanya dalam kegelapan
Moria nun jauh di sana. Ia duduk di tanah lama sekali, kepalanya tertunduk,
Dua Menara Halaman | 277 berjuang untuk mengingat kembali semua yang sudah dikatakan Gandalf
kepadanya. Tapi untuk pilihan ini tak ada saran Gandalf yang diingatnya.
Nasihatnasihat Gandalf sudah terlalu cepat direnggutkan dari mereka, terlalu
cepat, sementara Negeri Kegelapan masih jauh sekali. Bagaimana mereka harus
memasukinya, Gandalf belum mengatakannya. Mungkin ia tidak tahu.
Gandalf pernah memberanikan diri masuk ke benteng Musuh di Utara, masuk
ke Dol Guldur. Tapi masuk ke Mordor, ke Gunung Api dan ke Barad-dur, sejak
Penguasa Kegelapan kembali berkuasa, sudah pernahkah ia berkelana ke sana"
Menurut Frodo belum. Ia sendiri hanyalah seorang hobbit sederhana dari
pedalaman yang tenang; ia diharapkan menemukan jalan yang tak bisa atau tak
berani ditempuh oleh mereka yang pemberani dan hebat. Sungguh takdir yang
kejam. Tapi ia sudah menerima beban itu di ruang duduknya sendiri, di musim semi
yang sudah lama berlalu, dan kini terasa begitu jauh, hingga rasanya seperti
suatu bab dalam cerita masa remaja dunia, ketika Pohon-Pohon Perak dan Emas masih
mekar. Ini pilihan yang buruk. Jalan mana yang harus dipilihnya" Dan kalau
keduanya menuju teror dan kematian, apa gunanya memilih"
Hari semakin larut. Keheningan mendalam mencekam lembah tempat mereka
berada, di dekat perbatasan negeri ketakutan: kesepian yang begitu tajam, bagai
selubung tebal yang memisahkan mereka dari dunia sekitar. Di atas mereka ada
kubah langit pucat yang ditutupi asap berarak, tapi tampak tinggi dan jauh
sekali, seolah kelihatan melalui lapisan-lapisan udara tebal yang dipenuhi pikiran
berat. Bahkan seekor elang yang berhenti di depan matahari bisa melihat kedua hobbit
duduk di sana, di bawah beban maut, diam tak bergerak, diselubungi jubah tipis
mereka yang kelabu. Mungkin sejenak ia akan memperhatikan Gollum, sosok kecil
yang terjulur di tanah: mungkin di sana menggeletak kerangka seorang anak
Manusia yang mati kelaparan, pakaiannya yang compang-camping masih
menempel padanya, kaki dan tangannya yang panjang hampir putih dan tipis
seperti tulang: tak ada daging yang layak untuk dilahap. Frodo tertunduk di atas
lututnya, tapi Sam bersandar dengan tangan di belakang kepala, menatap keluar
dari balik kerudungnya ke langit yang kosong. Setidaknya langit kosong untuk
waktu sangat lama. Kemudian Sam merasa melihat sebuah sosok gelap seperti burung, berputarputar
memasuki lingkup pandangannya, lalu melayang, dan berputar pergi lagi.
Dua lagi mengikutinya, kemudian yang keempat. Mereka kelihatan sangat kecil,
tapi ia tahu bahwa sebenarnya mereka sangat besar, dengan jangkauan sayap
lebar, terbang tinggi sekali. Ia menudungi matanya dan membungkuk ke depan,
Halaman | 278 The Lord of The Rings gemetaran. Ketakutan yang sama menimpanya, seperti ketika merasakan
kehadiran para Penunggang Hitam, kengerian tak berdaya yang datang dengan
teriakan yang dibawa angin dan bayangan di bulan, meski kengerian yang satu ini
tidak begitu menekan atau mendesak: ancaman itu lebih jauh jaraknya. Tapi tetap
sebuah ancaman. Frodo juga merasakannya. Pikirannya terputus. Ia bergerak dan
menggigil, tapi tidak menengok ke atas. Gollum meringkuk seperti labah-labah
yang terkepung. Sosok-sosok bersayap itu berputar, menukik cepat ke bawah, dan
terbang cepat kembali ke Mordor. Sam menarik napas panjang.
"Para Penunggang sedang berkeliaran lagi di angkasa," katanya dengan
bisikan parau. "Aku melihat mereka. Kaupikir mereka bisa melihat kita" Mereka
terbang tinggi sekali. Dan kalau mereka Penunggang Hitam, sama seperti dulu,
maka mereka tak bisa melihat banyak di siang hari, bukan?"
"Tidak, mungkin tidak," kata Frodo. "Tapi kuda jantan mereka bisa melihat.
Dan makhluk bersayap yang mereka tunggangi sekarang mungkin bisa melihat
lebih banyak daripada makhluk lain. Mereka seperti burung pemakan bangkai yang
sangat besar. Mereka mencari sesuatu: Musuh sedang waspada, rupanya."
Perasaan takut sudah lewat, tapi kesepian yang menyelubungi sudah pecah. Untuk
beberapa lama mereka sudah terpisah dari dunia, seolah berada di suatu pulau
yang tidak tampak; sekarang mereka sudah ditelanjangi lagi, bahaya sudah
kembali. Tapi Frodo masih belum berbicara kepada Gollum atau membuat pilihan.
Matanya terpejam, seakan sedang bermimpi, atau melihat ke dalam hati dan
ingatannya. Akhirnya ia bergerak dan berdiri, dan tampaknya baru akan berbicara
dan memutuskan. Tapi, "Dengar!" katanya. "Apa itu?"
Ketakutan baru menimpa mereka. Mereka mendengar nyanyian dan teriakan
parau. Pada mulanya kedengarannya jauh, tapi makin lama makin mendekat:
menghampiri mereka. Terlintas dalam benak mereka bahwa Sayap Hitam sudah
melihat mereka, dan mengirimkan tentara bersenjata untuk menangkap mereka:
tidak ada kecepatan yang terlalu besar bagi pelayanpelayan Sauron yang
mengerikan. Mereka meringkuk mendengarkan. Suarasuara, denting senjata dan
perisai yang terdengar sangat dekat. Frodo dan Sam mengendurkan pedang kecil
mereka dari dalam sarungnya. Lari sudah tak mungkin. Gollum bangkit perlahan
dan merangkak seperti serangga, sampai ke bibir cekungan. Dengan hati-hati
sekali ia mengangkat dirinya sedikit demi sedikit, sampai ia bisa mengintip
melalui dua ujung batu yang pecah. Ia diam tak bergerak untuk beberapa saat, tanpa
bersuara. Tak lama kemudian suarasuara itu mulai menjauh lagi, kemudian
perlahan-lahan menghilang. Jauh di sana, sebuah terompet berbunyi di benteng
Dua Menara Halaman | 279 Morannon. Kemudian diam-diam Gollum turun kembali dan menyelinap ke dalam
cekungan. "Lebih banyak Manusia pergi ke Mordor," katanya dengan suara rendah.
"Wajah-wajah gelap. Kami belum pernah melihat Manusia seperti ini, tidak,
Smeagol belum pernah. Mereka garang. Mereka punya mata hitam, rambut hitam
panjang, dan cincin emas di hidung mereka; ya, banyak emas indah. Beberapa
memakai cat merah di telinga, dan di ujung-ujung tombak mereka; mereka
mempunyai perisai bundar, kuning, dan hitam, dengan banyak paku. Tidak ramah;
tampaknya mereka Manusia jahat yang kejam sekali. Hampir sama jahatnya
seperti Orc, dan jauh lebih besar. Menurut Smeagol, mereka datang dari Selatan,
di luar ujung Sungai Besar: mereka datang lewat jalan itu. Mereka sudah lewat
sampai ke Gerbang Hitam; tapi mungkin masih ada lagi yang akan datang. Selalu
lebih banyak manusia datang ke Mordor. Suatu hari semua orang akan berada di
dalam." "Apakah ada oliphaunt?" tanya Sam, lupa akan ketakutannya, saking
bergairah mendengar kabar dan tempat-tempat asing. "Tidak, tidak ada oliphaunt.
Apa itu oliphaunt?" kata Gollum.
Sam bangkit berdiri, meletakkan tangannya di belakang punggung (seperti
yang selalu dilakukannya kalau "membaca sajak"), dan memulai Kelabu bak tikus
sawah, Besar seperti rumah, Hidung seperti ular, Aku membuat tanah bergetar,
Saat kutapaki rumput yang lebat;
Pepohonan berderak ketika aku lewat. Dengan tanduk di mulutku, Di Selatan
kutapaki langkahku, Mengibas cuping sebesar daun.
Tak terhitung banyaknya tahun Aku jalani kian kemari, Tak pernah
merebahkan diri, Tidak juga untuk mati. Aku ini Oliphaunt, Yang terbesar di
antara kamu, Besar, tua, dan tinggi badanku, Kalau kau pernah jumpa denganku Kau tak
akan melupakanku. Kalau belum pernah jumpa, Kaupikir aku ini tiada; Tapi aku ini Oliphaunt tua,
Tidak pernah bohong sekali juga.
"Itu," kata Sam, setelah selesai mensitirnya, "adalah salah satu sajak kami di
Shire. Mungkin omong kosong, mungkin juga tidak. Tapi kami juga punya
dongengdongeng, dan berita-berita dari Selatan. Di masa lampau, para hobbit suka
mengembara sekali-sekali. Tidak banyak yang kembali, dan tidak semua yang
mereka katakan dipercayai: kabar dari Bree, dan tidak pasti seperti omongan
Shire, begitu istilahnya. Tapi aku mendengar dongengdongeng tentang manusia besar
Halaman | 280 The Lord of The Rings jauh di sana, di Sunlands. Kami menyebut mereka Swerting dalam dongengdongeng
kami; dan kabarnya mereka menunggang oliphaunt kalau bertempur.
Mereka menempatkan rumah dan menara di atas punggung oliphaunt, dan para
oliphaunt saling melemparkan batu dan pohon. Jadi, ketika kaubilang, 'Manusia
dari Selatan, semuanya pakai merah dan emas, maka kukatakan, 'apakah ada
oliphaunt"' Karena kalau ada, aku akan mengintipnya, ada atau tidak ada risiko.
Tapi kini kupikir aku tidak akan pernah melihat oliphaunt. Mungkin memang tidak
ada hewan seperti itu." Ia mengeluh.
"Tidak, tidak ada oliphaunt," kata Gollum lagi. "Smeagol belum pernah dengar
tentang mereka. Dia tak ingin melihat mereka. Dia tak ingin mereka ada. Smeagol
ingin pergi dari sini dan bersembunyi di tempat yang lebih aman. Smeagol ingin
Majikan pergi. Majikan manis, tidakkah dia mau ikut Smeagol?"
Frodo bangkit berdiri. Ia tertawa di tengah segala kesulitannya ketika Sam
mengucapkan sajak kuno tentang Oliphaunt, dan tawa itu melepaskannya dari
keraguan. "Kalau saja kita punya seribu oliphaunt, dengan Gandalf di atas oliphaunt putih
di barisan depan," katanya. "Maka mungkin kita bisa mendobrak masuk ke negeri
jahat ini. Tapi kita tak punya; hanya ada kaki kita sendiri yang letih. Nah,
Smeagol, mungkin kali ketiga terbukti yang paling baik. Aku akan ikut kau."
"Majikan baik, Majikan bijak, Majikan manis!" teriak Gollum kegirangan,
menepuk-nepuk lutut Frodo. "Majikan baik! Kalau begitu, sekarang istirahat dulu,
hobbit-hobbit manis, di bawah bayangan batu-batu, rapat di bawah bebatuan!
Istirahatlah dan berbaring tenang, sampai Wajah Kuning pergi. Lalu kita bisa
pergi cepat. Lembut dan cepat, seperti bayangan!"
Dua Menara Halaman | 281 Bumbu Masak dan Kelinci Rebus
Selama cahaya siang masih tersisa beberapa jam, mereka beristirahat, pindah
ke tempat teduh ketika matahari bergerak, sampai akhirnya bayangbayang di
pinggiran barat lembah mereka memanjang, dan kegelapan memenuhi seluruh
cekungan. Gollum tidak makan apa pun, tapi ia menerima air dengan senang hati.
"Nanti kita akan dapat lebih banyak," katanya sambil menjilat bibirnya. "Air
bagus mengalir di sungai yang menuju Sungai Besar, air bagus di daratan yang
kita tuju. Smeagol akan dapat makanan juga di sana, mungkin. Dia lapar sekali,
ya, gollum!" ia meletakkan kedua tangannya yang lebar dan datar di atas perutnya yang
mengerut, cahaya hijau pucat muncul di matanya.
Ketika akhirnya mereka berangkat, senja sudah larut, merayap melewati
pinggiran barat lembah, dan memudar seperti hantu ke dalam daratan hancur di
perbatasan jalan. Masih tiga malam sebelum purnama, tapi ia baru memanj at ke
atas pegunungan saat hampir tengah malam, dan malam yang masih muda itu
sangat gelap. Cahaya tunggal merah menyala tinggi di Menara-Menara Gigi, tapi
selain itu tidak terlihat atau terdengar tanda-tanda penjagaan terus-menerus di
Morannon. Selama bermil-mil mata merah itu seakan-akan menatap mereka ketika
mereka pergi, terhuyung-huyung melewati daratan gersang berbatu. Mereka tidak
berani mengambil jalan utama, tapi membiarkannya tetap di sebelah kiri mereka,
mengikuti garisnya sebaik mungkin pada jarak tertentu. Akhirnya, ketika malam
sudah larut dan mereka sudah letih, karena mereka hanya berhenti sebentar untuk
istirahat, mata itu meredup menjadi titik kecil menyala, kemudian lenyap: mereka
sudah mengitari pundak utara yang gelap dari pegunungan yang lebih rendah, dan
sedang menuju selatan. Dengan hati agak ringan, mereka beristirahat lagi, tapi
tidak lama. Bagi Gollum, mereka masih kurang cepat. Menurut perhitungannya,
jaraknya sekitar tiga puluh league dari Morannon ke persimpangan di atas
Osgiliath, dan ia berharap menyelesaikan jarak itu dalam empat perjalanan.
Jadi, mereka segera berjuang maju lagi, sampai fajar mulai menyebar
perlahan dalam kekosongan kelabu yang luas. Saat itu mereka sudah berjalan
hampir delapan league, dan kedua hobbit sudah tak bisa berjalan lebh jauh lagi,
meski seandainya mereka berani.
Halaman | 282 The Lord of The Rings Cahaya yang semakin merebak menampakkan sebuah daratan yang tidak
begitu gersang dan hancur. Pegunungan masih menjulang mengancam di sebelah
kiri mereka, tapi pada jarak yang lebih dekat mereka bisa melihat jalan ke
selatan, sekarang menjauh dari akar-akar hitam bukit-bukit dan condong ke barat. Di
luarnya ada lereng-lereng yang ditutupi pepohonan muram seperti awan-awan
gelap, tapi di sekitar mereka ada padang rumput liar yang berantakan, ditumbuhi
ling, broom, cornel, dan semak-semak lain yang tidak mereka kenal.
Di sana-sini mereka melihat gerombolangerombolan pohon pinus tinggi.
Semangat para hobbit agak meningkat, meski mereka letih: udara di sini sejuk dan
wangi, mengingatkan mereka pada dataran tinggi di Wilayah Utara nun jauh di
sana. Rasanya menyenangkan berada di sini, berjalan di daratan yang baru
beberapa tahun berada di bawah kekuasaan Penguasa Kegelapan, dan belum
seluruhnya hancur membusuk. Tapi mereka tidak lupa bahaya yang mengancam,
maupun Gerbang Hitam yang masih terlalu dekat, meski tersembunyi di balik
ketinggian yang muram. Mereka mencari-cari tempat berlindung dari si mata jahat,
selagi hari masih terang.
Hari itu lewat dengan tidak nyaman. Mereka berbaring jauh di dalam semak
heather dan menghitung jam jam yang berlalu lamban, yang tampaknya hanya
membawa sedikit perubahan; mereka masih berada di bawah bayangan Ephel
Duath, matahari terselubung tersembunyi. Kadang-kadang Frodo tidur, lelap dan
damai, entah karena ia mempercayai Gollum atau terlalu letih untuk
mengkhawatirkannya; tapi Sam hanya bisa tidur sebentar-sebentar, meski Gollum
sendiri tidur lelap, menggeliat dan berkedut dalam mimpinya yang rahasia.
Mungkin
Dua Menara The Two Towers The Lord Of The Rings Buku Dua Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rasa laparlah yang membuatnya tetap waspada, melebihi kecurigaan ia sudah
mulai merindukan makanan lezat di rumah. Makanan panas dari panci. Ketika
daratan memudar menj adi kelabu tak berbentuk saat malam tiba, mereka
berangkat lagi. Tak lama kemudian, Gollum menuntun mereka melewati jalan yang menuju
selatan; setelah itu mereka berjalan lebih cepat, meski bahayanya lebih besar.
Telinga mereka waspada menunggu bunyi kaki kuda atau kaki manusia di jalan di
depan, atau mengikuti mereka dari belakang; tapi malam lewat, dan mereka tidak
mendengar bunyi pejalan kaki maupun penunggang kuda. Jalan itu dibuat di masa
yang sudah lama berlalu. Untuk sekitar tiga puluh mil di bawah Morannon, jalan
itu baru-baru ini diperbaiki, tapi semakin ke selatan, batas-batasnya semakin
dipenuhi belantara. Dua Menara Halaman | 283 Hasil karya Manusia zaman dulu masih tampak dalam bentangannya yang
lurus dan pasti, serta kerataannya: sesekali jalan itu memotong lereng bukit,
atau melompati sungai di atas lengkungan lebar yang indah, yang terbuat dari bangunan
batu yang tahan lama; tapi akhirnya semua karya bangunan batu memudar, kecuali
beberapa tiang hancur di sana-sini, mengintip keluar dari semak di pinggir, atau
batu ubin lama yang masih bersembunyi di tengah rumput liar dan lumut. Heather,
pepohonan, dan pakis merayap ke bawah dan menggantung dari atas tebingtebing,
atau bertebaran di permukaan. Akhirnya jalan itu mengecil menjadi jalan
kereta pedalaman yang jarang digunakan, tapi tidak berbelok-belok: ia tetap pada
arahnya sendiri yang pasti, dan menuntun mereka melalui jalan tercepat.
Dengan begitu, mereka masuk ke wilayah perbatasan utara dari negeri yang
dulu dinamakan Ithilien oleh Manusia, negeri indah dengan hutan mendaki dan
sungai-sungai deras. Malam semakin indah di bawah bintang dan bulan, dan kedua
hobbit merasa keharuman udara semakin bertambah ketika mereka maju semakin
jauh; Gollum rupanya juga memperhatikan-kentara dari dengusan dan gerutuannya
dan tidak menyukainya. Ketika tanda-tanda pertama pagi hari muncul, mereka berhenti lagi. Mereka
sudah sampai di ujung sebuah alur panjang, dalam dan bersisi curam di tengah, di
mana jalan itu membentang melalui pundak bukit berbatu. Sekarang mereka
memanjat naik ke tebing sebelah barat dan memandang ke seberang. Pagi hari
merebak di langit, dan mereka melihat pegunungan sudah tampak lebih jauh,
mundur ke arah timur dalam tikungan panjang yang lenyap di kejauhan.
Di depan mereka, saat mereka membelok ke barat, lereng-lereng landai turun
ke dalam kekaburan jauh di bawah. Di sekitar mereka ada hutanhutan kecil yang
terdiri atas pepohonan berdamar, cemara dan cedar dan cypress, dan jenis-jenis
lain yang tidak dikenal di Shire, dengan lapangan luas di tengah-tengahnya; di
mana-mana banyak sekali tanaman obat dan semaksemak harum. Perjalanan
panjang dari Rivendell sudah membawa mereka ke selatan, jauh dari negeri
mereka sendiri, tapi baru sekarang, di wilayah yang agak terlindung ini, mereka
merasakan perubahan iklim.
Di sini Musim Semi sudah sibuk di sekeliling mereka: pakis-pakis menembus
lumut dan jamur, pohon larch berjari hijau, bunga-bunga kecil mekar di tanah
berumput, burung-burung bernyanyi. Ithilien, kebun Gondor yang sekarang kosong,
masih mempertahankan kecantikan peri hutan yang kusut. Ke selatan dan ke barat
ia menghadap lembah-lembah Anduin yang lebih rendah dan hangat, terlindung
dari timur oleh Ephel Duath, tapi belum berada di bawah bayangan pegunungan,
Halaman | 284 The Lord of The Rings terlindung dari utara oleh Emyn Mull, terbuka ke udara selatan dan angin lembap
dari Samudra jauh. Banyak pohon besar tumbuh di sana, sudah lama ditanam di sana, menjadi
tua tanpa perawatan di tengah pohon-pohon lebih muda yang tumbuh tidak teratur;
semak belukar tamarisk dan terebinth yang berbau tajam, zaitun dan bay; juga ada
juniper dan myrtle; dan thyme yang tumbuh di semak-semak, atau batang-batang
yang keras menjalar melapisi batu-batu tersembunyi dengan permadani tebal;
bermacam-macam sage yang berbunga-bunga biru, atau merah, atau hijau pucat;
marjoram serta parsley yang baru bertunas, dan banyak tanaman obat berbentuk
dan berbau wangi di luar perbendaharaan kebun Sam.
Gua-gua dan tembok berbatu sudah dihiasi oleh saxifrage dan stonecrop.
Primerole dan anemone sudah bangun di semak-semak filbert; dan asphodel serta
bunga lili menganggukkan kepala mereka yang setengah terbuka di tengah rumput:
rumput tebal hijau di tepi kolam-kolam, di mana sungai-sungai berhenti di
cekungan sejuk dalam perjalanan mereka ke Anduin.
Para pengembara membelakangi jalan dan pergi menuruni bukit. Sementara
mereka berjalan, menyerempet semak dan tanaman obat, bau wangi tercium di
sekitar mereka. Gollum batuk dan muntah-muntah, tapi kedua hobbit menarik
napas dalam. Tiba-tiba Sam tertawa, karena gembira, bukan karena berolok-olok.
Mereka mengikuti aliran sungai yang mengalir deras di depan mereka. Tak lama
kemudian, mereka sampai di sebuah telaga kecil yang jernih di lembah dangkal
letaknya di tengah reruntuhan kolam batu kuno yang sudah hancur, dengan
pinggiran berukir hampir sepenuhnya tertutup lumut dan semak mawar; bunga iris
sword berdiri berjajar di sekelilingnya, dan daun-daun lili air mengambang di
permukaannya yang berombak lembut; telaga itu dalam dan segar, dan air meluap
dengan lembut dari atas bibir batu di ujungnya.
Di sini mereka membasuh diri dan minum sepuasnya di aliran air yang masuk.
Kemudian mereka mencari tempat istirahat dan tempat bersembunyi; karena
daratan ini, yang raasih kelihatan indah, bagaimanapun merupakan wilayah Musuh.
Mereka belum pergi jauh dari jalan, tapi dalam jarak sependek itu mereka sudah
menyaksikan luka-luka peperangan zaman lampau, dan luka-luka lebih baru yang
dibuat para Orc dan anak buah lain sang Penguasa Kegelapan: sebuah sumur
penuh kotoran dan sampah yang tidak bertutup; pohon-pohon di tebang
sembarangan dan dibiarkan mati, dengan lambang-lambang jahat atau lambang
Mata diukir dengan sapuan kasar pada kulit kayunya.
Dua Menara Halaman | 285 Sam, yang merangkak di bawah air yang jatuh dari telaga, sambil menciumi
dan meraba tanaman-tanaman dan pohon-pohon yang tidak dikenalnya, dan
sejenak lupa pada Mordor, tiba-tiba teringat bahaya yang selalu mengancam
mereka. Ia menemukan sebuah lingkaran yang masih hangus karena api, di
tengahnya ia melihat setumpuk tulang dan tengkorak hangus dan hancur.
Belantara yang tumbuh cepat, dengan briar dan eglantine dan clematis yang
merayap sudah mulai membentuk selubung menutupi tempat pesta pora dan
penyembelihan mengerikan itu; tapi itu bukan peninggalan masa yang sudah lama
lewat. Sam kembali bergabung dengan kawan-kawannya, tapi tidak mengatakan
apa pun: tulang-belulang itu sebaiknya dibiarkan dalam kedamaian, jangan sampai
dicakar dan digali oleh Gollum.
"Ayo kita cari tempat untuk berbaring," katanya. "Jangan lebih ke bawah. Lebih
ke atas bagiku lebih cocok."
Sedikit melewati telaga, mereka menemukan tumpukan daun pakis tebal dan
cokelat, sisa tahun lalu. Di luarnya ada belukar pepohonan bay berdaun gelap
yang mendaki sebuah tebing curam bermahkotakan pohon-pohon cedar tua. Di sini
mereka memutuskan beristirahat dan melewatkan hari itu, yang tampaknya akan
cerah dan panas. Hari yang bagus bagi mereka untuk berjalan-jalan menyusuri
semak-semak dan lapangan Ithilien; tapi, meski Orc takut pada sinar matahari,
terlalu banyak tempat untuk mereka bersembunyi dan mengawasi; dan mata jahat
lain juga berkeliaran: Sauron punya banyak sekali anak buah.
Gollum, setidaknya, tak mau bergerak di bawah tatapan Wajah Kuning. Tak
lama lagi matahari akan mengintip dari atas punggungpunggung Ephel Dnath, dan
ia akan pingsan dan gemetaran dalam cahaya dan panasnya. Sam memikirkan
dengan serius tentang makanan ketika mereka berjalan. Kini, setelah
keputusasaan tentang Gerbang yang tak bisa dilalui sudah lenyap, ia tidak
seperti majikannya, yang tidak memikirkan persediaan makanan mereka setelah tugas mil
berakhir; bagaimanapun, tampaknya lebih bijak menyimpan roti dan kaum Peri
untuk masa-masa yang lebih sulit di depan. Enam hari atau lebih sudah berlalu
sejak ia menghitung mereka hanya mempunyai sedikit persediaan untuk tiga
minggu. "Kami beruntung kalau bisa mencapai Api dalam waktu tiga minggu!" pikirnya.
"Dan kami mungkin ingin pulang kembali. Mungkin!"
Di samping itu, pada akhir perjalanan panjang, setelah mandi dan minum, ia
malah merasa lebih lapar daripada biasanya. Makan malam, atau sarapan, di dekat
api di dapur di Bagshot Row, itulah yang diinginkannya. Suatu gagasan muncul,
Halaman | 286 The Lord of The Rings dan ia berbicara pada Gollum. Gollum baru saja menyelinap pergi sendirian, dan
sedang merangkak dengan keempat anggota tubuhnya, melewati pakis.
"Hai! Gollum!" kata Sam. "Ke mana kau pergi" Berburu" Well, begini, pemburu
tua, kau tidak suka makanan kami, dan aku juga tidak menolak perubahan. Motomu
yang baru kan: selalu siap membantu. Bisakah kau menemukan sesuatu untuk
hobbit yang lapar?" "Ya, mungkin, ya," kata Gollum. "Smeagol selalu membantu, kalau mereka
minta kalau mereka minta dengan manisss."
"Betul!" kata Sam. "Aku minta. Dan kalau itu belum cukup manisss, aku
memohon." Gollum menghilang. Ia pergi beberapa lama. Setelah makan beberapa suap
lembas, Frodo berbaring di tumpukan pakis dan tidur. Sam memandangnya.
Cahaya pagi baru saja merangkak masuk ke bayangan di bawah pepohonan,
tapi ia melihat jelas wajah majikannya, juga tangannya yang menggeletak diam di
tanah di sampingnya. Mendadak ia teringat ketika Frodo berbaring tidur di rumah
Elrond, setelah terluka parah. Saat itu, ketika menjaganya, Sam memperhatikan
bahwa pada saat-saat tertentu ada cahaya yang bersinar redup dari dalam tubuh
Frodo; tapi kini cahaya itu semakin terang dan kuat.
Wajah Frodo damai, bekas-bekas ketakutan dan kesusahan sudah hilang; tapi
ia tampak tua, tua dan elok, seolah pahatan tahun-tahun yang membentuknya
sekarang tersingkap dalam banyak garis halus yang sebelumnya tersembunyi,
meski identitas wajahnya tidak berubah. Tapi bukan itu yang ada dalam pikiran
Sam Gamgee. Ia menggelengkan kepala, seolah merasa percuma mewujudkan
pikirannya dalam kata-kata. Ia hanya bergumam,
"Aku sayang sekali padanya. Dia memang seperti itu, dan kadang-kadang
cahaya itu menembus keluar, entah bagaimana. Tapi aku sayang padanya, seperti
apa pun keadaannya."
Gollum kembali dengan diam-diam, dan mengintip dari atas bahu Sam.
Setelah memandang Frodo, ia memejamkan mata dan merangkak pergi tanpa
suara. Sam mendatanginya beberapa waktu kemudian, dan menemukan Gollum
sedang mengunyah dan menggerutu sendiri. Di sebelahnya ada dua ekor kelinci
kecil yang ia tatap dengan rakus.
"Smeagol selalu membantu," katanya. "Dia sudah membawa kelinci, kelinci
enak. Tapi Master sudah tidur, dan mungkin Sam juga mau tidur. Tidak mau kelinci
Dua Menara Halaman | 287 sekarang" Smeagol ingin membantu, tapi tak bisa menangkap semuanya dengan
cepat." Tapi ternyata Sam tidak keberatan sama sekali dengan kelinci. Setidaknya
pada kelinci yang dimasak. Semua hobbit tentu saja bisa masak, karena mereka
lebih dulu mempelajari seni memasak sebelum belajar pengetahuan (yang tidak
tercapai oleh kebanyakan hobbit); dan Sam juru masak yang hebat, bahkan
menurut ukuran kaum hobbit. Ia sudah sering masak selama perjalanan mereka,
bila ada kesempatan. Ia masih membawa peralatan memasak di ranselnya: kotak
korek api kecil, dua panci dangkal, yang kecil masuk ke yang lebih besar; di
dalamnya ada sendok kayu, garpu pendek bergigi dua, dan beberapa tusuk daging;
dan tersembunyi di dasar ranselnya adalah sebuah kotak kayu datar berisi harta
yang sudah sangat berkurang sedikit garam. Tapi ia butuh api, dan beberapa hal
lainnya. Ia berpikir sebentar, lalu mengeluarkan pisaunya, membersihkan dan
mengasahnya, dan mulai membumbui kelinci-kelinci itu. Ia tidak akan
meninggalkan Frodo sendirian dalam keadaan tidur, meski hanya beberapa menit.
"Nah, Gollum," katanya, "aku punya tugas lain untukmu. Pergi dan isi pancipanci
ini dengan air, dan bawa kembali!"
"Smeagol akan ambil air, ya," kata Gollum. "Tapi hobbit mau pakai air itu untuk
apa" Dia sudah minum, dia sudah mandi."
"Jangan pikirkan," kata Sam. "Kalau kau tidak bisa menebak, kau akan segera
tahu. Dan semakin cepat kau mengambil air, semakin cepat kau akan tahu. Jangan
merusak salah satu panciku, atau kau kuiris-iris menjadi daging cincang."
Sementara Gollum pergi, Sam memandang Frodo lagi. Ia masih tidur tenang,
tapi kini Sam terkesan oleh kekurusan wajah dan tangannya.
"Dia terlalu kurus dan letih," gerutu Sam. "Tidak baik untuk seorang hobbit.
Kalau kelinci ini sudah matang, aku akan membangunkannya."
Sam mengumpulkan setumpuk pakis paling kering, lalu merangkak mendaki
tebing untuk mengumpulkan seikat ranting dan kayu patah; dahan pohon cedar
yang jatuh di puncak tebing memberinya persediaan bahan bakar cukup. Ia
memotong beberapa rumput kering di kaki tebing, persis di luar tanah yang
ditumbuhi pakis, lalu membuat sebuah lubang kecil dan meletakkan bahan
bakarnya di dalamnya. Dengan cekatan ia membuat api kecil dengan korek api dan
bahan bakar tersebut. Api itu hampir tidak berasap, tapi mengeluarkan bau harum.
Halaman | 288 The Lord of The Rings Ia baru saja membungkuk di atas apinya, melindunginya dan
membesarkannya dengan kayu yang lebih berat, ketika Gollum kembali, membawa
kedua panci dengan hati-hati dan menggerutu sendirian. Ia meletakkan pancipanci,
kemudian tiba-tiba melihat apa yang sedang dilakukan Sam. Ia
mengeluarkan jeritan tajam mendesis, dan tampak ketakutan serta marah.
"Aah! Sss jangan!" teriaknya. "Tidak! Hobbit bodoh, tolol, ya tolol! Jangan
lakukan itu!" "Jangan lakukan apa?" tanya Sam kaget.
"Jangan bikin lidah merah jahat," desis Gollum. "Api, api! Itu berbahaya, ya
berbahaya. Membakar, membunuh. Dan akan mengundang musuh, ya benar."
"Kukira tidak," kata Sam. "Menurutku tidak berbahaya, asal api ini tidak
dibasahi dan ditutupi. Tapi kalau mati, ya keluar asap. Pokoknya aku akan
mengambil risiko. Aku akan merebus kelinci ini."
"Merebus kelinci!" jerit Gollum dengan kaget. "Merusak daging bagus yang.
Smeagol simpan untukmu, Smeagol malang yang lapar! Untuk apa" Untuk apa,
hobbit bodoh" Kelinci itu muda, empuk; enak. Makan, makan!" ia mencakar kelinci
yang paling dekat, sudah dikuliti dan menggeletak dekat api.
"Nah, nah!" kata Sam. "Masing-masing orang punya selera sendiri. Roti kami
membuatmu tercekik, dan aku tidak doyan kelinci mentah. Kalau kauberikan aku
kelinci, kelinci itu milikku, boleh kumasak semauku. Dan aku mau begitu. Kau
tidak perlu memperhatikan aku. Pergi dan tangkap yang lain, makanlah dengan cara
yang kausukaidi tempat tersendiri dan di luar pandanganku. Jadi, kau tidak akan
melihat api, dan aku tidak melihatmu, dan kita berdua akan lebih gembira. Aku
akan mengawasi api ini agar tidak berasap, kalau itu membuatmu terhibur."
Gollum pergi sambil menggerutu, dan merangkak masuk ke gerombolan
pakis. Sam sibuk dengan panci-pancinya.
"Yang dibutuhkan hobbit dengan kelinci," katanya pada dirinya sendiri, "adalah
beberapa bumbu dan akar-akar, terutama kentang-apalagi roti. Bumbu bukan
masalah, tampaknya."
"Gollum!" ia memanggil pelan. "Tiga kali membantu, utangmu lunas. Aku perlu
sedikit bumbu." Gollum mengintip keluar dari antara tanaman pakis, tapi tatapannya tidak
kelihatan ingin membantu ataupun ramah.
Dua Menara Halaman | 289 "Beberapa daun bay, sedikit thyme dan sage, itu cukup sebelum airnya
mendidih," kata Sam.
"Tidak!" kata Gollum. "Smeagol tidak senang. Dan Smeagol tidak suka daundaun
berbau. Dia tidak makan rumput atau akar-akar, tidak, sayangku, kecuali dia
hampir mati atau sakit parah, Smeagol malang."
"Smeagol akan benar-benar mendapat kesulitan, kalau air ini sudah mendidih,
kalau dia tidak melakukan apa yang diminta," geram Sam.
"Sam akan memasukkan kepalanya ke dalam air, ya sayangku. Dan aku akan
menyuruhnya mencari lobak cina dan wortel, juga tater, kalau sedang musimnya.
Dua Menara The Two Towers The Lord Of The Rings Buku Dua Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku yakin berbagai tanaman bagus tumbuh liar di daratan ini. Aku rela memberi
banyak demi setengah lusin tater."
"Smeagol tidak mau pergi, Oh tidak, sayangku, kali ini tidak," desis Gollum.
"Dia takut dan sangat letih, dan hobbit ini tidak manis, sama sekali tidak
manis. Smeagol tidak mau mencongkel akar-akar dan wortel dan tater. Apa itu
tater, sayangku, apa itu tater?"
"Kentang," kata Sam. "Kesukaan Gaffer, dan pemberat bagus yang langka
untuk perut kosong. Tapi kau tidak akan menemukan kentang, jadi kau tidak perlu
mencarinya. Tapi berbaik hatilah, Smeagol, ambilkan bumbu-bumbu itu, dan
pandanganku tentangmu akan lebih baik. Apalagi kalau kau membuka lembaran
baru; dan menjaga lembaranmu tetap bersih, aku akan memasakkanmu kentang
suatu saat nanti. Ya, akan kulakukan: ikan goreng dan keripik, dihidangkan oleh
S. Gamgee. Kau tak bisa menolak itu."
"Ya, ya, kita bisa menolaknya. Merusak ikan enak, membuatnya gosong. Beri
aku ikan sekarang, dan simpan keripik busukmu!"
"Ah, kau benar-benar payah," kata Sam. "Tidur saja sana!"
Akhirnya Sam terpaksa mencari sendiri apa yang diinginkannya; tapi ia tak
perlu pergi jauh, tidak sampai keluar dari lingkup pandang tempat majikannya
masih berbaring tidur. Untuk beberapa saat Sam duduk melamun, menjaga api
sampai airnya mendidih. Cahaya pagi semakin terang dan hawa semakin panas;
embun lenyap dari tanah berumput dan dedaunan. Tak lama kemudian, kelincikelinci
yang sudah dipotong-potong, mendidih perlahanlahan di dalam panci,
bersama bumbu yang diikat.
Sam hampir tertidur ketika waktu berlalu. Ia membiarkan kelinci masak selama
hampir satu jam, sesekah menusuknya dengan garpu, dan mencicipi kaldunya.
Halaman | 290 The Lord of The Rings Ketika menganggap semua sudah matang, ia mengangkat panci dari atas api, dan
merangkak menghampiri Frodo. Frodo setengah membuka mata ketika Sam berdiri
di sampingnya, kemudian ia terbangun dari mimpi: satu lagi mimpi lembut yang
damai, yang tak mungkin diingat kembali.
"Halo, Sam!" katanya. "Tidak istirahat" Apakah ada masalah" Jam berapa
sekarang?" "Sekitar beberapa jam setelah fajar," kata Sam, "dan hampir jam setengah
sembilan menurut jam di Shire, mungkin. Tapi tidak ada masalah. Meski bukan
keadaan yang bisa kusebut benar: tidak ada persediaan, tidak ada bawang, tidak
ada kentang. Aku punya sedikit rebusan untukmu, dan sedikit kaldu, Mr. Frodo.
Baik untukmu. Kau harus memakannya dalam cangkirmu; atau langsung dari
panci, kalau sudah agak dingin. Aku tidak bawa mangkuk, atau yang lain yang
pantas." Frodo menguap dan meregangkan badannya. "Seharusnya kau istirahat,
Sam," katanya. "Lagi pula, berbahaya menyalakan api di wilayah ini. Tapi aku
memang lapar. Hmmm! Apakah aku bisa menciumnya dari sini" Apa yang
kaurebus?" "Pemberian Smeagol," kata Sam, "sepasang kelinci muda; kurasa sekarang
Gollum menyesal. Tapi tak ada yang bisa disantap dengan kelinci ini, kecuali
beberapa bumbu." Sam dan majikannya duduk dalam kerumunan pakis dan makan rebusan dari
panci, berbagi garpu dan sendok tua. Mereka menjatahkan diri masingmasing
setengah potong roti pemberian kaum Peri. Rasanya seperti pesta.
"Hull! Gollum!" Sam memanggil dan bersiul pelan. "Ayo! Masih ada waktu
untuk berubah pikiran. Masih ada sisa, kalau kau mau mencoba kelinci rebus."
Tak ada jawaban. "Oh, ya sudah, kurasa dia pergi mencari makanan untuk dirinya sendiri. Kita
habiskan ini," kata Sam.
"Setelah itu, kau harus tidur dulu," kata Frodo. "Jangan tidur sementara aku
mengantuk, Mr. Frodo. Aku tidak terlalu mempercayainya. Masih banyak bagian
Stinker Gollum yang jahat, maksudku dalam dirinya, dan sudah mulai menguat lagi.
Meski kupikir dia akan mencoba mencekikku lebih dulu. Kami tidak bersahabat,
dan dia tidak suka pada Sam, oh tidak, sayangku, sama sekali tak suka."
Dua Menara Halaman | 291 Mereka selesai makan, dan Sam pergi ke sungai untuk mencuci peralatannya.
Ketika bangkit berdiri untuk kembali, ia menoleh ke atas lereng. Ia melihat
matahari muncul ke atas bau busuk, atau kabut, atau bayangan gelap, atau apa pun itu,
yang selalu menggantung di sebelah timur, dan mengirimkan berkas sinarnya yang
keemasan ke atas pepohonan dan lapangan sekitarnya. Lalu ia memperhatikan
sebuah spiral tipis asap kelabubiru, jelas terlihat ketika menangkap cahaya
matahari, naik dari semak di atasnya. Dengan kaget ia menyadari itu asap dari
api masaknya yang kecil, yang lupa dipadamkannya.
"Itu tidak baik! Aku tak mengira akan kelihatan seperti itu!"
ia menggerutu, dan mulai berlari kembali. Mendadak ia berhenti dan
mendengarkan. Bunyi siulankah itu" Atau bukan" Atau panggilan seekor burung
asing" Kalau itu siulan, datangnya bukan dari arah Frodo.
Nah, itu siulan lagi dari tempat lain! Sam mulai berlari sebisa mungkin,
mendaki bukit. Ia menemukan sebuah kayu kecil menyala, yang terbakar sampai
ke ujungnya, dan telah menyulutkan api ke beberapa pakis. Pakis yang berkobar
membuat tanah berumput berasap. Lekas-lekas ia menginjak-injak api yang
tersisa, menyebarkan abunya, dan menempatkan tanah berumput di atas
lubangnya. Lalu ia merangkak kembali ke Frodo.
"Kau mendengar siulan, dan balasannya?" tanyanya. "Beberapa menit yang
lalu. Kuharap hanya burung, tapi bunyinya tidak seperti itu: lebih seperti orang
meniru siulan burung, kukira. Dan aku khawatir apiku berasap. Bisa timbul
kesulitan, dan aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri. Dan mungkin juga
tidak akan punya kesempatan untuk itu!"
"Hus!" bisik Frodo. "Rasanya aku mendengar suara-suara."
Kedua hobbit mengikat ransel mereka yang kecil, memasangnya agar siap
lari, kemudian merangkak lebih jauh ke dalam gerombolan pakis. Di sana mereka
berjongkok mendengarkan. Kini suara-suara itu sudah jelas. Mereka berbicara
dengan nada rendah.dan sembunyi-sembunyi, tapi mereka dekat, dan semakin
mendekat. Kemudian mendadak satu suara berbicara sangat dekat.
"Di sini! Dari sini asap datang!" katanya.
"Pasti dekat sini. Di dalam pakis, pasti. Kita tangkap seperti kelinci dalam
jebakan. Lalu kita akan tahu makhluk macam apa itu."
"Ya, dan apa yang diketahuinya!" kata suara kedua.
Halaman | 292 The Lord of The Rings Segera empat orang datang memasuki pakis dari arah berbedabeda. Karena
melarikan diri dan bersembunyi sudah tak mungkin lagi, Frodo dan Sam melompat
berdiri, saling memunggungi dan mengeluarkan pedang kecil mereka. Kalau
mereka kaget dengan apa yang mereka lihat, penangkap mereka bahkan lebih
kaget lagi. Empat Manusia jangkung berdiri di sana.
Dua memegang tombak berujung lebar dan tajam. Dua membawa busur
besar, hampir sama tinggi dengan tubuh mereka, dan tempat panah besar penuh
panah panjang berbulu hijau. Semua membawa pedang, dan berpakaian hijau dan
cokelat dalam berbagai nada warna, seolah hendak menyembunyikan kehadiran
mereka di padang-padang Ithilien. Sarung tangan hijau menutupi tangan mereka,
wajah mereka berkerudung dan bertopeng hijau, kecuali mata mereka yang tajam
cerah. Frodo langsung teringat Boromir, karena Manusia-Manusia ini mirip dia dalam
sosok dan sikap, dan gaya bicara mereka.
"Kami tidak menemukan apa yang kami cari," kata salah satu. "Tapi apa yang
kami temukan?" "Bukan Orc," kata yang lain, melepas pangkal pedangnya, yang sudah
dipegangnya ketika ia melihat kilauan Sting di tangan Frodo.
"Peri?" kata yang ketiga, ragu. "Bukan! Bukan Peri," kata yang keempat, yang
paling jangkung, dan rupanya pemimpin mereka.
"Peri tidak mengembara di Ithilien pada zaman ini. Dan Peri sangat elok
dipandang, kabarnya begitu."
"Maksudnya kami tidak elok, aku paham," kata Sam. "Terima kasih banyak.
Dan kalau kalian sudah selesai memperbincangkan kami, mungkin kalian akan
memberitahu kami, siapa kalian, dan mengapa kalian tak bisa membiarkan dua
pengembara beristirahat." Orang yang jangkung hijau tertawa.
"Aku Faramir, Kapten dari Gondor," katanya. "Tapi di daratan ini tidak ada
pengembara: yang ada hanya para pelayan Menara Kegelapan, atau pelayan sang
Putih." "Tapi kami bukan dua-duanya," kata Frodo. "Dan kami memang pelancong,
apa pun yang dikatakan Kapten Faramir."
"Kalau begitu, cepatlah ungkapkan siapa dirimu dan apa tugasmu," kata
Faramir. "Kami punya pekerjaan, dan ini bukan tempat maupun waktu untuk
tebaktebakan atau berembuk. Ayo! Di mana anggota ketiga rombongan kalian?"
Dua Menara Halaman | 293 "Yang ketiga?" "Ya, makhluk yang mengendap-endap, yang kami lihat dengan hidungnya di
dalam kolam di bawah sana. Dia kelihatan jahat. Semacam mata-mata keturunan
Orc, kuduga, atau pengikut mereka. Tapi dia mengecoh kami dengan tipu
muslihat." "Aku tidak tahu di mana dia," kata Frodo. "Dia hanya kebetulan kami jumpai
dalam perjalanan kami, dan aku tidak bertanggung jawab atasnya. Kalau kau
menemukannya, amankan dia. Bawalah atau kirim dia pada kami. Dia hanya
makhluk malang, tapi untuk sementara aku melindunginya. Kami sendiri adalah
Hobbit dari Shire, jauh di Utara dan Barat, di seberang banyak sungai. Frodo
putra Drogo namaku, dan bersamaku adalah Samwise putra Hamfast, seorang hobbit
mulia yang melayaniku. Kami sudah melakukan perjalanan jauh sekali berangkat
dari Rivendell, atau beberapa orang menyebutnya Imladris."
Mendengar itu Faramir kaget, dan mulai penuh perhatian.
"Kami punya tujuh pendamping: Satu hilang di Mona, yang lain kami
tinggalkan di Parth Galen di atas Rauros: dua dari keluargaku; satu Kurcaci juga
ada, dan seorang Peri, dan dua Manusia. Mereka adalah Aragorn; dan Boromir,
yang mengatakan bahwa dia datang dari Minas Tinith, kota di Selatan."
"Boromir!" keempat orang itu berseru.
"Boromir putra Lord Denethor?" kata Faramir, pandangan aneh dan keras
tampak di wajahnya. "Kau berjalan bersamanya" Ini betul-betul berita, kalau
benar. Ketahuilah, orang asing kecil, bahwa Boromir putra Denethor adalah Pengawal
Tinggi di Menara Putih, dan Kapten Jenderal kami: kami sangat kehilangan dia.
Kalau begitu, siapa kau, dan apa urusanmu dengannya" Cepatlah, karena
matahari semakin tinggi!"
"Apa kau tahu kata-kata teka-teki yang dibawa Boromir ke Rivendell?"
jawab Frodo. "Carilah Pedang yang sudah Patah. Di Imladris dia berada."
"Aku kenal kata-kata itu," kata Faramir dengan kaget. "Itu salah satu bukti
kebenaranmu bahwa kau juga tahu kata-kata itu."
"Aragorn yang tadi kusebut-sebut adalah penyandang Pedang yang sudah
Patah," kata Frodo. "Dan kamilah Halfling yang disebut dalam sajak itu."
"Bisa kulihat itu," kata Faramir sambil merenung. "Atau bahwa kemungkinan
itu ada. Apa itu Kutukan Isildur?"
Halaman | 294 The Lord of The Rings "Itu rahasia," jawab Frodo. "Akan dijelaskan pada saatnya."
"Kami perlu tahu lebih banyak tentang ini," kata Faramir, "dan mencari tahu hal
apa yang membawamu begitu jauh ke timur, di bawah bayangan itu" ia menunjuk,
namun tidak menyebutkan nama.
"Tapi tidak sekarang. Kau dalam bahaya, dan kau tak bisa pergi jauh lewat
ladang atau jalan hari ini. Akan ada pertempuran keras dekat sini sebelum siang.
Lalu kematian, atau pelarian cepat kembali ke Anduin. Aku akan meninggalkan dua
orang untuk menjagamu, demi kebaikanmu dan kebaikanku. Di daratan ini, orang
bijak tidak mempercayai pertemuan kebetulan di jalan. Setelah aku kembali, aku
akan bicara lebih banyak denganmu."
"Selamat berpisah" kata Frodo sambil membungkuk rendah. "Apa pun yang
kaupikir, aku adalah sahabat semua musuh dan musuh yang satu. Kami akan ikut
denganmu, kalau kami bisa berharap melayanimu, manusia-manusia yang tampak
begitu gagah berani dan kuat, dan seandainya tugasku menyisakan kesempatan.
Semoga cahaya menyinari pedang-pedangmu!"
"Kaum Halfling memang bangsa yang sangat sopan," kata Faramir. "Selamat
berpisah!" Kedua hobbit itu duduk lagi, tapi tidak saling mengungkapkan pikiran dan
keraguan mereka. Dekat sekali, tepat di bawah bayangan bebercak pepohonan
bay yang gelap, dua orang tetap berjaga. Mereka melepaskan topeng mereka
sesekali, untuk mendinginkannya, sementara panas siang semakin terik. Frodo
melihat mereka orang-orang yang lumayan, berkulit pucat, berambut gelap, dengan
mata kelabu serta wajah sedih dan angkuh.
Mereka berbicara berdua dengan suara lembut, mula-mula menggunakan
Bahasa Umum, tapi dengan gaya zaman kuno, kemudian beralih ke bahasa
mereka sendiri. Dengan heran Frodo menyadari bahwa mereka berbicara bahasa
Peri, atau bahasa yang hampir sama; dan ia memandang mereka dengan takjub,
karena ia jadi tahu bahwa mereka pasti kaum Dunedain dari Selatan, orang-orang
keturunan para Penguasa Westernesse. Setelah beberapa saat, ia mengajak
mereka berbicara; tapi mereka lambat dan berhati-hati dalam menjawab. Mereka
menyebut diri mereka Mablung dan Damrod, tentara dan Gondor, dan mereka
adalah Penjaga Hutan di Ithilien, karena mereka keturunan bangsa yang dulu
tinggal di Ithilien, sebelum dijajah. Dan antara orang-orang seperti itulah Lord
Denethor memilih para prajuritnya, yang menyeberangi Anduin dengan
sembunyisembunyi (bagaimana dan di mana, mereka tidak mall mengatakan) untuk
Dua Menara Halaman | 295 mengganggu para Orc dan musuhmusuh lain yang berkeliaran antara Ephel Duath
dan Sungai. "Sekitar hampir sepuluh league dari sini ke pantai timur Anduin," kata
Mablung, "dan kami jarang pergi sejauh ini. Tapi kami punya tugas baru dalam
perjalanan ini: kami datang untuk menyergap Manusia dari Harad. Terkutuklah
mereka!" "Ya, terkutuklah bangsa Southron!" kata Damrod. "Katanya sejak zaman dulu
ada hubungan antara Gondor dan kerajaan-kerajaan Harad di Selatan Jauh; meski
tak pernah ada persahabatan. Di masa itu, perbatasan kami ada di selatan, di
seberang mulut Anduin. Umbar, wilayah terdekat mereka, mengakui kekuasaan
kami. Tapi itu sudah lama berlalu. Sudah banyak masa kehidupan Manusia berlalu
sejak ada hubungan di antara kami. Belakangan ini kami dengar Musuh datang
kepada mereka, dan mereka menyeberang ke pihak Dia, atau kembali pada Dia
mereka selalu siap menaatinya seperti banyak yang lain di Timur. Aku tidak ragu
bahwa Gondor sudah mendekati akhir kejayaannya, dan tembok-tembok Minas
Tirith akan jatuh, begitu besar kekuatan dan kekejian-Nya."
"Meski begitu, kami tidak duduk diam membiarkan Dia berbuat semaunya,"
kata Mablung. "Bangsa Southron terkutuk ini sekarang datang berbaris melalui
jalan kuno, untuk memperbesar pasukan Menara Kegelapan. Yah, melalui jalan
yang justru merupakan hasil karya Gondor. Dan mereka semakin seenaknya,
mengira kekuatan majikan mereka yang baru cukup hebat, sehingga bayangan
bukit-bukit-Nya saja sudah melindungi mereka. Kami datang untuk memberi
pelajaran. Kami mendapat laporan bahwa mereka datang dengan kekuatan besar,
berbaris ke utara. Menurut perhitungan kami, salah satu resimen mereka akan
segera lewat menjelang tengah hari-di jalan di atas, di bagian yang melewati
celah yang dipahat. Tapi mereka tidak bakal bisa lewat! Tidak, selama Faramir masih
menjadi kapten. Dia sekarang memimpin dalam semua petualangan berbahaya.
Tapi dia bernasib baik, atau takdir menyelamatkannya untuk tujuan lain."
Pembicaraan mereka berhenti menjadi kesunyian sambil mendengarkan.
Semua tampak diam dan waspada. Sam, yang meringkuk di pinggiran gerombolan
pakis, mengintip keluar. Dengan mata hobbit-nya yang tajam, ia bisa melihat
banyak Manusia di sekitarnya. Ia bisa melihat mereka diamdiam mendaki
lerenglereng, satu-satu atau dalam barisan panjang, selalu bernaung di bawah
bayangan semak atau belukar, atau merangkak, hampir tak tampak dalam pakaian hijaucokelat
mereka, melewati rumput dan pakis. Semuanya berkerudung dan
Halaman | 296 The Lord of The Rings bertopeng, memakai sarung
Dua Menara The Two Towers The Lord Of The Rings Buku Dua Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pendampingpendampingnya. tangan, bersenjata seperti Faramir dan Tak lama kemudian, mereka semua lewat dan menghilang. Matahari naik
sampai mendekati Selatan. Bayangan-bayangan mengerut. "Aku ingin tahu di
mana si Gollum terkutuk itu," pikir Sam ketika merangkak kembali ke dalam
bayangan yang lebih gelap. "Bisa-bisa dia dipanggang karena disangka Orc, atau
terbakar Wajah Kuning. Tapi mungkin dia bisa menjaga dirinya sendiri." Ia
berbaring di samping Frodo dan mulai mengantuk. Ia bangun, merasa mendengar
bunyi terompet ditiup. Ia bangkit duduk. Sekarang sudah tengah hari. Para
penjaga berdiri waspada dan tegang di bawah bayangan pohon. Mendadak terompetterompet
berbunyi lebih keras dan jelas sekali dari atas, di puncak lereng. Sam
merasa mendengar pekikan dan teriakan liar juga, tapi bunyinya redup, seolah
datang dari gua yang jauh.
Kemudian terdengar bunyi pertempuran pecah di dekat mereka, persis di atas
tempat persembunyian mereka. Ia bisa mendengar dengan jelas denting garutan
baja pada baja, pedang pada topi besi, pukulan tumpul mata pedang pada perisai;
orang-orang berteriak dan menjerit, dan sebuah suara keras yang jelas
meneriakkan Gondor! Gondor!
"Kedengarannya seperti, seratus pandai besi bersama-sama menempa besi,"
kata Sam pada Frodo. "Mereka sudah terlalu dekat sekarang."
Tapi suara berisik itu semakin mendekat.
"Mereka datang!" teriak Damrod. "Lihat! Beberapa kaum Southron sudah lolos
dari jebakan dan lari dari jalan. Itu mereka! Orang-orang kami mengejar mereka,
dipimpin oleh Kapten."
Sam, yang ingin sekali melihat lebih banyak, pergi bergabung dengan para
pengawal. Ia mendaki sedikit ke dalam salah satu kerumunan pohon bay yang
lebih besar. Untuk beberapa saat, ia melihat sekilas orang-orang berkulit agak
gelap, berpakaian merah, berlarian menuruni lereng agak jauh dari sana, dikejar
oleh pejuang-pejuang berpakaian hijau yang menumbangkan mereka sementara
mereka berlari. Panah-panah memenuhi udara. Tiba-tiba seseorang jatuh langsung
dari pinggir tebing tempat mereka berlindung, menerobos pepohonan yang
ramping, hampir menimpa mereka.
Ia terhenti di gerombolan pakis beberapa meter dari sana, wajah terngkurap,
bulu panah hijau mencuat dari lehernya, di bawah kerahnya yang keemasan.
Pakaiannya yang merah robek-robek, rompinya yang terbuat dari keping-keping
Dua Menara Halaman | 297 kuningan koyakkoyak tergores, sedangkan rambut hitamnya yang dikepang
dengan emas basah oleh darah. Tangannya yang cokelat masih memegang
pangkal pedang yang patah. Baru pertama kali itu Sam menyaksikan pertempuran
Manusia lawan Manusia, dan ia tidak begitu menyukainya. Ia senang tak bisa
melihat wajah orang mati itu.
Ia bertanya-tanya, siapa nama orang itu, dari mana asalnya, apakah ia benarbenar
jahat, atau kebohongan dan ancaman apa yang membawanya menempuh
perjalanan panjang dari kampung halamannya; dan apakah ia tidak lebih suka
tetap tinggal di rumah dengan damai semua pikiran itu muncul sekilas, namun
segera terusir dari benaknya. Sebab, tepat ketika Mablung berjalan maju ke arah
tubuh yang jatuh itu, ada bunyi berisik yang sangat hebat. Teriakan dan jeritan
keras. Di tengahnya Sam mendengar embusan atau tiupan terompet melengking
nyaning. Kemudian bunyi gedebukan dan tabrakan, seperti pelantak-pelantak
besar menghantam lantai. "Awasi Hati-hati!" teriak Damrod pada kawannya.
"Mudah-mudahan Valar bisa membelokkannya! Mumak! Mumak!"
Dengan kaget dan ketakutan, tapi juga dengan sukacita, Sam melihat sebuah
sosok besar menerobos keluar dari pepohonan, dan datang berlari dengan liar
menuruni lereng. Sebesar rumah, jauh lebih besar daripada rumah, di mata Sam,
seperti bukit kelabu yang bergerak. Ketakutan dan kekaguman, mungkin, membuat
sosok itu kelihatan lebih besar di mata sang hobbit, tapi Mumak dari Harad
memang hewan yang sangat besar, dan binatang sejenisnya sekarang tak ada lagi
di Dunia Tengah; saudara-saudaranya yang masih hidup di masa kemudian tak
bisa menandingi ukuran dan kebesarannya.
Ia melaju terus, langsung menuju para penonton, kemudian membelok tepat
pada waktunya, melewati mereka pada jarak hanya beberapa meter,
menggetarkan tanah di bawah kakinya: kakinya sebesar pohon, telinganya besar
seperti layar mengembang, moncongnya panjang seperti ular besar yang siap
mematuk, matanya yang kecil merah mengamuk. Taringnya yang mencuat ke atas
seperti tanduk, diikat pita-pita emas dan bercucuran darah. Pakaiannya yang
berwarna merah dan emas sudah sobeksobek dan berkibaran liar.
Di punggung mereka ada reruntuhan seperti menara perang, terbanting ketika
ia melaju garang melalui hutan; dan tinggi di atas lehernya ada sebuah sosok
kecil berpegangan erat tubuh seorang pejuang besar, raksasa di antara kaum Swerting.
Halaman | 298 The Lord of The Rings Hewan besar itu melaju terus, menabrak kolam dan semak belukar dalam
kemarahannya yang membabi-buta.
Panah-panah melompat berdesing tanpa melukainya di sekitar kulit
panggulnya yang berlapis tiga. Orang-orang dari kedua belah pihak melarikan diri
dari depannya, tapi banyak yang terkejar dan terinjak. Tak lama kemudian, ia
sudah menghilang dari pandangan, masih meraung-raung dan berlari
mengentakkan kaki. Apa yang terjadi dengannya Sam tak pernah tahu: entah ia
lolos dan mengembara di belantara untuk sementara, sampai tewas jauh dari
rumahnya, atau terjebak dalam lubang dalam; ataukah ia mengamuk terus sampai
terjun masuk ke Sungai Besar dan tenggelam.
Sam menarik napas panjang.
"Itu Oliphaunt!" katanya. "Jadi, memang ada Oliphaunt dan aku sudah
melihatnya. Pengalaman hebat! Tapi di rumah takkan ada yang percaya padaku.
Well, kalau semua sudah selesai, aku ingin tidur dulu."
"Tidurlah selagi masih sempat," kata Mablung. "Tapi Kapten akan kembali,
kalau dia tidak terluka; dan kalau dia sudah datang, kami akan segera berangkat.
Kami akan dikejar begitu berita tentang perbuatan kami sampai ke telinga Musuh,
dan itu tidak akan lama lagi."
"Pergilah diam-diam kalau perlu!" kata Sam. "Tak usah mengganggu tidurku.
Aku sudah berjalan terus sepanjang malam." Mablung tertawa. "Kurasa Kapten
tidak akan meninggalkanmu di sini, Master Samwise," katanya. "Tapi kaulihat
sajalah nanti." Dua Menara Halaman | 299 Jendela Yang Menghadap Ke Barat
Sam merasa baru tidur beberapa menit ketika ia bangun dan menyadari hari
sudah siang, dan Faramir sudah kembali. Ia membawa banyak sekali orang;
memang semua yang selamat dalam penggerebekan itu berkumpul di lereng dekat
situ, sekitar dua atau tiga ratus orang. Mereka duduk dalam setengah lingkaran
besar; Faramir duduk di tanah, di tengah lengan-lengan lingkaran, sementara
Frodo berdiri di depannya. Tampaknya seperti pemeriksaan sidang pengadilan
terhadap seorang tawanan. Sam merangkak keluar dari pakis, tapi tak ada yang
memperhatikan. Ia menempatkan dirinya di ujung barisan orang-orang, agar bisa
melihat dan mendengar apa yang sedang berlangsung. Ia memperhatikan dan
mendengarkan dengan saksama, siap lari membantu majikannya bila diperlukan. Ia
bisa meiihat wajah Faramir yang sekarang tak bertopeng: keras dan otoriter, ada
kecerdasan tajam di balik sorot matanya yang menyelidik.
Keraguan terpancar dari mata kelabunya yang terus memandang Frodo. Sam
segera menyadari bahwa sang kapten tidak puas dengan cerita Frodo tentang
dirinya sendiri pada beberapa titik: apa perannya dalam Rombongan yang
berangkat dari Rivendell; mengapa ia meninggalkan Boromir, dan ke mana ia
hendak pergi. Ia terutama sering kembali ke masalah Kutukan Isildur. Ia melihat
jelas bahwa Frodo menyembunyikan sesuatu yang sangat penting.
"Tapi dengan kedatangan seorang Halfling, Kutukan Isildur akan bangkit, atau
begitulah kata-kata itu harus ditafsirkan," ia bersikeras. "Kalau kau adalah
Halfling yang disebut-sebut itu, tentu kau membawa benda itu ke Rapat Akbar yang
kauceritakan, dan di sana Boromir melihatnya. Apakah kau menyangkal itu?" Frodo
tidak menjawab. "Nah!" kata Faramir. "Kalau begitu, aku ingin tahu lebih banyak darimu tentang
benda itu; apa yang menyangkut Boromir adalah urusanku. Menurut dongengdongeng
lama, sebatang panah Orc menewaskan Isildur. Tapi panah Orc banyak
sekali, dan melihat salah satu panah itu tidak akan dianggap pertanda Maut oleh
Boromir dari Gondor. Apakah kau menyimpan benda itu" Kaubilang benda itu tersembunyi; tapi
bukankah itu karena kau memilih menyembunyikannya?"
"Bukan, bukan karena aku yang memilih," jawab Frodo. "Benda ini bukan
milikku. Dia bukan milik makhluk fana, besar maupun kecil; kalau ada yang bisa
Halaman | 300 The Lord of The Rings mengakuinya sebagai miliknya, dialah Aragorn putra Arathorn, pemimpin
Rombongan dari Moria ke Rauros."
"Mengapa dia, dan bukan Boromir, pangeran dari Kota yang dibangun putraputra
Elendil?" "Sebab Aragorn adalah keturunan langsung Isildur, putra Elendil sendiri, ayah
ke ayah. Dan pedang yang disandangnya adalah pedang Elendil." Suara
menggumam kaget menyebar di antara orang-orang yang duduk di dalam lingkaran
itu. Beberapa berseru keras-keras, "Pedang Elendil! Pedang Elendil datang ke
Minas Tirith! Kabar besar!" Tapi wajah Faramir tidak berubah. "Mungkin,"
katanya. "Tapi pengakuan yang begitu besar perlu dipastikan, dan bukti-bukti jelas
diperlukan, kalau Aragorn ini akan datang ke Minas Tirith. Dia belum datang,
atau siapa pun dari Rombongan-mu, ketika aku berangkat enam hari yang lalu."
"Boromir puas dengan pengakuan itu," kata Frodo. "Bahkan kalau Boromir ada
di sini, dia akan menjawab semua pertanyaanmu. Dia sudah berada di Rauros
beberapa hari yang lalu, dan berniat langsung kembali ke kotamu. Kalau kau
kembali, kau akan segera menemukan jawabannya di sana. Peranku dalam
Rombongan itu diketahui olehnya, juga oleh yang lain, karena ditugaskan padaku
oleh Elrond dari Imladris di depan Rapat Akbar.
Dengan tugas itulah aku masuk ke negeri ini, tapi bukan hakku untuk
mengungkapkannya pada siapa pun di luar Rombongan. Tapi mereka yang
mengaku melawan Musuh sebaiknya jangan merintangi." Nada suara Frodo
angkuh, apa pun yang dirasakannya, dan Sam setuju dengannya, tapi itu tidak
menenteramkan Faramir. "Jadi!" katanya, "kau minta aku menangani urusanku sendiri, pulang kembali
dan membiarkanmu. Boromir akan menceritakan semuanya kalau dia datang.
Kalau dia datang, katamu! Apa kau sahabat Boromir?" Frodo ingat jelas serangan
Boromir kepadanya, dan sejenak ia ragu. Mata Faramir yang memperhatikannya
memancarkan sinar keras. "Boromir anggota Rombongan kami yang gagah berani," kata Frodo akhirnya.
"Ya, aku sahabatnya." Faramir tersenyum muram. "Kalau begitu, kau akan sedih
mendengar bahwa Boromir sudah tewas?"
"Aku akan sedih," kata Frodo. Melihat sorot mata Faramir, ia menjadi bimbang.
"Tewas?" katanya. "Maksudmu dia sudah tewas, dan kau tahu itu" Kau berusaha
Dua Menara Halaman | 301 menjebakku dalam kata-kata, mempermainkan aku" Atau sekarang kau mencoba
menjeratku dengan tipuan?"
"Aku tidak akan menjerat Orc sekalipun dengan tipuan," kata Faramir.
"Kalau begitu bagaimana dia tewas, dan bagaimana kau tahu tentang itu"
Katamu tak ada anggota Rombongan yang sampai ke kota ketika kau berangkat."
"Bagaimana caranya dia tewas, justru
pendampingnya akan menceritakan padaku."
aku berharap sahabat dan "Tapi dia masih hidup dan kuat ketika kami berpisah. Dan dia masih hidup,
sejauh kuketahui. Meski memang banyak bahaya di dunia."
"Memang banyak," kata Faramir, "dan pengkhianatan salah satunya yang
tidak kurang berbahaya."
Sam sudah semakin tak sabar dan marah mendengar percakapan itu. Katakata
terakhir itu sudah keterlaluan. Ia berlari ke tengah lingkaran, menghampiri
majikannya. "Maaf, Mr. Frodo," katanya, "tapi ini sudah keterlaluan. Dia tidak berhak
berbicara seperti itu padamu. Kau sudah banyak berkorban demi dia dan semua
Manusia hebat ini, juga untuk yang lain."
"Begini, Kapten!" ia berdiri persis di depan Faramir, berkacak pinggang,
ekspresi wajahnya seolah ia sedang berbicara dengan seorang hobbit muda yang
lancang ketika ditanyai tentang kunjungannya ke kebun. Terdengar suara
bergumam, tapi juga terlihat wajah-wajah nyengir orang-orang yang
menyaksikannya: melihat Kapten mereka duduk di tanah, berhadapan mata
dengan seorang hobbit muda yang berdiri dengan kaki terentang lebar, mendengus
marah. Ini pemandangan yang luar biasa bagi mereka. "Lihat!" kata Sam.
"Apa maksudmu" Langsung saja, sebelum semua Orc dari Mordor menyerbu
kita! Kau sinting kalau mengira majikanku membunuh Boromir, lalu lari. Tapi
katakan saja, dan selesaikan! Lalu kami ingin tahu, apa yang akan kaulakukan
berkaitan dengan itu. Sayang sekali kalian tak bisa membiarkan orang lain
mengurus urusan mereka sendiri. Musuh akan sangat senang kalau bisa
melihatmu sekarang. Pasti dia mengira sudah dapat teman baru."
"Sabar!" kata Faramir, tidak marah. "Jangan bicara mendahului majikanmu
yang lebih cerdas. Dan aku tidak butuh siapa pun untuk mengajariku tentang
bahaya yang mengancam kita. Biarpun begitu, aku masih mau menimbangnimbang, agar
bisa menilai suatu masalah sulit dengan bijak. Kalau aku juga
Halaman | 302 The Lord of The Rings tergesa-gesa sepertimu, sudah kubunuh kau sejak awal. Karena aku diperintahkan
membunuh siapa pun yang kujumpai berada di daratan ini tanpa seizin Penguasa
Gondor. Tapi aku tidak membunuh manusia atau hewan dengan siasia, dan bukan
dengan senang hati meski diperlukan. Aku juga tidak berbicara sia-sia. Jadi,
tenanglah. Duduk di samping majikanmu, dan diamlah!" Sam duduk dengan wajah
merah. Faramir berbicara pada Frodo lagi.
"Kau bertanya bagaimana aku tahu putra Denethor sudah tewas. Kabar
kematian mempunyai banyak sayap. Malam sering membawa kabar pada keluarga
dekat. Boromir adalah kakakku." Bayangan kesedihan terpancar di wajahnya. "Apa
kau ingat tanda khas yang dibawa Pangeran Boromir di antara semua
perlengkapannya?" Frodo berpikir sebentar, khawatir ada jebakan baru, dan bertanya-tanya
bagaimana debat ini akan berakhir. Ia sudah susah payah menyelamatkan Cincin
dari rengkuhan tangan Boromir yang angkuh dan entah bagaimana ia bisa berhasil
di tengah-tengah begitu bahaya pejuang gagah dan kuat ini. Meski begitu, dalam
hati ia merasa bahwa Faramir, meski penampilannya mirip sekali dengan
saudaranya, bukanlah orang yang sombong, juga lebih keras dan bijak.
"Aku ingat Boromir membawa terompet," kata Frodo akhirnya.
"Ingatanmu benar. Rupanya kau memang pernah melihatnya," kata Faramir.
"Kalau begitu, mungkin kau bisa melihat terompet itu dalam ingatanmu: terompet
besar dari tanduk lembu jantan dari Timur, diikat perak dan ditulisi huruf-huruf
kuno. Terompet itu dibawa putra sulung keluarga kami selama beberapa generasi;
konon kalau terompet itu ditiup dalam saat kesulitan, di mana pun dalam
perbatasan Gondor, dalam wilayah seperti di masa lalu, bunyinya tidak akan lewat
tanpa diperhatikan."
"Lima hari sebelum menempuh perjalanan ini, sebelas hari yang lalu sekitar
jam jam ini, aku mendengar terompet itu ditiup: kedengarannya datang dari utara,
tapi redup, seolah hanya gema dalam benakku. Ayahku dan aku merasa itu
pertanda berita buruk, karena kami belum mendengar berita sama sekali dari
Boromir sejak dia pergi, dan tak ada penjaga di perbatasan yang melihatnya
lewat. Dan pada malam ketiga setelahnya, ada kejadian lain yang lebih aneh."
Dua Menara The Two Towers The Lord Of The Rings Buku Dua Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Malam hari aku duduk dekat Sungai Anduin, dalam keremangan kelabu di
bawah bulan muda yang pucat, memperhatikan sungai yang terus mengalir, dan
ilalang yang sedih mendesir. Begitulah kami selalu menjaga pantai-pantai dekat
Osgiliath, yang sebagian dikuasai musuh-musuh kami, yang keluar dari sana untuk
Dua Menara Halaman | 303 mengganggu negeri kami. Tapi malam itu seluruh dunia tertidur di tengah malam.
Kemudian aku melihat, atau serasa melihat, sebuah perahu mengambang di air,
mengilap kelabu sebuah perahu kecil berbentuk aneh dan berhaluan tinggi tak ada
yang mengayuh atau mengemudikannya."
"Aku tertegun melihatnya, sebab seberkas sinar pucat mengitarinya. Aku
bangkit dan berjalan ke tebing, lalu mulai melangkah ke air, bagai tertarik ke
perahu itu. Lalu perahu itu berbelok ke arahku dan mengurangi kecepatannya,
mengambang perlahan dalam jangkauan tanganku, namun aku tak berani
menyentuhnya. Ia mengambang cukup dalam, seolah terisi beban berat. Ketika
lewat di depanku, perahu itu seolah terisi penuh oleh air jernih, yang dari
dalamnya memancarkan sinar. Dan di dalam air itu berbaring seorang pejuang."
"Di lututnya tergeletak sebilah pedang patah. Tubuhnya penuh luka-luka. Dia
ternyata Boromir, kakakku, sudah tewas. Aku kenal pakaiannya, pedangnya,
wajahnya yang kusayangi. Hanya satu yang tidak ada: terompetnya. Dan ada satu
benda yang tidak kukenal: ikat pinggang indah, seolah terbuat dari rangkaian
daundaun emas di pinggangnya. Boromir! Teriakku. Di mana terompetmu" Ke mana
kau pergi" Oh Boromir! Tapi dia sudah berlalu. Perahu itu kembali memasuki
aliran sungai, hanyut berkilauan ke dalam malam pekat. Seperti mimpi, tapi bukan mimpi,
karena aku tidak terbangun sesudahnya. Dan aku tidak ragu dia memang sudah
tewas, berlalu ke Samudra, menyusuri Sungai."
"Aduh!" kata Frodo. "Itu memang Boromir yang kukenal. Sebab ikat pinggang
emas itu diberikan kepadanya di Lothlorien oleh Lady Galadriel. Dia pula yang
memberi kami pakaian seperti yang kaulihat sekarang, kelabu bangsa Peri. Bros
ini hasil kriya yang sama."
Ia menyentuh daun hijau dan perak yang mengikat jubahnya, di bawah
tenggorokannya. Faramir memandangnya dengan cermat. "Indah sekali," katanya.
"Ya, ini hasil kriya yang sama. Jadi, kalian lewat Negeri Lorien" Dulu namanya
Laurelind Orenan, tapi kini sudah lama berada di luar pengetahuan Manusia,"
tambahnya lembut, menatap Frodo dengan kekaguman baru di matanya.
"Sekarang banyak hal aneh tentang dirimu mulai kupahami. Tidakkah kau mau
menceritakan lebih banyak padaku" Karena aku terpukul sekali bahwa Boromir
tewas dalam jarak pandang kampung halamannya."
"Aku tak bisa mengatakan lebih dari yang sudah kukatakan," jawab Frodo.
"Namun ceritamu menimbulkan firasat di hatiku. Kurasa yang kaulihat itu hanyalah
sebuah visi, suatu bayangan peristiwa buruk yang sudah atau akan terjadi.
Kecuali Halaman | 304 The Lord of The Rings itu memang tipuan bohong dari Musuh. Aku sudah melihat wajah-wajah pejuang
gagah dari zaman dulu berbaring tidur di dalam kolam Rawa-Rawa Mati, atau
begitulah kelihatannya, karena tipuan sihimya."
"Tidak, yang kulihat itu bukan tipuan," kata Faramir. "Hasil karya Musuh
memenuhi hati dengan kebencian; padahal hatiku dipenuhi kesedihan dan rasa
iba." "Tapi bagaimana mungkin hal seperti itu bisa benar-benar terjadi?" tanya
Frodo. "Sebab tak ada perahu yang bisa digotong melewati bukit-bukit berbatu Tol
Brandir; lagi pula, Boromir berniat pulang melintasi Entwash dan padang-padang
Rohan. Bagaimana bisa sebuah perahu melintasi air terjun besar yang
menggelegak berbuih, tanpa tersendat di telaga-telaga mendidih, meski diisi
penuh dengan air?" "Aku tidak tahu," kata Faramir. "Tapi dari mana perahu itu berasal?" "Dan
Lorien," kata Frodo. "Dengan tiga perahu semacam itu kami mendayung melintasi
Anduin, sampai ke Air Terjun. Perahu itu juga buatan kaum Peri."
"Kau melewati Negeri Tersembunyi," kata Faramir, "tapi kurang memahami
daya kekuatannya. Kalau manusia berurusan dengan Wanita Sihir yang tinggal di
Hutan Emas, hal-hal aneh akan terjadi. Sangat berbahaya bagi manusia fana untuk
pergi dari dunia Matahari ini, dan hanya sedikit yang kembali dari sana tanpa
berubah, begitulah kata orang-orang."
"Boromir, oh Boromir!" serunya. "Apa yang dia katakan padamu, Wanita yang
hidup abadi itu" Apa yang dilihatnya" Apa yang bangkit di hatimu ketika itu"
Mengapa kau melewati Laurelind Orenan, bukan lewat jalanmu sendiri, naik kuda
Rohan dan pulang di pagi hari?" Lalu ia berbicara lagi pada Frodo dengan suara
tenang. "Untuk pertanyaan-pertanyaan itu, kau tentu bisa menjawabnya, Frodo putra
Drogo. Mungkin tidak di sini, dan tidak sekarang. Tapi agar kau tidak menganggap
ceritaku hanya khayalan, akan kuceritakan ini. Terompet Boromir akhirnya kembali
dalam kenyataan, bukan hanya sebagai bayangan. Terompetnya datang, tapi
sudah terbelah dua, seperti dipatahkan oleh kapak atau pedang. Beberapa keping
pecahannya sampai ke pantai: salah satu ditemukan di antara ilalang, di mana
para penjaga Gondor berbaring, sebelah utara di bawah aliran masuk Sungai Entwash;
yang lainnya ditemukan berputar-putar di atas aliran sungai oleh penjaga di
sana. Kebetulan yang aneh, yang hanya timbul bila terjadi pembunuhan, begitu kata
orang-orang." Dua Menara Halaman | 305 "Dan kini dua keping pecahan terompet putra tertua ada di pangkuan
Denethor yang duduk di takhtanya yang tinggi, menunggu kabar berita. Dan kau
tak bisa menceritakan padaku tentang patahnya terompet itu?"
"Tidak, aku tidak tahu tentang itu," kata Frodo. "Tapi hari ketika kau
mendengarnya ditiup, kalau hitunganmu benar, adalah hari ketika kami berpisah,
ketika aku dan pelayanku meninggalkan Rombongan. Kini ceritamu membuatku
cemas. Kalau Boromir ketika itu berada dalam bahaya dan tewas dibunuh, aku
khawatir semua pendampingku juga tewas. Padahal mereka adalah keluargaku
dan sahabat-sahabatku."
"Tidakkah kau mau melupakan sebentar kecurigaanmu padaku dan
membiarkan aku pergi" Aku letih, juga sangat sedih dan takut. Tapi ada tugas
yang harus kulakukan, atau berusaha kulakukan, sebelum aku pun tewas dibunuh. Dan
aku perlu meriyelesaikan tugas ini lebih cepat, kalau hanya kami berdua yang
tersisa dari rombongan kami." "Pulanglah, Faramir, Kapten Gondor yang gagah,
dan pertahankan kotamu selagi masih bisa. Biarkan aku pergi ke mana takdirku
membawa." "Bagiku pembicaraan ini sangat tidak menyenangkan," kata Faramir, "tapi
ketakutanmu jelas terlalu berlebihan. Kecuali orang-orang Lbrien sendiri datang
kepadanya, siapa yang mendandani Boromir seperti untuk pemakaman" Bukan
Orc ataupun pelayan Dia yang Tak Bernama. Beberapa dan Rombonganmu masih
hidup, kukira." "Tapi apa pun yang terjadi dalam Perjalanan ke Utara, kau, Frodo, tak lagi
kucurigai. Masa-masa sulit ini membuatku waspada terhadap katakata dan wajah
Manusia, tapi mungkin aku boleh menebak tentang kaum Halfling!" Kini ia
tersenyum, "Ada yang aneh pada dirimu, Frodo, sifat bangsa Peri, mungkin. Tapi
pembicaraan kita ternyata mengandung makna lebih dalam dan yang sebelumnya
kuduga. Seharusnya aku membawamu ke Minas Tirith sekarang, untuk
menghadap Denethor. Biarlah aku mati kalau keputusanku kini ternyata merugikan
kotaku. Aku tidak akan terburu-buru memutuskan apa yang harus dilakukan. Tapi
kami harus berangkat dan sini tanpa penundaan lebih lama lagi." Ia melompat
berdiri dan mengeluarkan beberapa perintah.
Orang-orang yang berkumpul di sekitarnya segera memecah diri menjadi
kelompok-kelompok kecil, dan pergi ke beberapa arah, menghilang dengan cepat
dalam bayangan batu karang dan pepohonan. Hanya Mablung dan Damrod tetap
di sana. Halaman | 306 The Lord of The Rings "Sekarang kau, Frodo dan Samwise, akan ikut bersamaku dan pengawalku,"
kata Faramir. "Kau tak bisa terus menyusuri jalan ke selatan, seandainya itu
niatmu. Tidak aman untuk beberapa hari, dan selalu diawasi lebih cermat setelah
penggerebekan ini. Bagaimanapun, kau tidak bakal bisa pergi jauh hari ini,
karena kau lelah. Begitu pula kami. Kami akan pergi ke suatu tempat rahasia, sekitar
sepuluh mil dari sini. Para Orc dan mata-mata Musuh belum menemukannya, dan
kalaupun mereka menemukannya, kami bisa mempertahankannya untuk waktu
lama, meski melawan banyak musuh. Di sana kita bisa berbaring dan beristirahat.
Di pagi hari aku akan memutuskan apa yang terbaik dilakukan bagiku, juga
bagimu." Frodo hanya bisa menuruti permintaan atau perintah itu. Saat itu, tampaknya
tindakan tersebut cukup bijak, sebab penggerebekan yang dilakukan orang-orang
Gondor membuat pengembaraan di Ithilien semakin berbahaya. Mereka segera
berangkat: Mablung dan Damrod agak di depan, Faramir dengan Frodo dan Sam di
belakang. Dengan menyusuri sisi kolam di mana para hobbit sudah mandi, mereka
menyeberangi sungai, mendaki tebing panjang, dan masuk ke wilayah hutan
kehijauan yang membentang di bawah dan ke arah barat. Sementara berjalan,
secepat yang dimungkinkan oleh langkah kaki kedua hobbit, mereka berbicara
dengan suara pelan. "Aku memotong pembicaraan kita," kata Faramir, "bukan hanya karena waktu
sudah mendesak, seperti diingatkan oleh Master Samwise, tapi juga karena kita
semakin mendekati masalah yang sebaiknya tidak diperbincangkan secara terbuka
di depan banyak orang. Karena itulah aku lebih banyak membicarakan masalah
kakakku dan membiarkan masalah Kutukan Isildur. Kau tidak sepenuhnya jujur
padaku, Frodo." "Aku tidak berbohong, dan aku sudah memberitahukan kebenarannya sebisa
mungkin," kata Frodo. "Aku tidak menyalahkanmu," kata Faramir. "Kau berbicara
dengan taktis pada saat-saat sulit, dan bijak, menurutku. Tapi aku bisa tahu
atau menduga lebih banyak daripada yang kauungkapkan. Kau tak bersahabat dengan
Boromir, atau tidak berpisah dalam suasana bersahabat.; Kau, dan Master
Samwise, punya keluhan terhadapnya. Aku sangat menyayangi kakakku, dan
dengan senang hati akan membalas kematiannya, tapi aku kenal betul dia.
Kutukan Isildur aku menebak bahwa Kutukan Isildur berada di antara kalian, dan
merupakan penyebab pertikaian dalam Rombongan-mu. Jelas benda itu adalah
pusaka yang sangat hebat, dan benda semacam itu tidak menyebarkan kedamaian
Dua Menara Halaman | 307 di antara para sekutu, begitulah selalu yang terjadi menurut dongeng-dongeng
kuno. Bukankah ucapanku mendekati kebenarannya?"
"Dekat sekali," kata Frodo, "tapi tidak tepat. Tak ada pertikaian dalam
Rombongan, meski ada keraguan: keraguan tentang jalan yang akan kami ambil
dan Emyn Muil. Tapi dongeng-dongeng kuno memang mengajari kita tentang
bahayanya mengucapkan kata-kata gegabah mengenai benda-benda pusaka."
"Ah, kalau begitu dugaanku benar: masalahmu hanya dengan Boromir. Dia
ingin benda itu dibawa ke Minas Tirith. Sayang sekali! Takdir yang berliku-liku
telah mengunci bibirmu. Kau yang terakhir melihatnya, dan kau menyembunyikan dariku
apa yang sangat ingin kuketahui: apa yang ada dalam hati dan pikirannya pada
saat-saat terakhir hidupnya. Entah dia keliru atau tidak, aku yakin satu hal
ini: dia mati dengan terhormat. Wajahnya lebih elok daripada ketika dia masih hidup.
"Tapi, Frodo, aku mula-mula mendesakmu dengan keras tentang Kutukan
Isildur. Maafkan aku! Itu sangat tidak bijak, di waktu dan tempat seperti itu.
Aku belum sempat berpikir panjang. Kami sudah mengalami pertempuran berat, dan
aku banyak pikiran. Tapi ketika berbicara denganmu, aku semakin dekat pada
sasaran, maka aku sengaja menembak lebih melebar. Karena kau perlu tahu
bahwa banyak pengetahuan kuno masih disimpan di antara para Penguasa kota
dan tidak disebarkan keluar. Keluargaku bukan keturunan Elendil, meski darah
Niunenor mengalir dalam diri kami. Karena garis keturunan kami berasal dari
Mardil, kepala rumah tangga istana yang baik, yang menggantikan memerintah
ketika Raja pergi berperang. Dialah Raja Earnur, yang terakhir dari garis
keturunan Anarion, dan dia tidak mempunyai putra. Dia tak pernah kembali. Sejak itu, kota
diperintah para pelayan istana, meski itu sudah beberapa generasi Manusia yang
lalu. "Dan aku ingat ketika Boromir masih anak-anak, ketika kami bersama-sama
belajar riwayat ayah-ayah kami dan sejarah kota kami. Dia selalu tidak puas
bahwa ayahnya bukan raja. 'Berapa ratus tahun diperlukan untuk membuat pelayan
menjadi raja, kalau raja tidak kembali"' dia bertanya. 'Di tempat lain, yang
keturunan rajanya kurang agung, mungkin hanya beberapa tahun,' ayahku
menjawab. 'Di Gondor sepuluh ribu tahun tidak akan cukup.' Sayang sekali!
Boromir malang! Cerita ini cukup menunjukkan sifatnya, bukan?"
"Ya," kata Frodo. "Meski begitu, dia selalu memperlakukan Aragorn dengan
penuh hormat." Halaman | 308 The Lord of The Rings "Aku tidak meragukan itu," kata Faramir. "Kalau dia puas dengan pengakuan
Aragorn, seperti katamu, dia pasti sangat menghormatinya. Tapi waktu itu belum
ada tekanan. Mereka belum sampai di Minas Tirith atau menjadi saingan dalam
peperangan-peperangannya.
"Tapi aku melenceng. Kami di rumah Denethor kenal banyak pengetahuan
kuno karena tradisi, dan terlebih lagi dalam harta kami banyak benda-benda
disimpan: buku-buku dan catatan-catatan yang ditulis pada perkamen, ya, dan
pada batu, pada daun-daun dari emas dan perak, dalam aneka macam huruf.
Beberapa tak bisa dibaca oleh seorang pun; dan sisanya hanya sedikit yang
pernah membukanya. Aku bisa sedikit-sedikit membacanya, karena aku pernah
belajar. Catatan-catatan inilah yang membawa Pengembara Kelabu pada kami.
Aku pertama kali melihatnya ketika aku masih kanak-kanak, dan dia sudah dua
atau tiga kali datang sejak itu." "Pengembara Kelabu?" kata Frodo. "Apakah dia
punya nama?" "Kami memanggilnya Mithrandir dalam bahasa Peri," kata Faramir, "dan dia
puas. Banyak namaku di banyak negeri, katanya. Mithrandir di antara kaum Peri,
Tharkun untuk kaum Kurcaci; Olorin namaku di masa remaja, di Barat yang sudah
terlupakan, di Selatan Incanus, di Utara Gandalf; ke Timur aku tidak pergi."
"Gandalfl" kata Frodo. "Sudah kukira. Gandalf si Kelabu, penasihat kami
tersayang. Pemimpin Rombongan kami. Dia hilang di Moria."
"Mithrandir hilang!" kata Faramir. "Nasib buruk bagi rombonganmu. Sulit
memang untuk mempercayai bahwa orang yang begitu luas pengetahuannya, dan
punya daya begitu hebat karena dia melakukan banyak hal mengagumkan di
tengah-tengah kami bisa tewas. Sungguh suatu kehilangan besar bagi dunia. Apa
kau yakin dia tewas, bukan hanya meninggalkanmu?"
"Sayang sekali! Ya," kata Frodo. "Aku melihatnya jatuh ke dalam jurang."
"Rupanya ada kisah yang sangat mengerikan tentang ini," kata Faramir.
"Mungkin bisa kauceritakan padaku nanti malam. Kurasa Mithrandir ini bukan
sekadar ahli pengetahuan: seorang pelaku tindakan-tindakan besar pada masa
kita. Seandainya dia berada di tengah-tengah kami, bisa kami tanyakan padanya
makna kata-kata keras dalam impian kami, dan dia bisa menjelaskannya pada
kami tanpa perlu perantara utusan. Tapi mungkin dia tidak akan melakukan itu,
dan Boromir memang ditakdirkan tewas. Mithrandir tak pernah berbicara pada kami
tentang masa depan, atau menyingkapkan niatnya. Entah bagaimana caranya, dia
memperoleh izin dari Denethor untuk melihat rahasia harta kami. Aku belajar
Dua Menara Halaman | 309 sedikit darinya, kalau dia mau mengajari kami (meski itu jarang terjadi). Dia
selalu mencari dan menanyai kami, terutama tentang semua yang berhubungan dengan
Pertempuran Besar di Dagorlad, di masa awal Gondor, ketika Dia yang tidak kami
sebutkan, ditaklukkan. Dan dia sangat ingin tahu cerita-cerita tentang Isildur,
meski kami hanya bisa sedikit bercerita; sebab kami tak pernah tahu pasti tentang
kematiannya." Sekarang suara Faramir merendah menjadi bisikan.
Dua Menara The Two Towers The Lord Of The Rings Buku Dua Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tapi aku tahu atau menduga, dan selama ini menyimpannya sebagai rahasia:
bahwa Isildur mengambil sesuatu dari tangan Dia yang Tak Bernama, sebelum dia
pergi dari Gondor, dan tak pernah terlihat lagi di antara makhluk fana. Di
sinilah kukira jawaban atas pertanyaan Mithrandir. Tapi waktu itu tampaknya hanya
orangorang yang suka belajar tentang masa lalu yang berkepentingan dengan
masalah tersebut. Begitu pula ketika teka-teki mimpi kami diperdebatkan, tak terpikir
olehku bahwa Kutukan Isildur adalah benda yang sama. Karena Isildur disergap dan
dibunuh panahpanah Orc, menurut satusatunya legenda yang kami kenal, dan
Mithrartdir tak pernah menceritakan lebih dari itu."
"Apa sebenamya Benda ini, tak bisa aku duga; tapi pasti suatu pusaka
dahsyat dan berbahaya. Senjata jahat, mungkin, yang diciptakan sang Penguasa
Kegelapan. Kalau benda itu memberi keuntungan dalam pertempuran, aku bisa
percaya bahwa Boromir yang angkuh dan berani, sering gegabah, dan selalu
mengharapkan kemenangan Minas Tirith (dengan demikian kemuliaan dirinya
sendiri), mungkin menginginkan benda semacam itu dan terpikat olehnya. Sayang
sekali dia pergi untuk tugas itu! Seharusnya aku yang dipilih oleh ayahku dan
para tetua, tapi dia mengajukan dirinya sendiri, karena dia lebih tua dan lebih tabah
(keduanya memang benar), dan dia tak mail dihalangi. "
"Tapi jangan takut! Aku tidak akan mengambil benda itu, meski tergeletak di
dekat jalan raya. Juga tidak seandainya Minas Tirith jatuh dalam kehancuran dan
hanya aku yang bisa menyelamatkannya dengan menggunakan senjata sang
Penguasa Kegelapan demi kebaikan negeriku dan kemuliaanku. Tidak, aku tak
ingin mengharapkan kemenangan macam itu, Frodo putra Drogo."
"Begitu juga Dewan Penasihat," kata Frodo. "Begitu juga aku. Aku tak ingin
melakukan hal semacam itu."
"Aku sendiri," kata Faramir, "ingin melihat Pohon Putih berkembang lagi di
halaman istana raja-raja, Mahkota Perak kembali, dan Minas Tirith penuh
kedamaian: Minas Anor kembali seperti semula, penuh cahaya, tinggi dan indah,
seperti ratu di antara ratu-ratu lain: bukan majikan dari banyak budak, tidak,
bahkan bukan majikan yang baik hati di antara budak-budak yang taat. Perang memang
Halaman | 310 The Lord of The Rings terpaksa dilakukan, untuk membela diri terhadap perusak yang akan melahap
semuanya; tapi bukan pedang yang tajam berkilau yang kucintai, bukan juga panah
yang mendesing cepat, atau pejuang yang hebat. Aku hanya mencintai apa yang
kubela: kota Orang-Orang Numenor; aku ingin dia dicintai karena
kenangankenangannya, kekunoannya, keindahannya, dan kebijakannya yang sekarang.
Bukan ditakuti, kecuali seperti orang yang disegani karena martabatnya, usianya,
dan kebijaksanaannya."
"Jadi, jangan takut padaku! Aku tidak minta kau menceritakan lebih dan itu.
Aku bahkan tidak memintamu mengatakan apakah pembicaraanku sekarang sudah
lebih mendekati kebenaran. Tapi kalau kau mempercayaiku, mungkin aku bisa
memberimu nasihat dalam pencarianmu yang sekarang, apa pun itu ya, dan
bahkan membantumu." Frodo tidak menjawab. Hampir saja ia menyerah pada keinginan untuk
memperoleh bantuan dan nasihat, untuk menceritakan pada laki-laki muda yang
serius ini, yang kata-katanya tampak bijak dan indah, semua yang ada dalam
pikirannya. Tapi sesuatu menahannya. Hatinya berat dengan kekhawatiran dan
kesedihan: kalau dia dan Sam memang sisa terakhir dari Sembilan Pengembara,
maka kini dialah yang memegang pimpinan tunggal atas rahasia tugas mereka.
Lebih baik tidak mempercayai daripada mengeluarkan kata-kata gegabah. Dan
ingatan akan Boromir, serta perubahan mengerikan akibat godaan Cincin pada
dirinya, terbayang jelas dalam ingatannya ketika ia memandang Faramir dan
mendengarkan suaranya: mereka tidak mirip, namun juga banyak kesamaannya.
Untuk beberapa saat, mereka berjalan terus dalam diam, bergerak bagai
bayang-bayang kelabu dan hijau di bawah pepohonan tua, menapak tanpa
bersuara; di atas mereka banyak burung bernyanyi, dan matahari berkilauan di
atas atap dedaunan gelap di hutan-hutan yang hijau abadi di Ithilien. Sam tidak
ikut ambil bagian dalam percakapan tadi, meski ia mendengarkan sekaligus
memperhatikan dengan telinga hobbit-nya yang taiam semua bunyi lembut negeri
hutan di sekitarnya. Satu hal yang diperhatikannya, dalam seluruh pembicaraan
itu tidak satu kali pun nama Gollum disebut. Ia gembira, meski merasa tak ada
gunanya berharap tidak pernah mendengar nama itu lagi. Ia juga segera menyadari
bahwa meski mereka berjalan sendirian, banyak orang di dekat mereka: bukan
hanya Damrod dan Mablung yang keluar-masuk dari bayang-bayang di depan, tapi
ada yang lain di kedua sisi, semua berjalan dengan cepat dan sembunyi-sembunyi
ke suatu tempat tertentu.
Dua Menara Halaman | 311 Satu kali ia menoleh mendadak ke belakang, seolah merasa ada yang
memperhatikan. Ia merasa menangkap kilasan sebuah bayangan gelap
menyelinap ke belakang batang pohon. Ia membuka mulutnya untuk berbicara, tapi
menutupnya lagi. "Aku tidak yakin," ia berkata pada dirinya sendiri, "dan mengapa aku harus
mengingatkan mereka pada bajingan tua itu, kalau mereka memilih melupakannya!
Kuharap aku bisa!" Begitulah mereka berjalan, sampai hutan semakin menipis dan daratan mulai
turun lebih curam. Lalu mereka menyimpang lagi ke kanan, dan dengan cepat
sampai ke sebuah sungai kecil dalam ngarai sempit: sungai yang sama, yang jauh
di atas mengucur dari kolam bundar, sekarang sudah menjelma menjadi aliran
deras, melompat menuruni bebatuan di palung yang dalam, di atasnya
menggantung ilex dan box-wood yang gelap. Ke arah barat mereka bisa melihat di
bawah, dalam kabut cahaya, dataran rendah dan padang-padang luas, berkilauan
di bawah sinar matahari yang menjelang terbenam, jauh di barat, air Sungai
Anduin yang lebar. "Sayang sekali! Di sini aku terpaksa bersikap kurang sopan," kata Faramir.
"Kuharap kalian mau memaafkan aku yang sejauh ini sudah mengesampingkan
tugasnya, hingga tidak membunuh atau mengikat kalian. Tapi ada perintah bahwa
tak satu pun orang asing meski orang dan Rohan yang berjuang di pihak kami
boleh melihat jalan yang sekarang kita tapaki dengan mata terbuka. Aku terpaksa
menutup mata kalian."
"Terserah," kata Frodo. "Bahkan kaum Peri juga melakukan itu bila perlu, dan
dengan mata tertutup kami menyeberangi perbatasan Lothlorien yang indah. Gimli
si Kurcaci agak m.arah, tapi para hobbit menaatinya."
"Bukan ke tempat indah aku membawa kalian," kata Faramir. "Tapi aku
gembira kau mail menaatinya, hingga aku tak perlu memaksa dengan kekerasan."
Ia memanggil dengan pelan. Mablung dan Damrod keluar dari balik pepohonan dan
kembali kepadanya. "Tutup mata tamu-tamu ini," kata Faramir. "Erat, tapi jangan
sampai membuat mereka merasa tidak nyaman. Jangan ikat tangan mereka.
Mereka bersumpah tidak akan berusaha melihat.
Aku percaya mereka bisa memejamkan mata sendiri, tapi mata bisa berkedip
kalau kaki tersandung. Tuntun mereka agar tidak terhuyung-huyung." Dengan
selendang hijau, kedua pengawal mengikat mata kedua hobbit, dan menarik
kerudung mereka sampai hampir ke mulut; kemudian dengan cepat mereka
Halaman | 312 The Lord of The Rings masing-masing memegang satu hobbit dan terus berjalan. Frodo dan Sam hanya
bisa menduga-duga dalam gelap tentang akhir perjalanan mereka. Setelah
beberapa saat, mereka menyadari berada di sebuah jalan yang menurun terjal;
dengan segera jalan itu semakin sempit, hingga mereka hanya bisa berjalan
satusatu, menyentuh dinding di kedua sisi; kedua pengawal mengemudikan mereka
dari belakang, memegangi pundak mereka.
Sekali-sekali mereka sampai di tempat-tempat yang tidak rata, dan untuk
beberapa saat mereka diangkat, kemudian ditempatkan di tanah lagi. Bunyi air
mengalir ada di sebelah kanan mereka terus, semakin dekat dan keras. Akhirnya
mereka dihentikan. Dengan cepat Mablung dan Damrod memutarmutar badan
mereka, dan mereka kehilangan seluruh perasaan tentang arah. Mereka mendaki
sedikit: rasanya dingin, dan bunyi aliran air menjadi lemah. Kemudian mereka
diangkat dan digotong menuruni banyak tangga, lalu membelok di suatu tikungan.
Mendadak mereka mendengar air lagi, kini keras, mengalir deras dan mendebur.
Bunyi itu serasa mengepung mereka, dan terasa hujan gerimis halus pada tangan
dan pipi mereka. Akhirnya mereka diletakkan lagi di tanah. Untuk beberapa saat mereka berdiri
seperti itu, setengah takut, mata tertutup, tidak tahu di mana mereka berada;
dan tidak ada yang berbicara. Kemudian suara Faramir terdengar dari belakang.
"Biarkan mereka melihat!" katanya. Selendang-selendang dilepaskan, dan
kerudung disingkap ke belakang. Mereka mengedipkan mata, lalu menarik napas
kaget. Mereka berdiri di lantai basah berlapis ubin yang dipoles, yang merupakan
ambang sebuah gerbang batu karang yang dipahat kasar ke gua gelap di
belakang. Tapi di depan mereka menggantung tirai air tipis, begitu dekat, hingga
Frodo bisa mengulurkan tangan ke dalamnya. Tempat itu menghadap ke barat.
Berkas-berkas mendatar sinar matahari yang sedang terbenam di baliknya
menerpa tirai, dan cahaya merah terpecah menjadi sinar berkelip dengan aneka
warna yang berubahubah. Mereka seolah berdiri di jendela sebuah menara Peri,
bertirai untaian permata, perak, dan emas, batu merah delima, nilam, dan
kecubung, semua menyala dengan api yang tidak membakar.
"Setidaknya kita sampai di saat yang tepat untuk memberi imbalan atas
kesabaran kalian," kata Faramir. "Ini adalah Jendela Matahari Terbenam, Henneth
Annun, jeram paling indah di Ithilien, negeri penuh air mancur. Hanya sedikit
orang asing yang pernah melihatnya. Tapi di belakangnya tak ada balairung kerajaan
untuk mendampingi! Masuklah sekarang dan lihatlah!"
Dua Menara Halaman | 313 Tepat ketika ia berbicara, matahari terbenam dan nyala api meredup di dalam
air yang mengalir. Mereka membalik dan lewat ke bawah lengkungan rendah yang
mengancam. Segera mereka berada di dalam ruangan batu karang, lebar dan
kasar, dengan atap lengkung yang tidak rata. Beberapa obor dinyalakan,
menjatuhkan cahaya redup pada dinding-dinding yang berkilauan. Sudah banyak
orang di sana. Yang lain masih berdatangan, berdua atau bertiga, melalui pintu
gelap sempit di satu sisi. Ketika mata mereka sudah menyesuaikan diri dengan
keremangan, kedua hobbit itu melihat bahwa gua tersebut lebih luas daripada
dugaan mereka, dan berisi sejumlah besar persediaan senjata dan makanan.
"Nah, di sinilah tempat perlindungan kami," kata Faramir. "Bukan tempat yang
nyaman, tapi di sini kalian bisa melewatkan malam penuh kedamaian. Setidaknya
di sini kering, dan ada makanan, meski tak ada api. Dahulu kala air mengalir
melalui gua ini dan keluar dari lengkungan, tapi alirannya diubah di sebelah
sana, dekat mulutnya, oleh pekerja-pekerja zaman dulu, dan sungai mengalir terjun dari
ketinggian ganda melalui batu karang jauh di atas. Semua jalan masuk ke gua ini
lalu ditutup terhadap aliran air atau yang lainnya, kecuali satu. Sekarang hanya
ada dua jalan keluar: jalan tempat kalian masuk dengan mata tertutup, dan melalui
Tirai jendela masuk ke cekungan dalam yang berisi pisau-pisau batu. Sekarang
istirahatlah sebentar, sampai makan malam dihidangkan."
Kedua hobbit dibawa ke pojok dan diberikan sebuah tempat tidur rendah untuk
berbaring, kalau mereka mau. Sementara itu, orang-orang sibuk di dalam gua,
cekatan dan tanpa suara. Meja-meja ringan diambil dari dekat dinding dan
diletakkan di atas kuda-kuda, dipenuhi perlengkapan makan.
Semuanya polos dan sebagian besar tidak berhias, tapi buatannya bagus dan
Tangan Geledek 15 Kisah Sang Budha Dan Para Muridnya Karya Tak Diketahui Pendekar Sakti Dari Lembah Liar 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama