Ceritasilat Novel Online

Cewek 4

Cewek Karya Esti Kinasih Bagian 4


apa" Dengan Febi hubungannya bagaimana" Akrab atau biasabiasa saja" Aneh banget, kan"''
''Coba ntar gantian gue yang nelepon.''
Ternyata sama. Fani sampai a-a-u-u bingung mau menjawab
ketika suara dingin itu Febi melontarkan pertanyaan-pertanyaan
sama seperti yang diajukan pada Langen.
''Kenapa sih mereka"'' desis Fani, meletakkan gagang telepon
dengan kening berkerut. ''Waktu terakhir kali kita ke sana, lo
nyolong ya, La"'' ''Enak aja. Orang gue cuma ngutil doang kok.''
''Apaan"'' ''Tivi!'' Keduanya mengikik geli. Setelah berkali-kali bergantian
menelepon dengan suara yang diubah-ubah, dan yang
mengangkat di seberang sana masih juga kedua orang itu,
akhirnya Langen dan Febi menyerah.
''Temuin di kampus aja deh!'' putus Langen jengkel
Tapi ternyata mereka tidak bisa menemukan Febi. Cewek itu tidak
muncul di kampus. Kursi yang biasa Febi duduki, kosong.
Besoknya kosong lagi. Besoknya masih kosong juga.
Keduanya terus bolak-balik ke kelas Febi. Satu hari bisa empat
sampai lima kali. Tergantung banyaknya pergantian mata kuliah
di kelas Febi. Dari hari Senin sampai hari Jumat. Lima hari! Tapi
cewek itu tetap tidak pernah terlihat. Tak satu pun teman-teman
sekelasnya tahu, kenapa dia tidak pernah muncul lagi.
Febi mendadak raib!!! Rencana awal terpaksa diubah.
Berakhirnya hubungan Langen dan Rei membuat Langen tak bisa
lagi memasuki lingkaran. Jadi, dengan lenyapnya Febi dan
terdepaknya Langen, maka Fani jadi satu-satunya yang akan
maju ke kancah pertempuran.
''Cuma gue sendiriii!"'' Fani memekik panjang saat Langen
memberitahu perubahan rencana itu. ''Nggak! Nggak! Gila lo! Bisa
tamat riwayat gue!'' ''Abis gimana" Gue nggak ada alasan untuk gabung lagi kayak
dulu, Fan. Ntar dikira gue pengen balik, lagi. Gue udah coba
nelepon Febi lagi, tapi yang ngangkat masih nyokapnya juga.''
''Aduh, ck!'' Fani garuk-garuk kepala. Mukanya cemas.
''Gue nggak akan jauh-jauh dari elo!'' janji Langen.
''Bener, ya" Awas lo kalo sampe nggak ada!'' ancam Fani.
Jadi, melihat kondisi yang ada, bisa dipastikan game yang akan
dipertandingkan hanya tinggal satu partai. Yaitu partai tunggal
campuran, Bima vs Fani! Tapi meskipun hanya satu partai, game ini diprediksi akan
menjadi game yang amat sangat mendebarkan. Boleh tanya pada
semua pengamat olahraga___baik tinju, gulat,smackdown,
karate, silat, kempo, yudo, maupun kungfu___mereka pasti akan
mengatakan, kemenangan mutlak akan berada di tangan Bima.
Bahkan dipastikan pertandingannya hanya akan berlangsung satu
ronde, dan lamanya cuma satu detik pula!
Tapi, ini yang harus diketahui dan dicamkan, wahai manusia
diseluruh jagat raya. Di atas segalanya, tetap semua keputusan
ada di tangan TUHAN Yang Maha Esa. Manusia hanya mampu
berencana, tapi TUHAN jualan penentunya. Karena DIA-lah
penguasa tunggal atas segalanya!
Jangankan cuma lawan Bima, Fani cs Mike Tyson pun, kalau
TUHAN mengatakan yang menang Fani, mau ngomong apa"
Itulah keyakinan Langen. Mengacu ke peristiwa perang besarnya
dengan Rei___saat itu Langen berhasil meraih kemenangan
mutlak___Langen tetap optimis kali ini Fani juga bisa menang.
Karena itu, mengingat beratnya pertarungan kali ini, persiapan
Fani juga tidak main-main. Tiap pagi, sebelum mandi dan
berangkat kuliah, cewek itu joging keliling halaman depanbelakang sebanyak sepuluh kali, dan langsung dilanjutkan dengan
sit-up, push-up, angkat barbel, dan lompat tali. Selain itu, kalau
biasanya tukang gas elpiji meletakkan tabung gasnya langsung di
dapur, di dekat kompor, sekarang cukup diletakkan di pintu
pagar. Fani yang mengangkat ke dapur!
Tapi cuma sekali doang, karena untuk sampai ke dapur kayaknya
perlu waktu satu minggu. Soalnya, dalam satu jam cuma
bergeser lima belas senti meter, itu juga pakai acara nyaris
ketiban segala. Tapi Salsha punya pendapat lain, yang
menurutnya lebih simpel tapi hasilnya dijamin.
''Untuk ngelawan cowok lo itu, lo nggak perlu sampe kayak gitu,
Fan. Cukup satu. Lo cuma perlu kesurupan aja! Gue jamin, dia
pasti kalah!'' ''Ini serius, Sha!'' Langen menyikut pinggang Salsha dengan
jengkel. ''Gue juga serius, La!'' Fani garuk-garuk kepala. Sementara Iwan, yang terus mengikuti
semua perundingan itu tanpa ikut campur tangan, sampai
memalingkan muka ke luar jendela. Menahan tawanya supaya
tidak muncrat keluar. Soalnya di depannya sedang ada meeting
serius. Itu persiapan fisik. Untuk persiapan mental, Langen terusmenerus mengingatkan Fani betapa banyak kesempatan
(kesempatan hunting cowok pastinya) jadi hilang gara-gara dia
terpaksa jadian sama Bima, betapa banyak cowok lebih memilih
mundur teratur daripada mati muda.
Hasutannya Salsha lebih parah lagi. Dia mengambil referensi dari
koran, majalah, juga berita-berita kriminal di tivi.
''Cowok lo itu, Fan, ntar kalo udah merit, dia itu tipe suami yang
bakalan menggunakan kekerasan. Jangankan jadi suami, lo
pacaran dua taun lagi aja gitu, bangsa muka bengep atau satudua copot sih bakalan kejadian!''
Bukan cuma Fani yang kaget, Langen juga sampai ternganga.
Ditatapnya Salsha dengan tampang ngeri.
''Masa, Sha"'' desisnya. Salsha langsung memberikan syarat
diam-diam. Langen tersadar. Segera dia ikut memperkisruh. ''Oh,
iya! Iya! Kayaknya sih emang gitu, Sha! Dari sekarang aja udah
keliatan tanda-tandanya!''
Mendengar semua itu, seketika tampang Fani seperti orang yang
sedang menonton film horor dan setannya melompat keluar dari
tivi! *** Bak singa-singa lapar yang mengendap di antara rumput-rumput
padang Afrika, Langen dan Fani terus mengawasi setiap gerakgerik Bima dengan ketat dan sangat saksama. Tanpa lengah
sedikit pun. Keduanya siap menyambut serangan Bima yang
mereka prediksi pasti akan secara barbar dan biadab___sesuai
dengan penampilan dan profilnya___yaitu teror mental,
penculikan, penyanderaan, dan akhirnya....interogasi dengan
kekerasan! Tentu saja mereka tidak akan tinggal diam. Gempuran balik akan
langsung mereka lancarkan. Sudah pasti akan secara barbar dan
biadab pula! Tapi menghadapi Bima ternyata memang tidak gampang. Tidak
seperti Rei, yang masih bisa dibaca sedikit-sedikit, gorila itu
benar-benar blank! Satu hari lewat tanpa terjadi apa-apa. Lalu dua hari, tiga hari,
seminggu, dan akhirnya dua minggu berlalu. Tetap tanpa terjadi
sesuatu. Akhirnya Fani, yang harus bangun subuh-subuh tiap
hari, jadi kesal. ''Ini perangnya kapan sih" Besok gue libur olahraga dulu deh.''
''Jangan!'' cegah Langen seketika.
''Lo enak aja ngomong gitu. Gue nih! Ngangkat-ngangkat barbel
tiap pagi! Emang nggak pegel, apa" Liat dong tangan gue, udah
kayak singkong!'' ''Tapi jangan, Fan. Ntar kalo mendadak Bima nyerang gimana"
Pokoknya lo kudu ready to war setiap saat!''
*** Suasana untuk sementara memang aman dan damai, karena
Bima sedang mempelajari medan. Dan yang sekarang sedang
menjadi pusat perhatiannya adalah Rei. Dia ingin tahu apa
rencana sobatnya itu. Saat ini kebenaran yang telah terungkap baru cewek imut
misterius itu. Salsha. Sisanya masih tetap dugaan. Meskipun
dugaan-dugaan itu semakin menguat, tapi selama belum ada
bukti konkret, Bima tak ingin bicara apa-apa. Cowok itu tidak
ingin dianggap menghalangi niat Rei untuk kembali pada Langen.
Sama seperti keinginan Rangga, target utama Bima sebenarnya
juga Langen. Soalnya, semua kejadian itu, dari munculnya Salsha
di kampus sampai peristiwa kebut gunung, sudah bisa dipastikan
otaknya adalah mantan cewek Rei itu. Kalau hubungan keduanya
tersambung kembali, berarti target berpindah dari Langen ke
Fani. Meskipun itu pada akhirnya akan menyeret Langen juga,
keasyikannya jelas jauh berkurang.
Sementara kalau hubungan Rei-Langen benar-benar telah
berakhir, itu artinya Bima bisa memaksa Langen untuk buka
mulut dengan cara-cara yang dia inginkan. Tanpa harus peduli
dengan perasaan Rei. Karena mantan adalah mantan!
Hari ini, setelah berhari-hari menghilang, Rei muncul kembali di
rumah Bima. Tuan rumah terpaksa menahan sabar saat tamunya
itu hanya berdiri diam. Bersandar di salah satu pilar teras
belakang, dengan kaleng Cola-Cola di tangan.
''Kayaknya gue harus ngalah....'' suara pertama Rei setelah
bermenit-menit diam membuat Bima berdecak kesal.
''Betapa berhari-hari hasilnya cuma ide tolol begitu" Kenapa
nggak dari kemaren-kemaren aja lo sujud di depan kakinya" Di
depan banyak orang sekalian. Dengan gitu lo nggak akan ditolak,
karena semua tau, lo yang minta balik. Bukan dia!''
Rei ketawa pelan. ''Bukan ngalah begitu yang gue maksud. Mengalah untuk duluan
memulai. Gue mau dia balik. Tapi nggak akan begitu kesan yang
ditangkep orang.'' diletakkannya kaleng Cola-Cola di meja, lalu
ditepuknya bahu Bima. ''Gue balik dulu.''
Seketika Bima mencekal satu lengan Rei.
''Gue bukannya mau ikut campur. Lo nggak mau cerita"''
Bima memang tidak ingin ikut campur. Dia hanya harus tahu
rencana Rei. Soalnya itu menyangkut rencana yang akan
disusunnya! *** Banyak jalan menuju Roma.
Bima duduk bersila, diam tak bergerak, di atas singgasana
kebesarannya. Di dalam ruangan yang didesain sedemikian rupa,
sehingga sekali lihat saja orang langsung tahu kalau penghuninya
masih titisan Tarzan si Raja Rimba.
Rei telah menceritakan seluruh rencananya. Bima tidak banyak
mengomentari apa yang di katakan sahabatnya itu meskipun
sebenarnya tidak setuju. Di kamusnya tidak ada kata
''dienyahkan'', ''ditinggal'', apalagi ''ditendan''. Untuknya, yang
seharusnya terjadi adalah sebaliknya!
''Lupain yang udah lewat. Mulai babak yang baru, dan harus bisa
saling memaafkan. Gue akuin gue egois. Dan akan gue coba
terima kenyataan, dia bisa nenggak alkohol.''
Itu ucapan terakhir Re, sebelum pamit pulang. Bima cuma
mengangguk mendengar kalimat-kalimat Rei yang menurutnya
terlalu romantis itu. Bima bahkan sampai menundukkan kepala
dalam-dalam untuk menyembunyikan senyum yang tak bisa lagi
ditahannya. Shock atau love is blind"
''Paling nggak cara lo nggak bikin malu.'' hanya itu komentar yang
bisa dikatakannya. Tapi dia telah menyusun rencana sendiri.
Tidak hanya untuk Rei, tapi juga untuk Rangga, sobatnya yang
lain. Karena dilihatnya Febi juga mulai bertingkah sekarang.
Memulai lagi dari awal" Itu masalah gampang! Memaafkan" Juga
masalah gampang! Tapi tunggy sampai berhasil dibongkarnya
semua kebohongan. Tunggu sampai dia beberkan bukti-bukti
pengkhianatan. Tunggu sampai dibuatnya ketiga cewek itu tidak
bisa berkutik! Memulai lagi awal yang baru" Akan jadi keharusan. Tapi dengan
kondisi, ketiganya tidak lagi bisa dipercaya. Tentu saja ketiga
cewek itu akan diajak ke sana atau ke sini seperti tujuan aksi
unjuk rasa mereka itu, tapi itu hanya akan terjadi dengan
kemurahan hati. Juga tentu saja akan ada penjelasan. Tapi tidak di setiap
ketidakhadiran! Dan yang pasti, peringatan untuk ketiga cewek
itu: Jangan coba-coba untuk sekali lagi bikin udah macammacam!
Dan karena Rei benar-benar ingin mantan ceweknya kembali,
maka target berubah dari Langen ke Fani. Dan karena Fani
adalah full otoritas Bima, cowok itu bisa menggunakan cara apa
pun yang disukanya untuk memaksa Fani mengaku. Yang jelas,
Bima tidak akan mempergunakan cara-cara Rei. Karena terbakar
cemburu, Rei main tancap gas dan akhirnya justru gagal.
Mending kalau sekadar gagal. Ini...kalah dengan cara yang
benar-benat memalukan! Kalau saja Rei itu bukan sahabatnya semenjak kecil, panggilannya
sudah berubah jadi '' Pengemis Cinta'' dari kemarin-kemarin!
Rei dan Bima. Keduanya memang tidak lagi sepenuhnya sama. Kali ini bagi Rei
lebih banyak cinta yang bicara. Sementara bagi Bima, tetap
sembilan puluh persen ego yang bicara, karena itu dia bisa
menyusun strategi dengan hanya melibatkan sedikit perasaan.
Hasilnya..... Jauh dari prediksi Langen dan Feni. Sama sekali bukan barbar
apalagi biadab. Bima justru melancarkan serangan yang dikemas
dalam strategi Smooth and Romantic. Satu strategi yang benarbenar jitu, brilian, cermat, dan.....cantik!
Dia tidak hanya menciptakan cover manis yang membuat tujuan
utamanya jadi terbungkus rapi tak terdeteksi, tapi langkah
pertama yang juga manis. Soalnya ada pepatah bilang, langkah
pertama adalah langkah yang menentukan.
Ada banyak jalan menuju Roma!
Bima menyeringai lebar. Untuk pertama kalinya sejak berjam-jam
lalu, dia bergerak dari posisi duduk bersila, kemudian turun dari
tempat tidur besarnya. Satu dari sekian banyak jalan ke Roma itu
telah dipilihnya. Jalan yang paling jauh dan paling ruwet. Jadi
siapa pun yang mencoba memberikan pertolongan, atau
mengikuti dari belakang, tidak akan pernah bisa menebak akhir
tujuan! Roma atau Milan" Venesia or Vatikan"
Pertempuran telah dimulai!Benar-benar telah dimulai! Di kubu
Bima yang di-backup Rangga, semua persiapan telah selesai
dilakukan. Senapan-senapan telah dalam keadaan terkokang.
Samurai dan bayonet telah diasah dan siap dihunuskan. Meriammeriam telah ditarik ke posisi yang telah ditentukan, siap
memuntahkan batu hitam. Sementara di kubu Fani yang dibackup Langen, meskipun selalu
dalam kondisi ready to war sejak berhari-hari sebelumnya, tapi
karena peta kekuatan lawan sama sekali tak terbaca, akibatnya
keduanya juga tidak dapat memprediksi bentuk serangan yang
akan mereka hadapi. Apakah lawan akan menggukan rudal jarak
jauh" Ataukan senjata biologi" Atau senjata kimia" Atau dengan
menggunakan tank" Pesawat tempur" Pasukan kavaleri" Pasukan
katak atau amfibi" Atau yang cukup satu kali tapi hasilnya dijamin
yahud. Nuklir! Asli, ternyata teknik yang digunakan Bima dan Rangga jauh dari
dugaan kedua cewek itu. Seseorang yang justru tidak tahumenahu perihal perang tersebut akan ikut terjun ke dalam kancah


Cewek Karya Esti Kinasih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertempuran. Ya, Rei ikut serta memeriahkan tanpa
menyadarinya. Rei meminta kedua sahabatnya membantunya mengembalikan
Langen. Maka dibeberkannyalah rencananya. Dan karena rencana
itu hanya menyangkut sang mantan, maka Fani harus
disingkirkan. Yang mendapatkan tugas untuk melakukan
penyingkiran itu, tentu saja Bima. Dalam pelaksanaannya nanti,
Bima akan dibantu Rangga.
Sudah pasti Bima dan Rangga langsung menjawab ''Oke!'',
disertai anggukan tegas. Tapi tanpa sepengetahuan Rei,
sebenarnya Rangga dan Bima punya tujuan sendiri.Dan untuk
menyesuaikan rencana rei tersebut, pertempuran akan
berlangsung dalam dua babak. Pertempuran yang akan dihadapi
Langen, dan pertempuran yang akan dihadapi Fani. Sendirisendiri!
*** Babak pertama!Tepat jam satu siang, kuliah berakhir. Langen dan
Fani berjalan bersisiran keluar kelas, tetap dengan kesiagaan
setinggi hari-hari kemarin. Tapi keduanya sama sekali tidak
menyadari perang telah dimulai hari ini. Saat ini!
Di tempat parkir mereka menemukan fakta, bahwa mereka tidak
mungkin bisa pulang. Tempat parkir masih selengang tadi pagi
saat Kijang itu ditinggalkan. Di kiri-kanannya masih tetap kosong.
Tapi persis di depan Kijang, ada mobil diparkir dengan jarak yang
benar-benar rapat. Kurang dari satu meter. Dan itu Jeep Rei!
Mobil memang bisa maju, mundur, belok kiri atau belok kanan.
Tapi belum ada mobil yang bisa geser kiri geser kanan. Jadi mau
tidak mau, Jeep itu harud dipindahkan.
''Kurang ajar! Cari gara-gara dia!'' desis Langen. ''Lo tunggu sini,
Fan. Bentar gue cari tuh orang! Apa sih maksudnya"''
Langen pergi dengan muka marah. Begitu dia menghilang di
koridor utama kampus dan Fani tinggal sendiri, dua pasang mata
yang sejak tadi terus mengawasi dari satu sudut tersembunyi,
segera bertindak. Bima lebih dulu. Dibuangnya bunga rumput
yang sedari dari digigitinya. Dia bangkit berdiri sambil menepuk
satu bahu Rangga. ''Gue duluan!'' ''Sip. Good luck!'' Bima menyelinap di antara mobil-mobil yang terparkir dan
menghampiri Fani dari arah belakang, tanpa suara.
''Halo, Sayang,'' bisiknya. Fani menoleh kaget dan kontan
terperangah. Bima menyambut dengan senyum. ''Ikut yuk" Aku
punya surprise untuk kamu.'' tangan kiri Bima langsung terlurur,
merangkul cewek di depannya.
''Nggak! Nggak!" Tolak Fani panik. ''Gue nggak seneng surprise!''
dia berusaha menyingkirkan tangan Bima yang memeluknya, tapi
tidak bisa. ''Diliat dulu, ya" Baru bilang nggak suka. Jangan langsung begitu.
Nanti kalo aku tersinggung, bisa gawat akibatnya. Oke"'' Bima
mengangkat kedua alisnya. ''Yuk.''
''Tapi.....tapi gue lagi nunggu Langen!'' Fani berusaha keras
mengerem langkah-langkah Bima.
''Biar dia pulang sendiri. Surprise ini cuma untuk kamu.''
Dengan paksa Bima menyeret Fani menuju Baleno hitam yang
diparkir dekat rumpun asoka, memaksanya masuk dan tak lama
Baleno itu melesat meninggalkan tempat itu. Tertawa pelan,
Rangga memerhatikan adegan itu dari balik kaca mobil. Setelah
kedua orang itu pergi, dengan cepat dia berlari menghampiri Jeep
Rei. Dia melompat ke belakang setir dan sedetik kemudian Jeep
itu melesat meninggalkan tempat parkir. Tak lama Rangga
kembali dengan Jeep lain dan memarkirnya tepat di tempat Jeep
Rei tadi terparkir, setelah itu melompat turun dan kembali ke
tempat persembunyian. Langen baru sekali ke fakultas perminyakan dan sebenarnya ogah
dua kali. Tapi yang kedua kali ini mau tidak mau harus dilakukan.
Tidak ada yang lebih sial selain menemukan Rei di tengah
segerombolan besar teman-temannya, yang anehnya minus Bima
dan Rangga. Ruangan yang tadinya bising karena hampir semua isinya
berbicara, langsung berubah senyap begitu Langen muncul di
ambang pintu. Siulan-siulan nyaring segera terdengar di sanasini. Rei dan Langen saling tatap. Rei dengan ekspresi pura-pura
terkejut, agar tak terbaca bahwa ini telah diatur sebelumnya.
Sementara Langen tentu saja dengan roman perang.
''Tolong singkirin mobil lo! Gue mau pulang!'' cewek itu to the
point. Kedua alis Rei menyatu.
''Singikirin gimana maksudnya.''
''Lo nggak usah pura-pura deh! Mobil lo rapet di depan mobil gue!
Gue nggak bisa keluar!'' ''Tapi hari ini gue lagi nggak bawa mobil, La. Udah dua hari tuh
mobil nginep di bengkel. Gue dijemput Rangga tadi pagi. Lagian
kalo gue bawa, gue selalu parkir di sini. Nggak pernah di depan
rektorat. Lo salah liat, kali"''
''Nggak mungkin! Gue apal mobil lo!''
''UUUUU!'' langsung terdengar koor kompak dan nyaring.
''Dia masih apal mobil lo, Rei!'' celetuk salah satu teman Rei.
''Itu berarti dia sebenernya masih cinta!'' yang lain menyambung.
Muka Langen langsung merah. Rei menghentikan celetukan
teman-temannya. ''Dia bukannya masih cinta sama gue. Justru saking udah nggak
cintanya, sampe berhalusinasi ngeliat mobil gue.''
''Bukan halusinasi! Itu jelas-jelas Jeep elo!'' bantah Langen
hampir menjerit. ''Kita liat aja kalo gitu.'' Rei melangkah keluar. Seluruh isi ruangan
segera mengekor di belakangnya. Langen yang paling akhir,
berjalan sambil cemberut.
Begitu sampai di tempat parkir, Langen tertegun tak percaya. Di
depan Kijang-nya bukan lagi Jeep Rei.Rei balik badan.
Menatapnya dengan kedua alis terangkat tinggi.
''Ini bukan Jeep gue.'' ''Tapi....tadi....'' Langsung terdengar gemuruh ''UUU'' yang diikuti dengan
celetukan-celetukan. ''Yang diparkir mobilnya siapa, yang dicari siapa!''
''Sengaja, kaliii" Orang itu jelas-jelas bukan Jeep-nya Rei!''
''Yang namanya kata hati emang nggak bisa disangkal. Otomatis
semua Jeep jadi keliatan seperti Jeep-nya dia yang sesungguhnya
masih kucinta dalam hatiku!''
''ihik! Ihik!'' ''HUAAAA!!!'' ''Tangisan'' salah satu teman Rei yang melengking gila-gilaan
membuat Langen akhirnya naik darah. Dan meskipun yang
memberikan komentar teman-temannya yang lain, cowok itu
yang kena semprot. ''Tadi jelas-jelas Jeep elo! Gue nggak mungkin salah liat! Lo pasti
udah sekongkol! Pasti ada yang mindahin itu Jeep waktu gue
pergi!'' ''Oke deh. Oke!'' Rei mengangkat kedua tangannya. ''Gue nggak
mau dituduh dua kali!'' dia menoleh ke kerumunan temannya.
''Jeep siapa nih"'' ''Edgar kayaknya. Anak mesin,'' jawab salah satu. ''Tapi tuh anak
sama sekali nggak mirip elo, jack. Jeep-nya apalagi! Kok mantan
lo ini bisa salah liat sih"''
''Diem lo!'' bentak Langen.Cowok itu menyeringai dan
mengedipkan satu matanya.
''Lo tunggu sini, La. Sebentar gue cari Edgar!'' ujar Rei. Cowok itu
berjalan dengan langkah-langkah cepat menuju koridor utama
kampus, meninggalkan Langen sendirian. Langen langsung buang
muka begitu teman-teman Rei memandanginya sambil
tersenyum-senyum. Tak lama Rei kembali. Segera
dipindahkannya Jeep di depan Kijang Langen jauh-jauh.
''Oke, udah gue pindahin. Sekarang lo bisa pulang.''
Tapi Langen tidak mendengar. Soalnya mendadak dia menyadari
sesuatu. Seketika cewek itu menatap berkeliling dengan
panik.Fani raib!Ruangan di depan Kijang-nya sekarang kosong.
Tapi Langen malah berlari pergi dengan terburu-buru. Setelah
sekali lagi menatap ke semua sudut areal parkir, dia menghilang
koridor utama kampus. Seketika kerumunan teman Rei
berkomentar ramau melihat itu.
''Kaaaan" Gue bilang juga apa" Cuma alasan aja dia. Tujuan
utamanya cari perhatian!''
''Kalo pengen balik, bilang aja.''
''Iyaaa. Kalo masih cinta, bilang ajaaa.''
Komentar-komentar itu diucapkan dengan keras. Sengaja, supaya
sampai di telinga Langen. Dan memang sampai. Jelas malah.
Langkah-langkah setengah berlari Langen seketika terhenti.
Hampir dia balik badan dan kembali ke tempat parkir lalu
berteriak bahwa itu sama sekali tidak benar! Tapi kemudian dia
ingat, ada masalah yang jauh lebih gawat. Fani lenyap tanpa
bekas. Langen berlari ke sana kemari, tapi tak satu pun orang-orang
yang ditanyainya tahu keberadaan Fani. Setelah hampir satu jam
berlarian, naik-turun tangga, memeriksa setiap ruangan yang
dilewati, akhirnya cewek itu menyerah. Bisa tewas kalau
memaksakan diri memeriksa seluruh gedung dan ruangan yang
ada di areal kampus. Langen kembali ke tempat parkir. Mengintip dulu dari balik salah
satu dinding untuk memastikan Rei dan teman-temannya sudah
pergi, baru berjalan ke mobil. Karena tak tahu lagi ke mana harus
mencari, maka tidak ada lagi yang bisa dilakukan Langen selain
menunggu. Cewek itu duduk gelisah di belakang setir sambil sebentarsebentar menatap berkeliling. Hal pertama yang disesalinya
adalah keterlambatannya menjemput Fani tadi pagi. Jadi saat
sahabatnya itu menyadari ponselnya tertinggal di meja kamar,
tidak ada waktu untuk kembali. Dan sekarang percuma saja
dihubunginya nomor itu, karena yang mengangkat sudah pasti si
Ijah. Langen tidak tahu, kalaupun ponsel itu tidak tertinggal, Fano
tetap tidak akan bisa dihubunginya. Soalnya Bima tidak akan
membiarkan Langen tahu di mana keberadaan sahabatnya.
*** Di sudut areal parkir Fakultas Kedokteran, yang gedungnya
terletak di areal kampus paling belakang, berbatasan langsung
dengan halaman belakang sebuah rumah sakit swasta, Fani
terjebak dalam Baleno berkaca gelap. Meringkuk ketakutan di
sebelah Bima. Tubuhnya melekat di pintu rapat-rapat. Tidak bisa
membuka pintu lalu melarikan diri, karena jangkauan pintu di
sebelahnya itu cuma lima belas senti. Lebih dari itu, Audi biru
yang diparkir di kiri mereka akan mendapatkan tambahan
aksesori, berupa garis-garis horisontal atau biasa disebut baret.
Atau kalau tidak, lekukan tak beraturan ke arah dalam, atau biasa
disebut penyok! Buntutnya bukan cuma tetap tidak bisa melarikan
diri, tapi dia juha akan ditagih selembar kuitansi reparasi. Jadi
lebih baik ambil risiko yang paling kecil.
Bima sengaja berdiam diri agak lama untuk menciptakan suasana
horor. Setelah intensitas ketakutan di dua manik mata yang terus
menatapnya lurus-lurus itu sampai di ambang yang telah dia
tentukan, cowok itu baru buka suara. Tentu saja dengan sikap
seolah-olah dia tidak menyadari ketakutan itu sama sekali.
''Aku punya sesuatu buat kamu,'' katanya. Diulurkannya satu
tangannya ke jok belakang, diambilnya sebuah bungkusan, lalu
diulurkannya ke Fani. ''Mudah-mudahan kamu suka.'
'Fani menatap bungkusan besar berbentuk permen itu dengan
jantung berdetak kencang.
''Gue nggak.....'' ''Aku!'' ralat Bima seketika ''Yang sopan!''
Seketika Fani jadi cemberut, tapi tidak bisa berbuat lain kecuali
terpaksa menunjukkan sikap kooperatif.
''Aku nggak lagi ulang taun!'' ucapnya ketus. Bima tersenyum
lebar. ''Siapa bilang ini hadiah ulang tauh" Tadi aku udah bilang, kan"
Ini surprise.'' ''Tapi gue, eh, aku.....nggak seneng surprise, tau!''
''Dibuka dulu, oke"'' Bima meletakkan bungkusan itu di pangkuan
Fani. Gugup, tegang, cemas, Fani membuka bungkusan di
pangkuannya pelan-pelan. Bersiap-siap untuk kemungkinan
terburuk. Seekor ular berbisa tiba-tiba melongokkan kepala lalu
menggigit tangannya, sebilah pisau tajam tiba-tiba melejit keluar
lalu menancap di dadanya, atau apa pun yang membuat
hidupnya tamat saat ini juga. Tapi ketika bungkusan itu terbuka,
dia justru jadi tertegun.Boneka kucing"
''Boneka kucing"'' tanyanya bego.
Bima tersenyum lembut lalu bicara dengan nada yang juga
lembut. ''Iya. Aku tau kamu sangat sangat suka kucing.''
''Eee...iya sih. Tapi kucing yang hidup.'' Pelan jemari Fani
menyentuh boneka di pangkuannya. Halus dan lembut. Benarbenar seperti bulu kucing yang hidup.
Ketegangan Fani langsung hilang. Dibelainya boneka kucing
berwarna oranye itu dengan kerinduan akan sesuatu yang pernah
dimilikinya dulu. Cewek itu memang pencinta berat kucing, tapi
selama ini tidak kesampaian untuk memelihara. Setelah
Garfield___satu-satunya kucing yang pernah dimilikinya___mati
karena sakit, mamanya melarang memelihara kucing lagi. Garagaranya si Garfield membuat semua sofa di ruang tamu jadi
berumbai-rumbai dan kain gorden pada mbrodol.
Bima berusaha keras menahan tawa ketika kemudian Fani
memeluk boneka kucingnya erat-erat. Sepasang matanya yang
berbinar jadi memunculkan keharunan.
''Aku anter pulang, ya" Udah lama kita nggak pernah lagi pulang
sama-sama.'' Pertanyaan Bima tak terjawab karena Fani sedang asyik
menempelkan kedua pipinya bergantian di bulu-bulu lembut
boneka barunya. Perlahan Bima menginjak pedal gas dari Baleno
itu kemudian meninggalkan tempat parkir tanpa Fani
menyadarinya. ''Garfield warna bulunya juga begini. Tapi badannya nggak
segede gini. Ini sih anak macan!''
Kalimat itu membuat Bima tak bisa lagi menahan tawa. Tapi
tawanya itu menyebabkan ekspresi Fani langsung berubah.
''Tapi tetep lebih bagus kucing hidup!'' sambungnya dingin.
''Kucing hidup itu bisa nyakar, Sayang,'' ucap Bima lembut. ''Dan
bawa penyakit, kan" Bahaya buat cewek.'' diteruskannya topik
pembicaraan tentang kucing agar cewek disebelahnya itu tidak
menyadari bahwa mereka telah jauh meninggalkan tempat parkir.
Akhirnya mobil berhenti tepat di depan rumah Fani. Cewek itu
turun masih sambil memeluk erat-erat boneka kucing pemberian
Bima. ''Terima kasih ya"'' ucapnya kikuk. Dan wajahnya seketika
memerah. ''You're welcome, honey,'' Bima menjawab, lagi-lagi dengan nada
yang begitu lembut. ''Sampe ketemu di kampus besok ya" Bye.''
Begitu mobil Bima berllau dari hadapannya, Fani langsung berlari


Cewek Karya Esti Kinasih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masuk halaman sambil menjerit nyaring.
''Ijaaah! Gue dibeliin bonekaaa!!!''
Bima yang masih sempat mendengar jeritan itu kontan tertawa. I
got you! Desisnya puas.Ijah berlari kelua dengan sodet di tangan.
''Apaan, Non"'' ''Gue dibeliin boneka kucing. Nih!'' Fani memamerkan boneka
barunya. Ijah terbelalak.
''Idih, capek amaaat" Siapa yang beliin, Non" Mas Genderuwo ya"
Ih, baik ya dia"'' dibuntutinya majikannya ke dalam. ''Pasti mahal
deh. Gede banget gitu. Bagus, lagi!''
''Heh! Jangan pegang-pegang. Tangan lo berminyak, tau!'' sentak
Fani begiru Ijah mengulurkan tangan.
''Ntar Ijah pinjem ya, Non"''
''Pinjem"'' Fani melirik dengan pandang dingin. ''Enak aja!''
''Pelit! Eh tadi Mbak Langen nelepon sampe tiga kali, Non.
Kayaknya dia kuatir banget.''
Seketika Fani memekik.''Aduh, iya! Lupa gue tuh anak masih di
kampus!'' Ditepuknya kening keras-keras. ''Mampus deh! Dia pasti
ngamuk!'' Sepertinya prediksi para pengamat olahraga tinju, smackdown,
dan lain-lainnya itu, bahwa Bima akan menang mutlak, akan jadi
kenyataan. Soalnya, selain Fani benar-benar senang dengan
surprise yang diberikan Bima, tuh cewek langsung lupa pada
sahabatnya yang sedang menunggu dengan setres di tempat
parkir kampus.Tiba-tiba telepon berdering. Fani langsung berlari
menghampiri. ''Lo ke mana aja sih!"'' seru suara di seberang begitu Fani bilang
''halo''. ''Eh, itu, La....'' Fani jadi malu mau ngomong. ''Tadi gue dikasih
boneka sama Bima.'' ''Apa!"'' Langen kontan memekik. ''Lo pergi sama Bima" Lo
gimana sih" Ketemu di mana lo sama tuh orang!"''
''Ya di tempat parkir. Waktu lo pergi nyari Rei, tau-tau dia udah
ada dibelakang gue. Nggak tau nongol dari mana. Trus gue diajak
pergi. Katanya dia punya surprise buat gue.''
''Trus lo mau, gitu" Lo gimana sih, Fan"''
''Jangan nuduh sembarangan, La! Lo kayak nggak tau dia aja.
Gue ditarik ke mobil. Lo tau sedan item yang diparkir deket
pohon asok" Itu mobilnya dia! Mendingan lo ke sini aja deh. Ntar
gue ceritain semuanya.'' ''Trus lo diajak ke mana"''
''Deket. Cuma ke tempat parkir fak kedokteran. Aneh, kan" Gue
aja heran. Gue kirain bakalan pergi ke mana, gitu. Yang jauh.
Nggak taunya cuma ke situ. Dan kami juga cuma sebentar di
sana. Dia cuma mau ngasih surprise itu doang. Biar nggak diliat
orang.'' ''Apaan surprise-nya"''
''Boneka kucing. Lucu banget deh, La. Persis banget si Garfield.
Lo liat ke sini deh!'' Fani tidak bisa menyembunyikan
kegembiraannya. ''Bima nggak ngomong apa-apa" Nanya-nanya apa, gitu"''
''Nggak. Cuma ngasih boneka itu aja. Trus dia nanya gue suka
atau nggak. Udah. Tadinya gue pikir dia bakalam nanya-nanya
soal kebut gunung atau soal Salsha. Ternyata nggak sama
sekali.'' ''Masa gitu doang" Aneh! Ya udah deh.''
Langen menutup telepon dengan jidat yang bukan keriting lagi.
Kribo! Soalnya ini benar-benar aneh. Tapi baru lima meter Kijangnya bergerak, mendadak diinjaknya rem, kemudian disambarnya
ponselnya di dasbor. ''Fan! Jauhin itu boneka! Cepet!'' jeritnya sebelum Fani sempat
buka mulut. ''Emangya kenapa"'' ''Lo inget legenda Kuda Troya"''
''He-eh.'' ''Makanya! Jauhin tuh boneka! Gue ke rumah lo sekarang!''
Telepon langsung ditutup. Fani terbengong-bengong. Dan makin
bengong lagi begitu setengah jam kemudian Langen tiba dengan
heboh. Cewek itu mengerem mobilnya mendadak, membuka
pintu, meloncat turun, menutup pintu dengan bantingan, dan
berlari terbirit-birit masuk halaman. Cuma dalam hitungan kurang
dari sepuluh detik, sahabatnya itu sudah berdiri di hadapannya.
''Mana" Mana" Mana bonekanya" Mana cepet! Gue mau liat!''
panik banget Langen ngomongnya. Sampai loncat-loncat.
''Ngapain sih lo" Santai aja kenapa"''
''Santai! Santai! Ini masalah hidup dan mati, tau!''
Kening Fani kontan berkerut.
''Emangnya apa hubungannya"''
''Udah, mana bonekanya" Cepetaaan!''
''Iya! Iya!'' Fani bangkit dari kursi teras, tempat dia duduk
ternganga menyaksikan reaksi Langen.
Saat boneka itu disodorkan, Langen juga sempat terpesona. Tapi
hanya sedetik. Bayangan Bima membuat pandangannya seketika
berubah total. Dibalik-baliknya boneka kucing itu. Diamatinya
dengan sangat teliti. ''Ijaaah! Ambilin piso yang tajem! Buruan!''
''Mau lo apain"'' tanya Fani curiga.
''Dibredel. Liat dalemnya.''
''Gila lo!'' Fani ternganga. ''Jangan! Jangan!''
''Boneka ini pasti ada apa-apanya, Fan. Lo jangan liat cakepnya.''
''Bukan gitu, La. Ntar kalo Bima nanya bonekanya mana, gimana
gue jawabnya"'' ''Jadi gimana"'' ''Tadi udah gue periksain. Gue pencet-pencet dari kepala sampe
ujung buntut. Sampe tiga kali! Nggak ada apa-apanya. Nggak
terasa ada something yang mencurigakan. Kalo lo masih nggak
yakin, kita periksa lagi aja deh. Kalo emang dalemnya dimasukin
apa-apa, pasti kan ada bekas jaitannya.''
''Iya, ya"'' kedua alis Langen menyatu. ''Iya , bener. Ya udah.
Yuk, kita periksa.'' Boneka kucing itu kemudian diletakkan di atas bagian karpet
yang terkena sinar matahari. Langen duduk di salah satu sisi, Fani
di sisi satunya. Dengan saksama keduanya mulai menyibak bulu
boneka kucing itu mili demi mili. Mencari-cari bekas jaitan yang
mencurigakan. Tapi ternyata tidak ada. Ijah yang datang dengan
pisau di tangan, menatap bingung.
''Kenapa" Kenapa" Tanyanya sambil berlari mendekat lalu
berjongkok di antara Langen dan Fani. Ia ikut memerhatikan
boneka kucing itu dengan serius. ''Masa ada kutunya sih" Nggak
mungkin ah. Ini kan boneka!''
Langen dan Fani serentak mengangkat kepala dan menatap Ijah
dengan jengkel.''Ganggu aja lo!'' dengus Langen.
''Sana! Sana!'' usir Fani. ''Kepala lo ngengelapin, tau!''
''Ada apaan sih"'' Ijah bergeming. Dia penasaran ingin tahu
''Ngeliatinnya kok sampe kayak gitu" Belom pernah punya boneka
kayak gini, ya" Kasian amat!''
Langen dan Fani mengangkat kepala bersamaan lagi. Detik
berikutnya tubuh Ijah terjengkang ke belakang.
''Kurang ajar!'' dengus keduanya bersamaan.Tiba-tiba Langen
tersentak. ''Ya ampun! Iya, Fan!'' ''Apaan!" Apaan!"'' Fani langsung waswas.
''Ini pasti voodoo! Iya, bener! Udah nggak salah lagi..... Pasti
voodoo!'' ''Ah! Voodoo itu justru dia yang pegang bonekanya, lagi! Bukan
gue. Lagian juga kalo voodoo tuh bonekanya bentuk orang yang
mau di-voodoo. Bukan boneka kucing! Gimana sih lo"''
''Oh, iya, ya"'' Langen menepuk keningnya. ''Bego gue! Jadi ini
maksudnya apa don g"'' ''Nggak ada maksud apa-apa kali, La. Ya cuma ngasih doang.''
''Tampang kayak Bima" Nggak mungkin! Udah pasti nih boneka
ada apa-apanya!'' ''Ya udah, kita tunggu aja. Kalo besok-besok gue mendadak sakit,
atau tiba-tiba gue jadi tergila-gila banget sama Bima, berarti
bener. Nih boneka emang ada apa-apanya!''
Cantik memang langkah pertama yang dilakukan Bima. Bukan
cuma tidak terbaca apa maksud dibalik tindakannya, tapi itu juga
mulai mengubah pendangan Fani tentang dia. Meskipun cuma
sedikit, perubahan itu akan melemahkan kewaspadaan!
Babak kedua! Kekalahan telak. Sayangnya Langen dan Fani sama sekali tidak
menyadarinya. Mereka meningkatkan kewaspadaan hanya karena
insting mereka mengatakan sepertinya telah terjadi sesuatu dan
kembali akan terjadi sesuatu. Sayangnya, ''sesuatu'' itulah yang
sama sekali tidak mereka ketahui.
Saat ini yang sedang mereka awasi dengan ketat adalah gerakgerik Rei dan Bima. Padahal itu salah besar, karena kali ini
Rangga-lah yang memegang peranan.
Apa yang diinginkan Rei adalah A, dan apa yang diinginkan Bima
adalah B, dan jadi tugas Rangga untuk mencari cara agar dua
keinginan yang berbeda itu bisa terlaksana dalam waktu yang
sama. Dan Rangga sudah menyiapkan skenarionya.
Sebagai pembukaan babak kedua ini, ketiga cowok itu akan
jarang terlihat bersama-sama, dan akan berakting seolah mereka
sangat sibuk, jadi tidak hanya waktu untuk merencanakan
macam-macam seperti yang telah dituduhkan kedua lawan
mereka lewat sorot mata. Gimana Langen dan Fani nggak bingung, coba" Mereka telah
mengangkat senjata tinggi-tinggi, tapi musuh-musuh mereka
malah sibuk berlalu-lalang dengan buku-buku tebal di tangan,
atau berjaket lab dengan tabung-tabung reaksi dalam
genggaman. Kali lain mereka menemukan salah satu musuh
sedang serius berdiskusi dengan dua atau tiga teman, sementara
yang lain membaca buku sendirian di pojok-pojok sepi atau
terhalang. Begitu sibuk dan seriusnya Rei cs, sampai sekadar menoleh pun
mereka tidak sempat lagi. Akhirnya Langen dan Fani terpaksa
menurunkan lagi senjata yang sudah mereka acungkan tinggitinggi. Kewaspadaan mereka pelan-pelan mengendur. Janganjangan perang sudah selesai" Atau jangan-jangan sebenarnya
malah sama sekali tidak ada perang"
Rei cs pilih menahan senyum dan meneruskan aksi serius dan
sibuk mereka. Tidak ada yang lebih seru daripada
mempermainkan lawan yang bingung.
Dalam babak kedua ini juga akan ada kehadiran satu bintang
tamu yang akan ikut memeriahkan jalannya pertempuran, tentu
saja tanpa si bintang tamu itu tahu.
Ada budi ada balas. Itu sebabnya kenapa ada Dekha di babak
kedua ini. Dekha anak teknin kimia yang pernah jadi teman
sekelas Rangga di SMA dulu, yang akhirnya berhasil mendapatkan
Shanti, cewek cakep yang berbulan-bulan diincarnya.
Keberhasilan Dekha tak luput dari campur tangan Rangga.
Sebagai balas budi, setiap kali engkongnya yang punya kebun
luas di pinggir Jakarta panen durian, Dekha mempersilakan
Rangga untuk makan sampai pingsan.
Momen inilah yang akan dimanfaatkan.Setelah mencari ke sana
kemari, akhirnya Rangga menemukan cucu juragan durian itu di
sebuah lab. Dekha sedang serius menekuri tabung-tabung reaksi
dan selembar kertas di meja di depannya. Rangga segera
menghampiri.''Serius bener" Ngapain lo" Bikin bom"''Tanpa
mengangkat kepala, Dekha menjawab pelan, ''Sst, jangan bilangbilang. Gue lagi bikin lemper!''
Rangga menyeringai, ketawa pelan. ''Kha, gimana acara makan
durennya nih" Gue liat udah banyak yang numpuk di pinggirpinggir jalan.''
''Oh, iya.'' Dekha langsung menghentikan kesibukannya. ''Sori,
gue lupa ngasih tau elo. Besok Jumat. Ajak dong cewek lo sekalisekali. Jangan sendirian terus. Malu lo ya, ketauan maruk duren
gratis"'' ''Siapa juga yang nggak maruk sama duren gratis" Tapi sekarang
gue mau ngajak temen nih. Bima sama ceweknya. Bisa, nggak"''
''Bisa aka. Rei nggak sekalian"''
''Dia lagi patah hati. Percuma diajak. Nggak bakalan bisa bedain
duren sama kedondong.'' Dekha ketawa. Dia lalu menunduk, menyambung kembali
kesibukannya.Rangga bangkit dari kursi. ''Oke deh, Ka. Thanks
banget. Sori ngeganggu.'' ditepuknya bahu Dekha lalu melangkah
keluar. *** Seluruh persiapan selesai dilakukan. Namun karena adanya
perbedaan kepentingan dan tujuan, Rangga terpaksa
mengadakan dua kali pembicaraan. Sekali dengan kehadiran
lengkap Rei dan Bima. Tapi Bima hanya jadi pendengar karena
topik pembicaraan adalah Langen. Dan pembicaraan yang lain
dilakukan Rangga hanya dengan Bima. Dengan topik, jelas saja
Fani. Langkah selanjutnya adalah melaksanakan rencana masingmasing eksekutor. Rangga akan ada bersama Rei, sedangkan
Bima akan dibantu Dekha. Dan kalau semuanya berjalan sesuai
rencana, maka kiamat untuk Langen akan segera tiba. Sementara
Fani tinggal menunggu hari kapan dia akan dieksekusi!
*** Dan hari inilah pelaksanaaan rencana itu!Rangga berjalan menuju
kelas Dekha. Langkahnya yang semula normal segera diubahnya
menjadi tergesa-gesa saat akan mendekati kelas yang dituju.
''Kha, sori banget nih. Gue batal ikut. Kudu cabut. Ada urusan
mendadak. Tapi Bima jadi kayaknya. Dia ada di ruang senat,''
katanya sambil bergegas menghampiri Dekha.
''Kok kayaknya"'' ''Gue belom sempet bilang ke dia. Ntar lo tanya aja, mau ikut apa
nggak.'' ''Iya deh.'' Dekha mengangguk tanpa curiga.
''Ya udah. Gue cuma mau ngasih tau itu. Cabut dulu, Kha.
Emergency banget nih!'' ''Yoi!'' Rangga keluar ruangan kembali dengan langkah tergesa-gesa.
Cowok itu langsung hilang begitu sebuah dinding telah
menghalanginya dari pandangan Dekha. Beberapa saat
kemudian, ketika matanya menangkap sosok Bima yang sedang
berdiri menunggunya di pintu ruang senat, diacungkannya kedua
ibu jarinya. Tanda semua berjalan sesuai rencana.
Bima mengangguk dan segera meninggalkan ambang pintu
tempat dia berdiri. Cowok itu berjalan menuju kelas Fani.
Sementara Rangga lanjut ke tempat parkir di depan rektorat,
melakukan bantuan terakhirnya untuk Bima sebelum kemudian
giliran Rei yang harus dibantunya.
Langkah selanjutnya benar-benar spekulasi. Rangga berharap,
tingkat kewaspadaan Langen dan Fani yang tidak lagi setinggi
hari-hari kemarin akan membuat kedua cewek itu lengah.
Sementara itu Bima berspekulasi, apa yang dia berikan akan
membawa Fani padanya. Dan untuk memperbesar kemungkinan
keberhasilan spekulasinya itu, cowok itu sengaja berlama-lama di
kelas Fani, yang juga kelas Langen itul tindakan itu juga
dilakukannya untuk sedikit memperbaiki citra diri. Terutama di
depan cewek-cewek yang berpikir rasional, yang tidak kepincut
dengan tampang dan penampilan, yang menganggap semua


Cewek Karya Esti Kinasih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kebrengsekannya sudah cukup sebagai alasan untuk
memasukkannya ke dalam krematorium dalam keadaan hidup!
Jadi, Bima harus memberi kesan bahwa meskipun tampangnya
sangar dan sifatnya cenderung prosesif, playboy, egois, dan
kecenderungan-kecenderungan negatif lainnya, semua itu tidak
sepenuhnya benar.Contohnya adalah apa yang sedang
dilakukannya saat ini. *** Di menit ketujuh belas, Rangga bersembunyi di belakang deretan
mobil para dekan saat kedua orang yang ditunggunya datang.
Langen dan Fani turun dari Kijang tanpa firasat apa pun.
Keduanya kemudian berpisah di tempat parkir.
Spekulasi Rangga berhasil!Sebelumnya, kepada pemilik kios
fotokopi yang jadi langganan Langen dan Fani, Rangga telah
meminta agar diktat di difotokopi Langen baru bisa selesai pagi
ini. Permintaan yang bukan hanya disampaikan dengan
menggunakan kata-kata, tapi juga sedikit cinderamata.
''Gue ambi fotokopian dulu, Fan.''
''Belom" Lama amat"''
''Tau tuh. Lo duluan deh.''
''Oke. Daaah!'' ''Dah.'' Begitu Langen dan Fani saling melambaikan tangan, tanpa buang
waktu lagi Rangga segera meninggalkan pos pengintaiannya. Dia
berjalan cepat menuju kelas kedua cewek itu, lalu melintas juga
dengan cepat di luar ruangan. Harus dengan cepat, untuk
meminimalisasi saksi mata yang melihatnya berada di tempat ini
di saat yang bersamaan dengan Bima.
Bima, yang sedang ngobrol dengan Ruben, salah satu teman
sekelas Fani, dan sengaja duduk menghadap koridor, segera
mengakhiri obrolan mereka begitu dilihatnya kelebat bayang
Rangga. Diliriknya jam tangannya lalu pura-pura kaget.
''Gue harus balik dulu, Ben,'' ucapnya sambil bangkit berdiri.
''Bentar lagi masuk.'' ''Iya deh. Nggak ada pesen"''
''Nggak. Gue udah titip ke Dhila. Thanks ngobrolnya.''
''Oke!'' Dengan langkah cepat Bima meninggalkan kelas Fani. Orang
yang ditunggunya muncul tidak berapa lama kemudian, dan
langsung disambut satu berita.
''Fan, tadi Bima ke sini. Nungguin elo sampe lama. Dia titip ini ke
gue. Suruh kasih elo kalo ntar lo udah dateng,'' ucap Dhila sambil
membuka tasnya. ''Bima ke sini"'' dengan alis terangkat tinggi, Fani menghampiri
Dhila. ''He-eh. Ngobrol sama Ruben sambil nungguin elo. Nih.''
Sebuah tas plastik putih disodorkan Dhila. Fani menerima dan
buru-buru berjalan ke kursi yang biasa didudukinya. Tergesa
dibukanya tas plastik itu. Ada kotak di dalamnya. Dan begitu
kotak itu terbuka, hampir saja cewek itu memekik. ''Kucingkucing'' mungil berderet di dalamnya dengan berbagai pose dan
warna. ''Ih, ya ampun! Lucuuu!'' desisnya dengan kedua mata berbinar.
Secarik kertas terselip di antara dua ''kucing''.
Honey yang ketemu baru ini. Sebenernya ada banyak, cuma
nggak tau pada jalan-jalan ke mana. Nanti kalo ada waktu, aku
cari yang lainnya. Oke" Mudah-mudahan kamu suka.
Dimasukkannya kembali kotak itu ke tas plastik. Dan tanpa
berpikir lagi, Fani berdiri lalu berlari keluar. Mencari sang
pengirim kucing-kucing porselen itu. Bima berhasil ditemukannya
di ruang senat Fakultas Perminyakan.Spekulasi Bima
berhasil!Belum ada sepuluh menit dia berada di ruang senat
fakultasnya, mangsa yang ditunggunya datang dan dengan
sukarela memasukkan dirinya sendiri di dalam jebakan.
''Hai!'' Bima menoleh dan pura-pura terkejut. ''Hai,'' balasnya lembut.
''Aku udah terima.'' Fani menggoyang-goyangkan tas plastik di
tangannya dengan riang. Bima tersenyum lebar di luar, tapi
menyeringai di dalam. ''Suka"'' ''He-eh. Makasih ya"'' Fani melangkah masuk. ''Kemaren-kemaren
kayaknya sibuk banget deh.''
''Lagi banyak banget tugas. Aku nunggu lama di kelas kamu tadi.''
''Langen datengnya kesiangan.'' Fani menatap seisi ruangan.
Bingung di mana akan duduk. Setumpuk diktat bertengger di
sebuah kursi. Kursi yang lain ''diduduki'' sebuah carrier besar.
Sementara kursi yang lainnya lagi memangku sebuah kotak berisi
sebuah stoples besar. Stopleas itu berisi cairan hitam pekat dan
sangat kental. Minyak mentah. Satu-satunya kursi yang
menganggur dalam keadaan cacat. Salah satu kakinya patah dan
disambung dengan besi lalu diikat kawat. ''Gue duduk di mana
nih"'' Bima memandang berkeliling. Pura-pura bingung. Padahal
sengaja dibuatnya ketiga kursi itu berpenghuni, karena dia butuh
alasan untuk menjalankan misinya, yaitu mematikan ponsel yang
menggantung di dada Fani!
''Di sini aja. Ini kuat. Baru dibenerin Andreas tadi pagi.'' ditariknya
kursi cacat itu ke depan Fani.
''Bener nih"'' Fani menatap kursi itu dengan ragu, tapi akhirnya
didudukinya juga. Seketika tubuhnya terhuyung hampir jatuh.
Bima buru-buru menangkap dengan satu tangan sementara
tangannya yang lain, tanpa kentara, meraih ponsel Fani lalu
menon-aktifkannya. ''Sah. Nggak kuat!'' cowok itu pura-pura ketawa. ''Di meja ajalah,''
katanya sambil menyingkirkan kertas, buku, bolpoin, dan segala
maca, benda dari atas salah satu meja. Dia tersenyum samar saat
melirik kucing di layar ponsel Fani telah menghilang.
Fani melangkah mendekati meja lalu bertengger di salah satu
sisinya. Kemudian terjadilah obrolan ringan dan akrab. Untuk
pertama kalinya! Bima sengaja menahan topik pembicaraan di
sekitar area ''kucing'', agar mangsanya ini merasa nyaman
bersamanya sampai Dekha datang. Dan sekali lagi spekulasinya
berhasil. Fani tetap betaj duduk di tempat sampai akhirnya Dekha
muncul di ambang pintu. Cowok itu tampak buru-buru.
''Bim, lo mau nggak"''
''Ke mana"'' ''Makan duren di kebun engkong gue. Gratis nih. Yuk, buruan!''
''Wih! Oke banget tuh!'' Bima berlagak amat sangat surprise.
''sekarang"'' ''Iya, sekarang. Temen-temen gue udah nunggu. Lo semobil
sama gue aja. Masih ada tempat. Soalnya kalo sampe berderet
tiga mobil yang dateng, ntar engkong gue ngira kebonnya mau
dijarah. Yuk, cepet!'' ''Oke, sip!'' Bima bergegas berjalan ke sudut, menyambar
ranselnya. ''Yuk, Fan! Asyik nih. Makan duren gratis!''
''Tapi aku ada kuliah. Lagian juga....''
''Sekali-kali cabut kan nggak apa-apa. Ini kesempatan langka!''
Bima meraih pinggang Fani, menariknya dari atas meja, lalu
mengajaknya mengejar Dekha yang sudah berjalan pergi.
*** Dari rumah engkong Dekha yang benar-benar bergaya Betawi
asli, mereka masih harus berjalan kaki kira-kira satu setengah
kilometer. ''Enakan makan di deket pohonnya, Fan,'' kata Bima sambil
meraih tangan Fani. Yang lain mengiyakan.
''Deket kok. Cuma satu setengah kiloan, lebih-lebih dikitlag,'' kata
Dekha. Juga sambil menggandeng ceweknya.
Cuma satu setengah kilometer, kalau jalannya rata memang tidak
masalah. Tapi kalau jalannya naik-turunm lama-lama kaki keriting
juga! ''Digendong aja, ya"'' kata Bima. Setelah untuk yang kesekian
kali, di jalan menanjak yang kesekian kali pula, dia harus menarik
Fani dengan dua tangan. Soalnya kalau cuma dengan satu
tangan, badan Fani akan oleng ke sana kemari, mirip layangan
putus. Fani geleng kepala. Tidak bisa langsung menjawab karena
napasnya amburadul. ''Malu, lagi!'' jawabnya sesaat kemudian.
''Daripada begini. Jalan aja udah nggak bener. Muka kamu juga
udah merah begitu.'' ''Lagian sih jauh banget!''
''Namanya juga udah diajakin makan gratis. Masa mau protes"''
Tapi begitu mereka sampai di tujuan dan melihat durian-durian
bergelantungan pegal-pegal di kaki langsung hilang. Napas juga
mendadak jadi lancar. Mirip segerombolan bocah kecil, semuanya
langsung berlarian sambil bersorak-sorak girang lalu berebut
memanjat. Fani juga larut dalam kegembiraan. Dia menjerit keras pada
Bima, menunjuk durian yang dinginkan.
''Nih.'' Bima meletakkan buah itu di depan Fani. ''Abis" Ini gede
lho, Fan.'' ''Abis!'' jawab Fani langsung. ''Sekalian bukain dooong!''
''Sabar dong, sayang. Baru juga turun dari pohon.''
Bima mengusap kepala Fani dengan ekspresi gemas yang sengaja
dia perlihatkan ke orang-orang di sekitar, lalu menghapiri salah
seorang teman Dekha. Tak lama dia kembali dengan sebilah
golok di tangan. ''Makannya sama Shanti aja, ya" Temenin dia
sekalian.'' ''He-eh.'' Fani mengangguk. Diikutinya langkah Bima,
menghampiri Shanti. Setelah membelah durian itu menjadi
beberapa bagian, Bima bergabung dengan Dekha dan temantemannya.
''Gue males gabung sama mereka. Berisik banget,'' kata Shanti.
''Iya, emang.'' Fani mengangguk. Pilih setuju aja deh, soalnya
yang ngomong ceweknya Dekha. Segalanya terasa sangat
menyenangkan, sampai kemudian mendadak dia tersadar, ada
sesuatu yang janggal. Kalau semua makan duriannya benar-benar aji mumpung, satu
orang setumpuk, tidak begitu dengan Bima. Di depannya cuma
ada satu buah. Itu juga baru dihabiskannya setengah.
Cara cowok itu duduk, cara dia mengunyah daging durian yang
begitu perlahan, sorot matanya yang menerawang, juga
ketidakpeduliannya dengan obrolan ramau di sekelilingnya, cuma
nimbrung sekali-sekali, membuat Fani tersentak. Seketika ia
berhenti mengunyah. Aduh! Goblok banget sih gue! Desisnya dalam hati. Sial! Mati deh
gue! Dan dengan cemas terus diperhatikannya Bima tanpa kentara.
Berharap semoga dugaannya salah.
Tapi Bima memang tidak pernah bisa terbaca. Jadi Fani juga tidak
bahwa kecemasannya percuma saja, soalnya sudah terlambat!
Karena otak Bima telah selesai menganalisis sejak mereka masih
dalam perjalanan ke tempat ini. Sekali lihat, dia sudah tahu
Shanti itu tipe cewek rumahan. Cewek yang dia berani jamin,
tidak pernah mengikuti kegiatan keras, dan daya jelajahnya yang
terjauh paling cuma ke mal-mal atau bioskop.
Dan Fani, ceweknya yang supermowan itu, yang waktu itu
ditemukannya sedang duduk santai di puncak gunung setelah
berhasil mengalahkan dirinya dalam satu tantangan kebut
gunung, ternyata mempunya stamina yang cuma beda tipis
dengan Shanti! Aneh, kan" Kepala Bima mengangguk-angguk tanpa sadar, seiring hasil akhir
analisis yang sekarang telah berupa kesimpulan.Kebut
gunung"Satu senyum tipis muncul di bibir Bima. Itu jelas benar.
Karena kalau tidak benar, tidak akan mereka bertemu di puncak
saat itu.Lewat mana"Ini yang jadi satu-satunya pertanyaan. Yang
jelas, jalur itu pendek dan tidak banyak orang tahu. Bahkan bisa
jadi baru dibuka!Dengan siapa"Itu juga bukan pertanyaan.
Karena jawabannya juga sudah ada di puncak waktu itu.Lima
cowok!Hebat juga cewek dua itu. Febi tidak bisa dihitung karena
sudah bisa dipastikan, terkena hasutan. Cewek model Febi
memang tidak mungkin punya pikiran untuk unjuk rasa!Dan Bima
paling tidak senang dibohongi!Apalagi yang parah seperti ini.
Meskipun hanya membantu, bukan berarti kelima cowok itu baru
eksis di hari tantangan kebut gunung itu dilontarkan. Pasti jauh
sebelum itu. Soalnya sebelumnya harus ada pengenalan singkat
soal gunung, pengenalan jalur yang akan dilalui,
dan.....penempaan fisik. Meskipun penempaan fisik ketiga cewek
itu jauh dari maksimal, frekuensinya jelas di atas sepuluh kali
pertemuan, karena setiap karnaval butuh persiapan.
Tanpa sadarm kedua rahang Bima mengatup keras.Berapa lama
Langen dan Fani merencanakan semua itu" Balas dendam itu!
Unjuk rasa itu! Tantangan itu....! Dua bulan" Tiga bulan"
Dan seberapa sering mereka bertemu kelima cowok itu untuk
berunding" Satu minggu sekali" Dua kali!" Atau jangan-janan
malah.....setiap hari"
Dan bagaimana bisa dirinya tidak tahu sama sekali"
Brengsek! Sialan!Kemarahan yang menggelegak membuat Bima
tanpa sadar melempar biji durian di tangannya. Dengan satu
teriakan keras. Suasana kontan berubah hening. Semua berhenti mengunyah
dan menatap Bima tak mengerti. Cowok itu tersadar. Secepat
kilat otaknya mengeluarkan satu alasan untuk berkelit.
''Perut gue panas. Kayaknya mulai overdoisi. Ehm itu....,''
ditunjuknya tempat biji durian tadi terjatuh, ''bisa tumbuh, kan"
Sayang, ada tanah kosong. Makanya gue lempar ke sana.''
''Bisa sih,'' Dekha menjawab agak hati-hatii. ''tapi taun depan.
Berbuahnya juga masih lama, kalo anak lo mau masuk SMP.''
Bima tertawa, dan itu mencairkan ketegangan di sekitarnya.
Sekarang ganti Fani yang kehilangan selera. Dan omongan
Shanti, yang duduk di sebelahnya, cuma terdengar satu-dua
kata.Seketika jantung Fani berdetak keras. Sadar, saat ini
mungkin Bima telah berhasil mengetahui semuanya. Tanpa sadar
kedua matanya terus-menerus melirik. Tapi Bima tidak menoleh
lagi. Sama sekali! Sekarang Fani benar-benar tinggal menghitung hari, kapan
dirinya akan dieksekusi! Langen sampai di kelas dan jadi heran karena tidak mendapati
Fani. ''Paling nyari Bima,'' kata Dhila.
''Nyari Bima" Kenapa dia nyariin Bima!"'' seketika Langen
memekik.Kedua alis Dhila sontak menyatu rapat. ''Ih, lo kenapa
sih, La" Segitu histerisnya. Ya dia mau bilang makasih, kali.
Namanya juga udah dikasih hadiah.''
''Hadiah apaan!"'' Langen memekik lagi. Sekarang malah sambil
dipelototinya Dhila. Seakan-akan Dhila-lah yang memberikan
hadiah itu. ''Mana gue tau. Gue cuma dititipin doang. Tadi Bima ke sini.
Nungguin lama banget. Bete kali dia. Terus pergi. Hadiahnya
dititipin ke gue. Tuh cowok baik ah, La. Nggak kayak yang
diomongin orang-orang.''

Cewek Karya Esti Kinasih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

''Baik!"'' kedua mata Langen melotot maksimal. ''Tunggu aja
sampe lo jadi korban dia yang berikutnya!''
''Buktinya, dia mau nunggu di sini sampe lama cuma supaya bisa
ngasih hadiahnya langsung ke Fani. Trus ngobrol sama kita-kita.
Gue juga sempet ngobrol bentaran sama dia. Orangnya enak kok.
Asyik.'' ''Dhila sayaaaang,'' ucap Langen gemas. ''Dia kan nggak mungkin
pake jubah hitam dan ngasih liat tampang drakulanya siangsiang. Kudu nunggu malem. Iya, kan" Dan lagi cuma sama calon
korbannya aja dia kasih liat jelas aja akan dia perlihatkan gigigiginya yang putih terawat, bersih, dan berkilau. Iya, kaaan" Dan
lagi juga....'' kalimat Langen terpenggal. Mendadak dia sadar,
sesuatu telah terjadi.....lagi!
''Mampus deh! Sial!'' desisnya. Buru-buru dikeluarkannya ponsel
dari kantong baju. ''NGGAK AKTIF"'' jeritnya kemudian, membuat
Dhila dan teman-teman sekelasnya menatapnya heran.
''Lo kenapa sih, La"'' tanya Dhila bingung.
''HP-nya Fani nggak aktif, Dhil! Biasanya selalu aktif kok!'' seru
Langen panik, seolah ponsel Fani yang akan terjadi gempa
dahsyat. Dikantonginya kembali ponselnya dan bergegas
disambarnya tasnya. ''Dhil, tolong absenin gue sama Fani!''
serunya sambil berlari keluar.
Langen tidak tahu bahwa pencariannya akan percuma. Soalnya
Panther Dekha sudah jauh meninggalkan gerbang kampus. Dan
cewek itu juga tidak sadar, sebuah perangkap lain telah disiapkan
Rei untuknya.Dan kegigihan Langen untuk menemukan
sahabatnya, telah menggiringnya semakin dekat ke mulut
perangkap itu. *** ''Huh, ke tempat itu lagi"' keluh Langen dengan perasaan campur
aduk. Marah, dongkol, ngeri, cemas. Tapi kali ini, apa boleh buat
lagi. Mau tidak mau lagi. Tapi cewek itu tidak langsung memasuki
gedung Fakultas Perminyakan. Sama seperti saat mencari Rei
dulu, untuk memperkecil risiko, dia memilih mengawasi lebih dulu
gedung empat lantai itu dari salah satu tempat tersembunyi di
areal parkirnya. Tapi ternyata sama sekali tidak berguna. Beberapa orang yang
terlihat di koridor-koridor, tidak ada yang dikenalnya sama sekali.
Tidak ada kelebat bayang Rei cs apalagi Fani. Terpaksa, tidak ada
cara lain kecuali memasuki gedung yang benar-benar sarangnya
alligator itu. Setelah menarik napas lalu mengembuskannya kuat-kuat, Langen
meninggalkan barisan cemara kipas dan semak kembang sepatu
tempat dia melakukan pengintaian. Ada lima tempat
kemungkinan Fani berada. Kantin di lantai dua dan empat, ruang
senat di lantai dasar, perpustakaan di lantai dua, dan terakhir,
ruang kelas ketiga cowok itu, di lantai tiga. Langen benar-benar
berharap, bukan yang terakhir itu yang harus didatanginya.
Tapi seperti kata pepatah, yang namanya untung itu memang
tidak dapat diraih. Dan yang namanya malang juga, kalau sudah
takdir, tidak akan bisa ditolak.
Fani tidak ada di empat tempat pertama. Langen tidak begitu
yakin sebenarnya. Tapi tidak ada banyak waktu untuk
memerhatikan setiap kepala yang ada di setiap ruangan. Fakultas
Perminyakan, seperti juga fakultas-fakultas teknik lainnya, miskin
dari makhluk yang namanya cewek. Sehingga setiap kali ada
cewek yang tersesat atau menyesatkan diri ke wilayah-wilayah
itu, respons para penghuninya benar-benar mirip sekawanan
singa yang menemukan seekor zebra. Makanya, begitu ada yang
menyadari kehadiran Langen, mereka lalu berteriak.....
''Woi! Woi! Ada cewek!!!''
Langen buru-buru melarikan diri. Dia tidak menyadari, seseorang
terus mengikuti setiap gerak-geriknya, bahkan sejak dia merasa
telah menemukan tempat mengintai di tempat parkir tadi. Dan
seseorang itu, Rangga, langsung mengambil arah yang
berlawanan begitu Langen menuju lantai tiga. Cowok itu cepatcepat berlari ke ruang kelasnya, menghampiri Rei, lalu menepuk
bahunya. ''Target ke sini!'' bisiknya pelan.Rei langsung berdiri. Ia berjalan
cepat ke luar kelas, lalu berbelok ke arah yang berlawanan
dengan kedatangan Langen. Rangga kemudian duduk. Mengatur
napas sambil menatap seisi ruangan. Memerhatikan temantemannya sekilas.
Sama seperti babak pertama, di babak kedua ini juga akan
melibatkan beberapa figuran. Mereka diberi kebebasan penuh
untuk berimprovisasi. Bukan karena sang sutradara pengertian,
tapi karena para figuran itu tidak dibayar, alias dimanfaatkan
secara diam-diam. Sutradara tinggal mengawasi agar improvisasi
para figuran itu tidak membahayakan sang calon korban.
Langen sampai di luar kelas hanya sepersekian detik setelah
Rangga memulai akting ''sibuk belajar''-nya. Menunduk menyimak
buku di depannya dengan ekspresi sangat serius, dan berlagak
cuek saat salah satu temannya berseru nyaring.
''EH! EH! ADA CEWEK TUH!!!''
Tapi sepasang mata Rangga langsung melirik. Mengawasi dengan
tajam saat seruan itu mengakibatkan seluruh isi kelasnya melejit
dari kursi masing-masing, dan dengan penuh semangat berlari
keluar sambil berseru riuh.''Mana!" Mana!" Mana ada cewek!"''
''Wah, iya! Asyiiik!'' ''Cakep, jak! Gile!'' ''Eh! Eh! Stop! Stop!'' salah seorang yang posisinya paling depan,
mendadak menghentikan larinya lalu balik badan. Dihentikannya
teman-temannya. ''Itu ceweknya Rei, lagi!''
''Mantan!'' langsung terdengar bantahan nyaring.
''Biar udah mantan, mendingan kita tanya Rei dulu. Kan nggak
enak kalo....'' ''Aah! Kebanyakan birokrasi, lo!'' cowok itu langsung dienyahkan
jauh-jauh. Langen terperangah mendapatkan penyambutan heboh ala
selebriti begitu. Dia menatap ketakutan dan seketika bergerak
mundur. Tapi baru saja dibaliknya badan dan bersiap melarikan
diri, gerombolan teman Rei yang lain muncul dari arah tangga
menuju kelas. Mereka langsung bereaksi sama, berlari mendekat
dengan seruan-seruan riuh.''Ada cewek! Ada cewek!''
''Mana!" Wah, iya! Yihaaa!''
''Asyiiiiiik!'' ''Woi, mantan ceweknya Rei tuh!''
''Masa bodo!'' Rangga yang terus mengawasi tajam-tajam, segera bertindak
begitu dilihatnya teman-temannya mengerumuni Langen seperti
sekawanan barakuda Karibia yang kelaparan.
''WOI! WOI!!!'' teriak Rangga. Dia melompat berdiri dan buruburu berlari keluar. Dengan paksa disibaknya kerumunan itu.
Sesaat dia tertegun mendapati Langen yang benar-benar pucat
pasi. Ketakutan, cewek itu menatap cowok-cowok yang
mengelilinginya, dan berusaha melindungi diri dengan memeluk
tasnya kuat-kuat. Tanpa berpikir lagi, Rangga mengulurkan kedua
tangannya. Ditariknya Langen ke dalam pelukannya kemudian
dilindunginya dengan punggung.
''Eh, udah! Udah! Pergi lo semua! Cewek temen sendiri nih!''
''Na, itu lo peluk malah!''
''Omongan sama tindakan nggak sinkron amat sih, lo!''
''Tau tuh, dasar!'' Bertubi tepukan keras di punggungnya membuat Rangga
menyeringai kesakitan. ''Woi! Gue serius nih!'' sentak Rangga.Bersamaan dengan itu, Rei
datang. Seketika dia terperangah menyaksikan perlindungan yang
diberikan Rangga untuk Langen tidak seperti pembicaraan
mereka pada saat penyusunan rencana. Rangga langsung
melepaskan pelukannya. ''Gue nggak ngambil untung!'' tegas Rangga. Bukan cuma dengan
penekanan dalam ucapan, tapi juga dengan sepasang mata yang
menatap Rei dengan sorot tegas.
''Bohong! Bohong!'' beberapa suara kontan membantah
pernyataannya itu. ''Cewek lo tadi dikekepin sama Rangga, Rei. Beneran sumpah!
Gue liat pake mata kepala gue sendiri!''
''Iya, bener! Meluknya hot banget si Rangga tadi!''
''Dasar Rangga! Temen makan temen!''
Rangga menatap teman-temannya dengan jengkel. ''Kalo nggak
gue bekep, bisa abis dia sama elo-elo!'' sentaknya.
''Ah! Alasan aja, lo!'' salah seorang temannya seketika
membantah. ''Lo udah memanfaatkan kesempatan, masih nuduh kami pula!''
yang lain menyambung. Sadar percuma saja berdebat, Rangga berdecak lalu kembali
menatap Rei. Rei juga tengah menatap dirinya dengan sorot
tajam menusuk dan kedua rahang terkatup keras.
''Kita beresin ini nanti aja, Rei.''
''Jangan! Jangan! Jangan mau, Rei! Lo harus menuntut keadilan
yang seadil-adilnya! Sekarang juga! Hukum harus ditegakkan!''
''Apa sih lo!"'' Rangga melotot jengkel. ''Jangan pulang dulu ntar
lo, ya" Tunggu gue!''
Cowok yang barusan berteriak memperkisruh keadaan itu, kontan
meringis geli. Kerumunan itu kemudian bubar. Meninggalkan
Rangga, Rei, dan Langen. Sekali lagi kedua sahabat itu saling
tatap. ''Itu tadi bener-bener refleks,'' ucap Rangga pelan. Kemudian
ditatapnya Langen. ''Sori banget, La,'' sambungnya, lalu balik
badan dan berjalan masuk kelas.
Rei menatap cewek disebelahnya. Langen masih pucat. Dia
menunduk dalam-dalam dan memeluk tasnya kuat-kuat. Melihat
seperti itu, Rei merasa bersalah dan jadi bimbang. Antara
meneruskan rencananya atau menghentikannya sampai di sini,
llau menyusun lagi rencana baru yang tidak terlalu riskan seperti
ini. Rei membungkukkan tubuhnya, berusaha melihat wajah
tertunduk Langen. ''Kamu nggak apa-apa"'' satu tangannya terulur.
Seketika Langen bergerak mundur. ''Nggak. Gue nggak apa-apa!''
Penolakan Langen itu seketika menghilangkan kebimbangan Rei,
sekaligus membangkitkan kemarahannya. Uluran tangannya
ditolak, sementara pelukan Rangga....!"
Rei menegakkan kembali tubuhnya. Kedua rahangnya kembali
mengatup keras. Dadanya bergolak menahan cemburu, dan
diputuskannya untuk meneruskan rencana semula. Ini selesai,
Rangga menyusul! Dosen untuk mata kuliah berikut muncul di ujung tangga.
''Dosennya dateng, La.'' Rei meraih satu tangan Langen.
''Eh....tapi....'' Langen meronta. Rei pura-pura tidak mendengar,
dan ditariknya Langen masuk kelas.
Rangga sudah menyediakan tempat di deretan paling belakang.
Langen akan duduk diapit dirinya dan Rei. Tapi setelah kejadian
tadi, dia tidak lagi yakin Rei akan tetap mengikuti skenario yang
telah disusun. Rei menjawab pertanyaan yang diajukan Rangga lewat sorot
mata, dengan anggukan samar. Anggukan yang jelas-jelas
terpaksa karena kedua matanya masih memancarkan kemarahan,
membuat Rangga menarik napas lalu mengembuskannya kuatkuat.
Sang dosen hari ini ada keperluan di tempat lain. Sesuatu yang
telah diketahui Rei dan Rangga, karena itu rencana mereka
dilaksanakan hari ini. Setumpuk slide___kata sang dosen, slide itu
diringkasnya sendiri dari sebuah buku berbahasa
Jerman___ditinggalkan untuk dicatat. Harus dicatat! Dosen satu
ini memang antipasi terhadap mahasiswa tukang fotokopi.
Menurutnya, mencatat akan meninggalkan memori di kepala.
Meskipun mungkin hanya sedikit. Tapi itu masih lebih baik
daripada fotokopi, yang lebih sering cuma meninggalkan judul
materi. Setelah ber-blablabla selama lima menit, menceritakan secara
singkat isi tumpukan slide-nya, dosen itu pun pergi.
Seluruh isi kelas langsung mengalihkan perhatian mereka ke
makhluk asing cantik yang terdampar di deretan kursi paling
belakang. ''Apa!"'' sambut Rei seketika. ''Catet tuh! Jangan nengak-nengok
ke belakang!'' Kemarahan di mata Rei rupanya juga terbaca teman-temannya
yang lain. Mereka jadi batal ingin menggoda Langen. Gantinya,
mereka menatap Rangga dengan jengkel.
''Gara-gara elo sih!'' Rangga mengangkat kedua alisnyam menahan senyum. Tiba-tiba
Rei berdiri. ''Tunggu di sini sebentar, La.''
''Mau ke mana"'' tanya Langen langsung.
''Sebentar aja,'' jawab Rei. Ditatapnya Rangga. Lagi-lagi dengan
sorot yang memancarkan peringatan ''Tolong jagain, Ga.''
Menurut skenario, Rangga harus pura-pura keberatan. Tapi kali
ini Rangga benar-benar keberatan. Dia tidak ingin Rei semakin
salah paham. Beruntung para figuran di sekitar mereka telah
lebih dulu berebut menawarkan jasa, sehingga Rangga tidak
perlu mengatakan keberatannya terang-terangan.
''Sini, gue aja yang ngejagain!''
''Jangan! Jangan! Dia wanitavora. Pemangsa wanita! Gue aja!''
''Gueeee! Gueeee!'' ''Yang paling aman sama gue! Soalnya gue nggak buaya kayak
elo-elo! Gue gentleman sejati! Sangat menghormati kaum wanita!
Gue..... Adaow! Siapa yang ngeplak kepala gue!"''
''Gue! Abis elo berisik banget sih!''
Antusisme radikal itu membuat Langen jadi ketakutan. Sifat
bengal dan nekatnya kontan menguap sampai benar-benar
hilang. ''Kamu mau ke mana"'' dicengkeramnya pergelangan tangan Rei
kuat-kuat. ''Cuma sebentar.'' ''Ikut!'' ''Aku mau ke toilet!'' Langen tercengang. Tapi dia tidak punya pilihan. Di sekelilinnya
telah berkumpul begitu banyak sukarelawan yang mengajukan
diri. Siap melindungi dan menjaganya selama Rei pergi ke toilet.
Salah satu cowok malah sudah duduk di sebelahnya. Rangga
entah dia enyahkan ke mana.
''Ya udah. Ayo kalo mau ikut,'' ucap Rei lembut, seperti sedang
menenangkan anak kecil yang ketakutan.
Dia ulurkan tangan kirinya dan dipeluknya Langen lekat di sisinya.
Kali ini tanpa mengawasi sekeliling. Lagi pula dipeluk Rei jelas
jauh lebih aman ketimbang dibekap sekawanan siamang. Seisi
ruangan kemudian mengiringi kepergian dua sejoli itu dengan
riuh. ''Cihui!'' ''Asyooooi!'' ''Aduh mak, asyiknye. Pegi dua-duaan!''
''Wah! Itu tidak boleh itu!''
''Kata nenek berbahaya lho, Nak!''
''Itu kan kata nenek lo! Kata neneknya mereka, nggak apa-apa.
Asal pulangnya jangan malem-malem!''
Seisi kelas kontan terbahak-bahak mendengar komentar terakhir


Cewek Karya Esti Kinasih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang nggak nyambung itu. Akhirnya Langen jadi naik darah. Dia
tidak bisa lagi menahan emosi.
Cukup sudah! Harga dirinya benar-benar tercoreng! Martabatnya
sebagai wanita juga seperti diinjak gepeng!Langen melepaskan
diri dari pelukan Rei. Lalu sambil bertolak pinggang, dipelototinya
seisi kelas. ''Awas kalian ya! Bakalan gue kirimin pesaway kamikaze! Gue
runtuhin nih gedung sampe elo-elo semua nggak bakal bisa
teridentifikasi!'' Cowok-cowok itu kontan bengong sambil ternganga lebar-lebar.
Tapi sambil menahan tawa juga.
''Aduuuuh, kejamnya!'' ''Cakep, tapi kok sadis banget!''
''Teganya! Teganya! Teganya!''
Kelas malah jadi geger. Semuanya makin tertawa terpingkalpingkal. Termasuk Rangga. Slide yang diletakkannya di proyektor
sampai terbalik.Tiba-tiba....
''AAAA!!!''Teriakan panik itu membuat kelas kontan jadi sunyi
senyap. Semua kepala menoleh ke asal suara. Seroang cowok
sedang menutupi mulutnya rapat-rapat dengan kedua telapak
tangan. Sementara sepasang matanya terbelalak lebar-lebar
menatap Langen, benar-benar ketakutan. Kemudian seperti
mendadak tersadar, buru-buru cowok itu membereskan diktatdiktatnya, sampai buku-bukunya bolak-balik berjatuhan. Dan
dengan ransel yang masih menganga lebar, dia berlari ke depan
kelas dan meloncat-loncat di sana.
''AWAS! ADA TERORIS! ADA TERORIS! AYO KITA CEPAT-CEPAT
MELARIKAN DIRI KITA MASING-MASING!''
Seisi kelas makin terpana begitu cowok itu ternyata benar-benat
terbirit-birit ke luar kelas, sambil berteriak-teriak panik di
sepanjang koridor. ''TOLONG! TOLONG! ADA WANITA TERORIS! ADA WANITA
TERORIS!!!'' Kelas kembali jadi ingar-bingar. Banyak yang kemudian ikut
berlari keluar. Dan begitu melewati Langen, mereka serempak
berteriak.... ''HIIIYYY, TAKUUUTTT!!!''
Muka Langen benar-benat merah. Di sebelahnya, Rei sampai
membungkukkan badan dan memegani perut, tertawa sampai
kedua matanya berair. ''Iya! Ketawa aja terus!''
Rei mengangkat tangan kanannya karena mulutnya tidak bisa
bicara. Tapi begitu dilihatnya muka Langen, cowok itu matimatian memaksa tawanya untuk hilang. Kemudian diraihnya
wajah cemberut Langen dan dipeluknya di dada.
''Udah nggak usah didengerin,'' bisiknya lembut. Tapi tetap
bibirnya meringis lebar-lebar. Tidak bisa ditahan. ''Mereka emang
begitu. Jangankan kamu, dosen aja sering dikerjain. Anggep aja
mereka-mereka itu orang gila!''
''Emang gila!'' jawab Langen ketus, membuat sepasang bibir Rei
yang tidak bisa dilihatnya, meringis semakin lebar.
Berita Rei dan Langen masuk ke toilet berdua, langsung
menyebar. Semua yang diberitahu perihal kabar itu kontan
ternganga tak percaya. Kampus jadi gempar. Semua orang
mengira, Langen nekat begitu___mendatangi gedung fakultas Rei
bahkan membuntuti cowok itu sampai ke toilet___karena saking
inginnya kembali ke pelukan mantan cowoknya itu!
Mati-matian Langen dan Fani berusaha meyakinkan seisi kampus
bahwa berita itu sama sekali tidak benar. Asli bohong. Seratus
persen fitnah. Tapi bantahan yang mereka teriakkan sampai urat
leher nyaris putus itu, juga segala macam sumpah fatal yang
mereka umbar, tetap tak mampu membuat satu orang pun
percaya.Soalnya, Rei___persis Desy Ratnasari___cuma bilang ''No
comment'', tapi sambil senyum-senyum. Dia selalu begitu setiap
kali ditanya. ''No comment''-nya memang sempat membuat
orang-orang yang bertanya padanya jadi ragu, tapi senyum
misteriusnya kemudian mematahkan keraguan itu.
Ditambah lagi jawaban Bima dan Rangga yang seperti
mengiyakan. ''Tanya sama yang bersangkutan aja, biar
kronologinya jelas,'' membuat orang semakin yakin bahwa berita
itu bukan sekadar gosip atau kabar angin. Artinya.....berita itu
benar! Dan nama Langen kontan hancur!Tidak tanggung-tanggung,
Langen langsung menggeser posisi Stella. Cewek yang paling
ngetop di kampus karena penampilannya yang hampir menyaingi
Brithney Spears itu langsung terlihat seperti ''cewek laim''
dibanding Langen. Soalnya, Stella itu cuma ngablak
penampilannya aja, dan cuma rada kecentilan aja. Sedangkan
Langen, penampilannya sih sopan. Baju-bajunya selalu tertutup,
meskipun sering berpotongan seksi dan ketat. Tapi ternyata....."
*** ''Kita dijebak!'' Langen tidak bermaksud menyalahkan, tapi Fani merasa dialah
yang paling bersalah. Kalau saja rasa ''cinta kucing''-nya tidak
kelewatan, semua ini tidak akan terjadi.
''Sori, La'' ucap Fani lirih.Langen mengibaskan tangan. ''Bukan
salah lo. Rapi banget cara mereka. Bener-bener nggak kebaca.
Sampe sekarang gue masih belom bisa nebak, gimana cara
mereka ngatur semuanya.''
Fani bangkit berdiri dan meraih tasnya. ''Lo nggak masuk lagi
nih"'' tanyanya.Dengan malas Langen menggelengkan
kepala.''Udah tiga hari lo cabut, La. Akuntansi nih sekarang.''
''Maka gue ini, Fan.'' ''Iya. Iya. Sori. Ntar gue absenin lagi deh. Gue jalan dulu ya.
Udah mau telat.'' Lagi-lagi hari ini Fani berangkat ke kampus sendiri.Sepuluh menit
setelah sahabatnya itu pergi dan dia dikurung sunyi, mendadak
Langem menemukan satu cara untuk mengakhiri bencana ini. Dia
harus menemui Rei dan memaksanya mengumumkan apa yang
sebenarnya terjadi. Buru-buru cewek itu berdiri, menyambar
kunci mobil, dan berlari keluar sambil berseru keras.
''Mama! Langen pinjem mobilnya Mas Radit bentar!''
Terpaksa dibajaknya mobil kakaknya. Soalnya, sejak peristiwa
memalukan itu, bukan hanya namanya yang melambung, tapi
juga Kijang-nya. Jadi percuma saja bersembunyi di dalamnya.
Diparkirnya mobil di dekat pintu keluar kampus. Dan begitu
dilihatnya Jeep Rei muncul dari jalan utama di dalam kompleks
kampus, Langen langsung bersiap-siap. Dia rendahkan tubuhnya
sementara tangan kanannya memutar kunci. Begitu Jeep Rei
melintas di depannya, langsung dikuntitnya dari belakang. Tetap
seperti itu selama beberapa saat. Baru setelah gerbang kampus
hilang di tikungan belakang, diinjaknya pedal gas dan
disejajarinya Jeep Rei. Rei yang belum menyadari, menggeser Jeep-nya ke kiri,
mempersilahkan sedan putih di sebelah kanannya untuk melaju.
Tapi sedan itu justru memaksanya menepi dengan bantingan setir
mendadak. Gesekan tak terelakkan. Diiringi bunyi benturan keras,
sedan putih itu kehilangan spion kirinya.
Rei terperangah. Ditekannya klakson kuat-kuat. Dia menoleh dan
siap memaki. Tapi suaranya langsung tersangkut di tenggorokan
begitu tahu siapa yang berada di dalam sedan itu dan saat ini
tengah menatapnya dengan bara meletup. Buru-buru
dibelokkannya mobil, masuk ke sebuah jalan kecil. Sedan di
sebelahnya mengikuti dengan posisi tetap merapat. Begitu
mereka berhenti di satu sisi jalan, Langen langsung turun dan
menutup pintu dengan bantingan. Dihampirinya Rei dengan
langkah-langkah cepat, lalu berhenti tepat di depannya.
''Lo harus bilang kalo kita nggak masuk toilet berdua!''
Kedua alis Rei menyatu rapat mendengar perintah yang diberikan
dengan bentakan galak itu. Ditundukkannya kepala hingga ujung
hidungnya nyaris menyentuh ujung hidung Langen yang
mendongak. ''Aku bersihin nama kamu. Tapi dengan satu syarat.'' ditatapnya
cewek itu dengan berjuta sinar dalam sepasang matanya. Ada
senyum geli, ada kelembutan, ada cinta, ada kerinduan, tapi ada
juga tantangan dan sorot kemenangan. ''Kita jalan sama-sama
lagi. Aku mau kamu balik!''
Langen terperangah dan mundur selangkah tanpa sadar.
Tawaran yang benar-benar manis!Setelah berita menggemparkan
yang membuat seisi kampus guncang dan nama Langen meroket
dengan segala macam tudingan negatif, menyatunya mereka
kembali hanya akan membenarkan tudingan-tudingam itu. Dan
Langen sudah tahu apa yang akan muncul dalam benak setiap
orang. ''Jelas aja mereka jadian lagi. Udah masuk toilet berduaan gitu.
Jelas aja tuh cewek nggak bakalan ngelepas Rei!'' seperti itulah
yang bakalan disimpukan orang-orang.Dirinya lagi yang akhirnya
kena tuduh! ''Nggak! Terima kasih!'' Langen menggeleng tegas. ''Lo boleh
ngimpi!'' Ganti Rei terpana. Tak menyangka tekanannya tak mampu
melumpuhkan lawan. Dan dia jadi benar-benar gemas.
''Kalo begitu, jangan paksa aku untuk meng-clear-kan soal itu!''
''Tapi itu kan jelas-jelas nggak bener! Gue cuma nunggu lo di
luar! Di lorong!'' seru Langen.
''Justru karena itu nggak bener, makanya biarin aja. Nanti juga
mereka diem sendiri kalo udah bosen.'' Rei mengangkat alisnya
dan tersenyum santai. Melihat sikap Rei yang sangat tenang itu,
Langen jadi kalap. ''Elo kurang ajar!'' ''Hei! Hei!'' Rei berusaha menghindar dari serangan bertubi
Langen. ''Kamu kok jadi kasar begini"''
''Elo yang mulai duluan!''
''Mulai apa"'' Rei menangkap tangan kanan Langen yang
mengarah tepat ke dadanya. Berusaha mencegah kelima jari
berkuku tajam itu mencubit atau membuat cakaran di sana.
Sial untuk Langen. Segerombolan saksi mata melintas dan sudah
pasti mereka menyaksikan apa yang sedang dilakukannya
terhadap Rei. Di mata mereka, itu benar-benar penyerangan yang
sangat brutal. Serentak gerombolan saksi mata itu berhenti
berjalan lalu ramai berkomentar.
''Waaaah! Ck ck ck! Ternyata dia emang cewek ganas!''
''Gila banget, ih! Di pinggir jalan aja kayak gitu. Gimana waktu di
dalem toilet ya" Pasti seru!''
''Pasti!'' ''Jangan-jangan tuh cewek.....maniak"''
''Kayaknya sih gitu. Liat aja tuh!''
Tamatlah sudah riwayat Langen. Berita penyerangan itu semakin
memperparah predikat negatifnya, dan justru menempatkan Rei
dalam posisi tak bersalah. Semua menganggap betapa malahnya
cowok itu, karena dipaksa untuk kembali oleh ceweknya yang
ganas dan maniak! Nama Langen hancur total. Bahkan ini untuk pertama kalinya dia
sampai kehilangan keberanian untuk muncul di kampus. Rei,
yang diam-diam terus memantau hasil akhir rencananya yang
berjalan sangat sukses dan sangat tidak terduga itu, mulai cemas
saat tidak lagi melihat Langen muncul di kampus. Bagaimana
inginnya dia menaklukkan Langen dan memaksa cewek itu
kembali dengan cara-cara yang dia inginkan, bagaimanapun
menyenangkan game yang saat ini dia menangkan, tapi kalau
akibatnya mulai serius begini, dirinya pilih mengalah dan meminta
untuk bisa kembali. Dia cinta gadis pemberontak itu, yang
sebenarnya tidak sepenuhnya salah. Tapi keinginan Rei itu
langsung ditentang keras kedua sahabatnya. Reaksi Bima sama
sekali tidak membuat Rei heran. Soalnya menurut Bima,
pengkhianatan cewek adalah satu tindak kriminal yang
tingkatannya lebih tinggi dari pembunuhan! Tapi penolakan
Rangga membangkitkan kembali kemarahan dan kecurigaan Rei
yang sudah sempat menghilang. *** Rangga baru saja
menyentuh hendel pintu Jeep Wrangler-nya saat seseorang
menepuk bahunya dari belakang. Dia menoleh dan satu
hantaman keras langsung menyambutnya di ulu hati. Tubuhnya
seketika terdorong mundur dan membentur badab mobil. ''Gue
lupa kalo ada urusan kita yang belom selesai!'' ''Itu refleks, Rei.
Bener! Gue sama sekali nggak....'' ''Refleks yang pake
perasaan!"'' ''Rei, waktu itu.....'' ''Waktu itu dia terdesak.
Dikurung banyak orang, tapi mereka bukan orang asing, Ga!'' Rei
menepuk keras sebelah pipi Rangga. ''Gue kenal mereka semua,
dan mereka juga tau gue!'' ''Itu kan elo! Yang mereka kurung,
Langen. Bukan elo!'' ''Sialan lo!'' desis Rei berang. Dengan kedua
tangan, dicengkeramnya kerah kemeja Rangga kuat-kuat, sampai
membuat Rangga nyaris tercekik. ''REI!!!'' Bima berteriak daru
kejauhan, lalu cepat-cepat berlari menghampiri. ''Apa-apaan sih
lo" Lepas!'' ''Dia....'' ''Gue bilang lepas!'' Dengan paksa Bima
melepaskan cengkeraman Rei di kerah kemeja Rangga, lalu
menyentakkan tubuh Rei sampai terdorong mundur beberapa
langkah. ''Lo nggak tau....'' ''Gue udah tau!'' potong Bima, nyaris
membentak. ''Tunggu sampe gue peluk cewek lo di depan mata.
Baru lo bener-bener tau!'' Rei menantang Rangga. Bima
berdecak. Jadi semakin jengkel. ''Pikir dong, lo! Febi dibanding
Langen.... Jauh! Ga, sori kalo gue kasar. Ini bukan soal tampang.
Rei, cewek lo tuh cantik. Mungkin karena itu lo nggak bisa ngeliat
jelas, silau ama kecantikannya!'' ''Apa maksud lo!"'' desis Rei
tajam. Dia tersinggung. ''Lo masih belom sadar juga"'' Bima
menggelengkan kepala. ''Langen itu tukang bikin onar! Cewek
pemberontak! Coba liat ulahnya" Lo tonjok temen deket lo
sendiri!'' ''Ini nggak ada hubungannya....'' ''Ada! Nanti gue kasih
tau kalo gue udah dapet bukti lengkap!'' Setelah mengatakan itu,
Bima balik badan dan pergi. Rei menatapnya tak mengerti.
Rangga menghela napas. ''Lo tau cewek yang pernah dateng ke
kampus" Yang ngebongkar abis soal gue sama Ratih"'' Rei
menoleh dan Rangga langsung menyambutnya dengan tatapan
tepat di manik mata. ''Dia temen sekelas Langen sama Fani di
SMA. Dan Langen yang nyuruh tuh cewek dateng ke sini. Gue
marah, Rei! Febi sekarang mulai mirip cewek lo. Mulai mirip Fani.
Tapi gue nahan diri, karena gue mandang elo!'' Rei terpana.
Rangga menepuk pelan bahu sahabatnya itu, lalu masuk mobil
dan pergi tanpa bicara lagi. *** ''Ada apa sebenernya" Apa yang
lo berdua sembunyiin dari gue"'' Pertanyaan Rei membuat
Rangga menatap Bima. ''Lo aja yang ngomong. Gue nggak mau
dituduh dua kali.'' Tapi Bima geleng kepala. ''Nanti aja. Gue cari
bukti dulu. Gue nggak mau ngomong tanpa bukti. Setelah itu,
urusan lo, Rei. Lo mau balik sama Langen, silakan. Gue nggak
akan ikut campur. Cuma untuk sekarang ini....,'' Bima
menggeleng lagi, ''sebaiknya jangan. Gue mau elo bener-bener
tau, siapa mantan cewek lo itu!'' ''Dia takut keburu jadi properti
orang.'' Rangga melirik Rei. ''Kayak begitu dipikirin.'' Bima
berdecak meremehkan. ''Itu masalah gampang. Siapa aja yang
deketin Langen....tonjok!'' Rangga menunduk sejenak,
menyembunyikan senyumnya. ''Buruan lo kerjanya, Bim.'' ''Ini
gue lagi mikir, gimana caranya.'' Tapi ternyata Bima kalah
langkah. Fani tahu persis, tanpa Langen dan Febi, kampus akan
menjadi tempat yang benar-benar berbahaya untuknya.


Cewek Karya Esti Kinasih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Firasatnya memperingatkan, Bima sedang mencarinya. Maka
jadwal kuliahnya kontan berubah. Dalam satu hari, kadang dia
masuk kuliah jam pertama, terus jam keduanya cabut. Terus jam
pejaran berikutnya nongol lagi. Malah kadang-kadang bolos
seharian. Mirip kutu loncat, dia muncul di kampus dan cabut
tanpa pola yang tetap. Hasilnya top! Bima tidak berhasil mengejar
apalagi menemukan. ''Sialan!'' Bima mendesis pelan. Senyum
tertahan kemudian muncul di bibirnya. Ini tidak akan lagi
semudah hari-hari kemarin. Tapi kita lihat saja! *** Fani duduk
termenung di teras kamar. Bingung memikirkan cara agar Langen
bisa secepatnya kembali ke kampus. Sudah hampir dua minggu
sahabatnya itu bolos kuliah. Masalahnya, ada beberapa mata
kuliah yang akan sulit dimengerti tanpa mendengar penjelasan
langsung dari dosen. Dan ada beberapa dosen yang gemar
mengabsen mahasiswanya satu per satu untuk memastikan
jumlah kepala yang hadir sebanding dengan jumlah tanda
tangan. Tapi sampai hari ini, cara itu tidak juga ketemu! Fani
menghela napas lalu menepuk-nepuk kening dengan kesal. Tibatiba Ijah datang tergopoh. ''Non Fani! Ada telepon dari Mbak
Febi. Suruh cepetan. Katanya penting banget!'' Fani tersentak
dan bergegas berlari turun. Disambarnya gagang telepon dan
langsung diberondongnya orang di seberang dengan bertubi
pertanyaan. ''Feb, lo ke mana aja sih" Gue cari-cariin, juga! Lo
masih kuliah nggak sih" Kok gue nggak pernah ngeliat lo lagi di
kampus" Lo pulang ke Jawa, ya" Disuruh kawin"'' Telepon di
seberang langsung ditutup. Fani tercengang. ''Feb! Febi! Sensitif
amat. Gitu aja tersinggung. Balik kayak dulu lagi tuh anak!''
gerutunya sambil meletakkan gagang telepon. Tak lama benda itu
berdering lagi. Kalo ini Fani bicara hati-hati. ''Sori, Feb.'' ''Sori
apaan" Lo tadu teriak-teriak. Gue kaget, tau!'' ''Oh....gue kirain lo
marah. Kenapa sih lo ngomongnya bisik-bisik"'' ''Nanti aja gue
ceritain. Gosip itu bener, Fan"'' ''Nggak! Itu fitnah! Jebakan! Kita
nggak tau....'' ''Udah. Udah. Gue cuma mau tau, bener apa nggak
aja. Ya udah. Eh, HP lo berdua kenapa sih nggak aktif"'' ''Langen
kena teror. Gue bosen jawab pertanyaan yang itu-itu melulu.
Kayak lo barusan tadi. Nggak brenti-brenti,'' tanpa sadar Fani jadi
ikut bicara berbisik. ''Ya udah. Aktifin HP lo sekarang deh.
Buruan!'' ''Eh, bentar, Feb! Lo sekarang di mana" Masih di rumah
lo atau di mana"'' ''Di tempat yang tidak terjangkau!'' Telepon di
seberang ditutup. Fani termangu-mangu bingung. Buru-buru dia
berlari ke kamar dan mengaktifkan ponselnya. Tapi ditunggu
sampai tengah malam, Febi tidak menelepon sama sekali.
Sementara saar dicobanya untuk menghubungi, ponsel Febi
masih seperti dulu, saat cewek itu mendadak lenyap. Mailbox!
*** ''Nggak cerita apa-apa. Cuma nanyain gosip lo itu bener apa
nggak. Yang bikin gue heran, ngomongnya itu, La. Pelan banget.
Bisik-bisik. Udah gitu, waktu gue tanya dia dimana, dia cuma
bilang di tempat yang tidak terjangkay. Bingun, kan" Di mana
coba tuh"'' ''Di bulan!'' dengus Langen. ''Kalo nggak, tuh anak lagi
ada di kutub atau Puncak Everest!'' Bunyi SMS masuk terdengar
dari ponsel Fani yang menggeletak di meja, tapi si pemilik tidak
mengacuhkan. Bosan. Paling soal gosip itu lagi. Terdengar lagi
bunyi SMS masuk. Dan lagi, tidak berapa lama kemudian. Dan
lagi dan lagi dan lagi. Terus berturut-turut. Langen dan Fani
saling pandang lalu langsung berlari menghampiri benda itu. Lima
belas SMS masuk, dari nomor yang sama. Nomor yang tidak
dikenal. ''Bener dari Febi, La. Ternyata dia ganti nomer!'' Febi
menceritakan dengan singkat kenapa dia mendadak menghilang.
Keluarganya gusar dengan tingkah lakunya yang dianggap mulai
melanggar norma dan adat, yang dikhawatirkan akan membuat
nama keluarga jadi tercemar lalu rusak. Rapat keluarga kemudian
memutuskan, gadis itu harus diawasi. Bukan saja dengan siapa
dia bergaul, tapi juga tempat-tempat yang didatangi. Ponselnya
disita dan setiap telepon masuk untuknya, disaring. Dan selama
di kampus, Rangga-lah yang bertugas sebagai sipir pribadi Febi,
untuk mengawasinya. ''Kurang ajar si Rangga!'' desis Langen.
''Abis ini langsung kita calling Febi, La!'' Tapi keinginan itu
terpaksa dibatalkan karena bunyi SMS Febi yang terakhir. Jngn
bales SMS gw. Ini pnjem hp orng. Tlng keluarin gw secptnya. GW
STRES!!! *** Langen dan Fani langsung gerak cepat. Malamnya
Fani menelepon Salsha. ''Sha, please banget. Tolong keluarin
Febi.'' Salsha langsung memekik nyaring. ''Kenapa emangnya"
Dia dipenjara" Gue nggak percaya dia masuk sel! Orang nggak
ada tampang kriminal gitu. Lo sewa pengacara dong!'' ''Apa sih
lo"'' Fani berseru dongkol. ''Keluarin dia dari rumahnya!'' ''Emang
rumahnya kenapa, sampe dia nggak bisa keluar sendiri" Kelelep
banjir" Apa roboh" Kan gempa sama tsunaminya di Aceh"''
''Aduuuh!'' Fani mengentakkan kaki dengan jengkel. ''Gue nggak
lagi bercanda, Sha!'' ''Sama. Gue juga nggak!'' ''Yah, yang bener
dong lo ngasih responsnya!'' di seberang, Salsha meringis. ''Iya,
iya. Apaan"'' Fani menceritakan permasalahan yang saat ini
sedang dihadapi Febi. Sementara Langen mem-forward semua
SMS cewek itu ke ponsel Salsha. ''Ah, elo! Kayak beginian apa
pake panik-panik nelepon gue. Ini sih keciiil!'' ''Itulah bedanya.
Otak gue waras, sementara otak lo kan sakit. Makanya buat elo
ini soal kecil.'' ''Ah, elo!'' seru Salsha. ''Udah minta tolong gratis,
ngatain gue, lagi!'' ''Iya, sori. Maap.'' Fani terkikik. ''Jadi gimana"''
''Oke, sip! Kebeneran, gue juga punya dendam pribadi sama
cowoknya tuh cewek!'' ''Tapi yang profesional dong. Jangan
sampe ketauan lagi.'' ''Sori banget soal itu, Fan. Gue bener-bener
terdesak waktu itu. Janji, kali ini nggak bakalan gagal!'' ***
Salsha benar-benar bekerja dengan spirit dendam. Lima hari
kemudian dia menelepon. ''Fan, besok kita mau ke perpus PPHUI,
Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail. Lo berdua ke sana juga. Tapi
pake baju agak out of date, ya" Takutnya sopirnya Febi ikutan
naik. Bener-bener ketat tuh anak diawasinya.'' ''Out og date"
Maksud lo, pake kain sama konde, gitu" Atau pake baju zaman
kerajaan"'' Salsha ketawa geli. ''Bukan. Itu sih parah banget. Jins
sama kaus juga nggak apa-apa. Tapi kausnya yang biasa-biasa
aja, Fan. Yang longgar. Jangan yang ketat. Jangan yang gambar
atau tulisannya aneh-aneh. Trus, anting lo yang berendeng tuh
lepasin. Pake satu aja. Bilangin juga si Langen. Eh, ke mana tuh
anak"'' ''Stres. Trus"'' ''Anting cuma di kuping. Laen di situ, lepas!
Trus, pake cincin satu atau dua aja. Dan jangan yang modelnya
aneh-aneh. Bilangin Langen, rambutnya dikucir atau dijepit, gitu.
Pokoknya yang rapi. Jangan dibiarin berantakan kayak biasanya.
Kayak gitu-gitu deh. Lo kan temennya. Masa nggak tau"'' ''Iya.
Iya. Tau.'' ''Ya udah kalo gitu. Sampe ketemu besok di Kuningan.''
*** Langen dan Fani sampai di perpustakaan PPHUI lima belas
menit sebelum Salsha dan Febi. Keduanya baru berganti baju di
toilet perpustakaan. Biasa tampil trendi dan funky ala VJ-Vj MTV,
eh sekarang harus pakai kaus longgar yang dimasukkan ke
pinggang celana, benar-benar kemunduran parah. Apalagi
Langen juga bangga banget dengan rambut-nya yang ala
Beyonce. Menyisirnya rapi-rapi lalu mengikatnya menjadi ekor
kuda benar-benar penindasan hak asasi. Sesuai instruksi Salsha,
mereka akan berpura-pura ''kebetulan'' ada di situ. Dan juga akan
berpura-pura ''sibuk membaca'', sehingga Febi yang akan melihat
mereka lebih dulu. Setelah itu akan dilanjutkan dengan berpurapura ''sangat terkejut'', karena setelah menghilang sekian lama,
tidak menyangka bisa bertemu lagi. Itu semua soal kecil. Salsha
hampir tidak bisa menahan tawa melihat akting kaget kedua
temannya, saat Febi menyerukan nama mereka. Terdengar ''Sst!
Sst!'' para pengunjung perpus dan pandang marah dari segala
penjuru, membuat keempat orang itu terpaksa keluar lalu bicara
di depan lift. Febi yang paling bersemangat, karena bagi dia,
Langen dan Fani memang membawa percerahan dalam ritme
hidupnya yang membosankan dan penuh peraturan. ''Lo berdua
tumben ancur gini"'' Dua orang di depannya kontan meringis,
tidak punya jawaban pas. ''Ganti penampilan aja, Feb,'' jawab
Langen, yang lalu berbisik di telinga Febi. ''Temen lo lebih parah
lagi tuh. Kayak yang ada di foto-foto di buku Sejarah Pergerakan
Kemerdekaan Indonesia.'' Febi ketawa geli. ''Eh, iya. Kenalin nih
temen gue. Fiona.'' Sepasang alis Langen dan Fani kontan
terangkat tinggi-tinggi. Duileeeh, keren banget si Salsha ganti
namanya! Salsha maju ke hadapan mantan teman-teman
sekelasnya saat kelas satu SMA itu. Dia ulurkan tangan kanannya.
''Fiona,'' ucapnya ramah dan santun. Wig hitam kepang satu, dahi
terbuka lebar-lebar, dan keseluruhan penampilan Salsha yang
seperti ABG era tujuh puluhan, membuat Langen jadi tergagap
membalas sapaannya. Sementara Fani menyambut uluran tangan
Salsha, lalu menyebutkan namanya sambil garuk-garuk kepala.
''Jadi cerita sebenernya gimana, La" Masalahnya, gosip yang gue
denger heboh banget. Parah, tau nggak"'' ''Gue sama Fani
dijebak, Feb. Rapi banget....'' ''Maaf,'' Salsha menyela. ''Gue mau
liat-liat Pasar Festival dulu, Feb,'' katanya. Pura-pura tidak enak
dengan pembicaraan itu. ''Oh, iya. Iya,'' jawab Febi cepat. ''Tau
jalannya, kan"'' ''Tau.'' ''Tapi jangan sampe ketauan sopir aku
kalau kamu jalan sendirian ya, Fio" Bahaya soalnya.'' ''Iya. Aku
mengerti sekali masalah kamu.'' Salsha menampilkan ekspresi
simpati, membuat Langen dan Fani menggigit bibir menahan
cengiran. ''Eh, sebentar....'' Febi merogoh salah satu saku celana
panjangnya. Mengeluarkan selembar uang, lalu
mengangsurkannya pada Salsha. ''Barangkali ada yang pengen
kamu beli di sana nanti.'' 'sha berlagak tidak enak dan pura-pura
menolak. Tapi Febi menjejalkan uang itu ke dalam
genggamannya. Gile, asyik amat! Berapa tuh" Langen
menjulurkan lehernya, ingin tahu. Begitu Febi balik badan, Salsha
menjawab keingintahuan Langen dengan cengiran lebar. Dia
melambai-lambaikan lembaran seratus ribu di tangannya, lalu
balik badan dan pergi dengan riang. ''Temen lo dari Jawa ya,
Feb"'' pancing Langen. Dia penasaran, bagaimana caranya Salsha
bisa mengeluarkan Febi dari kurungan dengan begitu cepat.
''Bukan. Gila lo. Biar di Jawa, temen-temen gue nggak parah gitu,
lagi. Nggak tau tuh. Tau-tau nongol di rumah. Katanya dia
mahasiswi fakultas apa, gitu. Lagi nyusun makalan soal kerajaankerajaan kuno di Pulau Jawa dan....apa sih dia ngomongnya
kemaren" Lupa gue. Biasanya sih dia lebih sering ngobrol sama
Ibu atau Kangmas Pram. Liat tampangnya aja, gue udah males.
Ini terpaksa aja gue ajak dia. Apa boleh buat, daripada sendirian.
Boring banget, tau nggak" Nggak ada lo berdua, nggak seru!''
Langen dan Fani meringis bersamaan. Tak lama kemudian
ketiganya tenggelam dalam pembicaraan serius. ''Jadi gitu
ceritanya"'' bibir Febi mengerucut dan kepalanya menganggukangguk. ''Gini aja deh. Lo berdua ikut gue ke kampus. Gue
bersihin nama lo, La. Dan kita liat.....bisa apa mereka!"'' ***
Efektif! Dengan darah biru kental yang ditandai sederet gelar
kebangsawanan juga dengan sikap serta tingkah laku yang
berbeda dengan gadis-gadis kebanyakan, Febi benar-benar
menjadi perisai Langen yang sakti. Tidak ada yang berniat
membantah saat Febi meluruskan gosip itu. Bahwa itu sama
sekali tidak benar. Langen tidak mengikuti Rei masuk ke toilet.
Cewek itu cuma menunggu di luar. Di lorong. Bersama dirinya!
''Ada yang nggak percaya, gue ada sama Langen waktu itu"''
tantangnya di depan sekelompok orang. ''Tapi nggak ada saksi
yang ngeliat lo berdua Langen waktu itu,'' bantah seseorang.
''Nggak ada saksi juga, yang ngeliat gue nggak ada di sana waktu
itu!'' tandas Febi. ''Tapi.....'' ''Pake otak! Kalo dia mau begitu,
ngapain di kampus" Dia temen gue. Dan gue nggak suka bergaul
sama orang yang kelakuannya nggak bener!'' *** Lima hari
setelah gosip panas itu mereda berkat campur tangan Febi, di
ruang kelasnya di Fakultas Perminyakan, Rei sedang tertawa
terbahak-bahak. Dia benar-benar geli, sampai kedua matanya jadi
merah dan berair. Setelah tawanya reda, ditatapnya kedua
sahabatnya bergantian. ''Kita kalah!'' Tidak satu pun dari
keduanya bisa membantah, membuat Rei jadi terbahak-bahak
lagi. ''Suka tidak suka, terima tidak terima, kenyataannya...... Kita
kalah!''VIRGO Keuangan: Sebaiknya Mulai Berhemat
Asmara: Berdebar-Debar Hari Sial: Kamis Biasanya Fani tidak pernah peduli ramalan bintang. Sama sekali!
Tapi saat majalah itu datang pagi tadi, entah kenapa mendadak
dia iseng ingin membaca. Cuma iseng. Makanya isi ramalan itu
sama sekali tidak memengaruhinya.
Soalnya bagian pertamanya, ''Keuangan: Sebaiknya mulai
berhemat'', itu saja sudah sangat tidak benar. Bukannya
sombong, tapi Fani memang tidak pernah merasa harus
berhemat. Wong papa-mamanya kerja. Sudah begitu, dia juga
tidak punya saudara. Jadi otomatis selalu banjir uang. Yaaa, satu
bulan tidak sampai satu miliar sih. Tapi pasti selalu ada deh. Jadi
sama sekali tidak perlu berhemat.
Sedangkan ''Asmara'' tidak perlu diperhatikan karena dia tidak
sedang kasmaran. Jadi kesimpulannya masih tetap sama seperti
kemarin-kemarin. Ramalan bintang itu bullshit!
Tapi giliran ''Hari sial'', deh, ternyata benar-benar jadi kenyataan.
Langsung besoknya, lagi! Tidak tunggu Kamis minggu depan,
atau Kamis minggu depannya lagi.
Pagi-pagi Bima mendadak muncul di teras rumah
Fani!Diulang...... Bima mendadak muncul di teras rumah Fani!!!
''Hai.'' Sapaam cowok itu___tetap seperti biasa, lembut dan
mesra___seketika menyadarkan Fani dari keterpanaan. Fani
seketika sadar dirinya berada dalam bahaya besar. Buru-buru
cewek itu mengayunkan daun pintu. Tapi Bima lebih cepat
bergerak. Satu tangannya segera menahan pintu agar tidak
tertutup, sementara tangannya yang lain merangkul pundak Fani.
Dan sebelum Fani bisa menyadari apa yang sedang terjadi, dia
telah terduduk dia salah satu sofa di ruang tamunya sendiri.
Terkurung dalam rentangan kedua tangan Bima sementara cowok
itu membungkuk rendah-rendah di depannya.Dan interogasi
langsung dimulai! ''Lewat mana, Fan"''
''Lewat mana apa"'' tanya Fani. Mencoba terlihat gagah, tidak
gentar. Sepasang mata tajam Bima menikam lurus kedua bola mata
cokelat Fani yang memancarkan ketakutan.
''Aku nggak lagi bercanda. Jadi jangan main-main!''
''Aku nggak ngerti maksud kamu. Bener! Lewat mana ke mana"
Ke kampus apa ke mana"'' Fani mencoba berkelit, meskipun
dengan sisa-sisa keberanian.
Tanpa tatap tajamnya beralih, tangan kanan Bima merogoh salah
satu kantong kemejanya. Setangkau kecil edelweis kering muncul
dari sana. Fani terkesiap. Tapi buru-buru diubahnya air mukanya.
Selama Bima tidak ngomong langsung ''kebut gunung'', biarpun di
depannya diletakkan sekarung edelweis, dia akan terus berpurapura tidak mengerti apa maksud pertanyaan cowok itu.
Bunga gunung itu kemudian diletakkan Bima lurus di arah
pandang mata Fani, hingga cewek itu tidak mungkin mengelak
dengan pura-pura tidak melihat.
''Kamu metik ini juga di sana"''
Aduh! Desis Fani dalam hati. Kalo pertanyaannya begini sih susah
ngelesnya! ''Di.....di.....'' ''Di kampus!'' tandas Bima.


Cewek Karya Esti Kinasih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

''Ng....gue, eh, aku nggak suka metik-metik bunga!''
Sedikit senyum muncul di bibir Bima.
''Good! Berarti kamu udah ngerti tempat yang aku maksud! Mau
kusebut kampus kek, malm bioskop, kafe, terserah!'' ditepuknya
sebelah pipi Fani. ''Kamu boleh muter ke mana aja kamu mau,
sayang.'' Aduuuh, bego amat sih gue! Jerit Fani dalam hati. Sementara itu
Ijah berdiri di ambang pintu dengan kemoceng di tangan. Siap
berjinaku kalau majikannya itu nanti diapa-apakan.
''Tapi itu kita jadiin pertanyaan terakhir. Yang aku bener-bener
pengen tau....,'' Bima diam sejenak, ''gimana caranya kamu bisa
kenal kelima cowok itu"''
Deg! Muka Fani langsung putih! Bima menikmati sinar ketakutan
yang terpancar dari kedua bola mata Fani.
''Ng....co....wok....yang....''
''Yang di gunung!'' tegas Bima. ''Iwan, Evan, Theo, Yudhi, Rizal!''
Fani makin memucat. Gila! Dia inget semua namanya!
''Mmm....'' Fani menggigit bibir. Kacau banget nih!
''Temen waktu SMA"'' Bima membantu tawanannya menemukan
jawaban. Beruntung di detik-detik membahayakan itu, dewi penyelamat
datang dan langsung melancarkan serangan. Dengan
mengerahkan seluruh tenaga, Ijah memukul punggung Bima
dengan kemoceng sekuat-kuatnya.
''AAKH!!!'' Bima berteriak keras.
''Kalo di sini jangan macem-macem ya!'' bentak Ijah galak.
''Lepasin Non saya atau sampeyan saya laporin polisi!"''
Begitu Bima melepaskan kurungannya dan berbalik menghadap
Ijah, Fani langsung melejit dari kursi eksekusinya. Dia lari
pontang-panting ke belakang punggung Ijah lalu merunduk di
sana. Bima menegakkan badan dan perlahan menghampiri
keduanya. ''Jah! Tolongin gue, Jah!'' Fani mencengkeram satu tangan Ijah
kuat-kuat. ''Jangan takut, Non!'' kata Ijah gagah. Diacung-acungkannya
kemoceng ke arah Bima dengan sikap mengancam.
''Jadi kamu nantangin saya, Jah"'' Bima menggulung kedua
lengan kemejanya. Melihat tangan-tangan yang nyaris sebesar
batang pohon mangga di halaman rumah, mental Ijah langsung
down. ''Ng.....nggak kok, Mas! Nggak!'' gelengnya gagap.
''Kalo nggak, cepat menyingkir!'' perintah Bima.
''Non saya....orangnya ba....baik kok, Mas.''
''Emangnya siapa yang bilang Non kamu nggak baik"''
''Tapi....tapi kok dimacem-macemin"''
Bima menghela napas. Tampang orangutannya kemudian
dibuatnya menjadi sediiih sekali.
''Soalnya Non kamu mau mutusin saya, Jah. Gimana saya nggak
kalap, coba"'' Ijah kaget. Fani ternganga. Ijah balik badan dan langsung
mengecam Fani dengan keras. ''Non kok begitu sih" Emangnya
Mas Genderuwo salahnya apa"''
Mas Genderuwo" Bima melongo. Tapi sedetik kemudian dia tidak
peduli. Sudah biasa. Bulu tubuhnya yang lebat memang sering
membuat orang memberinya julukan macam-macam.
''Yang kamu liat saya orangnya kasar, sadis, jahat. Tapi itu
karena saya frustasi, Jah. Saya cinta sekali sama Non kamu. Tapi
dia nggak cinta sama saya. Malah Non kamu ini sering bilang,
katanya dia benci sekali sama saya. Gimana saya nggak jadi
nelangsa, coba" Gimana hati saya nggak jadi sedih" Kamu tau
nggak, Jah" Non kamu itu nggak pernah nelepon saya. Satu kali
pun! Saya terus yang nelepon ke sini. Kalo saya tanya ''kenapa
sih kamu nggak pernah nelepon" Sekali-sekali kek''. Tau nggak
Bon kamu ini jawab apa"''
''Jawab apa dia, Mas"'' tanya Ijah. Nada galak dan mengancam
dalam suaranya tadi kontan berubah menjadi nada iba dan
simpati. ''Nggak butuh!'' Begitu katanya, Jah. Sedih sekali hati saya, kan"''
Mulut Ijah kontan mangap. Mulut Fani, jangan ditanya, dari tadi
malah belum menutup. Ijah langsung mengecam Fani. Dengan
keras, lagi! ''Non kenapa begitu sih" Kasian kan Mas Genderuwo! Orang
telepon tinggal angkat! Deket. Tuh, di pojok! Nggak mesti jalan
ke wartel. Lagian Non Fani kan juga punya HP. Telepon kek gitu
sebentaran. Jangan begitu dong! Itu namanya nggak tau diri!''
''Hah" Ee...i...'' Melihat keadaan yang berbalik begitu cepat, Fani
jadi a-a-u-u. Bima tertawa tanpa suara. Tapi langsung ditutupnya mulutnya
begitu Ijah balik badan, diteruskannya ''jeritan batin''-nya yang
memilukan itu. ''Terus, Non kamu ini juga nggak pernah mau saya ajak ke rumah
saya, Jah. Kamu tau nggak, apa katanya"''
''Nggak. Apa katanya, Mas" Dia bilang apa"'' tanya Ijah seketika.
Bima tak langsung menjawab. Lebih dulu ditampilkannya ekspresi
''betapa pembicaraan itu semakin meremuk-redamkan hati dan
perasaanya yang telah tercabik-cabik sebelumnya, betapa cinta
sucinya yang telah terkoyak jadi semakin berkeping karenanya.''
Aktingnya berhasil. Melihat keadaan Bima, Ijah jadi merasa
sangat bersalah. Dan itu membuat rasa simpatinya membubung
tak terkendali. ''Non Fani bilang apa, Mas"'' Ijah mengulangi pertanyaannya. Kali
ini dengan pelan dan sangat hati-hati. Seolah-olah mengatakan,
''Tak usahlah kau cemas karena esok mentari masih bersinar
lagi.'' ''Nggak sudi nginjek rumah saya!'' begitu dia bilang, Jah. Waktu
Non kamu ngomong begitu, saya sediiih banget. Soalnya saya
pengen ngenalin dia ke orang-orang di rumah. Ke bapak-ibu
saya, kakak-kakak saya, adik saya. Soalnya saya serius, Jah.
Nggak main-main. Cinta saya sama Non kamu, tulus dan suci,
Jah!'' Ijah kontan ternganga lagi. Sementara mulut Fani sepertinya
sudah tidak bisa ditutup lagi. Kedua rahangnya macet. Ijah balik
badan dan dipelototinya kalo jadi perempuan. ''Nanti dapet
karma, tau nggak" Kalo di kampung Ijah, perempuan kayak Non
Fani gini, jahat sama laki-laki, langsung nggak laku! Tau nggak!"''
''Ng....i....'' ''Jodoh itu nggak dateng dua kali, Non! Ijah kasih tau aja. Kalo
sekarang Non Fani udah nyia-nyiain Mas Genderuwo, padahal dia
udah baik banget, ntar kalo dia udah pergi, baru nyesel. Baru
Non Fani tau rasa!'' Bima menyeringai lebar. Dikedipkannya sebelah matanya ke Fani.
''Makanya, Jah,'' ucap cowok itu dengan nada sendu, ''gimana
saya nggak jadi sedih banget, coba" Saya sampe frustasi, Jah.
Waktu itu saya malah hampir bunuh diri!''
Ijah serta-merta menoleh. Shock banget dia mendengar kata-kata
Bima barusan. ''Jangan! Jangan, Mas! Bunuh diri itu dosa. Nggak di terima sama
Tuhan. Nanti bisa jadi arwah gentayangan,'' tanpa sadar Ijah
menepuk-nepuk lengan Bima. Rasa simpatinya membubung
semakin tak terkendali. ''Gini aja deh. Nanti saya bantuin. Jangan
kuatir. Kalo cuma Non Fani aja sih,'' dia jentikkan jarinya, ''kecil!''
Bima segera menggenggam satu tangan Ijah dan mengucap
terima kasih dengan cara yang membuat Ijah jadi semakin
terharu.''Terima kasih, Jah. Saya nggak nyangka, kamu ternyata
pengertian sekali. Paham dengan penderitaan batin saya ini.''
Wiiiih..... Ck ck ck! Merana banget nih orang ternyata, ya" Fani
membatin sambil geleng-geleng kepala. Menyaksikan betapa
wajah Sun Go kong di depannya itu sudah seperti orang yang
benar-benar menderita, terluka, dan teraniaya karena kejamnya
cinta! Ijah, yang tidak melihat kilatan tawa di sepasang mata hitam
Bima, yang menganggap apa yang menimpa cowok itu begitu
tragis dan teramat menyayat jiwa, memutuskan untuk membantu
saat itu juga. ''Maaf ya, Mas" Ijah nggak tau kalo ceritanya ternyata begini.
Abis Non Fani ngomongnya lain banget sih. Ya udah kalo gitu.
Terusin aja ngerayunya. Ijah tinggal ke belakang. Pokoknya
dijamin aman. Kalo telepon bunyi, cuekin aja. Ntar Ijah angkat
dari dapur. Oke"'' Fani terperangah. ''Terusin apanya" Jah, itu tadi gue mau dibunuh, bukan dirayu!
Beneran, Jah! Sumpah! Elo jangan percaya omongannya!
Semuanya bohong! Bohong! Sumpah biar gue disamber geledek
kalo omongannya tadi bener!''
Namun Ijah menjawab jeritan minta tolong nona majikannya itu
dengan jawaban santai. ''Jelas aja Non Fani berani ngomong gitu.
Panas-panas gini mana ada geledek, lagi"''
''Gue pecat ntar lo, Jah! Liat aja!'' seru Fani berang.
''Emangnya Non Fani yang bayar gajinya Ijah" Seenaknya aja
main pecat. Berani amat!''
Fani ternganga. Sementara Bima nyaris saja tersedak gara-gara
mati-matian menahan tawa. Kegusaran Fani langsung berubah
menjadi kepanikan, begitu ternyata Ijag benar-benar akan
meninggalkannya hanya berdua dengan Bima.''Eh! Ijah! Dia
bohong, Jah! Semuanya bohong! Ijah! Ijaaah!''
''Non Fani nggak usah main sinetron deh!'' kata Ijah di detik-detik
terakhir menjelang tubuhnya menghilang di ruang makan. Fani
terkesiap. ''IJAH! TOLONGIN GUE, JAH! JANGAN TINGGALIN GUE! NTAR LO
NGGAK BAKALAN NGELIAT GUE LAGI! BENERAN! IJAAAH!!!''
Jeritannya sia-sia! Dan hilanglah sudah suporter terakhirnya. Dia
telah menyeberang ke pihak lawan. Bima merengkuh Fani dari
belakang dengan tawa penuh kemenangan, dan memeluknya
kuat-kuat. ''Curang! Elo curang!'' jerit Fani. Tawa Bima makin keras dan
pelukannya makin kuat. Dengan gemas, diciumnya puncak kepala
Fani. ''Sekarang bilang, lewat mana"'' desisnya tepat di daun telinga
Fani. ''Cepet bilang!'' Teng! Time for harakiri! Namun ternyata Dia Yang Di Atas mengirimkan bantuan. Di saat
yang teramat genting itu, sebuah Lancer hitam berhenti di depan
gerbang lalu membunyikan klakson.
''Yihaaa! Mama pulang! Mama pulaaang!'' Fani menjerit girang.
Bima terpaksa melepaskan pelukannya. Tapi ternyata Fani tidak
bergerak terlalu jauh. Cuma dua langkah di depan Bima malah.
Cewek itu lalu meleletkan lidah panjang-panjang.
''Cona kalo berani, peluk gue lagi!'' tantangnya. ''Ayo, peluk
cepetan! Cium gue sekalian! Cepet cium!'' cewek itu
menyodorkan tubuhnya ke arah Bima lalu mengerucutkan
sepasang bibirnya. Bima menatapnya geram, tapi tidak bisa
berbuat apa-apa. Fani meleletkan lidah panjang-panjang lagi.
''Gue bilangin mama gue lho! Rasain! Bentar lagi lo bakalan
dipulangin ke habitat lo di hutan Kalimantan! Tamat sudah
riwayat lo sekarang!'' Tantangan yang berakibat fatal. Bima menjawabnya dengan
penculikan. Diulang..... Penculikan! Diulang lagi..... PENCULIKAN!!! Dalam arti yang sebenarnya!
Gilanya, sang korban diciduk langsung di depan rumahnya.
Hebatnya, itu terjadi pada hari Kamis yang sama. Hari yang telah
diramalkan akan menjadi hari sial untuk mereka yang berbintang
Virgo. Khususnya Virgo yang bernama Fani! Dan salutnya......ada
begitu banyak orang di rumah sang korban pada saat peristiwa
itu terjadi! *** ''Lagi banyak tamu ya, Fan"'' Langen menghentikan Kijangnya
lalu menatap heran mobil-mobil yang berderet di sisi ruas jalan di
depan rumah Fani. Saat itu hari menjelang petang.
''Yoi. Temen-temennya bokap.''
''Gue nggak mampir deh.''
''Kenapa"'' ''Ogah! Ntar gue pasti disuruh bantuin elo sama Ijah cuci piring
sama beres-beres kalo tamunya udah pada pulang.'' Langen
melambaikan tangan sambil meringis. ''Daaah. Met kerja paksa
ya!'' ''Dasar lo! Males!'' seru Fani dongkol.
Soalnya bagi Fani, kehadiran Langen memang sangat berarti,
karena akan sangat mengurangi tumpukan gelas, piring, sendok,
garpu, panci, dan segala macam perkakas lain yang harus
dicucinya bersama Ijah nanti. Fani membalikkan badan sambil
menggerutu. Masih terdengar tawa berderai Langen saat sebuah
Jeep Canvas berhenti mendadak di dekat Fani.
''Halo, Sayang.'' Satu suara yang sudah amat sangat dikenalnya berkata pelan.
Tepat di cuping telinga. Disusul tubuhnya dipeluk satu tangan
dari arah belakang. Fani menoleh kaget. Bima langsung
menyambutnya dengan senyum lembut, namun dengan kilatan
berbahaya di sepasang mata hitamnya.
''Aku mau ngajak kamu ja lan-jalan.'' ''Nggak! Nggak! Nggak mau! Gue....!''
Protes tidak berlanjut. Bima membenamkan wajah Fani ke
dadanya. Sementara tangan kanannya cepat-cepat membuka
pintu mobil. Diangkatnya tubuh Fani ke belakang setir.
''Geser, cepet!'' Fani langsung menggeser badannya. Bukan karena menuruti
perintah itu, tapi karena dia melihat peluang untuk melarikan diri.
Dengan cepat Bima melompat ke belakang setir dan meraih
tubuh tawanannya, beberapa detik sebelum tangan sang tawanan
sempat meraih hendel pintu.
''Tolong! To....'' Jeritan sang tawanan langsung teredam. Sekali lagi Bima
membenamkan wajah Fani di dadanya. Diinjaknya pedal gas dan
cepat-cepat dilarikannya Jeep LC Hardtop Canvas-nya dari tempat
itu. Dia menyetir hanya dengan satu tangan, karena tangannya
yang lain mendekap tawanannya kuat-kuat. Dekapan itu baru
dilepasnya setelah Jeep keluar dari kompleks. Fani langsung
melejit jauh-jauh. Menempelkan tubuhnya rapat-rapat di pintu.
''Ini penculikan, tau!'' serunya dengan suara gemetar.
''Tepat!'' Bima menjawab kalem. ''Pinter kamu, bisa langsung
sadar kalo diculik!'' Fani tertegun. Ditatapnya Bima dengan sorot takut dan tak
mengerti. ''Apa sih mau lo"''
''Apa mau gue"'' Bima menoleh sekilas. ''Aku orang yang nggak
bisa ditantang, Sayang. Nggak satu, apalagi banyak!''
''Maksud lo"'' Bima meraih sebuah bungkusan dari jok belakang dan
meletakkannya di pangkuan Fani. Fani membukanya dan seketika
terkesiap. Bikini warna biru!


Cewek Karya Esti Kinasih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

''Punyaku warnanya juga biru.'' Bima menoleh dan menyeringai,
lalu mengedipkan satu matanya. ''Inget nggak, waktu kamu
mabok sama Langen sama Febi habis turun gunung itu" Kamu
nantang aku, berani nggak pake bikini" Inget"!''
Fani tersentak. Dia ingat, tapi nggak ditanggapinya pertanyaan
Bima. Jeep Canvas itu kemudian berbelok memasuki areal parkir sebuah
bangunan dengan tulisan ''TIRTASARI'' besar-besar di atas
atapnya. Setelah memarkir Jeep-nya di bawah pohon, Bima
meraih sebuah bungkusan plastik hitam dari jok belakang lalu
melompat turun. Dibukanya pintu di sebelah Fani.
''Ayo, turun!'' Fani berpikir keras. Dijawabnya atau tidak tantangannya sendiri
ini" Soalnya ada dua kemungkinan. Ini cuma gertak sambal dan
dia bisa selamat, atau Bima memang berniat nekat. Dan itu
artinya, akan dia pamerkan tubuh setengah bugilnya gratis-gratis
untuk babon ini! Bima menikmati ekspresi panik di depannya. Untuknya sendiri, ini
juga harakiri. Bunuh diri total! Tapi untuk orang yang sudah
mengatai dirinya ''cowok tempe'', tantangan apa pun akan dia
layani! Apalagi cewek ini juga sudah berani mengatainya ''ayam''.
Sampai tujuh turunan, itu benar-benar tidak bisa dimaafkan!
Dan dibanding dua tantangan lain yang diajukan bersamaan pada
saat kebut gunung itu, juga dua tantangan terakhir yang belum
lama diterimanya, ini yang akibatnya paling fatal sekaligus paling
efektif untuk mengenyahkan munculnya tantangan berikut.
''Gimana" Jangan kelamaan mikirnya!''
Fani menggigit bibir. Lalu.....
''Ayo!'' Akhirnya Fani nekat mengambil risiko. Dengan
perhitungan, ini cuma sekadar gertakan.
''Bagus!'' Bima bersiul keras.
Keduanya lalu berjalan memasuki kompleks kolam renang. Bima
Darah Ksatria 2 Pendekar Rajawali Sakti 174 Sepasang Taji Iblis Pedang Penakluk Iblis 3

Cari Blog Ini