The Chronos Sapphire Karya Angelia Putri Bagian 2
keluar darah. Aku memang sedikit menggunakan tenaga dalamku untuk menendangnya.
Saat yang tepat. Tiga puluh detik lagi. kata Maya.
"Rifan, Change!"
Aku mundur ke belakang dan membiarkan Rifan kembali menyerang Jack. Aku lalu
menghitung mundur dari detik ke- 25. Aku yakin, Rifan bisa mengulur waktu sampai 25 detik lagi.
"Lima" empat" tiga" dua" satu!"
Setelah aku menghitung mundur, suara ledakan yang sempat terhenti karena penghentian
waktu kembali terdengar. Aku cepat-cepat mengaktifkan earset-ku dan berbicara pada yang lain.
"Semua beres?" tanyaku.
"Beres." Itu suara Charles dan Duke. Mereka sudah menyelesaikan bagian mereka.
"Pergi secepat mungkin dari sini! Nomor 1 sudah tidak bisa bekerja sama. Ia membunuh
nomor 2." Kataku. "Perintah dimengerti. Kami akan segera pergi dari sini. Berkumpul kembali di titik alpha. "
Kata Duke. "Mengerti." Aku menoleh lagi dan melihat Rifan menatap kearahku. Aku mengangguk pelan.
"Change!!" Aku lalu kembali maju menyerang. Tapi kali ini, aku menyerang bersama Rifan. Kami
terus menekan Jack dan membuatnya terluka cukup parah di beberapa bagian tubuhnya. Dia tidak
punya kesempatan membalas serangan kami, dan aku memang tidak akan membiarkannya.
"Hiaaa!!!" Aku menyabetkan pedangku di perutnya dan berhasil membuat luka yang cukup dalam.
Aku mengibaskan pedangku dan membersihkan mata pedangnya. Jack jatuh tersungkur tepat saat
aku menyarungkan pedangku.
Aku membalikkan badan dan melihat Rifan berjalan kearahku sambil tersenyum.
"Kekuatanmu sekarang bertambah hebat." Pujinya.
"Terima kasih." Balasku. Aku mengalihkan pandanganku pada Jack yang jatuh di lantai.
Rifan mengerti pandanganku.
"Dia akan sadar beberapa jam lagi. Tapi, aku berharap dia mati." katanya, "Selama itu, kita
harus kabur." "Ya. Aku sudah memberitahu yang lain untuk pergi dari sini." Aku menyetujui katakatanya, "Aku rasa, Laboratorium Terlarang sudah musnah. Aku tidak mendengar ada kabar lain
dari Laboratorium Terlarang."
"Aku pikir juga begitu. Apa Ardelia yang mengatakan itu padamu?"
"Mmm" dia yang mengatakannya sendiri. Selama ini, dia disuruh. Sudah kukatakan
padamu sebelumnya. Dia mungkin sudah memberitahu Divisi Penanggulangan The Chronos
Sapphire untuk menghancurkan laboratorium."
"Berpura-pura jadi jahat. Ide yang brilian."
Aku mendengar suara ledakan lagi. Aku rasa, gedung ini akan mulai runtuh.
"Ktia harus secepatnya pergi dari sini." Kata Rifan.
"Tunggu!" aku berlari kearah mayat Dylan dan memegangi keningnya. Dia memang
sudahd meninggal. "Kau mau apa, Aria" Kita harus pergi dari sini."
"Belum. Aku ingin mengembalikannya pada keluarganya. Sudah mati ataupun masih
hidup." Aku mengeluarkan kalungku dan meletakkan ketiga bandulnya di dada Dylan.
Maya, kembalikan Dylan ke negaranya dan bisakah memberitahuku apa yang harus
kulakukan untuk membuka pintu walau sekarang bukan bulan purnama" Kataku.
Tentu saja. Pejamkan kedua matamu dan bayangkan dia sudah berada di rumahnya.
Ucapkan kata teleport gate, open!. Tapi itu memakan tenaga yang cukup besar. Setelahnya, kamu
harus beristirahat selama 24 jam untuk memulihkan diri. Karena sekarang bukan bulan purnama,
kamu harus istirahat sedikit lebih lama dari 24 jam. Mungkin sekitar 36 jam. Balasnya.
Tidak masalah. Aku siap. Balasku lagi.
Aku lalu memejamkan mata dan mencoba berkonsentrasi. Membayangkan Dylan
terbaring di depan rumahnya. Dengan baju bersih dan tidak ada luka, namun dia sudah meninggal.
Err" Aria" Sebenarnya, aku punya sesuatu yang ingin kukatakan. Suara Maya tiba-tiba
terdengar lagi. Diamlah. Aku sedang mencoba berkonsentrasi. Kataku, Nanti saja kau mengatakan sesuatu
itu. Tapi" "Teleport gate, open!!"
Aku membuka mata dan melihat sebuah lingkaran biru bersinar dibawah tubuh Dylan dan
kemudian menelannya perlahan-lahan. Dan aku mulai merasakan seluruh energiku terserap
bersamaan dengan menghilangnya Dylan.
"Aria." Rifan menahan tubuhku agar tidak jatuh pingsan. Aku terus berkonsentrasi pada sosok
Dylan yang sudah mulai menghilang. Lalu, saat tubuhnya sudah benar-benar tertelan lingkaran
biru itu, seluruh tubuhku seakan mati rasa dan tidak bisa digerakkan. Mataku berkunang-kunang.
"Aria" Kau bisa mendengarku?" tanya Rifan.
Aku ingin menjawab iya, tapi aku melihat gerakan Jack di belakang. Sedang berusaha untuk
berdiri. "J, Jack?" Lalu, aku pingsan. BAB 7 Ternyata Jack Memang belum mati
Entah sudah berapa lama aku pingsan.
Begitu aku membuka mata, aku langsung melihat seberkas sinar matahari menerpa
wajahku. Aku sendiri berbaring diatas sebuah kantong tidur di dalam sebuah tenda. Aku sadar
beberapa detik kemudian kalau ini adalah tendaku. Setidaknya, barang-barang di sekitarku adalah
milikku. Aku lalu mencoba duduk dan mengingat-ingat apa yang terjadi. Ah, ya" aku ingat. Aku
memulangkan Dylan dengan kalungku. Setelah itu aku melihat Jack bangkit berdiri, dan setelahnya
lagi aku tidak ingat apa-apa karena pingsan.
Oke. Jack belum mati, dan dia akan tetap mengincarku. Itu hal yang bagus. Atau buruk,
sebenarnya. "Kau sudah sadar?"
Aku menoleh kearah pintu tenda dan melihat Charles masuk sambil membawa sebuah roti
ditangannya. "Hai," kataku, "Selamat pagi."
"Selamat pagi juga." Balasnya sambil tersenyum. Ia lalu duduk di sebelahku sambil meraba
keningku. "Sudah baikan?"
Aku mengangguk pelan. "Sepertinya begitu?"
Charles tersenyum lagi, dan menyerahkan roti yang ada ditangannya.
"Makanlah. Setelah ini, kita bersiap-siap untuk pergi." Katanya.
"Hmm" tapi aku merasa" masih lemah." Kataku, "Mengembalikan Dylan ke tempatnya
membuatku harus beristirahat seharian. Sekarang saja aku masih merasa kakiku tidak bisa
digerakkan." "Tidak masalah. Kamu bisa saja digendong Rifan." kata Charles sambil mengedipkan
matanya. Aku melotot padanya yang langsung disambut gelak tawa.
"Nanti aku akan bilang padanya. Sementara ini, kamu istirahat saja. Seperti katamu tadi."
Setelah itu dia pergi keluar tenda. Meninggalkanku yang masih bersungut-sungut karena
perkataannya. Pasangan serasi. Kata Maya di kepalaku.
"Oh, diamlah. Kau jangan mengejekku juga." Kataku sambil menggigit rotiku.
Tidak perlu malu. Kata Maya lagi, Kau suka padanya, kan"
"Tutup mulut saja. Aku sedang tidak ingin berdebat karena kelelahan." Gerutuku.
Aku yakin aku mendengar Maya tertawa di kepalaku. Aku hanya menggerutu sambil
menggigit habis rotiku. Tapi, kau benar-benar suka dengannya, kan" Bukan karena dia pasangan empati-mu, kan"
Tanyanya lagi sambil menahan tawa.
Aku lebih memilih diam dan tidak menjawab. Selain karena lelah, aku juga tidak mau
mengaku"oh! Sudahlah!
*** Aku berjalan tertatih-tatih keluar tenda. Dan aku bisa melihat Charles dan yang lain sedang
berkemas. Duke dan Lord sedang membereskan tenda mereka. Sedangkan Stevan, dia sedang
membuat sesuatu. Seperti" entahlah. Aku tidak bisa melihatnya.
"Kau sudah bangun, ya?"
Rifan tiba-tiba sudah berdiri di sebelahku sambil menenteng tas ranselnya dengan sebelah
tangan. "Begitulah?" kataku, "Kamu sendiri sepertinya sudah bersiap-siap."
Rifan tersenyum. "Aku akan membereskan barang-barangmu. Kamu tunggu saja di sini." Katanya.
"Aku ingin membantu." Kataku pura-pura ngambek. "Lagipula" lagipula, aku sehat, kok!"
"Aku tadi dengar dari Charles. Katanya kamu butuh istirahat seharian. Jadi, sebaiknya, biar
aku yang membereskan tendamu."
Aku mau menyela lagi, tapi tidak kuasa menatap kedua matanya yang kali ini bersinar
teduh. "Baiklah. Terserah kamu saja." Kataku menahan kesal (walau ada sedikit perasaan gugup
juga). Aku lalu duduk di dekat Rifan menaruh tasnya dan memperhatikannya membereskan
tendaku. Aku memperhatikannya sambil memeluk kedua kakiku. Semua bekerja, sedangkan aku
tidak bekerja. Aku jadi merasa seperti di-anak emaskan disini.
Kamu, kan memang anak emas. Kata Maya, Dan sayangnya, anak emas yang cantik.
"Diamlah. Aku sedang tidak ingin mengobrol." Kataku.
Aku, kan berbicara kenyataan yang sebenarnya. Nada suara Maya terdengar menggurui.
Sebaiknya kamu jangan terlalu sering mengomel padaku. Kamu masih lemah, kan"
Kali ini dia benar. Sebaiknya aku tidak terlalu banyak mengomel.
Rifan selesai membereskan tenda dan juga barang-barangku. Setelah itu, ia menyerahkan
tas ranselku padaku. "Terima kasih."
"Sama-sama." Charles dan yang lain juga sudah selesai dengan urusan mereka. Mereka semua menatap
kami berdua dan mengangguk bersamaan. Aku lalu bangkit berdiri dan berjalan kearah mereka.
"Apa ada tanda-tanda Jack datang kemari?" tanyaku.
Duke menggeleng. "Tidak. Beruntungnya, atau malah ini berita buruk, kita harus menuju ke pantai dalam
waktu beberapa hari. Mungkin sekitar seminggu. Di pulau ini masih banyak orang-orang ERU
COMPANY, dan mereka sedang memburu kita. Mereka juga sudah menutup akses darat dan
laut. Kita hanya bisa bergerak sepelan mungkin agar mereka tidak mengetahui dimana keberadaan
kita." "Ya. Aku sudah mengecek semuanya. Mereka benar-benar sudah menutup semua jalan
keluar dari pulau ini. Satu-satunya cara adalah, kita harus pergi ke pantai tanpa diketahui,
menyabotase sebuah kapal untuk pergi ke Laboratorium Terlarang. Aku sudah mencoba
mengirimkan komunikasi pada Laboratorium Terlarang, tidak ada jawaban." Kata Stevan.
"Tentu saja mereka tidak akan menjawab," sahutku, "Karena tempat itu sudah
dihancurkan dan orang-orangnya kembali menghilang bagai hantu."
Semua mata (kecuali Rifan dan Charles, mungkin") menatap dengan tatapan terkejut
padaku. "Benarkah" Kalau begitu" kalau begitu, kita bisa melarikan diri dari semua ini?" tanya
Lord. "Aku rasa begitu."
"Kenapa jawabanmu seperti itu, Aria?" tanyanya lagi. "Kau bisa membuka pintu keluar
dengan kunci, kan?" "Lord, masalahnya adalah, Jack masih hidup. Itu ancaman terbesar, bisa jadi. Lalu, aku
juga punya kalung kunci yang sudah pernah kuceritakan. Dan dia mengincarnya. Selain itu, aku
hanya bisa membuka gerbang"maksudku, pintu keluar untuk pergi dari The Chronos Sapphire di
malam bulan purnama. Kemarin aku sudah menggunakannya satu kali, dan aku langsung
kelelahan luar biasa. Aku tidak bisa membuka pintu keluar dalam waktu dekat."
"Begitu. Oke" tidak masalah." Kata Lord setelah terdiam beberapa detik. Dia memang
mempunyai sifat yang hampir mirip dengan Duke.
"Kalau begitu, kita hanya harus ke pantai, mencari kapal yang tidak dipakai, dan setelah itu
mengatur rencana lagi." kata Rifan.
Semua menggumamkan kata-kata setuju.
Setelah itu, kami langsung berjalan kearah pantai. Dibilang berjalan sebenarnya tidak tepat,
kami berjalan cepat, tapi dengan kecepatan manusia biasa. Kalau kami menggunakan kekuatan
akselerasi kami, bisa-bisa kami malah ditangkap oleh tentara ERU COMPANY yang sudah
menunggu di pantai. Tapi yang membuatku khawatir adalah, apa dalam kecepatan seperti ini Jack bisa mengejar
kami semua dalam waktu kurang dari satu detik"
Aku rasa aku mulai berpikiran berlebihan.
Aku berlari di sebelah Rifan dan menggenggam tangannya. Menjaga supaya tubuhku tidak
terjatuh karena kondisiku yang belum pulih benar. Beberapa kali aku tersandung batu atau ranting
karena mataku terasa berat. Rifan menawarkan gendongan di punggungnya. Tapi aku tidak mau.
Aku sudah membenaninya terlalu banyak.
"Tidak apa-apa. Lagipula, kamu masih lemah." Katanya saat menawariku gendongan di
punggungnya. Tapi tidak. Terima kasih. Aku benar-benar tidak mau merepotkanmu terlalu banyak.
Akhirnya ia mengalah dan kembali berjalan bersamaku. Kami semua berjalan dalam satu
kelompok. Untuk menghindari serangan tiba-tiba dan siap melindungi satu sama lain.
Aku iri padamu. Suara Maya terdengar lagi. Kamu bisa memiliki teman-teman nyata.
Seharusnya aku yang iri padamu. Kenapa bukan aku saja yang sepertimu" Balasku.
Menjadi sepertiku itu lebih berat dari yang kau kira. Katanya sendu. Aku hanya akan
muncul sekali lagi, dan berbicara denganmu beberapa kali saja. Tidak dalam jangka pendek. Jadi
aku tidak bisa selalu menemanimu. Dan saat itu tiba, aku harus pergi jauh.
Aku manggut-manggut mendengar ucapannya.
Ya sudah. Jangan ganggu aku dulu sekarang. Aku dan yang lain sedang berkonsentrasi
berjalan. Kataku. Sifatmu memang mirip ibumu, ya" Kalau begitu, sampai nanti.
Aku hendak bertanya lagi saat dia menyebut ibuku, tapi terlambat. Dia sudah tidak
menjawab lagi. Aku menggerutu panjang-pendek dan memusatkan perhatianku ke jalan yang kami lewati.
Rifan terus menggenggam tanganku sementara yang lain, yang ada di depan kami, juga terus
berjalan. Tidak ada yang mengajak berbicara, karena kami tidak pernah punya topic pembicaraan
disaat-saat seperti ini. Apalagi, sekarang nyawa kami bisa saja berada di ujung tanduk karena Jack.
Tiba-tiba Duke yang berada di depan kelompok berhenti dan membuat kami menabrak
satu sama lain. "Ada apa, Duke?" tanya Lord.
"Dia disini?" "Siapa?" tanyaku, "Apa?"
"Jack." Duke mengangguk. "Dia disini. Sangat dekat."
Tanpa dikomando, semua langsung memegang senjata masing-masing.
Rifan mengeluarkan pedangnya dan berdiri siaga di depanku. Charles beralih ke
belakangku dan menjagaku dari belakang.
"Serius, aku tidak mau ada dua cowok melindungiku sekarang." Kataku pelan.
"Kamu masih lemah." Jawab Charles. Masih dengan alasan yang sama. "Jadi perlu
dilindungi." Aku hendak menyahut lagi. tapi sebuah bayangan yang bergerak diantara mereka berdua
memecah perhatianku. Rifan dan Charles jatuh di depanku dengan luka di perut mereka.
"Rifan! Charles!"
Aku berlari kearah mereka, namun sebuah tangan mencekal lengan kananku dan
menarikku ke belakang. "Kyaa!!" "Aria!" Aku tertarik ke belakang menjauh dari Rifan dan Charles. Sebuah tangan lain memegang
lenganku yang satu lagi dan memitingnya ke belakang. Kalau saja ini keadaan normal dan kondisi
tubuhku tidak selelah ini, aku pasti sudah menyerang orang yang memitingku ini dengan tangan
kosong. Nyatanya, sekarang aku sedang kelelahan.
"Jack?" desisku.
Jack yang memiting kedua tanganku tersenyum dengan sebelah bibirnya saat aku menoleh
menatapnya. "Selamat pagi. Aku kira, aku tidak ketinggalan perjalanan kita." Katanya.
Duke dan Lord segera membantu Rifan dan Charles berdiri. Aku melihat di perut mereka
berdua mengeluarkan darah cukup banyak. Malah pakaian Rifan terlihat berkilau karena darah.
Charles juga sama dengan Rifan. Mereka berdua terluka parah.
Stevan maju dan menghunuskan pedang ditangannya.
"Jack, lepaskan Aria." Katanya tenang.
Jack tertawa kecil mendengarnya. Suaranya bahkan lebih menyeramkan dari yang kemarinkemarin.
"Sayangnya, aku tidak bisa." Kata Jack. Kedua tangannya mencengkeram kedua tanganku
dengan sangat erat sampai aku merasa tulangku patah.
"Dia kunci utamaku untuk pergi dan membalaskan dendam pada kalian semua!" katanya.
"Apa" Apa salah kami padamu" Sampai kau berniat membalas dendam pada kami?" tanya
Duke yang membantu Rifan berdiri.
Aku mencoba mengirimkan pikiranku pada Rifan tapi tidak berhasil karena sepertinya
otakku sedang tidak bisa diajak berpikir.
"Kalian tidak punya salah apa-apa." Jawab Jack dengan nada suara yang begitu dingin.
The Chronos Sapphire Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tapi, Laboratorium Terlarang. Mereka yang membuat hidupku berantakan selama sepuluh
tahun. Yah" kalian tidak terkecuali, sih. Aku bosan melihat wajah kalian yang selalu memelas.
Juga" ah, ya. Gadis ini terlalu istimewa untuk kalian."
Dia memegang wajahku dengan sebelah tangan dan menelusurinya. Aku memalingkan
wajah untuk menghindari tangannya.
"Hentikan, Jack!" seru Rifan.
"Oh, si pahlawan masih bisa berbicara, ya?" ejek Jack. "Seharusnya tadi aku membekukan
waktu saja untuk mengambil Aria."
"Kau?" Jack menjentikkan jarinya dan waktu kembali berhenti. Charles, Duke, Lord, dan Stevan
mematung dan tidak bisa bergerak. Hanya Rifan yang bergerak, tapi kondisinya juga sedang
terluka. "Rifan," Jack mengeratkan genggamannya dan aku menjerit kesakitan. Ah, ya" tubuhku masih
lemah. Aku baru istirahat selama beberapa jam dan belum pulih.
"Jack! Berhenti!" Rifan berusaha bangkit dan berjalan tertatih kearah kami. Aku
menggelengkan kepalaku dan menyuruhnya tetap disitu.
Kau terluka. Jangan memaksakan dirimu. Kataku.
Tapi" "Sepertinya kamu kesakitan, ya" Apa karena memulangkan Dylan yang sudah meninggal
dengan kunci itu?" kata Jack menelusuri wajahku lagi.
"Berhenti" memegang" wajahku!" geramku.
Jack berhenti menelusuri wajahku dan melihat kearah Rifan yang berdiri diam di
hadapannya. Dengan tatapan marah, tentu saja.
"Lepaskan dia. Kau harus melawanku dulu jika kau mau membawanya!" tantang Rifan.
"Kau sudah kepayahan, Tuan Pahlawan. Kau tidak mungkin bisa menang melawanku."
Ejek Jack. "Buktikan kalau kau bisa menang."
Tidak! Tidak, jangan! Kamu terluka! Kataku.
Aku bisa mengatasinya. Kata Rifan. Aku bisa. Jadi jangan khawatir.
"Sepertinya kau menantang orang yang salah, Rifan." kata Jack. "Karena aku sudah
memiliki kemampuan baru. Lagi."
"Apa?" Jack menjentikkan jarinya. Dan sulur-sulur serta akar tanaman keluar dari dalam tanah di
bawah kaki Rifan dan membelitnya.
"Kemampuan baruku. Mengendalikan benda hidup." Kata Jack lagi, "Sama dengan Duke
yang bisa mengendalikan pikiran orang lain. Tapi milikku berbeda."
Dalam waktu singkat, Rifan sudah terikat dengan sulur serta akar tanaman tersebut.
Pedangnya jatuh ke tanah. Ia mencoba melepaskan diri dari sulur itu, tapi sepertinya sulur itu
terlalu kuat membelitnya.
"Rifan?" "Ha! Sekarang kau tidak bisa bergerak, kan?" kata Jack. "Aku baru saja mendapatkan
kemampuan ini beberapa menit yang lalu."
Rifan menatap marah padanya, dan aku yakin, Rifan ingin menghajarnya habis-habisan.
Tangan Jack memegang tengkukku dan menekan bagian urat syarafku. Seketika itu juga
tubuhku langsung ambruk dan tidak bisa digerakkan. Dia menotok urat syarafku. Tapi, aku masih
sadar. Sial! Dia menotok syarafku! Kataku dalam hati.
Jack menggendongku dan melihat sekilas kearah Rifan.
"Sampai bertemu lagi, Tuan Pahlawan. Aku akan membawa pasangan empati-mu
bersamaku untuk keluar dari sini." Katanya dengan senyum mengejek.
"Jangan lari kamu, Jack! Lepaskan Aria!"
"Sayangnya, tidak. Sampai bertemu lagi."
Ia lalu membawaku pergi dari hadapan Rifan. Aku merasa duniaku bakal tamat saat ini
juga. BAB 8 Mengobrol Dengan Maya (Dan Mengetahui Kemampuan Baru-ku)
Jack membawaku ke sebuah dermaga. Dengan kekuatan dan kondisinya yang cukup fit, dia
sanggup berlari sekitar 300 kilometer dari tempatnya menculikku tanpa ketahuan oleh tentara
ERU COMPANY. Dermaga itu terlihat kosong dan sudah lama tidak dipakai. Keadaan di depannya sudah
sangat berdebu. Bahkan ada banyak sarang laba-laba. Jack lalu menendang engsel pintu dermaga
itu dan membawaku masuk. Ia lalu mendudukkanku di depan kotak-kotak kayu berukuran besar.
Aku menatapnya dengan penuh kebencian. Dia sudah membunuh Dylan, dan berani
melukai Rifan dan Charles. Dalam kamusku, orang seperti itu akan sangat kubenci. Biasanya, aku
akan mengeluarkan kata-kata penuh makian jika bertemu dengan orang tersebut.
Tapi, sekarang tubuhku tidak bisa digerakkan, dan bahkan mulutku juga.
Jack menatapku seolah aku ini benda berharga (sepertinya memang begitu, mengingat aku
punya kalung itu.) dan siap untuk melakukan apa saja padaku.
Dan itu, biasanya tidak bagus.
Aku sudah sering mendengar dari Charles dan yang lain (terutama dari Rifan), kalau Jack
dulunya (mungkin) mantan pencuri. Dan aku tidak bisa membayangkan bagaimana dia dulunya
menjadi pencuri di usianya yang waktu itu masih anak-anak, atau mungkin sudah remaja.
"Kamu akan kubiarkan disini sampai kamu pulih." Katanya, "Sampai saat itu, jangan cobacoba kabur. Aku bisa membunuhmu dalam sekejap dan akan menyakiti Charles dan yang lain."
Dia lalu pergi dari dermaga ini dan meninggalkanku sendirian. Aku masih belum bisa
bergerak karena totokan itu belum sepenuhnya terbuka. Dari luar, aku melihat banyak sulur
tanaman menggantung di jendela. Beberapa sulur juga keluar dari sela-sela lantai kayu di bawahku
dan mulai membelitku. Sementara sulur-sulur di luar semakin menyelimuti dermaga ini dan
membuat sinar matahari tidak bisa masuk.
Jelas saja aku tidak bisa kabur kalau diikat seperti ini! kataku dalam hati.
Aku memandangi kedua kakiku yang terikat dan memikirkan bagaimana keadaan Rifan
dan yang lain. Apa Jack akan membunuh mereka" Apa dia tidak akan bisa bertemu dengan
mereka lagi" Apa" dia tidak akan bisa bertemu dengan Rifan lagi, selamanya"
Tidak. Kau akan bertemu dengannya lagi.
Maya" Kau akan bertemu dengannya. Kata Maya tenang. Aku akan membimbing Rifan dan
teman-temannya kesini. Akan memakan waktu cukup lama. Tapi, akan kuusahakan. Selama itu,
tetaplah bertahan. Tunggu! Bagaimana caranya kamu bisa membimbing mereka kesini" Tanyaku. Tempat ini
lumayan jauh jika mereka harus berlari sambil bersembunyi dari tentara ERU COMPANY.
Bagaimana caranya kamu akan mengarahkan mereka kemari"
Itu" itu karena, setelah kamu memulangkan Dylan, aku memiliki semacam akses untuk
masuk ke dalam pikiran mereka.
Apa?"" Bagaimana bisa!!"
Tapi dia tidak menjawab. Dan meninggalkan aku dengan perasaan bertanya-tanya.
*** Aku tidak ingat sudah berapa lama aku berada di dermaga ini. Satu jam, mungkin" Atau berjamjam" Atau malah berhari-hari. Entahlah.
Yang pasti, aku sudah lama berada disini.
Tanganku bahkan sudah terasa pegal karena terikat oleh sulur-sulur tanaman sialan ini.
Aku tidak tahu sudah hari keberapa ini. Masih hari yang kemarin atau sudah hari selanjutnya.
Kalau saja keadaanku tidak lemah seperti ini, aku pasti sudah melepaskan ikatanku sekarang.
Oke. Sekarang aku sering mengeluh.
Tentu saja aku mengeluh. Aku frustasi dengan keadaanku yang lebih sering lemah
daripada tidak. Aku selalu menjadi seperti" batu sandungan bagi yang lain. Dan juga, aku lebih
sering frustasi karena aku di-anak emaskan oleh semua orang hanya karena aku satu-satunya cewek
di The Chronos Sapphire. Katakanlah, aku benci menjadi istimewa.
Pintu dermaga terbuka. Dengan suara berderita yang membuat gigi gemeletuk. Jack masuk
ke dalam dan langsung duduk di seberangku. Wajahnya penuh keringat dan ada sedikit noda
darah di wajah dan bajunya.
"Biar kutebak. Membunuh orang lagi?" kataku.
"Hanya memastikan teman-temanmu tidak akan bisa menyelamatkanmu." Balasnya
dengan suara mengejek. Aku menatapnya, dan dia balas menatap balik.
"Mereka akan datang. Aku yakin itu." ujarku.
"Hanya dalam angan-anganmu." Katanya lagi, "Bahkan pasangan empati-mu, Rifan, tidak
akan bisa datang kesini."
"Mereka akan datang!"
"Terlalu berharap. Suatu saat, harapanmu itu tidak akan ada apa-apanya lagi." kata Jack
sambil bersandar pada dinding kayu di belakangnya. Matanya sesekali tertutup dan terbuka lagi.
Aku terus mengamatinya dan bisa melihat ada sedikit raut kepedihan di wajahnya. Yang
seharusnya tidak cocok dengan sifat dan sikapnya. Tapi, entah kenapa, sepertinya wajah seperti itu
cocok untuknya. Serius. Dia lebih terlihat seperti seorang kakak yang"anggap saja, cemburu pada
adiknya karena mendapat perhatian lebih dari orang tuanya.
Tampaknya Jack menyadari aku mengamatinya. Dia langsung melotot tajam padaku.
"Kenapa wajahmu terlihat sedih?" tanyaku.
"Bukan urusanmu." Balasnya ketus.
Ia lalu memalingkan wajahnya kearah jendela yang sudah tertutup sepenuhnya oleh sulursulur tanaman yang dipanggil olehnya.
"Tapi, sering kali wajahmu terlihat sedih." Kataku lagi. "Kamu seperti menahan sesuatu di
dalam hatimu. Dan itu membuatmu merasa tertekan, kemudian membenci segala yang ada
disekitarmu." "Sudah kubilang, bukan urusanmu." Jack memalingkan wajahnya lagi dan kali ini menatap
mataku. Tapi sedetik kemudian dia memalingkan wajahnya lagi dariku.
Aku lalu mencoba membaca pikirannya.
"Kamu menyebutku cantik?" tanyaku setelah membaca pikirannya. Agak geli juga karena
dia menyebutku cantik. Oh, bukan. Tadi aku membaca pikirannya, dia bilang aku sangat cantik" untuk menjadi
pasangan empati Rifan. "Berani sekali kamu membaca pikiranku." Gerutunya.
Aku tersenyum. Sekarang aku melihat wajahnya agak memerah.
"Tapi, kenapa kamu malah bilang kalau aku punya suara merdu?" tanyaku lagi.
"Ternyata kau ini benar-benar gadis yang menyusahkan!"
"Hei, bukan aku yang membuat dirimu kesusahan." Kataku, "Tapi, kamu sendiri yang
menyusahkan dirimu. Aku tahu, kok. Pikiranmu membayangkan aku bersama dirimu. Mungkin
istilahnya, berpacaran denganmu. Tapi maaf. Itu tidak akan pernah kulakukan pada siapapun."
Jack mendengus dan mengalihkan pandangannya kearahku. Tatapan matanya terlihat lebih
tenang sekarang. "Kamu berusaha membuyarkan konsentrasiku untuk membunuhmu?" tanyanya.
"Tidak." Jawabku singkat, "Aku hanya mengatakan apa yang ada di pikiranmu."
"Jack, kenapa kamu ingin sekali keluar dari The Chronos Sapphire" Kenapa kamu sangat
membenci teman-teman yang lain" Mereka, kan tidak punya salah apa-apa denganmu?"
"Seharusnya kamu sudah tahu kalau kamu sudah membaca pikiranku." Jawab Jack.
"Tidak mau. Aku ingin mendengarnya sendiri darimu." Balasku, "Melihat privasi orang
lain bukan sifatku."
"Ternyata ini yang membuatmu istimewa di mata wanita itu." gumamnya pelan. Tapi aku
masih bisa mendengarnya. "Wanita itu" Maksudmu" Ardelia?"
"Kamu sudah tahu."
Aku memiringkan kepala menatapnya. Kenapa sepertinya saat dia menyebut nama
Ardelia, suaranya terdengar bergetar"
"Kamu sepertinya sangat membenci Ardelia. Kenapa?"
"Kau tidak akan mau mendengarnya." Jawabnya dingin.
"Jack, kamu bisa menceritakannya padaku." Kataku. "Kamu bisa mempercayaiku."
"Kamu tidak takut aku akan menguras energimu saat membuka pintu keluar?"
"Aku memang takut." Jawabku jujur.
"Tapi, aku tidak mau melihat teman-temanku terlihat sedih. Walaupun kamu" yah"
menyebalkan dan akan membunuhku sebentar lagi. Kamu tetap kuanggap sebagai temanku."
"Aku tidak akan tertipu olehmu."
Dia lalu bangkit berdiri dan berjalan kearah pintu.
"Akan kutinggalkan kamu disini untuk beberapa hari lagi. Dan setelah kamu benar-benar
pulih seutuhnya, aku akan memakaimu untuk membuka pintu keluar." Katanya membelakangiku,
"Jadi bersiap-siaplah."
"Kamu benar-benar membenci kami semua." Kataku.
"Sebaiknya kamu tutup mulut."
Jack menjentikkan jarinya, tiba-tiba kedua mataku terasa berat dan kesadaranku
menghilang. *** Aku kembali ke tempat putih tempat aku bertemu dengan Maya pertama kali. Tempat itu masih
sama. Tetap berwarna putih terang tanpa ada apa-apa disana.
"Aku kira kamu memanfaatkan waktumu untuk pulih dan beristirahat sementara aku
memanggil mereka kemari."
Suara di belakangku membuatku menoleh. Aku melihat Maya. Dia juga masih sama
seperti waktu itu. Kulitnya masih terlihat transparan. Rambutnya yang hitam panjang sepertiku juga
tidak berubah. Hanya saja kali ini rambutnya diikat ke samping dan diberi jepit bunga lili hitam.
Pakaiannya juga berganti. Sekarang dia mengenakan pakaian yang sama sepertiku.
"Maya?" "Kalau ini kunjungan keduamu, mungkin aku tidak akan bisa menemuimu lagi." katanya.
Aku melangkah mendekati Maya. Dan mendapati wajahnya kelihatan pucat. Bibirnya agak
bergetar. "Kali ini, aku mungkin akan lebih lama bersamamu di tempat ini. Jadi, aku bisa mengingat
bagaimana rasanya punya teman."
"Apa maksudmu?"
Dia menggelengkan kepala sebagai jawaban.
"Tidak apa-apa." Katanya, "Aku sudah memanggil teman-temanmu. Mereka akan tiba di
dermaga tempatmu di sekap dua hari lagi. Perjalanan mereka kemari agak memakan waktu karena
mereka harus bersembunyi dari para tentara ERU COMPANY."
"Begitukah" Apa" apa mereka?"
"Baik-baik saja" Tentu. Mereka baik-baik saja. Terutama kekasihmu itu." kata Maya
sambil tersenyum. "Maksud"ah! Dia bukan kekasihku!" kataku.
"Tapi, akan menjadi kekasihmu, kan?" katanya. Kali ini dia sengaja menggodaku.
Sialan" "Aku sudah bilang, dia bukan pacar, kekasih, atau apapun yang kamu sebutkan." Ujarku
lagi, "Dia" dia han
ya menganggapku sebagai pasangan empati dan" seorang adik."
Maya tertawa kecil dan membuat suara "fufu".
"Tapi, sayangnya, Aria, aku bisa membaca isi hati orang lain." Kata Maya, "Aku adalah
gema dari hatimu. Bayanganmu. Dan aku ahli membaca isi hati orang lain."
"Oh ya" Kalau begitu, apakah kamu bisa membaca hatimu sendiri?" tanyaku.
"Aku hatimu." Katanya.
"Oh, okelah" aku menyerah berdebat dengan hati-ku sendiri."
Maya tertawa lagi. Ia lalu menggandeng tanganku dan mengajakku berjalan.
"Disini tidak ada apa-apa. Apa yang harus kita lihat dengan berjalan seperti ini?" tanyaku.
"Disini memang tidak ada apa-apa." Katanya kalem, "Tapi, coba kamu lihat di depanmu."
Aku melihat ke depan dan membelalakkan mataku. Bukannya" disini tidak ada apa-apa"
Kenapa di depanku sekarang ada sebuah kursi taman panjang berwarna biru muda"
"Ke, kenapa?" "Hatimu, pikiranmu. Aku mencoba memunculkan kursi taman yang kamu duduki saat
kamu bernyanyi di taman di dekat rumahmu waktu itu." kata Maya, "Dan berbicara dengan Rifan
lewat empati." "A, oh ya" aku ingat itu."
Dia lalu mengajakku duduk. Aku agak ragu-ragu saat akan duduk karena takut kursi itu
akan lenyap jika aku duduk diatasnya.
"Tidak perlu takut. Kamu, kan, ada di alam mimpi."
"Ha?" "Sudahlah" ayo duduk."
Begitu saja, aku lalu duduk disebelahnya. Maya menyandarkan punggungnya ke sandaran
kursi dan menghembuskan nafas. Seketika itu juga, pemandangan di depanku sekarang
menunjukkan taman di dekat rumahku. Lengkap dengan tiga ayunan di sebelah kolam bunga
teratai. "Bagaimana kamu bisa membuat semua ini?" tanyaku kagum.
"Hanya meniru dari memorimu." Katanya, "Tapi, aku senang. Sepertinya kamu
menyukainya." "Yah" tentu saja. Aku kangen dengan taman ini." aku mengaku.
"Mungkin, kamu bisa melihat taman ini lagi, dan menceritakannya padaku. Lewat pikiran,
tentu saja." Aku menoleh kearah Maya dan melihat tatapan matanya menerawang ke depan. Wajahnya
memang masih pucat, tapi ada seulas senyum tipis di bibirnya. Aku perhatikan, aku mengenalnya.
Sepertinya, aku pernah bertemu dengannya di suatu tempat.
"Maya, apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanyaku.
"Bukannya pertama kali kita bertemu adalah saat itu?" tanyanya balik, "Saat pertama kali
kamu menemuiku." "Tapi, wajahmu kelihatan tidak asing." Balasku, "Aku yakin aku pernah bertemu
denganmu sebelum saat itu."
Maya bergerak gelisah. Dan aku yakin, dia tidak mau menceritakan apapun padaku.
"Kalau tidak mau menjawab, juga tidak apa-apa. Aku tidak memaksa." Kataku.
"Maaf, identitasku adalah hatimu. Perasaanmu. Mungkin kamu bisa mengingat lagi
wajahku seperti siapa, dan dimana kita pernah bertemu."
"Ya, ya?"
The Chronos Sapphire Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kami terdiam. Dan aku nyaris terlonjak kaget saat menyadari ada angin semilir yang
menerpaku. "Apa ini perasaanku, atau memang ada angin semilir disini?" tanyaku.
Maya tersenyum dan mengangguk, "Tentu saja itu angin. Aku membuatnya berdasarkan
memorimu. Ingat?" "Oh, ya. Aku lupa. Maaf."
Dan kami terdiam lagi. "Sebenarnya, sewaktu kamu memulangkan Dylan waktu itu?"
"Apa?" "Apa kamu merasakan ada sesuatu yang berbeda dengan tubuhmu?" tanyanya.
"Sepertinya" tidak. Kecuali rasa lelah yang amat sangat." Jawabku. "Kenapa?"
Maya memainkan bunga yang dipetiknya dan segera, bunga itu memudar menjadi jutaan
cahaya kecil. "Kamu sudah memiliki kemampuan apa saja?" tanyanya.
Lho" Kenapa dia menanyakan kemampuanku" Aneh"
"Yah" seperti yang kamu tahu. Membaca pikiran, menembus benda, ber-empati dengan
Rifan, dan" kepintaranku. Aku rasa hanya itu." jawabku. "Untuk apa kamu menanyakan hal yang
sudah jelas seperti itu?"
"Kamu belum menyadarinya" Atau memang sudah menyadarinya?"
"Menyadari apanya" Aku merasa biasa saja." Balasku, "Oh. Kecuali kenyataan bahwa aku
disekap di sebuah dermaga kotor dan diikat dengan sulur tanaman."
Maya memandangku seolah aku ini hantu. Tapi, secepat kilat, raut wajahnya kembali
normal. "Aria, apa kamu benar-benar tidak menyadarinya?" katanya lagi, "Kamu punya satu
kemampuan baru." "Kemampuan baru" Aku tidak merasa aku mendapatkannya." Kataku.
Maya menggeleng, "Kemampuan itu alami dan murni dariku. Kamu menyerapnya
langsung dariku. Kemampuan penyembuhan."
"Apa?" "Kemampuan penyembuhan bisa menyembuhkan luka apapun. Penyakit parah sekalipun
bisa disembuhkan." Kata Maya, "Terutama" menghidupkan orang yang sudah mati sekalipun."
"Menghi"apa?" K, kau pasti bercanda, Maya!" kataku. "Aku tidak punya kemampuan
seperti itu." "Tapi, kamu memang punya."
"Nggak! Aku tidak punya kemampuan seperti itu!"
Maya menghela nafas. Nyaris terdengar seperti desahan gelisah.
"Aku akan menceritakan apa sebenarnya kemampuan itu, dan bagaimana bisa terserap
padamu." Kata Maya, "Kemampuan penyembuhan adalah kemampuan langka diantara The
Chronos Sapphire. Salah satu kemampuan langka selain menghentikan waktu dan mengembalikan
waktu yang terhenti, dan juga teleportasi. Kemampuan penyembuh mampu menembus batasan
penyembuhan manusia biasa. Kemampuan ini memang sangat membantumu jika ada temantemanmu yang terluka."
"Mengenai kenapa kemampuan itu terserap padamu. Itu karena, saat kamu
mengembalikan Dylan memakai kalung itu, kemampuan barumu muncul. Kemampuan itu
terserap dariku. Aku sengaja menyimpan kemampuan itu dan bersumpah untuk tidak
memberikannya padamu karena kemampuan ini mengerikan walau sangat membantu."
Maya berhenti bicara sebentar, aku semakin penasaran apa yang akan diucapkannya
selanjutnya. "Lalu" Apa yang?"
"Kemampuan itu melepas secara paksa dariku dan terserap padamu. Aku tidak bisa
melakukan apa-apa selain membiarkannya. Tapi, yang fatal adalah, jiwamu yang bisa saja
terancam." "Ha?" Apa maksudnya?"
"Saat kamu mengembalikan Dylan. Tanpa sadar, kamu juga memakai kemampuan
penyembuhan. Dan Dylan?"
Mengerti apa yang akan dikatakannya, aku hanya bisa membuat gerakan membuka dan
menutup mulut persis seperti orang bodoh.
"M, maksudnya" Dylan" Dylan?"
"Hidup. Kembali." Maya mengangguk, "Dan itu bisa menjadi pemicu terancamnya
jiwamu. Setiap kali kamu menyembuhkan seseorang yang sudah mati, jiwamu akan terkikis sedikit
demi sedikit. Dan lama kelamaan, kamu akan mati. Kecuali jika hanya luka-luka, atau penyakit
yang serius. Mungkin jiwamu tidak terlalu terancam."
Aku terguncang dengan perkataannya. Dan aku tidak bisa berkata-kata. Aku terlalu kaget
dengan semua yang dikatakannya.
"Tapi, karena kamu memiliki kunci kedua, aku rasa tidak akan masalah." Kata Maya lagi.
"Kunci kedua" Maksudmu" Rifan?"
Maya mengangguk. Dan aku yakin, dia tersenyum samar. Entah itu senyum menggoda atau
senyum lega. "Kemampuan penyembuhan ini berkaitan dengan cowok itu. Dia adalah penopang
hidupmu." Kata Maya.
"Penopang hidup" Ah! Jangan bilang kalau" tidak. Tidak. Tidak. Itu terlalu?"
Aku merasa wajahku memerah membayangkan apa yang dimaksud Maya.
Maya tertawa kecil. "Aria, aku tahu kamu suka dengannya." Katanya.
"Dia tidak suka denganku." Elakku. "Dia hanya menganggapku sebagai adik. Sebagai
pasangan empati yang harus dia jaga. Tidak lebih dari itu."
"Benarkah" Darimana kamu tahu semua itu kalau tidak menanyakannya langsung pada
dia?" Aku mau menyangkal lagi, tapi tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutku. Aku
memalingkan wajah dan menggerutu seraya mengutuki punya hati"maksudku, punya hati seperti
Maya. Maya tertawa lagi. Aku semakin mengomel panjang-pendek.
"Jangan marah begitu?" katanya. "Sebenarnya, perasaanmu mungkin tidak bertepuk
sebelah tangan." "Terima kasih sudah menghibur." Kataku jengkel.
"Hei, aku mengatakan kenyataan yang sebenarnya. Jadi, jangan marah."
"Oke" aku tidak marah."
Aku bisa mendengar Maya masih tertawa, namun ditahannya.
"Ya sudah, kalau begitu, mungkin ini saatnya perpisahan."
Aku langsung menoleh kearahnya. Dan dia sudah berdiri sambil memegang sebuah benda
di tangannya. "Apa" Tapi, aku masih ingin menanyakan banyak hal padamu!" kataku.
"Maaf. Tapi, waktuku terbatas." Jawab Maya. "Tapi, setidaknya, aku tahu kamu akan
tumbuh menjadi gadis yang kuat. Dan mampu mencintai satu sama lain."
"Tolong jangan mengatakan hal-hal yang membuatku bingung, Maya." Aku berdiri dan
baru sadar, dia lebih tinggi dariku.
"Kamu akan tahu, Aria." Katanya. "Kalau begitu, selamat tinggal. Aku akan terus
bersamamu dalam pikiranmu."
Setelah berkata begitu, tubuhnya mulai memudar dan berubah menjadi jutaan keping
cahaya. "Maya!!" "Aku meninggalkan sesuatu untukmu. Kamu akan menemukannya di dalam saku rokmu.
Berikan itu pada Rifan. Dan nantinya, kalian akan bisa berhubungan satu sama lain. Lebih dari
sekedar pasangan empati."
*** Aku terbangun dan mendapati sulur-sulur tanaman yang membelitku sekarang terlepas. Walau
terlepas, tapi aku merasa baru saja bangun dari tidur selama ribuan tahun. Dengan kata lain,
tubuhku tidak bisa digerakkan.
"Ya ampun" setelah terbebas dari sulur tanaman ini, sekarnag tubuhku tidak bisa
bergerak!?" kataku mengomel (keluhanku keluar lagi).
Aku lalu mencoba berdiri dan akan terjatuh kalau saja tidak berpegangan pada kotak-kotak
besar yang ada di dekatku. Kedua kakiku langsung terasa ngilu saat aku berdiri.
Diluar, aku mendengar suara orang-orang yang bertarung. Dan aku yakin, itu pasti Rifan
dan yang lain, sedang melawan Jack.
Mendadak aku ingat perkataan Maya tadi. Aku merogoh saku rokku dan mendapati
sebuah kalung lain seperti kalung bulan sabit milikku. Hanya saja, yang ini berwarna hitam.
?" berikan benda itu pada Rifan, dan kalian akan terus terhubung tidak hanya dalam
pasangan empati?" Aku menggenggam kalung itu erat-erat dan bisa merasakan ada sesuatu yang bergolak di
dalam kalung itu. Tiba-tiba pintu dermaga dihantam oleh sesuatu dan membuat debu-debu beterbangan.
Aku menghindari serpihan-serpihan kayu yang melayang kearahku dengan kedua tangan. Aku
melihat apa yang menghantam pintu kayu dermaga sampai hancur seperti itu, dan terkejut melihat
apa yang kulihat. "Rifan!!!" Aku segera berlari kearahnya dan tidak memerdulikan rasa sakit di kedua kakiku.
Rifan menoleh kearahku dan mengernyit kesakitan. Aku yakin, beberapa tulangnya ada
yang patah karena menghantam pintu setebal 5 senti.
"A" ria?" Aku menyentuh tangannya dan bisa membaca pikirannya yang mengkhawatirkanku.
"Aku baik-baik saja." Kataku, "Aku akan menyembuhkan lukamu sekarang."
"Harus" membantu teman-teman" yang lain?"
Rifan mencoba bangkit berdiri dan ia langsung batuk darah.
"Rifan, jangan! Jangan bergerak dulu. Aku akan menyembuhkanmu sekarang. Tolong,
jangan bergerak dulu?"
Aku melihat keluar dan merasa jiwaku ditarik keluar dengan paksa. Aku tidak pernah
melihat semua anggota The Chronos Saphhire bertarung satu sama lain. Dan saat aku melihat
pemandangan di depanku, aku benar-benar merasa dunia akan kiamat.
Charles, Duke, Lord, dan Stevan bertarung melawan Jack. Kamu mungkin tidak akan bisa
melihat gerakan mereka yang begitu cepat bagaikan cahaya. Tapi, aku bisa. Dan pemandangan itu
benar-benar luar biasa sampai aku merasa takut sendiri kalau mereka kalah.
"Aria?" Lamunanku buyar saat mendengar suara Rifan yang merintih. Aku cepat-cepat memegang
kalung bulan sabit biruku dan menekannya ke dada Rifan. Mengkonsentrasikan pikiranku untuk
menyembuhkannya. Lama-kelamaan, aku bisa merasakan tenagaku yang tadinya penuh, kini sedikit terkuras.
Aku melihat wajah Rifan, yang sudah tidak merintih kesakitan lagi dan tersenyum lega.
Setelah semua lukanya sembuh, aku segera memakai kalung itu dileherku.
"Kamu baik-baik saja?" tanyaku.
Ia mengangguk, lalu menatapku penuh selidik.
"Darimana kamu mendapatkan kemampuan itu?" tanya Rifan.
"Panjang ceritanya. Aku tidak bisa memberitahumu." Kataku. "Ah, ini untuk
melindungimu." Aku mengalungkan kalung bulan sabit hitam yang ada di tanganku dan menyelipkannya
diantara jaket dan kaus hitamnya.
"Apa ini?" "Jimat. Untuk keselamatanmu."
"Sekarang, ayo kita bantu yang lain." Kataku lagi.
Aku membantunya berdiri, dan kami sama-sama ke medan pertempuran!
BAB 9 Tenagaku Terkuras Habis, dan Aku Hampir Mati
(dan Sebuah Perpisahan yang Tidak Kuinginkan)
Aku mengeluarkan Blue Rose dari sarungnya dan menyerang Jack tepat saat dia akan
mengayunkan pedangnya kearah leher Charles. Ia melompat mundur, tapi terlambat menyadari
kalau Rifan ada di belakangnya dan menyodoknya dari belakang.
Aku menoleh kearah yang lain dan membantu Charles berdiri.
"Kamu tidak apa-apa, Charles?" tanyaku.
"Seperti yang kau lihat, tuan putri." Katanya sambil tersenyum. Di dekat mata kanannya
ada sebuah memar. Dan beberapa bagian tubuhnya terluka cukup parah.
Yang lain juga sama parahnya dengan Charles. Duke dan Lord bahkan terluka di bagian
kepala. Aku berharap mereka tidak gegar otak.
"Sebentar, aku akan menyembuhkan lukamu." Kataku pada Charles.
"Hah" Bagaimana caranya?"
Aku tidak menjawab dan melepaskan kalungku. Meletakkannya pada dada Charles dan
melakukan hal yang sama seperti yang kulakukan pada Rifan.
Perlahan, luka-luka Charles memudar. Aku menarik nafas lega dan segera membantu yang
lain. Aku tahu konsekuensinya, tapi aku tidak peduli. Aku harus menyelamatkan teman-temanku
apapun yang terjadi. Setelah mereka pulih, aku segera membantu Rifan yang kewalahan melawan Jack.
Sebenarnya, kekuatanku sudah terkuras setengahnya. Tapi, aku tidak mau menjadi lemah untuk
saat ini. "Haaaa!!!" Aku menyabetkan pedangku ke dada Jack. Tepat mengenai sasaran. Pedangku berhasil
mengoyak kaus dibalik jaket kulit hitamnya dan membuat luka sayatan yang cukup dalam. Aku
berdiri di samping Rifan.
Jack menatap kami berdua dengan tatapan marahnya yang biasa.
"Dasar gadis menyusahkan! Ternyata kamu berhasil lepas dari sulur tanamanku."
Geramnya. "Maaf" Tapi, sulur tanamanmu sendiri yang melepaskan diri sendiri." Kataku.
"Tidak masalah. Aku akan membunuh kalian semua!"
Ia lalu mengayunkan pedangnya ke segala arah. Aku hampir saja terkena sabetannya kalau
tidak bersalto menghindar ke samping.
"Rifan, change!!"
Rifan mengangguk. Dia lalu segera menyerang Jack. Aku menunggu di belakang,
menunggu kesempatan untuk menyerangnya. Charles dan yang lain berada di dekatku.
"Aria, kami ingin membantu. Ayo, kita kalahkan dia." Kata Stevan.
Aku mengangguk. "Oke, jika aku bilang change, kita semua menyerang bergantian." Kataku.
Mereka semua mengangguk mengerti. Aku melihat lagi kearah Rifan. Dia memberikan
isyarat untuk bergantian menyerang.
"Oke. Charles, change!"
Rifan segera bersalto ke belakang, dan Charles menggantikan Rifan menyerang. Aku lalu
meneriakkan kata "Change!" juga pada Duke dan Lord secara bersamaan. Menempatkan posisi
mereka agar mengepung Jack. Stevan aku suruh menyerang dari belakang. Sedangkan aku dan
Rifan menyerang dari depan.
Gerakan kami semua seolah menyatu dalam irama yang sama. Kami mampu menyudutkan
Jack hingga dia terluka parah.
"Kalian" kalian akan membalas?" geramnya.
"Maaf. Tapi, kami yang akan membalasmu lebih dulu." Kata Stevan.
Jack berhenti menyerang dan melihat kearahku. Dan aku merasa dia sedang
menyampaikan sesuatu padaku.
"Tapi, sepertinya, kalian termakan jebakanku."
"Apa?" Jack menjentikkan jarinya dua kali. Dan tanah yang kami pijak terasa bergetar.
"Apa ini"!"
Aku mundur selangkah dan menggunakan kemampuan telekinesisku untuk menarik
sebuah sulur tanaman yang keluar dari sebuah pohon. Aku tidak tahu kenapa aku menarik sulur
itu. Tapi, aku mempunyai firasat buruk.
Begitu aku menyentuh sulur tanaman tersebut. Aku merasa sulur itu berbicara padaku.
"Jack" dia punya kemampuan baru lagi?" gumamku tidak percaya.
"Ap, apa" Lagi?"" keluh Duke, "Apa tepatnya kemampuannya?"
"Mengendalikan tanah, mungkin" Yang jelas, kita harus pergi dari sini. Sekarang!"
Aku melepaskan sulur tanaman itu dan segera menuntun yang lain untuk berlari.
Tapi, terlambat" Jack tiba-tiba sudah berdiri di depanku dan menusukkan pedangnya padaku. Tepat di dada
kananku. "Aria!!" Aku melangkah mundur dan meraba dada kananku, yang sekarang berlumuran cairan
hangat berwarna merah. Itu darahku sendiri. Dalam waktu satu detik, aku langsung ambruk ke
tanah yang masih bergetar.
Satu detik kemudian, aku bisa merasakan pandanganku mengabur. Tapi, aku masih sadar.
Charles memangku kepalaku dan meneriakkan pada yang lain untuk melawan Jack. Aku samarsamar melihat Rifan memeriksa lukaku dan mulai membalutnya dengan sebuah perban yang
sepertinya sudah disiapkan di tas ransel kami.
"Ka" lian" lari?" kataku lemah.
"Kami tidak akan lari, Aria." Kata Charles. "Kamu juga harus ikut bersama kami."
Aku tidak menjawab lagi. Mulutku tidak bisa bergerak.
Rifan membalut lukaku dengan cepat. Dia juga mengelap keringat yang mengalir di dahiku
dengan kain yang disiapkannya.
"Te, teman-" teman yang lain?"
Rifan mengangguk dengan enggan. Dia lalu menyandarkanku di sebatang pohon.
"Tunggu disini. Aku akan membantu yang lain. Setelah itu, kita akan merawat lukamu."
Katanya, "Kali ini, biar kami yang melindungimu. Kamu sudah merawat kami semua."
Aku hanya mengangguk lemah. Dia lalu segera membantu Charles dan yang lain. Aku
memperhatikan semua itu dengan mata setengah terpejam.
Maaf, kalau aku mengganggu, Aria. Suara Maya terdengar di kepalaku.
Agak mengejutkan, sebenarnya. Seharusnya, dia sudah pergi dari kepalaku sekarang ini.
Maya" Apa" Maaf. Aku hanya merasa kamu perlu bantuan. Katanya, aku hanya bisa satu kali ini saja
berbicara denganmu. Kamu terluka" Aku akan segera menyembuhkanmu. Anggap saja, ini hadiah
perpisahan dariku. Aku tidak mengerti maksudnya. Yang jelas, aku senang dia mau bicara padaku walau untuk
The Chronos Sapphire Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terakhir kali. Perlahan, aku merasa rasa sakit luka di dadaku menghilang. Kesadaranku juga makin
pulih. Aku lalu duduk tegak saat lukaku sudah pulih seutuhnya.
"Terima kasih" Maya." Kataku sambil tersenyum.
Sama-sama, Aria. Sekarang aku harus pergi. Jangan lupa, berikan kalung hitam itu pada
pasangan empati-mu. Itu akan membuat kalian terus saling terhubung. Selamat tinggal. Aku
berharap kita bisa bertemu lagi. dalam wujud yang sesungguhnya.
Setelah itu, aku merasa seperti ada yang menarik sesuatu di dalam tubuhku. Maya benarbenar sudah pergi.
Aku mengambil kalung bulan sabit hitam (yang ternyata kembali ke tanganku lagi. Aku
tidak tahu bagaimana kalung ini bisa kembali ke tanganku) dari Maya dan menatap kearah Rifan,
yang bertarung bersama Charles dan yang lain melawan Jack. Aku melihat, Jack sudah kepayahan.
Tapi" "Tidak?" Jack melakukan serangan tipuan dan menyabetkan pedangnya pada Duke, Lord, dan
Stevan dalam waktu bersamaan. Aku melihat asap hitam keluar dari tubuh mereka bertiga, dan
mereka langsung roboh begitu saja.
Aku kenal serangan Jack itu. Itu serangan mematikan miliknya yang langsung membuat
orang meninggal begitu bersentuhan dengan pedangnya.
Dan itu tidak bagus. Malah sangat buruk.
Aku berlari kearah Duke, Lord, dan Stevan yang roboh ke tanah dan memeriksa denyut
nadi mereka. "Aria" Kamu sudah sembuh?" tanya Charles sambil mengelak dari serangan Jack.
Rifan segera berdiri di depanku dan melindungiku dari Jack. Charles menyerang dengan
gerakan yang luar biasa luwes. Seolah dia adalah seorang penari yang sedang mengayunkan
senjatanya seperti benda itu adalah sebuah tongkat biasa. Tapi, itu adalah pedang. Bukan tongkat.
"Aku baik-baik saja." Kataku. Aku memeriksa denyut nadi Duke.
Dia benar-benar sudah meninggal. Begitu juga dengan Lord dan Stevan.
"Tidak" mereka?"
"Aria! Awas!" Rifan memelukku dan menjauhkanku dari sabetan pedang Jack. Sabetannya mengenai
sebuah pohon di belakangku dan pohon itu langsung terbelah dua.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Rifan.
Aku mengangguk dan melihat kearah ketiga temanku yang sudah meninggal. Aku berpikir,
aku harus memulangkan mereka ke Negara mereka. Bukankah Maya bilang, kalau aku bisa
menggunakan kunci ini bersamaan dengan kemampuan penyembuhanku"
Tapi, kalau aku melakukan itu, mungkin saja aku akan mati.
Aku mengeluarkan kalungku. Aku melemparkan kalung bulan sabit hitam pada Rifan.
"Lho" Bukankah kalung ini sudah berada dileherku tadi?" tanya Rifan.
"Aku juga tidak tahu bagaimana." Kataku, "Pakailah. Aku diberikan oleh seseorang, dan
dia menyuruhku untuk memberikannya padamu."
"Siapa?" "Maya. Bayangan diriku." Jawabku singkat.
"Apa?" Aku tidak memerdulika pertanyaannya yang selanjutnya karena aku sudah menekankan
kalung itu ke tanah di sekitar Duke, Lord, dan Stevan.
Lingkaran biru yang pernah kulihat saat aku memulangkan Dylan menyala di sekitar
mereka bertiga. "Teleport gate, open!"
Aku terus mengkonsentrasikan pikiranku untuk memulangkan mereka. Agak sulit karena
aku tidak pernah memulangkan tiga orang meninggal sekaligus. Nyaris saja aku pingsan lagi kalau
tidak ada Rifan di sebelahku. Dia memegang kedua bahuku dan membuatku tetap terjaga.
"Kamu pasti bisa. Aku akan melindungimu." Kata Rifan.
Kata-katanya membuatku bisa bertahan. Aku lalu meningkatkan konsentrasiku. Perlahan,
tubuh mereka bertiga tertelan ke dalam lingkaran biru itu. Tapi kali ini lebih cepat. hanya dalam
waktu satu menit, mereka sudah menghilang dari pandanganku dan aku langsung bersandar lemas
pada Rifan. "Mereka semua" sudah kembali." Kataku.
Rifan mengangguk. Tapi, aku lihat dia terus melihat kearah lingkaran cahaya biru itu, yang
ternyata belum tertutup. Aku sendiri kaget saat melihatnya.
"Bagaimana" bisa" Ini tidak mungkin."
Tiba-tiba aku ingat kata-kata Maya. Tentang kunci kedua, kalung bulan sabit hitam, dan
juga bulan purnama. Aku menoleh kearah langit dan benar saja. Bulan purnama bersinar terang
diatas kami. "Bulan purnama." Aku mendengar Rifan bergumam.
Ia lalu menoleh kearah Charles yang masih bertarung melawan Jack.
"Charles!!" Charles menoleh kearah kami dan bergegas menggantikan posisi Rifan yang memegangiku.
Rifan sendiri langsung menyerang Jack.
Sembari membalas serangan Rifan, aku bisa melihat Jack tersenyum dengan sebelah
bibirnya saat melihat lingkaran biru itu masih menyala-nyala. Aku yakin dia memikirkan itulah
pintu keluarnya. Jack menangkis serangan Rifan dan menunduk menghindari sabetan pedang Rifan. Tanpa
banyak bicara, Jack berlari kearah lingkaran biru itu. Aku mengerahkan seluruh tenagaku yang
tersisa dan menggunakan kemampuan telekinesisku untuk menjauhkannya dari lingkaran tersebut.
Berhasil, memang. Tapi, tenagaku semakin terkuras dan aku nyaris kehilangan kesadaran
lagi setelah beberapa kali sehat dan kemudian mau mati lagi.
"Aria," Charles menjagaku agar tetap terjaga. Tapi, kedua mataku sudah terasa berat dan aku
merasa aku akan pingsan sebentar lagi.
Aku mendengar Rifan berbicara di sisiku pada Charles.
"Bawa Aria pergi dari sini sekarang. Kamu bisa menggunakan lingakaran cahaya biru itu
untuk pergi." Kata Rifan, "Jack akan kuurus. Kalian harus pergi dari sini."
"Apa" Lalu bagaimana denganmu" Kamu mau membiarkan kami baik-baik saja sementara
kamu terluka?" Charles bertanya dengan nada pahit. "Tidak. Aku tidak bisa meninggalkan
temanku yang paling berharga!"
Aku bergerak gelisah. Rifan tidak boleh melawan Jack sendirian. Aku tidak mau dia
terluka! "Ri" fan" jangan?" aku menggenggam tangannya. Dan menyadari kalau tanganku
bergetar hebat. "J, jangan" aku" aku tidak mau" kamu terluka?" kataku lemah.
Rifan menggenggam sebelah tanganku.
"Aku harus melakukannya. Kalian bisa bergi dari sini sementara aku menghalaunya."
Katanya. "Tapi?" "Rifan, kalau kami pergi, kamu tidak akan bisa kembali! Tanpa Aria dan juga kalungnya,
kamu tidak akan bisa keluar dari pulau ini! Kamu harus ikut kami." Kata Charles.
"Aku janji, aku akan kembali." Kata Rifan. "Aku akan kembali."
Aku menggeleng, "Tidak" aku tidak mau?"
"Aria?" "Aku tidak mau" kamu?"
Rifan menggenggam tanganku lebih erat. Aku dapat merasakan kehangatan yang selama ini
melindungiku. Rifan mengambil sesuatu dari saku bajunya dan memasangkannya di jariku. Sebuah
cincin. "Rifan" apa?"
"Jaga cincin ini. Aku akan kembali dan akan menemuimu lagi." kata Rifan.
Rifan menoleh kearah Charles, yang aku lihat tengah melongo melihat cincin yang
kukenakan. Aku tidak bisa melihat cincin apa yang melingkar di jariku.
"Charles, cepat bawa Aria pergi dari sini."
"Tapi, Rifan?" "Dia akan menyerang lagi. Sebaiknya cepat!!"
Charles dan aku sama-sama melihat kearah Jack tersungkur. Benar. Jack berusaha bangkit
berdiri. Di beberapa bagian tubuhnya mengeluarkan darah. Aku juga yakin, tulang rusuknya patah
karena dia memegangi dadanya seolah dia baru saja dihantam besi sebert seribu ton.
Charles mengangguk dan menggendongku kearah lingakaran cahaya itu. Aku mau
berontak tapi tidak bisa. Tenagaku sudah terkuras habis dan aku tidak punya sisa tenaga lagi untuk
melawan. "Rifan, kamu harus janji. Kamu akan kembali, dan menjaga Aria lagi." kata Charles.
Rifan mengangguk. Dia menatap kearahku dan tersenyum.
Tidak! Aku tidak mau berpisah dengannya! Aku tidak mau!!! Kataku dalam hati.
"Rifan" jangan?"
"Aku akan kembali, Aria." Katanya. "Aku mencintaimu."
Dan setelah itu, Charles dan aku segera masuk ke dalam lingkaran cahaya biru dan
menatap pemandangan di depanku yang memudar.
BAB 10 Kehidupanku (yang Tidak Terlalu) Normal Kembali
Satu tahun kemudian"
Aku berjalan melintasi jalan setapak menuju taman universitas yang dihiasi dengan rumput hijau di
kedua sisinya. Di sebelahku ada sebuah jembatan batu yang menghubungkan sisi tempatku berada
dengan sisi lain danau buatan selebar enam meter. Aku berhenti sejenak melihat air danau yang
memantulkan bayangan langit biru.
Aku menengadahkan kepala dan melihat kearah langit. Angin berhembus pelan dan
mengibarkan rambutku yang kugerai bebas dan hanya diberi bando hitam ber-glitter. Cahaya
matahari mengintip dari sela-sela daun pepohonan di sekitarku. Kalau saja, aku punya
kemampuan untuk menghentikan waktu seperti Jack saat itu, mungkin aku akan terus
memandangi langit biru cerah ini.
Tapi, tidak. Aku harus bergegas ke taman untuk bertemu dengan Rinoa. Dan juga temanteman baruku di universitas.
Sudah satu tahun sejak hari itu. Sekarang, aku sudah kembali ke kehidupanku yang
normal"sebenarnya, tidak terlalu normal.
Setelah melewati lingkaran cahaya biru itu, aku dan Charles terdampar di sebuah anak
sungai di tempat asalku, Palangkaraya. Seorang nelayan sungai menemukan kami di pinggir sungai
dan segera membawa kami ke rumah sakit. Selama seminggu, aku koma karena tenagaku yang
terkuras habis dan menggunakan kekuatan telekinesisku pada Jack waktu itu. Hampir saja aku
mati, kalau aku tidak ditolong sekali lagi oleh kalung bulan sabit biru-ku. Dalam beberapa hari,
luka-lukaku sembuh dan kondisiku perlahan memulih. Charles juga sama. Kami berdua melewati
masa kritis saat pertama kali dibawa ke rumah sakit.
Saat aku sadar, kedua kakakku, Keiko dan Kazuhi langsung memelukku karena tidak
menyangka aku sudah kembali. Walau dalam luka parah.
Bersama mereka, tiga orang berpakaian jas resmi mendekatiku dan mengatakan bahwa
mereka adalah Dewan Penanggulangan Laboratorium Terlarang. Mereka mendengar kalau
keenam orang The Chronos Sapphire kembali pulang ke Negara mereka masing-masing. Dan aku
yakin, yang dimaksud mereka adalah Dylan, Duke, Stevan, dan Lord. Mendengar mereka selamat,
aku merasa bahagia. Ternyata, kemampuan penyembuhanku berhasil pada Duke, Lord, dan
Stevan. Aku yakin mereka semua baik-baik saja sekarang.
Charles yang juga ditanyai oleh mereka, nyengir padaku setelah sekian lama diam. Tapi
seketika itu juga senyumnya memudar. Dia lalu kembali diam dan menjawab pertanyaan dengan
jawaban singkat. "Kami dengar, ada 8 orang yang termasuk dalam The Chronos Sapphire. Tapi, kami baru
menemukan 6 orang termasuk kalian. Dimana dua orang lagi?" tanya Michael Lockdive, salah satu
orang Dewan Penanggulangan Laboratorium Terlarang.
Mendengar pertanyaan itu, tiba-tiba hatiku terasa seperti diremas-remas oleh sebuah tangan
raksasa yang tidak terlihat. Disaat yang sama, aku melihat kearah jariku"jari manis di tangan kiriku.
Sebuah cincin perak berukir bunga mawar dan dihiasi sebutir berlian berbentuk bunga mawar
berwarna biru. Itu adalah cincin yang diberikan Rifan padaku sebelum dia menyuruh Charles dan
aku masuk ke dalam lingkaran cahaya.
Mengingatnya lagi membuatku hampir menangis. Aku menggigit bibir bawahku untuk
menahan isak tangis yang akan keluar.
"Nona Aria?" "Err" itu?" aku menjawab dengan terbata-bata. Tapi, tidak ada kata-kata yang keluar. Aku
tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Tidak akan bisa.
Untungnya, Charles menggantikan posisiku untuk bertanya tentang hal-hal yang seperti itu.
Kak Keiko dan Kak Kazuhi yang berada di kedua sisiku memegangi bahuku untuk
menyemangatiku. Ketiga pria itu lalu pamit setelah menanyakan beberapa hal lagi pada kami. Tapi, Michael
mengatakan, kalau kami harus rutin mengunjungi Dewan karena ada banyak hal yang perlu
diketahui dari kami. "Sang Administrator juga ingin bertemu dengan kalian." Kata Michael. "Beliau sudah siap
jika kalian sudah siap untuk menemuinya."
Aku mengerutkan kening. Seingatku, Ardelia adalah Administrator. Dan, aku belum
pernah bertemu dengannya lagi.
"Maksudmu, Ardelia" Dia masih hidup" Dia?"
"Tentu saja dia masih hidup. Dan tidak, dia bukan sang Administrator yang asli. Dia adalah
orang yang membeberkan rencana The Chronos Sapphire dua puluh tahun lalu bersama kedu
orangtuamu. Sekarang dia berada di dalam perlindungan Dewan setelah hampir dibunuh oleh
Jack Lucios." "Hampir dibunuh!" Jack?"
Aku yakin, Charles juga menyerukan keterkejutan yang sama denganku.
"Ceritanya panjang. Mungkin, setelah kalian semua datang, kalian akan mendengarkan
cerita lengkapnya." Kata Michael, "Sekarang, selamat beristirahat."
Aku dan Charles saling pandang dan mengerutkan kening bersama-sama. Kedua kakakku
juga keluar bersama ketiga pria itu karena harus mengurus sesuatu. Aku mengangguk saja saat
mereka pergi. "Kita akan baik-baik saja." Kata Charles. "Aku sudah berjanji pada Rifan untuk
menjagamu." Aku hanya mengangguk lemah dan menatap lagi cincin dari Rifan.
"Err" Aria. Aku mau memberitahumu sesuatu, tentang cincin itu."
Aku menoleh kearah Charles. Dan dia kelihatan gelisah. Setidaknya, itu yang kulihat.
"Ada apa dengan cincin ini?" tanyaku.
"Err" bagaimana mengatakannya, ya?" kata Charles sambil menggaruk-garuk kepalanya,
"Aria, kamu tahu dua orang yang bertunangan seperti apa?"
Aku bingung mendengar pertanyaannya. Apa hubungannya dengan cincin di jariku ini
dengan dua orang yang bertunangan"
"Tentu saja aku tahu." Jawabku, "Lalu, apa hubungannya dengan cincin ini?"
"Aria, sulit untuk bilang ini, tapi?"
"Tapi apa?" aku mulai tidak sabaran, "Charles, bicaralah yang jelas! Atau aku tidak segansegan untuk menggunakan telekinesisku untuk membantingmu dari ranjangmu sekarang!"
"Oke, oke" jangan marah begitu, dong, tuan putri?"
Dia mulai tertawa geli. Aku melemparinya dengan bantalku dan tepat mengenai wajahnya.
"Aduh! Ternyata kamu bisa ganas juga, ya?" katanya.
"Ya ampun, Charles! Cepat katakan saja!" kataku.
"Baiklah," Charles mengembalikan bantalku ke tempatnya semula dengan telekinesisnya.
"Aria, sewaktu kita berpisah dengan Rifan saat itu, saat dia memakaikan cincin itu dijarimu.
Dia bermaksud bertunangan denganmu."
Kalau saja aku sedang dalam keadaan normal, aku yakin, aku akan menghunus Blue Roseku pada Charles saking kagetnya (dan juga malu).
"Tu, tunangan" Maksudnya?"
"Kalau kamu tidak pernah membaca pikiran pasangan empati-mu sendiri, bagaimana kau
bisa tahu" Rifan memberitahuku sebelum kita berpisah saat itu. Aku membaca pikirannya. Dia
ingin bertunangan denganmu. Tapi, dalam situasi seperti itu, dia tidak bisa mengucapkan kata-kata
romantis. Dia hanya memakaikan cincin itu dijarimu dan berharap kamu menerimanya.
Setidaknya, itulah yang kulihat dipikirannya."
Aku menatap cincin dijariku itu dengan tatapan tidak percaya.
Disaat seperti itu, Rifan mengajakku bertunangan?"!
Perasaan bahagia dan sedih bercampur jadi satu dalam hatiku. Di satu sisi, aku bahagia dia
memberikan cincin ini untuk bertunangan denganku. Aku tidak dapat memungkiri kalau aku amat
sangat bahagia. Tapi, di satu sisi lainnya, aku merasa sedih. Kalau saat itu adalah saat terakhir aku
bertemu dengannya, apa semua ini akan menjadi kebohongan belaka"
"Tapi, dia" kenapa dia harus melawan Jack sendiri" Kenapa dia harus memakaikan cincin
ini padaku kalau aku tidak bisa bertemu dengannya lagi?" kataku.
"Aku tidak tahu mengenai yang satu itu." kata Charles. "Tapi, aku yakin. Sangat yakin.
Rifan akan pulang dan menemuimu lagi. Karena dia, kan, sangat mencintaimu. Jauh sebelum
bertemu denganmu, saat dia hanya berbicara denganmu lewat sambungan empati."
Aku diam. Aku sedang berusaha menahan airmataku yang akan jatuh hingga aku harus
menundukkan kepalaku. "Jangan khawatir, Aria. Aku akan menjagamu. Aku akan melaksanakan apa yang
diamanahkan Rifan padaku. Menjagamu sampai dia kembali."
Charles bangun dari tempt tidurnya dan berjalan tertatih-tatih kearahku. Dia lalu
merangkul bahuku saat dia sudah berada di sampingku.
"Aku berjanji, demi Rifan, sampai dia pulang, aku akan menjagamu. Ah"tidak. Kami
semua akan menjagamu. Duke, Lord, Stevan, Dylan, dan aku. Kami akan menjagamu." Katanya.
Aku mengangguk dan terus menatap cincin di jariku, yang berkilauan diterpa sinar
matahari pagi. Keesokan harinya, Dylan, Duke, Lord, dan Stevan datang ke rumah sakit tempatku dan
Charles dirawat. Mereka sangat senang aku dan Charles selamat. Mereka sempat menanyakan
Rifan, tapi setelah dijelaskan Charles, mereka mengangguk mengerti akan keadaanku. Charles juga
menceritakan soal cincin dijariku.
Mereka langsung menggerutu frustasi (yang aku yakin Cuma main-main).
"Apa" Kamu sudah bertunangan dengan Rifan" Dasar rifan. Dia selalu saja mencuri
kesempatan." Kata Duke sambil mengacak-acak rambutnya.
Aku hanya tersenyum malu dan diam-diam geli juga melihat mereka berwajah frustasi
seperti itu. "Tapi, yang penting, kamu selamat." Kata Dylan. "Kami benar-benar berterima kasih
padamu, Aria. Kamu memberikan kami kesempatan kedua untuk hidup."
The Chronos Sapphire Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak masalah. Aku senang membantu. Dan aku tidak akan meninggalkan kalian semua."
Kataku. "Sayang sekali, Rifan tidak ada disini. Padahal aku ingin mengacak-acak rambutnya karena
berhasil bertunangan dengan Aria tanpa memberitahu kami." Kata Lord.
Kami semua tertawa mendengar ucapan Lord.
Saat itu, kedua kakakku, juga Rinoa, datang. Mereka sempat heran melihat lima cowok ini
mengerubungiku (apa lagi mereka semua mempunyai tampang diatas rata-rata). Kedua kakakku
yang memang pada dasarnya protektif, mulai bertanya macam-macam padaku. Kujelaskan pada
mereka kalau mereka juga adalah The Chronos Sapphire sepertiku dan Charles.
"Benar mereka juga The Chronos Sapphire?" tanya Kak Keiko curiga.
"Aduh" Kak Keiko, serius deh. Aku berkata jujur. Kakak tidak percaya padaku?"
tantangku. Kak Keiko akan mengucapkan sesuatu saat Dylan maju dan meraih tangan kanan Kak
Keiko dan mencium punggung tangannya. Kak Keiko seperti patung saat Dylan melakukan itu.
"Salam kenal, namaku Dylan Arthur. Senang berkenalan dengan anda, Shiroyuki Keiko."
Kata Dylan sambil tersenyum manis.
Ya ampun" Dylan" kamu mau merayu kakakku ya"
Kak Keiko gelagapan dan melepaskan tangannya dari Dylan. Hal yang lucu saat kakakku
itu memerah wajahnya. "Y, ya. Salam kenal juga." Kata Kak Keiko terbata-bata.
Aku lalu menjelaskan pada Kak Keiko, Kak Kazuhi, dan Rinoa, yang langsung
menghujaniku dengan jutaan pertanyaan yang membuatku pusing, bahwa kami semua memang
The Chronos Sapphire, dan kami adalah satu-satunya gen yang memiliki kemampuan unik yang
berbeda satu sama lain. Mereka bertiga mengerti apa yang kujelaskan dan akhirnya tidak bertanya lagi.
Setelah sembuh, kami berenam pergi ke Dewan Penanggulangan Laboratorium Terlarang
dan menemui Administrator yang asli. Ternyata memang benar seperti yang dikatakan Michael,
Ardelia bukanlah sang Administrator yang asli. Tapi, aku terkejut saat melihat wajah sang
Administrator yang asli. Seorang wanita berambut pendek sebahu berwarna hitam dan lurus. Kedua bola matanya
yang berwarna coklat terang menatap kami berenam dengan ramah. Tidak seperti orang-orang
penting seperti pejabat. Aku kenal wanita itu. Sangat mengenalnya.
"Hai, anak-anak, aku senang kalian datang ke Dewan dengan senang hati." kata wanita itu
lembut. Dia lalu mengalihkan pandangannya padaku, dan tersenyum. "Hai, Aria. Ternyata kamu
sudah besar, ya, nak?"
"I, ibu"!"
Aku berhasil mengucapkan kata itu diiringi tatapan bingung dan kaget oleh temantemanku.
"Ibu" Wanita itu?"
"Itu ibumu, Aria?"
"Jadi, Administrator yang asli adalah ibu Aria?" tanya Dylan.
Wanita yang ternyata adalah ibuku itu, mendekati kami sambil tersenyum.
"Tolong jangan berprasangka buruk pada anak perempuanku." Katanya sambil menyentuh
bahuku. "Aku minta maaf kalau kejadian selama dua tahun ini benar-benar menyiksa kalian.
Ardelia sudah menceritakan semuanya padaku. Dia benar, ada orang lain yang menyuruhnya
untuk mengaktifkan lagi proyek The Chronos Sapphire. Orang itu adalah salah seorang mantan
ilmuwan Laboratorium Terlarang bernama Albert Lucios. Dia adalah ayah Jack Lucios, yang tega
mengorbankan anaknya sendiri menjadi The Chronos Sapphire."
"Tapi, semua itu sudah selesai. Aku senang kalian semua selamat." Katanya. "Aku senang
semua ini sudah berakhir."
Kami semua menatap satu sama lain dengan pandangan bingung. Kami tidak mengerti
satupun yang diucapkan oleh ibuku ini (walau sebenarnya, kami mempunyai kecerdasan diatas
rata-rata. Kalau untuk satu ini, kami benar-benar bingung).
"Ibu, ibu kenapa?"
"Aria, maaf, kalau ibu bersembunyi darimu dan kedua kakakmu selama ini. Ibu minta
maaf, ya?" katanya. "Ibu" kemana saja selama ini?" tanyaku.
Dia hanya tersenyum. Dan mengalihkan pandangannya pada kami semua.
"Kita bicara sambil duduk saja. Ayo."
Aku menghela nafas mengingat semua peristiwa yang terjadi. Aku menutup mata sebentar
dan membukanya. Sekarang, semua sudah kembali normal. Paling tidak, begitulah keadaannya. The Chronos
Sapphire sekarang dilindungi oleh Dewan Penanggulangan Laboratorium Terlarang, dan dijamin
keselamatannya dari orang-orang yang mengincar kami walau kami sudah bukan lagi bagian
Laboratorium Terlarang. Aku juga sering bertemu ibuku di Dewan. Ibu mengatakan, cukup aku saja yang tahu
bahwa dia masih hidup. Jika banyak orang yang tahu, banyak yang akan membalas dendam
padanya karena masalah masa lalu 20 tahun lalu itu. Aku menurut saja dengan permintaannya.
"Aria!!" Aku menoleh dan melihat kearah Duke yang melambai ceria padaku. Dylan, Stevan, Lord,
dan Charles juga ada. Karena khawatir jika pihak yang ingin memakai kami sebagai senjata
pembunuh lagi, mengincar kami, Dewan sepakat untuk memasukkan kami ke universitas yang
sama, namun dengan kurikulum dan jurusan yang berbeda. Sesuai dengan keinginan kami. Dylan
dan Stevan adalah kakak tingkat tiga di jurusan Psikologi. Sedangkan Duke, Lord, Charles, dan
Aku berada di tingkat pertama. Aku dan Charles mengambil jurusan informatika. Lord dan Duke
mengambil jurusan psikologi juga sepeti Dylan dan Stevan.
Duke setengah berlari kearahku dan hampir saja terjatuh karena tersandung batu.
"Pelan-pelan saja, dong, Duke. Tidak perlu berlari-lari seperti itu." kataku.
Dia hanya nyengir. "Selamat pagi, Aria. Hari yang lumayan cerah, ya?" sapa Dylan.
"Begitulah. Aku senang dengan taman ini." kataku, "Bagaimana kuliah pagi kalian?"
"Menyebalkan. Aku ingin tidur saja selama jam kuliah terakhir nanti." Gerutu Stevan.
Aku tertawa mendengar ucapannya. Kami lalu berjalan ke taman dan mencari Rinoa
disana. Aku melihat anak itu melambaikan tangannya di tengah taman. Sedang duduk di atas
rumput bersama Marissa, Cleora, Elyane, dan juga Yuri.
Aku melihat Rinoa dan keempat temannya melongo melihatku datang bersama lima orang
cowok yang popular di universitas (tentu saja mereka berlima popular. Karena mereka adalah The
Chronos Sapphire dan memiliki wajah diatas rata-rata!). Kecuali Rinoa, sebenarnya. Dia, kan
sudah pernah bertemu mereka berlima di rumah sakit waktu itu.
Dan, oh ya" Rinoa sekarang berpacaran dengan Charles!
Jangan tanya bagaimana mereka bisa berpacaran tanpa sepengetahuanku sebelumnya.
Rinoa bilang, dia sudah putus dengan Akira, pacar lamanya, dan tiba-tiba dia dan Charles menjadi
dekat, dan akhirnya, mereka pacaran. Hanya itu yang kutahu. Detail lengkapnya, aku tidak tahu.
"Maaf. Kalian lama menunggu?" tanyaku sambil duduk di sebelah Rinoa.
"Tidak juga. Kami baru mulai membahas tugas praktikum fotografi untuk minggu depan."
Jawab Rinoa. "Hai, Dylan, Stevan, Charles, Duke, Lord." Sapa Rinoa.
"Hai juga, Rinoa." Balas Charles girang. "Tidak apa-apa kami ikut bergabung?"
Rinoa baru akan menjawab saat Elyane menjawab lebih dulu.
"Oh! Tidak apa-apa! Kami malah senang, kok, kalian ikut bergabung." Katanya dengan
nada terbata-bata. "I, iya! Kami juga baru saja mulai membahas tugas praktikum kami." Marissa juga iktu
menjawab. Dalam hati, aku tersenyum geli melihat teman-temanku, yang biasanya kalau di kelas
mereka banyak bicara dan sok pintar, sekarang malah seperti agar-agar di hadapan Dylan, Duke,
Lord, Stevan, dan Charles.
Kami lalu membahas tugas praktikum kami yang akan dilakukan minggu depan. Selama
ini, aku selalu menghindari bertemu dengan orang lain dan menyendiri. Aku tidak menyangka,
punya teman banyak seperti ini menyenangkan dan merepotkan juga.
Mereka semua selalu bercanda setiap ada kesempatan. Entah itu Charles yang lebih dulu,
atau malah Stevan yang lebih dulu (aku baru tahu kalau Stevan jago membuat lelucon lucu! Kami
semua sering dibuat tertawa terbahak-bahak oleh leluconnya). Dan, selama itu, kami tidak bisa
tidak tertawa terbahak-bahak.
"Oh, ya, hari ini kamu ada rencana apa, Aria?" tanya Marissa sambil menyeka airmata yang
keluar dari matanya karena tertawa terlalu keras.
"Hmmm" mungkin pergi ke toko buku sebentar. Setelah itu, yah" aku harus persiapan
untuk konser pertamaku nanti malam." Kataku.
"Cieee" yang artis baru?" Rinoa mencolek lenganku, "Sibuk banget, nih, kayaknya?"
"Apaan, sih, Rinoa" Biasa saja, kok." Kataku sambil tersenyum.
"Maklumlah" Aria, kan sudah menjadi penyanyi terkenal sekarang. Sudah pasti dia
banyak kerjaan selain kuliah." Timpal Yuri.
"Apaan, sih, kalian semua?" Kok, jadi menggodaku semua, sih?" kataku.
Oh, ya. Kalian belum tahu tentang itu, ya" Sekarang, aku adalah seorang penyanyi terkenal
(beri penekanan pada "terkenal"). Sejak tiga bulan lalu, setelah aku didaftarkan oleh Kak Keiko
(lagi) untuk mengikuti ajang lomba menyanyi, aku tidak pernah bisa menikmati kehidupan
remajaku yang biasa. Setelah menang ajang lomba itu (kalau tidak salah nama lomba itu Shining
Girl Singer), aku mulai kebanjiran pekerjaan. Mulai dari tampil secara langsung di TV, tampil
dalam beberapa acara, menjadi bintang tamu drama TV, dan lain sebagainya.
Hari ini, aku akan menggelar konser pertamaku di Stadion Sanaman Mantikei jam 7
malam nanti. Sebagai penyanyi pendatang baru, aku agak gugup juga dengan konserku yang
pertama kali. Walau penjualan albumku laris manis, tapi tetap saja, aku GUGUP.
"Ah, Aria, pasti bisa menyanyikan semua lagunya dengan baik." kata Charles sambil
nyengir. Dan aku tahu tadi dia membaca pikiranku yang sedang gugup.
"Terima kasih." Kataku, "Tapi, kalian datang, kan" Kalau tidak, awas saja."
"Tentu saja. Kata Charles, suaramu bagus. Aku ingin mendengarnya sendiri nanti malam."
Kata Stevan, "Apa aku harus membawa lightstick sambil menyerukan namamu sebagai penonton"
Ah, tapi, aku belum membeli tiketnya."
Aku tertawa mendengarnya.
"Tidak perlu. Kalian akan kuberikan tempat VIP. Paling depan. Jadi, tidak usah khawatir."
Kataku, "Yang lain juga. Jadi semuanya tenang saja. Hehehe?"
Aku juga akan datang. "Apa?" "Apanya apa, Aria?" tanya Rinoa.
"Tidak" aku?"
Aku yakin tadi mendengar seseorang bicara. Aku mendengarnya sendiri.
"Ada apa, Aria?" tanya Dylan, "Ada masalah?"
"Aku" aku tadi mendengar?"
Jangan beritahu mereka. kata suara itu lagi. Aku akan datang nanti malam. Sebagai kejutan.
Dan, maaf kalau aku baru menjawab semua suaramu sekarang.
Dan kali ini aku yakin, aku tidak berhalusinasi atau gila. Aku mengenali suara ini. Suara
yang benar-benar sangat kurindukan.
"Dylan, Charles, Duke, Stevan, Lord?"
"Apa?" tanya mereka serempak.
"Tadi" tadi" Ri?"
Aduh" jangan bilang pada mereka sekarang. Nanti mereka malah mengejarku seperti lalat
kalau kamu beritahu aku masih hidup.
"Aria, ada apa" Kamu kenapa?" tanya Cleora sambil memegang pundakku.
Aku tidak mendengarnya, tapi aku menatap cincin dari Rifan yang masih melingkar di jari
manis tangan kiriku dan menatap kelima teman The Chronos Sapphire-ku dengan mata berkacakaca.
"Dia" dia kembali?" kataku pelan.
Aduh" Aria" tolong, dong" jangan"
"Siapa yang kembali?" tanya Stevan. "Apa jangan-jangan?"
Aku mengangguk sambil tersenyum.
"Rifan, sebaiknya kamu menepati janji untuk datang ke konserku nanti malam." Kataku
sambil menyeka airmataku yang mau menetes, "Kalau tidak, mungkin kamu bakal dikeroyok oleh
yang lain. Dan aku jamin, Charles dan Dylan-lah yang bakal mengeroyokmu lebih dulu."
Oke, deh" aku menyerah. Kata Rifan sambil mendesah. Aku akan datang, tapi, tolong,
nanti setelah konsermu, aku ingin membawamu ke suatu tempat.
Itu akan menjadi kejutan. Kataku. Akan kutunggu.
Setelah itu, suara Rifan tidak terdengar lagi. Aku menatap teman-temanku, yang agak
bingung kenapa aku bicara sendiri (kecuali Dylan, Duke, Charles, Stevan, dan Lord).
Dylan, Duke, Charles, Stevan, dan Lord mengangguk mengerti saat aku menatap mereka.
Mereka mengerti kenapa tadi aku menangis.
"Aria, kamu tadi kenapa?" tanya Marissa.
"Tidak apa-apa." Kataku sambil menggeleng, "Maaf, sampai dimana tadi kita mengobrol?"
BAB 11 Sedikit Gangguan dari Jack,
yang Ternyata Masih Mengincarku
"Maaf, aku terlambat," kataku pada seorang kru yang bekerja di belakang panggung konserku
nanti. Kru yang kusapa tadi, seorang wanita berusia 24 tahun dan berkacamata tipis, menoleh
kearahku sambil tersenyum. Dia adalah manajerku, Julia Scott. Matanya berwarna hijau tosca yang
sangat cantik, dan potongan rambutnya benar-benar modis seperti layaknya seorang model. Dan
wajahnya memang mendukung untuk menjadi model catwalk yang sangat cantik. Aku sempat
heran saat dia mengajukan diri untuk menjadi manajerku padahal dia sangat cantik.
"Hai, Aria!" sapanya sambil tersenyum. "Kau datang tepat waktu."
"Masa" Aku rasa, aku datang terlambat."
Aku melepas jaket yang kupakai dan menaruhnya di sofa. Aku lalu menuju ke rak pakaian
dan mengambil baju untuk kucoba sebelum naik ke panggung.
"Tidak. Kau datang tepat waktu, kok." Katanya lagi, "Oh ya, ngomong-ngomong dimana
kedua kakakmu" Keiko dan Kazuhi" Mereka jadi menonton konsermu?"
"Tentu saja. Mereka tidak mau melewatkan kesempatan untuk mendengar dan melihatku
bernyanyi secara langsung." Kataku.
"Bukankah itu bagus" Berarti mereka bangga padamu."
"Terima kasih, Julia. Sekarang, selain baju ini, baju apa saja yang akan kupakai?" kataku
mengalihkan pembicaraan. Dia lalu menunjukkan baju-baju yang akan kupakai nanti. Ada beberapa gaun formal dan
gaun Lolita berwarna pink yang cantik.
Hmm" aku yakin, ini semua pilihan Julia. Hanya dia yang punya selera pakaian yang sama
sepertiku. Kami berdua sama-sama menyukai hal-hal berbau Jepang. Sejak kenal dengan Rifan
(ditambah sebelum aku menjadi The Chronos Sapphire dulu aku termasuk penggemar berat
anime dan komik. Tapi, aku bukan tipe orang seperti otaku), aku jadi menyukai Jepang. Dan, saat
bertemu Julia di awal kerja sama kami, kami berdua langsung merasa cocok. Julia sudah kuanggap
seperti kakakku sendiri seperti Kak Keiko dan Kak Kazuhi.
Setelah mencoba semua pakaian itu. Aku segera check sound diatas panggung. Pada
konser ini, aku akan membawakan lima belas lagu dari album pertamaku. Aku memeriksa kondisi
panggung, mic yang akan kupakai untuk menyanyi, dan juga yang lainnya dibantu para kru.
"Aku rasa tidak ada yang kurang." Kataku saat Julia menanyaiku. "Semuanya sempurna."
"Baguslah!" Ia lalu melirik jam tangannya sambil membetulkan letak kacamatanya.
"Sudah mau jam 5 sore. Sebaiknya kamu bersiap-siap di belakang panggung. Mandi,
makan sebentar, setelah itu dirias." Katanya.
"Baik, manajerku yang terbaik." Kataku sambil terkekeh pelan dan kembali ke belakang
panggung. *** Kamu cantik. suara Rifan terdengar di otakku saat aku selesai dirias.
"Terima kasih. Aku senang kamu memujiku." Kataku sambil menatap cermin yang
memantulkan bayanganku. Aku memakai baju Lolita berwarna pink yang aku bilang cantik tadi. Dipadukan dengan
sebuah bando pita berwarna pink dan sepatu hak tinggi berwarna putih, aku benar-benar
menjelma seperti boneka. Rambutku yang berwarna hitam jadi terlihat kontras dengan pakaianku.
Sekarang tidak ada siapa-siapa di ruang ganti tempatku berada. Jadi, aku bebas bicara pada
Rifan lewat pikiranku. Kamu ingat, nanti setelah konsermu berakhir, aku akan menemuimu. Jadi, tunggu saja.
Katanya. "Kamu baik-baik saja, kan" Tidak terluka?" tanyaku, "Apa Jack sudah?"
Aku jamin, dia tidak akan mengganggumu lagi. Lagipula, kalung bulan sabit hitam-ku
melindungiku darinya. "Benarkah" Syukurlah?"
Aria, "Apa?" Aku rindu padamu. Kata-katanya tidak urung membuatku terenyak. Rindu. Ya" rindu. Aku juga rindu
dengannya. "Aku juga. Aku juga rindu denganmu." Kataku.
Benarkah" Aku harap kamu tidak bohong. Katanya dengan nada bercanda.
"Sekali lagi kamu bilang aku bercanda, aku bakalan melepaskan cincin darimu dari jariku."
Ujarku sambil berusaha menahan senyum.
Ah" jangan, deh. Itu cincin yang aku buat saat misi kita yang ke-678. Aku tidak mau kamu
melepaskannya, atau bahkan membuangnya. Kata Rifan. Nada suaranya dibuat seolah dia
merajuk. Aku tertawa pelan mendengarnya. Mana mungkin aku akan melepaskan cincin ini, kan"
Aku sangat mencintainya. Baiklah, sebentar lagi, kamu akan konser. Aku akan mendoakanmu semoga berhasil untuk
konser pertamamu. Katanya.
"Kamu akan datang, kan" Kamu akan menemuiku, kan" Kamu akan menceritakan kenapa
kamu tidak membalas suaraku, kan?" tanyaku bertubi-tubi.
Iya, akan kuceritakan. Dari dulu, sifatmu tidak berubah, ya" Suka sekali
memberondongiku dengan deretan pertanyaan"
The Chronos Sapphire Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku terkekeh. "Kamu seperti tidak tahu aku saja." Kataku, "Dan, Rifan,"
Ya" "Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu."
Aku juga. Katanya. Sekarang, pergilah ke panggung, tuan putri. Penggemarmu
menunggumu. Julia masuk ke ruang ganti dan mengisyaratkanku untuk segera bersiap-siap karena
sebentar lagi konser akan dimulai. Aku mengangguk dari bayanganku di cermin dan mengambil
nafas sebentar dan menghembuskannya perlahan. Kemudian, aku berdiri dari kursiku dan
mengambil mic. Aku siap bernyanyi. *** Aku menundukkan kepalaku dalam-dalam saat konserku berakhir. Para penggemarku berteriak
riuh saat aku melambaikan tangan pada mereka. Konser pertamaku berjalan lancar! Aku sangat
senang! Di belakang panggungpun, aku juga diberi selamat oleh para kru yang bertugas atas
suksesnya konser pertamaku. Aku mengucapkan terima kasih pada mereka. Kalau tidak ada
mereka, mungkin konser ini tidak mungkin bisa digelar.
"Selamat, Aria. Konser pertamamu sukses besar! Penampilanmu juga bagus!" kata Julia
memuji. "Terima kasih, Julia." Kataku, "Yah" aku juga senang konser pertamaku ini sukses."
Aku lalu duduk di sofa dan meminum sebotol air sambil mengelap keringat yang keluar.
Ya ampun" aku tidak pernah menyangka lampu panggungku akan sebegini panasnya. Aku kira,
aku akan meleleh di panggung tadi karena sinar lampunya benar-benar sangat panas.
Teman-temanku datang ke belakang panggung. Mereka juga mengucapkan selamat
padaku. Kak Keiko dan Kak Kazuhi juga. Bahkan, aku mendapat berita mengejutkan dari Kak
Keiko. Dia dan Dylan akan menikah nanti!
Oh, ya Tuhan" aku tidak menyangka. Ternyata kakakku menyimpan perasaan juga pada
Dylan. Umur mereka memang berbeda dua tahun. Tapi, sepertinya mereka berdua tidak peduli.
Dan aku hanya bisa mengucapkan selamat pada mereka berdua.
"Kak, nanti kalau menikah, jangan sering protektif padaku saja, pada Dylan juga."
Candaku. Kak Keiko tersenyum, "Tentu saja. Dia akan kuawasi seperti aku mengawasimu." Katanya.
"Ya ampun" bisakah kamu tidak mengatakan itu padanya, Aria" Aku jadi merinding."
Kata Dylan mengeluh. "Hehehe" siap-siap saja, Dylan. Kakakku ini cerewet daripada Charles ataupun Stevan."
Kataku sambil mengacungkan kedua jariku membentuk huruf V.
Dylan menggerutu panjang-pendek sementara kami tertawa.
Aku lalu hendak berganti baju dan berjalan menuju kamar ganti saat aku merasakan
sesuatu yang sangat familiar.
Perasaan ini" tidak mungkin!
Aku membalikkan badanku dan melihat semua orang disekitarku tidak bergerak. Aku
terhuyung mundur melihat itu. Hanya ada satu orang yang bisa melakukan hal ini.
Jack! Aku memanggil Blue Rose dan pedang itu langsung muncul di pinggangku. Ini memang
kemampuan khusus The Chronos Sapphire untuk memunculkan senjata mereka jika mereka
tidak membawanya. Aku baru akan mengeluarkan Blue Rose saat ada sebuah bayangan berkelebat di
belakangku. Aku menoleh ke belakang dan melihat Jack berdiri di hadapanku. Dengan pakaian
yang sama seperti yang terakhir kali kulihat. Hanya saja sekarang pakaiannya bersih dan kelihatan
masih baru. "Jack?" "Halo, gadis menyusahkan. Kita bertemu lagi." katanya dengan nada suara yang lebih
menyeramkan. Aku menyiagakan pedangku. Aku tidak habis pikir. Bagaimana mungkin Jack ada disini"
Bukankah tadi Rifan bilang dia tidak akan lagi menggangguku" Atau jangan-jangan"
"Kau" jangan-jangan kau yang berbicara lewat pikiranku?" kataku saat mengingat suara
Rifan sebelum aku ke panggung tadi. "Kau berusaha menjebakku"!"
Jack mendengus dan memiringkan kepalanya.
"Aku punya kemampuan baru. Mendeteksi keberadaan The Chronos Sapphire." Katanya
sambil melangkah mendekatiku. "Terutama The Chronos Sapphire perempuan sepertimu.
Keberadaanmu mudah ditemukan. Dan aku tidak perlu berbicara lewat pikiranku, aku bukan
pasangan empati-mu."
Aku melangkah mundur saat dia melangkah mendekatiku.
"Mundur. Atau kutebas tubuhmu dengan pedangku." Kataku mengancamnya.
Dia tidak bergeming dan terus melangkah mendekatiku. Dan tepat saat aku tersudut
diantara dinding dan dirinya, dia berhenti. Menatapku dari ujung kaki sampai ujung kepala.
"Apa yang akan dilakukan Rifan saat dia tahu pasangan empati-nya tengah berada dalam
bahaya, ya?" katanya pelan.
"Ap?" Jack menjentikkan jarinya dan sulur-sulur tanaman mulai membelitku dari balik tembok.
Bagaimana bisa ada sulur tanaman dibalik tembok batu seperti ini"
"Lepaskan aku!"
Aku terjatuh saat sulur itu juga mengikat kakiku. Jack berlutut di hadapanku dan
mengambil segenggam rambutku dan menciumnya.
"Lepaskan aku, Jack! Atau aku bersumpah, kau akan kubunuh saat ini juga!" kataku.
"Lucu. Katakan itu saat kamu tidak terikat." Katanya, "Wangimu enak juga."
"Lepaskan! Aku bilang lepas!"
"Sayang sekali, gadis menyusahkan, kemampuan telekinesismu tidak mempan padaku
sekarang. Kamu hanya manusia biasa di dalam tabir penghentian waktuku."
"Apa?" Aku melihat ke sekitarku. Benar, ada semacam dinding tipis yang memisahkan kami dari
yang lain. Aku menatap tajam kearahnya.
"Kau" licik!"
"Kemampuanku meningkat tajam belakangan ini. Dan, aku rasa, mungkin ini karena
hasratku untuk menghancurkan kalian berdua semakin besar." Kata Jack di telingaku, "Kamu dan
Rifan." "Kau benar-benar licik! Kejam, dan tidak berperasaan!" umpatku. "Lepaskan aku
sekarang!!" "Sayangnya, tidak, gadis menyusahkan."
Jack menelusurkan jari-jari tangannya di sepanjang lengan kiriku dan berhenti di jariku
yang memakai cincin dari Rifan.
"Ternyata ini cincin waktu itu." gumamnya. "Cincin yang bagus?"
"Hentikan! Jangan menyentuhku lagi!"
Aku merasa bulu kudukku merinding saat dia menelusuri lengan kananku. Jari-jarinya yang
menelusuri lengan kiriku tadi berhenti dan merogoh sesuatu di saku jaketnya. Sebuah pisau lipat.
"M, mau apa kamu dengan pisau itu?"
"Untuk membunuhmu, tentu saja." Jawabnya enteng.
Dia mengeluarkan mata pisau lipat itu dan mendekatkannya ke wajahku.
"Tidak!!!" Aku memalingkan wajahku dan memejamkan mata. Aku tidak menyangkal aku takut
dengan mata pisau yang tajam itu, apalagi tadi dia mengatakan kalau aku hanya manusia biasa jika
berada di dalam dinding penghentian waktu miliknya.
"Suaramu manis juga," Jack menekankan ujung mata pisau itu ke bahu kananku.
"Sayang sekali kalau Rifan tidak disini. Untuk melihat pasangan empati-nya terakhir kali."
Katanya lagi. Jack memindahkan mata pisaunya ke kancing bajuku dan berhenti disitu. Matanya
menatap ke mataku. "Tolong, kumohon?"
Jack mendekatkan wajahnya dan aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi padaku
sebentar lagi. Wajah Jack hanya tinggal tiga senti lagi dari wajahku.
"Pe, pergilah! Jangan mendekatiku!" kataku tepat di depan hidungnya.
Tapi, Jack tidak bergeming. Dia terus menatapku.
Aku tidak ingat persis apa yang terjadi. Tiba-tiba bibirnya sudah menciumku dengan paksa.
Kedua tangannya memelukku dan membuatku semakin tidak bisa bergerak.
"Hentikan!" aku berkata disela-sela ciumannya. Tapi, dia terus menciumku. Tangan
kanannya mencakar bahuku.
"!!!" Tubuhku tertekan ke dinding dan aku merasa kehilangan nafas. Tubuhnya menindihku,
dan lidahnya mencoba membuka mulutku.
Tidak! Tolong aku! Rifan!!!
Aku memejamkan mata ketakutan saat tangan Jack meraba dadaku. Namun, sedetik
kemudian, bobot tubuhnya yang menindihku menghilang. Sulur tanaman yang mengikatku juga
terlepas. Aku menjauhkan sulur itu dan mendongak melihat Jack jatuh di sebelahku sekitar tiga
meter dengan memegangi dadanya. Aku menoleh kearah yang dilihat Jack di belakangku.
Entah aku harus gembira, atau menangis sekarang saat melihat seseorang yang berada di
belakangku. "Kamu tidak apa-apa, Aria?"
"Ri" fan?"
BAB 12 Dia Kembali Hanya Untukku
Rifan membantuku berdiri saat aku masih menatapnya. Ia mengenakan kemeja lengan pendek
berwarna biru tua yang ditutupi dengan jaket kulit berwarna coklat, juga celana jins biru dan sepatu
kets hitam. Rambutnya sekarang agak memanjang. Penampilannya benar-benar berbeda dari yang
dulu. Tapi, dia masih tetap setampan yang aku ingat. Tanpa berpikir lagi, aku langsung
memeluknya dan menangis. "Maaf, aku hampir saja terlambat menyelamatkanmu." Katanya mengelus rambutku. "Aku
tidak menyangka Jack ternyata masih hidup."
"Rifan?" aku membenamkan wajahku didadanya dan terisak, "Aku" aku?"
Aku mendongakkan wajahku dan menatap wajah Rifan yang tersenyum. Wajahnya masih
sama seperti dulu. Wajah yang aku kenal.
Dan dia mengenakan kalung bulan sabit hitam yang kuberikan padanya waktu itu.
"Kamu tidak terluka, kan?" tanyanya.
Aku menggeleng, lalu menoleh kearah Jack yang berusaha berdiri.
"Biar aku yang mengurusnya." Kata Rifan. "Kamu tunggu saja disini."
Rifan melangkah menuju kearah Jack, tapi aku memegang tangannya dan menggeleng.
"Jangan." Kataku.
"Aku tidak akan membunuhnya." Kata Rifan, "Aku bukan lagi The Chronos Sapphire.
Aku bukan pembunuh lagi."
"Bukan. Bukan itu?" aku menatap wajahnya dan tersenyum, "Biarkan aku membantumu.
Aku tidak mau dijadikan anak emas lagi."
Dia menatapku dengan mata terbelalak, dan kemudian tersenyum lagi.
"Terserah kamu saja."
Jack sudah berdiri. Aku dan Rifan berdiri berdampingan sambil menghunuskan pedang
kami. "Lama tidak berjumpa, Rifan." kata Jack sambil berdiri tegak. Tapi aku yakin, dia
kesakitan luar biasa. Sepertinya luka yang dibuat oleh teman-teman satu tahun lalu masih
berbekas. "Ini bagus. Kalian berdua berkumpul disini." Katanya lagi, "Jadi, aku bisa membunuh
kalian berdua sekaligus."
"Jangan harap kamu bisa melakukannya, Jack." Rifan memegang erat pedang ditangannya.
Matanya menyiratkan kemarahan. "Setelah apa yang kamu lakukan tadi pada Aria, aku tidak akan
memaafkanmu!" "Kalau begitu, coba saja serang aku." Jack menjentikkan jarinya dan pisau lipatnya berubah
menjadi pedang. Sekarang, aku ingat. Itu adalah senjata khusus miliknya. Deathly Sorrow. Pisau lipat yang
bisa berubah menjadi pedang. Itu pedangnya selama di The Chronos Sapphire dulu. Sebagai pisau
lipat, fungsinya sama seperti fungsi pisau kebanyakan. Tapi, bila menjadi pedang, itu akan sangat
mematikan. Ingat sewaktu dia menyerang Duke, Lord, dan Stevan hanya dalam sekali serang, dan
mereka langsung meninggal" Itu adalah jurus andalannya. Jurus itu sangat mematikan dan tidak
bisa ditandingi oleh pedang atau apapun juga di The Chronos Sapphire.
Dan, bagaimana aku bisa tidak menyadarinya tadi"
"Rifan, pedang itu" Deathly Sorrow." Kataku, "Pedang itu berbahaya."
"Aku tahu. Tapi, aku akan tetap melawannya." Jawabnya.
"Tapi, Rifan?" Namun, dia langsung menerjang kearah Jack dan menyerangnya.
"Rifan!" Jack menangkis pedang Rifan dengan pedangnya. Aku bisa melihat asap hitam yang pernah
kulihat keluar dari tubuh Duke, Lord, dan Stevan waktu itu, sekarang seperti keluar langsung dri
pedang Jack. Bersamaan dengan itu, pedang Rifan tiba-tiba terlempar ke samping. Jack
menendang perutya dan membuat Rifan terlempar kearahku.
Aku menangkap Rifan dengan kemampuan telekinesisku tepat pada waktunya. Entah
kenapa, seluruh kemampuanku sekarang bisa kupakai kembali. Dan aku ingat, Rifan adalah kunci
keduaku. Berada di dekatnya, semua kemampuanku pasti bisa digunakan.
"Kau bodoh kalau menyerang sendirian." Kataku sambil mendudukkannya di lantai.
"Maaf," wajahnya mengernyit kesakitan, "Tapi, aku harus melakukannya."
Aku mengambil pedang Rifan dan menyerahkannya pada si pemilik. Kemudian, aku
segera menyembuhkan luka-lukanya. Sekali lagi, aku merasakan tenagaku diserap karena memakai
kemampuan penyembuhan-ku.
Dan tiba-tiba aku ingat, jiwaku, kan terancam kalau aku memakai kemampuan
penyembuhanku. Namun, aku tidak peduli. Biar saja aku mati kalau melihat Rifan terluka.
Aku tidak akan mau melihat Rifan terluka, atau bahkan mati. Kataku dalam hati.
Rifan lalu bangkit berdiri setelah aku menyembuhkannya. Dia mengangkat pedangnya.
"Terima kasih." Katanya, "Tapi, sebaiknya kamu simpan tenagamu untuk serangan
bergantian kita." "Tapi?" Rifan tidak mendengarku lagi. Dia kembali menyerang Jack.
"Ya ampun, Rifan!!"
Aku berlari kearahnya dan berdiri tidak jauh dari pertarungan mereka.
Jack membalas serangan Rifan dengan main-main. Seolah dia sedang memainkan sebuah
permainan anak kecil. Rifan sendiri terus menyerang, dan aku akui, gerakan serta serangannya
meningkat jauh dari sebelumnya. Serangannya penuh dengan energy. Bahkan, aku bisa merasakan
kemampuan mereka berdua sama.
Tapi, sehebat apapun serangan Rifan, dia pasti akan kecapekan.
Dan, saat dia bersalto ke belakang (yang aku tidak habis pikir, bagaimana dia bisa bersalto
di ruang ganti yang agak sempit ini"), dia mengangguk kearahku dan berkata "change!" tanpa
suara. Aku lalu maju menyerang Jack dan melakukan serangan yang biasa kulakukan untuk
memojokkan musuh. Jack yang tidak menyangka aku juga ikut menyerang menjadi kewalahan (apa dia tidak tahu
kalau aku berdiri di belakang Rifan tadi"). Dia menangkis seranganku dengan pedangnya. Aku bisa
merasakan Blue Rose mulai berkurang kekuatannya karena bersentuhan dengan pedang milik
Jack. Hawa kematian" Mungkin, itu alasan kenapa pedangnya mengeluarkan asap hitam. Kataku
dalam hati. Aku berputar dan menunduk seraya mengayunkan pedangku kearah kakinya. Tehnik ini
aku terapkan tiga bulan lalu saat berlatih dengan yang lain. Latihan untuk berjaga-jaga jika ada yang
mengincar dan menyerang kami. Tehnik ini sering kugunakan untuk menumbangkan Charles yang
mempunyai kemampuan pedang dibawahku. Dan biasanya, tehnik ini membuahkan hasil.
Tapi, sepertinya tidak berhasil untuk melawan Jack.
Dia dengan cepat bersalto ke belakang saat aku melakukan tehnik itu dan menendangku
sampai terjatuh. "Aria!" Rifan berlari kearahku sebelum kepalaku menyentuh lantai dan membantuku berdiri.
"Baik-baik saja?" tanyanya.
"Sangat." Aku menjawab sambil meringis karena bahuku yang terkena tendangannya.
Sial. Ternyata tenaganya juga tidak berkurang walau sudah kuserang beruntun.
"Sayang sekali, kalian sepertinya tidak bisa menyentuhku walau hanya seujung jaripun, ya?"
katanya sambil tersenyum meremehkan. "Sepertinya, kalian sudah mulai lemah."
"Jangan harap kamu bisa menghancurkan kami!" kataku.
"Silakan saja mencoba, gadis menyusahkan. Coba saja dengan serangan terbaik yang kamu
punya." Aku hendak menyerang lagi saat aku mendengar suara Maya di kepalaku.
Pakai kedua kalung bulan sabit itu" itu akan menghentikan kemampuannya sementara,
dan kalian bisa menaklukkannya.
"Maya?" "Apa?" Aku menoleh kearah Rifan tepat di kalungnya.
"Rifan, pinjami aku kalungmu. Sekarang!"
Rifan melepaskan kalungnya dan menyerahkannya padaku. Aku juga melepaskan
kalungku dan melihatnya bercahaya saat berdekatan satu sama lain.
"Kamu mau apa, Aria?"
"Jangan pedulikan aku." Kataku, "Sekarang, beri aku waktu untuk memikirkan bagaimana
cara menaklukkan Jack. Selama itu, kamu harus membuatnya kelelahan."
Rifan mengangguk mengerti dan mulai menyerang Jack lagi. Sementara aku
mengkonsentrasikan pikiranku pada kalung itu dengan suara Maya di kepalaku.
Konsentrasilah" kata Maya.
Aku tahu! Sedang kuusahakan!
The Chronos Sapphire Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku memandangi Rifan dan Jack bertarung. Saat dia menoleh kearahku, aku mengangguk.
Dia lalu bersalto ke samping sementara aku membuat gerakan dengan tanganku membentuk
sebuah lingkaran dengan kedua kalung ditanganku.
"Kuperintahkan kemampuan yang berada di dalam dirimu terserap ke dalam kedua kalung
ini dan menjadikanmu manusia biasa!" kataku sambil mengarahkannya pada Jack.
Sebuah sinar biru dan hitam meluncur dari tanganku yang membentuk lingkaran dan
menghantam Jack hingga memecahkan dinding penghentian waktunya. Dia lalu menabrak tembok
sampai hancur. Aku sendiri langsung tersungkur ke lantai. Aku merasa sebuah kekuatan besar masuk ke
dalam tubuhku setelah aku mengucapkan kata-kata tadi.
Bagus, Aria. Maya berbicara, Sekarang, Jack hanya manusia biasa. Dan kamu memiliki
semua kemampuan yang ada padanya.
Apa!!" Rifan memegang tanganku dan dari ekspresinya aku tahu dia menyanyakan apa aku baikbaik saja atau tidak. Aku mengangguk untuk menjawab ya.
"Apa yang tadi kamu lakukan?" tanyanya.
"Mengubah Jack menjadi manusia biasa." Kataku polos. "Jangan tanya bagaimana caranya.
Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa melakukannya."
Aku melihat Jack bangkit berdiri. Seluruh tubuhnya pasti kesakitan karena wajahnya juga
sudah tidak berbentuk. Dia melotot tajam kearahku.
"Kau" kau mengambil semua kemampuanku?" geramnya.
"Kau pantas mendapatkan itu."
"Kalian" kalian akan kubunuh!" katanya lagi, "Aku akan menghancurkan kalian berdua!"
"Tidak masalah?" kataku, "Sekarang, kamua hanya manusia biasa. Aku dan Rifan bisa saja
membunuhmu, tapi?" Aku menjentikkan jariku dan waktu kembali berputar. Charles dan yang lain kaget saat
melihat Jack ada di ruangan ini. Mereka menoleh kearahku dan mencoba meminta penjelasan.
Aku hanya mengedipkan mata kananku dan mengalihkan pandanganku pada Jack.
"Kau mau kami bunuh, atau, semua The Chronos Sapphire akan membunuhmu?" kataku.
"Aria, apa yang terjadi?" Duke bertanya sambil memanggil pedang miliknya. "Dia ternyata
masih hidup, ya?" "Seperti yang kamu lihat, Duke." Kataku. "Tapi, maaf. Ini urusanku dan Rifan untuk
mengurusnya." Duke menoleh kearah Rifan, yang sepertinya baru disadarinya berada di sampingku. Dia
kemudian mengangguk dan mundur.
"Rifan, selanjutnya, aku serahkan padamu." Kataku pada Rifan.
"Aku" Kenapa?"
"Aku perempuan. Aku punya hati terlalu lembut dan baik untuk membunuh. Sekarang,
kamu saja yang mengurusnya. Lagipula, kamu masih harus membuktikan janjimu padaku." Kataku
sambil menoleh kearahnya.
"Janji?" dia mengerutkan kening sebentar dan kemudian mengangguk paham.
"Baiklah, sekarang, aku akan menepati janjiku."
Ia lalu berdiri dan memegang pedangnya dengan kedua tangan. Jack menyerang dengan
tubuh kesakitan dan mengayunkan pedangnya kearah Rifan, tapi berhasil ditangkis olehnya. Jack
terjatuh lagi menabrak dinding. Merintih kesakitan.
"Kau?" Rifan berdiri di hadapannya. Pedangnya teracung tepat di depan hidung Jack.
"Kau mau menyerah, atau mati?" tanya Rifan pelan.
"Huh, tidak perlu keduanya. Aku yang akan membunuhmu!"
Jack berdiri lagi dan menyerang Rifan dengan membabi-buta. Membuat seluruh isi ruang
ganti porak-poranda. Semua kemampuan Jack memang sudah terserap padaku, tapi kecepatan
gerakannya tidak berubah.
"Rifan!!" Aku menjentikkan jari dan menyuruh sulur-sulur tanaman untuk mengikat Jack.
Sulur-sulur tanaman itu mengikat Jack dengan gerakan cepat. Hanya dalam waktu satu
detik, sulur itu sudah mengikat Jack. Dengan sangat erat.
"Dasar gadis menyusahkan! Aku akan membunuhmu!!" katanya.
Aku menatapnya tanpa ekspresi. Rifan berdiri di depanku. Ia lalu memberikan isyarat pada
Duke untuk memanggil polisi dan Dewan Penanggulangan Laboratorium Terlarang. Duke
mengangguk mengerti dan mengeluarkan ponselnya untuk menelepon kedua tempat tersebut.
Lord dan Stevan lalu melumpuhkan Jack dan membawanya keluar.
Dylan dan Rifan mendekatiku secara bersamaan.
"Aria, kamu baik-baik saja, kan?" tanya Rifan khawatir.
"Ya, aku baik-baik saja." Kataku.
"Ya ampun" sebenarnya, apa yang terjadi disini" Apa ada yang kami lewatkan?" tanya
Dylan. "Hanya penghentian waktu sementara." Kata Rifan. "Jack berulah lagi. Dia ternyata masih
hidup." "Rifan" Aku tidak melihatmu tadi! Kau benar-benar masih hidup, ya?" kata Charles.
"Ya. Tentu saja aku masih hidup." Kata Rifan tersenyum lebar.
"Kemana saja kau selama ini" Kau tahu, tidak, setiap malam Aria memimpikanmu?"
Aku menyikut dada Charles. Tahu arah pembicaraannya akan melantur kemana-mana.
"Aduh" sakit, Aria?" rintihnya.
"Itu hukuman karena kamu akan berbicara sembarangan." Kataku.
Aku menoleh kearah kedua kakakku yang menatap bingung kearahku dan Rifan. Aku
tersenyum, lalu menggandeng tangan Rifan kearah mereka.
"Kak Keiko, Kak Kazuhi."
"Aria, ini" siapa?" tanya Kak Kazuhi sambil menunjuk Rifan. Dari sinar matanya aku tahu,
sikap protektif Kak Kazuhi padaku mulai ditunjukkan.
Aku tidak memerdulikan tatapan protektif mereka berdua dan menggandeng lengan Rifan
sambil tersenyum lebar. "Kak Keiko, Kak Kazuhi, perkenalkan, ini Rifan Hawkins." Kataku, "Tunanganku."
BAB 13 Dia Melamarku Sebagai Tunangan,
Secara Resmi Aku dan Rifan berjalan di taman universitas sambil berpegangan tangan. Malam ini, dia berjanji
mengajakku ke suatu tempat. Katanya, tempat itu ada di taman universitasku.
Dan, oh ya" Jack sudah dikarantina oleh
Dewan Penanggulangan Laboratorium
Terlarang. Polisi memang sempat menanyai kami, tapi Duke yang punya kemampuan
mengendalikan pikiran orang lain menyakinkan kalau Jack adalah seorang stalker yang
mengincarku dan berniat menculikku(Duke langsung kuberi tatapan melotot paling bagus padanya
karena mengatakan itu). Polisi percaya saja. Dan kedua kakakku serta Charles dan yang lain lalu dimintai
keterangan yang lain oleh polisi sementara aku dan Rifan kabur. Sebelum kami kabur, aku
menyerahkan lagi kalung bulan sabit hitam-ku pada Rifan dan memintanya untuk menjaganya
baik-baik. Sekarang, disinilah kami. Berjalan di jalan setapak yang tadi pagi kulewati sambil melihat
danau. "Rifan, sebenarnya kita mau kemana?" tanyaku penasaran. Sudah lima belas menit kami
berjalan, tapi sepertinya kami belum sampai di tempat yang dia maksud.
"Masih jauh, ya?" tanyaku lagi.
Rifan menoleh kearahku dan tersenyum.
"Sebentar lagi sampai, kok." Katanya, "Oh ya, kamu harus pakai ini."
Dia menyodoriku sebuah saputangan panjang berwarna hitam padaku. Aku menerima
saputangan itu dan mengerutkan kening padanya.
"Untuk apa ini?"
"Tutup matamu dengan itu. Tempat yang akan kita tuju akan menjadi kejutan untukmu."
Katanya. "Benar?" "Iya" sekarang, pakai saputangan itu untuk menutup matamu." Kata Rifan lagi.
Dengan masih penasaran, aku mengenakan saputangan itu menutupi kedua mataku dan
mengikatnya agak kencang agar tidak mengendur. Aku tidak mau mengambil resiko mengintip
kejutan apa yang akan diberikannya padaku dan membuatnya memarahiku (tentu saja dia mainmain melakukannya).
Dengan tangan Rifan yang kugenggam sebagai penuntunku, ia lalu membawaku kembali
berjalan. Selama itu, aku menghitung berapa kali kami berbelok. Lima kali belok ke kanan dan
tiga kali belok ke kiri. Setelah melewati sebuah jembatan batu (yang aku yakin, ada di belakang universitas), Rifan
berhenti. "Kita sudah sampai." Katanya. "Kamu boleh buka penutup matamu."
Sesuai perintahnya, aku lalu membuka saputangan yang menutupi kedua mataku dan
membuka kedua mataku yang juga ikut tertutup.
Pemandangan di depanku benar-benar menakjubkan dan membuat mulutku ternganga.
"Ya Tuhan?" Di depanku ada sebuah bangunan dari kayu berbentuk saung yang dihiasi dengan lampu
warna-warni dan berkelap-kelip. Di dalam saung itu ada dua buah kursi kayu berwarna putih dan
menghadap kearah sungai yang mengalir tenang dan dilatari langit malam berbintang. Di seluruh
tiang kayu saung itu terdapat lilin-lilin yang menyala redup. Jalan dari tempatku berdiri sekarang
sampai ke saung itu dihiasi dengan ribuan kelopak mawar merah dan lilin-lilin berbentuk hati
berwarna pink. Bahkan, untuk kategori tempat paling romantis yang masuk ke dalam daftarku, tempat ini
adalah tempat yang paling romantis yang pernah kulihat.
Rifan menggenggam tanganku dan menuntunku ke saung itu. Dengan senyumnya yang
menawan, dia berhasil membuatku gugup dan tidak tahu harus berkata apa. Bahkan saat kami
sampai di saung itu dan duduk di kursi, aku masih tidak bisa-berkata-kata.
"Kamu suka tempat ini?" tanyanya.
"Aku" aku suka?" kataku gelagapan, "Ini" ini tempat yang indah. Apa kamu yang
menyiapkan semua ini?"
"Tentu saja. Aku menghabiskan waktu setengah hari untuk menghias saung ini." katanya
sambil merangkulku ke dalam pelukannya, "Pemandangannya indah, kan?"
Indah" Bersama dengan Rifan saja sudah hal terindah bagiku. Apalagi dengan tempat dan
pemandangan seperti ini. Ini beribu kali lebih indah!
Kami lalu duduk sambil saling memeluk. Aku bisa saja menikmati setiap detik momen ini,
kalau saja Rifan tidak mengatakan sesuatu yang mengejutkanku.
"Cincin dariku" masih kamu pakai?" tanyanya.
Aku menoleh kearahnya dan mengangguk.
"Tentu saja aku masih memakainya." Jawabku menunjukkan cincin darinya yang melingkar
di jari manisku. "Memangnya kenapa?"
Rifan memegang tanganku dan mengelusnya. Jantungku langsung berdebar kencang saat
dia mencium punggung tanganku. Matanya menatap lurus ke mataku. Bola matanya yang berwarna
hitam" aku seakan bisa melihat bayanganku sendiri di bola matanya.
"Aria," "I, iya?" Rifan melepas cincin ditanganku dan memegangnya selama beberapa saat. Sebelum aku
mengatakan sesuatu, dia memakaikan cincin itu lagi ke jariku.
"Aria," katanya, "Kamu mau bertunangan denganku?"
"Kita, kan sudah bertunangan." Ujarku.
"Secara resmi belum, kan?" katanya sambil tersenyum. "Kali ini, aku ingin mengatakannya
secara resmi. Kamu mau bertunangan denganku?"
Kalau kalian ingin menggambarkan perasaanku saat ini seperti apa, mungkin kalian bisa
membayangkannya. Aku benar-benar sangat bahagia. Rasanya tubuhku lemas karena perasaan ini.
"Aria, kamu mau, kan?" tanyanya lagi, membuyarkan lamunan bahagia-ku.
Aku mengangguk dan tersenyum, "Aku mau." Kataku.
Dia ikut tersenyum dan memelukku dengan erat. Aku balas memeluknya dan merasakan
hangat tubuhnya. "Kalau begitu, sekarang, giliranmu yang memasangkan cincin untukku." Katanya sambil
melepaskan pelukannya. Aku mengangguk. Dia lalu mengeluarkan cincin yang sama seperti yang kupakai dan
menyerahkannya padaku. Aku lalu memasangkannya di jari tangannya. Kemudian, aku tertawa.
Aku merasa seperti baru saja melakukan upacara pertunangan sungguhan.
Rifan juga tertawa. Selama beberapa menit, kami tertawa sampai menitikkan air mata.
"Haaahhh" maaf, aku tertawa terlalu keras." kataku sambil menghapus setitik airmata di
sudut mataku, "Habisnya" aku belum pernah dilamar untuk bertunangan seperti ini."
"Aku juga baru pertama kali melamar wanita untuk bertunangan denganku. Apalagi kalau
mau melamarnya untuk menikah. Mungkin aku akan sangat gugup." Kata Rifan sambil mencium
keningku. Kami saling menatap satu sama lain dalam waktu lama. Tangan kanan Rifan mengelus
rambutku. "Aku mencintaimu, Aria." Katanya.
"Aku juga." Rifan mencondongkan tubuhnya kearahku dan mendekatkan wajahnya. Tapi, kutahan
sambil menggelengkan kepala.
"Tunggu dulu," "Kenapa?" tanyanya.
Aku melihat kearah semak-semak di dekat saung dan menjentikkan jari. Beberapa detik
kemudian, terdengar bunyi gemerisik di semak-semak itu. Charles, Dylan, Duke, Lord, dan Stevan
keluar dari semak-semak dengan cengiran lebar. Di tangan Charles ada sebuah kamera handycam.
"Kalau kita melakukannya di depan mereka, mungkin mereka akan merekamnya." Kataku
sambil menunjuk handycam itu.
"Maaf" kami tidak bermaksud menguping." Kata Dylan sambil tersenyum lebar.
"Dylan?" Rifan hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kalian ini ada-ada saja." Katanya.
Aku tersenyum dan menjentikkan jari lagi. Kali ini, aku menggunakan kemampuan
menghentikan waktu. Dylan dan yang lain seketika itu langsung membeku. Rifan memandang
kearahku dengan kening berkerut.
"Kamu memakai kemampuan menghentikan waktu?" tanyanya.
"Hehe" hanya untuk percobaan." Kataku. "Sampai dimana kita tadi?"
"Berapa waktu yang kita punya?" tanyanya lagi.
Aku melihat kearah Dylan dan yang lain, yang beku dengan wajah masih nyengir bego.
"30 menit?" kataku.
Rifan mendekat kearahku dan menatapku.
"30 menit, cukup untuk menikmati malam ini berdua. Sambil melihat bintang." Katanya.
"Setelah itu, baru kita pergi ke tempat lainnya lagi. Taman bunga, mungkin?"
Aku tertawa kecil dan mengangguk.
"Kataku, sampai dimana kita tadi?" tanyaku lagi.
Rifan tersenyum. Wajahnya kian dekat dengan wajahku. Dan saat itu, aku melihat bintang
jatuh yang bersinar cantik. Tepat saat dia menciumku dengan lembut.
EPILOG Hari ini, tepatnya tanggal 14 Februari, adalah hari paling indah bagiku.
Yang pertama, ini adalah hari ulang tahunku (tentu saja). Kak Keiko dan Kak Kazuhi,
Charles, Dylan, Stevan, Lord, dan Duke mengucapkan selamat ulang tahun untukku setelah Rifan
menggunakan kemampuan mengembalikan berputarnya waktu. Karena saat Rifan membawaku ke
saung itu, waktu sudah menunjukkan jam 11 tengah malam, dan kami duduk disana selama
setengah jam. Setengah jamnya lagi" Kami gunakan untuk melihat langit malam dengan
menghentikan waktu selama 30 menit.
Yang kedua, aku bertunangan dengan Rifan. Kalau itu, sih, kita semua juga tahu, kan"
Hehehe" Yang ketiga, Rifan mengajakku jalan-jalan hari ini. Istilah kerennya itu, kencan, atau ngedate. Terserah saja mau menyebutnya bagaimana.
Setelah kemarin malam, aku dan Rifan memutuskan pergi ke tempat rekreasi sepeda air
dan menghabiskan waktu kencan pertama kami disana. Tentu saja, Charles dan yang lain
(terutama kedua kakakku yang super protektif itu) membuntuti kami. Agak risih juga, sebenarnya.
Ini kencan pertamaku, lho! Bisa tidak, sih, kalian tidak membuntutiku sehari saja"
Ah, tapi para wartawan juga mengincarku saat mereka bertemu kami di tempat itu. Hampir
saja aku dan Rifan jadi bulan-bulanan wartawan kalau saja aku tidak memakai kemampuan
menghentikan waktu dan berhasil kabur dari sana tepat sebelum batas penghentian waktunya
habis. Sehabis dari tempat rekreasi itu, kami berdua pergi ke mall dan bermain di arena bermain.
Kami juga berbelanja. Rifan sempat berbeda pendapat denganku mengenai dua pasang syal yang
kami beli. Rifan maunya syal berwarna biru tua atau coklat. Tapi, kutolak. Aku menyarankan
warna hitam saja karena warna itu lebih bagus dengan warna rambut dan matanya (memangnya,
ada hubungannya, ya")
"Kamu ini memang susah dibantah, ya?" kata Rifan setelah kami membayar dua syal itu.
Aku hanya tersenyum lebar dan mengangkat jari telunjuk dan jari tengahku membentuk
huruf V. "Hehehe?" Rifan tersenyum, lalu menggandeng tanganku.
"Ayo, aku masih ada kejutan lagi untukmu." Katanya.
"Ya ampun, Rifan" kejutan darimu sudah sangat banyak." Kataku pura-pura mengeluh,
"Apa lagi kejutan darimu?"
Rifan merangkulku dan mengajakku ke tangga escalator.
"Kejutan yang menyenangkan." Janjinya, "Kamu tidak siap?"
Enak saja dia bilang aku tidak siap.
"Tentu saja." Kataku, "Tapi, awas saja kalau kejutan ini tidak lebih menyenangkan dari
para penguntit kita yang sedari tadi membuntuti."
Rifan tertawa sampai bahunya berguncang.
"Tentu saja. Biarkan saja mereka. Charles dan yang lain hanya akan mendapatkan cerita
lengkapnya dari kita."
"Memangnya kita akan kemana lagi?"
"Rahasia." katanya sambil mencubit pipiku gemas.
The Chronos Sapphire Karya Angelia Putri di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Rifan!!!" Setelah tertawa terbahak-bahak (lagi), Rifan membawaku ke sebuah tempat di lantai mall
paling atas. Aku tidak tahu apa yang akan menjadi kejutan darinya lagi.
Tapi, yang pasti, aku sudah siap.
END OF THE STORY TRIVIA : " Nama Shiroyuki berasal dari kata Shiro no Yuki yang artinya Salju Putih. Nama Aria dalam
bahasa Indonesia berarti nyanyian tunggal atau satu nyanyian. Jadi, nama Shiroyuki Aria
berarti Nyanyian Salju Putih.
" Nama-nama seperti Rifan Hawkins, Duke dan Lord Mendev, Dylan Arthur, Stevan
Wilson, dan Jack Lucios berasal dari nama-nama tokoh novel yang pernah saya baca.
Khusus nama Rifan, anda bisa lihat lagi di halaman paling depan tentang beberapa hal yang
perlu dibaca sebelum anda membaca novel ini tadi.
" Nama pedang Aria, Blue Rose, berasal dari bahasa Inggris yang berarti Mawar Biru.
Material pedang tersebut terbuat dari titanium dan berlian yang membuatnya berkilau dan
terlihat berwarna kebiruan. Karena itulah, dinamakan Blue Rose.
" Pedang Jack, Deathly Sorrow, berarti Penderitaan Kematian. Terbuat dari besi hitam
dengan sedikit campuran emas dan titanium.
" Suling Naga 11 Pengemis Binal 14 Prahara Di Kuil Saloka Manusia Harimau Jatuh Cinta 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama