Love In The Kingdom Of Oil Karya Nawal El-saadawi Bagian 2
"Mummy!" Tubuh perempuan itu kejang mendengar kata
"Mummy". Untuk pertama kali ia mengucapkan kata
itu dengan jelas. Sejak lahir ia tak pernah memanggil
"mummy"-nya. Barangkali karena ibunya meninggal
ketika melahirkannya, atau karena ia belum pandai
berbicara. Ketika badai reda, perempuan itu berbaring lena. Ia
bernapas terengah-engah dan matanya tertutup rapat.
Gambaran air bah purba itu kembali muncul. Rasa
takut tenggelam mencengkam hati semua orang. Pada
NAWAL EL-SAADAWI puncak ketakutan mereka, mereka menjadi sangat
terikat pada nama "Ibu". Ketika bibinya ketakutan, ia
selalu berteriak "Ibu" bukan "Mummy". Perempuan itu
meludah ke balik celah jallaba-nya. Lorong"lorong di
situ sempit-sempit dan tersumbat timbunan kotoran
binatang. Rumah-rumah itu terbuat dari lumpur,
dan sama sekali tidak tampak selain pelita-pelita yang
melemparkan bayang-bayang seperti hantu. Malam
di desa itu mengerikan, malam berhantu, tepat sekali
untuk tempat Setan berkeliaran. Bibinya sedang
berjalan di bawah jembatan ketika ia melihat lelaki
itu malam itu. Lelaki itu Setan berwujud manusia.
Kata orang, "Air bah itu dari Setan." Mereka pun
mulai mengucap memohon kepada ibunda dewi agar
menyelamatkan mereka, Ibunda tercinta, di manakah engkau"
Apakah Setan telah melumpuhkanmu"
Apakah telah ditutupnya matamu dengan cadar
yang tebal" Apakah telah dirusaknya wajahmu dan digantinya
namamu" Perempuan itu sudah tertidur ketika bibinya membacakan nyanyian dalam buku itu kepadanya. Suara
nyanyian mereka menyusup ke dalam telinganya di
LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
bawah bantal. Nyanyian itu terhenti tiba-tiba dan
suara suaminya menggelegar, "Aku lapar. Apakah kau
tak dengar?" Ia tidak mengubah letak tubuhnya, yang terbujur
di pinggir. Suara marah suaminya datang dari jauh,
seolah-olah dari dasar sumur. Perempuan itu hampir
tak dapat mendengar suara itu dengan telinganya.
Suara itu hanya menyentuh pinggir kesadarannya.
Ia berbalik ke sisi badannya yang satu lagi untuk
mengurangi sengatan matahari. Meski sedang marah,
suara lelaki itu seperti suara bayi yang sedang menyusu.
Apakah ibunya belum juga menyapihnya" Sebelum
perempuan itu disapih bibinya, ia biasa bergantung
pada puting susu bibinya. Di situ gelap, hawa panas
telah agak berkurang setelah matahari terbenam, dan
suara banjir itu seperti suara gelombang laut.
"Aku lapar." Suara laki-laki itu penuh lemah
lembut. Rasa lapar memperhalus jiwa laki-laki. Rasa
lapar menyingkapkan diri yang tulen kaum lakilaki di balik tubuh luar mereka yang kasar. Hati
perempuan itu penuh rasa sayang seorang ibu. Ia
pergi ke dapur dan menyalakan tungku. Ia menekan
pemantik dan percik api pun keluar. Perempuan
itu tertawa seperti ia tertawa pada waktu kecil. Ia
menghangatkan sup dalam sebuah panci aluminium.
Ia mengupas kentang dan mengiris bawang dengan
NAWAL EL-SAADAWI sebilah pisau. Uap mengepul dari panci itu. Butirbutir minyak berjatuhan dari langit-langit. Butir-butir
itu membentuk lapisan hitam di permukaan sup.
Perempuan itu mengeluarkan butir-butir itu dengan
sendok besar. Namun, butir-butir itu tetap berjatuhan,
dan ia harus terus mengeluarkannya, sampai akhirnya
ia berhasil mengeluarkan seluruhnya, selain beberapa
butir hitam yang terapung-apung di permukaan
seperti lalat di atas mayat.
Lelaki itu menghirup sup dengan suara seperti
suara pipa menyedot minyak. Di antara setiap
hirupan, ia berteriak marah-marah seperti deru
angin. Setelah lelaki itu selesai makan, sunyi senyap
berkuasa kembali. Lelaki itu memejamkan mata
tanpa menanggalkan seragam perusahaan. Seragam
itu berwarna biru, tetapi penuh dengan bercakbercak minyak. Seragam itu mengeluarkan bau
gas yang tersimpan di perut bumi. Dalam tidur,
laki-laki itu tampak seperti bayi perempuan yang
dilahirkan perempuan itu dalam kehidupannya
yang sebelummya, tetapi kemudian mati. Ketika
lelaki itu bangun, perempuan itu menanggalkan
pakaian lelaki itu, menggosok tubuhnya dengan
sebuah batu, kemudian menyekanya dengan sehelai
sarwal tua. Perempuan itu memilin sarwal itu di
antara kedua tangannya sampai menjadi seperti
LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
gulungan kawat aluminium. Ia menyeka lelaki itu
keras-keras seolah-olah lelaki itu dasar panci. Di
kejauhan anjing menyalak bersahut-sahutan dan
perempuan-perempuan itu terengah-engah bersamasama. Perempuan itu menggelengkan-gelengkan
kepalanya seirama dengan perempuan-perempuan
itu, dan tangannya melambai-lambai, paru-parunya
naik turun dan jantungnya berdebar-debar di balik
tulang rusuknya. Kemudian gerakan-gerakan itu
berangsur-angsur melambat, seragam dan berulang,
yang mengantarkannya ke dalam tidur, bahkan ketika
ia masih berdiri di situ.
Lelaki itu menguap keras-keras. Perempuan itu
melihatnya sedang merokok sambil duduk di balik
surat kabar. Lelaki itu menghembuskan asap rokok di
antara kedua bibirnya dan hanyut dalam kenikmatan.
"Beri aku satu isap!"
"Apa katamu?" "Satu isap rokokmu."
"Perempuan dilarang merokok, itu perintah
Baginda Raja." Perempuan pat dan tidak itu makan dan perlakukannya itu mengatupkan bibirnya rapat-ramenjawab. Ia telah memberi lelaki
membasuh badannya. Ia telah memseperti ia memperlakukan anaknya
NAWAL EL-SAADAWI yang tiada. Ia telah menyeka hingga lenyap rasa nyeri
lelaki itu. Apakah ia tidak punya hak untuk turut
merasakan kenikmatan itu seperti lelaki itu"
Ketika lelaki itu menyerahkan tempayan untuk
dijunjungnya kepadanya, perempuan itu ingin
menumpahkan isinya ke atas kepala lelaki itu. Tetapi
ia berpikir dua kali. Ia akan mematuhi lelaki itu hari
ini demi tujuan yang lebih besar esok hari. Ia tak
ingin kehilangan segalanya hanya karena satu isap
rokok. Asap rokok keluar dari lubang hidung lelaki
itu. Lubang hidungnya kembang-kempis, dan
bulu hidungnya bergetar bersama nikmat yang
merasukinya. Perempuan itu mengisap dalamdalam satu atau dua isap asap rokok di udara itu,
dan ada asap yang masuk ke dalam dadanya. Ia
menghembuskan asap itu dari mulut dan hidungnya.
Ya, jika kehidupan tidak menjanjikan kenikmatan
baginya, paling tidak ia punya hak untuk mengisap
asap rokok yang ada di udara luar. Amarah
menyelinap keluar dari dalam tubuhnya bersama
dengan asap itu, dan dunia tampak tidak lagi terlalu
menyedihkan, atau, barangkali, asap itu masuk ke
dalam kepalanya dan ia merasa telah menemukan
pikiran cemerlang yang akan menyelamatkannya
dari kehidupannya yang sekarang. Perempuan itu
LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
sudah pernah melihat gambar-gambar orang pintar
dalam buku itu. Gumpalan asap mengelilingi kepala
mereka. Salah satu dari mereka duduk miring sambil
menopang dagu dengan tangannya. Matanya setengah
terbuka, menatap ke ruang angkasa. Asap mengepul
dari lubang hidungnya yang terkembang. Perempuan
itu melihat gambar-gambar nabi dalam buku itu.
Nabi sekalipun dapat melihat Tuhan hanya dari balik
gumpalan asap. Perempuan itu menghela napas dalam-dalam.
Kepalanya penuh asap. Pikirannya tampak berdenyut
di permukaan kulit kepalanya, dan ia merasakan
pikiran itu sedang lahir. Ia memagut kepalanya dengan
tangannya, ia takut pikiran itu meninggalkannya.
Pikiran itu dapat menyusup keluar dari lubanglubang yang terbuka di telinga, mata, dan hidungnya.
Ia menekankan tapak tangannya kuat-kuat ke kulit
kepalanya, tetapi ia tidak dapat terus melakukannya
lama-lama, dan akhirnya ia membiarkan lengannya
jatuh lemas ke sisi tubuhnya.
"Apakah kau tidur sambil berdiri?" Perempuan
itu menggeliat dan menguap sambil bersuara seperti
kambing mengembik. Ia mendengar suara itu, seperti
siulan angin. Badai mengaum dan butir-butir hitam
menyusup ke balik pakaiannya, memasuki lubanglubang tubuhnya. Ia memejamkan mata rapat-rapat
NAWAL EL-SAADAWI dan kembali tertidur dan kini terbuai ke dalam sebuah
mimpi yang aneh. Ia melihat dirinya menunggang
pahatnya seolah-olah pahat itu seekor kuda. Pahat
itu berderap cepat bersamanya di atas sebuah kota
yang tidak dikenal. Gedung-gedung kota itu tinggitinggi, pucuknya menembus awan. Jalan-jalannya
demikian sempit-sempit, sehingga hanya cukup
untuk dilalui satu orang saja. Pahat itu melayanglayang bersamanya di udara tanpa sayap. Pahat itu
melayang-layang di atap-atap rumah dan perempuan
itu melambai-lambaikan kakinya seolah-olah ia
sedang bermain ayunan. Perempuan-perempuan itu
memperhatikannya dengan riang bercampur iri.
Tangan mereka terangkat ke udara bertepuk-tepuk.
Kemudian tangan-tangan itu mencoba merenggutkan
perempuan itu ke bawah, dengan harapan dapat
menjatuhkannya. Perempuan itu menggerak-gerakkan
kakinya keras-keras sehingga kuda itu dapat kembali
mendaki bersamanya. Sekarang kuda itu tidak lagi
kuda, tetapi daun palem, yang ditungganginya, seperti
dilakukan anak-anak di kampung.
Tangan-tangan menangkap perempuan itu dan ia
terjatuh. Tubuhnya terlempar ke bawah dan terhunjam
ke dalam kabut. Kemudian ia melihat dirinya sedang
berjalan di atas aspal yang meleleh di bawah tapak
kakinya, karena suhu yang sangat panas. Sejumput
LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
aspal melekat pada tumit sepatunya, berbau minyak.
Ia mempercepat langkahnya, dan masuk ke dalam
sebuah gedung hitam yang tidak berjendela atau
berpintu, tetapi berterali besi. Bau yang mencekik
memenuhi gedung itu. Pahat ada dalam tasnya dan
ia berpegangan erat-erat pada tali tas yang tersampir
pada bahunya. Kakinya menaiki anak tangga, ia
hampir saja tergelincir. Ia memperoleh keseimbangan
kembali tanpa berpegangan kepada sesuatu apa pun.
Tidak ada terali, dan tangga itu berputar dan sempit,
tidak cukup besar untuk dilewati oleh tubuhnya. Ia
didorong ke sebuah pintu yang sempit, yang tibatiba terbuka, dan ia sudah berada dalam kamar itu,
yang tidak berperabot selain sebuah kursi putar dan
sebuah meja kerja, dan di sekeliling meja kerja itu
duduk beberapa orang laki-laki. Dari tubuh mereka,
hanya wajah, kening, pelipis, tulang geraham, hidung
dan dagu mereka yang tampak.
Mereka tidak mengangkat kepala ketika perempuan
itu masuk. Mereka sedang berdiri mengelilingi sebuah
buku, pikiran mereka terserap. Mereka membalik
buku itu dengan jari-jari mereka yang berbukubuku. Mereka mulai dari halaman sampul sampai ke
halaman terakhir. Kemudian mereka mulai dari awal
kembali. "Apakah ini namamu?"
NAWAL EL-SAADAWI Suara itu terdengar seperti suara suaminya, tetapi
pipa hitam di mulutnya menunjukkan laki-laki itu
atasannya tempat ia bekerja. Ia duduk berputar-putar
di kursinya. Ia berdiri dan menghampiri perempuan
itu, langsung di depannya. Perempuan itu mengamati
wajahnya dan ia menyadari laki-laki itu polisi yang
melakukan pemeriksaan. Sunyi senyap. Ia mendengar
gemerisik kertas, dan awan asap menjulang ke langitlangit. Jari atasannya menunjuk ke nama pada sampul
buku itu. "Ini namamu, bukan?"
"Ya." "Dan buku itu!?"
"Buku itu tentang dewi-dewi."
"Bukankah itu penghinaan terhadap dewa-dewa?"
Perempuan itu ingin mengangkat tangannya
Love In The Kingdom Of Oil Karya Nawal El-saadawi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan bertanya "Apa itu penghinaan?" dan "Di mana
ada penghinaan?" Tetapi karena ada kabut ia tidak
dapat melihat. Ia mendengar suara seperti ledakan
datang dari kertas-kertas yang sedang dirobek-robek.
Hidungnya penuh dengan bau asap. Kertas-kertas itu
terbakar. Sepercik api meloncat dari mulut pipa yang
sedang menyala. Api menjalar ke tempayan-tempayan
minyak. Tempayan-tempayan itu meledak satu per
satu dan lidah api menjilat-jilat langit.
LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
Ketika perempuan itu membuka matanya, lubang
hidungnya penuh dengan asap. Lelaki itu sedang
duduk di kursinya sambil mengamati perempuan
itu. Ia membayangkan perempuan itu mencuri
sebatang rokok dari sakunya ketika ia sedang tidur.
Sebelum tidur, ia biasa menghitung terlebih dahulu
rokoknya, dan uang logam dalam sakunya. Ia biasa
menyembunyikan botol itu di sebuah tempat yang
tidak diketahui oleh perempuan itu. Tetapi asap
menyelubungi tempat itu. Asap menyusup ke rumahrumah di desa itu seperti kabut hitam. Surat kabar
terbit dengan berita, kebakaran terjadi karena ulah
Setan. Penduduk desa mengangkat tangan arah ke
langit, dan melempari Setan dengan batu. Tetapi surga
tidak mempedulikan permohonan mereka. Setan biasa
berjalan di jembatan. Mata perempuan-perempuan
itu biasa mengamati lelaki itu melalui kerai jendela.
Tubuh mereka gemetar di balik jallaba hitam mereka.
Mereka mengikat kepalanya dengan selendang hitam.
Salah satu dari mereka mengikatkan selendangnya
lebih erat, melilitkannya tiga kali. Ia membuat simpul
di kening agar tampak seperti kepala ular. Ia berputar
dan menyepak tanah dengan kakinya. "Peri Kesucian
kami!" Suara perempuan-perempuan itu betrambah
keras, dan tabuhan gendang, sorak anak-anak, pukulan tongkat dalam tangan kelompok laki-laki, suara
NAWAL EL-SAADAWI katak di telaga, salak anjing dari sana dan sini, dan
debu yang naik ke langit. Bumi penuh dengan kabut
hitam, yang menyembur ke seluruh negeri seperti air
terjun. Kabut itu tidak cair dan bukan pula asap, dan
tidak dapat dipegang dengan jari.
"Di mana kau sembunyikan botol itu?" kata
perempuan itu, yang terbangun tiba-tiba dari tidurnya.
Tenggorokannya kering kehausan, dan ada demam
membakar dalam perutnya. Lelaki itu sedang berbaring
dengan wajah menghadap ke dinding. Perempuan itu
menyelipkan tangannya ke bawah kepala lelaki itu.
Di bawah kepalanya yang ada hanya sebuah puntung
rokok. Perempuan itu menyelinap keluar dengan
berjinjit. Ia membuka pintu dan pergi keluar. Angin
tidak lagi terasa seperti angin. Ketika ia merentangkan
tangannya ke depan, tangannya bertumbuk pada
sesuatu yang keras. Ia mundur selangkah demi selangkah sampai ia kembali memasuki pintu dengan
punggungnya terlebih dahulu. Itu gerakan yang tidak
biasa dilakukan tubuhnya sejak kecil. Ia biasa berjalan
ke depan dengan wajah menoleh ke belakang, atau
keluar dari pintu membelakang. Bibinya biasanya
berdiri di depan dia, mengamatinya dengan mata
yang membuat tubuhnya gemetar. Semua ini karena
ia bertanya kepada bibinya, "Bibi, apakah benar Setan
berjalan di jembatan?"
100 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
Mata perempuan itu melebar. Badai sedang di
puncaknya. Hujan turun dengan derasnya dan semua
lampu telah padam. Hanya siulan angin yang dapat
didengarnya. Suara bibinya bergema dalam kelam
malam itu. "Satu-satunya iblis adalah anak-anak manusia."
Sebelum fajar ia mendengar salak anjing, dan
derak-derik roda bercampur siulan angin. Para lelaki itu memukuli bibinya dan membawa bibinya
ke gerobak. Perempuan itu melompat dan berlari
mengejar kelompok lelaki itu. Ia mengulurkan tangannya sejauh mungkin untuk menjangkau tangan
bibinya. Kakinya terbenam sampai ke lutut di danau
itu. Roda-roda melintasi air hitam itu dan menghilang dalam gelap. Kawanan anjing berenang di
belakangnya. Hanya kepala-kepala lonjong anjinganjing itu yang tampak seperti segerombolan katak,
yang terlihat. Perempuan itu meloncat ke dalam
danau itu. Telinganya dipenuhi lumpur hitam dan
suara-suara yang datang dari perut bumi, "Perempuan
yang tidak percaya Setan itu ada ... Dia sudah gila,
Baginda Raja... Seorang yang murtad... Ya, Baginda
Raja, murtad dan gila sama saja."
Saat itu, perempuan itu sudah seluruhnya terbenam. Hanya lengannya yang terjulur, lima jarinya
101 NAWAL EL-SAADAWI yang mengepal bergayut pada lumpur beku itu, yang
tampak dari bagian tubuhnya di senja itu.
"Siapkan teh! Tangan-tangan terjulur menariknya keluar. Seperti
mereka menariknya dari rahim. Wajah perempuanperempuan itu mengelilinginya, cokelat dan kerutkerut. Angin bertiup ke dalam dadanya dengan suara
melengking, dan ia membuka kelopak matanya yang
melekat satu sama lain. Ia melihat lelaki itu terbaring
dengan mata terpejam, lengannya menyemburkan
darah. Perempuan itu berada di sisi lelaki itu, telanjang, dan warna darah itu hitam. Beberapa tetes
darah itu sudah beku, sedangkan selebihnya masih
tetap kenyal. Perempuan itu mengulurkan tangannya
hendak menjangkau pinggiran. Ada bau yang aneh,
seperti bau gas yang telah basi.
Perempuan itu mendengar suara lelaki itu yang
sedang menarik sarwal-nya. Bagian atas tubuhnya
telanjang. Lelaki itu sedang duduk di depan pintu
rumah itu. Lelaki itu dikelilingi empat laki-laki.
Mereka sedang terserap oleh semacam permainan
atau sesuatu yang lain. Kartu-kartu segi empat yang
tebal. Lelaki itu duduk di tengah-tengah, membagikan
kartu kepada laki-laki yang lain. Tubuhnya nyaman
di tempat duduknya. Tempat duduk kehormatan itu
sesuai sekali untuk tubuhnya, dan selaras dengan
102 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
lekuk-lekuk wajahnya. Jari-jarinya menyatukan kartu-kartu itu, menyebarkannya, dan kemudian mengumpulkannya kembali. Mata laki-laki yang lain
memandangi tangan lelaki itu.
"Teh!" Suara laki-laki itu bernada memerintah. Seolaholah ia suaminya. Perempuan itu mengamati lelaki
itu dari balik sehelai cadar. Barangkali mereka
telah mengganti suaminya dengan laki-laki yang
lain. Kartu-kartu itu gemerisik ketika dibagikan.
Wajah lelaki-lelaki itu tegang. Mata mereka terpaku
memandangi kartu-kartu itu. Setiap biji mata mereka
berputar-putar. Jumlah laki-laki itu pasti lima orang,
bukan empat. Kepala laki-laki kelima tersembunyi di
balik surat kabar. Apakah ia suaminya" Kaki laki-laki
itu berselonjor. Tapak kakinya lebar dan empu jari
kakinya lekat satu sama lain karena ada lapisan hitam
di antara setiap empu jari.
Matahari mulai terbenam ke bawah kaki langit.
Seberkas sinar pucat jatuh ke halaman pertama.
Butir-butir hitam berenang-renang dalam sinar yang
turun miring. Di bagian atas halaman, perempuan
itu membaca tanggal surat kabar itu: Selasa, 16. Ia
melihat arlojinya. Pukul dua dan jarum menit sedang
bergerak. Tentu saja, waktu berjalan terus seperti biasa.
Ia membaca judul berita yang ditulis besar-besar:
103 NAWAL EL-SAADAWI Baginda Raja mengumumkan perang melawan
Setan. Kartu-kartu itu bukan kartu biasa. Kartu-kartu itu
lebih menyerupai buah catur. Tubuh bidak terbuat
dari kayu, berdiri di tempatnya dan tidak dapat
bergerak. Jari-jari besar menggenggam dan memindahmindahkannya dari satu tempat ke tempat yang lain.
"Bahaya!" Suara itu jelas bukan suara suaminya. Suaminya
tidak lagi meminta teh. Ia sedang asyik dengan permainannya. Tampaknya raja tidak ingin dalam
keadaan bahaya. Ia memperkeras suaranya berkalikali. "Bahaya!" Suaranya mulai penuh dengan amarah,
dan perang mulut meletus.
"Ini aturan permainan, Kawan!"
"Kau curang!" "Aku lebih jujur daripada kau!"
"Kau tidak tahu apa-apa!"
"Kau sama dungunya dengan keledai!"
Mereka meninggalkan raja dan terlibat dalam perkelahian satu lawan satu. Debu mengepul ke udara,
hujan air ludah mereka bersemburan ke segala penjuru,
104 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
dan mereka mulai terengah-engah. Tidak satu pun
dari mereka yang peduli pada surat kabar itu. Angin
menggulung surat kabar, membukanya halaman demi
halaman. Tiba-tiba perempuan itu melihat sebuah
gambar yang tampak seperti gambarnya. "Seorang
perempuan pergi cuti dan tidak kembali. Ia harus
ditemukan hidup atau mati. Dilarang memberinya
tempat berteduh atau perlindungan kepadanya."
Hidungnya tidak sama dengan hidung perempuan
yang ada dalam surat kabar itu. Apakah mungkin itu
hidung perempuan lain yang juga pergi cuti" Atasan
tempat ia bekerja mengatakan hidungnya seperti
hidung orang Romawi. Pada awalnya perempuan
itu mengira atasannya mempermainkannya. Dalam
pandangan perempuan itu, orang Romawi adalah
pemakan daging. Di halaman yang sama ia melihat gambar sang
penyelidik, inspektur polisi. Ia sedang berputar-putar
di kursinya. Punggungnya membelakangi dinding
dan wajahnya menghadap suaminya.
"Apakah ini gambar istri saudara?"
"Ya." "Apakah Anda yakin?"
"Ya, saya yakin."
"Seratus persen?"
105 NAWAL EL-SAADAWI "Tidak pernah ada kepastian yang seratus persen."
"Jika begitu Anda tidak yakin."
"Ya dan tidak."
"Apa maksud Anda, ya dan tidak" Apakah itu
sebuah jawaban" "Apa jawabannya"
"Ya atau tidak"
"Kalau begitu Anda tidak yakin."
"Kalau begitu, ya."
"Ya." "Tidak." "Seratus persen?"
Polisi itu menghentakkan kakinya ke lantai, dan
kursinya berputar-putar tiada henti. Kesempatan itu
digunakan oleh suaminya untuk menyembunyikan
wajahnya di balik surat kabar. Ketika kursi itu berhenti
berputar, penyelidik itu menghadap ke dinding. Ia
mulai mengetik, kemudian berputar. Atasan tempat
perempuan itu bekerja juga sedang duduk di situ,
pipa hitamnya bergetar di antara kedua bibirnya, dan
dari pipa itu mengepul asap.
"Aku tidak ingin memuji-muji hidung istriku,
karena aku tidak suka hidung orang Romawi. Aku
lebih suka hidung pesek."
106 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
"Anda ini bicara apa?"
"Istriku perempuan yang patuh, dan tidak ada apaapa pada dirinya yang menimbulkan berahi."
Penyelidik itu berputar-putar di kursinya. Angin
badai membalik-balik halaman surat kabar. Tidak ada
bukti mengenai apa pun. Surat kabar itu terpampang
di depan mata perempuan itu. Gambarnya muncul
dan kemudian lenyap bersama hembusan angin.
Berita orang hilang ada di bagian bawah halaman.
Wajar-wajar saja jika ada orang hilang. Ada undangundang mengenai laki-laki hilang. Perempuan harus
menunggu suaminya yang hilang selama tujuh tahun,
ia tidak boleh kawin dengan laki-laki lain. Janin tetap
hidup dalam rahimnya selama tujuh tahun, dan
janin itu tetap milik lelaki yang hilang itu sampai
ia kembali. Perempuan tidak lebih dari wadah.
Tidak ada undang-undang tentang perempuan yang
hilang. Seorang perempuan tidak harus hilang supaya
suaminya dapat kawin lagi dengan perempuan lain.
Perempuan itu memejamkan matanya di hadapan
hembusan angin. Berkas-berkas sinar matahari itu
seperti lidah api. Pikiran itu berputar-putar di dalam
benaknya, perih seperih paku. Jika pemeriksaan itu
masih berlanjut, maka tak syak lagi akan ada upaya
Love In The Kingdom Of Oil Karya Nawal El-saadawi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
besar-besaran untuk mencarinya, dan orang banyak
akan mencari jejaknya. Barangkali ada anjing-anjing
107 NAWAL EL-SAADAWI peranakan yang didatangkan dari negeri asing dan
pintar membedakan bau manusia satu dari yang lain.
Anjing-anjing itu dilatih untuk mengenali bau dari
jarak jauh, melihat bintang di tengah hari, mengetik
dengan mesin tulis, dan menggunakan alat-alat
terbaru. Perempuan itu tidak tahu apa-apa tentang
zaman kini. Ia hanya tahu zaman kini berkaitan
dengan zaman lampau dan dengan arkeologi. Dewi
Hathur atau Dewi Sekhmet tak akan melindunginya
dari anjing-anjing yang terlatih. Tetapi ada sesuatu
yang dalam, yang tersembunyi tentang hal itu.
Barangkali ini karena lelaki yang lain itu. Mungkinkah
lelaki itu yang mengirimkan keterangan tentang dia
kepada polisi" Atau barangkali atasannya tempat ia
bekerja" Lelaki itu telah menyinggung bentuk hidung
perempuan secara diam-diam. Ini jelas undangan
kepada perempuan itu yang berkaitan dengan sesuatu
selain dari hidungnya. Perempuan itu terbangun oleh suara dengkur
yang teratur. Lelaki itu tidur lelap di ambang pintu.
Bunyi napasnya keras, seperti biasa. Ia menghirup
udara, bibirnya bergetar. Ia tidur telentang, dengan
paha kanan bertumpu di atas paha kiri, dan ia
menggoyang-goyangkan kakinya ke atas. Matahari
sudah naik, hingga ke puncaknya. Hawa panas sudah
sampai ke suhu yang dapat merusak segala-galanya,
108 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
bahkan merusak sampai ke sisa-sisa terakhir rasa malu.
Perempuan itu juga melihat lelaki itu menanggalkan
sarwal-nya. Ia sekarang telanjang bulat, seperti saat ia
dilahirkan. Tetapi rasa malu cepat merasuk ke dalam
hati lelaki itu ketika matahari terbenam, dan karena
itu dikenakannya kembali sarwal-nya, tetapi bagian
atas tubuhnya masih tetap telanjang.
Mata perempuan itu tidak mengikuti gerakan
matahari. Tatapan laki-laki itu tetap pada gambar
dalam surat kabar itu. Di bawah hidung Romawi itu,
mulut perempuan itu tertutup rapat. Satu sudut dari
kedua matanya bengkak, dan nama lengkapnya tidak
ada. Tidak ada laporan polisi. Barangkali laki-laki itu
sudah berhenti mengirimkan informasi.
Rasa lega yang dialami perempuan itu
menyebarkan semacam tenaga ke seluruh tubuhnya.
Perempuan itu melompat dari tempatnya dan
menghentakkan kakinya ke atas minyak beku itu. Ia
hanya mengenakan sarwal yang lebar dan longgar,
yang bergelembung di sekeliling tubuhnya. Tubuhnya
telanjang bulat. Angin, meski sedikit, entah
bagaimana berhasil menyusup ke bawah ketiaknya. Ia
mengangkat lengannya ke atas, sadar akan rasa lega
tertentu. Minyak bertimbun hingga ke pinggangnya,
yang memperkuat tali pinggang sarwal-nya. Ia ingin
109 NAWAL EL-SAADAWI menggaruk kedua sudut matanya, ketika tiba-tiba ia
ingat dahaga yang membakar perutnya.
Perempuan itu berbalik badan mencari-cari botol
itu. Ketika ia berbalik, matahari bersinar langsung ke
dalam matanya. Ia tidak dapat melangkah menuju
rumah itu. Dunia di sekelilingnya tampak seperti
terbakar api merah. Tidak ada tanda-tanda mengenai
lelaki itu. Itu wajar, ia biasa menghilang kapan
saja ia inginkan, dan kembali pulang kapan saja ia
inginkan. Ia dapat menghilang selama tujuh tahun,
dan perempuan itu harus menunggunya, itu perintah
undang-undang. Menghilangnya laki-laki itu tampak wajar saja.
Dengan air bah minyak, segala-galanya dapat lenyap
dalam sekejap mata. Di luar di depan pintu, air terjun
menyembur seolah-olah badai mulai bangkit kembali.
Ketika perempuan itu melangkah di ambang
pintu, dilihatnya pahatnya tergeletak di situ. Di
sekeliling kepala pahat itu, talinya dililitkan menjadi
simpul. Timbul dalam tubuhnya perasaan sudah
kenal. Seolah-olah ia sedang melihat seorang lakilaki yang sedang tidak ada, dan kembali, menyamar
sebagai sebuah pahat. Barangkali telah terjadi sesuatu. Pahat besi itu
mulai memiliki ciri-ciri manusia, yang membuyarkan
110 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
suasana muram. Ia mengulurkan tangannya ke pahat
itu, dan didekapnya ke buah dadanya. Seperti seorang
ibu yang menemukan kembali anaknya yang hilang.
Seolah-olah pahat itu bergerak dengan sendirinya.
Ia berjongkok di tanah dan menggali dengan ujung
runcing pahat itu, dengan tekad yang mengagumkan.
Pahat itu terus menggali dengan tekad membara.
Seolah-olah seorang anak sedang mencari ibunya dan
tahu pasti ibunya ada di situ, terbaring dalam lubang,
dalam perut bumi. "Kapan kau akan berhenti menggali?"
Suara lelaki itu mengejutkan perempuan itu.
Perempuan itu terdiam kaku di tempatnya. Pahat
itu jatuh dari genggamannya. Pembuluh darah biru
menonjol keluar dari tangannya yang retak-retak.
Ia sadar ketika laki-laki itu memandangnya, buah
dadanya tersingkap. Ditutupnya dadanya dengan
alas kasur, matanya setengah tertidur. Perempuan itu
belum terbangun benar dan ia tak tahu apakah lelaki
itu suaminya atau lelaki asing. Jika lelaki itu suaminya,
ia sebaiknya berteriak. Karena ia tak ingat ia kawin
dengan laki-laki dengan wajah seperti ini. Jika lelaki
itu lelaki asing, lelaki itu akan terus melakukan apa
yang hendak dilakukannya dan ia tak perlu berteriak.
Ketika perempuan itu berteriak, suaranya
terdengar asing bagi dunia laki-laki. Ia barangkali
111 NAWAL EL-SAADAWI tidak membuka mulutnya karena takut mulutnya
dipenuhi butir-butir minyak. Namun, ia melihat
perempuan-perempuan itu mengerubunginya, dengan tempayan di atas kepala mereka. Ia tahu ia
sedang diamati, dan perempuan-perempuan itu dapat
mendengar suaranya walaupun tak ada suara keluar
dari mulutnya, dan mata mereka menatapnya dengan
semacam amarah. "Kau seorang perempuan seperti kami. Mengapa
kau tidak menjunjung tempayan?"
Perempuan itu ingin membuktikan ia tidak seperti
mereka dan ia tidak dapat hidup seperti binatang.
"Aku punya tujuan lain."
"Apa maksudmu, Saudariku?"
Perempuan itu ingat segala-galanya dalam waktu
bersamaan. Ia mulai bercerita kisah demi kisah.
Ia mulai dengan bibinya, dan Peri Zaynab, serta
Perawan Maria, dan ia ingin menjadi seorang nabi
perempuan agar dapat menyembuhkan orang dari
penyakit, seperti Dewi Sekhmet.
Nama Sekhmet berkumandang di udara,
berenang-renang bersama butir-butir minyak. Huruf
"t" diucapkan dengan lafal lain, dan perempuanperempuan itu begitu mendengar nama dewi itu
langsung mengikatkan selendang hitam di kepala
112 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
masing-masing, dan mulai memukul-mukul pelipis
masing-masing dan bersama-sama meneriakkan,
"Sakhmutt!" Tidak aneh jika segalanya menjadi seperti ini.
Seolah-olah ia kembali ke masa kecilnya, ketika
bibinya biasa mengikatkan selendang ke kepalanya,
dan menumpahkan sumpah serapah kepada siapa
saja yang mendekatinya. Jika kaum perempuan di
desa ini seperti bibinya, maka air bah hitam mau
tidak mau akan dianggap peristiwa yang wajar. Hati
bibinya penuh dengan rasa putus asa dan matanya
liar berputar ke sana ke sini mencari jalan keluar.
Perempuan itu melihat salah seorang perempuan
tetangganya sedang menjunjung tempayan. Wajah
perempuan ini tersembunyi seluruhnya di balik
cadar hitam yang tebal, dan hanya setengah matanya
yang dapat dilihat perempuan itu, dan sesuatu seperti
sebuah gunung berapi meletus dalam diri perempuan
itu. "Kau bukan seekor sapi buta yang berjalan
berkeliling memutar kincir air. Kau punya hak untuk
mengamati apa yang ada di sekitarmu, bukan" Atau
apakah kau diam-diam telah melakukan kejahatan,
sehingga kau tidak dapat lagi muncul di tengahtengah penduduk desa jika wajahmu tidak bertutup?"
"Aku tak ingin membuka tutup wajahku."
113 NAWAL EL-SAADAWI "Apakah ada alasan mengapa kau menutup
tubuhmu berlapis-lapis seperti ini?"
"Tidak ada alasan mengapa aku harus membuka
tutup wajahku." "Paling tidak kau dapat melihat dunia."
"Melihat apa?" "Dunia. Bukankah cukup melihat dunia" Apakah
kau tak ingin melihat dunia di sekitarmu?"
"Aku pernah punya keinginan seperti itu, tetapi
sekarang aku telah lelah dengan segala-galanya."
"Dengar, Saudariku! Sapi sekalipun mengoyakngoyak penutup matanya, dan binatang-binatang
dalam kandang menendang."
"Aku dulu biasa menendang sampai aku juga lelah
menendang." Tetangga itu tiba-tiba mengubah nada suaranya
dan berkata dengan lemah lembut, "Kami mendengar
kau menangis. Apakah ia memukulimu?"
"Memukuli aku" Rasa heran terbayang dalam pertanyaan perempuan
itu. Apakah lelaki itu memukulinya dengan kepala
pahat" Amarah menggelegak dalam hatinya. Ia
tak ingin seorang pun tahu tentang hal itu. Tetapi
tampaknya tidak ada rahasia di desa ini. Pertanyaan
114 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
itu mengagumkan sekali. Ingin ia menyembunyikan
wajahnya. Apakah ia tidak akan mau mengaku
ia pernah dipukuli laki-laki itu" Bagaimana jika
penduduk desa itu akhirnya tahu, ia juga seperti
perempuan-perempuan yang lain" Gemetar seluruh
tubuhnya. Seluruh kulitnya lebam bekas pukulan
itu. Kerongkongannya kering. Ingin ia membiarkan
tubuhnya roboh ke tanah. Tetapi di sekelilingnya
mata demi mata terbuka lebar, menunggu dia roboh,
dan sekali ia roboh, siapa saja dapat melakukan apa
saja terhadap tubuhnya. Lebih baik jika ia mengaku
saja. Ia tidak berdaya untuk melarikan diri.
Lelaki itu telah kembali. Perempuan itu melihat
lelaki itu mendekatinya dari belakang. Lelaki itu
menekankan lutut kanannya ke punggung perempuan
itu, kemudian memeluknya dengan satu tangan. Bau
minyak beku menghambur dari bawah ketiak lelaki
itu. Lelaki itu mengusap-usapkan jari-jarinya yang
retak-retak ke atas ke bawah punggung perempuan
itu. Perempuan itu tetap terpaku di tempatnya,
kemudian ia berteriak kesakitan ketika lelaki itu
menekan dengan kasar bagian bawah pinggulnya.
"Dapatkah kau rasakan nikmatnya?"
"Tidak." 115 NAWAL EL-SAADAWI Lelaki itu tertawa dan tampaknya ia sedang
membelai-belai perempuan itu untuk mempersiapkan
sesuatu. Gerakan lelaki itu mendadak, namun tampak
wajar, atau barangkali seolah-olah jari-jarinya terselip
dengan sendirinya. Perempuan itu membalikkan tubuhnya untuk
menghadap wajah lelaki itu. Tidak ada rasa tidak
bersalah, dan tidak ada keinginan untuk memadu
cinta. Lelaki itu mendorong perempuan itu agar
berlutut, dan setelah perempuan itu berlutut, apa saja
dapat terjadi. Perempuan itu menyadari, tidur satusatunya jalan baginya untuk menyelamatkan diri.
Barangkali ia memang benar-benar tidur, karena suara
napasnya keras. Betis dan lengannya gemetar. Apakah
Love In The Kingdom Of Oil Karya Nawal El-saadawi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ia marah" Barangkali, karena lelaki ini selalu mencoba
mengganggu tidurnya, dan ini dilakukannya kapan
saja ia mau. Sebaliknya, lelaki itu dapat tidur nyenyak
tidak terganggu suatu apa pun. Ketika perempuan
itu membalikkan badan dalam tidurnya, butir-butir
minyak menempel di pipinya. Di sekitar matanya,
ada butir minyak melekat di sudut dan butir itu
disingkirkannya dengan ujung jarinya. Ia menjulurkan
tangan meraba-raba dalam gelap mencari botol itu.
Botol itu tidak ada di situ. Lelaki itu tidur dengan
wajah menghadap ke dinding dan punggungnya
membelakangi perempuan itu. Punggungnya tampak
116 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
tidak terlalu menakutkan dibandingkan wajahnya.
Semuanya masih dalam batas-batas hal yang mungkin.
Tetapi malam itu panjang, dan tidak ingin berakhir,
dan kepala perempuan itu diketuk-ketuk rasa jaga. Ia
mengikatkan ikat kepalanya dan mengencangkannya
di atas keningnya seperti biasa dilihatnya bibinya
melakukannya. Ia memejamkan matanya dan dapat
mengendalikan napasnya. Ia menekuk lututnya dan
bergelung seperti bola, seperti bayi dalam perut. Ia
mencoba mengingat-ingat wajah ibunya sebelum
ibunya melahirkannya. Ia menyusuri kembali jalan
yang dilaluinya setiap hari dari rumah ke sekolah. Ada
sebuah pohon dan sebuah sungai yang panjang. Ia
melihat tempat yang biasa didatanginya di jembatan,
tempat ia biasa duduk pada saat matahari terbenam,
menunggu munculnya berkas cahaya. Ia mulai
menyebutkan nama-nama bintang satu per satu. Ia
mulai dengan Saturnus dan Jupiter dan diakhirinya
dengan Venus dan seluruh tata surya. Dicobanya
menghitung nama-nama dewi-dewi purba dengan
jarinya, mulai dengan Nun dan Namu dan berakhir
dengan Nut dan Sekhmet. Namun, rasa kantuk tidak juga datang. Kepalanya
terus dipukul-pukul rasa jaga seperti palu. Ia
menggerakkan matanya ke arah lelaki itu. Ia melihat
lelaki itu menutup wajahnya dengan surat kabar. Lelaki
117 NAWAL EL-SAADAWI itu masih tidur atau barangkali ia membaca surat
kabar dan kemudian tertidur selagi membaca. Suara
napasnya teratur, seperti suara dengkur. Gemerisik
kertas dipermainkan angin. Anjing menggonggong
di kejauhan dan perempuan-perempuan bernapas
terputus-putus, leher mereka gemeretak di bawah
tempayan yang mereka junjung. Namun, deru air
terjun mengalahkan semua suara yang lain. Rasa jaga
memukul-mukul kepala perempuan itu, dan detik
arloji di pergelangan tangannya, dan debar jantung
di balik tulang rusuknya, dan suara napasnya, semua
suara ini bertalu-talu di telinganya.
Perempuan itu mengatupkan rapat-rapat kelopak
matanya, upaya terakhir untuk tidur. Namun, belum
lagi sempat ia memicingkan matanya, ia terjatuh ke
dalam sesuatu seperti sumur. Semua suara lenyap.
Waktu membeku. Arloji di pergelangan tangannya
tidak lagi berdetik. Butir-butir minyak menyusup ke
sela-sela permukaan arloji itu dan memutupi kedua
jarumnya. Jarum detik juga berhenti bergerak. Tidak
ada yang bergerak selain dari halaman surat kabar
yang bergerak dengan sendirinya, dipermainkan
angin. Setiap halaman menampilkan judul berita
dengan tulisan hitam dan merah.
*** 118 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
Baginda Raja menghibahkan uang sebesar tiga juga
dolar untuk kebun binatang di utara.
Setengah juta tewas dalam perang minyak.
Baginda Raja melarang pembagian gula-gula pada
Hari Anak-anak. Perempuan ditembak karena berjalan di jalan
tanpa penutup wajah. Kementerian Luar Negeri akan dilelang.
Menteri Minyak mengantungi suap lebih besar
dari anggaran pertahananan.
Obat-obatan terlarang dijual saat tahun ajaran
berjalan. AIDS menular di kalangan anak-anak.
Dari ateisme ke keyakinan; dari keragu-raguan
ke kepastian, oleh kepala kesadaran beragama dan
mantan ketua Partai Komunis.
Tiga perempuan mati ketika sedang antri di depan
toko roti. Delapan laki-laki memperkosa seorang
anak perempuan di sekolah.
Perempuan membantai anak-anaknya pada Hari
Ibu, kemudian bunuh diri.
Lelaki hilang muncul kembali setelah tujuh tahun
dan tidak menemukan istrinya.
119 NAWAL EL-SAADAWI Perempuan itu harus ditemukan hidup atau
mati. Dilarang memberi dia tempat berteduh atau
perlindungan. Polisi mendapat informasi baru tentang perempuan yang hilang. Perempuan itu sangat suka mencari
mumi sebagai kegiatan pengisi waktu.
*** Waktu berjalan juga ketika perempuan itu mengamati
kata "pengisi waktu". Tidur pasti telah menguasainya,
karena otaknya sudah berhenti bekerja. Ia tidak tahu
arti kata itu. Matahari sudah mulai terbit. Barangkali
lelaki itu sudah pergi ke perusahaan. Tidak ada
suara hiruk-pikuk dari para penjunjung tempayan.
Perempuan itu berjingkat. Ia mengulurkan tangannya
ke bawah tempat tidur dan menjangkau sepatunya.
Sepatunya penuh dengan minyak. Ia menuangkan
minyak itu dari sepatunya dan memukul-mukulkan
sepatunya satu satu sama lain. Dimasukkannya pahat
ke dalam tasnya, bersama peta. Ia menyampirkan tali
tas ke bahunya dan ia pun lari sebelum ada mata yang
dapat melihatnya. Ia mengatupkan kelopak matanya
sambil berlari, seolah-olah dengan memejamkan mata
ia dapat terhindar dari pandangan mata orang lain.
Keselamatan tampaknya sudah dekat, dan lari
menjadi lebih mudah jika ia terus berlari sambil tetap
120 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
memicingkan mata. Namun, timbul akal baru dalam
pikirannya. Ia dapat menyembunyikan seluruh
wajahnya dari mata orang banyak dan tak seorang
pun akan dapat melihat wajahnya. Perempuan
berhak menyembunyikan wajahnya seluruhnya tanpa
seorang pun mengejarnya. Namun, bagi perempuan itu, keadaan berbeda. Ia
perempuan yang tidak memakai penutup wajah. Surat
kabar menerbitkan foto, nama lengkap, serta alamat
lengkapnya. Kamarnya juga tampak dalam gambar
itu, tempat tidur kayu dengan bilah-bilah papannya
yang dapat ditanggalkan, lampu tua di atas meja yang
tertutup debu, dan sebuah buku terbuka dengan
sebuah kepala mumi mengintip keluar, dan sebuah
laci meja dengan beberapa uang logam di dalamnya.
Sebuah buku tabungan tanpa uang di dalamnya.
Kemudian ada tali yang tergantung dari langit-langit,
seolah-olah siap dikalungkan ke leher seseorang, lalatlalat mati melekatinya, dan pada ujungnya sebuah
bola lampu listrik yang sudah putus. Kemudian
sunyi-senyap. Ya, sunyi-senyap yang bertiup dalam
telinga kita seperti angin, atau dengkur yang biasa
menyertai lelaki ketika ia tidur nyenyak.
*** 121 NAWAL EL-SAADAWI Lelaki itu suami teladan, yang memberi perempuan
itu kehidupan yang sangat tenang, dan semua tanda
menunjukkan ia benar-benar ingin perkawinan itu
berlanjut. "Tidak ada hal yang menimbulkan kecurigaan
selain kepala mummi jahanam ini! Anda tahu ini
kepala siapa?" kata polisi itu sambil berputar di
kursinya dan mengacung-acungkan tangannya ke
atas, sambil memegang sebuah tongkat panjang, yang
digunakannya untuk penunjuk ke atas meja.
"Kepala Dewi Sphinx."
Atasan perempuan itu tempat ia bekerja, menjawab
dengan suara penuh percaya diri, dan menekankan
kata "Dewi Sphinx" dengan geraham dan giginya.
Kemudian dihembuskannya asap ke langit-langit,
pipanya di antara kedua bibirnya. Ia melirik polisi
itu dengan sudut matanya, dan menegaskan dengan
suara lantang, "Ya, kepala Dewi Sphinx."
"Kepala Dewi Sphinx" Kami belum pernah
mendengarnya sebelumnya."
"Belum pernah mendengarnya sebelumnya tidak
berarti ia tidak ada."
"Apakah perempuan itu istrinya Sphinx?"
Polisi itu tidak lagi duduk diam di kursinya. Ia
berputar-putar di situ dengan tongkat di tangan. Ia
122 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
mengangkat lengannya dan hampir saja memukulkan
tongkat itu ke atas kepala Dewi Sphinx. Namun,
atasan perempuan itu, tempat ia bekerja, tetap duduk
di kursinya. Ia menghembuskan asap dari lubang
hidung dan mulutnya. Asap juga keluar dari dalam
telinganya. Pipa hitam itu berkeluk di ujung pada
sudut yang tajam. Lehernya juga berkeluk pada sudut
yang sama. Matanya melihat ke atas, setengah terbuka.
Ia melirik polisi itu dari sudut matanya, "Setelah
Sphinx merebut mahkota, keluar perintahnya, buah
dada harus disingkirkan dari patung itu dan patung
itu harus dipasangi janggut."
"Janggut!?" "Ya. Janggut pinjaman. Perhatikan!"
Polisi itu menjulurkan lengannya yang memegang tongkat dan mencari-cari dalam janggut di
dagunya. Atasan perempuan di tempat ia bekerja
menggunakan kesempatan itu untuk memperagakan
pengetahuannya yang luas tentang arkeologi. "Para
pematung mengabdikan diri mereka kepada dewa
baru itu, dan seni berubah mengikuti perubahan
pemerintahan. Bahkan bentuk mata pun berubah.
Mata lurus dengan garis lurus berubah menjadi garis
bergelombang dengan lirikan."
"Lirikan. Apa maksud Anda?"
123 NAWAL EL-SAADAWI "Misalnya, mata kanan bapak melirik ke istri
bapak, sementara mata kiri bapak melirik ke perempuan yang lain."
"Itu wajar-wajar saja, bukan?"
"Pada zaman itu, itu tidak wajar. Bibir juga berubah sehingga senyum menjadi gerutu, dan tangan
terkembang menjadi terkunci dengan jari-jari
mengepit tongkat." Kata "tongkat" terloncat dari bibir atasan tempat
perempuan itu bekerja, bersama asap pipanya, dan
polisi itu meloncat tanpa alasan, sambil menyembunyikan tongkat dalam genggamannya ke balik
punggungnya. "Apa maksud Anda dengan semua itu?"
"Dewi Sphinx menjadi Sphinx, kulit halus lembut
berubah menjadi kulit berbulu, air bah meluluhkan
segala-galanya, pertanian mati, dan air sungai berubah
menjadi cairan hitam dengan rasa tajam seperti garam.
Tuhan yang baru mengeluarkan perintah, semua buah
dada harus dilenyapkan dari semua patung dan semua
patung harus dipasangi penis."
Jari-jari polisi itu kaku di atas mesin ketik. Ia tidak
sanggup mengetik kata "penis" itu. Ia berputar-putar
tanpa memutar kursinya. Gerakan ini tidak tampak
dalam gambar dalam surat kabar. Namun, perempuan
124 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
itu dapat melihat segalanya dalam tidurnya, dengan
mata setengah tertutup. Baginya, kenyataan tampak
lebih jelas dalam mimpi. *** Dalam mimpi itu ia sedang memikirkan sesuatu
yang akan diucapkannya kepada suaminya. Karena
Love In The Kingdom Of Oil Karya Nawal El-saadawi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
percakapan sudah terputus di antara mereka sejak awal.
Tidak ada suatu cara pun untuk menarik perhatian
suaminya, selain bersembunyi dari suaminya. Ia juga
perlu menarik perhatian laki-laki dan perempuan
lain. Ia singgah mengunjungi mereka setiap hari di
kantor, bibirnya sudah hampir melempar senyum,
dan senyum pasti sudah tersungging seandainya tak
masam wajah perempuan-perempuan yang lain itu,
atau wajah Baginda Raja yang tergantung di atas
kepala mereka itu, atau wajah dalam lukisan Dewa
Ekhnaton sebelum buah dadanya disingkirkan, atau
wajah anak perempuan Dewi Sphinx yang telah
menyingkirkan janggut pinjaman dari wajah ibunya
dan menyingkapkan bahwa ibunya sebenarnya perempuan, Maryat-Ra, anak perempuan Hachapsut.
Perempuan itu biasa membuka pintu setiap hari
dan bersandar di patung anak perempuan Dewi Sphinx
itu, satu-satunya anak perempuan yang mengenal
125 NAWAL EL-SAADAWI wajah ibunya. Ia biasa duduk di meja kerjanya
sambil memperhatikan wajah-wajah perempuan itu.
Warna kulit mereka kuning, seperti kuning tanah liat
kering. Kepala mereka diukir dari batu camping. Jauh
di lubuk hatinya ia sadar ia adalah salah satu dari
perempuan-perempuan itu. Ia menelan air liur pahit
yang terbit bersama rasa benci pada dirinya sendiri.
Namun, hari ulang tahun Baginda Raja sudah dekat,
lampu-lampu hias telah digantung di mana-mana.
Suara musik dan nyanyian bergema di telinganya.
Anak-anak mengenakan pakaian baru. Perayaan
hari ulang tahun di rumah-rumah tidak seperti di
jalan-jalan, tidak ada kegiatan apa pun, selain suamisuami yang menyembunyikan muka mereka di balik
surat kabar. Mereka selubungi kepala mereka dengan
awan kepulan asap rokok. Para istri mereka sibuk di
dapur, merebus ayam beku berkepala plastik. Ikan
tongkol kalengan yang terbuat dari timah bermagnit.
Setelah makan, ada kapal pesiar yang berlayar ke laut
lepas dan tidak kembali. Dalam iring-iringan yang
panjang itu, para gadis tumbal jatuh pingsan. Pada
akhir perayaan ada bis tua terbalik bersama semua
penumpang di dalamnya. Sebelum hari berganti,
seorang ibu membantai anak-anaknya dan kemudian
melemparkan diri ke dalam laut. Tak seorang pun
berniat melakukan pelanggaran dan semua orang
126 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
mengikuti upacara itu. Sebagai tanda sukacita, mereka
lukis wajah Baginda Raja dengan pena merah, pada
kulit Baginda Raja yang pecah-pecah. Pada waktu
perayaan, banyak wajah terjulur keluar dari jendela
bis. Juga di ayunan-ayunan, dan di perayaan-perayaan
resmi. Hanya wajah polos seorang perempuan, satusatunya unsur yang membuyarkan semua suka cita
mereka. *** "Apa maksud Anda?"
"Tentu saja, itu sudah jelas."
"Apakah menurut Anda ia melanggar hukum?"
"Terlepas dari apakah mereka tidak kenal malu
atau tidak, kaum perempuan sudah kejam sejak lahir.
Mereka licik sekali."
Suara itu menjadi tidak jelas. Perempuan itu
tak mengetahui apakah suara itu suara suaminya
atau suara atasannya. Wajah lelaki itu seperti wajah
semua lelaki yang lain. Polos dan matanya melotot.
Lelaki itu tampak seperti seseorang yang tiba-tiba
terbangun dari tidurnya. Lelaki itu selalu kelihatan
cemburu pada perempuan itu, curiga ada lelaki-lelaki
lain. Lelaki itu bisa cemburu jika terjalin hubungan
antara para lelaki itu dan antara makhluk-makhluk
127 NAWAL EL-SAADAWI lain, seperti antara binatang melata, misalnya. Ada
dendam lama dan sulit dipahami antara laki-laki itu
dan cecak. Laki-laki tipe orang yang suka berahasia,
seperti biasa dijumpai pada para suami dan atasan.
Ia tak mau mengungkapkan gejolak jiwanya kepada
siapa pun. Baru ketika ia diperiksa polisi, ia mau
mengakui, untuk pertama kalinya, "Saya sangat raguragu."
"Kami belum pernah mendengar ini dari Anda
sebelumnya." "Mengenai perayaan ini?"
"Perayaan ini, misalnya."
"Minyak?" "Perayaan itu membuat kami percaya sesuatu itu
ada, padahal sebenarnya tidak ada. Karena itu, saya
lebih suka bekerja di perusahaan minyak."
"Ya, minyak itu cairan yang tidak berbobot tetapi
dapat memberikan ketenangan yang lebih besar."
"Saya tidak mengerti maksud Anda."
"Saya tidak mampu mengungkapkan perasaan
saya secara lebih jelas lagi."
"Apakah maksudnya, Anda terlibat dengan
perempuan itu?" 128 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
"Tidak, tetapi ketika semburan itu bertambah,
kami sendiri menjadi seperti minyak, dan karena itu
rasa khawatir mengenai kematian menjadi lenyap."
"Tidak diragukan lagi, Anda memang yakin
mengenai apa yang Anda kemukakan, dan saya
menduga Anda telah meyakinkan saya. Perempuan
itu pergi cuti, bukan?"
"Bapak tidak perlu saya yakinkan."
"Maaf, maksud Anda?"
*** "Menurut saya, dalam diri perempuan itu, seperti
juga ada dalam diri perempuan-perempuan lain, ada
sesuatu seperti minyak."
Perempuan itu memegang kepalanya dengan kedua
belah tangannya. Ini untuk pertama kalinya ia
mendengar pendapat lelaki itu tentang dirinya
ketika ia sedang tidak ada. Kehadiran lelaki itu terusmenerus menyembunyikan kebenaran, karena itu
ketidakhadiran telah menjadi tujuan, yang mungkin
dapat menyingkapkan perasaan lelaki itu. Dengan
kata lain, mereka saling balas dendam. Lelaki itu
mengenakan mantel lainnya, lebih tipis. Percakapan
di antara mereka selalu berakhir dengan kesunyian.
Perempuan itu meninggalkan rumah setiap hari,
129 NAWAL EL-SAADAWI seolah-olah keluar dari cengkeraman seseorang dan
jatuh ke dalam cengkeraman seseorang yang lain.
Langit-langit itu sama, itu-itu juga, seperti lorong
bawah tanah. Ia menarik diri dari satu lorong bawah
tanah, tetapi kemudian terjerembab ke dalam lorong
bawah tanah yang lain. Suara-suara itupun serupa
dengan keheningan. Selama hidupnya, perempuan itu tidak pernah
minta cuti. Ia tak pernah menceritakan cutinya
kepada siapa pun. Tetapi rasa iri muncul segera
dalam mata perempuan-perempuan itu. Rasa iri itu
bersembunyi di balik selapis tuduhan. Mereka ingin
sekali menyakiti hati orang lain, mereka sudah jenuh
dengan kebajikan. Namun, untuk cuti perlu izin dan
keberanian tiada tara dalam cinta.
"Cinta"!" Ya, hati perempuan itu berdebar-debar, karena
cinta sebenarnya sangat sederhana. Cinta tak kurang
di antara dia dan lelaki itu. Cinta mengikat mereka
dengan kokoh, sedemikian rupa sehingga mereka
pasti bertengkar setiap hari. Tetapi kehadiran mereka
bersama di bawah satu atap tidak pecah.
"Bagaimana hubungan antara kalian berdua?"
"Sesuai hukum tentu saja."
"Apakah ada perjanjian tertulis?"
130 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
"Tentu saja." "Perjanjian macam apa?"
"Perjanjian kerja dan perkawinan."
Mata polisi itu terbelalak, dan semakin melotot.
Kemudian ia berputar di kursinya, matanya melebar
dan menatap ke langit-langit dan berhenti di situ.
"Maksud Anda, ia bekerja di rumah Anda?"
"Kita semua melakukannya, bukan?"
"Tetapi, paling tidak, kita membayar sesuatu."
"Kepada istri-istri kita?"
"Kepada kekasih-kekasih kita, paling tidak, bukankah demikian?"
Perempuan itu tidak berminat mengikuti pemeriksaan itu lebih lanjut. Sudah jelas baginya, melarikan
diri tampaknya tidak mungkin. Ia menggerakkan
kakinya di tanah, tetapi ia tidak maju-maju selangkah
pun. Minyak telah mengisap kekuatannya, dan lelaki
itu telah selesai mengisi tempayan. Ia menunggu
perempuan itu bergerak. Ia menatap perempuan itu
lama-lama, dan kemudian mengangkat lengannya ke
atas. Perempuan itu berniat untuk melawan, untuk
membalas tinju dengan tinju. Tetapi tangannya tetap
terpaku ke sisi tubuhnya. Barangkali tangan itu milik
131 NAWAL EL-SAADAWI seorang istri, dan minyak telah membuat segala
sesuatunya lekat satu sama lain. Atau, barangkali
karena gerakan tangan lelaki itu datang tiba-tiba, dan
perempuan itu tak punya waktu untuk mengelak.
Dalam lubuk hatinya, perempuan itu ingin sekali
meninju lelaki itu. Tidak ada bagian tubuhnya
yang bergerak selain dari gerahamnya. Teriak berkumandang dari tenggorokannya.
"Jangan berteriak!"
"Apakah kau memukuli aku?"
"Menjunjung tempayan, hanya itu yang harus kau
lakukan." Tubuh perempuan itu menunjukkan bahwa ia
sepenuhnya menyerah. Ia tidak memberikan perlawanan sedikitpun. Ia tidak berdaya sama sekali. Atau,
barangkali pukulan yang tidak disangka-sangka itu
telah menghilangkan tekadnya, dan membuatnya
berlutut seperti unta. Lelaki itu meletakkan bantalan
kain di atas kepala perempuan itu, dan meletakkan
tempayan di atas bantalan kain itu. Terserah perempuan itu, apakah akan berjalan bersama perempuanperempuan lain ke perusahaan. Masing-masing
dari perempuan itu mengucapkan sepatah dua kata
kepadanya, semata-mata untuk bercakap-cakap selama
dalam perjalanan ke perusahaan.
132 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
"Apakah kau mengerti" Ia tidak akan memukulmu
jika kau terus bekerja."
"Apakah kau tidak menurut perintah, Saudariku?"
"Tidak menuruti perintah tidak biasa terjadi.
Berpikir saja tentang hal itu sudah berarti tidak
mematuhi perintah." "Kadang-kadang pikiran seperti itu lebih berbahaya."
Perempuan itu terus bergerak, lehernya bengkok
dan napasnya terengah-engah. Dadanya sesak, naik
turun mengikuti gerakan napasnya. Dengan mulut
terkatup rapat ia mendorong butir-butir minyak yang
beterbangan di sekitarnya, meniupnya jauh-jauh dari
wajahnya. Kakinya lekat ke tanah, terbenam sampai
ke bawah lutut. Ia membiarkan dirinya terbenam.
Tak ada yang dapat dilakukannya kecuali terbenam,
terus terbenam sampai ke dasar. Setelah sampai ke
dasar, kembali ke permukaan, itulah satu-satuya jalan
baginya. "Aku tidak pernah mendapat upah sejak aku tiba
di sini." "Apakah tidak cukup perlindungan yang kuberikan kepadamu?"
Perempuan itu mendengarkan dengan cermat
kata-kata "perlindungan yang kuberikan kepadamu".
133 NAWAL EL-SAADAWI Matanya yang bengkak, melebar. Ia tidak bertujuan
untuk menyembunyikan diri. Ia punya tujuan yang
lain. Sudah pasti ia memiliki tujuan yang lain, meski
ia tak tahu apa tujuan yang lain itu. Kakinya bergerak
tetapi tidak terangkat sedikitpun dari tanah. Udara tak
cukup untuk menarik napas dalam-dalam. Kakinya
bengkak, kulit kakinya terkelupas. Minyak menyusup
ke balik kuku jarinya seperti lumpur hitam. Tempayan
di atas kepalanya berat sekali. Otaknya mendidih di
bawah sinar matahari. Bibirnya membiru dan pecahpecah, napasnya terengah-engah. Ia menekan bibir
bawah dengan giginya dan darah memancar dari situ.
Warnanya biru, mengalir panas ke dagunya. Darah itu
terasa tajam di ujung lidahnya. Ia melihat gambarnya
Love In The Kingdom Of Oil Karya Nawal El-saadawi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terpantul dari permukaan danau, seperti hantu yang
berkelana di permukaan bumi. Ia membayangkan ia
berteriak, "Tolong!"
Perempuan itu menggerakkan lehernya ke arah
lelaki itu. Lelaki itu tidak dapat lagi mendengar perempuan itu. Atau, jika ia dapat mendengar suara
perempuan itu, tidak ada tanda-tanda ia mengerti.
Lelaki itu menatapnya dengan pandangan yang
belum pernah dilihatnya sebelumnya. Apakah lelaki
itu berniat membunuhnya"
Perempuan itu mengangkat lengannya dan sudah
akan melemparkan sebuah tempayan ke kepala lelaki
134 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
itu. Gerakan itu baginya masuk akal. Semata-mata
untuk membela diri. Sebelum lengannya terangkat ia
menatap kembali ke mata lelaki itu, lalu ia melangkah
mundur. Belum pernah ia melihat mata lelaki itu
seperti ini. Getaran dalam mata itu tak terlalu terlihat.
Tak ada bayangan rasa takut sedikitpun dalam mata
lelaki itu. Tetapi segala-galanya dalam diri lelaki itu
seolah-olah mati ketakutan.
Perempuan itu mengulurkan tangannya dan menangkap tangan lelaki itu. Jari-jari mereka berjalinan.
Lelaki itu mendekapnya dengan sebelah tangan, dan
perempuan itu mendekap lelaki itu dengan kedua
tangannya. Ia memejamkan mata dan lelaki itu juga
memejamkan mata. Mereka terus bergerak sambil
berpelukan, tak melihat tanah yang mereka injak.
Mereka terbenam bersama-sama ke lubuk danau
itu seolah-olah mereka sedang terperosok ke dalam
cengkeraman sebuah kekuatan yang lebih besar,
dan mereka tidak berdaya membebaskan diri dari
kekuatan itu. Pada saat itu mereka mulai berpelukan. Mereka
berpelukan dengan eratnya. Tubuh mereka menjadi
satu, bagian demi bagian melekat satu sama lain, tak
ingin dipisahkan dari bagian mana pun.
"Apakah itu cinta?"
135 NAWAL EL-SAADAWI Memang cinta barangkali, karena perempuan itu
tidak mendengar suara apa pun dari perempuanperempuan itu. Ia memejamkan mata, hampir
tak sadarkan diri, tenggelam dalam kenikmatan.
Kemudian suara perempuan-perempuan itu mulai
mendekat kepadanya. Suara-suara tidak bertubuh. Ia
menjulurkan kepalanya ke tepi danau, seolah-olah
akan minum air atau akan memuntahkan sesuatu
yang tersangkut dalam tenggorokannya. Terdengar
suaranya sendiri datang dari lubuk hatinya, seolaholah ia sedang muntah. Ia menahan rasa nyeri di
dadanya dan cahaya mulai bermunculan. Iringiringan itu sedang bergerak di kejauhan di kaki langit.
Hantu-hantu hitam dengan tempayan di atas kepala
mereka. Mereka semakin dekat dan raut wajahnya
semakin jelas. "Sedang apa kau di sini, Saudariku?"
Perempuan itu melihat seorang perempuan berdiri
di depannya di balik abaya hitam, bentuk tubuhnya
sama sekali tak tampak. "Aku?" "Ya, kau" Siapa lagi kalau bukan kau?"
"Aku peneliti arkeologi."
Suara tawa pecah ruah, ditingkah tawa-tawa lain
yang sayup-sayup dan tertahan-tahan.
136 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
"Apakah kau hamil, Saudariku?"
Kata itu menampar wajahnya seperti pukulan.
Hamil" Apakah itu barangkali sebabnya ia ditahan
di sini" Ia sudah menentang kehamilan sejak ibunya
meninggal ketika melahirkannya. Ia tak tahu manfaat
hamil. Semua perempuan pasti hamil.
"Apakah akan terbalik dunia jika ada satu perempuan yang tidak hamil?"
"Bodoh benar kau!"
Ia tiba-tiba bebas dari kegelapan. Sinar muncul
di kejauhan. Ia melemparkan pandangan ke arah
perempuan lain itu, kemudian membungkuk hendak
duduk di tanah. Di bawah pinggulnya ia merasa ada
sesuatu yang keras. Pahat. Kepala pahat itu terikat
oleh tali tasnya, yang melilit leher pahat itu seperti
tali gantung algojo. "Siapa di antara kita yang bodoh?"
Tidak ada suara. Hanya ada gerutu tertahan, atau
bintik-bintik di udara. Ia meneruskan percakapan itu,
menghunjamkan kepala pahat ke tanah, "Apa aku
yang dungu" Apakah hanya hamil yang kau pikirkan"
Dan aku, apa yang penting bagiku" Ya, aku peneliti.
Peneliti apa" Ya, aku meneliti hal-hal yang tak kau
ketahui apa pun sama sekali. Numu, dewi air yang
pertama dan Inana dewi suri, dan Sekhmet"
137 NAWAL EL-SAADAWI "Sakhmutt?" "Bukankah itu tanda kau bodoh" Lebih baik
bagimu jika kau biarkan aku sendiri, dan kau junjung
tempayan itu ke perusahaan. Kaum perempuan
akan tetap sama sebagaimana adanya sampai Hari
Kebangkitan Kembali. Apakah tak seorang pun yang
menentang minyak" Apakah tak pernah terbayangkan
olehmu rasa setia kawan" Pikirkan hal itu. Jangan
salahkan orang lain selain dirimu sendiri jika kau
terkubur dalam danau ini. Minyak akan menguasai
segala-galanya, dan akan menyusup ke seluruh sudut
dunia. Apa yang terjadi" Mengapa kau diam saja?"
Perempuan lain itu bukannya menjawab, malah
bersembunyi, dengan cara yang tampaknya wajar.
Ia berbalik dan tak meninggalkan suara apa pun di
belakangnya, dan tak ada jejak kakinya di tanah.
"Apakah kau melarikan diri tanpa mengucapkan
kata sepatah pun?" Perempuan itu berteriak dengan suara melengking
tidak berdaya, dan sama sekali tidak terdengar. Ia
berhenti bergerak dan mengembalikan pahat ke dalam
tasnya. Lidahnya mulai bergesekan dengan langitlangit tenggorokannya. Suara gesekan itu terdengar
di telinganya. Tiba-tiba terlihat olehnya botol itu di
atas rak. Botol itu betul-betul kering. Ia mengangkat
138 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
botol itu ke mulutnya dan mengguncang-guncangnya
beberapa kali. Tak setetes pun ke luar dari situ. Ia
menangis tersedu-sedu, tanpa suara, tanpa air mata,
tanpa hati pedih, tanpa rasa kecewa, atau tanpa
rasa apa pun. Ia tak merasakan apa-apa sama sekali.
Rupanya, perempuan lain itu yang tersedu-sedu,
bukan dia. Ia tetap berbaring di tanah, pura-pura mati. Ia
meringkuk, mengharapkan pertolongan. Ia menggerakkan matanya sedikit dan menatap ke arah pintu.
Lelaki itu sedang berdiri di pintu, rambutnya kusut.
Apakah lelaki itu diam-diam mendengarkannya"
Perempuan itu membiarkan air matanya bercucuran
sebelum hilang kesempatan baginya. Tetapi tak ada
gunanya menangis. Bibirnya bergerak mencerminkan
keraguan. Barangkali sebuah senyum lebih baik. Hati
kecilnya sama sekali tak berontak. Ia sebenarnya
dapat tersenyum di depan wajah lelaki itu, apa pun
yang telah terjadi, seandainya ia tak letih dan serasa
ditusuk-tusuk duri dan jarum, serasa lumpuh, yang
berlarian di bibirnya. Wajah lelaki itu menghadap ke dinding dan
punggungnya menghadap perempuan itu. Senyuman
tampaknya tak perlu. Tempayan itu panas karena
matahari. Napas perempuan itu tidak teratur, seperti
napas kerbau yang sedang sekarat. Ia menekuk
139 NAWAL EL-SAADAWI lehernya ke arah lain untuk meringankan bebannya.
Ia membuka matanya sekejap menentang matahari.
Kemudian ia pejamkan mata segera serapat-rapatnya.
Ketika ia tiba di perusahaan, wajahnya seperti
ikan bakar. Tulang-tulang pipinya hangus. Di ubunubun tempat tempayan bertengger, ada lubang yang
dalam. Pada pangkal lehernya ada bengkak yang
mencucurkan cairan hitam. Jallaba-nya tertutup
kotoran, baunya membubung ke langit bersama keringatnya.
Atasannya menatap melalui sudut kelopak matanya yang tertutup, "Kau harus mengenakan mantel
yang bersih dan menabur ketiakmu dengan wangiwangian."
"Ya ...." "Ini saatnya Baginda Raja tiba, kita tak ingin hidungnya terganggu, bukan?"
Otot-otot lidahnya tidak mau menuruti kehendaknya memberikan jawaban, dan suaranya keluar
terputus-putus, "Pada malam ... perayaan ... bulan
purnama ... bersinar ...."
Ia teringat pada sebuah nyanyian ketika ia masih
kanak-kanak. Ia biasa menyanyikannya bersama anakanak perempuan di sekolah ketika kepala sekolah tiba.
Mereka bernyanyi bersama-sama: "Bulan purnama
140 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
telah muncul di atas kita, dan di belakangnya menyusul istri kepala sekolah mengenakan kalung yang
bersinar di leher, tangan, dan kakinya. Setelah istri
kepala sekolah, menyusul perempuan-perempuan itu,
yang berlomba-lomba saling kejar di atas tumit-tumit
yang mungil. Wajah mereka tertuju ke tanah, dan
pinggul mereka bergetaran dari belakang."
Bulan purnama telah muncul di atas kita ....
Perempuan itu tidak tahu mengapa lehernya
bengkok berpilin. Tampak seolah-olah ia sedang
membungkukkan badan, seperti memberi hormat,
mencoba menyembunyikan bengkak yang menonjol
di antara ruas-ruas lehernya. Diusapnya kulitnya
dengan telapak tangan untuk menghilangkan bercakbercak hitam di situ. Mengapa ia merasakan semua
hal yang menghina ini"
Perempuan itu mengira ia akan dijadikan korban
untuk perayaan itu dan harus menyembunyikan
bekas-bekas darah hasil pembantaian. Ia pasti dihadapkan pada penghinaan, seandainya bukan karena
laki-laki itu. Jika bukan karena laki-laki itu, ia pasti
dapat diselamatkan, tapi, lalu apa setelah ia selamat"
141 NAWAL EL-SAADAWI Sebuah pertanyaan mendadak timbul dari benaknya, dan ia tak tahu apa yang akan dilakukannya jika
ia ditakdirkan selamat. "Aku akan menulis riwayat
hidupku." Perempuan itu mendengar laki-laki itu tertawa
seperti bunyi batuk. Laki-laki itu sedang membungkuk
di atas tempayan, yang sedang ia isi. Tempayan itu juga
ikut tergoncang oleh suara tawa seperti bunyi batuk
itu. Ia mendengar gemuruh dalam perut tempayan
yang sudah penuh itu, dan menyadari minyak itu
juga sedang tertawa-tawa.
"Apakah kau benar-benar berniat hendak menulis?"
"Ya, di luar jam kerja ilham dapat datang."
"Ilham?" "Ya, ilham dapat kadang-kadang datang pada
gembala sapi atau ulat minyak."
"Minyak ini akan lebih unggul dari ilham apa pun,
bahkan dari ilham yang datang dari surga sekalipun."
"Barangkali hasilnya akan berbeda jika ilham
datang dari perut bumi."
"Apa maksudmu, Perempuan?"
Pikirannya tak mampu menjawab. Tampaknya
percakapan itu tak ada ujung pangkalnya. Demam
di kepalanya semakin tinggi dan rasa nyeri di
142 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
belakang kepalanya serasa hantaman palu. Ia mengikat selendang lebih erat dan membuat ikatan di
keningnya. Ia tak tahu dari lubang mana di dalam
kepalanya muncul pikiran tentang menulis itu.
Ilham datang tanpa perlu menulis atau membaca.
Baginda Raja cukup mendongakkan kepalanya dan
ilham datang berjatuhan dari langit seperti hujan.
Ilham itu dituangkan ke dalam tempayan, dan
pada Perayaan Ulang Tahun, ilham dibagi-bagikan
bersama bagian masing-masing orang. Laki-laki mendapat seluruh tempayan untuk dirinya sendiri, dan
perempuan mendapat separuh. Perempuan tidak
boleh mendapat bagian untuk dirinya sendiri. Ia
harus diwakili suaminya atau wakil yang lain.
"Menipu diri sendiri tidak menguntungkan siapa
pun. Selain itu, khayalan-khayalan seperti itu tidak
ada gunanya." "Apa maksudmu?"
"Menulis, misalnya, tidak lebih dari semacam
khayalan. Jika Baginda Raja tidak pandai membaca
dan menulis, dan nabi-nabi juga tidak, itu berarti
mereka tak butuh menulis atau membaca. Selain
itu, apa bedanya membawa pena dengan membawa
tempayan" Bicara! Jangan bodoh begitu!"
143 NAWAL EL-SAADAWI
Love In The Kingdom Of Oil Karya Nawal El-saadawi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perempuan itu menundukkan kepalanya dan tidak
menjawab. Berdiam diri, itu paling baik. Berdiam diri
mendorongnya untuk memejamkan mata dalam rasa
putus asa yang dalam. Perempuan itu mengangkat tempayan itu ke
kepalanya dan cepat-cepat ke luar. Di sisi satu lagi
danau itu, badai baru sedang menggebu. Tidak ada
yang dapat dilakukannya selain berjalan terus di
jalan setapak, sampai akhir. Pikiran untuk membuka
wajah masih jauh dari paham mereka. Mereka sudah
menjunjung tempayan sejak sebelum fajar dan setelah
fajar tenggelam dalam kegelapan.
Ia menjulurkan tangannya ke atas dan mengguncang-guncangkan tempayan itu keras-keras. Hanya sebutir minyak beku yang tumpah dari situ.
Matanya menatap ke langit. Ia tak melihat apa-apa.
Ia menggerakkan jari ke hidungnya, dan bau gas yang
sudah basi keluar dari situ.
"Apa yang akan terjadi jika kehidupannya terus
berjalan seperti ini?"
Barangkali ada persekongkolan yang sedang dirancang. Kepala perusahaan berkulit putih itu berceloteh
dalam bahasa asing. Surat kabar mengatakan ia orang
yang baik hati. Ia bertukar-tukaran tempayan dengan
Baginda Raja sebagai tanda sayang. Juga di wilayah
144 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
arkeologi ini ada sisa-sisa orang mati, dan lubanglubang galian yang menjadi tempat suci karena dewadewa purba dan sejumlah dewi dari Zaman Batu yang
mereka cari. "Ya, barang-barang suci itu telah berubah bersama
amukan badai." "Apakah tidak ada lubang-lubang galian di sini, di
perut bumi?" "Hanya ada minyak, Perempuan."
"Ini apa?" "Botol cadangan untuk perayaan ulang tahun
Baginda Raja. Bukankah sudah kukatakan padamu
ia seorang dermawan berhati lapang, penuh iba, dan
tak pernah melupakan rakyatnya" Bagaimana jika kau
coba minum seteguk" Mari kita rayakan ulang tahun
Baginda Raja bersama-sama."
Perempuan itu membengkokkan lidahnya dalam
tenggorokannya, dan ia menggerak-gerakkan kaki
ke atas seperti kerbau pincang. Lelaki ini bukan
suaminya, dan bukan pula seorang inspektur polisi.
Mengapa lelaki itu tidak membuka tali pengikatnya
dan membiarkannya kembali pulang" Ia seorang
perempuan muda yang sedang ranum-ranumnya; ia
punya gelar "peneliti" dan seorang suami yang sedang
menantinya. 145 NAWAL EL-SAADAWI "Akan kuisi sebuah gelas untukmu."
"Bukankah minum terlarang"
"Tak apa-apa, selama hanya kita berdua yang
minum dan tak ada yang melihat, meski kita perlu
juga agak berhati-hati. Botol-botol ini dibagi-bagikan
kepada kita, itu berarti minum diizinkan pada
malam perayaan ulang tahun sampai meriam fajar
berdentum. Apakah kau masih hidup" Aku lihat kau
tak bernapas. Ambil gelas ini dan lupakan segalagalanya."
"Aku akan lupakan."
"Janji?" Perempuan itu mengangguk mengiyakan. Malam
perayaan itu tampak cocok sekali untuk melarikan diri.
Setelah lelaki itu minum sepuas-puasnya, ia tak akan
sadarkan diri. Perempuan itu hanya perlu membeli
karcis. Ia membuka tasnya hendak mengambil uang.
Tetapi tak ada apa-apa dalam tas itu. Ia membalikkan
tas itu dan mengguncang-guncangnya. Tak sebutir
logam pun jatuh. "Mana uang itu?"
"Apa katamu?" "Aku bekerja, dan aku layak mendapat gaji."
146 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
"Aku ingin mengajukan pertanyaan singkat kepadamu, semata-mata untuk memuaskan rasa ingin
tahuku." "Ya." "Bukankah aku sudah menyediakan segala-galanya
untukmu, bahkan cinta" Apa lagi yang kurang
bagimu" Ayolah, jawab dan jangan menyangkal!"
"Gajimu datang dari Tuhan."
"Kau manusia teladan, itu jelas. Tetapi aku bekerja
sepanjang hari dan pada sebagian malam hari. Siapa
yang membayar gajiku?"
"Tuhan" Kau ini bicara apa, tuan?"
"Apakah kau tak percaya Tuhan itu ada, Nona?"
Suara laki-laki itu sekarang mulai mengandung
amarah dan bernada mengancam. Perempuan itu
menuntut gaji, sedangkan lelaki itu menuntut agar
ia punya keyakinan. Ia tidak tahu, tetapi keadaan
sekarang sudah terbalik. Lelaki itu telah menjadi
orang yang punya hak, sedangkan perempuan itu tak
memiliki tuntutan apa pun untuk diajukan. Lelaki
itu telah menempatkannya di depan hakim dan
mulai mengelilingi perempuan itu sambil menariknarik rambut dan mengaum seperti singa.
147 NAWAL EL-SAADAWI "Hati perempuan seperti kau, tidak diisi dengan
keyakinan. Kau tidak berhak mendapat apa pun
selain api unggun. Ayo, bicara dan bela dirimu."
Lidah perempuan itu kaku dan tak dapat menjawab. Ia juga punya keyakinan seperti lelaki itu,
bahkan lebih lagi. Hatinya besar, lebih besar daripada
hati lelaki itu. Cukup besar untuk memeluk sebuah
keyakinan yang lebih besar daripada keyakinan lelaki
itu, sebuah keyakinan yang juga mencakup dewa-dewa
dan dewi-dewi purba. Tetapi apa hubungan dewa-dewa
dengan uang" Ia adalah perempuan yang mengerjakan
tugas tanpa mengabaikan tanggung jawab. Ia menjunjung tempayan di sebuah perusahaan minyak
resmi. Pekerjaan itu berat dan menjadi lebih berat
lagi ketika badai menghadang. Ia sebenarnya dapat
menghindari semua beban itu. Ia menghentakkan
kakinya ke tanah dan menangis, "Celakalah semua
beban kerja ini!" "Kalau begitu, mengapa kau datang?"
Perempuan itu kaku di tempatnya tak bersuara.
Jawabannya sudah jelas seterang matahari di tengah
hari. Ia datang karena ia tidak dapat terus berada
di sana. Ya, ia datang karena ia ingin menghindari
pekerjaan yang lebih berat.
"Apakah itu sebabnya?"
148 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
"Ya, itulah intinya sebabnya."
Hal itu tampaknya sangat sederhana. Bibir perempuan itu menghirup napas panjang seolah-olah ia
sedang beristirahat. Kepalanya tiba-tiba menekur ke
dadanya seolah-olah ia sedang tidur. Namun, gerakan
itu membangunkannya dan ia kembali mencurahkan
perhatiannya. Kepalanya berat, dan hawa panas,
bersama bobot tempayan itu, bersemburan dari atas.
Rasanya seolah-olah ia sedang menggotong bola
matahari di tengah hari, meskipun waktu itu malam
hari dan lelaki itu sedang berbaring di sisinya dengan
mata terbuka. "Apa maksudmu?"
"Bukankah kau punya gelar sarjana?"
"Itu mengecewakan Baginda Raja dan pemimpin
perusahaan tentu saja."
"Apakah tidak ada perempuan di sini yang berhasil
memperoleh gelar sarjana?"
"Ada, seorang perempuan, orang tuanya miskin.
Semua sanak saudaranya pencuri. Kata orang, perempuan itu dirasuki setan, karena setan mengikuti
kemiskinan, dan pencuri mengikuti setan. Namun ia
tidak berhasil melarikan diri."
"Bagaimana pula itu?"
149 NAWAL EL-SAADAWI "Surat kabar mengeluarkan gambarnya dan
perempuan itu berhasil dibawa kembali sebelum ia
sempat melintasi batas-batas yang ditetapkan agama."
"Maksudmu, tidak ada satu pun perempuan yang
lari?" "Dan juga tidak ada seorang lelaki pun."
Sekujur tubuh perempuan yang terbaring itu
terkulai semakin lemah. Rasanya seolah-olah ia
sedang tidur dengan pulasnya. Ia meringkuk seperti
bola, seperti ulat minyak. Wajahnya berubah warna
seperti warna tanah. Ia menekankan tangannya ke
buah dadanya. Kemudian terlontar dari mulutnya,
"Tidak ada denyut!"
Lelaki itu meloncat dari tempat tidur. Ia mulai
memijit-mijit jantung perempuan itu dengan ujungujung jarinya. Perempuan itu terheran-heran tetapi tak
dapat menolak. Lelaki itu memanfaatkan kesempatan
itu untuk menekan-nekan dada perempuan itu dengan
jari-jarinya. Lelaki itu memasukkan jarinya ke celah di
antara buah dada perempuan itu. Ada lapisan minyak
yang sudah beku dan berbau keringat. Perempuan itu
bergumam agak malu-malu, "Aku sedang menunggu
akan mandi, tetapi .... "
"Tidak usah malu, aku bukan orang lain."
150 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
Bulan menyirami permukaan danau dengan sinar
yang agak pucat, sebuah bercak bundar putih samarsamar di atas bentangan hitam yang suram. Bingkai
jendela terbuat dari bilah-bilah papan dengan palang
yang kuat. Di atasnya tumbuh bongkah-bongkah
minyak; tepi-tepinya berubah warna menjadi hijau.
Jendela itu rendah dan retak-retak, dan melalui
retakan itu mata perempuan itu dapat melihat keluar.
Tiga atau empat orang mencoba menghentikan
tawa. Salah seorang dari perempuan-perempuan itu
sedang bercakap-cakap dengan tetangganya di rumah
sebelah. Ia sedang menceritakan apa yang dilakukan
suaminya padanya di tempat tidur. Ia menghentikan
kisahnya dengan mendadak tertawa terbahak-bahak,
dan kemudian ia tiba-tiba menangis bercucuran air
mata. "Kau sudah sepuluh tahun menikah tetapi belum
juga hamil!?" "Itu perintah Tuhan."
"Bukan, itu gara-gara istri kedua terkutuk itu. Ia
mengguna-gunaimu." "Kalau begitu, pakai guna-guna" Ini bencana besar."
"Kau lebih beruntung dari aku. Suamimu hanya
punya satu istri yang lain, tetapi suamiku punya tiga
151 NAWAL EL-SAADAWI istri. Begitu guna-guna yang satu sudah habis, gunaguna yang lain mulai bekerja."
"Tapi, kau hamil, bukan?"
Menyusup melalui dinding ke telinga perempuan
itu, suara perempuan yang sedang berkisah itu
terdengar seperti suara bibi perempuan itu. Bibinya
biasanya membalut kepalanya dengan selendang hitam
dan pergi keluar. Ia biasa berkelana melalui loronglorong mengumpulkan lokan dan tulang-tulang ikan
mati dari perut bumi. Ia biasa melumatkannya dalam
cobek dicampur rempah-rempah dan kemenyan. Ia
biasa minum ramuan itu sebelum makan pagi dan
sebelum tidur malam. Ia biasa membalur bantal
suaminya dan anggota tubuh di antara kedua paha
suaminya dengan ramuan itu. Setiap iblis memiliki
cadar khusus. Cadar itu biasa ditulisi oleh syeh buta
dalam kamar gelap. Orang buta lebih kuat daripada
orang yang dapat melihat dalam hal menghalau
iblis. Tntu saja syeh yang mati lebih kuat daripada
syeh yang buta. Perempuan biasa memberi imbalan
dengan uang perak atau seekor ayam yang sudah
disembelih. Perempuan tidak dapat hamil jika ia tak
membayar sesuatu. Suara perempuan-perempuan itu berhenti pada
akhir malam, ketika fajar menyingsing dengan sinar
merah yang membakar seperti lidah api.
152 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
"Aku mohon, apakah aku tak berhak mendapat
seteguk air?" Lelaki itu pasti tertidur pulas. Perempuan itu tidak
mendengar jawaban. Jallaba lelaki itu robek di bagian
dadanya. Lelaki itu basah kuyup oleh keringat hitam
seperti darah beku. Butir-butir minyak menempel di
rambut lelaki itu, dan bibirnya pecah-pecah seperti
bumi yang gersang karena kekeringan.
"Apakah kau tak mendengar aku" Seteguk air,
tolong."
Love In The Kingdom Of Oil Karya Nawal El-saadawi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Suaranya kering, dan tubuhnya gemetar karena
demam. Hawa panas keluar dari bawah kulitnya,
melelehkan kerak-kerak berdaki sedikit demi sedikit.
Bibir perempuan itu merekah, ia terengah-engah, dan
ia menjilat cairan yang meleleh itu dengan ujung
lidahnya. "Aku beri kau satu botol, tapi dengan syarat."
"Apa itu?" "Kau harus menghentikan sama sekali bersekongkol
membuat rencana itu."
"Maksudmu?" "Apakah kau tak sadar, kau sedang diamat-amati
dan setiap gerak-gerikmu diikuti dengan cermat?"
"Pengintaian!?"
153 NAWAL EL-SAADAWI "Setiap gerakan, setiap gerakan perasaan."
"Perasaan?""
"Ya, kau harus melupakan segala-galanya mengenai
ibumu, bibimu, Hathur, Sekhmet dan semua perempuan itu. Ya, semua perempuan itu, mengerti?"
Perempuan itu menganggukkan kepala tanda ia mengerti. Tetapi sebenarnya ia tak mengerti apa pun. Ia
menginginkan botol itu, hanya itu. Lelaki itu mondarmandir di tanah, mengaduk-aduk butir-butir minyak
yang berserakan di situ. Ia menyodorkan leher botol ke
tepi bibir perempuan itu. Perempuan itu mereguknya
dengan giginya, dan mengguncang-guncang botol itu
beberapa kali. Ia bergelung seperti cacing tanah. Dengan
botol yang terbalik di atas mulutnya, botol itu sudah
kering, tidak ada setetes air pun. Dasar botol itu tebal
dan menghadap ke surga. Cakram matahari menusuk
langsung melalui botol itu ke dalam matanya, seolaholah cakram matahari itu sebuah rentang tonggak api
abadi. Perempuan itu melemparkan botol ke dalam mata
matahari. Lelaki itu menggeleng-gelengkan kepala karena malu.
"Apakah kau tak tahu botol itu kosong?"
"Aku tahu, tetapi ...."
154 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
"Jika kita anggap perempuan punya jiwa seperti
laki-laki ?" "Ya." "Maka jiwa ini tentunya bersemayam dalam tubuhnya."
"Ya, tetapi ...."
"Tetapi apa?" "Setelah merayakan hari ulang tahun Baginda Raja,
rakyat kecil seperti kita akan dilupakan, dan penguasa
akan merenggutkan bagian kita dari tangan kita."
Perempuan itu menatap ke dalam mata lelaki itu
dan menyadari lelaki itu menutup-nutupi sesuatu
dengan kata-katanya. Lelaki itu biasa bersembunyi di
kamar belakang dan mengambil bagian milik perempuan itu. Kemudian ia menyembunyikan botol itu di
tempat yang tidak diketahui perempuan itu. Apakah
ia mencoba menguasai perempuan itu melalui rasa
dahaga" Lelaki itu tengah berdiri menatap ke angkasa. Ia
menghindar melihat ke dalam mata perempuan itu.
Barangkali ia tahu segala-galanya mengenai persekongkolan itu. Pada saat yang menentukan ia akan
mengucapkan sumpah setia kepada Baginda Raja,
atau paling tidak, kepada pimpinan perusahaan.
Perempuan itu diam di pintu rumah itu dan
memutar lehernya ke arah cakrawala. Awan ber155
NAWAL EL-SAADAWI tumpuk-tumpuk seperti butir-butir hitam. Tidak ada
tanda-tanda badai telah reda. Dada perempuan itu
naik turun menghela napas panjang. Bersama setiap
hembusan napas, tampaknya semangat terbang pula
meninggalkannya. Perempuan itu mengatup rapat-rapat bibirnya
sambil terus berdiam diri. Hal itu tidak akan dapat
menyelamatkannya dari apa pun. Ia harus menceritakan hal itu kepada perempuan-perempuan tetangganya. Barangkali perempuan-perempuan itu dapat
melakukan sesuatu. Ya, ia dapat berlindung di tengahtengah perempuan-perempuan itu.
Perempuan itu mendengar lelaki itu batuk dengan
suara seperti tempayan pecah. Ia tegang di tempatnya,
ketakutan. Apakah perempuan-perempuan itu lebih
banyak tahu daripada dia" Maukah perempuanperempuan itu menjadikannya korban jika perlu"
Perempuan itu tetap berdiri di tempatnya. Ia
melipat kedua tangannya di dada seperti orang kedinginan. Matanya tanpa disadarinya bergerak-gerak
ke muka ke belakang. Ia maju ke depan satu langkah
dan kemudian mundur satu langkah. Seperti seekor
tikus yang tertegun di depan sebuah lubang di
dinding, tak tahu apakah lubang itu lubang tempat
lari atau mulut perangkap.
156 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
Ketika perempuan itu berdiri di situ, rasa lelah
menyerangnya. Butir-butir peluh berjatuhan dari
keningnya. Ia menjilat butir-butir peluh itu dengan
ujung lidahnya dan menikmati kelembabannya. Ia
tampaknya telah memperoleh kembali sebagian dari
rasa percaya dirinya. Perempuan itu menggerakkan kakinya dan melangkah ke arah jalan setapak. Bola matahari bersembunyi di balik cakrawala. Angin bertiup dari utara,
menerbangkan butir-butir minyak. Di tepi danau
ia melihat dirinya sedang duduk, sambil menanggalkan cadar hitam dari wajahnya. Ia menggosokgosok hidung dan sudut matanya. Di sekelilingnya
perempuan-perempuan itu juga melakukan hal
yang sama, membuka cadarnya masing-masing.
Mereka memegang cadar di tangannya dan mengibar-ngibarkannya beberapa kali ke atas, sambil
menciptakan suara seperti lecutan angin. Perempuan
itu mulai melangkah maju di tanah. Ia berputar. Suarasuara muncul seperti tabuhan gendang. Perempuanperempuan itu menari-nari dalam lingkaran, dan
kaki mereka melangkah mengikuti irama. Nanyian
itu naik ke surga bersama debu.
*** 157 NAWAL EL-SAADAWI Apakah sudah nasib kita harus menjunjung barang
di kepala kita ...."
"Tempayan minyak untuk selama-lamanya?"
"Tidak, Saudariku! Tidak, Saudariku!"
"Bukan nasib kita! Bukan nasib kita!"
Mengherankan melihat secercah sinar dalam
gelap. Menemukan kaitan nasib dengan minyak. Bagi
perempuan itu tubuhnya tampak bagaikan dinding,
terpancang kokoh menentang terjangan badai. Tidak
ada yang dapat merobohkan dia.
Pada saat itu lelaki itu muncul dengan tangan
terangkat. Pukulan itu hampir membelah kepala
perempuan itu, tetapi ia meloncat untuk menghindari
maut. Lelaki itu membungkuk di atas perempuan itu
bagai dalam semacam perkelahian. Perempuan itu
membanting lelaki itu ke tanah, meski ia sudah amat
letih. Lelaki itu merenggut pahat yang ada dalam
genggaman perempuan itu, tetapi perempuan itu
memegang tempayan dengan kedua kupingnya.
"Kekuatan dapat dikalahkan hanya oleh kekuatan."
Bumi berputar mengelilingi perempuan itu sementara ia bertarung. Secepat kilat lelaki itu sudah
berada di atas perempuan itu. Lelaki itu dipenuhi
rasa bangga khayali sehingga rambutnya tegak berdiri,
tampak seperti jengger ayam jantan. Pertempuran itu
158 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
dapat berubah menjadi sesuatu yang menyerupai
cinta, seandainya perempuan itu tidak merebut pahat
itu dari tangan lelaki itu.
Perempuan itu tiba-tiba ingat, ia memiliki gelar
"peneliti". Ia sedang cuti. Ada sesuatu yang dicarinya.
Demam yang menggerogoti tubuhnya telah berkurang.
Tampaknya bagi perempuan itu, perempuan yang
pergi cuti tidak sama dengan perempuan peneliti
itu. Ia tak dapat mencintai lelaki jika lelaki itu tidak
tunduk kepadanya. Jika geraknya untuk membuat
lelaki itu tunduk padanya tampaknya tidak tercela,
sebenarnya tidak sepenuhnya demikian halnya.
Dengan lelakinya yang lain, perempuan itu
menghindari bahaya ini. Ia tertular kuman tidak
dikenal yang disebut cinta. Ini bukan perkara cinta
yang sebenarnya, meski tidak ada bukti untuk
membuktikan bukan demikian halnya. Pada saat
perempuan itu berharap dapat merasakan cinta, ia
melihat lelaki itu menggeretakkan giginya dengan
rasa benci yang amat sangat. Pernah lelaki itu menerkam bahu perempuan itu dan menggigit sekerat
besar daging dari situ. Perempuan itu sedang terbaring di tempat tidur, sedang dirundung demam
panas. Ia mengeluarkan suara seperti salak anjing.
Dokter datang dan memberinya suntikan penangkal
penyakit anjing gila di pahanya. Lelaki itu menulis
159 NAWAL EL-SAADAWI sesuatu yang tidak terbaca pada secarik kertas, yang
menyatakan bahwa ia sepenuhnya harus menjauh
dari cinta dan tidak boleh lagi memakan acar yang
direndam dalam minyak. "Dapatkah kau melihat tanpa merasa nyeri?"
Ya, jauh di dalam hatinya, perempuan itu puas
dengan lelaki itu. Ia dapat melihat lelaki itu dan tidak
merasa sakit. Tidak ada pilihan lain. Harapan sudah
hilang sama sekali dan tidak ada pilihan lain selain
menulis perjanjian. "Bukankah janji saja sudah cukup?"
"Kita harus menulis pada sehelai kertas."
"Apa maksudmu?"
"Apakah kau tidak percaya padaku?"
Perempuan itu menandatangani perjanjian itu.
Surat kabar banyak menurunkan berita tentang
perkosaan, perkosaan tubuh tentu saja. Tidak ada
orang yang pernah mendengar sesuatu yang disebut
perkosaan jiwa. "Apakah kau buang air kecil sambil berdiri" Itu
terlarang bagi perempuan!"
Lelaki itu melihat perempuan itu dari celah-celah pintu. Terlarang bagi perempuan buang air kecil
sambil berdiri. Tetapi perempuan itu lebih suka berdiri.
160 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
Jamban sudah dilanda banjir seperti danau, dan jika ia
jongkok, ia takut tubuhnya akan bersentuhan dengan
tempat duduk jamban. Surta kabar berbicara tentang
kuman, yang ditularkan jika orang duduk, dan juga
ditularkan melalui Setan. Belum lagi perempuan itu
sempat mengangkat bajunya, kuman itu sudah berdiri
di depannya, dalam bentuk seorang lelaki.
"Jika laki-laki dan perempuan bertemu, orang
ketiga di antara mereka adalah setan."
Hubungan kelamin tidak dapat terjadi jika tidak
ada Setan. Seperti berjalan dalam kelam di jembatan.
Setan akan muncul tiba-tiba, berdiri dengan kumis
tegang seperti kucing lapar. Laki-laki dan perempuan
sama-sama menjadi tawanan dan jatuh ke dalam
genggaman Setan. Mereka keduanya curiga satu sama
lain. Siapa yang memulai" Tidak seorang pun tahu
apa sebenarnya yang terjadi. Untuk membuktikan mereka tidak bersalah, mereka menulis karangan. Orang
yang tidak pandai menulis, menyewa penulis. Penulis
banyak. Apakah ada apa yang disebut semangat
menulis itu" "Tidak, Baginda Raja sendiri tidak pandai menulis."
"Kalau begitu apa masalahnya?"
"Hanya peraturan."
"Apa maksudmu?"
161 NAWAL EL-SAADAWI "Jika semangat berkobar-kobar, tidak ada batasbatas yang dapat ditetapkan agama atas kobaran itu
jika tidak ada kertas, dan tidak ada peraturan. Bukankah demikian halnya?"
Perempuan itu tidak menjawab. Ia melihat lelaki
itu dari celah pintu. Ia tidak pandai bersembunyi.
Tidak ada tempat untuk bergerak ketika kelambu
disingkapkan. Kelambu surga turun seperti hujan
hitam. Dalam perkawinan tampaknya juga ada
sebuah jaring, dan gejolak jiwa seperti badai. Tidak
ada yang dapat dilakukan tubuh selain menyerah.
Atau barangkali ini pikiran yang aneh. Barangkali
kertas itu sebuah jaminan.
"Tidak ada jaminan untuk apa pun."
"Apa maksudmu?"
"Segalanya sudah terbalik, kaki ke atas kepala ke
bawah, dalam sekejap mata. Aku biasa melihat kau
sebagai seorang gadis yang penuh gairah hidup, tetapi
di sini kau seorang perempuan tua. Apakah kau tidak
dapat melihat sendiri?"
Perempuan itu sedang berbaring di tempat kosong
di depan rumah itu. Bagian bawah mantelnya terjurai
ke bibir danau. Perempuan itu melihat ke arah lelaki
itu dengan mata terbuka lebar, dengan mata seekor
sapi yang ketakutan. Lelaki itu menatapnya dengan
162
Love In The Kingdom Of Oil Karya Nawal El-saadawi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
satu bola mata melotot, mata seekor ikan silurid
(sheatfish, Silurus glanis) yang tercekik. Perempuan
itu menggosok sudut-sudut matanya dengan ujung
jarinya. Ia melihat lelaki itu dengan hati-hati. Apakah
mungkin lelaki seperti ini benar-benar ada" Lelaki
itu sendiri tampak tidak nyata bagi perempuan
itu, tetapi perempuan itu tetap melihat kepadanya.
Minyak terus tersembur di sekeliling perempuan itu
bersama tiupan angin. Minyak menyusup dari bawah
mantel ke sarwal-nya, dan naik ke pahanya. Ia mulai
bertahan untuk menahan gempuran semburan itu,
tetapi sudah terlambat. Perempuan itu meloncat, sambil menggerakkan
tubuhnya untuk menyingkirkan cairan hitam.
Tetapi minyak tetap saja terus naik, apa pun yang
dilakukannya. Minyak itu bergulung ke atas di
bawah dinding perut dan menempel pada lengan
dan bahunya. Ia menangis tersedu-sedu sampai suaranya serak. Minyak itu semakin gigih. Cairan hitam
semakin meninggi hingga ke buah dadanya dan terus
ke lehernya. Apakah cairan hitam itu akan menenggelamkannya"
"Sayangnya, minyak bukan lelaki yang dapat kau
singkirkan." Perempuan itu mendengar suara aneh yang menusuk tubuhnya. Suara yang muncul itu seolah163
NAWAL EL-SAADAWI "Aku peneliti terhormat."
olah suaranya sendiri. Atau suara ibunya ketika ia
berada dalam rahim. Tampaknya bukan ibunya,
tetapi perempuan lain yang meminjam tubuhnya.
Masa pinjam sudah berakhir dan tubuh itu harus
dikembalikan kepada pemiliknya yang sebenarnya.
Barangkali ia mengelabui dirinya sendiri semata-mata
agar dapat melepaskan diri. Tetapi ia tidak pernah
lupa suara ibunya sebelum ia dilahirkan. Ia berenangrenang dalam cairan yang bergetah. Ia tenggelam
dalam mimpi demi mimpi. Mimpi yang terakhir, ia
sedang buang air kecil di ruang kosong, ketakutan
kalau-kalau ada orang yang melihatnya.
Ya, sudah berapa kali ia bercerita kepada lelaki
itu tentang dirinya. Sudah sering pula ia mencoba
mengatakan kepadanya tentang kebenaran mengenai
dirinya, ia seorang peneliti arkeologi dan ia
mempunyai seorang suami yang sedang menantinya.
Atasannya menegaskan ia memang ahli, dan rekanrekan perempuannya sekerja pasti ingat padanya.
Dapatkah perempuan kehilangan ingatan, dan juga
kehilangan yang lain-lain"
"Bukankah adil jika kau membayar upahku"
Apakah mungkin bagiku kehilangan peluh yang
mengalir dari keningku yang telah aku cucurkan
164 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
selama ini" Yang aku inginkan hanyalah tiket untuk
pulang." Lelaki itu membasahi bibir bawahnya dengan
lidahnya, tersenyum tanpa melihat kepada perempuan
itu. Senyum itu semata-mata berbentuk kerut-kerut
di sekitar mulutnya. Apa yang dapat dilakukan perempuan itu tak lain hanyalah tetap berpegangan
pada pahat itu. Sambil mengangkat lengannya, perempuan itu berteriak.
"Apakah kau ingin membunuhku?"
Lengannya turun kembali dan ia tidak berbicara.
"Kita dapat mulai lagi."
"Jelas percakapan kita telah berakhir."
"Bagaimana?" "Kita dapat mencoba mulai dari hal terkecil yang
dapat kita sepakati bersama. Tujuan kita hanya satu:
melindungi diri kita dari maut. Bukankah demikian"
Untungnya, kita masih kuat. Tangan kita kekar dan
kita dapat bekerja. Inilah tujuan kita tinggal di sini.
Seburuk-buruknya minyak, lebih baik daripada
makhluk-makhluk lain yang lebih buas. Minyak
akan ramah kepada kita jika kita menyerahkan diri
kepadanya, tetapi kau tidak henti-hentinya melawan."
Mata perempuan itu terbelalak dan membisu.
165 NAWAL EL-SAADAWI "Kita memohon ampun, hanya itu yang kita
pinta. Kita semua tahu, hanya pemilik perusahaan
satu-satunya orang yang mendapat manfaat dari
minyak, dan Baginda Raja tentu saja. Itu masuk akal.
Apa salahnya dengan itu" Itu hak mereka, sesuai titah
langit. Apakah kau tak pernah merasa tidak tamak?"
Perempuan itu tidak tahu pasti, apakah itu suara
lelaki itu. Barangkali seluruh kejadian ini kembali ke
dalam khayalannya. Di kejauhan, suara perempuanperempuan berangsur-angsur menghilang, dan tawatawa pendek tersekat terdengar seperti tangis tersedusedu.
"Ada apa dengan kau, campur tangan dalam peristiwa yang tidak ada sangkut-pautnya dengan kita?"
"Apa maksudmu" Bukankah kita membawa
tempayan?" "Terkutuk mereka. Mereka menyebabkan kita sakit
kepala dan mereka akan menyingkirkan kita semua."
"Harus ada rasa setia kawan agar kita kuat."
"Tidak ada kekuatan dan tidak ada kekuasaan
selain kekuasaan Tuhan."
Lelaki itu mulai bekerja. Perempuan itu melihatnya menggerakkan lengan dengan tekad baru, dan
otot-ototnya bertonjolan. Lelaki itu menyeka keringatnya dengan lengan kemejanya, dan tiba-tiba
166 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
berhenti. Ia menoleh ke arah perempuan itu. Dari
jauh ia melihat perempuan itu sedang bercakap-cakap
dengan perempuan-perempuan itu. Tikus sedang
bermain-main di bawah sinar matahari dan burung
elang melayang-layang rendah di cakrawala. Elang itu
mengembangkan sayap dan menutupi sinar matahari.
Perempuan itu memandang ke awan, wajahnya tampak pucat, penuh butir-butir hitam seperti bercakbercak wajah. Matanya berkabut dan darah dalam
pembuluh darahnya menjadi merah. Tasnya tiba-tiba
terbuka diterpa angin. Ia melihat sebuah hidung
panjang seperti hidung tikus bermain-main dengan
isi tas itu. Lelaki itu mengeluarkan pahat, dan
mulai mencari-cari dalam lapisan tas. Angin bertiup
bertambah kencang dan hampir saja membawa
terbang perempuan itu dari tempatnya. Cucuran air
hujan menampar seluruh wajahnya. Ia menyeka air
hujan itu dengan lengan jallaba-nya dan membuka
matanya, bukan seekor tikus, tetapi seorang lelaki.
Lelaki itu bergulung di tanah seperti seekor ulat bulu,
membongkar semua saku dalam tas perempuan itu.
"Kau tak berhak melakukan itu!"
"Ini kertas apa?"
"Itu surat-surat pribadi."
"Apakah kau punya suami yang lain?"
167 NAWAL EL-SAADAWI Jari-jari tangan lelaki itu aneh. Kertas itu terlipat
di dasar saku tas itu. Tidak ada jari yang dapat
menjangkaunya jika tidak terlatih terlebih dahulu
di sekolah kepolisian. Perempuan itu mengulurkan
tangannya dan merenggut kertas itu. Ia memasukkan
kertas itu ke dalam tenggorokannya dan menelannya.
Lelaki itu menyerangnya dengan sebuah gerakan
mendadak. Ia duduk di atas tubuh perempuan itu
dan memasukkan jarinya ke dalam tenggorokan
perempuan itu untuk mengeluarkan kertas itu. Ia
meraba-raba di bawah anak lidah dan di celah-celah
lipatan kulitnya. Napasnya keluar dari mulutnya
yang terbuka, seperti uap dari cerobong mesin uap.
Kemudian akhirnya ia menarik jarinya yang mengepit
sebuah benda kecil, seperti sebutir kacang atau sebutir
minyak beku. "Terlepas dari semua yang telah terjadi, kau patut
mendapat ucapan terima kasih dariku." Perempuan
itu mengucapkannya dengan suara penuh ikhlas.
Tubuhnya tampak lebih kuat. Ia lebih mudah
menghirup dan menghembuskan napas. Lelaki itu
berhasil mengeluarkan potongan kertas dari tenggorokan perempuan itu.
Tampaknya lelaki itu tidak mendengar perempuan
itu. Ia tengah memerhatikan gerakan kertas itu
di dalam tubuh perempuan itu. Belum pernah
168 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
sebelumnya ia berniat memerdayakan perempuan itu
dengan cara seperti ini. Ia memerhatikan perempuan
itu bolak-balik ke jamban. Secarik kertas itu tidak
akan lepas dari genggaman lelaki itu.
"Anggap itu sebuah perjanjian perkawinan. Lalu
siapa lelaki itu" Dan jika itu bukan perjanjian perkawinan, lalu apa" Surat cinta?"
Dalam mata lelaki itu cinta tidak terlalu berbahaya
dibandingkan dengan perkawinan, karena cinta tidak
mengikat. Ia mengambil sebatang rokok dari sakunya.
Ia menjentikkan jari saat ia menggesekkan anak korek
api. Ia duduk di atas sebuah tempayan yang penuh
berisi. Lingkaran asap menyebar di sekelilingnya.
Kemudian ia memandang ke arah cakrawala. Burung
elang telah mendarat di tepi danau, dan telah mulai
melahap sesuatu yang kecil dan menggeliat-geliat
seperti cacing di antara paruhnya.
"Jika dipikir-pikir, pada dasarnya semua itu
semata-mata perkara cinta, lalu cinta macam apa?"
Ini pertanyaan yang diajukan lelaki itu kepada dirinya sendiri sambil mengepulkan asap rokok. Ia
hanya tahu satu jenis cinta. Untuk cinta seperti itu
orang tidak harus membayar apa-apa. Perempuan
itu lelah berdiri, karena itu ia duduk di kursi. Di
balik pintu, lelaki itu mengintip perempuan itu dari
lubang kunci. Barangkali kertas itu sudah tercerna
169 NAWAL EL-SAADAWI sepenuhnya atau barangkali kata-kata di situ sudah
lenyap karena tintanya sudah meleleh. Lelaki itu
melihat perempuan itu menekan-nekan perutnya
dengan tangannya, seolah-olah ia sedang mencetak
kata-kata ke atas kertas itu, mencoba mencegahnya
jangan sampai hilang. Dapatkah seseorang mencinta
sampai sejauh ini!" Lelaki itu mendengar perempuan itu bersenandung dengan suara keras. Perempuan itu mulai
menyanyikan lagu yang biasa dinyanyikannya ketika
ia kanak-kanak. Suaranya semakin nyaring dan
menenggelamkan suara-suara yang lain. Nyanyiannya
mengalir keluar melalui pintu. Ia telah menyelamatkan
kertas surat kabar itu dan huruf-huruf di dalamnya.
Pikiran itu muncul ketika ia sedang duduk. Malam
perayaan ulang tahun itu malam yang terbaik untuk
melarikan diri. Lelaki itu sedang pergi ke perayaan.
Undangan itu dari Baginda Raja, dan lelaki itu pasti
hadir. Mereka mengenakan mantel yang indah dan
sepatu baru, dan duduk berjam-jam di balik pintupintu yang terkunci. Lelaki itu tidak dapat keluar
meskipun ia sakit perut. Lelaki itu pasti bergelung di
kursinya jam demi jam, dan ia bahkan mungkin baru
buang air seni sedikit sebelum Baginda Raja tiba.
Salah satu dari mereka meraba-raba di bawah tempat
duduknya, dan kemudian diam-diam menempelkan
170 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
ujung jarinya ke hidung. Matanya terbelalak ketakutan. Bau itu bukan bau air seni. Di jarinya ia
melihat lapisan hitam, bukan cairan dan bukan pula
benda keras. Baunya seperti bau minyak. Tetapi tidak
seorang pun dapat mengatakan sesuatu. Diam-diam,
mereka mengusapkan jari ke sarwal masing-masing,
dan tetap duduk di tempat, menunggu saat pintu
dibuka. "Barangkali perempuan itu dapat melintasi perbatasan sebelum lelaki itu kembali dari perayaan.
Lelaki itu tetap terpaku di balik lubang kunci.
Ia tidak tahu pasti kapan ia dapat menerkam.
Perempuan itu tampak seperti sedang tertidur sambil
duduk. Kepalanya terkulai di atas dadanya, dan
matanya terpejam. Lelaki itu menimbang-nimbang
mana yang lebih berbahaya. Jika kertas itu surat
cinta atau surat perjanjian perkawinan. Barangkali
ia dapat mengungkap kedua bahaya itu pada waktu
bersamaan, jika kedua lelaki itu dalam kenyataannya
satu orang dan orang yang sama.
Pada saat itu badai semakin besar, dan lubang
kunci itu menjadi tersumbat. Jalan di depan lelaki
itu tampaknya sepenuhnya terhambat, dan ia tak
dapat melihat apa-apa selain gelap yang pekat.
Lelaki itu dapat mendengar seolah-olah perempuan
itu sedang tertawa di balik pintu. Apakah mungkin
171 NAWAL EL-SAADAWI ada hubungan antara cinta dan minyak" Pikiran itu
menimbulkan ketakutan yang amat sangat pada lelaki
itu, dan ia melangkah mundur dan jatuh tertelentang.
Perempuan itu tidak melihat laki-laki itu terjatuh.
Love In The Kingdom Of Oil Karya Nawal El-saadawi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia membayangkan lelaki itu masih berada di balik
pintu. Rasa nyeri mencabik-cabik perutnya. Ia menghirup udara dengan terengah-engah. Itu bukan tawa
atau sedu sedan terputus-putus. Ia ingin berteriak
minta tolong, tetapi ingat lelaki itu ada di balik pintu
dan dapat menyerangnya jika suaranya terdengar oleh
lelaki itu. "Bagaimana kau bisa menarik rantai pintu
tanpa menimbulkan suara ribut?"
Tentu saja di situ tidak ada air, dan tidak ada apaapa untuk menghilangkan jejak. Perempuan itu tidak
ingin membuka pintu itu dan keluar begitu saja. Ia
terganggu sekali oleh bau itu. Campuran keringat,
minyak, dan sisa-sisa sarden dan acar. Apakah bau itu
menjijikkan" Tentu saja tidak. Bau itu sudah demikian
akrab dengannya, sehingga ada rasa cinta dirasakannya
pada bau itu. Namun, lelaki itu menutup hidungnya
dengan tangannya dan berteriak seolah-olah minta
tolong. Perempuan itu menggunakan kesempatan itu
untuk meloncat keluar dari pintu.
Matahari baru saja terbenam ke balik cakrawala.
Di sinar senja perempuan itu mulai mencari-cari
di tanah. Ia menemukan bidang tanah yang tertera
172 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
dalam peta. Ia mengangkat lengan dan menggali
tanah dengan pahat berulang-ulang. Tiba-tiba ia
merasakan pahat itu mengenai benda keras. Benda
itu sebuah patung kecil dari perunggu. Buah dadanya
jelas dan tidak menimbulkan keraguan. Pinggulnya
juga menunjukkan patung itu patung perempuan.
Di atas kepalanya ia menjunjung bola matahari dan
kedua tanduknya tunduk ke depan. Tidak diragukan
lagi patung itu patung Dewi Hathur. Siapa lagi kalau
bukan dia" Ada lubang di kepalanya dan kulitnya
sudah terkikis karena minyak dan air limbah bawah
tanah. Namun, wajahnya bulat; ada senyum di
bibirnya, dagu dan hidungnya sangat halus. Ada ikat
pinggang di pinggangnya yang camping, ular melilit
dan terikat erat di sekeliling keningnya. Di dadanya
hanya ada satu buah dada, barangkali minyak telah
menggerus buah dada yang satu lagi. Namun, katakata itu terpahat di atas batu dan namanya terukir
dalam sebuah bingkai: dewa berbuah dada tunggal.
Mata perempuan itu terbelalak dan ia memerhatikan
patung itu lebih cermat lagi. Ia tahu ada orang yang
menyingkirkan salah satu dari buah dada patung
itu. Lelaki itu berniat menyingkirkan buah dada
yang satu lagi, tetapi tidak cukup waktu untuk itu.
Ia juga mencoba menyingkirkan senyum patung itu,
atau menggambar garis di sekitar mulutnya untuk
173 NAWAL EL-SAADAWI memberi kesan wajah merengut, tetapi tubuh itu
tetap seperti semula, dengan pinggul yang bulat berisi
dan roh melayang-layang di sekeliling satu buah dada
seolah-olah buah dada itu buah dada seorang ibu.
"Patung ini akan menarik perhatian banyak pelancong, gelombang demi gelombang, dan mata uang
asing akan mengalir masuk."
"Kamu ini bicara apa?"
"Apakah kau tak mengerti kata-kata saya" Ada apa
dengan kau" Apakah kau sakit?"
"Tidak, tetapi aku mau minta cuti."
"Kau ini bicara apa?"
"Permintaan yang sederhana."
"Apakah kau sudah gila!?"
Atasan perempuan itu tidak mengerti apa yang
dikatakan perempuan itu. Perempuan itu menemukan
bukti-bukti pemalsuan, dewi-dewi ditukar menjadi
dewa-dewa. Perempuan itu tidak dapat berbicara
kepada suaminya tentang atasannya. Suaminya tak
akan tahan mendengarkan percakapan seperti itu.
Atasannya tidak tahan mendengar nama suaminya,
dan ia tidak tahan mendengar tentang kedua orang
laki-laki itu. Secarik kertas untuk menulis permohonannya, hanya itu yang diinginkannya, karena
tidak ada cuti jika tidak ada secarik kertas yang
174 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
dibubuhi tanggal berangkat, tanggal kembali, dan
tempat tujuan. Tanggal kembali harus dicantumkan
dengan jelas. Laki-laki boleh menghilang selama
tujuh tahun dan kemudian kembali ke istrinya yang
menunggunya, itu yang ditulis undang-undang,
sedangkan cuti yang dapat diperoleh perempuan itu
hanya cuti satu hari pada hari ia dikuburkan. Betapa
rapuhnya perbedaan antara cuti dan mati.
Sinar di bukit-bukit minyak telah sirna. Garis
besar jalan setapak lenyap dalam kelam. Perempuan
itu berhenti berjalan. Angin bersiul tetapi ia tak
mendengar apa-apa. Lubang telinganya penuh
tersumbat, dan pendengarannya hilang. Dapatkah
ia melarikan diri tanpa menimbulkan suara ribut" Ia
melihat arloji di pergelangan tangannya. Jarum besar
menunjuk angka tujuh, jarum kecil tidak bergerak,
dan jarum detik sudah patah. Andaikan saja ia dapat
menyeberang perbatasan sebelum matahari terbit.
Ia tak akan mencoba bergantung pada minyak,
seperti halnya ia bergantung pada cinta selama ini.
Jalan setapak di depannya tampaknya licin dan
bukit-bukit pasir tinggi-tinggi. Tidak ada perbedaan
antara mendaki dan menuruni bukit. Perempuan
itu membiarkan tubuhnya diombang-ambingkan
gerakan itu, seperti ketika ia membiarkan dirinya
diombang-ambingkan gerakan itu saat masih kanak175
NAWAL EL-SAADAWI kanak. Kepalanya menghentak-hentak menentang
kelam dan kakinya terbenam hingga lutut.
Malam menjelang. Minyak meluas tanpa batas.
Gelombang demi gelombang. Tidak ada bekasbekas cahaya dari desa. Tidak ada rumah dan tidak
ada jembatan. Perempuan itu memejamkan mata.
Ia membayangkan suaminya terbangun dari tidur
dan tidak menemukannya. Suaminya menjulurkan
lehernya ke arah pintu jamban. Jika pintu itu
tertutup, suaminya yakin ia ada di dalam, dan jika
pintu itu terbuka suaminya akan mengira ia ada di
Kisah Teladan Islam 3 Dewi Sri Tanjung 10 Rahasia Ki Ageng Tunjung Biru Serahkan Saja Pada Jennings 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama