Ceritasilat Novel Online

Bayi Pinjaman 1

Bayi Pinjaman Baby On Loan Karya Liz Fielding Bagian 1


Baby on Loan Bayi Pinjaman Liz Fielding Prolog "Apartemen itu mengerikan. Seperti kuburan. Dibayar pun aku tidak bakal mau tinggal di sana."
"Tempatnya tenang. Jessie perlu ketenangan untuk bekerja."
"Tidak ada anak kecil, binatang peliharaan, atau musik yang suaranya cukup keras sampai menembus dinding. Itu tidak normal."
"Jessie tidak suka kucing, takut anjing, dan tidak punya anak." Kevin tidak menambahkan "wanita yang beruntung" karena, walaupun itulah yang dirasakannya saat ini, ia yakin kurang tidur telah mengacaukan pikirannya.
"Dia tidak akan pernah punya anak kalau dia tidak beranjak dari hadapan komputernya dan bersenang-senang."
"Memangnya itu wajib""
"Seriuslah sedikit. Jessie pikir dia membuat ke-putusan yang tepat, tapi kita tidak bisa membiarkan satu pria brengsek membuatnya seperti ini. Dan bekerja di rumah juga tidak menolong. Setidaknya kalau kau bekerja di luar, mau tak mau kau harus bicara dengan orang-orang, berinteraksi dengan mereka, berhadap-hadapan..." Mereka bertukar pandang tanpa daya. "Kau bisa saja meninggal di Taplow Towers yang tenang itu dan tidak ada yang tahu." Bayi mereka yang sudah terdiam selama tiga puluh detik untuk mengumpulkan tenaga, melanjutkan lagi tangisan protesnya akibat pertumbuhan gigi di bawah gusi kecilnya yang lembut.
"Yang pasti hal itu tidak mungkin terjadi di sini."
Faye mengabaikan suaminya, sambil menggumamkan suara-suara membujuk yang menenangkan pada putra mereka. Percuma. Si bayi sedang menderita dan berniat membuat dunia ikut menderita bersamanya. "Apa kaulihat bagaimana cara wanita di lobi itu menatap Bertie yang malang waktu kita hendak berangkat"" lanjut Faye, seolah-olah tidak pernah disela. "Seakan-akan Bertie mengidap penyakit menular." Ia berhenti untuk menyeka air liur dari mulut anaknya. Lalu melanjutkan, "Kurasa Jessie sudah melupakan Graeme. Ia terlalu tenang menghadapi masalah itu, terlalu terkendali.... Ia perlu meluapkan-nya, menjadi benar-benar marah-"
"Dan jatuh cinta lagi""
"Tepat! Dan lebih cepat lebih baik. Mengurung din seperti itu tidak normal-"
"Ini yang tidak normal." Menyadari mereka sama sekali tidak mungkin bisa tidur, Kevin berguling turun dari tempat tidur, lalu mengambil alih putranya yang masih bayi dan istrinya, dan mendekapnya di bawah dagunya. Ia terus mondar-mandir nyaris tanpa henti dengan langkah panjang-panjang yang mulai meninggalkan bekas di karpet.
"Giginya sedang tumbuh. Tidak akan lama," Faye menghibur suaminya sambil menjatuhkan diri ke atas tempat tidur.
"Itulah yang kaukatakan minggu lalu."
"Kita hanya membutuhkan tidur yang nyenyak."
"Tidur yang nyenyak" Apa artinya" Aku punya ingatan samar-samar bahwa-"
"Berhentilah mengeluh dan berpikirlah sementara kau berjalan. Kita harus melakukan sesuatu untuk menolong adik perempuanmu itu. Sebentar lagi dia bakal menandatangani kontrak untuk tinggal lima tahun di tempat yang mengerikan itu-"
"Tempat itu tidak mengerikan. Itu apartemen yang sangat bagus. Aman."
"Dia terlalu muda untuk menginginkan "aman". Tempat itu tidak baik baginya, Kevin."
Kevin melihat bayangannya sendiri sewaktu melewati cermin. Wajahnya suram, sekeliling matanya tampak gelap. "Ini tidak baik bagiku. Aku perlu tidur. Bukan hanya semalam. Tapi seminggu." Ia berbalik menghadap istrinya; Faye tidak kelihatan lebih baik. "Begitu juga kau."
"Ya, aku juga. Kita membutuhkannya." Kemudian Faye tersenyum, setengah mengantuk. "Nah, begitu saja. Masalah sudah terpecahkan."
Satu Ayolah, Patrick! Semua orang akan pergi. Tak ada satu orang pun yang bakal tersisa di London-"
Patrick Dalton dengan mudah menahan keinginannya untuk tersenyum. "Hanya kau dan tujuh juta orang lainnya-"
"Jangan menertawakanku! Aku serius!"
Tertawa" Dia pasti bercanda. Patrick sedang tidak ingin tertawa ataupun memanjakan keponakannya. Menilik cara semuanya berlangsung, keponakannya itu akan segera bebas; sementara itu, tidak ada salahnya jika anak itu sekali-sekali bersikap baik.
"Aku juga, Carenza." Penggunaan nama panjangnya biasanya sudah cukup sebagai peringatan bahwa Carrie terlalu memaksakan keberuntungannya. "Kau berjanji dengan s
ungguh-sungguh akan menjaga rumah sementara aku pergi. Dan aku sungguh-sungguh percaya kau akan menepati janjimu, kalau tidak aku pasti sudah menggunakan jasa pelayanan pengurus rumah tangga yang biasa kugunakan."
"Bukankah kau sendiri yang bilang bahwa mereka tidak bisa menyediakan orang dengan pemberitahuan yang begitu mendadak""
Kata-kata Carrie begitu tajam hingga Patrick heran anak itu tidak memotong dirinya dengan lidahnya sendiri. "Kurasa aku bilang akan sulit bagi mereka untuk menyediakan orang dengan pemberitahuan yang begitu mendadak."
"Oh, jangan sok... sok... seperti pengacara begitu!"
"Jangan mengejek, Carrie, profesi itu yang membayar semua tagihan. Tagihan yang cukup sering mencantumkan namamu."
Tanpa malu-malu, Carrie berganti taktik. "Kau kan bisa menelepon agen pengurus rumah tangga sekarang dan bertanya apa mereka bisa menemukan seseorang. Bisa, kan"" Bahkan gema hampa dari satelit komunikasi pun tidak bisa menyembunyikan nada merengek yang dimaksudkan agar Patrick menuruti keinginannya.
"Sekarang" Kalau aku tidak salah, sementara di sini sekarang siang, aku cukup yakin bahwa di London sudah tengah malam. Kurasa agennya tidak-"
"Kalau begitu nanti," desak Carrie, sepertinya semangatnya tidak berkurang oleh kurangnya antusiasme pamannya. "Kau bisa menelepon agensi itu nanti."
"Aku memang bisa," jawab Patrick ketus, "tapi buat apa"" Kasus penipuan yang ditanganinya selama berminggu-minggu dan dijadwalkan maju.
sidang minimal tiga bulan sudah menyibukkannya sedemikian rupa, hingga membuat Patrick enggan melayani kemanjaan keponakannya yang berusia delapan belas tahun itu. "Kau tidak punya uang untuk melancong keliling Eropa, kalau tidak kau tidak akan menghabiskan musim panasmu di London menjaga rumahku. Omong-omong, kau juga tidak bakal menggunakan teleponku untuk meneleponku lewat sambungan internasional."
"Sekarang kan sudah tengah malam," Carrie mengingatkan pamannya. "Tarifnya murah. Dan sebenarnya itu juga masalah lain yang ingin kubicarakan."
"Apa itu""
"Uang. Kupikir mungkin kau bisa meminjami aku uang sampai Mummy bisa berpikir jernih."
"Untuk berkeliling Eropa selama musim panas" Apa kau gila" Ibumu bisa kena serangan jantung."
"Aku tidak akan memberitahunya kalau kau tidak," tukas Carrie sambil tertawa cekikikan seperti gadis kecil yang tidak bisa membodohi Patrick barang satu menit pun.
"Usaha yang bagus, Sayang, tapi lupakan saja." Tahun ini Eropa terpaksa hanya menjadi impiannya. "Dapatkan nilai-nilai yang lebih bagus saat kau mengikuti ujian ulangmu November nanti dan aku akan memberimu cek yang besar supaya kau bisa pergi main ski pada liburan Natal. Sementara itu, kusarankan kau menggunakan minggu-minggu mendatang yang panjang dan sepi ini untuk belajar, belajar, dan belajar."
Carrie mengumpat kasar tentang belajar. "Bagaimana kau bisa begitu kejam""
"Perlu latihan, malaikatku." Dan Patrick sudah sangat sering berlatih karena beberapa wanita tidak bisa menerima penolakan halus. "Katakan padaku, bagaimana kabar, eh. pohon ficus-ku yang berharga" Kuharap kau tidak lupa menyiramnya, kan"" Jawaban Carrie, seperti yang sudah diduganya, singkat dan berirama. "Airnya suam-suam kuku, jangan lupa," balas Patrick dengan lembut.
"Oke," kala Carrie sambil menghela napas. "Aku akan melakukannya sekarang. Aku akan menyiram mereka dengan air suam-suam kuku, kemudian aku akan mengeluarkan mereka dari pot dan memotong semua akarnya." Lalu ia membanting telepon.
Patrick tertawa, merasa jauh lebih baik karena percakapan tadi. Ia sama sekali tidak mencemaskan tanaman rumahnya yang malang; tanaman-tanaman itu ide ibu Carrie, begitu juga perawatan rutinnya yang rumit. Kakak perempuannya telah mendesak Patrick untuk menyuruh anaknya menjaga rumah selama ia berada di Timur Jauh. Yang dibutuhkan Carenza, tandas Leonora, adalah tanggung jawab, sesuatu yang membuatnya merasa dipercaya, sesuatu yang bisa membuat putrinya itu tetap tinggal di London, dan memusatkan pikiran pada ujian ulangnya. Berlawanan dengan akal sehatnya. Patrick setuju.
Dan Patrick memang membutuhkan orang untuk menjaga rumahnya. Ia tidak mung
kin meninggalkan rumahnya tanpa penjagaan selama ia menangani kasus ini, yang menurut perkiraannya bakal memakan waktu, lapi sepertinya dua minggu menyirami tanaman sudah menguras kapasitas tanggung jawab Carrie sampai pada batasnya, apalagi sekarang teman-temannya meninggalkannya untuk bersenang-senang di Eropa. Memang sulit.
Jessie mematikan pancuran. Seseorang membunyikan bel pintu depan dan sepertinya jari orang itu terjepit. Seandainya tidak, orang itu sebaiknya punya alasan yang sangat bagus karena membuat keributan seperti ini.
"Baik, baik! Aku datang"." teriaknya sambil meraih jubah mandi, membungkus rambutnya yang basah dengan handuk, dan menuju pintu. Sewaktu ia membuka kunci, dering bel mendadak berhenti- walaupun mungkin sekarang bunyinya sudah membangunkan separo penghuni Taplow Towers, yang pasti tidak akan memandang Jessie dengan ramah pada jam setengah tujuh pagi begini.
Jessie memasang rantai, memutar kunci, dan membuka pintu beberapa senti. Tak ada seorang pun di sana. Lalu ia menunduk. Sepasang mata yang memesona balas memandangnya.
Sejenak hatinya meleleh, kemudian ia menyadari bahwa meskipun Bertie pandai, keponakannya yang menggemaskan itu tidak mungkin membunyikan bel sendiri. Ia melepaskan rantai pintu. "Faye" Kevin" Ada apa"" tanyanya sambil membuka pintu.
Kakak dan iparnya sama sekali tidak kelihatan. Yang ada hanyalah selembar kertas kuning kecil dengan tulisan tangan Kevin. ditempel di pintu kayu yang mengilap. Jessie menariknya, mengangkatnya ke depan wajah, dan menyipitkan matanya untuk membaca kata-kata yang tertulis di situ. Merasa salah membaca pesan itu, Jessie meraba-raba mencari kacamata di kantong jubahnya. Tulisan itu langsung menjadi jelas. "Tolong jaga Bertie selama beberapa hari," bacanya. "Kami akan menjelaskan saat kami kembali. Love, Kevin dan Faye."
Kembali" Kembali dari mana" Pasti ada yang salah! Sangat salah!
Tiga lantai di bawah ia mendengar pintu lift terbuka. "Kevin!" ia berputar melewati kereta Bertie dan bergegas menuju tangga. "Tunggu!" Ia sudah setengah jalan menuruni tangga ketika dihentikan oleh suara mencela tetangganya di lantai bawah.
"Ada yang salah, Miss Hayes""
Dalam dunia Jessie yang teratur tidak pernah ada yang salah. Ia mengantisipasi masalah-masalah rasional dan mengatasinya sebelum masalah itu sempat berkembang. Dan belakangan ini ia sangat berhati-hati untuk menghindari masalah emosional.
Beberapa meter di atasnya Bertie terisak dalam keretanya, merengek pelan, dan dengan ngeri Jessie menyadari bahwa ia mungkin baru saja mendapat masalah. Jauh di bawahnya, pintu depan dibanting keras. Ini masalah yang rasional dan emosional, dan ia berada dalam kesulitan besar.
Taplow Towers tempat tinggal yang damai dan tenang. Tidak ada musik keras, binatang peliharaan, dan yang pasti tidak ada anak kecil, selain kunjungan-kunjungan singkat yang dibatasi hanya pada siang hari.
Dorothy Ashton, anggota Residents Association yang memiliki telinga setajam kelelawar, menengadah waktu Bertie merengek lagi satu hal yang ditakutkan Jessie merupakan pendahuluan dari sesuatu yang lebih keras lagi. "Apa itu tadi"" tanya Dorothy curiga.
"Bukan apa-apa." Jessie berdeham keras. "Aku hanya sedikit batuk, itu saja." Ia terbatuk-batuk kecil untuk membuktikannya. "Aku minta maaf tentang keributan tadi. Aku sedang di kamar mandi dan tidak bisa membuka pintu secepatnya." Tapi ia yakin itu bukan kebetulan. Alasan di balik kunjungan sepagi ini adalah untuk meyakinkan bahwa ia sedang tidak mengenakan apa-apa selain jubah mandi dan tampang cemberutnya sehingga tidak bisa mengejar kakaknya untuk menuntut penjelasan.
Dan mereka berhasil. Lebih dari yang Kevin harapkan, karena pengejaran itu sekarang lebih terhambat lagi oleh keharusan memasukkan Bertie ke dalam apartemennya tanpa terlihat Dorothy Ashton.
Jessie melambaikan pesan tadi sebagai bukti kejujurannya sambil kembali menaiki tangga. "Itu tadi Kevin. Kakakku. Dia meninggalkan pesan." Kemudian sambil batuk lagi dan mencengkeram jubahnya untuk menghalang-halangi kalau-kalau wanita itu berniat mengikuti langkahnya dan memperpanjang kel
uhannya, ia berkata, "Maaf, permisi, kurasa tadi aku meninggalkan shower menyala." Ia tersenyum minta maaf.
Lady Ashton tidak tergugah oleh seulas senyum. "Anda tahu kami tidak akan menoleransi kebisingan, Miss Hayes. Anda masih dalam masa percobaan untuk diizinkan tinggal di sini. Tamu-tamu Anda hari Minggu kemarin sangat berisik-"
"Aku tahu dan aku minta maaf, tapi gigi Bertie mulai tumbuh. Aku sempat membawanya keluar sebentar kok." Waktu itu Jessie menyediakan diri untuk mengajak Bertie berjalan-jalan dan memberi kesempatan kepada para tetangganya untuk istirahat sebentar. Sambil memeluk tubuh Bertie yang hangat, ia berjalan-jalan di sekitar taman kecil di tengah lapangan. Saat ia kembali. Kevin dan Faye yang malang tertidur di sofa. "Itu tidak akan terjadi lagi," tambah Jessie cepat. "Aku janji." Tidak ada... tidak ada yang akan merusak kesempatannya untuk bisa tinggal di Taplow Towers.
Tempat ini damai. Tenang. Sepenuhnya mudah ditebak. Taplow Towers bukan jenis tempat di mana pria-pria tampan akan mengetuk pintu seorang wanita waktu mereka kehabisan kopi. Jessie seharusnya sadar bahwa seorang perayu ulung seperti Graeme pasti sudah banyak berlatih. Dan, cepat atau lambat, bakal kehabisan kopi lagi.
Di Taplow Towers ia bisa bekerja di depan komputernya sepanjang siang, dan malam kalau ia mau, tanpa risiko adanya gangguan sedikit pun. Ia
sudah pernah mengalami semua gangguan yang sanggup ditanggungnya...
Tapi untuk bisa tinggal di situ bukanlah hal yang mudah. Residents Association merasa lebih aman menerima wanita-wanita "usia tertentu", tapi pernyataan Jessie yang agak tidak jujur bahwa dia baru saja "kehilangan" tunangannya bisa diterima. Dengan bijaksana mereka mengubah pokok pembicaraan, dan kelihatannya mereka yakin bahwa hati Jessie sudah patah tanpa dapat diperbaiki lagi, sehingga ia diberi masa percobaan. Yang masih harus dijalaninya selama satu bulan lagi. Sekali salah langkah, ia hanya punya waktu 24 jam untuk meninggalkan apartemennya. Syarat itu ada dalam peraturan dan ia sudah menandatanganinya tanpa keberatan.
Sedikit menjilat mungkin lebih bijaksana, putusnya. "Aku benar-benar minta maaf karena sudah mengganggu Anda, Lady Ashton."
"Baiklah. Miss Hayes. Kita tidak akan ber-panjang-lebar lagi. Saat ini." Dan dia akhirnya tersenyum. "Semua orang diperbolehkan membuat satu kesalahan." Di belakang Jessie isakan Bertie semakin keras dan gadis itu pun terbatuk-batuk makin keras dan kembali menaiki tangga. "Sebaiknya kau minum madu dan lemon untuk batukmu, Sayang."
"Ya." Batuk-batuk. "Aku akan meminumnya." Batuk. "Terima kasih."
Begitu Dorothy Ashton masuk kembali ke apartemennya, Jessie berbalik, mencengkeram pegangan
kereta Bertie, dan mendorongnya ke dalam, lalu menutup pintu di belakangnya tanpa suara.
Kemudian ia berputar dan bersandar di pintu, serta menarik handuk dari rambutnya. Hatinya diliputi kejengkelan sekaligus kerinduan ketika menunduk menatap keponakannya yang masih bayi.
Wajah Bertie yang mungil berkerut seperti pria dewasa waktu mencoba memusatkan pandangan pada Jessie. Berusaha menenangkannya, Jessie menunduk lebih dekat. "Nah, Bertie," gumamnya sambil mengusap pipi Bertie yang lembut dengan punggung jarinya. "Kau sudah membuatku berada dalam kesulitan besar."
Ternyata melakukan hal itu adalah suatu kesalahan. Tinggi dan rupa Jessie memang hampir sama dengan Faye, tapi Bertie mengenal suara ibunya. Wanita ini bukan ibunya. Bertie membuka mulutnya, bertekad membuat bukan hanya Jessie tapi juga seluruh dunia tahu persis apa yang dirasakannya tentang hal itu.
"Shh!" kata Jessie. "Shh! Ayolah, Bertie!" Meskipun pengetahuannya tentang bayi hanya sedikit, Jessie mengerti bahwa kalau ia tidak bisa membuat Bertie bahagia dan tenang, hari-harinya di Taplow Towers akan segera berakhir. Ia mengangkat Bertie, dan memeluknya di bahu. "Aku akan menemukan Mummy dan Daddy... segera. Semuanya akan baik-baik saja. Aku janji." Bertie, untuk beberapa alasan, tidak bisa diyakinkan.
Secara insting Jessie mulai berjalan mondar-mandir di atas karpet tebal, seperti yang dilakukan Faye hari Minggu kemarin. Ia kem
bali mengingat wajah kakak iparnya yang pucat dan kelelahan. Kevin sendiri tidak kelihatan lebih baik dan dia masih harus bekerja...
Dan sekarang mimpi buruk lainnya pasti sudah menimpa mereka. Ketika melewati meja, Jessie meraih telepon. Ia ragu Kevin dan Faye ada di rumah untuk menerima telepon, tapi ia bisa meninggalkan pesan. Mereka pasti memeriksa pesan-pesan, iya kan" Tak peduli keadaan darurat seperti apa pun yang membuat mereka pergi.
Tapi Jessie tidak perlu meninggalkan pesan apa pun. Mereka sudah meninggalkan satu untuknya.
"Jessie sayang, kami butuh tidur, maksudku benar-benar butuh tidur, dan Faye pikir-kami pikir-karena kau bukan hanya bibinya Bertie melainkan juga ibu baptisnya, kau tidak akan keberatan-"
Faye menyelanya, "Tidak ada lagi yang bisa kami mintai "
Minta" Minta" Mereka tidak meminta, karena mereka tahu pasti apa jawabannya! Mereka tahu ia tidak bisa mengasuh bayi di Taplow Towers!
"Aku akan membawa Faye pergi untuk beberapa hari, tidak ada telepon, tidak ada bayi," kata Kevin mengakhiri pesannya. Kemudian seperti mendapat gagasan lagi, dia menambahkan, "Kami akan melakukan hal yang sama untukmu suatu hari nanti. Janji."
"Tidak mungkin," Jessie mendengus. Kemudian, merasa ngeri dengan kerumitan masalahnya, ia
menatap Bertie. Bertie balik menatapnya sejenak sebelum mengumpulkan tenaga untuk menangis sekencang-kencangnya. "Jangan. Bertie!" pinta Jessie. "Kumohon. Sayang!" Bertie tidak mendengarkan.
Tapi semua orang mendengar Bertie.
"Panggilan terakhir untuk Penerbangan British Airways menuju London, para penumpang diharap melapor ke..."
Patrick mengambil boarding pass-nya dari petugas check-in dan berjalan ke bagian Keberangkatan. Ini hari keberuntungan Carenza. Berkat kliennya yang mengubah pengakuannya pasti dia menerima bayaran yang tidak sedikit untuk melakukan hal itu demi melindungi orang-orang di posisi penting-Patrick akan segera pulang. Karena tidak sudi berbagi rumahnya dengan siapa pun. apalagi dengan gadis berusia delapan belas tahun, Patrick akan "meminjamkan" uang pada Carrie supaya bisa bergabung dengan teman-temannya di Prancis. Dan sebagai gantinya Carrie harus menjanjikan beberapa hal serius mengenai pekerjaan. Dalam 24 jam lagi gadis itu akan bebas.
"Bagaimana" Kau mau menerimanya""
Menerimanya" Jessie hanya punya waktu satu jam sebelum ia benar-benar jadi gelandangan. Ia akan mensyukuri tempat apa pun yang memiliki pemanas air yang berfungsi serta atap yang tidak bocor. Rumah ini melebihi mimpinya yang paling liar sekalipun. Dan yang terpenting, ia bisa langsung menempatinya. Sekarang. Saat ini juga. Rasanya terlalu bagus untuk jadi kenyataan.
"Aku bisa langsung pindah kemari"" Jessie perlu meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia tidak sedang berhalusinasi. Terjaga selama 29 jam, hanya sempat tidur dua puluh menit, dan sama sekali tidak memperoleh ketenangan bisa membuat orang mulai
berhalusinasi. "Tentu saja!" Carenza Finch kelihatan terlalu muda untuk menjadi pemilik rumah sebesar ini, tapi Jessie tidak mencemaskan hal itu. "Aku tidak bisa meninggalkan rumah ini dalam keadaan kosong, selain itu aku perlu seseorang yang bisa kupercayai untuk memberi makan Mao-ku sayang selagi aku pergi." Kucing itu, satu-satunya kekurangan dalam penataan rumah yang sempurna ini, mengedip ke arah Bertie, yang duduk di atas pangkuan Jessie. Bertie berhenti menggigiti kemeja Jessie dengan gusinya dan menatap balik. "Aku sudah hampir kehilangan akal."
"Benarkah"" Ada epidemi, ya" Bisa minta imunisasi, tidak" Apa gadis itu juga sudah gila"
"Tentu saja. Jadi kalau kau suka, aku hanya butuh uang sewanya," desak Carrie, "dan tempat ini milikmu: kunci, barang-barang, dan semua perabot lainnya selama tiga bulan ke depan." Dia mengulurkan pena. "Yang harus kaulakukan hanya tanda tangan di sini."
Jessie mengeluarkan kacamata dan kantongnya,
memakainya, dan membaca surat perjanjian sewa dengan mata perih karena kurang tidur. Surat itu kelihatannya surat standar yang digunakan agensi yang sudah dihubunginya. Jessie cepat-cepat menandatangani surat itu dan menghitung uang jaminan dan uang sewa untuk tiga bula
n di muka. Tunai. Mereka berdua tidak punya waktu untuk menunggu ceknya cair.
Carenza Finch menghitung ulang dengan gembira, kemudian menyerahkan kunci. "Semuanya milikmu," katanya, sambil melipat uang itu dan memasukkannya dengan hati-hati ke sabuk uang yang tersembunyi di balik kaus tangan panjangnya. "Kau akan menjaga Mao dengan baik, kan" Dia suka hati dan ikan cod segar-kau harus mencampurnya dengan tangan untuk memeriksa kalau-kalau ada tulang-dan ayam cincang. Aku sudah menuliskan semuanya untukmu..." Jessie berusaha keras supaya tidak bergidik. Demi mendapatkan atap di atas kepalanya, ia bersedia mencincang daging ayam. "Oh. dan daftar cara merawat tanaman ada di papan pengumuman."
Oh, bagus. Jessie akan berusaha tidak membunuh tanaman-tanaman itu, walau apa pun yang rapuh cenderung layu kalau ia mendekat dalam jarak tiga meter saja. Tapi ia selalu bersungguh-sungguh melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya. Kalau tidak, mana mungkin Kevin dan Faye berani meninggalkan anak pertama mereka di depan pintunya" Mereka tahu mereka bisa mempercayainya.
Mungkin ia harus melakukan sesuatu yang benar-benar memalukan dalam waktu dekat, sesuatu yang cukup buruk supaya mereka berpikir dua kali sebelum melakukan hal ini lagi.
"Apa kau sudah meninggalkan nomor telepon dokter hewan"" tuntut Jessie sambil mengikuti Carenza ke pintu. Tidak segampang itu menjadi orang yang tidak bertanggung jawab. Ia masih harus mengusahakannya "Dan siapa yang" harus kuhubungi kalau ada keadaan darurat" Kau sudah meninggalkan alamat yang bisa kuhubungi""
"Aku tidak berencana untuk menetap di mana pun selama tiga bulan ini," kata Carrie, sambil mengangkat ransel yang kelihatannya berat. "Jangan khawatir, tidak ada bencana yang akan terjadi." Salah. Bencana itu sudah terjadi. "Sampai ketemu tiga bulan lagi."
Tiga bulan. Waktu untuk mencari Taplow Towers yang lain. Tidak terlalu buruk. Lagi pula masalah dengan Bertie ini hanya situasi sementara. Faye tipe ibu yang sangat melindungi dan Kevin tergila-gila pada putranya. Walaupun kecapekan, mereka tidak bakal sanggup hidup lebih dari beberapa hari tanpa Bertie. Dan mereka berdua pasti tahu betul apa akibat perbuatan mereka ini pada hidup Jessie.
Mereka akan kembali -merasa malu dan b r-salah karena menjerumuskan Jessie ke dalam situasi ini, keadaan akan kembali normal, dan dalam hitungan jam hidupnya akan berbalik lagi, berjalan seperti biasa Satu-satunya hal yang tidak bakal sama lagi hanyalah Taplow Towers.
23 Seandainya saja kakak dan iparnya itu menelepon, menjelaskan, Jessie bisa saja menginap di rumah mereka selama satu-dua hari. Sebaliknya mereka malah mengirim semua perlengkapan Bertie padanya lewat pos kilat, serta paket khusus berisi popok sekali pakai. Jessie tahu apa isi paket itu, karena tulisannya dicetak besar-besar pada seluruh permukaan paketnya. Penjaga pintu tidak mengatakan apa-apa waktu mengantarkan paket-paket itu ke apartemennya. Dia tidak perlu melakukannya. Ekspresi wajahnya yang muram sudah cukup mengungkap semuanya. Jessie sudah pasti menghadapi bencana.
Kurang tidur pasti sudah mengganggu otak mereka. Dan jika mereka memang berniat membuat Jessie diusir. Faye dan Kevin sudah melakukan tugasnya dengan sangat baik.
Semua ini bukan salah Bertie. Jessie menarik napas dalam-dalam dan mencium rambut hitam Bertie yang ikal. Lalu memeluknya. Jessie tidak yakin apa manfaatnya bagi Bertie, tapi itu membuatnya merasa jauh lebih baik.
"Maaf. Sayang, tapi aku harus menaruhmu sebentar sementara aku membuat secangkir teh." Bertie. dengan mata bulat besarnya yang masih terpaku pada Mao, masuk dalam kereta dorongnya tanpa memprotes. Kucing itu menguap. Bertie menggeliat senang dan tersenyum.
Terpukau oleh pemandangan itu, Jessie diam, dan selama beberapa saat yang menyakitkan, ia menyadari bahwa keponakannya yang masih bayi itu adalah hal paling indah yang pernah dilihatnya.
24 Graeme sialan. Kucing itu mengeong minta keluar mengalihkan Jessie dari perasaan mengasihani diri yang membosankan. Bertie mengawasi kucing itu berjalan pelan-pelan ke taman, mulai merengek waktu Mao menghilang ke
dalam semak-semak, lalu tangisannya melengking.
"Oh..." Jessie menatap Bertie dan menelan kembali kata-kata yang hampir terloncat keluar dan bibirnya. "Mao!" panggil Jessie. Tapi kucing itu sudah hilang. Bagaimana kalau dia tidak pernah kembali" Dua jam yang lalu Jessie tidak akan peduli, tapi kalau Bertie menyukai kucing itu, maka Jessie harus membeli ayam paling mahal dari Fortman dan mencincangnya untuk memikat makhluk yang berharga itu. Mungkin ada gambar kucing di suatu tempat....
Carenza memungut koran bekas, memakainya untuk menaungi matanya dari pantulan air laut yang
menyilaukan. "Bukankah itu kasus pamanmu"" kata Sarah sambil menoleh ke belakang untuk membaca berita utama. KASUS PENIPUAN TIMUR JAUH. "Benar, lihat, ada fotonya." Dia merebut koran itu dan tersenyum lebar. "Wow, dia seksi sekali!"
"Oh, to-long! Dia cukup tua untuk menjadi ayahmu."
"Nyaris seumur ayahku." Sarah menghela napas. "Aku ingat waktu dia datang ke hari pidato, bertahun-tahun yang lalu... Dia kelihatan sangat
25 menderita. Sangat... tertutup. Aku berfantasi tentang dia selama berminggu-minggu. Menenangkannya, membuatnya hidup lagi..." Sarah menyeringai. "Yah, kau tahu..."
Carenza memutar bola matanya. "Aku tahu. Kau dan separo perempuan di London yang menurut ibuku, orang-orang bodoh. Pamanku sudah kehilangan belahan jiwa dan juga bayi perempuannya. Melupakan hal seperti itu... yah, kurasa kau takkan pernah bisa melakukannya. Hanya pekerjaanlah yang membuatnya bertahan. Mum bilang, kalau dia tidak bersantai, mungkin dia bakal menjabat Lord Chief Justice."
"Sia-sia sekali." Kemudian Sarah membaca, "Terdakwa Mengubah Pengakuan"" Apa artinya""
Carenza mengerutkan kening, mengambil koran itu dari temannya supaya bisa membacanya sendiri, lalu mengerang. "Artinya, Sarah, aku dalam masalah besar. Aku sudah menyewakan rumahnya pada seorang wanita dengan bayinya yang senang menangis sekeras-kerasnya..." Mereka bertukar pandangan ngeri. "Dan mungkin pamanku sedang dalam perjalanan pulang sekarang. Bagaimana aku bisa setolol ini""
"Karena kau sudah banyak berlatih"" usul Sarah berusaha membantu temannya.
Ada banyak gambar. Lukisan Belanda di atas perapian di ruang makan semi basement di sebelah dapur. Satu seri gambar kartun pengacara-pengacara yang mengenakan wig dan jubah di
26 tangga, dan gambar kuda di ruang duduk di lantai atas.
"Lihat kuda yang cantik ini, Bertie," bujuk Jessie. Bertie tidak terkesan.
Ada lukisan pemain cricket abad ke-19 yang terkenal di tangga utama dan lorong, setidaknya Jessie menduga mereka terkenal, kalau tidak, tak akan ada yang mau repot-repot melukis mereka.
Tidak ada kucing. Kamar tidur utama didekorasi dalam warna merah yang hangat dan dilengkapi perabot kayu walnut yang antik. Tidak terlalu cocok dengan gambaran Carrie: celana panjang cargo, tindikan di hidung, dan model rambutnya yang radikal.
Kamar kedua dibuat menjadi ruang kerja, dengan rak buku yang tingginya sampai ke langit-langit rumah dan penuh berisi buku-buku hukum. Jessie ingat gambar kartun tadi dan bertanya-tanya apakah gambar-gambar itu milik keluarga. Mungkin pemilik rumahnya yang baru mewarisi rumah dan buku-bukunya. Itu bisa menjelaskan banyak hal.
Ada meja yang luar biasa besar dengan ruang yang cukup untuk pemindai dan komputer yang dibawanya. Ia belum sempat menghubungkan keduanya. Kalau Bertie sudah tidur, janji Jessie pada dirinya sendiri, ia akan mulai bekerja, mencoba mengejar ketinggalannya.
Jessie belum melihat kamar yang ketiga. Carrie hanya melewatinya, menggumamkan sesuatu tentang kamar yang dijadikan gudang dan sudah tidak digunakan selama bertahun-tahun itu. Pintunya
27 keras, sepertinya belum pernah dibuka untuk waktu yang cukup lama, tapi di balik debu. cat kamar itu berwarna kuning-putih yang ceria hingga bakal kelihatan cerah bahkan di malam gelap sekalipun. Tapi tidak ada gambar apa-apa, hanya beberapa kotak yang kelihatannya tidak pernah dibuka selama bertahun-tahun.
Jessie kembali ke dapur sambil berharap Mao sudah kembali. Kucing itu belum kembali, tapi Bertie, yang sudah kecapekan, akhirnya tertidur dalam pelukan Jessie.
Mer asa lapar tapi tidak mau mengusik si bayi yang sedang tidur, Jessie menemukan setengah bungkus biskuit cokelat yang ditinggalkan Carenza, lalu dengan hati-hati ia duduk di kursi berlengan yang besar dan nyaman, dan mulai makan dengan lahap.
Jessie pasti sudah tertidur waktu biskuitnya baru setengah digigit karena sewaktu Mao, yang mengeong dan mencakar-cakar jendela membangunkannya, ada remah-remah cokelat mengotori bagian depan kemejanya: sisa biskuitnya sudah jatuh ke lantai dengan sisi cokelatnya terbalik di atas karpet.
Jessie lalu memasukkan kucing itu, memandikan dan menyuapi Bertie, dan akhirnya menidurkannya dalam tempat tidurnya. Lalu Jessie menjatuhkan kemejanya yang sudah kusut dan ternoda cokelat dalam keranjang cuci beserta seluruh pakaiannya, menarik kaus, benda pertama yang bisa diraihnya, menggosok gigi. dan roboh ke tempat tidur.
Sejenak sebelum tertidur, dalam benaknya Jessie melihat biskuit cokelat yang tergeletak di atas
28 karpet Persia di ruang duduk dan menyadari seharusnya ia bangun dan membersihkannya. Dan menyalakan alarm antimaling. Lalu semuanya hilang.
Patrick menjatuhkan tasnya di koridor dan berjalan menuju sistem alarm untuk memasukkan nomor kodenya. Alarmnya tidak dinyalakan. Carenza pasti lupa. Seharusnya Patrick tidak menyerah pada permintaan kakaknya dan mengizinkan Carenza
tinggal di sini. Besok ia akan menulis cek untuk Carenza. gadis itu akan langsung pergi seperti salju di bulan Agustus dan semuanya akan kembali normal.
Yah, setidaknya hampir normal. Sekarang tengah malam di London, tapi ia sudah tidur di pesawat dan mungkin bakal perlu beberapa hari sebelum tubuhnya bisa menyesuaikan diri lagi. Saat ini, ia masih terjaga dan lapar.
Patrick hanya berharap masih ada sesuatu yang bisa dimakan di kulkas. Ia menyalakan lampu dapur, menelan ludah, dan dengan teguh berusaha mengabaikan bak cuci yang penuh dengan piring-piring kotor.
Lebih sulit lagi untuk mengabaikan aroma familier yang samar-samar dan menganggu itu. Aroma yang tidak terlalu diingatnya. Mungkin karena terhalang bau ikan kukus.
Bunyi remah-remah biskuit yang hancur seperti pasir di bawah kakinya yang mengalihkan perhatian Patrick juga tidak membuatnya merasa lebih baik.
29 Lupakan ceknya. Carenza akan sangat bersyukur bisa lolos dan sini saat Patrick sudah selesai berurusan dengannya. Menjaga rumah, huh! Gadis itu bahkan tidak bisa diandalkan untuk menjaga kotak kardus.
Pikiran pertama Jessie waktu terbangun dengan tiba-tiba adalah panik. Terlalu tenang. Ia melompat turun dari tempat tidur, mengintip cemas ke dalam tempat tidur bayi, lalu meraba-raba kacamatanya dan memakainya supaya bisa melihat lebih jelas. Hanya untuk berjaga-jaga. Seminggu melakukan ini dan ia akan menderita gangguan saraf.
Tapi tidak ada yang salah dengan Bertie. Dalam sinar temaram yang berasal dari lampu di koridor, Jessie bisa melihat bayi itu sedang tidur nyenyak. Jessie menyentuh pipi Bertie; hangat, tapi tidak terlalu hangat. Keponakannya baik-baik saja. Malah sebenarnya sangat menawan, dengan pipi kemerahan dan rambut hitamnya yang mengikal lembut di telinganya.
Mao juga baik-baik saja. Jessie membeku, rasa ngeri menyergapnya. Faye pasti akan mengalami serangan hebat kalau dia bisa melihat bayinya yang berharga berbagi tempat tidur dengan Mao, yang sudah melingkar nyaman di kaki Bertie.
Jessie mengangkat kucing itu. Mao memprotes. Bertie bergerak. Jessie memaksa dirinya memeluk kucing itu, bergumam sambil membelainya, walaupun kulitnya merinding waktu menyentuh bulu Mao.
30 Mao menatapnya dengan sepasang mata curiga dan menyipit. Sepertinya dia tahu persis apa yang sedang dipikirkan Jessie sewaktu gadis itu berjingkat menuju pintu.
Jessie baru saja sampai di koridor waktu menyadari apa yang sudah membuatnya terbangun. Ada orang di dapur.
Dua JESSIE punya banyak pilihan. Menelepon polisi. Berteriak. Membuat penghalang untuk dirinya, Bertie. dan Mao, serta menunggu sampai pencuri itu mengambil apa pun yang diinginkannya dan pergi. Berteriak. Menghadapi penjahat itu. Berteriak...
Oh, hentikan! perintah Jessie pada otaknya yang kacau. Polisi. Ia
punya telepon seluler; ia akan menelepon polisi. Jessie menarik kacamatanya turun ke hidung dan mengedarkan pandangannya. Di mana benda itu" Kapan terakhir kali ia memakainya" Oh. sial, telepon itu ada dalam tas tangannya dan tas itu ada di bawah. Bersama pencuri itu. Kalau begitu pilihan pertama batal.
Dan Jessie berpikir hidupnya tidak bisa jadi lebih buruk lagi.
Berteriak, benar-benar berteriak, dan mengeluarkan semua kepenatannya selama dua hari terakhir ini bisa jadi hiburan tersendiri.
Tapi berteriak berarti membangunkan Bertie dan
32 membuat Mao takut. Pencuri itu mungkin tidak akan lari. Mungkin dia malah akan mencarinya untuk membungkam mulutnya. Pikiran itu cukup untuk membuat Jessie menahan teriakannya. Untuk saat ini.
Berarti pilihan ketiga. Penghalang.
Jessie menurunkan Mao dan melihat ke sekeliling kamar. Ingatan serta cahaya lampu dari koridor mengingatkannya bahwa perabot di situ adalah jenis perabot yang memerlukan sedikitnya tiga pria berotot besar untuk mengangkatnya. Dengan tambahan orang keempat untuk mengarahkan. Kecuali tempat tidur Bertie yang ringan. Terlepas dari fakta bahwa benda itu tidak akan bisa menghentikan rencana pelarian yang matang, Bertie ada di dalamnya, terlelap. Dan tidak seorang pun boleh membuatnya terbangun selama Jessie bisa mencegahnya.
tapi pencuri yang pekerjaannya teliti pasti akan naik untuk mencari perhiasan dan uang.
Ini waktunya untuk pilihan keempat. Tidak! Bukan berteriak! Dan mungkin bukan menghadapi penjahat itu; sebisa mungkin Jessie lebih suka tetap bertahan. Kalau begitu yang dibutuhkannya adalah senjata untuk melindungi diri. Dan Bertie. Dan, karena termasuk tanggungannya juga, Mao.
Jessie menelan ludah. Dan kalau pencurinya lebih dari satu"
Menolak memikirkan itu, Jessie membuka pintu lemari baju dan mengintip ke dalam lemari yang gelap, putus asa mencari-cari ide. Ia tadi terlalu sibuk untuk membongkar barang-barangnya dan
33 sekarang ia menemukan lemari itu penuh dengan baju-baju berwarna gelap dan berat. Yang benar saja, Carrie kan bisa saja mengosongkan bagian lemari yang berisi barang-barang gothik-nya sebelum membiarkan tempat ini...
Jessie tidak punya waktu untuk mengkhawatirkan hal itu. Yang dibutuhkannya sekarang adalah sebuah payung yang ujungnya tajam, atau... sesuatu yang keras dan berat jatuh keluar dan menimpa kakinya. Jessie berusaha menahan jerit kesakitannya dan membungkuk untuk mengambil benda tadi.
Tongkat cricket. Brilian. Aneh-Jessie tidak bisa membayangkan Carenza memimpin tim cricket putri inggris-tapi brilian. Jessie menggenggam tongkat itu dan langsung merasa lebih tenang. Sambil mengangkat pemukul itu dengan defensif di tangannya, ia melintasi ruangan menuju pintu, membukanya sedikit lebih lebar supaya bisa mendengarkan.
Sebelum Jessie mampu menghentikannya, Mao meloncat keluar lewat celah itu.
Patrick membuka kulkas. Dalam rak di bagian dalam pintu, ada kardus susu yang terbuka; ia menciumnya dengan hati-hati. Masih segar. Ia meletakkan susu itu dan melanjutkan pencariannya.
Patrick mengeluarkan sebuah pinng, membuka tutupnya. Kelihatannya ikan tumbuk. Tidak terkesan dengan kemampuan memasak Carenza, ia menyingkirkan ikan itu. Tapi ketika membuka sekotak telur, sesuatu yang lembut dan hangat menyapu pergelangan kalanya.
34 Terkejut, Patrick melangkah mundur. Makhluk itu menjerit nyaring saat Patrick menginjak ekornya, kemudian berputar di antara kaki Patrick dan mencoba melarikan diri.
Akibat kehilangan keseimbangan dan karena tidak yakin di mana bisa meletakkan kakinya dengan aman, Patrick berusaha mencengkeram benda pertama yang bisa diraihnya.
Benda itu adalah rak di bagian dalam pintu kulkas.
Benda itu menahan berat badannya selama beberapa detik yang membuatnya berpikir ia sudah aman. Kemudian saat rak dan pintunya terpisah, susu dan cetakan plastik melayang keluar dan jatuh ke lantai. Patrick dan telur-telur yang dipegangnya menyusul tak lama kemudian, sementara kepalanya membentur ujung permukaan meja dapur.
Jessie sedang berdiri gemetaran di balik pintu kamar tidur dan bertanya-tanya apa tongkat itu ide yang bagus-jangan-jang
an ia malah memberi senjata pada pencuri itu-waktu mendengar teriakan kemarahan Mao yang segera diikuti oleh bunyi berdebam yang menakutkan.
Apa pencuri itu membunuh Mao" Apa Mao membunuh pencuri itu" Apa pun yang terjadi, jelas ia tidak bisa sembunyi di atas lebih lama lagi. Dengan tongkat cricket yang terangkat di depan tubuhnya dengan gemetar, Jessie perlahan-lahan menuruni tangga dan berjingkat-jingkat mendekati dapur.
35 Jessie terlalu letih untuk membersihkan dapur sebelum jatuh tertidur, tapi pemandangan yang dilihatnya membuatnya shock. Telur-telur yang hancur, tumpahan susu melebar membentuk genangan kecil, yang dijilati Mao dengan nikmat. Di tengah-tengah semua itu, seorang pria yang tampaknya memenuhi ruangan yang tersisa terbaring telentang, dengan darah merembes keluar dari luka di dahi. Seorang pria yang mengenakan pakaian hitam-hitam seperti pencuri dari kepala sampai kaki. Celana hitam, kemeja hitam, lengan bajunya digulung dan memperlihatkan lengan bawah yang berotot.
Pria itu tinggi dan kuat dan pasti bisa melucuti senjata Jessie dengan mudah.
Untungnya pria itu pingsan.
Atau mungkin tidak. Bahkan saat Jessie berdiri di sana, sedang menyelamati dirinya karena kenyataan itu, pria itu mengerang dan membuka matanya. Jessie mencengkeram tongkat itu lebih erat lagi, menelan ludah dengan gugup dan berseru dengan suara parau, "Jangan bergerak!"
Patrick menatap langit-langit. Langit-langit dapur. Ia sedang berbaring telentang di lantai dapur, dalam genangan air yang sangat dingin, dan kepalanya terasa hampir lepas. Ada seorang wanita berambut acak-acakan, setengah telanjang, memakai kacamata yang kebesaran, sedang mengancamnya dengan tongkat cricket miliknya. Apa wanita itu memukulnya dengan tongkat itu" Patrick baru saja
36 mengangkat tangan ke kepala untuk memeriksa lukanya.
"Jangan bergerak!" ulang wanita itu.
Kata-kata itu, yang sudah pasti bermaksud untuk mengancam-walaupun efeknya hilang oleh suaranya yang gugup-sebenarnya tidak diperlukan, patrick tidak berniat untuk bergerak. ia hanya mau memejamkan mata dan berharap semua ini sudah akan hilang waktu ia membukanya lagi.
Patrick mencobanya. Mata pria itu terpejam lagi. Jessie memberanikan dirt mendekat selangkah. Dia terlihat sangat pucat dan luka besar di dahinya kelihatan parah. Oh Tuhan, dia akan meninggal. Pria itu akan meninggal dan Jessie akan disalahkan dan masuk penjara. Ttu yang biasanya terjadi. Kau membaca hal-hal seperti ini di koran setiap saat. Pencuri masuk dengan paksa, pencuri mati, pemilik rumah yang tidak bersalah masuk penjara.
Kevin dan Faye akan sangat menyesal bila saat itu tiba....
Jessie terkesiap. Apa sih yang dipikirkannya" Pria itu mungkin sudah masuk dengan paksa, tapi jelas dia membutuhkan bantuannya. Jessie menjatuhkan tongkat yang dipegangnya dan bertelanjang kaki melewati genangan susu dingin ke samping pria itu.
Berbaring telentang di lantai dapur, pria itu kelihatan sangat besar, sangat mengancam. Bahkan dalam keadaan pingsan pun dia tetap kelihatan sangat berbahaya. Tapi Jessie tidak bisa membiar
37 kannya begitu saja. Sambil meraih celemek bayi bersih dari atas meja dapur, Jessie berlutut di samping pria itu dan dengan ragu mencoba menyerap darah dari luka di dahinya. Tenggelam dalam kecemasannya, ia melupakan ketakutannya sendiri.
Mata pria itu tiba-tiba terbuka kembali, yang berarti dia belum pingsan seperti dugaan Jessie semula, dan dia mencengkeram pergelangan tangan Jessie. "Siapa kau"" tuntutnya.
"Jessie," jawab Jessie langsung, tidak ingin membuat pria itu marah. "Namaku Jessie Hayes. Bagaimana keadaanmu"" tanya Jessie dengan suara hangat. Ia benar-benar ingin pria itu tahu bahwa ia tidak berniat melakukan hal-hal yang buruk....
"Bagaimana rupaku"" tantang pria itu.
Yang pasti dia tidak kelihatan baik. Terlepas dari wajah pucatnya, yang diperparah oleh bayangan gelap jenggot berumur satu hari, ada darah yang terus mengalir dari dahinya. Jessie meletakkan jemarinya di tenggorokan pria itu untuk memeriksa denyut nadinya. Kelihatannya itu hal yang benar untuk dilakukan, walaupun Jessie tidak yakin kenapa karena ia
bisa melihat sendiri pria itu belum mati.
Kulitnya hangat dan halus di bawah jemarinya, denyut nadinya yang kuat membuat Jessie tenang. "Well"" tanya pria itu setelah beberapa saat. "Apa aku akan hidup""
"Aku p-p-pikir begitu."
"Aku akan lebih senang kalau kau bisa kedengaran sedikit lebih meyakinkan."
38 Pria itu tidak kedengaran seperti seorang pencuri. Tapi memangnya apa yang ia tahu" "Well..." Jessie mulai bicara. Lalu senyum sinis di bibir pria itu membuat Jessie sadar bahwa sebenarnya dia tidak serius.
"Aku tidak akan meronta kalau kaupikir aku perlu ciuman kehidupan," katanya, meyakinkan kecurigaan Jessie.
Untuk sesaat Jessie tergoda. Pria itu mungkin sudah masuk dengan paksa, tapi kalau dia berperan menjadi pria berpakaian hitam-hitam yang meninggalkan sekotak cokelat, Jessie menduga wanita mana pun yang ditinggalkannya akan tersenyum. Mungkin ia seharusnya menawarkan ciumannya supaya keadaan pria itu menjadi lebih baik...
Tidak! Demi Tuhan, apa ia tidak akan pernah jera"
Dan kalau pria itu sudah cukup sehat untuk bercanda, mungkin dia juga sudah mampu untuk bangun dan... dan mungkin sebaiknya ia tidak memikirkan apa yang bisa dilakukan pria itu. Seharusnya, Jessie menyadari-saat otaknya berhenti berputar-putar dan akhirnya menyadari kenyataan- ia berhenti membuang-buang waktu dan menelepon polisi serta ambulans. Sekarang juga.
"Yang kaubutuhkan adalah perjalanan ke ruang UGD terdekat," kata Jessie dengan sopan, sambil mencoba membebaskan diri. Pria itu mungkin sedang ingin bercanda, tapi Jessie tidak siap mengambil risiko membuatnya marah. Jari-jari pria itu masih tetap memegang pergelangan tangan Jessie
39 waktu dia mencoba duduk. Usaha itu jelas terlalu berat untuknya dan dia terdiam, mengerang, melepaskan tangan Jessie, dan memegang kepalanya yang terluka.
Telepon selulernya. Jessie membutuhkan telepon selulernya. Tasnya ada di meja dapur di sebelah kulkas dan Jessie berdiri untuk meraihnya. Pada saat itulah si pencuri mencengkeram pergelangan kakinya.
Dan saat itulah Jessie akhirnya berhenti mengendalikan diri dan berpikiran jernih. Ia melakukan apa yang ingin dilakukannya sejak menyadari ada penyusup di rumahnya. Ia membuka mulut dan mulai berteriak ketakutan.
Patrick. yang hanya ingin tahu apa yang sedang dilakukan si wanita Jessie ini di rumahnya dan ke mana Carenza menghilang, memutuskan bahwa, bagaimanapun juga, itu tidak terlalu penting. Menghentikan teriakan wanita itu jauh lebih penting, jadi Patrick menarik kaki Jessie. Dengan keras. Suara berisik itu tiba-tiba berhenti.
Lalu Jessie jatuh menimpanya.
Patrick menggumamkan satu kata singkat saat napasnya berhenti sesaat Satu kata sudah cukup untuk menggambarkan perasaannya. Mata Jessie, hanya berjarak beberapa senti dan matanya, melebar karena shock. Sebelum wanita itu sempat melakukan atau mengatakan sesuatu Patrick mencengkeramnya. "Jangan. Tolong jangan bilang apa-apa lagi. Aku tidak tahu siapa kau, atau apa yang kaulakukan di sini, tapi aku menyerah. Kau menang."
40 "Menang" Menang"" Bahkan untuk telinganya sendiri Jessie sudah mulai kedengaran histeris. Well, biar saja. ia punya hak untuk histeris. Ia tergeletak di atas dada penjahat yang kejam. Pria yang sudah menerobos masuk ke rumahnya. Orang yang, walaupun terluka parah di kepalanya, lebih dari mampu untuk mengambil keuntungan dan situasi ini. Dan situasi yang dimaksud adalah: biarpun Jessie memakai kaus yang panjang dan besar, kaus itu masih terlalu kecil untuk menutupi tubuhnya. Yah, sebenarnya selain kaus itu tidak ada lagi yang dipakainya. Pria itu hanya perlu menggeser tangannya ke bawah beberapa senti dan dia akan mengetahui hal itu sendiri.
Jessie dengan sekuat tenaga menahan dorongan mendesak dalam otaknya untuk menarik kausnya turun sejauh mungkin. Itu hanya akan menarik perhatian pria itu pada keadaannya yang menyedihkan. Sebaliknya Jessie memaksa dirinya untuk menatap lurus-lurus si pencuri dan menyuruhnya untuk melepaskan pegangannya. Sekarang juga.
Wajah yang menarik. Jenis wajah yang, dalam situasi lain, ingin Jessie lihat lebih sering lagi. Pipinya kurus, tapi dengan tulang ya
ng kuat, berkarakter, dan Jessie punya kesan yang kuat bahwa pria itu sepertinya akrab dengan rasa sakit. Tapi bibirnya menjanjikan hasrat yang menggebu-gebu. Oh, Tuhan. dan Jessie tadi menuduh pria itu yang mengigau!
"Dalam hal apa, tepatnya, aku menang"" desak Jessie sambil berusaha mengendalikan diri, mengumpulkan akal sehat lagi.


Bayi Pinjaman Baby On Loan Karya Liz Fielding di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

41 "Aku menyerah," kata pria itu. Menyerah" Apa sih yang sedang dibicarakannya" Jessie menatapnya. Matanya sangat luar biasa, pikir Jessie. Abu-abu, tapi dengan bintik-bintik keemasan yang sepertinya membuat sepasang mata itu tampak membara. Atau itu khayalannya semata" "Yang penting kau jangan menjerit lagi. Tolong."
"Kau serius"" tanta Jessie dengan suara sekasar yang ia bisa, tidak memercayai pria itu sepenuhnya. Tapi getaran dalam suaranya tidak akan bisa menakut-nakuti seekor tikus sekalipun.
"Oh, lupakan saja. Beri aku pisau dan aku akan menggorok leherku sendiri. Begitu akan lebih cepat daripada hukuman yang kauberikan."
"Aku!" pekik Jessie. "Aku tidak menyuruhmu masuk ke sini dan jatuh."
"Jatuh"" teriak Patrick, lalu meringis. "Itukah pengakuanmu nanti"" Dan dia mengulurkan tangannya yang tadi memegang Jessie ke tongkat cricket dan mencengkeram gagangnya. "Apa kau melupakan barang bukti A"" katanya sambil mengayun-ayunkan tongkat itu di hadapan Jessie.
Jessie cepat-cepat berdiri dan mengambil jarak di antara mereka sebelum pria itu memutuskan untuk memukulnya dengan tongkat itu. "Pokoknya diam saja di situ," kata Jessie. "Jangan bergerak. Aku akan menelepon ambulans." Ia cepat-cepat melangkah mundur, tanpa menghiraukan susu yang menetes dari kausnya dan mengalir turun ke kakinya.
Pria itu menjatuhkan tongkatnya. "Kau harus
42 menyeretku keluar ke jalan kalau kau mau mobil itu melindasku," dia mengingatkan Jessie dengan lemah.
Mengigau. Pasti pria itu mengigau. Dia perlu ke rumah sakit, secepatnya, tapi Jessie bergerak men-jauh dari jangkauannya sebelum mengambil telepon selulernya dan dalam tas, menekan nomor pelayanan darurat dan minta dikirimkan ambulans. Mereka meminta detail. "Maaf, aku tidak tahu siapa dia. Dia mendobrak masuk ke rumahku dengan paksa dan terjatuh di dapur..."
"Ini bukan rumahmu!" teriak pria itu. "Ini rumahku!"
"Cedera kepala"" ulang Jessie dengan perhatian teralih waktu operator ambulans bersikeras meminta detail. Apakah pria itu sudah mengawasi rumahnya" Apa dia melihat Carenza pergi dan mengira rumah itu kosong" Pria itu memelototi Jessie, tapi sama sekali tidak bergerak. Merasa tidak yakin dengan sikap pria itu yang sepertinya bersedia bekerja sama, Jessie melangkah mundur ke koridor, meninggalkan jejak susu di atas karpet. Lebih banyak noda. Lebih banyak yang harus dipikirkan. "Oh, ya, kepalanya terbentur di sudut meja dapur... Ya, dia sadar, tapi kelihatan sedikit aneh... agak tidak masuk akal... Kupikir mungkin dia, Anda tahu, memakai sesuatu..." Pria itu mengerang. Jessie mengabaikannya. "Anda mau melakukannya" Dan tolong beritahu polisi juga. Terima kasih banyak." Jessie menutup telepon dan kembali ke dapur, berdiri di ambang pintu, enggan berdiri dekat43 dekat. Satu kali berdekatan sudah cukup. "Mereka akan segera kemari."
"Katakan padaku." tanya pria itu, akhirnya berhasil duduk dan bersandar di lemari, "kau atau aku yang gila"" Dia kedengaran cukup serius, sepertinya benar-benar ingin tahu.
Tidak ingin mengatakan sesuatu yang mungkin bisa membuat pria itu lebih gusar lagi, Jessie tetap menjaga jarak, walaupun lututnya begitu gemetaran hingga kalau ia tidak segera duduk, ia mungkin akan segera pingsan tepat di tempat ia berdiri. "Tenanglah. Aku yakin mereka akan segera sampai," katanya dengan suara yang lebih meyakinkan daripada yang dirasakannya.
"Benarkah" Kuharap kau benar. Katakan padaku, dan mana kucing itu datang""
Mao, yang sudah selesai menikmati tumpahan susu dan bermain dengan kuning telur dari salah satu telur yang pecah, sedang menjilati wajahnya perlahan-lahan. Jessie memperhatikannya sesaat. Ada sesuatu yang hampir menghipnotis melihat gerakan yang halus dan" berulang-ulang itu... "Aku tidak tahu. Kucing itu hewan peliharaan pemilik ru
mah ini." Jessie berputar menghadap pria itu. "Itu salah satu alasan gadis itu ingin ada orang yang menempati rumah ini. Dia perlu orang untuk merawat kucingnya. Pasti kau sedikit terguncang mendapati rumah ini ternyata sama sekali tidak kosong."
"Kau bisa bilang begitu. Terutama karena ini rumahku."
44 Keadaan pria itu lebih buruk dari yang Jessie duga. Jauh lebih buruk. Jessie melihat arlojinya, bertanya-tanya berapa lama waktu yang dibutuhkan ambulans untuk tiba. "Oh, jadi ini rumahmu, ya"" tanya Jessie dengan nada mengejek.
"Benar, Madam, ini rumahku," sahut pria itu tajam. "Dan percayalah, aku benci kucing. Begitu juga anjingku. Jadi mungkin kau bisa menjelaskan apa yang sedang kaulakukan di sini"" Anjing" Dia punya anjing" Jessie melihat sekelilingnya dengan gugup. Itulah yang dibutuhkannya, seorang pencuri yang membuat dirinya merasa seperti tokoh Bill Sykes dalam buku karangan Dickenson. Tapi tidak ada anjing terrier dengan mulut penuh air liur yang menunggu untuk merobek-robek tubuhnya. Jessie berdoa penuh harap supaya seseorang segera dalang untuk mengeluarkan pria gila ini dari rumahnya dan memutuskan bahwa menghibur pria itu merupakan jalan yang terbaik.
"Aku ingin-" "Bagaimana kalau kau mulai menceritakannya padaku-""
Di lantai atas, Bertie mulai menangis. Rasanya Jessie ingin menciumnya. Akan menciumnya. Sekarang juga. "Aku ingin tinggal dan ngobrol tapi aku harus melihat bayiku."
"Bayi"" Pria itu kelihatan seperti dipukul untuk kedua kalinya, pikir Jessie. "Kau punya bayi" Di sini""
"Anak yang malang itu sedang tumbuh gigi," ujar Jessie sambil buru-buru mundur. Ia tersandung
45 tas yang ditinggalkan pria tak diundang itu di ruang depan. Tas berwarna hitam, mahal, dan jelas-jelas sangat berat. Paling-paling tas curian tempat pria itu memasukkan semua hasil curiannya dari rumah yang dimasukinya sebelum rumah ini. "Pokoknya diam saja dan petugas medis akan segera memeriksamu." Jessie berbalik. membuka kunci pintu depan supaya petugas mana pun yang tiba pertama kali bisa langsung masuk, lalu Jessie buru-buru lari ke lantai atas.
Bertie sedang menjerit dengan napas tak beraturan dan memasukkan kepalan tangannya ke dalam mulut. Jessie langsung mengenakan baju pertama yang ditemukannya lalu mengangkat Bertie. Dia perlu mengganti popok Bertie. Popok itu ada di bawah. Di dapur. Sial.
Bayi" Patrick mencengkeram pinggiran bak cuci dan menghela badannya, berusaha sekuat tenaga tidak menghiraukan dentaman menyakitkan di kepalanya dan dorongan untuk muntah. Aroma itulah yang diciumnya tadi. Susu hangat, krim bayi, bedak talek, cairan yang dulu digunakan Belia untuk mensterilkan botol-botol. Itulah aroma yang tak dapat diingatnya tadi. Bagaimana ia bisa melupakannya"
Ketika ia pulang setelah pemakaman, aroma itu seperti memenuhi rumah. Butuh waktu berbulan-bulan sebelum ia bisa mengenyahkan aroma itu. Ia sudah sampai pada titik di mana ia berpikir dirinya harus terus maju. Tapi pada akhirnya Patrick
46 sadar bahwa aroma itu ada dalam otaknya dan bukan di dunia nyata. Bayangan samar keluarga yang telah dirampas darinya akan menghantuinya selamanya. Bergerak maju tidak akan ada gunanya.
Di mana sih Carenza" Patrick berpegangan pada bak cuci sejenak ketika dapurnya seperti berputar-putar, bertekad bahwa apa pun yang terjadi, ia tidak akan muntah. Setelah merasa lebih kuat untuk mengambil risiko membuka matanya, Patrick mendapati dirinya sedang diawasi curiga oleh seorang polisi berseragam.
"Untunglah," ujarnya. "Officer, ada seorang wanita gila di rumahku. Dia memukulku dengan tongkat cricket."
"Bagaimana kalau Anda duduk saja, Sir" Ambulansnya akan segera tiba." Patrick tidak perlu disuruh dua kali untuk mengempaskan diri di kursi terdekat. Celana panjangnya yang basah menempel di kakinya. "Mungkin sambil menunggu kita bisa mengurus perinciannya dulu" Kalau Anda merasa lebih kuat. Bagaimana kalau kita mulai dengan nama Anda""
"Tidakkah Anda seharusnya membacakan hak-hakku terlebih dahulu"" tuntut Patrick.
"Hanya untuk catatan, Sir."
Patrick tidak berdebat lebih jauh. "Dalton. Patrick Dalton."
Polisi itu membuat catatan. "D
an alamat Anda""
"Costwold Street nomor 27."
"Itu alamat rumah ini, Sir."
"Benar. Namaku Patrick Dalton dan aku tinggal
47 di sini," ucap Patrick, pelan dan hati-hati. "Ini rumahku," tambahnya untuk lebih mempertegas maksudnya.
Polisi itu mencatat lagi, lalu berputar waktu pintu depan terbuka. "Petugas medis sudah tiba. Kita akan melanjutkannya di rumah sakit nanti. Sir."
Patrick mengenali nada suara menenangkan yang biasa digunakan polisi waktu menghadapi pria yang dianggapnya gila. Polisi akan menamengi diri dengan kesopanan berlebihan kalau-kalau dia salah sangka. Patrick berpikir untuk memberitahu polisi itu kalau ia pengacara, Queen Council, pengacara yang berhak mewakili pemerintah Inggris dalam sidang pengadilan, dan bahwa polisi itu akan menemukannya terdaftar... Tapi kepalanya masih berdenyut-denyut sakit sehingga ia tidak terlalu peduli. Rumah sakit dulu, penjelasan bisa menyusul.
Setelah itu dengan senang hati Patrick akan mengatakan pada wanita itu untuk membawa bayi dan kucingnya keluar dan rumah ini-segera setelah dia memberitahu Patrick di mana Carenza berada.
"Bisakah Anda menceritakan apa yang terjadi, Miss"" Polisi itu berdiri dengan tak acuh sementara Jessie mencoba mengganti popok Bertie. Jari-jarinya berkutat dengan perekat di belakang popok sekali pakai itu.
Jessie bersikap tenang-sangat tenang dalam situasi seperti ini-tapi reaksinya sudah hampir muncul di permukaan dan ia sadar bahwa ia
48 ketakutan setengah mati. Polisi itu, yang melihat kesulitannya, membantu sementara Jessie dengan terpatah-patah menceritakan kejadian sebenarnya.
"Mr Dalton bilang Anda memukulnya dengan tongkat cricket."
"Itu bohong!" Jessie merona merah oleh perasaan bersalah saat melihat tongkat itu masih tergeletak di lantai tempat pria tadi menjatuhkannya. "Dalton" Itukah namanya""
"Patrick Dalton. Begitulah yang dikatakannya. Ada luka yang cukup parah di kepalanya."
"Aku tahu. Kurasa kepalanya pasti terbentur waktu dia jatuh." Jessie menggendong Bertie, membuainya. "Dari kegaduhan yang kudengar, aku hanya bisa menduga bahwa dia menginjak kucing dan kehilangan keseimbangan, walaupun aku tidak mengerti apa yang dicarinya dalam kulkas."
"Anda akan terkejut. Kulkas dan lemari pembeku adalah tempat-tempat favorit untuk menyembunyikan barang-barang berharga. Sayangnya para penjahat mengetahuinya. Pria itu juga mengatakan dia memang tinggal di sini."
"Dia juga mengatakan hal yang sama padaku. Anda tahu, itu tidak benar. Aku menyewa rumah ini dari Miss Carenza Finch. Aku baru masuk hari ini." Bertie menyurukkan kepala ke bahu Jessie. "Mungkin dia gegar otak."
"Mungkin." Polisi itu berdeham. "Tapi tidak ada tanda-tanda masuk dengan paksa. Saya harap Anda tidak keberatan saya menanyakan ini, tapi ini bukan masalah domestik, kan""
49 "Domestik""
"Pertengkaran sepasang kekasih yang mungkin sedikit kelewatan""
"Kekasih..." Jessie memandang polisi itu dengan mulut menganga, sejenak kehilangan kata-kata. "Officer, aku belum pernah bertemu pria itu seumur hidupku. Dan kalau aku bertemu lagi dengannya, itu berarti terlalu cepat. Aku sudah mengatakannya pada Anda, bahwa aku baru pindah kemari hari ini," paparnya. "Pemilik rumah ini berniat pergi keluar negeri selama musim panas dan butuh seseorang menempati sekaligus menjaga rumah ini, untuk mengurus kucing dan tanamannya. Apa di daerah ini tingkat kejahatannya tinggi""
"Tidak juga. Kebanyakan orang memasang alarm keamanan. Anda juga punya," tunjuk polisi itu. "Apa alarmnya diaktifkan""
"Well, tidak. Sebenarnya tidak. Semalam aku terlalu capek, mengurus bayi ini... aku lupa. Mungkin aku juga lupa mengunci pintu." Polisi itu mengangguk penuh pengertian. "Anda mau melihat surat perjanjian sewanya" Ada di atas meja di ruang depan. Oh, dan pria itu juga meninggalkan tas di luar sini. Yang membuktikan bahwa tempat ini bukan rumah pertama yang dimasukinya malam ini."
Polisi melihat surat perjanjian sewanya, menulis beberapa catatan, lalu mengangkat tas itu. "Kalau begitu saya akan meninggalkan Anda supaya Anda bisa istirahat, Miss. Mungkin Anda bisa datang ke kantor besok pagi dan membuat pernyat
aan"" "Ya, tentu saja." Lebih banyak waktu yang
50 terbuang, erang Jessie dalam hati. Kenapa sih pria brengsek itu mesti memilih rumahku" Jessie meng-ikuti polisi itu ke pintu depan. "Apa yang akan terjadi pada Mr Dalton" Kalau itu nama aslinya." Polisi itu melirik tas dengan label penerbangan itu dan membaliknya, tertulis Patrick Dalton, tapi tidak ada alamatnya.
"Mungkin dia mencuri tas itu," ujar Jessie. "Beserta namanya." Dan kalau pria itu tidak melakukannya" Bagaimana kalau dia mengatakan yang sebenarnya" Matanya tidak menunjukkan dia berbohong. Tapi Graeme juga punya mata yang menjanjikan dunia dan Jessie memercayainya. Ia bukan penilai yang baik.
"Baiklah, kalau begitu. Saya tinggalkan Anda untuk menidurkan si kecil kembali. Kali ini jangan lupa mengaktifkan alaminya," polisi itu mengingatkan Jessie sambil berjalan menuruni tangga depan.
"Tidak akan." Aku tidak mau mengalami ma-saah seperti ini lagi, pikir Jessie saat menutup pintu dan mengaktifkan alarm.
tapi. dengan tubuh yang dialiri adrenalin, ia tidak ingin tidur lagi. Ia membersihkan kekacauan di dapur, mencoba untuk tidak memikirkan pencuri berwajah tampan dengan sepasang mata jujur. Atau bagaimana rasa tubuh pria itu di bawah tubuhnya. Itu tidak mudah, dan dengan putus asa Jessie menyalakan komputernya dan mulai bekerja.
"Aku tidak tahu berapa lama lagi bisa berlahan, Kevin. Aku sangat merindukannya."
51 "Aku juga. Aneh, bukan" Ketenangan ini malah membuat telingaku sakit."
"Menurutmu sudah berhasil belum""
"Kurasa belum, Sayang. Mereka tidak mungkin melemparnya ke jalan begitu saja, kan""
"Tidak"" "Kita kan sudah bilang akan memberi waktu satu minggu, Faye."
"Aku tidak yakin bisa tahan selama itu. Seandainya Jessie tidak bisa mengatasinya" Seandainya-""
"Jessie wanita paling terampil yang pernah kukenal, dan dia pintar sekali menangani Bertie hari Minggu kemarin."
"Ya, tapi waktu itu aku kan ada di sana."
"Kau sudah meninggalkan instruksi yang cukup untuk menyusun satu buku tentang bayi. Dan kalau Jessie mendapat masalah dia akan..."
"Dia akan apa""
"Dia akan melakukan yang biasa dilakukannya. Dia akan menghubungi seseorang di internet. Kemari dan merapatlah padaku."
"Itulah yang membawa kita dalam situasi ini pada awalnya."
Matahari sudah bersinar selama satu jam saat Bertie bangun. Entah karena mulai terbiasa kurang tidur, sudah membuat kemajuan yang berarti dengan proyek yang sedang dikerjakannya, atau mungkin kenyataan bahwa ia sudah memperoleh tempat tinggal untuk beberapa minggu. yang pasti Jessie
52 merasa sangat bahagia waktu membungkuk di mas tempat tidur Bertie dan mengangkatnya.
"Lapar, Sayang"" Bertie memasukkan kepalan tangannya ke mulut dan Jessie tertawa melihatnya.
Jessie menaruh cerek di atas kompor, membuat catatan untuk membeli rak kulkas, lalu membuat teh untuk dirinya sendiri dan sebotol susu untuk Bertie. Ada bekas samar di ujung lekukan meja dapur. Di sanakah kepala Patrick Dalton kalau lu nama aslinya-terbentur" Apa dia terbentur sekeras itu" Jessie merasa mual membayangkannya. Mungkin ia harus menengok pria itu di rumah sakit.
Ya, benar. Sekalian bawakan buah anggur dan rumah kaca.
Mungkin Patrick Dalton sudah dipenjara. Pikiran itu tidak memuaskan Jessie. Pria itu tidak kelihatan seperti pencuri. Dia juga tidak kedengaran seperti pencuri, tapi awal hidup yang bagus tidak selalu berakhir bagus.
"Maaf, Mr Dalton, tapi dalam situasi ini anak buahku tidak punya pilihan selain memercayai katakata Miss Hayes tentang apa yang sudah terjadi."
"Kurasa dia mengatakan kebenaran. Sejauh yang diketahuinya."
"Kalau begitu, Anda tidak akan mengajukan tuntutan""
"tunlutan apa" Anda bilang anak buah Anda sudah melihat surat perjanjian sewanya. Tampaknya
53 keponakanku menyewakan rumahku pada Jessie Hays. Aku yakin wanita itu akan bersikukuh- dengan beberapa alasan yang benar-bahwa dialah pihak yang dirugikan." Patrick menyentuh perban di dahinya dan mengernyit. "Aku akan mengganti uang Miss Hayes. Begitu wanita itu pergi, aku akan menemukan Carenza dan memastikan anak itu menjalani musim panas yang tidak akan dilupakannya dalam waktu dekat."
"Ya , Sir. Apa itu tas Anda"" Kepala Deputi Kepolisian itu mengangguk memberi isyarat pada seorang polisi muda, yang langsung mengangkat tas itu. "Setidaknya yang bisa kulakukan adalah mengantar Anda pulang."
Dapur sudah bersih: Bertie sudah mandi dan sekarang sedang tidur. Jessie akan mandi, berpakaian, dan saat Bertie bangun nanti, ia akan menaruhnya di kereta bayi dan berjalan ke kantor polisi untuk membuat pernyataan. Dan mencari tahu apa pencuri itu sudah sembuh.
Bukannya ia merasa bertanggung jawab. Waktu pencuri itu mencengkeram pergelangan kakinya, Jessie ketakutan selengah mati. Tapi saat ia terbaring di atas pria itu, di bawah tatapan sepasang mata abu-abu yang kelihatan... bagaimana menggambarkannya" Yang pasti bukan mengancam. Mungkin terpesona. Bisa jadi terguncang.
Yah, Jessie juga sudah merasa sedikit gamang saat itu. Dan bukan hanya karena pria itu sudah menarik kakinya dari bawah.
54 Benar-benar menggelikan. Ia takkan pernah membiarkan dirinya mengalami penderitaan seperti itu lagi. Takkan pernah.
ia akan baik-baik saja begitu bisa tidur nyenyak malam nanti.
Kamar mandi mewah itu dilengkapi perabot yang serasi dengan kamar tidur, warna-warna ha-ngat yang menenangkan dan menenteramkan. Jessie tidak jadi mandi dengan shower dan memutar keran memenuhi bath tub besar bergaya kuno.
ia belum sempat mengeluarkan barang-barangnya, tapi kamar mandi itu sudah lengkap. Ia menuang segenggam gel mandi beraroma kayu wangi. Jessie membiarkan pintu terbuka lebar supaya bisa mendengar kalau Bertie menangis, ia menggelung rambutnya ke atas dengan ikat rambut, dan menyelinap ke balik air berbusa.
"Anda yakin tidak perlu dibantu"" Kepala Deputi Kepolisian itu merasa sangat malu karena anak buahnya sudah menahan Patrick Dalton dengan tuduhan pencurian. Pria ini bukan sekadar peng-cara terkenal, tapi juga salah satu pengacara termuda yang pernah diangkat sebagai Queen council. Sebenarnya hal ini murni kesalahpahaman, tapi Mr Dalton dikenal sebagai orang yang sukar memaafkan kesalahan yang dilakukan polisi
"Kurasa aku bisa mengatasinya. Tapi terima kasih atas tawarannya. Dan soal semalam, yah, kalau Anda tidak bilang siapa siapa, aku berjanji aku juga tidak akan cerita."
55 "Anda baik sekali, Mr Dalton." "Aku tahu."
Terkejut oleh keterusterangan Patrick. ia berujar, "Anda yakin aku tidak perlu ikut masuk dan menjelaskan situasinya pada Miss Hayes""
"Kurasa aku bisa mengatasinya. Dan aku punya koran semalam seandainya dia perlu bukti." Berita utamanya sama sekali tidak memuaskan Patrick, tapi fotonya berhasil meyakinkan polisi setempat bahwa ia bukan penjahat. Koran itu pasti akan berguna seandainya ia perlu meyakinkan Miss Jessie Hayes akan kenyataan itu.
Patrick mengepit koran itu di bawah lengannya dan mengambil tasnya dari polisi muda tadi. Kepalanya masih berdenyut-denyut, tapi ia cepat-cepat menaiki tangga menuju pintu depan rumahnya. Ia tidak membunyikan bel. Ia tahu itu hal yang masuk akal untuk dilakukan, tapi kalau wanita itu memasang rantai di pintu dan menolak mengizinkannya melewati ambang pintu, maka Patrick akan terjebak dalam situasi yang aneh.
Bagaimanapun juga Patrick takkan pernah bisa melupakan rasa malunya jika ia sampai harus meminta petugas hukum untuk mengusir penyewa yang tak diinginkannya. Ia tidak mau mengambil risiko itu. Alih-alih ia menunggu sampai mobil polisi itu membelok di tikungan, baru memasuki rumahnya.
Kali ini alarmnya diaktifkan. Patrick meletakkan tasnya, melempar koran kemarin di meja depan dan menekan kode alarmnya lagi. Tidak terdengar teriakan kemarahan tiba-tiba.
56 "Halo" Ada orang di sini"" panggil Patrick.
tidak ada jawaban. Ia meneruskan langkahnya dengan hati-hati, turun ke dapur, yang tampaknya sudah dirapikan seperti sediakala.
Patrick menyerap pemandangan familier yang menyakitkan dan botol-botol bayi yang sedang direndam. Sesaat, hanya sesaat, ia kembali ke sepuluh tahun lalu. Lalu kucing itu menggosok-gosokkan badannya di kaki Patrick. Gosokan kem-bali ke alam nyata, pikir Patrick sambil tersenyum pahit. Ia kembali melanjutkan perjalanan ke lantai atas, Tapi tidak ada tanda-ta
nda si penyewa rumah. selain jejak susu di ruang depan.
Mungkin wanita itu sedang keluar. Membawa bayinya berjalan-jalan.
Patrick menyadari ia telah menahan napas terlalu lama dan mencoba menenangkan diri sambil mengangkat lasnya dan menaiki tangga, bertekad untuk mandi dan tidur selama delapan jam.
Mendadak ia dikejutkan oleh pemandangan tempat tidur bayi di sebelah tempat tidurnya. Lalu ia memalingkan wajahnya, berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan melipat benda itu dan meletakkannya di pintu depan sebelum wanita itu kembali. Menyediakan selembar cek dan mobil van. Mungkin wanita itu bisa berpikir sehat.
Patrick mengingat cara wanita itu memegang tongkat cricket-nya dengan mantap, walaupun dia jelas-jelas ketakutan setengah mati, dan memutuskan bahwa cek dan mobil van itu sepertinya tidak akan berhasil. Tapi tidak ada salahnya mencoba.
57 Patrick menendang lepas sepatunya, menarik kemejanya lewat kepala sambil melangkah melewati pintu kamar mandi, dan melemparnya dengan bidikan jitu, masuk keranjang cucian. Kemudian ia berputar dan mendadak berhenti.
Jessica Hayes berbaring di dalam bath tub, ikal-ikal cokelat yang lembap membingkai lembut kening dan pipinya, pulau-pulau busa yang lembut nyaris tidak bisa menutupi lekuk-lekuk memikat tubuh telanjang wanita itu.
Semalam Patrick berhadapan dengan wanita pemarah yang membawa-bawa tongkat cricket. Tanpa kacamata seperti burung hantu dan muka masam, wanita itu kelihatan agak berbeda. Dan benar-benar rapuh. Pemandangan yang tersaji di hadapannya bisa meluluhkan hati yang paling keras sekalipun.
Patrick selalu dikenal sebagai pria berhati baja; lebih mudah baginya jika orang-orang memercayai hal itu. Tapi ia menyadari bahwa jika seorang pria pulang ke rumah dan menemukan wanita dalam bath tub-nya, pria itu pasti bakal perlu waktu yang sangat lama sebelum bisa menemukan seseorang yang bisa menempati bath tub-nya dengan begitu menawan.
Bagaimanapun juga, ia bisa mengerti bahwa jika dilihat dari sudut pandang Jessie. situasi ini tidak akan semenyenangkan itu.
Sebaliknya, Patrick yakin bahwa satu-satunya alasan Miss Hayes tidak menjerit sekuat tenaga detik ini juga adalah karena wanita itu tengah terlelap.
Tiga PATRTCK mundur selangkah. Secara moral, ia punya hak untuk berada di kamar mandinya sendiri. ia tidak menyewakan rumahnya. Jessie Hayes-lah yang tidak punya hak untuk berada di sini. Wanita itu mungkin sudah menandatangani surat perjanjian sewa, tapi Patrick tidak habis pikir bagaimana wanita itu bisa percaya rumahnya ini milik gadis berusia delapan belas tahun yang menerjemahkan keanggunan sebagai rambut ungu dan hidung yang ditindik. Wanita itu hanya perlu melihat sekelilingnya Buktinya, bagi siapa pun yang punya otak, sangatlah jelas.
Sialnya, wartawan tabloid tidak akan peduli soal itu Sedikit saja bocoran tentang situasi ini, maka orang-orang akan mulai menggali masa lalunya dan percakapan akan berhenti dengan tiba-tiba setiap kali Patrick memasuki ruangan-kali ini bukan karena mereka tidak tahu harus mengatakan apa, tapi karena mereka sedang terlalu banyak bicara.
Benturan di kepalanya tadi pasti lebih keras
59 daripada yang disadarinya, kalau tidak ia tidak akan pernah membiarkan dirinya terlibat dalam kesulitan semacam ini. Walaupun begitu, menemukan wanita telanjang dalam bath tub-nya berhasil membuat pikirannya terpusat pada hal-hal mendasar. Sekarang Patrick hanya punya satu pilihan: keluar dan rumah ini sebelum wanita itu tahu ia pernah masuk.
Masalahnya bajunya ada di keranjang cucian. Ia punya yang lain, tapi kalau Miss Hayes melihatnya-dan dia pasti akan melihatnya begitu memasukkan handuknya di situ wanita itu akan tahu...
Patrick belum mengalihkan matanya dari wanita itu sedetik pun, yakin bahwa jika ia berani berkedip Miss Hayes bakal terbangun. Tapi wanita itu belum bergerak. Dia tidur dengan tenang, matanya terpejam mata berwarna laut yang gelap, kenang Patrick. tidak terlalu hijau, tidak terlalu biru, seperti Laut Mediterania yang tenang. Lalu Patrick bertanya-tanya bagaimana ia bisa memperhatikan hal seperti itu di tengah-tengah kekacauan tadi
malam. Apalagi melalui kacamata pantat botol yang dikenakan wanita itu.
Mungkin sewaktu wanita itu jatuh tergeletak di atasnya, alam bawah sadar Patrick secara sukarela membantunya. Ia menghentikan pikiran itu, tapi dengan pemandangan di hadapannya, Patrick langsung bisa mengingat kehangatan tubuh Jessie di tubuhnya, bagaimana rambut wanita itu menyapu pipinya. Saat mengenang hal itu, Patrick merasakan
60 tubuhnya tergelitik, dan ia mengangkat tangannya seolah-olah ingin mengenyahkan sensasi yang tak diundang itu; lalu menyentakkan jari-jarinya kembali sebelum telanjur melakukannya.
Bibir wanita itu sedikit terbuka, lembut, berwarna pink, dan polos tanpa lipstik. Lengannya tersampir di pinggiran bath tuby benar benar rileks oleh Kehangatan airnya.
Pintu hati Patrick yang sekeras baja perlahan-lahan terbuka.
Kemudian, sewaktu pulau-pulau busa itu bergerak, Patrick melihat tato kecil bergambar kepik di paha Jessie. Dan tubuh Patrick bergetar, spontan bereaksi terhadap rangsangan yang sangat hebat itu. Gelombang hasrat yang menghantamnya membuatnya terpaku di tempat itu, pikirannya berputar membayangkan bibir hangat di bawah bibirnya, tubuh hangat yang siap untuk bercinta, dan Patrick terkesiap lantang saat menyadari bahwa ia bukan merespons kenangan melainkan wanita ini.
Wanita itu mendesah pelan sewaktu air yang mulai dingin itu mengganggunya. Sesaat Patrick mematung, terpaku oleh gambaran itu. Tapi ia benar-benar harus bergerak, keluar dari kamar mandi, keluar dan rumah ini, sebelum wanita itu bangun dan Patrick membuatnya ketakutan setengah mati
Sewaktu ia meraih keranjang cucian, si bayi mulai menangis.
Patrick belum melongok isi tempat tidur bayi itu ia bertekad tidak melakukannya. Bagaimanapun
61 juga, mengira Jessie Hayes sedang pergi, tempa tidur itu pasti kosong. Perkiraan yang salah. Dua-duanya.
Tangisan itu semakin lantang, semakin mendesak, secara menyakitkan melubangi perisai yang mengelilingi hati Patrick. menghentikan langkahnya. Ia terkepung dari dua arah oleh gelombang emosional yang dengan hati-hati selalu dihindarinya. Tapi di sini, di rumah ini, di mana ia merasa aman, pertahanannya mulai melemah.
Wanita itu mendesah lagi, terganggu oleh tangisan bayi dan, dengan mengabaikan harapan untuk bisa mengambil kemejanya lagi. Patrick bergerak mundur dari daerah berbahaya itu. Bahkan selagi menjauh dari jarak pandang pintu kamar mandi, Patrick mendengar gerakan, suara riakan air saat wanita itu duduk. Patrick mencoba tidak memikirkannya. Venuss karya Botticelli, di dalam kamar mandinya, mengancam saraf tubuhnya yang sudah lama tertidur.
"Sebentar. Bertie." Patrick ingat suara itu. Semalam suara itu tegang, bergetar oleh rasa takut dan amarah; sekarang suara itu terdengar manis dan santai saat wanita itu keluar dari bath tub diiringi gemercik air. Tangisan Bertie tak kunjung mereda.
Dengan berat hati Patrick memutar tubuhnya untuk menghadapi sumber keberisikan itu. Si bayi. dengan wajah kecilnya mengerut sedih, mencoba meraih Patrick, kedua lengannya terulur, minta dipeluk, ditenangkan, dan insting mengalahkan ke62 inginan Patrick untuk menghindar. Sebaliknya, ia meraih bayi itu, mengangkatnya, mendekapnya di bahu dalam gerakan menenangkan yang takkan mungkin dilupakannya.
Bertie berhenti menangis, menatap dan meraih pipi Patrick dengan tangan-tangan kecilnya yang montok, lalu tersenyum. Pertahanan diri Patrick langsung runtuh.
Jessie, yang sedang meraih handuk, terdiam sejenak waktu Bertie berhenti menangis, dan tersenyum. Sepertinya keadaan sudah membaik "Anak baik. Aku segera datang." Ia sudah menyelesaikan beberapa pekerjaannya, sempat tidur sebentar di bath lab, dan Bertie mulai terbiasa dengannya, bereaksi terhadap suaranya. Seandainya keadaan terus seperti ini, ia mungkin bakal bisa beres-beres. "Bagaimana kalau kita jalan-jalan se-bentar setelah aku mengganti popokmu"" tanya Jessie sambil mengenakan jubah mandi yang tergantung di balik pintu. Jubah itu berukuran besar. Terlalu besar untuk jadi milik Carenza. Tapi jubah itu lembut dan nyaman. Ia membungkus tubuhnya dengan jubah itu, mengikat talinya de
ngan kencang. "Aku harus pergi ke kantor polisi dan membuat pernyataan, setelah itu kita bisa pergi ke taman..." Jessie mengusapkan wajahnya pada lengan jubah yang lembut. "Kau haus" Atau kau mau..." Ia berhenti mendadak di ambang pintu kamar mandi. Pencuri itu kembali dan dugaannya semalam benar. Berdiri seperti itu, pria itu benar-benar kelihatan sangat besar.
63 "Jangan berteriak," ujar Patrick cepat-cepat. "Tolong jangan berteriak." Jessie segera mengatupkan mulutnya dengan keras sampai giginya sakit. Tak ada teriakan. Tak akan. Pria itu tidak perlu mengulangi kata-katanya. Dia bahkan tidak perlu mengatakannya dengan begitu sopan. Dia sedang memegang Bertie dan Jessie akan melakukan apa pun yang dikatakannya. "Aku tidak akan menyakitimu." Jessie mencoba menanggapi kata-kata itu secara meyakinkan. Mulutnya terbuka tapi tenggorokannya tidak mau bekerja sama. "Dia tadi menangis. Aku mengangkatnya karena dia tadi menangis. Kau mau menggendongnya""
Jessie mengangguk. Jangan bersikap sok pahlawan kali ini. Jessie, pikirnya. Ia harus tetap tenang dan bersikap seolah-olah semuanya benar-benar dalam keadaan normal. Jangan melakukan sesuatu yang bisa mengejutkan Patrick Dalton. atau membuat pria itu menganggap Jessie sebagai ancaman.
Tenang. Jessie mengusap telapak tangannya yang berkeringat di sisi jubah mandinya, tiba-tiba merasa terganggu oleh ukuran jubahnya itu. Kalau ia harus bergerak cepat, sudah pasti ia bakal tersandung... Kecuali, tentu saja, ia tidak akan bergerak ke mana-mana. Bertie jauh lebih penting daripada keselamatannya sendiri. Bagaimana pria itu bisa masuk lagi"
Tenang. Bersikaplah yang wajar. Kenapa dia kembali lagi" Berniat menuntaskan pekerjaannya" Pasti ada sesuatu yang sangat berharga dalam
64 rumah ini sampai-sampai dia mau mengambil risiko. Jessie tahu ia harus tersenyum, tapi wajahnya juga tidak mau bekerja sama. Wajahnya membeku ketakutan.
Tersenyum, ia harus tersenyum! Dalam keadaan apa pun, ia tidak boleh mengejutkan Patrick Dalton maupun membiarkan pria itu melihat ketakutannya, ia bisa melakukan itu demi Bertie. Entah bagaimana Jessie berhasil menggerakkan sudut mulutnya kembali dan melepaskan lidahnya dari langit-langit mulutnya, dengan hati-hati melangkah maju.
"Y-ya." Sialan, saking gugupnya ia sampai ter-gagap-gagap.
Patrick terpana. Apa yang telah dilakukannya" Wanita itu benar-benar ketakutan dan siapa yang bisa menyalahkannya" "Dia tadi menangis," ulang-nya lembut.
"Tolong berikan dia padaku," pinta Jessie sambil mengulurkan kedua lengannya ke arah bayinya yang berharga.
"Nah. Ikut Mummy, ya." Patrick meletakkan si bayi di lengan Jessie, tapi lengan yang terulur sangat gemetaran sampai-sampai Patrick takut wanita itu akan menjatuhkan bayinya. Ia terus memeluk Jessie dan bayinya. "Kau sudah memegangnya"" Wanita itu menengadah, menatapnya dengan mata terbelalak. "Mungkin popoknya perlu diganti," usul Patrick.
"Biasanya sih begitu," ujar Jessie. Lalu, menahan tawa histeris yang sudah hampir meledak, ia ber-tanya. "Kau melarikan diri""
65 "Apa"" Jubah yang dipakai Jessie terasa lembut di dada Patrick. Rambut wanita itu, yang mulai keluar dari ikatan yang dipakainya untuk menahan rambutnya selagi mandi tadi, beraroma manis dan segar, membuat Patrick ingin tetap di sana sejenak. Lalu ia menyadari apa yang diucapkan Jessie, bahwa wanita itu pasti punya sudut pandang yang sangat berbeda tentang situasi ini. "Oh, tidak... Eh, apa kau sudah memegangnya dengan mantap""
"Ya," sahut Jessie. Tapi pencuri itu menutupi jalan menuju pintu. "Barang-barangnya ada di lantai bawah."
"Benarkah" Kenapa""
"Karena aku belum punya waktu..." Jessie berhenti. Ia tidak akan minta maaf pada pencuri itu atas caranya yang serampangan dalam merawat bayi. "Itu bukan urusanmu." Kata-kata itu membuat Patrick tersenyum, sesuatu yang baru. "Boleh aku lewat""
"Oh, ya." Pna itu menepi Jessie baru sadar bahwa pria itu tidak memakai baju. Dia mungkin pencuri dan Jessie mungkin sudah bersumpah tidak akan berurusan dengan pria lagi. tapi itu tidak mencegahnya mengenali spesimen prima saat ia melihatnya. Meskipun tanpa kacamatanya.
Jessie tidak perlu kacamata untuk mengagumi bulu hitam yang tersebar di dada pria itu, otot-otot yang menunjukkan kesukaannya berolahraga, serta bahu yang mampu menanggung semua masalah di dunia ini...
Tidak pakai baju" Pikiran Jessie serta-merta
66 kembali ke alam nyata. Atau sepatu. Dia pasti kabur dari rumah sakit. Setidaknya, dilihat dan perban di dahinya, dia menunggu untuk diobati dulu. Lalu setelah itu dia kabur. Polisi mungkin sedang mencari pria itu. Polisi... ia harus menelepon polisi... Tapi sementara itu ia harus bersikap tenang ia tidak mau melakukan sesuatu yang bisa membuat pria itu kaget. "Mereka, eh, tidak menahanmu di rumah sakit""
"Mereka berencana begitu. Aku keluar sendiri." Wajah Jessie Hayes sangat ekspresif, pikir Patrick. Ia bisa melihat rentetan pikiran Jessie saat wanita itu mencoba mencerna apa yang telah terjadi. Ia juga bisa melihat saat wanita itu memutuskan memaksa diri untuk bersikap seolah-olah sudah terbiasa mendapati seorang pria asing, pria asing yang tidak memakai baju di kamarnya.
Kamarku, ralat Patrick. Mungkin wanita itu memang sudah terbiasa. Bayi itu pasti punya ayah, walaupun Patrick tidak melihat kehadiran Mr Hayes di situ. Mungkin memang tidak ada Mr Hayes. Atau mungkin Mr Hayes sudah ditendang pergi. Atau dipukul sampai mati dengan tongkat cricket...
"Apa itu bijaksana""
Dalam situasi ini, mungkin tidak. Tapi wanita ini cantik. Bayi itu melengkapi kecantikannya, persis seperti Belia yang dulu kelihatan lebih cantik ketika menggendong bayi mereka. "Aku tidak terlalu suka rumah sakit," tukas Patrick kasar, lalu melangkah mundur untuk memberi jalan pada Jessie Kemu67 dian, "Bisakah kau mengatasinya"" tanya Patrick, masih khawatir kalau-kalau wanita itu menjatuhkan bayinya.
"Tentu saja aku bisa." bentak Jessie. "Aku tidak bisa mondar-mandir sambil menunggu pencuri-"
"Sebenarnya, kalau siang hari istilahnya masuk tanpa izin-"
"Atau pengacara kelas teri, kalau begitu. Bagaimana jika kauteruskan apa pun... apa pun yang menjadi maksud kedatanganmu ke sini"" Jessie menghela napas dengan gemetar. Hilanglah sudah sikap tenangnya. "Aku akan berpura-pura tidak melihatmu. Sungguh."
Jessie baru sadar bahwa kata-kata itu sepertinya tidak tepat.
Patrick berpikir Jessie sedang menunjukkan kesediaannya untuk tunduk dengan membiarkannya meneruskan apa pun niat jahat yang ada dalam pikirannya selama ia tidak menyakiti si bayi. Masuk akal, dan juga berani. Kalau Patrick benar-benar pencuri, maka itu hal paling bijaksana untuk dilakukan. Sementara memuji kecerdasan Jessie, situasi ini memang seperti lelucon buruk. "Jadi kau bersedia pura-pura tidak tahu sementara aku mengambil peralatan perak bergaya Georgia itu"" tanya Patrick, berusaha tidak tertawa.
"Perak"" Jessie tidak melihat satu pun peralatan makan perak bergaya Georgia. Tapi kalau dipikir-pikir, ia memang belum sempat melihat-lihat. "Ambil saja. Aku yakin benda itu pasti sudah diasuransikan,"
68 ujar Jessie dengan nada suaranya yang paling meyakinkan sambil maju selangkah lagi menuju pintu.
"Terima kasih," ujarnya. "Kau sangat baik, tapi satu-satunya yang ingin kulakukan hanyalah mandi."
"Mandi"" Wanita itu memandangi dada Patrick dan tiba-tiba saja Patrick merasa sangat telanjang. Patrick harus memaksa dirinya untuk tidak memikirkan bagaimana rupa wanita itu, saat terbaring di bath tub. Tato kecil yang seksi itu. "Oh! Mandi!"
"Kau menyisakan air panas, kan"" tanya Patrick, berusaha mengalihkan perhatian Jessie.
"Aku... eh... ya... setidaknya... mungkin..." Sekarang Jessie kelihatan bingung, sudah sepantasnya dia bingung. Tapi tidak ada gunanya mencoba menjelaskan sekarang. Wanita itu jelas tidak akan percaya pada apa pun yang dikatakan Patrick. "Banyak handuk di dalam dan kurasa tadi aku melihat pisau cukur di lemari, kalau kau perlu..." Jessie terus mengoceh, lalu terdiam, tampak jelas menyesal telah menyebut-nyebut pisau cukur cadangan milik Patrick itu.
"Setelah itu," Patrick melanjutkan, "aku akan mencoba untuk tidur."
"Tidur"" Jessie menelan ludah. Sesaat Patrick mengira wanita itu mungkin akan menawarkan untuk mengganti seprai.
"Aku mengalami hari yang sangat buruk, berikut malam yang sangat buruk."
"Silakan," ujar Jessie, tapi menunjuk ke arah tempat tidur. "Tidak usah pedulikan aku. Lakukan saja."
69 Sementara itu Jessie akan turun dan menelepon polisi seperti layaknya semua warga negara yang baik. Yah, Patrick sama sekali tidak keberatan. Para polisi akan memberitahukan yang sebenarnya pada wanita itu lalu mereka akan mengurus masalah surat perjanjian sewa itu. Yang sudah pasti bakal menguras isi dompet Patrick. Privasi memang mahal.
Ketika mencapai ambang pintu yang aman, Jessie berbalik sambil menggigit bibirnya. Lalu ia berkata, "Dengar, aku harus tahu. Bagaimana kau bisa masuk lagi""
"Cara yang sama dengan semalam. Pakai kunci."
"Kunci"" Sesaat Jessie kehilangan kata-kata. Hanya sesaat. "Tapi aku sudah mengaktifkan alarmnya setelah polisi pergi semalam. Aku yakin aku sudah mengaktifkannya."
"Ya, dan kau berbaik hati meninggalkan nomor kodenya di notes di samping telepon. Kalau aku benar-benar pencuri, aku pasti akan sangat ber-terima kasih. Ada pertanyaan lain""
Jessie punya selusin pertanyaan, Patrick bisa melihat itu di wajahnya, tapi wanita itu jelas-jelas merasa lebih baik tidak menanyakannya. "Sebaiknya aku mengganti popok Bertie."
"Lakukan itu. Dan. karena suasana hatimu sedang bagus, bagaimana kalau kau menjerang air dan membuat kopi""
"Apa kau tidak takut kopi akan membuatmu terus terjaga""
70 "Bukan untukku. Untuk polisi. Kurasa kau berencana menelepon mereka, dan yang pasti mereka bakal senang mendapat secangkir kopi yang enak setibanya di sini. Kau tidak bakal percaya kopi yang disediakan di kantor polisi..."
Jessie langsung pergi. Begitu juga Patrick. Ia serius saat mengatakan butuh mandi. Tapi ia akan menunda tidur sampai ia berhasil menyelesaikan masalah dengan penyewa rumahnya itu. Jessica Hayes sudah sangat mengganggunya, dan waktu bangun nanti, Patrick ingin memastikan ia sudah menempati rumah ini sendirian.
Jessie mendengar pria itu menyalakan shower. Pria itu hanya menggertak; ia tahu pria itu hanya menggertak. Dia pasti sudah berencana mengambil apa pun yang menjadi tujuannya di sini dan sudah akan lama pergi sebelum polisi tiba. Well, Jessie akan memastikan hal itu. Pencuri sungguhan! Pria itu memang sungguhan! Yang sungguh-sungguh bisa membuat Jessie berhenti bernapas.
Jessie menurunkan Bertie dan meraih telepon, tanpa sengaja menjatuhkan koran. Bertie berusaha meraih koran itu, dan Jessie buru-buru menendang koran itu menjauh dan jangkauan si bayi. Saat itulah ia menyadari bahwa wajah yang sedang menatapnya dan halaman depan koran itu sangat familier. Pria itu tidak memakai kacamatanya, tapi judul yang dicetak besar-besar itu menyebutkan berita kasus penipuan di suatu tempat di Timur Jauh sana. Sambil menyipitkan matanya, Jessie
71 berusaha membaca keterangan di bawah foto yang pasti bukan berasal dan berkas polisi mana pun-dan membaca tulisan "PATRICK DALTON QC".
Nama yang tercantum di tas yang disandungnya semalam. Nama yang diberikan si pencuri pada polisi.
Perlahan-lahan Jessie meletakkan gagang teleponnya kembali, mengamati Bertie sejenak, lalu ingat bahwa popok keponakannya itu harus diganti. Ia kembali menaruh koran itu kembali di tempat ia tadi menemukannya di samping telepon, lalu membungkuk dan mengangkat Bertie.
Jessie mengganti popok dengan cekatan. Men-dudukkan Bertie di kursi tinggi bayi. Membersihkan
bekasnya, mencuci tangan, kemudian membuat sepoci kopi. Jessie menduga dirinya berada dalam masalah. Masalah besar. Si penyelundup memang udah bilang bahwa ini rumahnya. Ia tidak terlalu
memperhatikan karena pria itu baru mengalami benturan di kepalanya. Sekarang Jessie sangat takut kalau pria itu mengatakan yang sebenarnya. Bahwa Carenza Finch bukanlah pemilik rumah yang asli, dan sama sekali tidak berhak menyewakan rumah ini padanya.
Seolah-olah itu belum cukup buruk, pemilik sah rumah ini adalah Patrick Dalton QC. Pengacara yang sama sekali bukan kelas teri. Bahkan bisa dibilang menduduki tingkat tertinggi dalam profesi pengacara. Selangkah lagi menuju kursi hakim.
Jessie sempat berpikir bahwa membuat
72 Residents" Association Taplow Towers marah adalah masalah. Dengan situasi seperti ini mungkin ia malah membuat semacam rekor pengusiran.
Ia mengerang keras saat mengingat bagaimana ia mempersilakan pria itu mengambil barang-barang berharga. Berjanji tidak akan melapor ke polisi. Pria itu hanya berdiri di sana dan membiarkan Jessie mempermalukan dirinya sendiri. Pantas saja pria itu tadi tersenyum.
Residents" Association Taplow Towers, menurut dugaannya, hanyalah anak kucing dibanding Patrick Dalton. Jessie memiliki firasat buruk bahwa Mr Dalton, ditambah luka di kepalanya, bakal berubah menjadi harimau. Syukurlah masih ada surat perjanjian sewa itu. Setidaknya kertas itu membuktikan... sesuatu.
Ia memberi Bertie sepotong biskuit bayi, menuang secangkir kopi untuk dirinya sendiri, dan berpikir tentang Carenza Finch. Gadis itu masih muda dan agak nyentrik, tapi dia tidak kelihatan seperti seseorang yang bisa menempati rumah ini tanpa izin dan menyewakannya untuk menipu. Lalu Jessie berpikir bagaimana gadis itu meminta uang sewanya dibayar tunai dan mengerang. Sulit dipercaya ia benar-benar termakan tipuan gadis itu!
Mao menggosokkan badannya di kaki Jessie, menuntut makan paginya.
Tidak, tunggu. Ada Mao. Carrie meninggalkan kucing kesayangannya. Kucing itulah satu-satunya yang dipedulikan Carrie. Perasaan lega melandanya. Carenza Finch tidak menempati rumah tanpa izin
73 dan dia juga bukan gadis yang suka mengambil keuntungan. Setidaknya, bukan dan Jessie. Carrie diserahi tugas untuk menjaga rumah cantik milik Mr Patrick Dalton dan tanamannya yang berharga, padahal satu-satunya yang diinginkan anak itu hanyalah menyeberangi Selat Inggris bersama teman-temannya.
Siapa tahu Patrick Dalton-lah yang menyerahi Carenza tanggung jawab atas rumahnya dan gadis itu malah menyewakannya. Posisi Jessie tidak separah yang ditakutkannya. Yang aku perlukan, pikir Jessie, adalah pengacara.
Ia mengerutkan wajah. Ia sudah punya seorang pengacara. In situ-tepat pada tempatnya. Sambil terus memikirkan hal itu, Jessie berbalik dan mendapati pria yang sedari tadi memenuhi benaknya berdiri di ambang pintu dapur.
Cangkir itu bergetar di atas tatakannya.


Bayi Pinjaman Baby On Loan Karya Liz Fielding di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pria itu terlihat cukup mengesankan dalam kaus berwarna abu-abu tua dan celana jogingnya. Rambutnya masih basah sehabis mandi. Dalam jubah hitam dan wig putih, bisa dipastikan Patrick Dalton akan membuat siapa pun yang dituntutnya ketakutan setengah mati. Mungkin Pria itu tidak suka menjadi penuntut. Membela penjahat lebih menghasilkan banyak uang daripada mengirim mereka ke penjara. Lukisan minyak karya Stubbs dan peralatan makan perak ala Georgia bukanlah barang-barang yang murah.
Seharusnya hal itu membuat Jessie merasa lebih baik, tapi tidak banyak. Tapi setidaknya ia bisa
74 sedikit berharap. Hukum mungkin tidak berpihak padanya, tapi prosesnya pasti akan memakan waktu. Mungkin tidak sampai tiga bulan, tapi cukup lama. Bagaimanapun juga, Patrick Dalton bukan pencuri, tapi pengacara QC dengan reputasi yang harus dijaganya. Pria itu tidak bisa mengambil risiko dengan mengambil jalan pintas. Dengan pikiran itu semakin memperkuat keyakinannya, Jessie berhasil tersenyum kikuk. "Silakan duduk, Mr Dalton. Silakan ambil sendiri kopinya."
"Kulihat mereka sudah menjelaskan situasinya," ujar Patrick.
"Mereka"" Jessie mendapati lebih mudah berkonsentrasi dengan mengelap tetesan air liur dan dagu Bertie danpada menatap mata Patrick. "Siapa""
"Polisi." Patrick duduk, menuang secangkir kopi kental, dan menambah gula. "Bukankah kau langsung menelepon mereka begitu kau turun""
Jessie mendongak memandangnya. "Sebenarnya tidak. Aku baru mau menelepon mereka waktu aku melihat koran semalam. Kau menjadi benta utama semalam, tapi sepertinya bukan karena masuk tanpa izin." Dan kali ini senyumnya muncul lebih mudah. "Tapi Patrick Dalton QC kan memang jarang kalah." Jessie hanya menduga, tapi dugaan itu sepertinya benar "karena Patrick mengernyit.
"Aku tidak kalah. Pada saat-saat terakhir klienku memutuskan bahwa lebih mudah memperoleh apa yang diinginkannya dengan mengaku bersalah."
Pria itu tidak terdengar terla
lu senang. "Kau marah padanya karena melakukan hal yang benar""
75 "Tentu saja aku marah. Dia tidak bersalah - Lalu Patrick mengangkat bahu. "Tak bersalah atas tuduhan itu pada tingkatan apa pun. Walaupun begitu, kelihatannya dia sudah dibayar mahal untuk memainkan peran itu. Bukti-bukti yang dimilikinya bakal mempermalukan orang-orang yang berkuasa."
Patrick mengiris roti Jessie dan menaruhnya dalam toaster. "Jadi Carenza memintamu tinggal di sini dan menjaga rumah sementara dia bepergian""
"Tidak juga." Patrick menatapnya. "Aku mendapat surat perjanjian sewa yang layak. Dan aku sudah membayar sewa tiga bulan di muka."
"Oh. bagus. Jadi kau membiayai liburannya. Trims," ujar Patrick sinis. "Bersediakah kau menjelaskan apa yang kaulakukan pada kakakku""
"Kakakmu""
"Ibu Carenza," jelasnya. "Carrie seharusnya belajar untuk mengikuti ujian ulang level A-nya pada musim gugur nanti."
"Kalau Carrie separah itu, kakakmu seharusnya menjaganya lebih ketat," balas Jessie.
"Betapa menyenangkan menemukan satu subjek yang sama-sama kita sepakati sepenuhnya. Tapi tidak jadi soal. Kau bisa menghentikan ceknya, kita akan merobek surat perjanjian sewa itu. dan masalah pun teratasi."
Ya Tuhan, betapa angkuhnya pria ini. Angkuh sampai ke tulang-tulangnya. Dia dihadapkan pada sedikit ketidaknyamanan dan tidak peduli sedikit pun pada Jessie. Atau Carenza. "Itu akan sulit,"
76 ujar Jessie dengan kepuasan yang tak terkira "Aku membayarnya tunai."
"Tunai"" Well, kata-katanya langsung menghapus kepuasan dari wajah Patrick. "Kau membayar uang sewa tiga bulan secara tunai"""
"Empat. Sewa satu bulan sebagai jaminan."
"Kau tidak merasa hal itu sedikit aneh"" tuntut Patrick.
Sebenarnya Jessie tidak terlalu senang dengan perjanjian itu, tapi ia tidak berada dalam posisi untuk berdebat. "Tidak ada waktu untuk mencair-kan cek. Carrie sedang terburu-buru."
"Pasti. Kurasa sekarang dia sudah di Prancis." Jessie tidak menyangkal atau membenarkannya. Carrie memang menyebut-nyebut soal kapal feri. Mungkin kapal itu menuju Prancis, tapi mungkin juga ke tempat lain dan itu sama sekali bukan urusannya. Yang pasti ia tidak berniat membantu Patrick menemukan gadis itu. "Mungkin dia pikir aku tidak akan tahu," tambah Patrick.
"Kalau klienmu mengikuti nasihatmu, mungkin kau memang tidak akan tahu."
Rotinya muncul dan toaster. Patrick bangkit, melintasi ruangan menuju lemari es, dan membukanya dengan hati-hati, menatap kerusakannya tanpa ekspresi. "Tidak jadi masalah." Dia berbalik menghadap Jessie sambil memegang piring mentega. "Aku akan mengganti uangmu."
Jessie yakin pria itu tidak sedang membicarakan mentega. "Itu tidak perlu. Aku tidak menginginkan uangmu."
77 "Kau baik sekali, tapi aku tidak bisa membiarkanmu menderita karena keponakanku-"
"Kau tidak mengerti. Aku tidak sedang berbaik hati, Mr Dalton. Dan aku tidak berniat menderita. Kau tidak perlu mengganti uangku karena aku tidak akan pindah. Aku sudah menandatangani surat perjanjian sewa yang sah, melalui sebuah agensi, dan aku tidak berniat merobeknya. Polisi yang datang tadi malam sudah melihatnya dan mencatat semua detailnya," ujar Jessie. Siapa tahu pria itu berencana merobek dokumennya.
Mereka bertatapan; mata Patrick abu-abu dan tenang. Mungkin mata itu bisa membuat para saksi bermimpi buruk, tapi Jessie tidak sedang diperiksa oleh pria itu di ruang sidang, jadi ia menolak diintimidasi. Setidaknya, tidak terlalu besar.
Untuk menekankan maksudnya, Jessie mengambil sepotong roti Patrick. Bagaimanapun juga, ini kan rotiku dan mentegaku, pikir Jessie.
"Kurasa polisi itu mungkin sudah membahas semua detailnya bersamamu." Lalu, karena tidak mau bermusuhan dengan Patrick, Jessie menawarkan jalan tengah. "Mungkin kau masih sedikit bingung. Hal itu memang bisa mengacaukan ingatanmu."
Patrick duduk dan menatap Jessie lurus-lurus. "Tidak ada yang salah dengan ingatanku." Ingatannya bekerja secara maksimal dan membawa Patrick kembali melihat Jessie Hayes terbaring dalam bath tub-nya. Pemandangan yang sangat mengganggu.
"Kau yakin" Mungkin lebih aman jika kau menginap beberapa malam di rumah sakit."
78 "Cukup yaki n." Patrick menemukan alasan untuk tersenyum. "Selain itu aku percaya bahwa rumah adalah tempat terbaik untuk menyembuhkan penyakit apa pun yang menimpamu."
"Tapi ini rumahku selama jangka waktu sewaku," Jessie bersikeras. "Tentunya kau punya relasi yang bisa kautumpangi"" Jessie yakin satu kata saja dari Patrick bisa membuat para wanita mengantre menerimanya. "Keluarga atau teman yang mau menampungmu selama tiga bulan ke depan""
Senyum Patrick menghilang semudah datangnya. "Tiga bulan!"
Oh, sial. Dia marah. Jessie terkejut karena Patrick menunjukkan seberapa besar kemarahannya. Ia yakin bahwa kalau dia berada di ruang sidang, pria itu tidak akan menaikkan suaranya di atas nada percakapan yang sopan. Di sana Patrick Dalton pasti menggunakan suara bersahabat yang memperdaya saksi sehingga merasa seolah-olah sedang berbicara pada seorang teman. Sampai semuanya terlambat.
Mungkin dia sedang sakit kepala. Jessie bersimpati. Pria itu bisa saja mendapatkan seluruh simpatinya. Tapi bukan rumahnya. Rumah Jessie.
"Bagaimana denganmu"" Patrick balas bertanya. "Apa kau tidak punya "teman" atau "keluarga" yang bisa kautumpangi""
"Kalau punya, aku tidak akan ada di sini. Aku sudah hampir kehilangan akal waktu agensi itu menawariku rumah ini."
79 "Agensi apa""
Jessie memberitahunya. "Aku berhubungan dengan mereka lewat telepon. Dengan Sarah," tambahnya, jadi Patrick bisa melihat bahwa ia serius. "Mereka sangat efisien. Mungkin mereka bisa membantumu," tambahnya lagi. "Aku terlalu sibuk untuk menghabiskan waktu mencari tempat lain."
"Sibuk" Kausebut tidur di pagi hari sibuk"" "Tidur""
"Kau baru saja mandi. Setidaknya kurasa itulah yang kaulakukan di kamar mandi," tambah Patrick buru-buru, berusaha memperbaiki kesalahan yang baru saja dilakukannya. "Karena kau memakai jubah mandiku."
Jessie menunduk melihat jubah mandi yang sedang dipakainya, menyadari pipinya yang tiba-tiba terasa hangat. "Jubah mandi ini milikmu"" tanyanya sambil lalu. "Rasanya sangat nyaman."
"Aku tahu." Membayangkan pria itu sebagai orang terakhir yang memakai jubah mandi itu membuat Jessie tidak mampu mempertahankan sikap dingin yang ingin ditunjukkannya. Ia malah mulai merasa hangat. Tapi ia berusaha keras menepisnya. "Aku memang mandi agak siang. Rutinitasku benar-benar terganggu karena kehadiran Bertie."
"Itu sudah jelas" ujar Patrick, tidak terlalu bersimpati. "Seharusnya kau sudah memikirkan hal itu sebelum memutuskan menjadi ibu."
"Oh, tapi, " 80 "Ini rumahku, Jessie."
"Oh... kau ingat namaku."
"Ya, aku ingat." Mana mungkin ia bisa lupa"
Jessie merasa pipinya memerah. "Ms Hayes saja sudah cukup," bentaknya.
"Carenza tidak punya hak apa pun untuk menandatangani surat perjanjian sewa, Ms Hayes. Surat itu sama sekali tidak berarti."
"Kurasa aku ingin memeriksanya bersama pengacara, kalau kau tidak keberatan."
Patrick menatapnya marah. "Lakukan apa yang kauinginkan, tapi kusarankan kau tidak membuang-buang uangmu. Asal kau tahu saja, kalau bukan karena bayimu, aku sudah bakal melemparmu ke jalan hari ini." Jessie, yang hampir menjelaskan bahwa Bertie bukanlah bayinya waktu pria itu menyelanya, memutuskan bahwa akan lebih bijaksana menyimpan fakta itu sementara waktu. "Bolehkah aku menelepon agensimu yang hebat itu"" Patrick menawarkan. "Kalau mereka memang sangat efisien, mereka pasti bisa mencarikanmu tempat lain untuk tinggal
"Jangan repot-repot." Diberi peringatan 24 jam satu kali tidak menyenangkan, dua kali dalam seminggu membangkitkan sifat spontan dan impulsif yang sudah susah payah ditahan-tahan Jessie. "Aku tidak akan pindah."
Hening sejenak sebelum Patrick berkata, "Kalau begitu kita berdua punya masalah, Ms Hayes, karena aku juga tidak akan pindah."
Sesaat ruangan itu terasa penuh ketegangan.
81 Jessie menelan ludah dan, menolak diintimidasi, ia berkata, "Well, kukira aku bisa menyewakan gudang untukmu. Memang agak berat membayar seluruh uang sewa di muka-"
Patrick menyambar kesempatan ini. "Kau bisa mendapatkannya kembali. Seluruhnya. Ditambah uang sewa satu bulan sebagai kompensasi untuk kesulitanmu. Aku akan memberimu cek-"
Jessie tidak menginginkan
cek. Ia tidak ingin pindah. Kenapa ia harus pindah" "Ruangan itu tidak ada perabotnya, tentu saja, dan kamar mandi tamunya agak kecil," lanjut Jessie seolah-olah Patrick tidak pernah menyelanya. "Mungkin kau punya single bed atau sesuatu yang kausimpan di loteng"" Pria itu tidak membenarkan atau menyangkal. Tampaknya dia benar-benar kehilangan kata-kata. "Bisakah itu menjadi kompromi yang layak"" Mao, yang masih lapar, menggosokkan badannya di kaki Patrick. Pria itu memindahkannya dengan kesal, tapi Mao terus kembali lagi. "Aku yakin kita bisa mencapai kesepakatan mengenai pembagian biaya pengeluaran," tambah Jessie.
Kalau Jessie berharap bisa membangkitkan amarah Patrick. ia sudah berhasil. Pria itu bangkit dari kursi. "Aku tidak mau membagi apa pun, Ms Hayes, jadi sebaiknya kau mulai mencari tempat tinggal lain sekarang juga selagi aku masih mau bersikap adil! Dan jangan lupa bawa kucingmu!"
Beginikah ide pria itu tentang bersikap adil" "Apa kau akan memberiku waktu untuk berpakaian dulu sebelum kau melemparku ke jalanan""
82 Patrick begitu terperangah hingga kelihatannya perlu waktu memikirkan jawabannya. Terbalut jubah mandi miliknya, rambut digelung ke atas dengan ikat rambut kecil yang longgar, serta wajah kemerahan dan berkilau sehabis mandi, Jessie sama sekali tidak menyadari daya tarik seksual yang dimilikinya. Dan wanita itu hanya mengenakan jubah handuk putih lembut.
Jessie terlambat menyadari bahwa mengingatkan Patrick akan ketelanjangannya merupakan kecerobohan yang sama sekali tak ada manfaatnya.
Empat PaTRICK menelan ludah. Jubah mandinya, yang tampak kebesaran untuk Jessie, tersingkap memperlihatkan leher Jessie yang putih dan bayangan lekukan lembut payudaranya yang mengundang. Pemandangan yang mengintip itu ternyata lebih menggoda daripada ketelanjangan yang tadi dilihat Patrick secara tak sengaja. Pikiran Patrick penuh dengan lekuk-lekuk indah serta tato kecil kepik yang seksi. Rasa nyeri samar-samar yang menggerogotinya semenjak ia melangkah masuk ke kamar mandi dan mendapati Jessie di sana kini semakin hebat dan cepat.
Dengan wajah merah padam Jessie cepat-cepat berbalik dan mengangkat Bertie. Ia memeluk keponakannya itu, menjadikannya tameng bagi lidahnya yang terlalu impulsif. Jessie mengira sudah bisa mengendalikan lidahnya hingga sejalan dengan pikiran dan hatinya. Pesan kepada otak. Berusahalah lebih keras. Sementara itu dengan tegas Jessie menyingkirkan kecenderungan merasa bersalah ka84 rena membiarkan Patrick Dalton percaya bahwa Bertie anaknya.
Jessie tahu itu salah. Secara teori. Tapi dalam praktiknya Patrick sudah menjelaskan situasinya: kalau Jessie mengaku Bertie hanya dititipkan sebentar, sementara kakak dan kakak iparnya beristirahat, pria itu pasti tidak akan ragu-ragu lagi mengusirnya ke jalan. Patrick jelas-jelas cukup besar untuk mengangkat dan membawanya ke jalan, dan sekali keluar, Jessie-lah yang harus menuntut lewat pengadilan supaya bisa masuk lagi. Yang sudah jelas tidak ada gunanya, karena toh ia masih butuh tempat tinggal sementara.
Parahnya lagi, Patrick Dalton mungkin bakal menyerangnya dengan undang-undang tertentu yang menghukum para orangtua yang lebih mementingkan tidur daripada tugas merawat anaknya. Kevin dan Faye tahu mereka bisa memercayainya, tapi Dinas Sosial mungkin akan mengambil kesimpulan yang salah karena Jessie tidak memiliki surat rekomendasi untuk menjadi ibu sementara Bertie sekalipun.
"Aku mengaku memiliki bayi ini, Mr Dalton," ujarnya, dengan hati-hati tidak mengiyakan ataupun menyangkal bahwa Bertie anaknya. "Tapi Mao tidak ada hubungannya denganku. Dia milik Carenza."
"Oh, ss-" Patrick menelan kembali kata-kata yang hampir keluar dari mulutnya saat Bertie tersenyum padanya."-ssayang," ujarnya.
"Mmm." Dia juga tidak peduli pada kucing itu, Jessie bisa melihatnya. Situasi yang mungkin bisa
85 dimanfaatkannya. "Omong-omong, kurasa dia lapar. Mungkin kau mau menumbuk ikan untuknya" Sudah dimasak kok. Kau tinggal meremasnya dengan tanganmu untuk menghancurkannya sekalian memeriksa kalau-kalau ada tulang." Patrick tidak menjawab dan Jessie menduga ba
hwa untuk pertama kali dalam hidupnya, Patrick Dalton kehilangan kata-kata. Jessie membuka kulkas dan-berusaha sekuat tenaga untuk tidak menunjukkan rasa tidak sukanya sendiri terhadap tugas itu dengan hati-hati meremas ikan sebelum menaruhnya di piring Mao. "Coba kaulihat," ujarnya, menekankan kembali keberuntungan yang tidak disangka-sangka itu.
Mao berhenti menggosok-gosokkan badannya di kaki Patrick dan melintasi ruangan untuk memeriksa pemberian Jessie. Dia mendengus, memandang Jessie dengan jijik, lalu sambil menaikkan ekornya dia berjalan ke pintu dapur, dan menunggu seseorang membukanya.
Jessie merasa ingin bertepuk tangan. Mao benar-benar cemerlang. Jessie membuka pintu, dan sambil menghela napas ia berkata, "Kurasa hari ini dia ingin ayam cincang." Jessie berbalik untuk melihat bagaimana pria itu menanggapi kata-katanya tadi, tapi Patrick Dalton sudah setengah jalan menaiki tangga
"Mr Dalton," Jessie memanggilnya.
Patrick berhenti, setengah berbalik. "Apa""
"Kalau kau mau tidur, aku ingin- Ia ingin berpakaian dulu. Otaknya jelas-jelas tidak mengindahkan peringatannya tadi. Untungnya Pria
86 itu tidak menunggu untuk mendengar apa yang Jessie inginkan.
"Tidur siang" Kaupikir aku mau tidur" Aku belum pernah terjaga sesegar ini seumur hidupku, dan aku mau keluar. Sementara itu sebaiknya kau mulai mencari tempat tinggal lain."
"Atau apa"" tanya Jessie.
"Atau-atau aku yang akan melakukannya untukmu."
Jawaban yang lucu pikir Patrick, tapi dia tidak menunggu persetujuan Jessie. Tak lama kemudian terdengar pintu depan dibanting.
"Kurasa kita memenangi ronde pertama," bisik Jessie di telinga Bertie sambil mencium rambut ikal hitamnya. "Tapi, sayangnya dia sangat marah." Jessie menghela napas. "Tentu saja, kemarahannya bisa dimengerti. Carenza memang gadis yang nakal. Dia mengkhianati kepercayaan pamannya. Tapi," tambah Jessie, "pria itu tidak kelihatan terkejut dengan semua ini. Ia menggelitik perut Bertie dan bocah itu tertawa terkekeh-kekeh. "ini bukan lelucon anak muda. langan coba-coba melakukan hal seperti itu padaku kalau kau sudah seumur gadis itu, ya," ujarnya, tertawa sambil mengangkat bocah itu Mari kursinya. Tapi saat memeluk Bertie di bahunya, dengan pipi bayi yang lembut menempel di lehernya, membayangkan bahwa ia tidak akan pernah menjadi lebih dari seorang bibi dan takkan pernah membesarkan anaknya sendiri sepertinya tidak begitu lucu lagi.
Rahasia Mo-kau Kaucu 3 Pendekar Romantis 05 Skandal Hantu Putih Suling Pusaka Kumala 6

Cari Blog Ini