Ceritasilat Novel Online

Eldest 12

Eldest Seri 2 Eragon Karya Christhoper Paolini Bagian 12


Dua tempat di depan Roran, Darmmen dan Hamund mengalihkan dayung mereka pada Thane dan Ridley, lalu berbaring di tengah lorong, tangan dan kaki mereka gemetaran. Kurang dari semenit kemudian, ada orang lain lagi yang terkapar di galeri dan seg
era digantikan Birgit dan wanita lain.
Kalau kami selamat, pikir Roran, itu karena kami memiliki cukup orang untuk mempertahankan kecepatan ini selama apa pun.
Rasanya ia telah mendayung selamanya dalam ruang yang gelap dan berasap itu, mula-mula mendorong, lalu menarik, berusaha sebaik-baiknya mengabaikan sakit yang semakin hebat dalam tubuhnya. Lehernya terasa kaku akibat membungkuk di bawah langit-langit rendah. Kayu gelap tangkai dayung dilumuri darah dari kulitnya yang melepuh dan tercabik. Ia merobek kemejanya--menjatuhkan teropong ke lantai--melilitkan kain di dayung, dan terus mendayung.
Akhirnya Roran tidak mampu lagi. Kakinya melemas dan ia jatuh ke samping, merosot menyeberangi lorong karena keringat yang begitu melimpah. Orval menggantikan tempatnya. Roran berbaring tak bergerak hingga napasnya reda, lalu beranjak dan merangkak ke lubang palka.
Seperti pemabuk yang demam, ia memaksa diri menaiki tangga, bergoyang-goyang seirama gerakan kapal dan sering kali merosot ke dinding untuk beristirahat. Sewaktu keluara ke geladak, ia membuang waktu sejenak untuk menikmati udara segar, lalu terhuyung-huyung ke anjungan, kakinya nyaris kram setiap kali melangkah.
"Bagaimana"" tanyanya pada Uthar, yang mengemudi, dengan terengah-engah.
Uthar menggeleng. Saat mengintip ke balik pagar, Roran melihat ketiga kapal pemburu sekitar setengah mil jauhnya dan agak lebih ke barat, lebih dekat dengan pusat Eye. Kapal-kapal pemburu itu tampak tidak bergerak dilihat dari Dragon Wing.
Mula-mula, saat Roran mengawasi, posisi keempat kapal tidak berubah. Lalu ia merasakan perubahan kecepatan Dragon Wing, seakan kapal telah melewati titik kritis dan kekuatan yang menahannya berkurang. Perubahan itu tak kentara dan hanya berarti tambahan beberapa kaki per menit--tapi itu cukup hingga jarak antara Dragon Wing dan para pemburunya bertambah besar. Seiring setiap ayunan dayung, Dragon Wing mendapatkan momentum.
Tapi kapal-kapal pemburunya tidak mampu mengatasi kekuatan pusaran yang menakutkan. Dayung-dayung mereka perlahan-lahan melambat hingga, satu demi satu, kapal-kapal itu hanyut ke belakang dan tertarik ke tirai kabut, yang di baliknya menunggu dinding air gading yang berputar-putar dan karang-karang tajam di dasar lautan.
Mereka tidak bisa terus mendayung, pikir Roran tersadar. Awak mereka terlalu sedikit dan mereka kelelahan. Ia mau tidak mau bersimpati pada nasib orang-orang di kapal-kapal tersebut.
Tepat pada saat itu, ada anak panah yang melesat dari kapal pemburu terdekat dan berkobar menjadi lidah api hijau saat melesat ke Dragon Wing. Anak panah itu pasti dipertahankan dengan sihir hingga mampu melesat sejauh itu. Anak panahnya menghantam layar tambahan dan meledak menjadi api cair yang melalap apa pun yang mereka sentuh. Dalam beberapa detik, dua puluh kebakaran kecil berkobar di tiang tambahan, layar tambahan, dan geladak di bawahnya.
"Kami tidak bisa memadamkannya," teriak salah seorang pelaut dengan ekspresi panik.
"Potong apa pun yang terbakar dan lempar ke laut!" raung Uthar sebagai jawaban.
Setelah mencabut pisau di sabuk, Roran berusaha keras memotong api hijau dari papan-papan dekat kakinya. Beberapa menit yang menegangkan berlalu sebelum api tidak wajar itu bisa disingkirkan dan jelas bahwa kebakarannya tidak akan meluas ke bagian kapal lain.
Begitu seruan "Semua beres!" terdengar, Uthar mengendurkan cengkeramannya pada roda kemudi. "Kalau itu tindakan terbaik yang bisa dilakukan penyihir mereka, menurutku tidak ada lagi yang perlu kita takuti dari dirinya."
"Kita akan keluar dari Eye, bukan"" tanya Roran, sangat ingin menegaskan harapannya. .
Uthar menegakkan bahu dan tersenyum sekilas, bangga sekaligus tidak percaya. "Belum benar-benar keluar, tapi sebentar lagi. Kita tidak akan mendapat kemajuan yang nyata dalam menjauhi monster menganga itu hingga arus mereda. Beritahu Bonden untuk mengurangi kecepatan sedikit; aku tidak ingin para pendayung pingsan selama bisa mencegahnya."
Dan begitulah. Roran kembali mendayung dan, waktu ia kembali ke geladak, pusaran air telah mereda. Lolongan mengerikan pusar
an memudar menjadi suara angin yang biasa; laut kembali tenang dan datar tanpa tanda-tanda kebuasan yang secara teratur muncul di lokasi itu; dan kabut yang tadinya menggeliat-geliat di atas ngarai mencair terkena berkas hangat cahaya matahari, menyebabkan udara sejernih kaca yang diminyaki. Sedangkan Boar's Eye sendiri--seperti yang dilihat Koran sesudah mengambil teropong dari sela-sela pendayung--tidak tersisa apa pun kecuali piringan busa kekuningan yang berputar di air.
Dan di tengah busa, ia merasa bisa melihat, samar-samar, tiga tiang patah dan sehelai layar hitam mengambang berputar-putar dalam lingkaran tanpa akhir. Tapi mungkin saja itu hanya imajinasinya.
Setidaknya, itulah yang dikatakannya pada dirinya sendiri.
Elain mendekatinya, satu tangan pada perutnya yang membesar. Dengan suara pelan ia berkata, "Kita beruntung, Roran, lebih beruntung daripada yang bisa kita harapkan."
"Aye," Roran menyetujui.
KE ABERON Di bawah Saphira, hutan tanpa jalan setapak membentang lebar ke setiap kaki langit yang putih, memudar dari hijau tua ke ungu yang semakin samar. Martin, rook, dan burung-burung hutan lain beterbangan di atas pinus-pinus, berteriak ketakutan saat melihat Saphira. Saphira terbang rendah di dekat kanopi untuk melindungi kedua penumpangnya dari suhu di ketinggian langit yang bagai di kutub.
Selain saat Saphira melarikan diri dari Ra'zac ke Spine, ini pertama kalinya ia dan Eragon mendapat kesempatan terbang bersama-sama menempuh jarak sejauh ini tanpa harus berhenti atau menunggu rekan-rekan di darat. Saphira sangat gembira dengan perjalanan ini, dan ia dengan senang, hati menunjukkan pada Eragon bagaimana didikan Glaedr meningkatkan kekuatan dan daya tahannya.
Sesudah ketidaknyamanan di awal perjalanan berkurang, Orik berkata pada Eragon, "Aku ragu pernah bisa merasa nYaman di udara, tapi aku bisa memahami kenapa kau dan Saphira begitu menikmatinya. Terbang membuatmu merasa bebas dan tidak terhambat, seperti elang bermata tajam yang memburu mangsa! Jantungku jadi berdebar-debar, sungguh."
Untuk mengurangi ketegangan perjalanan, Orik bermain teka-teki dengan Saphira. Eragon tidak mengikuti kontes itu karena ia tidak pernah benar-benar menguasai teka-teki; pemutaran otak yang diperlukan untuk memecahkan teka-teki tidak pernah dipahaminya. Dalam hal ini, Saphira jauh mengunggulinya. Seperti sebagian besar naga, Saphira terpesona pada teka-teki dan mendapatinya cukup mudah dipecahkan.
Orik berkata, "Satu-satunya teka-teki yang aku tahu dalam Bahasa Kurcaci. Akan kuusahakan sebaik-baiknya menerjemahkannya, tapi hasilnya mungkin kasar dan kurang cocok." Lalu ia bertanya:
Tinggi aku masih muda. Pendek aku sudah tua. Saat hidup aku bercahaya,
Napas Urur adalah musuhku.
Tidak adil, gerung Saphira. Aku tidak tahu banyak tentang dewa-dewamu. Eragon tidak perlu mengulangi kata-katanya, karena Orik mengizinkan Saphira langsung mengarahkan pikiran ke benaknya.
Orik tertawa. "Kau menyerah""
Tidak akan. Selama beberapa menit, satu-satunya suara yang terdengar hanyalah kepakan sayapnya, hingga ia bertanya, pakah lilin"
"Benar sekali."
Kepulan asap panas melayang ke wajah Orik dan Eragon saat Saphira mendengus. Aku payah dengan teka-teki seperti itu. Aku tidak tinggal di dalam rumah sejak menetas, dan menurutku teka-teki yang berhubungan dengan benda-benda rumah tangga sulit.
Lalu ia bertanya: Apa yang menyembuhkan segala penyakit"
Teka-teki ini terbukti sulit bagi Orik. Ia menggerutu, mengerang, dan menggesek-gesek giginya dengan frustrasi. Di belakangnya, Eragon tidak bisa menahan senyum, karena ia melihat jawabannya dengan jelas dalam benak Saphira. Akhirnya, Orik berkata, "Well, apa jawabannya" Kau mengalahkanku untuk yang satu ini."
Demi kejahatan gagak hitam, dan demi rima ini,
jawabannya adalah tumbuhan thyme.
Sekarang giliran Orik berseru, "Tidak adil! Ini bukan bahasa ibuku. Kau tidak bisa berharap aku mengerti permainan kata-kata seperti itu!"
Adil tetap adil. Itu teka-teki yang layak.
Eragon mengawasi otot-otot di tengkuk Orik bergerak-gerak saat kurcaci itu menjulurkan kepala ke depan
. "Kalau itu pendapatmu, O Gigi Besi, cobalah memecahkan teka-teki yang diketahui setiap anak-anak kurcaci ini."
Aku dinamai tungku Morgothal dan rahim Helzvog.
Kuselimuti putri Nordvig dan mendatangkan kematian kelabu,
Dan membarui dunia dengan darah Helzvog. Apakah aku "
Jadi begitulah yang mereka lakukan, bertukar teka-teki yang semakin sulit sementara Du Weldenvarden melesat cepat di bawah. Celah di cabang-cabang sering menunjukkan bercak keperakan, sebagian dari begitu banyak sungai yang membelah hutan. Di sekitar Saphira, awan bergulung-gulung dengan arsitektur yang fantastis: berbagai lengkungan tebal, kubah, dan tiang; dinding benteng; menara sebesar gunung; dan tebing serta lembah yang dipenuhi pendar cahaya yang menyebabkan Eragon merasa mereka seperti terbang menembus mimpi.
Saphira terbang begitu cepat hingga, sewaktu senja tiba, mereka telah meninggalkan Du Weldenvarden dan memasuki padang-padang kemerahan yang memisahkan hutan lebat itu dari Padang Pasir Hadarac. Mereka berkemah di rerumputan dart meringkuk di sekitar api unggun kecil yang mereka nyalakan, benar-benar sendirian di permukaan bumi yang rata. Walah mereka muram dan tidak banyak bicara, karena katakata hanya semakin menekankan kecilnya arti mereka di tanah yang telanjang dan kosong ini.
Eragon memanfaatkan perhentian mereka untuk menyimpan sebagian energinya dalam batu rubi yang menghiasi tangkai Zar'roc. Batu permata itu menyerap seluruh kekuatan yang diberikannya, juga kekuatan Saphira sewaktu naga itu menyumbangkan kekuatannya. Eragon menyimpulkan baru beberapa hari lagi mereka bisa memenuhi batu rubi dan kedua belas berlian yang tersembunyi dalam sabuk Beloth si Bijak.
Lelah karena kegiatan itu, ia menyelimuti diri, berbaring di samping Saphira, dan melayang ke mimpi terjaganya, di mana hantu-hantu malam kembali bermain dengan latar belakang hamparan bintang di atas.
Tidak lama sesudah mereka melanjutkan perjalanan keesokan paginya, rerumputan digantikan semak-semak kecokelatan, yang tumbuh semakin jarang hingga, akhirnya, semak-semak itu, pun digantikan tanah terpanggang matahari yang tidak berisi apa-apa kecuali tanaman yang paling ulet. Bukit-bukit pasir merah keemasan muncul. Dari punggung Saphira, Eragon melihat bukit-bukit pasir itu tampak seperti barisan ombak yang terus berlayar ke pantai di kejauhan.
Saat matahari mulai turun, ia menyadari adanya sekelompok pegunungan di timur yang jauh dan tahu bahwa ia memandang Du Fells Nangoroth, tempat naga liar kawin, membesarkan anak-anak, dan akhirnya mati. Kita harus mengunjungi tempat itu suatu hari nanti, kata Saphira, mengikuti arah tatapan Eragon.
Aye. Malam itu, Eragon merasa kesepian mereka semakin tajam dibandingkan sebelumnya, karena mereka berkemah di kawasan Padang Pasir Hadarac yang paling kosong, di mana begitu sedikit kelembapan yang ada di udara hingga bibirnya dalam waktu singkat pecah-pecah, walau ia mengoleskan nalgask beberapa menit sekali. Ia merasakan sangat sedikit kehidupan d' tanah, hanya beberapa tanaman yang kondisinya payah dan beberapa serangga dan kadal.
Seperti sewaktu mereka melarikan diri dari Gil'ead melewan padang pasir, Eragon mengambil air dari tanah untuk mengis kembali kantong air mereka, dan sebelum membiarkan airnya mengering, ia men-scry Nasuada di pantulan kolam untuk melihat apakah kaum Varden telah diserang atau belum. Yang melegakannya, mereka belum diserang.
Di hari ketiga sejak meninggalkan Ellesmera, angin bertambah kencang di belakang mereka dan mendorong Saphira lebih jauh daripada yang bisa dicapainya kalau terbang sendiri, membawa mereka keluar dari Padang Pasir Hadarac.
Di dekat tepi padang pasir, mereka melewati sejumlah suku nornaden berkuda yang mengenakan jubah yang berkibarkibar untuk menahan panas. Orang-orang berteriak dalam bahasa mereka dan mengacung-acungkan pedang d'an tombak ke arah Saphira, sekalipun tidak ada yang berani memanahnya.
Eragon, Saphira, dan Orik berkemah malam itu di ujung paling selatan Hutan Silverwood, yang membentang di sepanjang Danau Tudosten dan dinamai begitu karena hutan tersebut hampir t
erdiri atas pohon beech, dedalu, dan poplar semata. Berlawanan dengan senja tanpa akhir yang ada di bawah pinus-pinus Du Weldenvarden, Silverwood terang benderang penuh cahaya matahari, gagak, dan gemeresik lembut dedaunan hijau. Pepohonan tampak muda dan gembira bagi Eragon, dan ia senang berada di sana. Dan sekalipun semua tanda padang pasir telah menghilang, cuaca tetap jauh lebih hangat daripada yang biasa dialaminya pada hari-hari seperti ini. Rasanya lebih mirip musim panas daripada musim semi.
Dari sana mereka terbang langsung ke Aberon, ibukota Surda, dipandu arah yang didapat Eragon dari kenangan burungburung yang mereka temui. Saphira tidak berusaha menutupi diri sepanjang perjalanan, dan mereka sering mendengar seruan terkejut dan terpesona dari desa-desa yang dilewatinya.
Hari telah sore sewaktu mereka tiba di Aberon, kota rendah berdinding yang terpusat di sekitar tonjolan di kawasan yang rata. Puri Borromeo berdiri di puncak bukit. Puri itu dilindungi tiga lapis dinding melingkar, puluhan menara, dan, Eragon menyadari, ratusan busur raksasa yang dibuat untuk menembak jatuh naga. Cahaya kemerahan matahari yang tergantung rendah membuat bangunan-bangunan di Aberon tampak seperti relief-relief yang tajam dan menerangi kepulan debu yang embubung dari gerbang barat kota, tempat sebarisan prajurit berusaha masuk.
Saat Saphira turun ke dinding dalam puri, ia memungkinkan Eragon berhubungan dengan kombinasi pikiran orang-orang di ibukota. Mula-mula suara itu membingungkannya--bagaimana ia harus mendengarkan musuh dan pada saat yang bersamaan masih membuka hubungan ke semua orang--hingga menyadari bahwa, seperti biasa, ia terlalu memusatkan perhatian pada rincian. Ia hanya perlu merasakan niat orang-orang pada umumnya. Ia memperluas fokusnya, dan suara-suara individual yang berusaha menarik perhatiannya mereda menjadi emosi berkesinambungan di sekitarnya. Rasanya seperti ada tirai air yang dibentangkan menutupi pemandangan di dekatnya, naik-turun seiring perasaan orang-orang dan mencuat tajam kalau ada orang yang terguncang emosinya.
Dengan begitu, Eragon menyadari keterkejutan yang mencengkeram orang-orang di bawah sewaktu berita kehadiran Saphira menyebar. Hati-hati, katanya pada Saphira. Kita tidak ingin mereka menyerang kita.
Debu mengepul ke udara bersama setiap kepak sayap Saphira yang kuat saat ia mendarat di tengah halaman, membenamkan cakar-cakarnya ke tanah telanjang untuk memantapkan diri. Kuda-kuda yang ditambatkan di halaman meringkik ketakutan, menciptakan keributan yang begitu rupa hingga Eragon akhirnya memasuki pikiran mereka dan menenangkan dengan kata-kata dalam bahasa kuno.
Eragon turun sesudah Orik, memandang begitu banyak prajurit yang berjajar di tepi puncak benteng dan busur-busur besar yang mereka pegang. Ia tidak takut pada senjata-senjata itu, tapi tak ingin bertempur melawan sekutu sendiri.
Dua belas orang, beberapa di antaranya prajurit, bergegas keluar dari menara mendekati Saphira. Mereka dipimpin pria jangkung berkulit sama gelapnya seperti kulit Nasuada, orang ketiga berkulit seperti itu yang pernah ditemui Eragon. Setelah berhenti sepuluh langkah jauhnya, pria itu membungkuk memberi hormat--juga para pengikutnya--lalu berkata, "Selamat datang, Penunggang. Namaku Dahwar, putra Kedar. Aku menteri istana Raja Orrin."
Eragon memiringkan kepala. "Dan aku, Eragon Shadeslayer, bukan putra siapa-siapa."
"Dan aku, Orik, putra Thrifk."
Dan aku, Saphira, putri Vervada, kata Saphira, menggunakan Eragon sebagai juru bicara.
Dahwar membungkuk lagi. "Aku minta maaf karena tidak seorang pun yang berpangkat lebih tinggi dariku menyambut tamu seagung Anda, tapi Raja Orrin, Lady Nasuada, dan seluruh kaum Varden sudah lama pergi untuk menghadapi pasukan Galbatorix." Eragon mengangguk. Ia telah menduganya. "Mereka meninggalkan perintah bahwa kalau Anda kemari mencari mereka, Anda harus langsung bergabung dengan mereka, karena kekuatan Anda dibutuhkan jika kita ingin menang."
"Kau bisa menunjukkan cara menemukan mereka di peta"" tanya Eragon.
"Tentu saja, Sir. Sementara kuambilkan peta, Anda
bersedia pindah ke tempat yang lebih teduh dan menyegarkan diri""
Eragon menggeleng. "Kita tidak bisa membuang-buang waktu. Lagi pula, bukan aku yang perlu melihat peta itu tapi Saphira, dan aku ragu ia bisa memasuki aulamu."
Si menteri istana tampak tidak siap mendengarnya. Ia mengerjapkan mata dan memandang Saphira, lalu berkata, "Benar juga, Sir. Tapi pokoknya, keramahan kami adalah milik Anda. Kalau ada yang Anda atau rekan Anda inginkan, Anda hanya perlu memintanya."
Untuk pertama kalinya, Eragon sadar ia bisa memerintah dan berharap perintahnya dipatuhi. "Kami membutuhkan persediaan makanan untuk seminggu. Bagiku hanya buah, sayur, tepung, keju, roti--makanan seperti itu. Kami juga perlu mengisi kembali kantong-kantong air kami." Ia terkesan karena Dahwar tidak menanyakan sikapnya yang menghindari daging. Orik menambahkan dendeng, daging asap, dan makanan-makanan lain semacamnya.
Dengan menjentikkan jemari, Dahwar menyuruh dua pelayan berlari-lari kembali ke menara untuk mengambil persediaan.
Sementara semua orang di dalam benteng menunggu keduanya kembali, Dahwar bertanya, "Boleh kuanggap dengan kehadiran Anda di sini, Shadeslayer, berarti Anda sudah menyelesaikan latihan dengan para elf""
"Latihanku tidak akan pernah berakhir selama aku masih hidup."
"Aku mengerti." Lalu, sesaat kemudian, Dahwar berkata "Harap maafkan kebodohanku, Sir, karena aku tidak tahu cara-cara Penunggang, tapi apakah Anda bukan manusia" aku diberitahu Anda manusia."
"Memang benar," kata Orik. "Ia... berubah. Dan kau harus senang ia berubah, kalau tidak nasib buruk yang kita hadapi jauh lebih parah daripada yang sekarang." Dahwar cukup taktis untuk tidak memburu masalah itu lebih jauh, tapi dari pikirannya Eragon menyimpulkan menteri istana itu bersedia membayar mahal untuk mendapat rincian lebih jauh--informasi apa pun mengenai Eragon atau Saphira berharga dalam pemerintahan Orrin.
Makanan, air, dan peta dalam waktu singkat dibawa keluar kedua pelayan yang terbelalak. Atas perintah Eragon, mereka meletakkan barang-barang itu di samping Saphira, tampak sangat ketakutan, lalu mengundurkan diri ke belakang Dahwar. Sambil berlutut di tanah, Dahwar membentangkan peta--yang menggambarkan Surda dan wilayah sekitarnya--dan menarik garis ke barat daya dari Aberon ke Cithri. Ia berkata, "Terakhir kudengar Raja Orrin dan Lady Nasuada berhenti di sini untuk mendapatkan makanan. Tapi mereka tidak berniat tinggal di sana, karena Kekaisaran mendekat ke selatan di sepanjang Sungai Jiet dan mereka ingin berada di tempat saat pasukan Galbatorix tiba. Kaum Varden bisa berada di mana saja antara Cithri dan Sungai Jiet. Ini hanya pendapatku yang sederhana, tapi menurutku tempat terbaik untuk mencari mereka adalah Burning Plains--Dataran Membara."
"Burning Plains""
Dahwar tersenyum. "Anda mungkin tahu nama lamanya kalau begitu, nama yang digunakan para elf: Du Vollar Eldrvarya."
"Ah, ya." Sekarang Eragon ingat. Ia pernah membaca tentang tempat itu di salah satu sejarah yang ditugaskan Oromis padanya. Dataran itu--di mana terdapat deposit peat dalam jumlah melimpah--membentang di sepanjang sisi timur Sungai Jiet tempat perbatasan Surda melintasinya dan dulunya merupakan lokasi pertempuran antara para Penunggang dan kaum Terkutuk. Selama pertempuran itu, naga-naga tak sengaja membakar peat dengan api dari mulut mereka dan apinya masuk ke tanah, dan terus membara sejak itu. Tanah di sana dianggap tidak bisa dihuni akibat kepulan asap bau yang membubung dari retakan-retakan menyala di permukaannya.
Sisi kiri Eragon menggigil saat ia teringat firasatnya: barisan-barisan pejuang bertempur di padang oranye dan kuning, diiringi jeritan keras para gagak dan desingan anak-anak panah hitam. Ia kembali menggigil. Nasib mendekati kita, katanya pada Saphira. Lalu, sambil memberi isyarat ke peta: Kau sudah cukup melihatnya"
Sudah. Dalam waktu singkat, Eragon dan Orik mengemasi persediaan, naik kembali ke punggung Saphira, dan dari sana berterima kasih pada Dahwar atas bantuannya. Saat Saphira hendak lepas landas lagi, Eragon mengerutkan kening; ada kekacauan y
ang memasuki benak-benak yang diawasinya. "Dahwar, dua pelayan di istal bertengkar, dan salah satunya, Tathal, berniat membunuh. Kau bisa menghentikannya kalau kau mengirim orang ke sana secepatnya."
Mata Dahwar membelalak tertegun, bahkan Orik berbalik di tempatnya untuk memandang Eragon. Menteri istana itu bertanya, "Dari mana Anda tahu ini, Shadeslayer""
Eragon hanya berkata, "Karena aku Penunggang."
Lalu Saphira mengembangkan sayap, dan semua orang di tanah berlarian menjauh menghindari sapuan udara saat Saphira mengepakkan sayap dan membubung ke langit. Sementara Puri Borromeo menyurut di belakang mereka, Orik berkata, "Kau bisa mendengar pikiranku, Eragon""
"Kau mau aku mencobanya" Aku belum pernah mencobanya, kau tahu."
"Cobalah." Sambil mengerutkan kening, Eragon memusatkan perhatian pada kesadaran si kurcaci dan terkejut mendapati benak Orik terlindungi dengan baik di balik penghalang mental yang tebal. Ia bisa merasakan kehadiran Orik, tapi tidak bisa merasakan pikiran dan perasaannya. "Tidak ada apa-apa."
Orik tersenyum. "Bagus. Aku ingin memastikan aku belum melupakan pelajaran lamaku.
Dengan persetujuan tak terucap, mereka tidak berhenti malam itu, terus terbang melintasi langit yang gelap. Mereka tak melihat tanda-tanda kehadiran bulan dan bintang, tidak ada kilau atau sorotan pucat yang memecah kepekatan yang menekan. Jam-jam bagai menggembung dan mengempis dan, menurut Eragon, menahan setiap detik seakan enggan menyerah pada masa lalu.
Sewaktu matahari akhirnya muncul kembali--membawa terang yang melegakan--Saphira mendarat di tepi danau kecil agar Eragon dan Orik bisa melemaskan kaki, buang hajat, dan sarapan tanpa gerakan terus-menerus yang mereka alami di punggungnya.
Mereka baru saja terbang lagi sewaktu awan panjang, rendah, dan kecokelatan terlihat di tepi kaki langit, seperti coretan tinta walnut di sehelai kertas putih. Awan itu semakin lebar saat Saphira mendekat, hingga menjelang siang awan itu menutupi seluruh permukaan tanah di bawahnya dalam kepulan uap yang bau.
Mereka tiba di Burning Plains Alagaesia.
DATARAN MEMBARA Eragon terbatuk-batuk saat Saphira turun menerobos lapisan asap, miring ke Sungai Jiet, yang tersembunyi di balik asap. Ia mengerjapkan mata dan mengusap air mata. Asap itu menyebabkan matanya pedas.
Mendekati tanah, udara lebih bersih, hingga Eragon bisa melihat tujuan mereka tanpa halangan. Tirai asap hitam dan merah yang bergulung-gulung menyaring cahaya matahari begitu rupa hingga segala sesuatu di bawahnya bermandikan warna oranye. Celah-celah yang ada di antara kepulan asap memungkinkan berkas-berkas cahaya pucat menerangi tanah, di mana cahaya itu tidak bergerak, seperti pilar kaca tembus pandang, hingga terpotong awan yang berpindah.
Sungai Jiet membentang di depan mereka, sebesar dan sesombong ular yang kekenyangan, permukaannya memantulkan Pendar pucat yang sama seperti yang menutupi Burning Plains. Bahkan waktu sebercak cahaya kebetulan menimpa sungai, air tampak seputih kapur, merah kekuningan, dan merah kekuningan samar--hampir seakan sungai itu susu makhluk buas yang menakutkan--dan tampak bercahaya sendiri yang menakutkan.
Kedua pasukan berkumpul di sepanjang tepi timur sungai. Di Selatan ada kaum Varden dan prajurit Surda, berjejalan di balik berlapis-lapis pertahanan, tempat mereka menampakkan standar kerapian bagai tenunan, baris demi baris tenda yang menjulang, dan kuda-kuda kavaleri Raja Orrin yang ditambatkan. Sekalipun kuat, jumlah mereka tidak berarti dibandingkan jumlah pasukan yang berkumpul di utara. Pasukan Galbatorik begitu banyak hingga lebar barisan terdepannya saja tiga mil dan entah berapa panjangnya, karena setiap orang berbaur menjadi kerumunan yang remang-remang di kejauhan.
Di antara kedua musuh bebuyutan itu membentang lahan kosong mungkin selebar dua mil. Lahan ini, dan lahan tempat kedua pasukan berkemah, dipenuhi puluhan retakan yang di dalamnya lidah api hijau menari-nari. Dari suluh-suluh memuakkan ini mengepul asap yang meredupkan matahari. Setiap tanaman terpanggang habis di tanah yang kering kerontang ini, kecuali lu
mut hitam, oranye, dan kemerahan yang, dari udara, menyebabkan tanah seperti berkerak dan terinfeksi.
Ini pemandangan paling suram yang pernah dilihat Eragon.
Saphira muncul di lahan kosong itu--lahan yang memisahkan kedua pasukan, dan sekarang ia berbelok dan menukik ke kaum Varden secepat yang berani dilakukannya, karena selama mereka terbuka bagi Kekaisaran, mereka rentan terhadap serangan para penyihir lawan. Eragon memperluas kesadarannya sejauh mungkin ke segala arah, memburu pikiran-pikiran bermusuhan yang bisa merasakan jangkauannya dan bereaksi terhadapnya--pikiran para penyihir dan mereka yang terlatih menangkis serangan penyihir.
Tapi ia justru merasakan kepanikan tiba-tiba yang menguasai para prajurit kaum Varden. Banyak di antara mereka, disadarinya, belum pernah melihat Saphira. Ketakutan menyebabkan mereka mengabaikan akal sehat, dan mereka menghamburkan anak-anak panah berduri yang melayang ke arah Saphira.
Dengan mengangkat tangan kanan, Eragon berseru, "Letta orya thorna!" Anak-anak panah itu membeku di tempat. Dengan kibasan pergelangan tangan dan kata "Ganga" ia membalik anak-anak panah itu, menjatuhkannya ke lahan kosong di mana anak-anak panah itu tidak akan melukai siapa pun. Tapi ia melewatkan satu anak panah, yang ditembakkan beberapa detik sesudah serangan pertama.
Eragon mencondongkan tubuh sejauh mungkin ke kiri dan, lebih cepat daripada manusia normal mana pun menyambar anak panah itu dari udara sementara Saphira terbang melewatinya.
Hanya seratus kaki di atas permukaan tanah, Saphira mengembangkan sayap untuk memperlambat turunnya sebelum mendarat dengan kaki belakang terlebih dulu dan berlari sebelum berhenti di sela tenda-tenda kaum Varden.
"Werg," gerutu Orik, sambil melepaskan tali yang mengikat kakinya. "Aku lebih suka melawan selusin Kull daripada jatuh seperti tadi." Ia membiarkan dirinya tergantung di satu sisi pelana, lalu melompat ke kaki depan Saphira di bawahnya dan, dari sana, ke tanah.
Bahkan sementara Eragon turun, puluhan pejuang dengan ekspresi tertegun mengerumuni Saphira. Dari tengah mereka muncul pria tinggi besar bagai beruang yang dikenali Eragon: Fredric, kepala persenjataan kaum Varden dari Farthen Dur, masih mengenakan baju pelindung dari kulit sapi yang masih berbulu. "Ayo, dasar pemalas bodoh!" raung Fredric. "Jangan hanya ternganga di sini; kembali ke pos kalian atau kuhukum kalian dengan tambahan tugas jaga!" Mendengar perintahnya, orang-orang mulai bubar sambil menggerutu dan melirik ke belakang. Lalu Fredric mendekat dan, Eragon bisa melihat, ia terkejut melihat perubahan penampilan Eragon. Pria berjanggut itu berusaha sebaik-baiknya menutupi reaksinya dengan menyentuh alis dan berkata, "Selamat datang, Shadeslayer. Kau tiba tepat pada waktunya... Aku tidak bisa mengatakan betapa malunya diriku karena kau diserang. Kehormatan setiap orang di sini sudah dinodai kesalahan ini. Apakah kalian bertiga terluka""
"Tidak." Kelegaan memancar di wajah Fredric. "Well, itu patut disyukuri. Aku sudah menarik orang-orang yang bertanggung jawab dari tugasnya. Mereka masing-masing akan dicambuk dan diturunkan pangkatnya... Apakah hukuman itu memuaskanmu, Penunggang""
"Aku mau menemui mereka," kata Eragon.
Perasaan was-was tiba-tiba memancar dari Fredric; jelas sekali Ia takut Eragon ingin membalas para penjaga dengan cara yang menakutkan dan tidak wajar. Tapi Fredric tidak menyuarakan keprihatinannya, hanya berkata, "Silakan ikuti aku, kalau begitu, Sir."
Ia mengajak mereka menyeberangi perkemahan ke tenda komando bergaris-garis tempat sekitar dua puluh orang yang tampak serbasalah meletakkan senjata dan baju besi mereka di bawah pengawasan selusin penjaga. Melihat Eragon dan Saphira, para tahanan itu turun dan bertumpu pada satu lutut dan dalam posisi begitu, menunduk memandang ke tanah "Hail, Shadeslayer!" seru mereka.
Eragon tidak mengatakan apa-apa, melainkan berjalan sepanjang jajaran orang itu sambil mempelajari pikiran mereka, sepatu botnya melesak ke dalam tanah kering diiringi bunyi derak mengerikan. Akhirnya ia berkata, "Kalian seharusnya bangga, bereak
si begitu cepat menghadapi kemunculan kami. Kalau Galbatorix menyerang, tepat seperti itulah yang harus kalian lakukan, sekalipun aku ragu anak-anak panah akan lebih efektif terhadap dirinya daripada Saphira dan aku." Para prajurit itu menatapnya dengan pandangan tidak percaya, wajah mereka yang menengadah tampak kemerahan. "Aku hanya meminta, di masa depan, luangkan waktu sejenak untuk mengenali sasaran kalian sebelum memanah. Lain kali aku mungkin terlalu sibuk untuk menghentikan anak panah kalian. Mengerti""
"Ya, Shadeslayer!" teriak mereka.
Eragon berhenti di depan orang kedua dari ujung barisan, mengulurkan anak panah yang disambarnya dari punggung Saphira. "Aku yakin ini milikmu, Harwin."
Dengan ekspresi keheranan, Harwin menerima anak panah itu dari Eragon. "Memang benar! Ada lingkaran putih yang selalu kucatkan di anak-anak panahku agar bisa menemukannya lagi nanti. Terima kasih, Shadeslayer."
Eragon mengangguk lalu berkata pada Fredric agar bisa didengar semua orang, "Mereka ini orang-orang yang baik dan tulus, dan aku tidak ingin kesialan menimpa mereka karena kejadian ini."
"Akan kupastikan sendiri," kata Fredric, dan tersenyum.
"Sekarang, bisa kau antar kami menemui Lady Nasuada""
"Ya, Sir." Saat meninggalkan para prajurit itu, Eragon tahu kebaikannya menimbulkan kesetiaan abadi mereka, dan berita tentang kebaikannya akan menyebar ke seluruh kaum Varden.
Jalan yang diambil Fredric di sela-sela tenda menyebabkan Eragon menemui lebih banyak benak daripada yang pernah disentuhnya sebelum ini. Ratusan pikiran, bayangan, dan sensasi mendesak kesadarannya. Sekalipun berusaha menjaga jarak, mau tidak mau ia menyerap rincian acak kehidupan orang-orang. Beberapa didapatinya sangat mengejutkan, beberapa tidak berarti, lainnya menyentuh atau, sebaliknya, menjijikkan, dan banyak yang memalukan. Beberapa orang memandang dunia dengan begitu berbeda hingga pikiran mereka terasa mencolok baginya hanya karena perbedaan itu.
Mudah sekali memandang orang-orang ini hanya sebagai benda-benda yang bisa dimanipulasi sesuka hati olehku dan beberapa orang lainnya. Tapi mereka masing-masing memiliki harapan dan impian, potensi untuk apa yang mungkin akan mereka raih dan kenangan dari apa yang telah mereka selesaikan. Dan mereka semua merasakan penderitaan.
Beberapa pikiran yang disentuhnya menyadari kontaknya dan menjauh, menyembunyikan kehidupan mereka di balik pertahanan yang bervariasi kekuatannya. Mulanya Eragon prihatin--mengira ia menemukan banyak musuh yang berhasil menyusup ke kaum Varden--tapi lalu menyadari dari pandangan sekilas bahwa mereka anggota Du Vrangr Gata.
Saphira berkata, Mereka pasti ketakutan setengah mati, mengira akan diserang penyihir aneh.
Aku tidak bisa meyakinkan sebaliknya selama mereka menghalangiku seperti ini.
Kau harus menemui mereka secara langsung, dan secepatnya, sebelum mereka memutuskan bersatu dan menyerang.
Aye, sekalipun kurasa mereka bukan ancaman bagi kita... Du Vrangr Gata--nama itu sendiri sudah menunjukkan ketidaktahuan mereka. Seharusnya, dalam bahasa kuno, namanya Du Gata Vrangr.
Perjalanan mereka berakhir dekat bagian belakang kaum Varden, di paviliun merah besar dengan beberapa panji berbordir perisai hitam berkibar-kibar dan dua pedang paralel yang miring di bawahnya. Fredr Fredric membuka tirai tenda, lalu Eragon dan Orik masuk. Di belakang mereka, Saphira memasukkan kepala melalui pintu dan memandang dari balik bahu mereka.
Meja lebar memenuhi bagian tengah tenda berperabot itu. Nasuada berdiri di salah satu ujungnya, bertumpu pada tangan mempelajari sekumpulan peta dan gulungan. Perut Eragon terasa kejang sewaktu melihat Arya di hadapan Nasuada. Kedua wanita itu bersenjata siap tempur seperti para prianya.
Nasuada memalingkan wajahnya yang berbentuk almond ke arahnya. "Eragon"" bisiknya.
Eragon tidak siap menyadari betapa senangnya ia bertemu Nasuada. Sambil tersenyum lebar, ia memutar tangan di depan perut membentuk tanda bakti elf dan membungkuk memberi hormat. "Siap melayani Anda."
"Eragon!" Kali ini Nasuada terdengar gembira dan lega. Arya juga tampak senan
g. "Bagaimana kau bisa menerima pesan kami secepat ini""
"Aku tidak menerimanya; aku tahu tentang pasukan Galbatorix sewaktu men-scry dan meninggalkan Ellesmera hari itu juga." Ia tersenyum lagi pada Nasuada. "Senang rasanya kembali ke kaum Varden."
Sementara ia berbicara, Nasuada mengamatinya dengan ekspresi keheranan. "Apa yang terjadi padamu, Eragon""
Arya pasti belum memberitahunya, kata Saphira.
Jadi Eragon menceritakan selengkapnya apa yang dialami Saphira dan dirinya sejak mereka meninggalkan Nasuada di Farthen Dur dulu. Sebagian besar dari yang diberitahukannya, ia merasa Nasuada telah mengetahuinya, entah dari para kurcaci atau Arya, tapi gadis itu membiarkan Eragon berbicara tanpa menyela. Eragon harus berhati-hati ketika bercerita mengenai latihannya. Ia telah berjanji untuk tidak mengungkap keberadaan Oromis tanpa izin, dan sebagian besar pelajarannya tidak untuk diberitahukan pada orang luar, tapi ia berusaha sebaik-baiknya memberi gambaran yang baik pada Nasuada mengenai keahlian dirinya dan risiko yang menyertainya. Tentang Agaeti Blodhren, ia hanya mengatakan, "...dan selama perayaan itu, naga-naga mengubah diriku menjadi seperti yang kau lihat, memberi kemampuan fisik elf dan menyembuhkan punggungku."
"Bekas lukamu sudah hilang, kalau begitu"" tanya Nasuada. Eragon mengangguk. Beberapa kalimat lagi untuk mengakhiri ceritanya, menyinggung singkat alasan mereka meninggalkan Du Weldenvarden, lalu menceritakan secara ringkas perjalanan mereka sejak itu. Nasuada menggeleng. "Benar-benar kisah yang hebat. Begitu banyak yang kau dan Saphira alami sejak meninggalkan Farthen Dur."
"Kau juga." Eragon memberi isyarat ke tenda. "Apa yang kau capai ini mengagumkan. Pasti usaha yang sangat berat, membawa kaum Varden ke Surda... Apakah Dewan Tetua merepotkanmu""
"Sedikit, tapi tidak ada yang tidak biasa. Mereka tampaknya menerima kepemimpinanku." Jala baja Nasuada berdentingan, lalu ia duduk di kursi besar bersandaran tinggi, dan berpaling memandang Orik yang belum bicara sedikit pun. Ia menyambut kurcaci itu dan menanyakan apakah ada yang ingin ditambahkannya pada cerita Eragon. Orik mengangkat bahu dan menyampaikan beberapa anekdot dari pengalaman mereka selama di Ellesmera, sekalipun Eragon curiga kurcaci itu merahasiakan pengamatannya yang sebenarnya bagi rajanya.
Sesudah Orik selesai, Nasuada berkata, "Aku gembira mengetahui kita bisa mengatasi pembantaian ini, kita akan mendapat bantuan para elf. Apa ada di antara kalian yang kebetulan melihat prajurit Hrothgar dalam penerbangan dari Aberon" Kami mengandalkan bantuan tenaga mereka."
Tidak, jawab Saphira melalui Eragon. Tapi, kalau dipikir lagi, cuaca gelap dan aku lebih sering di atas atau di antara awan. Aku bisa saja tidak melihat perkemahan dalam kondisi seperti itu. Pokoknya, aku ragu kami bersimpang jalan, karena aku terbang langsung dari Aberon, dan rasanya lebih mungkin kalau para kurcaci itu memilih rute yang berbeda--mungkin mengikuti jalan yang sudah ada--bukannya berbaris menerobos hutan.
"Bagaimana," tanya Eragon, "situasi di sini""
Nasuada mendesah lalu menceritakan bagaimana ia dan Orrin mengetahui tentang pasukan Galbatorix dan langkah-langkah darurat yang mereka terapkan sejak itu untuk tiba di Burning Plains sebelum para prajurit Raja. Ia mengakhirinya dengan berkata, "Kekaisaran tiba tiga hari berselang. Sejak itu, kami sudah tukar-menukar dua pesan. Pertama mereka meminta kita menyerah, yang kita tolak, dan sekarang kita menunggu jawaban mereka."
"Berapa jumlah mereka"" kata Orik. "Tampak sangat banyak dari punggung Saphira."
"Aye. Kami memperkirakan Galbatorix mengerahkan hingga seratus ribu prajurit."
Eragon tidak mampu menahan diri. "Seratus ribu! Dari mana asal mereka" Rasanya mustahil ia bisa menemukan lebih dari beberapa orang yang bersedia melayaninya."
"Mereka dimobilisasi. Kita hanya bisa berharap orang-orang yang dipaksa meninggalkan rumahnya tidak bersemangat bertempur. Kalau kita bisa menakut-nakuti mereka secukupnya, mereka mungkin melarikan diri meninggalkan pasukannya. Jumlah kita lebih banyak daripada di Farthen D
ur, karena Raja Orrin menggabungkan kekuatan dengan kita dan kita mendapat banjir sukarelawan sejak menyebarnya berita tentang dirimu, Eragon, walau kita tetap jauh lebih lemah daripada Kekaisaran."
Lalu Saphira bertanya, dan Eragon terpaksa mengulangi pertanyaan yang menakutkan itu: Menurutmu seberapa besar kemungkinan kita menang"
"Itu," kata Nasuada, menekankan ucapannya, "sangat tergantung pada dirimu dan Eragon, dan jumlah penyihir yang disebar dalam pasukan mereka. Kalau kalian bisa menemukan dan menghancurkan para penyihir ini, musuh kita tidak akan terlindungi dan kalian bisa membantai mereka sesuka hati. Kemenangan telak, menurutku, tidak mungkin diraih pada saat ini, tapi kita mungkin bisa menahan mereka hingga persediaan mereka menipis atau hingga Islanzadi bisa datang membantu kita. Itu... kalau Galbatorix tidak terjun sendiri ke dalam pertempuran. Kalau itu yang terjadi, aku khawatir mundur merupakan satu-satunya pilihan kita."
Tepat pada saat itu, Eragon merasakan benak yang aneh mendekat, yang tahu dirinya mengawasi tapi tidak menjauh dari kontaknya. Benak yang terasa dingin dan keras, mengira-ngira. Mewaspadai bahaya, Eragon mengalihkan tatapan ke bagian belakang paviliun, di mana ia melihat gadis berambut hitam yang sama seperti yang dilihatnya sewaktu men-scry Nasuada dari Ellesmera. Gadis itu menatapnya dengan matanya yang ungu, lalu berkata, "Selamat datang, Shadeslayer. Selamat datang, Saphira."
Eragon menggigil mendengar suaranya, suara orang dewasa. Ia membasahi bibirnya yang kering dan bertanya, "Siapa kau""
Tanpa menjawab, gadis itu mengibaskan poninya yang merigilap dan menampakkan tanda putih keperakan di dahinya, tepat seperti gedwey ignasia Eragon. Eragon langsung tahu siapa yang dihadapinya.
Tidak ada yang bergerak sewaktu Eragon mendekati gadis itu, ditemani Saphira, yang menjulurkan leher semakin jauh ke dalam paviliun. Dengan bertumpu pada salah satu lututnya, Eragon meraih tangan kanan gadis itu; kulit gadis itu panas seperti demam. Si gadis tidak melawan, hanya membiarkan tangannya terkulai dalam cengkeraman Eragon. Dalam bahasa kuno--juga dengan benaknya, agar gadis itu mengerti--Eragon berkata, "Maafkan aku. Kau bisa memaafkan perbuatanku padamu""
Pandangan gadis itu melunak, dan ia mencondongkan tubuh ke depan dan mencium alis Eragon. "Kumaafkan," bisiknya, untuk pertama kali terdengar sesuai usianya. "Bagaimana tidak" Kau dan Saphira menciptakan diriku, dan aku tahu kalian tidak bermaksud jahat. Kumaafkan kalian, tapi akan kubiarkan pengetahuan ini menyiksa nuranimu: Kau menghukumku untuk menyadari semua penderitaan di sekitarku. Bahkan sekarang mantramu memaksaku bergegas membantu orang yang tidak sampai tiga tenda dari sini baru saja memotong tangannya, membantu pembawa bendera muda yang jari telunjuk kirinya patah karena jari-jari roda kereta, dan membantu puluhan lainnya yang sudah atau akan terluka. Berat sekali bagiku untuk melawan dorongan itu, dan lebih berat lagi kalau aku secara sadar menimbulkan penderitaan orang lain, sebagaimana yang kulakukan dengan mengatakan ini... Aku bahkan tidak bisa tidur di malam hari karena kuatnya dorongan hatiku. Itu Warisanmu, O Penunggang." Akhirnya suaranya kembali terdengar pahit dan mengejek.
Saphira menyela ke antara mereka dan, dengan moncongnya, menyentuh bagian tengah tanda di dahi gadis itu. Damai, Changeling. Terlalu banyak kemarahan dalam hatimu.
"Kau tidak perlu hidup seperti ini selamanya," kata Eragon. Para elf mengajariku cara membatalkan mantra, dan aku yakin bisa membebaskanmu dari kutukan ini. Tidak mudah tapi bisa dilakukan."
Sejenak gadis itu tampak kehilangan kendali dirinya yang kuat. Entakan napas pelan terdengar dari bibirnya, tanganya gemetar dalam cengkeraman Eragon, dan matanya kemilau akibat lapisan tipis air mata. Lalu sama cepatnya, ia menyembunyikan emosinya yang sebenarnya di balik topeng kesinisan. "Well, kita lihat saja nanti. Yang penting, jangan coba melakukannya sebelum pertempuran ini."
"Aku bisa menyelamatkanmu dari penderitaan hebat."
"Tidak ada gunanya menguras tenagamu di saat keselamatan
kami mungkin bergantung pada bakatmu. Aku tidak menipu diri; kau lebih penting daripada diriku." Seringai licik melintas di wajahnya. Lagi pula, kalau kausingkirkan mantramu sekarang, aku tidak akan bisa membantu anggota Varden mana pun jika mereka terancam. Kau tidak ingin Nasuada tewas karena itu, bukan""
"Ya," Eragon mengakui. Ia diam cukup lama, mempertimbangkan masalahnya, lalu berkata, "Baiklah, aku akan menunggu. Tapi aku bersumpah padamu: Kalau kita memenangkan pertempuran ini, akan kuperbaiki kesalahan ini."
Gadis itu memiringkan kepala ke satu sisi. "Akan kupegang janjimu, Penunggang."
Sambil beranjak dari kursi, Nasuada berkata, "Elva yang menyelamatkanku dari pembunuh bayaran di Aberon."
"Benarkah" Kalau begitu, aku berutang budi padamu... Elva... karena sudah melindungi majikanku."
"Ayo," kata Nasuada. "Aku harus memperkenalkan kalian bertiga pada Orrin dan para bangsawannya. Kau pernah bertemu Raja, Orik""
Kurcaci itu menggeleng. "Aku belum pernah ke barat sejauh ini."
Saat mereka meninggalkan paviliun--Nasuada memimpin jalan, dengan Elva di sampingnya--Eragon berusaha menempatkan diri begitu rupa agar bisa berbicara dengan Arya, tapi sewaktu ia mendekati elf itu, Arya bergegas mempercepat langkah hingga menjajari Nasuada. Arya bahkan tidak memandang dirinya sewaktu berjalan, tindakan yang lebih menyiksa Eragon daripada luka fisik yang pernah dideritanya. Elva melirik ke belakang ke arahnya, dan Eragon tahu gadis itu menyadari perasaan tertekannya.
Tidak lama kemudian mereka tiba di paviliun besar lain, yang ini putih dan kuning--walau sulit menentukan warna tepatnya mengingat warna oranye yang menyirami segala sesuatu di Burning Plains. Begitu mereka diizinkan masuk, Eragon tertegun mendapati tenda itu penuh sesak dengan berbagai gelas ukur, alembic, botol labu bercorong, dan berbagai instrumen filsafat alami lain yang berbentuk aneh. Siapa yang mau bersusah payah membawa semua ini ke medan perang" Pikirnya penasaran, bingung.
"Eragon, kata Nasuada, "perkenalkan, Orrin, putra Larkin dan raja Surda."
Dari antara berbagai kaca yang simpang siur itu muncul pria yang agak jangkung, tampan, dengan rambut sebahu yang dijepit mahkota emas di kepalanya. Benaknya, seperti benak Nasuada, terlindung di balik dinding besi; jelas sekali ia mendapat latihan intensif dalam keahlian ini. Orrin tampaknya cukup menyenangkan bagi Eragon, dari diskusi mereka, meski agak "hijau" dan belum teruji dalam hal memimpin orang-orang berperang dan dengan pikiran yang lebih daripada sekadar agak aneh. Secara keseluruhan, Eragon lebih memercayai kepemimpinan Nasuada.
Sesudah menjawab puluhan pertanyaan dari Orrin tentang semasa ia tinggal di antara para elf, Eragon tersenyum dan mengangguk sopan saat para bangsawan berbaris satu demi satu, masing-masing berkeras menjabat tangannya, memberitahukan betapa tersanjungnya mereka bertemu Penunggang, dan mengundangnya ke istana masing-masing. Eragon dengan patuh menghapalkan nama dan gelar mereka--ia tahu itulah yang diharapkan Oromis--dan berusaha sebaik-baiknya mempertahatikan penampilan tenangnya, sekalipun perasaannya makin lama makin frustrasi.
Kita akan menghadapi salah satu pasukan terbesar dalam sejarah, tapi kita sekarang malah terperangkap dalam basa-basi.
Sabar, Saphira menasihati. Sudah tidak banyak lagi. Lagi pula, pandanglah begini: kalau kita menang, mereka berhutang makan malam gratis setahun penuh pada kita, dengan semua janji mereka.
Eragon menahan tawa. Kupikir mereka pasti kecewa kalau tahu seberapa besar porsi makanmu. Belum lagi kalau kau mampu meng habiskan bir dan anggur segudang bawah tanah mereka dalam semalam.
Aku tidak akan pernah melakukan itu, dengus Saphira, lalu mengalah. Mungkin dalam dua malam.
Sewaktu akhirnya mereka bebas dari paviliun Orrin, Eragon bertanya pada Nasuada, "Apa yang harus kulakukan sekarang" Bagaimana caraku melayanimu""
Nasuada memandangnya dengan ekspresi penasaran. "Menurutmu bagaimana cara terbaikmu melayaniku, Eragon" Kau lebih tahu kemampuanmu sendiri daripada aku." Bahkan Arya sekarang mengawasinya, menunggu jawabanny
a. Eragon menengadah memandang langit yang merah sambil mempertimbangkan pertanyaan Nasuada. "Aku akan mengambil alih kepemimpinan Du Vrangr Gata, seperti yang pemah mereka minta, dan mengorganisir mereka di bawahku agar bisa kupimpin ke dalam pertempuran. Bekerja bersama akan memberi kita kesempatan terbaik untuk mematahkan para penyihir Galbatorix."
"Tampaknya gagasan yang sangat bagus."
Ada tempat, tanya Saphira, Eragon bisa meninggalkan tas-tasnya" Aku tidak ingin membawa tas-tas dan pelana ini lebih lama daripada yang seharusnya.
Sewaktu Eragon mengulangi pertanyaannya, Nasuada berkata, "Tentu saja. Kau boleh meninggalkannya di paviliunku, dan akan kuatur agar didirikan tenda untukmu, Eragon, tempat kau bisa menyimpan tasmu secara permanen. Tapi kusarankan kaukenakan dulu baju besimu sebelum meletakkan tas. Kau mungkin membutuhkannya sebentar lagi... Itu mengingatkanku: kami membawa baju besimu, Saphira. Akan kuminta anak buahku membongkarnya dan membawanya padamu."
"Bagaimana denganku, Lady"" tanya Orik.
"Ada beberapa knurlan dari Durgrimst Ingeitum yang menyumbangkan keahlian mereka untuk membangun pertahanan darat kami. Kau boleh memimpin mereka kalau mau."
Orik tampak senang akan bertemu sesama kurcaci, terutama kurcaci dari klannya sendiri. Ia, memukulkan tinju ke dada dan berkata, "Kupikir akan kulakukan. Kalau Anda mengizinkan, aku akan segera melaksanakannya." Tanpa berpaling, ia melintasi perkemahan, menuju utara, ke tempat pembangunan pertahanan.
Setelah kembali ke paviliun bersama keempat orang yang tersisa, Nasuada berkata pada Eragon. "Laporkan padaku begitu kau sudah membereskan masalah dengan Du Vrangr Gata." Lalu ia mengesampingkan tirai penutup paviliun dan menghilang bersama Elva melalui celah yang gelap itu.
Saat Arya hendak masuk, Eragon mengulurkan tangan padanya dan dalam bahasa kuno berkata, "Tunggu." Elf itu berhenti sejenak dan memandangnya, tanpa menunjukkan apa-apa. Eragon membalas tatapannya tanpa gentar, menatap dalam ke mata elf itu, yang memantulkan cahaya aneh di sekitar mereka. "Arya, aku tidak akan meminta maaf untuk perasaanku padamu. Tapi aku ingin kau tahu aku menyesali tindakanku selama Perayaan Sumpah Darah. Aku tidak bisa mengendalikan diri malam itu; kalau tidak, aku takkan seterus terang itu padamu."
"Dan kau tidak akan mengulanginya""
Eragon menahan tawa hambar. "Tidak ada gunanya kalau kuulangi, bukan"" Sewaktu Arya tetap membisu, Eragon berkata, "Tidak penting. Aku tak ingin mengganggumu, bahkan kalau kau--" Ia menahan akhir perkataannya sebelum mengucapkan komentar yang akan disesalinya.
Ekspresi Arya melunak. "Aku tidak berusaha menyakitimu, Eragon. Kau harus memahami itu."
"Aku mengerti," kata Eragon, tapi tidak meyakinkan. Kebisuan yang kikuk timbul di antara mereka. "Aku yakin penerbanganmu baik""
"Cukup baik." "Kau tidak menemui kesulitan di padang pasir"" "Apakah seharusnya begitu""
"Tidak. Aku hanya penasaran." Lalu, dengan suara yang lebih lembut, Arya bertanya, "Bagaimana keadaanmu, Eragon"
"Bagaimana keadaanmu sejak perayaan" Kudengar apa yang kaukatakan pada Nasuada, tapi kau tidak menyinggung apa pun kecuali punggungmu."
"Aku..." Eragon mencoba berbohong--tidak ingin Arya tahu betapa ia merindukan elf itu--tapi bahasa kuno menghentikan kata-kata di mulutnya dan membisukannya. Akhirnya ia menggunakan teknik para elf: menceritakan hanya sebagian dari kebenarannya untuk menimbulkan kesan yang bertentangan dengan seluruh kebenarannya. "Aku lebih baik daripada sebelumnya," katanya, artinya, dalam benaknya, kondisi punggungnya.
Sekalipun begitu, Arya tampak tidak yakin. Tapi ia tak mendesak lebih jauh, dan berkata, "Aku senang." Suara Nasuada terdengar dari dalam paviliun, dan Arya melirik ke sana sebelum memandang Eragon lagi. "Aku diperlukan di tempat lain, Eragon... Kita berdua diperlukan di tempat lain. Pertempuran akan terjadi." Setelah mengangkat pintu kanyas, Arya setengah melangkah memasuki tenda yang remang-remang itu, lalu ragu-ragu dan menambahkan, "Hati-hati, Eragon Shadeslayer."
Lalu ia menghilang. Kekecewaan memaku Eragon di tempa
tnya. Ia telah melakukan apa yang ingin dilakukannya, tapi tampaknya tidak ada yang berubah antara dirinya dan Arya. Ia mengepalkan tangan dan membungkukkan bahu, memelototi tanah tanpa benar-benar melihatnya, hatinya bergolak karena frustrasi.
Ia terkejut sewaktu Saphira menyentuh bahunya dengan hidung. Ayo, makhluk kecil, kata Saphira lembut. Kau tidak bisa tinggal di sini selamanya, dan pelana ini mulai gatal.
Setelah melangkah ke sampingnya, Eragon menarik tali leher Saphira, sambil menggumam pelan sewaktu tali itu tersangkut di gespernya. Ia nyaris berharap kulit itu akan putus. Setelah menanggalkan tali-tali lain, ia membiarkan pelana dan segala sesuatu yang terikat ke sana berjatuhan ke tanah. Rasanya nyaman bisa lepas dari itu, kata Saphira, sambil memutar bahunya yang besar.
Setelah mengeluarkan baju besi dari kantong pelana, Eragon mengenakan pakaian perang yang berwarna cerah itu, lalu mula ia mengenakan jala baja menutupi tunik elf-nya lalu mengikat pelindung kaki dan penguat lengan bawah. Ia mengenakan topi kulit berbantalan, diikuti kerudung jala baja lalu helm emas dan perak. Yang terakhir, ia mengganti sarung tangan biasa yang dikenakannya dengan sarung tangan berpunggung jala baja.
Ia menggantung Zar'roc di pinggul kiri pada sabuk Beloth si Bijaksana. Di punggungnya, ia menyandang tabung anak panah berbulu angsa pemberian Islanzadi. Ia senang mendapati tabung itu juga bisa ditempati busur pemberian sang ratu elf, bahkan dengan tali busur terpasang.
Sesudah meletakkan barang-barangnya dan milik Orik dalam paviliun, Eragon dan Saphira pergi bersama mencari Trianna, pemimpin Du Vrangr Gata saat ini. Mereka baru berjalan beberapa langkah sewaktu Eragon merasakan ada benak di dekatnya yang dilindungi dari pandangannya. Dengan anggapan itu salah seorang penyihir kaum Varden, mereka berbelok ke sana.
Dua belas yard dari titik awal mereka, mereka tiba di tenda hijau kecil yang di depannya tertambat seekor keledai. Di sebelah kiri tenda, panci besi yang menghitam tergantung dari kaki--tiga besi yang diletakkan di atas salah satu api busuk yang berkobar dari jauh di dalam tanah. Tali-tali terbentang di atas panci itu, di mana tersampir tanaman nightshade, hemlock, rhododendron, savin, kulit pohon yew, dan puluhan jamur, seperti death cap dan spotted cort, yang dikenali Eragon dari pelajaran Oromis tentang racun. Dan berdiri di samping panci itu, memegang dayung kayu panjang yang digunakannya untuk mengaduk ramuan, adalah Angela si tukang obat. Solembum duduk di kakinya.
Kucing jadi-jadian itu mengeong sedih, dan Angela menengadah dari pekerjaannya, rambut keritingnya membentuk mendung yang berkibar-kibar di sekitar wajahnya yang kemilau. Ia mengerutkan kening, dan ekspresinya berubah sangat menakutkan, karena diterangi dari bawah dengan api hijau yang menjilat-jilat. "Jadi kau sudah kembali, eh!"
"Sudah," kata Eragon.
"Apa hanya itu yang bisa kaukatakan" Kau telah bertemu Elva" Kau sudah melihat akibat perbuatanmu pada gadis malang itu""
"Aye. " "Aye!" seru Angela. "Pandai sekali bicaramu! Berada di Ellesmera selama ini dan dididik para elf, dan kau hanya bisa menjawab aye" Kuberitahu kau, orang tolol: siapa pun yang cukup bodoh untuk melakukan apa yang kaulakukan layak--"
Eragon menangkupkan tangan di belakang punggungnya dan menunggu sementara Angela memberitahunya, dengan banyak istilah yang eksplisit, terinci, dan sangat cerdas, seberapa bodoh tepatnya dirinya; leluhur macam apa yang pasti dimilikinya hingga menjadi orang sebodoh itu--ia bahkan bilang mungkin salah satu kakeknya menikahi Urgal--dan hukuman cukup mengerikan yang seharusnya diterimanya untuk kebodohannya. Kalau orang lain yang menghinanya seperti ini, Eragon pasti menantangnya berduel, tapi ia mentolerir kemarahan Angela karena tahu ia tak bisa menilai tingkah laku wanita ini menggunakan standar yang sama seperti pada orang lain, dan karena tahu kemarahan Angela bisa dibenarkan; ia memang telah melakukan kesalahan mengerikan.
Sewaktu Angela akhirnya diam sejenak untuk menarik napas, Eragon berkata, "Kau benar, dan aku akan berusaha
mencabut mantra itu begitu pertempuran berakhir."
Angela mengedipkan mata tiga kali dengan cepat dan mulutnya terbuka sejenak membentuk huruf "O" kecil sebelum ia menutupnya. Sambil melotot curiga, ia bertanya, "Kau mengatakan itu untuk menenangkanku, kan""
"Aku tidak akan pernah berbuat begitu."
"Dan kau benar-benar berniat mencabut kutukanmu" Kupikir hal-hal seperti itu tidak bisa dibatalkan."
"Para elf menemukan banyak penggunaan sihir."
"Ah... Well, kalau begitu beres, bukan"" Ia tersenyum lebar pada Eragon lalu berjalan melewatinya untuk menepuk rahang Saphira. "Senang bertemu lagi denganmu, Saphira. Kau sudah tumbuh."
Senang juga bertemu denganmu, Angela.
Saat Angela kembali mengaduk ramuannya, Eragon berkata, "Makianmu tadi mengesankan juga."
"Terima kasih. Aku menyusunnya selama beberapa minggu. Sayang sekali kau tidak sempat mendengar penutupnya; mengesankan. Aku bisa menyelesaikannya kalau kau mau."
"Tidak, tidak apa-apa. Aku bisa membayangkannya seperti apa." Setelah meliriknya dari sudut mata, Eragon lalu berkata, "Kau tampaknya tidak terkejut melihat perubahanku."
Tukang obat itu mengangkat bahu. "Aku memiliki sumber-sumberku. Itu peningkatan, menurut pendapatku. Kau agak... oh, bagaimana mengatakannya"... belum selesai tadinya."
"Memang." Eragon memberi isyarat ke tanaman-tanaman yang digantungkan. "Untuk apa ini semua""
"Oh, itu hanya proyek kecilku--percobaan, kalau kau mau menyebutnya begitu."
"Mmm." Setelah memeriksa pola warna jamur kering yang tergantung di depannya, Eragon bertanya, "Kau sudah tahu kodok ada atau tidak""
"Sebenarnya, sudah! Rasanya semua kodok ternyata katak, tapi tidak semua katak itu kodok. Jadi dalam hal ini, kodok tidak benar-benar ada, yang berarti selama ini pendapatku benar." Ia berhenti berceloteh tiba-tiba, mencondongkan tubuh ke satu sisi, meraih guci dari bangku di sampingnya dan mengulurkannya ke Eragon. "Ini, silakan menikmati tehnya."
Eragon melirik tanaman-tanaman mematikan di sekeliling mereka lalu memandang wajah Angela sebelum menerima gucinya. Dengan suara pelan--agar si tukang obat tidak mendengar-ia menggumamkan tiga mantra untuk mendeteksi racun. Baru setelah yakin teh itu tidak terkontaminasi ia berani meminumnya. Tehnya sedap, sekalipun ia tidak bisa menebak bahannya.
Pada saat itu, Solembum mendekati Saphira dan melengkungkan punggung lalu menggosok-gosokkan diri ke kaki Saphira, tepat seperti yang dilakukan kucing normal mana pun. Sambil memutar leher, Saphira membungkuk dan dengan ujung hidungnya mengusap tulang punggung kucing siluman itu. Ia berkata, Aku bertemu seseorang yang mengenalmu di Ellesmera.
Solembum berhenti menggosok dan memiringkan kepala. Begitukah"


Eldest Seri 2 Eragon Karya Christhoper Paolini di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ya. Namanya Cakar Cepat dan Penari Mimpi, juga Maud.
Mata emas Solembum membelalak. Dengkur menggemuruh di dadanya, dan ia lebih bersemangat menggosok-gosokkan tubuh ke Saphira.
"Nah," kata Angela, "kuanggap kau sudah berbicara dengan Nasuada, Arya, dan Raja Orrin." Eragon mengangguk. "Dan apa pendapatmu mengenai Orrin tua tersayang""
Eragon memilih kata-katanya dengan hati-hati, karena ia sadar mereka membicarakan raja. "Well... ia tampaknya memiliki minat yang sangat banyak."
"Ya, ia sama sintingnya seperti orang bodoh yang mabuk di Malam Tengah Musim Panas. Tapi semua orang begitu, dengan satu atau lain cara."
Geli dengan keterusterangan Angela, Eragon berkata, "Ia pasti sinting karena membawa begitu banyak kaca dari Aberon."
Angela mengangkat alis. "Apa ini sekarang""
"Kau belum melihat ke dalam tendanya""
"Tidak seperti beberapa orang," kata Angela sambil mendengus, "aku tidak menjilat setiap bangsawan yang kutemui." Jadi Eragon menjabarkan berbagai instrumen yang dibawa Orrin ke Burning Plains. Angela berhenti mengaduk selama Eragon berbicara dan mendengarkan dengan penuh minat. Begitu Eragon selesai, Angela bergegas-gegas di sekitar panci, mengumpulkan berbagai tanaman dari tali--sering menggunakan tang--dan berkata, "Kupikir sebaiknya aku mengunjungi Orrin. Kalian berdua harus menceritakan perjalanan kalian ke Ellesmera nanti... Well, pergi, kalian berdua. Enyah!
" Eragon menggeleng saat wanita kecil pendek itu mendorong dirinya dan Saphira menjauhi tenda, dan ia masih memegang cangkir teh. Berbicara dengannya selalu....
Berbeda" kata Saphira.
Tepat sekali. AWAN-AWAN PERANG Dari sana mereka membutuhkan waktu hampir setengah jam untuk menemukan tenda Trianna, yang tampaknya berfungsi sebagai markas besar tidak resmi Du Vrangr Gata. Mereka sulit menemukan tenda itu karena sedikit orang yang tahu keberadaannya, dan bahkan lebih sedikit lagi yang bisa memberitahukan letaknya karena tenda tersebut tersembunyi di balik karang untuk menghindari tatapan penyihir musuh dalam pasukan Galbatorix.
Sewaktu Eragon dan Saphira mendekati tenda hitam itu, pintu masuknya didorong membuka dan Trianna melangkah keluar, lengannya telanjang hingga siku dan siap untuk menggunakan sihir. Di belakangnya berkumpul sekelompok perapal mantra yang bertekad bulat sekalipun tampak ketakutan, banyak di antaranya pernah dilihat Eragon dalam pertempuran di Farthen Dur, entah bertempur atau menyembuhkan yang terluka.
Eragon mengawasi ketika Trianna dan yang lainnya terkejut, reaksi yang sekarang telah diduganya, melihat perubahan penampilannya. Setelah menurunkan lengan, Trianna berkata, "Shadeslayer, Saphira. Kalian seharusnya memberitahu kami lebih awal bahwa sudah tiba. Kami sedang bersiap-siap menghadapi dan melawan apa yang kami anggap sebagai musuh yang perkasa."
"Aku tidak bermaksud menggusarkanmu," kata Eragon, "tapi kami harus melapor pada Nasuada dan Raja Orrin begitu kami mendarat."
"Dan kenapa kau mengunjungi kami sekarang" Kau tidak pernah mengunjungi kami sebelumnya, kami yang lebih mendekati saudara bagimu daripada anggota kaum Varden lain."
"Aku datang untuk mengambil alih kepemimpinan Du Vrangr Gata." Kerumunan perapal mantra menggumam terkejut mendengarnya, dan tubuh Trianna menegang. Eragon merasa sejumlah penyihir meraba kesadarannya untuk menentukan niatnya yang sebenarnya. Bukannya menjaga diri--yang akan membutakannya terhadap kemungkinan serangan--Eragon membalas dengan menusuk benak calon-calon penyusup itu cukup keras hingga mereka mundur ke balik perlindungannya sendiri. Sementara ia melakukannya, Eragon puas karena melihat dua pria dan seorang wanita mengernyit dan mengalihkan tatapan mereka.
"Atas perintah siapa"" tanya Trianna. "Nasuada."
"Ah," kata wanita penyihir itu sambil tersenyum penuh kemenangan, "tapi Nasuada tidak memiliki wewenang langsung atas kami. Kami membantu kaum Varden atas kemauan kami sendiri."
Penolakannya membingungkan Eragon. "Aku yakin Nasuada terkejut kalau mendengarnya, sesudah semua yang ia, dan ayahnya, lakukan bagi Du Vrangr Gata. Mungkin ia akan mendapat kesan kau tidak lagi menginginkan dukungan dan perlindungan kaum Varden." Ia membiarkan ancamannya mengambang sejenak. Magi pula, kalau tidak salah ingat kau pernah bersedia memberikan jabatan ini padaku. Kenapa sekarang tidak""
Trianna mengangkat alis. "Kau dulu menolak tawaranku, Shadeslayer... atau kau lupa"" Sekalipun tenang, ada sedikit nada membela diri dalam suaranya, dan Eragon curiga wanita ini tahu posisinya tidak bisa dipertahankan. Dalam pandangan Eragon, Trianna tampak lebih matang dibandingkan pertemuan terakhir mereka dulu, dan ia harus mengingatkan diri akan kekerasan yang pasti dialami wanita ini sejak itu: berjalan menyeberangi Alagaesia ke Surda, memimpin para penyihir Du Vrangr Gata, dan bersiap-siap berperang.
"Kami tidak bisa menerimanya waktu itu. Waktunya tidak tepat."
Dengan mengubah taktik secara tiba-tiba, Trianna bertanya, "Kenapa Nasuada percaya kau harus memimpin kami" Tentunya kau dan Saphira lebih berguna di tempat lain."
"Nasuada ingin aku memimpin kalian, Du Vrangr Gata, dalam pertempuran yang akan terjadi, dan aku patuh." Eragon merasa lebih baik tidak mengatakan bahwa ini gagasannya.
Kerutan kelam di dahi Trianna menyebabkan penampilan Wanita itu tampak buas. Ia menunjuk kerumunan perapal mantra di belakangnya. "Kami mengabdikan hidup kami untuk mempelajari seni kami. Kau baru merapal mantra kurang dari dua tahun. Apa yang membuatmu lebih memenuhi syara
t untuk tugas ini daripada salah satu dari kami"... Tidak penting. Katakan: Apa strategimu" Bagaimana rencanamu mempekerjakan kami""
"Rencanaku sederhana," kata Eragon. "Kalian akan menggabungkan pikiran dan mencari perapal mantra musuh. Sesudah kalian temukan satu, akan kutambahkan kekuatanku pada kalian, dan bersama-sama kita bisa menghancurkan perlawanan perapal mantra itu. Lalu kita bisa membantai pasukan yang sebelumnya dilindungi ward."
"Dan apa yang akan kaulakukan sepanjang waktu yang tersisa""
"Bertempur di samping Saphira."
Sesudah kebisuan yang kikuk, salah seorang pria di belakang Trianna berkata, "Rencana yang bagus." Ia menyurut saat Trianna melontarkan lirikan marah padanya.
Perlahan-lahan ia kembali memandang Eragon. "Sejak si Kembar tewas, aku yang memimpin Du Vrangr Gata. Di bawah bimbinganku, mereka menyediakan cara untuk mendanai usaha perang kaum Varden, menemukan Tangan Hitam--jaringan mata-mata Galbatorix yang berusaha membunuh Nasuada--juga melakukan puluhan layanan lain. Aku tidak membual kalau kukatakan ini bukan prestasi yang kecil. Dan aku yakin bisa terus menghasilkan seperti itu... Kalau begitu, kenapa Nasuada ingin menyingkirkan diriku sekarang" Perbuatanku yang mana yang tidak menyenangkan dirinya""
Segalanya jadi jelas bagi Eragon, pada saat itu. Ia terbiasa berkuasa dan tidak ingin menyerahkannya. Tapi lebih dari itu, ia menganggap penunjukanku sebagai penggantinya sebagai kritikan terhadap kepemimpinannya.
Kau harus menyelesaikan perdebatan ini, dan dengan cepat, kata Saphira. Kita kehabisan waktu.
Eragon memutar otak mencari cara menetapkan kewenangannya di Du Vrangr Gata tanpa mengucilkan Trianna lebih jauh. Akhirnya ia berkata, "Aku kemari bukan untuk mencari masalah. Aku datang demi meminta bantuan kalian." Ia berbicara pada seluruh kelompok tapi hanya memandang wanita penyihir itu. "Aku kuat, ya. Saphira dan aku mungkin bisa mengalahkan berapa pun penyihir peliharaan Galbatorix. Tapi kami tidak bisa melindungi semua orang dalam kaum Varden. Kami tidak bisa berada di mana-mana pada saat yang sama. Dan kalau para penyihir tempur Kekaisaran menggabungkan kekuatan melawan kita, bahkan kami pun akan sulit menyelamatkan diri... Kami tidak bisa bertempur sendirian. Kau ada benarnya, Trianna--kau berhasil baik dengan Du Vrangr Gata, dan aku kemari bukan untuk mengambil alih kewenanganmu. Hanya saja--sebagai penyihir--aku harus bekerja sama dengan Du Vrangr Gata, dan--sebagai Penunggang--aku mungkin juga perlu memerintah dirimu, perintah yang harus dipatuhi tanpa pertanyaan. Rantai komando harus ditetapkan. Yaitu, kau tetap menguasai sebagian besar otonomimu. Pada banyak waktu aku akan terlalu sibuk untuk bisa memerhatikan Du Vrangr Gata. Dan aku juga tidak berniat mengabaikan nasihatmu, karena aku yakin kau jauh lebih berpengalaman daripada diriku & Jadi kutanya sekali lagi, apakah kau mau membantu kami, demi kebaikan kaum Varden""
Trianna diam sejenak, lalu membungkuk memberi hormat.
"Tentu saja, Shadeslayer--demi kebaikan kaum Varden. Merupakan kehormatan kalau kau memimpin Du Vrangr Gata." "Kalau begitu sebaiknya kita mulai."
Selama beberapa jam berikutnya, Eragon berbicara dengan setiap penyihir yang berkumpul, sekalipun cukup banyak yang tidak hadir, sibuk dengan satu tugas atau lainnya untuk membantu kaum Varden. Ia berusaha sebaik-baiknya mengenenali pengetahuan sihir mereka. Ia jadi tahu bahwa mayoritas pria dan wanita di Du Vrangr Gata mengetahui seni ini dari kerabat, dan biasanya secara sangat diam-diam agar tidak menarik perhatian mereka yang takut pada sihir--dan, tentu saja, Galbatorix sendiri. Hanya beberapa yang mendapat pelatihan dengan benar. Sebagai hasilnya, sebagian besar perapal mantra itu hanya tahu sedikit bahasa kuno--tidak satu pun mampu benar-benar mengucapkannya dengan fasih--keyakinan mereka akan sihir sering dikacaukan takhyul keagamaan, dan mereka tidak tahu puluhan penggunaan gramarye.
Tidak heran si Kembar begitu ingin mengetahui kosakata bahasa kunomu sewaktu mereka menguji dirimu di Farthen Dur, kata Saphira. Dengan itu mereka bisa menaklukkan
para penyihir rendahan ini dengan mudah.
Tapi hanya ada mereka yang bisa kita ajak bekerja sama.
Benar. Kuharap sekarang kau bisa melihat bahwa pendapatku benar mengenai Trianna. Ia meletakkan keinginannya sendiri di depan kepentingan orang banyak.
Kau benar, Eragon menyetujui. Tapi aku tidak akan menghukumnya karena itu. Trianna menghadapi dunia dengan cara sebaik yang ia bisa, sama seperti kita semua. Aku paham itu, meskipun tidak setuju, dan pemahaman-seperti kata Oromis--menghasilkan empati.
Lebih dari sepertiga para perapal mantra itu mengkhususkan diri sebagai tabib. Eragon memerintahkan mereka pergi sesudah memberi mereka empat mantra baru untuk dihapalkan, mantra yang memungkinkan mereka menangani luka-luka yang lebih banyak. Dengan para perapal mantra sisanya Eragon bekerja menetapkan susunan komando--ia menunjuk Trianna sebagai letnannya dan membiarkan wanita itu memastikan perintahnya dilaksanakan--dan menggabungkan kepribadian mereka yang berbeda menjadi satu unit tempur yang kohesif. Ia mendapati bahwa berusaha menyatukan para penyihir untuk bekerja sama mirip dengan mengatur segerombolan anjing untuk berbagi tulang berdaging. Bahwa mereka jelas terpesona padanya juga tidak membantu, karena ia tidak bisa menemukan cara menggunakan pengaruhnya untuk menyatukan hubungan di antara para penyihir yang bersaing itu.
Agar lebih tahu kefasihan mereka, Eragon meminta mereka merapal sejumlah mantra. Saat ia melihat mereka bersusah payah dengan mantra yang sekarang dianggapnya mudah, Eragon menyadari seberapa jauh kekuatannya sendiri telah meningkat. Kepada Saphira, ia berkata, Dan kalau kuingat bagaimana aku dulu sulit mengangkat kerikil ke udara.
Dan kalau ingat, jawab Saphira, betapa Galbatorix merniliki waktu lebih dari seabad untuk mengasah bakatnya.
Matahari menggantung rendah di barat, memperkuat cahaya oranye hingga perkemahan kaum Varden, Sungai Jiet yang deras, dan seluruh Burning Plains bagai berkobar, seperti pemandangan dari mimpi gila. Matahari tidak lebih tinggi dari sehelai rambut di atas kaki langit sewaktu kurir tiba di tenda. Ia memberitahu Eragon bahwa Nasuada memerintahkan dirinya menghadap sekarang juga. "Dan saya rasa sebaiknya Anda bergegas, Shadeslayer, kalau Anda tidak keberatan saya mengatakan begitu."
Sesudah mendapat janji dari Du Vrangr Gata bahwa mereka akan siap dan bersedia saat ia meminta bantuan mereka, Eragon lari di samping Saphira melewati deretan tenda kelabu ke paviliun Nasuada. Keributan keras di atas mereka menyebabkan Eragon menengadah cukup lama dari tanah yang berbahaya untuk melihat ke atas.
Ia melihat sekawanan besar burung yang terbang berputarputar di antara kedua pasukan. Ia melihat elang, rajawali, dan falcon, besama puluhan gagak yang serakah dan sepupunya yang lebih besar, berparuh seperti pisau, berpunggung biru, dan tak kenal kenyang, burung bangkai. Setiap burung menjerit meminta darah untuk membasahi tenggorokannya dan daging hangat yang cukup untuk mengenyangkan perut serta memuaskan rasa lapar mereka. Berdasarkan pengalaman dan naluri, mereka tahu bahwa setiap ada pasukan yang muncul di Alagaesia, mereka bisa berharap akan makan bangkai seluas berekar-ekar.
Awan-awan perang mulai berkumpul, pikir Eragon.
NAR GARZHVOG Eragon memasuki paviliun, Saphira menjejalkan kepala di belakangnya. Eragon disambut desingan logam saat Jormundur dan setengah lusin komandan Nasuada mencabut pedang mereka. Orang-orang itu menurunkan senjata ketika Nasuada berkata, "Kemarilah, Eragon."
"Ada apa"" tanya Eragon.
"Pelacak kita melaporkan ada beberapa ratus Kull mendekat dari timur laut."
Eragon mengerutkan kening. Ia tidak menduga akan menemui Urgal dalam pertempuran ini, karena Durza tidak lagi mengendalikan mereka dan begitu banyak Urgal yang tewas di Farthen Dur. Tapi kalau mereka datang, mereka datang. Ia merasa haus darah dan membiarkan senyum buasnya merekah saat memikirkan akan menghancurkan para Urgal itu dengan kekuatan barunya. Sambil memegang tangkai Zar'roc, ia berkata, "Dengan senang hati aku mau memusnahkan mereka. Saphira dan aku bisa menanganinya sendi
ri, kalau kau mau." Nasuada mengamatinya dengan hati-hati sambil berkata, "Kita tidak bisa berbuat begitu, Eragon. Mereka mengibarkan bendera putih, dan meminta bicara denganku."
Eragon ternganga memandangnya. "Jelas kau tidak berniat menemui mereka""
"Aku akan menawarkan keramahan yang sama pada musuh mana pun yang datang membawa bendera damai."
"Tapi mereka kasar. Monster! Bodoh sekali membiarkan mereka masuk ke perkemahan.... Nasuada, aku pernah melihat bencana yang dilakuan Urgal. Mereka menyukai rasa sakit dan penderitaan serta tidak layak mendapat ampunan, sama seperti anjing gila. Kau tidak perlu membuang-buang waktu untuk apa yang jelas merupakan perangkap. Beri saja perintah dan aku serta setiap pejuangmu lebih dari bersedia untuk membunuh makhluk-makhluk busuk itu demi dirimu."
"Dalam hal ini," kata Jormundur, "aku setuju dengan Eragon. Kalau kau tidak mau mendengarkan kami, Nasuada, setidaknya dengarkan dia."
Mula-mula Nasuada berbicara pada Eragon dengan gumaman pelan hingga yang lain tidak bisa mendengar, "Latihanmu memang belum selesai kalau kau sebuta ini." Lalu ia mengeraskan suara, dan Eragon mendengar ketegasan yang sama seperti ayahnya, "Kalian semua lupa bahwa aku bertempur di Farthen Dar, sama seperti kalian, dan aku melihat kebuasan para Urgal... Tapi aku juga melihat orang-orang kita sendiri melakukan tindakan yang sama menjijikkannya. Aku tidak akan melupakan apa yang kita alami di bawah tangan Urgal, tapi aku juga tidak akan tidak mengabaikan sekutu potensial di saat jumlah kita kalah begitu banyak dibandingkan Kekaisaran."
"My Lady, terlalu berbahaya bagimu untuk menemui Kull."
"Terlalu berbahaya"" Nasuada mengangkat alis. "Sementara aku dilindungi Eragon, Saphira, Elva, dan semua pejuang di sekitarku" Kurasa tidak."
Eragon mengertakkan gigi karena frustrasi. Bicaralah, Saphira, kau bisa meyakinkannya untuk melupakan rencana tolol ini.
Tidak, aku tidak mau. Pikiranmu kabur dalam hal ini.
Kau tidak bisa menyetujui pendapatnya! seru Eragon, terperangah. Kau ada di sana, di Yazuac bersamaku; kau tahu apa yang dilakukan Urgal pada penduduk desa. Dan bagaimana dengan sewaktu kita meninggalkan Teirm, tertangkapnya diriku di Gil'ead, dan Farthen Dur" Setiap kali kita menemui Urgal, mereka selalu berusaha membunuh kita atau lebih buruk lagi. Mereka tidak lebih daripada hewan buas.
Elf juga beranggapan begitu tentang naga selama Du Fyrn Skulblaka.
Atas desakan Nasuada, para pengawalnya mengikat dinding depan dan samping paviliun, agar semua bisa melihat dan rsemungkinkan Saphira berjongkok rendah di samping Eragon. Lalu Nasuada duduk di kursi bersandaran tingginya, dan Jormundur serta para komandan lain mengatur diri dalam dua baris paralel hingga siapa pun yang ingin berbicara dengan Nasuada harus berjalan di antara mereka. Eragon berdiri di sebelah kanan Nasuada, Elva di sebelah kirinya.
Kurang dari lima menit kemudian, raungan kemarahan hebat meledak di tepi timur perkemahan. Badai ejekan dan penghinaan terdengar semakin lama semakin keras hingga akhirnya satu Kull terlihat di depan mereka, berjalan mendekati Nasuada sementara orang-orang kaum Varden menghujaninya dengan ejekan. Urgal itu--atau ram, Eragon ingat begitulah mereka disebut--mengangkat kepalanya tinggi-tinggi dan memamerkan taring-taring kuningnya, tapi tidak bereaksi terhadap pelecehan yang diarahkan padanya. Ia spesimen yang luar biasa, delapan setengah kaki tingginya, dengan wajah yang kuat dan sombong-sekalipun mengerikan, tanduk tebal yang melingkar penuh, dan tubuh berotot yang fantastis dan menyebabkan ia tampak mampu membunuh beruang dengan sekali pukul. Satu-satunya pakaiannya hanyalah sehelai kain yang dililitkan di pinggang, beberapa pelat besi kasar yang disatukan dengan potongan-potongan jala baja, dan piringan logam melengkung di sela kedua tanduknya untuk melindungi puncak kepalanya. Rambutnya yang hitam panjang tergerai.
Eragon merasa bibirnya menegang membentuk seringai kebencian; ia harus berusaha keras agar tidak mencabut Zar'roc dan menyerang. Sekalipun begitu, ia mau tidak mau mengagumi keberanian Urgal
itu menghadapi sepasukan musuh seorang diri dan tidak bersenjata. Yang mengejutkannya, ia mendapati benak Kull ini terlindung dengan kuat.
Sewaktu Urgal itu berhenti di depan paviliun, tidak berani mendekat lagi, Nasuada memerintahkan para pengawalnya agar berteriak menenangkan kerumunan. Semua orang memandang si Urgal, penasaran apa tindakannya selanjutnya.
Urgal itu mengangkat lengannya yang besar ke langit, menarik napas, dan membuka rahang lalu melolong kepada Nasuada. Dalam sekejap, puluhan pedang terarah pada Kull itu, tapi ia tidak memedulikannya dan terus melolong hingga paru-parunya kosong. Lalu ia memandang Nasuada, tidak mengacuhkan ratusan orang yang, jelas sekali, ingin membunuhnya, dan menggeram dengan aksen kental dan serak, "pengkhianatan macam apa ini, Lady Nightstalker" Aku dijanjikan jalan yang aman. Apakah manusia melanggar janji semudah itu""
Sambil mencondongkan tubuh ke Nasuada, salah satu komandan berkata, "Biarkan kami menghukumnya, Mistress, karena kekurangajarannya. Begitu kami sudah mengajarinya arti penghormatan, Anda bisa mendengar pesannya, apa pun itu."
Eragon ingin tetap membisu, tapi ia tahu kewajibannya pada Nasuada dan kaum Varden, jadi ia membungkuk dan berbicara di telinga Nasuada, "Jangan tersinggung. Beginilah cara mereka menyapa pemimpin perang mereka. Jawaban yang benar seharusnya mengadu kepala, tapi kurasa kau tidak ingin mencobanya."
"Apakah para elf yang mengajarkan ini padamu"" gumam Nasuada, tanpa pernah mengalihkan pandangan dari Kull yang menunggu.
"Aye." "Apa lagi yang mereka ajarkan tentang para Urgal""
"Sangat banyak," kata Eragon, mengakui dengan enggan.
Lalu Nasuada berkata pada Kull itu, juga pada anak buahnya, "Kaum Varden bukan pembohong seperti Galbatorix dan Kekaisaran. Bicaralah; kau tidak perlu takut bahaya selama kita bertemu dalam kondisi gencatan senjata."
Urgal itu mendengus dan mengangkat dagunya yang kurus lebih tinggi, memamerkan tenggorokannya; Eragon mengenali sikap itu sebagai isyarat persahabatan. Menundukkan kepala merupakan ancaman dalam ras mereka, karena itu berarti ada Urgal yang berniat menumbukmu dengan tanduknya. "Aku Nar Garzhvog dari suku Bolvek. Aku berbicara mewakili rakyatku." Rasanya ia seperti mengunyah setiap kata sebelum meludahkannya. "Urgal lebih dibenci daripada ras lain mana pun. Elf, kurcaci, manusia, semua memburu kami, membakar kami, dan mengusir kami dari rumah."
"Bukannya tanpa alasan yang bagus," kata Nasuada.
Garzhvog mengangguk. "Bukannya tanpa alasan. Orang-orang kami menyukai perang. Tapi seberapa sering kami diserang hanya karena menurut kalian kami jelek, seperti kami menganggap kalian jelek" Kami semakin sejahtera sejak kejatuhan para Penunggang. Suku-suku kami sekarang begitu besar sehingga tanah gersang tempat kami hidup tidak lagi bisa memberi kami makan."
"Jadi kau bersekutu dengan Galbatorix." '
"Aye, Lady Nightstalker. Ia menjanjikan lahan yang bagus kalau kami membunuh musuh-musuhnya. Tapi ia menipu kami. Dukun berambut apinya, Durza, mengacaukan pikiran para pemimpin perang kami dan memaksa suku-suku kami bekerja sama, sementara itu bukan cara kami. Sewaktu kami tahu hal ini di pegunungan berlubang kurcaci, Herndall, pemimpin kami mengirim ibuku ke Galbatorix untuk menanyakan kenapa ia menggunakan kami dengan cara itu." Garzhvog menggeleng. "Ibuku tidak kembali. Pejuang-pejuang terbaik kami tewas demi Galbatorix, lalu ia meninggalkan kami seperti pedang patah. Ia drajl dan berlidah ular, pengkhianat tak bertanduk. Lady Nightstalker, kami lebih sedikit sekarang, tapi kami akan bertempur bersamamu kalau kauizinkan."
"Apa imbalannya"" tanya Nasuada. "Herndall-mu pasti menginginkan balasan."
"Darah. Darah Galbatorix. Dan kalau Kekaisaran runtuh, kami meminta kau memberi kami tanah, tanah untuk berkembang biak dan tumbuh, tanah untuk menghindari lebih banyak pertempuran di masa depan."
Eragon menebak keputusan Nasuada dari ekspresinya, bahkan sebelum gadis itu bicara. Dan tampaknya Jormundur juga, karena ia mencondongkan tubuh ke Nasuada dan berkata dengan suara pelan, "Nasuada, kau tidak bisa b
erbuat begini. lni bertentangan dengan alam."
"Alam tidak bisa membantu kita mengalahkan Kekaisaran. Kita membutuhkan sekutu."
"Orang-orang akan melarikan diri sebelum bersedia bertempur bersama Urgal."
"Itu bisa diatasi. Eragon, apakah mereka menepati janji""
"Hanya selama kita memiliki musuh yang sama."
Sambil mengangguk tegas, Nasuada sekali lagi mengeTaskan suara. "Baiklah, Nar Garzhvog. Kau dan para pejuangrnu boleh berkemah di sisi timur pasukan kami, jauh dari pasukan utama, dan kita akan mendiskusikan syarat-syarat persekutuan kita."
"Ahgrat ukmar," kata Kull itu, menepukkan tinju ke alis. "Kau Herndall yang bijak, Lady Nightstalker." "Kenapa kau memanggilku begitu""
"Herndall""
"Bukan, Nightstalker."
Garzhvog memperdengarkan suara ruk-ruk di tenggorokannya, yang ditafsirkan Eragon sebagai tawa. "Nightstalker adalah nama yang kami berikan pada ayahmu karena caranya memburu kami di dalam terowongan-terowongan gelap di bawah pegunungan kurcaci dan karena warna kulitnya. Sebagai anaknya, kau layak mendapat nama yang sama." Dengan kata-kata itu, ia berbalik pada tumitnya dan berjalan keluar perkemahan.
Nasuada berdiri dan berseru, "Siapa pun yang menyerang Urgal akan dihukum sama seperti kalau ia menyerang sesama manusia. Pastikan pengumuman ini disampaikan ke setiap kompi."
Belum lagi ia selesai, Eragon menyadari Raja Orrin tergesa-gesa mendekat, jubahnya berkibar di sekitarnya. Sewaktu sudah cukup dekat, Raja Orrin berseru, "Nasuada! Benarkah kau bertemu Urgal" Apa maksudmu, dan kenapa aku tidak diberitahu lebih awal" Aku tidak--"
Ia disela sewaktu seorang penjaga muncul dari barisan tenda kelabu, berteriak, "Orang berkuda mendekat dari Kekaisaran!"
Dalam sekejap, Raja Orrin melupakan kemarahannya dan bergabung dengan Nasuada saat gadis itu bergegas ke tepi pasukan, diikuti sedikitnya seratus orang. Eragon tidak tinggal di tengah kerumunan, melainkan naik ke punggung Saphira dan membiarkan naga itu membawanya ke tujuan mereka.
Sewaktu Saphira berhenti di pagar, parit, dan deretan tiang yang diruncingkan dan melindungi tepi depan kaum Varden, Eragon melihat seorang prajurit memacu kudanya mati-matian menyeberangi lahan kosong. Di atasnya, burung-burung pemangsa menyapu rendah untuk mencari tahu apakah hidangan pertama pesta mereka telah tiba.
Prajurit itu menghentikan kuda hitamnya sekitar tiga puluh yard dari pertahanan, menjaga jarak sejauh mungkin antara dirinya dan kaum Varden. Ia berteriak, "Dengan menolak persyaratan menyerah yang dermawan dari Raja Galbatorix, kalian memilih kematian sebagai nasib kalian. Kita tidak akan bernegosiasi lagi. Persahabatan sudah berubah menjadi peperangan! Kalau ada di antara kalian yang masih menghormati Raja Galbatorix yang berkuasa dan tahu segalanya, larilah! Tidak ada yang bisa berdiri di hadapan kami begitu kami maju untuk membersihkan Alagaesia dari setiap bajingan, pengkhianat, dan pemberontak. Dan sekalipun menyakitkan tuan kami--karena ia tahu sebagian besar dari pemberontakan ini dipicu para pemimpin yang kecewa dan salah kaprah--kami akan menghukum dengan halus wilayah yang dikenal sebagai Surda dan mengembalikannya ke bawah kepemimpinan Raja Galbatorix yang dermawan, ia yang mengorbankan diri siang-malam demi kebaikan rakyatnya. Jadi larilah, kataku, kalau tidak, tanggunglah kehancuran kalian."
Dengan kata-kata itu, si prajurit membuka kantong kanvas dan mengeluarkan kepala yang dipenggal. Ia melemparkan kepala itu ke udara dan mengawasinya jatuh di antara kaum Varden, lalu memutar kuda, menjejakkan taji di tumit sepatunya, dan berderap kembali ke kerumunan gelap pasukan Galbatorix.
"Apa sebaiknya ia kubunuh"" tanya Eragon.
Nasuada menggeleng. "Kita akan mendapat kesempatan itu tidak lama lagi. Aku takkan melanggar kesucian utusan, bahkan seandainya Kekaisaran sudah melanggarnya."
"Terse-" Ia menjerit terkejut dan mencengkeram leher Saphira agar tidak jatuh saat naga itu berdiri di atas dinding, menghunjamkan kaki-kaki depannya ke tepi parit. Ia membuka rahang, meraung panjang dan dalam, mirip yang dilakukan Garzhvog, hanya saja raungan ini merupak
an tantangan pada musuh-musuh mereka, peringatan akan kemurkaan yang mereka timbulkan, dan panggilan perang bagi siapa pun yang membenci Galbatorix.
Raungannya begitu menakutkan kuda si prajurit hingga tersentak ke samping, terpeleset di tanah yang panas, dan jatUh ke samping. Prajuritnya terlempar dari kuda dan mendarat di lidah api yang menyambar saat itu. Ia menjerit begitu mengerikan hingga bulu kuduk Eragon meremang, lalu membisu selamanya.
Burung-burung mulai turun.
Kaum Varden menyoraki keberhasilan Saphira. Bahkan Nasuada tersenyum kecil. Lalu ia bertepuk tangan dan berkata, "Mereka akan menyerang saat subuh, menurutku. Eragon, kumpulkan Du Vrangr Gata dan bersiaplah beraksi. Aku akan memberimu perintah satu jam lagi." Sambil meraih bahu Orrin, Nasuada membimbingnya kembali ke tengah perkemahan, dan berkata, "Yang Mulia, ada keputusan yang harus kita ambil. Aku punya rencana tertentu, tapi untuk itu diperlukan...."
Biarkan mereka datang, kata Saphira. Ujung ekornya tersentak seperti ujung ekor kucing yang tengah mengintai kelinci. Mereka semua akan terbakar.
RAMUAN PENYIHIR Malam telah turun di Burning Plains. Bagian atas asap kelabu menutupi bulan dan bintang-bintang, menenggelamkan tanah ke kegelapan yang hanya dibuyarkan pendar muram api dari dalam tanah di sana-sini, dan ribuan suluh yang dinyalakan setiap pasukan. Dari posisi Eragon di dekat bagian depan kaum Varden, Kekaisaran tampak seperti sarang rapat sebesar kota yang penuh cahaya oranye berkedap-kedip.
Saat Eragon mengeratkan potongan terakhir baju besi Saphira di ekornya, ia memejamkan mata untuk mempertahankan kontak yang lebih baik dengan para penyihir dari Du Vrangr Gata. Ia harus belajar menemukan mereka dalam waktu singkat; keselamatannya tergantung pada kemampuannya berkomunikasi dengan mereka dalam waktu singkat dan tepat. Sebaliknya, para penyihir harus belajar mengenali sentuhan benaknya agar tidak menghalangi dirinya sewaktu ia membutuhkan bantuan mereka.
Eragon tersenyum dan berkata, "Halo, Orik." Ia membuka mata dan melihat Orik memanjat gundukan karang rendah tempat ia dan Saphira duduk. Kurcaci itu, yang telah mengenakan baju besi, menyandang busur tanduk Urgal di tangan kiri.
Sambil berjongkok di samping Eragon, Orik mengusap alis dan menggeleng. "Dari mana kau tahu ini aku" Aku sudah melindungi diri."
Setiap kesadaran rasanya beda, Saphira menjelaskan. Sama seperti tldak ada dua suara yang sama persis.
"Ah." Eragon bertanya, "Ada apa kau kemari""
Orik mengangkat bahu. "Terlintas dalam pikiranku kau mungkin suka ditemani di malam yang muram ini. Terutama karena Arya pasti sibuk dan tidak ada Murtagh untuk menemanimu dalam pertempuran ini."
Dan aku berharap ia ada di sini, pikir Eragon. Murtagh satu-satunya manusia yang menyamai keahlian Eragon bermain pedang, setidaknya sebelum Agaeti Blodhren. Berlatih-tanding dengannya merupakan salah satu dari sedikit kesenangan Eragon selama mereka bersama. Aku pasti senang kalau bisa bertanding melawanmu lagi, sobat lama.
Teringat bagaimana Murtagh terbunuh--diseret ke bawah tanah oleh Urgal di Farthen Dur--memaksa Eragon menghadapi kebenaran yang suram: Tidak peduli pejuang sehebat apa pun dirimu, sering kebetulan semata yang menentukan siapa yang hidup dan siapa yang mati dalam perang.
Orik pasti merasakan suasana hatinya, karena ia menepuk bahu Eragon dan berkata, "Kau akan baik-baik saja. Bayangkan saja perasaan para prajurit di luar sana, tahu mereka harus menghadapi dirimu tidak lama lagi!"
Perasaan berterima kasih menyebabkan Eragon tersenyum lagi. "Aku senang kau datang."
Ujung hidung Orik memerah, dan ia menunduk, memutarmutar busur di antara kedua tangannya. "Ah, well," gerutunya, "Hrothgar tidak akan suka kalau aku membiarkan terjadi apa-apa padamu. Lagi pula, kita sekarang saudara angkat, eh""
Melalui Eragon, Saphira bertanya, Bagaimana dengan para kurcaci lain" Bukankah mereka berada di bawah perintahmu"
Mata Orik berkilau sejenak. "Wah, ya, memang begitu. Dan mereka akan bergabung dengan kita tidak lama lagi. Karena Eragon anggota Durgrimst Ingeitum, sudah selayakn
ya kalau kita melawan Kekaisaran bersama-sama. Dengan begitu, kalian berdua tidak akan terlalu rapuh; kalian bisa memusatkan Perhatian mencari penyihir Galbatorix dan bukannya sibuk mempertahankan diri dari serangan terus-menerus."
"Gagasan bagus. Terima kasih." Orik mendengus menerima.
Lalu Eragon bertanya, "Apa pendapatmu mengenai Nasuada dan para Urgal""
"Ia mengambil pilihan yang benar."
"Kau setuju dengannya!"
"Memang. Aku sama tidak sukanya seperti dirimu, tapi aku setuju."
Kebisuan menyelimuti mereka sesudah itu. Eragon duduk rnenyandar ke Saphira dan menatap ke Kekaisaran, berusaha agar kegelisahan tidak menguasai dirinya. Menit demi menit berlalu dengan lambat. Baginya, masa penantian sebelum pertempuran sangat menekan, seperti pertempurannya sendiri. Ia meminyaki pelana Saphira, menggosok karat dari jala bajanya, lalu kembali mengakrabkan diri dengan pikiran Du Vrangr Gata, apa pun untuk membunuh waktu.
Lebih dari satu jam kemudian ia berhenti saat merasakan dua makhluk mendekat dari seberang lahan kosong. Angela" Solembum" Bingung dan waspada, ia membangunkan Orik--yang tertidur--dan memberitahukan pengamatannya.
Kurcaci itu mengerutkan kening dan mencabut kapak perang dari sabuknya. "Aku baru bertemu si tukang obat beberapa kali, tapi ia tampaknya bukan orang yang akan mengkhianati kita. Ia sudah diterima di kaum Varden selama berpuluhpuluh tahun."
"Kita tetap harus mencari tahu apa yang dilakukannya," kata Eragon.
Bersama-sama mereka melintasi perkemahan untuk menghadang keduanya saat mereka mendekati pertahanan. Tidak lama kemudian tampak Angela berlari-lari kecil ke tempat terang, diikuti Solembum dekat kakinya. Penyihir itu mengenakan jubah hitam panjang yang memungkinkan dirinya membaur dengan sekitarnya. Dengan menunjukkan kesigapan, kekuatan, dan keluwesan yang mengejutkan, Angela memanjat jajaran hang runcing yang dibangun para kurcaci, berayun dari satu hang ke tiang yang lain, melompati parit-parit, dan akhirnya berlari sipat-kuping menuruni permukaan dinding pertahanan terakhir yang curam dan berhenti, terengah-engah, di dekat Saphira.
Setelah membuka kerudung jubahnya, Angela tersenyum cerah. "Komite penyambutan! Kalian baik sekali." Sementara ia bicara, si kucing jadi-jadian gemetar, bulu-bulunya berdiri tegak. Lalu sosoknya memudar seakan dipandang dari balik air kotor, sekali lagi berubah menjadi sosok bocah laki-laki telanjang berambut berantakan. Angela memasukkan tangan ke dompet kulit di sabuknya dan memberikan tunik dan bros pada Solembum, bersama pisau hitam kecil temannya bertarung.
"Apa yang kaulakukan di luar sana"" tanya Orik, menatap mereka curiga.
"Oh, ini dan itu."
"Kurasa sebaiknya kauberitahu," kata Eragon.
Ekspresi Angela mengeras. "Begitukah" Apa kau tidak memercayai Solembum dan aku"" Kucing jadi-jadian itu memamerkan gigi-giginya yang tajam.
"Tidak juga," kata Eragon, sambil tersenyum kecil.
"Bagus," kata Angela. Ia menepuk pipi Eragon. "Kau akan hidup lebih lama. Kalau kau harus tahu, kalau begitu, aku berusaha sebaik mungkin membantu mengalahkan Kekaisaran, hanya saja metodeku tidak termasuk berteriak-teriak dan berlarian ke sana kemari membawa pedang."
"Apa tepatnya metodemu"" kata Orik.
Angela diam sejenak untuk menggulung jubah, yang disimpannya di dalam kantong. "Aku lebih suka tidak mengatakannya; aku ingin membuatnya jadi kejutan. Kalian tidak perlu menunggu lama untuk tahu. Akan dimulai beberapa jam lagi."
Orik menarik-narik janggut. "Apa yang akan mulai" Kalau kau tidak bisa memberi kami jawaban yang terus terang, kami terpaksa membawamu ke Nasuada. Mungkin ia bisa meluruskan pikiranmu."
"Tidak ada gunanya menyeretku menemui Nasuada," kata Angela. "Ia sudah memberiku izin untuk melintasi perbatasan." Itu katamu," tantang Orik, lebih keras kepala lagi.
"Dan itu juga kataku," kata Nasuada, sambil mendekati mereka dari belakang, seperti yang telah diketahui Eragon. Ia juga merasa Nasuada ditemani empat Kull, salah satunya Garzhvog. Sambil merengut, ia berbalik menghadapi mereka tidak berusaha menyembunyikan kemarahannya atas kehadiran para Urgal.
"My Lady," gumam Eragon.
Orik tidak setenang itu; ia melompat mundur sambil memaki keras, menyambar kapak perang. Ia segera menyadari mereka tidak sedang diserang dan menyapa Nasuada dengan tegang. Tapi tangannya tidak pernah meninggalkan tangkai senjata dan matanya tidak pernah beralih dari para Urgal. Angela tampaknya tidak merasakan ketegangan itu. Ia memberi Nasuada penghormatan yang selayaknya, lalu berbicara pada para Urgal dalam bahasa mereka, yang mereka jawab dengan kegembiraan yang nyata.
Nasuada menarik Eragon ke samping agar mereka tidak terganggu. Di sana, ia berkata, "Aku perlu kau mengesampingkan perasaanmu sejenak dan menilai apa yang akan kuberitahukan padamu dengan logika dan akal sehat. Kau bisa"" Eragon mengangguk, dengan ekspresi kaku. "Bagus. Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk memastikan kita tidak kalah besok. Tapi tidak penting seberapa hebat kita bertempur, atau sebaik apa aku memimpin kaum Varden, atau bahkan apakah kita bisa menjatuhkan Kekaisaran kalau kau," ia menusuk dada Eragon, "terbunuh. Kau mengerti"" Eragon kembali mengangguk. "Tidak ada yang bisa kulakukan untuk melindungimu jika Galbatorix muncul; kalau ia muncul, kau akan menghadapinya seorang diri. Du Vrangr Gata bukan ancaman baginya seperti juga bagimu, dan aku tidak bisa membiarkan mereka dimusnahkan tanpa alasan."
"Aku sudah tahu sejak dulu," kata Eragon, "bahwa akan menghadapi Galbatorix seorang diri bersama Saphira."
Senyum sedih menyentuh bibir Nasuada. Ia tampak sangat lelah dalam cahaya api suluh yang bergoyang-goyang. "Well, tidak ada alasan untuk menciptakan masalah kalau tidak ada masalah. Ada kemungkinan Galbatorix bahkan tidak berada di sini." Tapi ia tampaknya tidak memercayai kata-katanya sendiri. "Pokoknya, setidaknya aku bisa mencegahmu tewas akibat tusukan pedang di perut. Aku sudah mendengar niat para kurcaci, dan kupikir aku bisa memperbaiki konsepnya. Kuminta Garzhvog dan tiga rekannya menjadi pengawalmu, selama mereka setuju--dan mereka harus setuju--membiarkan dirimu memeriksa benak mereka untuk mencari pengkhianatan."
Eragon menegang. "Kau tidak bisa mengharapkan aku bertempur bersama monster-monster itu. Lagi pula, aku sudah menerima tawaran para kurcaci untuk melindungi Saphira dan aku. Mereka takkan bisa menerima kalau aku menolak tawaran mereka karena Urgal."
"Kalau begitu mereka bisa melindungimu bersama-sama," tukas Nasuada. Ia mengamati wajah Eragon cukup lama, mencari apa yang tidak dapat dikatakan Eragon. "Oh, Eragon. Kuharap kau bisa melihat ke balik kebencianmu. Apa lagi yang akan kaulakukan dalam posisiku"" Ia mendesah sewaktu Eragon tetap membisu. "Kalau ada yang memiliki alasan untuk mendendam pada Urgal, akulah orangnya. Mereka membunuh ayahku. Tapi aku tidak bisa membiarkan hal itu mengacaukan tugasku untuk memutuskan apa yang terbaik bagi kaum Varden... Setidaknya tanyakan pendapat Saphira sebelum kau menjawab ya atau tidak. Aku bisa memerintahkanmu menerima perlindungan Urgal, tapi aku lebih suka tidak memerintahmu."
Kau bersikap bodoh, kata Saphira tiba-tiba.
Bodoh karena tidak ingin Kull menjaga punggungku"
Tidak, bodoh karena menolak bantuan, tidak peduli dari mana asalnya, dalam situasi kita yang sekarang. Pikirkanlah. Kau tahu apa yang akan dilakukan Oromis, dan kau tahu apa yang akan dikatakannya. Kau tidak memercayai penilaiannya"
Ia tidak mungkin benar mengenai segala hal, kata Eragon.
Itu bukan argumentasi... Periksalah dirimu sendiri, Eragon, dan katakan apakah aku bicara jujur. Kau tahu jalan yang benar. Aku akan kecewa kalau kau tidak mampu memaksa dirimu mengambilnya.
Dorongan Saphira dan Nasuada hanya menyebabkan Eragon semakin enggan menyetujui. Sekalipun begitu, ia tahu ia tidak memiliki pilihan. "Baiklah, kuizinkan mereka menjagaku, taPl hanya kalau aku tidak menemukan apa pun yang mencurigakan dalam pikiran mereka. Kau mau berjanji bahwa, sesudah pertempuran ini, kau tidak akan memaksaku bekerja sama dengan Urgal lagi""
Nasuada menggeleng. "Aku tidak bisa berbuat begitu, tidak kalau itu mungkin menyakiti kaum Varden." Ia diam sejenak lalu berkata, "Oh, Era
gon"" "Ya, my Lady""
"Kalau aku tewas, aku memilihmu sebagai penerusku. Kalau itu terjadi, kusarankan kau mengandalkan nasihat Jormunduria lebih berpengalaman daripada anggota Dewan Tetua laindan kuharap kau menempatkan kesejahteraan mereka yang ada di bawahmu di atas segala hal lain. Apakah aku jelas, Eragon""
Pemberitahuan Nasuada mengejutkan Eragon. Tidak ada yang lebih berarti bagi Nasuada kecuali kaum Varde'n. Menawarkan hal itu padanya merupakan tindakan memercayai terbesar yang bisa dilakukan Nasuada. Keyakinan Nasuada menggugah dan menyentuh hati Eragon; ia membungkuk memberi hormat. "Aku akan berusaha menjadi pemimpin yang baik seperti kau dan Ajihad. Kau menghormatiku, Nasuada."
"Ya, memang." Setelah berbalik, Nasuada menggabungkan diri dengan yang lain.
Masih terguncang akibat pemberitahuan Nasuada, dan mendapati kemarahannya berkurang karena pemberitahuan itu, Eragon perlahan-lahan berjalan kembali ke Saphira. Ia mengamati Garzhvog dan Urgal-Urgal lain, berusaha memperkirakan suasana hati mereka, tapi wajah mereka begitu berbeda dari yang biasa ditemuinya hingga ia tidak mampu menangkap apa pun kecuali emosi-emosi paling luas. Ia juga tidak bisa menemukan empati dalam dirinya bagi para Urgal. Baginya, mereka makhluk buas yang akan membunuhnya secepat mungkin dan tidak mampu mencintai, bersikap ramah, atau bahkan memiliki kecerdasan yang sebenarnya. Pendeknya, mereka makhluk yang lebih rendah.
Jauh dalam benaknya, Saphira berbisik, Aku yakin Galbatorix juga berpikir begitu.
Dan karena alasan yang bagus, Eragon menggerutu, berniat mengejutkan Saphira. Sambil menahan kebenciannya, ia berkata keras-keras, "Nar Garzhvog, aku diberitahu kalian berempat mengizinkan aku memasuki pikiran kalian."
"Benar, Firesword. Lady Nightstalker memberitahu kami itu syaratnya. Kami merasa tersanjung mendapat kesempatan bertempur di samping pejuang sehebat dirimu, dan pejuang yang Sudah berbuat begitu banyak bagi kami."
"Apa maksudmu" Aku membunuh puluhan saudaramu."
Tanpa bisa ditahan, kutipan dari salah satu gulungan dokumen Oromis melintas dalam benak Eragon. Ia teringat pernah membaca bahwa Urgal, baik jantan maupun betina, menentukan status mereka di masyarakat melalui pertempuran, dan praktik inilah, di atas semuanya, yang memicu begitu banyak konflik antara Urgal dan ras-ras lain. Yang berarti, ia sadar, jika mereka mengagumi tindakannya dalam pertempuran, mereka mungkin memandangnya sejajar dengan salah satu pemimpin perang Urgal.
"Dengan membunuh Durza, kau membebaskan kami dari kendalinya. Kami berutang budi padamu, Firesword. Tidak satu pun dari kami yang akan menantangmu, dan kalau kau mengunjungi aula kami, kau dan si naga, Flametongue, akan disambut seperti yang belum pernah dialami orang luar lain."
Dari semua jawaban yang diperkirakan Eragon, terima kasih adalah yang terakhir, dan ia sangat tidak siap menerima jawaban itu. Karena tidak mampu memikirkan apa-apa lagi, ia berkata, "Aku tidak akan lupa." Ia mengalihkan pandangan ke Urgal-Urgal lain, lalu kembali memandang Garzhvog dan mata kuningnya. "Kau siap""
"Aye, Penunggang."
Saat Eragon menjangkau kesadaran Garzhvog, ia teringat bagaimana si Kembar menjarah benaknya sewaktu ia memasuki Farthen Dur pertama kali. Kenangan itu tersapu saat ia membenamkan diri dalam identitas si Urgal. Sifat pencariannya sendiri--mencari niat jahat yang mungkin tersembunyi di suatu tempat dalam masa lalu Garzhvog--menyebabkan Eragon harus memeriksa kenangan sepanjang bertahun-tahun. Tidak seperti si Kembar, Eragon berusaha tak menyakiti, tapi ia tidak terlalu lembut. Ia bisa merasakan Garzhvog mengernyit tidak nyaman. Seperti kurcaci dan elf, benak Urgal memiliki elemen yang berbeda dari benak manusia. Strukturnya menekankan kekakuan dan hirarki-hasil dari cara suku-suku Urgal mengorganisir diri-tapi rasanya kasar, brutal, dan licik: benak hewan liar.
Sekalipun tidak berusaha mempelajari lebih banyak mengenai Garzhvog sebagai individu, Eragon mau tidak mau menyerap potongan-potongan kehidupan Urgal itu. Garzhvog tidak melawan. Bahkan ia tampak bersemangat membagikan pen
galamannya, untuk meyakinkan Eragon bahwa Urgal bukanlah musuh bebuyutannya. Kami tidak bisa sanggup kalau ada Penunggang lain yang bangkit dan berusaha menghancurkan kami, kata Garzhvog. Lihat baik-baik, O Firesword, dan lihatlah apakah kami benar-benar monster seperti yang kaukatakan....
Begitu banyak bayangan dan sensasi di antara mereka hingga Eragon nyaris tersesat: masa kanak-kanak Garzhvog bersama anggota keluarganya yang lain di desa reyot yang dibangun jauh di jantung Spine; ibunya menyisir rambutnya dengan sisir tanduk dan menyanyikan lagu-lagu lembut; belajar berburu rusa dan mangsa lain dengan tangan kosong; tumbuh semakin lama semakin besar hingga jelas darah lama masih mengalir dalam pembuluh darahnya dan tingginya mencapai lebih dari delapan kaki, menjadikan ia Kull; lusinan tantangan yang dibuatnya, diterimanya, dan dimenangkannya; menjelajah keluar desa untuk mencari nama, agar bisa kawin, dan perlahanlahan belajar membenci, tidak memercayai, dan takut--ya, takut--pada dunia yang mengutuk rasnya; bertempur di Farthen Dur; mendapati mereka dimanipulasi Durza; dan menyadari satu-satunya harapan mereka untuk mendapat kehidupan yang lebih baik adalah mengesampingkan perbedaan lama, bersahabat dengan kaum Varden, dan memastikan Galbatorix dijatuhkan. Tidak ada bukti Garzhvog berbohong.
Eragon sulit memahami apa yang dilihatnya. Setelah melepaskan diri dari benak Garzhvog, ia memasuki benak ketiga Urgal yang lain. Ingatan mereka mengkonfirmasi fakta-fakta yang diberikan Garzhvog. Mereka tidak berusaha menutupi fakta bahwa mereka telah membunuh manusia, tapi tindakan itu dilakukan atas perintah Durza sewaktu penyihir itu mengendalikan mereka, atau sewaktu bertempur melawan manusia memperebutkan makanan atau lahan. Kami melakukan apa yang harus kami lakukan untuk mempertahankan keluarga kami, kata mereka.
Sesudah selesai, Eragon berdiri di hadapan Garzhvog dan tahu garis keturunan Urgal semulia garis keturunan pangeran mana pun. Ia tahu, sekalipun tidak berpendidikan, Garzhvog komandan yang cemerlang dan pemikir serta filsuf yang sehebat Oromis sendiri. Ia jelas lebih cerdas daripada diriku, Eragon mengakui pada Saphira. Sambil menunjukkan tenggorokan Sebagai tanda menghormat, ia berkata, "Nar Garzhvog", dan untuk pertama kali menyadari asal-usul agung gelar nar, "Aku bangga bisa berdampingan denganmu. Kau boleh memberitahu Herndall bahwa selama para Urgal memegang janji dan tidak berbalik melawan kaum Varden, aku tidak akan menentang kalian." Eragon ragu ia akan pernah menyukai Urgal, tapi kekakuan prasangkanya beberapa menit yang lalu sekarang terasa sebagai kebodohan, dan ia tidak bisa mempertahankannya dengan sepenuh hati.
Saphira menjilat lengan Eragon dengan lidahnya yang kasar, menyebabkan jala baja Eragon berdenting. Membutuhkan keberanian untuk mengakui kesalahan.
Hanya kalau kau takut tampak bodoh, dan aku pasti tampak jauh lebih bodoh lagi kalau berkeras mempertahankan kepercayaan yang salah.
Wah, makhluk kecil, kau berbicara dengan bijak. Biarpun diledek Saphira begitu, Eragon bisa merasakan kebanggaan hangat naga itu atas apa yang telah dicapainya.
"Sekali lagi, kami berutang budi padamu, Firesword," kata Garzhvog. Ia dan para Urgal lain menekankan tinju di alis mereka yang menonjol.
Eragon bisa melihat Nasuada ingin tahu secara rinci apa yang baru saja terjadi tapi gadis itu menahan diri. "Bagus. Sekarang sesudah masalah ini selesai, aku harus pergi. Eragon, kau akan mendapat isyaratku dari Trianna kalau saatnya tiba." Dengan kata-kata itu, Nasuada berlalu ke dalam kegelapan.
Sementara Eragon menyandar ke Saphira, Orik mendatanginya. "Untung kami para kurcaci akan ada di sini, eh" Kami akan mengawasi Kull seperti rajawali, pasti. Kami tidak akan membiarkan mereka menyerangmu sewaktu kau memunggungi mereka. Begitu mereka menyerang, kami akan memotong kaki mereka."
"Kupikir kau setuju dengan Nasuada, menerima tawaran para Urgal."
"Tidak berarti aku memercayai mereka atau ingin berada dl samping mereka, bukan"" Eragon tersenyum dan tidak berusaha mendebat; mustahil meyakinkan Orik bahwa Urg
al bukan pembunuh yang membabi buta sementara ia sendiri menolak mempertimbangkan kemungkinan itu hingga berbagi kenangan Urgal.
Malam terasa berat di sekitar mereka sementara mereka menunggu subuh.
Orik mengeluarkan batu pengasah dari saku dan mengasah kapak melengkungnya. Begitu tiba, keenam kurcaci lain juga berbuat begitu, dan deritan logam beradu dengan batu memenuhi udara. Kull duduk beradu punggung, melantunkan lagu-lagu kematian dengan suara pelan. Eragon menghabiskan waktu mendirikan ward di sekitar dirinya, Saphira, Nasuada, Orik, bahkan Arya. Ia tahu berbahaya melindungi begitu banyak orang, tapi ia tidak tahan memikirkan seandainya mereka terluka. Sesudah selesai, ia memindahkan kekuatan sebanyak yang berani dipindahkannya ke berlian-berlian yang terpasang di sabuk Beloth si Bijaksana.
Reuni Reunion 1 Pendekar Slebor 17 Piramida Kematian Walet Besi 5

Cari Blog Ini