Strangers Karya Barbara Elsborg Bagian 2
Kate tidak percaya dia meminum hampir semuanya.
"Apa kau punya yang lain lagi"" Tanya Charlie.
"Air." "Benar." Kate duduk di sampingnya di lantai dengan punggung di sofa dan menyeimbangkan piring di lututnya.
"Apa kau yang membuat ini"" Gumam Charlie, mulutnya terisi penuh.
"Ya." "Ini lezat. Rasa apa itu yang ada di dalamnya""
"Itu pasti rasa Chihuahua didalamnya. Kecil, tapi sangat pedas." Garpunya berhenti di mulutnya dan Charlie tertawa.
"Cokelat. Hanya beberapa keping, tapi itu apa yang kau rasakan." Charlie menelan semuanya. Kate nyaris belum menyentuh makanannya ketika Charlie selesai.
"Ada lebih jika kau mau," katanya dan Charlie melompat berdiri.
Kate mengawasinya saat ia berjalan pergi. Dia begitu tampan. Punggung lebarnya mengecil ke pinggang yang langsing dan dibawahnya terdapat pantat yang manis. Getaran nafsu membuat Kate menjatuhkan garpunya.
Charlie meraup daging sapi terakhir ke dalam piringnya dan memburu buah zaitun yang tersisa di sekitar kontainer dengan sendok. Membutuhkan waktu lebih lama untuk mengambilnya daripada yang seharusnya karena dia sedang menatap remasan bola kertas di samping microwave. Charlie ragu cukup lama untuk meyakinkan dirinya itu adalah hal yang benar untuk dilakukan, kemudian mengambilnya dan merapikanya.
"Richard, ini untuk kita, tapi sekarang hanya untukmu. Minum dan tersedaklah." Charlie meremas kertas itu lagi, batuk untuk menyamarkan suara dan memasukkannya kembali ke tempat ia menemukannya.
"Ada yang tersisa"" Tanya Kate ketika Charlie duduk lagi.
"Oh Tuhan. Tidak ada, kau mau" Maaf. Ambillah ini." Ia menawarkan Kate segarpu.
"Tidak, aku tidak ingin lebih. Aku hanya bertanya-tanya bagaimana kau bisa makan begitu banyak dan tetap langsing. Kaki berlubang (punya kapasitas makan dan minum yang besar)""
"Obat-obatan," katanya tanpa ragu. "Kau pernah mencoba coke (kokain)""
"Ya, dengan banyak es dan aku tidak menyukainya."
Charlie terkekeh. "Kau tahu, aku tak ingat pernah mencicipi mak
anan yang seenak ini sebelumnya." Charlie berpikir bagaimana kalau menjilati piringnya dan dengan enggan memutuskan untuk tidak melakukannya.
"Terima kasih, tapi aku ragu itu benar."
"Kate, aku serius makanan ini lezat. Aku sudah makan di beberapa restoran paling mahal di London dan New York tapi ini terasa sempurna. Agak gurih, tapi sedikit manis. Lidahku bergoyang bahagia. Mungkin sebagian dari diriku telah mulai hidup lagi. Mungkin itu pertanda."
Kate menahan tawa. "Kau terdengar seperti seorang psycho aneh...Maksudku psychic (paranormal)." Charlie mendengus. "Omong-omong tentang tanda, apa kau berpikir tentang peluang kita bertubrukan di laut seperti itu""
"Tidak beruntung," kata Kate, pada saat yang sama Charlie mengatakan "Beruntung", Jantungnya seakan menggelinding tiba-tiba dan Charlie tahu, dalam sekejap, Kate akan mencoba lagi. Charlie menelan ludah, tersedak oleh pikiran sesaat itu. Beberapa saat berlalu sebelum ia bisa bicara. "Apa yang membuatmu memilih wilayah pantai itu""
"Aku pergi ke sana sekali. Aku ingat..."
"Apa"" "Memiliki kenangan yang indah. Mengubur ayahku di pasir."
"Tolong beritahu aku itu tidak terjadi beberapa bulan yang lalu dan kau tidak meninggalkannya di sana." Charlie tidak mendapat balasan tawa seperti yang ia harapkan.
"Tidak, kita mengeluarkan dia lagi. Mengapa kau memilih pantai itu""
"Aku pergi ke sana ketika masih anak-anak juga. Aku ingin tahu apakah kita pernah di pantai itu bersama-sama" Aku dan adik laki-lakiku selalu berusaha untuk menciptakan istana pasir."
"Ingat gadis kecil yang melompat di atas istana itu" Itu mungkin aku." Charlie tersenyum. "Jadi, kenapa kau ingin bunuh diri""
"Charlie, sudahlah. Aku pernah dengar CD mu. Itu agak berulang-ulang."
"Kau jelas tak pernah mendengarkan satu pun," katanya tanpa pikir dan kemudian melawan dengan dirinya sendiri untuk bereaksi terhadap hinaan tersebut.
"Tidak. Apa kau ingin es krim""
Charlie mengangguk. Apa Kate benar-benar tak pernah mendengarkan salah satu musiknya" Ia jengkel dan bahkan lebih jengkel lagi mengingat bahwa hal itu mengganggunya. Charlie bangkit dari lantai dan menjatuhkan diri di sofa. Bagaimana bisa Kate terlihat seksi meski cuma mengenakan celana tidur dan kaos" Dia menghela napas. Kate tidak akan mau ke tempat tidur dengannya.
Kate kembali dengan dua mangkuk biru, menyerahkan satu pada Charlie dan duduk di lantai menghadap ke arahnya, dengan punggung menempel dinding.
"Ini bukan es krim," kata Charlie setelah suapan pertama.
"Zabaglione beku. Krim, telur dan Marsala."
"Ini makanan malaikat." Charlie bangkit.
"Ya Tuhan, aku sudah mati, kan" Aku tenggelam dan ini adalah surga."
"Apa kau pikir kau akan masuk surga""
Charlie merosot kembali, tubuhnya tergeletak lemas di atas bantal. "Itu menyakitkan." Kate terihat begitu menggiurkan, duduk di sana menyendokkan madu ke dalam mulutnya. Charlie ingin menciumnya. Dan bertanya-tanya bagaimana rasanya. Pada saat yang tepat, dingin dan manis. Ya Tuhan, dia benar-benar ingin menciumnya. Sebaliknya Charlie malah menghirup dessert-nya dan menatap punya Kate.
"Kau tidak mau itu""
Kate menggelengkan kepalanya. Charlie meluncur dari sofa ke sisi Kate, menjilat bibirnya dan membuka mulutnya seperti seekor burung kecil. Kate menyendok krim bekunya. Bibir Charlie menutupi seluruh sendok dan mengisap keras, lalu Kate menarik bebas sendoknya. Mata Charlie terus menatap Kate saat memainkan krim di sekitar mulutnya sebelum ditelan.
"Apa kau membuat itu untuk Richard""
Alarm berkobar di mata Kate seperti percikan api dari korek api.
"Kau membaca catatan itu," katanya.
Kate bukan tipenya sama sekali, pikir Charlie. Apa yang dia inginkan dari seorang wanita menyedihkan dan tertekan" Charlie sudah cukup tertekan dan menyedihkan tanpa harus mempedulikan masalah orang lain. Tapi ia tertarik dan ia berutang pada Kate karena jika bukan karena Kate, ia tak akan berhasil kembali ke pantai.
"Biar kutebak," kata Charlie.
"Ini pasti gara-gara seorang pria, kan" Kau sedang hamil, tapi dia tidak menginginkannya"" Charlie harap bukan. "Kau menemukan Richard tidur denga
n wanita lain"" Dia mencari petunjuk di wajah Kate. "Mungkin pria lain" Atau dia memberimu pidato 'itu bukan kamu, itu aku'. Kau masih mencintainya, tapi dia tidak mencintaimu" Dia sudah menikah dan punya anak-anak dan kau baru mengetahuinya" Tidak, tunggu, aku sudah tahu. Dia pasti werewolf." Charlie yakin salah satunya benar.
Kate memandang lurus ke arahnya. "Dia tidak bisa menerima fakta bahwa aku telah di diagnosis dengan penyakit yang tak bisa disembuhkan."
Charlie tersentak. "Ya Tuhan, Kate, oh sial, aku minta maaf." Ketika Charlie menangkap Kate mencoba menahan senyum, dia geram. "Itu tidak lucu."
"Ya, itu lucu."
"Jadi apa ini penyakit yang dinamakan 'sisa hidupmu yang menyedihkan'"" Charlie memiringkan kepalanya ke satu sisi.
"Aku belum memikirkan itu, tapi kau benar."
"Apa yang terjadi"" Charlie tidak ingin Kate bercanda.
"Aku dicampakkan."
"Ya, aku tahu cerita itu."
"Siapa orang yang cukup gila untuk mencampakkanmu""
"Mereka antri menunggu giliran." Charlie memikirkan Ethan dan membiarkan Kate salah mengerti.
Mereka duduk dalam diam selama beberapa saat sebelum Charlie bicara. "Kau tidak bicara dengan siapa pun tentang hal itu""
"Tidak." Charlie meraih tangannya, senang ketika Kate tidak menarik diri. "Bagaimana kalau kita bicara dengan satu sama lain" Mungkin itu akan membantu."
Kate suka saat Charlie memegang tangannya tapi tahu berbicara tidak akan membantu. Sekumpulan guru, pekerja sosial dan psikolog telah meyakinkannya itu bisa tapi dia sadar di usia muda bahwa tidak bicara jauh lebih efektif.
"Bagaimana menurutmu"" Tekan Charlie.
Kate tidak ingin bicara, tapi dia ingin Charlie tetap memegang tangannya dan jika malam tanpa tidur terbentang lagi di depan, seperti malam itu, dia bisa memikirkan cara yang lebih buruk untuk menghabiskannya.
"Mabuk mungkin juga bisa membantu. Kau yakin kau tidak punya alkohol lagi"" tanya Charlie.
"Tidak." "Rokok"" Kate menggelengkan kepalanya.
"Coke"" Kate menatapnya. "Apa kau seorang pecandu""
"Tidak, aku bukan pecandu." Charlie menarik tangannya. "Aku hanya menikmati merokok, minum dan menghisap beberapa baris coke kadang-kadang."
"Tapi kau berharap kau mati."
Charlie terdiam dan Kate bertanya-tanya apakah dia sudah berkata terlalu jauh, tapi jari-jari Charlie menyelinap kembali dan dia membungkus tangannya di sekitar tangan Kate. Kehangatan menjalar melalui tubuhnya.
"Kita harus bicara. Aku ingin bicara, tapi aku tidak mau duluan," bisik Charlie.
"Jika aku memulai, aku tidak akan pernah berhenti."
"Aku tidak keberatan. Aku suka suaramu."
"Aku tak akan tertipu oleh alasan itu. Kau duluan. Kumohon." Kate mendesah. "Selain dari yang sudah jelas, apa yang ingin kau tahu"" Charlie menggigit bibir dan tidak bicara sejenak.
"Apa hal terburuk yang pernah terjadi padamu."
Kate tertawa singkat. "Aku harus berpikir keras untuk itu. Kau mungkin jatuh pingsan." Charlie menyeringai.
"Menarik." "Tanyakan padaku sesuatu yang gampang."
"Berapa lama kau tinggal di sini""
"Enam bulan." Charlie menunggu. Kate menyukai apartemennya dan Greenwich, tapi dia tak bisa tinggal di tempat yang layak di daerah yang terhormat. Dia tak akan mampu membayar dengan uang yang ia dapatkan, tapi kemudian ia tidak punya hipotek. Dia membeli tempat itu sekaligus. Meski begitu, dia berjuang untuk membayar tagihan dari gajinya. Apartemen yang hanya terjangkau karena uang yang dia anggap ternoda, uang yang dia tolak dua kali tapi kemudian ia terima. Kate berpikir jika dia punya harta sendiri, dia akan aman. Ini tidak akan mengubah sikapnya, tetapi dia berharap hal itu bisa mengubah hidupnya.
"Apa pekerjaanmu"" Charlie mencoba lagi.
"Pelayan." Kate tidak mengatakan apa-apa lagi dan Charlie mendesah.
"Kau seharusnya bicara tidak berpikir. Ceritakan tentang tetanggamu, Lucy, atau pekerjaanmu atau sesuatu."
Kate tahu banyak tentang tetangganya, tapi mereka tidak tahu banyak tentang dia. Setelah Kate pindah ke apartemennya dengan lengan yang patah dan mata lebam, ia membiarkan mereka berpikir dia seorang yang ceroboh. Tulang rusuknya juga patah, tapi Kate tidak pernah mengungkap
kan apa yang tidak bisa di lihat. Rachel, Lucy dan Dan bicara tentang kehidupan mereka karena Kate mengarahkan mereka ke dalam pembicaraan itu, sebagian besar alasannya agar dia tidak harus bicara tentang dirinya sendiri.
Charlie memegang dagu Kate dan memalingkan wajahnya sehingga Kate menatapnya. "Kate, bicaralah padaku."
"Lucy cantik, menggoda dan tak tertahankan. Dia menggelegak dengan keceriaan seperti bom raksasa." Kate mengira Charlie akan senang pada Lucy.
"Apa pekerjaannya""
"Pembaca berita untuk Radio Metro."
"Apakah dia punya pacar""
Kate berpikir tentang Nick. Apakah seorang bajingan menikah dapat dihitung sebagai pacar"
"Ya, bosnya, tapi dia sudah menikah."
Lucy mengejar Nick dengan cara yang sama dia mengejar pekerjaannya. Lucy menunjukkan betapa ia sangat meinginginkan Nick dan langsung memikatnya. Tidak membiarkan dia lari, Lucy menariknya langsung dari tangan istrinya. Kate tak tahu berapa lama lagi affair mereka bisa tetap menjadi rahasia. Lucy tidak pandai menutup mulutnya.
"Apakah Lucy teman yang baik"" Tanya Charlie.
Kate ragu-ragu. "Dia datang ke sini untuk melihat apakah kau baik-baik saja setelah apa yang terjadi kemarin," jelas Charlie.
"Aku tidak punya teman dekat."
"Mengapa tidak""
"Lebih mudah untuk tidak."
Charlie menghela napas. "Siapa lagi yang tinggal di sini""
"Dan di sebelah. Dia memberiku pekerjaan di Crispies. Sebuah kafe di Greenwich dekat dengan pasar. Kakaknya adalah co-owner. Kadang-kadang ia bekerja di sana jika Mel kekurangan pegawai."
"Dia terdengar seperti seorang teman," kata Charlie.
"Dia seorang seniman berbakat. Itu yang dia lakukan untuk mencari nafkah. Dia berjalan ke sebuah galeri seni di Holland Park, melihat Rachel dan jatuh cinta. Rachel membujuk pemilik galeri untuk mengambil tiga lukisannya dan kemudian Dan kemudian tahu bahwa pemiliknya adalah ayah Rachel. Kecuali ayahnya tidak suka seorang pelukis, bahkan jika mereka menghasilkan uang, hanya pematung. Dan mengetahui Rachel membeli sebuah apartemen di sini dan menawar pada yang lain tanpa melihatnya sekalipun. Lucy pikir Dan adalah idiot." hembus Kate..
"Itu semua yang telah kau katakan padaku dan tidak satupun tentang dirimu." Charlie duduk menunggu dan ketika Kate tidak bicara, dia mendesah. "Oke, jadi apa yang kau pikirkan tentang Dan membeli apartemen""
"Bahwa dia pasti benar-benar mencintai Rachel."
"Jadi pasangan"" Tanya Charlie.
"Tidak, Dan itu pemalu dan Rachel tidak menyadarinya. Dia membuat aku dan Lucy bersumpah untuk tidak mengatakan apa pun atau bahkan memberi petunjuk untuk Rachel bahwa ia naksir padanya, karena dia ingin memberitahunya sendiri.
Aku hanya merasa mereka akan mengumpulkan pensiunan mereka dulu sebelum itu terjadi."
Charlie mengusapkan jempolnya ke telapak tangan Kate.
"Kau percaya tentang memanfaatkan kesempatan sekarang tanpa memikirkan masa depan""
Kate tahu apa yang dia tanyakan dan tetap diam.
"Ceritakan tentang Rachel," kata Charlie dengan suara menyerah.
"Rachel adalah anak tunggal dari orang tua yang kaya dan mewah, mengirimnya ke Swiss untuk menyelesaikan sekolah, di mana ia dipoles agar menjadi sangat berkilau. Dia tidak pernah lepas dari pakaian rapi dan make-up. Dia berbicara seperti Ratu, dan tahu cara memasak dan memakan artichoke (nama tanaman dr mediterania). Ditambah dia dapat melipat serbet menjadi jutaan bentuk yang berbeda."
"Lihat, melakukan percakapan tidaklah terlalu sulit," kata Charlie. "Sekarang katakan padaku apa yang terjadi terakhir kali kau melihat orang ini, Richard." Dan kenangan itu membanjiri otak Kate, merendam setiap pikirannya yang lain, menyumbat napasnya berhenti di tenggorokan seperti gabus.
Richard menciumnya pada Rabu malam, berkata bahwa pada pertemuan berikutnya dia melihat Kate, Kate akan memakai gaun pengantinnya.
Kate merasa seolah-olah dia mencair, segalanya perlahan menghilang menjadi kehampaan.
"Apa yang terjadi"" Tanya Charlie lagi.
Dan dengan suara rendah datar, Kate mengatakan padanya. "Kami bercinta di sofa itu, kemudian di tempat tidur dan dia bilang dia mencintaiku."
Kate mencoba menarik tangannya
bebas dari Charlie, tapi Charlie tidak membiarkannya lepas.
"Lalu"" Tanyanya.
Katakan padanya. Katakan saja. Apa bedanya" Dia tidak mengenal aku. Jika dia pikir aku bodoh, jadi kenapa" Katakan padanya. Itu rasanya seperti racun di dalam tubuhnya. Sulit untuk mengeluarkannya.
"Richard meninggalkanku jam sebelas pada Rabu malam. Itulah terakhir kali aku melihatnya."
Ada jeda panjang sebelum Charlie bicara. "Dan""
"Dia bilang dia akan menemuiku dalam dua belas jam di kantor catatan sipil Woolwich."
"Oh, brengsek." Keluh Charlie.
Kate bertanya-tanya mengapa ini masih terasa sakit setelah sekarang dia tahu apa yang telah dilakukan Richard, bahwa ia dicampakkan bukan karena Richard tidak mencintainya, tapi karena itu adalah permainan, sebuah taruhan.
"Richard ingin itu menjadi acara pribadi, hanya kami berdua. Dia memesan semuanya limo, fotografer, bunga, bulan madu." Kate berhenti. "Well, dia bilang dia telah memesan segalanya. Yang harus kulakukan hanyalah muncul dengan..." Gaun yang indah, tapi ia tidak bisa mengatakannya.
Kata-kata itu terjebak di tenggorokan seperti gobstopper (sejenis bola permen) besar, terlalu besar untuk dihisap. Kepedihan yang menusuk karena penghinaan yang berkobar dalam dirinya dan rasa sakit di hatinya bertambah kuat.
Ini mengejutkan Kate bahwa ia ingin terus bicara.
"Aku membuat sendiri gaunku. Itu kejutan untuknya. Limosin muncul, tapi ketika aku sampai ke kantor catatan sipil, Richard tidak ada di sana. Juga tak ada bunga yang menunggu dan aku masih tidak menyadarinya. Mereka mengatakan Richard tidak melakukan pendaftaran. Aku meninggalkan teleponku di rumah dan harus meminjam uang pada seseorang untuk menghubunginya. Richard tidak menjawab. Jadi aku duduk menunggu sementara pengantin lain muncul dengan gaun indah mereka, semua keluarga dan teman-teman tersenyum dan bahagia. Aku menunggu sambil berpikir mungkin ada kesalahan, dan dia akan datang." Charlie duduk diam, menempel ke lengannya.
"Lalu aku pikir dia pasti mengalami kecelakaan. Dia sudah mati. Satu-satunya hal yang akan menghentikan dia berada di sana adalah jika ia mati. Suatu kecelakaan buruk yang telah merusak hidupku." Kate tidak bisa menghentikan kata-kata mengalir keluar sekarang.
"Dia mengalami kecelakaan mengerikan. Dia memintaku untuk menikah dengannya. Dia mengatakan dia ingin bersamaku selamanya, menjagaku selamanya dan aku percaya padanya." Kepalanya tertunduk.
"Seharusnya aku tidak percaya padanya."
Kate mengambil napas dengan gemetar.
"Tepat sebelum kantor di tutup, seorang wanita datang untuk memberitahuku mereka berhasil menghubungi Richard. Dia mengatakan dia tidak tahu mengapa aku ada di sana. Kemudian aku menyerah. Berhenti berharap. Tentu saja, tidak ada limo di luar. Aku bahkan tidak membawa dompetku dengan kartu perjalananku. Hanya kunci di dalam sepatuku. Aku meminta pada seseorang untuk ongkos bis. Dan semua yang bisa kupikirkan adalah apa aku melakukan hal yang salah" Apa yang telah kulakukan yang membuatnya tidak menginginkanku lagi""
Charlie meremas jari-jarinya. "Ya Tuhan, Kate. Dengar, mungkin dia menyadari bahwa dia telah melakukan kesalahan. Apa kau menelepon dia, mencoba untuk berbicara dengannya" Dia mungkin punya keragu-raguan di menit terakhir."
Kate tersenyum kecil. "Dia tidak pernah berniat untuk menikahiku, Charlie. Semua itu bohong. Aku mengetahuinya semalam setelah dia memintaku untuk menikah dengannya untuk memenangkan taruhan. Aku seharusnya lebih berhati-hati."
"Apa" Itu hal yang mengerikan untuk dilakukan." Dia meraih dan memegang tangan Kate yang lain.
"Kau akan menemukan orang lain untuk dicintai, seseorang yang layak untukmu. Hanya karena seorang bajingan yang memperlakukanmu seperti sampah, bukan berarti kau harus bunuh diri."
Kate tertawa dan Charlie menatapnya kaget.
"Itu bukan hanya karena apa yang Richard lakukan membuatku jatuh, lebih karena aku membiarkan diriku terjatuh. Ini yang pantas aku terima."
Kate melihat kebingungan di wajah Charlie, tidak yakin apakah dia bisa membuatnya mengerti.
"Richard itu tampan, menarik dan menyenangkan. Dia memberikanku bung
a, meneteskan air liur selama aku memasak. Kami tak pernah berdebat. Dia tak pernah merajuk atau marah. Dia tidak minum terlalu banyak atau peduli tentang sepak bola. Selain sepak bola, Dan pikir Richard hebat. Lucy dan Rachel menyukainya. Semakin mereka mengatakan kepadaku betapa beruntungnya aku, semakin aku mulai percaya."
"Dia adalah seorang pria baik. Dia tak pernah membuatku merasa bodoh, dia tidak menguasaiku dengan ingin bersamaku sepanjang waktu. Dia menghormati fakta bahwa aku sibuk pada hari Minggu dan Rabu malam mengikuti kursus komputer."
Itu suatu kebohongan tapi Richard tidak pernah bertanya tentang kursus, tidak pernah bertanya tentang masa lalunya.
Dengan Richard itu semua tentang sekarang, hari ini, dan saat ini.
"Dia menyukai teman-temanku. Dia menyukai apartemenku. Dia menyukaiku. Aku tidak menemukan banyak yang tidak ia sukai. Dia terutama sangat menyukai membawaku ke tempat tidur." Richard telah membeli 2 cincin perak yang serasi karena yang emas dari 'Pesta Pernikahan' membuat jarinya hijau dan meskipun Kate tidak menyukai cincin, dia memakainya untuk menyenangkan hati Richard.
Richard mengatakan Kate adalah hal terbaik yang pernah terjadi padanya. Richard tidak mencoba untuk mengerti Kate atau mengungkap rahasia dan Kate bersyukur ketika ia seharusnya penasaran.
"Kupikir aku mencintainya, tapi aku melihat sekarang bahwa aku tidak mengerti apa itu cinta. Aku sangat menyukainya. Aku menyukai kenyataan bahwa ia telah memilihku. Aku ingin menikah dengannya karena ia membuat aku merasa aman. Dia bilang dia akan melindungiku dan tak akan membiarkan siapa pun menyakitiku. Lucu karena aku ternyata tidak aman sama sekali bersama Richard."
"Setelah wanita itu mengatakan padaku dia tidak datang, hatiku terasa hampa. Rasanya seperti pipa air pecah dan tak ada yang bisa kulakukan untuk menghentikan segalanya mengalir keluar. Aku ingin hidupku berubah dan berpikir Richard bisa membuat itu terjadi. Hanya itu semua yang aku inginkan, kehidupan baru, tapi aku tidak layak mendapatkannya. Aku seharusnya bisa melihat melalui dirinya tapi aku tidak bisa. Itu sebabnya aku berada di laut, Charlie, aku telah membuat kesalahan dan membiarkan diriku terluka. Jika aku mati, aku tidak akan sakit lagi."
Kate bertanya-tanya apa yang akan Charlie katakan, jika dia mengerti.
"Kau sudah pernah mencoba bunuh diri sebelumnya," bisik Charlie.
Kate menghembuskan napas perlahan. "Sekali. Ketika aku masih remaja. Sebuah teriakan minta tolong. Kupikir bahwa kenyataannya tak ada yang peduli mengejutkanku dari depresi itu." Kate memberikan senyum kecut.
"Kau tahu, kita tidak benar-benar berusaha melakukannya hari ini. Lihat betapa mudahnya kita memutuskan untuk tidak melakukannya. Aku berubah pikiran ketika kau mulai membuatku marah dan kau meninggalkan pakaianmu di bukit-bukit pasir padahal kau masih membutuhkannya."
"Aku tidak... yeah, aku melakukannya." kata Charlie.
"Jadi apa yang menyeretmu masuk ke dalam air"" Tanya Kate.
Sekarang Charlie mencoba menarik jari-jarinya lepas tapi Kate tidak mau melepaskannya.
"Kau harus berjanji tidak mengatakan pada siapa pun."
"Aku sedikit berharap kau juga tak akan mengatakan pada siapa pun tentang pernikahanku yang tidak terjadi."
"Aku tidak percaya pada siapa pun."
"Maksudmu kau tidak percaya padaku."
"Aku tidak percaya siapa pun."
"Aku sudah percaya padamu. Kau bisa percaya padaku. Aku bisa menjaga rahasia. Percayalah, aku seorang ahli dalam menyimpan rahasia. Jadi, katakan padaku, Charlie. Aku tidak akan terkejut. Aku tidak akan menilaimu dan aku tidak akan memberitahu siapa pun."
Kate menatap matanya. "Aku berjanji."
*** Strangers Bab 6 Charlie mendesah. "Kau pasti tak akan menyukaiku lagi."
"Siapa bilang aku suka padamu sekarang""
Charlie melirik Kate. "Aku telah melakukan sesuatu yang sangat buruk." Hati Kate melompat.
Charlie mengembuskan napas dengan gemetar. "Aku sudah mengambil hampir sebanyak yang aku bisa dari diriku sendiri." Pikiran Kate berlari menuruni jalan puing-bencana.
"Apa yang telah kau lakukan""
"Bukan hanya satu hal. Banyak hal. Beberapa lebih
buruk daripada yang lain. Ya Tuhan, aku berharap aku mabuk. Itu akan membuatnya lebih mudah." Bahunya merosot.
"Kalau begitu lebih baik kau tidak mabuk."
Charlie tertawa, tapi tidak ada kehangatan di dalamnya. "Atau teler," tambahnya.
Charlie mencengkeram begitu keras, Kate meringis dan mencoba untuk menggoyangkan jari-jarinya.
"Jangan melepaskan tangan sialanku," bentak Charlie.
"Sudah kubilang aku tak akan membiarkanmu pergi." Kate memindahkan tangannya yang lain, mengencangkan hubungan di antara mereka.
"Aku mengacaukan segalanya. Bukan hanya hidupku, orang lain juga." Charlie meneguk seteguk air.
"Aku meniduri anak sekolah empat belas tahun di sebuah pesta dan memberikannya kokain, dan aku bahkan tidak bisa ingat namanya dan dia dalam keadaan koma. Aku bisa dikirim ke penjara. Aku harusnya berada di penjara." Matanya tetap menatap ke bawah.
Kate telah mengatakan padanya bahwa dia tidak akan mengejutkan Kate, tapi ia telah mengejutkannya.
Suaranya menghilang menjadi bisikan yang monoton. "Aku tidak menyadari betapa mudanya dia.
Dia bilang dia berumur enam belas tahun. Aku menyimpan kata-katanya. Aku kesal karena kupikir dia telah mengambil celana boxerku. Aku berbohong pada polisi tentang apa yang telah kulakukan. Kupikir aku akan ditangkap."
Kate tidak mengatakan apa-apa.
"Apa yang kau pikirkan"" Tanya Charlie dengan suara serak. "Katakan padaku. Ayolah. Aku tahu betapa brengseknya aku."
"Kalau begitu aku tak perlu mengatakannya."
Charlie mengerang. "Apa kau membuat dia melakukan apa saja yang tidak ingin dia lakukan"" Tanya Kate.
Charlie menggelengkan kepalanya. "Dia turun ke lantai bawah menari setelah aku pergi. Brian memberinya banyak kokain. Polisi menangkapnya."
Kate tahu dia bisa menunjukkan Charlie tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi setelah dia meninggalkan pesta, bahwa ia tidak tahu persis apa yang Brian lakukan atau berikan padanya, tapi tidak satupun tingkah lakunya bisa dimaafkan.
"Apakah kau tidak akan memberitahuku bahwa itu bukan salahku"" Dia mengangkat matanya yang gelap menatap Kate.
"Apakah itu yang temanmu katakan padamu, apa yang terus kau katakan pada dirimu sendiri""
"Aku tak tahu." Charlie mengguncang kepalanya ke dinding.
"Aku tak akan mengatakan itu padamu," kata Kate.
"Kau harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi dalam hidupmu, seperti aku."
Kepala Charlie berputar. "Tapi apa yang Richard lakukan padamu itu bukan salahmu. Ya Tuhan, itu bukan alasan untuk bunuh diri, karena kau ditipu dan dicampakkan oleh pria idiot. Cari pria lain. Ada banyak dari kita di luar sana. Tidak semua pria bajingan."
"Tidak semudah itu."
"Ya, memang." Jantung Kate serasa diremas dalam dadanya, tangannya mencoba untuk memaksa masuk ke dalam ruang yang terlalu kecil. "Itu sangat mudah bagimu. Kau terkenal, kaya dan seksi. Satu senyuman darimu dan wanita berbaris untuk tidur denganmu."
"Itu bukan hal yang baik."
Hening sejenak sebelum Kate bicara lagi.
"Hidup siapa lagi yang telah kau kacaukan""
"Aku diadopsi," kata Charlie tanpa pikir.
"Jadi kau orang yang beruntung."
Mata lembut berubah sekeras batu dalam sekejap. "Apa-apaan artinya itu""
"Well, aku tidak diadopsi."
Charlie menatapnya dengan bingung. "Bagaimana hal itu membuatku beruntung"" Kate tahu ini akan membuat Charlie merasa buruk, tapi dia harus berhenti mengasihani dirinya sendiri.
"Aku kehilangan orang tua ketika berumur tujuh tahun. Sampai aku berusia enam belas tahun, aku tinggal di panti asuhan dan kadang-kadang dengan orang tua asuh. Tidak ada yang ingin mengadopsiku. Jadi kau beruntung, Charlie. Setidaknya seseorang menginginkanmu."
Charlie merosot kembali ke dinding. "Ya Tuhan, orang yang aku pilih untuk mengaku dan dia punya lebih banyak masalah daripada aku."
Charlie berbalik untuk menatapnya. "Kenapa tidak ada yang menginginkanmu" Kau pasti menjadi anak yang manis."
Kate mendengus. "Manis" Tidak, aku tidak. Pada awalnya, aku pura-pura tidak membutuhkan siapa pun untuk menginginkanku, sementara aku menunggu seseorang untuk melihat semua omong kosong tentang masa laluku dan melihat diriku yang
sebenarnya. Plus, aku ingin memilih sehingga aku bisa jadi seburuk yang aku bisa. Aku tidak ingin teman-teman. Rapotku mengatakan Kate selalu bergandengan tangan dengan masalah. Masalah adalah teman terbaik yang pernah ada."
"Apa yang kau lakukan""
"Di rumah orang tua asuh pertamaku, aku membuang setiap bahan makanan dari dapur ke tong sampah. Berikutnya, aku membuang ke toilet ikan mas untuk anak-anak. Aku melemparkan semua pakaianku ke selokan dan pergi keluar telanjang. Aku mencukur buntut anjing. Aku mencoret namaku di seluruh mobil baru seorang pekerja sosial. Aku mengeluarkan hamster dari kandangnya ketika aku tidak seharusnya dan kucing menangkapnya." Kate meringis. "Aku mencoba untuk mendapatkannya kembali. Akhirnya hanya tersisa setengah dari tubuhnya dan aku harus membunuhnya.
"Itu mengerikan." Kate bergidik. "Setelah itu, tidak ada yang ingin mengambilku, sehingga tidak ada kesempatan adopsi. Itu tidak lebih dari yang pantas aku dapatkan."
"Ya Tuhan, kau seorang inventif kecil sialan."
Kate memiliki momen-momen itu, pikir Kate.
"Dan kau benar," kata Charlie sambil mendesah. "Aku beruntung. Aku baru berumur sepuluh bulan ketika Jill dan Paul Storm mengadopsiku. Mereka tidak bisa memiliki anak sendiri.
Kecuali ketika aku berumur dua tahun, Mum pulang dari rumah sakit dengan adik bayi Michael.
Aku memohon pada mereka untuk mengembalikannya dan menukar dia dengan sepeda. Mereka membelikanku satu sebagai hadiah dari Michael, jadi aku setuju ia bisa tinggal selama satu minggu. Michael sangat memujaku sampai hari kematiannya dan aku memperlakukan dia seperti sampah." Air mata membasahi pipi Charlie. Charlie menarik satu tangannya yang bebas, mengangkat ke mulutnya dan mulai menggigit kukunya. Kate menarik tangan Charlie dan menekan jari-jarinya ke pahanya.
"Bagaimana dia meninggal"" Tanya Kate.
"Kecelakaan mobil. Sembilan bulan yang lalu. Kami keluar bersama-sama. Kami minum. Menghisap beberapa baris kokain. Dia ingin aku untuk membantu dirinya berhubungan dengan seorang gadis yang selalu ada di sekitar situ sepanjang malam, mencoba untuk mendapatkan kesenangan dariku." Dia melirik Kate.
"Persetan, mereka tak pernah menginginkan Michael. Mereka hanya selalu menginginkanku. Aku biasa memanggilnya Ugly Mutt (anjing jelek). Itu suatu lelucon." Suaranya retak.
"Dia bukan ugly mutt, tapi mungkin aku membuatnya berpikir begitu, karena ia telah memperbaiki gigi dan matanya dan dia ingin aku untuk membayar operasi hidungnya."
"Ia berpikir jika ia bisa membuat dirinya terlihat lebih baik, hidupnya akan lebih baik. Dia tampak sempurna bagiku, hanya saja aku tidak pernah mengatakan padanya. Aku seharusnya mengatakannya."
"Kami pernah bertengkar karena gadis itu. Dia beralih untuk mengobrol dengan Michael, tapi masih menginginkanku. Aku tahu dia memanfaatkan Michael tapi dia tidak mau mendengarkan. Kami mabuk. Aku bermaksud untuk memanggil taksi tapi ia sangat kesal padaku dan aku mengatakan pada mereka berdua untuk pergi saja. Dia mencuri kunci mobilku, tabrakan dan terjebak di dalam mobil. Mobil terbakar." Kate berhenti bernapas.
Suara Charlie turun jadi menggumam. "Mom dan Dad ingin melihat dia setelah kejadian tapi mereka tidak bisa. Dia harus di identifikasi dari catatan giginya." Charlie menghembuskan napas terburu-buru dan melompat berdiri, menyeka telapak tangannya di kaosnya.
"Jadi ada apa dengan tempat tidurnya"" Desak Charlie. "Itu seperti kau mengalami skizofrenia atau sejenisnya." Kate tidak berpikir dia mendengar seluruh ceritanya, tapi menerima perubahan percakapan mereka.
Kate juga tidak menceritakan segalanya pada Charlie. Kate menyaksikan dia mondar-mandir di ruangan seperti serigala kurus dan kemudian ia menjatuhkan dirinya kembali di sisinya.
"Bicaralah padaku," pinta Charlie, matanya liar dengan rasa sakit. "Kumohon."
"Tentang tempat tidurku" Itu satu-satunya perabot baru yang pernah kubeli. Bertahun-tahun dalam perawatan, dan setelah itu ketika aku tinggal di tempat yang begitu sempit, aku tidur di tempat tidur yang mengerikan.
Meniup kasur yang kempes sepanjang malam, kasur lantai penuh
kutu yang bahkan anjing tidak akan menyentuhnya, tempat tidur sofa tanpa bahan pengisi, tempat tidur berbau kencing dan muntah, tempat tidur dengan seprai begitu kaku sehingga membuatmu tergores, tempat tidur yang tidak lebih dari selimut di lantai, tempat tidur yang merupakan lantai tanpa selimut. Semua momen itu, satu hal yang selalu aku inginkan adalah tempat tidurku sendiri, tempat tidur baru. Aku berjanji pada diri sendiri bahwa suatu hari, aku akan memiliki tempat tidur yang paling indah di dunia.
Itulah yang aku punya."
"Mari kita bercinta di atasnya," kata Charlie.
Kate mundur. "Tidak."
Strangers Karya Barbara Elsborg di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bagaimana dia bisa berubah begitu tiba-tiba" Dari seekor burung dengan sayap patah menjadi anak laki-laki yang melakukan pelanggaran. Tapi untuk semua ketampanan dan kepercayaan diri yang kurang ajar, Kate melihat kesepian di matanya. Charlie pandai menyembunyikannya, seperti Kate, tapi Kate mengenali kepedihan ketika Kate melihatnya.
"Kita bisa bercinta di sini," kata Charlie dan mengusap tangan Kate dengan ibu jarinya.
"Tidak." Tapi Kate bertanya-tanya apa yang akan dia lakukan jika Charlie menariknya ke dalam pelukannya. Kate menggigil karena dia sudah tahu. Sebuah keinginan membara untuk menekan tubuh telanjangnya terhadap tubuh Charlie yang sama-sama telanjang melanda dirinya.
"Aku tidak biasa mendengar wanita mengatakan tidak padaku." Charlie tertawa dan Kate bertanya-tanya apakah dia pikir Kate tidak bersungguh-sungguh. "Apakah si tolol itu lebih tampan dariku"" Kate membuat dirinya terlihat sedih. "Banyak."
Alis Charlie berkerut. "Apakah kau akan menerimanya kembali""
"Tidak akan pernah."
"Bagaimana jika si tolol itu mengetuk pintu, berlutut dan memohon padamu" Mengatakan bahwa dia telah membuat kesalahan dan dia menginginkanmu untuk selama-lamanya, amin""
"Tidak." "Aku tidak mengerti, Kate. Apa yang orang ini telah lakukan adalah mengerikan. Aku harap aku tidak pernah terhitung sekejam itu, tapi jika kau tidak ingin si tolol itu kembali, maka kenapa kau tidak bisa move on" Semua yang benar ada di pihakmu. Dia berbuat kejam dan semua orang akan merasa kasihan padamu, kecuali...kecuali ada sesuatu yang lain. Kau tidak mengidap penyakit mematikan, kan"
Tidak ada yang menular""
Charlie meremas tangan Kate untuk menunjukkan bahwa ia sedang bercanda.
Kate memilih setiap kata dengan hati-hati. "Aku rusak, Charlie. Ketika sesuatu yang mengerikan terjadi, itu membuatmu mempertanyakan segala sesuatu yang lain. Itu menggoyahkan sendi-sendi kehidupanmu.
Richard memberiku harapan bahwa aku bisa memiliki masa depan yang berbeda dan kemudian merenggutnya lagi.
Aku telah menghabiskan waktu bertahun-tahun di tolak yang membuatku membangun tembok yang kuat untuk memastikan aku tak akan pernah menemukan diriku dalam posisi itu lagi. Tapi aku membiarkan Richard melaluinya jadi aku tahu sekarang bahwa aku tidak bisa aman. Aku bahkan tidak bisa percaya pada diriku sendiri."
Kate menyaksikan jari-jari Charlie menggosok miliknya.
"Aku tidak melihat inti dalam hal apa pun," katanya. "Aku tidak merasa menjadi bagian dari dunia. Tidak ada yang memerlukanku atau menginginkanku atau bahkan sangat menyukaiku. Aku tidak menyukai diriku sendiri. Dunia akan terus berputar tanpa aku. Aku bukanlah suatu kehilangan besar. Aku hanya penyalahgunaan sementara menit dari sejumlah karbon." Mengapa Kate menceritakan ini semua" Ini tidak seperti dia. Pegangan Charlie dipererat.
"Kau akan mencoba lagi, kan""
"Tidak," Kate berbohong. Tapi Charlie menatapnya dengan tatapan anak anjing bermata besar dan Kate tidak yakin Charlie percaya padanya. "Benarkah""
"Aku harus. Dunia tidak hanya akan terus berputar tanpa aku, tapi akan memberikan sebuah loncatan, langkah dan lompatan kegembiraan."
Charlie melepaskan tangannya. Kate meregangkan jari-jarinya. Charlie menahan tangan Kate begitu keras, sampai mati rasa.
"Apa lagi yang kau lakukan"" Tanya Kate.
"Tidur dengan banyak wanita dan mengacaukan segalanya."
"Katakan padaku."
Charlie ragu-ragu. "Aku seburuk si tolol. Aku sudah tidur dengan lebih banyak wanita daripada yang bisa aku hitung dan ke
tika aku menemukan satu yang aku suka, aku tidur dengan kakaknya." Dia berhenti. "Dan ibunya."
Mulut Kate menganga. "Pada saat yang sama""
"Itu mungkin berharga." Charlie menyeringai nakal dan Kate tidak bisa menahan senyumnya.
"Aku harap kau tidak membuat mereka semua hamil""
"Ya Tuhan, Kate, aku tidak seburuk itu." Charlie berpikir sejenak. "Well, aku seburuk itu, tapi aku hati-hati."
"Siapa nama wanita yang kau sukai itu""
"Jennifer. Kenapa""
"Hanya memeriksa bahwa kau bisa mengingatnya."
"Siapa kau""
"Putri duyung."
Charlie mengangkat tangannya ke wajah Kate, tapi membiarkannya jatuh sebelum ia menyentuhnya.
"Apa kau kehilangan dia selamanya"" Tanya Kate.
"Kupikir karena dia dan ibunya menangkapku di tempat tidur dengan adiknya, ya kan"
Pokoknya, tidak hanya meniduri. Ada hal-hal yang lain. Aku jarang sadar sebelum tengah hari dan umumnya tidak sadar sebelum tengah malam. Aku merokok terlalu banyak. Aku minum terlalu banyak. Aku memakai kokain terlalu banyak. Aku meniduri wanita terlalu banyak, meskipun masih tidak sebanyak orang pikir. Aku bahkan meniduri beberapa pria."
Charlie menatap Kate saat ia mengatakannya. Tapi Kate tidak membiarkan wajahnya berubah.
"Aku tidak peduli tentang hal yang harusnya aku pedulikan. Aku pengacau terhebat yang aku bisa. Aku telah menciptakan seni dari itu."
Charlie berada ada dalam perannya sekarang. Kate hampir bisa melihat kata-kata itu mengalir keluar.
"Semua orang menginginkan bagian diriku. Mereka semua berpikir mereka memilikiku, hanya karena mereka kenal wajahku. Mereka datang dan mengatakan 'Aku kenal kau'. Mereka tidak mengenalku sama sekali."
"Bagaimana dengan teman-temanmu""
"Teman apa" Aku tidak percaya salah satu dari mereka. Bagaimana aku tahu orang-orang yang mengatakan bahwa mereka teman-temanku, yang sebenarnya, bahwa mereka tidak akan menjualku ke penawar tertinggi" Bagaimana aku tahu kau tidak akan menelpon the News of The World saat aku pergi dari sini""
"Berapa banyak yang bisa kudapatkan""
"Banyak. Bayar hipotekmu di tempat ini," tukasnya.
"Aku tidak punya hipotek."
Charlie tampak kaget sejenak.
"Apa temanmu menjualmu, Charlie""
Kate melihat pipinya cekung. "Ya. Bukan mencium dan bicara, mencium dan berbohong. Dasar jalang."
"Aku tak akan pernah mengatakan apa pun pada media," kata Kate.
Charlie melirik padanya dan Kate melihat secercah harapan di matanya.
"Agenku adalah satu-satunya yang peduli, tapi aku klien. Aku yang menghasilkan uang. Itu kepentingan Ethan untuk membuatku bahagia. Setelah aku mulai memiliki masalah, dia membuangku.
Keluargaku tidak pernah ingin aku masuk ke bisnis ini awalnya, tapi mereka tidak mengerti tekanan. Setelah apa yang terjadi pada Michael mereka..." Charlie mengambil beberapa napas dalam sebelum ia bisa melanjutkan, Kate mengusap punggung tangannya.
"Aku tidak bisa mempercayai siapa pun. Aku bosan diikuti. Aku bosan orang menungguku untuk meniduri mereka. Mereka tahu aku akan melakukannya dan yang terburuk, mereka menginginkan aku melakukannya. Mereka senang mengetahui bahwa aku tidak ada bedanya dengan mereka. Mereka berpikir aku tidak pantas atas apa yang kumiliki dan mereka benar. Tapi mereka tidak melihat sisi lain. Aku lelah hidupku tidak menjadi milikku sendiri, tidak mampu melakukan apa yang aku inginkan, ketika aku ingin. Jadi kupikir aku akan menggunakan bagian terakhir dari kontrol yang kupunya dan bunuh diri."
Charlie terus saja bicara, hampir ke titik dimana ia tidak mengambil napas dan sekarang ia membuka lebar matanya dan menatap Kate.
Dia begitu tampan, pikir Kate.
"Kita berdua merasa kasihan pada diri kita sendiri. Tak ada yang menginginkanku dan terlalu banyak yang menginginkanmu." kata Kate.
"Kedengarannya aku bisa memecahkan bagian yang itu. Aku menginginkanmu." bisik Charlie.
"Tapi kemudian aku akan menambah masalahmu dengan menjadi salah satu dari orang-orang yang terlalu banyak menginginkanmu."
"Aku tidak peduli," kata Charlie. "Kau membuat ini lebih rumit daripada yang seharusnya. Dengarkan aku, Kate. Aku menginginkanmu."
"Lebih dari rokok, minum atau kokain""
"Pada saa t ini, ya." "Tidak cukup baik," kata Kate.
Charlie tersenyum. "Oke. Jadi bisakah aku menanyakan sesuatu"" Kate mengangguk.
"Jika kau tidak mau tidur denganku, maukah kau pergi dan membelikanku rokok""
"Tidak. Itu adalah kebiasaan buruk. Itu bisa membunuhmu. Begitu yang tertera di bungkusnya. Berhentilah."
"Bagaimana dengan sedikit minuman keras""
"Tidak. Menurut pemerintah, konsumsi alkohol yang berlebihan dapat berakibat fatal." Charlie berdiri dan melotot. Kate berjuang untuk tidak tertawa.
"Pergilah sendiri, jika kau begitu putus asa," kata Kate.
"Berpakaian seperti ini""
"Kemarin aku naik bus mengenakan gaun pengantin. Kupikir kau bisa pergi ke toko dengan celana tidurku tanpa mengangkat alis. Omong-omong pakaianmu sudah kering, tapi sepatumu belum."
"Tolong. Aku akan dikenali."
"Tidak. Ini adalah saatnya untuk berhenti merokok, setidaknya. Kau harus memiliki sedikit tekad, meskipun dilihat dari keadaan kukumu, itu mungkin hal yang sedikit lemah terbatas pada sudut sempit di kepalamu."
"Ya Tuhan, kau menyebalkan."
Tapi Kate menangkap secercah senyum di wajahnya saat ia merosot ke sofa.
"Mana TV mu"" Charlie memandang sekeliling seolah-olah itu akan muncul keluar dari lantai seperti perkakas elektonik yang paling mutakhir.
"Tidak punya." "Pemutar musik" CD"" Charlie mengayunkan kakinya dan berbaring.
"Tidak ada." "Mengapa tidak" demi Tuhan."
"Aku suka ketenangan. Aku dibesarkan di tempat-tempat yang bising terus menerus. Selalu ada seseorang berteriak atau bertengkar atau TV menggelegar dan tak ada tempat untuk melarikan diri dari itu."
"Kau tidak mendengarkan musik""
"Kadang-kadang aku mendengarkan lewat komputer ketika aku sedang menjahit."
"Kau sangat aneh. Apa yang akan aku lakukan untuk menghibur diri" Tidak ada TV dan kau tidak akan membiarkanku bercinta denganmu. Bagaimana kalau menjadi model memamerkan beberapa pakaian dalammu"" Kepala Kate terangkat "Berkunjung ke laciku, Charlie""
"Bukan sesuatu yang ingin kukunjungi." Charlie tersenyum mesum pada Kate.
"Suka apa yang kau lihat""
"Bahkan lebih baik jika kau memakainya, hanya melepasnya yang akan menyenangkan."
"Well, mungkin ada sesuatu yang bisa kita lakukan bersama-sama. Ini melibatkan kerja jari yang hati-hati dan beberapa manipulasi. Dan ada kepuasan besar ketika kau selesai. Tunggu di sana."
Kate meninggalkan ruangan dan kembali membawa sebuah kotak.
"Sebuah puzzle"" Charlie menganga padanya.
"Dua ribu lima ratus keping."
"Apa itu kuno""
Kate pura-pura membaca kotak. "Berayun di pinggir kota." Charlie membuka lebar matanya.
"Tidak juga. Ini adalah pemandangan hutan." kata Kate
Kate duduk di lantai, membuka kotak dan mencari bagian tepi dan sudut. Setelah beberapa menit dihabiskan bergumam kesal pada dirinya sendiri, Charlie turun ke sisi Kate. Tangannya meraba-raba melalui potongan di sisi lain dari kotak.
Mereka bekerja sama dalam keheningan, tapi saat jari-jari mereka bersentuhan ketika mereka meraih sepotong kepingan lurus yang sama, Kate merasakan sengatan gairah. Matanya naik ke arah Charlie dan dia melihat benjolan tulang di tenggorokannya naik dan turun.
"Apa yang kau lakukan di malam hari jika kau tidak memiliki TV"" Tanya Charlie.
"Menjahit, membaca, main-main di komputer."
"Main puzzle""
"Ya." "Sudutnya," kata Charlie. "Hei, lihat ini sedikit cocok."
"Ya, jika kau memaksanya." Kate memisahkannya lagi.
"Apa menjadi pelayan adalah kerja keras"" Tanya Charlie.
"Ya. Kalau akting""
"Nona Congkak."
"Aku bukan hanya seorang pelayan," katanya, merasa perlu membela diri.
"Apa lagi yang kau lakukan""
"Mengangkat panggilan pada saluran telepon seks dua kali seminggu." Tangan Charlie membeku di dalam kotak dan ia mengangkat kepalanya untuk menatap lurus ke arah Kate.
"Kau bercanda, kan""
Tidak, Kate tidak bercanda. Kate tidak yakin apa yang membuatnya menceritakan pada Charlie. Yah, tidak sepenuhnya benar. Dia ingin mengejutkan Charlie. Kate mengambil beberapa potongan lagi.
"Jadi bukan kursus komputer""
"Tidak. Aku juga membantu menulis katalog di galeri seni Rachel." Charlie terdiam sejenak..
"Jadi, te lepon seks..." mulai Charlie dan Kate tersenyum.
"Kau bercanda, kan"" Ulangnya.
"Tidak." "Apa kau kebetulan melakukan itu malam ini""
"Minggu dan Rabu."
"Ini baru hari Jumat," rengek Charlie.
"Itu benar." Kate menyebar keluar beberapa potongan warna yang sama.
"Aku tetap bisa meneleponmu. Berapa nomornya""
"Dimana ponselmu""
Charlie memaki pelan. "Kenapa kau lakukan itu""
"Kenapa kau memutuskan untuk menjadi seorang aktor bukan penyanyi""
"Aku belum selesai bicara tentang telepon seks. Kita tidak harus memiliki telepon. Aku bisa pergi ke ruangan lain dan kita bisa saling berteriak."
Kate tertawa. "Mengapa kau ingin menjadi seorang aktor, Charlie"" Charlie mendesah. "Aku tidak ingin menjadi diriku lagi. Aku ingin menjadi orang lain."
"Peran macam apa yang telah kau mainkan""
"Apakah kau tidak pernah melihat salah satu film dimana aku ada di dalamnya"" Kate menggelengkan kepalanya.
"Aku suka membuat orang menangis dan menjerit," kata Charlie, nadanya ketus.
"Jadi biasanya kau berakhir mati setelah kau memukul beberapa orang di sekitarmu""
"Benar." "Kau suka dibenci," kata Kate.
Charlie memberi tatapan tajam padanya sekilas. "Aku muak dicintai. Sebagian besar surat yang datang adalah foto-foto wanita telanjang yang menawarkan untuk tidur denganku. Mungkin aku memainkan peran bad guy sebagai cara untuk menyeimbangkan itu."
"Aku ragu itu berhasil. Tidakkah ada seseorang yang pernah mengatakan padamu bahwa wanita suka bad guy"
Terutama orang-orang yang berperan di layar dan mereka tahu bahwa tidak mereka seburuk itu dalam kehidupan nyata."
"Masalahnya adalah, aku bad guy."
"Kau tidak akan menghentikan wanita menginginkanmu. Bukankah itu bagian dari pekerjaan""
"Tidak lagi. Aku ingin tahu akan seperti apa, apakah aku masih akan mengambil jalur yang aku lakukan. Tidak ada yang mengatakan padaku bahwa setelah aku terkenal itu berlangsung selamanya, dan semua orang akan menungguku untuk melakukan kesalahan. Selalu ada seseorang yang siap mengambil fotoku yang terlihat mabuk atau memukul pada seseorang, karena melihatku kacau menjadikan mereka akan merasa lebih baik. Apa kau pikir mereka mengalami kepuasan yang memuakkan mengetahui bahwa jauh di lubuk hati, aku sama seperti mereka"" Dia berhenti. "Baiklah, lebih buruk dari mereka."
"Kau tahu, Charlie, kurasa kau suka berakting karena kau tidak tahu siapa dirimu.
Kau pikir ini akan membantumu menemukan dirimu dan itu tidak membantu. Kau melarikan diri dari kenyataan, lari dari kebenaran."
"Kita bukan orang yang tepat untuk bicara satu sama lain tentang hal ini," gumam Charlie.
"Tidak ada orang lain di sini."
"Aku ingin menjadi seseorang." ujar Charlie dengan suara yang tenang.
"Tapi kau adalah seseorang. Aku tidak berpikir itu penting apa yang kau lakukan untuk hidup, apakah kau seorang aktor atau pelayan. Yang penting adalah untuk menjadi manusia yang layak dan memperlakukan orang lain seperti kau ingin memperlakukan diri sendiri. Tidak menjadi egois. Aku tidak suka orang-orang egois, orang-orang yang tidak memikirkan tentang orang lain."
"Aku egois." "Tapi kau memiliki sesuatu yang baik diantara keburukanmu."
"Apa itu""
"Aku tahu bahwa kau egois. Kau harus belajar untuk menyukai diri sendiri, Charlie, jika tidak, bagaimana bisa orang lain mengenal dan menyukaimu""
Charlie menatap Kate sejenak dan kemudian ekspresi kesal berkurang dari wajah Charlie, dan Kate melihat sedikit senyum.
"Jadi apa si tolol itu mendengarkanmu saat kau melakukan hal itu""
"Melakukan apa"" Kate bertanya, meskipun Kate tahu apa yang Charlie maksud.
"Membantu seorang pria masturbasi."
"Aku tidak pernah memberitahunya. Dia pikir aku sedang kursus komputer."
"Kenapa kau tidak memberitahunya""
Dia memiliki kesempatan untuk memberitahu Richard pada banyak kesempatan, tapi sesuatu menghentikannya. Sebuah pengetahuan bahwa ia tidak akan menyetujui"
"Dia tidak akan mengerti."
"Apa" Kenapa kau berencana untuk menikah dengan pria ini" Aku benar-benar tertarik pada kehidupanmu, khususnya pakaian dalam dan telepon seks." Kate tersenyum. "Kau memiliki pikiran satu-jalur."
"Itu adalah salah satu judul laguku." Charlie menunggu sejenak sebelum melanjutkan.
"Kau tidak memintaku untuk menyanyikannya."
"Tidak." Kate melihat ketegangan merembes darinya.
"Kau akan membuatku sakit kepala." Charlie tertawa terbahak-bahak. "Kenapa kau ceritakan padaku tentang telepon seks""
"Kau perlu kejujuran. Kau berbagi bagian dari dirimu denganku dan aku ingin melakukan hal yang sama. Bagaimanapun, aku tidak akan melakukannya minggu ini. Aku seharusnya berada di Hawaii."
"Hawaii"" "Jangan katakan itu. Aku tahu aku seharusnya menyadari bahwa itu gila."
"Apa kau akan berhenti setelah kau menikah""
"Apa kau masih membicarakan tentang telepon seks""
Charlie tersenyum malu-malu.
"Itu tergantung," kata Kate.
"Pada apa""
"Apakah aku masih perlu melakukannya."
"Jika kau sudah memiliki tempat ini, itu pasti bukan karena uang." Tapi itu benar.
"Lalu apa"" Charlie tampak bingung.
"Apa aku masih menginginkan desakan untuk membuat pria menangis dan menjerit."
Charlie terkekeh. Kate menunduk melihat kotak ketika Charlie menarik salah satu jarinya di sepanjang salah satu jari Kate, ke atas telapak, ke bagian belakang tangan lalu ke pergelangan tangan Kate. Oh sial. Putingnya mengeras dan dia merasa aliran kehangatan di antara kedua kakinya.
"Lihat aku, Kate."
Kate mengangkat matanya untuk melihat Charlie.
"Apa yang kau lihat""
Kate berpikir sejenak. "Kau berbintik."
Charlie mendengus tawa. "Kau tidak seharusnya mengatakan pada orang kelima terseksi di Inggris, dia berbintik."
"Siapa yang memilih" warga negara lansia""
"Aku benar-benar ingin bercinta denganmu." Geram Charlie di tenggorokannya.
"Aku benar-benar ingin berada di Hawaii, tapi kita tidak selalu mendapatkan apa yang kita inginkan."
"Tidurlah denganku dan aku akan membawamu ke Hawaii."
"Itu yang dikatakan Richard."
Charlie mendesah frustrasi. "Aku tidak seperti dia." Kate melempar pandangannya ke wajah Charlie. "Tidak, dia tidak pernah berbintik." Charlie melotot. "Aku sedang sangat stres dan kau tidak membantu. Pergi dan pakai gaun pengantinmu."
"Kenapa"" "Jadi aku bisa melepaskannya."
"Tidak." "Setidaknya kau bisa memikirkan hal itu." keluh Charlie.
"Aku mau tidur." Kate melompat bangun. Jika Kate tinggal lebih lama lagi, dia tidak akan mampu menolak Charlie.
"Aku akan mengambil beberapa selimut dan bantal." Tapi ketika Kate berpaling dari lemari di lorong, Charlie berdiri tepat di belakangnya.
"Bisakah aku tidur denganmu""
Kate melewati dirinya. "Sofanya nyaman." Charlie bersandar di ambang pintu saat Kate menyiapkan tempat tidur.
"Aku tidak akan menyakitimu." kata Charlie.
Kate berjuang dengan sarung bantal. Bagaimana tidak" Charlie akan tidur dengannya dan mencampakkannya. Kate berbalik untuk menatapnya.
"Kau benar," kata Charlie dengan suara yang membosankan. "Aku akan menyakitimu. Aku menyakiti semua orang yang kusentuh.
Menjauhlah dariku. Aku pergi secepatnya besok."
"Charlie." Kate ingin pergi mendekatinya, memeluk dia, tapi tahu apa yang akan terjadi jika ia melakukannya.
Charlie gelisah, menggigit kuku, kemudian mengusap lehernya.
"Mengapa kupikir aku sudah berubah karena aku tidak mati ketika aku mengharapkannya" Aku masih pengacau yang sama. Selalu."
Kate berjalan ke pintu. "Lalu buktikan bahwa kau bisa berubah."
"Bagaimana caranya""
"Tidak ada lagi rokok, alkohol atau obat-obatan. Tidak tidur dengan seseorang hanya karena kau bisa."
"Aku lebih suka mati."
"Terserah. Lakukan saja dan bunuh dirimu. Jangan membuat kekacauan di apartemenku." Charlie tertawa. "Kau gila."
"Dan apa kau juga tidak""
"Bantu aku," gumamnya. "Kumohon."
"Apa yang kau ingin aku lakukan" Mengikatmu""
"Aku tidak akan keberatan diborgol di tempat tidurmu."
Charlie mendekat. Kate mundur dan menabrak dinding.
"Ada apa" Kehabisan komentar pintar"" Wajah Charlie berhenti beberapa inci dari wajah Kate.
"Hanya berpikir mungkin aku tak akan keberatan memborgolmu di tempat tidurku," kata Kate.
Kate tidak melewatkan percikan di mata Charlie. Kate merunduk melewati bawah lengan Charlie dan melangkah ke lorong.
"Jadi aku tahu aku akan aman di
sofa." Kate menutup diri di kamar mandi.
Jantung Kate berdetak keras saat ia menggosok giginya. Kate mungkin bisa melakukan juggling pisau saat saling menggoda dengan seorang ahli seperti Charlie Storm. Tapi Kate akan berdarah. Itu hanya masalah waktu.
*** Strangers Bab 7 Charlie tidur dengan gelisah di sofa. Dia ingin merokok dan alkohol. Tidak, dia butuh rokok dan alkohol. Dia juga tidak akan menolak kokain, dan ia semakin putus asa pada Kate. Tangannya meluncur ke mulutnya dan ia menyerang kukunya, mengunyah ujungnya. Apa yang paling dia inginkan" Mungkin jika dia punya rokok, dia akan berhenti berpikir tentang alkohol, dia hanya benar-benar ingin berhenti berpikir untuk bercinta dengan Kate.
Dia bisa membeli sendirinya dengan mengambil beberapa pound dari tas Kate, menyelinap keluar, sekarang gelap dan membeli beberapa rokok dan mungkin sebotol anggur, tapi ia tidak bisa membeli Kate. Kata-kata "kau berbintik" dari Kate telah membuatnya bergairah lebih dari yang bisa Kate tahu. Mengatakan padanya dia agak berjerawat
Charlie tersenyum. Tidak ada yang pernah berani mengatakan itu.
Tapi ia tidak bisa menebak Kate. Kate merasakan ada hubungan di antara mereka, Charlie melihat itu di matanya. Kate menginginkan Charlie, tapi tidak akan mengakuinya. Dia pernah bertemu wanita seperti itu sebelumnya, bermain susah untuk didapatkan, mereka pikir itu membuat mereka lebih menarik. Mereka tidak melanjutkan setelah mereka tahu itu tidak berhasil, tapi Kate tidak main-main. Charlie berguling dan mengerang, mencoba untuk nyaman dan mengetahui itu tidak akan terjadi. Bukannya semakin nyaman, malah semakin ingin bercinta. Dia ingin naik ke tempat tidur Kate yang indah dan masuk ke dalam tubuhnya. Dia ingin merasakan tangan Kate di sekitar kemaluannya, lalu bibir basahnya dan setelah itu masuk ke dalam miliknya yang ketat.
Charlie ingin mendengar Kate mengerang sambil memohon agar jangan berhenti bercinta dengannya, tapi lebih dari semua yang ia inginkan adalah membuat Kate bahagia dan membantunya melupakan Richard yang sudah pasti mengapa ia tidak mendorong Kate lebih keras untuk berbagi tempat tidurnya. Kemaluannya tidak setuju dengan strategi itu. Itu begitu keras, sampai terasa sakit.
Charlie tidak terbiasa dengan orang-orang yang mengatakan tidak. Tak mampu memiliki apa yang ia inginkan adalah hal yang baru, meskipun membuatnya frustasi. Semakin Charlie mencoba untuk tidak berpikir tentang Kate berbaring di kamar sebelah, semakin Kate mengisi pikirannya. Charlie bisa saja pergi untuk memeriksa Kate, bertanya apakah ia bisa berbaring di atas selimut dan bicara, mengetahui hal itu hanya akan menjadi waktu yang singkat sebelum ia berada di bawah selimut bersama Kate, tapi dia tidak bergerak. Kemaluannya keras dan sakit, namun Charlie bertekad untuk melakukan hal yang benar untuk sekali saja dalam hidupnya yang menyedihkan, dan meninggalkan Kate sendirian.
Meninggalkan dirinya sendirian adalah masalah lain. Tangannya meluncur ke dalam celananya dan meraih kemaluannya. Tidak perlu waktu lama. Dia baru berhasil melakukan satu belaian lalu pintu ruang tamu terbuka. Tangan Charlie membeku saat sedang meremas dan napasnya tercekat di tenggorokan.
Oh Tuhan. Kate mengenakan gaun pengantinnya. Charlie melepaskan tangannya dari kemaluannya, karena itu pasti salah satu langkah yang tepat, tapi ia tidak yakin apa lagi yang harus dilakukannya. Pura-pura tidur" Menunggu Kate untuk datang padanya" Melompat dari sofa, melepas gaun itu dan bercinta dengannya habis-habisan" atau tidak satu pun"
Naluri mengatakan bahwa Kate tidak akan bergerak lagi dan Charlie bangkit. Tapi Kate melangkahi puzzle dan berdiri di depannya. Charlie terus meletakkan tangannya di sisi tubuhnya, jarinya berkedut.
"Aku berbaring dalam gelap, bertanya-tanya apakah pintu akan terbuka dan apa yang akan kulakukan jika itu terjadi." kata Kate. "Berpura-pura tertidur" Menyeretmu ke tempat tidur" Semuanya melewati pikiranku memutar itu terus menerus kita berdua bertabrakan di laut, bagaimana kita tidak memiliki kesamaan dan segala sesuatu yang sama."
Charlie berhar ap Kate tidak bisa melihat ereksinya. Jika Charlie terus menatapnya, Kate mungkin tak akan melihat ke bawah, meskipun bagaimana bisa Kate melewatkan tonjolan besar di balik celana tidurnya" Dan itu memang besar.
"Aku merasa bersalah karena aku menginginkanmu." bisik Kate.
Charlie seakan melangkah dari panas yang tak tertahankan menuju ke kesejukan yang nyaman dari AC saat kelegaan menyapu dirinya, hanya untuk bergeser kembali ke cahaya matahari saat kejantanannya berdenyut dalam kegembiraan, mengetahui sesuatu yang lebih baik dibanding apapun yang tangannya bisa berikan. Charlie menduga bahwa pre-cum nya meninggalkan bekas basah besar di celananya. Untung sekarang gelap.
"Jelas sekali kau mengatakan betapa kau sangat membenci fakta bahwa semua orang menginginkanmu. Mengapa kau pikir aku berbeda dengan perempuan lain yang jatuh hati karena ketampanan dan senyum seksimu""
Tapi dia berbeda. "Apa kau pikir aku punya senyum seksi"" Oh Tuhan, apa itu kata-kata terbaik yang bisa ia keluarkan"
"Setelah kau menyingkirkan noda itu." kata Kate.
Charlie tertawa. "Kau memintaku untuk membantumu." bisik Kate.
"Ya." Suara Charlie kental dengan emosi tapi apa ia meminta bantuan Kate" Dia tidak bisa ingat, tidak dengan otak yang tertutup oleh kabut nafsu. Hanya satu bantuan yang ia butuhkan saat ini dan itu adalah jeritan minta perhatian.
Kate mendesah. "Aku bertanya-tanya apa sih yang kulakukan berbaring sendirian di sana, dengan pintu tertutup. Kenapa kita berdua tidak berbahagia" Setelah apa yang terjadi selama beberapa hari terakhir, mengapa aku tidak tidur denganmu""
Charlie tidak akan berdebat. Kate meraih sisi wajah Charlie, mengusapkan punggung jari tangannya ke pipi Charlie sebelum jatuh ke rahangnya. Satu jari menelusuri sepanjang garis bibirnya. Bulu di atas lengan Charlie berdiri dan rasa sakit di pangkal pahanya beralih menjadi berbunga di dadanya.
"Apa kau nyata"" Tanya Kate.
Charlie menjilat telapak tangan Kate dengan lidahnya dan menaruhnya di atas jantungnya. Jantungnya berdegup kencang dan ia tahu Kate bisa merasakannya. Charlie tersenyum dan Kate mendesah.
"Apa yang salah"" Tanya Charlie.
Strangers Karya Barbara Elsborg di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau tampak begitu nakal dan begitu seksi. Aku telah melepaskan setan dan aku tidak memiliki harapan untuk mengendalikan."
"Aku tak akan melakukan apa pun yang kau tidak ingin aku lakukan." kata Charlie, khawatir Kate sedang bicara pada diri sendiri untuk keluar dari semua ini.
"Jika kau adalah hadiah untuk semua hal buruk yang telah terjadi padaku, maka apa artinya aku bagimu"" Tanya Kate.
"Malaikatku." Kate mendengus dan Charlie tertawa.
Charlie membuka lebar lengannya. "Milikilah aku."
"Aku sudah berubah pikiran. Aku mulai tidak suka kamu sekarang."
"Aku sangat sempurna, selain berbintik itu, jelas. Kenapa tidak suka aku"" Charlie menjatuhkan lengannya.
"Kau tidak bisa menahan sikap badanmu lebih dari sepuluh detik. Kau tidak dapat duduk diam selama lebih dari dua puluh detik. Kau memiliki konsentrasi seekor kutu, pikiran seekor tikus selokan, mulut buruh pelabuhan dan kukumu sangat mengerikan."
"Jadi, apa kau suka padaku""
"Kau mungkin tampan tapi menggelikan, tapi kau juga sombong dan cengeng." Charlie menggigit bibir, berusaha untuk tidak tertawa.
"Kau seorang bad guy, Charlie Storm. Brengsek mutlak."
"Kalau begitu kau suka yang ada di balik celanaku, kan""
"Apa aku tadi sudah menyebutmu berkepala besar dan serakah"" Kate geram.
"Kau mungkin berpikir kau seorang kekasih yang lebih baik daripada..."
"Siapa"" Tekan Charlie.
"Richard," kata Kate.
Charlie mengangkat alisnya. "Aku tahu aku lebih baik dari si tolol."
"Sekarang kau memiliki sesuatu untuk dibuktikan."
"Kau yang membawa percakapannya ke sana. Wanita pintar."
"Tidak, kupikir kau yang mengarahkanku ke sana."
"Oh Kate," bisiknya. "Kau begitu manis. Richard pasti sudah gila." Dan akhirnya, Charlie meraihnya.
Tangannya pindah ke pinggul Kate, menariknya ke tubuh Charlie. Ketika Charlie membenamkan wajahnya di leher Kate dan merasakan bibirnya yang lembut dan hangat di bahu Charlie, ia hanyut dalam banjir gairah. Charlie menyelipkan tanganny
a ke atas sisi tubuh Kate, melingkarkannya di sekitar leher Kate, mengangkat dagunya dan menciumnya.
Ciuman pertama Charlie selalu sama, ciuman sering-latihan yang menyapu bibir, yang memungkinkan dia untuk mencicipi wanita, membiarkan mereka merasakan dirinya.
Tidak untuk kali ini. Charlie sama tersiksanya dengan gairah seolah-olah ia menjadi anak sekolah lagi yang ditawarkan kesempatan pertama untuk mencium seorang gadis. Dia berdiri di ambang ledakan, letusan, kehancuran yang menyeluruh.
Terlalu lapar untuk perlahan, terlalu putus asa untuk lembut, dia mencium Kate seolah-olah itu adalah hal terakhir yang pernah ia lakukan. Jika Kate menunjukkan perlawanan sedikit pun, Charlie mungkin akan menangis, tapi ia tahu Kate merasakan hal yang sama. Lidah mereka menyerbu mulut masing-masing, berputar bersama-sama, bergelombang, menjelajah. Pikiran Charlie terhuyung-huyung oleh aroma Kate, rasa dari dirinya, sentuhannya, dan Charlie menggeram jauh di dalam tenggorokannya seperti hewan. Itu sangat menakutkan, tapi dia tidak bisa menahannya. Tak satu pun dari mereka bernapas.
Ketika bibir mereka meluncur terpisah, mata mereka melebar, mereka tersentak bersamaan dan beristirahat di sisi kepala mereka berdampingan, telinga ke telinga, terengah-engah serempak.
"Sial, sial. Apa kau baik-baik saja"" Bisik Charlie.
"Tidak." "Aku juga." Charlie dalam bahaya karena sebentar lagi akan ejakulasi di dalam celananya. Bolanya telah naik menempel di dasar kemaluannya dan mulai menggelitik. Sial, hanya karena sebuah ciuman"
Perempuan tidak tahu betapa beruntungnya mereka. Jika mereka orgasme dengan cepat, semua orang senang. Jika laki-laki keluar terlalu cepat, semua orang kecewa.
Charlie menempelkan keningnya ke kening Kate dan mereka berdiri untuk beberapa saat tidak melakukan apa-apa selain memegang satu sama lain sementara mereka menyeret napas mereka kembali di bawah kendali. Ini berbeda. Kate berbeda.
"Apa yang kau pikirkan"" Tanya Charlie. Apakah ia pernah menanyakan itu pada wanita" Bukan sesuatu yang harus dia lakukan karena dia selalu tahu apa yang mereka pikirkan.
Tidak dengan Kate. "Bahwa aku belum pernah dicium sebelumnya," bisik Kate.
Charlie menarik tubuhnya dan menatap Kate dengan bingung. "Aku orang pertama yang menciummu"
Apa yang si tolol lakukan selama ini""
"Tidak, kau orang pertama yang benar-benar menciumku."
Hati Charlie membengkak dengan kesenangan dan jari-jarinya bermain dengan bahan gaun Kate. "Kau membuatku kehilangan kendali."
"Aku juga. Mungkin kita tidak baik untuk satu sama lain."
Charlie menelan ludah. "Mungkin kita sempurna satu sama lain." Tangan Kate melilit tangan Charlie dan meremasnya.
"Aku curang saat ini," katanya. "Aku menghabiskan waktu begitu lama menjahitnya, menuangkan semua cintaku ke dalamnya. Aku ingin maukah kau melepas gaunku""
Jika si tolol ada di sekitarnya, Charlie akan menghajarnya sampai menjadi bubur, menghancurkan giginya sampai tertelan ke tenggorokannya dan menendang kemaluannya dengan lututnya. Mungkin. Sebagian besar dari kekacauan Charlie alami bukan karena disengaja. Lalu ia teringat gadis gemuk yang ia usir dan menelan ludah. Dia melirik ke jendela tanpa tirai. Tatapan Kate mengikutinya.
"Aku tidak peduli," kata Kate.
Charlie memutar tubuh Kate dan menurunkan risletingnya. Gaun yang halus terbuka memperlihatkan punggung telanjangnya yang mulus dengan bekas luka putih menarik. Charlie membelai bahu Kate dan kulit Kate bergetar di bawah sentuhan jari Charlie. Seolah-olah Charlie menyentuh kabel aktif, cahaya panas melintas di tangannya dan berlari ke pangkal pahanya. Apa yang sudah keras, tidak mungkin bertambah keras. Ada sesuatu yang bisa dikatakan untuk celana tidur longgar, bahkan jika mereka berada di sisi yang pendek. Charlie menarik gaun pernikahannya turun sehingga jatuh melewati pinggul Kate dan teronggok di lantai dan kemudian Charlie mengerang. Satu-satunya yang Kate sekarang pakai adalah sebuah celana dalam tidak-terlihat, pita manik-manik perak yang menyilang di pantat bawahnya dan jatuh ke bawah lipatan pantatnya. Itu tampak begitu sempurna, na
pas Charlie membeku di tenggorokannya.
"Kau memiliki pantat yang paling manis."
Charlie menyelipkan jari-jarinya di atas pantatnya, membelai kulit lembut, mengikuti ujung jarinya ke bawah ke celah manik-manik sebelum meluncurkan tangannya memutar ke depan tubuh Kate. Charlie menarik punggung Kate ke dadanya dan membenamkan wajahnya di leher Kate. Saat ia menghentikan jari-jarinya di bawah payudara Kate, napas Kate menjadi bersuara. Charlie membiarkan Kate sesaat, cukup lama untuk diam-diam menyentak ke bawah pada bolanya untuk membeli beberapa menit lagi, dan kemudian merenggut kaos ke atas kepalanya. Melemparkannya ke lantai dan mendekat kembali kearah Kate, gemetar oleh sentuhan kulit dengan kulit, mendorong Kate ke arah dinding sehingga sisi wajahnya bersandar di plester. Charlie tidak bisa ingat pernah menjadi sebergairah ini.
"Aku suka gaun itu tapi aku lebih suka kau tidak memakainya." bisik Charlie.
Charlie menyusupkan jari-jarinya ke rambut Kate dan menjatuhkan tangan yang lain untuk menelusuri garis pita bermanik melintasi punggung bawah. Pinggul Kate tersentak ke dinding.
"Tenang." Charlie menghembuskan kata ke bahunya dan mengikuti garis celana dalamnya ke bagian depan tubuhnya. Pada saat yang sama ketika Charlie menangkupkan tangannya diantara kaki Kate, Charlie mendorong ereksinya yang keras ke dalam celah pada bagian pantat Kate dan kemudian menggigit sisi lehernya dengan giginya. Kate bereaksi dengan kuat seolah-olah dia telah ditembak. Dia menegang, berteriak dan terurai dalam pelukannya.
"Oh Tuhan," Kate tersentak. "Tuhan, Tuhan, Tuhan."
Hati Charlie bernyanyi. Charlie menempelkan tubuhnya pada Kate, merasakan Kate akan roboh jika ia melepaskan. Charlie mencium leher tempat dia menggigit, menutupinya dengan jilatan kecil, mencicipi kulitnya saat Kate kembali ke bumi.
"Kau begitu panas," gumam Charlie. "Bola api kecilku."
Kate mengambil napas dalam-dalam. "Benar, itu lebih baik. Terima kasih. Kupikir aku sudah siap untuk pergi tidur sekarang. Selamat malam."
Charlie tertawa. "Apa aku boleh ikut ke tempat tidurmu""
"Hanya jika kau berjanji untuk berhenti menggigiti kuku, segera telanjang, dan sampai di sana sebelum aku."
Kate sudah bergerak saat dia bicara, namun Charlie menyelinap ke mendahului, berlari melalui lorong dan membanting pintu kamar tidur. Ia bersandar sambil melucuti celana tidurnya dan kemudian melompat ke tempat tidur. Ketika Kate masuk, ia berada di bawah selimut dan berpura-pura mendengkur. Kate menyelinap di sampingnya dan menarik selimut dari wajah Charlie.
Charlie mendongak untuk melihat matanya yang gelap menatap ke arahnya dan merasa bersalah. Dia sudah melihat begitu banyak wanita memandangnya seperti itu, menginginkan tubuhnya, tapi juga menginginkan sesuatu yang tidak bisa ia berikan.
"Jika kau mendengkur, kau bisa kembali ke ruangan lain." kata Kate. "Itu bukan kebiasaan yang menarik."
Wajah Charlie menyala. Dia menyukai cara Kate bicara padanya.
"Aku tidak akan tidur," kata Charlie. "Dan kau juga tidak."
Ketika Charlie menarik mulut Kate ke mulutnya, Kate mengharapkan ciuman yang keras dan cepat lagi, tapi kali ini Charlie mengejutkan dirinya. Bibirnya meluncur bersama bibir Kate dalam belaian menggoda, berlama-lama untuk sementara sebelum ia membiarkan bibirnya meluncur ke leher Kate. Charlie menggoda Kate dengan setiap bagian dari wajahnya, menjilat dengan ujung lidahnya, mencuci dengan seluruh lidahnya, pipinya saling bersentuhan, bulu mata tebalnya menggelitik kulit Kate, hidungnya menciumi dengan lembut, giginya menggigit, napasnya menggoda sampai Kate tidak bisa menahannya lebih lama lagi dan mendorong lidah Kate ke dalam mulutnya, menekan bibir Kate terhadapnya, sehingga Charlie harus meresponnya dengan manis.
Ada waktunya untuk lembut tapi sekarang tidak. Kate membutuhkan Charlie untuk menjadi kuat dan bertenaga, untuk membuat Kate lupa. Mereka menggeliat bersama-sama, berputar dalam selimut, nyaris berkelahi. Kate di atas dan kemudian Charlie. Setengah dari tempat tidur, setengahnya lagi ketika mereka menjelajahi tubuh masing-masing, menemukan tempat
untuk membuat yang lainnya menggeliat. kejantanannya yang kaku adalah pengingatnya yang tetap betapa Charlie menginginkan wanita ini. Tidak peduli bahwa ini hanya bersetubuh, setidaknya mereka berdua menginginkan hal yang sama tidak berkhayal, tidak berpura-pura.
Akhirnya, Charlie menjepit Kate ke bawah dan melayang di atas Kate, terengah-engah.
"Kau mencoba untuk memakanku."
"Pada roti panggang. Dengan mentega."
Kate mendorong Charlie, lalu meraihnya lagi. Charlie meraih tangan Kate dan membawanya ke mulutnya, mengisap jari-jarinya.
"Mentega tidak bagus untukmu," katanya.
"Siapa bilang""
Charlie menggigit telapak tangannya dan Kate menjerit. Saat Kate membuka mulutnya, Charlie menyatukan bibirnya ke bibir Kate dan pada saat yang sama, mendorong bagian depan celana dalamnya ke samping dan meluncurkan jari tengahnya jauh ke dalam diri Kate. Gangguan yang mendadak membuat Kate mengerang di tenggorokan Charlie dan melawan ke tangan Charlie. Jari yang lain bergabung dan Kate mendesah. Sesaat kemudian Kate merintih frustrasi ketika jari-jarinya keluar.
"Jangan serakah," bisik Charlie. "Aku belum selesai bermain denganmu." Kepala Charlie turun dari leher Kate dan menggigit saat turun ke payudaranya. Dimana mulutnya menyentuh, Kate terbakar. Dimana tidak tersentuh, Kate merindukan api. Lidah Charlie menjentikkan putingnya, giginya melingkari dan menggoda sebelum dia mengisapnya keras dan kuat. Pada saat yang sama, ia mendorong jari-jarinya kembali ke dalam diri Kate dan merasakan tarikan putus asa oleh gairah dengan dahsyat seolah-olah Charlie meraih dan menyeret keluar hatinya.
"Ya Tuhan, Kate. Kau basah kuyup dan kau membuatku gila."
"Aku belum merasakan apapun," Kate megap-megap, dan Charlie menggeleng dengan tawa.
Mulut Charlie meluncur dari payudaranya, ke tulang rusuk dan perutnya, lalu ke bawah bergabung dengan jari-jarinya di antara kedua kaki Kate. Ketika lidah Charlie menyentuh klitorisnya, setiap otot di tubuh Kate mengepal, saraf-saraf berapi-api, sel-selnya meluas. Beberapa saat tekanannya lembut dan Kate melayang lagi di ambang kehancuran, jari-jarinya terjalin di rambut Charlie.
Charlie mengangkat kepalanya. "Maukah kau membelikanku rokok""
Kate memaksa matanya terbuka dan melihat seringainya.
"Oke." Kate mencoba untuk menjauh.
Wajah Charlie jatuh dan kemudian ia tertawa dan menariknya kembali, menaruh dagunya di perut Kate.
"Nah, kau ingin rokok atau tidak"" Kate mencoba untuk menggoyang bebas dari genggaman Charlie.
"Tidak." Charlie menurunkan kepalanya dan membenamkan wajahnya di antara kaki Kate, menggunakan telapaknya yang hangat, lidah basahnya menjilati dirinya terus-menerus sebelum ia mendorong di antara lipatannya. Kate berhenti mencoba untuk melarikan diri dan mencoba untuk berhenti menarik-narik rambut Charlie. Bibir lembut Charlie menutupi sekitar kuncup sensitif klitoris Kate dengan hati-hati dan mengisapnya keras, lalu ia menepuk-nepuknya dengan ujung lidah sampai erangan Kate datang lebih cepat dan lebih cepat. Kaki Kate menegang, tumitnya memukul keras ke punggung Charlie dan tangannya mencengkeram bahunya saat ia jatuh ke dalam genggaman ombak orgasme besar yang menyelimuti dirinya seperti suatu bom mandi super-panjang berbusa.
"Charlie," ujarnya terengah. "Oh Tuhan. Aku hancur berantakan." Cahaya berkelebat di balik mata Kate, tubuhnya bergetar dan dia hampir tidak bisa bernapas. Kate tak bisa ingat kapan terakhir kali dia orgasme seperti itu, apakah dia pernah orgasme seperti itu. Ketika Kate memaksa kelopak matanya terbuka, dia melihat ketegangan di wajah Charlie, matanya yang gelap menatap Kate.
Kate meraih kondom dari laci dan Charlie merebutnya dari jari-jari Kate. Dia sudah memakainya sebelum Kate menghirup napas lain.
"Kupikir kau sudah sering melakukan itu sebelumnya," goda Kate.
"Aku belum pernah seputus asa ini." kata Charlie, menempatkan kepalanya kembali antara paha Kate, menyentuh pembukaannya dengan kepala tumpul dari kemaluannya. Charlie mengerang dan kemudian ragu-ragu. "Apa kau yakin""
Kate meleleh pada pertanyaannya, pancaran krim membasahi kemaluannya.
Setelah semua yang mereka baru saja lakukan, ia masih bisa memikirkan Kate dengan bertanya seperti itu"
"Ask the audience, telepon teman tapi lakukan dengan cepat," bisik Charlie.
Kate mencengkeram bahunya.
"Aku tahu apa yang kuinginkan. Kau, Charlie. Aku ingin kau sekarang.
Bercinta denganku." Dalam satu gerakan yang cekatan, Charlie mendorong jauh ke dalam diri Kate. Satu dorongan keras dan kuat dan Kate bisa merasakan setiap inci ketebalan dan panjangnya. Kate melengkungkan punggungnya, mendorongnya lebih jauh ke dalam tubuhnya sebelum ototnya mencengkram milik Charlie.
"Oh Tuhan, Kate!" Salah satu teriakan lembut namanya sebelum Charlie mulai bergerak, bergerak masuk dan keluar dari dirinya, konsentrasi terukir di wajahnya.
Kate tahu Charlie sedang berusaha untuk berhati-hati dan Kate tidak ingin hati-hati. Kate meraih belakang leher Charlie dan menarik kepalanya ke kepala Kate, menaikkan pinggulnya untuk menciumnya. Bibir mereka menyatu saat Charlie mulai menghantam masuk ke dalam dirinya, lidahnya meniru aksi tubuhnya.
kejantanan Charlie tampak lebih panas, lebih besar, membengkak di dalam Kate dan Kate merasa dirinya orgasme, getaran menyebar ke seluruh tubuhnya saat ketegangan tergeser sampai batasnya. Charlie menarik mulutnya dari Kate, terengah-engah dalam ledakan singkat, dan berdiri kembali, dengan satu dorongan terakhir dia meledak dalam diri Kate dengan erangan keras. Kate mengencang organ dalamnya di sekitar kemaluan Charlie saat kejantanannya berdenyut dalam dirinya. Klimaks Kate berputar di dalam Charlie dan mereka bersama-sama terurai, sangat cocok.
Tak ada yang bergerak, membeku dalam intensitas momen. Mereka meneguk udara pada saat yang sama dan kemudian tertawa. Charlie masih berada di atas tubuh Kate. Charlie menundukkan kepala dan bibirnya meluncur di bibir Kate, begitu lembut sehingga Kate ingin menangis, sebelum Charlie tenggelam ke bawah dan berguling sehingga ia tidak menghimpit tubuh Kate. Charlie memeluk erat Kate, masih semi-keras di dalam dirinya, masih menciumnya.
Charlie tahu ia harus menyingkirkan kondomnya, tapi dia tidak ingin bergerak. Kepalanya berputar seolah-olah ia sedang mabuk. Charlie tidak memiliki masalah membuat wanita klimaks, tapi ia tidak sering klimaks tepat pada saat yang sama, atau dengan cara yang menakjubkan. Dia telah terguncang oleh berapa banyak ia menginginkan Kate, betapa ia masih menginginkan dirinya. Dia pernah melakukan seks yang mengejutkan sebelumnya, tapi ada sesuatu tentang apa yang baru saja mereka lakukan yang berbeda.
Kate berbeda. Dia tidak kagum, atau takut pada Charlie. Dia malah menertawakannya dan Charlie hampir tidak bisa percaya betapa ia menyukai Kate melakukannya. Kate tidak malu-malu, tidak takut untuk menceritakan apa yang dia pikirkan. Kate tidak meminta untuk menyanyi untuknya dan itu adalah masalah besar bagi Charlie. Ini membuatnya kesal ketika wanita melakukan itu, sebagian karena itu hampir hal pertama yang datang dari mulut mereka, seolah-olah itu semua yang mereka lihat, bukan dia tapi Charlie yang berbeda. Kate menjadi dirinya sendiri. Charlie akhirnya bertemu seseorang yang nyata.
Charlie memeluknya dan menelusuri jari-jarinya di atas kulit Kate. Charlie tidak bisa berhenti menyentuhnya, tidak ingin berhenti, namun tidak bisa mendorong kembali suara mengganggu yang mengatakan perasaan ini akan berlalu. Selalu begitu. Sebuah cacing ganas menggerogoti hatinya dan tidak akan pergi.
"Aku harus menyingkirkan kondom ini dan membersihkan diri," kata Charlie. "Ikut denganku""
"Khawatir kau mungkin tersesat""
Ya, benar. Charlie pandai tersesat.
Mereka berdua mengerang saat Charlie mencabut diri dari Kate. Charlie mengayunkan kakinya ke sisi tempat tidur dan melepas kondomnya. Ketika ia berdiri dan berbalik, Kate mengulurkan tangannya dan cacing yang merusak kesenangannya mulai mengerut.
"Ayo," kata Kate.
"Aku akan menghentikanmu jatuh ke dalam jurang maut di lorong tapi hati-hati dengan pasir hisap di kamar mandi."
Charlie membiarkan Kate membungkus jari-jarinya ke tubuh Charlie. Kate menarik dia keluar dari satu ruangan k
e yang lain. Charlie hendak menjatuhkan kondom di toilet ketika Kate menghentikannya.
"Kau tidak harus melakukan itu. Lebih baik bagi bumi untuk memasukkannya ke dalam tong sampah." Charlie ragu-ragu. Dia selalu mengguyurnya. Dia tidak ingin orang mengambil spermanya dan membuat bayi. Bagaimana mungkin lebih baik untuk planet ini" Daripada untuk banci seperti dia" Dia tidak tahu apakah itu bahkan mungkin tapi dia selalu bermain aman.
Charlie membungkus kondom di tisu toilet dan melemparkannya ke tempat sampah.
Kate mendorong Charlie ke bawah untuk duduk di tepi bak mandi dan meraih kain. Merendam kainnya, menyabuni dan mengusap kemaluan Charlie. Jari Charlie meringkuk di sekitar tepi bak mandi dan ia menyebarkan jari-jari kakinya di lantai. Tidak ada yang pernah melakukan hal ini untuknya sebelumnya. Tidak ada yang pernah memikirkannya. Kate berlutut dan mengusap jari-jarinya di rambut keriting kemaluannya, memutar-mutarnya dengan jari bersabunnya. Tangannya yang lain membelai naik dan turun kemaluannya yang setengah keras. Charlie hampir merasa darahnya ragu-ragu di dalam sirkuit di seluruh pembuluh darahnya sebelum beralih ke tempat di tubuhnya yang paling menyenangkan.
"Bisakah aku mencukurmu di sini"" Tanya Kate.
Aliran darahnya berbalik. Yah, tidak begitu tapi ia bergidik, kejantanannya menggigil dan bolanya gemetar. Apa dia gila"
"Biarkan aku"" Bisik Kate.
"Oke." Apa Charlie marah" Bukankah itu gatal dan bernoda" Bagaimana jika tangan Kate tergelincir" Bagaimana Charlie tidak bisa mundur tanpa terlihat pengecut"
"Mau mencukurku juga"" Tanya Kate.
"Oke." Kate melemparkan handuk berbulu ke lantai. "Berbaringlah."
Charlie berbaring telungkup.
"Ingin aku untuk melakukannya di pantatmu juga"" Tanya Kate.
"Apa"" Charlie berguling di atas. "Aku tidak punya rambut di pantat." Benarkah"
Kate tertawa. Charlie bersandar pada siku dan menyaksikan saat Kate berlutut di antara kakinya memegang tabung busa cukur dan pisau cukur sekali pakai. Charlie tersentak melihat pancaran pertama cairan biru tebal tapi ketika Kate mulai memijat seluruh pangkal pahanya ia tenggelam kembali dan menutup matanya. Kombinasi dari jari-jarinya yang lembut tapi tegas dan busa dingin yang licin membuat kemaluannya membengkak di tangannya. Tidak ada rasa bahaya. Tidak ada rasa berdarah. Dengan gerakan panjang yang pertama dari pisau cukur, Charlie menahan napas.
"Jangan membuat gerakan tiba-tiba," kata Kate.
Mungkin ia harus tetap menahan napas. Kemudian kejantanan bodohnya tersentak.
"Sial. Bagaimana aku bisa mengatur untuk tidak bergerak ketika kejantananku memiliki pikirannya sendiri""
"Aku akan berhati-hati."
Charlie bertanya-tanya apa yang dia lakukan, membiarkan seorang wanita yang baru saja ia temui memegang pisau cukur terhadap 'sahabat baiknya'. Namun Charlie mempercayainya.
Kate membilas pisau cukur di wastafel dan mulai lagi. Kombinasi tangan yang membelai kemaluannya, yang lain menarik pisau tegas terhadap kulit kencang, mencampur kesenangan akut dan bahaya membuat perut Charlie bergetar seperti snare drum. Ia berbaring dan membiarkannya mengalir. Begitu ia berhenti memikirkan apa yang Kate lakukan, dia santai. Sial, itu adalah pertama kalinya ia merasa begitu santai seumur hidup. Kate menyabuni, mencukur, mencuci dan kemudian memijatnya dengan semacam minyak yang berbau enak. Kemaluan Charlie mulai penuh dan keras lagi dan bolanya membangun tenaga. Sekarang, giliran Charlie untuk mencukur Kate dan Charlie menyeringai.
"Selesai." kata Kate. "Aku sudah mengelap darahnya."
"Apa"" Charlie duduk begitu cepat sehingga hampir membentur kepala Kate.
"Ya Tuhan." Charlie menatap 'perkakas'nya.
Tidak ada darah, tapi tampak lebih besar. Wow, sangat lebih besar. Tatapannya melayang ke arah Kate.
"Aku berharap untuk tengkorak dan tulang bersilang."
Kate tertawa. "Sudah terlambat. Gunakan pisau cukur baru padaku. Lakukan apa yang kau suka." Kate berbaring di atas handuk. Charlie menatap lipatan merah muda kemaluan Kate dan menelan ludah. Charlie pikir dia sudah melalukan segala sesuatu dengan seorang wanita tapi ini adalah ses
uatu yang baru. Apa ada pemandangan yang lebih indah dari ini" lembah-lembah kecil dan lipatan, berkilauan dengan gairah. Apa yang Charlie akan lakukan itu seksi dan tidak seksi pada waktu yang sama. Dia tidak pernah menyentuh seorang wanita di sini tanpa tujuan lain selain untuk membuatnya basah dan datang.
Sekarang, ia menggigit bibirnya, mengusap Kate dengan gel sabun sebelum menyeret silet dengan hati-hati di atas kulitnya. Tidak mungkin ia bisa membuat bentuk apapun dengan rambut pubisnya. kejantanannya sudah bangun sehingga tidak terlihat seperti apa pun. Selain itu, ia ingin Kate telanjang seperti dirinya.
Charlie mengelap ke bawah dan melemparkan pisau cukur ke tempat sampah.
"Ini bukan ide yang baik," katanya.
Kate mengangkat kepalanya untuk menatapnya. "Mengapa tidak""
"Karena sekarang aku menyala dengan nafsu. Kau tak tertahankan." Charlie menjilat jejak basah dari pusar ke kemaluannya dan mengerang. "Aku sangat baik dengan pisau cukur itu. Mungkin aku telah melewatkan panggilanku. Aku akan bekerja secara gratis."
Kate tertawa. "Aku bertanya-tanya siapa dari kita yang lebih licin"" Charlie menyeringai. "Hanya ada satu cara untuk mencari tahu."
Salah satu kondom si tolol di ambil dari lemari, terpasang dalam sekejap dan Charlie membungkuk pada Kate. Perlahan-lahan menekan kejantanannya sampai tubuh mereka merapat bersama-sama, kemudian menekuk pinggul sehingga mereka menggesek terhadap satu sama lain.
"Mengapa aku tidak pernah melakukan ini sebelumnya"" Tanya Charlie.
"Rasanya begitu nikmat. Kau terasa nikmat."
"Ada sisi negatifnya."
"Tidaaaak. Jangan katakan padaku."
Charlie menarik keluar dan memutar Kate ke lututnya. Tangan Charlie di payudara Kate, tangan yang lain berada di kemaluan Kate yang licin saat ia mendorong masuk ke dalam Kate, mendarat ke dalam dirinya. Pinggulnya ditarik mundur dan bergerak ke depan, tangan Charlie menarik tubuh Kate saat ia mendesakkan kejantanannya ke dalam Kate.
Kate merintih saat jari Charlie menemukan klitorisnya.
"Apa...sisi negatifnya"" Charlie terengah-engah.
"Lupakan saja," gumam Kate.
Charlie ingin Kate klimaks karena dia ingin klimaks. Charlie nyaris tidak bisa menyedot cukup napas untuk mengisi paru-parunya. Sebuah tembakan peringatan berdenyut di kejantanannya dan nyeri di perutnya menguat. kejantanan yang keras ke dalam kewanitaan yang lembut. Berulang-ulang. Charlie menjilat daun telinga Kate saat jari-jarinya merangsang di klitorisnya yang bengkak.
"Sekarang, Kate," dia megap-megap.
Kate menegang di bawah Charlie, napasnya berombak dan ketika Charlie merasakan tanda pengetatan menjepit di sekitar kejantanannya, ia membiarkan dirinya lepas.
Mereka tertidur di lantai kamar mandi. Bangun, mandi dan bercinta lagi. Ketika Kate terhuyung-huyung kembali ke kamar tidur, Charlie mengikutinya seperti bayangan. Charlie tidak tahan berada jauh darinya, bahkan tidak untuk satu detik. Mereka bercinta dalam setiap posisi yang diinginkan, di seluruh apartemen, termasuk balkon saat fajar menyingsing. Charlie kehilangan hitungan berapa kali ia berada di dalam diri Kate, berapa kali Kate orgasme dan dia klimaks. Mungkin lebih dari yang dia pikirkan secara fisik. Mereka tidak bisa berhenti bercinta dan itu membuat Charlie takut. Charlie bahkan terbangun setengah-sadar dan menemukan dirinya meluncur ke dalam diri Kate dari belakang tanpa kondom. Dia hanya harus melihat Kate untuk menginginkannya dan segera setelah Kate tahu Charlie memandangnya, Kate tahu apa yang dipikirkan Charlie. Charlie sudah lupa tentang keinginannya pada rokok atau minuman. Dia tidak butuh kokain. Kate adalah candunya.
*** Strangers Bab 8 Ketika mereka terjaga keesokan harinya, tak satupun dari keduanya mendapat cukup banyak tidur. Charlie pikir itu lebih seperti tergelincir ke dalam periode kelelahan tak sadar. Dia merasa lega menyadari bahwa mereka kembali ke tempat tidur dan tidak di lantai, tapi dia merasa sakit. Lengannya melilit Kate, kakinya di antara kaki Kate, punggungnya menekan ke dada Charlie.
"Oh Tuhan," keluh Charlie.
"Apakah kita berdua masih hidup" Kupikir kita akan m
embunuh satu sama lain."
"Ini satu-satunya cara aku ingin mati. Kau " Charlie berhenti dan kemudian berbisik di telinga Kate,
"Kau tidak berpikir tentang bunuh diri lagi, kan""
"Kapasitasku-untuk berpikir-telah-kau hancurkan."
"Gadis lucu." "Aku tidak bisa merasakan kakiku." Kate mengeluarkan erangan panjang.
Jari Charlie menelusuri sepanjang bagian atas paha Kate. "Jangan khawatir. Masih utuh dan kakimu sangat indah."
Saat tangannya berkelana lebih rendah, bel pintu berbunyi membuat mereka melompat. Kate membenturkan kepalanya ke dagu Charlie.
"Abaikan saja." Charlie mengedipkan air matanya.
Tapi siapa pun yang ada di luar tidak mau menyerah.
"Mungkin Lucy. Aku akan pergi dan menbungkamnya."
Kate berguling, mengayunkan kakinya dari tempat tidur dan telanjang tersandung keluar dari ruangan.
Charlie memandangi pantat Kate dan mengikutinya.
"Apa"" Bentaknya ke interkom.
"Kate"" Suara laki-laki. Seluruh tubuhnya menegang dan Charlie menduga Dickhead (si tolol) berdiri di lantai bawah.
"Aku ingin bicara denganmu. Bolehkah aku naik""
Charlie mengepalkan tinjunya.
"Tidak," kata Kate.
"Kumohon. Maafkan aku. Aku harus menjelaskan. Aku merasa tidak enak. " Charlie menarik Kate ke samping.
"Biarkan dia masuk," katanya. "Bukankah kau ingin mendengar apa yang akan dia katakan"" Kate menatapnya, tapi tidak meraih untuk menghentikan Charlie ketika jarinya menyentuh tombol pelepas pintu. Charlie berjalan ke kamar mandi dan kemudian memunculkan kepalanya keluar.
"Lebih baik pakai sesuatu. Tapi, jangan terlalu banyak. Beri dia sedikit petunjuk apa yang sudah ia lewatkan." Charlie bersandar di wastafel, jantungnya berdetak keras. Bagaimana jika si tolol lebih besar daripada dia" Bagaimana jika Kate ingin dia kembali"
Ketika Kate membuka pintu mengenakan t-shirt panjang, Richard menjulurkan seikat besar bunga setinggi pinggang. Mungkin dia berharap bunga itu akan memberikan sedikit perlindungan.
"Kate, aku minta maaf," kata Richard.
"Baik." Kate tidak bisa percaya dia berdiri disana berbicara dengan Richard, bukannya berlari ke dapur untuk mengambil pisau, tidak meluncurkan kakinya ke pangkal pahanya. Hmm, dia seharusnya memakai sepatu.
"Bolehkah aku masuk""
Kate mundur dan Richard masuk, menutup pintu di belakangnya.
"Ini untukmu." Karena Kate tidak akan menerima bunganya, Richard meletakkannya di lantai. Kate bersandar di dinding dan menjaga kedua tangannya tetap di belakang punggungnya. Dia tidak ingin Richard memperhatikan dia gemetar.
"Jadi semuanya adalah taruhan." kata Kate.
"Ya," kata Richard. "Aku tidak bisa mengungkapkan padamu betapa aku sangat menyesal. Sejujurnya, aku tak pernah berpikir kau akan menerimanya. Ini bergulir seperti bola salju."
Kate mengertakkan giginya.
"Kau tampak...m-mengerikan," Richard tergagap.
Kate menduga bibirnya bengkak, wajahnya seperti tergores-jerami dan rambutnya berantakan. Dicintai, Kate berpikir dan tersenyum.
Toilet disiram dan mata Richard pindah ke pintu kamar mandi dan kemudian kembali pada Kate. Saat ia membuka mulutnya untuk bicara, Charlie muncul dengan bagian bawah wajahnya tertutup busa cukur, pisau di tangannya, handuk tersandang rendah sekitar pinggulnya. Dia tampak seperti telah berjalan langsung keluar dari sebuah iklan TV. Richard melongo dan matanya terbuka lebar. Dia tahu Charlie telah mengejutkan Richard dengan cara yang tak akan pernah ia kira.
"Charlie, ini adalah Richard."
"Oh, ya. Hai, Dick." Charlie mempertegas namanya.
Nadi Kate melonjak. "Namaku Richard."
"Dick lebih cocok untukmu." kata Charlie.
Mata Richard berpindah antara Kate dan Charlie.
"Kate sedang sakit," kata Charlie. "Dia baru saja pulih dari penyakit Dick-itis yang parah." Butuh beberapa saat agar Richard mengerti. Lalu ia melotot. Kate mendengarkannya dengan gembira.
"Aku ingin memastikan dia baik-baik saja. Aku bisa melihat ternyata aku tak perlu repot-repot."
"Ya, kau seharusnya begitu, Dick. Kau memakai trik yang sangat buruk," bentak Charlie.
"Kau tidak butuh waktu lama untuk pulih," kata Richard pada Kate.
"Hei, terima kasih untuk pisau cukur dan gel cukurnya
. Kau tidak keberatan aku menggunakannya, kan, Dick" Aku juga makan daging sapi Aztec dan es krim lezat itu. Terima kasih sebesar-besarnya untuk membeli banyak kondom. Menghemat waktu kita untuk berbelanja yang membuang waktu." wajah Richard berubah menggelegak. Kate tidak berusaha menyembunyikan rasa gelinya.
"Sepertinya itu bukan satu-satunya hal yang kau gunakan." Richard menatap Kate.
Charlie meletakkan tangannya di bahunya.
"Kau orang yang menyakitinya. Enyahlah." Suaranya tenang tapi mematikan.
"Dia perempuan gampangan."
Charlie begitu cepat, Kate terhuyung saat Charlie menjauh darinya. Kedua pria itu berdiri berhadapan wajah dengan wajah, begitu dekat sehingga gumpalan busa cukur berpindah ke hidung Richard.
"Kau tahu, kupikir aku seperti sampah, tapi kau menumpahkan semua kotoranmu pada dirimu sendiri.
Kau meminta Kate untuk menikah denganmu untuk taruhan" Kau sama sekali terlepas dari tangga evolusi. Kenapa kau di sini" Ingin bersetubuh, kan" Jangan repot-repot menjawab karena kita tahu kebenarannya dan jangan pernah menyebut namanya lagi, Dick. Kau bahkan tidak layak untuk menghirup udara yang sama dengan Kate-ku."
Charlie mendorong Richard keluar, mengambil bunga, melemparkannya dan membanting pintu. Mereka mendengar dia menyumpah dan kemudian melangkah turun ke koridor.
Kate-ku" Hati Kate berdengung dengan kegembiraan.
"Kau membuatnya ketakutan," kata Kate dan cemberut. "Aku sangat berharap kami bisa kembali bersama, tapi sekarang kupikir dia tak akan mau melihatku lagi." Charlie tertawa. "Maka kau harus membiasakannya denganku." Kate tersenyum dan memeluk pinggang Charlie. "Terima kasih, Charlie." Charlie tak tahu betapa berartinya itu bagi Kate, bahwa Charlie membela dirinya seperti itu. Kate harus selalu berdiri untuk dirinya sendiri tanpa kakak, keluarga, dan teman.
"Untuk apa""
"Memainkan peran sebagai pahlawanku."
"Aku tidak main-main." Charlie menaruh ekspresi terluka di wajahnya. "Aku pahlawanmu." Charlie menarik lepas t-shirt melalui kepala Kate, melemparkannya ke satu sisi dan membimbingnya menuju kamar mandi. "Kita memiliki jadwal yang padat. Pertama, shower kemudian berendam, lalu shower lagi, lalu tempat tidur. Mungkin jeda untuk makan."
Kate terkekeh. "Menurutmu dia tidak mengenaliku, kan""
"Aku meragukannya."
Kate melepas handuk Charlie, membiarkannya jatuh ke lantai dan tersenyum saat kejantanannya berkedut dalam antisipasi. Charlie memiliki tubuh yang luar biasa, otot dada yang kekar dan otot perut seperti terpahat.
Saat Kate menatapnya, puting berwarna tembaga milik Charlie mengeras dan Kate pun tertawa.
"Kau tahu, menatap tubuhku dan tertawa tidaklah berpengaruh baik pada egoku."
"Egomu cukup besar. Bukannya kau punya album yang disebut 'The Ego has Landed'""
"Tidak, itu punya Robbie " Ia berhenti ketika melihat wajah Kate. "Ha ha. Sangat lucu.
Bukan." Kate mengusap tangannya di dagu Charlie dan mengelap busanya, mengolesinya ke bawah dada dan ke batang kejantanannya. Ia langsung keras. Kate menyukai bagaimana tubuh Charlie menanggapi sentuhannya. Kate mendorongnya ke kamar mandi dan meraih keran sebelum dia berlutut.
Air mengalir di atas mereka saat Kate mencuci busa dari kejantanannya. Ketika mulutnya menutup di sekelilingnya, Charlie bereaksi seperti tersambar petir. Dia membeku dengan punggung menempel di dinding ubin. Kate menjilat setetes basah dari ujungnya dan menggerakkan lidahnya turun di sepanjang kemaluannya. Ketika Kate memasukkan milik Charlie secara lambat dan jauh ke dalam mulutnya, napas Charlie mendesis di antara bibirnya. Ketika shower menuangkan air di atas kepalanya, Kate menyedot berirama. Jari-jari Charlie tenggelam dalam rambut Kate dan dia melepas erangan parau. Ketika Kate mendongak dan melihat Charlie menatapnya, wajah Charlie berubah.
"Sial, Kate, aku minta maaf. Maafkan aku," Charlie megap-megap dan menyembur di dalam mulut Kate.
Saat Charlie bersandar ke dinding, ia menarik Kate berdiri, dan menyeka bibirnya dengan jari-jarinya. "Aku seharusnya memperingatkanmu saat aku akan meledak."
"Aku sudah tahu kau berbahaya."
"Aku biasanya mem iliki kontrol lebih daripada sekarang. Ini semua salahmu."
"Kau ingin aku menunjukkan trik yang aku tahu""
Charlie menjilat bibir Kate. "Apa aku akan menyukainya""
"Ya. Percaya padaku""
Charlie mengangguk. Kate mematikan keran shower dan menarik Charlie kembali ke kamar tidur tanpa repot-repot mengeringkan badan dengan handuk. Charlie masih hiper dan Kate tak tahu bagaimana menghentikannya. Well, mungkin ini akan berhasil. Kate menumpuk bantal di kepala tempat tidur.
"Buatlah dirimu nyaman. Aku harus mengambil sesuatu."
Strangers Karya Barbara Elsborg di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Secangkir teh dan roti panggang"" Tanya Charlie.
Kate memutar matanya tapi kembali dengan sarapan, ditambah empat potong material panjang dan beberapa benda lainnya. Kate melihat Charlie memandangi benda-benda itu, tapi dia tidak mengatakan apapun. Mereka saling menyuapi roti panggang, Charlie menggodanya dengan hampir membiarkan Kate menggigit kemudian menariknya menjauh.
"Kau tampaknya suka menyiksaku," kata Kate dengan geraman.
"Ya." Charlie mengambil kembali potongan terakhir roti dari bibir Kate dan melemparnya ke dalam mulutnya.
Kate menarik sehelai kain di antara jari-jarinya. Charlie berhenti di pertengahan mengunyah, kemudian bergegas untuk mengosongkan mulutnya.
"Tidak." Charlie menggeleng.
"Aku berjanji kau akan menikmatinya."
Charlie merosot. "Oh Tuhan. Bisakah kita bermain telepon seks saja""
"Ini lebih baik. Aku berjanji untuk berhenti jika kau memintanya." Charlie mendesah dan memegang pergelangan tangannya ke besi kepala tempat tidur. "Tidak ada gambar." Kate tersendat sambil mengikat pergelangan tangan Charlie. "Aku tak punya kamera."
"Ponsel"" Tanya Charlie.
"Bukan milikku. Itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Charlie, jika kau tidak "
"Maaf, maaf." Dia menarik Kate mendekat dengan tangannya yang bebas dan menyapu bibirnya terhadap bibir Kate.
Charlie pernah terluka. Kate melihat itu di wajahnya. Charlie tidak cukup bisa melepaskannya.
"Kau bisa percaya padaku, Charlie. Aku berjanji. Aku tak akan pernah mengecewakanmu. Tak ada kiss and tell (menceritakan rahasia seseorang). Hanya ciuman dan ciuman."
Charlie tersenyum dan Kate mengikat pergelangan tangannya yang lain. Dia menggunakan potongan kain yang lenih panjang untuk mengikat pergelangan kakinya dengan kaki yang terentang lebar.
Charlie mengerutkan kening. "Apa kau sudah membaca bukunya Stephen King""
"Buku yang menceritakan tentang seorang penulis yang diikat oleh penggemarnya" Atau Gerard Gerald's Game" Kalo itu sebaliknya. Dia yang mengikat si wanita."
"Aku tidak yakin aku mampu melumat jari-jariku untuk melonggarkannya." Kate terkikik. "Si wanita tidak melakukannya. Dia di borgol. Satu sentakan dan kau bisa membebaskan diri."
"Merusak fantasiku, kenapa kau tidak melakukannya""
Kate menarik tirai di sisi tempat tidur menghadap jendela. "Untuk berjaga-jaga.
Oke"" "Apa yang akan kau lakukan"" Kata Charlie tanpa pikir.
"Menempelkan pin di setiap inci tubuhmu dan berdiri diatas tubuhmu memakai stiletto sampai kau melolong minta ampun."
Charlie menelan ludah. "Alternatif lain""
"Melakukan segala sesuatu yang kubisa untuk membuatmu klimaks tapi tidak membiarkan hal itu terjadi selama satu jam." Erangan gemetar Charlie menyalakan api di perut Kate.
"Satu jam"" Kate duduk di antara kakinya dan membuai bolanya, menggunakan jempol di antara bolanya yang lunak dalam belaian lembut. Kemaluannya membengkak seperti kecambah yang mekar.
"Bagaimana kalau sepuluh menit"" Tanya Charlie.
Tangan Kate tetap di sekitar pangkal kemaluannya dan mengencangkan jari-jarinya, mendorong ke bawah pada bolanya pada waktu yang sama. Kate mendengar napas Charlie semakin cepat dan Kate menatap wajahnya. Charlie menatap langsung ke arahnya. Kate menggunakan tangan yang lain untuk membelai kejantanannya tegang, jari-jari mengikuti ke atas dan ke bawah, mengikuti garis pembuluh darah dibawahnya, menyapu di bawah kepalanya yang bulat dan ke dalam lubang halus di bawahnya.
Menyelamatkan Pesawat Pemalite 3 Fear Street - Pesta Halloween Halloween Party Cowok Misterius 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama