Misi Penolong Serial Tomswift Bagian 1
Chapter 1 Di wajah Tom terbayang keheranan.
"Apa?" katanya terengah-engah. "Apa kamu yakin?"
Aristotle, robot ciptaan dan kesayangan Tom, menganggukkan
kepala besinya. "Benar, Tom, tidak ada keragu-raguan tentang itu.
Ada suatu keistimewaan dan, kalau saya boleh katakan, ada sesuatu
yang misterius dalam gelombang radio."
Tom memutar tubuh di kursi pilotnya memperhatikan ke arah
seperangkat susunan layar komputer, tombol dan sakelar yang
menakjubkan yang berjejer di depannya, di dalam ruang pengemudi
sebuah pesawat ruang angkasa.
EXEDRA, pesawat ruang angkasa milik Tom, telah membawa
pencipta belia ini dengan bermacam-macam petualangan. Tetapi ia
tidak dapat mengingat kembali petualangan yang mulainya begitu
mendadak ini. Benjamin Franklin Walking Eagle, copilot dan teman baiknya,
langsung memeriksa keterangan Aristotle yang mengejutkan itu
melalui komputer utama pada pesawat EXEDRA. Wajah Ben
menunjukkan ketegangan yang sama seperti wajah Indian nenek
moyangnya dulu waktu memakai tanduk kepala kerbau.
"Mungkin itu hanya listrik statis," kesan Tom.
"Betul," kata Anita Thorwald setuju. "Apalagi kita jauh di luar
angkasa." Gadis berambut merah ini adalah seorang awak pesawat teman
dekat Tom dan Ben, mengerutkan keningnya sambil berpikir.
"Di luar sini terdapat bermacam-macam bintang, pulsar; bintang
menyala, bintang merah, dan malahan bintang bersinar-X. Banyak di
antaranya mengeluarkan frekuensi yang dapat ditangkap di radio."
Tom tersenyum. "Ingatkah kamu waktu kecil, kamu mengira
bahwa bintang adalah cahaya putih kecil yang terlihat di langit pada
malam hari?" Ia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mendugaduga.
Anita tertawa. "Dan kemudian kamu menemukan bahwa
bintang-bintang itu mempunyai bermacam-macam warna, tidak hanya
putih seperti berlian yang terlihat dari bumi."
"Yah," kata Ben setuju. "Dan sekarang ternyata bintang-bintang
itu terdiri dari aneka bentuk yang berlainan. Kadang-kadang saya
ingin menjadi anak kecil kembali di mana semua bintang hanya
memberi cahaya kecil dan saya ingin bintang itu seperti yang saya
bayangkan." Tom tertawa. "Kamu tentunya tidak bersungguh-sungguh,
sobat. Kalau kamu benar-benar menjadi kecil kembali, kamu harus
mengembalikan pengetahuan komputer kamu."
"Tak mungkin!" kata Ben dengan tegas.
Pemuda Indian ini sangat berbakat dalam komputer dan
keistimewaannya dalam hal ini telah membawa kedua sahabat ini
bergabung dalam cerita Tom Swift: Kota Angkasa Luar.
Tiba-tiba layar komputer di hadapan Ben menyala hidup.
"Aristotle benar!" teriaknya.
"Ada sesuatu yang luar biasa dalam isyarat-isyarat itu!"
Robot kembali berpaling ke arah Tom. "Tidak ada keraguraguan dalam hal itu. Transmisi itu terdiri dari susunan yang mudah
dipecahkan." "Maksud kamu ada manusia di luar sana?" tanya Anita dengan
nada tidak percaya. "Saya tidak mengatakan begitu Anita," Aristotle menjawab
dengan datar. "Saya hanya mengatakan bahwa dalam isyarat radio itu
terdapat urutan yang jelas dan bahwa transmisi itu dikendalikan, dan
bukan secara kebetulan."
"Mungkin satelit angkasa yang tersesat yang masih
mengeluarkan isyarat," kata Ben tersenyum ragu-ragu.
"Aduh, jangan-jangan salah satu dari 'Mereka' lagi!" kata Anita
dengan sedih. Dalam cerita Tom Swift berjudul "Pesawat Penjajak Asing",
sebuah satelit penyelidik misterius dari luar angkasa telah membuat
mereka bertiga dan Aristotle mengalami kejadian-kejadian yang
menegangkan. "Aristotle, masukkan isyarat-isyarat itu ke dalam unit
GP", perintah Tom, menunjuk pada salah satu penemuannya yang
sangat berguna. Unit-Guru-Penterjemah ini dapat menterjemahkan langsung
bahasa apa pun ke dalam bahasa si pemakai, yang memungkinkannya
berbicara dengan makhluk berperadaban lain, tanpa menunggu waktu
yang lama untuk mempelajari bahasanya.
Tom memasang unit GP ini di dalam komputer utama pesawat
EXEDRA untuk dipergunakan sewaktu-waktu seperti halnya sekarang
ini. "Saya kira belum cukup data-data untuk menterjemahkan pada
waktu ini," kata Robot. Meskipun demikian dilaksanakan juga
penyambungan hubungan-hubungan yang diperlukan. Suara
lengkingan keluar dari pengeras suara.
SIST TAK MAKHLUK TEMMARTRALLA ISK CERDAS
QUARLA TEMPO BUMI GLECCA BLORMA PELZAR
MAKHLUK FLECT TOOMARRI ...."
"Apa maksudnya itu?" tanya Ben keheranan.
Sebahagian terjemahan terdengar lagi. "... TEEKA MORRO
BANTUAN FEN YUMMAR DEMMA TULKA GENOCIDE
DORLANTA QUURTURMARA TAPI HATI-HATI YULIA
JUSTAL MA GULLATAC!"
"Pesan ini akan keluar lagi dalam 20 detik" Aristotle memberi
keterangan. "Kedengarannya seperti rintihan minta tolong," kata Anita
sambil membenahi rambut yang menutupi matanya.
"Saya kira kita harus memperlambat pesawat sambil kita
menyelidiki pesan misterius ini lebih mendalam" kata Ben.
"Yah," kata Tom setuju, "Tidak tega untuk mengenyampingkan
seseorang yang memerlukan pertolongan."
"GP ini setiap mengulang akan memberikan terjemahan lebih
banyak," kata Aristotle.
"Sayang sekali pusat datanya sangat kecil."
GP menterjemahkan sebahagian lagi dari transmisi berikutnya
dan terdengar oleh mereka kata-kata "memperbudak" dan
"membinasakan." Kemudian keluar lagi dari transmisi untuk ketiga
kalinya dan keempat sahabat itu mendengar sesuatu yang
menakjubkan dengan rasa cemas.
"KEPADA SELURUH MAKHLUK HIDUP YANG DAPAT
MELIHAT DAN MERASAKAN!! MESIN CERDAS TELAH
MEMPERBUDAK BUMI KAMI DAN AKAN MEMBINASAKAN
SEMUA BENTUK MAKHLUK HIDUP. BUMI KAMI DALAM
KEADAAN MENYEDIHKAN SANGAT MEMERLUKAN
BANTUAN UNTUK MEMERANGI ANCAMAN KEMUSNAHAN
TOTAL. BANTULAH KAMI DENGAN SEGERA, TETAPI HATIHATILAH TERHADAP "PEMERSATU INGATAN!"
"Buatlah salinannya Ben," kata Tom. Ia memandang temannya.
"Jelas, bukan?" Ben dan Anita mengangguk lemah.
"Apa yang akan kita kerjakan sekarang?" tanya Ben.
Tom menengok ke Aristotle. "Bagaimana pendapatmu?"
"Tom, saya tahu betul bagaimana tanggapan manusia pada
umumnya terhadap mesin cerdas. Banyak cerita yang mengerikan
dalam buku-buku kamu, di mana robot-robot seperti saya menguasai
bumi dan memperbudak manusia."
"Kami tahu kamu tidak seperti itu," sela Anita.
"Kamu tak mungkin seperti itu," tambah Ben. Dia berpedoman
pada unsur-unsur program dasar dari Aristotle yang dengan tegas
membatasi tindakan-tindakan yang mencelakakan manusia.
"Betul, tetapi anggapan itu masih terus ada," kata robot itu.
"Mesin-cerdas adalah sesuatu yang baru bagi manusia dan saya
percaya mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang melebihi
makhluk angkasa luar, umpamanya bangsa Skree."
Orang Skree adalah satu bangsa dari angkasa luar yang telah
berhubungan dengan Tom dan sahabat-sahabatnya dalam cerita TOM
SWIFT: Perang di Angkasa Luar. Petualangan mereka dengan seorang
anggota bangsa Skree. "Ya, tetapi pesan itu, Aristotle. Apa yang dapat kamu ceritakan
pada kami tentang itu?" Tom memotong.
"Kita tidak tahu berapa lama sudah pesan ini ditransmisikan.
Stasiun pemancarnya tidak seberapa jauh dari sini, hanya beberapa
juta mil di depan kita. Tetapi mungkin telah diudarakan secara
otomatis selama beradab-abad," robot itu mengingatkan.
"Dengan perkataan lain, mungkin saja siaran mati dan tidak
berharga untuk diperhatikan," kata Tom.
"Ya, mungkin saja. Saya sudah menjawab dengan sebuah
isyarat pada gelombang yang sama, tapi sebegitu jauh belum ada
balasannya." Tom melihat ke arah Ben dan Anita. "Apa perlu kita periksa"
Sekedar melihat apa benar kejadian itu sudah berlangsung lama?" Ia
mengembangkan tangannya dalam gerakan bertanya.
"Baik, bila yang membutuhkan pertolongan itu makhluk hidup,
kita harus pergi," kata Ben. "Tidak bermaksud menyakitimu, Aristotle,
tetapi makhluk hidup lebih penting dari mesin."
"Saya tidak sakit hati, Ben," jawab robot. "Saya setuju."
"Kamu benar-benar ingin pergi, ya?" kata Anita pada Tom.
Tom tersenyum. "Habis, saya ingin tahu, pengakuannya.
Si Rambut Merah membalas senyumnya. "Saya juga."
Ia membuat isyarat ke arah bintang yang berkilauan yang
terlihat dari jendela ruang pengemudi. "Segala sesuatu yang kita
kerjakan di ruang angkasa yang jauh ini semuanya baru dan
menegangkan. Saya kira mungkin banyak bangsa petualang angkasa
lainnya yang sudah menjalani ini semua dan bosan dengan
penerbangan angkasa. Tetapi setiap hubungan baru merupakan hal
baru bagi kita manusia. Tentu, mari kita tengok!"
"Hanya menengok?" kata Ben hati-hati.
Tom memutar tubuhnya untuk duduk di kursi pilotnya.
"Tentukan koordinatnya" perintah Tom kepada Aristotle.
"Kelihatannya setiap kita memasuki ruang angkasa yang jauh
untuk mencoba suatu perbaikan dari STARDRIVE, kita selalu
menemukan persoalan," kata Anita.
"Apa yang menyebabkan kamu berpikir bahwa kita akan
menemui persoalan?" tanya Tom.
"Kita hanya meyakinkan suatu panggilan minta tolong."
"Dan panggilan itu mungkin sudah berumur seabad," tambah
Ben. "Saya hanya berprasangka begitu," kata Anita berbisik.
Kemampuan gadis itu dalam meramal cukup dikenal oleh mereka
berdua. Mereka tahu dari pengalaman sebelumnya bahwa Anita
mempunyai kemampuan tambahan dalam merasakan emosi yang kuat,
tidak dapat diabaikan begitu saja.
"Tetapi apakah kamu mampu menembus jarak yang demikian
jauhnya?" kata Ben heran.
"Meramal adalah sesuatu yang baru," jawab Anita. "Masih
banyak yang harus kita ketahui. Apalagi, kita tidak mempunyai
kesempatan untuk melakukan penyelidikan di ruang angkasa, jadi
siapa tahu?" "Sudah tentu Anita betul dalam satu hal," kata Tom dengan
cepat. "Sebelum kita dapat membuktikannya, kita harus menganggap
hal ini sebagai misi yang mungkin berbahaya. Saya akan membuat
program untuk EXEDRA agar segera mengurangi kecepatannya
setelah pesawat mendekati planet untuk mulai mempelajari datadatanya."
"Ide yang bagus," kata Ben gugup. "Siapa pun tidak akan
tertolong, bila kita langsung saja masuk ke dalam situasi yang belum
diketahui, yang akhirnya terperangkap sendiri."
"Ya, apa itu sebenarnya 'Pemersatu-Ingatan' yang mana kita
harus waspada terhadapnya?" tanya Anita.
"Aristotle, putar lagi transmisi tadi," kata Tom.
Ketiga sahabat itu mempergunakan waktu yang pendek ini
untuk memperbincangkan apa yang mungkin mereka temui di planet
yang misterius itu. Mereka mendengarkan berulang kali isyarat-isyarat
bahaya tadi, tetapi mereka tidak menemukan suatu petunjuk apa pun
darinya. Tiba-tiba Tom merasakan pesawat EXEDRA mulai mengurangi
kecepatan. Sebelum ia sempat mengatakan sesuatu, Aristotle
mengumumkan, "Data-data permulaan sekarang sedang diterima oleh
komputer." "Masukkan ke dalam layar dengan pembesaran maksimum,"
perintah Tom. "Saya belum menemukan pusat perkotaan," Aristotle melapor.
"Tetapi saya menerima beberapa isyarat komunikasi darat. Bagaimana
kalau kita terbang ke orbit yang lebih rendah" Saya agak curiga
karena bahasa yang dipakai dalam transmisi seperti binary."
"Baik, akan saya kerjakan," kata Tom.
Dirubahnya pengaturan ketinggian pesawat dan hidung pesawat
EXEDRA meluncur ke arah atmosfir. "Gaya berat planet ini adalah
satu koma dua lima kali lebih besar dari bumi," kata Ben, matanya
terpaku pada data-data dalam layar komputer.
"Atmosfir, campuran oksigen-nitrogen dengan kadar
hidrokarbon yang tinggi. Ini mungkin mengartikan semacam industri
atau buah-buahan yang membusuk atau hutan lebat atau sejenisnya."
"Ya ampun," kesah Anita, sambil mengerutkan mukanya. "Bila gaya
tarik di sini dua puluh lima persen lebih berat dari bumi, berarti saya
akan lebih berat, coba".dua belas setengah kilo !!!!"
"Coba berterus terang," Ben menggoda perempuan muda
ramping itu. "Bukankah kamu yang sembunyi-sembunyi makan kue
coklat yang tersisa kemarin. Sekarang kamu mencoba untuk mencari
dalih tentang gaya tarik bumi yang lebih berat, memalukan sekali!
"Lihat!" seru Tom, sambil menunjuk ke jendela depan.
Mereka melihat dengan terpesona ke planet di bawah. Sebuah
bulatan berwarna hijau lumut yang menarik dengan lingkaran cincin
putih dan coklat tergantung dalam kehitaman angkasa. "Cantik
sekali!" Anita kagum. "Saya ingin mempunyai kalung dengan warna
hebat seperti itu." "Saya juga bilang apa mengenai angkasa luar, pemandangannya
luar biasa," kata Ben setuju.
"Ada yang bergerak!" seru Tom. "Kelihatannya ada juga
sesuatu di bawah sana."
Empat buah benda berbentuk peluru menembus atmosfir
menuju EXEDRA. "Kita dijemput panitia penyambutan," kata Ben.
Tom memperhatikan benda-benda yang mendekat itu beberapa
saat. "Itu adalah pesawat!" serunya. "Coba hubungi mereka, Ben."
"Bentuknya aneh sekali," kesan Anita.
Tom juga membenarkannya. Keempat pesawat itu memencar ke
arah yang berlainan, kemudian memusat ke EXEDRA. Sekarang
bentuknya terlihat jelas.
"Dulu saya pernah punya botol minyak wangi berbentuk seperti
itu," kata Anita sambil berpikir. "Tutupnya bulat hitam dan sisinya
meruncing ke bawah, sama seperti, pesawat-pesawat itu."
"Bagian belakang dari kerucut kelihatannya seperti ruang
mesin. Tetapi ruangan untuk pengemudi kecil sekali," sungut Tom.
"Mungkin penerbang-penerbangnya kecil," Ben mengira-ngira.
"Dengan alasan bahwa planet ini kurang lebih sama dengan
manusia," kata Anita. "Saya kira saya salah. Tak ada manusia yang
dapat masuk ke dalam pesawat seperti itu." Tiba-tiba, ujung kerucut
yang mengkilap dan licin dari pesawat itu membelah menjadi empat
Misi Penolong Serial Tomswift di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bagian, perlahan-lahan membuka seperti kuncup bunga yang hitam.
Dari tengah tandan terlihat seperti alat perasa dan kamera.
"Cocok teori saya tentang ruang pengemudi," kata Tom.
Dua buah palang besar melebar ke sisi pesawat dan tangantangan dari metal dengan penjepit yang menyeramkan menjangkau
keluar pesawat. Sedikit di bawah tandan perasa, lantai perut membuka
dan menampakkan sesuatu seperti alat untuk meluncurkan roket.
Ujung hitam roket itu memberi kesan yang tidak menyenangkan.
"Pesawat itu tidak menghiraukan isyarat-isyarat kita," kata Ben,
kesal. "Mungkin mereka pesawat penyergap"," tanya Anita, ada
sedikit rasa takut dalam ucapannya.
"Akan sangat sulit sekali mengatur kapal sebesar ini dari darat,"
jawab Tom. Tiba-tiba Aristotle berbicara, semenjak permintaannya pada
Tom untuk menerbangkan EXEDRA mendekati planet misterius tadi,
ia diam saja. "Mereka bukan kapal," kata robot itu. "Mereka adalah robotrobot. Mereka memerintahkan kita untuk mendarat di planet."
"Apa?" tanya Tom. "Apa sebabnya mereka menginginkan kita
mendarat di planet?"
"Tom, mereka tidak akan menjawab apa pun pertanyaan kita,"
robot itu meneruskan. "Mereka hanya mengulangi perintahnya. Bila
tidak segera kita kerjakan, mereka akan menghancurkan kita!"
Chapter 2 "APA!" seru Tom. Pencipta belia itu tidak tahu mana yang lebih
mengejutkan"kenyataan bahwa kapal-kapal itu benar robot, atau
ancamannya. "Robot?" tanya Ben.
"Robot-robot itu serius, Tom," kata Aristotle.
Mereka memperhatikan keempat benda itu. Bermacam-macam
tungkai yang mengerikan mencuat keluar dan semuanya diarahkan
langsung ke EXEDRA. "Transmisi mereka dalam bentuk binary, Tom," kata Aristotle.
"Tetapi bahasanya masih belum jelas."
"Tapi tunggu, saya mulai mengerti sedikit demi sedikit."
Robot itu berdiam diri beberapa saat mendengarkan dengan
teliti isyarat-isyarat yang dikeluarkan oleh robot-robot di sekitar
nesawat "Binary", kata Ben dengan tekanan pada Tom, "satu-satunya
yang tidak kamu masukkan dalam program alat penterjemahmu!"
"Akan saya masukkan nanti setelah Aristotle."
"Mereka memberikan kesempatan terakhir pada kita untuk
melaksanakan perintahnya." Aristotle memotong.
"Ini bukan permohonan."
"Uh " oh" keluh Ben kesal.
"Saya terpaksa mengatakan bahwa saya hampir saja tidak dapat
meyakinkan mereka untuk tidak menyerang kita dulu," Aristotle
menambahkan. "Sedikit banyaknya ada juga kehebatan saya."
Meskipun dalam keadaan yang gawat, Tom dan Ben tidak
berdaya untuk tidak memutar bola mata mereka.
Aristotle mempunyai kebiasaan yang aneh yaitu bila keadaan
gawat ia mulai melucu. Mereka berdua pernah lama sekali mencari
kesalahan-kesalahan sambungan dalam diri robot, tetapi tak berhasil
menemukan sumber dari rasa rendah diri itu.
"Jadi" Tom bertanya "Di mana mereka inginkan kita
mendarat?" Aristotle menyebutkan susunan koordinatnya sambil
memasukkannya langsung ke dalam komputer navigasi.
"Saya kira sekarang kita tidak punya pilihan lain, bukan?" kata
Tom menerangkan. "Ayolah." Mereka tidak berkata-kata ketika EXEDRA mulai merendah.
Tom memperhatikan robot-robot itu selama dalam pengawalan.
Dengan bantuan Aristotle, Ben mulai membuat program sebanyak
mungkin untuk dapat menterjemahkan bahasa binary ke dalam unit
GP. Anita secara teratur melaporkan situasi.
"Robot-robot ini boleh jadi semacam sistem pertahanan yang
diatur dari planet," katanya.
Tak seorang pun memberikan komentar tentang itu. "Apakah itu
sebuah kota?" tiba-tiba Anita bertanya, menunjuk sesuatu dari jendela.
"Atau barangkali hanya tumpukan batu karang?"
Hutan lebat terbentang di permukaan tanah, tapi ada dua bidang
yang tidak ada pepohonannya.
Yang satu adalah landasan luas sekali ke arah mana pesawat
mereka menuju. Di pinggirnya terdapat bangunan beton abu-abu yang
kelihatannya seperti gedung pemeliharaan. Di sebelah timur terdapat
lagi daerah yang luas di tengah hutan hijau. Daerah ini dipenuhi
dengan gedung-gedung yang tidak lebih tiga atau empat tingkat.
Seluruh kota, menurut pertimbangan mereka bertiga, dibangun
berbentuk persegi empat dan kaku.
"Benar-benar kota!" seru Tom. "Wow! manusia!"
"Bukan, belum tentu manusia, tapi paling tidak sesuatu yang
cerdas," Tom memberi alasan.
Pendaratan itu sendiri tidak mengesankan. Pesawat-pesawat
robot pengawal mendarat dalam waktu yang sama dengan mereka,
kecuali satu pesawat. Pesawat yang satu itu, mengambil posisi tepat di atas EXEDRA
untuk menjaga kemungkinan melarikan diri.
"Udara luar boleh untuk bernafas," lapor Ben.
"Unsur Nitrogennya cukup tinggi, tetapi tidak usah kuatir. Alat
Pollen menyatakan lima koma satu persen lebih tinggi dari standar
bumi dan tentu kalian sudah merasakan penambahan gaya berat."
"Uh " uh" gumam Anita kesal. Dia berdiri dari lekukan
kursinya dan mengatur mukanya. "Oh " oh."
"Sebentar juga kamu terbiasa." kata Tom menghibur.
"Aristotle, ada perkembangan?"
"Mereka meminta untuk melipat EXEDRA."
"Dilipat?" "Dilipat?" tanya Tom heran. "Wah, mereka kira pesawat kita
seperti kepunyaan mereka barangkali. Apa sudah kamu katakan
kepada mereka?" "Sudah," jawab robot itu." Tetapi mereka tidak perduli. Saya
percaya mereka tidak bermaksud kasar, tetapi permintaan itu keluar
sebagai perintah." Ben bertanya, "Bagaimana kalau kita siapkan senjata?"
Tom menggelengkan kepalanya. "Senjata tangan melawan itu?"
katanya sambil menunjuk keluar. "Tidak akan banyak gunanya."
Dalam gerakan menuju kapsul udara, Aristotle bertanya, "Tom,
boleh saya usul?" Setelah Tom mengangguk, robot itu berkata. "Biar saya jalan di
muka." Tom memberi tanda agar Aristotle mengambil tempat di depan
mereka bertiga, setelah itu pertukaran udara di dalam kapsul dimulai.
Hal pertama yang mereka rasakan dari planet misterius ini
adalah baunya: bau minyak mesin dan buah-buahan yang membusuk
bercampur dengan udara panas berbau keras yang tidak jelas apa.
Aristotle mendahului mereka keluar dari kapsul, dan setelah di luar
Tom baru dapat memperhatikan sekelilingnya, pesawat robot itu telah
menunggu mereka. Dua dari pesawat-pesawat itu berada tidak jauh,
semua mulut senjata diarahkan kepada mereka. Di bagian depan
berdiri dua belas benda dari besi yang berbentuk aneh dalam berbagai
ukuran, bentuk dan warna. Mereka memakai senjata aneh dan mereka
semua adalah robot. Sebagian di antaranya memakai roda, lainnya memakai kaki
atau gerigi seperti roda traktor yang biasa dipakai di bumi. Di
antaranya ada yang pendek, kekar dan kelihatannya ganas. Ada lagi
yang tinggi dengan kaki yang panjang. Masih ada lagi yang berukuran
medium, tetapi sama sekali tidak menunjukkan rupa yang bersahabat.
"Wah-wah," kata Ben.
Para manusia membawa alat GP mereka, dan ketika robot
pendek dan kekar itu mulai angkat bicara, mereka dapat mengerti.
"Apa maksud kalian datang kemari?" katanya menuntut.
Tom mencoba menjawab, tetapi dipotong oleh Aristotle.
Seketika terdengar beep beep beep saling bersahutan. Tom tahu kalau
robotnya dapat berbicara dengan kecepatan yang mengagumkan. Unit
GP menterjemahkannya agak terlambat.
"Kami dari bumi. Kami sedang menguji coba mesin antar
bintang ketika kami memasuki atmosfir di sekeliling kamu," kata
Aristotle menerangkan. Tom melihat ke arah Ben dengan terkejut. Mereka berdua
mempunyai pikiran yang sama; sebaiknya rahasia mesin Stardrive
jangan sampai bocor. Kemudian terjadi lagi saling beep dan pip
"Kamu harus menghadap 'Pemersatu Ingatan' untuk
diwawancarai," robot itu memerintahkan.
"Pemersatu Ingatan" wah!" kata Tom pada sahabatnya.
Serentak mereka teringat pada bagian peringatan dari isyarat bahaya ...
hati-hati terhadap 'Pemersatu Ingatan!
Mereka berbaris ke lapangan tempat sebuah kendaraan beroda
telah menunggu. Jelas kelihatan kalau kendaraan itu untuk
mengangkut barang, di belakangnya rata dan di depannya terdapat alat
pengatur sebesar buah semangka. Tom dan sahabat-sahabatnya naik
ke atas kendaraan, tetapi Aristotle tidak.
"Ayolah," kata Tom kepada robotnya.
"Sebaiknya saya bersama-sama mereka," jawab Aristotle,
menunjuk ke arah robot-robot di sebelahnya.
Bell bleep pop dink bleep! "Apa perlunya kamu berbicara
dengan jasad hidup?" robot berwarna biru bertanya.
"Saya minta ijin untuk berjalan bersama kalian," jawab
Aristotle. Bleep Bleep pop clink bleep! Ponk Bleep Bleep Ding Pop
Snap Blink! "Meminta ijin kepada jasad hidup!" Datarnya suara terjemahan
yang dibuat oleh Unit GP, lebih menjelaskan betapa kaget dan
kesalnya robot-robot itu terhadap tindakan Aristotle.
Pertukaran kata yang cepat membuat alat GP ketinggalan.
Tetapi bahwa robot itu bingung masih dapat diikuti. Jelasnya, mereka
tidak habis mengerti bagaimana bisa sebuah mesin cerdas mau
memperhambakan diri pada jasad hidup.
Tiba-tiba sebuah robot mengulurkan sebuah tangannya dengan
tiga jari besi di ujungnya. Dengan cepat tangan itu menangkap Anita,
hampir saja menjungkirkannya, ketika robot itu mengangkat kaki
bagian bawahnya yang palsu.
"Hei!" protes si Rambut Merah itu.
Tom dan Ben membantunya agar jangan sampai jatuh. Setelah
itu lebih banyak lagi robot-robot yang mengelilinginya. Secara
membabi buta robot-robot itu melepaskan sepatu panjangnya berikut
kaus kakinya, sehingga terlihat sambungan kaki Palsunya di bawah
lutut. Robot-robot itu sama sekali tidak menghiraukan Anita yang
menggeliat-geliat ataupun protes dari kedua temannya ketika mereka
menekan-nekan dan mencongkel-congkel kakinya.
Dari wajahnya yang memerah padam, Tom melihat bahwa
Anita dalam keadaan tersinggung dan kesal. Sahabat-sahabatnya tahu
bahwa dulu waktu kecil sebagian dari kaki Anita diamputasi karena
kecelakaan. Tetapi ini ada persoalan lain, karena secara menyolok
dibeberkan di depan umum.
Ketiga sahabat itu mendengarkan pertukaran kata yang cepat
antara Aristotle dengan robot-robot itu, dan Tom mengira-ngira
maksud penahanan mereka. Dengan cepat, mereka melepaskan kaki
Anita dan melemparkan sepatu dan kaos kakinya ke arahnya, dan
mulai berjalan. Pengangkut barang itu bergerak ke arah kota dengan
robot-robot berlari di samping, meluncur atau berpegangan pada
kendaraan. Anita tidak berbicara apa-apa ketika memasang kembali
sepatu dan kaosnya, tetapi Tom dapat melihat bagaimana ia menahan
perasaannya. Ia teringat akan ucapan Anita beberapa waktu berselang
bahwa mereka akan menghadapi kesukaran. Apakah sekarang Anita
menerima transmisi perasaan dari tempat yang misterius lagi" Ia
melamun. Diputuskannya untuk tidak mengganggu Anita beberapa
waktu. Bila dia mendapatkan tanda-tanda penting, ia selalu
memberitahukan sahabat-sahabatnya.
Tom memperhatikan sekelilingnya dan terlihat bahwa jalan
menuju kota berupa sebuah garis lurus seperti mistar. Kesan temboktembok kaku, seperti yang terlihat dari pesawat, benar-benar
menjelma setelah mereka berada di jalan yang dilalui sekarang ini.
Pinggiran kotanya aneh. Tidak ada pembatas atau tanah yang
memisahkan hutan dan bangunan persegi yang luas. Tidak ada
lapangan, taman-taman atau rumah-rumah kampung.
Bangunan-bangunan pertama berbentuk ganjil dilihat dari mata
manusia; mengingatkan Tom pada plastik yang biasa dipakai untuk
membungkus barang di bumi, dibentuk secara vakum menutupi
lekukan dari barang di atas selembar kertas tebal. Ada yang berbentuk
gumpalan, kubah, persegi, kerucut, dan bersegi-segi. Setiap bangunan
dicat dengan warna abu-abu yang tebal. Setelah mendekati pusat kota,
bangunan-bangunan berubah menjadi agak halus. Warna abu-abu
diganti dengan warna-warna yang lebih ringan dan sebagian bangunan
mempunyai warna-warna yang menyolok. Malahan ada kubah yang
berwarna merah, putih, dan biru! Tetapi perubahan yang menyolok
adalah bentuk bangunannya. Sebagai pengganti dari bentuk-bentuk
yang tidak jelas atau gumpalan seperti yang pertama mereka lihat,
bangunan sekarang lebih berbentuk persegi.
Jendela-jendela mulai terlihat, malah ada yang memakai pintu
gerbang. Jalan-jalan untuk keluar-masuk bangunan, terlihat kumpulan
robot terbesar yang pernah dilihat oleh manusia. Ada beberapa yang
berukuran raksasa, dua sampai tiga kali ukuran manusia biasa, dan
beberapa hanya berukuran tidak lebih besar dari kotak sepatu. Ada
yang berbentuk bulat dengan selusin tangan besi. Ada juga yang
berbentuk panjang seperti mobil tank dan yang berukuran sedang
dengan dua, empat, enam, delapan malah sampai sebelas kakinya.
Tangga sebagai pengganti jalan biasa merupakan ciri pusat kota. Juga
di sini terlihat lampu jalan yang sebelumnya tidak terlihat.
"Ukurannya menyamai skala manusia di bumi," kata Tom
menanggapi. "Lihat ukuran pintu-pintu di daerah ini. Di pinggir,
pintunya jauh lebih besar."
"Tentunya daerah ini merupakan kota tua," kata Anita setuju.
"Kemudian terjadi perubahan dan perpindahan penduduk secara
besar-besaran." "Jadi, di samping kota berkembang juga mengambil bentuk
lain," kata Ben. "Saya curiga kalau robot ini telah mengambil alih kedudukan
manusia, atau penduduk yang berbentuk manusia. Kemudian setelah
robot-robot itu mengambil alih pengaturan, pembangunan kota
disesuaikan dengan kebutuhan mereka." Tom memberikan
tanggapannya. "Itu sesuai dengan pesan isyarat yang kita terima," kata Ben.
"Tetapi di mana manusia-manusia itu" Saya tidak melihat selain
robot." "Mudah-mudahan saja kita tidak terlambat menolong mereka,"
kata Anita. "Tom," kata Ben, suaranya tenang dan penting.
Tom melirik ke arah sahabat Indiannya dan melihat sesuatu
yang tidak sesuai dengan ciri-ciri seluruh kota. Di pojok jalan terdapat
lubang-lubang selokan air buangan, kelihatannya dibuat
Misi Penolong Serial Tomswift di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyesuaikan diri terhadap curah hujan di planet. Tetapi mulut
selokan ditutupi dengan bungkalan beton bekas bangunan, sehingga
memberikan pemandangan yang tidak enak dibandingkan dengan
keseluruhan kota yang sangat bersih. Terlalu sempurna kalau boleh
dikatakan demikian. Tak ada selembar daun pun yang tercecer di
jalan, tidak ada surat kabar bekas berhamburan, tak ada bungkusbungkus makanan atau sampah macam apa pun.
"Saya tidak mengerti apa maksudnya," gumam Tom pada
sahabatnya," tetapi saya berani bertaruh dengan satu liter es krim
kalau di situ pasti ada hal yang penting."
"Apa kamu perhatikan pipa besar yang mencuat keluar dari
tanah?" tanya Ben. "Saya kira ada ruangan yang suhunya diatur di sini. Saya
memperkirakan robot-robot itu mempunyai persoalan karat di udara
yang lembab ini." Dia memberi isyarat ke sebuah bangunan yang mereka lewati.
"Kamu lihat lekukan karena gelombang panas" Pasti robot-robot itu
mendinginkan daerah yang luas di bawah tanah!"
"Saya tidak senang cara mereka memperhatikan kaki saya!"
kata Anita mendadak. "Saya kira mereka akan merenggutnya."
"Sesuatu yang terdiri dari sebagian mesin dan sebagian lagi
jasad pasti membingungkan mereka," Tom menerangkan.
"Kenapa?" tanya Ben. "Kita semua sebagian adalah mesin. Gigi
saya ditambal dengan metal. Mungkin nanti saya memakai kacamata
atau alat pembantu pendengaran atau plastik dalam usus saya."
"Saya bersyukur Anita mempunyai kaki plastik dengan
komputer di dalamnya," Tom memotong. "Kaki itu telah menolong
kita dulu keluar dari kesukaran dan tidak akan heran kalau kaki itu
akan menolong kita kembali."
Sebelum seorang pun sempat memberi komentar, kereta barang
itu berhenti dengan kasar, menjungkirkan penumpangnya. Mereka
merangkak bangun dan melihat ke arah bangunan di depan mereka.
Gedung itu adalah satu-satunya bangunan cermin yang mereka
temui sampai saat ini. Di dinding mereka melihat bayangan mereka
dikelilingi oleh selusin robot.
"Masuk!" perintah robot biru yang kelihatannya selalu memberi
aba-aba. Dengan agak hati-hati anak-anak muda itu masuk ke dalam.
Mereka menengok ke sekeliling, mencari-cari petunjuk adanya tandatanda kehidupan yang membangun kota ini. Dan apa yang terjadi pada
mereka yang mengirimkan isyarat pertolongan"
Apakah Tom telah terlambat membantu mereka"
Chapter 3 Dinding yang mengelilingi Tom, Ben dan Anita seluruhnya
diberi cermin, dan di sekitar pintu masuk dibatasi dengan daun-daun
yang diukir, merupakan satu-satunya perhiasan yang mereka lihat di
planet ini. "Apakah ini semacam pameran?" Ben bertanya dengan heran.
Pada sisi kiri terdapat susunan pipa-pipa plastik yang bening, di
antaranya ada yang hanya beberapa kaki tingginya, ada yang sampai
hampir menyentuh langit-langit dari ruangan yang besar itu.
Mata Anita memperhatikan langit-langit di atas mereka. "Paling
tidak sekitar tiga atau empat puluh kaki tingginya!" serunya. Pipa-pipa
itu, dari ukuran sekecil pinsil sampai kurang lebih dua belas kaki, diisi
dengan cairan berwarna menyolok. Di dalam cairan terdapat kulitkulit kerang, pasir dan kelereng. Dalam pipa-pipa yang lain terdapat
lagi potongan-potongan kristal alam dan kelereng emas. Sebagian lagi
ada yang berisikan tumbuh-tumbuhan yang dikeringkan.
"Kira-kira apa ini?" tanya Ben.
"Wah, saya kurang tahu," tukas Tom.
Temannya mendengus. Pemandangan di sebelah kanan lain lagi
coraknya. Mula-mula mereka pikir adalah petugas-petugas delegasi.
Tetapi setelah mereka perhatikan betul, ternyata semacam pemakaman
robot yang sudah tidak diaktifkan lagi. Semuanya dicat hitam pudar
sampai pada lensa dan alat perabanya!
"Mengingatkan saya pada Museum Ilmu Pengetahuan Alam,"
kata Anita, "di sana dipamerkan Asal mulanya kuda, Fosil Dinosaur,
Asal mula manusia dan lain-lain semacamnya."
"Lihat!" seru Tom, "Perhatikan dari kanan ke kiri. Robot
terdahulu berkaki dua bertangan dua dan kurang lebih ukurannya
sama dengan kita. Kemudian mereka mengkhususkan buatannya,
seperti kutu-kutu. Bertangan banyak, lebih tinggi atau lebih pendek,
tergantung dari apa tugas mereka ...."
"Dan robot raksasa di belakang sana," Ben menunjuk pada
sebuah robot di belakang yang tingginya tidak kurang dari dua puluh
lima kaki. "Seperti pegulat panjang tangan dan kekar. Pasti kuat
sekali." Lampu kecil dari robot pengawal biru berkedip-kedip
menghentikan perhatian mereka. "Saya kira dia menginginkan kita
bergerak maju," kata Tom.
Mereka mengikuti robot-robot itu menyeberangi ruangan ke
dalam gang cermin menuju ke sebuah ruangan. Melalui sebuah gapura
mereka dapat melihat sebuah akuarium.
"Tunggu sebentar," kata Ben sambil menyentuh bahu pengawal.
Dinding akuarium merupakan dinding ruangan itu. Berisikan air yang
jernih tanpa ikan atau sejenisnya di dalamnya, tetapi dasarnya
merupakan tiruan dasar lautan. Karang-karang, pasir dan bunga-bunga
kristal halus bertebaran di sekeliling.
Sebuah kapal berbentuk bulat terlihat mengambang di dalam
tangki. "Mungkin itu robot terbaru," Ben mengira.
Mesin kecil itu dengan cepat dan lincah mengambil segenggam
pasir dari dasar tangki dengan empat kaki-kaki halus yang keluar dari
bagian perut. Setiap gumpalan diangkat ke bagian atas robot
dimasukkan ke dalam lubang. Dalam beberapa detik, semua gumpalan
telah diambil. Kemudian tutup lubang menutup, air dipompakan
keluar, dan robot bergerak naik ke permukaan. Sewaktu naik ke
permukaan, gumpalan lain dimasukkan ke dalam tangki robot, air
kedua masuk ke dalam tangki meninggalkan gelembung-gelembung
udara. Yang ini juga sama, tapi tidak serupa dengan yang sebelumnya.
"Mungkin ini tangki percobaan," kata Anita.
"Dapatkah robot kelihatan tidak sabar tanpa pergerakan?" tanya
Ben kepada pengawal mereka.
Ia tidak menjawab. Bila mereka tidak bisa, maka ini adalah peragaan yang baik.
"Tentunya bangunan ini merupakan tempat yang penting untuk robotrobot," kata Tom sambil berjalan mengikuti robot biru melewati gang.
"Mungkin ini markas besar pusat."
"Kenapa begitu?" tanya Ben.
"Pertama, hanya bangunan ini yang mempunyai kaca.
Kelihatannya terletak di pusat kota dan isinya antara lain pameran
sejarah robot. Ditambah dengan tangki yang menunjukkan tempat
percobaan atau latihan," kata Tom menerangkan.
"Tapi di mana orang yang membuat semua ini?" tanya Anita.
"Apakah mereka atau robot sendiri yang meletakkan robot-robot
mati?" "Apakah kamu lihat sesuatu selain dari robot di sini?" tanya
Ben dengan suara tegas. "Saya tidak melihat adanya manusia atau bayangannya. Semoga
saja kita belum terlambat." Sebelum yang lain menjawab, mereka
sudah membelok dan berjumpa dengan robot-robot bertangan banyak
warna putih yang datang ke arah mereka. Tinggi mereka selutut, dan
alat perabanya bergerak-gerak pada ujung tungkai yang keluar.
Mereka mengelilingi Anita. Gadis muda itu mulai tersinggung setelah
mereka memperhatikannya dari dekat.
"Ayo, pergi dari situ!" teriak Tom.
Mereka kelihatan kaget. Semua pergerakan terhenti dan mata
mereka berputar ke arah Tom dan Ben.
"Ayo!" hardik Ben, sambil menggerakkan tangannya ke arah
mereka. Tungkai mata tadi masuk kembali ke dalam badan putihnya dan
robot-robot itu kemudian berkumpul menyatu ketat sekali. Mereka
tetap berdiam diri sampai Tom, Ben, dan Anita berlalu.
"Mereka tentu tertarik pada kakimu, pasti!" kata Tom kepada si
Rambut Merah. Ia menganggukkan kepalanya, masih kelihatan tersinggung.
Ketiga anak muda itu melewati daerah yang tidak ada ruanganruangan, hanya semacam kamar-kamar terbuka. Di antaranya
berisikan kubus-kubus biru atau kuning, bentuk bersisi banyak. Yang
lain lagi berisikan bola-bola perak atau kerucut hijau. Ada daerah di
mana satu robot berdiri tanpa bergerak, atau beberapa robot yang
sama berhadapan satu sama lain membentuk lingkaran.
"Mengapa kita dimasukkan ke sini?" kata Ben bersungut. "Saya
tak pernah merasakan seasing ini sebelumnya, begitu membesi dan
mati. Menakutkan!" "Saya juga," kata Tom "Meskipun dunia orang-orang Skree
juga asing, tapi paling tidak ada kehidupan. Yang ini benar-benar
tandus. Padahal bila dipikir mereka berada di tengah-tengah hutan!"
"Sejujurnya, saya merasa lebih nyaman di dalam hutan!"
sambung Anita. Satu robot besar dan kekar masuk ke dalam barisan kecil
mereka. Tom berketetapan untuk tidak menyembunyikan rasa tidak
senangnya terhadap perlakuan yang diberikan pada mereka, meskipun
perasaan bahwa mereka adalah orang-orang tahanan semakin
bertambah. "Apakah kamu 'Pemersatu-Ingatan'?" Tom bertanya kepada
robot yang baru datang. "Mereka mengatakan bahwa kami akan
dihadapkan kepada 'Pemersatu Ingatan'. Sebegitu jauh, apa yang kami
temui sejak mendarat adalah robot-robot yang goblok!"
Tidak ada jawaban. Tom membalik dan kemudian menambahkan seperti teringat
sesuatu. "Di samping itu, di sini agak terlalu dingin, sebaiknya kamu
matikan alat pendinginnya." Digosok-gosoknya lengannya dan
menggetarkan badannya untuk menunjukkan kedinginan, meskipun ia
tahu permintaannya tidak akan dikabulkan.
Menurut perkiraannya suhu udara di dalam ruangan sekitar
kurang dari enam puluh (Fahrenheit). Itu berarti di dekat sini ada
ruangan komputer, yang memerlukan suhu rendah untuk
pelaksanaannya. Kedengaran bunyi-bunyi ketukan dan getaran-getaran tetapi alat
GP kepunyaan Tom tidak menterjemahkan. Alat-alat peraba robot
beberapa kali berkedip-kedip berulang-ulang. Perkiraan Tom, itu
adalah sifat robot bereaksi terhadap perintahnya.
"Tom!" kata Anita mendesis, "Apa yang kamu kerjakan?"
"Percayakan pada saya," hanya itu yang dikatakan Tom. Dia tak
mungkin mengatakan kepada teman-temannya bahwa harapan satusatunya tergantung pada membiarkan robot meraba-raba sifat manusia
yang tidak dapat diramalkan.
"Bila saya sudah menerima perintah, saya akan menghadapkan
kamu kepada 'Pemersatu Ingatan'," robot itu tiba-tiba berkata dengan
suara datar. "Sementara itu, bagaimana dengan pendingin udara?" Tom
melanjutkan, kali ini Ben mengangkat alis matanya memperingatkan.
"Suhu terbaik harus dijaga agar alat-alat berfungsi dengan
baik," jawab robot itu. "Pengaturan iklim tidak dapat diubah untuk
keserasian jasad hidup."
Menurut pendengaran Tom perkataan Jasad hidup diucapkan
dengan rasa jijik. Kedua belas robot pengawal, yang sejak tadi belum
meninggalkan mereka, mengeluarkan suara-suara ketukan, tetapi alat
GP tidak menterjemahkannya. Tom mulai khawatir kalau alatnya
rusak. Tetapi, karena alat itu bekerja dengan baik bila dia berbicara
dengannya, diterangkannya bahwa hal itu tidak serius.
Gang itu membelok tajam kemudian meliku membentuk huruf
'S'. Tiba-tiba, melebar ke ruangan yang penuh dengan mesin-mesin
dan robot-robot yang bergerak dengan suara ribut.
Tom mengenali beberapa alat yang berupa alat pengganalisa
kimia, tetapi selebihnya asing baginya. Tak satu pun dari robot-robot
yang sibuk itu memperhatikan rombongan mereka lewat.
"Kita sedang berjalan naik sekarang," kata Ben mengeluh. "Dan
jalan dengan gaya tarik bumi yang lebih berat melelahkan."
"Saya juga," kata Anita setuju. "Untung ada alat pendingin
udara di sini. Saya paling tidak senang berjalan seperti ini di hutan.
Tetapi sangat membingungkan. Saya tidak dapat menentukan arah di
sini." "Begitu juga saya," Tom setuju. "Tetapi pada hakekatnya sangat
logis, robot-robot itu dibuat sesuai dengan kebutuhan. Coba lihat
sarang lebah. Seperti juga lebah, robot-robot ini tidak punya keinginan
pribadi seperti kita."
"Benar," sambung Ben. "Di bumi ruangan yang diperlukan
harus betul-betul ditentukan. Saya ingat betapa gembiranya saya
waktu orang tua saya memberi kamar untuk saya. Semua yang ada
dalam empat dinding itu kepunyaan saya! Mungkin hal ini tidak
berarti apa-apa untuk robot."
Anita memiringkan badannya ke teman-temannya sambil
berbisik. "Apakah kalian perhatikan rombongan terakhir yang baru
saja kita lewati, nampaknya sedang mengerjakan sesuatu yang harus
segera selesai?" "Memang mereka sedang sibuk," jawab Ben, "Tetapi saya tidak
melihat kesan tergesa-gesa."
"Tidak, tidak tergesa-gesa," kata Anita, "Tetapi saya mendapat
firasat bahwa yang dikerjakan mereka itu sangat penting. Aneh." Dia
diam sejenak, "Saya tidak mengira kalau saya bisa mendapat firasat
dari mesin-mesin." "Barangkali bukan dari robot-robot itu, mungkin dari tempat
lain," perkiraan Tom.
Badan pemimpin robot terus meluncur ke depan, tetapi bagian
perasa menengok ke arah Anita. Gerakan itu membuat Anita ngeri!
Tom teringat pada Aristotle. Di mana dia" Mengapa ia belum
bergabung dengan mereka" Apakah robot-robot itu telah merusaknya"
"Sebetulnya apa yang menyebabkan kamu dan teman-temanmu
tidak senang dengan jasad hidup?" Anita bertanya pada pemimpin
robot. "Mungkin kamu dibuat oleh jasad hidup!"
"Itu tidak ada dalam komputer kami," kata robot itu datar. "Saya
dihidupkan oleh pusat kontak MK-140 sepuluh putaran yang lalu.
Saya dapat mengikuti pembuatan saya melalui tiga prototipe, lima
perbaikan dan empat belas model setelah pembuatan konsep. Taraf
kemampuan saya diluar kemampuan teknik jasad hidup!"
Sebaris lampu kecil merah di bagian atas kerangka perasa robot
menyala berkedip, menun-jukkan dalam keadaan marah.
"Wah! Seluruh generasi robot dibuat oleh robot sendiri!" kata
Ben sambil bersuit kecil.
"Itu berarti mereka dapat mempermainkan program aslinya,"
pikir Tom. "Melihat cara mereka memperlakukan kita, mereka telah
berbuat banyak terhadap hal itu," kata Anita setuju.
"Sudah jelas mereka mencoba menghilangkan data-data
pembuatnya," kata Ben mencari-cari. "Tetapi kalian tidak dapat
menyangkal, bahwa lampu-lampu, meter-meter dan panel-panel
perasa yang terpasang sekarang sesuai dengan buatan asli, sedangkan
robot-robot itu tidak memerlukan hubungan antar mereka."
Ketika itu mereka sudah memasuki ruangan yang lebar.
Bleep wee Opp Pop Bleep! Robot pemimpin berbunyi dan kedua belas robot lainnya mulai
bersuara dengan cepat. Alat GP menterjemahkan suara-suara itu, yang
hasilnya membingungkan. Tom meletakkan tangan di telinganya
menghindari kebisingan. Tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, satu
Misi Penolong Serial Tomswift di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pengawal mengeluarkan tang berkait tiga yang menyeramkan dan
mencekam lengan Anita. "Lepaskan!" teriak Si Rambut Merah cantik itu. "Kamu
menyakiti saya!" Robot itu tidak perduli. Kemudian robot lain mencekam tangan
Anita satunya dan kedua robot itu menghela gadis yang meronta-ronta
itu ke sebuah gang yang kelihatan seperti dinding mati.
"Lepaskan dia!" teriak Tom dan lari ke depan menghadang
robot-robot itu. Mereka tidak mengelak, tetapi tetap jalan ke arah
pencipta muda itu. Tom melemparkan badannya ke arah salah satu
robot berukuran dua meter dengan gaya gulatnya yang terbaik. Tetapi
dia terlempar ke lantai! Ben menghantamkan kedua tinjunya ke
lampu-lampu dan panel perasa dari robot di dekatnya.
"Kalau-kalau saja".dapat merusak sebagian..." gumamnya,
tetapi satu robot pengawal malah membentangkan lengannya ke arah
punggungnya, mengakibatkan pemuda Indian itu terlempar jauh ke
seberang ruangan, membentur dinding dan dengan lemah mengguling
ke lantai. Darah mengucur dari sudut mulutnya, bibirnya pecah.
Sementara itu, robot-robot itu terus menghela Anita ke arah
dinding yang kelihatannya rapat. Dengan suara hembusan angin,
terlihatlah sebuah celah dinding. Tom sepintas dapat mengamati
adanya tumbuh-tumbuhan aneh di dalamnya. Kemudian dinding itu
menutup kembali dengan suara 'Klik' memutuskan teriakan Anita
seketika. Chapter 4 "Ayo!" Tom berteriak, berlari ke arah pintu dinding.
Ben dengan terhuyung-huyung berdiri menghampiri temannya.
"Pintu ini ternyata tidak bekerja atas dasar tekanan di lantai,"
katanya setelah menyelidiki sebentar.
Berdua mereka meraba-raba dinding yang rapat itu dengan
teliti, tanpa memberikan hasil yang berarti. Tom melirik ke arah robotrobot selama kejadian tadi, robot-robot itu tidak bergerak, seperti tidak
tahu apa yang terjadi. "Ke mana mereka bawa dia?" teriaknya. "Lebih
baik kalian buka pintu itu, atau".." Dia terdiam sejenak, tidak tahu
apa yang harus dikatakannya untuk mengancam mereka.
Setelah beberapa waktu, pemimpin robot berkata. "Terserah
padamu." Pintu itu membuka secara misterius dan segera Tom bersama
Ben memasukinya dengan hati-hati.
"Jasad hidup tidak dapat menguasai mesin cerdas. Itu tidak
alamiah," kata robot itu bersamaan dengan menutupnya celah itu
kembali. Mereka melihat sekelilingnya dengan rasa khawatir, Anita
tidak ada di situ. "Kamu tahu sekarang kita terperangkap, bukan?" tanya Ben
sambil menghapus darah dari bibirnya. Tom mengangguk dan
memandang ke sekitarnya. Di sekeliling mereka terdapat tanamantanaman aneh yang tumbuh di tangki air.
"Untuk apa robot itu mengadakan percobaan dengan tanaman?"
tanyanya kepada temannya.
Ben mengangkat bahunya, "Tanaman yang paling aneh yang
pernah saya lihat selama hidup."
Ada jeruk berduri yang menarik dengan bagian tengahnya
seperti cacing-cacing rumit. Pohon hijau bundar seperti semangka,
kelihatannya seperti pajangan pohon natal dengan duri-duri yang
beraneka warna dan rambut-rambut yang halus di puncaknya, ada pula
mangkok merah berisikan cairan yang mengeluarkan bau. Dari semua
itu ada satu hal yang sama yaitu semuanya mempunyai dedaunan kecil
yang tidak segar. "Ben," Tom bersungut-sungut. "Saya berprasangka kita sedang
diperhatikan." Diperhatikannya sekeliling ruangan dengan cermat,
tetapi tidak menemukan satu pun kamera-kamera yang tersembunyi.
"Penerangan dalam ruangan ini nampak tidak alamiah untuk
kehidupan tanaman," kata Ben, menunjuk ke loteng. "Tidak ada
persamaannya dengan cahaya matahari."
Tiba-tiba Tom mendengar suara gemerisik di dekatnya. Dia
menengok, tetapi tidak ada seorang pun dalam ruangan tanaman itu
kecuali dia dan Ben. "Hello!" panggilnya.
Tak ada jawaban. Perlahan-lahan, kedua pemuda itu berjalan di antara tangkitangki tanaman. Tom berhenti di dekat tumbuhan seperti kaktus yang
bernama jingga racun dengan duri-duri hitam yang mengeluarkan
cairan kental seperti perekat. Dia membungkuk lebih dekat dan
melihat bercak-bercak coklat pada beberapa duri, selanjutnya terlihat
olehnya rambut kemerah-merahan pada cairan seperti perekat ini!
"Rambut Anita!" serunya, dan bergidik. Ruangan di depannya
kosong, tapi dia dapat mendengar derap kaki Ben.
"Ben, coba lihat ke sini!" panggilnya. Tiba-tiba terdengar suara
gemerisik keras dari tangkai-tangkai pohon yang bergerak.
"Yaaaaaachhhhhhh! Lepaskan saya!" teriak Ben.
"Ben!" Tom berlari ke arah suara temannya. Dia membelok
dengan cepatnya dan berhenti terkejut pada apa yang dilihatnya.
Pemuda Indian itu sedang meronta-ronta dalam perlawanannya dari
pagutan tanaman semangka hijau! Bagian atas semangka itu
membelah menjadi tiga dan mencekam lengannya dekat bahu.
Pemuda itu mencoba mengungkit jepitan berdaging hijau itu dengan
tangan terbuka, terengah-engah mencari nafas. Keringat bercucuran
dari mukanya dan otot-ototnya mengeras.
"Tom " tolong! Gaya tarik bumi " saya begitu lelah." Darah
mulai keluar dari lengan teknisi muda itu, tempat duri-duri atau gigigigi tanaman itu mencekamnya. Tom menarik tangkai tanaman itu.
Terasa olehnya dahannya bergerak dan memuntir pegangannya.
"Barang ini kuat," keluhnya sendiri. Ia juga merasakan akibat
dari gaya tarik planit yang lebih besar, seolah-olah menariknya ke
bawah. "Tom, tanaman-tanaman ini pemakan manusia! Rupanya
sekarang adalah waktu makannya dan kita jadi makanannya," teriak
Ben. "EEEEENNNN! EEEEEENNNNN!" dari segala penjuru
tanaman-tanaman itu bergoyang dan berjingkat-jingkat penuh nafsu.
Suara-suara yang dikeluarkannya terasa lebih menakutkan daripada
gerakan tanaman itu sendiri.
Tanaman mengeluarkan suara" Yah, ini adalah dunia yang
asing, pikirnya. Pencipta muda itu berhenti mencoba mematahkan
cabang pohon itu dan beralih mencoba mencabutnya sekuat tenaga.
"Saya mencoba mencabutnya!" serunya pada Ben. Tiba-tiba
didengarnya suara gemerisik di dekatnya, ia menoleh ke arah suara itu
dan sempat melompat ke samping! Tiga dari tanaman semangka
melecutkan cabangnya ke arah Tom berdiri beberapa detik yang lalu!
Tom menyesal sekali dia tak mempunyai satu senjata pun!
"EEEENNNN! EEEEEENNNNN!" Lendir kental keluar dari
ujung mulut berbentuk cacing dari tanaman jeruk yang besar. Bagianbagian dari tanaman itu saling melingkar dengan kaku. Tom
merasakan lilitan di kaki celana terbangnya.
Serentak melihat ke bawah, alangkah terkejutnya ia
menyaksikan lidah panjang yang lenting dari tanaman berbentuk otak
yang kuning telah melingkari pergelangan kakinya. Dengan jijik ia
menghantamnya dengan kuat sampai tangannya terasa sakit. Tanaman
itu mengeluarkan suara lengkingan tinggi yang menambah rangsangan
tanaman pemakan manusia itu untuk menyerang lebih gencar lagi.
Dari sudut matanya, Tom melihat adanya gerakan ancaman
tanaman lain. Diangkatnya tangannya untuk menutupi mukanya,
bertepatan saat bunga matahari dengan mulut bergaris-garis merah dan
ungu menyerang. Tanaman kelaparan itu mengenai jam tangan
pencipta muda itu, pecah dan tanaman itu pergi dengan teriakan
marah. Tom melepaskan harapannya untuk mencabut tanaman yang
sedang mencekam lengan Ben dengan kerasnya. Dengan kedua
tangannya ia mulai menghantam kepala tanaman itu. Tetapi ia sudah
letih dan ia melihat Ben pun demikian.
"Bertahan"..Ben!" seru Tom.
Dengan tenaga letihnya ia masih mencoba memisahkan jepitan
tanaman itu pada lengan Ben.
Cairan pekat seperti perekat menetes ke kulit tangannya. Terasa
panas sekali. Dia tahu kalau lengan Ben terluka pasti panas dan pedih
sekali terkena cairan itu.
Tiba-tiba ia terlempar ke samping seolah-olah badannya sebesar
anak kecil. Dua tangan yang besar dengan jari-jari tangan yang papak
memagut tanaman semangka itu. Dengan keheranannya Tom melihat
bagaimana makhluk kuat itu memegang cabang tanaman itu dengan
kokoh, dan sambil mendengus ia menekuk leher tanaman itu.
Tanaman itu tercekik dan menggeliat-geliat. Makhluk asing itu tidak
perduli dengan keadaan tanaman itu. Dengan pelintiran yang cepat
leher tanaman itu malah dipatahkannya menjadi dua. Terlepasnya
bagian kepala, terlepas pula genggamannya pada lengan Ben dan ia
jatuh lemah ke lantai. Dari akarnya keluar cairan berwarna hijau yang
berbau busuk. Seluruh tanaman dalam ruangan mengeluarkan jerit
marah. Mereka melingkar-lingkar mengayun-ayunkan kepalanya dan
menggunting-guntingkan jepitannya untuk mendapatkan mangsanya.
"Terima kasih!" kata Ben.
Dengan hati-hati ia mengangkat tangannya yang terluka dan
menyeringai ketika tersentuh usapannya. Makhluk asing berkulit halus
itu tersenyum dan menggosokkan tangannya ke baju luarnya yang
bercorak kotak-kotak. Tom memperhatikan bahan pakaiannya yang terbuat dari bahan
sintetis ditenun dengan benang campuran logam. Ia heran makhluk
asing itu mempunyai pakaian sehebat itu. Tetapi bagaimanapun juga
pakaian itu tidak serasi dengan rambut yang gondrong kemerahmerahan terurai sampai ke bahu dan dengan ikatan kepala model
AZTEC. "Saya adalah Ahn, anak dari Tor," kata makhluk asing itu.
Alat GP menterjemahkannya kepada Tom dan Ben.
"Mari, lebih baik kita keluar dari sini sebelum tanaman-tanaman
itu membalas kekalahannya!"
Tom dan Ben mengikuti dia yang bergerak dengan gesitnya di
antara tangki-tangki sambil menghindar dari jangkauan tanaman
pemakan manusia itu. Tinggi Ahn tidak terlalu istimewa, tetapi badannya tegap dan
besar. Tidak gemuk, Tom memperhatikan. Penuh dengan otot-otot.
Pendapat Tom, mungkin Anita menganggap makhluk asing ini
tergolong cakap. Anita! Di mana dia sekarang" Dia harus mencarinya!
Ketika itu Ahn sedang menuju ke sebuah lubang terbuka di
depannya. Tom dan Ben melihatnya menyelinap masuk dan
mengikutinya. Pertama-tama yang dirasakan Tom adalah dinginnya
ruangan itu. Ia telah demikian sibuknya menanggulangi seranganserangan tanaman itu, sehingga tidak sadar betapa panasnya udara
dalam ruangan tadi. Paling tidak ada lima belas derajat lebih tinggi
dari ruangan sebelahnya ini. Robot-robot itu ternyata telah mengatur
udara ruangan tanaman itu dengan pengatur suhu tersendiri. Robotrobot itu akan cepat berkarat di udara panas dan lembab.
"Dan dari mana asal kalian?"
"Kami datang ke planit ini, er".," Tom diam sejenak,
bagaimana ia akan menerangkan konsep pesawat ruang angkasa
kepada Ahn. "Kami datang dengan sebuah kapal mengarungi udara
dari dunia lain, seperti planit ini, jauh sekali di atas sana." Dia
menunjuk ke arah loteng. Ahn memandang menyelidik kepada kedua anak muda itu
sebentar, kemudian ia mengangguk.
"Kenapa kamu ada di sini?" tanya Tom. "Kamu adalah makhluk
hidup pertama yang kami jumpai di planit ini."
"Seingat saya, saya adalah satu-satunya yang selamat di antara
serombongan kawan-kawan yang menyelidik ke sini. Kami menyusup
ke dalam kota untuk memata-matai orang-orang besi. Tetapi kami
tidak dapat berbuat banyak," kata Ahn menerangkan.
Perkiraan pencipta muda itu mengingatkannya pada
pertanyaannya kepada Ben terdahulu. "Kenapa robot-robot itu
memerlukan tanaman-tanaman yang tumbuhnya di atas air?" tanyanya
sekali lagi. "Robot?" tanya Ahn. Kemudian mukanya menunjukkan tanda
memahami. "Oh, maksud kamu orang-orang besi." Ia terdiam sejenak.
"Mereka kalian sebut apa di duniamu?"
"Robot," Tom mengulangi.
Ben memandang kepada penolong mereka. "Hidup macam apa
yang kalian hadapi dengan tanam-tanaman seperti di sekelilingmu?"
"Tanaman semacam itu hanya ada di sini," jawab Ahn.
"Tanaman-tanaman itu adalah akibat percobaan yang gagal. Orangorang besi " oh, robot-robot itu, tidak pernah berhenti memikirkan
cara-cara untuk memusnahkan kami."
Wajah makhluk asing muda itu berubah menjadi merah padam
ketika ia melanjutkan. "Mereka telah menghabiskan waktu dan pikiran
untuk memelihara tanaman itu di sini, tetapi bila ditempatkan di luar
ruangan khusus ini, akar-akarnya membusuk."
Tom memperhatikan keadaan sekelilingnya. Ruangan itu kecil
dan kosong. "Bagaimana kalian bisa sampai ke sini?" tanya Ahn kepada
kedua anak muda itu. "Kami datang ke planit untuk memberikan bantuan terhadap
panggilan melalui radio," sela Ben. "Apakah transmisi itu dari orangorang kamu?"
"Saya tidak tahu," jawab Ahn. "Ada memang cerita-cerita lama
yang mengatakan adanya mesin di udara yang memancarkan isyaratisyarat permintaan bantuan. Tetapi siapa yang membuatnya dan
bagaimana mesin itu diudarakan, merupakan teka-teki."
Tom dan Ben saling berpandangan keheranan. "Sudah berapa
lama kalian berjuang melawan robot-robot?" tanya Ben.
"Kenapa, selamanya!" Ahn terlihat heran dengan pertanyaan
itu. "Keadaan ini sudah berlangsung selama setiap orang dapat
mengingat." "Tidak pernahkah kalian hidup di kota," tanya Tom. "Bukankah
kalian yang membangun kota ini?"
Wajah Ahn berubah lagi, dan pencipta muda itu mengerti kalau
pertanyaannya telah menyinggung perasaan, meskipun ia tak
bermaksud demikian. "Terlalu banyak cerita-cerita lama, tetapi yah, sekedar ceritacerita lama!" kata Ahn dengan kaku. "Nyatanya, robot-robot itu
bermaksud memusnahkan bangsa kami, kalau dapat. Itulah alasan
kami memata-matai robot-robot itu, mencoba menemukan cara baru
apa yang akan mereka pergunakan untuk menteror kami."
Makhluk asing itu melihat sekeliling ruangan, seperti mencaricari jalan untuk melarikan diri yang mungkin sebelumnya tidak
terlihat. "Orang-orang besi itu " eh, robot-robot " sekarang sedang
mempersiapkan sesuatu yang baru dan hebat. Itulah sekelumit yang
kami tahu sebelum kami semua tertangkap. Mereka akan
mempergunakannya segera." Ia menarik nafas panjang menunjukkan
kekecewaannya. "Bangunan ini adalah kunci dari semua rencana
mereka. Sekarang sudah tidak ada lagi kesempatan untuk
memberitahu orang-orang saya!"
"Juga Anita merasa pasti ada hal-hal yang penting sedang
berlangsung, tetapi saya tidak tahu dengan cara bagaimana ia dapat
menerima getaran perasaan dari robot-robot," kata Ben.
"Tahukah kamu berapa lama kamu berada di tempat ini?" tanya
Tom. Makhluk asing itu menggelengkan kepalanya. "Beberapa hari,
saya kira, kami telah mencoba melarikan diri setelah ditahan oleh
robot-robot itu di sini. Kami membuat lubang di dinding itu untuk
keluar dari ruang tanaman itu, tetapi hanya sampai di situ. Saya tidak
tahu apa yang diperbuat dengan yang lainnya."
"Kami membawa dua orang kawan lagi yang juga ditahan di
suatu tempat dalam kota dan kami harus mencarinya," Tom
menerangkan. Ahn menggelengkan kepalanya. "Sebaiknya kalian pasrah saja,"
katanya sedih.
Misi Penolong Serial Tomswift di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Chapter 5 "Apa maksudmu?" tanya Tom, dengan nada tersinggung.
"Sekali robot-robot itu menangkap manusia, mereka tidak
pernah ditemukan lagi. Tak seorang pun yang tahu apa yang terjadi
dengan mereka. Begitulah selamanya." Makhluk asing muda itu
kelihatan benar-benar menyesal mengatakan hal yang tidak enak
kepada Tom dan Ben. "Tetapi apakah kamu tidak melihat Anita dan Aristotle sebelum
ini?" Tom bertanya dengan gelisah.
"Tidak. Kalian berdua adalah orang asing pertama yang pernah
saya jumpai," jawab Ahn.
"Teman kamu sudah lenyap untuk selamanya. Saya pasti betul
tentang itu." "Saya kira tidak demikian," kata pencipta muda itu dengan
tegas. "Mereka berdua cukup cerdik."
"Sementara itu, kita harus dapat keluar dari sini!" kata Ben.
"Sebaiknya kita memeriksa isi kantong-kantong kita," kata
Tom. "Satu hal yang baik dari robot-robot adalah mereka tidak
mempunyai pikiran ingin tahu, seperti kita manusia. Mereka tidak
curiga." Ahn kelihatan terheran-heran tidak mengerti. "Mereka belum
sempat mempunyai pengetahuan tentang manusia bumi, sehingga
mereka tidak tahu apa yang diharapkan dari kami," katanya
menerangkan. "Itulah sebabnya mereka tidak menggeledah isi sakusaku kami."
"Hore untuk pengawal-pengawal bodoh!" seru Ben.
Ahn memperhatikan, takjub, ketika manusia muda
mengeluarkan isi saku-saku pakaian terbang mereka dan
membeberkannya di lantai.
Ben memperhatikan koleksinya yang tidak seberapa.
"Gantungan kunci saya, sisir saku, beberapa potongan karcis film:
KEBANGGAAN DARI PENERBANGAN LUAR ANGKASA. Tak
perlu bersusah-susah untuk menontonnya kalau kita kembali nanti "
tidak bermutu, jepitan kertas, uang logam dan saputangan. Tak banyak
yang bisa diperbuat dengan ini," katanya menyesal." Bagaimana
dengan kamu?" "Buku catatan saya, sebuah ballpoint, kunci-kunci, jam tangan
pecah, saputangan dan setengah bungkus permen karet," jawab Tom.
"Hei, kamu pelit sekali pada saya, ya," seru Ben. "Saya lapar!"
"Karena kamu menyebutnya, saya jadi lapar juga," kata Tom.
"Tapi lupakan saja dulu dengan permen karet ini. Hanya akan
menyebabkan kamu lebih lapar lagi."
"Sesuatu yang tidak akan saya tolak sekarang ini adalah daging
bakar yang lembut berminyak, dipanggang sedang-sedang saja,
dengan kentang bakar yang besar diolesi mentega dan barangkali"."
"Cukup!" kata Tom. "Jangan menambah ruwet suasana yang
sudah buruk." Anak muda itu mengitari ruangan itu dengan seksama,
merencanakan sesuatu dan kemudian membatalkannya sendiri.
"Sekiranya kita dapat membuat robot-robot itu membuka satu pintu
saja, apakah ruangan ini atau ruangan sebelah, mungkin kita dapat
membekuknya. Manusia berdaging lebih cepat dari besi."
"Kami sudah pikirkan itu semua sebelumnya," kata Ahn. "Kami
memukul-mukul dinding sampai cukup lama dan mereka tidak pernah
datang, kecuali mengambil seorang dari kami. Sekali dalam waktu
yang lama sekali, mereka membawakan kami air."
"Maksud kamu, tidak pernah diberi makan selama ditahan di
sini?" tanya Ben. "Tidak. Lapar telah merupakan hal yang terlupakan sampai
kalian datang," makhluk asing itu menjawab.
"Maaf," kata Ben.
Tom mengambil bungkusan permen karet, memperhatikannya
sambil berpikir. Kemudian dia berdiri dan merangkak masuk kembali
ke dalam ruangan tanaman air. Seketika itu tanaman itu bergoyanggoyang gelisah.
Ben mengulurkan kepalanya ke lubang dan mengerutkan
mukanya pada kawannya. "Apa kamu sudah gila, Tom," tanyanya.
"Udara dalam ruangan tanaman ini diatur dengan hati-hati
sekali," kata Tom. "Kalau begitu tentu ada alat perasa yang dipasang
di sini guna pengaturan itu. Masuk ke sini! Kamu juga Ahn, saya akan
memerlukan bantuan kalian."
Tom mengeluarkan tiga potong permen karet. Satu
diberikannya kepada Ben, satu untuk Ahn, dan yang satunya dibuka
bungkusnya dan dimasukkan ke dalam mulutnya.
"Kunyah," perintahnya.
Ben mengikutinya, tetapi wajahnya masih menunjukkan tanda
tanya. Ahn memperhatikan kedua manusia itu, matanya membelalak
setelah ia mulai merasakan rasa manis dari permen karet yang kenyal
itu. Ia menelan dengan susah.
"Hei!" Tom protes. "Kamu tidak seharusnya menelannya! Ini
satu lagi. Hati-hatilah dengannya," katanya sambil memberikan
permen karet satu lagi. "Ini adalah potongan yang terakhir. Kunyah
sampai saya katakan berhenti."
Setiap orang mengunyah dengan diam-diam beberapa saat,
kemudian Tom mengulurkan tangannya. "Sudah, sekarang berikan
kepada saya." Dikeluarkannya permen karetnya sendiri dan digulungnya
ketiga permen karet itu menjadi satu.
Ben memperhatikan temannya itu beberapa saat dan akhirnya
dia berkata dengan geram. "Boleh saya tahu apa maksud semua ini"
Siapa tahu saya dapat menolong!"
Tom menyelidiki ruangan itu dengan matanya, mencoba
mencari sesuatu secara terperinci.
"Alat perasa suhu pasti nampak keluar," katanya.
Wajah Ben menjadi cerah dan ia mulai mencari-cari sekeliling
ruangan. "Lihat tonjolan kecil di dinding itu" Saya kira itulah dia!" kata
Tom. "Apakah kita harus melewati semua tumbuh-tumbuhan itu
kembali?" tanya Ben kuatir.
"Bila kita jalan dekat dinding saja, tanaman itu tidak akan
mengenai kita. Saya akan menempelkan gumpalan permen karet ini ke
alat perasa. Ini akan mengirim tanda bahaya ke sumber pengatur dan
satu dari robot pasti datang untuk memeriksanya. Bila pintu terbuka
kita sudah harus siap!"
"Kelihatannya rencana yang cukup baik. Sekiranya saya punya
gagasan yang lebih baik tentu akan saya sebutkan," kata Ben
tersenyum pada sahabatnya.
"Saya tahu kemampuanmu!" kata Tom, menepis bahunya pelanpelan.
"Aduh!" kata Ben menyeringai. "Jangan lupa bahwa saya
hampir saja jadi makanan tumbuh-tumbuhan."
"Maaf," kata Tom dengan lembut.
Pencipta muda itu melekatkan permen karet itu pada alat perasa
sampai tertutup. Kemudian ia beringsut-ingsut di pinggiran ke arah
pintu dinding, di mana Ben dan Ahn sudah berdiri. "Selesai. Sekarang
kita tunggu." Mereka berdiam diri beberapa lama sambil mendengar. Tidak
ada robot yang datang. "Saya tidak senang mengatakan ini, sobat. Tetapi gagasan kamu
saya kira gagal." Ben akhirnya menyatakan "Tetapi tidak apalah, toh
saya tidak dapat berbuat lebih baik dari itu."
"Jangan menyerah dulu," kata Tom.
"Lihat!" dia menunjuk ke arah tanaman.
Sesuatu telah terjadi pada mereka. Semangka hijau pekat telah
berubah menjadi hijau pucat dan beberapa dari bunga-bunga maut
mulai layu pada tangkainya.
"Sudah mulai dingin di sini," kata Ben berseru dengan gairah
"Bila robot-robot itu tidak cepat-cepat datang tanaman itu akan mati.
Secara pribadi, saya mungkin tidak menganggap suatu kehilangan
besar, tetapi".."
"Shhhhh!" bisik Tom, mendekatkan telinganya ke dinding.
Saat berikutnya, pintu terbuka dan robot yang kekar masuk ke
dalam. Ahn sudah memasang kuda-kuda untuk menerkam, tetapi Ben
menahan orang asing itu. "Aristotle!" seru Tom.
"Tidak banyak waktu," kata robot itu. "Dengarkan hati-hati,
ketika saya memisahkan diri, saya dibawa ke perpustakaan. Saya
pergunakan waktu saya dengan mempelajari sejarah planet ini dan
tentang kependudukan robot-robot. Dengan senjata dan pengetahuan
yang mereka punyai, mereka tidak setingkat keistimewaannya dengan
saya. Ini sudah saya duga sebelumnya, dan dengan begitu, sayang
sekali, begitulah adanya mereka."
Ben ingin menyatakan sesuatu, tetapi Aristotle mengangkat
tangan besinya dan meneruskan.
"Perlakuannya terhadap saya agak samar-samar, mereka semua
berada dalam suatu hubungan pusat. Bila satu robot mengetahui
sesuatu, maka semua juga mengetahuinya. Susunan hubunganhubungan di dalam saya, memungkinkan saya untuk mempertahankan
program komputer saya dan data-data perasa untuk pribadi saya. Ini
menyukarkan mereka, dan mereka makin ingin saja untuk
dihubungkan kepada 'Pemersatu Ingatan'."
"Kata-kata itu lagi," kata Ben.
"Jadi kita harus menemukan Anita secepat mungkin dan lari
dengan segera!" Tom menyerukan.
"Saya berpendapat bahwa ada hal yang lebih pening dari itu,"
robot itu memberitahukan mereka. Dia melihat ke arah Ahn.
"Saya dengan sangat menyesal memberitahukanmu, bahwa tiga
orang temanmu telah mati, akibat percobaan-percobaan yang telah
dilakukan oleh robot-robot. Percobaan-percobaan itu berhasil dengan
baik." "Apa maksudmu," tanya Tom.
"Robot-robot itu sedang bekerja keras dengan bahan-bahan
kimia untuk memusnahkan setiap jasad hidup pada planet ini. Mereka
telah menemukan rumus yang tepat, dan mereka merencanakan untuk
mempergunakannya secepatnya!"
Chapter 6 "Bila yang kamu sebutkan itu benar, saya mesti memberitahu
pedusunan secepatnya!" pekik Ahn. "Kami harus membangun
serangan ke dalam kota!"
"Itu yang sebenarnya," Aristotle setuju.
"Bagaimana saya dapat percaya keteranganmu?" Orang asing
itu bertanya menyelidik. "Kamu adalah sebuah robot."
"Saya yang membuat Aristotle," kata Tom. "Dia harus
mengatasi atau mengelak dari program yang saya masukkan untuk
berdusta padamu. Berarti dia juga menyakiti saya, dan saya sudah
membuat program untuk dia agar selalu setia."
"Saya dapat menemukan kalian dengan bantuan alat GP," robot
itu melanjutkan. "Robot-robot lain sedang menuju ke sini, saya akan membantu
kalian untuk lari, sehingga dapat memberitahu orang-orangnya Ahn."
"Bagaimana dengan Anita?" tanya Tom khawatir.
"Itulah kesempatan, yang diharapkan dapat menebus kesalahankesalahan yang saya perbuat," kata robot itu. "Kamu tidak akan dapat
menemukannya, dan bila kalian coba juga, akan berakibat kematian.
Saat ini saya dapat berhubungan dengannya dan saya akan berusaha
menjaga keselamatannya sampai kalian kembali. Itulah hal-hal kecil
yang dapat saya perbuat setelah melibatkan kalian ke dalam keadaan
ini." Tom mengeluh karena kekecewaannya, kadang-kadang rasa
rendah diri Aristotle benar-benar membuat dia pusing.
"Ini bukan kesalahanmu," kata Tom. "Dan kamu juga tidak
harus menebus dosa terhadap siapa pun. Saya minta kamu tidak
menyebut lagi hal itu!"
"Mungkin kalau saya robot yang pintar, saya dapat, tidak
menyebut lagi, seperti katamu," jawab Aristotle. "Tetapi mari, kita
membuang-buang waktu saja."
Tom, Ben dan Ahn mengikuti robot itu keluar dari ruangan
tanaman. Tom melihat sekali lagi ke belakang, dan menyaksikan
pohon-pohon semangka itu sekarang sudah hampir putih kepalanya
terkulai lemah dari dahannya. Cairan hijau menetes perlahan-lahan
dari jepitannya. Pohon kaktus ungu yang pendek menjadi coklat dan
layu. Pencipta muda itu tersenyum.
Aristotle menutup kembali dinding di belakangnya.
"Setelah saya menemukan kalian, saya periksa denah bangunan
itu. Dibangun di atas tempat bangunan lama, oleh salah satu orangorangnya Ahn, orang-orang Karshe."
Ahn menghadap ke arah Aristotle "Bangsaku membangun ini?"
Ia memutarkan tangannya ke bangunan sekelilingnya dengan takjub.
"Tentu," kata Aristotle, tanpa menghiraukan rasa kagum dalam
suara pemuda asing itu. "Kamu menyebutkan".kata itu, kata yang menunjuk pada
bangsaku," sambung Ahn.
"KARSHE," Aristotle mengulangi. "Itu adalah nama
bangsamu." Tom dan Ben saling berpandangan, bingung. Pencipta muda
ingin tinggal beberapa waktu untuk menyelesaikan banyak hal, tetapi
mereka sudah kehilangan waktu yang berharga dan harus segera
melarikan diri. "Coba," katanya. "Saya harus memutuskan pembicaraan ini.
Jelas Aristotle telah menemukan sejarah tempat ini yang telah ditindas
bertahun-tahun oleh robot-robot, tetapi sekarang ini kita harus keluar
dari sini." "Kamu benar, Tom. Sekali lagi, saya membuktikan betapa
bodohnya saya".." Aristotle mulai lagi.
"Aristotle! Bawa kami keluar, sekarang juga!" perintah Tom.
Aristotle segera berjalan, tetapi meneruskan ceritanya. "Robotrobot itu melaksanakan struktur dasar yang ada ke dalam teknik
pembangunan. Bila kita mengikuti gang ini"." Dia berhenti sejenak
dan melihat ke arah Tom dengan mata kameranya. "Awak
pemeliharaan sedang menuju ke ruang tanaman air. Serentak
mengetahui kalian hilang, mereka akan mencari saya. Saya dapat
menghindari pencarian mereka, tetapi untuk keselamatan Anita, saya
akan membiarkan mereka menemukan saya."
Tom meletakkan tangannya di belakang Aristotle meyakinkan.
"Coba sobat, saya tidak mau merusak hubungan kamu dengan robotrobot. Kembalilah ke sana dan pura-pura tidak tahu tentang pelarian
kita. Kita selanjutnya dapat mengurus sendiri. Sekarang pergilah!"
"Kalau kamu bersikeras," kata Aristotle. "Ambillah jalan ini
sampai ujung dan setelah itu pergunakanlah alat ini."
Dibukanya sebuah penutup dari kabel-kabel dan mengeluarkan
sebuah piringan elektronik kecil dan diberikannya pada Tom.
Ukurannya sebesar uang logam 25 rupiah.
"Dari mana kamu mendapatkannya?" kata pencipta muda itu,
membolak-balik di telapak tangannya.
"Saya buat sendiri," kata Aristotle.
"Maafkan saya, saya buat dengan mengorbankan komponen
kecil yang tidak perlu dalam badan saya, tidak begitu penting sama
sekali. Meski demikian sebetulnya saya tidak mau merusak
ciptaanmu. Tetapi karena itu adalah satu-satunya jalan untuk dapat
membuat alat ini secepatnya."
"Tetapi alat apa sih ini, Aristotle?" tanya Ben.
"Alat yang sama yang dipakai robot untuk membuka celah
dinding. Saya tahu kalian akan memerlukannya untuk keluar dari
dalam kota, dan kembali, setelah kamu siap untuk memerangi robotrobot."
Tom menelan ludah dan mengedipkan matanya dengan bangga.
Misi Penolong Serial Tomswift di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Terima kasih sobat," katanya dengan parau. Aristotle memutarkan
rangka perasanya dengan tiba-tiba dan meluncur kembali ke arah
semula. "Terima kasih kembali Tom," katanya dari samping.
Ahn melihat kepadanya dan kemudian pada Tom, dengan
perasaan tidak menentu. Kemudian dengan segera berlari-lari kecil
melalui gang. Tom dan Ben berlari mengejarnya. Dalam beberapa
menit mereka sampai di ujung gang, tanpa bertemu dengan satu robot
pun. Tom meletakkan piringan buatan Aristotle ke dinding rata di
depannya. Tidak terjadi apa-apa! "Tipuan!" kata Ahn menggerutu. Dan menengok ke arah
bahunya, kalau-kalau ada yang mengikuti mereka. Dia tahu waktu
berjalan cepat sekali. Tom mengambil piringan itu dan membaliknya di jarinya.
Kemudian diletakkannya sisi yang satunya ke dinding. Seperti sulap,
celah dinding terbuka dan ketiga pemuda itu berlari keluar. Tom
menutup celah itu kembali, sehingga mereka dalam gelap gulita
seketika sampai mata mereka terbiasa dalam cahaya gelap.
Tom pelan-pelan dapat melihat adanya tangga besi yang curam
ke bawah. Dari bawah sana terdengar suara air mengalir dan gema
suara mesin-mesin. "Jalan ini menuju ke selokan pembuangan air kotor," seru Ahn
heran. Lalu makhluk asing itu mengerutkan dahinya. "Saya tidak tahu
mana yang lebih jelek, berjuang keluar dari kota melalui permukaan
atau lari dari sini!"
"Kamu ingat waktu kita dibawa melalui kota dan melihat
tumpukan sampah menggunung menutupi lubang masuk ke selokan?"
tanya Ben pada Tom "Bagaimana kita bisa keluar dari sini?"
"Ujung selokan tidak tertutup," kata Ahn. "Tetapi kita akan
menemukan persoalan lain lagi." Makhluk asing itu segera menuruni
tangga-tangga besi itu tanpa menerangkan apa yang dimaksudkannya.
Tom dan Ben mengikutinya. Perjalanan itu tidak jauh, tetapi
ketika Tom dan Ben sampai di dasar, mereka terengah-engah dan
keringat bercucuran dari badan mereka. Tom ingin tahu apakah
mereka dapat terbiasa dengan gaya tarik bumi yang lebih besar di
planet ini. Sekonyong-konyong, dari sebelah dalam terowongan selokan
itu terdengar suara berat dari mesin raksasa. Ahn mengerutkan
keningnya "Sistem selokan ini dikontrol, mestinya dari dalam
bangunan," katanya. "Kita tahu hal itu dari hasil misi mata-mata kita. Sebaiknya kita
keluar dari lingkungan ini, mungkin akan terjadi banjir."
Makhluk planet asing yang tegap itu segera berjalan dengan
hati-hati, tetap berada dekat dinding kotor, berlumpur. Tom dan Ben
berbuat serupa. "Eit," Indian muda itu bersuara sambil memegang dinding
untuk keseimbangan. "Tempat ini benar-benar menjijikkan!"
Tom mengira bahwa selokan ini dulu pernah dijaga bersih. Tapi
selama penjajahan robot bertahun-tahun, lapisan-lapisan kerak dan
batu telah menebal di dalam terowongan. Sekarang pencipta muda itu
dengan teman-temannya sedang merancah di dalam lumpur hitam
yang berbau tengik itu. Sungai sempit yang mengalirkan cairan pekat
dengan deras ke tengah-tengah terowongan. Tom bergidik
memikirkan kalau ia tergelincir dan jatuh ke dalamnya.
Disangsikannya dia dapat mengatasi arus itu untuk waktu yang
agak lama mengingat kondisi tenaganya yang sudah lemah. Terdengar
bermacam-macam suara gemuruh yang menggema ke dalam
terowongan, suara itu terasa lebih keras karena bentuk terowongan itu.
"Ben, apakah kesan saya saja atau memang permukaan air
naik?" tanya Tom. Ben memandang dengan tajam di dalam kegelapan ke sungai
yang mengerikan itu di bawah mereka. "Saya tak tahu, tapi
kecepatannya jelas bertambah," katanya.
"Mungkinkah robot-robot itu mencoba menenggelamkan kita di
sini?" tanya Tom. "Lebih baik kita menghindar cepat-cepat," jawaban Ahn.
"Tetapi hati-hatilah melangkah." Ia menganggukkan kepalanya ke
arah arus yang bertambah cepat. Tom dan Ben tidak perlu diperingati
untuk hal itu! Udara di situ panas, lembab dan diberati bau yang aneh.
Sebagian bau itu keluar dari tumbuh-tumbuhan yang membusuk dan
ada juga bau binatang. Tak ada kesangsian lagi tentang itu; air selokan
naik dengan cepat. Apakah robot-robot itu dengan sengaja membanjiri
tempat itu atau memang sudah merupakan perputaran cara kerja
selokan, tidak perduli lagi. Mati tenggelam adalah mati tenggelam.
" Lihat!" Tom menunjuk ke depan mereka. Ruangan ini
bercabang. Saya kira kita harus mencoba keluar dari daerah utama."
"Setuju," teriak Ben. "Tidak lama lagi kita akan berenang di
sini." "Saya kira itu adalah satu-satunya kesempatan." Kata Ahn
setuju. Tom heran atas tanggapan cepat dari makhluk planet asing yang
tegap itu, tetapi dia segera melupakannya. Ia melihat apa yang terjadi
di depannya. Kedua pintu besar dari terowongan cabang mulai bergerak
menutup. "Cepat!" Tom memekik pada teman-temannya. Mereka segera
berlari. Tiba-tiba Tom terkejut. Sesuatu yang hidup melejit di antara
kakinya, membuat ia terjerembab. Dia jatuh dengan perutnya ke
lumpur dan terguling. Dia merasa lumpur yang kotor itu menyirami
mukanya dan segera menutup mulut dan matanya dengan ketat. Ketika
ia membuka matanya, Ben dan Ahn telah menyelinap ke dalam
terowongan cabang. Samar-samar dia melihat bentuk bayangan dari
seekor binatang berwarna hitam dan coklat yang kotor mengikuti Ahn
dan Ben ke dalam terowongan.
Tom cepat berdiri, mengusap-usap yang sakit akibat jatuh dan
berpacu ke arah pintu. Jantungnya berhenti berdebar. Lubang pintu
sudah terlalu kecil untuknya masuk!
Ia merasa sesuatu yang basah di pergelangan kakinya dan
melihat ke bawah, ternyata permukaan air di ruang utama sudah naik
sebatas sepatunya. Dorongan arus semakin keras, menarik kakinya.
"Tom!" Pencipta muda itu tiba-tiba mendengar Ben memekikkan
namanya. Kemudian pintu dari terowongan cabang itu menutup
dengan suara berat. Tom melihat sekeliling dengan putus asa. Ia terperangkap!
Chapter 7 "Tom! Kamu di situ" Tom! Jawab dong!" Terdengar suara Ben
sayup-sayup dari balik pintu yang tebal itu.
"Jangan pergi dari situ!" teriak Tom pada sahabatnya." Saya
mencari tempat yang agak tinggi sedapatnya!"
Dia meneliti sekelilingnya, dinding-dinding selokan itu tinggi,
curam, dan licin. Ruangan itu ternyata tinggi sekali, paling tidak 40
atau 50 kaki dan pandangan Tom tidak dapat mencapai langit-langit.
Ia mulai berjalan menjauhi dinding. Pelan sekali karena air selokan
sudah setinggi lututnya. Kekuatan arus ke bawah terasa menarik-narik
kakinya. Dia melirik ke arah terowongan, mencari-cari tempat yang
aman dari air. Tetapi sekelilingnya begitu gelap, sehingga tak
mungkin melihat lebih jauh dari beberapa kaki. Kemudian, di atas
suara air yang menderu terdengar olehnya suara bernada tinggi, suara
tangisan. Apa ada bayi menangis"
Dicobanya dengan tajam melihat ke dalam kegelapan,
kemudian menyerah dan mulai mengikuti arah datangnya suara.
Setapak demi setapak, ia bergerak mendekati, tetapi ia masih belum
melihat sumber suara tangisan itu. Kedengarannya seperti dari arah
atas. Sekarang suara itu bukan lagi suara tangisan bayi.
Sesungguhnya, pikirnya, kedengarannya seperti suara kucing!
Permukaan air sekarang setinggi pinggangnya, hampir saja ia
tidak bisa mempertahankan keseimbangannya. Ia melihat ke atas dan
langsung bertatapan dengan dua mata hijau yang lebar. Cakar berbulu
menjangkau keluar dari lubang di dinding dan memukulnya.
"Seekor kucing!" teriak Tom. "Seekor kucing di sini" Sobat,
kamu baru saja menyelamatkan saya!"
Dengan segala kekuatan yang ada ia melompat keluar dari air
dan mencekam pinggiran lubang. Kucing itu mundur sambil
menyembur dan mendesis. Sedangkan Tom berjuang
mempertahankan cekamannya. Dengan kakinya, tidak menginjak
tanah, tidak ada jalan lagi bagi pencipta muda itu untuk melawan arus
air yang kuat itu. Arus itu menarik dan mendorongnya seolah-olah
ingin melepaskan pegangannya pada bibir lubang.
Tom menarik nafas panjang. Terasa olehnya jari-jarinya mulai
tergelincir dan tahu bahwa ini adalah satu-satunya kesempatan untuk
keselamatannya. Dengan kekuatan terakhirnya, diangkatnya badannya
sedikit demi sedikit ke dalam rongga di atas kepalanya. Kemudian ia
berbaring diam beberapa menit, terengah-engah. Akhirnya ia
membalik. Seekor kucing besar berwarna hitam dan coklat
memandanginya dengan waspada.
"Kucing manis," Tom bersiut-siut, begitu keluar dari mulutnya
suaranya parau. "Kamu adalah hal yang terakhir yang saya harapkan
untuk ketemu di planet ini!"
"Meong?" kucing itu membalas, menegakkan daun telinganya
ke depan dan memiringkan kepalanya ke satu sisi.
Perlahan-lahan Tom mengulurkan tangannya untuk mengusap
binatang itu, tetapi kucing itu mundur dan menggeram mengancam.
"Maaf," pintanya. "Saya tidak bermaksud menakutimu.
Bagaimana kamu bisa sampai ke sini?"
Kucing itu terus menatapnya dengan curiga.
"Saya lihat kamu berlari di terowongan bersama-sama Ben dan
Ahn sesaat sebelum pintu tertutup," kata Tom pada kucing. "Sekarang
kamu ada di sini. Sebab itu, tentu ada terowongan penghubung.
Mungkin melalui lubang di belakang kamu itu. Bagaimana
pendapatmu?" Binatang itu memutar kepalanya dan menjilati bulunya dengan
tenang. Anak muda itu menarik nafas panjang. "Baik, boleh saya
lewat" Saya senang omong-omong denganmu, tetapi saya harus
mencari jalan keluar dari sini!"
Ia segera merangkak ke dalam lubang itu. Bau lumpur dan
lumut memenuhi hidungnya ketika bahan dari lubang seperti tembok
lapuk itu runtuh dan menggumpal di sekeliling badannya. Kucing itu
mundur ragu-ragu dari reruntuhan. Tiba-tiba, ia memutar menjauhi
pencipta muda itu dan melengkungkan punggungnya. Pada saat itu,
Tom mendengar jeritan Ben!
"Ben!" Pencipta muda itu berteriak sekeras-kerasnya. Tidak ada
jawaban. Ketika Tom dengan tegang mendengarkan balasan dari
sahabatnya, kucing itu meloncatinya dan menghilang di kegelapan di
depannya. Tom mulai lagi bergerak ke dalam terowongan sempit itu.
Tidak lama terowongan itu menyempit sehingga ia terpaksa merayap
dengan perutnya. Dengan jangkauan tangan di depannya ia menyeret
dirinya ke arah datangnya jeritan Ben. Lengannya mulai merasa sakit,
melebihi sakit yang pernah dialami sebelumnya. Ini adalah akibat dari
gaya tarik bumi, pikirnya, sedangkan keringatnya bergantungan di
bulu matanya. Berlawanan dengan ketetapan hati untuk tetap tenang,
dia merasa awal dari rasa takut dalam ruangan sempit dan tertutup
mempengaruhinya. Atap terowongan seperti menekannya, sedangkan bahunya
bergesekan dengan dinding terowongan yang berlumpur.
"Pikirkan tentang ruang angkasa," katanya pada diri sendiri
dengan keras. "Ingat sedang berada dalam pesawat ruang angkasa
dengan Ben. Terbang dengan kecepatan yang demikian tingginya
tanpa satu pun disekelilingmu. Ingat betapa Yupiter yang besar dilihat
dari bulan." Dug! Kepalanya terbentur sakit ketika dia mengangkat
kepalanya untuk bernafas. Tiba-tiba dia merasa sesuatu yang basah di
sekeliling pergelangan kakinya, air! Permukaan air di selokan utama
sudah mencapai lubang terowongan dan sekarang membanjir masuk.
Bila air terus naik, akan membanjiri terowongan dan Tom akan
tenggelam! Dengan sisa kekuatannya yang tinggal, Tom meningkatkan
kecepatannya, menggapai dengan membuta mencari pegangan. Jarijarinya mulai berdarah, tetapi dia tahu bahwa tidak akan selamat kalau
ia berhenti untuk istirahat.
Air dengan cepat naik di terowongan kecil itu. Meskipun
semuanya sakit, Tom tetap mengangkat pipinya untuk menghindarkan
diri dari air yang bau itu. Kemudian dia mendengar suara yang
menimbulkan harapan, suara jatuhnya air dari ujung suatu tempat di
depannya. Tom tertawa lebar dengan senang. Suara itu makin keras
setiap jengkal dia maju ke depan. Kegelapan berubah menjadi samarsamar. Ujung terowongan mestinya tidak jauh lagi di depannya. Tom
melihat pertemuan dari tiga terowongan. Terowongan tempat ia
merangkak terus lurus ke depan dan ujungnya hilang di kegelapan.
Sebelah kanannya terlihat lubang gelap. Tetapi sebelah kirinya terlihat
cahaya. Mestinya Ben berada di situ, Tom menetapkan. Diambilnya
persimpangan yang ke kiri dan lega setelah melihat ukuran
terowongan yang lebih lebar.
"Ben!" dia memanggil. Suaranya menggema di dalam
terowongan yang samar-samar itu beberapa saat, lalu menghilang.
Tidak ada balasan. Terowongan itu cukup lebar untuk Tom
merangkak dengan tangan dan kakinya. Dia bergerak maju secepatnya
dan menjaga agar tangan dan kakinya tidak terlalu sakit di atas
permukaan terowongan yang berkarang itu. Kemudian ia melihat
cahaya lebih terang di depannya. Terowongan itu agak berbelok
sedikit dan ia merasa pasti bila mencapai ujung belokan, maka ia akan
menemukan sumber masuknya cahaya.
Gagasan untuk selekasnya mencapai tujuan membuatnya
menambah kecepatan. Kemudian dia berhenti dengan tak habis pikir.
Beberapa kaki dari sisi belokan terowongan itu berakhir dengan tak
terduga. Dua buah pintu besi yang berat, dimaksud untuk mengubah
aliran air di terowongan ke tempat lain. Seberkas cahaya masuk ke
dalam saluran di dekat sisi Tom melalui celah kecil antara kedua
pintu: Tom tidak berdaya. Hanya seekor kucing yang dapat masuk
melalui lubang sekecil itu! Kucing itu memang lewat dari sini, pikir
Tom dengan sedih. Kucing hitam coklat yang kotor itu yang
menyelamatkannya, ternyata telah menjuruskan ia ke sini dan
meninggalkannya. Ben mestinya berada di sebelah lain dari pintu ini. Tiba-tiba,
suara merancah datang dari arah belakangnya. Tom menengok dan
terperanjat, menatap sesuatu yang paling menakutkan yang pernah ia
alami selama hidupnya! Mendekat perlahan-lahan dari belakangnya
adalah sesuatu yang hanya terpikir olehnya seperti setengah makhluk
dan setengah robot " Cyborg. Muka yang mengerikan dengan satu
mata elektronik menatapnya. Muka itu kelihatan setengah tersenyum
yang lebih ditunjukkan oleh keadaan otot-otot muka makhluk itu
daripada ekspresi perasaan senang. Benda itu beringsut melalui
terowongan dengan tersentak-sentak, mempergunakan satu jepitan
dari lengan besinya untuk maju. Yang satunya, lengan manusia
tergantung lemah di sisinya.
"Ahhh . . ahhhh".ahhh," dengusnya mendekati pencipta muda
Misi Penolong Serial Tomswift di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu. Ketakutan, Tom mencekam satu sisi pintu besi di celahnya dan
menarik dengan segala tenaganya. Pintu itu tak bergerak sedikit pun.
"Ahhh... ahhhh... ahhh," Cyborg itu berteriak di belakangnya.
Tom mundur beberapa kaki ke arah pintu besi dan menumbukkan
badannya ke besi itu. Beberapa gumpal lumpur jatuh dari atas, tetapi pintu besi itu
tidak bergerak. Tom merasakan sesuatu yang dingin, adanya besi di
belakangnya dan terdengar bunyi tajam besi yang beradu di dekatnya.
"Tolong!" dia menjerit panjang sekali sampai paru-parunya
sakit. Tiba-tiba suara gesekan yang keras membuat Tom menoleh.
Dua kaitan raksasa dengan tenaga hidrolik mencekam pintu besi itu.
Didengarnya suara keras dari besi, kemudian terlihat besi itu
melengkung dan pecah. Rangka yang berada pada lubang yang sudah melebar itu adalah
manusia yang kekar. Ujung tangan besinya yang mempunyai jepit
masih memegang bagian dari pintu. Makhluk itu melemparkan rangka
pintu itu ke samping seolah-olah tidak mempunyai berat sama sekali.
Dengan terpesona dan ketakutan, Tom memperhatikan kait-kait besi
mengarah kepadanya. "Tom Swift," monster itu bersuara, "saya
mencari-cari kamu!" Chapter 8 Tom terbelalak, terpesona. "Cari saya?"
Dia terbata-bata. Cyborg di belakangnya ini yang menutupi
pintu satu-satunya jalan untuk keluar. Barangkali ia dapat
memperdayai monster ini. "Apakah kamu benar-benar mencari saya?" tanyanya.
Bertepatan saat itu Tom mendengar ketukan sepatu yang lunak
di atas batu dan muka Ben tiba-tiba kelihatan.
"Tom! Untung kamu menjerit kalau tidak kami tidak akan tahu
kamu di mana!" Kata Indian muda itu, tersenyum, kemudian mukanya
berkerut menunjukkan ekspresi jijik tanpa disadarinya.
"Apa yang di belakangmu?"
Lega bertemu lagi dengan Ben, Tom seketika lupa pada Cyborg
di belakangnya. "Ini Menge," makhluk di samping Ben berkata dengan suara
besar. "Dia sebetulnya sangat baik. Bukan begitu Menge?"
Makhluk buruk di belakang Tom mengangguk-angguk beberapa
lama. Tom mengambil kesimpulan bahwa itu berarti Menge senang,
tetapi sangat sukar untuk mengatakan demikian!
"Saya tidak mengerti semua ini," pencipta muda itu berkata.
"Dapatkah seseorang memberi penjelasan pada saya?"
"Ikut dengan saya," makhluk tegap itu berkata. "Oh ya, nama
saya Mataste." Ben senyum pada Tom dan melingkarkan lengannya di bahu
temannya. "Mari sobat, ada makanan di perkemahan."
Tiba-tiba Tom menyadari itulah kata-kata terbaik yang
didengarnya sejak lama! "Jadi apalagi yang kita tunggu?" tanyanya
dengan gembira. Dalam beberapa menit, mereka memasuki gua besar yang luas.
Dulu merupakan bagian dari selokan buangan air kotor, jelas bahwa
tidak pernah dipakai lagi bertahun-tahun.
Tom berhenti dan ternganga heran, di sekelilingnya berdiri
lusinan Cyborg. Dia sadar akan ketidaksopanannya membelalak pada
mereka dengan terang-terangan. Tetapi ia tak dapat menghindarinya.
Di dekat meja kasar pada satu sisi gua, ia melihat Ahn sedang
berbicara dengan satu dari Cyborg. Ahn kelihatannya tidak senang
ketika pembicaraan itu berlangsung.
Mataste memberikan kepada Ben dan Tom mangkok daging
rebus. Tom memutuskan untuk tidak menanyakan daging apa yang
ada di dalamnya. Ben melihat kepada Tom seketika "Bagus," katanya
dengan hati-hati, baunya sedap. Tom mencicipi beberapa sendok.
"Sedap," serunya, sambil memasukkan makanan itu lebih banyak lagi
ke mulutnya. Waktu mereka berdua makan dengan lahap Mataste duduk di
lantai dekat Tom. "Teman kamu ini sudah mengetahui hal ihwal kami.
Tapi akan saya ulangi lagi semuanya. Semua yang tinggal di sini di
dalam selokan adalah korban dari robot-robot."
Tom merasa ngeri. "Maksud kamu robot-robot itu mengadakan
percobaan dengan kalian dan kemudian melepaskan kalian?"
tanyanya. "Kami lari," Mataste membetulkannya, "kami dulu seperti Ahn
dan orang-orangnya, tetapi sekarang kami sebagian berbentuk daging
dan sebagian lagi robot. Orang-orang kampung takut melihat kami.
Ahn adalah seorang dari beberapa yang telah berhubungan dengan
kami dan ia mesti merahasiakannya. Bila orang-orangnya tahu bahwa
ia telah berhubungan dengan kami, mereka akan mengucilkannya!"
"Tapi kamu dulu salah satu dari mereka," Ben protes.
"Ya, tetapi apa yang tidak dimengerti, mereka takut," jawab
Mataste. "Itulah sebabnya kami tinggal di sini bersama-sama." Ia
mengisyaratkan ke sekelilingnya. "Suatu waktu kami akan mampu
menyerang robot-robot. Sementara waktu kami menunggu dan
membuat rencana," tambahnya.
"Apa robot-robot itu tidak tahu tempat ini?" tanya Tom.
"Tidak," jawabnya. "Robot-robot tidak pernah masuk ke dalam
selokan. Mereka akan cepat sekali berkarat. Karena kami sebagian
saja yang robot, kami tidak begitu perduli!"
"Jadi kalian tetap di sini dan membantu orang-orang Ahn
menyelinap ke dalam kota?" tanya Ben sambil menghabiskan daging
rebusnya. "Kami mengetahui banyak mengenai selokan-selokan dan
bagaimana jalan-jalannya ke tujuan tertentu. Sayangnya hampir semua
orang-orang kampung begitu takut pada kami. Sehingga lebih suka
memakai jalan permukaan menghadapi robot-robot," kata Mataste
dengan sedih. Ketika itu Ahn mendekati kedua pemuda itu. "Hari sebentar lagi
akan gelap kita harus pergi sekarang bila kita harus mencapai
perkampungan pada waktu matahari terbit."
Tom akan lebih senang tinggal agak sebentar lagi, dengan
Mataste dan dengan lain-lainnya. Sesuatu yang menarik ada di
belakang kepalanya, tetapi ia terlalu lelah untuk menjelaskannya.
Tetapi jelas Cyborg ini merupakan kunci untuk membinasakan robot.
Tom tahu pasti akan hal itu.
"Baik," pencipta muda itu berkata sambil berdiri pelan-pelan.
"Bagaimana saya menghubungi kalian" Saya pikir akan banyak
manfaatnya kalau kita bekerja sama melawan robot."
Mataste bergerak. "Tidak ada lain yang lebih menyenangkan
kami!" katanya. "Ada pintu masuk ke dalam selokan yang diselubungi di
pinggiran kota. Berada di pinggir hutan. Di sana selalu ada dua
penjaga. Pergilah ke sana dan satu dari penjaga itu akan membawa
kalian kepada saya."
Ia memanggil seorang Cyborg, yang datang dengan segera.
"Sudah waktunya kalian pergi," kata Mataste. "Eino akan
menemani kalian. Kita akan bertemu lagi." Sebelum Tom dan Ben
sempat menjawab, Mataste telah menyelinap ke dalam satu
terowongan yang terdekat. Ahn dan Cyborg mendahului anak-anak
muda itu melalui terowongan di sisi lain dari gua besar itu.
Dalam perjalanan, Ben menceritakan apa yang terjadi
dengannya setelah pintu selokan utama tertutup.
"Saya coba membuka pintu, biar sedikit, asal kamu dapat
merangkak keluar. Tetapi rupanya pintu dikendalikan dari dalam
bangunan di kota. Untungnya Ahn tahu adanya Cyborg yang tinggal
di sekitar situ." "Apakah itu yang menyebabkannya ragu-ragu untuk memilih
jalan melalui terowongan selokan dan kemudian mengikuti jalan yang
kita pilih?" tanya Tom.
"Saya kira begitu," jawab Ben. "Dia tahu kalau Cyborg dapat
menolong kamu. Dengan demikian kita segera mengarah ke gua
besar." "Tapi saya dengar kamu menjerit," kata Tom.
"Saya menjerit karena alasan yang sama dengan jeritan kamu,
saya berani bertaruh!" kata teknisi komputer itu. "Waktu kami
membelok, di situ sudah berdiri Mataste! Dia orang baik, tetapi tetap
saja menakutkan pada waktu pertama kali kamu melihatnya! Terutama
kalau kamu tidak menyiapkan diri untuk itu."
"Saya mengerti betul yang kamu maksudkan," kata Tom dengan
sedih. "Katakan," Ben tiba-tiba berkata. "Bagaimana kamu sampai ke
atas sana sampai ke pintu besi itu" Tempat itu cukup jauh dari yang
kami tinggalkan!" "Kamu tidak akan percaya, saya mengikuti seekor kucing," kata
Tom. "Kucing?" "Kucing. Agak manis juga," Tom menerangkan.
"Saya kira kucing itu mengejar tikus dan anjing yang lari di
belakangnya," kata Ben.
Tom menggelengkan kepalanya dengan sedih. "Saya bilang
kamu tidak akan percaya."
"Oh, Tom, yang benar. Bagaimana seekor kucing sampai ke
planet ini?" Ben bersikeras.
"Kenapa Ahn berbentuk mirip kita" Saya percaya orang-orang
Skree mungkin tidak melihat perbedaan antara kita dan Ahn," Tom
memberi kesan. "Kenapa makanan yang baru saja kita cicipi
mempunyai rasa sama sebaik makanan kita. Ingat rasa makanan orang
Skree?" "Mohon," Ben bergidik. "Jangan ingatkan lagi hal itu. Saya
hampir dapat melupakan makanan itu."
"Kenapa ekspresi wajah Ahn begitu sama dengan kita?"
sambung Tom. "Ada benarnya juga kamu tentang hal itu," Ben setuju. "Kita
dapat mengatakan dia sedang marah, kesukaran ataupun heran."
"Segala macam emosi yang ada pada manusia," Tom menyela.
"Tetapi dia makhluk dari planet asing," kata Ben perlahanlahan.
"Tetapi tidak seasing orang-orang Skree," Tom menerangkan.
Sebelum Ben sempat menjawab, rombongan kecil itu berhenti.
Eino menengok kepada Tom.
"Di depan adalah pintu masuk yang diterangkan oleh Mataste
tadi. Saya mesti tinggal di sini dan berjaga-jaga malam ini. Semoga
selamat di perjalanan."
Ahn mengangkat tangannya dan berkata kepada Tom, "Tunggu
di sini sebentar." Dia menghilang beberapa menit kemudian berlarilari. "Ayo!" katanya pada mereka.
Mereka mengikutinya melalui terowongan pendek ke tangga
besi yang menuju ke udara terbuka.
"Bila kalian mencapai ujung tangga, kalian tidak boleh berhenti.
Sangat penting kalau kalian berlari seketika itu juga mengikuti saya ke
hutan. Lari lurus ke depan dan jangan berhenti untuk apa pun. Kita
ketemu lagi di bawah pohon besar berbunga merah. Kalian pasti
menemukannya. Ada pertanyaan?"
Tom dan Ben bingung, tetapi mereka menggelengkan
kepalanya. "Bagus, mari!" kata Ahn. "Oh, ada satu hal lagi. Semoga
berhasil!" Chapter 9 Mula-mula Ahn, kemudian Ben dan akhirnya Tom lari
menyeberangi daerah terbuka yang tidak begitu jauh itu di pinggir
hutan dan menghilang ke dalam daun-daunan yang rapat.
Ahn benar, tidak jauh di dalam hutan terdapat pohon besar
berbunga merah. Setelah Tom sampai Ahn menerangkan apa yang
terdapat di depan mereka.
"Kita harus berjalan kaki melalui hutan ini semalam suntuk.
Kita akan berhenti untuk istirahat hanya kalau perlu saja. Kita harus
sudah jauh dari kota secepatnya, sementara masih malam."
Atas pandangan heran dari Ben, ia menerangkan, "Robot itu
biasanya masuk ke dalam hutan tidak jauh-jauh, tetapi akhir-akhir ini
robot-robot itu masuk lebih jauh lagi. Mereka juga sudah membuat
mesin yang tahan terhadap karat, sehingga mereka dapat lebih lama
lagi berada dalam udara lembab tanpa berkarat."
Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan sedih. "Saya
tidak mau mengambil resiko. Kita harus sudah sampai di
perkampungan dan memperingatkan orang-orang saya tentang zat
kimia yang akan mereka pergunakan!"
Sambil mengikuti Ahn, Tom dan Ben melihat-lihat sekeliling
mereka di dunia planet asing itu. Pohon-pohon kelihatan seperti
mempunyai tangkai yang besar-besar. Kebanyakan dari pohon-pohon
itu mempunyai bunga yang berwarna terang dengan ukuran yang
besar sampai beberapa inci. Di sepanjang tanah terlihat rumput
merambat dengan bunga-bunga kecil putih yang cantik. Ahn
kelihatannya tahu ke mana arah yang ditujunya, tapi bila sedang
mengikuti jejak atau jalan, baik Ben ataupun Tom tak dapat
melihatnya. Meskipun demikian Ahn dengan sengaja memilih
jalannya mengelilingi batu-batuan atau ilalang. Mereka berjalan
berjam-jam. Tom dan Ben hampir saja tidak bisa tetap membuka
matanya selama dalam perjalanan. Gaya tarik bumi planet ini
membuat mereka merasa seperti dibebani tiga puluh atau empat puluh
pon di bahu mereka. Selama istirahat pendek kedua anak muda itu tertidur sebentar.
Tetapi sebelum cukup, Ahn telah membangunkan mereka. Satu kali,
Tom berhenti sejenak di bawah pohon raksasa. Ditaksirnya keliling
pohon itu sedikitnya tujuh orang merentangkan tangan masingmasing, disambung satu sama lainnya, baru dapat memagut pohon itu.
Dan itu pun bukan pohon yang terbesar di dalam hutan itu. Dahandahannya bergantungan, membentuk kudung hijau. Sebagian
menunduk sampai ke tanah dan ujung dahannya seperti menyatu
dengan pohon-pohon lainnya. Wangi bunganya sangat keras dan
hampir memualkan. Tom akan senang sekali beristirahat di bawah
pohon, tetapi di dalam kota sana, Anita dan Aristotle menjadi tawanan
robot-robot. Dia tahu kedatangannya ke perkampungan Ahn adalah
untuk membebaskan kembali sahabat-sahabatnya. Di balik pikirannya
yang lelah, pencipta muda itu masih saja mencoba membuat rencana
untuk menolong makhluk planet ini mengalahkan monster-monster
mesin itu. Ia ingin menemukan suatu jalan untuk mendapatkan sejarah
planet lebih banyak dan apa sebetulnya yang salah yang terjadi antara
orang-orangnya Ahn dan robot-robot itu.
"Apa kamu baik-baik saja, Tom?" tanya Ben.
"Tentu," Tom tersenyum dengan lemah, "Sedang berpikir,"
tambahnya sambil dengan susah payah berjalan kembali. Tiba-tiba
Ahn berhenti dan memberi isyarat agar mereka juga demikian.
"Apa ..." Tom mulai, tetapi Ahn menggerakkan tangannya agar
diam. Mereka berdiri dengan diam, mendengarkan suara-suara dari
hutan rimba. Ben menengok ke Tom dan berkata tanpa suara. "Saya
tidak mendengar suatu apa pun." Tom mengangkat bahunya.
"Saya kira kita dibayangi," Ahn berbisik, mendekati kedua anak
muda itu. "Saya telah berprasangka sejak kita meninggalkan kota
tadi." "Kita semua letih," kata Tom. "Ayo kita teruskan. Ben dan saya
akan membuka kuping lebar. Bila kami mendengar sesuatu yang tidak
biasa, akan kami beri isyarat."
Ahn mengangguk setuju dan mereka melanjutkan perjalanan.
Hari sudah pagi. Udara sudah mulai dipanaskan di bawah kudung
Misi Penolong Serial Tomswift di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang dibentuk oleh daun-daunan dan cabang-cabang dari pohonpohon raksasa itu. Tak jauh di depan, Ahn berhenti lagi untuk
mendengar. Kali ini, Tom juga mendengar sesuatu. Di belakang
mereka, daun-daun bergerak sebentar, kemudian berhenti dan diam
seperti semula. Tom menangkap perhatian Ben dan mengangkat alisnya untuk
memperingatkan. Dikuakkannya ilalang di sekelilingnya, tetapi tidak
menemukan sesuatu. Kemudian terdengar lagi daun-daun bergerak. Ia
sudah waspada, takut kalau ada musuh yang tak terlihat sedang
bersembunyi di dekatnya. Setelah kengerian yang ditemuinya di
dalam kota, Tom sudah siap menerima macam apa pun.
Ahn dan kedua anak muda itu berdiri dengan posisi siap
tempur. Tom mengencangkan otot-ototnya siap sedia. Tangannya
mengejang gemetar. Seperti semua suara binatang dan serangga berhenti. Udara
tidak bergerak. "Meooonng!" terdengar suara geram kecil dari bawah semaksemak di dekat Tom.
"Apa?" seru pencipta muda itu.
"Meooonng!" balasannya lagi.
Kucing hitam coklat yang kotor itu keluar dari semak-semak.
Kucing itu melompat ke depan Tom dan melihat padanya tanpa rasa
takut sama sekali." Meooonng" diulanginya dengan tetap.
"Itu kucing!" seru Ben. "Benar-benar seperti seekor kucing
bumi! Kamu tidak main-main."
Tom membungkuk untuk mengusap binatang itu, tetapi ia
mundur. Kucing itu tidak lari, tetapi menjauh sebatas jangkauan saja.
"Ia menginginkan persahabatan dengan caranya sendiri," Ben
tertawa. "Saya kira semua kucing sama di seluruh rasi bintang."
"Saya tidak tahu kenapa kamu berdua begitu terpesona dengan
seekor WAKKA biasa," kata Ahn. "Kami memeliharanya di
perkampungan. Mereka berguna sekali untuk mengusir binatang kecil
yang mengganggu." Ia membalik dan meneruskan perjalanan di hutan. "Kita
membuang-buang waktu saja," katanya dari pundaknya.
"Maaf, kalau kedengarannya seperti sinting atau apa pun, tetapi
kami juga mempunyai binatang ini di planet kami, Bumi!" kata Ben.
Kelihatannya Ahn tertarik tetang hal itu. "Sepanjang
pengetahuan saya, WAKKA selamanya hidup di antara kami. Ada
seseorang di kampung yang harus kalian temui. Ia akan tertarik sekali
mendengar tentang WAKKA bumi."
Ketika mereka melanjutkan perjalanan, Tom melirik ke
belakang. Kucing itu mengikuti dengan jarak yang tidak terlalu jauh,
kadang-kadang berhenti untuk menyelidiki akar-akar atau bau
serangga yang dicurigai. "Kamu sama kotornya dengan saya," Tom memaki kucing itu.
"Di sini tentu mengalahkan terowongan selokan, yah teman" Siapa
namamu sebenarnya" Kamu tidak mengatakannya terakhir kita
bicara." "Oh-oh! Hati-hati binatang manis! Hati-hati binatang manis,"
Ben memanggil. "Sekali kamu beri nama untuk mereka, kamu tidak
terpisah dengan mereka! Ke mana saja kita pergi, kita tidak punya
waktu untuk mengurus binatang kesayangan. Siapa yang tahu apa
yang akan kita alami berikutnya?"
Ben memperhatikan kucing itu yang tetap berada di belakang
mereka sebatas pandangannya. "Kucing itu cukup menyenangkan
rupanya. Lihat pipinya yang agak gelap dari warna lainnya" Kelihatan
seolah-olah memakai cambang."
"Coba ada cerutu di mulutnya, ia akan kelihatan seperti Jenderal
Ulysses Grant," kata Tom. "Malah tindak tanduknya seperti seorang
Jenderal. Di samping itu, saya tidak mengajak dia ke sini. Dia ikut
sendiri dengan kita, dan kita tidak dapat berbuat apa-apa tentang itu."
"Satu ciri seekor kucing," jawab Ben dengan pedas dan kedua
anak-anak muda itu tertawa.
Kesenangan mereka terganggu oleh suara aneh yang datang dari
kejauhan. Tom tidak dapat menentukan suara apa, tetapi seperti
pohon-pohon tumbang! Kucing itu mencuatkan telinganya ke depan,
mendengar. Kemudian, dengan tiba-tiba, ia berlari ke arah pohon
terdekat dan memanjatnya cepat sekali.
"Seharusnya kita berbuat sama," pencipta muda itu mengatakan
kepada Ahn, menunjuk ke arah kucing itu. Kucing itu bertengger pada
dahan yang kokoh di pertengahan pohon yang tinggi itu. "Kita dapat
melihat dari atas apa pun yang menyebabkan kehebohan itu."
Ben dan Ahn menolong Tom untuk naik ke atas pohon sampai
dia dapat berpegangan pada cabang yang paling rendah. Sambil
berpegang pada akar gantung seperti tali Tom menolong Ben dan Ahn
ikut naik. Setelah itu mudah untuk memanjat terus dari cabang ke
cabang karena cabang-cabang itu berdekatan adanya.
Akhirnya, Tom merangkak pada sebuah dahan yang dapat
dicapainya dan memandang ke kejauhan. Ia melihat sebuah benda
yang besar bergerak dengan pelan dan tetap ke arah mereka. Di sekitar
benda itu, dahan-dahan dan akar-akar beterbangan di udara. Alat itu
membereskan jalan di depannya untuknya sendiri.
Tom mengecilkan matanya. Ia dapat mendengar sesuatu seperti
suara sambungan besi yang berkeriat-keriut. Suara itu bercampur
dengan suara patah dan serpihan di dalam hutan. Ia teringat film
petualangan lama tentang sekumpulan gajah memasuki hutan di bumi.
"Semacam mesin," panggilnya kemudian. "Melemparkan
dahan-dahan kayu dan daun-daunan. Hei, ada apa?"
Ahn telah bergerak ke arah Tom di cabang pohon. Ketika dia
melihat ke sumber suara itu, wajahnya berubah pucat dan ketakutan.
Karena Ahn tidak menjawab pertanyaannya, Tom membalik dan
melihat ke arah benda itu. Benda itu besi hitam yang besar seperti
mesin giling. Dengan kaget, Tom menyadari bahwa yang dilemparkan
itu bukanlah dahan dan daun tetapi benda itu mencabut seluruh pohon
raksasa dan melemparkannya beratus-ratus meter ke udara. Kemudian
Ahn mengeluarkan sebuah kata, suaranya parau karena takut. Alat GP
menterjemahkannya sebagai: PENGAMUK.
Chapter 10 "Bila kita tetap diam di pohon ini, kita akan menjadi umpan
yang empuk," teriak Tom. "Benda itu mengarah ke sini."
"Bila kita turun ke tanah, kita menjadi bola yang empuk!" teriak
Ben membalas. "Kita tak mungkin lari cukup cepat untuk melepaskan diri
darinya!" "Benda itu datang dari arah kampung saya," Ahn sedih. "Setahu
saya, mereka pasti telah menghancurkan rumah saya beserta keluarga
saya!" Tom melihat sekali lagi ke benda yang mengerikan itu yang
bergerak ke arah mereka dengan cepat.
"Apa rencana kita, Tom?" tanya Ben.
"Kita akan mempermainkannya," jawab Tom.
"Apa maksudmu?" tanya Ahn. Alis matanya yang lebat itu
menyatu karena ingin tahu.
"Dia sedang berpikir," jawab Ben.
Tanah di bawahnya berguncang keras sampai Tom, Ben, dan
Ahn merasakan getarannya di atas pohon.
"Di mana Jenderal Grant?" Ben bertanya dengan kuatir.
"Siapa?" tanya Tom.
"Kucing. Katanya dia seperti Jenderal Grant," jawab sobatnya.
"Bila dia seekor kucing yang cerdik, ia sudah pergi dari tadi,"
gumam Tom. "MEOONG?" terdengar suara tidak jauh dari situ.
"Bila kita cerdik, kita sudah pergi dari sini!" kata Ben.
"Saya ingin menyelidiki robot ini" kata Tom. "Biar kita di sini
dulu dan main-main dengan robot ini sebentar!"
"Apa kamu sudah gila?" sungut Ben. "Benda ini sanggup
merobek kita berkeping-keping, secara jujur, saya masih mencintai
kepingan saya!" "Apa kamu tidak dapat menangkap tujuan saya?" tanya pencipta
muda itu. "Kita belum punya kesempatan untuk mengetahui sampai di
mana kemampuan teknik robot-robot di planet ini. Kita tidak tahu apa
yang akan kita hadapi. Pepatah dari siapa itu yang menyebut
'Kenalilah musuhmu'?"
"Mungkin Jenderal Grant," seloroh Ben.
"MEOONG!" kucing itu menyela.
"Lihat, rupanya ia setuju dengan saya!" Tom terkekeh,
kemudian ia serius kembali.
"Robot itu mempunyai rencana akan memusnahkan seluruh
jasad hidup yang ada di planet ini dan kita belum tahu cara
menghentikannya. Kita harus mengetahui kelemahan-kelemahan
mereka untuk dipergunakan terhadap mereka sendiri!"
"Saya dapat menangkap jalan pikiran kamu," kata Ahn. "Tetapi
main-main dengan Pengamuk adalah hal yang sangat mengerikan."
"Jangan salah mengerti. Saya sendiri juga ngeri sekali!" kata
Tom. "Saya kira kalau dilakukan pemungutan suara, satu lawan tiga,
ya?" "Jenderal Grant tidak dapat dipungut suaranya!" kata "Ben.
Tom menyeringai. "Apakah kamu akan menceritakan
kepadanya?" Mereka melihat robot besar itu berada di tengah-tengah jalan
yang telah dibabatnya sendiri di hutan yang lebat itu. Tom mengakui
bahwa pemandangan itu sangat mengagumkan.
"Kelihatannya seperti tank tua kepunyaan angkatan darat
dengan meriam-meriamnya," komentar Ben.
"Agak terlalu disederhanakan, tetapi saya mengerti maksud
kamu," kata Tom setuju. Diperhatikannya suara-suara gemeretak dan
desingan pohon-pohon yang dilindaskan dan digiling oleh roda-roda
bergigi dari robot itu. "Benda itu tidak mempunyai kelincahan
bergerak, ya?" tanyanya.
"Pengamuk biasanya hanya bergerak dalam garis lurus, tetapi
kadang-kadang juga membelok," kata Ahn.
"Tom, lihat! Cangkul sabit!" seru Ben.
"Benar! sebuah alat tanpa lengan menyabit pepohonan dan yang
lainnya, alat berupa lengan yang berjari tiga memungut potongan
pohon itu dan melemparkannya ke dalam gerobak sampah di
belakangnya," kata Tom. Diperhatikannya dengan teliti beberapa
lama. "Pengamuk ini pada mulanya pasti dibuat untuk mesin panen
atau mesin pembabat hutan," kata pencipta muda itu.
"Sebagian dari programnya memang untuk itu," Ben
menunjukkan. "Lihat saja, mesin itu melemparkan pohon-pohon dan
tanam-tanaman ke udara, tetapi sebagian lagi mengisi gerobak di
belakangnya. Saya ingin tahu apa yang diperbuatnya bila gerobak
yang di belakang itu penuh, mestinya alat itu mempunyai cara
otomatis mengeluarkan isinya."
"Ben, berikan padaku gantungan kuncimu cepat!" perintah
Tom. "Ini." Ben memberikannya kepada sahabatnya itu dengan
pandangan tanda tanya. "Apa yang akan kamu lakukan dengan itu"
Menunggu sampai benda itu mendekat dan meloncat ke atasnya" Saya
kira tak satu pun dari kunci-kunci kita cocok dengan kunci kontak
benda itu " sekiranya kamu akan mengendarai benda itu."
Pisau Terbang Li 10 Animorphs - 40 Yang Lain The Other Hantu Karang Bolong 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama