Ceritasilat Novel Online

Piala Api 10

Harry Potter Dan Piala Api Harry Potter And The Goblet Of Fire Karya J.k. Rowling Bagian 10


"Minggir!" Harry berteriak kepadanya. "Ayo!"
Tetapi di Hogwarts tak ada benda yang bergerak hanya karena dia berteriak kepadanya. Harry tahu percuma saja. Dia memandang ke kanan kiri koridor yang kosong. Mungkin Dumbledore ada di ruang guru" Dia berlari secepat kilat ke tangga...
"POTTER!" Harry menggerem larinya dan berpaling. Snape baru saja muncul dari tangga tersembunyi di belakang gargoyle batu. Dindingnya menggeser
menutup sementara dia memberi isyarat agar Harry kembali dan dating kepadanya.
"Apa yang kau lakukan di sini, Potter""
"Saya perlu ketemu Profesor Dumbledore!" kata Harry, berlari kembali sepanjang koridor dan berhenti di depan Snape. "Mr. Crouch... dia baru saja muncul... dia di hutan... dia ingin bertemu..."
"Omong kosong apa ini"" Tanya Snape, mata hitamnya berkilat-kilat. "Apa yang kau bicarakan""
"Mr. Crouch!" Harry berteriak. "Dari kementerian! Dia sakit atau entah kenapa... dia di hutan, ingin bertemu Dumbledore! Tolong berikan kata kunci untuk..."
"Kepala sekolah sibuk, Potter," kata Snape, bibir tipisnya melengkung membentuk senyum menyebalkan.
"Saya harus memberitahu Dumbledore!" Harry berteriak.
"Kau tidak mendengarku, Potter""
Harry bisa melihat Snape sangat menikmati ini, mencegah Harry mendapatkan aoa yang diinginkannya pada saat dia sangat panic.
"Dengar," kata Harry marah. "Ada yang tidak beres dengan Crouch... dia... dia kehilangan ingatan... dia mengatakan dia ingin memperingatkan..."
Dinding batu di belakang Snape menggeser terbuka. Dumbledore berdiri di sana, memakai jubah panjang hijau, wajahnya menunjukkan ekspresi agak ingin tahu.
"Ada masalah"" katanya, memandang Harry dan Snape bergantian.
"Profesor!" Harry berkata, melangkah melewati samping Snape, sebelum Snape bisa berkata apa-apa.
"Mr. Crouch di sini... dia di hutan, dia ingin bicara kepada anda."
Harry mengira Dumbledore akan mengajukan pertanyaan, tetapi sungguh lega dia, Dumbledore tidak bertanya apa-apa. "Tunjukkan," katany segera, dan dia bergegas menyusur di belakang Harry, meninggalkan Snape berdiri di sebelah Gargoyle, tampang dua kali lebih jelek daripada gargoyle.
"Apa yang dikatakan Mr. Crouch, Harry"" kata Dumbledore ketika mereka menuruni tangga pualam dengan cepat.
"Katanya dia ingin memperingatkan anda... katanya dia telah melakukan hal yang sangat mengerikan... dia menyebut-nyebut anaknya... dan Bertha Jorkins... dan... dan Voldemort... sesuatu tentang Voldemort yang bertambah kuat..."
"Begitu," kata Dumbledore, dan dia mempercepat langkahnya ketika mereka bergegas memasuki malam yang gelap gulita.
"Sikapnya tidak normal!" kata Harry buru-buru merendengi Dumbledore. "Tampaknya dia tak tahu di mana dia berada. Dia bicara terus seakan Percy Weasley ada di sana, dan kemudian dia berubah, dan mengatakan dia perlu bertemu anda... saya tinggalkan dia bersama Viktor Krum."
"Krum"" kata Dumbledore tajam, dan dia semakin mempercepat langkahnya, sehingga Harry harus berlari untuk mengimbanginya. "Apakah ada orang lain yang melihat Mr. Crouch""
"Tidak," kata Harry. "Krum dan saya sedang bicara. Mr. Bagman baru saja selesai memberitahu kami tentang tugas ketiga, kami pulang belakangan, dan kemudian kami melihat Mr. Crouch muncul dari dalam hutan."
"Di mana mereka"" kata Dumbledore ketika kereta Beauxbatons muncul dari dalam kegelapan.
"Di sana," kata Harry, bergerak ke depan Dumbledore, memimpin menerobos pepohonan. Dia tak bisa lagi mendengar suara Crouch, tetapi dia tahu harus ke mana. Tak jauh dari kereta Beauxbatons. di sekitar sini.
"Viktor"" Harry berteriak.
Tak ada yang menjawab. "Mereka tadi di sini," Harry berkata kepada Dumbledore. "Mereka pasti berada di sekitar sini."
"Lumos," Dumbledore berkata, menyalakan tongkat sihirnya dan mengangkatnya.
Cahayanya yang sempit bergerak dari batang pohon gelap yang satu ke batang yang lain, menerangi tanah. Dan kemudian cahaya itu menimpa sepasang kaki.
Harry dan Dumbledore bergegas maju. Krum tergeletak pingsan di tanah. Tak ada tanda-tanda Mr. Crouch sama sekali. Dumbledore membungkuk di atas Krum dan dengan lembut membuka sebelah pelupuk matanya.
"Pingsan," katanya perlahan. Kacamata bulan separonya berkilauan tertimpa cahaya tongkat ketika dia memandang pepohonan di sekitarnya.
"Apakah sebaiknya saya memanggil seseorang"" Tanya Harry. "Madam Pomfrey""
"Tidak," kata Dumbledore cepat. "Tinggal di sini."
Dia mengangkat tongkatnya dan mengarahkannya ke pondok Hagrid. Harry melihat sesuatu yang keperakan meluncur keluar dari tongkat itu dan meliuk-liuk menyelip diantara pepohonan sepert
i hantu burung. Kemudian Dumbledore membungkuk di atas Krum lagi, mengacungkan tongkat kepadanya dan bergumam, "Ennervate."
Krum membuka matanya. Dia tampak bingung. Ketika dilihatnya Dumbledore, dia berusaha duduk, tetapi Dumbledore memegang bahunta dan membuatnya berbaring diam.
"Dia menyerang saya!" Krum bergumam, mengangkat tangan ke kepalanya. "Orang gila itu menyerang saya! Saya sedang menoleh untuk melihat ke mana perginya Potter dan dia menyerang saya dari belakang!"
"Berbaringlah diam sebentar," kata Dumbledore.
Suara gemuruh langkah-langkah kaki terdengar, dan Hagrid muncul terengah-engah, ditemani Fang. Dia membawa busurnya.
"Profesor Dumbledore!" katanya, matanya melebar. "Harry... apa yang...""
"Hagrid, aku perlu kau untuk menjemput Profesor Karkaroff," kata Dumbleodre. "Muridnya telah diserang. Setelah itu, tolong beritahu Profesor Moody."
"Tak perlu, Dumbledore," terdengar geraman serak.
"Aku di sini." Moody berjalan timpang ke arah mereka, bertumpu pada tongkatnya, tongkat sihirnya menyala.
"Sialan kaki ini," katanya jengkel. "Kalau tidak pasti bisa tiba di sini lebih cepat. apa yang terjadi" Snape mengatakan sesuatu tentang Crouch..."
"Crouch"" celetuk Hagrid bengong.
"Karkaroff, tolong, Hagrid!" kata Dumbledore tajam.
"Oh yeah. baik, Profesor.," kata Hagrid, dan dia berbalik lalu menghilang dalam kegelapan, Fang berlari mengikutinya.
"Aku tak tahu di mana Barty Crouch," Dumbledore memberitahu Moody, "tetapi penting sekali kita menemukannya."
"Aku setuju," geram Moody, dan dia menarik keluar tongkat sihirnya, lalu terpincang-pincang memasuki hutan.
Baik Dumbledore maupun Harry tak ada yang bicara lagi sampai mereka mendengar Hagrid dan Fang kembali. Karkaroff bergegas di belakang mereka. Dia memakai jubah bulunya yang licin keperakan, dan dia tampak pucat dan gelisah.
"Ada apa ini"" serunya ketika dilihatnya Krum di tanah dengan Dumbledore dan Harry di sebelahnya. "Apa yang terjadi""
"Saya diserang!" kata Krum, duduk sekarang dan menggosok kepalanya. "Mr. Crouch atau entah siapa namanya..."
"Crouch menyerangmu" Crouch menyerangmu" Juri Triwizard itu""
"Igor," Dumbledore baru mau bicara, tetapi Karkaroff sudah bangkit berdiri, mencengkeram jubah bulunya, tampak berang.
"Pengkhianatan!" gelegarnya, menunjuk Dumbledore. "Ini plot! Kau dan menteri sihir mu telah membujukku ke sini dengan alasan palsu, Dumbledore! Ini kompetisi yang tidak sebanding! Mula-mula kau menyelundupkan Potter ke dalam turnamen, meskipun dia masih di bawah umur! Sekarang salah satu temanmu dari kementerian berusaha menyingkirkan juaraku! Aku mengendus penipuan dan kelicikan dalam urusan ini, dank au, Dumbledore, kau dengan pidatomu tentang hubungan kerjasama sihir internasional yang semakin erat, membangun kembali hubungan lama, melupakan perbedaan-perbedaan lama... inilah penilaianku terhadapmu!"
Karkaroff meludah ke tanah di dekat kaki Dumbledore. Dengan gerakan gesit, Hagrid mencengkeram bagian depan jubah bulu Karkaroff, mengangkatnya, dan menghantamkannya ke pohon terdekat.
"Minta maaf!" bentak Hagrid sementara Karkaroff megap-megap kehabisan napas. Tinju besar Hagrid menempel di lehernya, kakinya tergantung di udara.
"Hagrid, jangan!" Dumbledore berteriak, matanya berkilat.
Hagrid melepas tangan yang menekan Karkaroff ke pohon dan Karkaroff merosot pada batang pohon, jatuh terpuruk di akarnya, ranting-ranting dan dedaunan berguguran ke atas kepalanya.
"Tolong antar Harry kembali ke kastil, Hagrid," kata Dumbledore tajam.
Bernapas berat, Hagrid melempar pandang galak kepada Karkaroff.
"Mungkin lebih baik aku tinggal di sini, Kepala Sekolah..."
"Kau akan mengantar Harry kembali ke sekolah, Hagrid," Dumbledore mengulang tegas. "Bawa dia langsung ke menara Gryffindor. Dan Harry, aku ingin kau tinggal di sana. Apapun yang ingin kaulakukan - burung hantu yang ingin kaukirim - semuanya bisa menunggu sampai besok pagi, kau paham""
"Er... ya," kata Harry terpana menatapnya. Bagaimana Dumbledore bisa tahu, bahwa say itu dia sedang berpikir akan langsung mengirimkan Pigwidgeon ke Sirius, untuk memberitahunya apa yang terjadi""
"Akan kuti nggalkan Fang bersamamu, Kepala Sekolah," kata Hagrid, memandang penuh ancaman kepada Karkaroff, yang masih tergeletak di bawah pohon, terlibat jubah bulu dan akar. "Tinggal di sini, Fang. Ayo, Harry."
Mereka berjalan dalam diam melewati kereta Beauxbatons, menuju kastil.
"Beraninya kau," Hagrid menggeram ketika mereka melewati danau. "Beraninya dia tuduh Dumbledore.
Memangnya Dumbledore akan lakukan hal begitu. Memangnya Dumbledore kehendaki kau ikut turnamen. Cemas! Aku tak tahu apa aku pernah lihat Dumbledore lebih cemas daripada belakangan ini. Dan kau!" Hagrid mendadak berkata marah kepada Harry, yang mendongak menatapnya, kaget. "Ngapain kau berkeliaran dengan si Krum" Dia dari Durmstrang, Harry! Bisa langsung sihir kau di sana, kan" Apa kau belum belajar apa-apa dari Moody" Bayangkan, kau biarkan dia bujuk kau pergi sendiri..."
"Krum baik!" kata Harry, sementara mereka mendaki undakan menuju ke Aula Depan. "Dia tidak mau menyihirku, dia Cuma mau bicara tentang Hermione."
"Aku mau bicara dengan Hermione," kata Hagrid muram, menaiki tangga. "Makin sedikit kalian berhubungan dengan orang-orang asing ini, kalian akan makin senang. Mereka tak bisa dipercaya."
"Kau berteman baik dengan Madame Maxiem," kata Harry, tersinggung.
"Jangan bicara padaku tentang dia," kata Hagrid, dan sesaat dia tampak mengerikan. "Aku sudah tahu taktiknya sekarang! Berusaha baik-baiki aku, berusaha agar aku beritahu dia apa tugas ketiga. Ha! Mereka tak ada yang bisa dipercaya!"
Hagrid sedang marah-marah, Harry senang berpisah dengannya di depan si Nyonya Gemuk. Dia memanjat masuk melalui lubang lukisan ke ruang rekreasi dan bergegas ke sudut tempat Ron dan Hermione duduk, untuk menceritakan kepada mereka apa yang terjadi.
29. Impian "Mestinya begini," kata Hermione, menggosok dahinya. "Kalau bukan Mr. Crouch yang menyerang mereka berdua waktu Viktor tidak melihat."
"Pasti Crouch," kata Ron segera. "Itulah sebabnya dia sudah tak ada waktu Harry dan Dumbledore tiba di sana. Dia kabur."
"Kurasa bukan," kata Harry, menggeleng. "Dia kelihatan benar-benar lemah. kurasa dia tak akan sanggup ber-Disapparate atau apa."
"Kau tak bisa ber-Disapparate di kompleks Hogwarts, bukankah sudah sering kukatakan kepadamu"" kata Hermione.
"Oke... bagaimana kalau teori ini," kata Ron bersemangat. "Krum menyerang Crouch... dan kemudian menyihir pingsan dirinya!"
"Dan Mr. Crouch menguap lenyap, begitu"" timpal Hermione dingin.
"Oh yeah..." Saat itu dini hari. Harry, Ron dan Hermione menyelinap dari kamar mereka pagi-pagi sekali dan bergegas ke kandang burung hantu untuk mengirim surat kepada Sirius. Sekarang mereka berdiri memandang tanah yang berkabut. Ketiganya bermata bengkak dan berwajah pucat, karena mereka membicarakan Mr. Crouch sampai larut malam.
"Coba ceritakan sekali lagi, Harry," kata Hermione. "Apa persisnya yang dikatakan Mr. Crouch""
"Sudah kukatakan, omongannya tak begitu masuk akal," kata Harry. "Dia bilang dia ingin memperingatkan Dumbledore tentang sesuatu. Dia jelas menyebut Bertha Jorkins dan dia rupanya berpikir Bertha sudah mati. Berulang-ulang dia mengatakan semua salahnya... Dia menyebut-nyebut anaknya."
"Nah, itu memang salahnya," kata Hermione sengit.
"Dia hilang ingatan," kata Harry. "Separo waktu dia tampaknya beranggapan anak dan istrinya masih hidup, dan dia terus bicara kepada Percy tentang pekerjaan dan memberinya perintah-perintah."
"Dan... ingatkan aku apa yang dikatakannya tentang Kau-Tahu-Siapa"" kata Ron coba-coba.
"Sudah kukatakan," kata Harry enggan. "Crouch bilang dia bertambah kuat."
Sunyi sejenak. Kemudian Ron berkata dengan suara yang dimantap-mantapkan, "Tetapi dia kan hilang ingatan, seperti katamu, jadi separo dari yang dikatakannya mungkin Cuma ocehan kosong."
"Dia paling waras waktu berusaha bicara tentang Voldemort," kata Harry, dan Ron berjengit mendengar nama itu. "Dia sangat kesulitan merangkai dua kata, tetapi saat itu tampaknya dia tahu dia berada di mana, dan tahu apa yang ingin dilakukannya. Dia berulang-ulang mengatakan dia harus bertemu Dumbledore."
Harry berpaling dari jendela dan memandang kasau. Sep
aro dari tempat hinggap yang banyak itu kosong, dan sekali-sekali burung hantu akan terbang masuk lewat salah satu jendela, pulang dari perburuan malamnya dengan seekor tikus di paruhnya.
"Kalau Snape tidak menahanku," kata Harry getir, "kami mungkin di sana pada waktunya, 'Kepala Sekolah sibuk, Potter... omong kosong apa ini, Potter"' Kenapa dia tidak mau menyingkir""
"Mungkin dia tidak kau tiba di sana!" sambar Ron cepat. "Mungkin. tunggu. berapa lama menurutmu dia bisa ke hutan" Apakah menurutmu dia bisa tiba lebih dulu di sana daripada kau dan Dumbledore""
"Tidak, kecuali dia bisa mengubah dirinya menjadi kelelawar atau apa," kata Harry.
"Siapa tahu memang begitu," gumam Ron.
"Kita perlu bertemu Profesor Moody," kata Hermione. "Kita perlu tahu apakah dia berhasil menemukan Mr. Crouch."
"Kalau dia membawa peta perampok, gampang untuknya," kata Harry.
"Kecuali kalau Crouch berada di luar batas komples sekolah," kata Ron, "karena yang ditunjukkan peta itu hanya sampai batas..."
"Shh!" kata Hermione tiba-tiba.
Ada yang sedang mendaki tangga kandang burung hantu. Harry bisa mendengar dua suara bertengkar, makin lama makin dekat.
"... itu pemerasan, kita bisa mendapat banyak kesulitan karenanya..."
"... kita sudah mencoba sopan, sudah waktunya sekarang bermain kotor, seperti dia. Dia tak akan suka menteri sihir tahu apa yang dilakukannya..."
"Kuberitahu kau, kalau semua itu kau tulis, itu pemerasan!"
"Yeah, dan kau tak akan mengeluk kalau kita mendapat bayaran banyak, kan""
Pintu kandang burung hantu menghambur terbuka. Fred dan George melangkahi ambangnya, kemudian membeku melihat Harry, Ron dan Hermione.
"Apa yang bisa kalian lakukan di sini"" Ron dan Fred berkata pada saat bersamaan.
"Kirim surat," kata Harry dan George bersamaan.
"Apa, sepagi ini"" kata Hermione dan Fred. Fred nyengir.
"Baik... kami tidak akan bertanya apa yang kalian lakukan, kalau kalian tidak bertanya kepada kami," katanya.
Tangan Fred memegang amplop tertutup. Harry mengerling amplop itu, tetapi Fred, entah sengaja atau tidak, menggeser tangannya, sehingga nama di amplop itu tertutup.
"Nah, jangan biarkan kami menghalangi kalian," kata Fred, membungkuk secara diam-diam dan menunjuk pintu.
Ron tidak bergerak. "Siapa yang kalian peras"" tanyanya.
Cengiran lenyap dari wajah Fred. Harry melihat George setengah melirik Fred, sebelum tersenyum kepada Ron.
"Jangan ngaco, aku Cuma bergurau," katanya ringan.
"Tadi kedengarannya tidak begitu," kata Ron.
Fred dan George saling pandang. Kemudian Fred berkata mendadak, "Sudah pernah kukatakan, Ron, jangan suka ikut campur kalau kau mau hidungmu masih utuh. Aku tak mengerti kenapa kau ikut camput, tapi..."
"Jadi urusanku juga kalau kalian memeras orang," kata Ron. "George benar, kau bisa mendapat kesulitan besar karenanya."
"Sudah kubilang, tadi aku Cuma bergurau," kata George. Dia mendekati Fred, menarik surat dari tangannya, dan mulai mengikatkan ke kaki burung hantu serak terdekat. "Kau mulai kedengaran seperti kakak kita tercinta, Ron. Teruskan begini, dank au akan terpilih jadi prefek."
"Tidak akan!" sangkal Ron panas.
George membawa burung hantunya ke jendela dan burung itu melesat terbang. George berbalik dan nyengir kepada Ron.
"Kalau begitu, jangan suka memberi nasihat pada orang lain, harus begini harus begitu dong. Sampai ketemu."
Dia dan Fred meninggalkan kandang. Harry, Ron dan Hermione saling pandang.
"Kau tidak beranggapan mereka tahu sesuatu tentang semua ini, kan"" Hermione berbisik. "Tentang Crouch dan segalanya""
"Tidak," kata Harry. "Kalau masalahnya seserius itu, mereka akan memberitahu seseorang. Mereka akan memberitahu Dumbledore."
Tetapi Ron tampak gelisah.
"Kenapa"" Hermione menanyainya.
"Yah..." kata Ron pelan. "Aku tak tahu apakah mereka akan melakukannya. Mereka... mereka terobsesi mencari uang belakangan ini, aku memperhatikan setiap kali bersama mereka... ketika... kau tahu..."
"Kami diam-diaman," Harry menyelesaikan kalimat Ron. "Yeah, tapi pemerasan..."
"Gara-gara ide toko lelucon mereka," kata Ron. "Semula kupikir mereka bilang begitu hanya untuk membuat Mum jengkel, tetapi m
ereka sungguh-sungguh, mereka akan membuka toko lelucon. Mereka tinggal setahun lagi di Hogwarts dan mereka berkali-kali ngomong sudah waktunya memikirkan masa depan, dan bahwa Dad tidak bisa membantu dan merekka perlu uang untuk memulai."
Hermione tampak serba salah sekarang.
"Ya, tetapi... mereka tidak akan melakukan sesuatu yang melanggar hukum untuk mendapatkan emas."
"Apa iya"" kata Ron sangsi. "Aku tak tahu... mereka tidak keberatan melanggar peraturan kan""
"Ya, tapi ini hukum," kata Hermione, tampak ketakutan. "Ini bukan peraturan sekolah yang konyol... Mereka akan mendapat lebih dari detensi kalau memeras! Ron... mungkin sebaiknya kau memberitahu Percy..."
"Kau gila"" kata Ron. "Memberitahu Percy" Dia mungkin akan berbuat seperti Crouch dan memasukkan mereka ke penjara." Dia memandang jendela yang tadi dilewati burung hantu Fred dan George, kemudian berkata, "Ayo, kita sarapan."
"Menurutmu apa sekarang masih terlalu pagi untuk menemui Profesor Moody"" ujar Hermione ketika mereka menuruni tangga spiral.
"Ya," kata Harry. "Dia mungkin akan meledakkan kita menembus pintu kalau kita membangunkannya subuh-subuh begini. Dia akan mengira kita mencoba
menyerangnya sewaktu dia tidur. Tunggulah sampai istirahat nanti."
Sejarah sihir jarang sekali berlangsung selamban itu. Harry berkali-kali melihat arloji Ron, arlojinya sendiri sudah dibuangnya, tetapi arloji Ron bergerak lamban sekali sehingga Harry yakin arloji Ron mati juga. Ketiganya begitu lelah dan mengantuk, ingin rasanya mereka meletakkan kepala di atas meja dan tidur. Bahkan Hermione tidak mencatat seperti biasanya, melainkan hanya duduk dengan tangan menyangga kepala, memandang Profesor Binns dengan tatapan kosong.
Ketika bel akhirnya berdering, mereka bergegas ke koridor menuju kelas Pertahanan terhadap Ilmu Hitam dan melihat Profesor Moody sedang keluar dari kelas. Dia tampak sama lelahnya seperti yang mereka rasakan. Pelupuk matanya yang normal hamper mengatup, membuat wajahnya tampak lebih mencong daripada biasanya.
"Profesor Moody!" panggil Harry sementara mereka menyeruak diantara kerumunan untuk mendekatinya.
"Halo, Potter," geram Moody. Mata gaibnya mengikuti sepasang anak kelas satu yang lewat. Kedua anak itu berjalan terburu-buru, tampak gugup. Mata gaib Moody berputar ke belakang kepalanya, mengawasi mereka berbelok di sudut sebelum dia bicara lagi. "Masuklah."
Dia minggir agar mereka bisa masuk ke kelasnya yang kosong, terpincang-pincang di belakang mereka, dan menutup pintu.
"Apakah anda menemukannya"" Harry bertanya tanpa basa-basi. "Mr. Crouch""
"Tidak," kata Moody. Dia berjalan ke mejanya, duduk, menjulurkan kaki kayunya seraya mengeluh pelan, dan menarik botol air di pahanya.
"Apakah anda menggunakan petanya"" Tanya Harry.
"Tentu saja," kata Moody, minum dari botolnya. "Mengikuti teladanmu, Potter. Memanggilnya dan kantorku ke dalam hutan. Dia tak ada di peta."
"Jadi dia ber-disapparate"" kata Ron.
"Kau tak bisa ber-disapparate di kompleks sekolah, Ron!" kata Hermione. "Ada cara-cara lain dia bisa menghilang, iya kan, Profesor""
Mata gaib Moody bergetar ketika menatap Hermione.
"Kau termasuk yang bisa memikirkan berkarier sebagai auror," katanya kepadanya. "Pikiranmu bekerja di jalan yang benar, Granger."
Wajah Hermione merona merah saking senangnya.
"Yah, dia kan kelihatan," kata Harry. "Peta itu menunjukkan orang yang tak kelihatan. Kalau begitu dia pasti sudah meninggalkan kompleks sekolah."
"Tetapi atas kemauannya sendiri"" kata Hermione bersemangat. "Atau karena dipaksa orang lain""
"Yeah, bisa saja ada yang... menariknya ke atas sapu dan terbang kabur bersamanya, kan"" kata Ron buru-buru, memandang Moody penuh harap, seakan dia juga ingin diberitahu dia berbakat menjadi auror.
"Kita tidak boleh mengesampingkan penculikan," geram Moody.
"Jadi," kata Ron, "menurut anda dia ada di suatu tempat di Hogsmeade"
"Bisa di mana saja," kata Moody, menggelengkan kepala. "Satu-satunya yang pasti adalah dia tidak di sini."
Dia menguap lebar di sini, sehingga bekas-bekas lukanya tertarik dan mulutnya yang miring memperlihatkan beberapa giginya yang
ompong. Kemudian dia berkata, "Dumbledore telah memberitahuku kalian bertiga menganggap diri kalian detektif, tetapi tak ada yang bisa kalian lakukan untuk Crouch. Kementerian akan mencarinya sekarang. Dumbledore telah memberitahu mereka. Potter, kau pikirkan saja tugas ketigamu."
"Apa"" kata Harry. "Oh yeah..."
Dia sama sekali tidak memikirkan maze sejak meninggalkannya bersama Krum semalam.
"Yang ini keahlianmu, kan," kata Moody, memandang Harry dan menggaruk dagunya yang dipenuhi bekas luka dan belum bercukur. "Menurut Dumbledore, kau sudah berkali-kali berhasil melewati rintangan-rintangan macam ini. Berhasil melewati serangkaian rintangan yang menjaga Batu bertuah waktu masih kelas satu, kan""
"Kami membantu," Ron berkata cepat-cepat. "Saya dan Hermione membantu."
Moody menyeringai. "Kalau begitu Bantu dia berlatih untuk yang ini, dan aku akan heran sekali kalau dia tidak menang," kata Moody. "Sementara itu... waspada setiap saat, Potter. Waspada setiap saat." Dia minum lagi dari tempat minumnya, dan mata gaibnya berputar ke jendela. Puncak layer kapal Durmstrang kelihatan dari jendela itu.
"Kalian berdua," Moody menasehati, mata normalnya menatap Ron dan Hermione, "kalian temani Potter, oke" Aku memang berjaga terhadap segala kemungkinan, tetapi tetap saja. makin banyak mata makin baik.
Sirius mengirim kembali burung hantu mereka keesokan paginya. Burung itu terbang turun dan hinggap di samping Harry. Pada saat bersamaan, seekor burung hantu kuning kecoklatan mendarat di depan Hermione, di paruhnya tergigit Daily Prophet. Hermione mengambil Koran itu, membaca cepat beberapa halaman pertamanya, berkata, "Ha! Dia belum dengar tentang Crouch!" kemudian bergabung dengan Ron dan Harry membaca apa yang dikatakan Sirius tentang kejadian misterius dua malam sebelumnya.
Harry... bagaimana kau ini, berjalan ke hutan di malam hari dengan Viktor Krum" Aku ingin kau berjanji lewat burung hantu bahwa kau tidak akan berjalan dengan siapa pun lagi di malam hari. Ada orang-orang yang sangat berbahaya di Hogwarts. jelas bagiku mereka ingin mencegah Crouch bertemu Dumbledore dan kau mungkin cuma beberapa meter jaraknya dari mereka dalam kegelapan. Kau bisa terbunuh.
Namamu tidak secara kebetulan masuk dalam Piala Api. Kalau ada yang berusaha menyerangmu, sekarang ini kesempatan terakhir mereka. Dekat-dekatlah selalu dengan Ron dan Hermione, jangan meninggalkan Menara Gryffindor selepas sore hari, dan persiapkan dirimu menghadapi tugas ketiga. Berlatihlah Mantra Bius untuk membuat pingsan dan Mantra Pelepas Senjata. Tak ada salahnya mempelajari beberapa sihir lain juga. Tak ada yang bisa kaulakukan soal Crouch. Tetaplah tenang dan jaga dirimu. Aku menunggu suratmu yang berisi janjimu bahwa kau tidak akan melanggar batas lagi.
Sirius. "Siapa dia, menguliahi aku soal melanggar batas"" kata Harry agak jengkel, seraya melipat surat Sirius dan memasukkannya ke dalam jubahnya. "Setelah semua hal yang dilakukannya waktu sekolah!"
"Dia mencemaskanmu!" kata Hermione tajam. "Sama seperti Moody dan Hagrid! Jadi, dengarkan mereka!"
"Tak ada yang mencoba menyerangku sepanjang tahun ini," kata Harry. "Tak ada yang melakukan apa-apa terhadapku."
"Kecuali memasukkan namamu ke dalam Piala Api," kata Hermione. "Dan mereka pasti punya alasan melakukan itu, Harry. Snuffles benar. Mungkin mereka menunggu waktu yang tepat. Mungkin dalam tugas ketiga inilah mereka akan menyerangmu."
"Dengar," kata Harry tak sabar, "kita andaikan saja Snuffles benar, dan ada yang membuat pingsan Krum untuk menculik Crouch. Nah, mereka mestinya ada di balik pepohonan di dekat kami, kan" Tetapi mereka menunggu sampai aku menyingkir sebelum bertindak, kan" Jadi kelihatannya aku bukan sasaran mereka, kan""
"Mereka tak bisa membuatnya tampak seperti kecelakaan kalau membunuhmu di hutan!" kata Hermione. "Tapi kalau kau meninggal dalam pelaksanaan tugas..."
"Mereka tidak peduli waktu menyerang Krum, kan"" kata Harry. "Kenapa mereka tidak menghabisiku sekalian" Mereka kan bisa membuat seakan aku dan Krum berduel atau apa."
"Harry, aku juga tidak mengerti," kata Hermione putus
asa. "Aku Cuma tahu banyak hal aneh yang sedang terjadi, dan aku tak suka itu... Moody benar... Sirius benar... kau harus berlatih untuk tugas ketigamu, segera. Dan pastikan kau membalas Sirius dan berjanji kepadanya kau tidak akan menyelinap sendiri lagi."
Halaman Hogwarts tak pernah tampak begitu menggiurkan kalau Harry harus tinggal di dalam. Selama beberapa hari berikutnya dia melewatkan semua waktu senggangnya kalau tidak di perpustakaan bersama Hermione dan Ron, membaca-baca tentang kutukan, ya di dalam kelas yang kosong. Mereka menyelinap ke ruang kosong itu untuk berlatih. Harry berkonsentrasi menguasai mantra bius, yang belum pernah digunakannya. Repotnya, melatih mantra itu memerlukan pengorbanan khusus dari Ron dan Hermione.
"Apa kita tidak bisa menculik Mrs. Norris"" Ron menyarankan pada saat makan siang hari senin ketika dia berbaring telentang di ruang kelas Mantra, setelah dipingsankan dan disadarkan oleh Harry lima kali berturut-turut. "Ayo kita pingsankan dia sebentar. Atau kau bisa menggunakan Dobby, Harry. Aku berani bertaruh dia bersedia melakukan apa saja untuk membantumu. Bukannya aku mengeluh atau apa" - dia bangun dengan hati-hati - "tapi badanku sakit semua..."
"Habis kau tidak pernah jatuh ke bantal sih!" kata Hermione tak sabar, mengatur kembali tumpukan bantal yang mereka gunakan untuk Mantra Usir, yang ditinggalkan Flitwick dalam lemari. "Coba jatuh ke belakang."
"Kalau pingsan, mana bisa memilih sasaran, Hermione!" kata Ron sewot. "Coba saja sekarang gentian kau yang pingsan."
"Kurasa Harry sudah menguasainya sekarang," kata Hermione buru-buru. "Dan kita tak perlu mencemaskan Mantra Pelepas Senjata, karena dia sudah lama menguasainya... Kurasa kita harus mulai berlatih beberapa sihir lain malam ini."
Dia menunduk membaca daftar yang telah mereka buat di perpustakaan.
"Aku suka yang ini," katanya, "Sihir Perintang. Bisa melambatkan apa saja yang menyerangmu, Harry. Kita mulai dengan itu."
Bel berdering. Mereka buru-buru memasukkan kembali bantal-bantal ke dalam lemari Flitwick dan meninggalkan kelas.
"Sampai ketemu makan malam nanti!" kata Hermione, dan dia pergi ikut Arithmancy, sementara Harry dan Ron menuju Menara Utara untuk ramalan. Leret-leret lebar cahaya matahari keemasan yang menyilaukan jatuh di koridor dari jendela-jendela tinggi. Biru langit di luar sangat cerah sehingga seperti dilapis porselen.
"Pasti panas sekali di kelas Trelawney. Dia tak pernah memadamkan apinya," kata Ron, ketika mereka menaiki tangga perak dan pintu tingkap.
Dia betul. Ruang remang-remang itu bukan main panasnya. Bau harum dari perapian lebih tajam daripadanya. Kelapa Harry pusing saat dia berjalan ke salah satu jendela bergorden. Ketika Profesor Trelawney memandang ke arah lain, melepas syalnya yang melibat lampu, Harry membuka jendelanya kira-kira dua setengah senti dan duduk di kursi berlengannya. Angina sepoi berembus melintasi wajahnya, nyaman sekali.
"Anak-anak," kata Profesor Trelawney, duduk di kursi berlengannya yang bersayap di depan kelas dan memandang mereka semua dengan matanya yang tampak besar aneh di balik kacamatanya, "kita hamper menyelesaikan pelajaran kita tentang ramalan berdasarkan posisi planet-planet. Hari ini kita punya kesempatan bagus sekali untuk mempelajari pengaruh-pengaruh Mars, karena Mars letaknya sangat menarik saat ini. Coba kalian semua lihat ke sini, aku akan meredupkan cahaya..."
Dia melambaikan tongkat sihirnya dan semua lampu padam. Satu-satunya penerangan tinggal perapian sekarang. Professor Trelawney membungkuk dan mengangkat, dari bawah kursinya, model mini system tata surya, di dalam bola kaca. Indah sekali, masing-masing bulan berpendar di tempatnya mengelilingi kesembilan planet dan matahari yang bersinar terang, semuanya melayang di udara di dalam kaca. Harry memandang bermalas-malasan ketika Profesor Trelawney mulai menunjukkan sudut memesona yang dibentuk Mars terhadap Neptunus. Asap yang harum menyapunya dan angina sepoi yang masuk dari jendela menyapu wajahnya. Dia bisa mendengar serangga berdegung pelan di balik gorden. Pelupuk matanya mulai menutup..
. Dia duduk di punggung burung hantu elang, terbang mengarungi angkasa biru menuju rumah tua yang penuh dirambati sulur, yang terletak tinggi di sisi bukit. Mereka terbang makin lama makin rendah, angin terasa nyaman menerpa wajah Harry, sampai mereka tiba di jendela gelap yang kacanya pecah di loteng rumah dan masuk. Sekarang mereka terbang sepanjang lorong remang-remang, menuju kamar di ujung... mereka melewati pintu, memasuki kamar gelap yang semua jendelanya ditutup papan...
Harry turun dari punggung si burung hantu... dia mengawasi, sekarang, saat si burung terbang ke seberang ruangan, ke kursi yang memunggunginya... Ada dua sosok gelap di lantai di sebelah kursi itu... dua-duanya bergerak...
Yang satu adalah ular besar sekali... satunya lagi seorang laki-laki... laki-laki pendek, botak, dengan mata berair dan hidung runcing... dia mendesah dan terisak di karpet di depan perapian...
"Kau beruntung, Wormtail," kata suara dingin melengking dari kedalaman kursi tempat si burung baru saja hinggap. "Kau sungguh sangat beruntung. Kesalahan besarmu tidak merusak segalanya. Dia mati."
"Yang mulia!" isak laki-laki di lantai. "Yang Mulia, saya... saya sangat senang... dan sangat menyesal..."
"Nagini," kata suara dingin itu, "kau tidak beruntung. Aku tidak jadi memberikan Wormtail untuk kau santap... tapi taka pa, taka pa... masih ada Harry Potter..."
Ular itu mendesis. Harry bisa melihat lidahnya menjulur-julur.
"Nah, Wormtail," kata suara dingin itu, "mungkin kau perlu sekali lagi sedikit diingatkan kenapa aku tidak bisa mentolerir kesalahan lain darimu..."
"Yang Mulia... jangan... saya mohon..."
Ujung tongkat sihir muncul dari balik punggung kursi, menunjuk kea rah Wormtail. "Crucio!" kata suara dingin itu.
Wormtail menjerit, menjerit seakan semua saraf dalam tubuhnya terbakar. Jeritannya memenuhi telinga Harry sementara bekas luka di dahinya sakit sekali seperti terbakar, dia juga berteriak... Voldemort akan mendengarnya, akan tahu dia ada dia sana...
"Harry! Harry!"
Harry membuka matanya. Dia terbaring di lantai kelas. Professor Trelawney dengan tangan menutupi wajahnya. Bekas lukanya masih terasa sakit sekali sampai matanya berair. Sakitnya sungguh-sungguh. Seluruh kelas berdiri
mengerumuninya, dan Ron berlutut di sebelahnya, tampak ngeri.
"Kau baik-baik saja"" katanya.
"Tentu saja tidak!" kata Profesor Trelawney, tampak sangat bergairah. Matanya yang besar menatap Harry tajam-tajam. "Apa yang kau alami, Potter" Pertanda" Penampakan" Apa yang kau lihat""
"Tidak ada," Harry berbohong. Dia duduk. Dia bisa merasa tubuhnya gemetar. Dia tak bisa menahan diri untuk tidak memandang berkeliling, ke dalam keremangan di belakangnya. Suara Voldemort tadi kedengarannya dekat sekali...
"Kau tadi memegangi bekas lukamu!" kata Profesor Trelawney. "Kau berguling-guling di lantai, memegangi bekas lukamu! Ayolah, Potter, aku sudah berpengalaman dalam hal-hal seperti ini!"
Harry menengadah menatapnya.
"Saya perlu ke rumah sakit, saya rasa," katanya. "Kepala saya pusing sekali."
"Nak, kau jelas terstimulasi oleh vibrasi pertenungan yang luar biasa di dalam kelasku!" kata Profesor Trelawney. "Kalau kau pergi sekarang, kau mungkin kehilangan kesempatan untuk melihat lebih jauh daripada yang pernah..."
"Saya tidak ingin melihat apapun selain obat pusing," kata Harry.
Dia berdiri. Teman-temannya mundur. Mereka semua tampak bingung dan ngeri.
"Sampai nanti," Harry bergumam kepada Ron, lalu dia mengangkat tasnya dan menuju pintu tingkap, mengabaikan Profesor Trelawney yang tampaknya frustasi sekali, seakan kesenangan besarnya baru saja dirampas.
Setiba di kaki tangga, Harry tidak menuju ke rumah sakit. Dia tak bermaksud ke sana sama sekali. Sirius sudah memberitahunya apa yang harus dilakukan jika bekas lukanya sakit lagi, dan Harry akan mematuhi nasihatnya. Dia akan langsung ke kantor Dumbledore. Dia berjalan menyusur koridor, memikirkan apa yang telah dilihatnya dalam mimpinya. sama jelasnya dengan yang pernah membuatnya terbangun di Privet Drive. Dia mengulangi semua detailnya dalam pikirannya, berusaha memastikan dia bisa mengingatnya. Dia
telah mendengar Voldemort menuduh Wormtail membuat kesalahan besar. tetapi burung hantu telah membawa kabar baik, kesalahan itu telah diperbaiki, ada yang telah mati. Maka Wormtail tidak jadi diumpankan kepada si ular. dia, Harry, yang akan diumpankan sebagai gantinya.
Harry telah melewati gargoyle batu yang menjaga pintu masuk ke kantor Dumbledore tanpa memperhatikannya. Dia mengejap, memandang berkeliling, menyadari apa yang telah dilakukannya, dan berjalan balik, berhenti di depan gargoyle. Kemudian dia ingat dia tidak tahu kata kuncinya.
"Permen jeruk"" ujarnya coba-coba.
Si gargoyle tidak bergerak.
"Oke," kata Harry memandangnya. "Tetes mutiara. Er... Tongkat Loli Pedas. Kumbang berdesing. Permen karet tiup paling hebat Drooble. Kacang segala rasa Bertie Bott... oh tidak, dia tidak menyukai permen-permen itu, kan"... Oh, buka saja kenapa sih"" katanya marah. "Aku betul-betul perlu ketemu dia, penting sekali."
Si gargoyle tetap bergeming.
Harry menendangnya, tak mendapatkan hasil apa pun kecuali jempol kakinya jadi sakit sekali.
"Coklat kodok!" dia berteriak marah, berdiri di atas satu kaki. "Pena Bulu Gula! Kerumunan Kecoak!"
Si gargoyle tiba-tiba hidup dan melompat menepi. Harry mengejap.
"Kerumunan Kecoak"" katanya, terpana. "Padahal aku Cuma bergurau lho..."
Dia bergegas melewati celah di dinding dan melangkah ke kaki tangga batu spiral, yang bergerak perlahan ke atas sementara pintu menutup di belakangnya, membawanya ke pintu ek berpelitur dengan pengetuk dari kekuningan.
Dia bisa mendengar suara-suara dari dalam kantor. Dia melangkah dari tangga yang bergerak dan ragu-ragu, mendengarkan.
"Dumbledore, aku tak melihat hubungannya, sama sekali tidak!" terdengar suara menteri sihir, Cornelius Fudge. "Ludo mengatakan orang seperti Bertha gampang sekali tersesat. Aku setuju mestinya kita sudah menemukan dia sekarang, tetapi kita toh tidak
mendapatkan bukti-bukti permainan kotor, Dumbledore, sama sekali tidak. Tetapi kalau lenyapnya dia dihubung-hubungkan dengan lenyapnya Barty Crouch..."
"Dan menurut anda apa yang terjadi pada Barty Crouch, Pak Menteri"" terdengar suara menggeram Moody.
"Aku melihat dua kemungkinan, Alastor," kata Fudge. "Yang pertama, Crouch akhirnya ambruk - ini mungkin sekali, aku yakin kalian setuju, mengingat riwayat pribadinya - hilang akal, dan pergi ke suatu tempat..."
"Perginya cepat sekali, kalau begitu, Cornelius," kata Dumbledore kalem.
"Atau kalau tidak... yah..." Fudge kedengarannya malu. "Aku tak akan melontarkan tuduhan sampai sesudah aku melihat di mana dia ditemukan, tetapi menurutmu tak jauh dari kereta Beauxbatons" Dumbledore, kau tahu perempuan seperti apa dia""
"Aku menganggapnya kepala sekolah yang sangat andal - dan penari yang hebat," kata Dumbledore tenang.
"Dumbledore, akui saja," kata Fudge. "Apakah menurutmu kau tidak melindunginya demi hagrid" Tidak semua dari mereka berbahaya... kalau kau bisa menganggap Hagrid tak berbahaya, dengan kegemarannya akan monster..."
"Aku tidak mencurigai Madame Maxime maupun Hagrid," kata Dumbledore, sama kalemnya. "Kurasa kaulah yang berprasangka, Cornelius."
"Bisakah kita mengakhiri diskusi ini"" geram Moody.
"Ya, ya, mari kita ke tempat itu kalau begitu," kata Fudge tak sabar.
"Tidak, bukan karena itu," kata Moody. "Hanya saja Potter ingin bicara denganmu, Dumbledore. Dia ada di depan pintu."


Harry Potter Dan Piala Api Harry Potter And The Goblet Of Fire Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

30. Pensieve Pintu kantor terbuka. "Halo, Potter," sapa Moody. "Masulah."
Harry melangkah masuk. Dia pernah berada dalam kantor Dumbledore sekali sebelum ini. Kantor ini berupa ruangan bundar yang sangat indah. Di dinding berderet para mantan kepala sekolah Hogwarts, semuanya sedang tidur nyenyak, dada mereka naik turun dengan lembut.
Cornelius Fudge berdiri di sebelah meja Dumbledore, memakai mantel bergarisnya yang biasa dan memegangi topinya yang berwarna hijau lemon.
"Harry!" sapa Fudge riang, menyongsongnya. "Apa kabar""
"Baik," Harry berbohong.
"Kami baru saja membicarakan tentang malam ketika Mr. Crouch muncuk di halaman sekolah ini," kata Fudge. "Kau kan yang menemukannya""
"Ya," kata Harry. Kemudian, merasa tak ada gunanya berpura-p
ura dia tidak mendengar apa yang mereka bicarakan, dia menambahkan, "Tetapi saya tidak melihat Madame Maxime sama sekali, dan dia akan sulit menyembunyikan diri, kan""
Dumbledore tersenyum kepada Harry di belakang punggung Fudge, matanya berkilau.
"Ya, sudahlah," kata Fudge, tampak malu, "kami baru saja akan berjalan-jalan sebentar di luar, Harry, maafkan... mungkin kau sebaiknya kembali ke kelasmu..."
"Saya ingin bicara dengan anda, Profesoe," kata Harry buru-buru, memandang Dumbledore, yang balas menatapnya penuh selidik.
"Tunggu di sini, Harry," katanya. "Pemeriksaan lapangan yang akan kami lakukan tidak lama."
Mereka berjalan beriringan, tanpa bicara melewatinya dan menutup pintu. Setelah kira-kira semenit, Harry mendengar bunyi tak-tok kaki kayu Moody semakin samara di koridor di bawah. Dia memandang berkeliling.
"Halo, Fawkes," katanya.
Fawkes, burung phoenix Profesor Dumbledore, berdiri di tempat hinggapnya yang keemasan di samping pintu. Seukuran angsa, dengan bulu indah berwarna merah dan emas, dia mengibaskan ekornya yang panjang dan mengedip ramah kepada Harry.
Harry duduk di kursi di depan meja Dumbledore. Selama beberapa menit dia mengawasi para mantan kepala sekolah, pria dan wanita, tidur dalam pigura mereka, memikirkan apa yang baru saja di dengarnya, dan meraba bekas lukanya. Bekas luka itu sekarang tidak sakit lagi.
Dia merasa jauh lebih tenang setelah berada dalam kantor Dumbledore, tahu tak lama lagi dia akan menceritakan mimpinya kepadanya. Harry menengadah memandang dinding di belakang meja. Topi seleksi yang compang camping dan bertambal terletak di atas rak. Kotak kaca di sebelah topi itu berisi pedang perak megah yang bertatahkan batu mirah sampai ke pangkal pegangannya. Harry mengenalinya sebagai pedang yang ditariknya keluar dari Topi Seleksi pada tahun keduanya. Pedang itu dulu milik Godric Gryffindor, pendiri asrama Harry. Harry sedang memandang pedang itu, mengingat bagaimana pedang itu membantunya saat dia mengira sudah tak ada harapan lagi, ketika terlihat olehnya secerah cahaya keperakan, menari-nari dan berpendar di kotak kaca. Dia menoleh mencari sumber cahaya itu dan melihat cahaya putih keperakan bersinar cemerlang dari dalam lemari hitam di belakangnya. Pintu lemari itu tidak tertutup rapat. Harry ragu-ragu, mengerling Fawkes,
kemudian bangkit, berjalan menyeberang ruangan, dan membuka pintu lemari.
Baskom batu dangkal terletak dalam lemari itu, tepinya dihiasi pahatan aneh: rune dan symbol-simbol yang tidak dikenali Harry. Cahaya keperakan itu berasal dari isi baskom. Harry belum pernah melihat benda seperti itu. Dia tak bisa mengatakan apakah itu benda cair atau gas. Isi baskom itu berwarna perak putih cemerlang, dan bergerak tak hentinya. Permukaanya bergelombang kecil seperti air yang diterpa angina, dan kemudian, seperti awan, menyibak dan bergulung halus. Kelihatannya seperti cahaya yang terbuat dari cairan -atau seperti angin yang dipadatkan - Harry tak bisa memutuskan.
Dia ingin menyentuhnya, agar tahu bagaimana rasanya, tetapi pengalamannya yang hanpir empat tahun di dunia sihir memberitahunya bahwa mencelupkan jarinya ke dalam mangkuk yang penuh berisi zat yang tak dikenal sungguh hal yang sangat bodoh. Karena itu dia mencabut tongkat sihirnya dari balik jubahnya, memandang gugup ke sekeliling ruangan, kembali memandang isi baskom, dan mencelupkan tongkatnya.
Permukaan zat keperakan di dalam baskom mulai berputar sangat cepat.
Harry membungkuk lebih rendah, kepalanya masuk ke dalam lemari. Zat keperakan itu sekarang telah menjadi transparan, seperti kaca. Harry memandangnya, mengharap akan melihat dasar baskom batu - tetapi yang dilihatnya ternyata ruang besar di bawah permukaan zat misterius itu. Rasanya dia memandang ke dalam ruangan itu melalui jendela bulat di langit-langit.
Penerangan di dalam ruangan itu redup. Harry berpikir ruangan itu mungkin malah di bawah tanah, karena tak ada jendelanya. Yang ada hanya obor-obor di tancapan, seperti obor-obor yang menerangi dinding Hogwarts. Menurunkan wajahnya sampai hidungnya Cuma berjarak beberapa senti dari zat yang sepert
i kaca itu, Harry melihat berderet-deret penyihir pria dan wanita duduk mengelilingi seputar dinding, di atas bangku yang semakin ke belakang semakin tinggi. Sebuah kursi kosong terletak persis di tengah ruangan. Ada sesuatu pada kursi itu yang memberi Harry perasaan tidak menyenangkan. Rantai membelit lengan kursi, seakan orang yang duduk di atasnya biasanya diikat ke lengan kursi itu.
Di manakah tempat ini" Jelas ini bukan Hogwarts. Belum pernah dia melihat ruangan seperti ini di kastil. Lagipula, orang-orang dalam ruangan misterius di dasar baskom adalah orang-orang dewasa, dan Harry tahu jumlah guru di Hogwarts tak sampai setengah jumlah orang-orang itu. Mereka tampaknya sedang menunggu sesuatu, meskipun Harry hanya bisa melihat puncak topi-topi mereka. Semua wajah menghadap ke satu arah, dan tak seorang pun yang saling bicara.
Karena baskomnya bundar, sedangkan ruangan yang diamatinya persegi, Harry tak bisa melihat apa yang terjadi di sudut-sudutnya. Harry semakin mendekat, menelengkan kepalanya, berusaha melihat...
Ujung hidungnya menyentuh zat aneh yang tembus pandang itu.
Kantor Dumbledore mendadak terjungkir - Harry terlempar ke depan dan terjungkal dengan kepala lebih dulu ke dalam zat di dasar baskom itu...
Tetapi kepalanya tidak menyentuh dasar batunya. Dia terjatuh menembus sesuatu yang sedingin es dan kelam. Rasanya seperti tersedot ke dalam pusaran air yang gelap...
Dan tiba-tiba saja Harry sudah duduk di atas bangku di ujung ruangan di dalam baskom, bangku yang menjulang jauh di atas yang lain. Dia menengadah memandang langit-langit batu yang tinggi, mengharap melihat jendela bundar dari mana tadi dia melongok ke bawah, tetapi tak ada apa-apa di atas kecuali batu padat yang gelap.
Bernapas keras dan cepat, Harry memandang ke sekelilingnya. Tak satupun dari para penyihir pria dan wanita itu (dan jumlah mereka paling sedikit dua ratus) yang memandangnya. Tak satupun yang tampaknya menyadari bahwa seorang anak laki-laki berusia empat belas tahun baru saja terjatuh dari langit-langit di tengah mereka. Harry menoleh kepada penyihir pria di sebelahnya dan memekik keras saking kagetnya. Pekikannya berkumandang ke seluruh ruangan yang sunyi.
Dia duduk persis di sebelah Albus Dumbledore.
"Profesor!" Harry berkata dalam bisikan tercekat. "Maaf... saya tak bermaksud... saya tadi Cuma melihat baskom dalam lemari anda... saya... di mana kita""
Namun Dumbledore tidak bergerak maupun berbicara. Dia sama sekali tidak mengacuhkan Harry. Seperti semua penyihir lain di bangku-bangku itu, dia menatap sudut ruangan yang terjauh, yang ada pintunya.
Harry tercenggang memandang Dumbledore, kemudian memandang para penyihir lain yang menatap dalam diam, kemudian kembali ke Dumbledore. Dan kemudian dia paham...
Sebelum ini, pernah sekali Harry berada di tempat yang tak seorang pun yang bisa melihat atau mendengarnya. Waktu itu dia terjatuh menembus halaman buku harian yang tersihir, masuk ke dalam memori orang lain... dan kalau dia tak keliru, sesuatu yang semacam itu kini terjadi lagi...
Harry mengangkat tangan kanannya, ragu-ragu, dan kemudian melambaikannya dengan bersemangat di depan wajah Dumbledore. Dumbledore tidak berkedip atau menoleh memandang Harry. Dia bahkan sama sekali tak bergerak. Dan itu, bagi Harry, membereskan persoalan. Dia berada di dalam memori, dan ini bukan Dumbledore yang sekarang ini. Tetapi ini tentu belum terlalu lama... Dumbledore yang duduk di sebelahnya rambutnya sudah keperakan, persis seperti Dumbledore yang sekarang. Tetapi tempat apa ini" Apa yang ditunggu semua penyihir ini"
Harry memandang berkeliling lebih teliti. Ruangan ini, seperti yang telah diduganya sewaktu memandang dari atas, hamper dipastikan berada di bawah tanah. Suasana di tempat itu suram dan menakutkan. Tak ada lukisan di dinding, tak ada dekorasi sama sekali, hanya ada berderet-deret bangku ini, makin ke belakang makin tinggi, mengelilingi ruangan, semua diatur sedemikian
rupa supaya mereka bisa melihat jelas kursi yang pegangannya dililit rantai.
Sebelum Harry bisa mengambil kesimpulan tentang ruangan tempat mereka berada in
i, didengarnya langkah-langkah kaki. Pintu di sudut terbuka dan tiga orang masuk - atau tepatnya satu orang laki-laki, diapit dua dementor.
Organ-organ tubuh Harry menjadi dingin. Dementor-dementor itu - makhluk tinggi berkerudung, yang wajahnya tersembunyi - melayang pelan menuju kursi di tengah ruangan, masing-masing mencengkeram satu lengan orang itu dengan tangan mereka yang mati dan tampak membusuk. Laki-laki diantara mereka tampaknya akan pingsan, dan Harry tidak menyalahkannya. dia tahu dementor tidak dapat menyentuhnya di dalam memori, tetapi dia ingat sekali kemampuan mereka. Para penyihir yang mengamati sedikit ketakutan saat kedua dementor mendudukkan laki-laki itu di kursi berlantai dan melayang keluar ruangan. Pintu mengayun menutup di belakang mereka.
Harry menunduk memandang laki-laki yang sekarang duduk di kursi dan melihat bahwa dia ternyata Karkaroff.
Tak seperti Dumbledore, Karkaroff tampak jauh lebih muda. Rambut dan jenggot kambingnya hitam. Dia tidak memakai jubah beludru halus, melainkan jubah compang-camping.dia gemetar. Sementara Harry mengawasi, rantai-rantai di lengan kursi mendadak berpendar keemasan dan merayap naik ke lengan Karkaroff, mengikatnya.
"Igor Karkaroff," kata suara kasar di sebelah kiri Harry. Harry berpaling dan melihat Mr. Crouch di tengah bangku di sebelahnya. Rambut Crouch hitam, wajahnya tak banyak kerutnya, dia tampak sehat dan waspada. "Kau di bawa ke sini dari Azkaban untuk menyampaikan bukti-bukti kepada kementerian Sihir. Kau mengatakan kalau kau punya informasi penting untuk kami."
Karkaroff menegakkan diri sebisa mungkin, terikat erat di kursnya.
"Betul, Sir," katanya, dan kendatipun suaranya sangat ketakutan, Harry masih bisa mendengar nada bermanis-manis yang dikenalnya. "Saya ingin berguna untuk kementerian. Saya ingin membantu... saya tahu kementerian sedang berusaha menggulung sisa-sisa pendukung pangeran kegelapan. Saya ingin membantu sebisa saya..."
Terdengar gumaman di seluruh bangku. Beberapa penyihir mengawasi Karkaroff dengan tertarik, beberapa lainnya dengan ketidakpercayaan yang kentara. Kemudian Harry mendengar, suara geram yang dikenalnya berkata, "Sampah."
Harry membungkuk agar bisa melihat melewati Dumbledore. Mad-Eye Moody duduk di situ - hanya saja penampilannya jelas berbeda. Dia tak punya mata gaib. Kedua matanya normal. Kedua mata itu menatap Karkaroff, dan dua-duanya menyipit dalam kebencian yang sangat.
"Crouch akan melepaskannya," Moody berbisik pelan kepada Dumbledore. "Dia sudah membuat kesepakatan dengannya. Perlu enam bulan bagiku untuk melacaknya
dan Crouch akan melepasnya kalau dia punya cukup banyak informasi. Kita dengarkan saja informasinya, menurutku, dan kirim kembali dia kepada para dementor."
Dumbledore mengeluarkan dengus tak setuju dari hidungnya yang pajang dan bengkok.
"Ah, aku lupa... kau tak suka dementor kan, Albus"" kata Moody tersenyum sinis.
"Tidak," jawab Dumbledore tenang. "Aku tak suka mereka. Sudah lama aku mengira kementerian keliru bekerja sama dengan makhluk seperti itu."
"Tetapi untuk sampah masyarakat macam ini.," kata Moody pelan.
"Katamu kau punya nama-nama untuk kami, Karkaroff," kata Mr. Crouch. "Coba sebutkan."
"Anda harus paham," kata Karkaroff buru-buru, "bahwa Dia-Yang-Namanya-Tak-Boleh-Disebut selalu beroperasi dengat sangat rahasia. Dia lebih suka kalau kami - maksud saya, para pendukungnya - dan saya menyesal sekarang, sangat menyesal, bahwa saya pernah menjadi salah satu dari mereka."
"Ayo teruskan," cemooh Moody.
". kami tak pernah tahu nama semua teman kami. Hanya dia sendiri yang tahu persis siapa saja kami."
"Sikap yang bijaksana, kan, karena bisa mencegah orang seperti kau, Karkaroff, menyerahkan mereka semua," gumam Moody.
"Tetapi kau bilang kau punya beberapa nama untuk kami"" kata Mr. Crouch.
"Be... betul," kata Karkaroff menahan napas. "Dan ini nama-nama pendukung yang penting. Orang yang saya lihat dengan mata saya sendiri melakukan perintahnya. Saya memberikan informasi ini sebagai tanda bahwa saya benar-benar meninggalkannya, dan saya dipenuhi penyesalan yang begitu mendalam sehingga s
aya nyaris tak bisa..."
"Dan siapa saja nama itu"" tukas Mr. crouch tajam.
Karkaroff menarik napas dalam-dalam.
"Ada Antonin Dolohov," katanya. "Saya... saya melihatnya menyiksa Muggle tak terhitung banyaknya dan... dan mereka yang tidak mendukung Pangeran Kegelapan."
"Dan membantunya," gumam Moody.
"Kami sudah menahan Dolohov," kata Crouch. "Dia ditangkap tak lama setelah kau."
"Begitu"" kata Karkaroff, matanya melebar. "Saya. saya senang mendengarnya."
Tetapi dia tidak tampak senang. Harry bisa melihat bahwa berita ini merupakan pukulan berat baginya. Salah satu namanya tak berguna.
"Ada yang lain"" Tanya Crouch dingin.
"Ya, ada... Rosier," kata Karkaroff buru-buru. "Evan Rosier."
"Rosier sudah mati," kata Crouch. "Dia ditangkap tak lama sesudah kau juga. Dia lebih suka melawan daripada ikut dengan patuh dan terbunuh dalam perkelahian."
"Membawa sebagian mukaku, tapi," bisik Moody di sebelah kanan Harry. Harry memandangnya sekali lagi, dan melihatnya menunjuk hidungnya yang gerowong kepada Dumbledore.
"Memang... memang pantas diterima Rosier!" kata Karkaroff, nadanya benar-benar panic sekarang. Harry bisa melihat bahwa dia mulai khawatir bahwa tak satu pun informasinya berguna bagi kementerian. Mata Karkaroff melayang ke pintu sudut. Di belakang pintu itu para dementor tak diragukan lagi masih berdiri menunggu.
"Ada lagi"" kata Crouch.
"Ya!" kata Karkaroff. "Ada... Travers - dia membantu membunuh keluarga Mckinnon! Mulciber - spesialisasinya kutukan Imperius, memaksa banyak orang untuk melakukan hal-hal mengerikan! Rookwood, dia mata-mata dan menyampaikan informasi berguna kepada Dia-Yang-Namanya-Tak-Boleh-Disebut dari dalam kementerian!"
Kali ini Karkaroff beruntung. Para penyihir yang lain saling berbisik.
"Rookwood"" kata Mr. Crouch, mengangguk kepada penyihir wanita yang duduk di depannya, yang mulai menulis di atas secarik perkamennya. "Augustus Rookwood dari Departemen Misteri""
"Betul," kata Karkaroff bersemangat. "Saya rasa dia menggunakan jaringan para penyihir yang ditempatkan secara strategis, baik di dalam maupun di luar kementerian, untuk mengumpulkan informasi..."
"Tetapi Travers dan Mulciber kami sudah tahu," kata Mr. Crouch. "Baiklah, Karkaroff, kalau sudah semua, kau akan dikembalikan ke Azkaban sementara kami memutuskan..."
"Belum!" jerit Karkaroff, tampak putus asa. "Tunggu, masih ada lagi!"
Dia tampak berkeringat di bawah cahaya obor. Kulitnya yang putih kontras sekali dengan rambut dan jenggotnya yang hitam.
"Snape!" dia berteriak. "Severus Snape!"
"Snape sudah dinyatakan bersih oleh siding ini," kata Crouch dingin. "Albus Dumbledore telah menjaminnya."
"Tidak!" teriak Karkaroff, bergerak sampai rantai yang mengikatnya ke kursi meregang. "Saya berani pastikan! Severus Snape pelahap maut!"
Dumbledore telah berdiri. "Saya sudah memberikan bukti-bukti untuk masalah ini," katanya tenang. "Severus Snape memang dulunya pelahap maut. Meskipun demikian, dia bergabung ke pihak kita sebelum kejatuhan Lord Voldemort dan menjadi mata-mata untuk kita, dengan resiko yang sangat besar. Sekarang dia bukan lagi pelahap maut."
Harry berpaling untuk melihat Mad-Eye Moody. Di belakang punggung Dumbledore, wajahnya dipenuhi keraguan.
"Baiklah, Karkaroff," kata Crouch dingin, "kau telah membantu. Aku akan meninjau kembali kasusmu. Kau sementara ini akan kembali ke Azkaban..."
Suara Mr. Crouch menjadi sayup-sayup. Harry memandang berkeliling. Ruang bawah tanah itu membuyar seakan terbuat dari asap. Segalanya memudar. Dia hanya bisa melihat tubuhnya sendiri -segala yang lain hanyalah pusaran kegelapan...
Dan kemudian ruang bawah tanah muncul lagi. Harry duduk di bangku yang lain, masih di bangku yang paling tinggi, tetapi sekarang di sebelah kiri Mr. Crouch. Atmosfernya cukup berbeda: rileks, bahkan menyenangkan. Para penyihir pria dan wanita di sepanjang dinding saling mengobrol, seakan mereka sedang menonton pertandingan olahraga. Seorang penyihir wanita di tengah deretan bangku menarik perhatian Harry. Rambutnya pirang pendek, memakai jubah merah keunguan, dan mengisap ujung pena bulu berwarna hijau cuka. Dia, tak
salah lagi, Rita Skeeter yang masih muda. Harry memandang berkeliling. Dumbledore duduk di sebelahnya lagi, memakai jubah berbeda. Mr. Crouch tampak lebih lelah dan lebih galak, lebih kurus dan cekung... Harry paham. Itu memori yang lain, hari yang lain... pengadilan yang lain.
Pintu di sudut terbuka dan Ludo Bagman masuk.
Tetapi ini bukan Ludo Bagman yang kekuatannya mulai mundur, tetapi Ludo Bagman yang sedang dalam puncak kejayaannya sebagai pemain Quidditch. Hidungnya belum patah. Dia jangkung, tegap dan berotot. Bagman tampak gugup ketika duduk di kursi berantai, tetapi rantai itu tidak mengikatnya seperti
Karkaroff, dan Bagman, mungkin mendapat semangat dari ini, mengerling para penyihir yang hadir, melambai kepada dua diantaranya, dan tersenyum sedikit.
"Ludo Bagman, kau dibawa ke sini ke hadapan Dewan Hukum Sihir sehubungan dengan tuduhan yang berkaitan dengan aktivitas pelahap maut," kata Mr. Crouch. "Kami telah mendengar bukti-bukti yang memberatkanmu, dan sebentar lagi akan mengambil keputusan. Apakah kau masih mau menyampaikan sesuatu sebelum keputusan dijatuhkan""
Harry tak bisa mempercayai telinganya. Ludo Bagman, pelahap Maut"
"Hanya," kata Bagman, tersenyum canggung, "yah. saya tahu saya telah bertindak sedikit bodoh."
Satu dua penyihir di bangku yang mengelilingnya tersenyum ramah. Perasaan Mr. Crouch tampaknya tidak sama dengan mereka. Dia menunduk menatap Bagman dengan sangat galak dan benci.
"Betul sekali yang kau katakan, Nak," ada yang bergumam kering kepada Dumbledore di belakang Harry. Harry menoleh dan melihat Moody duduk di sana lagi. "Kalau aku tak tahu sejak dulu dia memang goblok, aku akan bilang beberapa bludger yang menghantamnya telah merusak otaknya secara permanent."
"Ludovic Bagman, kau tertangkap menyampaikan informasi kepada para pendukung Lord Voldemort," kata Mr. Crouch. "Untuk ini, aku mengusulkan penahanan di Azkaban yang berlangsung tak kurang dari."
Tetapi ada teriakan marah dari bangku-bangku di sekitarnya. Beberapa penyihir di sekeliling dinding berdiri, menggelengkan kepala, dan bahkan menggoyangkan tinju mereka, kepada Mr. Crouch.
"Tetapi sudah saya katakana, saya tak tahu!" seru Bagman sungguh-sungguh mengatasi celoteh hadarin, mata birunya yang bundar melebar. "Sama sekali tak tahu! Rookwood teman ayah saya... tak pernah saya duga dia bekerja untuk anda-tahu-siapa! Saya piker saya mengumpulkan informasinya untuk pihak kami! Dan Rookwood berkali-kali mengatakan akan memberi saya pekerjaan di kementerian nantinya... kalau karier saya di Quidditch sudah berakhir, anda tahu... maksud saya, saya tak bisa dihantam Bludger terus sepanjang sisa hidup saya, kan""
Hadirin terkekeh. "Kami akan mengadakan voting," kata Mr. Crouch dingin. Dia menoleh ke sisi kanan ruang bawah tanah. "Para juri yang menyetujui penahanan... silakan angkat tangan..."
Harry memandang ke arah kanan. Tak seorang pun mengangkat tangan. Banyak para penyihir yang duduk mengelilingi dinding mulai bertepuk tangan. Seorang juri perempuan berdiri.
"Ya"" bentak Crouch.
"Kami hanya ingin memberi selamat pada Mr. Bagman atas permainannya yang bagus untuk Inggris dalam pertandingan Quidditch melawan Turki hari sabtu lalu," kata si penyihir wanita terengah.
Mr. crouch tampak berang. Ruang bawah tanah dipenuhi gemuruh tepuk tangan sekarang. Bagman bangkit dan membungkuk, tersenyum.
"Memalukan," Mr. Crouch menggerutu kea rah Dumbledore seraya duduk, sementara Bagman keluar meninggalkan ruangan. "Rookwood memberinya pekerjaan... Hari Ludo Bagman bergabung dengan kami sungguh akan menjadi menyedihkan bagi kementerian..."
Dan ruangan itu memundar lagi. Setelah muncul kembali, Harry memandang berkeliling. Dia dan Dumbledore masih duduk di sebelah Mr. Crouch, tetapi atmosfernya sungguh sangat berbeda. Kesenyapan ruangan hanya dipecahkan oleh isak seorang penyihir wanita yang penampilannya rapuh dan lemah, di tempat duduk di sebelah Mr. Crouch. Dia menutupkan sapu tangan ke mulutnya dengan tangan gemetar. Harry memandang Mr. Crouch. Dia tampak lebih kurus dan pucat daripada sebelumnya. Otot di keningnya berkedut.
"Bawa me reka masuk," katanya, dan suaranya bergaung di seluruh ruangan yang sunyi.
Pintu di sudut terbuka lagi. Enam dementor masuk kali ini, mengapit empat orang. Harry melihat para penyihir dalam ruangan menoleh memandang Mr. Crouch. Beberapa diantaranya saling bisik.
Para dementor menempatkan masing-masing tawanan di empat kursi berantai yang sekarang berdiri di tengah ruangan. Seorang laki-laki gemuk yang menatap Crouch dengan pandangan kosong, seorang laki-laki lebih kurus dan tampak gelisah, yang matanya memandang liar ke sekeliling ruangan, perempuan dengan rambut lebat
berwarna gelap dan mata berpelupuk tebal yang duduk di kursi berantai seakan kursi itu singgasana, dan seorang pemuda akhir belasan tahu, yang tampak sangat ketakutan. Dia gemetar, rambutnya yang sewarna jerami jatuh berantakan di wajahnya, kulitnya yang berbintik pucat seputih susu. Penyihir wanita rapuh di sebelah Crouch mulai berguncang ke depan dan ke belakang di tempat duduknya, merintih dalam sapu tangannya.
Crouch berdiri. Dia menunduk memandang keempat penyihir di depannya, dan wajahnya dipenuhi kebencian luar biasa.
"Kalian dibawa ke hadapan Dewan Hukum Sihir ini," katanya jelas, "agar kami bisa mengadili kalian, untuk tindak criminal begitu mengerikan..."
"Ayah," kata si anak berambut warna jerami. "Ayah... mohon..."
"... sehingga jarang sekali kami dengar dalam persidangan ini," kata Crouch, bicara lebih keras, menenggelamkan suara anaknya. "Kami sudah mendengar bukti-bukti yang memberatkan kalian. Kalian berempat dituduh menangkap auror - Frank Longbottom - dan menyerangnya dengan kutukan Cruciatus, karena menganggap dia mengetahui keberadaan tuan kalian yang dalam pengasingan, Dia Yang Namanya Tak Boleh Disebut..."
"Ayah, saya tidak!" jerit si anak yang terantai di bawah. "Saya tidak. Saya bersumpah, ayah, jangan kirim kembali saya kepada para Dementor..."
"Selanjutnya kalian juga dituduh," raung Mr. Crouch, "melancarkan kutukan Cruciatus kepada istri Frank
Longbottom, ketika Frank tidak mau memberikan informasi kepada kalian. Kalian merencanakan membuat Dia Yang Namanya Tak Boleh Disebut kembali berkuasa dan meneruskan hidup penuh kekejaman yang kemungkinan telah kalian jalani sewaktu dia masih berkuasa. Sekarang aku bertanya kepada para juri..."
"Ibu!" jerit si pemuda, dan si penyihir wanita kecil di sebelah Crouch mulai terisak, berguncang ke depan dank e belakang. "Ibu, hentikan dia, ibu, aku tidak melakukannya, bukan aku!"
"Aku sekarang minta para juri," teriak Mr. Crouch, "untuk mengangkat tangan kalau mereka percaya, seperti halnya aku, bahwa tindak criminal ini layak menerima hukuman seumur hidup di Azkaban!"
Serentak, para penyihir sepanjang dinding kanan ruang bawah tanah mengangkat tangan. Para penyihir lainnya mulai bertepuk seperti yang mereka lakukan terhadap Bagman, wajah-wajah mereka penuh kemenangan ganas. Pemuda itu mulai menjerit-jerit.
"Jangan! Ibu, jangan! Aku tidak melakukannya, aku tidak melakukannya, aku tidak tahu! Jangan kirim aku ke sana, jangan biarkan dia kirim aku ke sana!"
Para dementor melayang kembali ke ruangan. Ketiga kawan si pemuda bangkit dari tempat duduk mereka. Si wanita dengan pelupuk tebal mendongak menatap Crouch dan berseru, "Pangeran Kegelapan akan bangkit lagi, Crouch! Lempar kami ke Azkaban ; kami akan menunggu! Dia akan bangkit lagi dan akan dating membebaskan kami. Dia akan memberi kami penghargaan lebih daripada kepada pendukungnya yang
lain! Hanya kami yang setia! Hanya kami yang berusaha mencarinya!"
Tetapi si pemuda berusaha memberontak dari para dementor, kendatipun Harry bisa melihat kekuatan sedot mereka yang dingin mulai mempengaruhinya. Para hadirin bersorak mencemooh, beberapa diantaranya berdiri, sementara si penyihir wanita berpelupuk tebal meninggalkan ruangan, dan si pemuda terus memberontak.
"Aku anakmu!" dia berteriak kepada Crouch. "Aku anakmu!"
"Kau bukan anakku!" gerung Mr. Crouch, matanya mendadak mendelik. "Aku tak punya anak!"
Penyihir kecil di sebelahnya memekik kaget dan terpuruk di kursinya. Dia pingsan. Crouch tampaknya tidak menyadarinya.
"Bawa mereka pergi!" Crou
ch meraung kepada para dementor, ludahnya berhamburan dari mulutnya. "Bawa mereka pergi, dan biarkan mereka membusuk di sana!"
"Ayah! Ayah, aku tidak terlibat! Tidak! Tidak! Ayah,
tolong!" "Kurasa, Harry, sudah waktunya kembali ke kantorku," terdengar suara pelan di telinga Harry.
Harry kaget. Dia berpaling. Kemudian dia memandang ke sisinya yang lain.
Ada Albus Dumbledore duduk di sebelah kananya, mengawasi anak Crouch dibawa pergi para dementor - dan ada Albus Dumbledore di sebelah kirinya, sedang menatapnya.
"Ayo," ajak Dumbledore di sebelah kirinya, dan diletakkannya tangannya di siku Harry. Harry merasa dirinya terangkat ke udara, ruang bawah tanah menghilang di sekelilingnya. Sesaat yang ada hanya kegelapan, dan kemudian dia merasa seakan sedang jungkir balik dalam gerakan pelan, mendadak mendarat tegak dalam benderang di kantor Dumbledore yang dipenuhi sinar matahari. Baskom batu berkilauan dalam lemari di depannya, dan Albus Dumbledore berdiri di sampingnya.
"Profesor," Harry terperangah. "Saya tahu seharusnya saya tidak... saya tidak bermaksud... pintu lemari terbuka dan..."
"Aku mengerti," kata Dumbledore. Dia mengangkat baskom itu, membawanya ke mejanya, menaruhnya di atas permukaannya yang berkilap, dan duduk di kursi di belakangnya. Dia memberi isyarat agar Harry duduk di seberangnya.
Harry menurut, memandang baskom batu. Isinya telah kembali ke keadaan semula, putih keperakan, berpusar dan beriak di bawah tatapannya.
"Apa ini"" Tanya Harry gemetar.
"Ini" Ini namanya Pensieve," kata Dumbledore. "Kadang-kadang aku merasa, dan aku yakin kau tahu perasaan ini, bahwa terlalu banyak pikiran dan memori yang berdesakan dalam benakku."
"Er," kata Harry, yang tak bisa sejujurnya mengatakan bahwa dia pernah merasa seperti itu.
"Pada saat-saat seperti itu," kata Dumbledore, menunjuk baskom batu, "aku menggunakan Pensieve. Kita tinggal menyedot pikiran yang berlebihan dari benak kita, menuangnya ke dalam baskom, dan mengamatinya saat kita senggang. Menjadi lebih mudah melihat pola-pola dan hubungan, kau mengerti, kalau pikiran itu ada dalam bentuk ini."
"Menurut anda... zat itu pikiran anda"" kata Harry, menatap zat putih yang berpusar dalam baskom.
"Tentu," kata Dumbledore. "Mari kutunjukkan kepadamu."
Dumbledore menarik keluar tongkat sihirnya dari dalam jubahnya dan menyentuhkan ujungnya ke rambutnya yang keperakan, dekat pelipisnya. Ketika dijauhkannya tongkat itu, tampak ada rambut yang menempel - tetapi kemudian Harry melihat bahwa ternyata itu helai berkilau zat aneh putih keperakan yang memenuhi Pensieve. Dumbledore menambahkan pikiran baru ini ke dalam baskom, dan Harry, terkesima, melihat wajahnya sendiri berenang mengelilingi permukaan baskom. Dumbledore meletakkan kedua tangannya yang panjang di kedua sisi pensieve, dan memutarnya, seperti pencari emas yang sedang mendulang emas... dan Harry melihat wajahnya berubah dengan mulus menjadi wajah Snape, yang membuka mulut dan berbicara kepada langit-langit, suaranya agak bergaung.
"Muncul lagi... milik Karkaroff juga... lebih kuat dan lebih jelas daripada sebelumnya..."
"Koneksi yang bisa kubuat sendiri tanpa bantuan," Dumbledore menghela napas, "tapi sudahlah." Lewat atas kacamata bulan separonya dia menatap Harry, yang ternganga memandang wajah Snape, yang masih berpusar di sekeliling baskom. "Aku sedang menggunakan pensieve ketika Fudge tiba dan aku mengembalikannya dengan terburu-buru. Rupanya aku tidak menutup pintunya dengan rapat. Tentu saja itu akan menarik perhatianmu."
"Maaf," gumam Harry.
Dumbledore menggelengkan kepalanya.
"Keingintahuan bukan dosa," katanya. "Tetapi kita harus berhati-hati dengan keingintahuan kita. ya, betul."
Mengernyit sedikit, dia menusuk pikiran di dalam baskom dengan ujung tongkat sihirnya. Segera saja ada sosok yang muncul dari dalamnya, anak perempuan gemuk cemberut kira-kira berusia enam belas tahun, yang mulai berputar pelan, dengan kaki masih di dalam baskom. Dia sama sekali tak mengacuhkan Harry maupun Profesor Dumbledore. Ketika berbicara, suaranya menggema, seperti Snape, seakan suaranya berasal dari dasar baskom bat
u. "Dia menyihir saya, Profesor Dumbledore, padahal saya hanya menggodanya, Sir, saya katakana saya melihatnya mencium Florence di belakang rumah kaca hari kamis
lalu." "Tetapi kenapa, Bertha," kata Dumbledore sedih, memandang anak perempuan yang sekarang berputar dalam diam, "kenapa kau harus membuntutinya""
"Bertha"" bisik Harry, memandang gadis itu. "Apakah itu... Bertha Jorkins""
"Ya," kata Dumbledore, menusuk pikiran dalam baskomnya lagi. Bertha tenggelam lagi ke dalamnya, dan isi panic kembali keperakan dan buram tak tembus cahaya. "Itu Bertha seperti yang kuingat waktu sekolah."
Cahaya keperakan pensieve menyinari wajah Dumbledore, dan tiba-tiba Harry menyadari, betapa tua tampaknya dia. Dia tahu, tentu saja, bahwa Dumbledore memang sudah berusia lanjut, tetapi dia tak pernah menganggap Dumbledore sebagai orang tua.
"Nah, Harry," kata Dumbledore tenang. "Sebelum tersesat dalam pikiranku, kau ingin memberitahu aku sesuatu."
"Ya," kata Harry. "Profesor... saya tadi di kelas Ramalan, dan... er... saya tertidur."
Dia ragu-ragu, bertanya dalam hati kalau-kalau akan ditegur, tetapi Dumbledore hanya mengatakan, "Bisa dimengerti. Teruskan."
"Saya bermimpi," kata Harry. "Mimpi tentang Lord Voldemort. Dia sedang menyiksa Wormtail... anda tahu siapa Wormtail..."
"Aku tahu," kata Dumbledore segera. "Silakan teruskan."
"Voldemort menerima surat dari burung hantu. Dia mengatakan bahwa kesalahan Wormtail telah diperbaiki. Dia mengatakan ada yang meninggal. Kemudian dia berkata, Wormtail tidak akan diumpankan kepada ular -ada ular di sebelah kursinya. Dia mengatakan... dia
mengatakan, sebagai gantinya, dia akan mengumpankan saya pada ular itu. Kemudian dia melakukan Kutukan Cruciatus kepada Wormtail... dan bekas luka saya sakit," kata Harry. "Sakit sekali, sampai membuat saya terbangun."
Dumbledore hanya menatapnya.
"Er... hanya itu," kata Harry.
"Begitu," kata Dumbledore pelan. "Begitu. Nah, apakah lukamu pernah sakit dalam tahun ini, selain waktu membuatmu terbangun musim panas lalu""
"Tidak, saya... bagaimana anda tahu itu membuat saya terbangun musim panas lalu""
"Kau bukan satu-satunya yang bersurat menyurat dengan Sirius," kata Dumbledore. "Aku juga berhubungan dengannya sejak dia meninggalkan Hogwarts tahun lalu. Akulah yang menyarankan gua di sisi gunung sebagai tempat tinggal teraman baginya."
Dumbledore bangkit dan berjalan mondar mandir di belakang mejanya. Sekali-sekali dia menempelkan ujung tongkat sihirnya ke pelipisnya, menyedot pikiran keperakan berkilau yang lain, dan menambahkannya ke dalam pensieve. Pikiran-pikiran di dalam baskom mulai berpusar begitu cepat sehingga tak ada yang bisa ditangkap jelas oleh Harry; hanya sekadar pusaran
"Profesor"" tanyanya pelan, setelah beberapa menit berlalu.
Dumbledore berhenti mondar mandir dan memandang Harry.
warna. "Maaf," katanya pelan. Dia duduk lagi di belakang mejanya.
"Tahukah. tahukah anda kenapa bekas luka saya
sakit"" Dumbledore memandang tajam Harry sesaat, dan kemudian berkata, "Aku punya teori, tak lebih dari itu. Aku percaya bekas lukamu sakit jika Lord Voldemort berada di dekatmu, dan jika dia sedang merasakan kebencian yang amat sangat."
"Tetapi. kenapa""
"Karena kau dan dia dihubungkan oleh kutukan yang gagal itu," kata Dumbledore. "Itu bukan bekas luka biasa."
"Jadi menurut anda... mimpi itu... benar-benar
terjadi"" "Bisa jadi," kata Dumbledore. "Aku akan mengatakan. mungkin sekali. Harry. apakah kau melihat Voldemort""
"Tidak," kata Harry. "Hanya punggung kursinya. Tetapi. tak ada yang bisa dilihat kan" Maksud saya, dia tidak memiliki tubuh kan" Tetapi. tetapi kalau begitu bagaimana dia bisa memegang tongkatnya"" kata Harry lambat-lambat.
"Ya bagaimana"" gumam Dumbledore. "Bagaimana gerangan."
Baik Dumbledore maupun Harry sesaat tak ada yang bicara. Dumbledore memandang ke seberang ruangan, dan sekali-sekali menyentuhkan ujung tongkatnya ke
pelipisnya dan menambahkan pikiran perak berkilat lain ke dalam zat yang menggelegak di dalam pensieve.
"Profesor," kata Harry akhirnya, "apakah menurut anda dia bertambah kuat""
"Voldemort"" kata Dumbledore, mem
andang Harry dari atas Pensieve. Pandangannya tajam dank has, seperti biasanya dia memandang Harry dalam kesempatan-kesempatan lain, dan selalu membuat Harry merasa seakan Dumbledore bisa menembusnya dengan cara yang bahkan tak bisa dilakukan mata gaib Moody. "Sekali lagi, Harry, aku hanya bisa memberimu kecurigaanku."
Dumbledore menghela napas lagi, dan dia tampak lebih tua dan lebih lelah daripada biasanya.
"Tahun-tahun menanjaknya kekuasaan Voldemort dulu, selalu ditandai dengan menghilangnya orang-orang. Bertha Jorkins telah menghilang tanpa jejak di tempat yang diketahui sebagai tempat keberadaan Voldemort yang terakhir. Mr. Crouch juga telah menghilang... di dalam kompleks sekolah ini. Dan ada satu lagi, yang sayangnya tak dianggap penting oleh kementerian, karena yang menghilang ini muggle. Namanya Frank Bryce, dia tinggal di dusun tempat ayah Voldemort dibesarkan, dan tak ada yang melihatnya sejak agustus tahun lalu. Kau tahu, aku membaca Koran-koran muggle, tidak seperti kebanyakan temanku dari kementerian."
Dumbledore memandang Harry dengan amat serius. "Hilangnya tiga orang ini bagiku tampaknya berhubungan. Kementerian tidak setuju... seperti yang
mungkin telah kau dengar, selagi menunggu di depan kantorku."
Harry mengangguk. Mereka berdua terdiam lagi. Sekali-sekali Dumbleodre mengeluarkan pikirannya. Harry merasa seharusnya dia pergi, tetapi keingintahuannya membuatnya bertahan di kursi.
"Profesor"" katanya lgi.
"Ya, Harry"" kata Dumbledore.
"Er... bolehkah saya bertanya tentang... pengadailan yang saya hadiri. di dalam pensieve""
"Boleh," kata Dumbledore berat. "Aku sering sekali menghadiri pengadilan, tetapi beberapa pengadilan muncul lagi di kepalaku, dengan lebih jelas dibanding yang lain. terutama sekarang."
"Anda tahu... anda tahu pengadilan sewaktu anda menemukan saya" Yang ada anak Crouchnya" Apakah. apakah yang mereka bicarakan orang tua Neville""
Dumbledore menatap Harry dengan pandangan sangat tajam. "Tak pernahkah Nivelle memberitahumu kenapa dia dibesarkan oleh neneknya"" katanya.
Harry menggeleng, menyesali diri, bagaimana mungkin dia tidak menanyakan ini kepada Neville, selama empat tahun mengenalnya.
"Ya, yang mereka bicarakan orang tua Neville," kata Dumbledore. "Ayahnya, Frank, adalah auror, seperti Profesor Moody. Dia dan istrinya disiksa agar mau memberi informasi tentang keberadaan Voldemort
setelah dia kehilangan kekuasaannya, seperti yang kau dengar."
"Jadi mereka meninggal"" Tanya Harry pelan.
"Tidak," kata Dumbledore, suaranya penuh kegetiran yang belum pernah didengar Harry. "Mereka gila. Mereka berdua ada di St. Mungu, rumah sakit untuk penyakit dan luka-luka sihir. Kurasa Neville mengunjungi mereka, bersama neneknya, selama liburan, mereka tidak mengenalnya."
Harry duduk terpaku, ngeri. Dia tak pernah tahu... tak pernah, dalam empat tahu, peduli untuk mencari tahu...
Suami istri Longbottom sangat popular," kata Dumbledore. "serangan terhadap mereka terjadi setelah jatuhnya Voldemort, saat semua orang mengira mereka sudah aman. Serangan itu menimbulkan gelombang kemarahan sedemikian hebat yang tak pernah dilihat sebelumnya. Kementerian mendapat tekanan besar untuk menangkap pelakunya. Sayangnya, bukti dari suami istri Longbottom - mengingat kondisi mereka - tak bisa diandalkan."
"Kalau begitu anak Mr. Crouch mungkin tidak terlibat"" kata Harry perlahan.
Dumbledore menggelengkan kepala. "Soal itu, aku tak tahu."
Harry duduk diam lagi, menatap isi pensieve berpusar. Ada dua pertanyaan lagi yang ingin sekali ditanyakannya... tetapi keduanya menyangkut kesalahan orang yang masih hidup...
"Er," katanya, "Mr. Bagman..."
"... tak pernah dituduh terlibat kegiatan hitam sejak saat itu," kata Dumbledore tenang.
"Baik," kata Harry buru-buru, memandang isi pensieve lagi, yang berpusar lebih pelan sekarang, sejak Dumbledore berhenti menambahkan pikirannya. "Dan... er..."
Tetapi pensieve tampaknya mengajukan pertanyaannya untuknya. Wajah Snape sekali lagi berenang di permukaannya. Dumbledore mengerling ke dalam pensieve, kemudian menatap Harry.
"Profesor Snape pun tidak," katanya.
Harry meman dang ke dalam mata biru cerah Dumbledore, dan hal yang sesungguhnya ingin ditanyakannya meluncur dari mulutnya sebelum bisa dicegahnya.
"Apa yang membuat anda berpikir dia benar-benar telah berhenti mendukung Voldmeort, Profesor""
Dumbledore balas menatap Harry selama beberapa detik, kemudian berkata, "Itu, Harry, adalah urusan antara aku dan Profesor Snape."
Harry tahu wawancara sudah selesai. Dumbledore tidak tampak marah, tetapi ada finalitas dalam nadanya yang memberitahu Harry sudah waktunya dia pergi. Harry bangkit, begitu pula Dumbledore.
"Harry," katanya ketika Harry sudah tiba di pintu. "Tolong jangan bicara tentang orang tua Neville kepada siapa pun. Dia berhak memberitahu yang lain, kalau dia sudah siap."
"Baik, Profesor," kata Harry, berbalik untuk pergi.
"Dan." Harry menoleh lagi. Dumbledore berdiri di depan pensieve, wajahnya yang diterangi dari bawah oleh pendar-pendar cahaya keperakan, tampak lebih tua daripada biasanya. Dia memandang Harry beberapa saat, kemudian berkata, "Semoga sukses dengan tugas ketigamu."
31. Tugas Ketiga "Menurut Dumbledore, Kau Tahu Siapa juga bertambah kuat lagi"" Ron berbisik.
Semua yang telah dilihat Harry dalam pensieve, hamper semua yang telah dikatakan dan ditunjukkan Dumbledore kepadanya sesudahnya, telah diceritakannya kepada Ron dan Hermione - dan, tentu saja, Sirius. Harry langsung mengirim burung hantu kepada Sirius
begitu dia meninggalkan kantor Dumbledore. Harry, Ron dan Hermione duduk sampai larut malam lagi di ruang rekreasi malam itu, mendiskusikan hal itu sampai kepala Harry pusing, sampai dia mengerti apa yang dimaksudkan Dumbledore tentang kepala yang penuh pikiran sehingga akan lega rasanya jika bisa disedot.
Ron memandang perapian. Harry melihat Ron bergidik sedikit, meskipun malam itu hangat.
"Dan dia mempercayai Snape"" kata Ron. "Dia sungguh-sungguh mempercayai Snape, meskipun dia tahu Snape pelahap maut""
"Ya," kata Harry.
Hermione tidak berbicara selama sepuluh menit. Dia duduk dengan tangan di dahinya, menatap lututnya. Menurut Harry, Hermione perlu juga menggunakan pensieve.
"Rita Skeeter," dia akhirnya bergumam.
"Bagaimana mungkin kau mencemaskan dia sekarang"" kata Ron, luar biasa heran.
"Aku tidak mencemaskan dia," Hermione berkata pada lututnya. "Aku Cuma berpikir... ingat apa yang dikatakannya padaku di Three Broomsticks" 'Aku tahu banyak hal tentang Ludo Bagman yang akan membuat rambutmu keriting.' Ini yang dimaksudkannya, kan" Dia yang menulis berita tentang pengadilannya, dia tahu Bagman telah memberikan informasi kepada pelahap maut. Dan Winky juga, ingat... 'Ludo Bagman penyihir jahat.' Mr. Crouch pasti marah besar Ludo lolos dari hukuman, dia pasti membicarakannya di rumah."
"Yeah, tetapi Bagman tidak memberikan informasi itu dengan sengaja, kan""
Hermione mengangkat bahu.
"Dan Fudge berpendapat Madame Maxime yang menyerang Crouch"" Ron berkata, berpaling memandang Harry lagi.
"Yeah," kata Harry, "tetapi dia bilang begitu karena Crouch menghilang dekat kereta Beauxbatons."
"Kita tak pernah memperhitungkan dia kan"" kata Ron lambat-lambat."Padahal jelas dia punya darah raksasa, dan dia tak mau mengakuinya..."
"Tentu saja tak mau," kata Hermione tajam, mendongak. "Lihat saja apa yang terjadi pada Hagrid waktu Rita Skeeter berhasil tahu tentang ibunya. Lihat saja Fudge, langsung menyimpulkan Madame Maxime bersalah, hanya karena dia separo raksasa. Siapa yang perlu prasangka macam itu" Aku sendiri mungkin akan bilang tulangku besar kalau aku tahu apa yang akan kudapat jika mengatakan yang sebenarnya."
Hermione memandang arlojinya. "Kita belum latihan!" katanya, tampak kaget. "Rencananya kita akan berlatih sihir Perintang! Kita benar-benar harus berlatih besok! Ayo, Harry, kau perlu tidur."


Harry Potter Dan Piala Api Harry Potter And The Goblet Of Fire Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Harry dan Ron pelan-pelan naik ke kamar mereka. Saat memakai piyamanya, Harry memandang ke tempat tidur Neville. Memenuhi janjinya kepada Dumbledore, dia tidak memberitahu Ron dan Hermione tentang orang tua Neville. Setelah membuka kacamata dan naik ke tempat tidurnya, Harry membayangkan bagaimana rasanya
memiliki orang tua yang masih hidup tetapi tak b
isa mengenalnya. Dia sering mendapat simpati dari orang-orang asing karena dia yatim piatu, tetapi sementara mendengarkan dengkur Neville, dia berpikir Neville lebih layak mendapatkannya daripada dirinya. Berbaring dalam gelap, Harry merasakan kemarahan terhadap orang-orang yang menyiksa Mr. dan Mrs. Longbottom... Dia teringat sorak cemooh hadirin ketika putra Crouch dan kawan-kawannya diseret keluar oleh para dementor... Dia mengerti bagaimana perasaan mereka... Kemudian dia teringat wajah seputih susu pemuda yang menjerit-jerit dan menyadari dengan kaget bahwa pemuda itu telah meninggal setahun kemudian...
Voldemort, piker Harry, memandang langit-langit kelambunya dalam kegelapan, semuanya gara-gara Voldemort... Dialah yang menyebabkan keluarga-keluarga ini tercerai berai, yang telah menghancurkan semua kehidupan mereka...
Ron dan Hermione mestinya belajar untuk menghadapi ujian mereka, yang akan berakhir pada hari tugas ketiga dilaksanakan, tetapi mereka melewatkan sebagian besar waktu mereka membantu Harry menyiapkan diri.
"Jangan khawatir," kata Hermione pendek ketika Harry mengingatkan mereka dan berkata dia tak keberatan berlatih sendiri sebentar, "paling tidak kami dapat angka tertinggi di kelas pertahanan terhadap ilmu hitam. Kita tak akan pernah mempelajari sihir-sihir ini di kelas."
"Latihan yang bagus untuk nanti kalau kita jadi auror," kata Ron bersemangat, berusaha meluncurkan sihir perintang pada kumbang yang berdengung masuk ke 742
dalam ruangan dan membuat kumbang itu berhenti di tengah udara.
Suasana di kastil ketika memasuki bulan juni menjadi bergairah dan tegang lagi. Semua anak menunggu-nunggu tugas ketiga, yang akan dilangsungkan seminggu sebelum akhir tahun ajaran. Harry melatih berbagai sihir setiap ada kesempatan. Dia merasa lebih percaya diri menghadapi tugas ini disbanding dua tugas sebelumnya. Kendatipun tugas ini pasti sulit dan berbahaya, Moody benar: Harry telah berhasil melewati makhluk-makhluk mengerikan dan berbagai rintangan sihir, dan kali ini dia telah diperingatkan sebelumnya, dia punya kesempatan mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
Bosan selalu bertemu Harry, Hermione dan Ron setiap kali memasuki kelas mana saja di seluruh sekolah, Profesor McGonagall memberi mereka izin untuk menggunakan kelas Transfigurasi yang kosong pada saat makan siang. Harry segera saja sudah menguasai Sihir Perintang, mantra untuk memperlambat dan merintangi penyerang; Mantra Reduktor, yang memungkinkan dia menyingkirkan benda-benda padat darinya; dan mantra empat penjuru, penemuan Hermione yang sangat berguna, yang bisa membuat tongkat sihirnya menunjuk kea rah utara, dengan demikian dia bisa mengecek apakah dia berjalan kea rah yang benar di dalam maze. Tetapi dia masih kesulitan melakukan mantra pelindung. Mantra ini bisa membentenginya dengan tembok tak kelihatan di sekelilingnya yang bisa menangkis kutukan-kutukan ringan. Hermione berhasil menghancurkan tembok itu dengan sihir kaki jeli yang tepat sasaran, dan Harry tertatih-tatih mengelilingi ruangan selama sepuluh
menit sesudahnya, sampai Hermione menemukan sihir penangkalnya.
"Tapi kemajuanmu benar-benar hebat," kata Hermione menyemangati, menunduk membaca daftarnya, dan diantara sihir ini pasti berguna."
"Sini, lihat," kata Ron, yang berdiri di bawah jendela. Dia memandang ke halaman di bawah. "Ngapain si Malfoy""
Harry dan Hermione ikut melihat. Malfoy, Crabbe, dan Goyle berdiri dalam bayangan pohon di bawah. Crabbed an Goyle tampaknya berjaga, keduanya menyeringai. Malfoy menangkupkan tangan ke mulutnya dan bicara ke dalam tangannya.
"Sepertinya dia memakai walkie talkie," kata Harry penasaran.
"Tak mungkin," kata Hermione. "Sudah kubilang, alat-alat semacam itu tidak akan berfungsi di sekitar Hogwarts. Ayo, Harry," dia menambahkan tegas, berbalik dari jendela dan berjalan ke tengah ruangan, "kita coba mantra pelindung lagi."
Sirius mengirim burung hantu setiap hari sekarang. Seperti halnya Hermione, dia rupanya berkonsentrasi agar Harry berhasil melewati tugas terakhir sebelum mereka menangangi hal lain. Dia memperingatkan Harry dalam semu
a suratnya bahwa apapun yang mungkin terjadi di dinding Hogwarts bukan tanggung jawab Harry, juga di luar kekuasaan Harry untuk mempengaruhinya.
Kalau Voldemort benar-benar bertambah kuat lagi, dia menulis, prioritasku adalah memastikan keselamatanmu.
Dia tak bisa berharap menyentuhmu selama kau di bawah perlindungan Dumbledore, tetapi tetap saja, jangan ambil resiko. Berkonsentrasilah untuk bisa melewati maze dengan selamat, dan setelah itu baru kita mengalihkan perhatian untuk hal-hal lain.
Ketegangan Harry meningkat ketika tanggal dua puluh empat juni semakin dekat, tetapi tidak separah ketegangan yang dirasakannya menjelang tugas pertama dan keduanya. Soalnya, dia yakin kali ini dia telah berusaha sekuat tenaga untuk menyiapkan diri menghadapi tugas ini. Lagipula, ini tugas terakhirnya, dan tak peduli seberapa baik atau buruknya nanti penampilannya, turnamen akhirnya akan usai, dan itu merupakan kelegaan besar.
Acara sarapan di meja Gryffindor pada hari pelaksanaan tugas ketiga sungguh seru. Burung-burung hantu pos bermunculan, membawakan kartu semoga sukses untuk Harry dari Sirius. Hanya secarik perkamen, dilipat dan di bagian depannya ada cap cakar Lumpur, tetapi Harry menghargainya. Burung hantu pekik dating membawakan Daily Prophet Hermione seperti biasanya. Dia membuka lipatan korannya, mengerling halaman pertamanya, dan jus labu kuning di mulutnya tersembur membasahi Koran itu.
"Kenapa"" Tanya Harry dan Ron bersamaan, heran menatapnya.
"Tidak apa-apa," kata Hermione buru-buru, berusaha menyingkirkan korannya dari pandangan, tetapi Ron menyambarnya. Dia membaca kepala beritanya dan berkata, "No way. Tidak hari ini. Dasar sapi tua."
"Apa"" Tanya Harry. "Rita Skeeter lagi""
"Tidak," kata Ron, dan seperti Hermione, dia berusaha menyingkirkan Koran itu.
"Tentang aku, kan"" ujar Harry.
"Tidak," kata Ron, dengan suara yang sama sekali tidak meyakinkan.
Tetapi sebelum Harry meminta melihat Koran itu, Draco Malfoy berteriak dari meja Slytherin di seberang aula.
"Hei, Potter! Bagaimana kepalamu" Kau taka pa-apa" Yakin kau tak akan mengamuk kepada kami""
Malfoy juga memegang Daily Prophet. Anak-anak Slytherin di meja itu terkikik dan berbalik di tempat duduk mereka ingin melihat reaksi Harry.
"Coba kulihat," Harry berkata kepada Ron. "Berikan padaku."
Sangat enggan, Ron menyerahkan Koran itu. Harry membaliknya dan langsung berhadapan dengan fotonya sendiri, di bawah kepala berita besar:
HARRY POTTER "TERGANGGU DAN BERBAHAYA"
Anak yang mengalahkan Dia Yang Namanya Tak Boleh Disebut tidak stabil dan mungkin berbahaya, demikian tulis Rita Skeeter, Koresponden Khusus. Bukti-bukti mengagetkan baru-baru ini diketahui tentang sikap aneh Harry Potter, yang membuat kita meragukan apakah dia layak ikut bertanding dalam kompetisi yang berat seperti
turnamen Triwizard, atau bahkan untuk bersekolah di Hogwarts.
Potter, Daily Prophet bisa membeberkan secara ekslusif, dari waktu ke waktu pingsan di sekolah, dan sering didengar mengeluhkan rasa sakit yang menyerang bekas luka di dahinya (peninggalan kutukan Anda Tahu Siapa untuk membunuhnya). Hari senin lalu, ketika tengah mengikuti pelajaran ramalan, reporter Daily Prophet anda menyaksikan Potter berlari meninggalkan kelas, menyatakan bekas lukanya sakit sekali sehingga dia tak bisa terus ikut belajar.
Ada kemungkinan, kata ahli-ahli top di St. Mungo Rumah Sakit untuk penyakit dan luka-luka sihir, bahwa otak Potter rusak akibat serangan yang dilancarkan Anda Tahu Siapa, dan pernyataannya bahwa bekas lukanya masih sakit merupakan ekspresi kebingungannya di bawah sadar.
"Bisa saja dia Cuma berpura-pura," kata seorang spesialis. "Ini bisa jadi Cuma dalih agar dia mendapat perhatian."
Kendatipun demikian, Daily Prophet berhasil mengorek fakta mencemaskan yang oleh Albus Dumbledore, kepala sekolah Hogwarts, selama ini disembunyikan rapat-rapat dari public sihir.
"Potter bisa Parseltongue," Draco Malfoy, murid kelas empat, membeberkan. "Ada banyak serangan kepada murid-murid dua tahun lalu, dan banyak anak mengira Potter di belakang semua ini setelah mereka menyaksikannya meledak marah di
klub duel dan melepas ular kepada seorang anak. Tetapi semua ini
ditutup-tutupi. Dia juga berkawan dengan manusia serigala dan raksasa. Kami berpendapat dia akan melakukan apa saja untuk mendapatkan sedikit kekuasaan."
Parselmouth, kemampuan berbicara dengan ular, sudah sejak lama dianggap ilmu hitam. Sesungguhnya Parselmouth paling terkenal dalam zaman kita ini tak lain dan tak bukan adalah Anda Tahu Siapa sendiri. Seorang anggota Liga Pertahanan terhadap Ilmu Hitam yang tak mau disebut namanya, menyatakan bahwa dia akan menganggap penyihir siapapun yang bisa bicara Parseltongue "layak diselidiki. Secara pribadi, saya akan curiga sekali pada siapa pun yang bisa bicara dengan ular, karena ular seringkali digunakan dalam ilmu hitam yang paling mengerikan, dan menurut sejarah diasosialisasikan dengan pembuat kejahatan." Demikian juga, "siapa saja yang berteman dengan makhluk-makhluk mengerikan seperti manusia serigala dan raksasa pastilah menyukai kekejaman."
Albus Dumbledore seharusnya mempertimbangkan, baikkah anak seperti ini diizinkan bertanding dalam Turnamen Triwizard. Beberapa mengkhawatirkan, Potter akan menggunakan ilmu hitam dalam keputusasaannya untuk memenangkan turnamen, yang tugas ketiganya akan dilangsungkan sore ini."
"Melebih-lebihkan aku sedikit, ya"" kata Harry enteng, melipat kembali korannya.
Di meja Slytherin, Malfoy, Crabbed an Goyle menertawakannya, mengetuk-ngetuk kepala mereka dengan jari, mengeriut-ngeriutkan wajah dengan liar, dan menjulur-julurkan lidah mereka seperti ular.
"Bagaimana dia bisa tahu bekas lukamu sakit waktu pelajaran ramalan"" kata Ron. "Dia tak ada di sana, tak mungkin dia bisa mendengar..."
"Jendelanya terbuka," kata Harry. "Aku membukanya supaya bisa bernapas."
"Kau ada di puncak menara utara!" kata Hermione. "Suaramu tak mungkin terbawa sampai ke tanah!"
"Nah, kau kan seharusnya melakukan riset metode penyadapan secara sihir!" komentar Harry. "Coba dong jelaskan bagaimana dia melakukannya."
"Aku sedang berusaha!" kata Hermione. "Tetapi aku... tetapi..."
Ekspresi ganjil, seperti melamun, mendadak menyaput wajah Hermione. Perlahan dia mengangkat tangan dan menyisiri rambut dengan jarinya.
"Kau taka pa-apa"" Tanya Ron, mengernyit memandangnya.
"Tidak," kata Hermione menahan napas. Dia menyisir rambut dengan jarinya lagi, dan kemudian mengangkat tangan ke depan mulutnya, seakan sedang bicara ke walkie talkie yang tak kelihatan. Harry dan Ron saling pandang.
"Aku puny aide," kata Hermione, pandangannya menerawang jauh. "Kurasa aku tahu... karena dengan begitu tak seorangpun bisa melihat... bahkan Moody pun tidak... dan dia akan bisa ke ambang jendela... tetapi dia tak boleh... dia jelas tak boleh... kurasa rahasianya sudah ketahuan! Beri aku dua menit di perpustakaan - untuk memastikannya!"
Bicara begitu, Hermione menyambar tas sekolahnya dan berlari meninggalkan aula besar.
"Oi," Ron memanggilnya. "Kita ujian sejarah sihir sepuluh menit lagi. Astaga," katanya, berpaling kembali ke Harry, "dia pasti benci sekali si Skeeter itu sampai mau mengambil resiko telat dating ke ujian. Apa yang akan kaulakukan di kelas Binns - membaca lagi""
Sebagai juara Triwizard, Harry dibebaskan dari mengikuti ujian akhir tahun ajaran, dan sejauh ini dia duduk di belakang dalam setiap ujian, mencari-cari sihir baru untuk tugas ketiga.
"Kurasa begitu," kata Harry kepada Ron. Tetapi saat itu Profesor McGonagall mendatanginya di meja Gryffindor.
"Potter, para juara berkumpul di ruang di sebelah aula setelah sarapan," katanya.
"Tetapi tugasnya baru malam ini!" kata Harry, tak sengaja menumpahkan telur orak ariknya ke bagian depan jubahnya. Harry mengira dia salah mengingat waktunya.
"Aku tahu, Potter," kata Profesor McGonagall. "Keluarga para juara diundang untuk menonton tugas terakhir. Ini hanya kesempatan bagimu untuk menyambut mereka."
Dia pergi. Harry melongo memandangnya.
"Dia tidak mengharap keluarga Dursley akan muncul, kan"" katanya bingung kepada Ron.
"Entahlah," kata Ron. "Harry, aku sebaiknya bergegas, sudah hamper telat ke ujian Binns nih. Sampai nanti."
Harry menyelesaikan sarapannya di
aula besar yang semakin kosong. Dia melihat Fleur Delacour bangkit dari meja Ravenclaw dan bergabung dengan Cedric ketika Cedric menyeberang ke ruang sebelah dan memasukinya. Krum berjalan membungkuk mengikuti jejak mereka tak lama kemudian. Harry tetap tinggal di tempatnya. Dia tak ingin ke ruangan itu. Dia tak punya keluarga - keluarga yang mau dating untuk menontonnya mempertaruhkan hidupnya, paling tidak. Tetapi ketika dia bangkit, berpikir dia sebaiknya ke perpustakaan dan membaca-baca tentang sihir lagi, pintu ruangan sebelah terbuka, dan Cedric menjulurkan kepalanya.
"Harry, ayo, mereka menunggumu!"
Benar-benar bingung, Harry bangkit. Mana mungkin keluarga Dursley ada di sini" Dia menyeberangi aula dan membuka pintu ruangan.
Cedric dan orang tuanya tepat di dekat pintu. Viktor Krum di salah satu sudut, mengobrol dengan ibu dan ayahnya yang berambut gelap dalam bahasa Bulgaria yang cepat. Dia mewarisi hidung bengkok ayahnya. Di sisi lain ruangan, Fleur sedang mengoceh dalam bahasa Perancis kepada ibunya. Adik Fleur, Gabrielle, memegangi tangan ibunya. Dia melambai kepada Harry, yang membalas melambai, tersenyum. Kemudian dia melihat Mrs. Weasley dan Bill berdiri di dekat perapian, tersenyum kepadanya.
"Kejutan!" kata Mrs. Weasley riang, ketika Harry tersenyum lebar dan berjalan kea rah mereka. "Kamu dating mau menontonmu, Harry!" Dia menunduk mengecup pipi Harry.
"Kau baik-baik saja"" kata Bill, nyengir kepada Harry dan menjabat tangannya. "Charlie sebetulnya mau dating, tapi dia tak bisa cuti. Dia cerita kau hebat sekali waktu melawan si naga ekor berduri."
Fleur Delacour, Harry memperhatikan, mengawasi Bill dengan penuh perhatian lewat atas bahu ibunya. Jelas bagi Harry dia sama sekali tak keberatan pada rambut panjang Bill ataupun anting-anting besar dengan taring sebagai gantungannya.
"Kalian baik sekali," Harry bergumam kepada Mrs. Weasley. "Tadi kupikir... keluarga Dursley..."
"Hmm," kata Mrs. Weasley, mengerucutkan bibirnya. Dia selalu menahan diri mengkritik keluarga Dursley di depan Harry, tetapi matanya berkilat setiap kali nama mereka disebut.
"Senang sekali kembali ke sini," kata Bill, memandang berkeliling ruangan (Violet, teman si Nyonya Gemuk, mengedip kepadanya dari dalam piguranya). "Sudah lima tahun tidak melihat tempat ini. Apa lukisan kesatria gila itu masih ada" Sir Cadogan""
"Oh yeah," kata Harry, yang pernah ketemu Sir Cadogan tahun sebelumnya.
"Dan si Nyonya Gemuk"" Tanya Bill.
"Dia sudah ada waktu aku bersekolah di sini," kata Mrs. Weasley. "Dia mendampratku habis suatu malam ketika aku pulang bersama pukul empat pagi."
"Ngapain Mum di luar asrama sampai pukul empat pagi"" Tanya Bill, keheranan memandang ibunya.
Mrs. Weasley nyengir, matanya berkilauan.
"Ayahmu dan aku jalan-jalan malam," katanya. "Dia tertangkap Apollyon Pringle - dia penjaga sekolah waktu itu - masih ada bekasnya pada ayahmu."
"Mau mengantar kami berkeliling, Harry"" kata Bill.
"Yeah, baiklah," kata Harry, dan mereka berjalan me pintu menuju Aula Besar. Ketika mereka melewati Amos Diggory, dia menoleh.
"Nah, ini dia," katanya, memandang Harry dari atas bawah. "Pasti kau tidak sesombong dulu lagi setelah Cedric mengejar angkamu, kan""
"Apa"" kata Harry.
"Jangan pedulikan dia," kata Cedric dengan suara rendah kepada Harry, mengernyit kepada ayahnya. "Dia marah terus sejak munculnya artikel Rita Skeeter tentang Turnamen Triwizard - tahu, kan, waktu dia menulis Cuma kau juara Hogwarts-nya."
"Dia tidak mengoreksinya kan"" kata Amos Diggory cukup keras untuk didengar Harry ketika dia melangkah keluar pintu bersama Mrs. Weasley dan Bill. "Tunjukkan kepadanya, Ced. Kau pernah mengalahkan dia sekali
kan"" "Rita Skeeter memang tukang bikin masalah, Amos!" kata Mrs. Weasley marah. "Mestinya kau tahu itu, kau kan bekerja di kementerian!"
Tampaknya Mr. Diggory akan mengatakan sesuatu dengan marah, tetapi istrinya memegang lengannya, dan Mr. Diggory hanya memegang bahu lalu berpaling.
Harry menikmati pagi yang sangat menyenangkan, berjalan di lapangan bermandi sinar mentari bersama Bill dan Mrs. Weasley, menunjukkan kereta Beauxbat
ons dan kapal Durmstrang kepada mereka. Mrs. Weasley tertarik sekali kepada dedalu raksasa, yang ditanam setelah dia meninggalkan sekolah, dan mengenang berlama-lama pengawas binatang liar sebelum Hagrid, seorang laki-laki bernama Ogg.
"Bagaimana kabar Percy"" Harry bertanya ketika mereka berjalan mengelilingi rumah-rumah kaca.
"Tidak baik," kata Bill.
"Dia sedang bingung sekali," kata Mrs. Weasley merendahkan suaranya dan memandang ke sekitarnya. "Kementerian ingin menyembunyikan lenyapnya Mr. Crouch, tetapi Percy berkali-kali diinterogasi soal instruksi yang selama ini dikirim Mr. Crouch kepadanya. Mereka rupanya berpendapat ada kemungkinan pesan-pesan itu tidak ditulis olehnya sendiri. Percy belakangan ini stress berat. Mereka tidak mengizinkannya menggantikan Mr. Crouch sebagai juri kelima malam ini. Cornelius Fudge yang akan menggantikannya."
Mereka kembali ke kastil untuk makan siang.
"Mum... Bill!" kata Ron, tercengang, ketika dia bergabung ke meja Gryffindor. "Kenapa kalian ada di sini""
"Mau menonton Harry melaksanakan tugas terakhirnya!" kata Mrs. Weasley cerah. "Harus kuakui, asyik sekali-sekali tidak memasak. Bagaimana ujianmu""
"Oh... oke," kata Ron. "Aku tak bisa ingat semua nama goblin pemberontak, jadi beberapa kukarang saja sendiri. Tidak apa-apa," katanya, seraya mengambil bubur Cornwall, sementara Mrs. Weasley memandangnya galak, "nama-namanya seperti Bodrod si Berewok dan Urg si Jorok, tidak susah kok."
Fred, George dan Ginny duduk bersama mereka juga, dan Harry senang sekali. Rasanya seakan dia kembali ke The Burrow. Dia telah lupa mencemaskan tugas nanti malam, dan waktu Hermione muncul, ketika mereka sudah separo jalan makan, dia baru saja ingat bahwa Hermione tadi puny aide tentang Rita Skeeter.
"Apakah kau mau memberitahu kami..."
Hermione menggeleng memperingatkan dan mengerling Mrs. Weasley.
"Halo, Hermione," kata Mrs. Weasley, jauh lebih kaku daripada biasanya.
"Halo," kata Hermione, senyumnya menjadi ragu-ragu karena ekspresi dingin di wajah Mrs. Weasley.
Harry memandang mereka berdua, kemudian berkata, "Mrs. Weasley, anda tidak percaya omong kosong yang ditulis Rita Skeeter di Witch Weekly, kan" Karena Hermione bukan pacar saya."
Kekayaan Yang Menyesatkan 10 Pedang Siluman Darah 26 Munculnya Kera Siluman Pahlawan Harapan 11

Cari Blog Ini