Ceritasilat Novel Online

Tawanan Azkaban 2

Harry Potter Dan Tawanan Azkaban Karya J.k Rowling Bagian 2


"... singkatan Kepala Melembung," kata Fred. Semua, kecuali Percy dan Mrs Weasley, mendengus ke dalam puding masing-masing. "Kenapa Kementerian menyediakan mobil, Yah"" Percy bertanya lagi, dengan nada resmi.
"Yah, kita kan tidak punya mobil lagi," kata Mr Weasley,
"dan karena aku bekerja di sana, mereka membantuku..."
Suaranya biasa saja, tetapi Harry melihat telinga Mr Weasley beru
bah merah, persis seperti telinga Ron kalau dia sedang stres.
"Untunglah," kata Mrs Weasley cepat. "Sadarkah kalian berapa banyak barang-barang kalian" Pasti me-narik perhatian kalau kita naik kereta bawah tanah Muggle... Kalian semua sudah berkemas, kan""
"Ron belum memasukkan barang-barangnya yang baru dibeli ke dalam kopernya," keluh Percy. "Semua-nya berantakan di tempat tidurku."
"Lebih baik kau berkemas sekarang, Ron, karena kita tak punya banyak waktu besok pagi," kata Mrs Weasley dari ujung meja. Ron memandang Percy dengan jengkel.
Setelah makan malam semua merasa kenyang dan mengantuk. Satu per satu mereka naik ke kamar masing-masing untuk memeriksa barang-barang yang akan dibawa esok pagi. Kamar Ron dan Percy ber-sebelahan dengan kamar Harry. Harry baru saja me-nutup dan mengunci kopernya ketika dia mendengar suara-suara marah menembus dinding, dan pergi ke sebelah untuk mengetahui apa yang terjadi.
Pintu kamar nomor dua belas terbuka sedikit dan
Percy sedang berteriak-teriak. "Tadi di sini, di meja di sebelah tempat tidur. Kulepas untuk digosok..."
"Aku tidak menyentuhnya, tahu!" Ron balas membentak.
"Ada apa"" tanya Harry.
"Lencana Ketua Murid-ku hilang," kata Percy, berbalik menghadapi Harry.
"Begitu juga Tonik Tikus Scabbers," kata Ron, melempar barang-barang dari dalam kopernya untuk mencari tonik itu.
"Mungkin ketinggalan di bawah..." "Kau ta
k boleh ke mana-mana sampai kautemukan lencanaku!" raung Percy.
"Biar aku yang mengambilkan tonik Scabbers. Aku sudah selesai beres-beres," Harry berkata kepada Ron, dan dia turun.
Harry sudah setengah jalan di lorong yang menuju ruang makan di bawah, yang sekarang sudah sangat gelap, ketika dia mendengar sepasang suara marah lain datang dari ruang tamu. Sesaat kemudian dia mengenalinya sebagai suara Mr dan Mrs Weasley. Harry ragu-ragu, dia tak ingin mereka tahu dia telah mendengar mereka bertengkar. Tetapi kemudian dia
mendengar namanya disebut. Harry berhenti, kemudi-an bergerak mendekati pintu ruang tamu.
"...tak masuk akal tidak boleh memberitahu dia," kata Mr Weasley panas. "Harry berhak tahu. Aku sudah memberitahu Fudge, tapi dia berkeras mau memperlakukan Harry seperti anak-anak. Dia sudah tiga belas tahun dan..."
"Arthur, kalau tahu yang sebenarnya, Harry akan ketakutan!" kata Mrs Weasley nyaring. "Apa kau benar-benar ingin Harry kembali ke sekolah dengan dihantui ketakutan"
Astaga, dia bahagia kalau tak tahu!"
"Aku tak ingin membuatnya menderita, aku ingin dia waspada!" balas Mr Weasley. "Kau kan tahu se-perti apa Harry dan Ron, berkeliaran ke mana-mana berdua saja-mereka sudah masuk Hutan Terlarang dua kali! Tetapi Harry tak boleh begitu tahun ini! Kalau aku memikirkan apa yang bisa terjadi padanya pada malam dia melarikan diri dari rumah! Jika tidak diangkut Bus Ksatria, aku berani bertaruh dia pasti sudah mati sebelum Kementerian menemukan-nya."
"Tetapi dia tidak mati, dia baik-baik saja, jadi apa gunanya..."
"Molly mereka bilang Sirius Black gila, mungkin juga benar, tetapi dia cu
kup pintar untuk bisa kabur dari Azkaban, padahal itu kan diandaikan tak mung-kin terjadi. Sudah tiga minggu, dan tak seorang pun pernah melihat batang hidungnya, dan aku tak peduli apa yang terus-menerus dikatakan Fudge kepada Daily Prophet. Kemungkinan menangkap Black masih sama jauhnya dengan menciptakan tongkat yang bisa me-nyihir sendiri. Satu-satunya yang kita tahu betul adalah siapa yang jadi sasaran Black..."
"Tetapi Harry akan aman di Hogwarts."
"Kita menganggap Azkaban aman sekali. Kalau Black bisa kabur dari Azkaban, dia bisa menerobos masuk Hogwarts."
"Tapi tak ada yang benar-benar yakin sasaran Black adalah Harry..." Terdengar bunyi duk keras, dan Harry yakin Mr Weasley telah menggebrak meja dengan tinjunya.
"Molly, berapa kali harus kukatakan kepadamu" Mereka tidak melaporkannya ke media karena Fudge ingin menutupinya. Tetapi Fudge ke Azkaban pada malam Black kabur. Para pengawal memberitahu Fudge bahwa Black sudah beberapa waktu bicara dalam tidurnya. Kata-katanya selalu sama: 'Dia di Hogwarts... dia di Hogwarts.' Black itu gila, Molly, dan dia menginginkan Harry mati. Kalau kau tanya pendapatku, Black mengira membunuh Harry akan membuat Kau-Tahu-Siapa kembali berkuasa. Black ke-hilangan segalanya pada malam Harry menghentikan Kau-Tahu-Siapa, dan dia punya waktu dua belas ta-hun sendirian di Azkaban untuk memikirkan ini..."
Sunyi sesaat. Harry bersandar makin rapat ke pintu, ingin sekali mendengar lebih banyak lagi.
"Yah, Arthur, kau harus melakukan yang menurut-mu benar. Tetapi kau melupakan Albus Dumbledore. Kurasa tak ada yang bisa mencelakakan Harry di Hogwarts kalau Dumbledore kepala sekolahnya. Dia tahu tentang semua ini, kan""
"Ten tu saja dia tahu. Kami harus menanyainya apakah dia keberatan para pengawal Azkaban berjaga di sekitar pintu masuk ke halaman sekolah. Dia tidak senang, tetapi dia setuju."
"Tidak senang" Kenapa dia tidak senang, kalau mereka di sana untuk menangkap Black""
"Dumbledore tidak menyukai pengawal-pengawal Azkaban," kata Mr Weasley berat. "Aku juga tidak, sebetulnya... tapi kalau kita
berurusan dengan pe-nyihir seperti Black, kadang-kadang kita harus meng-gabungkan
kekuatan dengan pihak-pihak yang se-betulnya lebih suka kita hindari."
"Kalau mereka menyelamatkan Harry..."
"...kalau begitu aku tidak akan bicara buruk lagi tentang mereka," kata Mr Weasley lelah. "Sudah malam, Molly, sebaiknya kita naik..."
Harry mendengar kursi-kursi digeser. Sepelan mungkin, dia bergegas ke ruang makan. Pintu ruang tamu terbuka dan beberapa saat kemudian langkah-langkah yang terdengar memberitahunya Mr dan Mrs Weasley sedang menaiki tangga.
Botol Tonik Tikus itu tergeletak di bawah meja tempat mereka duduk tadi. Harry menunggu sampai didengarnya pintu kamar Mr dan Mrs Weasley ter-tutup, baru dia naik lagi membawa botol tonik.
Fred dan George meringkuk dalam bayang-bayang kegelapan di bordes, berguncang menahan tawa sementara mereka mendengarkan Percy meng-obrak-abrik kamarnya dalam usahanya mencari len-cananya.
"Kami yang ambil," Fred berbisik kepada Harry. "Kami perbaiki."
Lencana itu sekarang berbunyi Kakatua Murid.
Harry memaksa diri tertawa, pergi menyerahkan Tonik Tikus kepada Ron, kemudian masuk ke kamar-nya dan berbaring di tempat tidur.
Jadi Sirius Black mengejarnya. Itu menjelaskan se-galanya.
Fudge bersikap lunak terhadapnya karena amat lega melihatnya masih hidup. Dia menyuruh Harry berjanji tidak meninggalkan Diagon Alley, karena di Diagon Alley ada banyak penyihir yang menjaganya. Dan dia mengirim dua mobil Kementeri-an Sihir untuk membawa mereka semua ke stasiun besok, supaya keluarga Weasley bisa menjaga Harry sampai dia berada di dalam kereta api.
Harry berbaring mendengarkan teriakan-teriakan teredam dari kamar sebelah dan heran sendiri ke-napa dia tidak menjadi lebih takut. Sirius Black telah membunuh tiga belas orang dengan sekali kutuk. Mr dan Mrs Weasley jelas mengira Harry akan panik kalau dia tahu kenyataan ini. Tetapi Harry setuju sepenuhnya dengan pendapat Mrs Weasley bahwa tempat teraman di dunia adalah tempat di mana Albus Dumbledore berada. Bukankah orang selalu berkata Dumbledore adalah satu-satunya or-ang yang ditakuti Lord Voldemort" Tentunya Black, sebagai tangan kanan Voldemort, sama takutnya kepada Dumbledore"
Lagi pula masih ada para pengawal Azkaban yang dibicarakan semua orang. Mereka kelihatannya mem-buat banyak orang ketakutan, dan jika mereka di-tempatkan di sekeliling sekolah, kemungkinan Black bisa memasuki sekolah tampaknya kecil sekali.
Tidak, setelah semuanya dipertimbangkan, hal yang paling mengganggu Harry adalah fakta bahwa ke-mungkinannya untuk mengunjungi Hogsmeade seka-rang tak ada sama sekali. Tak seorang pun ingin Harry meninggalkan kastil yang aman sampai Black tertangkap. Bahkan, Harry curiga segala gerak-gerik-nya akan dipantau dengan teliti sampai bahaya telah lewat.
Dia mencibi r kepada langit-langit yang gelap. Apa mereka pikir dia tidak bisa menjaga diri" Dia sudah berhasil selamat dari Lord Voldemort tiga kali, dia toh tidak sama sekali tak berguna....
Tak terelakkan, sosok binatang dalam keremangan Magnolia Crescent melintas di benaknya. Apa yang harus kaulakukan jika tahu yang terburuk akan terjadi....
"Aku tak mau dibunuh," kata Harry keras-keras. "Semangat yang bagus, Nak," kata cerminnya mengantuk.
5 Dementor TOM membangunkan Harry keesokan paginya dengan senyum ompongnya yang biasa dan secangkir teh. Harry berganti pakaian dan sedang membujuk Hedwig yang tidak puas untuk masuk kembali ke sangkarnya, ketika Ron menerobos masuk sambil me-narik baju kaus tebal melewati kepalanya, ia kelihatan jengkel. ,
"Lebih cepat kita naik ke kereta api lebih baik," katanya.
"Paling tidak aku bisa jauh-jauh dari Percy di Hogwarts.
Sekarang dia menuduhku meneteskan teh ke foto Penelope Clearwater. Tahu kan," Ron menye-ringai, "pacarnya. Cewek itu menyembunyikan wajah-nya di bawah pigura foto karena hidungnya basah..."
"Ada yang mau kuberitahukan padamu," Harry memulai, tetapi mereka disela oleh Fred dan George, yang datang untuk memberi selamat pada Ron karena berhasil membuat Percy marah lagi.
Mereka turun untuk sarapan. Mr Weasley sedang membaca halaman depan koran
Daily Prophet dengan dahi berkerut dan Mrs Weasley sedang bercerita kepada Ginny dan Hermione
tentang Ramuan Cinta yang dibuatnya waktu dia masih gadis dulu. Ketiga-nya cekikikan. "Tadi kau mau bilang apa"" Ron menanyai Harry, ketika mereka sudah duduk. "Nanti saja," gumam Harry melihat Percy datang.
Harry tak punya kesempatan bicara baik kepada Ron ataupun Hermione dalam hiruk-pikuk menjelang keberangkatan. Mereka terlalu sibuk menggotong koper-koper mereka menuruni tangga-tangga sempit Leaky Cauldron dan menumpuknya di dekat pintu, sementara Hedwig dan Hermes, burung hantu Percy yang berteriak-teriak, bertengger di atas koper-koper itu di dalam sangkar mereka. Sebuah keranjang anyaman kecil berdiri di sebelah tumpukan koper, mendesis-desis keras.
"Tidak apa-apa, Crookshanks," bujuk Hermione dari lubang-lubang anyaman. "Nanti kau kukeluarkan kalau sudah di kereta."
"Tidak boleh," gertak Ron. "Kasihan si Scabbers, kan""
Ron menunjuk dadanya. Gelembung besar di situ menunjukkan bahwa Scabbers bergulung di dalam sakunya. Mr Weasley yang berada di luar menunggu mobil Kementerian Sihir, menjulurkan kepalanya ke dalam. "Mobilnya sudah datang," katanya. "Harry, ayo."
Mr Weasley mengantar Harry menyeberangi trotoar menuju mobil yang di depan. Ada dua mobil kuno hijau tua, masing-masing dikemudikan penyihir miste-rius berseragam hijau zamrud.
"Masuk, Harry," kata Mr Weasley sambil me-mandang ke kanan-kiri jalan yang ramai.
Harry masuk ke tempat duduk belakang dan tak lama kemudian disusul Hermione, Ron, dan... Percy! Ini jelas membuat Ron sebal sekali.
Perjalanan ke King's Cross biasa-biasa saja di-banding dengan perjalanan Harry waktu naik Bus Ksatria. Mobil Kementerian Sihir ini kelihatannya se-perti mobil biasa, meskipun Harry memperhatikan kedua mobil ini bisa menyelip melewati celah-celah yang jelas tak akan bisa dilalui mobil kantor Paman Vernon. Mereka tiba di stasiun dua puluh menit sebelum kereta berangkat. Sopir-sopir Kementerian mengambil troli, menurunkan koper-koper mereka, menyentuh topi untuk memberi hormat kepada Mr Weasley, dan pergi.
Secara ajaib mobil mereka berhasil melompat sampai ke paling depan antrean tak ber-gerak yang sedang menunggu lampu hijau.
Mr Weasley menempel Harry terus sampai mereka memasuki stasiun.
"Baiklah," katanya memandang berkeliling. "Kita masuk dua-dua, karena rombongan kita banyak. Aku masuk duluan dengan Harry."
Mr Weasley berjalan ke arah palang rintangan antara peron sembilan dan sepuluh, mendorong troli Harry dan kelihatan tertarik sek
ali pada InterCity 125 yang baru saja memasuki peron sembilan. Dengan pandang-an penuh arti kepada Harry, dia bersandar santai ke palang rintangan. Harry menirunya.
Berikutnya, mereka sudah menemous logam kokoh itu dan tiba di peron sembilan tiga perempat, dan mendongak
.melihat Hogwarts Express, kereta api uap merah-tua, mengepul-ngepulkan asap ke peron yang dipenuhi para penyihir yang mengantar anak-anak mereka.
Percy dan Ginny tiba-tiba muncul di belakang Harry.
Mereka tersengal-sengal, rupanya menembus palang dengan berlari.
"Ah, itu Penelope!" kata Percy, merapikan rambut-nya dan wajahnya memerah lagi. Ginny bertatapan dengan Harry dan keduanya berpaling untuk me-nyembunyikan tawa mereka ketika Percy mendekati seorang gadis berambut ikal panjang.
Percy berjalan seraya membusungkan dada, sehingga si gadis tak mungkin tidak melihat lencananya yang mengilap.
Setelah sisa keluarga Weasley dan Hermione ber-gabung, Harry dan Mr Weasley berjalan di depan menuju ujung kereta, melewati gerbong-gerbong yang penuh sesak, sampai tiba di gerbong yang kelihatan-nya kosong. Mereka menaikkan koper-koper, menaruh Hedwig dan Crookshanks di atas rak barang, kemudi-an kembali ke luar untuk mengucapkan selamat ting-gal kepada Mr dan Mrs Weasley.
Mrs Weasley mencium semua anaknya, kemudian Hermione, dan akhirnya Harry. Harry malu, tetapi sebetulnya senang, ketika Mrs Weasley menambahinya dengan pelukan.
"Hati-hati ya, Harry," katanya ketika dia menegak-kan diri lagi, matanya berkaca-kaca. Kemudian dia membuka tasnya yang besar sekali dan berkata, "Aku sudah membuatk
an sandwich untuk kalian semua. Ini, Ron... bukan, isinya bukan kornet daging... Fred" Di mana Fred" Ini, Nak..."
"Harry" kata Mr Weasley pelan, "ke sini sebentar."
Dia mengedikkan kepala ke arah pilar, dan Harry mengikutinya ke belakang pilar, meninggalkan yang lain yang sedang mengerumuni Mrs Weasley.
"Ada yang harus kusampaikan kepadamu sebelum kau berangkat," kata Mr Weasley tegang. "Tak apa-apa, Mr Weasley," kata Harry. "Saya sudah tahu."
"Kau tahu" Bagaimana kau bisa tahu""
"Saya-eh-saya mendengar Anda dan Mrs Weasley bicara tadi malam. Tak sengaja," Harry menambahkan cepat-cepat.
"Maaf..." "Itu bukan cara yang akan kupilih untuk mem-buatmu tahu," kata Mr Weasley, kelihatan cemas.
"Tidak apa-apa-betul, tidak apa-apa. Dengan begini, Anda tidak melanggar janji Anda kepada Fudge dan saya tahu apa yang sedang berlangsung."
"Harry, kau pasti takut sekali..."
"Tidak," kata Harry jujur. "Betul," dia menambah-kan, karena Mr Weasley kelihatan tidak percaya. "Saya bukannya mau sok jadi pahlawan, tetapi Sirius Black tak mungkin lebih mengerikan dari Voldemort, kan""
Mr Weasley berjengit mendengar nama itu, tetapi berusaha mengabaikannya.
"Harry, aku tahu kau, yah, lebih kuat daripada yang dikira Fudge, dan aku senang sekali kau tidak takut, tapi..." "Arthur!" panggil Mrs Weasley, yang sekarang menggiring anak-anak yang lain ke kereta. "Arthur, sedang apa kau" Keretanya sudah mau berangkat!"
"Kami datang, Molly!" kata Mr Weasley tetapi dia berpaling kembali pada Harry dan bicara lagi dengan suara yang lebih pelan dan mendesak, "Dengar, aku ingin kau berjanji..."
"...bahwa saya akan jadi anak yang baik dan tinggal di dalam kastil"" tanya Harry muram.
"Tidak hanya itu," kata Mr Weasley, yang kelihatan lebih serius daripada yang pernah dilihat Harry. "Harry, bersumpahlah padaku kau tidak akan mencari Black."
Harry terbeliak. "Apa"" Terdengar peluit keras. Para petugas berjalan se-panjang kereta, menutup semua pintu. "Berjanjilah, Harry," kata Mr Weasley, bicara lebih cepat lagi, "bahwa apa pun yang terjadi..."
"Untuk apa saya mencari orang yang saya tahu akan membunuh saya"" tanya Harry tak mengerti. "Bersumpahlah padaku bahwa apa pun yang mungkin kau dengar..."
"Arthur, cepat!" teriak Mrs Weasley.
Asap meliuk dari atas kereta. Kereta sudah mulai bergerak.
Harry berlari ke pintu gerbong. Ron mem-bukanya dan mundur agar Harry bisa masuk. Mereka menjulurkan kepala dari jendela dan melambaikan tangan kepada Mr dan Mrs Weasley sampai kereta api berbelok di tikungan dan mereka tak kelihatan lagi.
"Aku perlu bicara dengan kalian berdua," Harry bergumam kepada Ron dan Hermione sementara kereta meluncur semakin cepat.
"Pergi jauh-jauh, Ginny," kata Ron.
"Oh, sopan sekali," kata Ginny tersinggung, lalu pergi.
Harry, Ron, dan Hermione menyusuri koridor, mencari kompartemen kosong, tetapi semuanya penuh, kecuali satu di ujung gerbong.
Kompartemen ini hanya berisi satu orang, laki-iaki yang tidur nyenyak di sisi jendela. Harry, Ron, dan Hermione ragu-ragu di am
bang pintu. Hogwarts Ex-press biasanya khusus untuk anak-anak dan mereka belum pernah melihat orang dewasa di kereta, kecuali penyihir yang mendorong troli makanan.
Orang asing ini memakai jubah sihir yang sudah sangat usang dan ditisik di beberapa tempat. Tampak-nya dia sakit dan lelah. Meskipun masih muda, ram-butnya yang cokelat-muda sudah ditumbuhi uban di sana-sini.
"Menurutmu siapa dia"" desis Ron, ketika mereka duduk dan menutup kembali pintu. Mereka memilih tempat duduk sejauh mungkin dari jendela.
"Profesor R.J. Lupin," bisik Hermione segera.
"Dari mana kau tahu""
"Ada di kopernya," jawab Hermione, menunjuk rak barang di atas kepala si laki-laki. Di rak itu ada koper kecil butut diikat dengan tali yang ikatannya rapi. Nama Profesor R.J. Lupin tertera di salah satu sudutnya dengan huruf-huruf yang sudah mulai me-ngelupas.
"Ngajar apa, ya"" tanya Ron, mengernyit memandang profil Profesor Lupin yang pucat. "Jelas, kan," bisik Hermione. "Cuma ada satu lowongan. Pertahanan terhadap Ilmu Hitam."
Harry, Ron, dan Hermione sudah pernah diajar oleh dua guru Pertahanan terhadap Ilmu Hit
am. Ke-duanya hanya bertahan selama setahun. Ada desas-desus bahwa pekerjaan itu membawa sial.
"Yah, mudah-mudahan saja dia memang sanggup," kata Ron ragu-ragu. "Kelihatannya satu kutukan saja bisa menghabisinya. Ngomong-ngomong...," dia ber-paling pada Harry, "apa sih yang mau kaubicarakan dengan kami""
Harry menjelaskan tentang pertengkaran Mr dan Mrs Weasley da
n peringatan yang baru saja diberikan Mr Weasley kepadanya. Setelah Harry selesai bercerita, Ron termangu-mangu, sedangkan Hermione menekap mulut dengan kedua tangannya. Akhirnya Hermione menurunkan tangannya untuk berkata, "Sirius Black kabur dari penjara untuk menangkapmu" Oh, Harry... kau harus sangat, sangat hati-hati. Jangan cari masa-lah, Harry."
"Aku tak pernah cari masalah," kata Harry sakit hati. "Masalah-lah yang biasanya menemukan aku."
"Memangnya Harry begitu tolol, mencari orang gila yang mau membunuhnya"" kata Ron gemetar.
Mereka menerima berita ini dengan lebih terpukul daripada dugaan Harry. Baik Ron maupun Hermione kelihatannya jauh lebih takut pada Black dibanding Harry sendiri.
"Tak ada yang tahu bagaimana dia bisa lolos dari Azkaban,"
kata Ron gelisah. "Tak ada yang pernah kabur sebelumnya.
Dan dia juga napi kelas top."
"Tapi mereka akan bisa menangkapnya, kan"" kata Hermione penasaran. "Maksudku, mereka juga me-minta semua Muggle ikut mencarinya..."
"Bunyi apa itu"" kata Ron tiba-tiba. Terdengar suitan samar entah dari mana. Mereka mencari-cari di seluruh kompartemen.
"Datangnya dari dalam kopermu, Harry," kata Ron, berdiri dan menjulurkan tangan ke atas rak barang. Sesaat kemudian dia telah menarik Teropong-Curiga Saku dari antara jubah-jubah Harry Teropong-Curiga itu berputar sangat cepat di atas telapak tangan Ron, dan berpendar-pendar terang.
"Apakah itu Teropong-Curiga"" tanya Hermione ingin tahu, berdiri agar bisa melihat lebih jelas.
"Yeah... tapi, ini yang murah sekali," kata Ron. "Dia langsung berbunyi waktu aku mengikatkannya ke kaki Errol untuk dikiri
mkan pada Harry. Mungkin rusak."
"Apa waktu itu kau melakukan sesuatu yang men-curigakan"" tanya Hermione galak.
"Tidak! Yah... aku sebetulnya tidak boleh meng-gunakan Errol. Kau tahu, kan, dia tidak kuat lagi menempuh perjalanan panjang... tapi bagaimana lagi aku bisa mengirimkan hadiah Harry kepadanya""
"Masukkan lagi ke koper," Harry menyarankan, ketika si Teropong-Curiga bersuit melengking. "Kalau tidak nanti dia bangun."
Harry mengangguk ke arah Profesor Lupin. Ron menjejalkan Teropong-Curiga itu ke dalam sepasang kaus kaki jelek dan usang bekas Paman Vernon yang meredam bunyinya, lalu menutup koper.
"Kita bisa memeriksakannya di Hogsmeade," kata Ron, seraya duduk lagi. "Toko Dervish and Banges menjual barang-barang seperti itu, peralatan-peralatan dan barang-barang gaib. Fred yang cerita padaku."
"Apakah kau tahu banyak tentang Hogsmeade"" tanya Hermione penuh minat. "Menurut yang kubaca itu satu-satunya permukiman non-Muggle di seluruh Inggris..."
"Iya sih, kelihatannya begitu," kata Ron sambil lalu. "Tetapi bukan itu yang membuatku ingin ke sana. Aku cuma ingin ke Honeydukes!"
"Apa itu"" tanya Hermione.
"Toko permen," jawab Ron, menerawang. "Segala macam permen ada... Pepper Imps-Merica Setan, yang membuat mulutmu berasap, dan bola cokelat besar berisi krim stroberi, dan loli pena bulu luar biasa yang bisa kauisap di kelas sementara kelihatannya kau sedang memikirkan apa yang akan kautulis ber-ikutnya..."
"Tetapi Hogsmeade tempat yang sangat menarik, kan""
Hermione mendesak penasaran. "Dalam Situs-situs Sejarah Sihir disebutkan losmen di situ adalah markas besar untuk pemberontakan goblin tahun 1612, dan Shrieking ShackGubuk Menjerit-katanya ba-ngunan yang paling banyak hantunya di Inggris..."
"...dan permen besar-besar yang akan membuatmu terangkat beberapa senti dari tanah saat kau meng-isapnya," kata Ron, yang jelas tak mendengarkan sepatah kata pun yang diucapkan Hermione.
Hermione berpaling pada Harry. "Asyik ya, kita boleh keluar dari sekolah dan jalan-jalan di Hogsmeade." "Mestinya," kata Harry muram. "Kau harus cerita padaku kalau sudah ke sana nanti."
"Apa maksudm u"" kata Ron. "Aku tak bisa pergi. Paman dan bibiku tidak me-nandatangani formulir perizinanku dan Fudge juga tak mau." Ron tampak ngeri.
"Kau tak boleh pergi" Tapi-no way-McGonagall atau entah siapa akan memberimu izin..." Harry tertawa hampa.
Profesor McGonagall, kepala asrama Gryffindor, orangnya sangat berdisiplin, "...atau kita bisa tanya Fred dan George, mereka tahu semua lorong rahasia di kastil..."
"Ron!" kata Hermione tajam. "Kurasa Harry tak boleh sembunyi-sembunyi meninggalkan kastil selama Black masih berkeliaran..."
"Yeah, kurasa begitulah yang akan dikatakan McGonagall kalau aku minta izin," timpal Harry getir. "Tapi kalau kita bersamanya," kata Ron bersemangat kepada Herm ione, "Black tak akan berani..."
"Oh, Ron, jangan bicara omong kosong," sela Hermione tajam. "Black sudah membunuh banyak orang di tengah jalan ramai, dan kaupikir dia akan ragu-ragu menyerang Harry hanya karena ada kita""
Sambil bicara Hermione membuka kait keranjang Crookshanks.
"Jangan keluarkan dia!" kata Ron, tapi terlambat.
Crookshanks melompat ringan dari dalam keranjang-nya, menggeliat, menguap, dan meloncat ke pangkuan Ron.
Gundukan di saku Ron gemetar dan Ron men-dorong si kucing dengan jengkel.
"Pergi!" "Ron, jangan!" kata Hermione marah.
Ron baru mau membalas, ketika Profesor Lupin bergerak.
Mereka mengawasinya dengan cemas, tetapi dia cuma menolehkan kepalanya ke arah lain, mulut-nya sedikit terbuka, dan tidur terus.
Hogwarts Express meluncur mantap ke arah utara.
Pemandangan di luar menjadi semakin liar dan gelap sementara awan-awan di atas menebal. Anak-anak berkejaran melewati pintu kompartemen mereka. Crookshanks sekarang mendekam di atas tempat duduk kosong, wajahnya yang gepeng menghadap Ron, matanya yang hijau mengawasi saku atas Ron.
Pukul satu si penyihir wanita gemuk dengan troli makanan tiba di pintu kompartemen.
"Kita bangunkan atau tidak"" Ron bertanya cang-gung, mengangguk ke arah Profesor Lupin. "Kelihat-annya dia perlu makan."
Hermione hati-hati mendekati Profesor Lupin.
"Eh-Profesor"" katanya. "Maaf-Profesor""
Dia tidak bergerak. "Jangan khawatir, Nak," kata si penyihir seraya menyerahkan setumpuk besar kue kepada Harry. "Kalau dia lapar waktu bangun nanti, aku ada di depan dengan masinis."
"Dia tidur, kan"" kata Ron pelan, setelah si penyihir menutup pintu kompartemen mereka. "Maksudku- dia tidak mati, kan""
"Tidak, tidak, dia masih bernapas," bisik Hermione, mengambil kue yang ditawarkan Harry.
Profesor Lupin mungkin bukan teman seperjalanan yang baik, tetapi kehadirannya di kompartemen me-reka ada gunanya. Lewat tengah hari, ketika hujan mulai turun, menyamarkan perbukitan yang ter-hampar di luar jendela, mereka mendengar langkah-langkah kaki di koridor lagi, dan tiga orang yang paling tidak mereka sukai muncul di pintu: Draco Malfoy diapit kroninya, Vincent Crabbe dan Gregory Goyle.
Draco Malfoy dan Harry sudah bermusuhan sejak mereka bertemu dalam perjalanan kereta api pertama mereka ke Hogwarts. Malfoy yang berwajah pucat, runcing dan sinis, adalah penghuni asrama Slytherin. Dia bermain sebagai Seeker di tim Quiddtich Slytherin, posisi yang sama seperti yang dimainkan Harry di tim Gryffindor. Crabbe dan Goyle tampaknya hadir di dunia untuk melaksanakan segala perintah Malfoy. Mereka berdua besar berotot. Crabbe lebih tinggi, dengan rambut berpotongan batok dan leher sangat tebal.
Goyle berambut pendek kaku dan lengannya panjang berbulu seperti lengan gorila.
"Wah, lihat, siapa itu," kata Malfoy dengan suaranya yang seperti orang malas, membuka pintu kompar-temen mereka.
"Potty and the Weasel." Itu ejekan tentu, sebab potty berarti pispot, sedangkan weasel adalah binatang sejenis musang. Crabbe dan Goyle terkekeh macam troli.
"Kudengar ayahmu akhirnya berhasil dapat emas musim panas ini, Weasley," kata Malfoy. "Apa ibumu mati saking kagetnya""
Ron berdiri cepat sekali, menyenggol keranjang Crookshanks sampai jatuh ke lantai. Profesor Lupin mendengus. "Siapa itu"" tanya Malfoy, otomatis melangkah mundur begitu melihat Lupin.
"Guru baru," kata Harry, yang sudah bangkit juga, siapa tahu dia perlu menahan Ro
n. "Apa katamu, Malfoy""
Mata pucat Malfoy menyipit. Dia tak begitu bodoh sehingga mau berkelahi di depan hidung guru. "Ayo," gumamnya kecewa kepada Crabbe dan Goyle, dan mereka menghilang.
Harry dan Ron duduk lagi. Ron menggosok-gosok buku-buku jarinya.
"Aku tak mau diam saja dikata-katai Malfoy tahun ini,"
katanya berang. "Betul. Kalau dia sekali lagi menghina keluargaku, akan kupegang kepalanya dan..."
Ron memperagakan gerakan bengis di tengah udara.
"Ron," desis Hermione, menunjuk Profesor Lupin, "hati-hati..."
Tetapi Profesor Lupin masih tidur nyenyak.
Hujan semakin lebat sementara kereta meluncur semakin ke utara. Jendela sekarang berwarna abu-abu berkilau dan perlahan berubah gelap sampai lampu-lampu menyala di sepanjang koridor dan di atas rak barang. Kereta berderit,
hujan bergemuruh, angin menderu, tapi tetap saja Profesor Lupin tidur.
"Kita pasti hampir sampai," kata Ron, mencondong-kan tubuhnya ke depan untuk melihat, melewati Pro-fesor Lupin, ke jendela yang sekarang sudah hitam pekat.
Bibirnya belum lagi menutup ketika kereta mulai melambat.
"Bagus," kata Ron, bangkit dan berjalan hati-hati melewati Profesor Lupin untuk mencoba melihat ke luar. "Aku sudah lapar, aku ingin ikut pesta..."
"Tak mungkin kita sudah sampai," kata Hermione, memeriksa arlojinya. "Lalu kenapa berhenti""
Kereta api semakin lama semakin lambat. Setelah bunyi piston mereda, angin dan hujan terdengar se-makin keras menimpa j endela.
Harry yang duduk paling dekat pintu, bangkit untuk melihat ke koridor. Di sepanjang gerbong, kepala-kepala bermunculan ingin tahu dari dalam kompartemen.
Kereta api berhenti diiringi entakan dan suara ge-debuk dan kelontangan di kejauhan yang memberi-tahu mereka bahwa koper dan barang-barang bawaan berjatuhan dari raknya. Kemudian, tanpa peringatan, semua lampu padam dan mereka tenggelam dalam kegelapan total.
"Ada apa sih"" terdengar suara Ron di belakang Harry.
"Ouch!" pekik Hermione. "Ron, itu kakiku!"
Harry meraba-raba kembali ke kursinya.
"Apa keretanya rusak""
"Entah..." Terdengar bunyi decit, dan Harry melihat sosok gelap Ron melap sepetak kaca jendela dan mengintip ke luar. "Ada yang bergerak di
luar," kata Ron. "Kayaknya ada orang-orang yang naik ke kereta..." Pintu kompartemen mendadak terbuka dan ada yang menjatuhi kaki Harry sampai sakit.
"Sori! Apa kau tahu ada apa" Ouch! Sori..."
"Halo, Neville," kata Harry, meraba-raba dalam gelap dan mengangkat Neville pada jubahnya. "Harry" Kaukah itu" Ada apa sih""
"Entahlah! Duduklah..." Terdengar desis keras dan jerit kesakitan. Neville rupanya menduduki Crookshanks.
"Aku mau tanya masinis ada apa," terdengar suara Hermione. Harry merasa Hermione melewatinya, mendengar pintu menggeser terbuka lagi, kemudian bunyi gedebuk dan dua pekik kesakitan.
"Siapa itu""
"Siapa itu""
"Ginny"" "Hermione""
"Ngapain kau""
"Aku mencari Ron..."
"Masuk dan duduklah..."
"Jangan di sini!" kata Harry buru-buru.
"Aku di sini!" "Aduh!" seru Neville.
"Diam!" mendadak terdengar suara serak.
Profesor Lupin akhirnya terbangun. Harry bisa men-dengar gerakan-gerakan di sudutnya. Tak seorang pun bicara.
Terdengar bunyi derik pelan dan ada cahaya ber-goyang yang memenuhi kompartemen. Profesor Lu-pin memegangi segenggam
nyala api. Api itu me-nyinari wajahnya yang pucat lelah, tetapi matanya tampak siap dan waspada.
"Tetap di tempat masing-masing," katanya dengan suara serak yang sama, dan perlahan dia bangkit dengan tangan yang menggenggam api terulur di depannya.
Tetapi pintu menggeser terbuka sebelum Lupin mencapainya.
Berdiri di ambang pintu, diterangi oleh nyala api yang bergoyang di tangan Lupin, ada sosok berjubah yang menjulang sampai ke langit-langit kereta. Wajah-nya sama sekali tersembunyi di bawah kerudung kepalanya. Mata Harry
menyusur ke bawah dan yang dilihatnya membuat perutnya kejang. Ada tangan yang terjulur dari dalam jubah dan tangan itu mengilap, abu-abu, kelihatannya berlendir dan berkeropeng, seperti sesuatu yang mati dan telah membusuk dalam air....
Tangan itu cuma tampak sekejap. Seakan makhluk di bawah jubah itu merasakan pandangan Harry, tangan itu mendadak dita
rik ke dalam lipatan kain hitam jubahnya.
Dan kemudian, sosok di, bawah kerudung, entah apa itu, menarik napas pelan berkeretak, seakan dia mencoba mengisap lebih dari sekadar udara dari sekelilingnya.
Rasa dingin menusuk menyapu mereka semua. Harry merasa napasnya sendiri tertahan di dadanya. Rasa dingin itu menembus kulitnya. Memasuki dada-nya, memasuki jantungnya...
Mata Harry seolah membalik ke dalam kepalanya. Dia tak bisa melihat. Dia tenggelam dalam rasa dingin. Terdengar deru dalam telinganya, seperti deru air. Dia ditarik ke bawah, deru air semakin keras...
Dan kemudian, dari kejauhan, dia mendengar jeritan. Jerit mengerikan, ketakutan, dan penuh per-mohonan. Harry ingin membantu
orang itu, dia ber-usaha menggerakkan tangannya, tetapi tak bisa... kabut putih tebal melayang-layang menyelubunginya, di dalam tubuhnya...
"Harry! Harry! Kau tak apa-apa""
Ada yang menampar-nampar pipinya. "A-apa""
Harry membuka matanya. Ada lentera-lentera di atasnya, dan lantai bergetar-Hogwarts Express sudah bergerak lagi dan lampu juga sudah menyala. Rupa-nya dia merosot dari kursinya ke lantai. Ron dan Hermione berlutut di sebelahnya, dan di atas mereka, dia bisa melihat Neville dan Profesor Lupin
meng-awasi. Harry merasa sangat mual. Waktu dia meng-angkat tangan untuk memakai lagi kacamatanya, dia merasa wajahnya bersimbah keringat dingin.
Ron dan Hermione mengangkatnya kembali ke tem-pat duduknya.
"Kau tak apa-apa"" tanya Ron cemas.
"Yeah," kata Harry, cepat-cepat memandang ke pintu.
Makhluk berkerudung tadi sudah lenyap. "Apa yang terjadi" Di mana makhluk-makhluk itu" Siapa yang menjerit""
"Tak ada yang menjerit," kata Ron, semakin cemas.
Harry memandang berkeliling kompartemen yang terang.


Harry Potter Dan Tawanan Azkaban Karya J.k Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ginny dan Neville balas memandangnya. Ke-duanya pucat pasi.
"Tetapi aku mendengar jeritan..."
Bunyi keletak keras membuat mereka semua ter-lonjak.
Profesor Lupin sedang mematah-matahkan sebatang cokelat besar.
"Ini," katanya kepada Harry, mengulurkan potongan yang besar sekali. "Makanlah. Akan membantu." Harry mengambil cokelat itu tetapi tidak memakan-nya.
"Tadi itu apa"" dia bertanya kepada Lupin.
"Dementor," kata Lupin, yang sekarang membagi-kan cokelat kepada semua anak. "Salah satu Dementor Azkaban." Semua terbelalak menatapnya. Profesor Lupin me-remas bungkus cokelat dan memasukkannya ke dalam sakunya. "Makan," dia mengulang. "Akan membantu. Aku perlu bicara dengan masinis, maaf..." Dia berjalan melewati Harry dan lenyap ke koridor.
"Kau yakin kau tak apa-apa, Harry"" tanya Hermione, menatap Harry dengan cemas.
"Aku tak mengerti... apa yang terjadi"" kata Harry menyeka lebih banyak keringat dari wajahnya.
"Si-si Dementor-berdiri di sana dan memandang berkeliling (maksudku, kupikir dia memandang ber-keliling, aku tak bisa melihat matanya)-dan kau- kau..."
"Kukira kau tiba-tiba sakit ayan atau apa," kata Ron yang masih tampak ketakutan. "Kau mendadak kaku dan jatuh dari tempat dudukmu dan mulai kejang-kejang..."
"Dan Profesor Lupin melangkahimu, berjalan men-dekati si Dementor, dan mencabut tongkatnya," kata Hermione. "Dan dia berkata, 'Tak seorang pun dari kami menyembunyikan Sirius Black di balik jubah kami. Pergi.' Tetapi si Dementor tidak bergerak, jadi Lupin menggumamkan sesuatu, dan sesuatu yang keperakan meluncur dari tongkatnya, mengenai si Dementor, lalu si Dementor berbalik dan seperti me-layang pergi..."
"Mengerikan sekali," kata Neville, suaranya lebih melengking daripada biasanya. "Apakah kalian merasakan hawa jadi dingin sekali ketika dia datang""
"Aku merasa aneh," kata Ron, menggerakkan bahu-nya dengan tak nyaman. "Sepertinya aku tak akan pernah gembira lagi..."
Ginny, yang meringkuk di sudut, kelihatan sama merananya seperti yang dirasakan Harry, terisak kecil. Hermione mendekatinya dan memeluknya.
"Tetapi apakah kalian tidak ada yang-jatuh dari tempat duduk"" tanya Harry canggung.
"Tidak," kata Ron, memandang Harry dengan cemas lagi. "Tapi Ginny gemetar hebat sekali..."
Harry tidak mengerti. Dia merasa lemah dan geme-tar, seakan baru sembuh dari flu berat. Dia juga mulai merasa malu. Kenapa dia sampai pingsan be-gitu, p
adahal yang lain tidak"
Profesor Lupin sudah kembali. Dia berhenti sebentar sebelum masuk, memandang berkeliling, dan berkata seraya tersenyum kecil, "Aku tidak meracuni cokelat-nya lho..."
Harry menggigit cokelatnya dan heran sekali ketika merasakan kehangatan mendadak merayap sampai ke ujung-ujung jarinya.
"Kita akan tiba di Hogwarts sepuluh menit lagi," kata Profesor Lupin. "Kau tak apa-apa, Harry"" Harry tidak bertanya bagaimana Profesor Lupin bisa tahu namanya.
"Tidak," dia bergumam, malu.
Mereka tidak banyak bicara selama sisa perjalanan.
Akhirnya kereta berhenti di stasiun Hogsmeade, dan anak-anak berdesakan turun. Burung-burung hantu beruhu-uhu keras, kucing-kucing mengeong, dan katak piaraan Neville berkuak keras dari bawah topinya. Dingin sekali di peron kecil mungil itu. Hujan mengguyur seperti jarum-jarum es.
"Anak-anak kelas satu ke sini!" terdengar suara yang sudah mereka kenal. Harry, Ron, dan Hermione menoleh dan melihat sosok raksasa Hagrid di ujung peron, menggapai memanggil anak-anak kelas satu yang ketakutan. Hagrid akan mengantar mereka da-lam perjalanan tradisional menyeberangi danau.
"Baik-baik saja, kalian bertiga"" Hagrid berteriak di atas kepala anak-anak. Mereka melambai kepadanya, tetapi tidak punya kesempatan bicara dengannya, karena mereka terbawa kerumunan anak-anak di sekitar mereka menjauh dari peron.
Harry, Ron, dan Hermione mengikuti murid-murid yang lain keluar ke jalan tanah yang kasar. Dijalan itu paling tidak seratus kereta menunggu anak-anak yang tersisa. Masing-masing di-tarik, menurut dugaan Harry, oleh kuda yang tak
kelihatan, karena ketika mereka sudah naik dan me-nutup pintunya, keretanya langsung berjalan beriringan sendiri, saling bentur dan berguncang.
Kereta itu samar-samar berbau jamur dan jerami. Harry sudah merasa lebih enak setelah makan cokelat, tetapi masih lemah. Ron dan Hermione tak henti-hentinya meliriknya, seakan ketakutan dia akan ping-san lagi.
Ketika kereta mendekati sepasang gerbang besi yang kokoh, diapit oleh pilar batu yang di atasnya ada babi hutan bersayap, Harry melihat dua Dementor tinggi besar berkerudung, berdiri di kanan-kiri ger-bang. Gelombang rasa dingin tak nyaman siap meng-gulungnya lagi. Harry bersandar kembali ke tempat duduknya yang empuk dan memejamkan matanya sampai mereka sudah melewati gerbang. Kereta me-luncur semakin cepat ketika melewati jalan panjang landai menuju kastil. Hermione menjulurkan kepala dari jendela kecil mungil, memandang menara-menara yang semakin mendekat.
Akhirnya kereta berguncang lalu berhenti, Hermione dan Ron turun. Ketika Harry turun, terdengar suara senang di telinganya.
"Kau pingsan, Potter" Apakah yang dikatakan Longbottom benar" Kau betul-betul pingsan"" Malfoy menyodok melewati Hermione untuk mem-blokir Harry sehingga tidak bisa menaiki undakan kastil. Wajahnya berseri-seri dan matanya yang pucat berkilat jahat.
"Minggir, Malfoy," kata Ron, yang rahangnya ter-katup rapat.
"Apa kau pingsan juga, Weasley"" kata Malfoy keras-keras.
"Apa Dementor yang mengerikan itu membuatmu ketakutan juga, Weasley""
"Ada masalah"" terdengar suara lunak. Profesor Lupin baru saja turun dari kereta berikutnya.
Malfoy memandang Profesor Lupin dengan meng-hina. Dia sudah melihat tambalan di jubahnya dan kopernya yang butut.
Dengan sedikit sinis dia men-jawab, "Oh, tidak-ehProfesor," kemudian menye-ringai kepada Crabbe dan Goyle, dan mengajak me-reka menaiki undakan masuk ke dalam kastil.
Hermione menyodok punggung Ron agar bergegas, dan mereka bertiga bergabung dengan kerumunan anak-anak yang memenuhi undakan, memasuki pintu ek besar, ke dalam Aula Depan yang besar, yang diterangi obor-obor menyala. Di dalam aula itu ada tangga pualam yang menuju lantai atas.
Pintu menuju Aula Besar terbuka di sebelah kanan. Harry mengikuti anak-anak menuju pintu itu, tetapi baru saja sekilas melihat langit-langit sihirnya, yang malam ini gelap berawan, ada suara memanggil, "Pot-ter! Granger! Aku ingin bertemu kalian berdua!"
Harry dan Hermione berbalik, keheranan. Profesor McGonagall, guru Transfigurasi dan kepala asrama Gryffindor, memanggil
mereka dari atas kepala anak-anak. Dia guru wanita bertampang galak, dengan rambut digelung ketat, matanya yang tajam memakai kacamata persegi. Harry mendekatinya, menyeruak di antara anak-anak. Perasaannya tak enak. Pr
ofesor McGonagall selalu membuat dia merasa telah melaku-kan sesuatu yang salah.
"Tak perlu secemas itu. Aku cuma mau bicara sedikit di kantorku," katanya kepada mereka. "Kau terus saja, Weasley"
Ron mengawasi Profesor McGonagall membawa Harry dan Hermione menjauh dari kerumunan anak-anak yang ramai berceloteh. Mereka menyeberangi Aula Depan, menaiki tangga pualam dan menyusur koridor.
Begitu memasuki kantornya, ruangan kecil dengan api besar yang hangat dan nyaman, Profesor McGonagall memberi isyarat agar Harry dan Hermione duduk. Dia sendiri duduk di
belakang mejanya dan tiba-tiba saja berkata, "Profesor Lupin mengirim burung hantu untuk memberitahukan bahwa kau sakit di kereta api, Potter."
Sebelum Harry sempat menjawab, terdengar ketuk-an di pintu dan Madam Pomfrey, matron rumah sakit, masuk.
Harry merasa wajahnya memerah. Bahwa dia tadi pingsan, atau entah apa, sudah memalukan. Apalagi ditambah semua orang jadi repot begini.
"Saya tak apa-apa," katanya. "Saya tidak perlu apa-apa..."
"Oh, kau rupanya"" kata Madam Pomfrey, mengabaikan ucapan Harry dan membungkuk untuk memeriksanya. "Apa kau baru saja melakukan sesuatu yang berbahaya lagi""
"Gara-gara Dementor, Poppy," kata Profesor McGonagall.
Mereka bertukar pandang suram dan Madam Pomfrey berdecak mencela.
"Memasang Dementor di sekitar sekolah," gumam-nya, mendorong rambut hitam Harry ke belakang dan meraba dahinya. "Dia bukan orang pertama yang pingsan. Ya, dia berkeringat. Sungguh mengerikan, Dementor, dan efeknya pada orang-orang yang rapuh..."
"Saya tidak rapuh!" kata Harry jengkel.
"Tentu saja tidak," sambil lalu Madam Pomfrey berkata, seraya memeriksa nadi Harry.
"Apa yang diperlukannya"" tanya Profesor McGonagall ringkas. "Istirahat di tempat tidur" Apa perlu dia malam ini menginap di rumah sakit""
"Saya tidak apa-apa!" kata Harry melompat bangun.
Membayangkan apa yang akan dikatakan Draco Malfoy kalau dia ke rumah sakit sungguh merupakan siksaan.
"Dia harus makan cokelat, paling tidak," kata Madam Pomfrey, yang sekarang berusaha memeriksa mata Harry.
"Saya sudah makan cokelat," kata Harry. "Diberi Profesor Lupin. Dia membagikannya kepada kami semua."
"Oh ya"" kata Madam Pomfrey senang. "Jadi, akhir-nya kita mendapat guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam yang tahu obat-obatnya."
"Kau yakin kau tidak apa-apa, Potter"" tanya Profesor McGonagall tajam. "Ya," kata Harry.
"Baiklah, kalau begitu. Silakan tunggu di luar se-mentara aku bicara sebentar dengan Miss Granger soal jadwal pelajarannya, kemudian kita bisa pergi ke pesta bersama-sama."
Harry keluar ke koridor bersama Madam Pomfrey, yang seraya bergumam sendiri langsung kembali ke rumah sakit di salah satu sayap kastil. Harry cuma menunggu beberapa menit. Hermione keluar dengan tampang gembira sekali, diikuti oleh Profesor McGonagall, dan mereka bertiga kembali menuruni tangga pualam menuju Aula Besar.
Rasanya seakan memasuki lautan topi hitam. Masing-masing meja panjang asrama dipenuhi anak-anak, wajah mereka berkilau diterangi nyala seribu lilin, yang melayang-layang di
atas meja di tengah udara. Profesor Flitwick, seorang penyihir pria kecil dengan rambut beruban, menenteng sebuah topi tua dan kursi berkaki-empat keluar aula.
"Oh," kata Hermione pelan, "kita ketinggalan acara Seleksi!"
Murid-murid baru Hogwarts diseleksi masuk asrama mana dengan cara memakai Topi Seleksi, yang meneriakkan asrama mana yang paling cocok untuk mereka (Gryffindor, Ravenclaw, Hufflepuff, atau Slytherin). Profesor McGonagall berjalan ke tempat duduknya di meja guru, sedangkan Harry dan
Hermione berjalan ke jurusan yang berlawanan, se-pelan mungkin, menuju meja Gryffindor. Anak-anak menengok memandang mereka, sementara mereka ber-jalan di bagian belakang aula, dan beberapa di antara mereka menunjuk-nunjuk Harry. Apakah kisah tentang dirinya yang pingsan di depan Dementor sudah ber-edar begitu cepatnya"
Harry dan Her mione duduk mengapit Ron, yang sudah menyediakan tempat untuk mereka. "Kenapa sih kalian dipanggil"" gumam Ron kepada Harry.
Harry mulai menjelaskan dengan berbisik, tetapi saat itu Kepala Sekolah berdiri untuk berpidato, maka Harry berhenti.
Profesor Dumbledore, meskipun usianya sudah sa-ngat lanjut, kesannya sangat enerjik. Rambut dan jenggotnya yang keperakan panjangnya lebih dari satu meter. Dia memakai kacamata berbentuk bulan-separo dan hidungnya sangat bengkok. Dia sering dideskripsikan sebagai penyihir terbesar zaman ini, tetapi bukan karena itu Harry menghormatinya.
Se-perti semua orang lain, Harry tak bisa tidak memper-cayai Albus Dumbledore, dan ketika Harry me-mandangnya tersenyum kepada murid-muridnya, dia merasa benar-benar tenang untuk pertama kalinya sejak Dementor memasuki kompartemen kereta api.
"Selam at datang!" kata Dumbledore, nyala lilin me-mantul berkilau pada jenggotnya. "Selamat datang untuk tahun ajaran baru lagi di Hogwarts! Ada bebe-rapa hal yang akan kusampaikan kepada kalian se-mua, dan karena salah satunya sangat serius, kurasa lebih baik ini kusampaikan dulu sebelum kalian di-bingungkan oleh santapan pesta yang lezat-lezat..."
Dumbledore berdeham dan melanjutkan, "Seperti sudah kalian semua ketahui setelah pemeriksaan di Hogwarts Express, sekolah kita sekarang ini sedang jadi tuan rumah untuk beberapa Dementor Azkaban, yang ada di sini untuk urusan Kementerian Sihir."
Dia berhenti sejenak dan Harry teringat apa yang dikatakan Mr Weasley tentang Dumbledore yang tidak senang para Dementor berjaga di sekolah.
"Mereka ditempatkan di semua pintu masuk ke halaman sekolah," Dumbledore melanjutkan, "dan se-mentara mereka bersama kita, harus kutekankan bahwa tak seorang pun diizinkan meninggalkan sekolah tanpa izin. Dementor tak bisa dibodohi dengan tipuan atau samaran-atau bahkan Jubah Gaib," dia menambahkan dengan lunak. Harry dan Ron saling lirik. "Dementor tidak bisa memahami permohonan atau permintaan maaf. Karena itu aku memperingatkan kalian semua, jangan memberi mereka alasan untuk mencelakai kalian. Aku mengandalkan para Prefek, dan Ketua Murid Laki-Laki dan Perempuan yang baru, untuk memastikan tak ada anak yang melanggar peraturan sehingga bisa jadi korban Dementor."
Percy, yang duduk beberapa kursi dari Harry, mem-busungkan dada lagi dan memandang berkeliling dengan lagak penting. Dumbledore berhenti lagi. Dia memandang ke seluruh aula dengan serius, dan tak seorang pun bergerak ataupun membuat suara.
"Sekarang berita yang menyenangkan," dia me-neruskan. "Aku gembira sekali menerima dua guru baru di sekolah kita tahun ini.
"Yang pertama, Profesor Lupin, yang telah berbaik hati berkenan mengisi posisi guru Pertahanan ter-hadap Ilmu Hitam."
Di sana-sini terdengar tepukan yang kurang antu-sias.
Hanya mereka yang berada dalam satu kompar-temen bersama Profesor Lupin yang bertepuk keras, Harry di antaranya. Profesor Lupin tampak kumal di antara para guru yang memakai jubah mereka yang paling bagus.
"Lihat si Snape!" Ron mendesis di telinga Harry.
Profesor Snape, guru Ramuan, memandang ke se-berang meja ke arah Profesor Lupin. Sudah jadi rahasia umum bahwa Snape menginginkan posisi guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam, tetapi bahkan Harry, yang membenci Snape, kaget melihat ekspresi di wajah Snape yang kurus dan pucat. Itu lebih dari sekadar marah, itu ekspresi jijik. Harry kenal betul ekspresi itu, karena begitulah ekspresi Snape setiap kali me-mandang Harry.
"Sedangkan guru baru kedua," Dumbledore me-lanjutkan setelah sambutan yang biasa-biasa saja untuk Profesor Lupin mereda, "dengan berat hati kusampai-kan kepada kalian bahwa Profesor Kettleburn, guru Pemeliharaan Satwa Gaib, pensiun akhir tahun ajaran lalu agar bisa menikmati waktu lebih lama dengan kaki dan tangannya. Meskipun demikian, aku senang sekali mengumumkan bahwa kedudukannya akan di-gantikan oleh, tak lain dan tak bukan, Rubeus Hagrid kita, yang telah setuju menjadi pengajar sebagai tambahan tugas-tugasnya sebagai pengawas binatang liar."
Harry, Ron, dan Hermione saling pandang, ter-perangah.
Kemudian mereka ikut bertepuk. Tep
ukan gemuruh sekali, terutama di meja Gryffindor. Harry membungkuk ke depan untuk melihat Hagrid, yang wajahnya merah padam dan
menunduk memandang tangannya yang besar, senyum lebarnya tersembunyi di balik berewok hitamnya yang awut-awutan.
"Mestinya kita tahu!" teriak Ron, menggebrak meja. "Siapa lagi yang akan menyuruh kita memakai buku yang menggigit""
Harry, Ron, dan Hermione yang terakhir berhenti bertepuk, dan ketika Profesor Dumbledore bicara lagi, mereka melihat Hagrid menyeka matanya dengan taplak meja.
"Nah, kurasa semua yang penting sudah kusampai-kan,"
kata Dumbledore. "Ayo, kita mulai pesta!"
Piring-piring dan piala-piala emas di depan mereka mendadak dipenuhi makanan dan minuman. Harry, mendadak lapar sekali, mengambil segala yang bisa diraihnya dan mulai makan.
Pestanya menyenangkan sekali. Aula dipenuhi obrolan, tawa, dan dentang-denting pisau dan garpu. Meskipun demikian, Harry, Ron, dan Hermione ingin pesta segera selesai, agar mereka bisa bicara dengan Hagrid. Mereka tahu, diangkat jadi guru sangat berarti bagi Hagrid. Hagrid penyihir yang belum lulus. Dia dikeluarkan dari Hogwarts dalam tahun ketiganya, gara-gara kejahatan yang tidak dilakukannya.
Harry, Ron, dan Hermione-lah yang membersihkan nama Hagrid tahun ajaran lalu.
Akhirnya, ketika serpih-serpih kue tar labu kuning sudah meleleh dari piring-piring emas, Dumbledore berkata bahwa sudah tiba saatnya bagi mereka semua untuk tidur, dan mereka mendapat kesempatan bicara dengan Hagrid.
"Selamat, Hagrid!" seru Hermione, ketika mereka tiba di meja guru.
"Berkat kalian bertiga," kata Hagrid, menyeka wajahnya yang berkilat dengan serbetnya sambil menatap mereka. "Tak bisa percaya itu... orang hebat, Dumbledore... langsung datang temui aku di pondok setelah Profesor Kettleburn bilang sudah cukup lelah mengajar... ini yang sudah lama kuinginkan..."
Dikuasai emosinya, dia membenamkan wajah di serbetnya, dan Profesor McGonagall meminta mereka meninggalkannya.
Harry, Ron, dan Hermione bergabung dengan anak-anak Gryffindor yang memenuhi tangga pualam, dan, sangat lelah sekarang, menyusuri koridor-koridor, me-naiki beberapa tangga lagi, sampai ke jalan masuk ke Menara Gryffindor yang tersembunyi. Lukisan besar seorang nyonya gemuk bergaun merah jambu me-nanyai mereka, "Kata kunci""
"Sebentar, sebentar!" Percy berteriak dari belakang kerumunan. "Kata kunci barunya adalah Fortuna Ma-jor!"
"Oh, tidak," kata Neville Longbottom sedih. Dia selalu kesulitan mengingat kata kunci.
Melewati lubang lukisan dan menyeberangi ruang rekreasi, anak-anak perempuan dan laki-laki berpisah menuju tangga ke kamar masing-masing. Harry me-naiki tangga spiral tanpa berpikir apa-apa, kecuali betapa senangnya dia kembali di Hogwarts. Mereka tiba di kamar asrama mereka yang bundar dengan lima tempat tidur besar dan Harry- memandang ber-keliling-merasa dia berada di rumah... akhirnya.
6 Cakar Dan Daun Teh WAKTU Harry, Ron, dan Hermione memasuki Aula Besar untuk sarapan keesokan paginya, yang pertama mereka lihat adalah Draco Malfoy, yang kelihatannya sedang menghibur segerombolan besar anak-anak Slytherin dengan cerita amat lucu. Saat mereka lewat, Malfoy berpura-pura pingsan dengan lagak konyol sekali dan terdengar ledakan tawa.
"Jangan pedulikan dia," kata Hermione, yang berada tepat di belakang Harry. "Abaikan saja, tidak layak diladeni..."
"Hei, Potter!" teriak Pansy Parkinson, cewek Slytherin dengan wajah seperti anjing pesek. "Potter! Dementor datang, Potter! Wuuuuuuuu!"
Harry duduk di meja Gryffindor, di sebelah George Weasley
"Daftar pelajaran anak-anak kelas tiga yang baru," kata George, membagikannya. "Kenapa kau, Harry""
"Malfoy," kata Ron, duduk di sisi lain George, dan mendelik ke meja Slytherin. George mendongak tepat ketika Malfoy sedang ber-pura-pura pingsan ketakutan lagi.
"Si brengsek itu," katanya kalem. "Dia tidak segagah itu semalam ketika Dementor datang ke gerbong kereta kami. Dia kabur ke kompartemen kita, kan, Fred""
"Nyaris terkencing-kencing," kata Fred, mengerling meremehkan ke arah Malfoy
"Aku sendiri tak begitu senang," kata George. "Me-ngerikan sekali, De
mentor-dementor itu..."
"Rasanya seperti membekukan bagian dalam tubuh kita, ya"" kata Fred.
"Tapi kalian tidak pingsan, kan"" kata Harry pelan.
"Lupakan saja, Harry," kata George membesarkan hati Harry. "Dad pernah harus ke Azkaban sekali, ingat, Fred" Dan dia bilang itu tempat paling mengeri-kan yang pernah dikunjunginya. Dia pulang dalam keadaan lemah dan gemetaran... Para Dementor itu mengisap kebahagiaan dari tempat-tempat di mana mereka berada. Sebagian besar napi di sana jadi gila."
"Kita lihat saja nanti, sesenang apa Malfoy setelah pertandingan Quidditch pertama kita," kata Fred. "Gryffindor lawan Slytherin, pertandingan pertama tahun ajaran ini, ingat""
Sekali-kalinya Harry dan Malfoy berhadapan dalam pertandingan Quidditch, Malfoy kalah total. Merasa sedikit lebih gembira, Harry mengambil sosis dan tomat goreng.
Hermione memeriksa daftar pelajaran barunya.
"Oh, bagus, kita memulai beberapa pelajaran baru hari ini,"
katanya senang. "Hermione," kata Ron, mengernyit ketika dia me-natap melalui bahu Hermione, "mereka keliru menyu-sun daftar pelajaranmu. Lihat-mereka mendaftarmu ikut sepuluh pelajaran sehari. Mana cukup waktunya."
"Bisa kuatur. Sudah kurundingkan dengan Profesor McGonagall."
"Tapi coba lihat," kata Ron, tertawa, "lihat pagi ini" Pukul sembilan, Ramalan. Dan di bawahnya, pukul sembilan, Telaah Muggle. Dan..." Ron membungkuk mendekat, tidak percaya.
"Lihat-di bawahnya lagi, Arithmancy, pukul sembilan.
Maksudku, aku tahu kau pintar, Hermione, tapi mana ada sih orang yang sepintar itu. Bagaimana mungkin kau bisa berada di tiga kelas pada saat bersamaan""
"Jangan ngaco," kata Hermione pendek. "Tentu saja aku tak akan berada di tiga kelas pada saat bersama-an." "Nah, kalau begitu..." "Ambilkan selai," kata Hermione. "Tapi..."
"Oh, Ron, apa sih urusannya denganmu kalau jadwalku sedikit padat"" tukas Hermione. "Kan sudah kubilang, aku sudah merundingkannya dengan Profesor McGonagall."
Saat itu Hagrid memasuki Aula Besar. Dia memakai jubah tikus mondoknya yang panjang dan tak sadar mengayun-ayunkan bangkai kuskus di salah satu tangannya yang besar.
"Baik semuanya"" katanya bersemangat, berhenti dalam perjalanannya ke meja guru. "Kalian ikut pelajaranku yang pertama! Habis makan siang! Sudah bangun sejak pukul lima siapkan segalanya... mudah-mudahan oke... aku, guru... wah..."
Dia nyengir lebar kepada mereka dan berjalan menuju meja guru, masih mengayun-ayunkan kuskusnya. "Apa ya kira-kira yang disiapkannya"" tanya Ron, suaranya agak cemas.
Aula mulai kosong ketika anak-anak pergi ke kelas pelajaran pertama mereka. Ron memeriksa daftar pelajarannya.
"Sebaiknya kita berangkat sekarang, lihat, Ramalan di puncak Menara Utara. Perlu sepuluh menit untuk sampai ke sana."
Mereka buru-buru menyelesaikan sarapan, meng-ucapkan selamat tinggal kepada Fred dan George, dan berjalan ke pintu aula. Ketika mereka melewati meja Slytherin, Malfoy sekali lagi pura-pura pingsan. Gelak tawa mengikuti Harry sampai ke Aula Depan. Perjalanan dalam kastil menuju Menara Utara adalah perjalanan panjang. Dua tahun di Hogwarts belum mengajarkan mereka segalanya tentang kastil, dan mereka belum pernah ke Menara Utara.
"Pasti-ada-jalan-pintas," Ron tersengal, ketika mereka menaiki tangga panjang ketujuh dan keluar di bordes yang tak dikenal. Yang ada di tempat itu hanyalah lukisan besar hamparan rumput yang ter-gantung di dinding batu.
"Kurasa ke sini," kata Hermione, memandang lo-rong kosong di sebelah kanannya.
"Tak mungkin," kata Ron. "Itu selatan. Lihat, kau bisa melihat dan
au sedikit dari jendela..."
Harry mengamati lukisan itu. Seekor kuda poni gemuk abu-abu baru saja muncul dan merumput dengan acuh tak acuh.
Harry sudah terbiasa melihat tokoh-tokoh dalam lukisan di Hogwarts bergerak dan meninggalkan pigura mereka untuk saling me-ngunjungi, tetapi dia selalu senang memandang lukisan-lukisan itu. Sesaat kemudian, seorang ksatria gemuk pendek memakai baju zirah datang berke-lontangan menyusul kudanya. Dari noda-noda rumput di lutut logamnya, rupanya dia baru saja jatuh.
"Aha!" teriaknya ketika melihat Harry, Ron, dan Hermione.
"Bandi t-bandit macam apa ini yang masuk ke tanah pribadiku
tanpa izin! Mau mencemoohku karena jatuh" Cabut pedangmu, brengsek!"
Mereka mengawasi dengan tercengang ketika si ksatria mencabut pedang dari sarungnya dan meng-acung-acungkannya dengan garang, melonjak-lonjak gusar. Tetapi pedang itu terlalu panjang baginya. Satu ayunan liar membuatnya terjungkal dan jatuh mencium rumput.
"Kau tak apa-apa"" tanya Harry, mendekat ke lukisan.
"Mundur kau orang sombong sok tahu! Mundur kau bajingan!"
Si ksatria meraih pedangnya lagi untuk bertumpu bangun.
Tetapi mata pedangnya terbenam dalam di tanah, dan meskipun dia menarik sekuat tenaga; dia tak bisa mencabutnya. Akhirnya terpaksa dia meng-geletak lagi di rumput dan mendorong tudung ketopongnya ke atas untuk menyeka wajahnya yang berkeringat.
"Dengar," kata Harry mengambil kesempatan selagi si ksatria sedang kelelahan. "Kami sedang mencari Menara Utara. Kau tidak tahu jalannya, kan""
"Pencarian!" Kemarahan si ksatria mendadak sirna. Dia bangkit dengan bunyi berkelontangan dan berseru, "Ayo ikut aku,sahabat-sahabat, dan kita akan men-capai sasaran kita, atau kalau tidak kita tewas dengan gagah berani dalam tugas!"
Dia menarik pedangnya sekali lagi dengan sia-sia, mencoba dan gagal menaiki kuda poninya yang gemuk, dan berteriak,
"Jalan kaki kalau begitu, Nyonya dan Tuan-tuan yang terhormat! Ayo! Ayo!" Dan dia berlari, berkelontangan bising, menuju ke arah kiri pigura, lalu lenyap.
Mereka bergegas mengejarnya sepanjang koridor, mengikuti bunyi kelontangan baju zirahnya. Dari wak-tu ke waktu mereka melihatnya berlari melewati lukisan di depan.
"Tabahkan hati kalian, yang terburuk akan terjadi!" pekik si ksatria, dan mereka melihatnya muncul kem-bali di depan serombongan wanita yang memakai gaun mengembang. Para wanita yang lukisannya ter-gantung di dinding tangga spiral sempit itu kaget.
Tersengal-sengal keras, Harry, Ron, dan Hermione menaiki tangga spiral yang berputar-putar, makin lama makin pusing, sampai akhirnya mereka mendengar gumam suara-suara di atas mereka. Tahulah mereka bahwa mereka telah tiba di kelas yang dicari.
"Selamat tinggal!" seru si ksatria, memunculkan kepalanya dari lukisan beberapa rahib bertampang seram. "Selamat tinggal, teman-teman seperjuangan! Jika suatu kali nanti kalian memerlukan hati yang baik dan otot kawat, panggillah Sir Cadogan!"
"Yeah, kami akan memanggilmu," gumam Ron, saat si ksatria menghilang, "kalau kami perlu orang sinting." Mereka mendaki beberapa anak tangga terakhir dan muncul di
bordes kecil. Sebagian besar anak-anak sudah berkumpul di situ. Tak ada pintu satu pun di bordes ini. Ron menyenggol Harry dan me-nunjuk langit-langit. Tampak pintu tingkap bundar bertempel plakat kuningan.
"Sybill Trelawney, guru Ramalan," Harry membaca.
"Bagaimana kita bisa naik ke situ""
Seakan menjawab pertanyaannya, pintu tingkap itu mendadak terbuka, dan sebuah tangga keperakan me-luncur turun tepat di depan kaki Harry. Semua lang-sung diam.
"Silakan," kata Ron, nyengir. Maka Harry menaiki tangga itu paling dulu. Dia tiba di kelas paling aneh yang pernah dilihat-nya. Malah, ruang itu sama sekali tidak kelihatan seperti kelas.
Lebih cocok dikatakan campuran antara loteng penyimpan barang dengan tempat minum teh kuno. Paling tidak dua puluh meja bundar kecil ber-desakan dalam ruangan itu, semuanya dikelilingi oleh kursi berlengan dan puf-kursi bundar empuk. Di atas masing-masing meja ada lampu dengan cahaya merah remang-remang. Gorden-gorden jendela semua tertutup, dan semua lampu dikerudungi syal merah tua. Ruangan itu panas dan pengap, dan perapiannya yang menyala di bawah rak pajangan yang penuh, menguarkan bau harum tajam yang membuat pusing, sementara apinya memanasi ceret tembaga besar. Rak-rak yang mengelilingi dinding melingkar dipenuhi bulu-bulu berdebu, puntung-puntung lilin, berpak-pak kartu kumal, bola-bola kristal keperakan yang tak terhitung banyaknya, dan berderet-deret cangkir teh.
Ron muncul di sebelah Harry ketika anak-anak lain berkumpul di sekeliling mereka, semua bicara dengan berbisik.
"Di mana dia"" kata Ron. Mendadak terdengar suara dari
dalam keremangan, suara lembut sayup-sayup seakan terselubung kabut. "Selamat datang," katanya. "Senang sekali melihat kalian di dunia nyata akhirnya."
Kesan pertama Harry adalah seperti melihat se-rangga besar berkilauan. Profesor Trelawney bergerak ke dalam lingkaran cahaya perapian, dan mereka melihat wanita yang sangat kurus, kacamatanya yang lebar memperbesar matanya sampai beberapa kali ukuran normal. Dia memakai selendang tipis berkelap-kelip. Rantai-rantai dan kalung-kalung yang banyak sekali bergantungan di lehernya yang panjang dan kurus, dan lengan serta tangannya dihiasi bermacam gelang dan cincin.
"Duduklah, anak-anakku, duduklah," katanya, dan mereka semua duduk dengan canggung di atas kursi berlengan atau puf. Harry, Ron, dan Hermione duduk mengelilingi meja bundar yang sama.
"Selamat datang di kelas Ramalan," kata Profesor Trelawney, yang duduk di kursi berlengan di depan perapian.
"Namaku Profesor Trelawney. Kalian mung-kin belum pernah melihatku. Menurutku terlalu sering turun ke hiruk-pikuknya sekolah akan meredupkan Mata Batinku."
Tak seorang pun berkomentar atas pernyataan yang luar biasa ini. Profesor Trelawney dengan halus merapikan selendangnya dan meneruskan, "Jadi kalian telah memilih mempelajari Ramalan, ilmu yang pa-ling sulit dari semua seni sihir. Aku hams memper-ingatkan kalian dari awal bahwa jika kalian tidak memiliki Penglihatan, hanya sedikit sekali yang bisa kuajarkan kepada kalian. Buku-buku hanya bisa meng-ajari kalian sedikit sekali di bidang ini..." Mendengar ucapannya ini, baik Harry maupun Ron melirik Hermione sambil nyengir. Hermione sendiri kelihatan tercengang mendengar bahwa buku tidak akan banyak membantu dalam pelajaran ini.
"Banyak penyihir wanita dan pria, meskipun berbakat di area ledakan keras dan bau-bauan dan menghilang mendadak, tak sanggup menembus misteri masa depan yang terselub
ung." Profesor Trelawney melanjutkan, matanya yang besar berkilauan berpindah-pindah dari wajah cemas yang satu ke wajah cemas yang lain. "Ini Bakat yang dianugerahkan hanya kepada sedikit orang. Kau, Nak," katanya mendadak kepada Neville, yang nyaris terjungkal dari kursi bundarnya,
"apakah nenekmu baik-baik saja""
"Saya rasa begitu," kata Neville dengan suara ge-metar.
"Aku tak akan seyakin itu kalau aku jadi kau, Nak," kata Pofesor Trelawney, cahaya perapian me-mantul dari anting-anting zamrudnya yang panjang. Neville menelan ludah.
Profesor Trelawney melanjut-kan dengan tenang, "Kita akan mempelajari metode dasar Ramalan tahun ini. Semester pertama untuk mempelajari cara membaca daun teh. Semester be-rikutnya kita akan maju ke rajah tangan. Ngomong-ngomong, Nak," ujarnya mendadak ke Parvati Patil, "hati-hati terhadap laki-laki berambut merah."
Parvati kaget memandang Ron, yang persis di bela-kangnya, dan menggeser kursinya menjauh.
"Dalam semester musim panas," Profesor Trelawney melanjutkan, "kita maju lagi ke bola kristal-tapi itu kalau kita sudah menyelesaikan pertanda-api. Sayang-nya, kelas kita akan terganggu di bulan Februari oleh wabah flu berat. Aku sendiri akan kehilangan suara. Dan menjelang Paskah, salah satu dari kita akan meninggalkan kita selamanya."
Keheningan yang sangat menegangkan menyusul pengumuman ini, tetapi Profesor Trelawney kelihatan-nya tidak menyadarinya.
"Nak," katanya kepada Lavender Brown, yang duduk paling dekat dengannya dan mengerut di kursinya, "to-long ambilkan teko teh perak yang paling besar itu."
Lavender, tampak lega, berdiri, mengambil teko besar sekali dari rak dan menaruhnya di atas meja di depan Profesor Trelawney.
"Terima kasih, Nak. Ngomong-ngomong, hal yang sangat kautakutkan-akan terjadi pada hari Jumat, tanggal enam belas Oktober."
Lavender gemetar. "Sekarang aku ingin kalian berpasangan. Ambil cangkir dari rak, datanglah kepadaku dan aku akan mengisinya. Kemudian duduk dan minumlah; minum sampai tinggal ampasnya yang tersisa. Putar ampas itu di dalam cangkir tiga kali dengan tangan kiri, kemudian balik cangkirnya di atas tatakannya, tunggu sampai tetes terakhir tehnya menitik, kemudian beri-kan cangkirnya pada pasanganmu untuk dibaca. K
alian akan menafsirkan pola yang tampak berdasar-kan halaman lima dan enam buku Menyingkap Kabut Masa Depan. Aku akan berkeliling di antara kalian dan memberi instruksi. Oh, dan kau, Nak...," dia menangkap lengan Neville ketika Neville bangun, "setelah memecahkan cangkir pertamamu, maukah kau memilih yang motifnya biru" Aku suka sekali yang merah jambu."
Benar saja, baru saja Neville tiba di rak cangkir, terdengar denting porselen yang pecah. Profesor Trelawney bergerak gesit mendekatinya, membawa pengki dan sikat, dan berkata,
"Yang biru saja, Nak, kalau kau tak keberatan... terima kasih...."
Ketika cangkir Harry dan Ron sudah diisi, mereka kembali ke meja dan mencoba meminum teh panas itu cepat-cepat.
Mereka memutar endapan daun teh-nya seperti yang diinstruksikan Profesor Trelawney, kemudian meniriskannya dan saling bertukar cangkir.
"Nah," kata Ron ketika mereka berdua membuka buku mereka pada halaman lima dan enam. "Apa yang kaulihat di cangkirku""
"Daun basah cokelat," kata Harry. Asap tebal wangi di dalam ruangan itu membuatnya mengantuk dan merasa bodoh. "Lapangkan
pikiran kalian, anak-anak, dan biarkan mata kalian melihat, melampaui hal-hal duniawi!" seru Profesor-Trelawney menembus keremangan.
Harry berusaha menguasai diri.
"Baik, yang ada di cangkirmu semacam salib go-yah...," katanya, sambil memeriksa Menyingkap Kabut Masa Depan. "Itu berarti kau akan mengalami 'cobaan dan penderitaan'sori saja-tapi yang itu bisa di-anggap matahari. Tunggu... itu berarti 'kebahagiaan besar'... jadi kau akan menderita, tapi sangat baha-gia..."
"Mata Batinmu perlu diperiksa, menurutku," kata Ron, dan mereka berdua harus menahan tawa ketika Profesor Trelawney memandang ke arah mereka.
"Giliranku..." Ron menatap ke dalam cangkir Harry, dahinya mengernyit. "Ada yang seperti topi pemain boling," katanya.
"Mungkin kau akan bekerja di Ke-menterian Sihir..." Ron memutar cangkir Harry.
"Tapi kalau dari arah sini lebih mirip buah ek... apa artinya"" Dia membaca buku Menyingkap Kabut Masa Depannya. '"Rezeki nomplok, emas yang tak disangka-sangka.'
Bagus sekali, kau bisa meminjamiku sebagian. Dan di sini," dia memutar cangkir itu lagi, "ada yang mirip binatang. Yeah, kalau itu kepalanya... kelihatannya seperti kuda nil... bukan, biri-biri..."
Profesor Trelawney berputar ketika Harry men-dengus tertawa. "Coba kulihat, Nak," katanya dengan nada mencela kepada Ron, seraya bergegas mendekat dan merebut cangkir itu darinya. Semua anak langsung diam untuk menonton.
Profesor Trelawney mengamati dasar cangkir, me-mutar-mutarnya berlawanan arah dengan jarum jam.
"Elang... Nak, kau punya musuh mematikan."
"Tapi semua orang tahu itu," kata Hermione dalam bisikan keras. Profesor Trelawney memandangnya. "Memang betul,"
kata Hermione. "Semua orang tahu tentang Harry dan Anda-Tahu-Siapa."
Harry dan Ron menatap Hermione heran bercampur kagum. Mereka belum pernah mendengar Hermione bicara seperti itu kepada seorang guru. Profesor Trelawney memilih tidak menjawab. Dia kembali mengarahkan matanya yang besar ke dalam cangkir Harry dan memutarnya lagi.
"Pentungan... serangan. Astaga, astaga, ini bukan cangkir yang menyenangkan..." "Saya kira itu topi pemain boling," kata Ron malu. "Tengkorak... bahaya menghadang, Nak..."
Semua terpaku menatap Profesor Trelawney, yang memutar cangkir itu untuk terakhir kalinya, terpe-rangah, dan kemudian menjerit.
Terdengar denting porselen pecah lagi. Neville me-mecahkan cangkirnya yang kedua. Profesor Trelawney terenyak di sebuah kursi berlengan, tangannya yang berkilauan memegangi dadanya, tepat di atas jantung-nya, matanya terpejam.
"Anakku... kasihan betul kau-tidak-lebih baik tidak kukatakan-tidak-jangan tanya aku..."
"Apa, Profesor"" tanya Dean Thomas segera. Semua anak sudah bangkit berdiri, dan perlahan mereka mengerumuni meja Harry dan Ron, mendekat ke kursi Profesor Trelawney supaya bisa melihat jelas cangkir Harry.
"Nak," mata besar Profesor Trelawney membuka secara dramatis, "di cangkirmu ada Grim."
"Ada apa"" tanya Harry heran, karena grim berarti suram atau seram.
Harry bisa melihat dia bukan satu-satunya yang
tidak mengerti. Dean Thomas mengangkat bahu ke-padanya dan Lavender Brown tampak bingung, tetapi hampir semua anak lainnya menekap mulut mereka dengan ngeri.
"Grim, Nak, Grim!" seru Profesor Trelawney, yang kelihatannya shock melihat Harry tidak mengerti. "Anjing hantu raksasa yang menghantui kuburan di halaman gereja!
Anakku, itu pertanda-pertanda pa-ling buruk-datangnya kematian!"
Hati Harry mencelos. Anjing di sampul buku Tanda-tanda Kematian di Flourish and Blotts-anjing di ke-remangan
Magnolia Crescent.... Lavender Brown me-nekap mulutnya juga. Semua anak memandang Harry; semuanya, kecuali Hermione, yang berdiri dan ber-jalan ke belakang kursi Profesor Trelawney.
"Menurut saya itu tidak seperti Grim," katanya tegas.
Profesor Trelawney menatap Hermione dengan ke-tidaksukaan yang semakin memuncak.
"Maafkan kalau aku terus terang, Nak, tapi aku merasakan hanya ada sedikit sekali aura di sekelilingmu. Daya penerimaan yang kecil sekali terhadap resonansi masa depan."
Seamus Finnigan memiringkan kepala dari kanan ke kiri.
"Kelihatannya seperti Grim kalau kau melihatnya begini,"
katanya, dengan mata nyaris terpejam, "tapi lebih mirip keledai dari arah sini," katanya, miring ke kiri.
"Apakah kalian semua sudah selesai memutuskan aku akan mati atau tidak"!" kata Harry, mengejutkan bahkan dirinya sendiri. Sekarang tak ada yang berani memandangnya.
"Kurasa pelajaran kita hari ini cukup sekian saja," kata Profesor Trelawney dengan suara sangat sayup. "Ya... bereskan barang-barang kalian." Tanpa bica
ra anak-anak mengembalikan cangkir-cangkir mereka kepada Profesor Trelawney, memasuk-kan kembali buku-buku mereka ke dalam tas, dan menutup tas. Bahkan Ron pun menghindari tatapan Harry.
"Sampai bertemu lagi," kata Profesor Trelawney lemah,
"mudah-mudahan kalian beruntung. Oh, dan kau, Nak..." dia menunjuk Neville, "kau akan terlambat pelajaran berikutnya, jadi belajar yang rajin supaya tidak ketinggalan."
Harry, Ron, dan Hermione menuruni tangga Profesor Trelawney dan tangga menara yang berputar-putar tanpa bicara, kemudian berangkat ke pelajaran Trans-figurasi Profesor McGonagall. Lama sekali mereka baru berhasil
menemukan kelasnya, sehingga meskipun me-ninggalkan kelas Ramalan lebih awal, mereka tiba di kelas Transfigurasi tepat pada waktunya.
Harry memilih tempat duduk di deretan paling belakang. Dia merasa duduk diterangi lampu sorot terang benderang.
Anak-anak yang lain tak henti-hentinya mencuri pandang ke arahnya, seakan dia bisa mati mendadak. Harry nyaris tidak mendengar penjelasan Profesor McGonagall kepada mereka ten-tang Animagi (para penyihir yang bisa berubah menjadi binatang kapan saja mereka mau), dan bah-kan tidak mengawasi ketika Profesor McGonagall mengubah diri di depan mata mereka semua menjadi seekor kucing betina dengan tanda seperti bentuk kacamata mengelilingi matanya.
"Astaga, kenapa sih kalian hari ini"" tanya Profesor McGonagall, berubah menjadi dirinya lagi dengan bunyi plop pelan, dan memandang mereka semua. "Walaupun bagiku tak apa-apa, tapi ini pertama kali-nya transformasiku tidak mendapat aplaus."
Kepala semua anak menoleh menghadap Harry lagi, tetapi tak ada yang bicara. Kemudian Hermione mengangkat tangan.


Harry Potter Dan Tawanan Azkaban Karya J.k Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Maaf, Profesor, kami baru saja ikut pelajaran Ramalan untuk pertama kalinya, dan kami membaca daun-daun teh, dan..."
"Ah, tentu saja," kata Profesor McGonagall, men-dadak mengernyit. "Tak perlu kaujelaskan lebih pan-jang lagi, Miss Granger. Beritahu aku, siapa di antara kalian yang akan mati tahun ini""
Semua ternganga memandangnya.
"Saya," kata Harry akhirnya.
"Ah, begitu," kata Profesor McGonagall, menatap tajam Harry dengan mata manik-maniknya. "Kalau begitu kau perlu tahu, Potter, bahwa Sybill Trelawney telah meramalkankematian satu murid setiap tahun sejak dia tiba di sekolah ini.
Tak seorang pun dari mereka ada yang sudah mati. Melihat pertanda ke-matian adalah cara favoritnya untuk menyambut mu-rid-murid baru. Aku sebetulnya tak pernah menjelek-jelekkan kolegaku..." Profesor McGonagall berhenti, dan mereka melihat cuping hidungnya telah menjadi putih. Dia meneruskan, dengan lebih ten
ang, "Ramal-an adalah salah satu cabang sihir yang paling tidak tepat. Aku tak akan menyembunyikan kepada kalian bahwa aku kurang percaya pada Ramalan. Peramal sejati sangat jarang, dan Profesor Trelawney..."
Dia berhenti lagi, kemudian berkata tanpa berbelit-belit,
"Kau tampak sehat sekali bagiku,' Potter, jadi maaf saja kalau kau tidak kubebaskan dari PR hari ini. Jangan khawatir, kalau kau mati, kau tak perlu menyerahkan PR-mu."
Hermione tertawa. Harry merasa sedikit lebih enak. Susah untuk takut pada sejumput daun teh saat dia berada jauh dari kelas Profesor Trelawney yang di-terangi lampu merah remang-remang dan dipenuhi bau wangi memusingkan.
Meskipun demikian, tidak semua anak berhasil diyakinkan.
Ron masih tampak cemas dan Lavender berbisik, "Tapi bagaimana dengan cangkir Neville"" Setelah pelajaran Transfigurasi usai, mereka ber-gabung dengan anak-anak yang berduyun-duyun ke Aula Besar untuk makan siang.
"Ron, bergembiralah," kata Hermione, mendorong semangkuk kaldu ke arah Ron. "Kau sudah dengar apa yang dikatakan Profesor McGonagall."
Ron menyendok kaldu ke dalam piringnya dan mengangkat garpunya, tetapi belum juga makan.
"Harry," katanya dalam suara rendah dan serius, "kau tidak melihat anjing hitam di suatu tempat akhir-akhir ini, kan""
"Aku lihat," kata Harry. "Aku melihatnya pada malam meninggalkan rumah keluarga Dursley"
Garpu Ron jatuh berdenting.
"Mungkin anjing kesasar," kata Hermione kalem.
Ron memandangnya seakan Hermione sudah gila.
"Hermione, kalau Harry sudah melihat Grim, itu- itu buruk," katanya. "Pa-pamanku Bilius melihat Grim-dan dia meninggal dua puluh empat jam ke-mudian!"
"Itu kebetulan," kata Hermione ringan, seraya me-nuang jus labu kuning.
"Kau tidak mengerti apa yang kauomongkan!" kata Ron, mulai marah. "Grim membuat sebagian besar penyihir ketakutan setengah mati!"
"Nah, itu dia," sambar Hermione dengan nada menang.
"Mereka melihat Grim dan mati ketakutan. Grim itu bukan pertanda, melainkan penyebab kematian! Dan Harry masih bersama kita karena dia tidak cukup bodoh sehingga setelah melihat Grim lalu berpikir, Baik, lebih baik aku meninggalkan dunia fana ini sekarang."
Ron membuka mulut lagi, tapi tak ada suara yang keluar.
Hermione sendiri dengan tenang membuka tasnya, mengeluarkan buku Arithmancy-nya, lalu me-nyandarkannya terbuka pada teko jus.
"Menurutku Ramalan sangat tidak jelas," katanya, mencari-cari halaman tertentu. "Terlalu banyak me-nebak-nebak."
"Tak ada yang tak jelas soal Grim di cangkir itu!" kata Ron panas. "Kau tidak seyakin ini waktu memberitahu Harry itu biri-biri," kata Hermione dingin.
"Profesor Trelawney bilang kau tidak memiliki aura yang tepat! Kau tak suka karena kau tidak nomor satu!"
Ron telah membuat Hermione tersinggung. Hermione membanting buku Arithmancy-nya ke meja, keras sekali sehingga serpih-serpih daging dan wortel beter-bangan ke mana-mana.
"Kalau supaya pintar di pelajaran Ramalan berarti aku harus berpura-pura melihat pertanda kematian di sejumput daun teh, aku tak yakin aku mau mem-pelajarinya lebih jauh lagi! Pelajaran itu sampah di-banding Arithmancy-ku!"
Hermione menyambar tasnya dan pergi.
Ron mengernyit memandangnya.
"Dia ngomong apa sih"" katanya kepada Harry. "Dia kan belum ikut pelajaran Arithmancy." Harry senang bisa keluar kastil sesudah makan siang.
Kemarin hujan, tetapi hari ini cerah. Langit bersih, abu-abu pucat, dan rumput segar dan basah ketika mereka berjalan untuk ikut pelajaran Pemeliharaan Satwa Gaib mereka yang pertama.
Ron dan Hermione tidak saling tegur. Harry berjalan diam bersama mereka ketika mereka melewati padang rumput yang melandai menuju ke pondok Hagrid di tepi Hutan Terlarang.
Baru ketika melihat tiga pung-gung-yang-amat-dikenal di depan mereka, Harry sadar bahwa mereka akan mengikuti pelajaran ini bersama anak-anak Slytherin. Malfoy bicara bersemangat kepada Crabbe-dan Goyle, yang terkekeh. Harry cukup yakin apa yang mereka bicarakan.
Hagrid berdiri menunggu murid-muridnya di pintu pondoknya. Dia memakai mantel tikus mondoknya. Fang, anjing besar pemburu babi hutannya, di dekat-nya. Hagrid kelihatannya sudah tak
sabar. "Ayo, ayo, kita mulai!" serunya ketika anak-anak sudah dekat. "Ada kejutan buat kalian hari ini! Pela-jaran istimewa! Semua sudah kumpul" Baik, ikuti aku!"
Sesaat Harry ngeri, mengira Hagrid akan membawa mereka ke dalam Hutan Terlarang. Harry sudah cukup mendapat pengalaman mengerikan di hutan itu untuk seumur hidup.
Tetapi ternyata Hagrid berjalan men-jauh dari tepi pepohonan, dan lima menit kemudian, mereka tiba di semacam tempat merumput. Tak ada apa-apa di situ.
"Semua berkumpul dekat pagar di sini!" Hagrid memanggil.
"Bagus-jangan sampai kalian tidak lihat. Nah, yang pertama harus kalian lakukan adalah buka buku kalian..." "Bagaimana caranya"" tanya Draco Malfoy dingin. "Eh"" kata Hagrid.
"Bagaimana caranya kami membuka buku kami"" Malfoy mengulangi. Dia mengeluarkan Buku Monster tentang Monster miliknya, yang sudah diikat erat de-ngan seutas tali. Anak-anak yang lain juga mengeluar-kan buku masing-masing.
Beberapa, seperti Harry, mengikatnya dengan ikat pinggang; ada yang men-jejalkannya ke dalam tas sempit atau menjepitnya dengan jepitan besar.
"Apa-apa tak ada yang bisa buka buku kalian"" tanya Hagrid, tampak kecewa sekali. Anak-anak semua menggeleng. "Kalian ha
rus belai dia," kata Hagrid, seakan hal ini sudah sangat jelas. "Lihat..."
Dia mengambil buku Hermione dan mengoyak Spellotape yang membebatnya. Buku itu mencoba menggigitnya, tetapi Hagrid membelai punggungnya dengan satu jarinya yang besar. Si buku bergidik, kemudian membuka dan menggeletak diam di tangan-nya.
"Oh, bodoh benar kita semua!" cemooh Malfoy. "Kita mestinya membelainya! Kenapa tak terpikir, ya!" "Ku...kupikir buku ini lucu," kata Hagrid bimbang kepada Hermione.
"Oh, lucu sekali!" kata Malfoy. "Sungguh jenaka, memberi kami buku yang mencoba menggigit tangan kami sampai copot!"
"Diam Malfoy," kata Harry tegas. Hagrid tampak terpukul dan Harry menginginkan pelajaran pertama Hagrid ini sukses.
"Baiklah," kata Hagrid, yang kelihatannya kehilang-an pegangan, "jadi... jadi kalian sudah punya buku dan... dan...
sekarang kalian butuh Satwa Gaib. Yeah, jadi aku akan ambil sekarang. Tunggu...."
Hagrid meninggalkan mereka, menghilang ke dalam hutan.
"Buset, tempat ini parah benar," kata Malfoy keras-keras.
"Si tolol itu mengajar. Ayahku akan pingsan kalau kuberitahu..."
"Diam, Malfoy," Harry mengulangi.
"Hati-hati, Potter, ada Dementor di belakangmu..."
"Ooooooooh!" pekik Lavender Brown, menunjuk ke depan.
Selusin makhluk paling ajaib yang pernah dilihat Harry berjalan ke arah mereka. Tubuh bagian bela-kang, kaki belakang, dan ekor mereka adalah tubuh, kaki, dan ekor kuda.
Tetapi bagian depannya memiliki sayap, kepala dan cakar seperti ela
ng raksasa, dengan paruh tajam dan kejam berwarna baja dan mata ber-warna Jingga cerah. Cakar kaki depannya sepanjang lima belas senti dan tampak mematikan.
Masing-masing binatang itu memakai kalung kulit tebal di sekeliling leher mereka, yang dikaitkan pada rantai panjang, dan ujung semua rantai ini dipegang oleh tangan besar Hagrid, yang masuk ke padang rumput di belakang binatang-binatang itu.
"Ayo, maju!" serunya, mengguncang rantai-rantai-nya dan mendesak makhluk-makhluk itu ke arah pagar, tempat anak-anak berdiri. Semua mundur se-dikit ketika Hagrid tiba di
depan mereka dan me-nambatkan makhluk-makhluk itu di pagar.
"Hippogriff!" seru Hagrid gembira, melambaikan tangan ke arah binatang-binatang itu. "Cantik, kan, mereka""
Harry bisa melihat apa yang dimaksud Hagrid. Setelah kekagetan awal melihat makhluk setengah-kuda setengah-elang teratasi, kau mulai mengagumi bulu si Hippogriff yang berkilat, yang berubah mulus dari bulu burung ke bulu kuda, masing-masing ber-beda warna. Abu-abu gelap, -perunggu, putih-kelabu agak merah jambu, cokelat berkilat, dan hitam legam.
"Nah," kata Hagrid, menggosok-gosokkan kedua tangannya, wajahnya berseri-seri, "kalian maju sedikit..."
Tak seorang pun mau maju. Meskipun demikian, Harry, Ron, dan Hermione, mendekati pagar dengan hati-hati.
"Nah, hal pertama yang kalian perlu tahu tentang Hippogriff adalah mereka angkuh," kata Hagrid. "Gam-pang tersinggung, Hippogriff-hippogr
iff ini. Jangan pernah hina Hippogriff, karena dia bisa habisi kalian."
Malfoy, Crabbe, dan Goyle tidak mendengarkan. Mereka bicara bisik-bisik dan Harry punya perasaan tak enak mereka sedang me
rundingkan bagaimana sebaiknya mengacaukan pelajaran ini.
"Kalian harus selalu tunggu sampai si Hippogriff bergerak lebih dulu," Hagrid meneruskan. "Itu berarti sopan. Kalian berjalan ke arahnya, dan membungkuk, lalu kalian tunggu.
Kalau dia balas membungkuk, berarti kalian diizinkan sentuh dia. Kalau dia tidak membungkuk, cepat-cepat kalian pergi, karena kalau kena cakarnya itu sakit sekali.
"Baik, siapa yang mau coba lebih dulu""
Sebagai jawaban, sebagian besar anak-anak malah mundur. Bahkan Harry, Ron, dan Hermione pun was-was.
Hippogriff-hippogriff itu mengangkat kepala dan mengepakkan sayap kuat mereka. Mereka tampaknya tak suka ditambatkan seperti itu.
"Tak ada yang mau"" tanya Hagrid dengan pan-dangan memohon. "Aku akan coba," kata Harry.
Terdengar helaan napas di belakangnya dan baik Lavender maupun Parvati berbisik, "Oooh, jangan, Harry, ingat daun tehmu!" Harry mengabaikan mereka. Dia memanjat pagar padang rumput.
"Bagus, Harry!" seru Hagrid. "Baiklah-kita lihat bagaimana kau berkenalan dengan Buckbeak." Buckbeak berarti paruh mencuat.
Hagrid melepas salah satu rantai, menarik Hippo-griff abu-abu menjauh dari yang lain dan melepas kalung kulitnya. Anak-anak lain di balik pagar me-nahan napas. Mata Malfoy menyipit jahat.
"Santai saja, Harry," kata Hagrid pelan. "Kau sudah kontak mata, sekarang usahakan jangan kedip- Hippogriff tidak percaya padamu kalau kau kedip terlalu banyak..."
Mata Harry langsung berair, tetapi dia tidak ber-kedip.
Buckbeak telah menolehkan kepalanya yang besar dan tajam dan sekarang memandang Harry dengan satu mata Jingganya yang galak.
"Betul," kata Hagrid. "Betul begitu, Harry... seka-rang membungkuk..."
Harry tak ingin menampakkan tengkuknya kepada Buckbeak, tetapi dia melakukan yang diperintahkan Hagrid.
Dia membungkuk singkat, kemudian men-dongak.
Si Hippogriff masih memandangnya dengan galak. Dia tidak bergerak.
"Ah," kata Hagrid cemas. "Baiklah-mundur seka-rang, Harry, pelan-pelan saja..."
Tetapi kemudian, betapa terkejutnya Harry, si Hippogriff tiba-tiba menekuk lututnya yang bersisik dan merendah. Tak diragukan lagi, itu caranya mem-bungkuk.
"Bagus sekali, Harry!" kata Hagrid, senang sekali. "Baguskau boleh menyentuhnya! Elus paruhnya, ayo!"
Walaupun Harry merasa upah yang lebih baik adalah diizinkan mundur, dia toh bergerak pelan mendekati si Hippogriff dan mengulurkan tangannya. Dia mengelus-elus paruhnya beberapa kali dan si Hippogriff meme-jamkan matanya dengan santai, seakan menikmatinya.
Anak-anak bertepuk tangan meriah, semua kecuali Malfoy, Crabbe, dan Goyle, yang kelihatan sangat kecewa. "Baiklah, Harry," kata Hagrid. "Kurasa dia mungkin izinkan kau naik dia!"
Ini sudah melampaui yang diperkirakan Harry. Dia sudah terbiasa naik sapu, tetapi dia tak yakin naik Hippogriff sama dengan naik sapu.
"Kau naik ke situ, persis di belakang sendi sayap," kata Hagrid, "da n hati-hati jangan sampai kaucabut bulunya, dia tidak akan suka..."
Harry meletakkan kakinya di atas sayap Buckbeak dan memanjat ke atas punggungnya. Buckbeak berdiri. Harry tak yakin harus pegangan di mana. Segala sesuatu di depannya tertutup bulu.
"Ayo, terbang!" seru Hagrid, menepuk paha bela-kang si Hippogriff.
Tanpa peringatan, sayap selebar lebih dari tiga se-tengah meter merentang di kanan-kiri Harry. Harry masih sempat memeluk leher si Hippogriff sebelum makhluk itu meluncur ke
atas. Sama sekali tidak seperti naik sapu, dan Harry tahu mana yang lebih dia sukai. Sayap si Hippogriff mengepak-ngepak di kanan-kirinya-membuat Harry tak nyaman-setiap kali menyentuh bagian bawah kakinya dan membuatnya merasa akan dilontarkan. Bulu yang berkilat itu licin dan susah dipegang, dan Harry tidak berani
mencengkeram lebih keras lagi. Alih-alih gerakan mulus Nimbus Dua Ribu, Harry merasa berayun ke depan dan ke belakang ketika kedua kaki belakang si Hippogriff naik dan turun seirama sayapnya.
Buckbeak menerbangkannya mengelilingi
padang rumput itu, kemudian menukik kembali ke tanah. Ini bagian yang ditakutkan Harry. Dia mencondongkan tubuhnya ke belakang ketika leher yang licin itu me-rendah. Harry merasa dia akan meluncur jatuh melewati paruh tajamnya, kemudian dia merasakan Hippogriff itu mendarat mantap ketika keempat kaki yang ber-lainan itu menyentuh tanah, dan Harry hanya sempat berpegangan agar tidak jatuh dan duduk tegak lagi.
"Bagus sekali, Harry!" teriak Hagrid, sementara semua anak, kecuali Malfoy, Crabbe, dan Goyle, ber-sorak riuh. "Oke, siapa lagi mau coba""
Menjadi lebih berani setelah melihat keberhasilan Harry, anak-anak memanjat hati-hati memasuki padang rumput. Hagrid mele
pas tambatan Hippogriff satu demi satu, dan segera saja anak-anak mem-bungkuk dengan cemas di berbagai tempat di padang rumput. Neville berkali-kali lari mundur dari Hippo-griff-nya, yang tampaknya tak mau menekuk lututnya. Ron dan Hermione berlatih dengan Hippogriff cokelat, sementara Harry menonton.
Malfoy, Crabbe, dan Goyle mengambil alih Buck-beak. Dia telah membungkuk kepada Malfoy, yang sekarang mengelus paruhnya dengan sikap menghina.
"Ini gampang sekali," kata Malfoy melecehkan, cukup keras sehingga Harry bisa mendengarnya. "Aku sudah tahu pasti gampang, kalau Potter bisa me-lakukannya... taruhan, kau
tidak berbahaya sama sekali, kan"" katanya kepada si Hippogriff. "Iya kan, makhluk jelek kasar""
Secepat kilat cakar baja itu menyambar. Malfoy menjerit nyaring dan saat berikutnya, Hagrid bersusah payah memaksa Buckbeak memakai kalung lehernya lagi, sementara Buckbeak berusaha menyerang Malfoy yang tergeletak di rumput, darah merembes melebar di jubahnya.
"Aku hampir mati!" jerit Malfoy, sementara teman-temannya panik. "Aku hampir mati, lihat aku! Dia membunuhku!" "Kau tidak akan mati!" kata Hagrid yang sudah pucat pasi. "Tolong ada yang bantu aku-harus bawa dia pergi dari sini..."
Hermione berlari membuka pagar, sementara Hagrid mengangkat Malfoy dengan mudah. Saat mereka me-lewatinya, Harry melihat torehan panjang dan dalam di lengan Malfoy. Darahnya memercik ke rerumputan dan Hagrid berlari menggendongnya menaiki padang landai menuju kastil.
Sangat terguncang, kelas Pemeliharaan Satwa Gaib mengikuti dengan berjalan. Anak-anak Slytherin ber-teriak-teriak mengata-ngatai Hagrid.
"Dia harus langsung dipecat!" kata Pansy Parkinson, yang bercucuran air mata.
"Salah Malfoy sendiri!" tukas Dean Thomas. Crabbe dan Goyle menegangkan otot-otot mereka dengan mengancam. Mereka semua menaiki undakan memasuki Aula Depan yang kosong.
"Aku akan melihat apakah dia tidak apa-apa!" kata Pansy dan mereka semua mengawasinya menaiki tangga pualam. Anak-anak Slytherin, yang masih menggerutu menyalahkan Hagrid, menuju ke ruang rekreasi mereka di bawah tanah. Harry, Ron, dan Hermione naik ke Menara Gryffindor. "Menurutmu apakah dia akan sembuh"" tanya Hermione gugup.
"Tentu saja. Madam Pomfrey bisa menyembuhkan luka dalam sekejap," kata Harry. Harry pernah meng-alami luka-luka yang lebih parah dan disembuhkan secara ajaib oleh matron rumah sakit itu.
"Sungguh sial ada kejadian seperti itu di pelajaran pertama Hagrid, ya," kata Ron cemas. "Gara-gara Malfoy, semua jadi kacau...."
Mereka termasuk yang pertama sampai di Aula Besar untuk makan malam, berharap melihat Hagrid, tetapi dia tak ada.
"Mereka tidak akan memecatnya, kan"" tanya Hermione khawatir, tidak menyentuh daging bistik-nya.
"Sebaiknya tidak," kata Ron, yang juga malas ma-kan.
Harry mengawasi meja Slytherin. Serombongan besar anak-anak berkerumun, kasak-kusuk. Harry yakin mereka mengarang versi mereka sendiri tentang bagaimana Malfoy sampai terluka.
"Yah, kau tak bisa bilang ini bukan hari pertama yang seru," kata Ron muram.
Mereka naik ke ruang rekreasi Gryffindor yang padat setelah makan malam dan mencoba mengerja-kan PR yang diberikan Profesor McGonagall, tetapi ketiganya berulang-ulang berhenti dan memandang ke luar jendela menara.
"Jendela Hagrid terang," kata Harry tiba-tiba.
Ron melihat arlojinya. "Kalau kita bergegas, kita bisa menemuinya, se-karang belum terlalu malam..." "Aku tak tahu," kata Hermione pelan
, dan Harry melihat Hermione mengerlingnya.
"Aku boleh berjalan di halaman," katanya tegas. "Sirius Black belum melewati para Dementor yang berjaga di luar, kan""
Maka setelah membereskan buku-buku dan alat tulis mereka, ketiganya memanjat keluar lubang lukis-an. Mereka lega tidak bertemu siapa pun dalam perjalanan ke pintu depan, soalnya mereka tak begitu yakin apakah sebetulnya mereka boleh keluar.
Rumput masih basah dan kelihatan hampir hitam dalam temaram senja. Setiba di pondok Hagrid, mereka mengetuk, dan terdengar suara menggeram, "Masuk."
Hagrid sedang duduk, ia mengenakan kemeja biasa tanpa jas di belakang meja kayunya yang tergosok mengilap. Anjing besarnya, Fang, membaringkan kepala di atas pangkuannya.
Sekali lihat saja mereka langsung tahu Hagrid sudah minum terlalu banyak. Ada cangkir tinggi hampir sebesar ember di depannya, dan tampak-nya dia kesulitan melihat mereka dengan jelas.
"Ini rekor," katanya sedih, ketika sudah mengenali mereka.
"Rasanya belum pernah mereka punya guru yang cuma bertahan sehari."
"Kau tidak d ipecat, kan, Hagrid!" kata Hermione kaget.
"Belum," kata Hagrid merana, meneguk banyak-banyak isi cangkir yang entah apa. "Tapi tinggal soal waktu saja, kan, sesudah Malfoy..."
"Bagaimana dia"" tanya Ron setelah mereka semua duduk. "Lukanya tidak parah, kan""
"Madam Pomfrey obati dia sebaik-baiknya," kata Hagrid muram, "tapi Malfoy bilang lengannya masih sakit... diperban... erang-erang..."
"Dia cuma pura-pura," kata Harry segera. "Madam Pomfrey bisa mengobati apa saja. Dia menumbuhkan kembali setengah
tulang-tulangku tahun lalu. Dasar Malfoy, menggunakan kesempatan dalam kesempitan."
"Dewan Sekolah sudah diberitahu, tentu," kata Hagrid merana. "Mereka salahkan aku, mulai dengan sesuatu yang terlalu besar. Mestinya Hippogriff untuk belakangan... mulai dengan Cacing Flobber atau apa... kupikir akan jadi pelajaran pertama yang seru... se-mua salahku..."
"Itu salah Malfoy, Hagrid!" kata Hermione berse-mangat.
"Kami saksinya," kata Harry. "Kau sudah bilang Hippogriff menyerang kalau dihina. Salah Malfoy sendiri kalau dia tidak mendengarkan. Kami akan menceritakan kepada Dumbledore apa yang sebenar-nya terjadi."
"Ya, jangan khawatir, Hagrid, kami akan men-dukungmu,"kata Ron.
Air mata bergulir dari sudut-sudut mata-kumbang Hagrid yang berkerut. Dia meraih Harry dan Ron dan memeluk mereka erat sekali.
"Kau sudah minum terlalu banyak, Hagrid," kata Hermione tegas. Diangkatnya cangkir dari atas meja dan dibawanya keluar untuk dibuang isinya.
"Ah, mungkin dia benar," kata Hagrid, melepas Harry dan Ron. Keduanya langsung terhuyung mun-dur, seraya menggosok-gosok rusuk mereka. Hagrid bangkit dari kursinya dan keluar dengan limbung menyusul Hermione. Mereka mendengar bunyi cebur-an keras.
"Ngapain dia"" tanya Harry cemas, ketika Hermione masuk kembali membawa cangkir kosong. "Memasukkan kepalanya ke tong air," kata Hermione, menyimpan cangkir itu. Hagrid masuk, rambut dan jenggot panjangnya basah kuyup, menyeka air dari matanya.
"Sekarang lebih enak," katanya, menggoyangkan kepalanya seperti anjing, membuat mereka semua basah kecipratan. "Kalian baik sekali datang tengok aku, aku sungguh..."
Hagrid mendadak berhenti, menatap Harry, seakan baru sadar Harry ada di situ.
"KAU INI NGAPAIN DI SINI, EH"" teriaknya, begitu tiba-tiba sampai mereka terlonjak tiga puluh senti dari lantai. "KAU
TIDAK BOLEH JALAN-JALAN SESUDAH GELAP, HARRY! DAN KALIAN BERDUA! KENAPA KALIAN DIAMKAN SAJA!"
Hagrid melangkah mendekati Harry, mencengkeram lengannya, dan menariknya ke pintu.
"Ayo!" kata Hagrid berang. "Kuantar kalian kembali ke sekolah, dan jangan pernah datang temui aku sesudah gelap lagi. Aku tak cukup berharga!"
7 Boggart Di Dalam Lemari Pakaian
MALFOY tidak ikut pelajaran dan baru muncul hari Kamis agak siang, ketika anak-anak Slytherin dan Gryffindor sudah setengah jalan mengikuti dua jam pelajaran Ramuan. Dia muncul di ruang bawah tanah dengan angkuh, lengan kanannya dibebat dan digendong. Harry berpendapat lagaknya seperti pahlawan yang berhasil selamat dalam perang me-ngerikan.
"Bagaimana kabarmu, Draco"" tanya P
ansy Parkinson sambil tersenyum-senyum genit. "Apa sakit sekali"" "Yeah," kata Malfoy menyeringai pura-pura ke-sakitan.
Tetapi Harry melihatnya mengedip kepada Crabbe dan Goyle ketika Pansy sudah tidak meman-dangnya. "Duduklah, duduklah," kata Profesor Snape ramah.
Harry dan Ron saling mencibir. Snape tak akan mengatakan, "duduklah", kalau mereka yang terlambat, mereka pasti akan kena detensi. Tetapi Malfoy selalu boleh melakukan apa saja di kelas Snape. Snape adalah Kepala
Asrama Slytherin, dan biasanya menganak-emaskan anak-anak asramanya sendiri.
Mereka membuat ramuan baru hari ini, Cairan Penyusut.
Malfoy memasang kualinya tepat di sebelah Harry dan Ron, sehingga mereka menyiapkan bahan-bahannya di meja yang sama.
"Sir," Malfoy berteriak, "Sir, saya perlu bantuan me-motong-motong akar daisy ini, karena lengan saya..."
"Weasley potongkan akar Malfoy," Snape meme-rintah tanpa mengangkat kepala.
Wajah Ron langsung merah padam.
"Lenganmu tidak apa-apa," dia mendesis kepada Malfoy.
Malfoy menyeringai. "Weasley, kau mendengar apa kata Profesor Snape, potong-potong akar ini."
Ron menyambar pisaunya, menarik akar-akar daisy Malfoy ke dekatnya dan mulai memotong-motongnya sembarangan sehingga potongannya panjang-pendek tak beraturan.
"Profesor," Malfoy mengadu, seperti biasa nadanya dipanjang-panjangkan, "Weasley merusak akar saya, Sir." Snape mendatangi meja mereka, memandang potong-an akar melewati hidung bengkoknya, kemudian ter-senyum masam kepada Ron dari bawah rambut pan-jangnya yang berminyak. "Tukar akar dengan Malfoy, Weasley." "Tapi, Sir...!"
Ron telah menghabiskan seperempat jam terakhir untuk dengan sangat hati-hati memotong-motong akarnya dalam ukuran yang sama.
"Sekarang," kata Snape dengan suaranya yang pa-ling berbahaya.
Ron mendorong akarnya sendiri yang terpotong-potong rapi di atas meja ke arah Malfoy, kemudian memungut pisaunya lagi.
"Dan, Sir, saya perlu Shrivelfig ini dikupaskan," kata Malfoy, suaranya mengandung tawa cemooh. "Potter, kupaskan Shrivelfig Malfoy," kata Snape, melempar pandang jijik kepada Harry seperti biasanya.
Harry mengambil Shrivelfig-ara-kisut-Malfoy se-mentara Ron berusaha sebisanya menyelamatkan potongan akar rusak yang sekarang terpaksa harus digunakannya. Harry mengupas Shrivelfig secepat dia bisa dan melemparnya kembali ke arah Malfoy tanpa bicara. Malfoy menyeringai lebih lebar daripada se-belumnya.
"Sudah bertemu sobat kalian Hagrid belakangan ini"" tanya Malfoy pelan kepada mereka. "Bukan urusanmu," hardik Ron, tanpa mengangkat wajahnya. "Sayang sekali dia tak akan jadi guru lagi," kata Malfoy pura-pura sedih. "Ayah kecewa aku luka..." "Ngomong saja terus, Malfoy, kubuat kau luka betulan nanti," gertak Ron.
"...dia sudah mengajukan keluhan kepada dewan sekolah.
Dan kepada Kementerian Sihir. Ayah punya pengaruh besar, tahu. Dan luka yang susah sembuh seperti ini...," Malfoy pura-pura menarik napas berat, "siapa yang tahu apakah lenganku akan bisa kembali seperti semula"" "Jadi, itulah sebabnya kau mempermainkan kami semua,"
kata Harry tanpa sengaja memotong kepala bangkai ulat bulu karena tangannya gemetar saking marahnya. "Berusaha supaya Hagrid dipecat."
"Wah," kata Malfoy merendahkan suaranya sampai menjadi bisikan, "sebagian memang untuk itu, Potter. Tapi ada banyak keuntungan lain juga. Weasley iris-kan ulatku."
Beberapa kuali dari mereka, Neville sedang dalam kesulitan. Neville seperti biasa tertekan sekali dalam pelajaran
Ramuan. Ini pelajaran paling sulit untuknya dan ketakutannya yang amat besar terhadap Profesor Snape membuat segalanya sepuluh kali lebih buruk. Ramuannya, yang seharusnya berwarna hijau cerah, malah berwarna...
"Jingga, Longbottom," kata Snape, menyendok cair-an itu dan membiarkannya mengucur kembali ke dalam kuali, agar semua bisa melihatnya. "Coba kata-kan padaku, apa ada yang bisa menembus tulang tengkorakmu yang tebal itu. Apakah kau tidak men-dengarku berkata jelas-jelas, cuma satu limpa tikus yang diperlukan" Bukankah sudah kutegaskan bahwa setetes jus lintah sudah cukup" Apa yang harus ku-lakukan untuk membuatmu mengerti, Longbottom""
Neville g emetar, mukanya merah padam. Tampak-nya dia nyaris menangis. "Maaf, Sir," kata Hermione, "maaf. Saya bisa mem-bantu Neville membetulkannya..."
"Seingatku aku tak memintamu pamer, Miss Granger," kata Snape dingin, dan wajah Hermione menjadi sama merahnya dengan wajah Neville. "Longbottom, pada akhir pelajaran, kita akan memberi katakmu beberapa tetes ramuan buatanmu ini dan kita lihat nanti apa yang terjadi. Mungkin itu bisa menjadi dorongan bagimu untuk melakukannya dengan lebih baik."
Snape menjauh, meninggalkan Neville yang tak bisa bernapas sa king takutnya.
"Bantu aku!" Neville merintih kepada Hermione.
"Hei, Harry" kata Seamus Finnigan, mencondong-kan diri ke meja mereka untuk meminjam timbangan kuningan Harry
"kau sudah dengar" Daily Prophet pagi ini-katanya ada yang melihat Sirius Black."
"Di mana"" tanya Harry dan Ron segera. Di se-berang meja, Malfoy mendongak, memasang telinga.
"Tak jauh dari sini," kata Seamus, yang tampak bersemangat. "Muggle perempuan yang melihatnya. Tentu
saja dia tidak mengerti. Para Muggle mengira Black cuma penjahat biasa, kan" Jadi, dia menelepon nomor hotline.
Waktu orang-orang Kementerian Sihir tiba di tempat itu, Black sudah pergi."
"Takjauh dari sini..." Ron mengulangi, memandang Harry penuh arti. Dia menoleh dan melihat Malfoy memandang penuh minat. "Apa, Malfoy" Ada lagi yang perlu dikuliti""
Tetapi mata Malfoy berkilat jahat, dan memandang Harry.
Dia membungkuk di atas meja.
"Mau coba menangkap Black sendirian, Potter""
Kisah Si Naga Langit 8 Wiro Sableng 100 Dendam Dalam Titisan Pedang Pembunuh Naga 8

Cari Blog Ini