Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling Bagian 3
sekali!" "Mereka menyenangkan untuk dipeluk-peluk, ya memang, Fred menyimpulkan. "Tapi tidakkah kau berganti cowok agak terlalu cepat""
Ginny berbalik untuk memandangnya, tangannya di pinggul. Kemarahan di wajahnya mirip sekali Mrs Weasley sehingga Harry heran Fred tidak mundur ketakutan.
"Itu bukan urusanmu. Dan aku akan berterima kasih kepadamu," dia menambahkan dengan marah kepada Ron, yang baru saja muncul di sebelah George, membawa setumpuk barang, "kalau tidak menyampaikan cerita bohong tentangku kepada mereka berdua!"
"Semuanya tiga Galleon, sembilan Sickle, dan satu Knut," kata Fred, memeriksa tumpukan dos di tangan Ron. "Bayar."
"Aku kan adik kalian!"
"Dan yang kauambil itu barang-barang kami. Tiga Galleon, sembilan Sickle. Kuberi potongan satu Knut."
"Tapi aku tak punya tiga Galleon, sembilan Sickle!"
"Kalau begitu lebih baik kaukembalikan semuanya, dan kembalikan ke raknya yang benar."
Ron menjatuhkan beberapa kotak, mengumpat, dan membuat gerakan kurang ajar dengan tangannya kepada Fred yang celakanya dilihat oleh Mrs Weasley, yang memilih saat itu untuk muncul.
"Kalau kulihat kau melakukan itu lagi, kumantrai jari-jarimu supaya menempel," katanya tajam.
"Mum, bolehkah aku punya Pygmy Puff"" kata Ginny segera.
"Punya apa"" tanya Mrs Weasley waspada. "Lihat, mereka manis sekali ..."
Mrs Weasley bergerak ke samping untuk melihat Pygmy Puff, dan Harry, Ron, dan Hermione se
lama beberapa saat bisa memandang ke luar jendela tanpa terhalang. Draco Malfoy berjalan bergegas sendirian. Ketika melewati Sihir Sakti Weasley, dia menoleh. Beberapa detik kemudian dia sudah bergerak di luar jangkauan jendela dan mereka kehilangan dia.
"Di mana ibunya"" kata Harry, mengernyit. "Menyelinap kabur dari ibunya, kelihatannya," kata Ron. "Tapi kenapa"" kata Hermione.
Harry tidak berkata apa-apa. Dia berpikir terlalu keras. Narcissa Malfoy tidak akan melepaskan anaknya yang berharga dari pengamatannya dengan suka rela. Malfoy pastilah berusaha keras melepaskan diri dari cengkeramannya. Harry, mengenal dan membenci Malfoy, yakin alasannya tak mungkin tidak mencurigakan.
Harry memandang ke sekitarnya. Mrs Weasley dan Ginny sedang membungkuk menonton Pygmy Puff. Mr Weasley dengan gembira sedang memeriksa satu pak kartu permainan Muggle. Fred dan George sedang melayani pembeli. Di balik kaca, Hagrid berdiri membelakangi mereka, mengawasi jalanan.
"Masuk ke bawah sini, cepat," kata Harry, menarik keluar Jubah Gaib dari tasnya.
"Oh aku tak tahu, Harry," kata Hermione, memandang sangsi ke arah Mrs Weasley.
"Ayo!" kata Ron.
Hermione bimbang sedetik lagi, kemudian menelusup ke bawah Jubah bersama Harry dan Ron. Tak ada yang memperhatikan mereka menghilang, mereka semua terlalu tertarik pada barang-barang jualan Fred dan George. Harry, Ron, dan Hermione menyeruak keluar dari pintu secepat mereka bisa, namun saat mereka tiba di jalan, Malfoy telah menghilang juga seperti mereka.
"Dia pergi ke arah itu," gumam Harry sepelan mungkin, supaya Hagrid yang sedang bersenandung tidak mendengarnya. "Yuk."
Mereka berjalan bergegas, melihat ke kanan dan kiri, melalui etalase dan pintu toko, sampai Hermione menunjuk ke depan.
"Itu dia, kan"" bisiknya. "Belok kiri""
"Kejutan besar," bisik Ron.
Karena Malfoy dengan sembunyi-sembunyi memandang ke sekelilingnya, kemudian menyelinap ke Knockturn Alley dan menghilang dari pandangan.
"Cepat, kalau tidak nanti kita kehilangan dia," kata Harry, bergegas.
"Kaki kita akan kelihatan!" kata Hermione cemas, sementara Jubah melambai sedikit di sekeliling pergelangan kaki mereka. Jauh lebih sulit menyembunyikan mereka bertiga di bawah Jubah sekarang ini.
"Tak apalah!" kata Harry tak sabar. "Cepat!"
Namun Knockturn Alley, jalan kecil yang khusus menjual barang-barang Ilmu Hitam, tampak kosong melompong. Mereka mengintip melalui jendela-jendela yang mereka lewati, tapi tak satu pun toko ada pembelinya. Harry menduga seperti membuka rahasia jika dalam masa-masa bahaya dan mencurigakan ini orang membeli barang-barang Ilmu Hitam-atau paling tidak, terlihat sedang membelinya.
Hermione mencubit keras lengannya. "Ouch!"
"Shh! Lihat! Dia di dalam sana!" Hermione berbisik di telinga Harry.
Mereka sudah tiba di depan satu-satunya toko di Knockturn Alley yang pernah dikunjungi Harry. Borgin and Burkes, yang menjual berbagai jenis barang mengerikan. Di antara lemari-lemari yang penuh tengkorak dan botol-botol, Draco Malfoy berdiri membelakangi mereka, terlihat di balik lemari hitam besar yang pernah menjadi tempat persembunyian Harry untuk menghindari Malfoy dan ayahnya. Dilihat dari gerakan tangannya, dia sedang bicara penuh semangat. Pemilik toko, Mr Borgin, seorang laki-laki bungkuk dengan rambut berminyak, berdiri di hadapan Malfoy. Ekspresi wajahnya campuran antara kesebalan dan ketakutan.
"Kalau saja kita bisa mendengar apa yang mereka katakan!" kata Hermione.
"Kita bisa!" kata Ron bergairah. "Tunggu sialan ..."
Ron menjatuhkan dua-tiga kotak yang masih dipegangnya sementara dia berusaha membuka kotak yang paling besar.
"Telinga Terjulur, lihat!"
"Fantastis!" kata Hermione, sementara Ron mengulur benang-benang panjang warna-daging dan mulai memasukkannya ke bawah pintu. "Oh, kuharap pintu ini tidak dipasangi Mantra Penolak Gangguan ... "
"Tidak!" kata Ron gembira. "Dengar!"
Mereka mendekatkan kepala dan mendengarkan dengan cermat pada ujung-ujung benang. Lewat ujung-ujung benang itu suara Malfoy bisa terdengar keras dan jelas, seakan radio baru saja dinyalakan.
"... kau tahu cara membetulkannya""
"Mung kin," kata Borgin, dengan nada yang menyiratkan dia tak bersedia melibatkan diri. "Tapi aku perlu melihatnya. Kenapa kau tidak membawanya ke toko saja""
"Tidak bisa," kata Malfoy. "Harus tetap di tempatnya. Aku cuma perlu kau beritahu bagaimana caranya."
Harry melihat Borgin menjilat bibirnya dengan gugup.
"Yah, tanpa melihatnya, harus kukatakan ini pekerjaan yang sulit sekali, bahkan barangkali tidak mungkin. Aku tak bisa menjamin apa pun."
"Tidak"" kata Malfoy, dan Harry tahu, hanya dari nadanya, bahwa Malfoy menyeringai. "Mungkin ini akan membuatmu lebih mantap."
Malfoy mendekati Borgin dan terhalang dari pandangan oleh lemari. Harry, Ron, dan Hermione bergerak ke samping, berusaha agar masih bisa melihatnya, namun yang bisa mereka lihat hanyalah Borgin, yang tampak sangat ketakutan.
"Kalau kau berani cerita kepada siapa pun," kata Malfoy, "akan ada pembalasan. Kau tahu Fenrir Greyback" Dia teman keluarga kami. Dia akan datang dari waktu ke waktu untuk memastikan kau memberikan seluruh perhatianmu untuk masalah ini."
"Tak perlu be ."
"Aku yang akan memutuskan," kata Malfoy. "Nah, aku sebaiknya pergi. Dan jangan lupa menyimpan yang satu itu, aku akan membutuhkannya." "Mungkin kau mau membawanya sekarang"" "Tidak, tentu saja tidak, dasar bego, mana mungkin aku membawa-bawa itu sepanjang jalan" Jangan jual itu."
"Tentu saja tidak ... Sir."
Borgin membungkuk serendah bungkukan yang Harry pernah lihat diberikannya kepada Lucius Malfoy. "Jangan bilang kepada siapa pun, Borgin, termasuk ibuku, mengerti""
"Tentu, tentu," gumam Borgin, membungkuk lagi.
Saat berikutnya, keheningan di atas pintu berdenting keras ketika Malfoy melangkah keluar dari toko, tampak sangat berpuas diri. Dia lewat sangat dekat dengan Harry, Ron, dan Hermione sehingga mereka merasakan jubah bergetar di sekitar lutut mereka lagi. Di dalam toko Borgin tetap berdiri membeku, senyum pura-puranya telah menghilang, dia tampak cemas.
"Apa itu tadi"" bisik Ron, menggulung kembali Telinga Terjulur-nya.
"Entahlah," kata Harry, berpikir keras. "Dia mau memperbaiki sesuatu ... dan dia memesan sesuatu di toko ... bisakah kau melihat apa yang ditunjuknya waktu dia bilang 'yang satu itu'""
"Tidak, dia di belakang lemari"
"Kalian berdua tunggu di sini," bisik Hermione. "Apa yang akan kau""
Namun Hermione sudah menyelinap keluar dari bawah Jubah. Dia memeriksa rambutnya dalam bayangan di kaca, kemudian masuk ke toko, membuat keliningannya berbunyi lagi. Ron buru-buru menyelipkan lagi Telinga Terjulur ke bawah pintu dan memberikan salah satu benangnya kepada Harry.
"Halo, pagi yang suram ya"" Hermione menyapa riang Borgin, yang tidak menjawab, melainkan melempar pandang curiga kepadanya. Bersenandung riang, Hermione berjalan melihat-lihat barang-barang yang dipajang di toko.
"Apa kalung ini dijual"" dia bertanya, berhenti di sebelah lemari kaca.
"Kalau kau punya seribu lima ratus Galleon," jawab Borgin dingin.
"Oh-er-tidak, aku tak punya uang sebanyak itu," kata Hermione, meneruskan berjalan. "Dan ... bagaimana dengan tengkorak yang-um-cantik ini""
"Enam belas Galleon."
"Jadi ini dijual" Tidak di ... simpan untuk seseorang""
Borgin menyipit memandangnya. Harry mendapat perasaan tak enak Borgin tahu apa yang sedang dilakukan Hermione. Rupanya Hermione juga merasa dia sudah ketahuan, karena mendadak dia mengabaikan sikap berhati-hatinya.
"Soalnya-er-pemuda yang tadi di sini, Draco Malfoy, yah, dia teman saya, dan saya ingin membelikan hadiah ulang tahun untuknya, tapi kalau dia sudah memesan sesuatu, jelas saya tak ingin membelikannya barang yang sama, jadi ... um
" Cerita yang lemah, menurut pendapat Harry, dan rupanya Borgin juga beranggapan sama.
"Keluar," katanya tajam. "Keluar!"
Hermione tak perlu disuruh dua kali. Dia bergegas ke pintu, dibuntuti Borgin. Setelah keliningan berdenting lagi, Borgin membanting pintu di belakang Hermione dan memasang
tanda "Tutup". "Ah ya," kata Ron, mengerubungkan jubah ke atas Hermione. "Layak dicoba, tapi kau agak kentara"
"Lain kali beritahu aku bagaimana caranya, Ahli Misteri!" bentak Hermione.
Ron dan Hermione cekcok sepanjang pe
rjalanan pulang ke Sihir Sakti Weasley. Di depan toko lelucon itu mereka terpaksa berhenti cekcok, agar bisa tanpa terdeteksi melewati Mrs Weasley yang wajahnya sangat cemas dan Hagrid, yang rupanya sudah menyadari mereka tak ada. Begitu sudah dalam toko, Harry menarik Jubah Gaib-nya, menyimpannya dalam tasnya, dan bergabung dengan dua sahabatnya ketika mereka bertahan, sebagai jawaban atas tuduhan Mrs Weasley, bahwa mereka selama itu berada di ruang belakang, dan bahwa Mrs Weasley mungkin kurang teliti mencari.
07. KLUB SLUG Harry menghabiskan sebagian besar minggu terakhir liburannya merenungkan makna tingkah laku Malfoy di Knockturn Alley. Yang paling mengganggunya adalah ekspresi berpuas diri Malfoy ketika dia meninggalkan toko. Yang bisa membuat Malfoy tampak begitu senang pastilah bukan berita bagus. Harry sedikit kesal, karena baik Ron maupun Hermione tidak sepenasaran dia tentang kegiatan Malfoy, atau paling tidak, mereka tampaknya menjadi bosan membicarakannya setelah lewat beberapa hari.
"Ya, aku sudah setuju itu mencurigakan, Harry," kata Hermione agak tak sabar. Dia sedang duduk di ambang jendela di kamar Fred dan George dengan kaki ditumpangkan di atas salah satu kotak dan hanya mengangkat muka satu kali dengan enggan dari buku barunya Terjemahan Rune Tingkat Lanjut. "Tapi bukankah kita sudah sepakat bisa banyak penjelasannya""
"Barangkali Tangan Kemuliaan-nya patah," kata Ron, sambil lalu, selagi dia berusaha meluruskan ranting-ranting sapunya yang bengkok. "Ingat tangan keriput milik Malfoy""
"Tapi apa maksudnya waktu dia bilang 'Jangan lupa menyimpan yang itu'"" tanya Harry untuk kesekian kalinya.
"Bagiku kedengarannya Borgin punya satu lagi barang seperti yang rusak, dan Malfoy menginginkan dua-duanya."
"Menurutmu begitu"" kata Ron, sekarang berusaha mengerik kotoran dari gagang sapunya.
"Yeah," kata Harry. Ketika Ron maupun Hermione tidak menjawab, dia berkata, "Ayah Malfoy di Akzaban. Tidakkah kalian pikir dia ingin balas dendam""
Ron mengangkat muka, mengerjap.
"Malfoy, balas dendam" Apa yang bisa dilakukannya""
"Justru itu masalahnya, aku tak tahu!" kata Harry, frustrasi. "Tapi dia akan melakukan sesuatu dan kurasa kita harus menanggapinya dengan serius. Ayahnya Pelahap Maut dan ..."
Harry mendadak berhenti, matanya terpaku pada jendela di belakang Hermione, mulutnya ternganga. Pikiran mengejutkan baru saja terlintas di benaknya.
"Harry"" kata Hermione dengan suara cemas. "Ada apa""
"Bekas lukamu tidak sakit lagi, kan"" tanya Ron gugup.
"Dia Pelahap Maut," kata Harry perlahan. "Dia menggantikan ayahnya sebagai Pelahap Maut!" Sekejap hening, lalu Ron meledak tertawa.
"Malfoy" Dia baru enam belas tahun, Harry! Kaupikir Kau-Tahu-Siapa akan mengizinkan Malfoy bergabung"" "Rasanya tidak mungkin, Harry," kata Hermione, dengan suara tertahan. "Apa yang membuatmu berpikir""
"Di Madam Malkin's. Madam Malkin tidak menyentuhnya, tapi dia berteriak dan menjauhkan tangannya ketika Madam Malkin mau menggulung lengan jubahnya. Lengan kirinya. Dia sudah dicap dengan Tanda-Kegelapan."
Ron dan Hermione saling pandang.
"Yah ... " kata Ron, kedengarannya sama sekali tak yakin.
"Menurutku dia hanya ingin keluar dari sana, Harry," kata Hermione.
"Dia menunjukkan sesuatu pada Borgin yang tak dapat kita lihat," Harry berkeras. "Sesuatu yang benar-benar menakutkan Borgin. Tanda Kegelapan, aku tahu dia menunjukkan kepada Borgin dengan siapa dia berurusan, kalian lihat sendiri bagaimana seriusnya sikap Borgin terhadapnya!"
Ron dan Hermione kembali bertukar pandang. "Aku tak yakin, Harry ... "
"Yeah, aku masih berpendapat Kau-Tahu-Siapa tak akan mengizinkan Malfoy bergabung ... "
Kesal, namun yakin sepenuhnya dia benar, Harry menyambar setumpuk jubah Quidditch kotor dan meninggalkan ruangan. Mrs Weasley sudah berhari-hari mendesak mereka agar tidak menunda mencuci dan mengepak koper mereka sampai saat terakhir. Di bordes Harry berpapasan dengan Ginny yang akan ke kamarnya membawa setumpuk pakaian yang baru dicuci.
"Mendingan jangan ke dapur sekarang," Ginny memperingatkannya. "Ada banyak Dahak."
"Aku akan berhati-hati agar t
idak terpeleset," senyum Harry.
Ternyata benar, ketika dia masuk ke dapur, Fleur sedang duduk di atas meja dapur, seru membicarakan rencana pernikahannya dengan Bill, sementara Mrs Weasley mengawasi setumpuk taoge yang mengupas sendiri, wajahnya tampak berang.
"... Bill dan saya sudah hampir memutuskan dua pengiring saja, Ginny dan Gabrielle akan tampak sangat manis berdua. Saya pikir mereka bagus pakai emas pucat soalnya pink tidak cocok untuk rambut Ginny"
"Ah, Harry!" kata Mrs Weasley keras-keras, memotong monolog Fleur. "Bagus, aku mau menjelaskan soal pengaturan pengamanan untuk perjalanan ke Hogwarts besok pagi. Kita mendapat pinjaman mobil Kementerian lagi, dan akan ada Auror menunggu di stasiun"
"Apakah Tonks akan ada di sana"" tanya Harry mengulurkan seragam Quidditch-nya.
"Tidak, kurasa tidak, dia ditugaskan di tempat lain, kata Arthur."
"Dia membiarkan dirinya berantakan, si Tonks," kata Fleur merenung, mengamati bayangannya sendiri yang cantik di balik sendok teh. "Kesalahan besar, menurut sa-"
"Ya, terima kasih," kata Mrs Weasley masam, menyela Fleur lagi. "Lebih baik kau mulai berkemas, Harry. Aku mau koper sudah siap malam ini, kalau mungkin, jadi kita tak usah ribut pada menit-menit terakhir."
Ternyata keberangkatan mereka pagi berikutnya lebih lancar daripada biasanya. Ketika mobil Kementerian berhenti di depan The Burrow, mereka sudah siap menunggu, bersama koper-koper mereka, kucing Hermione, Crookshanks, sudah aman berada dalam keranjang perjalanannya, dan Hedwig, burung hantu Ron, Pigwidgeon, serta Pygmy Puff baru Ginny yang berwarna ungu, Arnold, dalam sangkar masing-masing.
"Au revoir, 'Arry," kata Fleur dengan suara serakserak basah, seraya memberinya kecupan selamat tinggal. Ron bergegas maju, wajahnya penuh harap, namun Ginny menyorongkan kakinya dan Ron terjatuh, terjerembap di tanah di kaki Fleur. Marah, wajahnya merah padam, dan berlumur debu, Ron bergegas masuk mobil tanpa mengucapkan selamat tinggal.
Tak ada Hagrid yang ceria menunggu mereka di Stasiun King's Cross. Alih-alih Hagrid, dua Auror berjenggot, berwajah suram, memakai setelan jas Muggle berwarna gelap, langsung
maju menyongsong begitu mobil mereka berhenti dan, mengapit rombongan, mengawal mereka ke dalam stasiun tanpa bicara.
"Cepat, cepat, melewati palang rintangan," kata Mrs Weasley, yang tampak agak bingung dengan adanya efisiensi yang keras ini. "Harry sebaiknya masuk dulu, dengan ."
Dia menoleh dengan tatapan bertanya kepada salah satu Auror, yang mengangguk singkat, menyambar lengan Harry dan berusaha membawanya ke arah palang di antara peron sembilan dan sepuluh.
"Aku bisa jalan, terima kasih," kata Harry jengkel, menyentakkan lepas lengannya dari pegangan si Auror. Dia mendorong trolinya ke penghalang padat, mengabaikan pengawalnya yang tidak bersuara, dan sedetik kemudian sudah berada di peron sembilan tiga perempat, tempat Hogwarts Express yang berwarna merah menunggu, menyemburkan asap di atas kerumunan orang-orang.
Hermione dan keluarga Weasley menyusulnya beberapa detik kemudian. Tanpa menunggu berkonsultasi dengan Auror-nya yang berwajah-suram, dia memberi isyarat kepada Ron dan Hermione agar mengikutinya ke peron, mencari kompartemen kosong.
"Kami tak bisa, Harry," kata Hermione, tampak menyesal. "Ron dan aku harus ke gerbong prefek dulu dan kemudian berpatroli di koridor-koridor sebentar."
"Oh yeah, aku lupa," kata Harry.
"Kalian semua sebaiknya segera naik ke kereta, tinggal beberapa menit lagi," kata Mrs Weasley, melihat arlojinya. "Nah, semoga semester ini menyenangkan, Ron ..."
"Mr Weasley, boleh saya bicara sebentar"" kata Harry, yang mendadak mengambil keputusan. "Tentu," kata Mr Weasley,
yang tampak agak terkejut, namun toh mengikuti Harry sampai di luar jangkauan pendengaran yang lain.
Harry sudah memikirkannya baik-baik dan sampai pada kesimpulan bahwa, jika dia harus bercerita kepada seseorang, Mr Weasley-lah orang yang paling tepat. Pertama, karena dia bekerja di Kementerian, dan karena itu dalam posisi paling tepat untuk melakukan penyelidikan lebih jauh, dan kedua, karena Harry berpendapat tak ter
lalu banyak risiko Mr Weasley akan meledak marah.
Dia bisa melihat Mrs Weasley dan si Auror berwajah suram melempar pandang curiga kepada mereka berdua ketika mereka menjauh.
"Ketika kita di Diagon Alley -" Harry mulai, tapi Mr Weasley menyelanya dengan menyeringai.
"Apakah aku akan diberitahu ke mana kau, Ron, dan Hermione menghilang sementara mestinya kalian berada di ruang belakang toko Fred dan George""
"Bagaimana Anda""
"Harry, sudahlah. Kau bicara dengan orang yang membesarkan Fred dan George."
"Er ... yeah, baiklah, kami tidak berada di ruang belakang."
"Baik, kalau begitu, marilah kita dengar yang terburuk."
"Yah, kami membuntuti Draco Malfoy. Kami menggunakan Jubah Gaib saya."
"Apa kau punya alasan khusus melakukan ini, atau hanya sekadar iseng""
"Karena saya mengira Malfoy merencanakan sesuatu," kata Harry, mengabaikan pandangan Mr Weasley yang menyiratkan campuran putus asa dan geli. "Dia kabur dari ibunya dan saya ingin tahu kenapa."
"Tentu kau ingin tahu," kata Mr Weasley, kedengarannya menyerah. "Nah" Apakah kau berhasil tahu kenapa""
"Dia ke Borgin and Burkes," kata Harry, "dan mengancam pemiliknya, Borgin, untuk membantunya membetulkan sesuatu. Dan dia mengatakan dia ingin Borgin menyimpan sesuatu yang lain untuknya. Kedengarannya barang yang sama seperti yang perlu diperbaiki. Sepertinya dua barang itu sepasang. Dan ... "
Harry menarik napas dalam-dalam.
"Ada yang lain. Kami melihat Malfoy melompat menjauh ketika Madam Malkin mencoba menyentuh lengan kirinya. Saya rasa dia sudah dicap dengan Tanda Kegelapan. Saya rasa dia menggantikan ayahnya sebagai Pelahap Maut."
Mr Weasley tampak kaget. Selewat beberapa saat dia berkata, "Harry, aku meragukan apakah Kau-Tahu-Siapa akan mengizinkan anak berumur enam belas tahun"
"Apakah ada orang yang betul-betul tahu apa yang akan atau tidak akan dilakukan Kau-Tahu-Siapa"" tanya Harry berang. "Mr Weasley, saya minta maaf, tapi apakah itu tidak cukup berharga untuk diselidiki" Jika Malfoy menginginkan sesuatu diperbaiki dan dia harus mengancam Borgin untuk melakukannya, barangkali itu sesuatu yang ada hubungannya dengan Ilmu Hitam atau berbahaya, kan""
"Aku sangsi, jujur saja, Harry," kata Mr Weasley perlahan. "Soalnya waktu Lucius Malfoy ditangkap, kami menggeledah rumahnya. Kami mengambil semua yang bisa berbahaya."
"Siapa tahu ada yang ketinggalan," kata Harry bandel.
"Yah, mungkin juga," kata Mr Weasley, namun Harry tahu dia berkata begitu sekadar menyenangkannya.
Terdengar peluit kereta di belakang mereka. Hampir semua sudah naik ke kereta dan pintu-pintunya mulai menutup.
"Sebaiknya kau bergegas," kata Mr Weasley, sementara Mrs Weasley berteriak, "Harry, cepat!" Harry bergegas dan Mr dan Mrs Weasley membantunya mengangkat kopernya ke kereta.
"Nah, Nak, kau akan datang di rumah kami untuk merayakan Natal. Sudah diatur dengan Dumbledore, jadi kami akan bertemu denganmu tak lama lagi,"
kata Mrs Weasley lewat jendela, ketika Harry membanting pintu di belakangnya dan kereta mulai bergerak. "Jaga dirimu baik-baik dan ."
Kereta bertambah cepat. ". jangan nakal dan ."
Mrs Weasley sekarang berlarian mengejar kereta. ". jangan ambil risiko!"
Harry melambai sampai kereta berbelok dan Mr dan Mrs Weasley menghilang dari pandangan, kemudian berbalik untuk melihat yang lain ke mana. Ron dan Hermione pastilah ada di gerbong prefek, tetapi Ginny tak jauh di depannya, sedang mengobrol dengan beberapa temannya. Dia mendekati Ginny, menyeret kopernya.
Anak-anak memandangnya tanpa malu-malu ketika dia mendekat. Mereka bahkan menempelkan wajah ke jendela kompartemen mereka agar bisa melihatnya. Harry sudah menduga jumlah pandangan melongo dan terpesona yang akan diterimanya akan meningkat semester ini setelah munculnya desas-desus "Sang Terpilih" dalam Daily Prophet, namun dia tidak menikmati sensasi berada dalam lampu sorot yang kelewat terang. Dia menepuk bahu Ginny.
"Kita cari kompartemen yuk""
"Aku tak bisa, Harry, aku sudah janjian dengan Dean," kata Ginny ceria. "Sampai nanti."
"Baiklah," kata Harry. Dia merasakan denyut kejengkelan yang aneh ketika Ginny pergi, rambut merahn
ya yang panjang menari-nari di belakangnya. Harry sudah terbiasa dengan keberadaan Ginny selama musim panas, sehingga dia hampir lupa bahwa Ginny tidak bergaul dengan dia, Ron, dan Hermione di sekolah. Kemudian dia mengerjap dan memandang berkeliling, dia dikelilingi cewek-cewek yang terpesona.
"Hai, Harry!" kata suara yang sudah dikenalnya dari belakangnya.
"Neville!" kata Harry lega, menoleh melihat seorang cowok bermuka-bundar bersusah payah mendekatinya.
"Halo, Harry," kata seorang cewek berambut panjang dengan mata redup menonjol yang ada di belakang Neville.
"Luna, apa kabar""
"Baik sekali, terima kasih," kata Luna. Dia menggenggam majalah di dadanya, huruf besar-besar di sampul majalah itu mengumumkan bahwa ada hadiah kacamata-hantu di dalamnya.
"The Quibbler masih laris"" tanya Harry, yang memiliki perasaan suka khusus untuk majalah itu, yang tahun lalu diberinya wawancara eksklusif.
"Oh ya, tirasnya naik terus," kata Luna senang.
"Ayo kita cari tempat duduk," ajak Harry, dan ketiganya berjalan sepanjang kereta melewati gerombolan anak-anak yang memandang kagum Harry. Akhirnya mereka menemukan kompartemen kosong dan Harry bergegas masuk dengan bersyukur.
"Mereka bahkan memandang kami," kata Neville, menunjuk dirinya dan Luna, "karena kami bersamamu!"
"Mereka memandang kalian karena kalian ada di Kementerian juga," kata Harry, seraya menaikkan kopernya ke rak bagasi. "Petualangan kecil kita ditulis besar-besaran di Daily Prophet, kalian pasti sudah melihatnya."
"Ya, tadinya kupikir Nenek akan marah dengan adanya segala publisitas itu," kata Neville, "tapi ternyata dia malah senang betul. Dia bilang aku mulai seperti ayahku akhirnya. Dia membelikanku tongkat sihir baru, lihat!"
Neville mengeluarkan tongkat sihirnya dan memperlihatkannya kepada Harry.
"Kayu ceri dan rambut unicorn," katanya bangga. "Dugaan kami ini salah satu tongkat sihir terakhir yang dijual Ollivander, dia menghilang hari berikutnya, balik sini, Trevor!"
Dan Neville masuk ke kolong tempat duduknya untuk mengambil kembali kataknya yang memang sering kabur mencari kebebasan.
"Apa kita masih mengadakan pertemuan LD tahun ini, Harry"" tanya Luna, melepas kacamata pengubahpersepsi dari tengah The Quibbler.
"Tak perlu lagi sekarang, kita sudah menyingkirkan Umbridge, kan"" kata Harry, duduk. Kepala Neville terbentur tempat duduk ketika dia muncul dari bawahnya. Dia tampak kecewa sekali.
"Aku suka LD! Aku belajar banyak denganmu!"
"Aku juga menikmati pertemuan LD," kata Luna tulus. "Rasanya seperti punya teman."
Ini salah satu hal kurang enak yang sering Luna ucapkan dan yang membuat Harry merasa kasihan bercampur malu. Namun sebelum dia sempat menjawab, ada gangguan di depan pintu kompartemen mereka. Serombongan anak perempuan kelas empat berbisik-bisik dan cekikikan di balik kaca.
"Kau yang bilang!"
"Tidak, kau!" "Biar aku saja!"
Dan salah satu dari mereka, seorang anak perempuan bertampang-berani dengan mata besar hitam, dagu menonjol, dan rambut panjang hitam, masuk.
"Hai, Harry, aku Romilda. Romilda Vane," katanya keras dan percaya diri. "Bagaimana kalau kau bergabung dengan kami di kompartemen kami" Kau tidak perlu duduk dengan mereka," dia menambahkan dalam bisikan panggung, menunjuk pantat Neville, yang nongol lagi dari bawah tempat duduk sementara dia meraba-raba mencari Trevor, dan Luna, yang sekarang memakai kacamata-hantu gratisnya, yang membuatnya tampak seperti burung hantu gila, multiwarna.
"Mereka temanku," kata Harry dingin.
"Oh," kata cewek itu, tampak sangat keheranan.
"Oh, oke." Dan dia keluar, menggeser pintu menutup di belakangnya.
"Orang-orang mengira temanmu lebih hebat daripada kami," kata Luna, sekali lagi memperlihatkan kecakapannya mengutarakan kejujuran yang membuat rikuh.
"Kalian hebat," kata Harry pendek. "Tak seorang pun dari mereka berada di Kementerian. Mereka tidak bertarung bersamaku."
"Ucapanmu sangat menyenangkan," kata Luna berseri-seri, dan dia mendorong kacamatanya lebih tinggi di atas hidung, lalu duduk untuk membaca The Quibbler.
"Kami tidak menghadapinya, tapi," kata Neville, muncul dari bawah tempat duduk d
engan sawang dan debu di rambutnya dan Trevor yang bertampang menyerah di tangannya. "Kau
yang menghadapinya. Coba kalau kau mendengar nenekku ngomongin kau. 'Si Harry Potter itu punya keberanian lebih besar daripada seluruh Kementerian Sihir bersama-sama!' Dia bersedia memberikan apa saja untuk bisa punya cucu kau ... "
Harry tertawa rikuh dan mengganti topik ke hasil OWL sesegera mungkin. Sementara Neville menyebutkan nilai-nilainya dan bertanya sendiri apakah dia akan diizinkan mengambil Transfigurasi NEWT dengan nilai hanya "Cukup", Harry mengawasinya tanpa benar-benar mendengarkan.
Masa kanak-kanak Neville telah dirusak oleh Voldemort, sama seperti Harry, tetapi Neville sama sekali tak tahu betapa nyarisnya dia memiliki takdir seperti Harry. Ramalan itu bisa mengacu ke salah satu dari mereka berdua, namun, untuk alasan yang tak bisa diduga, Voldemort telah memilih memercayai bahwa Harry-lah yang dimaksud oleh ramalan itu.
Seandainya Voldemort memilih Neville, dialah yang akan duduk di seberang Harry dengan bekas luka berbentuk sambaran petir dan memikul beban ramalan ... atau akan begitukah" Bersediakah ibu Neville mati untuk menyelamatkannya, seperti Lily telah mati demi Harry"
Pasti dia bersedia ... tapi bagaimana jika dia tidak sanggup berdiri di antara putranya dan Voldemort" Apakah, kalau begitu, tak akan ada "Sang Terpilih"" Tempat duduk yang sekarang diduduki Neville kosong dan Harry yang tanpa bekas luka, yang akan diberi ciuman selamat tinggal oleh ibunya sendiri, bukan oleh ibu Ron"
"Kau tak apa-apa, Harry" Tampangmu aneh," kata Neville.
Harry kaget. "Sori aku ..." "Kena Wrackspurt"" tanya Luna penuh simpati, memandang Harry dari balik kacamata warna-warninya yang superbesar.
"Aku kena apa""
"Wrackspurt ... mereka tidak kelihatan, mereka melayang masuk lewat telingamu dan membuat otakmu kabur," katanya. "Tadi kayaknya aku merasa ada satu yang beterbangan di sekitar sini."
Tangannya menampar-nampar udara kosong, seakan memukuli ngengat besar yang tak kelihatan. Harry dan Neville saling pandang dan buru-buru bicara soal Quidditch.
Cuaca di luar jendela kereta berubah-ubah, sama seperti keadaan sepanjang musim panas. Mereka melewati hamparan kabut dingin, kemudian cahaya matahari yang terang, tapi lemah. Dalam salah satu cuaca terang, ketika matahari kelihatan hampir tegak di atas kepala, Ron dan Hermione akhirnya memasuki kompartemen.
"Mudah-mudahan troli makan siangnya cepat datang, aku lapar banget," kata Ron penuh harap, mengenyakkan diri di tempat duduk di sebelah Harry dan mengusap-usap perutnya. "Hai, Neville, hai, Luna. Coba tebak"" dia menambahkan, menoleh kepada Harry. "Malfoy tidak bertugas sebagai prefek. Dia cuma duduk di kompartemennya dengan anak-anak Slytherin yang lain, kami melihatnya waktu lewat tadi."
"Apa yang dilakukannya waktu melihat kalian""
"Biasa," kata Ron tak acuh, mendemonstrasikan gerakan tangan tidak sopan. "Tidak seperti biasanya, kan" Yah maksudku" Ron melakukan gerakan tangan yang tadi lagi, "kenapa dia tidak keluar menakut-nakuti anak-anak kelas
satu"" "Entahlah," kata Harry, namun otaknya sibuk. Bukankah ini sepertinya ada hal penting lain di pikiran Malfoy daripada menakut-nakuti murid-murid yang lebih kecil"
"Mungkin dia lebih suka jadi anggota Regu Inkuisitorial," kata Hermione. "Mungkin prefek jadi kurang seru dibanding
itu." "Kurasa tidak," kata Harry. "Menurut pendapatku dia ."
Namun sebelum Harry bisa membeberkan teorinya, pintu kompartemen menggeser terbuka lagi dan seorang anak perempuan kelas tiga terengah masuk.
"Aku diminta mengantar ini untuk Neville Longbottom dan Harry P-Potter," katanya gugup, ketika matanya bertatapan dengan mata Harry dan wajahnya berubah merah padam. Dia mengulurkan dua gulungan perkamen yang diikat pita ungu. Bingung, Harry dan Neville mengambil gulungan yang dialamatkan kepada mereka masing-masing dan si gadis gugup meninggalkan kompartemen.
"Apa itu"" tuntut Ron, ketika Harry membuka gulungan perkamennya.
"Undangan," kata Harry.
"Harry, Aku akan senang kalau kau bersedia bergabung makan siang denganku di kompartemen C. Salamku, Pro
fesor H.E.F Sloghorn"
"Siapa Profesor Slughorn"" tanya Neville, memandang bingung undangannya.
"Guru baru," kata Harry. "Yah, kurasa kita harus ke sana,
kan"" "Tapi buat apa dia menginginkan aku hadir"" tanya Neville gugup, seakan dia akan menerima detensi.
"Entahlah," kata Harry, yang tidak sepenuhnya benar, meskipun dia belum punya bukti apakah dugaannya betul. "Dengar," dia menambahkan, mendadak mendapat ide, "yuk kita ke sana dengan Jubah Gaib, supaya kita bisa melongok Malfoy di jalan, melihat apa yang akan dilakukannya."
Ternyata ide ini tak bisa dilaksanakan. Koridor penuh anak-anak yang sedang menanti troli makan siang. Tak mungkin berjalan di antara mereka memakai Jubah. Dengan menyesal Harry menyimpan kembali Jubah-nya ke dalam tas, membayangkan sungguh menyenangkan memakainya, hanya untuk menghindari tatapan anak-anak, yang kini semakin menjadi-jadi. Di mana-mana anak-anak berlarian keluar dari kompartemennya, agar bisa melihatnya lebih jelas. Satusatunya perkecualian hanyalah Cho Chang, yang malah langsung melesat ke dalam kompartemen ketika melihat Harry mendekat. Ketika Harry melewati jendelanya, dilihatnya Cho sengaja ngobrol asyik dengan temannya Marietta, yang memakai dandanan tebal yang tidak sepenuhnya menyamarkan jajaran aneh jerawat yang masih terpeta di wajahnya. Menyeringai kecil, Harry meneruskan berjalan.
Ketika tiba di kompartemen C, mereka langsung melihat bahwa yang diundang Slughorn bukan hanya mereka berdua, meskipun dinilai dari sambutan antusias Slughorn, Harry adalah yang paling diharapkan kehadirannya.
"Harry, anakku!" kata Slughorn, melompat bangun begitu melihat Harry, sehingga perut besarnya yang terbungkus beludru seakan memenuhi sisa ruang dalam kompartemen. Kepala botaknya dan kumis peraknya yang besar berkilau dalam cahaya matahari sama terangnya dengan kancing-kancing emas di rompinya. "Senang melihatmu, senang melihatmu! Dan kau pasti Mr Longbottom!"
Neville mengangguk, tampak ketakutan. Mengikuti isyarat Slughorn, mereka duduk berhadapan di dua kursi kosong yang tersisa, yaitu yang paling dekat pintu. Harry mengedarkan pandang pada para undangan yang lain. Dia mengenali anak Slytherin yang seangkatan dengan mereka, anak laki-laki jangkung berkulit hitam, dengan tulang pipi tinggi dan mata panjang sipit; juga ada dua anak laki-laki kelas tujuh yang tidak dikenal Harry, dan terimpit di sudut di sebelah Slughorn
dan tampak seakan dia tak yakin sepenuhnya kenapa dia bisa berada di sana, Ginny.
"Nah, kalian sudah kenal semuanya"" Slughorn menanyai Harry dan Neville. "Blaise Zabini di tingkat yang sama dengan kalian, tentu"
Zabini tidak menunjukkan tanda-tanda mengenali ataupun menyapa, Harry dan Neville pun tidak. Anak-anak Gryffindor dan Slytherin pada prinsipnya saling membenci.
"Ini Cormac McLaggen, mungkin kalian pernah bertemu"
Belum"" McLaggen, seorang pemuda bertubuh besar dan berambut kawat, mengangkat tangan dan Harry dan Neville membalas mengangguk kepadanya.
"dan ini Marcus Belby, aku tak tahu apakah""
Belby, yang kurus dan bertampang-gugup, tersenyum tegang.
"dan gadis sangat menarik ini mengatakan dia mengenal kalian"" Slughorn mengakhiri perkenalannya.
Ginny menyeringai kepada Harry dan Neville dari balik punggung Slughorn.
"Wah, ini menyenangkan sekali," kata Slughorn gembira. "Kesempatan untuk mengenal kalian sedikit lebih baik. Ini, silakan ambil serbet. Aku sudah menyiapkan makan siang sendiri. Troli, seingatku, banyak Tongkat Likor-nya, dan sistem pencernaan orang tua yang malang tak cukup kuat untuk makanan semacam itu ... kalkun, Belby""
Belby tersentak, dan menerima apa yang tampak seperti separo kalkun dingin.
"Aku tadi sedang memberitahu si Marcus ini bahwa aku senang mengajar pamannya Damocles," Slughorn memberitahu Harry dan Neville, sambil sekarang mengedarkan
sekeranjang roti. "Penyihir luar biasa, luar biasa, dan Order of Merlin-nya memang layak sekali diterimanya. Kau sering bertemu pamanmu, Marcus""
Celakanya Belby baru saja menyuap sepotong besar kalkun. Dalam ketergesaannya menjawab Slughorn dia menelan terlalu cepat, tersedak, dan wajahnya beruba
h ungu. "Anapneo," kata Slughorn tenang, mengacungkan tongkat sihirnya ke arah Belby, yang tenggorokannya langsung lega.
"Tidak ... tidak sering, tidak," sengal Belby, matanya berair.
"Yah, maklum, pasti dia sibuk," kata Slughorn, memandang Belby ingin tahu. "Tentunya dia perlu kerja keras sewaktu menciptakan Ramuan Kutukan-Serigala!"
"Saya kira ..." kata Belby, yang kelihatannya takut menyuap kalkun lagi sebelum yakin Slughorn sudah selesai dengannya. "Er ... sebetulnya Paman dan ayah saya tidak begitu rukun, jadi saya tak tahu banyak tentang ... "
Suaranya menghilang ketika Slughorn memberinya senyum dingin dan beralih menoleh ke McLaggen.
Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nah, kau, Cormac," kata Slughorn, "kebetulan aku tahu kau sering bertemu pamanmu Tiberius, karena dia punya foto bagus kalian berdua sedang berburu Nogtails di Norfolk, kalau
tak salah"" "Oh, yeah, perburuan yang sangat menyenangkan," kata McLaggen. "Kami pergi dengan Bertie Higgs dan Rufus Scrimgeour-sebelum dia menjadi Menteri, tentu ."
"Ah, kau kenal Bertie dan Rufus juga"" wajah Slughorn berseri. Sekarang dia menawarkan senampan kecil pai; entah bagaimana, Belby tidak ditawari. "Ceritakan padaku ... "
Ternyata kecurigaan Harry benar. Semua orang di sini rupanya diundang karena mereka ada hubungannya dengan orang yang penting atau punya pengaruh besar-semuanya
kecuali Ginny. KZabini, yang diinterogasi setelah McLaggen, ternyata ibunya penyihir yang kecantikannya tersohor (dari yang bisa disimpulkan Harry, dia menikah tujuh kali, semua suaminya meninggal secara misterius dan mewariskan beronggok emas). Berikutnya giliran Neville, sepuluh menit yang sangat tidak nyaman, karena orangtua Neville, Auror terkenal, telah disiksa sampai menjadi gila oleh Bellatrix Lestrange dan beberapa kroni Pelahap Maut-nya. Pada akhir wawancara, Harry mendapat kesan bahwa Slughorn menunda keputusan untuk Neville, masih ingin melihat apakah dia mewarisi kecakapan orang tuanya.
"Dan sekarang," kata Slughorn, tubuh gemuknya bergerak di tempat duduknya dengan gaya seorang pembawa acara yang memperkenalkan bintang utamanya. "Harry Potter! Mulai dari mana" Kurasa aku hampir belum menyingkap permukaannya ketika kita bertemu musim panas lalu!"
Dia memandang Harry sejenak seolah Harry sepotong besar kalkun yang lezat, kemudian berkata, "'Sang Terpilih', begitu mereka menyebutmu sekarang!"
Harry diam saja. Belby, McLaggen, dan Zabini semua memandangnya.
"Tentu saja," kata Slughorn, menatap Harry lekat-lekat, "sudah ada desas-desus selama bertahun-tahun ... aku ingat waktu yah setelah malam mengerikan itu LBy-James dan kau selamat dan berita yang beredar adalah bahwa kau pastilah memiliki kekuatan yang luar biasa"
Zabini terbatuk kecil, yang jelas dimaksudkan menyiratkan keraguan dan kegelian. Suara marah terdengar dari belakang Slughorn.
"Yeah, Zabini, karena kau sangat berbakat ... berakting.. "
"Wah, wah!" decak Slughorn senang, menoleh memandang Ginny yang sedang mendelik kepada Zabini dari balik perut besar Slughorn. "Hati-hati, Blaise! Aku melihat gadis ini
melakukan Kutukan Kepak Kelelawar yang hebat sekali waktu aku melewati gerbongnya! Kalau aku, aku tak berani membuatnya marah!"
Zabini cuma tampak menghina.
"Bagaimanapun juga," kata Slughorn, kembali berpaling ke Harry. "Begitulah desas-desus yang beredar musim panas ini. Tentu saja, kita tak tahu bisa dipercaya atau tidak, Prophet sudah diketahui mencetak data yang tidak benar, membuat kekeliruan tapi tampaknya tak diragukan lagi, berhubung banyak saksinya, bahwa memang terjadi keonaran cukup hebat di Kementerian dan bahwa kau terlibat dalam peristiwa
itu!" Harry, yang tak bisa melihat jalan keluar dari sini kecuali berbohong, mengangguk namun tetap tidak berkata apa-apa. Slughorn berseri-seri memandangnya.
"Sangat rendah hati, sangat rendah hati, pantas Dumbledore sangat menyukaimu kau memang di sana, kalau begitu" Tapi cerita-cerita yang lain-sangat sensasional, tentu saja, kita tak tahu lagi apa yang bisa dipercaya ramalan yang sangat terkenal ini, misalnya ..."
"Kami tidak pernah mendengar ramalan," kata Neville, merona semerah bunga geranium ke
tika mengucapkannya. "Itu betul," kata Ginny mengukuhkan. "Neville dan saya juga di sana, dan semua omong kosong 'Sang Terpilih' ini cuma rekaan Prophet seperti biasanya."
"Kalian berdua juga di sana"" kata Slughorn sangat tertarik, bergantian memandang Ginny dan Neville, namun keduanya sudah mengatup erat seperti kerang di depan senyum membujuk Slughorn. "Ya ... memang benar Prophet sering membesar-besarkan, tentu saja ... " Slughorn melanjutkan, kedengarannya agak kecewa, "Aku ingat dear Gwenog memberitahuku-Gwenog Jones, maksudku, tentu, kapten Holyhead Harpies ."
Dia lalu panjang-lebar menceritakan kenangannya, namun Harry mendapat kesan jelas bahwa Slughorn belum selesai dengannya, dan bahwa dia belum diyakinkan oleh Neville dan Ginny.
Waktu terus berlalu dengan anekdot tentang para penyihir terkenal yang pernah diajar Slughorn, semuanya dengan senang hati bergabung dalam kelompok yang disebutnya "Klub Slug" di Hogwarts. Nama yang konyol sebetulnya, mengingat kata "slug" yang dimaksudkan sebagai kependekan nama Slughorn ini bisa juga berarti "siput". Harry sudah tak sabar ingin pergi, namun tak tahu bagaimana bisa melakukannya dengan sopan. Akhirnya kereta muncul dari selubung kabut panjang yang lain ke dalam merahnya matahari terbenam, dan Slughorn memandang ke sekitarnya, mengerjap dalam temaram senja.
"Astaga, sudah mulai gelap! Aku tidak memperhatikan mereka sudah menyalakan lampu! Kalian semua sebaiknya pergi dan berganti memakai jubah kalian. McLaggen, kau harus menemuiku dan meminjam buku tentang Nogtails. Harry, Blaise-kapan saja kalian lewat. Undangan yang sama untukmu, Nona," dia mengedip kepada Ginny. "Nah, pergilah, pergilah!" Ketika menyeruak mendahului Harry masuk koridor yang mulai gelap, Zabini melempar pandang benci, yang dibalas Harry dengan tertarik. Dia, Ginny, dan Neville mengikuti Zabini berjalan sepanjang kereta.
"Aku senang pertemuan sudah selesai," gumam Neville. "Orang yang aneh, ya""
"Yeah, agak aneh," kata Harry, matanya terpancang pada Zabini. "Bagaimana ceritanya kau bisa di sana, Ginny""
"Dia melihatku memantrai Zacharias Smith," kata Ginny, "kau ingat idiot dari Hufflepuff yang tadinya ikut LID" Dia tanya terus tentang apa yang terjadi di Kementerian dan akhirnya membuatku sebal sekali, iadi kumantrai-waktu Slughorn masuk kupikir aku mau didetensi, tapi ternyata dia
menganggap itu mantra yang hebat sekali dan mengundangku makan Siang! Sinting, eh""
"Alasan yang lebih baik untuk mengundang orang daripada karena ibu mereka terkenal," kata Harry, memandang sebal ke arah belakang kepala Zabini, atau karena paman mereka"
Namun dia tidak menyelesaikan kalimatnya. Baru aja ada ide melintas di benaknya. Ide sembrono, tetapi sungguh luar biasa ... sebentar lagi Zabini akan kembali memasuki kompartemen anak-anak kelas enam Slytherin dan Malfoy duduk di sana, mengira dirinya tak didengar oleh siapa pun kecuali teman-teman Slytherin-nya. jika Harry bisa masuk, tanpa terlihat, di belakangnya, entah apa yang bisa dilihat dan didengarnya" Betul, sisa perjalanan tinggal singkat-paling setengah jam lagi mereka sudah tiba di Stasiun Hogsmeade, kalau ditinjau dari liarnya pemandangan yang melintas di jendela tapi tak ada orang yang menganggap serius kecurigaan Harry, jadi tugasnyalah untuk membuktikannya.
"Kita ketemu lagi nanti," desah Harry kepada Ginny dan Neville, seraya menarik keluar Jubah Gaib dan melemparnya menyelubungi dirinya.
"Tapi apa yang kau ."" tanya Neville.
"Nanti!" bisik Harry, melesat mengejar Zabini sebisa mungkin tanpa membuat suara, kendatipun derak kereta membuat kehati-hatian semacam itu tak perlu.
Koridor-koridor nyaris kosong sekarang. Hampir semua anak sudah kembali ke gerbong mereka untuk berganti jubah seragam sekolah dan membereskan barang-barang mereka. Meskipun dia sudah sedekat mungkin dengan Zabini tanpa menyentuhnya, Harry tidak cukup cepat menyelinap ke dalam kompartemen ketika Zabini membuka pintu. Zabini sudah menggeser menutupnya ketika Harry buru-buru menjulurkan kakinya untuk mencegah pintu menutup.
"Kenapa sih pintu ini"" kata Zabini berang sambil berkali-ka
li membenturkan pintu geser itu ke kaki Harry.
Harry menyambar pintu dan mendorongnya terbuka, keras; Zabini, yang masih memegang erat pegangan pintu, terjatuh menyamping di pangkuan Gregory Goyle dan dalam kericuhan yang menyusul, Harry melesat masuk ke dalam kompartemen, melompat ke tempat duduk Zabini yang sementara masih kosong, dan naik ke atas rak bagasi. Untunglah Goyle dan Zabini saling bentak, membuat semua mata terarah kepada mereka, karena Harry yakin kaki dan pergelangan kakinya tampak ketika Jubah-nya melambai. Malah, sesaat Harry ngeri ketika dia mengira dia melihat mata Malfoy mengikuti sepatunya yang melayang menghilang dari pandangan; namun kemudian Geoyle membanting pintu menutup dan melemparkan Zabini dari pangkuannya. Zabini terpuruk di atas tempat duduknya sendiri, tampak bingung. Vincent Crabbe kembali membaca komiknya, dan Malfoy, terkekeh, kembali berbaring di atas dua tempat duduk dengan kepala di atas pangkuan Pansy Parkinson. Harry berbaring meringkuk tak nyaman di bawah Jubah-nya untuk memastikan setiap senti tubuhnya tersembunyi dan mengawasi Pansy menyibak rambut pirang licin Malfoy dari dahinya, seraya menyeringai, seakan siapa pun ingin berada di tempatnya. Lentera-lentera yang berayun dari langit-langit gerbong memancarkan cahaya terang, menyinari pemandangan dalam kompartemen. Harry bisa membaca 3emua kata dalam komik Crabbe yang persis di bawahnya.
"Jadi, Zabini," kata Malfoy, "apa yang diinginkan Slughorn""
"Cuma berusaha beramah-tamah dengan orang-orang yang mempunyai koneksi bagus," kata Zabini, yang masih mendelik kepada Goyle. "Tidak berhasil mendapatkan banyak sih."
Informasi ini tampaknya tidak menyenangkan Malfoy.
"Siapa lagi yang dia undang"" tuntutnya.
"Mc-Laggen dari Gryffindor," kata Zabini.
"Oh yeah, pamannya orang penting di Kementerian," kata Malfoy.
". anak bernama Belby dari Ravenclaw"
"Masa dia, dia kan bego!" kata Pansy.
"dan Longbottom, Potter, dan cewek Weasley itu," Zabini mengakhiri informasinya.
Malfoy duduk mendadak, menyingkirkan tangan Pansy.
"Dia mengundang Longbottom""
"Yah, mestinya demikian, karena Longbottom ada di sana," kata Zabini tak acuh.
"Apa yang dipunyai Longbottom sampai Slughorn tertarik""
Zabini mengangkat bahu. "Potter, Potter yang berharga, jelas dia ingin melihat 'Sang Terpilih'," seringai Malfoy, "tapi si cewek Weasley! Apa istimewanya dia""
"Banyak cowok yang suka padanya," kata Pansy, mengerling Malfoy dari sudut matanya untuk melihat reaksinya. "Bahkan kau juga menganggap dia cantik, kan, Blaise, dan kami semua tahu seleramu tinggi!"
"Aku tak akan sudi menyentuh pengkhianat berdarah kotor macam dia, seperti apa pun tampangnya," kata Zabini dingin, dan Pansy tampak puas. Malfoy berbaring lagi di pangkuannya dan mengizinkannya melanjutkan membelai rambutnya.
"Yah, aku kasihan pada Slughorn, seleranya rendah begitu. Mungkin dia sudah pikun. Sayang, ayahku selalu bilang dia dulu penyihir yang hebat. Ayahku dulu favoritnya juga. Slughorn barangkali tidak mendengar aku ada di kereta, kalau
tidak ." "Jangan mengharap undangannya," kata Zabini. "Dia menanyaiku soal ayah Nott waktu aku baru tiba. Mereka dulu berteman, rupanya, tapi ketika mendengar ayah Nott tertangkap di Kementerian, dia tidak tampak senang, dan Nott tidak mendapat undangan, kan" Kurasa Slughorn tidak tertarik pada Pelahap Maut."
Malfoy tampak murka, tapi memaksakan mengeluarkan tawa garing.
"Yah, siapa yang peduli dia tertarik pada apa" Siapa sih dia, coba" Cuma guru goblok." Malfoy menguap dengan sok. "Maksudku, aku mungkin malah sudah tidak di Hogwarts tahun depan, apa peduliku kalau ada guru tua gemuk suka padaku atau tidak""
"Apa maksudmu, kau mungkin sudah tidak di Hogwarts tahun depan"" tanya Pansy mendongkol, langsung berhenti membelai Malfoy.
"Yah, siapa tahu," kata Malfoy, tersenyum samar. "Aku mungkin sudah er menangani hal-hal lebih besar dan hebat."
Meringkuk di atas rak bagasi di bawah Jubah-nya, jantung Harry mulai berdebar keras. Apa yang akan dikatakan Ron dan Hermione tentang ini" Crabbe dan Goyle melongo memandang Malfoy, rupanya mereka sama sekali tak tahu
soal rencana menangani hal-hal lebih besar dan hebat. Bahkan wajah angkuh Zabini kini dihiasi rasa ingin tahu. Pansy meneruskan membelai pelan rambut Malfoy, tampak takjub.
"Maksudmu Dia""
Malfoy mengangkat bahu. "Ibu menginginkan aku menyelesaikan sekolahku, tapi aku sendiri, aku tidak menganggap itu begitu perlu sekarang ini. Maksudku, coba pikirkan ... kalau Pangeran Kegelapan berkuasa, apakah dia akan peduli berapa OWL atau NEWT yang kita dapat" Tentu saja tidak ... yang penting jenis
pelayanan seperti apa yang dia terima, tingkat kesetiaan yang ditunjukkan kepadanya."
"Dan kaupikir kau bisa melakukan sesuatu untuknya"" tanya Zabini pedas. "Enam belas tahun dan bahkan belum berkualifikasi""
"Bukankah baru kubilang" Barangkali dia tidak peduli apakah aku berkualifikasi atau tidak. Barangkali pekerjaan yang dia ingin kukerjakan bukan sesuatu yang memerlukan kualifikasi," kata Malfoy pelan.
Crabbe dan Goyle dua-duanya duduk dengan mulut ternganga seperti gargoyle. Pansy memandang Malfoy seakan belum pernah melihat sesuatu yang memesonakan seperti itu.
"Hogwarts sudah kelihatan," kata Malfoy, kentara benar menikmati efek yang ditimbulkannya ketika dia menunjuk ke luar jendela yang gelap. "Lebih baik kita pakai jubah kita."
Harry terlalu sibuk mengawasi Malfoy, dia tidak melihat Goyle mengambil kopernya; ketika dia mengayunkannya ke bawah, koper itu menghantam keras sisi kepala Harry. Harry mengeluarkan jerit kesakitan tertahan dan Malfoy mendongak, mengernyit memandang rak bagasi.
Harry tidak takut kepada Malfoy, namun dia tak ingin ketahuan sedang bersembunyi di bawah Jubah Gaib-nya oleh serombongan anak Slytherin yang tidak ramah. Dengan mata masih berair dan kepala masih berdenyut, dia mencabut tongkat sihirnya, berhati-hati agar Jubah tidak tertarik, dan menunggu, dengan napas tertahan. Betapa leganya dia, Malfoy tampaknya memutuskan dia hanya membayangkan suara itu. Dia memakai jubahnya seperti yang lain, menggembok kopernya dan, selagi kereta bertambah pelan seperti merayap, mengancingkan mantel bepergian baru yang tebal di sekeliling lehernya.
Harry bisa melihat koridor-koridor dipenuhi anak-anak lagi dan berharap Hermione dan Ron akan membawakan barangbarangnya ke peron. Dia terpaksa harus bertahan di tempatnya sampai kompartemen ini kosong. Akhirnya, dengan sentakan terakhir, kereta berhenti total. Goyle membuka pintu dan keluar menyeruak di antara rombongan anak-anak kelas dua, meninju mereka agar minggir. Crabbe dan Zabini mengikuti.
"Kau keluar dulu," Malfoy berkata kepada Pansy, yang menunggunya dengan tangan terjulur, seakan berharap Malfoy akan menggandengnya. "Aku mau mengecek sesuatu."
Pansy pergi. Sekarang Harry dan Malfoy hanya berdua dalam kompartemen. Orang-orang lewat, turun ke peron yang gelap. Malfoy bergerak ke pintu kompartemen dan menurunkan gordennya, sehingga orang-orang di koridor tidak bisa mengintip ke dalam. pia kemudian membungkuk di atas kopernya dan membukanya lagi.
Harry mengintip dari tepi rak bagasi, jantungnya berdebar sedikit lebih cepat. Apa yang ingin disembunyikan Malfoy dari Pansy" Apakah dia akan segera melihat barang rusak misterius yang sangat penting untuk diperbaiki"
"Petrificus Totalus!"
Tanpa diduga Malfoy mengacungkan tongkat sihirnya kepada Harry, yang langsung lumpuh. Seperti dalam gerakan pelan, dia terjungkal dari rak bagasi dan jatuh, dengan debam keras menyakitkan, di kaki Malfoy, Jubah Gaib terperangkap di bawahnya, seluruh tubuhnya kelihatan dengan kaki masih terlipat canggung dalam posisi meringkuk berlutut. Dia tak bisa menggerakkan satu otot pun dia hanya bisa memandang Malfoy, yang tersenyum lebar.
"Sudah kuduga," katanya girang. "Kudengar koper Goyle menghantammu. Dan kupikir aku melihat ada sesuatu yang putih melesat di udara setelah Zabini kembali ... " Matanya sejenak memandang sepatu Harry. "Rupanya kau yang memblok pintu waktu Zabini masuk"
Dia memandang Harry beberapa saat
"Kau tidak mendengar sesuatu yang penting, Potter. Tapi mumpung kau di sini ... "
Dan dia menginjak, kuat-kuat, wajah Harry. Harry merasa tulang hidungnya patah, darah muncrat
ke mana-mana. "Itu dari ayahku. Sekarang, kita lihat ..."
Malfoy menarik Jubah dari bawah tubuh Harry yang tak bergerak dan mengerudungkannya di atasnya.
"Kukira mereka tak akan menemukanmu sampai kereta sudah tiba kembali di London," katanya pelan. "Sampai ketemu lagi, Potter ... atau tidak."
Dan dengan sengaja menginjak jari-jari tangan Harry, Malfoy meninggalkan kompartemen.
08. KEMENANGAN SNAPE Harry tak bisa menggerakkan satu otot pun. dia tergeletak di bawah Jubah Gaibnya, merasakan darah dari hidungnya mengalir, panas,basah,di atas wajahnya, mendengarkan suara-suara dan langkah-langkah kaki di koridor. Dia langsung berpikir pasti akan ada orang yang mengecek kompartemen-kompartemen sebelum kereta berangkat lagi. Namun dia segera patah semangat menyadari bahwa,sekalipun ada yang melongok ke dalam kompartemen,orang itu tak akan melihat maupun mendengarnya. Harapan satu-satunya hanyalah ada orang yang akan masuk dan menginjaknya.
Belum pernah Harry membenci Malfoy sebesar saat itu, ketika dia tergeletak seperti kura-kura yang terbalik tak berdaya, darah menetes amis ke dalam mulutnya yang
terbuka. Sungguh konyol membuat dirinya berada dalam situasi semacam ini ... dan sekarang sisa langkah-langkah terakhir sudah semakin menjauh,semua orang sudah berjalan di sepanjang peron yang gelap di luar. Harry bisa mendengar seretan koper dan celoteh anak-anak.
Ron dan Hermione akan menyangka dia sudah turun dari kereta tanpa menunggu mereka. Saat mereka tiba di Hogwarts dan duduk di tempat mereka di Aula Besar, mencari-cari di sepanjang meja Gryffindor beberapa kali dan akhirnya menyadari bahwa dia tidak ada, Harry tidak diragukan lagi, sudah setengah perjalanan menuju London.
Dia berusaha membuat suara, bahkan cuma dengkur, namun tak berhasil. Kemudian dia ingat bahwa beberapa penyihir, seperti Dumbledore, bisa melakukan mantra tanpa bicara, maka dia berusaha memanggil tongkat sihirnya yang telah terlempar dari tangannya, dengan mengucapkan Accio tongkat! berulang-ulang dalam benaknya, namun tak terjadi apa-apa.
Rasanya dia bisa mendengar gemerisik pepohonan yang mengelilingi danau, dan bunyi uhu burung hantu di kejauhan, namun tak ada tanda-tanda sedang diadakan pencarian, atau bahkan (dia merasa agak mengharapkan ini) suara-suara panik mempertanyakan kemana perginya Harry Potter. Perasaan tak berdaya menjalarinya ketika dia membayangkan konvoi kereta yang ditarik oleh Thestral bergerak menuju sekolah dan gelak tawa yang terdengar dari kereta yang dinaiki Malfoy. Di dalam kereta itu tentu Malfoy akan menceritakan serangannya terhadap Harry kepada teman-teman Slytherin-nya.
Kereta menyentak, menyebabkan Harry berguling dan berbaring di sisi tubuhnya. Sekarang dia memandang bagian bawah tempat duduk yang berdebu alih-alih langit. Hogwarts Express sudah akan berangkat lagi dan tak seorang pun tahu dia masih di atasnya ...
Kemudian dia merasa Jubah Gaib-nya melayang dari atas tubuhnya dan suara di atasnya berkata, "Hai, Harry."
Ada kilatan cahaya merah dan tubuh Harry bebas dari kebekuan. Dia bisa mendorong dirinya ke posisi duduk yang lebih bernartabat, buru-buru mengusap darah dari wajahnya yang lebam dan punggung tangannya, dan mengangkat wajah memandang Tonks, yang memegangi Jubah Gaib yang baru ditariknya.
"Kita sebaiknya turun, cepat-cepat," kata Tonkz, ketika jendela-jendela kereta mulai suram terkena asap dan kereta mulai bergerak meninggalkan stasiun. "Ayo kita lompat."
Harry bergegas mengikutinya ke koridor. Tonks membuka pintu kereta dan melompat ke peron, yang rasanya meluncur di bawah mereka sementara kereta semakin cepat. Harry mengikutinya, terhuyung sedikit ketika mendarat, kemudian menegakkan diri, dan masih sempat melihat kereta uap yang merah berkilat itu meluncur, membelok di sudut, dan menghilang dari pandangan.
Angin malam yang dingin terasa nyaman bagi hidungnya yang berdenyut. Tonks mengamatinya. Harry merasa marah dan malu ditemukan dalam posisi yang begitu konyol. Tanpa bicara, Tonks mengulurkan Jubah Gaib-nya.
"Siapa yang melakukannya""
"Draco Malfoy," kata Harry getir. "Terima kasih atas ... yah
" "Kembali," kata Tonks, tanpa tersenyum. Yang bisa terlihat Harry dalam gelap, Tonks masih berambut sama kusam dan wajahnya sama merananya seperti ketika Harry bertemu dengannya di The Burrow. "Aku bisa membetulkan hidungmu kalau kau berdiri diam."
Harry tidak begitu suka ide ini. Dia bermaksud mendatangi Madam Pomfrey, matron rumah sakit, yang Mantra
Penyembuh-nya sedikit lebih dia percayai, namun rasanya tidak sopan mengatakan ini, maka dia berdiri diam dan memejamkan mata.
"Episkey," kata Tonks.
Hidung Harry terasa sangat panas, kemudian sangat dingin. Harry mengangkat tangannya dan meraba hidungnya dengan hati-hati sekali. Kelihatannya sudah betul.
"Terima kasih banyak!"
"Sebaiknya kaupakai lagi Jubah-mu, dan kita bisa berjalan ke sekolah," kata Tonks, masih tanpa senyum. Sementara Harry mengerudungkan Jubah-nya ke tubuhnya, Tonks melambaikan tongkat sihirnya. Sesosok makhluk besar berkaki-empat muncul dari tongkat itu dan melesat ke dalam kegelapan.
"Apakah itu Patronus"" tanya Harry, yang pernah melihat Dumbledore mengirim pesan seperti itu.
"Ya, aku mengirim kabar ke sekolah bahwa aku sudah menemukanmu, kalau tidak mereka akan cemas. Ayo, lebih baik kita jangan membuang-buang waktu."
Mereka beranjak ke jalan yang menuju sekolah.
"Bagaimana kau menemukanku""
"Kuperhatikan kau tidak turun dari kereta dan aku tahu kau membawa Jubah-mu. Kupikir kau mungkin bersembunyi karena alasan tertentu. Ketika kulihat gorden kompartemen itu tertutup, kupikir sebaiknya aku mengeceknya.
"Tapi apa yang kau lakukan di sini sebetulnya"" Harry bertanya.
"aku ditempatkan di Hogsmeade sekarang, untuk memberi perlindungan ekstra bagi sekolah," kata Tonks.
"Hanya kau yang ditempatkan di sini, atau --""
"Tidak, Proudfoot, Savage, dan Dwalish juga di sini." "Dawlish, Auror yang diserang Dumbledore tahun lalu""
"Betul." Mereka berjalan dengan susah payah sepanjang jalan yang gelap dan kosong, mengikuti jejak kereta. Harry mengerling Tonks dari bawah Jubah-nya. Tahun lalu Tonks sangat ingin tahu (sampai kadang-kadang agak menyebalkan); dia mudah tertawa, dia bergurau. Sekarang Tonks tampak lebih tua dan jauh lebih serius dan punya niat. Apakah ini dampak atas apa yang terjadi di Kementrian" Harry membayangkan dengan tak nyaman bahwa Hernione pasti akan menyarankan dia mengatakan sesuatu yang menghibur tentang Sirius kepada Tonks, bahwa kejadian itu sama sekali bukan salahnya, namun Harry tak sanggup melakukannya. Dia sama sekali tak menyalahkan Tonks atas kematian Sirius; bukan salah Tonks ataupun orang lain (Harry sendiri lebih pantas disalahkan), tetapi dia tak suka bicara tentang Sirius kalau bisa menghindarinya. Maka mereka berjalan menembus dinginnya malam dalam kesunyian, mantel panjang Tonks berkeresek di tanah di belakang mereka.
Selalu ke sana naik kereta, Harry tak pernah menyadari betapa jauhnya Hogwarts dari Stasiun Hogsmeade. Lega sekali dia akhirnya melihat pilar tinggi di kanan-kiri gerbang, yang pada masing-masing puncaknya bertengger babi hutan liar bersayap. Harry kedinginan, lapar, dan sudah ingin meninggalkan Tonks baru yang muram ini. Namun ketika dia mengulurkan tangan untuk membuka gerbang, ternyata gerbang dirantai.
"Alohomora!" katanya mantap, seraya mengacungkan tongkat sihirnya ke gembok, namun tak terjadi apa-apa.
"Mantra itu tidak bisa digunakan untuk ini," kata Tonks. "Dumbledore sendiri yang memantrainya."
Harry memandang ke sekitarnya.
"Aku bisa memanjat tembok," dia mengusulkan.
"Tidak bisa," kata Tonks datar. "Semua tembok dipasangi Mantra Penolak Gangguan. Keamanan ditingkatkan seratus kali lipat musim panas ini."
"Yah, kalau begitu," kata Harry, mulai merasa jengkel pada Tonks yang tidak membantu sama sekali, "Kurasa aku harus tidur di sini dan menunggu pagi datang."
"Ada yang datang menjemputmu," kata Tonks. "Lihat."
Ada lentera terayun di kaki kastil di kejauhan. Saking senangnya melihat lentera itu, Harry merasa dia bahkan bisa menanggung kritik serak Filch dan omelannya tentang bagaimana kedisiplinannya soal waktu akan membaik kalau secara teratur dia dikenai siksaan-ibu jari. Ketika cahaya kuning yang
berpendar itu berjarak kira-kira tiga meter dari mereka, dan Harry sudah melepas Jubah Gaib-nya supaya dia bisa terlihat, barulah dia mengenali, dengan kebencian yang lansung menjalari tubuhnya, hidung bengkok mencuat dan rambut hitam panjang berminyak Severus Snape.
"Wah, wah, wah," cemooh Snape, sembari mencabut tongkat sihir dan mengetuk gembok, sehingga rantainya meluncur mundur dan gerbang berderit membuka. "Baik sekali kau mau muncul, Potter, meskipun jelas sekali kau sudah memutuskan bahwa memakai jubah seragam sekolah akan mengurangi kekerenanmu."
"Saya tak bisa berganti pakaian, koper saya tak -- " Harry mau menjelaskan, namun Snape memotongnya.
"Tak perlu menunggu, Nymphadora. Potter cukup - ah -aman di tanganku."
"Pesanku kumaksudkan untuk diterima Hagrid," kata Tonks mengernyit.
"Hagrid terlambat datang untuk pesta awal tahun ajaran, sama seperti Potter ini, jadi aku yang menerimanya. Dan
kebetulan," kata Snape, mundur supaya Harry bisa lewat, "Aku tertarik melihat Patronus barumu."
Snape menutup gerbang dengan dentang keras di depan hidung Tonks dan mengetuk rantainya dengan tongkat sihirnya lagi, sehingga rantai itu meluncur, kembali ke tempatnya semula.
"Menurutku Patronus lamamu lebih bagus," kata Snape, kebencian dalam suaranya kentara sekali, "Yang baru ini kelihatannya lemah."
Selagi Snape berbalik mengayunkan lenteranya, Harry melihat, sekilas, kekagetan dan kemarahan di wajah Tonks. Kemudian dia hilang ditelan kegelapan.
"Selamat malam," Harry menoleh dan berteriak, ketika dia memulai perjalanannya menuju kastil dengan Snape. "Terima kasih atas ... segalanya."
"Sampai ketemu lagi, Harry."
Snape tidak bicara selama kira-kira satu menit. Harry merasa seakan tubuhnya memancarkan gelombang kebencian yang sangat kuat sehingga tidak masuk akal rasanya Snape tidak merasakannya membakar tubunya. Harry sudah membenci Snape sejak pertemuan pertama mereka, namun Snape telah membuat dirinya untuk selamanya tak mungkin dimaafkan Harry karena sikapnya terhadap Sirius. Apa pun yang dikatakan Dumbledore, Harry punya banyak waktu untuk merenungkannya selama musim panas, dan dia menyimpulkan bahwa sindiran-sindiran Snape kepada Sirius tentang Sirius yang tetap aman bersembunyi sementara anggota Orde Phoenix yang lain memerangi Voldemort, barangkali menjadi pemicu utama Sirius bergegas ke Kementrian pada malam dia meninggal itu. Harry berpegang teguh pada gagasan ini, karena pendapat ini membuatnya bisa menyalahkan Snape, yang membuatnya merasa puas, dan juga karena dia tahu kalau ada yang tidak menyesal Sirius meninggal, orang yang
sekarang berjalan di sebelahnya dalam kegelapan inilah orangnya.
"Potong lima puluh angka dari Gryffindor karena telat, kurasa," kata Snape. "Dan, sebentar kupikirkan, potongan tambahan dua puluh karena berpakaian Muggle. Tahukah kau, rasanya belum ada asrama yang dikurangi angkanya seawal ini dalam tahun ajaran -- kita bahkan belum makan puding. Kau memecahkan rekor, Potter."
Kemarahan dan kebencian yang bergolak di dalam diri Harry berkobar hebat, namun bagi Harry lebih baik dia tidak bisa bergerak terkirim ke London daripada memberitahu Snape kenapa dia terlambat.
"Kurasa kau mau muncul secara hebat, ya"" Snape melanjutkan. "Dan tanpa adanya mobil terbang, kau memutuskan muncul di Aula Besar ketika acara makan sudah setengah jalan bisa menghasilkan efek dramatis."
Masih saja Harry diam, kendati rasanya dadanya sudah hampir meledak. Dia tahu Snape menjemputnya untuk ini, untuk mendapatkan waktu beberapa menit ketika dia bisa memaki dan menyiksa Harry tanpa ada yang mendengarkan.
Mereka akhirnya tiba di undakan kastil dan ketika pintu depan yang besar dan terbuat dari kayu ek mengayun membuka ke Aula Depan yang luas berlantai batu, serbuan celoteh dan tawa dan denting piring dan gelas menyambut mereka dari pintu-pintu yang terbuka menuju ke Aula Besar. Harry membatin, apakah dia bisa diam-diam memakai Jubah Gaib-nya lagi, sehingga bisa tiba di tempat duduknya di meja panjang Gryffindor (yang sayangnya terletak paling jauh dari Aula Depan) tanpa dilihat orang.
Seakan bisa membaca pikiran
Harry, Snape berkata, "Dilarang pakai Jubah. Masuk saja berjalan biasa supaya semua orang bisa melihatmu, kan itu yang kau inginkan, aku yakin."
Harry langsung berputar dan berjalan memasuki pintu yang terbuka; apa saja adalah bisa kabur dari Snape. Aula Besar, dengan empat meja panjang asrama dan meja guru di ujung ruangan, seperti biasa didekorasi dengan lilin-lilin menyala yang membuat piring-piring di bawahnya berkilau gemerlap. Namun semuanya hanya seperti bayangan cahaya yang kabur bagi Harry, yang berjalan cepat sekali sehingga dia sudah melewati meja Hufflepuff sebelum anak-anak mulai memandangnya, dan ketika mereka berdiri agar bisa melihatnya lebih jelas, Harry sudah melihat Ron dan Hermione, bergegas melewati bangku-bangku menuju mereka dan menyelinap duduk diantara mereka.
"Darimana kau -- astaga, kau apakan mukamu"" kata Ron, terbelalak menatapnya bersama anak-anak lain di dekatnya.
"Kenapa memangnya"" kata Harry, menyambar sendok dan menyipitkan mata mengawasi bayangannya yang terdistorsi.
"Kau berlumuran darah!" kata Hermione. "Sini --"
Hermione mengangkat tongkat sihirnya, berkata, "Tergeo!" dan menyedot darah kering di wajah Harry. "Trims," kata Harry, meraba wajahnya yang sekarang bersih. "Bagaimana kelihatannya hidungku""
"Normal," kata Hermione cemas. "Kenapa tidak" Harry, apa yang terjadi" Kami dari tadi ngeri!"
"Nanti saja kuberitahu kalian," kata Harry pendek. Dia sadar sekali bahwa Ginny, Neville, Dean, dan Seamus mendengarkan; bahkan Nick si Kepala-Nyaris-Putus, hantu Gryffindor, telah melayang di atas bangku-bangku untuk mencuri dengar.
"Tapi -- " "Tidak sekarang, Hermione," kata Harry, dengan suara memperingatkan. Dia sangat berharap mereka semua mengasumsikan dia terlibat sesuatu yang heroik, lebih baik
kalau melibatkan beberapa Pelahap Maut dan Dementor. Tentu saja Malfoy akan menyebarkan cerita ini seluas mungkin, tetapi selalu ada kemungkinan cerita itu tidak sampai ke banyak telinga Gryffindor.
Melewati Ron, dia menjangkau dua kaki ayam dan segenggam kentang goreng, namun sebelum dia berhasil mengambilnya, makanan itu lenyap, digantikan oleh puding dan kue-kue.
"Kau ketinggalan acara Seleksi," kata Hermione, ketika Ron menyambar sepotong besar kue coklat.
"Tapi mengatakan sesuatu yang menarik"" tanya Harry, mencomot sepotong tar karamel.
"Kurang-lebih sama, sebetulnya ... menasihati kita semua untuk bersatu menghadapi musuh kita, kau tahu."
"Dumbledore menyebut-nyebut Voldemort""
"Belum, tapi dia selalu menyampaikan pidato seriusnya setelah acara makan, kan" Tak lama lagi sekarang."
"Snape bilang Hagrid terlambat datang ke pesta -- " Ron di sela-sela kegiatannya menyuap kue.
"Kebetulan saja bertemu," kata Harry menghindar.
"Hagrid cuma terlambat beberapa menit," kata Hermione. "Lihat, dia melambai kepadamu, Harry."
Harry mendongak memandang meja guru dan nyengir kepada Hagrid, yang memang sedang melambai kepadanya. Hagrid tak pernah berhasil bersikap berwibawa seperti Profesor McGonagall, Kepala Asrama Gryffindor, yang puncak kepalanya mencapai pertengahan antara siku dan bahu Hagrid. Profesor McGonagall duduk di sebelah Hagrid dan tampak tidak menyetujui sambutan antusias ini. Harry heran melihat guru Ramalan, Profesor Trelawney jarang sekali meninggalkan kamar menaranya dan Harry belum pernah
melihatnya dalam pesta awal tahun ajaran. Penampilannya sama eksentriknya seperti biasanya, dengan manik-manik berkelap-kelip dan syal-syal panjang, matanya diperbesar ke ukuran luar biasa oleh kacamatanya. Harry yang selama ini menganggap omongan Profesor Trelawney omong kosong belaka, menjadi shock pada akhir tahun ajaran lalu karena ternyata Profesor Trelawney-lah yang membuat ramalan yang menyebabkan Lord Voldemort membunuh orangtua Harry dan menyerang Harry sendiri. Mengetahui hal ini membuat Harry semakin segan bergaul dengan Profesor Trelawney, namun untungnya tahun ini dia tidak akan ikut pelajaran Ramalan lagi. Mata Profesor Trelawney yang besar seperti lampu mercu suar berputar ke arah Harry; Harry buru-buru menoleh memandang meja Slytherin. Draco Malfoy sedang memeragakan tulang hidung
yang patah, disambut gelak tawa dan tepuk tangan. Harry menunduk memandang kue karamelnya, dibakar kemarahan lagi. Dia rela memberikan apa saja asal bisa berkelahi dengan Malfoy satu lawan satu ...
"Jadi, apa yang diinginkan Profesor Slughorn"" tanya Hermione.
"Mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Kementrian," kata Harry.
"Dia dan semua orang lain yang ada di sini," dengus Hermione. "Orang-orang menginterogasi kami soal itu di kereta, iya kan, Ron""
"Yeah," kata Ron. "Semua ingin tahu apakah kau benar-benar Sang Terpilih -- "
"Ada banyak pembicaraan soal topik itu bahkan di antara para hantu," sela Nick si Kepala-Nyaris-Putus, mencondongkan kepalanya yang nyaris terlepas ke arah Harry, sehingga kepala itu bergoyang mengerikan pada rimpel di sekeliling lehernya. "Aku dianggap ahli-Potter; semua hantu tahu kita bersahabat. Tapi aku sudah memberitahu komunitas hantu aku tidak akan menggerecokimu mencari informasi. 'Harry Potter tahu dia
bisa memercayaiku sepenuhnya,' begitu kataku kepada mereka. 'Lebih baik aku mati daripada mengkhianati kepercayaannya.'"
"Yee itu mah sama saja bohong, kau kan sudah mati," ledek Ron.
"Sekali lagi kau menunjukkan kepekaanmu ibarat kapak tumpul," kata Nick si Kepala-Nyaris-Putus dengan nada terhina, dan dia naik ke udara dan melayang kembali ke ujung meja Gryffindor, tepat ketika Dumbledore bangkit dari kursinya di meja guru. Celotehan dan tawa di sekeliling meja-meja hampir serentak menghilang.
"Selamat menikmati malam yang indah ini!" katanya, tersenyum lebar, lengannya terentang lebar, seolah memeluk seluruh ruangan.
"Tangannya kenapa"" celetuk Hermione kaget.
Hermione bukan satu-satunya yang memperhatikan tangan kanan Dumbledore tampak menghitam dan mati seperti pada malam dia datang menjemput Harry dari rumah keluarga Dursley. Bisik-bisik melanda seluruh ruangan. Dumbledore, menginterpretasinya dengan tepat, hanya tersenyum dan menggoyang lengan bajunya yang berwarna ungu dan keemasan untuk menutupi lukanya.
"Tak ada yang perlu dicemaskan," katanya ringan. "Nah ... kepada murid-murid baru, selamat datang; kepada murid-murid lama, selamat datang kembali! Satu tahun penuh pendidikan sihir menanti kalian ... "
"Tangannya sudah seperti itu waktu aku bertemu dengannya musim panas lalu," Harry berbisik kepada Hermione. "Kupikir dia sekarang sudah menyembuhkannya ... atau Madam Pomfrey yang menyembuhkannya."
"Kelihatannya tangannya mati," kata Hermione, wajahnya seperti orang mual. "Tapi ada luka-luka yang tak bisa
disembuhkan ... kutukan-kutukan lama ... dan ada juga racun yang tak ada penangkalnya ... "
"... dan Mr Filch penjaga sekolah, memintaku untuk menyampaikan, ada larangan bagi barang lelucon apa pun yang dibeli di toko yang bernama Sihir Sakti Weasley.
Mereka yang berminat bermain untuk tim Quidditch asramanya, silahkan mendaftar pada para Kepala Asrama masing-masing seperti biasanya. Kami juga mencari komentator Quidditch baru; para peminat juga silahkan mendaftar ke Kepala Asrama kalian.
"Kami gembira menyambut anggota baru dalam staf guru tahun ini. Profesor Slughorn," Slughorn berdiri, kepalanya yang botak berkilat dalam cahaya lilin, perut besarnya yang tertutup rompi membentuk bayangan di meja di bawahnya, "adalah rekan kerja lamaku yang telah setuju mengajar Ramuan lagi."
"Ramuan"" "Ramuan"" Kata itu bergaung di seluruh ruangan ketika anak-anak bertanya-tanya sendiri apakah yang mereka dengar benar.
"Ramuan"" kata Ron dan Hermione berbarengan, menoleh memandang Harry. "Tapi kau bilang -- "
"Profesor Snape, sementara itu," kata Dumbledore, mengeraskan suaranya sehingga mengatasi dengung gumam, "akan mengambil alih posisi guru Pertahanan terhadap Ilmu
Hitam." "Tidak!" kata Harry, keras sekali sehingga banyak kepala menoleh ke arahnya. Harry tidak peduli; dia memandang meja guru, berang. Bagaimana mungkin Snape diberi tugas mengajar Pertahanan terhadap Ilmu Hitam setelah selama ini ditolak" Bukankah sudah diketahui secara luas bertahun-tahun
bahwa Dumbledore tidak memercayainya untuk mengajar mata pelajaran ini"
"Tapi Harry, kau bilang Slughorn akan mengajar Pertahanan te
rhadap Ilmu Hitam!" kata Hermione.
"Kusangka begitu!" kata Harry, memeras otak untuk mengingat kapan Dumbledore memberitahukan ini kepadanya, tetapi sekarang jika dipikir-pikir lagi, dia tak bisa mengingat Dumbledore pernah memberitahunya mata pelajaran apa yang akan diajarkan Slughorn.
"Snape, yang duduk di sebelah kanan Dumbledore, tidak berdiri mendengar namanya disebut. Dia hanya mengangkat tangan sekadarnya untuk menanggapi aplaus dari meja Slytherin, namun Harry bisa melihat ekspresi kemenangan di wajah yang amat dibencinya.
"Yah, ada satu hal bagus," katanya liar. "Snape akan pergi akhir tahun ajaran ini."
"Apa maksudmu"" tanya Ron.
"Jabatan itu terkutuk. Tak ada yang bertahan lebih dari setahun ... Quirrell malah mati. Aku pribadi mengharapkan kematian lagi."
"Harry!" seru Hermione, shock dan mencela.
"Dia mungkin cuma balik mengajar Ramuan pada akhir tahun ajaran," kata Ron masuk akal. "Si Slughorn itu mungkin tak mau mengajar jangka-panjang. Moody tak mau."
Dumbledore berdeham. Bukan hanya Harry, Ron, dan Hermione yang bicara; seluruh Aula langsung berdengung dengan pembicaraan mendengar kabar bahwa Snape akhirnya berhasil mendapatkan jabatan yang telah lama didambakannya. Tampak tak menyadari sensasi berita yang baru saja disampaikannya, Dumbledore tidak berkata apa-apa lagi soal penunjukkan guru, melainkan menunggu beberapa
detik untuk memastikan suasana sudah hening total sebelum dia melanjutkan.
"Nah, seperti semua anak di Aula ini tahu, Lord Voldemort dan para pengikutnya sekali lagi bebas dan semakin kuat."
Keheningan rasanya menjadi tegang dan geting ketika Dumbledore bicara. Harry mengerling Malfoy. Malfoy tidak senang memandang Dumbledore, melainkan membuat garpunya melayang di udara dengan tongkat sihirnya, seolah menurutnya kata-kata Kepala Sekolah tak layak mendapat perhatiannya.
"Aku tak dapat menekankan dengan cukup kuat betapa bahayanya situasi saat ini, dan kita semua di Hogwarts harus berusaha sekuat kita untuk memastikan kita aman. Kubu pertahanan sihir kastil ini telah diperkuat selama musim panas, kita dilindungi dengan cara-cara baru yang lebih kuat, tetapi kita masih berjaga dengan amat hati-hati supaya jangan sampai terjadi kecerobohan dari pihak murid atau anggota staf guru. Maka aku menganjurkan agar kalian mematuhi peraturan keamanan yang diberlakukan guru-guru kalian, betapapun menjengkelkannya itu bagi kalian-terutama peraturan yang melarang kalian di luar tempat tidur selewat jam yang ditentukan. Aku memohon dengan sangat, seandainya kalian melihat sesuatu yang aneh atau mencurigakan di dalam atau pun di luar kastil, segeralah laporkan pada anggota staf guru. Aku berharap, dalam bersikap, kalian selalu mempertimbangkan keselamatan kalian sendiri dan juga keselamatan yang lain."
Mata biru Dumbledore menyapu murid-muridnya sebelum dia tersenyum sekali lagi.
"Tetapi sekarang, tempat tidur kalian sudah menunggu, sehangat dan senyaman yang kalian harapkan, dan aku tahu prioritas utama kalian adalah beristirahat supaya siap menerima pelajaran esok pagi. Karena itu, mari kita saling mengucapkan selamat tidur. Pip,pip!"
Dengan bunyi derit yang memekakkan telinga seperti biasa, bangku-bangku didorong ke belakang dan beratus-ratus anak mulai meninggalkan Aula Besar, menuju ke asrama. Harry yang sama sekali tak ingin pergi bersamaan dengan anak-anak yang terpesona memandangnya, ataupun berada cukup dekat dengan Malfoy untuk memberinya kesempatan menceritakan kembali kisah penginjakan-hidung, sengaja berlama-lama, berpura-pura mengikat kembali tali sepatunya, membiarkan sebagian besar anak-anak Gryffindor mendahuluinya. hermione sudah melesat lebih dulu untuk melaksanakan tugasnya sebagai prefek, menuntun anak-anak kelas satu, namun Ron tinggal bersama Harry.
"Apa sebetulnya yang terjadi pada hidungmu"" dia bertanya, begitu mereka berada paling belakang dari kerumunan anak yang berdesakan keluar dari Aula, dan di luar jangkauan pendengaran orang lain.
Harry memberitahunya. Bahwa Ron tidak tertawa, itu menunjukkan betapa eratnya persahabatan mereka.
"Aku melihat Malfoy memeragakan sesuatu yang
ada hubungannya dengan hidung," kata Ron sebal.
"Yeah, biar saja," kata Harry getir. "Dengar apa yang dia katakan sebelum dia tahu aku di sana ... "
Harry mengharapkan Ron terkejut mendengar sesumbar Malfoy. Harry menganggap Ron sangat keras kepala, karena ternyata dia tidak terkesan.
"Sudahlah, Harry, dia kan cuma mau sok aksi di depan Parkinson ... tugas macam apa yang akan diberikan Kau-Tahu-Siapa kepadanya""
"Bagaimana kau bisa tahu Voldemort tidak memerlukan orang di Hogwarts" Ini bukan untuk pertama kali-- "
"Jangan sebut-sebut nama itu lagi, Harry," kata suara mencela di belakang mereka. Harry menoleh dan melihat Hagrid menggelengkan kepala.
"Dumbledore menggunakan nama itu," kata Harry keras kepala.
"Yeah, begitulah Dumbledore, kan"" kata Hagrid misterius. "Jadi, kenapa kau terlambat, Harry" Aku khawatir."
"Terhalang di kereta," kata Harry. "Kenapa kau terlambat""
"Aku sama Grawp," kata Hagrid riang. "Lupa waktu. Dia punya rumah baru di gunung sekarang, Dumbledore yang atur-gua besar yang nyaman. Dia jauh lebih bahagia daripada waktu di Hutan. Kami ngobrol seru."
"Sungguh"" kata Harry, berusaha tidak memandang mata Ron. Terakhir kalinya dia bertemu adik Hagrid lain-ayah, raksasa galak dengan bakat mencabut pepohonan sampai ke akar-akarnya, kosa katanya hanya terdiri atas lima kata, dua diantaranya tak bisa diucapkannya dengan benar.
"Oh yeah, dia sudah betul-betul maju," kata Hagrid bangga. "Kalian akan heran. Aku sedang pertimbangkan mau latih dia jadi asistenku."
Ron mendengus keras, namun berhasil menyamarkannya menjadi bersin hebat. Mereka sekarang berdiri di sebelah pintu depan dari kayu ek.
"Sampai ketemu kalian besok pagi, pelajaran pertama habis makan siang. Datanglah lebih awal supaya kau bisa menyapa Buck-maksudku Witherwings!"
Mengangkat tangan dengan ceria sebagai lambaian perpisahan, Hagrid keluar dari pintu depan masuk ke dalam kegelapan.
Harry dan Ron saling pandang. Harry bisa melihat bahwa Ron sedang merasa tertohok, sama seperti dirinya.
"Kau tidak mengambil Pemeliharaan Satwa Gaib, kan"" Ron menggeleng. "Dan kau juga tidak, kan"" Harry juga menggeleng.
"Dan Hermione," kata Ron, "dia juga tidak, kan""
Harry menggeleng lagi. Apa yang akan dikatakan Hagrid saat dia menyadari tiga murid favoritnya tidak mengambil mata pelajarannya, Harry tak ingin memikirkannya.
09. PANGERAN BERDARAH CAMPURAN
Harry dan Ron bertemu Hermione di ruang rekreasi sebelum sarapan esok paginya. Berharap mendapatkan dukungan atas teorinya, Harry tanpa membuang-buang waktu langsung menceritakan kepada Hermione tentang apa yang didengarnya dikatakan Malfoy di Hogwarts Express.
"Tapi jelas dia mau sok pamer di depan Parkinson, kan"" sela Ron buru-buru, sebelum Hermione bisa mengatakan apa-apa.
"Yah," kata Hermione sangsi, "entahlah ... memang sudah bawaan Malfoy membuat dirinya tampak lebih penting daripada sebenarnya ... tapi itu kebohongan besar ... "
"Justru itu," kata Harry, namun dia ta bisa menjabarkan pendapatnya, karena begitu banyak orang berusaha mendengarkan percakapannya, belum lagi yang memandanginya dan berbisik-bisik di balik tangan mereka.
"Tidak sopan menunjuk-nunjuk," bentak Ron pada seorang anak kelas satu yang kecil mungil ketika mereka bergabung dengan antrean yang akan memanjat keluar dari lubang lukisan. Anak laki-laki itu, yang tadi sedang menggumamkan sesuatu tentang Harry di balik tangannya kepada temannya, langsung merah padam dan terguling keluar dari lubang dengan ketakutan. Ron terkikik.
"Aku senang jadi anak kelas enam. Dan kita akan punya waktu bebas tahun ini. Jam-jam pelajaran kosong untuk duduk-duduk santai di sini."
"Waktu itu akan kita perlukan untuk belajar, Ron!" kata Hermione, ketika mereka berjalan sepanjang koridor.
Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Yeah, tapi tidak hari ini;" kata Ron, "hari ini sih jelas hari tidur, menurutku."
"Tunggu!" kata Hermione, menjulurkan lengan dan menahan anak kelas empat yang lewat, yang berusaha menerabas lewat dengan menggenggam erat piringan hijau-limau. "Frisbee Bertaring dilarang, serahkan," perintahnya galak. Anak laki-laki itu memberengut menyerahkan Frisbee-nya yang menggera
m, menunduk mobs lewat bawah lengan Hermione dan berlari menyusul teman-temannya. Ron menunggunya lenyap, lalu menyambar Frisbee itu dari genggaman Hermione.
"Bagus sekali, sudah lama aku kepingin punya ini."
Protes Hermione ditenggelamkan oleh kikik geli. Rupanya Lavender Brown menanggap ucapan Ron sangat lucu. Dia masih tertawa ketika melewati mereka, menoleh mengerling Ron. Ron tampak agak puas.
Langit-langit Aula Besar berwarna biru terang dan di sana-sini dihiasi gumpalan tipis awan, persis seperti petak-petak langit yang tampak dari kaca-kaca jendela yang tinggi. Sambil menyantap bubur dan telur dan daging panggang, Harry dan Ron memberitahu Hermione tentang percakapan dengan
Hagrid yang membuat mereka salah tingkah malam sebelumnya.
"Tapi masa dia mengira kita akan meneruskan Pemeliharaan Satwa Gaib!" kata Hermione, tampak sedih. "Maksudku, kapan salah satu dari kita pernah menunjukkan ... kalian tahu ... antusiasme""
"Itulah," kata Ron, menelan utuh satu telur dadar. "Kita bertigalah yang berusaha paling keras di kelas, karena kita menyukai Hagrid. Tapi dia mengira kita menyukai pelajaran konyol itu. Menurut kalian, apa ada yang meneruskan ke
NEWT"" Harry maupun Hermione tidak menjawab; tak perlu. Mereka tahu betul, tak seorang pun dari angkatan mereka ingin melanjutkan Pemeliharaan Satwa Gaib. Mereka menghindari pandangan Hagrid dan membalas lambaian cerianya dengan setengah-hati ketika Hagrid meninggalkan meja guru sepuluh menit kemudian.
Usai sarapan, mereka tetap tinggal di tempat, menunggu Profesor MacGonagall turun dari meja guru. Pembagian daftar pelajaran lebih rumit daripada biasanya kali ini, karena Profesor McGonagall perlu memastikan lebih dulu bahwa semua anak mencapai nilai OWL yang dituntut untuk bisa melanjutkan dengan NEWT pilihan mereka.
Hermione langsung disetujui meneruskan Mantra, Pertahanan terhadap Ilmu Hitam, Transfigurasi, Herbologi, Arithmancy, Rune Kuno, dan Ramuan, dan tanpa berlama-lama lagi langsung melesat untuk ikut pelajaran pertamanya, Rune Kuno. Neville perlu waktu lebih lama untuk penyortiran. Wajahnya yang bundar tampak cemas ketika Profesor McGonagall menunduk membaca formulir permohonannya dan kemudian mengecek nilai OWL-nya.
"Herbologi, oke," katanya. "Profesor Sprout akan senang melihatmu kembali dengan OWL 'Outstanding'. Dan kau bisa
ikut Pertahanan terhadap Ilmu Hitam dengan 'Exceeds Expectations'. Tetapi yang jadi masalah Transfigurasi. Maaf, Longbottom, tapi. 'Acceptable' tidak cukup baik untuk melanjutkan ke tingkat NEWT Menurutku kau tak akan sanggup mengerjakan tugas-tugasnya."
Neville menundukkan kepalanya. Profesor McGonagall menatapnya dari balik kacamata perseginya.
"Tapi kenapa kau mau melanjutkan Transfigurasi" Aku tak pernah mendapat kesan kau menyukainya."
Neville tampak merana dan menggumamkan "Nenek yang mau".
"Humph," dengus Profesor McGonagall. "Sudah waktunya nenekmu belajar bangga akan cucu yang dimilikinya, daripada cucu yang menurutnya seharusnya dimilikinya terutama setelah apa yang terjadi di Kementerian."
Neville menjadi merah padam dan mengerjap bingung. Profesor McGonagall tak pernah memujinya sebelum ini.
"Sori, Longbottom, aku tak bisa mengizinkan kau ikut kelas NEWT-ku. Tapi kulihat kau mendapat 'Exceeds Expectations' untuk Mantra-kenapa tidak mencoba NEWT Mantra""
"Nenek saya menganggap Mantra kurang oke," gumam Neville.
"Ambil Mantra," saran Profesor McGonagall, "dan aku akan menulis kepada Augusta, mengingatkannya bahwa hanya karena dia tidak lulus OWL Mantra, tidak berarti pelajaran ini tidak berguna." Tersenyum samar melihat ketidakpercayaan dan kegembiraan di wajah Neville, Profesor McGonagall mengetuk daftar pelajaran kosong dengan ujung tongkat sihirnya dan menyerahkan daftar yang sekarang sudah berisi rincian pelajaran barunya, kepada Neville.
Berikutnya Profesor McGonagall menoleh ke Parvati Patil, yang pertanyaan pertamanya adalah apakah Firenze, si centaurus tampan, masih mengajar Ramalan.
"Dia dan Profesor Trelawney berbagi kelas tahun ini," kata Profesor McGonagall, ada nada mencela dalam suaranya, sudah rahasia umum bahwa di
a memandang rendah pelajaran enam diajar oleh Profesor Trelawnes.
Parvati berangkat ke kelas Ramalannya lima menit kemudian, tampak agak kecewa.
"Nah, Potter, Potter ..." kata Profesor McGonagall, mengecek catatannya seraya menoleh ke Harry. "Mantra, Pertahanan terhadap Ilmu Hitam, Herbologi, Transfigurasi ... semua oke. Harus kukatakan, aku senang melihat nilai Transfigurasi-mu, Potter, sangat senang. Lho, kenapa kau tidak meneruskan Ramuan" Bukankah kau bercita-cita menjadi Auror""
"Betul, tetapi Anda memberitahu saya, nilai OWL saya harus 'Outstanding', Profesor."
"Memang, kalau Profesor Snape yang mengajar. Tapi profesor Slughorn dengan senang hati menerima murid-murid NEWT dengan nilai OWL 'Exceeds Expectations'. Kau mau melanjutkan Ramuan""
"Mau," kata Harry, "tetapi saya tidak membeli buku atau bahan atau apa pun"
"Aku yakin Profesor Slughorn bisa meminjamkannya kepadamu," kata Profesor McGonagall. "Baiklah, Potter, ini daftar pelajaranmu. Oh ya dua puluh calon sudah mendaftarkan nama mereka untuk masuk tim Quidditch. Akan kuserahkan daftarnya kepadamu pada waktunya dan kau bisa mengatur waktu uji cobanya dalam waktu senggangmu."
Beberapa menit kemudian, Ron disetujui mengambil mata pelajaran yang sama dengan Harry, dan keduanya meninggalkan meja bersama-sama.
"Lihat," kata Ron senang, memandang daftar pelajarannya, "kita tak ada pelajaran sekarang... dan kosong lagi sehabis istirahat ... dan kosong lagi sehabis makan siang ... asyik
banget!" Mereka kembali ke ruang rekreasi, yang kosong, hanya ada selusin anak kelas tujuh, termasuk Kzatie Bell, satu-satunya yang tersisa dari anggota orisinal tim Quidditch Gryffindor saat Harry pertama kali bergabung waktu dia kelas satu.
"Sudah kuduga kau akan mendapatkan itu," seru Katie, menunjuk lencana Kapten di dada Harry. "Beri tahu aku kapan uji cobanya!"
"Jangan bego," kata Harry, "kau tak perlu ikut uji coba, aku sudah melihatmu bermain selama lima tahun ... "
"Kau tak boleh mulai dengan begitu," kata Katie memperingatkan. "Siapa tahu, di luar sana ada yang jauh lebih hebat dariku. Sudah ada tim-tim bagus yang hancur karena kapten mereka tetap saja memasang muka-muka lama, atau memasukkan teman-teman mereka ... "
Ron tampak agak salah tingkah dan mulai memainkan Frisbee Bertaring yang disita Hermione dari anak kelas empat. Frisbee itu meluncur mengitari ruang rekreasi, menggeram dan setiap kali mencoba menggigit permadani hias. Mata kuning Crookshanks mengikutinya dan kucing itu mendesis ketika Frisbee itu terbang terlalu dekat dengannya.
Satu jam kemudian dengan enggan mereka meninggalkan ruang rekreasi yang bermandi cahaya matahari menuju ke kelas Pertahanan terhadap Ilmu Hitam empat lantai di bawahnya. Hermione sudah antre di depan kelas, memeluk setumpuk buku berat dan tampak terbebani.
"Banyak sekali PR Rune-nya," katanya cemas, ketika Ron dan Harry bergabung dengannya. "Esai sepanjang empat puluh senti, dua terjemahan, dan semua ini harus sudah selesai dibaca Rabu!"
"Sayang sekali," kuap Ron.
"Tunggu saja giliranmu," balas Hermione sebal. "Pasti Snape memberi kita banyak pekerjaan."
Pintu ruang kelas terbuka ketika dia berkata begitu dan Snape melangkah ke koridor, wajah kurusnya seperti biasa dibingkai dua tirai rambut hitam berminyak. Antrean langsung sunyi senyap.
"Masuk," kata Snape.
Harry memandang ke sekeliling ruangan ketika berjalan masuk. Pengaruh kepribadian Snape sudah langsung terasa; ruangan itu lebih suram daripada biasanya karena gorden-gorden jendela ditutup, dan ruangan diterangi cahaya lilin. Gambar-gambar baru menghiasi dinding, banyak di antaranya memperlihatkan orang-orang yang kelihatannya sedang kesakitan, ada yang dengan luka-luka mengerikan atau bagian-bagian tubuh berubah bentuk menjadi aneh-aneh. Tak ada yang bicara ketika mereka duduk, memandang gambar-gambar menyeramkan itu.
"Aku belum menyuruh kalian mengeluarkan buku," kata Snape, menutup pintu dan bergerak untuk menghadapi kelasnya dari belakang mejanya. Hermione buru-buru menjatuhkan kembali bukunya Menghadapi Musuh Tak Berwajah ke dalam tasnya dan mendorongnya ke bawah kursinya.
"Aku mau bicara kepada kalian dan menginginkan perhatian penuh kalian."
Matanya yang hitam menjelajah wajah-wajah mereka, berhenti sepersekian detik lebih lama di wajah Harry dibanding di wajah-wajah lain.
"Kalian sudah diajar lima guru untuk pelajaran ini sejauh ini, kalau aku tak salah."
Kalau kau tak salah ... padahal kau mengawasi mereka datang dan pergi, Snape, berharap berikutnya giliranmu, Harry membatin berang.
"Tentu saja, guru-guru ini semua punya metode dan prioritas sendiri-sendiri. Mempertimbangkan kekacauan ini, aku heran begitu banyak dari kalian bisa lulus OWL dalam pelajaran ini. Aku akan lebih heran lagi jika kalian berhasil melaksanakan tugas-tugas NEWT, yang akan jauh lebih sulit."
Snape berjalan ke pinggir ruangan, sekarang bicara dengan suara lebih pelan. Murid-muridnya menjulurkan leher agar masih bisa melihatnya.
"Ilmu Hitam," kata Snape, "banyak jenisnya, bervariasi, selalu-berubah, dan abadi. Melawannya seperti melawan monster berkepala banyak, yang, setiap kali satu leher berhasil dipotong, akan muncul kepala baru yang lebih ganas dan lebih pintar daripada sebelumnya. Kalian melawan sesuatu yang tidak pasti, bermutasi, dan tak terkalahkan."
Harry memandang Snape. Memang layak menghargai Ilmu Hitam sebagai musuh yang berbahaya, tapi kan aneh kalau membicarakannya seperti yang dilakukan Snape, dengan belaian kasih dalam suaranya".
"Pertahanan kalian," kata Snape, sedikit lebih keras, "dengan demikian harus sama fleksibel dan inventifnya dengan Ilmu yang akan kalian lawan. Gambar-gambar ini," dia menunjuk beberapa gambar yang dilewatinya, "memberi gambaran yang cukup mewakili akan apa yang terjadi kepada mereka yang menderita terkena, misalnya, Kutukan Cruciatus" (dia melambaikan tangan ke arah gambar seorang penyihir wanita yang nyata-nyata sedang menjerit kesakitan) "merasakan Kecupan Dementor" (seorang penyihir pria dengan mata-hampa terpuruk meringkuk menyandar ke
dinding) "atau memprovokasi agresi Inferius" (gundukan berlumuran darah di tanah).
"Apakah sudah ada Inferius yang terlihat"" tanya Parvati Patil dengan suara melengking tinggi. "Jadi sudah pasti, dia menggunakan mereka"
"Pangeran Kegelapan menggunakan Inferi di masa lalu," kata Snape, "yang berarti sebaiknya kalian mengasumsikan ada kemungkinan dia menggunakan mereka lagi. Nah ... "
Dia kembali ke mejanya dari sisi lain kelas, dan sekali lagi, murid-muridnya mengawasinya berjalan, jubah hitamnya melambai di belakangnya.
"... kalian semua, kukira, masih orang baru sama sekali dalam penggunaan mantra non-verbal. Apa keuntungannya mantra non-verbal""
Tangan Hermione mencuat ke atas. Snape memandang berkeliling dulu melihat murid-murid yang lain, memastikan dia tak punya pilihan lain, sebelum berkata kaku, "Baiklah-Miss Granger""
"Musuh kita tak mendapat peringatan tentang jenis sihir apa yang akan kita lakukan," kata Hermione, "dan ini memberi kita keuntungan sepersekian detik."
"Jawaban yang dikutip nyaris kata per kata dari Kitab Mantra Standar, Tingkat 6," kata Snape merendahkan (di sudut, Malfoy terkikik), "tapi secara esensial betul. Ya, mereka yang berhasil menggunakan sihir tanpa mengucapkan mantranya memperoleh elemen kejutan dalam serangannya. Tak semua penyihir bisa melakukannya, tentu; perlu konsentrasi dan kekuatan pikiran yang," pandangannya dengan dengki sekali lagi hinggap pada Harry, "tak dimiliki semua orang."
Harry tahu Snape teringat pelajaran Occlumency mereka yang gagal total tahun sebelumnya. Dia menolak menunduk,
melainkan terus memandang galak Snape, sampai Snape mengalihkan pandangannya.
"Sekarang kalian akan dibagi berpasangan," Snape melanjutkan. "Partner yang satu akan berusaha menyerang yang lain tanpa mengucapkan mantranya. Yang lain berusaha menolak serangan dengan sama diamnya. Laksanakan."
Kendati tidak diketahui Snape, Harry telah mengajari paling tidak separo kelas (semua yang jadi anggota LDw) bagaimana melakukan Mantra Pelindung tahun sebelumnya. Namun tak seorang pun pernah melaksanakan mantra ini tanpa mengucapkannya. Sedikit kecurangan yang masuk akal terjadi, banyak anak membisikkan mantra al
ih-alih mengucapkannya keras-keras. Bukan hal mengejutkan, sepuluh menit kemudian Hermione berhasil menolak Sihir Kaki-Jeli Neville tanpa mengucapkan sepatah kata pun, prestasi yang akan membuatnya mendapatkan dua puluh angka bagi Gryffindor dari guru lain yang berkelakuan layak, pikir Harry getir, namun Snape tidak mengacuhkannya. Dia berjalan di antara mereka sementara mereka berlatih, tampak seperti kelelawar besar, berhenti lama untuk melihat Harry dan Ron bersusah payah melaksanakan tugas mereka.
Ron, yang bertugas menyerang Harry, wajahnya berwarna ungu, bibirnya terkatup rapat agar dia bisa menghindari godaan menggumamkan mantranya. Harry mengangkat tongkat sihirnya, menunggu dengan tegang dan gelisah, siap menolak kutukan yang rupanya tak akan datang.
"Menyedihkan, Weasley," kata Snape, selewat beberapa saat. "Sini kutunjukkan padamu ..."
Dia mengarahkan tongkat sihirnya kepada Harry begitu cepatnya sehingga Harry otomatis bereaksi; segala pikiran tentang mantra non-verbal terlupakan, dia berteriak, "Protego!"
Mantra Pelindung-nya kuat sekali sampai Snape kehilangan keseimbangan dan menabrak meja. Seluruh kelas menoleh dan sekarang memandang Snape yang meluruskan diri, marah.
"Apa kau ingat aku memberitahu kalian kita melatih mantra non-verbal, Potter""
"Ya," kata Harry kaku.
"Ya, Sir." "Tak perlu memanggil saya 'Sir', Profesor."
Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutnya sebelum dia sadar apa yang dikatakannya. Beberapa anak terkesiap kaget, termasuk Hermione. Di belakang Snape, meskipun demikian, Ron, Dean, dan Seamus nyengir mendukung.
"Detensi, Sabtu malam, kantorku," kata Snape. "Aku tidak menerima kelancangan dari siapa pun, Potter ... bahkan dari Sang Terpilih pun tidak."
"Tadi brilian sekali, Harry!" kekeh Ron, ketika mereka sudah aman dalam perjalanan akan beristirahat tak lama kemudian.
"Mestinya kau tidak mengatakan itu," kata Hermione, mengernyit kepada Ron. "Apa yang membuatmu ngomong
begitu"" "Dia mau menyerangku, kalau kau tidak melihat!" gerutu Harry. "Aku sudah cukup muak menerima serangannya selama pelajaran Occlumency! Kenapa dia tidak mencari kelinci percobaan lain sekali-sekali" Permainan apa sih yang sedang dimainkan Dumbledore, membiarkan dia mengajar Pertahanan" Kau dengar tadi waktu dia ngomongin Ilmu Hitam" Dia menyukainya. Segala tetek bengek tentang tidak-pasti, tak terkalahkan ."
"Yah," kata Hermione, "menurutku dia kedengarannya agak mirip kau."
"Mirip aku""
"Ya, waktu kau menceritakan kepada kami bagaimana rasanya menghadapi Voldemort. Katamu itu bukan sekadar mengingat segepok mantra, katamu itu hanya antara kau dan otakmu dan nyalimu nah, bukankah itu yang dikatakan Snape" Bahwa pada intinya yang paling penting adalah keberanian dan berpikir cepat""
Harry begitu tercengangnya bahwa Hermione menganggap kata-katanya sama layaknya dihafal seperti Kitab Mantra Standar sehingga dia tidak membantah.
"Harry! Hei, Harry!"
Harry berpaling. Jack Sloper, salah satu Beater tim Quidditch Gryffindor tahun lalu, sedang bergegas mendatanginya, memegang segulung perkamen.
"Untukmu," katanya terengah. "Kudengar kau Kapten yang baru. Kapan kau mengadakan uji coba""
"Aku belum tahu," kata Harry, dalam hati berpikir Sloper akan beruntung sekali kalau bisa kembali masuk tim, "Nanti kuberitahu."
"Oh, baiklah. Aku tadinya berharap akhir pekan ini."
Namun Harry tidak mendengarkannya, dia baru saja mengenali huruf-huruf ramping, miring yang ada di perkamen. Meninggalkan Sloper di tengah kalimatnya, dia bergegas menjauh dengan Ron dan Hermione, membuka gulungan perkamennya sembari berjalan.
Dear Harry, Aku ingin memulai pelajaran privat kita hari Sabtu ini. Datanglah di kantorku pukul delapan malam. Kuharap kau menikmati hari pertamamu di sekolah.
Salamku, Albus Dumbledore PS: Aku suka Soda Asam.
"Dia suka Soda Asam"" tanya Ron, yang ikut membaca pesan itu lewat bahu Harry dan tampak bingung.
"Itu kata sandi untuk melewati gargoyle di depan kantornya," kata Harry dengan suara pelan. "Ha! Snape tidak akan senang ... Aku tak akan bisa menjalankan detensinya!"
Harry, Ron, dan Hermione melewatkan seluru
h waktu istirahat berspekulasi tentang apa yang akan diajarkan Dumbledore kepada Harry. Ron berpendapat kemungkinan besar kutukan dan mantra spektakuler yang jenis-jenisnya tidak dikenali para Pelahap Maut.
Hermione berkata hal-hal seperti itu ilegal, dan berpendapat kemungkinan Dumbledore ingin mengajari Harry sihir pertahanan tingkat lanjut. Usai istirahat Hermione ikut pelajaran Arithmancy, sementara Harry dan Ron kembali ke ruang rekreasi, dan dengan enggan mulai mengerjakan PR Snape. Ternyata PR ini rumit sekali sehingga mereka belum selesai ketika Hermione bergabung dengan mereka dalam jam kosong usai makan siang mereka (meskipun Hermione mempercepat proses selesainya PR). Mereka baru saja selesai ketika bel untuk dua jam pelajaran Ramuan sore itu berbunyi dan mereka menyusuri jalan yang sudah tak asing menuju ke kelas bawah tanah yang selama bertahun-tahun menjadi milik Snape.
Setiba di koridor mereka melihat bahwa hanya selusin anak yang melanjutkan ke tingkat NEWT Crabbe dan Goyle jelas gagal memperoleh nilai OWL yang disyaratkan, namun empat anak Slytherin berhasil lulus, termasuk Malfoy. Empat anak Ravenclaw ada di sana, dan satu Hufflepuff, Ernie Macmillan, yang Harry sukai kendati sikapnya agak angkuh.
"Harry," sapa Ernie sok penting, seraya mengulurkan tangan ketika Harry mendekat, "tak sempat ngobrol waktu
Pertahanan terhadap Ilmu Hitam tadi pagi. Pelajaran bagus, menurutku, tapi Mantra Pelindung sih ketinggalan zaman, tentu, bagi kita anggota LD ... dan apa kabar, Ron -Hermione""
Mereka baru sempat mengucapkan "baik", pintu ruang kelas bawah tanah sudah terbuka dan perut Slughorn mendahului keluar. Sementara mereka masuk ke dalam kelas, kumis besarnya yang seperti kumis beruang laut melengkung di atas mulutnya yang tersenyum dan dia menyambut Harry dan Zabini dengan antusiasme yang berlebihan.
Cincin Maut 5 Dewi Ular 65 Misteri Gerhana Bercinta Pendekar Baju Putih 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama