Ceritasilat Novel Online

Pangeran Berdarah Campuran 2

Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling Bagian 2


"siapa pun tak bisa ber-Apparate dan mana pun di dalam bangunan maupun halamannya," kata Harry cepat. "Hermione Granger yang memberitahu saya."
"Dan dia benar sekali. Kita belok kiri lagi."
Lonceng gereja di belakang mereka berdentang menyatakan tengah malam. Harry bertanya-tanya dalam hati kenapa Dumbledore tidak menganggap tidak sopan mengunjungi kawan lamanya larut malam begini, namun
sekarang setelah obrolan dibuka, ada pertanyaan-pertanyaan lain yang lebih mendesak.
"Sir, saya melihat di Daily Prophet Fudge telah dipecat ..."
"Betul," kata Dumbledore, sekarang berbelok
ke jalan kecil yang curam. "Dia digantikan, kau pasti juga sudah melihat, oleh Rufus Scrimgeour, yang tadinya Kepala Kantor Auror."
"Apakah dia ... menurut Anda dia cakap"" tanya Harry.
"Pertanyaan menarik," kata Dumbledore. "Dia mampu, jelas. Orang yang lebih tegas dan kuat daripada Cornelius."
"Ya, tapi maksud saya ..."
"Aku tahu apa maksudmu. Rufus orang yang biasa bertindak dan, telah berpengalaman melawan penyihir hitam hampir sepanjang masa kerjanya, dia tidak memandang enteng Lord Voldemort."
Harry, menunggu, namun Dumbledore tidak mengatakan apa-apa soal perselisihan pendapatnya dengan Scrimgeour yang dilaporkan Daily Prophet, dan dia tak punya nyali untuk memperpanjang soal ini, maka dia mengganti topik.
"Dan ... Sir ... saya membaca tentang Madam Bones."
"Ya," kata Dumbledore pelan. "Kehilangan yang sangat disayangkan. Dia penyihir hebat. Di depan situ, kukira-ouch."
Dia telah menunjuk dengan tangannya yang terluka. "Profesor, kenapa tangan .""
"Aku tak punya waktu untuk menjelaskannya sekarang," kata Dumbledore. "Kisahnya seru sekali, harus ada waktu khusus."
Dia tersenyum kepada Harry, yang mengerti bahwa dia tidak dimarahi, dan bahwa dia diizinkan untuk terus mengajukan pertanyaan.
"Sir - saya menerima selebaran Kementerian Sihir yang diantar burung hantu, tentang langkah-langkah keamanan yang harus kita semua lakukan terhadap Pelahap Maut ... "
"Ya, aku juga menerima selebaran itu," kata Dumbledore, masih terus petunjuk itu berguna""
"Tidak begitu."
"Menurutku juga tidak. Kau tidak menanyaiku, misalanya, rasa apakah selai favoritku, untuk mengecek apakah aku benar-benar Profesor Dumbledore, dan bukan penyamar. "
"Saya tidak ..." Harry bingung, tak tahu apakah dia sedang ditegur atau tidak.
"Untuk keperluan di masa yang akan datang, Harry, selai favoritku raspberry ... meskipun tentunya, seandainya aku Pelahap Maut, aku pasti sudah melakukan riset tentang selai kesukaanku sebelum menyamar menjadi diriku."
"Er ... betul," kata Harry. "Di selebaran itu disebut-sebut tentang Inferi. Apakah Inferi itu" Selebaran itu tidak menjelaskan."
"Inferi itu mayat," kata Dumbledore tenang. "Kalau hanya satu sebutannya Inferius, kalau banyak Inferi. Tubuh-tubuh orang meninggal yang telah disihir untuk melakukan perintah-perintah penyihir hitam. Meskipun demikian, Inferi sudah lama sekali tidak terlihat, sejak Voldemort kehilangan kekuasaannya ... dia membunuh cukup banyak orang untuk membuat pasukan Inferi, tentu saja. Ini tempatnya, Harry, di sini ... "
Mereka mendekati sebuah rumah kecil dari batu dengan halaman tersendiri. Harry terlalu sibuk mencerna informasi mengerikan tentang Inferi sampai tak memperhatikan hal lain, namun ketika mereka tiba di pintu pagar, Dumbledore mendadak berhenti dan Harry menabraknya.
"Astaga. Astaga, astaga, astaga."
Harry mengikuti pandangannya melewati jalan setapak yang terawat dan hatinya mencelos. Pintu depan menggantung pada engselnya.
Dumbledore memandang ke kanan-kiri jalan. Jalan itu tampak kosong.
"Keluarkan tongkat dan ikuti aku, Harry," katanya pelan.
Dia membuka pintu pagar dan melangkah gesit dalam diam di jalan setapak, Harry di belakangnya, kemudian mendorong pintu depan dengan sangat pelan, tongkat sihirnya terangkat dan dalam posisi siap.
"Lumos." Ujung tongkat sihir Dumbledore menyala, menyinari ruang depan yang sempit. Di sebelah kiri ada pintu lain yang terbuka. Mengangkat tongkat sihirnya yang menyala tinggi-tinggi, Dumbledore berjalan ke dalam ruang duduk, diikuti oleh Harry.
Kehancuran total menyambut mereka. Sebuah jam besar terserak hancur di kaki mereka, kacanya retak, pendulumnya tergeletak sedikit lebih jauh, seperti pedang yang terjatuh. Sebuah piano terguling miring, tutsnya bertebaran di lantai. Serpihan kandelar yang terjatuh berkilauan di dekatnya. Bantal-bantal kursi bergeletakan, kempis, bulu-bulu angsanya keluar dari robekannya; pecahan-pecahan gelas dan porselen bertebaran di mana-mana. Dumbledore mengangkat tongkat sihirnya lebih tinggi lagi, sehingga cahayanya menerangi dinding, yang Kertas amamgnya berbercak-bercak sesuatu berwarna merah darah dan l
engket. Tarikan napas pendek Harry membuat Dumbledore memandang berkeliling.
"Tidak indah, ya," katanya berat. "Ya, sesuatu yang mengerikan telah terjadi di sini."
Dumbledore bergerak dengan hati-hati ke tengah ruangan, mengawasi kehancuran di kakinya. Harry mengikutinya,
memandang berkeliling, setengah-takut akan apa yang mungkin dilihatnya di belakang piano yang terguling atau sofa yang terbalik, namun tak tampak ada tubuh.
"Mungkin tadi ada perkelahian dan - dan mereka menyeret tubuhnya, Profesor"" Harry mengeluarkan pendapat, berusaha tak membayangkan seberapa parahnya luka orang itu sampai bisa meninggalkan bercak-bercak sebanyak itu di ketinggian separo dinding.
"Kurasa tidak," kata Dumbledore pelan, mengintip ke belakang kursi berlengan yang bantalannya tebal sekali, yang terguling miring.
"Maksud Anda dia-""
"Masih ada di sekitar sini" Ya."
Dan tanpa disangka-sangka Dwumbledore menyambar, menusukkan ujung tongkat sihirnya, ke bantalan tempat duduk kursi berlengan, yang menjerit, "Ouch!"
"Selamat malam, Horace," kata Dumbledore, meluruskan diri lagi.
Mulut Harry ternganga. Di tempat yang sedetik sebelumnya tergeletak kursi berlengan, sekarang berjongkok seorang pria tua luar biasa gemuk yang sedang mengusap-usap bagian bawah perutnya dan matanya yang berair menyipit memandang Dumbledore dengan kesakitan.
"Tak perlu menusukkan tongkat sekeras itu," katanya pedas, seraya berusaha bangun. "Sakit, tahu."
Cahaya tongkat sihir berkilau menyinari kepalanya yang botak, matanya yang menonjol, kumis besarnya yang keperakan dan besar seperti kumis beruang laut, dan kancing-kancing yang digosok berkilat pada jaket beludru merah tua yang dipakainya di atas celana piama sutra berwarna ungu muda. Puncak kepalanya hanya mencapai dagu Dumbledore.
"Apa yang membuat ketahuan"" gerutunya seraya terhuyung bangun, masih mengusap-usap bagian bawah perutnya. Dia tampak sama sekali tak malu, padahal baru saja ketahuan menyamar jadi kursi berlengan.
"Kawanku Horace," kata Dumbledore, tampak geli, "jika para - Pelahap Maut betul-betul datang, Tanda Kegelapan akan dipasang di atas rumah."
Si penyihir menepukkan tangan gemuk ke dahinya yang lebar.
"Tanda Kegelapan," gumamnya. "Aku tahu ada yang kurang ... ah, sudahlah. Toh tak akan sempat. Aku baru saja menyelesaikan sentuhan akhir pada kain pelapis ketika kalian masuk."
Dia menghela napas panjang yang membuat ujung-ujung kumisnya bergetar.
"Kau mau kubantu membereskannya"" tanya Dumbledore sopan.
"Silakan," kata yang lain.
Mereka berdiri beradu punggung, si penyihir jangkung, kurus dan si penyihir pendek gemuk, dan menggerakkan tongkat sihir mereka dalam gerakan sapuan yang identik.
Perabot-perabot kembali ke tempatnya semula; hiasan-hiasan utuh kembali di udara; bulu-bulu meluncur masuk ke dalam bantal kursi masing-masing; buku-buku robek memperbaiki diri seraya mendarat di raknya; lampu minyak melayang ke meja-meja kecil dan menyala lagi; onggokan serpihan pigura perak terbang berkilauan ke seberang ruangan dan mendarat, utuh dan mulus, di atas sebuah meja; robekan, belahan, dan lubang-lubang di mana-mana menutup kembali; dan dinding-dinding membersihkan diri sendiri.
"Jenis darah apa itu"" tanya Dumbledore keras mengatasi dentang lonceng jam besar yang baru saja utuh dan berdiri tegak di lantai.
"Di dinding" Naga," teriak si penyihir yang bernama Horace, ketika, dengan bunyi kertak dan dentang memekakkan telinga, kandelar menyekrup diri kembali ke langit-langit.
Paling akhir terdengar bunyi plang dari piano, kemudian sunyi.
"Ya, naga," ulang si penyihir. "Botol terakhir, mana harga-harga sekarang sedang meroket. Tapi masih bisa digunakan
lagi." Dia berjalan ke arah sebuah botol kristal kecil di atas bufet dan mengangkatnya menghadap lampu, memeriksa cairan kental di dalamnya.
"Hem. Agak berdebu."
Diletakkannya kembali botol itu di atas bufet dan dia menghela napas. Saat itulah pandangannya jatuh ke Harry.
"Oho," katanya, matanya yang besar dan bundar melayang ke dahi Harry dan bekas lukanya yang berbentuk sambaran
petir. "Oho!" "Ini," kata Dumbledore, maju untuk memperkenalkan, "Harry
Potter. Harry, ini teman lama dan mantan rekan guruku, Horace Slughorn."
Slughorn menoleh ke Dumbledore, ekspresinya paham.
"Jadi, begitulah kaupikir kau akan membujukku ya" Nah, jawabannya tidak, Albus."
Dia melewati Harry, wajahnya sengaja dipalingkannya dengan sikap seperti orang yang berusaha menahan godaan.
"Kurasa paling tidak kita bisa minum"" tanya Dumbledore. "Demi masa lalu"" Slughorn ragu-ragu.
"Baiklah, segelas saja," katanya kurang sopan.
Dumbledore tersenyum kepada Harry dan memberinya isyarat agar duduk di kursi yang tidak berbeda dari yang baru saja jadi samaran Slughorn, yang berdiri tepat di sebelah perapian yang baru menyala lagi dan lampu minyak yang bersinar terang. Harry duduk dengan kesan kuat bahwa Dumbledore, entah kenapa, ingin membuatnya kelihatan sejelas mungkin. Tentu saja ketika Slughorn, yang tadinya sibuk menyiapkan karaf anggur dan gelas-gelas, berbalik menghadap ruangan lagi, matanya langsung menatap Harry.
"Humph," katanya, cepat-cepat berpaling seakan takut matanya terluka. "Ini ..." Dia memberikan minuman kepada Dumbledore, yang telah duduk tanpa dipersilakan, menyorongkan nampan ke Harry, dan kemudian duduk di sofa yang baru diperbaiki dengan diam dan wajah tak puas. Kakinya pendek sekali sehingga tidak menyentuh lantai.
"Jadi, bagaimana keadaanmu selama ini, Horace"" Dumbledore bertanya.
"Tak begitu baik," kata Slughorn segera. "Dada lemah. Sesak napas. Rematik juga. Tak bisa lagi bergerak seperti dulu. Yah, mau apa lagi. Usia tua. Kelelahan."
"Tapi kau pasti bergerak cukup cepat untuk menyiapkan sambutan begitu rupa untuk kami dalam waktu sesingkat itu," kata Dumbledore. "Kau paling hanya punya waktu tak lebih dari tiga menit""
Slughorn berkata, setengah-jengkel, setengah-bangga, "Dua menit." Tidak dengar Mantra Penolak Gangguanku berbunyi, aku sedang mandi. "Tetap saja," dia menambahkan tegas, tampaknya sudah menguasai diri lagi, "faktanya aku sudah tua, Albus. Laki-laki tua dan lelah yang berhak
Dia mengangkat bahu dan merentangkan kedua tangannya lebar-lebar, seakan mau berkata bahwa usia tua ada keuntungannya, dan Harry melihat sebentuk cincin pada tangannya yang sehat, yang belum pernah dilihatnya dipakai Dumbledore. Cincin itu besar, buatannya kurang halus, kelihatannya dari emas, dengan hiasan batu berat hitam yang telah retak di tengahnya. Mata Slughorn selama beberapa saat menatap cincin itu juga, dan Harry melihat kernyit kecil sejenak menghiasi dahinya yang lebar.
"Jadi, segala langkah pengamanan terhadap pengganggu, Horace ... apakah semua itu untuk Pelahap Maut, atau untukku"" tanya Dumbledore.
menikmati hidup tenang dan beberapa barang yang memberi kenikmatan badaniah."
Dia memiliki semua itu, pikir Harry, memandang berkeliling ruangan. Memang sesak dan banyak barangnya, tapi tak bisa dikatakan tidak nyaman; ada kursi-kursi empuk dan bangku tumpuan kaki, minuman dan buku-buku, berkotak-kotak cokelat dan bantal-bantal empuk. Jika Harry tak tahu siapa yang tinggal di sana, dia akan menerka penghuni rumah itu seorang wanita tua kaya yang cerewet.
"Kau belum setua aku, Horace," kata Dumbledore.
"Mungkin kau sendiri perlu memikirkan soal pensiun," timpal Slughorn terus terang. Matanya yang pucat dan seperti gooseberry telah melihat tangan Dumbledore yang terluka. "Reaksi tidak secepat dulu, rupanya."
"Kau benar," kata Dumbledore tenang, menggoyang lengan jubahnya ke belakang, memperlihatkan ujung jari-jarinya yang hitam terbakar. Pemandangan itu membuat bulu tengkuk Harry meremang. "Aku jelas bergerak lebih lambat daripada dulu. Tetapi sebaliknya ... "
"Apa yang diinginkan Pelahap Maut dari orang tua yang tak berdaya seperti aku"" tuntut Slughorn.
"Kubayangkan mereka akan menginginkan kau menggunakan bakatmu yang banyak untuk kekerasan, siksaan, dan pembunuhan," kata Dumbledore. "Apakah kau mau mengatakan mereka belum datang untuk merekrutmu""
Slughorn menatap jengkel Dumbledore sesaat, kemudian bergumam, "Aku tak memberi mereka kesempatan. Aku pindah-pindah terus selama setahun ini. Tak pernah tinggal di suatu tempat lebih dari seminggu. Pindah dari rumah Muggle yang s
atu ke rumah Muggle yang lain pemilik rumah ini sedang berlibur di Kepulauan Canary. Menyenangkan sekali, aku akan menyesal meninggalkannya. Cukup gampang kalau kau tahu bagaimana menggunakan Mantra Pembeku pada alarm tanda bahaya absurd yang mereka gunakan alih-alih Teropong-Curiga dan memastikan para tetangga tidak melihatmu memasukkan piano."
"Banyak akal," kata Dumbledore. "Tapi kedengarannya agak melelahkan bagi orang tua tak berdaya yang mendambakan kehidupan tenang. Nah, seandainya kau kembali ke Hogwarts-"
"Kalau kau akan bilang hidupku akan lebih tenang di sekolah yang banyak masalahnya itu, jangan buang-buang tenaga, Albus! Aku boleh saja dalam persembunyian, tetapi desas-desus aneh telah kudengar sejak Dolores Umbridge pergi! Jika begitu caramu memperlakukan para guru sekarang
ini-" "Profesor Umbridge mendapat masalah dengan kawanan centaurus kita," kata Dumbledore. "Kurasa kau, Horace, tak akan masuk ke dalam Hutan dan menyebut sekelompok centaurus yang marah 'keturunan campuran kotor'."
"Itukah yang dilakukannya"" kata Slughorn. "Perempuan idiot. Aku tak pernah suka padanya."
Harry tertawa tertahan dan baik Dumbledore maupun Slughorn menoleh menatapnya.
"Aneh ya, hal seperti itu kadang-kadang terjadi," kata Slughorn.
"Tidak aneh," kata Harry dingin.
Slughorn memandangnya keheranan.
"Pasti kau mengira aku berprasangka!" katanya. "Tidakz, tidak, tidak! Bukankah sudah kukatakan ibumu salah satu muridku yang paling kufavoriti" Dan ada Dirk Cresswell di tahun sesudah ibumu-sekarang Kepala Kantor Hubungan Goblin - dia juga kelahiran Muggle, murid yang sangat berbakat, dan masih memberiku informasi orang dalam tentang apa yang terjadi di Gringotts!"
Dia melompat-lompat sedikit, tersenyum berpuas diri, dan menunjuk ke banyak pigura foto berkilat di atas lemari hias, masing-masing isinya bergerak-gerak.
"Semua mantan murid, semua ditandatangani. Kaulihat itu, Barnabas Cuffe, editor Daily Prophet, dia selalu tertarik mendengar komentarku tentang berita yang ditampilkan. Dan Ambrosius Flume, pemilik Honeydwukes - selalu kirim sekeranjang permen setiap ulang tahunku, hanya karena aku yang memperkenalkannya kepada Ciceron Harkziss, yang memberinya pekerjaannya yang pertama! Dan di belakang itukau bisa melihatnya kalau kau menjulurkan lehermuperempuan itu Gwenog Jones, kapten Holyhead Harpies tentu ... orang heran mendengar aku saling panggil nama depan dengan para Harpies, dan mendapat tiket gratis kapan saja aku menginginkannya!"
Pikiran ini tampak membuatnya sangat senang.
"Dan semua orang ini tahu di mana menemukan Anda, untuk mengirimi Anda macam-macam"" tanya Harry, yang mau tak mau bertanya-tanya dalam hati kenapa para Pelahap
Maut belum berhasil melacak Slughorn jika sekeranjang permen, tiket Quidditch, dan para tamu yang mendambakan nasihat dan pendapatnya bisa menemukannya.
Senyum menghilang dari wajah Slughorn secepat darah menghilang dari dindingnya.
"Tentu saja tidak," katanya, menunduk menatap Harry. "Aku sudah putus hubungan dengan, semua orang selama setahun."
Harry mendapat kesan kata-kata itu mengejutkan Slughorn sendiri; dia tampak terguncang sesaat. Kemudian dia mengangkat bahu.
"Apa boleh buat ... penyihir bijaksana harus berhati-hati dalam situasi seperti ini. Gampang saja Dumbledore bicara, tapi menjadi guru di Hogwarts sekarang ini sama saja dengan menyatakan secara terbuka bahwa aku berpihak kepada Orde Phoenix! Dan walaupun aku yakin mereka sangat mengagumkan dan pemberani dan segalanya yang baik-baik, secara pribadi aku tidak suka akan tingginya tingkat kematiannya."
"Anda tidak harus bergabung dengan Orde untuk mengajar di Hogwarts," kata Harry, yang tak bisa mencegah nada mencemooh dalam suaranya. Sulit bersimpati dengan kehidupan nyaman Slughorn jika dia teringat Sirius, meringkuk dalam gua, dan hidup dengan makan tikus. "Sebagian besar guru bukan anggota Orde dan tak seorang pun dari mereka terbunuh-yah, kecuali kalau Anda memperhitungkan Quirrell, dan dia layak menerima kematiannya mengingat dia bekerjasama dengan Voldemort."
Dumbledore bangkit agak mendadak
"Kau sudah mau pergi"" tanya S
lughorn segera, penuh harap.
"Belum, aku minta izin menggunakan kamar mandimu," kata Dumbledore.
"Oh," kata Slughorn, tampak jelas kecewa. "Pintu kedua di sebelah kiri di aula itu."
Dumbledore menyeberangi ruangan. Begitu pintu tertutup di belakangnya, suasana jadi sunyi. Selewat beberapa saat Slughorn bangkit berdiri, namun tampak tak yakin mau melakukari apa. Dia melirik Harry secara sembunyi-sembunyi, kemudian berjalan ke perapian dan berdiri membelakanginya, menghangatkan bagian belakang tubuhnya yang lebar.
"Jangan dikira aku tak tahu kenapa dia mengajakmu," katanya mendadak.
Harry hanya menatap Slughorn. Mata Slughorn yang berair melewati bekas luka Harry, kali ini menandang sisa wajahnya.
"Kau mirip sekali ayahmu."
"Yah, banyak yang bilang begitu," kata Harry.
"Kecuali matamu. Matamu seperti-"
"Mata ibu saya, yeah." Harry sudah mendengarnya kelewat sering sampai dia bosan.
"Humph. Ya. Sebagai guru kita tidak boleh punya favorit, tentu saja, tapi dia salah satu murid favoritku. Ibumu," Slughorn menambahkan, menjawab pandanganya Harry. "Lily Evans. Salah satu yang terpintar yang pernah kuajar. Periang, kau tahu. Gadis yang sangat menarik. Berkali-kali kukatakan kepadanya, dia seharusnya di asramaku. Jawaban yang kudapat biasanya sangat kurang ajar."
"Yang mana asrama Anda""
"Aku Kepala Asrama Slytherin," kata Slughorn. "Oh, sudahlah," dia meneruskan buru-buru, melihat ekspresi di wajah Harry dan menggoyangkan jari gemuk pendek ke arahnya, "jangan menyalahkanku karena itu! Kau Gryffindor
seperti dia, kukira" Ya, biasanya menurun dalam keluarga. Tapi tidak selalu. Pernah dengar tentang Sirius Black" Pastilah beberapa tahun belakangan ini dia muncul di koran-koran meninggal beberapa minggu lalu-"
Rasanya ada tangan tak kelihatan membetot isi perut Harry dan mencengkeramnya kuat-kuat.
"Nah, dia sobat ayahmu di sekolah. Seluruh keluarga Black masuk asramaku, tapi Sirius masuk Gryffindor! Sayang dia anak berbakat. Aku mendapatkan Regulus, adiknya, ketika dia masuk Hogwarts, tapi aku akan lebih senang mendapatkan keduanya."
Dia kedengaran seperti kolektor antusias yang kalah dalam lelang. Tampak tenggelam dalam kenangan, dia memandang dinding di seberangnya, bergerak-gerak di tempat untuk memastikan seluruh punggungnya kebagian panas yang merata.
"Ibumu kelahiran Muggle, memang. Aku tak percaya ketika baru tahu. Kukira dia berdarah-murni, dia pintar sekali."
"Salah seorang sahabat saya kelahiran-Muggle," kata Harry, "dan dia yang paling pintar dalam angkatan kami."
"Aneh ya, hal seperti itu kadang-kadang terjadi," kata Slughorn.
"Tidak aneh," kata Harry dingin.
Slughorn memandangnya keheranan.
"Pasti kau mengira aku berprasangka!" katanya. "Tidak, tidak, tidak! Bukankah sudah kukatakan ibumu salah satu muridku yang paling kufavoriti" Dan ada Dirk Cresswell di tahun sesudah ibumu sekarang Kepala Kantor Hubungan Goblin dia juga kelahiran Muggle, murid yang sangat berbakat, dan masih memberiku informasi orang dalam tentang apa yang terjadi di Gringotts!"
Dia melompat-lompat sedikit, tersenyum berpuas diri, dan menunjuk ke banyak pigura foto berkilat di atas lemari hias, masing-masing isinya bergerak-gerak.
"Semua mantan murid, semua ditandatangani. Kaulihat itu, Barnabas Cuffe, editor Daily Prophet, dia selalu tertarik mendengar komentarku tentang berita yang ditampilkan. Dan Ambrosius Flume, pemilik Honeydukes selalu kirim sekeranjang permen setiap ulang tahunku, hanya karena aku yang memperkenalkannya kepada Ciceron Harkiss, yang memberinya pekerjaannya yang pertama! Dan di belakang itu kau bisa melihatnya kalau kau menjulurkan lehermu perempuan itu Gwenog Jones, kapten Holyhead Harpies tentu ... orang heran mendengar aku saling panggil nama depan dengan para Harpies, dan mendapat tiket gratis kapan saja aku menginginkannya!"
Pikiran ini tampak membuatnya sangat senang.
"Dan semua orang ini tahu di mana menemukan Anda, untuk mengirimi Anda macam-macam"" tanya Harry, yang mau tak mau bertanya-tanya dalam hati kenapa para Pelahap Maut belum berhasil melacak Slughorn jika sekeranjang permen, tiket Quidditch, dan para tamu y
ang mendambakan nasihat dan pendapatnya bisa menemukannya.
Senyum menghilang dari wajah Slughorn secepat darah menghilang dari dindingnya.
"Tentu saja tidak," katanya, menunduk menatap Harry. "Aku sudah putus hubungan dengan semua orang selama setahun."
Harry mendapat kesan kata-kata itu mengejutkan Slughorn sendiri; dia tampak terguncang sesaat. Kemudian dia mengangkat bahu.
"Apa boleh buat ... penyihir bijaksana harus berhati-hati dalam situasi seperti ini. Gampang saja Dumbledore bicara, tapi menjadi guru di Hogwarts sekarang ini sama saja dengan
menyatakan secara terbuka bahwa aku berpihak kepada. Orde Phoenix! Dan walaupun aku yakin mereka sangat mengagumkan dan pemberani dan segalanya yang baik-baik, secara pribadi aku tidak suka akan tingginya tingkat kematiannya."
"Anda tidak harus bergabung dengan Orde untuk mengajar di Hogwarts," kata Harry, yang tak bisa mencegah nada mencemooh dalam suaranya. Sulit bersimpati dengan kehidupan nyaman Slughorn jika dia teringat Sirius, meringkuk dalam gua, dan hidup dengan makan tikus. "Sebagian besar guru bukan anggota Orde dan tak seorang pun dari mereka terbunuh yah, kecuali kalau Anda memperhitungkan Quirrell, dan dia layak menerima kematiannya mengingat dia bekerjasama dengan Voldemort."
Harry yakin Slughorn termasuk penyihir yang tak tahan mendengar nama Voldemort disebut, dan dia tidak dikecewakan. Slughorn bergidik dan menguak memprotes, yang diabaikan Harry.
"Saya kira staf Hogwarts lebih aman daripada kebanyakan orang lain karena Dumbledore adalah kepala sekolahnya; bukankah beliau satu-satunya yang ditakuti Voldemort"" Harry melanjutkan.
Slughorn menatap kosong selama beberapa saat; tampaknya dia memikirkan kata-kata Harry.
"Ya, memang benar bahwa Dia yang Namanya Tak Boleh Disebut tidak pernah mencari perkara dengan Dumbledore," gumamnya enggan. "Dan kurasa orang tak bisa membantah bahwa karena aku tidak bergabung menjadi Pelahap Maut, Dia yang Namanya Tak Boleh Disebut tak bisa menganggapku teman ... Dalam hal ini, aku mungkin lebih aman kalau sedikit lebih dekat dengan Albus ... Aku tak bisa berpurapura bahwa kematian Amelia Bones tidak membuatku terguncang ... kalau dia, dengan kontak-kontak dan perlindungan dari Kementerian
" Dumbledore kembali memasuki ruangan dan Slughorn terlonjak, seakan dia lupa Dumbledore ada di rumah itu.
"Oh, kau, Albus," katanya. "Kau lama sekali. Sakit perut""
"Tidak, aku cuma membaca majalah-majalah Muggle," kata Dumbledore. "Aku suka sekali motif-motif rajutan. Nah, Harry, kita telah menyalahgunakan keramahan Horace cukup lama, kurasa sudah waktunya kita pulang."
Sama sekali tak segan mematuhi ajakan ini, Harry langsung melompat berdiri. Slughorn tampak terkejut.
"Kalian mau pulang""
"Ya, betul. Kurasa aku tahu kalau aku kalah." "Kalah ...""
Slughorn tampak gelisah. Dia memutar-mutar ibu jari tangannya yang gemuk dan resah ketika Dumbledore mengancingkan mantel bepergiannya dan Harry menarik ritsleting jaketnya.
"Yah, sayang kau tidak menginginkan pekerjaan itu, Horace," kata Dumbledore, mengangkat tangannya yang tak terluka memberi salut selamat tinggal. "Hogwarts akan senang sekali melihatmu kembali. Walaupun tingkat keamanan Hogwarts sangat diperketat, kau selalu boleh datang berkunjung, kalau kau mau."
"Ya ... kau ... baik sekali ..."
"Selamat tinggal, kalau begitu."
"Bye," kata Harry.
Mereka baru tiba di pintu depan ketika terdengar teriakan dari belakang mereka.
"Baik, baik, aku mau!"
Dumbledore menoleh dan melihat Slughorn berdiri menahan napas di pintu ruang duduk.
"Kau bersedia meninggalkan pensiunmu""
"Ya, ya," kata Slughorn tak sabar. "Aku pasti sinting, tapi
ya." "Bagus sekali," kata Dumbledore berseri-seri. "Kalau begitu, Horace, kita akan bertemu lagi pada tanggal satu September."
"Ya, kita pasti bertemu lagi," gerutu Slughorn.
Ketika mereka sedang berada di jalan setapak, suara Slughorn mengejar mereka. "Aku minta kenaikan gaji, Dumbledore!"
Dumbledore tertawa kecil. Pintu pagar menutup di belakang mereka dan mereka menuruni bukit menembus kabut gelap yang melayang-layang.
"Bagus sekali, Harry," kata Dumbledore.
"Sa ya tidak melakukan apa-apa," Harry keheranan.
"Oh ya, kau melakukan sesuatu. Kau menunjukkan kepada Horace betapa banyak keuntungan yang diperolehnya dengan kembali ke Hogwarts. Kau menyukainya""
"Er ... " Harry tak yakin apakah dia menyukai Slughorn atau tidak. Menurutnya Slughorn cukup menyenangkan, tapi dia tampaknya juga sok dan kendatipun mengatakan sebaliknya, kelewat heran bahwa orang kelahiran-Muggle bisa jadi penyihir hebat.
"Horace," kata Dumbledore, membebaskan Harry dari tugas menyebutkan semua itu, "senang hidup nyaman. Dia juga senang berada bersama para penyihir terkenal, sukses, dan berkuasa. Dia menikmati perasaan bahwa dia memengaruhi orang-orang ini. Dia sendiri tak pernah ingin duduk di tahta;
dia memilih duduk di kursi belakang lebih banyak ruang untuk melebarkan sayap, soalnya. Dia dulu selalu punya murid favorit di Hogwarts, kadang karena ambisi atau otak mereka, kadang karena pesona atau bakat mereka, dan dia punya kecakapan luar bias, untuk memilih mereka yang nantinya akan menonjol dalam berbagai bidang mereka. Horace membentuk semacam klub bagi para murid favoritnya, dengan dia sendiri di pusatnya, saling memperkenalkan mereka, menjalin kontak berguna di antara para anggotanya, dan selalu menuai keuntungan sebagai imbalannya, entah sekotak gratis permen nanas favoritnya atau kesempatan untuk merekomendasikan anggota yunior berikutnya ke Kantor Hubungan Goblin."
Di benak Harry mendadak tergambar jelas seekor labah-labah besar gemuk, merajut jaring di sekitarnya, menarik benang di sana-sini untuk menarik lalat gemuk dan segar sedikit lebih dekat.
"Semua ini kuceritakan kepadamu," Dumbledore melanjutkan, "bukan agar kau tidak menyukai Horace atau seperti sepantasnya kita sekarang memanggilnya, Profesor Slughorn tetapi untuk membuatmu waspada. Tak diragukan lagi dia akan berusaha mengoleksimu, Harry. Kau akan menjadi permata koleksinya: Anak yang Bertahan Hidup ... atau, seperti panggilan mereka untukmu sekarang, Sang Terpilih."
Mendengar kata-kata ini, rasa dingin yang tak ada hubungannya dengan kabut di sekitar mereka, menjalari Harry. Dia jadi ingat kata-kata yang didengarnya beberapa minggu yang lalu, kata-kata yang punya makna khusus dan mengerikan baginya.
Yang satu tak bisa hidup sementara yang lain bertahan...
Dumbledore telah berhenti berjalan, di depan gereja yang tadi mereka lewati.
Di sini cukup, Harry. Silakan pegang lenganku." Kali ini Harry sudah siap ber-Apparate, namun tetap saja merasa tak nyaman. Ketika tekanan menghilang dan dia sudah bisa bernapas lagi, dia berdiri di sebuah jalan pedesaan di sebelah Dumbledore dan memandang ke siluet miring bangunan favoritnya nomor dua di dunia: The Burrow. Kendati perasaan takut baru saja melandanya, semangatnya mau tak mau bangkit melihat rumah itu. Ron ada di situ dan juga Mrs Weasley, yang bisa memasak lebih lezat daripada siapa pun yang dikenalnya ...
"Kalau kau tak keberatan, Harry," kata Dumbledore, ketika mereka melewati pintu pagar, "aku mau bicara denganmu sebelum kita berpisah. Berdua saja. Mungkin di dalam situ""
Dumbledore menunjuk bangunan batu tak terpelihara yang sebetulnya kakus di luar rumah, tapi kini digunakan keluarga Weasley untuk menyimpan sapu mereka. Agak bingung, Harry mengikuti Dumbledore melewati pintunya yang berderit, masuk ke dalam ruangan yang sedikit lebih kecil dari ukuran lemari rata-rata. Dumbledore menyalakan ujung tongkat sihirnya, sehingga menyala seperti obor, dan menunduk tersenyum kepada Harry.
"Kuharap kau mau memaafkan aku menyebut-nyebut ini, Harry, tapi aku senang dan sedikit bangga melihat betapa baiknya kau menanggulangi segala yang telah terjadi di Kementerian. Izinkan aku mengatakan bahwa kurasa Sirius akan bangga terhadapmu."
Harry menelan ludah; suaranya tampaknya telah meninggalkannya. Dia merasa tak akan tahan membicarakan Sirius. Tadi hatinya pedih sekali mendengar Vernon berkata, "Walinya mati"" lebih pedih lagi mendengar nama Sirius disebut sambil lalu oleh Slughorn.
"Sungguh kejam," kata Dumbledore pelan, "bahwa kau dan Sirius hanya bisa bersama dalam waktu amat singkat. Akhir
bruta l bagi apa yang seharusnya menjadi hubungan yang lama dan bahagia."
Harry mengangguk, matanya sengaja menatap labah-labah yang sekarang merayap naik di topi Dumbledore. Bisa dilihatnya bahwa Dumbledore mengerti, dia bahkan mungkin menduga bahwa sampai suratnya tiba Harry telah melewatkan hampir sepanjang waktunya di rumah keluarga Dursley dengan berbaring di tempat tidur, menolak makan, dan memandang hampa jendela berkabut, dipenuhi kekosongan dingin yang diasosiasikannya dengan Dementor.
"Berat sekali," kata Harry akhirnya, dengan suara pelan, "menyadari bahwa dia tak akan menulis kepada saya lagi."
Matanya mendadak panas dan dia mengedip. Dia merasa bodoh mengakuinya, namun fakta bahwa dia punya seseorang di luar Hogwarts yang peduli apa yang terjadi atasnya, hampir seperti orangtua, adalah salah satu hal terbaik dengan ditemukannya walinya ... dan sekarang pos burung hantu tidak akan pernah membawakannya kenyamanan itu lagi ...
"Sirius bagimu mewakili banyak hal yang tak pernah kaumiliki sebelumnya," kata Dumbledore lembut. "Wajar kalau kehilangan dia menjadi pukulan sangat berat bagimu."
"Tapi ketika saya di rumah keluarga Dursley," Harry menyela, suaranya semalan kuat, " saya menyadari saya tak bisa mengurung diri, kalau tidak saya bisa hancur. Sirius pasti tak menghendaki itu terjadi, kan" Lagi pula, hidup ini singkat lihat saja Madam Bones, lihat Emmeline Vance ... berikutnya bisa saja saya, kan" Tapi kalau memang saya," katanya mantap, sekarang menatap mata biru Dumbledore yang berkilau dalam cahaya tongkat, "saya akan memastikan membawa sebanyak mungkin Pelahap Maut, dan Voldemort juga kalau saya bisa."
"Diucapkan seperti anak ibu dan ayahmu dan anak asuh sejati Sirius!" kata Dumbledore, sambil memberi belaian
bangga di punggung Harry. "Aku angkat topi untukmu atau akan, kalau aku tidak takut menghujanimu dengan labah-labah.
"Dan sekarang, Harry, topik yang masih sangat berhubungan ... kukira kau membaca Daily Prophet dua minggu belakangan ini""
"Ya," kata Harry, dan jantungnya berdebar lebih keras.
"Kalau begitu kau tentu telah melihat bahwa tak ada sedikit pun kebocoran, apalagi banjir, informasi sehubungan dengan petualanganmu di Ruang Ramalan""
"Ya," kata Harry lagi. "Dan sekarang semua tahu bahwa saya-"
"Tidak, mereka tidak tahu," sela Dumbledore. "Hanya ada dua orang di seluruh dunia ini yang tahu keseluruhan isi ramalan tentang kau dan Lord Voldemort, dan keduanya berdiri dalam kamar-sapu yang bau dan penuh labah-labah ini. Namun, memang betul banyak yang telah menebak, dengan benar, bahwa Voldemort mengirim para Pelahap Mautnya untuk mencuri ramalan, dan bahwa ramalan itu ada hubungannya denganmu."
"Nah, kurasa aku benar kalau kukatakan kau belum memberitahu siapa pun yang kaukenal bahwa kau tahu apa yang dikatakan ramalan itu""
"Belum," kata Harry.
"Keputusan yang bijaksana, secara keseluruhan," kata Dumbledore. "Meskipun menurutku kau harusnya lebih santai terhadap sahabatmu, Mr Ronald Weasley dan Miss Hermione Granger. Ya," dia melanjutkan ketika Harry tampak terkejut, "kurasa mereka berhak tahu. Kau tidak adil terhadap mereka jika mereka tidak diberitahu hal yang sepenting ini."
"Saya tak ingin-"
"-membuat mereka cemas atau takut"" ujar Dumbledore, mengawasi Harry dari atas kacamata bulan separonya. "Atau mungkin, mengakui bahwa kau sendiri cemas dan takut" Kau membutuhkan sahabat-sahabatmu, Harry. Seperti yang dengan benar kaukatakan, Sirius tidak akan menginginkan kau menutup dirimu."
Harry diam saja, namun Dumbledore tampaknya tidak
mengharapkan jawaban. Dia melanjutkan, "Sekarang topik
yang berbeda, walaupun masih ada hubungannya. Aku berharap kau belajar privat denganku tahun ini."
"Privat dengan Anda"" Harry yang sedang asyik berpikir sampai kaget.
"Ya, kurasa sudah waktunya aku turun tangan lebih banyak dalam pendidikanmu." "Apa yang akan Anda ajarkan kepada saya, Sir""
"Oh, sedikit ini, sedikit itu," kata Dumbledore ringan.
Harry menunggu penuh harap, namun Dumbledore tidak menguraikannya, maka dia menanyakan hal lain yang agak mengganggunya.
"Jika saya belajar dengan Anda, saya tak perlu b
elajar Occlumency dengan Snape, kan""
"Profesor Snape, Harry dan tidak, kau tidak akan
belajar Occlumency lagi."
"Bagus," kata Harry lega, "karena pelajaran itu-"
Dia berhenti, berhati-hati tidak mengatakan apa yang sebetulnya dipikirkannya.
"Kurasa kata 'gagal total' cocok di sini," kata Dumbledore, mengangguk.
Harry tertawa. "Itu berarti saya tidak akan banyak bertemu Profesor Snape mulai sekarang," katanya, "karena dia tidak mengizinkan saya melanjutkan pelajaran Ramuan, kecuali saya mendapat nilai 'Outstanding' dalam OWL, yang saya rasa tidak."
"Jangan menghitung anak ayam sebelum telurnya menetas," kata Dumbledore serius. "Ngomong-ngomong soal OWL, nilai kalian akan keluar siang nanti. Ada dua hal lagi, Harry, sebelum kita berpisah."
"Yang pertama, aku ingin mulai sekarang kau selalu membawa Jubah Gaib-mu. Bahkan di dalam Hogwarts. Untuk berjaga-jaga, kau mengerti""
Harry menganguk. "Dan terakhir, selama kau tinggal di sini, The Burrow dilengkapi pengamanan paling tinggi yang bisa diberikan Kementerian. Tindakan ini menyebabkan beberapa ketidaknyamanan bagi Arthur dan Molly semua pos mereka, misalnya, diperiksa di Kementerian, sebelum diteruskan. Mereka sama sekali tidak keberatan, karena yang terpenting bagi mereka adalah keselamatanmu. Maka, sungguh kelewatan jika kau membalasnya dengan mempertaruhkan lehermu selama kau tinggal bersama mereka."
"Saya mengerti," kata Harry buru-buru.
"Baiklah kalau begitu," kata Dumbledore, mendorong terbuka pintu kamar-sapu dan melangkah ke halaman. "Aku melihat lampu di dapur. Jangan biarkan Molly kehilangan kesempatan lebih lama lagi untuk menyesali betapa kurusnya
kau." 05. DAHAK YANG BERLEBIHAN
Harry dan Dumbledore mendekati pintu belakang The Burrow, yang dikelilingi rongsokan yang biasa, sepatu-sepatu bot wellington dan kuali-kuali berkarat. Harry bisa mendengar dekut lembut ayam-ayam yang tidur dalam kandang yang agak jauh. Dumbledore mengetuk tiga kali dan Harry melihat gerakan mendadak di belakang jendela dapur.
"Siapa itu"" kata suara cemas yang dikenalinya sebagai suara Mrs Weasley. "Nyatakan dirimu."
"Ini aku, Dumbledore, mengantar Harry."
Pintu langsung terbuka. Tampak Mrs Weasley, pendek, gemuk, dan memakai gaun rumah tua berwarna hijau.
"Harry, Sayang! Astaga, Albus, kau membuatku ketakutan, kau bilang baru akan datang pagi!"
"Kami beruntung," kata Dumbledore, mengantar Harry masuk. "Slughorn ternyata jauh lebih mudah dibujuk daripada yang kukira. Hasil kerja, Harry, tentu saja. Ah, halo, Nymphadora!"
Harry menoleh dan melihat bahwa Mrs Weasley tidak sendirian, kendati saat itu sudah lewat larut malam. Seorang penyihir perempuan muda dengan wajah pucat berbentuk hati dan rambut cokelat-kelabu sedang duduk di depan meja makan, memegang cangkir besar di antara dua tangannya.
"Halo, Profesor," katanya. "Hai, Harry."
"Hai, Tonks." Harry berpikir Tonks tampak pucat, seperti sedang sakit, dan senyumnya seperti dipaksakan. Penampilannya memang tidak semeriah biasanya tanpa rambut palsunya yang berwarna merah muda cerah.
"Aku sebaiknya pergi," kata Tonks buru-buru, seraya berdiri dan menarik mantel ke sekeliling bahunya. "Terima kasih atas teh dan simpatinya, Molly."
"Jangan pulang gara-gara aku," kata Dumbledore sopan. "Aku tak bisa tinggal, ada beberapa masalah penting yang harus kubicarakan dengan Rufus Scrimgeour."
"Tidak, tidak, aku harus pergi," kata Tonks, tanpa menatap mata Dumbledore. "Malam"
"Sayang, kenapa tidak datang makan malam akhir pekan ini" Remus dan Mad-Eye datang"
"Tidak bisa, Molly ... tapi terima kasih ... selamat malam, semua."


Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tonks bergegas melewati Dumbledore dan Harry menuju halaman; selewat beberapa langkah dari pintu dia berputar di tempat dan lenyap. Harry memperhatikan bahwa Mrs Weasley tampak prihatin.
"Nah, kita ketemu lagi di Hogwarts, Harry," kata Dumbledore. "Jaga dirimu baik-baik. Molly, aku pamit."
Dia membungkuk kepada Mrs Weasley dan menyusul Tonks, menghilang di tempat yang persis sama. Mrs Weasley menutup pintu setelah halaman kosong, kemudian memegang bahu Harry dan membawanya ke tempat yang disinari lampu di meja untuk memeri
ksanya. "Kau seperti Ron," dia menghela napas, mengamati Harry dari atas ke bawah. "Kalian berdua seperti kena Mantra Ulur. Aku yakin Ron sudah bertambah tinggi sepuluh senti sejak aku membelikannya jubah seragam sekolah. Kau lapar, Harry""
"Yeah," kata Harry, mendadak sadar betapa laparnya dia.
"Duduklah, Nak, akan kusiapkan sesuatu."
Setelah Harry duduk, seekor kucing berbulu lebat warna jingga dengan wajah penyok melompat naik ke pangkuannya dan diam di sana, mendengkur.
"Jadi, Hermione di sini"" tanyanya riang seraya menggelitik Crookshanks di belakang telinganya.
"Oh ya, dia tiba kemarin dulu," kata Mrs Weasley, mengetuk sebuah panci besi besar dengan tongkat sihirnya. Panci itu melompat ke atas kompor dengan dentang keras dan langsung menggelegak. "Semua di tempat tidur, tentu, kami mengira kau baru akan datang berjam-jam lagi. Ini, silakan"
Diketuknya lagi panci di atas kompor. Panci itu terangkat ke udara, melayang menuju Harry dan memiringkan diri. Mrs Weasley dengan gesit menyorongkan mangkuk di bawahnya, tepat pada saat si panci menuangkan sup bawang yang kental dan berasap.
"Roti, Nak""
"Terima kasih, Mrs Weasley."
Mrs Weasley melambaikan tongkat sihirnya di atas bahunya; sebantal roti dan sebilah pisau melayang anggun ke atas meja. Sementara roti itu memotong sendiri dan panci sup bertengger kembali di atas kompor, Mrs Weasley duduk di seberang Harry.
"Jadi, kau membujuk Horace Slughorn untuk menerima pekerjaan itu""
Harry mengangguk, mulutnya penuh sup panas sehingga dia tak bisa bicara.
"Dia mengajar Arthur dan aku," kata Mrs Weasley. "Dia mengajar di Hogwarts selama bertahun-tahun, mulainya sekitar waktu yang sama dengan Dumbledore, kukira. Kau suka padanya""
Mulutnya sekarang penuh roti, Harry mengangkat bahu dan mengedikkan kepala, tak menyatakan pendapat.
"Aku tahu apa maksudmu," kata Mrs Weasley, mengangguk bijaksana. "Tentu dia bisa menyenangkan kalau dia mau, tapi Arthur tak begitu suka padanya. Kementerian dipenuhi mantan murid-murid favorit Slughorn, dia memang pintar merriberi dukungan, tapi tak pernah punya banyak waktu dengan Arthur
tak pernah berpikir Arthur cukup untuk kedudukan tinggi, Yah, itu cuma menunjukkan bahkan Slughorn bisa keliru. Aku tak tahu apakah Ron sudah memberitahumu di salah satu suratnya baru saja terjadi sihtapi Arthur baru saja naik pangkat!"
Kentara sekali Mrs Weasley sudah tak sabar ingin menyampaikan ini. Harry menelan sesuap besar sup sangat panas dan bisa merasakan tenggorokannya langsung lecet.
"Bagus sekali!" engahnya.
"Kau baik sekali," kata Mrs Weasley berseri-seri, barangkali mengira mata Harry berair saking terharunya mendengar kabar itu. "Ya, Rufus Scrimgeour telah mendirikan beberapa kantor baru untuk menanggapi situasi sekarang ini, dan Arthur mengepalai Kantor Pendeteksian dan Penyitaan Mantra Pertahanan dan Benda Perlindungan Palsu. Ini pekerjaan besar, dia punya sepuluh anak buah yang melapor padanya sekarang!"
"Apa persisnya""
"Begini, dalam segala kepanikan menghadapi Kau Tahu-Siapa, barang-barang aneh bermunculan dan dijual di mana-mana, barang-barang yang katanya bisa melindungimu dari Kau-Tahu-Siapa dan para Pelahap Maut. Kau bisa membayangkan barang-barang seperti apa - seperti yang disebut ramuan-pelindung yang sebetulnya hanyalah kuah daging dengan sedikit nanah Bubotubber, atau petunjuk-petunjuk mantra pertahanan yang sebetulnya malah membuat telingamu lepas ... yah, para pelakunya terutama adalah orang-orang seperti Mundungus Fletcher, yang seumur hidup tak pernah bekerja halal dan mengambil keuntungan mumpung semua orang sangat ketakutan, tapi dari waktu ke waktu ada barang yang benar-benar mengerikan. Kemarin dulu Arthur menyita satu kotak Teropong-Curiga yang sudah dikutuk yang dipasang oleh Pelahap Maut. Jadi, kaulihat, ini pekerjaan yang sangat penting, dan kukatakan padanya,
bodoh kalau dia merasa kehilangan tak lagi menangani busi dan pemanggang roti dan barang-barang sampah Muggle lainnya," Mrs Weasley mengakhiri pidatonya dengan pandangan galak, seakan Harry-lah yang mengatakan wajar jika merasa kehilangan busi.
"Apakah Mr Weasley ma
sih bekerja"" Harry bertanya.
"Ya, masih. Sesungguhnya, dia agak terlambat ... dia tadi bilang akan pulang sekitar tengah malam ... "
Mrs Weasley menoleh memandang jam besar yang bertengger canggung di atas setumpuk seprai dalam keranjang cucian di ujung meja. Harry langsung mengenalinya. Jam itu memiliki sembilan jarum, masing-masing bertulisan nama seorang anggota keluarga, dan biasanya tergantung di dinding ruang duduk keluarga Weasley, meskipun keberadaannya saat ini menunjukkan bahwa Mrs Weasley sekarang membawanya ke mana-mana dalam rumah. Kesembilan jarumnya sekarang menunjuk ke bahaya maut.
"Sudah beberapa waktu begitu," kata Mrs Weasley, dengan suara biasa yang tak meyakinkan, "sejak Kau Tahu-Siapa terang-terangan menyatakan diri kembali. Kurasa semua orang dalam bahaya maut sekarang ... kurasa tak hanya keluarga kami ... tapi aku tak kenal orang lain yang punya jam seperti ini, jadi aku tak bisa mengeceknya. Oh!"
Mendadak dia menunjuk ke jam itu. Jarum Mr Weasley telah bergeser ke bepergian.
"Dia datang!" Dan betul saja, sekejap kemudian pintu belakang diketuk. Mrs Weasley melompat dan bergegas ke pintu itu. Dengan satu tangan pada pegangan pintu dan wajah melekat pada daunnya dia bertanya pelan, "Arthur, kaukah itu""
"Ya," terdengar suara letih Mr Weasley. "Tapi aku juga akan bilang begitu seandainya aku Pelahap Maut, Sayang. Ajukan pertanyaannya!"
"Oh, apa perlu ... "
"Molly!" "Baiklah, baiklah ... apakah ambisimu yang paling besar""
"Mengetahui bagaimana caranya pesawat terbang bisa tetap di angkasa."
Mrs Weasley mengangguk dan memutar pegangan pintu, namun rupanya Mr Weasley memeganginya erat-erat di sisi lainnya, karena pintu tetap tertutup rapat.
"Molly! Aku harus mengajukan pertanyaanmu dulu!"
"Astaga, Arthur, ini konyol ... "
"Kau ingin aku memanggilmu apa kalau kita hanya berdua
saja"" Bahkan dalam sinar temaram lentera Harry bisa melihat wajah Mrs Weasley menjadi merah padam; dia sendiri mendadak merasa hangat di sekitar telinga dan lehernya, dan buru-buru menelan sup, mendentangkan sendoknya sekeras mungkin ke mangkuk.
"Mollywobbles," bisik Mrs Weasley yang sangat jengah ke celah di pinggir pintu.
"Betul," kata Mr Weasley. "Sekarang kau boleh mengizinkan aku masuk."
Mrs Weasley membuka pintu, dan tampaklah suaminya, seorang laki-laki kurus, berambut merah yang sudah mulai botak, memakai kacamata berbingkai tanduk dan mantel perjalanan panjang berdebu.
"Aku tak mengerti kenapa kita harus melakukan itu setiap kali kau pulang," kata Mrs Weasley, wajahnya masih
kemerahan, ketika dia membantu suaminya melepas mantelnya. "Maksudku, Pelahap Maut bisa saja memaksamu memberikan jawaban itu sebelum dia menyamar menjadi
kau!" "Aku tahu, Sayang, tapi ini prosedur Kementerian dan aku harus memberi contoh. Baunya sedap-sup bawang""
Mr Weasley menoleh penuh harap ke arah meja.
"Harry! Kami kira kau baru akan datang pagi hari!"
Mereka berjabat tangan dan Mr Weasley menjatuhkan diri ke kursi di sebelah Harry, sementara Mrs Weasley menghidangkan semangkuk sup di hadapannya juga.
"Terima kasih, Molly. Malam ini malam yang berat. Ada idiot yang mulai menjual Medali-Metamorfosis. Kalungkan ke lehermu dan kau bisa mengubah penampilan semaumu. Seratus ribu penyamaran, hanya sepuluh Galleon!"
"Dan apa yang ternyata terjadi kalau kau memakainya""
"Paling banter kulitmu berubah jadi jingga jelek, tapi beberapa orang ditumbuhi kutil mirip tentakel di seluruh tubuh mereka. Kayak St Mungo masih kurang kerjaan saja!"
"Kedengarannya seperti hal yang dianggap lucu oleh Fred dan George," kata Mrs Weasley ragu-ragu. "Kau yakin""
"Tentu saja!" kata Mr Weasley. "Anak-anak tidak akan melakukan hal seperti itu sekarang, tidak ketika orang-orang putus asa mencari perlindungan!"
"Jadi, itukah sebabnya kau terlambat, Medali-Metamorfosis""
"Bukan, kami mendapat kisikan ada Jimat-Salah-Kaprah di Elephant and Castle, untungnya Pasukan Pelaksanaan Hukum Sihir sudah berhasil membereskannya ketika kami tiba di sana
" Harry menyembunyikan kuap di balik tangannya.
"Tidur," Mrs Weasley yang tak bisa dikelabui langsung menyuruh. "Sudah kusiapkan k
amar Fred dan George untukmu, kau akan menempatinya sendirian."
"Kenapa, di mana mereka""
"Oh, mereka di Diagon Alley, tidur di flat kecil di atas toko lelucon mereka karena mereka sibuk sekali," kata Mrs Weasley. "Harus kuakui awalnya aku tidak merestui, tapi mereka tampaknya memang punya sedikit bakat bisnis! Ayo Nak, kopermu sudah di atas sana."
""Mat tidur, Mr Weasley," kata Harry, mendorong ke belakang kursinya. Crookshanks melompat gesit dari atas pangkuannya dan menyelinap meninggalkan ruangan.
"Selamat tidur, Harry," kata Mr Weasley.
Harry melihat Mrs Weasley mengerling jam di keranjang cucian ketika mereka meninggalkan dapur. Semua jarumnya, sekali lagi, menunjuk ke bahaya maut.
Kamar Fred dan George ada di lantai dua. Mrs yVeasley mengacungkan tongkat sihirnya ke lampu di meja kecil di sebelah tempat tidur dan lampu itu langsung menyala, menyiram kamar itu dengan sinar keemasan yang nyaman. Kendatipun satu vas besar bunga diletakkan di atas meja di depan jendela kecil, harum bunga-bunga itu tidak bisa menyamarkan sisa bau yang diduga Harry bau serbuk mesiu. Sebagian besar lantai ditempati kotak-kotak karton tanpa nama, tersegel, di antara kotak-kotak itu terletak koper Harry. Kamar itu tampaknya dipakai sebagai gudang sementara.
Hedwig beruhu-uhu riang dari tempat hinggapnya di atas lemari pakaian besar, kemudian melayang keluar dari jendela. Harry tahu dia menunggu untuk melihatnya sebelum pergi berburu. Harry mengucapkan selamat tidur kepada Mrs Weasley, memakai piamanya dan naik ke salah satu tempat
tidur. Ada sesuatu yang keras di dalam sarung bantal. Tangannya meraba mencari-cari dan menarik keluar permen lengket berwarna ungu dan jingga, yang dikenalinya sebagai Pastiles Pemuntah. Tersenyum sendiri, dia berguling dan langsung tertidur.
Beberapa detik kemudian, atau begitu rasanya bagi Harry, dia terbangun oleh sesuatu yang kedengarannya seperti tembakan meriam ketika pintu menjeblak terbuka. Kaget sampai terduduk tegak, dia mendengar geseran gorden yang dibuka; cahaya matahari yang menyilaukan seakan menusuk keras kedua matanya. Melindungi kedua mata dengan satu tangan, dia meraba-raba tak berdaya mencari kacamatanya dengan tangan lainnya.
"Ada apa sih""
"Kami tak tahu kau sudah di sini!" kata suara keras dan gembira, dan dia menerima pukulan keras di puncak kepalanya.
"Ron, jangan pukul dia dong!" kata suara anak perempuan mencela.
Tangan Harry menemukan kacamatanya dan dia memakainya, meskipun cahaya terlalu terang dia nyaris tak bisa melihat. Bayangan panjang tampak bergetar di depannya beberapa saat; dia mengerjapkan mata dan Ron Weasley muncul di fokus, menunduk tersenyum kepadanya.
"Oke"" "Belum pernah sebaik ini," kata Harry, mengusap-usap puncak kepalanya dan merosot kembali di atas bantalnya.
"Kau"" "Tidak buruk," kata Ron, menarik sebuah kotak dan duduk di atasnya. "Kapan kau sampai" Mum baru saja memberitahu kami."
"Sekitar pukul satu pagi ini."
"Apakah para Muggle baik-baik saja" Apakah mereka memperlakukan kau dengan oke""
"Sama seperti biasanya," kata Harry, sementara Hermione duduk di tepi tempat tidurnya. "Mereka tidak begitu banyak bicara denganku, tapi aku lebih suka begitu. Bagaimana kabarmu, Hermione""
"Oh, aku baik-baik saja," kata Hermione, yang sedang mengamati Harry seakan Harry menderita penyakit tertentu.
Harry menduga dia tahu apa penyebabnya, dan karena dia tak ingin membicarakan kematian Sirius atau topik menyedihkan lain saat ini, dia berkata, "Jam berapa sekarang" Apa aku ketinggalan sarapan""
"Jangan khawatir soal itu, Mum akan mengantarkan sarapan untukmu. Dia berpendapat kau kurang makan," kata Ron, memutar matanya. "Jadi, ada kejadian apa saja nih""
"Tidak banyak, aku kan terkurung di rumah bibi dan pamanku."
"Ayolah, ngaku saja!" kata Ron. "Kau kan baru keluar dengan Dumbledore!"
"Tidak begitu seru. Dia cuma menginginkan aku membantunya membujuk guru tua untuk meninggalkan masa pensiunnya. Namanya Horace Slughorn."
"Oh," kata Ron, tampak kecewa. "Kami kira ..."
Hermione melempar pandang memperingatkan ke arah Ron dan Ron secepat kilat mengubah haluan.
"kami kira sesua tu seperti itu." "Kalian kira begitu"" ujar Harry, geli.
"Yeah ... yeah, setelah Umbridge pergi, jelas kita perlu guru baru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam, kan" Jadi, er, orangnya seperti apa""
"Tampangnya agak mirip beruang laut dan dia dulunya Kepala Asrama Slytherin," kata Harry. "Ada yang tidak beres, Hermione""
Hermione mengamatinya seakan mengharap gejala-gejala aneh akan muncul setiap saat. Dia buru-buru mengubah ekspresi wajahnya menjadi senyum kurang meyakinkan.
"Tidak, tentu saja tidak! Jadi, apakah kelihatannya Slughorn akan jadi guru yang baik""
"Entahlah," kata Harry. "Dia tak bisa lebih parah daripada Umbridge, kan""
"Aku tahu orang yang lebih parah daripada Umbridge," terdengar suara dari pintu. Adik bungsu Ron berjalan masuk dengan lesu, tampak kesal. "Hai, Harry."
"Kenapa kau"" tanya Ron.
"Dia tuh," kata Ginny, mengenyakkan diri di tempat tidur Harry. "Dia membuatku sebal."
"Kenapa lagi dia"" tanya Hermione penuh simpati.
"Caranya ngomong denganku itu lho kalian akan mengira umurku tiga tahun!"
"Aku tahu," kata Hermione, merendahkan suaranya. "Dia menganggap dirinya penting sih."
Harry tercengang mendengar Hermione bicara tentang Mrs Weasley seperti ini dan tak bisa menyalahkan Ron yang berkata berang, "Tidak bisakah kalian berdua tidak menjelek-jelekkannya lima detik saja""
"Oh, bagus, bela dia," bentak Ginny. "Kami semua tahu kau tak puas-puasnya memandangnya."
Sungguh komentar aneh kalau itu untuk ibu Ron. Merasa ada yang tak diketahuinya, Harry berkata, "Siapa yang
kalian"" Namun pertanyaannya sudah terjawab sebelum dia menyelesaikannya. Pintu kamar terbuka lagi dan Harry secara refleks menarik bedcover sampai ke dagunya, keras sekali sampai Hermione dan Ginny merosot dari tempat tidur ke lantai.
Seorang gadis berdiri di pintu. Gadis yang kecantikannya luar biasa sehingga kamar rasanya jadi kehilangan udara. Dia jangkung dan langsing dengan rambut pirang panjang dan tampaknya memancarkan sinar lembut keperakan. Menyempurnakan penampilan ini, dia membawa nampan penuh sarapan.
"Arry" katanya dengan suara serak-serak basah. "Sudah kelewat lama!"
Ketika dia melangkahi ambang pintu menuju Harry, tampaklah Mrs Weasley berjalan di belakangnya, kelihatan agak jengkel.
"Tak perlu membawa naik nampan itu, aku baru saja akan membawanya."
"Tidak apa-apa," kata Fleur Delacour, meletakkan nampan itu di atas pangkuan Harry dan kemudian menunduk mengecupnya di pipi kanan dan kiri. Harry merasa tempat yang telah disentuh bibirnya terbakar. "Saya ingin bertemu dengannya. Kau ingat adikku, Gabrielle" Dia tak pernah berhenti bicara tentang 'Arry Potter'. Dia akan senang sekali bertemu kau lagi."
"Oh ... dia di sini juga"" suara Harry parau.
"Tidak, tidak, anak bodoh," kata Fleur dengan tawa merdu. "Maksudku musim panas tahun depan, kalau kami tapi tidakkah kau tahu""
Mata birunya yang besar melebar dan dengan pandangan mencela dia menatap Mrs Weasley, yang berkata, "Kami belum sempat memberitahunya."
Fleur kembali memandang Harry, mengayunkan rambutnya yang keperakan sehingga mengenai wajah Mrs Weasley.
"Bill dan aku akan menikah!"
"Oh," kata Harry bego. Dia mau tak mau melihat bagaimana Mrs Weasley, Hermione, dan Ginny dengan sengaja saling mengalihkan pandang. "Wow. Er-selamat ya!"
Fleur membungkuk dan mengecupnya lagi.
"Bill sibuk sekali saat ini, bekerja keras, dan aku cuma kerja paro-waktu di Gringotts untuk melatih bahasa Inggrisku, jadi dia membawaku ke sini selama beberapa 'ari agar bisa berkenalan dengan keluarganya. Aku senang sekali waktu mendengar kau akan datang tak banyak yang bisa dikerjakan di sini, kecuali kalau kau senang masak dan senang ayam! Nahselamat sarapan, 'Arry!"
Dengan kata-kata tersebut dia berbalik dengan anggun dan kelihatannya seperti melayang keluar kamar, menutup pintunya pelan di belakangnya.
Mrs Weasley mengeluarkan suara yang kedengarannya
seperti "tchah!"
"Mum membencinya," kata Ginny pelan.
"Aku tidak membencinya," kata Mrs Weasley dalam bisikan galak. "Aku hanya menganggap mereka terburu-buru bertunangan, cuma itu."
"Mereka sudah saling kenal selama setahun," kata Ron, yang ane
hnya tampak grogi dan menatap hampa pintu yang tertutup.
"Yah, itu tidak lama! Aku tahu kenapa itu terjadi, tentu saja. Ini semua gara-gara ketidakpastian dengan munculnya kembali Kau-Tahu-Siapa, orang-orang mengira mereka bisa mati besok, jadi mereka terburu-buru membuat segala macam keputusan yang normalnya perlu waktu untuk
dipertimbangkan dulu. Ini sama saja dengan waktu terakhir kali dia berkuasa, orang-orang kawin lari di mana-mana"
"Termasuk Mum dan Dad," kata Ginny licik.
"Ya, tapi ayahmu dan aku memang ditakdirkan berjodoh, apa gunanya menunggu"" kata Mrs Weasley. "Sedangkan Bill dan Fleur ... yah ... apa sih persamaan mereka" Bill pekerja keras dan orang yang sederhana, sedangkan dia ."
"Parah," kata Ginny, mengangguk. "Tapi Bill tidak begitu sederhana sih. Dia pemunah-kutukan kan, dia menyukai sedikit petualangan, sedikit glamour ... kurasa itulah sebabnya dia jatuh hati pada si Dahak."
"Jangan panggil dia begitu lagi, Ginny," kata Mrs Weasly tajam, sementara Harry dan Hermione tertawa. "Yah, aku sebaiknya turun ... makan telurmu selagi masih hangat,
Harry." Tampak lelah, Mrs Weasley meninggalkan kamar itu. Ron masih tampak seperti orang yang sedikit mabuk; dia mencoba menggelengkan kepala, seperti anjing yang berusaha mengeluarkan air dari telinganya.
"Apakah kau tidak menjadi terbiasa dengannya kalau dia tinggal serumah denganmu"" Harry bertanya.
"Yah, memang sih," kata Ron, "tapi kalau dia mendadak muncul, seperti baru saja ... "
"Menyedihkan;" kata Hermione geram, melangkah sejauh mungkin dari Ron dan berbalik menghadapinya dengan tangan bersedekap setelah dia tiba di dinding.
"Kau tidak menghendaki dia di sini selamanya, kan"" Ginny menanyai Ron tak percaya. Ketika Ron hanya mengangkat bahu, Ginny berkata, "Mum akan menghentikannya kalau bisa, aku berani taruhan."
"Bagaimana caranya"" tanya Harry.
"Dia tak hentinya berusaha mengundang Tonkzs makan malam. Kurasa dia berharap Bill akan tertarik pada Tonks alih-alih si Dahak. Kuharap begitu. Aku lebih suka punya kakak ipar
Tonks." "Yeah, pasti berhasil," sindir Ron. "Dengar, tak ada cowok waras yang akan naksir Tonks kalau ada Fleur. Maksudku, penampilan Tonks oke kalau dia tidak melakukan hal-hal konyol pada rambut dan hidungnya, tapi ."
"Dia jauh lebih menyenangkan daripada Dahak," kata Ginny.
"Dan dia lebih pintar, dia Auror!" kata Hermione dari sudut.
"Fleur tidak bodoh, dia cukup hebat untuk ikut Turnamen Triwizard," kata Harry.
"Masa kau juga sih!" kata Hermione getir.
"Kurasa kau suka cara si Dahak memanggilmu 'Arry, kan"" tanya Ginny mencemooh.
"Tidak," kata Harry, menyesal sudah bicara. "Aku cuma bilang Dahak-maksudku, Fleur ."
"Aku jauh lebih suka punya kakak ipar Tonks," kata Ginny. "Paling tidak dia suka tertawa."
"Belakangan ini dia tidak banyak tertawa," kata Ron. "Setiap kali aku melihatnya, dia makin seperti Myrtle Merana."
"Itu tidak adil," bentak Hermione. "Dia belum bisa mengatasi apa yang terjadi ... kau tahu ... maksudku, dia kan sepupunya!"
Hati Harry mencelos. Mereka akhirnya tiba pada topik Sirius. Dia mengambil garpu dan mulai memasukkan telur aduk ke dalam mulutnya, berharap mengelakkan ajakan bergabung dalam pembicaraan ini.
"Tonks dan Sirius nyaris tak saling kenal!" kata Ron. "Sirius berada di Azkaban dalam separo hidup Tonks dan sebelum itu keluarga mereka tak pernah bertemu-"
"Bukan itu masalahnya," kata Hermione. "Tonks mengira salahnyalah Sirius meninggal!"
"Bagaimana dia bisa beranggapan begitu"" tanya Harry, walaupun tadinya bertekad tak ikut bicara.
"Yah, Tonks waktu itu sedang melawan Bellatrix Lestrange, kan" Menurutku dia merasa kalau saja dia bisa menghabisinya, Bellatrix tidak akan bisa membunuh Sirius."
"Itu bodoh," kata Ron.
"Itu rasa bersalah orang yang selamat," kata Hermione. "Aku tahu Lupin sudah berusaha bicara dengannya, tapi dia masih terpukul sekali. Dia malah mendapat kesulitan dengan Metamorfosisnya!"
"Dengan-""
"Dia tak bisa mertgubah penampilannya seperti dulu," Hermione menjelaskan. "Kukira kekuatannya terpengaruh oleh shock, atau sesuatu."
"Aku tak tahu itu bisa terjadi," kata Harry.
"Tadinya aku ju ga tak tahu," kata Hermione, "namun kurasa kalau kau benar-benar depresi ... "
Pintu terbuka lagi dan Mrs Weasley menjulurkan kepala ke dalam kamar.
"Ginny," bisiknya, "turunlah, dan bantu aku menyiapkan makan siang."
"Aku sedang ngobrol dengan mereka!" kata Ginny, berang. "Sekarang!" kata Mrs Weasley, lalu pergi.
"Dia cuma mau aku di sana supaya dia tidak berdua saja dengan Dahak!" kata Ginny marah. Dia mengayunkan rambut merahnya yang panjang, menirukan Fleur dengan sangat baik, dan berjalan berkeliling kamar dengan tangan terangkat seperti balerina.
"Kalian lebih baik segera ikut turun juga," katanya sambil pergi.
Harry menggunakan kesempatan hening sejenak ini untuk memakan lagi sarapannya. Hermione sedang mengintip ke dalam kotak-kotak Fred dan George, meskipun dari waktu ke waktu dia mengerling Harry. Ron, yang sekarang memakan roti panggang Harry, masih melamun memandang pintu.
"Apa ini"" Hermione akhirnya bertanya, mengangkat sesuatu yang tampak seperti teleskop kecil.
"Entahlah," kata Ron, "tapi kalau Fred dan George meninggalkannya di sini, kemungkinan barang itu belum siap untuk toko lelucon, jadi hati-hati."
"Kata ibumu toko mereka laftis;" kata Harry. "Katanya Fred dan George punya bakat bisnis."
"Itu sih mengecilkan," kata Ron. "Mereka panen Galleon! Aku sudah tak sabar ingin melihat toko mereka. Kami belum ke Diagon Alley, karena Mum bilang Dad harus ikut untuk pengamanan ekstra dan Dad belakangan ini sibuk sekali di tempat kerjanya, tapi tokonya kedengarannya luar biasa."
"Dan bagaimana dengan Percy"" tanya Harry. Anak ketiga keluarga Weasley telah berselisih dengan keluarganya. "Dia sudah bicara lagi dengan ayah dan ibumu""
"Belum," kata Ron.
"Tapi sekarang dia tahu ayahmu selama ini benar soal Voldemort muncul kembali-"
"Dumbledore bilang orang lebih mudah memaafkan orang lain yang salah daripada yang benar," kata Hermione. "Aku mendengarnya bilang begitu kepada ibumu, Ron."
"Tidak mengherankan kalau dia ngomong hal aneh seperti itu," kata Ron.
"Dia akan memberiku pelajaran privat tahun ini," kata Harry sambil lalu.
Ron tersedak potongan rotinya dan Hermione terkesiap. "Kenapa baru bilang"" kata Ron.
"Aku baru ingat," kata Harry jujur. "Dia memberitahuku semalam di kamar-sapu kalian."
"Harry ... pelajaran privat dengan Dumbledwore!" kata Ron, tampak terkesan. "Kenapa kira-kira ya ...""
Suaranya mengecil lalu menghilang. Harry melihatnya dan Hermione saling pandang. Harry meletakkan pisau dan garpunya, jantungnya berdebar agak keras, mengingat yang sedang dilakukannya hanyalah duduk di tempat tidur. Dumbledore menyuruhnya melakukannya ... , kenapa tidak sekarang saja" Dengan mata terpaku pada garpunya, yang berkilau dalam cahaya matahari yang menyinari pangkuannya, dia berkata, "Aku tak tahu persis kenapa dia akan memberiku pelajaran, tapi kurasa pasti karena ramalan."
Baik Ron maupun Hermiorie tak ada yang bicara. Harry mendapat kesan keduanya membeku. Dia melanjutkan, masih bicara kepada garpunya, "Kalian tahu, ramalan yang mereka coba curi di Kementerian."
"Tapi kan tak ada yang tahu apa bunyinya," kata Hermione cepat-cepat. "Ramalannya pecah."
"Meskipun Prophet bilang-" Ron mulai, namun Hermione menghentikannya, "Shh!"
"Prophet benar," kata Harry, mendongak menatap mereka berdua dengan susah payah. Hermione tampak takut dan Ron tercengang. "Bola kaca yang pecah itu bukan rekaman satu-satunya ramalan itu. Aku mendengar seluruhnya di kantor Dumbledore. Ramalan itu dibuat untuknya, jadi dia bisa memberitahuku. Dari yang dikatakannya," Harry menarik napas dalam-dalam, "kelihatannya aku orang yang harus menghabisi Voldemort ... paling tidak, ramalan itu berkata salah satu dari kami tak bisa hidup sementara yang lain bertahan."
Mereka bertiga saling pandang dalam diam selama beberapa saat. Kemudian terdengar ledakan keras dan Hermione lenyap di balik gumpalan asap hitam.
"Hermione!" teriak Harry dan Ron nampan sarapan meluncur ke lantai dengan bunyi berkelontangan.
Hermione muncul lagi, terbatuk-batuk, dari dalam asap, memegang teleskop dan sebelah matanya ungu kehitaman.
"Aku meremasnya dan dia-dia men
injuku!" sengalnya. "Dan betul saja, mereka sekarang melihat sebuah tinju kecil di ujung per panjang yang mencuat dari ujung teleskop."
"Jangan kuatir," kata Ron, yang jelas berusaha tidak tertawa. "Mum akan membereskannya. Dia jago mengobati luka-luka ringan"
"Oh, sudahlah, itu tak penting sekarang!" kata Hermione buru-buru. "Harry, oh, Harry ... "
Dia duduk di tepi tempat tidur Harry lagi.
"Kami bertanya-tanya setelah pulang dari Kementerian ... tentu kami tak ingin berkata apa-apa kepadamu, tapi dari apa yang dikatakan Lucius Malfoy tentang ramalan itu, bahwa itu menyangkut kau dan Voldemort, yah, kami menduga bunyinya mungkin sesuatu seperti ini ... oh, Harry ... " Hermione mengawasinya tajam, kemudian berbisik, "Apakah kau takut""
"Tak setakut waktu itu," kata Harry. "Waktu pertama kali mendengarnya, aku takut ... tapi sekarang, rasanya dari dulu aku tahu aku harus menghadapinya pada akhirnya ... "
"Waktu kami mendengar Dumbledore sendiri yang menjemputmu, kami menduga dia akan memberitahumu sesuatu, atau menunjukkan sesuatu, yang ada hubungannya dengan ramalan," kata Ron bersemangat. "Dan boleh dibilang kami benar, kan" Dia tak akan memberirnu pelajaran kalau dia menganggap kau pecundang, tak akan membuang-buang waktu pasti berpendapat kau punya peluang!"
"Betul," kata Hermione. "Apa ya kira-kira, yang akan diajarkannya kepadamu, Harry" Sihir pertahanan tingkat tinggi, barangkali ... koritra-kutukan yang sangat manjur ... anti-jampi ... "
Harry tidak benar-benar mendengarkan. Kehangatan menjalari tubuhnya, yang tak ada hubungannya dengan sinar matahari. Cengkeraman kuat dalam dadanya terasa mengurai. Dia tahu Ron dan Hermione lebih shock daripada yang mereka perlihatkan, namun fakta bahwa mereka masih tetap di sana, di kanan-kirinya, mengucapkan kata-kata penghiburan yang menguatkan, tidak menyingkir darinya seakan dia berpenyakit menular atau berbahaya, jauh lebih berharga daripada yang bisa dia ungkapkan kepada mereka.
"... dan mantra untuk menghindar pada umumnya," Hermione menyimpulkan. "Yah, paling tidak kau sudah tahu satu pelajaran yang akan kaudapat tahun ini, satu lebih banyak daripada Ron dan aku. Kapan ya hasil OWL kita
datang"" "Tak lama lagi pasti, kan sudah sebulan," kata Ron.
"Tunggu," kata Harry, ketika bagian lain percakapan semalam terlintas di benaknya. "Dumbledore bilang hasil OWL kita akan datang hari ini!"
"Hari ini"" jerit Hermione. "Hari ini" Tapi kenapa kau tidak -oh, Tuhan harusnya kau bilang dari tadi-"
Hermione melompat bangun.
"Aku mau lihat apakah ada burung hantu yang sudah datang ... "
Namun ketika Harry tiba di bawah beberapa menit kemudian, berpakaian lengkap dan membawa nampan sarapannya yang sudah kosong, Hermione sedang duduk di kursi meja makan dengan sangat gelisah, sementara Mrs Weasley berusaha mengurangi kemiripannya dengan separo-panda.
"Tidak mau hilang," kata Mrs Weasley cemas, berdiri di depan Hermione dengan tongkat sihir di tangan dan buku Penolong Penyembuh terbuka pada halaman "Memar, Luka Potong, dan Lecet". "Padahal biasanya manjur. Aku tak mengerti."
"Bagi Fred dan George sih ini lucu, mereka sengaja bikin agar tidak bisa dihilangkan," kata Ginny.
"Tapi harus hilang!" lengking Hermione. "Mana mungkin aku ke mana-mana bertampang begini selamanya!"
"Tidak akan, Sayang, kita akan menemukan penangkalnya, jangan kuatir," kata Mrs Weasley menenangkan.
"Bill menceritakan padaku bagaimana lucunya Fred dan George!" kata Fleur, tersenyum tenang.
"Ya, aku sampai nyaris tak bisa bernapas saking gelinya;" bentak Hermione.
Dia melompat bangun dan mulai berjalan berputar-putar mengelilingi dapur, memilin-milin jari-jarinya. "Mrs Weasley, Anda benar-benar yakin tak ada burung hantu yang datang pagi ini""
"Yakin, Sayang, kalau ada aku pasti melihatnya," kata Mrs Weasley sabar. "Tapi sekarang belum lagi jam sembilan, masih banyak waktu ..."
"Aku tahu Rune Kuno-ku kacau balau," gumam Hermione risau. "Aku sudah pasti membuat satu kesalahan terjemahan. Dan praktek Pertahanan terhadap Ilmu Hitam parah banget. Kupikir Transfigurasi oke waktu itu, tapi kalau dipikir lagi"
"Hermione, bisa diam tidak, kau bukan satu-satunya yang cemas!" salak Ron. "Dan kalau kau sudah mendapatkan sepuluh OWL 'Outstanding' ..."
"Tidak, tidak, tidak," kata Hermione, menggoyang-goyangkan tangannya dengan histeris. "Aku tahu aku semuanya tidak lulus!"
"Apa yang terjadi kalau kita tidak lulus"" Harry bertanya, tak jelas ditujukan kepada siapa, namun Hermione lagilah yang menjawab.
"Kita mendiskusikan pilihan-pilihan dengan Kepala Asrama kita. Aku tanya pada Profesor Mc-Gonagall akhir semester
lalu." Perut Harry bergolak. Dia menyesal sarapan banyak-banyak.
"Di Beauxbatons," kata Fleur berpuas diri, "sistemnya lain. Kurasa sistem kami lebih baik. Kami ujian setelah enam tahun belajar, bukan lima, dan kemudian-"
Kata-kata Fleur ditenggelamkan oleh suara jeritan Hermione menunjuk melalui jendela dapur. Tiga titik hitam tampak jelas di langit, makin lama makin besar.
"Pasti itu burung hantu," kata Ron parau, melompat bergabung dengan Hermione di depan jendela.
"Dan ada tiga" kata Harry, bergegas ke sisi lain Hermione.
"Satu untuk kita masing-masing," kata Hermione dalam bisik ketakutan. "Oh tidak ... oh tidak ... oh tidak ..."
Dia mencengkeram erat siku Harry dan Ron.
Ketiga burung hantu itu terbang menuju The Burrow, tiga burung hantu tampan cokelat-kekuningan. Ketika terbang merendah di atas jalan setapak yang menuju rumah, tampak jelas ketiganya membawa amplop persegi besar.
"Oh tidak!" jerit Hermione.
Mrs Weasley menyeruak di antara mereka dan membuka jendela dapur. Satu, dua, tiga burung hantu melesat masuk dan mendarat berjajar di atas meja. Ketiganya mengangkat kaki kanan mereka.
Harry maju. Surat yang dialamatkan kepadanya terikat pada kaki burung hantu di tengah. Dibukanya ikatannya dengan jari-jari gemetar. Di sebelah kirinya, Ron berusaha melepas hasil OWL-nya. Di sebelah kanannya, tangan Hermione gemetar hebat sampai membuat seluruh tubuh burung hantunya ikut bergetar.
Tak seorang pun di dapur bicara. Akhirnya Harry berhasil melepas amplopnya. Dibukanya cepat-cepat dan direntangkannya perkamen terlipat di dalamnya.
HASIL ORDINARY WIZARDING LEVEL
Nilai kelulusan: OUTSTANDING (O) - ISTIMEWA
EXCEEDS EXPECTATIONS (E) - DI LUAR DUGAAN
ACCEPTABLE (A) - CUKUP Nilai ketidaklulusan: POOR (P) - PARAH DREADFUL (D) - MENGERIKAN


Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

TROLL (T) NILAI HARRY JAMES POTTER:
Astronomi A Pemeliharaan Hewan-Hewan Gaib E Mantra E
Pertahanan terhadap Ilmu Hitam O
Ramalan P Herbologi E Sejarah Sihir D Ramuan E Transfigurasi E Harry membaca perkamennya beberapa kali, napasnya makin teratur bersamaan dengan setiap Pengulangan. Hasilnya oke: dia sudah tahu dia tidak akan lulus Ramalan, dan dia tak mungkin lulus Sejarah Sihir, mengingat dia pingsan baru setengah jalan mengerjakan ujian, namun yang lain semua lulus! Jarinya menelusuri nilai-nilainya ... nilai Transfigurasi dan Herbologi-nya bagus, dia bahkan mendapatkan E. Di Luar Dugaan untuk Ramuan! Dan yang paling hebat, dia mendapatkan nilai "Outstanding" untuk Pertahanan terhadap Ilmu Hitam!
Dia memandang berkeliling. Hermione memunggunginya dan kepalanya menunduk, namun Ron tampak gembira.
"Cuma tidak lulus Ramalan dan Sejarah Sihir, dan siapa yang peduli dua pelajaran itu"" katanya riang kepada Harry. "Nih-tukar-"
Harry menunduk melihat nilai Ron. Tak ada nilainya yang
"Outstanding" ...
"Aku tahu kau akan top di Pertahanan terhadap Ilmu Hitam," kata Ron, meninju bahu Harry. "Nilai kita oke, kan""
"Bagus!" kata Mrs Weasley bangga, mengacak rambut Ron. "Tujuh OWL, itu lebih banyak dari nilai gabungan Fred dan George!"
"Hermione"" kata Ginny hati-hati, karena Hermione belum berbalik. "Bagaimana nilaimu""
"Aku tidak buruk," kata Hermione dengan suara kecil.
"Oh, yang benar," kata Ron, melangkah mendekatinya dan menyambar hasil ujian Hermione dari tangannya. "Yep sembilan 'Outstanding' dan satu 'Exceeds Expectations' untuk Pertahanan terhadap Ilmu Hitam". Ron menunduk memandangnya, setengah-geli, setengah putus asa. "Kau benar-benar kecewa, ya""
Hermione menggeleng, namun Harry tertawa.
"Nah, kita murid NEWT sekarang" kata Ron nyengir. "Mum, ada sosis lagi""
Harry kembali memandang hasil ujian
nya. Nilai-nilainya sebagus yang bisa diharapkannya. Dia hanya punya sedikit rasa sesal ... ini akhir ambisinya untuk menjadi Auror. Dia tidak berhasil mendapatkan nilai Ramuan yang disyaratkan. Dia sebetulnya sudah tahu, namun dia masih merasakan perutriya seperti ditonjok ketika memandang lagi huruf "E" kecil itu.
Aneh, sebetulnya, mengingat seorang Pelahap Maut yang menyamarlah yang pertama kali mengatakan kepada Harry bahwa dia bisa menjadi Auror yang baik, namun entah bagaimana ide itu menguasainya, dan dia tak bisa memikirkan karier lain yang diinginkannya. Lagi pula, rasanya itu takdir yang tepat untuknya, sejak dia mendengar ramalan sebulan lalu ... yang satu tak dapat hidup sementara yang lain bertahan ... bukankah itu cocok dengan ramalan dan dia akan memberi dirinya kesempatan bertahan hidup yang paling baik, jika dia bergabung dengan para penyihir yang sangat terlatih, yang pekerjaannya adalah menemukan dan membunuh Voldemort"
06. DILEMA DRACO Harry tinggal dalam batas halaman The Burrow selama beberapa minggu berikutnya. Dia melewatkan sebagian besar waktu siangnya dengan bermain Quidditch dua-lawan-dua di kebun buah keluarga Weasley (dia dan Hermione melawan Ron dan Ginny. Hermione parah dan Ginny bagus, jadi mereka cukup berimbang) dan malam harinya dengan memakan tiga porsi segala hidangan yang diletakkan Mrs Weasley di hadapannya.
Mestinya itu akan menjadi liburan yang menyenangkan dan damai, seandainya saja tak ada cerita-cerita tentang orang-orang yang lenyap, kecelakaan-kecelakaan aneh, bahkan tentang kematian yang sekarang muncul nyaris setiap hari di Prophet. Kadang-kadang Bill dan Mr Weasley membawa pulang kabar bahkan mendengarnya. Mrs Weasley kecewa karena perayaan perayaan ulang tahun keenam belas Harry dirusak leh kabar mengerikan yang dibawa ke pesta dirusak oleh Remus Lupin, yang tampak kurus kering dan muram, rambut cokelatnya banyak ditumbuhi uban di sana-sini, pakaiannya lebih compang-camping dan lebih banyak tambalannya daripada sebelumnya.
"Ada beberapa serangan Dementor lahi," dia mengumumkan, sementara Mrs weasley mengangsurkan sepotong besar kue ulang tahun kepadanya. "Dan mereka telah menemukan mayat Igor Karkaroff di sebuah gubuk tua di utara. Tanda kegelapan dipasang di atas gubuk itu - yah, terus terang, aku heran dia bertahan hidup bahkan setahun setelah meninggalkan Pelahap Maut. Adik Sirius, Regulus, hanya bisa bertahan beberapa hari, seingatku."
"Ya," kata Mrs Weasley, mengernyit "barangkali sebaiknya kita bicara soal ia-"
"Apa kau mendengar tentang Florean Fortescue, Remus"" tanya Bill, yang sedang disodori anggur oleh Fleur. "Orang yang punya-"
"-toko es krim di Dwiagon Alley"" Harry menyela dengan perasaan hampa, tak nyaman, di dasar perutnya. "Dia selalu memberiku es krim. Apa yang terjadi padanya""
"Dibawa dengan paksa, kalau melihat keadaan tokonya."
"Kenapa"" tanya Ron, sementara Mrs Weasley menatap tajam Bill.
"Siapa yang tahu" Dia pastinya telah membuat mereka merasa terganggu. Dia orang baik, Florean."
"Bicara soal Diagon Alley," kata Mr Weasley, "kelihatannya Ollivander telah menghilang."
"Si pembuat tongkat sihir"" tanya Glinny, tampak kaget.
"Betul. Tokonya kosong. Tak ada tanda-tanda perlawanan. Tak ada yang tahu apakah dia pergi dengan suka rela atau
diculik"" "Tapi tongkat sihir bagaimana kalau orang perlu tongkat
sihir"" "Mereka terpaksa mencari pembuat tongkat sihir yang lain," kata Lupin. "Namun Ollivander adalah yang terbaik, dan jika pihak lain mendapatkannya, ini tak begitu baik bagi kita."
Hari berikut setelah perayaan ulang tahun yang suram ini, surat-surat beserta daftar buku mereka tiba dari Hogwarts.
Surat Harry ada kejutannya: dia di angkat sebagai Kapten Quidditch.
"Ini memberimu status yang sama dengan prefek!" seru Hermione senga. "Kau bisa memakai kamar mandi spesial kami sekarang, dan segalanya yang lain!"
"Wow, aku ingat waktu Charlie memakai lencana semacam iru, kata Ron, mengamati lencana Harry dengan girang. "Harry, ini cool banget deh, kau kaptenku kalau kau mengizinkan aku masuk tim lagi, tapi, ha ha ..."
"Yah, kurasa kita tak bisa leb
ih lama lagi menunda kunjungan ke Diagon Alley sekarang, setelah kalian menerima ini," kata Mrs Weasley menghela napas, menatap daftar buku Ron. "Kita pergi hari Sabtu asal ayahmu tidak harus kerja lagi. Aku tak mau ke sana tanpa dia."
"Mum, apa Mum benar-benar mengira Kau-Tahu-Siapa akan ngumpet di belakang rak buku di Flourish and Blotts"" Ron terkikik.
"Fortescue dan Ollivander pergi berlibur, kan"" kata Mrs Weasley, langsung naik darah. "Kalau kaukira tindakan pengamanan soal main-main, kau boleh tinggal di rumah saja, biar aku yang membelikan keperluanmu"
"Tidak, aku ikut, aku mau lihat tokonya Fred dan George!" kata Ron buru-buru.
"Kalau begitu simpan ide-idemu, sebelum aku memutuskan kau belum cukup dewasa untuk ikut kami!" kata Mrs Weasley berang, menyambar jamnya, yang kzesembilan jarumnya masih menunjuk ke bahaya maut, dan menaruhnya di atas setumpuk handuk yang baru dicuci. "Dan itu berlaku untuk kembali ke Hogwarts juga!"
Ron menoleh dan memandang Harry tak percaya ketika ibunya mengangkat keranjang cucian beserta jam yang bergoyang mau jatuh dan melesat meninggalkan ruangan.
"Astaga ... bahkan bergurau pun tak bisa lagi di sini ..."
Namun Ron berhati-hati agar tidak berkomentar sembrono lagi tentang Voldemort selama beberapa hari berikutnya. Hari Sabtu tiba tanpa ledakan kemarahan lagi dari Mrs Weasley, walaupun dia tampak sangat tegang ketika sarapan. Bill, yang akan tinggal di rumah bersama Fleur (Hermione dan Ginny senang sekali karenanya), mengangsurkan satu kantong-uang berisi penuh kepada Harry di seberang meja.
"Jatahku mana"" Ron langsung menuntut, matanya melebar.
"Itu uang Harry, idiot," kata Bill. "Aku mengambilkannya dari lemari besimu, Harry, karena perlu kira-kira lima jam bagi masyarakat umum untuk mengambil uangnya saat ini, para goblin meningkatkan keamanan secara gila-gilaan. Dua hari yang lalu Arkie Philpott harus mengalami Detektor Kejujuran ditusukkan ke . yah, percayalah, cara ini jauh lebih mudah."
"Trims, Bill," kata Harry, mengantongi emasnya.
"Dia memang bijaksana," dengkur Fleur memuja, mengelus hidung Bill. Ginny berlagak muntah ke dalam serealnya di belakang Fleur. Harry tersedak cornflake-nya dan Ron menggebuk punggungnya.
Hari itu mendung dan suram. Salah satu mobil khusus Kementerian Sihir, yang pernah Harry naiki sekali sebelumnya, menunggu mereka di halaman depan ketika mereka muncul dari dalam rumah, seraya memakai mantel mereka.
"Bagus Dad bisa meminjam ini lagi," kata Ron senang, meregangkan tubuh dengan nikmat selagi mobil meluncur mulus meninggalkan The Burrow.
Bill dan Fleur melambai dari jendela dapur. Ron, Harry, Hermione, dan Ginny duduk nyaman di tempat duduk belakang yang lebar.
"Jangan terbiasa dengan ini, ini hanya karena Harry," kata Mr Weasley menoleh. Dia dan Mrs Weasley di depan, bersama sopir Kementerian. Tempat duduk depan telah memanjang menjadi mirip sofa dua tempat duduk. "Dia diberi status pengamanan top. Dan kita akan bergabung dengan keamanan tambahan di Leaky Cauldron juga."
Harry tidak berkata apa-apa. Dia tak begitu senang berbelanja sementara dikelilingi sebatalion Auror. Dia telah memasukkan Jubah Gaib ke dalam ranselnya dan merasa bahwa, jika itu sudah cukup baik bagi Dumbledore, harusnya itu cukup baik juga untuk Kementerian, meskipun setelah dipikir lagi, dia tak yakin apakah Kementerian tahu tentang Jubah-nya.
"Nah, sudah sampai," kata si pengemudi, untuk pertama kalinya bicara, ketika dia melambat di Charing Cross Road dan berhenti di depan Leaky Cauldron. Mengejutkan karena rasanya baru sebentar. "Saya disuruh menunggu kalian. Berapa lama kira-kira""
"Sekitar dua jam, kurasa," kata Mr Weasley. "Ah, bagus, dia sudah ada!"
Harry meniru Mr Weasley, mengintip dari jendela. Hatinya melonjak gembira. Tak ada Auror yang menunggu di depan losmen. Alih-alih Auror, yang ada sosok raksasa Rubeus Hagrid yang berjenggot-hitam, pengawas satwa liar di Hogwarts, memakai mantel panjang dari kulit berang-berang, berseri-seri melihat wajah Harry dan tak menyadari pandangan kaget para Muggle yang lewat.
"Harry!" suaranya menggelegar, menyambar Harry dalam pe
lukan meremukkan-tulang begitu Harry turun dari mobil. "Buckbeak-Witherwings, maksudku kau harus lihat dia, Harry, dia senang sekali bisa bebas di udara terbuka"
"Syukurlah kalau dia senang," kata Harry, nyengir sambil memijat-mijat iganya. "Kami tak tahu keamanan berarti kau!"
"Aku tahu, seperti dulu saja, kan" Tadinya Kementerian mau kirim rombongan Auror, tapi Dumbledore bilang aku cukup," kata Hagrid bangga, menggembungkan dadanya dan mengaitkan ibu jari ke dalam sakunya. "Ayo kita berangkat, kalau begitu silakan kalian jalan dulu, Molly, Arthur"
Leaky Cauldron, untuk pertama kalinya seingat Harry, kosong melompong. Hanya tersisa Tom si pemilik, dengan kulit keriput dan gigi ompong. Dia mendongak penuh harap ketika mereka masuk, namun sebelum dia bisa bicara, Hagrid berkata dengan lagak penting, "Cuma lewat hari ini, Tom, tentu kau mengerti. Urusan Hogwarts, kau tahu."
Tom mengangguk muram dan kembali mengelap gelas-gelasnya. Harry, Hermione, Hagrid, dan keluarga Weasley melewati bar dan keluar ke halaman belakang yang kecil dan dingin, yang ada tempat sampahnya. Hagrid mengangkat payung merah jambunya dan mengetuk batu bata tertentu di dinding, yang langsung membuka membentuk gerbang-lengkung menuju ke jalan cornblock berliku-liku. Mereka melewati gerbang itu dan berhenti, memandang berkeliling.
Diagon Alley telah berubah. Etalase berwarna-warni dan berkilauan memamerkan kitab-kitab mantra, bahan ramuan, dan kuali sudah hilang dari pandangan, tersembunyi di balik poster-poster besar Kementerian Sihir yang ditempelkan di kaca. Sebagian besar poster ungu suram ini adalah versi besar pedoman tindakan keamanan seperti dalam pamflet Kementerian yang dikirimkan ke rumah-rumah selama musim panas ini, namun yang lain menampilkan foto-foto hitam putih bergerak para Pelahap Maut yang diketahui berkeliaran bebas. Bellatrix Lestrange menyeringai dari depan apotek terdekat. Beberapa jendela etalase ditutup papan, termasuk etalase toko es krim Florean Fortescue. Sebaliknya, sejumlah kios kumuh bermunculan di sepanjang jalan. Yang paling dekat, yang didirikan di depan Flourish and Blotts dengan atap awning bergaris, di depannya dipasangi papan bertulisan:
JIMAT Efektif untuk Manusia Serigala, Demantor, dan Inferi
Seorang penyihir pria kecil lusuh menggemerincingkan lengannya yang penuh digantungi kalung dengan simbol-simbol perak pada orang-orang yang lewat.
"Satu untuk gadis kecil Anda, Madam"" dia menawari Mrs Weasley ketika mereka lewat, melirik Ginny. "Untuk melindungi lehernya yang cantik""
"Kalau aku sedang bertugas ..." kata Mr Weasley, mendelik marah pada si penjual jimat.
"Ya, tapi jangan menangkap orang sekarang, Sayang, kita sedang buru-buru," kata Mrs Weasley, dengan gugup mengecek daftar. "Kurasa lebih baik kita ke Madam Malkin's dulu. Hermione mau beli jubah resmi baru dan pergelangan kaki Ron sudah kelihatan dalam jubah seragam sekolahnya, dan kau juga perlu jubah baru, Harry, kau sudah bertambah tinggi banyak ayo, semua"
"Molly, tidak masuk akal kalau kita semua ke Madam Malkin's" ujar Mr Weasley. "Bagaimana kalau mereka bertiga pergi dengan Hagrid, dan kita bisa ke Flourish and Blotts dan membelikan buku sekolah untuk semuanya""
"Entahlah," kata Mrs Weasley cemas, tampak bingung memilih antara menyelesaikan berbelanja secepat mungkin dan keinginan untuk tetap bersamasama dalam satu rombongan. "Hagrid, menurutmu apakah-""
"Jangan kuatir, mereka akan aman bersamaku, Molly," kata Hagrid menenangkan, melambaikan tangan sebesar tutup tempat sampah. Mrs Weasley tidak tampak yakin sepenuhnya, namun meyetujui perpisahan ini. Dia bergegas menuju Flourish and Blotts bersama suaminya clan Ginny, sementara Harry, Ron, Hermione, dan Hagrid berjalan ke Madam Malkin's.
Harry memperhatikan banyak orang yang berpapasan dengan mereka bertampang resah dan cemas seperti Mrs Weasley, dan tak ada lagi orang yang berhenti untuk mengobrol. Orang-orang yang berbelanja bergerombol dengan kelompoknya masingmasing, berbelanja dengan serius. Tak ada yang berbelanja sendirian.
"Mungkin sesak kalau kita semua masuk," kata Hagrid, berhenti di
depan Madam Malkin's dan membungkuk untuk mengintip ke dalam lewat jendela. "Aku jaga di depan, oke""
Maka Harry, Ron, dan Hermione memasuki toko kecil itu bersama-sama. Sekilas toko itu tampak kosong, namun begitu pintu terayun. menutup di belakang mereka, terdengar suara yang sudah ak asing dari balik rak jubah resmi hijau dan biru berkelip-kelip.
"... bukan anak-anak lagi, kalau Ibu belum memperhatikan. Aku bisa belanja sendiri."
Terdengar decakan dan suara yang dikenali Harry sebagai suara Madam Malkin berkata, "Nak, ibumu benar, tak seorang pun dari kita boleh bepergian sendiri lagi, ini tak ada hubungannya dengan soal masih anak-anak"
"Hati-hati menusukkan jarumnya!"
Seorang remaja pria berwajah runcing, pucat, dan berambut pirang muncul dari balik rak memakai jubah keren hijau tua dengan jarum pentul berkilat-kilat di sekitar lipatan bawah dan ujung-ujung lengannya. Dia berjalan ke cermin dan memandangi bayangan dirinya. Baru beberapa saat kemudian dia melihat Harry, Ron, dan Hermione yang terpantul di atas bahunya. Matanya yang kelabu pucat menyipit.
"Kalau Ibu bertanya-tanya bau apa ini, baru saja ada Darah-lumpur masuk," kata Draco Malfoy.
"Kurasa tak perlu bicara begitu!" kata Madam Malkzin, bergegas dari balik rak pakaian, memegang meteran dan tongkat sihir. "Dan aku juga tak mau ada tongkat sihir dicabut dalam tokoku!" dia menambahkan buru-buru, karena ketika mengerling ke pintu dilihatnya Harry dan Ron berdiri dengan tongkat sihir teracung ke arah Malfoy.
Hermione, yang berdiri sedikit di belakang mereka, berbisik, "Jangan, sungguh, tak berharga ... "
"Yeah, memangnya kalian berani menggunakan sihir di luar sekolah," seringai Malfoy. "Siapa yang menghitamkan matamu, Granger" Aku ingin mengirimi mereka bunga."
"Sudah cukup!" kata Madam Malkin tajam, menoleh meminta dukungan. "Madam tolong-"
Narcissa Malfoy melangkah dari balik rak pakaian. "Singkirkan tongkat sihir kalian," katanya dingin kepada Harry dan Ron. "Jika kalian menyerang anakku lagi, akan kupastikan itu hal terakhir yang kalian lakukan."
"Sungguh"" kata Harry, maju selangkah dan memandang wajah mulus angkuh yang, kendatipun pucat, masih mirip kakaknya. Harry sudah sama tingginya dengan Narcissa sekarang. "Mau minta rekan-rekan Pelahap Maut untuk menangkap kami, ya""
Madam Malkin menjerit dan mencengkeram jantungnya.
"Astaga, kau tak boleh menuduh hal berbahaya untuk diucapkan singkirkan tongkat sihir kalian, tolong!"
Namun Harry tidak menurunkan tongkat sihirnya. Narcissa Malfoy tersenyum sangar.
"Rupanya menjadi favorit Dumbledore membuatmu gegabah merasa aman, Harry Potter. Tapi Dumbledore tak akan selalu ada untuk melindungimu."
Harry memandang ke sekeliling toko dengan gaya mengejek.
"Wow ... lihat ... dia tak ada di sini sekarang! Jadi, kenapa kau tidak mencoba" Mereka mungkin bisa menempatkanmu dalam sel dobel bersama suamimu yang pecundang!"
Malfoy bergerak marah ke arah Harry, namun terserempet lubahnya yang kepanjangan. Ron tertawa keras.
"Jangan berani-berani kau -bicara kepada ibuku seperti itu, Potter!" bentak Malfoy.
"Tak apa-apa, Dwraco," kata Narcissa, menahan dengan jari-jari kurus putih di atas bahu anaknya. "Kukira Potter akan bersatu dengan Sirius sebelum aku bersatu dengan Lucius."
Harry mengangkat tongkat sihirnya lebih tinggi.
"Harry, jangan!" erang Hermione, menyambar lengan Harry dan berusaha menurunkannya. "Pikir ... , kau tak boleh ... kau akan dalam kesulitan besar ... "
Madam Malkin menggigil sebentar di tempatnya, kemudian tampaknya memutuskan untuk bersikap seakan tak ada yang sedang terjadi dengan harapan bahwa memang tak akan terjadi apa-apa. Dia membungkuk ke arah Malfoy, yang masih mendelik kepada Harry.
"Kurasa lengan ini perlu dinaikkan sedikit, Nak, coba ku-"
"Ouch!" teriak Malfoy, menampar tangan Madam Malkin untuk menyingkirkannya. "Lihat-lihat kalau pasang jarum! Ibu-kurasa aku tak mau lagi jubah ini"
Dilepasnya jubah lewat atas kepalanya dan dilemparnya ke lantai di kaki Madam Malkin.
"Kau betul, Draco," kata Narcissa, mengerling menghina ke arah Hermione, "sekarang setelah aku tahu sampah macam apa yan
g berbelanja di sini ... lebih baik kita belanja di Twilfitt and Tatting's."
Berkata begitu, mereka berdua meninggalkan toko.
Malfoy sengaja menabrak Ron keras-keras dalam perjalanan keluar.
"Astagai" kata Madam Malkin, memungut jubah yang jatuh dan menggerakkan ujung tongkat sihirnya di atasnya seperti alat pengisap debu, untuk membersihkan debunya.
Madam Malkin tampak bingung ketika membantu Ron dan Harry mengepas jubah baru mereka, dan memberikan jubah resmi penyihir pria kepada Hermione, dan ketika akhirnya mengantar mereka keluar toko, kelihatannya dia senang sekali mereka pergi.
"Dapat semuanya"" tanya Hagrid cerah ketika mereka muncul lagi di sisinya.
"Kira-kira begitu," kata Harry. "Apakah kau melihat Draco dan ibunya""
"Yeah," kata Hagrid, tidak peduli. "Mereka tak akan berani bikin masalah di Diagon Alley, Harry, jangan kuatirkan mereka."
Harry, Ron, dan Hermione bertukar pandang, namun sebelum mereka bisa membebaskan Hagrid dari dugaan menenangkan ini, Mr dan Mrs Weasley, dan Ginny muncul, ketiganya memegang bungkusan buku yang berat.
"Semua baik-baik saja"" kata Mrs Weasley. "Sudah dapat jubah kalian" Baik, kalau begitu, kita bisa mampir ke toko obat dan Eeylops dalam perjalanan ke toko Fredw dan George jangan sampai berjauhan ... "
Harry dan Ron tidak membeli apa-apa di toko obat, mengingat keduanya tak lagi mempelajari Ramuan, namun keduanya membeli kotak besar kacang burung hantu untuk Hedwig dan Pigwidgeon di Eeylops Owl Emporium. Kemudian, dengan Mrs Weasley melihat jam setiap menit, mereka
berjalan terus mencari Weasleys' Wizard Wheezes-Sihir Sakti Weasley, toko lelucon yang dikelola Fred dan George.
"Kita tak punya waktu lama," kata Mrs Weasley.
"Jadi, kita melihat-lihat sebentar dan kemudian kembali ke mobil. Mestinya sudah dekat, itu nomor sembilan puluh dua ... sembilan-empat ... "
"Whoa," kata Ron, berhenti mendadak.
Di antara toko-toko suram yang ditempeli poster, etalase Fred dan George mencolok mata seperti peragaan kembang api. Orang-orang yang lewat menoleh memandang kembali etalase itu, dan beberapa orang yang tampak tercengang malah berhenti, terpana. Eta- - lase sebelah kiri menyilaukan, penuh benda-benda yang berputar, mencuat, mengeluarkan cahaya, melompat, dan menjerit. Mata Harry mulai berair hanya memandang benda-benda itu. Etalase sebelah kanan tertutup poster besar, ungu seperti poster Kementerian, tetapi dihiasi huruf-huruf kuning yang menyala:
Kenapa Kau Mencemaskan You-Know-Who" Kau Seharusnya Mencemaskan
U-No-Poo- Sensasi Konstipasi yang Melanda Seluruh Negeri!
Harry mulai tertawa. You-Know-Who (dibaca yu-knohu) adalah Kau-Tahu-Siapa, sedangkan U-NO-POO (di baca yu-kno-pu) berarti Kau-Tak Bisa-Berak. Harry mendengar seperti rintihan lemah di sebelahnya dan menoleh melihat Mrs Weasley memandang takjub poster itu. Bibirnya bergerak, tanpa suara membaca nama,
"U-no-Poo." "Mereka akan dibunuh di tempat tidur mereka!" bisiknya.
"Tidak!" kata Ron, yang tertawa seperti Harry. "Ini brilian!"
Dan dia bersama Harry masuk lebih dulu ke dalam toko. Pembeli penuh sesak. Harry tak bisa mendekati rak-rak. Dia memandang berkeliling, memandang kotak yang bertumpuk sampai ke langit-langit. Isinya Kudapan Kabur yang disempurnakan si kembar pada tahun terakhir mereka yang tak terselesaikan di Hogwarts. Harry melihat bahwa Nogat Mimisan-lah yang paling populer, hanya tersisa satu kotak lusuh di rak. Kemudian ada berwadah-wadah tongkat sihir tipuan, yang paling murah hanya berubah menjadi ayam-ayaman karet atau celana kalau dilambaikan; yang paling mahal memukuli si pengguna yang tak waspada di kepala dan lehernya; berkotak-kotak penabulu berbagai jenis, Mengisi-Tinta-Sendiri, Mengoreksi Ejaan, dan Jawaban-Cerdas. Ada celah di antara kerumunan dan Harry menyeruak menuju konter, tempat sekerumun anak-anak berusia sepuluh tahunan menonton boneka kayu pria kecil menuruni tangga menuju tiang gantungan, dua-duanya bertengger di atas kotak yang bertulisan: ALGOJo BERAKSI BERKALI-KALI MANTRAI, KALAU
TIDAK DIA MENINJUMU! "Mantra Lamunan Paten ..."
Hermione berhasil menyeruak ke display besar dekat konter da
n sedang membaca keterangan di balik kotak yang menampilkan gambar warna-warni pemuda tampan dan gadis gemulai yang berdiri di atas geladak kapal perompak.
"Dengan satu mantra sederhana kau akan memasuki lamunan berkualitas-top, sangat realistis, selama tiga puluh menit, mudah diselipkan dalam pelajaran sekolah apa saja, dan secara virtual tidak terdeteksi (efek samping termasuk pandangan hampa dan sedikit mengiler). Tidak dijual bagi yang berusia di bawah enam belas tahun. Kau tahu," kata Hermione, mendongak menatap Harry, "ini betul-betul sihir luar biasa!"
"Untuk itu, Hermione," kata suara di belakang mereka, "kau boleh ambil satu gratis."
Fred berdiri di hadapan mereka dengan wajah berseri-seri, memakai jubah ungu kemerahan yang kontras sekali dengan rambutnya yang merah manyala.
"Apa kabar, Harry"" Mereka berjabat tangan. "Dan kenapa matamu, Hermione""
"Teleskop-tinju kalian," jawabnya muram.
"Oh, ya ampun, aku lupa itu," kata Fred. "Ini"
Dia mengeluarkan wadah kecil dari dalam sakunya dan memberikannya kepada Hermione. Hermione membuka tutupnya dengan sangat hati-hati. Isinya salep kuning pekat.
"Oleskan saja, lebamnya akan hilang dalam waktu satu jam," kata Fred. "Kami harus menemukan obat-penghilang-lebam yang manjur, soalnya kami mengetes sebagian besar produk pada kami sendiri."
Hermione tampak gugup. "Ini aman, kan""
"Tentu saja," kata Fred menenangkannya. "Ayo, Harry, kuantar kau berkeliling."
Harry meninggalkan Hermione yang sedang mengolesi sekitar matanya dengan salep dan mengikuti Fred ke bagian belakang toko, tempat dia melihat satu rak kartu dan tali.
"Sulap Muggle!" kata Fred riang, menunjuk barang-barang itu. "Untuk orang-orang aneh seperti Dad, kau tahu, yang menyukai barang-barang Muggle. Pemasukan dari sini tidak banyak sih, tapi cukup oke ... ini barang-barang baru ... oh, ini dia George ... "
Kembaran Fred menjabat tangan Harry penuh semangat.
"Mengantar dia keliling" Ayo ke belakang, Harry, di situlah penghasil uang yang sebetulnya tilap apa saja, dan kau akan
membayar lebih dari sekadar Galleon!" dia menambahkan dengan nada memperingatkan kepada seorang anak laki-laki kecil yang buru-buru menarik tangannya dari cepuk bertulisan:
KuDAPAN TANDA KEGELAPAN YANG MAKAN DIJAMIN SAKIT!
George menyibak tirai di sebelah Sulap Muggle dan Harry melihat ruangan yang lebih gelap, lebih sedikit pengunjungnya. Kemasan barang-barang di ruangan ini lebih lembut.
"Kami baru saja mengembangkan rangkaian produk yang lebih serius," kata Fred. "Lucu juga terjadinya ... "
"Kau tak akan percaya betapa banyak orang, bahkan orang-orang yang bekerja di Kementerian, tidak bisa melakukan Mantra Pelindung," kata George. "Tentu, mereka tak punya kau untuk mengajari mereka, Harry."
"Betul ... yah, kami pikir Topi Pelindung sedikit menggelikan. Kau tahu, tantang temanmu untuk memantraimu ketika kau memakai topi itu dan perhatikan wajahnya ketika mantra itu terpental. Tapi Kementerian memesan lima ratus untuk semua staf pendukungnya! Dan kami masih terus menerima order dalam jumlah sangat
besar!" "Jadi, kami kembangkan menjadi Jubah Pelindung, Sarung Tangan Pelindung ... "
"... memang sih, semua itu tidak akan banyak membantu untuk melawan Kutukan Tak Termaafkan, tapi untuk kutukan atau mantra ringan sampai menengah ... "
"Dan kemudian kami berpikir untuk masuk ke seluruh area Pertahanan terhadap Ilmu Hitam, karena bidang itu menghasilkan uang banyak sekali," George melanjutkan dengan antusias. "Ini cool. Lihat, Bubuk Kegelapan Instan, kami mengimpornya dari Peru. Ini praktis jika kau ingin kabur secara cepat."
"Dan Detonator Jebakan kami baru saja meninggalkan rak, lihat," kata Fred, menunjuk sejumlah benda semacam peluit hitam berbentuk aneh yang memang berusaha kabur terburu-buru. "Kau tinggal menjatuhkan satu dengan diam-diam dan dia akan kabur dan mengeluarkan bunyi keras di tempat tak terlihat, memberimu pengalih perhatian jika kau memerlukannya."
"Berguna," kata Harry, terkesan.
"Nih," kata George, menangkap dua dan melemparkannya kepada Harry.
Seorang penyihir perempuan muda dengan rambut pirang pendek menongolkan kep
ala dari balik tirai. Harry melihat dia juga memakai jubah seragam staf yang berwarna ungu kemerahan.
"Ada pembeli di luar yang mencari kuali lelucon, Mr Weasley dan Mr Weasley," katanya.
Aneh sekali kedengarannya bagi Harry mendengar Fred dan George dipanggil Mr Weasley, namun mereka menerimanya dengan tenang.
"Baik, Verity, aku akan keluar," kata George segera. "Harry, ambil apa saja yang kau mau, oke" Gratis."
"Tak bisa begitu!" kata Harry, yang sudah mengeluarkan kantong uangnya untuk membayar Detonator-Jebakan.
"Kau tidak bayar di sini," kata Fred tegas, menolak emas Harry.
"Tapi ." "Kau yang memodali kami membuka usaha ini, kami tidak lupa itu," kata George sungguh-sungguh. "Ambil apa saja yang kau suka, dan hanya ingat beritahu orang-orang dari mana kau mendapatkannya, kalau mereka tanya."
George berjalan melewati tirai untuk membantu melayani para pembeli dan Fred membawa Harry kembali ke ruang utama toko. Ternyata Hermione dan Ginny masih mengagumi Mantra Lamunan Paten.
"Kalian belum menemukan produk Wonder Witch istimewa kami"" tanya Fred. "Ikut aku, ladies ..."
Dekat jendela berjajar barang-barang berwarna pink cerah, dikerumuni serombongan gadis yang cekikikan bersemangat. Hermione dan Ginny berhenti, keduanya tampak waspada.
"Itu dia," kata Fred bangga. "Rangkaian ramuan cinta paling hebat yang bisa ditemukan di mana pun."
Ginny mengangkat sebelah alis, sangsi. "Apakah ramuan itu bisa dipakai""
"Tentu saja, sampai dua puluh empat jam sekali pakai, tergantung pada berat tubuh cowok yang diincar ."
". dan daya tarik si cewek," kata George, tiba-tiba muncul lagi di sebelah mereka. "Tapi kami tidak menjual ramuan itu kepada adik kami," dia menambahkan, mendadak jadi tegas, "tidak kalau dia sudah punya lima cowok seperti yang kami ."
"Apa pun yang kahan dengar dari Ron adalah bohong besar," kata Ginny kalem, mencondongkan diri ke depan untuk mengambil cepuk kecil merah jambu dari rak. "Apa ini""
"Penghilang Jerawat dalam Sepuluh-Detik Dijamin," kata Fred. "Manjur sekali untuk segala macam dari bisul sampai komedo, tapi jangan mengganti topik. Ya atau tidakkah kau sedang pacaran dengan cowok bernama Dean Thomas""
"Ya," kata Ginny. "Dan terakhir kali aku melihatnya dia jelas cuma satu cowok, bukan lima. Apa itu""
Dia menunjuk beberapa bola bulu bundar dalam nuansa warna merah jambu dan ungu, semuanya berguling-guling di dasar sebuah sangkar dan mengeluarkan cicit nyaring.
"Pygmy Puff," kata George. "Puffskzein mini, laris sekali. Jadi, bagaimana dengan Michael Corner""
"Sudah kuputus, orangnya tidak bisa menerima kekalahan," kata Ginny, menjulurkan jarinya lewat jeruji sangkar dan memandang para Pygmy Puff mengerumuninya. "Mereka imut
Bergelut Dalam Kemelut Takhta Dan Angkara 4 Love Command 1 The First Fall Karya Janice Nathania Sang Penandai 3

Cari Blog Ini