Ceritasilat Novel Online

Pangeran Berdarah Campuran 7

Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling Bagian 7


"Dikontrol ketat oleh Riddle, mereka tak pernah terdeteksi melakukan pelanggaran secara terbuka. Kendati selama tujuh tahun mereka di Hogwarts ditandai dengan sejumlah insiden mengerikan, tak bisa dibuktikan secara memuaskan mereka ada hubungannya dengan insiden-insiden itu. Insiden yang paling serius tentunya adalah dibukanya Kamar Rahasia, yang berakibat meninggalnya seorang anak perempuan. Seperti yang kau ketahui, Hagrid telah keliru dit
uduh melakukan kejahatan itu."
"Aku tidak berhasil menemukan banyak kenangan tentang Riddle di Hogwarts," kata Dumbledore, meletakkan tangannya yang gosong di atas Pensieve. "Hanya sedikit orang yang kenal dia waktu itu bersedia bicara tentangnya; mereka kelewat takut. Apa yang berhasil kuketahui, kudapatkan setelah dia meninggalkan Hogwarts, dengan usaha yang sangat berhati-hati, setelah melacak sedikit orang yang bisa diperdaya itu agar bicara, setelah mencari-cari catatan lama dan menanyai saksi-saksi Muggle maupun penyihir.
"Mereka yang berhasil kubujuk untuk bicara memberitahuku bahwa Riddle terobsesi dengan asal-usulnya. Ini bisa dimengerti, tentunya; dia besar di panti asuhan dan wajar kalau ingin tahu bagaimana dia bisa sampai di sana. Rupanya dia tak berhasil mencari jejak Tom Riddle Senior pada plakat di ruang piala; pada daftar prefek di arsip lama sekolah, bahkan dalam buku-buku sejarah sihir. Akhirnya dia terpaksa menerima bahwa ayahnya belum pernah menginjakkan kaki di Hogwarts. Aku yakin saat itulah dia melepas namanya untuk selamanya, mengganti identitas dengan Lord Voldemort, dan mulai menginvestigasi keluarga ibunya yang semula dilecehkannya. Kau pasti ingat, dia tadinya menganggap ibunya tak mungkin penyihir kalau dia mengalah pada kelemahan manusia yang memalukan, yaitu kematian."
"Satu-satunya petunjuk yang dimilikinya hanyalah nama 'Marvolo', yang diketahuinya dari mereka yang mengelola panti asuhan sebagai nama kakeknya dari pihak ibu. Akhirnya, setelah melakukan riset yang sangat teliti pada buku-buku lama tentang keluarga-keluarga sihir, dia menemukan keberadaan garis keturunan Slytherin yang masih hidup. Pada musim panas di usianya yang keenam belas, dia meninggalkan panti asuhan, tempat dia pulang setahun sekali, dan mulai mencari keluarganya yang bermarga Gaunt. Dan sekarang, Harry, jika kau mau berdiri ... "
Dumbledore bangkit, dan Harry melihat bahwa dia sekali lagi memegang botol kristal kecil berisi kenangan yang berpusar dan berkilau seperti mutiara.
"Aku beruntung sekali bisa mendapatkan ini;" kata nya, seraya menuang zat berkilauan itu ke dalam pensieve. "Kau akan mengerti setelah kita berdua mengalaminya. Kita berangkat""
Harry melangkah mendekati baskom batu dan menunduk dengan patuh sampai wajahnya membenam di permukaan
kenangan itu; dia merasakan sensasi yang sudah dikenalnya, seperti terjatuh dalam kekosongan dan kemudian mendarat pada lantai kotor dalam kegelapan yang nyaris total.
Perlu beberapa detik baginya untuk mengenali tempat itu; saat itu Dumbledore sudah mendarat di sebelahnya. Rumah keluarga Gaunt sekarang sudah jauh lebih kotor daripada tempat mana pun yang pernah dilihat Harry. Langit-langitnya dipenuhi sarang labah-labah, lantainya berlapis debu dan kotoran; makanan busuk dan berjamur tergeletak di atas meja, di antara tumpukan panci berkerak. Satu-satunya penerangan berasal dari Win meleleh yang ditempatkan di kaki seorang laki-laki dengan rambut dan jenggot yang sudah kelewat panjang-berantakan, sampai Harry tak bisa melihat mata ataupun mulutnya. Dia duduk merosot di kursi berlengan di sebelah perapian, dan sesaat Harry membatin apakah dia mati. Namun kemudian terdengar ketukan keras di pintu dan laki-laki itu tersentak bangun, mengangkat tongkat sihir di tangan kanannya, dan pisau pendek di tangan kirinya.
Pintu berderik terbuka. Di ambang pintu, memegang sebuah lampu model lama, berdiri seorang pemuda. Harry langsung mengenalinya, jangkung, pucat, berambut hitam, dan tampan -- Voldemort remaja.
Mata Voldemort bergerak lambat-lambat mengitari gubuk itu dan kemudian menemukan laki-laki di kursi berlengan. Selama beberapa saat mereka saling pandang, kemudian laki-laki itu terhuyung berdiri, botol-botol kosong yang banyak berserakan di kakinya berkelontangan dan berdenting menggelinding ke seberang ruangan.
"KAU!" raungnya. "KAU!"
Dan dia terhuyung menyerbu Riddle dengan mabuk, tongkat sihir dan pisau diangkat tinggi.
"Stop." Riddle bicara dalam Parseltongue. Laki-laki itu berhenti menabrak meja, membuat panci-panci berlumut berkelontangan jatuh ke lantai. Dia men
atap Riddle. Sunyi lama selagi mereka saling pandang. Laki-laki itu yang memecah keheningan.
"Kau bisa Parseltongue""
"Ya, aku bisa," kata Riddle. Dia melangkah masuk ruangan, membiarkan pintu berayun menutup di belakangnya. Mau tak mau Harry mengagumi Voldemort yang sama sekali tak kenal rasa takut. Wajahnya cuma mengekspresikan kejijikan dan, barangkali, kekecewaan.
"Di mana Marvolo"" dia bertanya.
"Mati," jawab yang lain. "Sudah mati bertahun-tahun yang
lalu, kan"" Riddle mengernyit. "Kau siapa, kalau begitu""
"Aku Morfin, kan""
"Anak Marvolo"" "Tentu saja ... "
Morfin menyibakkan rambut dari wajahnya yang kotor, agar bisa melihat Riddle lebih jelas, dan Harry melihat dia memakai cincin Marvolo yang berbatu hitam pada tangan kanannya.
"Kukira tadi kau si Muggle itu," bisik Marvolo. "Kau mirip sekali dengan Muggle itu."
"Muggle mana"" kata Riddle tajam.
"Si Muggle yang ditaksir adikku, Muggle yang tinggal di rumah besar di sana itu," kata Morfin, dan tanpa diduga dia meludah di lantai di antara mereka. "Kau persis seperti dia. Riddle. Tapi dia sudah lebih tua sekarang, kan" Dia lebih tua daripada kau, kalau kupikir ... "
Morfin tampak agak bingung dan berayun sedikit, masih mencengkeram tepi meja untuk menyangga tubuhnya.
"Dia pulang, tahu," dia menambahkan dengan bego.
Voldemort menatap tajam Morfin, seolah mempertimbangkan kemungkinannya. Sekarang dia bergerak mendekat sedikit dan berkata, "Riddle pulang""
"Ya, dia meninggalkannya. Tahu rasa dia, menikahi sampah!" kata Morfin, meludah di lantai lagi. "Merampok kami, sebelum dia kabur! Di mana kalungnya, eh, di mana kalung Slytherin""
Voldemort tidak menjawab. Morfin marah-marah lagi, dia mengayun-ayunkan pisaunya dan berteriak, "Bikin malu kami, sundal murahan! Dan siapa kau, datang , ke sini dan tanya-tanya tentang semua itu" Sudah berakhir, kan ... sudah berakhir ... "
Laki-laki itu berpaling, sedikit terhuyung, dan Voldemort bergerak maju. Ketika dia bergerak, kegelapan yang tak wajar menyelimuti, memadamkan lampu Voldemort dan Win Morfin, memadamkan segalanya ...
Jari-jari Dumbledore memegang erat lengan Harry dan mereka meluncur kembali ke masa kini. Cahaya keemasan lembut di kantor Dumbledore serasa menyilaukan mata Harry setelah gelap gulita yang tak tertembus tadi.
"Hanya itu"" tanya Harry segera. "Kenapa jadi gelap, apa yang terjadi""
"Karena Morfin tak bisa mengingat apa-apa lagi dari saat itu," kata Dumbledore, memberi isyarat agar Harry duduk lagi di kursinya. "Ketika dia bangun keesokan harinya, dia terbaring di lantai, sendirian. Cincin Marvolo sudah lenyap."
"Sementara itu, di desa Little Hangleton, seorang pembantu berlari ke jalan raya, menjerit-jerit ada tiga mayat di ruang
keluarga rumah besar. Tom Riddle Senior, serta ibu dan ayahnya."
"Pihak berwenang Muggle bingung. Sejauh yang kutahu, mereka tetap tidak tahu sampai hari ini bagaimana keluarga Riddle meninggal, karena Kutukan Avada Kedavra biasanya tidak meninggalkan tanda-tanda kerusakan, perkecualiannya duduk di depanku," Dumbledore menambahkan, mengangguk ke arah bekas luka Harry. "Kementerian, sebaliknya, langsung tahu ini pembunuhan oleh penyihir. Mereka juga tahu seorang mantan napi pembenci-Muggle tinggal di seberang lembah dari rumah Riddle; pembenci-Muggle yang pernah dipenjara sekali karena menyerang salah satu korban pembunuhan."
"Maka Kementerian mendatangi Morfin. Mereka tidak perlu menanyainya, menggunakan Veritaserum ataupun Legilimency. Dia langsung mengakui pembunuhan itu, memberikan rincian yang hanya bisa diketahui oleh si pembunuh. Dia bangga, katanya, berhasil membunuh Muggle-Muggle itu, dia sudah menunggu kesempatan ini selama bertahun-tahun. Dia menyerahkan tongkat sihirnya, yang langsung terbukti telah digunakan untuk membunuh keluarga Riddle. Dan dia membiarkan dirinya dibawa ke Azkaban tanpa perlawanan. Satu-satunya yang mengganggunya adalah lenyapnya cincin ayahnya. 'Dia akan membunuhku karena menghilangkannya,' dia memberitahu para penangkapnya, berulang-ulang. Dan hanya itulah, rupanya, yang diucapkannya sesudah itu. Dia menghabiskan sisa hidupnya di Azkaban, merat
api hilangnya pusaka terakhir Marvolo, dan dikubur di sebelah penjara, berdampingan dengan jiwa-jiwa malang lainnya, yang meninggal di dalam temboknya."
"Jadi, Voldemort mencuri tongkat sihir Morfin dan menggunakannya"" tanya Harry, duduk tegak.
"Betul," kata Dumbledore. "Kita tak punya kenangan untuk menunjukkan ini, tapi kurasa kita bisa cukup yakin apa yang terjadi. Voldemort memantrai pamannya dengan Mantra Bius,
mengambil tongkat sihirnya, dan menyeberang lembah ke 'rumah besar di sana itu'. Di sana dia membunuh laki-laki Muggle yang telah meninggalkan ibunya yang penyihir, dan, sebagai tambahan, kakek-nenek Muggle-nya, dengan demikian melenyapkan keturunan terakhir dalam garis keluarga Riddle yang tak berharga dan membalas dendamnya terhadap ayah yang tak pernah menginginkannya. Kemudian dia kembali ke gubuk Gaunt, melakukan sihir rumit yang akan menanamkan ingatan yang keliru dalam pikiran pamannya, meletakkan tongkat sihir Morfin di sebelah pemiliknya yang pingsan, mengantongi cincin kuno yang dipakainya, dan pergi."
"Dan Morfin tak pernah menyadari dia tidak melakukannya""
"Tak pernah," kata Dumbledore. "Seperti kukatakan, dengan bangga dia memberikan pengakuan yang terperinci."
"Tapi kan selama ini dia masih punya ingatannya yang sebenarnya!"
"Ya, tapi perlu Legilimency yang hebat untuk mengorek ini darinya," kata Dumbledore, "dan kenapa harus ada orang yang masuk lebih dalam ke dalam pikiran Morfin kalau dia sudah mengakui melakukan kejahatan itu" Bagaimanapun juga, aku berhasil melakukan kunjungan kepada Morfin dalam mingguminggu terakhir hidupnya, pada saat itu aku sedang berusaha menemukan sebanyak mungkin tentang masa lalu Voldemort. Aku mengeluarkan kenangan ini dengan susah payah. Ketika melihat apa isinya, aku berusaha menggunakannya untuk mendapatkan kebebasan Morfin dari Azkaban. Sebelum Kementerian mengambil keputusan, Morfin telah meninggal."
"Tapi bagaimana Kementerian bisa tidak menyadari bahwa Voldemort-lah yang telah melakukan itu semua kepada Morfin"" Harry bertanya berang. "Dia masih di bawah-umur
waktu itu, kan" Saya pikir mereka bisa mendeteksi sihir di bawah-umur!"
"Kau betul -- mereka bisa mendeteksi sihir, tapi bukan pelakunya. Kau pasti ingat kau pernah disalahkan oleh Kementerian melakukan Mantra Melayang. yang sebetulnya dilakukan oleh"
"Dobby" geram Harry; ketidakadilan ini masih melukai perasaannya. "Jadi, kalau kita di bawah umur dan kita melakukan sihir di dalam rumah penyihir dewasa, Kementerian tidak akan tahu""
"Mereka pasti tidak akan tahu siapa yang melakukan sihirnya" kata Dumbledore, tersenyum kecil melihat kegusaran besar di wajah Harry. "Mereka mengandalkan orangtua penyihir untuk melaksanakan kepatuhan anak-anak mereka selagi berada dalam rumah mereka."
"Itu omong kosong," bantah Harry keras. "Lihat apa yang terjadi di sini, lihat apa yang terjadi pada Morfin!"
"Aku setuju," kata Dumbledore. "Bagaimanapun sikap Morfin, dia tidak layak meninggal seperti itu, dipersalahkan melakukan pembunuhan yang tidak dilakukannya. Tapi sudah semakin malam, dan aku ingin kau melihat kenangan yang satu lagi sebelum kita berpisah ... "
Dumbledore mengeluarkan dari saku dalamnya botol kristal kecil lain dan Harry langsung terdiam, teringat Dumbledore mengatakan bahwa itu kenangan paling penting yang telah dikumpulkannya. Harry memperhatikan bahwa isinya sulit dikeluarkan ke dalam Pensieve, sepertinya sudah agak membeku. Apakah kenangan bisa hilang"
"Ini tidak akan makan waktu lama," kata Dumbledore setelah akhirnya berhasil mengosongkan botol kecil itu. "Kita sudah akan kembali sebelum kau menyadarinya. Sekali lagi masuk Pensieve, kalau begitu ... "
Dan Harry terjatuh lagi menembus permukaan perak, kali ini mendarat di hadapan seorang laki-laki yang langsung dikenalinya.
Horace Slughorn yang jauh lebih muda. Harry sudah sangat terbiasa melihatnya botak, sehingga melihat Slughorn dengan rambut tebal, berkilau, berwarna jerami cukup membuatnya bingung; kelihatannya seolah kepalanya ditambal, meskipun sudah ada kebotakan seukuran Galleon yang berkilat di kepalanya. Kumisnya, yang kalah besa
r daripada yang sekarang, berwarna jingga-pirang. Dia tidak segemuk Slughorn yang dikenal Harry, meskipun rompinya yang berbordir indah tampak sesak, sehingga kancing-kancing emasnya tertarik. Kakinya yang kecil diletakkan pada tumpuan kaki beludru. Dia sedang duduk bersandar pada kursi berlengan yang nyaman, satu tangan memegang gelas anggur kecil, tangan yang lain merogoh kotak permen nanas.
Harry berpaling ketika Dumbledore muncul di sebelahnya dan melihat bahwa mereka berdiri di kantor Slughorn. Enam anak laki-laki duduk mengelilingi Slughorn, semuanya di tempat duduk yang lebih keras atau lebih rendah daripada tempat duduknya, dan semuanya remaja belasan tahun. Harry langsung mengenali Riddle. Wajahnya paling tampan dan dia yang paling santai di antara remaja-remaja pria itu. Tangan kanannya tergeletak sembarangan di lengan kursi. Harry tersentak melihat dia memakai cincin emas Marvolo yang berbatu hitam; dia sudah membunuh ayahnya.
"Sir, betulkah Profesor Merrythought akan pensiun"" Riddle bertanya.
"Tom, Tom, kalaupun tahu aku tak bisa memberitahumu," kata Slughorn, menegur dengan menggoangkan jari berlumur-gula ke arah Riddle, namun efeknya agak gagal karena dia mengedip. "Terus terang, aku ingin tahu dari mana kau dapatkan informasimu, Nak kau ini lebih tahu daripada separo staf guru."
Riddle tersenyum; anak-anak yang lain tertawa dan melempar pandang kagum kepadanya.
"Dengan kemampuanmu yang luar biasa untuk mengetahui hal-hal yang seharusnya tak boleh kau ketahui, dan sanjungan penuh perhitungan kepada orang-orang yang penting -- oh ya, terima kasih untuk permen nanas ini, kau benar, ini favoritku"
Sementara beberapa anak terkekeh, sesuatu yang sangat aneh terjadi. Seluruh ruangan mendadak dipenuhi kabut putih tebal, sehingga Harry tak bisa melihat apa-apa kecuali wajah Dumbledore, yang berdiri di sampingnya. Kemudian suara Slughorn terdengar dari dalam kabut, keras tak wajar, "kau akan jadi orang hebat, Tom, aku belum pernah keliru menilai muridku."
Kabut menghilang sama mendadaknya seperti munculnya, namun tak seorang pun menyebut-nyebutnya, dan tak seorang pun tampaknya merasa sesuatu yang aneh baru saja terjadi. Bingung, Harry berpaling ketika jam meja emas kecil di atas meja Slughorn mendentangkan pukul sebelas malam.
"Astaga, sudah semalam ini"" kata Slughorn. "Kalian sebaiknya pergi, anak-anak, kalau tidak kita semua bisa mendapat kesulitan. Lestxange, aku menginginkan esaimu besok pagi, kalau tidak detensi. Sama, kau juga, Avery."
Slughorn bangkit dari kursi berlengannya dan membawa gelas kosongnya ke mejanya, sementara anak-anak meninggalkan ruangannya. Meskipun demikian, Riddle tinggal. Harry bisa melihat bahwa dia sengaja berlama-lama, ingin menjadi yang terakhir berada di ruangan itu bersama Slughorn.
"Hati-hati, Tom," kata Slughorn, berbalik dan melihatnya masih ada. "Kau tak ingin tertangkap masih belum di tempat tidur di luar jam yang ditentukan, dan kau prefek ... "
"Sir, saya ingin menanyakan sesuatu kepada Anda." "Tanyakan saja, kalau begitu, Nak, tanyakan saja ..." "Sir,
saya ingin tahu apa yang Anda ketahui tentang ... tentang Horcrux""
Dan kejadian tadi berulang lagi: kabut tebal memenuhi ruangan sehingga Harry sama sekali tidak bisa melihat Slughorn maupun Riddle, hanya Dumbledore, tersenyum tenang di sisinya. Kemudian suara Slughorn menggelegar lagi, persis seperti sebelumnya,
"Aku tak tahu apa-apa tentang Horcrux dan aku tak akan memberitahumu kalaupun aku tahu! Nah, sekarang tinggalkan tempat ini segera dan jangan sampai aku mendengarmu menyebut-nyebut itu lagi!"
"Nah, itu semua," kata Dumbledore tenang di samping Harry. "Sudah waktunya kita pulang."
Dan kaki Harry terangkat dari lantai, lalu mendarat, beberapa detik kemudian, kembali di karpet di depan meja Dumbledore.
"Hanya itu"" tanya Harry bingung.
Dumbledore telah berkata bahwa ini kenangan yang paling penting, namun Harry tak bisa melihat apanya yang penting. Harus diakui bahwa kabut itu, dan fakta bahwa tak seorang pun tampaknya menyadarinya, memang aneh, tetapi selain itu tak ada yang terjadi, kecuali bahwa Riddle mengajukan
pertanyaan dan gagal memperoleh jawaban.
"Seperti yang mungkin kau perhatikan," kata Dumbledore, duduk kembali di belakang mejanya, "kenangan itu sudah dikotak-katik."
"Dikotak-katik"" ulang Harry, ikut duduk juga.
"Tentu," kata Dumbledore. "Profesor Slughorn telah memodifikasi kenangannya sendiri."
"Tapi kenapa begitu""
"Karena, kurasa, dia malu akan apa yang diingatnya," kata Dumbledore. "Dia berusaha mengubah kenangannya agar dirinya tampak lebih baik, dengan menghilangkan bagian-bagian yang dia tak ingin kulihat. Seperti yang kau lihat, penghilangan bagian-bagian itu dilakukan dengan sangat kasar, dan itu menguntungkan kita, karena itu menunjukkan bahwa kenangan yang sebenarnya masih ada di bawah perubahan itu."
"Maka, untuk pertama kalinya, aku memberimu PR, Harry. Tugasmulah untuk membujuk Profesor Slughorn agar mau memberitahukan kenangan yang sebenarnya, yang tak diragukan lagi akan menjadi informasi kita yang paling penting."
Harry menatapnya. "Tetapi tentunya, Sir," katanya, menjaga agar suaranya sehormat mungkin, "Anda tidak memerlukannya tidak bisa menggunakan Legihmency ... atau Leritaserum ... "
"Profesor Slughorn penyihir sangat cakap yang akan menduga dua cara itu," kata Dumbledore. "Dia jauh lebih lihai dalam Ocdumency dibanding Morfin Gaunt ang malang, dan aku akan heran kalau dia tidak membawa penangkal Veritaserum ke mana-mana sejakku berhasil membujuknya memberiku kenangannya yang disamarkan itu.
"Tidak, kurasa bodoh kalau kita berusaha mendapatkan kebenaran dari Profesor Slughorn dengan keerasan, dan mungkin akan lebih banyak mudaratnya aripada manfaatnya. Aku tak ingin dia meninggalkan Hogwarts. Meskipun demikian, dia juga punya kelemahan, seperti kita semua, dan aku yakin kaulah itu satunya orang yang barangkali bisa menembus pertahanannya. Penting sekali kita mendapatkan kenangan yang sebenarnya, Harry ... seberapa pentingnya, kita baru akan tahu setelah kita melihatnya. Jadi, semoga berhasil ... dan selamat tidur."
Agak kaget karena mendadak diminta pergi, Harry cepat-cepat bangkit dari kursinya.
"Selamat tidur, Sir."
Ketika menutup pintu kantor di belakangnya, dia jelas sekali mendengar Phineas Nigellus berkata, "Aku tak mengerti kenapa anak itu akan bisa melakukannya lebih baik daripadamu, Dumbledore."
"Aku tak mengharap kau mengerti, Phineas," jawab Dumbledore dan Fawkes kembali mengeluarkan jeritan merdu, pelan.
18. KEJUTAN ULANG TAHUN Esoknya Harry memberitahu Ron dan Hermione tentang tugas yang diberikan Dumbledore kepadanya, sendiri-sendiri, karena Hermione masih menolak berada bersama Ron lebih lama daripada waktu yang dibutuhkannya untuk memberinya pandang menghina.
Ron berpendapat Harry tak akan mendapat kesulitan sama sekali dengan Slughorn.
"Dia menyayangimu," katanya selagi sarapan, melambaikan garpunya yang telah mencucus telur goreng. "Tak akan menolak apa pun yang kau minta. Kau kan Pangeran Ramuannya yang tersayang. Tinggallah di kelas setelah pelajaran sore ini dan tanyai dia."
"Dia pasti bertekad menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi jika Dumbledore tidak berhasil megoreknya" katanya. dengan suara pelan, ketika mereka berdiri di halaman kosong,
bersalju, waktu istirahat. "Horcrux ... Horcrux ... aku belum pernah mendegarnya ... "
"Belum"" Harry kecewa. Dia tadinya berharap Hermione bisa memberinya petunjuk, Horcrux itu apa.
"Pastinya ini Sihir Hitam tingkat tinggi, kalau tidak kenapa Voldemort ingin tahu tentangnya" Kurasa akan sulit mendapatkan informasi itu, Harry, kau harus sangat berhati-hati dalam caramu mendekati Slughorn, pikirkan strateginya
" "Menurut Ron aku cuma perlu tinggal di kelas setelah pelajaran Ramuan sore ini ... "
"Oh, yah, kalau Won-Won berpendapat begitu, sebaiknya kau lakukan saja," katanya, langsung naik pitam. "Lagian, kapan sih pertimbangan Won-Won pernah keliru""
"Hermione, tak bisakah kau"
"Tidak!" katanya marah, dan langsung pergi, meninggalkan Harry sendirian dan terbenam di salju sampai pergelangan kakinya.
Pelajaran Ramuan tidak nyaman hari-hari ini, mengingat Harry, Ron, dan Hermione harus berbagi meja. Hari ini Hermione memindahkan
kualinya sehingga dia dekat dengan Ernie, dan tidak mengacuhkan baik Harry maupun Ron.
"Apa yang telah kau lakukan"" gumam Ron kepada Harry, memandang profil angkuh Hermione.
Namun sebelum Harry sempat menjawab, Slughorn menyuruh diam dari depan kelas.
"Tenang, harap tenang! Cepat-cepat, sekarang, banyak pekerjaan yang harus diselesaikan sore ini! Hukum Ketiga Golpalott ... siapa yang bisa memberitahuku" Tetapi Miss Granger bisa, tentu!"
Hermione menyitir dengan kecepatan kilat: "Hukum-Ketiga-Golpalott-menyatakan-bahwa-penangkaluntuk-racun-campuran-jumlahnya-lebih-banyak-daripada-jumlah-penangkal-untuk-masing-masing-komponen-secara-terpisah."
"Persis!" sambut Slughorn berseri-seri. "Sepuluh angka untuk Gryffindor. Nah, kalau kita menerima Hukum Ketiga Golpalott ini benar ... "
Harry terpaksa menerima saja kata-kata Slughorn bahwa Hukum Ketiga Golpalott benar, karena dia sama sekali tidak mengerti. Juga, tak seorang pun, kecuali Hermione, tampaknya bisa mengikuti apa yang dikatakan Slughorn berikutnya.
"... yang berarti, tentu saja, bahwa mengandaikan kita sudah berhasil mengidentifikasi dengan benar bahan-bahan racun itu menggunakan Mantra Pengungkapan Scarpin, tujuan utama kita bukanlah menyeleksi penangkal untuk masing-masing bahan itu, yang relatif mudah, melainkan menemukan komponen tambahannya, yang dengan proses yang hampir alkimia, mentransformasi elemen-elemen yang berlainan ini"
Ron duduk di sebelah Harry dengan mulut separo terbuka, sambil melamum menggambar-gambar asal di buku Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut-nya yang baru. Ron lupa terus bahwa dia tak bisa lagi mengandalkan Hermione untuk membantunya keluar dari kesulitan jika dia tak berhasil memahami apa yang sedang terjadi.
"... nah," Slughorn mengakhiri, "aku ingin kalian semua maju dan masing-masing mengambil botol dari mejaku. Tugas kalian adalah membuat penangkal untuk racun dalam botol itu sebelum akhir pelajaran. Semoga sukses, dan jangan lupa memakai sarung tangan kalian!"
Hermione meninggalkan bangkunya dan sudah separo jalan menuju meja Slughorn sebelum anak-anak yang lain menyadari sudah waktunya bergerak, dan pada saat Harry,
Ron, dan Ernie kembali ke meja, Hermione sudah menuang isi botolnya ke dalam kualinya dan sedang menyalakan api di bawahnya.
"Sayang Pangeran tidak bisa banyak membantumu dalam hal ini, Harry," katanya cerah ketika dia menegakkan diri. "Kau harus mengerti prinsip-prinsip yang digunakan kali ini. Tak ada jalan pintas atau tipuan!"
Jengkel, Harry membuka gabus botol racun yang diambilnya dari meja Slughorn, yang warnanya merah jambu berkilat, menuangnya ke dalam kualinya, dan menyalakan api di bawahnya. Dia sama sekali tak tahu apa yang harus dilakukannya berikutnya. Dia nengerling Ron, yang sekarang berdiri saja, agak bengong, setelah meniru segalanya yang dilakukan, Harry.
"Kau yakin Pangeran tidak punya petunjuk"" Ron bergumam kepada Harry.
Harry mengeluarkan buku Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut yang diandalkannya dan membuka bab tentang Penangkal. Ada Hukum Ketiga Golpalott, persis seperti yang dikatakan Hermione, namun tak ada satu catatan pun dalam tulisan tangan Pangeran yang menjelaskan apa artinya itu. Rupanya Pangeran, seperti Hermione, tak mendapat kesulitan memahaminya.
"Tak ada," kata Harry muram.
Hermione sekarang melambai-lambaikan tongkat sihirnya dengan antusias di atas kualinya. Sayangnya, mereka tidak bisa meniru mantra yang digunakannya karena dia sekarang sudah mahir sekali melakukan mantra non-verbal, sehingga dia tak perlu mengucapkan kata-kata mantranya keras-keras. Namun Ernie Macmillan menggumamkan, "Specialis revelio!" di atas kualinya, yang kedengarannya mengesankan, maka Harry dan Ron buru-buru menirunya.
Hanya perlu lima menit bagi Harry untuk menyadari bahwa reputasinya sebagai pembuat-ramuan paling hebat di kelasnya sudah hancur. Slughorn telah mengintip kualinya dengan penuh harap dalam putaran pertamanya keliling kelas, sudah siap menyerukan kegirangannya seperti biasanya, namun alih-alih girang, dia buru-buru menarik kembali kepalanya, terbatuk-batuk, ketika bau telur busuk menerpanya. Ek
spresi Hermione tak bisa lebih senang dari itu; dia selama ini sebal dikalahkan dalam setiap pelajaran Ramuan. Sekarang Hermione sedang menuang bahan-bahan racunnya yang telah berhasil dipisahkannya secara misterius ke dalam sepuluh botol kristal berlainan. Lebih untuk menghindari melihat pemandangan mengesalkan ini daripada karena alasan lain. Harry membungkuk di atas buku Pangeran Berdarah-Campuran dan membalik-balik beberapa halaman dengan kekuatan berlebihan.
Dan itu dia, tercatat di atas daftar panjang penangkal racun.
Masukkan saja bezoar ke tenggorokan mereka.
Harry menatap kata-kata itu selama beberapa saat. Bukankah dia pernah, dulu sekali, mendengar tentang bezoar" Bukankah Snape menyebutnya dalam pelajaran Ramuan mereka yang pertama" "Batu yang diambil dari perut kambing, yang akan menangkal hampir semua racun."
Ini bukan pemecahan untuk masalah Golpalott, dan seandainya Snape masih guru mereka, Harry tak akan berani melakukannya, namun ini saat untuk melakukan tindakan terpepet. Dia bergegas ke lemari bahan dan mencari-cari di dalamnya, menyingkirkan tanduk unicorn dan tanam-tanaman obat kering sampai dia menemukan, di bagian paling belakang lemari, sebuah kotak kardus kecil dengan tulisan "Bezoar".
Dia membuka kotak itu tepat ketika Slughorn berseru, "Tinggal dua menit, anak-anak!" Di dalamnya ada setengah lusin benda cokelat berkerut, lebih kelihatan seperti ginjal
yang dikeringkan daripada batu betulan. Harry mengambil sebutir, mengembalikan kotak itu ke bagian belakang lemari, dan bergegas kembali ke kualinya.
"Waktunya .... HABIS!" seru Slughorn riang. "Nah, mari kita lihat hasil pekerjaan kalian! Blaise ... apa yang telah kau hasilkan untukku""
Perlahan, Slughorn bergerak berkeliling ruangan, mengamati berbagai penangkal. Tak seorang pun berhasil menyelesaikan tugas itu, meskipun Hermione berusaha memasukkan beberapa bahan lagi ke dalam botolnya sebelum Slughorn mencapai tempatnya. Ron sudah menyerah sama sekali, dan hanya berusaha menghindari menghirup asap berbau busuk yang keluar dari kualinya. Harry berdiri menunggu, dengan bezoar tergenggam dalam tangannya yang agak berkeringat.
Slughorn mendatangi meja mereka paling akhir. Dia mengendus ramuan Ernie dan berpindah ke kuali Ron sambil meringis. Dia tidak berlama-lama di depan kuali Ron, melainkan buru-buru mundur, mau muntah.
"Dan kau, Harry," katanya. "Apa yang bisa kau perlihatkan kepadaku""
Harry mengulurkan tangannya, dengan bezoar tergeletak di atas telapaknya.
Slughorn menatapnya selama sepuluh detik penuh. Harry membatin, apakah dia akan memarahinya. Kemudian Slughorn mendongak dan terbahak-bahak.
"Berani sekali kau, Nak!" gelegarnya, seraya mengambil bezoar itu dan mengangkatnya sehingga seluruh kelas bisa melihatnya. "Oh, kau seperti ibumu ... yah, aku tak bisa menyalahkanmu ... bezoar jelas akan menjadi penangkal semua racun ini!"
Hermione, yang wajahnya berkeringat dan hidungnya tercoreng hangus, tampak pucat. Penangkalnya yang separo-selesai, terdiri atas lima puluh dua bahan termasuk sejumput rambutnya sendiri, menggelegak di belakang Slughorn, yang tak memperhatikan siapa pun kecuali Harry.
"Dan kau berhasil memikirkan sendiri bezoar itu kan Harry"" tanya Hermione dengan gigi mengertak.
"Itu semangat individu yang diperlukan oleh pemuat ramuan sejati!" kata Slughorn senang, sebelum Harry bisa menjawab. "Persis ibunya, dia dulu juga memiliki intuisi yang sama dalam hal pembuatan ramuan, tak diragukan lagi dia mewarisinya dari Lily ... ya, Harry, ya, jika kau punya bezoar untuk diserahkan, tentu saja itu benar ... meskipun demikian, karena bezoar tidak bisa menangkal segala racun, dan cukup langka, Ia perlu tahu bagaimana meramu penangkal ... "
Satu-satunya orang di ruangan itu yang tampak lebih marah daripada Hermione adalah Malfoy, yang Harry senang melihatnya, telah menumpahkan sesuatu seperti muntahan kucing di tubuhnya sendiri. Namun, belum salah satu dari mereka bisa mengutarakan kemarahan mereka karena Harry telah menjadi paling hebat di kelas tanpa melakukan sesuatu, bel telah berbunyi.
"Waktunya berkemas!" kata Slughorn. "Dan
sepuluh angka ekstra untuk Gryffindor karena kelancangan!" Masih terkekeh, dia berjalan kembali ke mejanya di depan kelas.
Harry sengaja berlama-lama, mengambil banyak sekali waktu untuk membereskan tasnya. Baik Ron maupun Hermione tidak mengucapkan semoga sukses ketika mereka pergi; keduanya tampak agak jengkel.
Akhirnya tinggal Harry dan Slaughorn yang masih ada dalam ruangan itu.
"Ayo, Harry, kau akan terlambat untuk pelajaranmu yang berikutnya" kata Slughorn ramah, menceklek jepitan-penutup dari emas pada tas kerjanya.
"Sir," kata Harry, mau tak mau jadi teringat Voldemort, "saya ingin menanyakan sesuatu."
"Tanyakan saja, kalau begitu, anakku, tanyakan saja ... "
"Sir, apakah yang Anda ketahui tentang ... tentang Horcrux""
Slughorn membeku. Wajahnya yang bundar tampak seperti terbenam sendiri. Dia menjilat bibirnya dan berkata parau, "Apa katamu""
"Saya bertanya apakah Anda tahu sesuatu tentang Horcrux, Sir. Soalnya ."
"Dumbledore yang menyuruhmu," bisik Slughorn.
Suaranya sudah berubah total. Tak lagi ramah, melainkan kaget, takut. Dia mencari-cari di saku dalamnya dan menarik keluar saputangan, menyeka alisnya yang berkeringat.
"Dumbledore sudah memperlihatkan kepadamu ... kenangan itu," kata Slughorn. "Betul, kan""
"Ya," kata Harry, memutuskan saat itu juga bahwa paling baik tidak berbohong.
"Ya, tentu saja," kata Slughorn pelan, masih mengusap-usap wajahnya yang pucat. "Tentu saja ... nah, kalau kau sudah melihat kenangan itu, Harry, kau akan tahu bahwa aku tak tahu apa pun -- apa pun-- " dia mengulang kata itu dengan tekanan kuat "tentang Horcux."
Dia menyambar tas kulit-naganya, menjejalkan kembali saputangan ke dalam sakunya, dan keluar dari pintu kelas bawah tanah.
"Sir," kata Harry putus asa, "Saya hanya mengira ada sedikit yang belum disampaikan dalam kenangan itu"
"Begitu"" kata Slughorn. "Kalau begitu kau keliru, kan" KELIRU!"
Dia meneriakkan kata terakhir itu, dan sebelum Harry bisa mengatakan apa-apa lagi, membanting pintu tertutup di belakangnya.
Baik Ron maupun Hermione tidak bersimpati ketika Harry menceritakan kepada mereka wawancara yang membawa malapetaka, ini. Hermione masih marah pada cara Harry menang tanpa melakukan tugasnya dengan benar. Ron menyesalinya karena Harry tidak mengambilkan bezoar untuknya juga.
"Kan konyol kalau kita berdua sama-sama pegang bezoar!" kata Harry jengkel. "Aku harus berusaha melunakkannya supaya bisa menanyainya tentang Voldemort, kan" Oh, masa masih belum terbiasa sih!" dia menambahkan dengan putus asa, ketika Ron berjengit mendengar nama itu.
Jengkel atas kegagalannya dan atas sikap Ron dan Hermione, Harry memikirkan apa yang akan dilakukannya selanjutnya terhadap Slughorn. Dia memutuskan bahwa, untuk sementara waktu, dia akan membiarkan Slughorn berpikir bahwa dia telah lupa sama sekali tentang Horcrux. Pastinya paling baik membiarkan Slughorn merasa aman dulu sebelum dia kembali menyerangnya.
Ketika Harry tidak menanyai Slughorn lagi, guru ramuan itu kembali memperlakukannya dengan penuh kasih sayang seperti biasanya, dan tampaknya sudah melupakan peristiwa itu. Harry menunggu undangan ke salah satu pesta-malamnya, bertekad untuk menerimanya kali ini, bahkan sekalipun dia harus menjadwal ulang latihan Qudditch-nya. Sayangnya, undangan itu tak pernah datang. Harry menanyai Hermione dan Ginny; mereka juga tidak menerima undangan,
dan sejauh mereka tahu, tak ada anak-anak lain yang menerimanya. Mau tak mau Harry bertanya-tanya dalam hati apakah ini berarti Slughorn tidak sepelupa tampaknya, melainkan hanya bertekad tidak memberi Harry kesempatan tambahan untuk menanyainya.
Sementara itu, perpustakaan Hogwarts telah mengecewakan Hermione untuk pertama kalinya sepanjang ingatannya. Dia shock sekali, sampai lupa dia jengkel kepada Harry atas tipuannya dengan bezoar.
"Aku tak berhasil menemukan satu keterangan pun tentang apa yang dilakukan Horcrux!" katanya kepada Harry. "Satu pun tidak! Aku sudah ke Seksi Terlarang dan bahkan melihat buku-buku paling menyeramkan, yang memberitahumu bagaimana merebus ramuan paling mengerikan tak ada keterangan apa-apa! Satu-satunya
yang bisa kutemukan hanya ini, dalam pengantar Sihir Paling Jahat dengar 'tentang Horcrux, penemuan sihir yang paling keji, kami tidak akan membicarakannya maupun memberikan petunjuk' ... maksudku, ngapain menyebut-nyebutnya, kalau begitu"" katanya tak sabar, membanting menutup buku tua itu, yang langsung mengeluarkan jeritan menyeramkan. "Oh diam," bentak Hermione, menjejalkan kembali buku itu ke dalam tasnya.
Salju meleleh di sekeliling sekolah ketika bulan Februari tiba, digantikan oleh suasana basah yang dingin dan suram. Awan-awan kelabu-keunguan menggantung rendah di atas kastil dan hujan dingin yang turun terus-menerus membuat padang rumput menjadi licin dan berlumpur. Akibatnya pelajaran pertama, Apparition untuk anak kelas enam, yang dijadwalkan pada hari Sabtu pagi, supaya tak mengambil jam pelajaran-pelajaran normal lainnya, berlangsung di Aula Besar alih-alih di halaman.
Ketika Harry dan Hermione tiba di Aula (Ron sudah turun bersama Lavender), ternyata meja-meja telah menghilang.
Hujan menerpa jendela-jendela tinggi dan langit-langit sihir berpusar gelap di atas mereka ketika mereka berkumpul di depan Profesor McGonagall, Snape, Flit-wick, dan Sprout-para Kepala Asramadan seorang penyihir pria yang Harry duga adalah Instruktur Apparition dari Kementerian. Tampangnya aneh sekali, seperti tak punya warna, dengan bulu mata transparan, rambut halus tipis, dan penampilan rapuh, seakan satu tiupan angin bisa menerbangkannya. Harry bertanya-tanya dalam hati apakah terus-menerus menghilang dan muncul kembali membuat substansinya menipis; atau apakah sosoknya yang rapuh ini memang ideal bagi mereka yang ingin menghilang.
"Selamat pagi," kata penyihir Kementerian ini, ketika semua murid telah tiba dan para Kepala Asrama sudah menyuruh mereka diam. "Namaku Wilkie Twycross dan aku akan menjadi Instruktur Apparition kalian selama dua belas minggu ke depan. Aku berharap bisa menyiapkan kalian untuk ujian Apparition kalian pada saat itu"
"Malfoy, diam dan perhatikan!" bentak Profesor McGonagall.
Semua orang menoleh. Wajah Malfoy merona merah; dia tampak berang ketika menjauh dari Crabbe, dengan siapa dia tampaknya baru saja bertengkar dengan berbisik. Harry cepat-cepat melirik Snape, yang juga tampak jengkel, meskipun kuat dugaan Harry bahwa kejengkelannya lebih disebabkan bahwa McGonagall menegur salah satu murid asramanya daripada karena ketidaksopanan Malfoy.
"pada saat itu, sebagian besar dari kalian mungkin sudah siap menghadapi ujian kalian," Twycross melanjutkan, seakan tak ada interupsi.
"Seperti yang mungkin kalian ketahui, biasanya tidak mungkin ber-Apparate atau Disapparate di dalam Hogwarts. Kepala Sekolah telah mengangkat sihir ini khusus di dalam Aula Besar, selama satu jam, agar kalian bisa berlatih. Aku
ingin menekankan bahwa kalian tidak akan bisa ber-Apparate di luar dinding Aula ini, dan tidaklah bijaksana kalian mencobanya."
"Sekarang aku ingin kalian mengatur posisi berdiri kalian, sehingga di depan masing-masing ada jarak satu setengah meter."
Terjadilah perebutan tempat dan dorong-mendorong ketika anak-anak saling menjauh, saling tabrak, dan menyuruh temannya menyingkir dari tempatnya. Para
Kepala Asrama bergerak di antara anak-anak, mengatur posisi mereka dan meredakan pertengkaran.
"Harry, mau ke mana kau"" tuntut Hermione.
Namun Harry tidak menjawab, dia bergerak gesit di antara kerumunan, melewati tempat di mana Profesor Flitwick sedang melengking-lengking berusaha mengatur beberapa anak Ravenclaw, yang semuanya igin di depan, melewati Profesor Sprout, yang menuntut anak-anak Hufflepuff agar berderet, sampai dengan memutari Ernie Macmillan, dia berhasil menempatkan diri paling belakang, tepat di belakang Malfoy, yang menggunakan kesempatan hiruk-pikuk " untuk melanjutkan pertengkarannya dengan Crabbe, yang berdiri satu setengah meter jauhnya dan tampak memberontak.
"Aku tak tahu berapa lama lagi, oke"" Malfoy membentaknya, tak sadar ada Harry di belakangnya. "Teryata lebih lama daripada yang kuperkirakan." Crabbe membuka mulutnya, namun Malfoy tampakya sudah menduga apa yang akan dikatakannya.
"Dengar, bukan urusanmu apa yang kulakukan, Crabbe, kau dan Goyle tinggal melakukan saja apa yang kuperintahkan dan berjaga!" "Aku memberitahu teman-temanku apa yang kulakukan, kalau aku ingin mereka berjaga untukku," kata Harry, cukup keras untuk didengar Malfoy. Malfoy berputar di tempatnya, tangannya melayang ke tongkat sihirnya, namun tepat saat itu empat Kepala Asrama
berteriak, "Diam!" dan suasana hening. Malfoy berputar perlahan menghadap ke depan. "Terima kasih," kata Twycross. "Nah, sekarang ..."
Dia melambaikan tongkat sihirnya. Lingkaran hulahop kayu model lama langsung muncul di lantai di depan masing-masing anak.
"Hal penting yang harus diingat sewaktu ber-Apparate adalah tiga D!" kata Twycross. "Destinasi, Determinasi, dan Deliberasi!"
"Langkah pertama: pusatkan pikiran kalian pada destinasi atau tujuan yang diinginkan," kata Twycross. "Dalam hal ini, bagian dalam hulahop kalian. Silakan berkonsentrasi pada destinasi itu sekarang."
Semua anak memandang ke sekitarnya secara sembunyi-sembunyi, memastikan bahwa yang lain berkonsentrasi memandang hulahop mereka, kemudian buru-buru melakukan seperti yang diperintahkan. Harry menatap lingkaran lantai berdebu di dalam hulahopnya dan berusaha keras untuk tidak memikirkan apa-apa lagi. Ternyata ini tak mungkin, karena dia tak bisa berhenti memikirkan apa yang sedang dilakukan Malfoy, sehingga perlu dijagai.
"Langkah kedua," kata Twycross, "fokuskan determinasi atau tekad kalian untuk berada dalam ruang yang dibayangkan! Biarkan keinginan kalian untuk memasuki tempat itu mengalir dari pikiran kalian ke semua partikel tubuh
kalian!" Harry mencuri-curi pandang ke sekitarnya. Dekat di sebelah kirinya Ernie Macmillan berkonsentrasi pada hulahopnya begitu keras sehingga wajahnya kemerahan; kelihatan seperti dia sedang mengejan untuk menelurkan telur sebesar-Quaffle. Harry menahan tawa dan buru-buru mengembalikan pandangannya ke hulahopnya sendiri.
"Langkah ketiga," seru Twycross, "dan baru laku setelah aku memerintahkannya ... berputar di tempat rasakan kalian masuk dalam kekosongan, bergerak dengan deliberasi, dengan pertimbangan matang! Tunggu aba-aba, sekarang ...
satu-" Harry mengerling sekitarnya lagi; banyak anak tampak ketakutan disuruh langsung ber-Apparate begitu cepat.
"-dua-" Harry berusaha memusatkan pikirannya pada hulahopnya lagi; dia sudah lupa tiga D tadi apa saja. "-TIGA-"
Harry berputar di tempatnya, kehilangan keseimbangan dan nyaris terjungkal. Dia bukan satu-satunya.
Seluruh Aula mendadak penuh anak yang terhuyung. Neville terkapar menelentang. Ernie Macmillan, sebaliknya, melakukan lompatan memutar ke dalam hulahopnya dan sesaat tampak senang sekali, sampai terlihat olehnya Dean Thomas yang terbahak menertawakannya.
"Tak apa, tak apa," kata Twycross garing, dan rupanya tidak mengharapkan sesuatu yang lebih baik. "Atur hulahop kalian, silakan, dan kembali ke posisi semula ... "
Usaha kedua tidak lebih baik daripada yang pertama. Yang ketiga sama buruknya. Baru pada usaha keempat terjadi sesuatu yang seru. Terdengar jerit kesakitan mengerikan dan semua anak menoleh, ketakutan, melihat Susan Bones, anak Hufflepuff melompat-lompat di dalam hulahopnya sementara kaki kirinya masih ketinggalan berdiri satu setengah meter jauhnya di tempat dia semula berdiri.
Keempat Kepala Asrama mengerumuninya, terdengar letusan keras dan muncullah asap ungu. Ketika asap memudar tampaklah Susan Bones terisak, sudah bersatu kembali dengan kakinya, namun masih tampak ngeri.
"Splinching, atau terpisahnya bagian-bagian tubuh," kata Wilkie Twycross tenang, "terjadi jika pikiran kita kurang determinasi. Kalian harus berkonsentrasi terus pada destinasi kalian, dan bergerak, tanpa terburu-buru, tapi dengan pertimbangan matang, dengan deliberasi ... begini."
Twycross melangkah maju, berputar anggun di tempat dengan tangan terentang dan lenyap dalam pusaran jubah, muncul kembali di bagian belakang Aula.
"Ingatlah tiga D," katanya, "dan coba lagi ... satu-dua-tiga-"
Namun satu jam kemudian, Splinching yang terjadi pada Susan masih tetap hal paling menarik yang terjadi. Twycross t
ampaknya tidak berkecil hati. "Sampai Sabtu depan, anak-anak, dan jangan lupa: Destinasi. Determinasi. Deliberasi."
Dengan kata-kata itu dia melambaikan tongkat sihirnya, melenyapkan hulahop, dan meninggalkan Aula ditemani Profesor McGonagall. Anak-anak langsung ramai sambil bergerak ke Aula.
"Bagaimana kau tadi"" tanya Ron, bergegas mendekati Harry. "Aku merasa sesuatu waktu terakhir kali mencoba seperti kesemutan di kaki."
"Sepatumu kekecilan kali, Won-Won," kata suara di belakang mereka menyeringai.
"Aku tidak merasakan apa-apa," kata Harry, mengabaikan interupsi ini. "Tapi aku tidak peduli soal itu sekarang"
"Apa maksudmu, kau tidak peduli ... apa kau tidak ingin belajar ber-Apparate"" tanya Ron tak percaya.
"Aku tidak terlalu mementingkan soal ini sih, sebetulnya. Aku lebih suka terbang," kata Harry, menoleh mencari di mana Malfoy, dan mempercepat langkahnya ketika mereka tiba di Aula Depan. "Yuk, cepat, ada yang ingin kulakukan ..."
Bingung, Ron mengikuti Harry berlari kembali ke Menara Gryffindor. Untuk sementara mereka tertahan oleh Peeves, yang telah mengganjal pintu di lantai empat dan menolak siapa pun masuk kalau mereka tidak membakar celana mereka sendiri, namun Harry dan Ron langsung berbalik dan mengambil salah satu jalan pintas mereka yang tepercaya. Dalam waktu lima menit mereka sudah memanjat lubang lukisan.
"Apa kau mau memberitahuku apa yang akan kita lakukan"" tanya Ron, sedikit terengah.
"Di atas," kata Harry, dan dia menyeberangi ruang rekreasi, lalu masuk lebih dulu ke pintu yang menuju tangga ke kamar anak laki-laki.
Kamar mereka, seperti diharapkan Harry, kosong. Dia membuka kopernya dan mulai mencari-cari di dalamnya, sementara Ron mengawasi tak sabar.
"Harry ... " "Malfoy menggunakan Crabbe dan Goyle sebagai pengintai. Dia bertengkar dengan Crabbe tadi. Aku ingin tahu ... aha."
Dia telah menemukannya, lipatan perkamen yang kelihatannya kosong, yang sekarang dibukanya dan diketuknya dengan ujung tongkat sihirnya.
"Aku bersumpah dengan sepenuh hati bahwa aku orang tak berguna ... atau Malfoy yang tak berguna, paling tidak."
Langsung saja Peta Perampok muncul pada permukaan perkamen. Peta itu memperlihatkan secara rinci bagan masing-masing lantai di kastil itu dan, bergerak pada setiap lantai, titik-titik hitam mungil yang merupakan masing-masing penghuni kastil.
"Bantu aku menemukan Malfoy," kata Harry mendesak.
Dihamparkannya peta itu di atas tempat tidurnya dan dia dan Ron membungkuk di atasnya, mencari.
"Itu dia!" kata Ron setelah beberapa saat. "Dia di ruang rekreasi Slytherin, lihat ... dengan Parkinson dan Zabini dan Crabbe dan Goyle ... "
Harry memandang peta itu, kecewa, namun langsung pulih lagi.
"Aku akan mengawasinya mulai sekarang," katanya tegas. "Dan begitu aku melihatnya di suatu tempat, dengan Crabbe dan Goyle berjaga di luar, aku akan langsung memakai Jubah Gaib dan mencari tahu apa yang di-"
Dia berhenti karena Neville masuk kamar, membawa bersamanya bau kain terbakar, dan mulai mencari-cari celana untuk ganti.
Kendati bertekad untuk menangkap basah Malfoy, Harry sama sekali tak beruntung selama dua minggu berikutnya. Meskipun dia mengecek petanya sesering mungkin, di antara pelajaran kadang-kadang ke toilet walaupun tak ingin ke belakang, untuk mengecek, dia tidak sekali pun melihat Malfoy di tempat yang mencurigakan. Harus diakui dia melihat Crabbe dan Goyle berkeliaran di kastil berdua saja lebih sering daripada biasanya, kadang-kadang hanya berdiri di koridor-koridor kosong, namun pada saat-saat itu Malfoy bukan hanya tidak berada di dekat mereka, melainkan bahkan sama sekali tak bisa ditemukan di peta. Ini sangatlah misterius. Harry mempertimbangkan kemungkinan bahwa Malfoy benar-benar meninggalkan lahan sekolah, namun tak tahu bagaimana dia bisa melakukannya, mengingat tingkat keamanan yang sangat tinggi yang sekarang diberlakukan dalam kastil. Dia hanya bisa menduga bahwa Malfoy tak bisa ditemukan di antara ratusan bintik hitam kecil di peta. Sedangkan soal fakta bahwa Malfoy, Crabbe, dan Goyle tampaknya berjalan sendiri-sendiri, padahal biasanya mereka tak terpisahkan
, hal-hal seperti ini sa terjadi
kalau orang sudah bertambah dewasa -- Ron dan Hermione, Harry mengingat dengan sedih, adalah bukti nyatanya.
Februari berganti Maret tanpa perubahan cuaca, kecuali selain hujan sekarang juga berangin. Anak-anak kesal ketika ada pengumuman muncul di papan pengumuman di semua ruang rekreasi bahwa kunjungan berikut ke Hogsmeade dibatalkan. Ron marah kali.
"Kunjungan itu pas hari ulang tahunku!" katanya.
"Bukan kejutan besar, kan"" kata Harry. "Tidak setelah apa yang terjadi pada Katie."
Katie belum pulang dari St Mungo. Tambahan lagi, berita-berita tentang orang hilang bermunculan di prophet, termasuk beberapa saudara murid-murid Hogwarts.
"Tapi sekarang yang bisa kutunggu-tunggu hanyalah Apparition konyol itu!" gerutu Ron. "Hadiah ulang tahun hebat
deh ... " Tiga pelajaran kemudian, Apparition ternyata masih sama saja sulitnya, meskipun beberapa anak telah berhasil ber-Splinching. Frustrasi semakin memuncak dan ada kesebalan terhadap Wilkie Twycross dan tiga D-nya, yang telah menginspirasikan sejumlah panggilan untuknya, yang paling sopan adalah Dogol dan Dungu.
"Selamat ulang tahun, Ron," kata Harry, ketika mereka terbangun pada tanggal satu Maret oleh Seamus dan Dean yang turun sarapan dengan bising. "Ini hadiahmu."
Dia melemparkan bungkusannya ke tempat tidur Ron, di sana bungkusan itu bergabung dengan gundukan kecil hadiah lain yang mestinya, Harry memperkirakan, diantar oleh para peri-rumah semalam.
"Trims," kata Ron masih mengantuk, dan selagi dia merobek bungkusnya, Harry turun dari tempat tidur, membuka kopernya sendiri dan mulai mencari-cari Peta
Perampok, yang selalu disimpannya setelah digunakannya. Dia melempar keluar separo isi kopernya sebelum menemukan peta itu tersembunyi di bawah gulungan kaus kaki yang dipakainya menyimpan botol ramuan keberuntungannya, Felix Felicis.


Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagus," dia bergumam. Dibawanya peta itu ke tempat tidurnya, diketuknya pelan sambil bergumam, "Aku bersumpah dengan sepenuh hati bahwa orang tak berguna," supaya Neville yang sedang melewati kaki tempat tidurnya tidak mendengarnya.
"Bagus banget Harry!" kata Ron antusias, melambaikan sepasang sarung tangan Keeper Quidditch yang dihadiahkan Harry kepadanya.
"Tak masalah," kata Harry asal, sementara dia meneliti asrama Slytherin, mencari-cari Malfoy. "Hei ... dia tak ada di tempat tidurnya ... "
Ron tidak menjawab, dia terlalu sibuk membukai hadiah-hadiahnya, dari waktu ke waktu berseru girang.
"Bagus-bagus tahun ini!" dia mengumumkan, mengangkat arloji emas berat dengan simbol-simbol aneh di sekeliling tepi lingkarannya dan bintang-bintang mungil yang bergerak alih-alih jarum. "Lihat apa yang diberikan Mum dan Dad kepadaku" Wah, asyik banget kalau tahun depan aku akil balig lagi ... "
"Keren," gumam Harry, sekilas melirik arloji itu sebelum kembali meneliti peta dengan lebih cermat. Di mana Malfoy" Dia tampaknya tidak sedang sarapan di meja Slytherin di Aula Besar ... dia tak ada di dekat Snape, yang sedang duduk dalam kantornya ... dia tidak ada di toilet mana pun ataupun di rumah sakit ...
"Mau"" kata Ron dengan mulut penuh, mengulurkan sekotak Cokelat Kuali.
"Tidak, terima kasih," kata Harry, mengangkat keila. "Malfoy pergi lagi!"
"Tak mungkin," kata Ron, menjejalkan cokelat kedua ke dalam mulutnya seraya meluncur turun dari tempat tidur untuk berganti pakaian. "Yuk, kalau tidak buru-buru kau harus ber-Apparate dengan perut kosong barangkali malah lebih mudah, ya ."
Ron memandang kotak Cokelat Kuali sambil berpikir, kemudian mengangkat bahu dan melahap cokelat ketiga.
Harry mengetuk peta dengan tongkat sihirnya, menggumamkan, "Keonaran sudah terlaksana," kendatipun belum, dan berganti pakaian, berpikir keras. Harus ada penjelasan untuk menghilangnya Malfoy secara berkala, namun dia tak bisa memikirkan apa penjelasannya. Cara terbaik untuk mengetahuinya adalah menguntitnya, tetapi sekalipun memakai Jubah Gaib, ide ini tidak praktis. Harry harus ikut pelajaran, latihan Quidditch, mengerjakan PR, dan ikut pelajaran Apparition. Dia tak mungkin mengikuti Malfoy ke mana-mana keliling sekolah sepanjang hari t
anpa mengundang komentar atas absennya sendiri.
"Siap"" katanya kepada Ron.
Dia sudah separo jalan menuju pintu kamar ketika menyadari bahwa Ron tidak bergerak, melainkan hanya bersandar ke tiang tempat tidurnya, memandang jendela yang tersiram hujan dengan pandangan hampa yang ganjil.
"Ron" Sarapan"" "Aku tidak lapar." Harry terbelalak.
"Lho, bukarikah kau baru saja bilang""
"Oke, baiklah, aku akan turun denganmu" Ron menghela napas, "tapi aku tak mau makan."
Harry mengamati Ron dengan teliti.
"Kau baru saja menghabiskan setengah dos Cokelat Kuali,
kan"" "Bukan itu," Ron menghela napas lagi. "Kau ... kau tak akan mengerti."
"Ya sudah," kata Harry, walaupun dia bingung, ambil berbalik membuka pintu.
"Harry!" panggil Ron tiba-tiba.
"Apa"" "Harry, aku tak tahan lagi!"
"Kau tak tahan apa"" tanya Harry, sekarang benar-benar mulai takut. Ron agak pucat dan kelihatannya mau muntah.
"Aku tak bisa berhenti memikirkannya!" kata Ron parau.
Harry melongo memandangnya. Dia sama sekali tak mengira Ron akan berkata begitu dan tak yakin dia ingin mendengarnya. Kendatipun mereka sahabat karib, kalau Ron mulai memanggil Lavender "Lav-Lav", dia terpaksa harus mengambil tindakan tegas.
"Tapi kenapa kau jadi tak mau sarapan"" tanya Harry, berusaha membuat Ron berpikir menggunakan akal sehat.
"Kurasa dia tak tahu aku ada," kata Ron dengan gerakan putus asa.
"Dia jelas tahu kau ada," kata Harry, bingung.
"Bukankah dia tak henti-hentinya menciummu""
Ron mengerjap. "Siapa yang kau bicarakan""
"Siapa yang kau bicarakan"" timpal Harry, semakin merasa bahwa mereka membicarakan pepesan kosong.
"Romilda Vane," kata Ron lembut, dan seluruh wajahnya tampak bercahaya ketika dia mengucapkan nama itu, seolah diterpa sinar matahari yang paling murni.
Mereka saling pandang selama hampir semenit penuh, sebelum Harry berkata, "Ini gurauan, kan" Kau cuma bercanda."
"Kurasa ... Harry, kurasa aku mencintainya," kata Ron dengan suara tersendat.
"Oke," kata Harry, berjalan mendekati Ron sehingga bisa melihat lebih jelas matanya yang kosong dan wajahnya yang pucat. "Oke ... katakan sekali lagi dengan serius."
"Aku mencintainya," ulang Ron mendesah. "Kau sudah melihat rambutnya, hitam dan berkilau dan selembut sutra ... dan matanya" Matanya yang besar hitam" Dan-"
"Iya deh, memang lucu," kata Harry tak sabar, "tapi lelucon sudah selesai, oke" Tak perlu diteruskan."
Harry berbalik untuk pergi. Dia baru berjalan dua langkah menuju pintu ketika pukulan keras menghantam telinga kanannya. Terhuyung, dia menoleh. Tinju Ron sudah ditarik kembali, wajahnya tegang diliputi kemarahan, Ron siap memukul lagi.
Harry bereaksi secara naluriah, tongkat sihirnya sudah dicabut dari sakunya dan, mantra diucapkan dalam benaknya tanpa disadarinya: Levicorpus!
Ron berteriak ketika tumitnya sekali lagi ditarik ke atas dengan paksa; dia terjungkir menggantung tak berdaya, kepala di bawah, jubahnya terjuntai di sekelilingnya.
"Kenapa kau memukulku"" Harry berteriak
"Kau menghinanya, Harry! Kau bilang itu cuma lelucon!" Ron balas berteriak, wajahnya perlahan berubah menjadi ungu ketika semua darah mengalir ke kepalanya.
"Ini gila!" kata Harry. "Kau kerasukan apa s-""
Dan saat itu terlihat olehnya kotak yang terbuka di atas tempat tidur Ron dan kesadaran menghantamnya seperti serbuan troll.
"Dari mana kau dapatkan Cokelat Kuali itu"" "Hadiah ulang tahun!" teriak Ron, berputar perlahan di udara ketika dia meronta ingin membebaskan diri.
"Kan tadi kau kutawari""
"Kau mengambilnya dari lantai, kan""
"Cokelat itu terjatuh dari tempat tidurku, oke" Lepaskan
aku!" "Cokelat itu tidak terjatuh dari tempat tidurmu, bego, tak mengertikah kau" Cokelat itu punyaku, kulemparkan dari koper ketika aku mencari peta. Itu Cokelat Kuali yang diberikan Romilda kepadaku sebelum Natal dan semuanya sudah diberi ramuan cinta!"
Namun rupanya hanya satu kata yang ditangkap Ron.
"Romilda"" dia mengulang. "Kau bilang Romilda" Harry kau kenal dia" Kenalin aku dong!"
Harry menatap Ron yang tergantung terbalik, yang wajahnya sekarang tampak sangat berharap, dan susah-payah menahan diri untuk tidak tertawa. Sebagian dir
inya bagian yang paling dekat dengan telinga kanannya yang berdenyut-denyut ingin sekali menurunkan Ron dan menontonnya bertingkah gila-gilaan sampai efek ramuan itu memudar ... namun di lain pihak, mereka kan sahabat. Ron tidak sadar ketika menyerangnya, dan Harry berpikir dia layak mendapat satu pukulan lagi kalau dia membiarkan Ron menyatakan cinta abadinya kepada Romilda Vane.
"Yeah, akan kukenalkan kau," kata Harry, berpikir cepat. "Aku akan menurunkanmu sekarang, oke""
Dia melepas Ron terjun keras ke lantai (telinganya benar-benar sakit), namun Ron cuma melompat bangun lagi, nyengir
"Dia akan ada di kantor Slughorn," kata Harry yakin, berjalan lebih dulu ke pintu.
"Kenapa dia di sana"" tanya Ron cemas, bergegas menyusul Harry.
"Oh, dia ada pelajaran tambahan dengan Slughorn" kata Harry, mengarang alasan asal saja.
"Barangkali aku bisa tanya kalau-kalau boleh ikut pelajaran tambahan bersamanya"" tanya Ron bersemangat.
"Ide hebat," kata Harry.
Lavender sudah menunggu di sebelah lubang lukisan, komplikasi yang tidak diperhitungkan Harry.
"Kau telat, Won-Won!" dia memberengut. "Aku punya hadiah ulang-"
"Jangan ganggu aku," kata Ron tak sabar. "Harry akan memperkenalkanku pada Romilda Vane."
Dan tanpa sepatah kata pun lagi kepada Lavendwer, Ron langsung keluar lewat lubang lukisan. Harry berusaha menampilkan wajah minta maaf kepada Lavender, namun rupanya wajahnya malah cuma tampak geli, karena Lavender kelihatan semakin tersinggung ketika si Nyonya Gemuk berayun menutup di belakang mereka.
Harry agak cemas kalau-kalau Slughorn sedang sarapan, namun dia langsung membuka pintu ketika Harry mengetuknya, memakai kimono rumah beludru-hijau dan topi yang serasi, dan matanya kuyu.
"Harry," gumamnya. "Ini terlalu pagi untuk berkunjung ... aku biasanya bangun siang kalau hari Sabtu ... "
"Profesor, saya benar-benar minta maaf mengganggu Anda," kata Harry setenang mungkin, sementara Ron berjingkat-jingkat di belakangnya, berusaha melihat melewati Slughorn ke dalam ruangannya, "tetapi teman saya Ron tak sengaja menelan ramuan cinta. Anda bisa menolongnya membuatkan penangkalnya, kan" Saya bisa saja membawanya ke Madam Pomfrey, tapi kami kan dilarang memiliki apa pun dari Sihir Sakti Weasley dan, Anda tahu ... pertanyaan-pertanyaan yang membuat kikuk ... "
"Kenapa tidak membuat penangkal sendiri saja, Harry" Kau kan ahli ramuan"" tanya Slughorn.
"Er," kata Harry, pikirannya agak kacau karena Ron sekarang menyikut-nyikut rusuknya, dalam usahanya memaksa masuk ke dalam ruangan, "yah, saya belum pernah membuat penangkal ramuan cinta, Sir, dan saat saya berhasil membuatnya Ron mungkin sudah melakukan sesuatu yang serius"
Untung saja Ron memilih saat itu untuk meratap, "Aku tak bisa melihatnya, Harry apakah dia menyembunyikannya""
"Apakah ramuan itu masih dalam batas waktu"" tanya Slughorn, sekarang mengamati Ron dengan ketertarikan profesional. "Soalnya ramuan itu bisa semakin kuat, kau tahu kan, jika semakin lama disimpan."
"Pantas saja," engah Harry, sekarang betul-betul bergulat dengan Ron untuk mencegahnya menabrak jatuh Slughorn. "Ini hari ulang tahunnya, Profesor," dia menambahkan dengan memohon.
"Oh, baiklah, masuklah kalau begitu, masuklah," kata Slughorn melunak. "Aku punya bahannya yang diperlukan di dalam tasku, bukan penangkal yang sulit ... "
Ron menyerbu masuk ke kamar Slughorn yang terlalu panas dan penuh barang, terantuk bangku tumpuan kaki berjumbai, memperoleh kembali keseimbangannya dengan
menyambar leher Harry dan berkata, "Romilda tidak lihat,
kan"" "Dia belum datang," kata Harry, memandang Slughorn membuka kotak bahan-ramuannya dan menambahkan beberapa jumput ini dan itu ke dalam sebuah botol kristal kecil.
"Bagus," kata Ron sungguh-sungguh. "Bagaimana penampilanku""
"Tampan sekali," kata Slughorn lancar, menyerahkan segelas cairan bening kepada Ron. "Sekarang minum ini dulu, ini tonik untuk saraf, membuatmu tenang ketika dia datang nanti, kau tahu."
"Brilian" kata Ron bersemangat, dan diminumnya penangkal itu sampai habis dengan berisik.
Harry dan Slughorn mengawasinya. Sejenak Ron tersenyum kepada mereka. Ke
mudian, sangat perlahan, senyumnya memudar dan lenyap, digantikan oleh ekspresi penuh horor.
"Sudah balik normal lagi"" kata Harry, nyengir. Slughorn terkekeh. "Terima kasih banyak, Profesor."
"Sama-sama, Nak, sama-sama," kata Slughorn, sementara Ron terenyak ke kursi berlengan terdekat, tampak terpukul sekali. "Minuman penambah semangat, itu yang dibutuhkannya," Slughorn melanjutkan, sekarang bergegas ke meja penuh minuman. "Aku punya Butterbeer, anggur, dan botol terakhir mead aroma-ek ... hmm ... tadinya mau kuberikan kepada Dumbledore sebagai hadiah Natal ... yah, sudahlah ... " dia mengangkat bahu "... dia tak akan kehilangan sesuatu yang tak pernah dimilikinya! Kenapa tidak kita buka sekarang dan kita rayakan ulang tahun Mr Weasley" Tak ada yang lebih hebat daripada minuman keras untuk mengusir kekecewaan cinta ... "
Dia terkekeh lagi dan Harry ikut terkekeh. Ini pertama kalinya dia berada hampir sendirian dengan Slughorn sejak usaha pertamanya yang gagal untuk mengorek kenangannya yang sebenarnya darinya.
Barangkali, kalau dia bisa membuat Slughorn senang terus ... barangkali kalau mereka minum cukup banyak mead itu ...
"Ini dia," kata Slughorn, mengulurkan kepada Harry dan Ron masing-masing segelas mead, sebelum mengangkat gelasnya sendiri, "Nah, selamat ulang tahun, Ralph-"
"-Ron-" bisik Harry.
Namun Ron, yang tampaknya tidak mendengarkan ucapan selamat itu, sudah menenggak minumannya dan menelannya.
Selama sedetik berikutnya, nyaris tak lebih dari satu denyutan jantung, Harry tahu ada yang sangat tidak beres dan Slughorn, tampaknya, tidak menyadarinya.
"-semoga selalu berbahagia-"
"Ron!" Ron telah menjatuhkan gelasnya; dia separo-bangkit dari kursinya dan kemudian terpuruk, tangan dan kakinya berkelojotan tak terkontrol. Mulutnya berbuih dan matanya melotot seperti mau keluar dari rongganya.
"Profesor!" teriak Harry. "Lakukan sesuatu!"
Namun Slughorn tampaknya menjadi lumpuh saking shock-nya. Ron mengejang dan tersedak, kulitnya sudah mulai membiru.
"Apa tapi " gagap Slughorn.
Harry melompati sebuah meja rendah dan berlari ke arah kotak bahan-ramuan Slughorn yang terbuka, mengeluarkan botol-botol dan kantong-kantong, sementara bunyi napas Ron yang seperti dengkur mengerikan memenuhi ruangan.
Kemudian Harry menemukannya batu berkeriput seperti ginjal kering yang diambil Slughorn darinya dalam pelajaran Ramuan.
Harry berlari kembali ke sisi Ron, membuka paksa rahangnya dan menjejalkan bezoar itu ke dalam mulutnya. Ron bergetar hebat, mengembuskan napas dengan berderik, dan kemudian tubuhnya menjadi lemas dan diam.
19. TUGAS RAHASIA PERI-RUMAH
"Jadi, setelah dipertimbangkan semuanya, bukan salah satu ulang tahun terbaik Ron"" kata Fred.
Saat itu malam hari; rumah sakit sunyi, gorden-gorden ditutup, lampu-lampu dinyalakan. Tempat tidur Ron adalah satu-satunya tempat tidur yang terisi. Harry, Hermione, dan Ginny duduk mengelilinginya; mereka melewatkan sepanjang hari menunggu di luar pintu ganda, berusaha melongok ke dalam setiap kali ada yang masuk atau keluar. Madam Pomfrey baru mengizinkan mereka masuk pukul delapan. Fred dan George tiba pukul delapan lewat sepuluh.
"Ini bukan seperti yang kami bayangkan bagaimana kami menyerahkan hadiah kami," kata George muram, meletakkan bungkusan besar hadiah di meja di sebelah tempat tidur Ron dan duduk di samping Ginny.
"Yeah, sewaktu kami membayangkan adegan ini, dia sadar," kata Fred.
"Padahal tadi kami di Hogsmeade, menunggu untuk mengejutkannya" kata George.
"Kalian di Hogsmeade"" tanya Ginny, mengangkat muka.
"Kami sedang mempertimbangkan mau membeli Zonko," kata Fred murung. "Cabang Hogsmeade, kau tahu, tapi buat apa kalau kalian tidak lagi diizinkan keluar pada akhir minggu untuk membeli barang-barang kami ... tapi sudahlah, lupakan saja itu."
Dia menarik kursi ke sebelah Harry dan memandang wajah pucat Ron.
"Bagaimana persisnya terjadinya, Harry""
Harry menceritakan lagi peristiwa yang rasanya sudah diulangnya seratus kali ke Dumbledore, ke McGonagall, ke Madam Pomfrey, ke Hermione, dan ke Ginny.
"... dan kemudian kujejalkan bezoar ke dalam kerongkongannya dan n
apasnya menjadi sedikit lebih lega, Slughorn berlari mencari bantuan, McGonagall dan Madam Pomfrey muncul, dan mereka membawa Ron ke sini. Mereka berpendapat dia akan sembuh. Madam Pomfrey mengatakan dia harus tinggal di sini selama kira-kira seminggu ... terus minum Sari Rue ... "
Rue adalah tanaman semak berbau tajam dari Laut Tengah, bunganya berwarna kuning-kehijauan.
"Astaga, untung sekali kau memikirkan bezoar," kata George dengan suara pelan.
"Untung ada bezoar di ruangan itu," kata Harry, yang tubuhnya menjadi dingin setiap kali teringat apa yang akan terjadi jika dia tak berhasil mendapatkan batu kecil itu.
Hermione mengeluarkan isak yang nyaris tak terdengar. Dia luar biasa diam sepanjang hari ini. Setelah datang berlari dengan wajah pucat, menemui Harry di depan rumah sakit dan menuntut diceritai apa yang terjadi, dia nyaris tak mengambil bagian dalam diskusi seru Harry dan Ginny tentang bagaimana Ron sampai terkena racun, melainkan hanya
berdiri di sebelah mereka, dengan rahang terkatup dan wajah ketakutan, sampai akhirnya mereka diizinkan melihatnya.
"Apakah Mum dan Dad tahu"" Fred menanyai Ginny.
"Mereka sudah melihatnya, mereka tiba sejam yang lalu mereka di kantor Dumbledore sekarang, tapi akan segera ke sini lagi ... "
Hening sejenak sementara mereka semua mengawasi Ron yang bergumam kecil dalam tidurnya.
"Jadi, racunnya ada dalam minumannya"" tanya Fred pelan.
"Ya," kata Harry segera, dia tak bisa memikirkan apa-apa lagi dan senang ada kesempatan membicarakannya lagi. "Slughorn yang menuang"
"Bisakah dia memasukkan sesuatu ke dalam gelas Ron tanpa terlihat olehmu""
"Barangkali," kata Harry, "tapi kenapa Slughorn ingin meracuni Ron""
"Entahlah," kata Fred, mengernyit. "Menurutmu tak mungkinkah dia keliru menyerahkan gelasnya" Sebetulnya kau yang ingin diracuninya""
"Kenapa Slughorn ingin meracuni Harry"" tanya Ginny
"Aku tak tahu," kata Fredw, "tapi pasti banyak orang yang ingin meracuni Harry, kan" 'Sang Terpilih' dan segala macam
lagi itu"" "Jadi, menurutmu Slughorn itu Pelahap Maut"" kata Ginny.
"Segalanya mungkin," kata Fred suram.
"Bisa saja dia di bawah pengaruh Kutukan Imperius," kata George.
"Atau, bisa saja dia tak bersalah," kata Ginny. "Racun itu bisa saja sudah ada dalam botol minuman, dalam hal ini racun itu dimaksudkan untuk Slughorn sendiri."
"Siapa yang mau membunuh Slughorn""
"Dumbledore menduga Voldemort menginginkan Slughorn berada di pihaknya," kata Harry. "Slughorn dalam persembunyian selama setahun sebelum dia datang di Hogwarts. Dan ... Harry teringat kenangan yang belum berhasil dikorek Dumbledore dari Slughorn, "dan barangkali Voldemort ingin menyingkirkannya, barangkali dia mengira Slughorn bisa berharga untuk Dumbledore."
"Tapi katamu Slughorn tadinya merencanakan memberikan botol itu sebagai hadiah Natal untuk Dumbledore," Ginny mengingatkannya. "Jadi, orang yang memasukkan racun itu bisa saja menyasar Dumbledore."
"Kalau begitu orang itu tidak terlalu kenal Slughorn," kata Hermione, berbicara untuk pertama kalinya setelah berjam-jam diam dan kedengarannya dia sedang flu berat. "Siapa pun yang mengenal Slughorn akan tahu kemungkinan besar dia akan menyimpan minuman selezat itu untuk dirinya sendiri."
"Er-may-ni," celetuk Ron parau tak terduga di tengah mereka.
Mereka semua langsung terdiam, memandang Ron dengan penuh harap, namun setelah bergumam tak jelas, dia mulai mendengkur lagi.
Pintu kamar menjeblak terbuka, membuat mereka semua terlonjak. Hagrid berjalan ke arah mereka, rambutnya dipenuhi titik air hujan, mantel kulit beruangnya melambai di belakangnya, dengan busur di tangan, meninggalkan jejak-kaki berlumpur sebesar lumba-lumba di mana-mana.
"Di Hutan sepanjang hari!" engahnya. "Aragog makin parah, aku bacakan cerita untuknya tidak pulang makan
sampai barusan dan kemudian Profesor Sprout beritahu aku tentang Ron! Bagaimana dia""
"Tidak buruk," kata Harry. "Mereka bilang dia akan oke."
"Tak boleh lebih dari enam pengunjung setiap kali!" kata Madam Pomfrey, bergegas keluar dari kantornya.
"Dengan Hagrid pas enam," George menjelaskan.
"Oh ... ya ..." kata Madam Pomfre
y, yang rupanya menghitung Hagrid sebagai beberapa orang gara-gara ukuran badannya yang luar biasa besar. Untuk menutupi kekeliruannya dia buru-buru pergi membersihkan jejak-kaki berlumpur Hagrid dengan tongkat sihirnya.
"Aku tak percaya in"" kata Hagrid parau, menegakkan kepalanya yang besar berambut gondrong sembari menatap Ron. "Benar-benar tak percaya ... lihat dia terbaring di situ ... siapa yang mau celakai dia, eh""
"Itulah yang sedang kami bicarakan tadi," kata Harry. "Kami tidak tahu."
"Tak ada orang yang dendam terhadap tim Quidditch Gryffindor, kan"" tanya Hagrid cemas. "Mula-mula Katie, sekarang Ron ... "
"Masa sih ada orang yang mau membunuh anggota-anggota tim Quidditch," kata George.
"Wood akan membunuh anggota tim Slytherin kalau dia bisa lolos" kata Fred adil.
"Kurasa bukan masalah Quidditch, tapi dua serangan ini ada hubungannya," kata Hermione pelan.
"Bagaimana kau bisa menyimpulkan begitu"" tanya Fred.
"Pertama, keduanya harusnya berakibat fatal dan ternyata tidak, meskipun itu kemujuran belaka. Dan kedua, baik racun maupun kalung itu tampaknya tidak mengenai orang yang
sebetulnya mau dibunuh. Tentu saja," dia menambahkan dengan prihatin, "itu membuat orang di belakang semua ini bisa dikatakan semakin berbahaya, karena mereka rupanya tidak peduli berapa banyak orang yang mati sebelum mereka berhasil mencapai korban sasaran mereka."
Sebelum ada yang bisa menanggapi pernyataan mengerikan ini, pintu kamar terbuka lagi dan Mr dan Mrs Weasley bergegas masuk. Dalam kunjungan sebelumnya tadi, mereka hanya sempat memastikan bahwa Ron akan sembuh total. Sekarang Mrs Weasley merengkuh Harry dan memeluknya erat-erat.
"Dumbledore memberitahu kami bagaimana kau menyelamatkannya dengan bezoar," isaknya. "Oh, Harry, apa yang bisa kami katakan" Kau sudah menyelamatkan Ginny, menyelamatkan Arthur ... sekarang kau menyelamatkan Ron
" "Jangan ... saya tidak ..." gumam Harry salah tingkah.
"Separo keluarga kami tampaknya berutang nyawa kepadamu, kalau kupikir-pikir," kata Mr Weasley dengan suara tercekat. "Yah, yang bisa kukatakan hanyalah bahwa hari ketika Ron memutuskan untuk duduk dalam kompartemenmu di Hogwarts Express adalah hari keberuntungan bagi keluarga Weasley, Harry."
Harry tak tahu bagaimana harus menanggapi ucapan ini, maka dia malah senang ketika Madam Pomfrey mengingatkan mereka lagi bahwa hanya boleh ada enam pengunjung di sekitar tempat tidur Ron. Harry dan Hermione langsung bangkit untuk pergi dan Hagrid memutuskan ikut mereka, meninggalkan Ron bersama keluarganya.
"Sungguh mengerikan," geram Hagrid ke dalam berewoknya, sewaktu ketiganya berjalan sepanjang koridor menuju tangga pualam. "Semua pengamanan baru ini, dan
anak-anak masih tetap celaka ... Dumbledore cemas sekali ... dia tidak banyak bicara, tapi aku bisa lihat ... "
"Apakah dia tak punya gagasan, Hagrid"" tanya Hermione putus asa.
"Kukira dia punya ratusan gagasan, dengan otak seperti miliknya" kata Hagrid sungguh-sungguh. "Tapi dia tidak tahu siapa yang kirim kalung ataupun siapa yang taruh racun ke dalam minuman itu. Kalau tahu mestinya orangnya sudah ditangkap, kan" Yang bikin aku cemas," kata Hagrid, merendahkan suaranya dan menoleh ke belakang (Harry, untuk amannya, mengecek langit-langit, memastikan Peeves tak ada), "adalah berapa lama lagi Hogwarts masih bisa buka kalau anak-anak diserang. Ini seperti peristiwa Kamar Rahasia dulu, kan" Orang-orang akan panik, lebih banyak orangtua ambil pulang anak-anak mereka dari sekolah, dan tahu-tahu dewan pemerintah ... "
Hagrid berhenti bicara ketika hantu wanita berambut panjang melayang tenang melewati mereka, kemudian melanjutkan dalam bisikan parau, "... dewan pemerintah akan bicara soal mau tutup sekolah kita selamanya."
"Masa sih"" kata Hermione, tampak cemas.
"Kita harus lihat dari sudut pandang mereka;" kata Hagrid berat. "Maksudku, memang selalu berisiko kirim anak ke Hogwarts, kan" Pasti akan ada kecelakaan, kan, dengan ratusan penyihir di bawah-umur, tapi usaha pembunuhan, itu beda. Pantas Dumbledore marah kepada Sn-"
Hagrid berhenti mendadak, ekspresi bersalah yang tak asing bagi Ha
rry dan Hermione muncul menghiasi sisa wajahnya yang tampak di atas berewok hitamnya yang lebat.
"Apa"" sambar Harry cepat-cepat. "Dumbledore marah kepada Snape""
"Aku tak pernah bilang begitu," kata Hagrid, meskipun tampangnya yang panik malah jadi pembuka rahasianya. "Lihat sudah jam berapa, sudah hampir tengah malam, aku harus-"
"Hagrid, kenapa Dumbledore marah kepada Snape"" Harry bertanya keras.
"Shhhhh!" kata Hagrid, tampak cemas dan marah sekaligus. "Jangan teriak-teriak tanya hal seperti itu, Harry, kau mau aku kehilangan pekerjaan" Kau rupanya tak peduli, ya, sekarang setelah kau tak ikut Pemeliharaah Satwa -Ga-"
"Jangan coba-coba membuatku merasa bersalah, percuma!" kata Harry tegas. "Apa yang telah dilakukan
Snape"" "Aku tak tahu, Harry, aku harusnya malah tak dengar itu! Aku -- aku keluar dari Hutan malam-malam belum lama ini dan aku tak sengaja dengar mereka bicara -- yah, bertengkar. Aku tak mau tarik perhatian, jadi aku menyelinap dan berusaha tidak dengar, tapi pembicaraan mereka panas, dan sulit untuk tidak dengar."
"Nah"" Harry mendesaknya, sementara Hagrid menggesek-gesekkan kakinya yang besar dengan gelisah.
"Nah -- aku cuma dengar Snape bilang Dumbledore begitu saja anggap Snape pasti lakukan itu dan barangkali dia -Snape- tidak mau lakukan itu lagi"
"Lakukan apa""
"Aku tak tahu, Harry, kedengarannya seperti Snape rasa terlalu banyak tugas, cuma itu bagaimanapun juga Dumbledore beritahu dia tegas-tegas bahwa dia sudah setuju lakukan itu, jadi harus dilakukan. Dan kemudian dia bilang sesuatu tentang Snape adakan penyelidikan di asramanya, di Slytherin. Yang, yang itu, tidak aneh!" Hagrid buru-buru menambahkan, ketika Harry dan Hermione saling ,bertukar
pandang penuh arti. "Semua Kepala Asrama diminta selidiki urusan kalung itu"
"Yeah, tapi Dumbledore tidak bertengkar dengan yang lain, kan"" kata Harry.
"Dengar," Hagrid memilin busur di tangannya dengan salah tingkah, terdengar bunyi kayu patah dan busur itu patah menjadi dua. "Aku tahu bagaimana perasaanmu terhadap Snape, Harry, dan aku tak mau kau duga-duga lebih banyak daripada yang sebenarnya."
"Awas," kata Hermione tegang.
Mereka berpaling tepat ketika bayangan Argus Filch menjulang di dinding di belakang mereka sebelum orangnya sendiri muncul dari tikungan, bongkok dan rahangnya bergetar.
"Oho!" desisnya. "Masih belum di tempat tidur selarut ini, ini berarti detensi!"
"Tidak, Filch," kata Hagrid pendek. "Mereka bersamaku,
kan"" "Apa bedanya"" tanya Filch menjengkelkan.
"Aku ini guru, kan, Squib licik!" kata Hagrid, langsung naik pitam.
Terdengar bunyi desis seram ketika kemarahan Filch menggelegak; Mrs Norris sudah datang, tanpa terlihat, dan sedang berputar-putar meliuk mengelilingi pergelangan kaki Filch yang kurus.
"Pergilah," kata Hagrid dari sudut mulutnya.
Harry tak perlu diberitahu dua kali; dia dan Hermione bergegas pergi. Suara Hagrid dan Filch yang semakin keras bergaung di belakang mereka sementara mereka berlari. Mereka berpapasan dengan Peeves dekat tikungan menuju
Menara Gryffindor, namun Peeves meluncur riang menuju sumber pertengkaran, berseru-seru girang,
"Kalau ada perselisihan dan percekcokan,
Panggil saja Peevsie, akan dia lipatgandakan!"
Si Nyonya Gemuk sedang tidur sebentar dan tidak senang dibangunkan. Dia mengayun ke depan dengan marah-marah, mengizinkan mereka memanjat masuk ke dalam ruang rekreasi, yang kosong dan damai. Rupanya belum ada yang tahu tentang Ron. Harry sangat lega. Dia sudah cukup dibombardir dengan interogasi hari itu. Hermione mengucapkan selamat tidur dan pergi ke kamar anak perempuan. Tetapi Harry tinggal di ruang rekreasi, duduk di sebelah perapian dan menatap bara yang hampir padam.
Jadi, Dumbledore bertengkar dengan Snape. Bertentangan dengan semua yang telah dikatakannya kepada Harry, kendatipun berkeras dia memercayai Snape, dia toh marah kepadanya ... dia menganggap Snape tidak cukup keras, berusaha menginvestigasi anak-anak Slytherin ... atau, barangkali, menginvestigasi satu anak Slytherin, Malfoy"
Apakah itu dikarenakan Dumbledore tidak ingin Harry melakukan sesuatu yang bodoh, mengambil ti
ndakan sendiri, sehingga dia berpura-pura kecurigaan Harry tidak berdasar" Kelihatannya begitu. Mungkin juga karena Dumbledore tidak ingin ada yang memecah perhatian Harry dari pelajaran mereka, atau dari mendapatkan kenangan itu dari Slughorn. Barangkali Dumbledore merasa tidak pantas menyampaikan kecurigaannya terhadap stafnya kepada seorang murid berusia enam belas tahun ...
"Akhirnya kau muncul, Potter!"
Harry terlompat bangun saking shock-nya, tongkat sihirnya siap. Dia yakin betul ruang rekreasi kosong. Dia sama sekali tak siap ada sosok tinggi besar mendadak bangkit dari kursi
yang jauh. Setelah diamati ternyata sosok itu Cormac McLaggen.
"Aku dari tadi menunggumu pulang," kata McLaggen, mengabaikan tongkat sihir Harry yang sudah terangkat. "Pasti aku tadi tertidur. Begini, aku tadi melihat mereka menggotong Weasley ke rumah sakit. Kelihatannya dia tidak cukup fit untuk main dalam pertandingan minggu depan."
Baru beberapa saat kemudian Harry menyadari apa yang dibicarakan McLaggen.
"Oh ... betul ... Quidditch," katanya, menyelipkan kembali tongkat sihirnya ke ikat pinggang celana jinsnya dan menyisirkan tangan ke rambutnya dengan letih. "Yeah ... dia barangkali tak bisa main."
"Nah, kalau begitu aku jadi Keeper, kan"" kata McLaggen.
"Yeah," kata Harry. "Yeah, kurasa begitu ... "
Dia tak bisa memikirkan argumen untuk menentangnya. Bagaimanapun juga, McLaggen memang yang kedua terbaik dalam uji coba.
"Bagus sekali" kata McLaggen dengan suara puas. "Jadi, kapan latihannya""
"Apa" Oh ... besok malam ada latihan."
"Bagus. Dengar, Potter, kita harus bicara sebelumnya Aku punya ide tentang strategi yang mungkin bisa berguna."
"Baik," kata Harry tanpa antusias. "Aku dengar besok, kalau begitu. Aku sudah capek sekarang, sampai ketemu ...
Berita bahwa Ron telah keracunan tersebar dengan cepat keesokan harinya, namun berita itu tidak menimbulkan sensasi heboh seperti serangan terhadap Katie.
Orang-orang tampaknya mengira peristiwa itu suatu kecelakaan tak sengaja, mengingat saat itu dia ada di kamar
guru Ramuan, dan karena dia langsung diberi penangkal, akibatnya tidaklah fatal. Malah, anak-anak Gryffindor secara umum jauh lebih tertarik pada pertandingan Quidditch yang akan berlangsung melawan Hufflepuff, karena kebanyakan dari mereka ingin melihat Zacharias Smith, yang bermain sebagai Chaser tim Hufflepuff, dihukum setimpal dengan komentarnya selama pertandingan pembukaan melawan Slytherin.
Meskipun demikian, belum pernah Harry tak berminat terhadap Quidditch seperti ini. Dengan cepat dia menjadi terobsesi dengan Draco Malfoy. Masih mengecek Peta Perampok setiap kali ada kesempatan, dia kadang-kadang memutar mendatangi tempat Malfoy sedang berada saat itu, namun dia belum berhasil mendeteksinya melakukan sesuatu yang tidak biasa. Tetapi tetap ada saat-saat tak terjelaskan ketika Malfoy menghilang begitu saja dari peta.
Namun Harry tidak punya banyak waktu untuk memikirkan masalah ini; mana bisa, dengan adanya latihan Quidditch, PR, dan kenyataan bahwa ke mana saja dia pergi dia sekarang diikuti oleh Cormac McLaggen dan Lavender Brown.
Dia tak bisa memutuskan yang mana dari mereka berdua yang lebih mengesalkan. McLaggen tak putus-putusnya memberi petunjuk bahwa dia akan jadi Keeper permanen yang lebih baik bagi tim daripada Ron, dan sekarang setelah Harry melihatnya bermain secara tetap, pastilah dia akan berpendapat demikian juga. McLaggen juga senang mengkritik pemain-pemain yang lain dan memberi Harry rancangan latihan yang terperinci, sehingga lebih dari sekali Harry terpaksa mengingatkan dia siapa yang Kapten.
Sementara itu, Lavender terus-menerus merendengi Harry untuk membicarakan Ron, dan bagi Harry ini malah hampir lebih melelahkan daripada kuliah Quidditch McLaggen. Awalnya, Lavender sangat jengkel karena tak ada yang ingat memberitahu dia bahwa Ron ada di rumah sakit "gimana sih,
aku ini kan ceweknya!" namun sayangnya dia sekarang telah memutuskan untuk memaafkan Harry atas kealpaannya ini dan gemar sekali ngobrol mendalam dengannya tentang perasaan Ron, pengalaman sangat tidak menyenangkan yang kalau bisa dih
indari, Harry akan senang sekali.
"Dengar, kenapa kau tidak bicara dengan Ron tentang semua ini"" Harry bertanya, setelah interogasi superlama dari Lavender yang mencakup segala sesuatu dari apa persisnya yang dikatakan Ron tentang jubah resmi Lavender yang baru sampai apakah menurut Harry, Ron menganggap hubungannya dengan Lavender "serius".
"Mauku sih begitu, tapi dia selalu tidur kalau aku datang menjenguknya!" kata Lavender resah.
"Masa"" Harry heran karena Ron selalu siap siaga sepenuhnya setiap kali dia ke rumah sakit, sangat tertarik mendengar kabar tentang pertengkaran Dumbledore dan Snape dan senang mengumpat McLaggen sebanyak mungkin.
"Apakah si Hermione Granger masih mengunjunginya"" Lavender tiba-tiba bertanya.
"Yeah, kurasa begitu. Mereka teman, kan"" kata Harry kikuk.
"Teman, jangan bikin aku tertawa," kata Lavender menghina. "Dia tidak bicara pada Ron selama berminggu-minggu setelah Ron jadian denganku! Tapi kurasa dia mau baikan dengan Ron sekarang setelah dia jadi menarik ... "
"Kau menganggap keracunan itu menarik"" tanya Harry. "Tapi-sori deh, aku harus pergi-tuh McLaggen datang mau ngomong tentang Quidditch," kata Harry buru-buru, dan dia melesat ke samping, memasuki pintu yang menyamar menjadi dinding padat dan berlari sepanjang jalan pintas yang akan membawanya ke kelas Ramuan. Untunglah baik Lavender maupun McLaggen tak bisa mengikutinya ke kelas Ramuan.
Pada pagi hari pertandingan Quidditch melawan Hufflepuff, Harry singgah di rumah sakit sebelum menuju lapangan. Ron sangat gelisah. Madam Pomfrey menolak memberinya izin menonton pertandingan, karena merasa itu akan membuatnya terlalu tegang.
"Jadi, bagaimana perkembangan McLaggen"" dia bertanya kepada Harry dengan gugup. Rupanya dia lupa sudah mengajukan pertanyaan yang sama itu dua kali.
"Sudah kukatakan, kan" kata Harry sabar, "dia boleh saja berkelas dunia dan aku tak ingin mempertahankannya. Dia terus-menerus berusaha memberitahu setiap orang apa yang harus dilakukan, dia menganggap dirinya bisa memainkan semua posisi lebih baik daripada kita semua. Aku sudah tak sabar ingin lepas darinya. Dan ngomong-ngomong soal lepas dari orang," Harry menambahkan, bangkit berdiri dan mengambil Firebolt-nya, "kau jangan pura-pura tidur lagi dong kalau Lavender datang menengokmu. Dia juga bikin aku senewen."
"Oh," kata Ron malu. "Yeah. Baiklah.
"Kalau kau tak mau lagi jadian dengannya, bilang saja padanya," kata Harry.
"Yeah ... tapi ... tidak segampang itu, kan"" kata Ron. Dia berhenti sejenak. "Hermione akan ke sini sebelum pertandingan"" dia bertanya sambil lalu.
"Tidak, dia sudah ke lapangan dengan Ginny."
"Oh" kata Ron, tampak agak muram. "Baiklah. Semoga sukses. Mudah-mudahan kau menggebuk Mac-Lag maksudku,
Smith." "Akan kuusahakan," kata Harry, memanggul sapunya. "Sampai nanti, habis pertandingan."
Harry bergegas melewati koridor-koridor kosong. Seluruh penghuni sekolah sudah di luar, kalau tidak sudah duduk di
stadion ya sedang menuju ke sa Dia sedang memandang ke luar jendela-jendela yang dilewatinya, berusaha menaksir kekuatan angin yang akan mereka hadapi, ketika suara di depannya membuat dia menoleh dan dia melihat Malfoy berjalan ke arahnya, ditemani dua anak perempuan, yang duaduanya tampak kesal dan marah.
Malfoy mendadak berhenti melihat Harry, kemudian tertawa pendek, garing, dan berjalan lagi.
"Mau ke mana kau"" tuntut Harry.
"Yeah, aku akan memberitahu kau karena ini urusanmu, Potter," cemooh Malfoy. "Kau sebaiknya buruan, mereka akan menunggu Sang Kapten Terpilih -- Anak yang Mencetak Gol -apa pun julukan mereka untukmu sekarang ini."
Salah seorang anak perempuan itu terkikik terpaksa. Harry memandangnya. Wajahnya langsung merona merah. Malfoy melewati Harry dan anak perempuan itu bersama temannya mengikutinya, membelok di sudut dan menghilang dari pandangan.


Harry Potter Dan Pangeran Berdarah Campuran Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Harry berdiri terpaku di tempatnya dan mengawasi mereka menghilang. Ini sungguh menjengkelkan. Sudah mepet sekali baginya untuk bisa tiba di tempat pertandingan pada waktunya, padahal di sini ada Malfoy, menyelinap kabur sementara sekolah sedang kosong. Sejauh ini, sekaranglah kese
mpatan terbaik Harry untuk mengetahui apa yang sedang dilakukan Malfoy. Detik demi detik berlalu hening, dan Harry tetap berdiri di tempatnya, membeku, menatap tempat Malfoy menghilang ...
"Dari mana saja kau"" tuntut Ginny, ketika Harry berlari masuk ke ruang ganti. Seluruh tim sudah berganti pakaian dan siap. Coote dan Peakes, kedua Beater, memukul-mukulkan tongkat pemukul mereka dengan gelisah ke kaki mereka.
"Aku bertemu Malfoy," Harry memberitahu Ginny pelan, seraya memakai jubah merahnya lewat kepalanya.
"Jadi"" "Jadi, aku ingin tahu kenapa dia ada di kastil dengan dua cewek, sementara semua anak lain ada di sini ... "
"Apakah itu penting sekarang""
"Yah, aku tak akan tahu, kan"" kata Harry, menyambar Firebolt-nya dan meluruskan kacamatanya. "Yuk!"
Dan tanpa kata lagi, dia keluar ke lapangan disambut sorakan dan ejekan "buu" yang membahana. Hanya ada sedikit angin, awan di sana-sini, dan dari waktu ke waktu ada sorot cahaya matahari yang menyilaukan.
"Kondisi yang rumit!" McLaggen berkata menguatkan tim. "Coote, Peakes, kalian harus terbang dari arah matahari, jadi mereka tidak melihat kalian datang"
"Aku Kapten-nya, McLaggen, berhenti memberi instruksi kepada mereka," kata Harry jengkel. "Pergilah ke tiang gol!"
Begitu McLaggen sudah pergi, Harry menoleh ke pada Coote dan Peakes.
"Pastikan kalian memang terbang dari arah matahari," dia memberitahu mereka dengan enggan.
Harry berjabat tangan dengan Kapten Hufflepuff, dan kemudian, pada tiupan peluit Madam Hooch menjejak dan melesat ke angkasa, lebih tinggi daripada anggota timnya, meluncur mengelilingi lapangan, mencari Snitch. Jika dia berhasil menangkap Snitch dengan cepat, barangkali masih ada kesempatan dia bisa kembali ke kastil, mengambil Peta Perampok-nya dan mencari tahu apa yang sedang dilakukan Malfoy.
"Dan Smith Hufflepuff membawa Quaffle," kata suara melamun, bergaung di atas lapangan. "Smith yang jadi komentator pada pertandingan lalu itu, dan Ginny Weasley terbang menabraknya, kurasa sengaja kelihatannya begitu.
Smith waktu itu kurang ajar terhadap Gryffindor, kukira dia menyesalinya sekarang, setelah bermain melawan Gryffindor -- oh, lihat, dia kehilangan Quaffle-nya, Ginny mengambilnya darinya. Aku suka sekali Ginny, orangnya baik banget ..."
Harry menatap podium komentator. Tentunya, orang yang waras tak akan mengizinkan Luna Lovegood mengomentari pertandingan" Namun bahkan dari atas, tak salah lagi itu pasti Luna, rambutnya yang pirang kotor panjang, ataupun kalungnya yang dari untaian gabus Butterbeer ... Di samping Luna, Profesor McGonagall tampak sedikit canggung, seolah dia memang menyesali pilihannya.
"... tapi sekarang pemain Hufflepuff yang besar itu merebut Quaffle dari Ginny. Aku tak ingat namanya, kalau tak salah Bibble-eh, bukan, Buggins-"
"Namanya Cadwallader!" kata Profesor McGonagall keras dari sebelah Luna. Penonton tertawa.
Harry memasang mata mencari Snitch lagi; tak ada tanda-tanda adanya Snitch. Sejenak kemudian Cadwallader mencetak gol. McLaggen sibuk meneriak dan kritikan kepada Ginny karena telah melepas Quaffle dari pegangannya, akibatnya dia tak melihat bola besar merah itu meluncur melewati telinga kanannya.
"McLaggen, tolong perhatikan tugasmu sendiri dan jangan gerecoki yang lain!" teriak Harry, terbang memutar untuk menghadapi Keeper-nya.
"Kau tidak memberi contoh yang baik!" McLaggen balas membentak, marah, wajahnya merah padam.
"Dan Harry Potter sekarang berantem dengan Keeper-nya, kata Luna tenang, sementara anak-anak Hufflepuff dan Slytherin yang menonton di bawah bersorak dan mengejek. "Menurutku itu tidak akan membantunya menemukan Snitch, tapi barangkali itu tipu muslihat yang cerdik ... "
Mengumpat marah, Harry berputar dan terbang mengelilingi lapangan lagi, meneliti langit, mencari-cari bola emas kecil bersayap.
Ginny dan Demelza mencetak gol masing-masing sekali, memberi kesempatan bagi suporter mereka yang berpakaian merah-emas untuk bersorak. Kemudian Cadwallader memasukkan bola lagi, membuat skor seimbang, tetapi Luna tampaknya tidak menyadarinya. Dia rupanya tidak tertarik pada hal-hal biasa seperti go
l, dan terus-menerus berusaha menarik perhatian penonton pada hal-hal seperti awan-awan yang berbentuk menarik dan kemungkinan bahwa Zacharias Smith, yang sejauh ini gagal mempertahankan Quaffle lebih lama dari semenit, menderita sesuatu yang disebut "Penyakit Pecundang".
"Tujuh puluh - empat puluh untuk Huffepuff!" hardik Profesor McGonagall ke dalam megafon Luna
"Sudah segitu"" kata Luna tak jelas. "Oh lihat! Keeper Gryffindor merebut salah satu pemukul Beater.
Harry berputar-balik di tengah udara. Betul saja, McLaggen, untuk alasan yang hanya dia sendiri yang tahu, telah menarik pemukul Peakes darinya dan rupanya sedang mendemonstrasikan bagaimana caranya menghantam Bludger ke arah Cadwallader yang sedang terbang ke arah mereka.
"Kembalikan pemukulnya dan kembali ke tiang gawangmu!" raung Harry, meluncur ke arah McLaggen tepat ketika McLaggen dengan ganas menghantam Bludger dan meleset.
Rasa sakit yang luar biasa ... kilatan cahaya ... jeritanjeritan di kejauhan ... dan sensasi terjatuh ke dalam terowongan panjang ...
Dan hal berikutnya yang diketahui Harry, dia terbaring di tempat tidur yang hangat dan sangat nyaman, dan memandang lampu yang memancarkan lingkaran cahaya keemasan ke langit-langit gelap. Dia mengangkat kepalanya
dengan canggung. Di sebelah kirinya ada orang dengan pipi berbintik-bintik dan berambut-merah yang rasanya dikenalnya.
"Baik sekali kau mau menemaniku," kata Ron, nyengir.
Harry mengerjap dan memandang berkeliling. Tentu saja, dia ada di rumah sakit. Langit di luar berwarna ungu tua dengan semburat merah. Pertandingan pastilah sudah usai berjam-jam yang lalu ... dan hilang jugalah kesempatannya untuk menyudutkan Malfoy.
Kepala Harry rasanya berat sekali; dia mengangkat tangan dan merasakan perban yang membentuk turban kaku.
"Apa yang terjadi""
"Tengkorak retak," kata Madam Pomfrey, bergegas datang dan mendorongnya kembali ke bantalnya. "Tak ada yang perlu dikhawatirkan, aku langsung memperbaikinya, tapi aku menahanmu semalam di sini. Kau tak boleh bekerja terlalu keras selama beberapa jam."
"Aku tak mau tinggal di sini semalaman," kata Harry marah, duduk dan melempar selimutnya. "Aku mau mencari McLaggen dan membunuhnya."
"Sayangnya itu termasuk dalam kategori 'kerja keras'," kata Madam Pomfrey, dengan tegas mendorong Harry ke tempat tidurnya lagi dan mengangkat tongkat sihirnya dengan sikap mengancam. "Kau akan tinggal di sini sampai kuizinkan pulang, Potter, kalau tidak akan kupanggilkan Kepala
Sekolah." Madam Pomfrey kembali ke kantornya dan Harry membenamkan diri kembali ke bantal-bantalnya, menggerutu.
"Apakah kau tahu seberapa banyak kita kalah"" dia menanyai Ron dengan gigi mengertak.
"Yeah, tahu," kata Ron dengan nada meminta maaf.
"Skor final adalah tiga ratus dua puluh lawan enam puluh."
"Hebat," kata Harry buas. "Benar-benar hebat! Kalau aku berhasil menangkap McLaggen
"Kau jangan menangkapnya, ukurannya sebesar troll," saran Ron masuk akal. "Aku pribadi berpendapat mendingan dia dikutuk dengan kutukan kuku-nya si Pangeran itu. Bagaimanapun juga, anggota tim yang lain mungkin sudah menanganinya sebelum kau keluar dari sini, mereka tidak senang ... "
Ada nada riang yang tak berhasil disembunyikan dalam suara Ron. Harry bisa menerka Ron senang sekali McLaggen mengacaukan pertandingan begitu rupa. Harry berbaring di tempat tidurnya, menatap lingkaran cahaya di langit-langit, tengkoraknya yang baru diperbaiki tidak sakit, persisnya, namun terasa agak lunak di bawah semua perban itu.
"Aku bisa mendengar komentar pertandingan dari sini," kata Ron, suaranya sekarang berguncang karena tawa. "Kuharap Luna terus yang akan jadi komentator mulai sekarang... Penyakit Pecundang..."
Namun Harry masih terlalu marah untuk melihat kelucuan dalam situasi itu, dan selewat beberapa saat dengus tawa Ron mereda.
"Ginny datang menengok waktu kau masih pingsan," katanya, setelah diam lama, dan imajinasi Harry langsung melesat, dengan cepat mereka-reka adegan di mana Ginny, tersedu-sedu di atas tubuhnya yang tak bergerak, menyatakan ketertarikannya yang mendalam terhadapnya, sementara Ron merestui hubungan
mereka ... "Dia bilang kau tiba ketika pertandingan sudah hampir mulai. Bagaimana bisa begitu" Kau berangkat dari sini cukup pagi."
"Oh ... " kata Harry, ketika adegan dalam benaknya meledak buyar. "Yeah ... soalnya aku melihat Malfoy menyelinap dengan dua cewek yang kelihatannya tidak mau berada bersamanya, dan itu untuk kedua kalinya dia memastikan dia
tidak berada di lapangan Quidditch bersama anak-anak lain. Dia juga tidak ikut pertandingan yang lalu, ingat"" Harry menghela napas. "Kalau tahu pertandingannya hancur begini, mending aku tadi mengikutinya ... "
"Jangan bodoh," " kata Ron tajam. "Kau tak mungkin tak ikut pertandingan Quidditch hanya demi mengikuti Malfoy, kau kan Kapten-nya!"
"Aku ingin tahu dia sedang merencanakan apa," kata Harry. "Dan jangan bilang semua itu cuma ada dalam kepalaku, tidak setelah apa yang kudengar dibicarakan antara dia dan Snape"
"Aku tak pernah bilang semua itu cuma ada dalam kepalamu," kata Ron, sekarang ganti dia yang menyangga dirinya pada sikunya dan memandang Harry dengan mengernyit, "tapi tak ada peraturan yang mengatakan hanya satu orang setiap kali yang boleh merencanakan sesuatu di tempat ini! Kau jadi agak terobsesi dengan Malfoy, Harry. Maksudku, sampai memikirkan tidak ikut pertandingan hanya agar bisa mengikutinya ... "
"Aku ingin menangkap basah dia!" kata Harry frustrasi. "Maksudku, ke mana dia pergi ketika dia menghilang dari
peta"" "Aku tak tahu ... Hogsmeade"" usul Ron, menguap.
"Aku tak pernah melihatnya melewati salah satu jalan rahasia di peta. Lagi pula, kukira jalan-jalan itu dijaga sekarang""
"Yah, kalau begitu aku tak tahu."
Hening di antara mereka. Harry menatap lingkaran cahaya di atasnya, berpikir ...
Kalau saja dia memiliki kekuasaan seperti Rufus Scrimgeour, dia akan bisa menyuruh orang untuk membuntuti Malfoy, tetapi sayangnya Harry tidak memiliki kantor yang penuh Auror yang bisa diperintahnya ... sekilas dia berpikir
Terdengar dengkur pelan dari tempat tidur Ron. Selewat beberapa saat Madam Pomfrey keluar dari kantornya, kali ini memakai gaun tidur tebal. Paling mudah berpura-pura tidur. Harry berbaring miring dan mendengar semua gorden menarik menutup ketika Madam Pomfrey melambaikan tongkat sihirnya. Lampu meredup, dan dia kembali ke kantornya. Harry mendengar pintu menceklik menutup di belakangnya, dan tahu bahwa Madam Pomfrey pergi tidur.
Ini, Harry mengenang dalam gelap, ketiga kalinya dia dirawat di rumah sakit disebabkan kecelakaan dalam Quidditch. Yang terakhir kali dia terjatuh dari sapunya gara-gara kehadiran para Dementor di sekeliling lapangan, dan sebelum itu, semua tulang lenyap dari lengannya, akibat ulah konyol Profesor Lockhart ... itu kecelakaan yang paling menyakitkan ... dia masih ingat betapa menderitanya menumbuhkan kembali tulang-tulang lengannya, sakitnya tidak menjadi berkurang dengan kunjungan tamu tak diharapkan di tengah maHarry langsung duduk tegak, jantungnya berdegup kencang, perbannya miring. Dia mendapatkan solusinya akhirnya: ada jalan untuk membuntuti Malfoy -- bagaimana dia bisa melupakannya, bagaimana dia bisa tak memikirkannya sebelumnya"
Namun pertanyaannya adalah, bagaimana memanggilnya" Apa yang harus dilakukannya"
Perlahan, dengan coba-boba, Harry bicara ke dalam kegelapan.
"Kreacher""
akan mengatur sesuatu dengan LIDw, namun tetap akan ada masalah anak-anak yang tak bisa ikut pelajaran; sebagian besar dari mereka masih memiliki jadwal pelajaran yang padat
Terdengar lecutan keras dan bunyi orang berkelahi dan jeritan memenuhi ruangan yang sunyi. Ron terbangun sambil memekik.
"Apa yang-""
Harry buru-buru mengacungkan tongkatnya ke arah pintu kantor Madam Pomfrey dan menggumamkan "Muf fliato!" supaya dia tidak datang berlarian. Kemudian dia merayap ke tepi tempat tidurnya untuk melihat lebih jelas apa yang sedang terjadi.
Dua peri-rumah sedang berguling-guling di tengah lantai kamar, yang satu memakai sweter mengkeret merah tua dan beberapa topi wol, yang satunya lagi memakai kain lap kumal yang diikatkan pada pinggulnya seperti cawat. Kemudian terdengar letupan keras lagi, dan Peeves, si hantu jail muncul
di tengah udara di atas kedua peri-rumah yang sedang bergumul.
"Aku sedang menonton itu, Potty" dia memberitahu Harry dengan marah, menunjuk pergumulan di bawahnya, sebelum terkekeh keras. "Lihat makhluk lucu itu berantem, gigit, gigit, pukul, pukul-"
"Kreacher tak akan bisa menghina Harry Potter di depan Dobby, tak bisa, Dobby akan menutup mulut Kreacher untuk Harry Potter!" seru Dobby dengan suara melengking tinggi.
"-tendang, cakar!" teriak Peeves gembira, sekarang melempar-lempar potongan kapur kepada dua peri-rumah itu untuk membuat mereka semakin marah, "Jewer, tonjok!"
"Kreacher mau omong apa saja yang dia suka tentang tuannya, oh ya, dan tuan macam apa dia, berteman dengan Darah-lumpur, oh, apa yang akan dikatakan majikan lama Kreacher yang malang""
Apa persisnya yang akan dikatakan majikan Kreacher mereka tidak akan tahu, karena saat itu Dobby
membenamkan tinjunya yang kecil dan bertulang ke dalam mulut Kreacher dan merontokkan separo giginya. Harry dan Ron melompat turun dari tempat tidur masing-masing dan memisahkan kedua peri-rumah itu, walaupun mereka masih terus berusaha saling tendang dan pukul, dipanasi oleh Peeves yang melayang-layang mengelilingi lampu, berteriak-teriak, "Colokkan jarimu ke hidungnya, jewer telinganya-"
Harry mengarahkan tongkat sihirnya kepada Peeves dan berkata, "Langlock!" Peeves mencengkeram tenggorokannya, menelan ludah, kemudian melayang pergi dari kamar dengan membuat gerakan-gerakan kurang ajar, tetapi tak bisa bicara, karena lidahnya sudah melekatkan diri ke langit-langit mulutnya,
"Bagus," kata Ron memuji, mengangkat Dobby ke atas supaya tangan dan kakinya yang menonjok dan menendang tidak bisa mengenai Kreacher. "Itu salah satu kutukan Pangeran yang lain, kan""
"Yeah," kata Harry, menelikung sebelah lengan Kreacher yang keriput. "Baik aku melarang kalian berantem! Nah, Kreacher, kau kularang menyerang Dobby. Dobby, aku tahu aku tak boleh memberimu perintah"
"Dobby peri-rumah merdeka dan dia bisa mematuhi siapa saja yang dia suka dan Dobby akan melakukan apa saja yang diinginkan Harry Potter!" kata Dobby, air mata sekarang bercucuran di wajah mungilnya yang keriput dan menetes ke sweaternya.
"Oke, kalau begitu," kata Harry dan dia dan Ron melepaskan kedua peri-rumah itu, yang terjatuh ke lantai, namun tidak melanjutkan bergumul.
"Tuan memanggilku" tanya Kreacher parau, membungkuk rendah, kendatipun dia melempar pandangan kepada Harry yang jelas sekali mengharapkan Harry mati dengan menderita.
"Yeah, aku memanggilmu," Harry, mengerling ke arah pintu kantor Madam bahwa mantra Muffliato masih bekerja. Tak ada tanda-tanda bahwa dia mendengar keributan itu. "Aku punya tugas untukmu."
"Kreacher akan melakukan apa pun yang diinginkan Tuan," kata Kreacher, membungkuk rendah sekali sehingga bibirnya nyaris menyentuh jari-jari kakinya yang berbonggol, "karena Kreacher tak punya pilihan, tapi Kreacher malu punya majikan seperti ini, ya"
Perempuan Pengumpul Bangkai 2 Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam Takanata Iblis Nippon 2

Cari Blog Ini