Ceritasilat Novel Online

Pangeran Caspian 2

The Chronicles Of Narnia 3 Pangeran Caspian Prince Caspian Bagian 2


"Panjang umur Raja," teriaknya. "Aku dan putra-putraku sudah siap berperang. Kapan ada pertempuran""
Sampai saat itu baik Caspian maupun yang lain belum benar-benar memikirkan perang, Mereka punya bayangan samar, mungkin, akan serangan sesekali pada pertanian Manusia atau menyerang kelompok pemburu, kalau mereka berjalan terlalu jauh ke alam selatan yang liar ini. Tapi, pada pokoknya, mereka hanya memikirkan tentang tinggal dalam hutan dan gua dan membangun Narnia Lama dalam persembunyian. Begitu Glenstorm mengatakannya, semua menjadi lebih serius.
"Maksudmu perang terbuka untuk mengusir Miraz dari Narnia"" tanya Caspian.
"Apa lagi"" kata centaurus it
u. "Ada sebab lain mengapa Yang Mulia mengenakan baju rantai besi dan membawa pedang""
"Apakah mungkin, Glenstorm"" kata si musang.
"Waktunya sudah dekat," kata Glenstorm. "Aku melihat langit, Musang, karena memang itu tugasku, seperti yang kauingat. Tarva dan Alambil telah bertemu di lorong langit, dan di bumi, Putra Adam sekali lagi telah bangkit untuk memerintah dan memberi nama bagi makhluk-makhluk. Waktunya sudah tepat. Rapat kita di Dancing Lawn harus menjadi rapat menentukan perang." Dia bicara dengan nada yang begitu tegas sehingga baik Caspian maupun yang lain tidak ragu-ragu sedetik pun. Bagi mereka saat ini sepertinya cukup mungkin untuk memenangkan perang dan cukup yakin mereka harus memulainya.
Karena saat itu sudah lewat tengah hari, mereka beristirahat bersama para centaurus dan makan makanan yang disiapkan para centaurus--kue gandum, apel, akar-akaran, anggur, dan keju.
Tempat berikut yang mereka kunjungi cukup dekat, tapi mereka harus berjalan memutar cukup jauh untuk menghindari daerah yang ditinggali Manusia. Hari sudah beranjak sore sebelum mereka menemukan diri mereka pada padang datar, hangat di antara tanaman hedgegrow. Di sana Trufflehunter memanggil di mulut lubang kecil pada tebing hijau dan keluarlah makhluk terakhir yang dibayangkan Caspian--Tikus yang Bisa Berbicara. Tentu saja dia lebih besar daripada tikus biasa, jauh lebih tinggi daripada tiga puluh sentimeter ketika berdiri dengan kaki belakangnya, dan dengan telinga hampir sepanjang (meskipun lebih lebar daripada) telinga kelinci. Namanya Reepicheep dan dia tikus yang gembira serta pemberani. Dia membawa anggar kecil di pinggangnya dan memutar-mutar kumisnya seperti yang sering dilakukan manusia.
"Kami semua berdua belas, Yang Mulia," katanya sambil membungkuk anggun dan sempurna, "dan aku akan memberikan komando atas seluruh rakyatku pada Yang Mulia." Caspian berusaha keras (dan berhasil) untuk tidak tertawa, tapi dia tidak bisa menahan diri untuk berpikir bahwa Reepicheep dan seluruh rakyatnya bisa dengan mudah dimasukkan dalam keranjang cucian dan dibawa pulang dengan dipanggul.
Akan butuh waktu terlalu lama untuk menyebutkan semua makhluk yang ditemui Caspian hari itu--Clodsley Shovel si tikus tanah, tiga Hardbiter (yang juga musang seperti Trufflehunter), Camillo si kelinci, dan Hogglestock si landak. Akhirnya mereka istirahat di samping sumur di tepian lapangan rumput lebar yang berbentuk lingkaran dan datar, dibatasi pohon-pohon elm tinggi, yang sekarang berbayang panjang karena matahari sudah mulai terbenam, bunga-bunga daisy menguncup, dan burung-burung terbang pulang untuk tidur. Di situ mereka makan makanan yang mereka bawa dan Trumpkin menyalakan pipanya (Nikabrik tidak merokok).
"Sekarang," kata si musang, "kalau saja kita bisa membangunkan roh pohon-pohon dan sumur ini, pekerjaan kita hari ini bagus sekali."
"Tidak bisakah kita"" kata Caspian.
"Tidak," kata Trufflehunter. "Kita tidak punya kekuatan mengendalikan mereka. Sejak manusia datang ke negeri ini, membabat hutan dan mencemarkan sungai, dryad dan naiad jatuh dalam tidur panjang. Siapa yang tahu apakah mereka akan bangun lagi" Dan itu kehilangan besar bagi pihak kita. Bangsa Telmarine sangat takut pada hutan, dan begitu pohon bergerak karena marah, musuh kita akan gila karena takut dan akan terusir dari Narnia secepat kaki mereka bisa membawa mereka."
"Hebat sekali imajinasi kalian, Binatang," kata Trumpkin, yang tidak memercayai hal-hal seperti itu. "Tapi kenapa hanya pohon dan air" Bukankah lebih baik kalau batu-batu mulai melemparkan diri mereka sendiri pada Miraz""
Si musang hanya menggeram sebagai jawaban, dan setelah itu mereka begitu hening sehingga Caspian nyaris tertidur ketika merasa mendengar suara musik samar-samar dari kedalaman hutan di belakangnya. Kemudian dia merasa itu sekadar mimpi dan berbaring lagi, tapi begitu telinganya menyentuh tanah, dia merasa atau mendengar (sulit untuk tahu dengan tepat yang mana) suara pukulan drum samar-samar. Dia mengangkat kepalanya. Suara pukulan itu langsung semakin samar, tapi musiknya kembali, lebih jela
s kali ini. Suara itu seperti suara suling. Dia melihat Trufflehunter duduk tegak menatap hutan. Bulan bersinar terang, Caspian telah tertidur lebih lama daripada yang dipikirnya. Musik itu semakin dekat dan dekat, iramanya liar tapi juga mengalun halus, dan suara banyak kaki ringan, sampai akhirnya, keluar dari hutan ke bawah terang bulan, datang makhluk-makhluk menari yang bahkan belum pernah Caspian pikirkan dalam hidupnya. Mereka tidak lebih tinggi daripada dwarf, tapi jauh lebih mungil dan lebih lincah. Kepala mereka yang berambut keriting memiliki tanduk-tanduk kecil, bagian atas tubuh mereka berkilau telanjang dalam cahaya yang pucat, tapi kaki mereka sama seperti kaki kambing.
"Faun!" teriak Caspian, melompat bangkit, dan sesaat kemudian mereka mengelilinginya. Tidak butuh waktu lama untuk menjelaskan seluruh situasinya pada mereka dan mereka langsung menerima Caspian. Sebelum menyadari apa yang dilakukannya Caspian telah bergabung dalam tarian. Trumpkin dengan gerakan yang lebih berat dan kaku, juga bergabung dan Trufflehunter melompat dan bergerak sebisanya. Hanya Nikabrik yang tetap di tempatnya, menonton dalam diam. Para faun mengatur gerakan di sekeliling Caspian dengan irama suling mereka. Wajah mereka yag aneh, yang tampak sedih sekaligus gembira pada saat yang sama, menatapnya. Lusinan Faun, Mentius, Obentinus, dan Dumnus, Voluns, Voltinus, Giribus, Nimienus, Nausus, dan Oscuns. Patterwig telah memberitahu mereka semua.
Ketika Caspian terbangun pagi berikutnya, dia hampir tidak percaya kejadian itu lebih dari sekadar mimpi, tapi rumput penuh bekas tapak mungil.
BAB TUJUH Narnia Lama dalam Bahaya TEMPAT mereka bertemu para faun itu tentu saja Dancing Lawn itu sendiri, dan di sanalah Caspian serta teman-temannya tinggal sampai malam Rapat Besar. Tidur di bawah bintang-bintang, hanya minum air sumur, dan hanya makan kacang-kacangan serta buah-buahan liar, merupakan pengalaman baru bagi Caspian setelah tempat tidurnya yang berseprai sutra dalam kamar berhias permadani gantung di istana, dengan makanan yang disajikan di atas piring emas serta perak di ruang sebelah kamarnya, dan pelayan yang siap untuk dipanggil. Tapi dia belum pernah merasa lebih gembira lagi. Belum pernah tidurnya lebih menyegarkan atau makanannya terasa begitu enak, dan tubuh Caspian mulai menjadi kekar serta wajahnya semakin tegas seperti raja.
Ketika malam rapat itu tiba, dan rakyatnya yang bermacam-macam datang ke padang itu sendiri, berdua, bertiga, atau berenam dan bertujuh--bulan saat itu bersinar hampir purnama--hati Caspian membungah saat dia melihat jumlah mereka dan mendengar salam mereka. Semua yang pernah ditemuinya ada di sana: Beruang gendut, Dwarf Merah, dan Dwarf Hitam, Tikus Tanah dan Musang, Kelinci dan Landak, dan yang lain yang belum dilihatnya--lima satyr semerah rubah, seluruh kontingen Tikus yang Bisa Berbicara, bersenjata lengkap dan bergerak serempak mengikuti suara terompet melengking, beberapa burung hantu, Gagak tua dari Ravenscaur. Yang terakhir dari mereka (dan ini membuat Caspian tertegun), bersama para centaurus, datang raksasa yang meskipun sosoknya kecil tapi raksasa sejati, Wimbleweather dari Deadman's Hill, memanggul keranjang penuh dwarf yang mabuk perjalanan karena menerima tawarannya untuk membawa mereka dan sekarang berharap tadi mereka memilih berjalan saja.
Beruang gendut sangat ingin berpesta dulu baru kemudian rapat, mungkin besok saja sekalian. Reepicheep dan tikus-tikusnya berkata rapat dan pesta bisa sama-sama menunggu, dan mengusulkan menyerang Miraz di istananya malam itu juga. Patterwig dan bajing lain berkata mereka bisa rapat sekaligus pesta pada saat yang sama, jadi mengapa tidak melakukannya berbarengan" Para tikus tanah mengusulkan membuat parit mengelilingi padang itu sebelum mereka melakukan hal lain. Para faun berpikir lebih balk acara dimulai dengan dansa yang khidmat. Gagak tua setuju dengan usul para beruang bahwa rapat akan terlalu lama bila diadakan sebelum makan malam, clan memohon diizinkan untuk berpidato singkat kepada seluruh hadirin. Tapi Caspian, para centaurus, ser
ta dwarf menolak semua usulan itu clan bersikeras untuk langsung mengadakan rapat perang.
Ketika semua makhluk lain berhasil dibujuk untuk duduk tenang dalam lingkaran besar dan ketika (dengan kesulitan lebih besar) mereka berhasil menyuruh Patterwig berhenti berlarian ke sana kemari sambil berteriak, "Diam! Diam, semuanya, Raja akan berpidato," Caspian, dengan sedikit gugup, bangkit. "Rakyat Narnia!" dia memulai, tapi tak bisa melanjutkan pidatonya, karena saat itu Camillo si kelinci berkata, "Sstt! Ada manusia di dekat sini. "
Mereka semua makhluk liar, terbiasa diburu, dan mereka semua menjadi sediam patung. Para binatang semua memalingkan wajah mereka untuk mengendus ke arah yang ditunjukkan Camillo.
"Aromanya seperti manusia tapi juga tidak seperti manusia," bisik Trufflehunter.
"Dia sudah semakin dekat," kata Camillo.
"Dua musang dan kalian, tiga dwarf, dengan busur siap, pergilah diam-diam menemuinya," kata Caspian.
"Kami akan membereskannya," kata satu Dwarf Hitam muram, memasang anak panah pada busurnya.
"Jangan panah dia kalau sendirian," kata Caspian. "Tangkap dia."
"Kenapa"" tanya si dwarf.
"Lakukan yang diperintahkan padamu," kata Glenstorm si centaurus.
Semua menunggu dalam keheningan sementara ketiga dwarf dan dua musang berjalan pelan ke arah pepohonan di sisi barat daya lapangan itu. Kemudian terdengar lengkingan dwarf, "Stop! Siapa itu"" dan suara dentingan busur. Sesaat kemudian, suara yang Caspian kenal baik, bisa didengar berkata, "Baik, baik, aku tidak bersenjata. Ikat saja tanganku kalau kau mau, musang yang baik, tapi jangan menggigitnya.
Aku ingin bicara pada Raja."
"Doctor Cornelius!" teriak Caspian gembira, dan buru-buru menghampiri bekas gurunya. Semua yang lain mendekat.
"Pah!" kata Nikabrik. "Dwarf pengkhianat. Setengah dwarf! Apakah aku harus menusuk lehernya dengan pedangku""
"Diam, Nikabrik," kata Trumpkin. "Makhluk itu tidak bisa memilih orangtuanya."
"Ini sahabat terbaikku dan penyelamat nyawaku," kata Caspian. "Dan siapa pun yang tidak menyukai keberadaannya boleh meninggalkanku sekarang juga. Doctor tersayang, aku sangat senang melihatmu lagi. Bagaimana kau bisa menemukan kami""
"Dengan menggunakan sedikit sihir, Yang Mulia," kada Doctor, yang terengah-engah karena telah berjalan cepat sebelumnya. "Tapi tidak ada waktu untuk menceritakannya sekarang. Kita semua harus lari dari tempat ini. Kau sudah dikhianati dan Miraz sudah bergerak. Sebelum tengah hari besok kalian akan dikepung.
"Dikhianati!" kata Caspian. "Oleh siapa"" "Dwarf pengkhianat lain, tentu saja," kata Nikabrik.
"Oleh kudamu, Destrier," kata Doctor Cornelius. "Binatang malang itu tidak tahu apa-apa. Ketika kau jatuh, tentu saja, dia kembali ke kandangnya di istana. Kemudian rahasia pelarianmu terbuka. Aku melarikan diri, tidak ingin ditanyai dalam kamar penyiksaan Miraz. Aku bisa menebak dengan cukup baik dari bola kristalku di mana aku bisa menemukanmu. Tapi sepanjang hari itu--itu dua hari yang lalu--aku melihat kelompok pencari Miraz sudah masuk hutan. Kemarin aku melihat tentaranya sudah bergerak. Kurasa dwarf mmm--berdarah murnimu tidak punya senjata sebanyak yang dibutuhkan. Kalian meninggalkan jejak di mana-mana. Tindakan yang tidak hati-hati. Pasti Miraz sudah menyadari bahwa Narnia Lama belum mati seperti yang diharapkannya, dan dia sudah bergerak."
"Hore!" kata suara kecil melengking dari suatu tempat di dekat kaki Doctor. "Biarkan mereka datang! Aku hanya minta Raja menempatkan diriku dan pengikutku di garis depan."
"Apa"" kata Doctor Cornelius. "Apakah Yang Mulia punya jangkrik--atau nyamuk--dalam pasukanmu"" Kemudian setelah membungkuk dan menatap dengan saksama melalui kacamatanya, Doctor Cornelius tertawa.
"Demi Singa," katanya, "ini tikus. Tuan Tikus, aku ingin lebih mengenalmu. Aku merasa terhormat bertemu binatang yang begini berani."
"Persahabatanku pasti kaumiliki, Pria Terpelajar," cicit Reepicheep. "Dan dwarf--atau Raksasa--mana pun yang tidak ramah padamu harus berkenalan dengan pedangku."
"Apakah ada waktu untuk omong kosong bodoh ini"" tanya Nikabrik. "Apa rencana kita" Mela
wan atau lari""
"Melawan kalau perlu," kata Trumpkin. "Tapi kita nyaris belum siap sama sekali untuk itu, dan ini bukan tempat yang baik untuk bertahan."
"Aku tidak menyukai ide lari," kata Caspian.
"Dengar! Dengar!" kata Beruang Gendut, "Apa pun yang kita lakukan, jangan langsung lari. Terutama sebelum makan malam, dan jangan buru-buru setelahnya juga."
"Mereka yang pertama lari tidak selalu jadi yang paling tidak penting," kata Centaurus.
"Dan mengapa kita harus membiarkan musuh memilihkan posisi untuk kita dan bukannya memilih sendiri" Mari kita cari tempat yang kuat."
"Itu bijaksana, Yang Mulia, itu bijaksana," kata Trufflehunter.
"Tapi kita harus pergi ke mana"" tanya beberapa suara.
"Yang Mulia," kata Doctor Cornelius, "dan kalian semua makhluk yang beragam, kurasa kita harus lari ke selatan dan mengikuti sungai masuk hutan raya. Bangsa Telmarine benci daerah itu. Mereka selalu takut akan laut dan sesuatu yang mungkin datang dari laut. Karena itulah mereka membiarkan hutan raya tumbuh subur. Kalau kisah-kisah lama benar, Cair Paravel kuno berada di muara sungai. Bagian itu cocok bagi kita dan ditakuti musuh kita. Kita harus pergi ke Aslan's How."
"Aslan's How!" kata beberapa suara. "Kami tidak tahu apa itu."
"Tempat itu berada di pinggir hutan raya dan merupakan bukit besar tempat Narnia diciptakan di zaman dahulu kala di tempat yang sangat ajaib, tempat pernah berdiri--atau mungkin masih berdiri--batu yang sangat ajaib. Bukit itu penuh lorong dan gua, dan batu itu berada di gua utama. Ada ruang di bukit itu untuk semua simpanan makanan kita, dan bagi mereka yang paling butuh perlindungan dan paling biasa dengan hidup di bawah tanah bisa tinggal di dalam gua. Sisanya bisa berkemah di hutan. Dalam waktu cepat kita semua (kecuali si raksasa yang baik) bisa berlindung dalam tanah bukit itu, dan di sana kita seharusnya bisa aman dari semua bahaya kecuali kelaparan."
"Untunglah ada pria terpelajar di antara kita," kata Trufflehunter. Tapi Trumpkin bergumam pelan, "Demi sup dan seledri! Kuharap pemimpin kita tidak akan terlalu memikirkan dongeng wanita tua ini dan lebih mempertimbangkan fakta serta senjata." Tapi semuanya menyetujui usul Cornelius dan malam itu juga, setengah jam kemudian, mereka bergerak. Sebelum fajar mereka tiba di Aslan's How.
Tempat itu memang menakjubkan, bukit bundar hijau di atas bukit lain, sudah lama tertutup pepohonan, dan satu pintu kecil yang rendah menutupi jalan masuknya. Lorong-lorong di dalamnya merupakah labirin sesat sempurna kecuali kau sudah mengenalinya, dan dinding serta atapnya terbuat dari batu halus, dan pada bebatuan itu, tampak dalam cahaya fajar, Caspian melihat huruf-huruf aneh dan pola-pola menjulur, serta gambar-gambar di mana bentuk Singa diulang lagi dan lagi. Sepertinya itu semua hasil karya bangsa Narnia yang lebih tua daripada yang diceritakan perawatnya.
Ketika mereka telah mengambil tempat masing-masing di dalam dan sekitar How, keberuntungan mereka mulai berbalik. Mata-mata Raja Miraz tak lama kemudian menemukan tempat persembunyian mereka, dan sang raja beserta tentaranya tiba di pinggir hutan. Dan seperti yang sering terjadi, musuh lebih kuat daripada bayangan mereka. Hati Caspian semakin kecut melihat kelompok demi kelompok datang. Dan meskipun anak buah Miraz mungkin takut masuk hutan, mereka lebih takut pada Miraz. Dengan sang raja sendiri sebagai pemimpin, mereka berani bertempur jauh ke dalam hutan dan kadang-kadang hampir mencapai How. Caspian dan para kapten tentu membuka pertempuran di tanah lapang. Dengan demikian sebagian besar hari dan kadang malam juga, terisi pertempuran, tapi tentara Caspian lebih sering menderita kekalahan.
Akhirnya tiba malam ketika terjadilah yang terburuk. Hujan yang turun deras sepanjang hari berhenti ketika malam tiba, hanya untuk memberi tempat pada hawa dingin. Pagi itu Caspian mengatur apa yang akan menjadi perangnya yang terbesar sejauh itu, dan mereka semua menggantungkan harapan padanya. Dia, bersama kebanyakan dwarf, akan menyerang sayap kanan sang raja saat fajar, kemudian, ketika musuh sibuk, Raksasa Wi
mbleweather bersama para centaurus dan beberapa binatang paling ganas, harus menyerang di tempat lain dan memotong sayap kanan raja dari sisa tentaranya. Tapi itu semua gagal. Tidak ada yang memperingatkan Caspian (karena tidak ada makhluk di Narnia zaman itu yang ingat) bahwa raksasa bukan makhluk cerdas. Wimbleweather yang malang, meskipun seberani singa, adalah raksasa sejati. Dia muncul di saat yang salah dan tempat yang salah, dan baik kelompoknya maupun kelompok Caspian dihajar habis-habisan sementara musuh hanya menderita sedikit kerugian. Beruang terbaik terluka, satu centaurus luka parah, dan hanya sedikit dalam kelompok Caspian yang tidak terluka. Mereka semua murung dan duduk di bawah pohon yang daunnya meneteskan sisa hujan, makan makanan seadanya. Yang paling murung adalah Raksasa Wimbleweather. Dia tahu itu semua salahnya. Dia duduk diam menyusut air matanya yang mengalir ke ujung hidungnya dan jatuh dalam tetesan besar ke perlindungan para tikus, yang baru saja mulai merasa hangat dan mengantuk. Mereka semua terlompat bangkit, mengibaskan air dari dalam telinga mereka dan mengebut selimut kecil mereka, lalu bertanya pada si raksasa dengan suara cicit yang cukup keras apakah dia pikir mereka masih belum cukup basah tanpa tetesan air mata itu. Kemudian yang lain terbangun juga dan memberitahu para tikus, mereka bertugas jadi mata-mata bukan penyanyi konser, dan bertanya mengapa mereka tidak bisa diam. Wimbleweather mengendap-endap pergi untuk menemukan tempat dia bisa bersedih dengan tenang dan menginjak ekor satu binatang dan ada yang menggigitnya (setelahnya mereka bilang rubah yang melakukannya). Jadi semuanya marah-marah.
Tapi dalam ruang rahasia dan ajaib di jantung How, Raja Caspian, bersama Cornelius, si musang, Nikabrik, dan Trumpkin sedang rapat. Pilar-pilar tebal hasil karya nenek moyang mereka menyangga atap. Di tengah adalah Stone itu sendiri--meja batu, terbagi dua tepat di tengahnya, dan tertutup ukiran sesuatu yang dulunya berupa tulisan, tapi waktu dan angin serta hujan dan salju telah menghapusnya ketika Stone Table dulu berdiri di puncak bukit, dan bukit kecil itu belum dibangun di atasnya. Mereka tidak menggunakan Table juga tidak duduk di sekelilingnya, benda itu terlalu ajaib untuk digunakan untuk keperluan biasa. Mereka duduk di potongan kayu cukup jauh dari Table, dan di antara mereka berdiri meja kayu kasar, yang di atasnya terdapat lampu tanah liat kasar yang menyinari wajah pucat mereka dan membuat dinding berbayang-bayang.
"Kalau Yang Mulia ingin menggunakan terompet itu," kata Trufflehunter, "kurasa waktunya telah tiba." Caspian tentu saja telah menceritakan harta karunnya pada mereka beberapa hari yang lalu.
"Kita jelas butuh bantuan," kata Caspian, "Tapi sulit untuk tahu apakah kita benarbenar terdesak. Bagaimana kalau ada kebutuhan yang lebih penting dan kita sudah pernah meniup terompet itu""
"Dengan argumen itu," kata Nikabrik, "Yang Mulia tidak akan pernah menggunakannya sampai semua sudah terlambat."
"Aku setuju," kata Doctor Cornelius.
"Dan bagaimana pendapatmu, Trumpkin"" tanya Caspian.
"Oh, menurutku," kata si Dwarf Merah, yang mendengarkan dengan acuh tak acuh, "Yang Mulia tahu aku menganggap terompet itu--dan batu patah di sana itu--dan Raja Agung Peter--dan si Singa Aslan--adalah dongeng belaka. Aku tidak peduli kalau Yang Mulia meniup terompet itu. Aku hanya berkeras supaya pasukan jangan diberitahu tentang itu. Tidak ada gunanya mengembangkan harapan akan pertolongan ajaib yang (menurut pendapatku) hanya akan mendatangkan kekecewaan."
"Kalau begitu, dalam nama Aslan, kita akan meniup terompet Ratu Susan," kata Caspian.
"Satu hal lagi, Yang Mulia," kata Doctor Cornelius, "yang mungkin harus dilakukan sebelumnya. Kita tidak tahu bentuk bantuan apa yang akan datang. Terompet itu bisa saja memanggil Aslan sendiri dari balik lautan. Tapi kurasa lebih mungkin terompet itu memanggil Peter si Raja Agung dan para pendampingnya dari zaman dahulu kala. Tapi entah mana yang datang, kurasa kita tidak bisa yakin bantuan akan langsung datang ke tempat ini--"
"Kata-katamu benar sekali," potong Trumpkin,
"Kupikir," lanjut pria terpelajar itu, "mereka--atau dia--akan kembali ke salah satu Tempat Kuno Narnia. lni, tempat sekarang kita duduk, adalah tempat yang paling kuno dan ajaib. Dan kupikir, jawaban sangat mungkin datang ke sini. Tapi ada dua tempat lagi. Satu adalah Lantern Waste, di hulu sungai, di sebelah barat Beaversdam, tempat anak-anak yang jadi raja pertama muncul di Narnia, menurut catatan. Yang lain adalah di muara sungai, tempat istana Cair Paravel berdiri dulu, Dan kalau Aslan sendiri yang datang, itu juga tempat terbaik untuk menemuinya, karena setiap kisah mengatakan dia putra Kaisar Seberang Lautan, dan melalui lautlah dia akan datang. Aku ingin mengirim pembawa pesan ke dua tempat itu, ke Lantern Waste dan muara sungai, untuk menyambut mereka--atau dia."
"Tepat seperti pikiranku," gumam Trumpkin. "Hasil pertama dari tindakan bodoh ini bukannya membawa bantuan bagi kita tapi membantu kita kehilangan dua prajurit."
"Kau ingin mengirim siapa, Doctor Cornelius"" tanya Caspian.
"Bajing-lah yang paling baik untuk menembus daerah musuh tanpa tertangkap," kata Trufflehunter.
"Semua baling kita (dan kita tidak punya banyak)," kata Nikabrik, "agak tidak bisa bertanggung jawab. Satu-satunya yang kupercaya dengan tugas seperti itu adalah Patterwig."
"Kalau begitu biarlah Patterwig pergi," kata Raja Caspian. "Dan siapa yang pantas untuk jadi pembawa pesan kedua" Aku tahu kau ingin pergi, Trufflehunter, tapi kau tidak cukup cepat. Kau juga tidak, Doctor Cornelius."
"Aku tidak mau pergi," kata Nikabrik. "Dengan semua manusia dan binatang di sini, harus ada dwarf di sini untuk memastikan dwarf diperlakukan dengan adil."
"Demi kerikil dan kilat!" jerit Trumpkin marah. "Seperti itukah caramu bicara dengan rajamu" Kirim aku, Yang Mulia. Aku akan pergi."
"Tapi kupikir kau tidak memercayai terompet ini, Trumpkin," kata Caspian.
"Memang benar, Yang Mulia. Tapi apa hubungannya" Kemungkinan aku mati karena mengejar bebek liar sama besarnya dengan mati di sini. Kau rajaku. Aku tahu perbedaan antara memberi saran dan menerima perintah. Kau telah mendengar saranku, dan sekarang saatnya memberi perintah."
"Aku tidak akan pernah melupakan ini, Trumpkin," kata Caspian. "Salah satu dari kalian panggil Patterwig. Dan kapan aku harus meniup terompet ini""
"Aku akan menunggu sampai fajar, Yang Mulia," kata Doctor Cornelius. "Saat itu kadang-kadang memiliki pengaruh pada Sihir Baik."
Beberapa menit kemudian Patterwig muncul dan mendengarkan penjelasan tugasnya. Dia, sama seperti banyak bajing, penuh keberanian, semangat, energi, kegembiraan, dan kenekatan (untuk tidak menyebutnya kesemberonoan), begitu mendengarnya dia langsung ingin berangkat. Sudah diatur bahwa dia harus lari ke Lantern Waste sementara Trumpkin melakukan perjalanan yang lebih pendek ke muara sungai. Setelah makan cepat-cepat, mereka berdua berangkat diiringi ucapan terima kasih dan harapan sang raja, si musang, dan Cornelius.
BAB DELAPAN Bagaimana Mereka Meninggalkan Pulau
"JADI," kata Trumpkin (karena, seperti yang telah kalian sadari, dialah yang menceritakan semua ini kepada keempat anak, duduk di rumput dalam reruntuhan aula Cair Paravel)--"jadi aku memasukkan sepotong-dua potong roti dalam sakuku, meninggalkan semua senjata kecuali belatiku, dan berangkat masuk hutan begitu fajar merekah. Aku sudah berjalan berjam-jam ketika datang suara yang belum pernah kudengar seumur hidupku. Ah, aku tidak akan melupakannya. Seluruh udara penuh suara itu, sekeras guntur tapi jauh lebih panjang, menyegarkan, dan manis seperti musik di atas air, tapi cukup kuat untuk mengguncangkan seluruh hutan. Dan aku berkata pada diriku sendiri, 'Kalau itu bukan terompet itu, aku pasti bodoh sekali.' Dan sesaat kemudian aku bertanya-tanya mengapa Raja tidak meniupnya lebih cepat--"
"Saat itu jam berapa"" tanya Edmund. "Antara jam sembilan dan sepuluh," kata Trumpkin.
"Tepat saat kita berada di stasiun kereta api!" kata semua anak, dan berpandangan dengan mata berbinar-binar.
"Tolong lanjutkan," kata Lucy pada si dwarf,
"Yah, seperti yang ku
katakan, aku bertanyatanya, tapi aku terus berjalan secepat yang kubisa. Aku terus berjalan sepanjang malam kemudian, ketika fajar sudah merekah pagi ini, seolah aku tidak lebih pandai daripada si raksasa, aku mengambil risiko mengikuti jalan pintas menyeberangi padang berbuka menuju belokan besar sungai, dan tertangkap. Bukan oleh tentara, tapi oleh pria tua angkuh yang mengepalai istana kecil yang merupakan pertahanan terakhir Miraz ke arah lautan. Aku tidak perlu mengatakan pada kalian bahwa mereka tidak berhasil mendapat kisah yang jujur dariku, tapi aku dwarf dan itu sudah cukup. Tapi, demi lobster dan permen loli! Untunglah penjahat itu orang yang sombong. Orang lain pasti sudah membunuhku di sana dan saat itu juga. Tapi baginya tidak ada eksekusi yang lebih hebat lagi daripada mengirimku kepada 'para hantu' dengan cara yang penuh upacara. Kemudian lady muda ini" (dia mengangguk ke arah Susan) "menunjukkan kepandaiannya memanah--dan bidikannya bagus sekali--dan di sinilah kita. Dan tanpa senjataku, karena tentu saja mereka mengambilnya." Dia mengetuk dan mengisi ulang pipanya.
"Ya ampun!" kata Peter. "Jadi terompet itulah--terompetmu sendiri, Su--yang menyeret kita dari bangku peron kemarin pagi! Aku nyaris tidak percaya, tapi semuanya benar."
"Aku tidak tahu kenapa kau tidak bisa memercayainya," kata Lucy, "bukankah kau sudah memercayai sihir. Bukankah banyak kisah tentang sihir memaksa orang keluar dari suatu tempat--keluar dari suatu dunia--dan masuk ke dunia yang lain" Maksudku, ketika penyihir dalam kisah Seribu Satu Malam memanggil Jinn, dia harus datang. Kita juga harus datang seperti itu."
"Ya," kata Peter. "Kurasa yang membuatnya begitu aneh adalah dalam kisah-kisah itu selalu seseorang dari dunia kita yang memanggil. Tidak ada yang pernah memikirkan dari mana si jinn datang."
"Dan sekarang kita tahu apa rasanya jadi ' Jinn," kata Edmund sambil tertawa. "Ya ampun! Rasanya tidak enak juga tahu bahwa kita bisa dipanggil seperti itu. Rasanya lebih tidak enak daripada seperti yang Ayah bilang tentang hidup dalam belas kasihan telepon."
"Tapi kita juga ingin berada di sini, bukan," kata Lucy, "kalau Aslan membutuhkan kita""
"Sementara itu," kata si dwarf, "apa yang akan kita lakukan" Kurasa kita lebih baik kembali kepada Raja Caspian dan memberitahunya tidak ada bantuan yang datang."
"Tidak ada bantuan"" kata Susan. "Tapi sihirnya bekerja. Dan kami berada di sini."
"Mmm--mmm--ya, tentu. Aku tahu," kata si dwarf, pipanya sepertinya tersumbat (dia sepertinya sangat sibuk membersihkannya), "Tapi--yah--maksudku--"
"Tapi apakah kau belum tahu siapa kami"" teriak Lucy. "Bodoh sekali."
"Kurasa kalian keempat anak dalam kisah-kisah lama," kata Trumpkin. "Dan tentu saja aku sangat gembira bertemu kalian. Dan ini semua sangat menarik. Tapi--bukan bermaksud menyinggung" "--dan dia ragu-ragu lagi.
"Jangan teruskan dan mengatakan apa yang akan kaukatakan," kata Edmund.
"Yah, kalau begitu--jangan tersinggung," kata Trumpkin. "Tapi, kalian tahu, Raja, Trufflehunter, dan Doctor Cornelius mengharapkan--yah, kalau kalian mengerti maksudku, bantuan. Menjelaskannya dengan kata lain, kurasa mereka membayangkan kalian sebagai kesatria hebat. Dan seperti biasanya--kami sangat menyukai anak-anak dan sebagainya, tapi untuk saat ini, di tengah perang--tapi aku yakin kalian mengerti."
"Maksudmu kaurasa kami tidak berguna," kata Edmund, wajahnya memerah.
"Nah, sekarang tolong jangan tersinggung," potong si dwarf. "Kupastikan, teman-teman kecilku yang baik--"
"Kata kecil kalau kau yang mengucapkan rasanya berlebihan," kata Edmund sambil melompat bangkit. "Kurasa kau tidak percaya kami menang di Perang Beruna" Yah, kau bisa mengatakan apa pun yang kausuka tentang diriku karena aku tahu--"
"Tidak ada gunanya mengumbar emosi," kata Peter. "Mari beri dia persenjataan baru dan mengambil senjata bagi diri kita sendiri dari ruang harta, lalu bicara lebih lanjut setelah itu."
"Aku tidak melihat pentingnya--" Edmund memulai, tapi Lucy berbisik di telinganya, "Bukankah kita lebih baik melakukan kata-kata Peter" Dialah Raja Agung, bu
kan" Dan kurasa dia punya rencana." Jadi Edmund setuju dan dengan bantuan senternya mereka semua, termasuk Trumpkin, menuruni tangga sekali lagi ke kemegahan penuh debu ruang harta yang gelap dan dingin.
Mata si dwarf berbinar ketika dia melihat kekayaan yang tergeletak pada rak-rak (meskipun dia harus berjinjit untuk melihatnya) dan dia bergumam sendiri, "Tidak boleh membiarkan Nikabrik melihat ini, tidak boleh." Dengan cukup mudah mereka menemukan baju rantai besi kecil bagi si dwarf, pedang, helm, tameng, busur, dan tempat anak panah yang terisi penuh, semua sesuai untuk ukuran dwarf. Helm itu terbuat dari tembaga, berhiaskan batu rubi, dan gagang pedang disepuh emas. Trumpkin belum pernah melihat, apalagi membawa, begitu banyak kekayaan dalam hidupnya. Anak-anak juga mengenakan baju rantai besi dan helm, pedang dan tameng ditemukan untuk Edmund dan busur untuk Lucy--Peter dan Susan tentu saja sudah membawa hadiah mereka. Kemudian mereka kembali ke atas, berdenting-denting karena baju rantai besi mereka, dan sudah merasa lebih menjadi orang Narnia daripada murid sekolah, kedua anak laki-laki berjalan di belakang, sepertinya membuat rencana. Lucy mendengar Edmund berkata, "Tidak, biarkan aku yang melakukannya. Pasti lebih mengesalkan baginya kalau aku menang, dan kita tidak terlalu rugi bila aku kalah."
"Baiklah, Ed," kata Peter.
Saat mereka sudah kembali di bawah sinar matahari, Edmund berpaling kepada si dwarf dengan sangat sopan dan berkata, "Aku ingin minta sesuatu darimu. Anak-anak seperti kami jarang mendapat kesempatan bertemu prajurit hebat seperti dirimu. Maukah kau berlatih tanding pedang denganku" Pasti sangat menyenangkan."
"Tapi, Nak," kata Trumpkin, "pedang-pedang ini tajam."
"Aku tahu," kata Edmund. "Tapi aku tidak akan terlalu mendekatimu dan kau cukup cerdas untuk melucutiku tanpa melukaiku."
"Ini permainan berbahaya," kata Trumpkin. "Tapi karena kau begitu memaksa, aku akan mencoba satu atau dua pukulan."
Kedua bilah pedang langsung dihunus dan ketika anak lain melompat turun dari panggung lalu berdiri menonton. Pertandingan itu pantas ditonton. Tidak seperti pertandingan bodoh yang kaulihat dengan pedang-pedang besar di panggung. Bahkan tidak seperti pertandingan anggar ketika kau kadang-kadang merasa ada gerakan lebih baik yang bisa dilakukan. Ini pertandingan pedang sungguhan. Trik yang paling bagus adalah menyabet kaki lawanmu karena bagian itu tidak dilindungi baju besi, Dan ketika lawan menyabet kakimu, kau melompat dengan kedua kaki sehingga pukulannya luput di bawahmu. Ini memberikan keuntungan lebih bagi si dwarf karena Edmund, yang jauh lebih tinggi, harus selalu melompat. Kurasa Edmund tidak punya kesempatan kalau harus melawan Trumpkin 24 jam sebelumnya. Tapi udara Narnia telah membawa keajaiban baginya sejak mereka tiba di pulau, semua pertempuran lamanya kembali kepadanya, dan tangan serta jari-jarinya kembali mengingat keterampilan lama mereka. Dia kembali menjadi Raja Edmund. Kedua lawan berputar-putar, saling menusuk, dan Susan (yang tidak pernah bisa mengerti hal ini) berteriak, "Oh, tolong hati-hati." Kemudian, begitu cepat sehingga tidak ada (kecuali mereka tahu, seperti Peter) yang bisa melihat bagaimana terjadinya, Edmund menyabetkan pedangnya dengan gerakan aneh, dan pedang si dwarf terbang dari tangannya, dan Trumpkin mengayunkan tangan kosongnya seperti yang kaulakukan setelah terpukul raket kriket.
"Tidak sakit, kuharap, teman kecilku tersayang!" kata Edmund, agak terengah dan memasukkan pedangnya sendiri ke sarungnya.
"Aku mengerti," kata Trumpkin dengan nada kering. "Kau tahu trik yang belum pernah kupelajari."
"Itu benar," kata Peter. "Pemain pedang terbaik di dunia bisa dikalahkan dengan trik yang baru baginya. Kurasa cukup adil untuk memberi Trumpkin kesempatan dalam bidang lain. Maukah kau bertanding memanah melawan adikku" Tidak ada trik dalam panahan, bukan""
"Ah, kau bercanda," kata si Dwarf. "Aku mulai mengerti. Seolah aku tidak tahu bagaimana caranya memanah, setelah apa yang terjadi pagi ini. Tapi baiklah, aku akan mencoba." Dia bicara dengan nada kesal
, tapi matanya berbinar, karena dia salah satu pemanah paling hebat di antara rakyatnya.
Mereka berlima keluar ke halaman.
"Apa targetnya"" tanya Peter.
"Kurasa apel yang tergantung di cabang di atas dinding sana cukup pantas," kata Susan. "Itu sasaran yang bagus," kata Trumpkin.
"Maksudmu apel kuning dekat bagian tengah gerbang""
"Bukan, bukan itu," kata Susan. "Apel merah yang itu--di atas menara jaga."
Wajah si dwarf menjadi muram. "Sepertinya lebih mirip ceri daripada apel," gumamnya, tapi dia tidak mengatakannya keras-keras.
Mereka mengundi siapa yang memanah lebih dulu (Trumpkin sangat tertarik karena belum pernah melihat koin) dan Susan kalah. Mereka harus memanah dari puncak tangga yang membatasi aula dengan halaman. Semua bisa melihat dari cara si dwarf mengambil posisi dan memegang busurnya bahwa dia sangat cakap.
Ting suara busur. Tembakan jitu. Apel kecil itu bergetar ketika panah lewat, dan sehelai daun melayang turun. Kemudian Susan berdiri di puncak tangga dan merentangkan busurnya. Dia tidak terlalu menyukai pertandingan ini seperti Edmund tadi menikmati pertandingannya, bukan karena dia ragu tidak bisa mengenai apel itu tapi karena Susan begitu lembut sehingga dia hampir tidak menyukai harus mengalahkan Dwarf yang sudah dikalahkan sebelumnya. Si dwarf memerhatikannya dengan saksama saat Susan menarik tali busurnya ke dekat telinganya. Sesaat kemudian, dengan suara gedebuk pelan yang bisa mereka semua dengar di tempat yang tenang itu, apel tersebut jatuh ke rumput dengan panah Susan menembusnya.
"Oh, hebat sekali, Su," teriak anak-anak lain.
"Tembakanku tidak lebih baik daripada tembakanmu," kata Susan pada si dwarf.
"Kurasa ada angin ketika kau memanah."
"Tidak, tidak ada," kata Trumpkin. "Jangan bilang begitu. Aku tahu saat aku dikalahkan dengan adil. Aku bahkan tidak akan bilang bekas lukaku agak menggangguku saat aku menggerakkan tanganku--"
"Oh, kau terluka"" tanya Lucy. "Biar kulihat."
"Ini bukan pemandangan bagus bagi gadis kecil," kata Trumpkin, tapi tiba-tiba menghentikan dirinya sendiri. "Nah, begitu lagi, aku bicara seperti orang bodoh lagi," katanya. "Kurasa kau pasti dokter hebat sama seperti kakak laki-lakimu pemain pedang hebat dan kakak perempuanmu pemanah hebat." Dia duduk di tangga dan melepaskan baju besinya dan kemeja kecilnya, menunjukkan tangan yang berbulu dan berotot (dengan proporsional) sama seperti lengan pelaut meskipun tidak lebih besar daripada tangan anak-anak. Di bahunya ada perban seadanya yang kemudian dibuka Lucy. Di balik perban itu, lukanya tampak sangat parah dan membengkak. "Oh, Trumpkin yang malang," kata Lucy. "Betapa mengerikan." Kemudian dengan hati-hati Lucy menjatuhkan setetes cairan ajaib dari botolnya pada luka itu.
"Wah. Eh" Apa yang kaulakukan"" kata Trumpkin. Tapi bagaimanapun dia memutar kepalanya, menyipitkan mata, dan menggerakkan janggutnya ke depan dan ke belakang, dia tidak bisa melihat bahunya sendiri. Kemudian dia berusaha merabanya sebisanya, menempatkan tangan dan jari-jarinya pada posisi yang sangat sulit seperti yang kaulakukan ketika mencoba menggaruk tempat yang tak terjangkau. Kemudian dia mengayunkan tangannya, mengangkatnya, dan mencoba menggerakkan ototnya, akhirnya melompat berdiri sambil berteriak. "Demi raksasa dan pohon! Lukaku sembuh! Sembuh seperti baru lagi." Setelah itu dia tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Yah, aku sudah membuat diriku jadi bahan tertawaan seperti yang tidak pernah dilakukan dwarf. Jangan tersinggung, ya" Aku yang hina ini siap melayani Yang Mulia semua--aku yang hina. Dan terima kasih telah menyelamatkan nyawaku, sudah menyembuhkanku, sudah memberiku sarapan--juga pelajaran."
Anak-anak berkata mereka tidak tersinggung dan jangan berterima kasih seperti itu.
"Dan sekarang," kata Peter, "kalau kau benar-benar sudah memutuskan untuk memercayai kami--" ,
"Aku percaya," kata si dwarf.
"Cukup jelas apa yang harus kita lakukan. Kita harus langsung bergabung dengan Raja Caspian."
"Lebih cepat lebih baik," kata Trumpkin.
"Kebodohanku sudah membuang waktu kira-kira satu jam."
"Tempat kau datang bisa dicapai dalam waktu kira-kira dua hari perjalanan," kata Peter. "Bagi kami, maksudku. Kami tidak bisa berjalan sepanjang hari dan malam seperti kalian, para dwarf." Kemudian dia berpaling pada adik-adiknya. "Apa yang disebut Trumpkin sebagai Aslan's How jelas adalah Stone Table itu sendiri. Kalian ingat kira-kira butuh setengah hari jalan kaki, dari tempat itu ke Fords of Beruna--"
"Kami menyebutnya Beruna's Bridge," kata Trumpkin.
"Tidak ada jembatan di masa kami," kata Peter. "Kemudian dari Beruna ke sini butuh satu hari lebih sedikit. Kami biasanya sampai di rumah saat minum teh di hari kedua, dengan perjalanan yang santai. Bila terburu-buru, kita bisa menyelesaikan perjalanan itu dalam satu setengah hari mungkin."
"Tapi ingat, sekarang semuanya hutan lebat,n kata Trumpkin, "dan ada musuh yang harus dihindari."
"Dengar," kata Edmund, "apakah kita harus mengambil jalan yang sama dengan yang dilewati Teman Kecil Kita ini""
"Jangan panggil aku dengan nama itu, Yang Mulia, kalau kau benar-benar mencintaiku," kata si dwarf.
"Baiklah," kata Edmund. "Boleh kupanggil T.K.K.""
"Oh, Edmund," kata Susan. "Jangan menggodanya seperti itu."
"Tidak apa-apa, Nak--maksudku, Yang Mulia," kata Trumpkin sambil tertawa. "Cubitan tidak akan jadi memar." (Dan setelah itu mereka sering memanggilnya T K.K. sampai mereka sendiri lupa apa artinya.)
"Seperti yang kukatakan," lanjut Edmund, "kita tidak harus mengambil jalan itu. Kenapa kita tidak mendayung sedikit ke arah selatan sampai ke Sungai Glasswater dan menyusuri sungai itu" Itu akan membuat kita sampai ke balik bukit tempat Stone Table, dan kita akan aman selama berada di laut. Kalau kita berangkat sekarang, kita bisa mencapai muara Glasswater sebelum gelap, tidur beberapa jam, dan menemui Caspian pagi-pagi besok."
"Untung sekali mengenal daerah pantai," kata Trumpkin. "Kami sama sekali tidak tahu apa pun tentang Glasswater."
"Bagaimana dengan makanan"" tanya Susan.
"Oh, kita harus puas dengan apel," kata Lucy. "Ayo berangkat. Kita belum melakukan apa pun, dan kita sudah hampir dua hari berada di sini."
"Dan omong-omong, tidak ada yang boleh menggunakan topiku sebagai keranjang ikan lagi," kata Edmund.
Mereka menggunakan jas hujan sebagai sejenis tas dan memasukkan banyak apel ke dalamnya. Kemudian mereka semua minum banyak-banyak dari sumur (karena mereka tidak akan menemui air jernih lagi sampai mendarat di muara sungai) dan pergi ke perahu. Anak-anak sedih meninggalkan Cair Paravel, yang, meskipun tinggal reruntuhan, mulai terasa seperti rumah lagi.
"T.K.K. lebih baik memegang kemudi," kata Peter, "dan Ed serta aku masing-masing akan memegang satu dayung. Tunggu sebentar. Kita lebih baik melepaskan batu rantai besi ini, kita akan kepanasan tak lama lagi. Anak-anak perempuan lebih baik menyiapkan busur dan panah dan meneriakkan arah pada T.K.K. karena dia tidak tahu jalannya. Kalian lebih baik membawa kita jauh di tengah laut sampai kita melewati pulau."
Dan tak lama kemudian, pantai berhutan hijau pulau itu sudah jauh dari mereka, dan teluk-teluk kecilnya dan daratannya mulai tampak samar-samar, dan perahu naik-turun dengan gerakan lembut. Laut mulai tampak lebih besar di sekeliling mereka dan, di kejauhan, semakin biru, tapi di dekat perahu airnya tampak hijau dan berbuih. Semua beraroma garam dan tidak ada suara kecuali alun dan debur air di sisi perahu, serta kecipak dan gemeretak dayung. Sinar matahari terasa panas.
Lucy dan Susan yang memegang busur merasa sangat senang. Mereka membungkuk di tepi perahu dan berusaha memasukkan tangan ke laut yang tidak bisa mereka raih. Dasar laut yang jernih, berpasir pucat, tapi dengan petak-petak rumput laut ungu di sana-sini, bisa dilihat di bawah mereka.
"Seperti masa lalu," kata Lucy. "Kau ingat perjalanan kita ke Terebinthia--dan Galma--dan Seven Isles--dan Lone Islands""
"Ya," kata Susan, "dan kapal besar kita Splendor Hyaline, dengan hiasan kepala angsa di anjungannya dan ukiran sayap angsa yang menjulur hampir mencapai bagian tengahnya""
"Dan layar sutra, dan lentera besar""
"Dan pesta di deknya dan para musisi
." "Kau ingat ketika kita menyuruh para musisi di tangga tali kapal memainkan suling sehingga suaranya seperti datang dari langit""
Kemudian Susan mengambil alih dayung Edmund dan Edmund bergabung dengan Lucy. Mereka telah melewati pulau sekarang dan berada lebih dekat ke daratan--yang semuanya berhutan lebat dan sepi. Mereka bisa saja menganggap tempat itu indah kalau saja tidak ingat saat ketika tempat itu terbuka, berangin, dan penuh teman yang bergembira.
"Fiuh! Ini kerja keras," kata Peter.
"Bolehkah aku mendayung sebentar"" kata Lucy.
"Dayung ini terlalu besar untukmu," kata Peter pendek, bukan karena dia kesal tapi karena tak punya tenaga yang bisa dibuang untuk bercakap-cakap.
BAB SEMBILAN Apa yang Dilihat Lucy SUSAN dan kedua anak laki-laki sangat lelah karena mendayung sebelum mereka mengitari tanjung terakhir dan memulai perjalanan masuk ke Glasswater, dan kepala Lucy pusing karena begitu lama terpapar panas matahari dan melihat air. Bahkan Trumpkin pun ingin perjalanan itu berakhir. Tempatnya duduk untuk mengemudi dibuat untuk manusia, bukan dwarf, dan kakinya tidak menyentuh lantai perahu, dan semua tahu betapa tidak nyamannya duduk seperti itu bahkan selama sepuluh menit saja. Dan saat mereka semua semakin lelah, semangat mereka menurun. Sampai saat itu anak-anak hanya memikirkan jalan untuk mencapai Caspian. Sekarang mereka bertanyatanya apa yang akan mereka lakukan saat menemukan sang pangeran, dan bagaimana sekelompok dwarf dan makhluk hutan bisa mengalahkan tentara yang terdiri dari manusia dewasa.
Senja datang saat mereka mendayung perlahan ke belokan Sungai Glasswater--senja yang semakin gelap ketika tepian sungai merapat dan pepohonan di atas kepala mereka hampir bertemu. Tempat itu sangat tenang sementara suara taut menjauh di belakang mereka. Mereka bahkan bisa mendengar gemerecik sungai-sungai kecil yang mengalir dari hutan ke Glasswater.
Akhirnya mereka menepi, terlalu lelah untuk menyalakan api--dan bahkan makan malam dengan apel (meskipun mereka semua merasa tidak ingin melihat apel lagi) sepertinya lebih baik daripada berusaha menangkap atau menembak apa pun. Setelah mengunyah dalam diam mereka semua berbaring merapat di atas lumut dan dedaunan mati antara empat pohon beech besar.
Semuanya kecuali Lucy langsung tertidur. Lucy, yang paling tidak lelah, sulit merasa nyaman. Selain itu, dia telah lupa bagaimana kerasnya dwarf mendengkur. Dia tahu salah, satu cara terbaik untuk tidur adalah berhenti berusaha tidur, jadi dia membuka matanya. Melalui celah di cabang dan ranting dia bias melihat air sungai dan langit di atasnya. Kemudian, dengan kilasan kenangan, dia melihat lagi, setelah begitu lama, bintang-bintang Narnia yang cemerlang. Dia pernah mengenalnya lebih baik daripada bintang-bintang di dunia kita, karena sebagai Ratu Narnia dia tidur lebih larut daripada sebagai anak-anak di Inggris. Dan di sana ada--paling tidak, tiga dari konstelasi musim panas yang bisa dilihatnya dari tempatnya berbaring: Perahu, Palu, dan Leopard. "Leopard tua tersayang," gumamnya bahagia pada dirinya sendiri.
Bukannya semakin mengantuk, dia malah semakin terbangun--dengan semacam rasa segar malam hari yang seperti mimpi. Sungai semakin terang. Lucy tahu bulan berada di atasnya, meskipun tidak bisa melihat benda langit itu. Dan sekarang dia mulai merasa seluruh hutan terbangun seperti dirinya. Nyaris tidak tahu mengapa dia melakukannya, Lucy cepat-cepat bangkit, dan berjalan sedikit menjauh dari tempat istirahat mereka.
"Ini menyenangkan," kata Lucy pada dirinya sendiri. Udara sejuk dan segar, aroma harum tercium di mana-mana. Di suatu tempat di dekatnya Lucy mendengar kicau burung nightingale yang mulai bernyanyi, kemudian berhenti, lalu mulai lagi. Di depannya sedikit lebih terang. Lucy maju ke arah cahaya dan mencapai tempat pohon lebih sedikit tumbuh dan penuh petak cahaya bulan, tapi cahaya bulan dan bayangan tercampur sehingga kau nyaris tidak bisa yakin di mana atau apa yang kaulihat. Di saat yang sama burung nightingale yang puas dengan pemanasan suaranya, menyanyikan satu lagu penuh.
Mata Luc y mulai terbiasa dengan cahaya, dan dia melihat pohon-pohon terdekat dengannya dengan lebih jelas. Rasa rindu pada masa yang telah lalu ketika pohon-pohon bisa bicara di Narnia merasuki dirinya. Dia sangat tahu bagaimana tiap-tiap pohon ini akan bicara kalau saja dia bisa membangunkan mereka, dan bentuk manusia apa yang akan mereka gunakan. Lucy menatap pohon birch perak: dia akan memiliki suara lembut membelai dan akan tampak seperti gadis yang kurus dengan rambut terurai menutupi wajah, dan senang berdansa. Lucy menatap pohon ek: dia akan berbentuk pria tua keriput tapi bersifat riang dengan janggut keriting dan kutil pada wajah dan tangannya, dan rambut yang tumbuh pada kutil-kutilnya. Lucy menatap pohon beech di sampingnya. Ah!--dialah yang terbaik. Dia akan menjadi dewi yang anggun, lembut, dan tenang, lady hutan.
"Oh, Pohon, Pohon, Pohon," kata Lucy (meskipun dia tidak berencana untuk bicara sama sekali). "Oh, Pohon, bangun, bangun, bangun. Tidakkah kalian ingat" Tidakkah kalian ingat aku" Dryad dan hamadryad, keluarlah, temui aku."
Meskipun tidak ada angin, pepohonan bergerak di sekitarnya. Gemeresik suara dedaunan hampir seperti kata-kata. Burung nightingale berhenti berkicau seolah mendengarkan. Lucy merasa sebentar lagi dia akan mulai mengerti apa yang berusaha dikatakan pepohonan. Tapi saat itu tidak terjadi. Gemeresik menenang. Burung nightingale mulai berkicau lagi. Bahkan dalam cahaya bulan, hutan tampak biasa lagi, Tapi Lucy mendapat perasaan (seperti yang kadang-kadang kaualami ketika kau berusaha mengingat nama atau tanggal dan hampir mengingatnya, tapi ingatan itu hilang sebelum kau mendapatkannya) bahwa dia baru saja kehilangan sesuatu. Seolah dia bicara pada pepohonan sedetik terlalu cepat atau sedetik terlalu lambat, atau menggunakan kata-kata yang tepat hanya salah satu kata, atau menambahkan satu kata yang salah.
Tiba-tiba Lucy merasa lelah. Dia kembali ke tempat istirahat, berbaring di antara Susan dan Peter, dan tertidur beberapa menit kemudian.
Udara terasa dingin dan tidak membawa suasana riang bagi mereka keesokan paginya, dengan cahaya abu-abu dalam hutan (karena matahari belum terbit) dan semuanya lembap serta kotor.
"Apel, hore," kata Trumpkin dengan seringai sebal. "Aku harus bilang kalian Raja dan Ratu lama tidak memberi makan berlebihan pada bawahan kalian!"
Mereka berdiri dan meregangkan tubuh dan melihat ke sekeliling. Hutan sangat rapat dan mereka tidak bisa melihat lebih jauh dari beberapa meter di semua arah.
"Kurasa Yang Mulia tahu jalan, bukan"" kata si dwarf.
"Aku tidak," kata Susan. "Aku belum pernah melihat hutan ini seumur hidup. Malah, selama ini aku berpikir kita harus mengikuti sungai."
"Kalau begitu, seharusnya kau mengatakannya lebih cepat," jawab Peter, dengan nada keras yang bisa dimaafkan.
"Oh, jangan perhatikan dia," kata Edmund. "' Dia selalu tidak setuju. Kau membawa kompas sakumu bukan, Peter" Yah, kalau begitu arah kita tidak akan salah. Kita hanya harus terus ke arah barat laut--seberangi sungai kecil itu, namanya kalian-menyebutnya-ap--Rush--"
"Aku tahu," kata Peter. "Sungai yang bersatu dengan sungai besar di Fords of Beruna, atau Beruna's Bridge, menurut T.K.K."
"Benar. Seberangi sungai itu dan berjalan mendaki bukit, dan kita akan mencapai Stone Table (Aslan's How, maksudku) kira-kira jam delapan atau sembilan. Kuharap Raja Caspian akan memberi kita sarapan yang enak."
"Kuharap kau benar," kata Susan. "Aku sama sekali tidak ingat itu semua."
"Itulah payahnya anak perempuan," kata Edmund pada Peter dan si dwarf. "Otak mereka tidak pernah ingat arah."
"Itu karena otak kami dipakai untuk mengingat yang lain," kata Lucy.
Awalnya perjalanan mereka terasa cukup baik. Mereka bahkan merasa menemukan jalan setapak lama. Tapi kalau kau tahu apa pun tentang hutan, kau pasti tahu selalu ada jalan setapak khayalan. Jalan setapak itu menghilang setelah kira-kira lima menit, kemudian kaupikir kau menemukan yang lain (dan berharap jalan setapak itu bukan jalan lain tapi jalan setapak yang tadi juga) yang juga menghilang, dan setelah kau berjalan menjauh dari
arahmu, kau sadar jalan itu sama sekali bukan jalan setapak. Anak-anak laki-laki dan si dwarf terbiasa ada di hutan dan tidak tertipu lebih dari beberapa detik.
Mereka sudah berjalan kira-kira setengah jam (tiga di antara mereka sangat lelah karena mendayung kemarin) ketika Trumpkin tiba-tiba berbisik, "Stop." Mereka semua berhenti. "Ada sesuatu yang mengikuti kita," kata Trumpkin pelan. "Atau lebih tepatnya, sesuatu menjajari kita, di sana di sebelah kiri." Mereka semua berdiri diam, mendengarkan dan menatap sampai telinga dan mata mereka sakit. "Kau dan aku lebih baik menyiapkan busur dan panah," kata Susan pada Trumpkin. Si dwarf mengangguk, dan ketika busur mereka berdua sudah siap, rombongan berjalan lagi.
Mereka melintasi daerah terbuka yang cukup luas, sambil berjaga-jaga. Kemudian mereka mencapai tempat rumput menebal dan harus lewat di dekatnya. Tepat ketika mereka melewati tempat itu, tiba-tiba datang sesuatu yang menggeram dan bergerak cepat, muncul seperti kilat dan tumpukan ranting jatuh. Lucy terpukul jatuh dan terguling, mendengar denting busur ketika jatuh. Saat sudah bisa memerhatikan sekelilingnya lagi, dia melihat beruang abu-abu besar terbaring mati dengan panah Trumpkin di sisi tubuhnya.
"T.K.K. mengalahkanmu dalam pertandingan panah yang ini, Su," kata Peter dengan senyum terpaksa. Dia pun terkejut karena peristiwa ini,
"Aku--aku terlambat," kata Susan dengan nada malu. "Aku takut itu mungkin, kau tahu--salah satu beruang kita, Beruang yang Bisa Berbicara." Dia benci harus membunuh.
"Itulah sulitnya," kata Trumpkin, "sementara kebanyakan binatang telah menjadi musuh dan bisu, tapi masih ada yang tersisa. Kau tidak pernah tahu, dan kau tidak berani menunggu untuk tahu."
"Makhluk malang," kata Susan. "Kau pikir dia binatang yang bisa bicara""
"Bukan," kata si dwarf. "Aku melihat wajahnya dan mendengar geramannya. Dia hanya ingin gadis kecil untuk sarapannya. Dan omong-omong tentang sarapan, aku tidak ingin membuat Yang Mulia kecewa ketika kalian bilang kalian harap Raja Caspian akan memberi sarapan yang enak, tapi daging sangat jarang di kamp. Dan ada cukup daging pada beruang ini. Sayang sekali kalau meninggalkan beruang ini tanpa memakannya, dan acara ini tidak menunda perjalanan kita lebih dari setengah jam. Menurutku kalian para pemuda--Raja, maksudku--tahu cara menguliti beruang""
"Ayo pergi dan duduk jauh-jauh," kata Susan pada Lucy. "Aku tahu ini urusan yang sangat mengerikan." Lucy gemetar dan mengangguk. Ketika mereka sudah duduk, dia berkata, "Pikiran mengerikan terlintas di kepalaku, Su."
"Apa itu""
"Bukankah mengerikan kalau suatu hari di dunia kita sendiri, di rumah, orang mulai gila, seperti binatang di sini, dan masih berpenampilan seperti manusia, jadi kau tidak pernah tahu mereka itu siapa""
"Kita sudah cukup banyak masalah di sini saat ini di Narnia," kata Susan yang berpikiran praktis, "tanpa harus membayangkan hal-hal seperti itu."
Ketika mereka bergabung lagi dengan ana-anak laki-laki dan si dwarf, mereka membawa potongan daging terbaik. Daging mentah bukan isi saku yang menyenangkan, tapi mereka membungkusnya dengan daun segar sebaik mungkin. Mereka semua cukup berpengalaman untuk tahu mereka akan punya perasaan berbeda tentang bungkusan yang tidak menarik ini, ketika sudah berjalan cukup lama untuk benar-benar lapar.
Mereka berjalan lagi (berhenti untuk mencuci tiga pasang tangan yang harus dibersihkan di sungai kecil pertama yang mereka temui) sampai matahari tinggi dan burung-burung mulai bernyanyi, dan lebih banyak lalat daripada yang mereka inginkan berdengung di semak-semak. Rasa kaku karena mendayung kemarin mulai menghilang. Semangat semuanya meningkat. Sinar matahari terasa hangat dan mereka melepaskan helm mereka dan membawanya.
"Kupikir kita berjalan ke kanan"" kata Edmund kira-kira sejam kemudian.
"Aku tidak tahu bagaimana kita bisa salah jalan selama kita tidak terlalu ke kiri," kata Peter. "Kalau kita terlalu ke kanan, yang terburuk adalah membuang sedikit waktu dengan mencapai sungai besar terlalu cepat dan tidak memotong di sudut yang benar."
Dan m ereka berjalan lagi tanpa suara apa pun kecuali langkah mereka sendiri dan gemerencing baju rantai besi mereka.
"Di mana sebenarnya Rush ini"" kata Edmund beberapa lama kemudian.
"Aku benar-benar berpikir kita seharusnya sudah mencapainya sekarang," kata Peter. "Tapi tidak ada yang bisa dilakukan kecuali melanjutkan perjalanan." Mereka berdua tahu si dwarf menatap mereka dengan curiga, tapi tidak mengatakan apa-apa.
Dan mereka terus berjalan dan baju rantai besi mereka mulai terasa sangat panas dan berat.
"Ya ampun!" kata Peter tiba-tiba.
Mereka telah mencapai, tanpa melihatnya, nyaris ke tepi tebing kecil. Dari sana mereka melongok ke jurang yang di dasarnya terdapat sungai. Di sisi seberang, tebing lebih tinggi. Dalam rombongan itu tidak ada yang pandai memanjat kecuali Edmund (dan mungkin Trumpkin).
"Maafkan aku," kata Peter. "Salahku kita sampai di sini. Kita tersesat. Aku belum pernah melihat tempat ini sebelumnya."
Si dwarf bersiul pelan di antara giginya.
"Oh, ayo kembali dan mengambil jalan lain," kata Susan. "Aku sudah tahu kita akan tersesat dalam hutan ini."
"Susan!" kata Lucy galak. "Jangan mengganggu Peter seperti itu. Jahat sekali, padahal dia melakukan yang terbaik yang dia bisa."
"Dan kau juga jangan membentak Su seperti itu," kata Edmund. "Kupikir dia ada benarnya."
"Demi kotak dan rumah kura-kura!" teriak Trumpkin. "Kalau kita tersesat sampai di sini, bagaimana kita bisa menemukan jalan kembali" Dan kalau kita kembali ke pulau dan memulai semuanya lagi--bahkan kalau kita bisa--kita sama saja menyerah. Miraz sudah selesai menghajar Caspian sebelum kita sampai di sana."
"Menurutmu kita harus terus"" kata Lucy.
"Aku tidak yakin Raja Agung tersesat," kata Trumpkin. "Apa yang membuat sungai ini bukan Rush""
"Rush tidak terletak dalam jurang," kata Peter, menahan kemarahannya dengan susah payah.
"Yang Mulia berkata dalam waktu sekarang," jawab si dwarf, "tapi bukankah kau seharusnya mengatakan dulu" Kau mengenal daerah ini beratus-ratus---mungkin beribu-ribu--tahun yang lalu. Mungkinkah daerah ini sudah berubah" Tanah longsor mungkin meruntuhkan setengah sisi bukit itu, meninggalkan batu telanjang, dan terjadilah tebing di atas jurang ini, Kemudian Rush mungkin semakin menurun tahun demi tahun sampai terjadi tebing di sisi ini. Atau mungkin ada gempa atau apa pun."
"Aku tidak memikirkannya," kata Peter.
"Selain itu," lanjut Trumpkin, "bahkan kalau ini bukan Rush, sungai ini mengalir kurang lebih ke utara jadi pasti mencapai sungai besar juga. Kurasa aku melewati sesuatu yang mungkin sungai besar, saat berangkat. Jadi kalau kita pergi ke hilir, di sisi kanan kita, kita akan mencapai Sungai Besar. Mungkin tidak sebaik harapan kita, tapi paling tidak keadaan kita tidak lebih buruk daripada kalau kalian mengikuti jalanku saat berangkat."
"Trumpkin, kau hebat," kata Peter. "Ayolah, kalau begitu. Turuni sisi jurang sebelah sini."
"Lihat! Lihat! Lihat!" jerit Lucy.
Di mana" Apa"" tanya semuanya.
"Sang Singa," kata Lucy. "Aslan sendiri. Kalian tidak lihat"" Wajahnya benar-benar berubah dan matanya berbinar-binar.
"Maksudmu benar-benar--"" Peter memulai.
Di mana kau pikir kau melihatnya"" tanya Susan.
"Jangan bicara seperti orang dewasa," kata Lucy, mengentakkan kakinya. "Aku tidak berpikir melihatnya. Aku benar-benar melihatnya."
"Di mana, Lu"" tanya Peter.
"Tepat di sana antara puncak gunung itu. Tidak, di sisi jurang ini. Dan di atas, bukan di bawah. Tepat di seberang jalan yang ingin kauambil. Dan dia ingin kita pergi ke tempatnya--di atas sana."
"Bagaimana kau tahu itulah yang diinginkannya"" tanya Edmund.
"Dia--aku--aku tahu begitu saja," kata Lucy, "dengan melihat wajahnya."
Yang lain berpandangan heran.


The Chronicles Of Narnia 3 Pangeran Caspian Prince Caspian di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yang Mulia mungkin melihat singa," kata Trumpkin. "Ada singa dalam hutan ini, aku pernah diberitahu. Tapi belum tentu dia Singa yang Bisa Berbicara teman kita, sama seperti beruang tadi bukan Beruang yang Bisa Ber bicara dan teman kita."
"Oh, jangan begitu bodoh," kata Lucy, "Kaupikir kau tidak bisa mengenali Aslan saat melihatnya""
"Dia pasti singa yang sudah cukup tua sekarang
," kata Trumpkin, "kalau dia memang singa yang kaukenal di sini dulu! Dan kalaupun itu singa yang sama, apa yang menghalangi dia sampai tidak menjadi binatang liar dan bisu sama seperti begitu banyak yang lain""
Wajah Lucy memerah dan kupikir dia akan menyerang Trumpkin, kalau Peter tidak memegang tangannya. "T K.K. tidak mengerti. Bagaimana bisa" Kau harus mengerti, Trumpkin, bahwa kami benar-benar mengenal Aslan, sedikit tentang dirinya, maksudku. Dan kau tidak boleh bicara tentang dia seperti itu lagi. Di satu sisi itu tidak membawa keberuntungan, di sisi lain kata-katamu itu omong kosong. Satu-satunya pertanyaan adalah apakah Aslan benar-benar di sana."
"Tapi aku tahu pasti," kata Lucy, air matanya merebak.
"Ya, Lu, tapi kami tidak, mengerti bukan"" kata Peter.
"Kita harus mengambil suara," kata Edmund.
"Baiklah," jawab Peter. "Kau yang paling tua, T.K.K. Kau memilih ke mana" Ke atas atau ke bawah""
"Bawah," kata si dwarf. "Aku tidak tahu apa-apa tentang Aslan. Tapi aku tahu bahwa kalau kita berbelok ke kiri dan mengikuti jurang ini ke atas, mungkin kita akan butuh sepanjang hari sebelum bisa menemukan tempat kita bisa menyeberang. Sementara kalau ke kanan dan pergi ke bawah, kita bisa mencapai Sungai Besar dalam beberapa jam. Dan kalau memang ada singa sungguhan, kita ingin menjauh darinya, bukan mendekatinya."
"Menurutmu bagaimana, Susan""
"Jangan marah, Lu," kata Susan, "tapi aku merasa kita harus ke bawah. Aku benar-benar lelah. Mari cepat keluar dari hutan terkutuk ini ke daerah terbuka secepat yang kita bisa. Dan tidak ada di antara kita yang melihat apa pun."
"Edmund"" kata Peter.
"Yah, cuma ini," kata Edmund, bicara cepat-cepat dan wajahnya memerah. "Ketika kita pertama menemukan Narnia setahun yang lalu-- atau seribu tahun yang lalu, mana pun yang benar--Lucy--lah yang pertama-tama menemukannya dan kita semua tidak ada yang memercayainya. Akulah yang paling parah, aku tahu, Tapi dia ternyata benar. Tidakkah adil untuk memercayainya kali ini" Aku memilih ke atas."
"Oh, Ed!" kata Lucy, dan menggenggam tangan kakaknya.
"Dan sekarang giliranmu, Peter," kata Susan, "dan kuharap--"
"Oh, diam, diam dan biarkan aku berpikir," potong Peter. "Aku lebih suka tidak memilih."
"Kau Raja Agung," kata Trumpkin tegas.
"Ke bawah," kata Peter setelah lama terdiam. "Aku tahu Lucy mungkin benar, tapi aku tidak bisa memilihnya. Kita harus mengambil salah satu jalan."
Jadi mereka mulai berjalan ke kanan sepanjang tepian, ke arah bawah. Dan Lucy berjalan paling belakang, menangis pahit.
BAB SEPULUH Kembalinya sang Singa TERUS berjalan di tepian jurang tidak semudah kelihatannya. Baru berjalan beberapa meter mereka menemui segerombolan pohon fir muda yang tumbuh tepat di tepian, dan setelah mereka berusaha melewatinya, menginjak-injak dan mendorong-dorong selama sepuluh menit, mereka menyadari bahwa di dalam sana, mereka akan butuh satu jam untuk berjalan setengah mil. Jadi mereka kembali keluar dan rnemutuskan untuk memutari hutan fir itu. Ini membuat arah mereka lebih jauh ke kanan daripada yang mereka inginkan, jauh dari tebing dan suara sungai, sampai mereka mulai takut mereka sudah benar-benar kehilangan tebing itu. Tidak ada yang tahu waktu, tapi saat itu sudah sampai di bagian hari yang paling panas.
Ketika akhirnya mereka berhasil mencapai tepi jurang lagi (hampir satu mil di bawah titik keberangkatan mereka) mereka menemukan tebing di sisi mereka jauh lebih rendah dan patah-patah. Tak lama kemudian mereka menemukan jalan turun ke dalam jurang dan melanjutkan perjalanan di tepi sungai. Tapi pertama-tama mereka istirahat dan minum banyak-banyak. Tidak ada yang membicarakan sarapan, atau bahkan makan malam dengan Caspian lagi.
Mereka mungkin bijaksana terus mengikuti Rush bukannya pergi ke atas. Keputusan itu membuat mereka yakin pada arah mereka, dan sejak hutan pohon fir mereka takut dipaksa menjauh dari arah mereka dan tersesat di hutan. Tempat itu hutan tua tanpa jalan setapak, dan kau tidak bisa berjalan lurus di dalamnya. Ranting-ranting, pohon tumbang, tempat-tempat berlumpur isap dan rumput yang tin
ggi selalu menghalangi jalanmu. Tapi jurang Rush juga bukan tempat yang menyenangkan untuk dijalani. Maksudku, bukan tempat yang tepat bagi orang yang sedang terburu-buru. Untuk jalan-jalan di siang hari yang diakhiri dengan piknik minum teh, pasti tempat itu me-nyenangkan. Tempat itu memiliki segalanya yang kauinginkan untuk piknik--air terjun, sungai keperakan, kolam-kolam dalam berwarna merah tua, batu berlumut, dan lumut tebal di tepian tempat kau bisa menenggelamkan kakimu sampai mata kaki, semua jenis pakis, capung seperti batu perhiasan, kadang-kadang burung di atas sana dan sekali (Peter dan Trumpkin sama-sama merasa melihat) elang. Tapi tentu saja apa yang ingin dilihat anak-anak dan si dwarf secepatnya adalah Sungai Besar di bawah sana, dan Beruna, dan jalan menuju Aslan's How.
Semakin jauh mereka berjalan, Rush mejadi semakin curam. Perjalanan mereka menjadi lebih banyak merayap turun dan lebih sedikit jalan kaki--di tempat-tempat tertentu mereka bahkan harus merayap turun di atas batu licin yang berbahaya dengan kemiringan parah ke dasar yang gelap, dan sungai meraung marah di dasarnya.
Kau mungkin yakin mereka memerhatikan tebing di sisi kiri mereka mencari-cari tanda patahan atau tempat mereka bisa memanjat, tapi tebing itu tetap curam. Keadaan itu membuat gila, karena semua tahu bahwa begitu mereka keluar dari jurang di sisi itu, mereka hanya harus menjalani tebing landai dan perjalanan singkat ke markas Caspian.
Anak-anak laki-laki dan si dwarf sekarang lebih suka membuat api dan memanggang daging beruang. Susan tidak mau. Dia hanya mau, seperti yang dikatakannya, "Maju terus, menyelesaikan ini, dan keluar dari hutan mengerikan ini." Lucy terlalu lelah dan sedih untuk mengeluarkan pendapat apa pun. Tapi karena tidak ada kayu kering, tidak penting apa pikiran semuanya. Anak-anak laki-laki mulai bertanya-tanya apakah daging mentah sememuakkan apa yang dikatakan pada mereka. Trumpkin meyakinkan rasa daging mentah memang sangat memuakkan.
Tentu saja, kalau anak-anak mencoba perjalanan seperti ini beberapa hari yang lalu di Inggris, mereka pasti sudah kelelahan. Kurasa aku sudah menjelaskan bagaimana Narnia mengubah mereka. Bahkan Lucy sekarang hanya sepertiga gadis kecil yang akan berangkat ke sekolah asrama untuk pertama kalinya, dan dua pertiga Ratu Lucy dari Narnia.
"Akhirnya!" kata Susan.
"Oh, hore!" kata Peter.
Sungai berkelok dan pemandangan baru terbentang di bawah mereka. Mereka bisa melihat padang terbuka mulai dari depan mereka sampai ke horizon, dan di antara mereka dan horizon itu tampak pita keperakan yang adalah Sungai Besar. Mereka bisa melihat tempat yang luas dan dangkal yang dulu bernama Fords of Beruna tapi sekarang dihias jembatan dengan banyak lengkungan. Ada kota kecil di sisi seberangnya.
"Ya ampun," kata Edmund. "Kita berperang di Perang Beruna tepat di tempat kota itu!"
Ini membuat anak-anak laki-laki lebih gembira. Kau tak bisa merasakan hal lain kecuali lebih kuat ketika melihat tempat kau mendapat kemenangan gemilang juga kerajaan, ratusan tahun yang lalu. Peter dan Edmund langsung sibuk membicarakan perang itu sehingga melupakan kaki mereka yang lelah dari baju rantai besi mereka yang berat yang disampirkan pada bahu mereka. Si dwarf juga tertarik.
Mereka semua mulai berjalan lebih cepat. Perjalanan menjadi mudah. Meskipun masih ada tebing terjal di sisi kiri mereka, tanah menjadi lebih rendah di sisi kanan. Tak lama kemudian mereka tidak lagi berada dalam jurang, tapi di lembah. Tidak ada air terjun lagi dan saat itu mereka kembali memasuki hutan lebat.
Kemudian--tiba-tiba--wuss, dan suara seperti ketukan burung pelatuk. Anak-anak masih bertanya-tanya di mana (bertahun-tahun yang lalu) mereka pernah mendengar suara seperti itu dan kenapa mereka tidak menyukainya, ketika Trumpkin berteriak, "Tiarap," di saat yang sama mendorong Lucy (yang kebetulan berada di sebelahnya) tiarap ke tanah. Peter, yang sedang mendongak sambil bertanya-tanya apakah dia bisa melihat bajing, telah melihat sumber suara itu--panah panjang yang mengerikan telah menancap pada pohon tepat di atas k
epalanya. Saat dia menarik Susan tiarap mengikuti dirinya sendiri, panah lain melayang di atas bahunya dan menancap di tanah di sisinya.
"Cepat! Cepat! Kembali! Merangkak!" kata Trumpkin terengah-engah.
Mereka berbalik dan merangkak ke atas bukit, di bawah semak-semak dan awan lalat yang mendengung mengerikan. Panah melayang di sekeliling mereka. Sebatang menghantam helm Susan dengan bunyi denting tajam lalu terjatuh. Mereka merangkak lebih cepat. Keringat mereka mengalir. Lalu mereka lari, sambil membungkuk rendah-rendah. Anak-anak laki-laki memegang pedang mereka karena takut tersandung benda itu.
Pekerjaan yang menyedihkan--mendaki lagi, kembali ke daerah yang baru mereka lewati. Ketika mereka merasa tidak bisa lari lagi, bahkan untuk menyelamatkan nyawa, mereka menjatuhkan diri ke lumut lembap di sambil sebuah air terjun dan di belakang batu besar, terengah-engah. Mereka kaget melihat betapa tinggi posisi yang mereka capai.
Mereka mendengarkan baik-baik dan tidak mendengar suara pengejar.
"Tidak apa-apa," kata Trumpkin, sambil menarik napas dalam-dalam. "Mereka tidak menyusuri hutan. Hanya penjaga, kurasa. Tapi itu berarti Miraz memasang penjagaan di sana. Demi botol dan perang! Tetap saja, tadi itu nyaris."
"Seharusnya kepalaku dipukul karena membawa kita semua ke jalan ini," kata Peter.
"Sebaliknya, Yang Mulia," kata si Dwarf. "Pertama-tama, bukan kau, tapi adikmu yang terhormat, Raja Edmund, yang mengusulkan pergi lewat Glasswater."
"Aku takut T.K.K. benar," kata Edmund, yang sesungguhnya melupakan ini, sejak petualangan mereka mulai berjalan salah.
"Dan kedua," lanjut Trumpkin, "kalau kita mengikuti jalanku, kemungkinan besar kita berjalan langsung ke tempat jaga yang baru itu, atau paling tidak mengalami kesulitan yang sama untuk menghindarinya. Kurasa rute Glasswater inilah yang terbaik."
"Berkah terselubung," kata Susan.
"Selubung yang hebat!" kata Edmund.
"Kurasa kita harus naik ke jurang lagi sekarang," kata Lucy.
"Lu, kau hebat," kata Peter. "Kau sama sekali tidak mengatakan kubilang juga apa. Ayo mulai jalan."
"Dan begitu kita sudah masuk ke hutan," kata Trumpkin, "apa pun yang kalian katakan, aku akan menyalakan api dan masak makan malam. Tapi kita harus menjauh dari sini."
Tidak perlu menjelaskan bagaimana mereka memanjat kembali sepanjang jurang. Itu pekerjaan yang cukup berat, tapi anehnya semua merasa lebih gembira. Mereka bersemangat lagi, dan kata-kata makan malam memiliki pengaruh yang baik.
Mereka mencapai hutan fir yang sangat menyulitkan mereka di siang tadi, dan membuat tempat istirahat di lubang tepat di atas hutan itu. Pekerjaan mengumpulkan kayu bakar sangat melelahkan, tapi rasanya menyenangkan ketika api berkobar dan mereka mulai mengeluarkan bungkusan daging beruang yang lembap dan bernoda yang akan tampak sangat tidak menarik bagi siapa pun yang menghabiskan waktu sepanjang hari dalam rumah. Si dwarf punya ide bagus untuk memasak. Setiap apel (mereka masih punya beberapa buah) dibungkus dalam daging beruang--seolah itu kue apel dengan daging bukan pastry, tapi lebih tebal--dan ditusuk dengan tongkat tajam kemudian dipanggang. Dan sari apel menyerap ke dalam daging, seperti saus apel dengan daging babi panggang. Beruang yang hidup dengan makan daging binatang lain tidak terlalu enak, tapi daging beruang yang makan banyak madu dan buah enak sekali, dan beruang yang ini ternyata termasuk yang makan madu dan buah. Makan malam itu lezat sekali. Dan, tentu saja, tidak perlu mencuci piring--hanya berbaring dan memerhatikan asap dari pipa Trumpkin, meluruskan kaki-kaki yang lelah, dan mengobrol. Semuanya berharap bisa menemukan Raja Caspian besok dan mengalahkan Miraz dalam beberapa hari. Mungkin rasanya tidak masuk akal mereka bisa berpendapat begitu, tapi itulah yang mereka rasakan.
Mereka tertidur satu demi satu, tapi semuanya tidur cukup cepat.
Lucy terbangun dari tidur paling lelap yang bisa kaubayangkan, dengan perasaan bahwa suara yang paling dia sukai di dunia memanggil namanya. Awalnya dia pikir itu suara ayahnya, tapi sepertinya tidak tepat. Kemudian dia pikir itu sua
ra Peter, tapi itu juga tidak tepat. Dia tidak ingin bangun, bukan karena masih lelah--sebaliknya dia sudah puas istirahat dan semua rasa sakit telah hilang dari badannya--tapi karena dia merasa sangat gembira dan nyaman. Dia memandang tepat kepada bulan Narnia, yang lebih besar daripada bulan kita, dan langit berbintang, karena tempat istirahat mereka cukup terbuka.
"Lucy," panggilan itu datang lagi, bukan suara ayahnya maupun Peter. Lucy duduk, gemetar karena gembira bukan takut. Bulan begitu terang sehingga seluruh hutan di sekelilingnya hampir sejelas siang hari, meskipun tampak aneh. Di belakangnya ada hutan pohon fir, jauh di sisi kanannya puncak tebing di sisi jurang, di depannya, padang rumput terbuka sampai sebarisan pohon mulai tumbuh kira-kira sepemanahan jaraknya. Lucy melihat tajam ke arah barisan pohon itu.
"Wah, rasanya mereka bergerak," katanya pada dirinya sendiri. "Mereka berjalan-jalan."
Dia bangkit, jantungnya berdetak keras, dan mulai berjalan ke sana. Jelas ada suara datang dari tanah kosong, suara seperti yang dibuat pepohonan tertiup angin, meskipun tidak ada angin malam ini. Tapi itu juga tidak tepat seperti suara pohon juga. Lucy merasa suara itu bernada, tapi tidak bisa menangkap nada itu lebih daripada dia menangkap kata-kata ketika pepohonan hampir bicara padanya malam sebelumnya. Tapi memang ada, paling tidak, irama. Dia merasa kakinya ingin menari saat dia semakin dekat. Dan sekarang tidak ragu lagi pepohonan benar-benar bergerak--bergerak mendekat dan menjauh satu sama lain seolah melakukan tarian rakyat yang rumit. (Dan kurasa, pikir Lucy, saat pepohonan menari, pasti tariannya adalah tarian rakyat. ) Dia hampir berada di antara mereka sekarang.
Pohon pertama yang dilihatnya sekilas sepertinya bukan pohon sama sekali tapi pria besar dengan janggut berantakan dan rambut kribo besar. Lucy tidak takut, dia pernah melihat hal seperti itu sebelumnya. Tapi ketika dia melihat lagi, pohon itu hanya sekadar pohon, meskipun masih bergerak. Kau tidak bisa melihat apakah dia memiliki kaki atau akar, tentu saja, karena ketika pohon bergerak mereka tidak berjalan di permukaan tanah. Gerakan mereka seperti yang kita lakukan bila berjalan dalam air. Hal yang sama terjadi pada setiap pohon yang Lucy lihat. Satu saat mereka seperti raksasa yang baik dan menyenangkan, bentuk yang ditunjukkan bangsa pohon bila ada sihir baik memanggil mereka sehingga terbangun, saat berikutnya mereka tampak seperti pohon lagi. Tapi ketika tampak seperti pohon, mereka tampak seperti pohon manusia yang aneh, dan ketika mereka tampak seperti manusia, kelihatannya seperti manusia aneh yang bercabang dan berdaun--dan selalu diiringi suara aneh bergesekan, bergemeresik, dan gembira.
"Mereka hampir terbangun, belum sepenuhnya," kata Lucy. Dia tahu dia sendiri benar-benar sadar, lebih sadar daripada bisaanya.
Dia berjalan tanpa takut di antara mereka, menari sambil melompat ke sini dan ke sana untuk menghindari tertabrak pasangan dansa raksasanya ini. Tapi dia hanya setengah tertarik pada mereka. Dia ingin melewati mereka pada sesuatu yang lain, di balik merekalah suara lembut itu memanggil.
Lucy berhasil melewati mereka tak lama kemudian (setengah bertanya-tanya apakah dia menggunakan tangannya untuk mendorong cabang-cabang, atau menerima tangan dan bergandengan dengan para penari raksasa yang membungkuk untuk meraihnya) karena benar-benar ada lingkaran pohon di sekitar tempat terbuka di tengah. Lucy keluar dari baying-bayang dan cahaya indah yang membingungkan karena terus bergerak itu.
Lingkaran rumput, sehalus padang yang dipelihara, dijumpainya dengan lingkaran pepohonan gelap menari di sekelilingnya. Kemudian--oh, gembiranya! Karena dia ada di sana: sang singa besar, berkilau putih dalam cahaya bulan, dengan bayangan hitamnya yang besar di bawahnya.
Kecuali gerakan ekornya, orang bisa salah mengiranya patung singa, tapi Lucy tidak pernah berpikir begitu. Lucy tidak pernah berhenti untuk berpikir apakah dia singa yang bisa bicara atau tidak. Lucy berlari padanya. Dia merasa jantungnya akan meledak bila berlama-lama. Da
n hal berikut yang dia tahu adalah dia mencium sang singa dan memanjangkan tangannya sebisanya di sekeliling lehernya dan membenamkan wajahnya pada surainya yang indah dan tebal seperti sutra.
"Aslan, Aslan. Aslan sayang," isak Lucy. "Akhirnya."
Binatang besar itu berguling ke sisi tubuhnya sehingga Lucy terjatuh, setengah duduk dan setengah berbaring di antara cakar depannya. Singa itu membungkuk dan menyentuh hidung Lucy dengan lidahnya. Napas hangatnya menyelimuti Lucy. Gadis kecil itu menatap wajah bijaksana singa tersebut.
"Selamat datang, Nak," katanya. "Aslan," kata Lucy, "kau lebih besar." "Itu karena kau lebih tua, Nak," jawabnya.
"Bukan karena kau lebih tua""
"Aku tidak lebih tua. Tapi setiap tahun kau bertumbuh, kau akan menemukan aku semakin besar."
Sesaat, Lucy begitu gembira sehingga tidak ingin bicara. Tapi Aslan bicara.
"Lucy," katanya, "kita tidak bisa berada di sini lama-lama. Kau punya pekerjaan, dan banyak waktu terbuang hari ini."
"Sayang sekali, bukan"" kata Lucy. "Aku melihatmu. Mereka tidak mau memercayaiku. Mereka semua begitu--"
Dari dalam tubuh Aslan terdengar geraman sangat pelan.
"Maaf," kata Lucy, yang mengerti beberapa perasaan singa itu. "Aku tidak bermaksud menjelekkan yang lain. Tapi itu bukan salahku, bukan""
Singa itu menatap matanya dalam-dalam.
"Oh, Aslan," kata Lucy. "Maksudmu itu salahku" Bagaimana aku bisa--aku tidak bisa meninggalkan yang lain dan mendatangimu sendiri, bagaimana bisa" Jangan menatapku seperti itu.., oh, yah, kurasa sebenarnya bisa. Ya, dan aku tidak akan sendirian, aku tahu, bukankah ada kau. Tapi apa artinya""
Aslan tidak mengatakan apa pun.
"Maksudmu," kata Lucy pelan, "pasti semuanya akan baik-baik saja--entah bagaimana" Tapi bagaimana" Tolonglah, Aslan! Bukankah aku tidak tahu""
"Mengetahui apa yang akan terjadi, Nak"" kata Aslan. "Tidak. Tidak ada yang pernah tahu."
"Oh," kata Lucy.
"Tapi siapa pun bisa mencari tahu apa yang akan terjadi," kata Aslan. "Kalau kau kembali kepada yang lain sekarang, dan membangunkan mereka, memberitahu mereka bahwa kau sudah melihatku lagi, dan kalian semua harus langsung bangun lalu mengikutiku--apa yang akan terjadi" Hanya ada satu jalan untuk tahu."
"Maksudmu, itulah yang kauingin aku lakukan"" Lucy tersentak.
"Ya, Nak," kata Aslan.
"Akankah yang lain melihatmu juga"" tanya Lucy.
"Jelas tidak pada awalnya," kata Aslan. "Tergantung nanti."
"Tapi mereka tidak akan memercayaiku!" kata Lucy.
"Bukan masalah," kata Aslan.
"Oh, oh," kata Lucy. "Dan aku sangat gembira bertemu lagi denganmu. Dan kupikir
kau akan membiarkanku tinggal. Dan kupikir kau akan mengaum dan membuat semua musuh takut--seperti dulu. Dan sekarang semuanya akan mengerikan."
"Sulit bagimu, Nak," kata Aslan. "Tapi hal yang sama tidak pernah terjadi dua kali. Keadaan sangat sulit bagi kami di Narnia sebelum saat ini."
Lucy membenamkan wajahnya pada surai sang singa untuk bersembunyi dari wajahnya. Tapi pasti ada keajaiban dalam surainya. Lucy bisa merasakan kekuatan singa meresap ke dalam tubuhnya. Mendadak dia duduk tegak.
"Maafkan aku, Aslan," katanya. "Aku sudah siap sekarang.
"Sekarang kau singa betina," kata Aslan. "Dan seluruh Narnia akan diperbarui. Tapi mari. Kita tidak boleh membuang waktu."
Dia bangkit dan berjalan dengan langkah tegas tanpa suara ke arah lingkaran pohon yang menari tempat Lucy tadi datang. Lucy mengikutinya, menumpangkan tangannya yang gemetar ke surai Aslan. Pepohonan menyibak memberi jalan pada mereka dan sesaat semuanya menunjukkan bentuk manusia mereka. Lucy melihat dewa-dewa dan dewi-dewi hutan yang tinggi dan tampan serta cantik semua membungkuk pada sang singa, dan saat berikutnya mereka sudah menjadi pohon lagi, tapi masih membungkuk, dengan gerakan ranting serta batang yang begitu anggun sehingga membungkuk itu sendiri menjadi semacam dansa.
"Nah, Nak," kata Aslan, ketika mereka telah menjauh dari pepohonan di belakang mereka, "aku akan menunggu di sini. Pergilah dan bangunkan yang lain dan minta mereka mengikutiku. Kalau mereka tidak mau, paling tidak kau harus mengikutiku sendirian."
Sulit sekal i harus membangunkan empat orang, semuanya lebih tua daripadamu dan
sangat lelah, untuk memberitahu mereka sesuatu yang mungkin tidak akan mereka percayai dan membuat mereka melakukan sesuatu yang jelas tidak akan mereka sukai. Aku tidak boleh memikirkannya, aku harus melakukannya saja, pikir Lucy.
Dia mendatangi Peter terlebih dulu dan mengguncangnya. "Peter," bisiknya di telinga kakaknya, "bangun. Cepat. Aslan di sini. Dia bilang kita harus mengikutnya sekarang juga."
"Tentu, Lu. Apa pun yang kaumau," kata Peter tak terduga. Ini meningkatkan semangat Lucy, tapi saat Peter berguling dan kembali tidur lagi, tidak banyak gunanya.
Kemudian Lucy mencoba membangunkan Susan. Susan benar-benar bangun, tapi hanya untuk berkata dengan suara dewasanya yang paling menyebalkan, "Kau bermimpi, Lucy. Tidurlah lagi. "
Lucy kemudian membangunkan Edmund. Sangat sulit membangunkannya, tapi ketika akhirnya berhasil, Edmund benar-benar terbangun dan duduk.
"Eh"" katanya dengan nada kesal. "Apa maksudmu""
Lucy menceritakannya sekali lagi. Ini salah satu bagian paling berat dari pekerjaannya, karena setiap kali dia menceritakannya, kedengarannya semakin tidak meyakinkan.
"Aslan! " kata Edmund, melompat bangkit. "Hore! Di mana""
Lucy menoleh ke tempat dia bisa melihat sang singa menunggu, tatapan sabarnya terus memandangnya. "Di sana," kata Lucy menunjuk.
Di mana"" tanya Edmund lagi.
Di sana. Di sana. Tidakkah kau lihat" Tepat di sisi pepohonan ini."
Edmund menatap tajam sesaat kemudian berkata, "Tidak. Tidak ada apa-apa di sana. Kau pasti bingung karena cahaya bulan. Itu bisa terjadi, tahu. Kupikir aku sendiri melihat sesuatu sesaat. Itu hanya optis-apa-itu-namanya."
"Aku bisa melihatnya," kata Lucy. "Dia menatap kita."
"Kalau begitu mengapa aku tidak bisa melihatnya""
"Dia bilang kau mungkin tidak akan bisa melihatnya."
"Kenapa"" "Aku tidak tahu. Itulah yang dikatakannya."
"Oh, masa bodohlah," kata Edmund.
"Aku harap kau tidak terus-menerus mendapat penglihatan. Tapi kurasa kita harus membangunkan yang lain."
BAB SEBELAS Sang Singa Mengaum KETIKA seluruh anggota rombongan akhirnya bangun, Lucy harus bercerita untuk keempat kalinya. Keheningan yang menyusul membuat semangatnya turun.
"Aku tidak bisa melihat apa-apa," kata Peter setelah memandang sampai matanya sakit. "Kau bagaimana, Susan""
"Tidak, tentu saja aku tidak melihat apa-apa," bentak Susan. "Karena memang tidak ada apa-apa. Dia bermimpi. Berbaring dan tidurlah, Lucy."
"Dan aku benar-benar berharap," kata Lucy dengan suara gemetar, "kalian mau ikut aku. Karena--karena aku harus pergi bersamanya meskipun yang lain tidak mau."
"Hentikan omong kosong ini, Lucy," kata Susan. "Tentu saja kau tidak bisa pergi sendiri. Jangan biarkan dia pergi, Peter. Dia benarbenar nakal."
"Aku pergi bersamanya, kalau dia harus pergi," kata Edmund. "Dia benar sebelumnya."
"Memang," kata Peter. "Dan dia mungkin benar juga pagi ini. Kita jelas tidak beruntung saat pergi menyusuri jurang. Tapi--di tengah malam begini. Dan kenapa Aslan tidak mau menunjukkan diri pada kami" Dia tidak pernah begitu dulu. Ini tidak seperti dirinya. Menurutmu bagaimana, T.K.K.""
"Oh, aku tidak punya pendapat," jawab si dwarf. "Kalau kalian semua pergi, tentu saja aku akan pergi bersama kalian. Dan kalau kelompok kalian terpecah, aku akan ikut Raja Agung. Aku punya kewajiban padanya dan Raja Caspian. Tapi, kalau kalian menanyakan pendapat pribadiku, aku dwarf biasa yang merasa kemungkinannya kecil bisa menemukan jalan di malam hari ketika kau tidak bisa menemukannya di siang hari. Dan aku tidak percaya pada singa ajaib entah itu Singa yang Bisa Berbicara maupun yang tidak bisa bicara, dan singa yang bersahabat meskipun mereka tidak ada gunanya bagi kita, dan singa besar yang melompat-lompat meskipun tidak ada yang bisa melihatnya. Bagiku itu semua air kotor dan pohon kacang."
"Dia memukul-mukul tanah dengan cakarnya menyuruh kita cepat," kata Lucy. "Kita harus pergi sekarang. Paling tidak aku harus."
"Kau tidak berhak memaksa kita seperti itu. Kedudukannya empat lawan satu, dan kau yang paling kecil,
" kata Susan. "Oh, ayolah," geram Edmund. "Kita harus pergi. Tidak ada kedamaian sampai kita melakukannya." Dia sangat ingin mendukung Lucy, tapi kesal karena kehilangan tidurnya dan menghibur diri dengan melakukan semuanya dengan nada semenyebalkan mungkin.
"Kita berangkat kalau begitu," kata Peter, dengan lelah memasang tameng pada tangannya dan memasang helmnya. Di saat yang lain dia akan mengatakan sesuatu yang manis pada Lucy, yang merupakan adik yang paling disayanginya, karena dia tahu betapa sedih perasaan adiknya itu, dan dia tahu, apa pun yang akan terjadi, bukan kesalahan Lucy. Tapi dia tidak bisa menahan diri untuk tidak merasa agak kesal pada adiknya itu.
Susan yang paling parah. "Kalau aku mulai bertingkah seperti Lucy," katanya. "Aku bisa saja mengancam untuk tinggal di sini entah kalian pergi atau tidak. Aku benar-benar merasa harus melakukannya."
"Patuhilah Raja Agung, Yang Mulia," kata Trumpkin, "dan mari berangkat. Kalau tidak boleh tidur, aku lebih suka berjalan daripada berdiri di sini dan terus bicara."
Akhirnya mereka berangkat. Lucy berjalan di depan, menggigit bibir dan berusaha tidak mengatakan semua yang dipikirkannya pada Susan. Tapi dia melupakan pikirannya ketika memfokuskan tatapannya pada Aslan. Singa itu berbalik dan berjalan pelan kira-kira tiga puluh meter di depan mereka. Yang lain hanya punya petunjuk Lucy untuk menuntun mereka, karena Aslan bukan hanya tidak bisa mereka lihat tapi juga sangat diam. Cakar besarnya yang seperti cakar kucing tidak membuat suara di rumput.
Dia memimpin mereka ke tengah pepohonan yang menari--entah mereka masih menari atau tidak, karena Lucy memfokuskan pandangannya pada sang singa dan yang lain memfokuskan pandangan mereka pada Lucy--dan tepi jurang semakin dekat. Demi kerikil dan drum! pikir Trumpkin. Kuharap kegilaan ini tidak akan berakhir pada keharusan merayap turun hanya dengan terang bulan dan akhirnya patah leher.
Aslan lama berjalan di tepian jurang itu. Kemudian mereka sampai ke tempat beberapa pohon kecil tumbuh tepat di tepian. Aslan berbelok dan menghilang di antara pepohonan itu. Lucy menahan napas, karena tampaknya seolah Aslan melompat ke dalam jurang, tapi dia terlalu sibuk menjaga supaya singa itu tetap terlihat untuk memikirkan hal ini. Dia mempercepat langkahnya dan tak lama kemudian sudah berada di antara pepohonan. Saat memandang ke bawah, dia melihat jalur sempit dan curam menurun ke jurang di antara bebatuan, dan Aslan sedang menuruninya. Dia berpaling dan menatap Lucy dengan pandangan ceria. Lucy bertepuk tangan dan mulai berjalan turun mengikutinya. Dari belakangnya, Lucy mendengar suara yang lain berteriak, "Hai! Lucy! Hati-hati, demi Tuhan. Kau tepat di bibir jurang. Kembali--" sesaat kemudian, suara Edmund terdengar, "Tidak, dia benar. Ada jalan turun."
Setengah jalan menuruni jalur itu, Edmund mengejarnya.
"Lihat!" katanya penuh semangat. "Lihat! Bukankah ada bayangan merayap di depan kita""
"Itu bayangannya," kata Lucy.
"Aku percaya kau benar, Lu," kata Edmund. "Aku tidak tahu bagaimana aku tidak melihatnya sebelumnya. Tapi di mana dia""
"Rapat dengan bayangannya, tentu saja. Tidakkah kau bisa melihatnya""
"Yah, kupikir aku hampir bisa melihatnya--sesaat. Cahayanya payah sekali."
"Cepat, Raja Edmund, cepat," suara Trumpkin terdengar dari belakang sebelah atas mereka, dan lebih jauh lagi hampir masih di puncak, suara Peter, "Oh, ayolah, Susan. Berikan tanganmu. Wah, bayi saja bisa menuruni ini. Dan tolonglah berhenti marah-marah."
Dalam beberapa menit mereka berada di dasar jurang dan gemuruh air mengisi telinga mereka. Berjalan dengan anggun seperti kucing, Aslan melangkah batu demi batu menyeberangi sungai. Di tengah dia berhenti, membungkuk untuk minum, dan saat mengangkat kepala bersurainya, meneteskan air, dia berpaling ke arah mereka lagi. Kali ini Edmund melihatnya, "Oh, Aslan!" teriaknya, berlari ke depan. Tapi sang singa berpaling dan mulai mendaki tepian di sisi seberang Rush.
"Peter, Peter," teriak Edmund. "Tidakkah kaulihat""
"Aku tidak melihat apa-apa," kata Peter.
"Tapi semuanya tidak jelas da
lam cahaya bulan ini. Mari lanjutkan, dan hidup Lucy. Aku sama sekali tidak merasa lelah sekarang."
Aslan tanpa ragu memimpin mereka ke kiri, semakin memasuki jurang. Seluruh perjalanan itu terasa aneh dan seperti mimpi--gemuruh sungai, rumput abu-abu yang basah, tebing yang berkilau yang sedang mereka dekati, dan binatang yang berjalan dengan anggun dalam diam di depan mereka. Semuanya kecuali Susan dan si dwarf bisa melihatnya sekarang.
Saat itu mereka mencapai jalur yang curam lagi, mendaki ke tebing yang lebih jauh. Jalur ini lebih tinggi daripada yang baru saja mereka turuni, dan perjalanan mereka panjang serta penuh belokan. Untunglah bulan bersinar tepat di atas jurang sehingga tidak ada jalur yang berbayang.
Lucy hampir ambruk kelelahan ketika ekor dan kaki belakang Aslan menghilang di puncak. Dengan upaya terakhir dia merangkak mengikutinya dan mencapai puncak, kakinya gemetar dan dia terengah-engah, di bukit yang berusaha mereka capai sejak meninggalkan Glasswater. Lembah landai (semak, rumput, dan beberapa batu yang sangat besar berkilau putih di bawah cahaya bulan) terhampar sampai berakhir di rumpun pepohonan kira-kira setengah mil di sana. Lucy tahu. Itulah bukit Stone Table.
Diiringi gemerencing baju rantai besi yang lain muncul di belakangnya. Aslan berjalan terus di depan mereka dan mereka mengikutinya.
Kisah Hantu Goosebumps Ii 1 Pendekar Rajawali Sakti 189 Dendam Berkubang Darah Perintah Maut 2

Cari Blog Ini