The Heroes Of Olympus 3 Tanda Athena The Mark Of Athena Bagian 2
Annabeth mengangkat alis,seakan tengah menilai kepakaran hazel. kau benar.bukan tana alas an juga bahwa kita membutuhkan argo II , &di luar perkemahan tujuh demigod di satu tempat akan menarik perhatian terlalu banyak monster .kapal ini di rancang untuk menyembunyikan dan melindungi kita.kita semestinya cukup amandi atas kapal;tapi sedang menjalani ekspedisi ,kita sebaiknya tidak berpergianlebih dari tiga tiga . tidak ada gunanya menarik perhatian anak buah gaea bila tidak perlu
Percy masih tampak tidak setuju ,tapi dia menggamit tangan annabeth asalkan kau bersamaku.aku tak keberatan Hazel tersenyum. "Bagus kalau begitu. Frank, kau tadi luar menerbangkan Anabeth dan Percy ke kota untuk membeli ter"" Frank membuka mulut seperti hendak protes. "Aku kurasa bisa. Tetapi bagaimana denganmu"" "Aku akan menunggangi Arion bersama Sa bersama Leo." Tangan Hazel bergerak-gerak gelisah di gagang pegangnya, :nembuat Leo resah. Dibanding Leo, ternyata Hazel-lah yang lebih gugup. "Kami akan mengambil perunggu langit dan kapur. Kita semua bisa berkumpul kembali di sini nanti malam." Frank merengut. Jelas bahwa dia tidak suka membayangkan -Leo pergi dengan Hazel. Entah karena alasan apa, ketidaksetujuan frank membuat Leo ingin pergi bersama Hazel. Dia harus mem-bahwa dirinya bisa dipercaya. Dia takkan menembakkan peluncur misil sembarangan lagi. "Leo," ujar Annabeth, "kalau kita sudah mendapatkan bahan-bahannya, perlu berapa lama untuk memperbaiki kapal"" "Kalau beruntung, beberapa jam saj
a." "Ya, sudah," pungkas Annabeth, "kami akan kembali ke sini ,,segera mungkin, tapi berhati-hatilah. Moga-moga nasib kita mujur."[]
BAB ENAM LEO MENUNGGANGI ARION ADALAH PENGALAMAN TERBAIK yang dirasakan Leo seharian ini yang sebenarnya tidak bagus-bagus amat, sebab hari ini payah. Tapak kaki kuda mengubah permukaan air jadi kabut bergaram. Leo menempelkan tangan ke sisi tubuh kuda dan merasakan ototnya bekerja seperti mesin yang dirawat dengan baik. Untuk pertama kalinya, Leo mengerti apa sebabnya mesin mobil diukur menggunakan tenaga kuda. Arion adalah Maserati berkaki empat. Di depan mereka ada sebuah pulau dibatasi pasir yang begitu putih sehingga menyerupai garam dapur. Sejajar dengan garis pantai, terbentanglah gunung-gunung pasir serta bebatuan besar yang sudah aus dimakan cuaca. Leo duduk di belakang Hazel, satu lengannya memeluk pinggang cewek itu. Kontak sedekat itu membuat Leo agak tidak nyaman, tapi itulah satu-satunya cara supaya dia bisa bertahan di punggung kuda. Sebelum mereka pergi, Percy mengajak Leo menepi untuk menceritakan riwayat Hazel. Percy mengesankan seolah dia cuma ingin membantu Leo, tapi di dalam kata-katanya tersirat peringatan: Kalau kau macam-macam pada temanku, aku sendiri yang akan mengumpankanmu ke hiu putih besar buas. Menurut cerita Percy, Hazel adalah putri Pluto. Dia meninggal tahun 1940-an dan baru saja dibawa kembali ke kehidupan fana beberapa bulan Leo sulit memercayainya. Hazel tampak hangat dan sangat hidup, tidak seperti hantu atau orang-mati-yang-dihidupkan-kembali lainnya yang pernah ditemui Leo. Hazel sepertinya juga pintar bergaul dengan orang lain, tidak seperti Leo, yang merasa lebih nyaman berurusan dengan mesin. Makhluk hidup macam kuda dan cewek" Leo tidak tahu apa yang lembuat mereka berfungsi. Selain itu, Hazel adalah pacar Frank. Jadi, Leo tahu dia harus ienjaga jarak. Namun demikian, rambutnya wangi, dan naik kuda bersama Hazel membuat jantung Leo berdetak kencang nyaris di kendalinya. Pasti gara-gara kecepatan kuda. Arion menerjang pantai. Dia menjejakkan kaki dan meringkik penuh kemenangan, seperti Pak Pelatih Hedge yang menyerukan pekkik tempur. Hazel dan Leo turun. Arion menggaruk-garuk pasir. "Dia butuh makan." Hazel menjelaskan. "Dia suka emas,
tapi-" " Emas " " tanya Leo. "Dia bisa makan rumput juga. Sana, Arion. Makasih sudah memberi kami tumpangan. Nanti akan kupanggil kau." Dalam sekejap, lenyaplah kuda itu tidak ada yang tersisa kecuali jejak uap yang melintasi danau. "Kuda yang cepat," kata Leo, "dan mahal biaya pakannya." "Tidak juga," kata Hazel, "mendapatkan emas mudah saja bagiku."
Leo mengangkat alis. "Emas" Mudah bagaimana" Tolor jangan bilang kau berkerabat dengan Raja Midas. Aku tidak suka laki-laki itu." Hazel merapatkan bibir, seolah dia menyesal telah mengungki ungkit topik itu. "Lupakan saja." Leo malah semakin penasaran karenanya, tapi dia memutusk sebaiknya tak mendesak Hazel. Leo berlutut dan meraup pas putih. "Omong-omong satu masalah sudah beres. Ini kapur. Hazel mengerutkan kening. "Seluruh pantai ini"" "Iya. Lihat nih. Butir-butirnya bulat sempurna. Ini sebetulnya) bukan pasir. Ini kalsium karbonat." Leo mengeluarkan tas Ziplc dari sabuk perkakasnya dan membenamkan tangan dalam-dalai ke kapur. Mendadak Leo mematung. Dia teringat sudah berkali-ka Gaea sang Dewi Bumi muncul di hadapan Leo di tanah----wajahnya yang mengantuk terbuat dari debu atau pasir atau tanah. Gaea suka memanas-manasi Leo. Dibayangkannya mata terpejam dalam senyum lelap sang dewi, berputar-putar di kalsium putih. Pergilah, Pahlawan Kecil, kata Gaea. Tanpamu, kapal takka bisa diperbaiki. "Leo"" tanya Hazel, "kau tidak apa-apa"" Leo menarik napas sambil gemetaran. Gaea tidak ada di sam Dia cuma menakut-menakuti dirinya sendiri. "Iya," kata Leo, "iya, tidak apa-apa." Leo mulai mengisi tasnya. Hazel berlutut di sebelahnya dan membantu. "Kita seharusny membawa ember dan sekop." Ide tersebut mencerahkan perasaan Leo. Dia bahkai tersenyum. "Kita bisa membuat istana pasir." "Istana kapur." Mata mereka berserobok sedetik terlalu lama.
Hazel berpaling. "Kau mirip seka
li dengan " "Sammy"" tebak Leo. Hazel jatuh ke belakang. "Kau tahu"" "Aku tidak tahu siapa Sammy itu. Tetapi Frank menanyaiku apakah aku yakin itu bukan namaku." "Dan memang bukan"" "Bukan! Ya, ampun." "Kau tidak punya saudara kembar atau ...." Hazel terdiam. Apa keluargamu berasal dari New Orleans"" "Bukan. Houston. Kenapa" Apa si Sammy itu dulunya orang kau kenal"" "Aku Bukan apa-apa, kok. Kau cuma mirip dia." Leo bisa tahu bahwa Hazel terlalu malu sehingga tidak mau cara lebih banyak. Namun, jika Hazel berasal dari masa lalu,bukakankah berarti Sammy berasal dari tahun 1940-an juga" Kalau begitu, bagaimana Frank bisa tahu tentang cowok itu" Dan kenapa hazel mengira bahwa Leo adalah Sammy, padahal sudah berpuluh puluh tahun berlalu" Mereka mengisi tas sampai penuh dalam keheningan. Leo memasukkannya ke sabuk perkakas dan dompet itu pun hilang bobot, massa, dan volumenya lenyap sama sekali meskipun Leo tahu benda tersebut bakal ada di sana begitu dia menggapainya. Apa saja yang muat dalam saku bisa Leo bawa ke mana-mana. Leo suka sekali sabuk perkakasnya. Leo semata-mata harap kalau saja sabuk perkakasnya cukup besar untuk memuat gergaji mesin, atau mungkin bazoka. Leo berdiri dan mengamati seisi pulau gundukan kapur putih kusam, hamparan rumput, batu-batu besar yang berlumur garam. "Festus bilang ada perunggu langit di dekat sini, tapi aku ak tahu pasti di mana "
"Di sana." Hazel menunjuk ke pantai. "Kira-kira lima rati meter." "Bagaimana kau " "Logam mulia," kata Hazel, "bawaan dari Pluto." Leo teringat perkataan Hazel tentang emas yang muda didapatnya. "Bakat yang bermanfaat. Tunjukkan jalannya, Nor. Detektor Logam."
Matahari mulai terbenam. Langit berubah warna, menampakka perpaduan ganjil warna ungu dan kuning. Di kesempatan lain, Le mungkin saja bakal menikmati acara jalan-jalan di pantai bersam seorang cewek cantik, tapi semakin jauh mereka melangkal semakin Leo merasa waswas. Akhirnya Hazel berbelok menjaul pantai. "Kau yakin kita tidak tersesat"" tanya Leo. "Kita sudah dekat," janji Hazel, "ayo." Tepat di balik gundukan kapur, Leo melihat wanita itu. Dia menduduki batu besar di tengah-tengah hampara rumput. Sepeda motor hitam-krom diparkir dekat sana, tar velg dan jejarinya diiris sedemikian rupa sehingga tiap rodany menyerupai Pac-Man. Dalam kondisi itu, tidak mungkin moto tersebut dapat dikendarai. Wanita itu berambut hitam keriting dan berbadan ceking. Di mengenakan celana pengendara motor dari bahan kulit, sepati bot tinggi dari kulit, dan jaket kulit merah darah tampilanny seperti Michael Jackson berkostum geng motor. Di tanah di sekita kakinya, berserakanlah benda-benda yang kelihatannya sepert cangkang kerang. Wanita itu membungkuk, mengambil keran baru dari karung dan membuka cangkangnya. Mengupas tiram Leo tidak yakin di Great Salt Lake ada tiram. Sepertinya bukan itu Ieo ragu-ragu, tidak ingin mendekat. Dia pernah punya pengalaman buruk dengan wanita aneh. Bekas pengasuhnya waktu bayi, Tia Callida, ternyata adalah Hera; wanita itu memiliki kebiasaan buruk, yaitu menidurkan Leo di perapian yang membara. ..gaea sang Dewi Bumi membunuh ibunya di bengkel waktu ico delapan tahun. Khione sang Dewi Salju pernah mencoba menjadikannya makanan beku di Sonoma. Namun, Hazel jalan terus. Jadi, Leo tidak punya pilihan kecuali mengikuti. Semakin dekat, Leo menyadari detail yang menggelisahkan. di sabuk wanita itu, tersandang gulungan cambuk. Jaket kulit wrahnya bermotif seram pohon apel berdahan bengkok yang di hinggapi burung-burung tengkorak. Yang dia belah sebenarnya tkan tiram, tapi kue keberuntungan. Kue keberuntungan bertumpuk-tumpuk sampai ke per-gelangan kaki wanita itu. Dia terus saja mengambil kue baru dari .karung, membelah kue tersebut, dan membaca ramalan nasib yang tertera. Sebagian besar dia buang. Segelintir membuatnya itenggerutu tidak senang. Wanita itu mencolek secarik kertas eperti membubuhkan cap jari, kemudian secara ajaib menutup dan melemparkannya ke keranjang di dekat sana. "Apa yang Anda lakukan"" Leo bertanya sebelum dia sempat menahan diri. Wanita itu mendongak. Tenggorokan Leo serta-me
rta tercekat sampai-sampai susah untuk bernapas. "Bibi Rosa"" tanyanya. Memang tidak masuk akal, tapi wanita ini persis seperti bibi leo. Dia memiliki hidung lebar dengan tahi lalat di salah satu mulut yang selalu cemberut, dan mata galak sama serti Bibi Rosa. Namun, dia tidak mungkin Bibi Rosa. Bibinya lak mungkin mengenakan pakaian seperti itu dan, setahu Leo,
dia masih di Houston. Bibi Rosa tidak mungkin membukai kue keberuntungan di tengah-tengah Great Salt Lake. "Itukah yang kau Iihat"" tanya wanita itu, "menarik. Dan kau, Hazel sayang"" "Bagaimana Anda "" Hazel mundur dengan waswas. "Anda Anda mirip Bu Leer. Guru kelas tiga saya. Saya membenci Anda." Wanita itu. terkekeh-kekeh. "Hebat sekali. Kau membencinya, ya" Dia menilaimu dengan tidak adil"" "Anda dia merotan tangan saya karena berkelakuan tidak baik," kata Hazel, "dia mengatai ibu saya penyihir. Dia menuduh saya atas perbuatan yang tidak saya lakukan Tidak mungkin. Dia pasti sudah mati. Anda siapa"" "Oh, Leo tahu," kata wanita itu, "bagaimana perasaanmu terhadap Bibi Rosa, mijo"" Mijo. Itulah panggilan ibu Leo untuknya. Sesudah ibunya meninggal, Rosa telah menolak Leo. Bibi Rosa mengatai Leo anak setan. Dia menyalahkan Leo atas kebakaran yang telah menewaskan saudarinya. Rosa telah menolak darah dagingnya sendiri dan mencampakkan Leo bocah yatim piatu berumur delapan tahun dalam belas kasihan dinas sosial. Leo berpindah-pindah dari satu rumah asuh ke rumah asuh lainnya sampai akhirnya dia menemukan rumah di Perkemahan Blasteran. Leo jarang membenci orang, tapi kendati sudah bertahun-tahun, wajah Bibi Rosa masih membuat darahnya mendidih karena benci. Bagaimana perasaan Leo" Dia ingin membalikkan keadaan. Dia ingin balas dendam. Pandangan mata Leo tertumbuk ke sepeda motor beroda Pac-Man. Di mana dia pernah melihat sesuatu seperti itu sebelumnya" Pondok 16, di Perkemahan BIasteran simbol di ataspintu mereka berbentuk roda patah. "Nemesis," ujar Leo, "Anda adalah Dewi PembaIasan."
"Kau lihat"" Sang dewi tersenyum kepada Hazel. "Dia mengenaliku.Nemesis mematahkan kue lagi dan mengernyitkan hidungnya. kau akan untung besar di saat yang paling tak terduga-duga." Dia membaca. "Omong kosong macam inilah yang paling kubenci.seseorang membuka kue, dan tiba-tiba dia diramalkan bakal jadikaya! Ini gara-gara Tyche si perempuan tolol itu. Selalu mengobral nasib baik kepada orang-orang yang tak layak menerimanyar Leo memandangi tumpukan kue yang terbelah. "Eh, Anda tahu itu bukan ramalan sungguhan, kan" Cuma kata-kata kosong , dijejalkan dalam kue di pabrik " "J angan coba-coba memakluminya bentak Nemesis, "Tyche ,,,,memang begitu, selalu saja melambungkan harapan orang-orang , setinggi langit. Tidak, tidak, aku harus menangkalnya." Nemesis mencolek secarik kertas, dan huruf-hurufyang tertera pun berubah warna jadi merah. "Kau akan mati menyakitkan di saat kau layak mendapatkannya. Nah! Begitu lebih baik." "Jahat sekali!" kata Hazel, "Anda mencantumkam ramalan ,,acam itu dalam kue keberuntungan, dan orang yang membacanya benar-benar akan bernasib seperti itu"" Nemesis tersenyum mencemooh. Betul-betul seram, melihat ekspresi itu di wajah Bibi Rosa. "Hazel sayang, tak pernahkah kau berharap semoga kejadian buruk menimpa Bu Leer, sebagai balsan Lisan atas perlakuannya padamu"" "Bukan berarti saya ingin harapan itu terkabul!" "Bah." Sang .dewi menyegel ulang kue tersebut dan melempar kannya ke keranjang. "Tyche kau panggil dengan nama fortuna, kurasa, sebab kau orang Romawi. Seperti yang lain, ini dia sedang kesusahan. Aku" Aku tidak terpengaruh. Aku tidak panggil Nemesis dalam bahasa Yunani maupun Romawi. Aku idak berubah, sebab pembalasan bersifat universal."
"Apa maksud Anda"" tanya Leo, "sedang apa Anda di sini"" Nemesis membelah kue lagi. "Nomor keberuntungan. Konyoi Ini bahkan bukan ramalan nasib betulan!" Dia meremukkan ku tersebut dan menebarkan remah-remah kue ke sekeliling kakinya, "Untuk menjawab pertanyaanmu, Leo Valdez, dewa-dew tengah terpuruk. Selalu begitu ketika pecah Perang Saudara di antara kalian, bangsa Romawi dan Yunani. Bangsa Olympia terombang-ambi
ng di antara dua fitrah mereka, ditarik-ulur oleh kedua belah kubu. Kesehatan jiwa mereka jadi terganggu, sayangnya. Sakit kepala berat. Disorientasi." "Tetapi kami tidak sedang berperang." Leo bersikeras. "Eh, Leo ...." Hazel berjengit. "Kau, kan, baru saja meledakkan sejumlah bangunan di Roma Baru." Leo menatap Hazel, bertanya-tanya kepada siapakah sebetulnya cewek itu berpihak. "Tetapi itu, kan, tidak sengaja!" "Aku tahu ...," kata Hazel, "tetapi bangsa Romawi tidak menyadarinya. Dan mereka tengah mengejar kita untuk balas dendam." Nemesis terkekeh. "Leo, dengarkan gadis ini. Perang sudah di ambang pintu. Gaea telah memastikannya, berkat bantuanmu. Bisa kau tebak, siapa yang akan disalahkan dewa-dewi karena sudah menjerumuskan mereka dalam situasi genting"" Mulut Leo terasa seperti kalsium karbonat. "Saya." Sang dewi mendengus. "Wah, pongah benar! Kau cuma pion, Leo Valdez. Yang kumaksud adalah dalang yang menggerakkan misi ini, yang menyatukan bangsa Yunani dan Romawi. Dewa-dewi menyalahkan Hera. Atau Juno sesukamulah! Ratu kahyangan telah kabur dari Olympus demi menyelamatkan diri dari amukan keluarganya. Jangan harap pelindungmu bakal membantumu lagi!" Kepala Leo berdenyut-denyut. Perasaannya terhadap Hera campur aduk. Sang dewi sudah ikut campur dalam hidup Leo
semjak dia masih bayi, membentuk Leo sesuai kepentingannya .dalam ramalan besar, tapi paling tidak dewi tersebut berpihak mereka, kurang-lebih. Jika dia tidak bisa diandalkan lagi sekarang " jadi sedang apa Anda di sini"" tanya Leo. "Apa lagi kalau bukan untuk menawarkan bantuanku""nemisi tersenyum licik. Ieo melirik Hazel. Dia kelihatan seperti baru ditawari ular " Bantuan Anda," ulang Leo. fentu saja!" kata sang dewi, "aku gemar sekali menjatuhkan mereka yang angkuh dan berkuasa, dan tak ada yang lebih layak dijatuhkan selain Gaea dan para raksasanya. Walau begitu, aku harus memperingatkan kalian bahwa aku tidak sudi mengecap kesuksesan yang tak pantas kudapat. Nasib mujur cuma bualan. roda keberuntungan laiknya arisan beruntun. Kesuksesan sejati menuntut pengorbanan." "Pengorbanan"" Suara Hazel kaku. "Saya kehilangan ibu. meninggal dan kembali lagi. Sekarang adik saya hilang. Apa nenurut Anda pengorbanan sebanyak itu masih belum cukup"" Leo sungguh-sungguh bisa berempati. Dia ingin menjerit bahwa dia kehilangan ibunya juga. Seluruh hidupnya penuh derita yang datang silih berganti. Dia kehilangan naganya, Festus. Dia I sampir tewas selagi berusaha merampungkan Argo II. Sekarang ia telah menembaki perkemahan Romawi, kemungkinan besar nienyulut peperangan, dan barangkali kehilangan kepercayaan seman-temannya. "Saat ini," ujar Leo, mencoba mengendalikan amarahnya, "saya cuma butuh perunggu langit."
"Oh, itu gampang," kata Nemesis, "di situ, di balik bubunga Kalian akan menemukan perunggu langit di sana, juga anak-anak manis." "Tunggu"" kata Hazel, "anak-anak manis apa"" Nemesis memasukkan kue ke mulut dan menelannya bulat-bulat, beserta ramalan keberuntungannya. "Nanti akan kalian lihat sendiri. Barangkali mereka akan memberimu pelajaran, Hazel. Levesque. Sebagian besar pahlawan tidak dapat melarikan diri dari fitrah mereka, sesudah diberi kesempatan kedua sekali pun." Dia tersenyum. "Omong-omong tentang saudaramu, Nico, kau tidak punya banyak waktu lagi. Coba kuingat-ingat sekarang tanggal 25 Juni, kan" Ya, setelah hari ini, tinggal enam hari. Kemudian, Nico akan meninggal, beserta seisi kota Roma." Mata Hazel membelalak. "Bagaimana apa--"" "Sedangkan kau, Anak Api." Nemesis menoleh kepada Leo. "Cobaan terberat masih menantimu. Kau akan selalu jadi orang luar, roda ketujuh. Kau takkan menemukan tempat di antara saudara-saudara seperjuanganmu. Tidak lama lagi, kau akan menghadapi masalah yang tidak dapat kau pecahkan, tapi aku bisa membantumu dengan imbalan tertentu." Leo mencium asap. Dia menyadari bahwa jemari kirinya terbakar, sedangkan Hazel menatapnya dengan ngeri. Leo menjejalkan tangan ke dalam saku untuk memadamkan api. "Saya suka memecahkan masalah sendiri." "Ya, sudah." Nemesis menepiskan remah-remah kue dari jaketnya. "Tetapi, mmm, imbalan maca
m apa yang Anda maksud"" Sang dewi mengangkat bahu. "Salah satu anakku baru-baru ini menukar matanya dengan kemampuan untuk menciptakan perubahan nyata di dunia ini."
Perut Leo melilit-lilit. "Anda menginginkan mata sebagai imbalan"" "Dalam kasusmu, pengorbanan lain barangkali memadai. tetapi sesuatu yang sama menyakitkannya seperti kehilangan mata. ini." Nemesis menyerahkan .kue keberuntungan yang masih utuh. "Jika kau memerlukan jawaban, patahkan ini. Masalahmu an terpecahkan." Tangan Leo gemetaran saat dia memegang kue keberuntungan itu"Masalah apa"" "Kau akan tahu ketika waktunya tiba." "Tidak, makasih," ujar Leo tegas. Namun, tangannya seolah-olahpunya kehendak sendiri, menyelipkan kue tersebut ke dalam Nitku di sabuk perkakas. Nemesis lagi-lagi mengambil kue dari karung dan membelahnya hingga terbuka. "Tidak lama lagi kau harus menimbang ulang Oh, aku suka yang ini. Tidak perlu diubah. Sang dewi menyegel ulang kue tersebut dan melemparnya ke keranjang. "Sangat sedikit dewa yang bisa membantu kalian dalam isi ini. Sebagian besar sudah tak berdaya, dan kebingungan yang ilelanda mereka akan semakin parah. Ada satu hal yang mungkin bisa mempersatukan Olympus lagi dendam lama yang akhirnya ditebus. Ah, manis sekali andaikan itu terjadi, neraca keadilan akan kembali setimbang! Tetapi itu takkan terjadi kecuali kau menerima bantuanku." "Saya duga Anda tidak berkenan memberi tahu kami apa yang Anda maksud." Hazel menggerutu. "Atau apa sebabnya umur adik saya Nico tinggal enam hari lagi. Atau mengapa Roma akan binasa. Nemesis terkekeh. Dia bangu.n dan menyandangkan karung kue ke bahunya. "Oh, semuanya berkaitan, Hazel Levesque. Terkait tawaranku, Leo Valdez, pikir-pikirlah dulu. Kau anak baik. Pekerja keras. Kita bisa berbisnis. Tetapi aku sudah menahan kalian terlalu lama. Kalian sebaiknya mengunjungi kolam cermin selagi masih terang. Si pemuda malang yang kena kutuk jadi rewei ketika gelap." Leo tidak suka mendengarnya, tapi sang dewi keburu naik kesepeda motornya. Kendati rodanya berbentuk seperti Pac-Man ternyata motor itu dapat dikendarai, sebab Nemesis menyalak n mesin dan menghilang, meninggalkan kepulan asap hitam berbentuk jamur di belakang. Hazel membungkuk. Semua kue sobek dan ramalan keber-untungan telah lenyap, hanya meninggalkan secarik kertas kusut. Dia memungut kertas itu dan membaca, "Kau akan melihat pantulan dirimu, dan menyaksikan sesuatu yang akan membuatm berputus asa." "Fantastis," gerutu Leo, "ayo kita lihat apa maksudnya itu. []
BAB TUJUH LEO "BIBI ROSA ITU SIAPA"" TANYA Hazel. Leo tidak mau membicarakan Bibi Rosa. Kata-kata Nemesis masih berdengung di telinganya. Sabuk perkakas terasa semakin ,brat sejak Leo menyimpan kue keberuntungan di sana padahal ni mustahil. Sabuk perkakas dapat memuat apa saja tanpa bertambah berat. Benda yang paling mudah pecah sekali pun takkan rusak di dalamnya. Namun demikian, Leo membayangkan dia bisa merasakan kue itu di dalam sana, membebaninya, menanti patahkan. "Ceritanya panjang," kata Leo, "dia menelantarkanku sesudah ibuku meninggal, menyerahkanku ke dinas sosial." "Aku ikut prihatin." "Ya, mau bagaimana lagi ...." Leo tidak sabar, ingin buru-buru mengubah topik pembicaraan. "Bagaimana denganmu" Yang dikatakan Nemesis soal adikmu"" Hazel berkedip, seakan matanya kemasukan garam. "Nico dia menemukanku di Dunia Bawah. Dia membawaku kembali dunia fana dan meyakinkan bangsa Romawi di Perkemahan
Jupiter agar menerimaku. Aku berutang budi padanya karena - sudah memberiku kesempatan kedua untuk hidup. Jika Nemesis benar, dan Nico sedang dalam bahaya ... aku harus menolongnya." "Tentu saja," kata Leo, meskipun hal itu membuatnya was was. Leo ragu Dewi Pembalasan pernah memberi saran semata-mata karena kebaikan hatinya. "Yang dikatakan Nemesis tentang adikmu yang hidupnya tinggal enam hari lagi, dan Roma yang bakal binasa ... ada gambaran tentang maksud Nemesis sebenarnya"" "Entahlah." Hazel mengakui. "Tetapi aku khawatir ...." Apa pun yang dipikirkan Hazel, dia memutuskan tak membagi pendapatnya. Hazel menaiki salah satu batu yang paling besar supaya bisa melihat
lebih jelas. Leo mencoba mengikuti dan kehilangan keseimbangan. Hazel menangkap tangan Leo dan menariknya ke atas. Kini keduanya mendapati diri mereka tengah berdiri di atas batu sambil bergandengan dan bertatapan. Mata Hazel berkilauan seperti emas. Mendapatkan emas mudah saja bagiku, katanya tadi. Menurut Leo, kelihatannya tidak seperti itu tidak ketika dia memandang Hazel. Dia bertanya-tanya siapa Sammy itu. Leo curiga dia seharusnya tahu, tapi dia tidak ingat itu nama siapa. Siapa pun Sammy itu, dia beruntung Hazel menyayanginya. "Eh, makasih." Leo melepaskan tangan Hazel, tapi mereka masih berdiri berimpitan sampai-sampai dia bisa merasakan hangatnya napas Hazel. Cewek ini jelas-jelas tidak seperti orang mati. "Waktu kita bicara dengan Nemesis tadi," kata Hazel ragu-ragu, "tanganmu ... aku melihat api." "Iya," ujar Leo, "itu kekuatan Hephaestus. Biasanya aku bisa mengendalikan kemampuan itu." "Oh." Hazel menempelkan tangan ke baju denimnya, seolah-olah melindungi diri. Leo punya firasat bahwa Hazel ingin bergerak menjauhinya, tapi batu itu terlalu kecil. Hebat, pikir Leo. Satu orang lagi yang menganggapku makhluk ane h menakutkan. Leo menatap ke seberang pulau. Pantai sebelah sana tinggal berapa ratus meter lagi. Di antara pantai sebelah sini dan sebelah sana terdapat gundukan kapur dan batu-batu besar, tapi tidak ada ada apa pun yang menyerupai kolam cermin. Kau akan selalu jadi orang luar, Nemesis memberitahunya. Noda ketujuh. Kau takkan menemukan tempat di antara saudara-sodara seperjuanganmu. Tuang asam saja sekalian ke telinganya. Leo tidak butuh diberi tahu bahwa dia adalah orang luar. Dia menghabiskan berbulan-bulan seorang diri dalam Bunker Sembilan di Perkemahan iflasteran, menggarap kapal sementara teman-temannya berlatih hersama, makan bareng, main tangkap bendera untuk bersenang-senang serta merebutkan hadiah. Bahkan kedua sahabatnya, Piper dan Jason, acap kali memperlakukannya seperti kambing congek. Sejak mereka jadian, Leo tidak masuk hitungan. Satu-satunya teman Leo yang lain, Festus sang naga, hanya berupa kepala semata ketika disket pengendalinya rusak berat pada petualangan mereka yang terakhir. Leo tidak memiliki keahlian teknis untuk memperbaikinya. Roda ketujuh. Leo pernah mendengar istilah "roda kelima" artinya orang yang keberadaannya tidak berguna dan malah mengganggu saja. Leo duga jadi roda ketujuh lebih parah daripada jadi roda kelima. Leo menyangka misi ini akan jadi awal baru baginya. Semua kerja keras yang dia curahkan untuk menggarap Argo II akan terbayar. Dia akan memperoleh enam kawan baru yang mengagumi serta menghargainya, dan mereka bakal berlayar menyongsong matahari terbit untuk memerangi raksasa. Barangkali, Leo berharap diam-diam, dia akhirnya akan mendapat pacar. Hitung jumlah orangnya ada berapa, deh, Leo mengomeil dirinya sendiri. Nemesis benar. Leo mungkin memang merupakan bagian dari ketujuh orang itu, tapi dia tetap saja terisolasi. Dia telail menembaki bangsa Romawi dan menjerumuskan teman-temannya dalam kesulitan. Kau takkan menemukan tempat di antara saudara saudara seperjuanganmu. "Leo"" tanya Hazel lembut, "ucapan Nemesis jangan kau ambil hati." Leo mengerutkan kening. "Bagaimana kalau kata-katanya benar"" "Dia Dewi Pembalasan." Hazel mengingatkan Leo. "Mungkin dia di pihak kita, mungkin juga tidak; tapi Nemesis eksis untuk mengobarkan kebencian." Leo berharap dia bisa mengesampingkan perasaannya begitu saja. Dia tak bisa. Walau demikian, itu bukan salah Hazel. "Kita sebaiknya terus," kata Lea, "aku bertanya-tanya apa maksud Nemesis tadi, waktu dia bilang kita sebaiknya selesai sebelum gelap." Hazel melirik matahari, yang telah bersentuhan dengan cakrawala. "Dan siapa pula pemuda kena kutuk yang dia sebut-sebut"" Di bawah mereka, sebuah suara berkata, "Pemuda kena kutuk yang dia sebut-sebut." Pada mulanya, Leo tak melihat siapa-siapa. Kemudian, mata-nya menyesuaikan diri terhadap suasana gelap. Dia menyadari keberadaan seorang cewek yang berdiri hanya tiga meter dari kaki batu. Sang cewek mengenakan tunik gaya Yunani yang sewarna
bebatuan. Rambut lurusnya yang ti
pis berwarna agak , agak pirang, dan agak kelabu sehingga melebur dengan kering. Dia sebetulnya tidak tak-kasat-mata, tapi dia warkan hampir sepenuhnya, sampai dia bergerak. Saat itu pun, Leo kesulitan memfokuskan pandangan padanya. nya cantik, tapi tidak meninggalkan kesan. Malahan, tiap berkedip, dia tidak ingat seperti apa rupa cewek itu, dan dia harus berkonsentrasi untuk menemukan cewek itu lagi. Halo," kata Hazel, "siapa kau"" "Sjapa kau"" jawab cewek itu. Suaranya terdengar letih, seolah dia bosan menjawab pertanyaan itu. Hazel dan Leo bertukar pandang. Dalam misi demigod, kita tak pernah tahu bakal menjumpai apa. Sembilan dari sepuluh , , kesempatan, terjadi hal buruk. Cewek ninja yang berkamuflase dengan nuansa tanah bukanlah seseorang yang ingin Leo hadapi saat itu,. "Kaukah pemuda kena kutuk yang disebut-sebut Nemesis"" ya Leo, " " tetapi kau, kan, perempuan "Kau, kan, perempuan," kata cewek itu. "Maaf"" ujar Leo. "Maaf," kata cewek itu dengan nada nelangsa. "Kau mengulangi ...." Leo terdiam. "Oh. Tunggu dulu. Hazel, bukankah ada mitos soal cewek yang membeo semua ucapan "" "Echo," kata Hazel. "Echo." Cewek itu bersepakat. Dia bergeser, gaunnya berubah hingga selaras dengan bentang alam. Matanya sewarna air laut. Leo ,berusaha mengingat-ingat penampilannya, tapi tak bisa. "Aku tidak ingat mitos itu." Leo mengakui. "Kau dikutuk mengulangi hal terakhir yang kau dengar"" "Kau dengar," kata Echo.
"Kasihan," kata Hazel, "kalau tidak salah, seorang dewi yang melakukan ini"" "Seorang dewi yang melakukan ini." Echo mengonfirmasi. Leo garuk-garuk kepala. "Tetapi bukankah kejadiannya sudah ribuan tahun oh. Kau salah satu manusia fana yang kembali lewat Pintu Ajal. Aku sungguh berharap tak bakal berpapasan lagi dengan orang yang sudah mati." "Orang yang sudah mati," kata Echo. Nada bicaranya sekerti memarahi Leo. Leo menyadari bahwa Hazel menunduk, menatap kakinya. "Eh, sori," gumam Leo, "maksudku bukan begitu." "Begitu." Echo menunjuk pantai di sisi jauh pulau. "Kau ingin menunjukkan sesuatu pada kami"" tanya Hazel. Dia menuruni batu, Leo mengikuti. Dari dekat sekali pun, Echo susah dilihat. Malahan, semakin lama Leo memandanginya, Echo justru semakin tak kasat mata. "Kau yakin kau sungguhan"" tanya Leo, "maksudku terbuat dari darah dan daging"" "Darah dan daging." Echo menyentuh wajah Leo membuatnya berjengit. Jemari Echo hangat. "Jadi, kau harus mengulangi semuanya"" tanya Leo. "Semuanya." Leo mau tak mau tersenyum. "Asyik, nih." "Nih," kata Echo tidak senang. "Gajah biru." "Gajah biru." "Cium aku, Bodoh." "Bodoh." "Hei!" "Hei!" "Leo," pinta Hazel, "jangan goda dia."
jangan goda dia." Echo sepakat. "oke, oke," ujar Leo, meskipun dia harus melawan hasratnya. setiap hari dia bertemu seseorang yang dilengkapi fitur "Jadi, apa yang kau tunjuk" Apa kau butuh bantuan"" "Bantuan." Echo mengiyakan. Dia memberi mereka isyarat mengikuti, kemudian berlari menyusuri turunan. Leo hanya mengikuti jejak Echo dengan cara mengamati pergerakan rumput serta denyar gaunnya yang berubah-ubah senuansa batu. Kita sebaiknya bergegas," kata Hazel, "atau kita bakal kehilangan dia."
mereka menemukan masalah tersebut jika segerombolan cewek cantik bisa disebut masalah. Echo menuntun mereka menyeberangi padang rumput yang berbentuk seperti kawah bekas ledakan, telaga di tengah-tengahnya. Di tepi air, berkumpullah beberapa lusin peri hutan. Setidaknya menurut tebakan Leo lereka adalah peri hutan. Seperti peri hutan di Perkemahan blasteran, mereka mengenakan rok terusan berbahan tipis halus bertelanjang kaki. Raut wajah mereka mirip bidadari imut, .,sedangkan kulit mereka kehijauan. Leo tidak mengerti apa yang sedang mereka lakukan, tapi mereka semua berkerumun di satu tempat, menghadap telaga dan saling sikut supaya bisa melihat lebih jelas. Sebagian menodongkan ponsel berkamera, berusaha memotret dari atas kepala yang lain. Leo tak pernah melihat peri pohon berponsel. Leo bertanya-tanya apakah mereka sedang menonton jasad tak bernyawa. Jika memang demikian, kenapa mereka berjingkrak-jingkrak dan cekikikan penuh semangat" "Mereka sedang meliha
t apa"" Leo bertanya. "Melihat apa," desah Echo.
"Hanya satu cara untuk mencari tahu." Hazel berderap maju dan mulai main sikut untuk menembus kerumunan. "Maaf. Per. misi." "Hei!" protes salah satu peri, "kami di sini duluan!" "Iya," dengus yang lain, "dia tak bakal tertarik padamu." Pipi peri hutan yang kedua dicoreng gambar hati besar dart tinta merah. Di atas gaunnya, dia mengenakan kaus bertuliskam OMG, AKU N!!!! "Hmm, ada urusan demigod," kata Leo, berusaha terksan formal, "tolong beri jalan. Makasih." Para peri hutan menggerutu, tapi mereka membukakan jalan sehingga tampaklah seorang pemuda yang sedang berlutut di tepi telaga sambil menatap air lekat-lekat. Leo biasanya tidak memerhatikan tampang cowok-cowok lain. Leo duga penyebabnya karena dia sering bareng Jason tinggi, pirang, macho, dan pada dasarnya merupakan tipe cowok sempurna yang jauh sekali dari Leo. Paling tidak, Leo tahu dia takkan pernah memikat cewek dengan tampangnya. Leo harap kepribadian dan selera humornya bakal menarik hati seorang cewek suatu hari kelak, meskipun sampai saat ini taktik tersebut belum berhasil. Pokoknya, Leo tidak mungkin melewatkan fakta bahwa cowok di telaga ini luar biasa rupawan. Garis-garis wajahnya tegas, sedangkan bibir dan matanya memberi kesan setengah cantik feminin, setengah tampan maskulin. Rambut berwarna gelap tersibak di atas alisnya. Dia barangkali berumur tujuh belas atau dua puluh tahun, susah menebaknya dengan pasti, tapi dia berperawakan seperti penari mempunyai lengan yang panjang dan anggun, bertungkai kekar, berpostur sempurna, dan bel - pembawaan penuh wibawa. Dia mengenakan kaus putih polos dan celana jin, dilengkapi busur dan wadah berisi anak panah yang disandangkan ke punggung. Senjata tersebut kentara sekali sudah lama tidak digunakan. Anak panahnya tertutup debu. Seekor laba-labaa telah membuat sarang di atas busurnya. Semakin dekat, Leo menyadari bahwa wajah cowok itu berpendar keemasan. Cahaya matahari terbenam terpantul dari besar perunggu langit yang terhampar di dasar telaga nenyorotkan pendar hangat ke muka si Tuan Tampan. Pemuda itu tampaknya terpukau pada pantulannya di logam tersebut. Hazel terkesiap. "Dia ganteng sekali." Di sekelilingnya, para peri hutan menjerit dan bertepuk tangan setuju. "Memang," gumam sang pemuda, suaranya seperti melamun. Matanya masih terpaku ke air. "Aku memang amat sangat ganteng." Salah satu peri pohon menunjuki Hazel layar iPhone-nya. "ih, tahu nggak, sih, video YouTube-nya yang paling baru ditonton ,sejuta kali dalam waktu satu jam! Kurasa setengahnya aku yang tonton!" Para peri hutan yang lain cekikikan. "Video YouTube"" tanya Leo, "apa yang dilakukannya dalam video itu, menyanyi"" "Bukan, Bodoh!" omel si peri pohon, "dia dulunya pangeran, pemburu jago, dan lain-lain. Tetapi itu tak jadi soal. Sekarang dia cuma lihat saja sendiri deh!" Dia menunjukkan video itu kepada Leo. Gambarnya persis seperti yang mereka saksikan secara langsung si pemuda yang sedang memandangi dirinya di telaga. "Dia cakep bangeeeeeet!" kata cewek yang lainnya. Kausnya bertuliskan: Ny. NARCISSUS. "Narcissus"" tanya Leo. "Narcissus." Echo mengiyakan dengan sedih.
Leo lupa Echo ada di sana. Rupanya para peri tidak menyadari kehadirannya juga. "Aduh, lagi-lagi kau!" Ny. Narcissus mencoba mendorong Echo agar menjauh, tapi dia salah memperkirakan letak si cewek kamuflase dan akhirnya malah menyodok beberapa peri hutan lain. "Kau sudah dapat kesempatan, Echor kata peri hutan yang membawa iPhone, "dia mencampakkanmu empat ribu tahun lalu! Kau tidak ada bagus-bagusnya buat dia." "Buat dia," kata Echo getir. "Tunggu." Hazel kentara sekali kesulitan memalingkan mata dari Narcissus, tapi dia berhasil. "Ada apa ini" Kenapa Echo mengajak kita ke sini"" Salah satu peri hutan memutar-mutar bola matanya. Dia memegang pulpen dan poster renyuk Narcissus. "Echo adalah peri hutan, sania seperti kami, dulu sekali, tapi dia banyak omong! Bergosip melulu, bla, bla, bla." "Iya banget!'' Peri hutan lainnya memekik. "Maksudku, siapa juga yang tahan mendengarnya" Tempo hari, aku bilang pada Cleopeia kalian t
ahu dia tinggal di batu di sebelahku" kataku: Berhentilah bergosip atau nasibmu bakal seperti si Echo. Cleopeia memang besar mulut! Apa kalian sudah dengar apa katanya tentang ' peri awan dan si satir"" "Sudah dong!" kata peri hutan yang membawa poster, "jadi, intinya, sebagai hukuman karena mengoceh, Hera mengutuk Echo sehingga dia hanya bisa mengulang kata-kata orang lain. Kami, sih, tidak keberatan. Tetapi kemudian Echo jatuh cinta pada cowok ganteng pujaan kami, Narcissus padahal mana mungkin dia memerhatikan Echo"!" "Mana mungkin"!" kata selusin peri lain. "Sekarang Echo mendapat gagasan aneh bahwa Narcissus peri diselamatkan," kata Ny. Narcissus, "dia semestinya pergi saja. "Pergi saja." Echo balas membentak. "Aku bersyukur sekali Narcissus hidup lagi," kata peri hutan lain, yang bergaun abu-abu. Lengannya ditulisi kata-kata NARCISSUS + LAEIA dari spidol hitam. "Dia yang nomor satu! Dan dia di wilayahku." "Oh, hentikan, Laeia," kata temannya, "aku peri telaga. Kau cuma peri penunggu batu." "Ya, aku peri rumput." Yang lain memprotes. "Bukan, dia pasti datang ke sini karena dia suka bunga liar!" Yang lain berujar. "Bunga liar adalah kekuasaanku!" Gerombolan tersebut mulai bertengkar sementara Narcissus menatap telaga, mengabaikan mereka. "Tenang semuanya!" teriak Leo, "Nona-Nona, tenanglah! Aku perlu menanyakan sesuatu pada Narcissus." Pelan-pelan para peri berhenti bicara dan kembali mengambil foto. Leo berlutut di samping Narcissus. "Jadi, Narcissus, apa kabar"" "Bisakah kau bergeser"" tanya Narcissus merasa terganggu, "kau merusak pemandangan." Leo menengok ke air. Pantulannya beriak di samping bayangan Narcissus di permukaan perunggu yang terbenam. Leo tidak berhasrat memandangi dirinya sendiri. Dibandingkan dengan Narcissus, dia bagaikan kurcaci cebol. Namun, tak diragukan lagi bahwa logam tersebut adalah selembar perunggu langit tempa, berbentuk bulat, berdiameter sekitar satu setengah meter. Bagaimana sampai benda itu ada di telaga ini, Leo tidak tahu pasti. Perunggu langit jatuh ke bumi di tempat-tempat yang ganjil. ,
Dia pernah mendengar bahwa sebagian besar perunggu langit merupakan buangan dari bengkel-bengkel ayahnya. Hephaestus acap kali kehilangan kesabaran ketika proyeknya tidak berhasi , kemudian dia bakal melemparkan logam bekasnya ke dunia fana, Lembaran yang ini mungkin saja dimaksudkan untuk jadi perisai dewa, tapi rupanya tidak cocok. Jika Leo bisa membawanya pulang, perunggu tersebut cukup untuk memperbaiki kapal. "Benar, pemandangan yang bagus," kata Leo, "aku akan bergeser dengan senang hati, tapi kalau kau tidak menggunakannya, bolehkah kuambil saja lembaran perunggu itu"" Jangan," kata Narcissus, "aku cinta dia. Dia amat sangat ganteng." Leo menoleh ke sana-kemari untuk melihat apakah para peri tertawa. Ini pasti cuma lelucon besar. Namun, mereka maiall berlagak semaput dan mengangguk-angguk setuju. Hanya Hazel yang tampak muak. Dia mengernyitkan hidung seolah-olah Narcissus bau, tidak sesuai dengan tampangnya. "Bung," kata Leo kepada Narcissus, "kau sadar sedang memandangi dirimu sendiri di air, kan"" "Aku amat sangat hebat," desah Narcissus. Dia mengulurkan tangan penuh damba untuk menyentuh air, tapi menahan diri. "Tidak, aku tak boleh menimbulkan riak. Riak akan merusak citra. Wow aku amat sangat hebat." "Iya deh," gerutu Leo, "tetapi kalau kuambil perunggu itu, kau masih bisa melihat dirimu di air. Atau ini ...." Dia merogoh sabuk perkakas dan mengeluarkan cermin sederhana seukuran lensa kacamata. "Kutukar dengan ini." Narcissus mengambil cermin dengan enggan, kemudian mengagumi dirinya sendiri. "Kau juga membawa-bawa gambar diriku" Aku tak menyalahkanmu. Aku memang ganteng. Makasih." Dia meletakkan cermin dan kembali mengarahkan perhatian ke telaga
"Tetapi aku sudah memiliki gambar yang jauh lebih bagus. perunggu itu cocok sekali untukku, bukan begitu"" Ya, ampun, demi dewa-dewi, iyaaaa!" jerit seorang peri , , "nikahi aku, Narcissus!" jangan, aku saja!" seru yang lain, "bersediakah kau menanda-, ni posterku"" " Jangan, tandatangani bajuku saja!" "Jangan, keningku saja!" "Jangan, mend
ing " "Hentikan!" bentak Hazel. "Hentikan." Echo sepakat. Leo luput melihat Echo lagi, tapi kini dia menyadari bahwa wek itu berlutut di sebelah Narcissus juga, melambai-lambaikan igan di depan wajah pemuda tersebut seakan sedang berusaha ngusik konsentrasinya. Narcissus bahkan tidak berkedip. Para peri penggemar Narcissus mencoba mendorong Hazel menyingkir, tapi dia menghunus pedang kavalerinya dan memaksa mereka mundur. "Sadar, dong!" bentaknya. "Dia takkan mau menandatangani pedangmu," protes peri i pembawa poster. "Dia takkan mau menikahimu," kata cewek iPhone, "dan kau tidak boleh mengambil cermin perunggunya! Itulah yang mem-buat dia bertahan di sini!" "Kalian semua konyol," kata Hazel, "dia narsis! Kok bisa-bisanya kalian menyukai dia"" "Menyukai dia," desah Echo, masih melambai-lambaikan tangan di depan wajah Narcissus. Yang lain ikut mendesah bersama Echo. "Aku amat sangat tampan," kata Narcissus simpatik. "Narcissus, dengar." Hazel tetap menyiagakan pedangnya "Echo mengajak kami ke sini untuk menolongmu. Ya, kan, Echo"'
"Echo," ujar Echo. "Siapa"" kata Narcissus. "Satu-satunya cewek yang peduli padamu, rupanya," Hazel, "apa kau ingat pernah mati"" Narcissus mengerutkan dahi. "Aku tidak. Itu mustahil. terlalu penting. Tak mungkin aku mati." "Kau mati selagi memandangi dirimu sendiri." bersikeras. "Aku ingat cerita itu sekarang. Nemesis-lah dewi yang mengutukmu, sebab kau membuat banyak sekali orang patah hati. Hukumanmu adalah jatuh cinta pada bayanganmu sendiri." "Aku amat sangat mencintai diriku sendiri." Narcissus setu "Kau akhirnya meninggal," lanjut Hazel, "aku tidak tahu mana yang benar. Entah kau tenggelam atau berubah jadi bur yang tumbuh menjulur ke air atau Echo, yang mana"" "Yang mana"" kata Echo tanpa daya. Leo berdiri. "Tidak jadi soal. Intinya adalah, kau hidup la Bung. Kau mendapat kesempatan kedua. Itulah yang Nemt coba sampaikan pada kami. Kau bisa bangun dan melanjutk hidup. Echo berusaha menyelamatkanmu. Atau kau bisa diam sini dan menatap dirimu sendiri sampai kau mati lagi." "Diam di sini saja!" Semua peri hutan berteriak. "Nikahi aku sebelum kau meninggar Salah satu peri hut memekik. Narcissus menggelengkan kepala. "Kau hanya mengingi nk bayanganku. Aku tak menyalahkanmu, tapi kau tidak bol memilikinya. Aku adalah milikku." Hazel mendesah jengkel. Dia melirik matahari, yang mak rendah saja di kaki langit. Lalu dia mengedikkan pedangnya tepi kawah. "Leo, bisa kita bicara sebentar"" "Permisi," kata Leo kepada Narcissus, "Echo, mau ikut"" "Mau ikut."
Para peri berkumpul mengelilingi Narcissus lagi dan mulai wrekam video baru serta mengambil lebih banyak foto. Hazel berjalan sampai mereka sudah di luar jangkauan irndengaran. "Nemesis bena.r," katanya, "sebagian demigod tak I. pat mengubah fitrah mereka. Narcissus akan tinggal di sini .1 inpai dia meninggal lagi." "Tidak," kata Leo. "Tidak." Echo sepakat. "Kita butuh perunggu itu," ujar Leo, "kalau kita mengambilnya, mungkin Narcissus bakal sadar. Echo bisa saja mendapatkan kesempatan untuk menyelamatkan dia." "Kesempatan untuk menyelamatkan dia," kata Echo penuh makasih. Hazel menghunjamkan pedangnya ke tanah. "Bisa juga membuat beberapa lusin peri hutan marah besar pada kita," katanya, siapa tahu Narcissus masih tahu caranya menembakkan panah." Leo menimbang-nimbang hal tersebut. Matahari sudah hampir terbenam sepenuhnya. Nemesis menyebutkan bahwa Nlarcissus jadi rewel sesudah gelap, barangkali karena dia tak dapat melihat pantulannya lagi. Leo tidak mau tinggal di sini untuk mencari tahu apa yang dimaksud sang dewi dengan rewel. Lagi pula, dia pernah punya pengalaman menghadapi gerombolan peri hutan yang mengamuk. Dia tidak sudi mengulangi pengalaman itu lagi. "Hazel," kata Leo, "kekuatanmu yang berhubungan dengan logam mulia Apa kau cuma bisa mendeteksinya, atau bisakah memanggilnya juga sesuai perintahmu"" Hazel mengerutkan kening. "Kadang-kadang aku bisa me-manggilnya. Aku tak pernah coba-coba dengan perunggu langit sebesar itu sebelumnya. Aku barangkali bisa menariknya dari bumi,
tapi jarakku harus relatif dekat. Bakal butuh banyak
konsentrasi, dan prosesnya takkan cepat." "Cepat." Echo memperingatkan. Leo mengumpat. Dia mulanya berharap mereka bisa langsung kembali ke kapal, kemudian Hazel bisa meneleportasikan perunggu langit itu dari jarak yang aman. "Ya, sudah," ujar Leo, "kita harus mencoba strategi yang lebih berisiko. Hazel, bagaimana kalau kau coba gerakkan perunggu itu dari sini" Buat perunggu langit itu terbenam ke pasir dan seret ke arahmu, lalu sambar dan larilah ke kapal." "Tetapi Narcissus memandanginya terus-menerus," kata Hazel. "Terus-menerus." Echo membeo. "Itu tugasku," kata Leo, sudah membenci rencananya sendiri, "Echo dan aku akan mengalihkan perhatiannya." "Mengalihkan perhatiannya"" tanya Echo. "Nanti kujelaskan." Leo berjanji. "Apa kau bersedia"" "Bersedia," kata Echo. "Bagus," ujar Leo, "nah, mari berharap semoga kita tidak mati. []
BAB DELAPAN LEO LEO MENCURAHKAN ENERGI UNTUK MEROMBAK habis penampilannya. Dia memunculkan permen penyegar napas dan kacamata tukang las dari sabuk perkakasnya. Kacamata tukang las memang tidak sama dengan kacamata hitam, tapi dia harus memanfaatkan apa yang ada. Leo menggulung lengan kemejanya. Dia menggunakan oli mesin untuk meminyaki rambutnya supaya rapi. Dia menjejalkan kunci pas ke saku belakangnya (entah apa sebabnya, dia tidak yakin) dan meminta Hazel mengguratkan tato dengan spidol di bisepnya, yang bergambar tengkorak dan tulang bersilang serta bertuliskan COWOK KEREN "Apa sebenarnya yang kau pikirkan"" Hazel kedengarannya bingung. "Aku mencoba tidak berpikir." Leo mengakui. "Berpikir mengganggu upayaku untuk jadi orang sinting. Kau konsentrasi saja untuk menggerakkan perunggu langit itu. Echo, kau siap"" "Siap," ujar Echo. Leo menarik napas dalam-dalam. Dia melenggang kembali ke telaga, berharap semoga dia kelihatan gagah dan tidak menyerupai penderita penyakit saraf. "Leo yang paling keren!" teriaknya.
"Leo yang paling keren!" Echo balas berteriak. "Hei, Cewek-cewek, coba lihat aku!'' "Coba lihat aku!" kata Echo. "Beri jalan buat sang raja!'' "Sang raja!" "Narcissus lemah!" "Lemah!" Kerumunan peri hutan berpencar karena kaget. Leo mengusir mereka, seolah-olah para peri mengganggunya. "Tidak boleh minta tanda tangan, Nona-Nona. Aku tahu kalian ingin perhatian dari Leo, tapi aku terlalu keren. Kalian sebaiknya nongkrong bareng Narcissus si culun jelek itu saja. Dia payah!" "Payah!" timpal Echo penuh semangat. Para peri hutan berkomat-kamit marah. "Apa maksudmu"" tuntut salah satu peri hutan. " Kau yang payah," kata peri lainnya. Leo membetulkan kacamatanya dan tersenyum. Dia me-regangkan bisepnya, kendati ototnya kurang besar untuk dipamer-kan, dan menunjukkan tato COWOK KEREN-nya. Leo sudah mendapatkan perhatian para peri hutan, sekali pun hanya karena mereka terperangah; tapi Narcissus masih terpaku pada bayang-annya sendiri. "Kalian tahu seberapa jelek si Narcissus"" tanya Leo kepada khalayak, "dia jelek sekali waktu lahir sampai-sampai ibunya me-ngira dia centaurus terbalik dengan wajah seperti pantat kuda." Sejumlah peri hutan terkesiap. Narcissus mengerutkan kening, seakan dia samar-samar menyadari keberadaan seekor agas yang mendengung mengelilingi kepalanya. "Kalian tahu kenapa di busurnya ada sarang laba-laba"" lanjut Leo, "dia menggunakan busurnya untuk berburu pacar, tapi dia tidak dapat-dapat!" Salah satu peri hutan tertawa. Yang lain cepat-cepat menyikut-supaya tutup mulut. " Narcissus membalikkan badan dan memberengut kepada Leo. Siapa kau" "Aku ini Cowok Keren Kualitas Nomor Satu, Bung!'' kata "aku Leo Valdez, si jagoan tiada tara. Dan cewek-cewek suka "Suka jagoan!" kata Echo, dibarengi jerit kagum yang meyakinkan. Leo mengeluarkan pulpen dan menandatangani lengan salah satu peri hutan. "Narcissus cuma pecundang! Dia loyo sekali sampai-sampai tidak bisa mengangkat beban berupa tisu. Dia payah sekali sehingga pada kata payah di Wikipedia, ada gambar .nircissus hanya saja gambarnya teramat jelek sampai-sampai tak orang pun pernah mengeceknya." Narcissus mengerutkan alisnya yang sempurna. Wajahnya berubah dari cokelat sewarna perunggu jadi merah muda pucat. kejap, dia
melupakan telaga sepenuhnya, dan Leo bisa melihat bahwa lembaran perunggu telah terbenam ke pasir. "Apa maksudmu"" tuntut Narcissus, "aku ini luar biasa. Semua orang juga tahu." "Luar biasa cemen," kata Leo, "kalau aku secemen kau, aku akan menenggelamkan diri. Oh, benar juga, ya. Kau, kan, sudah pernah menenggelamkan dirimu sendiri." Seorang peri hutan tertawa. Lalu satu lagi. Narcissus menggersm. Aksi tersebut tidak mengurangi ketampanannya sedikit pun. Sementara itu, Leo tersenyum cerah dan menaik-turunkan alis di atas kacamatanya dan merentangkan lengan, minta tepuk tangan. "Betul begitu!" katanya, "dukung tim Leo!"
"Dukung tim Leo!" teriak Echo. Dia telah menggeliut masu ke tengah-tengah kerumunan peri hutan, dan karena dia sangat sulit dilihat, para peri rupanya mengira suara tersebut berasal dari antara mereka sendiri. "Demi dewa-dewi, aku keren sekali!" raung Leo. "Keren sekali!" Echo balas berteriak. "Dia memang lucu," tukas salah satu peri hutan. "Dan imut, biarpun ceking," kata yang lain. "Ceking"" tanya Leo, "Non, akulah yang menciptakan ceking. Zaman sekarang, ceking itu ganteng. Dan aku ini ceking BANGET. Narcissus" Saking payahnya, Dunia Bawah sekali pun tidak menginginkan dia. Tidak ada cewek hantu yang mau kencan dengannya." "Iiih," kata seorang peri hutan. "Iiih!" Echo sepakat. "Hentikan!" Narcissus berdiri. "Ini tidak benar! Orang ini jelas-jelas tidak keren. Jadi, dia pasti ...." Narcissus berjuang men-cari-cari kata yang tepat. Barangkali sudah sangat lama sejak dia terakhir kali membicarakan sesuatu selain dirinya sendiri. "Dia pasti mengelabui kita." Rupanya Narcissus tidak bodoh-bodoh amat. Kesadaran berkelebat di wajahnya. Dia membalikkan badan untuk meng-hadap ke telaga. "Cermin perunggu telah lenyap! Pantulanku! Kembalikan pantulanku!" "Tim Leo!" Salah satu peri hutan menjerit. Namun, yang lain kembali mengarahkan perhatian mereka kepada Narcissus. "Akulah yang rupawan!'' Narcissus bersikeras. "Dia mencuri cerminku. Aku akan pergi kecuali kita rebut kembali cermin itu!" Para cewek terkesiap. Salah satu menunjuk. "Di sana!" Hazel telah berada di puncak kawah, sedang lari secepat yang dia bisa sambil mengangkut lembaran besar perunggu. [ 98 ] 1 E 0 " Rebut kembali perunggu itu!" seru seorang peri hutan. barangkali di luar kehendaknya, Echo bergumam, "Rebut kembali perunggu itu." Ya Narcissus menurunkan busur dan mengambil anak panah dari wadahnya yang berselimut debu. "Yang pertama 'merbut perunggu itu akan kusukai hampir seperti aku menyukai bayanganku sendiri. Bahkan, aku mungkin akan mencium kalian, tepat stelah aku mencium bayanganku sendiri!" "Demi dewa-dewi!" Para peri hutan menjerit, "Dan bunuh para demigod itu!" imbuh Narcissus sambil .....lotot dengan tampannya kepada Leo, "mereka tidak sekeren aku Leo bisa lari lumayan cepat ketika seseorang berusaha mem-bunuhnya. Dan dia sudah banyak latihan. Dalam waktu singkat, Leo sudah menyusul Hazel. Mudah aja, karena Hazel sedang kerepotan membawa perunggu langit .,seberat nyaris dua puluh lima kilogram. Leo memegangi satu sisi lembaran logam itu dan menengok ke belakang. Narcissus sedang memasang panah ke busurnya, tapi karena sudah sangat tua dan getas, anak panah tersebut langsung patah. "Aduh!" teriak Narcissus dengan amat memikat, "manikurku!" Peri hutan biasanya gesit setidaknya peri-peri di Perkemahan Blasteran seperti itu tapi gerombolan yang ini dibebani poster, kaus, dan pernak-pernik NarcissusTM lainnya. Para peri hutan juga tidak pandai bekerja sama. Mereka saling tabrak, saling dorong, dan saling sikut. Echo memperparah keadaan dengan cara ikut berlari di antara mereka, menyandung dan menjegal sebanyak yang dia bisa. Kendati begitu, mereka kian lama kian dekat.
"Panggil Arion!" kata Leo terengah-engah. "Sudah!" ujar Hazel. Mereka lari ke pantai. Mereka tiba di tepi air dan bisa melihat Argo II, tapi tidak mungkin mereka bisa sampai ke sana. Jaraknya terlalu jauh untuk direnangi, sekali pun mereka tidak memboon-bopong perunggu. Leo membalikkan badan. Gerombolan peri tengah melewati gundukan kapur, dipimpin Narcissus, yang memegang
i busurnya seperti tongkat dirigen. Para peri hutan telah mendatangkan beragam senjata. Ada yang membawa batu. Ada yang membawa pentungan kayu berhiaskan bunga. Segelintir peri hutan malah membawa pistol air yang tampaknya tidak terlalu menakutkan-- tapi ekspresi di mata mereka memancarkan aura membunuh. "Aduh, gawat," gumam Leo sambil memunculkan api di tangannya yang bebas, "pertarungan frontal bukan keahlianku.' "Pegang perunggu langit ini." Hazel menghunuspedan "Berdiri di belakangku "Berdiri di belakangku!" ulang Echo. Si cewek kamuflase kini tengah berpacu mendahului gerombolan tersebut. Echo berhenti di depan Leo dan membalikkan badan, merentangkan lenan seakan bermaksud untuk melindunginya secara pribadi. "Echo"" Leo nyaris tak sanggup bicara karena tenggorokannya tercekat. "Kau peri hutan pemberani." "Peri hutan pemberani"" Nada suara Echo bertanya. "Aku bangga kau jadi bagian dari Tim Leo," katanya, "kalau kita selamat, kau sebaiknya melupakan Narcissus." "Melupakan Narcissus"" kata Echo tak yakin. "Kau terlalu bagus buatnya." Para peri hutan membentuk setengah lingkaran untuk mengepung mereka.
"Akal bulus!" kata Narcissus, "mereka tidak mencintaiku, Nona-nona ! Kita semua mencintaiku, bukan begitu""ya jerit cewek-cewek itu, kecuali satu peri linglung bergaun yang memekikkan, "Tim Leo!" Bunuh mereka!" perintah Narcissus. Peri-peri hutan merangsek maju, tapi pasir di depan mereka tiba tiba berhamburan. Arion melaju entah dari mana, mengitari gerombolan tersebut cepat sekali sehingga menciptakan badai menghujani para peri hutan dengan kapur putih, membuat kelilipan. "Aku suka kuda ini!" kata Leo. Para peri hutan ambruk, terbatuk-batuk dan sesak napas. narcissus tertatih membabi-buta, mengayunkan busurnya ke sana-sini seperti sedang mencoba memukul pinata. Hazel naik ke pelana, mengangkat perunggu langit, dan mengulurkan tangan kepada Leo. "Kita tak bisa tinggalkan Echo di sini!" ujar Leo. "Tinggalkan Echo di sini," ulang sang peri hutan. Echo tersenyum, dan untuk pertama kalinya Leo bisa melihat wajahnya dengan jelas. Dia benar-benar cantik. Matanya lebih biru daripada yang semula disadari Leo. Kok bisa-bisanya Leo melewatkan hal itu" "Kenapa"" tanya Leo, "masa kau masih merasa bisa menyelamatkan Narcissus ...." "Menyelamatkan Narcissus," kata Echo penuh percaya diri. Sekali pun kata-katanya hanya ulangan, Leo tahu cewek itu sungguh-sungguh. Dia telah diberi kesempatan kedua, dan dia bertekad memanfaatkannya demi menyelamatkan pemuda yang dia cintai sekali pun pemuda tersebut dungunya setengah, mati (meskipun dia memang sangat tampan).
Leo ingin protes, tapi Echo mencondongkan badan ke depan dan mengecup pipinya, kemudian mendorong Leo dengan lembut. "Leo, ayo!" panggil Hazel. Peri-peri lain mulai pulih. Para peri hutan tersebut mengusap kapur dari mata mereka, yang kini berkilau kehijauan karena marah. Leo mencari Echo lagi, tapi dia telah melebur ke tengah-tengah pemandangan. "Iya," kata Leo, tenggorokannya kering, "iya, oke." Dia naik ke belakang Hazel. Arion melesat menyeberangi air, para peri hutan berteriak-teriak di belakang mereka, sedangkan Narcissus memekikkan, "Kembalikan diriku! Kembalikan diriku!" Selagi Arion melaju ke Argo II, Leo teringat perkataan Nemesis mengenai Echo dan Narcissus: Barangkali mereka akan memberimu pelajaran. Leo kira maksud Nemesis adalah Narcissus, tapi sekarang dia bertanya-tanya apakah pelajaran sebenarnya adalah Echo tak kasat mata bagi rekan-rekannya, dikutuk mencintai seseorang yang tak peduli padanya. Roda ketujuh. Leo mencoba mengenyahkan pemikiran itu. Dia memegangi lembaran perunggu erat-erat bagaikan perisai. Leo bertekad takkan melupakan wajah Echo. Cewek itu layak dilihat dan diketahui kebaikannya oleh paling tidak satu orang. Leo memejamkan mata, tapi kenangan akan senyum Echo sudah memudar. []
BAB SEMBILAN PIPER PIPER TIDAK MAU MENGGUNAKAN PISAUNYA. Namun, selagi duduk di kabin Jason, menantinya bangun, Piper merasa kesepian dan tak berdaya. Wajah Jason amat pucat, seperti orang mati. Piper teringat bunyi mengerikan ketika bata itu menghantam dahi Jason ce
dera yang dideritanya semata-mata karena berusaha melindungi Piper dari orang-orang Romawi. Meskipun mereka sudah menyuapi Jason nektar dan ambrosia secara paksa, Piper tidak yakin apakah dia akan baik-baik saja ketika bangun nanti. Bagaimana kalau Jason kehilangan ingatan lagi tapi kali ini, ingatan mengenai Piper" Andai benar demikian, itu akan jadi muslihat terkeji yang pernah para dewa timpakan pada Piper. Padahal, mereka sudah pernah memainkan muslihat yang cukup kejam. Piper mendengar Gleeson Hedge di kamar sebelah, tengah menggumamkan lagu patriotik "Berkibarlah Benderaku,', barangkali" Karena TV satelit rusak, sang satir mungkin sedang duduk di kasurnya sambil membaca majalah Senjata Amunisi
edisi lama. Gleeson bukanlah pendamping yang payah, tapi dia jelas merupakan kambing tua paling agresif yang pernah Piper jumpai. Tentu saja Piper berterima kasih kepada sang satir. Gleeson telah membantu ayahnya, Tristan McLean sang aktor film, memulihkan diri setelah diculik raksasa musim dingin lalu. Beberapa minggu berselang, Pak Pelatih Hedge meminta pacarnya, Mellie, untuk menangani urusan rumah tangga keluarga McLean supaya dia bisa ikut membantu dalam misi ini. Pak Pelatih Hedge berusaha mengesankan bahwa kembalinya dia ke Perkernahan Blasteran adalah gagasannya sendiri, tapi Piper curiga ada udang di balik batu. Beberapa minggu terakhir ini, kapan pun Piper menelepon ke rumah, ayahnya dan Mellie menanyainya ada masalah apa. Mungkin suara Piper-lah yang mengungkapkan kepada mereka bahwa ada yang tidak beres. Piper tidak bisa menceritakan visinya. Hal-hal yang dia lihat terlalu menggelisahkan. Lagi pula, ayahnya telah meminum ramuan yang menghapus seluruh kenangannya mengenai raha, ia Piper sebagai demigod. Namun, ayahnya tetap saja bisa tahu ketika Piper sedang resah, dan Piper lumayan yakin bahwa ayahnya telah mendesak Pak Pelatih agar mengawasinya. Dia tidak boleh menghunus belati itu. Perasaannya hanya akan semakin tidak enak. Akhirnya godaan tidak tertahankan lagi. Piper mencabut Katoptris dari sarungnya. Katoptris tidak kelihatan istimewa, cuma belati segitiga yang gagangnya polos, tapi senjata tersebut dahulu adalah milik Helen dari Troya. Nama belati itu artinya "cermin Piper menatap bilah perunggu itu. Pada mulanya, Piper hanya melihat bayangannya. Kemudian, cahaya beriak di permukaan logam. Dia melihat demigod Romawi berkerumun di forum. Si pirang kerempeng, Octavian, sedang berbicara kepada massa
mengayun-ayunkan tinju. Piper tidak bisa mendengarnya, intinya jelas: Kita harus membunuh orang-orang Yunani itu! Reyna, sang praetor, berdiri di samping, wajahnya kaku karena menahan emosi. Rasa getir" Amarah" Piper tidak tahu pasti. Piper sebelumnya sudah siap membenci Reyna, tapi dia tak bisa. Saat jamuan di forum, Piper mengagumi cara Reyna mengendalikan perasaan. Reyna serta-merta menerka hubungan Piper dan Jason.sebagai putri Aphrodite, Piper tahu hal-hal semacam itu. Namun demikian, Reyna tetap bersikap sopan dan terkontrol. Dia mendahulukan kebutuhan perkemahannya alih-alih emosinya. dia memberikan kesempatan kepada bangsa Yunani sampai argo II mulai menghancurkan kota. Reyna hampir-hampir membuat Piper merasa bersalah karena sudah jadi pacar Jason, meskipun sentimen tersebut sesungguhnya konyol. Jason toh tidak pernah jadi pacar Reyna. Mungkin Reyna memang tidak jelek-jelek amat, tapi itu tak Jadi soal sekarang. Mereka sudah menggagalkan peluang damai. Kemampuan persuasi Piper, kali ini, sia-sia saja. Kekhawatirannya yang terdalam" Mungkin usahanya kurang. Piper tidak pernah ingin berteman dengan bangsa Romawi. Dia kelewat takut kehilangan Jason, kelewat takut Jason kembali ke kehidupan lamanya. Barangkali secara tak sadar Piper tidak mengerahkan kemampuan charmspeak-nya secara maksimal. Kini Jason terluka. Kapal nyaris hancur lebur. Dan menurut belatinya, si sinting pencekik boneka beruang, Octavian, sedang mengobarkan nafsu berperang bangsa Romawi. Adegan di belati berubah. Citra-citra silih berganti sedemikian epat, seperti yang sudah Piper saksikan sebelumnya, tapi dia tetap 'jika tidak paham: Jason y
ang menunggangi kuda ke medan tempur, matanya keemasan alih-alih biru; seorang wanita yang mengenakan
gaun pesta gaya lama, berdiri di taman tepi pantai yang ditumbuhl. pohon-pohon kelapa; banteng berwajah lelaki berjanggut, tengah keluar dari sungai; dan dua raksasa yang mengenakan toga kuning serasi, sedang menarik katrol untuk mengeluarkan jambangan perunggu besar dari sebuah lubang. Kemudian, muncullah visi paling menyeramkan: Piper melihat dirinya bersama Jason dan Percy, berdiri di dasar ruangan gelap bundar mirip sumur raksasa yang berisi air setinggi pinggang. Sosok-sosok halus bagai hantu bergerak di sana selagi air meninggi dengan cepat. Piper mencakar-cakar dinding, berusaha meloloskan diri, tapi tidak ada tempat untuk lari. Air sampai ke dada mereka. Jason ditarik ke bawah. Percy tersandung dan lenyap. Bagaimana mungkin putra Dewa Laut tenggelam" Piper tidak tahu, tapi dia menyaksikan dirinya dalam visi itu, seorang diri dan megap-megap dalam kegelapan, sampai air naik ke atas kepalanya. Piper memejamkan mata. Jangan tunjukkan aku visi itu lagi, pintanya. Tunjukkan padaku sesuatu yang bermanfaat. Dipaksanya dirinya untuk melihat bilah itu lagi. Kali ini, Piper melihat jalan tol kosong yang membelah ladang gandum dan bunga matahari. Marka jarak bertuliskan: TOPEKA 32. Di bahu jalan berdirilah seorang pria yang bercelana pendek safari dan berkaus ungu perkemahan. Wajah pria itu tak kelihatan karena tertutup bayang-bayang topi lebar, pinggirannya dihiasi sulur-sulur berdaun. Dia mengulurkan cawan perak dan melambai kepada Piper. Entah bagairnana, Piper tahu pria itu menawarkan semacam hadiah obat penyembuh atau penawar. "Hei," kata Jason serak. Piper terkejut sekali sampai-sampai dia rmenjatuhkan pisau. "Kau bangun!"
jangan kaget begitu." Jason menyentuh perbannya dan mengerutkan kening. "Apa apa yang terjadi" Aku ingat ada ledakan, dan " Kau ingat siapa aku" jason mencoba tertawa, tapi dia malah berjengit kesakitan. terakhir kali kucek, kau Piper, pacarku yang hebat. Kecuali ada yg berubah sejak aku pingsan"" Piper teramat lega sehingga dia hampir terisak-isak. Piper membantu Jason duduk dan memberinya nektar untuk diseruput selagi Piper menceritakan kabar terbaru. Piper baru saja menjelaskan ana Leo untuk memperbaiki kapal ketika terdengar bunyi kaki kuda yang menapaki geladak di atas mereka. Beberapa saat kemudian, Leo dan Hazel berhenti di ambang pintu sambil menggotong selembar besar perunggu tempa. "Demi dewa-dewi Olympus." Piper menatap Leo. "Kau kenapa"" Rambut Leo yang disibakkan ke belakang berlumur oli. Di Leningnya ada kacamata tukang las, di pipinya ada noda lipstik, sedangkan tato di lengannya serta kaus yang dikenakannya bertuliskan COWOK KEREN, JAGOAN, dan TIM LEO. "Ceritanya panjang," ujar Leo, "yang lain sudah kembali"" "Belum," kata Piper. Leo mengumpat. Kemudian, dia sadar bahwa Jason sudah duduk tegak, dan wajahnya kontan jadi cerah. "Hei, Bung! Untung kau sudah baikan. Aku ke ruang mesin dulu." Dia lari sambil membawa lembaran perunggu, meninggalkan Hazel di ambang pintu. Piper memandang Hazel sambil mengangkat alis. " `Tim Leo'"" "Kami bertemu Narcissus," kata Hazel, yang sebetulnya tidak menjelaskan apa-apa, "Nemesis juga, Dewi Pembalasan." Jason mendesah. "Aku melewatkan yang seru-seru."
Di geladak atas, sesuatu berbunyi BRUK, seolah-olah makhluk berat baru saja mendarat. Annabeth dan Percy lari menyusuri koridor. Percy menjinjing ember plastik lima galon yang mengepulkan asap dan berbau tak enak. Di rambut Annabeth ada zat hitam lengket. Baju Percy berlumuran zat itu. "Ter pelapis"" tebak Piper. Frank tertatih-tatih di belakang mereka, membuat koridor jadi lumayan sesak dengan demigod. Wajah Frank tercoreng lendir hitam. "Ketemu monster ter," kata Annabeth, "hei, Jason, syukurlah kau sudah terjaga. Hazel, mana Leo"" Hazel menunjuk ke bawah. "Ruang mesin." Mendadak seisi kapal miring ke kiri. Para demigod kehilangan keseimbangan. Percy nyaris menumpahkan ter dari ember. "Waduh, yang barusan itu apa"" tanya Percy. "Oh ...." Hazel kelihatan malu. "Kami barangkali sudah membuat marah
sebagian peri penghuni danau ini. Mungkin malah semuanya.
"Hebat." Percy mengoperkan ember berisi ter kepada Frank dan Annabeth. "Kalian bantu Leo. Akan kutahan roh-roh air itu selama yang kubisa." "Beres!" janji Frank. Mereka bertiga lari, meninggalkan Hazel di pintu kabin. Kapal doyong Iagi, dan Hazel pun mendekap perutnya seperti ingin muntah. "Aku mau ...." Dia menelan ludah, menunjuk ke ujung koridor dengan lemah, kemudian lari menjauh. Jason dan Piper tinggal di bawah selagi kapal tersebut terguncang bolak-balik. Untuk ukuran seorang pahlawan, Piper merasa tidak berguna. Ombak melanda lambung kapal sementara suara-suara marah terdengar dari atas dek Percy yang berteriak,
pak Pelatih Hedge yang membentak-bentak danau. Festus sang hiasan kapal mengembuskan api beberapa kali. Dari ujung koridor, terdengar suara Hazel yang mengerang penuh derita dalam kabinnya. Dalam ruang mesin di bawah, kedengarannya Leo serta yang lain sedang menggebukkan godam. Beberapa saat kemudian meskipun rasanya bagai berjam-jam mesin mulai berdengung. Dayung berkeriut serta mendecit, dan Piper merasakan kapal tersebut terangkat ke udara. Goyangan dan guncangan berhenti. Kapal jadi hening. Hanya dengung mesin yang terdengar. Akhirnya Leo keluar dari ruang mesin. Dia bersimbah peluh, serbuk kapur, dan ter. Kausnya tercabik-cabik seperti habis tersangkut di tangga berjalan. Tulisan LEO di dadanya kini hanya menyisakan LEO. Namun, dia menyeringai seperti orang gila dan mengumumkan bahwa mereka akan menempuh perjalanan dengan selamat. "Ketemu di mes, sejam lagi," kata Leo, "hari yang sinting, ya"'
Setelah semua orang bersih-bersih, Pak Pelatih Hedge ambil kemudi dan para demigod berkumpul di bawah untuk makan malam. Itulah kali pertama mereka semua duduk bersama cuma mereka bertujuh. Mungkin kehadiran mereka semestinya menenangkan Piper, tapi melihat mereka semua di satu tempat semata-mata mengingatkannya bahwa Ramalan Tujuh sudah dimulai. Tiada lagi-penantian sampai Leo merampungkan kapal. Tiada lagi hari-hari santai di Perkemahan Blasteran, berpura-pura bahwa masa depan masih jauh. Mereka sudah dalam perjalanan, dikejar-kejar sekawanan orang Romawi yang gusar dan menyongsong negeri kuno. Para raksasa sudah menunggu. Gaea tengah terbangun. Dan, kecuali mereka berhasil dalam misi ini, dunia akan binasa.
Yang lain pasti merasa begitu juga. Ketegangan di mes laksana badai listrik yang sedang merekah. Sebetulnya itu mungkin saja, mengingat kekuatan Percy dan Jason. Sekejap, suasana sempa canggung ketika kedua pemuda itu mencoba duduk di kursi yang sama, di kepala meja. Listrik praktis memercik dari tangan Jason. Setelah bertatapan sebentar, seolah keduanya sama-sama berpikir, Serius, nih", mereka menyilakan Annabeth duduk di sana dati menempati posisi yang berseberangan di balik meja. Kru tersebut bertukar cerita mengenai kejadian yang mereka alami di Salt Lake City, tapi kisah lucu Leo tentang caranya menipu Narcissus tidak cukup untuk mencerahkan suasana hati kelompok tersebut. "Jadi, sekarang kita mau ke mana"" Leo bertanya dengan mulut penuh piza. "Aku memperbaiki kapal cepat-cepat untuk mengeluarkan kita dari danau, tapi masih banyak kerusakan. Kita masih harus turun lagi dan memperbaiki semuanya sebelum menyeberangi Samudra Atlantik." Percy sedang makan seiris pai, yang entah kenapa keseluruh-annya berwarna biru isiannya, kulitnya, bahkan krim kocoknya. "Kita harus pergi sejauh mungkin dari Perkemahan Jupiter," katanya, "Frank melihat beberapa ekor elang di atas Salt Lake City. Kami duga orang-orang Romawi tidak jauh di belakang kita." Kabar itu tidak membangkitkan semangat di sekeliling meja. Piper tidak ingin mengucapkan apa-apa, tapi dia merasa harus dan agak bersalah. "Tidakkah sebaiknya kita kembali dan mencoba membujuk bangsa Romawi" Mungkin mungkin tadi aku kurang mengerahkan usaha dalam menggunakan charmspeak." Jason menggamit tangannya. "Bukan salahmu, Pipes. Atau Leo," imbuhnya cepat-cepat, "apa pun yang terjadi, Gaea-lah biang keladinya. Dialah yang memecah belah kedua perkemahan."
piper berterima kasih atas dukungan Jason, tap
i dia masih tidak enak. "Mungkin kalau kita bisa menjelaskanmeskipun " tanpa bukti"" tanya Annabeth, "dan sementara kita sendiri tdak tahu apa yang sesungguhnya terjadi" Aku mengapresiasi usulanmu, Piper. Aku tidak ingin bangsa Romawi berprasangka buruk terhadap kita, tapi sampai kita memahami apa rencana kembali ke Perkemahan Jupiter sama saja dengan bunuh "Dia benar," kata Hazel. Dia masih kelihatan agak mual karena mabuk laut, tapi dia mencoba makan beberapa potong biskuit asin. Pinggiran piring Hazel dihiasi mirah delima, dan Piper tidak yakin apakah batu-batu berharga tersebut sudah di sana sejak awal. reyna mungkin mau mendengarkan, tapi Octavian tidak akan. bangsaRomawi menjunjung tinggi kehormatan. Mereka telah diserang . Mereka akan menembak dulu sebelum bertanya posthac." Piper menatap makan malamnya. Piring ajaib dapat me-nunculkan beraneka jenis hidangan vegetarian. Dia suka sekali rillesadilla isi alpukat dan merica panggang, tapi malam ini dia t idak berselera makan. Piper memikirkan visi yang dia lihat di pisaunya: Jason yang bermata keemasan; banteng berkepala manusia; dua raksasa bertoga kuning yang menghela jambangan perunggu dari lubang. Yang terburuk, dia ingat tenggelam di air hitam. Piper suka air dari dulu. Dia punya kenangan indah tentang kegiatan berselancar bersama ayahnya. Namun, sejak melihat visi itu di Katoptris, Piper jadi semakin sering memikirkan dongeng lama Cherokee yang dahulu acap kali diceritakan kakek Piper supaya sang cucu jauh-jauh dari sungai dekat kabinnya. Kakek Piper bercerita bahwa suku Cherokee meyakini adanya roh air baik, seperti naiad dalam legenda Yunani; tapi mereka juga
meyakini adanya roh air jahat, kanibal air, yang memburu manusia fana menggunakan panah tak kasat mata dan terutama gemar menenggelamkan anak kecil. "Kalian benar." Piper memutuskan. "Kita harus terus. Bukan cuma karena bangsa Romawi. Kita harus bergegas." Hazel mengangguk. "Nemesis bilang waktu kita tinggal enam hari lagi sampai Nico meninggal dan Roma binasa." Jason mengerutkan kening. "Maksudmu Roma yang asli, bukan Roma Baru"" "Kurasa begitu," kata Hazel, "tetapi jika benar demikian, waktu yang tersisa tidak banyak." "Kok enam hari"" Percy bertanya-tanya. "Memangnya mereka hendak menghancurkan Roma dengan cara apa"" Tidak ada yang menjawab. Piper tidak ingin menambah berita buruk lagi, tapi dia merasa harus. "Ada lagi," katanya, "aku melihat sesuatu di pisauku." Anak berbadan besar, Frank, mematung. Garpu yang dililiti spageti membeku setengah jalan menuju mulutnya. "Sesuatu seperti ..."" "Yang kulihat tidak masuk akal," kata Piper, "cuma citra-citra yang campur baur, tapi aku melihat dua raksasa yang berpakaian serupa. Mungkin kembar." Annabeth menatap siaran langsung magis dari Perkemahan Blasteran di dinding. Saat ini tampak gambar dari ruang tengah Rumah Besar: api yang nyaman di perapian dan Seymour, kepala macan tutul, sedang mendengkur nyenyak di atas rak perapian. "Kembar, seperti dalam ramalan Ella," kata Annabeth, "kalau kita bisa menerka makna larik-larik itu, mungkin bisa bermanfaat." "`Putri sang Bijak berjalan sendiri,"' kata Percy, "Tanda Athena terbakar di sepanjang Roma.' Annabeth, pasti maksudnya kau. Juno memberitahuku ya, dia bilang ada tugas berat yang
menantimu di Roma. Dia bilang dia ragu kau bisa melakukannya. tapi aku tahu dia keliru." Annabeth menghela napas panjang. "Reyna hendak memberitahukan sesuatu padaku tepat sebelum kapal menembaki kita. dia bilang ada legenda lama yang turun-temurun di antara para preator Romawi sesuatu yang ada hubungannya dengan Athena. Katanya, mungkin itulah sebabnya bangsa Yunani dan Romawi tiidak pernah bisa akur.'
Leo dan Hazel bertukar pandang cemas. " "Nemesis menyinggung-nyinggung sesuatu yangseperti itu, " kata Leo, "menyamakan kedudukan, begitu katanya "Satu hal yang mungkin bisa menyelaraskan kedua fitrah , dewa-dewi." Hazel mengingat-ingat. "`Dendam lama yang akhirnya ditebus." Percy menggambar wajah cemberut di krim kocok birunya. Aku baru jadi praetor kira-kira dua jam. Jason, kau pernah mendengar legenda semacam itu"" Jason masi
h memegangi tangan Piper. Jari-jarinYa jadi be rkeringat. "Aku ... eh, aku tidak yakin," katanya, "biar kupikir-pikir dulu." Percy memicingkan mata. "Kau tidak yakin"" Jason tidak menjawab. Piper ingin menanyai Jason apa kiranya yang tidak beres. Piper tahu Jason tidak mau membahas legenda kuno itu. Piper menangkap pandangan mata Jason, dan pemuda itu memohon tanpa suara, Nanti saja. Hazel memecah kesunyian. "Bagaimana dengn larik-lariktentang lain"" Dia memutar piringnya yang bertabur rilirah delima. . "` Kembar bendung napas sang malaikat, pemegang kunci maut itan abadi.'"
"` Tulang raksasa tegak kemilau dan pucat,"' imbuh Frank, "`dimenangkan dengan rasa sakit dari penjara yang ditenun."' "` Tulang raksasa,"' kata Leo, "Apa pun itu, tulang raksasa pastinya bagus buat kita, kan" Barangkali itulah yang harus kita cari. Kalau gangguan jiwa para dewa bisa pulih karenanya, bagus. Percy mengangguk. "Kita tak bisa membunuh raksasa tanpa bantuan dewa." Jason menoleh kepada Frank dan Hazel. "Kukira kalian membunuh raksasa di Alaska tanpa bantuan dewa, cuma kalian berdua." "Alcyoneus adalah kasus istimewa," kata Frank, "dia hanya kekal di wilayah tempatnya dilahirkan kembali Alaska. Tetapi tidak di Kanada. Kuharap aku bisa membunuh semua raksasa dengan cara menyeret mereka menyeberangi perbatasan dari Alaska ke Kanada, tapi ...." Dia mengangkat bahu. "Percy benar, kita membutuhkan para dewa." Piper menatap dinding. Dia sungguh berharap Leo tidak memantrai dinding sehingga memunculkan gambar Perkemahan Blasteran. Rasanya seperti ada pintu ke rumah yang tidak bisa dia lewati. Piper menyaksikan tungku Hestia menyala di tengah-tengah halaman sementara lampu-lampu kabin dipadamkan menjelang jam malam. Dia bertanya-tanya bagaimana para demigod Romawi, Frank dan Hazel, menyikapi gambar-gambar itu. Mereka tak pernah ke Perkemahan Blasteran. Apakah tempat itu tampak asing bagi mereka, ataukah mereka merasa tidak adil bahwa Perkemahan Jupiter tidak diwakili" Apakah mereka jadi merindukan rurnah mereka sendiri" Larik-larik ramalan berputar-putar di kepala Piper. Apa itu penjara yang ditenun" Bagaimana bisa kembar membendung napas
sang malaikat" Kunci maut nan abadi kedengarannya juga tidak terlalu positif. "Jadi, ...." Leo mendorong kursinya menjauhi meja. "Kita bereskan yang bisa dibereskan dulu, kurasa. Kita harus berhenti besok pagi untuk menyelesaikan perbaikan." "Di dekat kota." Annabeth menyarankan. "Kalau-kalau kita butuh perbekalan. Tetapi yang letaknya jauh, supaya bangsa Romawi kesulitan menemukan kita. Ada ide"" Tidak ada yang bicara. Piper teringat visinya di pisau: pria aneh berbaju ungu, mengulurkan cawan dan melambai kepadanya peria itu berdiri di marka bertuliskan TOPEKA 32. "Kalau begitu." Piper angkat bicara. "Bagaimana dengan Kansas""[]
BAB SEPULUH PIPER PIPER SULIT JATUH TERTIDUR. Pak Pelatih Hedge menghabiskan sejam pertama sesudah jam malam untuk berpatroli, berjalan mondar-mandir di koridor sambil berteriak, "Padamkan lampu! Kalau kalian coba-coba menyelinap keluar, kuhajar kalian sampai melayang ke Long Island." Dia menggedor-gedorkan pemukul bisbol ke pintu kabin kapan pun dia mendengar suara, meneriaki semua orang supaya tidur. Tidur pun justru mustahil. Piper menduga sang satir tidak pernah sesenang ini sejak dia pura-pura jadi guru olahraga di Sekolah Alam Liar. Piper menatap kasau perunggu di langit-langit. Kabinnya lumayan nyaman. Leo telah memprogram kamar mereka untuk menyesuaikan suhu secara otomatis sesuai preferensi penghuninya. Jadi, hawanya tidak pernah terlalu panas atau dingin. Kasur dan bantal diisi bulu pegasus (tidak ada pegasus yang disakiti dalam proses pembuatan produk tersebut, Leo meyakinkan Piper). Jadi, rasanya empuk sekali. Lentera perunggu bergantung di langit-langit, memendarkan cahaya seterang yang Piper inginkan. Sisi-sisi
lentera dibolongi. Jadi, pada malam hari ada konstelasi yangberkelap kelip di dinding kabin. Benak Piper dipenuhi begitu banyak hal sampai-sampai mengira takkan mungkin tertidur. Akan tetapi, guncangan kapal dan dengung dayung udara yang membelah langit terasa
menangkan. Alchirnya kelopak mata Piper jadi berat, dan dia pun tertidur. sepertinya baru beberapa detik berlalu ketika dia dibangunkan bel sarapan. Hei, Piper!" Leo mengetuk pintu kabinnya. "Kita mau mendarat!"
"Mendarat"" Piper duduk tegak sambil linglung. Leo membuka pintu dan menyembulkan kepala. Dia tupi mata dengan tangan, yang sebenarnya sopan jika saja .dia tidak mengintip lewat jari-jarinya. "Kau pakai baju"" "Leo!" "Sori." Leo nyengir. "Hei, piama Power Ranger yang bagus." "Ini bukan Power Ranger! Ini elang Cherokee!" "Iya deh, terserah. Omong-omong, kita mendarat beberapa mil di luar Topeka, sebagaimana yang kau minta. Dan, ...." Leo Iirik ke lorong, kemudian mencondongkan badan ke dalam lagi "Makasih kau tidak membenciku, karena sudah menembaki orang-orang Romawi kemarin."
Piper menggosok-gosok matanya. Jamuan di Roma Baru itu kemarin" "Tidak apa-apa, Leo. Kau tidak pegang kendali dirimu sendiri." 0h "Iya, tapi tetap saja kau tidak perlu membelaku."
"Apa kau bercanda" Kau seperti saudara laki-laki menyebalkan vang tak pernah kumiliki. Tentu saja aku akan membelamu." "Eh, makasih"" Dari atas, Pak Pelatih Hedge berteriak, "Itu dia! Kansas, ahoy!"
"Demi Hephaestus," gumam Leo, "dia masih perlu belajar bahasa kapal. Aku sebaiknya naik ke geladak." Pada saat Piper sudah mandi, ganti pakaian, dan mengambil wafel dari mes, dia bisa mendengar komponen pendaratan kapal dikeluarkan. Piper naik ke geladak dan bergabung dengan yang lain sementara Argo II berlabuh di tengah-tengah ladang bunga matahari. Dayung terlipat. Titian terjulur sendiri. Udara pagi beraroma irigasi, tanaman hangat, dan tanah yang dipupuk. Bukan aroma yang tidak sedap. Piper jadi teringat rumah Kakek Tom di Tahlequah, Oldahoma, di penampungan. Percy-lah yang pertama menyadari kehadiran Piper. Dia menyapa dengan senyuman, yang entah kenapa mengejutkan Piper. Percy mengenakan celana jin belel dan kaus jingga Perkemahan Blasteran baru, seolah-olah dia tidak pernah meninggalkan pihak Yunani. Pakaian baru itu barangkali membantu membangkitkan semangatnya apalagi Percy juga berdiri di depan langkan sambil merangkul Annabeth. Piper senang melihat mata Annabeth berbinar-binar, sebab Piper tidak pernah memiliki teman yang lebih baik. Selama berbulan-bulan, Annabeth menyiksa dirinya sendiri, menghabiskan seluruh waktunya selain waktu tidur untuk mencari Percy. Kini, kendati mereka tengah menghadapi misi berbahaya, setidaknya pacar Annabeth sudah kembali. "Nah!" Annabeth menyambar wafel dari tangan Piper dan menggigitnya, tapi hal itu tak membuat Piper sebal. Di perkemahan, mereka sering kali merebut makanan satu sama lain, untuk bercanda. "Kita sudah di sini. Rencananya apa"" "Aku mau ke jalan tol," kata Piper, "mencari marka yang bertuliskan Topeka 32." Leo memutar pengendali Wii-nya, dan layar pun terlipat. "Kita seharusnya sudah tidak jauh dari sana," katanya, "Festus
Dan aku mengkalkulasi posisi pendaratan sedekat mungkin. kau berharap bakal menemukan apa di marka jarak"" menjelaskan adegan yang dia lihat di pisau pria berbaju ,,, yang membawa cawan. Walau begitu, dia tutup mulut adegan-adegan yang lain, seperti visi mengenai Percy, dan dirinya yang tenggelam. Lagi pula, Piper tidak yakin maknanya dan semua orang sepertinya lebih bersemangat sehingga Piper tidak mau merusak suasana hati mereka.
"Baju ungu"" tanya Jason, "sulur di topi" Kedengarannya i Bacchus." "Dionysus," gumam Percy, "kalau kita datang jauh-jauh ke Kansas cuma untuk bertemu Pak D " " Bacchus tidak jelek-jelek amat," kata Jason, "walaupun aku tidak terlalu menyukai para pengikutnya ...." Piper bergidik. Jason, Leo, dan dirinya berjumpa para maenad beberapa bulan lalu dan hampir mati dicabik-cabik. "Tetapi dewa itu sendiri, sih, oke," lanjut Jason, "aku pernah membantunya suatu kali di Sonoma." Percy kelihatan mual. "Terserah deh, Bung. Mungkin versi romawinya lebih baik. Tetapi kenapa dia berkeliaran di Kansas" Zeus memerintahkan para dewa untuk memutus semua untak dengan manusia fana"" Frank mendengus. Pemuda besar itu mengenakan baju ming biru pagi ini, seakan sudah siap untuk
lari pagi di tengah-tengah bunga matahari.
" Dewa-dewi tidak menaati perintah itu," komentar Frank,
pula, jika para dewa memang sedang terganggu jiwanya seperti kata Hazel " "Dan kata Leo," imbuh Leo. Frank merengut kepadanya. "Kalau benar begitu, siapa yang tahu bagaimana kondisi bangsa Olympia" Gawat, bisa-bisa."
"Kedengarannya berbahaya!" Leo menyepakati dengan riang, "Nah, selamat bersenang-senang deh. Aku harus menyelesaikan perbaikan lambung kapal. Pak Pelatih Hedge akan memperbaiki busur yang patah. Dan, Annabeth aku butuh bantuanmu. Kaulah satu-satunya orang selain aku yang paham tetek-bengek permesinan. Sedikit." Annabeth menatap Percy dengan ekspresi minta maaf. "Dia benar. Aku sebaiknya tetap di sini dan membantu." "Aku pasti kembali." Percy mengecup pipi Annabeth. "Janji." Interaksi mereka rileks sekali sampai-sampai hati Piper jadi pedih. Jason orang yang luar biasa, tentu saja. Namun, kadang-kadang sikapnya berjarak, seperti semalam, ketika dia enggan membicarakan legenda lama Romawi itu. Sering kali Jason tampaknya memikirkan kehidupan lamanya di Perkemahan Jupiter. Piper bertanya-tanya apakah dia bakal bisa merobohkan pembatas itu. Kunjungan ke Perkemahan Jupiter, melihat Reyna secara langsung, tidaklah membantu. Begitu pula fakta bahwa Jason memilih memakai baju ungu hari ini warna bangsa Romawi. Frank menurunkan busur dari pundaknya dan menyandarkan senjata tersebut ke langkan. "Kurasa aku sebaiknya berubah jadi gagak atau semacamnya dan terbang berkeliling, mengawasi kalau-kalau ada elang Romawi." "Kenapa gagak"" tanya Leo, "Bung, kalau kau bisa berubah jadi naga, kenapa kau tidak jadi naga saja tiap kali berubah wujud" Itu, kan, yang paling keren." Wajah Frank jadi ungu. "Itu sama saja seperti menanyakan apa sebabnya kita tidak mengangkat barbel paling berat tiap kali latihan angkat beban. Karena itu susah, dan bisa menimbulkan cedera. Berubah jadi naga tidaklah mudah."
oh." Leo mengangguk. "Aku tidak tahu. Aku tidak pernah ngkat beban." ya"! Nah, mungkin sebaiknya kau mempertimbangkan, dasar " hazel menengahi mereka. "Akan kubantu kau, Frank," katanya sambil melemparkan galak kepada Leo, "aku akan memanggil Arion dan mengintai di bawah." "Baiklah," kata Frank, masih memelototi Leo, "iya, makasih." Piper bertanya-tanya ada apa dengan mereka bertiga. Cowok-, owok pamer di depan Hazel dan saling memprovokasi itu, dia paham. Namun, kesannya seolah Hazel dan Leo punya hubungan di masa lalu. Sejauh yang Piper ketahui, kemarin baru pertama kali bertemu. Dia bertanya-tanya apakah jadi peristiwa lain selagi mereka berkunjung ke Great Salt yang tidak mereka singgung-singgung. Hazel menoleh kepada Percy. "Hati-hati saja ketika kalian ke sana. Ada banyak ladang, banyak tanaman pangan. Bisa-bisa la karpoi berkeliaran." "Karpoi"" tanya Piper. "Roh biji-bijian," ujar Hazel, "kalian takkan mau berjumpa wreka." Piper tidak mengerti bagaimana mungkin roh biji-bijian bisa seburuk itu, tapi nada suara Hazel meyakinkannya untuk ak bertanya. "Artinya kami bertiga yang harus mengecek marka jarak," kata Percy, "aku, Jason, Piper. Aku tidak menanti-nantikan pertemuan dengan Pak D lagi. Laki-laki itu menyebalkan. Tetapi, Jason, kalau kau punya hubungan baik dengannya "
"Ya," kata Jason, "kalau kita menemukannya, biar aku yang bicara padanya. Piper, kau yang mendapat visi. Seharusnya kaulah yang memimpin." Piper bergidik. Dia telah menyaksikan mereka bertiga teng-gelam di sumur gelap. Apakah kejadiannya di Kansas" Sepertinya, bukan, tapi Piper tidak yakin. "Tentu saja," ujar Piper, berusaha terkesan antusias, "ayo, kita cari jalan tol."
Leo bilang mereka sudah dekat. "Dekat" menurut Leo perlu di-ralat. Setelah tersaruk-saruk selama hampir satu kilometer di ladang panas, digigit nyamuk, dan kena tampar bunga matahari yang membuat gatal, mereka akhirnya tiba di jalan. Baliho lama Bensin & Resto Bubba mengindikasikan bahwa pintu tol pertama masih empat puluh mil lagi. "Koreksi perhitunganku," kata Percy, "tetapi bukankah artinya kita masih harus berjalan kaki sekitar dua belas kilometer"" Jason menoleh ke kanan-kiri jalan
an iengang sambil memicingkan mata. Dia kelihatan baikan hari ini, berkat manfaat penyembuh ambrosia dan nektar. Rona wajahnya sudah pulih seperti sediakala, sedangkan bekas luka di dahinya hampir hilang. Gladius baru pemberian Hera musim dingin lalu tersandang di sabuknya. Kebanyakan cowok bakal tampak canggung jika harus mondar-mandir sambil menyandang sarung pedang di sabuk, tapi tampilan macam itu kelihatan alami bagi Jason. "Tidak ada mobil ...," kata Jason, "tetapi kutebak kita toh tidak mau menumpang."
"Memang tidak." Piper menyepakati sambil menengok kanan-kiri jalan raya dengan gugup. "Kita sudah menghabiskan terlalu banyak waktu di darat. Bumi adalah teritori Gaea." "Hmm ...." Jason menjentikkan jari. "Aku bisa memanggil teman untuk minta tumpangan." Percy mengangkat alis. "Oh, ya" Aku juga. Mari kita lihat teman siapa yang sampai lebih dulu." Jason bersiul. Piper tahu apa yang dia lakukan, tapi Jason baru berhasil memanggil Topan tiga kali sejak mereka bertemu roh badai itu di Rumah Serigala musim dingin lalu. Hari ini, langit amat cerah sehingga Piper skeptis panggilan Jason bakal ditanggapi. Percy memejamkan mata dan berkonsentrasi. Piper belum pernah mengamati Percy dari dekat sebelumnya. Setelah banyak sekali mendengar ini-itu tentang Percy jackson di perkemahan Blasteran, Piper merasa pemuda itu tampak ya, tidak mengesankan, terutama di samping Jason. Percy lebih ramping, kira-kira dua sentimeter lebih pendek, sedangkan rambutnya agak lebih panjang serta berwarna lebih gelap. Percy bukan tipe Piper. Andaikan Piper melihat Percy di pusat perbelanjaan entah di mana, dia barangkali bakal mengira bahwa Percy adalah maniak skateboard berantakan, tapi cakep, agak liar, kentara sekali biang onar. Piper pasti akan menjauh. Dia sudah cukup banyak mendapat masalah dalam hidupnya. Namun, dia bisa paham apa sebabnya Annabeth menyukai Percy dan dia jelas-jelas memahami apa sebabnya Percy membutuhkan Annabeth dalam hidupnya. Kalau ada yang bisa mengendalikan cowok macam itu, Annabeth-lah orangnya. Guntur menggelegar di langit biru. Jason tersenyum. "Sebentar lagi."
"Telat." Percy menunjuk ke timur. Di sana, sosok hitam bersayap tengah berpusing ke arah mereka. Pada mulanya, Piper kira itu adalah Frank dalam wujud gagak. Kemudian, Piper sadar bahwa sosok itu terlalu besar untuk seekor burung. "Pegasus hitam"" ujar Piper, "aku tidak pernah melihat yang seperti itu." Kuda bersayap itu mendarat. Si pegasus berderap menghampiri Percy dan menyundul wajahnya, lalu memalingkan kepala penuh tanya ke arah Piper dan Jason. "Blackjack," kata Percy, "ini Piper dan Jason. Mereka temanku." Si kuda meringkik. "Eh, mungkin nanti," jawab Percy. Piper pernah dengar bahwa Percy bisa bicara dengan kuda, sebab dia adalah anak Poseidon, yang merupakan penguasa kuda, tapi Piper belum pernah melihatnya beraksi. "Apa yang diinginkan Blackjack"" tanya Piper. "Donat," kata Percy, "selalu saja donat. Dia bisa membawa kita bertiga kalau " Tiba-tiba udara jadi dingin. Telinga Piper serasa meletup. Kira-kira lima puluh meter dari sana, angin puting beliung mini setinggi bangunan tiga lantai membelah puncak bunga-bunga matahari bagaikan adegan dari film The Wizard of Oz. Pusaran angin menyentuh jalan di samping Jason dan mewujud jadi seekor kuda hewan sehalus kabut yang sekujur tubuhnya memancarkan sambaran petir. "Topan," kata jason sambil nyengir lebar, "lama tidak bertemu, Kawan." Roh badai tersebut mendompak dan meringkik. Blackjack mundur dengan gelisah.
"Tenang, Nak," kata Percy, "dia juga teman." Percy melem-parkan ekspresi terkesan kepada Jason. "Tunggangan yang bagus, Grace." Jason mengangkat bahu. "Aku berkenalan dengannya sewaktu kami bertarung di Rumah Serigala. Dia roh bebas, tapi sesekali dia bersedia membantuku." Percy dan Jason menaiki kuda masing-masing. Piper tidak pernah merasa nyaman menunggangi Topan. Berkendara dengan kecepatan penuh di punggung makhluk yang dapat menguap dalam sekejap membuat Piper agak resah. Namun demikian, dia menerima uluran tangan Jason dan naik. Topan melaju di jalan, sedangkan Blackjack membubung di at
as. Untungnya, mereka tidak berpapasan dengan mobil, sebab mereka bisa-bisa menimbulkan kecelakaan. Dalam waktu singkat, mereka sudah tiba di marka penanda jarak 32 mil. Marka tersebut persis sekali seperti yang Piper saksikan dalam visinya. Blackjack mendarat. Kedua kuda menggaruki aspal. Tak satu pun kelihatan senang karena harus berhenti mendadak, tepat ketika mereka sedang enak-enaknya melaju. Blackjack meringkik. "Kau benar," kata Percy, "tidak ada tanda-tanda keheradaan si pria anggur." "Maaf"" kata sebuah suara dari ladang. Topan berputar cepat sekali sampai-sampai Piper nyaris jatuh. Tanaman gandum terkuak, dan pria yang Piper lihat di visinya melangkah ke jarak pandang. Dia mengenakan topi bertepi lebar yang dihiasi sulur anggur, kaus ungu berlengan pendek, celana pendek safari, sandal gunung, dan kaus kaki putih. Dia terlihat seperti pria tiga puluh tahunan, sedangkan perutnya agak buncit, seperti mahasiswa pemalas yang belum sadar bahwa masa kuliah sudah usai.
"Apa ada yang baru memanggilku pria anggur"" tanyany dengan nada malas, "asal tahu saja, ya, namaku Bacchus. Bisa juga dipanggil Pak Bacchus. Atati Dewa Bacchus. Atau, kadang-kadang Demi-Dewa-Dewi-Tolong-Jangan-Bunuh-Aku, Dewa Bacchus.' Percy mendesak Blackjack agar maju, meskipun sang pegasu. tampaknya tidak senang disuruh begitu. "Anda kelihatan lain," kata Percy kepada sang dewa, "lebil kurus. Rambut Anda lebih panjang. Dan pakaian Anda tidak terlalu meriah." Dewa Anggur memandangi Percy sambil memicingkan mata "Apa pula yang kau bicarakan" Siapa kau, dan mana Ceres"" "Eh, maksud Anda meises yang buat roti"" "Kurasa maksudnya Dewi Pertanian," kata Jason, "Ceres Kalian memanggilnya Demeter." Dia menggangguk hormat kepada sang dewa. "Dewa Bacchus, apa Anda ingat saya" Saya membantu Anda menyelamatkan macan tutul yang hilang di Sonoma." Bacchus menggaruki dagunya yang ditumbuhi janggu pendek. "Ah, ya. John Green." "Jason Grace." "Sesukamulah," kata sang dewa, "kalau begitu, apakah Ceres mengutusmu"" "Tidak, Dewa Bacchus," kata Jason, "apa Anda hendak me nemui beliau di sini"" Sang dewa mendengus. "Ya, aku tidak datang ke Kansas untuk berpesta, Nak. Ceres memintaku datang ke sini untuk rapat dewan perang. Gara-gara bangkitnya Gaea, tanaman pangan jadi layu. Kekeringan menyebar. Karpoi memberontak. Bahkan anggurku tidak selamat. Ceres ingin kami bersatu dalam menghadapi perang tumbuhan." "Perang tumbuhan," kata Percy, "Anda akan mempersenjatai anggur-anggur kecil dengan senapan-senapan mungii""
Sang dewa menyipitkan mata. "Pernahkah kita bertemu"" "Di Perkemahan Blasteran," kata Percy, "saya mengenal Anda sebagai Pak D Dionysus.' "Ah!" Bacchus berjengit dan menekankan tangan ke pelipis. Sekejap, sosoknya berdenyar. Piper melihat orang yang berbeda---. lebih gendut, lebih acak-acakan, mengenakan kemeja bermotif macan tutul yang lebih meriah. Kemudian, Bacchus kembali jadi Bacchus. "Hentikan!" tuntutnya, "jangan pikirkan aku dalam wujud Yunani!" Percy berkedip. "Eh, tapi " "Apa kau tahu seberapa sulit untuk tetap fokus" Pusing tujuh keliling terus-terusan! Aku tak pernah tahu apa yang sedang kulakukan atau hendak ke mana aku pergi! Kesal tiada habis-abisnya!" "Kedengarannya seperti Anda yang biasanya," kata Percy. Lubang hidung sang dewa kembang kempis. Selembar daun anggur di topinya terbakar. "Jika kita saling kenal di perkemahan yang satu lagi itu, aneh aku belum mengubahmu jadi lumba-lumba." "Wacana itu pernah dibahas." Percy meyakinkannya. "Saya pikir Anda terlalu malas untuk melakukannya." Piper menonton dengan takjub bercampur ngeri, layaknya menonton mobil yang hendak bertabrakan. Kini dia menyadari bahwa Percy tidak memperbaiki keadaan, dan di sana tidak ada Annabeth yang bisa mengekangnya. Piper menduga temannya tak bakal memaafkannya jika Percy kembali dalam wujud mamalia laut. "Dewa Bacchus!" Piper menginterupsi sambil turun dari punggung Topan. "Piper, hati-hati," kata Jason.
Piper melemparkan tatapan penuh peringatan kepada Jason: Biar kutangani. "Maaf sudah merepotkan Anda, wahai Dewa," katanya kepada dewa tersebut, "tetapi sesungguhnya ka
mi datang ke sini untuk meminta nasihat Anda. Tolong, kami memerlukan kebijaksanaan Anda." Piper menggunakan nada bicaranya yang paling santun, mencurahkan rasa hormat ke dalam charmspeak-nya. Sang dewa mengerutkan kening, tapi pendar ungu di matanya meredup. "Kau pintar bicara, Non. Nasihat, ya" Baiklah. Hindari karaoke. Kemudian, pesta tematik sudah ketinggalan zaman. Di masa krisis seperti sekarang, orang-orang mencari acara yang sederhana dan tidak mencolok, dengan kudapan organik produksi lokal " "Bukan tentang pesta," potong Piper, "meskipun nasihat tersebut amatlah bermanfaat, Dewa Bacchus. Kami harap Anda dapat membantu misi kami." Piper bercerita panjang-lebar tentang Argo II dan perjalanan mereka untuk menghentikan para raksasa yang hendak mem-bangunkan Gaea. Diberitahukannya perkataan Nemesis: enam hari lagi, Roma akan binasa. Piper memaparkan visi yang tercermin di pisaunya, yaitu Bacchus yang mengulurkan cawan perak. "Cawan perak"" Sang dewa kedengarannya tidak terlalu antusias. Bacchus menyambar Diet Pepsi dari udara kosong dan membuka kalengnya. "Anda biasanya minum Diet Coke," kata Percy. "Aku tidak tahu apa maksudmu," bentak Bacchus, "terkait cawan itu, Nona Muda, aku tidak punya minuman apa-apa untukmu, kecuali kalau kau ingin Pepsi. Jupiter tegas melarangku memberi minuman anggur kepada anak di bawah umur. Merepotkan saja, tapi mau bagaimana lagi. Terkait para raksasa,
Jingga Dan Senja 4 Kisah Si Rase Terbang Karya Chin Yung Pertempuran Terakhir 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama