Ceritasilat Novel Online

Misteri Hantu Hijau 1

Trio Detektif 04 Misteri Hantu Hijau Bagian 1


ALFRED HITCHCOCK TRIO DETEKTIF MISTERI HANTU HIJAU Download Ebook Jar lainnya Di
http://inzomnia.wapka.mobi
http://mobiku.tk Penerbit PT Gramedia Pustaka Gtama
Jakarta, 1991 "THE MYSTERI OF THE GREEN GHOST'
Text by Robert Arthur Copyright " 1965 by Random House, Inc,
This translation published by arrangement with Random House, Inc.
All rights reserved "MISTERI HANTU HIJAU"
Alihbahasa: Agus Setiadi GM 82.003 Hak cipta terjemahan Indonesia
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
Disain sampul oleh Sofnir Ali
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Gramedia, Jakarta 1982
Anggota IKAPI Cetakan pertama: Mei 1982
Cetakan kedua: Oktober 1982
Cetakan ketiga: September 1983
Cetakan keempat Oktober 1991
Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia Jakarta
Isi diluar tanggung jawab Percetakan
3 Pendahuluan Sekaligus Peringatan! Saya bukan hendak menakut-nakuti. Tapi saya
merasa berkewajiban memberi tahu, dalam buku
ini nanti ada hantu. Hantu Hijau sesuai dengan judul buku ini.
Kecuali itu akan ada pula seuntai kalung mutiara
aneh. Begitu pula seekor anjing. Anjing itu sama
sekali tak ada peranannya dalam kisah ini, karena
ia tidak berbuat apa-apa. Atau, mungkin ada juga
peranannya" Soalnya, tidak berbuat apa-apa bisa
saja sama penting artinya dengan berbuat sesuatu.
Ini ada gunanya untuk dipikirkan!
Sebetulnya di sini saya bisa saja menuturkan
segala kejadian aneh, petualangan dan situasi
tegang yang ada dalam buku ini. Tapi tentunya
kalian ingin membacanya sendiri! Karena itu
cukuplah apabila saya hanya memperkenalkan
para pelaku utama kisah ini. Mereka dikenal
sebagai Trio Detektif. Mereka masing-masing Jupiter Jones, Bob
Andrews dan Pete Crenshaw. Ketiga remaja itu
mendirikan biro penyelidik yang di beri nama Trio
Detektif. Kerja mereka menyelidiki kejadian-kejadian misterius, yang dilakukan pada saat-saat
senggang. Mereka tinggal di Rocky Beach, sebuah
kota kecil di tepi Samudra Pasifik. Letaknya
beberapa mil dari Hollywood, kota perfilman yang
tersohor di California, Amerika Serikat. Bob dan
Pete hidup dengan orang tua masing-masing.
Sedang Jupiter tinggal bersama pamannya, Titus
Jones, serta bibinya, Mathilda Jones. Kedua suami
istri itu memiliki perusahaan barang-barang bekas,
yang diberi nama "Jones Salvage Yard". Di
Indonesia mereka dikenal dengan julukan tukang
loak. Tapi tukang loak besar-besaran. Boleh
dibilang apa saja bisa ditemukan di tempat
mereka. Di antaranya ada sebuah home trailer atau
caravan, yang panjangnya sekitar sepuluh meter.
Trailer itu sudah rusak karena tubrukan. Titus
Jones tidak berhasil menjualnya, karena tidak ada
yang kepingin membeli trailer rusak. Karena itu ia
mengijinkan Jupiter dan kedua temannya mema-kai rumah di atas roda itu sebagai tempat
bermain-main. Trio Detektif memugarnya. Dijadikan markas
besar modern, yang sesuai dengan biro penyelidik
yang mereka kelola. Di situ ada laboratorium
kecil-kecilan, kamar gelap untuk mencuci film,
serta kantor yang lengkap dengan meja tulis,
mesin ketik, telepon, tape recorder dan sejumlah
buku ilmu pengetahuan. Tentunya pengetahuan
yang ada hubungannya dengan kegiatan mereka.,
Peralatan yang ada di situ dibuat sendiri oleh
mereka, dengan memanfaatkan barang bekas.
4 Paman Titus mempunyai dua orang pemban-tu. Nama mereka masing-masing Hans dan
Konrad. Kedua pemuda itu bersaudara. Mereka
berasal dari Jerman Selatan. Keduanya berambut
pirang dan bertubuh kekar. Jupiter minta tolong
pada mereka agar menumpukkan barang bekas di
sekeliling trailer, sehingga tidak bisa dilihat dari
luar. Dan setelah beberapa waktu, trailer itu sudah
dilupakan orang. Yang tahu bahwa rumah di atas
roda itu masih ada tinggal Trio Detektif saja. Dan
mereka merahasiakannya. Kalau mau masuk ke
situ, mereka melewai jalan rahasia.
Mereka paling sering memakai jalan yang diberi
nama Terowongan Dua. Ini merupakan pipa seng
panjang yang menghubungkan bengkel mereka
yang ada di luar dengan Markas Besar. Sebagian
dari pipa itu letaknya di bawah tanah. Di samping
itu masih ada pula jalan masuk lain-lainnya, tapi
nanti kalian akan mengetahuinya juga se
ndiri. Trio Detektif kadang-kadang harus mengada-kan perjalanan yang agak jauh. Untuk itu tersedia
kendaraan bermotor. Bukan sembarang mobil
saja, tapi sebuah Rolls Royce bersepuh emas,
lengkap dengan supir. Tentu saja mobil mewah itu
bukan milik mereka. Jupiter pernah memenang-kan suatu sayembara. Sebagai hadiah, ia boleh
memakai mobil itu selama tiga puluh hari.
Tapi kalau jarak yang harus ditempuh tidak
begitu jauh, ketiga remaja itu memakai sepeda.
Sekali-sekali mereka diantar oleh Hans atau
Konrad, naik truk perusahaan Paman Titus.
5 Jupiter Jones potongannya gempal. Ada juga
yang jail, mengatakan dia gendut. Mukanya
memang bulat seperti bulan purnama. Air
mukanya bisa kelihatan tolol. Tapi itu memang
disengaja olehnya, karena sebenarnya Jupiter
sangat cerdas dan berotak encer. Dan ia senang
sekali menonjolkan hal itu. Jupiter banyak sekali
segi baiknya. Tapi rendah hati tidak termasuk di
dalamnya! Peter Crenshaw bertubuh jangkung dan kekar.
Kemampuan jasmaninya mengagumkan. Ia
tangan kanan Jupiter yang sering melacak jejak
orang-orang yang dicurigai, dan melakukan
berbagai urusan yang berbahaya.
Kalau Bob Andrews, anaknya langsing. Ia lebih
cocok melakukan tugas riset dan mencatat. Di luar
kesibukan bersekolah, ia juga bekerja di perpus-takaan. Ini memungkinkannya mencari informasi
yang diperlukan Trio Detektif dalam kegiatan
mereka. Semuanya ini saya ceritakan di sini, supaya
cerita selanjutnya tidak hanya banyak diganggu
pengulangan keterangan yang sudah pernah
dibicarakan dalam kasus-kasus sebelum ini.
Dan sekarang tabahkan hati, karena HANTU
HIJAU AKAN MENJERIT Alfred Hitchcock 6 Bab 1 JERITAN HANTU HIJAU Jeritan itu menyebabkan Bob Andres dan Pete
Crenshaw kaget setengah mati.
Kedua remaja itu sedang berdiri di suatu jalan
masuk yang tidak terawat. Di mana-mana tumbuh
rumput liar. Di depan mereka nampak sebuah
rumah tua yang tidak didiami lagi. Rumah itu besar
sekali sebesar hotel. Satu sisinya sudah runtuh,
diambrukkan para pekerja. Cahaya bulan yang
remang-remang, membuat pemandangan saat itu
seperti diselubungi kabut. Seperti dalam mimpi.
Bob sedang berbicara, melukiskan pemandang-an yang nampak. Suaranya direkam dengan tape
recorder kecil yang tergantung di lehernya. la
berhenti sebentar. Sambil menoleh pada Pete, ia
berkata. "Banyak orang beranggapan bahwa rumah ini
berhantu, Pete. Sayang tidak teringat oleh kita,
ketika Alfred Hitchcock waktu itu mencari-cari
rumah hantu untuk filmnya "
"Ya, kurasa Mr. Hitchcock senang dengan
rumah ini," kata Pete menyetujui. "Tapi aku tidak.
7 Terus terang saja, makin lama aku berdiri di sini,
semakin gelisah saja perasaanku. Bagaimana jika
kita pergi saja sekarang""
Tepat saat itulah terdengar bunyi jeritan yang
melengking tinggi. Datangnya dari rumah kosong
itu. Bulu roma Bob dan Pete berdiri mendengar
jeritan yang lebih mirip suara binatang dari pada
manusia itu. "Kaudengar suara itu"" kata Pete dengan suara
seperti tercekik. "Tunggu apa lagi kita di sini" Ayo
cepat lari!" "Tunggu!" kata Bob. la tetap berada di
tempatnya, walau kakinya sudah kepingin lari saja.
Melihat Pete ragu-ragu, ia menambahkan, "Akan
kusetel tape recorder ini lebih keras lagi, karena
siapa tahu nanti ada bunyi lain. Jupiter pasti akan
berbuat begitu." "Yah " kata Pete, la masih ragu. Tapi Bob
sudah memutar tombol rekaman bunyi serta
mengarahkan mikrofonnya ke rumah kosong yang
nampak di antara pepohonan di depan mereka.
"Aaaaaa aiiiiiii!"
Terdengar lagi jeritan seperti yang tadi. Meleng-king panjang dan tinggi, lalu menurun dan lenyap
lagi dengan pelan. "Yuk, kita pergi!" kata Pete mendesak. "Sudah
cukup banyak yang kita dengar."
Kali ini Bob sependapat. Dengan cepat
keduanya berpaling. Maksudnya hendak lari ke
tempat sepeda mereka ditaruh tadi.
8 Pete gesit seperi kijang. Sedang Bob kini bisa lari
lebih cepat dari sebelumnya. Beberapa tahun yang
lalu kakinya pernah patah, karena jatuh di suatu
lereng berbatu. Karena itu kemudian terpaksa
memakai penopang. Untung saja proses penyem-buhan cederanya berjalan baik. Setelah cukup
lama melatih kekuatan kaki, akhirnya minggu yang
baru lalu Bob diberi tahu bahwa kakinya tidak
memerlukan penopang lagi. Dan kini gerakan-nya terasa begitu enteng. la merasa seakan-akan
bisa terbang. Walau begitu, keduanya tidak bisa lari jauh-jauh,
karena tahu-tahu ada beberapa lengan kekar yang
menahan. Pete mendengus kaget. la menubruk
seseorang yang berada di belakangnya. Bob juga
terhenti larinya, karena membentur seorang
laki-laki yang langsung memegangnya. Ternyata
tanpa mereka ketahui, ada segerombolan laki-laki
datang di belakang mereka, ketika keduanya
sedang terpaku mendengar suara jeritan seram
tadi. "Pelan, Nak!" seru laki-laki yang memegang
Pete. "Nyaris saja aku jatuh kautubruk!"
"Suara apa itu tadi"" tanya orang yang menahan
Bob, supaya jangan jatuh. "Kami melihat kalian
berdiri sambil mendengarkan!"
"Kami tidak tahu, tapi kedengarannya kayak
suara hantu!" kata Pete.
"Hantu" Omong kosong!.... Mungkin seseorang
yang sedang mengalami kesulitan! Mungkin
gelandangan " 9 Kelima atau enam orang yang baru datang itu
berbicara campur aduk. Pete dan Bob sudah tidak
diacuhkan lagi. Kedua remaja itu tidak bisa melihat
muka orang-orang itu dengan jelas. Tapi semua-nya berpakaian rapi. Dari gaya bicara mereka,
diperoleh kesan bahwa orang-orang itu penghuni
rumah-rumah di daerah pemukiman yang nyaman
di sekeliling rumah kosong yang kebunnya tak
terawat itu. Daerah itu dikenal dengan nama Green
Estate. "Kita masuk saja ke dalam!" kata seorang dari
mereka dengan lantang. Suaranya bernada berat.
Bob tidak bisa mengenali raut mukanya dengan
jelas. Yang nampak hanyalah bahwa ia berkumis
tebal. Orang itu menyambung kalimatnya, "Kita ke
sini untuk melihat bangunan tua ini, sebelum
diambrukkan. Mungkin jeritan itu berasal dari
seseorang yang menderita cedera di dalam
fumah." "Saya rasa lebih baikjika kita memanggil polisi,"
kata seorang laki-laki memakai jas potongan sport
yang kainnya berkotak-kotak. Ia agak gugup.
"Menyelidiki hal-hal begini kan tugas mereka!"


Trio Detektif 04 Misteri Hantu Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tapi mungkin ada orang cedera di sana," kata
orang yang bersuara berat. "Mungkin kita bisa
menolong. Jika menunggu dulu sampai polisi
datang siapa tahu, jangan-jangan nanti ia sudah
mati!" "Anda saja yang masuk, saya akan memanggil
polisi," kata laki-laki yang berjas kotak-kotak. la
langsung berpaling, hendak pergi. Saat itu seorang
10 lainnya lagi berbicara. la menuntun seekor anjing
kecil. "Ah, mungkin itu burung hantu atau kucing yang
tersesat di dalam," katanya. "Kalau Anda memang-gil polisi cuma untuk itu saja bisa malu Anda
nanti!" Laki-laki berjas kotak-kotak nampak agak
bingung. "Yah " katanya. Saat itu laki-laki yang paling
besar tubuhnya dalam kelompok itu mengambil
pimpinan. "Ayo," ajaknya, "kita kan berenam dan beberapa
di antara kita membawa senter. Menurut pendapat-ku kita periksa dulu ke dalam. Nanti kita bisa
memanggil polisi, kalau ternyata memang perlu.
Kalian berdua " kini orang itu berbicara terhadap
Bob dan Pete, "kalian pulang! Kalian tak ada
gunanya di sini." Setelah itu ia melangkah di atas jalan beralas
batu yang menuju ke rumah kosong. Orang-orang
yang lain menyusul, setelah bimbang sesaat.
Laki-laki yang menuntun anjing kecil mengangkat
binatang itu lalu menggendongnya sambil berjal-an. Sedang laki-laki berjas kotak-kotak berjalan
paling belakang. Dari sikapnya nampak bahwa ia
masih tetap ragu. "Yuk," kata Pete pada Bob, "kita pulang saja!
Kita tak ada gunanya di sini, seperti kata orang itu
tadi." "Lalu kita tidak menyelidiki apa yang terdengar
menjerit itu"" bantah Bob. "Bayangkan kata
11 Jupiter nanti. Pasti kita dikecamnya habis-habisan!
Kita ini kan penyelidik. Lagi pula, kita tidak perlu
takut lagi, karena beramai-ramai di sini.
Bob bergegas menyusul kelompok yang sudah
mendahului. Pete menyusulnya. Sedang keenam
laki-laki itu sudah sampai di pintu depan yang
besar. Mereka berdiri di situ dengan sikap
bimbang. Lalu laki-laki yang bertubuh paling besar
di antara mereka menekan gagang pintu. Pintu
terbuka. Di belakangnya nampak serambi dalam
yang gelap. "Kita nyalakan senter," katanya. "Aku ingin tahu,
bunyi apa itu tadi!"
Dengan senter menyala ia mendahului masuk.
Orang-orang yang lain berdesak-desakan menyu-sulnya. Tiga senter lagi menyala, memecah
kegelapan. Sewaktu orang-orang masuk, Pete dan
Bob ikut menyelinap dengan diam-diam di
belakang mereka. Mereka sampai di sebuah ruangan yang luas.
Kelihatannya dulu merupakan tempat menerima
tamu, kalau ada pesta dan sebagainya. Senter
disorotkan ke sana-sini. Nampak dinding berlapis
kertas sutra yang sudah pudar warnanya. Kertas
dinding itu dihiasi lukisan pemandangan di Cina.
Di situ juga ada tangga yang lebar. Bentuknya
melengkung ke atas. Satu di antara orang-orang
yang masuk, menyorotkan senternya ke tangga itu.
"Di situ rupanya pak tua Mathias Green jatuh
sehingga lehernya patah lima puluh tahun yang
lalu," katanya. "Coba cium bau tempat ini. Pengap
12 sekali! Tidak mengherankan sebetulnya, kalau
diingat bahwa rumah ini sejak waktu itu tidak
pernah didiami lagi."
"Kata orang, di sini ada hantu," kata seseorang
lagi, "dan aku percaya saja. Mudah-mudahan saja
kita tidak melihat hantu itu."
"Kalau begini terus, takkan berjalan penyelidikan
kita," kata laki-laki yang bertubuh kekar. "Yuk, kita
mulai saja dengan tingkat dasar."
Sambil menggerombol terus, orang-orang itu
mulai memeriksa kamar-kamar besar yang
terletak di tingkat dasar. Dalam kamar-kamar itu
sama sekali tidak ada perabot rumah. Debu
berhamburan di mana-mana. Dinding salah satu
sayap gedung itu sudah tidak ada lagi. Para pekerja
yang bertugas mengambrukkan rumah tua itu
memulai pekerjaan mereka hari itu dengan
membongkar dinding luar itu.
Orang-orang yang masuk bersama Pete dan
Bob mencari ke mana-mana. Tapi yang mereka
temukan hanya kamar demi kamar yang kosong
dan bergema. Mereka berjalan tertegun-tegun.
Bicara pun berbisik-bisik.
Kini mereka menuju ke sayap bangunan yang
satu lagi. Akhirnya sampai di sebuah ruangan luas,
yang dulu kelihatannya kamar duduk. Pada satu
ujungnya terdapat tempat pediangan yang megah.
Di seberangnya berjajar jendela yang besar-besar.
Orang-orang yang masuk itu berdiri bergerombol
di depan tempat pediangan. Mereka berunding.
Perasaan mereka tidak enak.
13 "Percuma saja kita mencari," kata seseorang
dengan suara pelan. "Sebaiknya kita memanggil
polisi " "Ssst!" Semua berdiri terpaku. Orang yang berbicara
tadi langsung bungkam. "Saya merasa seperti mendengar sesuatu," kata
orang yang mendesis tadi. la berbisik-bisik.
"Mungkin seekor binatang! Coba kita matikan
semua senter! Barangkali nanti ada yang nampak
bergerak-gerak." Seketika itu juga senter padam semuanya.
Ruangan menjadi gelap. Hanya sinar bulan saja
yang samar-samar merembes masuk lewat kaca
jendela yang buram karena debu.
"Lihatlah!" kata seseorang dengan nada kaget.
"Itu! Di dekat pintu!"
Semua berpaling ke arah yang dimaksudkan.
Dan semua melihat apa yang dimaksudkan orang
itu. Sesosok tubuh kehijau-hijauan nampak berdiri
dekat pintu yang mereka lewati sewaktu masuk
tadi. Tubuh itu seakan-akan memancarkan cahaya
samar, bergoyang-goyang seperti kabut. Bob
menatap pemandangan itu. Tanpa disadarinya, ia
menahan napas. Dan sosok tubuh itu makin lama
makin jelas bentuknya. Berupa seorang laki-laki,
memakai jubah hijau yang panjang berjela-jela.
"Itu hantunya!" kata seseorang dengan suara
lemas. "Hantu Pak Tua Mathias Green!"
"Hidupkan semua senter!" kata laki-laki bertu-14
buh kekar dengan suara tegas. "Arahkan ke sana!"
Tapi sebelum senter dinyalakan, sosok tubuh
samar kehijauan itu kelihatannya seolah-olah
melayang sepanjang dinding, lalu menyelinap ke
luar lewat pintu. Tepat pada saat tiga senter
terpencar ke sana, bayangan itu lenyap.
"Coba aku ini ada di tempat lain sejak satu
jam yang lalu," bisik Pete di telinga Bob.
"Mungkin tadi itu cuma cahaya lampu mobil
yang masuk lewat jendela," kata seseorang dengan
suara tandas. "Yuk kita periksa ke serambi
dalam." Bergedebak-gedebuk mereka pergi ke ruangan
itu, lalu menyorotkan senter ke segala arah. Tapi
tak ada yang bisa dilihat di situ. Lalu ada yang
mengusulkan, sebaiknya. senter dimatikan lagi.
Mereka lantas menunggu dalam gelap. Semua
membisu. Hanya anjing kecil yang digendong
terdengar seperti mengeluh dengan suara pelan.
Kini Pete yang palin g dulu melihatnya. Yang Iain-lain memandang ke sekitar mereka. Tapi Pete
kebetulan mendongak, memandang ke arah
tangga. Dan dilihatnya sosok tubuh hijau yang tadi,
berada di ujung bawah tangga.
"Itu dia di tangga!" seru Pete.
Semua menoleh. Dan semuanya melihat sosok
tubuh itu bergerak seakan-akan meluncur menaiki
tangga menuju tingkat atas.
"Ayo, kita kejar!" seru laki-laki bertubuh kekar.
"Pasti itu seseorang yang hendak mempermain-kan kita!"
15 la bergegas lari mendaki tangga diikuti yang
lain-lainnya. Tapi sesampai di tingkat kedua,
ternyata tidak ada orang di situ.
"Aku punya akal," kata Bob. la berpikir-pikir, apa
yang akan dikerjakan Jupiter jika pada saat itu ada
di antara mereka. Dan Bob merasa tahu tindakan
apa yang tentunya akan diambil kawannya itu. la
memicingkan mata karena silau kena sinar senter
yang diarahkan padanya. "Jika memang benar tadi ada orang menaiki
tangga ini, maka tentunya ada bekas kaki di atas
lantai yang berdebu. Dan kita bisa mengikuti jejak
itu." "Kata anak ini benar," kata laki-laki yang
menggendong anjing. "Kalian yang memegang
senter, arahkan cahayanya ke bagian lantai yang
belum terinjak kaki kita!"
Tiga jalur sinar menerangi lantai. Nampak debu
tebal di situ. Tapi sama sekali tidak kelihatan jejak
kaki! "Tidak ada orang naik kemari!" kata seseorang
dengan nada bingung. "Kalau begitu apa yang
tadi kita lihat menaiki tangga ini""
Pertanyaan itu tidak dijawab. Tapi semua tahu
apa yang sedang dipikirkan oleh masing-masing.
"Sekarang kita padamkan senter lagi untuk
melihat apakah yang tadi itu muncul kembali," kata
seseorang menyarankan. "Lebih baik kita pergi saja dari sini," kata
seseorang yang lain. Tapi yang selebihnya setuju
dengan usul pemadaman senter. Bagaimanapun
16 mereka kan beramai-ramai di situ, dan tidak ada
yang mau mengaku bahwa ia sebenarnya ngeri.
Karenanya mereka menunggu lagi dalam gelap.
Pete dan Bob memandang ke bawah. Tiba-tiba
terdengar suara seseorang mendesis.
"Di sebelah kiri," katanya.
Orang-orang berpaling dengan cepat. Suatu
sinar samar kehijau-hijauan nampak di samping
sebuah pintu. Sinar itu makin lama makin jelas
kelihatan menjelma menjadi sesosok tubuh
manusia. Orang itu memakai jubah panjang
berjela-jela, seperti pakaian bangsawan Cina kuno.
Jubah itu berwama hijau. "Jangan dikagetkan," kata seseorang dengan
suara pelan. "Kita perhatikan saja, apa yang akan
dilakukan olehnya!" Semua menunggu dengan diam.
Sosok tubuh menyeramkan itu mulai bergerak.
Seakan-akan meluncur sepanjang dinding,
menuju ke ujung serambi. Sesampai di situ
kelihatannya seperti membelok ke balik sudut
ruangan, lalu lenyap. "Kita ikuti tapi jangan ribut-ribut seperti tadi,"
gumam seseorang. "Kelihatannya dia tidak
bermaksud lari." Bob berbicara lagi. "Sebelum kita susul, lebih baik diperiksa dulu
apakah ada bekas kakinya di lantai," usulnya.
Saat berikutnya dua senter dinyalakan, menera-ngi lantai tempat sosok tubuh tadi berada.
"Tidak ada bekas kaki di situ!" Laki-laki yang
17 bersuara berat berbicara dengan nada bingung.
"Sama sekali tidak nampak tapak kaki di atas debu.
Rupanya ia mengambang!"
"Yuk, kita terus karena sudah kepalang
tanggung," kata salah seorang dengan tegas. "Aku
paling depan!" Ternyata yang berbicara laki-laki yang bertubuh
kekar. Dengan langkah gagah ia maju, disusul
orang-orang yang lain. Mereka sampai si ujung
serambi dalam, dan menghadap sebuah gang. Di
tempat itulah bayangan tadi hilang.
Seseorang menyorotkan senternya ke dalam
gang itu. Nampak dua pintu di situ. Kedua pintu itu
terbuka. Sedang di ujung gang hanya ada dinding.
Tidak ada jendela, tidak ada pintu di situ.
Senter dipadamkan kembali. Sesaat kemudian
sosok tubuh kehijauan tadi muncul kembali dari
salah satu pintu. Geraknya seperti bergeser
sepanjang dinding, menuju ke ujung gang yang
buntu. Sesampai di sana bayangan itu memudar
dengan pelan-pelan, dan akhirnya lenyap.
Seolah-olah meresap masuk ke dinding, kata


Trio Detektif 04 Misteri Hantu Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bob kemudian. Dan di lantai sama sekali tidak nampak tapak
kaki. Chief Reynolds, kepala polisi kota kecil itu yang
tak lama kemudian datang bersama anak
buahnya, juga tidak ber hasil menemukan apa-apa 18 di situ. Sama sekali tidak ada tanda bahwa ada
orang di rumah itu, selain kelompok yang masuk
bersama Pete dan Bob. Merekalah yang memang-gil polisi.
Sebagai petugas polisi, Chief Reynolds tidak bisa
percaya bahwa ada delapan saksi yang melihat
hantu, atau mendengar jeritan hantu. Tapi tidak
ada pilihan lain baginya. la harus menerima
kesaksian itu. Soalnya, beberapa waktu kemudian pada
malam itu juga seorang tukang jaga malam
melaporkan bahwa ia melihat sesosok tubuh hijau
menyeramkan, sedang mengendap-endap dekat
pintu masuk sebelah belakang dari sebuah gudang
besar. Tapi ketika didekati, bayangan itu menghi-lang!
Setelah itu datang laporan lagi. Seorang wanita
yang ketakutan menelepon polisi. Katanya, ia
terbangun karena mendengar bunyi orang menge-rang. Ketika memandang ke luar, dilihatnya
sesosok tubuh yang memancarkan sinar kehijauan
berdiri di teras rumahnya. Bayangan itu menghi-lang, ketika lampu luar dinyalakan. Lalu ada pula
dua pengemudi truk di sebuah restoran yang
dibuka sepanjang malam. Mereka melaporkan ada
sesosok tubuh samar berdiri di samping truk
mereka. Laporan terakhir masuk lewat radio polisi. Dua
petugas yang sedang berpatroli dengan mobil
mengatakan bahwa mereka melihat sesosok
tubuh mencurigakan di Pemakaman Green Hills.
19 Chief Reynolds bergegas ke sana, lalu langsung
masuk lewat gerbang besi yang besar. Dan ia
terpaku di situ. Sesosok tubuh samar kehijauan nampak
sedang berdiri bersandar pada suatu monumen
tinggi berwarna putih. Ketika Chief Reynolds
menghampirinya, bayangan itu lenyap seolah-olah masuk ke dalam tanah.
Chief Reynolds menyorotkan senternya ke
monumen putih itu. Ia menatap tugu makam
Mathias Green. Makam pak tua bernasib malang,
yang meninggal dunia lima puluh tahun yang lalu
dalam gedung kuno yang kata orang berhantu.
20 Bab 2 BOB DAN PETE DIPANGGIL "Aaaa-aiiiii!" Jeritan seram itu terdengar lagi.
Tapi sekali ini Bob dan Pete tetap tenang. Bunyi itu
merupakan rekaman, yang datang dari tape
recorder. Saat itu mereka sedang berkumpul di Markas
Besar. Pemimpin Trio Detektif, Jupiter Jones,
dengan penuh perhatian mendengar hasil rekam-an Bob maiam sebelumnya.
"Setelah itu tidak ada jeritan lagi, Jupe," kata
Bob. "Sisanya cuma pembicaraan saja dengan
orang-orang yang datang kemudian. Aku baru
teringat bahwa tape recorder masih jalan ketika
hendak masuk ke rumah, lalu kumatikan."
Tapi Jupiter mendengarkan semua yang ikut
direkam. Suara orang-orang yang berbicara
malam sebelumnya terdengar dengan jelas,
karena waktu itu Bob menyetel tombol rekaman
sampai habis. Setelah rekaman terputus karena
dimatikan Bob, Jupiter menghentikan pesawat itu.
la duduk termenung sambil mencubit-cubit bibir
bawahnya, tanda bahwa ia sedang memutar otak.
"Jeritan tadi kedengarannya suara manusia,"
katanya. "Bunyinya seperti jeritan seseorang yang
21 jatuh di tangga, dan akhirnya lenyap karena ia tidak
mampu berteriak iagi."
"Ya persis begitulah kedengarannya," seru
Bob. "Dan itulah yang terjadi dalam rumah itu, lima
puluh tahun yang lalu. Mathias Green, pemiliknya,
jatuh dari tangga sehingga mati karena patah
lehernya. Mungkin ketika jatuh ia menjerit!"
"He, he tunggu dulu!" sanggah Pete. "Kenapa
kita mendengar jeritannya itu, lima puluh tahun
kemudian"" "Mungkin jeritan itu gema yang datang dari alam
baka," kata Jupiter dengan serius.
"Hih jangan suka ngomong begitu," kata
Pete. "Seram rasanya! Tapi mana mungkin suara
jeritan lima puluh tahun yang lalu, masih terdengar
sekarang"" "Entahlah, aku juga tidak tahu," kata Jupiter.
"Bob, kau kan yang bertugas mengurus catatan
dan penyelidikan pada biro detektif kita ini. Coba
jelaskan secara terperinci kejadian itu, lalu apa
yang berhasil kauselidiki mengenai sejarah Green
Mansion." Green Mansion itu rumah tua yang dulu tempat
tinggal Mathias Green. Artinya Wisma Green.
"Yah " kata Bob memulai penuturannya,
setelah menarik napas panjang dulu sebelumnya,
"kemarin malam aku dan Pete datang ke sana,
setelah mendengar kabar bahwa rumah itu sudah
muJai dibongkar. Aku bermaksud menulis artikel
mengenainya, dan menyiapkannya untu
k dimuat dalam terbitan pertama majalah sekolah pada
22 semester musim gugur nanti. Aku sengaja
membawa tape recorder. Aku hendak merekam
kesan-kesanku di situ, lalu kemudian baru kusalin
di atas kertas. "Rumah itu kelihatannya menyeramkan. Kami
berdki dalam gelap. Tapi bulan kemudian muncui,
ketika kami sudah lima menit di situ. Tiba-tiba
terdengar jeritan melengking. Aku cepat-cepat
memutar tombol untuk mengeraskan suara yang
masuk. Maksudku hendak bersiap merekam kalau
jeritan itu terdengar lagi, karena aku tahu kau perlu
mendengamya." "Bagus," kata Jupiter, "jalan pikiranmu sudah
seperti detektif yang cekatan. Aku sudah mende-ngar rekaman pembicaraan orang-orang yang
datang kemudian. Jadi ianjutkan dengan kejadian
setelah kalian masuk ke rumah."
Bob meneruskan ceritanya. Diterangkannya
bagaimana mereka memeriksa seluruh rumah,
lalu melihat sosok tubuh samar kehijauan
mula-mula di tingkat bawah, kemudian naik
tangga ke tingkat atas, di mana bayangan itu
meluncur sepanjang dinding serambi atas dan
akhirnya menghilang, seperti masuk ke dalam
dinding. "Dan sama sekali tidak ada bekas kaki," kata
Pete. "Bob teringat akan hal itu, dan ia meminta
agar orang-orang yang memegang senter meme-riksa lantai dengan seksama."
23 "Bagus," kata Jupiter memuji. "Lalu, beberapa
orang yang melihat bayangan hijau itu bersama
kalian"" "Enam orang," kata Pete.
"Tujuh," bantah Bob.
Kedua remaja itu saling berpandangan dengan
heran. "Enam," kata Pete paling dulu. "Aku yakin!
Laki-laki bertubuh kekar yang berjalan paling dulu,
lalu yang bersuara berat, laki-laki yang membawa
anjing kecil, laki-laki yang memakai kaca mata, lalu
dua orang lagi yang tidak begitu kuperhatikan."
"Mungkin kau benar," kata Bob, agak sangsi.
"Aku menghitung jumlah mereka ketika sedang
memeriksa di dalam rumah. Anehnya, dua kali
kuhitung jumlahnya tujuh orang, dan sekali enam."
"Kurasa itu tidak begitu penting," kata Jupiter, la
rupanya lupa pada peraturannya sendiri, yaitu
bahwa dalam menghadapi peristiwa misterius,
petunjuk yang paling sepele pun mungkin penting
sekali artinya. "Sekarang ceritakan saja sejarah
rumah tua itu." "Kemudian kami pergi dari sana," kata Bob
melanjutkan penuturannya. "Orang-orang yang
semula bersama kami, terpecah kedalam bebe-rapa kelompok. Salah satu kelompok memanggil
polisi. Koran-koran pagi ini penuh dengan berita
mengenainya. Tadi sebelum kemari, aku mampir
sebentar di perpustakaan. Tapi aku tidak berhasil
menemukan informasi mengenai Green Mansion
di sana. Soalnya, rumah tua itu sudah dibangun
24 sebelum ada kota Rocky Beach jadi perpustaka-an juga belum ada.
"Tapi menurut berita koran, gedung itu
dibangun enam puluh atau tujuh puluh tahun yang
lalu, oleh Mathias Green. Semasa hidupnya ia
nakhoda kapal dagang yang berlayar ke Cina. Kata
orang, ia dulu terkenal berwatak keras. Tidak
begitu banyak yang diketahui tentang dirinya. Tapi
rupanya ketika pada suatu kali ia berlayar lagi ke
Cina, di sana ia mengalami kesulitan. Sebagai
akibatnya, ia terpaksa buru-buru lari dari sana. la
kembali ke sini membawa istri, seorang putri Cina.
"Ada kabar yang mengatakan bahwa Mathias
Green pindah dan tinggal di sini setelah bertengkar
dengan iparnya. Ipar.itu satu-satunya kerabatyang
masih ada waktu itu. Menurut kabar lain, Mathias
Green takut terhadap pembalasan dendam
sekelompok bangsawan Cina. Mungkin mereka itu
kerabat istrinya. Karena itu ia membangun rumah
di sini, untuk menyembunyikan diri. Waktu itu
daerah sini kan masih liar, belum berkembang
. seperti sekarang. "Nah pokoknya ia kemudian hidup dengan
gaya mewah di Green Mansion, dengan sejumlah
besar pelayan orang Cina. Pak tua itu senangnya
memakai jubah hijau, menirukan gaya bangsawan
Mancu. Segala perbekalan keperluan hidup
diantarkan sekali seminggu dengan gerobak kuda
dari Los Angeles. Pada suatu hari ketika gerobak itu
datang lagi, kusirnya menemukan rumah tua itu
dalam keadaan kosong. Yang ada di situ cuma
25 Mathias Green. Tapi ia sudah mati. Mayatnya
tergeletak di kaki tangga, dengan leher patah.
"Polisi yang kemudian dipanggil menarik
kesimpulan bahwa pak tua itu meningga
l karena kecelakaan. la minum-minum lalu terjatuh sehing-ga lehernya patah. Sedang para pelayan semuanya
minggat malam itu juga, karena takut dipersalah-kan. Bahkan istrinya, putri Cina itu pun tidak ada
lagi di situ. "Polisi tidak berhasil menemukan seorang pun
yang bisa memberi keterangan. Semasa itu
kebanyakan orang Cina yang tinggal di sini segan
membuka mulut dan merasa takut menghadapi
polisi. Karena itu para pelayan ada yang pulang ke
Cina, dan selebihnya pergi ke San Francisco untuk
kemudian menghilang di kampung Cina kota itu.
"Jadi misteri kematian Mathias Green tetap tidak
berhasil diungkapkan secara tuntas. Iparnya yang
di San Francisco, seorang wanita yang hidup
menjanda mendapat warisan seluruh hartanya.
Dari uang yang ditinggalkan, janda itu kemudian
membeli kebun anggur. Kebun itu letaknya di
suatu lembah bernama Verdant Valley, dekat San
Francisco, la tidak mau tinggal di Green Mansion.
Tapi ia juga tidak mau menjualnya. Bahkan setelah
janda itu meninggal dunia, rumah tua itu dibiarkan
saja tanpa perawatan. Namun akhirnya tahun ini
putri janda itu, Lydia Green namanya, menjual
Green Mansion pada seorang pembangun yang
hendak membongkar rumah tua itu. Pembangun
itu bermaksud membangun gedung-gedung
26 modern di atas tanahnya. Jadi karena itulah rumah
itu kini diambrukkan. Nah itulah semuanya yang
bisa kulaporkan." "Laporanmu cermat, Bob," kata Jupiter memuji.
"Sekarang kita periksa saja kabar-kabar yang ada
dalam koran." Sambil berkata begitu dibeberkannya beberapa
lembar suratkabar di atas meja. Satu terbit di Los
Angeles, satu lagi di San Francisco dan yang ketiga
suratkabar terbitan Rocky Beach. Suratkabar
setempat memasang kepala berita paling besar
mengenai kejadian-kejadian aneh yang dialami
malam sebelumnya. Tapi kedua suratkabar kota
besar itu pun menyediakan ruangan yang cukup
besar untuk kejadian itu. Kepala berita yang
dipasang sangat dramatis.
HANTU MENINGGALKAN RUMAH YANG DI-BONGKAR
MENYEBAR KENGERIAN DI ROCKY BEACH
DENGAN JERITAN HANTU HIJAU GENTAYANGAN DI ROCKY
BEACH SETELAH RUMAH DIAMBRUKKAN


Trio Detektif 04 Misteri Hantu Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

HANTU HUAU MENCARI PONDOKAN BARU
KARENA RUMAHNYA DIBONGKAR
Berita-berita itu ditulis dengan nada tidak serius.
Tapi semua fakta yang baru saja dipaparkan oleh
27 Bob Andrews tertera di situ. Tapi tidak diberitakan
bahwa kepala polisi Rocky Beach, Chief Reynolds
serta dua anak buahnya melihat sendiri sosok
tubuh hijau di pemakaman. Rupanya hal itu tidak
diceritakan oleh Reynolds pada wartawan, karena
khawatir ia akan menjadi bulan-bulanan ejekan
orang banyak. "Di sini tertulis bahwa hantu itu dilihat di luar
sebuah gudang besar," kata Jupiter sambil
menuding surat kabar setempat, "lalu setelah itu di
teras rumah seorang wanita, dan akhirnya di
samping beberapa truk yang diparkir di luar
sebuah restoran di mana pengemudi truk sering
mampir. Kelihatannya seolah-olah hantu itu
sedang mencari-cari tempat kediaman baru,
karena rumahnya dibongkar."
"Ya" kata Pete dengan nada mengejek,
"mungkin saja ia membonceng mobil, pergi dari
Rocky Beach." "Mungkin saja," kata Jupiter. Ia menanggapi
keisengan Pete dengan serius, "walau hantu
mestinya tidak memerlukan sarana angkutan
konvensional." "Aduh, ampun," keluh Pete. Ia merobohkan
kepalanya ke atas lengan yang terjulur di meja,
pura-pura pingsan. "Mati aku mendengar kalimat-mu yang panjang-panjang itu, Jupe! Apa itu,
konvensional"" "Artinya lazim atau biasa," jawab Jupiter.
"Kejadian ini rasanya misterius sekali. Selama
belum ada fakta baru yang tampil...."
28 la tidak menyelesaikan kalimatnya, karena
terganggu oleh suara bibinya. Mrs. Mathilda Jones
itu seorang wanita bertubuh besar. Dan suaranya
sebanding dengan ukuran tubuhnya. lalah yang
sebetulnya mengelola perusahaan keluarga itu.
Menurut istilah sekarang, Mrs. Jones itu boss-nya
"Jones Salvage Yard".
"Bob Andrews!" seru Bibi Jones. "Ayo keluar
dari balik tumpukan besi tua itu. Kemarilah,
ayahmu mencarimu. Kau juga, Pete!"
29 Bab 3 KAMAR TERSEMBUNYI Seketika itu juga ketiga remaja itu merangkak ke
luar lewat Terowongan Dua, dan muncul di tempat
terbuka dekat pondok rapi yang dijadikan kantor
perusahaan barang bekas itu. Mrs. Mathilda Jones ada di situ. la sedang
mengobrol dengan ayah Bob yang bertubuh
jangkung dan berkumis, dengan kilatan mata
ramah. "Muncul juga kau akhirnya, Nak!" katanya pada
Bob. "Yuk, kita harus bergegas. Chief Reynolds
ingin bicara denganmu. Kau juga, Pete!"
Pete menelan ludah karena kaget. Apa" Chief
Reynolds ingin bicara dengan dia" Pete merasa
tahu apa yang akan dibicarakan nanti. Pasti tentang
kejadian kemarin malami "Aku juga boleh ikut, Mr. Andrews"" tanya
Jupiter. Mukanya yang bundar kelihatan bersema-ngat. "Kami ini kan satu team. Jadi kalau dipanggil,
ketiga-tiganya harus datang."
"Kurasa tak apa kalau ditambah seorang lagi,"
kata Mr. Andrews sambil tersenyum. "Ayolah
Chief Reynolds menunggu dalam mobil polisi di
luar. Kita akan ikut dengan dia."
30 Di luar menunggu sebuah mobil hitam. Chief
Reynolds, kepala polisi Rocky Beach sendiri yang
mengemudikan. Orangnya gempal. Kepalanya
sudah agak botak. Tampangnya saat itu serius.
"Bagus, Bill," katanya pada ayah Bob. "Seka-rang kita cepat-cepat saja berangkat. lngat Anda
kan orang sini juga. Kuharapkan bantuan Anda
menghadapi wartawan yang datang dari luar,
apabila soal ini yah, apabila kejadian aneh ini
temyata kemudian menjadi semakin aneh."
"Tentu saya bersedia membantu, Chief," kata
Mr. Andrews. "Tapi sementara dalam perjalanan ke
Green Mansion, sebaiknya Anda dengarkan dulu
apa yang dilihat anak saya beserta temannya
kemarin malam di sana."
"Ya, baiklah coba ceritakan," kata Chief
Reynolds, sementara mobil mulai meluncur
dengan kecepatan tinggi. "Aku sudah mendengar-nya dari beberapa orang yang kemarin ada di sana.
Tapi sekarang ceritakanlah pengalamanmu."
Secara ringkas Bob menceritakan pengalaman
bersama Pete malam yang lalu. Chief Reynolds
mendengarkan sambil menggigit-gigit bibir.
"Ya, persis begitulah laporan orang padaku,"
katanya kemudian dengan tampang suram. "Tapi
walau begitu banyak saksi mata, aku cenderung
mengatakan itu mustahil cuma...."
Chief Reynolds tidak melanjutkan kalimatnya.
Ayah Bob, seorang wartawan yang cekatan,
menatap kepala polisi itu dengan tajam.
31 "Saya mendapat firasat bahwa Anda sendiri juga
melihat hantu hijau itu, Sam," katanya pada Chief
Reynolds. "Oleh sebab itu Anda tidak berkeras
mengatakan bahwa itu tidak mungkin."
"Memang, betul," Chief Reynolds mengeluh.
"Aku juga melihatnya. Di pemakaman! Tepatnya di
dekat tugu peringatan yang didirikan untuk
mengenang Mathias Green. Dan sementara aku
memandangnya, sosok hijau itu terbenam ke
dalam tanah tempat makam itu lalu lenyap!"
Pete, Bob dan Jupiter mendengarkan dengan
penuh minat. Sedang ayah Bob memandang
kepala polisi itu dengan pandangan bertanya.
"Bisakah saya memuat keterangan Anda itu,
Sam"" tanyanya. Naluri kewartawanannya timbul.
"Tidak! Anda tidak boleh mengutip kata-kataku
itu!" tukas Chief Reynolds. "Keteranganku tadi off
the record tidak untuk diketahui umum! Wah
aku sampai lupa bahwa kalian bertiga juga ada,"
katanya sambil memandang ketiga remaja yang
mendengarkan dengan asyik. "Kalian tidak boleh
meneruskan ceritaku tadi pada orang lain,
mengerti"" "Baik, Sir," kata Jupiter.
"Jadi sosok hijau itu keseluruhannya dilihat oleh
nanti dulu dua pengemudi truk di depan
restoran, wanita yang menelepon, penjaga malam
di gudang, lalu aku serta kedua anak buahku,
kedua remaja ini " "Keseluruhannya sembilan orang, Sam," sela
Mr. Andrews. 32 "Sembilan, ditambah keenam orang yang
datang malam kemarin untuk melihat-lihat rumah
tua itu," kata Chief Reynolds. "Keseluruhannya
lima belas orang. Lima belas orang saksi yang
melihat sosok tubuh yang seperti hantu!"
"Yang ada di Green Mansion kemarin malam
enam atau tujuh orang, Chief"" tanya Jupiter. "Pete
dan Bob tidak sependapat mengenainya."
"Aku tidak tahu pasti," kata Chief Reynolds
dengan nada menggerutu. "Empat orang datang
melaporkan kejadian itu. Tiga dari mereka
mengatakan bahwa mereka semula berenam.
Sedang yang satu lagi ngotot, mengatakan mereka
bertujuh. Aku tidak bisa berbicara dengan yang
lain-lainnya karena tidak berhasil menghubungi
mereka. Rupanya mereka tidak ingin nama
mereka tersebar sehubungan dengan kejadian ini. Tapi
pokoknya, saksi mata ada lima belas atau enam
belas orang. Tidak mungkin orang sebanyak itu
salah lihat! Aku lebih senang apabila kejadian itu
bisa kuanggap perbuatan iseng belaka, tapi
sesudah menyaksikannya sendiri melihat
dengan mata sendiri bagaimana sosok tubuh itu
menghilang ke dalam kubur yah....!"
Sementara itu mobil sudah memasuki peka-rangan Green Mansion yang tidak terawat. Dilihat
siang hari bangunan itu mengesankan sekali
bentuknya, walau satu sayapnya sudah dibongkar
sebagian. Dua orang polisi menjaga di pintu.
Sedang seorang laki-Iaki dengan stelan coklat
nampak menunggu dengan sikap tidak sabar.
33 "Siapa itu"" gumam Chief Reynolds, sementara
mereka keluar dari mobil. "Mungkin reporter!"
"Chief Reynolds!" Laki-laki berstelan coklatyang
tampangnya kelihatan cerdas itu menyapa sambil
datang menghampiri. Cara bicaranya cepat sekali.
"Anda Chief Reynolds, kan" Saya sudah menung-gu dari tadi. Apa sebabnya saya tidak boleh masuk
ke rumah klien saya""
"Rumah klien Anda"" Chief Reynolds menatap
orang itu. "Anda ini siapa""
"Mama saya Harold Carlson," kata orang itu. "Ini
kan rumah Miss Lydia Green. Saya pengacaranya,
dan sekaligus juga sepupunya. Saya mewakili
kepentingannya. Begitu saya membaca berita
dalam surat kabar tadi pagi tentang kejadian
kemarin malam, saya langsung datang dengan
pesawat terbang dari San Francisco, lalu naik
mobil sewaan kemari. Saya ingin menyelidiki
kejadian itu. Rasanya itu cuma omong kosong
yang fantastis." "Kalau fantastis, cocok!" kata Chief Reynolds,
"Tapi bukan omong kosong. Aku senang Anda ada
di sini sekarang, Mr. Carlson karena mungkin
kami memang perlu memanggil Anda. Kedua
bawahanku ini kusuruh menjaga di sini agar
mencegah masuknya orang-orang yang tidak
berkepentingan. Karena itulah mereka melarang
Anda masuk. Tapi sekarang kita masuk saja semua
sekarang, untuk melihat-lihat di dalam. Aku
membawa dua orang remaja yang ikut melihat
kejadian itu kemarin malam, dan mereka akan
34 35 menunjukkan di mana tepatnya han eh,
bayangan aneh itu muncul."
Chief Reynolds memperkenalkan Mr. Andrews,
Bob, Pete dan Jupiter pada Harold Carlson. Setelah
itu ia mendului masuk ke dalam rumah, sementara
kedua bawahannya ditinggal di luar untuk
menjaga. Dalam kamar-kamar yang besar dan
gelap di dalam masih terasa ada kesan seram
seperti malam sebelumnya. Bob dan Pete
menunjukkan pada Chief Reynolds, di mana
tepatnya mereka berada, dan di mana sosok tubuh
kehijauan itu mula-mula nampak.
Setelah itu Pete mendului naik ke tingkat atas.
"Bayangan itu meluncur naik tangga ini, lalu
menyusur serambi," katanya. "Sebelum kami
menyusulnya, lantai diperiksa dulu untuk mencari
tapak kaki. Itu gagasan Bob. Tapi debu yang
menutupi lantai masih kelihatan seperti semula.
Tidak nampak tapak kaki di situ."
"Bagus, Nak," kata Mr. Andrews sambil
menepuk bahu anaknya. "Lalu hantu itu menuju gang itu," kata Pete
sambil menuding, "dan berhenti di ujungnya. Tapi
tahu-tahu lenyap, seperti masuk ke dalam
dinding." "Hmmm," gumam Chief Reynolds. Tampang-nya masam, sementara semua menatap ujung
gang yang berupa dinding belaka. Harold Carlson
menggeleng-gelengkan kepala. Kelihatannya bi-ngung.
"Saya tidak bisa mengerti," katanya. "Benar-benar tidak mengerti! Memang banyak
desas-desus yang mengatakan bahwa rumah tua
ini ada hantunya. Tapi selama ini saya tidak
percaya! Sekarang entahlah. Saya benar-benar
bingung!" "Mr. Carlson," kata Chief Reynolds, "Anda tahu
apa yang terdapat di balik dinding itu""
Orang yang ditanya mengejapkan matanya.
"Tidak," katanya. "Apa yang mungkin ada di
baliknya"" "Untuk menyelidiki itulah kami ke sini," kata
kepala polisi itu, "dan karena itulah aku merasa
senang Anda hadir di sini. Pagi ini salah seorang
pekerja yang disuruh membongkar rumah ini
mengambrukkan sebagian dari dinding luar
bagian ini. Rupanya gang ini posisinya berada di
atas bagian bawah yang sedang diruntuhkan.
Pekerja itu tahu-tahu melihat sesuatu, lalu
langsung berhenti bekerja dan memanggil aku."
"Melihat sesuatu"" Kening Mr. Carlson berkerut.
"Astaga,"apa ya
ng dilihatnya""
"Orang itu tidak bisa mengatakannya dengan
pasti," jawab Chief Reynolds, "tapi menurut


Trio Detektif 04 Misteri Hantu Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perasaannya, di belakang dinding ini kelihat^nnya
seperti ada kamar lagi. Kamar rahasia! Dan karena
Anda kini ada di sini, kita akan membongkar
dinding ini dan melihat ada apa di belakangnya."
Harold Carlson mengusap-usap keningnya
dengan sikap bingung. Diliriknya Mr. Andrews yang
sedang sibuk mencatat. 36 "Kamar rahasia"" kata Mr. Carlson. "Saya belum
pernah mendengarnya."
Pete, Bob dan juga Jupiter sudah gelisah saja
karena asyik, ketika dua orang polisi muncul
dengan kapak dan linggis.
"Sekarang buat lubang di dinding itu," kata Chief
Reynolds pada mereka. Lalu menambahkan pada
Mr. Carlson, "Anda setuju, kan""
"Tentu-saja, Chief," kata pengacara dari San
Francisco itu. "Rumah ini memang harus
dibongkar." Kedua polisi itu bekerja dengan bersemangat.
Tak lama kemudian dinding itu sudah berlubang
besar. Nampak jelas bahwa di belakangnya ada
ruangan yang cukup lapang. Ruangan itu gelap.
Ketika lubang sudah cukup besar sehingga bisa
dilewati seseorang, Chief Reynolds datang meng-hampiri lalu menyorotkan senternya ke dalam.
"Astaga!" katanya, lalu masuk ke dalam ruangan
gelap itu. Mr. Carlson dan ayah Bob bergegas
menyusul. Terdengar seruan-seruan mereka,
menandakan keheranan. Jupiter cepat-cepat menyelinap masuk, diikuti
oleh Pete dan Bob. Ternyata ruangan di balik
tembok itu suatu kamar kecil. Ukurannya sekitar
dua kali dua setengah meter. Keadaan kamar itu
agak terang, karena ada cahaya matahari masuk
lewat retakan di dinding yang sudah mulai
diruntuhkan. 37 Kini ketiga remaja itu tahu, apa sebabnya ketiga
orang dewasa yang lebih dulu masuk terdengar
begitu kaget. Ruangan itu kosong. Hanya ada satu benda di
situ. Dan benda itu peti mayat!
Peti itu terletak di atas sepasang kuda-kuda yang
terbuat dari kayu yang digosok mengkilat. Peti
mayat itu sendiri berukir indah dan mengkilat. Tapi
perhatian ketiga laki-laki dewasa itu terarah pada
apa yang terdapat di dalamnya.
Jupiter dan kedua temannya mendekati mereka,
lalu ikut menjengukkan kepala ke dalam peti itu.
Mereka kaget setengah mati, karena di dalamnya
ada jerangkong manusia. Jerangkong itu diselubu-ngi jubah hijau indah yang sudah rusak karena
tuanya. Tapi walau demtkian mereka tahu pasti
bahwa itu jerangkong manusia!
Sesaat tidak ada yang bicara. Akhimya Harold
Carlson yang paling dulu membuka mulut.
"Lihatlah!" katanya, sambil menuding sekeping
pelat perak yang terpasang pada dinding peti. Di
sini tertulis, "Istri tercinta Mathias Green. Berse-mayamlah dengan tenang di dekatku!."
"Putri Cina, istri Mathias Green!" kata Chief
Reynolds dengan suara serak.
"Bayangkan padahal semua mengira ia
minggat ketika pak tua itu meninggal dunia," kata
ayah Bob menambahkan dengan suara tertahan.
"Ya, betul," kata Harold Carlson. "Tapi ternyata
inilah yang terjadi. Ini urusan yang perlu saya
38 tangani sendiri, Chief demi kepentingan
keluarga." Sambil berkata begitu, ia meraih ke dalam peti
mati. Ketiga remaja tidak bisa melihat apa yang
diperbuatnya, karena tubuh ketiga laki-laki dewasa
menutupi pandangan. Tapi sesaat kemudian Mr.
Carlson nampak memegang seuntai benda yang
bentuknya bulat dan berwarna kelabu suram,
diterangi cahaya senter yang ada di tangan Chief
Reynolds. "Mestinya inilah mutiara hantu yang terkenal itu,
yang menurut kabar dicuri Paman Mathias dari
seorang bangsawan Cina. Mutiara inilah yang
menjadi sebab kenapa ia melarikan diri dari Cina
lalu bersembunyi di sini. Mutiara kelabu ini tak
ternilai harganya. Kami menyangka sudah hilang
ketika Paman Mathias meninggal dunia, kami
mengira istrinya lari kembali ke Cina dengan
membawa mutiara ini. Tapi ternyata masih tetap
ada di sini." "Ya bersama putri Cina itu," kata ayah Bob.
39 Bab 4 TELEPON YANG TAK TERDUGA Keesokan harinya di Markas Besar Pete sibuk
mengumpulkan guntingan berita dan foto dari
berbagai surat kabar, sementara Bob menempel-kan kumpulan itu dalam sebuah buku yang besar.
Sedang Mr. Andrews tidak berhasil menahan
tersebarnya publisitas mengenai kota kecil Rocky
Beach, sehubungan dengan ki
sah hantu hijau di Green Mansion. Sebetulnya kisah tentang hantu itu sendiri
mungkin tak begitu lama menarik perhatian
umum. Tapi kemudian menyusul ditemukannya
kamar rahasia serta tengkorak mayat istri Mathias
Green dengan kalung mutiara yang begitu
tersohor di lehernya! Kejadian itu kembali dijadikan
berita penting, dengan kepala berita yang
besar-besar nyaris memenuhi halaman suratka-bar yang memuatnya.
Dalam pemberitaan mereka, wartawan meng-gali masa silam. Dikisahkan kembali berbagai
kejadian yang menyangkut kehidupan Mathias
Green. Diceritakan bahwa semasa hidupnya ia
seorang nakhoda kapal yang berani. Dalam
pelayaran ke Cina, badai sedahsyat apa pun tak
pernah menggetarkan dirinya.
40 eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
nurulkariem@yahoo.com Ditulis pula bahwa Mathias Green bersahabat
dengan beberapa bangsawan bangsa Mancu dan
diangkat menjadi penasihat mereka. Banyak batu
permata yang diperolehnya sebagai hadiah. Tapi
Mutiara Hantu tidak didapatnya sebagai hadiah,
melainkan dicuri. Sehabis mencurinya, Mathias
Green buru-buru minggat. la melarikan diri dari
Cina, dengan membawa istri seorang putri Cina.
Sejak itu ia tidak pernah kembali lagi ke sana.
Selama sisa hidupnya ia mengurung diri dalam
Green Mansion. "Bayangkan kesemuanya itu terjadi di sini, di
Rocky Beach!" kata Bob dengan kagum. "Kau
tahu, apa kesimpulan ayahku serta Chief Rey-nolds""
Ia tidak melanjutkan kata-katanya, karena saat
itu terdengar bunyi logam tergeser. Kedua remaja
itu tahu, yang terdengar itu kisi-kisi besi yang
menutupi lubang sebelah luar Terowongan Dua
yang digeser ke samping. Tak lama kemudian
menyusul bunyi samar sesuatu yang menggeleser.
Pasti itu Jupiter, yang sedang merangkak dalam
pipa yang merupakan Terowongan Dua. Sesaat
setelah itu terdengar pintu rahasia di lantai diketuk
dengan irama tertentu. Itu isyarat sandi mereka!
Pintu itu terangkat ke atas. Jupiter masuk ke
caravan. Tubuhnya berkeringat.
"Huh panasnya!" kata Jupiter, lalu menam-bahkan, "Aku tadi berpikir-pikir."
"Lebih baik hati-hati, Jupe," kata Pete. "Jangan
berlebih-lebihan! Dalam keadaan berkeringat
41 kayak begitu, otakmu pasti kepayahan juga.
Jangan sampai macet karena terialu dipaksa,
sehingga kau nanti menjadi remaja biasa kayak
kami-kami ini." Bob tertawa geli. Sebetulnya Pete sangat bangga
terhadap kecerdasan otak Jupiter Jones. Tapi
sekali-sekali ia iseng, menyindir temannya itu.
Kadang-kadang itu memang perlu, karena rendah
hati tidak ada dalam kamus istilah Jupiter.
Jupiter melirik Pete dengan masam.
"Aku tadi sibuk menarik kesimpulan," katanya
sambil duduk di kursi putarnya. "Maksudku,
mengenai apa yang terjadi waktu itu di Green
Mansion." "Itu sebenarnya tidak perlu lagi, Jupe," kata Bob.
"Ayahku menceritakan padaku, kesimpulan apa
yang dicapainya bersama Chief Reynolds."
Tapi Jupiter berbuat seolah-olah tidak mende-ngar.
"Aku menarik kesimpulan bahwa istri Mathias
Green " katanya, tapi buru-buru dipotong oleh
Bob. "Ayah dan Chief Reynolds sependapat, bahwa
Mrs. Green mungkin meninggal karena sakit," kata
Bob. Ia jarang mendapat informasi yang begitu,
dan kini ia bertekat hendak menceritakannya.
"Lalu suaminya membaringkannya dalam peti
yang indah itu," sambungnya. "Tapi kemudian ia
merasa tidak bisa berpisah dari istri tersayang itu.
Karenanya peti mati lantas ditaruh dalam bilik kecil
di ujung gang. Jendela yang ada dalam bilik itu
42 disumbat, begitu pula pintunya. Dengan demikian
tidak ada yang tahu bahwa di situ sebenarnya ada
kamar. "Jadi putri Cina itu tetap ada di dekatnya. Saat ini
tidak bisa diketahui lagi dengan pasti, kapan hal itu
terjadi. Tapi pada suatu malam Mathias Green
tersandung ketika sedang menuruni tangga. Para
pelayan ketakutan ketika menemukan .dirinya
sudah mati. Malam itu juga mereka lari dengan
diam-diam. Kemungkinannya pergi ke Kampung
Cina di San Francisco dan membaurkan diri
dengan sanak kerabat mereka di sana, atau
mungkin juga pulang ke Cina. Ada kemungkinan,
beberapa di antara mereka masuk ke Amerika
melalui jalan gelap. Jadi secara ilegal! Pokoknya,
orang-orang Cina semasa itu maunya hanya
bergaul dengan sesama mereka saja. Kalau bisa, mereka memilih lebih baik tidak memberi
informasi apa pun pada orang kulit putih. Jadi
tindakan melarikan diri itu wajar, kalau dilihat dari
sudut pandangan mereka. "Satu-satunya kerabat Mathias Green ialah ipar
perempuannya. Jadi iparnya itu mewarisi segala-galanya. la membeli kebun anggur yang luas yang
terletak dekat kota San Francisco. Namanya
Verdant Valley Vineyard, la tidak pernah datang ke
sini. Begitu pula Miss Lydia Green, putrinya. la juga
tidak pernah ke sini. Kini Lydia Green itu yang
rnemiliki kebun anggur serta Green Mansion,
setelah ibunya meninggal dunia.
43 "Karena salah satu alasan yang tidak diketahui,
Green Mansion dibiarkan begitu saja, tan pa dirawat
sedikit pun. Dan akhirnya tahun ini Miss Green
menyatakan setuju, ketika ada seorang pemba-ngun hendak membelinya."
"Dan ketika para pekerja mulai membongkar
rumah itu, ternyata hantu Mathias Green marah,"
sela Pete. "Karena itulah ia menjerit, dan dilihat
orang masuk ke kamar tersembunyi itu. Rupanya
hendak pamit pada istrinya. Setelah itu yah,
setelah itu rupanya ia pergi dari rumahnya itu."
Jupiter nampak agak jengkel, karena tepat itulah
yang merupakan hasil kesimpulannya tadi. Walau
begitu ia tetap menjaga gengsi, bersikap lebih tahu.
"Kau rupanya begitu yakin bahwa itu hantu,"
katanya, "dan juga bahwa itu hantu Mathias
Green!" "Kami melihatnya sendiri, sedang kau tidak!"
tukas Pete. "Kalau itu bukan hantu, artinya aku
belum pernah melihat hantu!"
Sebetulnya Pete memang belum pernah meli-hatnya tepatnya sebelum malam menyeramkan
itu. Tapi kenyataan itu tidak diacuhkan olehnya.
"Kalau bukan hantu, lalu apa"" tanya Bob pada
Jupiter. "Kalau kau bisa mengajukan kemungkin-an lain, mungkin kau akan diberi hadiah oleh Chief
Reynolds." Mata Jupiter terkejap-kejap sesaat.
"Apa maksudmu"" tanyanya.
"Ya ada apa dengan Chief Reynolds""
sambung Pete dengan penuh minat.
44 "Yah kita semua kan mendengar penuturan-nya kemarin bahwa ia melihat hantu itu," kata Bob.
"Kemudian Ayah bercerita bahwa Chief Reynolds
saat ini benar-benar bingung. Soalnya, secara
resmi ia tidak mungkin bisa mengatakan bahwa
hantu itu ada. Jadi karenanya ia tidak bisa
menugaskan anak buahnya untuk melacaknya.
Tapi di pihak lain ia juga tidak bisa melupakan
bahwa ia benar-benar melihatnya. Jadi mungkin
saja hantu memang ada. Karenanya ia pasti akan
sangat berterima kasih pada siapa* saja yang bisa
membuktikan apa sebetulnya yang kelihatan oleh
kita semua jika itu memang bukan hantu."
"Hmmm." Jupiter kini kelihatan senang.


Trio Detektif 04 Misteri Hantu Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kurasa kita perlu menangani kasus hantu hijau
ini, untuk menolong Chief Reynolds. Kecuali itu
aku juga punya firasat bahwa masih banyak yang
tersembunyi di balik misteri ini, melebihi dugaan
kita sekarang." "Tunggu dulu!" sela Pete dengan buru-buru.
"Chief Reynolds sama sekali tidak meminta kita
agar mau menangani persoalan ini. Dan kalau
disuruh menyelidiki hantu hijau aku tidak mau
ikut-ikut!" Tapi Bob sama tertariknya seperti Jupiter.
"Semboyan kita kan, "Kami Menyelidiki Apa
Saja"," katanya mengingatkan. "Tapi aku sendiri
pun ingin tahu, yang kita lihat itu hantu atau bukan.
Tapi bagaimana cara kita menyelidikinya""
45 "Sebaiknya kasus ini kita telaah dari awal
mulanya," kata Jupiter. "Pertama-tama, apakah
hantu itu kelihatan lagi kemarin malam""
"Menurut koran, tidak," jawab Bob. "Dan ayahku
mendengar dari Chief Reynolds bahwa tidak ada
kabar baru yang masuk mengenainya."
"Apakah ayahmu sudah mewawancarai orang-orang yang melihat sosok bayangan waktu itu""
tanya Jupiter pada Bob. "Ayahku ikut berkeliling dengan Chief Rey-nolds," jawab Bob. "Tapi yang berhasil dijumpai
cuma empat orang saja, yaitu yang badannya
besar, lalu yang membawa anjing kecil, serta dua
tetangga mereka. Laporan mereka sama semua
tepat seperti yang ada dalam catatanku."
"Lalu bagaimana dengan dua atau tiga orang
lagi"" "Mereka tidak bisa ditemukan. Menurut ayahku,
ada kemungkinan mereka itu tidak ingin dikenal,
sebab takut nanti diganggu teman-teman mereka
karena mengaku melihat hantu. Tapi aku tetap
yakin jumlahnya tiga orang, dan bukan dua!"
"Apa sebe tulnya yang mendorong orang-orang
itu datang ke Green Mansion"" tanya Jupiter.
"Kata mereka, waktu itu ada dua orang datang
dan menyarankan agar datang melihat bangunan
tua itu malam hari pada saat terang bulan, sebelum
dibongkar. Kedua orang itu begitu pintar membu-juk, sehingga mereka merasa tertarik lalu ikut
pergi. Lalu ketika mereka sedang memasuki
46 pekarangan, tahu-tahu terdengar jeritan. Selebih-nya kau sudah tahu."
"Apakah sekarang pekerjaan membongkar
rumah itu dihentikan"" tanya Jupiter lagi.
"Ya setidak-tidaknya untuk sementara
waktu," kata Bob. "Kepala polisi sudah memerin-tahkan anak buahnya memeriksa seluruh bangun-an kalau-kalau ada lagi kamar rahasia yang lain,
tapi ternyata tidak ada. Walau begitu ia masih
menyuruh anak buahnya menjaga di sana untuk
mencegah orang-orang yang tidak berkepenting-an masuk. Menurut ayahku, ada desas-desus yang
mengatakan bahwa rencana membongkar
gedung tua itu untuk membangun gedung baru di
tempatnya mungkin akan dibatalkan. Maklumlah,
cerita tentang hantu itu tidak bisa dibilang berita
bagus!" Jupiter sibuk berpikir selama beberapa menit.
"Kurasa ada baiknya jika mendengarkan kem-bali rekamanmu waktu itu, Bob," katanya kemudi-an. "Soalnya, cuma itu saja petunjuk yang ada
pada kita saat itu."
Bob menghidupkan tape recorder. Sekali lagi
terdengar suara jeritan seram itu, disusul pembi-caraan orang-orang yang datang malam itu.
Jupiter mendengarkan dengan kening berkerut.
"Ada sesuatu dalam rekaman ini yang
menggelitik pikiranku, tapi aku belum tahu pasti
apa itu," katanya. "Tadi terdengar sebentar
qoggongan anjing. Anjing jenis apa itu""
47 "Apa hubungannya jenis anjing dengan persoal-an ini"" tukas Pete.
"Apa pun juga, bisa saja penting artinya," kata
Jupiter dengan lagak menggurui.
"Anjing itu jenis fox terrier kecil berbulu ikai,"
kata Bob. "Ada jawaban yang bisa kautemukan
sekarang, Jupe""
Jupiter terpaksa mengatakan bahwa ia masih
tetap belum tahu apa-apa. Rekaman suara malam
itu didengarkan berulang-ulang. Ada sesuatu di
dalamnya yang dirasakan aneh oleh Jupiter. Tapi ia
tidak bisa mengatakan, apa sesuatu itu. Akhirnya
mereka mengalihkan perhatian pada guntingan
koran. Satu-persatu dibaca dengan cermat
"Kurasa hantu hijau itu memang sudah pindah
ke tempat lain," kata Pete kemudian dengan nada
puas. "Rumah tua yang dihuninya selama ini
dibongkar, karena itu ia pergi!"
Sementara Jupiter sedang memikirkan jawaban
atas komentar Pete, tiba-tiba telepon berdering.
Jupiter menerimanya. "Halo," katanya. Teman-temannya bisa mengi-kuti pembicaraan yang terjalin setelah itu, lewat alat
pengeras suara yang dihubungkan dengan pesa-wat telepon.
"Ini interlokal," terdengar suara seorang wanita.
Rupanya petugas kantor telepon. "Telepon untuk
Robert Andrews." Ketiga remaja itu saling berpandang-pandangan. Baru sekali itu mereka menerima
interlokal. 48 "Untukmu, Bob," kata Jupiter sambil menyerah-kan gagang telepon pada temannya itu.
"Halo! Di sini Bob Andrews," kata Bob. Suaranya
agak gemetar karena perasaannya yang tegang. la
ingin tahu, siapa yang ingin bicara dengan dirinya.
"Halo, Bob." Terdengar lagi suara seorang
wanita, tapi bukan yang tadi. Wanita yang berbicara
sekarang kedengarannya sudah lanjut umurnya,
walau suaranya masih cukup tegas. "Di sini Lydia
Green! Aku menelepon dari Verdant Valley."
Lydia Green! Keponakan Mathias Green, yang
hantunya kalau betul yang muncul itu hantu
dilihat oleh Bob dan Pete!
"Ya, Miss Green," kata Bob dengan sopan.
"Aku ingin minta tolong," kata Miss Green.
"Bisakah kau datang ke Verdant Valley, bersama
kawanmu, Peter Crenshaw""
"Datang ke Verdant Valley"" tanya Bob. la tidak
mengerti. "Aku ingin sekali bicara dengan kalian," kata
Miss Green. "Kalian kan melihat pamanku yah,
kata orang hantu pamanku dua malam yang lalu.
Aku ingin mengetahui kejadian itu dengan jelas,
dari saksi yang melihatnya sendiri. Aku ingin tahu
seperti apa rupanya, apa yang dilakukan olehnya
dan lain-lainnya lagi. Pokoknya, aku ingin menge-tahui segala-galanya. Soalnya " sesaat Miss
Green terdengar agak bingung, lalu melanjutkan
dengan suara lemah, "soalnya, ha
ntu itu muncul di Verdant Valley. Kemarin malam aku aku
melihatnya dalam kamarku."
49 Bob memandang Jupiter. Temannya itu meng-angguk, sebagai tanda setuju.
"Ya, tentu saja kami bisa datang, Miss Green,"
kata Bob kemudian "Artinya, apabila diijinkan
orang tua kami." "Syukurlah kalau begitu!" Nada suara Miss
Green terdengar lega. "Tentu saja aku sudah
menghubungi orang tua kalian. Kedua ibu kalian
langsung setuju. Verdant Valley ini tempat yang
sangat tenang. Dan di sini kalian nanti bisa
ditemani cicit laki-laki pamanku. Namanya Charles
Chang Green. Sedari kecil ia tinggal di Ciria."
Setelah itu mereka membicarakan urusan
penjemputan. Bob dan Pete akan berangkat
dengan pesawat jet pukul enam sore ke San
Francisco. Di pelabuhan udara mereka dijemput
dengan mobil, lalu diantarkan ke Verdant Valley.
Setelah mengucapkan terima kasih sekali lagi,
Miss Green memutuskan pembicaraan.
"Bukan main!" kata Bob dengan gembira. "la
ingin mendapat segala macam keterangan ten-tang hantu itu dari orang yang melihatnya sendiri,
dan karenanya kita akan pesiar!" Saat itu ia baru
50 Bab 5 HANTU MUNCUL LAGI kaget, karena teringat pada sesuatu. "Tapi kau
tidak ikut diundang, Jupe!"
Jupe berusaha keras untuk tidak menunjukkan
kekecewaannya. "Soalnya, kalian berdua melihat hantu itu
sedang aku tidak," katanya. "Lagi pula aku besok
memang tidak bisa pergi! Paman Titus dan Bibi
Mathilda akan pergi dengan trukyang besar ke San
Diego. Mereka hendak memborong barang-barang bekas Angkatan Laut di sana. Jadi aku
harus tinggal di sini, menjaga toko."
"Tapi bagaimanapun, kita kan satu team,"
bantah Pete. "Tidak enak rasanya pergi kalau kau
tidak ikut, Jupe. Apalagi kalau kepergian itu ada
urusannya dengan hantu," tambahnya.
Jupiter menekan bibir bawahnya.
"Mungkin ini malah baik," katanya. "Jika hantu
itu dilihat muncul di Verdant Valley, kalian berdua
bisa melakukan penyelidikan di sana untuk Chief
Reynolds. Sementara itu aku melacak setiap jejak
yang bisa kupikirkan di sini. Gunanya tim
penyelidik ialah kita bisa mengusut dua dan
bahkan tiga jalur penyelidikan pada waktu yang
sama." Jadi soal itu sudah diputuskan. Penjelasan
Jupiter memang masuk akal. Tidak lama kemudi-an Bob dan Pete pulang ke rumah masing-masing
untuk bersiap-siap. Pakaian sudah dimasukkan ke
dalam koper oleh ibu masing-masing. Kedua
remaja itu menambahkan senter, serta membekali
Jiri dengan kapurtulis khusus. Bob berbekal kapur
51 berwarna hijau, sedang Pete biru. Kapur itu untuk
membubuhkan tanda Trio Detektif, apabila
ternyata perlu nanti. Ibu Bob mengantarkan mereka ke pelabuhan
udara Los Angeles yang ramai dan modern. Jupiter
ikut mengantarkan. "Kalau ada perkembangan baru, telepon aku,
ya," katanya pada Bob. "Jika hantu itu benar-benar
ada di sana, nanti aku akan mencari jalan untuk
menyusul kalian." Tidak lama kemudian pesawat jet yang
ditumpangi kedua remaja itu sudah terbang ke
arah utara. Penerbangan itu hanya satu jam
lamanya. Bob dan Pete merasa waktu itu begitu,
singkat, apalagi karena mereka juga masih
disibukkan dengan makan malam yang dihidang-kan di atas piring plastik yang berkotak-kotak.
Selesai makan mereka kembali melayangkan
pandangan ke luar, memperhatikan tanah yang
bagaikan mengalir di bawah mereka. Tahu-tahu
pesawat sudah membelok, lalu menukik untuk
mendarat di pelabuhan udara San Francisco.
Di sana mereka dijemput seorang anak laki-laki.
Tingginya hampir sepantar dengan Pete. Tapi
bahunya lebih bidang. Remaja itu keren tampang-nya. Tidak ada bedanya dengan remaja Amerika,
kecuaii matanya agak sipit.
Remaja itu memperkenalkan diri sebagai
Charles Green. Katanya ia lebih dikenal dengan
panggilan 'Chang'. Ia seperempat Cina, dan sejak
52 kecil hampir selalu tinggal di Hongkong. Setelah
memperkenalkan diri, ia membantu Pete dan Bob
mengambil barang-barang mereka di bagian
bagasi. Kemudian Charles Green mengajak
mereka menyeberang jalan yang ramai, menuju ke
sebuah pelataran parkir yang luas sekali.
Di situ sudah menunggu sebuah mobil kombi
kecil. Supirnya masih muda, bertampang seperti
orang Meksiko. "Ini tamu-tamu kita, Pedro," kata Chang. "Ini
Pete C renshaw, dan yang ini Bob Andrews. Kita
Iangusung kembali sekarang, ke Verdant Valley.
Mereka tadi sudah makan malam di pesawat."
"Si, Senor Chang," kata Pedro. Kedua koper Bob
dan Pete dimasukkan olehnya ke bagian belakang
mobii, sementara ketiga remaja itu duduk di
bangku di belakang tempat supir. Dengan begitu
mereka bisa duduk berjejer.
Dalam perjalanan Pete dan Bob sibuk berbicara
dan bertanya-tanya, sambil memandang ke
sekeliling mereka pada waktu bersamaan. Kedua-nya agak menyesal karena ternyata mereka tidak
masuk ke dalam kota San Francisco, melainkan
mengitari tepinya. Beberapa saat kemudian mobil
kombi itu sudah meluncur melewati daerah yang
berbukit-bukit tapi masih bisa dibilang lapang.
"Kita sekarang menuju ke lembah Verdant, di
mana bibiku yang terhormat mengelola perusaha-an anggur," kata Chang Green. Bob sudah tahu
dari ibunya, bahwa perusahaan itu bernama 3-v
Winery. Chang melanjutkan penjelasannya.
53 "Menurut bibiku, akulah yang sebenarnya
memiiiki kebun dan perusahaan anggur itu. Tapi
aku sama sekali tak bermaksud untuk mengambil
alih dari bibiku." Pete dan Bob menoleh ke samping, meman-dang Chang dengan penuh minat. Keduanya
menunggu penjelasan lebih lanjut. Dan Chang
memang menjelaskan, sementara mobil melucur
terus ke Verdant Valley.

Trio Detektif 04 Misteri Hantu Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ternyata Chang itu cicit Mathias Green, dari istri
pertamanya. Istrinya yang pertama semasa hidup-nya selalu ikut dalam setiap pelayaran Mathias. la
meninggal terserang penyakit demam ketika
sedang berada dalam pelayaran lagi di daerah Asia,
la mempunyai seorang anak laki-laki yang sewaktu
ia meninggal masih kecil. Namanya Elija.
Mathias merasa tidak mampu mengurus anak
itu, lalu dititipkan di sebuah sekolah misi di
Hongkong yang dikelola agamawan Amerika.
Kemudian Mathias terlibat dalam kesulitan dengan
pihak berwajib di Hongkong, karena secara tidak
sah mengambil kalung Mutiara Hantu. Saat itu ia
sudah menikah lagi dengan seorang putri Cina
yang masih muda. Mathias Green buru-buru
berlayar kembali ke Amerika. Sedang putranya,
Elija, ditinggal di Hongkong.
Setelah dewasa, Elija menjadi dokter misi
keagamaan di Cina. Ia menikah dengan seorang
wanita Cina. Ketika keduanya kemudian mening-gal dunia karena penyakit demam kuning, putra
mereka yang bernama Thomas ditampung di
54 sekolah misi Amerika. Thomas itulah ayah Chang.
Thomas sama sekali tidak tahu-menahu tentang
kerabatnya di Amerika, karena ayahnya tidak
pernah menyinggung-nyinggung tentang Mathias
Green, kakeknya. Seumur hidupnya, Thomas juga
terus tinggal di Cina sebagai dokter. la menikah
dengan anak seorang misionaris berkebangsaan
Inggris. Mereka hidup berbahagia di Cina. Namun
ajal mereka sampai, ketika perahu mereka terbalik
di sungai Huang Ho yang waktu itu sedang banjir.
Chang berhenti sebentar. Bob dan Pete melihat
remaja itu meneguk ludah beberapa kali, untuk
mengendalikan perasaannya.
"Waktu itu keadaan di Cina kacau," katanya
meneruskan kisah. "Aku masih bayi saat itu.
Sepasang suami istri bangsa Cina menyelamatkan
diriku dari cengkeraman banjir. Selama beberapa
tahun aku tinggal bersama mereka. Ketika mereka
kemudian mendengar bahwa keselamatanku
terancam karena aku orang Amerika, mereka
membawa aku lari ke Hongkong.
"Waktu itu aku belum mengetahui namaku yang
sebenarnya. Aku dititipkan di suatu sekolah yang
dikelola misi keagamaan, sama halnya seperti ayah
dan kakekku semasa kecil mereka. Pada suatu hari
aku menyebutkan nama depan ayah dan ibuku
pada salah seorang guruku. Kedua nama itu masih
kuingat. Lalu guru itu meneliti catatan lama di
sekolah. Setelah menjumpai apa yang di cari di
situ, ia mengatakan padaku bahwa nama keluar-gaku yang sebenarnya Green. Guruku itu menghu-55
bungi Bibi Lydia di sini. Lalu Bibi Lydia
menyuruhku datang ke sini.
"Sejak itu aku tinggal di Verdant Valley, bersama
Bibi. la sangat ramah terhadapku. Aku ingin sekali
menolongnya, karena saat ini ia sedang dalam
kesulitan. Paman Harold juga berusaha memban-tu, tapi ia sendiri juga bingung. Kini situasi menjadi
bertambah sulit, karena adanya desas-desus
mengenai munculnya hantu moyangku, Mathias
Green. Saat ini aku tidak
bisa menceritakan segala kesulitan itu, karena banyak yang tidak kupahami.
Tapi kalian akan bisa melihatnya sendiri."
Bob sebenarnya hendak bertanya, tapi ia lupa
lagi mengenai persoalan apa. Kesibukan sehari itu
melelahkannya. Gerak mobil yang meluncur
dengan nyaman, seperti meninabobokkannya.
Matanya terpejam, dan tahu-tahu ia sudah terlelap.
Ia baru terbangun lagi ketika mobil berhenti.
Matahari sudah menghilang di balik punggung
bukit. Ternyata mereka sudah berada di depan
sebuah rumah tua yang besar, membelakangi
lereng yang curam. Rupanya rumah itu dibangun
dalam suatu lembah yang sempit tapi memanjang.
Tidak banyak yang bisa dilihat karena saat itu hari
sudah senja. Tapi samar-samar masih nampak
juga kelompok semak berjejer-jejer sejauh mata
memandang. Pasti itulah tanaman anggur yang
dipelihara Miss Lydia Green.
"Ayo bangun! Kita sudah sampai!" kata Pete.
Kini Bob benar-benar bangun. Sambil menahan
kuap, ia turun dari mobil. Sementara itu Chang
56 sudah mendului, mendaki undak-undakan kayu
yang agak tinggi menuju beranda rumah tua itu.
"Inilah Verdant House," kata Chang. "Kalian,
tentunya tahu, Verdant berarti Hijau. Bibiku
memilih nama itu untuk kebun anggur kami,
karena nama keluarga kami Green yang juga
berarti Hijau. Kini kalian akan kubawa menemui
bibiku itu. la ingin sekali berjumpa dengan kalian."
Mereka memasuki sebuah ruangan yang luas.
Dinding ruangar itu dilapisi dengan papan kayu
merah. Seorang wanita bertubuh jangkung, agak
kurus dan bersikap anggun keluar dari sebuah
kamar untuk menyambut mereka.
"Selamat sore, anak-anak muda," sapanya.
"Aku senang kalian bisa datang. Bagaimana
perjalanan kalian tadi""
Setelah berbasa-basi sebentar, wanita itu
mengajak mereka masuk ke kamar makan.
"Kalian tentunya lapar sekarang," katanya,
"walau mungkin tadi sudah makan. Anak laki-laki
memang biasa merasa lapar terus. Karenanya
kutinggalkan kalian sendiri di sini supaya bisa
makan sepuas-puas hati, sambil mengobrol
dengan Chang. Besok kita akan berbicara.
Sekarang aku agak capek, karena sehari ini
keadaan sibuk terus dan merepotkan. Aku mau
cepat-cepat tidur." Wanita itu memukul sebuah gong kecil. Sesaat
kemudian seorang wanita Cina yang sudah agak
tua muncul. "Anda bisa menghidangkan makan malam
57 sekarang, Li," kata wanita itu, yang tadi sudah
memperkenalkan diri sebagai Lydia Green, bibi
Chang. "Chang mungkin ingin makan lagi
sekarang." "Anak laki-laki selalu lapar," gumam wanita Cina
yang tua itu. "Kuberi makan supaya kenyang."
Setelah itu ia keluar lagi, sementara seorang
laki-laki masuk. Bob dan Pete langsung mengena-linya kembali. Orang itu Harold Carlson, yang
mereka lihat sehari sebelumnya di Rocky Beach,
yaitu ketika ditemukan jerangkong putri Cina
dalam kamar rahasia di Green Mansion. Harold
nampak gelisah. "Halo," sapanya dengan nada ramah. "Ketika
kita berjumpa kemarin dalam situasi yang begitu
aneh, sama sekali tak kusangka bahwa hari ini kita
akan berjumpa lagi di sini. Tapi " ia berhenti
sebentar, lalu menggelengkan kepala. "Terus
terang saja, aku sama sekali tidak bisa mengerti.
Begitu pula orang-orang di sini." Ia mengeluh.
"Aku tidur saja sekarang," kata Miss Green.
'"Good night, boys! Harold, maukah kau menolong
aku sebentar" "Tentu saja, Bibi Lidya." Harold membimbing
bibinya dengan hati-hati, membantunya naik
tangga menuju ke tingkat atas. Sementara itu
Chang menyalakan lampu. "Kalau sore, di lembah sini cepat sekali gelap,"
katanya menjelaskan. "Yah kita makan saja
sekarang, sementara aku melanjutkan keterangan
58 mengenai keluarga kami. Atau mungkin kalian
ingin bertanya""
"Sekarang bukan waktu ngobrol!" tukas Li,
wanita Cina tua yang saat itu masuk lagi ke kamar
.makan sambil mendorong meja kecil yang beroda.
Di atas meja itu terhidang berbagai makanan.
"Sekarang saat makan bagi kalian. Makan yang
banyak, supaya bisa besar nanti. Ayo, duduklah!"
Melihat hidangan yang begitu sedap diatur di
meja, barUlah Bob merasa sangat lapar. Hidangan
di pesawat terbang tadi rasanya sudah lama sekali,
dan sangat sedikit! Ketiga remaja itu menghampiri meja makan.
Tapi ketika me'reka hendak duduk,
tiba-tiba dari arah tingkat atas terdengar jeritan melengking.
Setelah itu sunyi! "Itu suara Bibi Lydia!" seru Chang, sambil
melompat dari kursinya. "Ada sesuatu yang terjadi
di atas!" la lari menuju tangga, disusul oleh Bob dan Pete,
diikuti oleh Li serta beberapa pelayan yang
tahu-tahu muncul. Chang mendului lari naik tangga, lalu menyusur
sebuah gang. Di ujung itu nampak sebuah pintu
terbuka. Lampu kamar di belakang pintu itu
menyala. Harold Carlson kelihatan sedang mem-bungkuk di depan Miss Lydia Green, yang terkapar
di tempat tidur. Harold mengusap-usap pergelang-an tangan bibinya, sambil berbicara dengan
gugup. "Bibi Lydia!" katanya memanggil-manggil.
59 Kemudian dilihatnya orang-orang yang datang
bergegas-gegas. "Li! Tolong ambilkan obat
pingsan!" Wanita tua yang disuruh itu berjalan terseok-seok ke kamar mandi, dan sesaat kemudian
kembali dengan sebuah botol kecil. Ditonton oleh
para pelayan yang berkerumun di depan pintu, ia
menyodorkan botol kecil itu ke bawah hidung Miss
Green. Setelah beberapa saat nampak tubuh Miss
Green bergidik. Matanya terbuka.
"Aku pingsan, ya"" katanya. "Ya, aku tadi
menjerit, lalu pingsan. Baru sekali ini hal itu terjadi
seumur hidupku." "Tapi apakah yang terjadi tadi, Bibi Lydia"" tanya
Chang dengan cemas. "Kenapa Anda menjerit""
"Aku melihat hantu itu lagi," kata Miss Green
dengan suara gemetar. "Setelah mengucapkan
selamat tidur pada Harold, aku masuk ke kamarku.
Sebelum menyalakan lampu, aku berpaling ke
relung yang di sana itu."
Ia menuding sebuah relung sempit dekat
jendela. "Kulihat jelas hantu itu berdiri di situ, la
menatapku dengan mata menyala-nyala. Ia
memakai jubah hijau, persis seperti yang dulu
biasa dipakai Paman Mathias. Aku yakin tadi itu dia,
walau mukanya kabur kecuali matanya yang
nampak jelas menyala-nyala menatapku."
Suaranya kini merendah. Berbisik-bisik. "la
kelihatannya marah padaku. Aku tahu pasti, ia
marah! Soalnya dulu ibuku pemah berjanji, setelah
60 Paman meninggal rumah yang di Rocky Beach
akan ditutup untuk selama-lamanya. Tidak akan
dijual, atau diapa-apakan! Kini aku melanggar janji
itu. Aku setuju untuk menjualnya. Jenazah istri
Paman terganggu ketenangannya dan kini
Paman Mathias marah padaku!"
61 Akhirnya Pete, Bob dan Chang bisa melanjutkan
makan malam, diselingi pembicaraan ramai.
Miss Green sudah tidur, setelah diberi minuman
penenang oleh Li. Wanita Cina itu rupanya kecuali
menjadi juru masak, juga merangkap selaku
pengurus rumah tangga di situ. Para pelayan juga
sudah disuruh kembali melakukan tugas masing-masing, setelah diperingatkan dengan keras agar
jangan bercerita pada siapa pun juga tentang
kejadian yang baru lalu. Namun larangan itu sudah
pasti ada yang melanggarnya.
Mr. Carlson datang ke kamar makan. Wajahnya
nampak geiisah. "Anda juga melihat hantu itu, Sir"" tanya Pete
padanya. Harold Carlson menggeleng.
"Aku tadi cuma mengantar Bibi Lydia sampai ke
depan pintu," katanya. "la masuk sendiri. Kamar-nya gelap. Ketika aku berpaling hendak pergi lagi,
tiba-tiba terdengar jeritannya. Dengan cepat aku
berpaling. Pintu kamar agak ternganga sedikit saat
itu. Aku melihat lampu kamar dinyalakan. Rupanya
Bibi Lydia baru saja hendak menghidupkan lampu,
ketika ia melihat yah, apa pun yang dilihatnya
62 Bab 6 KEJADIAN TAK TERSANGKA saat itu, tapi secara otomatis jarinya tetap menekan
tombol lampu. Setelah kamar terang-bederang,
tentu saja tidak ada lagi yang bisa dilihat.
Setidak-tidaknya, aku saat itu tidak melihat
apa-apa. "Bibi mendekap mulutnya dengan tangan.
Matanya memancarkan kengerian. Sementara aku
bergegas masuk, ia roboh tidak sadarkan diri.
Untung aku masih sempat menangkapnya,
sehingga tidak terbanting ke lantai. Bibi kubaring-kan di tempat tidur. Ketika kalian masuk, aku
sedang menggosok-gosok pergelangan tangan-nya, supaya ia siuman kembali."


Trio Detektif 04 Misteri Hantu Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Harold Carlson mengusap keningnya dengan
sikap bingung. "Para pelayan pasti akan mempergunjingkan
kejadian tadi," katanya. "Mustahil mulut mereka
bisa dibungkam. Besok pagi kisah tentang hantu
yang muncul di sini pasti akan sudah tersebar luas
di seluruh iembah". "Anda gelisah karena
wartawan mungkin akan mendengarnya lalu memuat berita itu dalam
koran"" tanya Bob.
"Bukan itu saja aku bingung membayangkan
akibat kejadian ini terhadap para pekerja di sini,"
jawab Harold Carlson. "Kurasa Bibi Lydia tentunya
sudah mengatakan lewat telepon bahwa kemarin
malam pun ia sudah melihat hantu itu dalam
kamarnya. Ya, kan""
Bob dan Pete mengangguk. "Nah kecuali dia, masih ada pula dua pelayan
63 wanita yang melihatnya, atau tepatnya, mengaku
melihatnya di beranda, sewaktu mereka sedang
duduk-duduk sambil mengobrol di situ. Keduanya
ketakutan setengah mati! Semula kusangka aku
sudah berhasil meyakinkan mereka bahwa itu
cuma khayalan mereka saja. Tapi ternyata
sangkaanku itu keliru. Sebab pagi ini di lembah
sudah tersebar desas-desus, bahwa hantu hijau
dari Rocky Beach sudah pindah ke sini. Para
pekerja kami sejak itu ramai membicarakannya."
"Jadi Anda merasa hantu itu menyebabkan
pekerja kita ketakutan, Paman Harold"" tanya
Chang. "Betul!" jawab pamannya. "Hantu itu akan
merusak perusahaan kita. Kita akan bangkrut
karenanya!" "Tapi kedua tamu kita ini tidak perlu direpotkan
urusan itu," katanya lebih lanjut. Suaranya sudah
tenang kembali, seakan-akan ia menyesali gejolak
perasaannya tadi. "Mungkin kalian ingin melihat
mutiara yang kutemukan kembali kemarin, ketika
kalian juga ikut hadir dalam kamar tersembunyi
itu"" Tentu saja Bob dan Pete ingin melihatnya,
karena di Green Mansion hanya sempat meman-dangnya sekilas saja.
Mr. Carlson mendului keluar dari kamar makan.
la menyusur gang, menuju suatu ruangan kantor
yang sempit. Di situ ada sebuah meja tulis yang
besar berbentuk lemari, yang bagian atasnya bisa
ditutup seperti kerai. Kecuali itu ada pula sejumlah
64 lemari untuk menyimpan dokumen, sebuah
pesawat telepon. Di pojok berdiri lemari besi besar
model kuno. Harold Carlson berlutut di depan leman besi itu.
la memutar-mutar tombol untuk membuka
pintunya. Sesaat kemudian ia berpaling, lalu
mengharnpiri ketiga remaja itu sambil membawa
sebuah kotak kecil terbuat dari kardus. Kotak itu
diletakkannya di atas meja, lalu dibuka. Diambilnya
kalung yang tersimpan di dalam dan diletakkannya
pada alas meja yang berwarna hijau.
Bob dan Pete menjulurkan tubuh untuk melihat
lebih jelas, diikuti oleh Chang. Kalung itu terdiri dari
sejumlah mutiara yang besar-besar. Bentuknya
tidak ada yang rata, sedang warnanya aneh. Keiabu
kusam. Lain sekali dengan mutiara yang bulat-bulat dan berwarna putih kemerahan, seperti yang
dimiliki Mrs: Andrews, ibu Bob.
"Warnanya aneh," kata Pete mengomentari.
"Itulah sebabnya dijuluki Mutiara Hantu," kata
Mr. Carlson. "Kalau tidak salah mutiara macam
begini semuanya berasal dari suatu teluk kecil di
Samudra Hindia, dan sekarang sudah tidak
ditemukan lagi. Di kawasan Asia kaum bangsawan
sangat menyukai mutiara jenis ini. Aku tidak tahu
apa sebabnya, karena bentuknya tidak sempurna
dan warnanya juga sama sekali tidak menarik. Tapi
nilainya sudah pasti sangat tinggi. Aku tahu pasti,
kalung ini kalau dijual bisa berharga seratus ribu
dollar, atau bahkan lebih."
65 "Kalau begitu, Bibi Lydia akan bisa membayar
semua utangnya, sehingga perkebunan dan pabrik
anggur bisa diselamatkan," kata Chang. la
menambahkan, "Tentunya mutiara ini sekarang
menjadi miliknya, kan""
"Persoalannya tidak segampang itu," kata Mr.
Carlson sambil menggelengkan kepala. "Kalung
ini dulu dihadiahkan Mathias Green pada putri Cina
itu, istrinya yang kedua. Jadi berdasarkan ketentu-an warisan, pemiliknya yang sah ialah kerabat
terdekat istri kedua itu."
"Tapi wanita itu kan sudah dikucilkan keluarga-nya," kata Chang. "Mereka sudah tidak mengang-gapnya keluarga mereka lagi. Kecuali itu kerabat-nya lenyap entah ke mana selama kekacauan dan
peperangan yang berkecamuk di Cina waktu itu."
"Ya, aku juga tahu." Mr. Carlson mengusap
keningnya. "Tapi baru-baru ini aku menerima surat
dari seseorang pengacara bangsa Cina di San
Francisco. Dalam suratnya itu dikatakan bahwa
seorang kliennya mengaku keturunan saudara
perempuan istri kedua Mathias Green, la memperi-ngatkan aku agar menjaga kalung mutiara ini,
karena kliennya menuntut peng
embaliannya. Perkaranya akan diajukan ke pengadilan. Mungkin
setelah bertahun-tahun, baru akan ketahuan siapa
pemilik sah kalung ini."
Kening Chang berkerut. Kelihatannya ia hendak
mengatakan sesuatu. Tapi tiba-tiba terdengar
langkah orang bergegas-gegas datang di gang,
disusul ketukan di pintu.
66 "Masuk!" seru Harold Carlson, sementara
semua yang ada dalam kantor kecil itu berpaling
dan memandang ke pintu. Pintu terbuka. Seorang laki-laki setengah umur masuk ke
dalam. Tubuh orang itu gempal. Kulit mukanya
coklat terbakar matahari, sedang matanya mena-tap tajam. la berbicara dengan napas memburu.
Ketiga remaja yang ada di situ sama sekali tak
diacuhkan olehnya. "Sir," katanya pada Harold Carlson, "hantu itu
muncul di tempat peras anggur Nomor Satu. Tiga
orang Meksiko pemetik anggur melihatnya, dan
karenanya kini ketakutan. Sebaiknya Anda ikut ke
sana!" "Aduh, gawat nih! Ya, aku datang, Jensen,"
keluh Mr. Carlson. Ia bergegas mengembalikan
kalung mutiara ke peti besi dan menutup pintunya.
Setelah itu ia cepat-cepat ke luar, diikuti oleh Bob,
Pete dan Chang. Mr. Carlson dan Jensen menuju
ke sebuah jip yang menunggu di depan rumah.
Begitu semua sudah naik, dengan segera
kendaraan itu berangkat Mereka menyusur
lembah yang sudah gelap. Bob dan Pete repot berpegang supaya jangan
jatuh, sementara kendaraan itu meluncur terom-bang-ambing di atas jalan tanah. Jadi apabila saat
itu belum malam pun, takkan banyak yang bisa
mereka lihat dari pemandangan sekeliling. Tapi
perjalanan itu hanya sebentar, tidak sampai lima
menit. Jip diberhentikan dengan tiba-tiba di luar
67 sebuah bangunan yang rendah. Diterangi lampu
mobil, nampak bahwa bangunan itu terbuat dari
beton dan bata beton. Kelihatannya masih baru.
Semua bergegas turun dari mobil. Keras sekali
tercium bau buah anggur dan sarinya yang baru
diperas. "Jensen itu kepala pekerja yang menanam dan
memetik buah anggur," bisik Chang pada kedua
temannya. Sementara Jensen memadamkan lampu besar
jip, seorang pemuda yang pakaiannya agak lusuh
muncul dari tempat gelap di dekat bangunan dan
datang menghampiri mereka.
"Nah ada yang kaulihat sejak aku pergi tadi,
Henry"" bentak Jensen. Pemuda yang ditanya
menggeleng. "Tidak, Sir," katanya. "Saya tidak melihat
apa-apa." "Mana pemetik anggur yang tiga orang tadi""
tanya Jensen lagi. Sementara itu pemuda yang
datang sudah cukup dekat, sehingga dalam
keremangan nampak bahwa ia membentangkan
tangannya. "Siapa yang bisa tahu"" katanya. "Begitu Anda
pergi, mereka langsung minggat. Mereka lari
pontang-panting, dan " pemuda itu tertawa geli,
"belum pernah saya melihat mereka lari sebelum
ini. Mungkin sekarang mereka ada di Verdant," ia
menuding ke arah sekelompok cahaya terang di
ujung seberang lembah, "dalam sebuah cafe dan
68 bercerita pada siapa saja yang mau mendengar
bahwa mereka baru saja melihat hantu!"
"Justru itulah yang tidak kukehendaki," kata
Jensen dengan geram. "Seharusnya kau menahan
mereka." "Saya sudah berusaha menenangkan mereka,"
kata pemuda itu. "Tapi mereka tidak mau
mendengar, karena terlalu takut."
"Yah nasi sudah menjadi bubur," kata Harold
Carlson dengan nada lesu. "Apa sebetulnya! yang
diperbuat orang-orang itu di sini setelah gelap""
"Saya yang meminta mereka datang menemui
saya di sini, Sir," kata Jensen. ''Mereka itulah yang
mula-mula menyebarkan desas-desus tentang
hantu. Saya bermaksud hendak menyuruh mereka
tutup mulut, kalau tidak ingin dipecat. Tapi saya
terlambat datang. Sementara mereka menunggu,
rupanya orang-orang itu merasa seperti melihat
sesuatu. Saya yakin bahwa yang nampak itu cuma
khayalan mereka saja. Habis begitu sering
mereka mengoceh tentang hantu, sehingga
akhimya menyangka benar-benar rnelihatnya."
"Apakah itu khayalan atau tidak, yang jelas
keadaan sudah terlanjur," kata Harold Carlson.
"Coba kau pergi ke desa untuk menenangkan
mereka, walau mungkin percuma saja."
"Baiklah, Sir. Apakah Anda semua perlu saya
antarkan pulang dulu""
"Ya, dan " Harold Carlson tertegun, lalu
menepuk keningnya sambil berseru kaget.
69 "Astaga!" katanya. "Chang! Setelah mengem-balikan kalung mutiara tadi ke dala
m peti besi, pintunya kukunci lagi atau tidak""
"Saya tidak tahu, karena saat itu Anda ada di
depannya jadi saya tidak bisa melihat," jawab
Chang. "Tapi saya melihatnya," sela Pete. Kemudian ia
berusaha mengingat-ingat, apa sebetulnya yang
dilihatnya ketika dalam kantor tadi. "Anda
memasukkan kalung ke dalam lalu menutup
pintu dan memutar pegangannya "
"Ya, ya, betul," kata Harold Carlson memotong,
"tapi tombol kuncinya kuputar atau tidak""
Pete berusaha mengingat-ingat. Ia tidak begitu
yakin, tapi "Tidak, Mr. Carlson," katanya kemudian. "Saya
rasa Anda tidak menguncinya."
Harold Carlson mengeiuh. "Kurasa juga begitu," katanya. "Aku tadi pergi
begitu saja, sementara lemari besi kubiarkan tak
terkunci. Padahal Mutiara Hantu ada di dalamnya.
Cepat, Jensen antarkan aku pulang dulu.
Setelah itu kau kembali lagi ke sini untuk
menjemput ketiga remaja ini."
"Baiklah. Nih, Chang pegang senterku."
Jensen menyerahkan senternya yang bercahaya
terang ke tangan Chang. Setelah itu ia dan Carlson
bergegas meloncat ke atas jip yang langsung
berangkat. "Astaga!" kata Bob, memecah kesunyian yang
menyusul. "Mula-mula di rumah, lalu kemudian di
70 sini. Tapi kenapa semuanya begitu mengkhawatir-kan omongan orang, Chang""
Tanpa disadari, ketiga remaja itu saling
mendekat di tengah kegelapan malam sunyi, yang
hanya dipecahkan oleh bunyi jengkerik.
"Soalnya, saat ini musim memetik buah anggur
sedang berjalan," kata Chang. "Buah anggur mulai
ranum dan harus dipetik, lalu setelah itu diangkut
ke tempat pemerasan untuk diambil sarinya.
Setiap hari ada buah anggur yang ranum. Kalau
tidak cepat-cepat dipetik, akibatnya buah itu terlalu
ranum sehingga anggurnya tidak begitu enak. Atau
bahkan mungkin pula buah itu membusuk.
"Untuk memetiknya diperlukan tenaga banyak
orang. Tapi pekerjaan itu merupakan kerja
musiman. Jadi banyak di antara pekerja yang
datang ke sini khusus pada musim petik, dan
setelah itu pergi lagi ke tempat lain. Pekerja-pekerja


Trio Detektif 04 Misteri Hantu Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu ada yang orang Meksiko, ada pula bangsa
Amerikanya, dan sebagian lagi orang-orang
keturunan Asia. Tapi semuanya orang-orang
miskin yang bekerja membanting tulang dan
sangat percaya pada takhyul.
"Mereka itu sudah gelisah saja, sejak mulai ada
berita dalam koran-koran mengenai hantu hijau di
Rocky Beach. Kini, apabila hantu itu ada di Verdant
Valley, banyak dari para pekerja itu akan lari
ketakutan dari sini. Mereka akan minta berhenti,
dan kami tidak bisa memperoleh pekerja Iain
sebagai pengganti. Sebagai akibatnya, buah
anggur akan membusuk, sehingga panen kali ini
71 gagal. Perusahaan kami akan menderita kerugian
besar. Aku tahu pasti bibiku bingung karena
perusahaan banyak utang dan setiap sen yang
masuk sangat besar artinya."
"Aduh, gawat juga kalau begitu," kata Pete
dengan kikuk. "Dan semuanya terjadi karena
rumah moyangmu dibongkar dan arwahnya
terpaksa gentayangan ke mana-mana."
"Tidak!" kata Chang berkeras. "Aku tidak
percaya bahwa itu arwah moyangku. Ia takkan mau
merugikan keluarganya sendiri. Pasti itu hantu
jahat yang ingin mengganggu kami."
Chang berbicara dengan nada begitu yakin,
sehingga Bob ingin sekali bisa mempercayai
kata-katanya itu. Tapi Bob hadir sendiri di Green
Mansion. Dengan mata sendiri ia melihat sosok
tubuh kabur berjubah hijau itu. Jadj^ ia terpaksa
berpendapat, Chang pasti keliru.
Selama beberapa saat ketiga remaja itu
membisu. Mereka memikirkan tindakan selanjut-nya. Akhirnya Bob yang paling dulu membuka
mulut. "Jika hantu itu dilihat orang di sini," katanya,
"kita perlu membuka mata! Siapa tahu, kita akan
bisa melihatnya lagi."
"Yah kurasa betul juga katamu itu," kata Pete
segan-segan. "Tapi perasaanku lebih enak apabila
Jupe juga ada di sini."
"Hantu itu tidak mengganggu siapa-siapa," kata
Chang, "la cuma menampakkan diri saja. Jadi kita
tidak perlu takut. Dan kalau betul itu arwah
72 moyangku, pasti ia tidak bermaksud jahat. Aku
Pendekar Bayangan Malaikat 13 Pendekar Naga Putih 73 Rase Perak Empat Pemburu Harta 1

Cari Blog Ini