Trio Detektif 11 Misteri Tengkorak Berbicara Bagian 2
"Nanti dulu!" seru Pete dengan gugup. "Tapi itu kan tidak benar! Kita tidak tahu apa-apa!"
"Aku tahu," kata Chief Reynolds. "Dan kalian juga tahu bahwa kenyataannya begitu. Tapi para penjahat itu menyangka bahwa petunjuk itu ada pada kalian! Yah - ada saja kemungkinan mereka muncul lagi dan berusaha memaksa kalian untuk menyerahkannya pada mereka."
Anak-anak termenung. Perasaan mereka kecut membayangkan kemungkinan itu.
"Maksud Anda, ada kemungkinan keselamatan kami masih tetap terancam, Chief"" tanya Jupiter setelah beberapa waktu.
"Kurasa begitulah kenyataannya." Kepala polisi Rocky Beach itu berbicara dengan nada suram. "Karenanya kalian kuminta agar tetap waspada. Jika melihat orang yang nampaknya mencurigakan di sekitar tempat kalian, cepat-cepat hubungi aku. Atau kalau ada yang menghubungi kalian, tentang peti itu. Langsung laporkan padaku. Maukah kalian melakukannya""
"Ya, tentu saja!" kata Bob berjanji.
"Ada satu kesulitan dalam hubungan ini," kata Jupiter dengan kening berkerut. "Banyak orang datang ke penimbunan barang bekas kami, karena ingin mencari-cari sesuatu yang mereka perlukan di situ. Sulit rasanya untuk menentukan mana yang mencurigakan, dan mana yang tidak. Tapi jika kami melihat seseorang yang memang mencurigakan gerak-geriknya, Anda akan segera kami beri tahu."
"Jangan sampai tidak!" kata Chief Reynolds.
Ketiga remaja anggota Trio Detektif meninggalkan Markas Besar Kepolisian Rocky Beach, lalu bersepeda kembali ke tempat Jupiter. Dalam perjalanan mereka membisu. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri-sendiri.
Bab 10 JUPITER MELAKUKAN PENGUSUTAN
"MAKIN lama makin tidak kusukai segala urusan ini!" tukas Pete. "Aku tidak mau ada kawanan penjahat mengira kita mempunyai petunjuk, padahal itu tidak benar. Entah apa saja tindakan mereka nanti. Orang-orang begitu kan tidak bisa diajak berpikir waras."
"Padahal semula kita mengira sudah bebas dari segala kesulitan dengan tind
akan kita melepaskan peti itu," kata Bob menambahkan. "Kau punya akal, Jupe""
Ketiga remaja itu menyendiri di bagian bengkel tempat penimbunan barang-barang bekas itu. Tak seorang pun dari mereka yang berwajah cerah. Bahkan Jupiter pun, yang biasanya berwajah cerah, sekali itu kelihatan serius sekali.
"Kurasa orang-orang itu - siapa pun mereka - takkan mau berhenti mencari sebelum uang itu berhasil ditemukan," katanya. "Cara terbaik menanggulangi masalah kita ialah dengan menemukan uang itu, menyerahkannya pada polisi, lalu kita usahakan agar diberitakan secara besar-besaran dalam surat kabar. Dengan begitu para penjahat pasti tidak merongrong kita lagi."
"Hebat! Benar-benar hebat!" tukas Pete. "Kita cuma tinggal menemukan uang yang sudah sejak bertahun-tahun lenyap tanpa bekas. Uang yang tidak bisa ditemukan oleh polisi serta para detektif Departemen Keuangan. Itu seal gampang. Gampang sekali! Yuk, kita melakukannya sebelum saat makan malam, supaya lekas-lekas beres."
"Pete benar," kata Bob. "Maksudku, berapa besar sih kemungkinan kita menemukan uang yang lenyap, kalau kita sama sekali tidak mempunyai petunjuk mengenainya""
"Memang takkan gampang," kata Jupiter mengakui, "tapi kurasa kita harus mencoba. Kita takkan mungkin bisa tenang selama uang itu belum ditemukan. Kita ini penyelidik. Ini benar-benar merupakan tantangan bagi kita."
Terdengar suara Pete mengeluh.
"Bagaimana cara kita memulainya, Jupe"" tanya Bob.
"Pertama-tama kita anggap saja uang itu disembunyikan di sekitar sini, di daerah lingkungan kota Los Angeles," kata Jupiter lambat-lambat. "Jika ternyata tempatnya di Chicago, sudah jelas kita takkan mungkin bisa menemukannya."
Dari air muka Pete nampak jelas pendapatnya, bahwa mereka sama sekali tidak mungkin bisa menemukan uang itu.
"Selanjutnya," sambung Jupiter, "kita harus mengumpulkan informasi selengkap mungkin tentang gerak-gerik Spike Neely selama ia menyembunyikan diri di rumah saudara perempuannya. Itu berarti kita harus mencari Mrs. Miller itu, lalu memintanya agar menceritakan segala-galanya yang ia ketahui."
Tapi menurut Chief Reynolds, polisi waktu itu sudah menanyainya," kata Bob menyanggah. "Jika mereka tidak berhasil memperoleh keterangan yang berarti, mana mungkin kita bisa""
"Entahlah, pokoknya kita harus mencobanya," kata Jupiter. "Aku tahu kemungkinannya sangat kecil, tapi kalau tidak ada jalan lagi, kita harus mencoba kemungkinan itu. Siapa tahu, barangkali saja kita nanti mengajukan pertanyaan yang lupa diajukan polisi."
"Ah - kenapa sih kau waktu itu membaca berita tentang pelelangan dalam koran," kata Pete menggerutu. Kemudian ia menyambung, "Yah, baiklah! Kapan kita mulai""
Jupiter hendak menjawab, tapi terpotong suara bibinya yang dengan lantang memanggil-manggil mereka. "Anak-anak! Makan! Ayo cepat, mumpung masih panas!"
Saat itu juga Pete bangkit dari duduknya.
"Baru itulah kata-kata yang menyenangkan bagiku hari ini!" katanya. "Yuk, kita makan! Setelah itu boleh kita pertimbangkan gagasanmu tadi, Jupe!
Beberapa menit kemudian ketiga remaja itu sudah duduk di ruang dapur Bibi Mathilda. Mrs. Jones mondar-mandir, sibuk menumpukkan "hidangan susis dengan bunds di piring mereka. Kemudian Perman Titus masuk dan ikut makan.
"Nah, Jupiter," katanya, "mau apa lagi kau sekarang" Rupanya mendapat teman baru ya-kaum kelana!"
"Kaum kelana" Maksud Paman, orang gypsy"" tanya Jupiter dengan nada kaget. Bob dan Pete tidak jadi menyuapkan makanannya.
"Tadi pagi ada dua dari mereka yang datang kemari," kata Paman Titus menjelaskan. "Sewaktu kalian sedang ke kota. Mereka tidak mengatakan bahwa mereka gypsy. Mereka juga tidak berpakaian dengan gaya gypsy. Tapi aku tahu mereka itu gypsy. Ketika aku masih ikut sirkus, aku banyak bergaul dengan mereka."
Semasa mudanya, Mr. Jones memang pernah bekerja di suatu sirkus kecil, sebagai penjual karcis dan pemain instrumen musik uap yang waktu itu dipunyai setiap sirkus.
"Mereka mencari aku"" tanya Jupiter.
"Kurasa ya," kata pamannya sambil terkekeh pelan. "Mereka mengatakan ada pesan dari seorang teman untuk si Gendut. Aku tahu, kau tidak gendut, Jupiter cuma gempal dan berotot. Entah kenapa orang selalu menyebutmu gendut."
"Lalu bagaimana bunyi pesan itu"" tanya Jupiter, tanpa mengacuhkan kegelian pamannya.
"Bunyinya seperti teka-teki,', jawab Mr. Jones. "Sebentar - mereka tadi mengatakan begini, 'Katak dalam kolam berisi ikan lapar harus meloncat sekuat tenaga agar bisa keluar.' Ada artinya kata-kata itu bagimu""
Jupiter agak terkesiap, sementara Bob dan Pete merasa leher mereka seperti tercekik.
"Aku tidak begitu yakin," kata Jupiter. "Mungkin itu peribahasa kuno kaum kelana. Paman yakin mereka itu gypsy""
"Yakin sekali," jawab pamannya. "Aku sudah hafal penampilan mereka. Kecuali itu ketika mereka pergi lagi, kudengar mereka bercakap-cakap dalam bahasa Romawi - bahasa asli mereka. Tidak semuanya kumengerti, tapi aku menangkap kata-kata yang kedengarannya seperti, 'bahaya', lalu 'awasi dengan cermat. Kuharap saja kau tidak terlibat dalam salah satu urusan yang berbahaya, Jupiter."
"Kaum kelana!" dengus Bibi Mathilda sambil menggabungkan diri, ikut duduk di meja makan. "Setelah tengkorak jelek itu kausingkirkan, Jupiter, jangan pula kau sekarang terlibat dalam urusan dengan mereka!"
"Tidak, Bibi," jawab Jupiter. "Setidak-tidaknya, saya tidak merasa terlibat."
"Ah, mereka tadi nampaknya ramah," kata Paman Titus sambil mengambit beberapa potong susis lagi. Anak-anak meneruskan makan tanpa mengatakan apa-apa lagi. Setelah itu mereka kembali ke Markas Besar.
"Pesan dari kaum kelana," kata Pete dengan nada suram. "'Katak dalam kolam berisi ikan lapar harus meloncat sekuat tenaga agar bisa keluar . Apakah artinya seperti yang kuduga""
Jupiter mengangguk. "Kukhawatirkan bahwa aku harus mengiakan pertanyaanmu itu," katanya. "Itu merupakan peringatan tersembunyi pada kita, bahwa kita harus berusaha keras untuk menyelesaikan kasus ini. Aku ingin tahu apa hubungan kaum kelana dengan urusan ini. Mula-mula aku berbicara dengan Zelda. Setelah itu ia menghilang, bersama kaumnya. Lalu tadi dua orang gypsy muncul di sini untuk menyampaikan pesan bagiku, dari seorang teman. Kurasa yang dimaksudkan dengan 'teman' itu pasti Zelda. Tapi aku akan merasa lebih enak jika ia tidak bersikap begitu misterius.
"Aku juga," kata Pete sambil mengeluh.
"Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang"" tanya Bob. "
Kita berbicara dengan saudara perempuan Spike Neely," kata Jupiter. "Kita tahu, wanita itu tinggal di Los Angeles. Mungkin ada alamatnya di dalam buku telepon."
Jupiter membuka buku telepon yang disodorkan Pete padanya. Ternyata di situ tercatat alamat beberapa orang yang bernama Mary Miller. Jupiter memutar nomor Mary Miller yang tertera paling atas. Dengan suara diberat-beratkan sehingga mirip suara orang dewasa, ia mengatakan ingin berbicara dengan Spike Neely. Tiga wanita yang paling dulu dihubungi mengatakan bahwa mereka tidak mengenal nama itu. Tapi yang keempat mengatakan bahwa Spike Neely tidak bisa dihubungi lagi karena sudah meninggal dunia. Jupiter mengucapkan terima kasih,lalu memutuskan hubungan.
"Kita sudah berhasil menemukan Mrs. Miller yang kita cari," katanya pada Pete dan Bob. "Ia tinggal di Hollywood, di daerah kota lama. Sebaiknya sekarang juga kita mendatanginya. Aku ingin tahu, apakah kita bisa memperoleh keterangan yang berguna dari dia."
"Menurutku, kemungkinannya sangat kecil," kata Pete menggumam. "Keterangan apa sih yang bisa disampaikannya pada kita, yang belum diceritakannya pada polisi waktu itu""
"Aku juga tidak tahu," kata Jupiter, "tapi katak dalam kolam berisi ikan lapar harus meloncat sekuat tenaga agar bisa keluar."
"Ya, kau benar," kata Bob. "Tapi bagaimana cara kita ke sana" Naik sepeda, terlalu jauh!"
"Kita bisa saja menelepon perusahaan Rent-'n-Ride Auto Agency untuk meminjam Rolls-Royce," kata Jupiter.
Jupiter pernah memenangkan hak menggunakan sebuah mobil Rolls-Royce antik untuk waktu tertentu, sebagai hadiah suatu sayembara yang dimenangkan olehnya. Kemudian, berkat kemurahan hati seorang remaja yang ditolong Trio Detektif, hak untuk sekali-sekali menggunakan mobil mewah itu diperpanjang. Tapi ketika Jupiter menelepon perusahaan yang memiliki kendara
an itu, ternyata mobil itu sedang dipakai seorang pelanggan ke luar kota.
"Yah, kalau begitu kita tanyakan saja pada Paman Titus, apakah kita bisa meminta tolong pada Konrad untuk mengantar kita ke sana dengan truk kecil," katanya pada Bob dan Pete. "Kurasa akan diizinkan, karena di sini sedang tidak sibuk."
Tapi ternyata truk kecil itu sedang dipakai. Konrad baru beberapa jam lagi bisa dimintai tolong. Jadi anak-anak lantas memutuskan untuk mengisi waktu dengan mengecat sejumlah perabot bekas. Mereka bekerja di suatu tempat, dari mana mereka bisa mengamat-amati setiap orang yang memasuki pekarangan, untuk berjaga-jaga kalau ada yang gerak-geriknya mencurigakan. Tapi orang-orang yang datang, tidak satu pun yang nampaknya menaruh perhatian pada mereka bertiga. Akhirnya Konrad kembali dengan truk kecil yang penuh dengan muatan. Setelah segala barang bekas itu diturunkan, anak-anak bergegas naik ke kabin truk. Bob terpaksa duduk di pangkuan Pete. Segera kendaraan pengangkut itu berangkat lagi, kini menuju Hollywood.
Tempat tinggal Mrs. Miller ternyata berupa sebuah rumah yang bagus, dengan sebatang pohon palem serta dua batang pisang di pekarangan. Seorang wanita setengah umur berpenampilan ramah membukakan pintu.
"Ada perlu apa"" kata wanita itu. "Kalian mencari langganan baru untuk majalah, ya" Maaf, aku tidak berminat"
"Bukan untuk itu kami datang," kata Jupiter. "Ini, kartu nama kami."
Disodorkannya kartu nama Trio Detektif pada wanita itu. Mrs. Miller membacanya dengan sikap tidak mengerti.
"Kalian ini penyelidik"" tanyanya. "Rasanya tidak masuk akal."
"Yah - katakanlah, penyelidik remaja," kata Jupiter menjelaskan. "Ini ada kartu lain, yang diberikan pihak kepolisian sebagai tanda pengenal kami."
Diperlihatkannya kartu yang diberikan Chief Reynolds, ketika mereka sedang menangani suatu misteri beberapa waktu sebelumnya. Pada kartu itu tertera, " Pemegang kartu ini Wakil Asisten Junior yang bekerja sama dengan Kepolisian Rocky Beach. Harap padanya diberikan bantuan yang diperlukan. Samuel Reynolds Kepala Polisi
"Cukup meyakinkan," kata Mrs. Miller. "Tapi untuk apa kalian mendatangi aku""
"Kami mengharapkan bantuan Anda," kata Jupiter berterus terang. "Ada kesulitan kecil yang saat ini sedang kami hadapi, dan sehubungan dengannya kami memerlukan beberapa informasi. Urusannya menyangkut saudara Anda, Spike Neely. Ceritanya panjang, tapi saya bisa menjelaskannya jika kami boleh masuk."
Mrs. Miller nampak agak sangsi. Tapi kemudian dipentangkannya pintu.
"Baiklah," kata wanita itu, "kalian kelihatannya anak baik-baik. Aku sebenarnya tidak mau lagi mendengar apa-apa tentang Spike - tapi kita lihat saja, apakah aku bisa menolong kalian."
Beberapa saat kemudian mereka sudah duduk di ruang tamu rumah itu. Dengan bersungguh-sungguh Jupiter berusaha menjelaskan rentetan peristiwa yang terjadi, sejak saat ia membeli peti antik di pelelangan. Tapi soal Socrates sama sekali tidak disinggungnya. Menurut perasaannya, orang lain akan sulit sekali mengerti kalau ia bercerita tentang tengkorak yang bisa berbicara itu.
"Jadi rupanya ada orang yang beranggapan bahwa ada petunjuk di dalam peti milik Gulliver, tentang di mana uang yang hilang itu disembunyikan," kata Jupiter mengakhiri penuturannya.
"Dan karena peti itu selama beberapa waktu ada pada kami, mungkin orang-orang itu menduga bahwa kami menemukan petunjuk itu dan kini tahu di mana uang itu berada. Mereka mungkin - yah, mereka mungkin akan mencoba memaksa kami untuk mengatakannya pada mereka. Padahal kami tidak bisa. Nah - itulah kesulitan yang kami hadapi."
"Aku mengerti," kata Mrs. Miller. "Tapi aku tidak bisa membayangkan, bagaimana aku bisa membantu kalian. Aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentang uang itu, seperti yang sudah kukatakan pada polisi waktu mereka memeriksaku. Aku bahkan sedikit pun tak menduga saudaraku penjahat, sampai polisi datang kemari mencarinya."
"Jika Anda mau menceritakan apa saja yang Anda katakan pada polisi waktu itu," kata Jupiter menyarankan, "mungkin kami nanti akan menemukan salah satu petunjuk."
"Yah, kucoba saja kalau begitu. Kejadiannya su
dah lama sekali, sudah enam tahun yang lalu - tapi aku masih ingat betul! Aku jarang bertemu dengan Frank - itu nama Spike yang sebenarnya - sejak ia meninggalkan rumah. Waktu itu ia baru berumur delapan belas tahun. Hanya sekali-sekali saja ia menjenguk kami - maksudku, aku dan suamiku - dan menginap beberapa hari di rumah kami. Tapi ia tidak pernah bercerita tentang pekerjaannya. Sekarang aku sadar, mungkin saat-saat ia berkunjung itu ia sebenarnya bersembunyi setelah melakukan perampokan. Tapi waktu itu aku menyangka bahwa ia memang suka mengembara, tidak bisa lama-lama tinggal di satu tempat terus. Ketika kutanyakan tentang pekerjaannya, ia mengatakan bahwa ia agen penjualan salah satu perusahaan. Tapi setiap kali ia mampir selama beberapa hari di tempat kami, ia suka membantu-bantu suamiku. "Suamiku waktu itu mempunyai usaha sendiri, di bidang perbaikan rumah. Suamiku tukang yang bisa diandalkan kerjanya. Apa saja bisa dikerjakannya dengan baik. Mengecat rumah, memasang pelapis dinding, mengganti lantai, atau membetulkan kamar mandi. Apa saja! la biasanya bekerja seorang diri. Penghasilannya cukup besar. Seperti kukatakan tadi, saat-saat Spike menginap di rumah kami, ia biasa membantu-bantu suamiku bekerja. Tapi kali terakhir ia datang, ia nampaknya enggan meninggalkan rumah. Sikapnya sangat gelisah. Cacatnya semakin kentara. Itulah yang mengakibatkan ia akhirnya tertangkap - karena sulit menyebutkan huruf L. Nah, pokoknya kini aku tahu bahwa waktu itu ia menyembunyikan diri, setelah melakukan perampokan bank di San Francisco. Hampir seminggu lamanya Spike mengurung diri di dalam rumah. Waktu itu aku juga masih bekerja. Selama itu ia menyibukkan diri, bekerja di dalam rumah. Mengecat dan mengganti kertas pelapis dinding ruangan tingkat bawah. Maklumlah - suamiku waktu itu sibuk, sampai rumah sendiri tidak sempat dirawat, karena terlalu sibuk bekerja membetulkan rumah orang lain. Kemudian suamiku jatuh sakit Saat itu ia sedang melakukan tugas besar, mengganti penataan ruang sebuah restoran. Pekerjaan itu tidak bisa diteruskannya, lalu ia meminta Spike agar menyelesaikan untuknya. Spike tidak bisa menolak permintaan tolong itu. Tapi aku ingat betul, setiap kali ke luar rumah ia selalu memakai pakaian seragam yang longgar serta kaca mata hitam. Spike memerlukan waktu beberapa hari untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Sementara itu penyakit suamiku semakin parah. Ia menghembuskan napas penghabisan, saat kami hendak membawanya ke rumah sakit."
Mrs. Miller terisak sebentar, sambil mengusap matanya dengan sapu tangan.
"Aku menyangka setelah itu Spike tentu mau tinggal bersamaku untuk membantu-bantu. Tapi sangkaanku meleset. Ia langsung pergi, bahkan sebelum suamiku dimakamkan. Katanya ia harus cepat-cepat pergi. Waktu itu aku heran. Tapi kemudian barulah aku mengerti sebabnya."
"0, ya"" kata Jupiter menyela. "Anda tahu sebabnya""
"Ya! Soalnya karena iklan kematian suamiku yang dipasang di surat kabar," kata wanita setengah baya itu. "Kalian tentu juga mengetahui, dalam iklan begitu selalu tertera nama anggota-anggota keluarga orang yang meninggal. Nah - dalam pengumuman kematian suamiku tertera namaku sebagai istrinya, serta iparnya Frank Neely, dengan alamat sama seperti aku. Kurasa Frank takut ada orang tertentu yang membaca iklan itu. Karenanya ia lekas-lekas pergi dari rumah. Kabar berikut mengenai dirinya kudengar ketika polisi datang untuk menanyai aku, setelah Frank tertangkap di Chicago. Tapi aku tidak bisa memberikan keterangan apa-apa. Seperti sudah kukatakan, aku sama sekali tidak tahu bahwa Frank sebenarnya perampok bank."
"Ketika saudara Anda itu pergi, tidakkah ia mengatakan bahwa ia akan kembali atau akan menjumpai Anda lagi"" tanya Jupiter.
"Aku tidak ingat.." Mrs. Miller tertegun, lalu cepat-cepat menyambung, "Ah, sekarang aku ingat lagi, karena kautanyakan. Sebelum pergi, Frank mengatakan begini. 'Kau tidak berniat menjual rumah ini, kan" Kau kan akan tetap tinggal di sini, sehingga aku tahu di mana harus mencarimu"'"
"Lalu apa jawaban Anda, Mrs. Miller""
"Kukatakan, aku tidak berniat menjual rumahku. Aku
akan tetap berada di tempat yang sama, setiap kali ia datang menjenguk."
"Kalau begitu kurasa aku tahu di mana uang itu disembunyikannya!" seru Jupiter bersemangat. "Kata Anda tadi, ia biasa seorang diri saja di sini, sementara Anda dan suami Anda pergi bekerja. Kalau begitu ada satu tempat yang paling masuk akal, di mana ia menyembunyikan uang itu. Di sini! Di rumah ini!"
Bab 11 KIRIMAN YANG MENGEJUTKAN
BOB dan Pete memandang Jupiter dengan mulut ternganga lebar.
Tapi menurut Chief Reynolds, polisi kan sudah menggeledah rumah ini tanpa menemukan apa-apa," kata Bob mengingatkan.
"Rupanya Spike Neely pintar sekali," kata Jupiter memberi alasan. "Uang itu disembunyikan di tempat yang begitu bagus, sehingga tidak mungkin ditemukan kalau rumah ini digeledah dengan cara biasa. Lima puluh ribu dolar dalam lembaran uang besar - itu bukan berkas yang menyolok. Ia bisa saja menyembunyikannya di loteng, di bawah atap, atau di tempat lain seperti itu. Ia bermaksud untuk kemari lagi, Mrs. Miller - untuk mengambil uang itu bila dinilainya suasana sudah cukup aman. Malang baginya, ia tertangkap dan akhirnya meninggal dalam penjara.
"Ia memang sempat bertanya apakah Mrs. Miller akan tetap tinggal di sini!" kata Bob bersemangat. "Itu menandakan bahwa ia memang bermaksud datang lagi kemari!"
"Dan ia mempunyai waktu beberapa hari untuk mencari tempat penyembunyian yang takkan bisa diketahui orang lain," sela Pete yang mulai ikut bersemangat. "Tempat itu pasti sangat tersembunyi, sampai polisi tidak berhasil menemukannya. Tapi kalau kau pasti bisa, Jupe!"
"Bolehkah kami melihat-lihat di sini sebentar, Mrs. Miller"" tanya Jupiter.
Dipandangnya wanita setengah baya itu dengan penuh harapan. "Hanya untuk melihat apakah ada tempat tertentu yang kelihatannya mungkin"" Tapi Mrs. Miller menggeleng. "Penalaranmu tadi kedengarannya memang masuk akal," katanya, "tapi uang itu takkan mungkin bisa kautemukan di rumah ini."
Ia menggeleng sekali lagi.
"Soalnya, bukan di sini aku tinggal waktu itu. Empat tahun yang lalu aku pindah rumah. Aku tak menyangka bahwa itu akan terjadi, tapi rumahku yang dulu ditawar orang dengan harga yang menggiurkan. Karenanya lantas kujual, dan aku pindah ke rumah ini."
Jupiter yang paling dulu pulih dari kekecewaannya.
"Kalau begitu mungkin masih ada di rumah Anda yang lama itu," katanya.
"Ya, itu bisa saja," kata Mrs. Miller. "Frank memang sangat pintar. Bisa saja ia berhasil mengelabui polisi, walaupun mereka sudah melakukan pencarian dengan sangat cermat. Aku dulu tinggal di Danville Street, nomor 532. Kalau ingin mencari, kalian harus datang ke sana."
"Terima kasih," kata Jupiter sambil berdiri. "Anda sudah banyak membantu kami, Mrs. Miller. "Kami sekarang harus dengan segera melanjutkan pengusutan, berdasarkan informasi baru ini."
Mereka meminta diri lalu cepat-cepat keluar. Dengan segera mereka sudah kembali ke dalam truk, duduk di samping Konrad yang selama itu tetap menunggu di tepi jalan.
"Sekarang kami harus ke Danville Street, Konrad," kata Jupiter. "Ke rumah nomor 532. Kau tahu di mana jalan itu""
Pemuda Jerman berambut pirang itu mengeluarkan peta kota Los Angeles dan daerah sekitarnya. Setelah mencari-cari sebentar di peta lusuh itu, mereka menemukan yang dicari. Danville Street ternyata merupakan jalan yang tidak panjang. Tapi letaknya agak jauh dari tempat mereka berada saat itu. Konrad nampak agak sangsi.
"Kurasa lebih baik kita pulang saja sekarang, Jupe," katanya. "Pamanmu tadi berpesan, kita jangan terlalu lama pergi."
"Kita lewat saja di situ," desak Jupiter. "Hanya untuk mengetahui tempatnya. Bagaimana, kita memang tidak bisa dengan begitu saja masuk lalu menggeledah rumah orang seenak hati kita. Kita harus melaporkan kesimpulan kita tadi pada Chief Reynolds."
Pete dan Bob tahu bahwa Jupiter sebenarnya ingin mencari sendiri uang itu, dan kalau sudah ditemukan kemudian menyerahkannya dengan bangga pada pihak yang berwenang. Tapi mereka semua sadar bahwa itu tidak mungkin.
Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Konrad mau membawa mereka melewati Danville Street dalam perjalanan pulang ke Rocky Beach. Semang
at anak-anak sudah mulai pulih lagi, walaupun Pete masih tetap agak sangsi.
"Bagaimanapun juga, Jupe," katanya, "kita tidak bisa memastikan bahwa Spike Neely benar-benar menyembunyikan uang hasil perampokan itu di rumah kakaknya."
Jupiter menggeleng. "Itu satu-satunya tempat yang logis, Pete," katanya. "Kalau aku jadi Spike Neely, aku juga akan menyembunyikannya di situ."
Setelah beberapa kali membelok, akhirnya truk memasuki Danville Street.
"Ini blok rumah-rumah bernomor delapan ratusan," kata Jupiter sambil memperhatikan nomor-nomor rumah. "Belok ke kiri, Konrad! Blok perumahan dengan nomor lima ratusan mestinya ada di sebelah sana."
Konrad membelokkan truk ke kiri. Ketiga remaja yang duduk di sampingnya memandang rumah-rumah yang dilewati dengan seksama, sambil memperhatikan nomor-nomornya.
"Sekarang kita di blok delapan ratusan," kata Bob. "Tiga blok lagi."
Mereka melewati deretan rumah-rumah kecil terawat rapi yang terletak di pekarangan yang terurus. Ketiga remaja itu memandang dengan kepala terjulur ke depan.
"Mestinya di blok berikut," kata Bob bergairah. "Kurasa letaknya di tengah-tengah. Rumah-rumah yang bernomor genap terletak di sebelah kanan."
"Nanti di tengah blok berikut berhenti sebentar, ya," pinta Jupiter pada Konrad.
"Baiklah," kata pemuda itu. Truk dihentikan ketika sudah tiba di pertengahan blok.
"Inikah tempatnya, Jupe"" Jupiter tidak menjawab, karena sedang memandang sambil melongo. Ia menatap sebuah bangunan rumah susun di sebelah kanan jalan. Bangunan itu besar, mengisi hampir seluruh blok. Di situ sama sekali tidak ada rumah yang berdiri sendiri.
"Nomor 532 sudah tidak ada lagi," kata Bob dengan suram. "Yang ada sekarang cuma bangunan itu, dan nomornya 510."
"Kita rupanya kehilangan rumah," kata Pete mencoba berkelakar. "Coba blok yang berikut, Konrad," kata Jupiter. "Mungkin nomor 532 ada di situ."
Tapi rumah-rumah di blok berikut semua bernomor empat ratusan. Danville Street nomor 532 sama sekali tidak ada. Konrad menghentikan truk, lalu memandang anak-anak dengan sikap bertanya.
"Mungkinkah Mrs. Miller tadi berbohong pada kita"" tanya Bob. "Bahwa ia sebenarnya tidak pernah tinggal di rumah nomor 532 di jalan ini" Jangan-jangan saat ini ia sudah sibuk membongkar rumahnya, mencari-cari uang yang lima puluh ribu dolar itu! Mungkin ia tadi mengatakan begitu, supaya kita lekas pergi."
"Tidak, kurasa Mrs. Miller tadi memberikan keterangan yang sebenarnya," kata Jupiter. "Ada sesuatu yang terjadi dengan rumah nomor 532. Kalian berdua tunggu saja di sini, sementara aku mencari keterangan sebentar."
Jupiter turun dari truk, lalu pergi. Beberapa menit kemudian ia sudah kembali, dengan napas agak terengah-engah.
Yah, katanya sambil masuk ke mobil, "setidak-tidaknya aku berhasil memperoleh keterangan sedikit mengenainya. Aku tadi mendatangi pengurus bangunan ini. Ia sudah dari semula tinggal di rumah susun ini, sejak saat selesai dibangun. Katanya bangunan ini dibangun hampir empat tahun yang lalu. Enam rumah yang dulu ada di blok sini dipindahkan."
"Dipindahkan"" seru Pete. "Ke mana""
"Ke Maple Street. Letaknya tiga blok dari sini, dan sejajar dengan jalan ini. Rumah-rumah yang dipindahkan itu masih bagus keadaannya. Lagi pula tidak begitu besar. Jadi daripada digusur, diambil keputusan untuk memindahkan semuanya ke bidang tanah kosong yang terdapat di Maple Street, dan di sana diletakkan di atas pondasi baru. Rumah Mrs. Miller masih ada - cuma letaknya saja yang berubah."
"Astaga!" seru Bob. "Rumah pindah! Bagaimana kita sekarang bisa menemukannya lagi" Nomornya pasti bukan 532 lagi, diganti dengan nomor baru."
"Yah," kata Jupiter, "kita bisa menelepon Mrs. Miller dan memintanya agar melukiskan bentuk rumahnya yang dulu itu. Setelah tahu, kita ke Maple Street dan mencarinya di sana."
"Tapi hari ini tidak bisa lagi," kata Bob. "Sekarang sudah terlalu sore."
"He, Jupe - kita harus segera pulang," potong Konrad. "Sekarang saja kita sudah terlambat. "Baiklah, kalau begitu besok saja," kata Jupiter. "Kita pulang, Konrad."
Konrad menghidupkan mesin kendaraannya, lalu menjalankannya meninggalkan tempat it
u. Ia maupun ketiga remaja yang duduk di sampingnya sama sekali tidak melihat mobil hitam besar berisi tiga lelaki berwajah keras yang pada saat yang sama mulai bergerak satu blok di belakang mereka, lalu membuntuti. Paman Titus sudah hendak menutup toko ketika Konrad membelokkan truk memasuki pekarangan. Paman Titus agak mengomel karena mereka pergi terlalu lama. Kemudian ia berpaling pada Jupiter.
"Tadi ada bungkusan untukmu, Jupiter," katanya. "Kau memesan sesuatu, .ya""
"Bungkusan"" Jupiter tercengang. "Tidak, saya tidak memesan apa-apa. Barang apa itu. Paman""
"Aku tidak tahu, Nak. Barangnya berupa kotak besar yang terbungkus rapi. Tidak kubuka tadi, "karena dialamatkan padamu. Itu dia, di samping pintu kantor."
Anak-anak bergegas ke situ. Barang kiriman itu berupa kotak kardus besar yang terbungkus rapi dengan kertas perekat yang kokoh. Dari etiketnya terlihat bahwa barang itu merupakan kiriman kilat dari Los. Angeles. Tapi alamat pengirim tidak tertulis di situ.
"Wah - apa isinya, ya"" tanya Pete.
"Untuk mengetahuinya harus kita buka dulu, kata Jupiter yang masih heran. "Yuk, kita buka di belakang."
Agak repot juga ia bersama Pete membawa kotak itu melewati tumpukan barang-barang bekas, menuju bengkelnya yang letaknya agak terpencil. Sesampainya di sana Jupiter mengambil pisau lipatnya dari kantungnya. Dengan alat itu diirisnya kertas perekat yang membungkus kotak, lalu dibukanya tutup kotak itu. Dengan perasaan kecut ketiga remaja itu menatap benda yang ada di dalam.
"Aduh, kenapa itu, lagi," kata Pete sambil mengerang. Bahkan Jupiter pun tidak segera bisa berbicara.
"Ada orang yang mengirim Socrates kembali pada kita," katanya dengan suara serak.
Saat itu terdengar suara yang tidak begitu jelas. "Cepat! Temukan - petunjuk!"
Anak-anak melongo. Socrates berbicara pada mereka, dari dalam peti antik yang terdapat di dalam kotak kardus besar.
Bab 12 BEBERAPA PETUNJUK "NAH - bagaimana sekarang"" kata Pete lesu.
Saat itu hari Sabtu sore, sehari setelah Socrates muncul kembali. Ketiga remaja itu berkumpul di pekarangan belakang untuk merundingkan situasi yang dihadapi. Petang sebelumnya mereka sedikit pun tidak merasa ingin mengusut teka-teki kembalinya peti yang berisi Socrates. Kemunculannya secara tiba-tiba agak mengacaukan perasaan mereka. Kotak besar itu mereka sembunyikan di belakang mesin cetak. Semua sependapat untuk menunda dulu langkah selanjutnya selama sehari.
Bob baru saja datang, setelah selesai bekerja di perpustakaan. Jupiter yang diserahi tugas mengawasi perusahaan sementara paman dan bibinya pergi sehari ke Los Angeles, memanfaatkan saat yang sedang sepi untuk menggabungkan diri dengan kedua temannya yang ada di belakang. Kini mereka menghadapi peti antik itu, sambil memikirkan tindakan yang sebaiknya diambil.
"Aku tahu akal," kata Bob setelah beberapa saat. "Kita serahkan peti ini pada Chief Reynolds sambil menceritakan semua yang kita ketahui Biar dia saja yang meneruskan pengusutan."
"Itu ide yang bagus sekali!" kata Pete dengan mantap. "Nah - bagaimana pendapatmu, Jupe""
"Kurasa sebaiknya memang begitu," kata Jupiter lambat-lambat. "Cuma tidak banyak sebetulnya yang kita ketahui. Kita menduga bahwa Spike Neely menyembunyikan uang hasil perampokan itu di rumah saudara perempuannya. Tapi kita tidak tahu pasti. Kesimpulan itu memang masuk akal - tapi tetap baru merupakan kesimpulan saja."
"Bagiku itu sudah cukup," kata Bob. "Spike muncul di rumah saudaranya pada hari yang sama, setelah ia melakukan perampokan di San Francisco. Jadi uang itu mestinya ada padanya. Ia takut tertangkap, jadi mungkin uang itu disembunyikan olehnya sebelum ia pergi lagi. Ia beranggapan bahwa saudara perempuannya akan terus tinggal di rumah itu, sehingga kapan-kapan jika keadaan sudah aman baginya, ia akan kembali lagi mengambil uang itu di situ."
"Di samping itu," sela Pete, "jika bukan di situ ia menyembunyikannya, kita takkan bisa tahu di mana. Jadi cuma itu saja pegangan kita."
"Kemarin Socrates berbicara pada kita," kata Jupiter.
"Ya, memang." Pete bergidik. "Dan terus terang saja, sekarang pun aku masih seram jika me
ngingatnya. " "Memang mengagetkan," kata Bob sependapat.
"Tapi pokoknya, ia berbicara pada kita. Saat ini aku tidak mau tahu bagaimana hal itu mungkin," kata Jupiter. "Ia menyuruh kita cepat-cepat menemukan petunjuk. Jadi rupanya di dalam peti ini ada petunjuk yang belum kita ketahui."
"Jika memang benar ada, Chief Reynolds bisa menyuruh petugas di laboratorium kepolisian untuk menyelidikinya dengan teliti," kata Pete berkeras. "Tapi itu sebenarnya sama sekali tidak perlu. Jika ia bisa menemukan rumah Mrs. Miller yang lama di Maple Street, ia bisa saja mengurus surat perintah untuk menggeledah tempat itu - dan mungkin kemudian menemukan uang yang dicari-cari."
"Itu memang betul," kata Jupiter. "Yah, baiklah kalau begitu! Tapi kita masih harus menelepon Mrs. Miller dulu, memintanya agar mengatakan bagaimana wujud rumahnya yang dulu itu, supaya kita bisa meneruskannya pada Chief Reynolds."
"Kalau begitu sekarang saja kita lakukan!" kata Pete.
"Nanti dulu," kata Jupe. Ia pergi ke depan. Setelah melihat bahwa pembeli yang tidak banyak jumlahnya saat itu bisa dilayani oleh Hans dan Konrad, ia kemudian menyusul Bob dan Pete, masuk ke Markas Besar lewat Lorong Dua. Jupiter mencari nomor telepon Mrs. Miller di buku telepon, lalu menghubunginya.
"Kau menanyakan bentuk rumahku yang lama"" kata Mrs. Miller dengan heran. "Astaga! Pergi saja ke Danville. Datangi rumah nomor 532, lalu lihat sendiri."
Terdengar sentakan napas kaget, ketika Jupiter mengatakan bahwa rumah itu sudah dipindahkan, dan di tempatnya kemudian dibangun gedung besar.
"Rumah susun!" kata wanita itu. "Pantas orang itu begitu bersemangat, ingin membeli rumahku. Coba waktu itu aku tahu, mungkin aku bisa memasang harga lebih tinggi. Yah - rumahku itu bagus, dengan dinding luar berlapis sirap berwarna coklat. Tidak bertingkat, tapi bagian depan ruang loteng ada jendelanya, berbentuk bulat. Selebihnya yang istimewa tidak ada. Pokoknya rumah kecil yang bagus dan rapi."
"Terima kasih," kata Jupiter. "Polisi pasti bisa menemukan letaknya yang sekarang."
Setelah meletakkan gagang telepon ke tempatnya, Jupiter menoleh ke arah kedua rekannya.
"Semakin kupikir-pikir, semakin besar pula keyakinanku bahwa uang itu disembunyikan di dalam rumah Mrs. Miller yang dulu," katanya, "tapi di tempat yang sangat sulit diketahui. Dan kurasa petunjuk mengenainya ada di dalam peti itu."
"Kalaupun itu betul, aku tidak mau lagi berurusan dengannya!" kata Pete dengan tandas. "Lihat saja apa yang terjadi dengan Maximilian the Mystic! Dan sekarang peti itu kembali lagi pada kita. Aku tidak mau berurusan dengan barang itu. Terlalu besar bahayanya! Biar Chief Reynolds saja yang mencari petunjuk itu.
"Kita memang sudah mengatakan mau membantu Chief Reynolds," kata Jupiter. "Jadi kurasa memang yang sebaiknya kita lakukan sekarang adalah menyerahkan peti itu padanya. Kita telepon saja dulu untuk mengatakan bahwa kita datang."
Ia meraih pesawat telepon lagi, lalu memutar nomor Markas Besar Kepolisian Rocky Beach. Terdengar suara tegas seseorang yang tidak dikenal menjawab, "Kantor Chief Reynolds, dengan Letnan Carter."
"Di sini Jupiter Jones. Saya ingin bicara dengan Chief Reynolds."
"Chief Reynolds tidak ada. Baru besok masuk lagi," jawab Letnan Carter dengan nada tidak ramah. "Telepon saja lagi besok.',
"Tapi ini urusan penting," kata Jupiter. "Saya rasa saya menemukan petunjuk bahwa -"
"Jangan banyak omong!" tukas Letnan Carter memotongnya. "Aku tidak ada waktu - apalagi untuk mendengarkan ocehan anak sok pintar! Bisa saja Chief Reynolds sekali-sekali membiarkan kalian mencampuri urusan polisi. Tapi aku berpendapat bahwa anak-anak di bawah umur hanya merepotkan saja kalau diperhatikan!"
"Tapi Chief Reynolds meminta kami -" kata Jupiter berusaha menjelaskan.
"Bicarakan saja dengan dia, besok! Aku ada urusan penting sekarang!"
Pembicaraan itu langsung diputuskan. Jupiter meletakkan gagang teleponnya, lalu memandang Bob dan Pete dengan sikap bingung.
"Dari caranya bicara tadi aku mendapat kesan "bahwa Letnan Carter tidak suka pada kita," kata Pete.
"Pada siapa pun juga ia tidak suka," kata Bob menamb
ahkan. "Apalagi anak-anak!"
"Sikapnya itu biasa di kalangan orang dewasa," kata Jupiter sambil mendesah. "Mereka beranggapan bahwa kita tidak mungkin punya ide yang baik, hanya karena kita masih anak-anak. Padahal kenyataannya kita sering menemukan pandangan segar dalam menghadapi masalah. Tapi kita kelihatannya baru bisa besok menyerahkan peti itu pada Chief Reynolds. Ah besok juga belum bisa, karena besok kan Minggu! Kita terpaksa menunggu sampai Senin. Jadi kuusulkan untuk memeriksa peti itu sekali lagi, untuk mencari petunjuk yang disebutkan Socrates."
"Aku sudah muak melihatnya," kata Pete tegas. "Aku muak melihat Socrates. Aku tidak mau mendengar dia berbicara padaku."
"Kurasa itu takkan terjadi lagi," kata Jupiter. "Kelihatannya ia tidak pernah berbicara jika kita sedang. memandangnya. Waktu itu ia berbicara padaku dalam kamar yang gelap. Lalu dari dalam peti. Tapi tidak pernah saat sedang ditatap secara langsung. "
"Ia mengatakan, 'Huhh!' pada bibimu," kata Bob mengingatkan.
"Ya, memang! Aku tidak bisa menjelaskan kejadian itu," kata Jupiter mengakui. "Tapi bagaimana jika kita buka lagi peti itu, lalu memeriksanya. Mungkin ada barang yang diambil dari dalamnya, sebelum peti itu dikembalikan pada kita."
Mereka keluar lagi lewat Lorong Dua, lalu membuka peti. Keadaan di dalamnya masih seperti semula. Socrates yang terbungkus dengan kain beledu, terselip di sudut. Surat masih ada di balik kain pelapis peti yang sobek sedikit. Jupiter mengeluarkan Socrates, membuka kain pembungkusnya, lalu meletakkan tengkorak itu pada landasan gadingnya di atas mesin cetak Setelah itu diambilnya surat Spike untuk Gulliver.
"Coba kita baca sekali lagi," katanya. Sekali lagi ketiga remaja itu menyimak isi surat. Bunyinya masih tetap biasa saja - tidak ada yang luar biasa. " Rumah Sakit Peryara, 17 Juli "Gulliver yang baik hati, Beberapa patah kata dari kawan lamamu Spike Neely, yang pernah mendekam dalam satu sel denganmu. Aku saat ini dirawat di rumah sakit, dan nampaknya umurku takkan panjang lagi. Aku mungkin masih bisa bertahan lima hari atau tiga minggu, atau bahkan dua bulan para dokter tidak bisa menentukan dengan pasti. Tapi pokoknya sudah waktunya bagiku untuk mengucapkan selamat berpisah. Kapan-kapan jika kau ke Chicago, datangilah, sepupuku Danny Street Sampaikan salamku padanya. Aku sebenarnya masih ingin mengatakan lebih banyak, tapi cuma ini saja yang bisa kutulis. "Temanmu, Spike
"Jika di sini terselip petunjuk, satu hal sudah pasti - aku tidak mampu menemukannya," kata Jupiter menggumam. "Aku ingin tahu - Eh! Nanti dulu! Aku menemukan sesuatu! Lihatlah!" Jupiter menyodorkan surat dan sampulnya pada Bob. "Kaulihat apa yang tidak kita perhatikan selama ini!
"Tidak kita perhatikan"" Bob memandang Jupiter dengan heran. "Aku sama sekali tidak melihat sesuatu yang luar biasa, Jupe."
"Prangko di sampul surat itu!" kata Jupiter. "Kita tidak memeriksa di bawah prangko-prangko itu
Bob memperhatikan kedua prangko yang ditempelkan di sampul surat itu. Prangko yang satu bernilai dua sen, sedang yang lainnya empat sen, berhiaskan gambar rantai. Ia meraba-raba permukaan prangko-prangko itu. Dengan segera air mukanya berubah.
"Kau benar, Jupe'" serunya bersemangat. "Ada sesuatu di bawah salah satu prangko ini. Prangko yang empat sen rasanya lebih tebal sedikit daripada yang dua sen!"
Pete mengangguk, setelah ikut meraba-raba kedua prangko itu. Prangko empat sen yang bergambar rantai terasa agak lebih tebal. Tapi hanya sedikit saja - dilihat sepintas lalu takkan kelihatan bedanya.
"Yuk, kita masuk lagi," ajak Bob bersemangat "Kita lepaskan prangko-prangko ini dengan uap, lalu kita periksa apa yang ada di bawahnya!"
Ketiga remaja itu bergegas masuk lagi ke Markas Besar lewat Lorong Dua, lalu langsung mulai sibuk dalam laboratorium. Tiga menit kemudian air yang dimasak dalam ketel kecil sudah mendidih. Jupiter mendekatkan bagian sampul surat yang berprangko ke uap air yang mengepul, sampai prangko-prangko terkelupas. Ia berseru kaget,
"Lihat'" serunya. "Di bawah prangko yang empat sen ada prangko lagi. Prangko warna hijau, bernilai
satu sen." "Aneh." Bob memandang dengan kening berkerut. "Apa maksudnya, Jupe""
"Aku pun bisa menjawab pertanyaan. itu," kata Pete. "Sama sekali tidak ada misteriusnya. Masa tidak ingat - tarif pos kan naik waktu itu, sekitar saat surat ini diposkan! Rupanya Spike Neely mula-mula menempelkan prangko satu sen, lalu setelah sadar bahwa itu mungkin tidak cukup, ia lantas menempelkan prangko dua sen, sedang prangko yang satu sen ditutupi dengan yang empat sen."
"Wah, betul juga," kata Bob. "Kurasa itulah jawabannya, Jupe."
"Belum tentu." Jupe menatap prangko satu sen yang berwarna hijau, sambil berpikir-pikir. Kemudian dilepaskannya prangko itu dengan hati-hati dari sampul suratnya.
"Mungkin di bawahnya ada tulisan," katanya.
"Tidak, tidak ada," kata Bob ketika prangko itu sudah terlepas. "Di balik kedua prangko lainnya juga tidak ada tulisan apa-apa. Apa katamu sekarang, Jupe""
"Ini tidak mungkin tidak disengaja, karena terlalu aneh," kata Jupiter dengan kening yang masih berkerut. "Pasti ada makna yang khusus."
"Kalau begitu apa"" tanya Pete. "Sebentar, aku masih berpikir," kata Jupiter. "Spike tahu bahwa surat ini harus melewati sensor. arenanya aku menarik kesimpulan bahwa prangko-prangko ini dipergunakannya untuk menyampaikan pesan secara rahasia. Satu prangko ditutupinya dengan prangko lain. Begitu rapi, sehingga tidak kelihatan. Ia memperkirakan bahwa Gulliver pasti akan memeriksa seluruh suratnya dengan teliti, dan dengan begitu akan melihat pesannya. Prangko satu sen ini berwarna hijau, warna uang kertas dolar Amerika. Jadi mestinya melambangkan uang lima puluh ribu dolar yang disembunyikan olehnya. Maksud Spike -"
Ia berhenti berbicara, karena sibuk berpikir. Kesunyian saat itu dipecahkan oleh seruan Bob.
"Aku tahu!" serunya. "Prangko kan terbuat dan kertas. Begitu pula uang kertas. Spike menaruh sepotong kertas di bawah kertas lain. Dengannya ia hendak mengatakan pada Gulliver bahwa uang itu disembunyikan di salah satu tempat, di bawah sesuatu dari kertas. "Mrs. Miller waktu itu bercerita bahwa saat Spike bersembunyi di rumahnya, ia sempat mengganti pelapis dinding seluruh ruangan tingkat bawah. Pelapis dinding kan juga terbuat dari kertas! Rupanya saat itulah ia menyembunyikan uang yang lima puluh ribu dolar itu. Lembaran-lembaran itu dijejer-jejerkannya, lalu ditutupi kertas pelapis dinding yang baru!"
"Wow!" seru Pete kagum. "Kau berhasil menemukan jawabannya, Bob. Pasti itu petunjuk yang kita cari-cari selama ini. Betul kan, Jupe""
Jupiter mengangguk "Ya," katanya. "Penarikan kesimpulan yang sangat baik, Bob. Aku jadi ingat cerita yang pernah kubaca. Kisah misteri, karangan seorang penulis bernama Robert Barr. Dalam kisah itu diceritakan tentang seorang bangsawan, Lord Chizelrigg, yang menyembunyikan emas dalam jumlah besar. Caranya dengan menempa emas itu sampai pipih, lalu menempelkannya di balik kertas pelapis dinding. Prinsipnya sama. Cuma yang disembunyikan Spike Neely uang kertas, yang lebih mudah ditempelkan."
"Tapi nanti dulu!" kata Bob cepat-cepat. "Kata Mrs. Miller, Spike juga sempat ke luar rumah, untuk menyelesaikan pekerjaan Mr. Miller yang terbengkalai ketika suami saudara perempuannya itu jatuh sakit. Jangan-jangan uang itu disembunyikannya di tempatnya bekerja itu."
"Kurasa tidak," kata Jupiter sambil menggeleng. "Tempat yang paling baik - eh! Eh, eh!"
"Eh, eh - apa"" kata Pete kaget. "Kenapa kau tahu-tahu seperti orang kaget. Jupe""
"Spike memberitahukannya pada kita! Atau tepatnya, pada Gulliver. Ini, dalam surat ini. Lihat saja sendiri!"
Disodorkannya surat Spike pada Bob dan Pete.
"Coba baca tulisannya yang ini," kata Jupiter. "Ini! Aku mungkin masih bisa bertahan lima hari, atau tiga minggu, atau. bahkan dua bulan - Nah, perhatikan angka-angka waktu itu. Kalau digabungkan, jadinya kan 532. Kalian lantas teringat pada apa""
"Itu kan nomor rumah Mrs. Miller!" seru Bob. "Danville Street, nomor 532." "Tepat!" kata Jupiter. "Dan sekarang yang ini. Di sini ia menulis pada Gulliver, 'Kapan-kapan jika kau ke Chicago, datangilah sepupuku Danny Street. . .. .
"Danny bisa saja merupakan singkatan dar
i Danville!" seru Pete bersemangat.
"Lagi-lagi tepat!" kata Jupiter. "Sedang sepupu dan Chicago ini hanya untuk mengalihkan perhatian dari pesan yang sebenarnya, yaitu kata-kata 'Danny' dan 'Street'. Dengan kata-kata sandi yang dibuatnya sejelas yang berani dilakukannya. Spike Neely memberitahukan pada Gulliver bahwa uang itu disembunyikannya di Danville Street, rumah nomor 532."
"Di balik kertas pelapis dinding!" sambung Bob. "Ia tidak berani menulis lebih jelas - tapi siasatnya menempelkan prangko di bawah prangko, benar-benar licin!"
"Teka-teki sudah berhasil kita" uraikan," kata Pete gembira. Saat berikut air mukanya berubah, "Tapi bagaimana cara kita menemukan uang itu""
"Jika ditempelkan di bawah kertas pelapis dinding rumah orang, kita tidak bisa dengan seenaknya saja masuk ke situ lalu mengatakan, 'Maaf, kami terpaksa merobek-robek pelapis dinding rumah Anda , kata Bob.
"Memang," kata Jupiter. sependapat. "Itu pekerjaan polisi. Kita harus melaporkan kesimpulan kita ini pada Chief Reynolds. Percuma kalau disampaikan pada Letnan Carter - karena jelas-jelas ia mengatakan tidak mau diganggu. Tapi apabila Chief Reynolds sudah kembali besok, atau hari Senin -"
Kalimatnya terpotong karena kaget mendengar telepon yang berdering dengan tiba-tiba.
"Ya, di sini Trio Detektif - dengan Jupiter Jones," katanya.
"Di sini George Grant." Nada suara orang yang menelepon itu berwibawa.
"George Grant"" tanya Jupiter sambil mengerutkan kening. Ia tidak merasa pernah mendengar nama itu. ""Ya, betul! Chief Reynolds pasti sudah memberi tahu bahwa aku akan menghubungi kalian."
"Wah, tidak," kata Jupiter dengan heran. "Ia sama sekali tidak menyebut-nyebut nama Anda, Mr. Grant."
"Lupa rupanya," kata laki-laki yang menelepon. "Aku mendapat nomor teleponmu dari dia. Aku agen khusus Badan Keamanan Bank. Perhatianku sudah terarah padamu sejak aku membaca berita tentang dirimu dalam surat kabar, sewaktu kau membeli peti kepunyaan The Great Gulliver. Dan -"
"Ya"" sela Jupiter dengan perasaan agak gelisah, sebab orang itu kedengarannya seperti agak ragu untuk meneruskan. "Tahukah kalian bahwa kalian siang dan malam diintai terus oleh tiga penjahat terkejam di California""
Bab 13 KABAR YANG MENGGELISAHKAN
"MENGINTAI kami"" Suara Jupiter agak bergetar. Pete dan Bob meneguk ludah berkali-kali.
"Ya, mengintai dan membuntuti kalian. Mereka masing-masing bernama Three-Finger Munger, Baby-Face Benson, dan Leo the Knife. Mereka pernah satu penjara dengan Spike Neely, dan sekarang mereka berharap bahwa kalian akan mengantar mereka ke tempat uang yang disembunyikan Spike, sebelum ia tertangkap."
Ta - tapi kami sama sekali tidak melihat orang yang mengamat-amati kami, Mr. Grant."
"Tentu saja! Mereka kan penjahat berpengalaman. Mereka menyewa rumah tidak jauh dari tempat kalian itu, dan mengamat-amatinya lewat teropong. Ke mana saja kalian pergi, mereka selalu membuntuti. "
"Kalau begitu sebaiknya kami laporkan cepat-cepat pada polisi," kata Jupiter cemas. Bob dan Pete yang ikut mendengarkan lewat alat pengeras suara, mengangguk-angguk tanda setuju.
"Aku sudah memberi tahu Chief Reynolds tentang hal itu," kata orang yang mengatakan "bernama George Grant. "Tapi ia mengatakan bahwa ia tidak mungkin bisa menangkap mereka, karena mengamat-amati kalian bukan merupakan tindakan yang melanggar hukum. Mereka tidak berbuat apa-apa - atau tepatnya, belum berbuat apa-apa."
"Chief Reynolds memang sudah menyatakan kekhawatirannya, bahwa ada penjahat yang menyangka kami tahu di mana uang itu disembunyikan," kata Jupiter dengan perasaan tidak enak. Kurasa karena itulah mereka mengamat-amati kami. Untuk melihat apakah kami akan mengambil uang itu."
"Jangan coba-coba," kata Mr. Grant dengan nada memperingatkan. "Entah apa tindakan yang diambil Three-Finger serta kedua kawannya apabila kalian melakukan hal itu. Jika kalian punya petunjuk apa pun juga mengenai uang itu, kunasihatkan agar kalian cepat-cepat saja menyerahkannya pada polisi."
"Tapi kami tidak punya apa-apa," kata Jupiter. "Tepatnya, semula."
"Jadi sekarang punya"" tanya Mr. Grant. "Yah - begitulah," kata Jupi
ter mengaku. "Kami baru saja menemukan petunjuk yang nampaknya penting."
"Bagus!" kata laki-laki yang menelepon. "Serahkan langsung pada Chief Reynolds. Akan kutunggu kalian di sana, lalu kita mengadakan perem... Ah, betul juga! Tidak bisa. Baru kuingat sekarang, Chief Reynolds sedang ke luar kota.
"Betul," kata Jupiter. "Kami tadi sudah mencoba meneleponnya. Ia diwakili oleh Letnan Carter. Tapi letnan itu, mendengar keterangan kami saja pun sudah tidak mau."
Trio Detektif 11 Misteri Tengkorak Berbicara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dan jika kalian mendatanginya sekarang, ada kemungkinan ia kemudian akan mengatakan bahwa ini semua berkat usahanya sendiri sehingga kalian tidak bisa mendapat hadiah yang disediakan," kata Mr. Grant dengan suara seperti sedang menimbang-nimbang.
"Ha - hadiah"" tanya Jupiter terbata.
Bob dan Pete berpandang-pandangan dengan mata bersinar-sinar.
"Ya! Badan Keamanan Bank menawarkan hadiah sebesar sepuluh persen bagi siapa saja yang bisa menunjukkan tempat uang yang dirampok itu disembunyikan. Itu berarti kalian berhak mendapat lima ribu dolar - jika petunjuk kalian memang ternyata berguna!"
"Lima ribu dolar!" bisik Pete pada Jupe. "Itu baru asyik! Coba kautanyakan, apa yang harus kita lakukan agar bisa memperolehnya.
"Aku punya ide," sambung George Grant sementara itu. "Jika kalian langsung menyampaikan informasi yang kalian miliki pada Badan Keamanan Bank, lalu kami meneruskannya pada polisi, maka kalian mempunyai harapan akan mendapat hadiah, karena tercatat sebagai pemberi informasi. Aku bisa saja datang ke tempat kalian-Ah, tidak bisa! Jika para penjahat itu melihat aku, ada kemungkinannya mereka akan mengenali aku "- lalu mengambil tindakan nekat. Begini sajalah! Bagaimana jika kalian yang menemui aku, secara sembunyi-sembunyi. Saat ini aku ada di kota."
"Aku tidak bisa meninggalkan tempat ini," kata Jupiter agak kesal. "Aku diserahi tugas menjaga toko. Paman dan Bibi baru sekitar dua jam lagi kembali."
"Hmm - begitu ya!" Tidak terdengar suara Mr. Grant selama beberapa saat. "Bagaimana jika kau menyelinap pergi malam ini, jika perusahaan sudah tutup" Mungkinkah itu" Kalian bertiga menemui aku di salah satu tempat" Kalian harus berhasil keluar tanpa ketahuan oleh Three-Finger serta kedua kawannya."
"Kurasa itu bisa, Sir," kata Jupiter menerima usul itu. "Tapi Bob dan Pete sebentar lagi harus pulang untuk makan malam di rumah masing-masing. Menurut Anda, mungkinkah mereka nanti juga dibuntuti""
"Kemungkinan itu kecil sekali. Kaulah yang terutama diminati para penjahat itu. Kau yakin bisa menyelinap pergi tanpa ketahuan""
"Ya, aku yakin bisa," kata Jupiter.
Dalam pikirannya terbayang Kelana Gerbang Merah, jalan rahasia untuk keluar lewat pagar pekarangan sebelah belakang.
"Tapi saatnya akan agak larut. Hari ini kan Sabtu, dan perusahaan kami ini dibuka sampai pukul tujuh."
"Bagus. Bagaimana kalau pukul delapan""
"Rasanya itu bisa, Mr. Grant."
"Kalau begitu kita nanti berjumpa di taman - di Oceanview Park. Aku akan duduk di bangku dekat pintu masuk sebelah timur, membaca koran. Aku memakai jaket coklat serta topi berpinggir sempit yang juga berwarna coklat Kalian nanti datang sendiri-sendiri, dan usahakan agar jangan sampai ada yang membuntuti. Jelas""
"Ya, Sir," kata Jupiter. "Dan kalian jangan bicara dengan siapa-siapa tentang urusan ini, sebelum kita berjumpa. Jangan sampai ada yang bocor, sebelum aku mendengar keterangan dari kalian. Dan bawa petunjuk itu. Mengerti""
"Jelas sekali, Mr. Grant," kata Jupiter lagi. "Kalau begitu kita berjumpa nanti, pukul delapan. Sampai nanti!"
Pete berseru tertahan, ketika Jupiter sudah mengembalikan gagang telepon ke tempatnya. "Wow! Hadiah lima ribu dolar. Kenapa, Jupe - kau kelihatannya tidak begitu gembira."
"Kita belum menemukan uang yang lenyap itu," kata Jupiter. "Kita pasti berhasil! Atau tepatnya polisi, setelah Mr. Grant meneruskan informasi kita pada mereka. Mungkin kita nanti diizinkan ikut, saat mereka memeriksa."
"Kurasa itu tidak bisa, jika keputusannya tergantung dari Letnan Carter," kata Bob.
"Kenapa sih, Chief Reynolds harus tidak ada hari ini"" keluh Jupiter. "Aku lebih senang jika berurusan dengan dia. Tapi
jika ia kenal Mr. Grant -"
Saat itu terdengar orang memanggil dari kejauhan. "Jupe! Ini, ada pembeli yang harus mendapat uang kembali!"
"Itu Konrad," kata Jupiter. "Aku kembali saja ke depan sekarang, karena aku kan ditugaskan mengawasi. Bob, Pete - tolong bereskan peti itu lagi, ya" Jangan lupa Socrates!"
"Astaga!" kata Bob kaget, ketika melirik arlojinya. "Aku harus cepat-cepat kembali ke perpustakaan, sebelum ditutup, Jupe. Jaketku tertinggal di sana tadi. Dari situ aku langsung pulang saja."
"Sana, pergilah! Biar aku saja yang mengemasi peti," kata Pete. "Sesudah itu aku juga langsung pulang. Nanti malam kita bertemu lagi di taman, pukul delapan. Betul, kan""
"Tepat," kata Jupiter.
Ketiga remaja itu keluar dari Markas Besar Trio Detektif. Pete menghampiri peti antik serta Socrates dengan sikap enggan.
"Nah!" katanya menyapa tengkorak itu. "Apa lagi katamu sekarang, setelah kami berhasil menemukan petunjuk itu""
Socrates membisu. Ia hanya nyengir saja ke arah Pete.
Bab 14 PERKEMBANGAN SELANJUTNYA
BOB bergegas mengayuh sepedanya menyusur jalan-jalan belakang, berputar-putar mencari tempat pertemuan yang disepakatkan di taman. Ia ingin lekas-lekas tiba di tempat itu, untuk menyampaikan informasi yang baru diperolehnya. Ia agak terlambat, karena sehabis makan malam masih menyibukkan diri meneliti setumpuk koran tua di garasi. Ia berhasil menemukan berita yang dicari, dan kini ia buru-buru karena harus mengejar waktu. Ketika sampai di jalan masuk ke taman yang di sebelah timur, dilihatnya Pete dan Jupiter sudah lebih dulu sampai. Kedua temannya itu duduk di sebuah bangku bersama seorang laki-laki yang kelihatan masih muda dan berpakaian necis. Mereka bercakap-cakap dengan serius. Ketiga-tiganya menoleh ketika Bob datang menghampiri dengan sepedanya.
"Maaf, agak terlambat," kata Bob dengan napas tersengal-sengal. "Aku tadi masih harus mencari-cari sesuatu."
"Pasti kau yang bernama Bob Andrews," kata laki-laki muda itu dengan ramah. "Aku George Grant."
Ia bersalaman dengan Bob,lalu menyodorkan dompet yang dibuka, menampakkan kartu nama di balik plastik pelindung.
"Ini tanda pengenal diriku, Bob. Supaya resmi."
Pada kartu pengenal itu tertulis bahwa George Grant itu penyelidik resmi Badan Keamanan Bank. Mr. Grant menyimpan dompetnya kembali, ketika melihat Bob mengangguk.
"Jupe -" Bob hendak mengatakan sesuatu, tapi sudah didului Jupiter. "Kami baru saja menuturkan kesimpulan kita mengenai surat Spike pada Mr. Grant ini, bahwa uang yang lenyap itu disembunyikan di belakang kertas pelapis dinding, di rumah Mrs. Miller yang lama."
"Kalian telah bekerja dengan baik sekali," kata Mr. Grant "Badan Keamanan Bank dengan senang akan mengusahakan agar kalian mendapat hadiah yang disediakan. Jika uang itu ditempelkan di balik pelapis dinding, tidak heran bahwa polisi tidak berhasil menemukannya ketika mereka memeriksa rumah itu. Tapi masih ada satu soal kecil yang menyulitkan. Rumah itu kini pasti didiami. Diperlukan surat kuasa khusus dulu dari pihak kepolisian untuk bisa memasukinya dan menyobek pelapis dinding di situ. Aku tidak yakin apakah
Kini Bob sudah tidak tahan lagi. "Justru itulah yang dari tadi hendak kukatakan, Mr. Grant!" katanya dengan cepat. "Tidak ada lagi yang menempati rumah itu, jika masih berdiri. Dan kalau masih pun, takkan lama lagi!"
Ia buru-buru menjelaskan, sementara semua memandangnya dengan heran.
"Tadi ketika aku kembali ke perpustakaan untuk mengambil jaket, aku mendengar seorang wanita bercerita pada pengurus perpustakaan bahwa ia harus keluar dari rumahnya di Maple Street, dan merasa sulit untuk mencari tempat kediaman baru yang cocok. Akhirnya ia pindah kemari, ke Rocky Beach. Ketika kemudian aku bertanya mengenainya pada pengurus perpustakaan, ia mengatakan bahwa ada berita mengenai hal itu di koran, minggu lalu. Aku cepat-cepat mencarinya dalam surat kabar yang ada di perpustakaan. Lalu kucari surat kabar itu di rumah, dan kugunting beritanya. Ini dia!"
PENGGUSURAN PERUMAHAN DIMULAI UNTUK MEMBANGUN JALAN BEBAS HAMBATAN BARU
Disodorkannya guntingan koran yang terlipat pada Jupiter. Jupiter membuka
nya, lalu cepat-cepat membaca berita itu bersama Pete dan Mr. Grant.
Lebih dari 300 rumah, di antaranya ada yang masih baru dan bagus, kini nampak kosong dan sunyi ditinggalkan penghuninya, seakan-akan pasrah menunggu nasib digusur traktor. Tidak lama lagi rumah-rumah itu hanya akan tinggal kenang-kenangan saja bagi mereka yang selama ini menjadi penghuni di situ, yang terpaksa pindah karena harus mengalah terhadap proyek pembangunan jalan bebas hambatan baru yang akan dibangun melewati lokasi itu. Deretan rumah-rumah sepanjang lima belas blok yang selama ini dikenal dengan nama Maple Street akan lenyap, digantikan jalan bebas hambatan berjalur enam yang pembangunannya dimaksudkan untuk memperlancar lalu-lintas kendaraan yang semakin memadati kota Los Angeles. Bukan hanya Maple Street saja yang terkena kebijaksanaan ini, karena rumah-rumah di sekitar situ, di jalan-jalan yang berpotongan dengannya, juga akan ikut digusur. Kegetiran yang melanda para penghuni yang terpaksa pindah merupakan hal baru bagi mereka, tetapi sebenarnya hanya merupakan pengulangan yang kesekian kali saja dari perasaan yang melanda pihak-pihak yang terkena dalam ribuan kasus serupa yang timbul sejak proyek pembangunan jalan bebas hambatan dimulai di kota ini. Keperluan yang terasa mendesak untuk mengusahakan tetap lancarnya arus lalu-lintas di kota berarti musnahnya ribuan rumah yang harus digusur untuk memberikan tempat bagi jalan-jalan bebas hambatan. "Laporan itu sebetulnya masih lebih panjang. Tapi setelah membaca sampai di situ, terdengar Mr. Grant bersiul pelan.
"Maple Street!" katanya terkesan. "Ke jalan itu kan katamu rumah Mrs. Miller yang dulu dipindahkan empat tahun yang lalu, Jupiter""
Itulah yang dikatakan pengurus bangunan rumah susun di Danville Street waktu itu," kata Jupiter.
"Dan kini ternyata sebagian besar dari rumah-rumah di sepanjang Maple Street akan digusur," kata Mr. Grant "Dengan begitu situasi berubah. Ini berarti bahwa rumah itu kosong - dan itu berarti kita tidak bisa membuang-buang waktu lagi. Mungkin saja Three-Finger dengan kawanannya saat ini sudah ada di sana. Bahkan mungkin pula sudah ke sana dan kini uang itu sudah ada di tangan mereka!"
"Bagaimana hal itu mungkin, Mr. Grant"" tanya Pete. "Mereka membuntuti kalian kemarin," kata Mr. Grant. "Mestinya mereka mengikuti kalian sampai ke tempat kediaman Mrs. Miller yang sekarang, lalu dari kenyataan itu menarik kesimpulan bahwa kalian pasti meminta keterangan dari wanita itu. Setelah itu mereka tentunya mengikuti kalian lagi ke Danville Street, sampai di bangunan rumah susun. Dengan mudah mereka bisa melihat Jupiter masuk untuk menanyai pengurus bangunan itu. Mereka pun bisa menanyakan apa yang dikatakan pengurus itu pada Jupiter. Mereka bisa "saja menarik kesimpulan bahwa kau berpendapat uang itu masih ada di rumah yang lama, Jupiter. Jadi tidak mengherankan jika mereka kini ke rumah di Maple Street itu!"
"Wah, betul juga!" seru Bob. "Jangan-jangan kita sudah terlambat!"
"Dalam keadaan biasa, aku akan menghubungi polisi untuk meminta bantuan," kata Mr. Grant "Tapi waktu kini sudah mendesak sekali! Kurasa satu-satunya tindakan yang masih bisa diambil ialah cepat-cepat berangkat ke Maple Street dan di sana berusaha mencari rumah itu, lalu menyelamatkan uang itu - jika masih bisa. Kita tidak punya waktu lagi untuk menghubungi polisi. Kalian bisa ikut denganku! Aku bahkan memang memerlukan kalian, karena kalian tahu bagaimana wujud rumah Mrs. Miller itu - sedang aku tidak!"
"Baiklah, Mr. Grant," kata Jupiter. "Tapi dengan apa kita ke sana""
"Aku membawa mobil. Kuparkir di balik jalan. Kalian ikut denganku. Kalian tinggalkan saja sepeda kalian di sini. Nanti kuantar pulang kemari. Oke ""
Pete dan Bob cepat-cepat mengunci sepeda masing-masing. Jupiter datang ke situ berjalan kaki, karena harus menyelinap keluar dari pekarangan Jones Salvage Yard lewat lubang rahasia Kelana Gerbang Merah. Mr. Grant berjalan mendului ke mobilnya, sebuah station wagon berwarna hitam. Dengan segera mereka berangkat menuju Hollywood. Mr. Grant mengambil lintasan belakang yang melewati daerah
berbukit-bukit. "Kau yakin uang itu disembunyikan di belakang kertas pelapis dinding"" tanyanya dalam perjalanan pada Jupiter.
"Bisa dibilang ya," kata Jupiter. "Menurut penuturan Mrs. Miller pada kami, ketika Spike Neely menumpang di tempatnya, saudaranya itu menyibukkan diri dengan pekerjaan mengecat serta melapis dinding rumah. Bisa saja ia menempelkan dulu uang itu lembar demi lembar, dan kemudian menutupi semuanya dengan kertas pelapis dinding. "Kemudian, ketika berbaring di rumah sakit penjara, Spike menyebutkan alamat rumah itu dalam suratnya, dalam bentuk sandi. Satu-satunya cara yang bisa dipikirkannya waktu itu untuk menyebutkan tempat penyembunyian itu pada Gulliver ialah dengan menempelkan prangko di atas prangko lain."
"Kertas di bawah kertas." Mr. Grant mengangguk-angguk. "Memang cocok. Jika kita berhasil menemukan tempat uang itu disembunyikan, nanti kita akan memerlukan salah satu alat untuk melembabkan kertas pelapis dinding sehingga mudah dilepaskan. Untungnya sekarang hari Sabtu, jadi ada toko yang masih buka sampai malam. Tapi sebelumnya kita harus menemukan tempat itu - dan menemukannya lebih dulu!"
Mr. Grant terus memacu mobilnya. Kendaraan itu baru agak diperlambat jalannya ketika memasuki daerah yang ada bangunan-bangunannya.
"Sekarang coba kita lihat peta kota yang ada di laci depan situ," katanya pada Jupiter. Mr. Grant menghentikan mobil, sementara Jupiter sudah menemukan peta yang dimaksudkan lalu menyodorkannya pada orang itu. Mr. Grant mempelajari peta itu sebentar.
"Bagus," katanya puas. "Dari sini kita bisa lurus saja sampai ke persimpangan dengan Houston Avenue. Lalu lewat situ, sampai ke Maple Street. Katamu tadi blok nomor lima ratusan""
"Betul - atau kalau tidak yang enam ratusan," jawab Jupiter. "Begitulah menurut keterangan pengurus bangunan rumah susun."
"Kita akan menemukannya," kata Mr. Grant tegas. "Untung saat ini masih cukup terang."
Tapi hari mulai gelap ketika mereka sampai di Houston Avenue. Mr. Grant .membelokkan mobilnya ke kiri, lalu menyusur jalan itu sejauh tiga puluh sampai empat puluhan blok. Akhirnya sampai di Maple Street. Walau sudah tidak ada lagi nama jalan, tapi bisa diketahui dengan jelas bahwa itulah alamat yang dituju. Di kanan-kiri jalan nampak puing-puing bertumpukan. Rumah-rumah di satu sudut jalan sudah digusur. Yang tersisa hanya reruntuhan yang tinggal diangkut saja lagi. Di sepanjang jalan sebelah kiri nampak bidang-bidang tanah kosong, di mana sebelumnya berdiri rumah-rumah. Dua mesin raksasa dengan alat keruk berupa jepitan yang dengan sekali rengkuh saja mampu meremukkan dinding rumah-rumah yang terbuat dari kayu diparkir pada sebidang tanah kosong, beserta beberapa traktor penggusur. Sebuah bangunan yang dulunya rumah makan berdiri terpencil di pojok jalan, di mana Mr. Grant menghentikan mobilnya untuk mempelajari situasi. Dinding depan rumah makan itu sebagian sudah tidak ada lagi, digerogoti mesin raksasa yang diparkir di sebelahnya. Bangunan yang sedang digusur itu menampakkan kesan seperti kena bom.
"Aduh!" desah Pete, menyuarakan pikiran yang ada di benak yang lain-lain. "Porak-poranda! Belum terlambatkah kita, Mr. Grant""
"Kurasa belum," jawab yang ditanya dengan serius. "Jika penaksiranku benar, blok perumahan dengan nomor urut lima ratusan dan enam ratusan letaknya beberapa blok lebih jauh dari sini, di sebelah kanan. Kita lihat sajalah!"
Mobil dibelokkannya lambat-lambat ke kanan melewati tumpukan puing yang menghalang. Tidak lama kemudian mereka sudah meluncur di bagian jalan yang rumah-rumah di kiri-kanannya belum dibongkar. Masih tegak, tapi diselubungi kegelapan. Tidak nampak tanda-tanda kehidupan lagi di situ. Kota yang penuh dengan kesibukan hanya beberapa ratus meter saja dari situ. Tapi di Maple Street sendiri terasa suasana sunyi yang mencengkam. Para penghuni sudah pergi semua. Beberapa bulan lagi di tempat itu akan ada terbentang jalan raya' beralas beton, yang dilalui ribuan mobil. Tapi saat itu hanya mereka sendiri saja yang ada di situ, di samping seekor kucing kurapan yang lari melintasi jalan.
"Blok sembilan ratus," kata M
r. Grant setelah beberapa saat. Suaranya bernada puas. "Sebentar lagi kita akan sudah sampai di urutan nomor enam ratusan. Perhatikan dengan seksama. Jangan sampai rumah itu terlewat."
Mr. Grant mengemudikan kendaraannya lambat-lambat.di jalan, menyusuri rumah-rumah kosong dan gelap. Di sana-sini nampak pintu rumah bergoyang-goyang ditiup angin malam, seakan-akan hendak menunjukkan bahwa tidak ada artinya lagi apakah pintu rumah terbuka atau tidak.
"Blok enam ratus," kata Mr. Grant dengan suara yang membayangkan ketegangan perasaannya saat itu. "Ada yang kelihatannya seperti yang kita cari""
"Itu dia!" Pete nyaris berteriak, sementara telunjuknya menuding sebuah bungalo yang rapi, kira-kira di pertengahan blok. "
"Itu ada lagi yang kelihatannya hampir serupa , sambung Jupiter sambil menuding ke sisi seberang. "Kedua-duanya ada jendela bundar pada dinding atapnya."
"Jadi ada dua yang hampir sama." Kening Mr. Grant berkerut. "Dan kalian tidak tahu rumah mana yang benar""
"Mrs. Miller hanya mengatakan rumah tidak bertingkat, berdinding dilapis sirap, serta jendela bundar pada dinding atap."
Rumah berbentuk begitu rupanya umum di sini, kata Mr. Grant menggumam. "Kita terus saja dulu, melihat blok berikut."
Di blok berikut mereka melihat sebuah bungalo lagi yang dindingnya dilapisi sirap. Letaknya diapit dua buah rumah berdinding plesteran. Rumah itu pun ada jendela bundarnya di dinding atap. Mr. Grant menghentikan mobilnya.
Ada juga kemungkinan," katanya. "Ini menyulitkan kita. Tapi nampaknya kita tiba lebih dulu di sini, karena tidak kulihat mobil diparkir di jalan ini. Aku juga tidak melihat tanda-tanda bahwa kita didului oleh Three-Finger serta kawan-kawannya. Mobil kita parkir saja di jalan samping supaya tidak menyolok. Setelah itu kita terpaksa memeriksa ketiga rumah itu satu demi satu sampai kita temukan yang kita cari!"
Bab 15 PENCARIAN DIMULAI HARI semakin gelap saat mereka mendatangi rumah berdinding sirap yang pertama. Mr. Grant melihat ke kanan dan ke kiri dengan cepat, memperhatikan keadaan di jalan. Tapi tidak nampak siapa-siapa di Maple Street yang sunyi dan lengang. Kemudian ia mencoba membuka pintu. Tidak bisa!
Terkunci," katanya. "Tapi karena rumah ini sebentar lagi digusur, kita tidak perlu mencari jalan masuk secara berhati-hati."
Diambilnya batang pengungkit pendek dari mobil. Diselipkannya ujung batang yang pipih ke celah sempit di antara daun pintu dengan ambangnya. Mr. Grant mendorong batang pengungkit. Terdengar bunyi kayu retak. Daun pintu terpentang lebar. Mr. Grant masuk, diikuti ketiga remaja yang selama itu berdiri di belakangnya. Di dalam gelap sekali. Mr. Grant menyorotkan sinar senternya ke dinding. Mereka berada di sebuah kamar yang berdebu. Di lantai nampak kertas-kertas terserak. Kelihatannya itu dulu ruang duduk keluarga.
"Kita mulai saja di sini," kata Mr. Grant, "walau menurut perkiraanku tempat penyembunyian uang itu di salah satu ruang belakang. Atau mungkin juga di gang. Kau membawa pisau, Jupiter""
Jupiter mengeluarkan pisau lipat buatan Swiss yang merupakan kebanggaannya. Dipilihnya mata yang paling besar. Dengannya ia mengiris permukaan kertas pelapis dinding dengan hiasan kembang pada dinding terdekat. Mr. Grant kini menyelipkan ujung pisau dempul yang dibawanya ke dalam irisan itu, lalu membalik jalur kertas pelapis itu. Hanya dinding tembok saja yang nampak di bawahnya.
"Bukan di sini," katanya. "Kita harus mencoba beberapa tempat lain di dinding ini. Setelah itu dinding-dinding lainnya. Kalau tidak ada juga, kita pindah ke kamar -kamar lain."
Bersama Jupiter diulanginya pemeriksaan beberapa meter lebih jauh. Juga tidak nampak apa-apa di balik kertas pelapis, kecuali tembok. Keempat dinding kamar itu diperiksa. Tapi tetap tanpa hasil.
"Baiklah. Sekarang kita coba kamar makan," kata Mr. Grant. Diterangi sinar senter untuk menunjukkan jalan, mereka pindah ke kamar makan. Jupiter mengiris dengan pisau sakunya, lalu'Mr. Grant membalik ujung kertas yang terpotong. Tahu-tahu Pete terpekik pelan,
"Ada sesuatu yang hijau di bawahnya!"
"Dekatkan senter, Jupiter," kata Mr. Grant. "
Barangkali kita menemukannya."
Jupiter mendekatkan senter yang menyala ke dinding yang sudah terkelupas pelapisnya, menerangi permukaan berwarna hijau. Tapi berkotak-kotak.
"Ah - ternyata cuma pelapis dinding lagi," kata Mr. Grant. "Kita lihat saja apa yang ada di bawahnya. "
Dinding tembok. Dinding kamar makan selesai diperiksa. Kini mereka memasuki kamar tidur yang pertama. Hasilnya sama saja. Kamar tidur kedua - tidak berbeda. Dinding kamar mandi dan dapur dilapisi cat yang langsung disapukan pada tembok. Jupiter memanjat tangga sempit yang menuju ke loteng. Dinding di situ telanjang, tanpa pelapis.
"Ternyata bukan di sini." Suara Mr. Grant terdengar tegang. Ia agak berkeringat. "Kita coba rumah berikut."
Mereka keluar, ke jalan yang gelap. Hanya lampu-lampu di sudut jalan saja yang masih menyala. Rumah-rumah semua gelap gulita. Menyeramkan. Mr. Grant berjalan mendului ke blok sebelah, menuju rumah pertama yang berdinding sirap. Pintu depan rumah itu tidak terkunci. Susunan ruangan di situ mirip dengan rumah yang pertama. Tapi pelapis dindingnya kelihatan lebih baru.
"Mungkin ini tempatnya," kata Mr. Grant dengan nada berharap. "Ayo iris, Jupiter."
Jupiter mengiriskan mata pisaunya lagi. Mr. Grant membalikkan kertas pelapis yang langsung terkelupas, menampakkan - lagi-lagi dinding tembok belaka! Di rumah itu pun mereka memeriksa seluruh ruangan, tanpa hasil.
"Dengan begitu tinggal satu rumah lagi," kata Mr. Grant. Suaranya agak serak. "Pasti itu tempatnya!"
Ia mendahului lagi menyeberang jalan, mendatangi rumah yang ketiga. Sementara ia bersiap-siap hendak mendobrak pintu yang terkunci, Jupiter menyorotkan senter menerangi ambangnya. Nampak nomor-nomor dari logam yang disekrupkan pada ambang berwarna putih, memantulkan cahaya senter.
"Jangan!" sergah Mr. Grant. " Nanti dilihat orang!"
"Tapi aku rasanya seperti melihat sesuatu," kata Jupiter. "Kurasa inilah rumah yang dulu ditinggali Mrs. Miller."
"Bagaimana kau bisa tahu, Jupe"" tanya Bob dengan suara setengah berbisik. Kesunyian jalan yang gelap itu menyebabkan anak-anak merasa harus berbisik-bisik kalau berbicara.
"Ya, kenapa kau bisa mengatakan begitu"" tanya Mr. Grant pula.
"Nomor rumah ini 671," kata Jupiter. Tapi itu wajar, karena letak urutannya kan lain setelah dipindahkan. Dan aku tadi rasanya seperti melihat bekas tempat nomor yang lama terpasang."
"O, ya" Kalau begitu coba kita lihat lagi. Tapi cepat-cepat!" Jupiter menekan tombol senter yang dipegangnya sebentar. Berkas cahaya sekilas menerangi nomor rumah. Dan di atas nomor itu semua melihat bekas nomor yang lama pada cat. Samar, tapi masih cukup jelas untuk dikenali.
"Nomor 532!" seru Pete. "Kita sudah menemukannya!"
"Bagus, Jupiter," kata Mr. Grant. "Sekarang kita masuk untuk mengambil uang itu.
Pintu dibuka secara paksa, lalu mereka bergegas masuk ke ruang duduk. Napas Bob memburu karena perasaannya yang bergairah. Sekarang mereka pasti sudah benar. Di salah satu ruangan rumah ini ada uang lima puluh ribu dolar, tertempel di balik kertas pelapis dinding.
"Coba kauterangi ruangan ini sebentar, Jupiter," kata Mr. Grant.
Jupiter menyorotkan senter yang dipegangnya, menerangi satu demi satu dari keempat dinding ruangan itu. Kertas pelapis yang dipakai di situ berpola timbul.
"Kalau di sini mungkin sekali," kata Mr. Grant. "Kertas pelapisnya kasar dan tebal! Bisa saja uang disembunyikan di bawahnya, tanpa menyolok m"ta. Kita mulai saja!"
Dengan cepat Jupiter menggerakkan pisaunya, mengiris permukaan kertas. Mr. Grant membaliknya. Yang nampak di bawah hanya dinding tembok.
"Kita mulai di sudut sini, lalu bergerak mengitari ruangan," kata Mr. Grant. "Lima puluh ribu dolar dalam lembaran uang besar tidak banyak makan tempat Kita harus buru-buru.
Dinding pertama sudah selesai diperiksa. Ketika Jupiter dan Mr. Grant baru saja mulai dengan dinding berikut, sementara Pete dan Bob berdiri dekat-dekat untuk ikut memperhatikan, tahu-tahu terdengar sesuatu yang menyebabkan mereka semua tertegun.
"Apa -" Mr. Grant tidak sempat menyelesaikan kalimatnya, karena saat itu juga pintu dipan terbanting dengan keras, disusu
l bunyi langkah berat yang dengan buru-buru memasuki ruangan. Sorotan senter yang sangat terang menyilaukan mata Mr. Grant serta. ketiga remaja yang ada bersamanya.
Terdengar suara kasar menghardik dari arah belakang sumber cahaya terang itu, "Semuanya angkat tangan!"
Bab 16 MANA UANGNYA"
MEREKA berempat berpaling dengan tangan terangkat ke atas. Mata mereka terkejap-kejap karena silau, sehingga tidak bisa melihat orang yang ada di belakang senter.
"Jika Anda polisi," kata Mr. Grant buru-buru, "saya George Grant, penyelidik khusus untuk-" Bunyi tertawa kasar menyebabkan ia tidak menyelesaikan kalimatnya.
"George Grant! Hebat! Nama itukah yang disebutkannya pada kalian bertiga"" Jupiter terkesiap, karena menyadari sesuatu yang membuat hatinya kecut.
"Ia bukan Mr. Grant dari Badan Keamanan Bank"" tanyanya.
"Dia"" Orang bersuara berat dan parau itu tertawa lagi. "Dia ini Smooth Simpson, salah satu penipu yang paling licin!"
"Tapi ia memiliki kartu pengenal resmi," bantah Pete.
"Tentu saja. Dicetak khusus atas pesanannya. Ada berjuta kartu seperti itu padanya. Tapi kalian tidak perlu kecil hati, tertipu olehnya. Polisi saja sudah berapa kali berhasil dikecohnya. "Kausangka kau akan bisa menyambar uang itu dari bawah hidung kami, ya Smooth" Tapi tadi ketika anak gendut itu tidak muncul-muncul dari pekarangannya ketika perusahaan barang bekas itu tutup, kami langsung curiga. Pasti akan terjadi apa-apa! Kami tahu rumah itu letaknya ada di sekitar sini - berdasarkan keterangan yang kami peroleh dari pengurus rumah susun yang sebelumnya didatangi si Gendut. Karenanya kami lantas buru-buru kemari. Kami melihat sinar senter, ketika kalian masuk ke rumah ini. Sekarang minggir - kami yang mengambil alih!"
"Kau kan Three-Finger Munger, ya"" kata Mr. Grant - yang sebenarnya bernama Smooth Simpson. "Coba dengar sebentar, Three-Finger - kenapa kita tidak bergabung saja" Kami belum berhasil menemukan uang itu, dan aku bisa membantu -"
"Tutup mulut!" sergah orang yang memegang senter. "Kami sendiri yang akan mencari uang itu sampai ketemu, sedang kau akan kami tinggalkan di sini supaya dibekuk polisi. Itu pelajaran bagimu! Lain kali jangan coba-coba lagi melangkahi kami. Sekarang semua berpaling, menghadap ke dinding. Tangan ke belakang punggung! Jangan bergerak, jika tidak ingin menyesal nanti Leo! Baby-Face! Ambil tali, lalu ikat mereka erat-erat!"
Jupiter serta kedua temannya mengikuti perintah yang dihardikkan. Mereka merasa kecut, karena menyadari bahwa mereka tertipu oleh seorang penjahat licin yang julukannya sepadan Smooth - halus dan licin! Ocehannya mengenai Chief Reynolds tadi melenyapkan setiap kecurigaan yang mungkin timbul saat itu. Entah dengan cara bagaimana, tapi rupanya orang itu mengetahui bahwa hari itu Chief Reynolds sedang ke luar kota. Lalu ia menelepon Trio Detektif, dan dengan omongannya yang akan berhasil mengelabui mereka sehingga mau menceritakan semua yang mereka ketahui padanya. Pantas penyelidik khusus palsu itu ada saja alasannya, agar tidak usah menghubungi polisi! Jupiter mengumpat-umpat dalam hati, menyesali dirinya sendiri karena tidak merasa curiga. Tapi semuanya tadi memang bisa diterima akal sehat! Smooth Simpson memang sepadan dengan nama julukannya itu selicin belut! Pasti ia membaca berita tentang peti Gulliver dalam surat kabar, dan karena lewat desas-desus kalangan penjahat ia juga mendengar tentang uang hasil perampokan yang lenyap serta surat Spike Neely, ia lantas mengadakan pengusutan mengenai Jupiter dan yang lain-lainnya. Sedang nomor telepon pribadi Jupiter bisa dengan mudah diketahuinya dari buku telepon. Atau dari Bagian Informasi Kantor Telepon. Kawanan yang dipimpin Three-Finger selama Itu terus membayang-bayangi Trio Detektif, sedang Smooth Simpson selama itu membayangi mereka semua! Tapi apa boleh buat. Nasi sudah menjadi bubur - tidak ada gunanya lagi menyesali hal yang sudah terjadi! Sementara itu dengan cekatan kedua penjahat kawan Three-Finger mengikat pergelangan tangan anak-anak di belakang punggung mereka. Kemudian mereka disuruh duduk di lantai, pergelangan kaki mereka kini d
iikat dalam posisi merapat. Three-Finger terkekeh geli melihat mereka tidak berdaya lagi.
"Kalian kelihatan manis sekali sekarang," katanya mengejek. "Mulut kalian takkan kami sumpal, karena takkan ada orang di sini yang bisa mendengar teriakan kalian. Lagi pula, kami getok kepala kalian, jika berani bertingkah. Jangan khawatir, esok lusa hari Senin, pasti akan ada yang menemukan kalian, jika penggusuran dilanjutkan lagi. Mudah-mudahan saja kalian sudah ketahuan ada di sini, sebelum rumah ini dirobohkan!
Ia terkekeh lagi. Kini anak-anak dapat melihat bahwa orang itu bertubuh besar. Sedang kedua kawannya lebih kecil. Tapi muka ketiga penjahat itu tidak bisa dilihat dengan jelas.
"Sekarang kita lihat saja bagaimana situasinya," kata Three-Finger, lalu menyorotkan senternya ke dinding yang sudah diperiksa kertas pelapisnya oleh Jupiter dan Mr. Grant - bukan, Smooth Simpson. "Kalian rupanya mencari di balik pelapis dinding, ya" Memang tempat yang bagus sekali-sama sekali tak terpikir kemungkinan itu olehku. Si Gendut itukah yang menemukan ide ini, Smooth""
"Ya, betul," kata Smooth Simpson mengakui. "Petunjuk mengenainya ada pada surat yang dikirimkan Spike pada Gulliver. Surat itu selama ini ada di dalam peti."
"Itu sudah kusangka," kata Three-Finger. "Sebab itulah kami menghendaki peti itu. Anak buahku memang sudah berhasil merebutnya dari lelaki jangkung itu. Tapi mereka dibuntuti orang yang kemudian menyergap mereka di tempat persembunyian kami. Peti itu lenyap lagi, sebelum kami sempat membukanya. Kaukah yang melakukannya, Smooth""
"Bukan," kata lelaki yang berada dalam keadaan terikat di lantai. "Aku tidak tahu-menahu tentang soal itu."
"Aneh," gumam Three-Finger. "Kalau begitu siapa" Tidak mungkin anak-anak ini."
"Mereka berempat atau berlima, dengan muka ditutupi sapu tangan," kata salah seorang kawan Three-Finger, yang baru sekali itu membuka mulut "Mereka beraksi dengan cepat sekali. Mereka benar-benar tangguh. Tahu-tahu kami sudah disergap."
"Siapa ya mereka"" kata Three-Finger menggerutu. "Mungkin kawanan lain, yang juga mengincar uang itu. Yah, pokoknya peti itu tidak ada gunanya bagi mereka - karena mereka ternyata tidak kemari. Tapi untuk apa kita lama-lama membuang waktu di sini. Leo! Coba kauperiksa bersama Baby-Face, apa yang ada di balik pelapis dinding kamar ini."
Keempat tawanan yang duduk di lantai memperhatikan sambil membisu, sementara "kedua penjahat itu dengan cepat merobek-robek kertas pelapis yang masih tersisa di dinding. Walaupun ia cemas memikirkan keadaannya bersama kedua temannya, mau tidak mau timbul juga pikiran dalam hati Jupiter, tentang siapa sebenarnya yang merampas peti Gulliver dari tangan kedua penjahat itu lalu mengirimkannya kembali padanya. Tapi ia tidak bisa menemukan jawabannya. Sementara itu anak buah Three-Finger sudah selesai memeriksa, tapi tanpa hasil.
"Kalau begitu bukan di kamar ini rupanya," kata Three-Finger. "He, Smooth! Jika kau tahu di kamar mana, lebih baik kaukatakan saja sekarang. Kalau kami sudah menemukan yang dicari, nanti kau kami bebaskan."
"Jika aku tahu, aku tadi kan tidak mencari-cari lagi," balas Smooth Simpson. "Tapi lepaskanlah tali pengikatku, nanti kutolong kalian mencari."
"Jangan harap!" bentak Three-Finger. "Kau mencoba merampas uang itu, dan sekarang boleh kaurasakan akibatnya. Ayo, kita cari di kamar tidur."
Ketiga penjahat itu pindah ke kamar tidur yang pertama, meninggalkan keempat tawanan mereka dalam gelap. Sesaat kemudian terdengar bunyi kertas ditarik-tarik, teriring suara mengumpat-umpat
"Aku menyesal bahwa ini harus terjadi, Anak-anak," kata Smooth Simpson dengan suara pelan. "Kuakui, aku memang mencoba menipu kalian - tapi aku tidak berniat mempergunakan kekerasan. Bukan begitu caraku beroperasi. Aku bekerja dengan otak, bukan dengan kekerasan."
"Ini semua salahku," kata Jupiter. Suaranya terdengar murung. "Seharusnya aku mencurigaimu."
"Janganlah terlalu sedih," kata laki-laki yang teringkus di dekatnya. "Yang paling jago pun pernah kena kutipu."
Setelah itu yang terdengar hanya kesibukan Three-Finger beserta kedua kawannya saja, yang k
ini berpindah ke bagian belakang rumah. Tiba-tiba terdengar sesuatu yang menyebabkan syaraf keempat tawanan yang teringkus di lantai langsung menegang. Pintu depan terbuka dengan bunyi berderik pelan! Keempat tawanan memasang telinga. Samar-samar nampak sosok gelap seorang laki-laki bertubuh agak kecil, menyelinap masuk ke dalam kamar.
"Siapa itu"" tanya Smooth dengan suara berbisik.
"Ssst," balas orang yang masuk itu berbisik. "Kami datang untuk menolong. Jangan sampai mereka yang di belakang curiga."
Seorang laki-laki lagi menyelinap masuk lewat pintu depan, disusul oleh beberapa orang. Jumlah mereka tidak bisa dipastikan, karena tempat itu gelap. Orang-orang yang masuk dengan diam-diam itu sangat cekatan. Langkah mereka hampir-hampir tak terdengar. "Laki-laki yang paling dulu masuk memberi aba-aba pada yang lain-lain.
"Kalian siap dekat pintu, merapat ke dinding," katanya. "Jika mereka nanti muncul, sungkup kepala mereka dengan kantung-kantung itu lalu ikat mereka. Jangan pakai pisau. Jangan sampai ada yang cedera, jika tidak perlu."
Terdengar suara beberapa orang mendengus, tanda mengerti. Jupiter, Pete, dan Bob menunggu dengan perasaan bercampur aduk. Harapan akan bisa selamat, berbaur dengan kebingungan. Siapakah orang-orang yang baru masuk itu" Pasti bukan polisi - karena polisi tentu akan menyerbu masuk dengan lampu serta pistol teracung. Benarkah mereka itu hendak menolong" Jangan-jangan kawanan penjahat lagi, yang juga hendak menguasai uang itu!
Saat itu terdengar suara marah-marah. Datangnya dari arah belakang rumah. Three-Finger rupanya tidak berhasil menemukan uang itu. Langkah mereka berdebam-debam dalam gang, menuju ruang dud uk yang gelap. Three-Finger yang paling dulu masuk, sambil menyorotkan senternya ke lantai.
"Kesabaranku sudah habis, Gendut!" katanya menghardik Jupiter. "Ayo bilang di mana uang itu -jika ingin selamat!"
Bab 17 PERGULATAN DALAM GELAP
TAHU-TAHU Three-Finger disergap beberapa sosok gelap. Beberapa orang lagi menyambar penjahat yang berdiri di belakang kepala penjahat itu dan menariknya ke dalam kamar. Penjahat yang ketiga masih mencoba melarikan diri. Tapi ia langsung dikejar. pari suara ribut -ribut di luar dapat diketahui bahwa ia berhasil diringkus. Sementara itu di ruang duduk terjadi pergulatan seru: Three-Finger menjatuhkan senternya ke lantai dalam keadaan masih menyala. Senter itu terguling ke sana kemari kena tendangan sekian banyak kaki. Sinarnya bergerak ke segala arah, menerangi adegan pergulatan sekilas-sekilas. Anak-anak kini dapat melihat bahwa kepala Three-Finger diselubungi kantung. Penjahat itu mengamuk! Dengan mengerahkan seluruh tenaganya ia berhasil mencampakkan beberapa penyerangnya yang berusaha memiting. Tapi lawannya terlalu banyak. Penjahat itu roboh ke lantai, ditindih kawannya yang jatuh menyusulnya. Keduanya memukul dan menendang-nendang dengan liar.
"Cepat! Ikat tangan dan kaki mereka. Lalu sumpal mulut mereka!" kata seseorang memberi perintah. Perkelahian masih berlanjut sebentar. Kemudian Three-finger beserta kedua kawannya berhasil diringkus. Three-Finger melontarkan ancaman dengan kata-kata kasar. Tapi kemudian terhenti, karena mulutnya disumbat dengan kasar. Akhirnya ia tergeletak di lantai, tak berdaya melawan lagi. Kedua kawannya sudah lebih dulu tidak berkutik. Hanya bunyi napas berat orang-orang yang meringkus saja yang masih terdengar.
"Bagus," kata seseorang. Suaranya bernada ramah. "Sekarang tunggu di luar, sementara kulepaskan tali pengikat anak-anak ini.
Sosok-sosok gelap itu keluar semua. Kecuali satu orang. Orang itu menyalakan senternya, lalu mengarahkannya sekilas ke wajah Jupiter dan kedua temannya.
"Untung kalian tidak tertindih," kata orang itu sambil tertawa pelan. "Sekarang kalian kubebaskan.
Senter yang menyala diletakkannya di lantai, sehingga menerangi anak-anak tanpa menyilaukan mereka. Kemudian ia menghampiri mereka dengan pisau panjang terhunus. Ketika ia sudah dekat, barulah Bob dan Pete melihat wajahnya. Seorang laki-laki berkulit coklat dengan kumis melintang galak. Mereka belum pernah melihat orang itu. Tapi Jupiter m
engenalinya. "Lanzo!" serunya kaget. "Kelana yang waktu itu ada di rumah Zelda!"
Lanzo tertawa lagi, sambil memutuskan tali yang mengikat ketiga remaja itu.
"Ya," katanya. "Kita berjumpa lagi."
Tapi - tapi - bagaimana Anda bisa tahu-tahu muncul di sini"" tanya Jupiter dengan bingung. Ia berdiri sambil menggosok-gosok pergelangan tangannya yang terasa nyeri.
"Tidak ada waktu untuk bercerita sekarang," kata kelana itu. "Mana orang yang satu lagi""
Ia menyorotkan senter ke tempat di mana Smooth Simpson tadi tergeletak. Tapi orang itu sudah tidak ada lagi di situ. Yang nampak hanya dua utas tali di lantai.
"Ia lolos!" seru Bob. "Rupanya ia tadi dengan diam-diam berhasil melepaskan diri, lalu menyelinap lari sewaktu di sini sedang terjadi pergumulan!"
"Ia takkan bisa dikejar lagi sekarang," kata Lonzo singkat. "Biarlah - karena masih ada tiga lagi, yang bisa dijemput polisi nanti. Sekarang kita keluar. Zelda ingin berbicara dengan kalian."
Zelda! Wanita kelana peramal nasib! Jupiter mengikuti Lanzo keluar, disusul oleh Bob dan Pete. Mereka melihat tiga mobil tua diparkir di pinggir trotoar. Dua mobil yang di belakang kelihatannya penuh berisi orang laki-laki - semuanya kaum kelana. Sedang di mobil yang paling depan hanya nampak satu orang. Seorang wanita. Wanita itu Zelda. Ia tidak memakai pakaian wanita kelana. Rupanya agar tidak menyolok mata.
"Mereka tidak apa-apa, Zelda," kata Lanzo melaporkan. "Di dalam ada tiga penjahat, semua sudah dalam keadaan terikat. Seorang lagi berhasil melarikan diri."
"Biar sajalah," kata Zelda dengan suara pelan. Ia menyapa anak-anak, "Masuklah ke mobil- kita perlu berbicara sebentar."
Ketiga remaja itu duduk di samping wanita kelana itu. Sedang Lonzo tetap di luar, untuk menjaga.
"Langkah kita ternyata bersilang lagi, Jupiter Jones," kata Zelda. "Itu sudah kuketahui dari perbintangan dan bola kristal. Aku mengucap syukur, bahwa kami tadi datang tepat pada waktunya di sini."
"Anda mengikuti kami selama ini"" tanya Jupiter, ketika pikirannya mulai cerah lagi.
"Ya," kata Zelda. "Kalian dibayang-bayangi terus, oleh Lonzo serta beberapa kawannya. Sejak kau pertama kali datang ke tempatku. Dalam bola kristal aku melihat ada bahaya mengancam kalian, dan kami ingin mencegah bahaya itu. Lanzo membuntuti orang-orang yang membuntuti kalian selama ini. Ketika mereka kemari tadi, ia cepat-cepat memanggil kami untuk menyelamatkan kalian. Tapi kita harus cepat, karena waktu tidak banyak. Kalian berhasil menemukan uang itu""
"Tidak." Jupiter mendesah. "Rupanya bukan di sini tempatnya. Padahal aku semula yakin sekali bahwa uang itu disembunyikan di rumah saudara perempuan Spike. Begitulah makna yang terkandung di dalam suratnya. Rumah itu merupakan satu-satunya tempat yang logis."
"Gulliver pun merasa yakin bahwa surat Spike itu mengandung petunjuk tentang tempat penyembunyiannya, tapi ia tidak berhasil menguraikan sandinya," kata Zelda.
"Anda kenal Gulliver"'" tanya Jupiter. "Antara kami berdua ada pertalian yang istimewa," kata Zelda. "Aku ingin sekali membersihkan namanya - dan aku berharap bahwa kalian - yang sangat cerdas - akan sanggup memecahkan teka-teki itu. Di mana kalian mencari""
"Di balik kertas pelapis dinding," jawab Jupiter. Tempat yang benar-benar sulit ditemukan. Tapi ternyata tidak ada."
"Kenapa kausangka ada di situ"" tanya Zelda.
"Yah - Spike tahu bahwa ia tidak bisa menulis terlalu terbuka di suratnya," kata Jupiter menjelaskan. "Ia tahu, surat-surat para narapidana selalu disensor dulu. Karenanya ia memakai siasat yang rumit sekali. Tapi memang cuma itu saja yang bisa dilakukannya."
"Siasat yang bagaimana"" desak Zelda dengan nada kurang sabar. "Cepat - katakan!" Bob yang lebih dulu membuka mulut. "Ia berbuat sesuatu yang luar biasa dengan prangko-prangko yang ditempelkan ke sampul surat. Ia menempelkan dua prangko, masing-masing bernilai dua sen dan satu sen. Lalu prangko satu sen yang berwarna hijau ditutupinya dengan prangko empat sen, bergambar rantai. Kami yakin bahwa itu berarti -"
"Sebentar, Bob!" potong Jupiter bersemangat.
Bob terkejap kaget. "Ada apa, Jupe"'" tanyanya.
"Coba kaukatakan lagi - itu, kalimatmu yang paling akhir."
"Aku kan cuma mengatakan bahwa prangko satu sen yang berwarna hijau ditutupi dengan prangko empat sen bergambar rantai, jadi -"
"Itu dia!" seru Jupiter bersemangat.
"Itu petunjuknya!"
"Petunjuk apa"" sela Pete. Semua yang ada di dalam mobil menatap Jupiter dengan heran, sementara air muka remaja itu menjadi merah karena bersemangat. Ia berpaling, memandang Zelda.
"Spike Neely agak tidak normal lidahnya. Kalau berbicara, cedal," katanya. "Itu kami dengar dari Chief Reynolds. Ia agak sulit menyebutkan huruf L."
"Kurasa itu benar," kata Zelda. Tapi -" "Saudara perempuannya juga mengatakan begitu! Nah - dengan cacat itu, bagaimanakah bunyinya jika Spike menyebut 'lantai'""
"Bunyinya mirip 'rantai'," kata Zelda setelah berpikir sebentar. "Maksudmu -"
"Ia menyembunyikan uang itu di bawah lantai," kata Bob cepat-cepat dengan suara nyaris terpekik. "Spike merasa yakin bahwa Gulliver pasti ingat pada kecedalannya, sehingga bisa memahami maksudnya. Apalagi jika memang mencari-cari sesuatu yang merupakan kata sandi."
"Kita terkecoh oleh gagasan bahwa maksudnya di bawah kertas pelapis dinding, karena Mrs. Miller bercerita pada kami bahwa Spike selama bersembunyi di rumah saudara perempuannya itu sibuk mengganti kertas pelapis dinding ruangan tingkat bawah," kata Jupiter menyambung dengan bersemangat. "Dari mula aku sebenarnya harus menyadari bahwa menempelkan uang kertas di bawah pelapis dinding bukan ide yang baik - karena tidak bisa dilepaskan lagi tanpa mengalami kerusakan. Untuk melepaskannya harus dengan cara mengerok, sehingga pasti hancur. Tapi di bawah lantai -"
"Lonzo!" Zelda menoleh ke arah laki-laki yang berdiri di dekat mobil. "Ambil alat-alat kita. Kita masuk ke rumah. Aku, kau, dan ketiga remaja ini."
Mereka masuk beramai-ramai ke dalam rumah, tanpa mempedulikan ketiga penjahat yang teringkus di lantai kamar duduk. Zelda berembuk sebentar dengan Jupiter. Mereka sama-sama berpendapat bahwa uang yang dicari tidak mungkin disembunyikan di bawah lantai ruang duduk. Menurut Jupiter, tempat yang paling logis kalau tidak di ruang tidur tamu yang waktu itu "ditempati Spike, ya di bawah lantai ruang loteng yang sempit. Mereka memutuskan untuk mencoba di loteng dulu. Sepuluh menit kemudian terdengar suara Pete berseru, ketika Lonzo melepaskan selembar papan di sudut. Diterangi sinar senter, nampak uang kertas beberapa berkas, tersusun rapi di sela dua balok penyangga lantai!
"Di bawah rantai," kata Pete sambil mengedip-ngedipkan mata karena kagum. "Rantai - lantai! Benar-benar siasat yang licin, kalau kita tahu semua surat diteliti dengan seksama, untuk mengetahui kalau ada sesuatu yang mencurigakan. Kau benar-benar jago, Jupe!"
"Seharusnya sudah dari dulu aku berpikir ke arah sini," kata Jupiter. "Mengingat lidah Spike yang cedal, aku mestinya bisa membayangkan bahwa kalau ia mengucapkan 'lantai', kedengarannya tentu seperti 'rantai'. Dan mengingat uang kertas jika ditempel dengan lem pasti rusak, aku -"
"Sudahlah, jangan kau sesali dirimu!" kata Zelda memotong. "Kau telah bekerja dengan baik sekali. Gulliver sendiri sedikit pun tidak berpikir ke arah sini. Sekarang uang yang lenyap itu sudah ditemukan. Para penjahat sudah diringkus. Katak sudah melompat setinggi mungkin, sehingga berhasil menyelamatkan diri dari ikan yang lapar dalam kolam!"
Wanita kelana itu tertawa pelan. Dari air muka Jupiter nampak jelas bahwa ia kini sudah mulai memahami berbagai hal yang semula merupakan teka-teki baginya.
"Anda yang mengirim peringatan itu, Miss Zelda"" katanya dengan nada bertanya.
Wanita kelana itu mengangguk. "Ya, akulah yang mengirim kata-kata peringatan itu. Kaumku menjaga keselamatan kalian selama ini, tapi aku pun ingin agar kau berusaha dengan bersungguh-sungguh untuk mencari uang itu sampai ketemu - dan kalian memang sudah melakukannya. Sekarang kami harus pergi. Kami akan menghubungi polisi, untuk menutup kasus ini. Kalian tunggu saja di sini, sampai polisi datang untuk mengambil uang serta ketiga penjahat sekaligus. Polisi pasti juga ingin memeriksa kami, tapi mereka tak
kan bisa mengetahui di mana kami berada. Setidak-tidaknya saat ini."
"Tunggu sebentar, Zelda!" kata Jupiter, ketika melihat wanita kelana itu berpaling hendak pergi, diikuti oleh Lonzo. "Masih ada sesuatu yang ingin kuketahui. Mengenai peti itu - bagaimana bisa kembali lagi ke tempat kami" Dan Socrates - apakah tengkorak itu betul-betul bisa berbicara, atau -"
"Itu nanti saja," kata Zelda. "Datanglah ke tempatku yang waktu itu, dua minggu lagi. Saat itu kami sudah kembali lagi ke sana. Segala pertanyaanmu akan terjawab."
"Tapi setidak-tidaknya berilah penjelasan tentang Gulliver," desak Jupiter. "Di mana dia sekarang""
"Kusangka sudah meninggal dunia," sela Pete.
"Aku tidak mengatakan begitu," kata Zelda. "Kataku waktu itu, ia meninggalkan dunianya. Nah, mungkin kini ia akan kembali dari dunia di mana ia selama ini berada. Untuk dua minggu ini - selamat tinggal."
Setelah itu Zelda bergegas menuruni tangga, diikuti oleh Lonzo. Beberapa saat kemudian terdengar deru ketiga mobil kaum kelana, meninggalkan tempat itu. Ketiga remaja yang masih ada di atas loteng berpandang-pandangan.
Bob menghembuskan napas lega. "Uhh - kita berhasil, Jupe," katanya. "Kita berhasil menemukan uang-uang yang lenyap itu!"
"Dengan dibantu Zelda," kata Jupiter. "Rasanya tidak sabar lagi menunggu saat kita bisa berjumpa lagi dengannya. Menurut perasaanku, ia bisa memberikan jawaban yang menarik atas beberapa pertanyaanku!"
Bab 18 ALFRED HITCHCOCK BERTANYA
ALFRED HITCHCOCK duduk di belakang meja kerja di kantornya. Sutradara film kenamaan itu membalik-balik setumpuk catatan mengenai misteri tengkorak bersuara, yang disusun oleh Bob Andrews. Kemudian ia melirik ke arah Trio Detektif. Ketiga remaja itu duduk berjejer dengan pakaian rapi di hadapannya. Mereka menunggu Mr. Hitchcock berbicara.
"Prestasi yang baik sekali, Anak-anak," kata sutradara itu dengan suaranya yang berat "Kau telah bekerja dengan baik, Jupiter! Kau berhasil menemukan uang yang disembunyikan itu, setelah pihak yang berwajib begitu lama mencarinya dengan sia-sia.
Tapi air muka Jupiter tidak menjadi cerah mendengar pujian itu.
"Saya sebetulnya harus bisa lebih cepat menyibakkan rahasia itu, Sir," katanya sambil mengeluh. "Saya mula-mula menyangka bahwa prangko di bawah prangko berarti uang. itu ditempelkan di bawah kertas pelapis dinding. Padahal saya seharusnya mencari maknanya yang lain. Kemudian, jika tidak karena kemujuran -"
"Kemujuran sangat membantu bagi orang yang waspada," kata Mr. Hitchcock memotong. "Seperti pernah kukatakan, kalian tidak bisa mengharapkan selalu bisa langsung menemukan jawaban yang benar. Tidak ada penyelidik yang bisa begitu. Menurut penilaianku, prestasi kalian baik sekali."
Kini Jupiter sudah bisa berseri-seri lagi.
"Terima kasih, Sir," katanya. "Dan kami memang berhasil menemukan uang yang lenyap itu."
"Dan tepat pada waktunya," kata Mr. Hitchcock mengomentari. "Coba terlambat dua hari saja, rumah itu pasti sudah lenyap digusur. Dan uang itu akan lenyap untuk selama-lamanya, tertimbun tumpukan puing. Bagaimana - kalian memperoleh hadiah itu""
Jupiter mendesah. Bob mengeluh. Pete juga mengeluh.
"Tidak, Sir," Bob yang memberi jawaban. "Uang hadiah itu sebenarnya sama sekali tidak ada! Itu hanya karangan Smooth Simpson sendiri, seperti hal-hal lain yang dikatakannya pada kami. Tapi kami menerima sepucuk surat dengan ucapan terima kasih dari direktur bank yang dirampok. Sedang Chief Reynolds mengatakan ia ingin kami sudah cukup dewasa, sehingga bisa menjadi anak buahnya sebagai detektif."
"Yah - uang bukan satu-satunya bentuk hadiah bagi pekerjaan yang diselesaikan dengan baik," kata Mr. Hitchcock. "Sekarang aku punya beberapa pertanyaan. Kurasa dari catatan kalian ini sudah jelas cara Spike Neely menyembunyikan uang hasil rampokannya, begitu pula bagaimana ia menyelundupkan pesan yang sangat dirahasiakan dari rumah sakit penjara pada sahabatnya, Gulliver. Pesan itu begitu rahasia sampai tidak a,da yang mampu menafsirkannya - selain kalian! Tapi kini pertanyaanku yang pertama, karena aku tidak menemukan jawabannya dalam catatan ini. Apakah yang sebenarn
ya terjadi dengan Gulliver""
Ketiga remaja itu tertawa nyengir. Mereka sudah menduga bahwa Mr. Hitchcock akan menanyakan hal itu. Dan Jupiter sudah siap dengan jawabannya.
"Ketika ia menerima surat dari Spike Neely," katanya, "Gulliver sudah langsung menduga bahwa temannya itu hendak menyampaikan pesan tertentu padanya. Soalnya sewaktu ia masih di penjara, Spike pernah mengatakan bahwa ia akan mengatakan di mana uang itu disembunyikan, bila ada sesuatu yang terjadi dengan dirinya. Tapi Gulliver ternyata tidak berhasil menemukan pesan yang disampaikan secara rahasia. Karenanya surat itu lantas disembunyikan di dalam peti peralatan sulapnya. Suatu hari ketika ia kembali ke hotel tempatnya menginap, pegawai meja penerimaan tamu mengatakan padanya bahwa ada beberapa orang yang datang mencarinya. Pegawai itu menggambarkan ciri-ciri mereka. Gulliver sangat ketakutan mendengarnya, karena dari gambaran itu ia menarik kesimpulan bahwa yang mencarinya itu Three-Finger Munger, penjahat kelas kakap. Ia tahu bahwa Three-Finger takkan segan-segan menculik lalu menyiksa dirinya untuk memaksanya mengatakan di mana uang yang disembunyikan itu berada. Padahal Gulliver sama sekali tidak tahu! Kalau ia tahu, katanya ia pasti akan langsung melapor pada pihak yang berwenang. Tapi kini ia tidak yakin, apakah polisi mau mempercayai ceritanya. Jadi tanpa naik ke kamarnya lagi, Gulliver langsung menghilang. Ia tidak membawa apa-apa. Ketika ia tidak muncul-muncul setelah ditunggu beberapa lama, pihak hotel lantas menyimpan petinya di gudang, lalu akhirnya dilelang di depan umum. Dan saya yang membelinya."
"Jadi Gulliver tidak mati"" tanya Mr. Hitchcock. "Tapi bukankah Zelda mengatakan bahwa ia meninggalkan dunianya."
"Itu memang benar, Cengiran Jupiter bertambah lebar. "Gulliver ingin memastikan bahwa Three-Finger Munger serta kawannya tidak bisa menemukan jejaknya. Karena itu ia lantas berdandan sebagai wanita, dan memakai rambut palsu. Ia menjelma menjadi wanita - dan dengan begitu meninggalkan dunianya. Dunia kaum pria!"
"Ah - tentu saja!" kata Mr. Hitchcock agak keras. "Aku sebenarnya harus bisa menebak makna kata-kata itu. Nah - ada sesuatu yang terlintas di pikiranku. Aku ingin melihat, apakah aku bisa menarik kesimpulan yang benar. Menurut kesimpulanku, Zelda yang wanita kelana itu sebenarnya The Great Gulliver!"
Pete dan Bob tertawa geli, sementara Jupiter menganggukkan kepala.
"Itu betul, Sir," katanya. "Orang-orang dari kaum kelana itu ternyata kawan-kawan lama Gulliver. Ibunya sendiri juga wanita kelana. Ia diterima hidup bersama mereka. Dan sikap mereka memang sangat setia kawan - jadi rahasianya selama itu tidak mungkin bocor."
Kini Mr. Hitchcock pun ikut tertawa geli.
"Yah," katanya kemudian, "satu misteri sudah terbongkar. Gulliver yang dulunya agak gemuk, rupanya melangsingkan tubuhnya - sehingga tidak ada orang yang menyangka bahwa wanita kelana bertubuh kurus itu sebenarnya tukang sulap yang gemuk itu. Apa rencananya sekarang""
"Ia hendak menjelma menjadi Gulliver kembali," kata Jupiter, "begitu Three-Finger Munger beserta kawanannya sudah dijatuhi hukuman dan dimasukkan ke dalam penjara. Tapi ia tidak akan tampil lagi sebagai tukang sulap, karena kaum kelana sahabat-sahabatnya meminta padanya agar tetap tinggal bersama mereka, sebagai pengurus usaha mereka."
Begitu, Alfred Hitchcock membalik kertas-kertas catatan, lalu meneliti bagian sebelah depan.
"Aha!" katanya setelah beberapa saat membaca. "Di sini kulihat bahwa ketika kau membeli peti di pelelangan waktu itu, seorang wanita tua datang bergegas-gegas, Jupiter. Ia nampak gelisah sekali. Ia sebenarnya ingin membeli peti yang dilelang, tapi terlambat datang. Apakah wanita itu juga -"
"Betul, Sir. Itu juga Gulliver, dengan rambut palsu lain dan berdandan sebagai wanita yang sudah tua sekali. Ia selalu mengikuti berita tentang barang-barang hotel yang dilelang. Dengan cara begitu ia tahu ketika petinya akan dilelang. Tapi ia salah membaca waktu pelaksanaannya, sehingga agak terlambat datang. Ia sebenarnya masih hendak berusaha membeli peti itu dari kami, tapi tahu-tahu report
er itu muncul dengan menenteng kamera. Sedang Gulliver tidak ingin menarik perhatian orang. Tapi berita tentang kami kemudian dimuat di surat kabar, sehingga ia tahu siapa kami dan di mana ia bisa menjumpai kami."
"Tapi berita itu juga dibaca oleh Three-Fillger Munger," sela Pete sambil bergidik.
"Memang," kata Jupiter. "Mula-mula anak buahnya mencoba mencuri peti itu, tapi gagal. Lalu kemudian berhasil juga, setelah membuntuti Maximilian the Mystic dan mendesak mobil ahli sulap itu sampai keluar dari jalan. Tapi peti itu tidak lama ada di tangan mereka. Soalnya - seperti dikatakan oleh Zelda - kaum kelana sementara itu juga selalu mengamat-amati kami. Ketika Zelda - maksud saya, Gulliver - ketika ia mendengar bahwa kami sudah beberapa kali berhasil menyelidiki sejumlah misteri yang rumit, ia lantas mendapat gagasan. Barangkali saja kami bisa menyibakkan rahasia tempat uang hasil perampokan itu disembunyikan. Kalau sudah berhasil dan uang itu sudah ada pada polisi, ia akan bisa muncul lagi sebagai Gulliver. Itulah sebabnya kenapa ia meminta saya untuk datang menemuinya yang' menyamar sebagai Zelda, saat mana ia berbicara secara misterius - agar saya tertarik. Kemudian kaum kelana teman-temannya melihat Three-Finger beserta kedua kawannya. Ketika para penjahat itu merampas peti dari mobil Maximilian yang terbalik di tepi jalan, saat itu mereka pun sedang dibuntuti mobil yang penuh berisi para kelana. Mereka membuntuti para penjahat itu sampai ke tempat persembunyian mereka. Di situ para penjahat disergap lalu peti dilarikan, sebelum para penjahat sadar apa yang sebenarnya terjadi. Setelah itu Zelda - maksud saya, Gu!liver - mengembalikan peti itu pada saya, karena masih berharap bahwa saya mampu mengusut misteri itu. Ia tahu bahwa saya memang harus berhasil, agar ia bisa bebas dari rongrongan kawanan Three-Finger. Jadi disuruhnya para kelana membayangi kami dengan ketat, agar bisa memberi bantuan apabila kami memerlukannya. Sabtu malam itu, ketika Smooth Simpson berhasil menipu kami sehingga kami mau membantunya menemukan rumah Mrs. Miller yang lama, para kelana masih tetap mengamati gerak-gerik kawanan Three-Finger. Tentang Smooth Simpson, mereka sama sekali tidak tahu-menahu. Sewaktu Three-Finger beserta kedua kawannya berangkat, para kelana membuntuti mereka dari belakang, lalu ketika kami disergap oleh Three-Finger, para kelana yang membayangi memanggil bantuan yang datang tepat pada waktunya 'untuk menyelamatkan kami serta meringkus kawanan Three-Finger. Lalu - yah, Anda sudah tahu bagaimana kami akhirnya berhasil menemukan uang yang disembunyikan itu."
Alfred Hitchcock mengangguk. Ia memandang anak-anak yang duduk di hadapannya, sambil merapatkan kedua tangannya di atas meja dengan jari-jari mengarah ke atas.
"Nah," katanya, "sekarang pertanyaanku yang terakhir. Betulkah Socrates bisa berbicara" Jika betul begitu, lalu bagaimana caranya" Di manakah letak rahasianya" Aku tidak mau menerima keterangan yang berbau mistik."
Tidak, Sir," kata Jupiter. "Maksud saya, penjelasannya tidak berbau mistik. Bukan hal yang gaib, seperti hantu atau sejenisnya! Segala yang dilakukan tukang sulap pada hakikatnya merupakan tipuan. Dan apa yang seakan-akan dilakukan Socrates, sebenarnya juga merupakan tipuan. Gulliver pandai sekali melemparkan suaranya. Dan mulanya ia menggunakan teknik itu untuk membuat Socrates seperti bisa berbicara.
"Kemudian, ketika orang mulai agak curiga, ia lantas menciptakan suatu cara untuk membuat Socrates tetap bisa berbicara, walaupun ia sendiri jauh dari tengkorak itu. Ia membeli perlengkapan pemancar mini -"
Trio Detektif 11 Misteri Tengkorak Berbicara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dan pemancar itu dipasangnya di dalam tengkorak"" Kening Mr. Hitchcock berkerut. "Menurutku, kau mestinya kan bisa menemukannya, Jupiter. Kau kan sudah memeriksa tengkorak itu dengan secermat-cermatnya. Jadi mustahil tidak bisa melihatnya."
"Justru di situlah letak persoalannya, Sir." kata Jupiter menjelaskan. "Saya memang sudah memeriksa Socrates dengan sangat teliti. Tapi di situ letak kepintaran Gulliver. Pemancar itu dipasangnya di dalam landasan gading, di tempat yang tidak bisa kelihatan."
" Ah!" kata Mr. Hitchcock. "Jadi dalam landasan, di tempat yang tidak menimbulkan kecurigaan. Siasat yang licin sekali. Teruskan ceritamu."
"Radio mini dalam landasan gading itu selain bekerja sebagai penerima, juga merupakan alat pemancar. Kerjanya otomatis," kata Jupiter melanjutkan cerita. "Artinya, setelah Socrates kami keluarkan dari dalam peti dan kami letakkan di landasannya, segala-galanya yang kami bicarakan di dekatnya dipancarkan oleh alat itu. Jarak jangkaunya sekitar dua ratus meter.
"Setelah mendengar bahwa petinya lenyap, Gulliver lantas berkeliaran terus di sekitar tempat kami, menyamar sebagai wanita biasa. Tidak lagi sebagai wanita kelana. Di telinganya ada alat pendengar mini, yang tertutup rambut palsu. Sedang di peniti yang terpasang di roknya ada mikrofon. Ia bisa mendengar kami bercakap-cakap. Mulanya ia belum ingin berbicara pada kami, lewat Socrates, tapi tahu-tahu ia bersin. Karena itulah kami memperoleh kesan, seolah-olah Socrates bersin. Gulliver bersembunyi di dekat rumah Paman Titus, ketika malam harinya Socrates saya bawa ke kamar tidur. Ia melihat lampu kamar saya padamkan. Saat itulah ia mulai menghubungi saya, lewat Socrates, untuk menyampaikan pesan misterius bahwa saya harus mendatangi Zelda. Keesokan harinya, ketika Bibi Mathilda sedang membersihkan kamar lalu marah-marah pada Socrates, saat itu Gulliver masih ada di dekat rumah. Ia tidak bisa menahan diri, lalu menyerukan, 'Huhh pada Bibi!"
"Jadi misteri itu pun sudah berhasil kaubongkar," kata Mr. Hitchcock mengomentari. "Selama itu semuanya ternyata didalangi The Great Gulliver. Memang - kasus ini merupakan misteri ilmu pengetahuan, dan sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan kegaiban."
"Betul, Sir," kata Jupiter sambil mengangguk "Dan Socrates biasanya ada di dekat kami, saat kami sedang merembukkan kasus itu. Jadi Gulliver bisa ikut mendengarkan perkembangan pengusutan serta rencana-rencana kami, sehingga ia banyak mengetahui gerak-gerik kami. Untung saja begitu, karena berkat pengetahuannya itu ia akhirnya bisa datang pada waktunya untuk menyelamatkan kami."
"Pokoknya kasus ini memang sangat menarik," kata Mr. Hitchcock Sutradara kenamaan itu melanjutkan, "Yah, dengan senang hati aku bersedia menulis kata pendahuluan untuk laporan kalian yang ini - sama seperti untuk kasus-kasus kalian yang sebelumnya. Kalian sudah tahu, tugas mana lagi yang akan kalian tangani setelah ini""
"Belum," jawab Jupiter, sementara ia dan kedua temannya berdiri untuk pergi. "Tapi kami tetap membuka mata dan telinga lebar-lebar. Kalau kami menjumpai sesuatu, nanti kami pasti menghubungi Anda lagi. Mr. Hitchcock."
Ketiga remaja itu keluar, meninggalkan kantor sutradara itu. Alfred Hitchcock menatap punggung mereka sambil tersenyum pada dirinya sendiri. Tengkorak yang bisa berbicara! Ada-ada saja. Apa lagi yang akan dihadapi Trio Detektif setelah ini"
Selesai tamat Nama Tuhan Yang Keseratus 8 Munculnya Jit Cu Kiong ( Istana Mustika Matahari) Seri Pengelana Tangan Sakti Karya Lovelydear Gerombolan Pemasang Bom 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama