Ceritasilat Novel Online

Pelangi Dilangit Singosari 13

02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja Bagian 13


" Terpaksa - gumam djadjar itu, aku terpaksa mengorbankan beberapa orang. Malam ini Kebo Sindet dan Kuda-Sempana. Besuk malam para pradjurit Tumapel dan jang kemudian sekali pastilah Mahesa Agni sendiri. Kalau Kebo Sin det tidak kembali pada waktunja, maka orang2 jang ditugas-kannja menunggui Mahisa Agni pasti akan membunuhnja seperti pesan Kebo Sindet. Atau oran"2 itupun akan mengchianatinja. Mereka akan berbuat sendiri, tanpa Kebo Sindet menghubungi permaisuri untuk mendapatkan tebusan. Tetapi mereka pasti akan menjesal, sebab begitu mereka dapat berhubungan dengan pihak istana, begitu mereka akan dimakan oleh udjung sendjata.
Djadjar itu kemudian segera masuk kerumahnja. Tanpa sesadarnja terasa bulu2nja meremang. Pembunuhan jang tidak tauggung2. Kadang2 terbersit djuga dikepalanja pertanjaan " Apakah korban jang berdjatuhan itu seimbang dengan barang2 jang diingini.
Djadjar itu berdesah. Tetapi kemudian ia menggelengkan kepalanja sambil menggeretakkan giginja " Persetan korban korban jang berdjatuhan itu. Bukan salahku. Aku hanja mengingini barang2 itu. Mereka hanjalah sekedar korban akibat keadaan jang telah melibatkan mereka kedalam persoalan ini.
Tetapi djadjar itupun tidak dapat duduk dengan tenang menunggu tamu2nja. Ia selalu sadja gelisah dan tjemas. Ka-dang2 ia mentjemaskan dirinja sendiri, tetapi kemudian ia mentjemaskan kedua orang jang di-tunggu2rija. " Djangan2 mereka tidak mau datang kerumah ini.
Djadjar itu hampir terlondjak ketika ia mendengar pintu rumahnja jang belum tertutup rapat diketuk orang. Dengan tangkasnja ia melontjat kepintu dan ditariknja pintu leregannja kuat2 sehingga daun pintunja hampir2 melontjat lepas dari bingkainja.
"Setan alas - djadjar itu mengumpat ketika jang dilihat berdiri dimuka pintu itu adalah adiknja - kenapa kau.
"Aku ingin memberitahukan bahwa kawan2 telah siap berada disekitar halaman rumah ini.
"Ja ja aku sudah menjangka. Ketika kau duduk disekitar halaman depan.
" Aku menunggu mereka saat itu.
" Djadi mereka baru sadja datang.
" Ja baru sadja. " Gila. " Kenapa. " Kalian terlambat. " He - adiknja terkedjut - aku disini sedjak sore. Aku belum melihat seorangpun datang kerumah ini.
" Memang, memang belum. Tetapi kalian ternjata datang terlampau lambat. Seandainja mereka datang beberapa saat jang lampau, maka semua rentjana akan gagal.
" Oh " adik Djadjar jang gemuk itu menarik nafas " seandainja. Hanja seandainja. Kau terlampau gelisah dan ketjemasan. Djangan takut, kita akan menjelesaikan pekerdjaan kita dengan baik. Orang2 itu hanja orang2 jang besar mulutnja sadja.
" Djangan kau anggap bahwa kau sekarang sedang ber-main2.
" Baiklah. Aku akan menganggap bahwa aku tidak sedang ber-main2. Aku akan menunggu bersama kawan-ku.
"Pergilah supaja kau tidak mengganggu.
Adik Djadjar jang gemuk itu segera meninggalkan pintu rumah kakaknja hilang didalam kegelapan.
Djadjar itu kini duduk lagi didalam kegelisahannja. Semakin lama ia mendjadi semakin ragu2, apakah Kebo Sindet dan Kuda-Sempana akan benar2 datang kerumah ini "
Tetapi ternjata Djadjar itu tidak perlu menunggu lebih lama lagi. Sekali lagi ia trrlontjat kepintu ketika ia mendengar suara ketukan pada pintunja jang masih sedikit terbuka. Sekali lagi ia menarik pintu leregnja sehingga ber-derak2.
"Selamat malam Ki Sanak " terdengar suara berat dimuka pintu.
Suara itu membuat dada Djadjar itu berdesir. Terasa pengaruh jang aneh mendjalari urat darahnja.
" Apakah kau sudah tidur " " suara itu terasa semakin memberat dipendengaran Djadjar jang gemuk dan bermata sipit itu.
" Tidak, tidak. Eh, maksudku belum " Djadjar itu tiba2 mendjadi tergagap.
" Kalau belum kau pasti sudah kantuk sekali. Begitu "
" Djuga belum " per lahan2 ia berhasil menguasai perasaannja " aku kira aku memang sedang menunggu kalian.
" Terima kasih " sahut Kebo Sindet " apakah aku datang terlampau lambat "
" Ja, kau datang terlampau lambat.
" Bukankah kemarin aku tidak menjebutkan waktu dan tempat. Aku akan menemui dimana sadja dan kapan sadja.
Djadjar itu tertegun sedjenak. Tetapi kemudian ia tersnjum dan berkata " Kau terpaksa datang kepadaku.
" Ja, aku terpaksa datang kepadamu. Tetapi aku memang menghendaki demikian.
"Bohong, kau memang tidak dapat berbuat sekehendakmu atasku. Kali ini akulah jang menentukan tempat dan waktu.
Kebo Sindet jang berwadjah beku itu sama sekali tidak menundjukkan sikap apapun. Tetapi ia mendjawab " Aku ingin mendengar keputusan terachir dari Permaisuri. Nah, katakanlah. Kau sudah tidak mendapat kesempatan lagi. Besok semuanja harus sudah selesai. Aku tidak memerlukan tawar menawar lagi. Djawab jang harus aku dengar adalah
"Ja " atau " tidak.
Djadjar itu tidak segera mendjawab. Dadanja terasa berdebaran. Tetapi ketika diingatnja, bahwa disekeliling halaman rumahnja telah dikerumuni oleh anak2 muda kawan2 adiknja, maka hatinja mendjadi mekar. Bahkan ia kemudian mengangkat dadanja sambil menengadahkan wadjahnja.
Katanja - Kebo Sindet. Apakah benar2 kau tidak menginginkan tawar menawar lagi"
" Tidak - djawab Kebo Sindet pendek.
" Sama sekali" " Sama sekali. Djadjar jang gemuk itu meng-angguk2kan kepalanja. Kini sikapnja mendjadi berubah. Ia mengharap bahwa anak2 muda itu telah berada dekat dengan rumahnja, untuk sebentar lagi berbuat sesuatu memantjing persoalan dengan Kebo Sindet dan Kuda-Sempana. Betapa dada Djadjar itu berdesir apabila dilihatnja wadjah jang beku, tetapi dengan sepasang mata jang membara, namun adiknja dan kawan2nja telah memberinja harapan.
"Bagaimana Ki Sanak. Apakah jang dikatakan oleh Permaisuri itu"
Djadjar itu tersenjum. Djawabnja - Bagaimana aku harus mengatakannja " Kau hanja ingin mendengar djawaban
"ja - atau - tidak - Padahal ia sama sekali tidak berkata demikian.
Tetapi mau tidak mau dada Djadjar itupun mendjadi ber-debar2. Ia tidak melihat perubahan sikap dan wadjah pada kedua orang tamu2nja. Kebo Sindet dan Kuda-Sempana; Kedua wadjah itu seolah2 teh;h mati membeku.
"Begitu" - terdengar suara Kebo Sindet datar.
" Ja, - djawaban itu melontjat begitu sadja dari mulutnja.
Kebo Sindet sedjenak berdiam diri. Djadjar itu melihat ia memiringkan kepalanja. Dan wadjah jang beku itu mengangguki.
Tiba2 terasa bulu2 Djadjar itu meremang. Wadjah jang beku itu masih membeku. Tetapi dari padanja terpantjar sesuatu jang mengerikan, sehingga tanpa sesadarnja Djadjar itu meraba kerisnja jang ketjil jang disembunjikannja dibawah kain pandjangnja.
Dada Djadjar itu mendjadi semakin ber-debar2 ketika ia melihat Kebo Sindet berpaling kepada Kuda-Sempana dan berkata - Kuda-Sempana. Rupa2nja persoalan kita dengan djuru taman ini sudah selesai. Aku tidak perlu menunggu sampai besok untuk menentukan sikap. Sedjak saat ini aku dan Djadjar jang gila ini sudah tidak mempunjai ikatan apa2. Bukankah begitu"
Djadjar itu mentjoba menenangkan hatinja. Dengan suara bergetar ia mendjawab - Bukan maksudku. Kaulah jang tidak mau mendengar pesan Permaisuri itu kepadaku. Kau hanja ingin mendengar djawab - ja - .atau - tidak - Padahal Permaisuri tidak berkata demikian:
Tetapi Kebo Sindet menggelengkan kepalanja " Bukan itu. Aku dapat mengerti kalau kau memang berbuat dengan djudjur. Bahwa kau hanja dapat menjampaikan pesanku dan pesan Permaisuri jang kikir itu. Tetapi bukan soal itu. Ada soal lain jang memaksa aku mengambil keputusan, bahwa hubungan kita kita putuskan sampai disini sadja.. Kini sudah tidak ada ikatan apapun lagi diantara kau dan aku.
Djadjar jang sedang ber-debar2 itu dengan sekuat tenaganja mentjoba menenangkan hatinja. Setiap kali dibesarkan nja hatinja dengan rentjananja jang matang. Setiap kali ia mentjoba berkata didalam hatinja " Anak2 itu telah siap untuk berbuat.
Tetapi jang melontjat dari mulutnja adalah suara tertawanja. Suara tertawa jang dipaksakannja. Diantara derai suara tertawanja ia berkata ter-sendat2 " Kebo Sindet. Bukan aku jang mengundang kau kemari. Bukan aku jang minta kita saling berhubungan dalam soal ini. Kaulah jang datang sendiri. Sekarang kau ingin memutuskan hubungan ini, kenapa aku berkeberatan "
" Sikapmu lain dengan sikapmu kemarin.
" Itu adalah perkembangan persoalan jang terdjadi didalam diriku. Aku jang sekarang telah madju satu hari dari jang kemarin. Persoalan2 didalam dirikupun telah madju pula satu hari. Jang satu hari inilah memang jang telah merubah segenap sikap dan rentjanaku.
" Dan karena itulah maka kau mengundang kelintji2 untuk membunuh dirinja.
Kata2 itu benar2 menge.djutkan hati Djadjar jang gemuk itu. Terasa dentang djantungnja mendjadi semakin keras dan darahnja mendjadi semakin deras mengalir. Wadjahnja mendjadi merah seperti soga. Dengan gemetar ia bertanja --Apa maksudmu "
-- Aku mendengar desah nafas jang memburu disekitar rumah ini. Ajo, djangan berdiri dimuka pintu. Masuklah. Mungkin kalian ingin berkenalan dengan Kebo Sindet.
Dada Djadjar itu mendjadi semakin berdebaran. Ia tidak menjangka sama sekali bahwa orang ini mempunjai pendengaran jang sedemikian tadjamnja. Ia sendiri, jang mengerti bahwa ada anak2 muda disekitar rumahnja, sama sekali tidak mendengar suara apapun. Tetapi Kebo Sindet telah mendengar bahwa ada beberapa orang disekeliling rumahnja.
Dengan demikian Djadjar jang gemuk itu djustru terdiam untuk sesaat. Ia mendjadi seolah2 membeku ditempatnja. Dentang djantungnja terasa akan memetjahkan dadanja.
" Ajo Ki Sanak jang baik. Panggillah orang2 jang sedang mengintip diluar dinding. Barangkali semakin dekat akan semakin baik bagi mereka. Mereka dapat melihat dengan djelas, siapakah Kebo Sindet jang telah menjembunjikan Mahisa Agni. Apakah mereka, jang sedang bersembunji disekitar rumah ini pradjurit2 Tumapel atau siapa sadja bagiku tidak akan ada bedanja.
Djadjar jang gemuk itu masih mematung. Bahkan matanja se-olah2 tidak berkedip. Dengan sekuat tenaganja ia berdjuang untuk menguasai perasaan sendiri.
Dalam pada itu jang terdengar adalah suara tertawa diluar pintu; Hanja per-lahan2 sadja, tetapi sangat menjakitkan hati.
Kebo Sindet dan Kuda-Sempana serentak berpaling. Suara tertawa itu benar2 telah menjinggung perasaan mereka. Apalagi Kebo Sindet jang berhati batu itu.
Lamat2 mereka melihat sebuah bajangan berdiri diluar pintu. Seorang anak muda jang bertolak pinggang.
"Inikah orang jang bernama Kebo Sindet dan Kuda-Sempana " desisnja.
Mata Kebo Sindet jang tadjam itu segera melihat orang jang tertawa itu. Melihat segala lekuk didalam tubuhnja, dan lebih dari itu ia dapat melihat bahwa anak muda itu adalah anak muda jang kasar dan bengis.
"Siapa kau" " bertanja Kebo Sindet dengan nada datar.
Anak muda, salah seorang dari pemimpin2 anak2 muda jang liar itu melangkah madju. Kini ia berdiri tepat dimuka pintu sehingga bentuk wadjahnja mendjadi semak2n djelas,
" Ternjata kalian bukan pradjurit2 Tumapel -- desis Kebo Sindet.
" Ja, kami memang bukan pradjurit2 Tumapel. Kami adalah anak2 muda jang mengagumi nama Kebo Sindet. Kali ini kami ingin melihat orangnja dari dekat bersama Kuda Sempana.
"Marilah " djawab Kebo Sindet ...... kalau kau ingin
melihat Kebo Sindet dari dekat. Mendekatlah djangan takut. Aku tidak akan segera menggigit.
Anak muda jang berdiri dimuka pintu itu mengerutkan keningnja. Tetapi kemudian sekali lagi terdengar suara tertawanja jang menjakitkan hati " Aku kira kau memang tidak akan dapat menggigit. Aku kira gigimu tidak tjukup tadjam untuk membuat luka pada kulit kami.
Kuda-Sempana jang atjuh tak atjuh itu tiba2 menggerakkan kepalanja. Dipandanginja anak muda jang masih berdiri dimuka pintu itu. Tersirat pada wadjah itu sifat2nja jang kasar dan liar. Ketika kemudian ia memandang wadjah Kebo Sindet, maka Kuda-Sempana itu mengerutkan keningnja. Ternjata wadjah Kebo Sindet masih djuga membeku.
Tetapi kebekuan wadjah Kebo Sindet itu telah membuat hati Djadjar jang gemuk mendjadi semakin ber-debar2. Wadjah itu benar2 tidak melontarkan kesan apapun meskipun ia telah melihat seseorang berdiri dimuka pintu. Bahkan wadjah itu se-olah2 atjuh tak atjuh sadja atas apa jang dihadapinja.
Ketika debar djantung Djadjar itu mendjadi semakin keras, kegelisahan jang semakin memuntjak djustru karena kediaman Kebo Sindet, maka untuk melepaskan diri dari ketegangan didalam dirinja itu, maka Djadjar jang gemuk itupun berteriak " He, Kebo Sindet nasibmu ternjata tidak sebaik jang kau sangka. Kau mengira bahwa kau dapat berbuat sekehendak hatimu atasku" Kau salah. Aku ternjata mempunjai rentjana sendiri. Aku telah menentukan bahwa tebusan itu harus djatuh ditanganku. Kalau kau menolakberbitjara tentang hal itu selain djawab " ja atau " tidak, maka kau pasti akan menjesal. Sebab aku telah mengambil alih semua persoalan. Besok seseorang akan menamakan dirinja Kebo Sindet dan menerima tebusan itu sepenuhnja. Seorang jang lain didalam gelap malam akan menjadi Mahisa Agni. Perdjandjian dengan Permaisuri telah siap. Tebusan itu diberikan dan Kebo Sindet akan membawa Mahisa Agni untuk diserahkan. Tetapi orang2 Tumapel itu tidak akan sempat menjadari apa jang terdjadi, sebab mereka akan binasa seperti kau berdua malam ini. Kau dan Kuda-Sempana terpaksa aku bunuh ber>sama2. Supaja akulah kelak jang akan menerima tebusan itu.
.Tetapi dada Djadjar itu mendjadi semakin tegang. Ia tidak melihat Kebo Sindet mendjadi terkedjut atau marah atau apapun. Wadjahnja masih sadja sebeku wadjah majat. Tetapi matanja mendjadi se-olah2 berbahaja. Itulah satu2nja perubahan jang menjatakan perasaannja. Tetapi kesan jang didapatnja terlampau sulit.
Tanpa di-sangka2, maka Kebo Sindet itupun berkata per-lahan2 " Tetapi bagaimana dengan nasib Mahisa Agni-sendiri " Ia akan binasa ditempat persembunjiannja. Kalau aku tidak kembali pada saatnja, maka orang2ku akan membunuhnja.
"Itu bukan urusanku ?" teriak Djadjar itu untuk mengetahui detak djantungnja. Tetapi dengan pertanjaan itu, maka Djadjar jang gemuk itu melihat sesuatu jang membuat nja sedikit berbesar hati. Masih dengan suara lantang ia meneruskan " Nah, kau mulai merasa takut. Kau akan menipu kami dengan litjik. Tetapi Mahisa Agni itu sama sekali tidak akan mempengaruhi keputusanku untuk membunuhmu sebab sebenarnja kami tidak ada sangkut paut apa2 dengan anak itu. Matilah kalau Mahisa Agni akan mati.
Mata Kebo Sindet jang menjala itu se-olah2 mendjadi semakin membara. Tiba2 orang itu menggeram " Ternjata kau lebih dj"hat dari setiap pendjahat jang aku kenal.
" Apakah kau sendiri tidak sedang merentjanakan ke djahatan " " djawab Djadjar jang gemuk itu.
" Ja, aku memang sedang merentjanakan kedjahatan. Tetapi tidak dengan litjik dan pengetjut,
"Setiap rentjana kedjahatan adalah litjik dan pengetjut. Sebab rentjana itu pasti disembunjikan dan tidak beradu dada, seperti kau menjembunjikan Mahisa Agni.
Kebo Sindet terdiam. Ia masih belum bergeser dari tempatnja. Tetapi matanja jang tadjam melihat beberapa bajangan bergerak didalam kegelapan.
"Aku kira aku sudah tidak dapat menghiadar lagi " desisnja.
Djadjar itu tertawa. Hampir berbareng anak muda jang berdiri didepan pintu itupun tertawa pula. " Memang " desis anak muda itu " kau sudah tidak akan dapat menghindar lagi.
-- Baik = djawab Kebo Sindet. Wadjahnja masih tetap
dalam kebckuannja. Dan itu sangat menjakitkan hati " aku akan melajani kalian. Berapa orang semuanja "
Anak muda jang berdiri didekat pintu mengerutkan keningnja. Dan ia melihat Kebo Sindet kemudian melangkah dengan tenangnja per-lahan2 dengan atjuh tak atjuh kehalaman rumah itu sambil2berkata " Disini kita akan ber-main2.
Perbuatan Kebo Sindet itu ternjata telah rnentjengkam perasaan merekaj Djadjar jang gemuk, anak2 muda jang ganas dan liar, se-olah2 mereka melihat seorang Senopati jang berwibawa lewat dihadapan mereka. Karena itu maka sedjenak mereka berdiri sadja mematung sambil memandangi langkah satu2 Kebo Sindet, diikuti oleh Kuda-Sempana yang tidak kalah tenangnja. Anak muda itupun agaknja atjuh tak atjuh sadja, meskipun sekali2 ia berpaling dan mentjoba melihat berapa orang jang sudah menunggu mereka dihalaman. Tetapi Kuda-Sempana tidak berhasil menghitungnja. Ia hanja dapat melihat bajangan2 hitam jang ber-gcrak2 disisi pepohonan atau dibelakang gerumbul2 liar jang bertebaran dihalaman jang gelap dan kotor itu.
Baru ketika Kebo Sindet telah berada di-tengah2 halaman itu, Djadjar jang gemuk dan anak2 muda itu menjadari keadaannja. Karena itu dengan serta merta mereka berlontjatan mengepungnja. Ketika satu dua orang sudah mulai bergerak, maka jang lain2pun segera mengikutinja dengan tanpa mendapat perintah.
" Marilah anak2 " terdengar nada suara Kebo Sindet jang berat " aku memang sudah menjangka, bahwa djuru taman itu akan berchianat. Nah, sekarang kalian telah mengambil sikap. Bukan salahkulah apabila aku memutuskan segenap hubungan ja.ig telah kita buat, dan membatalkan semua pembitjaraan.
Djadjar jang- gemuk itu masih ditjengkam oleh perasaan aneh didalam dirinja. Tetapi ia memaksa mulutnja untuk mendjawab " Djangan banjak bitjara. Bersedialah untuk mati. Kau sudah terlampau banjak membuat dosa.
"Dan agaknja kau baru mulai, Djadjar jang gemuk. Tetapi sajang bahwa permulaan ini akan merupakan achir dari segala kebodohanmu.
Djadjar itu tidak segera mendjawab. Tetapi adiknjalah jang menjahut " O, kau salah hitung Kebo Sindet jang perkasa. Mungkin kau menganggap kami seperti anak2 nakal jang tidak tahu betapa tadjamnja taring harimau. Tetapi kau salah. Satu2 dari kami pasti akan dapat mematahkan taring2 harimau jg betapapun buasnja, apalagi mematahkan lehermu dan leher Kuda-Sempana itu.
Kebo Sindet tidak menjahut. Dipandanginja bajangan jang ber-gerak2 disekitarnja. Ia sempat menghitungnja, meskipun tidak tepat benar. " Delapan sampai sepuluh orang " desisnja.
"Sembilan orang " salah seorang dari anak2 muda itu berkata lantang " apakah kau menggigil mendengar djumlah itu.
Atjuh tak atjuh Kebo Sindet berkata " Latihan jang menarik. Kemudian ia berpaling kepada Kuda-Sempana. Dipandanginja anak muda jang berdiri mematung itu, Kebo Sindet tidak ingin Kuda-Sempana itu mendapat tjidera. Mungkin ia misih memcrlukannja untuk beberapa lama. Karena itu maka katanja " Kuda-Sempana, hati22ah. Marilah kita bermain bersama, berpasangan.
Kuda-Sempana menganggukkan kepalanja. Ia sendiri tidak mempunjai nafsu apapun dalam menghadapi anak2 liar itu. Tetapi naluri untuk mempertahankan hidupnja masih mengalir didalam tubuhnja, sehingga karena itulah maka iapun segera menempatkan dirinja dibelakang Kebo Sindet.
"Bagus-desis Kebo Sindet " tjobalah pertahankan dirimu. Aku jakin bahwa dengan ilmu jang kau miliki, ditambah denhan beberapa unsur dari Kemundungan, kau akan mampu melajani anak2 jang bodoh itu.
Kuda Sempana tidak mendjawab. Tatapi ia sudah siap menghadapi setiap kemungkinan. Ia ternjata masih memilik keinginan untuk tetap hidup, meskipun ia sendiri tidak tahu untuk apa sebenarnja ia mempertahankan hidupnja.
Djadjar jang gemuk, adiknja dan anak2 muda jang liar itu kini sudah mengepungnja rapat2. Sembilan .orang. Salah seorang dari meraka berkata di-sela2 nada suara tertawanja jang menjakitkan hati " He, apakah kau benar2 akan mela an" Sebaliknja kalian berdua menjerah sadja. Kami akan berbaik hati, membunuh kalian dengan tjara jang kalian kehendaki, Tetapi apabila kalian melawan maka kami akan dapat berbuat apa sadja atas kalian.
Kebo Sindet jang berwadjah beku itu mendjawab dengan suara jang se-olah2 bergulung didalam perutnja " Aku pernah me2mbunuh orang dengan tjara jang menjenangkan sekali. Apakah kalian ingin mentjoba atasku " Aku adalah pembunuh jang telah mempergunakan segala matjam tjara untuk membunuh korbanku. Aku kira aku mempunjai pengalaman jang djauh lebih banjak daripada kalian. Nah, barangkali kalian ingin mendapat satu dua tjontoh dari antara kalian.
" Setan alas " Djadjar jang gemuk itu mengeram " sudah tidak mampu lagi berbuat apa2. Masih djuga kau dapat menjombongkan diri, Kebo Sindet. Apakah kau sedang mentjoba mengatasi ketakutan jang mentjengkam dadamu dengah segala matjam bualan jang tidak berarti itu.
" Mungkin " suara Kebo Sindet mendjadi semakin berat " mungkin kau benar. Tetapi tjobalah bertanja kepada dirimu sendiri, apakah kau tidak djuga sedang mentjoba mengatasi ketakutan dan ke-ragu2anmu.
"Tidak. Kami jakin, bahwa kau akan terbunuh malam ini.
" Djangan ter-gesa2 salah seorang pemimpin anak2 muda itu berkata " Aku senang sekali melihat orang jang bernama Kebo Sindet ini dilanda oleh perasaan takut,. Lihat, wadjahnja jang sebeku majat itu mendjadi semakin putjat.
" Silahkan " djawaban Kebo Sindet itu benar2 tidak ter-duga2 " silahkanlah kalau itu dapat menjenangkan hati kalian. Kesenangan, jang terachir sebelum kalian mati ber-sama2. Tetapi tjepat sedikit. Aku sudah tidak sabar. Aku mempunjai2 banjak persoalan, tidak sekedar melajani kalian, kelintji2 jang bodoh. Aku akan melajani lawan2 jang djauh lebih berharga. Mungkin mPu Sada, mungkin mPu Gandring atau Pandji Bodjong Santi. Bukan kelintji2 ketjil seperti ini.
"Nama2 itupun tidak menggetarkan dadaku "djawab adik Djadjar jang gemuk itu, " Tetapi baiklah, kita akan lebih tjepat. " Lalu " Marilah kawan2, kita bergembira malam ini.
Kesembilan orang jang sudah bersiap untuk melawan Kebo Sindet dan Kuda-Sempana itu segera mendesak madju. Sedjenak kemudian mereka telah berdiri hanja beberapa langkah dari kedua orang jang berdiri di-tengab2 . kepungan, Kebo Sindet dan Kuda-Sempana.
Ketika Kebo Sindet sekali lagi mentjoba menandang berkeliling untuk mengetahui apakah masih ada orang lain jang berdiri disisi pepohonan atau dibelakang gerumbul, terdengar salah seorang dari anak2 muda itu berdesis " Kau sedang mentjari djalan untuk lari" Djangan mengharap keluar dari kepungan kami. Usaha kami untuk membunuh seseorang tidak pernah gagal. Atau kau sedang mentjoba menunggu tetangga2 untuk datang membantumu atau se-tidak2nja untuk mentjegah perkelahian ini" Kaupun akan ketjewa. Rumah2 itu bertebaran agak djauh. Seandainja mereka mendengar suara kami, merekaputi tidak akaa berani keluar dari rumahnja.
Kebo Sindet tidak mendjawab. Tetapi ia mendapat kejakinan, bahwa memang; hanja sembilan orang itu sadjalah jang berada dihalaman ini.
Tetapi ternjata sikap Kebo Sindet itu menggelisahkan hati Djadjar jang memang2 sedang gelisah dan tegang itu. Sekilas di:ng2tnja beoerapa hari ber-turut2, beberapa orang selalu sedang mengintainja " Apakah mereka orang2 Kebo Sindet" " pertanjaaa itu selalu sadja mengganggunja.
"Persetan achirnja ia membulatkan hatinja - orang ini harus dibunuh. Kalau ia membawa kawan2nja, maka biarlah kawan2nja itu terbunuh djuga.
Dengan demikian maka Djadjar itu mendjadi semakin bernafsu. Ketika ia masih melihat adik dan kawan2nja berdiri mengelilingi Kebo Sindet dan Kuda-Sempana, maka katanja " Apakah kita masih menunggu orang ini mati ketakutan "
"Marilah " sahut jang lain sambil melangkah madju. Kebo Sindetpun telah bersiaga sepenuhnja. Tetapi sungguh2 diluar dugaannja, bahwa serangan jang pertama meluntjur dari salah seorang anak2 muda itu, adalah serangan tanpa sendjata. Sebuah serangan tangan jang tjepat dan berat, se-akan2 sebuah ajunan palu besi mengarah kepelipisnja.
Dengan tjepat pula Kebo Sindet menghindar. Selangkah ia mundur sambil merendahkan dirinja. Tetapi jang penting baginja, ia mendjadi semakin dekat dengan Kuda-Sempana. Serangan jang pertama itu djustru memberinja peringatan, bahwa sebenarnja anak2 muda itu bukanlah anak2 jang hanja sekedar senang membuat keributan. Tetapi ternjata mereka benar2 mempunjai bekal untuk berbuat demikian.
Tetapi kesempatan untuk menilai serangan jang pertama itu tidak terlampau banjak. Sesaat kemudian kesei.ibilan orang itu telah bergerak ber-sama2. Mereka hampir berbareng menjerang Kebo Sindet dan Kuda-Sempana dari segala arah. Beruntun seperti ombak memukul pantai.
Serangan jang datang itu benar2 membuat Kebo Sindet terperandjat Ternjata anak2 muda itu memiliki suatu tjara jang baik untuk berkelahi ber-sama2. Agaknja hal itu telah sangat biasa mereka lakukannja. Berkelahi dalam kelompok2 serupa itu.
"Kuda-Sempana. harus dapat mengatasi keadaan ini " berkata Kebo Sindet didalam hatinja, karena itu maka ia berdesis Kuda-Sempana, tarik sendjatamu. Djangan hiraukan gerak.2 tipuan mereka Biarkan sadja meieka ber-lari2 melingkari kita. H^nja scrangan2 jang langsung mengarah kepadamu sidjaUh jirip periu kau laj^ni
Kuda-Semp,ina tida^ mendjawab. Tetapi ia tidak mendjadi bingung melihat sikap anak2 muda itu. Apalagi ketika
ia mendengar petundjuk Kebo Sindet, maka segera ia dapat membedakan, jang manakah serangan2 jang sebenarnja diarahkan kepadanja, dan jang manakah jang sekedar membuatnja bingung dan mengatjaukan perhatiannja. Tetapi seperti nasehat Kebo Sindet, maka ia merasa perlu untuk menarik pedangnja, melawan serangan2 anak2 muda jang liar dan kasar itu. Namun pada diri Kuda-Sempana sendiri telah tumbuh pula benih2 kekasaran itu, sehingga sedjenak kemudian maka perkelahian itupun telah mendjadi semakin garang dan kasar.
Untuk sesaat Kebo Sindet masih melajani lawan2nja dengan tangannja pula, seperti anak2 itu. Ia masih mentjoba melihat kekuatan jang tersimpan pada lawan2nja, pada anak2 muda itu.
Tetapi ternjata serangan2 anak2 muda itu telah mem buatnja semakin lama semakin marah. Matanja jang terpantjang diwadjahnja jang membeku mendjadi semakin membara. Bajangan jang ber-gerak2 me-lingkar2 disekitarnja telah memantjing nafsunja untuk melepaskan kemarahannja.
Sedjenak kemudian perkelahian itupun telah mendjadi perkelahian jang seru. Ternjata masing2 memiliki kekuatan jang tjukup. Anak2 muda itu kemudian bergerak seperti bajangan, me-lontar kan diri dalam suatu lingkaran jang kadang2 melebar.tetapi kadang2 menjempit, sc-olah2 hendak menghimpit kedua orang jang berada di-tengah2 lingkaran itu.
Namun jang berada di-tengah2 lingkaran itu adalah Kebo Sindet dan Kuda-Sempana. Meskipun Kuda-Sempana tidak sedahsjat Kebo Sindet, tetapi dengan pedang ditangan ia mampu melindungi, dirinja. Pedangnja segera bergetar dalam genggamannja. Setiap kali mendjulur dan mematuk dengan tjepatnja kearah anak2 muda jang menjerangnja beruntun. Tetapi seperti pesan Kebo Sindet, maka dibiarkannja sadja pantjingan3 jang akan dapat membuatnja lelah dan bingung. Ia tidak melawan serangan diluar djangkauan pedangnja. Ia tidak melontjat memburu atau menjerang. Ia se-akan2 hanja bertahan ditempatnja, se-olah2 kakinja jang sepasang itu menghundjam djauh kedalam tanah.
Didalam kelamnja malam jang semakin dalam, maka perkelahian itupun mendjadi semakin seru. Delapan anak2 muda jang berkelahi itu mampu berkelahi- dalam suatu kerdja sama jaog sangat rapi. Hanja Djadjar jang gemuk itulah jang mempunjai tjara tersendiri, tetapi segera iapun berusaha menjesuikan dirinja dengan kedelapan kawan2nja.
Halaman rumah Djadjar jang kotor itu semakin lama mendjadi semakin2 ribut. Anak2 muda itu masih sadja berkelahi sambil berputaran. Namun setelah beberapa lama per kelahian itu berlangsung, maka anak2 muda itu merasakansuatu jang lain pada lawannja, dengan orang2 jang pernah mendjadi korban mereka. Kali ini jang dilawannja, benar2 mampu mempertahankan dirinja, sehingga tidak semudah jang mereka sangka untuk membunuh Kebo Sindet berdua dengan Kuda-Sempana.
Bahkan setiap kali terasa, orang jang berwadjah beku itu memiliki kemampuan jang tidak dapat segera mereka djadjagi. 2Semakin lama mereka bertempur, maka anak2 muda itu semakin ditjengkam oleh perasaan jang aneh atas lawannja. Semakin dahsjat mereka melakukan serangan dan tekanan, maka mereka mendjadi semakin djelas melihat keperkasaan. lawan.
Diantara anak2 muda ada jang mampu memetjahkan batu dengan tangannja, ada jang mampu membuat lawannja lumpuh oleh sentuhan2 pada bagian2 tubuh tertentu. Ada jang djarinja melampaui ketadjaman udjung pisau, dan mampu menghundjam didada lawan sampai kepusat djantung. Tetapi melawan Kebo Sindet tangan mereka se-akan2 tidak berarti. Ketika beberapa djari mereka mentjoba menjentuh tubuh Kebo Sindet, terasa te-akan2 mereka membentur se gumpal badja jang melampaui kerasnja batu karang. Apalagi apabila Kebo Sindet sengadja menangkis serangan3 mereka, maka satu dua diantara mereka terdorong beberapa langkah dari lingkaran jang mereka buat. Hanja karena kelintjahan dan ketangkasan mereka, maka mereka mampu untuk segera memperbaiki kedudukan mereka.
Itulah sebabnja maka mereka kemudian merasa, bahwa perkelaian itu tidak akan ada achirnja. Mereka tidak mendapat kesempatan apapun untuk mcnundjukkan kelebihan mereka. Apalagi dengan tangan untuk melumpuhkan orang jang berwadjah majat itu.
Karena itu, maka tidak ada tjara lain jang lebih baik dari pada be-ramai2 mengatjungkan udjung2 sendjata ke arah setan Kemundungan itu. Betapa tebal kulitnja, dengan ketadjaman sendjata mereka jang dilambari dengan kekuatan jang melampaui kekuatan manusia biasa, maka kulit itu pasti akan terluka.
Sedjenak kemudian, maka bergemerlapanlah udjung2 sendjata anak2 muda itu. Pada umumnja mereka menggenggam sehelai pisau belati pandjang. Hanja Djadjar jg gemuk itu sadjalah jang kemudian menggenggam kerisnja jang ketjil, tetapi keris jang diandalkannja, sebagai sebilah keris jang mengandung kekuatan melampaui segala matjam sendjata.
Melihat udjung2 sendjata itu, Kebo Sindet mengerutkan keningnja. Kulitnja memang tidak kebal dan tidak pula tahan tadjamnja pedang. Karena itu Kebo Sindetpun tidak ingin mempersulit diri. Ia harus berusaha untuk menarik setiap perhatian dan memperingan pekerdjaan Kuda-Sempana. Kalau anak2 muda itu kemudian memusatkan serangan2 mereka kepada Kuda-Sempana, maka keadaan Kuda Sempana itu akan mendjadi sangat sulit.
Ternjata usaha Kebo Sindet itu berhasil. Anak" muda itu memang memusatkan perhatian mereka kepada Kebo Sindet jang mereka anggap terlampau berbahaja. Kalau Kebo Sindet itu sudah berhasil mereka binasakan, maka Kuda-Sempana tinggal akan mendjadi permainan jang mengasikkan seperti jang sering mereka lakukan atas korban2 mereka.
Tetapi kali ini mereka terbentur pada lawan jg lain. Kebo Sindet bukan sedjenis orang jang dengan mudah dapat mereka djadikan permainan. Tidak mudah mereka takut2i atau mereka kedjutkan dengan berbagai matjam gerakan dan serangan.
Apalagi ternjata Kebo Sindet tidak mau mempersulit dirinja lebih lama lagi. Karena itu maka tangannja segera menarik sendjatanja, sebuah golok jang besar.
Selandjutnja, maka perkelahian mendjadi bertambah dahsjat dan mengerikan. Kini mereka tidak lagi membuat pertimbangan2 lain diripada menghudjamkan sendjata masing2 kepada lawan.
Didalam gelapnja malam itu, beberapa putjuk sendjata berputaran me-lingkar2. Sekali2 tcrpertjik bunga api diudara. Bcnturan2 jg terdjadi semakin lama mendjadi semakin sering. Namun kemudian bukan anak2 muda itu lagi jg membenturkan senijatanja, tetapi Kebo Sindetlah jang sengadja berbuat demikian. Sekali2 tampak sebuah belati pandjang terlontjat dari genggaman, djatuh beberapa langkah dari lingkaran perkelahian. Tetapi ternjata anak2 muda itupun tjukup tangkai. Dengan segera mereka melindungi kawan2 mereka jang kehilangan sendjatanja, dan memberinja kesempatan untuk memungut sendjatanja kembali. Namun tangan mereka semakin lama mendjadi semakin njeri, sehingga perlawanan merekapun mendjadi semakin lemah. Meskipun demikian, tangan2 jang njeri itu segera diimbangi dengan ke2jepatan mengatur serangan. Udjung2 pisau susul menjusul menjamber lambung dan dada seperti sekumpulan lebah jang berterbangan mengitari mingsanja. Setiap kali udjung2 sendjata itu siap untuk menjengatnja.
Ketika perkelahian itu kian bertambah sengit, maka pada saat Ken Dedes sedang duduk menghadap Akuwu Tunggul Ametung. Dengan wadjah jang kuju Ken Dedes mengatakan, bahwa menurut djadjar jang gemuk. Kebo Sindet bersedia menerima tebusan itu diluar gapura kota, dengan sjarat Djadjar itulah jang membawa tebusannja dengan mengawal se-banjak2nja dua orang.
" Betapa litjiknja " geram Akuwu Tunggul Ametung. Tak ada pradjurit Tumapel saorangpun jang dapat menjamai Kebo Sindet. Itulah sebabnja ia membuat sjarat itu..
" Bagaimana kalau sjarat itu tidak dipenuhi Tuanku.
Umpamanj, djadjar itu datang dengan sepasukan pradjurit untuk merebut kakang Mahisa Agni.
"Berbahaja bagi Mahisa Agni, seperti jang dikatakan mPu Gandring. Bukankah kau pernah djuga mengatakan bahwa sepasukan pradjurit hanja mempercepat bentjana bagi Mahisa Agni. " Akuwu itu berhenti serljenak, lalu tiba2 ia mengeram " ssalah seorang pradjurit itu aku sendiri. Aku sendirilah jang akan menjerahkan tebusan kepada Kebo Sindet.
Ken Dedes terperandjat mendengar keputusan Akuwu Tunggul Ametung itu. Tugas itu adalah tugas jang sangat berbabaja. Karena menurut pendengaran Ken Dedes, Kebo Sindet adalah seorang jang memiliki beberapa kelebihan dari orang lain. Bukan sadja dalam olah kanuragan, tetapi ia adalah seorang jang buas dan liar.
Karena itu maka Permaisuri itu menjahut " Djangan Tuanku. Tuanku djangan pergi sendiri. Bukankah hal itu akan sangat berbahaja bagi Tuanku.
" Aku tahu Ken Dedes, tetapi tidak ada djalan lain Aku tidak dapat menemukan tjara lain dari pada aku sendiri pergi menemui Kebo Sindet sebagai pradjurit pengawal. Jang seorang dari keduanja adalah Witantra. Djadjar itupun tidak akan aku bawa pula, meskipun aku akan membawa seorang jang dapat berperan sebagai Djadjar jang gemuk itu. Ardata, Senapati perang pasukan berkuda. Bukankah Ardata itu gemuk seperti Djadjar jang bodoh itu " Nah, dalam pakaian jang serupa dimalam hari, orang lain tidak akan. segera mengenalnja. Aku dan kedua Senapati itu sudah tjukup untuk membuat perhitungan dengan Kebo Sindet dan Kuda-Sempana.
" Tetapi Tuanku, bagaimanakah kalau mereka membawa kawan jang berdjumlah tjukup banjak.
" Pasukan pengawalku harus siap didalam regol supaja tidak dilihat oleh Kebo S2ndet. Apabila Kebo Sidet membawa kawan dalam djumlah jang banjak, kami akan memberikan tanda kepada para pengawal.
Ken Dedes tidak segera mendjawab, tetapi hatinja dilanda oleh ketjcihasan jang sangat: Ia merasa bersjukur, bahwa perhat2an Akuwu Tunggul Ametung kini demikian besarnja terhadap keselamatan Mahisa. Agni. Tetapi dengan demikian Ken Dedes mendjadi tjemas, bahwa akan terdjadi bentjana jang lebih dahsjat menimpa dir2nja. Kalau terdjadi sesuatu atas Akuwu Tunggul Ametung, maka akan hilanglah segala matjam harapan bagi hari depannja. Ia tidak mempunjai lagi tempat untuk bergantung. Sama sekali. Semuanja akan hilang, dan dirinja sendiripun pasti akan banjut kedalam ketiadaan. ,
Sedjenak mereka berdua duduk didalam kediaman masing2. Akuwu Tunggul Ametung sekali2 mengusap wadjahnja jang basah oleh keringat, sedang Ken Dedes duduk sadja menundukkan kepalanja.
Namun tiba2 dalam kediaman itu, Akuwu Tunggul Ametung dikedjutkan oleh langkah ter-gesa2. Kemudian ia mendengar seseorang berdiri dimuka pintu bilik dengan nafas ter-engah2.
Akuwu itupun kemudian berdiri, berdjalan kepintu dan menjapanja, tetapi ia masih belum melihat orangnja " He, siapa dimuka pintu "
" Hamba tuanku, hamba jang Tuanku perintahkan mengawasi Djadjar jang gemuk itu.
" Oh " namun terbersit ketjemasan dihati Akuwu " masuklah. Kenapa kau menghadap malam2 begini"
Pradjurit jang berdiri diluar pintu itu merajap masuk, kemudian duduk sambil menekurkan kepalanja dalam2.
"Ampun Tuanku, hamba terpaksa menghadap Tuanku malam ini.
Akuwu Tunggul Ametung mengerutkan dahinja. Tetapi ia masih bertanja - Aku masih mendengar nafas seseorang diluar.. Siapa"
"Oh, pradjurit pengawal istana Tuanku, jang mengantarkan hamba menghadap Tuanku.
Akuwu Tunggul Ametung meng-angguk2kan kepalanja. Kemudian katanja - Apakah jang akan kau sampaikan"
-- Soal Djadjar jg gemuk itu Tuanku.
" Ja, kenapa. " Seperti jang pernah hamba sampaikan kepada Tuanku, bahwa beberapa kali hamba berhasil mendengarkan pembitjaraan mereka dengan Kebo Sindet, meskipun aku menduga bahwa Kebo Sindetpun mengetahui kehadiran hamba. Namun kadang2 orang itu malahan dengan sengadja memperkeras suaranja. Sekali hamba pernah terpaksa memukul kepala Djadjar jg gemuk itu- sebelum ia melihat, siapakah hamba berdua. Tetapi jang terachir hamba tidak berhasil mendengarkan pembitjaraan mereka Tuanku, meskipun hamba dapat melihat mereka bertemu. Djadjar jang gemuk itu dau Kebo Sindet. Sedangkan hari ini, dari pradjurit pengawal diregol halaman hamba mendengar bahwa Djadjar itu pulang terlampau pagi. Se-hari2an kami berdua mengawasi rumahnja dari kedjauhan. Ternjata kini lerdj-idi sesuatu Tuanku..
" Apakah jang terdjadi "
" Ternjata Djadjar gemuk itu mendjebak Kebo Sindet didalam perangkapnja. Sedjumlah orang2 jang telah dipersiapkan oleh Djadjar jang gemuk itu berusaha untuk membunuh Kebo Sindet.
" He " - Akuwu Tunggul Ametung terperandjat. Sekilas wadjahnja mendjadi merah tegang. Namun kemudian ia bertanja - Kenapa Djadjar itu akan membunuhnja"
" Hamba tidak tahu Tuanku.
" Gila2, ini adalah permainan jang gila " Akuwu itu menggeram - Djadjar itu ternjata djuga gila. - Tiba2 Akuwu itu berteriak " He. perdjandjian apakah jang telah dibuat oleh Djadjar dan Kebo Sindet itu.
" Hamba kurang mengetahui Tuanku;
" Djadjar itu ternjata berchianat - geram Akuwu itu pula, dan sekali lagi berteriak sambil menghentakkan kakinja " Aku tahu. Aku tahu. Djadjar itulah jang membuat tjeritera tentang penjerahan perhiasan besok. Tentang dua orang pradjurit jang sjaratkan untuk mengawal. Tentang djadjar jang gemuk, itu jang harus membawa tebusan itu. Nah, diluar regol itu telah menunggu orang2 jang hari ini berusaha membunuh Kebo Sindet.
"Akuwu itu berhenti sedjenak, lalu - Aku akan pergi sekarang. Semua harus dibinasakan Kebo Sindet dan djadjar jang gemuk itu.
Dada Ken Dedes berguntjang mendengar kata2 Akuwu itu. Seandainja, ja, seandainja hal itu terdjadi, alangkah menjedihkannja. Alangkah pahitnja. Sehingga tiba2 sadja Ken Dedes itu berlutut dibawah kaki Akuwu Tunggul Ametung sambil memegangi kaki itu " Ampun Tuanku. Djangan pergi. Djangan pergi. Biarlah apa jang telah terdjadi dengan kakang Mahisa Agni. Akuwu harus mentjari djalan lain untuk membebaskannja. Tetapi bukan Tuanku sendiri jang harus pergi.
Sedjenak Akuwu Tunggul Ametung itu djustru mematung. Ia merasakan sesuatu jang menggetarkan dadanja. Sikap Ken Dedes jang mentjemaskan nasibnja itu djustru menambah tekadnja untuk menolong Mahisa Agni. Untuk menje riangkan hati Ken Dedes dan melepaskannja dari kesedihan jang melandanja setiap hari, sebelum kakaknja itu dibebaskannja.
Maka sedjenak kemudian ia berkata " Ken Dedes. Aku tidak dapat membiarkan hal itu terdjadi. Seandainja Kebo Sindet terbunuh didalam perkelahian itu, apakah untuk seterusnja kita akan dapat menemukan kesempatan untuk membebaskan Mahisa Agni " Mungkin Mahisa Agni didjaga oleh orang2 Kebo Sindet dengan pesan2 chusus, seandainja Kebo Sindet tidak kembali pada saat2 jang ditentukan. Tetapi seandainja Mahisa Agni disembunjikan ditempat jang sukar diketahui oleh orang lain ketjuali Kebo Sindet sendiri, meskipun tanpa pengawasan, namun apabila Mahisa Agni tidak berhasil keluar dari tempat itu, maka betapapun lambatnja, ia akan mati pula. Mungkin karena kelaparan, haus dan mungkin karena sebab2 lain.
" Lalu apakah jang akan tuanku lakukan "
"Kalau mungkin menangkap Kebo Sindet dan mendengar beberapa keterangan langsung dari padanja, tentang Mahisa Agni sebelum orang itu dibinasakan. Sebab ia adalah orang jang sangat berbahaja.
Ken Dedes meng-angguk2kan kepalanja. Dan Akuwu Tunggul Ametung berkata " Tetapi seandainja. Kebo Sindet itu menang; maka malahan masih ada harapan untuk dapat menjelamatkan Mahisa Agni. Kalau Kebo Sindet menganggap bahwa Djadjar itulah jang berchianat kepadanja, maka ada kemungkinan Kebo Sindet kelak mentjari tjara lain untuk memeras kita. Djika demikian, maka selama itu Mahisa Agni pasti masih hidup. Tetapi akan berbeda sekali akibatnja, apabila Kebo Sindet menganggap ba~kwa Djadjar itu telah bekerdja bersama dengan kita untuk mendjebaknja. Djika demikian, maka nasib Mahisa Agni ada dalam bahaja.
Dada Ken Dedes berdesir mendengar keterangan Akuwu Tunggul Ametung itu sehingga ia berdesah " Mudab2an kakang Mahisa Agni selamat.
"Nah, aku sekarang akan mentjari djalan untuk menjelamatkannja.
" Apakah Tuanku akan pergi dengan pengawal"
" Ja, kali ini aku tidak perlu bersembunji. Aku akan datang dengan sepasukan pradjurit untuk mentjeg^h kemungkinan salah seorang dari orang2 jang tamak itu melarikan diri. Aku akan berusaha mendengar pendjelasan Kebo Sindet sendiri, dimana Mahisa Agni. Tetapi kalau aku terpaksa membinasakannja, maka aku berharup bahwa Kuda-Sempana akan tertangkap hidup2. " Lalu kepada pradjurit jang melaporkannja Akuwu itu bertanja " Bukankah Kuda-Sempana ada bersamanjaP
" Hamba Tuanku. " Bagus. Pada dasarnja kedua pihak jang berkelahi itu harus binasa. " Akuwu itu berhenti sebentar, lalu " he, siapkan pradjurit2 pengawal dan beberapa orang pelajan dalam jang sedang bertugas. Siapkan orang2 jang paling baik sebanjak lima-belas orang.
"Hamba Tuanku, hamba akan menghubungi Senapati jang bertugas malam ini.
"Baik, perintahku kepadanja, segera bersiap dalam kesiagaan tertinggi. Kita akan pergi berperang.
" Hanja lima belas orang Tuanku.
" Ja " tetapi Akuwu itu tertegun " berapa orang jang mendjebak Kebo Sindet.
" Hamba kurang djelas2Tuanku. Tetapi disekitar sepuluh orang.
Akuwu Tunggul Ametung meng-angguk2kan kepalanja " Lima belas orang telah tjukup. Masih ditambah kau dan aku, dan seorang kawanmu jang barangkali masih tinggal disekitar 2perkelahian itu "
" Hamba Tuanku, kawan hamba itu berusaha melihat apa jang telah terdjadi, sedang hamba harus menjampaikan peristiwa ini kepada Tuanku.
" K,alau begitu Iima-belas orang terbaik telah tjukup. Tjepat, hubungi Senapati jang bertugas. Aku tidak mempunjai waktu untuk memanggil Witantra dan Ardata. Aku tjukup membawa pradjurit2 pengawal dan Pelajan dalam jang ada.
" Hamba Tuanku. " Tjepat. Aku akan segera berangkat sebelum terlambat.
Pradjurit itu kemudian surut sampai diluar pintu sambil berdjongkok. Tetapi ia hampir terlondjak ketika ia tiba2 sadja mendengar Akuwu itu membentak keras2 " Tjepat, kenapa kau merajap seperti siput" Apakah kau tidak dapat berlari"
Sambil menjembah pradjurit itu menjahut " Hamba Tuanku.
Dengan ragu2 pradjurit itupun segera berdiri. Namun kemudian dengan ter-gesa2 ia berlari meninggalkan bilik itu untuk menemui Senapati jang sedang bertugas. Sedang pradjurit jang lain, jang mengantarnja menghadap Akuwu segera menjusulnja dibelakangnja.
Akuwu Tunggul Ametungpun segera mempersiapkan dirinja dengan pakaian kepradjuritan. Sebuah pedang dilambung kiri, dan dilambung kanan tergantung sendjata pusakanja. Sebuah penggada jang berwarna kuning berkilauan.
- Ken Dedes kemudian melepas Akuwu Tunggul Ametung dengan dada jang ber-debar2, Ia sendiri memimpin pasukan jang ketjil itu berpatju diatas punggung2 kuda jang tegar, berlari kentjang sekali .seperti angin. Para pradjurit jang bertugas diregol, jang belum mendengar apa jang akan dilakukan oleh Akuwu Tunggul Ametung terkedjut bukan buatan. Tetapi mereka tidak mendapat kesempatan untuk berbuat sesuatu. Tidak lebih dari sekedjab, maka kuda2 itu telah lampau sambil melontarkan kepulan debu jang putih;
Para pengawal regol itu saling ber-tanja2 diantara mereka. Tetapi kemudian merekapun mendengar bisikan ketelmga mereka " Akuwu akan langsung menangkap Kebo Sindet itu sendiri.
Setiap pradjurit jang mendengar berita itu mendjadi ber-debar2. Sebagian dari mereka telah pernah mendengar, betapa Kebo Sindet merupakan hantu jang menakutkan disebelah Timur Gunung Kawi.
Tetapi hampir setiap pradjuritpun tahu, bahwa Akuwu Tunggul Ametung bukanlah seorang anak2 jang sedang mentjoba beladjar naik kuda. Akuwu Tunggul Ametung adalah manusia jang aneh pula, jang memiliki kelebihan dari manusia kebanjakan. Bahkan para pradjurit Tumapel pertjaja akan tjeritera tentang Akuwunja, bahwa Akuwu Tunggul Ametung adalah seorang jang memiliki kesaktian dari langit.2
" Seandainja aku mendapat kesempatan, aku ingin menjaksikan apa jang akan terdjadi " desis salah seorang pradjurit.
" Alangkah dahsjatnja " sahut jang lain " kalau benar Akuwu Tunggul Ametung bertemu dan sempat bertempur melawan Kebo Sindet.
" Pasti akan terdjadi pertempuran seperti jang sering kami chajalkan dari tjeritera Bharatayuda. " berkata jang lain - seperti perang Karna dan Ardjuna.
" Tidak. Tidak seperti kedua satria itu. Kebo Sindet sama sekali tidak dapat dipersamakan dengan Karna, dan
Akuwu Tunggul Ametung sama sekali bukan Ardjuna, mes kipun Permaisurinja tjantik seperti Sembadra.
" Ja, memang bukan. Seperti Bima dan Durjudana.
" Entahlah " berkata jang lain " tetapi perkelahian itu pasti akan sangat mengerikan. Apalagi apabila Akuwu Tunggul Ametung telah memutuskan untuk mempergunakan sendjatanja jang aneh itu, penggada jang berwarna dan bertjahaja ke-kuning2an.
" Seperti pertempuran antara guntur dan petir dilangit.
Sementara itu Akuwu Tunggul Ametung berpatju setjepat-tjepat kudanja dapat berlari. Ia masih belum menemukan tjara jang se-baik2nja untuk mengatasi keadaan jang bekembang tidak sesuai dengan rentjananja itu. Tetapi ada satu ketetapan dihatinja, kedua pihak harus dibinasakan. Namun ia masih memerlukan petundjuk tentang Mahisa Agni. Kalau ia berhasil membinasakan Kebo Sindet tetapi kemudian tidak berhasil menemukan Mahisa Agni, maka kerdjanja akan bernilai setengah. Sebab dengan demikian, Ken Dedes pasti masih djuga selalu bersedih.
Pradjurit2 pengawalnja kali ini adalah pradjurit2 pengawal istana dan lima orang Pelajan .Dalam. Mereka adalah orang2 pilihan jang dapat dikumpulkan malam itu. Mereka adalah orang2 jang sedang bertugas mengawal istana. Dan Akuwu Tunggul Ametung pertjaja kepada kekuatan dan kesetiaan mereka. Karena itu maka Akuwu Tunggul Ametung dengan pasti melarikan kudanja untuk menjelesaikan persoalannja.
"Aku harus segera mendapat penjelesaian - desisnja didalam hatinja - supaja aku tidak selalu disiksa oleh persoalan ini sehingga persoalan2 lain mendjadi terdesak karenanja. Selama ini masih belum selesai, maka mendung diistana masih belum dapat disingkirkan Ken Dedes pasti masih selalu dibajangi oleh kemurungan tanpa dapat diredakannja.
Dengan demikian maka Akuwu itupun mendjadi semakin bernafsu. Kemarahan jang selama ini di-tahan2nja, kini seolah2 ingin diledakkannja. Ia harus membuat perhitungan terachir.
Derap kaki2 kudanja gemeretak diatas tanah ber-batu2: Beberapa orang pradjurit pengawal rapat berpatju dibelakangnja. Tetapi beberapa orang jang lain, tidak mampu mengikutinja dalam djarak jang wadjar, karena kuda2nja tidak setangkas kuda Akuwu Tunggul Ametung jang dilarikan melampaui ketjepatan jang seharusnja. Namun djarak itu tidak mengganggu. Mereka masih tetap dalam kesatuan jang utuh apa bila mereka dengan tiba2 sadja harus berhadapan dengan lawannja.
Pradjurit penundjuk djalan, jang mula2 melaporkan peristiwa jang terdjadi kepada Akuwu Tunggul Ametung, dengan susah pajah berusaha untuk tetap berada didekat Akuwu, supaja setiap saat ia dapat memberitahukan arah jang harus ditempuh, karena Akuwu sendiri belum pernah melihat rumah djuru taman jang telah berchianat kepada kedua belah pihak itu.
" Apakah rumah itu masih djauh" - geram Akuwu itu kemudian.
" Tidak Tuanku. Sudah tidak terlampau djauh. Diudjung djalan jang masuk kemulut perkampungan didepan itu kita berbelok kekanan, kemudian masuk kedalam.
" Apakah kita akan sampai"
" Diudjung perkampungan jang lain kita berbelok lagi kekanan. Kita akan sampai disebuah halaman jang kosong, kalau kita masuk lagi kedalam, maka kita akan sampai. Satu halaman berselang dari djalan ditepi perkampungan itu.
" Kenapa ber-putar2" Apakah tidak ada djalah jang melintas"
" Tidak Tuanku. Djalan jang paling pendek hanja dapat ditempuh dengan berdjalan kaki lewat beberapa halaman dan djalan jang terlampau sempit.
Akuwu tidak mendjawab, tetapi ia berusaha mematju kudanja semakin tjepat.
Tetapi tiba2 Akuwu itu terperandjat. Tidak begitu djauh dihadapannja, didalam perkampungan jang ditudjunja, ia melihat lidah api mendjilat keudara. Baru sadja. Se-olah2 sengadja menjambut kedatangannja.
Bukan sadja Akuwu Tunggul Ametung jang terperandjat, tetapi pradjurit jang menundjukkan djalan kepadanja dan para pengawalnja. Hampir serempak mereka berdesis - Api.
"Ja, api - Akuwu Tunggul Ametung hampir berteriak
-apakah artinja ini he"
Pradjurit penundjuk djalan itu mengerutkan keningnja. Tetapi kemudian ia menggelengkan kepalanja - Hamba tidak mengerti Tuanku.
Akuwu Tunggul Ametung menggeram. Ia mentjoba mentjari hubungan antara api dan perkelahian jang telah terdjadi. Kebo Sindet harus melawan beberapa orang sekaligus. Apakah ia masih sempat berpikir, membakar rumah djadjar jang-gemuk itu"
Tetapi Akuwu Tunggul Ametung tidak bernafsu untuk memikirkan djawabannja. Ia ingin segera sampai, dan dengan demikian ia akan mendapat djawaban itu dengan sendirinja. Karena itu maka kudanja djustru dipatjunja lebih tjepat lagi. Semakin lama semakin tjepat, sehingga kuda itu se-olah2 tidak lagi mendjedjak diatas tanah.
Demikian nafsunja untuk segera sampai ketempat djadjar jang gemuk itu, sehingga Akuwu Tunggul Ametung tidak menghiraukan apa2 lagi. Ia tidak menghiraukan kemungkinan2 jang dapat terdjadi disepandjang djalan. Sehingga kuda pengawal utamanja terpakia dengan susah pajah berpatju disampingnja. Ketika mereka hampir memasuksi desa didepan mereka, maka kedua pengawal itu terpaksa sedikit menahan ladju kuda Akuwu Tunggul Ametung. Salah seorang dari mereka berkata - Ampun Tuanku. Biarlah hamba akan berada didepan sekali
Akuwu Tunggul Ametung tidak mendjawab. Tetapi ia se-olah2 tidak menghiraukannja.
"Ampun Tuanku - pradjurit pengawalnja mengulangi
-hamba akan berada didepan Tuanku sebelum memasuki perkampungan itu.
Tetapi Akuwu masih djuga djuga diam. Sedang mulut lorong jang masuk kedalam desa didepan mereka mendjadi semakin dekat.
Kedua pengawal Akuwu itu mendjadi tjemas. Jang kini mereka hadapi adalah orang2 jang kuat namun litjik. Baik kawan2 djadjar jang gemuk jang berdjumlah kira2 sepuluh orang itu, maupun Kebo Sindet dan Kudu-Sempana. Karena itu, maka tanpa menunggu djawaban Akuwu Tunggul Ametung, maka kedua pengawal utamanja itu berusaha untuk mendahuluinja.
Akuwu Tunggul Ametung menggeretakkan giginja sambil menggeram - Kenapa kalian mendjadi gila he "
- Hamba berdualah jang seharusnja berada didepan Tuanku dalam keadaan serupa ini.
Akuwu Tunggul Ametung mengatupkan bibirnja rapat2; Tetapi cemudian disadari bahaja jang dapat menerkamnja setiap saat dari orang2 jang litjik itu. Karena itu, maka kemudian dibiarkannja kedua pengawal utamanja itu mendahuluinja, untuk mejakinkan, bahwa djalan jang akan dilaluinja tidak dirintangi oleh bahaja jang mengantjam keselamatannja.
Tetapi mereka memang sedang menudju ketempat jang berbahaja. Tempat jang tidak diketahui dengan pasti, apakah jang akan dihadapinja nanti. Kebo Sindet dan Kuda-Sempana, atau djadjar jang gemuk itu dengan kawawan2nja, atau bahkan mereka bergabung untuk daaat melepaskan diri mereka dari pradjurit2 Tumapel.
Kalau demikian - berkata Akuwu didalam hatinja - aku benar2 harus ber-hati2. Kalau kedua iblis itu djustru bersepa kat untuk mendjebak pradjurit2 Tumapel, maka aku harus dapat menjesuaikan diriku bersama pasukan ketjil ini.
Namun Akuwu Tunggul Ametung masih djuga tetap tatag. Karena ia benar2 mempertjajai kekuatan para pengawalnja, dan terutama sekali ia pertjaja kepada sendjatanja, kepada penggadanja jang berwarna dan bertjahaja ke-kuning2an. Sendjata jang mempunjai kekuatan jang dapat diandalkannja. Kalau Akuwu itu mateg Adji pamungkasnja untuk melambari ajunan gadanja, maka se-akan2 gunung akan mendjadi runtuh dan lautan akan mendjadi kering, tersentuh oleh pusakanja itu.
Akuwu mendjadi semakin gelisah ketika ia melihat lidah api mendjadi semakin tinggi. Warna langit jang hitam, tiba2 mendjadi semburat merah. Namun kebakaran itu masih belum terlampau besar. Masih ada kesempatan untuk melihat, apa jang sebenarnja telah terdjadi.
Kini jang terpatju paling depan adalah kedua pengawal utama Tunggul Ametung berurutan. Kemudian barulah Akuwu sendiri jang berpatju diatas punggung kudanja dengan wadjah tegang.
Ternjata waktu jang mereka perlukan tidak terlampau lama. Sedjenak kemudian mereka telah berbelok memasuki lorong jang akan melewati djalan ketjil dimuka rumah djadjar jang gemuk itu.
" He - bertanja. Akuwu itu kepada pradjurit penundjuk djalan - Dimana rumah itu.


02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Kita telah sampai, jang terbakar itulah - djawab pradjurit itu.
Dengan serta merta para pradjurit itu segera mengekang kuda2 mereka. Kini mereka berada tidak terlampau djauh dari rumah jang memang sedang dimakan oleh api, meskipun belum lagi separonja.
"Djadi rumahnja jang terbakar itu itu " " bertanja Akuwu.
Penundjuk djalan itu menjahut " Hamba Tuanku, itulah. rumahnja.
"Kita mendekat. Kita lihat, kenapa rumah itu terbakar.
Mereka madju lagi per-lahan2 Segera mereka memasuki halaman rumah jang kotor itu. Tak seorangpun dari tetangga tetangga jang berani keluar rumah dan menolong memadamkan api jang merajap untuk menelan seluruh rumah dan isinja.
"Bukan main ganasnja setan dari Kemundungan itu - desis Akuwu Tunggul Ametung - tetapi dimana orang itu"
Belum lagi seorangpun jang mendjawab, maka beberapa orang pradjurit segera menjibak, memberi djalan kepada seorang jang dengan berdjalan kaki langsung menudju kearah Akuwu Tunggul Ametung.
Aku Tunggul Ametung memperhatikan orang itu dengan saksama. Tjahaja api jang me-njala2 segera memperkenalkan nja, bahwa ia adalah pradjuritnja jang seorang lagi, jang bertugas mengawasi rumah djadjar jang gemuk, itu.2
" Kau" - desis Akuwu.
" Hamba Tuanku. "Apa jang kau lihat, dan apakah sebabnja maka timbul kebakaran"
"Ampun Tuanku - djawab pradjurit itu - hampir hamba mendjadi - pingsan melihat kelakuan Kebo Sindet, setan dari Kemundungan jang hamba kira adalah orang jang paling buas dipermukaan bumi.
Akuwu Tunggul Ametung mengerutkan keningnja. Sekali dipandanginja api jang menjala semakin besar. Bagian depan rumah itu kini sudah lebih dari separo dimakan api. Api jang menjala dari sudut itu merajap per-Iahan2. Suaranja bergemeretak seperti seribu gerobag lewat diatas tanah berbatu-batu.
"Apa jang kau lihat" " bertanja Akuwu Tunggul Ametung.
". Pembantaian jang tidak tanggung2.
" Hem " Akuwu Tunggul Ametung menarik nafas dalam-dalam.
" Anak2 muda jang mentjoba mendjebak Kebo Sindet ternjata telah mendjadi korban jang mengerikan.
Akuwu mengerutkan keningnja. Tetapi ia tidak melihat gesosok majatpun dihalaman rumah itu.
" Tetapi dimanakah Kebo Sindet membunuh korbannja" Bukankah mereka bertempur dihalaman ini"
" Hamba Tuanku " sahut pradjurit itu - tetapi setelah mereka dibunuh dengan tjara Kebo Sindet, mereka dilemparkan kedalam rumah itu. Sebelum Kebo Sindet pergi, rumah itu dibakarnja.
" Hem - sekali lagi Akuwu Tunggul Ametung menarik nafas, lalu katanja - Bagaimana dengan djadjar jang gemuk itu"
" Ia mengalami nasib paling djelek diantara kawan2nja. Ia ditangkapnja jang terachir kalinja. Diikat dan dimasukkan kedalam rumah itu pula, tanpa dibunuhnja lebih dahulu,
" He" Djadi djadjar itu masih hidup"
" Hamba Tuanku. Tetapi didalam rumah itu.
" Ambil dia, Pradjurit itu tidak mendjawab. Api kini berkobar semakin besar.
"Apakah djadjar itu kira2 sudah terbakar didalam rumah itu"
"Hamba tidak tahu Tuanku.
"Ambil, ambil dia - teriak Tunggul Ametung - tjari djalan dari sisi jang belum terbakar itu. Mungkin kau masih menemukannja diruangan jang belum dimakan api.
Pradjurit itu mendjadi ragu2. Dipandanginja sadja Akuwu Tunggul Ametung, se-akan2 ia tidak pertjaja kepada perintah itu.
"Ambil, tjepat, ambil. - Akuwu itu berteriak. Pradjurit jang masih sadja ragu2 itu tidak djuga berandjak
dari tempatnja. Tetapi seorang pradjurit jang lain, pengawal Akuwu Tunggul Ametung dengan sigapnja melontjat dari kudanja dan berlari kearah api jang sedang menjala.
"Ingat arah api - teriak Akuwu itu pula.
Ternjata kemudian dua orang pradjurit termasuk pradjurit jang ragu2 itu menjusulnja, melingkar dari sudut jang masih belum terbakar. Dengan susah pajah mereka merobek dinding dan dengan wadjah jang merah oleh njala api jang berkobar ketiganja mentjoba masuk kedalam rumah jang sudah hampir ditelan api itu.
Wadjah Akuwu mendjadi tegang. Ia melihat se-olah2 ketiga pradjuritnja itu masuk kedalam lautan api. Sehingga kemudian ia berteriak penuh penjesalan - Keluar, keluar. Tinggalkan rumah itu. Biarkan djadjar itu dimakan api. Tjepat, keluar.
Tetapi ketiga pradjurit jang masuk kedalam rumah jang telah terbakar itu tidak segera keluar. Sementara api semakin lama mendjadi semakin ganas. Lidah jang merah mentjuat se-olah2 hendah menjentuh langit. Kini sebagian besar rumah itu dibagian depan sudah terbakar. Api sedang merambat kesudut tempat para pradjurit memasuki rumah itu.
" Keluar, tjepat keluar - teriak Tunggul Ametung semakin keras. Tetapi ketiga pradjurit itu masih djuga belum muntjul. Akuwu itu semakin tegang seketika achirnja sudut itupun mulai didjilat oleh api. Sedikit demi sedikit, achirnja rumah itu kini se-olah2 mendjadi seonggok bara jang menjala.
" Gila - Akuwu itu menggeram, lalu - Lihat dibagian lain - ia berteriak keras sekali - lihat dibagian belakang, apakah seluruh rumah ini sudah terbakar.Beberapa orang pradjurit segera berlari berpentjaran. Mereka berlari kesisi rumah itu. Ternjata mereka melihat bagian belakang rumah itu masih belum lenjap ditelan api. Dengan demikian mereka masih mengharap bahwa kawannja akan dapat menjelamatkan diri dari bagian itu.
Ternjata harapan itu terpenuhi. Mereka melihat pintu belakang itu bergerak, kemudian petjah mendjadi kepingan2 papan, kemudian mereka melihat sesosok tubuh muntjul dari dalam disusul oleh dua orang jang " lain. Salah seorang dari padanja ternjata mendukung seseorang jang agaknja sedang pingsan.
"He tjepat - teriak pradjurit jang melihat mereka keluar.
Mereka berdjalan ter-suruk2. Ternjata mereka telah mengalami luka2 bakar pada tubuh mereka. Meskipun luka itu tidak terlampau parah, tetapi nafas mereka se-olah2 hampir putus karena asap jang ber-gulung2 didalam rumah jang terbakar itu.
Beberapa orang pradjurit segera mentjoba menolong mereka. Seorang jang lain mengambil orang pingsan itu dari tangan pendukungnja jang sudah mendjadi terlampau pajah.
Orang jang pingsan itu adalah djadjar jang gemuk, jang telah mentjoba mendjebak Kebo Sindet.
" Air - desis salah seorang pradjurit jang mendjadi kehitam2an. Badjunja tersobek oleh pertjikan api. Bukan sadja badju dan kainnja, tetapi djuga kulitnja.
" Marilah kita menghadap Akuwu - adjak salah seo rang kawannja.
Pradjurit2 jang terluka oleh api itu segera ter-tatih2 menghadap Akuwu Tunggul Ametung. Hanja karena kekuatan jang memantjar dari dalam diri mereka oleh kepatuhan maka mereka dapat selamat dari api jang hampir menelan mereka hidup2
Seorang pradjurit jang lain segera mentjari sumur. Dengan upih jang ada ia segera mengambil air, langsung dilepasnja dari senggotnja, dan dibawa kepada ketiga pradjurit jang sedang kehausan.
"Hem - Akuwu Tunggul Ametung menarik nafas dalam - kalian memang luar biasa. Terima kasih.Pradjurit2 itu tidak segera mendjawab. Tetapi dengan tangan gemetar diraihnja upih jang berisi air. Hampir tidak sabar mereka minum ber-ganti2 dari upih itu. Perasaan haus jang hampir tak tertahankan telah mentjekam leher mereka.
Akuwu membiarkan pradjurit2 itu minum. Tetapi ia sempat memperingatkan - Djangan kau turuti nafsumu untuk memuaskan haus. Kau dapat mendjadi sakit karena terlampau banjak air jang kau telan.
Pradjurit2 itu kini telah mendapatkan kesadarahnja kembali sepenuhnja setelah mereka mendapat tekanan perasaan jang sangat tadjam ketika mereka berada di-tengah2 api. Untunglah bahwa mereka tidak kehilangan sama sekali pikiran mereka, sehingga mereka masih sempat mentjari djalan keluar. Dan bahkan masih sempat mendukung, djadjar jang gemuk itu.
Tetapi ternjata keadaan djadjar jang gemuk itu agak lebih parah. Seutas tali masih tergantung ditangannja. Luka2 ditubuhnja ternjata tidak sadja luka bakar karena sentuhan api jang memeitjik, tetapi tubuhnja djuga tergores oleh sen djata dan bahkan karena pukulan2 jang keras diwadjahnja.
"Apakah djadjar itu tadi terikat tangannja" - bertanja
Akuwu jang masih melihat udjung tali jang berdjuntai ditangan djadjar jang pingsan itu.
Salah seorang pradjurit jang masuk mengambilnja, mendjawab dengan gemetar - Hamba tuanku. Hamba menemu kannja diruang dalam, terikat pada sebuaji tiang. Hamba terpaksa memotong tali pengikatnja sehingga hamba memerlukan waktu untuk itu.
Akuwu Tunggul Ametung meng-angguk2kan kepalanja "Aku mentjemaskan nasib kalian. Tetapi adakah luka2 kalian sangat parah"
" Tidak tuanku - sahut salah seorang dari mereka " luka2 hamba bertiga tidak terlampau parah. Tetapi hamba telah diserang oleh kebingungan dan hampir2 kehilangan akal. Tetapi sekarang hamba telah dapat berpikir dengan wadjar.
" Bagus. Memang kadang2 dalam keadaan jang paling sulit djustru kita kehilangan akal untuk berusaha melepaskan diri. Tetapi kalian masih dapat bertahan melawan kebingungan dihati kalian. Itulah jang ternjata menjelamatkan kalian.
"Hamba tuanku - ketiga pradjurit itu hampir berbareng menjahut.
"Lalu bagaimanakah dengan Djadjar jang gemuk itu"
"bertanja Akuwu Tunggul Ametung sambil melontjat turun dari kudanja. Selangkah ia madju mendekati Djadjar jang pingsan jang kemudian dibaringkan ditanah.
"Apakah luka2nja parah"
" Hamba tuanku " djawab salah seorang pradjurit. Oleh tjahaja api jang menjala semakin besar, tampak djelas pada djadjar itu, warna2 mereka jang menodai pakaiannja Darah.
" Darah itu tidak menitik dari luka2 bakarnja - desis Akuwu Tunggul Ametung.
" Hamba Tuanku. Pada tubuhnja terdapat goresan2 sendjata tadjam. Dan bahkan mungkin djadjar itu telah di pukul pula dengan tangkai pedang diwadjahnja.
Akuwu Tunggul Ametung meng-angguk2kan kepalanja. Ia madju lagi mendekati djadjar jang pingsan dan kemudian berdiri disampingnja. Para pengawalnjapun segera turun pula dari kuda2 mereka dan berdiri melingkari djadjar jang terbaring pingsan itu.
Akuwu Tunggul Ametung melihat luka2 ditubuh djadjar itu. Ia membungkukkan badannja sedikit dan meraba tubuh jang terbudjur diam itu.
" Ia masih hidup - desisnja.
" Hamba Tuanku. Memang ia masih hidup.
"Lalu dimanakah kawan 2nja jang telah berkelahi melawan Kebo Sindet - bertanja Akuwu itu.
Pradjurit jang mengawasi perkelahian^ itu dan jang kini tubuhnja telah diwarnai oleh asap jang ke-hitam2an dan luka2 bakar mendjawab " Didalam Tuanku. Mereka ditimbun disamping djadjar jang terikat pada tiang ini.
Akuwu mengatubkan giginja rapat2. Ia mendapat gambaran semakin djelas tentang Kebo Sindet. Bahwa sebenarnjalah bahwa orang itu sama sekali tidak dapat dibedakan dengan iblis jang se-buasJnja.
" Ternjata Kebo Sindet sama sekali tidak mendapat kesulitan untuk menjelesaikan mereka dalam waktu jang singkat. Aku menjesal bahwa aku datang terlambat. Aku ingin menghentikan kebuasannja itu.
" Hamba Tuanku. Ternjata lawan2nja sama sekali tidak dapat berbuat banjak ketika orang itu telah mentjabut goloknja. Seperti menebasi ilalang, diseleiaikannja pertempuran itu. Aku kira Kebo Sindet sengadja tidak membunuh djadjar jang gemuk ini. Aku kira ia sengadja membuat djadjar ini mati ketakutan, kalaupun tidak ia akan mendjadi abu.2
" Ja, Kebo Sindet membiarkan djadjar ini merasakan panasnja api jang mendjilatnja sedikit demi sedikit. Tetapi ternjata djadjar ini tidak terlampau tabah, sehingga ia telah djatuh pingsan sebelum tubuhnja didjilat api.
" Itu lebih baik baginja Tuanku.
" Ja. itu lebih baik. - Akuwu Tunggul Ametung mengulangi. Kini sekali lagi ia meraba tubuh Djadjar itu. Lalu katanja - Berilah ia minum. Semula aku berhasrat untuk membinasakannja pula. Tetapi melihat keadaannja aku tidak sampai hati.
Pradjurit2 itu sedjenak saling berpandangan. Tetapi salah seorang dari mereka segera meneteskan beberapa titik air kemulut Djadjar itu.
Akuwu Tunggul Ametung masih berdiri disampingnja dengan wadjah jang tegang. Hatinja memang terlampau meledak2. Tetapi hati jang me-ledak2 itu mudah djuga mendjadi tjair. Ketika ia melihat wadjah djadjar itu seputih majat, tubuh jang dilukisi oleh djalur2 luka sendjata tadjam dan luka2 bakar, maka ia mendjadi iba.
Akuwu itu membungkuk sekali lagi ketika ia melihat bibir djadjar itu bergerak. Kemudian ia melihat gerak lehernja. Agaknja Djadjar itu telah mampu menelan butiran2an jang membasahi kerongkongannja.
Sedjenak mereka jang mengelilingi djadjar itu mendjadi tegang. Mereka se-olah2 tidak lagi memperhatikan keadaan di sekeliling mereka. Mereka se-olah2 sudah tidak lagi mendengar derak rumah djadjar jang terbakar itu. Mereka tidak menghiraukan lagi panas api jang menjentuh tubuh mereka. Dan mereka sama sekali tidak memperdulikan tetangga2 djadjar itu mengintip dari kedjauhan dari sela2 dinding rumah mereka.
Ketika dada djadjar itu mulai bergerak, terdengar Aku wu Tunggul Ametung berdesis - Ia masih hidup, ia mulai bergerak." Hamba Tuanku - sahut salah seorang pradjurit tanpa berpaling. Djuru taman itu telah benar2 merampas segenap perhatian Akuwu Tunggul Ametung dan para pradjuritnja.
" Berilah ia air beberapa tetes lagi. Djangan terlampau banjak supaja apabila ia mendapat kesulitan untuk menelannja djustru tidak menjumbat pernafasan.
"Hamba Tuanku. Kemudian seorang pradjurit telah meneteskan beberapa titik air kemulut djadjar jang gemuk itu. Dan mereka melihat bibir itu ber-gerak2 dan kerongkongannja telah mulai menelannja pula,
"Ia akan segera sadar " gumam Akuwu Tunggul Ametung.
Dan ternjata djadjar itu sedjenak kemudian menggerakkan kepalanja. Kemudian nafasnja mulai terasa. semakin tjepat mengalir. Ketika seorang pradjurit sekali lagi meneteskan air dimulutnja, maka terdengar sebuah keluhan jang lambat sekali keluar dari mulut djuru taman itu.
"Nah " desis seorang pradjurit jang berdjongkok disamping djadjar itu " ia telah sadar.
"Ja " sahut jang lain.
Per-lahan2 djadjar itu membuka matanja. Per-lahan2 pula ditjobanja menggerakkan anggauta tubuhnja. Tetapi sedjenak kemudian ia menjeringai menahan sakit jang se-olah2 mentjengkam segenap bagian tubuhnja.
"Djangan bergerak - berkata salah seorang pradjurit.
Djadjar itu tiba2 membelalakkan matanja. Dengan nanar dipandanginja orang2 jang berada disekitarnja. Lalu, tiba2 djadjar itu mentjoba untuk bangkit. Tetapi tubuhnja masih terlampau lemah sehingga iapun terdjatuh lagi, terbaring diatas tanah.
"Djangan bergerak - seorang pradjurit mentjoba memperingatkan jang sekali lagi. Tetapi mereka jang berada di seputar djadjar itu terkedjut ketika tiba2 sadja djadjar itu berteriak " Apa katamu " Apakah kau mengantjam "
Para pradjurit itu saling -berpandangan. Tetapi mereka kemudian menangkap isjarat Akuwu Tunggul Ametung jang berdesis - Ia sedang mengigau. Tubuhnja terlampau panas.
Dengan demikian maka para pradjurit itupun tidak berbuat apa2. Mereka djuga tetap berdiam diri sadja ketika mereka melihat djadjar itu menggeliat. " Ha " katanja apakah kalian telah berhasil" He, apakah kalian telah berhasil"
Tak ada seorangpun jang mendjawab.
Djadjar itu mengerutkan keningnja. Ketika sekali lagi ia membelalakkan matanja, maka para pradjurit dan bahkan Akuwu Tunggul Ametung mendjadi ber-debar2. Mereka melihat sesuatu jang lain pada sorot mata Djadjar jang gemuk itu.
Tiba2 mereka dikedjutkan oleh suara tertawa Djadjar jang masih sadja terbaring itu. Tetapi suara itu terputus oleh kata2nja sendiri " He, dimana Kebo Sindet" Apakah kau Kebo Sindet " Kau mengantjamku "
Tak seorangpun jang mendjawab. Dan Djadjar itu berkata pula " Oh, ternjata kau bukan Kebo Sindet. Kau adalah anak2 muda jang telah membantuku. Bagus. Kalian akan mendapat bagian kalian. Tetapi ingat, besok kalian harus membawa kawan2 lebih banjak lagi. Akulah jang akan membawa tebusan itu bersama dua orang pradjurit. Kalian harus membinasakan kedua pradjurit itu dan melemparkan nja keparit. " Djadjar itu berhenti sedjenak, lalu meledaklah suara tertawanja " Tiga pengadeg perhiasan itu akan djatuh ketanganku. Oh, alangkah bodohnja Kebo Sindet dan Permaisuri Ken Dedes itu. Alangkah bodohnja " suara tertawanja kini meninggi " Bukankah Ken Dedes bersedia memberikan tebusan tiga pengadeg" Tidak hanja satu pengadeg seperti permintaan Kebo Sindet. " suara tertawa Djadjar jang gemuk itu semakin tadjam membelah sepinja malam, di-sela2 derak rumahnja jang sedang terbakar. Tetapi Djadjar itu sudah kehilangan kesadarannja. Ia sudah tidak dapat menjadari lagi bahwa rumahnja sudah hampir habis dimakan api. Ia sudah tidak mempedulikan lagi ketika sisa2 bara rumah itu runtuh menimpa majat2 jang sudah terbakar pula didalam rumah itu. Djadjar itu sama sekali sudah tidak dapat mentjium bau wengur jang me-nusuk2 thidung.
Akuwu Tunggul Ametung berdiri sadja seperti patung. Dadanja terasa meng-hentak2 mendengar igauan Djadjar jang gemuk itu. Perasaan iba dan kasiannja sedikit demi sedikit terhalau dari hatinja jang me-ledak2, seperti rumah Djadjar itu jang sedikit demi sedikit musna mendjadi abu.
Apalagi ketika ia mendengar Djadjar itu berkata terus didalam kegilaannja " Ajo, siapkan kawan2mu. Aku akan mendjadi kaja raja. Aku akan mendjadi seorang jang paling kaja di Kediri ketjuali Tunggul Ametung dan Maha Radja Kediri. Aku akan memiliki tanah seluas tanah Perdikan jang besar. Kalian adalah pengawal2ku jang setia dan baik. Kali an akan aku pelihara seperti seekor andjing pendjaga. Aku akan selalu menjediakan tulang2 untuk kalian supaja kalian tidak menggigit aku sendiri. " Djadjar itu tertawa terus. Suaranja meninggi membelah sepinja malam.2 Namun ternjata Akuwu Tunggul Ametung itu mendjadi muak. Tiba2 sadja ia membentak keras", sehingga para pradjuiitpun mendjadi terkedjut pula karenanja " Diam, diam djuru taman jang gila. Ternjata kau adalah pengchianat jang paling litjik.
Suara tertawa Djadjar itu mereda. Ia mcntjobaling memandangi orang jang berdiri disampingnja. Namun tiba2 ia mcntjoba bangkit sambil berteriak " He, kaukah Kebo Sindet itu" " Tetapi sekali lagi Djadjar i{u djatuh terbaring ditanah.
Akuwu berdiri membeku ditempatnja, sedang para pradjuritpun mendjadi terpukau oleh sikap Djadjar jang gemuk itu. Mereka melibat Djadjar itu membelalakkan matanja. Menggeretakkan giginja sambil menggeram. Tetapi sedjenak kemudian ia tertawa " Oh, aku kira kau adalah Kebo Sindet atau hantunja jang keluar lagi dari api neraka. Bukankah Kebo Sindet sudah dimusnakan " " Djadjar itu berhenti sedjenak. Suara tertawanja berderai menjusup diantara suara api jang hampir menelan seluruh rumah Djadjar itu. Ledakan2 bambu berletupan susul menjusul. Satu demi satu kaju2 atap rumah itu runtuh mendjadi abu, seperti Djadjar itu jang runtuh terbanting dalam keketjewaan dan penjesal an jang sangat. Kedjutan dan ketakutan, antjaman2 dan kengerian jang sangat ternjata telah merampas segenap kesadarannja.
Dalam kegilaannja Djadjar itu kemudian berteriak " Siapa kalian he, siapa kalian "
Tak seorangpun jang mendjawab.
Mata Djadjar itu terbelalak. Tiba2 tubuhnja jang lemah itu tersentak. Tanpa di-sangka2 oleh para pradjurit, Djadjar jang gemuk itu ter-tatih2 berdiri. Dengan wadjah jang tegang dan ke-merah2an bernoda hitam oleh luka2 bakarnja, Djadjar itu memandangi Akuwu Tunggul Ametung. Kemudian terdengar suaranja parau " Siapa kau he, siapa "
Akuwu tidak mendjawab. "Apakah kau pradjurit Tumapel " " lalu Djadjar itu tertawa " Ha, ternjata kau pradjurit Tumapel. Kau pasti sudah membawa tebusan itu. Mana, mana, berikan kepadaku2 Sjaratnja, akulah jang harus menjerahKan tebusan itu kepada Kebo Sindet. Tetapi Kebo Sindet sudah mati. Kaupun sebentar lagi akan mati " suara tertawa Djadjar itu mengguruh bertjampur baur dengan suara api " kaupun akan mati
"Djadjar itu madju setapak, mendekati Akuwu Tunggul Ametung.
Akuwu Tunggul Ametung bukanlah seorang penakut. Seandainja jang berdiri dihadapannja itu Kebo Sindet, maka pasti akan segera timbul perkelahian jang dahsjat. Tetapi jang berdiri ter-suruk2 itu adalah seorang djuru taman jang telah mendjadi gila. Karena itu, maka djustru Akuwu Tunggul Ametung melangkah surut.
Para pradjurit jang melihatnja seakan2 mendjadi beku. Mereka tidak ubahnja patung2 batu mati. Berbagai perasaan bertjampur aduk didalam kepala mereka.
"Ha, apakah kau akan lari " Kau tidak akan dapat terlepas dari tanganku " kemudian Djadjar jang gemuk itu berpaling kepada para pradjurit jang tegak seperti tonggak
"Ajo, tjepatlah berbuat. Bunuh sadja pradjurit Tumapel. Ambillah perhiasan jang tiga pengadeg itu.
Tetapi tidak seorangpun jang bergerak.
"Tjepat. Tjepat " teriak Djadjar jang gemuk itu " tjepat sebelum orang ini lari.
Djadjar itu madju selangkah lagi, dan Akuwu Tunggui Ametungpun mundur lagi selangkah. Akuwu itu mendjadi bingung dan djantungnja berdebaran. Belum pernah ia meng hadapi orang gila seperti itu. Kalau ia berbuat sesuatu, maka ia telah melakukan kesalahan. Terhadap orang gila, maka tidak sewadjarnja dilakukan kekerasan jang dapat mengantjam keselamatan orang itu. Apalagi Djadjar itu berada dalam keadaan jang sangat pajah. Sebuah sentuhan jang per-lahan2 akan dapat membuatnja roboh dan membabajakan djiwanja. Tetapi untuk terus menerus mundur menghindar adalah mendjemukan sekali.
Namun ketiga orang itu madju selangkah sambil terhujung-hujung, maka Akuwu terpaksa mundur lagi setapak.
"Berhenti disitu - geram Akuwu Tunggul Ametung.
Tetapi dalam kegilaannja djadjar itu tertawa. - Kau mengantjam aku he" Lihat, kau sudah terkepung. Djangan mentjoba lari. Kalau kau dengan suka rela menjerahkan tebusan jang tiga pengadeg itu, maka semuanja akan segera selesai.
Akuwu Tunggul Ametung menggeretakkan giginja.
"Ha, akan lari kemana kau he " - lalu kepada para pradjurit Tumapel djadjar itu berteriak mengulangi - Ajo tjepat, kenapa kalian masih diam sadja he" Apakah kalian telah mati.
"Kau telah mendjadi gila - berkata salah seorang pradjurit itu - duduklah. Beristirahatlah.
"Apa, kau bilang aku telah mendjadi gila" Oh, aku dengar suaramu. Aku tidak gila^ Perhitunganku pasti terdjadi tepat seperti keinginanku. Lihat pradjurit ini datang dengan tebusannja. Ha, kau lihat" Ajo, bunuh sadja seperti kalian membunuh Kebo Sindet.
Djadjar itu masih sadja ber-teriak2 sehingga suaranja mendjadi serak. Nafainja mendjadi semakin tjepat mengalir lewat lubang hidung dan mulutnja. Sambil ter-bungkuk2 ia menekam lambuhgnja. Namun ia masih ber-teriak2 - Ajo, tjepat. Tjepat. Bunuh orang itu.
Akuwu masih berdiri kebingungan. Namun semakin lama perasaan ibanja telah merajapi djantungnja kembali disam ping perasaan muak dan djemu. Melihat djadjar jang gemuk itu, terbajang didalam angan2 Akuwu Tunggul Ametung, betapa ia dilanda oleh keketjewaan dan2 ketakutan pada saat kawan2nja satu demi satu terbunuh oleh Kebo Sindet. Betapa ia ditjekik oleh kengerian melihat api membakar rumahnja sedang ia terikat didalamnja. Hentakan2 perasaan itu telah membuatnja gila. Tetapi itu adalah buah dari tanamannja sendiri.
"Djuru taman - berkata salah seorang pradjurit jang agaknja mendjadi kasian pula melihat djadjar itu " tjoba kau perhatikan baik2 siapakah jang berdiri dihadapanmu. Tjobalah kau melihat baik2 apa jang ada disekitarmu. Tjobalah kau menguasai kesadaranmu dan meng-ingat2 apa jang telah terdjadi atasmu.
Djadjar itu sekali lagi membelalakkan matanja. Dan ia mendengar pradjurit itu berkata " Kau lihat aku " Kau lihat pakaianku "
Djadjar itu masih membelalakkan matanja.
"Pakaian ini pasti kau kenal. Kami adalah pradjurit2 Tumapel, " pradjurit itu berhenti sedjenak, lalu " Dan lihatlah, Apakah kau melihat api itu. Api. "
Tidak ada djawaban. Djadjar jang gemuk itu mengatub kan mulutnja rapat2. Tetapi pandangan matanja mengikuti telundjuk pradjurit itu mengarah kepada api jang berkobar menggapai langit.
Nafas Djadjar jang gemuk itu mendjadi semakin ter-engah2. Dengan wadjah jang tegang ia memandang reruntuhan rumahnja jang menjala.
"Api " per-lahan2 ia bergumam.
"Tjobalah meng-ingat2. Dari manakah api itu datang" " berkata pradjurit jang lain.
Djadjar jang gemuk itu mengerutkan keningnja. Kemudian ditebarkannja pandangan matanja kesekelilingnja. Namun masih belum terdapat kesan diwadjah jang merah ke-hitam2an itu. Kini tampak semakin djelas, kulit wadjah itu telah mendjadi sangat parah. Dibeberapa bagian kulit itu telah terkelupas, dan dibagian lain mendjadi hangus.
Setapak Djadjar itu madju mendekati para pradjurit. Seperti seorang jang kehilangan ia men-tjari2 pada wadjah2 pradjurit itu. Tetapi ia tidak menemukan sesuatu. Karena itu maka iapun madju lagi mendekati api jang telah menelan rumahnja.
"Api " sekali lagi ia berdesis.
"Ja api " sahut seorang pradjurit " kau masih dapat mengenal bahwa jang menjala itu api.
Djadjar itu tiba2 sadja meng-angguk2kan kepalanja " a, api. Api.
"Nah, kau sudah hampir menemukan kesadaranmu kembali.
Djadjar itu kemudian berdiri mematung. Dipandanginja api itu. Lama sekali ia berdiri tegak sambil memandangi api jang sedang me-nari2. Lama sekali.
Akuwu Tunggul Ametung dan para pradjurit Tumapel, membiarkannja berbuat sekehendak hatinja. Mereka tidak sampai hati berbuat sesuatu atasnja. Djustru setelah ia mendjadi gila Nafsu Akuwu untuk membinasakan telah mendja di pudar, seperti api jang membakar rumah Djadjar itu. Semakin lama mendjadi semakin surut. Semakin surut.
Djadjar jang.gemuk itu masih memandangi api rumahnja. Api jang telah menjentuh tubuhnja pula.
Per-lahan2 Djadjar itu memalingkan wadjahnja. Dipandanginja semua jang ada dihalaman. Pepohonan, rumpun2 bambu, pagar batu jang telah rusak, regol jang hampir roboh dan beberapa matjam benda jang lain. Per-lahan2 sekali ia mulai dapat mengenali benda2 jang setiap hari dilihatnja itu. Karena itu maka tiba2 ia berdesis - Dimana kah aku sekarang "
" Dihalaman rumahmu sendiri " " djawab seorang pradjurit.
" Dihalaman rumahku " " Djadjar itu mengulangi " ketika sekali lagi ia memandangi regol dan pagar batu jang
telah bengkah2, maka iapun berdesis lagi "Ja, aku berada dibalaman rumahku. Tetapi api itu"
"Ingat22ah apa jang telah terdjadi atasmu.
Djadjar itu terdiam. Di pandanginja api itu dengan tadjamnja.
Tampaklah mulutnja jang telah terluka itu ber-gerak2, tetapi tidak sepatah katapun melontjat dari sela2 bibirnja jang telah mendjadi merah ke-hitam2an itu.
"Apakah kau sudah dapat menjadari keadaanmu" " seseorang pradjurit tiba2.
Djadjar jang gemuk itu terkedjut, dan ternjata kedjutan itu telah merangsang ingatannja. Kini ia melihat apa jang telah terdjadi dihadapannja. Rumah nja telah mendjadi abu.
"Oh - terdengar sebuah keluhan - rumahku. Djadi api itu telah membakar rumahku "
Djadjar jang gemuk itu menutup wadjahnja dengan ke dua telapak tangannja. Tetapi sentuhan itu telah mengedjutkan pula. Ia terdorong semakin dalam kedalam kesadarannja. Kini ia merasa betapa wadjahnja mendjadi njeri dan pedih. Tangannja, pundaknja, dadanja. Dan tiba2 terasa seluruh tubuhnja mendjadi njeri dan pedih.
Per-lahan2 ingatannja mendjalar kembali didalam kepalanja Ditjobanja untuk mengulangi semua peristiwa jang baru sadja terdjadi didalam batinnja. Dan semuanja mendjadi djelas.baginja. Sedjak ia menunggu Kebo Sindet dengan gelisahnja, kemudian kedatangan adiknja. Baru kemudian Kebo Sindet dan Kuda-Sempana datang. Perkelahian jang memang sudah direntjanakannja segera berkobar Tetapi nasibnja tidak seperti jang dikehendakinja sendiri. Jang terachir ia telah diseret oleh Kebo Sindet, dan diikat pada tiang rumahnja. Ia masih melihat sekedjap api jang menjala d2sudut rumah nja itu. Ia masih sempat ber-teriak2 se-kuat2 dapat dilakukan nja. Tetapi tetangganja tidak seorangpun jang berani keluar rumah. Sedang api semakin lama mendjadi semakin besar.
Kengerian jang sangat telah membuatnja pingsan.
Para pradjurit Tumapel dan Akuwu Tunggul Ametung melihat bahwa djadjar itu ber-angsur2 mendapatkan kesadarannja kembali. Mereka membiarkan djadjar itu berdiri diam sambil mendjcladjahi peristiwa2 jang baru sadja terdjadi didalam ingatannja.
Per-lahan2 mereka melihat djadjar itu memalingkan wadjahnja, memandangi para pradjurit jang kini berdiri mematung. Djadjar itu melihat ber-pasang2 mata memandangnja dengan tadjam. Per-lahan2 ia dapat mengenali pakaian2 jang dikenakan oleh orang2 itu. Ternjata mereka sama sekali bukan anak2 muda jang telah diadjaknja mendjcbak Kebo Sindet.
Sebuah ingatan jang ngeri telah menjengat hati djadjar jang gemuk itu. Anak2 muda kawan2 adiknja itu satu demi satu mati terbunuh. Mereka telah mendjadi umpan sendjata Kebo Sindet dalam keadaan jang mengerikan. Ternjata sendjata Kebo Sindet sama sekali tidak memilih tempat untuk hinggap.
" Anak" itu telah mati dan dilemparkan kedalam rumah itu pula bersama adikku " djadjar itu bergumam lambat sekali. " Kalau begitu ... " mata djadjar itu sekali lagi terbelalak " Mereka adalah pradjurit2 Tumapel.
Djadjar itu kini berdiri tegak seperti patung. Dipan danginja para pradjurit Tumapel itu dengan wadjah jang tegang. Semakin lama semakin djelas baginja, bahwa jang dihadapannja itu memang pradjurit2. Tumapel.
Tubuh Djadjar jang lemah itu mendjadi semakin gemetar. Perasaannja jang ter-petjah2 semakin lama mendjadi semakin mengendap, dan kesadarannjapun mendjadi semakin wadjar. Karena itulah maka hatinja mendjadi semakin ngeri menghadapi pradjurit2 Tumapel dengan pedang dilambung.
Baru sadja ia mengalami peristiwa jang membuatnja hampir gila sebenarnja gila. Dan sekarang ia sudah harus berhadapan dengan pradjurit2 Tumapel.
Tetapi tiba2 mendjalarlah suatu pertanjaan dikepalanja. " Bukankah aku sudah hampir mati didalam rumah jang terbakar itu. Bukankah Kebo Sindet telah mengikatkan dan mentjoba membakar aku hidup2. Tetapi kenapa aku sekarang berada disini diantara para pradjurit Tumapel.
Pertanjaan itu telah meng-bentak2 dada djuru taman itu, sehingga achirnja ia tidak dapat menahannja lagi " Tetapi bukankah aku sudah hangus dimakan api".
Salah seorang pradjurit itu mendjawab " Lihat ketiga pradjurit ini. Mereka ikut terluka bakar karena berusaha menolongmu.
" Oh " Djadjar itu terhenjak kedalam suatu keadaan jang tidak dimengertinja. Pradjurit2 itu telah menolongnja.
" Apakah mereka tidak tahu apa jang akan aku laku kan atas mereka jang akan mendapat tugas mengantarkan tebusan itu" " Djadjar itu bertanja didalam hatinja, tetapi jang terutjapkan adalah " Terima kasih. Buat apa sebenarnja kalian melepaskan aku dari api itu".
Para pradjurit itu tidak mendjawab. Tetapi hampir serentak mereka berpaling memandang Akuwu Tunggul Ametung jang berdiri disisi mereka.
Djadjar jang gemuk itupun ikut pula memandang kearah orang jang berdiri diudjung itu. Bajang2 para pradjurit jang berdiri berdjadjar, telah menghalangi pandangannja untuk mengenal orang itu dengan baik. Apalagi keadaan tubuhnja jang lemah, dan bahkan otaknja jang belum saras sama sekali, tidak segera mernperkenalkannja kepada orang itu.
Tetapi kini ia mendjadi semakin djelas. Orang jang ber diri diudjung dari deretan para pradjurit itu memakai pakaian jang agak berbeda, meskipun djuga pakaian kepradjuritan.
Tiba2 Djndjai itu berdesis lambat " Siapakah orang
itu " Seorang pradjurit jang berdiri paling dekat dengan Djadjar itu berinti]" lirih " Apakah kau belum mengenalnja"
Djadjiu2 itu iiientjoba menadjamkan pandangannja. Lamat2 ia melihat wadjah itu. Semakin lama semakin djelas. Dan tiba2 nndja ia melontjat madju sambil menjebut nama itu " Tuanku, Tuanku Akuwu Tunggul Ametung.
Tetapi tubuh Djadjar itu sudah terlampau lemah. Ia sudah tidak tjukup kuat untuk melangkah .sampai kehadapan Akuwu Tunggul Ametung untuk kemudian berdjengkok menjembah. Ia sudah tidak mampu lagi menahan keseimbangan tubuhnja, sehingga ketika kakinja terajun selangkah, maka Djadjar jang gemuk itupun terbanting djatuh ditanah.
Beberapa orang pradjurit serentak berusaha mcnahannja tetapi Djadjar itu telah terdjerembab djatuh. .
Namun meskipun demikian masih terdengar ia berkata hampir merengek " Ampun Tuanku. Aropunk^n hamba.
Tunggul Ametung memandanginja dengan dahi jang berkerut merut. Namun ia masih berdiri ditempatnja.
"Ampunkan hamba Tuanku. " terdengar lagi suara Djadjar itu mohon belas kasian. " Hamba telah berchianat, Tuanku. Tetapi ternjata hamba telah menerima hukuman atas pengebianatan itu.
Akuwu Tunggul Ametung berdesis lambat " Apakah jang sebenarnja akan kau lakukan "
"Menipu Kebo Sindet dan mendjebaknja. Kemudian mendjebak para pradjurit jang mengantar hamba besok menjerahkan tebusan. Sebab sebenarnja Kebo Sindet sama sekali tidak setudju dengan usul Tuanku Permaisuri untuk menerima tebusan dan membawa Mahisa Agni bersamanja. Namun ketidak sediaannja itu telah menumbuhkan niat djahat dikepala hamba. " k2ta2 Djadjar itu ter-putus2 dikerongkongan.
Akuwu Tunggul Ametung sama sekali tidak terkedjut mendengar keterangan Djadjar itu. Ia sudah menduga, dan ternjata dugaannja itu tepat.
"Kini " Djadjar itu masih berkata diantara nafasnja jang semakin memburu " apakah Tuanku akan mendjatuhkan hukuman atasku, atas pengchianatanku terhadap Tuanku dan Tuanku Permaisuri "
Akuwu Tunggul Ametung tidak segera mendjawab. Ia melangkah madju mendekati Djadjar jarig masih terbaring ditanah. Dengan susah pajah Djadjar itu mentjoba bangkit.
Dengan ditolong oleh beberapa orang pradjurit achirnja ia berhasil duduk ditanah bersandar kedua belah tangannja.
"Aku ingin mendengar beberapa keterangan tentang Kebo Sindet " berkata Akuwu Tunggul Ametung " apa kah benar ia tidak bersedia membawa Mahisa Agni.
"Hamba Tuanku. Terdengar Akuwu Tunggul Ametung itu menggeram " Kau memang bodoh. Bodoh sekali. Kau tidak dapat menilai siapakah jang sedang kau hadapi.
Djadjar itu tidak mendjawab.
" Apakah kau tidak dapat mempergunakan otakmu he Djadjar jang bodoh. Bukankah dengan demikian Kebo Sindet akan mendjadi semakin buas. Tetapi adalah lebih baik bahwa ia masih hidup. Sebab dengan demikian aku masih ada kesempatan berurusan dengan iblis itu. Mudah2an ia tidak kehilangan keinginannja untuk mendapatkan tebusan. " Akuwu itu berhenti sedjenak, lalu tiba2 ia berteriak " Kau, kaulah jang gila. Kau telah merusak semua rentjana untuk m2ejelamatkan Mahisa Agni, dan sekaligus membinasakan iblis jang biadab itu.
Djadjar itu tidak segera mendjawab. Tetapi tubuhnja jang gemetar mendjadi semakin gemetar. Nafasnja mendjadi semakin deras bekerdjaran didadanja.
Tetapi suara Akuwu kemudian menurun - Memang sudah tidak ada gunanja aku membunuhmu. Ketika aku berangkat dari istana aku memang ingin membunuhmu dan membunuh Kebo Sindet sama sekali setelah aku mendapat keterangan Mahisa Agni. Tetapi ternjata soalrja tidak terlampau suderhana begitu. Dan kini aku sama sekali mendjadi muak melihat tampangmu dan kegilaanmu. Biarlah para pradjurit mengurusmu menurut ketentuan jang berlaku atas pengehiananmu.
"Ampun Tuanku, ampun - djadjar itu hampir menangis.
Akuwu Tunggul Ametung sudah tidak mendjawabnja lagi. Ia kemudian berpaling dan melangkah meninggalkan djadjar jang duduk lemah. Api jang menelan rumah djadjar itu sudah kian mereda meskipun masih djuga meronta-ronta keudara.
Sedjenak Akuwu Tunggul Ametung berdiri tegak memandang api jang ke-merah2an. Ia tidak segera dapat metuskan, apakah jang akan dilakukannja. Ia harus 2berpikir lagi dan menjusun rentjana dari permulaan sekali.
Djadjar jang gemuk jang terduduk lemah diatas tanah itu mendjadi bingung dan tjemas. Apakah jang akan dilakukan atasnja oleh para pradjurit atas pengebianatannja. Ketika ia berpaling dilihatnja api jang sudah membuat rumahnja mendjadi onggokan bara jang merah.
Sebuah desir jang tadjam menjengat djantung djadjar itu. Sekali dipandanginja Akuwu jang berdiri tegak seperti patung. Kemudian dilihatnja bajangan2 jang merah kehitam hitaman dari para pradjurit Tumapel jang berdiri disekitarnja, seperti bajangan bantu jang telah siap untuk menjekiknja. Pedang2 mereka jang tergantung dilambung serta sorot mata mereka jang tadjam, membuat djantung djadjar itu seperti meledak karenanja.
Dalam ketakutan dan ketjemasan itu, maka dibajangkannja apa jang sudah dan akan dapat terdjadi atasnja. Meskipun para pradjurit Tumapel tidak akan berbuat sekedjam Kebo Sindet, tetapi pasti akan ada hukuman lain jang membuatnja mendjadi terlampau ketjut. Ia pasti akan dilihat oleh orang2 lain jang mengetahui persoalan itu. Kalau ia dibawa oleh para pradjurit itu disepandjang djalan kota, maka orang2 Tumapel akan keluar dari rumah mereka dan melihatnja seperti melihat tontonan jang paling menarik2 Mungkin mereka akan ber-teriak2 mengedjek dan anak2 akan melemparinja dengan batu. Apalagi kalau ia sempat bertemu dengan dua orang djadjar djuru taman, kawannja sepekerdjaan.
Terasa wadjah djadjar jang luka2 itu mendjadi terlampau pedih oleh tetesan keringat dinginnja jang merentul dari pelipisnja. Dalam ketjemasan itu ia merasakan seluruh tubuhnja terasa sakit dan njeri. Tulang2nja se-akan2 terlepas dari kulit dagingnja. Tetapi jang paling sakit dari semuanja itu adalah perasaannja.
Penjesalan jang mcng-hentak2 kepalanja, ketakutan dan kebingungan jang selalu menghantuinja.
Ketika angin bertiup dari Utara, maka lidah api jang mendjulang tinggi itu bergetar. Bajang2 para pradjurit itu pun tampak bergerak-gerak.
Djadjar jang sedang dalam ketakutan jang sangat itu tiba2 terkedjut. Ketika ia melihat bajang2 jang pandjang dan ber-gerak2 itu, maka kembali kegilaannja rhcnjerang otaknja. Terbajang didalam kegilaannja, hantu2 jang hitam tinggi dan besar bergerak-gerak untuk menerkamnja.
Karena itu maka tiba2 djadjar jang gemhk itu mendjerit mengerikan. Tanpa di-sangka2 oleh para pradjurit, maka djadjar itu meronta. Dengan sisa2 tenaganja jang ada, maka ia berusaha berdiri.
Sebelum para pradjurit sempat berbuat sesuatu, maka djadjar itupun telah berlari ter-suruk2 kearah api jang sedang berkobar menelan sisa2 rumahnja.
"He, kau akan lari kemana " - bertanja salah seorang pradjurit.
"Hantu itu akan mentjekik aku. Aku harus bersembunji kedalam rumahku.
"Berhenti, berhenti - teriak pradjurit jang lain. Tetapi djadjar jang itu berlari semakin kentjang. Seperti kerasukan djadjar jang lemah itu tiba2 mendapatkan kekuatan tiada taranja. Ia mampu berlari kentjang sekali.
Serentak para pradjurit jang tertjengang itu menjadari keadaan. Agaknja djadjar itu telah terserang oleh kegilaan nja lagi. Serentak pula mereka berlari mengedjar djadjar jang gemuk jang akan mendjerumuskan dirinja masuk kedalam api jang sedang mendjilat-djilat keudara.
"Berhenti, berhenti " teriak pradjurit jang lain.
" Rumah itu adalah rumahku " djawab djadjar jang gemuk itu dalam kegilaannja.
Seorang pradjurit jang berlari dipaling depan mendjadi semakin tjemaa - Kau akan mendjadi abu - teriaknja.
" Djangan kedjar aku - djadjar itupun berteriak.
Akuwu jang berdiri tegak seperti patung, mendjadi semakin terpukau ditempatnja._ Hal itu sama sekali tidak di-sangka2nja. Djadjar itu sebentar lagi akan mendjerumuskan dirinja kedalam djilatan api jang merah.
Tetapi djarak antara Akuwu Tunggul Ametung dan arah lari djadjar jang gemuk itupun agak djauh. Kalau Akuwu Tunggul Ametung melontjat berlari mengedjar djadjar itu, agaknja iapun akan terlambat.
Sedjenak Akuwu itu terpaku diam. Namun ia mentjari djalan jang paling tjepat untuk menghentikan djadjar jang gila itu, supaja ia tidak membakar dirinja sendiri hidup2. Sedang waktu untuk itu tinggal beberapa kedjap sadja.
(Bersambung ke Jilid 36) Pelangi di Langit Singasari
SH. Mintardja Jilid : 36 " 40 ________________________________________
Jilid 36 KETIKA Djadjar itu telah mendjadi semakin dekat dengan api, sedang para pradjurit jang mengedjarnja masih djuga belum dapat menangkapnja, maka Akuwu sudah tidak dapat menunggu lebih lama lagi. Ketika terlihat olehnja sebatang bambu jang tergolek disampingnja, maka segera diambilnja. Dengan tjepatnja bambu itu dilontarkan kearah Djadjar jang sedang berlari kentjang menudju kedalam api jang masih me-njala2.
Ternjata lemparan Akuwu Tunggul Ametung tepat mengenai sasarannja Bambu itu meluntjur tepat dimuka kaki Djadjar jang gemuk, jang sudah ditjengkam oleh kegilaannja.
Bambu itu begitu tjepat dan tiba-tiba sudah berada dimuka kakinja, sehingga Djadjar itu tidak sempat untuk menghindar. Dengan demikian maka kakinja terantuk bambu itu dengan kerasnja.
Sedjenak kemudian terdengar Djadjar itu memekik tinggi, dan tubuhnja jang lemah terbanting diatas tanah, beberapa langkah sadja dari lidah api jang memerah me-nari2 dalam belaian angin jang lembut.
Dengan tangkasnja para pradjurit Tumapel segera mengerumuninja dan mengangkatnja mendjauhi api jang terasa sangat panas itu.
Terdengar Akuwu Tunggul Ametung berdesis Sebenarnja ia sudah tidak ingin mempedulikan apa jang terdjadi atas Djadjar itu. Namun perasaannja telah memaksanja untuk melangkahkan kakinja mendekatinja.
Pe-lahan-lahan Djadjar jang gemuk itu dibaringkan diatas tanah. Sedang para pradjurit itupun segera berdjongkok di sampingnja. Ketika Akuwu tiba pula ditempat itu, dan berdiri diarah kepalanja, maka tiba-tiba seorang pradjurit berdesis " Ia telah pergi Tuanku.
" He - Akuwu itu terperandjat " apa katamu "
" Djuru taman ini telah meninggal.
" Mati " - hampir tidak pertjaja Akuwu atas telinganja.
" Hamba Tuanku. Suatu hentakan jang sangat mengedjutkan telah menghentikan sama sekali detak djantungnja jang lemah.
Wadjah Akuwu tiba-tiba menegang. Sedjenak kemudian terdengar ia berdesis " Bukan maksudku membunuhnja. Aku hanja ingin mentjegah supaja ia tidak melontjat kedalam api, dan membakar dirinja sendiri hidup2.
" Hamba Tuanku. " Tetapi orang itu mati.
" Bukan karena sebab terachir itu Tuanku. Memang tubuhnja telah terlampau lemah.
Akuwu Tunggul Ametung meng-angguk2kan kepalanja. Namun ia masih bergumam " Aku kehilangan kesempatan untuk menangkap Kebo Sindet. Kalau Kebo Sindet berusaha menghubungi aku atau Ken Dedes lagi, maka kesempatan itu betapapun ketjilnja akan aku dapatkan. Tetapi bagaima na kalau Kebo Sindet mendjadi mata gelap dan langsung berbuat sesuatu atas Mahisa Agni "
Tidak seorangpun dari para pradjurit jang dapat men djawabnja. Mereka seolah-olah terbungkam. Hanja mata mereka sadjalah jang berkeredipan, memandangi majat Djadjar jang gemuk jang masih terbudjur dihadapan mereka.
Para pradjurit itu terkedjut ketika mereka mendengar tiba-tiba sadja Akuwu itu berkata lantang " Bodoh. Djuru taman itu memang bodoh. " Lalu " Kebo Sindet itu harus binasa supaja daerah Tumapel mendjadi aman.
Dan sebelum para pradjurit itu mcnjadari keadaan mereka, Akuwu itu berkata " Kita kembali keistana. Kita siap kan sepasukan pradjurit pilihan. Kita akan mentjari Kebo Sindet disarangnja.
Beberapa orang pradjurit sai ng berpandangan Namun salah seorang dari mereka masih sempat bertanja " Lalu bagaimana dengan majat Djadjar ini, Tuanku"
Akuwu Tunggul Ametung tertegun sedjenak. Lalu kata nja " Bawalah. Uruslah dan besok kuburkanlah.
Pradjurit itu tidak menjahut lagi. Majat Djadjar jang gemuk itu segera diangkatnja dan kemudian diletakkannja diatas punggung kudanja. Ketika para pradjurit itu melihat Akuwu sudah melontjat keatas punggung kudanja, maka me rekapun mendjadi ber-gegas2 pula berlontjatan keatas pung gung kuda masing2.
Tetapi ketika kuda" itu sudah mulai bergerak, seorang pradjurit berkata " He, aku tidak mempunjai tunggangan.
Pradjurit itu adalah pradjurit jang bertugas mengintai perkelahian antara Kebo Sindet dan anak2 muda jang men djebaknja.
" Marilah, kita berdua - sahut salah seorang pradjurit jang sudah berada diatas punggung kuda.
Pradjurit itupun segera melontjat pula. Tubuhnja jang tersentuh .api masih terasa pedih. Namun ia sudah tidak sempat lagi mengeluh. Kuda jang dinaikinja itupun segera berlari pula dibelakang kuda2 jang telah mendahuluinja.
Ternjata Akuwu jang sedang dibakar oleh keketjewaan itu telah djauh mendahului mereka. Kedua pengawal utamanja dengan susah pajah mengedjarnja dan berpatju dekat di belakangnja.


02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika pradjurit jang membawa majat Djadjar jang gemuk itu berpaling, maka masih dilihatnja warna merah tersangkut diudjung pepohonan. Tetapi api sudah mendjadi semakin surut.
Sementara itu, dua orang lain sedang berpatju pula ke luar kota Tumapel. Setelah mereka mengambil kuda mereka dari tempat persembunjiannja, maka segera mereka melarikannja sekentjang angin. Derap kakinja terdengar gemeretak memetjah sepi malam. Semakin lama semakin djauh, langsung menjusup kedalam gelapnja malam menjusur djalan persawahan.
Meskipun angin malam jang basah menjentuh tubuh mereka, tetapi keringat mereka seolah-olah terperas dari seluruh tubuh. Dilambung mereka tersangkut sendjata2 mereka jang masih basah oleh darah jang berwarna merah segar. Bukan sadja sendjata mereka, tetapi djuga pakaian mereka, dan bahkan tubuh mereka. Bukan darah jang mengalir dari luka mereka sendiri, tetapi darah jang terpertjik dari lawan2 mereka jang sudah mereka binasakan.
Kedua orang itu adalah Kebo Sindet dan Kuda-Sempana. Hampir tanpa berpaling mereka berpatju meninggalkan kota Tumapel, kembali kesarang mereka di-tengah2 rawa2 Kemundungan.
Wadjah2 mereka masih membajangkan ketegangan hati dan kedjemuan jang hampir meledak. Sekali-sekali masih terdengar Kebo Sindet menggeram. Namun Kuda-Sempana mengatupkan mulutnja rapat2.
" Setan itu terlampau litjik " terdengar kemudian suara Kebo Sindet memetjah sepinja malam.
Kuda-Sempana tidak segera mendjawab. Dengan sudut matanja ia memandangi wadjah Kebo Sindet. Tetapi wadjah itu hampir seperti jang setiap hari dilihatnja. Beku. Namun ketika kilat melontjat dilangit, Kuda-Sempana melihat didahinja masih membajang beberapa goresan jang bagi Kebo Sindet telah tjukup djelas membajangkan hatinja jang bergolak dalam ketegangan.
Ternjata lontjatan kilat itu telah menjentuh hati Kebo Sindet jang keras, sekeras batu akik. Kilat itu telah mengingatkannja kepada bendungan jang tengah diselesaikan oleh Ken Arok, orang-orang Panawidjen dan pradjurit2 Tumapel. Kemudian ingatannja segera hinggap kepada orang jang selama ini disimpannja, Mahisa Agni.
"- Nasibnja memang terlampau djelek " desis Kebo Sindet itu tiba-tiba.
Kini Kuda-Sempana benar-benar berpaling memandanginja. Ia masih menganggap Kebo Sindet itu berkata tentang Djadjar jang gemuk, jang telah diikatnja pada tiang rumahnja jang sedang terbakar, tetapi ternjata Kebo Sindet meneruskan " Aku hampir kehilangan kesabaran. Aku kira aku sudah tidak perlu lagi memeliharanja terlampau lama seperti memelihara seekor kutjing jang tidak berarti apa2 bagiku.
Baru Kuda-Sempana tahu, bahwa jang dimaksud itu adalah Mahisa Agni. Tetapi Kuda-Sempana masih tetap membisu.
Sesaat kemudian ia mendengar Kebo Sindet itu berkata pula. Apakah kau masih akan mentjoba lagi Kuda-Sempana, setelah kita dihinakan sedemikian menjakitkan hati oleh seorang Djadjar jang paling sombong diseluruh dunia" Kebo Sindet berhenti sedjenak - Seorang jang merasa mampu melawan Kebo Sindet hanja bersama dengan sembilan atau sepuluh orang sadja. Sebenarnja hukuman Djadjar itu masih terlampau ringan. Aku seharusnja membuatnja mendjadi tepung Mentjintjangnja dan membiarkan majatnja diperapatan.
Terasa bulu tengkuk Kuda-Sempana meremang. Anak muda itu tidak dapat mengerti, perasaan apa jang telah tergores didinding hatinja. Ia sama sekali bukan seorang jang tjengeng. Tetapi mendengar kata2 Kebo Sindet itu terasa ke ngerian menjentuh perasaannja.
" Bagaimana" Kebu Sindet mendesak.
Kuda-Sempana menggelengkan kepalanja Ia sudah tidak ingin lagi menjeret seseorang kedalam bentjana dengan 2kesempatan2 jang dapat diberikannja untuk memeras Ken Dedes. Djadjar gemuk itupun ternjata telah ditelan oleh pamrihnja jang ber-lebih2an seperti orang-orang jangkin. Bahkan Djadjar ini telah berbuat terlampau gila, melampaui semua orang jang telah pernah dihubunginja.
" Apakah kau sudah kehabisan akal" " bertanja Kebo Sindet pula.
Dengan suara parau achirnja Kuda-Sempana mendjawab " Ja. Aku sudah tidak tahu lagi djalan jang dapat kita tempuh.
Kebo Sindet menggeram " Bagus. Kalau demikian maka hanja ada satu tjara. Langsung menemui Permaisuri itu. atau membinasakan sadja Mahisa Agni. Tidak ada gunanja lagi membiarkannja hidup. Tetapi Permaisuri jang terlampau kikir itu harus dapat mengetahui apa jang telah terdjadi atas kakaknja. Biarlah ia tersiksa seperti Mahisa Agni pula meskipun bukan tubuhnja.
Kuda-Sempana mengerutkan keningnja. Terasa sebuah desir jang tadjam didalam dadanja. Semakin tjepat Kebo Sindet menjelesaikan Mahisa Agni, maka iapun akan semakin tjepat tidak diperlukannja lagi. Kuda-Sempana sudah dapat membajangkan apa jang akan terdjadi atasnja apabila ia su dah tidak diperlukan lagi. Mungkin ia akan dibunuh ber-sama-sama Mahisa Agni, atau mungkin dengan tjara lain.
" Tetapi " Kuda-Sempana masih mendengar Kebo Sindet itu berkata " hampir sudah tidak ada harapan lagi untuk dapat menghubungi Permaisuri. Aku tidak mau terdjebak untuk jang kesekian kalinja. Aku sudah terlampau bermurah hati untuk menunda kematian Mahisa Agni " Kebo Sindet berhenti sedjenak, lalu " He, Kuda-Sempana. Bukankah kau telah banjak menjadap ilmu dari Kemundungan disamping ilmu gurumu sendiri. Kau seharusnja telah mendjadi lebih perkasa. Aku mengharap kau akan mampu membunuh Mahisa Agni dalam suatu perkelahian jang menentukan. Apalagi Mahisa Agni kini sudah mendjadi semakin lemah. Kau akan mendapat banjak kesempatan untuk membalas sakit hatimu. Apakah kau ingin berbuat demikian"
Pedang Angin Berbisik 8 Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang Darah Pendekar 18

Cari Blog Ini