Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja Bagian 37
"He, bukankah itu yang kami harapkan?" bertanya Mahisa Murti.
"Tetapi Empu Baladatu tidak sendiri. Ia datang bersama puluhan
orang pengawal. Nah, apakah yang akan kalian lakukan berdua".
Berteriak-teriak" Menangis" Atau bertempur?"
"Bertempur" jawab Mahisa Pukat lantang.
"Nah akan sia-sialah pengorbanan kalian, karena jika kalian
kalah, adalah karena kalian mempertahankan sesuatu atau
memperjuangkan sebuah cita-cita. Tetapi kalian terperosok kedalam
kesulitan karena kalian tidak berhati-hati" Mahisa Bungalan
mencoba memberikan nasehat
Kedua adiknya termangu-mangu sejenak. Namun mereka dapat
mengerti maksud kakaknya.
"Tetapi apakah itu berarti bahwa kami sama sekali tidak boleh
berburu?" bertanya Mahisa Pukat
"Bukan begitu. Kalian mendapat kesempatan untuk berburu.
Tetapi berhati-hatilah dan. jangan-terlalu jauh masuk ke dalam
hutan yang lebat itu, Apalagi sampai memerlukan waktu sehari
semalam. Berburulah untuk semalam saja misalnya Atau kalau di
siang hari, sehari, sajalah."
Kedua adiknya mengangguk-angguk kecil,"Lebih dari itu ada
baiknya kau membantu orang-orang padepokan Macan Kumbang,
daripada kau seolah-olah tidak mengacuhkannya dan lebih senang
bermain-main seperti kanak-kanak"
Kedua adiknya mengangguk. Tetapi kepala mereka semakin
menunduk, Agaknya kakaknya benar-benar telah memberikan
peringatan, yang cukup keras bagi mereka, sehingga ke duanya
tidak berani Lagi untuk membantah.
2233 Tanah yang dibuka itu semakin lama menjadi semakin luas
sajalah dengan harapan yang semakin berkembang di setiap hari.
Baik bagi orang-orang Macan Kumbang maupun orang-orang dari
padepokan Serigala Putih. Dengan membuka hutan itu, maka para
prajurit Singasari telah memberikan beberapa petunjuk agar mereka
hidup seperti kehidupan sewajarnya. Padepokan Serigala Putih dan
padepokan Macan Kumbang yang mempunyai tata kehidupan yang
agak asing karena keadaan yang sangat terbatas itu, akan segera
berubah. Setiap keluarga akan membangun sebuah rumah
meskipun mula-mula sekedar dapat dipergunakan untuk berteduh.
Dengan bekerja keras, maka di tanah yang sudah dibuka itu
mulai nampak beberapa buah rumah yang siap. Sedang yang lain
masih sibuk dikerjakan bersama-sama, disamping mereka yang
masih tetap memperluas tanah, garapan.
Bayangan sebuah padukuhan mulai nampak. Ternyata bagi
orang-orang dari kedua padepokan itu, sebuah padukuhan akan
memberikan lebih banyak kemungkinan daripada padepokan sempit
yang tertutup. Tetapi karena kebiasaan orang-orang dari padepokan serigala
Putih dan Macan Kumbang hidup dalam lingkungan yang dipagari
dengan dinding batu maka rasa-rasanya padukuhan yang terbuka
sangat mencemaskan hati mereka.
"Buatlah dinding di sekeliling padukuhanmu" berkata pemimpin
prajurit Singasari," padukuhan yang luas akan memberikan udara
yang lebih segar. Padepokan adalah sekedar tempat untuk orang
yang sangat terbatas jumlahnya, seperti padepokan Empu
Sanggadaru. Diluar padepokan itu masih ada beberapa padukuhan
yang berada di bawah pengaruhnya. Tidak semua orang berhimpithimpitan
di dalam sebuah padepokan seperti padepokan Serigala
Putih dan padepokan Macan Kumbang."
"Tetapi padukuhan kami yang baru itu akan mudah sekali
diserang oleh pihak lain sebelum kami s iap melakukan perlawanan."
berkata salah seorang calon penghuni padukuhan baru itu.
2234 "Dinding itu akan dapat sekedar melindungi kalian meskipun
bersifat sementara. Banyak batang-batang kayu yang dapat kalian
pergunakan, sebelum kalian dapat membangunnya dari batu yang
kuat." Orang-orang dari kedua padepokan itu pun sependapat. Mereka
membagi orang-orangnya untuk melakukan pekerjaan yang
berbeda-beda. Dan kini ada satu pekerjaan lagi yang harus mereka
lakukan. Memilih dan memotong kayu yang lurus dan cukup
panjang untuk ditanam berjajar rapat di sekeliling padukuhan yang
sedang mereka siapkan. Ternyata pagar kayu itu cukup memadai. Balok-balok yang besar
dan cukup panjang telah mulai ditanam melingkari padukuhan yang
baru tumbuh itu Dibeberapa bagian telah diberi regol-regol berpintu.
"Apakah regol-regol itu perlu diberi berpintu?" Bertanya para
prajurit. "Tanpa pintu maka pagar kayu itu tidak akan banyak gunanya."
Para prajurit itu tersenyum. Mereka sadar, bahwa orang-orang
yang sudah lama tinggal di padepokan tertutup dan khusus seperti
padepokan Serigala Putih dan Macan Kumbang, yang seolah-olah
menutup diri itu telah terbiasa menutup regol-regol mereka dengan
pintu-pintu yang kuat. Tetapi orang-orang Singasari tidak melarangnya. Kelak jika
keadaan berkembang semakin baik. maka pintu-pintu itu tidak akan
sempat ditutup lagi. Ternyata bahwa orang-orang Serigala Putih dan orang-oran
Macan Kumbang masih membatasi diri. Mereka masih akan tinggal
di dua padukuhan yang terpisah. Masing-masing dengan dinding
kayu yang kuat dan regol-regol berpintu.
Namun ternyata bukan hanya orang-orang dari kedua padepokan
itu sajalah yang ikut serta membuka hutan itu. Orang-orang dari
padukuhan yang berada di bawah pengaruh padepokan Empu
Sanggadaru telah ikut pula membuka di bagian terpisah yang tidak
2235 begitu jauh. Mereka yang merasa bahwa anak cucunya akan
berkembang cepat, telah ikut pula membuka tanah baru bagi hari
depan keluarganya Tetapi mereka harus menyesuaikan diri dengan padukuhanpadukuhan
yang lain. Mereka memagari padukuhan mereka dengan
kayu-kayu balok dan memberikan regol-regol berpintu untuk
sementara. "Jika keadaan mengijinkan, kami akan membangun dinding batu
seperti padukuhan kami yang lama." berkata salah seorang dari
mereka. Jumlah orang-orang yang ikut serta membuka padepokan itu
ternyata banyak juga, meskipun belum sebanyak orang-orang
Serigala Putih dan Macan Kumbang. Namun dalam waktu dekat,
padukuhan itu akan segera berkembang dengan segala
kelengkapannya. Dipadukuhan itu tentu akan segera tumbuh pasar,
pande besi. undagi, dan orang-orang yang akan melakukan
berbagai macam pekerjaan lain selain bertani.
Ketika padukuhan itu telah siap untuk dihuni, masih nampak
pemisahan dari tiga golongan yang akan tinggal di daerah yang
baru dibuka itu. Namun dengan demikian akan lahir tiga padukuhan
yang pada suatu saat akan dapat menjadi satu daerah bersamasama
dengan padukuhan-padukuhan yang lain didalam lingkungan
pengaruh Empu Sanggadaru.
Agaknya para prajurit Singasari yang berada di daerah yang
memerlukan perlindungan itu yakin akan hal itu, karena mereka
percaya bahwa Empu Sanggadaru termasuk orang yang kuat lahir
dan batinnya, sehingga ia akan dapat menerima kepercayaan dari
lingkungan di sekitarnya.
Agaknya Empu Sanggadaru pun tidak menolak kepercayaan yang
bakal dilimpahkan kepadanya. Tetapi untuk sementara, kehadiran
prajurit Singasari masih diperlukan, karena Empu Sanggadaru masih
belum dapat menjajagi kebiasaan dan watak orang-orang dari
padepokan Serigala Putih dan padepokan Macan Kumbang.
2236 Pada saatnya, maka semuanya telah siap. Padepokan Serigala
Putih dan Macan Kumbang tidak akan mereka pergunakan lag".
Mereka akan berpindah ke tempat mereka yang baru dan jaraknya
pun tidak terlampau jauh.
Agaknya Empu Sanggadaru dan para prajurit Singasari telah
bersepakat untuk mengadakan sekedar upacara peresmian
penggunaan padukuhan-padukuhan yang baru itu. Dengan demikian
maka mereka akan merasakan suasana kesungguhan, sehingga
mereka tidak akan menyia-nyiakan perubahan cara hidup mereka.
Demikianlah maka pada hari yang sudah ditentukan, maka
upacara itu pun telah berlangsung. Beberapa orang telah sesorah.
Di antaranya adalah Empu Sanggadaru dan Mahisa Bungalan.
Beberapa persoalan telah dikemukakan. Orang-orang dari
padepokan Serigala Putih dan Macan Kumbang mendengar
masalah-masalah yang sebelumnya belum pernah mereka dengar.
Karena itulah maka mereka seakan-akan telah mendapatkan
kekuatan baru untuk mulai dengan tata kehidupan yang lain dari
tata kehidupan mereka sebelumnya.
Dengan demikian, maka mereka merasa mulai dengan tata
kehidupan baru. Mereka merasa telah benar-benar terlepas dari
kehidupan yang lama meskipun, bayangan Empu Baladatu masih
selalu menghantui mereka.
Namun dalam pada itu, selagi orang-orang dari kedua padepokan
itu berkumpul dan mendengarkan beberapa uraian tentang diri
mereka di masa mendatang, prajurit Singasari sama sekali tidak
menjadi lengah. Sementara beberapa orang perwira berada di
antara orang-orang yang akan menghuni padukuhan mereka yang
baru bersama Mahisa Bungalan, maka beberapa orang yang lain
selalu siap mengawasi keadaan bersama Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat. Tetapi sementara itu, ternyata tidak ada gangguan apapun juga.
Empu Baladatu ternyata tidak datang pada saat itu, sehingga
upacara itu dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan rencana.
2237 Bahkan, bukan saja sekedar sesorah dan petunjuk-petunjuk
sajalah yang mereka dengarkan, tetapi beberapa orang telah
meramaikan upacara dengan menyiapkan makan bersama. Mereka
telah memotong beberapa ekor lembu dan kambing.
Dengan demikian maka upacara itu pun telah berlangsung
dengan meriah. Orang-orang Serigala Putih dan orang-orang Macan
Kumbang terlibat dalam satu pertemuan yang akrap justru karena di
antara mereka ada pihak lain, yaitu orang-orang dari padukuhan di
sekitar padepokan Empu Sanggadaru yang ingin mengembangkan
keluarga mereka di daerah yang lebih bebas dan luas.
Sejak saat itu, maka padukuhan yang baru itu telah dihuni,
mereka merasa benar-benar berada di dalam dunia yang baru
dengan cara hidup yang baru pula. Bahkan seperti yang dianjurkan
oleh Empu Sanggadaru, maka mereka mulai mencoba melupakan
nama-nama Serigala Putih dan Macan Kumbang Mereka mencoba
untuk saling mendekat dan merasa satu nasib meskipun padukuhan
mereka masih terpisah. Tetapi di luar padukuhan itu terbentang
tanah garapan yang dapat mereka kerjakan bersama.
Beberapa saat kemudian, maka kehidupan di tempat yang baru
itu mulai mapan. Tanaman yang mereka tanam di sawah mulai
tumbuh, sementara beberapa orang laki-laki bersama para prajurit
masih datang ketanah pategalan mereka yang lama untuk memetik
sisa hasil yang mereka tinggalkan meskipun tidak begitu banyak,
sebagai penyambung hidup mereka, sebelum sawah mereka
menghasilkan. Tetapi sawah yang baru itu memberikan harapan yang jauh lebih
baik dari tanah pategalan mereka yang lama, karena sawah mereka
yang baru dan luas itu telah dilengkapi dengan parit-parit yang
mengalir dari sumber-sumber di daerah hutan yang lebat dan pepat.
Beberapa mata air memancar dengan derasnya. Air yang biasanya
mengalir tanpa arah dan menyusup di antara timbunan dedaunan
kering yang tebal dan menuju kebagian yang rendah, sehingga
menjadi arus yang memanjang tanpa disadap gunanya kini telah
2238 disalurkan men jadi parit yang panjang membelah tanah
persawahan. Namun, dalam pada itu. Mahisa Bungalan berkata kepada orangorang
yang baru menghuninya, "Jangan kalian rusakkan padepokan
kalian yang lama. Jika padukuhan ini berkembang, maka akan
tumbuh padukuhan-padukuhan yang lain yang kita arahkan agar
pada suatu saat, akan menjangkau daerah yang kalian tinggalkan,
sehingga padepokan itu akan menjadi bagian dari padukuhan yang
semakin lama akan menjadi semakin luas. Meskipun daerah yang
kalian tidak banyak memberikan harapan, tetapi daerah itu akan
selalu mengingatkan kepada kalian, bahwa kalian pernah mengalami
hidup yang pahit lahir dan batin. Namun lebih daripada itu, jika
daerah itu digarap dalam suasana yang tenang dan tanpa bayangan
ketakutan mungkin akan dapat menjadi daerah yang baik pula."
Karena itulah, ketika mereka meninggalkan padepokan rnereka
yang lama, mereka membiarkan padepokan mereka tetap berdiri
seperti semula dikelilingi oleh dinding batu yang cukup tinggi.
Beberapa barak yang panjang dan kotor, serta kandang, yang sudah
rapuh. Dalam beberapa bulan lagi, padepokan itu akan lenyap dengan
Sendirinya" desis salah seorang dari mereka, "selain dindingnya
itulah yang akan tetap berdiri."
Dalam lingkungan mereka yang baru, meskipun masih harus
dibuatkan dinding batu, namun untuk sementara dinding-dinding
kayu itu pun sudah memberikan sekedar ketenteraman. Terutama
jika mereka mengingat Empu Baladatu.
Tetapi jika mereka menyadari, bahwa pada suatu saat, para
prajurit Singasari itu akan meninggalkan padukuhan yang baru itu,
maka mereka mulai menjadi cemas, meskipun mereka masih dapat
bersandar kepada Empu Sanggadaru,
"Tetapi tanpa prajurit Singasari apakah Empu Sanggadaru akan
dapat bertahan jika Empu Baladatu dan Linggapati yang
mendendam itu datang lagi dengan segenap kekuatan mereka?"
2239 Pertanyaan itu selalu mengganggu orang-orang yang tinggal
dipadukuhan baru itu."
Demikian mendesaknya pertanyaan Itu, sehingga salah seorang
dari mereka tidak dapat menahannya lagi, dan menyampaikannya
kepada Mahisa Bungalan. Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. namun kemudian
iapun bertanya, "Jika Empu Sanggadaru dan cantriknya yang berada
di dalam padepokan dan pengawal-pengawal yang tinggal di
padukuhan-padikuhan di luar padepokan tidak dapat bertahan
terhadap Empu Baladatu dan Linggapati, apakah kalian cukup
mengeluh dan kecemasan" Apakah sepanjang hidup kalian, kalian
akan selalu bersandar kepada prajurit Singasari?"
Jawaban yang berupa pertanyaan itu memang terdengar aneh.
Namun pertanyaan itupun segera menjalar dari seorang keorang
lain. "Apakah kira semuanya hanya akan tetap bersandar kepada para
prajurit Singasari?"
"Lalu apakah yang akan kita lakukan?" Pertanyaan itupun segera
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyusul. Mahisa Bungalan dan para perwira yang mendengar pula gejolak
pertanyaan itu di antara orang-orang yang tinggal di padukuhan
baru itu sengaja membiarkannya.
"Biarlah mereka mencari jawaban" desis pemimpin prajurit yang
ada di padepokan Empu Sanggadaru, yang menjadi pimpinan dari
induk pasukan dari ketiga pasukan yang mula-mula dipecah ditiga
padepokan, tetapi yang kemudian seakan-akan telah berkumpul
pula meskipun setiap saat kelompok-kelompok kecil masih selalu
berada di bagian-bagian yang terpisah dari padukuhan baru itu.
Dalam pada itu, orang-orang dipadukuhan baru itu pun seakanakan
mulai mencari jawab atas pertanyaan yang semakin lama
semakin keras terdengar di telinga mereka.
2240 Ketika pertanyaan itu seakan-akan telah cukup lama
mengganggu perasaan orang-orang yang tinggal di padukuhan yang
baru itu, maka mulailah Mahisa Bungalan dan pemimpin prajurit
Singasari itu membisikkan jawabnya di luar sadar, seakan-akan
mereka telah menemukan jawab dari dalam hati mereka sendiri.
"Kenapa kita sendiri tidak mencoba untuk melindungi diri sendiri"
Bukankah Kita juga orang-orang yang pernah memiliki kemampuan
untuk mempergunakan senjata?"
Jawaban itu semakin lama menjadi semakin tersebar di antara
mereka. Orang-orang yang semula berasal dari padepokan serigala
Putih dan orang-orang yang berasal dan padepokan Macan
Kumbang. Baru beberapa saat kemudian. Mahisa Bungalan dan para
pemimpin prajurit Singasari dengan hati-hati mulai menumbuhkan di
hati mereka kepercaayaan kepada diri sendiri, setelah para prajurit
itu yakin, bahwa orang-orang itu agaknya telah menyukai dengan
cara hidup mereka yang baru. Apalagi setelah tanaman mereka
mulai nampak akan menghasilkan. Padi yang mulai berbuah di
tanah persawahan, dan tanaman-tanaman lain yang hijau subur di
tanah pategalan. "Ki Sanak" berkata prajurit yang berada di padepokan Empu
Sanggadaru, "kalian telah memiliki tanah yang banyak memberikan
harapan. Karena itu, selanjutnya tergantung kepada kalian untuk
memeliharanya dan mempertahankannya. Tanah itu adalah hak
kalian, sehingga orang lain tidak akan kalian biarkan
mengganggunya. Meskipun orang lain itu bernama Empu Baladatu."
Orang-orang di padukuhan itu mengangguk-angguk Tetapi salah
seorang dari mereka bertanya "Yang dibutuhkan oleh Empu
Baladatu bukannya sawah dan ladang kami, tetapi bagaimanakah
sikap kami jika yang dibutuhkannya adalah tenaga kami?"
"Sebenarnya jawabnya sama saja. Untuk menentukan sikap
kalian terhadap diri kalian adalah hak kalian pula. Apakah kalian
akan bersedia meninggalkah padi yang sedang bunting, hijaunya
2241 daun kacang rambat dan pohon buah-buahan yang sedang mulai
rimbun. Kemudian pergi untuk waktu yang tidak terbatas bersama
Empu Baladatu, mengembara meninggalkan keluarga yang mulai
kalian hargai sebagai imbangan hidup, bukan sebagai budak yang
tidak bermartabat?" Orang-orang itu mulai berpikir. Dan pemimpin prajurit itu
meneruskan, "Kalian dapat menolak, meskipun akibatnya mungkin
benturan kekerasan. Tetapi apakah kalian juga menyadari, bahwa
jika kalian tidak berani menolak dan tidak berani menentukan sikap,
itupun juga berarti kalian akan diumpankan pada ujung tombak
prajurit Singasari" Aku yakin bahwa tujuan paling akhir dari Empu
Baladatu adalah sesuatu perlawanan terhadap Singasari bersama
orang-orang Mahibit yahg dipimpin oleh Linggapati,"
Orang-orang padukuhan baru itu semakin dalam berpikir, Ia
melihat kebenaran kata-kata pemimpin prajurit Singasari Itu. Juga
keterangan para pemimpin yang lain dan Mahisa Bungalan
"Pikirkan" berkata Mahisa Bungalan kemudian, "kalian adalah
orang-orang bebas yang dapat menentukan diri sendiri"
Orang-orang yang tinggal di padukuhan baru itu mulai berpikir.
Para prajurit Singasari dan Mahisa Bungalan tidak minta mereka
menjawab. Tetapi membiarkan mereka membicarakan dengan
kawan-kawannya. Tetapi karena dalam pergaulan sehari-hari, mereka juga saling
berhubungan dengan orang-orang dari padukuhan yang lain, yang
dihuni oleh orang-orang yang semula berasal dari padukuhan yang
berada di bawah pengaruh Empu Sanggadaru, maka merekapun
saling membicarakannya. Orang-orang yang semula berasal dari padepokan yang berada di
bawah pengaruh Empu Sanggadaru. yang tidak didera oleh
peristiwa pahit yang hampir melumpuhkan keluarga besar mereka,
tidak kehilangan kepercayaan kepada diri sendiri, sehingga mereka
merasa wajib untuk mempertahankan kebebasannya.
2242 "Kita harus tetap berdiri di atas pendirian kita sendiri" berkata
salah seorang dari mereka.
Orang-orang yang berasal dari padepokan Serigala Putih dan
Macan Kumbang dengan ragu-ragu mencoba bertanya kepada diri
sendiri, "Apakah aku juga dapat bersikap seperti itu.?"
Orang-orang yang berada di padukuhan baru itu mulai disentuh
oleh gejolak di dalam diri mereka masing-masing. Sentuhan di
antara mereka dalam pergaulan sehari-hari telah saling
mempengaruhi bukan saja hubungan lahiriah tetapi juga perasaan
dan nalar. "Katakan, berapakah jumlah orang-orang Empu Sanggadaru"
Seratus" Duaratus?" Bertanya seorang perwira prajurit Singasari
kepada beberapa orang laki-laki yang sedang berkumpul dimuka
regol padukuhannya yang baru ketika kerja mereka sudah selesai.
Laki-laki itu termangu-mangu dan saling berpandangan sejenak.
Namun tidak ada diantara mereka yang menjawab.
"Seandainya jumlah mereka sekitar duaratus. maka jumlah kalian
tentu berlipat." perwira itu melanjutkan
"Tentu tidak" jawab salah seorang laki-laki itu, "jumlah kami
sekarang, laki-laki yang dewasa, tidak ada seratus"
"He?" prajurit itu terkejut, "bagaimana kau menghitung jumlah di
antara kalian" Berapa orang yang sekarang berkumpul disini
Sepuluh orang lebih. Dan berapa yang duduk-duduk di regol
sebelah" Katakan sepuluh orang. Yang berada di ujung lorong yang
biasa juga untuk berkumpul di sore hari seperti tempat ini jika kerja
sudah selesai berkumpul sepuluh orang" Sebut berapa" Yang ada
dirumah masing-masing."
"Nah, apakah jumlahnya sampai seratus" Jika dihitung dengan
anak-anak remaja memang jumlah itu dapat dicapai."
"Nah. dengan anak-anak remaja dan lebih banyak lagi degan
mereka yang sudah melampaui pertengahan umurnya, tetapi masih
cukup kuat untuk ikut menentukan ketenteraman padukuhan ini.
2243 "Sebutlah, kami berjumlah seratus. Bukankah masih belum
mencapai jumlah dua ratus atau duaratus lima puluh?" desis
seorang yang ke-kurus-kurusan.
"Kalian berjumlah seratus orang. Padukuhan yang lain seratus
orang, dan padukuhan yang lebih kecil, yang dihuni oleh orangorang
Empu Sanggadaru itu lima puluh orang. Nah, kalian sudah
berjumlah seratus ditambah seratus limapuluh. Dalam keadaan yang
gawat, maka cantrik di padepokan Empu Sanggadaru yang terlatih
sebaik prajurit ada duapuluh lima orang, dan tersebar di beberapa
padukuhan dan pategalan. Selain itu padukuhan-padukuhan yang
tersebar akan dapat mengumpulkan orang dalam jumlah yang lebih
besar. Dalam pada itu, aku sama sekali tidak menghitung prajurit
Singasari, karena pada suatu saat mereka akan meninggalkan
padukuhan ini." Laki-laki yang mendengar keterangan perwira itu mengerutkan
keningnya. Salah seorang dari mereka bergumam, "Jumlah itu
bukan jumlah yang nyata. Yang dapat kita hitung tentu hanya yang
berada dipadukuhan Ini. Didalam lingkungan dinding kayu yang
kami buat ini." "Itu adalah pikiran yang picik. Kalian sudah tinggal dalam satu
lingkungan. Maka pahit getirnya akan kalian tanggungkan bersama.
Tetapi jika ada manisnya, kalian bersama juga yang akan
mengecapnya. Bukan orang lain. Selama kalian masih berpikir dalam
batasan sempit, dinding kayu yang melingkari padukuhan ini, maka
kalian merupakan sasaran yang paling lunak untuk dihancurkan dan
kemudian jika ada di antara kalian yang hidup, maka kalian adalah
budak yang puling hina. Kalian akan benar-benar menjadi umpan
dan barang kali jika perlu, setiap bulan terang, kalian harus
menyerahkan salah seorang dari antara kalian untuk korban darah
bagi murid-murid Empu Baladatu."
Orang-orang itu merasa ngeri mendengar kata-kata perwira itu.
Tetapi perlahan-lahan hati mereka mulai terbuka.
Sementara itu Mahisa Bungalan yang duduk di antara beberapa
orang laki-laki yang sedang mengerumuni seekor lembu yang haru
2244 lahir mulai membisikkan kepercayaan kepada diri sendiri serupa itu
pula, "Anak lembu itu lahir. Tetapi induknya tidak dapat
menentukan nasib anaknya, karena lembu tidak mempunyai akal
dan nalar. Juga tidak mempunyai rasa tangung jawab akan
kelahiran itu. selain dengan nalurinya ia akan menyusui dan
mengajari anaknya secara naluri pula" Ia berhenti sejenak, lalu,
"tetapi agak berbeda dengan kita manusia. Setiap kelahiran adalah
tanggung jawab. Dan kita harus mempertanggung jawabkan anakanak
kita bukan saja pada saat lahir, tetapi bagi masa depannya.
Nah, apakah kita mempunyai keberanian untuk melakukannya."
Demikianlah. perlahan-perlahan orang-orang yang tinggal
dipadukuhan itu dan yang berasal dari padepokan Serigala Putih dan
Macan Kumbang, mulai menilai diri mereka sendiri. Mereka seakanakan
mulai melihat masa lampau yang bagi mereka merupakan
jaman yang gelap terselubung oleh ilmu hitam. Sehingga dengan
demikian, maka mereka sama sekali tidak ingin untuk kembali
kejaman itu. Tetapi mereka pun mulai menyadari, bahwa pada masa lampau
mereka bukannya orang-orang yang selalu diburu oleh ketakutan.
karena justru mereka adalah pemburu-pemburu manusia dan hak
miliknya. Mereka tidak pernah mengenal takut dan cemas seperti
yang mereka alami. Dua ciri jaman mereka pada masa yang silam itu merupa kan
kenangan yang bertentangan, Di satu pihak mereka sama sekali
tidak ingin lagi tenggelam dalam tata cara hidup itu, namun di lain
pihak mereka didesak oleh keharusan untuk mengenang kembali
tata cara bermain pedang.
"Tetapi untuk mempertahankan diri" berkata Mahisa Bungalan
ketika salah seorang dari mereka mengeluh kepadanya tentang
kenangan mereka pada masa lampaunya, "kalian bukan lagi
pemburu-pemburu manusia. Tetapi kalian sekarang justru diburu
oleh Empu Baladatu. Mungkin Empu Baladatu tidak menginginkan
harta benda, karena kalian memang tidak mempunyainya cukup
banyak. Tetapi Empu Baladatu telah memburu kalian seperti
2245 memburu lembu-lembu liar yang akan dapat dipergunakan
tenaganya." Orang-orang itu mengangguk-angguk.
"Nah, kenapa kalian tidak mempertahankan diri. Kalian dapat
bergabung dengan orang-orang dari padukuhan lain dalam
lingkungan ini. Bukan saja pedukuhan-pedukuhan yang baru saja
tumbuh ini, tetapi juga dengan tetangga-tetangga padukuhan yang
sudah lama ada ditempatnya. Dan bahkan dengan para cantrik di
padepokan Empu Sanggadaru."
Orang-orang dari padukuhan baru itu mengangguk-angguk.
Perlahan-lahan mereka mulai menyadari bahwa mereka tidak dapat
untuk selamanya menggantungkan nasib mereka kepada para
prajurit Singasari, sementara merekapun menyadari, bahwa pada
masa lampau mereka bukannya pengecut yang merengek-rengek
minta perlindungan kepada orang lain.
Kesadaran yang saling bertentangan itu memang membuat
mereka kebingungan. Tetapi dengan tuntunan dan pengarahan dari
para prajurit dan Mahisa Bungalan, maka mereka pun mulai bangkit
dan meelihat jalan lurus yang dapat mereka tempuh.
"Mulailah" berkata Mahisa Bungalan, "mumpung kami masih
mempunyai waktu disini. Selama ini mungkin kami akan dapat saling
memanfaatkan. Mungkin kalian memerlukan tuntunan yang lain
dalam olah kanuragan dari pada tuntunan hitam yang pernah kalian
terima dari Empu Baladatu itu. Orang-orang dari padukuhan itupun
kemudian seakan-akan mulai bangun kembali saat fajar
menyingsing di hari yang baru.
"Marilah" berkata para perwira, "mulailah mengingat cara-cara
memegang, pedang. Tetapi jangan mengingat cara-cara bagaimana
kalian pernah menumbuhkan ketakutan. Apalagi setelah kalian
sendiri mengalami ketakutan itu.
Demikianlah, maka orang-orang dari kedua padukuhan itupun
mulai meraba hulu senjata lagi. Tetapi dalam keadaan dan landasan
yang berbeda. Karena itulah, maka mereka seakan-akan telah
2246 melupakan, tata gerak dan sikap mempermainkan senjata-senjata
itu. Adalah kewajiban para perwira dari Singasari untuk
membangkitkan lagi kemampuan orang-orang padukuhan baru itu
untuk menguasai olah kanuragan. Namun adalah menjadi kewajiban
mereka pula untuk membersihkan orang-orang dari padukuhan itu
dari s isa-sisa ilmu hitam yang mengerikan itu.
"Kalian tidak usah bersandar pada korban pihak lain" berkata
salah seorang perwira, "korban darah sama sekali tidak berarti
dalam peningkatan ilmu kalian secara langsung, Teapi karena
korban itu telah mencengkam hati, maka kalian akan benar-benar
tenggelam dalam latihan yang bersunguh-sungguh seakan-akan
kalian sudah dibius oleh kengerian korban itu. "Perwira itu berhenti
sejenak, lalu, "Sebenarnyalah dalam latihan yang demikian
kesadaran diri kalian telah sebagian dihisap oleh kengerian itu.
Sekarang, berlatih dengan sadar. Bahkan, sadar sepenuhnya bahwa
yang kalian kehendaki adalah peningkatan ilmu. Kesungguhan yang
demikian nilainya tidak akan kalah dengan kengerian korban darah
dimalam purnama itu. Sedangkan nilai yang akan kalian capai
tentulah nilai yang lebih tinggi. Karena kalian tidak mengorbankan
peradaban dan nilai kemanusiaan."
Orang-orang dikedua padukuhan itu mengangguk-angguk.
Mereka mencoba untuk mengerti dan melaksanakan pesan para
perwira itu. Dengan tekun merekapun kemudian berlatih dalam
kelompok-kelompok kecil yang dipimpin oleh seorang perwira di
setiap kelompok termasuk Mahisa Bungalan.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat yang meskipun memiliki ilmu
yang cukup, namun mereka masih belum masak untuk melimpahkan
kemampuan mereka kepada orang lain, sehingga keduanya hampir
tidak mempunyai kewajiban tertentu selain ikut berjaga-jaga dan di
saat-saat lain pergi berburu di dalam hutan.
Meskipun demikian, kehadiran kedua anak muda itu memang
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dapat memberikan kesegaran, terutama bagi para remaja dikedua
padukuhan itu. 2247 "Ajaklah" berkata Mahisa Bungalan, "jika mereka mulai dengan
suatu keinginan memperdalam ilmunya. Maka para prajurit akan
menuntun mereka. Anak-anak yang masih sangat muda akan
merupakan bibit yang bersih bagi masa depan, karena mereka
belum dikotori oleh masa lampau yang gelap dan hitam."
Pesan kakaknya itu ternyata memberikan kesenangan tersendiri
kepada Mahisa Murti dan Mahisa Pukat. Dengan sungguh-sungguh
ia mengajak anak-anak yang masih seumur mereka atau lebih muda
sedikit untuk bermain-main. Kadang-kadang keduanya menunjukkan
kemampuan mereka dalam latihan yang seolah-olah bersungguhsungguh.
Keduanya telah tangkas mempermainkan senjata.
Bukan saja dalam latihan tetapi dalam pertempuran yang
sebenarnya. "Menarik sekali" berkata anak-anak remaja itu, "apakah aku
boleh ikut?" Pertanyaan itulah yang mereka harapkan. Dengan senang hati ia
menjawab, "Tentu boleh, Siapa mau ikut?"
Ternyata anak-anak ingin memperoleh sekedar ilmu bagi
keselamatan diri. "Jika kalian bersungguh-sungguh, maka aku akan
mengatakannya kepada kakang Mahisa Bungalan." berkata Mahisa
Murti "Kami bersungguh-sungguh" jawab anak-anak itu hampir
serentak. Ketika Mahisa Bungalan mendengar keinginan itu, maka
timbullah harapannya. Bahwa padukuhan itu pada suatu saat, tidak
akan lagi menggantungkan dirinya kepada perlindungan siapapun.
Apalagi jika mereka sudah merasa satu.
Mahisa Bungalan sendirilah yang kemudian menangani anak-anak
remaja di padukuhan-padukuhan itu. Bahkan juga di padukuhan
yang semula berada didalam lingkungan padukuhan yang memang
sudah berkiblat kepada padepukan Empu Sanggadaru.
2248 Keinginan anak-anak itu telah menarik pehatian Empu
Sanggadaru pula. Karena itu, sesuai dengan kebiasaannya, maka
iapun tidak berkeberatan untuk memberikan latihan kepada
siapapun juga, termasuk anak-anak itu. Tetapi ia tidak dapat
melakukan untuk jumlah yang terlalu banyak. Karena itu maka ia
pun telah memilih tigapuluh orang anak-anak remaja yang harus
datang bergiliran ke padepokannya pada waktu yang terbagi
masing-masing dalam kelompok yang berjumlah sepuluh orang.
Berbeda dengan Empu Sanggadaru, maka MahisaBungalan telah
mengambil jalan lain. Dikumpulkannya anak-anak remaja itu
ditempat yang luas. Maka mereka mulai menirukan tata gerak yang
paling sederhana. Berulang-ulang setiap hari. Bahkan Mahisa
Bungalan menganjurkan mereka melakukannya pagi dan sore.
Setiap tiga hari sekali. Mahisa Bungalan menambah tata gerak
yang baru dalam beberapa jenis unsur, Dan tata gerak yang baru
itupun harus dihafal pula.
"Mereka tidak akan mengenal apa yang mereka lakukan" desis
Mahisa Pukat pada suatu hari, "mereka hanya menirukan dan
menghafalkan. Mereka melakukan tata gerak itu berurutan dengan
cepat dan benar. Tetapi apakah pada suatu saat jika mereka
berhadapan dengan lawannya, tata gerak itu pula yang akan
dipertunjukkan, sementara itu lawannya akan mengambil sudut
kelemahannya." "Aku mengambil cara yang lain dari cara yang pernah kau
tempuh saat kau mempelajari ilmu kanuragan." jawab Mahisa
Bungalan, "di sini aku menghadapi banyak orang. Dari tiga
padepokan ini, selain yang mengikuti latihan-latihan dipadepokan
Empu Sanggadaru. Tigapuluh orang terpilih, aku hanya membagi
mereka menjadi enam kelompok. Setiap kelompok hanya sempat
berlatih setiap tiga hari sekali, satu kali pagi dan satu kali sore,
sedangkan dikesempatan lain mereka harus melakukan sendiri
tanpa aku. Karena itu, aku memper gunakan cara yang paling
mudah dan aman Jika aku sudah mulai dengan tata gerak dan
penggunaannya, maka di setiap kesempatan mereka akan berlatih
2249 tanpa pengawasan, sehingga akan mudah timbul pertengkaran di
antara mereka." Mahisa Murti dan Mahisa Pukat hanya mengangguk-angguk saja.
Sementara Mahisa Bungalan meneruskan, "Karena itu, dalam setiap
kesempatan aku bukan saja memberikan latihan olah kanuragan,
tetapi juga pesan-pesan dan tuntunan kejiwaan. Pada saatnya
mereka akan dapat megendap dan mempergunakan
pengetahuannya untuk hal-hal yang baik. Meskipun mereka berlatih
tanpa aku dan pengawasan oleh s iapa pun juga, mereka tidak akan
mudah salah paham dan bertengkar di antara mereka."
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat masih mengangguk-angguk.
Anak-anak memang sulit bagi kakaknya untuk langsung menuntun
anak-anak remaja itu langsung memasuki tata gerak yang
sebenarnya dalam pertempuran.
Dengan demikian maka Mahisa Bungalan di setiap hari, pagi dan
sore. tentu berada di sebuah lapangan bersama anak-anak muda
dalam kelompok yang sudah terbagi. Mahisa Bungalan sengaja
mengisi setiap kelompok dari anak-anak muda ketiga padukuhan
itu, agar di antara mereka segera terjalin hubungan yang lebih baik,
Jauh lebih baik orang-orang tua mereka.
Namun dalam pada itu, Mahisa Bungalan termasuk orang yang
keras dan rnemegang teguh peraturan. Ia tidak mau melihat
seseorang yang datang terlambat. Jika ada di antara anak-anak
muda itu yang memasuki barisannya setelah Mahisa Bungalan
mulai, maka anak itu tentu akan mendapat hukuman. Sementara
mereka yang tidak datang, akan diketahui pula oleh Mahisa
Bungalan. Di kesempatan lain anak itupun akan mendapat
hukumannya pula. Dengan demikian, maka anak-anak remaja yang mengikuti
latihan itu menjadi sangat patuh. Tetapi Mahisa Bungalan tidak
membuat mereka menjadi takut dan tidak berani menyatakan
pendapatnya dan mengajukan pertanyaan kepadanya.
2250 Demikianlah latihan-latihan semacam itu berlangsung beberapa
lama sementara, para perwira telah melakukannya pula. dalam
kelompok-kelompok orang-orang tua dan anak-anak muda yang
sudah meningkat dewasa. "Pada suatu saat, akupun akan membagi mereka dalam
kelompok-kelompok yang lebih kecil" berkata Mahisa Bungalan,
"maka akan datang giliranmu untuk ikut mengawasi mereka."
Dengan demikian maka padukuhan-padukuhan baru itupun
nampak menjadi hidup. Setiap saat nampak kesibukan dari
penghuni-penghuninya. Mereka sibuk dengan sawah mereka. Dan
mereka pun sibuk dengan latihan-latihan kanuragan, agar mereka
tidak menjadi sasaran ketamakan orang lain.
Dengan membagi waktu dan tenaga, di bawah asuhan para
prajurit dan Mahisa Bungalan. maka semuanya dapat berjalan
lancar. Latihan-latihan dapat berlangsung seperti yang diharapkan,
sementara pekerjaan mereka di sawah sama sekali tidak terganggu.
Bahkan di sela-sela waktu yang sibuk itu, masih terdapat
kesempatan satu dua orang untuk mempelajari pekerjaan-pekerjaan
yang lain kecuali bercocok tanam. Mereka mulai mempelajari
pekerjaan-pekerjaan yang semula hanya mereka lakukan karena
terpaksa. Namun dengan tuntunan orang-orang dari padepokan
Empu Sanggadaru dan para prajurit, maka pekerjaan-pekerjaan
yang mula-mula hanya dikenalnya itu, dapat mereka pelajari
semakin mendalam. Tiga orang telah tenggelam dalam kesibukan memperdalam
pengetahuannya tentang pande besi. Yang lain dalam keahlian yang
lain pula, sehingga pekerjaan kayu, besi dan tenun bukan pekerjaan
yang asing lagi bagi mereka. Bahkan perempuan-perempuan
dipadukuhan itupun mulai melakukan beberapa macam pekerjaan
tidak terlampau berat. Mereka menjadi semakin banyak mengetahui
tentang tenun yang lebih baik dan halus dari yang mereka lakukan
sebelumnya. 2251 Beberapa orang laki-laki seolah-olah menjadi semakin tergesagesa
untuk mendalami ilmu kanuragan. Apalagi jika mulai terbayang
kehadiran Empu Baladatu. Setiap kejap mata rasa-rasanya sayang
dilalui tanpa melakukan sesuatu.
Karena pada dasarnya orang-orang dipadukuhan itu sudah
memiliki bekal meskipun dalam jalur ilmu hitam, maka usaha
mereka untuk memiliki sekedar ilmu yang akan dapat melindungi
diri sendiri, berjalan agak lancar dan cepat. Dalam waktu yang
dekat, rasa-rasanya mereka telah mulai mengenal kemampuan diri
sendiri meskipun dalam ujud yang agak lain dan dalam jalur yang
berbeda. Mereka tidak lagi membasahi senjata mereka dengan
darah di setiap purnama. Bahkan jika mereka teringat akan masa
lalu, terasa bulu tengkuk mereka meremang.
Itulah sebabnya, mereka tidak lagi mau menyentuh senjatasenjata
mereka yang lama. Ketika mereka telah dapat membuat
yang baru, maka yang lama itupun telah disingkirkannya. ditanam
dalam-dalam di tengah-tengah hutan seakan-akan mereka telah
menguburkan masa lampau mereka di tempat yang tidak akan
mereka jamah lagi. Ternyata bukan saja orang tua dan anak muda yang telah
semakin meningkat dalam olah kanuragan. Para remaja pun telah
mulai mengenal beberapa unsur gerak dengan baik, Bahkan mereka
telah dapat mengingat dan melakukan unsur-unsur gerak pokok
yang diberikan oleh Mahisa Bungalan.
Karena itulah, maka Mahisa Bungalan pun telah mulai dengan
tahap berikutnya dari latihan-latihannya yang diberikan kepada para
remaja. Mahisa Bungalan membagi mereka dalam kelompokkelompok
yang lebih kecil. Jika sekelompok kecil melakukan latihan
khususnya, maka yang lain harus melakukan latihan-latihan seperti
biasanya di tempat yang terpisah. Sekedar menirukan dan
mengulang tata gerak yang pernah diberikan. Beberapa kali sampai
mereka benar-benar dapat melakukan tanpa mengingat-ingat lagi."
Yang mendapat giliran latihan khusus dari kelompok yang kecil
itu, Mahisa Bungalan mengajar mereka memperdalam tata gerak
2252 yang sudah mereka hafal itu. Mereka harus melakukannya beberapa
kali. Kemudian Mahisa Bungalan mulai menerangkan hubungan
yang satu dengan yang lain.
Beberapa kali setiap kelompok mendapat petunjuk-petunjuk
tentang hubungan itu. Namun karena jumlah kelompoknya menjadi
lebih banyak, maka giliran setiap kelompokpun menjadi semakin
jarang. Meskipun demikian, ketekunan dan kesungguhan para remaja itu
tidak berkurang. Waktu-waktu yang terluang mereka pergunakan
untuk melatih diri dalam tata gerak yang harus mereka hafal itu.
Ketika hubungan tata gerak yang satu dari yang lain sudah mulai
mereka pahami, maka Mahisa Bungalan mulai memperkenalkan
kegunaannya, dihadapkan pada orang lain. Mahisa Bungalan mulai
dengan sentuhan yang paling sederhana pada anak-anak itu. Dan
iapun menunjukkan tata gerak, yang manakah yang harus
dipergunakan untuk menghindar atau melindungi diri masingmasing.
Dalam waktu yang agak panjang, maka mulailah latihan-latihan
yang lebih rumit. Mereka mulai dihadapkan yang satu dengan yang
lain, meskipun masih dalam keterbatasan yang sempit.
Tetapi karena anak-anak remaja itu dengan sungguh-sungguh
mengikuti semua petunjuk dan latihan-latihan yang diberikan oleh
Mahisa Bungalan, maka dalam saat-saat tidak terlampau lama,
merekapun mulai mengenal olah kanuragan yang sebenarnya,
meskipun dalam tingkat permulaan sekali.
Dengan demikian ketika latihan-latihan itu mulai menjadi semakin
rumit, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat pun mendapat tugasnya pula.
Bahkan beberapa orang prajurit telah diminta pula untuk mengawasi
kelompok-kelompok yang terpisah.
Sementara anak-anak remaja itu mulai meningkat ilmunya, maka
perhatian semua orang kemudian seakan-akan tertuju kepada
mereka, karena hari depan padukuhan itu kelak akan terletak
ditangan mereka. Sebentar lagi anak-anak remaja itu akan menjadi
2253 anak-anak muda yang dewasa penuh. Di tangan mereka lah terletak
ketenangan padukuhan-padukuhan yang sedang tumbuh semakin
subur itu. Bahkan para perwira dan prajurit Singasari tidak segan
memberitahukan kepda orang-orang tua yang berada dibawah
bimbingan mereka, bahwa anak-anak remaja itu perlu mendapat
dorongan dan pengarahan yang lebih cermat.
Demikianlah maka padukuhan-padukuhan itu berkembang
semakin pesat. Sawah dan ladang yang semakin hijau dan rimbun.
Parit yang semakin panjang dan mengalir semakin ajeg. Jalan-jalan
yang rata dan bersih, yang menghubungkan padukuhan yang satu
dengan padukuhan yang lain serta dengan padepokan Empu
Sanggadaru. Semakin lama ternyata bahwa padukuhan baru itu akan dapat
berkembang menjadi padukuhan yang benar-benar dapat
memberikan tempat untuk menumpukan harapan bagi masa depan
dan bagi anak cucu mereka.
Namun pada suatu saat, seperti yang setiap kali dikatakan oleh
prajurit-prajurit Singasari, bahwa prajurit-prajurit itu tidak
selamanya akan berada dipadukuhan itu.
"Sebelum aku pergi" berkata pemimipin prajurit itu, "kalian harus
sudah mampu menjaga diri sendiri"
"Kami akan berusaha" jawab orang-orang di padukuhan itu.
"Para remaja pun harus sudah dapat dipercaya" berkata
pemimpin prajurit itu, "sebentar lagi mereka akan menjadi perisai
yang dewasa, bagi padukuhan ini."
Anak-anak remaja itu menjadi semakin bersungguh-sungguh.
Mereka melakukan apa saja yang diperintahkan Mahisa Bungalan
kepada mereka dengan patuh. Kelompok-kelompok kecil yang
dibentuk kemudian, selalu mengadakan latihan pada saat-saat yang
di tentukan. Bahkan pada saat-saat lain kapan saja mereka sempat.
2254 Mahisa Pukat dan Mahisa Murti seakan-akan telah luluh di antara
mereka. Karena kedua anak-anak muda ini merasa dirinya
mendapat kawan bermain. Meskipun ilmu keduanya jauh terpaut,
tetapi umur yang sebaya, telah membuat mereka berada dalam satu
lingkungan. Justru karena itulah, maka anak-anak remaja di padukuhan yang
baru itu dapat banyak menyadap dari Mahisa Pukat dan Mahisa
Murti. Justru karena ia adik-adik Mahisa Bungalan yang mempunyai
sumber ilmu yang sama. Dalam pada itu, tiga puluh orang remaja yang langsung berada
di bawah asuhan Empu Sanggadaru pun meningkat dengan cepat.
Kesempatan yang lebih luas telah menjadikan mereka memiliki
kemampuan yang lebih baik dari kawan-kawannya. Meskipun
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
demikian, anak-anak remaja yang lainpun telah mulai menunjukkan
kemampuan yang memadai. Semua kemajuan itulah yang tidak diperhitungkan oleh Empu
Baladatu sebelumnya. Ia hanya mempertimbangkan kemungkinan
kedatangan prajurit Singasari yang pada suatu Saat tentu akan
ditarik kembali. Dalam pada itu, Mahisa Bungalan, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
yang ada di antata para remaja itu telah mulai segalanya dari
permulaan. Namun dalam pada itu, ternyata bahwa mereka tidak
hanya sekedar mengajarkan ilmunya. Tetapi mereka seakan-akan
telah mengulang kembali apa yang pernah mereka terima sejak
permulaan. Dengan demikian maka seakan-akan mereka telah
memperbaharui seluruh ilmu mereka dengan melihat semua unsur
gerak yang ada. Ternyata ketiga anak-anak muda itu mampu memanfaatkan
keadaan. Disaat-saat yang senggang, bahkan kadang-kadang
dimalam hari, ketiganya telah menyendiri. Mereka mulai menilai
setiap tata getak yang mereka kuasai, dan kemudian
memperbandingkannya dengan sumber yang mereka kenal pada
saat mereka mempelajari ilmu itu.
2255 Bagi Mahisa Murti dan Mahisa Pukat penilaian kembali tata gerak
pada olah kanuragan yang dikuasainya bersama kakaknya itu,
ternyata sangat menguntungkan. Meskipun mereka sekedar
mengulang, yang telah mereka miliki tetapi rasa-rasanya yang
mereka miliki itu menjadi semakin dewasa, Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat seiolah-olah menjadi semakin mengenal dirinya sendiri dan
setiap gerak yang pernah mereka lakukan. Yang semula seakanakan
sekedar melakukan gerak naluriah, kemudian ternyata bahwa
mereka mulai mengenal s ifat dan watak gerak itu sendiri dan dalam
hubungnya dengan ilmunya dalam keseluruhan.
Bagi Mahisa Bungalan pun bukannya tidak berarti sama sekali.
Kadang-kadang pada celah-celah tata gerak yang diberikannya
kepada anak-anak remaja yang dimulainya dari permulaan sekali itu,
ia menemukan sesuatu yang bermanfaat dan disempurnakannya di
saat ia berada sendiri di halaman belakang, dari pondoknya.
Sementara itu, Empu Baladatu yang menempa diri bersama anak
buahnya itupun sampai pada suatu saat, dimana mereka teringat
kepada padepokan Serigala Putih dan Macan Kumbang.
"Ada beberapa orang di antara mereka yang dapat kita ambil dan
kita tempa disini" berkata Empu Baladatu, "meskipun jumlahnya
tidak banyak, tetapi berguna bagi kita, karena mereka akan
mengembangkannya di antara mereka sendiri."
Beberapa orang anak buahnya yang terdekat menganggukangguk..
Namun ada di antara mereka yang bertanya, "Apakah, kita
dapat mempercayai mereka" Nampaknya mereka telah kehilangan
semua sifat dan watak mereka yang keras. Jiwa mereka benarbenar
telah hancur bersama hancurnya pasukan mereka sehingga
mereka sama sekali tidak dapat berbuat apapun selain pasrah dan
perlahan-lahan membiarkan diri mereka binasa."
"Kita akan mengajar mereka, bagaimana mereka harus bangkit.
Kita akan mengambil beberapa orang yang akan kita coba untuk
mengingatkan mereka kepada ilmu yang pernah mereka miliki."
"Berapa orang Empu" bertanya yang lain
2256 "Ambillah lima orang di antara mereka. Jangan yang sudah
terlalu tua. Tetapi ambillah yang masih muda. sehingga jerih payah
kita tidak akan sia-sia. Jika kita berhasil, maka kita akan mengambil
lebih banyak lagi. Sepuluh atau duapuluh, sehingga pada suatu
saat, kita akan mempunyai sepasukan prajurit yang terlatih baik dari
kedua padepokan itu. Bahkan mungkin ratusan orang."
Para pengawal terdekat itu mengangguk-angguk. Sementara
Empu Baladatu meneruskan, "Pergilah. Bawalah empat orang
pengawal bersamamu sehingga semuanya akan berjumlah lima
orang. Setiap orang diantara kalian akan membawa seorang anak
muda menjadikan mereka percobaan bagi kemungkinan yang bakal
datang," "Tetapi apakah itu bukan berarti tanda bahaya bagi mereka,
sehingga mereka akan mengambil suatu sikap"
"Mereka tidak akan berani berbuat apa-apa. Tetapi seandainya di
padukuhan mereka masih ada prajurit Singasari. maka kalian harus
berusaha mengambil anak itu di luar pengawasan para prajurit itu.
Namun dengan demikian akan dapat berarti, bahwa hadirnya para
prajurit itu akan menjadi bertambah panjang. Tetapi itu tidak akan
mendatangkan kesulitan. Mereka tidak akan dapat bertahan sampai
bilangan tahun." Orang-orang berilmu hitam itu pun kemudian menyiapkan lima
orang yang terpercaya. Seorang di antara mereka adalah yang yang
sudah mengenal kedua padepokan itu dengan baik.
"Jangan takut. Orang-orang Serigala Putih dan Macan Kumbang
telah menjadi jinak seperti seekor kucing sakit-sakitan Tetapi ingat,
bahwa mungkin ada prajurit Singasari, atau para cantrik dari
padepokan kakang Sanggadaru. Mereka adalah Serigala dan Macan
Kumbang yang sebenarnya. Karena itu kalian harus berhati-hati
terhadap mereka." Kelima orang yang akan berangkat itu pun mengangguk-angguk.
Mereka menyadari bahwa tugas mereka cukup berat jika
dipadepokan itu ada beberapa orang prajurit atau cantrik dari
2257 padepokan Empu Sanggadaru. Tetapi jika mereka tidak ada dikedua
padepokan itu, maka tugas mereka tidak ubahnya seperti menginjak
buah ranti Demikianlah, setelah semuanya siap, maka kelima orang itupun
segera berangkat. Mereka tidak mempunyai tujuan lain kecuali
mengambil lima orang anak muda dari kedua padepokan itu.
Mungkin tiga dari padepokan Serigala Putih dan dua dari Macan
Kumbang atau sebaliknya. "Jika kelima orang itu berhasil ditempa dalam waktu singkat,
maka yang lima itu akan segera menjadi berlipat ganda." berkata
Empu Baladatu. Di perjalanan kelima orang itu sama sekali tidak menjumpai
kesuilatn apapun juga. Tidak ada: seorang pun yang mengganggu
mereka apalagi berusaha menghalangi
Untuk mencapai padepokan itu, maka kelima orang itu harus
bermalam di perjalanan meskipun mereka berkuda. Tetapi
bermalam bukannya persoalan bagi mereka berlima.
Demikianlah mereka pun telah menempuh seluruh perjalanan
dengan selamat. Namun mereka tidak tergesa-gesa mendekati
padepokan Serigala Putih maupun Macan Kumbang. Mereka harus
mengetahui lebih dahulu, apakah yang terdapat dikedua padepokan
itu. "Kita sudah terlalu lama berpisah dari kedua padepokan itu"
berkata salah seorang dari mereka yang sudah mengenal kedua
padepokan yang mereka tuju.
"Ya, Agaknya sejak Empu Baladatu pergi ke Mahibit." sahut
seorang kawannya. "Dan itu sudah terjadi berbulan-bulan lampau." desis yang lain
pula. "Empu Baladatu memang menunggu para prajurit Singa sari
menjadi jemu dan meninggalkan padepokan-padepokan itu." jawab
pemimpin dari kelompok kecil itu. Ia adalah satu-satunya orang
2258 yang sudah mengenal padepokan-padepokan yang pernah
menggemparkan itu. Kawan-kawannya tidak menjawab. Mereka hanya menganggukangguk
saja. Karena mereka merasa bahwa pengetahuan mereka
tentang kedua padepokan itu sangat sedikit.
"Kita akan berhenti disini" berkata pemimpin kelompok itu, "kita
akan menyelidiki keadaan."
Kelima orang itupun kemudian beristirahat di pinggir sebuah
hutan kecil. Mereka menambatkan kuda mereka di tempat yang
terlindung. Demikian pula mereka mencari tempat untuk beristirahat
di balik gerumbul-gerumbul perdu.
"Beristirahlah" berkata pemimpin kelompok itu., "tetapi seorang
dari kalian akan pergi bersamaku menyelidiki padepokan Serigala
Putih itu." Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Tetapi mereka tidak
begitu memikirkan apa yang sedang mereka hadapi, karena mereka
masih harus menunggu keterangan dari kedua kawannya yang
masih akan menyelidiki keadaan.
Dalam pada itu, ketika malam menjadi gelap, maka kedua .orang
yang akan menyelidiki padepokan Serigala Putih dan Macan
Kumbang itupun mulai bergerak. Dengan sangat hati-hati mereka
mendekati padepokan yang pernah berada di bawah pengaruh
Ernpu Baladatu meskipun untuk waktu yang tidak terlalu lama.
"Apakah kau tidak keliru"." bertanya salah seorang dari
keduanya. "Tentu tidak. Aku mengenal jalan menuju kepadepokan itu
sebaik-baiknya" jawab yang lain. Lalu tiba-tiba, "Nah, aku sudah
menemukan lorong itu"
Tetapi keduanya termangu-mangu sejenak. Lorong itu terlampau
kotor dan ditumbuhi rerumputan liar. Tidak ada jalur walaupun,
hanya setapak. 2259 "Jalan ini seolah-olah sudah lama sekali tidak dijamah kaki" desis
yang seorang, yang memang belum pernah mengenal daerah itu.
"Ya. Tetapi aku tidak akan keliru. Jalan menuju kepadepokan itu
adalah jalan ini" Kawannya mengerutkan keningnya. Namun ia tidak membantah,
karena Ia tahu, bahwa, kawannya itu sudah mengenal padepokan
yang akan mereka dekati. "Kita akan melihat" desis yang seorang, yang pernah mengenal
daerah itu. Mereka maju lagi beberapa puluh langkah. Tetapi lorong itu
masih saja tidak menunjukkan bekas kaki manusia untuk waktu
yang lama. Semakin dekat mereka dengan padepokan Serigala Putih, hati
mereka menjadi semakin berdebar-debar. Mereka sama sekali tidak
melihat tanda-tanda apapun juga pada padepokan yang pernah
dikunjunginya beberapa saat yang lewat.
"Apakah kita dijebak oleh hantu" desis orang yang pernah datang
kepadepokan Serigala Putih itu.
"Kenapa?" bertanya kawannya.
"Kita sudah berada dihadapan padepokan itu. Tetapi kita tidak
melihat seberkas sinar pun."
Kawannya termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya,
"Kita akan mendekati. Mungkin mereka masih saja dicengkam
ketakutan." "Waktunya sudah cukup lama untuk menenangkan diri meskipun
seandainya mereka masih tetap cemas. Namun agaknya kita perlu
melihat lebih dekat lagi."
Keduanya pun kemudian merangkak semakin dekat dengan
dinding padepokan. Tetapi mereka sama sekali tidak melihat
maupun mendengar tanda-tanda kehidupan didalam padepokan
yang sunyi itu. 2260 "Apakah benar yang kita lihat itu sebuah padepokan?" desis salah
seorang dari keduanya. "Aku belum gila. Aku tahu pasti, ini adalah padepokan Serigala
Putih." Sahut yang lain.
"Tetapi padepokan ini kosong" Jawab kawannya.
"Mungkin mata kita sudah rabun, atau barangkali seperti yang
kita sangka semula, kita sudah dijebak oleh hantu-hantu.
"Lalu, apa yang akan kita lakukan sekarang?" Yang lain
termenung sejenak. Namun kemudian ia menggeram, "Kita akan
masuk kedalamnya. Kita akan melihat apakah aku sudah gila atau
kita memang dijebak oleh hantu yang manapun."
Kawannya nampak ragu-ragu. Tetapi yang pertama sudah siap
untuk melangkah memasuki halaman padepokan yang sepi itu.
"Tunggu" desis kawannya.
"Kau takut?" "Bukan takut. Tetapi siapa tahu bahwa kita telah dijebak. Bukan
oleh hantu-hantu. Tetapi oleh orang-orang Serigala Putih. Mereka
sudah mengetahui kedatangan kita, dan mereka sengaja membuat
padepokan mereka seperti padepokan yang sudah tidak
dipergunakan lagi. "Mungkin mereka dapat berbuat demikian dengan
padepokannya. Tetapi mereka tidak akan dapat berbuat demikian
dengan lorong yang sudah menjadi padang alang-alang dan perdu
itu." Kawannya termangu-mangu. Namun katanya kemudian, "Baikiah.
Kita akan masuk. Tetapi hati-hatilah. Siapa tahu ada sesuatu yang
dapat mencelakai kita"
Sejenak keduanya termangu-mangu. Namun yang seorang
segera mencabut pedangnya sambil berkata "Apapun yang akan aku
hadapi, aku tidak akan lari"
2261 Keduanyapun kemudian telah menggenggam senjata di tangan.
Dengan penuh kewaspadaan keduanya melangkah melintasi tlundak
regol. "Gila" desis yang seorang.
"Kenapa?" bertanya yang lain.
"Regol ini sama sekali tidak pernah disentuh tangan. Kotor dan
hampir roboh." Yang lain tidak menyahut Mereka maju melangkahi tlundak dan
turun dihalaman yang luas.
Betapapun gelapnya malam, tetapi mereka dapat melihat bahwa
halaman itu. ternyata kotor dan tidak terjamah.
Sejenak kedua orang itu termangu-mangu. Yang nampak di
hadapan mereka adalah bayangan yang hitam, kelam bagaikan
seonggok kayu yang silang melintang. Tidak ada secercah cahaya
lampu yang nampak di dalam kegelapan malam itu.
"Kita masuk ke sarang hantu" desis yang seorang, yang pernah
mengenal padepokan itu sebelumnya.
"Ya. Kita akan di sergap dan dibantai di dalam sarang mereka
yang mengerikan itu" Sahut yang lain.
Untuk sementara keduanya masih bertahan. Tetapi sejenak
kemudian yang seorang berkata, "Padepokan ini telah menjadi
kuburan raksasa. Tidak ada mahkluk yang hidup didalamnya. Jika
kita memasukinya, mungkin kita akan menginjak bangkai yang
sudah menjad kerangka, atau kita sendiri akan terjerat sarang
labah-labah raksasa yang akan menghisap darah kita sampai
kering." "Jadi?" "Kita tinggalkan padepokan hantu ini. Kita terpaksa menunggu
sampai siang Besok kita akan meyakinkan penglihatan kita ini. Jika
besok kita melihat padepokan ini ramai dihuni oleh orang-orang
Serigala Putih, dan halaman ini nampak bersih dan berbekas sapu
2262 lidi, maka malam ini kita benar-benar telah kena hantu penjaga
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
simpang tiga disudut hutan itu"
Terasa bulu-bulu tengkuk mereka meremang.
"Marilah" desis yang seorang.
Maka dengan kaki yang gemetar keduanya pun melangkah surut
perlahan-lahan. Ketika mereka sampai di pintu regol. maka
keduanya pun telah meloncat dengan tergesa-gesa.
"Tidak, ada gunanya kita memasuki padepokan itu dalam
kebingungan seperti ini" desis yang seorang.
Kawannya tidak menjawab. Tetapi keduanya pun kemudian
dengan tergesa-gesa meninggalkan tempat itu dan kembali kepada
kawan-kawannya yang lain Ketika mereka sampai di tempat ketiga orang kawannya
beristirahat, maka terasa nafas mereka yang berkejaran menjadi
agak teratur. Sehingga hatinya pun menjadi agak tenang.
"Bagaimana?" Bertanya seorang kawannya.
"Kami hanya menemukan sarang hantu" desis salah seorang dari
kedua orang yang menyelidiki padepokan itu.
"Kenapa?" bertanya yang lain
"Kami tidak melihat seorangpun di padepokan itu" jawab
kawannya yang datang kepadepokan. Dengan singkat ia pun
menerangkan apa yang telah dilihatnya.
"Apakah mereka sudah mengungsi?" Tiba-tiba salah seorang dari
mereka bertanya. Kedua orang yang datang kepadepokan itu saling berpandangan
sejenak Pada saat-saat yang mencengkam karena ketakutan mereka
sama sekali tidak memikirkan kemungkinan itu, sehingga tiba-tiba
salah seorang dari mereka berdesis, "Ya. Mungkin mereka memang
telah mengungsi." 2263 Yang lain mengangguk-angguk. Katanya, "Itu adalah
kemungkinan yang masuk akal. Bukan sekedar bayangan hantu
sajalah yang telah mencengkam kita." Kawan-kawannya tersenyum.
Namun orang yang datang kepadepokan itu berkata, "Jika bukan
aku yang datang, tentu akibatnya akan sama saja. Justru aku yang
sudah mengenal padepokan itu sebelumnya."
"Jadi bagaimana dengan kita sekarang?"
"Kita akan menunggu sampai pagi. Besok kita akan melihat
padepokan itu. Barulah kita akan mendapatkan kesimpulan."
Orang-orang itu pun tidak mempunyai pilihan lain kecuali
menunggu sampai matahari terbit. Karena itulah, maka mereka pun
segera membaringkan diri dan berusaha untuk tidur, kecuali
seorang dari mereka harus berjaga-jaga dan dilakukan bergantiganti.
Ketika fajar menyingsing, maka kelima orang itu pun segera
bersiap-siap. Tetapi merekapun tidak akan pergi bersama-sama.
Dua orang yang semalam pergi mengunjungi padepokan itulah yang
akan kembali meyakinkan, bahwa mereka tidak masuk kedalam
sarang hantu. Dengan hati-hati mereka melintasi lorong yang semalam mereka
lalui. Lorong itu benar-benar lorong yang kotor dan tidak terjamah
kaki. "Kita tidak rabun, dan kita tidak ditenung hantu" desis salah
seorang, dari keduanya, "lorong ini memang sudah lama tidak dilalui
orang." Kawannya mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak menjawab.
Mereka pun kemudian menjadi semakin tidak ragu-ragu lagi, bahwa
padepokan itu memang sudah kosong. Mereka tidak lagi
bersembunyi dan merangkak. Tetapi mereka langsung menuju regol
yang rusak dan kotor. "Kosong" desis yang seorang, "kita benar-benar menjumpai
padepokan orang-orang Serigala Putih yang sudah kosong."
2264 "Tetapi apakah mereka mengungsi atau karena sesuatu hal
mereka telah ditumpas habis" jawab yang lain
"Marilah, kita akan menyaksikannya. Di s iang hari kita tidak usah
cemas bahwa kita sedang dijebak oleh hantu yang paling jahat."
Kawannya mengerutkan keningnya. Namun ia pun melangkah
maju perlahan-lahan. Yang ada dihatinya kemudian bukannya
ketakutan, tetapi keragu-raguan bahwa mereka akan me nyaksikan
sesuatu yang mengerikan Tetapi kedua orang itu telah memaksa diri untuk melangkah
mendekati barak-barak yang kotor dan tidak terjamah. Sarang
LLabah-labah yang kehitam-hitaman menyangkut di sudut-sudut
dan tiang serambi. Sejenak keduanya termangu-mangu. Namun hampir dijuar sadar
keduanya telah menarik senjatanya. Dengan hati-hati mereka
melangkah mendekati intu yang terbuka.
Dengan ujung pedang yang teracung, keduanya menjenguk
dengan ragu-ragu.Tetapi karena mereka tidak melihat sesuatu maka
mereka pun segera melangkah masuk.
Sejenak mereka tertegun sambil memandang berkeliling Mereka
tidak menghiraukan pendapa yang senyap. Sementara mereka
langsung memasuki barak di sebelah pendapa.
Dengan penuh kewaspadaan mereka semakin dalam masuk ke
dalam ruang yang ada di dalam barak itu Namun mereka tidak
melihat sesuatu. "Kita melihat di barak yang lain, di bagian belakang dari
padepokan ini" desis yang seorang.
Kawannya mengangguk meskipun ragu-ragu. Dengan hati yang
berdebar-debar mereka berdua pun kemudian pergi ke bagian
belakang dari padepokan yang kosong itu. Ketika mereka memasuki
sebuah barak yang lain, maka barak itu pun telah kosong pula.
Tidak ada seorang pun dan bahkan dengan heran yang seorang
berkata, "Aku tidak melihat barang-barang di dalam padepokan ini."
2265 "Ya" jawab yang lain.
"Dengan demikian kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa
mereka telah mengungsi. Bukan karena mereka tertumpas habis."
"Kesimpulan yang paling tepat. Jika mereka telah tertimpa
malapetakan dan tertumpas habis, maka aku kira barang barang
mereka tentu masih ada yang tertinggal. Sekelompok orang yang
menyerang dan menang, tidak akan sempat membawa semuanya
yang ada." Keduanya mengangguk-angguk karena mereka mendapatkan
kesimpulan yang sama tentang barak-barak dan padepokan itu.
Orang-orang Serigala Putih tentu sudah mengungsi.
"Benar-benar di luar dugaan Empu Baladatu" berkata yang
seorang, "jika mereka mengungsi, apakah memungkinkan bagi
mereka untuk mendapatkan lapangan kehidupan dengan mudah?"
"Mungkin mereka ditampung oleh para prajurit?"
"Tidak mungkin. Mereka tidak hanya seorang dua orang. Tetapi
mereka lebih dari seratus orang. Dengan keluarganya, jumlah
mereka akan berlipat. Lihatlah padepokan ini seolah-olah telah
penuh sesak dengan barak-barak. Kehidupan yang susah dari
keluarga yang besar ini telah memberikan pupuk pada sifat dan
usahanya selama mereka masih menyebut dirinya gerombolan
Serigala Putih. Mereka adalah perampok yang disegani."
"Tetapi kekalahan yang hampir mutlak saat mereka menyerang
padepokan Empu Saggadaru telah mematahkan ke beranian
mereka. Berapa puluh orang di antara mereka yang terbunuh.
Hanya sebagian kecil saja dari mereka yang sempat pulang."
"Sebenarnya mereka belum lumpuh sama sekali. Yang lumpuh
adalah sifat kejantanan mereka. Dan itu berpengaruh sekali bagi
cara hidup mereka selanjutnya. Mereka kemudian tidak lebih adalah
petani-petani miskin yang kurus kering. Mereka makan apa-apa
yang dapat mereka petik dari pategalan mereka yang tandus"
2266 Kawannya mengangguk-angguk. Lalu katanya, "Agaknya
semuanya itulah yang justru mendorong mereka untuk mengungsi."
Yang lain tidak menjawab. Tetapi ia pun menganguk-anguk pula.
Untuk beberapa saat lamanya mereka menjelajahi padepokan itu.
sehingga mereka benar-benar yakin bahwa padepokan itu memang
telah kosong. Satu dua pucuk senjata masih tertinggal, tersangkut
di dinding. "Kita akan melihat padepokan yang lain. Padepokan gerombolan
Macan Kumbang, yang mempunyai sifat yang sama dengan orangorang
Serigala Putih, tetapi yang sepanjang hidup mereka selalu
bersaing dan bermusuhan. Keduanya bersumber pada dasar ilmu
yang sama, cara hidup yang sama dan kegemaran yang sama."
"Apakah mereka juga mengalami keadaan yang sama?"
"Tidak dapat diduga. Semuanya memang mungkin." Kedua orang
itu pun kemudian kembali kepada kawan-kawannya dengan ceritera
yang mengecewakan, karena mereka tidak dapat melakukah
pekerjaan mereka. Kelima orang itu harus membawa lima orang
anak muda dari kedua padepokan itu, sebagai bahan percobaan,
apakah kedua padepokan itu masih berguna bagi mereka. Tetapi
ternyata bahwa padepokan ternyata telah mengalami perubahan.
Namun demikian orang-orang dari padepokan Empu Baladatu itu
masih ingin mencoba untuk melihat padepokan Macan Kumbang.
Mungkin orang-orang Macan Kumbang telah memilih jalan lain dari
orang-orang padepokan Serigala Putih.
"Marilah, kata akan segera melihat"
"Tetapi kita masih harus tetap berhati-hati. Jika padepokan itu
masih ada, kita akan membawa kelima orang anak muda itu dari
sana. Dan mungkin Empu Baladatu harus mengambil s ikap yang lain
dari rencananya semula. Agar semuanya tidak sia-sia."
Demikianlah kelima orang itu pun segera berpacu menuju
kepadepokan Macan Kumbang. Mereka ngin melihat, apakah
2267 peristiwa yang terjadi pada padepokan Serigala Putih itu telah
terjadi pula pada padepokan Macan Kumbang.
Namun agaknya mereka masih mempunyai harapan. Orangorang
padepokan Macan Kumbang dan orang-orang padepokan
Serigala Putih pada dasarnya tidak akan dapat bekerja bersama.
Tetapi kekecewaan telah melonjak di hati orang-orang itu ketika
mereka menjumpai kenyataan, bahwa padepokan Macan Kumbang
pun telah kosong. Padepokan itu ditinggalkan oleh penghuninya
dengan segala macam isi dan perabotnya.
"Gila. Mereka juga telah mengungsi" desis salah seorang dari
kelima orang itu. "Ini tentu usaha prajurit-prajurit Singasari" geram yang lain,
"mereka tidak dapat berada di padepokan ini terlalu lama. Tetapi
mereka tidak membiarkan bencana menimpa orang-orang dari
kedua padepokan ini sehingga mereka pun telah membawa orangorang
dari kedua padepokan itu ke Singasari."
"Gila" teriak salah seorang dari mereka yang dadanya bagaikan
sesak, "jadi perjalanan kami sia-sia?"
"Empu Baladatu tidak akan percaya" yang lain lagi berkata
lantang. "Tetapi apa yang akan kita lakukan kenyataan ini memang
demikian" Apakah kita harus mencari mereka dan mengembalikan
mereka kepadepokan ini dan padepokan Serigala Putih?"
Sejenak mereka termangu-mangu. Namun kemudian salah
seorang yang marah itu berteriak, "Kita bakar padepokan terkutuk
ini." "Ya, kita bakar sampai menjadi abu" teriak yang lain. Tetapi
orang yang tertua di antara mereka berkata "Apakah ada gunanya"
Dibakar atau tidak dibakar, kita tidak akan dapat membawa lima
orang, anak muda kembali ke padepokan"
2268 "Apakah kita akan mencarinya sepanjang jalan?" Tiba-tiba salah
seorang dari mereka berpendapat.
"Kau kira anak-anak muda itu tidak dapat berbicara" Kita dapat
mengancamnya agar mereka mengatakan bahwa mereka berasal
dari padepokan Serigala Putih dan Macan Kumbang. Tetapi dalam
pembicaraan yang perkepanjangan kemudian, Empu Baladatu tentu
akan dapat mengambil 'kesimpulan bahwa mereka bukan anak
muda dari kedua padepokan yang telah kosong itu."
"Jadi" Apakah yang akan kita lakukan?"
"Kembali. Mengatakan apa yang telah kita lihat kepada Empu
Baladatu." Yang lain termangu-mangu. Kembali kepada Empu Baladatu
tentu tidak akan menyenangkannya. Empu Baladatu tentu akan
memaki-maki, dan mungkin tidak percaya.
"Jika ia tidak percaya" orang itu melanjutkan, seolah-olah
mengerti perasaan kawan-kawannya, "biarlah ia membuktikannya.
Kita tidak bersalah, karena yang kita katakan adalah kenyataan ini."
"Sia-sialah perjalanan kami yang jauh."
"Tidak sia-sia mutlak. Kita dapat mengetahui bahwa padepokan
ini telah kosong." "Tetapi tidak sepadan dengan perjalanan kami beberapa hari."
"Kita tidak dapat menentang kenyataan yang kita hadapi."
Yang lain tidak dapat membantah lagi. Kenyataan itu memang
mereka hadapi. Dan mereka tidak dapat menentang atau ingkar,
bahwa kedua padepokan itu memang telah kosong.
Dengan dada yang sesak oleh kegelisahan, kecemasan dan
bahkan kebimbangan bahwa Empu Baladatu akan menghukum
mereka, maka kelima orang itu pun segera kembali. Perjalanan
kembali itu rasa-rasanya berlangsung ber-abad-abad meskipun tidak
lebih dari perjalanan mereka ke padepokan-padepokan yang telah
kosong. Ketika malam tiba di perjalanan, mereka se-olah-olah tidak
2269 ingin bermalam di perjalanan. Itulah sebabnya mereka berjalan
terus sampai malam menjadi pekat. Tetapi agaknya kuda mereka
pun menjadi lelah dan perlu beristirahat, sehingga mereka terpaksa
bermalam di perjalanan. Dalam pada itu, kedatangan mereka kembali di padepokannya
telah menimbulkan ketegangan pula. Mula-mula Empu Baladatu
tidak mempercayainya Ia benar-benar memaki-maki dengan wajah
yang merah membara. "Kalian adalah pengecut" teriak Empu Baladatu,"kedua
padepokan itu sudah tidak berdaya sama sekali. Jika kalian
memasuki padepokan itu atas namaku, mereka semuanya tentu
sudah pingsan. Tetapi jika ada prajurit-prajurit Singasari, maka
kalian dapat mengambil jalan lain, karena kalian akan dapat
memungut anak-anak muda itu di luar pengawasan prajurit-prajurit
Singasari itu." "Empu" orang tertua dari kelima orang itu mencoba menjelaskan,
"kami sudah memasuki kedua padepokan itu. Bahkan kami sudah
berniat untuk membakarnya. Tetapi niat itu kami urungkan agar
tidak menarik perhatian atau mengundang persoalan sebelum kami
melaporkan kepada Empu."
Empu Baladatu menghentakkan tangannya. Lalu, "Aku akan
melihat sendiri. Jika membohongi aku, kalian berlima harus dibunuh.
Satu demi satu kalian akan menjadi korban saat purnama naik."
Kelima orang itu menegang. Rasa-rasanya kulit mereka telah
meremang. Tetapi mereka yakin akan kebenaran kata-kata mereka
tentang padepokan yang telah menjadi sepi itu. Meskipun Empu
Baladatu sendiri akan melihat, ia tentu akan menemukan keadaan
yang serupa seperti yang pernah dilihatnya.
Untuk membuktikan kebenaran kata-kata kelima orang yang
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
telah pergi ke kedua padepokan itu. maka Empu Baladatu pun
segera mempersiapkan diri. Kecuali kelima orang yang telah
menemukan padepokan Serigala Putih dan Padepokan Macan
Kumbang itu kosong, maka Empu Baladatu telah membawa lima
2270 orang pengawal yang lain sehingga jumlah mereka seluruhnya
menjadi sepuluh orang. "Kita akan membuktikan apakah penglihatan mu itu bukan
penglihatan seorang pengecut" berkata Empu Baladatu.
Demikianlah pada saat yang ditetapkan, mereka pun segera
berangkat menuju ke padepokan yang telah kosong itu. Untuk tidak
menimbulkan perhatian orang lain, maka kesebelas orang itu telah
memecah diri menjadi tiga buah kelompok kecil.
Seperti perjalanan sebelumnya maka Empu Baladatu dan para
pengawalnya harus bermalam pula di perjalanan, meskipun separuh
dari malam itu dipergunakannya untuk berjalan terus.
Di hari berikutnya menjelang senja, mereka telah sampai di
padepokan Serigala Putih. Berdasarkan keterangan yang pernah
didapat oleh Empu Baladatu dari kelima orang yang pergi
mendahului, maka mereka pun langsung menuju ke padepokan
yang benar-benar telah menjadi kosong.
"Gila" Empu Baladatu menggeram, "padepokan ini benar-benar
telah kosong." "Sudah aku katakan Empu." sahut salah seorang pengawal.
"Aku sudah mendengar" teriak Empu Baladatu yang marah.
Pengawal itu pun segera terdiam.
Diiringi oleh pengawalnya Empu Baladatu memasuki padepokan
itu dan menjelajahinya dari ujung sampai keujung. Kesimpulan yang
didapatnya adalah, bahwa penghuni padepokan itu tentu sudah
mengungsi- "Prajurit-prajurit Singasari memang gila" teriak Empu Baladatu
yang tidak mengira bahwa padepokan itu pada suatu saat akan
ditinggalkan oleh penghuninya. Perhitungannya adalah bahwa
prajurit-prajurit Singasari itu akan memberikan perlindungan
sementara kepada kedua padepokan itu. Mereka akan segera pergi
2271 setelah untuk waktu yang lama kedua padepokan itu tidak
mengalami gangguan apapun juga.
Tetapi yang dilihatnya sekarang adalah bahwa padepokan itu
telah ditinggalkan oleh penghuninya.
Dengan hati yang panas, Empu Baladatu pun segera membawa
para pengawalnya untuk pergi ke padepokan Macan Kumbang pula.
Namun yang dijumpainya adalah barak-barak yang kosong
membeku di keremangan malam.
"Gila. Prajurit-prajurit Singasari telah menjadi gila. Mereka
membawa penghuni dua padepokan. Apakah prajurit-prajurit
Singasari itu memang telah menyediakan barak-barak pengungsian
sehingga mereka dapat menampungnya?" geram Empu Bala datu.
Tetapi Empu Baladatu tidak segera meninggalkan padepokan itu.
Dengan nada yang tinggi ia berkata, "Aku akan mencari orangorang
dari kedua padepokan ini sampai aku pasti, dimana mereka
tinggal." Para pengawalnya mengerutkan keningnya. Mereka men jadi
berdebar-debar dan gelisah. Apakah dengan demikan berarti bahwa
mereka akan memasuki kota Singasari"
"Malam ini kita tidur di s ini" berkata Empu Baladatu kemudian.
Meskipun mereka berada di padepokan, tetapi rasa-rasanya
badan mereka justru menjadi gatal-gatal. Padepokan yang sepi iiu
telah berubah menjadi sarang segala macam binatang melata dan
serangga, sehingga rasa-rasanya tubuh merekapun telah
dikerumuni oleh berbagai jenis binatang kecil.
Bahkan beberapa orang yang tidak tahan lagi, telah keluar dan
duduk di halaman terbuka, di samping kuda-kuda mereka
tertambat. Meskipun di sana-sini rerumputan tumbuh subur, namun
mereka menemukan juga tempat yang baik untuk berbaring setelah
mereka membersihkannya dengan segenggam ilalang kering.
"Disini agaknya lebih baik" desis salah seorang dari mereka.
2272 "Empu Baladatu pun tentu tidak akan dapat tidur. Ia betah duduk
saja semalam suntuk." Sahut yang lain.
Namun mereka pun terdiam .karena ternyata Empu Baladatu pun
pergi juga keluar dan duduk di halaman.
Tetapi malam tidak lagi tersisa terlalu panjang. Sejenak
kemudian, maka langit pun menjadi semburat merah oleh cahaya
fajar. "Kalian akan tinggal di padepokan ini sampai senja. Aku ingin
menyelidiki kemana kira-kira penghuni padepokan ini pergi. Ingat,
tidak seorang pun boleh meninggalkan padepokan ini tanpa ijinku."
"Empu pergi kemana?" bertanya salah seorang dari mereka.
"Aku akan berusaha melihat-lihat daerah di sekitar tempat ini.
Mungkin aku akan sampai didekat pedepokan kakang Sanggadaru.
Jika kalian perlu, kalian dapat mencari sejenis binatang di sekitar
daerah ini. Tetapi kalian harus segera kembali lagi ke padepokan."
Anak buah Empu Baladatu itu hanya dapat mengangguk-angguk
saja. Mereka pun kemudian melihat Empu Baladatu berkemas. Salah
seorang pengawalnya terpercaya telah diajaknya pergi bersamanya.
"Siapa yang meninggalkan padepokan ini. bukan sekedar berburu
binatang di sekitar tempat ini, akan mempertanggung jawabkan
tindakan itu. Apalagi jika kemudian akan membawa kesulitan bagi
kita semuanya." berkata Empu Baladatu ketika ia meninggalkan
padepokan itu. Karena itu, maka tidak seorang pun diantara mereka yang
ditinggalkan itu berniat untuk pergi kemanapun. Mereka hanya
berani melangkah keluar padepokan dengan busur dan anak panah.
Beberapa puluh langkah mereka mengintai jika ada seekor kijang
atau menjangan. lewat di semak-semak yang sudah lama tidak
tersentuh kaki, sehingga belukar yang tumbuh di sela-sela padang
ilalang, menghubungkan daerah itu dengan hutan perdu dipinggir
hutan yang lebat. 2273 Sementara itu Empu Baladatu telah menyelusuri jalan setapak
yang telah lama tidak dirambah kaki manusia lagi. Diikutinya jalan
yang menuju ke daerah yang terbuka meskipun jaraknya masih
panjang sekali. "Gila" ia bergumam" tidak ada tanda-tanda apapun yang dapat
aku ikuti." Pengawalnya hanya mengangguk saja.
"Padepokan terdekat dari daerah ini adalah padepokan kakang
Sanggadru. Di padepokan itu terdapat beberapa orang prajurit
Singasari. Mungkin sekali padepokan itu menjadi daerah
penampungan sementara sebelum mereka dibawa ke Kota Raja
atau ketempat-tempat lain." ia berhenti sejenak, lalu, "selain
padepokan itu, maka padukuhan-padukuhan kecil di sekitar tempat
ini tidak akan dapat menampung orang sejumlah dua padepokan
sekaligus." Pengawalnya mengerutkan keningnya. Lalu jawabnya, "Mungkin
Empu. Tetapi apakah masih ada kepentingan kita untuk
melacaknya. Jika mereka sudah berada di tangan prajurit Singasari,
maka mereka tidak akan berarti apa-apa lagi bagi kita, Bahkan
mereka tentu akan menjadi orang-orang yang berbahaya,
"Mungkin mereka berbahaya bagi kita. Tetapi kita masih akan
dapat melihat kemungkinan lain. Jika mereka meninggalkan
padepokan itu dengan cara lain, dipaksa misalnya, sehingga mereka
akan menjadi tawanan, sedangkan perernpuan dan anak-anak akan
menjadi budak-budak yang akan melakukan kerja paksa, maka kita
akan melihat suatu kesempatan."
Pengawalnya mengangguk-angguk pula. Tetapi yang nampak
olehnya diwajah Empu Baladatu adalah bayangan kebencian dan
dendam, sehingga karena itu, maka menurut dugaan pengwal itu,
jika Empu Baladatu menemukan orang-orang Serigala Putih dan
Macan Kumbang, maka kemungkinan yang paling besar dalam
usaha untuk membinasakan mereka sama sekali.
2274 Dengan hati-hati mereka maju terus. Akhirnya Empu Baladatu
memang mengambil arah, menuju kepadepokan Empu Sanggadaru.
Perjalanan menuju kepadepokan itu bukannya perjalanan yang
terlalu dekat. Karena itu, maka mereka memerlukan waktu yang
cukup lama meskipun kuda mereka berlari cukup cepat, namun
tidak dapat berpacu karena jalan yang penuh dengan belukar dan
pohon-pohon perdu. (Ketika mereka mulai mendekati hutan yang menjadi daerah
pengaruh Empu Sanggadaru karena menjadi daerah perburuannya,
maka Empu Baladatu menjadi semakin berhati-hati.
"Kakang Empu Sanggadaru gemar sekali berburu" berkata Empu
Baladatu, "karena itu, kita harus menghindari kemungkinan bertemu
dengan kelompok perburuannya"
"Apakah kita akan mengambil jalan lain?"
"Ya. Kita akan melingkari hutan itu. Hutan ini bukannya hutan
yang besar. Karena itu, maka Empu Sanggadaru kadang-kadang
menjadi jemu dan berburu di hutan yang lebat pepat, meskipun
agak jauh. Namun untuk mengisi waktu senggangnya, maka hutan
ini merupakan taman yang cukup memberikan ketenangan
baginya." Pengawalnya mengangguk-angguk.
Namun dalam pada itu, agaknya Empu Sanggadaru tidak mereka
jumpai di dalam hutan itu. Dengan sangat hati-hati keduanya mulai
mendekati padepokan Empu Sanggadaru.
"Kita akan meninggalkan kuda kita di tempat yang aman
meskipun di luar hutan agar tidak diterkam harimau" berkata Empu
Baladatu. "Didekat padepokan?"
"Ya." Pengawalnya menjadi ber debar-debar. Tetapi ia tidak
menjawab. 2275 Namun dalam pada itu, ketika mereka menyusuri jalan dipinggir
hutan mendekati padepokan, tiba-tiba mereka telah di kejutkan oleh
sesuatu yang lain dari yang pernah mereka kenal. Dari kejauhan
mereka melihat tanah yang sudah terbuka diujung hutan. Bahkan
sudah merupakan daerah persawahan.
"He, apakah aku bermimpi" desis Empu Baladatu. Pengawalnya,
yang juga pernah datang kepadepokan Empu Sanggadaru menjadi
terheran-heran pula. Keduanya pun kemudian berhenti dipinggir hutan. Dari kejauhan
mereka melihat sawah yang mulai hijau oleh tanaman yang subur.
Lamat-lamat mereka melihat padukuhan baru yang mulai
berkembang." Untuk beberapa saat keduanya hanya termangu-mangu di atas
punggung kudanya, seolah-olah mereka tidak yakin akan
penglihatan mereka. Namun dedaunan yang hijau yang bertebaran
di atas tanah persawahan itu akhirnya meyakinkan keduanya,
bahwa mereka tidak sedang bermimpi.
"Kita benar-benar melihat sawah yang terbentang di pinggir
hutan itu" berkata Empu Baladatu, "dan kita juga melihat
padukuhan baru yang sedang tumbuh."
"Ya. Padukuhan yang nampaknya dibangun dalam perencanaan
yang baik. Bukan tumbuh begitu saja dengan liar. Sawah dan parit,
jalan menuju padukuhan itu, pepohononan yang rimbun yang
sengaja tidak ditebang untuk melindungi padukuhan yang baru itu,
menunjukkan bahwa padukuhan itu benar-benar lahir setelah
direncanakan dengan sebaik-baiknya.
"Ini tentu pokal prajurit-prajurit Singasari" geram Empu Baladatu,
"aku yakin bahwa padukuhan itu telah dibuka oleh orang-orang dari
padepokan Serigala Putih dan Macan Kumbang Mereka bukan saja
mengungsi untuk menyelamatkan diri dari kebimbangan dan
kelumpuhan jiwani, tetapi agaknya mereka telak mencari suatu
bentuk kehidupan baru dibawah tuntunan para prajurit Singasari."
2276 Pengawalnya mengangguk-angguk. Dengan wajah yang tegang
ia berkata, "Empu agaknya benar. Akupun berpendapat demikian."
Terdengar gemeretak gigi Empu Baladatu. Dengan geram ia
berkata, "Suatu jalan .keluar yang gila. Tetapi yang dilakukan itu
tidak akan banyak menolong. Yang pindah kepadukuhan itu adalah
tetap orang-orang Serigala Putih dan orang-orang Macan
Kumbang." "Tetapi mereka berada dekat dengan padepokan Empu
Sanggadaru. Dengan demikian maka mereka akan selalu berada di
bawah pengawasan dan perlindungan Empu Sanggadaru dengan
pasukannya yag cukup kuat itu."
"Tidak. Padepokan itu tidak mempunyai pasukan yang kuat. Yang
menjadikan padepokan itu kuat adalah hadirnya prajurit-prajurit
Singasari. Jika prajurit-prajurit itu meninggalkan padepokan kakang
Sanggadaru, maka padepokan itu tidak akan berarti apa-apa lagi
bagiku. Dengan mudah aku akan dapat menyapunya sampai orang
terakhir." "Tetapi kini didekat padepokan itu telah tumbuh padukuhanpadukuhan
itu. Apakah Empu tidak melihat kemungkinan, bahwa
kekuatan yang tergabung itu akan merupakah kekuatan yang sulit
untuk ditembus.?" "Aku tidak yakin. Orang-orang Serigala Putih dan orang-orang
Macan Kumbang telah lumpuh. Dan mereka tidak akan bangkit
kembali untuk waktu yang sangat lama. Bahkan mungkin harus
melampaui satu keturunan lagi."
Pengawal itu tidak menjawab. Tetapi ia tidak yakin, bahwa
perhitungan Empu Baladatu itu benar.
"Kita akan mencari keterangan" berkata Empu Baladatu.
"Kepada siapa?"
"Bertanya kepada seorang yang ada di sawah."
2277 "Mereka akan ketakutan melihat kehadiran kita. Jika prajurit
Singasari masih ada di sana, maka persoalannya akan membuat kita
mendapat kesulitan."
"Pengecut, Aku akan melakukannya. Tetapi bukan aku sendirilah
yang harus menampakkan diri."
Pengawalnya mengerutkan keningnya. Ia tidak bergitu
mengetahui maksud Empu Baladatu.
"Marilah" berkata Empu Baladatu, "kita mendekati daerah
persawahan itu. .Kita akan menemui satu dua orang dari antara
mereka. Lebih baik jika kita menemukan sekelompok anaka muda.
Kita membawa mereka langsung tanpa mempertimbangkan
persoalan-persoalan lain."
Pengawalnya termangu-mangu. Tetapi ia tidak bertanya lagi,
"Kita mencari tempat untuk menyembunyikan kuda kita. Hutan ini
tentu tidak banyak dihuni oleh binatang buas."
Keduanya kemudian mengikat kuda mereka d empat yang
mereka anggap aman. Terlindung, tetapi juga tidak terlampau
berbahaya. Sejenak mereka termangu-mangu. Namun Empu Baladatu pun
kemudian berkata, "Kita berjalan mendekat. Kau berada di depan.
Kau tentu belum dikenal orang. Aku akan berada beberapa langkah
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dibelakangmu. Aku akan berusaha menyembunyikan wajahku
sejauh dapat aku lakukan. Jika kita bertemu dengan sesorang, kau
tahu apa yang harus kau tanyakan. Aku akan mengawasi keadaan."
Pengawalnya mengangguk. Ia pun tahu apa yang dimaksud
Empu Baladatu. Karena itu, ia tidak bertanya lagi kepadanya.
Sejenak kemudian, setelah membenahi pakaiannya, maka
pengawal Empu Baladatu itupun melangkah menuju ke lorong yang
membelah tanah persawahan. Mereka memilih arah, agar
kedatangan mereka tidak menumbuhkan pertanyaan, karena
mereka seolah-olah muncul dari dalam hutan. Setelah melalui
2278 beberapa puluh kotak, maka mulailah mereka melihat beberapa
orang yang sedang melintasi pula di tengah-tengah sawah.
"Mereka tidak akan pergi kesawah" desis pengawal Empu
Baladatu itu. Ia melihat orang-orang itu membawa busur dan anak
panah. "Mereka akan berburu" Katanya kemudian. Karena itu. maka
iapun menunggu Empu Baladatu dan memberinya isyarat untuk
mendekat. Empu Baladatu melihat isyarat itu. Karena itu maka ia pun
melangkah lebih cepat lagi mendekati pengawalnya.
"Orang-orang itu tentu akan berburu" berkata pengawal Empu
Baladatu serelah ia berada didekatnya.
"Ya" Empu Baladatu menyahut mereka adalah orang-orang yang
sebenarnya kita tunggu"
"Kenapa kita menunggu mereka?"
"Kita akan mendapat beberapa keterangan dari mereeka."
'"Dan mereka akan kembali kepadukuhan sambil ketakutan
karena kehadiran Empu disini."
"Apakah mereka sudah mengenal aku?" Pengawal Empu Baladatu
tidak menjawab. Tetapi nampak kerut merut dikeningnya.
"Mungkin mereka sudah mengenal aku, tetapi mungkin belum"
desis Empu Baladatu. "Apakah kita akan menghentikan mereka?"
"Ya. Kita akan menghentikan mereka." jawab Empu Baladatu,
"kaulah yang bertanya kepada mereka. Aku akan berusaha untuk
mendengarkan pembicaraanmu tanpa dapat mereka lihat
"Bagaimana mungkin?"
"Temuilah mereka di pinggir hutan perburuan itu. Aku akan
mempunyai kesempatan."
2279 Empu Baladatu dan pengawalnya itu pun kemudian dengan
tergesa-gesa memotong arah. Tetapi mereka rnemperhitung kan
setiap kemungkinan sehingga mereka telah berusaha untuk tidak
diketahui dan menimbulkan kecurigaan , pada orang-orang yang
akan pergi berburu itu. Seperti yang direncanakan maka pengawal Empu Baladatu itu
pun segera menyelinap dan muncul di jalan yang akan dilalui oleh
orang-orang dari padukuhan itu, setelah mereka sampai di pinggir
hutan. Dengan tidak menumbuhkan kecurigaan maka pengawal itu
berjalan pada arah yang berlawanan sehingga memungkinkan
mereka berpapasan. Tetapi bagaimanapun juga, hadirnya seseorang ditempat itu
memang sudah menimbulkan suatu pertanyaan dihati orang-orang
padukuhan itu. Jarang sekali mereka bertemu dengan orang dari
luar padukuhan mereka, karena padukuhan mereka masih
merupakan daerah baru. Jika ada orang asing yang lewat, maka
mereka tentu berada di jalan yang. melalui padepokan Empu
Sanggadaru atau padukuhan-padukuhan lama yang berada di
bawah pengaruh Empu Sanggadaru.
Namun demikian semula orang-orang yang akan pergi berburu
itu tidak menghiraukannya. Mereka seolah-olah tidak ingin banyak
mengetahui tentang orang-orang asing yang kurang mereka kenal,
karena bagaimanapun juga, masih mungkin seorang perantau yang
berjalan lewat jalan dan daerah yang jarang disentuh kaki orang.
Tetapi ketika mereka melihat orang yang tidak mereka kenal itu
berhenti, maka mereka pun mulai memperhatikannya. Apalagi
ketika nampak bahwa orang itu agaknya ingin bertanya sesuatu
kepada mereka. "Ki Sanak" bertanya pengawal Empu Baladatu itu, "apakah aku
boleh mengajukan beberapa pertanyaan" Aku adalah orang yang
tersesat, yang tidak tahu kemana aku harus pergi"
"O" salah seorang dari orang-orang yang akan pergi berburu itu
maju selangkah, "siapakah kau Ki Sanak?"
2280 "Aku datang dari jauh sekali. Tetapi aku telah tersesat di hutan
yang tidak aku kenal, sehingga aku menjadi bingung dan kehilangan
arah." "Kau datang dari mana?"
"Singasari." "Kota Raja maksudmu?"
"Ya. Aku datang dari Kota Raja."
"Ki Sanak berada di tempat yang sebenarnya tidak jauh sekali
dari Kota Raja." "He" Tidak jauh sekali" Aku sudah berjalan beberapa hari.
Melingkar-lingkar sehingga bekalku habis di perjalanan."
"Ki Sanak benar. Agaknya Ki Sanak memang sudah berjalan
melingkar-lingkar tanpa arah. Karena itu Ki Sanak sudah merasa
berjalan jauh sekali, tetapi sebenarnya daerah ini tidak terlalu jauh
dari Kota Raja." "Dimanakah aku sebenarnya berada Ki Sanak" Dahulu rasarasanya
aku pernah melalui daerah ini. Ketika aku menemukan
beberapa ciri yang sudah aku kenal, aku merasa senang. Rasarasanya
aku akan sampai kepadepokan Empu Sanggadaru. Jika
demikian, maka aku akan terlepas dari kebingungan. Tetapi ternyata
ketika aku muncul dipinggir hutan itu, aku melihat daerah
persawahan dan padukuhan yang asing lagi. Bukan padukuhan yang
perada dibawah pengaruh padepokan Empu Sanggadaru."
"Ki Sanak benar" jawab orang itu, "daerah ini memang berada d
ibawah pengaruh padepokan Empu Sanggadaru."
"Tetapi padukuhan itu?"
"Itu adalah padukuhan yang baru."
"Baru" "Sejak kapan padukuhan itu ada?"
"Belum terlalu lama-"
2281 "Tetapi, apakah penghuninya penghuni padukuhan yang
memang sudah ada, tetapi memperluas daerah tempat tinggal
mereka." Orang itu termangu-mangu. Namun salah seorang dari mereka
menjawab tidak. Kami datang dari tempat lain dan tinggal
dipadukuhan itu Pengawal Empu Baladatu itupun mengerutkan keningnya.
Dengan ragu-ragu iapun kemudian bertanya, "Kalian datang dari
mana?" Orang-orang tiu tidak segera menjawab. Nampak kebimbingan
membayang diwajah mereka.
"Apakah kalian datang dari tempat yang jauh?" pengawal itu
mendesak. Orang yang tertua diantara mereka menggelengkan kepalanya
sambil menjawab, "Tidak Ki Sanak. Kami tidak datang dari tempat
yang jauh. Kami adalah keluarga Empu Sanggadaru yang sudah
dianggap dewasa dan wajib memisahkan diri dan mengurus
padukuhan ini." Wajah pengawal Empu Baladatu menjadi berkerut-kerut-Sepercik
kekecewaan telah meloncat ditatapan matanya. Dengan nada datar
ia bertanya, "Jadi kalian tidak berasal dari tempat lain?"
Orang itu mengeleng. "Tetapi tadi kau mengatakan bahwa kau datang dari tempat
lain." "Kami memang mempunyai kelainan dengan orang-orang yang
tinggal dipadukuhan yang berada dibawah pengaruh Empu
Baladatu. Kami adalah orang-orang yang dipisahkan daripadanya
sementara keluarga kami dari tempat lain telah ikut. Serta
membantu kami menebang hutan ini."
"Keterangan kalian berputar-putar tidak menentu." pengawal
Empu Baladatu itu pun mulai kehilangan kesabaran.
2282 "Aku kira keteranganku cukup jelas."
"Katakanlah yang sebenarnya. Apakah kalian mempunyai rahasia
yang kalian sembunyikan?"
Orang-orang itu menjadi heran. Lalu salah seorang dari mereka
bertanya, "Ki Sanak. Bukankah kau telah tersesat dan mencari jalan
keluar" Tetapi kini kau memaksa kami untuk menjawab pertanyaab
Ki Sanak yang membingungkan itu."
"Bukan pertanyaanku membingungkan, tetapi jawabmu. Jawab
kalian, yang tidak menentu."
"Aku tidak mengerti. Agaknya kau telah membawa jawab sendiri
atas pertanyaan yang kau ajukan, sehingga jawaban kami tidak
memberikan kepuasan kepaamu-"
"Persetan" tiba-tiba saja terdengar suara seseorang dari balik
pepohonan. Belum lagi kejutan itu mereda di dada orang orang
yang mendengarnya, maka orang-orang dari padukuhan itu telah
dikejutkan pula oleh munculnya seseorang dari balik gerumbul
dipinggir hutan. "Aku tidak telaten mendegarnya" berkata Empu Baladatu yang
telah berdiri dipinggir lorong itu, "jangan ingkar. Bukankah kalian
orang-orang dari padepokan Serigala Putih atau padepokan Macan
Kumbang." Orang-orang itu bagaikan membeku ketika mereka melihat
siapakah yang berdiri dihadapan mereka. Hampir setiap orang dari
padepokan Serigala Putih dan Macan Kumbang telah mengenal
Empu Baladatu. Dan kini Empu Baladatu itu tiba-tiba saja telah
berdiri diantara mereka. "Empu Baladatu" desis salah seorang dari mereka., "Ya. tentu
masih mengenal aku."
Orang-orang itu menjadi pucat ketika mereka melihat Empu
Baladatu melangkah maju mendekati mereka.
2283 "Cepat, katakan. Apakah kalian orang-orang Serigala Putih atau
Macan Kumbang" Kalian tentu mengenal aku. Tetapi aku tidak
dapat mengenal kalian seorang demi seorang."
Orang-orang itu masih termangu-mangu.
"Cepat, katakan" teriak Empu Baladatu.
Ternyata bahwa pengaruh yang memancar dari bentakan itu
telah mencengkam setiap hati. Karena itu, maka hampir di luar
kesadaran mereka, beberapa orang menjawab bersama-sama,
"Kami orang-orang padepokan Serigala Putih."
"Ha" Empu Baladatu menyahut, "jadi kalian telah mencoba
melarikan diri dari pengaruhku dan pasrah pada perlindungan
kakang Empu Sanggadaru" ia berhenti sejenak, tatapan matanya
menjadi merah bagaikan bara, "kalian memang bodoh. Kakang
Sanggadaru sendiri masih memerlukan perlindungan prajurit-prajurit
Singasari." Orang-orang itu menjadi semakin pucat. Namun salah seorang
dari mereka menjawab, "Ya, prajurit-prajurit itu telah melindungi
kami bersama-sama." "Gila" teriak Empu Baladatu, "apakah kau kira bahwa aku tidak
dapat berbuat apa?" orang-orang itu saling berdiam diri.
"Sekarang kalian tidak akan dapat ingkar. Adalah nasib kalian
yang buruk, bahwa kalianlah yang pertama-tama telah bertemu
dengan kami." Orang-orang padukuhan itu menjadi semakin pucat karenanya.
"Sebenarnya kami memerlukan beberapa orang anak-anak muda
yang masih akan dapat dibentuk dengan mudah. Mereka masih
mempunyai masa depan yang panjang." Empu Baladatu berhenti
sejenak lalu, "tetapi kalian pun masih cukup muda. Kami akan
membawa kalian. Jangan takut. Kalian tidak akan kami korbankan,
karena kami ingin kalian akan menjadi penyebar ilmuku di antara
orang-orang Serigala Putih. Kalian akan tinggal bersama kami untuk
beberapa lamanya. Setelah itu kalian akan kami kembalikan kepada
2284 keluarga kalian dengan harapan bahwa kalian akan dapat mewakili
kami di antara orang-orang Serigala Putih, karena pada waktunya
kami memerlukan bantuan kalian."
Orang-orang padukuhan yang semula adalah orang-orang
padepokan Serigala Putih itu termangu-mangu Mereka sadar, bahwa
Empu Baladatu adalah oang yang memiliki kemampuan yang luar
biasa, Tetapi mereka sama sekali tidak ingin untuk ikut serta
bersamanya. Orang-orang Serigala Putih yang telah mencoba
melupakan masa lampaunya itu, tidak mau masuk lagi kedalam
lingkungan yang mengerikan. Mereka tidak ingin setiap purnama
melihat darah mengalir dari luka, dan mereka tidak ingin membasahi
tubuh mereka dengan titik darah itu dalam pendalaman ilmu yang
bersumber dari ilmu hitam itu.
"Jangan menyesali diri" berkata Empu Baladatu, "seharusnya
kalian berbangga bati bahwa kalianlah yang akan mendapat
kehormatan untuk memperdalam ilmu didalam lingkunganku."
Orang-orang itu saling berpandangan. Namun kemudian salah
seorang dari mereka berkata, "Empu. Biarlah kami hidup menurut
jalan kami sendiri. Kita sudah berpisah. Baik secara wadag maupun
secara batin. Kita tidak akan dapat menemukan jalur jalan yang
sejajar." "Aku tidak memerlukan penjelasanmu itu. Dengarlah. Kalian akan
ikut bersama kami. Senang tidak senang. Ingin atau tidak ingin. Itu
sudah menjadi keputusanku" Empu Baladatu menggeram, "dan
kalian tahu akibatnya jika kalian mencoba untuk membantah
perintahku ini. Aku dapat berbuat apa saja"
Orang-orang itu menjadi tegang. Mereka tahu bahwa Empu
Baladatu memiliki kemampuan yang tidak terlawan. Namun untuk
ikut bersamanya pun sama sekali tidak menarik hati. Mereka akan
terjerumus sekali lagi dalam genggaman ilmu iblis seperti yang
pernah mereka alami. 2285 Karena itulah, maka orang-orang itu menjadi bingung. Namun
salah seorang dari mereka tiba-tiba saja menemukan dirinya dan
bertekad untuk melepaskan diri dari jerat Empu Baladatu.
"Lebih baik aku tidak mengalaminya meskipun aku akan
dibunuhnya disini" berkata orang didalam hatinya.
Karena itu, maka ia pun kemudian berkata, "Empu Baladatu. Aku
mengetahui bahwa aku dan kawan-kawanku tidak akan dapat
berbuat apa-apa dihadapan Empu Baladatu. Tetapi bagaimanapun
juga, kami ingin menghindarkan diri dari niat Empu untuk membawa
kami bersama Empu kepadepokan yang belum aku ketahui itu."
Wajah Empu Baladatu menjadi tegang. Namun ia pun kemudian
tertawa sambil berkata, "Jangan bodoh. Kau masih mendapat
banyak kesempatan dihari depan. Kau masih cukup muda untuk
memahami kehidupan yang sebenarnya. Jangan terbius oleh
keadaan sesaat, tetapi tanpa masa depan yang pantas bagi kalian."
"Empu" jawab orang itu, "biarlah kami dalam keadaaan kami
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekarang." "Gila" tiba-tiba saja Empu Baladatu berteriak, "apakah kalian
tidak mengenal aku lagi" Siapa yang membantah perintahku, akan
mengalami nasib yang sangat buruk. Aku akan mengelupasnya
seperti mengelupas kulit pisang. Dan tubuh kalian yang merah akan
tergolek ditanah tanpa dapat dikenal lagi."
Terasa bulu-bulu tengkuk orang-orang padukuhan itu meremang.
Tetapi ternyata mereka yang telah mendapat tempaan lahir dan
batin itu, telah berubah pula. Dengan tegang orang itu menjawab,
"Empu. Aku ngeri mendengar ancaman itu. Tetapi apaboleh buat.
Kami tidak akan dapat ikut bersama Empu."
"Jadi kau milih terkelupas kulitmu"
"Empu. Kami telah memiliki beberapa lapis ilmu yang tidak
berharga. Bahkan kami telah mendapat bekal dari Empu sendiri.
Karena itu biarlah kami yang berjumlah jauh lebih banyak dari Empu
berdua ini mencoha mempertahankan diri."
2286 "Gila, gila. Jadi kalian ingin melawan kami?" Teriak Empu
Baladatu semakin keras. Orang-orang itu mundur setapak. Ternyata bahwa semua di
antara merekatelah bertekad untuk mempertahankan diri apapun
yang akan terjadi "O, orang-orang yang malang. Meskipun kalian telah merasa
mampu untuk menentukan sikap seperti itu, tetapi kalian tentu akan
menyesal bahwa kalian akan mengalami masa-masa akhir yang
sangat mengerikan." Orang-orang itu melangkah mundur pula beberapa langkah dan
melekatkan pada busurnya.
"Sebenarnya kami ingin berburu" berkata salah seorang dari
mereka, "tetapi kami terpaksa membela diri dengan senjata-senjata
ini." "Gila" Empu Baladatu berteriak semakin keras, "kau kira anak
panahmu dapat menyelamatkan jiwamu."
Orang-orang itu menjadi berdebar-debar ketika mereka melihat
tiba-tiba saja ditangan Empu Baladatu telah tergenggam sepasang
pisau belati panjang. "Ingat, ingatlah. Dengan pisau ini aku akan mengelupas kulitmu"
Orang-orang yang bersenjata busur itu tanpa mereka sengaja
telah melangkah menjauhi yang satu dengan yang lain. Tangan
mereka telah siap untuk melepaskan anak panah di busur mereka.
"Kita bunuh orang-orang ini" geram Empu Baladatu kepada
pengawalnya, yang telah menggenggam pisau belati seperti d
itangan Empu Baladatu itu pula.
Perintah itu benar-benar telah mendebarkan jantung. Tetapi
jumlah mereka yang tiga kali lipat, dan anak panah di busur
membuat mereka lebih berani. Apalagi mereka sudah bertekad
untuk tidak akan kembali lagi ke dunianya yang lama.
2287 "Empu Baladatu manusia juga seperti kami" berkata orang-orang
itu didalam hati. Karena itu, maka mereka mempunyai harapan, bahwa Empu
Baladatu pun akan dapat dikalahkan, setidak-tidaknya diimbangi
kemampuannya oleh jumlah yang lebih banyak itu.
Apalagi mereka merasa, bahwa pada saat terakhir mereka telah
menempa diri, menambah kemampuan mereka dalam olah
kanuragan, meskipun pada jalur yang berbeda dari cabang
perguruan yang pernah mereka pelajari sebelumnya,
"Jadi kalian benar-benar akan melawan?" bertanya rnPu Baladatu
sambil menahan kemarahannya.
"Kami akan mempertahankan diri" jawab salah seorang dari
mereka. "Apakah kalian sadar, bahwa hal itu akan mempersulit keadaan
kalian" Kalian akan mengalami bencana yang tidak terperikan
disaat-saat kalian menjelang ajal." Empu Baladatu semakin marah.
Tetapi busur dan anak panah yang akan mereka pergunakan
untuk berburu itu tetap teracu.
"Dengarlah" geram Empu Baladatu, "anak panahmu tidak akan
berguna. Aku dapat menangkis dengan pisau belatiku yang dapat
berputar seperti baling-baling sehingga akan menjadi perisai yang
sangat rapat. Karena itu, aku masih akan mencoba berbuat baik
terhadap kalian dengan memberikan kesempatan terakhir bagi
kalian untuk meletakkan senjata kalian itu."
Tetapi tidak seorang pun di antara orang-orang itu yang
meletakkan busur dan anak panahnya.
Pengawal Empu Baladatu tidak menunggu lebih lama lagi. Iapun
segera meloncat maju sambil memutar pisau belati panjangnya.
Sekejap kemudian, anak panah yang sudah melekat dibusur itu
satu persatu meluncur dengan cepatnya. Namun seperti yang
dikatakan oleh Empu Baladatu, ternyata bahwa ia mampu
2288 menangkisnya dengan kecepatan putaran pisau belatinya. Sambil
berloncatan Empu Baladatu memukul setiap anak panah yang
mengarah ketubuhnya, namun kadang-kadang juga menghindar
dengan lincahnya- Demikian juga pengawalnya. Iapun mampu menghindari
serangan anak panah yang datang beruntun, karena setiap anak
panah yang terlepas, segera di susul anak panah yang lain yang
dicabut dari endong. Tetapi tidak sebuah anak panah pun yang dapat mengenai
lawannya. Jika sekali anak panah itu menyentuh lawannya, muka
anak panah itu tidak mampu menyobek kulit.
Beberapa saat lamanya, orang-orang itu berusaha untuk
melawan. Namun ternyata perlawanan itu sia-sia.
Meskipun demikian mereka sama sekali tidak ingin menyerah.
Jika anak panah terakhir telah dilepaskan, maka mereka akan
mencabut pedang dan bertempur berpasangan seperti yang pernah
mereka pelajari dari para prajurit Singasari.
Namun ternyata di antara mereka tidak sekedar mempercayakan
keselamatan mereka kepada kemampuan diri. Karena ia mengetahui
bahwa Empu Baladatu adalah orang yang memiliki kelebihan dari
orang kebanyakan, maka yang paling baik adalah berusaha mencari
bantuan dari padukuhan. Karena itulah, ketika kawan-kawannya sibuk membidik Empu
Baladatu dan pengawalnya, maka salah seorang dari mereka telah
memasang anak panah sendaren. Anak panah yang dapat
memberikan isyarat, bahwa mereka berada dalam kesulitan..
Maka sejenak kemudian, anak panah yang mengarah justru
berlawanan dengan anak panah kawannya itu, segera meraung di
udara. Demikian anak panah itu lepas dari busurnya, maka suaranya
bagaikan jerit yang mengumandang seluas bulak panjang.
"Gila" Empu Baladatu berteriak. Ia sadar, bahwa dengan panah
sendaren itu, berarti lawannya akan berlipat. Dari padukuhan tentu
2289 akan muncul beberapa orang lagi. Mungkin prajurit-prajurit
Singasari. Kemarahan Empu Baladatu tidak dapat ditahankannya lagi,
Dengan wajah yang membara ia mengerahkan kemampuannya.
Namun untuk sementara ia hanya dapat menahan serangan anak
panah yang meluncur dari segala arah itu sebelum ia dapat berbuat
lebih banyak lagi. "Demikian anak panah mereka habis, maka mereka akan segera
menjadi bangkai" geram Empu Baladatu.
Namun orang-orang itu pun menyadari Kesulitan yang bakal
terjadi. Itulah sebabnya, maka mereka mencoba untuk
mempergunakan anak panah mereka sebaik-baiknya. Mereka tidak
saja asal melepaskannya. Tetapi mereka mencoba membidik dan
membuat perhitungan. Meskipun jumlah anak panah yang meluncur itu berkurang
namun justru semakin terarah dan semakin berbahaya, sehingga
Empu Baladatu harus semakin berhati-hati menghadapinya.
Dalam pada itu, panah sendaren ynng meraung dilangit itupun
meluncur dengan cepatnya kearah padukuhan baru yang mulai
menjadi semakin tumbuh itu.
Tetapi jarak padukuhan itu tidah terlampau dekat lagi. Dengan
demikian, maka Empu Baladatu yang harus semakin berhati-hati
menghadapi orang-orang yang semakin lama justru menjadi
semakin mapan itu berkata, "Kalian tidak akan mendapat bantuan
dari s iapapun. Lihat, jarak padukuhan itu tidak dapat dicapai dengan
panah sendarenmu. Karena itu, kalian akan tetap mencapai akhir
yang Mengerikan. Jika orang-orang padukuhan kalian itu jemu
menunggu dan kemudian akan mencari kalian, maka mereka akan
menemukan kalian sudah tidak dapat mereka kenal lagi. Apalagi jika
mayat kalian diketemukan oleh binatang buas yang berkeliaran di
daerah ini" Orang-orang itu termangu-mangu. Tetapi mereka benar-benar
sudah bertekad untuk melawan apapun yang akan terjadi. Mungkin
2290 panah sendaren itu tidak mencapai jarak dengar dari padukuhan
yang memang sudah agak jauh. Namun mereka masih tetap
mempunyai harapan. Jika, anak panah mereka sampai yang terakhir
tidak dapat menyentuh lawan, maka mereka dapat mempergunakan
pedang yang masih tergantung dilambung.
Empu Baladatu yang melihat orang-orang itu tetap dalam
perlawanan yang berani, menjadi semakin marah. Semula orangorang
itu dapat dikejutkannya dan menjadi pucat. Tetapi semakin
lama mereka justru menjadi semakin mapan dan berani.
Orang-orang itu pun semakin lama justru menjadi semakin
memencar. Mereka membidikkan anak panah mereka dengan hatihati.
Dalam saat-saat yang sudah pasti mereka baru melepaskan
anak panah itu meskipun mereka masih saja gagal untuk mengenai
lawannya. Tetapi dengan demikian Empu Baladatu tidak dapat
memperpendek jarak. Jika ia melangkah maju, maka anak panah
dari salah seorang lawan-lawannya itupun menyambut dengan
cepatnya, seakan-akan senjata itu menjadi batas yang tidak dapat
dilampauinya. Kemarahan yang memuncak membuat kedua orang yang merasa
dirinya memiliki banyak kelebihan itu menjadi kurang berhati-hati.
Bahkan kadang-kadang lebih banyak dikendalikau oleh
kemarahannya daripada perhitungan. Karena itulah, maka dalam
keadaan yang, hampir tidak terkendali pengawal Empu Baladatu itu
mencoba untuk meloncat menyeberangi jarak. Jika ia berhasil, maka
ia akan segera dapat melibat lawannya dalam perkelahian pendek,
sehingga kawan-kawannya tidak akan berani melepaskan anak
panah mereka lagi. Tetapi dengan demikian, ia merupakan sasaran yang lebih baik.
Beberapa anak panah hampir beruntun telah meluncur. Agaknya
orang-orang itu telah mulai mempergunakan perhitungan dan
menyesuaikan yang satu dengan.yang lain.
2291 Ternyata perhitungan pengawai Empu Baladatu yang, didorong
oleh kemarahan itu keliru. Ia masih sempat menangkis dan
menghindari satu dua anak panah yang menyambarnya. Namun
anak panah itu bagaikan lalat yang terbang disekitarnya. Karena
itulah, maka ia menjadi bingung sehingga terasa sesuatu
menyengat pundaknya. Empu Baladatu yang melihat kesulitan pengawalnya itupun tibatiba
telah berteriak nyaring. Dengan cepat ia berusaha untuk
merubah keadaan yang sulit bagi pengawalnya itu. Ia pun kemudian
menyusul meloncat maju menyerang dengan tangkasnya.
Karena itulah, maka orang-orang padukuhan itu harus membagi
sasaran. Tetapi dengan demikian sejenak mereka, harus
menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru.
Empu Baladatu masih sempat menangkis segala serangan
dengan senjatanya. Bahkan ia telah berhasil membuat kejutan
sehingga pengawalnya sempat meloncat mundur. Tetapi ternyata
bahwa pundaknya telah lerluka oleh patukan anak panah.
Kemarahan kedua orang itu justru menjadi semakin, memuncak.
Tetapi mereka ternyata harus menahan diri sampat anak panah
yang terakhir meluncur dari busurnya.
Semakin lama anak panah dari orang-orang padukuhan itupun
menjadi semakin berkurang. Satu-satu meluncur dam hilang ditelan
gerumbul-gerumbul perdu. Mereka tidak lagi berhasil melukai baik
pengawalnya apa lagi Empu Baladatu.
Karena itu maka hati merekapun menjadi semakin kecut. Mereka
Selubung Kegelapan 3 Fear Street - Saga Iii Kebakaran The Burning Pendekar Elang Salju 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama