Ceritasilat Novel Online

3200 Miles Away From Home 4

3200 Miles Away From Home Karya Valerossi86 Bagian 4


"Yes, Jo. You are so special for us.", jawab Khali sembari mendekatiku dan akhirnya bergelendotan di lengan kiriku. Dan sebagaimana biasanya seringai iblis Rara mulai muncul.
"Of course no, mate. We actually just explored several hangout places around Seoul. And our last stop was a noraebang which is not so far away from here. And we just finished our singing class with Mei as the tutor around 40 minutes ago. When we were going to go back to our home Khali said she's gonna wait for you here since my train will arrive in just a few minutes. All of us agree with her and here we are.", jelas Muneef dengan lancar.
"Ah... I see... I see... So, where should we heading for now, mates" Should we head for home or any other ideas""
"How about having a little breakfast" I think we have plenty of time for breakfast until the first train comes. And you know, the lotteria on that corner looks like calling us to come over.", jawab Mei.
"Mei, are you starving"", tanya Khali dengan polos.
"Padahal tadi pas makan menunya paling gede doi.", celetuk Huda dengan tidak kalah polos. "Huda! Shut up!"
Beberapa menit kemudian kami sudah berada di dalam lotteria dan menikmati pesanan kami masing-masing. Berhubung kami berenam, kami duduk berhadapan tiga-tiga di mana aku berhadapan dengan Khali dan di sebelahku adalah Mei yang berhadapan dengan Huda. Di ujung meja duduklah Rara yang berhadapan dengan Muneef. Sambil mengunyah kentang goreng, Mei bertanya sesuatu padaku.
"Jo, mau tau gak sebenernya kenapa malem ini kita semua jalan bareng"" "Meeeeiiii... jangan diceritain doooonnngggg...", rengut Rara.
"Nah... kalo gini berarti kudu diceritain ke gua nih! Ayok lanjut!", jawabku sembari membuka kaleng soda.
Kemudian dari cerita Mei kuketahui bahwa tadi malam sebenarnya Muneef yang sedang berulang tahun mengajak Rara makan malam. Rara awalnya sedikit enggan jika mereka hanya makan malam berdua. Pada akhirnya Rara menyetujuinya dengan syarat boleh mengajak temannya bergabung. Muneef tidak keberatan dan tanpa pikir panjang Rara mengajak Huda. Kebetulan saja Huda sedang santai di malam minggu tersebut dan ia setuju untuk bergabung. Ketika ia turun ke lobi dorm, tanpa sengaja Huda bertemu dengan Khali yang merokok. Dari basa-basi mereka, akhirnya Khali setuju untuk bergabung dengan mereka. Ternyata pada saat yang sama Muneef juga mengajak Mei untuk ikut makan malam. Kemudian mereka pada awalnya janjian untuk makan seafood di daerah Dongdaemun. Dari situ kemudian mereka bergerak untuk nongkrong sembari ngobrol-ngobrol di cafe yang terdapat di daerah Hongdae. Selepas tengah malam, mereka masih belum mau menyelesaikan petualangan malam mereka dan akhirnya mereka berakhir di karaoke yang direkomendasikan oleh Mei yang terletak tidak jauh dari Seoul-yok. Dan beginilah akhirnya mereka berada di sini. Sedikit informasi mengenai makan malam, bagi orang Korea (dan mungkin bagi orang Jepang juga) yang disebut makan malam di luar tidak berarti janjian makan malam di suatu tempat dan kemudian pulang setelah makan selesai. Biasanya setelah acara makan selesai, mereka akan pindah tempat lain untuk makan lagi atau mungkin ngopi-ngopi atau mungkin juga minum-minum. Tidak kurang dari tiga atau empat ronde umum dilakukan dalam setiap putaran makan malam ini. Dan hal ini berlaku tidak hanya pada malam weekend, tetapi juga dapat berlangsung pada hari kerja. Jadi tidaklah mengherankan jika sangat banyak kelas pekerja di Korea dan Jepang yang baru sampai rumah tengah malam dan cukup sering juga dalam keadaan mabuk. Meskipun begitu, pada pagi harinya mereka seolah sudah siap untuk bekerja lagi menyongsong hari baru.
Satu hal yang kuingat pada pagi itu adalah bagaimana senangnya wajah Muneef terlihat. Rona kesenangannya seolah dapat menutupi kesan lelah dan mengantuk akibat begadang semalaman. Muneef sendiri mengakui bahwa dirinya sangat senang karena dapat menghabiskan hari spesialnya bersama temanteman yang dianggapnya spesial itu. Ia sendiri mengakui bahwa di awal hari itu ia cukup sedih karena harus jauh dari keluarga dan teman-teman terdekatnya pada hari spesial tersebut. Bahkan telepon langsung dari Ibunya malah menambah rasa kesepiannya di hari spesial itu. Namun kesedihannya terhapus ketika Rara menelponnya siang itu dan mengucapkan selamat kepadanya. Muneef jadi sadar jika di tanah rantau itu ia masih memiliki teman-teman yang spesial dan dekat di hatinya dan dapat diajak berbagi kesenangan di hari spesial tersebut. Dan segera saja Muneef mengajak Rara makan malam untuk merayakannya. And the rest is history.
Mungkin sangat lumrah jika Muneef sedih merayakan ulang tahunnya di tanah rantau yang sangat jauh. Aku sendiri pada saat itu terhitung baru dua kali merayakan ulang tahun terpisah dari keluarga. Itu pun karena sedang dalam perjalanan pulang dari luar kota yang mana artinya dalam waktu kurang dari 48 jam masih bisa bertemu dengan keluargaku lagi. Namun jika di tanah rantau ini, mungkin hanya bisa mendengar suara dari keluarga saja yang terkirim dari jarak ribuan mil. Atau mungkin jika lebih beruntung bisa melihat kondisi fisik dan bonus suara mereka. Tidak ada jabatan tangan, pelukan hangat, bisikan doa yang diucapkan bibir orang tua nyaris tanpa jarak dengan telinga, apalagi kecupan hangat dari bibir keluarga di dahi yang menandakan kasih sayang mereka. Apalagi jika orang tua yang sudah cukup berumur. Sering terbayang jika yang terjadi adalah ulang tahun yang kualami tahun lalu adalah ulang tahun terakhirku dengan mereka. Aku sangat bisa mengerti perasaan sedih Muneef pagi itu meskipun ulang tahunku masih lama.
Dan dengan instan aku jadi teringat dengan keluargaku di Jakarta.
Satu setengah jam kemudian aku sudah tiba kembali di kamarku. Dan aku yang awalnya berencana untuk tidur, langsung teringat satu hal yang memaksaku untuk menunda tidurku sejenak. Aku ambil international calling card yang kusimpan di dalam tempat pensil di atas meja kamarku. Kemudian kuambil lagi ponselku dan kusorot salah satu nama di daftar kontakku. Setelah beberapa detik nada sambung akhirnya panggilanku dijawab di ujung sana.
"Halo, Assalamualaikum"
"Wa alaikum salam Pa. Baru bangun ya" Gimana kabar" Sehat kah"" ..........................................
Beberapa hari kemudian aku dan teman-teman sesama peserta program beasiswa BKIK berkumpul pada suatu sore di sebuah restoran India di dekat Anam-yok. Kami bukan untuk berkumpul membicarakan kuliah ataupun program beasiswa, namun untuk merayakan ulang tahun Amina dan Faisal. Baik Amina dan Faisal terlihat sangat terharu melihat perhatian kami yang sama-sama bernasib sebagai perantauan dan harus berulang tahun jauh dari orang-orang terdekat di tanah air.
"Thank you very much guys. Honestly I felt very sad this morning when realising that I have to celebrate my special day alone and far away from my family. However, by seeing your attention at this moment I'm feeling that my sadness this morning is useless. I found my new family here. I found my new brothers and sisters here, in the land that thousand miles away from home*. Once again, thank you very much my family", sambut Amina dengan air mata berlinang ketika membuka acara tidak resmi ini.
Spoiler for *: okeh... pengakuan dosa... ane kasih judul ini cerita emang terinspirasi dari speechnya Amina ini... Udah cukup jelas"
Tidak terasa beberapa dari kami juga ikut meneteskan air mata mendengarkan sambutan dari Amina tersebut. Sangat terasa suasana persaudaraan di saat itu. Tidak lama, kami pun mulai menikmati hidangan yang sudah terhidang dan tidak lama pula suasana kembali menjadi riang gembira tanpa menghilangkan suasana persaudaraan yang hangat.
Semenjak saat itu juga, kami, sekelompok penerima beasiswa BKIK, rutin berkumpul satu bulan sekali untuk merayakan ulang tahun anggota-anggota kami.
side story: Papa Jo 12 September 2015
Siang itu aku sedang berkumpul dengan beberapa orang alumni jurusan tempatku berkuliah S1 dulu di sebuah pusat perbelanjaan kecil namun berkelas tinggi di daerah Kebayoran Baru. Terlihat beberapa nama beken ikut berkumpul dengan kami untuk membicarakan perayaan ulang tahun jurusan kami yang akan dilaksanakan selama beberapa minggu ke depan. Kehadiranku sendiri di sana sebenarnya lebih merupakan ketidaksengajaan mengingat temanku yang seharusnya hadir mendadak ditugaskan ke luar kota oleh tempat kerjanya sehingga ia memintaku untuk dapat menggantikannya. Namun yang terjadi berikutnya sungguh tidak terduga. Ternyata dari angkatan 2000an hanya aku saja yang dapat hadir di situ. Dan aku jadi alumni paling muda yang hadir pada rapat tersebut. Ini artinya aku menghadiri rapat bersama dengan para alumni generasi 80an dan 90an yang mana sudah masuk pada level usia Tante-tante dan Om-om.
Yang lebih menarik lagi adalah jika melihat posisiku duduk pada rapat tersebut yang mana aku berada di sebelah seorang alumni perempuan angkatan 90an dengan wajah dan tubuh sangat terawat, atau secara bebas dapat dibaca sebagai: MILF Type, akan sangat mudah bagi orang yang tidak mengenal kami dengan baik untuk mengira jika aku adalah berondong dari "Tante" sebelahku ini. Apalagi gaya bicara si "Tante" ini agak sedikit flirty dan mendesah khususnya jika berbicara padaku. Yuk...
Sebagai orang yang paling muda dan juga baru pertama kali hadir di rapat persiapan acara tersebut, aku lebih banyak diam untuk mendengarkan dan hanya sesekali menimpali jika memang perlu memberikan pendapat. Kondisi ini juga sangat memungkinkanku untuk bermain dengan ponselku dan mengecek beberapa cerita di SFTH kaskus sekaligus membalas beberapa pesan langsung yang singgah di kotak pesanku.
Sedang asyiknya bermain dengan handphone sembari mendengarkan pembahasan rapat, tiba-tiba ada panggilan masuk. Dan caller ID menunjukkan nama yang sudah lama tidak menghubungiku: Wulan. Segera saja aku meminta izin ke luar untuk menerima telepon.
Quote: W: Halo Jo... Assalamualaikum!
J: Wa Alaikum Salam Lan. Sehat Lan" Kangen ye nelpon ane"
W: GR kamu Jo! Eh... malem ini kamu bisa aku repotin gak"
J: Repotin gimana nih"
W: Jadi nanti abis magrib aku sama Tora mau ada kondangan di Serpong sana. Dan pas banget si Mbak baby sitternya Astro lagi sakit trus orang tua dan kakak-kakakku juga lagi di luar kota. Mau ngajak AStro, bakal ribet banget apalagi aku lagi hamil begini...
J: Oooo... Bolehlah diusahaken nanti... Kamu masih tinggal di daerah Mampang kan"
W: Iya masih... harus bisa lho nanti... soalnya Jo...
J: Iya kenapa" W: Astro nanyain terus tuh kenapa Om Jo udah ga pernah main lagi beberapa bulan ini...
Pernah melihat es batu yang dijatuhkan ke dalam panci teflon yang dipanaskan" Yup! Dengan spontan hatiku pada saat itu meleleh mendengarnya. Ayah macam apa aku ini"! Dan dengan air mata mulai berlinang aku teruskan kembali pembicaraanku dengan Wulan.
Quote: J: Iya Lan... Aku pasti akan ke situ... pasti... Maafin aku ya Lan... Aku... aku...
W: Ga papa Jo... Aku sama Astro ngerti kok dengan kesibukan kamu ini... ya udah ya... aku tunggu lho di sini! Wassalamualaikum!
J: Wa Alaikum Salam... Dan aku memutuskan untuk singgah dulu di toilet sebelum masuk kembali ke ruangan untuk meneruskan rapat. Tidak elok rasanya jika aku meneruskan rapat dengan ada sisa jejak air mata di wajah ini. Dan kusempatkan juga post di thread buatanku di kaskus mengenai update cerita untuk hari ini.
Pada pukul empat sore, rapat berakhir. Aku menyempatkan diriku untuk beribadah sejenak sebelum meninggalkan ruangan rapat. Kemudian aku pun meninggalkan ruangan tersebut dengan agak terburu-buru. "Mau ke mana Jo" Buru-buru amat.", tanya si Tante yang tadi duduk di sebelahku.
"Biasa lah Mbak, kawula muda. Malem mingguan.", balasku ringan dengan senyum tipis. "Ciiieeee... sama someone special nih ceritanya..."
"Very very special"
Setelah pamitan dengan beberapa orang senior, aku meluncur ke bawah. Kusempatkan sejenak diriku mampir ke sebuah toko buku impor di lantai dasar pusat perbelanjaan ini untuk membeli buku bergambar untuk anakanak. Aku memang selalu memberikan buku untuk Astro setiap kali bertemu agar dirinya dapat tumbuh menjadi anak cerdas dan berimajinasi tinggi. Segera kupacu mobilku setelah aku berhasil menemukannya di parkir mobil bawah tanah. Tujuanku cukup jelas: Apartemen Wulan.
Sepanjang perjalanan kepalaku penuh dengan rutukkan kepada diriku sendiri yang terlalu sibuk sehingga tidak dapat sering bermain dengan darah dagingnya sendiri. Dan pada poin ini aku sedikit bersyukur Astro dibesarkan oleh Tora dan Wulan. Dalam hitungan waktu 45 menit, atau mungkin beberapa perjamuan teh jika menggunakan satuan waktu Bastian Tito, aku sudah tiba di lobby Apartemen Wulan. Di sana terlihat Astro sedang bermain-main dengan anak-anak sebayanya. Tidak jauh dari situ terlihat Tora sedang mengawasi Astro sembari mengobrol dengan Ibu-ibu dan Bapak-bapak muda yang juga sedang melakukan hal yang sama. Tora yang sadar dengan kedatanganku langsung tersenyum dan menyambutku dengan pelukan hangat. "Ka mana wae Bray" Sibuk pisan sigana teh... Damang bray""
"Alhamdulillah sae Kang Tor. Wulan ka mana Kang""
"Si Wulan masak tea buat baby sitter infal. Piraku bade ninggalkeun baby sitter teu dibere dahar"", jawabnya sembari menyindirku.
"Ah, baby sitter nu eta mah teu dibere dahar ge taiasa ningali kemekan dewek Kang." "Sianjir lah maneh Jo! Hayuk lah ka luhur. Tro! Astro, sini. Salam dulu sama Om Jo!"
Yang dipanggil menoleh ke arah kami. Terlihat matanya bersinar riang ketika melihatku dan segera dirinya berlari menyongsongku. Aku segera menyambutnya dengan gendongan.
"Om Jo ke mana aja" Kok jalang main sama Ato lagi""
"Maafin Om Jo ya sayang. Kerjaan Om Jo lagi banyak banget soalnya. Nanti ya kalo udah longgar Ato mau ke mana nanti Om Jo temenin. Janji!", jawabku penuh rasa bersalah.
Kemudian kami bertiga bergerak ke atas di mana unit apartemen Tora berada. Ketika kami masuk terlihat Wulan baru saja selesai memasak Fettucini Carbonara untuk makan malamku dan Astro nanti. Terlihat senyum penuh arti dari bibir Wulan ketika ia melihat Astro yang ada dalam gendonganku. Kemudian kami berempat mengobrol di ruang utama apartemen tersebut sembari menunggu datangnya magrib. Secara bergantian Tora dan Wulan masuk kamar mereka untuk mengganti pakaian mereka agar bisa langsung berangkat setelah ibadah magrib selesai dilaksanakan.
Pada pukul 1810, aku dan Astro melepas keberangkatan Wulan dan Tora di lobby. Sebelum naik lagi ke atas, aku sempatkan diriku yang masih menggendong Astro singgah sebentar ke mobilku untuk mengambil buku bergambar yang tadi kubeli.
"Ini dia buku untuk kamu Tro. Biar kamu bisa belajar tentang nama-nama hewan. Pake Bahasa Inggris lagi" "Awesome! Thank you Om Jo."
"Lho, udah belajar bahasa Inggris toh kamu Tro"" "Iya Om. Bu Gulu yang ngajalin di sekolah"
Setibanya di atas, aku mulai menyuapi Astro makanan yang tadi sore dimasak Wulan. Astro terlihat kalem ketika disuapi sembari sesekali bercerita tentang sekolahnya. Dengan sabar aku menyuapinya sembari mendengarkan ceritanya. Sesekali kutimpali omongan-omongannya ketika kurasa perlu. Tidak terlalu masalah sesi makan malam itu jadi agak trelalu panjang karena adanya cerita dari Astro tersebut. Sungguh aku sangat menikmati momen kebersamaan yang langka seperti ini. Terima kasih Wulan yang sudah mau menitipkan Astro kepadaku. I owe you so much.
Selesai makan, kutemani Astro membuka-buka buku yang tadi kubelikan. Sebisa mungkin kubahas isi buku tersebut dengan jenaka dan Astro terlihat sangat gembira mendengar penjelasanku yang konyol itu. Sepertinya ia juga sama seperti aku yang menikmati kebersamaan kami malam ini. Dan ketika kami telah selesai membahas buku tersebut...
"Om..." "Iya Tro, kenapa""
"Boleh Ato panggil Papa Jo aja gak""
"Kok Om nangis sih" Ato ga boleh manggil Om Papa Jo ya""
"Boleh Tro... Boleh... Boleh banget!", sahutku dengan masih tetap meneteskan air mata.
Men Sana in Corpore Sano Bulan Mei di Korea berarti bulan di mana cuaca semakin hangat dan pakaian yang perlu digunakan semakin tipis. Makin banyak orang yang keluar dari rumah untuk menghabiskan waktunya menikmati sinar matahari yang relatif masih jinak. Selain itu pakaian yang digunakan orang-orang juga semakin menunjukkan kedermawanannya dengan menunjukkan bagian-bagian tubuh mereka khususnya bagi perempuan. Dan semakin mendekat ke bulan Juni-Juli yang merupakan puncak dari musim panas, akan semakin dermawan pula pakaian yang dikenakan. Entah dari mana budaya berpakaian dengan dermawan ini berasal, namun yang aku ketahui adalah salah satu faktor pendorong kedermawanan ini adalah pengaruh dari operasi plastik yang sudah memasyarakat. Yup! Pada beberapa chapter sebelumnya aku pernah menyebutkan bahwa orang Korea paling banyak melakukan operasi plastik pada musim dingin di mana mereka jarang keluar rumah juga agar mendapatkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan luka pascaoperasi untuk dipamerkan pada saat musim panas.
Bagi orang yang cukup bermoral dan berakhlak mulia, mungkin bagaimana cara perempuan di sini berpakaian khususnya di musim panas akan menjadi ujian yang luar biasa bagi akhlak mereka. Namun bagiku dan ribuan pria normal (baca: cabul) yang berada satu barisan denganku: This is Haven! Bayangkan saja wanita-wanita yang berkulit terang dan mulus dengan tubuh yang relatif ideal (karena jarangnya orang gendut di negeri ini) dan wajah serta beberapa organ tubuh lain yang sudah dimodifikasi bentuknya berseliweran dengan bebasnya di jalanan umum.
Tolong itu ilernya dihapus dan coba berhenti melamunkan hal yang tidak-tidak. Terima kasih.
Semakin hangatnya cuaca Korea juga berarti semakin banyaknya orang yang menghabiskan waktunya di Korea untuk menikmati matahari baik itu untuk berpiknik maupun untuk berolah raga. Untuk urusan piknik, mahasiswa Indonesia mungkin juaranya. Bayangkan saja ketika masih agak di awal musim semi di mana cuaca masih agak dingin walaupun matahari sudah terlihat kami sudah nekad berpiknik di sebuah taman dekat world cup stadium. Semakin dekat dengan puncak musim panas" Tentu saja semakin sering kami berpiknik.
Biasanya Rara dan Irul, si Mahasiswa dari Asan University, merupakan mastermind dari setiap kegiatan piknik kami. Jika kami akan berpiknik, itu artinya aku harus bangun pagi-pagi dan membangunkan Huda untuk membantu Rara menyiapkan makanan yang akan dibawa piknik. Dan pekerjaan kami belum selesai kami karena kami juga harus bekerja tambahan sebagai kuli angkut makanan dari tempat Rara ke tempat piknik. Dari beberapa kali kami mengadakan kegiatan piknik, aku jadi kenal dengan cukup banyak mahasiswa Indonesia khususnya yang berasal dari sekitar Seoul. Sebenarnya cukup banyak dari nama-nama yang kukenal tersebut sudah cukup sering muncul baik di milist ataupun FB group PPI Korea. Lumayan lah untuk menambah-nambah koneksi.
Selain untuk berkumpul dan makan-makan, piknik juga cukup banyak fungsi sampingannya seperti update gosip dan lowongan pekerjaan, usaha cari jodoh, membahas isu serius yang sedang berkembang dalam organisasi PPI, sampai dengan 'fit & proper test' bagi mahasiswa Indonesia yang cukup beruntung mendapatkan gandengan mahasiswa lokal atau mahasiswa asing lainnya selama belajar di negeri ini.
Aku sendiri pernah menjadi 'korban fit & proper test' ini ketika aku dengan iseng menawari Khali untuk ikut dengan kegiatan piknik dengan teman-teman Indonesia. Saat itu di pertengahan bulan Mei 2011 di mana kami berpiknik di sebuah taman yang dalam Bahasa Indonesia memiliki nama Taman Langit. Di taman yang tidak jauh dari World Cup Stadium ini aku masih ingat dengan reaksi pertama teman-teman mahasiswa Indonesia khususnya para pria ketika aku memperkenalkan Khali kepada mereka.
Reaksi mereka bisa dipersingkat dengan menggunakan satu smilies:
"Kawan-kawan, ini temen ane namanya Khali dari Mongolia. Dia anak Anam-dae* kayak ane juga dan belajar International Development. Satu program beasiswa BKIK juga."
Spoiler for *: dae di sini merupakan singkatan dari daehakkyo yang berarti universitas
"Hi guys, nice to see you all!"
Dan reaksi dari teman-temanku terutama yang laki-laki: "Sumpah hoki banget lu Jo!"
"Khali, are you single""
"Are you really Jojo's girlfriend"" "Jo, lu pake dukun mana""
"Khali, have you ever stepped on a frog""*
Spoiler for *: ada yang masih ingat dengan joke klasik mengenai menginjak kodok"
"Sumpah gak mungkin banget tampang kayak lu bisa dapet supermodel beginih!" "Ini bukti bahwa Tuhan itu ada! Keajaiban itu nyata!"
"Sebentar lagi pasti perang akhir zaman!" "Woy! Dia bukan cewek gua!" ........................
Selain piknik, orang-orang Korea juga banyak yang keluar untuk berolah raga. Mengingat Pemerintah Kota Seoul cukup berbaik hati menyediakan fasilitas olah raga senam dan fitness ringan secara cuma-cuma di taman-taman Kota Seoul, pada pagi hari sebagian besar dari fasilitas ini dipenuhi warga kota yang ingin berolah raga. Tidak hanya itu, cukup banyak fasilitas olah raga seperti lapangan bulu tangkis dan sepak bola juga dipenuhi oleh warga yang ingin berolah raga.
Bagaimana denganku" Well, terus terang aku tidak terlalu tertarik pada banyak cabang olah raga. Di dormku sendiri terdapat sebuah gym yang dapat digunakan secara cuma-cuma oleh penghuni dorm. Aku sendiri tidak pernah olah raga di situ. Berbeda dengan Khali dan Huda yang cukup rajin berolah raga di situ. Seingatku selama di Korea olah raga yang kulakukan hanya empat macam: bulu tangkis, bola sodok, sepak bola dan hiking.
Untuk bulu tangkis dan bola sodok, aku memiliki team yang terdiri atas 4 orang: aku, Rara, Huda dan Mei. Terkadang ada Arda, seorang mahasiswa Indonesia yang kuliah S1 di Gwanak-dae, yang ikut bergabung dengan kami. Kami biasanya memang melakukan kedua olah raga tersebut di dorm Gwanak-dae yang memang memiliki fasilitas olah raga lebih lengkap daripada dorm Anam-dae.
Mengenai hiking, Seoul bisa dibilang surganya. Selain kontur tanah yang berbukit-bukit, sedikit banyak Seoul agak mirip dengan Bandung di mana jika kita melihat dengan sembarang ke arah batas kota, kemungkinan besar suatu gunung akan terlihat akan cukup besar. Jika ingin mendakinya mudah saja. Coba saja naiki subway secara random ke daerah-daerah pinggiran kota dan begitu keluar stasiun biasanya akan segera melihat papan penunjuk arah pendakian gunung. Tidak terbiasa mendaki gunung" Tenang saja karena gunung-gunung di sekitar Seoul termasuk jinak karena tingginya masih di bawah 800 m dpl serta jalur pendakian yang sudah sangat terawat dan tersedianya alat bantu seperti pathway, tangga kayu dan besi sampai pegangan besi untuk mendaki. Pada beberapa gunung malah tersedia vending machine minuman sampai pada ketinggian tertentu di atas!
Ada satu hal yang perlu diperhatikan jika ingin hiking di gunung-gunung di sekitar Seoul: jangan terlalu berharap bertemu orang-orang Korea yang ganteng atau cantik ketika mendaki gunung. Kenapa" Simply karena sebagian besar pendaki gunung di sekitar Seoul adalah orang-orang tua yang sudah berumur lebih dari 50 tahun. Jangan heran jika pada weekend di musim panas subway ke arah pinggiran kota akan cukup dipenuhi orang-orang tua dengan tongkrongan akan menaklukkan gunung.
Aku biasanya mendaki gunung dengan ditemani oleh Rara, Arda dan seorang teman dari Shinchon-dae bernama Topa yang memiliki pengalaman hiking luar biasa sehingga sering dijuluki sebagai 'Mbah Gunung'. Pertama kali aku mendaki gunung di sini sebenarnya karena sewaktu di Indonesia aku gemar membaca komik berjudul Kung Fu Komang yang bikinan Korea itu. Aku masih ingat jika pada komik tersebut para tokoh utamanya tinggal di sebuah gunung bernama Dobong-san*. Dan ketika dengan iseng kutelusuri peta Seoul, ternyata Dobong-san benar-benar ada di daerah Timur Laut Seoul. Segera saja kuajak Rara cs untuk hiking ke sana. Pendakian itu sendiri berakhir dengan sedikit kekecewaan karena di puncak Dobong-san tidak kutemukan rumah tempat tinggal Komang cs. Namun demikian, aku sangat menikmati kelelahan, sakitnya persendian di kaki, napas yang terputus-putus, serta cucuran keringat yang dihasilkan dari pendakian tersebut. Dan dengan sendirinya pendakian gunung di sekitar Seoul jadi sebuah adiksi bagiku.
Spoiler for *: san di sini berarti gunung
Bagaimana dengan sepakbola" Well, aku sudah senang dengan hal ini semenjak aku SMP. Sebelum aku berangkat ke sini, seorang teman kuliahku yang lebih dahulu melanjutkan sekolah di sini memberitahuku jika mahasiswa Indonesia sering bermain sepak bola di Sangwolgok University of Technology setiap sabtu sore dengan lawan mahasiswa Vietnam. Terus terang aku sangat tertarik untuk bermain dengan mereka namun aku kurang tahu siapa yang harus kuhubungi. Sampai kemudian di milist PPI ada ajakan bagi mahasiswa yang tertarik untuk bermain sepak bola dapat datang saja langsung ke venue dan bergabung. Segera saja kubalas ajakan tersebut bahwa aku akan hadir pada minggu ini.
Ketika aku tiba di tempat bermain, banyak dari mahasiswa Indonesia yang akan bermain agak kaget melihatku di situ.
"Lho... Jadi kamu toh Jojo itu" Kalo kamu sih sering aku liat tiap jumatan. Tapi jujur aja aku kira kamu tuh orang Malaysia lho soalnya kamu gayanya agak beda sama kita"
Dan aku sampai saat ini masih tidak mengerti gaya apa yang dia maksud sehingga membuatku disangka
sebagai orang Malaysia. Hari pertama aku bermain sepak bola bersama mereka terus terang aku merasa sangat capek. Bukan, bukan capek karena bermain tetapi lebih karena capek menahan tawa mendengar lawan bermain kami yang didominasi orang Vietnam. Bukan bermaksud untuk melecehkan, tapi jujur saja mendengar mereka berteriakteriak memberi instruksi atau meminta operan bola dalam Bahasa Vietnam terdengar sangat lucu di telinga Melayuku.
Sebagai gambaran kenapa aku harus menahan tawaku bisa digambarkan begini. Mungkin kamu di sini ada yang pernah bermain video game mortal kombat dengan tokoh Liu Kang di sini" Tokoh Liu Kang di game tersebut merupakan tokoh terberisik karena setiap kali bergerak baik itu menyerang maupun bertahan mulutnya akan mengeluarkan suara teriakan ala jagoan kung fu yang mirip teriakan khas Bruce Lee. Nah, sekarang bayangkan jika aku harus bermain sepak bola dengan orang-orang yang secara konstan mengeluarkan teriakan demikian sepanjang permainan. Mau tertawa tidak enak dengan mereka, tapi jika tidak tertawa akan geli sendiri. Yah, mungkin itu sebabnya kenapa Timnas sepakbola Indonesia sampai saat ini agak sulit untuk mengalahkan Timnas Vietnam.
Orang-orang Indonesia di Negeri Ginseng
Sudah nyaris empat bulan kuhabiskan waktuku di negeri sejauh 3200 mil dari rumahku ini dan sudah cukup banyak pengalaman yang aku alami dan mungkin juga kuceritakan kepada kamu. Pengalaman menyesuaikan diri secara fisik, budaya, pola pikir, pergaulan dengan pribumi, maupun pergaulan dengan ekspatriat. Sepertinya aku belum menceritakan bagaimana kondisi orang-orang setanah air denganku di negeri ginseng ini. Mungkin hanya pergaulanku dengan teman-teman dekatku yang sama-sama mahasiswa saja yang pernah sedikit kuceritakan di sini. Baiklah, chapter ini akan aku dedikasikan untuk orang-orang yang setanah air denganku di negeri ginseng itu.
Pada dasarnya, orang-orang Indonesia di Korea terbagi atas dua macam: Mahasiswa dan Non-mahasiswa. Golongan mahasiswa ini sendiri akan terbagi menjadi dua kelompok yaitu mahasiswa Lab dan mahasiswa non-Lab. Aku tentunya dapat dengan mudah ditebak bahwa aku termasuk mahasiswa non-Lab karena aku di cerita ini tidak pernah sedikitpun bercerita kegiatan di lab. Lagipula dengan studiku yang berfokus pada aspek pembangunan sosial dan ekonomi sepertinya tidak perlu melakukan penelitian yang perlu memaksaku untuk masuk Lab. Yang termasuk mahasiswa non-Lab ini selain aku tentunya adalah mahasiswa yang studinya mengenai ilmu-ilmu sosial dan bahasa serta yang belajar di business school. Contohnya" Aku, Rara, Mas Ari, Huda, Mei, Arda, Jani, dan mahasiswa-mahasiswa Indonesia lainnya yang punya reputasi sebagai penggila pesta dan jalan-jalan.
Kelompok mahasiswa lab di negeri ini merupakan kelompok yang dominan dari keseluruhan mahasiswa Indonesia di negeri ini. Umumnya mereka kelompok mahasiswa lab ini memiliki latar belakang keilmuan yang berkaitan dengan teknik/engineering dan mengambil beasiswa yang diberikan oleh profesor pengampu laboratorium di suatu universitas. Adagium yang berlaku bagi mahasiswa kelompok ini adalah: My Professor, My Lord. Kenapa begitu" Tentu saja karena beasiswa untuk dapat melanjutkan pendidikan di sini ditanggung oleh Professor, maka apa yang dikehendaki oleh professor harus dipatuhi sebagaimana perintah tersebut berasal dari Tuhan. Misalnya saja:
Quote:"Joko (nama random), I want you to publish your research at least once in a well known international journal on neurosciences"
Terdengar masih normal. Contoh lain:
Quote:"Pandu (yang ini nama asli sebagaimana penuturan si pelaku), please monitor the thermodynamical process of our experiments every 10 minutes"
"Every ten minutes Prof" But the experiments will last until two days from now!" "That's right! So prepare your self to spend your next entire two days in this lab." mulai terdengar aneh" Bagaimana dengan ini"
Quote:"Rio (nama sesuai penutur dengan agak sangat amat sedikit disamarkan), can you please monitor my experiment in the material lab in Daegu*""
Spoiler for *: Waktu tempuh dari Seoul: 2 jam dengan KTX
"No problem Prof. When should I be there to monitor your experiment""
"Actually you should be on your way at the time being. You should move now to Daegu, pronto." "Whaaatttt""
"And one more thing, Rio." "Yes""
"Please come back here before dinner" Atau yang tidak kalah absurd:
Quote:"Topa (nama asli dengan sedikit penyamaran), how come you don't have any facebook account at the time being""
"Is it gonna be useful, Prof""
"Yes, of course! Now I'm ordering you to make your own account and add me as your friend once you've made it"
Dan sebagaimana sifatnya perintah dari Tuhan yang jika dijalankan akan berpahala dan jika dilanggar akan berdosa, perintah Profesor pun sifatnya sama: jika dijalankan maka beasiswa dan uang saku untuk sehari-hari akan lancar bahkan bisa dapat bonus 'jalan-jalan untuk conference' dan jika dilanggar maka akan diputus beasiswanya.
Hal itu sendiri akan kembali kepada karakter dari masing-masing Profesor di mana jika hoki mendapat Profesor yang baik maka kehidupan sehari-hari akan lancar dan jika dapat Profesor yang menyebalkan yaaa.... Jadi tidak tega aku menyelesaikan kalimatnya.
Karena ada kewajiban stand by di lab tersebut maka cukup banyak mahasiswa Lab yang jadi agak sulit untuk bisa berkumpul dengan kami mahasiswa non-Lab. Tidak heran jika cukup banyak mahasiswa Lab yang cukup iri dengan kehidupan kami para mahasiswa non-lab ini.
Bagaimana dengan kelompok non-mahasiswa" Kelompok ini sendiri terdiri dari tiga bagian: Pasangan dari mahasiswa atau pekerja, pekerja kerah putih (termasuk di dalamnya orang-orang KBRI) dan pekerja kerah biru (TKI). Kelompok pertama sepertinya tidak perlu penjelasan lebih panjang karena selain jumlahnya kecil juga status mereka jelas: ngikut pasangan. Terkadang dari mereka juga memiliki kegiatan sendiri seperti misalnya arisan ataupun kerja sampingan dengan berjualan secara online atau pada beberapa kasus ikut mengambil kelas bahasa Korea untuk modal mencari beasiswa.
Pekerja kerah putih" Jumlah mereka cukup banyak di Korea ini dan sebagian besar dari mereka ini merupakan kelompok mahasiswa yang entah beruntung entah terjebak di untuk tetap tinggal di negeri ginseng ini. Dengan latar belakang tersebut, dengan sendirinya kelompok pekerja kelas ini sangat erat hubungannya dengan mahasiswa. Atau dengan kata lain, jika mahasiswa membutuhkan bantuan dan 'bantuan' untuk kegiatan mahasiswa di sini, mereka sudah tahu siapa yang harus dihubungi.
Yang paling sulit mungkin pekerja kerah biru alias tenaga kerja Indonesia di Korea ini. Tenaga kerja Indonesia di negeri ini merupakan dari salah satu pekerja asing terbanyak di Korea. Tidak kurang dari 20000 orang pekerja kerah biru Indonesia tinggal dan mencari nafkah di negeri ginseng ini. Dibandingkan dengan TKI di negeri lain, mungkin TKI di negeri ini termasuk yang paling beruntung karena nyaris seluruh dari TKI ini berangkat melalui mekanisme kerja sama antarpemerintah (G to G) dan nyaris tidak melibatkan agen penyalur TKI. Hal ini berarti perlindungan atas nasib mereka relatif jauh lebih baik daripada perlindungan TKI di negaranegara lain.
Selain itu pendapatan TKI di sini juga relatif besar yang besaran minimumnya ekuivalen dengan 15 juta rupiah tiap bulan dan minim potongan yang biasanya dibebankan oleh agen TKI. Walhasil, dengan pendapatan yang relatif besar tersebut, jangan heran jika TKI di Korea Selatan umumnya berpenampilan lebih mentereng ketimbang mahasiswa. Misalnya saja soal gadget, TKI di Korea sudah menggunakan iPhone 4S yang saat itu masih sangat baru peredarannya ketimbang mahasiswa. Belum lagi soal pakaian-pakaian branded dan original. Dan jangan heran juga jika cukup banyak TKI yang memiliki hobi fotografi dengan bermodalkan kamera DSLR dengan lensa tele di mana sebagian besar mahasiswa Indonesia di sana mungkin hanya bisa ngiler melihatnya. Mungkin hal ini bisa diintip jika kamu iseng bermain-main ke kaskus regional Korea Selatan di mana salah satu event rutinnya adalah lomba fotografi. Yup, sebagian besar pesertanya yang kualitas gambarnya tidak main-main itu adalah para TKI.
Adanya gap penghasilan dan gaya hidup tersebut dengan sendirinya melahirkan gap pula dalam hubungan antara mahasiswa dengan para TKI. Mahasiswa bukannya sok merasa elit, tetapi lebih pada minder dengan gaya hidup para TKI yang penghasilannya minimal 150-200% dari uang saku beasiswanya itu. Para TKI tersebut juga terkadang enggan berhubungan dengan mahasiswa karena cukup sering adanya kesalahpahaman bahwa mahasiswa cenderung elitis.
Hal ini tentunya jadi perhatian tersendiri bagi PPI di sana dan menuntut adanya suatu solusi. Sampai pada suatu saat datang sebuah lembaga pelatihan dari Indonesia datang menawarkan program pelatihan bagi para TKI mengenai life skill dan kewirausahaan mengingat para TKI itu akan kembali ke Indonesia ketika kontraknya habis. Si lembaga pelatihan ini awalnya mengajak pihak KBRI untuk membantu fasilitasi program pelatihan tersebut. Namun sambutan KBRI cenderung dingin dan akhirnya pihak PPI-lah yang menjadi mitra utama dari lembaga pelatihan itu untuk menjalankan programnya. Dengan segera PPI membentuk tim khusus untuk mengeksekusi program tersebut dengan Yudis sebagai ketuanya. Kelompok ini sendiri yang aku ceritakan berkumpul di KBRI pada chapter-chapter awal kedatanganku di Negeri Ginseng ini. PPI menganggap program ini cukup strategis untuk membangun hubungan yang baik antara mahasiswa dengan para TKI dan mengurangi kesalahpahaman antara kedua kelompok ini.
Setelah beberapa bulan program ini berjalan, terlihat hubungan antara mahasiswa dengan para TKI ini jadi terlihat mencair. Mulai banyak mahasiswa yang diundang untuk ikut meramaikan kegiatan yang biasanya dikhususkan untuk para TKI dan sebaliknya. Puncaknya terjadi pada saat sebuah event kumpul bareng mahasiswa di mana para TKI yang mengikuti program pelatihan ini dianggap memiliki status yang sama dengan pelajar dan mahasiswa dan dengan sendirinya menjadi bagian dari PPI.
Spoiler for disclaimer: Program yang diceritakan di sini sebenarnya bukan program pelatihan. Disamarkan sebagai program pelatihan di cerita ini untuk mendukung anonimitas ane sebagai penulis.
Sampai sini merasa ada yang kurang" Yup... Di mana cerita tentangku sebagai tokoh utama cerita ini"
Sebagaimana pernah kuceritakan di chapter confession, aku memang dasarnya cuek, tetapi jika ada teman yang meminta pertolongan kemungkinan besar akan kubantu. Dari premis dasar tersebut keterlibatanku dalam program ini dimulai. Hal ini dimulai dari sebuah acara piknik di Taman Langit. Yup, piknik di mana aku menerima cercaan karena bisa mengajak gadis semenarik Khali. Pada saat menikmati nasi uduk dengan lauk telur dadar dan ikan teri dibaluri sambel kacang buatan Rara, Yudis dan Irul yang merupakan bagian dari tim program pelatihan mendatangiku.
"Jo, kuliah ente padet gak semester ini"", tanya Irul membuka pembicaraan.
"Trus ente ada kewajiban ngelab gak"", sambung Yudis. "Ga ada sih. Kalo kuliah mah ya relatif lah. Kenapa gitu""
"Tolong bantu kita di tim program pelatihan dong... Kita butuh banget tenaga di pendataan peserta nih..." Yak! Kata kuncinya yang berupa "tolong" dan "kita butuh banget" sudah disebut. Dan jawabanku adalah: "Okelah... Trus ane kudu ngapain nih kerjanya""
Pada saat itu juga Yudis dan Irul membriefingku mengenai job descriptionku.
Keesokan harinya, Yudis memberikan pengumuman resmi mengenai pendaftaran dan perkenalan mengenai posisiku plus kontak pribadi dan akun facebook-ku kepada para peserta. Hasilnya sampai dengan bulan januari tahun 2011, cukup banyak nomor telepon yang tidak kukenal menghubungiku untuk menanyakan informasi mengenai pendaftaran program pelatihan tesebut. Dan mereka seolah tidak kenal waktu yang baik untuk menghubungiku. Bisa saat baru bangun di pagi hari, tengah malam, saat sedang makan, saat sedang dugem, bahkan pernah mereka menghubungiku saat aku sedang 'berpesta' dengan empat betina.
Spoiler for warning! bebe banget! 21+!: Misalnya saja pada suatu saat:
"Yaaahh, halooohh. Dengan Jojo di sinihhh", jawabku sembari 'ditunggangi' Jen.
"Malem Mas, mau tanya-tanya mengenai program pelatihannya Mas. Terutama teknis dan biayanya.", jawab suara di ujung sana.
"Maaf Mas, bisa telepon sejam lagi" Saya lagi agak sibuk nih. Sekalian saya mau ambil kertas pegangan saya dulu. Masih belum hafal soalnya.", jawabku dengan terengah-engah. Sementara itu Jen mulai merintih-rintih di atasku.
"Harder Jo! Harder!"
"Oh iya Mas. Nanti saya hubungi lagi." "Ga usah Mas, nanti saya aja yang telepon Mas."
"Oh gitu. Oke deh. Tapi boleh tanya satu lagi Mas. Dikit aja kok." "Iya..."
"Bokepnya kayaknya seru Mas. Download dari mana"" "..."
Selain itu pun akun facebook-ku mulai di-add banyak para peserta program tersebut. Sayangnya sebagian besar dari mereka menggunakan nama yang sangat tidak mencerminkan penampilan mereka sehari-hari yang terlihat sangat parlente. Agak ribet dengan penjelasanku barusan" Baiklah, dalam bahasa sederhana, ternyata para TKI yang terlihat cenderung necis bin parlente tersebut memiliki nama alay di facebooknya.
Berita dari Tanah Air Yang namanya berada di tanah rantau dan jauh dari keluarga dan orang terdekat khususnya jika berada dalam masa-masa awal pastinya terasa berat. Orang-orang yang biasanya bisa ditemui secara langsung sekarang hanya bisa ditemui melalui media. Untungnya semasa aku berada di tanah rantau, teknologi telekomunikasi sudah cukup berkembang sehingga aku tidak perlu lagi menderita seperti para pendahuluku dahulu yang hanya bisa mengobati rindu melalui surat yang mungkin bisa diterima hanya dua kali dalam sebulan. Bukan juga menderita seperti generasi di mana aku hanya bisa mengobati rindu dengan sebatas mendengar suara orang terdekat saja tanpa melihat penampakan fisiknya. Aku sudah cukup beruntung di mana aku bisa melakukan video chat dari kamarku atau tempat di mana pun aku berada di negeri ginseng ini langsung ke negeri tanah airku yang jauh di sana. Dan yang terpenting, aku bisa melakukan komunikasi yang berteknologi tinggi itu tanpa biaya berarti! Terima kasih yahoo messenger, skype, google plus dan berbagai media lainnya yang memungkinkanku untuk berkomunikasi dengan orang-orang terdekatku terutama dengan Riani sehingga sampai menjelang bulan Juni 2011 LDR-ku masih berjalan dengan lancar.
Apa saja yang biasa kami lakukan sehingga bisa bertahan sampai saat itu" Well, sebenarnya yang kami lakukan cukup normal lah untuk pasangan yang mengalami LDR pada saat itu. Chatting, mengobrol, makan bersama, karaokean bareng dan lain-lain. Intinya sebanyak mungkin kegiatan yang dapat kami lakukan secara bersama untuk mengobati rasa kangen. Bagaimana dengan kerinduan secara fisik (baca: rindu akan kehangatan tubuh pasangan)" Well, tentu saja kami pernah melakukan apa yang cukup umum dilakukan pasangan LDR seperti saling mengirimkan foto sensual ataupun yang agak ekstrim seperti striptease di depan webcam.
Yes, I have to admit that I'm quite experienced in doing that. Looking for any record of it" Naaaahhh... I've never record any of my obscenity.
Namanya melakukan hal itu di dalam kamar di dorm, tentu saja terkadang ada saja gangguan yang tidak terlalu diharapkan; misalnya:
Spoiler for bebe: Saat itu aku sudah setengah telanjang di depan laptop dan musik masih mengiringi. Baik aku maupun Riani di seberang sana sudah cukup bernafsu untuk melihat tubuh kami masing-masing. Saat sedang hot-hotnya, tibatiba pintu kamarku diketuk. Ketukan pertama tidak terlalu kuabaikan. Ketukan kedua mulai mengganggu kami sampai-sampai Riani meminta agar aku menjawab ketukan tersebut. Ternyata Saddam ada di balik pintu.
"Jo... it's maghrib time already... let's go downstair and take a prayer together...", ajaknya dengan senyum bersahabatnya.
I swear I got turned off immediately at that time.
Lain lagi cerita dari temanku sesama peserta beasiswa BKIK dari Tanzania. Sebut saja namanya Constantine. Terus terang, dari seluruh peserta beasiswa BKIK, Constantine merupakan peserta yang memiliki rona muka paling sendu. Nada bicaranya yang pelan sangat kontras dengan potongan fisiknya yang tinggi berotot. Aku sering bertanya-tanya dalam hati apa memang muka default dari Constantine ini memang galau begini"
Ternyata tidak. Beberapa kali aku tidak sengaja melihat wajahnya cukup cerah. Dan momen di mana wajahnya terlihat cerah biasanya pada momen ketika ia terlihat sedang menghubungi seseorang dengan video call melalui laptopnya. Suatu kali aku beranikan diriku menanyakan tentang hal ini kepadanya. "You look so bright after that video call, mate!"
"Of course, Jo. You know the study here is quite though. Everytime I feel demotivated by the presure, I always contact my wife. The call always boost my motivation thus I could endure all the presure here." "I see. You must be missing her very much."
Constantine tidak menjawab. Tubuh besarnya mulai bergetar dan air matanya mulai menetes. "I'm so sorry if I've said something that offended you."
"No problem Jo. I just wanna tell you something. You know, I had to wait until three years to propose to her. And only three days after the wedding, I left her there for this programme."
Spoiler for 14 September 2015:
Di tengah jeda antara pekerjaanku di kantor, siang itu aku melihat sebuah notifikasi di akun facebook-ku. Terlihat bahwa Constantine baru saja memuat sebuah foto di group kelompok beasiswa kami. Foto tersebut memperlihatkan dirinya yang berdiri gagah sembari merangkul seorang wanita kulit hitam yang cantik di depan sebuah gedung yang tidak mungkin kulupa: Gedung GSIS Anam-dae.
Caption foto itu: Guys, I'm back to this place for my PhD. Wish me luck!
Dan rona wajah sendunya yang biasa terlihat empat tahun lalu sama sekali menghilang di foto tersebut. Dan tanpa ragu kuberikan like pada foto tersebut.
...................................
Kemudahan telekomunikasi pada saat itu tentunya juga memberikan dampak lain bagi aku dan para mahasiswa rantau yang senasib denganku. Misalnya" Berita buruk dari kampung halaman yang dapat tiba lebih cepat. Dan seringkali berita buruk ini datang pada waktu yang sangat tidak tepat. Aku sendiri belum pernah mengalami kejadian yang terlalu serius mengenai hal ini. Hal terburuk yang pernah terjadi padaku mengenai hal ini (tentunya sebelum tragedi Oktober 2011) hanya sebatas hilangnya handphone adikku di sekolah dan ia meminta jika aku pulang pada summer break nanti mau membelikannya handphone baru dari sini.
Berita yang cukup buruk terjadi pada salah satu teman terdekatku di program: Faisal. Mungkin sebagian dari kalian masih ingat jika pada tahun 2011 di Timur Tengah terjadi apa ayng disebut sebagai Arab Spring. Satu persatu deretan diktator di negara-negara Arab rontok oleh kekuatan rakyat. Yaman, negara asal Faisal, merupakan salah satu negara yang mengalami pergantian rezim pemerintahan. Hanya saja pergantian pemerintahan rezim di Yaman relatif kurang lancar mengingat proses terssebut malah melahirkan kekuatankekuatan baru yang tidak ragu untuk dapat berkuasa dengan media kekerasan. Akhirnya kekerasan di Yaman merajalela dan cukup banyak menimbulkan korban.
Dua di antara dua puluh peserta beasiswa BKIK merupakan Warga Negara Yaman: Faisal dan Ahmad. Ahmad mendapatkan kabar jika keluarganya selamat dan akan segera diungsikan ke tempat keluarganya di Abu Dhabi dalam waktu dekat. Faisal nasibnya agak kurang beruntung. Keluarga intinya memang sempat diungsikan ke Jakarta di mana ayahnya bertugas sebagai diplomat. Namun demikian, beberapa sepupu dekatnya ternyata menjadi korban dari peristiwa bentrokan yang terjadi di kampung halamannya. Tentu saja ia sangat terpukul dengan kehilangan tersebut. Kami, para peserta beasiswa BKIK bersama-sama menghiburnya agar tidak kehilangan semangat. Belum lagi pada saat itu merupakan waktu menjelang ujian akhir semester. Untungnya Faisal bukan tipe orang yang dapat berlama-lama larut dalam kesedihan. Dalam dua hari semangat Faisal sudah kembali lagi seperti sedia kala.
Tetapi cerita ini belum berakhir. Tidak sampai dua minggu kemudian ada lagi berita sedih menimpa salah satu dari kami. Tepat di tengah-tengah musim ujian. Aku masih ingat saat itu aku menuju ruangan kelas ASEAN. Tidak jauh dari situ terlihat Rama, seorang peserta beasiswa dari Sri Lanka tertunduk lemas di lorong sembari dirangkul oleh Omar dan Aranxa yang mencoba untuk menguatkannya. "Que te pasa Hermanos"", tanyaku.
"He just lost his Dad, Jo. It was very sudden right after he finished the exam for the contemporary business class.", jawab Omar.
"Innalillahi... So sorry for your lost, Ram."
Rama tidak menjawab apa-apa. Ia hanya terus menerus menangis. Sampai satu persatu mahasiswa GSIS mendatanginya dan menyampaikan bela sungkawa.
Pada saat itu Ia sebenarnya masih harus melakukan ujian untuk dua mata kuliah lagi. Ia sadar dengan hal itu dan tetap memaksakan dirinya untuk mengerjakan ujian dengan mental yang hancur. Dan hasilnya, nilainya untuk mata kuliah tersebut masih pada zona lulus walaupun dengan nilai pas-pasan.
Side Story: I'll do Everything for Them, Jo!
Saat itu aku sedang belajar mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian akhir yang akan jatuh beberapa hari lagi. Waktu menunjukkan pukul 1900. Matahari di luar asramaku masih terlihat seperti enggan untuk beristirahat walaupun sudah hampir masuk ke wilayah peraduannya. Melihat matahari yang demikian membuatku teringat pada beberapa kenangan dengan dua wanita di masa laluku: Wulan dan Riani. Dengan mereka aku memang selalu menghabiskan sedikit dari waktu kami untuk memandang matahari saat cahayanya melemah. Pagi atau sore hari. Entah kenapa ada perasaan melankolis yang sampai saat ini tidak bisa kujelaskan setiap kali kami melakukan itu. Saking melankolisnya, kami selalu menghentikan semua aktivitas kami setiap kali kami melakukan itu. Bahkan tidak bicara sedikitpun. Dan hal itu masih berlangsung sampai saat ini ketika cerita ini kutulis.
Sedang asyik-asyiknya berkontemplasi, ponselku berbunyi. Kali ini sebuah nomor yang belum ada dalam daftar kontakku, namun terlihat ini adalah panggilan dari jarak jauh di mana nomor tersebut diawali dengan +62.
"Halo, Assalamualaikum."
"Wa Alaikum Salam Jo. Ieu abdi, Jo. Tora." "Eh si Akang. Sugan teh saha. Aya naon Kang""*
Spoiler for *: Eh si Akang. Kukira siapa. Ada apa Kang"
"Gini Jo... Si Wulan ngidam mie ayam yang dulu suka dia makan pas pulang sekolah jaman kalian SMP. Cuma kan ituh yah si Abangnyah tos pindah ka mana gituh. Ceuk si Wulan mah Jojo tau tempat jualan abangnyah sekarang...."
"Oh, si Mang Ipul" Jauh pisan eta mah Kang. Akhir tahun lalu teh saya ga sengaja nemu tempat jualannyah di Lippo Cikarang."
"Oh, Cikarang" Teu masalah lah mun kudu ka ditu mah. Di Lippo Cikarangnya di mananyah Jo""
"Deketna gerbang masuk Lippo Cikarangna. Mun dari arah tol mah aya di kiri jalan. Warungna teu gede-gede pisan. Aya tulisanna Mie Ayam Bang Ipul kitu. Iraha bade ka ditu*, Kang""
Spoiler for *: Kapan mau ke situ "Ayeuna atuh Jo. Ieu abdi baru beres gawean mau langsung lah ke Cikarang. Mudah-mudahan ga terlalu macet ya Jo. Jadi Wulan ga terlalu lama nungguin sayah."
"Ari Kang Tor kantorna teh di manah""
"Simatupang, Jo."
"Anjir jauh pisan eta mah! Geura atuh angkat mun bade ka cikarang mah!"*
Spoiler for *: Anjir jauh banget itu! Segeralah pergi jika mau ke Cikarang!
"Yah, Jo. Namanya juga buat istri & anak. I'll simply do everything for them, Jo! No matter what."
Dan terasa ada perasaan es mencair di wajan teflon panas di dalam hatiku saat itu mendengar jawaban Tora. Begitu simple dan mengenanya jawaban tersebut. Saking mengenanya aku jadi merasa sangat bersalah kepada Tora karena anak yang berada dalam kandungan Wulan kemungkinan besar adalah anakku. Di sisi lain aku juga merasa senang karena Wulan dan anak yang dikandungnya ada pada tangan yang tepat. Sangat tepat.
"Oh iya Kang." Hatiku mulai dengan nakal memerintahkan sistem organ di sekitar mulutku untuk memberitahukan hal sebenarnya pada Tora saat itu juga. Sementara otakku memerintahkan sepasang bibir ini untuk menahannya dan mengucapkan hal lain.
"Iya Jo"" Perang batinku masih berkecamuk.
"Eeehhh.... Hati-hati Kang. Kalo capek mah istirahat heula lah."
"Ah maneh mah kayak ga tau Tora sajah. Yuk lah abdi jalan heula. Wassalamualaikum Jo!" "Wa Alaikum Salam Kang!"
Panggilan telepon ditutup. Dan aku kembali memandangi matahari sore yang semakin melemah. Dan masih terngiang dalam telingaku jawaban Kang Tora tadi. Well, Wulan... dan Anakku yang di dalam sana... Kalian sangat beruntung sekali memiliki Tora. Semoga kalian selalu berbahagia!
Sampai kemudian alarm penanda waktu Shalat di ponselku berbunyi dan ketukan pintu kamar dari Saddam menyadarkanku dari kontemplasiku saat itu.
See You on September, Jen!
Di beberapa chapter aku pernah menyebutkan bahwa beasiswaku ini termasuk beasiswa yang mewah karena uang saku yang cukup besar serta menyenangkan karena jumlah kelas yang diambil serta tidak adanya kewajiban masuk lab. Namun ada satu hal yang perlu kujelaskan bahwa tidak ada namanya beasiswa yang 100% enak. Selalu ada sisi tidak enak dari beasiswa yang ada. Beasiswa BKIK pun bukan pengecualian.
Sisi tidak enak dari beasiswa BKIK adalah dipotongnya jumlah liburan yang seharusnya menjadi hak kami di musim panas dan musim dingin. Pada musim panas kali ini seharusnya kami mendapat hak menikmati liburan selama 11 minggu alias dua bulan lebih. Namun BKIK sebagai donatur mewajibkan kami menghabiskan 4 minggu dari masa liburan musim panas kami untuk menyelesaikan dua mata kuliah: world politics dan international business.
Kenyataan bahwa aku dan teman-teman seprogramku harus mengambil summer class membuat beberapa teman kami kecewa. Terutama Jen. Jen sebenarnya sudah merencanakan suatu trip untuk kami ke Jeju selama lebih dari seminggu. Sepertinya Jen memang ingin mengusir penat yang sudah dideritanya sepanjang semester lalu dengan bersenang-senang di Jeju khususnya denganku dan Khali. Suni" Dia sudah terbang ke Bangkok tak begitu lama setelah ujian di hari terakhir. Dao" Seharusnya ia terbang kembali ke Hanoi setelah ujian selesai karena ia pernah mengaku sudah terlalu kangen dengan kekasihnya yang dokter itu. Tapi apa daya kenyataan adanya summer class harus memaksa Dao menunda keinginannya.
Khali dan Jen pada saat itu memang sedang menjomblo. Sehingga tidaklah mengherankan jika mereka ingin sekali menghabiskan liburan musim panas ini bersamaku. Bagaimana dengan rencanaku sendiri" Well, jika boleh jujur aku memang ingin pulang ke Jakarta. Namun ada beberapa hal yang perlu aku bereskan terlebih dahulu di sini seperti event dari PPI dan juga beberapa hal terkait program pelatihan. Riani" Pas juga ia sedang sibuk-sibuknya dengan pekerjaannya di mana ia perlu bolak-balik Jakarta-Surabaya.
Kenyataan bahwa aku dan Khali harus menghadapi summer class membuat Jen harus merombak total rencananya. Niatnya untuk menghabiskan 12 minggu di Jeju bersamaku dan Khali dirombaknya menjadi ke rumah keluarga ayahnya di Jeonju sebelum ia terbang ke Vancouver tempat orang tuanya. Namun sebelum ia berpisah denganku pada summer break ini, kami sempat bertemu tepat setelah ujian terakhir di hari jumat.
Saat itu aku baru saja menyelesaikan ujian terakhirku. Perlu diakui ujianku saat itu cukup sulit sehingga aku baru bisa menyelesaikannya sekitar pukul 1900 atau tepat ketika masuk waktu maghrib. setelah selesai, kusempatkan diriku beribadah di sebuah ruang kelas kosong yang tidak jauh dari ruang kelas tempatku ujian. Begitu aku selesai beribadah, aku melihat Jen sudah berada di pintu sembari memandangiku. Aku hanya tersenyum ke arahnya dan merapikan sajadahku. Jen sendiri berjalan mendekatiku. Ia lalu menjulurkan tangannya untuk membantuku berdiri.
"Shall we go now"", tanyanya dengan senyum manisnya kepadaku. "Sure".
Tidak seberapa lama, kami berjalan bergandengan menyusuri koridor ke arah lobby utama. Di luar lobby, kami bertemu dengan Khali yang sedang asyik menghabiskan rokoknya. Terus terang aku merasa sedikit awkward pada saat itu. Namun Jen dan Khali nampaknya santai saja seolah sudah ada kesepakatan antara mereka berdua.
"Have fun guys!"
"Thanks Khal. Don't worry... You'll have your very own time after the summer class!", balas Jen.
Aku dan Jen kemudian berjalan ke sebuah fine dining dengan menu Eropa di sebuah restoran yang terletak masih di dalam area kampus. Jen sudah mereservasi sebuah tempat di lantai atas yang cukup private lengkap dengan lilin dan red wine di meja makan.
"Jen, are serious about this"!"
"Of course, Jo. This is how I thank you for everything you've done." "But I don't think I deserve this. I...", ucapanku terpotong oleh jarinya yang ditempelkan di depan bibirku. "Quit arguing, okay" And let's have our dinner instead.", jawabnya dengan senyum manisnya.
Dan kami pun menikmati makan malam kami saat itu. Jen ternyata sudah memesankan seafood rischotto untuk menu makan malamku. Ia sendiri memakan spaghetti yang ditaburi bacon. Sembari makan, sesekali kami mengobrol mengenai berbagai hal. Sering juga bercanda. Dan sesekali pula dentingan gelas wine kami menghiasi suasana makan malam tersebut.
Satu jam telah berlalu, dan makanan kami sudah habis. Seorang pelayan tiba dan mengantarkan tagihan ke meja kami. Jen segera menyerahkan kartu kreditnya dan segera saja pelayan tersebut berlalu. Kami masih sedikit melanjutkan obrolan kami sembari menunggu pelayan tersebut kembali. Tidak begitu lama si pelayan kembali dan jen segera menyelesaikan pembayaran tersebut. Setelah si pelayan kembali lagi ke lantai bawah, Jen berdiri dan memintaku untuk berdiri dan mendekatinya.
Setelah cukup dekat, Jen memegang kedua tanganku dan mengucapkan sesuatu.
"Thank you for tonight, Jo. And thank you for all you've done to me. My life here would be different without you."
Dan Jen merapatkan sepasang bibirnya ke bibirku. Aku agak kaget dengan tindakannya, namun bisa segera menguasai diri dan sedikit meladeni maunya. Jen sendiri mulai bereskalasi dan tangannya berubah jadi memeluk tubuhku dengan erat. Aku yang mulai sadar bahwa ini adalah restoran segera menghentikan kegiatan panas ini.
Jen mengerti hal tersebut. Ia kemudian menggandeng tanganku dan keluar dari restoran tersebut dan sedikit berlari ke arah jalan raya di luar kampus. Dihentikannya taksi yang melintas dan ia segera menarikku ke dalam taksi tersebut.
"Ajeossi... xXx apate, Hwoarangdae. Palli Juseyo"*
Spoiler for *: Pak, apartemen xXx, Hwoarangdae. Segera.
Setelah mengucapkan hal tersebut, Jen kembali melanjutkan serbuan bibirnya kepadaku. Aku agak malu juga untuk meladeninya. Sempat kuintip supir taksi tersebut hanya tersenyum tipis dan sedikit menggelengkan kepalanya melihat kelakuan kami sebelum dijalankannya taksi tersebut.
Spoiler for bebe: Tidak sampai lima belas menit, kami sudah sampai di tujuan. Kali ini aku lebih cepat daripada Jen untuk mengurus pembayaran taksi. Jen terlihat sedikit kesal dengan hal tersebut. Namun ia kembali tersenyum dan menarikku keluar dari taksi. Dan segera saja ia menyeretku ke unit apartemennya. Sesampainya di unitnya, Jen menarikku ke dalam dan mengunci pintu. Kemudian diseretnya aku ke kamarnya dan dihempaskannya aku ke ranjang. Segera saja ia menyusulku ke ranjang dan menghujaniku dengan ciuman dan sentuhan yang berakhir pada permainan panas kami.
Permainan tersebut tidak hanya terjadi pada malam itu saja. Keesokan harinya seharian aku harus meladeni Jen di apartemen tersebut. Dan hal tersebut berlanjut lagi pada sore dan malam hari. Minggu pagi aku akhirnya dapat keluar dari apartemen Jen.
Sebelum keluar dari situ, kusempatkan diri mengecup dahi Jen yang masih berbaring di ranjang untuk
berpamitan. "Thank you again for everything Jo. I wish I could have you completely." "Thanks to you for the good time we've shared, Jen. See you on September."
"Of course, Jo. We'll meet again this September. That's a promise.", pungkas Jen dengan sebuah kecupan di bibirku.
Summer Class Akhirnya empat minggu penyiksaan bernama summer class dimulai juga. Menurut jadwal selama dua minggu pertama kami akan mendapatkan materi mengenai world politics. Selain itu si Professor sudah memperkenalkan diri melalui email beserta silabus perkuliahan yang dikirimnya. Dan satu kesan yang aku tangkap dari perkenalannya adalah si Professor pengampu mata kuliah ini merupakan orang yang sangat tegas. Ia menuntut kami untuk membaca materi sebelum kami menghadiri perkuliahan dan akan menilai tinggi partisipasi kami di kelas dan sampai sejauh mana penguasaan kami atas materi tersebut dari pertanyaan dan argumen yang kami berikan dalam interaksi kami di kelas. Maka tidaklah mengherankan jika Professor tersebut memberikan bobot 25% untuk nilai partisipasi kami di kelas. Dari awal memang si Professor merancang agar kelas ini menjadi kelas yang sangat interaktif.
Pada hari pertama, kami akhirnya bertemu muka dengan si Professor ini. Ia memperkenalkan dirinya dengan nama Hot Sun. Yup, matahari panas! Begitu ia menyederhanakan penyebutan namanya dalam bahasa Korea bagi orang-orang asing. Prof. Hot Sun ini termasuk Orang Korea bertubuh kecil dengan tinggi sekitar 160an bergaya agak nerdy dan berusia di akhir 30an. Bahasa Inggrisnya termasuk perfect untuk ukuran orang Korea karena memang sehari-hari ia tinggal dan mengajar di sebuah kampus di Virginia, Amerika Serikat. Statusnya di Anam-dae ini memang sebagai replacement Professor karena Professor yang seharusnya mengajar kami kelas world politics ini memiliki urusan penting lainnya di musim panas kali ini. Prof. Hot Sun ini mengaku menghabiskan masa kecil dan masa mudanya di daerah Anam sebelum pindah ke Amerika Serikat ketika ia mendapatkan kesempatan untuk berkuliah master di North Carolina.
Si Professor ini sudah 10 tahun tinggal di Amerika Serikat. Ia hanya sesekali saja pulang ke Seoul untuk mengunjungi orang tuanya. Demikian lamanya ia tinggal di Amerika, terlihat bahwa si Prof ini jadi cukup Americanised dari segi pola pikir dan juga pendapat. Wabil khusus: Democratised.
Bagi orang dari negara-negara dunia ketiga di mana orang dengan pola pikir konservatif masih cukup dominan, mungkin bertemu dengan Professor ini akan menjadi kesempatan untuk memperdebatkan argumen-argumen konservatif mereka khususnya atas isu-isu sensitif seperti gender, aborsi, agama, seksualitas, narkotika, dan beberapa isu sensitif lainnya. Dan hal ini terlihat dari bagaimana beberapa mahasiswa yang pandangannya masih cenderung konservatif seperti Veng, Hasyim dan Atongba cukup sering mendebat Prof. Hot Sun di kelas khususnya yang terkait dengan materi. Untungnya Prof. Hot Sun, sebagaimana para demokrat di Amerika sana, sangat terbuka dan dengan senang hati melayani perdebatan dengan para mahasiswanya. Dan serunya lagi, Prof. Hot Sun paling bisa mengajak seluruh kelas untuk melebur dalam proses perdebatan yang mana pada akhirnya kelas terbagi menjadi dua bagian antara pihak yang pro dengan Professor dan pihak yang kontra dengannya.
Terkadang aku suka iseng dengan memberikan suatu argumen baru di antara perdebatan kedua belah pihak tersebut yang akhirnya justru melahirkan kelompok ketiga dalam proses perdebatan tadi. Iseng" Well, aku lebih suka menyebutnya sebagai manifestasi seorang penganut third way dan fans dari Anthony Giddens.
Di sela-sela perkuliahan, Prof. Hot Sun sering bercerita mengenai bagaimana pengalamannya belajar, pengalamannya sebagai orang Asia yang tinggal di Amerika Serikat, sampai dengan sedikit kehidupan pribadinya dan keluarganya. Kami sangat merasakan kedekatan kami dengan sang Professor sudah seperti kedekatan kami dengan anggota kelompok beasiswa kami saja. Dan tidak ragu pula beberapa kali Prof. Hot Sun mentraktir kami ngopi dan makan malam di hari-hari terakhir sesi perkuliahan dengannya.
Baaimana dengan nilai" Well, Prof. Hot Sun akhirnya memutuskan porsi terbesar nilai kami, yang awalnya adalah ujian akhir, diganti dengan paper singkat 1000 kata mengenai bagaimana pandangan kami tentang globalisasi dengan konteks perkembangan di negara asal kami. Dengan senang hati sebagian besar dari kami menuliskan bagaimana pandangan kami dalam paper tersebut yang uniknya banyak terpengaruh dari argumen-argumen dan proses perdebatan di kelas kami. Prof. Hot Sun sendiri ketika memberikan nilai atas paper-paper kami mengaku sangat puas dengan paper-paper tersebut. Sebagian besar dari kami memperoleh nilai A karena memang banyak paper berkualitas dan juga tingkat partisipasi kami di kelas yang cukup baik. Yang lebih menarik lagi, trio konservatif Hasyim-Veng-Atongba malah mendapatkan markah A+ karena Prof. Hot Sun sangat menghargai tinggi pendapat konservatif mereka yang dianggapnya masih logika yang runut walaupun memiliki pandangan yang berseberangan. Aku" Well, Prof. Hot Sun memberikan catatan ini di paperku yang dinilainya:
Quote: For the follower of Giddens: A+. I advise you to pursue your PhD as soon as you finish this program.
Well, so sorry I haven't applied for the PhD programme yet, Prof!
Tepat pada akhir pekan setelah kelas world politics selesai, aku menyempatkan diri untuk ke Daejeon untuk menghadiri sebuah konferensi yang diadakan oleh PPI Korea. Di konferensi tersebut, beberapa dari kami mempresentasikan paper yang sudah disiapkan untuk kegiatan tersebut. Beberapa ahli yang di antaranya terdapat mantan menristek juga hadir di situ dan memberikan masukan atas paper-paper yang dipresentasikan. Selain itu pada kegiatan itu juga diresmikan pertama kalinya bahwa para TKI peserta program pelatihan dengan sendirinya menjadi anggota PPI. Terlihat beberapa perwakilan TKI cukup bersemangat ketika hadir di acara tersebut.
Siksaan summer class kami berlanjut dengan kelas international business. Kelas ini diampu oleh Prof. Kim yang selain mengajar juga sudah malang melintang sebagai business advisor dari beberapa chaebol yang melakukan ekspansi bisnis di luar negeri. Prof. Kim pada dasarnya juga cukup menarik dalam memberikan materi international business di mana banyak dari materi tersebut berasal dari studi kasus.
Terlihat bahwa Prof. Kim sangat menguasai materi baik dari segi teori maupun juga dari segi praktik. Beberapa kali ia memberikan contoh kasus perusahaan-perusahaan yang berinvestasi di luar negeri khususnya perusahaan Korea yang banyak berinvestasi di Asia Tenggara. Dan beberapa kali ia menunjuk-nunjuk aku dan Dao yang disebutnya sebagai wakil dari negara-negara tujuan utama investasi Korea.
Ada satu kejadian unik di tengah-tengah mata kuliah ini ketika Prof. Kim mempresentasikan 20 besar kekuatan ekonomi global. Aku ingat bahwa Indonesia ada di list tersebut. Terus terang aku sedikit bangga melihat ada negaraku di daftar tersebut. Namun terlihat bahwa Prof. Kim agak sedikit berbeda melihatnya. Tepatnya melihat keberadaanku di sini sebagai penerima beasiswa BKIK yang notabene untuk negara-negara berkembang. Pandangan matanya seolah ingin mengatakan:
Quote: How it could be possible a guy from a top 20 global economic power sit here and granted a scholarship for developing countries citizen"
Pada hari terakhir perkuliahan, Prof. Kim meminta beberapa dari kami, termasuk di antaranya aku, untuk mempresentasikan investasi perusahaan Korea di negara kami. Aku saat itu memilih kasus mobil Timor dan bagaimana KIA motors berinvestasi di Indonesia pasca kasus mobnas. Aku menceritakan bagaimana proses bisnis dan proses politik yang mengiringi langkah investasi perusahaan otomotif tersebut. Prof. Kim sendiri cukup puas dengan presentasi tersebut dan memberikanku nilai yang cukup tinggi untuk mata kuliah tersebut.


3200 Miles Away From Home Karya Valerossi86 di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selesai kelas tersebut, aku bersiap-siap untuk meninggalkan kelas dan kembali ke dorm. Sebelum aku melangkah lebih jauh dari kelas, Khali mencekal tanganku dan menunjukkan sebuah brosur padaku. "Jo, please come with me to this event", sahutnya dengan pandangan mata penuh harap.
Aku melihat sejenak brosur bertuliskan "Boryeong Mud Festival" dan kemudian meresponsnya dengan tersenyum.
"Sure, Khal" Muddy Love (1) 18 Juli 2011
Pagi itu aku berdiri menunggu kedatangan seseorang di Yongsan-yok. Bersamaku sudah terdapat sebuah backpack yang berisi kebutuhanku selama tiga hari ke depan. Sembari menunggu, aku menikmati menu sarapan favoritku selama berada di negeri ginseng ini: samgak-kimbab berisi tuna. Tidak begitu lama setelah samgak-kimbab tersebut tandas masuk ke perutku, terlihat sesosok manusia dengan tinggi 170cm dan bertubuh sintal dengan dihiasi rambut hitam agak bergelombang sepunggung, wajah mongoloid yang cantik, dan terbungkus kombinasi kaos ketat hijau muda dan hotpants denim berwarna gelap serta sendal berwarna pink. Pemilik sosok indah itu terlihat antusias melihatku yang sudah beberapa hari tidak ditemuinya dan mempercepat gerakan tungkai indah yang tak dapat tertutupi oleh hotpantsnya tersebut ke arahku. Goncangan beberapa bagian tubuhnya yang seirama dengan percepatan langkah kakinya menambah keindahan gerakan dari si pemilik sosok indah tadi. Cukup banyak pasang mata terkena efek gravitasi dari gerakan indah si pemilik tubuh yang bergerak tadi.
"Finally I can see you again Jo! It's kinda I haven't met you in a century." "Ahahaha... So how's everything, Khal" Your sister especially"
"She's getting fine. It looks like we'll be able going back to our hometown at the same day with your schedule to fly back home."
"Magnificent! So we'll be able to go to the airport together, then"
Kami memang sudah beberapa hari terakhir tidak bertemu semenjak kelas musim panas berakhir. Khali menemani kakaknya yang sedang dalam proses penyembuhan di Daejon. Aku sendiri beberapa hari terakhir cukup disibukkan dengan persiapan program pelatihan bagi TKI untuk semester depan yang memaksaku untuk berkeliling ke beberapa kota di Negeri Ginseng ini. Belum lagi rencanaku untuk pulang sejenak ke Tanah Air yang juga memerlukan persiapan. Untungnya kegiatanku berkeliling ke beberapa kota tersebut ternyata memberikan efek positif dimana selain aku dapat sedikit demi sedikit mengumpulkan oleh-oleh untuk dibawa pulang, juga aku jadi mendapat kenalan cukup banyak TKI yang beberapa di antaranya bekerja di agen perjalanan. Ini artinya aku jadi mendapat tiket pesawat pulang dengan harga yang sangat bersahabat. "How about your project, Jo" Any problem""
"No major problem so far. I only get some additional tasks to contact a guy in Jakarta that in charge with this project."
"I'm happy for that. You know Jo, I'm glad that we're finally able to make this trip happen. I've been waiting for this moment since you agreed my invitation several days ago."
"I'm happy as well for this, Khal. Anything that makes my special friend happy will automatically make me happy"
Khali hanya tersenyum mendengarnya. Dan pipinya yang putih tersebut mulai bersemu merah. Dan dengan malu-malu Ia mulai memeluk lengan kiriku. Terasa bagaimana empuk dan hangat tubuhnya di lenganku pada saat itu. Sejurus kemudian kami bergerak menuju platform setelah mendengarkan pengumuman bahwa kereta Saemaul yang akan kami tumpangi menuju Daecheon sudah tersedia. Khali segera mengeluarkan tiket yang sudah dibelinya dari kantong hotpantsnya dan diberikannya kepadaku. Aku perlihatkan tiket tersebut kepada seorang petugas yang stand by di dekat tangga menuju platform. Petugas tersebut hanya mengangguk ketika melihat tiket kami dan kami segera menuju kereta yang sudah tersedia di platform.
Khali kemudian menarikku menuju gerbong paling belakang. Ia seolah sudah mengetahui jika bangku pesanan kami terdapat pada gerbong paling belakang dari rangkaian kereta ini. Dan tepat pada deretan bangku paling belakang di gerbong ini, kami akhirnya dapat mendudukkan bokong kami.
"Jo..." "Yes"" "I know I won't stand a chance to be yours. But can you please fully be mine until we return from this trip""
Aku hanya diam saja. Jujur saja aku memang sudah menduga Khali akan meminta hal ini pada perjalanan kali ini. Meskipun sudah menduganya, tapi terus terang saja aku belum menyiapkan jawaban atas permintaan tersebut.
"Pleeeeaaassseeee....", pinta Khali. Kali ini ia memohon kepadaku dengan ekspresi wajah yang sangat membuatku terenyuh. Terutama matanya yang berbinar-binar itu. Dan kedua tangan lembutnya yang memegang kedua tanganku seolah mengalirkan harapannya kepadaku.
"Okay Khal... Okay... But only for this trip!"
Khali langsung memelukku setelah mendengar jawabanku tersebut. Sesekali dikecupnya bibirku. Aku sontak saja bereaksi dengan melihat kondisi di gerbong yang kutumpangi. Untungnya sampai saat itu tidak ada penumpang lain yang menaiki gerbong ini selain kami. Dan tidak beberapa lama kemudian kereta Saemaul ini mulai bergerak dari Yongsan-yok menuju Daecheon-yok.
Sepanjang perjalanan Khali tidak mau melepaskan genggamannya dari lengan kiriku. Selama itu pula kami mengisi perjalanan dengan obrolan dan canda tawa. Sesekali kami berciuman. Sampai dengan akhir perjalanan, hanya ada beberapa penumpang saja yang akhirnya naik di gerbong ini. Itu pun semuanya duduk di deretan depan gerbong ini. Satu-satunya gangguan terhadap kami hanyalah petugas pemeriksa tiket yang datang kepada kami sekitar setengah jam perjalanan kami dari Yongsan.
Spoiler for bebe: Minimnya gangguan tersebut membuat Khali jadi lebih berani. Ciumannya jadi meningkat intensitasnya dan juga meningkat pula gairahnya. Selain itu juga ia mulai mengarahkan tangan kananku untuk mengeksplorasi titik-titik sensitifnya yang masih tersembunyi di balik pakaiannya. Ia pun tak mau kalah dengan mulai mengusik titik sensitifku di bagian bawah. Suasana di bangku ini pun jadi semakin panas.
"Jo... Take me to the lavatory... please...", pinta Khali dengan desahan manjanya. "Not now Khal... I promise I'll give you much better pleasures once we set in Boryeong..." "But you've promised me to be mine on this trip, Jo..."
Spoiler for bebe lagi: Aku tidak menjawabnya. Yang kulakukan hanyalah mengintensifkan sentuhanku di titik-titik sensitifnya. "More, Jo... more... aaahhh..."
Aku yang mulai hafal dengan kebiasaan Khali yang selalu berisik jika mendekati titik puncak segera membungkam bibir sensualnya dengan kecupanku. Khali yang semakin panas mengetatkan pelukannya kepadaku sembari sesekali mengacak-acak rambutku. Sampai pada satu titik di mana tubuh indahnya kejangkejang hebat dan pelukannya jadi sangat ketat untuk tubuhku.
"Thanks so much for the pleasure Jo... Luv You!"
Selama satu jam sisa perjalanan kami ke Daecheon, Khali tertidur dengan wajah yang menyiratkan kepuasan dan kesenangan. Aku senang bisa melihat ekspresi wajah demikian. Dan aku pun sadar jika ada sedikit hal yang salah dengan Khali pada saat itu. Kaosnya yang sangat basah. Entah apa yang akan aku jelaskan jika ada orang yang iseng menanyakan bagaimana kaos itu bisa basah jika AC di kereta Saemaul yang kutumpangi sebenarnya terasa sangat dingin"
Akhirnya kereta ini tiba juga di stasiun Daecheon. Kami berdua segera melangkah keluar dari kereta api dan bersiap mencari bus untuk melanjutkan perjalanan kami menuju Pantai Boryeong di mana festival lumpur yang menjadi tujuan kami dilangsungkan. Baru saja beberapa langkah turun dari gerbong kereta.. "Jooo! Lu ke sini juga rupanya""
Muddy Love (2) Sebelum aku melanjutkan ceritaku dengan Khali di Boryeong Mud Festival, aku mau menanyakan sesuatu dulu kepada kamu semua: Apakah kamu punya teman atau Saudara atau siapapun yang kamu kenal dan dia seringkali muncul di waktu dan tempat yang tidak tepat" Aku punya. Namanya Achi.
Aku pertama kali mengenalnya ketika aku tingkat dua di kampusku dan Achi adalah mahasiswa baru di jurusanku. Perkenalan kami sebenarnya biasa-biasa saja sebagaimana perkenalan antara seorang senior dengan junior. Hanya saja seringkali kami bertemu pada kesempatan yang tidak tepat. Misalnya saja ketika Achi sedang ospek. Saat itu aku dan beberapa teman seangkatanku yang bertugas menjaga barang titipan dan juga pos P3K sedang asyik memanfaatkan waktu menganggur kami dengan mengisap beberapa linting ganja yang entah dari mana didapatkan oleh Ian, sahabatku. Sedang asyik-asyiknya mengisap dan mulai berhalusinasi, tiba-tiba muncul penampakan wajah Achi di antara kami yang mulai terbang tersebut. Sontak kami semua langsung jatuh dari ketinggian kami dan berusaha meyakinkan diri kami sendiri bahwa semuanya baik-baik saja. Achi sendiri pada ospek tersebut kami perlakukan bak ratu agar dia tidak buka mulut mengenai kenakalan kami mengingat ada beberapa dosen yang ikut dalam kegiatan tersebut. Dalam kurun beberapa bulan, giliran aku yang memergokinya sedang berciuman cukup panas dengan salah seorang seniorku yang baru saja jadian dengannya di sebuah kelas kosong.
Kemudian kejadian serupa berlanjut lagi ketika aku pada masa-masa sedang menulis skripsiku di perpustakaan jurusan. Saat itu aku menjadi pengurus perpustakaan, yang otomatis memegang kunci perpustakaan, cukup sering menggunakan privilege tersebut untuk berbuat banyak hal mulai dari yang positif seperti mengerjakan skripsi dan paper-paper asistensi sampai yang negatif seperti mengunduh muatan porno melalui komputer yang ada di perpustakaan sampai pada 'menyelundupkan' Riani semalaman di situ.
Seringnya memang kombinasi dari itu semua.
Suatu saat aku yang baru saja menyelesaikan satu sesi malam yang panas dan bergairah dengan Riani di perpustakaan jurusan mendapatkan sms dari Achi. Isinya mudah ditebak: dia mengetahui apa yang kami lakukan semalaman karena ia sempat mau datang ke situ pada malam hari. Dan akhirnya setelah kejadian itu aku terpaksa menraktirnya makan siang di kantin selama satu bulan berturut-turut untuk menutup mulutnya.
Dan kali ini, tepat ketika aku berada di tanah rantau, aku kembali mengalami hal yang demikian. Untuk kedua kalinya. Kejadian pertama mungkin sudah aku ceritakan di chapter ketika aku menggendong Dao dari konser rahasia Super Junior. Untuk kejadian kali ini posisiku terlihat agak lebih bersalah karena aku bertemu Achi dan tiga orang temannya di stasiun Daecheon. Dan aku sedang bersama Khali. Lebih tepatnya tanganku sedang menggandeng tangannya.
"Baru lagi nih Jo" Beda sama yang waktu itu..." "Lu ngapain ke sini Chi"!"
"Yeee... suka-suka gua dong! Emangnya situ walikota sini"! Balik lagi nih... Baru lagi Jo""
"Iyeee... Beda sama yang kemaren itu! Makanya kalo ada piknik ikutan napa" Anak-anak yang lain mah udah kenal sama doi."
"Trus yang dulu nemenin di perpus gimana Jo"" "Prinsip bank Chi: Perkuat pusat, perbanyak cabang!" "Bangkeeee!"
Kemudian kami berlima berjalan bersama, atau lebih tepatnya menaiki bus bersama, menuju pantai Boryeong. Sembari berjalan kami juga saling memperkenalkan teman-teman kami. Achi saat itu ditemani oleh pacarnya, Young-jin serta dua orang temannya: Gina yang orang Korea dan Inga si rambut pirang. Entah penilaianku saja atau memang begitu, yang jelas Young-jin terlihat agak genit terhadap Khali sementara itu Inga beberapa kali mencuri-curi pandang ke arahku. Yang jelas Khali sepertinya menyadari hal tersebut dan secara refleks ia memeluk lenganku dan membisikkan ketidaknyamanannya terhadap dua orang itu.
Boryeong mud festival merupakan sebuah festival tahunan yang sudah dimulai sejak awal decade 2000an. Awalnya festival ini dilakukan oleh salah satu perusahaan kosmetik negeri ginseng ini untuk mempromosikan salah satu produknya yang menggunakan lumpur yang memang berasal dari Pantai Boryeong ini. Lumpur dari pantai ini memang terkenal memiliki khasiat bagi kesehatan kulit. Seiring waktu berjalan, popularitas festival tahunan ini mulai melebihi popularitas dari produk kosmetik tadi bahkan menjadi suatu signature event dari daerah Daecheon ini. Tidak hanya menjadi popular di tingkat nasional, event Boryeong mud festival ini bahkan menjadi salah satu agenda utama kegiatan pariwisata Korea khususnya pada liburan musim panas. Hal ini berarti juga pengunjung festival ini tidak hanya berasal dari bangsa pemakan kimchi, tetapi juga dari berbagai bangsa tanpa peduli warna kulit, jenis rambut dan warna iris mata.
Ramainya pengunjung festival ini berbanding lurus dengan sulitnya mencari tempat penginapan bagi kami. Aku terus terang saja merasa beruntung karena entah bagaimana caranya Khali bisa mengamankan satu kamar untuk kami untuk saat ini. Achi dkk" Mereka terus terang sudah jauh lebih siap daripada kami. Mereka sudah memesan kamar sejak beberapa bulan yang lalu. Masalahnya hanya satu: Kenapa hotel kami harus sama dengan hotel mereka"! Dan lebih buruk lagi: kamar salah satu dari mereka berada tepat di sebelah kamarku dan Khali. Untungnya bukan Achi yang berada di sebelah kamarku, melainkan Inga.
Kedatangan kami di hotel tersebut tepat pada saat kami diizinkan untuk check in. Hal itu berarti juga kami tiba tepat pada waktu makan siang dan waktu dzuhur. Setibanya kami di kamar, Khali mengajakku segera mencari makan siang di restoran terdekat. Namun aku meminta waktu sedikit untuk beribadah sejenak serta mempersilakan Khali untuk pergi lebih dulu jika memang sudah sangat lapar. Setelah beribadah, aku sedikit kaget melihat Khali masih berada di kamar dan terlihat begitu memperhatikanku berrsembahyang. Ia kemudian tersenyum manis kepadaku dan mengajakku segera mencari makan siang. Semenjak keluar dari kamar, genggaman tangannya tak mau lepas dari lenganku seakan tak rela jika aku lepas. Aku yang sedikit merasa risih hendak mengungkapkan ketidaknyamananku kepadanya. Belum lagi aku berkata, Khali sudah memberikan senyum manis yang dikombinasikan tatapan manjanya kepadaku. Ekspresinya seolah ingin mengingatkanku akan janjiku untuk menjadi miliknya sepenuhnya sepanjang perjalanan ini. Dan pada akhirnya aku hanya dapat membiarkan saja dirinya terus memegangi lenganku.
Kami akhirnya menjatuhkan pilihan pada sebuah restoran seafood yang terletak tidak begitu jauh dari tempat festival diadakan. Di restoran tersebut terdengar suara-suara keramaian pengunjung serta suara musik latar dari kegiatan festival tersebut. Sembari makan, Khali menanyakan beberapa hal padaku khususnya mengenai rutinitas ibadahku. Ia menilai selalu ada yang berubah dari diriku setiap kali aku selesai beribadah. Aku hanya menjawab ringan saja pertanyaan-pertanyaannya. Jawaban paling berat yang kuberikan sebatas pandanganku mengenai menyediakan sedikit waktu untuk diri-Nya dari sekian banyak waktu yang diberikan dalam sehari. Khali sendiri terlihat cukup puas dengan jawaban-jawabanku. Tetapi apakah ini berarti adanya semacam apa yang disebut sebagai hidayah bagi dirinya, aku tidak tahu. Lebih tepatnya aku tidak peduli. Toh itu sudah masuk salah satu bagian paling privasi dari dirinya.
Setelah makan, Khali mengajakku mengintip sejenak bagaimana Festival Lumpur tersebut dilaksanakan. Mungkin mengajak adalah istilah yang sudah terlalu kuperhalus karena pada kenyataannya Khali dengan tangan mulusnya yang dihiasi jemari lentik tersebut menarik tanganku yang memang sudah digenggamnya semenjak makanan kami habis tadi. Jika sudah begini tak ada gunanya diriku melawan kemauannya. Apalagi setelah teringat janjiku kepadanya di kereta tadi.
Festival itu sangat ramai. Banyak atraksi terbuat dari plastik berisikan udara terpasang di arena festival. Dan dari namanya sudah jelas, atraksi-atraksi plastik berisi udara tersebut semuanya berhubungan dengan lumpur. Kolam lumpur, perosotan lumpur, gulat lumpur, dan semua jenis atraksi yang kubayangkan dapat berhubungan dengan lumpur ada di situ. Mungkin hanya kue lumpur dan Kuala Lumpur saja yang tidak ada di situ.*
Spoiler for *: Garing becandaannya" Iya... maaf...
Musik latar yang diputar dengan suara cukup keras, komentar-komentar iseng nan jenaka dari pemandu yang
terdapat di masing-masing atraksi, ditambah lagi kehadiran para kawula muda dari berbagai bangsa dengan baju minim menambah kemeriahan festival tersebut. Kemeriahan yang sangat memotivasi Khali untuk ikut ke dalamnya. Jarak hotel yang cukup dekat dengan arena festival jadi terasa tambah dekat karena Khali yang masih menggenggam tanganku erat memutuskan untuk berlari ke kamar untuk mengganti pakaiannya. Setibanya di kamar, Khali langsung membongkar tasnya. Sejurus kemudian dikeluarkannya satu stel bikini two piece berwarna hitam dan ditunjukkannya dengan bangga kepadaku.
You know, Jo" I ve prepared this stuff only for this event. I hope it would look good on me.
Tanpa ragu, Khali kemudian meloloskan seluruh pakaian yang melekat di tubuh indahnya tersebut padaku. Tidak sampai sejurus kemudian, bikini yang belum lama dipamerkannya kepadaku sudah melekat indah di tubuhnya dan terlihat hanya sanggup menutupi bagian tervital dari bagian vital di tubuhnya. Seberapa indah pemandangan saat itu" Well, coba saja kamu bayangkan fotomodel seksi yang sedang mengenakan baju renang yang terlihat sangat cocok yang biasanya cuma bisa dilihat melalui layar kaca atau lembaran majalah hadir di depan matamu secara langsung. Mungkin jika aku saat itu sudah memiliki kamera DSLR, akan habis satu sesi foto dengan Khali sebagai modelnya.
Jo" Are you alright"
Teguran Khali tersebut menyadarkanku dari lamunanku. N& naaaahhhh& . I m fine& I m fine&
If you re not feeling well, I think we d better just stay here for resting and join the festival tomorrow, wouldn t we"
No no no& I m seriously fine& seriously& I m just&
Uh huh& , respons Khali dengan pandangan mata yang polos namun menyelidik ke arahku.
& enchanted by you& Especially when you re in that suit. I feel like& have seen the heaven& , jawabku dengan pipi yang terasa panas.
Khali hanya tersipu malu dan tidak lama kemudian menjulurkan lidahnya ke arahku. Now hurry change your clothes, Jo! Don t waste our time.
Aku segera membuka kaos yang kukenakan dan segera siap untuk bergerak kembali ke arena festival.
Sepanjang perjalanan, banyak pasang mata yang memperhatikan kami. Yup, sepasang anak manusia di mana si perempuan, dengan wajah cantik khas oriental serta kulit putih mulusnya yang hanya ditutupi bikini hitam di beberapa tempat, menggandeng seorang pria berusia 24 dengan kulit sawo matang dan bertubuh agak cenderung kurus dan berwajah standar melayu. Dari penjelasan tadi mungkin terlihat bagaimana adanya gap antara penampilan fisik kami. Sesampainya di sana, kami segera masuk antrian untuk mencoba satu persatu atraksi lumpur yang tersedia. Sesekali Khali ikut bergoyang mengikuti irama lagu latar belakang ketika sedang beraksi. Aku terpaksa ikut juga bergoyang ketika gadis Mongol ini mulai bergerak karena tanganku yang tidak pernah dilepasnya semenjak keluar dari kamar hotel tadi. Dan tentu saja kami semakin menjadi pusat perhatian pada saat kita mulai bergoyang. Namun melihat raut muka Khali yang terlihat begitu gembira, aku tidak enak hati mengusiknya. Akan lebih baik jika aku juga ikut menikmatinya saja.
Dalam waktu kurang dari satu jam, tubuh kami yang awalnya berbeda warna jadi sama. Bahkan wajah kami pun sudah tertutup lumpur. Kami hanya tertawa geli melihat kondisi kami yang sudah sama-sama tertutup lumpur tersebut dan memutuskan untuk terus menikmati festival lumpur tersebut. Setelah dua jam terlewati, Khali mengajakku ke pantai yang tidak jauh dari arena festival. Pas juga hari sudah menjelang sore dan tubuh kami mulai lelah. Kemudian kami segera menceburkan tubuh kami ke batas antara laut dan pantai tersebut. Tubuh kami yang awalnya sudah tertutupi lumpur berangsur-angsur kembali ke warna aslinya. Dan terima kasih juga kepada lumpur-lumpur tersebut, tubuh kami yang sebenarnya sudah terpapar sinar matahari selama beberapa jam terakhir tidak lantas menjadi gelap karena tertutup lumpur. Tentunya yang namanya di pantai tidak lengkap rasanya tanpa bermain-main air. Sesekali kami saling mencipratkan air. Dan sesekali pula kami saling berkejaran. Juga saling menangkap. Dan memeluk. Dan mencium. Dan sebelum gairah kami naik lagi, Khali dengan sadar menarik tanganku dan menyeretku ke kamar hotel.
Spoiler for bebe: Sesampainya di kamar hotel, kami yang masih dalam keadaan basah langsung menyasar shower di kamar mandi kami. Kedua pasang bibir kami langsung saling merapat begitu shower mulai mengeluarkan air. Kedua pasang tangan kami pun tidak kalah liar saling mengeksplorasi tubuh pasangan kami. Tidak seberapa lama beberapa helai kain yang awalnya menutupi bagian-bagian dari tubuh kami terlihat beristirahat di lantai kamar mandi. Dan akhirnya suasana di kamar mandi menjadi sangat panas seiring meningkatnya gairah kami yang sudah menyatu secara fisik.
Malam itu kami makan di sebuah restoran yang berbeda dengan tempat makan kami siang tadi. Entah kenapa kami pada saat iu lebih memilih untuk makan di sebuah cabang restoran paling terkenal di seantero negeri ginseng: kimbab cheongguk. Setelah makan kami memutuskan untuk berjalan-jalan di pinggir pantai boryeong yang pada saat itu terlihat tidak begitu ramai. Tangan kami saling bergandengan dan diiringi suara obrolan mesra yang kadang juga diselingi tawa kecil kami berdua. Sampai pada suatu tempat yang sepi kami duduk sejenak dan memandang ke arah laut yang pada malam itu cukup tenang.
Ah... If I realised from the beginning that we re gonna end up sitting on the beach like this, I should have borrowed Rio s guitar here.
Do you play guitar, Jo" I ve never seen you played it
Well, actually I m not really confident with my guitar skill. But if I got one in a situation like this, I believe that would be perfect.
Why don t you just sing a song, Jo" Me" Singing" You must be kidding Khal!
Of course not. I do really wanna see you singing with all your feeling just like in our last noraebang session in BKIK
& Please& Ok& ok& lemme think first which song should I sing& Indonesian song, please& Any Indonesian song&
Kutatap wajah cantiknya dan mencoba menembus mata jernih yang terlihat binar-binar bahagianya. Kupikirkan juga apa yang sidah terjadii antara kami berdua selama ini mulai pertama kami berrtemu di BKIK sampai dengan saat ini. Dan lampu di dalam kepalaku terasa menyala ketika aku menemukan ide mengenai lagu yang perlu kunyanyikan.
Aku ingin terbang tinggi& Seperti Elang&
Khali melihatku dengan khidmat ketika kumulai lagu pilihanku.
& ini tanganku untuk kau genggam, ini tubuhku untuk kau peluk,
ini bibirku untuk kau cium, tapi tak bisa kau miliki... Matanya mulai berkaca-kaca ketika aku mulai masuk pada bagian tersebut. Khali yang tidak mengerti bahasa Indonesia sedikitpun seolah mengerti maksud dari lagu itu. Seseorang yang tidak bisa dimiliki orang lain walaupun orang tersebut rela diperlakukan seperti apapun oleh orang lain tadi. Memang cukup dalam bagi Khali yang sudah banyak menjalani waktu denganku selama masa perantauan kami ini. Bagaimanapun aku merasa aku harus tegas juga saat itu kepada Khali. Memang kami sudah melewatkan banyak hal, tetapi aku harus tegas mengatakan jika aku bukan miliknya.
Setelah itu kami kembali ke kamar dan menghabiskan waktu dengan cuddling di ranjang. Khali seolah benarbenar ingin menikmati masa-masa bersamaku seperti saat ini.
Khal, can I ask you something"
Go ahead, Jo& What if one day you meet your ex again" What if he ask you to get together with him again" &
You still love him, right"
Khali hanya diam. Kemudian sejenak ia menganggukkan kepalanya. Benar dugaanku.
You know Jo, there are many things in common between you and him. I don t know is it God s plan for me or simply just coincidence. But if I can choose, I think I ll prefer you to him.
Baiklah! Fix! Wulan kedua!
But since it s less likely for me to have you wholeheartedly, I think I ll strongly consider him What made pessimistic about me, Khal"
Your eyes, Jo. The way you look at me and the others are totally different compared when you call Riani through skype.
Tepat sasaran! But for the time being, at least I can win over Riani on one thing& , dan Khali mulai menatapku dengan tatapan lapar dan senyum anehnya. Damn! Mode itu&
Spoiler for bebe: Khali kemudian tanpa ragu menyerbuku dan dengan penuh nafsu mengulangi apa yang kami perbuat di kamar mandi sore tadi. Dan kali ini Khali terlihat sangat total dan mengendalikan permainan. Bahkan ia tidak raguragu berteriak saat dirinya tidak mampu menahan nikmat. Dan akhirnya tiga jam kemudian kami tertidur lemas setelah tenaga kami terkuras dengan tubuh Khali berada di atas tubuhku.
Side Story: Jangan lama-lama ya perginya&
4 Oktober 2015 Aku baru saja tiba di bandar udara Soekarno-Hatta setelah diantar oleh adikku. Karena adikku saat itu ada urusan lain, maka adikku tidak ikut menungguku sampai menjelang waktu boarding. Aku pun segera masuk dan mengurus proses check in untuk penerbanganku ke tempat seseorang dari masa laluku berada. Setelah selesai, aku yang memang belum mendapat makan malam memutuskan untuk keluar sejenak dan menuju sebuah restoran cepat saji milik seorang pensiunan tentara Amerika Serikat yang terdapat di terminal 2E. Ketika mulai duduk dan menikmati makanan, tiba-tiba seseorang menepukku dari belakang. Hallo Jo! Tos di dieu deui maneh teh... , sapa seseorang dengan logat khasnya.
Spoiler for terjemahan: Hallo Jo! Udah di sini lagi nih kamu
Terus terang aku kaget melihat penampakan orang ini di sini. Kang Tor! Rek naon di dieu"!
Spoiler for terjemahan: Kang Tor! Mau ngapain di sini"!
Tora hanya nyengir saja melihatku. Dan aku tambah kaget lagi melihat sesosok manusia dengan tubuh kecil berlari ke arahku.
Papa Joooooooo! Kok kmaren ga tempat Atoooo"
Aku langsung menyambutnya dan menggendong Astro, sosok kecil yang tadi menghambur ke arahku.
Maaf ya Tro, kemarin Papa Jo masih di Singapur. Jadi ga sempet ke acara pengajian untuk adikmu. , jawabku yang kemudian kulanjutkan dengan mencium kening Astro.
Kemarin Tora dan Wulan memang menyelenggarakan pengajian empat bulanan kehamilan Wulan di apartemennya. Aku yang pada saat itu sedang dalam penerbangan kembali ke Jakarta otomatis tidak bisa menghadiri undangan pengajian tersebut.
Kamari di Singapur. Ayeuna bade terbang deui ka Eropa. Meni teu betah pisan di dieu nya"
Spoiler for terjemahan: Kemarin di Singapur. Sekarang mau terbang lagi ke Eropa. Gak betah banget ya di sini"
Namina ge gawe atuh Kang Tor. Ari maneh bade ka mana" Sigana mah bade terbang oge siga abdi. Eta koperna meni ageng pisan. , jawabku sembari berbalik menanyakan kepada Tora dan menunjuk koper besarnya.
Spoiler for terjemahan: Namanya juga kerjaan, Kang Tor. Kalo kamu mau ke mana" Kayaknya mau terbag juga seperti aku. Itu kopernya besar sekali
Mas Tora mau mau ke Seattle, Jo. Ada kerjaan juga. Ga jauh beda sama kamu. Kalian berdua ini emang ya ga jauh beda gak dari kelakuannya maupun kerjaannya. , jawab Wulan yang muncul secara perlahan dari belakang Tora. Terlihat perutnya mulai sedikit maju menunjukkan usia kandungannya yang empat bulan. Lhoh... Kok baru nongol Lan" Ke mana dulu"
WC dulu bentar. Biasalah bawaan ibu hamil.
Jo, aing bade pesen makan heula nya. Mama mau pesen makanan apa"
Spoiler for terjemahan: Jo, aku mau pesen makan dulu ya
Ga usah Mas. Tadi aku udah ngemil banyak banget di perjalanan ke sini. Masih kenyang. O ya udah atuh. Mangga dilanjut makan dan ngobrolnyah.
Setelah Tora sudah cukup jauh dari tempat kami, Wulan memulai pembicaraan.
Jo, kamu tuh kok makin sibuk sih" Kemarin bolak-balik Astro nanyain kamu tuh. Udah dikasih tau kamu ga bisa dateng tapi tetep aja nanyain kamu. Trus makin ke sini kelakuannya juga rada-rada nyeleneh kayak kamu gitu lho.
Lah... kalo nyeleneh mah Tora juga sama kan"
Ini nyelenehnya nyeleneh kayak kamu Jo. Minggu lalu dia disuruh coba bikin gambar hewan di playgroupnya. Trus yang dia gambar tau gak" Gajah pake sayap dan berkulit motif polkadot biru putih. Trus pas ditanya gurunya kok gajahnya begitu dia bilang pernah diceritain sama Papa Jo pernah ngeliat gajah kayak begini waktu di Jepang
... Aku hanya bisa mengelus-elus rambut Astro di pangkuanku dan dalam hati membatin: That s my son! Kalo udah begitu emang kamu perlu sering main-main sama dia kan Jo"
Iya Lan. Mudah-mudahan setelah kerjaan yang ini beres aku ga ditambah-tambah lagi kerjaannya. Capek juga sering terbang-terbang begini.
Papa Jo mau pergi lagi ya" Ke mana" Kan baru aja dari Singapur... Iya To. Papa Jo mau ke Swiss. Kamu mau ikut ke Swiss"
Nanti deh kalo adeknya Ato udah lahir biar ada yang temenin mama. Kasian mama soalnya Papa sama Papa Jo sering banget pergi-pergi.
Dan lagi-lagi jawaban polos yang tepat sasaran. Kali ini dari bocah kecil darah dagingku yang belum genap empat tahun. Dan perasaan seperti es batu yang dipanaskan di teflon panas kembali hadir di dalam dada.
Tadi seneng banget dia Jo waktu nganter Papanya ke bandara. Dia senengnya karena tadi aku bilang bakal ketemu kamu di sini.
Dan bendungan air mata ini terasa mulai penuh dan sepertinya akan jebol sebentar lagi. Tapi kedatangan Tora kembali di meja kami membuat bendungan tersebut surut sedikit demi sedikit. Kami lalu melanjutkan makan malam di tempat tersebut sembari bercengkerama. Astro seringkali terlihat tidak mengerti ketika aku dan Tora bercanda dalam bahasa sunda. Sasmpai ketika waktunya untuk masuk ke dalam tiba, kami akhirnya menyelesaikan makan malam kami. Dilanjutkan pula dengan ritual pamitan antara kami semua. Tora terlihat sedang memeluk erat Wulan dan sesekali mengelus perutnya yang terlihat membuncit. Aku sendiri berpamitan kepada Astro yang sedang kugendong. Dan kemudian aku pun berpamitan kepada Wulan sementara Tora berpamitan kepada Astro.
Sebelum kami berdua masuk ke dalam zona keberangkatan, Astro dengan polosnya berkata kepada kami. Papa, Papa Jo, jangan lama-lama perginya yaaa... Beliin mainan transformer juga buat Ato.
Aku pun menoleh ke arahnya dan memberikan senyumku kepadanya. Hal yang sama dilakukan juga oleh Tora.
Iya To, nanti Papa sama Papa Jo bakal beliin transformer buat kamu kok. Nanti Papa beliin Optimus Prime trus Papa Jo beliin Megatron , jawab Tora.
Aku hanya bisa tersenyum mendengarnya.
Hayuk Jo, geura atuh ka jero. Aing teu acan check in yeuh.
Spoiler for terjemahan: Ayo kita segera ke dalam Jo. Aku belum check in nih
Mangga mangga Kang. Dalam hitungan menit, kami sudah kembali lagi di dalam dan Tora sudah menyelesaikan proses check in-nya. Kemudian kami berjalan bersama ke arah gerbang imigrasi. Begitu kami melewatinya, dan akan berpisah karena perbedaan gate untuk boarding, Tora mengatakan sesuatu padaku.
Jo, mun bade ningali transpormer di Seattle the di mana nya"
Spoiler for terjemahan: Jo, kalau mau mencari transformer di Seattle di mana ya"
Naha maneh nanyakeun ka abdi" Aing ge teu nyahoan Kang! Abdi mah teu pernah ka Seattle!
Spoiler for terjemahan: Kenapa bertanya padaku" Akupun tidak tahu! Aku tidak pernah ke Seattle!
Mamaaaaaa! Aku Pulang! Pagi itu pagi terakhir kami di Boryeong. Aku sedang berbaring di atas ranjang di kamar sembari memegang ponselku dan membuka sebuah aplikasi chat. Yup, aku sedang saling balas pesan dengan Riani perihal kepulanganku besok malam. Riani sangat bersemangat sekali mendengar rencana kepulanganku saat itu dan berjanji akan mengambil cuti hari jumat besok untuk menjemputku di bandara pada lusa pagi hari.
Spoiler for sori banget belom-belom udah bebe:
Sementara itu di bawah sana, lebih tepatnya di atas pinggangku, Khali sedang menggerak-gerakkan tubuhnya untuk mengejar puncak kenikmatannya. Ia tidak terlalu ambil pusing dengan kondisiku yang cukup sibuk chatting dengan Riani. Semakin lama semakin terlihat basah tubuh indah itu kendati cuaca pagi ini sebenarnya masih cukup dingin ditambah lagi pengaruh AC di kamar ini yang masih menyala sejak semalam. Dikerjai Khali seperti ini tentunya aku juga sedikit demi sedikit terbawa ke puncak kenikmatan walaupun dengan kelajuan yang berbeda dengan kelajuan yang dialami Khali. Tidak begitu lama kemudian, Khali akhirnya sampai pada titik yang ia kejar. Setelah itu aku, yang kebetulan baru saja mengakhiri sesi chattingku dengan Riani, ganti mengendalikan permainan panas ini untuk mengejar hal yang sama dengan yang baru saja diperoleh Khali. Dalam 15 menit, aku akhirnya mencapai apa yang kuinginkan dan Khali juga kembali mendapatkan hal tersebut.
Sejak kemarin, kegiatan kami di pantai boryeong ini memang cukup didominasi oleh kegiatan adu raga seperti ini walaupun cukup banyak juga kegiatan lain yang kami lakukan seperti bermain-main lumpur kembali di festival, berjalan menyusuri pantai, mencoba jenis-jenis seafood baru seperti absalone, teripang, scallot, dan urchin, sampai minum-minum bodoh di kedai soju di tepi pantai. Hari ini kegiatan utama kami adalah kembali ke Seoul. Dan segera setelah kegiatan panas yang kujelaskan di paragraph sebelumnya, kami membersihkan diri kami dan juga membereskan tas dan barang bawaan kami.
Dalam perjalanan menuju stasiun, kami berpapasan dengan Inga yang sepertinya baru saja selesai jogging. Inga tersenyum-senyum misterius saja melihat kami yang berjalan bergandengan menuju tempat pemberhentian bus. Khali yang melihat senyum Inga tersebut terlihat tidak nyaman dan berubah jadi memeluk lenganku sembari berjalan.
Keesokan harinya, di bandara Incheon International
Khali memelukku erat ketika panggilan boarding pertama untuk penerbangan ke Ulanbator telah memanggilnya. Tidak jauh dari kami, terlihat Kakak Khali dengan sabar menunggu Khali yang harus berpisah denganku. Aku membalas pelukannya sembari mengelus rambutnya dengan mesra. Sesekali kukecup juga pangkal dahinya.
I m gonna miss you, Jo. Me too, Khal. But I promise I won t be taking too long time in Jakarta. Khali melepaskan pelukannya dan mengangguk padaku. See you soon, then.
Dikecupnya bibirku dengan hangat dan dengan segera dibalikkan badannya ke arah Kakaknya yang sudah menunggunya di depan gate keberangkatan. Aku hanya tersenyum dan melambaikan tanganku ke arahnya ketika untuk terakhir kalinya Khali menolehkan lehernya ke arahku dan memberikan senyum termanisnya kepadaku.
Ketika kulihat sosok Khali sudah masuk ke dalam garbarata menuju badan pesawat, aku membalikkan badanku ke arah gate keberangkatanku. Kulihat arlojiku sejenak dan terlihat aku masih memiliki waktu sekitar sepuluh menit. Kukeluarkan calling card dan ponselku. Sembari berjalan, kumasukkan kode sebagaimana tertera di calling card dan kupanggil segera salah satu kontak di dalam memori ponselku. Setelah menunggu beberapa detik, terdengar juga jawaban di ujung sana. Halo, Assalamualaikum&
Wa alaikum Salam. Ri, ini aku...
Abang" Jadi pulang hari ini" , sahut suara di ujung sana. Ini mau boarding.
Asiiiikkkkkk! Besok jadi ya Bang" Belom kabarin keluargamu kan kalo kamu mau pulang" Jadi lah& Keluargaku belum ada yang tau kok kalo aku mau pulang sekarang. Siiiip lah! Sampe ketemu besok ya& Luv you!
Luv you too! Assalamualaikum&
Wa Alaikum Salam. Mamaaaaaa! Aku Pulang! part deux
Badan Pesawat Airbus A330-200 Garuda Indonesia pada pagi itu berhasil merapat di terminal 2 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang. Tubuhku yang beberapa menit lalu masih merasakan lelah mendadak segar seolah mendapatkan suntikan energi baru ketika wanita muda dari Korea di sebelahku melepaskan sabuk pengamannya dan berdiri untuk mengambil barang bawaannya di rak atas. Setelah berhasil mengambil tas tangannya di atas, ia kembali duduk sejenak di tempatnya.
"Wake up, Jo! Don't let your girlfriend wait for too long.", tegur Ji-eun sembari memberikan senyum manisnya.
"Aye aye Madamme!", jawabku dengan nada sedikit meledeknya. Wanita yang sebaya denganku itu hanya tertawa mendengar jawabanku.
Wanita itu bernama Ji-eun. Aku mengenalnya sebatas sebagai orang yang kebetulan duduk bersebelahan dengannya dalam perjalanan ini. Secara fisik Ji-eun sangatlah menarik untuk wanita Korea seumurannya. Belum lagi pembawaannya yang ramah dan senang bercanda membuat siapapun yang mengenalnya tidak pernah merasa menyesal telah mengenalnya. Keberadaannya di Indonesia pada saat itu adalah untuk sebuah program magang di sebuah institusi swasta Korea yang memiliki sebuah perwakilan di Jakarta. Beberapa kali dalam perjalanan tadi Ji-eun menanyakan mengenai kehidupan di Jakarta serta wilayah tempat kerjan dan juga tempat tinggalnya. Yang cukup membuatku kaget adalah keberaniannya untuk tidak minta dijemput siapapun dari bandara menuju tempat tinggalnya. Terus terang untuk orang asing dengan penampilan semenarik Ji-eun, menurutku berjalan sendirian dari bandara tidak terlalu aman apalagi jika orang asing itu tidak terlalu familiar dengan sistem transportasi ataupun dengan bahasa Indonesia. Dengan kondisi tersebut, akhirnya aku menawarkan untuk mengantarnya ke kompleks apartemen yang sudah disewanya dan untungnya Ji-eun menyambut tawaranku tersebut dengan baik.
Beberapa menit kemudian, kami berdua sudah berhasil melewati imigrasi dan menunggu bagasi kami untuk dapat kami ambil. Tidak begitu lama, kami pun dapat menyelesaikan urusan bagasi ini dan keluar dari area kedatangan. Dan ketika kami sudah tiba di wilayah penjemputan, terlihat satu sosok langsung bergerak cepat menyergapku dari depan.
Kisah Si Rase Terbang 17 Raja Petir 01 Pembalasan Berdarah Pemikat Iblis 2

Cari Blog Ini