Ghost Campus Karya Crimson Azzalea Bagian 2
Farel " awas loe boy!" bisik Farel pada Boy
"sukurin loe anak manja!" ledek Boy
selesai latihan Boy dipanggil oleh pak Bambang.
"kamu ngadu ke Gio kalau Farel mengganggu kamu saat latihan?" tanya pak Bambang kesal
"saya gak mengadukan apa - apa pak, Gio tahu sendiri" Boy berusaha membela dirinya karena merasa tidak salah
"gak mungkin Gio tahu! kalau kamu tidak memberi tahunya, Gio itu bukan type perhatian dan care, jadi tidak mungkin dia tahu sendiri masalah seperti ini!"
bentak pak Bambang tidak percaya penjelasan Boy
"sekarang kalau memang saya kasih tahu, kenapa memangnya, pak" toh memang kenyataannya Farel mengganggu saya. Saya gak bohong ke Gio" jawab Boy mulai melakukan
perlawanan pada pak Bambang
"kamu berani menjawab saya?" semua yang ada di klub ini harus berjalan sesuai aturan saya!! Jika ada yang membantah keputusan saya, akan dikeluarkan dari
turnamen juga klub ini dengan catatan buruk. Secara otomatis tidak akan bisa bermain di klub lainnya!" Pak Bambang marah dan mengeluarkan ultimatum untuk
Boy "kok gitu pak?" kalau saya dihukum, kenapa Farel tidak ikut?" bapak juga tidak bisa memberikan rekomendasi buruk cuma karena tidak mau mengikuti maunya
bapak!" ujar Boy semakin tidak terima dengan perlakuan tidak adil yang diterimanya
"kamu mencoba menasihati saya?" Sombong sekali kamu! kamu mau bernasib sama seperti sahabat kamu Allan" saya buat dia tidak bisa mengikuti turnamen dan
saya beri dia report penilaian buruk agar dia jera dan tidak bisa mengikuti turnamen di klub mana pun" ujar sang pelatih dengan seringai liciknya
"jadi bapak memblacklist nama Allan diklub mana pun?" bapak tega sekali melakukan itu!! Allan bisa bertahan dan diterima kampus ini karena prestasi futsalnya!
kalau bapak memblacklistnya dari futsal, sama saja memboikotnya dari kampus ini!" Tidak bisa lagi mentolerir kekejaman sang pelatih, suara Boy semakin
meninggi mengikuti emosinya
"Sudah saya katakan padanya, tapi dia tidak mau mengikuti aturan yang saya buat!" pak Bambang keukeuh - sumeukeuh
"bapak benar - benar keterlaluan ternyata. . ." Suara Tristan dan Nico yang tiba - tiba masuk. Farel berada dalam cengkraman Bastian dan Bara. Gio menyusul
dibelakangnya. Angel, Chacha, Edel dan Irina menyusul masuk ke ruangan itu dengan menyeret Aldo
"kalian?" kenapa?"" Terkejut bukan kepalang, pak Bambang baru paham dirinya telah dijebak mentah - mentah. Menatap para petinggi senat dengan mata terbelalak.
"kami sudah tahu semuanya tentang perbuatan semena-mena bapak terhadap anggota klub ini. Termasuk almarhum Allan. Serta kejadian pengeroyokan yang dilakukan
Farel terhadap Almarhum Allan hingga menjadi cacat dan berakhir bunuh diri. Sudah terbukti dengan rekaman pengakuan bapak barusan dan rekaman cctv percakapan
bapak dan Allan. Kami juga sudah mendapatkan rekaman cctv dan pengakuan seluruh anggota yang terlibat pengeroyokan. Catatan medis Allan semasa hidup sudah
ada ditangan kami" tutur Nico membeberkan bukti - bukti yang sudah berhasil mereka kumpulkan
"Bapak dan Farel akan dikeluarkan dari kampus ini dan akan ditindaklanjut oleh pihak yang berwajib atas kasus pengancaman dan kekerasan fisik terhadap
almarhumah Allan juga Boy, nama kalian akan saya blacklist dari kampus ini dan jabatan pak Bambang sebagai pelatih Futsal, saya cabut" Tristan menyampaikan
keputusan finalnya "untuk Aldo. Sebagai pengurus senat kamu telah bersedia menerima suap dan bersekongkol untuk menghilangkan pelaporan Allan dan Boy mengenai diskriminasi
dan pengancaman atas dirinya. Maka dengan kedua alasan itu, jabatanmu sebagai pengurus senat juga dicabut. Akan dibuat laporan ke dekan untuk keputusan
lebih lanjut" Nico menyampaikan hasil keputusan untuk Aldo
"tunggu dulu Tristan! Tidak bisa langsung diputuskan begink kan?" bisa kita bicarakan baik - baik dulu. Tidak adil kalau saya dan Farel langsung mendapat
vonis seberat ini!" Bujuk pak Bambang mencoba melobby Tristan
"bicarakan baik - baik" Tidak adil kata bapak" pernah terpikir dua hal itu sewaktu bapak memperlakukan Allan dengan sangat tidak adil?"" ujar Boy yang
jengkel mendengar kata - kata keadilan keluar dari mulut si pelatih
"Boy benar, pak. Tidak seharusnya bapak berbicara tentang keadilan, apalagi menuntut keadilan itu untuk membela kesalahan - kesalahan bapak. Sedangkan
bapak sendiri tidak tahu apa itu adil" Bastian menambahkan
"tindakan anak bapak ini juga sudah masuk tindakan kriminal. Semudah itu membunuh nyawa orang lain. Ini harus ditindak secara tegas sesuai hukum yang berlaku"
ujar Bara " jangan berdalih lagi pak! sebaiknya bapak menyerahkan diri dan mengakui kesalahan - kesalahan itu agar hukuman bapak tidak lebih berat lagi" nasihat
Angel "jangan ada yg ditutup-tutupin karena buktinya sudah jelas dan tidak bisa disangkal lagi! Terima hukuman yang harus bapak tanggung atas perbuatan bapak
sendiri"ujar Chacha menunjuk ke arah keduanya dengan gaya detektif papan atas
Tidak bisa melakukan pembelaan lagi dan terpojok oleh semua bukti yang ada, bapak dan anak itu akhirnya menyerah dengan menundukkan wajah mereka. Entah
menyesal atau merasa malu dengan perbuatan mereka sendiri. Hantu Allan pun tersenyum puas karena sakit hatinya bisa terbalaskan dan berakhir dengan baik.
"kamu sudah tidak berat lagi untuk meninggalkan kehidupan kamu disini kan?" tanya Edel pada hantu Allan yang sekarang berwajah lebih tenang dan tentram.
Hantu itu tersenyum penuh rasa terima kasih pada Edel. Menatap sahabatnya yang sudah bisa bermain futsal dengan lepas dan bahagia lagi. Untuk Allan tidak
ada yang perlu dia khawatirkan lagi. Dia bisa beristirahat dengan tenang sekarang.
"beristirahatlah dengan tenang, kak Allan. Disini bukan tempat kakak lagi" sehalus mungkin, Edel mengatakannya untuk menyadarkan hantu Allan untuk pulang
ke alamnya Hantu Allan berterima kasih via kontak batin pada Edel
"terima kasih Edelwiss. Wish the best luck for you"
kemudian menghilang di langit sore lapangan futsal universitas Acropolis.
"hal paling menyakitkan adalah kehilangan mimpi dan harapan. Tapi akan lebih menyakitkan mengetahui orang yang penting untuk kita menderita dan terluka
karena kepergian kita sampai melupakan mimpinya.
Harapan terbesar setiap orang yang pergi adalah pergi dengan meninggalkan kebahagiaan bagi orang yang ditinggalkannya. Berharap mereka mendapatkan yang
terbaik yaitu Best Luck"
Sincerely, Edelwiss 05. White Piano Tengah malam di gedung musik universitas Acropolis yang megah. Terdengar alunan suara piano dari salah satu ruang musik di gedung bergaya klasik eropa
itu. Alunan sedih Piano Bethoven terdengar mengerikan disepanjang lorong yang gelap dan sunyi. Lagu indah nan sendu yang dimainkan partitur demi partitur itu
bisa membuat bulu kuduk pendengarnya berdiri terhanyut oleh dentingan halus di malam purnama penuh.
Jika ditelusuri asal lantunan misterius itu, terdengar dari ruang musik paling pojok di lantai 2. Ruang musik yang sudah tidak pernah digunakan lagi.
Ruangan bergaya minimalis dengan cat putih gading. Hanya berisi piano bethoven berwarna putih gading dan sisa bangkai bunga lily putih di vas bergambar
dua angsa di sudut ruangan.
Lagu misterius itu terus menggema memenuhi lorong gedung musik tanpa pemainnya. Tuts piano seperti dimainkan, ruang gelap dan sepi bernuansa putih, seakan
menambah kesan seram di malam dingin itu seakan menangisi sesuatu.
Samar - samar muncul sosok perempuan berambut sepunggung dengan dress putih selutut, tengah memainkan symphony sendu di ruang yang terlupakan
Alunan lembut sedih berubah menjadi cepat. seperti meluapkan kemarahan.
"DRREENGGGG!!" tuts piano dihentakan keras sepenuh jiwa
"Aaaaaaaaaa!!!!" Suara teriakan perempuan berkalung liontin Lily. Wajahnya setengah hancur dan tangan pucat berlumur darah, terisak - isak menangisi kertas
partitur di depan piano. Pagi yang cerah di kampus Acropolis. Aktifitas mulai terlihat hidup di sekeliling kampus elit ternama itu.
Edel dan Irina sedang berjalan di lorong gedung kampus,dekat tempat parkir khusus senat. Tidak sengaja berpapasan dengan Theo dan Rio, mereka berjalan
bersama menuju kelas. Tanpa ada yang berani menghalangi, keempat mobil sport mewah mengundang perhatian seluruh penghuni kampus. Dengan mulus, parkir di tempat khusus senat.
Tristan dan Chacha keluar dari mobil Ferrari super mewah berwarna putih. Nico dan Angel dari mobil Ferrari merah yang tidak kalah keren dari sebelahnya.
Dari dalam mobil Jaguar merah keluar Bastian dengan mengenakan kacamata hitam dan terakhir Bara dari Jaguar hitam nan eksklusif.
Mereka memasuki kampus beriringan. Keenam muda mudi itu sukses menyihir perhatian seisi kampus dengan kharisma dan pesona khas blasteran yang merupakan
keunikan dari geng bernama Halfblood ini
Tidak terkecuali Edel dan Irina. Bahkan Theo dam Rio juga ikut memandangi kedatangan petinggi senat itu. Keempatnya menahan napas saking kuatnya pesona
geng halfblood. "ya ampun, Del!! sumpah mereka emang keren abis!! seluruh penghuni kampus sampai gak napas saking terpesonanya sama mereka!" Irina yang heboh, terpesona
habis - habisan oleh daya tarik Tristan and The Genk. Hanya bisa terdiam, Edel terpana memandangi sosok Bastian yang tidak sadar sedang diperhatikan.
"ya ampun, Del! sadar woy! sadar! segitunya ngeliat kak Bastian!" ledek Irina mengibas - ngibaskan tangannya di depan wajah sahabatnya yang sibuk memandangi
sang pujaan hati "apaan sih, Rin?" gw sadar kok!" ujar Edel merasa terganggu dengan tangan Irina yang menghalangi pandangannya.
"sadar apaan?" mata loe kayak mau keluar dari tempatnya, saking fokus melototin kak Bastian! ciee!! ada yang jatuh cinta nih kayaknya?"" Irina semakin
menjadi "ng..enggak kok, siapa yang jatuh cinta?"" ujar Edel berusaha menutupi isi hati yang sebenarnya. Tapi sama sekali tidak berhasil, karena tergambar jelas
di wajahnya yang memerah karena malu. Theo yang memperhatikan tatapan dan ekspresi Edel saat menatap Bastian, hanya bisa memasang wajah kecut.
"what!!?"?" my princcess Irina suka sama pangeran yang mana" pangeran bossy, pangeran dingin, pangeran cuek atau pangeran pemarah" " Rio semakin penasaran
dan ingin tahu "kepo ah loe!" seru Irina malas meladeni Rio dan menarik Edel pergi menuju kelas mereka.
"eh, tunggu!!" panggil Rio mengejar keduanya dan disusul Theo.
Geng Halfblood menuju kelas mereka masing - masing. Keempat cwo Halfblood yaitu Tristan, Nico, Bastian dan Bara menuju gedung Fakultas Teknik sedangkan
Chacha dan Angel menuju gedung Fakultas Komunikasi. Seluruh kegiatan berjalan normal.
Siang harinya saat jam istirahat, Irina dan Edel pergi menonton permainan basket dari bawah pohon, samping lapangan basket outdoor. Irina hanya fokus melihat
Bara yang sedang bermain basket.
"Del, kak Bara keren banget!" teriak Irina penuh damba
"iya gw juga tahu kak Bara keren. tapi nanti kita ketahuan loh! tuh disana ada kak Melody dan kawan - kawan, kita bisa kena lagi" Edel menunjuk ke arah
geng Honeybee yang lebih heboh lagi dari suara MC acara yang menggunakan microphone. Hanya bisa menatap ngeri bercampur takut ke arah empat cwe super centil
itu. Saat sedang mengamati keempat 'tawon' heboh itu, Edel melihat hantu berwujud bapak - bapak sedang duduk di kursi istirahat pemain basket. Menggunakan seragam
petugas bersih - bersih penuh bercak darah di bagian dadanya yang berlubang. Terperanjat kaget, Edel memalingkan wajahnya karena ketakutan melihat sosok
si hantu. Bara menangkap kehadiran Irina dan Edel yang sedang menonton permainan Basketnya. Langsung tersenyum senang menatap Irina yang meski sempat kaget, lalu
membalas senyumnya dengan malu - malu. tiba - tiba hawa dingin terasa di tengkuk lehernya. Menoleh ke arah Edel yang memasang wajah ketakutan. Dia langsung
paham apa yang sedang terjadi.
Merasakan adanya kehadiran makhluk halus di atas pohon tempat mereka sedang berdiri, keduanya mendongak. Memastikan ada apa sebenarnya disitu. Yang mereka
lihat adalah sepasang kaki pucat dari hantu perempuan tua berbaju hitam yang sedang duduk memandangi lapangan basket. Hantu itu berpaling menatap ke arah
keduanya sambil tersenyum mengerikan. Memperlihatkan deretan giginya yang telah menghitam dengan gusi merah darah. Tentu saja Edel yang bisa melihatnya,langsung
terkejut dan berlari sambil menarik Irina.
Bara mencari - cari sosok Irina disekeliling luar lapangan tapi tidak ditemukannya. Kekecewaan karena kehilangan sosok Irina terlihat jelas di wajah tampannya.
Edel dan Irina berlari ke dekat gedung musik.
"loe liat apa, Del?" tanya Irina yang kedinginan dan kehabisan napas
"ada hantu bapak petugas bersih - bersih di bangku istirahat anak basket, di atas pohon tadi juga ada hantu nenek tua pake gaun hitam jaman dulu. serem
banget, Rin!" Dengan wajah sedikit memucat, Edel menceritakan apa yang dilihatnya. Ketakutan mereka berdua dibuyarkan oleh suara nyanyian serta sorakan
ramai dari arah gedung musik. Penasaran dengan kehebohan yang terjadi di dalam, keduanya masuk dan melihat.
Bastian sedang menyanyi sambil memainkan alat musik bersama rekan - rekan bandnya. Dikerumuni para mahasiswi yang terpesona menyaksikan penampilan mereka.
Girl, it's really good to see you come around.
I know you've been lost, I'm glad you got found,
'Cause I've been a little lost myself.
Found an old picture of you on my phone.
Had a new feeling, now I won't let go
Until I can, I can tell you myself.
Why don't you stay for awhile.
It's been too long since I've smiled.
There's too few people I trust.
I won't ask you for too much,
Good conversation and such,
And if I'm being honest...
From time to time You cross my mind. Good company Is hard to find. From time to time You cross my mind. So stay with me, Just for a night. (You cross my mind...)
Got an old record in a beat up sleeve
That same sad song that you sang to me
Back when you couldn't say it for yourself.
Look, I'd be lying if I said to you
That I know exactly what I should do
But I set my whole heart on trying.
Bastian mulai menyadari kehadiran mereka berdua. Sambil terus bernyanyi ditatapnya Edel dengan pandangan penuh arti. Edel membalas tatapan Bastian membuat
mereka saling beradu pandang.
Why don't you stay for awhile.
It's been too long since I've smiled.
There's too few people I trust.
I won't ask you for too much.
Good conversation and such.
And if I'm being honest...
From time to time You cross my mind. Good company Is hard to find. From time to time You cross my mind. So stay with me, Just for a night. (You cross my mind...)
(Cross My Mind - Twin Forks)
Usai bernyanyi Bastian melemparkan seulas senyuman penuh arti ke arah Edel. Membuatnya tersipu malu. Senyuman manis tersungging di bibir gadis bernama
tengah Sanoh itu. Irina paham apa yang tengah terjadi diantara dua orang dihadapannya, hanya tertawa pelan saat melihat bahasa kalbu keduanya.
Sorak sorai penuh kekaguman para penonton perempuan yang histeris berhasil menyadarkan lamunan Edel dan Bastian. Munculah hantu perempuan di lantai dua.
Hantu itu mengenakan gaun putih selutut. Rambutnya panjang. Wajah hancur sebagian, tangan dan kakinya berlumuran darah. Dia menatap ke arah Bastian bersama
Bandnya. Edel terkesiap. Menarik Irina dan berlari keluar dari gedung musik. Rupanya perubahan sikap itu berhasil ditangkap oleh penglihatan Bastian. Menatap
bingung kepergian keduanya, dia hanya bisa bertanya - tanya dalam hati. Apa yang telah terjadi"
"Kenapa, Del" loe liat apa?"" tanya Irina
"ada hantu cwe rambut panjang pake gaun putih selutut. Di lantai atas tadi, dia melihat ke arah anak - anak band" Edel menceritakan apa yang barusan dia
lihat Ditengah pembicaraan Edel dan Irina yang membahas masalah penampakan di gedung musik, Melody and the geng muncul. Sama tiba - tibanya seperti kemunculan
hantu tak diundang "well - well. lihat ada 2 kurcaci disini" ejek Melody dengan nada merendahkan
"loe berdua ngapain ke gedung musik" Ngebuntutin Bastian kan?"" tuduh Astrid tanpa basa basi
"gak kak" ujar Edel mulai ketakutan. Setelah ketakutan karena hantu, sekarang harus diteror oleh kedatangan makhluk yang lebih mengerikan lagi dari hantu,
pikirnya. "jangan ngeles deh! tadi gw lihat loe berdua nontonin anak basket latihan! loe pasti sengaja mau ngeliat Bara kan?" dasar kecentilan!!" bentak Viola menunjuk
ke arah Irina "gak kak kita. ." belum selesai kata - kata pembelaan Irina keluar, Rachel sudah memotongnya duluan.
"gak usah ngebantah! loe berdua ikut kita!" bentak Rachel menyeret Edel. Viola menarik kasar Irina.
"ampun kak!!" jerit Edel dan Irina dengan wajah memelas
mereka berdua dibawa paksa naik ke lantai dua gedung musik. Sampai ke ruangan paling pojok. Ruangan itu bertuliskan no.19 pada pintunya yang berwarna gading.
"masuk! bersihin ruangan ini sampe bersih! besok ruangan ini mau dipake kelas piano" umpat Rachel mendorong Edel masuk
"dan loe" ikut kita ke tempat lain!" Viola dan yang lainnya pergi sambil menyeret Irina
"Aduh! Aku ditinggal sendirian lagi?" Irina mau dibawa kemana ya" Mau gimana lagi, aku bersihkan aja dari pada kena lagi. Semoga Irina gak diperlakukan
lebih parah dari ini" dalam batin Edel berdoa agar sahabatnya itu tidak sampai diperlakukan lebih kasar lagi. Dia mulai membersihkan ruangan berpiano putih
itu. "pianonya bagus! warnanya putih lily" ucap Edel terpesona menyentuh piano bethoven putih ditengah ruangan
setelah selesai membersihkannya, hari sudah sore dan matahari mulai tenggelam. Langit diluar mulai gelap berganti malam.
"selesai juga akhirnya! Cuma tinggal bangkai lily itu yang belum diganti. Besok pagi aku bawakan bunga lily putih untuk menggantinya" ujar Edel sambil
tersenyum menatap vas bunga bergambar sepasang angsa putih di sudut ruangan
Edel duduk di kursi piano putih itu dan mulai memainkannya dengan instrumen berjudul 'Summer' milik pianis bernama Hisaishi Joe.
Bastian yang baru selesai latihan band, mendengar alunan piano yang dimainkan Edel. Merasa penasaran, dia pun mendatanginya dan mengintip dari jendela
luar. "Edel?" bisik Bastian melihat Edel yang dengan fasih memainkannya. Senyuman indah tersungging jelas diwajah ayunya. Laki - laki berdarah Perancis itu sampai
dibuat terpana oleh senyuman lembutnya. Mata Edel yang berbinar riang saat memainkan lagu berirama ceria itu menghangatkan hatinya.
"melihat mata dan senyummu bisa menenangkan dan membuat bahagia siapapun yang melihatnya, cwe polos dan lembut kayak kamu yang bisa menggerakkan hatiku"
Bastian bergumam dalam hati. Ikut tersenyum menatap Edel yang memainkan piano tua itu dengan riang.
Irina dibawa Viola dan gengnya ke gedung laboratorium. Dia dipaksa membersihkan ruang praktek tata boga yang sebenarnya ditugaskan untuk Melody.
"loe bersihin dan rapihin lab tata boga ini! sampe bersih! Besok kalau kita lihat masih belum bersih, loe bakal gw suruh bersihin gudang kesenian, ngerti
loe!" bentak Melody "iya kak" jawab Irina dengan suara pelan. Takut akan diberi hukuman lebih parah dari itu.
Keempat cwe berpenampilan modis itu pun pergi dengan berlenggak lenggok bak model papan atas meninggalkan Irina sendirian di ruangan yang berantakan, penuh
bekas praktek tata boga. "nasib - nasib! ditindas lagi, Edel gimana ya sendirian diruang musik sana" semoga dia gak kenapa - kenapa" ujar Irina menatap tak percaya sekeliling ruangan
dimana dia dipaksa untuk membersihkannya seorang diri. Hanya bisa menghela napas, dia pun memulai kegiatan bersih - bersihnya. Sekitar pukul 17.08, Irina
selesai membersihkan seluruh ruangan sampai rapi dan tertata kembali.
"selesai juga! Capeknya! Oh iya, bahan makanan ada di lemari pendingin, gw bikinin kue aja buat Edel, pasti dia laper sehabis bersihin ruang musik yang
berdebu itu" ujar Irina dengan bersemangat berniat membuat kue untuk menghibur sahabatnya itu.
Secara tidak disengaja usai mengambil bahan untuk pelajaran kimianya besok, Bara melewati ruangan tata boga dimana Irina berada. Sempat melihat sosok Irina
didalamnya, Bara menghentikan langkahnya dan berbalik mengintip ke dalam ruangan. Terlihat Irina sedang asik membuat kue di dalamnya.
"ngapain tuh cwe barbie di lab boga?" gumam Bara menyeringai Jail melihatnya
Irina hampir selesai menghias kuenya. Wajahnya belepotan krim kue dengan pandangan fokus.
"Horee jadi!"teriak Irina penuh kegirangan
"childist banget tuh cwe barbie?" segitu girangnya, mukanya kocak celemotan begitu" gumam Bara tertawa geli melihat tingkah kekanak - kanakan Irina
"hmm enak! cheessecake ala chef Irina, done!" seru Irina menirukan gaya Chef di televisi
Aksi Irina barusan menambah kencang tawa Bara yang sudah sejak tadi menahan tawanya. Irina membawa kue itu dengan tempat untuk diberikan pada Edel dan
meninggalkan ruangan tanpa mengetahui bahwa Bara mengawasinya sejak tadi. Bara masuk ke ruang praktek tata boga. Disana ada sisa potongan kue yang sempat
dimakan Irina untuk mencicipi rasa kue buatannya. Dia Mengambil sendok kemudian penasaran mencicipinya.
"enak banget! Jago juga cwe barbie itu bisa membuat kue seenak ini?" ujar Bara takjub saat merasakan kue buatan Irina
Di lorong gedung laboratorium, Irina berjalan dengan langkah riang. Membayangkan bisa memakan kue buatannya bersama Edel, tiba - tiba terasa hawa dingin
menusuk - nusuk setiap jengkal kulitnya.
"pasti ada penampakan hantu disini" gumam Irina dengan suara bergetar, menoleh ke segala arah mencari sumbernya.
Karena takut, Irina berlari menuju tangga untuk bergegas keluar dari gedung yang terasa semakin dingin baginya. Saat kaki Irina menginjak anak tangga ke
5, muncul sepasang tangan pucat. Menarik kaki Irina hingga jatuh tersungkur.
"Aaaaaa!!!" suara jeritan Irina yang terjatuh dari tangga
Sebelum tubuh Irina terbang bebas menghantam lantai marmer yang keras, sepasang tangan kokoh menariknya bahkan sukses mengangkatnya kembali dari anak tangga
tempatnya terjatuhnya. Dengan sekali hentakan, Irina sudah ada dalam dekapan seorang laki - laki berdada bidang berbahu lebar.
"kamu gak apa - apa?" tanya Bara dengan ekspresi khawatir bercampur kaget
"kak Bara" Aku gak apa - apa, kak" jawab Irina mendongak menatap jelas wajah tampan Bara. Terkejut saat tahu dirinya diselamatkan oleh sang pujaan hati.
"kamu pucet banget?" badan kamu juga kenapa bisa sedingin ini" kamu sakit?" tanya Bara cemas saat merasakan suhu tubuh Irina yang tidak normal.
"gak apa - apa, kak. Aku cuma kedinginan aja" Irina berusaha menutupi kondisinya dari Bara
Tanpa perlu diberi aba - aba, Bara melepas pelukannya dan menatap dekat wajah dan bibir Irina yang semakin memucat karena kedinginan. Lalu melepaskan jaket
birunya dan memakaikannya pada Irina.
"pake aja, kebesaran sih di kamu tapi lumayan bisa menghangatkan" ujar Bara tidak berusaha mengejar pertanyaannya karena melihat keengganan Irina saat
ditanya masalah itu. " makasih kak" ujar Irina berterima kasih atas kebaikan hati Bara.
Bara berjalan menuruni tangga. Dengan sengaja memperlambat langkahnya agar Irina tidak tertinggal jauh. Irina berjalan dibelakang Bara sambil tersipu senang
menatap punggung lebarnya dan mengikuti langkahnya.
Seperti tidak membiarkan kebahagiaan Irina terus berlangsung, angin dingin berhembus kencang ke arahnya. Sambil memejamkan kedua matanya, Irina berhenti
ditempat menggenggam erat jaket Bara saking takutnya.
Situasi ganjil itu tercium oleh Bara. Dihampirinya lalu digenggamnya tangan mungil Irina yang sudah seperti membeku itu hingga tenggelam dalam genggaman
Ghost Campus Karya Crimson Azzalea di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tangan besarnya. Ditiupnya kedua tangan Irina untuk menghangatkan.
"kamu benar - benar kedinginan ya" Tanganmu sudah seperti membeku gini" ujar Bara terus meniup tangan Irina
Irina hanya bisa terpana menatap Bara. Tidak bisa berkata apa - apa lagi.
Di ruang musik no.19, Edel selesai membersihkannya dan usai bermain piano. Dia bergegas hendak pulang tapi dikagetkan dengan kemunculan hantu perempuan
bergaun putih yang tadi siang dilihatnya
"Aaaahhh!! Siapa kamu?"?" jerit Edel yang terkejut
Bastian yang memperhatikan dari luar, menatap bingung reaksi Edel yang terlihat ketakutan.
"jangan ikutin dan deket - deket!" teriak Edel berjalan mundur menjauhi hantu berwajah rusak itu
Bastian menyaksikan kejadian itu dengan bingung dan kaget sambil bersembunyi agar tidak diketahui Edel. Penutup piano tertutup sendiri dengan keras mengagetkan
Edel yang kemudian berlari ketakutan keluar ruangan. Setelah terheran - heran menyaksikan kepergian Edel, Bastian masuk untuk memastikan ada apa diruang
musik itu sampai Edel setakut tadi. Tidak ada apa - apa selain piano putih gading dengan atap yang tertutup.
Sang hantu memperhatikan Bastian dari sudut ruangan. Tiba - tiba tutup tuts piano menutup sendiri mengagetkan Bastian.
"siapapun loe?" jangan ganggu Edel!" bentak Bastian, dengan nada marah memperingatkan siapapun yang ada diruangan itu. Karena tidak ada jawaban, kemudian
dia meninggalkan ruangan dengan rasa penasaran yang belum terjawab.
Edel berlari keluar gedung musik dan tidak sengaja menabrak Irina yang baru akan memasuki gedung musik untuk menemui Edel.
"auwww!! Del, liat - liat kek!" ujar Irina mengaduh karena ditabrak Edel
" sorry Rin, tadi gw ketemu hantu cwe bergaun putih itu lagi di ruang musik no 19, serem banget, Rin!! mukanya hancur sebagian!!" ujar Edel ketakutan setengah
mati "hah?"" tadi gw juga dijegal hantu lab, untung ada kak Bara yang nolongin gw" kata Irina
" serius loe?" terus kak Bara tahu kalau loe bisa ngerasain kehadiran makhluk halus?" tanya Edel cemas rahasia Irina akan terbongkar pada Bara
"gak sih, gw bilang aja gw kedinginan dan kepeleset aja tadi" jawab Irina
"syukur deh! gw kira loe udah ketahuan" kata Edel menghela napas lega
"kejadiannya gimana tadi?" tanya Irina penasaran
" gw liat hantu cwe berambut panjang bergaun putih selutut, mukanya hancur setengah, tangannya berdarah - darah dan ada darah yang menetes dari kakinya.
Dia pake kalung berliontin bunga Lily. Terus ngedeketin gw dan menghantam tutup piano putih diruang musik tadi. Gw takut, Rin!! dia bakal ngehantuin gw
kayak hantu - hantu lain yang sebelumnya!" seru Edel mulai panik dan bertambah ketakutan
" tenang, Del! Gw bakal nemenin loe kok, dan pasti ngebantuin loe jadi tenang aja ya" ujar Irina berusaha menenangkan Edel sambil memeluknya
"Kenapa sih gw harus nanggung kemampuan gini?"?" Edel menangis. Mengeluhkan keadaan yang harus dipikulnya.
"udah takdir kita punya kelebihan kayak gini Del, kita harus ikhlas dan kuat" kata Irina berusaha menguatkan Edel meski tidak bisa menahan airmatanya untuk
tidak ikut jatuh. "makasih ya Rin, takdir juga kali ya loe sama gw bisa sahabatan. Dimana kita punya kelebihan yang sama" ujar Edel tersenyum menatap sahabat sepenanggungannya
itu "tapi gw ogah ditakdirin seumur hidup sama loe doang!" canda Irina tersenyum jail
"yee!! gw juga ogah seumur hidup sama loe doang!" balas Edel sambil tertawa
Keduanya pun pulang sambil tertawa. Bastian mendengar semua pembicaraan Edel dan Irina secara sembunyi - sembunyi.
"bisa melihat dan merasakan kehadiran setan" jadi ini kejadian malam ospek itu yang sebenarnya?" batin Bastian dengan ekspresi kaget dan tak percaya
06. Bloody Messages Keesokan harinya Bastian yang sudah mengetahui rahasia Edel dan Irina, memeriksa ulang kamera cctv saat kejadian malam ospek. Dia memperhatikan reaksi
Edel dan Irina yang ketakutan saat kejadian.
"gila! bener - bener ada yang kayak gini?" ujar Bastian terperangah tidak percaya sambil melihat rekaman cctv
Edel dan Irina yang sedang berjalan menuju kelas mereka, dikejutkan dengan kemunculan hantu perempuan berwajah rusak itu, tepat diujung lorong.
Edel langsung menarik Irina berputar tapi malah bertemu penampakan hantu lainnya. Hantu perempuan blonde bergaun belanda jaman penjajahan yang tertembak
dibagian dadanya, memandang Edel sambil tersenyum mengerikan. Mereka berlari ke lorong lainnya untuk menuju kelas.
Bastian yang memperhatikan dari lantai dua, memandang dengan tatapan curiga juga khawatir.
"Rin, kenapa sekarang hantu - hantu satu kampus ini kayak nampakin dirinya di depan gw ya?" keluh Edel yang kehabisan napas setelah berlari berputar putar mencari jalan yang tidak ada gangguan hantu.
"mungkin mereka sekarang udah tahu kalau loe bisa ngeliat mereka, terakhir gw juga udah mulai mereka ganggu. Mereka pasti udah tahu gw bisa ngerasain kehadiran
mereka" tutur Irina yang sama tersengal - sengalnya dengan Edel
"hantu cwe yang di ruang musik no 19 itu ngikutin gw juga sekarang, dia mau apa ya dari gw?" kata Edel panik ketakutan
"mana gw tahu, kalau gitu nanti pulang kuliah kita datengin aja kesana. Biasanya mereka gak akan berhenti ganggu loe kalau belum diturutin maunya" usul
Irina "oke deh, dari pada gw diganggu mulu" Edel setuju dengan usul Irina
Tanpa disadari keduanya, Bastian berhasil menguping pembicaraan mereka.
Saat makan dikantin, Edel dan Irina mendiskusikan rencana mereka sepulang kuliah nanti.
"Rin, beneran harus ntar deh ya. Sepanjang dikelas tadi gw diliatin terus sama tuh hantu. Belum lagi dikelas kita ada hantu anak kecil yang ngeliatin gw
sambil cengar cengir dari lemari dipojok kelas" ujar Edel dengan wajah stress tingkat akut
"ya sama! loe bisa ngeliat, nah gw menggigil kedinginan sepanjang dikelas karena hantu - hantu itu. gak tahu hantu yg mana, berhasil ngambil pulpen cina
gw" seru Irina tidak kalah stress dengan Edel
Bastian memperhatikan Edel dan Irina yang sedang berdiskusi dengan wajah penuh penasaran. Angel dan Nico yang juga mengetahui rahasia keduanya, ikut memandangi
mereka dengan pandangan curiga.
"Co, Edel sama Irina kayaknya diganggu lagi deh. Mukanya ketakutan gitu" bisik Angel ke Nico
"mungkin juga, kamu gak nanya ke Edel?" tanya Nico setuju dengan penilaian Angel
"belum sih, nanti aku coba tanya deh sepulang kuliah" Angel memutuskan untuk bertanya saat pulang kuliah
Edel terkesiap saat hantu berwajah rusak itu tiba - tiba muncul dibelakangnya dan memandang dengan tatapan tajam. Dia langsung berdiri dan berlari menarik
Irina. Angel, Nico dan Bastian yang tahu penyebab reaksi janggal Edel, menduga - duga dengan wajah khawatir.
"eh, kok kayak buru - buru gitu Edel sama Irina?" ujar Chacha yang heran melihatnya
"mungkin ada keperluan mendadak kali" sahut Angel menampik kecurigaan Chacha
"tapi mereka berdua kayak ketakutan?" ujar Tristan tidak puas dengan jawaban Angel
"kebelet mungkin" timpal Nico ikut membantu Angel
Bara memandang ke arah dimana Edel dan Irina barusan pergi.
"takut sesuatu kali" sahut Bastian dengan santainya
"hah?" takut sesuatu" maksudnya?" tanya Bara mulai tertarik pada pembicaraan mereka
Angel dan Nico kaget mendengar kata - kata Bastian. Menatap sahabat mereka yang ketenangannya tidak berkurang sama sekali.
"takut ngeliat muka loe!! hahaha" ledek Bastian menunjuk wajah Bara sambil tertawa
"ah!kampret loe!" umpat Bara memukul bahu Bastian
"ngagetin gw aja loe, Bas!" seru Chacha melempari Bastian dengan kacang
"gw udah serius dengerin juga, dasar koplak!" ujar Tristan sambil melempar bungkus snack ke arah Bastian
"lagian, loe pada kepo banget sih!" ujar Bastian menyeringai jail lalu meneruskan makannya dengan cuek. Tanpa rasa bersalah sedikit pun sudah berhasil
mengerjai yang lainnya "gw sampe ngira mereka diganggu sama geng tawon itu lagi" kata Chacha masih kesal
"diganggu geng tawon" emang kapan mereka digangguin?" tanya Bara terkaget mendengar ungkapan Chacha
"waktu itu gw mergokin mereka lagi diganggu si tawon di depan ruang senat, beberapa hari lalu. Kasian banget, Irina sampai dijambak dan didorong sama nenek
lampir Viola. Edel dijegal sampai jatuh sama si tulalit Astrid, hampir ditampar juga sama si Melody. Untung gw dateng, coba kalo gak" gimana tuh?" tutur
Chacha kesal mengingat kejadian menyebalkan itu
"serius Cha segitunya?"" tanya Tristan terperangah mendengarnya
"kok mereka gak cerita sama gw ya?" ujar Angel menjadi kesal
"mereka mungkin gak mau terkesan ngadu makanya gak cerita ke kamu" tebak Nico
"wah, kebangetan tuh laron - laron!! ngapain coba gangguin Edel sama Irina?"" seru Bastian sangat tidak suka dengan geng 'laron' yang gemar berlaku semena
- mena "udah berubah wujud lagi mereka jadi laron?"" tanya Chacha geli mendengar umpatan Bastian
"gw denger sih mereka maki - maki Edel sama Irina karena masalah Loe dan Bara , Bas" lapor Chacha menceritakan motifnya
"gw sama Bastian" apa urusannya coba sama mereka?" berlagak kayak yang udah jadi istri gw aja, males banget!" ujar Bara mengumpat kesal
Bastian diam dengan wajah kesal lalu berdiri bersiap - siap hendak pergi
"mau kemana loe, Bas?"tanya Bara terkejut dan heran melihat Bastian
"ngeband, suntuk gw! Bye" jawab Bastian singkat lalu pergi meninggalkan mereka
"eh, kita kan mau ngerjain tugas kimia! woy Bas!" panggil Bara mengejar Bastian
"Bastian kenapa tuh?" tanya Chacha tercengang
Angel dan Nico hanya saling pandang, merasa curiga pada Bastian.
Edel dan Irina yang lari ke perpustakaan untuk mencari tempat persembunyian disana.
"aduh! itu hantu ngapain muncul mulu sih?"" keluh Edel mengatur napasnya usai berlari
"kita ngumpet dulu deh disini, ke kelas juga dia pasti ikut" ujar Irina yang sudah pucat kedinginan, berusaha mengatur napasnya sama seperti Edel
Dari arah belakang, terdengar suara seakan ada yang bergerak. Seperti suara benda yang sedang diseret. Edel dan Irina dengan takut - takut membalikkan
badan mereka untuk melihat sumber suaranya
Muncul hantu perempuan mengenakan baju kerja berjalan dengan posisi ngesot. Bibir dan matanya rusak sebelah. Dia mendekati keduanya dengan kaki terpenggal
yang berlumuran darah. "dimana kakiku?"" suara lirih sang hantu yang bertanya seakan meminta kembali kedua kakinya yang habis terpenggal
Edel dan Irina berlari ketakutan keluar perpustakaan menuju kelas mereka. Karena terburu - buru, tidak sengaja mereka bertabrakan dengan Bastian dan Bara
yang kebetulan sedang lewat di depan perpustakaan.
Secara reflek, keduanya menangkap Edel dan Irina yang hampir terpental jatuh karena menabrak tubuh jangkung mereka.
"kak Bastian?" gumam Edel terbelalak menatap Bastian yang berhasil menangkapnya sebelum terjatuh
"kak Bara?" Irina bergumam otomatis saat melihat wajah Bara yang menahan tubuhnya agar tidak jatuh
"kalian kenapa?" tanya Bara dan Bastian
"gak kenapa - kenapa kak" jawab Irina memegang erat lengan Bara saking takutnya
"dingin banget tangan Irina! kenapa sih dia kedinginan terus di udara panas gini?"dalam hati Bara penuh keheranan dengan kondisi Irina
Edel menoleh ke belakang melihat hantu yang mengejar mereka, tapi hantunya berhenti seakan tidak berani mendekat. Diujung lorong depan perpustakaan ada
hantu perempuan berwajah rusak yang sebelumnya mengejar mereka, hanya memandangi dari jauh tanpa ada tanda - tanda akan mendekat
Edel yang ketakutan melihat kehadiran para hantu itu, tanpa sadar berpegangan kuat pada baju Bastian. Awalnya sempat bingung dengan Edel dan Irina, tapi
Bastian segera paham bahwa mereka berdua sedang dikejar hantu. Dia pun menggenggam kepalan tangan Edel yang mencengkram kuat - kuat bajunya. Apa yang dilakukan
oleh Bastian justru mengagetkan Edel yang mendongak menatap kaget ke arahnya.
"tenang, Del. Jangan takut" ujar Bastian berusaha menenangkan Edel
Edel menatap mata Bastian dengan terkejut campur takut. Apa maksud perkataan Bastian barusan" tanyanya dalam hati. Tersadar kedua tangannya mencengkram
erat bagian depan baju Bastian, Edel langsung melepaskan genggamannya.
"maaf kak! gak sengaja, makasih udah nolongin aku. Maaf kami pergi dulu ya, kak" ucap terima kasih dan permintaan maaf Edel kemudian terburu - buru pergi
sambil menarik Irina "bentar Del!" ujar Irina mengambil jaket Bara yang sebelumnya dia pinjam untuk dikembalikan pada pemiliknya
"makasih ya kak, ini udah aku cuci bersih" ujar Irina berterima kasih pada Bara dan menyerahkan jaket biru yang terlipat rapi
"Oke sama - sama, tapi kamu. . ." Bara belum selesai bicara, Edel langsung menarik Irina meninggalkan Bastian dan Bara dengan seribu tanda tanya
"kenapa ketakutan gitu ya?" ujar Bara heran
"gak tau, tapi jaket loe kenapa ada di Irina?"tanya Bastian mengalihkan kecurigaan Bara
"kemarin gw ketemu dia di gedung lab. Karena dia menggigil kedinginan makanya gw pinjemin jaket" Bara menceritakan pertemuannya dengan Irina kemarin sore
"kedinginan" kemarin kan panas banget udaranya?" Gimana bisa, dia malah kedinginan?"" kekagetan Bastian mendengar fakta tentang Irina
"gw juga heran, Irina kedinginan banget sampai mengigil kemarin. Tadi juga saat kita tabrakan, tangannya kayak es" tutur Bara mengungkapkan kecurigaannya.
Bastian yang mulai memahami fakta lainnya terkait Edel dan Irina. Berhenti membahasnya bersama Bara.
"mungkin ada kaitannya dengan kemampuan aneh tentang hantu yang kemarin mereka omongin" dalam hati Bastian mencoba berspekulasi
Edel dan Irina sampai di kelas mereka yang masih sepi
"Del, kenapa lari sih?" kan kata loe kita aman kalau deket kak Bara sama kak Bastian" tanya Irina bingung
"iya, hantu emang gak berani ngedeketin kita selama ada kak Bastian sama kak Bara. Tapi takutnya mereka bisa curiga kalau kita deket - deket mereka lama
- lama, nanti malah kita dikira genit lagi" kata Edel memberikan alasannya
"iya juga sih, mana kita ditolongin mulu lagi sama mereka, kita bisa dikira orang aneh" Irina setuju sambil memanyunkan bibirnya
Hantu berwajah hancur itu muncul lagi didekat meja Edel.
"aahhh! mau loe apa sih ngikutin kita mulu?"" Edel menjerit. Saking terkejutnya dia sampai melompat ke kursi Irina yang ada disebelahnya.
Sang hantu memandang tajam Edel dengan sebelah matanya yang rusak. Mengibaskan tangannya membuka buku notes milik Edel yang ada di atas meja hingga terbuka.
Muncul tulisan berwarna merah darah:
namaku Elisha tolong bantu aku Edel dan Irina membacanya dan saling bertukar pandang. Bingung harus berbuat apa.
"apa yang bisa kami bantu, Elisha?" tanya Edel ke arah hantu yang sekarang mereka ketahui bernama Elisha
muncul tulisan lagi: bantu aku menemui kekasihku
Namanya Devan Anak band yang kemarin tampil saat kalian menonton di gedung musik
"untuk apa kami menemui Dia?" tanya Irina ikut melihat ke arah yang ditatap Edel
muncul jawaban: Tolong sampaikan padanya bahwa aku minta maaf dan jangan membenciku
Edel dan Irina yang membacanya terkesima oleh kalimat yang sarat perasaan sedih dari hantu Elisha itu. Mereka bisa merasakan ada rasa penyesalan yang dalam
dibalik kata - katanya. "kenapa Devan bisa membencimu?" tanya Edel merasa iba pada si hantu
Hantu Elisha hanya menunduk sedih dan tidak menjawabnya. Kemudian menghilang.
"Elisha?"" panggil Edel kaget dengan reaksi dari pertanyaannya
"hantunya pergi, Del" kenapa pacarnya sendiri bisa membenci dia?" tanya Irina heran
"gw jg bingung, pulangnya kita coba temui cwo bernama Devan itu aja, gimana?" usul Edel yang sama tidak pahamnya dengan Irina
"kita kan gak kenal sama dia, Del. Gimana cara nemuinnya" di kampus segede gini ada puluhan Devan kali" ujar Irina
" kita minta tolong kak Angel sama kak Nico buat cari tahu yang namanya Devan, kan dia anak band yang kemarin tampil bareng kak Bastian, pasti dia anak
klub musik" kata Edel cukup berpikiran panjang
"bener juga sih, senat pasti punya data anggota tiap klub" ujar Irina sekali lagi setuju dengan usul Edel
Sepulang kuliah, Edel dan Irina pergi menemui Angel.
"kak, lagi dimana?" tanya Edel via telephone untuk mengetahui keberadaan Angel
"lagi di ruang klub karate nih nemenin Nico latihan, kenapa Del?" jawab Angel menjawab pertanyaan Edel via sambungan telephone
"aku ada yang mau diomongin kak, aku sama Irina kesana ya" sahut Edel
"oke, kakak tunggu" jawab Angel
Mereka sampainya di tempat latihan klub karate. Nico terlihat masih latihan dengan semua anggota klub karate dan Angel sedang duduk di kursi istirahat
disamping tempat latihan sambil menonton latihan sang kekasih
"wah! kak Nico keren banget pake baju Karate! lihat Del gerakannya mantap!" teriak Irina terkagum - kagum melihat gerakan karate Nico
"iya Rin, jangan heboh nanti kita kena lagi jadi sasaran empuk buat ditindas karena dikira kecentilan" Edel mengingatkan sahabatnya itu karena ngeri menjadi
sasaran penindasan. Irina bergidik mengingat peristiwa yang belum lama mereka alami, langsung menutup rapat mulutnya. Mereka menghampiri ke tempat Angel
yang sudah melambaikan tangan saat melihat mereka memasuki ruang latihan.
"hai kak" sapa Edel dan Irina duduk di sebelah kiri Angel
"hai, jadi apa yang mau kalian omongin?" tanya Angel penuh minat
Edel menyampaikan maksud mereka yang ingin meminta bantuan Angel. Nico yang melihat ketiganya berbincang,langsung berhenti latihan dan menghampiri mereka.
"lagi ngomongin apa nih?" tanya Nico duduk disebelah kanan Angel sambil merangkul pundaknya
"mereka minta tolong untuk cari data cwo anak klub musik yang namanya Devan" ujar Angel
"Devan" teman satu bandnya Bastian bukan maksudnya?" ujar Nico mengenal satu orang bernama Devan
"kakak kenal?"tanya Edel
"kalau benar Devan yang itu kakak kenal. Dia teman sekelas Bastian sama Bara, anak teknik elektro semester 5" tutur Nico
"kenapa kalian nyariin Devan?" tanya Angel penasaran
"ada hantu yang ngikutin Edel dan minta tolong untuk menyampaikan pesannya ke cwo bernama Devan itu, kak" jawab Edel menceritakan alasannya
"HAH?"" seru Angel dan Nico secara serentak
" nyampein pesan dari hantu?" benar - benar ghostbusters ya kalian berdua" sahut Nico terheran - heran
" ya mau gmana lagi kak" kita takut tapi kasihan juga sama hantu itu" jawab Irina pasrah dengan nasibnya yang harus berurusan dengan masalah para hantu
"kasihan kenapa memangnya?" tanya Angel justru semakin tertarik
"hantunya bernama Elisha. Dia pacar cwo bernama Devan, dia minta tolong disampaikan pesan bahwa dia minta maaf dan jangan membencinya. Gitu katanya, kak"
Edel menjelaskan secara singkat lalu memperlihatkan tulisan darah di notesnya. Angel dan Nico melihat tulisan darah itu dengan pandangan takjub bercampur
ngeri. "baru kali ini, seumur hidup gw berurusan sama hal - hal begini" kata Nico menatap takjub tulisan darah itu
"maaf ka, kita gak bermaksud melibatkan kakak berdua. Kita bingung harus minta tolong ke siapa lagi karena cuma kakak berdua yang tahu rahasia kita" ujar
Edel jadi tidak enak hati
"gak apa - apa, Del. Kita malah senang kalian percaya dan minta tolong sama kita" ujar Angel tidak merasa keberatan sama sekali
"iya, kalian jangan tanggung semua berdua aja. Kalau ada apa - apa bilang sama kita, siapa tahu kita bisa bantu" sahut Nico tersenyum ramah pada keduanya
"makasih ya kak" ujar Edel dan Irina berterima kasih dan lega bahwa keduanya tidak menolak permintaan tolong mereka.
Edel dan Irina pergi ke gedung fakultas Teknik dan menunggu di depan kelas teknik elektro semester 5. Saat perkuliahan di kelas itu selesai, terlihat para
mahasiswanya keluar kelas. Edel dan Irina menghampiri cwo tinggi berkulit putih dengan wajah oriental.
" kak Devan!" panggil Edel menghampiri Devan bersama Irina
"iya, ada perlu apa ya?" tanya Devan bingung. Merasa tidak mengenal keduanya.
"bisa ngobrol sebentar gak kak" tapi gak disini. Gak lama kok kak" pinta Edel sesopan mungkin
"oke, taman sana aja" jawab Devan menunjuk ke taman di halaman bawah, tidak jauh dari gedung fakultas teknik
Bastian dan Bara melihat ketiganya berjalan menuju taman, menatap mereka dengan curiga.
"Edel dan Irina ada perlu apa sama Devan?" ujar Bara dengan wajah penasaran
"ikutin yuk" sahut Bastian sama penasarannya dengan Bara
Di halaman gedung fakultas teknik.
"oke, sebelumnya kita gak saling kenal kan" Maaf kalian siapa ya?" tanya Devan
"maaf kak, kita memang gak saling kenal. Namaku Edelwiss, ini Irina. Kita anak semester 1 ekonomi manajemen" Edel memperkenalkan dirinya dan Irina sambil
berjabat tangan dengan Devan bergantian dengan Irina
"kita disini cuma mau nyampein pesan buat kakak" sahut Irina
"pesan apa"dari siapa?"tanya Devan
"Dari Elisha" jawab Edel
"Elisha?" kenapa gak langsung ngomong ke gw aja" pake nyuruh kalian berdua yang nyampein?" ujar Devan tiba - tiba marah mendengar nama Elisha
"karena Elisha gak bisa nyampein langsung makanya dia minta tolong kita untuk menyampikannya" sahut Edel terkejut dengan reaksi Devan
"gw gak mau denger pesen dari dia! atau apapun tentang dia lagi! kalau emang dia mau mengatakan sesuatu, suruh aja dia ngomong langsung ke gw!" bentak
Devan Hantu Elisha melihat dengan sedih reaksi sang kekasih.
"bukan gitu kak, kak Devan!"panggil Edel berusaha mengejar Devan yang berjalan pergi dengan amarah yang meledak - ledak
"gw gak mau berurusan lagi sama dia!" seru Devan berjalan cepat meninggalkan Edel dan Irina yang tercengang melihat ledakan amarahnya.
"kak! Dia bilang maafin dia dan jangan benci dia!" teriak Edel tetap berusaha menyampaikan pesan Elisha pada Devan
Mendengar pesan yang disampaikan Edel barusan membuat Devan menghentikan langkahnya dan berbalik menghampiri Edel.
"maafin dia?" jangan benci dia?" sekarang gw titip pesan buat dia, bilang sama dia. Gw gak akan maafin dia dan gw benci banget sama dia!!" ujar Devan kemudian
pergi tanpa menoleh lagi Edel dan Irina terperangah bingung dengan reaksi Devan. Mereka hanya bisa saling pandang dalam bingung. Hantu Elisha menghilang,menangis mengikuti kemana
Devan pergi. Bastian dan Bara yang mengintip pembicaraan mereka, ikut kebingungan. Kenapa Devan marah - marah kepada Edel dan Irina" pikir mereka.
"dari mana mereka berdua tahu tentang Elisha?" tanya Bara
"yang jelas mereka berdua tahu sesuatu tentang Elisha dan apapun masalah yang terkait sama Devan?" ujar Bastian penasaran
"Elisha itu kan mantan pacar Devan yang terakhir ya?" tanya Bara
"iya, anak sastra jerman. Anak klub musik juga" sahut Bastian
"cwe oriental yang jago main piano itu kan?" Bara mencoba mengingatnya
" yang selalu memainkan piano putih di ruang musik no.19" ujar Bastian menatap Bara dengan raut wajah gelap
07. Endless Love Keesokan harinya Edel dan Irina terus membuntuti Devan karena penasaran sebenarnya ada apa sampai dia bisa sebenci itu pada Elisha. Mulai dari kelas, tempat
latihan band, sampai ke kantin hantu Elisha selalu ada di samping kekasihnya itu.
Hari itu Grup Band Bastian ada jadwal latihan di gedung musik bersama band lain yang beranggotakan 5 orang cwo. Edel dan Irina mengintip dari luar tapi
hantu Elisha tidak ada di sana.
"hantu Elisha gak ada di samping kak Devan, kemana ya?" kata Edel mencari - cari keberadaan hantunya
"mungkin di ruang musik no.19 itu kali Del" ujar Irina menebak - nebak
"mungkin juga, yuk kesana" ajak Edel
saat berbalik, mereka tidak sengaja bertemu dengan Bastian yang baru akan memasuki ruang latihan.
"hai, kalian berdua mau nonton kita latihan?"tanya Bastian dengan wajah berseri - seri
"iya sih kak sebenernya, tapi kita ada keperluan lain dulu" jawab Edel sedikit gugup karena ditanya langsung oleh Bastian
"wah sayang banget ya, hari ini kita ada latihan gabungan sama band temennya Devan. Del, bisa ngomong bentar?" tanya Bastian sedikit kecewa karena Edel
tidak jadi melihatnya latihan
" iya kak bisa" jawab Edel
Irina yang paham langsung menjauh, memberikan kesempatan keduanya untuk bicara empat mata. Dia menunggu di dekat tangga dan menatap dua sejoli itu dengan
penasaran.
Ghost Campus Karya Crimson Azzalea di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"kenapa kak?" tanya Edel
"kakak minta nomor HP kamu ya" biar bisa saling komunikasi" pinta Bastian dengan sedikit salah tingkah
Edel yang tidak menyangka akan dimintai nomor Handphone oleh Bastian, hanya terpaku tidak percaya menatapnya.
"kalau gak mau juga gak apa - apa kok Del, kakak gak maksa" ujar Bastian cepat - cepat meralat kata - katanya tadi
"Boleh kok kak, nomor ku. ." Edel langsung memberikan persetujuannya, tidak mau mengecewakan Bastian
Bastian menyimpan nomor Edel di daftar kontak handphonenya dengan diberi nama 'lovely Edelwiss'.
"makasih ya, kalau kakak sms atau telephone dibales dan diangkat ya"ujar Bastian tersenyum girang memperlihatkan lesung pipinya.
"iya kak sama -sama. Aku juga makasih, kakak ada niat sms dan telephone aku" sahut Edel melemparkan senyuman lembutnya
Kemudian Bastian pamit dan memasuki ruang latihan band. Dengan wajah senang tersipu malu, Edel menghampiri Irina yang sejak tadi menunggunya di dekat tangga.
"ciee!! yang bakal di telephone dan sms sama kak Bastian?"" ledek Irina
"apaan sih Rin?"" ujar Edel dengan wajah memerah karena malu
"seneng kan loe?" tanya Irina dengan senyum jail
"iya sih, gw seneng banget Rin" jawab Edel mengakuinya sambil tersenyum malu
Mereka tiba di ruang musik bernomor 19 itu. Disana hantu Elisha sedang duduk di depan piano putihnya sambil menangis, dipandangnya kertas partitur lagu
berjudul 'Innocent'. Edel dan Irina menghampirinya.
"kenapa kamu gak berada disamping kak Devan lagi?" tanya Edel memandangnya iba
"aku tidak bisa terus ada disampingnya. Dia sudah membenci aku" ujar lirih si hantu
Irina yang juga bisa mendengar suaranya, menggigil ketakutan dan mulai merasakan dingin.
"dia benci kamu karena gak tahu keadaan kamu yang sebenarnya, apa yang sebenarnya terjadi dengan kamu" kenapa kak Devan bisa salah sangka sama kamu?" tanya
Edel " biarkan saja dia salah paham daripada dia tahu kejadian yang sebenarnya. Devan akan terluka jika tahu" kata hantu Elisha menangisi nasibnya sendiri
"kamu gak boleh menyembunyikan kejadian yang sebenarnya dari dia. Jika kamu jadi kak Devan, apa kamu lebih suka tidak tahu dibanding tahu kebenarannya
meskipun harus sakit hati?" ujar Edel mendesak hantu Elisha
Hantu Elisha memandang Edel dengan tatapan tak berdaya.
"apa kalian mau membantu untuk membuka kejadian yang sebenarnya?" tanya hantu Elisha pada Edel
"kita akan bantu sebisa mungkin, tapi kamu perlu kasih tahu kita kejadian yang sebenarnya" Edel menyanggupi
Hantu Elisha akhirnya bersedia menceritakan kejadian yang dia alami sampai akhirnya dia meninggal dunia.
Flashback Elisha POV aku dan Devan adalah sepasang kekasih yang memiliki hobby musik.Devan memiliki grup band bersama laki - laki yang kamu suka, Bastian. Sedangkan aku adalah
salah satu pianis di kampus ini.
Seisi kampus mengenalku dengan sebutan pianis berpiano putih. Karena piano putih ini adalah piano kesayanganku. Aku dan Devan benar - benar saling mencintai
dan sudah berencana akan menikah setelah kami lulus dari kampus ini.
sampai suatu ketika, Devan memperkenalkan aku dengan teman - teman dari band lain bernama Zico. Band itu beranggotakan 5 orang cwo. Ketuanya adalah kakak
kandung Devan bernama Dava.
Awalnya aku gak merasa ada kejanggalan apa pun tapi lama - kelamaan sikap Dava padaku mulai aneh dan membuatku risih. Dia seperti berusaha mendekatiku
dibelakang Devan. Aku sudah berusaha menolaknya sesopan mungkin karena dia kakak kandung Devan. Tapi dia malah marah dan berubah menjadi memaksa.
Hari itu Devan dan bandnya sedang ada pertunjukkan di salah satu acara. Sorenya aku berlatih dan membuat sebuah lagu untuk permainan piano yang rencananya
mau aku tunjukkan pada Devan setelah acara bandnya selesai.
saat menuju tempat acara, Dava dan teman - temannya menjebak dan mengejar - ngejar aku tepat digedung ini. Mereka membuatku terpojok sampai di ruang ini.
aku berteriak tapi tidak ada yang mendengarnya karena memang sudah sangat sore dan semua penghuni gedung pergi ke acara itu.Dava dan teman - temannya biadabnya
memperkosaku disini. Besoknya aku menghindari Devan karena merasa gak sanggup menatapnya lagi. Aku malu dan merasa gak pantes buat dia! Tapi Devan terus mengejar dan menanyakan
alasanku menghindarinya. Aku takut memberitahunya! Makanya aku hanya bisa bungkam.Aku takut dia akan terluka dan merasa jijik padaku.
Aku yang tidak sanggup menanggung beban kesedihan, hanya bisa mengadu diruangan ini. Dengan piano ini aku membuat sebuah lagu untuk menumpahkan kehancuran
hatiku karena kejadian itu.
Dava dan teman - temannya menemuiku lagi di ruangan ini. Aku yang takut bercampur marah mengingat kejadian terkutuk itu, melempari mereka dengan barang
- barang di ruangan ini. Mereka berusaha memaksaku lagi tapi aku berontak. Tidak sudi menjadi mainan mereka untuk kedua kalinya.
Tapi apa dayaku melawan lima orang cwo biadab seperti mereka yang sudah kehilangan akal sehatnya. Mereka kambali memperkosaku sampai aku tak berdaya.
Aku yang tidak terima dengan keadaan itu, berusaha berteriak histeris tapi tidak ada yang mendengar.
"aku akan memberitahu Devan tentang perbuatan busuk kalian!" kataku
"Jangan berani - berani kamu memberitahu siapapun perempuan jalang!" bentak Dava
"aku gak peduli! semua orang dikampus ini akan tahu perbuatan kalian, Devan akan memberitahu Bastian dan melaporkan perbuatan kalian ke pihak kampus, kalian
akan diadili atas perbuatan biadab kalian padaku!" teriakku
"mati saja kau perempuan jalang!" teriak Dava sambil mencekik leherku
Mereka membunuhku di ruangan ini dengan memukulkan benda keras berkali - kali pada kepala dan wajahku. Lalu membuang jasadku di danau belakang kampus.
Itu sebabnya belum ada yang menemukan jasadku sampai saat ini
End Flashback Edel dan Irina mendengar kisah Elisha menjadi benar - benar shock. Tidak menyangka kejadiannya setragis itu.
"mereka bener - bener keterlaluan! bisa memperlakukan pacar adiknya sendiri setega itu!" seru Edel tidak habis pikir dan marah mendengar kisahnya
"mereka pantes diadili seberat - beratnya!" ujar Irina menggebu - gebu
"tapi kenapa kak Devan gak berusaha mencari kamu" tapi malah marah dan membencimu?" tanya Edel masih tidak paham alasan kemarahan Devan
"Karena Dava dan kawanan biadabnya memalsukan surat berisi tulisanku yang menyatakan bahwa aku memutuskan hubunganku dengan Devan.Dalam surat itu juga
mereka menuliskan bahwa aku meninggalkannya karena aku sudah punya pengganti Devan yang jauh lebih baik dan tidak akan kembali padanya. Mereka bahkan memalsukan
surat pengunduran diriku dari kampus ini. Makanya baik dari pihak kampus ataupun Devan tidak ada yang berusaha mencaritahu tentang keberadaanku" tutur
hantu Elisha "gimana sama orang tuamu" mereka pasti sadar kalo anaknya gak pulang dan menghilang" tanya Irina
"aku adalah anak yatim piatu yang tinggal sendiri. Kedua orang tuaku sudah meninggal dalam kecelakaan pesawat 1 tahun yang lalu sehingga aku hidup sebatang
kara. Hanya Devan yang aku punya, tapi sekarang dia membenciku dan tidak memaafkanku. Aku kehilangan semuanya bahkan setelah aku meninggal" ratap hantu
Elisha menangis penuh derita
Edel dan irina yang tidak tega mendengarnya, ikut tersentuh dan bertekad akan membantu membongkar kejahatan yang terjadi pada Elisha. Edel melihat instrument
lagu yang tadi dipandangi hantu Elisha, diambilnya kertas partitur itu
"apa yang bisa mengingatkan kak Devan sama kamu" apa instrument ini bisa mengingatkan kak Devan sama kamu?" tanya Edel memegang kertasnya
"instrument itu aku buat setelah kejadian terkutuk itu sebagai pesan tak terucapku pada Devan tentang bagaimana menderitanya aku. Devan tidak paham maksud
pesanku makanya dia terus bertanya padaku kenapa aku menghindarinya. Itu adalah lagu terakhir yang aku mainkan untuknya sebelum aku terbunuh" kata Elisha
Mereka berdua mendapat ide untuk membuat Devan mengingat kembali kenangannya tentang Elisha.
"kita akan buat kak Devan tidak melupakanmu, jadi tenang aja, kamu gak akan kehilangan kak Devan" ujar Edel bertekad untuk menolong Elisha
"kita juga akan bantu kamu ngebongkar kejahatan keempat cwo bejat itu" kata Irina mantap
"terima kasih Edelwiss, Irina" ujar hantu Elisha penuh rasa syukur menatap keduanya
Edel dan Irina menghubungi Angel dan Nico. Mereka menceritakan seluruh kejadian tentang Elisha pada mereka. Keduanya terkejut bisa ada kejadian tragis
seperti itu yang dialami mahasiswi dikampus mereka.
"biadab banget mereka! Kasihan Elisha" umpat Angel dengan mata berkaca - kaca
"bener - bener keterlaluan! mereka lebih biadab dari binatang!" seru Nico penuh emosi
"kita harus coba bantu ngebongkar kejahatan Dava dan teman - temannya kak" bujuk Edel
"kita pasti bantu, kamu punya rencana apa?" tanya Nico setuju seribu persen
" rencananya aku mau mengingatkan kak Devan tentang Elisha dulu pakai lagu ini" ujar Edel menunjukkan partitur lagu Elisha yang berjudul Innocent
"oke, kita atur diruangan no.19 itu aja, aku dan Angel akan pancing Devan untuk ke sana. Nanti kamu dan Irina siap - siap disana" Nico mengatur rencananya
"oke kak, aku yang akan mainkan instrumentnya" Edel menyanggupi untuk memainkan lagunya
Angel dan Nico mendatangi ruang latihan band dimana Bastian dan kawan - kawannya sedang berlatih gabungan.
"hai Co,Ngel! tumben kalian kesini?" sapa Bastian saat melihat kehadiran kedua sahabatnya
"iya nih iseng aja, Angel mau nyamperin Edel yang lagi diruang musik atas, terus gw liat band loe lagi latihan jadi mampir kesini" ujar Nico
"Ooh!! Eh, Edel ada di ruang musik sini" ngapain?" tanya Bastian penuh minat
" lagi latihan piano katanya" jawab Angel
"Wah, gw jadi penasaran mau lihat dia latihan. Gw ikut dong ketempat Edel"pinta Bastian tertarik ingin melihat permainan piano Edel lagi
"gw sama Nico mau kesana kok, ikut aja. By the way, band loe lagi latihan gabungan ya?" tanya Angel mulai mengalihkan pembicaraan sesuai tujuan awal
"iya itu band kakaknya Devan. Kita suka latihan gabungan sama mereka belakangan ini" jawab Bastian menunjuk ke arah band satunya
"kakaknya Devan?" yang mana?" tanya Nico berubah mood seketika saat mendengar ada 'si pelaku'
"tuh, yang diatas panggung lagi nyanyi. Namanya Dava" tunjuk Bastian pada cwo tinggi oriental berambut cokelat yang sedang bernyanyi sambil memainkan gitar
melody "oh itu" yang namanya Dava?" ujar Nico dengan nada sinis, jelas terdengar ada emosi yang tertahan. Rahangnya sampai mengeras saking tidak sukanya saat
melihat Dava. Angel memandang Dava dengan pandangan jijik, menguatkan genggamannya pada lengan Nico untuk menahan emosinya.
"loe berdua kenapa mandangin Dava segitunya" ada masalah sama dia?" tanya Bastian heran melihat cara memandang Nico dan Angel saat menatap Dava
"ada sedikit masalah tapi ya gak usah dipikirin sih. Oia, gw mau ngobrol sama Devan dong, bentar" jawab Nico berusaha meredam emosinya supaya tidak mencurigakan
"oke bentar, Dev!"panggil Bastian
Mendengar panggilan ketua bandnya, Devan menghampiri mereka bertiga.
"hai Co, Ngel! Ada apa nih?" sapa Devan
" gw mau nawarin loe jadi anggota senat. Buat pengganti Aldo yang kemarin dikeluarin" Nico menawarkan posisi di kepengurusan senat
"gw sih mau aja, tapi detail kerjaan gw apa?" tanya Devan langsung tertarik
" Angel mau nemuin adiknya dulu di lantai atas sekalian kita obrolin aja, gak apa - apa kan?" ajak Nico
"oke aja, yuk" kata Devan setuju ikut
Angel, Nico, Bastian dan Devan berjalan menuju ruang musik no.19 yang berada di lantai 2. Sambil membahas tugas senat yang akan diberikan pada Devan, mereka
sudah hampir sampai. Edel sudah memainkan instrumen piano berjudul 'innocent' hingga menggema di koridor lantai 2, sekitar ruang bernomor 19.
Devan terkejut mendengar lagu itu. Dia berjalan cepat menuju sumber suaranya. Di dalam ruang musik, Irina sedang duduk mengganti bunga di vas bermotif
angsa dengan seikat bunga lily putih yang masih segar. Edel yang tengah memainkan piano putih Elisha, membuat Devan teringat sosok sang kekasih.
"Elisha" kata Devan dalam hati melihat Edel seperti melihat Elisha yang sedang bermain piano
"dari mana loe tahu lagu itu?" tanya Devan tiba - tiba, membuat permainan piano Edel berhenti
"aku tahu dari kak Elisha. Ini teks lagu yang ditulis kak Elisha sendiri terakhir kali untuk kakak" jawab Edel menyerahkan teks lagunya kepada Devan
"loe bohong!! jangan sembarangan ngomong ya!" bentak Devan
"Dev tenang, jangan marah. Dengerin dulu!" sahut Bastian menahan Devan yang emosi
"aku minta maaf kalau sudah lancang. Tapi aku minta, kakak dengerin ceritaku dulu setelah itu terserah kakak mau marah atau apa" pinta Edel menatap sendu
Devan Berangsur - angsur ketenangan Devan kembali dan bersedia mendengarkan penjelasan Edel.
"kak Elisha meninggalkan pesan agar kami menyampaikan pesan ke kakak. Dia minta maaf dan tolong kakak jangan membencinya, seperti yang sudah kami sampaikan
kemarin sama kakak. Di pesan itu, kami juga diminta menyampaikan pesan lain dibalik lagu ini untuk kakak. Kak Elisha gak meninggalkan kakak karena alasan
seperti yang kakak tahu sekarang. Surat dengan tulisan tangan dan surat pengunduran diri kak Elisha itu semua palsu" tutur Edel menjelaskan semuanya
" gw dan Angel udah cek ulang surat pengunduran diri dan surat tulisan tangannya, itu memang palsu dan gak sama dengan tulisan tangan Elisha yang asli.
Kita udah pastikan dengan ahli dan detektor tulisan tangan milik kampus dan hasilnya unmatch" Nico ikut memperkuat penjelasan Edel
" kalaupun iya semua itu palsu, kenapa dia gak nemuin gw dan ngejelasin semuanya sendiri" malah menitipkan pesan ke orang lain?" tanya Devan masih belum
bisa terima dengan semua penuturan Edel juga Nico
Angel, Nico, Irina saling pandang. Bingung harus bagaimana menjelaskannya pada Devan. Bastian menatap Edel dan paham pokok permasalahan yang sebenarnya.
Dia bisa menebak bahwa Elisha yang sejak tadi mereka bicarakan kemungkinan besar sudah meninggal dan hantunyalah yang bercerita langsung pada Edel.
"kenapa" karena emang dia gak peduli sama gw kan?" makanya dia gak berusaha ngehubungin dan ngejelasin ke gw! gw gak ada artinya buat dia!! dia udah ninggalin
gw!!" ujar Devan yang sakit hati oleh kepergian Elisha
Edel terdiam menatap hantu Elisha yang menangis disamping Devan. Dia berusaha memeluk Devan tapi tidak bisa. Pemandangan memilukan itu memacu keberanian
Edel yang akhirnya memutuskan untuk memberitahukan kejadian yang sebenarnya pada Devan.
"karena kak Elisha sudah meninggal kak" sahut Edel penuh kemantapan
Angel, Nico, Irina dan Bastian terkejut dengan keterusterangan Edel.
"meninggal?"" ujar Devan terperanjat
"iya, kak Elisha udah meninggal dunia" ulang Edel
" dari mana loe tahu Elisha udah meninggal?" tanya Devan sekali lagi. Seketika sekujur tubuh Devan terasa mati rasa saat mendengar kalimat 'Elisha sudah
meninggal' keluar dari mulut Edel.
"aku didatangi oleh hantunya kak Elisha" ujar Edel yang secara tidak langsung mengakui kemampuan anehnya
"hantu Elisha" jangan main - main ya!! sembarangan ngarang cerita tentang hantu segala!!" bentak Devan
" aku gak ngarang kak! itu kenyataan! hantu kak Elisha juga ada diruangan ini sekarang bersama kita semua kok" ujar Edel terus ngotot untuk membuat Devan
bisa menerima penjelasannya
Keempat mahasiswa tingkat 5 itu memandang kesekeliling ruangan untuk mencari sosok hantu yang dimaksud tapi tentunya tidak bisa mereka lihat sosoknya.
"jangan asal ngomong pakai bawa - bawa hantu segala!" seru Devan semakin emosi, merasa sedang dipermainkan
"tenang dulu kak! Edel ini punya kemampuan bisa melihat hantu makanya cuma dia yang bisa ngeliat hantu kak Elisha. Sedangkan kita semua tidak ada yang
bisa melihatnya. Aku bisa ngerasain kehadiran hantunya yang memang benar ada di ruangan ini" tambah Irina
"gimana gw bisa percaya sama hal yang gw gak bisa liat?" tuntut Devan
Edel mengeluarkan kalung berliontin lily dari sakunya lalu memberikannya pada Devan.
"ini kalung Elisha?"" gumam Devan terbelalak kaget melihat kalung berbercak darah di telapak tangannya
"iya. kalung itu aku temuin di dalam piano putih ini dan kakak lihat sendiri disitu ada darah yang masih tersisa pada liontinnya. Itu darah kak Elisha.
Dia pernah bilang, bunga lily putih adalah bunga favoritnya karena bunga itu bisa mengingatkan tentang lambang cinta kakak yang pertama kali untuknya dengan
nama Endless love" Edel menuturkan semua yang didapatnya dari dari Elisha untuk meyakinkan Devan
Devan terpana dengan kata - kata Edel. Dipandangnya kalung berliontin Lily yang penuh bercak darah itu kemudian menangis tersedu - sedu sambil menggenggamnya
"maafin aku yang gak tahu Lis! aku gak tahu yang sebenarnya. Maafin aku!" Isak Devan yang terduduk, menangisi kepergian Elisha
Hantu Elisha memeluk Devan yang menangis terduduk di lantai dengan perasaan pedih. Edel, Irina, Angel, Nico dan Bastian terdiam memandang Devan dengan
tatapan iba juga prihatin. Butuh waktu beberapa menit sampai Devan bisa kembali tenang.
"apa Elisha benar - benar ada di ruangan ini sekarang?" tanya Devan pada Edel
"Dia selalu ada di samping kakak kemana pun kakak pergi" jawab Edel
"Sekalipun aku gak bisa lihat kamu, aku minta maaf karena gak percaya dan marah sama kamu. Aku gak tahu kamu udah meninggal Lis" seru Devan ke arah yang
ditunjuk Edel. Dia berusaha meraba - raba seakan ingin menyentuh Elisha
"Elisha meninggal kenapa" Dan gak ada kabar tentang kematiannya" justru adanya hanya surat palsu itu?" tanya Bastian merasa ada yang janggal
"kak Elisha dibunuh" jawab Edel terus terang
Devan dan Bastian terkesiap mendengar jawaban frontal Edel.
"dibunuh?"" seru keduanya secara bersamaan
"dibunuh siapa"!" tanya Devan langsung mencengkram bahu Edel
"Tenang Dev! kita bicarain tanpa pakai emosi" ujar Nico menahan Devan dari belakang
" jangan kasar Dev! kita omongin baik - baik!" seru Bastian melepaskan cengkraman Devan lalu berdiri di depan Edel untuk melindunginya dari luapan amarah
Devan jika sewaktu - waktu tidak terkendali.
Melihat emosi Devan, hantu Elisha takut emosi kekasihnya itu akan meledak. Dia buat tulisan darah di dinding yang bisa jelas terlihat oleh mereka.
Perlahan - lahan muncul tulisan warna merah darah :
DAVA Keenam orang diruang musik nomor 19 itu menoleh ke arah tulisan darah itu dan terkesima.
"Dava?" gumam Devan tidak mengerti kenapa nama kakaknya muncul di dinding
"kak Dava dan teman - teman bandnya yang membunuh kak Elisha setelah memperkosanya tepat diruangan ini" tutur Edel menjelaskan maksud dari tulisan yang
dibuat oleh hantu Elisha Devan dan Bastian kaget setengah mati mendengar penuturan Edel. Dengan mata terbelalak, mereka hanya bisa tercengang seperti orang dungu. Devan maju dengan
wajah linglung ke arah tulisan darah itu kemudian menempelkan dahinya ke dinding. Ekspresinya amat terguncang.
"Dev?" panggil Bastian dan Nico menghampirinya
"Dava" kakak gw sendiri?" gw yang ngenalin Dava sama Elisha, Bas!" ujar Devan dengan suara tercekat
"gw yang ngejerumusin Elisha ke tangansi Biadab Dava! Gw berarti yang udah menciptakan jalan penderitaan untuk Elisha sampe dia meninggal. KARENA GW!!
DAN KARENA BAJINGAN ITU SEMUANYA BISA TERJADI!!!" jeritan histeris Devan sambil memukul - mukul dinding memuntahkan seluruh emosinya.
Luapan sakit hati Devan menggema diseluruh ruangan yang menjadi saksi bisu penderitaan Elisha sampai akhir hayatnya. Ruangan itu juga yang sekarang menjadi
saksi betapa hancurnya hati Devan begitu mengetahui peristiwa naas yang menimpa sang kekasih tercinta.
Hantu Elisha memeluk kepala Devan, sama - sama menangisi nasib mereka yang harus berakhir seperti itu. Bastian dan Nico menepuk bahu Devan dengan penuh
rasa simpati. Angel, Irina dan Edel ikut beruraian air mata menyaksikan kepedihan Devan.
Setelah Devan kehabisan tenaga dan daya untuk menangis, mereka mulai berdiskusi tentang bagaimana caranya membuktikan kejahatan Dava beserta teman - temannya.
Devan yang masih terguncang, hanya terdiam dengan tatapan kosong dan tangan yang terluka sehabis mengamuk tadi.
"kita gak bisa main tuduh tanpa bukti nayat sekalipun Edel bilang dia bisa melihat hantunya. Itu gak cukup kuat untuk ngebuktiin Dava bersalah" ujar Nico
"kita udah punya satu bukti kok, kalung Elisha dan surat palsu itu pasti ada sidik jari Dava kalau kita coba cek ulang" usul Bastian
"Del, kamu bisa tanya ke Elisha gak" kira - kira ada gak bukti dari kejadian itu yang bisa mengarahkan kepada Dava?" tanya Angel pada Edel
"oke bentar kak, aku coba tanya dulu" ujar Edel menyanggupi dan mendekati hantu Elisha yang berada di dekat Devan. Dia coba ajak bicara mengenai bukti
kejadian. Angel, Nico dan Bastian hanya menatap takjub apa yang dilakukan Edel
"kalau ngeliat langsung gini, gw jadi takjub sendiri kalau Edel punya kemampuan seperti itu" ujar Nico
"Iya. Gak nyangka cwe selembut Edel bisa berurusan sama hal - hal beginian" sahut Bastian menatap kagum
"Bas, loe udah tahu sekarang Edel dan Irina punya kemampuan melihat dan merasakan Hantu. Pendapat loe gimana tentang mereka berdua sekarang?" tanya Angel
menanyakan apa yang ada dalam pikiran Bastian tentang keanehan Edel dan Irina
"pendapat gw" ya takjub, mereka ternyata punya kelebihan yang gak disangka - sangka. Bisa melihat hantu dan bisa ngerasain kehadirannya, itu gak ordinary
kan?" jawab Bastian tidak paham apa maksud pertanyaan Angel
"bukan itu maksud gw Bas, maksudnya apa loe akan menganggap Edel dan Irina cwe aneh yang freack gitu sampai bikin loe ngejauhin mereka?" tanya Angel meralat
pertanyaannya dengan yang lebih terang - terangan
"ya gak lah! Emang gw sepicik itu?" sekalipun mereka sering berurusan sama hal - hal paling aneh sekalipun, buat gw Edel ya Edel. Irina ya Irina. Gak ada
yang berubah. Parno ah loe, Ngel!" ujar Bastian dengan nada ngotot
"loe ngerahasiain ini dari kita semua karena loe takut kita bakal menganggap Edel dan Irina itu cwe aneh, terus ngejauhin atau ngucilin mereka gitu?" tanya
Bastian langsung bisa menebak arah pikiran Angel
"iya gw gak mau mereka dibeda - bedain atau dikucilin. Mereka berdua udah cukup tersiksa harus nanggung kemampuan begini. Edel itu sampai gak bisa tidur
nyenyak karena selalu diganggu sama hantu. Kemana pun dia pergi selalu ada hantu yang ngikutin dia. Irina juga sama, walaupun dia gak bisa liat kayak Edel
tapi dia sama tersiksanya. Hantu selalu ngikutin dia, kalau ada hantu disekitarnya, Irina akan merasa kedinginan sampai mengigil" Angel menceritakan tentang
kemampuan keduanya "bisa dibayangin jadi mereka berdua, hidup dihantui terus begitu" ujar Bastian tidak bisa membayangkan bagaiman penderitaan Edel dan Irina
Setelah beberapa detik untuk mencerna kata - kata Angel barusan, ketiganya terkesiap. Seperti baru sadar akan sesuatu lalu menoleh ke arah Irina. Dia duduk
dengan wajah pucat dan menggigil kedinginan.
"kamu gak apa - apa Rin" Maaf, kakak lupa kamu kedinginan kalau ada hantu! Padahal dari tadi kita seruangan sama hantu" Angel menghampiri dan memeluk Irina
untuk menghangatkannya "Kamu dingin banget gini sampai sepucat kertas! Gimana dong nih?"" seru Angel panik
Nico dan Bastian ikut panik melihat wajah pucat Irina.
"gimana caranya biar ngurangin dinginnya Rin?" tanya Nico bingung harus berbuat apa
"selama hantunya masih ada dan dekat, aku akan terus kedinginan kak. Ada satu cara yang aku dan Edel baru tahu akhir - akhir ini. Itu mungkin bisa ngelindungin
kita berdua" kata Irina dengan wajah seputih kertas
"gimana caranya?" tanya Bastian
"Hantu gak akan berani ngedeketin aku dan Edel kalau kak Bara atau kak Bastian ada di deket kita berdua. Hawa dingin yang aku rasain juga bisa hilang pelan
- pelan" jawab Irina yang pandangannya mulai kabur saking dinginnya
"HAH?""seru mereka bertiga secara berjamaah
"kok bisa gitu?"" tanya Angel keheranan
"aku dan Edel juga gak ngerti kak. Tapi beberapa kali kita berdua ngalamin, para hantu yang ngejar - ngejar kita gak berani mendekat saat ada kak Bara
atau kak Bastian ada di dekat kita, suhu badanku juga bisa kembali normal" kata Irina
"yaudah Bas sini! ngedeket ke Irina biar dia gak kedinginan" ujar Angel
"loe ngomong sih gampang Ngel, gw bisa di tendang Bara nih kalo dia tahu" sahut Bastian ngeri membayangkan apa yang akan dilakukan Bara saat tahu, sambil
terus mendekat pada Irina
"kita butuh bantuan Bara, Tristan dan Chacha juga, tapi kamu dan Edel gak apa - apa kalau mereka juga tahu tentang rahasia kalian?" tanya Nico meminta
persetujuan keduanya terlebih dahulu
Irina mengangguk setuju. Edel yang selesai bicara dengan Elisha kembali ke tempat mereka.
"Rin, kamu gak apa - apa?" tanya Edel cemas saat melihat wajah pucat Irina yang kedinginan
Melihat kemunculan Edel di dekatnya, membuatnya langsung otomatis menjauhi Irina.
"gak kok Del. Untung ada kak Bastian jadi bisa berkurang dikit dinginnya" sahut Irina dengan tatapan bersalah bermaksud meminta maaf karena mendapat pertolongan
Bastian. Yang sama sekali tidak berhasil diterjemahkan oleh Edel.
"syukur deh, makasih kak" ujar Edel kepada Bastian dengan senyum polos
"eh, iya sama - sama" jawab Bastian salah tingkah melihat kepolosan Edel
Angel dan Nico menahan tawa mereka melihat tingkah Bastian.
"kata kak Elisha, di mobil kak Dava ada cincin pertunangannya dengan kak Devan yang jatuh saat dia mau ngebuang mayat kak Elisha ke danau belakang kampus.
Buku diary kak Elisha juga disembunyiin kak Dava karena disitu tertulis semua kebejatan yang udah dia lakuin" kata Edel
"mayat Elisha dibuang Dava di danau belakang kampus?"" tanya Devan tiba - tiba menghampiri mereka.
"iya kak. Salah satu alasan kenapa gak ada bukti tentang kematian kak Elisha karena mayatnya yang gak pernah diketemui. Tubuhnya dibuang ke dasar danau
belakang kampus dibawa menggunakan mobil kak Dava makanya kita perlu nemuin cincin kak Elisha yang jatuh disana" kata Edel
"brengsek si Dava!! mau gw bunuh rasanya!" umpat Devan dengan emosi memuncak
Ghost Campus Karya Crimson Azzalea di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"bukan itu yang Elisha mau Dev! Elisha pasti gak mau cwo yang dia cintai berubah jadi pembunuh sekalipun demi dia" sahut Angel
"Angel bener Dev, Elisha bakal kecewa kalau loe malah jadi pembunuh dan gak berpikir rasional" seru Bastian menasihati teman satu kelasnya itu
"kita pasti bantu untuk ngebongkar kejahatan kak Dava, jadi kakak tenang aja ya" hibur Edel sambil tersenyum pada Devan untuk meyakinkannya
" makasih ya " jawab Devan membalas senyum Edel
" Ehemm!! Ehemm!! gak usah segitunya juga kali" sahut Bastian cemburu melihat Edel yang tersenyum pada rekan satu bandnya itu
Angel, Nico dan Irina tertawa melihat wajah cemberut Bastian. Devan paham betul bahwa Bastian cemburu, ikut menertawakannya. Edel yang tidak bisa menangkap
kecemburuan Bastian, hanya bisa menatap bingung yang lainnya lalu tersenyum penuh tanya. Hantu Elisha tersenyum lega menyaksikan pemandangan itu.
Besok paginya, geng halfblood sudah berkumpul di ruang senat untuk memeriksa rekaman cctv saat kejadian tragis itu menimpa Elisha. Mereka menatap jijik
peristiwa yang dialami oleh Elisha. Tidak tega menyaksikannya lama - lama.
"udah stop! gak bisa gw ngeliatnya lagi!" ujar Angel menutup matanya dan bersembunyi dibalik punggung Nico
Chacha pun memalingkan wajahnya dan menyandarkan dagunya di bahu Tristan. Tidak kuat menyaksikannya lagi. Tristan, Nico, Bastian dan Bara melihat tatapan
benci bercampur jijik "bener - bener biadab si Dava! Rasanya pengen gw lipet muka mesumnya!" umpat Bara emosi melihat kejadian itu
"cwo brengsek!" maki Chacha dengan mata berair
"tega ngelakuin hal sejahat itu sama cwe yang gak berdaya, emang dasar bajingan si Dava!" umpatan memarahan Bastian
"ini udah gak bisa dibiarin! Orang kayak gini harus diadili dengan sanksi seberat - beratnya. Bisa membahayakan keamanan mahasiswi lain juga. Sama pacar
adik kandungnya sendiri aja setega itu, apalagi sama yang lain" sahut Tristan menekan emosinya sampai rahangnya mengeras
"sekuat apapun cwenya gak akan sanggup ngelawan tenaga lima orang cwo, dasar pengecut si Dava!" umpat Nico
Angel menerima panggilan telephone dari Edel yang mengatakan Dia dan Irina sedang melihat Dava dan teman - temannya di parkiran mobil. Mereka mengikuti
Dava and the geng menuju gedung musik.
"Edel! jangan kesana berdua aja bahaya!" seru Angel khawatir. Sialnya baterai handphonenya habis dan sambungan pun terputus
"Del" yah lowbatt lagi!" ujar Angel kesal
"kenapa Ngel?" tanya Nico cemas
"Edel dan Irina lagi ngikutin Dava and the geng ke gedung musik" ujar Angel mulai panik
"mereka bisa bahaya cuma berdua gitu! kalau ketahuan mereka bisa dicurigain dan parahnya dicelakain sama Dava" kata Tristan khawatir
tanpa tedeng alih- alih, Bastian dan Bara langsung berlari keluar ruangan untuk menyusul Edel dan Irina ke gedung musik.
"Ayo susul Bastian dan Bara!" ajak Tristan
Tristan dan Nico berlari sambil menggandeng Angel dan Chacha. Saat sampai disana, mereka bergegas mencari Edel dan Irina sekeliling gedung musik. Ternyata
keduanya ada di ruang musik nomor 19.
"Edel! Irina! kalian berdua baik - baik aja?"" tanya Bastian dan Bara bersamaan yang berwajah panik, kehabisan napas sehabis berlari sekeliling gedung
musik. "kak Bastian" kak Bara" gak apa - apa kak" jawab Edel dan Irina bingung melihat kepanikan keduanya
Tristan, Chacha, Nico dan Angel tiba juga diruang nomor 19 dengan tersengal - sengal.
"loe berdua larinya kayak kesetanan! capek gw ngejarnya!" kata Chacha kehabisan napas
"kalo lagi sakit cinta gini nih" kata Tristan mengatur irama napasnya kembali
Angel dan Nico hanya tertawa sambil terengah - engah. Bastian dan Bara jadi salah tingkah dan berpura - pura tidak tahu. Edel dan Irina menatap bingung
geng halfblood tanpa bisa mencerna apa maksud perkataan Tristan.
"oia kak, kita udah ikutin kak Dava tapi untuk masuk mobilnya gak mungkin kayaknya, bisa dicurigai" kata Edel
"apa kita pura - pura numpang aja di mobilnya" pura - pura ban kempes kek dipinggir jalan, terus minta tumpangan?" saran Irina
"jangan! mereka itu selain pembunuh juga pemerkosa, kalian mau nebeng di mobil mereka" sama aja nyerahin diri dengan suka rela ke serigala hidung belang
itu, no way!" sahut Bara menentangnya habis - habisan
"bener kata Bara, kalian ngebuntutin mereka cuma berdua aja udah bahaya banget buat kalian, mereka berlima cwo semua. Kalau ketahuan, kalian berdua gak
akan berdaya ngelawan mereka" sambung Bastian sama tidak setujunya dengan Bara
Tristan, Chacha, Angel dan Nico malah tertawa menyaksikan kebawelan Bara dan Bastian pada Edel dan Irina.
"mereka lucu ya" ketara banget protektifnya, bentar lagi bisa sampai pakai radar pengintai khusus Edel dan Irina nih" ujar Tristan tertawa geli
"raja cuek Bastian dan anti cwe bawel Bara, bisa bermulut bawel gitu sama cwe. Kiamat deh nih" kata Chacha terbahak - bahak
"gak nyangka akhirnya mereka berdua bisa ketemu cwe yang mampu ngeluluhin mereka juga. Gw sama Chacha udah hopeless nyomblangin mereka berdua. Eh, malah
luluh sama adik - adik gw. Dunia cuma selebar jidat Tristan ternyata" kata Angel setengah mati menahan tawanya
"kalau nyokap mereka berdua tahu, bisa bikin syukuran 3 hari 3 malem ini" tambah Nico yang tidak bisa berhenti tertawa
mereka menemui Devan dan memutuskan untuk meminjam mobil Dava agar bisa dicek lebih detail lagi. Devan setuju demi mengungkap kejahatan sang kakak.
Tristan dan Nico menyewa team khusus dan petugas kepolisian untuk mencari jasad Elisha di danau belakang kampus. Mereka memberikan alasan bahwa ada laporan
yang mengatakan melihat mayat di danau tersebut.
Bastian dan Bara menunggu Devan yang bertugas meminjam mobilnya. Mobilnya dibawa ke belakang kampus untuk digeledah. Angel dan Chacha mencari bukti dan
bekas kejadian di ruang musik nomor 19. Edel dan Irina memeriksa basecamp khusus milik band Dava untuk mencari buku diary Elisha.
"ada gak Del disana?" tanya Irina sambil mencari di deretan rak buku.
"belum ketemu apa - apa nih Rin. Lis, bukunya warna apa sih?" tanya Edel pada hantu Elisha
" bukunya berwarna hijau mint bersampul gambar bunga lily putih" jawab hantu Elisha
"mana ya?" keluh Edel sambil terus mencari
"ketemu Del! ini sampulnya hijau mint, ada gambar lily putihnya" seru Irina girang berhasil menemukan buki yang dimaksud
" bener Rin! ketemu akhirnya!" kata Edel ikut gembira
"wah ada siapa disini" dua gadis manis sedang berusaha menyelidiki kita kayaknya" terdengar suara laki - laki dengan suara serak
Edel dan Irina menoleh ke sumber suara dan diserang perasaan panik. Dava dan teman - temannya muncul menatap keduanya dengan seringai licik terpampang
diwajah bengis mereka. "kita penggemar band kakak, kita nyusup buat cari barang yang bisa kita simpen sebagai koleksi" kata Irina mencari alasan
"penggemar ya" baru ini ada penggemar secantik kalian berdua yang berani masuk ke basecamp kita, apa yang kalian cari?" tanya Dava dengan tatapan liar
memperhatikan keduanya dari ujung kaki sampai ujung kepala
" gak ada kok kak. Kalau kakak ngerasa terganggu, kita bisa pergi sekarang" jawab Edel menarik Irina untuk keluar dari basecamp itu
teman - teman Dava menghalangi Edel dan Irina lalu mengepung mereka membuat keduanya masuk kembali ke dalam basecamp.
"itu bukan buku kalian, untuk apa kalian mengambil buku itu?" tanya Dava merasa curiga saat melihat buku ditangan Irina
"kita kira ini buku harian kakak makanya kita tertarik" Irina terus berdalih
"kalian berusaha menyelidiki sesuatu kan" apa yang kalian selidiki"apa yang kalian tahu?"" bentak Dava
Hantu Elisha takut Edel dan Irina akan di celakai Dava. Dengan panik dia pergi ke tempat Angel dan Chacha untuk meninggalkan pesan di dinding.
tulisan darah di dinding:
tolong Edel dan Irina dari Dava
Angel dan Chacha terkejut saat membaca pesan singkat hantu Elisha, langsung menghubungi Tristan dan Bastian untuk minta bantuan. Usai memberitahukan tentang
kondisi Edel dan Irina, Angel dan Chacha berlari menuju lokasi kejadian. Sementara itu Edel dan Irina sudah terpojok dikepung Dava dan teman - temannya.
"kalian dua gadis sok tau dan sok ikut campur!" umpat Dava tersenyum sinis
"lebih baik daripada kalian pemerkosa dan pembunuh!" bentak Edel tidak mau terlihat takut
Dava menangkap Dagu Edel. Membuat Edel terbelalak ngeri menatapnya
"darimana loe tahu semua itu?" tanya Dava memicingkan mata sipitnya
" gak penting gw tahu dari mana! dasar pengecut!" umpat Edel
Irina panik, berusaha melindungi buku diary Elisha. Kedua tangannya dicengkram oleh teman - teman Dava.
"lepasin gw!! jangan kurang ajar ya!" bentak Irina memberontak sekuat tenaga, berusaha membebaskan diri. Tapi apa dayanya melawan tenaga cwo - cwo bertubuh
tinggi seperti mereka Dava menangkap kedua tangan Edel dan menahannya di kedua sisi kepala. Membuat Edel tidak bisa bergerak.
"lepasin gw! jangan macem - macem loe! atau gw bakal teriak!" jerit Edel
"teriak aja sekuat loe, gw mau denger sekuat apa cwe mungil kayak loe bisa teriak. cwe secantik loe mending bersenang - senang sama gw dari pada berusaha
cari - cari info tentang orang yang udah mati" ujar Dava memandang Edel seperti hewan buas yang siap menerkam mangsanya
Hantu Elisha bingung harus bagaimana. Dia berusaha memukul - mukul Dava dan teman - temannya tapi tidak bisa menyentuh mereka. Akhirnya dia mencoba menjatuhkan
barang - barang dan tidak cukup kuat juga untuk menghentikan mereka.
Edel dan Irina berusaha melawan tapi tidak mampu. Saking kuatnya perlawanan Irina, kemejanya tertarik hingga robek di bagian atas. Kepanikannya semakin
menjadi - jadi. "kak Bara tolong!"dalam hati Irina memanggil nama Bara
Kondisi Edel juga tidak lebih baik. Meski sempat terlepas karena berhasil menendang selangkangan Dava, namun berhasil ditangkap lagi hingga cardigannya
terlepas. Dava semakin tertarik menangkap Edel yang mulai kehabisan tenaga.
"kak Bastian tolong!!" jerit Edel tanpa sadar menyebut nama Bastian
"Bastian?" loe cwenya" makin tertarik gw sama loe. Bisa nyicipin cwe kepunyaan salah satu pangeran halfblood, kayak apa rasanya ya?" ujar Dava dengan pandangan
menjijikan hendak mencium Edel
"GUBRRAAAKKKK!!!!"
sekonyong - konyongnya pintu terdobrak.Bastian dan Bara muncul dari balik pintu bersama Devan. Saat melihat Edel dan Irina dalam kondisi seperti itu, darah
di kepala Bastian dan Bara langsung mendidih. Mereka mengamuk dan menghajar para laki - laki bejat itu dengan bantuan Devan yang memang sudah punya dendam
kesumat pada mereka. Tidak lama, Tristan dan Nico tiba membantu Bastian, Bara dan Devan. Angel dan Chacha datang menghampiri Edel dan Irina yang masih mengigil ketakutan.
Para polisi tiba dan langsung meringkus Dava beserta teman - temannya atas bukti - bukti kejahatan mereka yang sudah lengkap.
Cincin Elisha diketemukan di mobil Dava dan ada sidik jari mereka pada cincin dan kalung Elisha. Ada noda darah Elisha yang tersisa di jok bawah mobil
Dava yang berhasil teridentifikasi. Jasad Elisha juga sudah bisa diangkat dari danau belakang kampus untuk diotopsi lebih lanjut. Di ruang musik nomor
19 ditemukan gelang Dava di dalam vas bermotif angsa.
Tristan dan Nico berusaha menghentikan amukan kedua Bastian dan Bara sambil berusaha menghentikan Devan juga yang sama kalapnya.
" loe tega banget kak!! gak nyangka loe sebiadab ini!" jerit Devan meluapkan emosinya pada sang kakak
"Elisha itu pacar gw! belahan jiwa gw! loe rusak terus loe bunuh! loe gila Dav! loe gila!!!" teriakan Devan sambil terus memukuli Dava
Hantu Elisha menyaksikannya hanya bisa menangis tersedu - sedu. Rasanya ingin sekali dia memeluk Devan yang menangis histeris terduduk di lantai
"Aaaaaaarrggghhhhh!!! Sialaaaannn!!" jerit kepedihan Devan sekuat - kuatnya
Bastian menghampiri Edel dan memakaikan jaketnya untuk menutupi tubuhnya.
"kamu gak apa - apa Del" mereka gak ngapa - ngapain kamu kan?" tanya Bastian panik memeriksa kondisi Edel
Ada luka gores di leher, tangan, bahu dan dagunya. Membuat kepala Bastian semakin mendidih. Edel hanya bisa mengangguk ketakutan. Masih terisak - isak
dan shock dengan kejadian yang baru saja dialaminya. Melihat keadaannya, Bastian menggendong Edel untuk membawanya ke rumah sakit. Saking ketakutannya,
dia memeluk leher Bastian.
Bara menghampiri Irina dan membalutkan jaketnya menutupi tubuhnya.
"kamu baik - baik aja kan Rin" mereka ngapain kamu?"" tanya Bara memeriksa Irina
Ada beberapa luka di leher, pipi dan bahu juga di tangan sama dengan Edel. Kondisi Irina yang mengenaskan, mengobarkan emosi Bara. Digendongnya Irina dan
Tristan dan Nico yang menyelesaikan kasus Dava dan teman - temannya bersama pihak kepolisian. Angel dan Chacha menemani Bastian dam Bara yang membawa Edel
serta Irina ke rumah sakit. Mereka bungkam melihat emosi Bastian dan Bara yang sudah sampai diubun - ubun.
Di rumah sakit Edel dan Irina mendapat perawatan segera. Untungnya tidak ada luka yang serius sehingga tidak perlu dirawat inap. Tristan dan Nico muncul
setelah menyelesaikan semua urusan dengan pihak polisi.
Tidak lama mereka diperbolehkan pulang. Bastian dan Bara mengantar Edel dan Irina dengan mobil mereka masing - masing. Emosi keduanya masih meletup - letup
sepanjang perjalanan. Tristan, Nico, Angel dan Chacha mengerti dan membiarkan mereka berdua mengantar Edel dan Irina pulang.
"gw belum pernah ngeliat Bastian dan Bara seemosi itu" kata Chacha sedikit takut melihatnya
"wajar kalau mereka semarah itu, cwo mana yang gak bakal ngamuk kalo cwenya diperlakukan kayak tadi" jawab Tristan bisa memahami apa yang dirasakan Bastian
dan Bara "sekalipun kamu yang gak pernah emosian?" tanya Chacha penuh minat
"Ya iya Cha, sekalipun aku yang gak pernah emosian pasti akan sama ngamuknya kayak mereka berdua. Mungkin bahkan bisa lebih histeris dari Devan kalau cweku
sampai ngalamin kejadian kayak Elisha. Gak kebayang deh. jangan sampe! jangan sampe!" ujar Tristan sambil memegangi kepalanya. Tidak bisa dia bayangkan
bagaimana kalau sampai mengalaminya.
"biarin aja mereka tenang dulu. Lagian Edel dan Irina akan merasa paling aman bersama Bastian dan Bara untuk sekarang ini" kata Nico memberikan pandangannya
"yuk kita juga pulang" ajak Angel lelah dengan semua yang terjadi hari itu
Bastian mengantar Edel dengan Jaguar merahnya sampai ke rumah keluarga Castello.
"Del udah sampai" ujar Bastian
"Makasih ya kak" jawab Edel berusaha tersenyum tapi malah air mata yang keluar
"maaf kak, aku masih takut sama kejadian tadi. Itu lebih nyeremin dari pada saat dikejar - kejar hantu" ujar Edel menahan tangisnya
Bastian memeluk Edel yang semakin menjadi tangisannya.
"sshh! kamu udah aman kok Del. Aku akan jagain kamu dari orang jahat dan dari hantu - hantu yang ganggu kamu. Jadi jangan takut" gumam Bastian berjanji
akan menjaganya "kakak gak takut atau nganggep aku cwe aneh karena berurusan sama hal - hal kayak gini?" tanya Edel mendongak memandang wajah Bastian
"gak. justru menurut aku, kamu hebat bisa ngalahin rasa takut kamu sendiri dan memanfaatkannya untuk nolong orang lain. Orang normal belum tentu bisa ngelakuin
seperti apa yang kamu lakuin" jawab Bastian mengusap pipi Edel menghapus air matanya.
" makasih ya kak" ujar Edel tersenyum menatap lembut kedua mata hangat Bastian
Bastian memandangi wajah Edel dengan tatapan dalam lalu mengecup dahinya dengan lembut. Diantarnya Edel masuk dan disambut baik oleh kedua orang tua Angel
yang memang sudah mengenalnya sejak masih bayi.
Di tempat lain dengan waktu yang hampir bersamaan, Bara sampai di depan rumah Irina dengan jaguar hitamnya.
"udah sampe Rin" ujar Bara dengan suara rendah
"makasih kak udah nolong dan nganterin aku" ujar Irina yang menangis sepanjang perjalanan pulang
Bara menghapus air mata di pipi mulus Irina.
"hei jangan nangis lagi dong! kamu udah aman Rin, aku bakal jagain kamu dari siapapun yang gangguin kamu termasuk hantu. Kamu bilang kalau aku ada di dekat
kamu, hantu gak berani mendekatkan. Aku akan jadi pelindung kamu" janji Bara sambil memandangi wajah dan mata Irina dengan sayang.
"makasih. . kak" Irina terpana memperhatikan kesempurnaan wajah Bara
Bara mencium kening Irina dan mengantarnya masuk ke dalam rumahnya. Saat bertemu ayah Irina, dia sempat berkenalan dan langsung pamit pulang.
"laki - laki itu beraura sangat kuat" batin ayah Irina memandang kepergian Bara
"siapa dia Rin" pacar kamu?" tanya ayah Irina
"pengennya sih gitu, Pa. tapi gak mungkin cwo seperfect kak Bara mau sama aku" jawab Irina penuh harap
"laki - laki itu beraura sangat kuat,Irina. Dia bisa melindungi dan menutupi kekurangan kamu. Sangat langka ada yang memiliki aura sekuat itu" tutur sang
ayah Irina memandang terkejut ayahnya. Kata - kata sang ayah mengkonfirmasi kecurigaannya selama ini.
Keesokan harinya diadakan pemakaman Elisha yang dihadiri oleh Devan, geng halfblood, Edel, Irina dan teman - teman yang mengenal Elisha.
"Dev, yang sabar ya. Gw ngerti perasaan loe tapi loe gak boleh terpuruk terus gini" ujar Bastian menepuk bahu Devan yang duduk bersimpuh di depan papan
nisan Elisha. "makasih Bas. Edel, apa Elisha masih ada didekat gw?" tanya Devan
Hantu Elisha masih ada disamping Devan dengan raut wajah sendu.
"masih kak, ada di samping kakak" kata Edel menunjuk ke sebelah kanan Devan
"gw gak bisa tenang karena Elisha sepertinya masih belum bisa beristirahat dengan damai. Aku gak apa - apa Lis. beristirahatlah dengan tenang" ujar Devan
meyakinkan hantu Elisha sambil menundukkan wajahnya di dekat batu nisannya.
" masih ada yang belum tersampaikan makanya kak Elisha belum bisa pergi kak" sahut Edel
"apa yang belum tersampaikan?" tanya Devan penasaran
"ayo kita ke ruang musik nomor 19. Yang belum tersampaikannya ada disana" ajak Edel
geng Halfblood, Edel, Irina dan Devan pergi ke ruang musik nomor 19 itu. Disana Edel mengambil selembar kertas berisi partitur lagu dari dalam piano putih
Elisha. "lagu ini dibuat kak Elisha khusus untuk kak Devan. Kak Elisha bermaksud memainkannya di hari dimana dia diperkosa oleh kak Dava dan teman - temannya.
Hari itu kakak sukses menggelar acara band yang bertepatan dengan hari jadian kakak berdua yang ke 3 tahun. Tapi sayang ternyata umurnya tidak sampai untuk
menyampaikannya" kata Edel menyerahkan teks lagu itu pada Devan
Devan menerima kertas lagu itu dan membaca judulnya:
'Endless Love' 'For my soulmate, Devan' 'From your beloved lily, Elisha'
Usai membacanya Devan menangis terisak - isak. Hantu Elisha memandang Devan dengan perasaan haru dan bahagia, pesan cintanya yang terakhir sudah sampai
pada belahan jiwanya. Meski sampai akhir hayat dia tidak punya kesempatan untuk mempersembahkannya secara langsung.
Edel memainkan lagu Elisha yang berjudul Endless Love itu guna menyampaikan pesan terakhir Elisha. Devan mendengarkannya dengan perasaan terharu bercampur
sedih. "Elisha Belahan jiwaku. Lily cantikku. Pergilah dan beristirahatlah dengan tenang. Jangan mengkhawatirkanku lagi, aku akan baik - baik saja. Aku akan jadi
laki - laki yang bisa kamu banggakan. aku akan bahagia dan akan menyimpan kenangan cinta kita dalam hatiku yang terdalam. Selamat jalan my Endless Love"
ujar Devan menatap piano putih sambil memegang bunga lily putih yang merupakan lambang cintanya untuk sang kekasih.
Hantu Elisha tersenyum bahagia menatap Devan dan memeluknya untuk yang terakhir kalinya. Sebelum menghilang, hantu Elisha memandang Edel dan Irina dengan
senyum lembut "terima kasih Edelwiss dan Irina. Aku berharap kalian bahagia dan bisa bersatu dengan cinta abadi kalian " ujar Elisha sambil melirik ke arah Bastian dan
Bara yang sedang memandangi keduanya dengan tatapan cinta. Melihat Angel dan Nico yang bergandengan juga Tristan dan Chacha yang saling bersandar satu
sama lain, membuatnya bahagia dan tenang.
Hantu Elisha menghilang dengan senyum damai dan bahagia di bawah cahaya hangat matahari yang menyusup dari jendela ruang musik nomor 19. Meninggalkan ruangan
penuh kisah tragis dengan piano putih berhias bunga lily bersama alunan piano berjudul 'Endless Love'.
"setiap manusia dianugerahi perasaan yang tulus dan cinta tapi tidak banyak yang bisa mendapatkan cinta tulus yang abadi
jangan pernah sia - siakan orang yang kita cintai dan mencintai kita karena kita tidak akan pernah tahu kapan ajal akan memisahkan
mencintai itu mudah. Menerima orang yang kita cintai apa adanya itu sulit
saat orang yang mencintaimu menerimamu dengan segala kekuranganmu, beruntunglah kamu. .
kamu telah menemukan cinta sejati atau kusebut Endless Love"
Sincerely, Edelwiss dibawanya menuju rumah sakit. Irina menangis di leher Bara.
08. Phantom Of The Opera Pagi yang cerah di universitas Acropolis.
Di tengah suasana pagi yang tenang, bunyi laju mobil sport memecah keheningan. Disusul suara pekikan heboh para kaum hawa layaknya menyambut kedatangan
idola papan atas. Tristan dan Chacha turun dari Ferrari putih disusul Nico dan Angel yang turun dari Ferrari merah.
Kebanyakan mahasiswa senior sudah tak heran lagi dengan situasi dan kondisi luar biasa dari efek samping para kaum bangsawan kampus berwajah aristokrat
itu. Sudah biasa jika sumbernya adalah geng Halfblood, pikir mereka.
Namun, kali ini ada pemandangan baru yang nampaknya lebih mencuri perhatian kampus berproperti serba modern itu. Dari Jaguar merah, Edel turun bersama
Bastian. Kemudian Irina keluar dari Jaguar hitam milik Bara jadi bumbu penyedap rasa kehebohan yang tengah berlangsung.
Mendapati setiap pasang mata menatap ke arah mereka, membuat Edel dan Irina merasa risih dan tidak nyaman. Mereka hanya bisa tertunduk malu di samping
Bastian dan Bara. Kedelapan muda mudi itu berjalan memasuki gedung berfasilitas mewah kampus Acropolis.
Seluruh mahasiswa dan mahasiswi memperhatikan mereka. Berbisik - bisik membicarakan kehadiran Edel dan Irina disamping Bastian dan Bara. Keenam anggota
geng Halfblood sudah terbiasa menjadi buah bibir dan bahan gosip seisi kampus. Bastian bahkan dengan cueknya menggandeng tangan Edel. Bara pun terlihat
sama ignorant-nya dengan menggamit tangan Irina. Tak peduli anggapan sekeliling. Kedua pemuda blasteran itu sama sekali tidak peka pada ketakutan kedua
gadis yang sedang memikirkan nasib mereka selanjutnya. Jadi sasaran empuk kecemburuan mahasiswi satu kampus tentu bukan cita-cita terindah mahasiswi baru
tingkat dan jurusan manapun. Kengeriannya saja tidak bisa mereka bayangkan.
"Aduh. Kak Bastian kenapa malah begini?" Tamat riwayatku jadi bulan-bulanan cewek satu kampus. Tapi, digandeng kak Bastian begini, aku seneng sih. Kalau
ini mimpi jangan bangunin dulu ya Tuhan" rutukkan dalam hati Edel.
"Oh my God! Gue digandeng kak Bara?" Aaarrgghh!! Tapi gawat nih, bisa dibully habis-habisan nanti! Bodo deh. Bisa deket sama kak Bara gini berasa kayak
mimpi banget" Irina justru girang meski setengah ketakutan.
Tristan, Chacha, Angel dan Nico hanya tersenyum diam-diam melihat dua pasangan belum resmi dibelakang mereka. Mereka tidak mau ambil pusing dengan bisikan-bisikan
maut disekitar mereka yang tengah mewabah seperti virus mematikan.
Dari kejauhan geng Honeybee menyaksikan pemandangan mencolok mata itu dengan tatapan yang bisa dikategorikan level dendam kesumat.
"Apa-apaan sih dua cewek cebol itu?" Berani banget mereka ngedeketin Bastian sama Bara" Gue aja nggak pernah dijemput naik mobil mereka apalagi digandeng
kayak gitu sama my baby honey Bastian" Rengekan kesal Astrid sambil menghentakan kedua kakinya.
"Mereka berdua bener-bener cari masalah sama kita. Awas aja!" Kutuk Viola.
"Ini pasti ada andil Angel yang ngebantu mereka. Edel itu kan sepupunya" Sahut Rachel dengan nada sinis tak tertolong lagi.
"Lihat aja. Kita kerjain abis-abisan tuh anak dua. Nggak bisa sentuh Angel dan Chacha, kita kerjain dua adik kesayangan mereka" Ujar Melody dengan senyum
licik tersungging di bibir merahnya.
Bastian dan Bara mengantar Edel dan Irina sampai ke depan kelas.
"Makasih, kak. Nggak perlu sampai nganter ke depan kelas juga kok. Kesannya ngerepotin" Edel berterima kasih pada keduanya sambil sesekali melirik sekeliling.
Banyak pasang mata yang mengawasi. Seakan ada sinar laser yang siap membakar punggungnya.
"Iya, makasih ya kak. Udah jemput dan anter kita ke kampus" ujar Irina ikut berterima kasih.
"Nggak apa-apa kok. Kita sukarela. Sekalian mau pastiin kalian sampe dengan selamat tanpa diganggu hantu gentayangan" jawab Bastian dengan senyum lebar.
"Kalian berdua nggak usah takut. Kita bakal jagain kalian. Kalau ada apa-apa telpon dan kasih tahu ya"Bara menawarkan jasa perlindungan gratis.
"Iya kak. Sekali lagi makasih" jawab keduanya. Mereka senang bisa mendapatkan perhatian kedua idola kampus seperti Bastian dan Bara. Keduanya pun pamit
menuju kelas mereka. Lalu menoleh kembali untuk memperhatikan punggung pujaan hatinya menghilang, dua gadis berumur 18 tahun itu tersenyum dalam sebelum
melangkah masuk. Tanpa mereka sadari, Theo dan Rio melihat dengan wajah kecut.
"My princess Irina kenapa datang bersama si pangeran pemarah Bara?" tanya Rio dengan logat Jawanya yang super kental.
"Suka-suka gue dong. Nggak ada urusan sama lo juga kali" Sahut Irina merasa risih.
"Lo ada hubungan apa sama Bastian, Del?" Tanya Theo penasaran.
"Gue nggak ada hubungan apa-apa sama kak Bastian. Dia cuma jemput dan nganter ke kampus aja. Dia kan sahabatnya kak Angel" Jawab Edel tidak paham kecemburuan
Theo. "Hmm gitu. Tapi kayaknya dia tertarik ya sama lo?" Nada bicara Theo menjadi sedikit sinis.
"Nggak mungkin juga cowok seperfect kak Bastian bisa tertarik sama cewek biasa model gue" Ujar Edel mulai tersinggung dengan kesinisan Theo barusan.
Ghost Campus Karya Crimson Azzalea di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Gue bisa lihat dari tatapan dan cara Bastian ngeliat lo, Del. Dia pasti ada rasa. Tapi lo aja yang terlalu polos nggak bisa ngebacanya. Gue mungkin nggak
akan bisa menang dari dia tapi gue bisa kasih lo cinta melebihi yang bisa diberikan Bastian" gumam Theo dalam hati.
Gedung Fakultas Teknik. Kelas jurusan telekomunikasi semester 5.
Tristan dan Nico baru tiba. Mereka langsung memilih tempat duduk paling depan lalu mengeluarkan laptop hitam dan buku catatan masing-masing. Tristan dikejutkan
dengan sepucuk surat yang terselip di laci mejanya. Usai menyampirkan tasnya di gantungan samping meja, ia mengambil surat beramplop biru itu. Menatap
penuh curiga kemudian membuka dan membaca isi surat tersebut.
Surat itu berbunyi: ================================
Dear Tristan, Bagaimana kabarmu" Semoga keadaanmu sehat dan baik. Sudah lama kita tidak berjumpa. Aku ingin minta maaf karena telah meninggalkanmu. Membuatmu menanggung
semua beban yang seharusnya aku pikul. Maafkan keegoisanku. Aku sangat berharap kita bisa bertemu dan membicarakan banyak hal.
Salam Hangat, Dastan Karl Becker ================================
Tristan membeku ditempat begitu melihat nama yang tertera di salam penutup surat. Dia bolak-balikan lembaran surat ditangannya untuk memastikan bahwa tidak
ada tambahan. Respon kekagetan Tristan menarik perhatian Nico yang duduk persis disebelahnya. Bak orang yang terkena kejutan listrik. Seketika Tristan
berlari ke depan pintu dan melihat ke kanan dan kiri lorong. Ketika tidak menemukan apa yang sepertinya ia cari, Tristan melesat memasuki kelas kembali
Simbol Yang Hilang 4 Perawan Lembah Wilis Karya Kho Ping Hoo Bagus Sajiwo 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama