Ceritasilat Novel Online

Oliver Twist 6

Oliver Twist Karya Charles Dickens Bagian 6


dari yang memang diperlukan."
"Anda sepertinya berpendapat," omel sang dokter, "bahwa
semua orang berkecenderungan bersikap keras hati dewasa ini,
kecuali Anda sendiri, Nona Rose. Aku semata-mata berharap,
demi populasi pria yang kian meningkat saja secara umum,
semoga Anda dipandang beperangai rapuh dan berhati lembut
oleh pemuda lajang pertama yang memohon kasih sayang Anda.
Kuharap aku adalah seorang pemuda, supaya bisa mencoba ke"
sem"patan menggiurkan untuk melakukan hal tersebut, saat ini
juga." "Anda pemuda yang sama hebatnya seperti Brittles yang
malang," timpal Rose merona.
"Ya," kata sang dokter, tertawa terbahak-bahak, "itu bukan"
lah perkara yang terlalu sulit. Tapi, kembali ke anak laki-laki
ini. Saatnya menjalankan persetujuan kita belumlah tiba. Dia
akan terbangun kira-kira satu jam lagi. Dan, walaupun aku
su"dah memberi tahu polisi berotak tumpul di lantai bawah
bahwa anak ini tidak boleh dipindahkan atau diajak bicara
karena berisiko bagi nyawanya, kupikir kita bisa bercakap-cakap
dengan anak malang itu tanpa bahaya. Sekarang, begini saja.
Aku akan memeriksanya didampingi Anda. Dan, jika dari apa
yang dia katakan kita menyimpulkan bahwa dia adalah penjahat
sungguhan (kemungkinan besar memang begitu), dia akan
CHARLES DICKENS ~301 ditinggalkan untuk menghadapi nasibnya, tanpa campur tangan
lebih lanjut dariku. Apa pun yang terjadi."
"Oh! Jangan, Bibi!" pinta Rose.
"Oh! Ya, Bibi!" kata sang dokter. "Sepakat?"
"Hatinya tidak mungkin menjadi keras karena kejahatan,"
kata Rose. "Itu mustahil."
"Bagus sekali," timpal sang dokter. "Kalau begitu, semakin
kuatlah alasan untuk menyetujui usulanku."
Akhirnya kesepakatan tersebut disetujui. Mereka kemudian
duduk menanti, tak sabar menunggu Oliver terbangun.
Kesabaran kedua wanita tersebut ditakdirkan menjalani
cobaan yang lebih panjang daripada yang diperkirakan Tuan
Losberne. Setelah berjam-jam berlalu, Oliver masih saja ter"
tidur pulas. Hari sudah malam ketika sang dokter baik hati itu
memberi tahu bahwa akhirnya bocah malang itu sudah cukup
pulih untuk diajak bicara. Anak itu merasa sangat sakit, katanya,
dan lemas karena kehilangan darah, tapi pikirannya terusik kege"
lisahan sedemikian rupa karena ingin mengungkapkan sesuatu
sehingga sang dokter berpendapat lebih baik memberi anak itu
kesempatan daripada berkeras agar anak itu diam saja sampai
besok pagi"yang memang seharusnya dia lakukan.
Perbincangan tersebut berlangsung lama. Oliver menceri"
takan keseluruhan riwayat panjangnya yang sederhana kepada
mereka, dan sering kali terpaksa berhenti karena rasa sakit dan
kurang tenaga. Rasanya sungguh sendu mendengarkan hal
tersebut dalam kamar yang digelapkan, dari suara lemah si anak
sakit yang memerinci katalog melelahkan tentang kekejian dan
petaka yang ditimpakan pria-pria kejam kepadanya. Oh! Jika
di saat kita menindas dan menggilas sesama makhluk hidup,
sempatkan untuk memikirkan bukti-bukti kelam mengenai
kekeliruan umat manusia yang bagaikan awan hujan tebal yang
pelan-pelan membubung dengan pasti ke angkasa untuk mencu"
rahkan dendam mereka ke kepala kita. Jika sekejap saja kita
berkenan mendengarkan dalam benak kita pengakuan mendalam
302~ OLIVER TWIST yang diutarakan suara orang-orang mati, yang tak dapat diredam
kekuatan mana pun, dan dienyahkan kesombongan mana pun,
betapa pedihnya luka dan ketidakadilan, penderitaan, keseng"
saraan, kekejaman, dan dosa yang mengiringi setiap hari dalam
hidup kita! Bantal Oliver ditepuk-tepuk oleh tangan-tangan lembut
malam itu; kecantikan serta kebajikan memperhatikannya saat
dia tidur. Dia merasa tenang dan bahagia, dan bisa saja mening"
gal dengan damai. Wawancara penting tersebut baru saja selesai, dan Oliver
telah bersiap untuk beristirahat kembali ketika sang dokter,
setelah mengusap matanya dan mengutuk matanya karena men"
dadak bocor, pergi ke lantai bawah untuk berbicara kepada
Tuan Giles. Karena tak mendapati siapa-siapa di ruang tamu,
terbetik di benaknya untuk melakukan perbincangan di dapur
karena barangkali bisa memperoleh efek yang lebih baik. Maka,
pergilah dia ke dapur. Di sana berkumpullah, dalam parlemen majelis rendah
rumah tangga tersebut, para pelayan wanita, Tuan Brittles, Tuan
Giles, si tukang reparasi panci (yang telah menerima undangan
jamuan khusus sepanjang sisa hari itu berkat jasanya), dan polisi.
Pria yang disebut terakhir ini membawa tongkat besar, memiliki
kepala besar, badan besar, serta sepatu bot besar. Dia terlihat
seolah telah menenggak jatah bir yang proporsional dengan per"
awakannya"dan memang begitulah kenyataannya.
Petualangan malam sebelumnya masih didiskusikan. Tuan
Giles sedang berkisah tentang pikirannya yang cepat tanggap
ketika sang dokter masuk. Tuan Brittles, dengan sebuah mug
bir di tangan, menguatkan segalanya sebelum atasannya meng"
u"capkannya. "Duduk diam!" kata sang dokter sambil melambaikan ta"
ngan. "Terima kasih, Tuan," kata Tuan Giles. "Nyonya ingin bir
dibagi-bagikan, Tuan. Dan karena saya sedang tidak ingin ber"
CHARLES DICKENS ~303 a"da di ruangan kecil saya sendiri dan mendambakan teman
mengobrol, saya meminum jatah bir saya di antara mereka di
sini, Tuan." Brittles memimpin gumaman pelan, yang secara umum dipa"
hami sebagai ekspresi persetujuan nyonya-nyonya dan tuan-tuan
yang bersangkutan atas sikap meremehkan Tuan Giles terhadap
diri mereka. Tuan Giles melihat ke sekitar dengan sikap sok
kuasa, seolah untuk mengatakan bahwa selama mereka bersikap
pantas, dia takkan pernah meninggalkan mereka.
"Bagaimana kabar si pasien malam ini, Tuan?" tanya Giles.
"Lumayan," jawab sang dokter. "Aku khawatir kau telah meli"
batkan dirimu dalam situasi gawat, Tuan Giles."
"Saya berharap Anda tidak bermaksud mengatakan, Tuan,"
kata Tuan Giles gemetaran, "bahwa dia akan mati. Jika benar, saya
takkan pernah berbahagia lagi. Saya takkan pernah membunuh
seorang anak laki-laki. Tidak, bahkan Brittles pun tidak, demi
semua perabot makan perak di negeri ini, Tuan."
"Bukan itu intinya," kata sang dokter misterius. "Tuan Giles,
apakah Anda seorang Protestan?"
"Ya, Tuan, saya harap begitu," Tuan Giles, yang mukanya te"
lah menjadi sangat pucat, terbata-bata.
"Dan bagaimana denganmu, Nak?" kata sang dokter, meno"
leh tiba-tiba kepada Brittles.
"Semoga Tuhan memberkati saya, Tuan!" jawab Brittles, ter"
kesiap kaget. "Saya sama seperti Tuan Giles, Tuan."
"Kalau begitu, katakan ini kepadaku," kata sang dokter, "ka"
lian berdua, kalian berdua! Apakah kalian berani bersumpah
bahwa anak laki-laki di lantai atas adalah anak laki-laki yang di"
masukkan lewat jendela kecil kemarin malam" Katakanlah! Ayo!
Kami siap mendengar sumpah kalian!"
Sang dokter, yang dikenal luas sebagai salah seorang makh"
luk bertemperamen paling baik di bumi, membuat tuntutan ini
dengan nada marah yang demikian mengerikan sehingga Giles
dan Brittles, yang pikirannya sedang kacau-balau karena bir
304~ OLIVER TWIST dan semangat menyala-nyala, saling tatap sambil terbengongbe"ngong.
"Perhatikan jawaban mereka, Tuan Polisi. Anda berkenan,
bukan?" kata sang dokter sambil menggoyang-goyangkan telun"
juknya dengan teramat khidmat, serta mengetuk batang hidung"
nya dengan jarinya itu, untuk menyiratkan keseriusan sungguhsungguh orang terpandang ini. "Sumpah ini mungkin akan
bermanfaat tak lama lagi."
Sang polisi memasang tampang sebijaksana yang dia bisa,
dan mengambil tongkat resminya, yang sebelumnya disandar"
kan dengan loyo ke pojok cerobong asap.
"Jika Anda perhatikan, ini semata-mata menyangkut masalah
identitas yang sederhana," kata sang dokter.
"Memang begitu, Tuan," jawab polisi, terbatuk-batuk hebat
sebab dia telah menghabiskan birnya dengan terburu-buru, dan
sebagian masuk ke saluran yang salah.
"Rumah ini dibobol," kata sang dokter, "dan dua pria meli"
hat seorang anak laki-laki sekilas, di antara asap bubuk mesiu,
dan di tengah-tengah perasaan waspada dan kegelapan yang
menyulitkan. Datanglah seorang anak laki-laki ke rumah yang
sama itu, keesokan paginya, dan karena lengannya kebetulan saja
diperban, pria-pria ini mencengkeramkan tangan kasar mereka
padanya"lewat tindakan itu, mereka membahayakan nyawa"
nya sedemikian rupa"dan bersumpah dialah si pencuri. Nah,
pertanyaannya adalah, apakah perbuatan pria-pria ini dibenar"
kan oleh fakta tersebut" Jika tidak, situasi apakah yang membelit
mereka akibat tindakan tersebut?"
Sang polisi mengangguk kuat-kuat. Dia berkata, jika per"
buatan tersebut tak patut dihukum, dia akan dengan senang hati
mengetahui mana yang patut.
"Kutanya kalian lagi," ujar sang dokter menggelegar. "Apakah
kalian, dengan sumpah sepenuh hati, bisa mengidentifikasi anak
laki-laki itu?" CHARLES DICKENS ~305 Brittles memandang Tuan Giles ragu-ragu; Tuan Giles me"
man"dang Brittles ragu-ragu. Polisi meletakkan tangan di bela"
kang telinganya untuk menangkap jawaban mereka. Kedua
wanita dan si tukang reparasi panci mencondongkan badan ke
depan untuk mendengarkan. Sang dokter melirik saksama ke
sekeliling. Saat itulah terdengar sebuah dering di gerbang, dan
pada saat bersamaan, bunyi roda.
"Itu para detektif!" pekik Brittles, dari penampilannya
terlihat sangat lega. "Apa?" seru sang dokter, berbalik dengan terkejut.
"Para petugas Bow Street, Tuan," jawab Brittles sembari
meng?"ambil sebatang lilin. "Saya dan Tuan Giles memang"gil
mere"ka pagi ini."
"Apa?" seru sang dokter.
"Ya," jawab Brittles, "saya mengirim pesan lewat tukang ke"
reta, dan saya bertanya-tanya kenapa mereka tidak tiba lebih
awal, Tuan." "Begitu, ya" Kalau begitu, terkutuklah ... kereta yang lambat
itu. Itu saja," kata sang dokter sambil berjalan pergi.[]
Posisi Kritis Siapa itu?" tanya Brittles, membuka pintu sedikit dengan
rantai tetap terikat dan mengintip keluar, menamengi lilin
dengan tangannya. "Buka pintu," jawab seorang pria di luar. "Ini petugas dari
Bow Street yang dipanggil hari ini."
Diyakinkan oleh jaminan ini, Brittles membuka pintu
sepenuhnya, dan berhadapan dengan seorang pria gempal ber"
mantel yang berjalan masuk tanpa mengatakan apa-apa lagi,
dan mengesat sepatunya ke keset dengan santai, seolah-olah dia
tinggal di sana. "Utus saja seseorang keluar sana untuk menyusul rekanku,
tolong, ya, Anak Muda," kata sang petugas. "Dia di kereta,
meng?"?""urus kuda. Apa ada garasi yang bisa menampungnya di
si?"ni selama lima atau sepuluh menit?"
Brittles mengiyakan dan menunjuk bangunan yang dimak"
sud. Sang pria gempal pun melangkah kembali ke pintu taman,
dan membantu temannya menarik kereta tersebut, sementara
Brittles menerangi mereka sambil terkagum-kagum. Setelah se"
lesai, mereka kembali ke rumah. Sesampainya di ruang tamu,
para tamu melepas mantel serta topi mereka, dan tampaklah
seperti apa mereka sebenarnya.
Pria yang mengetuk pintu adalah sosok montok bertinggi
sedang, berusia sekitar lima puluh tahun, berambut hitam kemi"
CHARLES DICKENS ~307 lau yang dipotong cepak, berjanggut pendek, berwajah bundar,
serta bermata jeli. Yang satu lagi adalah pria ceking berambut
merah, dengan raut wajah sinis dan hidung melengkung ke atas
yang tampak kejam. "Beri tahu majikanmu bahwa Blathers dan Duff ada di sini,
ya?" kata pria yang lebih gempal sambil merapikan rambutnya
dan meletakkan sepasang borgol di meja. "Oh! Selamat malam,
Tuan. Bisakah aku bicara satu-dua patah kata dengan Anda seca"
ra pribadi, jika Anda berkenan?"
Kalimat tadi ditujukan kepada Tuan Losberne, yang kini
menampakkan dirinya. Setelah memberi Brittles isyarat agar
me"nyingkir, sang dokter membawa masuk Nyonya Maylie dan
Nona Rose, lalu menutup pintu.
"Ini sang nyonya rumah," kata Tuan Losberne, memper"
kenalkan Nyonya Maylie. Tuan Blathers membungkuk. Setelah dipersilakan duduk, dia
meletakkan topinya ke lantai, lalu duduk di sebuah kursi. Dia
memberi Duff isyarat agar melakukan hal serupa. Tampaknya
Duff tidak terlalu terbiasa dengan lingkungan yang baik atau ti"
dak terlalu nyaman dengan hal semacam itu. Sesudah menekuknekuk otot tungkainya dengan sopan, serta mengecupkan kepala
tongkatnya ke mulut, dia pun duduk dengan malu-malu.
"Nah, terkait perampokan di sini, Tuan," kata Blathers. "Ba"
gai"mana kejadiannya?"
Tuan Losberne, yang tampaknya ingin mengulur-ulur wak"
tu, menceritakan kejadiannya panjang lebar dan bertele-tele.
Sementara itu, Tuan Blathers dan Tuan Duff terlihat sangat ser"
batahu, dan terkadang mengangguk satu sama lain.
"Aku tak bisa mengatakan apa-apa secara pasti sampai aku
melihat hasilnya, tentu saja," kata Blathers. "Tapi, pendapatku
saat ini"aku tidak berkeberatan melibatkan diriku sampai se"
jauh itu"adalah bahwa ini tidak dilakukan oleh orang ping"
giran. Bukan begitu, Duff?"
"Jelas bukan," jawab Duff.
308~ OLIVER TWIST "Dan, menerjemahkan kata "orang pinggiran" demi para
wanita di sini ini, kutebak Anda bermaksud mengatakan bahwa
upaya ini tidak dilakukan oleh orang dari desa?" kata Tuan
Losberne sambil tersenyum.
"Begitulah, Tuan," jawab Blathers. "Ini hanya soal peram"
pokan, bukan?"

Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hanya itu," jawab sang dokter.
"Nah, lalu bagaimana dengan anak laki-laki yang dibicara"
kan para pelayan?" kata Blathers.
"Bukan apa-apa sama sekali," jawab sang dokter. "Salah se"
orang pelayan yang ketakutan memilih untuk memercayai
bahwa seorang anak laki-laki ada hubungannya dengan upaya
untuk membobol rumah, tapi itu omong kosong. Betul-betul
absurd." "Dapat dengan mudah dikesampingkan, jika memang betul
begitu," komentar Duff.
"Yang dikatakannya benar juga," komentar Blathers sambil
menganggukkan kepalanya dengan sikap menegaskan, dan me"
main-mainkan borgol sambil lalu, seolah-olah benda itu adalah
kastanyet. "Siapa anak laki-laki itu" Cerita apa yang diuta"
rakannya tentang dirinya sendiri" Dari mana dia berasal" Dia
tidak jatuh dari awan, kan, Tuan?"
"Tentu saja tidak," jawab sang dokter sambil melirik kedua
wanita dengan gugup. "Aku tahu keseluruhan riwayatnya,
tapi kita tidak bisa membicarakan itu saat ini. Pertama-tama,
saya rasa Anda pasti ingin melihat lokasi tempat para pencuri
melakukan upaya mereka."
"Tentu," timpal Tuan Blathers. "Kami sebaiknya mengecek
bangunan dan sekitarnya lebih dulu, dan memeriksa para pela"
yan setelahnya. Biasanya begitulah cara kami bekerja."
Lentera dan lilin kemudian dinyalakan. Tuan Blathers serta
Tuan Duff, ditemani oleh polisi setempat, Brittles, Giles, dan
semua orang yang lain, memasuki ruangan kecil di ujung kori"
dor dan menengok keluar jendela. Kemudian, mereka mengeli"
CHARLES DICKENS ~309 lingi halaman rumput dan menengok ke dalam jendela. Setelah
itu, mereka mengoper-operkan lilin untuk mengecek kerai dan
lentera untuk melacak jejak kaki, lalu garu untuk menusuknusuk semak-semak.
Setelah melakukan semua itu, di tengah-tengah minat semua
penonton yang terkesiap, mereka masuk lagi. Tuan Giles dan
Brittles dipersilakan mempertontonkan lakon melodramatis
tentang peran mereka dalam petualangan malam sebelum"
nya"yang mereka pertunjukkan kira-kira enam kali"saling
bertentangan dalam tak lebih dari satu aspek penting pada
kali pertama, dan tak lebih dari selusin pada kali terakhir.
Seusai pertunjukan, Blathers dan Duff mengosongkan ruangan
dan menyelenggarakan rapat panjang bersama-sama"bila
kerahasiaan serta kekhidmatannya dibandingkan dengan perun"
dingan dokter-dokter hebat mengenai poin-poin paling penting
dalam bidang kedokteran, maka yang disebut belakangan terse"
but hanyalah mainan kanak-kanak.
Sementara itu, sang dokter berjalan mondar-mandir di
ruangan sebelah dalam keadaan sangat gelisah. Nyonya Maylie
dan Nona Rose memperhatikannya dengan wajah risau.
"Sungguh membingungkan," katanya, berhenti setelah ber"
bolak-balik cepat berkali-kali. "Aku tidak tahu harus melakukan
apa." "Mestinya," kata Rose, "bila cerita anak malang itu dikisahkan
kembali sejujurnya kepada pria-pria ini, sudah cukup untuk
membebaskannya dari tuduhan."
"Aku meragukannya, nona muda yang baik," kata sang
dokter sambil menggelengkan kepala. "Menurutku itu takkan
membebaskannya dari tuduhan, baik dari mereka maupun dari
fungsionaris hukum berkedudukan lebih tinggi. Bagaimana
pun, anak malang itu adalah seorang pelarian. Dinilai berdasar"
kan pertimbangan dan probabilitas duniawi semata, ceritanya
sangatlah meragukan."
"Anda memercayai cerita anak itu, bukan?" sela Rose.
310~ OLIVER TWIST "Aku memercayainya meskipun cerita itu aneh. Barangkali
aku ini orang tua bodoh karena sudah memercayainya," tim"
pal sang dokter. "Walau demikian, menurutku bukan kisah
semacam itu persisnya yang bisa meyakinkan seorang polisi yang
praktis." "Kenapa tidak?" tuntut Rose.
"Karena, nona pemeriksa silang yang cantik," jawab sang
dokter, "karena dipandang dari mata mereka, banyak poin bu"
ruk dalam cerita tersebut. Dia hanya bisa membuktikan bagianbagian yang terlihat jelek, dan tentu saja tak satu pun yang
terlihat bagus. Terkutuklah lelaki-lelaki itu, mereka pasti akan
mendapatkan penyebab dan alasannya, dan takkan menganggap
remeh apa pun. Begini, anak itu sendiri sudah mengaku bahwa
dia adalah kaki tangan pencuri beberapa waktu lampau. Dia per"
nah diseret ke polisi atas tuduhan mencopet seorang pria, hingga
akhirnya dia dibawa pergi secara paksa dari rumah pria itu, ke
tempat yang tidak dapat dia deskripsikan atau tunjukkan, dan
yang situasinya pun sama sekali tak diketahuinya. Dia dibawa ke
Chertsey, oleh lelaki-lelaki yang kasar padanya dan dimasukkan
lewat jendela untuk merampok sebuah rumah. Kemudian, tepat
pada saat dia hendak memperingatkan para penghuni, dan
dengan itu melakukan hal yang akan memperbaiki kesalahannya,
bergegas masuklah anjing blasteran berwujud kepala pelayan
yang terseok-seok, yang kemudian menembaknya! Seolah-olah
dia dengan sengaja mencegah dirinya berbuat baik bagi dirinya
sendiri! Tidakkah Anda memahami semua ini?"
"Aku memahaminya, tentu saja," jawab Rose, tersenyum me"
nyaksikan sikap sang dokter yang impulsif. "Tapi aku tetap saja
tidak melihat apa pun dalam keseluruhan cerita tersebut, yang
dapat mengkriminalkan anak malang itu."
"Tidak," jawab sang dokter. "Tentu saja tidak! Teberkatilah
mata jeli kaum Anda! Mata perempuan hanya melihat satu versi
dalam sebuah cerita, dan selalu saja versi pertama yang diso"
dorkan kepada mereka. Entah itu baik atau buruk."
CHARLES DICKENS ~311 Setelah melampiaskan hasil pengalamannya ini, sang dokter
memasukkan tangannya ke saku, dan berjalan mondar-mandir di
ruangan tersebut dengan laju yang bahkan lebih cepat daripada
sebelumnya. "Semakin aku memikirkannya," kata sang dokter, "semakin
kulihat bahwa masalah dan kesulitan tanpa akhir justru akan
timbul apabila kita sampaikan cerita sebenarnya anak laki-laki
itu kepada para detektif ini. Aku yakin cerita tersebut takkan di"
percaya. Bahkan, kalaupun mereka tidak dapat berbuat apa-apa
terhadap anak itu pada akhirnya, mereka akan mengemukakan
dan memublikasikan ceritanya, hanya akan memunculkan se"
mua keraguan sehingga justru akan mengganggu rencana murah
hati Anda untuk menyelamatkannya dari kesengsaraan."
"Oh! Apa yang harus dilakukan?" pekik Rose. "Ya, ampun!
Kenapa mereka memanggil orang-orang ini?"
"Betul sekali, kenapa!" seru Nyonya Maylie. "Aku sama sekali
tak ingin mereka berada di sini."
"Aku hanya tahu," kata Tuan Losberne pada akhirnya, sam"
bil duduk dengan sikap putus asa yang tenang, "bahwa kita
harus mencoba melaksanakannya dengan raut berani. Tujuan
kita ba"ik, dan itulah yang harus jadi dalih kita. Bocah itu jelasjelas menunjukkan gejala-gejala demam dan kondisinya tak
memungkinkan untuk diajak bicara lagi, itu menenangkan. Kita
harus memanfaatkannya sebaik mungkin, dan jika yang terbu"
ruk adalah yang terbaik, itu bukan salah kita. Silakan masuk!"
"Ya, Tuan," kata Blathers memasuki ruangan diikuti oleh ko"
leganya dan menutup pintu sebelum dia mengucapkan apa-apa
lagi. "Ini bukan pekerjaan orang dalam."
"Dan apa pula pekerjaan orang dalam itu?" tuntut sang dok"
ter tak sabaran. "Kami menyebutnya perampokan orang dalam, Nyonya,
Nona," kata Blathers sambil menoleh kepada mereka, seakan dia
kasihan atas ketidaktahuan mereka, tapi muak karena ketidak"
tahuan sang dokter, "ketika para pelayan terlibat."
312~ OLIVER TWIST "Tak seorang pun mencurigai mereka dalam kasus ini," kata
Nyonya Maylie. "Kemungkinan besar tidak, Nyonya," balas Blathers, "tapi
mereka mungkin saja terlibat, siapa tahu."
"Mereka lebih mungkin tak terlibat," kata Duff.
"Kami menemukan bahwa tangan kotalah yang bertanggung
jawab," kata Blathers, melanjutkan laporannya, "sebab pekerjaan
tersebut dilakukan dengan gaya kelas satu."
"Sungguh cantik," komentar Duff pelan.
"Mereka ada dua orang," lanjut Blathers, "dan mereka mem"
bawa seorang anak laki-laki bersama mereka; itu jelas dari ukuran
jendela tersebut. Hanya itu saja yang dapat dikatakan saat ini.
Akan kami temui bocah laki-laki yang ada di lantai atas sekarang
juga, jika Anda memperkenankan."
"Barangkali mereka mau minum sesuatu lebih dulu, Nyonya
Maylie?" kata sang dokter, wajahnya jadi cerah, seolah-olah sebu"
ah pemikiran baru telah terlintas di benaknya.
?"Oh! Tentu saja!" seru Rose penuh semangat. "Anda akan
segera mendapatkannya, jika Anda mau."
"Wah, terima kasih, Nona!" kata Blathers sambil mengelap"
kan lengan jasnya ke mulutnya. "Ini pekerjaan kering, tugas
semacam ini. Apa pun yang tersedia, Nona. Jangan repotkan
diri Anda demi kami."
"Anda ingin apa?" tanya sang dokter sambil mengikuti sang
wanita muda ke bufet. "Beberapa tetes alkohol saja, Tuan, jika tidak apa-apa," jawab
Blathers. "Dingin rasanya, Nyonya, mengemudi dari London,
dan alkohol selalu berhasil menghangatkan perasaan."
Dia bicara kepada Nyonya Maylie yang menerimanya dengan
sangat berterima kasih. Selagi informasi ini disampaikan kepada
wanita tua itu, sang dokter menyelinap ke luar ruangan.
"Ah!" kata Tuan Blathers, tidak memegangi gelas anggurnya
di bagian batang"melainkan mencengkeram dasarnya di antara
jempol serta telunjuk kirinya"dan meletakkan gelas tersebut
CHARLES DICKENS ~313 di depan dadanya. "Aku sudah lama tidak melihat usaha yang
sebagus ini pada masaku, Nyonya, Nona."
"Pembobolan di gang belakang di Edmonton, Blathers," kata
Tuan Duff, membantu menyegarkan ingatan koleganya.
"Itu mirip seperti yang ini, kan?" timpal Tuan Blathers.
"Peker"jaan Conkey Chickweed, yang satu itu."
"Kau selalu menuduhnya," balas Duff. "Itu pekerjaan Family
Pet, kukatakan padamu. Keterlibatan Conkey dalam hal itu
sama seperti aku"tidak ada sama sekali."
"Yang benar saja!" sembur Tuan Blathers. "Aku lebih tahu.
Tapi, apa kau ingat waktu Conkey kerampokan uang" Betapa
mencengangkannya hal itu! Lebih bagus daripada buku novel
mana pun yang pernah ku-lihat!"
"Kejadian apakah itu?" tanya Rose, ingin sekali mendorong
timbulnya suasana hati yang bagus dalam diri para tamu tak
diundang tersebut. "Perampokan, Nona, yang nyaris mustahil dilakukan siapa
pun," kata Blathers. "Si Conkey Chickweed ini "."
"Conkey artinya "suka ikut campur", Nyonya," potong Duff.
"Tentu saja nyonya ini mengetahui itu, bukan begitu?" tun"
tut Tuan Blathers. "Kau ini selalu memotong perkataan orang,
Kawan! Si Conkey Chickweed ini, Nona, mengelola bar di
Battlebridge, dan dia memiliki ruang bawah tanah, tempat ba"
nyak tuan muda pergi untuk melihat adu ayam jago, sabung
musang, dan sebagainya. Segala macam olahraga intelek dise"
lenggarakan di sana, aku sering melihatnya. Dia belum jadi salah
satu anggota keluarga pada saat itu. Suatu malam dia kerampokan
dua puluh tujuh guinea yang disimpan dalam kantung kanvas,
dari kamar tidurnya di tengah malam buta."
"Pencurian dilakukan oleh seorang pria tinggi dengan penu"
tup hitam pada salah satu matanya. Perampok itu menyembu"nyi"
kan diri di bawah tempat tidur, dan setelah melakukan peram"
pokan, langsung melompat keluar dari jendela yang tingginya
hanya satu lantai. Dia melakukannya dengan sangat cepat. Tapi,
314~ OLIVER TWIST Conkey juga cepat sebab dia menembakkan senapan bermoncong
lebar ke belakang pria itu dan membangunkan para tetangga.
Mereka langsung mengejarnya, dan ketika melihat ke sekeliling,
mereka mendapati bahwa Conkey mengenai si perampok sebab
terdapat jejak darah sepanjang jalan sampai ke tiang-tiang yang
cukup jauh dari sana, dan di sanalah mereka kehilangan dia."
"Meskipun demikian, perampok itu berhasil kabur dengan
hasil jarahannya. Dan, sebagai akibatnya, nama Tuan Chick"
weed"pengelola penginapan berlisensi"muncul di Gazette di
antara orang-orang lain yang bangkrut. Segala macam sumbangan
serta derma dikumpulkan untuk pria malang itu, yang sedang
berada dalam kondisi sangat terpuruk. Dia mondar-mandir di
jalanan selama tiga atau empat hari, menjambaki rambutnya
dengan sikap demikian putus asa sehingga orang-orang khawatir
dia bakal menghabisi nyawanya sendiri."
"Suatu hari dia datang ke kantor polisi dengan terburu-buru,
dan bicara secara pribadi dengan magistrat. Setelah berdialog
panjang lebar, sang magistrat membunyikan bel dan meme"rin"
tahkan Jem Spyers masuk (Jem adalah seorang petugas aktif ),
dan menyuruhnya pergi membantu Tuan Chickweed me"
nangkap pria perampok rumahnya. "Aku melihatnya, Spyers,"
kata Chickweed, "melintasi rumahku kemarin pagi." "Kenapa kau
tidak bergerak dan membekuknya?" tanya Spyers. "Aku sedang
terkulai begitu lemah sampai-sampai kau bisa saja meremukkan
tengkorakku menggunakan tusuk gigi," kata pria malang itu,
"tapi kita pasti mendapatkannya sebab antara pukul sepuluh
dan sebelas malam dia melintas lagi." Mendengar hal ini, Spyers
segera memasukkan kain bersih dan sisir ke sakunya, kalau-kalau
dia harus menginap satu atau dua hari. Dia pun berangkat, dan
menempatkan dirinya di depan salah satu jendela bar di balik
tirai merah kecil sambil mengenakan topinya, siap melejit keluar,
kapan pun diperlukan. "Dia sedang mengisap pipanya, larut malam, ketika tiba-tiba
saja Chickweed meraung, "Ini dia! Berhenti pencuri! Pembunuh!"
CHARLES DICKENS ~315 Jem Spyers melesat ke luar; dan di sana dia melihat Chickweed,
lari menyusuri jalan sambil berteriak kencang. Spyers melaju;
Chickweed pun melaju; dan orang-orang pun berbelok; semua
meraungkan, "Pencuri!" dan Chickweed sendiri terus berteriak,
sepanjang waktu, seperti orang gila. Spyers kehilangan Chickweed
tidak lama setelah dia berbelok di pojok jalan, melesat mengitari
belokan tersebut, melihat kerumunan kecil; terjun ke dalamnya;
"Yang mana pria itu?" "Sialan!" kata Chickweed. "Aku kehilangan
dia lagi!" Peristiwa itu memang luar biasa, tapi dia tak terlihat di
mana pun, jadi mereka kembali ke bar.


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Keesokan paginya, Spyers menempati lokasinya semula dan
melihat ke luar dari balik tirai untuk mencari pria tinggi dengan
penutup hitam pada salah satu matanya, sampai kedua matanya
sendiri jadi perih. Akhirnya, dia tidak tahan untuk tak meme"
j"amkan mata supaya rileks sebentar saja. Dan, tepat pada saat
memejamkan mata, dia mendengar Chickweed meraung, "Ini
dia!" Langsung saja dia melesat sekali lagi, dengan Chickweed
sudah berada setengah jalan di depannya. Dan, setelah berlari
dua kali lipat lebih jauh daripada kemarin, pria itu menghilang
lagi! Ini terjadi satu atau dua kali lagi, sampai setengah tetang"
ganya menyatakan bahwa Tuan Chickweed telah dirampok
oleh iblis, yang mengerjainya setelah itu, dan setengah yang lain
mengatakan bahwa Tuan Chickweed yang malang gila karena
berduka." "Apa yang dikatakan Jem Spyers?" tanya sang dokter, yang
telah kembali ke ruangan itu tak lama setelah cerita tersebut
dimulai. "Jem Spyers," lanjut sang petugas, "lama tak berkata apa-apa
sama sekali dan mendengarkan segalanya meskipun kelihatan"
nya tidak, yang menunjukkan bahwa dia memahami bisnisnya.
Tapi, suatu pagi, dia berjalan masuk ke bar, dan sambil menge"
luar"kan kotak tembakaunya, berkata, "Chickweed, aku sudah
tahu siapa yang melakukan perampokan ini." "Sudahkah?" kata
Chickweed. "Oh, Spyers yang baik, biar aku membalas dendam,
316~ OLIVER TWIST dan aku akan mati dalam keadaan puas! Oh, Spyers yang baik, di
mana penjahat itu!" "Sudahlah!" kata Spyers sambil menawarinya
sejumput tembakau. "Hentikan omong kosong itu! Kau sendiri
yang melakukannya." Memang itulah yang terjadi. Berkat tin"
dakannya itu, dia memperoleh banyak uang pula dan pasti
takkan ada seorang pun yang mengetahuinya, apabila dia terus
berpura-pura!" kata Tuan Blathers, meletakkan gelas anggurnya,
dan menggemerincingkan borgol.
"Memang aneh sekali," komentar sang dokter. "Nah, jika
Anda berkenan, Anda boleh ke lantai atas."
"Jika Anda berkenan, Tuan," balas Tuan Blathers. Kedua
petugas mengikuti Tuan Losberne dekat-dekat, naik ke kamar
tidur Oliver. Tuan Giles mendahului rombongan tersebut, de"
ngan sebatang lilin yang menyala.
Oliver sedang tidur, tapi dia terlihat tidak sehat, dan de"
mamnya tampak lebih parah daripada sebelumnya. Dibantu
sang dokter, dia berhasil duduk tegak di tempat tidur selama
kira-kira semenit. Oliver memandang kedua orang asing tanpa
memahami apa yang tengah terjadi"bahkan tampaknya tidak
ingat di mana dia berada, atau apa yang telah terjadi.
"Ini," kata Tuan Losberne, bicara dengan lembut tapi sengit,
"inilah bocah laki-laki itu, yang setelah secara tidak senga"ja
dilukai oleh senapan gara-gara tindakan kekanak-kanakannya
menerobos lahan Tuan Siapa-itu-namanya di belakang sini,
datang ke rumah untuk minta tolong pagi ini. Dia seketika
diser"gap dan diperlakukan semena-mena oleh pria cerdas
dengan lilin di tangannya yang telah menempatkan nyawanya
dalam bahaya sedemikian rupa seperti yang bisa kupastikan
secara profesional."
Tuan Blathers dan Tuan Duff memandang Tuan Giles. Sang
kepala pelayan yang terperangah menatap dari mereka ke Oliver,
dan dari Oliver ke Tuan Losberne, dengan perpaduan rasa takut
dan kebingungan yang amat menggelikan.
"Kau tak bermaksud menyangkal itu, kurasa?" kata sang
dokter, kembali membaringkan Oliver dengan lembut.
CHARLES DICKENS ~317 "Semua itu dilakukan demi ... demi yang terbaik, Tuan,"
jawab Giles. "Saya yakin saya mengira dia anak laki-laki yang itu,
atau saya takkan mengusiknya. Saya bukan orang berpembawaan
tak manusiawi, Tuan."
"Mengira dia anak laki-laki apa?" tanya sang petugas senior.
"Anak laki-laki pembobol rumah, Tuan!" jawab Giles.
"Mereka ... mereka pasti membawa anak laki-laki."
"Jadi" Apa kau berpendapat begitu sekarang?" tanya Blathers.
"Berpendapat apa?" respons Giles, memandang penanyanya
dengan tatapan kosong. "Berpendapat bahwa dia adalah anak laki-laki yang sama,
Kepala Pelayan?" timpal Blathers tak sabaran.
"Saya tidak tahu " saya betul-betul tidak tahu," kata Giles
dengan raut wajah menyesal. "Saya tidak bisa bersumpah itu
dia." "Apa pendapatmu?" tanya Tuan Blathers.
"Saya tidak tahu harus berpendapat apa," jawab Giles yang
malang. "Menurut pendapat saya, bukan dia anak laki-laki itu.
Benar, saya hampir yakin bukan dia orangnya. Anda tahu itu
tidak mungkin." "Apakah pria ini habis minum-minum, Tuan?" tanya Blathers,
menoleh kepada sang dokter.
"Dasar laki-laki berkepala linglung!" kata Duff kepada Tuan
Giles, dengan rasa muak tak terkira.
Tuan Losberne tengah meraba-raba denyut nadi si pasien se"
men"tara dialog pendek ini berlangsung. Dia lalu bangkit dari
kursi di samping tempat tidur, dan berkata bahwa jika para
petugas memiliki keraguan mengenai subjek tersebut, mereka
barangkali ingin melangkah ke kamar sebelah untuk menemui
Brittles. Bertindak berdasarkan saran ini, mereka beralih ke ruangan
sebelah tempat Tuan Brittles berada. Dia kini menceburkan
dirinya dan atasannya yang terhormat ke dalam labirin menak"
jubkan yang dipenuhi kontradiksi serta kemustahilan baru.
Kesaksiannya tidak mencerahkan apa pun, hanya memperkuat
318~ OLIVER TWIST fakta bahwa dia sendiri bingung bukan kepalang. Namun, dia
berkata bahwa dia takkan mengenali anak laki-laki yang sebe"
narnya jika anak itu dihadapkan kepadanya saat itu juga. Dia
semata-mata mengira bahwa Oliverlah anak itu karena Tuan
Giles berkata begitu. Dan lima menit sebelumnya, di dapur,
Tuan Giles mengakui bahwa dia mulai teramat sangat khawatir
kalau-kalau dia telah bertindak terlalu terburu-buru.
Di antara dugaan-dugaan cerdas lainnya, pertanyaan kemu"
dian dikemukakan, apakah tembakan Tuan Giles benar-benar
mengenai seseorang. Setelah memeriksa pistol yang ditembak"
kan lelaki itu, rupanya isinya tak lebih dari bubuk mesiu dan ker"
tas cokelat"penemuan yang teramat mengesankan bagi semua
orang, kecuali sang dokter, yang telah mengeluarkan pelurunya
kira-kira sepuluh menit sebelumnya. Namun, tak ada yang
lebih terkesan selain Tuan Giles sendiri. Setelah merana berjamjam karena takut telah melukai sesama makhluk hidup hingga
tewas, dia menerima gagasan baru ini dengan penuh semangat
dan menyukainya habis-habisan. Akhirnya, karena merasa
tidak perlu merepotkan diri mereka untuk mempertimbangkan
Oliver, para petugas meninggalkan polisi Chertsey di rumah itu,
dan mohon pamit untuk bermalam di kota. Mereka berjanji
akan kembali keesokan paginya.
Seiring datangnya pagi, datanglah sebuah rumor bahwa dua
pria dan seorang anak laki-laki dikurung di Kingston. Mereka
rupanya ditangkap malam harinya dalam keadaan yang mencu"
rigakan. Maka, Tuan Blathers dan Tuan Duff pun melakukan
perjalanan ke sana untuk menindaklanjutinya. Walau begitu,
setelah diselidiki, keadaan yang mencurigakan tersebut ternyata
adalah suatu fakta bahwa mereka ditemukan tidur di bawah
tumpukan jerami. Meskipun perbuatan tersebut merupakan sebu"
ah kejahatan besar, hanya dapat dijatuhi hukuman kurungan.
Dari sudut pandang hukum Inggris yang welas asih, serta cin"
tanya yang menyeluruh terhadap semua rakyat sang Raja, tanpa
adanya barang bukti lain perbuatan tersebut tidak membuktikan
CHARLES DICKENS ~319 secara memuaskan bahwa orang atau orang-orang yang tidur
sembarangan telah melakukan perampokan disertai kekerasan,
dan menjadikan diri mereka rentan terhadap hukuman mati.
Maka, Tuan Blathers dan Tuan Duff pun meninggalkan tempat
itu dan kembali ke rumah Nyonya Maylie, sama bijaksananya
seperti saat mereka pergi.
Singkat cerita, setelah penyelidikan lebih lanjut dan perca"
kapan panjang lebar lanjutan, magistrat setempat serta-merta ter"
dorong untuk menerima jaminan bersama dari Nyonya Maylie
dan Tuan Losberne bahwa Oliver akan hadir apabila dia dipanggil.
Blathers serta Duff, setelah dihadiahi dua keping guinea,
kembali ke kota dalam keadaan berbeda pendapat mengenai
subjek ekspedisi mereka"pria yang disebut belakangan, sesu"
dah mempertimbangkan semuanya secara matang, cenderung
meyakini bahwa upaya perampokan berasal dari Family Pet,
sedangkan pria yang disebut duluan punya kecenderungan sama
kuatnya untuk mencurigai Tuan Conkey Chickweed yang hebat
atas usaha tersebut. Sementara itu, Oliver lambat laun pulih dan membaik di
bawah perawatan Nyonya Maylie, Rose, dan Tuan Losberne
yang berhati baik. Seandainya doa khusyuk yang menyembur
dari hati yang meluap-luap karena rasa terima kasih didengar
di surga. Dan, semoga rahmat yang tercurah kepada mereka
berkat doa anak yatim piatu itu terbenam ke dalam jiwa me"re?"ka,
meresapinya dengan kedamaian serta kebahagiaan.[]
Sekali Lagi Merasakan Kebahagiaan erita Oliver tidaklah ringan. Selain rasa nyeri dan
penanganan yang terlambat pada tangan yang patah,
terpaan hawa basah dan dingin telah menyebabkan
demam disertai flu yang menyerangnya selama berminggu-ming"
gu sehingga membuat kondisinya menurun dan menyedihkan.
Perlahan-lahan kondisinya membaik dan mampu berucap sese"
kali. Lewat segelintir kata sambil bersimbah air mata, Oliver
mengungkapkan betapa dalam dia merasakan kebaikan kedua
wanita manis tersebut, dan amat berharap jika sudah kuat serta
sehat kembali, dia bisa melakukan sesuatu untuk menunjukkan
terima kasihnya. Oliver benar-benar ingin menunjukkan kasih
sayang dan rasa tanggung jawab yang dapat membuktikan ke"
pa?"da mereka bahwa kebaikan lembut mereka tidak tersia-sia.
Oliver ingn mereka tahu bahwa bocah malang yang telah mereka
selamatkan dari kesengsaraan atau kematian, bersemangat ingin
mengabdi dengan sepenuh hati serta jiwanya.
"Anak malang!" kata Rose, ketika Oliver suatu hari dengan
lemah menggumamkan kata-kata terima kasih dari bibir pucat"
nya. "Kau akan mendapatkan banyak kesempatan untuk meng"
abdi kepada kami jika kau berkenan. Kami akan pergi ke desa,
dan bibiku bermaksud mengajakmu untuk menemani kami.
Tempat yang tenang, udara yang jernih, dan semua kesenang"
an serta keindahan musim semi, akan memulihkanmu dalam
CHARLES DICKENS ~321 waktu singkat. Kami akan mempekerjakanmu dengan ratusan
cara ketika kau sanggup memikul kerepotan tersebut."
"Kerepotan!" seru Oliver. "Oh! Nona yang baik, jika saja
saya bisa bekerja untuk Anda; jika saja saya bisa menye"nang?""kan
Anda dengan cara menyirami bunga-bunga atau meng"awasi
burung-burung Anda, atau lari bolak-balik seharian sehingga
Anda berbahagia, betapa saya rela menyerahkan segalanya demi
melakukan itu!" "Kau tak perlu menyerahkan apa-apa," kata Nona Maylie
sambil tersenyum. "Sebab, seperti yang sudah kuberitahukan
kepadamu sebelumnya, kami akan mempekerjakanmu dengan
ratusan cara. Dan, jika kau tidak terlalu merepotkan dirimu
hanya untuk menyenangkan kami, berjanjilah sekarang kau
akan membuatku sangat bahagia."
"Bahagia, Nona!" seru Oliver. "Betapa baiknya Anda berkata
begitu!" "Kau akan membuatku lebih bahagia daripada yang bisa
kuungkapkan kepadamu," timpal Nona Rose. "Memikirkan
bah"wa bibiku tersayang yang baik memiliki sarana untuk menye"
lamat"kan seseorang dari kesengsaraan menyedihkan seperti yang
telah kau paparkan kepada kami, mendatangkan kegembiraan
tak terkatakan bagiku. Tapi, mengetahui bahwa anak yang Bibi
limpahi kebaikan hati serta kasih sayang tulus berterima kasih
dan menjadi sangat dekat, itu membuatku lebih senang, lebih
dari yang dapat kau bayangkan. Apa kau paham?" tanyanya
sambil memperhatikan wajah serius Oliver.
"Oh, ya, Nona, ya!" jawab Oliver penuh semangat. "Tapi,
sekarang saya merasa menjadi anak yang tidak tahu berterima
kasih." "Kepada siapa?" tanya sang wanita muda.
"Kepada seorang pria baik dan seorang perawat tua manis
yang merawat saya sedemikian rupa sebelumnya," timpal Oliver.
"Jika mereka tahu betapa bahagianya saya, saya yakin mereka
pasti senang." 322~ OLIVER TWIST "Aku yakin pasti begitu," timpal penolong Oliver. "Dan,
Tuan Losberne yang baik berjanji ketika kau sudah cukup se"
hat untuk melakukan perjalanan, dia akan membawamu untuk
menemui mereka." "Benarkah, Nona?" seru Oliver, wajahnya jadi cerah karena
senang. "Saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan karena
terlalu gembira ketika saya melihat wajah ramah mereka sekali
lagi!" Dalam waktu singkat, Oliver sudah cukup pulih sehingga
sudah cukup kuat untuk melakukan perjalanan yang melelah"
kan. Suatu pagi dia dan Tuan Losberne berangkat untuk tujuan
itu. Mereka naik kereta kecil milik Nyonya Maylie. Ketika me"
reka sampai di Jembatan Chertsey, Oliver menjadi sangat pucat
dan memekik keras. "Ada apa dengan anak ini?" seru sang dokter, seperti biasa
dengan tergesa-gesa. "Apa kau melihat, mendengar, atau merasa"
kan sesuatu?" "Itu, Tuan," seru Oliver, menunjuk ke luar jendela kereta.
"Rumah itu!" "Ya, ada apa dengan rumah itu" Berhenti sais. Menepi di sini,"
seru sang dokter. "Ada apa dengan rumah itu, Nak, kenapa?"
"Para pencuri ... mereka membawa saya ke rumah itu!" bisik
Oliver. "Kurang ajar!" seru sang dokter. "Hei, yang di sana! Biarkan
aku keluar!" Sebelum sais sempat turun dari kursinya, Tuan Losberne su"
dah tergopoh-gopoh keluar dari kereta melalui sebuah cara, dan
setelah berlari ke hunian telantar itu, mulai menendangi pintu
seperti orang gila. "Halo?" kata seorang pria kecil buruk rupa berpunggung


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bungkuk, membuka pintu demikian tiba-tiba sehingga sang
dokter, gara-gara daya dorong tendangan terakhirnya, hampir
terjerembap ke dalam koridor. "Ada masalah apa ini?"
CHARLES DICKENS ~323 "Masalah!" seru sang dokter sambil mencengkeram kerah
si laki-laki kecil, tanpa merenung sesaat pun. "Banyak. Peram"
pokan"lah masalahnya."
"Akan ada pembunuhan juga," balas pria berpunggung bung"
kuk dengan kalem, "kalau kau tidak melepaskan tanganmu. Apa
kau dengar aku?" "Aku mendengarmu," kata sang dokter sambil menggun"
cangkan tahanannya kuat-kuat.
"Mana"terkutuklah laki-laki itu, siapa nama berengseknya"
Sikes, itu dia. Mana Sikes, dasar pencuri?"
Pria berpunggung bungkuk menatap sambil melongo, per"
paduan antara takjub dan sebal berlimpah ruah. Tiba-tiba dia
memutar tubuhnya dengan cekatan hingga terlepas dari ceng"
keraman sang dokter, menggeramkan lontaran sumpah serapah
mengerikan, dan mundur ke dalam rumah. Namun, sebelum
dia sempat menutup pintu, sang dokter telah menerobos masuk
ke ruang tamu tanpa permisi.
Dia melihat ke sekeliling dengan waswas. Tak satu pun pera"
bot atau tanda-tanda keberadaan sesuatu, baik makhluk hidup
maupun benda mati"bahkan posisi lemari"yang sesuai de"
ngan deskripsi Oliver! "Nah!" kata pria berpunggung bungkuk, yang memperha"
tikannya dengan saksama. "Apa maksudmu masuk ke rumahku
dengan cara kasar seperti ini" Kau ingin merampok atau mem"
bunuhku" Yang mana?"
"Apa kau pernah kenal seorang pria yang keluar naik kereta
berkuda dua untuk melakukan salah satu dari yang kau sebutkan
tadi, dasar vampir tua konyol?" kata sang dokter yang gampang
kesal. "Apa yang kauinginkan, kalau begitu?" tuntut si bungkuk.
"Maukah kau keluar sebelum aku menghajarmu" Terkutuklah
kau!" "Segera setelah aku menganggapnya pantas," kata Tuan Los"
berne sambil menengok ke dalam ruangan lain, yang seperti
324~ OLIVER TWIST ruangan pertama, sama sekali tidak menyerupai yang diceritakan
Oliver. "Aku akan segera menangkap basah dirimu, suatu hari,
Kawan." "Begitu, ya?" cemooh si cacat yang tak menyenangkan. "Ka"
lau kau menginginkanku, aku di sini. Aku tidak tinggal di sini,
marah-marah dan sendirian selama dua puluh lima tahun untuk
ditakut-takuti olehmu. Kau akan membayarnya nanti." Setelah
mengatakan ini, si iblis kecil berbadan rusak mengeluarkan
teriakan, menandak-nandak di tanah, seolah-olah gila karena
murka. "Ini bodoh," gerutu sang dokter kepada dirinya sendiri. "Anak
itu pasti membuat kekeliruan. Ini! Simpan itu di sakumu, dan
tutup mulutmu lagi." Disertai kata-kata ini, dia melemparkan
uang kepada si bungkuk, dan kembali ke kereta.
Pria itu mengikuti hingga ke pintu kereta sambil meng"
ucapkan umpatan serta sumpah serapah paling liar. Namun, saat
Tuan Losberne berbalik untuk bicara kepada sais, pria bungkuk
itu menengok ke dalam kereta, dan memandang Oliver dengan
lirikan sedemikian tajam serta penuh dendam sehingga dalam
keadaan terjaga ataupun tidur, anak itu tidak bisa melupakan"
nya hingga berbulan-bulan setelah itu. Pria tua sadis itu terus
mengucapkan umpatan paling menyeramkan, sampai sais kem"
bali ke tempat duduknya. Dan ketika kereta telah melaju, me"
re"ka bisa melihat laki-laki itu di belakang sedang menjejakkan
kakinya ke tanah, serta menjambaki rambutnya.
"Bodohnya aku!" kata sang dokter, setelah kesunyian panjang.
"Apa kau tahu sebelumnya, Oliver?"
"Tidak, Tuan." "Kalau begitu, jangan lupakan itu lain kali."
Setelah keheningan selama beberapa menit, sang dokter lagilagi berkata, "Bodohnya aku. Sekalipun itu tempat yang benar,
dan para laki-laki yang kau maksud pernah ada di sana, apa yang
bisa kulakukan seorang diri" Dan, jika aku mendapat bantuan,
kulihat tak ada bagusnya berbuat begitu, kecuali menyebabkan
CHARLES DICKENS ~325 identitasku sendiri terbongkar, padahal aku sudah berusaha
merahasiakan urusan ini. Tapi, itu memang layak bagiku. Aku
selalu saja melibatkan diriku dalam kesulitan karena bertindak
secara impulsif. Mungkin kejadian ini ada baiknya untukku."
Nah, faktanya adalah dokter luar biasa ini tidak pernah ber"
tindak secara tidak impulsif seumur hidupnya, dan impuls yang
mendorongnya sama sekali tidak jelek sehingga alih-alih meli"
batkannya dalam masalah atau kemalangan ganjil, dia justru
memperoleh rasa hormat dan penghargaan terhangat dari semua
orang yang mengenalnya. Sejujurnya, dia agak kesal selama satu
atau dua menit karena kecewa sebab dia gagal mengumpulkan
bukti pendukung atas cerita Oliver pada kesempatan pertama
yang didapatkannya. Walau begitu, Tuan Losberne segera saja me"
ngendalikan dirinya. Setelah mendapati bahwa jawaban Oliver
atas pertanyaannya masih sama gamblang dan konsistennya, dan
diucapkan dengan ketulusan dan kejujuran yang sama seperti
sebelumnya, dia memutuskan untuk memercayai cerita Oliver
sepenuhnya, sampai kapan pun.
Karena Oliver mengetahui nama jalan yang ditinggali Tuan
Brownlow, mereka bisa berkendara langsung ke sana. Ketika
kereta berbelok ke jalan tersebut, jantungnya berdebar-debar be"
gitu kencang sehingga dia nyaris tidak mampu menarik napas.
"Nah, Nak, rumah yang mana?" tanya Tuan Losberne.
"Itu! Itu!" jawab Oliver sambil menunjuk ke luar jendela de"
ngan bersemangat. "Rumah yang putih. Oh! Bergegaslah! To"
long bergegaslah! Saya merasa hampir mati. Melihatnya saja
mem"buat saya gemetar hebat!"
"Sudah, sudah!" kata dokter baik itu sambil menepuk bahu"
nya. "Kau akan bertemu mereka secara langsung, dan mereka
pasti akan gembira melihatmu selamat dan sehat-sehat saja."
"Oh! Saya harap demikian!" seru Oliver. "Mereka begitu baik
kepada saya " sungguh sangat baik kepada saya."
Kereta terus menggelinding maju. Kemudian berhenti. Bu"
kan, itu rumah yang salah, rumah sebelah. Kereta meluncur
326~ OLIVER TWIST maju beberapa langkah, lalu berhenti lagi. Oliver mendongak
ke jendela dengan air mata bahagia dan penuh harap bercucuran
di wajahnya. Sayang sekali! Ternyata rumah putih itu kosong, dan ada
pengumuman di jendela: "Dijual".
"Coba kita tanya pada rumah sebelah," seru Tuan Losberne
sambil menggandeng lengan Oliver. "Apa Anda tahu yang terjadi
dengan Tuan Brownlow yang dulu tinggal di sebelah rumah
Anda ini" Si pelayan tidak tahu, tapi bersedia menanyakan hal itu pada
majikannya. Saat kembali, dia berkata bahwa Tuan Brownlow
telah menjual barang-barangnya dan pergi ke Hindia Barat
enam minggu lalu. Oliver mengatupkan kedua tangannya, dan
merosot lemah ke belakang.
"Apakah pembantu rumah tangga beliau juga ikut serta?"
tanya Tuan Losberne setelah terdiam sesaat.
"Ya, Tuan," jawab si pelayan. "Pria tua itu, pembantu rumah
tangga, dan pria yang merupakan teman Tuan Brownlow, semua
pergi bersama-sama."
"Kalau begitu, kita pulang saja," kata Tuan Losberne kepada
sais, "dan jangan berhenti untuk memberi makan kuda-kuda,
sampai kau keluar dari London yang terkutuk ini!"
"Penjaga kios buku, Tuan," kata Oliver. "Saya tahu jalan ke
sana. Temui dia, Tuan! Saya mohon temuilah dia!"
"Anak malang, sudah cukup banyak kekecewaan untuk hari
ini," kata sang dokter. "Cukup untuk kita berdua. Jika kita pergi
ke tempat penjaga kios buku, kita pasti akan mendapati bahwa
dia sudah meninggal, kabur, atau rumahnya kebakaran. Tidak,
kita pulang saja langsung!" Dan untuk mematuhi sang dokter,
mereka pun pulang. Kekecewaan getir ini menyebabkan kepedihan serta duka
sedemikian rupa bagi Oliver, bahkan di tengah-tengah kebaha"
giaannya. Selama ini dia telah menghibur diri, berkali-kali selagi
dia sakit, dengan cara memikirkan semua yang akan dikatakan
Tuan Brownlow serta Nyonya Bedwin kepadanya. Dia mem"
CHARLES DICKENS ~327 bayangkan alangkah menyenangkannya memberi tahu mereka
betapa dia siang malam merenungkan apa yang telah mereka
lakukan untuknya, dan meratapi perpisahan yang kejam dari
mereka. Harapan untuk membersihkan namanya di mata mere"
ka dan menjelaskan bagaimana dia telah dipaksa pergi, juga
telah menopang dan menyokongnya selama menjalani ba"nyak
cobaan baru-baru ini. Kini, mengetahui mereka telah pergi
sejauh itu dengan membawa keyakinan bahwa dia adalah se"
orang penipu dan pencuri"keyakinan yang mungkin akan
tetap tak terbantahkan hingga dia meninggal"hampir-hampir
lebih berat daripada yang mampu ditanggungnya.
Kendati demikian, kondisi tersebut tidak menimbulkan per"
ubahan dalam tingkah laku para penolongnya yang baik hati.
Dua minggu kemudian, ketika cuaca hangat menyenangkan
telah bermula, dan setiap tumbuhan menampakkan daun-daun
muda serta kembang indahnya, mereka bersiap-siap mening"
galkan rumah di Chertsey, selama beberapa bulan.
Setelah mengirim perlengkapan makan perak"yang telah
membangkitkan keserakahan Fagin begitu rupa"ke bank dan
meninggalkan Giles serta seorang pelayan lain untuk mengurus
rumah, mereka pun berangkat ke sebuah pondok yang cukup
jauh di pedesaan. Oliver diajak turut serta.
Tak ada yang bisa memaparkan kebahagiaan dan kegem"
biraan, kedamaian pikiran serta ketenteraman yang dirasakan
Oliver di tengah udara hangat di antara perbukitan hijau serta
hutan subur di sebuah desa pedalaman! Betapa pemandangan
damai serta tenang meresap ke dalam benak penghuni tempat
sempit serta ribut yang diletihkan oleh rasa sakit, dan menyebar"
kan kesegarannya jauh ke dalam hati yang lelah!
Para pria yang tinggal di jalanan sempit berjejal-jejal, yang
melewati kehidupan penuh kesusahan, dan yang tak pernah
mengharapkan perubahan; para pria, yang menjalani rutin"itas
sebagai bagian dari takdir mereka sendiri, dan yang hampir
mencintai setiap bata serta batu pembentuk batas-batas sempit
328~ OLIVER TWIST yang mereka susuri dengan berjalan kaki setiap hari; mereka
sekalipun, di saat ajal hendak menjemput mereka, pasti men"
dambakan untuk dapat melihat sekilas wajah alam sebentar saja.
Dan, bilamana terbawa jauh dari lokasi lama tempat mereka
bersakit-sakit dan bergembira, mereka pasti merasakan se"ma"
ngat dan kesegaran baru dalam hidup mereka seketika.
Merasakan waktu berlalu dari hari ke hari di sebuah tempat
hijau yang diterangi matahari, memori-memori dalam diri mere"
ka pun terbangun di kala melihat langit, bukit serta padang, dan
air yang kemilau sehingga sececap rasa surga dunia akan mampu
memperbaiki kepenatan mereka dengan cepat, dan mereka pun
terbenam ke dalam kubur mereka, sedamai matahari terbenam
yang mereka saksikan dari jendela kamar sepi beberapa jam saja
sebelumnya, memudar dari penglihatan mereka yang samar dan
lemah! Memori yang dibangkitkan pemandangan damai desa bu"
kanlah berasal dari dunia ini, begitu pula pemikiran dan ha"
rapannya. Pengaruh lembutnya mungkin dapat mengajari kita
bagaimana cara merangkai kalung bunga segar untuk makam
mereka yang kita cintai, dapat memurnikan pikiran kita dan
menghancurkan dendam serta kebencian lama. Namun, di ba"
lik semua ini, bersemayamlah dalam pikiran yang paling dalam,
kesadaran lamat-lamat dan baru setengah terbentuk bahwa pera"
saan ini pernah terasa sebelumnya, di suatu masa yang jauh dan
telah lama berlalu sehingga memunculkan pemikiran khidmat
mengenai masa mendatang, dan membelokkan kesombongan
serta hasrat duniawi di bawahnya.
Mereka berlibur ke sebuah tempat yang indah. Oliver, yang
hari-harinya selama ini dihabiskan di antara gerom"bolan pen"
jahat dan di tengah-tengah keributan serta perkelahian, seolah
memasuki kehidupan baru di sini. Mawar dan honeysuckle me"
nem"pel ke tembok pondok, ivy rambat meliliti batang pohon,
dan tumbuhan taman mewangikan udara dengan bau harum.
Sangat dekat dengan pondok tersebut, terdapat halaman ge"
CHARLES DICKENS ~329 reja kecil. Halamannya tidak disesaki nisan tinggi buruk rupa,
tapi dipenuhi gundukan rendah berselimutkan rumput serta
lumut"di bawahnyalah orang-orang tua desa itu berbaring
beristirahat. Oliver sering kali berjalan-jalan di sini dan memi"
kirkan kuburan menyeramkan tempat ibunya beristirahat.
Terkadang dia duduk dan terisak-isak sendirian. Namun, ketika
menengadahkan matanya ke langit, dia berhenti berpikir bahwa
ibunya berbaring di tanah, lalu dia pun akan menangis sedih,
tapi tanpa rasa pedih. Saat itu adalah masa yang bahagia. Siang terasa tenang dan
damai; malam tak membawa rasa takut ataupun kekhawa"tir"
an bersamanya; tak ada penderitaan di penjara terkutuk, atau
hubungan dengan pria-pria terkutuk; tak ada apa-apa selain
pemikiran menyenangkan dan membahagiakan. Setiap pagi
dia pergi menemui pria tua berambut putih yang tinggal di
dekat gereja kecil. Pria itu mengajarinya membaca lebih baik
serta menulis. Bicaranya demikian ramah dan bersedia bersusah
payah membantu Oliver sehingga anak kecil itu merasa usaha"
nya untuk menyenangkan pria itu tak pernah cukup.
Lalu, Oliver akan berjalan-jalan bersama Nyonya Maylie
dan Rose, mendengar mereka membicarakan buku-buku, atau
duduk di dekat mereka di suatu tempat teduh, serta mende"
ngarkan Nona Rose membaca, yang sering kali dilakukan Oliver
sampai hari cukup gelap untuk membaca. Lalu, dia harus mem?"
per"siapkan pelajarannya sendiri untuk esok hari. Untuk hal ini,
dia akan bekerja keras di sebuah ruangan kecil yang menghadap
ke taman. Ketika malam datang perlahan-lahan, kedua wanita
penolongnya itu akan berjalan-jalan di luar lagi, disertai oleh
Oliver. Dia akan mendengarkan semua yang mereka katakan
dengan begitu senang dan begitu bahagia jika mereka meng"
inginkan bantuannya, misalnya memetik bunga yang bisa diraih"
nya dengan cara memanjat. Ketika sudah cukup gelap, mereka


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kembali ke rumah. Sang wanita muda akan duduk di depan
piano, memainkan lagu menyenangkan, atau menyanyikan lagu
330~ OLIVER TWIST lama yang menghibur bibinya dengan suara pelan dan lembut.
Tak ada lilin yang dinyalakan pada saat-saat seperti ini. Oliver
akan duduk di balik salah satu jendela, mendengarkan musik
merdu tersebut, merasa bahagia tak terkira.
Dan ketika hari Minggu tiba, mereka akan menghabiskan
waktu dengan cara yang sangat berbeda dibandingkan dengan
hari-hari lainnya! Sangat membahagiakan, layaknya semua harihari lain pada masa paling bahagia! Pada pagi hari, mereka akan
pergi ke gereja kecil. Daun-daun hijau yang berayun-ayun di
jendela; burung-burung yang berkicau tanpa terlihat; dan udara
berbau harum menelusup masuk ke beranda rendah serta me"
menuhi bangunan nyaman tersebut dengan wewangiannya.
Orang-orang miskin begitu bersih dan rapi. Mereka berlutut
untuk berdoa dengan begitu khusyuk sehingga kegiatan berkum"
pul di sana tampak menyenangkan, tak tampak sebagai suatu
kewajiban yang melelahkan. Meskipun nyanyiannya mungkin
saja sumbang, suara tersebut lebih nyata dan terdengar lebih
merdu (di telinga Oliver paling tidak) daripada nyanyian mana
pun yang pernah dia dengar di gereja sebelumnya. Lalu, mereka
berjalan-jalan seperti biasa, berkunjung ke banyak rumah bersih
milik para buruh. Pada malam hari, Oliver membaca satu atau
dua bab dari Alkitab yang telah dipelajarinya sepanjang pekan,
yang akan membuatnya merasa bangga dan senang.
Pada pukul enam pagi, Oliver sudah berjalan kaki menjela"
jahi ladang, serta menaklukkan pagar tanaman yang jauh dan
luas untuk mencari seikat bunga liar yang kemudian akan diba"
wanya banyak-banyak saat kembali ke rumah. Dia akan mena"
tanya dengan teramat cermat serta saksama, seindah mungkin,
untuk menghiasi meja makan. Oliver juga membawa ilalang
segar untuk burung-burung Nona Rose, yang akan digunakan
Oliver untuk mendekorasi kandang dengan selera tinggi, berkat
pengajaran cakap dari kerani desa. Ketika burung-burung sudah
tampan dan rapi, biasanya ada pemberian derma kecil-kecilan
untuk diberikan di desa. Jika tidak, selalu ada sesuatu untuk
CHARLES DICKENS ~331 dikerjakan di taman atau pekerjaan mengurus tanaman, yang
dilaksanakan Oliver (yang telah Oliver pelajari juga lewat bim"
bing"an guru yang sama, yang menjajakan jasa sebagai tukang
kebun) dengan niat baik menggebu-gebu, sampai Nona Rose
muncul dengan ribuan pujian yang dianugerahkan kepadanya
atas semua yang telah Oliver lakukan.
Jadi, tiga bulan pun berlalu dengan cepat. Tiga bulan yang
diisi kebahagiaan tiada tara. Berkat kemurahan hati paling mur"
ni dan paling ramah di satu sisi, dan rasa terima kasih paling
sungguh-sungguh serta paling hangat yang dirasakan jiwa di sisi
lain, tidaklah mengherankan jika pada penghujung masa singkat
itu Oliver Twist telah sepenuhnya dijinakkan oleh kehidupan
rumah oleh sang wanita tua serta keponakannya, dan kedekatan
yang luar biasa di hati mudanya yang peka dibalas oleh kebang"
gaan serta kedekatan mereka pada dirinya.[]
Duka yang Begitu Tiba-Tiba usim semi berlalu dengan cepat dan musim panas
pun tiba. Desa yang cantik itu kini semakin berpen"
dar dan cemerlang berkat warna-warninya yang sem"
purna. Pohon-pohon besar yang kelihatan kerdil dan gundul
pada bulan-bulan sebelumnya, kini menampakkan kehidupan
sempurna dan meregangkan lengan hijau mereka ke atas tanah
yang haus, mengubah petak-petak terbuka dan telanjang men"
jadi ceruk-ceruk pilihan, yang dibubuhi keteduhan pekat serta
menyenangkan, tempat untuk menikmati pemandangan ber"sim"
bah sinar mentari yang terbentang di baliknya. Bumi telah me"
nyan"dang mantel hijaunya yang paling cerah dan memancarkan
wewangiannya yang paling harum. Itu adalah masa puncak
yang paling dipenuhi gairah hidup sepanjang tahun. Semuanya
tampak riang dan rimbun. Kehidupan tenang yang sama terus berlanjut di pondok
kecil itu, dan kedamaian ceria yang sama bertahan dalam diri
para penghuninya. Oliver sudah lama tumbuh kuat dan sehat
meskipun keadaan sehat ataupun sakit tak mengubah perasaan
hangatnya pada banyak orang. Dia tetap makhluk lembut, ha"
ngat, dan penuh kasih, sama seperti ketika rasa sakit serta derita
melemahkan tenaganya dan ketika dia masih bergantung pada
perhatian serta penghiburan sesedikit apa pun dari orang-orang
yang merawatnya. Pada suatu malam yang indah, mereka berjalan-jalan lebih
lama daripada biasanya sebab siang harinya terasa lebih hangat
CHARLES DICKENS ~333 dari biasanya, dan ada bulan cemerlang, serta angin sepoi-sepoi
yang terasa amat menyegarkan. Rose sedang sangat bersemangat.
Mereka pun terus berjalan sambil bercakap-cakap riang, sampai
mereka berjalan lebih jauh dari biasanya. Karena Nyonya Maylie
kelelahan, mereka kembali ke rumah dengan langkah lebih pe?"
lan daripada saat pergi. Rose melepaskan topi sederhananya, ke"
mu"dian duduk di depan piano seperti biasa. Setelah menekannekan tuts sambil lalu selama beberapa menit, dia menyanyikan
lagu pelan yang sangat syahdu. Selagi dia memainkan lagu ter"
sebut, mereka seperti mendengar suara tangis.
"Rose, Sayang!" kata Nyonya Maylie.
Rose tidak menjawab. Dia bermain sedikit lebih cepat, seakan
kata-kata tersebut telah membangunkannya dari pemikiran yang
menyakitkan. "Rose, Sayangku!" seru Nyonya Maylie, buru-buru berdiri,
dan membungkuk ke atas tubuh keponakannya. "Ada apa" Kau
menangis! Anakku tersayang, apa yang mengusikmu?"
"Tidak ada apa-apa, Bibi, tidak ada apa-apa," jawab Rose.
"Aku tidak tahu apa ini. Aku tidak bisa menggambarkannya,
tapi aku merasa "."
"Bukan sakit, Sayangku?" potong Nyonya Maylie.
"Bukan, bukan! Oh, bukan sakit!" jawab Rose sambil ber"
gidik, seolah-olah demam mematikan menghinggapinya selagi
dia bicara. "Aku akan segera membaik. Tolong, tutup jen"de"
lanya!" Oliver bergegas menaati permintaannya. Rose berupaya me"
mulihkan keceriaannya. Dia berjuang memainkan nada-nada
yang lebih riang, tapi jari-jarinya terkulai tanpa daya di atas tuts.
Rose menutupi wajah dengan tangannya dan membenamkan
diri ke sofa. Gadis itu meluapkan air mata yang kini tidak kuasa
ditahannya. "Anakku!" kata Nyonya Maylie sambil mendekapnya. "Aku
tidak pernah melihatmu seperti ini sebelumnya."
"Aku takkan membuat Bibi waswas jika aku bisa meng"
hindarinya," timpal Rose. "Tapi, aku sungguh sudah mencoba
334~ OLIVER TWIST sangat keras, dan tidak kuasa menahannya. Aku khawatir aku
memang sakit, Bibi."
Dia memang betul-betul sakit sebab ketika lilin dibawakan,
mereka melihat bahwa dalam waktu sangat singkat yang telah
berlalu sejak mereka kembali ke rumah, rona wajahnya telah
menjadi seputih pualam. Ekspresinya tak kehilangan kecantik"
annya, tapi air mukanya telah berubah dan terdapat raut cemas
dan sayu di wajah lembutnya, yang tak pernah ada sebelumnya.
Semenit kemudian, wajahnya diliputi rona merah dan ekspresi
liar yang berat melintasi mata biru lembutnya. Lagi-lagi rona ini
menghilang, bagaikan bayangan yang dipancarkan oleh awan
yang melintas dan dia sekali lagi sepucat mayat.
Oliver yang sangat waswas melihat keadaan Nona Rose,
mengamati Nyonya Maylie dengan cemas. Dia melihat bahwa
Nyonya Maylie waswas menyaksikan penampakan ini, tapi
tetap bersikap tenang menghadapi kejadian tersebut. Oliver pun
berusaha melakukan hal serupa, dan mereka berhasil mela"ku"
kannya sejauh itu sehingga ketika Rose dibujuk oleh bibinya un"
t"uk beristirahat, semangatnya membaik"dan bahkan tampak
lebih sehat. Rose menenangkan mereka bahwa dia merasa yakin
bisa bangun keesokan paginya dalam keadaan cukup sehat.
"Saya harap," kata Oliver, ketika Nyonya Maylie kembali,
"tak ada yang tidak beres. Dia tidak kelihatan sehat malam ini,
tapi "." Sang Nyonya memberinya isyarat agar tidak bicara. Setelah
duduk di pojok gelap ruangan dan diam saja selama beberapa
saat, akhirnya dia berkata dengan suara gemetar.
"Kuharap tidak, Oliver. Aku bahagia sekali bersamanya se"
lama beberapa tahun ini, barangkali terlalu bahagia. Mungkin
sudah waktunya aku menemui suatu kemalangan, tapi kuharap
bukan yang seperti itu."
"Apa?" tanya Oliver.
"Pukulan berat," kata sang wanita tua, "yaitu kehilangan
a"nak perempuan tersayang yang sudah demikian lama menjadi
penghibur serta sumber kebahagiaanku."
CHARLES DICKENS ~335 "Oh! Mudah-mudahan tidak!" seru Oliver buru-buru.
"Amin, Nak!" kata sang wanita tua sambil meremas-remas
tangannya. "Tidak semengerikan itu, kan, Nyonya?" tanya Oliver. "Dua
jam lalu, dia kelihatan cukup sehat."
"Dia sakit parah sekarang," timpal Nyonya Maylie, "dan
akan semakin parah, aku yakin. Roseku tersayang! Oh, apa yang
akan kulakukan tanpanya!"
Nyonya Maylie menunjukkan duka sedemikian rupa sehing"
ga Oliver menahan emosinya sendiri, memberanikan diri untuk
menyanggahnya. Dia memohon sepenuh hati demi Nona Rose
agar Nyonya Maylie menenangkan diri.
"Dan pikirkanlah, Nyonya," kata Oliver, saat air mata me"
mak"sa muncul ke matanya meskipun dia berusaha menahannya.
"Oh! Pikirkan betapa muda dan baik hatinya dia, dan betapa
banyaknya kegembiraan serta penghiburan yang dia curahkan.
Saya percaya ... yakin ... cukup yakin ... bahwa, demi Anda sendi"
ri, yang begitu baik dan demi Nona Rose sendiri, dan demi semua
orang yang dibahagiakannya begitu rupa, dia takkan mening"gal.
Tuhan takkan membiarkannya meninggal semuda itu."
"Ssst!" kata Nyonya Maylie sambil meletakkan tangannya ke
kepala Oliver. "Kau berpikir seperti anak-anak, Bocah Malang.
Meskipun demikian, kau mengajariku tentang tanggung jawab.
Aku melupakannya sesaat, Oliver, tapi kuharap aku diampuni
sebab aku sudah tua, dan sudah melihat banyak penyakit dan
kematian sehingga tahu betapa pedihnya berpisah dari orang
yang kita cintai. Aku juga sudah melihat cukup banyak sehingga
tahu bahwa tak selalu yang termuda dan terbaik yang tak dipisah"
kan dari orang-orang yang mencintai mereka; tapi ini semes"
tinya memberi kita penghiburan dalam kesedihan kita sebab
Tuhan Maha Adil dan hal semacam itu mengajari kita bahwa
ada dunia yang lebih cerah daripada ini. dan bahwa perjalanan
ke sana sangatlah cepat. Kehendak Tuhan akan dilaksanakan!
Aku mencintai gadis itu dan Dia tahu seberapa besar itu!"
336~ OLIVER TWIST Oliver terkejut melihat bahwa saat Nyonya Maylie meng"
ucapkan kata-kata ini, dia mengendalikan kepiluannya dan sem"
bari menegakkan dirinya saat bicara, dia menjadi tenang dan
teguh. Oliver lebih takjub lagi saat mendapati bahwa keteguhan
Nyonya Maylie ini tetap bertahan dan tetap siaga serta tenang
mengerjakan semua tanggung jawab yang dilimpahkan kepa"
danya untuk merawat dan memperhatikan Rose. Bahkan, ber"
dasarkan penampilan luar, tetap terlihat riang. Namun, Oliver
yang masih muda tidak mengetahui apa yang sanggup dilakukan
oleh pikiran yang tabah dan kuat dalam kondisi penuh cobaan.
Malam penuh kecemasan pun berlangsung. Ketika pagi tiba,
prediksi Nyonya Maylie terbukti benar. Rose tengah berada pada
tahap pertama demam yang tinggi dan berbahaya.
"Kita harus kuat, Oliver, dan jangan memberi kesem?"patan
duka tak berguna untuk melemahkan kita," kata Nyonya Maylie,
menempelkan jari ke bibirnya saat dia menatap wajah Oliver
lekat-lekat. "Surat ini harus dikirim secepat mungkin kepada
Tuan Losberne. Surat ini harus dibawa ke pasar kota, yang jarak"
nya tak lebih dari enam setengah kilometer lewat jalan setapak
yang menyeberangi ladang. Dari sana akan diantarkan lewat
layanan berkuda ekspres, langsung ke Chertsey. Orang-orang di
penginapan akan mengurus ini dan aku tahu bisa memercayaimu
untuk mengerjakannya."
Oliver tidak mampu menjawab, hanya berusaha agar kecemas"
annya menghilang seketika.
"Ini ada sepucuk surat lagi," kata Nyonya Maylie, berhenti
untuk merenung. "Tapi entah harus mengirimnya sekarang atau
menunggu sampai aku melihat bagaimana perkembangan Rose,
aku tidak tahu. Aku takkan mengirimnya, kecuali aku khawatir
yang terburuk akan terjadi."
"Apakah untuk dikirim ke Chertsey juga, Nyonya?" tanya
Oliver, tak sabar ingin menjalankan tugasnya dan mengulurkan
tangannya yang gemetar untuk menerima surat tersebut.
"Bukan," jawab sang wanita tua, menyerahkan surat itu ke"
pada"nya. Oliver meliriknya, dan melihat bahwa surat tersebut
CHARLES DICKENS ~337 ditujuk"an kepada Harry Maylie, Esquire, di rumah seorang pria
terhormat di negara itu. Di mana tempatnya, dia tidak tahu
persis. "Perlukah ini dikirim, Nyonya?" tanya Oliver sambil mendo"
ngak, tak sabar. "Kupikir tidak," jawab Nyonya Maylie, mengambil surat itu
kembali. "Aku akan menunggu sampai besok."
Disertai kata-kata ini, dia memberi Oliver uang, dan anak
itu pun berangkat tanpa menunda-nunda, secepat yang bisa
dikerahkannya. Dia berlari dengan gesit menyeberangi ladang, dan menyusuri
pematang-pematang yang terkadang membagi-baginya"sesekali
hampir tersembunyi oleh jagung tinggi di tiap sisi, dan sesekali
muncul di ladang terbuka, tempat para penyiang dan pemotong
jerami sedang sibuk bekerja. Dia bahkan tak berhenti, kecuali
sesekali selama beberapa detik saja untuk memulihkan napasnya,
sampai dia tiba di pasar kecil amat panas serta berselimut debu
di kota. Di sini dia terdiam dan menoleh ke sana kemari untuk men"
cari penginapan. Ada bank bercat putih, tempat pembuatan bir
bercat merah, serta balai kota bercat kuning, dan di satu sudut
terlihat rumah besar yang semua kayunya dicat hijau dengan
plang "The George" di depannya. Ke sinilah dia bergegas, segera
setelah tempat tersebut tertangkap oleh matanya.


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia bicara kepada seorang kurir yang sedang tidur-tiduran
di bawah gerbang. Oliver mengatakan yang diinginkannya.
Pria itu mengarahkan"nya kepada pengurus kuda yang setelah
mendengar semua yang perlu dikatakannya lagi, mengarahkan"
nya kepada pemilik penginapan. Pemilik penginapan itu adalah
seorang pria bertubuh tinggi, berdasi biru, bertopi putih, ber"
celana kelabu kusam, serta bersepatu bot dengan atasan yang
serasi, yang sedang bersandar ke pompa dekat pintu istal sambil
membersihkan giginya dengan tusuk gigi perak.
Pria ini berjalan lambat-lambat ke bar untuk menyiapkan
kuitansi"rupanya butuh waktu lama untuk membuatnya"
338~ OLIVER TWIST dan setelah kuitansi tersebut siap dan dibayar, seekor kuda harus
dipasangi pelana, dan seorang pria harus didandani, yang me"
makan waktu sepuluh menit lagi. Sementara itu, kondisi Oliver
sedang tak sabaran dan cemas tak terkira sehingga merasa seakan
dia bisa saja melompat naik ke punggung kuda itu sendiri, lalu
berderap pergi dengan kecepatan penuh menuju pemberhentian
berikutnya. Pada akhirnya, semua siap. Sesudah amplop kecil
diserahkan disertai banyak perintah serta permohonan agar di?"
antarkan dengan cepat, sang pria pun melajukan kudanya, dan
sambil bergoyang-goyang di jalan pasar yang berubin tak rata,
keluar dari kota, serta berderap menyusuri jalan tol dalam hi"
tungan menit. Karena merasa yakin bahwa bantuan akan dikirim dan tak
boleh ada waktu yang terbuang, Oliver bergegas menyusuri hala"
man penginapan, dengan hati yang lebih ringan. Dia tengah
berbelok ke luar gerbang ketika tanpa sengaja menabrak seorang
pria tinggi berselubung jubah, yang pada saat itu keluar dari
pintu penginapan. "Hah!" seru pria itu, melekatkan pandangan matanya pada
Oliver, dan tiba-tiba berjengit. "Apa-apaan ini?"
"Saya mohon maaf, Tuan," kata Oliver. "Saya terburu-buru
sekali menuju rumah, dan tidak melihat Anda keluar."
"Maut!" gumam pria itu kepada dirinya sendiri, memelototi
si anak laki-laki dengan mata gelap besarnya. "Siapa yang bakal
mengira! Giling dia hingga jadi abu! Dia bangkit dari peti mati
batu untuk menghalangi jalanku!"
"Maafkan saya," Oliver terbata-bata, bingung melihat eks"pre?"
si liar pria aneh tersebut. "Saya harap saya tidak melukai Anda!"
"Membusuklah kau!" gumam pria itu, disertai gairah menge"
rikan, lewat gigi-giginya yang terkatup. "Kalau saja aku punya
keberanian untuk mengucapkan kata itu, aku mungkin saja
terbebas darimu di tengah malam. Terkutuklah kepalamu, dan
semoga kematian hitam mencengkeram jantungmu, dasar tuyul!
Apa yang kau lakukan di sini?"
CHARLES DICKENS ~339 Pria itu menggoyang-goyangkan kepalannya selagi dia meng"
ucapkan kata-kata tak jelas ini. Dia maju ke arah Oliver, seolaholah hendak mengarahkan pukulan kepadanya, tapi justru jatuh
berdebum di tanah"menggeliat-geliut dan dengan mulut
berbusa"karena kejang.
Sesaat, Oliver menatap pergulatan pria gila itu (sebab seper"
tinya dia memang gila); kemudian melesat ke dalam rumah untuk
minta tolong. Setelah memastikan bahwa pria itu digendong
dengan selamat ke dalam hotel, dia memalingkan wajahnya
ke arah rumah, berlari secepat yang dia bisa untuk mengganti
waktu yang hilang sambil mengingat-ingat perilaku orang yang
baru saja ditinggalkannya dengan amat takjub sekaligus takut.
Walau begitu, perkara tersebut tak berdiam di ingatannya
lama-lama sebab ketika dia sampai di pondok, ada banyak hal
yang cukup menyibukkan benaknya dan mengusir semua ma"
salah pribadi sepenuhnya dari memorinya.
Kondisi Rose Maylie memburuk dengan cepat. Sebelum
tengah malam, dia mengigau. Seorang praktisi kedokteran yang
bermukim di wilayah tersebut memantaunya terus-menerus.
Sete"l"ah melihat si pasien, dia mengajak Nyonya Maylie menepi,
dan menyatakan bahwa penyakitnya amatlah parah. "Bahkan,"
kata laki-laki itu, "hampir merupakan mukjizat apabila dia sem"
buh." Betapa sering Oliver terkesiap bangun dari tempat tidurnya
malam itu, dan mengendap-endap keluar tanpa membunyikan
tapak kaki untuk mendengarkan suara sepelan apa pun dari
kamar Rose! Betapa sering getaran mengguncangkan sosoknya
dan tetes keringat dingin karena ngeri menetes ke alisnya, ke"
tika bunyi kaki yang menjejak menyebabkannya takut kalaukalau sesuatu yang terlalu menyeramkan untuk dipikirkan telah
terjadi pada saat itu! Dan, apa artinya kekhusyukan semua doa
yang pernah digumamkannya dibandingkan dengan yang dia
tumpahkan sekarang, permohonan penuh nestapa dan meng"
gebu-gebu demi kehidupan serta kesehatan makhluk lembut itu,
yang tengah terhuyung-huyung di ambang kubur yang dalam!
340~ OLIVER TWIST Oh! Betapa menegangkan, ketegangan menakutkan yang
menjadi-jadi rasanya, berdiri diam selagi nyawa seseorang yang
amat kita sayangi tengah terombang-ambing! Oh! Dahsyatnya
pemikiran-pemikiran mengguncangkan yang berjejalan dalam
benak, dan membuat jantung berdebar-debar tak keruan dan
sulit bernapas karena kekuatan gambaran yang mereka mun"
cul"kan di hadapan mata batin. Keputusasaan bercampur kece"
masan karena ingin melakukan sesuatu guna meringankan rasa
sakit atau mengurangi bahaya yang sama sekali tak kuasa kita
redakan. Tak ada kondisi yang lebih menyiksa dibandingkan
dengan padamnya semangat jiwa akibat bayangan sedih karena
ketidakberdayaan kita. Seiring berjalannya waktu, tak ada pere"
nungan dan upaya apa pun yang dapat menghilangkannya!
Pagi pun tiba. Pondok kecil tersebut sunyi dan sepi. Orangorang bicara berbisik-bisik; wajah-wajah cemas muncul di ger"
bang dari waktu ke waktu; para wanita dan anak-anak pergi
sambil berlinang air mata. Sepanjang siang dan berjam-jam
sesudah gelap, Oliver mondar-mandir pelan-pelan di taman,
mengangkat pandangan matanya sesekali ke kamar Nona Rose,
serta bergidik melihat jendela yang tertutup dan gelap, terlihat
seakan-akan maut berbaring telentang di dalamnya. Beberapa
malam belakangan ini, Tuan Losberne tiba. "Ini berat," kata sang
dokter yang baik, berpaling selagi dia bicara. "Begitu muda, begi"
tu dicintai, tapi harapan sangat sedikit."
Pagi tiba lagi. Matahari bersinar cerah seolah-olah tak ada
kesengsaraan atau kekhawatiran. Dan, diiringi daun hijau serta
bunga yang mekar sempurna di sekitarnya; diiringi kehidupan,
serta kesehatan, dan bunyi-bunyian serta pemandangan riang
gembira yang mengelilinginya di setiap sisi, berbaringlah makh"
luk muda cantik itu, melemah dengan cepat. Oliver pergi ke
halaman gereja tua. Sambil duduk di salah satu gundukan hijau,
dia menangis dan berdoa untuk gadis itu dalam keheningan.
Ada kedamaian serta keindahan dalam pemandangan ter"se"
but; kecerahan serta kegembiraan begitu rupa di bentang alam
CHARLES DICKENS ~341 terang benderang itu; musik yang demikian penuh sukacita
dalam nyanyian burung-burung musim panas; kebebasan be"
gitu rupa dalam terbangnya gagak yang secepat kilat melesat di
ang"kasa; kehidupan serta kegirangan sedemikian rupa da"lam se"
galanya. Ketika sang anak laki-laki mengangkat pandangan ma"
ta"nya yang perih dan melihat ke sekeliling, secara instingtif ter"
betiklah di pikirannya bahwa ini bukan saatnya bagi kematian.
Rose tak mungkin meninggal ketika makhluk-makhluk lain
se"dang riang dan gembira. Pemakaman adalah untuk musim
di?"ngin yang menggigit dan muram, bukan untuk cahaya ma"
ta"hari serta keharuman. Dia hampir berpikir bahwa kafan
hanyalah untuk orang yang tua dan keriput, bukan untuk mem"
bungkus sosok indah dan anggun dalam lipatan-lipatannya yang
menyeramkan. Dentang dari lonceng gereja membuyarkan lamunan Oli"
ver. Lagi! Lagi! Lonceng berbunyi untuk misa pemakaman.
Sekelompok orang yang tengah berbelasungkawa memasuki
gerbang, berpakaian sederhana serbaputih sebab yang meninggal
tersebut masih muda. Mereka berdiri tanpa penutup kepala di
dekat makam, dan ada seorang ibu"dahulu seorang ibu"tam?"
pak di antara rombongan yang meneteskan air mata itu. Namun
ma"tahari bersinar cerah, dan burung-burung terus bernyanyi.
Oliver berbalik menuju rumah, memikirkan banyaknya ke"
baikan hati yang telah diterimanya dari sang wanita muda dan
berharap waktu dapat diputar kembali sehingga dia takkan per"
nah perlu berhenti menunjukkan betapa dia berterima kasih
serta setia. Dia tidak punya alasan untuk mengomeli dirinya
sendiri karena bersikap abai atau kurang bertekad sebab dia
telah mengabdi untuk melayani wanita muda itu. Walaupun
demikian, ratusan kesempatan kecil hadir dalam benaknya,
saat-saat ketika dia harap dirinya bersikap lebih bersemangat
dan lebih tulus. Kita harus berhati-hati menghadapi orangorang di sekitar kita. Setiap kematian sering kali mendatangkan
sedemikian banyak penyesalan dalam hati orang-orang yang
342~ OLIVER TWIST ditinggalkan"hal-hal yang tertinggal, terlalu sedikit hal yang
dilakukan, begitu banyak hal yang terlupakan, dan jauh lebih
banyak lagi yang dapat diperbaiki! Penyesalan selalu datang
terlambat. Jika ingin terhindar dari siksaan rasa penyesalan ini,
lakukanlah yang terbaik untuk orang-orang di sekitar kita saat
ini juga. Ketika dia sampai di rumah, Nyonya Maylie sedang duduk di
ruang tamu kecil. Hati Oliver tercekat melihat wanita itu sebab
dia tidak pernah meninggalkan sisi tempat tidur keponakannya.
Oliver gemetar memikirkan perubahan apa yang bisa mendo"
rongnya pergi. Oliver kemudian mengetahui bahwa ternyata
Rose telah tertidur pulas, yang dari tidurnya itu dia akan terba"
ngun, entah untuk pulih dan melanjutkan hidupnya atau untuk
mengucapkan selamat berpisah kepada mereka lalu meninggal.
Mereka duduk sambil mendengarkan dan takut bicara se"
lama berjam-jam. Makanan yang tak disantap disingkirkan
dengan ekspresi yang menunjukkan bahwa pemikiran mereka
sedang berada di tempat lain. Mereka memperhatikan matahari
yang terbenam kian rendah hingga pada akhirnya memancarkan
pendar cemerlang ke langit serta bumi yang mengumumkan ke"
pergiannya. Telinga tajam mereka menangkap bunyi langkah
kaki yang mendekat. Mereka berdua spontan melesat ke pintu,
saat Tuan Losberne masuk.
"Bagaimana keadaan Rose?" seru sang wanita tua. "Beri tahu
aku sekarang juga! Aku tidak sanggup menanggung ketegangan!
Oh, beri tahu aku! Demi Tuhan!"
"Anda harus menenangkan diri," kata sang dokter, meno"
pangnya. "Tenanglah, Nyonya yang baik, tenanglah."
"Biarkan aku masuk, demi Tuhan! Anakku tersayang! Dia
mati! Dia sekarat!" "Tidak!" seru sang dokter berapi-api. "Berkat Tuhan yang
baik dan pemurah, dia akan hidup untuk memberkati kita
semua, sampai bertahun-tahun ke depan."
Wanita itu jatuh berlutut, berusaha mengatupkan kedua
CHARLES DICKENS ~343 ta"n"gan"nya, tapi energi yang telah menyokongnya sedemikian
lama terbang ke surga seiring ucapan syukurnya yang pertama.
Dia menerima dekapan tangan ramah yang diulurkan untuk
menyam"butnya.[] Kemunculan Harry Maylie ebahagiaan tersebut hampir terlalu berat untuk ditang"
gung. Oliver merasa tercengang dan terperangah men"
dengar informasi tak terduga-duga itu. Dia tidak bisa
menangis, bicara, atau beristirahat. Dia nyaris tak memiliki
kemampuan untuk memahami apa yang telah terjadi sampai
setelah berlama-lama mondar-mandir di tengah udara petang
yang hangat. Curahan air mata muncul sehingga melegakannya
dan dia seolah dibangunkan seketika sehingga dapat merasakan
sepenuhnya perubahan menggembirakan yang telah terjadi, ser"
ta terangkatnya beban duka tak tertahankan dari dadanya.
Malam sudah larut ketika dia kembali menuju rumah, mem"
bawa banyak sekali bunga untuk menghiasi kamar Nona Rose.
Saat berjalan cepat menyusuri jalan, dia mendengar bunyi suatu
kendaraan dari arah belakang, mendekat dengan kecepatan
hebat. Oliver menoleh ke belakang dan melihat bahwa kendaraan
tersebut adalah kereta kuda tertutup beroda empat, dikemu"
dikan dengan laju luar biasa cepat. Karena kuda-kuda berderap
kencang sementara jalan tersebut sempit, Oliver menepi sambil
bersandar ke sebuah pagar hingga kereta itu melewatinya.
Saat kereta itu melesat maju, Oliver melihat sekilas seorang
laki-laki bertopi tidur warna putih, yang wajahnya tampak tidak
asing baginya meskipun dia melihat laki-laki itu terlalu sebentar
sehingga tidak bisa mengidentifikasi orang itu. Satu atau dua de"
tik kemudian, topi tidur itu menyembul ke luar jendela kereta,
CHARLES DICKENS ~345 dan sebuah suara nyaring meraung untuk memerintahkan sais
berhenti. Perintah ini dilaksanakan sang sais, segera setelah dia
bisa menarik tali kekang kudanya. Lalu, topi tidur sekali lagi
muncul, dan suara yang sama memanggil nama Oliver.
"Sini!" seru suara itu. "Oliver, ada kabar apa" Nona Rose!
Tuan O-li-ver!" "Apakah itu Anda, Giles?" seru Oliver, berlari ke pintu ke"reta.
Giles menyembulkan topi tidurnya lagi, siap-siap untuk
mengeluarkan jawaban ketika dia tiba-tiba ditarik ke belakang
oleh seorang pria muda yang menempati pojok lain kereta, dan
yang dengan semangat menyala menuntut kabar.
"Dalam satu kata!" seru pria itu. "Membaik atau membu"
ruk?" "Membaik"jauh lebih baik!" jawab Oliver buru-buru.
"Puji Tuhan!" seru pria itu. "Kau yakin?"
"Cukup yakin, Tuan," jawab Oliver. "Perubahan baru terjadi
beberapa jam lalu, dan Tuan Losberne berkata semua bahaya
sudah berlalu." Pria itu tidak berkata-kata lagi. Dia membuka pintu kereta,
melompat keluar, memegangi lengan Oliver cepat-cepat, lalu
menuntunnya ke dalam. "Kau cukup yakin" Tidak ada kemungkinan kalau-kalau kau
salah, kan, Nak?" tuntut pria itu dengan suara gemetar. "Jangan
kelabui aku dengan cara membangkitkan harapan yang tidak
mungkin terpenuhi." "Saya takkan melakukannya, Tuan," jawab Oliver. "Anda bisa
memercayai saya. Kata-kata Tuan Losberne adalah "Nona Rose
akan hidup untuk memberkati kita semua sampai bertahuntahun ke depan". Saya mendengar beliau berkata begitu."
Air mata muncul di mata Oliver saat dia mengingat adegan
yang merupakan permulaan dari begitu banyak kebahagiaan.
Pria itu pun memalingkan wajahnya dan diam saja selama bebe"


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rapa menit. Oliver seperti mendengar pria itu terisak, lebih dari
sekali. Oliver takut mengganggunya dengan komentar baru"
346~ OLIVER TWIST sebab dia bisa menebak bagaimana perasaan pria itu. Oliver
pun berdiri menjauh, pura-pura disibukkan oleh kuntum bunga
yang dipetiknya. Sepanjang waktu ini, Tuan Giles yang mengenakan topi tidur
putihnya, duduk di undakan kereta, menumpukan siku ke ma"
sing-masing lutut, dan mengusap matanya dengan saputangan
katun biru berbintik-bintik putih. Emosi lelaki jujur itu tidak"
lah dibuat-buat, secara kentara ditunjukkan oleh mata sangat
merah yang memandang sang pemuda, ketika dia berbalik dan
berbicara dengan sang kepala pelayan.
"Menurutku sebaiknya kau pergi temui ibuku naik kereta,
Giles," katanya. "Aku lebih memilih untuk berjalan pelan-pelan
supaya mengulur waktu sedikit sebelum aku menjumpainya.
Kau bisa katakan aku sedang dalam perjalanan."
"Saya mohon maaf, Tuan Harry," kata Giles, membubuh"
kan polesan terakhir pada raut mukanya yang kusut dengan sa"
putangan, "tapi jika Anda berkenan menugaskan kurir untuk
mengatakan itu, saya akan sangat berutang budi kepada Anda.
Tidaklah pantas bagi para pelayan perempuan melihat saya
dalam keadaan seperti ini, Tuan. Saya takkan punya wibawa lagi
apabila mereka melihat saya begini."
"Ya," timpal Harry Maylie sambil tersenyum, "kau bisa ber"
buat sesukamu. Biar kurir melanjutkan perjalanan dengan ba"
rang-barang bawaan kalau itu maumu. Kau boleh bergabung
bersama kami. Hanya saja, gantilah topi tidur itu dengan tutup
kepala yang lebih layak, atau kita akan dikira orang gila."
Tuan Giles, diingatkan akan kostumnya yang tak pantas,
men?"copot dan mengantungi topi tidurnya, lalu menggantinya
de?"ngan sebuah topi berbentuk khidmat dan normal yang di"
ambilnya dari kereta. Setelah itu, kurir pun berkendara pergi.
Giles, Tuan Maylie, dan Oliver mengikuti dengan santai.
Selagi mereka berjalan berdampingan, Oliver sesekali meli"
rik si pendatang baru dengan penasaran dan penuh minat. Dia
tampaknya berusia kira-kira dua puluh lima tahun, bertinggi
CHARLES DICKENS ~347 sedang, wajahnya tulus serta tampan, dan pembawaannya santai
serta memikat. Terlepas dari perbedaan usianya, dia mirip sekali
dengan sang wanita tua sehingga Oliver sama sekali takkan kesu"
litan menebak hubungan mereka, seandainya pemuda itu belum
menyebut Nyonya Maylie sebagai ibunya.
Nyonya Maylie menanti putranya dengan gundah. Ketika
dia sampai di pondok, pertemuan tersebut berlangsung dengan
emosi meluap-luap dari kedua belah pihak.
"Ibu!" bisik sang pemuda. "Kenapa Ibu tidak menulis surat
lebih awal?" "Aku melakukannya," jawab Nyonya Maylie, "tapi, setelah
direnungkan, aku bertekad menyimpan surat itu sampai aku
mendengar pendapat Tuan Losberne."
"Tapi kenapa," kata sang pemuda, "kenapa mengambil
risiko" Kemungkinan itu hampir saja menjadi nyata. Seandainya
Rose"aku tidak bisa mengucapkan kata itu sekarang"sean"
dainya penyakitnya berakhir lain, bagaimana bisa Ibu memaaf"
kan diri Ibu! Bagaimana mungkin aku mengenal kebahagiaan
lagi!" "Seandainya itu yang terjadi, Harry," kata Nyonya Maylie,
"aku khawatir akibatnya kebahagiaanmu akan binasa, dan bah"
wa kedatanganmu ke sini sehari lebih awal atau sehari lebih
lambat, takkan ada artinya."
"Dan siapa yang bisa bertanya-tanya seandainya memang
begitu, Ibu?" timpal sang pemuda. "Tapi, kenapa aku berkata
seandainya?"Pasti"pasti begitu"Ibu tahu"Ibu tahu itu!"
"Aku tahu dia layak menerima cinta terbaik dan termurni
yang bisa ditawarkan hati seorang pria," kata Nyonya Maylie.
"Aku tahu sifatnya yang pengasih membutuhkan bukan sem"
barang balasan, melainkan balasan yang mendalam serta kekal.
Jika aku tidak berpendapat, dan tahu bahwa perubahan perilaku
seseorang yang dia cintai akan membuatnya patah hati, aku tak"
kan merasa bahwa tugasku demikian sulit untuk dikerjakan,
atau mengalami pergulatan dalam sanubariku sendiri ketika aku
mengambil langkah tegas."
348~ OLIVER TWIST "Ini kejam, Ibu," kata Harry. "Apa Ibu masih mengira aku ini
anak laki-laki yang tak menyadari pikiranku dan keliru menge"
nali dorongan jiwaku sendiri?"
"Menurutku, putraku tersayang," balas Nyonya Maylie sam"
bil meletakkan tangannya di bahu anaknya, "anak muda punya
dorongan hati berlimpah yang tidak tahan lama yang terkadang,
setelah dipenuhi, justru menjadi kian singkat. Di atas segalanya,
menurutku," kata wanita itu, melekatkan pandangan matanya
pada wajah putranya, "bahwa jika seorang pria antusias, giat,
dan ambisius menikahi istri yang namanya ternoda, kendati bu"
kan berasal dari kesalahannya sendiri, orang-orang yang dingin
dan licik mungkin saja mengincar istrinya, serta anak-anaknya
juga. Dan, sebanding dengan keberhasilannya di dunia, dia akan
dicela dan dijadikan bahan cemoohan. Akibatnya, suatu hari dia
mungkin saja, tak peduli betapa murah hati dan baik sifatnya,
membenci hubungan yang dibentuknya di awal kehidupannya.
Dan istrinya mungkin saja merasa pedih karena tahu bahwa
sang suami berpendapat demikian."
"Ibu," kata sang pemuda tak sabaran, "seandainya dia bersi"
kap begitu, dia adalah orang jahat yang egois, tak layak jadi lakilaki, dan tak layak atas diri perempuan yang Ibu gambarkan."
"Kau berpikir begitu sekarang, Harry," timpal ibunya.
"Dan akan selamanya begitu!" kata sang pemuda. "Siksaan
mental yang telah kutanggung selama dua tahun terakhir, berawal
dari pengakuanku kepada Ibu tentang sebuah hasrat yang, se"
perti yang Ibu ketahui dengan baik, tak berawal kemarin atau
muncul dengan tiba-tiba. Pada Roselah"gadis yang manis dan
lembut!"aku menetapkan hatiku, seteguh hati pria mana saja
yang pernah ditetapkan pada seorang wanita. Aku tidak punya
pemikiran, tak punya bayangan, tak punya harapan, akan hidup
tanpanya. Dan, jika Ibu menentangku dalam pertaruhan besar
ini, Ibu merenggut kedamaian dan kebahagiaanku di tangan Ibu,
dan membuangnya hingga ditiup angin. Ibu, berpikirlah lebih
positif tentang hal ini, pikirkanlah aku, dan jangan kesamping"
kan kebahagiaan yang Ibu anggap demikian tak penting."
CHARLES DICKENS ~349 "Harry," kata Nyonya Maylie, "justru karena aku demikian
me"mikirkan hati yang hangat dan pekalah sehingga aku ingin
melindunginya agar tak terluka. Tapi kita sudah cukup banyak
ber?"kata-kata, dan lebih dari cukup mengenai perkara ini, saat
ini." "Serahkan pada Rose, kalau begitu," sela Harry. "Ibu takkan
memaksakan opini Ibu yang berlebihan sejauh itu untuk merin"
tangi jalanku, kan?"
"Aku takkan melakukannya," timpal Nyonya Maylie, "tapi
aku ingin kau mempertimbangkan "."
"Aku sudah mempertimbangkan!" adalah jawabannya yang
tak sabaran. "Ibu, aku sudah mempertimbangkannya bertahuntahun. Aku sudah mempertimbangkannya sejak aku sanggup
merenung secara serius. Perasaanku tetap tak berubah, takkan
pernah berubah. Kenapa aku harus mengalami penderitaan
karena menunda-nunda melampiaskannya, yang sama sekali ti"
dak ada manfaatnya" Tidak! Sebelum aku meninggalkan tempat
ini, Rose akan mendengarku."
"Dia akan mendengarmu," kata Nyonya Maylie.
"Ada sesuatu dalam perilaku Ibu, yang hampir-hampir me"
nyiratkan bahwa dia akan mendengarku dengan sikap dingin,"
kata sang pemuda. "Tidak dingin," timpal sang wanita tua. "Jauh dari itu."
"Bagaimana, kalau begitu?" desak sang pemuda. "Apakah
hatinya telah ditambatkan pada yang lain?"
"Bukan, jelas tidak," jawab ibunya. "Kalau aku tidak keliru,
kasih sayangnya padamu sudah terlalu kuat. Yang ingin kuka"
takan," lanjut sang wanita tua, menghentikan putranya saat
dia hendak bicara, "adalah ini. Sebelum kau mempertaruhkan
semuanya untuk peluang ini, sebelum kau mengambil risiko ter"
bawa ke puncak harapan tertinggi, renungkanlah beberapa saat,
anakku tersayang. Riwayat Rose. Pertimbangkan apa dampak
pengetahuan mengenai kelahirannya yang meragukan pada ke"
pu"tusannya. Meskipun menyayangi kita, dia berpikiran mulia
350~ OLIVER TWIST dan rela mengorbankan diri dalam segala hal besar maupun
kecil. Begitulah sifatnya sejak dahulu."
"Apa maksud Ibu?"
"Kubiarkan kau mencari tahu hal itu sendiri," jawab Nyo"
nya Maylie. "Aku harus kembali kepadanya. Tuhan mem"ber"
katimu!" "Akankah aku bertemu Ibu lagi malam ini?" tanya sang
pemuda penuh semangat. "Tidak lama," jawab wanita itu, "setelah aku meninggalkan
Rose." "Ibu akan memberitahunya bahwa aku di sini?" ujar Harry.
"Tentu saja," jawab Nyonya Maylie.
"Dan katakan betapa cemasnya aku, betapa aku telah men"
derita, dan betapa aku ingin sekali menemuinya. Ibu takkan me"
nolak melakukan ini, kan?"
"Tidak," kata sang wanita tua. "Akan kuberitahukan semua
kepadanya." Dan setelah meremas tangan putranya dengan pe"
nuh kasih sayang, dia bergegas meninggalkan ruangan tersebut.
Tuan Losberne dan Oliver tetap tinggal di ujung lain ruangan
tersebut selagi percakapan terburu-buru ini berlangsung. Tuan
Losberne kini mengulurkan tangannya kepada Harry Maylie,
dan mereka pun bertukar salam ramah. Sang dokter kemudian
menyampaikan, sebagai jawaban atas aneka pertanyaan dari
kawan mudanya, uraian terperinci mengenai kondisi pasiennya
yang cukup menghibur dan menjanjikan, seperti pernyataan
Oliver yang telah mendorongnya untuk berharap. Semua ini
disimak oleh Tuan Giles yang berpura-pura sibuk mengurus ba"
rang-barang bawaan. "Sudahkah kau menembak sesuatu akhir-akhir ini, Giles?"
tanya sang dokter, ketika dia selesai.
"Tidak ada yang istimewa, Tuan," jawab Tuan Giles, merona
sampai ke matanya. "Atau menangkap pencuri, atau mengidentifikasi pembobol
rumah?" kata sang dokter.
CHARLES DICKENS ~351 "Tidak sama sekali, Tuan," jawab Tuan Giles dengan amat
serius. "Wah," kata sang dokter, "aku menyesal mendengarnya se"
bab kau melakukan hal semacam itu dengan mengagumkan.
Omong-omong, bagaimana kabar Brittles?"
"Anak laki-laki itu baik-baik saja, Tuan," kata Tuan Giles,
menggunakan nada kebapakan yang biasa, "dan mengirimkan
salam hormatnya, Tuan."
"Bagus itu," kata sang dokter. "Melihatmu di sini, meng"
ingatkanku bahwa sehari sebelum aku dipanggil buru-buru sekali,
aku melaksanakan"atas permintaan majikan perempuanmu
yang baik"misi kecil atas namamu. Kemarilah sebentar."
Tuan Giles berjalan ke pojok dengan sikap sok penting dan
perasaan bertanya-tanya. Perundingan bisik-bisik dengan sang
dokter pun berlangsung. Pada penghujung perundingan ini, dia
membungkuk berkali-kali, dan mundur dengan langkah-lang"
kah berwibawa seperti biasanya. Topik perundingan ini tidak
diungkapkan di ruang tamu, tapi dapur segera saja tercerahkan
terkait hal itu sebab Tuan Giles berjalan langsung ke sana.
Setelah minta diambilkan satu mug bir, dia mengumumkan
dengan gaya agung yang teramat efektif bahwa majikan perem"
puannya yang senang karena tindak kesatrianya menghadapi
percobaan perampokan, telah menyetorkan"di bank simpanpinjam lokal"uang sejumlah dua puluh lima pound, untuk
digunakan serta dimanfaatkan dirinya seorang. Mendengar
ini, kedua pelayan wanita mengangkat tangan dan pandangan
mata mereka, dan menyaksikan bahwa Tuan Giles, sambil me"
narik renda bajunya, berkata, "Tidak, tidak." Dia berpendapat
bahwa dia tidak bersikap pongah pada orang-orang yang ada di
bawahnya ini karena jika demikian, dia justru akan berterima
kasih kepada mereka karena sudah memujinya. Kemudian dia
membuat banyak komentar lain, tidak kurang gamblang dalam
menggambarkan kerendahan hatinya, yang disambut dengan
kegembiraan serta tepuk tangan yang sebanding seperti lazim"
nya komentar-komentar pria hebat.
352~ OLIVER TWIST Malam itu berlalu dengan ceria di lantai atas sebab sang dok"
ter sedang bersemangat tinggi, dan meskipun Harry Maylie letih
dan pikirannya gundah pada awalnya, dia tidak kebal terhadap
sikap riang pria terpuji itu. Sang dokter berkisah tentang
kenangan profesional dan dengan beraneka ragam senda gurau.
Dia juga melontarkan banyak lelucon kecil, yang menurut Oliver
adalah hal paling menggelikan yang pernah didengarnya, dan
menyebabkannya tertawa tergelak sehingga memuaskan sang
dokter yang tertawa habis-habisan, dan membuat Harry hampir
tertawa sedahsyat itu gara-gara dorongan simpati semata. Jadi,
mereka adalah kelompok yang cukup menyenangkan dalam
situasi tersebut. Malam sudah larut ketika mereka mundur de"
ngan hati ringan serta penuh syukur, untuk menikmati istirahat
yang"setelah keraguan dan ketegangan yang baru-baru saja
mereka alami"sangat mereka butuhkan.
Oliver bangun keesokan paginya dengan perasaan yang le"
bih baik, dan melakukan pekerjaannya yang biasa dengan lebih
banyak harapan serta kegembiraan daripada yang diketahuinya
selama berhari-hari. Burung-burung sekali lagi ditenggerkan
di luar untuk berkicau di tempat biasa, dan bunga-bunga liar
termanis yang bisa ditemukan sekali lagi dikumpulkan untuk
menyenangkan Rose dengan keindahan mereka. Melankolia yang
selama berhari-hari lalu seolah telah menggelayuti setiap benda,
secantik apa pun itu, kini telah diusir oleh keajaiban. Embun
seakan berkilau lebih gemerlap di daun-daun hijau; udara berge"
meresik di antaranya seiring musik yang lebih merdu; dan langit
sendiri terlihat lebih biru dan terang. Begitulah pengaruh yang
ditimbulkan kondisi pikiran kita sendiri terhadap penampilan
objek-objek eksternal. Para manusia yang mengamati alam dan
meneriakkan bahwa semuanya gelap dan suram adalah cerminan
mata serta hati mereka sendiri yang tidak sehat. Semburat sejati
sesungguhnya lembut dan membutuhkan penglihatan yang le"
bih jernih. Pagi itu Oliver tidak melakukan ekspedisi paginya sendi"


Oliver Twist Karya Charles Dickens di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rian. Harry Maylie, setelah pagi pertama ketika dia bertemu
CHARLES DICKENS ~353 Oliver membawa begitu banyak kembang, dilanda oleh hasrat
sedemikian rupa terhadap bunga, dan menunjukkan selera kuat
terhadap rangkaiannya sehingga meninggalkan rekan mudanya
jauh di belakang. Karena Oliverlah yang tahu tempat bungabunga terbaik dapat ditemukan, setiap pagi mereka menjelajahi
desa bersama-sama dan membawa pulang bunga terelok yang
mekar. Jendela kamar wanita muda itu kini terbuka sebab Nona
Rose senang merasakan udara harum musim panas mengalir
masuk, dan memulihkan dirinya dengan kesegarannya. Tepat di
dalam kisi selalu ada seikat kecil bunga yang ditata dengan ke"
hati-hatian cermat setiap pagi. Oliver mau tidak mau menyadari
bahwa bunga yang layu tidak pernah dibuang meskipun vas
kecil tersebut diisi ulang secara teratur. Dia pun mau tak mau
mengamati bahwa kapan pun sang dokter masuk ke taman, dia
senantiasa melemparkan pandangan matanya ke sudut tersebut,
serta menganggukkan kepalanya secara sangat ekspresif, selagi
dia berangkat untuk berjalan-jalan pagi. Seiring berjalannya
peng"amatan ini, hari-hari pun berlalu, dan Rose pulih dengan
cepat. Meskipun sang wanita muda belum meninggalkan ka"
marnya, dan tidak ada acara jalan-jalan petang kecuali sesekali
menempuh jarak yang tidak jauh bersama Nyonya Maylie, bu"
kan berarti Oliver punya terlalu banyak waktu luang saat itu.
Dia menyibukkan diri dengan ketekunan dua kali lipat untuk
mematuhi instruksi sang pria berambut putih, dan bekerja
ter?"?"amat keras sehingga perkembangannya yang cepat bahkan
menga"getkan dirinya sendiri. Selagi dia sedang terlibat dalam
pe"kerjaan inilah, dia diusik serta dirisaukan luar biasa oleh
peristiwa yang sangat tak terduga.
Ruangan kecil tempatnya biasa duduk ketika sedang sibuk
membaca buku berada di lantai satu, di bagian belakang ru"
mah. Ruangan itu seperti layaknya sebuah ruangan di pondok,
dengan jendela berkisi-kisi yang dililit kumpulan bunga melati
dan honeysuckle merambat, memenuhi tempat tersebut dengan
wewangiannya yang memabukkan. Ruangan itu menghadap ke
354~ OLIVER TWIST taman. Dari sanalah sebuah gerbang mungil terbuka ke sebuah
istal kecil. Di balik taman, terdapat padang serta hutan yang
indah. Tidak ada hunian lain di dekat sana, di arah itu.
Pada suatu petang yang indah, ketika sapuan pertama cahaya
senja mulai mewarnai bumi, Oliver duduk di dekat jendela ini,
serius membaca buku-bukunya. Dia sudah beberapa lama mene"
laah buku-buku tersebut dan karena siang hari terasa gerah tidak
seperti biasanya, dan dia sudah memeras tenaganya sedemikian
rupa sehingga"bukanlah penghinaan terhadap para penulis,
siapa pun mereka, untuk mengatakan bahwa"perlahan-lahan
Oliver jatuh tertidur. Ada jenis kantuk yang terkadang menyergap kita yang tidak
membebaskan benak dari kesadaran terhadap sekitarnya, dan
memungkinkan benak untuk keluyuran sesukanya. Bilamana
rasa berat yang menaklukkan, ketidakberdayaan, serta ketidak"
mampuan mengendalikan pikiran atau kekuatan gerak kita dapat
disebut tidur, seperti inilah rasanya. Namun, jika kita bermimpi
pada saat seperti ini, kata-kata yang benar-benar diucapkan atau
bunyi-bunyian mengunjungi indra kita hingga kenyataan serta
khayalan akan berbaur menjadi satu sehingga sesudahnya ham"
pir mustahil untuk memisahkan keduanya. Ini pun bukanlah
kejadian yang paling mengherankan dalam kondisi semacam
itu. Fakta yang tak diragukan lagi bahwa meskipun indra peraba
dan penglihatan kita mati pada saat itu, pikiran kita yang te?"ngah
tertidur, serta adegan-adegan yang berkelebat di depan kita,
pasti dipengaruhi dan secara ragawi memengaruhi kehadiran
hening suatu objek eksternal"yang mungkin saja tak berada di
dekat kita ketika memejamkan mata, dan yang kedekatannya
tak disadari oleh kita saat terjaga.
Oliver tahu sekali bahwa di ruangan kecilnya sendiri ini,
buku-bukunya tergeletak di atas meja di depannya, dan udara
harum berputar-putar di antara tumbuhan rambat di luar. Akan
tetapi, dia tertidur. Tiba-tiba saja, pemandangan berubah. Udara
menjadi pengap dan menyesakkan. Dan pikirnya, disertai pen"
CHARLES DICKENS ~355 dar kengerian, dia merasa berada di rumah Fagin lagi. Di sana
duduklah si pria tua buruk rupa, di pojok yang biasa, menun"
juknya dan berbisik kepada seorang pria lain dengan wajah yang
dipalingkan, yang duduk di sampingnya.
"Ssst, Sobat!" dia merasa mendengar Fagin berkata. "Itu dia,
memang benar. Ayo pergi."
"Dia!" pria yang satu lagi seolah menjawab. "Mungkinkah
aku salah mengenalinya, menurutmu" Jika sekawanan hantu
mewujud persis sepertinya, dan dia berdiri di antara mereka, ada
sesuatu yang akan memberitahuku bagaimana caranya membe"
dakannya. Jika kau menguburnya lima puluh kaki di bawah ta"
nah dan membawaku menyeberangi makamnya, kurasa aku bisa
tahu sekalipun tak ada penanda di atasnya bahwa dia terbaring
tak bernyawa di sana."
Pria itu tampaknya mengatakan ini dengan kebencian yang
begitu mengerikan sehingga Oliver terbangun ketakutan, dan
berdiri seketika. Demi Tuhan! Apakah itu, yang membuat darah mengalir de"
ras ke jantungnya, serta menjadikannya kehilangan suara dan
kekuatan untuk bergerak! Di sana ... di sana ... di jendela ...
dekat di depannya ... begitu dekat sehingga dia hampir bisa me"
nyentuh pria itu sebelum dia terkesiap mundur"dengan mata
dipicingkan ke dalam ruangan itu, dan bertemu pandang de?"ngan"
nya"di sanalah Fagin berdiri! Dan di sampingnya, pucat karena
murka atau takut, atau keduanya, tampaklah raut cemberut pria
yang telah menghardiknya di halaman penginapan.
Adegan tersebut hanya muncul sekejap, secepat kilat di de"
pan matanya, dan mereka pun lenyap. Namun, mereka telah
mengenalinya dan dia mengenali mereka. Ekspresi mereka ter"
gurat dalam-dalam di benaknya seolah-olah diukir di batu dan
diletakkan di depannya sejak lahir. Dia berdiri terpana sesaat,
lalu melompat dari jendela ke taman, dan berteriak keras-keras
untuk minta tolong.[] Ungkapan Hati Harry Maylie etika para penghuni rumah mendengar teriakan Oliver,
mereka bergegas meninggalkan kegiatan mereka. Mere"
ka menemukan bocah itu dalam keadaan pucat dan
gelisah, menunjuk ke padang di belakang rumah, dan nyaris tak
mampu berkata-kata, "Tuan Fagin! Tuan Fagin!"
Tuan Giles kebingungan, tak memahami arti teriakan ini.
Namun, Harry Maylie yang persepsinya lebih tanggap, dan su"
dah mendengar riwayat Oliver dari ibunya, mengerti seketika.
"Ke arah mana dia pergi?" tanyanya, mengambil tongkat be"
rat yang diberdirikan di pojok.
"Ke sana," jawab Oliver sambil menunjuk ke jalur yang di"
tempuh pria itu. "Saya kehilangan mereka dalam sekejap."
"Kalau begitu, mereka ke selokan!" kata Harry. "Ikuti aku!
Dan dekat-dekatlah denganku sebisamu." Setelah mengatakan
ini, dia melompati pagar tanaman dan melesat dengan kecepatan
yang menyulitkan orang lain untuk dekat-dekat dengannya.
Giles mengikuti sebisa mungkin. Oliver mengikuti juga. Dan
dalam waktu satu atau dua menit, Tuan Losberne yang baru saja
kembali dari jalan-jalan, tergopoh-gopoh melompati pagar ta"
naman di belakang mereka dengan kelincahan melebihi biasanya.
Dia melesat menyusuri jalur yang sama sambil berteriak-teriak
lantang sepanjang waktu karena ingin tahu masalah apa yang
tengah berlangsung. Mereka semua terus bergerak maju, tak berhenti satu kali
pun untuk menghela napas, sampai Tuan Maylie berbelok tajam
CHARLES DICKENS ~357 ke bagian padang yang ditunjukkan oleh Oliver, dan mu"lai men"
cari-cari dengan saksama ke selokan dan pagar ta"nam"an pem"
batasnya. Saat itulah para anggota rombongan yang lain dapat
menyusul dan Oliver berkesempatan menyampaikan kepada
Tuan Losberne mengenai kondisi yang menyebabkan pengejaran
segigih itu. Pencarian tersebut sia-sia. Jejak kaki baru sekalipun tidak ter"
lihat. Mereka sekarang berdiri di puncak bukit kecil, mengamati
ladang terbuka ke segala arah sejauh tiga atau empat mil. Ada
sebuah desa dalam cekungan di kiri, tapi untuk sampai di sana,
setelah menyusuri lintasan yang ditunjukkan Oliver, kedua pria
harus mengelilingi lahan terbuka, yang mustahil dapat mereka
tempuh dalam waktu sesingkat itu. Hutan lebat membatasi
padang tersebut di arah lainnya, tapi mereka tidak mungkin
sampai di tempat persembunyian itu karena alasan yang sama.
"Pasti cuma mimpi, Oliver," kata Harry Maylie.
Pedang Pusaka Naga Putih 2 Pendekar Slebor Dendam Jasad Dedemit Mayat Kiriman Rumah Gadang 2

Cari Blog Ini