The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman Bagian 3
~ 110 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
kecantikan perempuan muda itu; ibunya terhipnotis oleh intensitas
laki-laki yang sudah lebih tua itu, juga ketenangan, dan kekuatannya. mereka mulai pergi bersama tak lama setelah berkenalan.
Dan, setelah membuat ngeri kedua orangtua Alexandra, mereka
menikah enam bulan kemudian, menikmati bulan madu satu
malam di hotel Yerusalem sebelum membangun rumah di wilayah
padat kota Gaza. Layla lahir 6 oktober 1973, hari ketika perang
Ramadhan pecah. "Suatu hari nanti anak ini akan melakukan hal besar," ayahnya
telah meramalkan, menggendong bayi perempuan yang baru saja
lahir dengan dia sendiri yang membantu proses kelahirannya.
"masa depannya dan masa depan bangsa kita akan terikat secara
utuh. Suatu hari nanti setiap orang Palestina akan mengenal nama
Layla hanan al-madani."
Sejak semula ia telah begitu mencintai ayahnya. mencintainya
dengan sepenuh hati hingga nyaris menyakitkan saking dalamnya.
Sementara itu, kenangan lain dari masa muda awalnya terfragmentasi dan membingungkan, kilasan buram dari orang-orang dan
tempat serta bunyi-bunyian, perasaannya tentang ayahnya tetap
cemerlang. Ia juga mencintai ibunya tentu saja"rambut merahnya
yang tidak teratur, matanya yang ceria, caranya yang tiba-tiba
bernyanyi atau menari, membuat Layla tertawa geli. Bersama ibunya terjalin cinta yang lembut, hangat, sederhana, seperti sinar
matahari musim semi, seperti belaian yang lembut. Dengan ayahnya, hubungan yang terjalin lebih dahsyat dan mendasar, dengan
api afeksi pijar putih, tercurah padanya, emosi kehadirannya yang
lebih jelas, membuat selain darinya emosi lain menjadi tidak signifikan.
Dia laki-laki yang baik, tampan, sabar, cerdas, dan kuat. Dia
selalu ada untuknya, selalu membuatnya tenang dan aman. Ketika
tank Israel melintas di jalan pada malam hari, Layla akan berlari
menghambur kepada ayah dan dia akan memeluknya, mengelus
dengan gerakan lembut pada rambutnya, mendendangkan lagu
ninabobo dari bahasa Arab tua dalam suaranya yang dalam dan
agak sumbang. Ketika anak lain mengejek warna kulitnya yang
~ 111 ~ PAUL SUSSMAN pucat dan matanya yang hijau, memanggilnya mongrel dan separuh kasta, ayah akan memeluknya dan menyeka air matanya
sambil menjelaskan bahwa teman-teman sekelilingnya cemburu
terhadapnya karena ia begitu cantik dan juga pintar.
"Kau gadis paling cantik di dunia, Laylaku. Jangan pernah
lupakan itu. Dan aku laki-laki paling bahagia di dunia, karena kau
putriku." Begitu ia tumbuh dewasa, perasaannya tentang ayahnya
semakin menguat. Pada tahun-tahun awal, Layla mencintainya
semata karena ia adalah ayahnya, sosok yang selalu hadir menyanyikan lagu untuknya, membacakan dongeng dan mendandani
mainannya. Namun, seiring berlalunya waktu dan perhatiannya
yang meluas, ia mulai menghargai laki-laki itu dalam konteks yang
lebih luas. Tidak hanya sebagai orangtua tetapi sebagai manusia:
laki-laki yang tidak mementingkan diri sendiri, bersemangat,
berani, yang telah mengabdikan diri untuk membantu orang lain.
Ia akan mengunjungi ayahnya di klinik"ruang kecil dengan dinding berwarna putih dan lantai beton"duduk di beranda ketika
satu per satu pasien datang untuk menemui "el-dokter". Sambil
berpikir betapa istimewanya sang ayah, betapa pintar dan ajaibnya
ia yang mampu membuat semua orang sembuh dan baik kembali.
"Dia laki-laki paling hebat di dunia," begitu Layla menulis dalam
buku harian pribadinya yang ia simpan saat itu, "karena ia selalu
menolong orang lain dan tidak pernah takut. Dia juga hebat dalam
memulihkan dan menyembuhkan orang. Dia pernah memberi
Nyonya faluji obat cuma-cuma karena dia tidak punya uang, suatu
perbuatan yang mulia."
Jika cintanya telah tumbuh dan semakin mendalam seiring
berlalunya waktu, setiap hari terasa membawa aspek baru tentang
ayahnya untuk dikagumi dan disegani, maka begitupun dengan
sikap protektifnya terhadap sang ayah. Dengan radar emosional
intuitif dari masa kanak-kanaknya, ia telah merasakan bahwa"terlepas dari senyumnya yang lebar serta memperlihatkan barisan gigi
putih, dan cara tertawanya"ayah adalah seorang yang tidak bahagia, terbebani tidak hanya oleh tekanan pekerjaan yang membuat~ 112 ~
THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
nya terkuras, letih dan lebih cepat beruban, tetapi juga oleh tidak
adanya harapan atas pendudukan, ketidakmampuan yang memalukan dengan hanya menonton kampung halamannya diambil
sedikit demi sedikit dari bawah kakinya dan menjadi tak berdaya
melakukan apa pun terhadapnya.
"Ayahmu adalah orang yang membanggakan," suatu kali ibunya pernah berkata padanya. "Sangat menyakitkan baginya melihat masyarakat atau bangsanya menderita seperti ini. Teramat
membuatnya sedih." Sejak pertama kali dia menyadari rasa sakit ini, Layla memutuskan bahwa misinya adalah untuk membantu ayahnya. Sebagai
anak-anak, ia bermain bersamanya, menggambar, menulis cerita
tentang dokter yang menyelamatkan putri cantik dari serdadu
Israel dengan senjata m16 (sudah lazim bagi anak-anak Palestina
untuk mengetahui jenis senjata apa yang dibawa orang Israel
bahkan sebelum mereka dapat mengetahui lokasi negeri mereka di
peta). Kelak, ketika memasuki masa remaja, Layla mulai membantunya melakukan pembedahan, membuatkan teh, membantu
mengantar pasien keluar-masuk ruangan, menjalankan perintahperintah bantuan, bahkan melakukan pekerjaan dasar medis.
"mengapa ayah menjadi dokter?" begitu Layla pernah bertanya, ketika ia dan kedua orangtuanya makan siang bersama.
Ayahnya berpikir cukup lama.
"Karena itu adalah cara terbaik menurutku untuk dapat
melayani orang-orang kita," akhirnya ia menjawab.
"Tetapi, pernahkah ayah berkeinginan untuk bertempur
melawan orang-orang Israel" Untuk membunuh mereka?"
Ayah memegang tangannya. "Bila orang Israel pernah mengancam orang yang kucintai
maka ya, aku akan melawan. Akan kulawan dengan segenap kekuatan yang ada padaku, sampai titik darah penghabisan. Tapi, aku
tidak percaya bahwa kekerasan itu satu-satunya jalan, Layla,
makanya aku membenci apa yang telah dilakukan Israel. Aku ingin
menyelamatkan hidup, bukan mengambilnya."
~ 113 ~ PAUL SUSSMAN Itu adalah sore hari di hari ulang tahunnya yang ke-15.
Beberapa saat kemudian, di malam yang sama, ia melihat orang
yang paling dicintainya di dunia ini, manusia terbaik yang pernah
ia kenal, diseret keluar dari dalam mobilnya dan dihajar dengan
pemukul baseball hingga tewas.
makan siang itu tentu saja berlangsung di hotel Yerusalem.
SAhABATNYA NUhA sudah ada di sana ketika Layla tiba, duduk di
meja di depan teras. Wajahnya terbenam ke dalam lembaran
herald Tribune. Perempuan sintal dengan rambut tebal, sedikit
lebih tua dari Layla, mengenakan kacamata berbingkai kawat dan
kaus lengan pendek yang sangat ketat bertuliskan hAK oRANG
PALeSTINA UNTUK PULANG: TIDAK PULANG, TIDAK ADA PeRDAmAIAN. Layla muncul dari belakangnya dan membungkuk,
mencium pipinya. Nuha menoleh ke samping, memegang lengan
Layla dan menariknya untuk duduk di kursi, lalu memberinya surat
kabar itu. "Sudah lihat sampah ini?"
Ia menunjuk pada berita utama, AS meNGUTUK PeNGIRImAN SeNJATA UNTUK PALeSTINA. Lawannya adalah berita:
KoNGReS meNYeTUJUI 1 mILIAR DoLAR PeNJUALAN SeNJATA
UNTUK ISRAeL. "Kemunafikan orang-orang keparat ini! Seperti lawakan garing.
Bir?" Layla mengangguk dan Nuha melambaikan tangan pada Sani si
petugas bar. "Jadi, bagaimana kabar di bawah sana?" tanyanya, mengangguk ke arah Kota Tua.
Layla mengangkat bahu. "Tegang, seperti yang kau perkirakan.
har-zion mengadakan jumpa pers, semua omong kosong yang
biasa tentang Tuhan dan Ibrahim dan betapa setiap orang yang
mengritik Israel adalah pembenci Yahudi, anti-Semit. omongannya
bagus, kau harus memuji dia."
"Begitu juga hitler," kata Nuha, sambil menyalakan sebatang
~ 114 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
marlboro. "Apa mereka akan mengusirnya?"
"Tentu," kata Layla. "Dan Sharon akan berdansa dengan lakilaki Bolshoi. Tentu saja mereka tidak akan mengusirnya."
Ada gelak tawa dari meja lain tempat sekelompok laki-laki dan
perempuan bertampang Skandinavia"pekerja NGo mungkin,
atau diplomat muda"sedang makan bersama. Di luar sana terdengar raungan mesin jip tentara Izuzu milik Israel yang sedang
berjalan perlahan, seperti reptil raksasa. Sami datang dengan dua
gelas Taybeh dan sepiring zaitun.
"Kau dengar tentang bom itu?" tanya laki-laki tersebut, seraya
menurunkan gelas dan piring lalu menyalakan lilin yang ada di
tengah meja. "oh, Tuhan," kata Nuha "Jangan yang baru lagi. Di mana?"
"haifa. Baru saja ada dalam berita."
"Al-mulatham?" "Sepertinya begitu. Dua orang tewas."
Layla menggelengkan kepala. "Antara dia dan har-zion, mereka akan memulai Perang Dunia III."
Nuha menghabiskan birnya dengan satu tegukan panjang.
"Kau tahu yang kupikirkan," katanya, sambil meletakkan kembali gelasnya di meja dan mengisap rokoknya. "Aku rasa mereka
bekerja sama. Lihat ini, semakin banyak orang di al-mulatham
yang membunuh, semakin besar dukungan yang diperloleh harzion. Semakin banyak har-zion mendapat dukungan, semakin
banyak alasan bagi al-mulatham untuk membunuh. mereka saling
membantu." "Kau tahu, kau mungkin memiliki sesuatu di sana," kata Layla
dengan tawa. "Barangkali aku akan menulis artikel."
"Yahh, tolong diingat saja di mana kau mendengar itu pertama
kali, Nona. Aku tahu seperti apa kalian para jurnalis. Berita pertama terbesar dalam karirmu dan kau akan mengklaim semua
kebanggaan itu untuk dirimu sendiri."
Lagi-lagi Layla tertawa. Ketika kebahagiaan terpancar di wajahnya, matanya tiba-tiba terlihat beralih entah ke mana, ke suatu
~ 115 ~ PAUL SUSSMAN lingkaran pikiran yang lain. "Laporan ekslusif terbesar dalam karir
Anda." Di mana ia mendengar frase itu baru-baru ini. Diperlukan
waktu beberapa saat sebelum ia teringat bahwa itu adalah surat
yang ia terima beberapa saat sebelumnya siang itu. Bagaimana
bunyinya" Saya memiliki informasi yang dapat membantu almulatham dalam perjuangannya melawan zionis penindas; dan
berkeinginan mengontaknya. Saya yakin Anda dapat membantu
saya. Sebagai imbalannya, saya dapat menawarkan hal yang, saya
yakin, akan menjadi laporan ekslusif terbesar dalam karir Anda.
Semacam itulah. Ia telah mengabaikannya seperti lelucon atau tipu
muslihat Shin Bet, dan hal itu tetap menyentaknya bahwa ini adalah penjelasan yang paling mungkin. Tetapi, kini setelah beberapa
jam berlalu.... "Apakah inisial GR memiliki arti bagimu?" Layla tiba-tiba
bertanya. "maaf?" "GR. Ada artinya inisial ini bagimu?"
Temannya berpikir selama beberapa saat.
"Greg Rickman" Laki-laki dari Save the Children, yang naksir
kamu?" Layla menggelengkan kepala. "Dia tidak naksir aku. Ini
menyangkut seseorang yang sudah tua, seseorang dari masa lalu."
Nuha kelihatan bingung. "Lupakanlah," kata Layla setelah beberapa saat, mengangkat
gelas bir dan meneguknya. "Tidak ada yang penting. Bagaimana
harimu?" Temannya bekerja untuk organisasi yang memonitor pengambil-alihan tanah Israel di sekitar Yerusalem, dan dia tidak perlu
dipancing lebih jauh untuk menceritakan dengan panjang lebar
kisah petani tua yang kebun zaitunnya baru saja dibuldozer IDf.
Layla mencoba mendengarkan, tetapi pikirannya mengelana. Surat
itu, al-mulatham, ayahnya, makan siang terakhir yang mereka
lakukan di hotel Yerusalem. Waktu itu benar-benar sore yang
membahagiakan, hanya dia dan orangtuanya, semua tertawa ber~ 116 ~
THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
sama, berbincang, bertutur cerita. hanya beberapa jam kemudian
ayahnya tewas. "oh Tuhan, ayahku!" ia berteriak. Rambutnya berlumuran
darah ayahnya. "oh Tuhan, ayahku yang malang!"
Dan sejak itu segalanya berkembang dengan cepat.
Y erusaLem meReKA SeDANG BeRSAmA SeoRANG RABBI DI DALAm RUmAh. SeoRANG
laki-laki muda berperawakan kurus namun kuat, lahir dan besar di
Amerika. Seperti para penghuni militan lainnya, dia membiarkan
janggut yang lebat tumbuh di dagunya. Sebuah kacamata tebal
membuat matanya terlihat besar sehingga tampak memenuhi separuh wajahnya. Ketika malam menjelang, sang rabbi mengajak
semuanya ke ruang tamu di lantai bawah dan mulai berkhotbah di
hadapan mereka, dengan memilih sebagai parasha-nya, atau
bagian dari teks, Genesis, bagian 17 ayat 8. "Dan akan Kuberikan
padamu serta keturunanmu, tanah persinggahanmu, semua
daratan di Kanaan, sebagai kepemilikan abadi dan Aku akan menjadi Tuhanmu."
har-zion duduk mendengarkan bersama yang lain, mengangguk
dan tersenyum karena sang rabbi meyakinkan mereka bahwa inilah pekerjaan Tuhan sesungguhnya yang melibatkan mereka di
dalamnya, takhta suci yang akan dilihat generasi mendatang dengan kepekaan yang sama tentang kebanggaan dan kebesaran
seperti yang mereka rasakan sendiri saat ini terhadap pahlawan
Yahudi yang agung dari masa lalu. Dia senang mendengar Kitab
Taurat didiskusikan seperti ini, merasakan dirinya sendiri menjadi
bagian dari hamparan ini, yaitu sejarah bangsa Yahudi. Sebagai
anak laki-laki, setelah ibunya wafat dan ayahnya gila, ia dan
saudaranya Benyamin telah menghabiskan waktu bersama di
rumah yatim piatu milik pemerintah, menghidupkan kembali
~ 117 ~ PAUL SUSSMAN semua kisah lama, bermimpi bahwa suatu hari nanti mereka berdua akan mengunjungi tanah leluhur Bapak, mempertahankannya
dari musuh-musuh Israel, seperti Joshua dan David, dan Judah
maccabee. Kisah-kisah itu, bagi mereka, terasa seperti lingkungan
mereka sendiri, realitas terpisah yang di dalamnya mereka akan
membenamkan diri untuk menghilangkan rasa dingin dan lapar
serta tamparan terhadap Yahudi yang merupakan nasib mereka
sehari-hari. "Kitab Taurat, mishnah dan Talmud, inilah yang sesungguhnya," sekali waktu ayahnya berkata, "Yang lain hanyalah ilusi!"
Dia, abba mereka, memang seorang yang saleh. Terlalu saleh,
dalam hal itu, selalu terbenam dalam buku-buku hukumnya manakala seharusnya ia menafkahi keluarganya. Semua urusan keluarga
diserahkan pada ibunya; menjahit sepanjang malam untuk menghasilkan uang agar dapat membeli makanan dan pakaian serta
kayu bakar untuk perapian. Tetapi kemudian ibunya meninggal
dunia dan, bukannya memikul dan menjalankan tanggung jawab,
ayah mereka malah menarik diri, bahkan lebih jauh lagi, ke dalam
kegemarannya sendiri, duduk sepanjang hari membaca dan bicara
pada dirinya sendiri. Kadang-kadang ia bahkan mengalami jeritan
kegirangan yang liar, mengatakan pada mereka bahwa ia telah
melihat menorah besar di langit dan bahwa hari penghitungan
telah semakin dekat, sampai akhirnya mereka membawanya pergi
sementara ia dan saudaranya dikirim ke rumah pemerintah yang
penyebutan keliru tentang Yahudi mereka akan menghasilkan
pemukulan paling brutal. Ya, pikir har-zion, kau pun bisa menjadi terlalu saleh. Ia tidak
iri kepada mereka yang mengabdikan hidupnya untuk halakhah,
para rabbi dan matmidim serta talmid hakhamim. Kalaupun ia iri
kepada mereka, itu ditujukan pada kemampuan mereka menarik
diri dari dunia fisik dan hadir sepenuhnya dalam tanah keimanan
dan ruh. Namun, ini bukan untuk dirinya. frumm sebagaimana
dirinya, dia adalah laki-laki yang bertindak. Itulah sebabnya dia
dan saudara laki-lakinya melarikan diri dari rumah yatim piatu dan
tiba di Israel; itulah sebabnya dia bergabung dengan tentara dan
~ 118 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
melawan orang-orang Arab; itulah sebabnya dia duduk di sini
sekarang. Karena bila pengalaman awalnya telah mengajarkan
The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
banyak hal, maka keyakinan itu sendiri tidaklah cukup. Kau juga
harus bertindak; bangkit dan pertahankan dirimu sendiri di dunia
nyata. mengacu pada Kitab Taurat tentunya. Tetapi selalu memastikan bahwa tanganmu yang lain memegang Uzi.
Sang rabbi menyelesaikan khotbahnya, kelompok pun bubar.
Yang perempuan pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan; yang
laki-laki menjaga rumah atau bergabung dalam diskusi lebih lanjut
tentang Talmud. har-zion naik ke atap untuk menerima beberapa
panggilan di telepon selulernya. Satu dari pemberi dana di
Amerika yang memberi selamat padanya atas pendudukannya;
lainnya dari kabinet yang mengatakan dirinya adalah pengganggu
yang menyebalkan, tetapi dengan itu, asalkan tidak ada kekerasan
yang nyata, pemerintah tidak akan membuat gerakan apa pun
untuk mengusir mereka. "Pada saat-saat seperti ini kita harus bersatu, Baruch," laki-laki
itu berkata padanya. "Walaupun akan ada banyak tekanan internasional, terutama dari eropa dan PBB."
"Persetan dengan mereka," jawab har-zion. "mereka tidak
akan pernah melakukan apa-apa. Tidak pernah. mereka cacing!"
Ia mematikan teleponnya dan berdiri sejenak sambil memandang ke arah timur, menghadap Gunung Scopus dan Universitas
hebrew, menyaksikan saat sebuah bus Arab menanjak secara perlahan di Jalan Ben Adaya dan mengeluarkan asap dari knalpotnya.
har-zion lalu kembali ke dalam rumah. Ia menuruni tangga dan
berjalan menuju salah satu kamar di lantai dua, mematikan lampu
dan menutup pintu di belakang mereka.
Dia dan Avi sebentar lagi akan pergi malam itu, demikian keputusannya, begitu hal-hal di luar sedikit melunak dan mereka bisa
menyelinap tanpa banyak masalah. Beginilah rencananya akan
berjalan: Dia akan berada di sana untuk mulai mengorganisasikan
banyak hal dan mengamankan publisitas maksimum; kemudian,
begitu pendudukan aman, dia akan menyerahkannya pada orang
~ 119 ~ PAUL SUSSMAN lain, membiarkan mereka mengarahkan urusan pendudukan yang
sesungguhnya, menghilangkan semua jejak pemilik gedung
sebelumnya dan menggantinya dengan identitas Yahudi sebagai
pemilik yang baru. masih ada bisnis lain yang lebih penting untuk
diperhatikan"wawancara, pertemuan, urusan Knessetnya, almulatham.
Ia memutar kunci, melintasi ruang untuk memastikan jendela
tertutup rapat, kemudian secara perlahan dan kaku, ia mulai
melepaskan pakaiannya. Ada kaca di dinding seberang, retak dan
kusam. Begitu sudah telanjang, ia melangkah mendekati cermin itu,
memandangi bayangannya di cermin. Dari leher ke bawah kulitnya
penuh bercak merah, cokelat, dan merah jambu, halus bagai kaca
dan tak berbulu, lebih mirip plastik daripada kulit asli. Ia menggerakkan matanya ke atas dan ke bawah, tatapan yang agak terkejut di wajahnya, seolah setelah tiga belas tahun dan seratus kali
cangkok kulit, ia masih tidak percaya bahwa ia tampak seperti ini.
Ranjau tanah, di Libanon selatan. Itulah penyebab ini semua.
Sesuatu yang kasar, pengganti sementara. Separuh waktu mereka
bahkan tidak berjalan. humvee mereka telah menabraknya dan
meledak, menenggelamkan setiap penumpangnya dalam kobaran
api yang menjilat-jilat. Dia pasti sudah mati di sana kalau saja Avi,
yang menumpang kendaraan di belakangnya, tidak segera berlari
dan menariknya dari kobaran api.
"Tidak ada peluang," kata dokter tentara ketika mereka membawanya masuk. "Dia sudah meninggal." Tetapi dia tidak mati. Dia
bertahan untuk tetap hidup, dengan kebulatan tekad luar biasa
seperti orang bertahan dengan genggaman jemarinya sementara
tubuhnya tergantung di tepi jurang. Sakitnya benar-benar sulit
dipercaya, berminggu-minggu, berbulan-bulan, sakit yang jika dibandingkan maka sakit yang lain adalah hanyalah kesenangan,
merobek-robek dirinya sel demi sel, atom per atom, sampai tak
ada satu pun yang tertinggal bersamanya kecuali rasa sakit. Ia menjadi sakit, makhluk yang dibentuk dari penderitaan primordial yang
paling murni dan kuat. Namun begitu, ia tetap bertahan dengan
pendirian yang tidak berubah bahwa Tuhan memerlukannya untuk
~ 120 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
tetap hidup. Dan juga, dengan kemarahan. Tidak untuk apa yang
telah terjadi padanya, walaupun hal itu cukup buruk, tetapi untuk
adik laki-lakinya Benyamin tersayang, yang berada di humvee
bersamanya dan hangus terbakar dalam ledakan. Benyamin pemberani yang malang.
Ia menatap cermin, terkesiap sekaligus takjub pada perbedaan
tekstur antara kepala serta wajahnya yang, karena keajaiban tertentu, terlepas dari amukan si jago merah, dan kaleidoskop pucat
kelabu seperti kaca dari semua yang berada di bawahnya.
Kemudian, sembari mendengkus, ia mengangkat botol salep di atas
meja yang terletak di sebelahnya, mengeluarkan isinya ke telapak
tangan dan mulai mengoleskannya ke setiap bercak di lengan dan
dadanya. Lima kali dalam sehari ia harus menjalani ritual seperti ini.
Kulitnya harus tetap lentur dan lembab, begitu pesan dokter
padanya. Lembab, elastis. Kalau tidak, kulitnya akan mengencang
seperti jaket ketat, akan koyak akibat gerakan yang tiba-tiba atau
berlebihan. Itulah sebabnya ia terpaksa berhenti dari kerja lapangan dan memilih pekerjaan dalam-kantor pada Inteligen militer.
Karena tidak boleh ada pengecualian dalam ritual ini; sekali saja
dilewatkan bisa menyebabkan lapisan kulitnya terkoyak.
Ia mengoleskan cairan putih Almond pada bahu, dada, dan
perut, lalu turun terus ke bawah, ke penis dan testikel, buah yang
terikat ketat dan menggantung dari jaringan bekas luka yang
mengkilap di pangkal pahanya. "Apa Anda punya anak?" tanya
dokter saat itu. Ketika ia menjawab tidak, mereka menggelengkan
kepala dengan sedih. Tidak ada harapan lagi sekarang, apa pun
yang ada di dalamnya telah hancur. Ia kosong, tidak mampu lagi.
Bukan hanya saudaranya yang tewas terbunuh, tetapi juga anakanaknya. masa depannya. masa depan yang begitu sering diimpikan oleh dia dan istrinya miriam.
Benyamin, anak-anaknya, dagingnya, dan tiga tahun lalu
miriam juga, dari kanker"semua telah diambil darinya, seperti
kulit kayu direnggut dari pohon, tidak meninggalkan apa pun
~ 121 ~ PAUL SUSSMAN kecuali keimanannya, kemarahannya, dan negaranya, Israel. Itulah
keluarganya sekarang. Dan juga, pembalasan dendamnya. Jeritannya menentang orang Arab dan ... pembenci Yahudi di mana pun.
Dan ia akan melakukan apa pun untuk memastikan keberlangsungan hidupnya.
Selesai memijat tubuhnya sendiri, ia berbaring di sisi botol
salep, sambil terus menatap kaca. Kau mungkin takut, pikirnya,
tetapi kau tetap orang yang kuat. Kita mungkin takut, tetapi tetap
kuat. Va"avarecha me"-varakhecha umekalelecha. Aku akan memberkahi mereka yang memberkahimu, dan ia yang mengutukmu
akan kukutuk. Ia mengangguk dan berbalik, mulai berpakaian lagi.
Y erusaLem BeGITU BANYAK "KALAU SAJA" YANG mUNGKIN DAPAT meNYeLAmATKAN
hidup ayahnya: kalau saja mereka tidak pergi ke Yerusalem untuk
merayakan hari ulang tahunnya yang kelimabelas; kalau saja mereka pulang lebih awal; kalau saja mereka tidak mengalihkan perjalanan ke perkemahan; kalau saja tentara Israel telah dilempar ke
suatu tempat. Di atas segalanya, kalau saja ayahnya bukan orang
sebaik itu. Akhirnya, itulah yang telah membunuhnya, sebagaimana hantaman pemukul baseball"bahwa ia begitu perhatian
pada orang lain, bahwa ia adalah manusia yang tidak bisa melakukan hal lain kecuali menolong. orang yang kekurangan akan
berlalu dan hidup. Tetapi ayahnya bukanlah orang yang kurang,
dan untuk alasan itu ia telah dihantam.
mereka menemukan seorang tentara di sisi jalan di pinggiran
tenda pengungsian Jabaliya, larut malam. mereka sedang dalam
perjalanan pulang dari makan siang dalam rangka merayakan
ulang tahunnya di hotel Yerusalem, dan beralih dari pos penjagaan militer erez"jalan Kota Gaza untuk mengambil sesuatu dari
~ 122 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
ruang bedah ayahnya di pusat perkemahan. Lampu mobil mereka
menangkap sosok dalam kegelapan dan, seraya memperlambat
laju mobil, mereka menemukan seorang pemuda dalam kondisi
setengah telanjang dan tak sadarkan diri, wajahnya terluka parah
hingga nyaris tak dikenali sebagai manusia. Ayah berhenti, keluar
dan menghampirinya. "masih hidup?" tanya ibunya.
Ayahnya mengangguk. "orang Israel?"
Anggukan lagi. "Kristus." Intifada Pertama sedang dalam posisi puncak dan perasaan
anti-Israel begitu kuat, khususnya dalam tekanan dari Pembatasan
Gaza, tempat pemberontakan pecah untuk pertama kalinya pada
Desember lalu. Bagaimana dan kapan tentara itu akhirnya ada di
tepi jalan tidaklah pasti. Yang jelas adalah bahwa untuk membantunya saat ini, di tempat ini, akan sangat berbahaya. orang
Palestina yang memberi bantuan pada Israel dibenci sama kuatnya
dengan kebencian terhadap Israel itu sendiri. Bahkan lebih.
"Tinggalkan dia," kata Layla. "orang Yahudi tidak peduli pada
kita. mengapa pula kita harus mengurus mereka?"
Ayahnya menggelengkan kepala. "Aku seorang dokter, Layla.
Aku tidak dapat meninggalkan seseorang mati di jalan seperti
anjing. Siapa pun dia."
Jadi mereka mengangkat tentara itu ke dalam mobil dan membawanya ke tempat pembedahan, tempat ayahnya telah melakukan yang terbaik untuk membersihkan luka laki-laki itu dan membalutnya dengan perban. Ia memeroleh kesadarannya kembali saat
dirawat lalu mulai melawan dan menangis.
"Pegang tangannya, Layla," ayahnya memberi perintah.
"Cobalah memberi kekuatan padanya."
Ia melakukan apa yang dikatakan ayahnya. Inilah pertama
kalinya ia menyentuh seorang Israel.
Setelah itu, ketika mereka telah merawatnya sebisa yang
~ 123 ~ PAUL SUSSMAN mereka lakukan, mereka menyelimuti serdadu itu dengan kain
hangat, memasukkannya kembali ke dalam mobil dan membawanya keluar kamp, dengan maksud menurunkannya lagi di salah
satu pos penjagaan militer yang membuat jalan menjadi sempit.
mereka baru saja bergerak sejauh seratus meter, ketika, secara menjengkelkan, dua unit mobil muncul entah dari mana, berada di sisi
mereka, memaksa mereka menepi.
"oh, Tuhan," ibu Layla berbisik. "oh Tuhan, tolong kami!"
Siapa laki-laki itu, anggota dari faksi apa, bagaimana mereka
tahu tentang reputasi baik ayahnya dan dengan begitu cepatnya,
Layla tidak pernah tahu jawabannya. Satu-satunya yang dia ingat,
tiba-tiba massa sudah berkerumun di mobil mereka, wajah mereka
tersembunyi di balik keffiyeh, suara pistol ketika mereka menembak si Israel dalam jarak dekat melalui jendela terbuka, dan kemudian ayahnya ditarik keluar, meneriakkan Radar! A"mee"
"Pengkhianat! Kaki tangan!" Ibunya mencoba mengikuti, tetapi
mereka membanting pintu mobil ke kepalanya, membuatnya sontak tak sadarkan diri. mereka menghajar ayahnya dengan sangat
kejam dan bertubi-tubi, sementara kerumunan orang bersamasama menonton, banyak dari mereka adalah pasiennya. Tapi tidak
satu pun yang mencoba menolong, tidak satu pun dari mereka
menawarkan, bahkan sebuah protes paling ringan sekalipun.
mereka kemudian memborgol tangan ayah Layla di punggungnya
dan menariknya keluar ke tanah berpasir yang mengelilingi
perkemahan. Layla mengejar mereka, menangis meraung menjeritjerit dan memohon agar ayahnya tetap hidup, tetapi tidak
berhasil. mereka mendorongnya ke lembah, tongkat baseball
muncul entah dari mana dan dihantamkan ke bagian belakang
kepala ayah, dan menghadapkan wajah ayahnya ke tanah. Tiga
hantaman berikutnya dihunjamkan, membuka tengkoraknya
seperti semangka, sebelum, secepat ketika mereka datang, orangorang itu pergi, meninggalkan Layla merangkak dan memeluk
tubuh ayahnya yang hancur di dalam pelukannya, rambutnya yang
hitam berlumur darah ayahnya. Lolongan anjing liar terdengar di
kejauhan. ~ 124 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Tuhan, ayahku! Tuhan, ayahku yang malang!
Setelah kejadian malam itu, Layla tidak pernah bicara kepada
siapa pun, bahkan pada ibunya sendiri. Keesokkan harinya, setelah
penguburan ayahnya, ia segera mengambil gunting dan memotong
rambutnya, tidak mampu menanggung perasaan darah ayahnya
yang tampak masih hidup berapa kali pun ia membasuhnya. Dua
hari setelah itu ia dan ibunya berkemas dan meninggalkan Palestina
untuk selamanya, kembali ke Inggris untuk membangun rumah
mereka dengan kakek dan nenek Layla, yang memiliki rumah
penginapan besar di pedesaan di pinggiran Cambridge. Ia berdiam
di sana selama empat tahun sebelum, yang sempat membuat ibunya takut, ia putuskan untuk kembali.
"Tetapi, mengapa?" ibunya menangis. "Demi Tuhan, Layla!
Setelah apa yang terjadi" Setelah apa yang mereka lakukan"
Bagaimana bisa?" Ia tidak sanggup menjelaskan, selain bahwa ia harus menempatkan segala sesuatunya dengan benar, memaafkan masa lalu dan
memulai awal yang baru. Dalam hal itu, yang telah dan sedang ia
lakukan sejak itu. L uxor BeGITU TIBA DI RUmAh mALAm ITULAh KhALIfA BARU TeRINGAT BAhWA
mereka akan kedatangan tamu untuk makan malam.
"mereka akan datang beberapa menit lagi!" kata istrinya zenab
saat ia masuk dari pintu depan, mengantarkan padanya nampan
berisi torshi dan babaghanoush, kemudian menghilang di ruang
tengah apartemen mereka yang kecil dan sesak. "Dari mana saja
kau selama ini?" "Dari Karnak," jawab Khalifa, sambil menyalakan rokok.
"Urusan pekerjaan."
Ada suara denting piring dan zenab muncul kembali, mencabut
~ 125 ~ PAUL SUSSMAN rokok dari mulutnya, menciumnya lembut pada bibirnya dan
menyelipkan rokok itu lagi di bibirnya. zenab mengenakan katun
kaftan berbordir, tiga kancing teratas sengaja dibuka untuk memperlihatkan ujung dadanya yang besar. Ia telah menjalin rambut
hitamnya yang seperti arang tergerat di punggungnya hampir sebatas pinggang.
"Kau kelihatan cantik," katanya.
"Dan kau," balasnya sambil tersenyum, menggelitik kupingnya,
"kelihatan mengerikan. Kenapa kau tidak bercukur dulu sementara
aku menyelesaikan semua ini bersama Batah" Dan jangan membangunkan bayi kita. Aku baru saja menidurkannya."
Ia menciumnya lagi, kali ini di pipi, lalu kembali ke dapur.
"Di mana Ali?" ia bertanya pada istrinya.
"Bersama teman-temannya. Dan kenakan baju bersih ya,
semua kerahnya sangat kotor."
Ia berjalan menuju kamar mandi, melepas kancing kemejanya
dan berdiri di depan cermin di atas westafel, menatap bayangannya sendiri. zenab benar"tampangnya memang kelihatan mengerikan. matanya kuyu dan sembab, tulang pipinya menonjol
seperti tulang iga keledai yang kurang makan dan kulitnya berwarna kelabu tidak sehat, seperti permukaan kanal yang mampet.
Ia melempar rokoknya keluar jendela, memutar kran air dingin
dan membungkuk, membasuh wajahnya dengan air, kemudian
tegak kembali dan melihat matanya.
"Apa yang akan kau lakukan, eh?" ia bertanya pada bayangannya. "Apa yang akan kau lakukan?"
Ia menatap bayangan itu di cermin beberapa lama lagi,
menggelengkan kepalanya seolah melihat sesuatu di sana yang
tidak disukainya, kemudian dengan cepat bercukur dan menuju
kamar tidur. Kemudian, ia meneteskan cologne pada wajah dan
mengganti kemejanya. Ia baru saja mengancing kancing teratas,
membungkuk untuk mencium bayi Yusuf yang sedang tidur dalam
ayunan, ketika bel pintu berdering.
"Kami di sini!"
~ 126 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Suara abang iparnya husni terdengar dari luar pintu depan.
Khalifa mendesah. "Apa pun yang kau lakukan dalam hidup," ia berbisik pada
bayinya, menggesek-gesekkan hidungnya di atas kening yang lembut dan halus, "berjanjilah padaku kau tidak akan menjadi seperti
pamanmu!" "Ayo, kalian berdua!" kata suara yang menggelegar itu. "Apa
yang kalian lakukan di sana" Atau tak usah kutanya?"
Terdengar dengusan parau begitu istri husni, Sama, kakak
zenab, tertawa karena lelucon suaminya, yang selalu dikatakan
husni setiap kali bel pintu tidak dijawab dalam waktu nanosekon
setelah ia pencet. "Tuhan, tolonglah kami," kata Khalifa, menuju ruang tamu
untuk menyambut tamu mereka.
Semuanya ada enam orang: Khalifa, zenab, Sama, husni, dan
dua orang teman zenab dari Kairo; Nawal, perempuan mungil
The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan bersemangat yang mengajar Arab klasik di Universitas Kairo;
dan Taufiq, mashrabiya, penghubung yang dirujuk oleh setiap
orang sebagai si mata Google karena matanya yang berbentuk
penggorengan besar dan tidak biasa. mereka mengelilingi meja
kecil di ruang keluarga, dan Batah, anak perempuan Khalifa,
menyediakan makanan, yang senang dilakukannya karena itu
membuatnya tampak dewasa. Seperti ibunya, ia juga mengenakan
kaftan berbordir dan membiarkan rambut panjangnya tergerai
sampai punggung. "Aku harus katakan, Batah, kau kelihatan tambah cantik saja
setiap kali aku melihatmu," kata Sama ketika gadis itu meletakkan
mangkuk masakan ayam. "Aku senang dengan kaftan itu. Aku
membeli satu seperti itu untuk Ama. Tiga ratus pound, percaya
tidak?" Tidak seperti Batah, anak perempuan Sama dan husni pendek,
montok dan malas. Perbedaan yang dibuat ibunya agar ia terlihat
lebih baik adalah dengan memastikan bahwa gadis itu selalu mengenakan pakaian yang lebih mahal dari sepupunya.
~ 127 ~ PAUL SUSSMAN "Ia kelihatan sama seperti kau pada usia yang sama," kata
Nawal, tersenyum pada zenab. Aku kira para laki-laki mengejarmu
terus ya, Batah?" "Kalau aku sedikit lebih muda, aku juga akan mengejarmu!"
kata Taufiq, sambil tertawa.
Batah tersenyum malu dan meninggalkan ruangan.
"Sudah waktunya kamu mulai berpikir tentang suami untuknya," kata husni sambil menyeruput sup.
"Demi Tuhan!" kata zenab. "Ia baru empat belas tahun."
"Tidak pernah terlalu dini untuk memikirkan hal ini. Rencana
ke depan"itu kuncinya. Selalu melihat ke masa depan. Ambil
minyak yang dapat dimakan." husni bekerja di bisnis minyak yang
dapat dimakan, dan tidak pernah kehilangan kesempatan untuk
membawa percakapan ke arah itu. "Ketika kami meluncurkan kembali rentang bunga matahari kita tahun lalu, itu hanya dengan 18
bulan persiapan yang cermat dan hati-hati. Dan hasilnya" Delapan
persen kenaikan penjualan dan penghargaan Best Domestic oil.
Kau tidak akan mungkin meraih sukses itu tanpa berpikir ke
depan." Ia menyeruput lagi supnya.
"Kami juga mendapatkan pujian untuk minyak kacang. Laris
manis di toko-toko seperti kacang goreng."
Setiap orang di situ mencoba kelihatan terkesan, menghabiskan
supnya dan mulai menikmati menu utama: tarly kambing yang disajikan dengan kacang polong, okra, nasi dan kentang. Percakapan
beralih ke pertemanan yang saling menguntungkan, kemudian
sepakbola Kairo baru-baru ini antara zamelak dan al-Ahli, kemudian politik. husni dan Nawal berdebat panas tentang perang
Amerika terhadap terorisme yang terus berjalan.
"Jadi apa maksudmu?" kata husni. "mereka tidak berbuat apaapa setelah 11 September" hanya membiarkan mereka lepas begitu saja?"
"Aku bilang bahwa sebelum mereka mulai membomi negara
lain, mereka harus memeriksa rumah mereka sendiri. maksudku,
~ 128 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
mengapa ketika ada negara lain di dunia mendukung terorisme
mereka diserang, tetapi ketika Amerika melakukannya, mereka
membenarkan hal itu sebagai "kebijakan luar negeri?""
Khalifa diam mendengar semua percakapan ini, menikmati
makanannya, kadangkala menyela dengan komentar aneh. Tetapi
sebagian besarnya ia hanyut dalam pikirannya sendiri. mayat di
malqata, koleksi barang antik milik Jansen, pertemuan dengan
hasani, pertemuan yang membuat penasaran di Karnak"semua
berdesakan dalam benaknya seperti bayangan di ruang penuh cermin. Dan di belakang semuanya, seperti bagian belakang pada
panggung, selalu sama bahkan ketika peristiwa sebelum itu
berubah, dan tato pada lengan jasad perempuan itu, segitiga dan
lima angka. Seperti tanda-tanda yang kau dapatkan pada daging
untuk menunjukkan asalnya.
"Ingin daging kambing lagi?"
Suara zenab terngiang di telinganya. Ia sedang memegang
mangkuk torly. "Apa" oh tidak, terima kasih."
"Jadi, apa pendapatmu tentang dia, Yusuf?"
Taufiq sedang melihat ke arahnya dengan penuh harap.
"maaf?" kata Khalifa.
"Dia sedang berada bermil-mil dari sini," kata Nawal sambil
tertawa. "Barangkali sedang berpikir tentang makam dan hieroglif!"
"Atau perempuan?" kata husni menggoda, sambil menerima
cubitan tangan dari sang istri pada pinggangnya.
"Al-mulatham," kata Taufiq. "Bagaimana pendapatmu tentang
bom bunuh diri?" Khalifa meminum Coca-colanya"sebagai muslim yang taat ia
tidak minum alkohol"dan mendorong kursinya kembali lalu
menyalakan rokok. "Aku kira siapa pun yang membunuh rakyat sipil tak berdosa
dengan penuh ketenangan adalah menjijikkan."
~ 129 ~ PAUL SUSSMAN "orang Israel juga membunuh orang-orang Palestina secara
dingin, namun tidak ada satu pun yang mengeluh tentang itu,"
kata Nawal. "Lihat, apa yang terjadi hari-hari kemarin" Dua anak
tewas oleh helikopter Israel."
"Itu masih belum dapat membenarkannya!" jawab Khalifa.
"Apa artinya mencari pembalasan dengan cara membunuhi lebih
banyak anak-anak?" "Tetapi cara apa lagi yang mereka miliki untuk mempertahankan diri mereka sendiri?" balas Taufiq. "mereka menghadapi tentara paling kuat di Timur Tengah, tentara terkuat nomor empat di
dunia. Apalagi yang mesti mereka lakukan?" "Aku setuju bahwa ini
mengerikan, tetapi itulah yang dilakukan orang ketika mereka telah
secara sistematis diperlakukan brutal selama 50 tahun!"
"Seperti capaian otoritas Palestina dalam rekor hak asasi manusia," kata zenab. "Seperti kita yang mendapatkan rekor besar itu."
"Itu bukan esensinya," kata Taufiq. "esensinya adalah orang
tidak menempelkan bahan peledak di pinggang dan meledakkannya sendiri hanya demi ledakan itu saja. mereka melakukan itu
karena putus asa." "Aku tidak membela Israel," kata Khalifa, sambil memegang
pemantik api untuk menyulut rokoknya Nawal. "Aku hanya
berpikir ... yahh, seperti yang dikatakan zenab, hal itu tidak membantu situasi."
"Kau sedang mengatakan padaku bahwa kau tidak merasa
sedikit bergembira saat mendengar sebuah bom kembali meledak?" tanya Taufiq. "Itu bagian dari kau yang tidak merasakan
"sudah sepantasnya"."
Khalifa menatap meja, asap rokoknya bergulung ke atas.
Sebelum ia menjawab, Sama menyela.
"Akan kukatakan apa yang kurasakan," katanya. "Dan itu ada
puding. Apa itu umm ali yang aku cium baunya, zenab" Aku mau
membantu Batah mempersiapkan makanan. Ini benar-benar makan
malam yang mengasyikkan."
Ketika itu lewat tengah malam sebelum mereka akhirnya tidur.
~ 130 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
zenab tertidur lelap tak lama setelah itu. Khalifa membalikkan
badan ke kiri dan kanan, lalu berbalik, mendengarkan napas bayi
Yusuf dalam ayunan di sisinya, mengamati sinar lampu paralel
yang menyelinap pada langit-langit yang dipantulkan lampu mobil
yang lewat di bawah, sambil merasakan degup jantungnya sendiri.
Setelah dua puluh menit, ia bangkit dan berjalan ke ruang
depan dan menyalakan kontak lampu di dinding. Air mancur mini
di tengah lantai berbunyi gemericik. Ia memencet kontak lain,
menyinari serangkaian sinar aneka warna yang diatur di sekeliling
kolam plastik yang di dalamnya ada air mancur itu, dan duduk di
lantai dengan punggung bersandar pada dinding, menggosokgosok matanya. Ia membangun air mancur itu sendiri, untuk
menambah sedikit warna pada apartemen mereka yang sesak. Itu
memang bukan karya seni terbesar di dunia"airnya tidak terpompa dengan baik dan ubin di sekeliling kolamnya tidak tertata
dengan sejajar"tetapi ia tetap merasakan kenyamanan saat
memandangnya, mendengar ritmis jatuhnya air dan melihat sinar
yang terpecah di permukaannya.
Untuk beberapa lamanya ia duduk dalam diam, kemudian
memiringkan badan ke kanan dan memencet tombol "play" pada
sebuah alat perekam di atas meja kayu. Suara merdu Umm
Kultsum menyelimutinya, menyenandungkan lagu tentang cinta
dan kehilangan: Pandangan matamu membawaku pada hari-hari yang telah
berlalu mereka mengajarkanku menyesali kepedihan masa lalu
Semua yang kulihat sebelum mataku melihatmu
Apakah itu hanya kehidupan yang sia-sia. Bagaimana tidak,
Saat engkau adalah hidupku, cahayamu adalah fajar hatiku"
Sebelum berjumpa denganmu hatiku tak mengenal
kebahagiaan tidak ada yang terasa selain rasa derita dan kepedihan
~ 131 ~ PAUL SUSSMAN Sesuatu bergerak di belakang Khalifa, ternyata zenab yang
datang mendekat ke arahnya. matanya masih muram dan kakinya
yang panjang serta ramping menyembul dari lipatan bawah kemeja Khalifa yang dikenakannya untuk tidur. zenab merunduk dan
mencium kening Khalifa. Blus itu hanya sampai di pahanya sehingga Khalifa dapat melihat bayangan dari rambut pubisnya. zenab
kemudian duduk di lantai di samping Khalifa dengan menyandarkan kepalanya di bahu laki-laki itu, rambut hitamnya jatuh di
dadanya seperti air terjun yang gelap.
"Kau tidak menikmati malam ini, "kan?" kata zenab sembari
masih mengantuk. "Aku menikmatinya," protesnya. "malam yang...."
"membosankan," katanya. "Aku dapat melihat itu di matamu.
Aku tahu kau, Yusuf."
Ia membelai rambutnya. "maafkan aku," katanya. "Banyak hal yang sedang kupikirkan."
"Pekerjaan?" Ia mengangguk, menikmati gesekan payudara perempuan itu
di lengannya. "Kau mau membicarakannya denganku?"
Ia mengangkat, tapi tidak berkata apa-apa. Pita perak suara
Umm Kultsum menggema di antara mereka.
Kau lebih berharga dari hari-hariku
Kau sangat berharga bagiku melebihi mimpi-mimpiku
Bawalah aku pada kebaikanmu
Jauh dari dunia ini Jauh, jauh, hanya kau dan aku
Jauh, jauh, hanya kita berdua
"Kau tahu ini mengingatkanku pada apa?" kata zenab, menggoyang tangannya dan mengusap-usapkan jarinya pada bekas luka
di pergelangan tangan Khalifa akibat digigit anjing semasa ia anak~ 132 ~
THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
anak dulu. "hari tatkala kita pergi ke Jabal al-Silsilla. Ketika kau
menangkap ikan untuk makan siang kita, dan kita berenang di
sungai Nil. Kau masih ingat?"
Khalifa tersenyum. "Bagaimana mungkin aku lupa" Kakimu terjerat rumput laut dan kau menganggapnya sedang diserang buaya,
ya "kan?" "Dan kau terperosok ke dalam lumpur dan merusak celana
barumu. Aku tak pernah mendengar sumpah seperti itu."
Khalifa tertawa dan mencium pipinya. zenab semakin
mendekatkan dirinya pada Khalifa, dan melingkarkan lengannya di
pinggang laki-laki itu. "Ada masalah apa, Yusuf" Kau begitu jauh malam ini. Dan juga
malam kemarin. Apa yang mengganggumu?"
Ia mendesah dan membelai rambutnya.
"Tak ada apa-apa. hanya masalah kantor."
"Ceritakan padaku," katanya. "mungkin aku dapat membantu."
Khalifa diam untuk beberapa waktu lamanya, sambil menatap
pada percikan air mancur, kemudian menyandarkan kembali
kepalanya ke dinding, dengan mata bergerak kian kemari pada langit-langit.
"Aku telah melakukan sesuatu yang mengerikan, zenab,"
katanya pelan. "Dan aku tak tahu bagaimana memperbaikinya.
Atau sebenarnya aku tahu, tetapi aku takut."
"Tidak ada satu pun yang kau lakukan dengan buruk, Yusuf,"
bisiknya, melepaskan pelukannya dan memegang pipi suaminya.
"Kau laki-laki yang baik. Aku tahu ini, anak-anak kita juga tahu ini,
Tuhan pun tahu ini."
"Tidak, zenab. Aku orang yang lemah dan takut, dan telah
mengecewakanmu. Aku pun telah mengecewakan diriku sendiri."
Ia mengangkat tangannya dan mengusap pelipisnya. Kemudian
diam untuk beberapa waktu lamanya, terpecah oleh suara tape
dan gelembung lembut air pancuran. Kemudian ia mulai bicara
lagi, mulanya secara perlahan, lalu makin cepat, menceritakan seluruh kisah: Piet Jansen, hannah Schlegel, muhammad Jamal,
~ 133 ~ PAUL SUSSMAN pertemuan di Karnak, semuanya. zenab duduk dan mendengarkan, tidak berkata apa pun, tangannya membelai wajah dan leher
suaminya. Napasnya yang lembut menyentuh bahu suaminya.
"Aku begitu takut untuk mengatakan apa pun saat itu," katanya
begitu selesai bercerita. "Aku masih muda, staf baru di stasiun itu.
Aku tak ingin menggoyang perahu. Aku biarkan mereka menuduh
orang tak bersalah karena aku tak punya cukup nyali untuk bicara.
Dan kini ... aku masih takut. Takut akan apa yang bakal terjadi
kalau aku mulai menggali lagi, kalau aku kembali ke kasus itu.
Banyak ketidakberesan di sini, zenab. Aku bisa merasakannya. Dan
aku tak tahu apakah memang itu risiko yang layak bagi pekerjaanku untuk...."
Ia berhenti, menggelengkan kepalanya.
"Untuk apa" Seorang laki-laki seperti muhammad Jamal?"
"Itu, ya, dan ... yahh, seperti kata Chief hasani, Jansen sudah
mati. Tidak akan membuat perbedaan praktis apa pun pada hasil
penyelidikan." zenab menatap mata laki-laki itu.
"Ada sesuatu yang lain," katanya. "Aku dapat melihatnya dalam
dirimu. Aku dapat merasakannya. Apa yang sedang kau pikirkan,
Yusuf?" "Tidak ada, zenab. Tidak ada. hanya...."
Ia menekuk kedua kakinya ke dada dan menyorongkan tubuhnya ke depan, meletakkan keningnya pada lutut.
"Perempuan itu orang Israel," bisiknya. "Yahudi. Lihatlah apa
yang tengah mereka lakukan, zenab. Apakah layak, aku bertanya
pada diriku sendiri. Apa semua masalah menjadi sesuatu yang
layak diterima oleh seseorang seperti itu?"
Kata-kata itu meluncur begitu saja, tanpa ia sadari dan pikirkan
betul. Namun, ketika ia telah mengungkapkannya, ia menyadari
bahwa jauh di dalam ternyata hal inilah yang benar-benar telah
mengganggunya selama ini; tidak hanya sekarang, tetapi juga lima
belas tahun yang lalu, ketika ia duduk menyaksikan muhammad
Jamal sedang diperiksa oleh hasani dan Chief mahfuz. Bahwa
~ 134 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
untuk berbicara tidak saja akan berarti mempertaruhkan karirnya
demi seorang penjahat kelas bawah, tetapi juga"inilah yang membuatnya berhenti cukup lama untuk berpikir, sampai sekarang"
demi seseorang dari suatu negeri dengan keimanan yang selama ini
ia dididik untuk memandang rendah terhadapnya. hal ini telah
membuatnya malu, kefanatikan yang sangat memalukannya, karena ia telah mencoba menjadi orang yang toleran, menilai setiap
orang karena perbuatannya dan bukan latar belakang, kebangsaan
atau keimanannya. Tetapi sangat sulit. Sejak awal-awal tahun
kehidupannya ia telah diajari bahwa Israel adalah setan, bahwa
orang Yahudi sedang mencoba mengambil alih dunia, bahwa
mereka kasar, suka berkelahi, arogan, serakah, yang telah melakukan kekejaman tak terungkapkan terhadap saudara muslimnya.
"mereka itu jahat," kata ayahnya dulu ketika ia masih kecil,
The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"mereka semua. mereka mengusir orang keluar dari tanahnya dan
mencuri tanah itu dari mereka. mereka menjagal perempuan dan
anak-anak. mereka ingin merusak umat. hati-hati terhadap mereka, Yusuf. Selalu waspadalah terhadap orang Yahudi."
Ketika ia tumbuh dewasa dan lingkaran pengalamannya meluas, ia kemudian melihat bahwa hal tersebut tentu saja tidak sehitam-putih seperti yang dikatakan. Tidak semua orang Yahudi
mendukung penindasan terhadap bangsa Palestina; menjadi orang
Israel tidak serta-merta membuatmu menjadi monster; bangsa
Yahudi sendiri telah menderita luar biasa sebagai sebuah bangsa.
Namun, terlepas dari melunaknya pandangannya, ia tidak dapat
benar-benar menghapus hal yang sudah mendarah daging di dalam
dirinya sejak awal kehidupannya.
Dalam diskusi dengan teman dan kolega, begitu subjek pembicaraan sudah beralih ke sana ia akan mencoba mengambil sikap
moderat, seperti yang dilakukannya pada makan malam bersama
tadi. Bagaimana pun, jauh di lubuk hatinya, di tempat yang hanya
dia saja yang tahu, kefanatikan lama masih tetap ada, sebuah noda
gelap yang bagaimanapun kuatnya ia mencoba, ia tetap tidak
dapat benar-benar menghapuskannya. Ini bukan sesuatu yang ia
banggakan. Ia tahu bahwa hal ini mengurangi dirinya sebagai
~ 135 ~ PAUL SUSSMAN manusia. Tetapi ia tidak dapat lagi membuangnya seperti yang bisa
dia lakukan terhadap tulang sumsumnya sendiri. hal itulah yang
telah mendikte tindakannya lima belas tahun lalu, dan sepertinya
akan sama saja sekarang ini.
"Ketika Taufik bertanya padaku malam ini apakah aku merasa
senang ketika sebuah bom meledak di Israel," katanya perlahan,
"apakah sebagian diriku tidak berpikir, "itu yang pantas kau
terima?"Yahh, yang benar adalah bahwa ya, aku juga berpikir
demikian, zenab. Aku memang tidak mengatakannya tetapi aku
berpikir begitu. Aku tidak dapat menahan diriku sendiri."
Ia menggelengkan kepala, merasa malu menceritakan hal seperti itu pada istrinya, mengungkapkan banyak hal tentang rahasia
dirinya. "Dalam kasus ini, aku merasa seolah aku adalah dua pribadi
dalam satu tubuh. Yang satu mengetahui bahwa ada keadilan yang
gugur secara mengenaskan, bahwa seorang perempuan tewas terbunuh dan tuduhan dijatuhkan pada orang yang salah, dan
tugaskulah untuk berusaha menemukan kebenaran. Tetapi kemudian, pribadi yang lain masa bodoh terhadapnya. Siapa peduli
bahwa ada seorang Yahudi tua yang tewas" mengapa mesti melibatkan diri pada semua masalah" Aku benci diriku sendiri karena
hal ini, tetapi seperti inilah keadaannya."
zenab menggeser tubuhnya ke belakang secara perlahan, sambil menatapnya, matanya mengecil, wajahnya terbungkus bayangan seolah tertutupi selendang tipis.
"Kita semua memiliki pikiran yang buruk," katanya pelan.
"Perilaku kitalah yang paling penting."
"Tetapi itulah esensinya, zenab. Aku tak tahu apakah aku bisa
bertindak. Pikiranku itu ... seolah mereka sedang menahanku. Ini
lebih mudah bagimu. Kau datang dari keluarga yang cerdas dan
pembaca yang baik. orangtuamu sudah pernah bepergian ke
mana-mana, melihat banyak hal lain di dunia ini. Kau tidak
tumbuh dengan segala prasangka ini. Sementara, saat dikatakan
padamu bahwa orang Yahudi dan Israel adalah setan jahat, bahwa
~ 136 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
tugas kitalah sebagai muslim untuk membenci mereka, bahwa bila
kita tidak membunuh mereka maka merekalah yang membunuh
kita"sulit sekali untuk bisa beralih dari hal itu. Di sini"ia menunjuk dahinya"aku tahu bahwa ini semua salah. Dan di sini juga,"
sambil ia menyentuh dadanya. "Tetapi di sini?"ia menggerakkan
tangannya ke perut?"jauh di dalam sini, aku tidak dapat berhenti
membenci mereka. Sepertinya, aku tidak dapat mengendalikan
emosiku sendiri. Benar-benar menakutkan bagiku."
zenab meraih kepalanya dan membelai rambutnya serta
bagian belakang lehernya. Khalifa merasakan kehangatan paha
zenab di atas pahanya. mereka diam untuk beberapa lama.
"Ingatkah kau pada nenekku?" akhirnya zenab berkata, sambil
memijat leher dan bahu Khalifa. "Nenek Jamila."
Khalifa tersenyum. Ada kesenjangan sosial yang cukup lebar
antara keluarga zenab yang berbisnis dengan sukses dari bagian
mewah Kairo dan keluarganya, buruh tani dari jalan Giza yang
miskin. Nenek Jamila adalah satu-satunya yang mau mengambil
risiko dengan membuatnya merasa diterima, selalu menempatkan
Khalifa di sebelahnya ketika mereka berkeliling ke rumah keluarga
yang lain dan menanyakan padanya semua jenis pertanyaan yang
berkaitan dengan minatnya pada sejarah mesir, subjek yang benarbenar sangat ia kuasai. Ketika nenek Jamila wafat beberapa tahun
lalu, Khalifa merasa sedih bukan kepalang seperti kesedihan karena
kehilangan ibunya sendiri.
"Tentu saja aku masih mengingatnya."
"Ada sesuatu yang pernah ia katakan padaku, bertahun-tahun
lalu ketika aku masih anak-anak. Aku bahkan tak mengingat konteksnya, tetapi kata-katanya terus terngiang dalam benakku,
"hadapi selalu apa yang kau takuti, zenab. Dan selalulah mencari
apa yang tidak kau mengerti. Karena dengan begitulah kau tumbuh dan menjadi orang yang lebih baik." Aku tak pernah mengatakan padamu apa yang harus kau lakukan dalam pekerjaanmu,
Yusuf, tetapi itulah yang kupikir harus kau lakukan dalam hal ini."
"Tapi bagaimana?" desahnya. "Aku tak dapat melanjutkan
~ 137 ~ PAUL SUSSMAN penyelidikan secara diam-diam tanpa sepengetahuan Chief
hasani." zenab menggamit tangan Khalifa, dan menciumnya.
"Aku tidak tahu bagaimana, Yusuf. Yang kutahu adalah bahwa
kasus ini mungkin saja memang dikirim kepadamu untuk mengujimu, dan kau tak boleh mundur darinya."
"Tapi ini dapat menyebabkan banyak masalah."
"Kita akan mengatasinya bersama. Sebagaimana yang selalu
kita lakukan." Khalifa menatap istrinya. Ia begitu cantik, begitu kuat.
"Tidak ada laki-laki lain yang memiliki istri lebih baik dari ini,"
katanya. "Dan tidak ada perempuan yang memiliki suami lebih baik dari
dirimu. Aku mencintaimu, Yusuf."
mereka saling menatap mesra dan kemudian, saling berpelukan, berciuman, secara lembut awalnya dan selanjutnya penuh hasrat. Dadanya terdorong ke depan ke dada Khalifa dan kakinya
melingkar di kaki Khalifa.
"Ingatkah kau apa yang kita lakukan pada hari itu di Jabal alSilsilla," bisiknya di telinga suaminya, "setelah kau jatuh ke dalam
lumpur dan harus melepas seluruh celanamu untuk dicuci?"
Khalifa tidak menjawab, segera berdiri, menggendong zenab
dalam pelukannya, membawanya ke kamar tidur, meninggalkan
Umm Kultsum menyanyi sendiri.
Y erusaLem meReKA TeRDIRI ATAS DUA oRANG, ATAU PALING TIDAK DUA SeJAUh
yang kuketahui. mereka menghampiriku dari belakang,
memegang tanganku. Salah seorang memegang kepalaku
sehingga aku tak dapat melihat wajah mereka. mereka tidak
menyakitiku. mereka tenang dan berbicara dengan baik.
~ 138 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Jelaslah bahwa, ketika mereka membawaku dan mendorongku ke dalam mobil lalu melemparkan selimut ke kepalaku,
mereka tidak akan mentoleransi sikap perlawanan.
Kami mengendarai kendaraan selama dua jam, mungkin
lebih"setelah hanya dalam beberapa menit aku telah kehilangan orientasi waktu dan arah. Kami berjalan menaik,
kemudian turun lagi, yang membuatku berpikir bahwa kami
sedang menuju arah tenggara di luar Yerusalem menuju
Jericho dan dataran Laut mati, walaupun mungkin saja"sangat mungkin"mereka hanya berputar-putar saja untuk membuatku disorientasi dan memastikan bahwa kami tidak diikuti
orang lain. Setelah kira-kira setengah jam perjalanan, kami berhenti.
orang ketiga menaiki mobil dan duduk di kursi penumpang
bagian depan. Ada bau asap rokok. Aku rasa farid, walaupun
aku tidak begitu yakin. Anehnya, aku tidak takut. Selama berada di wilayah ini,
aku telah beberapa kali berada dalam situasi ketika instingku
mengatakan aku berada dalam bahaya, tetapi kali ini tidak.
Apa pun tujuan dari penculikkan diriku ini, pasti bukan kekerasan. Sejauh ini aku melakukan apa yang dikatakan.
Selama dua puluh menit terakhir kami berada dalam jalur
yang bergelombang, dan kemudian di suatu desa atau permukiman"kamp pengungsiankah?"karena aku dapat mendengar suara, sesekali musik, dan mobil bolak-balik seolah
sedang mencari jalan kecil.
Akhirnya kami berhenti, dengan selimut masih bergelayut
di kepalaku, aku tergesa-gesa menuju sebuah gedung. Aku
menapaki sejumlah anak tangga dan masuk ke sebuah ruangan. Aku duduk di atas kursi kayu. Di sela-sela kain selimut, aku
melihat sekilas lantai ubin biru dan putih sebelum aku merasa
seperti ada kacamata selam diikatkan di kepalaku, kedua
lensanya ditutup pita sehingga aku dibuat buta. Aku dapat
merasakan ada seseorang di belakangku, seorang perempuan
~ 139 ~ PAUL SUSSMAN bila dinilai dari suara napasnya, dan dapat mendengar suarasuara di salah satu area di rumah itu, sangat sayup dan nyaris
tak terdengar. Aku kira aku dapat menangkap sejumlah kata
dalam bahasa Arab mesir, yang agak berbeda dengan dialek
Palestina, walaupun aku begitu kehilangan orientasi sehingga
tidak merasa yakin. Aku tak mendengar laki-laki ini memasuki ruang atau
duduk. Semua yang membuatku menyadari akan kehadirannya adalah embusan lembut wewangian setelah bercukur"
manio (aku punya teman yang biasa mengenakannya).
Walaupun aku tak melihatnya, aku kira ia seorang yang tinggi, ramping dan serba lengkap. Perempuan di belakangku
melangkah maju dan memberikan kertas serta pena di tanganku. Ada keheningan yang cukup lama sehingga aku dapat mendengar tarikan lembut napasnya, merasakan tatapan matanya
ke arahku. "Anda akan menjalani wawancara," akhirnya ia angkat
bicara. Suaranya perlahan dan terukur, berpendidikan, suara
yang tidak memberikan tanda tentang usia atau asalnya.
"Anda diberi waktu tiga puluh menit."
"Dan siapa sebenarnya yang akan mewawancarai aku?"
"Aku lebih suka menyimpan namaku untukku sendiri.
Tidak akan ada artinya apa-apa untukmu, samaran lebih
patut." "Dan itu adalah?"
Ada helaan napas yang redup, seolah laki-laki di depanku
ini tengah tersenyum. "Anda boleh memanggilku al-mulatham. Waktumu kini
dua puluh sembilan setengah menit lagi."
Layla menggeliat dan, berbaring di sisi majalah, berdiri dan berjalan ke dapur kecilnya. Saat itu pukul 2.30 dini hari, dan, selain
suara gemuruh dengkuran fathi si pengurus rumah dari bagian
gedung di bawah, dunia ini seluruhnya terasa sepi. Ia menjerang
~ 140 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
air dalam ketel, membuat kopi hitam untuk dirinya sendiri dan
kembali ke ruang tengah, menyeruput kopi dalam cangkirnya.
Ia tiba di rumah setengah jam lebih awal, mabuk, setelah
menghabiskan dua botol anggur dan beberapa brandi bersama
Nuha. Ia mandi keramas untuk membersihkan kepalanya, meneguk beberapa gelas air putih, kemudian menghilang ke ruang
kerjanya dan mengungkap kembali surat misterius dari keranjang,
surat yang ia terima sebelumnya di hari itu, dengan tulisan tebal
dalam tinta merah darah dan fotokopi yang terlampir.
Nona al-madani, Aku telah begitu lama menjadi pengagum jurnalisme
Anda, dan berniat untuk menyampaikan sebuah proposal
pada Anda. Beberapa waktu lalu, Anda mewawancarai
pemimpin yang dikenal sebagai al-mulatham ...
Ia melihat kembali kertas fotokopi itu, kemudian berjalan
menuju lemari arsipnya dan mencari potongan wawancara yang
dirujuk oleh surat tersebut. Wawancara itu muncul di observer
magazine di bawah judul berita YANG TeRSemBUNYI KINI
TeRUNGKAP"WAWANCARA eKSKLUSIf DeNGAN LAKI-LAKI
YANG PALING DITAKUTI DI TImUR TeNGAh. Ia menarik arsip
tersebut, membawanya ke ruang tengah dan mulai membacanya.
Ia digambarkan sebagai Saladin baru, inkarnasi Setan, laki-laki
yang membuat hamas dan Jihad Islam kelihatan seperti teman
baik Israel. Sejak Persaudaraan Palestina meluncurkan serangan
bunuh dirinya yang pertama kali tiga tahun lalu, yang
menewaskan lima orang di hotel di Netanya, ia bertanggung
jawab atas lebih dari 400 korban tewas, yang mayoritasnya
adalah warga sipil. Sementara kelompok ekstremis Palestina
lain paling tidak telah memperlihatkan kerelaan untuk memasuki gencatan senjata dan negosiasi, al-mulatham"nama
yang berarti "yang tertutup" atau "yang tersembunyi?"terus
~ 141 ~ PAUL SUSSMAN melanjutkan kampanyenya dengan mantap.
Ini adalah kampanye yang mempolarisasi politik dari
wilayah yang telah terpolarisasi, menghancurkan harapan
yang masih hidup akan adanya proses perdamaian yang berarti dan membawa bangsa Israel dan Palestina menuju perang
habis-habisan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Polling memperlihatkan bahwa dengan masing-masing serangan, opini publik Israel, yang telah diperkeras oleh aktivitas kelompok ekstremis Palestina lain, semakin didorong lebih
jauh ke kanan, dengan dukungan untuk politisi sayap kanan
seperti Baruch har-zion yang muncul siang itu. Pada saat
bersamaan, kekerasan dan kesewenang-wenangan yang semakin meningkat dari aksi pembalasan Israel pada gilirannya
telah menunjukkan kenaikan dukungan untuk organisasi militan seperti Persaudaraan Palestina. Dalam kata-kata politisi
moderat Palestina, Sa"ib marsudi, laki-laki yang keterlibatannya sepanjang hidup dalam aktivitas Palestina"belum termasuk masa lima tahun di penjara karena membantu
menyelundupkan senjata ke Gaza"memberikan bobot tertentu pada kritiknya terhadap al-mulatham: "Ini adalah
lingkaran setan. Para ekstremis itu saling memberi makan dan
mendukung sesamanya. Ketika al-mulatham membunuh lima
orang Israel, Israel membunuh sepuluh orang Palestina, kemudian al-mulatham membunuh lima belas orang Israel, dan
seterusnya, dan seterusnya. Kita sedang berenang di danau
penuh darah." Apa yang menyisihkan Persaudaraan bukanlah semata regularitas dan kecepatan serangan, tetapi fakta bahwa terlepas
dari adanya usaha ekstensif dari jasa sekuritas Israel dan lusinan negara lain, termasuk otoritas Palestina itu sendiri, tidak
ada yang diketahui tentang organisasi itu atau orang yang
memimpinnya. Di mana markasnya, siapa yang menjadi
anggotanya, bagaimana "martir"-nya direkrut dan dana untuk
menjalankan operasinya"semuanya tetap menjadi misteri
seutuhnya. Tidak ada informan andal pernah tampil ke depan,
~ 142 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
tidak ada anggota kelompok yang pernah ditahan. Ini adalah
tingkat organisasi dan kerahasiaan yang belum pernah ada
sebelumnya dalam sejarah aktivisme Palestina, dan yang telah
membawa banyak ahli berspekulasi bahwa operasi keamanan
negara yang mantap pada akhirnya harus berada di balik
serangan. Iran, Libya dan Suriah semuanya telah diperdebatkan sebagai sponsor paling mungkin, sebagaimana jaringan alqaeda yang dipimpin osama bin Laden.
"Bangsa Palestina tidaklah sebaik itu," salah seorang ahli
keamanan Israel pernah berkomentar. "Pasti ada informan
yang selalu dapat Anda temui. Bagaimana Persaudaraan itu
beroperasi adalah cara yang terlalu canggih untuk sel pembelot Palestina. Pendorongnya mestilah sesuatu dari luar."
Terlepas dari spekulasi seperti itu, tidak satu pihak pun
yang mendekati pengungkapan kebenaran tentang almulatham. Dan kini aku duduk di depannya. Saladin Baru.
Inkarnasi Setan. Laki-laki paling berbahaya di Timur Tengah. Ia
bertanya apakah aku mau minum teh dan makan biskuit.
Dari luar terdengar bunyi tutup wadah gandum. Layla menggosok matanya, berdiri dan berjalan menghampiri jendela, melihat
jalan di bawah. Dua laki-laki sedang memuat roti yang masih
hangat ke dalam bagian belakang Van; jauh di dekat bukit,
sekelompok kecil orang sudah mulai antre di luar kantor
Kementerian Dalam Negeri Israel dengan penuh harap untuk
memperbarui izin tinggal mereka di dalam kota. Sedikit di atas
mereka, di sisi lain jalan, sebuah BmW putih diparkir di depan
pintu gerbang menuju Garden Tomb, dengan nomor kendaraan
Israel berwarna kuning dan transparan bagian dalamnya. Sesosok
bayangan tampak sedang duduk tak bergerak di kursi kemudi.
Layla telah melihat mobil yang sama diparkir di sana beberapa kali
sebelumnya. Dan walaupun penjelasan rasionalnya bahwa itu
kendaraan Shin Bet yang sedang terus mengawasi antrean orang
Palestina di sisi seberang, ia tidak dapat melepas kecurigaan sang
The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sopir sebenarnya sedang menatap langsung ke jendela apartemen~ 143 ~
PAUL SUSSMAN nya. Ia melihat ke bawah sekarang, lebih merasa penasaran daripada tidak nyaman. Kemudian, sambil geleng-geleng kepala, ia
kembali ke sofa dan membaca artikel itu lagi.
Ia membaca sisa tulisan dalam artikel tersebut"yang pada
dasarnya merupakan serangkaian kutipan yang diperluas untuk
menjadi pembenaran bagi al-mulatham atas kampanye kekerasannya dan bersumpah untuk melanjutkannya "sampai tanah Palestina
menjadi merah oleh darah anak-anak Yahudi?"sebelum membaca
kembali beberapa paragraf terakhir, yang selalu mengirim getaran
halus pada tulang punggungnya.
Dan kemudian, tiba-tiba, semendadak saat dimulainya,
wawancara itu sampai pada akhir. Satu menit kami bicara,
berikutnya aku berdiri dan menuruni tangga, dengan kacamata gelap tetap bertengger di kepalaku. Begitu aku sampai di
lantai dasar, aku mendengar suaranya dari atas.
"Akan ada banyak pertanyaan tentang apakah wawancara
ini benar-benar terjadi, Nona al-madani. Untuk menenangkan
keragu-raguan, harap beritahu jasa sekuritas Israel bahwa pada
jam 9:05 malam ini salah satu operator kami akan memartir
dirinya sendiri atas nama Palestina merdeka. Semoga perjalananmu selamat."
Dua jam kemudian aku ditinggalkan di sisi jalan di selatan
Bethlehem. Aku memberitahu otoritas Israel apa yang terjadi.
Pada malam yang sama, pada jam yang telah ditentukan,
sebuah bom meledak di Alun-alun hagar di Yerusalem Barat,
menewaskan delapan orang dan melukai sembilan puluh tiga
orang. hal itu mengatakan lebih dari apa yang dapat
dikatakan oleh wawancara apa pun tentang nihilisme dari lakilaki yang dikenal sebagai al-mulatham, bahwa mereka yang
tewas dan diuntungkan sedang menghadiri reli perdamaian
Gush Shalom. "Dia telah membuat kerusakan pada orang-orangku
sebanyak kerusakan pada penciptaan Negara Israel," kata Sa"ib
~ 144 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
marsudi. "Lebih dari itu, mungkin, karena sekali waktu kita
pernah dipandang sebagai korban. Kini, berkat dia, kita dipandang sebagai pembunuh."
Aku curiga al-mulatham akan menganggap ini sebagai
pujian. Layla meletakkan artikel itu di sisinya dan memungut lagi surat
yang membuat penasaran itu, membaca seluruhnya sekali lagi,
dengan alis mata berkerinyut. Jelas-jelas ada sesuatu tentangnya,
sesuatu yang ... memaksa. Ia terlalu lelah untuk dapat memberikan
tanggapan apa pun saat ini, dan meninggalkan kedua artikel beserta surat itu di meja kerjanya. Ia kemudian melangkah ke kamar
tidur, jatuh tertidur segera setelah kepalanya menyentuh bantal.
Inisial GR menggema di tepi pikirannya seperti gemuruh halilintar
di kejauhan pada malam musim dingin yang gelap.
m esir , s emenanJung s inai ,
DeKaT P erbaTasan Dengan i sraeL ADA SeBUAh mISTeRI. ITULAh hAL YANG DAPAT DIKATAKAN oRANG TUA
tentangnya. Seperti begitu banyak hal lain di padang pasir. Sinar
ketika semestinya tidak ada sinar, sosok bayangan yang datang dan
pergi bersama kegelapan, ruang yang berfurnitur rapi di tengahtengah keliaran. Dalam tujuh puluh tahun, ia tidak pernah melihat
hal seperti ini. misteri yang sangat besar.
Dimulai setahun lalu, ketika ia mencari salah satu kambingnya
di tengah-tengah lembah dangkal dan berkelok yang terbentang di
sepanjang batas dengan Israel. malam telah tiba, dan ia baru saja
akan meninggalkan perburuannya ketika, di bagian atas punggung
bukit yang suram, ia menangkap adanya sinar redup di dalam pos
perbatasan tentara yang telah ditinggalkan. Tidak ada serdadu di
~ 145 ~ PAUL SUSSMAN bagian padang pasir ini selama beberapa dekade, tidak ada orang
sama sekali selain warga suku Badui yang kadang datang seperti
dirinya sekadar untuk lewat saja karena area itu adalah tempat
yang sunyi, tandus, tidak ramah, bahkan bagi mereka yang terbiasa
dengan kekerasan di padang pasir. Namun kini ada sinar di tempat
yang tidak pernah ada sinar sebelumnya, dan orang juga, tampak
ada di dalam bangunan batu yang rendah itu.
Ia merayap, lupa akan kambingnya, mendekati bangunan dan
berjingkat untuk mengintip melalui jendela. Di dalam, di bawah
sinar lampu minyak tanah, ada dua laki-laki; satu dengan cerutu
yang terselip di ujung bibirnya, dengan codet panjang di pipi
kanannya dan penutup kepala berwarna putih seperti yang dikenakan orang Yahudi; yang lain lebih muda, tampan, dengan
rambut hitam lebat dan keffiyeh tersilang di bahunya. mereka
membungkuk ke arah meja tenda yang dapat dilipat, membaca
pada sebuah peta dan berbicara dalam bahasa yang tidak ia
mengerti. Jari-jari mereka mengikuti pola yang ada dalam kertas di
meja tersebut. Di sisi kanan mereka, dua kursi tangan yang nyaman
bersisian menempel di dinding; pada meja lain tampak sebotol termos dan sepiring roti tangkup yang sebagiannya sudah dimakan.
Ia menyaksikan semua itu selama beberapa menit. Kemudian,
takut akan ketahuan, ia menjauhi bangunan, menyelimuti dirinya
agar tidak kedinginan dan menyelinap di balik batu cadas sembari
menanti apa yang akan terjadi. Pada suatu saat ia mendengar
teriakan marah; sesaat kemudian laki-laki yang lebih muda keluar
dan kencing di balik dinding.
Ia berdiam di situ sepanjang malam, mengamati, mendengarkan, sampai saat sebelum subuh datang, sinar lampu padam dan
kedua laki-laki itu muncul dalam malam, bergerak mengelilingi sisi
bangunan. Ia menghitung sampai lima puluh dan menyelinap di
antara batu-batu besar, menjaga jarak, akhirnya sampai pada batu
tinggi, dan melihat sebuah helikopter besar mengudara. Aliran
udara di bawah helikopter telah menyebabkan debu beterbangan
sehingga membuatnya tersedak. heli itu berada di atasnya sebentar, kemudian terbang ke langit timur yang kelabu.
~ 146 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Setelah itu ia melihat dua sosok misterius itu beberapa kali.
Kadang mereka muncul sekali atau dua kali dalam seminggu;
kadang paling lama dua bulan sekali. Namun, mereka selalu
datang di tengah malam buta, dan selalu pergi di awal hari, seolah
takut akan sinar matahari. Ia menceritakan hal ini pada beberapa
teman Baduinya, tetapi mereka tertawa dan mengatakan bahwa
otaknya telah dibuat lembek oleh sinar matahari. Setelah itu ia
tidak pernah bercerita lagi, yang dirasa baik olehnya, karena ia
lebih menyukai gagasan tentang kerahasiaan yang tidak seorang
lain pun tahu. "Suatu hari kelak kau akan terlibat dalam sejumlah peristiwa
besar," sekali waktu neneknya pernah berkata ketika ia masih
kanak-kanak, sebelum orang-orang Yahudi datang dan perang
berkobar. "Peristiwa yang akan mengubah dunia."
Sambil berjongkok di balik batu, mengamati lampu yang berkedip dan mendengarkan suara laki-laki itu, ia merasa yakin inilah
yang dimaksud nenek dulu. Dan ia begitu bahagia karenanya, karena entah bagaimana, jauh di dalam hatinya ia selalu tahu hidupnya
akan lebih dari sekadar mengawasi sekumpulan kambing padang
pasir yang kurus kering. ~ 147 ~ Bagian Dua s aTu m inggu K emuDian Y erusaLem meReKA BeRJALAN meNDeKATI AReNA PRoSeSI SAmBIL BeRGANDeNGAN
tangan, bernyanyi bersama, masing-masing memegang lilin kecil
yang menyala sehingga malam itu berbintik-bintik dengan ribuan
titik cahaya yang berkedip. Si perempuan tampak cantik dengan
rambut panjang berwarna cokelat yang digulung tak rapi di bagian
atas kepalanya. Ia mengenakan baju katun tipis berwarna kuning
yang memperlihatkan bentuk tubuhnya yang muda dan ramping,
mengisyaratkan lekuk tubuh ideal yang terselubung. Si laki-laki
lebih tinggi dari si perempuan, dan lebih besar. Seperti beruang
bersisian dengan rusa betina. Wajahnya lebar dengan tulang pipi
menonjol seperti kayu yang ditebang secara kasar, buruk sekaligus
tampan pada saat bersamaan. Laki-laki itu terus menatap perempuan di sampingnya, menggelengkan kepalanya seolah sulit untuk
percaya bahwa ia sedang bersama seseorang yang sangat cantik,
begitu rapuh dan lembut. Perempuan itu membaca pikirannya dan
tertawa. "Akulah yang beruntung, Ari-yari," katanya. "Aku akan
menjadi istri paling bahagia di seluruh dunia."
mereka sampai di suatu tempat yang terbuka. Prosesi terhenti
dan menyebar, lalu berbaris lagi di depan panggung tempat berbagai pidato berlangsung di bawah spanduk bertuliskan PeRDAmAIAN. mereka berpegangan tangan dan mendengarkan, bertepuk
~ 148 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
tangan, bersorak, bergembira, tak henti-hentinya saling memandang pasangannya, mata berbinar penuh cinta dan harapan.
Setelah beberapa saat, si laki-laki meninggalkan kekasihnya
setelah berbisik bahwa ia ingin mengambil minuman. Tetapi, sambil menahan tawa geli, ia ternyata menyelinap pergi ke toko bunga
yang buka sampai larut malam dan membeli bunga untuk pengantin perempuan. Setangkai lili putih, bunga kesukaannya. Ia sedang
dalam perjalanan kembali, sambil tersenyum membayangkan
kegembiraan kekasihnya nanti begitu ia mengeluarkan bunga itu
dari belakang punggungnya, ketika tiba-tiba ia mendengar bunyi
sebuah ledakan. Awalnya ia tidak begitu pasti dari arah mana suara
itu berasal. Kemudian, ia melihat gumpalan asap dan tersentak,
lalu berlari cepat, perutnya mengencang karena meramalkan sesuatu.
Di alun-alun itu tubuh berserakan di mana-mana, begitupun
potongan-potongan anggota tubuh dan orang-orang yang menjerit. Ia berkeliling meneriakkan nama kekasihnya, kakinya terbenam dalam darah, dering telepon genggam yang tidak diangkat
bergema di telinganya. Lalu akhirnya ia menemukan tubuh
kekasihnya di bawah pohon siprus yang tumbang. Bajunya terbang
entah ke mana sehingga ia hampir terlihat telanjang. Kedua kakinya putus dan terserak di dekatnya.
"oh sayangku!" Ia tersedak dalam kata-katanya sendiri, memeluk tubuh kekasihnya. Darah kekasihnya yang masih hangat
merembes pada kemeja dan jeansnya. "oh Galia kekasihku yang
cantik." entah bagaimana Galia berusaha mengangkat tangannya,
merangkulkannya ke belakang kepala laki-laki itu, menarik wajah
kekasihnya agar mendekat pada wajahnya. Ia menciumnya, dengan bibirnya yang terluka dan penuh darah seperti krayon rusak,
dan membisikkan ke telinga kekasihnya dengan sangat perlahan,
kata-kata yang hanya dapat didengar kekasihnya, kata-kata yang
akan terus tinggal bersamanya selamanya. Kemudian kepalanya
terkulai, tak bernyawa. ~ 149 ~ PAUL SUSSMAN Dalam kebingungan, hampa dan sepi yang belum pernah dirasakan sebelumnya, laki-laki itu menatapi tubuh kekasihnya yang
koyak, dengan bunga lili yang masih tergenggam di tangan,
kelopaknya sekarang berwarna merah. Di sekelilingnya, malam disesaki raungan dan ratapan sirine. Seolah udara pun sedang menjerit dalam keputusasaan.
"Arieh." Sirine di mana-mana. "Arieh." Sorotan lampu, teriakan, orang-orang berlari.
"Ben-Roi, keparat dungu, sedang apa kau sialan!"
Arieh Ben-Roi tersadar, membenturkan kepalanya ke jendela
mobil. Botol pinggang peraknya terlepas dari tangannya, mengalirkan sisa vodka ke pangkuan, membasahi celana jeansnya. Sirine
terus meraung-raung. Telinganya serasa mengamuk.
"Pergi, Bung! Demi Tuhan, cepat pergi!"
Untuk sesaat, ia duduk dalam keadaan bingung, tergantung di
antara masa lalu dan masa kini. Kemudian, setelah menyadari apa
yang sedang terjadi, ia membuka kotak, meraih pistol Jerichonya
dan segera keluar dari taksi. Di depannya jalan aspal menanjak
menuju Gerbang Singa, ketika sebuah mercedes hitam dengan penuh ketakutan mencoba berbalik, bannya menderit. Di belakang,
seruas deretan mobil polisi berhenti, memblokade apa pun yang
keluar dari Kota Tua, lampu sorotnya melemparkan pola tak beraturan berwarna terang dekat pemakaman muslim tua yang
terentang di seberang lereng di sisi yang lain. Ia kemudian berlari
kecil, sambil merenggut keffiyeh dari kepalanya dan dipinggirkannya.
mereka telah merencanakan pengejaran ini lebih dari sebulan.
Seorang informan telah memberi keterangan tentang pemasokan
dalam jumlah besar untuk para dealer di Kota Tua. Tidak ada tanggal yang pasti, hanya waktu dan tempat: tengah malam, Gerbang
Singa. Sejak itu mereka berjaga-jaga, bekerja dengan menyamar
sebagai gelandangan, pemungut sampah, wisatawan, dan pecinta.
~ 150 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Selama tiga malam terakhir Ben-Roi telah berdiam di bukit yang
menuju gerbang sebagai sopir taksi Arab, menunggu, mengamati,
sambil meneguk minuman dari botol pinggangnya. Dan kini,
akhirnya, peristiwa itu pun terjadi. Dan dia malah ketiduran.
"Keparat!" gerutunya, sambil berjalan sempoyongan ke atas
bukit, mobil di depannya memekik dan tergelincir seperti hewan
yang dipojokkan. "Keparat sialan!"
Di sisi kanannya, para penembak jitu sedang berjalan ke depan
menerobos semak belukar di pemakaman Yusefiya. Di depannya,
di dalam Gerbang Singa, tiga orang laki-laki dalam posisi tiarap,
wajah mereka menghadap jalan, dikelilingi para polisi.
"Lumpuhkan bannya!" sebuah suara menjerit di alat pendengar
yang terpasang di telinganya. "Tembak ke bawah!"
Ben-Roi berlutut dan mengangkat pistolnya. Tangannya gemetar memegang vodka, lalu sebelum ia sempat membuatnya ajeg,
tiga letusan menghantam di sekitar dirinya. Dua dari pemakaman,
dan satu dari dinding di atas gerbang. Ban depan mercedes itu pun
meledak serentak, melempar badan mobil menghantam dinding.
Jeda sesaat, kemudian pintu terbuka dan tiga laki-laki Palestina
muncul dari dalam, tangan terangkat di atas kepala.
"Udrubu "alal ard! Sakra ayunuk!" kata sebuah suara yang
besar. "Tiarap ke tanah dan tutup mata kalian!"
Ketiga laki-laki itu mematuhi perintah, berlutut dan kemudian
tiarap. Sekawanan polisi keluar dari bayangan dan turun ke arah
mereka, membekuk tangan mereka ke punggung, memasang borgol pada pergelangan tangan mereka dan menggeledahnya.
"Baik, kawan, kita sudah dapatkan mereka," sebuah suara terdengar dari alat pendengaran. "Kerja yang sangat bagus, Bung."
Ben-Roi tetap berlutut, menarik napas berat. Kemudian, dengan desahan, ia menjentikkan pengaman Jerichonya, berdiri dan
berjalan susah payah menaiki bukit menuju mercedes yang terempas. Jari-jarinya memainkan miniatur menorah berwarna perak
yang tergantung pada rantai di sekeliling lehernya.
"Baik sekali Anda telah bergabung bersama kami," kata laki-laki
~ 151 ~ PAUL SUSSMAN kurus yang berjongkok di samping salah satu tawanan, tangannya
menempel ketat pada bagian belakang leher laki-laki itu.
"Radio brengsek," gerutu Ben-Roi, sambil menyentuh daun
telinganya. "Tidak bisa mendengar apa pun."
"Yah, benar." Laki-laki itu melemparkan pandangan ragu, memaksa si
tawanan untuk berdiri dan menggiringnya menuju mobil van polisi
terdekat. Ben-Roi berpikir untuk mengikutinya, berdebat sedikit,
tetapi tidak mau repot. Untuk apa" Apa pentingnya segala hal
pada saat seperti sekarang ini" Semuanya membuang waktu belaka. Biarkan feldman berpikir sekehendaknya. Ia tidak peduli.
Ia berdiri mengawasi pekerja forensik yang mengenakan sarung
plastik dan setelan putih di sekitar mercedes, kemudian berbalik
sambil mencopot alat pendengarnya. Ia kembali ke mobilnya, seorang diri, tidak berguna dan tak mampu berbagi perasaan puas
setelah pekerjaan diselesaikan. Ia teringat peristiwa ketika sebagai
anak-anak ia diusir dari kelas karena mengompol dan merasakan
sensasi terisolasi yang sama sekarang ini, perasaan ganjil campur
malu dan kikuk. Ia selalu merasa malu. Bahwa ia selalu harus seperti ini. Bahwa ia membiarkan dirinya seburuk ini. Bahwa ia telah
pergi untuk membeli bunga lili. Bahwa ia masih hidup.
Sesampainya di mobil, ia melempar pandangan dengan harapan tipis melalui bahunya, kemudian masuk ke dalam mobil,
menyalakan mesin dan menuruni bukit, melaju menuju Jalan
ophel. Di sisi kirinya, tiga sumur yang ditumbuhi pepohonan dan
teduh di Lembah Kidron jauh berada di bawahnya. Di sisi kanannya, pematang yang dikelilingi dinding setinggi tiga meter terbentang di sepanjang jalan, di atasnya lereng pemakaman muslim
yang ditumbuhi tanaman terbentang ke arah garis deretan lampu
di dinding Kota Tua. Ia menekan pedal gas dan mengganti ke gigi
tiga sepanjang seratus meter, sebelum kemudian melambat lagi
dan"masih tetap dengan satu tangan pada kemudi"bersandar
lalu membungkuk sedikit untuk mengambil botol pinggangnya.
hampir semua isinya berhamburan, tetapi masih ada sedikit cairan
The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
~ 152 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
di dasarnya. Lalu, masih dengan mobil yang berjalan lambat sejauh
jarak tertentu, ia menempelkan ujung botol itu pada bibirnya,
melengkungkan kepalanya sedikit ke belakang dan menghirup
semua yang tersisa, berkerenyut karena rasa panas di tenggorokannya dan ketajaman rasa benci pada diri sendiri.
"Kau membuatku muak," gerutunya. "Kau menyedihkan.
menyedihkan." Ia memegang botol itu sampai tetesan terakhir tertelan, dan
melemparnya melewati bahunya ke kursi belakang, kemudian
menekan pedal gas lagi, menyentak kemudi untuk mengencangkan
laju mobil yang telah mulai memasuki jalan kereta pedati, membuat lori di depannya membunyikan klakson penuh kemarahan.
"Keparat kau!" teriaknya, sambil membunyikan klaksonnya.
"Keparat kalian semua!"
Lori lewat di sisi kirinya. Pada saat bersamaan, sesuatu tampak
jatuh dari pematang di sisi kanannya. hal itu terjadi dalam kilasan
dan, kacau karena minuman vodka dan kelelahan, pikiran pertamanya menganggap itu adalah hewan besar yang jatuh dari
pemakaman di atas. Ia melambatkan mobilnya dan melihat
melalui kaca spion, mobil masih berjalan sejauh lima puluh meter
sebelum ia mengidentifikasi bahwa apa yang sesungguhnya ia lihat
adalah seorang laki-laki yang melompat dari pematang ke
pelataran di bawah, yang kini sedang berjongkok, memeluk lututnya yang tampak terluka. Lagi-lagi, pikiran Ben-Roi berusaha untuk
sepakat secara koheren dengan informasi yang ada, dan lima puluh
meter terlintasi, sebelum terpikirkan olehnya bahwa laki-laki itu
pastilah salah satu dari pedagang obat bius, yang entah bagaimana
dapat menyelinap melewati jaringan polisi. Ia segera meminggirkan mobilnya ke tepi trotoar dan meraih walkie-talkienya.
"masih ada satu di sana!" ia berteriak melalui speaker alat itu.
"Kau dengar" masih ada satu di sana. Jalan ophel, di bagian atas
jalur Kidron. Aku perlu bantuan. Ulang. Perlu bantuan."
Terdengar suara batuk dan gemerisik suara yang menyatakan
permintaannya telah diterima. Ia masukkan alat komunikasi itu ke
~ 153 ~ PAUL SUSSMAN dalam sakunya, meraih pistol dan merangkak keluar dari mobil.
orang Palestina itu, menyadari bahwa ia sudah dibidik, kini sambil
terpincang melintasi jalan dan memasuki jalur setapak yang luas
menuju Lembah Kidron. Ben-Roi berlari kencang, menghindari truk
bermuatan penuh terung sayur yang datang dari satu arah dan sepasang taksi dari arah lain ketika ia juga menyeberangi jalan.
Setahun lalu adrenalin itu pasti akan terpompa cepat di dalam
tubuhnya. Kini, ia sudah kelebihan berat badan dan tubuhnya tak
terbentuk dengan baik. Yang bisa dipikirkannya adalah mengapa ia
harus susah payah melakukan semua ini.
"Ayo!" ia menyemangati dirinya sendiri, paru-parunya mulai
terbakar. "Ayo cepat, gendut!"
Ben-Roi mencapai puncak jalur itu dan melihat buruannya tertatih-tatih di bawah. Ia mengacungkan Jerichonya, tetapi laki-laki
itu kini sudah terlalu jauh untuk dapat dibidik dengan tepat,
sehingga ia mulai lagi berlari, terus ke bawah. Bagian sisi tubuhnya
terasa sakit, napasnya terengah-engah, suara serak yang menyakitkan. orang Palestina ini benar-benar payah dengan lututnya,
kalau saja Ben-Roi lebih segar, maka ia pasti dapat mempersempit
jarak antara keduanya. Dan memang seperti itu, ia berhasil mendekati laki-laki itu tak lama kemudian dan masih ada jarak sekitar
empat puluh meter lagi pada saat mereka mencapai dasar lembah,
tempat jalur mulai mendatar, berlari di sepanjang barisan makam
batu kuno, memotong ke dataran lebih rendah Gunung olives.
Sebaris lampu kilat berwarna biru terlihat di depan, menutup
jalur pelarian buruannya pada arah itu, memaksa laki-laki itu untuk
merangkak pada dinding rendah di samping jalur dan kembali ke
jalan yang sama di dasar lembah. Ia kini di bawah Ben-Roi dan di
sisi kanannya. Lalu, sambil menaiki dinding, sang detektif melompat ke dataran curam berumput untuk menghadangnya. Lakilaki itu membelok ke kiri, menaiki tanjakan berbatu di sepanjang
makan zechariah yang beratap piramid. Ben-Roi mengikuti, kaki
menapaki tanah berpasir, dengan panik tangannya meruntuhkan
bebatuan dan blackberry liar serta tumpukan rumput kasar, terbatuk dan terengah-engah. Ia kini hampir sampai di ujung batas
~ 154 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
ketahanan fisiknya, dan pada separuh jalan menanjak itu mereka
pun menyerah bersama-sama, seperti mobil yang tiba-tiba
kehabisan bahan bakar, membiarkannya kandas, mengawasi dengan tak berdaya ketika orang Palestina ini terus berlari ke atas dan
menghilang. "Sialan," gerutunya. "Sialan, sialan, sialan."
Ia tetap berdiam di tempatnya untuk sesaat, dengan marah
menghirup udara dalam-dalam untuk paru-parunya. Kemudian,
dengan lemah mulai berjalan menanjak lagi, merangkak di puncak
lereng dan ambruk pada tumpukan di kaki pohon akasia. Sebuah
ledakan tawa tiba-tiba terdengar.
"Ya ampun, Ben-Roi sayang, nenekku saja bisa lari lebih cepat
dari itu!" feldman, detektif kurus lawan bicaranya beberapa saat lalu,
sudah berdiri di atasnya didampingi empat polisi berseragam, dua
di antaranya memegang orang Palestina tadi dengan tangan terborgol. Ia mengulurkan tangan, yang langsung ditepis oleh BenRoi.
"Lech zayen et ima shelcha. Sialan kau, feldman."
Ben-Roi berusaha berdiri tegak dan melangkah ke depan
sehingga ia kini tepat di depan si orang Palestina. Laki-laki itu lebih
muda dari dugaannya. mata kirinya mulai bengkak dan menghitam, bibirnya terluka. feldman mengangguk pada polisi yang
memegangnya, yang memperketat pegangannya.
"Teruskan," katanya, sambil berkedip pada Ben-Roi. "Kau tahu
yang ingin kau lakukan. Kami tidak melihat apa pun."
Ben-Roi menatap feldman, kemudian kembali melihat si orang
Palestina. Tuhan, ia senang melakukan ini. menghantam muka si
keparat ini. Perlihatkan padanya apa yang ia pikirkan tentangnya.
Tentang seperti apa dirinya. Ia mendekat setengah langkah,
kepalan tangannya mengencang. Pada saat itu sebuah suara lembut
menggema di telinganya, terdengar begitu dekat meskipun pada
saat bersamaan terasa jauh, ditingkahi bayangan sekilas yang cepat
berlalu, wajah cantik seorang perempuan bermata abu-abu. Itu
~ 155 ~ PAUL SUSSMAN terjadi hanya dalam pecahan detik dan kemudian sirna, bersamaan
dengan suara itu. Ia menatap orang Palestina itu, menarik napas
dalam-dalam, kemudian menyentuhkan tangannya pada menorah
yang tergantung di lehernya, berbalik dan mulai menuruni lereng
itu lagi. Di belakangnya, feldman menggelengkan kepala. "Arieh yang
malang," ia bergumam. "Arieh si bodoh yang malang ini!"
m esir " anTara L uxor
Dan e Dfu KhALIfA mUNCUL DARI BeLAKANG LoRI ITU, meLeWATINYA DAN meNYUSULnya lagi dan kembali ke jalurnya, memencet klakson mobilnya
sembari bermanuver. Jauh di sisi kirinya berdiri bukit kuning di
kejauhan yang bergelombang dan besar seperti barisan istana pasir
yang rapuh; di sisi kanannya, lebih dekat, di balik sebidang tanah
dipenuhi tanaman tebu dan pisang, sungai Nil mengalir berkelokkelok perlahan menuju utara dengan permukaannya yang hitam
dan halus, seperti pita metal yang disemir. Ia menyalakan rokok,
menekan pedal gas dan menyalakan radio. Shaaban Abdul-Rahim
menyanyikan lagu hitnya, "Ana Bakrah Israel?""Aku benci Israel".
Khalifa mendengarkan sebentar, kemudian beralih ke stasiun lain.
Sebuah tanda lalu lintas terlewati yang mengindikasikan bahwa
masih sekitar enam puluh kilometer lagi menuju edfu.
Saat itu satu minggu telah berlalu sejak ditemukannya jasad
Jansen di malqata, dan selama periode itu ia tidak mendapatkan
informasi baru apa pun tentang Piet Jansen yang misterius.
Diakuinya bahwa ia harus menjalankan investigasi itu secara diamdiam tanpa sepengetahuan Chief hasani, datang ke kantor lebih
pagi, bekerja hingga larut malam, membuat beberapa panggilan
telepon penting di saat makan siang, menyesuaikan diri semampunya dengan pekerjaan polisi yang ada. Walaupun tanpa batasan
~ 156 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
seperti ini pun, ia ragu dapat mengungkap lebih banyak lagi tentang subjek kasus ini. Semua tentang kehidupan Jansen, dari keamanan obsesif di vilanya sampai ke kurangnya informasi tentang
masa lalunya, tampak disengaja untuk menjaga kehidupannya
tetap pribadi. Lebih dari privasi. Rahasia. Terkurung dinding. Tidak
dapat diakses. Ia telah mengajukan aplikasi dan telah diberi kewarganegaraan
mesir pada oktober 1945. Itulah paling tidak yang ditemukan
Khalifa dari seorang teman lama di Kementerian Dalam Negeri.
Setelah itu Jansen tinggal di Iskandaria, menjalankan bisnis penjilidan buku yang lumayan sukses dari sebuah rumah di Sharia
Amin fikhry, sebelum pindah ke Luxor pada maret 1972, membeli
vilanya yang pertama dan setelah itu, tujuh bulan kemudian, hotel
(mengubah namanya menjadi menna-Ra dari hotel Good
Welcome yang lebih prosais). Dokumen banknya mengungkapkan
bahwa ia, bila tidak kaya raya, paling tidak berkecukupan secara
finansial. Sementara menurut catatan medisnya ia menderita wasir,
rematik, radang pada jari kaki, dan kejang, juga kanker prostat
yang sudah parah, yang telah didiagnosis sejak Januari 2005.
Kakinya adalah warisan dari kecelakaan mobil pada 1982 yang
telah menghancurkan lutut kanannya.
Ada beberapa serpihan informasi acak"Jansen adalah pengunjung setia perpustakaan egyptological di Chicago house, senang
berkebun, tidak memiliki catatan polisi"hanya itu saja. Kapan ia
pertama kali tiba di mesir, mengapa dan dari mana, dan apa"bila
ada"hubungannya dengan hannah Schlegel, semua tetap hilang
dalam kabut ketidakjelasan. Banyak orang mengenalnya, sepertinya demikian, tetapi ketika didesak, tidak satu pun yang kelihatan
benar-benar mengetahui apa saja tentangnya. hal itu mengesankan seolah ia tidak memiliki masa lalu, seolah tidak ada apa pun di
bawah permukaan. Bahkan pendapat Carla Shaw bahwa ia berasal
dari Belanda telah sampai pada titik buntu. Kedutaan Besar
Belanda memberitahukan bahwa Piet Jansen adalah salah satu
nama paling umum di negerinya dan bahwa tanpa tahun kelahiran
atau lokasi maka tidak mungkin dapat menelusuri asal-usulnya.
~ 157 ~ PAUL SUSSMAN Ada satu petunjuk yang potensial menarik, dan itu berasal dari
tagihan telepon laki-laki yang sudah tewas ini. Jansen tidak pernah
membuat banyak panggilan telepon, dan biasanya adalah panggilan ke menna-Ra. hanya satu nomor lain dalam tagihannya, di
Kairo, terindikasi beberapa kali dihubungi"sembilan kali selama
tiga bulan terakhir. Khalifa telah memeriksanya pada egypt
Telecom, sambil berpikir bahwa mungkin saja itu adalah salah seorang teman yang disebutkan Carla Shaw ketika mereka mewawancarainya minggu lalu. Akhirnya, ini juga terbukti menjadi
fakta yang mengalihkan perhatian, karena nomor itu bukan milik
alamat pribadi melainkan ke telepon umum bayar di distrik Almaadi di kota itu.
Pendeknya, nyaris tidak ada kemajuan berarti. Itulah sebabnya
ia berada di dalam mobil ini sekarang.
KhALIfA memPeRCePAT LAJU moBILNYA, melewati pedesaan kecil dan
bobrok, bukit dan sungai di kiri atau kanan yang kadangkala begitu dekat dengan jalan, dan kadangkala jauh dari jalan seolah
ketakutan akan lalu lintas yang cepat. matahari naik di sisi kirinya,
mengapung di udara seperti telur yang menyembul di air mendidih. Sinarnya yang semakin memanas menyebabkan tanah bumi
yang lembab setelah pencangkulan kembali berkilau dan menguap
bak kue dipanggang. Ia sampai di edfu tiga puluh menit kemudian, menyeberangi
sungai Nil lewat jembatan empat jalur di kota itu dan menelusuri
jalannya melalui jalanan berdebu dan padat merayap sebelum
melanjutkan ke arah selatan, di sisi barat sungai. Setelah enam kilometer, ia menghentikan kendaraannya di sisi kedai tepi jalan untuk
bertanya tentang arah. Dua kilometer dari situ ia berbelok ke kiri
dari jalan utama menuju jalanan berpasir yang menggiring ke arah
kebun bawang merah dan kobak, kadang-kadang terempas ke
lekukan padat pohon falak, sebelum akhirnya tiba di depan sebuah
rumah bercat putih dengan ornamen, berdiri di tepi sungai. Rumah
ehab Ali mahfuz, atasan terdahulu Khalifa, laki-laki yang telah
~ 158 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
memimpin investigasi kasus pembunuhan Schlegel. Ia berhenti dan
mematikan mesin mobil. Datang kemari adalah perjudian besar bagi Khalifa. Walaupun
mahfuz sudah mengundurkan diri dari kesatuan tiga tahun lebih
cepat, ia tetap masih memiliki pengaruh. Bila ia merasa diserang
pada kunjungan ini maka ia akan dengan mudah mengeluarkan
pernyataan yang akan menurunkan Khalifa dengan segera menjadi
polisi penjaga yang ditempatkan di stasiun terkutuk jauh di tengah
Padang Pasir Barat. Itu saja, atau sekaligus didepak keluar dari
kesatuan. Bila Khalifa menginginkan kasus ini secara resmi dibuka
kembali"dan ia telah mencapai titik dalam penyelidikannya tempat ia tidak bisa bekerja lebih jauh lagi dalam keadaan tidak
resmi"maka ini adalah perjudian tempat Khalifa tidak memiliki
pilihan lain kecuali mengambilnya. Chief hasani tampaknya tidak
akan membantunya. Bila ia melewati sosok hasani"katakanlah ke
komisioner wilayah"maka hal ini akan menghalanginya dalam
kekusutan biropetiis yang bisa saja membutuhkan waktu berbulanbulan untuk diselesaikan. mahfuz memiliki kekuasaan untuk membuat banyak hal bergerak segera. Pertanyaannya adalah, akankah ia
siap menggunakan kekuatan itu" Khalifa tidak mengingatnya sebagai
seorang laki-laki yang mau mengakui kesalahan.
Khalifa mengetuk-ngetukkan jari-jari tangannya dengan gugup
pada kemudi, kemudian meraih laporan yang terketik rapi tentang
penemuannya sejauh ini, keluar dari mobil dan menuju pintu
depan lalu memencet bel. Ada jeda beberapa saat. Kemudian terdengar suara langkah kaki mendekat. Pintu terbuka, terlihat seorang perempuan setengah baya berkulit gelap yang berpakaian
jubah hitam dan tarha. Pasti pengurus rumahnya, Khalifa menduga.
"Shabahul Khair," katanya. "Aku datang untuk bertemu inspektur kepala."
"Komandan mahfuz tidak mau menerima siapa pun saat ini,"
kata perempuan itu sambil menekankan kata "komandan",
pangkat terakhir mahfuz saat ia pensiun dari kesatuan.
"Untuk beberapa menit saja. Aku datang jauh dari Luxor. Ini
~ 159 ~ PAUL SUSSMAN penting sekali." "Sudah ada janji sebelumnya?"
Khalifa mengaku bahwa ia belum membuat perjanjian untuk
bertemu. "maka dia tidak akan mau menemui Anda."
Ia baru akan menutup pintu, tetapi Khalifa melangkahkan
kakinya pada rentang sempit yang ada.
"Tolong katakan padanya bahwa Inspektur Yusuf Khalifa ada di
sini," katanya dengan tegas. "Katakan padanya ini penting sekali."
Ia menatapnya dengan marah, kemudian memintanya untuk
tetap berada di situ, dan menghilang ke dalam rumah.
Khalifa bersandar pada kusen pintu dan menyalakan rokoknya,
mengisapnya dalam-dalam. Terlepas dari kebiasaannya untuk selalu berdebat dengan hasani, pada dasarnya ia bukanlah tipe
orang yang konfrontasional, dan situasi seperti ini tidak terjadi
dengan mudah pada dirinya. Ia sedang berpikir tentang saat di universitas dulu ketika dia menentang gurunya di depan semua siswa
di kelas, mengatakan padanya bahwa dia menemukan kenyataan
yang salah, dan rasa takut yang membuat sakit perut yang ia
rasakan saat mengangkat tangan dan berbicara lantang. Perasaan
takut yang sama ia rasakan saat ini"seperti seorang laki-laki
malang yang merambat naik melalui tangga dan takut melakukan
apa pun yang akan membuatnya turun lagi ke bawah, ke tempat
asalnya. Ia kembali mengisap rokoknya, berbalik dan menatap jauh ke
lapangan yang tadi dilewati, mengamatinya dari jauh, sesosok
setengah telanjang di sana dengan touria, tubuhnya muncul dan
tenggelam dengan kepersisan ritmis dan perlahan mainan anakanak.
"Apa yang kulakukan?" ia berpikir sendiri. "Apa sih yang sedang
aku kerjakan?" Perempuan itu kembali beberapa menit kemudian. Ia setengah
berharap bahwa perempuan itu akan mengatakan mahfuz tidak
berkenan menemuinya. Dan memang ya, perempuan itu meminta~ 160 ~
THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
nya untuk mematikan rokok dan melemparkan pandangan padanya seolah mengatakan "ini bertentangan dengan penilaian terbaikku", mengantarkannya ke ruang dalam yang sejuk.
"Komandan sedang tidak sehat," jelasnya singkat saat mereka
melewati beberapa kamar menuju bagian belakang gedung. "Ia
baru keluar dari rumah sakit dua minggu yang lalu. Dokter mengatakan dia tidak boleh diganggu."
Ia sampai pada ruang tunggu yang besar dan berpenerangan
matahari, dengan lantai keramik dan tempat lilin berhias yang tergantung di langit-langit. Di sisi yang agak jauh ada serangkaian
The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pintu kaca menuju kebun penuh bunga.
"Dia di sana," katanya. "Aku akan menyediakan teh. Jangan
merokok ya." Ia menatap lama Khalifa untuk memastikan bahwa laki-laki itu
menerima pesannya, kemudian berbalik dan menghilang.
Untuk sesaat Khalifa berdiri menatap sebuah foto besar mahfuz
dalam bingkai yang sedang bersalaman dengan Presiden mubarak,
kemudian melangkah mendekati pintu yang mengarah ke taman.
Di depannya, di area berumput yang terawat rapi dan dibatasi
rumpun mawar merah jambu dan kuning, sebuah pelataran kayu
berukuran kecil menjorok ke sungai. Di atasnya, membelakangi
dirinya, terpasang payung pelindung matahari dengan garis-garis
putih dan hijau. Ia berkomat-kamit berdoa dan mulai melangkah
di areal rumput, mencapai pelataran kayu dan merunduk di bawah
payung. "Aku baru saja bertanya-tanya kapan kau akan datang," kata
sebuah suara parau dan serak. "Aku begitu mengharapkan kehadiranmu selama lebih seminggu ini."
mahfuz sedang berbaring pada bantal-bantal, satu tangannya
bersandar pada tatakan lengan, yang lain memegang masker oksigen plastik yang darinya sebuah pipa seperti usus yang cukup tebal
menyambung pada silinder metal di bawah tubuhnya. Khalifa
begitu terkejut dengan perubahan yang ada pada penampilannya.
Terakhir kali ia melihat komandan ini, lebih dari lima tahun lalu,
~ 161 ~ PAUL SUSSMAN dia masih begitu gagah, berbahu lebar, berotot dan kuat secara
fisik, seperti pegulat berbobot berat (Banteng edfu, ia biasa
dipanggil). Kini ia hampir sulit dikenali, tubuhnya layu dan susut
menjadi sesuatu yang mengingatkan pada segaris kulit yang sudah
terpakai, dengan wajah seperti tengkorak dan anggota tubuh yang
tak berdaging. hampir semua rambut dan giginya rontok, dan
matanya yang cokelat, yang diingat Khalifa sebagai mata yang
bersinar dan galak, telah memudar menjadi warna air yang stagnan. Di balik djellaba putihnya terlihat kantung air seni yang
menggelembung. "Tidak banyak dariku yang masih tersisa." Ia tertahan, memahami ekspresi yang ada pada wajah Khalifa. "Kandung kemih, usus
besar, satu paru-paru, semua sudah hilang. Aku merasa seperti
koper kosong." Ia mulai batuk dan, dengan mengangkat masker oksigen pada
wajahnya, menekan tombol yang ada di depannya dan mulai
mengisap. "maafkan aku," gumam Khalifa perlahan. "Aku tidak tahu."
mahfuz mengangkat bahu dengan lemah, menarik oksigen,
sambil menatap rakit kusut ward-i-Nil perlahan melaju di sungai.
hampir satu menit lamanya sebelum napasnya stabil, ia dapat
menurunkan maskernya lagi, mengangguk pada Khalifa agar
duduk di kursi di sebelahnya.
"Aku hampir sebulan," katanya parau. "Dua bulan di luar.
Dengan morfin hampir teratasi."
Khalifa tidak tahu apa yang harus dikatakan.
"maafkan aku," ia mengulang.
mAhfUDz TeRSeNYUm tanpa rasa humor.
"hukuman," ia mendesis. "Apa yang sudah pergi, bisa datang
kembali. Kesempatan selalu akan ada bila bersabar."
Sebelum Khalifa dapat bertanya apa yang ia maksudkan, pengurus rumah yang tadi datang membawa nampan berisi dua cangkir
teh. Ia meletakkan kedua cangkir di meja kayu yang rendah,
~ 162 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
menaikkan bantal majikannya dan, dengan tatapan masam pada
Khalifa, melangkah pergi lagi.
"Umm muhammad," kata mahfudz. "Perempuan menyebalkan, eh" Jangan masukkan dalam hati. Ia bersikap begitu pada setiap orang."
Ia memiringkan badan ke satu sisi dan mengulurkan tangannya
yang gemetar ke cangkir teh. Ia tidak dapat meraih cangkir itu, dan
Khalifa membantu mengambilkan cangkir itu dan memberikan
padanya. "Nyonya mahfuz?" tanyanya, mencoba membuka percakapan.
"Sudah wafat. Tahun lalu."
Khalifa malu. Ia sama sekali tidak memperkirakan hal ini.
mahfuz menyeruput tehnya, mengamati Khalifa melalui garis atas
cangkir. "Kau berpikir, seharusnya kau tidak usah datang ke sini, "kan?"
bisiknya, sembari mencoba membaca pikiran detektif ini. "Bahwa
sudah cukup penderitaan orang tua ini. mengapa menambah lagi
masalahnya?" Khalifa mengangkat bahu, menatap lantai bawah pelataran
kayu, pada air berlumpur yang mengalir di bawahnya.
"Anda tadi bilang Anda mengharapkan kedatanganku," ia berkata pelan setelah diam beberapa saat.
mahfuz mengangkat bahu. "hasani menelepon. menceritakan padaku apa yang sedang
terjadi. Bahwa kau kini mengendus kasus Schlegel. Kalau kau
adalah Khalifa yang kuingat, aku tahu bahwa pada akhirnya kau
akan datang." Ia tersenyum pada dirinya sendiri, ekspresinya terasa lebih
kepada sakit daripada gembira, dan terbatuk-batuk, gelas di
tangannya bergoyang, tetesan air teh muncrat mengenai djellabanya. Ia memberi tanda pada Khalifa untuk mengambil gelas di tangannya, mengangkat kembali maskernya, dan menghirup panjang
oksigen. Detektif itu mengalihkan pandangan ke seberang sungai.
Pemandangan yang megah"air yang biru-gelap, rumpun alang~ 163 ~
PAUL SUSSMAN alang yang berbisik, felluca mengalir mendekati pantai seberang,
layarnya yang bergelombang menantang langit seperti pipi yang
menempel di bantal. mahfuz memerhatikan arah pandangannya
dan menggeser maskernya ke samping.
"Satu hiburan untukku," katanya dengan suara parau. "Paling
tidak aku akan mati dengan pemandangan yang indah."
Ia memindahkan masker, kembali menelungkupkannya, menghirup oksigen seperti seekor ikan yang terdampar di tepi berlumpur.
Khalifa menyeruput tehnya dan mengambil rokoknya, dan kemudian teringat apa yang dikatakan pengurus rumah agar tidak merokok.
maka ia hanya meletakkan tangannya pada pangkuannya. Kembali
ke taman, seekor burung pemakan lebah sedang berputar-putar
pada rumpun mawar, melihat ke bunga-bunga di bawahnya.
Akhirnya, mahfuz cukup merasa pulih untuk menggeser kembali maskernya. Khalifa mendoyongkan badannya ke depan dan
memberikan laporan terketik itu kepadanya.
"Aku pikir Anda perlu melihat laporan ini, Pak."
mahfuz menerima laporan itu dan, sambil mengernyit saat ia
menyesuaikan posisinya, ia membaca perlahan semua laporan,
membalikkan halaman dengan tangannya yang gemetar. Begitu
sampai pada bagian akhir, ia membiarkannya dan menyandarkan
kepalanya yang lemah kembali ke bantal.
"Aku selalu mencurigai."
Suaranya begitu pelan sehingga Khalifa merasa keliru mendengarnya.
"Ya, Pak?" "Jansenlah yang membunuh perempuan tua itu. Aku selalu
curiga." Khalifa duduk menatapnya, terkejut.
"Bukan sesuatu yang kau harapkan, eh?" Kata mahfuz dengan
suara tertahan. Ia menggerakkan kepalanya perlahan, melemparkan pandangan pada tepi sungai yang jauh tempat sekumpulan kerbau air telah
menenggelamkan diri di dalam air untuk minum, kaki belakangnya
~ 164 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
yang bertulang berayun seperti pendulum dari sisi yang satu ke sisi
lainnya. Khalifa menyentuh dan mengosok-gosok pelipisnya, mencoba mengumpulkan pikirannya. Ia merasa seperti ada gelombang
besar menyapu dirinya, membuatnya tersedak dan kehilangan orientasi.
"Anda tahu?" ia mencoba bergumam.
"Tidak secara pasti," kata mahfuz. "Tetapi bukti secara pasti
menuju ke arah itu. Topi, tongkat jalan, rumah di dekat Karnak.
Bagian telapak kakinya sungguh menarik. Aku tidak tahu tentang
hal itu." Gelembung kecil air liur terbentuk pada sudut bibirnya dan ia
menyekanya dengan ujung lengan djellaba-nya.
"Aku kenal dia, kau tau itu. Jansen. Tidak kenal baik, tetapi
cukuplah. Kami berdua senang bertaman, menjadi anggota
horticultural Society. Biasa menghadiri pertemuan yang sama.
Laki-laki yang sangat tidak menyenangkan. Dingin. meskipun
cocok dengan bunga mawar." Ia tetap mencoba menyeka gelembung kecil itu. "Ketika aku melihat tanda pada tubuh Schlegel,
mendengar cerita penjaga tentang burung atau apa pun itu, maka
tampaknya ini adalah kebetulan yang aneh. Khususnya dengan
sikap Jansen terhadap warga Yahudi, dan tempat tinggalnya yang
begitu dekat dengan tempat kejadian perkara pembunuhan. Diakui
bahwa itu bergantung keadaan, tetapi bila kita mengikutinya, aku
yakin kita pasti akan dapat menangkapnya."
Ia merendahkan tangannya lagi, bernapas berat. Terdengar
suara kecipak air cukup keras ketika sepasang angsa turun ke sungai,
kakinya berkecipak di depan mereka dengan sayap yang terentang.
Khalifa melihat tangan laki-laki itu gemetar.
"Tapi mengapa?" ia bertanya, dengan suara parau, bingung.
"Bila Anda berpikir bahwa Jansen bersalah, mengapa mendakwa
Jamal?" mahfuz melemparkan pandangan pada angsa.
"Karena aku diperintahkan untuk itu." Setelah sesaat jeda, ia
menambahkan, "oleh al-hakim."
~ 165 ~ PAUL SUSSMAN SeKALI LAGI KhALIfA merasa seperti terhantam gelombang besar,
bergulung-gulung. Segala sesuatu di sekitarnya seolah di luar
kendali, semua poin referensinya terhapus. Sampai pada kematiannya tahun lalu, faruk al-hakim adalah kepala Jihaz Amn alDaulah, jasa keamanan negara mesir.
Tanah Kutukan 1 Pendekar Naga Geni 3 Badai Di Selat Karimata Patung Dewi Ratih 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama