Ceritasilat Novel Online

House Of Dreams 1

Annes House Of Dreams Buku 5 Karya Lucy Maud Montgomery Bagian 1


Tentang Penulis 1. Di Loteng Green Gables
2. Rumah Impian 3. Tanah Impian di Antara Orang-Orang Tercinta
4. Pengantin Pertama Green Gables
5. Tiba di Rumah 6. Kapten Jim 7. Mempelai sang Kepala Sekolah
8. Miss Cornelia Bryant Datang untuk Menyambut
9. Suatu Malam di Four Winds Point
10. Leslie Moore 11. Kisah tentang Leslie Moore
12. Leslie Berkunjung 13. Malam Mencekam 14. Hari-Hari Bulan November
15. Natal di Four Winds 16. Malam Tahun Baru di Mercusuar
17. Musim Dingin di Four Winds
18. Hari-Hari Musim Semi 19. Fajar dan Senja 20. Margaret yang Hilang 21. Penghalang yang Runtuh
22. Rencana Miss Cornelia
23. Owen Ford Datang 24. Buku-Kehidupan Kapten Jim
25. Penulisan Buku 26. Pengakuan Owen Ford 27. Di Pantai Berpasir 28. Hal-Hal Ganjil dan Bagaimana Semua Berakhir
29. Gilbert & Anne Berselisih Paham
30. Leslie Memutuskan 31. Kebenaran yang Membebaskan
32. Miss Cornelia Mendiskusikan Sesuatu
33. Leslie Kembali 34. Kapal Impian Tiba di Pelabuhan
35. Politik di Four Winds
36. Keindahan yang Akan Terwujud
37. Pengumuman Mengejutkan Miss Cornelia
38. Mawar-Mawar Merah 39. Kapten Jim Menyeberangi Pantai
40. Perpisahan dengan Rumah Impian
1 DI LOTENG GREEN GABLES Terima kasih banyak, aku sudah muak dengan geometri, baik belajar
maupun mengajarnya," ujar Anne Shirley, sedikit segan, membanting
sebuah buku Euclid yang lembar-lembarnya sudah lepas ke sebuah peti
besar berisi buku-buku. Dia lalu membanting tutup peti dengan penuh
kemenangan dan duduk di atasnya, menatap Diana Wright di loteng Green
Gables, dengan mata kelabu mirip langit pagi hari.
Loteng itu remang-remang, akrab, dan menyenangkan, seperti semua
loteng di tempat lain. Melalui jendela terbuka, tempat Anne duduk, udara
sore bulan Agustus yang segar, harum, dan hangat karena sinar matahari
berembus ke dalam; di luar, dahan-dahan pohon poplar berkeresak dan
berayun-ayun diterpa angin; dan jauh di baliknya, ada hutan, dengan
Kanopi Kekasih yang berkelok-kelok, serta kebun apel tua dengan banyak
buah kemerahan yang masih harus dipanen. Dan, di balik semua itu, ada
arak-arakan awan seputih salju di langit selatan yang biru. Melalui jendela
lain, terlihat laut biru di kejauhan yang berbuih putih"Teluk St. Lawrence
nan indah, yang di atasnya mengapung Pulau Abegweit. Nama Indian yang
manis itu terlupakan digantikan nama yang lebih praktis di Pulau Prince
Edward. Diana Wright, tiga tahun lebih tua daripada terakhir kita melihatnya,
telah tumbuh dengan molek seiring waktu. Namun, matanya tetap hitam
dan cemerlang, pipinya masih merona, dan lesung pipinya begitu
memesona, sama seperti hari-hari masa lalu, saat dia dan Anne Shirley
berikrar tentang persahabatan abadi di taman Orchard Slope. Di
lengannya, dia memeluk sesosok makhluk mungil berambut hitam ikal
yang sedang tertidur, yang selama dua tahun nan bahagia telah dikenal
oleh dunia Avonlea sebagai "Anne Cordelia Mungil". Para penduduk
Avonlea tahu mengapa Diana menamainya Anne, tentu saja, tetapi mereka
kebingungan dari mana nama Cordelia berasal. Tidak pernah ada seorang
pun yang bernama Cordelia di antara kerabat Keluarga Wright atau Barry.
Mrs. Harmon Andrews berkata, Diana pasti menemukan nama itu di
sebuah novel murahan, dan bertanya-tanya mengapa Fred mengizinkan
saja pemakaian nama itu. Namun, Diana dan Anne hanya saling
tersenyum. Mereka tahu dari mana Anne Cordelia Mungil mendapatkan
namanya. "Kau selalu membenci geometri," kata Diana tersenyum maklum.
"Tapi, aku sebenarnya berpikir kau benar-benar senang karena telah
berhenti mengajar." "Oh, aku selalu menyukai mengajar, kecuali mengajar geometri. Tiga
tahun terakhir di Summerside benar-benar menyenangkan sekali. Mrs.
Harmon Andrews memberitahuku saat aku pulang, jika aku tidak akan
lebih menyukai kehidupan pernikahan daripada pekerjaan mengajarku.
Rupanya Mrs. Harmon setuju dengan pendapat Hamlet bahwa lebih baik
menanggung penderitaan saat ini daripada mencoba halhal lain yang
belum kita ketahui."
Tawa Anne, yang begitu gembira dan lepas seperti tawanya di masa
lalu, tetapi dengan sedikit nuansa manis dan kedewasaan, terdengar di
loteng. Marilla yang berada di dapur di bawah, mengawetkan manisan
plum biru, mendengarnya dan tersenyum; kemudian mendesah karena
berpikir betapa jarangnya tawa menyenangkan itu akan bergema di Green
Gables di tahun-tahun mendatang. Tidak ada yang lebih membahagiakan
dalam kehidupan Marilla selain saat mengetahui bahwa Anne akan
menikah dengan Gilbert Blythe; tetapi semua kebahagiaan pasti membawa
sedikit bayangan kesedihan. Selama tiga tahun di Summerside, Anne
sering pulang saat liburan dan akhir pekan. Namun, setelah ini, kunjungan
teratur sesering itu pasti tidak bisa diharapkan lagi.
"Jangan biarkan kata-kata Mrs. Harmon membuatmu khawatir," kata
Diana, dengan keyakinan tenang seseorang yang telah menjadi ibu rumah
tangga selama empat tahun. "Kehidupan pernikahan ada pahit dan
manisnya, tentu saja. Kau tidak bisa berharap segalanya akan selalu
berjalan lancar. Tapi, aku bisa menjamin, Anne, pernikahan adalah suatu
kehidupan yang bahagia, jika kau menikah dengan pria yang tepat."
Anne menyembunyikan senyumnya. Sikap Diana sebagai seseorang
yang telah memiliki banyak pengalaman selalu sedikit membuatnya geli.
"Mungkin aku pun akan seperti itu, jika telah menikah empat tahun,"
dia berpikir. "Tapi, pasti rasa humorku akan mencegahku bersikap sok
tahu." "Apakah sudah dipastikan di mana kalian akan tinggal?" tanya Diana,
memeluk Anne Cordelia Mungil dengan sikap keibuan yang selalu
merasuk ke dalam hati Anne, memenuhinya dengan impian dan harapan
manis tak terungkapkan, suatu getaran yang sebagian merupakan
kesenangan murni dan sebagian lagi kepedihan yang ganjil dan misterius.
"Ya. Itulah yang ingin kukatakan kepadamu saat aku meneleponmu
agar datang hari ini. Omong-omong, aku belum bisa menerima
sepenuhnya bahwa saat ini kita benar-benar memiliki telepon di Avonlea.
Kedengarannya terlalu canggih dan modern untuk tempat tua yang santai
dan nyaman ini." "Kita berterima kasih kepada Kelompok Pengembangan Desa untuk
itu," kata Diana. "Kita pasti tidak akan pernah mendapatkan kabel telepon
jika mereka tidak mengusulkan dan memperjuangkannya. Tanggapan
orang-orang pada mereka sangatlah pesimistis. Tapi, mereka tidak goyah.
Kau melakukan hal yang hebat untuk Avonlea saat mendirikan kelompok
itu, Anne. Betapa senangnya kita saat menghadiri pertemuan! Apakah kau
bisa lupa aula biru dan rencana Judson Parker untuk mengecat pagarnya
dengan iklan-iklan obat?"
"Aku tidak tahu apa aku benar-benar berterima kasih kepada Kelompok
Pengembang tentang masalah telepon itu," kata Anne. "Oh, aku tahu
benda itu sangat berguna jauh lebih berguna daripada cara lama kita untuk
memberi isyarat dengan cahaya lilin! Dan, seperti yang Mrs. Rachel
katakan, "Avonlea harus terus bergerak maju, begitulah." Tapi, entah
bagaimana aku merasa seperti tidak ingin Avonlea dimanjakan oleh seperti
istilah Mr. Harrison, jika dia ingin melucu "sumber masalah modern".
Sepertinya aku ingin tempat ini selalu tetap seperti masa lalu. Tapi itu
konyol sentimental dan mustahil. Jadi, aku harus segera berubah menjadi
orang yang bijaksana, praktis, dan berakal sehat. Telepon itu, seperti
pengakuan Mr. Harrison, adalah "suatu benda bagus yang cacat bahkan
jika kita tahu, ada setengah lusin orang ikut menguping pembicaraanmu."
"Itu yang terburuk," desah Diana. "Sungguh menyebalkan jika
mendengar alat penerima telepon ditutup kapan pun kita menelepon
seseorang. Orang-orang bilang, Mrs. Harmon Andrews bersikeras agar
telepon mereka disimpan di dapur sehingga dia bisa mendengar kapan pun
telepon itu berdering dan mengawasi masakan untuk makan siangnya pada
waktu bersamaan. Hari ini, saat kau meneleponku, samar-samar aku
mendengar jam aneh di rumah Keluarga Pye berdetik. Jadi, tidak
diragukan lagi, Josie atau Gertie mendengarkan omongan kita."
"Oh, jadi itulah alasan kau mengatakan, "Kau memiliki jam baru di
Green Gables, ya?" Aku tidak bisa membayangkan apa maksudmu. Lalu
aku mendengar suara klik keras segera setelah kau mengatakannya.
Mungkin itu gagang telepon di rumah Keluarga Pye yang dibanting sekuat
tenaga. Yah, tak usah pedulikan keluarga itu. Seperti yang Mrs. Rachel
katakan, "Keluarga Pye memang begitu dan akan selalu begitu hingga
akhir dunia, amin." Aku ingin membicarakan hal-hal yang lebih
menyenangkan. Rumah baruku sudah ditentukan."
"Oh, Anne, di mana" Aku benar-benar berharap rumah itu di dekat
sini." "Tidaaak, itu masalahnya. Gilbert akan menetap di Four Winds Harbor
sembilan puluh kilometer dari sini."
"Sembilan puluh! Rasanya sama jauhnya dengan sembilan ratus kilo,"
desah Diana. "Sekarang, aku tak bisa pergi lebih jauh dari Charlottetown."
"Kau harus berkunjung ke Four Winds. Itu adalah pelabuhan alam yang
paling indah di pulau ini. Ada sebuah desa kecil yang bernama Glen St.
Mary di ujung pelabuhan alamnya, dan Dr. David Blythe telah berpraktik
di sana selama lima puluh tahun. Dia adalah paman ayah Gilbert, kau tahu.
Dia akan pensiun, dan Gilbert akan menggantikannya berpraktik. Dr.
Blythe akan terus menetap di rumahnya, tapi, jadi kami harus mencari
tempat tinggal bagi kami sendiri. Aku belum tahu seperti apa rumah itu,
atau di mana tempatnya, tapi aku memiliki sebuah rumah impian kecil
yang semuanya sudah tersusun rapi dalam imajinasiku sebuah kastel
mungil yang cantik di Spanyol."
"Ke mana kau akan pergi untuk bulan madu?" tanya Diana.
"Tidak ke mana-mana. Jangan tampak ketakutan seperti itu, Diana
tersayang. Kau mirip Mrs. Harmon Andrews. Dia, tidak diragukan lagi,
akan berkata dengan meremehkan, orang-orang yang tidak mampu "bulan
madu" sebaiknya tidak usah menikah dan kemudian dia akan
mengingatkan aku jika Jane pergi ke Eropa untuk berbulan madu. Aku
ingin menghabiskan bulan maduku di Four Winds, di rumah impianku
tersayang." "Dan kau memutuskan untuk tidak mencari pendamping pengantin?"
"Tidak ada lagi yang bisa. Kau dan Phil, serta Priscilla dan Jane telah
mendahuluiku menikah; dan Stella sedang mengajar di Vancouver. Aku
tidak memiliki lagi "belahan jiwa" lain dan aku tidak ingin mendapatkan
pendamping pengantin yang bukan "belahan jiwa" bagiku."
"Tapi kau akan mengenakan cadar, bukan?" tanya Diana penasaran.
"Ya, memang. Aku pasti tidak akan merasa seperti seorang pengantin
jika tidak memakainya. Aku ingat pernah berkata kepada Matthew, pada
malam saat dia membawaku ke Green Gables, jika aku tidak pernah
berharap menjadi seorang pengantin karena aku sangat sederhana sehingga
tidak ada yang akan pernah mau menikahiku kecuali seorang misionaris di
luar negeri. Saat itu aku berpikir jika misionaris di luar negeri tidak akan
memerhatikan masalah penampilan, jika mereka ingin seorang gadis yang
rela membahayakan hidupnya di antara kaum kanibal. Kau seharusnya
melihat misionaris yang dinikahi Priscilla. Dia setampan dan setenang
pria-pria yang pernah ingin kita nikahi, Diana, dia adalah pria berpakaian
terbaik yang pernah kutemui, dan dia memuja "kecantikan Priscilla yang
keemasan dan misterius". Tapi, tentu saja di Jepang tidak ada kanibal."
"Tapi, gaun pernikahanmu memang indah sekali," Diana mendesah
antusias. "Kau akan tampak seperti seorang ratu sempurna saat
mengenakannya kau begitu tinggi dan langsing. Bagaimana kau Bisa tetap
seramping ini, Anne" Aku jadi gemuk sekarang tak lama, aku pasti tidak
akan memiliki pinggang sama sekali."
"Montok dan langsing tampaknya adalah masalah takdir," kata Anne.
"Dan lagi, Mrs. Harmon Andrews tidak akan mengatakan sesuatu
kepadamu seperti yang dia katakan kepadaku saat aku pulang dari
Summerside, "Nah, Anne, kau sama kurusnya seperti sebelumnya".
Menjadi "langsing" kedengaran cukup romantis, tapi "kurus" memiliki
suatu kesan yang sangat berbeda."
"Mrs. Harmon telah membicarakan gaun pengantinmu. Dia mengakui
jika gaun pengantinmu seindah milik Jane, meskipun dia mengatakan jika
Jane menikahi seorang jutawan sementara kau hanya menikahi seorang
"dokter muda miskin yang namanya tidak menjual satu sen pun"."
Anne tertawa. "Gaun-gaunku memang indah. Aku senang benda-benda
bagus. Aku ingat gaun indah pertama yang pernah kumiliki gaun berbahan
kain gloria cokelat yang Matthew berikan kepadaku saat konser sekolah
kita. Sebelumnya, semua benda yang kumiliki sangat buruk. Sepertinya
bagiku, malam itu aku melangkah ke sebuah dunia baru."
17 "Itu adalah malam saat Gilbert mendeklamasikan "Bingen di tepi
Sungai Rhine" dan menatapmu saat dia mengatakan, "Ada yang lain,
Bukan seorang saudara perempuan." Dan kau sangat marah karena dia
memasukkan kelopak mawar merah mudamu ke saku di dadanya! Kau saat
itu pasti tidak membayangkan jika kau akan menikah dengannya."
"Oh, yah, itu adalah suatu contoh lain takdir," Anne tertawa, saat
mereka menuruni tangga loteng.
2 RUMAH IMPIAN Sepanjang sejarahnya, baru kali ini suasana Green Gables sangat
bergairah. Bahkan Marilla pun begitu bergairah, sehingga dia tidak bisa
menahan diri untuk tidak menunjukkannya benar-benar sesuatu yang
fenomenal. "Belum pernah ada pernikahan di rumah ini," katanya, setengah
meminta maaf, kepada Mrs. Rachel Lynde. "Saat masih kecil, aku
mendengar seorang pendeta tua berkata jika sebuah rumah bukanlah
sebuah rumah sejati jika belum mengalami peristiwa kelahiran,
pernikahan, dan kematian. Kami sudah mengalami kematian di sini ayah
dan ibuku meninggal di sini, sama seperti Matthew; dan bahkan kami
pernah mengalami suatu peristiwa kelahiran di sini. Dulu sekali, tepat
setelah kami pindah ke rumah ini, kami memiliki seorang pekerja pria
sebentar, dan istrinya melahirkan bayi di sini. Tapi, belum pernah ada
pernikahan. "Aneh rasanya memikirkan Anne akan menikah. Entah bagaimana,
bagiku dia sepertinya masih gadis kecil yang dibawa pulang Matthew
empat belas tahun lalu. Aku tidak menyadari jika dia sudah dewasa. Aku
tidak akan pernah lupa apa yang kurasakan saat melihat Matthew
membawa seorang Anak Perempuan. Aku bertanya-tanya, apa yang terjadi
dengan anak lelaki yang akan kami dapatkan jika saja tidak ada kesalahan.
Aku ingin tahu seperti apa jalan hidupnya."


Annes House Of Dreams Buku 5 Karya Lucy Maud Montgomery di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yah, itu adalah kesalahan yang menguntungkan," kata Mrs. Rachel
Lynde, "meskipun, maaf saja, ada saat ketika aku tidak berpikir begitu
pada malam ketika aku datang untuk melihat Anne dan dia
memperlakukan kita dengan buruk. Banyak hal yang telah berubah sejak
saat itu, begitulah." Mrs. Rachel mendesah, kemudian sibuk kembali. Saat
pernikahan akan dilangsungkan, Mrs. Rachel selalu siap untuk
membiarkan yang lalu biar berlalu.
"Aku akan memberi Anne dua seprai tenun katunku," dia melanjutkan.
"Satu yang bergaris-garis, dan satu lagi dengan motif daun apel. Dia
berkata kepadaku, dua motif itu akan kembali tren lagi. Yah, tren atau
bukan tren, aku yakin tidak ada yang lebih indah untuk kamar tidur tamu
selain seprai bermotif daun apel yang indah, begitulah. Aku harus
mencucinya bersih-bersih. Aku telah memasukkan seprai-seprai itu ke
dalam kantung-kantung katun sejak Thomas meninggal, dan tidak
diragukan lagi, warnanya jadi kusam. Tapi, masih ada waktu satu bulan,
dan pencucian pemutih pasti bisa membuat keajaiban."
Hanya satu bulan lagi! Marilla mendesah, kemudian berkata bangga,
"Aku akan memberi Anne setengah lusin permadani anyam yang kumiliki
di loteng. Aku tidak pernah berpikir jika dia menginginkannya permadanipermadani itu begitu ketinggalan zaman, dan tidak ada orang yang
tampaknya menginginkan permadani selain karpet bundar saat ini. Tapi,
dia meminta permadani-permadani itu kepadaku katanya, dia lebih
memilih memilikinya daripada penutup mana pun untuk lantai rumahnya.
Permadani-permadani itu memang cantik. Aku membuatnya dari kain
perca yang paling indah, kemudian menganyamnya bergaris-garis. Benarbenar kegiatan yang menyibukkan selama beberapa musim dingin terakhir.
"Dan aku akan membuatkannya cukup banyak cadangan manisan plum
biru untuk disimpan di lemari penyimpanan selainya selama setahun.
Rasanya sungguh aneh. Pohon-pohon plum biru itu bahkan tidak berbunga
selama tiga tahun, dan kupikir pohon-pohon itu harus ditebang. Dan
musim semi lalu, bunga-bunga putihnya tumbuh, dan begitu banyak buah
plumnya. Tak pernah ada panenan sebanyak itu yang kuingat di Green
Gables." "Yah, syukurlah jika Anne dan Gilbert benar-benar akan menikah
akhirnya. Itulah yang selalu kudoakan," kata Mrs. Rachel, dengan nada
suara seseorang yang benar-benar yakin jika doa-doanya hampir selalu
terkabul. "Sungguh lega ketika mengetahui bahwa dia tidak benar-benar
bermaksud menerima lelaki Kingsport itu. Dia kaya, memang, dan Gilbert
miskin setidaknya, untuk memulai rumah tangga saat ini; tapi Gilbert
adalah pemuda asli Pulau."
"Dia adalah Gilbert Blythe," kata Marilla dengan penuh kepuasan.
Marilla lebih baik mati daripada mengungkapkan pikiran yang selalu
tersembunyi dalam benaknya setiap dia mengamati Gilbert, sejak pemuda
itu masih kecil pikiran bahwa, jika bukan karena harga dirinya yang terlalu
tinggi dulu, dulu sekali, Gilbert mungkin saja adalah putranya. Marilla
merasa, dengan cara yang aneh, pernikahan Gilbert dengan Anne akan
membetulkan kesalahan lama itu. Kebahagiaan telah muncul dari
kepedihan masa lalu yang terdalam.
Bagi Anne sendiri, dia merasa sangat bahagia sehingga merasa nyaris
ketakutan. Dewa-dewi, menurut takhayul, tidak suka melihat makhlukmakhluk terlalu gembira. Dan memang,setidaknya, beberapa manusia
tidak suka melihatnya. Dua manusia yang seperti itu mengunjungi Anne
pada suatu senja bersemburat lembayung dan memecahkan gelembunggelembung kepuasan Anne yang berwarna pelangi. Jika Anne berpikir dia
mendapatkan anugerah besar dengan menikahi Dr. Blythe muda, atau jika
dia membayangkan bahwa Gilbert masih sangat tertarik kepadanya seperti
masa kecil dulu, dua orang ini menganggap mereka memiliki tugas untuk
membuka mata Anne. Namun, dua perempuan terhormat ini bukanlah
musuh Anne. Sebaliknya, mereka menyukai Anne, dan mereka akan
membela Anne seperti membela anak mereka sendiri, jika ada orang lain
yang menyerangnya. Ternyata, manusia memang tidak bisa konsisten.
Mrs. Inglis yang dulu bernama Jane Andrews datang bersama ibunya
dan Mrs. Jasper Bell. Jane tetaplah Jane yang dulu, kebaikannya tidak
tercemar oleh pertikaian dalam pernikahan. Komentar-komentarnya masih
menyenangkan. Meskipun seperti yang dikatakan oleh Mrs. Rachel Lynde
dia menikah dengan seorang jutawan, pernikahannya bahagia. Kekayaan
tidak membuatnya menjadi manja. Dia masih Jane yang tenang,
menyenangkan, dan berpipi merah merona, seperti salah seorang dari
empat sekawan yang sejak dulu bersahabat. Dia bersimpati dengan
kebahagiaan teman lamanya dan juga sangat tertarik terhadap semua detail
kecil persiapan pernikahan Anne. Semua sama menyenangkannya dengan
perikahannya sendiri, yang berbalut sutra dan bertabur permata. Jane tidak
terlalu cemerlang, dan mungkin tidak akan pernah mengungkapkan katakata yang layak didengar seumur hidupnya, tetapi dia tidak pernah
mengatakan sesuatu yang akan menyakiti perasaan orang lain mungkin
bukan hal yang istimewa, tetapi juga suatu bakat yang langka dan
membuat iri. "Jadi, Gilbert sama sekali tidak berubah pikiran untuk menikahimu,"
kata Mrs. Harmon Andrews, sok terkejut. "Yah, para anggota Keluarga
Blythe pada umumnya selalu menepati kata-kata mereka jika sudah
mengungkapkannya, tak peduli apa pun yang terjadi. Coba kulihat kau
sudah dua puluh lima tahun, bukan, Anne" Saat aku muda, seorang gadis
berumur dua puluh lima tahun sudah termasuk tua. Tapi, kau tampak
cukup muda. Orang-orang berambut merah selalu begitu."
"Rambut merah memang sangat digemari sekarang," kata Anne,
berusaha tersenyum, meski agak dingin. Kehidupan telah mengembangkan
rasa humor dalam dirinya, yang membantunya mengatasi banyak
kesulitan. Namun, tidak ada yang bisa mencegahnya merasa tersinggung
jika ada yang mengungkit-ungkit warna rambutnya.
"Memang-memang," Mrs. Harmon mengakui. "Tidak perlu diragukan
lagi, memang ada orang-orang yang menyukai gaya aneh. Nah, Anne,
barang-barangmu sangat indah, dan sangat cocok dengan posisimu di
dalam kehidupan, bukankah begitu, Jane" Kuharap kau akan sangat
bahagia. Kau akan mendapatkan doa penuh harapan dariku, aku yakin.
Pertunangan lama tidak selalu berhasil. Tapi, tentu saja, dalam kasusmu,
memang tak ada cara lain."
"Gilbert tampak sangat muda untuk jadi seorang dokter. Aku khawatir
orang-orang tidak memiliki cukup kepercayaan pada dirinya," kata Mrs.
Jasper Bell muram. Kemudian, dia menutup mulut rapat-rapat, bagaikan
merasa telah mengungkapkan apa yang menurutnya harus dia katakan,
sehingga nuraninya tak terbebani. Dia termasuk tipe wanita muram yang
selalu memasang bulu burung hitam yang panjang di topinya dan
menggelung rambut di tengkuknya.
Kebahagiaan Anne yang ada di permukaan karena benda-benda
pernikahannya yang indah untuk sementara terganggu; tetapi kebahagiaan
yang ada jauh di baliknya tidak terganggu. Dan sengatan kecil dari Mrs.
Bell dan Mrs. Andrews itu sudah terlupakan saat Gilbert datang
setelahnya. Mereka berjalan-jalan di bawah pepohonan birch di dekat anak
sungai, yang masih merupakan tumbuhan muda saat Anne pertama kali
datang ke Green Gables. Namun, sekarang pohon-pohon itu sudah tinggi,
menyerupai kolom-kolom gading di dalam istana peri bersemburat
lembayung dan bertaburan bintang. Di bawah bayangan pepohonan ini,
layaknya pasangan kekasih, Anne dan Gilbert membicarakan rumah dan
kehidupan baru mereka. "Aku telah menemukan sebuah sarang untuk kita, Anne."
"Oh, di mana" Tidak berada di desanya, kuharap. Aku pasti sama sekali
tidak menyukainya." "Tidak. Tidak ada rumah yang bisa ditempati di desa. Ini adalah sebuah
rumah putih kecil di pantai dekat pelabuhan alam, setengah jalan di antara
Glen St. Mary dan Four Winds Point. Rumah itu sedikit terpencil, tetapi
jika kita sudah memiliki telepon, hal itu tidak akan menjadi masalah.
Pemandangannya indah. Rumah itu menghadap ke arah matahari terbenam
dan ada pelabuhan alam raksasa berwarna biru di hadapannya. Bukit-bukit
pasir tidak terlalu jauh dari sana angin laut berembus dan laut
memercikkan air ke arah bukit-bukit itu."
"Tapi, rumah itu sendiri, Gilbert rumah pertama kita" Seperti apa
rumah itu?" "Tidak terlalu besar, tapi cukup besar bagi kita. Ada sebuah ruang
keluarga indah dengan sebuah perapian di lantai bawah, dan sebuah ruang
makan yang menghadap ke arah pelabuhan alam, dan sebuah kamar kecil
yang bisa menjadi ruang kerjaku. Rumah itu sudah berusia enam puluh
tahun rumah paling tua di Four Winds. Tapi, semua berada dalam kondisi
yang sangat bagus, dan sudah dirombak sekitar lima belas tahun yang lalu
atapnya diperbaiki, dindingnya ditembok, dan lantainya diganti. Bangunan
rumah itu bagus bagi kita untuk memulai. Aku tahu bahwa ada sedikit
kisah romantis yang berhubungan dengan bangunan itu, tapi orang yang
menyewakannya kepadaku tidak mengetahuinya. Dia bilang, Kapten Jim
adalah satu-satunya orang yang bisa mengungkapkan rahasia itu
sekarang." "Siapa Kapten Jim?"
"Penjaga mercusuar di Four Winds Point. Kau akan menyukai lampu
raksasa Four Winds itu, Anne. Cahayanya berputar, dan berkelip-kelip
bagaikan sebuah bintang raksasa di depan latar langit petang. Kita bisa
melihatnya dari jendela-jendela ruang keluarga dan pintu depan rumah
kita." "Siapa yang memiliki rumah itu?"
"Yah, rumah itu milik Gereja Presbyterian Glen St. Mary sekarang, dan
aku menyewanya dari lembaga pengelola dananya. Tapi, lama
sebelumnya, rumah itu dimiliki oleh seorang perempuan yang sangat tua,
Miss Elizabeth Russel. Dia meninggal musim semi lalu, dan dia tidak
memiliki kerabat dekat sehingga mewariskan propertinya kepada Gereja
Glen St. Mary. Perabotan miliknya masih ada di dalam rumah, dan aku
membeli hampir semuanya kita bisa berkata harganya sangat murah,
karena semuanya sangat kuno sehingga lembaga pengelola dana hampir
putus asa saat menjualnya. Para penduduk Glen St. Mary lebih menyukai
kain brokat mewah serta lemari-lemari samping dengan cermin-cermin dan
hiasannya, menurutku. Tapi, perabot Miss Russel sangat bagus dan aku
sangat yakin kau akan menyukainya, Anne."
"Sejauh ini bagus menurutku," kata Anne, mengangguk dengan
persetujuan yang hatihati. "Tapi, Gilbert, orang-orang tidak bisa hidup
hanya dengan perabotan. Kau belum menyebutkan satu hal yang sangat
penting. Apakah ada POHON-POHON di sekeliling rumah ini?"
"Banyak sekali pohon, oh, banyak sekali peri pohon! Ada segerumbul
besar pohon cemara di belakangnya, dua baris pohon poplar Lombardy di
sepanjang jalan, dan sebuah lingkaran pohon birch putih yang
mengelilingi sebuah taman yang indah. Pintu depan kita terbuka tepat ke
arah taman itu, tapi ada jalan masuk lain sebuah gerbang kecil yang
tergantung di antara dua pohon cemara. Engsel-engselnya ada di salah satu
batang, dan selotnya ada di batang lainnya. Dahan-dahan kedua pohon itu
membentuk sebuah lengkungan di atas kepala."
"Oh, aku sangat senang! Aku tidak bisa hidup di tempat yang tidak ada
pepohonannya sesuatu yang penting dalam diriku akan kelaparan. Yah,
setelah mendengar itu, aku tidak perlu bertanya kepadamu apakah ada
sebuah anak sungai di dekat situ. Itu adalah harapan yang terlalu tinggi."
"Tapi, memang ADA sebuah anak sungai dan sebenarnya memotong
salah satu sudut taman kita."
"Kalau begitu," kata Anne, dengan desahan panjang penuh kepuasan,
"rumah yang telah kau temukan ADALAH rumah impianku, bukan rumah
biasa." 3 TANAH IMPIAN DI ANTARA ORANG-ORANG TERCINTA "Sudahkah kau memutuskan siapa saja yang akan kau undang ke
pernikahanmu, Anne?" tanya Mrs. Rachel Lynde, sambil menghiasi serbet
makan dengan jahitan stik lurus dengan tekun. "Sudah saatnya
undanganmu dikirimkan, bahkan jika undangan itu hanya bersifat
informal." "Aku tidak bermaksud mengundang terlalu banyak orang," sahut Anne.
"Kami hanya ingin orang-orang yang paling kami sayangi yang datang ke
pernikahan kami. Keluarga Gilbert, Mr. dan Mrs. Allan, serta Mr. dan Mrs.
Harrison." "Ada saat ketika kau sama sekali tidak memasukkan Mr. Harrison ke
dalam teman-teman terdekatmu," Marilla menggoda.
"Yah, aku tidak Sangat tertarik kepadanya pada pertemuan pertama
kami," Anne mengakui, sambil tertawa mengingat kenangan itu. "Tapi Mr.
Harrison ternyata semakin lama semakin baik, dan Mrs. Harrison benarbenar menyenangkan. Lalu, tentu saja, aku akan mengundang Miss
Lavendar dan Paul." "Apakah mereka memutuskan untuk datang ke Pulau musim panas ini"
Kupikir mereka akan pergi ke Eropa."
"Mereka berubah pikiran setelah aku menulis surat bahwa aku akan
menikah. Aku mendapat surat dari Paul hari ini. Dia bilang, dia Harus
menghadiri pernikahanku, tak peduli apa pun yang terjadi di Eropa."
"Anak itu selalu mengidolakanmu," tukas Mrs. Rachel.
?"Anak" itu sekarang sudah menjadi pemuda berumur sembilan belas
tahun, Mrs. Lynde." "Betapa cepatnya waktu berlalu!" respons Mrs. Lynde yang cemerlang
dan orisinal. "Charlotta Keempat mungkin datang bersama mereka. Dia mengirim
pesan lewat Paul, dia akan datang jika suaminya mengizinkan. Aku ingin
tahu apakah dia masih memakai pita-pita biru raksasa itu, dan apakah
suaminya memanggilnya Charlotta atau Leonora. Aku ingin sekali
Charlotta datang ke pernikahanku. Charlotta dan aku bersama-sama
menghadiri pernikahan Miss Lavendar dulu. Mereka seharusnya sudah tiba
di Pondok Gema minggu depan. Kemudian, akan ada Phil dan Pendeta Jo"
"Rasanya tidak enak mendengarmu memanggil seorang pendeta seperti
itu, Anne," kata Mrs. Rachel dengan ketus.
"Istrinya memanggil dia begitu."
"Seharusnya dia lebih menghormati tugas suci suaminya, kalau begitu,"
tukas Mrs. Rachel. "Aku pernah mendengar Anda sendiri mengkritik para pendeta dengan
tajam," goda Anne. "Ya, tapi aku melakukannya dengan penuh penghormatan," protes Mrs.
Lynde. "Kau tidak pernah mendengarku memanggil seorang pendeta
dengan NAMA KECILNYA."
Anne menahan senyuman. "Yah, lalu akan ada Diana dan Fred,
bersama Fred kecil dan Anne Cordelia Mungil dan Jane Andrews.
Kuharap aku bisa mengundang Miss Stacey, Bibi Jamesina, Priscilla, dan
Stella. Tapi, Stella ada di Vancouver, dan Pris ada di Jepang, Miss Stacey
sudah menikah di California, dan Bibi Jamesina pergi ke India untuk
mengunjungi daerah misi putrinya, meskipun dia sangat ngeri terhadap
ular. Sungguh mengerikan bagaimana orang-orang menjadi tersebar di
seluruh penjuru dunia."
"Tuhan tidak pernah bermaksud demikian, begitulah," kata Mrs. Rachel
dengan penuh keyakinan. "Waktu aku masih muda, orang-orang tumbuh,
menikah, dan menetap di tempat mereka lahir, atau tak jauh dari tempat
itu. Syukurlah kau tetap berada di Pulau, Anne. Aku khawatir Gilbert akan
bersikeras pergi ke ujung dunia setelah dia lulus kuliah, dan menyeretmu
bersamanya." "Jika semua orang tinggal di tempat mereka lahir, tempat-tempat itu
akan segera penuh, Mrs. Lynde."
"Oh, aku tidak mau berdebat denganmu, Anne. Aku bukan seorang
sarjana. Jam berapa upacara pernikahannya akan berlangsung?"
"Kami memutuskan menikah saat siang hari tengah hari, seperti istilah
para reporter surat kabar umum. Itu akan memberi kami waktu untuk
mengejar kereta malam menuju Glen St. Mary."
"Dan kau akan menikah di ruang tamu?"
"Tidak kecuali jika hujan. Kami bermaksud menikah di kebun buah
dengan langit biru di atas kepala kita dan sinar matahari di sekeliling kita.


Annes House Of Dreams Buku 5 Karya Lucy Maud Montgomery di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Apakah Anda tahu kapan dan di mana aku ingin menikah, jika bisa" Aku
ingin menikah pada senja hari suatu senja di bulan Juni, dengan sinar
matahari yang elok, bunga-bunga mawar bermekaran di taman-taman, dan
aku akan turun untuk menemui Gilbert, lalu kami akan pergi bersamasama menuju bagian tengah hutan pohon beech dan di sana, di bawah
lengkungan-lengkungan hijau yang akan menyerupai sebuah katedral yang
megah, kami akan menikah."
Marilla mendengus karena merasa geli dan Mrs. Lynde tampak
terkejut. "Tapi, itu akan menjadi pernikahan yang sangat aneh, Anne. Yah, itu
pun tidak akan benar-benar terasa resmi. Dan apa yang akan dikatakan
oleh Mrs. Harmon Andrews?"
"Ah, itu masalahnya," desah Anne. "Ada begitu banyak hal dalam
kehidupan yang tidak dapat kita lakukan karena takut mendengar
komentar Mrs. Harmon Andrews. "Ini benar, ini menyedihkan, dan
sedihnya, ini benar". Betapa banyaknya hal yang bisa kita lakukan jika
tidak ada Mrs. Harmon Andrews!"
"Sering kali, Anne, aku merasa tidak yakin apakah aku bisa benarbenar mengerti dirimu," keluh Mrs. Lynde.
"Anne selalu romantis, kau tahu," kata Marilla memohon maklum.
"Yah, kehidupan pernikahan pasti akan menjadi obat yang paling
manjur untuk sifatnya itu," Mrs. Rachel menjawab, menenangkan.
Anne tertawa dan menyelinap menuju Kanopi Kekasih. Di sana, Gilbert
menemuinya, dan mereka berdua tampaknya tidak terlalu khawatir, atau
berharap, bahwa kehidupan pernikahan mereka akan mengakhiri
kehidupan romansa mereka.
Para penghuni Pondok Gema datang minggu berikutnya, dan Green
Gables dipenuhi dengan keceriaan mereka. Miss Lavendar hampir tidak
berubah sejak kunjungan terakhirnya ke Pulau tiga tahun yang lalu,
seakan-akan ia tak pernah pergi. Namun, Anne terkesiap penuh
kekaguman melihat Paul. Apakah pemuda tampan setinggi seratus delapan
puluh sentimeter ini adalah Paul mungil yang dulu adalah murid Sekolah
Avonlea" "Kau benar-benar membuatku merasa tua, Paul," kata Anne. "Wow,
aku harus mendongak untuk menatapmu!"
"Kau tidak akan pernah tua, Guru," kata Paul. "Kau adalah salah satu
makhluk beruntung yang telah menemukan Air Mancur Awet Muda dan
meminum airnya kau dan Ibu Lavendar. Dengarlah ini! Setelah kau
menikah, aku TIDAK AKAN memanggilmu Mrs. Blythe. Bagiku, kau
akan selalu menjadi "Guru" guru yang memberiku pelajaran terbaik yang
pernah kualami. Aku ingin menunjukkan sesuatu kepadamu."
"Sesuatu" itu adalah sebuah buku saku yang penuh berisi puisi. Paul
telah menuliskan kegemaran berkhayalnya yang indahnya menjadi baitbait puisi, meskipun para editor majalah kadang-kadang tidak seapresiatif
yang seharusnya. Anne membaca puisi-puisi Paul dengan penuh kepuasan.
Puisi-puisi itu penuh pesona dan menjanjikan.
"Kau akan terkenal, Paul. Aku selalu memimpikan akan memiliki salah
seorang murid yang terkenal. Dia mungkin menjadi rektor universitas tapi
seorang penyair besar akan lebih menyenangkan. Suatu hari, aku pasti bisa
menyombong jika aku pernah mencambuk seorang Paul Irving yang
sangat sukses. Tapi, aku dulu tidak pernah mencambukmu, bukan, Paul"
Sungguh suatu kesempatan yang tersia-siakan! Tapi, kupikir aku pernah
menahanmu di kelas saat istirahat."
"Kau sendiri akan terkenal, Guru. Aku telah melihat banyak sekali
karyamu tiga tahun terakhir ini."
"Tidak. Aku tahu yang bisa kulakukan. Aku bisa menuliskan ceritacerita singkat yang indah dan menyenangkan, yang akan disukai oleh
anak-anak dan membuat para editor mengirimiku cek untuk membayarnya.
Tapi, aku tidak bisa membuat sesuatu yang besar. Kesempatanku satusatunya untuk menjadi kenangan abadi di dunia ini ada di sudut buku
biografimu." Charlotta Keempat tidak lagi memakai pita-pita birunya, tetapi bintikbintik di wajahnya tidak berkurang. "Aku tidak pernah berpikir aku akan
menikah dengan seorang Yankee, Miss Shirley, Ma"am," dia berkata.
"Tapi, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi, dan itu bukan
salahnya. Dia terlahir seperti itu."
"Kau sendiri seorang Yankee, Charlotta, setelah kau menikahi seorang
Yankee." "Miss Shirley, Ma"am, aku BUKAN Yankee! Dan aku tidak akan
menjadi Yankee bahkan jika aku menikah dengan selusin Yankee! Tom
adalah seorang Yankee yang baik. Selain itu, kupikir sebaiknya aku tidak
memasang standar terlalu tinggi, karena mungkin tidak akan mendapatkan
kesempatan lain. Tom tidak minum alkohol dan dia tidak menggeram
karena dia harus bekerja di antara waktu makan, dan secara keseluruhan,
aku puas, Miss Shirley, Ma"am."
"Apakah dia memanggilmu Leonora?" tanya Anne.
"Demi Tuhan, tidak, Miss Shirley, Ma"am. Aku tidak tahu siapa yang
dia maksud jika dia memanggilku begitu. Tentu saja, saat kami menikah,
dia harus mengatakan, "Aku menerimamu, Leonora," dan aku menyatakan
padamu, Miss Shirley, Ma"am, aku belum pernah merasa sengeri itu
seumur hidupku, karena takut bukan aku yang dia maksud dan aku sama
sekali tidak menikah dengannya. Dan kau sendiri akan segera menikah,
Miss Shirley, Ma"am! Aku selalu berpikir ingin menikahi seorang dokter.
Sungguh berguna jika anak-anak mengalami campak dan batuk rejan. Tom
hanya seorang tukang bangunan, tapi dia benar-benar bertemperamen baik.
Saat aku berkata kepadanya, seperti ini, "Tom, bolehkah aku pergi ke
pernikahan Miss Shirley" Aku memang bermaksud pergi apa pun yang
terjadi, tapi aku ingin mendapatkan izinmu," dia hanya mengatakan,
"Terserah padamu, Charlotta, dan aku akan ikuti maumu." Dia benar-benar
tipe suami yang sangat menyenangkan, Miss Shirley, Ma"am."
Philippa dan Pendeta Jonya tiba di Green Gables sehari sebelum
pernikahan. Setelah pertemuan yang meriah, Anne dan Phil lalu duduk
nyaman bercakap-cakap tentang semua yang telah terjadi dan akan terjadi.
"Ratu Anne, kau masih laksana ratu seperti sebelumnya. Aku khawatir,
aku jadi tambah kurus sejak melahirkan bayi-bayiku. Aku tidak secantik
dulu, tapi kupikir Jo menyukainya. Tidak ada perbedaan yang kontras di
antara kami, kau tahu. Dan oh, sungguh hebat karena kau akan menikah
dengan Gilbert. Roy Gardner tidak akan sesuai denganmu sama sekali,
sama sekali. Aku bisa mengerti itu sekarang, meskipun aku sangat kecewa
saat itu. Kau tahu, Anne, kau memperlakukan Roy sangat buruk saat itu."
"Dia telah pulih, aku tahu," Anne tersenyum.
"Oh, ya. Dia sudah menikah dan istrinya adalah seorang makhluk
mungil yang manis, dan mereka sangat bahagia. Segalanya sudah
digariskan untuk selamanya. Jo dan Alkitab yang menyatakan itu, dan
mereka benar-benar bisa dipercaya."
"Apakah Alec dan Alonzo sudah menikah?"
"Alec sudah, tapi Alonzo belum. Betapa kenangan hari-hari di Patty"s
Place kembali saat aku berbincang denganmu, Anne! Betapa
menyenangkannya masa-masa yang kita alami!"
"Apakah kau akhir-akhir ini pernah ke Patty"s Place?"
"Oh, ya, aku sering ke sana. Miss Patty dan Miss Maria masih duduk di
dekat perapian dan merajut.Dan itu membuatku teringat kami
membawakan sebuah hadiah pernikahan dari mereka untukmu, Anne.
Tebak benda apa itu."
"Aku tidak akan pernah bisa menebak. Bagaimana mereka bisa tahu
aku akan menikah?" "Oh, aku memberi tahu mereka. Aku ke sana minggu lalu. Dan mereka
sangat tertarik. Dua hari yang lalu, Miss Patty menulis pesan untuk
memintaku menelepon, kemudian dia bertanya apakah aku bisa
membawakan hadiahnya untukmu. Apa yang paling kau inginkan dari
Patty"s Place, Anne?"
"Kau tidak bermaksud mengatakan bahwa Miss Patty mengirimiku
anjing-anjing keramiknya?"
"Benar sekali. Benda-benda itu ada di koperku saat ini. Dan aku
membawa sepucuk surat untukmu. Tunggu sebentar, akan kuambilkan."
"Miss Shirley tersayang," Miss Patty menulis. "Maria dan aku sangat
tertarik mendengar pernikahanmu yang akan segera berlangsung. Kami
mengirimkan doa dan harapan terbaik kami. Maria dan aku tidak pernah
menikah, tapi kami tidak keberatan jika orang lain melakukannya. Kami
juga mengirimkan anjing-anjing keramik kami untukmu. Aku memang
berniat mewariskan mereka kepadamu, karena tampaknya kau memiliki
rasa kasih yang tulus terhadap mereka. Tapi karena aku dan Maria
sepertinya masih akan hidup cukup lama, jadi aku memutuskan untuk
memberikan anjing-anjing itu saat kau masih muda. Kau tidak akan lupa
jika Gog menghadap ke kanan dan Magog menghadap ke kiri."
"Aku pasti menyukai anjing-anjing tua yang indah itu duduk di
samping perapian di rumah impianku," kata Anne dengan sangat
bergairah. "Aku tidak pernah berharap mendapatkan sesuatu yang sangat
menyenangkan seperti ini."
Malam itu, Green Gables riuh dengan persiapan untuk keesokan harinya,
tetapi saat matahari terbenam, Anne menyelinap pergi. Dia menginginkan
suatu perjalanan ziarah kecil yang harus dilakukan pada hari terakhirnya
sebagai seorang gadis, dan dia harus melakukannya sendirian. Dia pergi ke
makam Matthew, di pemakaman kecil Avonlea yang dinaungi daun-daun
poplar, dan berada di sana dalam keheningan, dipenuhi kenangankenangan lama dan kasih sayang abadi.
"Betapa senangnya Matthew besok jika dia masih ada di sini," Anne
berbisik. "Tapi, aku yakin dia memang tahu dan merasa senang di suatu
tempat lain. Aku pernah membaca entah di mana, bahwa "orang-orang
tersayang kita yang sudah meninggal tidak akan pernah mati hingga kita
melupakan mereka." Matthew tidak akan pernah mati bagiku, karena aku
tidak akan pernah bisa melupakannya."
Anne meninggalkan bunga-bunga yang dia bawa di makam Matthew
dan berjalan perlahan menyusuri bukit yang panjang. Petang itu indah,
penuh dengan cahaya dan bayangan yang elok. Di sebelah barat, ada langit
biru kehijauan dengan awan bergumpal bersemburat merah tua dan jingga
kemerahan, dengan larik-larik panjang langit sehijau apel di antaranya.
Lebih jauh lagi, ada laut cemerlang dan berkelap-kelip yang diwarnai sinar
matahari terbenam, serta suara air melimpah yang menerpa ke pantai
kuning kecokelatan tanpa henti. Di sekelilingnya, dalam keheningan desa
yang cantik dan molek, terbaring bukit-bukit, ladang-ladang, dan hutanhutan yang telah dia kenal dan dia sayangi sekian lama.
"Sejarah selalu berulang sendiri," kata Gilbert, bergabung dengannya
saat Anne melintasi gerbang kediaman Keluarga Blythe. "Apakah kau
ingat perjalanan pertama kita menyusuri bukit ini, Anne perjalanan
pertama kita bersama-sama ke suatu tempat?"
"Aku dulu pulang dari makam Matthew pada saat matahari terbenam
dan kau keluar dari gerbang; lalu aku menelan kesombonganku selama
bertahun-tahun dan berbicara denganmu."
"Dan seluruh surga terhampar di hadapanku," Gilbert menambahkan.
"Sejak saat itu, aku hanya menatap masa depan. Setelah aku
meninggalkanmu di gerbang rumahmu malam itu dan berjalan pulang, aku
adalah anak lelaki yang paling bahagia di seluruh dunia. Anne telah
memaafkanku." "Kupikir kau yang lebih pantas memaafkanku. Aku adalah bocah kecil
menyebalkan yang tak tahu terima kasih dan apalagi kau juga telah
menyelamatkan nyawaku di kolam itu. Betapa bencinya aku dulu karena
utang budi itu! Aku tidak layak menerima kebahagiaan yang datang
padaku." Gilbert tertawa dan lebih erat lagi menggenggam tangan langsing, yang
memakai cincinnya. Cincin pertunangan Anne adalah lingkaran penuh
mutiara. Dia menolak memakai cincin berlian.
"Aku tidak pernah benar-benar menyukai berlian lagi sejak aku
mengetahui warnanya bukan ungu cantik seperti yang pernah kuimpikan.
Itu selalu mengingatkan kekecewaan lamaku."
"Tapi mutiara membawa air mata, menurut legenda tua," Gilbert dulu
keberatan. "Aku tidak keberatan dengan itu. Dan air mata bisa merupakan wujud
kebahagiaan, seperti halnya wujud kesedihan. Di saat-saatku yang paling
bahagia, aku menitikkan air mata saat Marilla berkata kepadaku, aku boleh
tinggal di Green Gables saat Matthew memberiku gaun indah pertama
yang pernah kumiliki saat aku mendengar jika kau akan pulih dari demam
parahmu. Jadi, beri aku mutiara untuk cincin pertunangan kita, Gilbert, dan
aku akan rela menerima kepedihan hidup juga kebahagiaannya."
Namun, malam ini pasangan kekasih itu hanya memikirkan
kebahagiaan, bukan kesedihan. Karena esok adalah hari pernikahan
mereka, dan sebuah rumah impian menunggu mereka di pantai Four
Winds Harbor yang ungu dan berkabut.
4 PENGANTIN PERTAMA GREEN GABLES Anne terbangun pagi-pagi pada hari pernikahannya dan menemukan sinar
matahari berkedip-kedip ke dalam jendela loteng beranda yang mungil,
dan angin sejuk bulan September mengayun-ayun tirai kamarnya.
"Aku sangat senang karena matahari akan menyinariku," pikirnya
gembira. Anne mengingat pagi pertama saat dia terbangun di kamar
berberanda kecil itu, ketika sinar matahari menyelinap masuk di antara
liukan bunga-bunga mekar Snow Queen tua. Saat itu, Anne tidak bangun
dengan bahagia, karena pagi itu dia masih merasakan kekecewaan pahit
dari malam sebelumnya. Namun, sejak saat itu, kamar mungil itu telah dia
sayangi dan dia puja selama bertahun-tahun, dengan impian masa kecilnya
yang gembira dan visi-visi remajanya. Dia selalu kembali ke kamar itu
dengan penuh rasa senang sepulang seluruh perjalanannya; di jendela
kamar itu, dia berlutut pada malam penuh penderitaan saat dia yakin
Gilbert sekarat, dan di situ pula, dia duduk dalam kebahagiaan tak
terungkapkan, pada malam pertunangannya.
Banyak saat bahagia dan beberapa saat sedih yang telah terukir di sana;
dan hari ini dia harus meninggalkan kamar itu untuk selamanya. Karena,
kamar itu tidak akan lagi menjadi miliknya; Dora yang sudah berusia lima
belas tahun akan mewarisinya setelah dia pergi, dan Anne tidak
mengharapkan hal yang sebaliknya. Kamar mungil itu begitu sakral bagi
jiwa muda dan khas gadis remaja dan masa mudanya akan segera tertutup
hari ini, digantikan oleh lembaran baru sebagai seorang istri.
Green Gables menjadi rumah yang sibuk dan ceria siang itu. Diana
datang lebih awal, bersama Fred kecil dan Anne Cordelia Mungil, untuk
membantu persiapan. Davy dan Dora, si kembar Green Gables,
menggiring bayi-bayi itu menuju halaman.
"Jangan biarkan Anne Cordelia Mungil mengotori bajunya," Diana
memperingatkan dengan gelisah.
"Kau tidak perlu khawatir menitipkannya kepada Dora," kata Marilla.
"Anak itu lebih bertanggung jawab dan hati-hati daripada kebanyakan ibu
yang kukenal. Dia benar-benar hebat dalam beberapa hal. Tidak seperti
biang onar lain yang kubesarkan."
Marilla tersenyum dari seberang salad ayamnya kepada Anne. Dan
senyumnya mungkin menunjukkan bahwa dia paling menyukai si biang
onar itu di antara yang lain.
"Si kembar benar-benar anak-anak yang menyenangkan," kata Mrs.
Rachel, saat dia yakin bahwa mereka tidak lagi bisa mendengar. "Dora
begitu terampil dan sangat membantu, dan Davy tumbuh menjadi seorang
anak lelaki yang sangat pintar. Dia bukan lagi berandal cilik penebar teror
seperti dulu." "Aku belum pernah begitu kewalahan seumur hidupku di enam bulan
pertama dia di sini," Marilla mengakui. "Setelah itu, kupikir aku sudah
terbiasa dengannya. Akhir-akhir ini dia memikul tanggung jawab yang
besar akan pertanian, dan ingin agar aku mengizinkannya mengelola
pertanian tahun depan. Aku akan mengizinkannya, karena Mr. Barry
berpikir dia tidak akan menyewa lahan lebih lama lagi, dan beberapa
pengaturan baru pasti harus dibuat."
"Yah, kau benar-benar mendapatkan satu hari yang indah untuk
pernikahanmu, Anne," kata Diana, sambil memakai celemek


Annes House Of Dreams Buku 5 Karya Lucy Maud Montgomery di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggembung di atas gaun sutranya. "Kau tidak akan mendapatkan yang
lebih bagus jika kau memesannya dari Eaton"s."
"Memang, terlalu banyak uang yang keluar dari Pulau ini dan masuk ke
Eaton"s itu," kata Mrs. Lynde dengan kesal. Dia memiliki pandangan keras
tentang toko-toko serba ada yang jaringannya bagaikan gurita, dan tidak
pernah melewatkan kesempatan untuk menyerang mereka. "Dan katalogkatalog mereka sekarang menjadi kitab suci bagi gadis-gadis Avonela,
begitulah. Para gadis lebih menyukai melihat-lihat katalog itu pada hari
Minggu daripada mempelajari Ayat-Ayat Suci."
"Yah, katalog-katalog itu memang bagus untuk menyenangkan anakanak kecil," kata Diana. "Fred dan Anne Mungil bisa satu jam melihatlihat gambarnya." "Aku bisa menyenangkan sepuluh anak kecil tanpa bantuan katalog
Eaton"s," kata Mrs. Rachel sinis.
"Ayolah, kalian berdua, jangan memperdebatkan katalog Eaton"s,"
tegur Anne ceria. "Ini adalah hariku yang paling bahagia, kalian tahu. Aku
begitu gembira sehingga aku ingin semua orang juga gembira."
"Aku berharap kegembiraanmu akan berlangsung selamanya, Nak,"
desah Mrs. Rachel. Dia memang benar-benar mengharapkannya, dan yakin
bahwa Anne akan selalu gembira, tetapi dia khawatir jika
mengungkapkannya terlalu terang-terangan adalah tindakan yang
menantang Sang Pencipta. Anne, untuk kebaikannya sendiri, harus
menahan diri sedikit. Namun, pengantin yang gembira dan cantiklah yang turun dari tangga
tua berlapis karpet tenunan sendiri pada sore September itu pengantin
pertama Green Gables, langsing dan matanya berbinar, dalam balutan
cadar pengantin, dengan tangan penuh bunga mawar. Gilbert, yang
menunggunya di lorong di bawah, memandangnya dengan tatapan
memuja. Gadis ini akhirnya menjadi miliknya, Anne yang selalu mengelak
dan sulit didapatkan, dan hatinya baru bisa diluluhkan setelah bertahuntahun menunggu dengan sabar.
Kepada Gilbertlah Anne melakukan penyerahan dirinya yang manis
sebagai pengantin. Apakah Gilbert orang yang tepat bagi Anne" Bisakah
dia membuat Anne sebahagia yang dia harapkan" Gilbert khawatir akan
gagal memenuhi harapan Anne jika dia tidak bisa memenuhi standar Anne
tentang lelaki ideal. Tetapi, saat Anne mengulurkan tangannya, mata
mereka bertemu, seluruh keraguan tersapu dalam kepastian yang
melegakan. Mereka saling memiliki; dan, tak peduli bagaimanapun
kehidupan mereka nanti, itu tidak akan pernah mengubah mereka.
Kebahagiaan mereka ada pada saat mereka saling mendampingi dan
keduanya sama-sama tidak takut.
Mereka menikah di bawah sinar matahari di kebun buah tua, dikelilingi
oleh wajah-wajah menyenangkan para teman lama yang akrab, yang begitu
mereka kasihi. Mr. Allan yang menikahkan mereka, dan Pendeta Jo
mengucapkan doa yang setelah itu disebut Mrs. Rachel Lynde sebagai
"doa pernikahan paling indah" yang pernah dia dengar.
Burung-burung tidak sering berkicau pada bulan September, tetapi
seekor burung berkicau dengan merdu dari salah satu dahan tersembunyi,
sementara Gilbert dan Anne mengucapkan ikrar abadi mereka. Anne
mendengarnya dan merasa tergetar; Gilbert pun mendengarnya, dan
bertanyatanya mengapa suara seluruh burung di dunia ini tidak meledak
dalam suatu kicauan yang ceria; Paul mendengarnya, dan setelah itu
menuliskan sebuah puisi, yang akan menjadi salah satu puisi yang paling
dikagumi dalam buku kumpulan puisi pertamanya; Charlotta Keempat
mendengarnya dan merasa yakin bahwa itu berarti adalah isyarat
keberuntungan bagi Miss Shirley yang dia puja. Burung itu berkicau terus
hingga upacara berakhir, kemudian mengakhirinya dengan suatu cericit
yang ceria. Rumah tua berwarna kelabu-hijau dan kebun buah yang
mengelilinginya belum pernah mengalami sore seceria dan semeriah itu.
Seluruh lelucon dan pepatah kuno mengenai pernikahan sejak dahulu kala
menghambur dari setiap orang, terasa begitu baru, cemerlang, dan
membawa kegembiraan, bagaikan belum pernah diungkapkan sebelumnya.
Tawa dan kebahagiaan menyelimuti semua orang; dan ketika Anne beserta
Gilbert pergi untuk naik kereta di Carmody, dengan Paul yang
mengemudikan kereta, si kembar sudah siap dengan beras dan sepatusepatu tua untuk dilemparkan Charlotta Keempat dan Mr. Harrison
berperan paling semangat.
Marilla berdiri di gerbang dan memandang kereta bertepian emas itu
hingga menghilang dari pandangan di sepanjang jalan kecil. Anne berbalik
di ujung jalan untuk melambaikan selamat tinggal kepadanya. Anne telah
pergi Green Gables bukan lagi rumahnya; wajah Marilla tampak sangat
kelabu dan tua ketika dia kembali ke rumah yang Anne penuhi dengan
keceriaan dan kehidupan selama empat belas tahun, bahkan meskipun dia
sedang tidak tinggal di situ.
Namun, Diana dan anak-anaknya yang mungil, para penghuni Pondok
Gema, beserta Keluarga Allan, tetap tinggal untuk membantu dua
perempuan tua itu menjalani sepinya malam pertama tanpa Anne; dan
mereka berusaha menciptakan acara makan malam kecil yang cukup
menyenangkan, dengan duduk di sekeliling meja dan membicarakan
seluruh detail hari itu. Sementara mereka duduk di sana, Anne dan Gilbert
turun dari kereta di Glen St. Mary.
5 TIBA DI RUMAH Dr. David Blythe telah mengirimkan kuda dan kereta bugi untuk
menjemput mereka, dan bocah lelaki yang membawanya menyelinap pergi
dengan seringai penuh simpati, lalu meninggalkan mereka dalam kepuasan
berkereta berdua saja ke rumah baru mereka di malam nan kemilau itu.
Anne tidak akan pernah melupakan kecantikan pemandangan yang
terbentang di hadapannya saat mereka sudah melewati bukit belakang
desa. Rumah baru mereka belum terlihat; tetapi di hadapan bukit itu
terhampar Pelabuhan Four Winds bagaikan cermin besar berwarna merah
muda keperakan yang berkilauan. Jauh di sana, dia melihat gerbang
pelabuhan alam di antara bukit-bukit pasir di satu sisi dan sebuah tebing
dari batu paras merah curam, tinggi, dan mengerikan di sisi lainnya. Di
baliknya, laut begitu tenang dan hening, bagaikan bermimpi dalam cahaya
malam. Desa nelayan kecil, bersarang di sebuah teluk, tempat bukit-bukit pasir
bertemu dengan pantai teluk, tampak bagaikan sebuah batu opal besar di
balik kabut. Langit di atasnya bagaikan sebuah cangkir bertatahkan batu
permata yang menuangkan kelamnya senja; udara begitu segar dengan
aroma laut yang mengundang, dan seluruh lanskap ini dipengaruhi oleh
aura misterius malam di laut. Beberapa layar samar-samar berayun-ayun di
sepanjang pantai teluk yang dipagari pohon-pohon cemara dan semakin
gelap. Sebuah lonceng berdentang dari menara gereja putih kecil di
kejauhan; dengan nada manis yang sendu dan memabukkan. Dentangan itu
mengambang di sepanjang permukaan air laut dan berpadu dengan
erangan laut. Sinar dari lampu besar mercusuar berputar dari atas sebuah
bukit di selat, bersinar hangat dan keemasan di langit utara yang bersih,
bagaikan suatu bintang harapan kebahagiaan yang bergetar dan berpendar.
Jauh di sepanjang cakrawala tampak selarik pita kelabu asap dari kapal
uap yang melintas. "Oh, sungguh elok, elok," gumam Anne. "Aku akan mencintai Four
Winds, Gilbert. Di mana rumah kita?"
"Kita belum bisa mellihatnya barisan pohon birch yang terbentang dari
teluk kecil itu menyembunyikannya. Jaraknya tiga kilo dari Glen St. Mary,
dan jarak dari rumah itu ke mercusuar masih satu setengah kilo lagi. Kita
tidak akan memiliki banyak tetangga, Anne. Hanya ada sebuah rumah di
dekat rumah kita dan aku tidak kenal siapa yang tinggal di situ. Apakah
kau akan kesepian jika aku pergi?"
"Tidak, jika ditemani cahaya-cahaya dan keindahan itu. Siapa yang
tinggal di rumah itu, Gilbert?"
"Aku tidak tahu. Tetapi sepertinya penghuni rumah itu tidak akan
menjadi belahan jiwamu, Anne?"
Rumah itu besar, bangunannya kukuh, dicat warna hijau terang
sehingga lanskap di sekelilingnya tampak sedikit pudar karena
kekontrasannya. Ada sebuah kebun di belakangnya, dan sebuah halaman
yang terurus dengan baik di depannya, tetapi entah mengapa, ada rasa
kekosongan di rumah itu. Mungkin keadaannya yang rapi yang
memunculkan kesan itu; seluruh bagian tempat tinggal itu rumah,
kandang-kandang, kebun, taman, pekarangan, dan jalan kecilnya, terlihat
sangat rapi. "Sepertinya tidak mungkin jika orang dengan selera warna cat rumah
seperti itu sangat cocok menjadi belahan jiwaku," Anne mengakui,
"kecuali jika itu suatu kecelakaan seperti aula biru kita. Aku merasa yakin
jika tidak ada anak-anak di sana. Rumah itu bahkan lebih rapi daripada
rumah tua Keluarga Copp di Jalan Tory, dan aku tidak pernah menduga
akan melihat sesuatu yang lebih rapi daripada rumah itu."
Mereka tidak bertemu dengan siapa pun di jalan merah dan basah
berkelok-kelok di sepanjang pantai teluk. Namun, tepat sebelum mereka
melintasi barisan pohon birch yang menyembunyikan rumah mereka,
Anne melihat seorang gadis yang sedang menggiring kawanan angsa
berwarna seputih salju di sepanjang puncak bukit hijau bagaikan beludru
di sebelah kanan mereka. Pohon-pohon cemara besar tersebar di sepanjang
bukit. Di antara dahan-dahannya, bisa terlihat ladang-ladang kuning yang
siap dipanen, kilauan bukit-bukit pasir yang keemasan, dan sedikit bagian
laut yang berwarna biru. Gadis itu tinggi dan mengenakan gaun bermotif biru pucat. Dia berjalan
dengan langkah pasti dan sikap tubuh yang tegak. Dia dan angsa-angsanya
keluar dari gerbang di kaki bukit ketika Anne dan Gilbert melintas. Dia
berdiri dengan tangan di pengunci gerbang, dan menatap ke arah mereka
dengan tajam, dengan ekspresi yang bisa diartikan sebagai ketertarikan,
tetapi tidak mengarah ke rasa penasaran. Bagi Anne, sesaat, sepertinya ada
sedikit kebencian terselubung dalam tatapan si gadis. Namun, kecantikan
gadis itulah yang membuat Anne sedikit terkesiap suatu kecantikan yang
mencolok, sehingga pasti menarik perhatian di mana pun. Gadis itu tidak
memakai topi, tetapi kepangan tebal rambut berkilau, dengan nuansa
warna gandum matang, digulung di atas kepalanya bagaikan sebuah
mahkota; matanya biru dan mirip bintang; tubuhnya, dalam gaun polos,
tampak menakjubkan; dan bibirnya sama merahnya dengan seikat bunga
poppy yang dia sematkan di sabuknya.
"Gilbert, siapa gadis yang baru saja kita lewati?" tanya Anne, pelan.
"Aku tidak melihat seorang gadis pun," sahut Gilbert, yang hanya
memerhatikan pengantinnya.
"Dia berdiri di dekat gerbang itu tidak, jangan menoleh ke belakang.
Dia masih memerhatikan kita. Aku belum pernah melihat wajah secantik
itu." "Aku tidak ingat pernah melihat gadis yang sangat cantik selama aku di
sini. Ada beberapa gadis cantik di Glen, tapi kupikir mereka tidak terlalu
bisa dibilang cantik."
"Gadis ini cantik. Kau pasti belum melihatnya. Jika sudah, kau pasti
akan mengingatnya. Tidak ada orang yang bisa melupakannya. Aku belum
pernah melihat seraut wajah seperti itu, kecuali di gambar-gambar. Dan
rambutnya! Rambutnya membuatku memikirkan "gulungan emas" dan
"ular cantik" Browning!"
"Mungkin dia seorang pengunjung Four Winds seperti seseorang dari
hotel musim panas besar di dekat teluk itu."
"Dia memakai celemek putih dan menggiring angsa."
"Mungkin dia melakukannya hanya untuk bersenang-senang. Lihat,
Anne itu rumah kita."
Anne melihat ke depan dan untuk sesaat melupakan si gadis dengan
mata cemerlang tadi. Pemandangan pertama rumah barunya merupakan
kepuasan bagi mata dan jiwanya rumah itu mirip sekali dengan sebuah
cangkang kerang besar berwarna krem yang terdampar di pantai teluk.
Barisan pohon poplar Lombardy tinggi yang memagari jalannya berdiri
dalam siluet ungu cantik berlatar langit malam. Di belakangnya,
melindungi taman dari embusan angin laut yang terlalu kuat, ada sebuah
hutan cemara gelap, tempat angin membuat segala macam musik yang
aneh dan menghantui. Seperti hutan-hutan lainnya, hutan itu tampaknya
memiliki dan menyembunyikan suatu rahasia di dalamnya rahasia-rahasia
yang daya tariknya hanya bisa dimengerti dengan cara memasuki hutan
dan mencarinya dengan sabar. Di lapisan luar, lengan-lengan berwarna
hijau gelap menjaga rahasia itu agar tetap aman dari mata-mata yang
penasaran atau acuh tak acuh.
Angin malam memulai tarian liar mereka di bagian atas atmosfer dan
desa nelayan di seberang teluk berkilauan dengan cahaya ketika Anne dan
Gilbert menyusuri jalan berpagar pepohonan poplar. Pintu rumah kecil itu
terbuka, dan kilatan hangat cahaya perapian berkelip-kelip keluar ke langit
malam. Gilbert membantu Anne turun dari kereta dan menuntunnya ke
taman, melalui sebuah gerbang kecil di antara pohon-pohon cemara
berpucuk merah, menyusuri jalan setapak merah yang dibuat dengan
indah, menuju undakan dari batu paras merah.
"Selamat datang di rumah," Gilbert berbisik, dan sambil bergandengan
tangan, mereka melangkahi ambang pintu rumah impian mereka.
6 KAPTEN JIM Dr.DaveTua"dan"Mrs.Dr.Dave"telah mengunjungi rumah kecil itu untuk
menyambut sepasang pengantin baru. Dr. Dave adalah seorang lelaki tua
yang besar, ceria, dan beruban, sementara Mrs. Dr. Dave adalah seorang
perempuan tua mungil yang rapi, dengan pipi berona merah dan berambut
perak. Mrs. Dr. Dave langsung menyukai Anne.
"Aku sangat senang bisa bertemu denganmu, Sayang. Kalian pasti
benar-benar lelah. Kami sudah menyiapkan sedikit makan malam, dan
Kapten Jim sudah menyiapkan sedikit ikan trout untuk kalian. Kapten Jim
di mana kau" Oh, dia menyelinap keluar untuk mengurus kuda, kurasa.
Naiklah ke atas dan turunkan bawaan kalian."
Anne menatap dengan mata berbinar dan penuh apresiasi sambil
mengikuti Mrs. Dr. Dave ke atas. Dia sangat menyukai penampilan rumah
barunya. Rumah itu sepertinya memiliki atmosfer Green Gables dan
memenuhi selera Anne akan tradisi kuno.
"Kupikir Miss Elizabeth Russel pastilah seorang "belahan jiwa"
bagiku," dia bergumam saat sedang sendirian di kamarnya. Ada dua
jendela di kamar itu; yang terletak di atap miring menghadap ke arah teluk
di bawah, hamparan pasir, dan cahaya dari mercusuar Four Winds.
"Sebuah jendela ajaib membuka ke arah buih
Samudra bergelora di tanah-tanah peri yang merintih,"
Anne mengutip dengan suara pelan. Jendela loteng itu memberikan
pemandangan ke arah lembah kecil dengan warna keemasan tanaman yang
siap panen, dan sebuah anak sungai mengalir. Satu kilo di atas anak sungai
itu, ada satu-satunya rumah lain yang terlihat sebuah bangunan kelabu tua
besar, dikelilingi pohon-pohon dedalu raksasa, dan di antaranya jendelajendela mengintip, bagaikan mata malu-malu yang mengamati, di
kegelapan malam. Anne bertanya-tanya siapa yang tinggal di sana; karena
mereka akan menjadi tetangganya yang terdekat, dan dia berharap semoga
mereka orang-orang baik. Tiba-tiba, dia menyadari jika dirinya
memikirkan si gadis cantik dengan angsa-angsa putihnya.
"Gilbert berpikir gadis itu tidak tinggal di sini," gumam Anne, "tapi
aku merasa yakin dia tinggal di sini. Ada sesuatu dalam dirinya yang
membuatnya jadi bagian laut, langit, dan pelabuhan alam. Four Winds
mengalir di dalam darahnya."
Saat Anne turun, Gilbert sedang berdiri di depan perapian, berbicara
dengan seorang asing. Keduanya menoleh saat Anne memasuki ruangan.
"Anne, ini Kapten Boyd. Kapten Boyd, ini istriku."
Itu adalah pertama kalinya Gilbert berkata "istriku" kepada orang selain
Anne, dan dia nyaris tak dapat menahan diri untuk meledak saking
bangganya. Si kapten tua mengulurkan sebelah tangannya yang kurus dan
berotot kepada Anne; mereka saling bertukar senyum, dan sudah menjadi
teman sejak saat itu. Seseorang selalu bisa langsung mengenali belahan
jiwanya. "Sangat tersanjung bisa ketemu denganmu, Mistress Blythe; dan


Annes House Of Dreams Buku 5 Karya Lucy Maud Montgomery di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kuharap kau juga sebahagia pengantin pertama yang dulu datang kemari.
Aku tak bisa doakanmu lebih daripada Itu. Tapi, suamimu tidak kenalkan
aku dengan tepat. "Kapten Jim" adalah namaku sehari-hari, dan kau juga
bisa mulai dari sekarang hingga nanti panggil aku begitu. Kau benar-benar
pengantin mungil yang manis, Mistress Blythe. Melihatmu bikin merasa
aku sendiri yang menikah."
Di antara tawa yang mengikuti, Mrs. Dr. Dave memaksa Kapten Jim
untuk tinggal dan makan malam bersama mereka.
"Terima kasih banyak. Itu "kan jadi peristiwa sangat menyenangkan,
Mistress Dr. Aku nyaris selalu habiskan makananku sendirian, dengan
bayangan tampang tuaku yang buruk di cermin sebagai teman. Tak terlalu
sering aku dapat kesempatan duduk bersama dua perempuan manis dan
cantik." Pujian Kapten Jim mungkin akan tampak sangat datar di atas kertas,
tetapi dia mengungkapkannya dengan nada dan tatapan yang sangat sopan
dan lembut, sehingga perempuan mana pun yang mendengarnya akan
merasa bahwa ia sedang diberi penghormatan bagaikan seorang ratu.
Kapten Jim adalah seorang lelaki tua berjiwa besar dan berpikiran
sederhana, dengan kemudaan abadi di sorotan mata dan hatinya. Dia
memiliki tubuh yang tinggi dan sedikit canggung, sedikit bungkuk, namun
memancarkan kekuatan dan daya tahan yang besar; wajahnya yang
tercukur bersih berkeriput dan berwarna tembaga; rambut kelabunya
tumbuh panjang hingga ke bahu, dan sepasang mata birunya yang dalam
tampak mencengangkan, kadang-kadang berkelip-kelip dan kadangkadang menerawang, dan kadang-kadang memandang ke arah laut dengan
pancaran kerinduan pilu, bagaikan seseorang yang mencari sesuatu yang
berharga, tetapi tersesat. Suatu hari nanti, Anne akhirnya mengetahui apa
yang ditatap oleh Kapten Jim.
Tidak bisa dibantah lagi jika Kapten Jim adalah seorang lelaki
menyenangkan. Rahangnya yang tajam, mulutnya yang berkerut-kerut, dan
kening yang persegi tidak bisa dinilai tampan; dan dia telah melalui masamasa penuh kerja keras dan kepedihan, yang membentuk tubuhnya seperti
juga membentuk jiwanya. Tetapi, pada pandangan pertama, Anne berpikir
bahwa Kapten Jim adalah orang yang tulus, dan belum pernah ada orang
yang tampak lebih tulus darinya jiwa luhurnya yang berkilau dari balik
penampilan kasarnya membuat keseluruhan penampilan Kapten Jim
tampak menyenangkan. Mereka berkumpul dengan ceria mengelilingi meja makan malam. Api
di perapian mengusir hawa dingin malam bulan September, tetapi jendela
di ruang makan terbuka dan angin laut yang sejuk berembus masuk dengan
manisnya. Pemandangannya menakjubkan, menampilkan teluk dan
bentangan bukit-bukit rendah berwarna ungu di seberangnya. Meja makan
dipenuhi oleh hidangan Mrs. Dr. Dave, tetapi pusat perhatiannya tidak
diragukan lagi adalah piring besar berisi ikan trout laut.
"Kupikir mereka akan lebih enak setelah perjalanan," kata Kapten Jim.
"Mereka sesegar ikan trout yang paling segar, Mistress Blythe. Dua jam
lalu, mereka berenang-renang di Kolam Glen."
"Siapa yang menjaga mercusuar malam ini, Kapten Jim?" tanya Dr.
Dave. "Keponakanku Alec. Dia mengerti lampunya sebaik aku. Yah,
sekarang, aku benar-benar senang kalian memintaku tinggal untuk makan
malam. Aku sangat lapar tidak banyak makan siang yang kusantap hari
ini." "Aku yakin kau setengah membuat dirimu kelaparan nyaris sepanjang
waktumu di mercusuar," kata Mrs. Dr. Dave dengan tajam. "Kau tidak
mau bersusah payah membuat hidangan yang layak."
"Oh, aku kerjakan itu, Mistress Dr., aku kerjakan itu," Kapten Jim
memprotes. "Yah, aku biasanya hidup bagaikan raja. Kemarin malam, aku
pergi ke Glen dan bawa pulang dua pon daging steik. Aku bermaksud
bikin makan siang yang sangat nikmat hari ini."
"Dan apa yang terjadi dengan daging steik itu?" tanya Mrs. Dr. Dave.
"Apakah kau kehilangan daging itu di jalan saat pulang?"
"Tidak." Kapten Jim tampak malu. "Tepat pada saatnya tidur, seekor
anjing bandel datang dan minta ruang untuk menginap semalam. Kupikir
ia milik seorang nelayan di pantai. Aku tak bisa abaikan makhluk malang
itu kakinya bengkak. Jadi, aku suruh ia tidur di beranda, dengan sebuah tas
tua untuk alas baring, lalu tidur. Tapi, tak tahu kenapa aku tak bisa tidur.
Setelah dipikir-pikir, aku ingat kalau anjing itu tampak lapar."
"Dan kau bangun lalu memberinya daging steik itu Semuanya," kata
Mrs. Dr. Dave, dengan nada menyalahkan yang penuh kemenangan.
"Yah, tak ada lagi makanan lain yang BISA kuberikan buat dia,"
bantah Kapten Jim. "Tak ada yang cocok untuk seekor anjing, begitulah.
Kupikir dia MEMANG lapar, karena dia habiskan daging hanya dengan
dua gigitan. Aku tidur lelap semalaman, tapi makan siangku kurang hanya
kentang saja, bisa dibilang begitu. Anjing itu, dia pulang ke rumah pagi
ini. Kupikir DIA bukan vegetarian."
"Bisa-bisanya kau membuat dirimu kelaparan demi seekor anjing tak
berharga!" dengus Mrs. Dr. Dave.
"Kita tak tahu, mungkin ia sangat berharga bagi seseorang," Kapten
Jim memprotes. "Ia tak TAMPAK seperti itu, tapi kita tidak bisa menilai
hanya dari penampilan seekor anjing. Seperti diriku sendiri, ia mungkin
punya kecantikan nyata di dalam dirinya. Kucingku, Kelasi Pertama tak
suka ia, aku tahu. Sikapnya benar-benar kasar. Tapi, si Kelasi Pertama
berprasangka. Tak ada gunanya memedulikan pendapat seekor kucing
tentang seekor anjing. Karena itu, aku kehilangan makan siangku, jadi
hidangan makan malam yang nikmat dengan teman-teman yang baik ini
benar-benar menyenangkan. Memiliki tetangga-tetangga baik benar-benar
hebat." "Siapa yang tinggal di rumah itu, di tengah pohon-pohon dedalu di atas
anak sungai?" tanya Anne.
"Mrs. Dick Moore," jawab Kapten Jim "dan suaminya," dia
menambahkan, bagaikan baru terpikir olehnya belakangan.
Anne tersenyum, dan menciptakan suatu sosok Mrs. Dick Moore dari
cara Kapten Jim mengungkapkannya; yang dia bayangkan mirip dengan
sosok Mrs. Rachel Lynde kedua.
"Kau tak punya banyak tetangga, Mistress Blythe," Kapten Jim
melanjutkan. "Sisi teluk ini sangat jarang ditinggali. Kebanyakan tanah di
sini dipunyai Mr. Howard di Glen sana, dan dia menyewakannya untuk
padang penggembalaan. Sisi lain teluk, sekarang, padat dengan penduduk
terutama Keluarga MacAllister. Ada satu koloni besar Keluarga MacAllister, hingga kita tak bisa lempar batu tanpa kena salah seorang dari
mereka. Aku bicara dengan Leon Blacquiere tua kemarin. Dia kerja di
teluk sepanjang musim panas. "Nyaris semua orang di sana adalah
MacAllister," dia berkata padaku. "Ada Neil MacAllister dan Sandy
MacAllister dan William MacAllister dan Alec MacAllister dan Angus
MacAllister dan aku percaya ada Devil MacAllister.?"
"Mereka nyaris sebanyak Keluarga Elliott dan Crawford," kata Dr.
Dave, setelah tawa mereka mereda. "Kau tahu, Gilbert, kami para
penduduk Four Winds di sisi ini memiliki pepatah lama "Dari keangkuhan
Keluarga Elliott, dari kebanggaan Keluarga MacAllister, dan dari
kesombongan Keluarga Crawford, Tuhan Maha Penyayang menciptakan
kita.?" "Tapi banyak juga di antara mereka adalah orang baik," kata Kapten
Jim. "Aku dulu lama berlayar dengan William Crawford, dan keberanian,
daya tahan, serta kejujurannya melebihi siapa pun. Mereka yang ada di sisi
Four Winds itu berotak tajam. Mungkin itulah alasan penduduk di sisi
sebelah sini cenderung perlakukan mereka dengan buruk. Sungguh aneh
bukan, bagaimana orang-orang tampaknya benci orang lain yang mungkin
lebih pandai daripada mereka."
Dr. Dave, yang sudah empat puluh tahun bertikai dengan orang-orang
di seberang teluk, tertawa dan tidak lagi berkomentar.
"Siapa yang tinggal di rumah berwarna zamrud cemerlang di tepi jalan
kira-kira satu kilo dari sini?" tanya Gilbert.
Kapten Jim tersenyum dengan gembira.
"Miss Cornelia Bryant. Dia akan segera datang untuk menemui kalian,
karena kalian adalah Presbyterian. Jika kalian penganut Methodis, dia
sama sekali tidak akan datang. Cornelia punya suatu kengerian suci
terhadap para penganut Methodis."
"Karakternya unik," Dr. Dave terkekeh. "Seorang pembenci lelaki yang
paling keras kepala!"
"Perawan judes?" tanya Gilbert sambil tertawa.
"Bukan, dia bukan perawan judes," jawab Kapten Jim dengan serius.
"Cornelia bisa saja dapatkan jodohnya saat dia masih muda. Meskipun
begitu, kata-katanya selalu bikin seorang duda tua terlonjak kaget.
Tampaknya dia terlahir dengan kebencian kronis terhadap lelaki dan kaum
Methodis. Dia punya lidah paling pahit tapi hati paling baik di Four
Winds. Di mana pun ada masalah, perempuan itu di sana, melakukan apa
pun untuk bantu-bantu dengan cara yang paling manis. Dia tidak pernah
mengucapkan kata-kata kasar apa pun terhadap perempuan lain, dan jika
dia ingin menyerang kami, berandal-berandal malang ini, kupikir kulitkulit tua kami bisa tahan omongannya."
"Dia selalu membicarakan yang baik-baik tentangmu, Kapten Jim,"
kata Mrs. Dr. Dave. "Ya, aku khawatir begitu. Aku agak tidak suka itu. Itu bikin aku merasa
bagaikan ada sesuatu yang tidak alamiah tentang diriku."
7 MEMPELAI SANG KEPALA SEKOLAH Siapa pengantin pertama yang datang ke rumah ini, Kapten Jim?" Anne
bertanya, ketika mereka duduk di sekitar perapian setelah makan malam.
"Apakah dia bagian dari kisah yang pernah kudengar berhubungan
dengan rumah ini?" tanya Gilbert. "Seseorang berkata padaku, kau bisa
menceritakannya, Kapten Jim."
"Yah, memang, aku tahu cerita itu. Kupikir aku satusatunya penduduk
Four Winds yang masih hidup, yang ingat mempelai sang kepala sekolah
saat perempuan itu datang ke Pulau. Dia sudah meninggal selama tiga
puluh tahun, tapi dia adalah salah seorang perempuan yang tak bisa kau
lupakan." "Ceritakan kepada kami," Anne memohon. "Aku ingin mengetahui
segala sesuatu tentang para perempuan yang pernah tinggal di rumah ini
sebelum aku." "Yah, hanya ada tiga perempuan Elizabeth Russell, Mrs. Ned Russell,
dan mempelai sang kepala sekolah. Elizabeth Russell adalah seorang
makhluk mungil yang manis dan cerdas, dan Mrs. Ned juga adalah
perempuan yang menyenangkan. Tapi, mereka sama sekali tidak bisa
menyamai mempelai kepala sekolah.
"Nama kepala sekolah itu adalah John Selwyn. Dia datang dari Eropa
untuk mengajar di sekolah di Glen saat aku masih enam belas tahun. Dia
tak terlalu mirip para pengangguran yang biasa datang ke Pulau Prince
Edward untuk mengajar sekolah saat itu. Kebanyakan dari mereka adalah
makhluk-makhluk pemabuk pintar yang mengajari anak-anak baca, tulis
dan hitung saat mereka tidak mabuk, dan memarahi anak-anak dengan
kejam jika sedang mabuk. Tapi, John Selwyn adalah seorang lelaki muda
yang baik dan tampan. Dia mondok di rumah ayahku, dia dan aku sobatan,
biarpun dia sepuluh tahun lebih tua daripada aku.
"Kami banyak membaca, berjalan-jalan, dan obrol-obrol bersama. Dia
tahu tentang semua puisi yang pernah ditulis, kupikir, dan dia biasa
mengutipnya untukku di sepanjang pantai pada malam hari. Dad pikir itu
hanya buang-buang waktu, tapi John Selwyn tak peduli, karena berharap
itu akan mencegah cita-citaku untuk pergi melaut. Yah, tidak ada yang
bisa melakukan Itu ibuku berasal dari bangsa pelaut dan darahnya
mengalir dalam diriku. Tapi, aku sangat senang mendengar John membaca
dan berdeklamasi. Itu hampir enam puluh tahun yang lalu, tapi aku bisa
mengulangi bermeter-meter puisi yang kupelajari darinya. Nyaris enam
puluh tahun!" Kapten Jim terdiam sejenak, menatap ke arah api yang menyala-nyala
berusaha mengingat pengalamannya. Kemudian, sambil mendesah, dia
melanjutkan ceritanya. "Aku ingat, suatu malam musim semi, aku ketemu dengannya di bukitbukit pasir. Dia tampak bahagia tepat sepertimu, Dr. Blythe, saat
membawa Mistress Blythe kemari malam ini. Aku memikirkannya saat
melihat kalian. Dan dia bilang padaku, dia memiliki seorang kekasih di
kampung halamannya, dan kekasihnya akan datang menemuinya. Aku
sendiri tidak terlalu senang, karena dulu aku masih egois; kupikir dia tak
akan seakrab dulu lagi jika kekasihnya datang. Tapi, aku cukup sopan
untuk sembunyikan perasaanku. Dia ceritakan segala hal tentang
kekasihnya kepadaku. "Namanya adalah Persis Leigh, dan perempuan itu pasti akan ikut
bersamanya jika bukan karena paman Persis Leigh yang sudah tua. Sang
paman sakit, dan sang paman itulah yang mengurus Persis Leigh setelah
orangtuanya meninggal, jadi Persis tidak mau meninggalkan pamannya.
Saat pamannya meninggal, Persis datang untuk menikahi John Selwyn.
Perjalanan yang tidak mudah bagi seorang perempuan pada saat itu. Belum
ada mesin uap, kalian pasti ingat."
?"Kapan kau mengharapkan kedatangannya?" aku bertanya.
?"Dia berlayar dengan kapal Royal William, pada 20 Juni," dia
menjawab, "jadi dia seharusnya sudah tiba di sini pertengahan Juli. Aku
harus meminta Tukang Kayu Johnson untuk membangun sebuah rumah
untuknya. Suratnya datang hari ini. Aku tahu, sebelum aku membukanya,
jika isinya adalah berita baik. Aku melihatnya beberapa malam yang lalu."
"Aku tak mengerti ucapannya, kemudian dia jelaskan biarpun aku
Tetap tak paham. Dia bilang, dia punya suatu anugerah atau suatu kutukan.
Itu adalah kata-katanya, Mistress Blythe suatu anugerah atau suatu
kutukan. Dia tak tahu mana yang lebih sesuai. Dia bilang, nenek
canggahnya punya kemampuan itu, dan orang-orang membakarnya
sebagai tukang sihir karena kemampuannya. Dia bilang penglihatanpenglihatan aneh kerasukan, kupikir itu adalah istilah yang dia pakai
datang berkali-kali padanya. Apakah memang ada hal semacam itu,
Dokter?" "Ada orang-orang yang memang bisa mengalami semacam kerasukan,"
jawab Gilbert. "Masalah itu lebih banyak diteliti dalam bidang psikologi
daripada medis. Bagaimana kerasukan yang dialami John Selwyn ini?"
"Seperti mimpi," jawab dokter yang lebih tua dengan skeptis.
"Dia bilang, dia bisa melihat hal-hal di mimpi itu," kata Kapten Jim
perlahan. "Maaf, aku hanya ceritakan apa yang DIA katakan hal-hal yang
terjadi hal-hal yang AKAN terjadi. Dia bilang, penglihatan-penglihatan itu
kadang-kadang membuatnya nyaman, dan kadang-kadang membuat ngeri.
Empat malam sebelumnya, dia mengalami kerasukan itu terjadi waktu dia
duduk sambil menatap perapian. Dan dia lihat sebuah ruangan tua yang
sangat dia kenal di Inggris, dengan Persis Leigh di dalamnya, mengulurkan
tangan ke arahnya, tampak ceria dan gembira. Jadi, dia tahu, dia akan
dengar berita baik tentang kekasihnya."
"Mimpi, ya mimpi," dengus sang dokter yang lebih tua.
"Memang, memang," Kapten Jim setuju. "Itulah yang kukatakan
kepadanya saat itu. Jauh lebih nyaman untuk berpikir begitu. Aku tak suka
ide tentang dirinya lihat hal-hal seperti itu karena sungguh ganjil.
?"Tidak," dia membantah, "Aku tidak memimpikannya. Tapi, kita tidak
akan membicarakannya lagi. Kau tidak akan menjadi temanku jika kau
terlalu memikirkannya."
"Aku bilang kepadanya, tak akan ada yang bikin aku menjauhinya.
Tapi, dia hanya gelengkan kepala dan bilang, begini: "Nak, aku tahu. Aku
sudah kehilangan banyak teman karena hal ini. Aku tidak menyalahkan
mereka. Kadang-kadang aku merasa sebal kepada diriku sendiri
karenanya. Kekuatan seperti ini memiliki sedikit sifat gaib di dalamnya
siapa yang tahu apakah sifat gaib itu baik atau jahat" Dan kita, seluruh
makhluk hidup, tidak mampu menolak untuk berhubungan dekat dengan
Tuhan atau iblis." "Itu adalah kata-katanya. Aku ingat kata-kata itu bagaikan baru
diucapkan kemarin, biarpun aku tak tahu apa yang dia maksud.
Menurutmu, apa yang SEBENARNYA dia maksud, Dokter?"


Annes House Of Dreams Buku 5 Karya Lucy Maud Montgomery di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku ragu apakah dia sendiri pun mengerti apa yang dia maksud," kata
Dr. Dave dengan muram. "Kupikir aku mengerti," bisik Anne. Dia sedang mendengarkan dengan
sikapnya yang biasa, bibir terkatup dan mata yang berbinar-binar. Kapten
Jim memberinya sebuah senyuman kagum sebelum melanjutkan ceritanya.
"Yah, dengan segera, seluruh penduduk Glen dan Four Winds tahu
kalau mempelai sang kepala sekolah akan datang, dan mereka semua
senang karena mereka begitu menyayanginya. Dan semua orang tertarik
terhadap rumah barunya rumah INI. Dia memilih lokasi ini, karena kita
bisa lihat teluk dan dengar suara laut dari sini. Dia bikin sebuah taman di
sana untuk mempelainya, tapi tidak menanam pohon-pohon Lombardy.
Mrs. Ned Russell yang menanam MEREKA. Tapi, ada dua baris semak
mawar di taman yang ditanam oleh anak-anak perempuan kecil yang
belajar di Sekolah Glen untuk mempelai kepala sekolah mereka. Dia
bilang, warna mawar-mawar itu merah muda seperti pipi sang mempelai,
dan putih seperti kening sang mempelai, dan merah seperti bibir sang
mempelai. Dia banyak sekali mengutip puisi sampai sudah jadi
kebiasaannya bicara begitu, kupikir.
"Hampir semua orang mengiriminya sebuah hadiah kecil untuk bantubantu mengisi rumah ini. Saat Keluarga Russell datang kemari, mereka
adalah keluarga kaya dan mengisinya dengan perabot yang indah, seperti
yang bisa kalian lihat; tapi perabot pertama yang ada di dalam rumah ini
cukup sederhana. Tapi, rumah kecil ini kaya akan cinta. Para perempuan
mengirimkan selimut-selimut perca, taplak meja, dan handuk, salah
seorang lelaki bikinkan lemari bufet untuk mempelai kepala sekolah, yang
lain bikinkan sebuah meja, dan sebagainya. Bahkan, Bibi Margaret Boyd
tua yang buta menganyam sebuah keranjang kecil untuk mempelai sang
kepala sekolah dari rumput di bukit pasir yang beraroma harum. Mempelai
sang kepala sekolah menggunakannya selama bertahun-tahun untuk
menyimpan saputangannya. "Yah, akhirnya segalanya siap bahkan kayu-kayu di perapian sudah
siap dinyalakan. Perapian itu tidak benar-benar sama dengan yang Ini,
biarpun tempatnya sama. Miss Elizabeth telah memperbaikinya saat dia
tiba di rumah ini lebih dari lima belas tahun yang lalu. Dulu perapiannya
besar, bergaya kuno, sehingga kita bisa panggang seekor lembu jantan di
dalamnya. Aku sering sekali duduk di sini dan bertukar cerita, sama seperti
yang kulakukan malam ini."
Lagi-lagi, ada keheningan sejenak, sementara Kapten Jim melanjutkan
kisah pertemuan dengan penghuni rumah yang tidak dapat Anne dan
Gilbert temui orang-orang yang duduk bersamanya di sekitar perapian
bertahun-tahun yang lalu, dengan aura kegembiraan pengantin baru yang
berbinar di mata mereka, lama sebelum akhirnya terpejam selamanya di
bawah permukaan tanah pekarangan gereja atau berliga-liga laut yang
bergelombang. Di sini, pada malam-malam lampau, anak-anak kecil saling
bertukar tawa dengan hati senang. Di sini, pada malam-malam musim
dingin, teman-teman pernah berkumpul. Tarian, musik, dan lelucon pernah
mengisi ruangan ini. Di sini, para pemuda dan perawan pernah bermimpi.
Bagi Kapten Jim, rumah kecil ini dihuni oleh sosok-sosok yang
menciptakan kenangan. "Rumah ini selesai pada tanggal satu Juli. Sang kepala sekolah mulai
menghitung hari setelah itu. Kami biasa lihat dia jalan-jalan di sepanjang
pantai, dan saling berkata, "Kekasihnya akan segera menemuinya
sekarang". "Si mempelai diperkirakan tiba pada pertengahan Juli, tapi tak muncul.
Tak ada yang merasa gelisah. Kapal-kapal sering terlambat selama berharihari, mungkin berminggu-minggu. Kapal Royal William terlambat
seminggu kemudian dua minggu kemudian tiga minggu. Dan akhirnya,
kami mulai merasa takut, dan rasa takut itu makin lama makin buruk.
Akhirnya, aku tak tahan untuk menatap mata John Selwyn. Apa kau tahu,
Mistress Blythe" Kapten Jim merendahkan suaranya "Dulu aku pikir nasib
mereka benar-benar seperti nasib nenek canggah John Selwyn saat mereka
membakarnya hingga mati. John Selwyn tak pernah banyak omong lagi,
tapi dia mengajar anak-anak di sekolah bagaikan seorang pria yang sedang
bermimpi, terus buru-buru pergi ke pantai. Sering kali, pada malam hari
dia berjalan di sana dari matahari terbenam hingga malam. Orang-orang
bilang dia sudah tak waras. Semua orang sudah kehilangan harapan Royal
William sudah delapan minggu terlambat. Saat itu sudah pertengahan
September dan mempelai sang kepala sekolah belum juga datang tak akan
pernah datang, kami pikir.
"Ada sebuah badai besar yang berlangsung selama lima hari, dan pada
malam hari ketika badai reda, aku pergi ke pantai. Aku menemukan kepala
sekolah di sana, bersandar dengan lengan bersilang di sebuah batu besar,
menatap ke arah laut. "Aku bicara kepadanya, tapi dia tak menjawab. Matanya bagaikan
melihat sesuatu yang tidak dapat kulihat. Wajahnya kaku, bagaikan wajah
sesosok mayat. ?"John John," aku memanggil tepat seperti itu seperti seorang anak
yang takut, "bangunlah bangun."
"Tatapan aneh dan ganjil tampaknya memudar dari matanya.
"Dia memalingkan kepala dan menatapku. Aku tidak pernah
melupakan wajahnya tidak akan pernah melupakannya hingga aku pergi
dalam pelayaran terakhirku.
?"Semuanya baik-baik saja, Nak," dia berkata. "Aku telah melihat
Royal William berlayar di sekitar East Point. Dia akan tiba di sini pada
petang hari. Besok malam, aku akan duduk dengan mempelaiku, di
perapian milikku sendiri."
"Apakah kalian pikir dia benar-benar melihatnya?" tanya Kapten Jim
tiba-tiba. "Hanya Tuhan yang tahu," sahut Gilbert perlahan. "Cinta dan
kepedihan yang dahsyat mungkin melebihi kekuasaan kita."
"Aku yakin dia memang melihatnya," timpal Anne dengan jujur.
"O-mong ko-song," kata Dr. Dave, tetapi kata-katanya tidak seyakin
sebelumnya. "Karena, kalian tahu," Kapten Jim berkata dengan tenang, "Royal
William memang masuk ke Four Winds Harbor pada saat fajar keesokan
harinya. "Semua orang di Glen dan sepanjang pantai berkumpul di dermaga tua
untuk menyambutnya. Sang kepala sekolah sudah ada di sana, mengamati
sepanjang malam. Betapa dia gembira saat kekasihnya berlayar memasuki
selat." Mata Kapten Jim berbinar. Mata itu bagaikan menatap Four Winds
Harbor enam puluh tahun yang lalu, dengan kapal tua yang rusak akibat
badai berlayar di antara kemegahan matahari terbit.
"Dan Persis Leigh ada di kapal itu?" tanya Anne.
"Ya dia dan istri sang kapten. Mereka mengalami perjalanan yang
buruk badai demi badai dan perbekalan mereka pun sudah habis. Tapi,
akhirnya mereka tiba di sini. Saat Persis Leigh melangkah ke dermaga tua,
John Selwyn merengkuhnya dalam pelukan dan orang-orang berhenti
bersorak, mereka mulai nangis. Aku sendiri juga nangis, meskipun selama
bertahun-tahun, maaf, aku tidak mengakuinya. Bukankah sangat lucu,
betapa anak-anak lelaki malu karena meneteskan air mata?"
"Apakah Persis Leigh cantik?" tanya Anne.
"Yah, aku tak tahu apakah kau akan menilainya benar-benar cantik aku
tidak tahu,"jawab Kapten Jimperlahan. "Tak tahu kenapa, kita tak akan
pernah bisa bayangkan apakah dia cantik atau tidak. Itu tak berpengaruh.
Ada sesuatu yang sangat manis dan menarik di dalam dirinya sehingga kita
akan mencintainya, itu saja. Tapi, dia menyenangkan untuk dipandang
dengan dua mata cokelat besar jernih, dan rambut cokelat lebat berkilauan,
serta kulit khas orang Inggris. John dan dia menikah di rumah kami malam
itu juga, dengan cahaya lilin yang lebih awal dinyalakan. Semua orang dari
jauh dan dekat ada di sana untuk menyaksikannya, dan kami semua antar
mereka kemari setelah itu. Mistress Selwyn nyalakan perapian, dan kami
pergi, tinggalkan mereka duduk di sini, tepat seperti yang John lihat dalam
bayangannya. Sungguh aneh sungguh aneh! Tapi, aku pernah lihat banyak
sekali hal aneh dalam hidupku." Kapten Jim menggelengkan kepala
dengan bijak. "Itu adalah kisah yang menyenangkan," kata Anne, merasa bahwa
sekali itu, dia sudah mendapatkan cukup kisah romantis untuk memuaskan
dirinya. "Berapa lama mereka tinggal di sini?"
"Lima belas tahun. Aku pergi melaut segera setelah mereka menikah,
seperti bocah nakal lainnya. Tapi, setiap kali aku kembali dari
perjalananku, aku pergi ke sini, bahkan sebelum aku pulang ke rumah, dan
menceritakan semua kisah perjalananku kepada Mistress Selwyn. Lima
belas tahun yang bahagia! Mereka punya suatu bakat untuk selalu
berbahagia, mereka berdua. Beberapa orang memang seperti itu, jika
kalian sadari. Mereka TIDAK DAPATt sedih dalam waktu yang lama, tak
peduli apa pun yang terjadi. Mereka memang bertengkar sekali dua kali,
tapi mereka berdua berjiwa besar.
"Tapi, Mistress Selwyn sekali waktu pernah berkata padaku, katanya,
sambil tertawa dengan caranya yang manis, "Aku merasa ngeri saat John
dan aku bertengkar, tapi jauh di balik itu semua, aku sangat bahagia karena
aku memiliki seorang suami yang baik untuk diajak bertengkar dan
berbaikan setelahnya." Kemudian, mereka pindah ke Charlottetown, dan
Ned Russell membeli rumah ini, membawa pengantinnya kemari. Mereka
adalah pasangan muda yang ceria, seingatku.
"Miss Elizabeth Russell adalah adik perempuan Alec. Dia datang
kemari untuk tinggal bersama mereka kira-kira setahun kemudian, tapi dia
juga adalah makhluk yang mengesankan. Dinding-dinding rumah ini pasti
BASAH dengan tawa dan saat-saat menyenangkan. Kau adalah pengantin
ketiga yang kulihat datang kemari, Mistress Blythe dan yang paling
cantik." Kapten Jim berhasil memberikan pujiannya yang sesederhana bunga
matahari dengan gaya seanggun bunga violet, dan Anne menerimanya
dengan bangga. Dia memang dalam penampilan terbaiknya malam itu,
dengan rona merah khas pengantin baru di pipinya, dan binar penuh cinta
di matanya; bahkan Dr. Dave tua yang penggerutu menatapnya penuh
kekaguman, dan berkata kepada istrinya, saat mereka mengendarai kereta
sewaktu pulang, bahwa istri berambut merah si pemuda itu memang
seorang yang cantik. "Aku harus kembali ke mercusuar," kata Kapten Jim. "Aku sangat
menikmati malam ini."
"Kau harus sering datang untuk menemui kami," kata Anne.
"Aku bertanya-tanya, apakah kau masih akan undang aku jika tahu
betapa senangnya aku menerimanya," Kapten Jim bercanda.
"Itu adalah cara lain untuk mengatakan kau bertanya-tanya apakah aku
serius," Anne tersenyum. "Aku benar-benar mau, "belah saja dadaku",
seperti yang biasa kita katakan di sekolah."
"Kalau begitu, aku akan datang. Kau mungkin akan kukunjungi jam
berapa pun. Dan aku akan merasa bangga jika kau mampir untuk kunjungi
aku juga kapan saja. Biasanya, aku tak punya orang lain untuk berbicara
selain si Kelasi Pertama Tuhan memberkati jiwanya yang ramah. Ia adalah
pendengar yang sangat baik, dan sudah melupakan lebih banyak daripada
yang pernah dilupakan oleh semua MacAllister yang ada, tapi ia tidak
terlalu bisa bercakap cakap. Kau muda dan aku sudah tua, tapi jiwa kita
berusia sama, kupikir. Kita berdua termasuk ke dalam golongan manusia
yang mengenal Yusuf1, seperti yang akan dikatakan oleh Cornelia Bryant."
"Golongan manusia yang mengenal Yusuf?" Anne kebingungan.
"Ya. Cornelia membagi seluruh manusia di dunia ini menjadi dua
bagian golongan yang mengenal Yusuf dan golongan yang tidak
mengenalnya. Jika seorang manusia bertatap muka dengan manusia lain,
dan memiliki cukup banyak kesamaan dalam berbagai hal, dan selera
humor yang sama nah, mereka masuk ke dalam golongan manusia yang
mengenal Yusuf." "Oh, aku mengerti," seru Anne, keceriaan mengembang di dalam
dirinya. "Yang biasa kukatakan dan istilah itu masih terus kugunakan
dalam kalimat sebagai "belahan jiwa"."
"Seperti itu seperti itu," Kapten Jim setuju. "Kita memang seperti itu,
apa pun Itu. Saat kau datang malam ini, Mistress Blythe, aku bilang pada
diriku sendiri, begini, "Ya, dia adalah salah seorang dari golongan manusia
yang mengenal Yusuf." Dan betapa senangnya aku, karena kalau tidak,
kita tidak akan dapat kepuasan saat sedang bersama. Golongan manusia
yang mengenal Yusuf adalah garam bagi dunia, kurasa."
Bulan baru terbit ketika Anne dan Gilbert pergi ke pintu untuk
mengantar tamu-tamu mereka. Four Winds Harbor mulai menjadi sesuatu
yang bagaikan berada dalam impian, penuh kemewahan dan keajaiban
suatu surga memikat yang tidak mungkin diamuk badai. Pohon-pohon
Lombardy di sepanjang jalan, tinggi dan murung bagaikan sekelompok
makhluk mistis bernuansa syahdu, dihiasi warna perak di pucuk-pucuknya.
"Selalu suka pohon-pohon Lombardy," kata Kapten Jim, melambaikan
lengannya yang panjang kepada mereka. "Mereka adalah pohon para putri.
Mereka sudah tak begitu disukai sekarang. Orang-orang mengeluh saat
pucukpucuknya mati dan penampilan mereka jadi suram. Memang begitu
memang begitu, jika kau tak bahayakan lehermu setiap musim semi untuk
panjat tangga dan memangkasnya. Aku selalu melakukannya untuk Miss
Elizabeth, jadi pohonpohon Lombardynya tidak pernah terlalu rimbun. Dia
sangat suka pohon-pohon itu. Dia suka martabat dan sosok tinggi mereka.
Mereka mungkin tak cocok dengan setiap Tom, Dick, dan Harry. Jika
pohon-pohon mapel ada untuk mendapatkan untung, Mistress Blythe,
pohon-pohon Lombardy ada untuk masyarakat."
"Malam yang sangat indah," kata Mrs. Dr. Dave, saat dia memanjat ke
atas kereta bugi sang dokter tua.
"Hampir semua malam indah," kata Kapten Jim. "Tapi menurutku,
sinar bulan di atas Four Winds membuatku bertanya-tanya, apa yang
tertinggal di surga. Bulan adalah salah satu teman baikku, Mistress Blythe.
Aku mencintainya sejak aku bisa mulai mengingat. Saat aku masih
berumur delapan tahun, aku ketiduran di taman suatu malam dan tidak
menyadarinya. Aku terbangun pada malam hari dan ketakutan setengah
mati. Betapa ngerinya bayanganbayangan dan suara-suara ganjil yang ada
di sana! Aku tak berani bergerak. Hanya meringkuk di sana, seperti seekor
makhluk kecil malang yang gemetaran. Tampaknya tak ada orang lain di
dunia ini selain diriku dan dunia ini sangat besar. Lalu, tepat pada saat itu,
aku lihat bulan menatapku di antara dahan-dahan pohon apel, tepat seperti
seorang teman lama. Aku langsung merasa nyaman. Aku berdiri dan
berjalan ke rumah dengan berani seperti seekor singa, sambil pandangi
bulan. Bermalam-malam aku mengamatinya dari dek kapalku, di laut yang
jauh dari sini. Mengapa kalian tak suruh aku tutup mulut dan pulang?"
Tawa pada malam yang menyenangkan itu mereda. Anne dan Gilbert
berjalan bergandengan mengelilingi pekarangan rumah mereka. Anak
sungai yang mengalir di salah satu sudut halaman itu tampak cekung dan
berkilauan dalam bayangan pohon-pohon birch. Bunga-bunga poppy di
kedua tepinya bagaikan cangkir-cangkir dangkal berisi sinar rembulan.
Bunga-bunga yang ditanam oleh tangan mempelai sang kepala sekolah
menebarkan aura manis mereka ke udara yang gelap, bagaikan kecantikan
dan anugerah masa lalu yang sakral.
Anne terdiam di dalam keremangan untuk menghirup aromanya. "Aku
senang sekali menghirup aroma bunga di dalam kegelapan," dia berkata.
"Kita bisa menangkap jiwa mereka. Oh, Gilbert, rumah kecil ini benarbenar yang kuimpikan. Dan aku sangat senang karena bukan kita saja yang
mengalami malam pertama sebagai pengantin baru di sini!"
8 MISS CORNELIA BRYANT DATANG UNTUK MENYAMBUT September itu adalah bulan dengan kabut keemasan dan uap ungu di Four
Winds Harbor suatu bulan dengan siang hari yang berlangsung cepat dan
malam-malam yang bergelimang sinar bulan, atau berdenyut dengan
cahaya bintang-bintang. Tidak ada badai yang mengusik, tidak ada angin
keras yang bertiup. Anne dan Gilbert mengatur sarang mereka dengan rapi,
berjalan-jalan santai di pantai, berlayar di teluk, berkereta dari Four Winds
ke Glen, atau jalan-jalan sepi berpakis di hutan yang ada di sekeliling
kepala teluk; pendeknya, itu adalah bulan madu yang akan membuat


Annes House Of Dreams Buku 5 Karya Lucy Maud Montgomery di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semua kekasih di dunia ini merasa iri terhadap mereka.
"Jika kehidupan berakhir sekarang juga, rasanya sangat kaya dan
berharga, hanya karena empat minggu terakhir ini, bukan?" tanya Anne.
"Kupikir kita tidak akan mengalami empat minggu yang sempurna seperti
ini lagi tapi kita sudah Mengalaminya. Segalanya angin, udara, orangorang, rumah impian telah berkonspirasi untuk membuat bulan madu kita
terasa sangat menyenangkan. Belum pernah turun hujan sejak kita tiba di
sini." "Dan kita belum bertengkar sekali pun," goda Gilbert.
"Yah, "itu adalah suatu kenikmatan yang paling tinggi karena bisa
ditunda"," Anne mengutip. "Aku sangat senang karena kita memutuskan
untuk menghabiskan bulan madu di sini. Kenangan kita akan bulan madu
ini akan selalu ada di sini, di rumah impian kita, bukannya tersebar di
tempattempat yang asing."
Ada suatu aura romantis dan petualangan tertentu di dalam atmosfer
rumah baru mereka, yang belum pernah Anne temukan di Avonlea.Di
sana, meskipun dia hidup di dekatnya, laut tidak pernah terasa intim dalam
kehidupannya. Di Four Winds, laut mengelilinginya dan tak henti
memanggil-manggilnya. Dari setiap jendela rumah barunya, dia melihat
beragam aspek dari lautan. Gumamannya yang menghantui selalu
terdengar di telinganya. Kapal-kapal datang melintasi teluk setiap hari ke
dermaga di Glen, atau berlayar pergi kembali pada saat matahari terbenam,
menuju pelabuhanpelabuhan yang mungkin berada di setengah belahan
bola dunia yang lain. Kapal-kapal nelayan dengan layar putih meluncur
menyusuri selat pada pagi hari, dan kembali dengan hasil tangkapan penuh
pada malam hari. Para pelaut dan nelayan bepergian melewati jalan-jalan
pelabuhan alam yang merah dan berkelok-kelok, dengan hati riang dan
puas. Selalu ada suatu perasaan jika sesuatu akan terjadi suatu petualangan
atau perjalanan jauh. Situasi di Four Winds tidak sesepi, setenang, dan
sebosan di Avonlea; angin perubahan selalu menerpa mereka; laut
memanggil-manggil makhluk di tepi pantai, dan bahkan makhluk-makhluk
yang tidak dapat menjawab panggilannya bisa merasakan getaran, gejolak
tanpa henti, misteri, dan kemungkinankemungkinan yang ada di dalamnya.
"Aku mengerti sekarang mengapa beberapa orang harus melaut," kata
Anne. "Hasrat yang mengundang kita sepanjang waktu "untuk berlayar
melewati batas matahari terbenam" pasti sangat berpengaruh jika kita
terlahir seperti itu. Aku tidak heran Kapten Jim kabur karenanya. Aku
belum pernah melihat sebuah kapal berlayar pergi dari selat, atau seekor
camar terbang di atas bukit pasir, tanpa berharap aku yang berada di atas
kapal atau memiliki sayap, tidak seperti seekor merpati yang "terbang dan
kembali ke sarangnya", tapi seperti seekor camar, yang melayang ke dalam
pusat terdalam sebuah badai."
"Kau akan tinggal di sini bersamaku, Anne-Gadsiku," kata Gilbert
dengan malas. "Aku tidak akan membiarkanmu terbang meninggalkanku
ke pusat badai." Mereka sedang duduk di atas undakan tangga batu paras merah rumah
mereka pada senja hari. Kedamaian nan menenangkan mengelilingi
mereka, di tanah, laut, dan udara. Burung-burung camar keperakan terbang
di atas mereka. Cakrawala bagaikan dihiasi renda yang terbuat dari awan
panjang rapuh dan bersemburat merah muda. Udara yang tenang diwarnai
oleh gumaman tak terputus angin dan ombak yang melolong. Bunga-bunga
aster pucat tertiup angin di padang-padang rumput yang kering dan
berkabut di antara mereka dan pelabuhan alam.
"Para dokter yang harus terjaga sepanjang malam untuk menunggu
orang-orang sakit datang sepertinya tidak merasa terlalu ingin bertualang,
kupikir," Anne berkata dengan sabar. "Jika kau tidur dengan nyenyak tadi
malam, Gilbert, kau akan sesiap diriku untuk terbang dalam imajinasi."
"Aku melakukan pekerjaan yang bagus tadi malam, Anne," kata Gilbert
dengan pelan. "Dengan bantuan Tuhan, aku menyelamatkan satu nyawa.
Ini adalah pertama kalinya aku bisa benar-benar mengklaim hal itu. Dalam
kasus-kasus lain, aku mungkin mendapatkan bantuan; tapi Anne, jika aku
tidak tinggal di rumah Allonby tadi malam dan bertarung dengan
kematian, bertatapan muka, perempuan itu bisa saja meninggal sebelum
pagi. Aku mencoba suatu eksperimen yang pasti belum pernah dicoba di
Four Winds sebelumnya. Aku meragukan apakah eksperimen itu pernah
dicoba di tempat mana pun sebelumnya, di luar rumah sakit. Itu adalah
suatu hal baru di Rumah Sakit Kingsport musim dingin lalu. Aku tidak
akan pernah berani mencobanya di sini jika tidak benar-benar yakin tidak
ada kesempatan lain. Aku mengambil risiko dan ternyata berhasil. Sebagai
hasilnya, seorang istri dan ibu yang baik selamat, untuk menjalani tahuntahun penuh kebahagiaan dan pengabdian yang lama.
"Saat aku pulang pagi ini, dengan matahari yang sedang terbit di atas
pelabuhan alam, aku bersyukur kepada Tuhan karena aku telah memilih
profesi ini. Aku telah menjalani suatu pertarungan yang hebat dan aku
menang pikirkan itu, Anne, Menang, melawan Perusak Dahsyat. Itulah
cita-cita yang kumimpikan lama sebelumnya, saat kita membicarakan apa
yang kita inginkan dalam kehidupan. Impianku itu menjadi kenyataan pagi
ini." "Apakah hanya itu satu-satunya mimpimu yang menjadi kenyataan?"
tanya Anne, yang sebenarnya sangat mengetahui apa inti jawaban Gilbert
yang akan dilontarkan, tetapi ingin mendengarnya lagi.
"Kau lebih tahu, Anne-Gadisku," kata Gilbert, tersenyum sambil
menatap mata istrinya. Pada saat itu, benarbenar ada dua orang yang
sangat bahagia yang sedang duduk di tangga sebuah rumah putih kecil di
pantai Four Winds Harbor.
Akhirnya, Gilbert berkata, dengan nada suara yang berubah. "Apakah
aku tak salah, ada sebuah kapal dengan layar yang terkembang penuh
berlayar di jalan kecil kita, ya?"
Anne mendongak dan berdiri. "Itu pasti Miss Cornelia Bryant atau Mrs.
Moore yang datang untuk menyambut," dia berkata.
"Aku akan pergi ke ruang kerjaku, dan jika itu Miss Cornelia,
kuingatkan padamu bahwa aku akan menguping," kata Gilbert. "Dari
semua yang kudengar tentang Miss Cornelia, aku menyimpulkan bahwa
percakapan dengannya tidak akan membosankan, tak diragukan lagi."
"Itu bisa saja Mrs. Moore."
"Kupikir Mrs. Moore tidak memiliki sosok seperti itu. Aku pernah
melihatnya bekerja di kebunnya kemarin, dan meskipun aku terlalu jauh
untuk melihat dengan jelas, kupikir dia bertubuh langsing. Dia tidak
tampak sangat bersifat sosial karena dia belum pernah mengunjungimu di
sini, meskipun dia adalah tetanggamu yang terdekat."
"Dia mungkin sama sekali tidak mirip Mrs. Lynde, karena jika begitu,
rasa penasaran akan membawanya kemari," kata Anne. "Pengunjung yang
ini, kupikir, adalah Miss Cornelia."
Memang, itu adalah Miss Cornelia; dan lagi, Miss Cornelia tidak
datang untuk memberikan sambutan pernikahan yang singkat dan bergaya.
Dia mengepit sebuah bungkusan hadiah besar di bawah ketiaknya, dan saat
Anne memintanya untuk tinggal, dengan segera dia membuka topimataharinya yang lebar, yang tetap bertengger di kepalanya meskipun
diterpa angin September yang bandel, karena karet elastis ketat di bawah
sanggul rambutnya yang kencang dan kecil. Tidak perlu ada peniti di topi
untuk Miss Cornelia, dan itu sudah cukup memuaskan baginya! Karet
elastis sudah cukup untuk ibunya, dan juga cukup untuk DIRINYA. Dia
memiliki seraut wajah segar, bulat, berwarna putih berona merah muda,
dan mata cokelat yang ceria. Dia sama sekali tidak tampak seperti seorang
perawan tua tradisional, dan ada sesuatu dalam ekspresinya yang langsung
mengambil hati Anne. Dengan kecepatan insting yang sudah lama dia
miliki untuk mengenali belahan jiwa, dia tahu bahwa dia akan menyukai
Miss Cornelia, meskipun ada beberapa keganjilan tak pasti dalam
pendapatnya itu, dan keganjilan yang pasti dalam pakaian perempuan itu.
Tidak ada orang selain Miss Cornelia yang akan datang untuk
menyambut seorang pendatang baru dalam balutan celemek bergaris-garis
biru-putih dan terbungkus dalam mantel cokelat, dengan rancangan motif
mawar merah muda yang besar tersebar di atasnya. Dan tidak ada orang
selain Miss Cornelia yang akan tampak memiliki harga diri tinggi dan
cocok terbungkus dalam pakaian seperti itu. Jika Miss Cornelia memasuki
sebuah istana untuk menyambut mempelai seorang pangeran, dia pasti
juga akan tampak bermartabat serta menguasai situasi. Dia akan
menghamparkan jubah bertabur mawarnya di atas lantai marmer tanpa
panik, dan akan tetap tenang untuk mengungkapkan pikirannya kepada
sang putri, bahwa mendapatkan seorang lelaki, baik pangeran maupun
rakyat jelata, adalah sesuatu yang tak perlu disombongkan.
"Aku membawa pekerjaanku, Mrs. Blythe, Sayang," dia berkata,
membuka gulungan sehelai kain kecil. "Aku terburu-buru
menyelesaikannya, dan tidak boleh ada waktu yang terbuang."
Anne melihat kain putih yang terhampar di pangkuan montok Miss
Cornelia dengan agak terkejut. Benda itu tak lain dan tak bukan adalah
sebuah gaun untuk bayi, dan dibuat dengan sangat cantik, dilengkapi
rimpel-rimpel dan kelepak leher. Miss Cornelia membetulkan
kacamatanya dan mulai membordir dengan tisikan-tisikan yang hati-hati.
"Ini untuk Mrs. Fred Proctor di Glen sana," katanya. "Dia sedang
menanti bayinya yang kedelapan sekarang, dan tak satu pun jahitan yang
sudah dia siapkan. Tujuh anaknya yang lain memakai baju anaknya yang
pertama, dan dia tidak pernah memiliki waktu atau kekuatan atau
semangat untuk membuat baju lagi. Perempuan itu adalah martir, Mrs.
Blythe, percayalah Padaku. Saat dia menikah dengan Fred Proctor, aku
tahu bagaimana nasibnya nanti. Fred Proctor dulu adalah salah seorang
lelaki yang menarik, tapi pasti kau benci. Setelah menikah, dia tidak lagi
menarik, tapi masih menyebalkan. Dia pemabuk dan mengabaikan
keluarganya. Tidakkah itu seperti lelaki pada umumnya" Aku tak tahu
bagaimana Mrs. Proctor bisa menjaga anakanaknya berpakaian dengan
layak jika para tetangga tidak membantunya."
Lama setelah itu, Anne akhirnya mengetahui, Miss Cornelia adalah
satu-satunya tetangga yang menyulitkan diri sendiri dengan kelakuan
anak-anak Keluarga Proctor.
"Saat aku mendengar bayi kedelapan akan lahir, aku memutuskan
untuk membuat sesuatu untuknya," Miss Cornelia melanjutkan. "Ini adalah
yang terakhir, dan aku ingin menyelesaikannya hari ini."
"Gaun ini sangat cantik," puji Anne. "Aku akan mengambil jahitanku
dan kita akan mengadakan pesta menjahit berdua. Anda adalah penjahit
yang terampil, Miss Bryant."
"Ya, aku adalah penjahit terbaik di daerah ini," kata Miss Cornelia
dengan nada biasa-biasa saja. "Aku harus menjadi yang terbaik! Demi
Tuhan, aku akan membuat lebih banyak lagi baju seperti ini jika aku
sendiri memiliki seratus bayi. Tapi, demi Tuhan, Mrs. Blythe Sayang, bayi
kedelapan itu sungguh tidak patut untuk disalahkan, dan aku berharap agar
ia memiliki sebuah gaun yang benar-benar cantik, seperti aku berharap ia
Memang diinginkan. Tidak ada yang menginginkan makhluk mungil
malang itu jadi aku lebih memerhatikan makhluk mungil itu karenanya."
"Bayi mana pun akan bangga dengan gaun itu," kata Anne, semakin
merasa bahwa dia akan menyukai Miss Cornelia.
"Menurutku, kau pasti berpikir jika aku tidak akan pernah datang untuk
menyambutmu," Miss Cornelia berkata. "Tapi, ini adalah bulan panen, kau
tahu, dan aku sibuk dan banyak pekerja yang ada di sekelilingku, yang
lebih sering makan daripada bekerja, seperti lelaki pada umumnya. Aku
tadinya akan datang kemarin, tapi aku pergi ke pemakaman Mrs. Roderick
MacAllister. Awalnya, kepalaku sakit sangat parah sehingga kupikir aku
tidak akan menikmati waktuku jika aku pergi ke sana. Tapi, usianya sudah
seratus tahun, dan aku selalu berjanji pada diriku sendiri jika aku akan
datang saat pemakamannya."
"Apakah upacaranya berhasil?" tanya Anne, menyadari bahwa pintu
ruang kerja terbuka. "Apa" Oh, ya, itu adalah suatu pemakaman besar-besaran. Dia
memiliki keluarga yang sangat besar. Ada seratus dua puluh kereta dalam
upacara itu. Ada satu dua kejadian lucu yang terjadi. Tak kusangka aku
akan melihat Joe Bradshaw tua, seorang kafir yang tidak pernah
membayangi pintu gereja, bernyanyi "Aman di Rengkuhan Lengan Yesus"
dengan antusias. Dia sangat menikmati menyanyi karena itulah dia tidak
pernah ketinggalan menghadiri pemakaman. Mrs. Bradshaw yang malang
tampaknya tidak terlalu menyukai nyanyian dia mencurahkan waktunya
untuk bekerja keras. Joe tua kadang-kadang membelikannya hadiah dan
membawa pulang mesin pertanian baru. Khas lelaki sekali, bukan" Tapi,
apa lagi yang bisa kita harapkan dari seorang lelaki yang tidak pernah
pergi ke gereja, bahkan ke gereja Methodis" Aku benar-benar bersyukur
bisa bertemu denganmu dan Dokter muda di gereja Presbyterian di hari
Minggu pertama kalian. Tidak ada dokter untukku selain penganut
Presbyterian." "Kami ada di gereja Methodis Minggu malam yang lalu," kata Anne,
menggodanya. "Oh, kupikir Dr. Blythe harus pergi ke gereja Methodis sekali-sekali.
Jika tidak, dia tidak akan mendapatkan pasien dari kaum Methodis."
"Kami sangat menyukai khotbahnya," Anne berkata dengan jujur. "Dan
kupikir, doa pendeta Methodis itu adalah salah satu doa paling indah yang
pernah kudengar." "Oh, aku tidak memiliki keraguan jika dia bisa berdoa. Aku tidak
pernah mendengar orang lain yang pernah membuat doa lebih indah
daripada Simon Bentley, yang selalu mabuk, atau berharap mabuk, dan
semakin dia mabuk, semakin indah doanya."
"Pendeta Methodisnya berpenampilan sangat rapi," kata Anne,
memancing agar terdengar ke balik pintu ruang kerja.
"Ya, dia cukup bersolek," Miss Cornelia setuju. "Oh, dan Sangat sopan
terhadap para perempuan. Dan dia pikir, semua gadis yang menatapnya
akan jatuh cinta kepadanya seakan-akan seorang pendeta Methodis, yang
selalu berpindah-pindah seperti orang Yahudi, adalah suatu anugerah! Jika
kau dan Dokter muda menerima saranku, sebaiknya kalian tidak banyak
berhubungan dengan orang-orang Methodis. Motoku adalah jika kau
Memang seorang Presbyterian, Jadilah seorang Presbyterian sejati."
"Apakah Anda pikir orang-orang Methodis juga pergi ke surga seperti
orang-orang Presbyterian?" tanya Anne tanpa senyum.
"Bukan hak KITA untuk memutuskan. Itu tergantung tangan-tangan
yang lebih tinggi daripada kita," sahut Miss Cornelia dengan muram.
"Tapi, aku tidak akan berhubungan dengan mereka di muka bumi ini, tak
peduli apa pun yang mungkin harus kulakukan di surga. Pendeta Methodis
Ini tidak menikah. Pendeta terakhir mereka sudah menikah, dan istrinya
adalah makhluk kecil yang paling konyol dan plinplan yang pernah
kukenal. Aku pernah berkata kepada sang suami jika dia harus menunggu
hingga istrinya dewasa sebelum menikahinya. Pendeta itu berkata, dia
ingin melakukan pelatihan terhadap istrinya. Khas lelaki, bukan?"
"Cukup sulit untuk memutuskan apakah orang-orang MEMANG sudah
dewasa," Anne tertawa.
"Itu memang benar, Sayang. Beberapa orang sudah dewasa sejak
mereka lahir, dan yang lain sama sekali tidak dewasa hingga mereka
berusia delapan puluh tahun, percayalah Padaku. Mrs. Roderick yang
kuceritakan tadi tidak pernah dewasa. Dalam usia seratus tahun, dia sama
konyolnya dengan saat dia berusia sepuluh tahun."
"Mungkin itulah alasan dia hidup begitu lama," Anne berpendapat.
"Mungkin begitu. Aku lebih memilih untuk hidup selama lima puluh
tahun dengan serius daripada menjalani seratus tahun penuh kekonyolan."
"Tapi, pikirkanlah, betapa suram dunia ini jika semua orang serius,"
Anne memohon. Miss Cornelia menolak setiap perdebatan tentang masalah remeh.
"Mrs. Roderick adalah seorang Milgrave, dan Keluarga Milgrave tidak
pernah terlalu serius. Keponakannya, Ebenezer Milgrave, dikenal gila
Bara Diatas Singgasana 11 Northanger Abbey Karya Jane Austen Relikui Kematian 7

Cari Blog Ini